all jurnal mpp

40
1 Bab I ABSTRAKSI Dalam menyikapi tuntutan perubahan zaman di era globalisasi ini, dan tuntutan kebutuhan warga negara yang samakin banyak maka perlu adanya perubahan yang dilakukan oleh sektor pemerintahan untuk mengatasi masalah-masalah yang erat kaitannya dengan perubahan zaman serta tuntutan publik. Dalam bab ini dijelaskan mengenai perubahan dalam pelayanan publik dan juga perubahan pada organisasi yang mewadahinya. Di mana proses perubahan organisasi tersebut sangat erat kaitannya dengan pemahaman terhadap budaya yang ada di dalamnya dan juga peran serta pegawai-pegawai untuk mendukung proses perubahan yang dilakukan dan juga tidak terlewatkan faktor-faktor internal maupun eksternal yang turut mempengaruhi perubahan sebuah organisasi. Pembahasan mengenai proses perubahan dalam pelayanan publik dan organisasi pelayanan publik, meliputi : pemahaman konteks perubahan pelayanan publik, Lingkungan untuk perubahan dan reformasi, Kondisi perubahan pelayanan publik dan perubahan institusi, Perubahan level kelembagaan, Pengarah perubahan kelembagaan, Kontek perubahan sektor publik dan perubahan organisasi dan Penilaian Politik. Sedangkan mengenai Budaya Organisasi Dan Perubahan Manajemen Dalam Organisasi Pelayanan Publik, penjabarannya mengenai : Peran budaya organisasi, Model-model budaya organisasi, Budaya dan kehidupan organisasi, Dimensi-Dimensi Budaya Oganisasi, serta Budaya dan Perubahan. Dan penjabaran lebih rinci mengenai perubahan organisasi pelayanan publik juga keterkaitannya dengan budaya organisasi akan dibahas pada pembahasan selanjutnya. Bab II ISI 2.1 Proses Perubahan Dalam Pelayanan Publik Dan Organisasi Pelayanan Publik 2.1.1 Memahami konteks perubahan pelayanan publik Konseptualisasi perubahan dalam pelayanan publik selama dekade terakhir di abad ke- 20 semakin mendapat perhatian lebih. Ruang lingkup perubahan pelayanan publik telah disamakan dengan pergeseran paradigma (Kettl 2000). Skala reformasi dan restrukturisasi telah mengalami perubahan karakter, perubahan pelaksanaan serta perubahan dasar-dasar ideologis untuk pelayanan publik. Perubahan ini diidentifikasi sebagai sebuah transformasi dalam pelayanan publik (Worrall et al. 2000, Osborne dan Gaebler 1992). Perubahan dimensi dalam pelayanan publik tidak hanya berpengaruh pada ruang lingkup sempit, tetapi jauh mengenai skala global. Welch dan Wong (1998) berpendapat bahwa perkembangan modernitas (kontemporer) telah mengubah hasil pelayanan publik terutama dari tekanan global. Untuk pendekatan tradisional yang mempertahankan perubahan pelayanan publik berasal dari politik, dan sistem sosial ekonomi yang terdiri dari konteks dalam negeri, para ahli berpendapat bahwa kekuatan- kekuatan global berdampak pada pelayanan publik nasional secara langsung dan juga bertindak atas politik internal, serta sistem sosial ekonomi yang pada gilirannya mempengaruhi arah dan isi perubahan pelayanan publik (Welch dan Wong 1998). Kekuatan-kekuatan global menciptakan tanggapan umum yang mampu mereformasi pelayanan publik. Dengan demikian, hal ini akan memberikan dampak terhadap kelembagaan

Upload: andikzuhri

Post on 24-Jun-2015

335 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: All Jurnal MPP

1

Bab I ABSTRAKSI

Dalam menyikapi tuntutan perubahan zaman di era globalisasi ini, dan tuntutan

kebutuhan warga negara yang samakin banyak maka perlu adanya perubahan yang dilakukan oleh sektor pemerintahan untuk mengatasi masalah-masalah yang erat kaitannya dengan perubahan zaman serta tuntutan publik. Dalam bab ini dijelaskan mengenai perubahan dalam pelayanan publik dan juga perubahan pada organisasi yang mewadahinya. Di mana proses perubahan organisasi tersebut sangat erat kaitannya dengan pemahaman terhadap budaya yang ada di dalamnya dan juga peran serta pegawai-pegawai untuk mendukung proses perubahan yang dilakukan dan juga tidak terlewatkan faktor-faktor internal maupun eksternal yang turut mempengaruhi perubahan sebuah organisasi.

Pembahasan mengenai proses perubahan dalam pelayanan publik dan organisasi pelayanan publik, meliputi : pemahaman konteks perubahan pelayanan publik, Lingkungan untuk perubahan dan reformasi, Kondisi perubahan pelayanan publik dan perubahan institusi, Perubahan level kelembagaan, Pengarah perubahan kelembagaan, Kontek perubahan sektor publik dan perubahan organisasi dan Penilaian Politik. Sedangkan mengenai Budaya Organisasi Dan Perubahan Manajemen Dalam Organisasi Pelayanan Publik, penjabarannya mengenai : Peran budaya organisasi, Model-model budaya organisasi, Budaya dan kehidupan organisasi, Dimensi-Dimensi Budaya Oganisasi, serta Budaya dan Perubahan.

Dan penjabaran lebih rinci mengenai perubahan organisasi pelayanan publik juga keterkaitannya dengan budaya organisasi akan dibahas pada pembahasan selanjutnya.

Bab II ISI

2.1 Proses Perubahan Dalam Pelayanan Publik Dan Organisasi Pelayanan Publik

2.1.1 Memahami konteks perubahan pelayanan publik

Konseptualisasi perubahan dalam pelayanan publik selama dekade terakhir di abad ke-20 semakin mendapat perhatian lebih. Ruang lingkup perubahan pelayanan publik telah disamakan dengan pergeseran paradigma (Kettl 2000). Skala reformasi dan restrukturisasi telah mengalami perubahan karakter, perubahan pelaksanaan serta perubahan dasar-dasar ideologis untuk pelayanan publik. Perubahan ini diidentifikasi sebagai sebuah transformasi dalam pelayanan publik (Worrall et al. 2000, Osborne dan Gaebler 1992). Perubahan dimensi dalam pelayanan publik tidak hanya berpengaruh pada ruang lingkup sempit, tetapi jauh mengenai skala global.

Welch dan Wong (1998) berpendapat bahwa perkembangan modernitas (kontemporer) telah mengubah hasil pelayanan publik terutama dari tekanan global. Untuk pendekatan tradisional yang mempertahankan perubahan pelayanan publik berasal dari politik, dan sistem sosial ekonomi yang terdiri dari konteks dalam negeri, para ahli berpendapat bahwa kekuatan-kekuatan global berdampak pada pelayanan publik nasional secara langsung dan juga bertindak atas politik internal, serta sistem sosial ekonomi yang pada gilirannya mempengaruhi arah dan isi perubahan pelayanan publik (Welch dan Wong 1998).

Kekuatan-kekuatan global menciptakan tanggapan umum yang mampu mereformasi pelayanan publik. Dengan demikian, hal ini akan memberikan dampak terhadap kelembagaan

Page 2: All Jurnal MPP

2

sektor publik yang juga membawa perubahan pada pelayanan publik skala global (Kellt 1997). Terdapat lima kemungkinan dan alasan yang melatarbelakangi adanya reformasi dan perubahan dalam konteks NPM, yaitu:

1. Munculnya transnasional atau konsultan manajemen. 2. Penerapan strategi politik yang baru dan kebijakan pada skala internasional serta

prinsip-prinsip praktik NPM. 3. Pengenalan mekanisme kebijakan pada pendekatan berbasis pasar terhadap kebijakan

pelayanan publik dan pelayanan pada skala internasional (privatisasi). 4. Meningkatkan keunggulan dan pentingnya peran lembaga-lembaga supranasional

pemerintahan. 5. Transfer kebijakan oleh pemerintah nasional dalam rangka modernisasi pemerintah Secara keseluruhan, perubahan yang ada akan memberikan pengaruh pada masing-masing level atau tingkat pelayanan publik, yaitu:

1. Tingkat Global / Bangsa/ Budaya Lingkungan 2. Tingkat Kelembagaan (Pilihan Publik) 3. Tingkat Manajerial 4. Teknis (Pekerjaan Primer) 5. Politik Penilaian 2.1.2 Lingkungan untuk perubahan dan reformasi

Tema umum yang kerap dibahas dalam perubahan pelayanan publik adalah adanya beberapa hal yang cukup krusial, yaitu:

1. Efek globalisasi 2. Manajemen publik yang baru sebagai ide baru dalam pelayanan publik 3. Penggantian susunan teori administrasi dengan ekonomi 4. Tersebarnya peningkatan kemampuan teknologi secara global 5. Permintaan baru akan pemerintah yang responsive terhadap warganya untuk

menjembatani kesenjangan dalam kehidupan masyarakat. (Kamensky 1996; o’ Neill 2000).

Osborne dan Gaebler (1992) mengklaim bahwa munculnya pandangan global baru tentang pelayanan publik merupakan bukti perubahan di awal tahun 1990an. Yeatman (1994) berpendapat bahwa faktor lingkungan global mempengaruhi konteks perubahan pelayanan publik dan perubahan dalam organisasi industri turut mendorong perubahan ke arah model Post-Birokrasi. Perubahan sosial yang lebih luas juga telah mendorong agenda perubahan pelayanan publik, khususnya ketika peranan wanita semakin terlihat dan melalui pengakuan hak-hak pribumi. Common (1998) berpendapat bahwa institusi supranasional seperti IMF, Bank Dunia, dan OECD berinisiatif mendorong perubahan kebijakan global dengan mengikat perkembangan dana, bantuan, dan sumber-sumber, khususnya dengan menentukan formulasi kebijakan.

Yeatman (1994) menyarankan bahwa perubahan pelayanan publik yang baru lebih peka terhadap kompleksitas sosial dan budaya, mampu meningkatkan kualitas hubungan interaksi masyarakat dengan pemerintah, serta mempunyai kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan yang sedang berlangsung.

Perubahan pelayanan publik didorong oleh kekuatan ekonomi dan ideologi tertentu. Ekonomi dan pandangan rasional menggantikan bentuk-bentuk birokrasi yang berdasar pada peraturan, pengambilan keputusan yang konsisten, dan praktek-praktek efisien berdasar pada spesialisasi tugas yang sempit dalam sebuah kerangka pembagian tugas pekerja (Lane 1998). Akan tetapi Cole (1998) berpendapat bahwa pelayanan publik berada dibawah beban

Page 3: All Jurnal MPP

3

meningkatnya permintaan akan pelayanan yang menjadi kepentingan pribadi secara politis, serta tumbuhnya ketidakefisenan melalui penempatan monopoli penyedia layanan.

Masyarakat melalui partisipasi dalam proses politik berusaha untuk mendekatkan warga dengan pemerintah dan mempunyai pengaruh langsung dalam pembuatan keputusan pemerintah serta pengembangan kebijakan (Bishop dan Davis 2002).

Hede (1992) menganggap bahwa reformasi manajerial NPM merupakan perubahan yang nyata dan universal. Akan tetapi, Hood (1996) berpendapat bahwa prinsip NPM jauh dari universal dan harus lebih sesuai sebagai masa depan yang pluralis.

2.1.3 Keadaan perubahan pelayanan publik dan perubahan institusi

Hede (1992) berpendapat bahwa karakter sektor publik telah dibentuk dan dikembangkan dalam 3 periode perubahan yang berbeda. Pergerakan 3 perubahan tersebut mempengaruhi karakter dari sektor publik yang dikenal sebagai reformasi jasa, saham, dan manajerial.

Hede juga menyatakan bahwa reformasi manajerial menggerakkan aktivitas pelayanan publik. Perubahan pada pelayanan publik melalui demokrasi yang liberal didasari pada prinsip manajemen perusahaan dan pergantian dalam oprasi atau jalannya pelayanan publik serta orientasi yang konsisten. Karena pengenalan dan adopsi dari praktek manajemen perusahaan membantu memperbaiki kegagalan pemerintah yang memiliki keterbatasan dalam pengaturan administrasi, birokrasi, dan organisasi pelayanan publik.

Minogue (2001:5) mengatakan bahwa terdapat beberapa kritisi terhadap perkembangan kesejahteraan suatu negara, yaitu:

a. Peran negara tidak responsive b. Peran Negara tidak mampu membawa fungsi serta tanggung jawab secara efektif

(over-entended) c. Peran negara telah diambil alih oleh sekelompok elit yang menggunakan negara

untuk melayani kepentingan pribadinya daripada kepentingan bersama.

2.1.4 Perubahan level kelembagaan Lynn menyatakan bahwa level kelembagaan meliputi unsur kewenangan formal sampai

perintah legislatif dan pengaruh pada stakeholder. Kelembagaan sektor publik meliputi infrastruktur pemerintah dan birokrasi. Pada level lembaga tertentu, linquist ( 2000:150) menyatakan bahwa bentuk perubahan jabatan dalam pemerintahan tergantung pada ideologi pemerintah, hubungan antar pemerintah, antar rezim dan strategi pengurangan defisit. Perubahan tingkatan kelembagaan terjadi jika perundang-undangan yang dibuat dapat mewakili kepentingan semua pihak dari para stekeholder.

Gbr 4.2, faktor yang

Page 4: All Jurnal MPP

4

mempengaruhi pola teladan perubahan jabatan dalam pemerintahan. Sumber ; Lindquist (2000)

Peran pemerintahan adalah memberikan konsep mengarahkan dan bukannya mengayuh, dengan konsep ini diharapkan pemerintah dapat membenahi diri dengan mengadopsi suatu konsep yang dijalankan oleh sektor swasta untuk mengatur pembagian kerja menghindari kebijakan otoriter dan juga menghindari intervensi pemerintah terlalu besar (osborne dan Gaebler 1992). Denhardt dan Denhardt (2000) menyatakan konsep mengenai peran masyarakat melayani menjadi dilayani.

waterfield (1997) menyatakan bahwa pemerintah dalam melakukan perubahan kelembagaan dengan cara pembentukan kerjasama dengan melibatkan pihak lain selain pemerintah, yakni bisnis dan komunitas. Bentuk organisasi dan kelembagaan dalam pemerintahan ini didasarkan pada membangun hubungan antara anggota stakeholders dan mengintegrasikan struktur penguasaan dalam rangka menyampaikan jasa, kebijakan dan pengambilan keputusan telah diarahkan oleh perubahan sistem, perubahan demografis dan perubahan paradigma yang mendasarkan pada kepentingan publik. 2.1.5 Pengarah perubahan kelembagaan

Cristensen et al. ( 2002) menyatakan bahwa sejarah nasional mempengaruhi perubahan kelembagaan. O'Neill (2000) menetapkan bahwa perubahan kelembagaan meliputi pengaruh adanya globalisasi , ketidakpuasan masyarakat terhadapa pelayanan publik, batasan antara pemerintah dan masyarakat dan kemajuan dalam teknologi. Waterfield (1997) juga mengemukakan bahwa pengurangan jumlah prod. keuangan, merestrukturisasi skala global, meningkatkan kemajuan teknologi dan mengubah tenaga kerja yang demografis dan harapan lebih tinggi untuk jasa pada pihak warganegara mempunyai pengaruh untuk sebuah perubahan. Pengurangan peran dan jangkauan pemerintah pusat, (Wettwnhall 2003) menandai adanya pergeseran pemerintahan kepada perbaikan institusi pemerintahan dalam manajemen, operasi dan penyerahan jasa. 2.1.6 Kontek perubahan sektor publik dan perubahan organisasi Patrickson dan Bamber (1995), mengatakan bahwa dalam model multi-dimensi dari perubahan organisasi, terdapat aspek teknik dan budaya yang mengalami perubahan. Konsep perubahan organisasi menyinggung adanya budaya pluralisme, keterlibatan/partisipasi, kerjasama, motivasi dan kepemimpinan. Perubahan pada organisasi pelayanan publik merupakan cerminan dari pengalaman yang terjadi di semua sektor swasta. Lingkungan bisnis berjalan sesuai dengan perubahan yang terjadi. Studi perubahan organisasi ditandai dengan besarnya rasionalisasi atau restrukturisasi yang pada umumnya lebih merespon untuk merubah pola pelayanan organisasi publik (Smith et al, 1995). 2.1.7 Penilaian Politik

Bagian terpenting dari sebuah proses pelayanan publik adalah penilaian. Perhatian terhadap proses penilaian ini terkadang dipengaruhi oleh keputusan-keputusan elit politik (Lynn,2001). Dalam penyelenggaraannya penilaian politik ini tidak mudah dilakukan, dimana hal ini berkaitan dengan keputusan tentang politik dari program-program organisasi.

2.2 Budaya Organisasi Dan Perubahan Manajemen Dalam Organisasi Pelayanan Publik 2.2.1 Peran budaya organisasi

Budaya organisasi merupakan inisiatif yang sangat penting dari manajemen perubahan sebuah organisasi. Nilai-nilai budaya selain sebagai penunjuk penting terhadap pandangan masyarakat, pandangan kepada lembaga, pemerintah dan susunan administrasi politik yang

Page 5: All Jurnal MPP

5

terdiri dari struktur, sistem dan arti tujuan akhir dan membatasi ciri-ciri utama dari aktivitas masyarakat.

Ventriss (1992) berpendapat bahwa program perubahan sebuah organisasi akan sia-sia jika budaya organisasi tidak dimengerti dengan baik dan Patricson dan Bamber (1995) menyarankan perubahan organisasi akan mempunyai dampak yang sedikit jika budaya yang ada dalam organisasi tidak di ubah sebagai bagian dari strategi perubahan. Beberapa inisiatif perubahan organisasi seharusnya disadari dulu dampak budaya organisasi dalam hubungannya dengan kecendrungan dan kemampuan untuk perubahan sebuah organisasi. Dimensi budaya yang ada dari organisasi perlu diidentifikasi agar tercapai suatu usaha perubahan yang berhasil

Ada faktor lain yang penting dalam program perubahan organisasi yaitu kesadaran, kesadaran merupakan sesuatu yang penting dalam mengembangkan suatu program perubahan. Di dalam kesadaran terdapat konsensus kecil tentang bagaimana budaya organisasi dimengerti dan cara-cara budaya berintraksi dan mempengaruhi suatu perubahan. Pentingnya budaya organisasi adalah sebagai suatu alat yang sangat kuat untuk mencapai produktifitas organisasi yang lebih besar, memperbaiki pelaksanaan organisasi, meningkatkan keefektifan organisasi, memberi kepuasan terhadap budaya organisasi, memperbaiki pelaksanaan ekonomi, meningkatkan komitmen pegawai dan menyusun keuntungan yang kompetitif untuk organisasi.

Dengan pendekatan ilmu politik mengantarkan budaya organisasi kepada dimensi kekuasaan dan politik dari aktifitas masyarakat, termasuk faktor lingkungan yang merupakan penggabungan organisasi dengan kesadaran sosial dan juga menghubungkan proses dan struktur organisasi dengan sistem kepercayaan dan prinsip anggota organisasi. Permulaan penting juga terdapat dalam teori organisasi, dimana hubungan antara nilai dan kepercayaan individu dalam internal organisasi yang dapat dilihat ke dalam perilaku dan dan tindakan kelompok (organisasi). Menurut Pollitt (2003) bahwa budaya adalah aspek penting yang memberikan arti untuk menemukan norma-norma, prinsip-prinsip dan kebiasaan didalamnya, dimengerti untuk membangun dan memulihkan dari perubahan pelayanan publik. Mengenali budaya organisasi beserta struktur dan prosesnya dimaksudkan untuk menghindari kegagalan dalam pelaksanaan perubahan. 2.2.2 Model-model budaya organisasi

Munculnya budaya kerjasama pada tahun 1980 dan awal 1990 membawa kesadaran kepada aturan-aturan dalam mempelajari organisasi.dari berbagai pendapat para pakar, dapat diambil kesimpulan tentang budaya kerjasama yaitu merupakan keseluruhan yang terdiri dari kepercayaan, nilai-nilai, asumsi, arti pokok, mitos, ritual dan simbol-simbol yang dilaksanakan menjadi khusus untuk setiap organisasi. Ciri-ciri atau sifat perilaku digolongkan kepada suatu ide/ gagasan bahwa budaya terdiri dari aspek-asoek non materi organisasi dan khususnya berhubungan dengan prinsip-prinsip dan adat istiadat yang melekat dengan organisasi.

Catatan awal budaya kerjasama menganggap pembagian yang baik terdiri dari perilaku, kepercayaan dan nilai-nilai yang dilakukan oleh pekerja dalam organisasi yang kemudian dapat diidentifikasi dan dimanipulasi agar mencapai penampilan kerjasama dapat meningkat hasilnya. Akan tetapi, kemudian bekerja untuk menyatakan bahwa budaya organisasi dalam menjalankan dalam berbagai cara dan bersifat kompleks dan sering mencapai hasil dan akibat yang tidak terduga. Di dalamnya masih tetap terdapat persetujuan kecil apakah organisasi akan mempunyai model budaya yang kuat, tunggal atau kelipatan dan budaya yang bermacam-macam. Sebuah kebiasaan akan menjadi kunci melalui bekerja lebih awal bahwa

Page 6: All Jurnal MPP

6

budaya kerjasama itu adalah alat penting untuk mengatur perubahan kerjasama dalam organisasi. 2.2.3 Budaya dan kehidupan organisasi

Schein menyarankan bahwa bentuk-bentuk budaya dalam artian kolektif dibentuk oleh anggota organisasi terkait dengan kehidupan organisasi dan terdapat dalam level/ lapisan organisasi yang berbeda, dari objek material dalam sebuah organisasi menjadi sebuah konsep yang lebih abstrak, ideal dan asumsi. Schein menjelaskan bahwa budaya dapat dianalisis melalui 3 level anlisis yang berbeda: pertama, dilihat dari sesuatu yang tampak jelas dalam aktifitas organisasi, seperti gaya berpakaian, dokumen-dokumen publik dan penataan kantor yang mengindikasikan budaya dalam organisasi. Kedua, dilihat dari nilai-nilai yang menjadi latar belakang karyawan dalam melakukan suatu tindakan tertentu. Ketiga, merupakan asumsi dasar dari anggota-anggota organisasi, kemampuan untuk menyelesaikan masalah dalam menanggapi perubahan-perubahan organisasi.

Bate, berargumen bahwa perubahan budaya dalam organisasi tidak dapat diselesaikan dengan menutup diri hal ini harus ditanggapi secara terbuka. Perubahan budaya berpengaruh pada struktur, strategi dan organisasi. Ketika struktur organisasi, budaya dan organisasi itu sendiri sebelumnya dipandang sebagai sesuatu yang berbeda dan independen, Baak (1994) lebih menekankan bahwa seharusnya struktur organisasi, budaya dan organisasi itu dipandang sebagai sesuatu yang interdependen (saling mempengaruhi) daripada sesuatu yang independen.

Bate juga berpendapat bahwa dimensi budaya dapat ditemukan baik dalam level organisasi maupun level sub-organisasi yang melibatkan kelompok-kelompok kerja karyawan dalam organisasi. Schein (1985) berpendapat bahwa budaya organisasi tidak hanya berpengaruh pada level individu maupun level kelompok tetapi pada cara bagaimana orang beradaptasi untuk berubah.

Martin (1992) menyarankan adanya tiga pendekatan perspektif untuk menilai perubahan budaya yang menyatakan bahwa sebuah organisasi dapat dilihat ataupun dipandang dengan berbagai cara. 3 perspektif perubahan budaya ini terbagi menjadi perspektif integrasi, diferensiasi dan fragmentasi. Masing-masing perspektif akan terlihat berbeda tergantung pada interpretasi karyawan terkait dengan prinsip-prinsip organisasi, nilai-nilai, simbol-simbol, ritual-ritual dan peristiwa yang terjadi. Intergrasi melihat persamaan nilai-nilai budaya dalam organisasi. Differensiasi membedakan 2 kelompok budaya yang berlawanan dan fragmentasi mengidentifikasikan berbagai pandangan dan permasalahan budaya. Berdasarkan perspektif integrasi, beberapa aspek budaya organisasi akan terkait satu sama lain dan tersebar pada semua level jabatan dalam organisasi tertentu. Perspektif diferensiasi menciptakan pandangan bagaimana sub kelompok dalam kelompok dapat dipandang dalam konteks-konteks tertentu, di mana pendekatan differensiasi turut menentukan melalui mana bagian-bagian budaya dalam organisasi tersebut dapat diterima pada masing-masing level jabatan yang berbeda. Perspektif fragmentasi menyatakan bahwa budaya tidak bisa secara pasti berpengaruh pada organisasi

Martin (1992: 160) berpendapat bahwa dalam membuat konsep perubahan perencanaan, perspektif integrasi dan diferensiasi terfokus pada pembuatan keputusan yang mengarah pada tujuan dan persamaan ideologi, sebagai inti dari proses perubahan. Perspektif fragmentasi memandang perubahan berasal dari adanya sumber-sumber yang memingkinkan terjadinya konflik. Perspektif ini menawarkan pandangan yang terkait dengan interaksi karyawan dalam organisasi, khususnya para karyawan yang secara tradisional tidak diberikan hak untuk bersuara dalam penelitian organisasi. Martin menyarankan bahwa perspektif fragmentasi mungkin akan lebih baik lagi jika didasrkan pada rasionalitas yang menyatakan bahwa

Page 7: All Jurnal MPP

7

manajer seharusnya tidak mencoba untuk mencarai homogenitas tapi juga mengidentifikasikan berbagai variasi dan keragaman nilai. 2.2.4 Budaya dan Perubahan

Langan-Fox dan Tan (1997) berasumsi bahwa terdapat empat titik fokus dari budaya yang juga telah dijelaskan secara berulang kali dalam berbagai literatur mengenai budaya organisasi. Pertama, dugaan bahwa budaya dipertimbangkan untuk bisa stabil dan resisten terhadap perubahan. Kedua, budaya organisasi lebih terlihat sebagai bagian dari anggota organisasi, daripada menjadi bagian tersendiri dari sebuah proses terencana dalam suatu konsep nyata dari pengembangan budaya. Ketiga, anggota organisasi memiliki arti tersendiri tentang makna budaya orrganisasi, tipe atau variasi budaya sebagai satu pemahaman yang sama dari setiap anggota masyarakat .

Patrickson dan Bumber (1995: 3) menyatakan bahwa model perubahan yang baik terfokus pada budaya organisasi yang harus terdiri dari hal-hal beriikut: 1. Visi/strategi yang jelas 2. Komitmen manajer senior 3. Sistem pendukung yang bagus dan memiliki strategi-strategi baru 4. Pemimpin yang berkomitmen ke arah perubahan 5. Menghilangkan sumber kekacauan/masalah 6. Komunikasi langsung dengan stakeholder utama (internal dan eksternal)

Model yang diajukan oleh Patrickson dan Bumber berhasil membuat perubahan dalam budaya organisasi yang terfokus pada pengembangan tujuan dan arah organisasi yang telah ditentukan sebelumnya. Selain itu, ditekankan juga mengenai peran kepemimpinan dalam mengarahkan proses perubahan dan peran manajer untuk mendukung perubahan. Komunikasi dinilai sebagai komponen yang paling penting dalam proses pelaksanaan strategi organisasi.

Beer dan Walton (1990) menemukan bahwa inisiatif perubahan diras gagal karen pemimpin tidak mampu merealisasikan secara jelas tujuan perubahan organisasi dengan strategi organisasi dan intervensi yang tepat. Gilmore dkk berasumsi bahwa akibat yang tidak diharapkan dari perubahan budaya mungkin dapat merusak bahkan menjatuhkan proses perubahan yang diharapkan. Gilmore mengidentifikan empat dampak utama dari usaha perubahan budaya dimana hal ini akan mempengaruhi keberhasilan implementasi dari program-program perubahan dalam organisasi. 1. Kewenangan ambivalen (bertentangan)

contoh: memerintahkan karyawan untuk bisa diberdayakan. 2. Kesan yang dipertentangkan, yaitu misalnya kepandaian dalam membicarakan hal-hal

baru dipandang sebagai peningkatan dan jika membicarakan hal-hal yang tidak baru dianggap sebagi suatu penurunan.

3. Ketidaksepakatan dan adanya saling tuduh 4. Inversi atau pembalikan perilaku 2.2.5 Dimensi-Dimensi Budaya Oganisasi

Detert dkk (2000) mengidentifikasi delapan dimensi dari hubungan antara budaya organisasi dan perubahan. 1. Kebenaran dan rasionalitas sebagai dasar dalam organisasi. Anggota organisasi

mungkin membutuhkan data-data/fakta dari suatu peristiwa agar mampu menerima perubahan.

2. Sifat waktu dan horison waktu. Hal ini terkait dengan wawasan waktu jangka panjang dan jangka pendek dalam organisasi yang berhubungan dengan perubahan-perubahan yang memiliki implikasi untuk perencanaan dan strategi perubahan manajemen.

Page 8: All Jurnal MPP

8

3. Motivasi. Meliputi motivasi internal organisasi maupun eksternal organisasi (lingkungan luar), misalnya penerapan reward and punishment mechanism.

4. Stabilitas dan perubahan/inovasi/pertumbuhan pribadi. Beberapa anggota organisasi mungkin sangat terbuka terhadap lingkungan atau mungkin memiliki rasa takut dalam mengahadapi perubahan.

5. Orientasi untuk bekerja, tugas, dan rekan kerja. Konteks sosial yang tercipta dalam lingkungan kerja dan menjaga hubungan kerja antar personal.

6. Isolasi dan kolaborasi / kerjasama. Menciptakan suasana kerja yang harmonis antara tempat kerja satu dengan lainnya sehingga mencapai efisiensi sampai kepada pengambilan keputusan.

7. Ide tentang kontrol, koordinasi, dan tanggung jawab. Tingkat kontrol adalah budaya yang berdampak pada cara kerja yang terorganisasi, dan terkoordinasi dan cara di mana kelompok / individu tersebut telah melaksanakan tugas kerjanya.

8. Gagasan tentang orientasi dan fokus - internal atau eksternal. Fokus organisasi internal lebih ke tempat kerja dan fokus eksternal misalnya mengenai konsultan eksternal, keahlian, pelanggan atau pesaing.

Bab III KESIMPULAN

Pada dasarnya perubahan pada pelayanan publik telah memiliki karakteristik transformasi dan hasil pada kemunculan paradigma pelayanan publik. Lingkungan untuk perubahan level makro dan level mikro, berkisar dari area global yang luas untuk operasi organisasi mikro. Integrasi ekonomi yang besar dan internasional dari kebijakan dan resep manajemen untuk pelayanan publik berjalan secara signifikan dari perubahan yang terus-menerus dengan meningkatnya teknologi. Pelayanan publik berubah secara krusial mempengaruhi komunitas masyarakat, mempengaruhi kualitas hidup warga Negara dan integrasi dari faktor konteks dengan syarat-syarat organisasi internal untuk perubahan.

Tesis konvergensi, memiliki daya tarik sebagai penjelasan untuk adopsi prinsip-prinsip manajemen publik yang baru (NPM). Kerangka tata kelola ini digunakan untuk mendirikan peran multi stakeholder dalam penyelenggraan negara. Pemahaman politik untuk situasi yang mungkin ideologis daripada perhitungan rasional dalam menanggapi perubahan. Implementasinya tidak hanya tentang memilih dan melaksanakan program perubahan yang mencerminkan 'praktek terbaik' tapi kontingensi pemahaman politik yang dapat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan program perubahan. Konteks eksternal globalisasi, tren dalam tata kelola sektor publik dan persepsi dari impor dan dampak perubahan cara layanan publik beroperasi menjadi pertimbangan penting dalam inisiatif perubahan.

Di samping paparan di atas, dalam perubahan suatu organisasi publik karena tuntutan kondisi global dan menyikapi berbagai kebutuhan warga negara yang semakin banyak harus pula memperhatikan budaya organisasi. Budaya yang ada di dalam sebuah organisasi harus dapat dikenali dengan baik jika akan melakukan sebuah reformasi organisasi tersebut, disamping pula membentuk kesadaran (kepercayaan dan perilaku) para pegawai di dalam organisasi untuk mau turut andil dalam perbaikan organisasi (dalam hal ini perubahan organisasi dalam sektor publik). Perubahan yang dilakukan terhadap organisasi publik ini tidak lain bertujuan untuk peningkatan kualitas layanan publik menyikapi berbagai kebutuhan masyarakat dan kemajuan teknologi di era globalisasi ini.

Page 9: All Jurnal MPP

9

KEBUTUHAN UNTUK PERUBAHAN LIMA MITOS ATAS PENELITIAN PASAR

Mitos I keputusan besar riset pasar mitos ini hanya diperlukan untuk keputusan yang melibatkan sumber daya keuangan yang besar - karena terlalu mahal. Tetapi ada berbagai pilihan riset pasar, dari rendah ke biaya tinggi. Kuncinya adalah untuk menerapkan opsi yang relevan untuk masalah target Anda.

Mitos II survei riset pasar hanya mitos pendekatan survei tentang sosial dan ini selalu mahal. Tapi ada berbagai pilihan riset pasar, dari rendah ke biaya tinggi

Mitos III penelitian pasar yang besar dolar mitos mahal, titik. Tapi ada berbagai pilihan riset pasar, dari rendah ke biaya tinggi

Mitos IV canggih peneliti riset kebutuhan pasar pendekatan yang kompleks dan canggih yang memerlukan keahlian tingkat tinggi untuk melaksanakan. Tapi, tidak hanya terdapat biaya rendah dan tinggi pilihan untuk riset pasar, ada juga rendah pilihan kecanggihan dan keahlian tinggi. Kuncinya di sini adalah untuk menyesuaikan tingkat kecanggihan yang diperlukan untuk topik di bawah pertimbangan.

Mitos V penelitian ini tidak membaca riset pasar mitos mengarah ke laporan panjang yang tak dibaca. Tapi pendekatan yang sesuai untuk produksi dan penyebaran laporan mereka dapat memastikan bahwa mereka membaca dan ditindaklanjuti.

Tugas utama dalam penelitian meja berbasis adalah untuk mensintesis bukti dari sumber-sumber sekunder tentang kebutuhan dan menggunakannya untuk pertanyaan pendekatan Anda membutuhkan pertemuan. Pertanyaan kunci dalam konteks ini mungkin:

1. Apa bukti tentang tingkat kebutuhan? 2. Apa bukti tentang pendekatan yang paling efektif untuk pertemuan di tingkat

kebutuhan? 3. Apa bukti tentang apa yang menjadi pengguna jasa merasa tentang bagaimana

kebutuhan mereka terpenuhi (baik dalam hal 'kebugaran untuk tujuan' pelayanan dan dalam hal bagaimana mereka mengalaminya?)

Penggunaan data primer melibatkan PSO dalam melaksanakan studi penelitian pasar sendiri, baik menggunakan pendekatan kualitatif (untuk contoh wawancara, kelompok fokus, observasi partisipan) atau pendekatan kuantitatif (survei, pengujian sikap, uji statistik data).

Kedua data sekunder dan primer dapat dibuat untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang PSO kebutuhan yang seharusnya menangani dan cara-cara yang seharusnya Evaluasi penelitian pasar

Riset pasar merupakan elemen penting dari pendekatan yang direncanakan untuk perubahan dan inovasi. Hal ini dapat memberikan PSO dengan informasi tentang kebutuhan pengguna yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja dan efektivitasnya. Ini tidak perlu pengalaman, asalkan sedikit waktu diambil untuk mengetahui informasi apa yang sudah ada dalam domain publik.

Namun, riset pasar bukan jawaban untuk semua perubahan terencana. Berdasarkan sifatnya, berurusan riset pasar dengan kebutuhan yang ada pengguna jasa yang ada.

Dengan demikian itu adalah perubahan fundamental atau inovasi lalu lebih luas '-spektrum' pendekatan diperlukan - seperti bahwa audit sosial dibahas di bawah ini. Sebuah

Page 10: All Jurnal MPP

10

PSO yang efektif perlu menentukan model-model dari penelitian yang dibutuhkan atau mungkin lebih tepat, model apa yang diperlukan di tahap dalam kehidupan organisasi.

Pendekatan manajerial Pendekatan ini untuk menilai perlunya perubahan dan inovasi menarik pada strategi dan alat-alat dari manajemen strategis. Matrik Aston

Matrik Aston adalah langkah yang lebih jauh dari konsep analisis PEST, dengan memposisikan tiga faktor antar tiga dimensi : Faktor Meta, Faktor Makro, Faktor Mikro.

• Faktor Meta : semua hal yang mengenai faktor sosial yang paling luas dalam organisasi lingkungan. Seperti Politik Lingkungan Nasional, Perubahan Demografi Lingkungan, dan Perubahan Tekhnologi jangka panjang.

• Faktor Makro : salah satu dari semua hal yang mengenai semua level industri Lingkungan atau semua hal yang mengenai Sumber Daya Alam di dalam maupun diluar PSO.

• Faktor Mikro : semua hal yang mengenai Lingkungan Internal dalam PSO. Seperti Organisasi Kebudayaan.

Matrik ini membolehkan manajer untuk mencari luasnya perbedaan dalam level faktor-faktor tersebut atau persamaan dalam level faktor-faktor tersebut. Dalam kasus ini adalah seperti :

• Kebutuhan untuk mengejar biaya EU • Kebutuhan untuk ikut serta dalam kerjasama kelompok dan dengan kantor lokal baru

dalam Asosiasi Perusahaan yang terpercaya, dan • Kebutuhan untuk mengubah profil Karyawan untuk meningkatkan kemampuan dalam

kerjasama dengan orang kulit hitam dan populasi etnik minoritas.

Sebagai hasil dari analisis awal, PSO dapat mengembangkan analisis lebih detail dalam hubungannya dengan lingkungan lokal dan dalam hubungannya dengan faktor yang dikenal. Jalan yang paling baik untuk mendekati tugas ini ada dalam Analisis SWOT. Contoh dari Matrik Aston

Faktor Level Meta Macro Micro Politik - Pembangunan Kerjasama

Strategi Lokal(Local Strategic Partnership(LSPs)

- Kebijakan baru EU dalam pembaharuan pembiayaan

- Kebijakan baru yang terfokus dalam hubungan sosial

- Pembangunan dalam pembaruan hubungan daerah yang baru

- Dewan negara bagian yang baru (kekuasaan terbatas) terpilih dalam pemilihan umum (daerah)

- Pengangkatan CEO baru dengan pengalaman dalam suksesnya lamaran Pembiayaan EU

Ekonomi - Pembaruan pembiayaan yang ditargetkan pada area

- Penolakan jabatan dalam pemilihan

- Kebutuhan untuk menemukan

Page 11: All Jurnal MPP

11

inti kota - Pembiayaan untuk

dihubungkan pada organisasi yang terkait dengan hubungan Privat-Publik

umum dalam suatu daerah

- Pembangunan kerjasama dengan LSPs nasional (sektor industri)

pengganti untuk regenerasi pembiayaan akhir dalam sepuluh tahun

Sosial - Penolakan dalam kediaman populasi dalam kota

- Kemunduran dalam hubungan lokal antara kulit hitam dan orang asia (dalam suatu daerah)

- Jarak pada pegawai kulit hitam dan pegawai kaum minoritas

Tekhnologi

- Pertumbuhan dalam penggunaan LSPs dan kepercayaan pembangunan dalam pembaruan

- Dorongan dalam pemanfaatan anggota dewan untuk meningkatkan kepercayaan publik

- Keseimbangan dalam pembangunan kepercayaan hubungan kantor dalam sebuah daerah

- Pengadaan pegawai dalam PSO menjadi yang utama dari komunitas tradisional pembangunan dasar – dengan profesional lebih dari orientasi komunitas

Matrik SWOT

Analisis SWOT ada untuk Kekuatan-Kelemahan-Kesempatan-Ancaman analisis. Ini adalah teknik utama tanpa manajemen strategi untuk pengukuran posisi dalam sebuah organisasi dalam kaitannya dengan lingkungan itu sendiri.

Analisis ini digunakan untuk menaksir kekuatan dan kelemahan internal dalam sebuah organisasi serta kesempatan dan ancaman eksternal dalam sebuah organisasi. Analisis ini memperbolehkan perwakilan sebuah organisasi untuk memutuskan bagaimana cara untuk membangun dengan kekuatan dan kesempatannya sendiri. Hal ini disebabkan karena :

• Menggunakan pengalaman dan hubungan EU dengan CEO untuk mengamankan pembiayaan EU.

• Menggunakan hubungan lokal yang baik untuk membangun kerjasama dalam pembiayaan dengan perwakilan organisasi lain, strategi hubungan kerjasama lokal, dan

• Menegaskan posisi pusat kota dan keterlibatan hubungan di semua penggunaan biaya di masa depan.

Sebaliknya, analisis ini juga menyebabkan PSO mengetahui kelemahan dan ancaman yang dihadapi dan untuk mengembangkan sebuah rencana untuk dirundingkan bersama. Hal ini disebabkan karena :

• Pengembangan strategi perekrutan untuk meningkatkan jumlah orang kulit hitam dan kaum minoritas sebagai pegawai dan/atau pegawai yang berpengalaman dalam kerjasama dengan komunitas lokal.

Page 12: All Jurnal MPP

12

• Membangun hubungan dengan Asosiasi Pengembangan Kepercayaan Lokal, dan

• Menggunakan riwayat yang telah dikenal sebagai elemen kekuatan / kesempatan dalam analisis ini untuk mengamankan pembiayaan jangka pendek.

Contoh dari Analisis SWOT KEKUATAN KELEMAHAN - Pengangkatan CEO baru dengan

pengalaman EU

- Penetapan nama pada daerah kekuasaan

- Hubungan yang baik dalam pengadaan regenerasi perwakilan

- Anggota inti dari LSP lokal

- “Pembangunan komunitas” tradisional sebagai latar belakangpara pegawai

- Jarak antara pegawai kaum kulit hitam dan kaum minoritas dengan pegawai berpengalaman dalam pekerjaan dalam komunitas mereka

- Akhir dari arus program pembiayaan untuk meninggalkan ekonomi PSO

- Jarak dari hubungan untuk memunculkan asosiasi pembangunan kepercayaan di suatu daerah

- Pembiayaan EU baru yang tersedia

- Kemungkinan dalam pembelajaran dari jaringan LSP nasional

- Kerangka nasional baru untuk LSPs

- Pembiayaan pemerintah yang ditargetkan pada area inti kota dan kerja PSOs dalam pengadaan kerja sama privat-publik

- Jarak dari kredibilitas PSO dengan masyarakat kulit hitam dan kaum minoritas sekitar

- Jarak hubungan dari pengaruh kantor lokal “Agen Pembangunan Kepercayaan” yang berpotensi

- Keburukan ekonomi lokal mungkin memaksakan ketegangan yang berkepanjangan dalam keterbatasan (dan kekurangan) sumber daya dari PSO

- Jarak dari kemurnian tentang kelurusan peraturan masa depan dari dewan baru yang terpilih

KESEMPATAN ANCAMAN Analisis Keuntungan Biaya

Fokus analisis keuangan biaya ini tidak mengherankan dengan keseimbangan biaya pada sebuah perubahan potensi atau inovasi melawan potensi kebaikannya. Tak dapat dipungkiri bahwa ini bukanlah sebuah proses mekanistik, namun lebih melibatkan pelatihan peradilan manajemen. Hal ini juga penting untuk membedakan antara tiga tipe pembiayaan dalam sebuah analisis :

• Sumber biaya, dalam hal finansial, kepegawaian, modal atau yang lain seperti biaya.

• Transaksi biaya, dalam hal biaya dari pengaturan proses perubahan, dan

Page 13: All Jurnal MPP

13

• Biaya kesempatan, dalam hal apa alternatif kesempatan yang lebih menguntungkan untuk dilakukan.

lima tahapan dalam CBA : Stage I Kenali kemungkinan perubahan pilihan dalam sebuah agensi untuk

menemukan identifikasi kebutuhan atau jarak penampilan Stage II Perkiraan sumber, transaksi, dan harga kesempatan untuk setiap pilihan Stage III Perkiraan potensi keuntungan dari perubahan untuk (i) agensi (ii) pemakai

(iii)komunitas yang lebih besar, dan (iV) kunci stakeholders yang lain Stage IV Evaluasi potensi keuntungan berlawanan dengan perkiraan biaya dalam Stage

II Stage V Pilih perubahan pilihan yang tepat yang ditawarkan oleh PSO yaitu

keseimbangan yang optimal antara harga dan keuntungan, dan pembangunan sebuah rencana yang terimplementasi untuk kemajuan pilihan ini

MENERAPKAN PERUBAHAN DALAM ORGANISASI PELAYANAN PUB LIK

Mengatur Inovasi dalam Organisasi Pelayanan Publik Ada 2 hal istilah dalam komunikasi, yaitu: • Komunikasi Monologis (linier) adalah komunikasi satu arah yang memperlakukan

komunikasi sebagai alat untuk menyampaikan dan menerima pesan organisasi. • Komunikasi dialogis adalah komunikasi dua arah yang menciptakan makna melalui

interaksi dan membangun hubungan antara peserta. Inisiatif dan usaha mengimplementasikan perubahan organisasi berhasil dalam bentuk organisasi yang kompleks adalah tugas menantang. Bir dan Nohria (2000) menemukan bahwa mayoritas dari semua inisiatif perubahan perusahaan dan program ini tidak berhasil. Hasil ini memberikan indikasi kompleksitas dan kesulitan untuk melaksanakan dan mempertahankan inisiatif perubahan organisasi. Sedangkan manajemen perubahan memiliki unsur umum di semua organisasi, khususnya, dapat menimbulkan dilema spesifik dan kesulitan karena orientasi yang berbeda, nilai-nilai dan tujuan dari sektor swasta, untuk sektor keuntungan. layanan masyarakat dan organisasi pelayanan publik juga dapat bereaksi dan menanggapi berbagai jenis insentif, mandat dan resep kebijakan.

Perubahan Transformasional

Dan Corrigan Kleiner (1989) mengusulkan perubahan transformasional dapat digambarkan sebagai radikal, terobosan perubahan yang menunjukkan istirahat mendalam dengan menerima pola perilaku organisasi dan operasi. Nutt dan backoff (1997) berpendapat bahwa transformasi organisasi sering diimplementasikan sebagai respon terhadap volatilitas kontekstual dan dapat dicapai dengan memberlakukan perubahan radikal kepemimpinan yang dipimpin.

Perubahan Tambahan

Page 14: All Jurnal MPP

14

Inkremental model perubahan menunjukkan bahwa perubahan harus dilakukan secara bertahap (Patrickson dan Bamber 1995). Sementara perubahan transformasional skala besar adalah umum tujuan usaha manajemen perubahan organisasi, temuan penelitian menunjukkan bahwa perubahan incremental adalah hasil yang biasa dari inisiatif perubahan (Pettigrew et al.2001). Temuan ini menunjukkan bahwa upaya perubahan berkonsentrasi pada model perubahan transformasional dapat meremehkan besarnya tugas atau gagal untuk mencapai perubahan dalam skala besar dibutuhkan.

Rencana perubahan biasanya melibatkan menggunakan satu set alat diagnostik organisasi yang memungkinkan pemetaan yang berbedaorganisasi aspek kehidupan. Alat-alat ini memberikan gambaran informasi organisasi dasar tentang struktur organisasi, proses, iklim dan lingkungan (Thornhill, et al). 2000. Informasi ini kemudian digunakan dalam hubungannya dengan perubahan cetak biru untuk mengembangkan bertahap, program yang koheren perubahan untuk transisi ke fase organisasi baru atau bentuk.

Perubahan jenis dalam hal mode, unit perubahan dan motor (Van de Ven dan Poole 1995), tempo (Pettigrew et al, 2000), metafora (Morgan 1997), dan agen (Dunphy 1996) diidentifikasi sebagai elemen penting dari inisiatif perubahan. Perubahan adalah fenomena yang kompleks dan jumlah besar deskriptor menunjukkan pendekatan multi-faceted untuk penelitian organisasi (Shapiro 1996). Model perubahan diadopsi, maka mungkin tidak hanya tergantung pada pilihan model perubahan, tapi jenis lingkungan ke dalam usaha perubahan yang sedang diimplementasikan dan penerimaan dan kapasitas penerima program perubahan untuk menjalani jenis tertentu dari pendekatan perubahan.

Bagaimana Perubahan Organisasi Pelayanan Publik

Dalam keberangkatan dari pemikiran konvensional tentang operasi pelayanan publik dan pengambilan keputusan. Lindblom (1956:82) berpendapat bahwa pengambilan keputusan dan tindakan dalam organisasi pelayanan publik prihatin dengan memutuskan kebijakan dan hasil program dalam hal saling bertentangan atau sebagian nilai yang bertentangan. Dengan cara ini, kegiatan pelayanan publik tidak dapat dianggap berasal dari yang rasional, konsisten dan metodis proses pengambilan keputusan. Persaingan kebijakan tertentu dan hasil program itu, tidak selalu bergantung pada rasional proses pengambilan keputusan, tetapi negosiasi politik dan pengetahuan terbatas atau tidak lengkap. Menurut model ini, perubahan dalam pelayanan publik adalah berargumen untuk beroperasi dengan menggerakkan secara bertahap melalui skala kecil untuk perubahan kebijakan yang ada dan program daripada mengembangkan sebuah model baru yang mengubah karakter dan pelaksanaan pelayanan publik.

Setuju dengan hal diatas karena pelayanan publik merupakan suatu hal yang harus dilaksanakan untuk meringankan beban masyarakat dalam mengurus sesuatu namun disini pelayanan publik dalam peningkatan kualitasnya juga harus bertahap tidak harus langsung menjadi sempurna ibaratkan anak bayi dalam proses berjalan terdapat beberapa tahapan proses yaitu merangkak kemudian baru bisa berjalan. Pelayanan publik juga seperti itu bahwa tiap pelayanan juga bertahap dalam peningkatan kualitasnya.

Dalam periode ini adanya intervensi, namun gagasan transformasi pelayanan publik mendapatkan mata uang. Mengkonseptualisasikan perubahan dalam pelayanan publik

Page 15: All Jurnal MPP

15

disamakan dengan mempertimbangkan bahwa ruang lingkup reformasi mencerminkan pergeseran paradigma (Kettl 2000; Worrall et al). 2000. Namun, du Gay (2003) berpendapat bahwa gagasan perubahan dalam pelayanan publik merupakan transformasi adalah menyesatkan dan resep untuk single, solusi kesatuan untuk mengubah agenda adalah sesat.

Kurang setuju dengan pendapat du Gay karena du gay beranggapan bahwa argumennya tersebut dilihat dari sudut pandang tertentu saja tidak dilihat dari sudut pandang keseluruhan maka anggapannya tetntang perubahan pelayanan publik itu adalah sesat itu salah karena perubahan yang dilakukan untuk memperbaikai maupun meningkatkan pelayanana publik pasti akan mendapat dukungan dari masyarakat banyak.

Inisiatif Perubahan Layanan Publik

Waterfield (1997:214) menyatakan bahwa para pemimpin masa depan pelayanan publik akan menjadi orang-orang yang 'kewirausahaan' dan yang tidak memiliki 'resistensi bawaan untuk mengubah'. Valve (1999:245) dalam memeriksa isu-isu perubahan kepemimpinan berpendapat 'karya nyata dari para pemimpin baru di organisasi publik adalah untuk mempersiapkan para anggota organisasi mereka untuk mengatasi, dan beradaptasi, perubahan misi, lingkungan, dan / atau arah' . Akibatnya, upaya pemimpin harus fokus pada pengembangan, sebagai kompetensi inti yang utama organisasi, budaya organisasi adaptif '(Valle 1999:246). Doyle dkk (2000) berpendapat bahwa organisasi pelayanan publik lebih sulit dibanding sektor privat dalam mengimplementasikan perubahan karena sifat unik dari pelayanan publik yang beroperasi tanpa motif profit dan harus memberikan hasil yang konsisten dan adil. Dalam cara ini, dasarnya adalah bahwa imperatif “bottom line”, pertimbangan finansial dan transaksi pasar dari organisasi sektor privat memberikan panduan lebih baik untuk menetapkan impetus dan direksi perubahan yang dibutuhkan restrukturisasi organisasi dan peningkatan hasil organisasi.

Dalam membandingkan leadership dan gaya leadership dalam mengimplementasikan dan menjalankan inisiatif perubahan, studi oleh Brosnahan (2000) menemukan bahwa leader sektor privat dan publik menunjukkan tipe kualitas leadership dan karakteristik yang sama, meski ada perbedaan dalam menjalankan sifat leadership berbeda. Aktivitas seperti pengembangan visi dan strategi untuk meraih visi tersebut, menetapkan network sumberdaya manusia, finansial, dan kapital untuk menjalankan strategi dan mengumpulkan sekelompok orang yang antusias dan termotivasi untuk mencapai visi tersebut Meski begitu, temuan juga menunjukkan bahwa leader sektor publik menggunakan visi organisasi secara berbeda karena visi dan misi dari organisasi sektor publik cenderung lebih ekstensif dan kurang definitive.

Setuju dengan pendapat hal diatas bahwa leadership itu harus bisa mengatur organisasinya dan juga harus bisa memotivasi anggotanya karena digunakan untuk memompa semangat yang ada bagi tiap individu-individu yang adadisitu apabila mereka mengalami kejenuhan. Serta leadership itu juga harus bisa menjalankan visi dan misi yang sudah ada untuk kesesuaian dengan pa yang menjadi tujuan utama organisasi tersebut.

Page 16: All Jurnal MPP

16

Lewis dan Thompson (2003) menemukan driver dan fasilitator program perubahan publik service dan berpendapat bahwa elemen ini perlu dijadikan bagian pendekatan koheren ke perubahan berdasarkan basis departemen keseluruhan:

• teori dan praktek dalam manajemen perubahan di level organisasi, manajemen dan individu;

• komitmen CEO dan manajemen senior; • penerapan Balanced Scorecard; • pembuatan kerangka perencanaan-makro; • pembuatan fungsi kebijakan strategis; • fokus ke hasil dan prioritas pemerintah keseluruhan; • identifikasi kebutuhan sumberdaya dan kapabilitas di masa depan; • hubungan masyarakat – konsultasi, penelitian; dan • harapan industri

Implementasi Perubahan

Tahap implementasi dari sebuah program perubahan adalah sebuah langkah penting dalam agenda perubahan. Strategi Pelaksanaan inisiatif perubahan yang berhasil DiMaggio dan Powell (1983) berpendapat bahwa perubahan organisasi dicirikan oleh perilaku isomorfik dimana organisasi cenderung menjadi mirip satu sama lain dengan meniru inovasi dan program. Organisasi mengalami perubahan itu, dapat memainkan agenda perubahan yang belum tentu sesuai dengan keadaan tertentu dan mungkin memberlakukan perubahan rezim baru yang dipinjam dari konteks lain dan untuk tujuan yang mungkin sangat berbeda.dengan yang ada.

Doyle et.al (2000: S72) menyarankan strategi berikut untuk bisa sukses

mengimplementasikan inisiatif perubahan organisasi: 1. Membentuk control perusahaan tiap waktu, mondar-mandir dan penjadwalan perubahn

inisiatif, mengambil ikhtisar mengendalikan beberapa inisiatif, menghindari inisiatif, kelebihan dan memungkinkan mereka untuk menyesuaikan waktu yang berpengaruh.

2. Membangun sistematis dan terlihat sebelum rencana, pemantauan dan mekanisme penilaian.

3. Mengembangkan prosedur manajemen stres yang efektif 4. Mengadopsi pendekatan, inovatif terfokus pada komunikasi organisasi, terutama

penargetan keterlibatan karyawan, manajemen-karyawan hubungan, komunikasi lintas fungsional dan juga komunikasi antara jajaran manajemen senior dan menengah

5. Pengembangan mekanisme sistematis untuk menangkap efektif pribadi dan organisasi belajar dari perubahan

6. Mengenalkan efektif sumber daya "pengendalian kerusakan" strategi, di mana perubahan telah meningkatkan intensifikasi kerja, kelelahan, kelelahan, kepentingan diri sendiri dan sikap sinis, dan royalti dikurangi, komitmen dan kepercayaan.

7. Mengenalkan program pan-organisasi untuk pengembangan keahlian manajemen perubahan.

Saran ini menunjukkan bahwa keberhasilan pelaksanaan perubahan krusial bergantung pada komunikasi di seluruh tingkat dan lapisan organisasi dan membentuk kerangka kerja sistematis untuk mengembangkan, memantau dan mengevaluasi strategi perubahan. kerangka

Page 17: All Jurnal MPP

17

ini, bagaimanapun, tidak menyarankan apa yang harus ditujukan dalam organisasi untuk mencapai perubahan yang diinginkan. Sebagai contoh, jika suatu organisasi dipandang sebagai sebuah mesin, perubahan akan dipandang sebagai suatu proses "" yang akan memberikan kontribusi untuk berfungsi dengan baik seperangkat operasi, atau sebaliknya, jika organisasi itu dipandang sebagai sebuah organisme, perhatian akan diberikan kepada cara-cara yang perlu karyawan mungkin puas akibatnya meningkatkan motivasi karyawan dan komitmen terhadap proses perubahan. Dalam penelitian mereka pada strategi sukses berkembang untuk mengelola perubahan di organisasi sektor publik, Smith et al (1995:33) menemukan bahwa salah satu aspek yang paling penting dari berhasil mengimplementasikan perubahan adalah bahwa "perubahan harus didukung oleh visi yang kuat". Selain itu, bagaimanapun, disarankan bahwa manajer perlu dimasukkan dalam proses perubahan sebagai manajer ini merupakan bagian tak terpisahkan dari rantai implementasi. Perampingan operasi, sistem perubahan untuk mencapai produktivitas (koordinasi, dan kontrol) sering digunakan untuk mencapai perubahan. Evaluasi dari inisiatif perubahan ditemukan sangat penting (Bruhn et al. 2001) Sampai sejauh mana agenda perubahan korporasi dapat diterapkan lebih luas tergantung pada berbagai isu kunci seperti:

� Tingkat CEO dan komitmen manajemen senior; � Identifikasi sifat budaya perusahaan yang ada; � Kekuatan driver perubahan organisasi; � Pengakuan dari kebutuhan untuk perubahan dengan stakeholder internal dan eksternal; � Keterampilan untuk menimbulkan perubahan-sekarang atau berkembang; � Dukungan dari stakeholder untuk berubah; dan � Pengakuan dari upaya perubahan yang berhasil.

Stace (1996) menunjukkan bahwa 'praktek terbaik' dalam perubahan organisasi dapat dicapai dengan mengadopsi eklektik, pragmatis, pendekatan budaya sensitif dan situasi berubah. Pendekatan ini berkaitan dengan suatu model dimana kontingensi upaya perubahan yang 'disesuaikan' berdasarkan fitur tertentu yang diidentifikasi organisasi. Studi program perubahan berhasil menemukan bahwa perubahan seluruh sistem memberikan mengharuskan penerapan pengungkit beberapa perubahan yang melibatkan penyesuaian struktural dan mengubah pengaturan batas-batas organisasi serta proses mengubah organisasi (Pettigrew et al 2001).

Kesimpulan Memahami apakah atau tidak mengubah program telah dilaksanakan dengan sukses di

banyak studi kasus berasal dari mengajukan dua pertanyaan - yang pertama berfokus pada apa maksud dari program perubahan dan yang kedua adalah meminta untuk apa gelar organisasi telah berubah. Perubahan program dan inisiatif, Namun, biasanya tidak diperiksa untuk menentukan apakah strategi yang benar telah digunakan di tempat pertama.

Selain itu, Sturdy dan Grey (2003) membantah rekening manajemen perubahan organisasi yang universalize gagasan perubahan sebagai, program konstan posisi perubahan dan agenda sebagai manajemen yang dipimpin dan menawarkan sederhana 'bagaimana untuk' resep tentang perubahan. Dalam logika program perubahan sering diasumsikan bahwa ada tertanam respon rasional dan strategis untuk perubahan lingkungan. Namun, faktor-faktor politik dan kontekstual seringkali memainkan peran penting dalam penerapan tipe khusus dari agenda berubah dan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan keadaan adalah fitur penting dari organisasi pelayanan publik.

Page 18: All Jurnal MPP

18

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa komponen penting dari keberhasilan implementasi perubahan adalah artikulasi sebuah visi untuk organisasi. Strategis pemimpin menciptakan visi yang mencakup pandangan tentang negara masa depan organisasi. Visi organisasi ini kemudian dikaitkan dengan isu yang lebih luas dari posisi organisasi sedemikian rupa sehingga anggota organisasi memiliki fokus yang jelas dari keputusan dan tindakan mereka dan termotivasi untuk memajukan agenda perubahan. Selain itu, komunikasi merupakan saluran penting perubahan dan daerah yang sering diabaikan dalam melaksanakan agenda perubahan.

Tidak ada rumus yang jelas untuk mencapai perubahan organisasi yang sukses. Manajer dan melaksanakan program-program perubahan dalam organisasi harus menyadari pentingnya menyeimbangkan ketegangan antara menjaga stabilitas organisasi yang cukup untuk mempertahankan fungsi dan mengembangkan sebuah momentum perubahan dalam rangka untuk implementasi perubahan yang terjadi. Mengukur dan mencatat hasil keberhasilan '' inisiatif perubahan diterapkan dalam pelayanan publik dan organisasi layanan publik sudah dikacaukan oleh ketiadaan.

Contoh Kasus :

Mengatur perubahan dalam industri listrik: kasus perubahan di 2 negara 1. Australia: Kepercayaan Listrik ( Australia selatan)

Otoritas penyediaan listrik di negara Australia selatan sangatlah tinggi, secara teknis mengorientasikan pada organisasi bahwa hampir tiap orang memonopoli penyediaan listrik. Di 1980an, orang-orang merasa yakin bahwa organisasi akan mendapatkan posisi yang baik dalam perubahan menuju dekade selanjutnya. Kepercayaan operasional dalam rencana perjalanan 10 tahun kedepan, adalah membangun reputasi untuk mendapat teknik yang baik. Bahwa tiap produsen mengeluarkan biaya yang sedikit untuk listrik dan yang dirasa sebagai suatu untuk mengedepan organisasi teknologi serta menawarkan jaminan hidup melalui banyak pekerjaan bagi lulusan yang mempunyai kualitas tinggi. (Patrikson 1995:76)

Setuju dengan pendapat yang diungkapkan kerena dalam pemilihan pekerjaan pastilah stakeholder memilih seseorang yang mempunyai kualitas tinggi khususnya bagi tiap bidang yang ditekuninya karena dengan adanya penempatan posisi sesuai dengan keahliannya maka pekerjaan itu akan cepat selesai.

Bagaimanapun lingkungan berubah dipertengahan tahun 1980an dengan kaitan perubahan dalam sisi finansial, politik, sosiologi dan ekologi (halaman P.76) permintaan listrik tidak meningkat dengan apa yang diprediksikan sebelumnya, keuntungan biaya produksi yang telah dikikis, konsumen mengeluhkan dengan adanya hal tersebut barang menjadi jarang sedang disisi lain pemerintahan harus terus meningkat dan menuntut dalam peningkatan efisiensi.

Dalam hal ini kita dihadapkan pada dilema yang rumit karena disini terdapat suatu permasalahan, permasalahan itu menyangkut tidak efisiennya suatu pekerjaan namun disisi lain perbaikan harus tetap dilaksanakan. Mungkin yang dapat kita tanggapi dalam permasalahan ini kita harus memberikan pelayanan yang terbaik bagi konsumen terlebih dahulu namun dilain pihak kita juga tidak mengesampingkan dalam peningkatan mutu pemerintahan itu sendiri karena menurut kami bila suatu layanan itu berjalan dengan baik maka itu merupakan salah satu hal dari peningkatan mutu dari pemerintahan dalam hal efisiensi pekerjaan.

Persepsi masyarakat miskin bahwa kepercayaan muncul dari 2 daerah, pertama masyarakat merasa kepercyaan merupakan hal yang salah dan perlu pembinasaan dalam satu

Page 19: All Jurnal MPP

19

rangkaian permasalahan yang kedua perubahan structural dalam suatu industri menyebabkan para pengusaha meiningkatkan biaya kepada pelanggan. Menyangkut hal ini kami merasa ada benarnya namun juga ada salahnya mengapa benar karena sebagai pengusaha seperti point nomer 2 kita tidak mungkin untuk memasarkan produk dengan harga yang sama sedangkan perubahan struktural terjadi dalam suatu perusahaan. Salah ketika pelanggan kembali menjadi pihak yang dirugikan dalam masalah ini karena fokus utama administrasi adalah memberikan pelayanan publik sebaik-baiknya bagi masyarakat.

2. Selandia Baru: Koorporasi Listrik di Selandia Baru Di tahun 1987, divisi listrik selandia baru telah dikonversi kedalam satu-kesatuan

untuk diperdagangkan. ECNZ bahwa operasi dibawah perusahaan milik pemerintah bertindak bahwa kasus perubahan ECNZ telah diuraikan dalam reformasi politik radikal. Legislative telah membuat dan mengatur perusahaan milik pemerintah serta memastikan bahwa ECNZ mengoperasikan tata ulang lingkungan dan yang diperlukan dalam membayar deviden dan pajak. Dari hal ini kami menangkap bahwa ECNZ merupakan suatu perusahaan koorporasi listrik di selandia baru dan tugas yang lain dari ECNZ selanjutnya yaitu menata tata ruang serta membayar deviden serta pajak seperti yang seharusnya.

Pergeseran telah terjadi dengan mengadopsi suatu pasar. berdasarkan model yang menyertai kultur dari komersialisasi dan pencarian keuntungan. memastikan unit organisasi lebih kecil beropersi berbasis manajemen pencapaian dan bertanggung jawab untuk hasil yang komersil. Dan yang kedua diantara eksternal dan internal dan konteabilitas harus dibangun di dalam sistem baru untuk memastikan gambaran pembeli dan penyedia dan lingkungan yang kompetitif untuk menciptakan organisasi yang efisien.

Setuju dengan apa yang dipaparkan diatas bahwa dengan menganut sistem pasar otomatis yang menjadi fokus utama adalah keuntungan namun disini perlu dipastikan bahwa organisasi juga perlu pengenalan terhadap orang lain dan tetap bertanggung jawab terhadap tugas dan tujuan yang sesungguhnya dari organisasi tersebut.

BAB I SUBSTANSI

1.1 Pengertian Inovasi

Inovasi secara umum dipahami dalam konteks peribahan perilaku. Inovasi biasanya erat kaitannya dengan lingkungan yang berkarakteristik dinamis danberkembang. Pengertian inovasi sendiri sangat beragam, dan dari banyak perspektif. Menurut Rogers, salah satu penulis buku inovasi terkemuka, menjelaskan inovasi adalah sebuah ide, praktek, atau objek yang dianggap baru oleh individu satu unit adopsi lainnya. Pengertian dari sumber lain menyebutkan bahwa inovasi adalah kegiatan yang meliputi seluruh proses menciptakan dan menawarkan jasa atau barang baik yang sifatnya baru, lebih baik atau lebih murah dibandingkan dengan yang tersedia sebelumnya. Sedangkan, dalam Damanpour dijelaskan bahwa sebuah inovasi dapat berupa produk atau jasa yang baru, teknologi proses produksi yang baru, sistem struktur dan administrasi baru atau rencana baru bagi anggota organisasi.

Dengan merujuk pada pengertian-pengertian diatas, maka sebuah inovasi tidak akan bisa berkembang dalam kondisi status quo. Dan walaupun tidak ada satu kesepahaman definisi mengenai inovasi, namun secara umum dapat disimpulkan bahwa inovasi mempunyai atribut-atribut:

Page 20: All Jurnal MPP

20

A. Relative Advantage atau Keuntungan Relatif Sebuah inovasi harus mempunyai keunggulan dan nilai lebih dibandingkan dengan inovasi sebelumnya. Selalu ada sebuah nilai kebaruan yang melekat dalam inovasi yang menjadi ciri yang membedakannya dengan yang lain.

B. Compatibility atau Kesesuaian Inovasi juga sebaiknya mempunyai sifat kompatibel atau kesesuaian dengan inovasi yang digantinya. Hal ini dimaksudkan agar inovasi yang lama tidak serta merta dibuang begitu saja, selain karena alasan faktor biaya yang tidak sedikit, namun juga inovasi yang lama menjadi bagian dari proses transisi ke inovasi terbaru. Selain itu juga dapat memudahkan proses adaptasi dan proses pembelajaran terhadap inovasi itu secara lebih cepat

C. Complexity atau Kerumitan Dengan sifatnya yang baru, maka inovasi mempunyai tingkat kerumitan yang boleh jadi lebih tinggi dibandingkan dengan inovasi sebelumnya. Namun demikian, karena sebuah inovasi menawarkan cara yang lebih baru dan lebih baik, maka tingkat kerumitan ini pada umumnya tidak menjadi masalah penting.

D. Triability atau Kemungkinan dicoba Inovasi hanya bisa diterima apabila telah teruji dan terbukti mempunyai keuntungan atau nilai lebih dibandingkan dengan inovasi yang lama. Sehingga sebuah produk inovasi harus melewati fase “uji publik”, dimana setiap orang atau pihak mempunyai kesempatan untuk mengujii kualitas dari sebuah inovasi.

E. Observability atau Kemudahan diamati Sebuah inovasi harus juga dapat diamati, dari segi bagaimana ia bekerja dan menghasilkan sesuatu yang lebih baik.

1.2 Kategori Inovasi

Menurut Yogi dalam Harvorsens, inovasi dikategorikan menjadi 3 bagian yaitu : A. Incremental Innovations-Radical Innovations

Inovasi ini berhubungan dengan tingkat keaslian (novelty) dari inovasi itu sendiri. Di sektor industri, kebanyaka inovasi bersifat perbaikan incremental

B. Top-down Innovations-Buttom-up Innovation Inovasi ini menjelaskan siapa yang memimpin proses perubahan perilaku. Top berarti manajemen atau organisasi atau hirarkhi yang lebih tinggi, sedangkan bottom merujuk pada pekerja atau pegawai pemerintah dan pengambil keputusan pada tingkat unit (mid-level policy makers).

C. Needs-led innovations and efficiency-led innovation. Proses inovasi yang diinisiasi telah meneyelsaikan permasalahan dalam rangka meningkatkan efisiensi pelayanan, produk dan prosedur.

1.3 Tipe inovasi

Secara spesifik ada tiga tipe inovasi (Samson, 1989) yaitu inovasi produk, inovasi proses, dan inovasi system manajerial. Salah satu alas an mengapa inovasi sangat diperlukan adalah capatnya perubahan lingkungan bisnis yaitu semakin dinamik dan hostile. Sebuah organisasi yang inovatif memiliki cirri-ciri seperti kokolaborasi organsasional yang intensif, melakukan menajemen terhadap ketidak pastian lingkungan bisnis dan mengakui pentingnya kapabilitas teknologi. Selanjutnnya Saleh dan Wang (1953) telah mengembangkan satu dari model konferhensif yang mengidentifikasi tiga kunci sukses organisasi untuk melakukan inovasi secara efektif yaitu:

Page 21: All Jurnal MPP

21

1. Enterprenueral strategis yaitu brabi mengambil resiko, melakukan pendekatan bisnis yang proaktif dan komitmen manajemen.

2. Struktur organisasi dengan struktur yang lebih fleksible, adanya disiplin interfungsional dan orientasi pada tim kerja lintas fungsional.

3. Iklim organisasi yaitu iklim yang promotif dan terbuka, kekuatan dan kekuasaan dalam organisasi disebabkan tidak terpusat pada jrnjang atas dan memberikan system imbalan yang efektif.

1.4 Faktor Penghambat Inovasi

Inovasi tidak terjadi secara mulus atau tanpa resistensi. Banyak dari kasus inovasi diantaranya justru terkendala oleh berbagai faktor. Biasanya budaya menjadi faktor penghambat terbesar dalam mempenetrasikan sebuahinovasi.

Sumber: Albury, 2003.

Hambatan inovasi diidentifkasi ada delapan jenis. Salah satunya yang dimaksud dengan budaya risk aversion adalah budaya yang tidak menyukai resiko. Hal ini berkenaan dengan sifat inovasi yang memiliki segala resiko, termasuk resiko kegagalan.

1.5 Inovasi dalam Pelayanan Publik

Bagi aparatur pemerintahan, reformasi birokrasi sebetulnya bukan hanya perbaikan kinerja pelayanan, tetapi juga kesadaran dan kemauan dari mereka untuk menemukan dan mengembangkan berbagai langkah terobosan yang inovatif. Sistem dan karakter birokrasi yang sudah terbentuk puluhan tahun dan telah terbiasa bekerja dalam posisi yang asimetris dengan masyarakat pengguna jasa layanan, tentu tidak bisa dengan serta-merta berubah tanpa didukung perubahan iklim organisasi, kesadaran dan perbaikan kualitas SDM aparatur birokrasi kreatif yang mampu melahirkan inovasi dalam pelayanan publik. Dalam organisasi, inovasi adalah pengembangan dan implementasi ide baru yang mempunyai dampak pada teori, praktik, produk ataupun perbaikan proses kerja sehari-hari dan desain kerja. Di era pasar global, inovasi dan kreativitas adalah sebuah keniscayaan yang dibutuhkan dan menjadi penyangga utama kelangsungan hidup organisasi.

Seperti dikatakan Gary Hammel (2002), sesungguhnya selalu dibutuhkan inovasi dan kreativitas agar organisasi, termasuk birokrasi senantiasa mampu beradaptasi memperbaiki dirinya, mampu untuk terus-menerus berinkarnasi dalam bentuk kehidupannya yang selalu baru di lingkungan tempat hidupnya. Donahue (2005) mengatakan bahwa kegagalan untuk

Page 22: All Jurnal MPP

22

berinovasi atau menyimpangkan inovasi pada jasa publik mengakibatkan hilangnya potensi keuntungan bagi publik.

Berbeda dengan sektor atau organisasi swasta yang sudah terbiasa dengan inovasi, karena kelangsungan hidup mereka sangat tergantung pada inovasi yang dihasilkan. Birokrasi publik dalam beberapa kasus justru alergi terhadap perubahan dan hal-hal yang inovatif karena dianggap dapat mengganggu status quo. Dengan posisinya sebagai lembaga yang memiliki kewenangan monopolistik dalam layanan publik, birokrasi memang tidak perlu repot-repot mencari dan menggaet pelanggan, karena warga masyarakat mau tidak mau akan datang sendiri ke berbagai badan, dinas atau unit layanan pemerintah.

Tidak adanya lembaga subtitutif lain yang berhak memberikan layanan dasar yang dibutuhkan masyarakat, seperti KTP, ijin usaha dan sebagainya, menyebabkan posisi birokrasi menjadi sangat superorior, dan bahkan tak jarang arogan.

1.6 Inovasi dalam Kebijakan Publik (Sektor Publik) Keharusan sektor publik melakukan inovasi karena alasan berikut : 1. Demokratisasi

Fenomena demokratisasi telah menyebar ke seluruh dunia, melewati batas-batas kedaulatan, ideologi dan politik bangsa-bangsa.

2. Perjanjian internasional/glocalization Perjanjian internasional sebagai bagian dari konsekuensi globalisasi dan interaksi antar bangsa dalam rangka kerjasama.

3. Brain drain Fenomena human capital flight yang terjadi dari negara berkembang ke negara maju, sehingga terkadi ketidak seimbangan persebaran sumber daya manusia unggulan. Alhasil kesenjangan sosial ekonomi politik antara negara maju dengan negara berkembang makin melebar.

4. Negara pasca konflik, demokrasi dan ekonomi transisi Beberapa negara baru saja melewati masa konflik dan instabilitas poplitik akibat perang atau friksi kepentingan politik dalam negeri. Saat ini mulai mengadopsi sistem demokrasi serta mengalami transisi

5. Moral pegawai negeri Moralitas menjadi salah satu isu integritas pegawai dalam penataan birokrasi yang lebih baik.

6. Sumber baru persaingan: privatisasi dan outsourcing Privatisasi dan outsourcing adalah fenomena organisasional yang telah merambah sektor publik sejak lama. Hal ini berdampak pada perubahan struktur, budaya kerja dan lingkungan dinamis organisasi.

Dalam hal inovasi di sektor publik, pemerintah mempunyai tiga peranan kebijakan terkait dengan inovasi. Yaitu : 1. Policy innovation: new policy direction and initiatives (inovasi kebijakan) 2. Innovations in the policy-making process (inovasi dalam proses pembuatan kebijakan) 3. Policy to foster innovation and its diffusion (kebijakan untuk mengembangkan inovasi dan

penyebarannya) Berkenaan dengan itu Berry & Berry10 menjelaskan bahwa penyebaran inovasi

kebijakan terjadi dengan merujuik pada dua determinan penting, yaitu internal determinant, dan regional difusion. Yang dimaksud dengan internal determinant atau penentu internal adalah karakteristik sosial, ekonomi, dan politik sebuah negara menentukan keinovativan sebuah negara. Sedangkan regional diffusion atau difusi regional adalah kemungkinan sebuah

Page 23: All Jurnal MPP

23

Negara mengadopsi kebijakan tertentu lebih tinggi jika negara-negara tetangganya telah mengadopsi kebijakan tersebut.

Sebuah contoh ilustrasi dari internal determinants yang menyebabkan terjadinya inovasi kebijakan adalah perubahan sosial ekonomi dalam negeri, demonstrasi publik, instabilitas politik yang memaksa terjadi perubahan kebijakan mendasar yang berkenaan dengan kepentingan publik. Regional diffusion terjadi ketika negara tetangga atau negara lain menerapkan kebijakan tertentu yang ditiru oleh kita. Misalnya dalam hal kebijakan di bidang lalu lintas, di Malaysia diberlakukan kewajiban menyalakan lampu bagi pengendara sepeda motor untuk menekan angka kecelakaan. Kebijakan ini kemudian di tiru oleh Indonesia, terutama di beberapa kota besar, dengan hasil yang diharapkan dapat menekan angka kecelakaan lalu lintas.

Sumber: Yogi Suarno

Proses inovasi bagi organisasi berbeda dengan proses yang terjadi secara individu. Sebagai sebuah organisasi, sektor publik dapat mengadopsi inovasi melalui tahapan sebagai berikut : 1. Initiation atau perintisan

Tahapan perintisan terdiri atas fase agenda setting dan matching. Ini merupakan tahapan awal pengenalan situasi dan pemahaman permasalahan yang terjadi dalam organisasi. Pada tahapan agenda setting ini dilakukan proses identifikasi dan penetapan prioritas kebutuhan dan masalah. Selanjutnya dilakukan pencarian dalam lingkungan organisasi untuk menentukan tempat di mana inovasi tersebut akan diaplikasikan. Tahapan ini seringkali memakan waktu yang sangat lama. Pada tahapan ini juga biasanya dikenali adanya performance gap atau kesenjangan kinerja. Kesenjangan inilah yang memicu proses pencarian novasi dalam organisasi.

Fase selanjutnya adalah matching atau penyesuaian. Pada tahapan ini permasalahan telah teridentifikasi dan dilakukan penyesuaian atau penyetaraan dengan inovasi yang hendak diadopsi. Tahapan ini memastikan feasibilities atau kelayakan inovasi untuk diaplikasikan di organisasi tersebut.

2. Implementation atau pelaksanaan Pada tahapan ini, perintisan telah menghasilkan keputusan untuk mencari dan

menerima inovasi yang dianggap dapat menyelesaikan permasalahan organisasi. Tahapan implemenasi ini terdiri atas fase redefinisi, klarifikasi dan rutinisasi. Pada fase redefinisi, seluruh inovasi yang diadopsi mulai kehilangan karakter asingnya. Inovasi sudah melewati proses re-invention, sehingga lebih dekat dalam mengakomodasi kebutuhan organisasi.pada fase ini, baik inovasi maupun organisasi meredefinisi masing-masing dan

Page 24: All Jurnal MPP

24

mengalami proses perubahan untuk saling menyesuaikan. Pada umumnya terjadi paling tidak perubahan struktur organisasi dan kepemimpinan dalam organisasi tersebut.

Fase klarifikasi adalah terjadi ketka inovasi sudah digunakan secara meluas dalam organisasi dan mempengaruhi seluruh elemen organisasi dalam keseharian kerjanya. Fase klarifikasi ini membutuhkan waktu lama, karena mempengaruhi budaya organisasi secara keseluruhan, sehingga tidak sedikit yang kemudian justru gagal dalam pelaksanaannya. Proses adopsi yang terlalu cepat justru menjadi kontra produktif akibat resistensi yang berlebihan.

Fase rutinisasi adalah fase di mana inovasi sudah diangap sebagai bagian dari organisasi. Inovasi tidak lagi mencirikan sebuah produk baru atau cara baru, arena telah menjadi bagian rutin penyelenggaraan organisasi.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Inovasi

Dalam batas-batas literatur manajemen bisnis, inovasi memiliki satu wilayah definisi yang menggambarkan cukup spesifik sebagai kunci yang digunakan oleh entrepreneur untuk merubah profit atau hasil sumber daya dan untuk menghasilkan keunggulan atas kompetitor mereka.

Entrepreneur berinovasi. Inovasi adalah instrumen spesifik untuk entrepreneurship. Ini adalah seni yang membantu sumber daya dengan kapasitas baru untuk menciptakan kekayaan. Inovasi menciptakan resource.

(Drucker 1985, lihat juga Heap 1989) Berlawanan dengan definisi yang lebih luas yang dikembangkan oleh Roger dan Shoemaker (1971), meski ini dalam literatur manajemen yang lebih luas, dan yang menggemakan usaha seminal awal dari Barnett (1953)

Sebuah inovasi adalah sebuah ide, praktek, atau obyek yang dirasakan sebagai baru oleh individu. Ini menjadi persoalan … apakah sebuah ide baru secara obyektif atau tidak sebagaimana diukur oleh berjalannya waktu sejak penggunaan pertama atau temuannya…Jika sebuah ide nampak baru bagi individu, ini adalah sebuah inovasi

(Roger dan Shoemaker 1971) Inovasi terdiri atas pembangkitan ide baru dan implementasinya kedalam produk,

proses, atau layanan Inovasi ini tidak pernah menjadi sebuah fenomena satu waktu, tetapi sebuah proses panjang dan kumulatif dari banyak proses pembuatan keputusan organisasi, mulai dari fase pembangkitan ide baru sampai pada fase implementasinya.

Inovasi selalu melibatkan adopsi dan implementasi dari ide-ide baru, dan terkadang bergabung dengan temuan aktualnya. Pokok dari inovasi adalah proses dan hasil. Inovasi yang harus melibatkan perubahan atau secara berkelanjutan dan membedakan perkembangan organisasi dari iniovasi. Keduanya bentuk perubahan organisasi dan keduanya, sejalan dengan waktu bisa membawa pada perubahan signifikan dalam konfigurasi sebuah organisasi, Namun pengembangan organisasi terjadi dalam paradigma pasar layanan produk.

Dari beberapa fitur diatas dapat membuat definisi inovasi secara umum bahwa inovasi merupakan pengenalan hal baru dalam sebuah sistem biasanya, tetapi tidak selalu, dalam arti relatif dan dengan aplikasi (dan temuan terkadang) dari sebuah ide baru. Ini menghasilkan proses transformasi yang membawa sebuah diskontinyuitas dalam arti subyek ini sendiri (seperti produk atau jasa) dan lingkungannya (seperti organisasi, pasar, atau komunitas)

Page 25: All Jurnal MPP

25

2.1.1 Klasifikasi inovasi Inovasi diklasifikasikan sebagai hasil dari dorongan riset atau tarikan pasar dari faktor-

faktor dorongan dan tarikan tersebut sering terlibat dalam asal dari sebuah inovasi. Akibatnya, ini penting untuk tidak membedakannya namun harus mengerti hubungan diantaranya (burgelman dan Sayles 1986). Lebih lanjut, klasifikasi ini memiliki asumsi di dalamnya dimana temuan integral dari proses inovasi. Elemen-elemen khusus dari inovasi : • Ciri Inovasi

- kebaruan (obyektif atau subyektif) - hubungannya dengan invensi - menjadi proses (berinovasi) dan hasil dari proses ini (sebuah inovasi) dan - diskontinyuitas dengan paradigma produk/jasa atau pasar organisasi yang ada.

• Tipologi kedua juga fokus pada asal inovasi. Hal ini lebih memfokuskan pada perhatian isu resource yang terlibat dalam inovasi dan menghubungkannya dengan konteks organisasi, namun analisis lingkungannya kurang baik, misalkan ini memperhitungkan faktor-faktor lingkungan yang lain yang mungkin menstimulasi inovasi.

• Pendekatan ketiga pada sebuah tipologi didasarkan pada persepsi dari penerima inovasi. Inovasi tidak homogen atau kelompok entitas yang dirasakan secara obyektif tetapi memiliki sejumlah atribut berbeda ini yang ditekankan akan tergantung pada persepsi dari stakeholder yang paling signifikan. Kelompok yang berbeda menekaskan point yang berbeda dari atribut ini. Inovasi bisa berbeda tergantung pada kelompok mana yang paling berpengaruh dalam pengembangannya.

• Pendekatan keempat ini mungkin merupakan pendekatan yang paling banyak diadopsi. Ini mengklasifikasikan inoivasi berdasarkan hasil. Dalam model ini, inovasi produk dilihat sebagai inovasi radikal, yang merepresentasikan diskontinyuitas atau secara berkelanjutan.

• Akhir dari pendekatan ini menghubungkan dua proses yang secara bersamaan dengan siklus hidup dari perkembangan organisasi. Inovasi produk/jasa radikal berhubungan dengan industri baru dan perusahaan, dimana lompatan teknologi dilakukan. Sebaliknya, inovasi proses incremental berhubungan dengan industri yang mapan dimana perbaikan proses produk yang ada bisa menghasilkan efisiensi dan profit

Penjelasan ini memfokuskan perhatian pada link diantara inovasi, lingkungan organisasi, dan dampaknya pada lingkungan. Karakteristik inovasi yang penting adalah memiliki konten prosesual dan konten hasil. Tipologi ini mengaburkan point penting dengan membuat sebuah alternatif. Ini menimbulkan fakta bahwa inovasi mungkin menjadi untuk produk satu organisasi, yang mengembangkan proses kerja baru. Inovasi juga dikelompokkam menjadi inovasi arsitektural dan inovasi regular. Inovasi arsitektural merubah pasar untuk sebuah produk atau jasa dan produksinya. Inovasi regular, sebaliknya, memperbaiki proses produksi yang ada dan pasar. Inovasi perbaikan ceruk adalah salah satu yang menjaga kompetensi produksi yang ada, tetapi ini menciptakan pasar baru dan user untuk sebuah produk atau jasa, biasanya dengan pengemasan kembali atau pemasarankembali. Akhirnya, inovasi revolusioner mengaplikasikan teknologi baru pada proses produksi produk dan pasar yang ada, menciptakan efisiensi. 2.1.2 Karakteristik inovasi Pendapat Mohr (1987) tentang inovasi :

Alasan mengapa teori inovasi tidak mudah memberitahu kita apa yang kita ingin tahu ... utamanya adalah kegagalan untuk pin-point tepat apa pertanyaan kita. Ternyata bahwa seseorang tidak bisa begitu saja bertanya-tanya tentang inovasi dan mempunyai semua rasa ingin tahu seseorang terpecahkan oleh koleksi, kompak bersatu, kikir

Page 26: All Jurnal MPP

26

pernyataan teoritis. ilmuwan sosial telah mencoba mengembangkan banyak dari laporan, tetapi mereka cenderung untuk menjawab pertanyaan yang berbeda, jika ada sama sekali, dan tidak mudah terhubung dengan satu sama lain.

(Mohr 1987: 13) Desain atribut inovasi ini adalah dieksplorasi secara rinci yang paling berpengaruh

dalam studi Rogers dan Shoemaker (1971). Lain, lebih studi terbatas telah dilakukan sejak awal pekerjaan ini. Cooper dan Kleinschmidt (1993), misalnya, berpendapat untuk diferensiasi produk sebagai satu-satunya faktor utama dalam mengidentifikasi inovasi yang sukses. Suatu dimensi pendekatan tersebut tidak meyakinkan, Namun, jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Zaltman (1978) mengembangkan argumen ini dengan mengambil pendekatan kontingen dimensi tersebut dan menekankan bahwa penting dalam situasi tertentu untuk membedakan antara yang ini adalah atribut yang diperlukan dari suatu inovasi yang sukses dan yang penting sekunder. Akhirnya, Daft dan Becker (1978) menggabungkan kedua pendekatan ini dengan tipologi hasil inovasi, untuk mengembangkan matriks untuk analisis inovasi yang sukses.

Seperti banyak pendekatan untuk mengklasifikasikan inovasi dibahas dalam bagian sebelumnya, pendekatan-pendekatan untuk mendefinisikan atribut inovasi yang sukses telah dikritik selama lebih dari rasionalitas mereka. Clark (1987) berpendapat bahwa studi yang ada telah didominasi oleh ekonomi dan juga terkonsentrasi pada variabel mengisolasi bukan atas menyoroti hubungan mereka satu sama lain. Clark dan Stanton (1989) telah lebih jauh berpendapat bahwa proses transformasi pengetahuan telah diabaikan oleh berkonsentrasi pada atribut intrinsik inovasi dalam isolasi. Mereka juga berpendapat bahwa pendekatan seperti atribusi untuk inovasi mengasumsikan bahwa mereka adalah kelompok yang homogen dari entitas. Bahkan, menurut mereka, mereka bundel heterogen dari unsur-unsur, yang membutuhkan dinamis dan relasional daripada analisis statis dan diskrit.

2.1.3 Proses Inovasi

Pandangan inovasi menurut Mole dan Elliot (1987: 14): Proses inovasi biasanya melibatkan serangkaian tahapan mulai dari ide inovasi melalui desain produk, pengembangan, produksi, dan adopsi atau digunakan. Pada awal 1966, Wilson berpendapat bahwa proses itu tidak linear, tetapi siklis,

dengan poin umpan balik kunci di dalamnya. Selanjutnya Pelz (1985) dan Clark (1987) berpendapat lain terhadap model linier sebagai terlalu statis dan satu dimensi. Sebaliknya mereka berpendapat bahwa itu adalah multidimensi dan multi-directional.

Implementasi sering dianggap sebagai inti dari inovasi, melibatkan pengenalan dan adaptasi dari sebuah ide baru dalam lingkungan baru. Empat saling terkait faktor yang diidentifikasi dalam literatur sebagai hal penting bagi pemahaman tentang tahap ini. Yang pertama adalah organisasi itu sendiri. Penelitian telah menunjukkan bahwa karakteristik organisasi yang berbeda sesuai dengan tahapan yang berbeda dari proses inovasi: sementara organisasi desentralisasi terbuka diperlukan untuk generasi ide-ide, suatu hirarkis dan terpusat satu lebih efektif untuk implementasi mereka (Normann 1971; Aiken dan Hage 1971; Rowe dan Boise 1974).

Faktor kedua adalah pentingnya keberadaan lingkungan organisasi berkomitmen untuk mengubah inovatif. Faktor kunci di sini adalah pengembangan budaya organisasi yang mendorong dan menstimulasi inovasi (Starkey dan McKinley 1988).

Ini link ke diidentifikasi karakteristik ketiga, yang merupakan peran individu dalam proses implementasi. Pengaruh individu adalah signifikan pada tingkat beberapa organisasi

Page 27: All Jurnal MPP

27

yang berbeda. Faktor terakhir dalam tahap implementasi adalah proses mikro di dalam organisasi. Di sini perdebatan berpusat pada apakah ini adalah sebagian besar sebuah rasional atau proses (yaitu interpersonal) politik. Carson (1989) dan Adair (1990) membuat suatu kasus untuk pendekatan yang sepenuhnya rasional, di mana penerapan inovasi ketat direncanakan. Namun, hal ini sangat ditantang oleh sejumlah studi empiris dan teoritis 9notably Kimberly 1987, Golden 1990, dan Frost dan Egri 1991). Kasus ini paling kuat dibuat, meskipun, dalam karya seminal di Petigrew (1973: 20-1): Terdapat tiga faktor berbeda untuk menjelaskan kapasitas inovatif suatu organisasi. Ketiga faktor ini antara lain struktur formal, lingkungan internal, dan lingkungan eksternal serta hubungannya dengan inovasi. a. Struktur

Organisasi Aspek penting pertama dari sebuah organisasi adalah struktur yang menjelaskan

operasional organisasi tersebut. Riset awal mengenai hubungan antara inovasi dengan struktur organisasi dikemukakan oleh Burns dan Stalker serta Thompson dan dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama menyarankan struktur organisasi dengan garis komando vertical (terpusat) dan mekanistis dengan spesifikasi dan spesialisasi staff yang tinggi. Golongan kedua menyarankan struktur organisasi yang lebih horizontal dengan hubungan lateral, kompleksitas dan pembagian tugas yang tinggi. Organisasi yang mekanistik dirasa model yang paling cocok untuk kondisi stabil, dan organisasi yang organistik lebih mudah menyesuaikan pada kondisi yang tidak stabil.

Hage dan Aiken (1967) menyatakan bahwa pembuatan keputusan secara terpusat justru menghambat kemampuan suatu organisasi untuk berinovasi, dimana kompleksitas organisasi mendorong keterbukaan dan pertukaran ide-ide.

b. Pengaruh Lingkungan Internal

c. Pengaruh Lingkungan Eksternal

Terdapat beberapa poin penting, pertama inovasi adalah perkenalan dan pengadopsian terhadap ide-ide baru yang memberikan perubahan pada hubungan antara organisasi serta lingkungan internal dan eksternalnya. Kedua, beberapa tipologi inovasi harus memperhitungkan (mempertimbangkan) dampak dari lingkungan internal dan eksternalnya. Ketiga, proses inovasi melibatkan penemuan pilihan dan dua penemuan wajib (implementasi, evaluasi/difusi). Keempat, menekan isu diskontinyuitas dalam diskusi inovasi dan dalam hal membedakan inovasi dari yang lainnya, terutama pada perubahan bentuk organisasi. Akhirnya, management dari perubahan yang melekat pada inovasi melibatkan komponen rasional dan politik.

2.1.4 Inovasi dalam manajemen publik Terdapat lima sub-bagian dari inovasi dalam pelayanan publik, yaitu:

1. Penelitian yang luas tentang inovasi dalam pelayanan publik 2. Inovasi dan kebijakan publik 3. Inovasi dan manajemen/organisasi PSOs 4. Inovasi dalam pelayanan perlindungan masyarakat 5. Diskusi tentang pemahaman kita terhadap sifat dasar inovasi dalam pelayanan publik,

dan implikasinya terhadap praktik manajemen dalam PSOs

2.1.5 Penelitian tentang inovasi dalam pelayanan publik

Page 28: All Jurnal MPP

28

Tekanan dalam management PSOs telah berubah selama tiga puluh tahun terakhir. Pada tahun 1960, setelah masa perang berakhir, berkembanglah konteks walfare state. Pada tahun 1970-an dan awal 1980-an, bagaimanapun juga menunjukan masa-masa pengurangan tendensi terhadap pelayanan, sebagai sumber dari kontrak negara, dibandingkan dengan tanpa pengecualian terhadap penbingkatan populasi dan perubahan demografis, sebaik pengembangann dalam persepsi kebutuhan.

Terdapat banyak studi tentang inovasi yang dilakukan oleh PSOs. Konsentrasi utama review ini adalah terhadap bidang dari PSS (meskipun tidak dibahas secara eksklusif) dimana sebagian besar studi berada. Inovasi ini akan fokus terhadap penelitian dalam tiga area, yaitu : kebijakan publik yang berlaku/ paradigma PSS, manajemen dan organisasi PSS, pelayanan terhadap perlindungan anak, dan pelayanan masyarakat. 2.1.6 Inovasi dan kebijakan publik

Jika inovasi masih menjadi tujuan dari sebuah kebijakan saat ini, bahkan masih tak terbatas, terdapat banyak studi tentang dasar pemikiran atau dampak dari inovasi. Itu semua ditujukan kepada isu-isu yang lebih banyak terdapat di Amerika dibandingkan di Inggris (British). Contohnya, Feller (1981) telah menyarankan bahwa konsentrasi terhadap inovasi ini merupakan sebuah contoh dari produksi yang menarik perhatian (conspicuous production). Hal ini merupakan salah satu cara bagi para manajer membuktikan keefektifan mereka dalam mengukur kesuksesan sebuah tujuan.

2.1.7 Inovasi dalam manajemen dan organisasi PSOs

Terdapat sedikit keraguan bahwa pekerjaan dari Personal Social Servicves Research Unit (PSSRU) di Universitas Kent, Inggris, telah banyak mempengaruhi perhatian terhadap kebutuhan untuk melakukan pendekatan terhadap inovasi oleh PSOs. Hal ini lebih teliti dibandingkan dengan pekerjaan lainnya, penurunan dari kerangka kerja teoritis yang mudah diikuti yang disediakan oleh production of walfare model dari PSS dan dipelopori kembali oleh PSSRU. Bagaimanapun juga, masih terdapat kekakuan pada level ini, jika analisis terhadap sifat dasar dan proses dari inovasi itu sendiri masih kurang. Terdapat beberap studi manajemen inovasi dalam PSS, yaitu:

• Goldberg dan Warburton (1979) telah meninjau ulang manajemen beban kerja dalam SSDs dan mengembangkan model alternatif case review

• Healy (1989) menghasilkan tinjauan ulang yang luas tentang praktek manajemen inovasi dalam SSDs

• Hardy (1989) telah meninjau ulang peengaturan manajemen yang inovatif untuk kerjasama dalam PSS

• Dibben & Bartlett (2001) dan Bartlett & Dibben (2002) telah menjelajahi peran kepemimpinan dan pemberdayaan pengguna (masyarakat/konsumen) dalam inovasi pelayanan pada pelayanan local government di Inggris

2.1.8 Inovasi dalam pelayanan perlindungan masyarakat Pada tahun 1980-an menunjukan serangkaian inovasi dalam pemberian pelayanan

perlindungan masyarakat di Inggris. Adapun beberapa karakteristik kesuksesan inovasi, yaitu: • Penggunaan pendekatan sistem (The use of system approach) • Penggunaan teknologi baru (The use of new technology) • Proses perbaikan (process improvement) • Keterlibatan sektor swasta (the involvement of private/voluntary bodies in public

service) • Pemberdayaan masyarakat dan staf PSO (the empowerment of citizens and PSO staff)

Petunjuk untuk manajemen inovasi dalam PSOs, yaitu:

Page 29: All Jurnal MPP

29

• Dukungan budaya inovasi (support a culture of innovation from the top of it) • Peningkatan penghargaan untuk inovasi (increase rewards for innovation) • Menetapkan dana inovasi untuk mendukung proyek-proyek yang inovatif (establish an

innnovation fund to support innovative projects) • Mendorong keanekaragaman didalam organisasi, untuk melahirkan perspektif yang

diferensial terhadap isu-isu yang ada/berkembang (encourage diversity inside the organization, in order to engender differential perspectives on issues)

• Penggunaan informasi secara efektif (use information effectively) • Menarik / mengembangkan ide-ide dari para staf pada semua level organisasi (draw

on ideas from staff at all organizational levels) Nilai percobaan dan belajar dari percobaan tersebut (value experimentation-and learn from it) 2.1.9 Pemahaman Inovasi didalam pelayanan publik Ada empat pendekatan yang digunakan untuk pemahaman inovasi didalam identifikasi kesejahteraan masyarakat. Menurut Hasenfeld (1989) mempunyai point penting mengenai perputaran hidup dari organisasi pelayanan masyarakat seperti sebuah kunci parameter untuk pengembangan dari inovasi pelayanan. Pendekatan yang kedua umtuk pemahaman inovasi diambil dari pelajaran bahwa suatu ketika konsentrasi merupakan peran dari pada strategi manajemen dan perencanaan. Pendekatan yang ketiga telah diambil dari satu nomor dari pelajaran dan berhubungan dengan spesifikasi inovasi untuk kebutuhan konter birokrasi secara alami dari pelayanan publik. Pendekatan yang keempat, dari Ferlic ( 1989 ), di produksi seperti sebuah kerangka kerja, menempel pada produksi dari kesejahteraan masyarakat. Menurut Baldock dan Evers ( 1991 ), Ada point pelajaran untuk dua kemungkinan menekankan adanya inovasi. Pertama, “ bottom – up innovation “, yang kedua “ top – doen innovation “. Jika sebuah kesesuaian pemahaman dari inovasi didalam PSS untuk menjadi berkembang ini pendapat bahwa perlu adanya pengambilan lebih besar kenalan dari literature pelajaran mengenai menejerial dan organisasi. 2.2 Perpaduan dari Literature – Literatur : Perkembangan Sebuah Kerangka Kerja

Teori untuk Pemahaman Inovasi didalam Pelayanan Publik. Dibagian ini untuk memilih yang mana menjadi mungkin untuk di kombinasikan dari literature pelajaran organisasi / inovasi dengan bersama dari dedikasi literature dalam inovasi pelayanan publik, dalam pesanan untuk pengembangan pemahaman kita dalam inovasi pelayanan publik. Secara luas permasalahan dari bacaan pelajaran mengenai manejerial dan organisasi tentang inovasi adalah bagian yang relevan untuk pemahaman inovasi. Pertama, dengan menghormati inovasi dari alam, ini penting untuk menjadi jelas tentang sigmifikansi dari ketidak berlangsungngan seperti sebuah inti dari inovasi. Kedua, dengan menghormati inovasi dari alam, ini penting untuk pengertian yang mendalam dari pendekatan yang mendapat perhatian. Terakhir, literature pelajaran manejerial dan organisasi mempunyai penyedia sebuah konsep kerangka kerja krusial untuk dipertimbangkan dalam faktor penyebab yang meliputi didalamnya dari kapasitas inovasi. 2.3 Perkembangan sebuah klasifikasi dari perubahan dan inovasi didalam pelayanan publik. Dalam istilah pelayanan publik, oleh karena itu, metode dari produksi adalah tidak biasa sebuah proses teknologi dari transformasi oleh aplikasi dari pengetahuan ilmu baru.

Page 30: All Jurnal MPP

30

Tipologi menunjukkan adanya pembangunan oleh Osborne (1989a, 1989 b) pada jaman dahulu berdasarkan asumsi dan oleh modifikasi dari model asli.

Osborne (1998) memberikan empat contoh dari penelitiannya, semua diambil dari PSS, untuk membuat sebuah tipologi lebih berakar di dunia nyata. Osborne melihat dari inovasi yang diberikan oleh rumah sakit kepada pasien. Pada masa tradisonal, rumah sakit ini memberikan pelayanan praktis kepada pasien dengan cara pembayaran kas kecil atau angkutan dari atau menuju rumah sakit. Namun karena hal ini, pemasukan rumah sakit menjadi turun. Maka dari itu dibuatlah layanan baru dengan cara mengugah asosiasi menjadi kelompok klien. Hal inilah yang dikatakan sebuah inovasi radikal yang mengarah pada layanan baru serta kelompok yang baru pula.

Sebuah contoh inovasi ekspansif bergerak dalam layanan percobaan di Inggris yang dikembangkan pada pekerja yang bermasalah (di bawah 16 tahun) untuk bekerja dengan pekerja muda (umur 16-21). Hal Ini menggunakan metode pelayanan yang sudah dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan kelompok baru maupun dari klien. Sebuah contoh inovasi evolusioner merupakan suatu bentuk layanan baru yang dikembangkan dari masa lalu untuk menyediakan perawatan di masyarakat serta bagi orang dewasa yang memiliki kebutuhan khusus. Wujudnya adalah dengan menejemen perawatan. Akhirnya, perkembangan perubahan merupakan sebuah penyempurnaan peran yang ditargetkan untuk memenuhi target dari tugas dalam rangka pencapaian tujuan secara efisien.

Pendekatan ini merupakan salah satu potensi yang berguna untuk studi inovasi dalam pelayanan publik, karena dua alasan. Pertama, dan yang paling penting, memungkinkan inovasi untuk secara jelas digambarkan dari pengembangan organisasi tambahan.

Menggunakan definisi inovasi yang diturunkan di atas, jelas bahwa jumlah, tipe ekspansif dan evolusi semua diskontinuitaskan untuk melibatkan organisasi, dalam hal layanan dan / atau kelompok kliennya. Ini adalah bentuk inovasi sehingga semua perubahan perkembangan, bagaimanapun, tidak melibatkan diskontinuitas tersebut. Hal inilah yang membedakan inovasi dengan praktek pengembangan organisasi.

Kedua, tipologi yang memungkinkan eksplorasi hubungan antara staf lembaga (produsen) dan pengguna akhir dari layanan (pasar) dalam proses inovasi. Hal ini penting karena peran kelompok-kelompok dalam mendefinisikan inovasi dan karena kontribusi dari kedua kelompok untuk proses produksi jasa, seperti dibahas di atas, akhir-pengguna jasa tidak hanya penerima pasif tetapi aktif dalam proses produksi. Sekali lagi, tipologi ini membantu memperjelas hubungan timbal-balik dan perubahan yang dialami oleh masing-masing mitra.

Sementara Deutsch menekankan bahwa tipologi tidak bisa memenuhi semua kriteria ini. Relevansinya adanya sebuah perbedaan penting antara inovasi dan pengembangan organisasi, serta memungkinkan untuk berbagai jenis inovasi dalam pelayanan publik yang lebih baik untuk manajemen mereka.

Ekonomisme kurang dari masalah di sini, mengingat tidak adanya alternatif tipologi yang nyata. Dalam penelitian yang dilaporkan oleh Osborne (1998), tipologi itu menunjukkan dirinya mampu merangkul berbagai hubungan antara modus produksi layanan dan klien organisasi (kekayaan kombinatorial), dan memiliki kemampuan untuk menggabungkan berbagai organisasi dan daerah ( pengorganisasian kekuasaan). Pekerjaan lebih lanjut yang diperlukan sekarang untuk menguji seluruh industri organisasi yang berbeda dan sesuai dengan bidangnya dan hal ini telah dilakukan oleh Walker (2001). Selanjutnya adalah mengenai orisinalitas model yang kuat. Hal ini adalah tipologi pertama dari inovasi dalam pelayanan publik yang membahas masalah organisasi dan manajerial.

Page 31: All Jurnal MPP

31

BAB III KESIMPULAN

Bab ini telah membahas tentang inovasi dari perspektif manajerial dan organisasi penelitian dari manajemen publik. Ada tiga hal yang patut diperhatikan dari bab ini, yaitu pertama, kasus untuk kapasitas inovatif dari organisasi publik. Ada banyak pernyataan normatif yang merendahkan argumen tentang hal itu karena praktek empirisnya sangat sedikit. Kedua, banyak pembahasan tentang inovasi dan kurangnya perhatian terhadap isu-isu manajemen. Ketiga, perhatian pada manajerial dan organisasi. Banyak studi literatur yang menawarkan beberapa petunjuk untuk diskusi di atas dengan menyediakan kerangka kerja konseptual untuk mengklasifikasi inovasi dan serangkaian proposisi tentang kausalitas. Flynn dan Osborne (1997) telah menekankan lima kebutuhan utama bagi manajer sebagai penyandang dana PSO seperti: � Kebutuhan dana manajer organisasi untuk menyadari bahwa mereka memiliki peran dalam

membentuk sifat inovasi pelayanan publik, dengan cara yang menetapkan prioritas dalam melakukan proses.

� Kebutuhan untuk para manajer dalam menghargai apa jenis inovasi yang cocok digunakan untuk implikasi serta strategi pendanaan.

� Kebutuhan untuk memahami bahwa pendanaan yang dapat mendukung inovasi oleh PSOs dengan cara melihat biaya kesempatan, serta peluang yang hilang dalam organisasi jika terlalu fokus pada inovasi, mereka tidak bisa fokus pada waktu, energi atau sumber daya, serta tidak adanya spesialisasi.

� Kebutuhan untuk menghindari inovasi dalam permainan sebuah pendanaan dalam rangka mengamankan pendanaan.

� Kebutuhan para manajer untuk memahami bahwa inovasi memiliki risiko serta potensi kegagalan.

Selain itu, Osborne (1998) menemukan lima kebutuhan bagi para pengelola VNPOs (dan dalam konteks ini dengan implikasi para manajer PSOs) untuk menyediakan dan mengelola pelayanan publik yang inovatif : � Kebutuhan untuk memahami inovasi yang tidak hanya sebuah fenomena tersendiri tetapi

ada berbagai jenis inovasi, dengan mengembangkan tipologi sebelumnya dalam bab ini, dan bahwa masing-masing jenis inovasi membutuhkan pendekatan yang berbeda untuk pengembangan, pengelolaan dan pemeliharaan.

� Kebutuhan untuk memahami bahwa karakteristik struktural dari PSO tidak dengan sendirinya menjamin kapasitas inovatif untuk PSOs.

� Kebutuhan untuk memahami pentingnya orientasi positif terhadap lingkungan eksternal, dalam hal kemampuannya untuk merangsang dan mendukung kegiatan inovatif dalam sebuah PSO.

� Kebutuhan untuk memahami bahwa badan individu dalam sebuah PSO tidak cukup dengan sendirinya untuk menjamin kelangsungan pengembangan dan perhatian inovasi dalam konteks organisasi dan dukungan dari individu-individu.

Mengelola Proses Inovasi dalam Pelayanan Publik

Bab ini mengulas secara jelas mengenai proses inovasi dalam pelayanan publik. Poses inovasi dalam pelananan publik sangat penting dilakukan untuk mendapatkan pelayanan publik yang efektif, efisien, dan ekonomis untuk menuju pelayanan publik yang baik bagi masyarakat. Dalam inovasi pelayanan publik, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh

Page 32: All Jurnal MPP

32

para stakeholder untuk mendapatkan pelayanan publik yang baik. Beberapa syarat penting tersebut adalah: • Manajemen risiko merupakan unsur penting dari proses inovasi. • Inovasi juga merupakan proses politik, serta desain dan manajerial. • Sebuah tantangan khusus untuk PSOs dalam proses inovasi adalah potensi untuk belajar

dari kegagalan dan kesalahan, ketika politik dan biaya media ini bisa sangat tinggi. • Pendekatan untuk mengelola proses inovasi - pengelolaan rasional, negosiasi politik, blok

bangunan dan pendekatan pembelajaran organisasi. • Resistensi adalah bagian alami dari proses perubahan; tantangan bagi para manajer adalah

untuk membedakan proses resistensi 'seperti' dari perlawanan yang berasal dari kesalahan dalam inovasi dimaksudkan.

• Mencolok produksi - ini adalah di mana para manajer PSO mengejar inovasi sebagai wakil untuk produktivitas mereka sendiri dan / atau kesuksesan, karena sulitnya untuk menunjukkan keberhasilan dan kompleks terhadap beberapa tujuan dari PSOs.

• Top-down inovasi - ini adalah inovasi dihasut oleh manajer senior dari PSO, sering karena alasan efisiensi biaya.

• Bottom-up inovasi - ini adalah inovasi dihasut oleh-line manajer depan PSO, sering dalam menanggapi perubahan dalam permintaan atau untuk mengembangkan pelayanan yang lebih efektif.

1. Negotiaton yang politis

Pendekatan Negosiasi yang politis berakar di dalam perspektif sistem yang alami pada organisasi ( scott 1992). Organisasi ini sebagai koleksi individu dan kelompok. Negosiasi yang politis mendekati ke inovasi. Dengan begitu kunci memproses ini adalah:

a) Identifikasi kunci stakeholders yang berdampak pada suatu inovasi. b) Negosiasi antara individu atau menggerakkan blok di dalam suatu organisasi c) Pengaruh pembuat keputusan kunci dan d) Gunakan upacara agama untuk menguatkan arti penting itu dan atau adopsi dan

inovasi, dan penggunaan ahli untuk inovasi. Taktik umum menggunakan negosiasi yang politis mendekati ke inovasi adalah : a) Arus Informasi Pengendalian di dalam organisasi untuk memastikan bahwa pesan

yang benar sudah di dapat. b) Memilih ukuran-ukuran capaian itu yang mana inovasi akan dihakimi dan dipandang

sebagai suatu yang sukses. c) Penggunaan tenaga ahli di luar untuk menyediakan kredibilitas dan/atau untuk

membelokkan oposisi d) Memilih lawan kunci inovasi ke managemen regu nya. e) Membangun persekutuan dan koalisi memberi penghargaan untuk menguatkan

pentingnya inovasi untuk hidup yang organisatoris dan, f) Kelompok Penggunaan memaksa untuk membujuk individu untuk memborong suatu

inovasi.

2. Blok bangunan mendekati

Page 33: All Jurnal MPP

33

Borins berpendapat bahwa pendekatannya disasarkan atas tujuh prinsip tentang inovasi di dalam PSOS. Inovasi itu di dalam PSOS memerlukan suatu inovasi yang yang ramah culture, supported dari puncak organisasi. Inovasi itu adalah sumber daya yang memerlukan dana inovasi khusus dan sebaliknya, bahwa ketiadaan sumber daya adalah batasan yang paling serius pada inovasi.

Dari prinsip ini, borins mengembangkan lima membangun blok untuk inovasi di dalam jabatan dalam pemerintahan. Sedangkan pekerjaannya didasarkan secara khusus ketika organisasi bidang pemerintah sendiri mereka meskipun demikian aplikasi kepada semua PSOS. 3. Pendekatan pengetahuan organisasi

Pendekatan ini membantah bahwa kehidupan organisasi sekarang menjadi gabungan untuk mengelola tradisional, dalam rasional atau paradigma sistem alami: mengubah terlalu cepat ke rencana untuk dan perencanaan berdasarkan model selalu mengikat gagal. Lebih lanjut, manajemen penemuan memerlukan organisasi modern dan lingkungannya, Tom Peters menyebutnya ‘yang sedang berkembang berkacau-balau' (Peters 1988).

Pendekatan ini mengakui perubahan dan memperbesar ketidaktentuan dan percepat dari merubah kekacauan yang endemis ke PSO dan lingkungan mereka dan tidak berusaha menipu ke model rasional keruwetan ini. Juga termasuk taktik dinamis untuk harapan merubah bawah - atas. Akan tetapi, ini mengatakan tidak ada muncul tentang manajemen penemuan, dikenakan dari lingkungan politik. Lebih jauh ini, menyediakan keamanan kecil atau dukungan untuk jabatan dalam staff pemerintahan yang memukul dan sangat lelah dengan perubahan terus menerus mengelilingi mereka. 4. Pendekatan Serombongan

Meninjau kembali bidang pendekatan dan taktik arah manajemen penemuan di pelayanan-pelayanan umum. Tak seorangpun pendekatan diberi hak istimewa di atas yang lainnya. Diperlukan pendekatan serombongan mematenkan teori sistem-sistem (Scott 1992). Tidak semua alternatif bersifat efektif di tiap situasi. Tugas manajemen, pilihan tepat, dan keahlian untuk penemuan khusus. Pandangan Penyusun Mengenai “Proses Inovasi Dalam Pelayanan Publik”

Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi privat,

adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS, perusahaan pengangkutan milik swasta.

2. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi publik. Yang dapat dibedakan lagi menjadi :

a) Yang bersifat primer adalah semua penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah yang di dalamnya pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara dan pengguna/klien mau tidak mau harus

Page 34: All Jurnal MPP

34

memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan penjara dan pelayanan perizinan.

b) Yang bersifat sekunder, adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.

Ada lima karakteristik yang dapat dipakai untuk membedakan ketiga jenis penyelenggaraan pelayanan publik tersebut, yaitu:

1) Adaptabilitas layanan. Ini berarti derajat perubahan layanan sesuai dengan tuntutan perubahan yang diminta oleh pengguna.

2) Posisi tawar pengguna/klien. Semakin tinggi posisi tawar pengguna/klien, maka akan semakin tinggi pula peluang pengguna untuk meminta pelayanan yang lebih baik.

3) Type pasar. Karakteristik ini menggambarkan jumlah penyelenggara pelayanan yang ada, dan hubungannya dengan pengguna/klien.

4) Locus kontrol. Karakteristik ini menjelaskan siapa yang memegang kontrol atas transaksi, apakah pengguna ataukah penyelenggara pelayanan.

5) Sifat pelayanan. Hal ini menunjukkan kepentingan pengguna atau penyelenggara pelayanan yang lebih dominan.

Pelayanan publik yang baik adalah pelayanan publik yang mengacu pada : a. Keistimewaan yang terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan

langsung maupun keistimewaan atraktif yang dapat memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian dapat memberikan kepuasan dalam penggunaan produk itu.

b. Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan. Acuan dari kualitas seperti dijelaskan diatas menunjukan bahwa kualitas selalu berfokus pada kepentingan/kepuasan pelanggan.

Kriteria yang menunjukkan apakah suatu pelayanan publik yang diberikan dapat dikatakan baik atau buruk. Tolok ukur kualitas pelayanan publik dapat dilihat dari sepuluh dimensi, antara lain meliputi : 1. Tangiable 2. Reliabe 3. Responsiveness 4. Competence 5. Courtesey, Sikap atau perilaku ramah tamah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan

konsumen, serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi; 6. Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat; 7. Security, Jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin bebas dari berbagai bahaya 8. Access, terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan; 9. Communication, kemauan pemberi layanan untuk mendengarkan suara, keinginan atau

aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu menyampaikan informasi baru kepada masyarakat;

10. Understanding The Customer Lembaga Administrasi Negara (1998) membuat beberapa kriteria pelayanan publik

yang baik, antara lain meliputi, • kesederhanaan, • kejelasan dan kepastian • kemauan • keterbukaan • efisiensi

Page 35: All Jurnal MPP

35

• ekonomis dan keadilan yang merata • ketepatan waktu • serta kriteria kuantitatif

Lantas bagaimana mengenai pelayanan publik di indonesia? Ternyata pelayanan publik di indonesia belum menyentuh aspek-aspek yang menjadi basik pelayanan publik yang baik. Maka dari itu, inovasi dalam pelayanan publik sangat diperlukan untuk mewujudkan pelayanan publik yag baik dan berkualitas. Inovasi dan Risiko

Semua inovasi melibatkan risiko - layanan baru mungkin gagal, mungkin terlalu mahal atau penggunanya mungkin hanya tidak menyukainya. Sebuah pertanyaan kunci untuk PSO dan manajer perusahaan, oleh karena itu, adalah bagaimana mengelola risiko. Di sektor swasta, penting untuk keberhasilan pengelolaan unsur risiko yang menyediakan perusahaan dengan keunggulan kompetitif (Porter, 1985). Untuk layanan publik, organisasi, meskipun, tidak hanya keuntungan sendiri, atau kinerja, yang dipertaruhkan. PSOs sering baik memberikan layanan kepada kelompok yang paling rentan dalam masyarakat (orang sakit, dan orang-orang yang lemah dengan kebutuhan khusus) - atau memberikan layanan di mana kinerja mereka memiliki dampak pada kesehatan dan keselamatan semua warga negara (jalan, misalnya).

Tantangan manajerial utama untuk inovasi dalam pelayanan publik karena itu pengelolaan risiko. Selain resiko kegagalan jelas suatu inovasi, risiko lain yang perlu dipertimbangkan adalah:

• Risiko bahwa inovasi dapat membuat keterampilan staf atau manajer organisasi pelayanan usang

• Risiko bahwa inovasi akan biaya lebih dari yang dimaksudkan • Risiko bahwa inovasi akan memiliki konsekuensi yang tidak disengaja • Risiko bahwa inovasi dipandang sebagai sebuah ideologi / normatif baik dan dapat

dikejar oleh faktor eksternal (politik) stakeholder, terlepas dari dampak yang nyata terhadap efisiensi dan / atau efektivitas layanan publik.

• Resiko bahwa inovasi yang mungkin bisa berhasil tapi tidak cukup menarik mengambil-up untuk memastikan kelayakan keuangannya; dan

• Risiko bahwa inovasi itu mungkin sukses tetapi PSO tidak bisa mengatasi dengan meningkatnya permintaan berikutnya untuk layanan ini. Tidak ada alasan ini untuk tidak terlibat dalam proses inovasi. Namun, mereka adalah

risiko yang perlu dievaluasi dan dikelola. Mereka juga memiliki implikasi untuk hubungan antara risiko dan pendanaan suatu inovasi dalam pelayanan publik. Ada tiga pilihan untuk PSO yang bergerak dengan sukarela, dalam inovasi:

• Bahwa dana sepenuhnya inovasi itu sendiri, memikul semua risiko, tetapi dengan potensi menuai manfaat (dalam hal pendanaan masa depan dan reputasi)

• Bahwa inovasi didanai sepenuhnya oleh penyandang dana eksternal, yang kemudian akan menanggung risiko ini, tetapi yang juga akan menentukan arah inovasi - dan mengambil kredit apapun untuk itu; atau

• Bahwa inovasi didanai bersama oleh PSO dan penyandang dana eksternal - pendekatan ini memungkinkan pembagian risiko (dan manfaat) inovasi, tetapi tidak memerlukan tingkat kepercayaan antara pihak yang terlibat.

Resistensi terhadap inovasi

Page 36: All Jurnal MPP

36

Masalah resistensi individu terhadap perubahan telah dibangkitkan, dan banyak masalah yang sama berlaku di sini. Staf mungkin merasa (sering benar) bahwa legitimasi yang ada, keterampilan atau bahkan pekerjaan mereka mungkin menghadapi risiko dari sebuah inovasi dan akan menentang pengenalan perusahaan. Namun, itu suatu kesalahan untuk melihat resistensi hanya sebagai penyumbatan, untuk menjadi "berhasil" keluar jalan. Meskipun merupakan bagian yang alami dari proses perubahan, resistensi juga dapat benar. Hal itu dapat mengidentifikasi masalah mendasar dalam inovasi yang sebelumnya diabaikan. Organisasi Belajar

Bab sebelumnya membahas karya Argyris dan Schon (1996) yang mengembangkan konsep belajar satu putaran. Single-loop learning terjadi ketika layanan yang telah ada dari suatu organisasi ditingkatkan melalui perubahan incremental. Double-loop learning, sebaliknya, melibatkan mempertanyakan nilai-nilai organisasi, perilaku dan pelayanan paling dasar mereka. Ini adalah jenis pembelajaran yang terlibat dalam inovasi.

Double-loop belajar adalah sebuah proses berulang-ulang yang melibatkan empat tahap dasar: memperoleh informasi, menghasilkan pengetahuan, melalui analisis informasi ini; menerapkan pengetahuan baru untuk organisasi, dan pengkodean ilmu ini menjadi perilaku rutin organisasi. Pendekatan untuk belajar membuat beberapa penulis berdebat untuk pendekatan pasca-modernis dalam mengelola inovasi, berdasarkan konsep "pembelajaran organisasi" (Agyris dan Schon, 1996). Hambatan untuk inovasi

Tugas lain untuk manajer adalah untuk mengidentifikasi potensi hambatan terhadap proses inovasi dan untuk merencanakan bagaimana menanggapi ini. Ini tidak mudah. Banyak kendala tidak menjadi jelas sampai mereka ditemui dan dapat tidak terduga. Hal ini penting, karena itu, bahwa jadwal untuk inovasi pun telah cukup "slack" dibangun untuk untuk mengaktifkan hambatan tersebut ditangani.

Borins (2001) telah mengidentifikasi jenis pohon hambatan untuk inovasi. Ini ditampilkan dalam dibawah ini, bersama dengan contoh-contoh yang khas dari masing-masing. Dia berpendapat bahwa pendekatan yang paling efektif untuk mengatasi hambatan persuasi (seperti menunjukkan manfaat sebuah inovasi, membangun proyek percontohan dan pemasaran sosial) dan akomodasi (seperti konsultasi dengan pihak yang terkena dampak, mengooptasi mereka ke struktur pemerintahan untuk inovasi dan memberikan pelatihan yang sesuai untuk staf).

Kendala Contoh Hambatan birokrasi sikap Birokrasi "Turf Wars"

Internal organisasi kendala Koordinasi masalah

Masalah logistik Staf membakar-out Kegagalan Teknologi Uni oposisi Manajemen Tengah oposisi Umum oposisi untuk "inovasi baru"

Page 37: All Jurnal MPP

37

Hambatan politik Keraguan dari pemangku kepentingan eksternal Kegagalan untuk mencapai kelompok sasaran Berpengaruh negatif kelompok-kelompok kepentingan terpengaruh Oposisi Publik Sektor swasta persaingan

(Seperti staf mengubah PSO mempekerjakan dan menggunakan wewenang dan / atau keunggulan untuk menahan oposisi) Pertimbangan manager dalam mengelola individu melalui inovasi adalah:

• Memastikan awal pada staf dalam proses inovasi. • Jika memungkinkan, menyediakan staf dengan bantuan untuk menghadapi perubahan. • Bekerja melalui komunikasi secara langsung. • Komunikasi melibatkan mendengarkan serta berbicara. • Ambil sikap proaktif dalam bekerja untuk memperoleh komitmen berinovasi dan

untuk memungkinkan staf melihat peluang, serta ancaman perusahaan. Ketahanan Jabatan dalam Pemerintahan o Memilih tujuan kelihatan untuk penemuan kamu tahu akan bertemu sejak dini dan yang

akan memperkuat ke staf efektivitasnya. o Membuat subsistem organisasi ke dukungan penemuan setelah pemasukan awalnya dan

yang manakah tidak bersandar pada satu atau dua individu sendirian untuk makanan mereka.

o Memastikan spektrum lapang staf organisasi dan pemegang taruhan menerima dari kredit penemuan.

o Mengambil tanggungjawab pribadi untuk keliru daripada menyalahkan mereka dan meragukan penemuan.

o Menyediakan 'istirahat sejenak teratur' untuk staf menyetarakan dengan langkah merubah dan asimilasikan implikasi penemuan untuk mereka sendiri.

o Memastikan bahwa innovation-friendly budaya melahirkan dan yang ada di seberang periode awal penemuan, dan yang dapat bolehkan pelajaran untuk menjadi belajar dan lebih jauh penemuan untuk menjadi melahirkan.

o Menyediakan mekanisme evaluasi sejak dari permulaan yang tentang belajar pelajaran positif dan mendukung penemuan, daripada secara negatif ketimuran dan terkait dengan menyalahkan individu untuk keliru.

CHAPTER 11

INTI PELAJARAN DAN ISU DI MASA DEPAN PENDAHULUAN

Muncul banyak perspektif berkaitan dengan bagaimana dan mengapa terjadi perubahan serta inovasi dalam organisasi. Mengelola perubahan dan inovasi organisasi berkaitan dengan pemilihan teori dan sudut pandang tentang perubahan dan inovasi, bagaimana mengembangkan lensa analitik yang sesuai dalam memahami isu-isu serta untuk

Page 38: All Jurnal MPP

38

membangun agenda perubahan yang memberikan beragam factor yang menuju pada terjadinya perubahan.

Coram dan Burnes (2001) berpendapat bahwa perubahan dalam organisasi adalah 'inti dari kehidupan organisasi'. Dengan cara ini, perubahan dikonseptualisasikan sebagai bagian integral dan berkelanjutan dari suatu organisasi dan terkait erat dengan pekerjaan sehari-hari yang dilakukan oleh anggota organisasi.

Untuk organisasi pelayanan publik, perubahan telah melibatkan pelimpahan wewenang dalam mengambil keputusan, perampingan dan mengadopsi teknik pengelolaan sektor swasta dan prinsip - prinsip seperti re-engineering dan Total Quality Management (Brown et al 2003)..

Memilih pendekatan dalam rangka mengembangkan agenda dan program untuk merespon perubahan serta pelaksanaannya merupakan suatu usaha yang sulit. Mengadopsi strategi untuk menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan dalam perubahan hanya berhasil menambah kompleksitas masalah yang ada. Perubahan dan inovasi memerlukan strategi pendekatan tidak hanya di tingkat organisasi, tetapi harus menjadi komprehensif dan account untuk politik, faktor kontekstual dan institusiona

Dalam mengupayakan keberhasilan perubahan dalam organisasi mungkin menjadi akan terhambat oleh ketidakmampuan anggota organisasi berkata siap akan perubahan. Merupakan sebuah hal yang penting untuk menyadari bahwa perubahan dan inovasi melibatkan konstruksi yang lebih luas daripada sekedar pengertian sempit perilaku dan struktur. Aspek budaya begitu pula struktur dan proses juga terlibat dalam perubahan dan inovasi. (Wise 1999). PROBLEMA DALAM PERUBAHAN

Muncul pendapat baru bahwa tidak ada 'salah satu cara terbaik' untuk memulai, memimpin dan mengelola program perubahan. Dawson (2003. 6) berpendapat bahwa dalam mengkonseptualisasikan perubahan organisasi turut melibatkan kemampuan 'menghargai beberapa pergeseran sudut pandang' dan disrankan harus bisa menerima bahwa perubahan dapat dipahami dari berbagai perspektif daripada mengadopsi satu resep otentik dalam melakukan perubahan organisasi.

Permasalahan dalam karakterisasi perubahan dalam mengelola perubahan organisasi diidentifikasi sebagai fokus sempit pada aspek-aspek organisasi daripada memeriksa konteks sosial dan lingkungan yang lebih luas yang berkontribusi dalam memahami perubahan ( Sturdy dan Grey 2003 ). Penulis berpendapat ada kebutuhan untuk beralih dari pendekatan 'buku resep' kepada menggabungkan gagasan kekuasaan dan politik, pendekatan kelembagaan dan menolak gagasan dari universalisme perubahan.

Sturdy dan Grey (2003) memperingatkan terhadap adopsi unproblematic dari motif perubahan sebagai wacana yang pernah hadir dalam organisasi dan tujuan dari upaya organisasi untuk menciptakan dinamika sistem. Dengan cara ini, hubungan antara stabilitas dan perubahan perlu diteliti-karena stabilitas seringkali diabaikan- dalam menyatukan agenda perubahan yang akan dimasukkan kedalam organisasi.

Dikatakan (March dan Olsen 1989) bahwa kesulitan dalam inisiatif perubahan terencana berkaitan dengan bagaimana menyesuaikan dan melakukan perubahan yang konsisten pada tingkat individu, kelembagaan dan lingkungan, ketidakmampuan untuk panduan atau memprediksi hasil yang spesifik atau bahkan, inisiatif perubahan dapat menciptakan kebalikan dari apa yang diharapkan.

Budaya Organisasi diimplikasikan sebagai elemen kunci dalam upaya melakukan perubahan organisasi. Budaya organisasi ini sulit untuk diidentifikasi dan dirubah. Artefak

Page 39: All Jurnal MPP

39

dan tingkat permukaan budaya biasanya diubah dalam upaya perubahan organisasi, tetapi tugas yang lebih sulit adalah mengubah nilai-nilai dan asumsi yang mendasar pada tiap anggota organisasi. PENELITIAN LEBIH LANJUT

Baru-baru ini, para ahli telah mengalihkan perhatian mereka untuk membongkar asumsi yang luas yang mendukung gagasan perubahan dan menyoroti 'pendukung - bias perubahan ' dalam penelitian organisasi (Sturdy dan Grey 2003, du Gay 2003, Kirkpatrick dan Ackroyd 2003). Sturdy dan Grey (2003:659) berpendapat bahwa literature dalam penelitian tentang melakuakn perubahan terlalu mudah jatuh pada adanya anggapan umum bahwa perubahan dalam organisasi itu tak terelakkan, diinginkan dan / atau mudah dilakukan.

Penelitian lebih lanjut terkait perubahan dalam organisasi layanan public tak cukup berkembang dibandingkan dengan penelitian terkait perubahan dalam sektor swasta (Van den Ven and Poole 1995, Armenakis dan Bedeian 1999). Hal yang umum dalam penelitian terkait layanan publik adalah anggapan bahwa organisasi pelayanan publik menolak terhadap perubahan. Ia juga berpendapat bahwa telah banyak organisasi pelayanan publik mahir mengadopsi perubahan dan inovasi adalah fitur yang signifikan dalam operasi mereka. Anomali ini membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menghindari kesimpulan bahwa organisasi pelayanan publik enggan untuk merangkul atau resisten terhadap upaya perubahan. Anggapan bahwa 'budaya birokrasi' mencegah perubahan adalah pandangan sederhana tetapi banyak yang perlu diadakan pengawasan yang lebih ketat, melalui perdebatan dan penelitian informasi lebih berbasis bukti.

Ditemukan bahwa strategi komunikasi dialogis membantu dalam membangun dan membentuk sebuah agenda perubahan yang diakui dan dimanfaatkan karyawan sebagai input.. Penelitian lebih lanjut dalam hal jenis kemampuan, pengalaman dan kemampuan organisasi dibutuhkan untuk mengembangkan dialog. Interaksi strategis strategi komunikasi monologic dan dialogis untuk mencapai keberhasilan perubahan juga merupakan area penelitian lebih lanjut.

KESIMPULAN

Arus dalam perubahan pelayanan publik dan inovasi telah dipetakan berasal dari perbedaan tingkat dalam kerangka kerja pemerintahan yang digariskan oleh Lynn (2001). Disarankan bahwa praktek manajemen kontemporer mengartikulasikan untuk mengejar agenda perubahan dalam pelayanan publik dan organisasi pelayanan publik. Interaksi dan hubungan kelembagaan, kebijakan dan tingkatan organisasi telah menciptakan paradigma baru dalam memahami dan mengelola perubahan dan inovasi.

Persamaan dari Perubahan dan inovasi terdiri dari kepemimpinan, komunikasi, budaya, perubahan program dan konteks. Pilihan berkaitan dengan jenis perubahan yang dilakukan bergantung pada perhitungan pengambilan keputusan terkait cakupan, kecepatan dan kedalaman perubahan yang diperlukan. Upaya untuk mengimplementasikan agenda perubahan sering gagal karena ketidakcocokan antara tujuan yang ditetapkan dengan hasil yang didapat dari program perubahan yang dijalankan serta jenis perubahan yang diadopsi. Fokus perhatian sering diberikan untuk memahami masukan dan implikasi dari konteks dan budaya dalam menciptakan inisiatif perubahan yang berhasil. Menanggapi munculnya lingkungan operasi yang lebih kompleks, organisasi pelayanan public telah mengadopsi berbagai proses baru dan cara kerja yang lebih luas. Perubahan secara terus-menerus yang kembali menjadi tema yang sama dalam layanan publik, sering menggantikan pendekatan dalam perubahan perencanaan.

Page 40: All Jurnal MPP

40

Orientasi organisasi yang berbeda dan akuntabilitas terhadap tujuan pelayanan publik dengan yang tak berorientasi laba, perusahaan sektor swasta mengartikan bahwa saat perubahan manajemen dilakukan memiliki kesamaan di semua sektor, perubahan di sektor publik akan menunjukkan berbagai perbedaan dengan yang pemahaman organisasional perubahan dan inovasi yang diperoleh dari sektor swasta. Pelaksanaan perubahan dapat menjadi sebuah proses yang sulit apabila tak ada perhatian pada factor kontekstual, waktu yang tidak memadai, kurangnya konsensus mengenai tujuan, kebingungan atau tidak ada komunikasi dan adanya persaingan tujuan. Untuk organisasi pelayanan publik, masukan dalam pendekatan manajemen sektor swasta telah menciptakan ketegangan dalam menyeimbangkan komitmen pada kepentingan umum dengan teknik yang mengantar pengingat keuangan dari tingkat dasar dan mendukung pemetaan keuntungan.

Telah dikemukakan bahwa tidak cukup hanya dengan menerapkan perubahan, ada kebutuhan untuk melembagakan perubahan serta bagi arsitek 'perubahan untuk memobilisasi kesediaan kerjasama staf' dalam rangka untuk menciptakan keadilan dalam agenda perubahan (Thompson et al 2003). ANALISIS Menurut Lynn, perubahan dalam pelayanan public didasarkan pada perbedaan tingkat dalam pemerintahan yang mencakup kepemimpinan, komunikasi, budaya, perubahan program dan konteks. Kesemuanya itu bergantung pada perhitungan pengambilan keputusan terkait cakupan, kecepatan dan kedalaman perubahan yang diperlukan. Meskipun pada akhirnya perubahan tersebut sering gagal. Terlebih lagi organisasi public mengutamakan pelayanan public “service making” bukan mengedepankan pada keuntungan “profit making” seperti halnya organisasi privat atau swasta. Beberapa factor yang mendasari kegagalan perubahan pada organisasi public yaitu tak ada perhatian pada factor kontekstual, waktu yang tidak memadai, kurangnya konsensus mengenai tujuan, kebingungan atau tidak ada komunikasi dan adanya persaingan tujuan. Dengan adanya factor-faktor yang menyebabkan terjadinya kegagalan tersebut, pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa tidak cukup dengan hanya melakukan perubahan terhadap organisasi public, tapi juga perlu melembagakan perubahan untuk memobilisasi kesediaan kerjasama staf. POIN KUNCI DALAM CHAPTER INI :

1. Banyak sekali pendekatan dalam memahami perubahan dan inovasi di dalam organisasi tetapi pengelompokan betumpu pada perbedaan besar kecilnya skala perubahan, dan rencana perubahan tersebut.

2. Program perubahan organisai perlu menyesuaikan diri dengan kontekas pelayanan public.

3. Perubahan dapat dipetakan atau dibedakan dalam tiga dimensi : cakupan, kedalaman, dan kecepatan perubahan.