al mukminun ayat 12 14

29
Al-Mukminun Ayat 12-14 (makiyyah) 1) Proses Kejadian Manusia Diantara contoh ayat Al-Qur'an yang mendahului ilmu pengetahuan (sains) adalah pemberitaan Al-Qur'an mengenai proses kejadian manusia. Allah SWT berfirman : ٍ ن يِ طْ نِ مٍ ةَ ال لُ سْ نِ مَ انَ سْ ن لا ا ا َ نْ قَ لَ خْ دَ قَ لَ و. ٍ ارَ ر َ ق يِ فً ة َ فْ طُ نُ اه َ نْ لَ عَ 4 جَ ّ مُ 8 ثٍ ن يِ كَ م. ا ً امَ > ظِ عَ ةَ غْ ضُ مْ ل ا اَ نْ قَ لَ خَ فً ةَ غْ ضُ مَ ةَ فَ لَ عْ ل ا اَ نْ قَ لَ خَ فً ةَ فَ لَ عَ ةَ فْ طُ ّ ن ل ا اَ نْ قَ لَ خَ ّ مُ 8 ث

Upload: firmania-davinchi

Post on 02-Jan-2016

93 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Al Mukminun Ayat 12 14

Al-Mukminun Ayat 12-14 (makiyyah)

1)     Proses Kejadian Manusia

Diantara contoh ayat Al-Qur'an yang mendahului ilmu pengetahuan (sains) adalah

pemberitaan Al-Qur'an mengenai proses kejadian manusia. Allah SWT berfirman :

ط�ين� م�ن� ة� الل س� م�ن� ان �س اإلن ا ق�ن ل خ قد� اه�   .ول �ن جعل ��م ث

مك�ين� ار� قر ف�ي �ط�فة& .ن قة& عل *ط�فة الن ا ق�ن ل خ ��م ث

ع�ظام&ا �م�ض�غة ال ا ق�ن ل فخ م�ض�غة& قة �عل ال ا ق�ن ل فخ

ك ار ب فت آخر �ق&ا ل خ اه� ن� أ �ش ن أ ��م ث ح�م&ا ل �ع�ظام ال ا و�ن س فك

�ق�ين ال �خ ال ن� ح�س أ �ه� .الل

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari

tanah.Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang

kokoh(rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal

Page 2: Al Mukminun Ayat 12 14

darah itu Kamijadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang

belulang, lalu tulangbelulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan

dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling

Baik.” (QS. Al-Mukminun :12-14)

Di saat ayat ini turun, ilmu akal manusia pada zaman itu tidak mampu

menjangkau fakta ilmiah ini. Demikian pula ilmu pengetahuan yang ada saat itu cukup

sederhana untuk sampai pada hakikat yang besar ini. Di abad modern, fakta ini baru

ditemukan setelah kemajuan ilmu biologi dan kedokteran.

Dalam bahasa arab, kata ‘Alaqah' memiliki 3 makna, yaitu :

1. Bermakna lintah.

2. Bermakna sesuatu yang tergantung.

3 .Bermakna segumpal darah.

Tidak terdapat perselisihan antar saintis (kedokteran) modern mengenai tiga

makna yang terkandung di dalam kata ’Alaqah ini . Makna ‘Alaqah' sebagai lintah

adalah deskripsi yang tepat bagi embrio manusia yang masih berusia 1-24 hari,

menempel pada uterus (rahim) ibu, serupa sebagaimana ‘lintah’ menempel di kulit.

Serupa pula dengan ‘lintah’ yang memperoleh darah dari inangnya, embrio manusia

juga memperoleh darah dari ibunya ketika hamil.

Ketika membandingkan lintah air tawar dengan embrio pada tahap ‘alaqah,

Profesor Moore, seorang profesor Emeritus ahi anatomi dan embriologi dari

Universitas Toronto Kanada, menemukan kesamaan yang banyak pada keduanya.

Beliau berkesimpulan bahwa embrio selama tahap ‘alaqah memiliki penampakan

yang sangat mirip dengan lintah. Pada tahap ini, embrio mendapatkan makanan

dengan cara menghisap darah ibunya, sama seperti lintah. Arti kedua, ‘alaqah adalah

‘sesuatu yang tergantung’, dan hal ini adalah apa yang dapat kita lihat pada

penempelan embrio di uterus/rahim selama tahap ‘alaqah. Arti ketiga adalah

‘segumpal darah’. Professor Moore mengatakan: “kami menemukan penampakan luar

Page 3: Al Mukminun Ayat 12 14

embrio selama tahap alaqah seperti penampakan segumpal darah, adanya sejumlah

besar darah membentuk embrio. Juga selama tahap ini darah dalam embrio tidak

bersirkulasi sampai usia embrio mencapai akhir minggu ke tiga. Jadi embrio pada

tahap ini mirip dengan segumpal darah. Jadi ketiga deskripsi embrio tersebut di atas

secara akurat terdiskripsi dalam satu kata dalam Al-quran yaitu kata ”alaqah”. Tahap

perkembangan embrio selanjutnya setelah alaqah adalah ”mudghah”. Kata mudghah

dalam bahasa arab berarti ”sesuatu yang dikunyah”. Pada tahap mudghah, ukuran

embrio mirip dengan ukuran permen karet yang umum dikunyah orang.

Al-Qur'an telah mengungkap ini pada 1400 tahun yang lalu, padahal saintis

baru mengetahui perkembangan embrio ini setelah ditemukannya mikroskop, suatu

alat yang belum dikenal pada 1400 tahun yang lalu. Orang pertama di dunia yang

menggunakan mikroskop untuk mengamati sel sperma manusia (spermatozoa)

adalah Hamm dan Leeuwenhoek pada tahun 1677, lebih 1000 tahun setelah ayat ini

turun. Hamm dan Leuwenhoek pun ketika itu masih salah mendiskripsikan tahap

perkembangan embrio.

Al Mukminun

Pernahkan kita memikirkan dari mana kita diciptakan dan bagaimana tahap-tahap

penciptaannya? Pernahkah terpikir di benak kita bahwa tadinya kita berasal dari

tanah dan dari setetes mani yang hina?

Pembahasan berikut ini mengajak kita untuk melihat asal kejadian manusia agar hilang

kesombongan di hati dengan kesempurnaan jasmani yang dimiliki dan agar kita bertasbih

memuji Allah ‘Azza wa Jalla dengan kemahasempurnaan kekuasaan-Nya.

Dalam suatu ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan orang-orang musyrikin yang

ingkar dan sombong tentang dari apa mereka diciptakan. Ayat-ayat Al Qur’an lainnya

menunjukkan bahwasanya asal kejadian manusia dari tanah. Barangsiapa yang mengingkari

hal ini, sungguh ia telah kufur terhadap pengkabaran dari Allah Subhanahu wa Ta’ala

sendiri. Berkaitan dengan hal di atas, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala telah

menentukan tahapan-tahapan penciptaan itu dan begitu pula Rasul-Nya Shallallahu

Page 4: Al Mukminun Ayat 12 14

‘AlaihiWaSallam telah memberikan kabar kepada kita akan hal tersebut dalam

hadits-haditsnya.

Di dalam suart Al mukminun yang akan dijelaskan kali ini menerangkan tahap-tahap

penciptaan manusia dari suatu keadaan kepada keadaan lain, yang menunjukkan akan

kesempurnaan kekuasaan-Nya sehingga Dia Jalla wa ‘Alaa saja yang berhak untuk

diibadahi. Begitu pula penggambaran penciptaan Adam ‘Alaihis Salam yang Dia ciptakan

dari suatu saripati yang berasal dari tanah berwarna hitam yang berbau busuk dan diberi

bentuk.

Terjemahan dari ayat tersebut adalah:

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.

Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh

(rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu

Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang,

lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia

makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling

Baik. [QS. al-Mukminun (23):12-14]

2.3 Tafsir

Ayat-ayat di atas menerangkan tahap-tahap penciptaan manusia dari suatu keadaan kepada

keadaan lain, yang menunjukkan akan kesempurnaan kekuasaan-Nya sehingga Dia Jalla wa

‘Alaa saja yang berhak untuk diibadahi.

Begitu pula penggambaran penciptaan Adam ‘Alaihis Salam yang Dia ciptakan dari suatu

saripati yang berasal dari tanah berwarna hitam yang berbau busuk dan diberi bentuk.

Tanah tersebut diambil dari seluruh bagiannya, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah

Shallallahu ‘AlaihiWaSallam :

“Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dari segenggam (sepenuh telapak tangan) tanah

yang diambil dari seluruh bagiannya. Maka datanglah anak Adam (memenuhi penjuru bumi

dengan beragam warna kulit dan tabiat). Di antara mereka ada yang berkulit merah, putih,

hitam, dan di antara yang demikian. Di antara mereka ada yang bertabiat lembut, dan ada

pula yang keras, ada yang berperangai buruk (kafir) dan ada yang baik (Mukmin).” (HR.

Page 5: Al Mukminun Ayat 12 14

Imam Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi, berkata Tirmidzi : ‘Hasan shahih’. Dishahihkan

oleh Asy Syaikh Nashiruddin Al Albani dalam Shahih Sunan Tirmidzi juz 3 hadits 2355

dan Shahih Sunan Abu Daud juz 3 hadits 3925) Semoga Allah merahmati orang yang

berkata dalam bait syi’irnya :

Diciptakan manusia dari saripati

yang berbau busuk.

Dan ke saripati itulah semua manusia

akan kembali.

Setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan Adam ‘Alaihis

Salam dari tanah. Dia ciptakan pula Hawa ‘Alaihas Salam dari Adam.

Dari Adam dan Hawa ‘Alaihimas Salam inilah terlahir

anak-anak manusia di muka bumi dan berketurunan dari air mani yang keluar dari

tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan hingga hari kiamat nanti. (Lihat

Tafsir Ibnu Katsir juz 3 halaman 457)

Imam Thabari rahimahullah dan selainnya mengatakan

bahwa diciptakan anak Adam dari mani Adam dan Adam sendiri diciptakan dari

tanah. (Lihat Tafsir Ath Thabari juz 9 halaman 202)

Allah Subhanahu wa Ta’ala menempatkan nuthfah

(yakni air mani yang terpancar dari laki-laki dan perempuan dan bertemu ketika

terjadi jima’) dalam rahim seorang ibu sampai waktu tertentu. Dia Yang Maha

Kuasa menjadikan rahim itu sebagai tempat yang aman dan kokoh untuk menyimpan

calon manusia.

Dari nuthfah, Allah jadikan ‘alaqah yakni

segumpal darah beku yang bergantung di dinding rahim. Dari ‘alaqah

Page 6: Al Mukminun Ayat 12 14

menjadi mudhghah yakni sepotong daging kecil yang belum memiliki bentuk.

Setelah itu dari sepotong daging bakal anak manusia tersebut, Allah Subhanahu

wa Ta’ala kemudian membentuknya memiliki kepala, dua tangan, dua kaki

dengan tulang-tulang dan urat-uratnya. Lalu Dia menciptakan daging untuk

menyelubungi tulang-tulang tersebut agar menjadi kokoh dan kuat. Ditiupkanlah

ruh, lalu bergeraklah makhluk tersebut menjadi makhluk baru yang dapat melihat,

mendengar, dan meraba. (Bisa dilihat keterangan tentang hal ini dalam

kitab-kitab tafsir, antara lain dalam Tafsir Ath Thabari, Tafsir Ibnu

Katsir, dan lain-lain)

Demikianlah kemahakuasaan Rabb Pencipta segala sesuatu,

sungguh dapat mengundang kekaguman dan ketakjuban manusia yang mau menggunakan

akal sehatnya. Semoga Allah meridhai ‘Umar Ibnul Khaththab, ketika turun awal

ayat di atas (tentang penciptaan manusia) terucap dari lisannya pujian :

“Fatabarakallahu ahsanul khaliqin”

Maha Suci Allah, Pencipa Yang Paling Baik

Lalu Allah turunkan firman-Nya :

“Fatabarakallahu ahsanul khaliqin” untuk melengkapi ayat di atas. (Lihat

Asbabun Nuzul oleh Imam Suyuthi, Tafsir Ibnu Katsir juz 3 halaman

241, dan Aysarut Tafasir Abu Bakar Jabir Al Jazairi juz 3 halaman

507-508)

Maha Kuasa Allah Tabaraka wa Ta’ala, Dia memindahkan

calon manusia dari nuthfah menjadi ‘alaqah. Dari ‘alaqah

menjadi mudhghah dan seterusnya tanpa membelah perut sang ibu bahkan

calon manusia tersebut tersembunyi dalam tiga kegelapan.

Page 7: Al Mukminun Ayat 12 14

Yang dimaksud “tiga kegelapan” dalam ayat di atas adalah

kegelapan dalam selaput yang menutup bayi dalam rahim, kegelapan dalam rahim,

dan kegelapan dalam perut. Demikian yang dikatakan Ibnu ‘Abbas, Mujahid,

‘Ikrimah, Abu Malik, Adh Dhahhak, Qatadah, As Sudy, dan Ibnu Zaid. (Lihat Tafsir

Ibnu Katsir juz 4 halaman 46 dan keterangan dalam Adlwaul Bayan juz

5 halaman 778)

Sekarang kita lihat keterangan tentang kejadian manusia dari

hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘AlaihiWaSallam. Abi ‘Abdurrahman

‘Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata :

Telah menceritakan kepada kami Rasulullah Shallallahu ‘

Alaihi

Wa

Sallam dan beliau adalah yang selalu benar (jujur) dan dibenarkan. Beliau

bersabda :

“Sesungguhnya setiap kalian

dikumpulkan kejadiannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nuthfah.

Kemudian menjadi segumpal darah selama itu juga (40 hari). Kemudian menjadi

gumpalan seperti sekerat daging selama itu pula. Kemudian diutus kepadanya

seorang Malaikat maka ia meniupkan ruh kepadanya dan ditetapkan empat perkara,

ditentukan rezkinya, ajalnya, amalnya, sengsara atau bahagia. Demi Allah yang

tiada illah selain Dia, sungguh salah seorang di antara kalian ada yang beramal

dengan amalan ahli Surga sehingga tidak ada di antara dia dan Surga melainkan

hanya tinggal sehasta, maka telah mendahuluinya ketetapan takdir, lalu ia

Page 8: Al Mukminun Ayat 12 14

beramal dengan amalan ahli neraka sehingga ia memasukinya. Dan sungguh salah

seorang di antara kalian ada yang beramal dengan amalan ahli neraka sehingga

tidak ada antara dia dan neraka melainkan hanya tinggal sehasta. Maka telah

mendahuluinya ketetapan takdir, lalu ia beramal dengan amalan ahli Surga

sehingga ia memasukinya.”

(HR. Bukhari 6/303 -Fathul Bari dan Muslim 2643, shahih)

Berita Nubuwwah di atas mengabarkan bahwa proses

perubahan janin anak manusia berlangsung selama 120 hari dalam tiga bentuk yang

tiap-tiap bentuk berlangsung selama 40 hari. Yakni 40 hari pertama sebagai nuthfah,

40 hari kedua dalam bentuk segumpal darah, dan 40 hari ketiga dalam bentuk

segumpal daging. Setelah berlalu 120 hari, Allah perintahkan seorang Malaikat

untuk meniupkan ruh dan menuliskan untuknya 4 perkara di atas.

Dalam riwayat lain :

Malaikat masuk menuju nuthfah

setelah nuthfah itu menetap dalam rahim selama 40 atau 45 malam, maka Malaikat

itu berkata : “Wahai Rabbku! Apakah (nasibnya) sengsara atau bahagia?” Lalu ia

menulisnya. Kemudian berkata lagi : “Wahai Rabbku! Laki-laki atau perempuan?”

Lalu ia menulisnya dan ditulis (pula) amalnya, atsarnya[1],

ajalnya, dan rezkinya, kemudian digulung lembaran catatan tidak ditambah

padanya dan tidak dikurangi.

(HR. Muslim dan Hudzaifah bin Usaid radhiallahu ‘anhu, shahih)

Dalam Ash Shahihain dari Anas bin Malik radhiallahu

‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘

Alaihi

Page 9: Al Mukminun Ayat 12 14

Wa

Sallam bersabda :

Allah mewakilkan seorang Malaikat

untuk menjaga rahim. Malaikat itu berkata : “Wahai Rabbku! Nuthfah, Wahai

Rabbku! Segumpal darah, wahai Rabbku! Segumpal daging.” Maka apabila Allah

menghendaki untuk menetapkan penciptaannya, Malaikat itu berkata : “Wahai

Rabbku! Laki-laki atau perempuan? Apakah (nasibnya) sengsara atau bahagia?

Bagaimana dengan rezkinya? Bagaimana ajalnya?” Maka ditulis yang demikian dalam

perut ibunya. (HR.

Bukhari `11/477 -Fathul Bari dan Muslim 2646 riwayat dari Anas bin Malik

radhiallahu ‘anhu)

Dari beberapa riwayat di atas, ulama menggabungkannya

sehingga dipahami bahwasanya Malaikat yang ditugasi menjaga rahim terus

memperhatikan keadaan nuthfah dan ia berkata : “Wahai Rabbku! Ini ‘alaqah,

ini mudhghah” pada waktu-waktu tertentu saat terjadinya perubahan dengan

perintah Allah dan Dia Subhanahu wa Ta’ala Maha Tahu. Adapun Malaikat

yang ditugasi, ia baru mengetahui setelah terjadinya perubahan tersebut karena

tidaklah semua nuthfah akan menjadi anak. Perubahan nuthfah itu

terjadi pada waktu 40 hari yang pertama dan saat itulah ditulis rezki, ajal,

amal, dan sengsara atau bahagianya. Kemudian pada waktu yang lain, Malaikat

tersebut menjalankan tugas yang lain yakni membentuk calon manusia tersebut dan

membentuk pendengaran, penglihatan, kulit, daging, dan tulang, apakah calon

manusia itu laki-laki ataukah perempuan. Yang demikian itu terjadi pada waktu

40 hari yang ketiga saat janin berbentuk mudhghah dan sebelum

ditiupkannya ruh karena ruh baru ditiup setelah sempurna bentuknya.

Adapun sabda beliau Shallallahu ‘

Page 10: Al Mukminun Ayat 12 14

Alaihi

Wa

Sallam :

Apabila telah melewati nuthfah waktu

42 malam, Allah mengutus padanya seorang Malaikat, maka dia membentuknya dan

membentuk pendengarannya, panglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulangnya.

Kemudian Malaikat itu berkata : “Wahai Rabbku! Laki-laki atau perempuan … .”

Al Qadhi ‘Iyadl dan selainnya mengatakan bahwasanya sabda

beliau Shallallahu ‘

Alaihi

Wa

Sallam di atas tidak

menunjukkan dhahirnya dan tidak benar pendapat yang membawakan hadits ini pada

makna dhahirnya. Akan tetapi yang dimaksudkan maka dia membentuknya dan

membentuk pendengarannya, penglihatannya … dan seterusnya adalah bahwasanya

Malaikat itu menulis yang demikian, kemudian pelaksanaannya pada waktu yang

lain (pada waktu 40 hari yang ketiga) dan tidak mungkin pada waktu 40 hari yang

pertama. Urutan perubahan tersebut sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam

surat Al Mukminun ayat 12

sampai 14. (Lihat keterangan hal ini dalam Shahih Muslim Syarah Imam An

Nawawi, halaman 189-191)

Page 11: Al Mukminun Ayat 12 14

Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah dalam Fathul

Bari (II/484) membawakan secara ringkas perkataan Ibnu Ash Shalah :

“Adapun sabda beliau Shallallahu ‘AlaihiWaSallam dalam hadits Hudzaifah

bahwasanya pembentukan terjadi pada awal waktu 40 hari yang kedua. Sedangkan

dalam dhahir hadits Ibnu Mas’ud dikatakan bahwa pembentukan baru terjadi

setelah calon anak manusia menjadi mudhghah (segumpal daging). Maka

hadits yang pertama (hadits Hudzaifah) dibawa pengertiannya kepada pembentukan

secara lafadh dan secara penulisan saja belum ada perbuatan, yakni pada masa

itu disebutkan bagaimana pembentukan calon anak manusia dan Malaikat yang

ditugasi menuliskannya.”

Dalam ta’liq kitab Tuhfatul Wadud

halaman 203-204 disebutkan bahwasanya hadits yang menyatakan Malaikat membentuk

nuthfah setelah berada di rahim selama 40 malam, tidaklah bertentangan

dengan hadits-hadits yang lain. Karena pembentukan Malaikat atas nuthfah

terjadi setelah nuthfah tersebut bergantung di dinding rahim selama 40

hari yakni ketika telah berubah menjadi mudhghah. Wallahu A’lam.

Perubahan janin dari nuthfah menjadi ‘alaqah

dan seterusnya itu berlangsung setahap demi setahap (tidak sekaligus). Pada

waktu 40 hari yang pertama, darah masih bercampur dengan nuthfah, terus

bercampur sedikit demi sedikit hingga sempurna menjadi ‘alaqah pada 40

hari yang kedua, dan sebelum itu tidaklah ia dinamakan ‘alaqah. Kemudian

‘alaqah bercampur dengan daging, sedikit demi sedikit hingga berubah menjadi

mudhghah. (Lihat Fathul Bari)

Tatkala telah sempurna waktu 4 bulan, ditiupkanlah ruh dan

hal ini telah disepakati oleh ulama. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah

membangun madzhabnya yang masyhur berdasarkan dhahir hadits Ibnu Mas’ud

Page 12: Al Mukminun Ayat 12 14

bahwasanya anak ditiupkan ruh padanya setelah berlalu waktu 4 bulan. Karena itu

bila janin seorang wanita gugur setelah sempurna 4 bulan, janin tersebut

dishalatkan (telah memiliki ruh kemudian meninggal). Diriwayatkan yang demikian

juga dari Sa’id Ibnul Musayyib dan merupakan salah satu dari pendapatnya Imam

Syafi’i dan Ishaq.

Dinukilkan dari Imam Ahmad bahwasanya ia berkata : “Apabila

janin telah mencapai umur 4 bulan 10 hari, maka pada waktu yang 10 hari itu

ditiupkan padanya ruh dan dishalatkan atasnya (bila janin tersebut gugur).” (Lihat

Iqadzul Himam Al Muntaqa min Jami’ Al ‘Ulum wa Al Hikam halaman 88-89

oleh Abi Usamah Salim bin ‘Ied Al Hilali)

Kita lihat dalam hadits Ibnu Mas’ud di atas bahwasanya

penulisan Malaikat terjadi setelah berlalu waktu 40 hari yang ketiga. Sedangkan

pada riwayat-riwayat di atas, penulisan Malaikat terjadi setelah waktu 40 hari

yang pertama. Riwayat-riwayat tersebut tidaklah bertentangan.

Imam An Nawawi rahimahullah menerangkan dalam Syarah

Muslim (juz 5 halaman 191) setelah membawakan lafadh hadits dari Imam

Bukhari berikut ini :

‘Sesungguhnya penciptaan setiap

kalian dikumpulkan dalam rahim ibunya selama 40 hari (sebagai nuthfah).

Kemudian menjadi segumpal darah selama itu juga. Kemudian menjadi segumpal

daging selama itu juga. Kemudian Allah mengutus seorang Malaikat dan diperintah

(untuk menuliskan) empat perkara, rezkinya dan ajalnya, sengsara atau

bahagianya. Kemudian ditiupkan ruh padanya … .’

Yang jelas penulisan takdir untuk janin di perut ibunya

bukanlah penulisan takdir yang ditetapkan untuk semua makhluk sebelum makhluk

Page 13: Al Mukminun Ayat 12 14

itu dicipta. Karena takdir yang demikian telah ditetapkan 50.000 tahun

sebelumnya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dari

Abdullah bin ‘Amr radhiallahu ‘anhuma :

“Sesungguhnya Allah menetapkan

takdir-takdir makhluknya

lima

puluh ribu tahun sebelum menciptakan langit-langit dan bumi.”

(HR. Muslim 2653, shahih)

Dalam hadits ‘Ubadah bin Shamit radhiallahu ‘anhu

dari Nabi Shallallahu ‘AlaihiWaSallam, beliau bersabda :

Pertama kali yang Allah ciptakan

adalah pena (Al Qalam). Lalu Dia berfirman kepadanya : “Tulislah!” Maka pena

menuliskan segala apa yang akan terjadi hingga hari kiamat. (HR. Abu Daud 4700,

Tirmidzi 2100,

dan selain keduanya. Dishahihkan oleh Syaikh Salim Al Hilali dalam Iqadzul

Himam)

Banyak nash yang menyebutkan bahwa penetapan takdir

seseorang apakah ia termasuk orang yang bahagia atau sengsara telah ditulis

terdahulu. Antara lain dalam Shahihain dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu

‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘AlaihiWaSallam bersabda :

“Tidak ada satu jiwa melainkan Allah

telah menulis tempatnya di Surga atau di neraka dan telah ditulis sengsara atau

bahagia.” Maka seorang laki-laki berkata : “Wahai Rasulullah! Mengapa kita

Page 14: Al Mukminun Ayat 12 14

tidak mengikuti (saja) ketentuan kita (yang telah ditulis) dan kita tinggalkan

amal?” Maka beliau bersabda : “Beramal-lah, maka setiap orang akan dimudahkan

terhadap apa yang ditetapkan baginya. Adapun orang yang bahagia akan dimudahkan

baginya untuk beramal dengan amalan orang yang bahagia. Adapun orang yang sengsara

akan dimudahkan baginya untuk beramal dengan amalan orang yang sengsara.”

Kemudian beliau membaca : “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan

Allah) dan bertakwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (Surga), maka

Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (QS. Al Lail : 5-7) [HR. Bukhari

3/225 -Fathul Bari dan Muslim 2647]

Bahagia atau sengsara seseorang ditentukan oleh akhir

amalnya, sebagaimana diisyaratkan dalam hadits Ibnu Mas’ud di atas. Demikian

pula dalam hadits berikut, dari Sahl bin Sa’ad radhiallahu ‘anhu dari

Nabi Shallallahu ‘AlaihiWaSallam, beliau bersabda :

“Sesungguhnya hanyalah amal-amal

ditentukan pada akhirnya (penutupnya).” (HR. Bukhari 11/330 -Fathul Bari).

Catatan:

[1] Artinya :

Jejak kehidupannya.

[2] Ma’thuf

merupakan istilah dalam ilmu nahwu yang bermakna kurang lebih lafadh yang mengikuti

lafadh tertentu yang terletak sebelumnya.

[3] Ma’thuf

‘alaih bermakna lafadh yang diikuti oleh lafadh tertentu yang terletak

sesudahnya

Page 15: Al Mukminun Ayat 12 14

2.4 Asbabun Nuzul

Dalam

suatu riwayat dikemukaan bahwa pandangan Umar sejalan dengan kehendak dalam

empat hal, antara lain mengenai turunnya ayat, Wa la qad khlaqal insane min sulalatim

main thin (Dan sesungguhnya

Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah) (Q.S

23 Al-Mu’minun:12) sampai, … Khalqan

Akhar … (… mahluk berbentuk lain…) (Q.S 23 Al-Mu’minun: 14). Pada waktu

mendengar ayat tersebut, Umar berkata:Fa

tabarakallahu ahsanul khaliqin (Maka Maha Sucilah Allah Pencipta yang

Paling Baik).” Maka turunlah akhir ayat tersebut (Q.S Al-Mu’minun: 14) yang

sejalan dengan ucapan umar itu.

2.5 Pengkajian Berdasarkan keilmuan masing-masing

Allah

menjadikan manusia dari khulasah (sari) tanah, artinya asal mulanya manusia itu

dijadikan Allah dari tanah. Menurut pendapat ahli pengetahuan bahwa bumi ini

sebagian dari matahari, sebab ia pada mula-mulanya sangat panas dan

bermyala-nyala, sebagaimana matahari itu. Tetapi lama kelamaan menjadi

dinginlah kulitnya yang terbelah keluar, sedang isinya yang didalam masih panas

juga.

Pertimbangan yang terkenal dan dihormati ilmuwan embriologi ini dinyatakan atas

pembelajaran ayat al-Quran sesuai dengan

disiplinnya. Dan kesimpulannya bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah.

Kata alaqah dalam bahasa Arab memiliki tiga

Page 16: Al Mukminun Ayat 12 14

arti. Pertama, berarti pacet atau lintah; kedua, berarti sesuatu yang tertutup; dan ketiga,

berarti segumpal darah. Dalam perbandingan lintah air tawar dengan em-brio

pada tingkat alaqah, Profesor Moore menemukan persamaan yang besar di antara

keduanya. Dia

menyimpulkan bahwa embrio selama tingkatan alaqah kenampakannya mirip dengan lintah

itu. Profesor Moore menempatkan

gambar sisi embrio dengan sisi gambar seekor lintah. Dia memperlihatkan gambar gambar

ini kepada para ilmuwan di beberapa

konferensi.

Gambar Embrio Manusia

Arti kedua dari kata alaqah adalah sesuatu yang

tergantung. Hal ini dapat kita lihat dalam penggabungan embrio dengan uterus

dalam rahim ibu selarna masa alaqah. Arti ketiga kata alaqah adalah segumpal darah. Hal

ini berarti, sebagaimana yang diungkapkan Profesor Moore, bahwa embrio selama selama

fase alaqah melalui kejadian di dalam, seperti formasi darah di dalam pembuluh darah

tertutup, sampai putaran

metabolisme yang dilengkapi dengan plasenta. Selama fase alaqah, darah ditarik

di dalam pembuluh darah tertutup dan

itulah mengapa embrio tampak seperti segumpal darah, tampak juga seperti lintah. Kedua

deskripsi itu dijelaskan secara menakjubkan

dengan kata alaqah di dalam al-Quran.

Page 17: Al Mukminun Ayat 12 14

Bagaimana Nabi Muhammad SAW kemungkinan telah mengetahui dirinya. Profesor

Moore juga mempelajari embrio saat fase mudghah (gumpalan seperti zat/ substansi). Dia

mengambil lempengan tanah liat yang kasar dan mengunyahnya ke dalam mulut. Kemudian

membandingkan lempengan

itu dengan sebuah gambar embrio saat fase mudghah. Profesor Moore me-nyimpullkan

bahwa

embrio saat fase mudghah tampak jelas seperti gumpalan zat. Beberapa

majalah di Kanada menerbitkan beberapa pernyataan

Profesor Moore. Lagipula, dia menjelaskan dalam tiga

Perkembangan embrio manusia

acara TV di mana dia menyoroti

kesesuaian ilmu pengetahuan modern

dengan apa yang tersebut di dalam al-Quran selama 1400 tahun. Akibatnya, Profesor

Moore ditanya

dengan pertanyaan seperti berikut: "Apakah hal ini berarti kamu percaya bahwa al-Quran

itu

firman Allah?" Kemudian beliau menjawab: "Saya tidak menemukan kesulitan dalam

penemuan hal ini." Profesor Moore juga ditanya:

"Bagaimana Anda percaya dengan Nabi Muhammad SAW jika Anda masih percaya

Page 18: Al Mukminun Ayat 12 14

dengan Yesus

Kristus?" Dia menjawab: "Saya percaya keduanya, karena keduanya dari sekolah yang

sama."

Dengan demikian, semua ilmuwan modern yang ada di dunia

sekarang ini datang untuk mengetahui bahwa al-Quran itu adalah pengetahuan yang

diturunkan dari Allah.