al-kanzu edisi 4, 23 oktober 2015

4
SINGLE AGRIBISNIS PROGRAMME SEBAGAI UPAYA INDONESIA MENJADI PRODUSEN PANGAN ASEAN DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) 2015 Oleh: Annisa N. Salam (ES-V/Manajer Administrasi ForSEI) hasilkan produk yang optimal, kelompok tani memerlukan stimulus atau dukungan dana untuk membeli bibit, pupuk serta kebutuhan dalam proses pemeliharaan hingga masa panen. Saat ini dukungan modal usaha yang disalurkan lembaga keuangan terhadap para petani dapat dikatakan sangat rendah. Hal tersebut dikarenakan pertanian merupakan sektor yang rentan terhadap risiko gagal panen. Sehingga tidak heran jika lembaga keuangan sulit untuk menyalurkan dananya bagi sektor pertanian. Berdasarkan publikasi data BPS (2013) pertanian merupakan sektor yang hanya mendapatkan pembiayaan sebesar sebesar 9,09% saja. Angka terse- Lanjutan buletin edisi 3 (16 Oktober 2015)... s Setelah terbentuk kelompok tani berdasarkan komoditas tertentu, hal lain yang penting untuk dibahas Keterbatasan modal usaha merupakan salah satu permasalahan bagi petani dalam mengembangkan usahanya (Septia, 2009: 16). Agar mampu meng- Buletin Dakwah Ekonomi Islam AL-KANZU www.forsei.org but relatif kecil jika dibandingkan dengan sektor lain seperti industri pengolahan (35,5%) dan perdagangan sebesar 36,97%. Indonesia diklaim sebagai negara agraris, namun lembaga keuangan hanya sedikit berpartisipasi dalam membangun kekuatan pangan nasional dikarenakan sektor pertanian memiliki risiko yang tinggi. Oleh sebab itu, sebagai solusinya penulis tawarkan adanya bank tani di setiap desa yang dibentuk dan didirikan oleh aparatur desa. Bank tani yang dimaksud merupakan bank yang dikhususkan dalam penyaluran dananya terhadap sektor pertanian di desa tersebut. Nasabah yang menyimpan dananya di bank tani akan mendapatkan keuntungan dari hasil usaha para kelompok tani. Sebaiknya desa sebagai pendiri bank tani dapat menjamin dana nasabah yang disimpan di bank tani tersebut.Sehingga nasabah tidak akan merasa takut terkait risiko gagal panen. Selain dananya dijamin oleh aparatur desa, program single agribisnis akan diarahkan untuk Edisi 4, 23 Oktober 2015 TIDAK DIBACA SAAT KHOTIB SEDANG KHUTBAH

Upload: ksei-forsei-uin-jogja

Post on 24-Jul-2016

220 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

SINGLE AGRIBISNIS PROGRAMME SEBAGAI UPAYA INDONESIA MENJADI PRODUSEN PANGAN ASEAN DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) 2015 (BAGIAN 2)

TRANSCRIPT

Page 1: Al-Kanzu Edisi 4, 23 Oktober 2015

SINGLE AGRIBISNIS PROGRAMME SEBAGAI UPAYA INDONESIA

MENJADI PRODUSEN PANGAN ASEAN DALAM MENGHADAPI

ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) 2015

Oleh: Annisa N. Salam (ES-V/Manajer Administrasi ForSEI)

hasilkan produk yang optimal, kelompok tani memerlukan stimulus atau dukungan dana untuk membeli bibit, pupuk serta kebutuhan dalam proses pemeliharaan hingga masa panen. Saat ini dukungan modal usaha yang disalurkan lembaga keuangan terhadap para petani dapat dikatakan sangat rendah. Hal tersebut dikarenakan pertanian merupakan sektor yang rentan terhadap risiko gagal panen. Sehingga tidak heran jika lembaga keuangan sulit untuk menyalurkan dananya bagi sektor pertanian. Berdasarkan publikasi data BPS (2013) pertanian merupakan sektor yang hanya mendapatkan pembiayaan sebesar sebesar 9,09% saja. Angka terse-

Lanjutan buletin edisi 3 (16 Oktober 2015)...

sSetelah terbentuk kelompok tani berdasarkan komoditas tertentu,hal lain yang penting untuk dibahas

Keterbatasan modal usaha merupakan salah satu permasalahan bagi petani dalam mengembangkan usahanya (Septia, 2009: 16). Agar mampu meng-

Buletin Dakwah Ekonomi Islam

AL-KANZUwww.forsei.org

but relatif kecil jika dibandingkan dengan sektor lain seperti industri pengolahan (35,5%) dan perdagangan sebesar 36,97%. Indonesia diklaim sebagai negara agraris, namun lembaga keuangan hanya sedikit berpartisipasi dalam membangun kekuatan pangan nasional dikarenakan sektor pertanian memiliki risiko yang tinggi. Oleh sebab itu, sebagai solusinya penulis tawarkan adanya bank tani di setiap desa yang dibentuk dan didirikan oleh aparatur desa. Bank tani yang dimaksud merupakan bank yang dikhususkan dalam penyaluran dananya terhadap sektor pertanian di desa tersebut. Nasabah yang menyimpan dananya di bank tani akan mendapatkan keuntungan dari hasil usaha para kelompok tani. Sebaiknya desa sebagai pendiri bank tani dapat menjamin dana nasabah yang disimpan di bank tani tersebut.Sehingga nasabah tidak akan merasa takut terkait risiko gagal panen. Selain dananya dijamin oleh aparatur desa, program single agribisnis akan diarahkan untuk

Edisi 4, 23 Oktober 2015

TIDAK DIBACA SAAT KHOTIB SEDANG KHUTBAH

Page 2: Al-Kanzu Edisi 4, 23 Oktober 2015

mengoptimalkan kinerja para petani agar mampu meminimalisir adanya risiko gagal panen. Posisi bank tani dalam single agribisnis programme dapat melakukan menghimpun dana dari nasabah yang ingin menyimpan dananya dan menginvestasikannya pada sektor pertanian. Setelah dana terhimpun, bank tani menyalurkan pembiayaan melalui kelompok tani yang ada di desa tersebut. Adapun keuntungan yang diperoleh dari hasil panen pertanian terlebih dahulu ditampung oleh bank tani. Selanjutnya bank tani mengalokasikan keuntungan tersebut untuk gaji para petani (60%), keuntungan penyimpan dana (30%) dan kas kelompok tani (10%). Dengan adanya gaji tetap, tentu akan memberikan stimulus bagi petani untuk lebih maksimal dalam kinerjanya, sehingga tidak akan terjadi pengurangan jumlah petani Indonesia. Setelah terbentuknya kelompok tani dan tersedianya modal, kelompok tani tentu dapat mengolah lahan dan memulai untuk memproduksi komoditas pertanian yang dmilikinya. Sehingga dari proses produksi tersebut, kelompok tani dapat menghasilkan produk pertanian. Produk hasil panen tersebut disimpan di lumbung desa. Oleh sebab itu, di setiap desa diwajibkan memiliki satu lumbung desa tempat penyimpanan hasil panen pertanian. Dengan adanya satu lumbung desa, hasil pertanian akan lebih mudah untuk didistribusikan. Lokasi lumbung

desa sebaiknya berdekatan dengan pasar desa. Adapun pasar desa adalah tempat hasil panen dijual kepada masyarakat desa setempat. Sebelum didistribusikan ke pasar nasional atau internasional, sebagian hasil panen harus disalurkan terlebih dahulu melalui pasar desa. Jangan sampai masyarakat desa t idak mengkonsumsi hasil panen daerahnya sendiri. Dan pemerintah desa sebaiknya mewajibkan masyarakatnya untuk membeli hasil pertanian di pasar desa. Hal tersebut merupakan upaya agar masyarakat mencintai produk lokal. Oleh sebab itu diperlukan hasil produksi dengan kulaitas yang tidak kalah saing oleh produk impor dan dijual dengan harga yang dapat terjangkau oleh msyarakat daerah setempat. Adapun distribusi ke pasar nasional dan internasional dapat dilakukan dengan cara Kementerian Pertanian bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan. Sehingga Kementerian Perdagangan dapat memfasilitasi produk hasil panen di setiap desa untuk dipasarkan di kancah internasional. Bentuk dari fasilitas yang diberikan terhadap produk pertanian dapat berupa dukungan terkait uji dan sertifikasi produk. Dengan adanya dukungan tersebut , tentu akan mendatangkan peluang yang besar bagi para petani agar produknya dapat laku di pasar internasional. Implikasi akhirnya ialah pendapatan ekspor negara akan

42

Page 3: Al-Kanzu Edisi 4, 23 Oktober 2015

mendatangkan peluang yang besar bagi para petani agar produknya dapat laku di pasar internasional. Implikasi akhirnya ialah pendapatan ekspor negara akan meningkat dan kebutuhan pangan nasional akan terpenuhi. Single agribisnis programme yang penulis tawarkan sebaiknya diwajibkan penerapannya di semua desa. Dengan kata lain, program ini dapat dijadikan sebuah standar pertanian di Indonesia. Jika hal tersebut terealisasi, tentu semua desa akan mengalami ketahanan pangan yang mandiri. Sehingga Indonesia tidak memerlukan produk impor dari negara lain. Bahkan dengan single agribisnis programme ini memungkinkan Indonesia menjadi produsen pangan ASEAN. Hal tersebut bukan meruapakan suatu yang tidak mungkin. Sebab, Indonesia memiliki potensi lahan pertanian yang subur dan kaya akan sumber daya alam.

43

Page 4: Al-Kanzu Edisi 4, 23 Oktober 2015

44