aldo

33
LAPORAN PRAKTIKUM PETROLOGI BATUAN BEKU FRAGMENTAL Disusun oleh: Rachmat Farid Mutiardi 21100110110040 LABORATORIUM MINERALOGI, PETROLOGI DAN PETROGRAFI PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO i

Upload: donovan-pria-simpel

Post on 19-Dec-2015

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

asfas

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM

PETROLOGI

BATUAN BEKU FRAGMENTAL

Disusun oleh:

Rachmat Farid Mutiardi

21100110110040

LABORATORIUM MINERALOGI, PETROLOGI

DAN PETROGRAFI

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

OKTOBER 2011

i

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Praktikum Petrologi, Acara: Batuan beku fragmental yang disusun oleh

praktikan Aldomoro Simanjorang telah diperiksa dan disahkan pada

hari : Senin

tanggal : 26 April 2015

waktu :

Semarang, 26 April 2015

Asisten Acara, Praktikan,

Fandy Fahreza Aldomoro Simanjorang NIM. 21100113130023 NIM. 21100114120033

ii

DAFTAR ISI

Halaman Muka ............................................................................................ i

Lembar Pengesahan..................................................................................... ii

Daftar Isi ..................................................................................................... iii

Daftar Gambar ............................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

1.1 Maksud ................................................................................. 1

1.2 Tujuan ................................................................................... 1

1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum ......................... 1

BAB II DASAR TEORI........................................................................... 2

BAB III METODOLOGI ......................................................................... 12

3.1 Alat dan Bahan ..................................................................... 12

3.2 Diagram Alir Kerja ............................................................... 12

BAB IV HASIL DESKRIPSI ................................................................... 13

4.1 Peraga Batuan No. 200 ......................................................... 13

4.2 Peraga Batuan No. 19 ........................................................... 14

4.3 Peraga Batuan No. 46 ........................................................... 15

4.4 Peraga Batuan No. 40 ........................................................... 16

4.5 Peraga Batuan No. 42 ........................................................... 17

BAB V PEMBAHASAN ......................................................................... 19

5.1 Peraga Batuan No. 200 ......................................................... 19

5.2 Peraga Batuan No. 19 ........................................................... 20

5.3 Peraga Batuan No. 46 ........................................................... 22

5.4 Peraga Batuan No. 40 ........................................................... 23

5.5 Peraga Batuan No. 42 ........................................................... 24

BAB VI PENUTUP .................................................................................. 27

6.1 Kesimpulan ........................................................................... 27

6.2 Saran ..................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 28

LAMPIRAN ................................................................................................ 29

iii

DAFTAR GAMBAR

4.1 Peraga Batuan No. 200 ....................................................................... 13

4.2 Peraga Batuan No. 19 ......................................................................... 14

4.3 Peraga Batuan No. 46 ......................................................................... 15

4.4 Peraga Batuan No. 40 ......................................................................... 16

4.5 Peraga Batuan No. 42 ......................................................................... 17

iv

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Maksud

Mampu mendeskripsikan batuan beku fragmental (piroklastik) secara

megaskopis.

Mampu menentukan nama batuan tersebut.

1.2 Tujuan

Mengetahui dan memahami struktur dan tekstur dari tiap batuan beku

fragmental.

Mampu menentukan jenis dan nama batuan.

Memahami proses pembentukan batuan tersebut.

1.3 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

hari : senin

tanggal : 13 dan 20 April 2015

waktu : 18.30 WIB

tempat : Ruang GS 103 Gedung Pertamina Sukowati

Universitas Diponegoro

6

BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

Hand Speciment batuan beku fragmental (5 buah)

Lembar deskripsi

Alat tulis

Kamera

3.2 Diagram Alir Kerja

Mulai

Pengamatan batuan peraga

Pendeskripsian batuan secara megaskopis(warna, struktur, tekstur)

Pendeskripsian komposisi batuan

Membuat hipotesa petrogenesa batuan

Penggambaran sketsa batuan

Pengklasifikasian/penamaan batuan beku fragmental

Pengambilan foto batuan

Penyusunan laporan

Selesai

7

BAB IV

HASIL DESKRIPSI

4.1 NO. PERAGA : 1

JENIS BATUAN : Batuan Piroklastik

KENAMPAKAN MEGASKOIS :

WARNA : Biru Transfaran

STRUKTUR : Masif

TEKSTUR : Gelasan

DESKRIPSI KOMPOSISI :

Petrogenesa :batuan ini terbentuk ketika lava keluar dari perut bumi yang

meletus dari sebuah gunung berapi, dan mengalami proses

pendinginan yang begitu cepat dan tidak memungkinkan kristal

akan terbentuk.

Foto batuan :

Gambar 4.1 Batuan Peraga No 1

8

Gelasan

Material piroklastik/MineralPresentase (%)

Gelasan 100%

Nama batuan : Obsidian (Thrope and Brown, 1985)

4.2 NO. PERAGA : F17

JENIS BATUAN : Batuan Piroklastik

KENAMPAKAN MEGASKOIS :

WARNA : Abu-abu

STRUKTUR : Masif

TEKSTUR : Ukuran butir : ash (< 2mm)

Bentuk Butir : rounded

Kemas : terbuka

Sortasi : buruk

DESKRIPSI KOMPOSISI :

Petrogenesa : batuan ini terbentuk saat gunung meletus dan mengeluarkan

material vulkanik berupa abu vulkanik dan material lainnya

seperti lapilli sehingga pada suatu saat material yang berat

akan lebih dahulu jatuh dan yang agak ringan akan terlontar

cukup jauh, sehingga akhirnya terakumulasipada suatu

wilayah dan membentuk batuan ini.

Foto batuan :

Gambar 4.2 Batuan Peraga No F17

9

block

lapilli

ash

Material piroklastik/MineralPresentase (%)

Ash 65 %

Lapilli 30 %

Block 5 %

Nama batuan : Lapilli Tuff (Fisher, 1966)

4.3 NO. PERAGA : Sf-04

JENIS BATUAN : Batuan Piroklastik

KENAMPAKAN MEGASKOIS :

WARNA : Hijau Kehitaman

STRUKTUR : Amigdaloidal

TEKSTUR : -

DESKRIPSI KOMPOSISI :

Petrogenesa : berdasarkan warna batuan ini mengarah ke gelap, maka

batuan ini kemungkinan berasal dari magma yang bersifat

basa. Batuan ini mengalami pembekuan dua kali. Awalnya

terbentuk skoria yang mempunyai lubang-lubang gas pada

tubuh batuan ini, kemudian selanjutnya lubang-lubang

batuan ini di isi oleh mineral sekunder

Foto batuan :

Gambar 4.2 Batuan Peraga No Sf-04

10

Sekunder (lain)

Afanit

Material piroklastik/MineralPresentase (%)

Afanit 80 %

Lain 20 %

Nama batuan : Amigdaloidal (Thrope and Brown, 1985)

4.4 NO. PERAGA : 44

JENIS BATUAN : Batuan Piroklastik

KENAMPAKAN MEGASKOIS :

WARNA : Hitam

STRUKTUR : Skorian

TEKSTUR : -

DESKRIPSI KOMPOSISI :

Petrogenesa : batuan ini terbentuk ketika terjadi erupsi gunung api yang

mengandung silika tinggi dan mempunyai sifat titik

berongga, sehingga rongga tersebut menyebar tidak merata

dan terdapat adanya rongga pada batuan yang tidak saling

berhubungan.

Foto batuan :

Gambar 4.2 Batuan Peraga No F17

Nama batuan : Skoria (Thrope and Brown, 1985)

11

Gelasan

Rongga batuan

Material piroklastik/MineralPresentase (%)

Gelasan 100 %

4.5 NO. PERAGA : PR 02

JENIS BATUAN : Batuan Piroklastik

KENAMPAKAN MEGASKOIS :

WARNA : Putih

STRUKTUR : Masif

TEKSTUR : -

DESKRIPSI KOMPOSISI :

Petrogenesa : batuan ini terbentuk dari erupsi gunung api yang

merupakan material-material yang sangat halus, kemudian

terendapkan pada suatu tempat.

Foto batuan :

Gambar 4.2 Batuan Peraga No F17

Nama batuan : Skoria (Thrope and Brown, 1985)

12

Ash

Material piroklastik/MineralPresentase (%)

Ash 100 %

BAB V

PEMBAHASAN

Pada praktikum petrologi acara batuan beku fragmental ini, telah dilakukan

pendeskripsian batuan secara megaskopis yang meliputi warna, struktur, tekstur,

komposisi, petrogenesa, dan penamaan batuan itu sendiri. Berikut ini merupakan

pembahasan dari pendeskripsian keenam batu diatas.

5.1 Batuan Nomor 200

Batuan piroklastik nomor 1 memiliki warna batuan hijau tosca yang

bening sehingga tampak transparan. Dari warnanya yang terang itu, dapat

diasumsikan kadar komposisi silika pada batuan ini relatif sedikit.

Berdasarkan strukturnya, batuan ini termasuk masif, yaitu struktur batuan

yang pejal atau kompak tanpa ada retakan-retakan ataupun lubang-lubang gas.

Adapun secara teksturnya, batuan ini tergolong tekstur holohyalin, yaitu

tekstur yang tidak berbutir atau tidak mempunyai kristal (amorf). Hal itu

dilihat dari kenampakan komposisi batuan yang merupakan 100% gelasan.

Jika dilihat secara megaskopis dan melalui sampel batuan hand speciment ini,

batuan ini terbentuk akibat mekanisme endapan jatuhan. Tentunya mekanisme

jenis itu merupakan hasil dari letusan tipe eksplosif. Dari sini, kita dapat

mengidentifikasi sifat magma pembentuk batuan ini cenderung asam dengan

asumsi magma asam memiliki viskositas yang tinggi sehingga dapat meletus

secara eksplosif. Batuan ini terbentuk langsung dari pembekuan magma segar

yang keluar melalui lubang kepundan (saluran utama gunung api) sehingga

dapat diidentifikasi asal komposisinya termasuk essential.

Berdasarkan hasil deskripsi secara megaskopis diatas, batuan ini

merupakan batuan beku ekstrusif, yaitu batuan hasil vulkanisme yang bersifat

eksplosif dimana batuan berasal dari magma yang terlempar ke udara saat

terjadi proses erupsi lalu jatuh langsung ke air. Hipotesis ini juga didasarkan

pada sifat magma yang bersifat asam sehingga erupsinya pun bersifat

13

eksplosif. Diidentifikasi tempat jatuhan batuan ini terletak tidak jauh dari

pusat erupsi, kemungkinan di daerah kawah vulkanik di sekitar gunung api

yang selanjutnya mengalami pendinginan dengan sangat cepat dan

membentuk batuan ini.

Batuan ini pada umumnya digunakan untuk membuat kaca, cermin gelas

maupun piring. Dari segi tata ruang, pada umumnya digunakan untuk

dekorasi, batu kaca yang dihancurkan dengan ukuran kecil dicampur dengan

semen dapat dibuat granit buatan. Pada zaman purba batuan ini banyak

digunakan untuk membuat mata lembing, mata panah, dan alat perang lainnya.

Setelah melakukan berbagai pendeksripsian, dapat disimpulkan batuan ini

disebut Obsidian, berdasarkan sifat fisik batuannya, dan Vitric Tuff (Williams,

Turner, dan Gilbert, 1954).

5.2 Batuan Nomor 19

Batuan piroklastik nomor 19 memiliki warna hitam yang mengkilat. Dari

warnanya yang gelap tersebut, dapat diidentifikasi kadar komposisi silika pada

batuan ini relatif banyak. Berdasarkan strukturnya, batuan ini termasuk masif,

yaitu struktur batuan yang pejal atau kompak tanpa ada retakan-retakan

ataupun lubang-lubang gas. Adapun secara teksturnya, batuan ini tergolong

tekstur hipokristalin, yaitu tekstur batuan tersusun atas sebagian gelasan dan

sebagian kristal. Hal itu dilihat dari kenampakan komposisi batuan yang terdiri

dari 80% gelas vulkanik dan 20% kristal. Adapun kristal tersebut merupakan

sepherolite, yaitu kristal plagioklas yang belum tumbuh menjadi mineral utuh.

Jika dilihat secara megaskopis dan melalui sampel batuan hand speciment ini,

batuan ini terbentuk akibat mekanisme endapan jatuhan. Tentunya mekanisme

jenis itu merupakan hasil dari letusan tipe eksplosif. Dari sini, kita dapat

mengidentifikasi sifat magma pembentuk batuan ini cenderung asam dengan

asumsi magma asam memiliki viskositas yang tinggi sehingga dapat meletus

secara eksplosif. Batuan ini terbentuk langsung dari pembekuan magma segar

yang keluar melalui lubang kepundan (saluran utama gunung api) sehingga

dapat diidentifikasi asal komposisinya termasuk essential.

14

Berdasarkan hasil deskripsi secara megaskopis diatas, batuan ini

merupakan batuan beku ekstrusif, yaitu batuan hasil vulkanisme yang bersifat

eksplosif dimana batuan berasal dari magma yang terlempar ke udara saat

terjadi proses erupsi lalu jatuh langsung ke air. Hipotesis ini juga didasarkan

pada sifat magma yang bersifat asam sehingga erupsinya pun bersifat

eksplosif. Adapun keterdapatan kristal pada batuan ini merupakan hasil

pengkristalan mineral saat masih jauh di bawah permukaan bumi sebelum

terjadinya proses erupsi. Hal itu diidentifikasi berdasarkan adanya kristal yang

merupakan cikal bakal plagioklas yang terbentuk saat magma masih dalam

suhu yang relatif tinggi. Kristal itu kemudian tetap terbawa keatas hingga

terjadinya proses erupsi lalu membeku bersama magma dan membentuk

batuan ini. Diidentifikasi tempat jatuhan batuan ini terletak tidak jauh dari

pusat erupsi, kemungkinan di daerah kawah vulkanik di sekitar gunung api

yang selanjutnya mengalami pendinginan dengan sangat cepat dan

membentuk batuan ini.

Batuan ini pada umumnya digunakan untuk membuat kaca, cermin gelas

maupun piring. Dari segi tata ruang, pada umumnya digunakan untuk

dekorasi, batu kaca yang dihancurkan dengan ukuran kecil dicampur dengan

semen dapat dibuat granit buatan. Pada zaman purba batuan ini banyak

digunakan untuk membuat mata lembing, mata panah, dan alat perang lainnya.

Setelah melakukan berbagai pendeksripsian, dapat disimpulkan batuan ini

disebut Obsidian, berdasarkan sifat fisik batuannya, dan Vitric Tuff (Williams,

Turner, dan Gilbert, 1954).

5.3 Batuan Nomor 46

Batuan piroklastik nomor 46 memiliki warna batuan abu-abu kecoklatan.

Dari warnanya yang dominan terang itu, dapat diasumsikan kadar komposisi

silika pada batuan ini relatif sedikit. Berdasarkan strukturnya, batuan ini

termasuk skoriaan, dilihat dari adanya lubang-lubang gas yang tidak teratur.

Lubang gas itu terbentuk karena adanya perbedaan suhu yang membuat gas di

dalam batuan menguap dan membentuk lubang-lubang yang tidak teratur.

15

Sortasi fragmen pada batuan ini termasuk baik dengan ukuran butir < 0,5 mm.

Adapun secara teksturnya, batuan ini tergolong tekstur hipokristalin, yaitu

tekstur yang tersusun oleh sebagian massa kristal dan sebagian lagi massa

gelas vulkanik. Hal itu dilihat dari kenampakan komposisi batuan yang

merupakan 70% gelasan, 20% kristal, dan 10% lithic. Jika dilihat secara

megaskopis dan melalui sampel batuan hand speciment ini, batuan ini

terbentuk akibat mekanisme endapan jatuhan. Tentunya mekanisme jenis itu

merupakan hasil dari letusan tipe eksplosif. Dari sini, kita dapat

mengidentifikasi sifat magma pembentuk batuan ini cenderung asam dengan

asumsi magma asam memiliki viskositas yang tinggi sehingga dapat meletus

secara eksplosif. Batuan ini memiliki kristal mineral dan lithic, sehingga dapat

diidentifikasi fragmen-fragmen yang terkandung di dalam batuan ini

merupakan fragmen yang berasal dari lava yang terdapat pada kerucut

vulkanik. Dari identifikasi tersebut menerangkan asal komposisi batuan ini

termasuk accessor.

Berdasarkan hasil deskripsi secara megaskopis diatas, batuan ini

merupakan batuan beku ekstrusif, yaitu batuan hasil vulkanisme yang bersifat

eksplosif dimana batuan berasal dari magma yang terlempar ke udara saat

terjadi proses erupsi lalu jatuh ke permukaan bumi. Hipotesis ini juga

didasarkan pada sifat magma yang bersifat asam sehingga erupsinya pun

bersifat eksplosif. Adapun sebelum terjadi proses erupsi, magma yang berada

di dalam kepundan menerobos dinding batuan (wall rock) dengan tekanan

yang kuat sehingga sebagian material pada wall rock ikut terbawa dan menjadi

fragmen dalam pembentukan batuan ini. Batuan ini memiliki lubang gas yang

tidak teratur, yang diperkirakan terbentuk ketika terjadi proses erupsi saat

magma terlontar ke udara. Ketika itulah terjadi perbedaan suhu antara suhu

normal udara dengan suhu dalam magma sehingga timbul penguapan dari

dalam magma dan kemudian membentuk lubang-lubang gas.

Setelah melakukan berbagai pendeksripsian, dapat disimpulkan batuan ini

disebut Skoria, berdasarkan sifat fisik batuannya, Vitric Tuff (Williams,

Turner, dan Gilbert, 1954), dan Lutyte (Grabau, 1924)

16

5.4 Batu Nomor 40

Batuan piroklastik nomor 40 memiliki warna batuan abu-abu kecoklatan.

Dari warnanya yang dominan terang itu, dapat diasumsikan kadar komposisi

silika pada batuan ini relatif sedikit. Berdasarkan strukturnya, batuan ini

termasuk skoriaan, dilihat dari adanya lubang-lubang gas yang tidak teratur.

Lubang gas itu terbentuk karena adanya perbedaan suhu yang membuat gas di

dalam batuan menguap dan membentuk lubang-lubang yang tidak teratur.

Adapun secara teksturnya, batuan ini tergolong tekstur holohyalin, yaitu

tekstur yang hanya tersusun oleh massa gelas vulkanik. Hal itu dilihat dari

kenampakan komposisi batuan yang merupakan 100% gelasan. Jika dilihat

secara megaskopis dan melalui sampel batuan hand speciment ini, batuan ini

terbentuk akibat mekanisme endapan jatuhan. Tentunya mekanisme jenis itu

merupakan hasil dari letusan tipe eksplosif. Dari sini, kita dapat

mengidentifikasi sifat magma pembentuk batuan ini cenderung asam dengan

asumsi magma asam memiliki viskositas yang tinggi sehingga dapat meletus

secara eksplosif. Batuan ini terbentuk langsung dari pembekuan magma segar

yang keluar melalui lubang kepundan (saluran utama gunung api) sehingga

dapat diidentifikasi asal komposisinya termasuk essential.

Berdasarkan hasil deskripsi secara megaskopis diatas, batuan ini

merupakan batuan beku ekstrusif, yaitu batuan hasil vulkanisme yang bersifat

eksplosif dimana batuan berasal dari magma yang terlempar ke udara saat

terjadi proses erupsi lalu jatuh ke permukaan bumi. Hipotesis ini juga

didasarkan pada sifat magma yang bersifat asam sehingga erupsinya pun

bersifat eksplosif. Adapun batuan ini memiliki lubang gas yang tidak teratur,

yang diperkirakan terbentuk ketika terjadi proses erupsi saat magma terlontar

ke udara. Ketika itulah terjadi perbedaan suhu antara suhu normal udara

dengan suhu dalam magma sehingga timbul penguapan dari dalam magma dan

kemudian membentuk lubang-lubang gas.

17

Setelah melakukan berbagai pendeksripsian, dapat disimpulkan batuan ini

disebut Skoria, berdasarkan sifat fisik batuannya, Vitric Tuff (Williams,

Turner, dan Gilbert, 1954), dan Lutyte (Grabau, 1924)

5.5 Batu Nomor 42

Batuan piroklastik nomor 42 memiliki warna batuan putih abu-abu. Dari

warnanya yang dominan terang itu, dapat diasumsikan kadar komposisi silika

pada batuan ini relatif sedikit. Berdasarkan strukturnya, batuan ini termasuk

xenolith, dilihat dari struktur batuan yang telah tercampurkan oleh mineral

ataupun material lain. Sortasi fragmen pada batuan ini termasuk buruk dengan

ukuran butir > 2,5 mm. Adapun secara teksturnya, batuan ini tergolong tekstur

hipokristalin, yaitu tekstur yang tersusun oleh sebagian massa kristal dan

sebagian lagi massa gelas vulkanik. Hal itu dilihat dari kenampakan komposisi

batuan yang mengandung gelasan < 5% dan lithic 95%. Jika dilihat secara

megaskopis dan melalui sampel batuan hand speciment ini, batuan ini

terbentuk akibat mekanisme endapan surge. Mekanisme jenis itu merupakan

hasil dari letusan tipe eksplosif. Dari sini, kita dapat mengidentifikasi sifat

magma pembentuk batuan ini cenderung asam dengan asumsi magma asam

memiliki viskositas yang tinggi sehingga dapat meletus secara eksplosif.

Batuan ini terbentuk langsung dari pembekuan magma segar yang keluar

melalui lubang kepundan (saluran utama gunung api) sehingga dapat

diidentifikasi asal komposisinya termasuk essential.

Berdasarkan hasil deskripsi secara megaskopis diatas, batuan ini

merupakan batuan beku ekstrusif, yaitu batuan hasil vulkanisme yang bersifat

eksplosif dimana batuan berasal dari magma yang terlempar ke udara saat

terjadi proses erupsi lalu jatuh ke permukaan bumi. Hipotesis ini juga

didasarkan pada sifat magma yang bersifat asam sehingga erupsinya pun

bersifat eksplosif. Ketika material tersebut jatuh, material tersebut tidak

langsung berhenti dan terendapkan, akan tetapi mengalami proses

penggelindingan yang kemudian ikut membawa material-material lain. Itulah

yang menyebabkan adanya fragmen-fragmen pada batuan ini.

18

Setelah melakukan berbagai pendeksripsian, dapat disimpulkan batuan ini

disebut Xenolith, berdasarkan sifat fisik batuannya, Lithic Tuff (Williams,

Turner, dan Gilbert, 1954), dan Rudyte (Grabau, 1924).

5.6 Batu Nomor 98 P

Batuan piroklastik nomor 98 P memiliki warna batuan hijau gelap yang

bening sehingga tampak transparan. Dari warnanya yang dominan gelap itu,

dapat diasumsikan kadar komposisi silika pada batuan ini relatif banyak.

Berdasarkan strukturnya, batuan ini termasuk masif, yaitu struktur batuan

yang pejal atau kompak tanpa ada retakan-retakan ataupun lubang-lubang gas.

Adapun secara teksturnya, batuan ini tergolong tekstur holohyalin, yaitu

tekstur yang tidak berbutir atau tidak mempunyai kristal (amorf). Hal itu

dilihat dari kenampakan komposisi batuan yang merupakan 100% gelasan.

Jika dilihat secara megaskopis dan melalui sampel batuan hand speciment ini,

batuan ini terbentuk akibat mekanisme endapan jatuhan. Tentunya mekanisme

jenis itu merupakan hasil dari letusan tipe eksplosif. Dari sini, kita dapat

mengidentifikasi sifat magma pembentuk batuan ini cenderung asam dengan

asumsi magma asam memiliki viskositas yang tinggi sehingga dapat meletus

secara eksplosif. Batuan ini terbentuk langsung dari pembekuan magma segar

yang keluar melalui lubang kepundan (saluran utama gunung api) sehingga

dapat diidentifikasi asal komposisinya termasuk essential.

Berdasarkan hasil deskripsi secara megaskopis diatas, batuan ini

merupakan batuan beku ekstrusif, yaitu batuan hasil vulkanisme yang bersifat

eksplosif dimana batuan berasal dari magma yang terlempar ke udara saat

terjadi proses erupsi lalu jatuh langsung ke air. Hipotesis ini juga didasarkan

pada sifat magma yang bersifat asam sehingga erupsinya pun bersifat

eksplosif. Diidentifikasi tempat jatuhan batuan ini terletak tidak jauh dari

pusat erupsi, kemungkinan di daerah kawah vulkanik di sekitar gunung api

yang selanjutnya mengalami pendinginan dengan sangat cepat dan

membentuk batuan ini.

19

Batuan ini pada umumnya digunakan untuk membuat kaca, cermin gelas

maupun piring. Dari segi tata ruang, pada umumnya digunakan untuk

dekorasi, batu kaca yang dihancurkan dengan ukuran kecil dicampur dengan

semen dapat dibuat granit buatan. Pada zaman purba batuan ini banyak

digunakan untuk membuat mata lembing, mata panah, dan alat perang lainnya.

Setelah melakukan berbagai pendeksripsian, dapat disimpulkan batuan ini

disebut Obsidian, berdasarkan sifat fisik batuannya, dan Vitric Tuff (Williams,

Turner, dan Gilbert, 1954).

20

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Batuan dengan nomor peraga 200 ini berwarna hijau transparan, struktur

masif, bertekstur holoyalin. Batuan ini terdiri dari 100 % massa gelas

vulkanik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa batuan ini bersifat asam dan

terbentuk akibat hasil dari endapan piroklastik jatuhan. Batuan ini

dinamakan Vitric Tuff (WTG, 1954), Lutyte (Grabau, 1924), dan Obsidian

(Russel B. Travis, 1955).

Batuan dengan nomor peraga 19 ini berwarna hitam mengkilat, struktur

masif, bertekstur holoyalin. Batuan ini terdiri dari 80% massa gelas

vulkanik dan 20% kristal. Jadi, dapat disimpulkan bahwa batuan ini

bersifat asam dan terbentuk akibat hasil dari endapan piroklastik jatuhan.

Batuan ini dinamakan Vitric Tuff (WTG, 1954), Lutyte (Grabau, 1924),

dan Obsidian (Russel B. Travis, 1955).

Batuan dengan nomor peraga 46 ini berwarna abu-abu kecoklatan, struktur

skoriaan, bertekstur hipokristalin, dengan sortasi baik. Batuan ini terdiri

dari 70% massa gelas vulkanik, 20% kristal, dan 10% lithic. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa batuan ini bersifat asam dan terbentuk akibat hasil dari

endapan piroklastik jatuhan. Batuan ini dinamakan Vitric Tuff (WTG,

1954), Lutyte (Grabau, 1924), dan Skoria (Russel B. Travis, 1955).

Batuan dengan nomor peraga 40 ini berwarna abu-abu kecoklatan, struktur

skoriaan, bertekstur holoyalin. Batuan ini terdiri dari 100% massa gelas

vulkanik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa batuan ini bersifat asam dan

terbentuk akibat hasil dari endapan piroklastik jatuhan. Batuan ini

21

dinamakan Vitric Tuff (WTG, 1954), Lutyte (Grabau, 1924), dan Skoria

(Russel B. Travis, 1955).

Batuan dengan nomor peraga 42 ini berwarna putih abu-abu, struktur

xenolith, bertekstur hipokristalin, dengan sortasi buruk. Batuan ini terdiri

dari massa gelas vulkanik kurang dari 5% dan lithic 95%. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa batuan ini bersifat asam dan terbentuk akibat hasil dari

endapan piroklastik surge. Batuan ini dinamakan Lithic Tuff (WTG,

1954), Rudyte (Grabau, 1924), dan Xenolith (Russel B. Travis, 1955).

Batuan dengan nomor peraga 98P ini berwarna hijau transparan, struktur

masif, bertekstur holoyalin. Batuan ini terdiri dari 100 % massa gelas

vulkanik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa batuan ini bersifat asam dan

terbentuk akibat hasil dari endapan piroklastik jatuhan. Batuan ini

dinamakan Vitric Tuff (WTG, 1954), Lutyte (Grabau, 1924), dan Obsidian

(Russel B. Travis, 1955).

6.2 Saran

Praktikan perlu menguasai materi praktikum terlebih dahulu sebelum

melakukan praktikum guna menghindari banyaknya pertanyaan saat

praktikum berlangsung.

Pendeskripsian batuan harus dilakukan secara teliti dan jelas sehingga

penentuan tata nama dan petrogenesa dapat tepat.

22

DAFTAR PUSTAKA

Endarto, Danang. 2005. Pengantar Geologi Dasar. Surakarta: LPP dan UPT UNS

Press.

Staff Asisten Petrologi. 2011. Panduan Praktikum Petrologi. Semarang: FT

UNDIP.

Sudarmo, dkk. 1978. Mineralogi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

23

LAMPIRAN

24