all lapkes anklin 2011
TRANSCRIPT
PERCOBAAN IPENENTUAN KADAR GLUKOSA URIN (UJI BENEDICT SEMI
KUANTITATIF)
1.1 Tujuan
Menentukan kadar glukosa urin dengan menggunakan metode uji benedict
semi kuantitatif
2.1. Dasar Teori
2.1.1 Urin
Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh
ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi.
Ekskresi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah
yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Urin
disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya
dibuang keluar tubuh melalui uretra (Mahyuzar, 2013).
Urin biasanya jernih, berwarna sedikit kuning yang disebabkan oleh warna
urobilinogen. Urobilinogen berasal dari bilirubin. Semakin peka urin makin
kuning-cokelat warnanya dan makin tinggi berat jenisnya. Berat jenis urin normal
ialah 1,002-1,305 g/mL. Urin yang keruh biasanya menunjukkan adanya kristal
garam atau adanya lendir.
Apabila dibiarkan beberapa lama urin akan menjadi berbau pesing karena
terbentuk amoniak (NH3) dari urea atau dari ion ammonium. Urin bersifat asam
(pH < 7) karena makanan yang mengandung banyak protein akan menurunkan pH
urin. Sedangkan makanan yang banyak mengandung sayuran menaikkan pH urin.
pH normal urin 4,5-8,00. Volume urin yang normal ialah 900-2100 cc per hari.
(Irianto, 2004)
Urin mengandung berbagai produk sisa dalam konsentrasi tinggi plus bahan-
bahan yang diatur oleh ginjal dalam jumlah bervariasi, dengan setiap jumlah yang
berlebihan keluar ke dalam urin. Bahan-bahan yang bermanfaat dihemat melalui
proses reabsorpsi sehingga tidak ditemukan di urin. Perubahan terjadi relatif kecil
2
dalam jumlah filtrat yang direabsorpsi dapat menyebabkan perubahan besar dalam
volume urin yang terbentuk (Sherwood, 2011).
Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air, zat-zat sisa nitrogen dari hasil
metabolisme protein asam urea, amoniak dan kreatinin, elektrolit (natrium,
kalsium, NH3, bikarbonat, fosfat, dan sulfat), pigmen (bilirubin, urobilin), toksin
dan hormon (Syaifuddin, 2006).
Urin adalah spesimen yang paling sering dikirm untuk biakkan. Spesimen
urin mungkin harus diambil dengan prosedur bedah, misalnya aspirasi suprapubik,
sistoskopi, atau kateterisasi. Jika tidak, laboratorium harus berpegang pada
spesimen urin porsi tengah (clean-catch midstream urin), khususnya pada wanita
dan anak. Oleh karena urin itu sendiri merupakan media biakan yang baik, semua
spesimen harus diproses di laboratorium dalam waktu 2 jam setelah pengumpulan
atau disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4°C sampai dibawa ke
laboratorium dan diproses tidak lebih dari 18 jam setelah pengumpulan.
Sedapat mungkin, spesimen urin untuk biakan harus dikumpulkan pada pagi
hari. Sebaliknya pasien diminta untuk menahan kencing semalam sebelumnya
sampai spesimen dikumpulkan.
(Vandepitte, 2011)
2.1.2 Glukosa
Glukosa ialah monomer dari karbohidrat. Glukosa dapat disintesis oleh
tumbuhan hijau semasa proses fotosintesis. Glukosa termasuk monosakarida yang
mempunyai rumus umum C6H12O6 yang disebut sebagai dekstrosa atau gula
anggur. Tumbuh-tumbuhan menyimpan glukosa sebagai karbohidrat yang
dinamai kanji dalam biji-bijian seperti beras, jagung, dan sebagainya.
Glukosa adalah suatu gula monosakarida yang merupakan salah satu
karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan
tumbuhan. Glukosa merupakan salah satu fotosintesis utama dan awal bagi
respirasi. Bentuk alami (D-Glukosa) disebut juga dekstrosa, terutama pada
industri pangan.
(Edahwati, 2010)
3
Glukosa terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai
glikogen dalam hati dan otot rangka. Kadar glukosa dipengaruhi oleh 3 macam
hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Hormon–hormon itu adalah
insulin, glukosa darah (hiperglikemia) terjadi jika insulin yang beredar tidak
mencukupi atau tidak dapat berfungsi dengan baik, keadaan ini disebut diabetes
melitus (Christy, 2012).
Glukosa ditemukan dalam kemih bila kadar glukosa darah melampaui 180
mg. Pengembalian molekul glukosa ditubulus proksimal merupakan proses aktif
pada sisi sel tubulus. Jumlah glukosa yang dapat dikembalikan sel tubulus ke
dalam darah dalam suatu waktu tertentu terbatas.
Volume kemih yang meningkat dalam keadaaan glukosuria disebut poliuria.
Sehubungan dengan itu, timbul rasa haus yang dinamakan polidipsi.
(Green, 2008)
Glukosa sebagai monosakarida paling sederhana kebanyakan bertindak
sebagai gula pereduksi, yang mampu mereduksi senyawa pengoksidasi. Senyawa
pengoksidasi yang selalu direduksi oleh monosakarida adalah Fe(CN)2, H2O2 dan
ion kupri (Cu2+). Gula akan dioksidasi pada gugus karbonilnya. Metode yang
sering digunakan dalam analisa kadar gula suatu sampel, biasanya menggunakan
reagen benedict. Reagen benedict mengandung ion Cu2+ yang akan direduksi oleh
gula menjadi ion Cu+ melalui proses pemanasan sehingga menghasilkan endapan
coklat atau merah bata (Indarti, 2011).
2.1.3 Pemeriksaan Urin
Glukosa akan merembes ke dalam urin jika kadar gula darah telah mencapai
ambangnya, pada kisaran angka 150-180 mg/dL. Pemeriksaan urin dapat
dilakukan dengan berbagai teknik dan dilaporkan dengan “sistem plus” satu plus
hingga empat plus
a. Keton terutama harus diperiksa selama infeksi, stress emosional, atau jika
terjadi peningkatan kadar gula darah yang sangat tinggi.
b. Protein urin juga harus diperiksa, terutama ketika gejala komplikasi ginjal
(nefropati) mulai tampak
(Arisman, 2011)
4
Pemeriksaan standar untuk glukosa kemih menggunakan reagen gula
kualitatif benedict yang terdiri atas tembaga sulfat, natrium sitrat dan natrium
karbonat yang dilarutkan dalam air. Delapan tetes kemih ditambahkan pada 5 ml
reagen dan larutan dididihkan selama 3 menit. Suatu endapan hijau, kuning atau
merah menunjukkan adanya glukosa.
Pada cara tablet reagen, 5 tetes kemih dan 10 tetes air dimasukkan kedalam
tabung. 1 tablet berisi tembaga sulfat, asam sitrat, natrium karbonat dan natrium
hidroksida ditambahkan ke dalam tabung. Reaksi antara asam sitrat dan natrium
hidroksida menghasilkan panas yang cukup untuk menimbulkan pendidihan.
Warna yang timbul dibandingkan dengan warna pembanding.
Kedua jenis pemeriksaan tersebut memberikan hasil yang positif untuk
glukosa, galaktosa, laktosa, pentosa, asam homogentisik. Pada cara yang
menggunakan secara reagen, secarik pita berlapis di celupkan kedalam kemih.
Warna yang terbentuk sebagai hasil reaksi enzimatik, menunjukkan adanya
glukosa.
Enzim glukosida oksidase mengubah glukosa menjadi asam glukonat H2O2.
Hidrogen peroksida akan mengoksidasi o-toluidin pada reagen, yang karena
mengandung peroksidase menjadi senyawa berwana biru. Perubahan warna yang
terjadi itu khas untuk glukosa dan tidak akan terjadi oleh galaktosa. Perubahan
warna harus dibaca tepat setalah 1 menit. Warna lain yang timbul kemudian
diabaikan.
(Green, 2008)
Pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan glukosa dalam urin dengan
menggunakan reagen (misal : benedict, fehling, nylander).
Dinyatakan negatif (-) apabila tidak ada perubahan warna tetap biru sedikit
kehijauan (tidak ada glukosa)
a. Positif 1 (+) : warna hijau kekuningan dan keruh (terdapat 0,5-1 %)
b. Positif 2 (++) : warna kuning keruh (terdapat 1-1,5% glukosa)
c. Positif 3 (+++) : warna jingga, seperti lumpur keruh (2-3,5% glukosa)
d. Positif 4 (++++) : warna merah keruh (>3,5% glukosa)
5
Reduksi (+) dalam urin menunjukkan adanya hiperglikemia diatas 170 mg
%, karena nilai ambang batas ginjal untuk absorbs glukosa adalah 170 mg%.
Reduksi (+) disertai hiperglikemia ditandai adanya penyakit DM.
(Sutedjo, 2006)
6
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
a. Gelas kimia 1000 mL
b. Penangas air
c. Penjepit tabung
d. Pipet tetes
e. Pipet volume 5 mL
f. Propipet
g. Rak tabung reaksi
h. Tabung reaksi
3.1.2 Bahan
a. Aluminium foil
b. Aquades
c. Glukosa 0,3 %
d. Glukosa 1 %
e. Glukosa 5 %
f. Pereaksi benedict
g. Urin
4.1. Prosedur kerja
1. Dimasukkan 2,5 mL pereaksi benedict ke dalam 4 tabung yang telah
disiapkan
2. Diisi tabung 1 dengan urin, tabung 2 dengan larutan glukosa 0,3%, tabung 3
dengan larutan 1%, tabung 4 dengan larutan glukosa 5% masing-masing
sebanyak 4 tetes
3. Dipanaskan tabung dalam penangas air mendidih selama 5 menit
4. Diamati jika terbentuk endapan berwarna hijau, kuning atau merah
menandakan reaksi positif, sedangkan perubahan warna larutan saja berarti
negatif
7
5.1 Hasil Pengamatan
5.1.1 Tabel Pengamatan
No Pereaksi Benedict Hasil Keterangan
1 Urin + Endapan hijau kemerahan
2 Glukosa 0,3% + Endapan merah
3 Glukosa 1% ++ Endapan merah
4 Glukosa 5% +++ Endapan merah
Keterangan: (+) positif mengandung glukosa
5.1.2 Reaksi
8
6.1 Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar glukosa urin dengan uji
benedict semi kuantitatif. pengujian secara semi kuantitatif yaitu sampel (urin)
yang diuji setelah direaksikan dibandingkan dengan larutan pembanding yang
mengandung glukosa dengan kadar (%) yang berbeda dan telah diketahui
konsentrasinya. Perbedaan semikuantitatif dengan kuantitatif dan kualitatif adalah
pengujian kuantitatif merupakan uji yang dilakukan untuk menentukan kadar atau
konsentrasi suatu senyawa dalam suatu sampel dengan pereaksi atau alat bantu
(instrument), sedangkan pengujian kualitatif adalah uji yang dilakukan untuk
mengidentifikasi senyawa dalam suatu sampel dengan melihat perubahan warna
atau reaksi kompleks, pembentukan endapan dan perubahan pH.
Glukosa adalah karbohidrat yang tergolong dalam monosakarida.
Monosakarida yang terbentuk di dalam tubuh terjadi setelah proses perombakan
polisakarida menjadi sakarida sederhana yaitu monosakarida (selulosa) dan
galaktosa, inilah yang diserap oleh sel dan dimetabolisme menjadi ATP
(Adenosin Tri Phospat) yang digunakan oleh tubuh untuk beraktifitas. ATP adalah
bentuk energi proses atau masuknya glukosa ke dalam sel.
Urin adalah cairan sisa yang diekresikan oleh ginjal yang kemudian akan
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Ekskresi urin diperlukan
untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan
untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Urin biasanya jernih, bewarna sedikit
kuning. Berat jenis urin normal ialah 1,002-1,035 g/mL. pH urin normal ialah 4,5-
8,00. Volume urin yang normal ialah 900-2100 cc per hari.
Ada beberapa macam urin yaitu urin sewaktu, urin pagi, urin postpradial,
urin 24 jam, dan urin 2/3 gelas. Urin sewaktu adalah urin yang dikeluarkan pada
satu waktu yang tidak ditentukan dengan khusus. Urin pagi adalah urin yang
pertama-tama dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur. Urin postpradial
adalah urin yang pertama kali dikeluarkan 3 jam setelah makan. Urin 24 jam
adalah urin yang dikeluarkan dan ditampung dalam waktu 24 jam. Urin 2/3 gelas
adalah urin yang dikemihkan langsung ke dalam gelas-gelas tanpa menghentikan
aliran urinnya.
9
Percobaan ini menggunakan urin pagi sebagai sampel uji dan pereaksi
benedict sebagai pereaksinya. Urin pagi ialah urin yang pertama-tama dikeluarkan
pada pagi hari setelah bangun tidur. Urin pagi lebih pekat dari urin yang
dikeluarkan pada siang hari, sehingga cukup baik untuk pemeriksaan sendimen.
Uji benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula (karbohidrat)
pereduksi. Gula pereduksi meliputi semua jenis monosakarida dan beberapa
disakarida seperti laktosa dan maltosa. Pereaksi benedict ini berupa larutan
kuprisulfat. Natrium karbonat dan natrium suflat. Prinsipnya, pereaksi benedict
mengandung ion Cu2+ yang akan direduksi oleh gula menjadi ion Cu+ melalui
proses pemanasan sehingga menghasilkan endapan Cu2O. Adanya natrium
karbonat dan natrium sitrat membuat pereaksi benedict bersifat basa lemah.
Endapan yang terbentuk dapat bewarna hijau, kuning, merah bata. Warna endapan
ini diperoleh berdasarkan konsentrasi larutan karbohidrat yang diperiksa. Selain
benedict pereaksi lain yang dapat digunakan untuk uji glukosa adalah pereaksi
fehling. Fehling merupakan pereaksi yang terdiri dari fehling A dan fehling B.
Fehling A adalah larutan CuSO4 dan H2SO4 sedangkan fehling B adalah campuran
larutan NaOH dan kalium natrium tartat. Untuk menjadi pereaksi fehling, fehling
A dan B dicampur dengan perbandingan 1:1. Pereaksi fehling dalam uji glukosa
tidak digunakan karena pereaksi fehling juga dapat mengidentifikasi senyawa-
senyawa lain seperti asam urat. Sedangkan pereaksi benedict mempunyai
keuntungan sangat baik untuk mengidentifikasi gula reduksi karena mengandung
garam kupri. Akan tetapi kerugiannya, uji benedict tidak spesifik terhadap
glukosa, gula lain yang mempunyai sifat mereduksi dapat juga memberikan hasil
yang positif.
Percobaan ini menggunakan 3 sampel glukosa sebagai pembanding selain
urin dengan konsentrasi atau kadar berturut-turut yaitu 0,3%, 1%, dan 5%. Alasan
pembanding dibuat dengan konsentrasi berbeda untuk mengetahui pada
konsentrasi berapa kadar glukosa akan meningkat tinggi dan pada konsentrasi
berapa kadar glukosa akan normal. Masing-masing sampel diteteskan ke dalam
tabung reaksi yang telah diberikan pereaksi benedict, kemudian dipanaskan di
dalam penangas air. Tujuan pemanasan ini untuk mempercepat proses reaksi,
10
memutuskan ikatan-ikatan karbon pada karbohidrat, serta membentuk endapan
Cu2O karena Cu2+ pada pereaksi benedict akan direduksi oleh gula menjadi ion
Cu+ melalui proses pemanasan. Setelah dipanaskan sampel didiamkan agar reaksi
antara sampel dan pereaksi benedict terbentuk dan pengendapan Cu2O dapat
terlihat jelas, selain itu untuk membuat campuran sampel dan pereaksi benedict
menjadi lebih stabil setelah mengalami proses pemanasan. Hasil yang didapat
keempat sampel positif mengandung glukosa karena menghasilkan endapan
merah. Sampel glukosa 5% memiliki endapan merah yang paling banyak,
kemudian disusul glukosa 1%, glukosa 0,3%, dan urin yang memiliki endapan
merah yang paling sedikit. Pada percobaan ini menunjukkan hasil pengujian urin
tidak harus negatif tetapi bisa positif. Hal ini bisa dikarenakan pendonor memiliki
riwayat penyakit DM (Diabetes Mellitus) atau faktor gaya hidup, terutama pola
makan sehingga hasil uji urinnya positif. Disini pola makan yang dimaksud adalah
pola makan yang terlalu berlebihan makan makanan yang manis seperti coklat,
minum soda, teh manis, susu krim dan makanan yang mengandung pemanis, bisa
juga karena pola makan yang tidak teratur sehingga menyebabkan pola makan
yang berlebihan karena terlalu lapar.
Glukosa yang terdapat dalam urin dapat disebabkan glukosuria atau
Diabetes Mellitus. Glukosuria adalah dimana terdapatnya glukosa atau gula dalam
jumlah yang berlebih dalm urin. Glukosuria sebenarnya bukan merupakan suatu
jenis penyakit, melainkan merupakan suatu gejala yang disebabkan karena adanya
peningkatan glukosa dalam darah. Meningkatnya kadar glukosa dalam darah pada
penderita diabetes mellitus, disebabkan oleh adanya gangguan pada sel-sel beta
pankreas yang mensekresikan hormon insulin. Insulin yang tidak bekerja dengan
baik atau secara optimal (atau kekurangan insulin didalam tubuh) sehingga
glukosa tidak diserap oleh sel-sel dan dibawa oleh darah hingga diekskresikan
melalui uirn. Hormon insulin adalah hormon yang mempengaruhi transport
glukosa dan sangat berperan penting dalam metabolisme glukosa ini. Jika terjadi
gangguan dari hormon insulin, disebabkan kerusakan sel penghasilnya (sel beta
pada Pulau Langerhans pankreas) atau adanya reseptor hormon insulin dan juga
11
tidak dihasilkan sama sekali insulin maka akan menyebabkan gangguan
metabolisme glukosa di dalam tubuh yang disebut diabetes mellitus.
Diabetes mellitus dapat diatasi dengan cara yaitu terapi dengan obat (terapi
farmakologi) dan terapi tanpa obat (terapi non farmakologi). Terapi yang pertama
kali dilakukan dalah terapi non farmakologi seperti diet, olahraga dan tidak
merokok. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat, protein dan lemak. Berolahraga secara teratur dapat
menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal, serta menghindari zat-
zat nikotin dengan tidak merokok. Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat
(pengaturan diet dan olahraga) belum berhasil mengendalikan kadar glukosa,
maka perlu dilakukan langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat,
baik dalam bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi insulin atau kombinasi
keduanya. Pemberian obat hipoglikemik oral seperti obat golongan sulfonylurea,
biguanid dan tiazolidindion.
7.1 Kesimpulan
12
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Sampel urin positif menunjukkan hasil positif mengandung glukosa dengan
terbentuknya endapan hijau kemerahan
2. Semua sampel larutan glukosa yaitu larutan glukosa 0,3%, larutan glukosa
3%, dan larutan glukosa 5% menunjukkan hasil positif mengandung glukosa
dengan adanya endapan merah
PERCOBAAN IIPENENTUAN KADAR GLUKOSA (KUANTITATIF)
13
1.1 Tujuan Percobaan
Menentukan kadar glukosa darah secara kuantitatif menggunakan metode
enzimatik.
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Glukosa
Glukosa adalah suatu gula enzim-karbon yang sederhana. Glukosa dalam
makanan sebagian besar terdapat dalam bentuk disakarida (yaitu secara kimiawi
terikat ke molekul gula lain; sukrosa adalah glukosa plus fruktosa; laktosa adalah
glukosa plus galaktosa; maltose adalah dua molekul glukosa) dan sebagai kanji
polisakarida kompleks. Dalam mukosa usus halus, disakarida diuraikan menjadi
konstituen-konstituen monosakaridanya oleh enzim yang disebut disakaridase.
Enzim-enzim ini (lactase, sukrase, dan maltase) bersifat spesifik untuk satu jenis
disakarida. Kanji diuraikan oleh amylase yang dikeluarkan oleh pankreas dan juga
oleh kelenjar liur. Gula diserap di usus dalam bentuk monosakarida.
Metabolisme glukosa menghasilkan asam piruvat, asam laktat, dan
asetilkoenzim A (asetil-KoA) sebagai senyawa-senyawa antara oksidasi lengkap
glukosa menghasilkan karbondioksida, air, dan energi yang disimpan sebagai
senyawa fosfat berenergi tinggi adenosine trifosfat (ATP).
Apabila tidak segera dimetabolisasi untuk menghasilkan energi, glukosa
dapat disimpan di hati atau otot sebagai glikogen, suatu polimer yang terdiri dari
banyak residu glukosa dalam bentuk yang dapat dibebaskan dan dimetabolisasi
sebagai glukosa.
(Sacher, 2004)
2.1.2 Plasma dan Serum
Plasma adalah bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warnanya
bening kekuning-kuningan. Hampir 90% dari plasma darah terdiri atas air. Zat-zat
terdapat dalam plasma darah adalah sebagai berikut :
a. Fibrinogen yang berguna dalam peristiwa pembekuan darah.
14
b. Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium dan lain-lain) yang
berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik.
c. Protein darah (albumin, globulin) meningkatkan viskositas darah juga
menimbulkan tekanan osmotik untuk memelihara keseimbangan cairan
dalam tubuh.
d. Zat makanan (asam amino, glukosa, lemak, mineral, dan vitamin).
e. Hormon, yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.
f. Antibodi.
(Handayani, 2008)
Serum adalah cairan yang didapat jika darah dibiarkan membeku,
merupakan plasma yang telah kehilangan fibrinogen (unsur pembeku darah).
Serum juga merupakan bagian darah yang mengandung zat anti (antibodi)
terhadap macam-macam racun (toksin) yang dikeluarkan bakteri atau virus.
(Wibowo, 2007)
2.1.3 Pengukuran Glukosa
Dahulu pengukuran glukosa darah dilakukan terhadap darah lengkap, tetapi
sekarang sebagian besar laboratorium melakukan pengukuran glukosa dalam
serum. Karena eritrosit memiliki kadar protein (yaitu hemoglobin) yang lebih
tinggi daripada serum, serum memiliki kadar air yang lebih tinggi sehingga bila
dibandingkan dengan darah lengkap serum melarutkan lebih banyak glukosa.
(Sacher, 2004)
Pengumpulan darah dalam tabung bekuan untuk analisis kimiawi serum
memungkinkan terjadinya metabolisme glukosa dalam sampel oleh sel-sel darah
sampai terjadi pemisahan melalui pemusingan. Hitung sel darah yang sangat
tinggi dapat menyebabkan glikolisis berlebihan dalam sampel sehingga terjadi
penurunan kadar glukosa yang bermakna. Suhu lingkungan tempat darah
disimpan sebelum pemisahan juga mempengaruhi tingkat glikolisis. Pada suhu
lemari pendingin, glukosa tetap stabil selama beberapa jam didalam darah. Pada
suhu kamar, diperkirakan terjadi penurunan 1 sampai 2% glukosa/jam. Tabung
berisi fluoride umumnya digunakan apabila kadar glukosa digunakan untuk
tujuan-tujuan diagnostik (misal, dalam diagnosisi awal diabetes melitus). Tabung
15
pemisah serum juga mempertahankan kadar glukosa dalam sampel setelah tabung
dipusing untuk memisahkan serum dari sel. Tabung pemisah serum umumnya
digunakan untuk sebagian besar penentuan glukosa maupun pemantauan terapi
cairan intravena, karena analit-analit lain dapat diukur pada sampel serum yang
sama (Sacher, 2004).
2.1.4 Metodologi
Terdapat dua metodologi utama berbeda yang telah digunakan untuk
mengukur glukosa. Metodologi lama adalah metodologi kimiawi yang
memanfaatkan sifat mereduksi glukosa yang nonspesifik dalam suatu reaksi
dengan bahan indikator yang memperoleh atau berubah warna apabila tereduksi.
Karena senyawa-senyawa lain yang ada dalam darah juga dapat mereduksi,
dengan metode reduksi kadar glukosa dapat lebih tinggi 5 sampai 15 mg/dL
dibandingkan kadar yang lebih akurat yang diperoleh dengan metode enzimatik.
Metode-metode enzimatik ini umumnya menggunakan enzim glukosa oksidase
atau heksokinase, yang bekerja pada glukosa, tetapi tidak pada gula lain dan tidak
pada bahan pereduksi lain (Sacher, 2004).
1) GOD PAP (Glucose oxidase-phenolaminophenazone)
GOD PAP adalah cara penetapan kadar glukosa darah atau serum
menggunakan glukosa oksidase, peroksidase dan akseptor oksigen. Kadar glukosa
darah ditetapkan dengan metode enzimatik menggunakan pereaksi GOD PAP
dengan alat spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 500 nm. Reaksi
pembentukan warna pada penetapan kadar glukosa darah metode enzimatik
dengan pereaksi GOD PAP. Reaksi yang terjadi adalah glukosa dioksidasi oleh
enzim glukosa oksidase (GOD) dengan adanya O2 menjadi asam glukonat disertai
pembentukan H2O2. Hidrogen peroksida (H2O2) yang terjadi dengan adanya enzim
peroksidase (PAP) akan membebaskan O2 yang selanjutnya mengoksidasi
akseptor kromogen (μ-Amino) yang mengandung quinonimin (senyawa berwarna
merah). Besarnya intensitas warna tersebut berbanding lurus dengan glukosa yang
ada. Selanjutnya absorbansi dibaca dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 500 nm (Baroroh, 2011).
2) Heksokinase
16
Heksokinase termasuk enzim yang berperan dalam mengkatalis transfer
gugus fosfat dari adenosine tri fosfat ke glukosa dengan melepaskan satu hidrogen
sebagai asam. Reaksi ini terjadi di dalam semua organisme karena merupakan
reaksi penting tahap awal metabolisme glukosa. Heksokinase merupakan enzim
intra selular sehingga untuk mendapatkannya perlu dilakukan pemecahan dinding
sel. Heksokinase yang diperoleh pada mulanya mempunyai kemurnian yang
rendah sehingga aktivitasnya juga rendah. Akan tetapi setelah mengalami
pemurnian dapat diperoleh heksokinase dengan aktivitas yang lebih tinggi. Satu
unit didefinisikan sebagai mikromol hekso–6 fosfat yang dihasilkan dalam 1
menit, dimana 1 unit ditunjukkan dengan adanya perubahan serapan sebesar
0,035. Prinsip penentuan disini dengan prinsip deteksi secara fotometri dengan
adanya indikator asam basa metode Wajzer. Heksokinase dapat diisolasi dari otak
tikus (rat brain), jantung hati babi dan khamir. Pada pembuatan anggur, produk
anggur diperoleh sebagai supernatan sedangkan endapannya sebagai limbah.
Limbah tersebut mengandung khamir sehingga didalamnya terdapat heksokinase.
(Wuyanti, 2003)
2.1.5 Fotometer
Semi automatic chemistry analyzer atau disebut fotometer adalah alat yang
digunakan untuk mengkur absorbansi dari suatu larutan dimana prinsipnya
memiliki kesamaan dengan spektrofotometer yang membedakan hanya
penggunaan filter sebagai monokromator. Filter tidak hanya digunakan untuk
meneruskan cahaya namun dapat juga menyerap sumber radiasi dari gelombang
lain yang dilewatinya dari suatu larutan atau zat warna. Fotometer biasanya
digunakan untuk mengukur kadar suatu bahan dari tubuh seperti serum dan
plasma (Panil, 2007).
3.1 Alat dan Bahan
17
3.1.1 Alat
a. Mikropipet 10 μL-100μL
b. Mikropipet 100μL-1000μL
c. Rak tabung
d. Semi automatic chemistry analyzer
e. Sentrifuge
f. Tabung reaksi
g. Tabung sentrifuge
h. Tabung bertutup
3.1.2 Bahan
a. Air suling
b. Darah (plasma)
c. EDTA
d. Enzym reagen glukosa R1
e. Standar glukosa 100 mg/dL
4.1 Prosedur Kerja
4.1.1 Penyiapan sampel
a. Diambil darah kemudian dimasukkan dalam tabung bertutup yang telah
ditambah EDTA
b. Dipindahkan ke dalam tabung sentrifugasi
c. Disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10-15 menit
d. Diambil bagian plasma
4.1.2 Pengujian Kadar Glukosa
a. Disiapkan tiga buah tabung reaksi
b. Dimasukkan Reagen (R1) Glukosa 1000 μL pada tabung pertama
c. Dimasukkan Reagen (R1) Glukosa 1000 μL kemudian ditambahkan larutan
standar 10 μL pada tabung kedua
d. Dimasukkan Reagen (R1) Glukosa 1000 μL kemudian ditambahkan plasma
darah 10 μL pada tabung ketiga
e. Diinkubasi selama 10 menit pada suhu kamar
18
f. Diukur dengan alat semi automatic chemistry analyzer dan dicatat hasilnya
5.1 Hasil Pengamatan
GOD
19
5.1.1 Tabel Pengamatan
Sampel Absorbansi KonsentrasiPerhitunganAbsorbansi
Sampel A 0,28923,78 mg/dL 36,49 mg/dL
Standar 0,792
Sampel B 0,53062,76 mg/dL 69,01 mg/dL
Standar 0,768
Sampel C 0,49061,60 mg/dL 68,92 mg/dL
Standar 0,711
5.1.2 Perhitungan
a. Sampel A
C = 100 × = 36,49 mg/dL
b. Sampel B
C = 100 × = 69,01 mg/dL
c. Sampel C
C = 100 x = 68,92 mg/dL
5.1.3 Reaksi
Glukosa asam glukonat + H2O2
H2O2 + fenol + μ aminophenazone senyawa berwarna
20
6.1 Pembahasan
Tubuh manusia mengandung glukosa darah atau yang biasa disebut gula
darah. Glukosa darah adalah gula utama yang dihasilkan oleh tubuh dari makanan
yang dikonsumsi. Glukosa dibawa ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah
untuk menghasilkan energi ke semua sel di dalam tubuh. Glukosa dihasilkan dari
makanan yang mengandung karbohidrat yang terdiri monosakarida, disakarida
dan polisakarida. Karbohidrat akan dikonversikan menjadi glukosa di dalam hati
dan seterusnya berguna untuk pembentukan energi. Glukosa tersebut akan diserap
oleh usus halus kemudian akan dibawa oleh aliran darah dan di distribusikan ke
seluruh sel tubuh. Glukosa yang disimpan di dalam otot dan hati adalah glikogen.
Selain itu, glukosa juga disimpan pada plasma darah dalam bentuk glukosa darah.
Fungsi glukosa dalam tubuh adalah sebagai bahan bakar bagi proses metabolisme
dan juga merupakan sumber utama bagi otak.
Percobaan ini membahas mengenai penetapan kadar glukosa darah secara
kuantitatif yang bertujuan untuk dapat menentukan kadar glukosa dalam darah
secara kuantitatif dengan menggunakan metode enzimatik yang diukur dalam semi
automatic chemistry analyzer. Penetapan secara kuantitatif adalah suatu penetapan
rangkaian analisa yang bertujuan untuk mengetahui jumlah suatu unsur atau
senyawa dalam sampel yang dianalisa. Penetapan secara kuantitatif diminta untuk
menentukan jumlah suatu zat yang umumnya memberikan hasil berupa data
matematis (numerik). Pada percobaan ini, penetapan kadar glukosa menggunakan
metode enzimatik. Pemeriksaan dengan metode enzimatik memiliki kelebihan
yaitu presisi tinggi, akurasi tinggi, spesifik, relatif bebas dari gangguan (kadar
hematokrit, vitamin C, lipid, volume sampel, dan suhu). Sedangkan
kekurangannya adalah memiliki ketergantungan pada reagen, butuh sampel darah
yang banyak, pemeliharaan alat dan reagen memerlukan tempat yang khusus dan
membutuhkan biaya yang cukup mahal. Metode enzimatik yang digunakan adalah
GOD-PAP yang merupakan reaksi kolorimetri enzimatik untuk pengukuran pada
daerah cahaya yang terlihat oleh mata. Prinsipnya adalah GOD (glukosa oksidase)
mengkatalis oksidasi dari glukosa menjadi asam glukonat dan H2O2. H2O2
direaksikan dengan peroksidase dan μ-aminoantipyrin dan membentuk N (μ-
21
antipyril)-ρ-benzoquinone imine. Jumlah zat warna yang terbentuk sebanding
dengan konsentrasi glukosa. Sampel yang digunakan adalah darah. Darah yang
digunakan, diambil kemudian ditempatkan pada wadah yang telah diberi EDTA.
Fungsi penambahan EDTA adalah sebagai antikoagulan. Antikoagulan adalah
bahan yang digunakan untuk mencegah pembekuan darah. EDTA banyak
digunakan untuk pemeriksaan hematologi, sebagai garam natrium atau kalium
yang dapat mengubah ion kalsium dari darah menjadi bentuk yang bukan ion.
Tiap 1 mg EDTA menghindarkan membekunya 1 mL darah. Pada percobaan ini
yang digunakan adalah plasma darah. Jika dilihat dari kandungannya plasma
kurang baik jika digunakan untuk uji karena harus ditambahkan dengan zat
antikoagulan yang dapat mempengaruhi hasil uji. Jadi serum lebih baik bila
dibandingkan dengan plasma untuk digunakan pada uji glukosa. Plasma darah
digunakan karena tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan
plasma dibandingkan dengan serum dan juga jika menggunakan serum, sampel
darah yang digunakan lebih sedikit dibanding plasma. Darah sampel harus
ditambah dengan EDTA kemudian disentrifuge selama 15 menit. Sentrifuge
adalah suatu alat yang digunakan untuk memisahkan suatu larutan dengan berat
molekul yang berbeda berdasarkan sentrifugal. Biasa digunakan untuk
memisahkan serum dan darah beku. Prinsip kerja sentrifuge ini adalah dengan
memutar tabung sentrifuge pada kecepatan tertentu maka zat cair yang lebih padat
akan terpisah kebagian bawah tabung sentrifuge dan zat cair yang lebih ringan
akan terpisah kebagian atas tabung sentrifuge. Setelah darah ditambah dengan
EDTA, kemudian disentrifuge. Terbentuk cairan bening pada bagian atas, cairan
bening tersebut disebut plasma. Jika darah disentrifuge tanpa penambahan EDTA,
maka akan terbentuk serum. Perbedaan serum dan plasma terletak pada
fibrinogennya. Dalam serum, fibrinogen diubah menjadi fibrin, maka serum tidak
mengandung fibrinogen tetapi zat-zat lainnya masih terdapat di dalamnya.
Sedangkan plasma mengandung fibrinogen yang dalam memperoleh cairan ini
darah dicampur dengan antikoagulan untuk mencegah terjadinya pembekuan
darah tersebut sehingga tetap menjadi cairan dimana antikoagulan tersebut adalah
EDTA.
22
Gula darah merupakan istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di
dalam darah. Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi
untuk sel-sel tubuh. Penyakit yang ditimbulkan apabila terjadi masalah pada gula
darah adalah hiperglikemia atau diabetes melitus. Umumnya tingkat gula darah
bertahan pada batas-batas yang sempit sepanjang hari adalah 4-8 mmol/L. Kadar
ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi
hari, sebelum orang makan. Kadar gula yang tinggi sangat berbahaya sekali
karena dapat merusak dan mengacaukan kinerja organ-organ misalnya jantung,
ginjal, saraf, mata, gigi, dan lain-lain. Kebanyakan penderita kadar gula darah
tinggi atau diabetes tidak menyadari bahwa dirinya memiliki penyakit tersebut.
Bila gula darah tetap tinggi, disebut hiperglikemia, nafsu makan akan tertekan
untuk waktu yang singkat. Hiperglikemia dalam jangka panjang dapat
menyebabkan masalah kesehatan yang berkepanjangan pula yang berkaitan
dengan diabetes termasuk kerusakan pada mata, ginjal, dan saraf. Bila level gula
darah menurun terlalu rendah, berkembanglah kondisi yang bisa fatal yang
disebut hipoglikemia. Gejala-gejalanya adalah perasaan lelah, fungsi mental yang
menurun, rasa mudah tersinggung dan kehilangan kesadaran.
Langkah-langkah yang dilakukan pada penentuan kadar glukosa darah
adalah disiapkan 3 buah tabung reaksi yang diisi dengan Reagen (R1) glukosa
1000 μL, pada tabung pertama hanya terdiri dari blanko saja, tabung kedua diisi
dengan Reagen (R1) glukosa 1000 μL ditambah dengan larutan standar glukosa
100 mg/dL sebanyak 10 μL menggunakan mikropipet, dan tabung ketiga diisi
dengan Reagen (R1) glukosa 1000 μL ditambah dengan plasma darah 10 μL.
Setelah itu ketiga tabung diinkubasi selama 10 menit pada suhu kamar. Fungsi
diinkubasi adalah agar enzim dapat bereaksi optimal bekerja dengan glukosa,
setelah itu diukur dengan alat semi automatic chemistry analyzer.
Semi automatic chemistry analyzer adalah alat untuk mengukur intensitas
cahaya tetapi dapat juga digunakan sebagai analisis suatu larutan. Prinsip
pengukuran menggunakan alat ini ialah energi cahaya yang akan diubah menjadi
energi listrik oleh foto sel. Energi listrik yang akan dihasilkan akan dicatat oleh
23
recorder yang besarnya akan sebanding dengan kuat lemahnya sinar atau cahaya
yang masuk.
Hasil yang didapatkan pada sampel 1, 2 dan 3 menggunakan semi automatic
chemistry analyzer adalah 23,76 mg/dL, 62,76 mg/dL dan 61,60 mg/dL.
Sedangkan hasil yang didapat dari sampel dengan perhitungan manual adalah
36,49 mg/dL, 69,01 mg/dL, dan 68,92 mg/dL. Kadar glukosa darah normal adalah
60-120 mg/dL. Jadi pada sampel A pasien mengalami hipoglikemia dan pada
sampel B dan C pasien mengalami hiperglikemia. Terapi farmakologi dapat
dilakukan dengan menggunakan obat penurun kadar gula dan terapi non
farmakologinya dapat dilakukan dengan cara diet, menjaga pola makan, puasa dan
olahraga.
24
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Konsentrasi glukosa darah pada sampel 1 adalah 23,78 mg/dL.
2. Konsentrasi glukosa darah pada sampel 2 adalah 62,76 mg/dL.
3. Konsentrasi glukosa darah pada sampel 3 adalah 61,60 mg/dL.
25
PERCOBAAN IIIPENENTUAN KADAR GOT (ASAT) DAN GPT (ALAT) SECARA
KUANTITATIF
1.1 Tujuan
Mengetahui kadar GOT (ASAT) dan GPT (ALAT) secara kuantitatif.
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Darah
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bahan interseluler
adalah cairan yang disebut plasma dan di dalamnya terdapat unsur-unsur padat,
yaitu sel darah. Volume darah secara keseluruhan kira-kira merupakan satu per
dua belas berat badan atau kira-kira 5 liter. Sekitar 55% adalah cairan, sedangkan
45% terdiri atas sel darah. Angka ini dinyatakan dalam nilai hematokrit atau
volume sel darah yang dipadatkan yang berkisar antara 40 sampai 47. Pada waktu
sehat volume darah konstan dan sampai batas tertentu diatur oleh tekanan osmotik
dalam pembuluh darah dan dalam jaringan.
Susunan darah dalam serum darah atau plasma terdiri atas:
Air 91,0% Kandungan
Protein 8,0% Albumin, globulin, protrombin dan fibrinogen
Mineral 0,9%Natrium klorida, natrium bikarbonat, garam
kalsium, fosfor, magnesium, besi dan seterusnya
Sisanya diisi sejumlah bahan organik, yaitu glukosa, lemak, urea, asam urat,
kreatinin, kolesterol, dan asam amino.
Fungsi darah yaitu bekerja sebagai sistem transpor dari tubuh,
menghantarkan semua bahan kimia, oksigen dan zat makanan yang diperlukan
untuk tubuh supaya fungsi normalnya dapat dijalankan, serta menyingkirkan
karbon dioksida dan hasil buangan. Sel darah merah menghantarkan oksigen ke
jaringan dan menyingkirkan sebagian karbon dioksida. Sel darah putih
menyediakan banyak bahan pelindung dan karena gerakan fagositosis beberapa
sel makan melindungi tubuh terhadap serangan bakteri. Plasma membagi protein
yang diperlukan untuk pembentukan jaringan, menyegarkan cairan jaringan
26
karena melalui cairan ini semua sel tubuh menerima makanannya. Dan merupakan
kendaraan untuk mengangkut bahan buangan ke berbagai organ ekskretorik untuk
dibuang. Hormon dan enzim diantarkan dari organ ke organ dengan perantaraan
darah.
(Pearce, 2009)
a. Plasma
Plasma adalah cairan bagian dari darah. Plasma membentuk sekitar 5%
berat badan. Plasma merupakan media sirkulasi elemen darah (eritrosit, leukosit,
trombosit) yang terbentuk, pengangkut zat anorganik dan organik dari satu organ
atau jaringan ke organ atau jaringan lain.
Fungsi khusus protein plasma adalah mempertahankan tekanan osmotik
plasma yang dibutuhkan untuk pembentukan dan absorbs cairan jaringan, dengan
bergabung bersama asam dan alkali protein bekerja sebagai dapar dalam
mempertahankan pH normal tubuh. Fibrinogen dan protrombin dibutuhkan untuk
pembekuan darah, dan immunoglobulin penting dalam pertahanan tubuh terhadap
infeksi.
(Gibson, 2000)
Plasma adalah bagian cair dari darah. Di luar sistem vaskular, darah dapat
dijaga tetap cair dengan mengeluarkan fibrinogen atau menambahkan
antikoagulan yang sebagian besar mencegah koagulasi dengan mengelasi atau
menyingkirkan ion-ion kalsium. Sitrat oksalat dan EDTA adalah antikoagulan dari
golongan kelasi. Heparin mencegah koagulasi secara langsung dengan
menghambat trombin, zat ini mencegah perubahan fibrinogen menjadi fibrin
dengan memperkuat molekul antikoagulan alami, antitrombin III (AT III) untuk
menetralkan trombin. Heparin tidak dapat memengaruhi konsentrasi kalsium
dalam efek antikoagulasinya. Plasma yang baru diambil mengandung semua
protein yang terdapat di dalam darah yang bersirkulasi, namun setelah disimpan
aktivitas faktor V dan VIII secara bertahap menurun (Sacher, 2004).
27
b. Serum
Serum adalah cairan yang tersisa setelah darah menggumpal atau membeku.
Koagulasi mengubah semua fibrinogen menjadi fibrin yang padat dan dalam
prosesnya mengkonsumsi faktor VII, faktor V, dan protrombin. Protein-protein
koagulasi lainnya dan protein yang tidak terkait dengan homeostatis tetap berada
dalam serum dengan kadar serupa dengan plasma. Serum normal tidak
mengandung fibrinogen, protrombin, faktor VII, faktor V, dan faktor XIII, tetapi
mengandung faktor XII, XI, X, IX dan VIII. Apabila proses koagulasi
berlangsung secara abnormal, serum mengandung sisa fibrinogen dan produk
pemecahan fibrinogen atau protrombin yang belum dikonversi (Sacher, 2004).
2.1.2 Hati
Liver atau hati adalah organ kelenjar terbesar dalam tubuh manusia.
beratnya sekitar 1,3 kg (pada orang dewasa). Letaknya di bagian kanan tubuh,
tepat dibawah diafragma. Liver memiliki dua bagian besar yang disebut lobus
kanan dan kiri. Sementara kandung empedu terletak di bawah liver, bersama
dengan bagian-bagian dari pankreas dan usus. Liver dan organ-organ ini bekerja
sama untuk mencerna, menyerap dan mengolah makanan.
Pekerjaan utama liver atau hati adalah menyaring darah yang berasal dari
saluran pencernaan, sebelum mengalir ke seluruh tubuh. Hati juga
mendetoksifikasi bahan kimia dan hasil metabolisme obat-obatan dalam tubuh.
Selama proses ini hati mengeluarkan empedu yang merupakan cairan hasil
pembakaran sel-sel darah yang sudah tua atau mati. Cairan empedu yang masih
bermanfaat akan dipergunakan lagi oleh tubuh untuk pembentukan sel darah yang
baru, sedangkan yang sudah tidak terpakai akan dibuang melalui ginjal dan usus
halus.
(Soebachman, 2011)
Hepar merupakan organ tubuh sekaligus kelenjar yang besar dan merupakan
pusat dari metabolisme tubuh. Salah satu indikator kerusakan sel-sel hati adalah
meningkatnya kadar enzim-enzim hati dalam serum, termasuk meningkatnya
kadar SGPT dan SGOT. SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) dan
SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) merupakan enzim
28
aminotransferase yang beraktivitas dalam serum digunakan untuk mengukur
indikasi penyakit-penyakit hati.
Kedua aminotranferase tersebut normalnya ada dalam serum darah dalam
konsentrasi rendah kurang dari 30-40 U/L. Dari beberapa studi yang telah
dilakukan, SGPT dan SGOT dapat meningkat kadarnya hingga 10-500 lipat.
(Wahyuni, 2005)
2.1.3 SGOT
SGOT (Serum Glutamic Oxsaloacetik Transaminase) atasering juga disebut
AST (Aspartate Amino Transferase) katalisator perubahan dari asam amino
menjadi asam alfa ketoglutarat. Enzim ini berada pada serum dan jaringan
terutama pada jaringan jantung dan hati.
Pada penderita infark jantung, SGOT akan meningkat setelah 12 jam dan
mencapai puncak setelah 24-36 jam kemudian, dan akan kembali normal pada
hari ketiga sampai kelima. Nilai normal laki-laki sampai dengan 37 U/L dan
wanita sampai dengan 31 U/L.
Kondisi yang dapat menyebabkan peningkatan SGOT
No
.Peningkatan SGOT Kondisi atau Penyebab
1. Peningkatan ringan (< 3x Normal)
- Perikarditis
- Sirosis hepatic
- Infark paru
- Cerebrovascular accident
(CVA)
2.Peningkatan sedang (3-5 nilai
normal)
- Obstruksi saluran empedu
- Aritmia jantung
- Gagal jantung kangesti
- Tumor Hati
3. Peningkatan tinggi (> 5x nilai
normal)
- Kerusakan hepatoseluler
- Infark jantung
29
- Kolaps sirkulasi
- Pankreatitis akut
(Sutedjo, 2008)
Aspartate aminotransferase (AST) atau serum glutamic oxaloacetic
transaminase (SGOT), alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamic
piruvic trasaminase (SGPT), dan alkali fosfotase (alkaline phosphatase/ALP)
merupakan beberapa enzim yang keberadaannya dan kadarnya dalam darah
dijadikan penanda terjadinya gangguan fungsi hati. Enzim-enzim tersebut
normalnya berada pada sel-sel hati. Kerusakan pada hati akan menyebabkan
enzim-enzim hati tersebut lepas ke dalam aliran darah sehingga kadarnya dalam
darah sehingga kadarnya dalam darah meningkat dan menandakan adanya
gangguan fungsi hati (Siwiendrayanti, 2012).
2.1.4 SGPT
SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) merupakan enzim
transaminase yang dalam keadaan normal berada dalam jaringan tubuh terutama
hati. Sering disebut juga ALT (Alanin Aminotrasferase). Peningkatan dalam
serum darah mengindikasikan adanya trauma atau kerusakan pada hati. Nilai
normal laki-laki 42 U/L dan wanita 32 U/L.
a. Peningkatan SGOT/SGPT : > 20 kali normal : hepatitis, virus, hepatitis
toksis.
b. Penigkatan 3-10 kali normal: infeksi mononuklear, hepatitis kronik aktif,
obstruksi empedu ekstra hepatik, sindrom reye, dan infark miokard (AST
>ALT).
c. Peningkatan 1-3 kali nilai normal: pankreatitis, perlemakan hati, sirosis
laenner, dan sirosis biliar.
(Sutedjo, 2008)
30
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
a. Mikropipet 10-100 µL
b. Mikropipet 100-1000 µL
c. Rak tabung reaksi
d. Semi automatic chemistry analyzer
e. Sentrifuge
f. Tabung bertutup
g. Tabung reaksi
h. Tabung sentrifuge
3.1.2 Bahan
a. R1 enzim reagen SGPT
b. R1 enzim reagen SGOT
c. R2 enzim reagen SGOT
d. R2 enzim reagen SGPT
e. Serum darah
4.1 Prosedur Kerja
4.1.1 Penyiapan sampel
a. Disiapkan sampel darah dan dibiarkan membeku
b. Dimasukkan darah ke dalam tabung sentrifuge
c. Disentrifugasi darah dengan 3000 rpm selama 10 menit
d. Diambil serum darah
4.1.2 Pengujian working reagent
a. Diambil 1 mL reagent R2 kemudian dimasukkan dalam 4 mL R1
b. Dihomogenkan
4.1.3 Pengujian SGOT
a. Diambil 100 µL serum darah dimasukkan dalam tabung reaksi
31
b. Ditambah 1000 µL working reagent ke dalam tabung reaksi
c. Dicampur kedua larutan dan dibaca SGOT dalam sampel dengan alat
fotometer pada panjang gelombang 340 nm
4.1.4 Pengujian SGPT
a. Diambil 100 µL serum darah dimasukkan dalam tabung reaksi
b. Ditambah 1000 µL working reagent kedalam tabung reaksi
c. Dicampur kedua larutan dan dibaca SGPT dalam sampel dengan alat
fotometer pada panjang gelombang 340 nm
GPT
LDH
32
5.1 Hasil Pengamatan
5.1.1 Tabel pengamatan
Sampel Kadar SGOT (U/L) Kadar SGPT (U/L)
Sampel A 60 92
Sampel B 30 41
5.1.2 Reaksi
a. SGOT
Aspartat + 2 oksaloglutarat glutamat + oksaloasetat
Oksaloasetat + NADH + H+ L-malate + NADH+
b. SGPT
L-Alanine + 2 oksaloglutarat L- glutamate + piruvat
Piruvat + NADH + H+ L- Lactate + NAD+
AST
MDH
33
6.1 Pembahasan
Hati merupakan organ pusat metabolisme, hal ini didukung oleh
anatominya. Fungsi hati adalah menyaring darah yang berasal dari saluran
pencernaan sebelum mengalir keseluruh tubuh. Hati juga mendetoksifikasi bahan
kimia dan hasil metabolisme obat-obatan dalam tubuh.
Uji fungsi hati yang diujikan kali ini adalah berdasarkan aktivitas enzim.
Aktivitas dari enzim alanin transferase (SGPT) dan enzim aspartat transferase
(SGOT) meningkat bila ada kerusakan dinding sel hati sebagai penanda gangguan
integritas sel hati (hepatoselular). SGOT merupakan sebuah enzim yang secara
normal berada di hati dan organ lain seperti jantung. SGOT dikeluarkan ke dalam
darah ketika hati mengalami kerusakan. Sedangkan SGPT adalah enzim yang
banyak terdapat pada organ hati. Dalam uji ini kadar SGOT dan SGPT meningkat
dapat dikatakan bahwa hati mengalami kerusakan bila jumlah enzim tersebut
dalam serum lebih besar dari kadar normalnya. SGPT dan SGOT dapat dijadikan
biomarker karena berdasarkan dari tempat dimana enzim tersebut di produksi,
SGOT di produksi di hati dan juga terdapat pada jantung, sedangkan SGPT hanya
terdapat di hati sehingga SGPT lebih akurat untuk uji fungsi hati karena SGPT
murni dibentuk di dalam hati.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya SGOT dan SGPT
adalah terjadinya trauma pada proses pengambilan sampel, pengambilan darah
pada area yang terpasang jalur intra vena dapat menurunkan kadar, selain itu
konsumsi obat-obatan tertentu juga dapat meningkatkan kadarnya seperti obat
antibiotik, antihipertensi, anti narkotika dan aspirin, dapat meningkatkan atau
menurunkan kadar SGOT dan SGPT.
Prinsip reaksi SGOT yaitu aminotransferase (AST) mengkatalis transferase
dari L-aspartat dan -ketoglutarat membentuk L-glutarat dan oxaloasetat.
Oxaloasetat direduksi menjadi malate (MDH) dan niconamide adenine
34
dinokleotida (NADH) teroksidasi menjadi NAD. Banyaknya NADH yang
teroksidasi berbanding langsung dengan aktivitas AST yang diukur secara
fotometrik. Sedangkan prinsip kerja SGPT adalah alanin aminotransmerase (ALT)
mengkatalis dari L-alanine dan -ketoglutarat terbentuk L-glutamate dan piruvat,
piruvat yang terbentuk direduksi menjadi laktat dehidrogenase (LDH) dan
nicotinamide adenine dinokleotida (NADH) teroksidasi menjadi NAD.
Banyaknya NADH yang teroksidasi hasil penurunan serapan berbanding langsung
dengan panjang gelombang 340 nm aktivitas ALT yang diukur secara fotometrik.
Pengujian percobaan menggunakan sampel A dengan hasil pengujian kadar
SGOT adalah 60 U/L dan kadar SGPT 92 U/L. Berdasarkan hasil pengukuran
kadar SGOT dan SGPT tersebut dapat diketahui bahwa orang tersebut mengalami
kerusakan hati dapat dilihat dari kadar SGPT yang jauh melebihi kadar, kadar
normal untuk laki-laki yaitu 0-50 U/L dan pada perempuan 0-35 U/L, karena
peningkatan SGOT dan SGPT lebih dari 20 kali kadar normal maka orang
tersebut dapat didiagnosa mengidap hepatitis viral akut atau nekrosis hati.
Sedangkan pada sampel B menunjukkan kadar SGOT 30 U/L dan kadar SGPT 41
U/L. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahuii bahwa orang tersebut tidak
meengalami kerusakan hati karena kadar SGOT dan SGPT nya masih berada
dalam kadar normal.
Panjang gelombang yang digunakan 340 nm untuk mendapatkan hasil yang
akurat karena panjang gelombang yang digunakan adalah panjang gelombang
maksimumnya. Sampel yang digunakan adalah serum karena dalam
pengerjaannya serum mudah didapat tanpa penambahan antikoagulan, dan juga
serum tidak mengandung fibrinogen. Antikoagulan sendiri berfungsi untuk
mengurangi terjadinya penggumpalan pada sampel darah. Pada dasarnya
penggunaan serum maupun plasma dapat digunakan untuk sampel pengujian
kadar SGOT dan kadar SGPT pada uji ini. Serum didapatkan tanpa penambahan
antikoagulan (EDTA). Di dalam serum tidak terdapat zat- zat organik lain seperti
EDTA yang dapat mengganggu hasil pengujian sehingga serum lebih dipilih
untuk menjadi sampel yang digunakan daripada serum.
35
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa :
a. Kadar SGOT pada sampel A 60 U/L dan kadar SGPT 92 U/L, menunjukkan
kenaikan kadar atau mengalami kerusakan hati.
b. Kadar SGOT pada sampel B 30 U/L dan kadar SGPT 41 U/L, menunjukkan
kadar normal.
36
PERCOBAAN IVPENENTUAN KADAR TRIGLISERIDA (KUANTITATIF)
1.1 Tujuan
Untuk mengetahui kadar trigliserida dalam plasma darah secara kuantitatif
dengan menggunakan metode enzimatik.
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Lipid
Lipid adalah sekelompok senyawa organik yang cenderung tidak larut
dalam air dan pelarut polar lainnya, tetapi dapat larut dalam pelarut organik
seperti toluene atau eter. Lipid terutama terdiri atas karbon, hidrogen, dan oksigen,
namun bisa juga mengandung unsur-unsur lain.
Selain berperan sebagai media penyimpanan energi, beberapa jenis lemak
tertentu melapisi dan melindungi organ-organ internal tubuh, sementara jenis
lainnya dalam bentuk lapisan lemak tepat di bawah kulit pada banyak jenis
mamalia, menyediakan isolasi panas untuk melawan temperatur lingkungan yang
rendah.
Lipid lebih sulit untuk dikategorisasi daripada karbohidrat atau protein,
sebab ada banyak sekali ragam kelompok lipid. Di antara kelompok-kelompok
utama lipid yang berfungsi dalam organisme hidup adalah lemak netral
(trigliserida), fosfolipid, dan steroid (Fried, 2006).
a. Trigliserida
Trigliserida adalah jenis lemak dalam darah yang dapat mempengaruhi
kadar kolesterol. Makan makanan yang mengandung lemak akan meningkatkan
trigliserida dalam darah dan cenderung meningkatkan kadar kolesterol.
(Nirmagustina, 2007)
Lemak netral atau trigliserida adalah lipid yang paling umum ditemukan dan
juga yang paling familiar. Trigliserida tersusun atas tiga asam lemak yang
dihubungkan pada masing-masing dari ketiga gugus hidroksil dari alkohol gliserol
37
tripel. Karena gabungan suatu asam dan suatu alkohol menghasilkan ester,
trigliserida dikenal juga sebagai trimester (Fried, 2006).
Nilai normal trigliserida:
1) Dewasa: 12-29 tahun: 10-140 mg/dL, 30-39 tahun: 20-150 mg/dL, 40-49
tahun: 30-160 mg/dL, > 50 tahun: 40-190 mg/dL, 0,44-2,09 mmol/L (unit
SI).
2) Anak: bayi: 5-40 mg/dL, anak 5-11 tahun: 10-135 mg/dL.
(Kee, 1997)
b. Kolesterol
Kolesterol adalah salah satu lemak tubuh yang berada dalam bentuk bebas
dan ester dengan asam lemak. Lemak yang dimakan terdiri atas kolesterol lemak
jenuh dan lemak tidak jenuh. Karbohidrat dan lemak tersebut di dalam tubuh akan
diproses menjadi suatu senyawa yang disebut asetil koenzim A. Bahan ini akan
membentuk beberapa zat penting seperti asam lemak, trigliserida, fosfolipid, dan
kolesterol, sehingga bila tubuh terlalu banyak asupan makanan yakni melebihi
kebutuhan maka jumlah trigliserida akan meningkat (Kasim, 2006).
Kolesterol merupakan ciri khas dari struktur steroid. Walaupun kolesterol
sering disebut sebagai penyebab arteriosklerosis pada manusia, kolesterol
sebenarnya adalah komponen structural vital dari membran sel. Kolesterol
memainkan peranan penting dalam menjaga keberlangsungan fungsi-fungsi yang
baik dari berbagai jaringan hewan seperti saraf dan darah. Kolesterol tidak
ditemukan pada tumbuhan (Fried, 2006).
c. Steroid
Steroid sangat berbeda dalam hal struktur dari asam-asam netral dan
fosfolipid. Steroid digolongkan sebagai lipid karena ketidaklarutannya dalam air.
Steroid terdiri atas empat cincin atom karbon yang saling berhubungan, tiga di
antaranya merupakan cincin heksagonal dan yang satunya merupakan cincin
pentagonal (Fried, 2006).
2.1.2 Metabolisme Trigliserida
a. Transpor lemak (lipid) dalam alirah darah. Lemak ditranspor dalam bentuk
kilomikron, asam lemak bebas, dan lipoprotein.
38
1) Kilomikron terbentuk dalam mukosa usus dari asam lemak dan gliserol,
diabsorpsi dalam lacteal, dan masuk ke sirkulasi darah. Kilomikron terdiri
dari 90% trigliserida, ditambah kolesterol, fosfolipid, dan selubung tipis
protein. Dalam waktu empat jam setelah makan (tahap postabsorbtif),
sebagian besar kilomikron dikeluarkan dari darah oleh jaringan adiposa dan
hati.
a) Enzim lipoprotein lipase, yang ditemukan dalam hati dan kapilar jaringan
adiposa, mengurai trigliserida dalam kilomikron untuk melepaskan asam
lemak dan gliserol. Asam lemak dan gliserol berikatan menjadi trigliserida
(lemak netral) untuk disimpan dalam jaringan adiposa. Sisa kilomikron yang
kaya kolesterol dimetabolisme oleh hati.
b) Simpanan lemak akan ditarik dari jaringan adiposa jika diperlukan untuk
energi. Enzim lipase sensitif-hormon mengurai trigliserida kembali menjadi
asam lemak dan gliserol.
c) Jumlah simpanan lemak bergantung pada total asupan makanan. Jaringan
adiposa dan hati dapat menyintesis lemak dari asupan lemak, karbohidrat,
atau protein yang berlebihan.
2) Asam lemak bebas adalah asam lemak yang terikat pada albumin, salah satu
protein plasma. Bentuk bebas ini adalah bentuk asam lemak yang ditranspor
dari sel-sel jaringan adiposa untuk dipakai jaringan lain sebagai energi.
3) Lipoprotein adalah partikel kecil yang komposisinya serupa kilomikron.
Lipoprotein terutama disintesis di hati. Lipoprotein dipakai untuk transport
lemak antar jaringan dan bersirkulasi dalam darah pada tahap postabsorbtif
setelah kilomikron dikeluarkan dari darah. Lipoprotein terbagi menjadi tiga
kelas sesuai dengan densitasnya.
a) VLDL (very low density lipoprotein) mengandung kurang lebih 60%
trigliserida dan 15% kolesterol dan memiliki massa terkecil. VLDL
mentranspor trigliserida dan koletserol menjauhi hati menuju jaringan untuk
disimpan atau digunakan.
b) LDL (low density lipoprotein) mengandung hampir 50% kolesterol dan
membawa 60% sampai 70% kolesterol plasma yang disimpan dalam
39
jaringan adiposa dan otot polos. Konsentrasinya bergantung pada banyak
faktor, tetapi terutama pada faktor asupan makanan yang mengandung
kolesterol dan lemak jenuh. Konsentrasi LDL tinggi dalam darah
dihubungan dengan insidensi tinggi penyakit jantung koroner.
c) HDL (high density lipoprotein) mengandung 20% kolesterol, kurang dari
5% trigliserida dan 50% protein dari berat molekulnya. HDL penting dalam
pembersihan trigliserida dan kolesterol dari plasma karena HDL membawa
kolesterol kembali ke hati untuk proses metabolisme buka untuk disimpan
dalam jaringan lain. Konsentrasi HDL tingi dalam darah dihubungkan
dengan insidensi rendah penyakit jantung koroner.
(Sloane, 2003)2.1.3 Masalah-masalah klinis trigliserida
a. Penurunan kadar: β-lipoproteinemia congenital, hipertiroidisme, malnutrisi
protein, latihan.
b. Obat-obat yang dapat menurunkan nilai trigliserida: Asam askorbat, kofibrat
(Atromid-S), fenformin, metformin.
c. Peningkatan kadar: Hiperlipoproteinemia, IMA, hipertensi, hipotiroidisme,
sindrom nefrotik, trombosis serebral, sirosis alkoholik, DM yang tidak
terkontrol, sindrom Down’s stress, diet tinggi karbohidrat, kehamilan.
d. Obat-obat yang dapat meningkatkan nilai trigliserida: Estrogen, pil KB.
(Kee, 1997)
2.1.4 Plasma dan Serum
Plasma adalah bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warnanya
bening kekuningan. Hampir 90% dari plasma darah terdiri atas air. Zat-zat yang
terdapat dalam plasma darah adalah sebagai berikut:
a. Fibrinogen yang berguna dalam peristiwa pembekuan darah.
b. Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-lain) yang
berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik.
c. Protein darah (albumin, globulin) meningkatkan viskositas darah juga
menimbulkan tekanan osmotik untuk memelihara keseimbangan cairan
dalam tubuh.
40
d. Zat makanan (asam amino, glukosa, lemak, mineral dan vitamin)
e. Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.
f. Antibodi
(Handayani, 2008)
Serum adalah cairan tersisa setelah darah menggumpal atau membeku.
Koagulasi mengubah semua fibrinogen menjadi fibrin yang padat dan dalam
prosesnya mengonsumsi faktor VIII, faktor V dan protrombin. Protein-protein
koagulasi lainnya dan protein yang tidak terkait dengan hemostasis tetap berada
dalam serum dengan kadar serupa dengan dalam plasma. Serum normal tidak
mengandung fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor V, dan faktor XIII, tetapi
mengandung faktor XII, XI, X, IX, dan VII. Apabila proses koagulasi berlangsung
secara abnormal, serum mungkin mengandung sisa fibrinogen dan produk
pemecahan fibrinogen atau protrombin yang belum dikonversi (Sacher, 2004).
2.1.5 Metode GPO-PAP
Metode ini digunakan untuk pemisahan trigliserida dalam serum atau
plasma dengan menggunakan metode diagnosa trigliserida.
Prinsip GPO-PAP adalah lipoprotein lipase menghidrolisis serum
trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Gliserol kinase (GK)
mengkatalisis perubahan gliserol dalam menghasilkan ATP menjadi gliserol-3-
fosfat dan ADP. Gliserol-3-fosfat kemudian dioksidasi oleh gliserol-3-fosfat
oksidase (GPO) untuk menghasilkan hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida
bereaksi dengan peroksidase (POD) dengan 4-klorofenol dan 4-aminoantipirin
untuk membentuk senyawa kompleks berwarna merah muda. Intensitas warna
sebanding dengan konsentrasi trigliserida dan dapat diukur kadarnya dengan
fotometer menggunakan panjang gelombang 546 nm.
Trigliserida lipase gliserol + asam lemak
Gliserol + ATP GK gliserol-3-fosfat + ADP
Gliserol-3-fosfat + O2 GPO dihydroxyacetone fosfat + H2O2
H2O2 + 4-aminoantipyrine POD quinoneimine + HCl + H2O + 4-chlorofenol
(Chakravarti, 2005)
41
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
a. Mikropipet 10 µL dan 1000 µL
b. Rak tabung
c. Semi automatic chemistry analyzer
d. Sentrifuge
e. Tabung reaksi
f. Tabung sentrifuge
3.1.2 Bahan
a. Aquades
b. EDTA
c. Plasma darah
d. R1 (Enzym reagent): PIPES buffer pH 7,5, 4-chlorofenol, 4-
aminoantipyrine, magnesium ions, ATP, lipase, peroksidase, gliserol kinase,
gliserol-3-phosphate oksidase
e. Standar trigliserida
4.1. Prosedur Kerja
a. Disentrifuge darah agar terpisah serum dan plasma dengan kecepatan 3000
rpm selama 10 menit.
b. Disiapkan tiga buah tabung reaksi.
c. Dimasukkan larutan blanko sebanyak 1000 µL pada semua tabung, pada
tabung II ditambahkan dengan 10 µL standar trigliserida dan pada tabung III
ditambahkan dengan 10 µL plasma darah.
d. Diinkubasi seluruh tabung pada suhu kamar selama 10 menit.
e. Diukur kadarnya dengan alat semi automatic chemistry analyzer.
42
5.1 Hasil Pengamatan
5.1.1 Tabel Pengamatan
SampelAbsorbansi
HasilHasil
PerhitunganBlanko Standar Sampel
Sampel 1 0,187 0,289 0,293 207,92 mg/dL 207,8 mg/dL
Sampel 2 0,204 0,307 0,257 102,05 mg/dL 102,91 mg/dL
Sampel 3 0,187 0,269 0,227 98,45 mg/dL 97,56 mg/dL
5.1.2 Perhitungan
a. Sampel 1
C = 200 × Asampel - Ablanko
Astandar - Ablanko
= 200 × 0,293 – 0,1870,289 – 0,187
= 200 ×0,1060,102
= 207,8 mg/dL
b. Sampel 2
C = 200 ×Asampel - Ablanko
Astandar - Ablanko
= 200 ×0,257 – 0,2040,307 – 0,204
= 200 ×0,0530,103
= 102,91 mg/dL
c. Sampel 3
C = 200 ×Asampel - Ablanko
Astandar - Ablanko
= 200 × 0,227 – 0,1870,269 – 0,187
= 200 ×0,0400,082
= 97,56 mg/dL
43
5.1.3 Reaksi
Trigliserida lipase gliserol + asam lemak
Gliserol + ATP GK gliserol-3-fosfat + ADP
Gliserol-3-fosfat + O2 GPO dihydroxyacetone fosfat + H2O2
H2O2 + 4-aminoantipyrine POD quinoneimine + HCl + H2O + 4-chlorofenol
44
6.1 Pembahasan
Percobaan ini mengenai penentuan kadar trigliserida dalam plasma darah
menggunakan metode enzimatik. Trigliserida adalah jenis lemak yang dapat
ditemukan dalam darah dan merupakan hasil uraian tubuh pada makanan yang
mengandung lemak dan kolesterol yang telah dikonsumsi dan masuk ke tubuh
serta dibentuk di hati. Tujuan dilakukan pengukuran trigliserida adalah untuk
memantau dan menilai resiko aterosklerosis khususnya bila ada riwayat keluarga
yang positif. Selain itu juga pada penyakit jantung koroner, stroke, pankreatitis,
penyakit hati dan ginjal.
Metabolisme trigliserida terjadi di dalam hati dan jaringan adiposa.
Trigliserida yang ada di dalam hati kemudian ditransport oleh lipoprotein ke
jaringan adiposa, dimana trigliserida juga disimpan untuk energi. Trigliserida
diangkut terutama sebagai kilomikron dari usus menuju hepar, kemudian
mengalami metabolisme dalam jumlah besar sebagai VLDL diangkut dari hepar
menuju ke seluruh jaringan tubuh. Oleh karena itu trigliserida yang tinggi
cenderung disertai dengan VLDL dan LDL yang tinggi pula, sementara HDLnya
rendah.
Perbedaan kolesterol dan trigliserida adalah kolesterol pada tubuh disimpan
dalam jaringan hati atau dinding pembuluh darah, sedangkan trigliserida disimpan
di dalam sel lemak di bawah jaringan kulit. Trigliserida bermanfaat pada tubuh
dengan menghasilkan energi yang lebih besar dibandingkan kolesterol, sedangkan
kolesterol bermanfaat pada tubuh untuk membangun sel-sel tubuh dan juga
hormon-hormon tertentu. Kadar kolesterol pada seseorang tidak bergantung pada
gemuk kurusnya seseorang karena banyak ditemui orang-orang yang kurus
memiliki kadar kolesterol yang tinggi.
Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah plasma darah. Alasan
digunakan plasma darah sebagai sampel karena plasma darah dapat melarutkan
dan membawa trigliserida dalam tubuh. Plasma darah adalah cairan berwarna
kuning muda yang didapat dengan menambahkan antikoagulan pada darah. Oleh
karena itu plasma darah masih mengandung fibrinogen. Antikoagulan yang
digunakan adalah EDTA. EDTA umumnya tersedia dalam bentuk garam sodium
45
(natrium) atau potassium (kalium) dan berguna untuk mencegah penggumpalan
darah dengan cara mengikat atau mengkhelasi kalsium.
Prinsip dari pengujian trigliserida ini adalah enzim lipase akan
memperantarai hidrolisis trigliserida menjadi gliserol dan asam-asam lemak.
Selanjutnya gliserol ini akan mengalami fosfatasi dengan bantuan enzim gliserol
kinase yang akan menghasilkan dihidroksi-aseton-fosfat dan H2O2. Pada tahap
selanjutnya, H2O2 akan bereaksi dengan 4-aminoantipirin dan 4-klorofenol dengan
bantuan enzim peroksidase membentuk kompleks kuinonimin yang berwarna
merah muda yang kemudian dapat diukur secara fotometri.
Tahap pertama yang dilakukan adalah dengan memasukkan darah ke dalam
tabung sentrifuge kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10
menit. Dimana dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit ini merupakan waktu
dan kecepatan optimum dalam memisahkan antara plasma darah dan serumnya.
Prinsip dari sentrifugasi adalah memisahkan serum dan plasma berdasarkan
prinsip berat jenis (BJ) dimana serum berwarna lebih merah tua pekat sehingga
berada di bagian bawah tabung (BJ besar), sedangkan plasma yang berwarna
kuning bening (BJ kecil) akan berada pada bagian atas tabung. Kemudian
dimasukkan larutan blanko sebanyak 1000 µL ke dalam 3 buah tabung reaksi,
pada tabung II ditambahkan 10 µL standar trigliserida dan pada tabung III
ditambahkan 10 µL plasma darah. Setelah itu seluruh tabung diinkubasi selama 10
menit agar reagen dan sampel dapat bereaksi optimal karena reaksi yang terjadi
merupakan reaksi enzimatis yang berjalan lambat. Kemudian diukur kadarnya
dengan menggunakan alat semi automatic chemistry analyzer.
Prinsip kerja alat semi automatic chemistry analyzer sama dengan alat
fotometer yaitu pengukuran penyerapan akibat interaksi sinar yang mempunyai
panjang gelombang tertentu dengan larutan atau zat warna yang dilewatinya. Alat
ini kurang spesifik dibandingkan dengan spektrofotometer. Hal ini dikarenakan
pada spektrofotometer, panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi
dan diperoleh dengan alat pengurai seperti plasma atau celah optis sedangkan
pada fotometer tidak dapat terseleksi.
46
Berdasarkan hasil percobaan, didapatkan hasil bahwa kadar trigliserida pada
sampel 1 sebesar 207,92 mg/dL, pada sampel 2 sebesar 102,05 mg/dL, dan pada
sampel 3 sebesar 98,45 mg/dL. Berdasarkan literatur, ambang batas trigliserida
dalam darah adalah 150 mg/dL. Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa kadar
trigliserida pada sampel 1 melebihi batas normal. Sedangkan pada sampel 2 dan 3
kadar trigliseridanya normal. Dikatakan seseorang memiliki kadar trigliserida
yang tinggi jika kadarnya 200-499 mg/dL. Terdapat empat tingkatan pada kadar
trigliserida yaitu kisaran normal jika kadarnya kurang dari 150 mg/dL, batas
tinggi jika kadarnya 150-199 mg/dL, tinggi jika kadarnya 200-499 mg/dL, dan
sangat tinggi jika kadarnya lebih dari 500 mg/dL. Kadar trigliserida yang tinggi
disebut hiperlipidemia. Kadar trigliserida yang tinggi disebabkan oleh kombinasi
faktor genetik dan gaya hidup. Seseorang yang masuk kategori tinggi biasanya
juga memiliki faktor resiko penyakit jantung seperti lingkar pinggang yang lebar
atau resistensi insulin yang menyebabkan diabetes. Perubahan gaya hidup adalah
terapi utama yang bisa dilakukan.
Faktor yang dapat mempengaruhi kadar trigliserida dalam darah adalah
kegemukan, makanan berlemak jenuh tinggi, makanan yang tinggi glukosa atau
karbohidrat serta minuman beralkohol. Pada makanan-makanan berlemak jenuh
tinggi dan tinggi glukosa dapat mempengaruhi kadar trigliserida apabila
dikonsumsi secara terus-menerus atau berlebihan karena makanan yang berlemak
jenuh atau tinggi glukosa sulit diuraikan menjadi unsur-unsur lain. Lemak jenuh
sering disebut kolesterol adalah suatu komponen dalam tubuh berbentuk seperti
lilin yang berwarna putih, diproduksi di dalam hati dan secara alami ditemukan di
dalam tubuh. Lemak jenuh akan bertahan sebagai lemak atau kolesterol jahat dan
menumpuk dalam pembuluh darah. Sedangkan mengkonsumsi alkohol secara
berlebihan dapat merusak fungsi hati dimana hati berguna untuk mensintesis
lipoprotein. Lipoprotein adalah partikel kecil yang komposisinya serupa
kilomikron, dimana lipoprotein digunakan untuk transport lemak antar jaringan
dan bersirkulasi dalam darah. Apabila fungsi hati menurun akibat konsumsi
alkohol yang berlebihan maka hati tidak dapat mensintesis lipoprotein dan lemak
47
tidak dapat ditranspor sehingga terjadi penumpukkan lemak di saluran arteri yang
dapat mempercepat timbulnya plak pada dinding arteri.
Jika kadar trigliserida tinggi maka dapat beresiko terkena penyakit
aterosklerosis. Aterosklerosis adalah suatu kondisi berupa pengumpulan lemak
(lipid) di sepanjang dinding arteri. Lemak ini kemudian mengental, mengeras dan
akhirnya mempersempit saluran arteri sehingga mengurangi suplai oksigen
maupun darah ke organ-organ tubuh. Timbunan lemak yang mengeras di dinding
arteri ini disebut plak. Bila plak menutupi saluran arteri, jaringan yang disuplai
oleh arteri akan mati. Komplikasi aterosklerosis terjadi bila plak pecah dan
bermigrasi melalui arteri ke bagian lain. Plak yang beredar disebut emboli yang
terdiri dari lemak, sel-sel mati, gumpalan darah.
Untuk menurunkan kadar trigliserida dapat dilakukan dengan
memperbanyak makanan tinggi protein tak berlemak seperti kacang kedelai dan
jenis kacang-kacangan lainnya, dada ayam tanpa kulit, ikan salmon, ikan tuna,
putih telur, tahu dan tempe. Selain itu dengan memperbanyak konsumsi buah-
buahan dan sayur-sayuran yang mengandung serat tinggi, berolahraga minimal 30
menit per hari dan menghentikan kebiasaan merokok dan minuman beralkohol.
Sedangkan obat-obat yang dapat menurunkan kadar trigliserida adalah asam
askorbat, kofibrat, fenformin dan metformin.
48
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:1. Kadar trigliserida pada sampel 1 sebesar 207,92 mg/dL.
2. Kadar trigliserida pada sampel 2 sebesar 102,05 mg/dL.
3. Kadar trigliserida pada sampel 3 sebesar 98,45 mg/dL.
49
PERCOBAAN IVPENENTUAN KADAR TRIGLISERIDA (KUANTITATIF)
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui kadar trigliserida dalam plasma darah secara kuantitatif
dengan menggunakan metode enzimatik.
2.2 Dasar Teori
2.2.1 Lipid
Lipid adalah sekelompok senyawa organik yang cenderung tidak larut
dalam air dan pelarut polar lainnya, tetapi dapat larut dalam pelarut organik
seperti toluene atau eter. Lipid terutama terdiri atas karbon, hidrogen, dan oksigen,
namun bisa juga mengandung unsur-unsur lain.
Selain berperan sebagai media penyimpanan energi, beberapa jenis lemak
tertentu melapisi dan melindungi organ-organ internal tubuh, sementara jenis
lainnya dalam bentuk lapisan lemak tepat di bawah kulit pada banyak jenis
mamalia, menyediakan isolasi panas untuk melawan temperatur lingkungan yang
rendah.
Lipid lebih sulit untuk dikategorisasi daripada karbohidrat atau protein,
sebab ada banyak sekali ragam kelompok lipid. Di antara kelompok-kelompok
utama lipid yang berfungsi dalam organisme hidup adalah lemak netral
(trigliserida), fosfolipid, dan steroid (Fried, 2006).
d. Trigliserida
Trigliserida adalah jenis lemak dalam darah yang dapat mempengaruhi
kadar kolesterol. Makan makanan yang mengandung lemak akan meningkatkan
trigliserida dalam darah dan cenderung meningkatkan kadar kolesterol.
(Nirmagustina, 2007)
Lemak netral atau trigliserida adalah lipid yang paling umum ditemukan dan
juga yang paling familiar. Trigliserida tersusun atas tiga asam lemak yang
dihubungkan pada masing-masing dari ketiga gugus hidroksil dari alkohol gliserol
50
tripel. Karena gabungan suatu asam dan suatu alkohol menghasilkan ester,
trigliserida dikenal juga sebagai trimester (Fried, 2006).
Nilai normal trigliserida:
3) Dewasa: 12-29 tahun: 10-140 mg/dL, 30-39 tahun: 20-150 mg/dL, 40-49
tahun: 30-160 mg/dL, > 50 tahun: 40-190 mg/dL, 0,44-2,09 mmol/L (unit
SI).
4) Anak: bayi: 5-40 mg/dL, anak 5-11 tahun: 10-135 mg/dL.
(Kee, 1997)
e. Kolesterol
Kolesterol adalah salah satu lemak tubuh yang berada dalam bentuk bebas
dan ester dengan asam lemak. Lemak yang dimakan terdiri atas kolesterol lemak
jenuh dan lemak tidak jenuh. Karbohidrat dan lemak tersebut di dalam tubuh akan
diproses menjadi suatu senyawa yang disebut asetil koenzim A. Bahan ini akan
membentuk beberapa zat penting seperti asam lemak, trigliserida, fosfolipid, dan
kolesterol, sehingga bila tubuh terlalu banyak asupan makanan yakni melebihi
kebutuhan maka jumlah trigliserida akan meningkat (Kasim, 2006).
Kolesterol merupakan ciri khas dari struktur steroid. Walaupun kolesterol
sering disebut sebagai penyebab arteriosklerosis pada manusia, kolesterol
sebenarnya adalah komponen structural vital dari membran sel. Kolesterol
memainkan peranan penting dalam menjaga keberlangsungan fungsi-fungsi yang
baik dari berbagai jaringan hewan seperti saraf dan darah. Kolesterol tidak
ditemukan pada tumbuhan (Fried, 2006).
f. Steroid
Steroid sangat berbeda dalam hal struktur dari asam-asam netral dan
fosfolipid. Steroid digolongkan sebagai lipid karena ketidaklarutannya dalam air.
Steroid terdiri atas empat cincin atom karbon yang saling berhubungan, tiga di
antaranya merupakan cincin heksagonal dan yang satunya merupakan cincin
pentagonal (Fried, 2006).
2.2.2 Metabolisme Trigliserida
b. Transpor lemak (lipid) dalam alirah darah. Lemak ditranspor dalam bentuk
kilomikron, asam lemak bebas, dan lipoprotein.
51
4) Kilomikron terbentuk dalam mukosa usus dari asam lemak dan gliserol,
diabsorpsi dalam lacteal, dan masuk ke sirkulasi darah. Kilomikron terdiri
dari 90% trigliserida, ditambah kolesterol, fosfolipid, dan selubung tipis
protein. Dalam waktu empat jam setelah makan (tahap postabsorbtif),
sebagian besar kilomikron dikeluarkan dari darah oleh jaringan adiposa dan
hati.
d) Enzim lipoprotein lipase, yang ditemukan dalam hati dan kapilar jaringan
adiposa, mengurai trigliserida dalam kilomikron untuk melepaskan asam
lemak dan gliserol. Asam lemak dan gliserol berikatan menjadi trigliserida
(lemak netral) untuk disimpan dalam jaringan adiposa. Sisa kilomikron yang
kaya kolesterol dimetabolisme oleh hati.
e) Simpanan lemak akan ditarik dari jaringan adiposa jika diperlukan untuk
energi. Enzim lipase sensitif-hormon mengurai trigliserida kembali menjadi
asam lemak dan gliserol.
f) Jumlah simpanan lemak bergantung pada total asupan makanan. Jaringan
adiposa dan hati dapat menyintesis lemak dari asupan lemak, karbohidrat,
atau protein yang berlebihan.
5) Asam lemak bebas adalah asam lemak yang terikat pada albumin, salah satu
protein plasma. Bentuk bebas ini adalah bentuk asam lemak yang ditranspor
dari sel-sel jaringan adiposa untuk dipakai jaringan lain sebagai energi.
6) Lipoprotein adalah partikel kecil yang komposisinya serupa kilomikron.
Lipoprotein terutama disintesis di hati. Lipoprotein dipakai untuk transport
lemak antar jaringan dan bersirkulasi dalam darah pada tahap postabsorbtif
setelah kilomikron dikeluarkan dari darah. Lipoprotein terbagi menjadi tiga
kelas sesuai dengan densitasnya.
d) VLDL (very low density lipoprotein) mengandung kurang lebih 60%
trigliserida dan 15% kolesterol dan memiliki massa terkecil. VLDL
mentranspor trigliserida dan koletserol menjauhi hati menuju jaringan untuk
disimpan atau digunakan.
e) LDL (low density lipoprotein) mengandung hampir 50% kolesterol dan
membawa 60% sampai 70% kolesterol plasma yang disimpan dalam
52
jaringan adiposa dan otot polos. Konsentrasinya bergantung pada banyak
faktor, tetapi terutama pada faktor asupan makanan yang mengandung
kolesterol dan lemak jenuh. Konsentrasi LDL tinggi dalam darah
dihubungan dengan insidensi tinggi penyakit jantung koroner.
f) HDL (high density lipoprotein) mengandung 20% kolesterol, kurang dari
5% trigliserida dan 50% protein dari berat molekulnya. HDL penting dalam
pembersihan trigliserida dan kolesterol dari plasma karena HDL membawa
kolesterol kembali ke hati untuk proses metabolisme buka untuk disimpan
dalam jaringan lain. Konsentrasi HDL tingi dalam darah dihubungkan
dengan insidensi rendah penyakit jantung koroner.
(Sloane, 2003)2.2.3 Masalah-masalah klinis trigliserida
e. Penurunan kadar: β-lipoproteinemia congenital, hipertiroidisme, malnutrisi
protein, latihan.
f. Obat-obat yang dapat menurunkan nilai trigliserida: Asam askorbat, kofibrat
(Atromid-S), fenformin, metformin.
g. Peningkatan kadar: Hiperlipoproteinemia, IMA, hipertensi, hipotiroidisme,
sindrom nefrotik, trombosis serebral, sirosis alkoholik, DM yang tidak
terkontrol, sindrom Down’s stress, diet tinggi karbohidrat, kehamilan.
h. Obat-obat yang dapat meningkatkan nilai trigliserida: Estrogen, pil KB.
(Kee, 1997)
2.2.4 Plasma dan Serum
Plasma adalah bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warnanya
bening kekuningan. Hampir 90% dari plasma darah terdiri atas air. Zat-zat yang
terdapat dalam plasma darah adalah sebagai berikut:
g. Fibrinogen yang berguna dalam peristiwa pembekuan darah.
h. Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-lain) yang
berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik.
i. Protein darah (albumin, globulin) meningkatkan viskositas darah juga
menimbulkan tekanan osmotik untuk memelihara keseimbangan cairan
dalam tubuh.
53
j. Zat makanan (asam amino, glukosa, lemak, mineral dan vitamin)
k. Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.
l. Antibodi
(Handayani, 2008)
Serum adalah cairan tersisa setelah darah menggumpal atau membeku.
Koagulasi mengubah semua fibrinogen menjadi fibrin yang padat dan dalam
prosesnya mengonsumsi faktor VIII, faktor V dan protrombin. Protein-protein
koagulasi lainnya dan protein yang tidak terkait dengan hemostasis tetap berada
dalam serum dengan kadar serupa dengan dalam plasma. Serum normal tidak
mengandung fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor V, dan faktor XIII, tetapi
mengandung faktor XII, XI, X, IX, dan VII. Apabila proses koagulasi berlangsung
secara abnormal, serum mungkin mengandung sisa fibrinogen dan produk
pemecahan fibrinogen atau protrombin yang belum dikonversi (Sacher, 2004).
2.2.5 Metode GPO-PAP
Metode ini digunakan untuk pemisahan trigliserida dalam serum atau
plasma dengan menggunakan metode diagnosa trigliserida.
Prinsip GPO-PAP adalah lipoprotein lipase menghidrolisis serum
trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Gliserol kinase (GK)
mengkatalisis perubahan gliserol dalam menghasilkan ATP menjadi gliserol-3-
fosfat dan ADP. Gliserol-3-fosfat kemudian dioksidasi oleh gliserol-3-fosfat
oksidase (GPO) untuk menghasilkan hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida
bereaksi dengan peroksidase (POD) dengan 4-klorofenol dan 4-aminoantipirin
untuk membentuk senyawa kompleks berwarna merah muda. Intensitas warna
sebanding dengan konsentrasi trigliserida dan dapat diukur kadarnya dengan
fotometer menggunakan panjang gelombang 546 nm.
Trigliserida lipase gliserol + asam lemak
Gliserol + ATP GK gliserol-3-fosfat + ADP
Gliserol-3-fosfat + O2 GPO dihydroxyacetone fosfat + H2O2
H2O2 + 4-aminoantipyrine POD quinoneimine + HCl + H2O + 4-chlorofenol
(Chakravarti, 2005)
54
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
g. Mikropipet 10 µL dan 1000 µL
h. Rak tabung
i. Semi automatic chemistry analyzer
j. Sentrifuge
k. Tabung reaksi
l. Tabung sentrifuge
3.2.2 Bahan
f. Aquades
g. EDTA
h. Plasma darah
i. R1 (Enzym reagent): PIPES buffer pH 7,5, 4-chlorofenol, 4-
aminoantipyrine, magnesium ions, ATP, lipase, peroksidase, gliserol kinase,
gliserol-3-phosphate oksidase
j. Standar trigliserida
4.2. Prosedur Kerja
f. Disentrifuge darah agar terpisah serum dan plasma dengan kecepatan 3000
rpm selama 10 menit.
g. Disiapkan tiga buah tabung reaksi.
h. Dimasukkan larutan blanko sebanyak 1000 µL pada semua tabung, pada
tabung II ditambahkan dengan 10 µL standar trigliserida dan pada tabung III
ditambahkan dengan 10 µL plasma darah.
i. Diinkubasi seluruh tabung pada suhu kamar selama 10 menit.
j. Diukur kadarnya dengan alat semi automatic chemistry analyzer.
55
5.2 Hasil Pengamatan
5.2.1 Tabel Pengamatan
SampelAbsorbansi
HasilHasil
PerhitunganBlanko Standar Sampel
Sampel 1 0,187 0,289 0,293 207,92 mg/dL 207,8 mg/dL
Sampel 2 0,204 0,307 0,257 102,05 mg/dL 102,91 mg/dL
Sampel 3 0,187 0,269 0,227 98,45 mg/dL 97,56 mg/dL
5.2.2 Perhitungan
d. Sampel 1
C = 200 × Asampel - Ablanko
Astandar - Ablanko
= 200 × 0,293 – 0,1870,289 – 0,187
= 200 ×0,1060,102
= 207,8 mg/dL
e. Sampel 2
C = 200 ×Asampel - Ablanko
Astandar - Ablanko
= 200 ×0,257 – 0,2040,307 – 0,204
= 200 ×0,0530,103
= 102,91 mg/dL
f. Sampel 3
C = 200 ×Asampel - Ablanko
Astandar - Ablanko
= 200 × 0,227 – 0,1870,269 – 0,187
= 200 ×0,0400,082
= 97,56 mg/dL
56
5.2.3 Reaksi
Trigliserida lipase gliserol + asam lemak
Gliserol + ATP GK gliserol-3-fosfat + ADP
Gliserol-3-fosfat + O2 GPO dihydroxyacetone fosfat + H2O2
H2O2 + 4-aminoantipyrine POD quinoneimine + HCl + H2O + 4-chlorofenol
57
6.2 Pembahasan
Percobaan ini mengenai penentuan kadar trigliserida dalam plasma darah
menggunakan metode enzimatik. Trigliserida adalah jenis lemak yang dapat
ditemukan dalam darah dan merupakan hasil uraian tubuh pada makanan yang
mengandung lemak dan kolesterol yang telah dikonsumsi dan masuk ke tubuh
serta dibentuk di hati. Tujuan dilakukan pengukuran trigliserida adalah untuk
memantau dan menilai resiko aterosklerosis khususnya bila ada riwayat keluarga
yang positif. Selain itu juga pada penyakit jantung koroner, stroke, pankreatitis,
penyakit hati dan ginjal.
Metabolisme trigliserida terjadi di dalam hati dan jaringan adiposa.
Trigliserida yang ada di dalam hati kemudian ditransport oleh lipoprotein ke
jaringan adiposa, dimana trigliserida juga disimpan untuk energi. Trigliserida
diangkut terutama sebagai kilomikron dari usus menuju hepar, kemudian
mengalami metabolisme dalam jumlah besar sebagai VLDL diangkut dari hepar
menuju ke seluruh jaringan tubuh. Oleh karena itu trigliserida yang tinggi
cenderung disertai dengan VLDL dan LDL yang tinggi pula, sementara HDLnya
rendah.
Perbedaan kolesterol dan trigliserida adalah kolesterol pada tubuh disimpan
dalam jaringan hati atau dinding pembuluh darah, sedangkan trigliserida disimpan
di dalam sel lemak di bawah jaringan kulit. Trigliserida bermanfaat pada tubuh
dengan menghasilkan energi yang lebih besar dibandingkan kolesterol, sedangkan
kolesterol bermanfaat pada tubuh untuk membangun sel-sel tubuh dan juga
hormon-hormon tertentu. Kadar kolesterol pada seseorang tidak bergantung pada
gemuk kurusnya seseorang karena banyak ditemui orang-orang yang kurus
memiliki kadar kolesterol yang tinggi.
Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah plasma darah. Alasan
digunakan plasma darah sebagai sampel karena plasma darah dapat melarutkan
dan membawa trigliserida dalam tubuh. Plasma darah adalah cairan berwarna
kuning muda yang didapat dengan menambahkan antikoagulan pada darah. Oleh
karena itu plasma darah masih mengandung fibrinogen. Antikoagulan yang
digunakan adalah EDTA. EDTA umumnya tersedia dalam bentuk garam sodium
58
(natrium) atau potassium (kalium) dan berguna untuk mencegah penggumpalan
darah dengan cara mengikat atau mengkhelasi kalsium.
Prinsip dari pengujian trigliserida ini adalah enzim lipase akan
memperantarai hidrolisis trigliserida menjadi gliserol dan asam-asam lemak.
Selanjutnya gliserol ini akan mengalami fosfatasi dengan bantuan enzim gliserol
kinase yang akan menghasilkan dihidroksi-aseton-fosfat dan H2O2. Pada tahap
selanjutnya, H2O2 akan bereaksi dengan 4-aminoantipirin dan 4-klorofenol dengan
bantuan enzim peroksidase membentuk kompleks kuinonimin yang berwarna
merah muda yang kemudian dapat diukur secara fotometri.
Tahap pertama yang dilakukan adalah dengan memasukkan darah ke dalam
tabung sentrifuge kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10
menit. Dimana dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit ini merupakan waktu
dan kecepatan optimum dalam memisahkan antara plasma darah dan serumnya.
Prinsip dari sentrifugasi adalah memisahkan serum dan plasma berdasarkan
prinsip berat jenis (BJ) dimana serum berwarna lebih merah tua pekat sehingga
berada di bagian bawah tabung (BJ besar), sedangkan plasma yang berwarna
kuning bening (BJ kecil) akan berada pada bagian atas tabung. Kemudian
dimasukkan larutan blanko sebanyak 1000 µL ke dalam 3 buah tabung reaksi,
pada tabung II ditambahkan 10 µL standar trigliserida dan pada tabung III
ditambahkan 10 µL plasma darah. Setelah itu seluruh tabung diinkubasi selama 10
menit agar reagen dan sampel dapat bereaksi optimal karena reaksi yang terjadi
merupakan reaksi enzimatis yang berjalan lambat. Kemudian diukur kadarnya
dengan menggunakan alat semi automatic chemistry analyzer.
Prinsip kerja alat semi automatic chemistry analyzer sama dengan alat
fotometer yaitu pengukuran penyerapan akibat interaksi sinar yang mempunyai
panjang gelombang tertentu dengan larutan atau zat warna yang dilewatinya. Alat
ini kurang spesifik dibandingkan dengan spektrofotometer. Hal ini dikarenakan
pada spektrofotometer, panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi
dan diperoleh dengan alat pengurai seperti plasma atau celah optis sedangkan
pada fotometer tidak dapat terseleksi.
59
Berdasarkan hasil percobaan, didapatkan hasil bahwa kadar trigliserida pada
sampel 1 sebesar 207,92 mg/dL, pada sampel 2 sebesar 102,05 mg/dL, dan pada
sampel 3 sebesar 98,45 mg/dL. Berdasarkan literatur, ambang batas trigliserida
dalam darah adalah 150 mg/dL. Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa kadar
trigliserida pada sampel 1 melebihi batas normal. Sedangkan pada sampel 2 dan 3
kadar trigliseridanya normal. Dikatakan seseorang memiliki kadar trigliserida
yang tinggi jika kadarnya 200-499 mg/dL. Terdapat empat tingkatan pada kadar
trigliserida yaitu kisaran normal jika kadarnya kurang dari 150 mg/dL, batas
tinggi jika kadarnya 150-199 mg/dL, tinggi jika kadarnya 200-499 mg/dL, dan
sangat tinggi jika kadarnya lebih dari 500 mg/dL. Kadar trigliserida yang tinggi
disebut hiperlipidemia. Kadar trigliserida yang tinggi disebabkan oleh kombinasi
faktor genetik dan gaya hidup. Seseorang yang masuk kategori tinggi biasanya
juga memiliki faktor resiko penyakit jantung seperti lingkar pinggang yang lebar
atau resistensi insulin yang menyebabkan diabetes. Perubahan gaya hidup adalah
terapi utama yang bisa dilakukan.
Faktor yang dapat mempengaruhi kadar trigliserida dalam darah adalah
kegemukan, makanan berlemak jenuh tinggi, makanan yang tinggi glukosa atau
karbohidrat serta minuman beralkohol. Pada makanan-makanan berlemak jenuh
tinggi dan tinggi glukosa dapat mempengaruhi kadar trigliserida apabila
dikonsumsi secara terus-menerus atau berlebihan karena makanan yang berlemak
jenuh atau tinggi glukosa sulit diuraikan menjadi unsur-unsur lain. Lemak jenuh
sering disebut kolesterol adalah suatu komponen dalam tubuh berbentuk seperti
lilin yang berwarna putih, diproduksi di dalam hati dan secara alami ditemukan di
dalam tubuh. Lemak jenuh akan bertahan sebagai lemak atau kolesterol jahat dan
menumpuk dalam pembuluh darah. Sedangkan mengkonsumsi alkohol secara
berlebihan dapat merusak fungsi hati dimana hati berguna untuk mensintesis
lipoprotein. Lipoprotein adalah partikel kecil yang komposisinya serupa
kilomikron, dimana lipoprotein digunakan untuk transport lemak antar jaringan
dan bersirkulasi dalam darah. Apabila fungsi hati menurun akibat konsumsi
alkohol yang berlebihan maka hati tidak dapat mensintesis lipoprotein dan lemak
60
tidak dapat ditranspor sehingga terjadi penumpukkan lemak di saluran arteri yang
dapat mempercepat timbulnya plak pada dinding arteri.
Jika kadar trigliserida tinggi maka dapat beresiko terkena penyakit
aterosklerosis. Aterosklerosis adalah suatu kondisi berupa pengumpulan lemak
(lipid) di sepanjang dinding arteri. Lemak ini kemudian mengental, mengeras dan
akhirnya mempersempit saluran arteri sehingga mengurangi suplai oksigen
maupun darah ke organ-organ tubuh. Timbunan lemak yang mengeras di dinding
arteri ini disebut plak. Bila plak menutupi saluran arteri, jaringan yang disuplai
oleh arteri akan mati. Komplikasi aterosklerosis terjadi bila plak pecah dan
bermigrasi melalui arteri ke bagian lain. Plak yang beredar disebut emboli yang
terdiri dari lemak, sel-sel mati, gumpalan darah.
Untuk menurunkan kadar trigliserida dapat dilakukan dengan
memperbanyak makanan tinggi protein tak berlemak seperti kacang kedelai dan
jenis kacang-kacangan lainnya, dada ayam tanpa kulit, ikan salmon, ikan tuna,
putih telur, tahu dan tempe. Selain itu dengan memperbanyak konsumsi buah-
buahan dan sayur-sayuran yang mengandung serat tinggi, berolahraga minimal 30
menit per hari dan menghentikan kebiasaan merokok dan minuman beralkohol.
Sedangkan obat-obat yang dapat menurunkan kadar trigliserida adalah asam
askorbat, kofibrat, fenformin dan metformin.
61
7.2. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:4. Kadar trigliserida pada sampel 1 sebesar 207,92 mg/dL.
5. Kadar trigliserida pada sampel 2 sebesar 102,05 mg/dL.
6. Kadar trigliserida pada sampel 3 sebesar 98,45 mg/dL.
62
PERCOBAAN VPENENTUAN KADAR ASAM URAT
(KUANTITATIF)
1.1 Tujuan
Menentukan kadar asam urat secara kuantitatif dengan metode enzimatik
fotometri koulometri.
2.1 Dasar Teori
Asam urat telah dikenal sejak abad ke 5 M, tetapi hingga sekarang belum
juga ditemukan obat yang efektif untuk dapat menyembuhkannya, meskipun pada
akhir tahun 1814 telah ditemukan kolkisin sebagai dasar pengobatannya, namun
penderitanya semakin hari juga semakin bertambah. Umumnya yang sering
terserang asam urat adalah laki-laki karena kaum laki-laki memiliki kadar asam
urat yang memang lebih tinggi daripada perempuan (Utami, 2004).
Kata urat dalam asam urat tidak ada hubungannya dengan urat syaraf dan
urat daging. Nama asam urat merupakan terjemahan dari urid acid. Apabila acetic
acid diterjemahkan menjadi asam asetat, maka urid acid diterjemahkan menjadi
asam urat. Kadar asam urat di dalam darah antara 3,4-7,0 mg/dL pada laki-laki,
dan 2,4-5,7 mg/dL pada perempuan. Bila lebih tinggi dari harga itu maka
dikatakan mengalami hiperurisemia (Djojodibroto, 2001).
Asam urat adalah produk penguraian basa purin, kreatin dihasilkan dari
kreatin fosfat dan amonia dihasilkan dari glutamin, terutama oleh ginjal tempat
amonia membantu menjadi penyangga urin dengan cara bereaksi dengan proton
untuk membentuk ion amonium (NH4+). Senyawa-senyawa ini terutama dieksresi
melalui urin, tetapi cukup banyak dikeluarkan melalui feses dan kulit. Sejumlah
kecil metabolit berisi nitrogen terbentuk dari penguraian neurotransmitter hormon,
dan produk khusus asam amino lainnya dan dikeluarkan melalui urin. Sebagian
produk penguraian ini misalnya bilirubin (dibentuk dari penguraian hem),
terutama ekskresi oleh feses (Marks, 1996).
63
Urat dihasilkan oleh sel yang mengandung xantine oksidase, terutama hepar
dan usus kecil. Asam urat merupakan produk akhir dari katabolisme adenin dan
guanin yang berasal dari pemecahan nukleotida purin.
Asam urat merupakan produk akhir metabolisme purin yang terdiri dari
komponen-komponen karbon, nitrogen, oksigen dan hidrogen dengan rumus
molekul C5H4N4O3. Pada pH alkali kuat, asam urat membawa ion urat dua kali
lebih banyak daripada pH asam.
Purin yang berasal dari katabolisme asam nukleat dalam diet diubah
menjadi asam urat secara langsung, pemecahan nukleotida purin terjadi di semua
sel, tetapi asam urat hanya dihasilkan oleh jaringan yang mengandung xiantine
terutama di hepar dan usus kecil. Rerata sintesa asam urat endogen setiap harinya
adalah 300-600 mg per hari, dari diet 600 mg lalu diekskresikan ke urin rerata 600
mg per hari dan ke usus sekitar 200 mg per hari.
Rumus struktur kimia asam urat
(Nasrul, 2012)
Dalam darah sebagian besar asam urat dalam bentuk monosodium urat.
Pada penderita gout, konsentrasi monosodium urat sangat tinggi dalam bentuk
campuran yang sangat jenuh sehingga beresiko terjadinya deposit kristal urat pada
jaringan yang menghasilkan:
1. Iofi (nodul subkutan akibat deposit kristal urat)
2. Sinovitis dan artritis
3. Penyakit ginjal dan kalkuli
(Underwood, 1994)
Nilai-nilai rujukan untuk asam urat. Nilai-nilai dapat berbeda untuk satu
laboratorium dengan laboratorium yang lain. Dalam serum kadar asam urat pada
64
laki-laki dan wanita dewasa adalah 3,5-8,0 mg/dL (pria) dan 2,8-6,8 mg/dL
(wanita). Pada anak-anak adalah 2,5-5,5 mg/dL. Pada lansia 3,5-8,5 mg/dL.
Dalam urine kadar asam urat adalah pada dewasa 200-500 mg/24 jam (diet rendah
purin), 250-750 mg/24 jam (diet normal), pada anak-anak kadarnya sama dengan
dewasa.
Peningkatan asam urat (hiperurisemia) dalam urin dan serum tergantung
dari fungsi ginjal, frekuensi metabolisme purin, dan asupan makanan yang
mengandung purin. Jumlah asam urat yang berlebihan dikeluarkan dalam urin.
Asam urat dapat membentuk kristal di dalam saluran kemih, dan urin bersifat basa
adalah penting pada hiperurisemia. Masalah yang sering terjadi pada
hiperurisemia yaitu gout. Nilai dari asam urat biasanya berubah dari hari ke hari,
sehingga nilai-nilai asam urat mungkin diulang dalam beberapa hari atau minggu.
(Kee, 1995)
Penyebab gout adalah multifaktor, ada komponen genetik tetapi bekerjanya
faktor lain penyebab gout ini dimasukkan ke dalam kelainan yang didapat faktor
etiologik ialah:
1. Jenis kelamin (pria > wanita)
2. Riwayat keluarga
3. Diet (daging-alkohol)
4. Keadaan sosial, ekonomi (tinggi > rendah)
5. Ukuran tubuh (besar > kecil)
(Underwood, 1994)
Beberapa faktor ini tentunya saling mempengaruhi. Gout dapat dibagi dalam
gout primer, karena beberapa kelainan genetik pada metabolisme purin dan gout
sekunder karena meningkatnya suatu pembebasan asam nukleik dari jaringan
neurotik atau ekskresi asam urat dalam urin yang berkurang (Underwood, 1994).
Peningkatan kadar asam urat dapat mempengaruhi gangguan pada tubuh
manusia seperti perasaan linu-linu di daerah persendian dan sering disertai
timbulnya rasa nyeri yang teramat sangat bagi penderitanya. Hal ini disebabkan
oleh penumpukan kristal di daerah tersebut akibat tingginya kadar asam urat di
dalam darah (Andry, 2009).
65
Sintesis asam urat dimulai dari terbentuknya basa purin dari gugus ribosa,
yaitu s-phosphoribosyl-1-phosphat (PRPP) yang didapat dari ribose-5-phosphat
yang disintesi dengan ATP dan merupakan sumber gugus ribosa. Reaksi pertama,
PRPP bereaksi dengan glutamin membentuk fosforibosilamin yang mempunyai
sembilan cincin purin. Reaksi ini dikatalisasi oleh PRPP glutamit
aminotransferase. Suatu enzim yang dihambat oleh produk nukleotida irosine
monophosphate (IMP), adenine monophosphat (AMP) dan guanine
monophosphat (GMP) sehingga memperlamabat produk nuleotida purin dengan
menurunkan kadar substrat PRPP.
IMP merupakan nukleotida purin pertama yang dibentuk dari gugus glisin
dan mengandung basa hipaxantine. IMP berfungsi sebagai titik cabang dari
nukleotida adenin dan guanin. AMP berasa; dari IMP melalui penambahan gugus
amino aspartat ke karbon enam cincin purin dalam reaksi yang memerlukan GTP.
GMP berasal dari IMP melalui pemindahan satu gugus amino dari amino
glutamin ke karbon dua cincin purin, reaksi ini membutuhkan ATP.
AMP mengalami deaminasi menjadi inosin, kemudian IMP dan GMP
mengalami defosforilasi menjadi inosin dan guanosin. Basa hipoxantine terbentuk
dari IMP yang mengalami defosforilasi dan diubah oleh xantine oksidase menjadi
xantine serta guanine akan mengalami deaminasi untuk menghasilkan xantine.
Xantine akan diubah oleh xantine oksidase menjadi asam urat (Nasrul, 2012).
Hiperurisemia didefinisikan sebagai kadar asam urat serum lebih dari 7
mg/dL pada laki-laki dan lebih dari 6 mg/dL pada perempuan. Hiperurisemia yang
lama dapat merusak sendi, jaringan lunak dan ginjal (Nasrul, 2012).
Hiperurisemia disebabkan oleh sintesa purin yang berlebihan dalam tubuh
karena pola makan yang tidak teratur dan proses pengeluaran asam urar dari
dalam tubuh yang mengalami gangguan ataupun yang lainnya (Andry, 2009).
Hiperurisemia ini dibagi menjadi dua, yakni hiperurisemia primer yang
tidak diketahui penyebabnya dan hiperurisemia sekunder yang diketahui
penyebabnya seperti glikogen dan ginjal. Normalnya, asam urat sebagai hasil
samping dari pemecahan sel terdapat dalam darah karena tubuh secara
berkesinambungan memecah dan membentuk sel yang baru. Ketika ginjal tidak
66
sanggup untuk mengeluarkannya melalui kandung kemih, sehingga kadar asam
urat darah pun meningkat. Selain itu, tubuh juga dapat membuat asam urat dalam
jumlah sangat tinggi akibat adanya abnormalitas suatu enzim atau serangan suatu
penyakit (Utami, 2004).
Secara klinis, penyakit asam urat dibagi menjadi empat tahap, yakni tahap
asimtomatik, akut, interkritikal, dan kronis. Setiap tahap ini memiliki gejala yang
ditandai dengan meningkatnya asam urat tanpa disertai gejala nyeri, tofus, atau
batu urat disaluran kemih. Tahap akut ditandai dengan serangan nyeri di
persendian yang mendadak dan hebat, disertai rasa panas dan kemerahan yang
umumnya terjadi di pangkal ibu jari kaki pada tengah malam dan dini hari. Tahap
interkritikal yang ditandai dengan berjalannya aktivitas normal tanpa rasa sakit
sama sekali, bahkan penderita tidak mengalami serangan kembali. Disebut
memasuki tahap kronis jika ditandai dengan pembentukan tofus, setelah 11 tahun
serangan pertama terjadi, akibat gejala yang tidak diobati. Dalam tahap ini, nyeri
akan berlangsung lama, terus-menerus, dan akhirnya bengkak, sehingga sendi
menjadi kaku dan sakit (Utami, 2004).
67
3.1 Alat dan bahan
3.1.1 Alat
a. Mikropipet 10 µL; 1000 µL
b. Rak tabung reaksi
c. Semi automatic chemistry analyzer (fotometer)
d. Sentrifuge
e. Tabung bertutup
f. Tabung reaksi
g. Tabung sentrifuge
3.1.2 Bahan
a. EDTA
b. Plasma darah
c. Reagen R1 (buffer fosfat pH 7,0, 4-aminophenazone, DCHBS, uricase dan
peroksidase
d. Standar asam urat
1.1. Prosedur Kerja
4.1.1 Penyiapan sampel
a. Diambil darah segar dari pendonor.
b. Dimasukkan darah segar ke dalam tabung bertutup yang berisi EDTA.
c. Dipindahkan ke dalam tabung sentrifuge.
d. Disentrifugasi selama 10 menit dalam sentrifuge.
e. Diambil supernatan dari hasil sentifuge yang berupa plasma darah.
4.1.2 Pengujian kadar asam urat
a. Disiapkan 3 buah tabung reaksi. Tabung I diisi sampel, tabung II diisi
larutan standar masing-masing 20 µL dan tabung III diisi larutan blanko.
b. Ditambahkan pereaksi R1 pada masing-masing tabung sebanyak 1000 µL.
c. Dicampur dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu 20-250C atau selama 5
menit pada suhu 370C.
d. Diukur absorbansi sampel dan larutan standar terhadap pereaksi blanko
dalam waktu 15 menit.
68
5.1 Hasil Pengamatan
5.1.1 Tabel pengamatan
SampelAbsorbansi
HasilHasil
PerhitunganBlanko Standar Sampel
Sampel 1 0,104 0,704 0,224 1,62 mg/dL 1,6 mg/dL
Sampel 2 0,100 0,34 0,167 2,18 mg/dL 2,23 mg/dL
Sampel 3 0,100 0,561 0,145 0,84 mg/dL 0,85 mg/dL
5.1.2 Hasil perhitungan
a. Sampel 1
C = 8 × A.Sampel-A.BlankoA.standar-A.Blanko
C = 8 × 0,224-0,1040,704-0,104
C = 1,6 mg/dL
b. Sampel 2
C = 8 ×A.Sampel-A.BlankoA.standar-A.Blanko
C = 8 × 0,167-0,1040,34-0,104
C = 2,23 mg/dL
c. Sampel 3
C = 8 × A.Sampel-A.BlankoA.standar-A.Blanko
C = 8 × 0,145-0,1040,561-0,104
C = 0,85 mg/dL
69
6.1 Pembahasan
Asam urat merupakan produk akhir metabolisme purin yang terdiri dari
komponen karbon, nitrogen, oksigen dan hydrogen dengan rumus molekul
C5H4N4O3. Pada pH dikali kuat, asam urat membentuk ion urat dua kali lebih
banyak dari pada pH asam.
Sintesis asam urat dimulai dari terbentuknya basa purin dari gugus ribose
yaitu PRPP yang didapat dari ribosa 5-fosfat yang disintesis dengan ATP. Reaksi
pertama PRPP bereaksi dengan glutamine membentuk fosforibosilamin.
Kemudian reaksi dikatalis oleh PRPP glutamil amidotransferase. Ketiga
nukleotida menghambat sintesis PRPP sehingga menghambat produk nukleotida
purin dengan menurunkan kadar substrat.
IMP merupakan nukleotida purin yang pertama yang dibentuk dari gugus
glisin dan mengandung basa hypoxanthine. Kemudian terbentuk AMP dari IMP
melalui penambahan sebuah gugus amino aspartat ke karbon enam cincin purin
dalam reaksi yang memerlukan GPT. Selain membentuk AMP, IMP juga
membentuk GMP melalui pemindahan satu gugus amino dari amino glutamine ke
karbon dua cincin purin dengan bantuan ATP.
AMP mengalami deaminasi menjadi inosin, sedangkan IMP dan GMP
mengalami defosforilasi menjadi inosin dan guanosin. Basa hypoxanthine
mengalami defosforilasi diubah menjadi xhantine oxidase menjadi xhantine serta
guanine. Xhantine akan diubah menjadi asam urat oleh xhantine oxidase.
Kadar asam urat normal pada laki-laki adalah 3,5-8,0 mg/dL. Untuk wanita
kadar asam urat normal adalah 2,8-6,8 mg/dL. Anak-anak 2,5-5,5 mg/dL dan
lansia adalah 3,5-8,5 mg/dL. Karena pada laki-laki lebih tinggi kadar asam
uratnya sehingga laki-laki lebih rentan terhadap penyakit asam urat.
Percobaan ini mengenai penentuan kadar asam urat dengan menggunakan
metode kuantitatif. Dengan metode kuantitatif ini pengukuran kadar asam urat
dapat ditentukan secara akurat dan lebih spesifik apabila menggunakan metode
lain misalnya secara semi kuantitatif hanya mennentukan ada tidaknya senyawa
yang dapat dijadikan indikasi dan hanya memperkirakan kadar secara tidak
70
spesifik. Metode kuantitatif yang digunakan adalah enzymatic colorimetric-test
(metode uricase-PAP).
Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah plasma. Plasma adalah
komponen darah yang berupa cairan berwarna kekuningan. 55% dari jumlah per
volume darah merupakan plasma darah. Plasma darah terdiri dari 90 % air dan 10
% larutan protein, glukosa, faktor koagulasi, ion mineral, hormon dan karbon
dioksida, faktor koagulan dalam plasama darah dapat menyebabkan darah
menggunmpal tanpa penambahan zat anti koagulan. Zat antikoagulan yang
digunakan adalah EDTA. EDTA merupakan kepanjangan dari asam etilen diamin
tetra asetat yang sering dipilih sebagai antikoagulan. Keuntungan EDTA
dibanding dengan antikoagulan lain adalah karena EDTA tidak mempengaruhi
sel-sel darah sehingga ideal untuk pengujian. EDTA mencengah pengunpulan
darah dengan cara mengikat kalsium atau dengan menghambat pembentukan
thrombin yang diperlukan untuk mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin dalam
proses pembekuan. EDTA harus dicampur segera setalah pengambilan darah
untuk mencegah pembentukan microdot. Pencampuran dilakukan perlahan untuk
mencegah terjadinya hemolisis.
Plasma pada percobaan ini didapat dengan cara sentrifugasi selama kurang
lebih 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm menggunakan alat sentrifuge. Prinsip
kerja sentrifuge ini adalah dengan memutar tabung sentrifuge pada kecepatan
tertentu maka zat cair yang lebih padat akan terpisah ke bagian bawah tabung
sentrifuge membentuk endapan dan zat cair yang lebih ringan akan terpisah ke
bagian atas tabung sentrifuge. Plasma digunakan pada percobaan ini karena
plasma dapat dijadikan sebagai indikator untuk menentukan kadar asam urat
dalam darah. Pereaksi yang digunakan adalah pereaksi R1 yang merupakan enzim
4×10 mL yang berisikan buffer fosfat pH 7,0, 4-aminophenazone, DCHBS,
uricase dan peroxidase. Pereaksi ini nanti akan bereaksi dengan asam urat
membentuk reaksi H2O2 setelah katalis dari peroksidase dengan 3,5-dichlora-2-
hydroxybenzenesulfonic acid (DcHBS) dan 4-aminophenazone (PAP) yang akan
memberikan warna violet quinoneimine sebagai indikator.
71
Langkah pertama yang dilakukan pada percobaan ini adalah disiapkan tiga
buah tabung reaksi yang kemudian diisi sampel pada tabung pertama, larutan
standar pada tabung kedua dan larutan blanko pada tabung ketiga. Larutan standar
merupakan larutan yang telah diketahui konsentrasinya. Sedangkan larutan blanko
adalah larutan yang tidak mengandung analit pada percobaan ini pereaksi R1 yang
digunakan sebagai larutan blanko. Dan pada tabung sampel dan standar R1
digunakan sebagai pereaksi. Ketiga tabung lalu diinkubasi pada suhu kamar atau
suhu ruang selama kurang lebih 10 menit. Dan setelah itu diukur absorbansinya
dengan menggunakan alat fotometer. Prinsip kerja dari fotometer adalah
pengukuran sinar akibat interaksi sinar yang mempunyai panjang gelombang
tertentu dengan larutan atau zat warna yang dilewatinya, untuk menganalisis
cahaya. Fotometer mengukur cahaya setelah melalui filter atau melalui
monokromator penentuan ditentukannya panjang gelombang atau untuk analisis
terhadap distribusi spectrum cahaya. Setelah diukur absorbansinya ketiga tabung
didapat hasil kadar asam urat pada sampel adalah 1,62 mg/dL, sampel 2 2,18
mg/dL, sampel 3 0,84 mg/dL. Dengan perhitungan manual kadar asam urat yang
didapat adalah pada sampel 1 1,6 mg/dL, sampel 2 2,23 mg/dL, dan sampel 3
adalah 0,85 mg/dL. Berdasarkan hasil data yang diperoleh sampel 1, 2 dan 3
kadarnya normal. Peningkatan kadar asam urat dapat mengakibatkan gangguan
pada tubuh manusia seperti perasaan linu-linu didaerah persendian yang teramat
sangat bagi penderitanya. Hal ini disebabkan oleh penumpukan kristal di daerah
tersebut akibat tingginya kadar asam urat dalam darah.
Penyakit yang disebabkan oleh tingginya kadar asam urat adalah
hiperurisemia sedangkan apabila kadar asam urat dibawah normal maka disebut
hipourisemia.
Penyakit-penyakit tersebut dapat dicegah atau dihambat dengan terapi secara
farmakologi. Terapi secara farmakologi dapat dilakukan dengan cara
mengkonsumsi obat-obatan penurun atau meningkatkan kadar asam urat seperti
azatioprin, koumarin, sulfinpirazon, probenesial dan lain-lain. Sedangkan terapi
non farmakologi dapat dilakukan dengan mengatur pola makan yang sehat,
72
sering berolahraga, minum air putih yang cukup setiap hari dan hindari hal-hal
yang dapat meningkatkan kadar asam urat seperti minuman beralkohol.
Faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan kadar asam urat diantaranya
faktor hormonal dapat menyebabkan kadar asam urat meningkat karena dapat
menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat meningkatkan produksi asam
urat atau bisa juga diakibatkan karena berkurangnya pengeluaran asam urat dari
dalam tubuh. Adanya produk asam urat berlebihan karena meningkatnya
pembentukan purin dalam tubuh. Peningkatan tersebut berasal dari asupan sumber
makanan yang mengandung purin tinggi. Semakin tinggi zat purin maka produlksi
asam urat juga semakin meningkat. Obat-obatan seperti asetaminofen, diuretik,
metildopa dan lain-lain. Selain itu faktor keturunan bisa menyebabkan
peningkatan kadar asam urat karena terjadi gangguan pada penyimpanan glikogen
atau defisiensi enzim pencernaan, sehingga tubuh lebih banyak menghasilkan
senyawa laktat yang berkompetisi dengan asam urat untuk dibuang oleh ginjal.
73
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Kadar asam urat pada sampel I adalah 1,62 mg/dL dan 1,6 mg/dL.
2. Kadar asam urat pada sampel II adalah 2,18 mg/dL dan 2,23 mg/dL.
3. Kadar asam urat pada sampel III adalah 0,84 mg/dL dan 0,85 mg/dL.
74
PERCOBAAN VIPENENTUAN KADAR KREATININ DAN BUN
(KUANTITATIF)
1.1 Tujuan
Menentukan kadar kreatinin dan BUN dengan metode enzimatik GOP-PAP
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Darah
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bagian intraseluler
adalah cairan yang disebut plasma dan didalamnya terdapat unsur-unsur padat
yaitu sel darah merah.Volume darah secara keseluruhan kira-kira merupakan satu
per dua belas berat badan, atau kira-kira 5 liter. Sekitar 55 persennya adalah
cairan, sedangkan 45 persen sisanya terdiri atas sel darah. Angka ini digunakan
dalam nilai hematokrit atau volume sel darah yang dipadatkan yang berkisar
antara 40 sampai 47.
Pada waktu sehat volume darah konstan sampai batas tertentu diatur oleh
tekanan osmotik dalam pembuluh darah dan dalam jaringan.
Susunan darah, serum darah atau plasma terdiri atas :
Air 91,0 %
Protein 8,0 % Albumin, globulin, protombin dan fibrinogen
mineral 0,9 %
Natrium chlorida, natrium bikarbonat, garam
kalsium, fosfor, magnesium, besi dan
seterusnya
Sisanya diisi dengan sejumlah bahan organik yaitu, glukosa, lemak, urea,
asam urat, kreatinin, kolestrol dan asam amino.
Plasma juga berisi :
a. Gas oksigen dan karbon dioksida
b. Hormon- hormon
c. Enzim dan
d. Antigen
75
Sel darah terdiri atas tiga jenis :
a. Eritrosit atau sel darah merah
b. Leukosit atau sel darah putih dan
c. Trombosit atau butir pembeku
(Pearce, 2009)
2.1.2 Kreatinin
Merupakan produk akhir dari metabolisme kreatinin otot dan kreatinin
fosfat (protein) disintease dalam hati, ditemukan dalam otot rangka dan darah dan
dieksresikan dalam urine. Jumlah kreatinin yang disusun sebanding dengan massa
otot rangka. Pemeriksaan kreatinin serum berguna untuk mengevaluasi fungsi
glomerullus yang dihasilkan lebih spesifik daripada BUN. Peningkatan dalam
serum tak dipengaruhi oleh diet dan masukan cairan.
Perbandingan normal antara BUN dan kreatinin adalah 10 : 1. Nilai rasio
yang lebih tinggi menjadi petunjuk adanya gangguan prarenal. Nilai normal dalam
darah adalah :
Pria : 0,6–1,3 mg/dL atau 45–132,5 umol/L
Wanita : 0,5–0,9 mg/dL
Anak : 0,4–,2 mg/dL (27–54 umol/L)
Bayi : 0,7–1,7 mg/dL
(Sutedjo, 2006)
Dalam darah kreatinin dihilangkan dengan proses filtrasi melalui
glomerulus ginjal dan disekresikan dalam bentuk urin. Ginjal yang sehat
menghilangkan kreatinin dari darah dan memasukkannya pada urin untuk
dikeluarkan dari tubuh (Sulistyanti, 2011).
Peningkatan kreatinin dalam darah menunjukkan adanya penurunan fungsi
ginjal dan penyusutan masa otot rangka. Kadar kreatinin darah cenderung
tetap/tidak banyak berubah dibanding kadar ureum. Mengukur kreatinin dalam
darah dalam kurun waktu untuk mengukur fungsi ginjal dalam eksresi kreatinin.
Apabila klearan mengecil berarti konsentrasi kreatinin dalam darah naik.
(Sutedjo, 2008)
76
Kreatinin darah meningkat apabila fungsi ginjal yang berlangsung secara
lambat terjadi bersamaan dengan penurunan masa otot, konsentrasi kreatinin
dalam serum mungkin stabil, tetapi angka eksresi (atau bersihan) 24 jam akan
lebih rendah daripada normal (Sacher, 2004).
2.1.3 Metabolisme Kreatinin
Kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme kreatin. Kreatinin sebagian
besar dijumpai diotot rangka, tempat zat ini terlibat dalam penyimpanan energi
sebagai Kreatin Fosfat (CP). Dari sintesis ATP dari ADP, kreatin fosfat dirubah
menjadi kreatinin dengan katalis enzim Kreatin Kinase (CK).
Reaksi ini berlanjut seiring dengan pemakaian energi sehingga dihasilkan
CP. Dalam prosesnya sejumlah kecil kreatin secara ireversibel menjadi kreatinin
yang dikeluarkan dari sirkulasi oleh ginjal. Jumlah kreatinin yang dihasilkan oleh
seseorang setara dengan massa otot rangka yang dimilikinya. Nilai rujukan untuk
kreatinin adalah 0,6 sampai 1,3 mg/dL untuk laki-laki dan 0,5 sampai 1,0 mg/dL
untuk perempuan.
Pembentukan kreatinin harian umumnya tetap dengan pengecualian pada
cedera fisik berat atau penyakit degeneratif yang menyebabkan kerusakan masif
pada otot ginjal yang mengekresikan kreatinin secara sangat efisien. Pengaruh
tingkat aliran darah dan produksi urin pada eksresi kreatinin jauh lebih kecil
dibandingkan pada eksresi urea karena penambahan temporer dalam aliran darah
dan produksi urin pada eksresi kreatinin jauh lebih kecil dibandingkan pada
ekskresi urea karena penambahan temporer dalam aliran darah dan aktivitas
glomerulus dikompensasi oleh peningkatan sekresi kreatinin oleh tubulus ke
dalam urin.
(Sacher, 2004)
2.1.4 BUN (Blood Urea Nitrogen)
Adalah produk akhir dari metabolisme protein, dibuat oleh hati sampai
dengan ginjal tidak mengalami perubahan glomerulus yang ideal, karena
peningkatannya dalam darah dipengaruhi oleh banyak faktor diluar ginjal
(Sutedjo, 2006).
77
Urea merupakan molekul dari amonia yang dibentuk pada proses deaminasi
asam amino dalam hati. Bahan dasar urea adalah amonia, karbon dioksida dan
kadar urea dalam darah orang dewasa adalah 1,8-4,0 mg/dL. Jika kuantitas urea
melebihi batas normalakan mengakibatkan tingginya kandungan urea dalam darah
dan umumnya terjadi pada penderita gagal ginjal (Khairl, 2005).
Nilai normal : (Berthelos) 8-20 mg/dl
Dewasa : 5 – 25 mg/dL
Anak : 5 – 20 mg/dL
Bayi : 5 – 15 mg/dL
Rasio nitrogen urea dan kreatinin = 12 : 1 – 20 : 1
Penurunan kadar BUN dapat disebabkan oleh hipervolemik (overhidrasi),
kerusakan hati yang berat, diet rendah protein, malnutrisi, kehamilan dan
penambahaan cairan glukosa intra vena yang lain. Obat fenotiazin juga dapat
menurunkan BUN. Peningkatan kadar BUNdapat terjadi pada dehidrasi konsumsi
protein yang tinggi, kegagalan prarenal (suplai darah menurun), gagal ginjal,
glomerulonefritis, pielonefritis, pendarahan gastrointestinal, septis, AMI dan DM.
(Sutedjo, 2006)
Nitrogen urea darah berasal dari penguraian protein, terutama protein yang
berasal dari makanan. Laki–laki memperlihatkan angka rata–rata yang sedikit
lebih tinggi daripada perempuan. Pada orang sehat yang makanannya sering
mengandung banyak protein, nitrogen urea darah biasanya berada diatas batas
rentang normal. Kadar BUN yang rendah umumnya tidak dianggap abnormal.Hal
ini mungkin mencerminkan rendahnya protein dalam makanan atau ekspansi
volume plasma. Kadar BUN yang sangat rendah merupakan temuan penting pada
penyakit hati yang berat, yang mengisyaratkan bahwa hati tidak mampu
membentuk urea dari amonia dalam sirkulasi (Sacher, 2004).
Kondisi kadar urea yang tinggi disebut uremia (walaupun dalam bahasa
umum uremia sering dianggap sebagai peningkatan semua zat sisa nitrogen).
Penyebab yang sering terjadi yaitu gagal ginjal yang menyebabkan gangguan
ekskresi. Uremia prarenal brerarti peningkatan BUN akibat mekanisme yang
bekerja sebelum filtrasi darah oleh glomerulus. Mekanisme-mekanisme ini
78
mencakup penurunan mencolok aliran darah ke ginjal seperti syok, dehidrasi atau
peningkatan katabolisme protein seperti pendarahan masif ke dalam saluran cerna
disertai pencernaan hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein dalam
makanan. Uremia pascarenal terjadi apabila terdapat obstruksi saluran kemih
bagian bawah ureter, kantung kemih atau uretra yang mencegah eksresi urin.
(Sacher, 2004)
2.1.5 Metabolisme Urea
Dibanyak jaringan tubuh terdapat pertukaran gugus amino antara asam-
asam amino yang dikatalis oleh aminotransferase. Selain itu dalamtransformasi
dan daur ulang asam–asam amino, gugus amino dikeluarkan dari asam amino.
Gugus amino yang dibebaskan diubah menjadi amonia yang mengalir kehati
dimana gugus tersebut digabungkan ke urea dalam satu jalur metabolik yang
disebut daur urea. Urea adalah molekul kecil dengan struktur kimia sebagai
berikut:
H2N NH2
Berat molekul urea = 60 dalton
Urea berdifusi bebas masuk ke dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Zat ini
dipekatkan dalam urin untuk diksresikan. Pada kesetimbangan nitrogen yang
stabil, sekitar 25 g urea dieksresikan setiap hari. Kadar dalam darah
mencerminkan keseimbangan antara produksi dan eksresi urea.
(Sacher, 2004)
Hampir seluruh urea dibentuk didalam hati oleh katabolisme asam-asam
amino dan merupakan produk eksresi protein yang utama.Konsentrasi urea dalam
plasma darah terutama menggambarkan keseimbangan antara pembentukan urea
dan katabolisme protein serta eksresi urea oleh ginjal.Sejumlah urea
dimetabolisme lebih lanjut dan sejumlah kecil hilang dalamkeringat dan feses.
(Baron, 1990).
O
C
79
2.1.6 Pengukuran Kreatinin
Analisis kadar kreatinin dalam tubuh merupakan indeks medis yang penting
untuk mengetahui kondisi laju filtrasi glomerulus, keadaan ginjal dan
berfungsinya kerja otot.Metode yang sering digunakan untuk penentuan kreatinin
adalah metode analisis secara kolorimetri melalui reaksi Jaffe.Reaksi Jaffe
merupakan reaksi yang sederhana dan mudah.Metode ini didasarkan pada
pembentukan senyawa berwarna merah orange yang terjadi antara asam pikrat
dengan kreatinin dalam suasana basa (Sulistyarti, 2011).
2.1.7 Pengukuran Urea
Penentuan urea dapat dilakukan dengan menggunakan metode
spektrofotometri dan potensiometri.Pada metode ini digunakan metode Berthelot
untuk mennentukan senyawa urea dalam larutan serum kontrol.Hasil hidrolisis
urea dengan urease menghasikan amonia dan karboksilat.Ion amonium yang
terbentuk bereaksi dengan hipoklorit dan salisilat membentuk larutan kuning
kehijau-hijauan yang dapat diukur secara spektrofotometri (Khairl, 2005).
Metode klasik untuk pemeriksaan urea memerlukan konversi menjadi
amonia oleh enzim urease yang spesifik dan pengukuran amonia, suatu metode
kolorimetri berdasarkan atas reaksi dengan diasetil monoksim yang sekarang
banyak dipakai.Analisa plasma (atau sering dari darah lengkap) untuk konsentrasi
urea mungkin merupakan pemeriksaan terlazim yang dilakukan dalam
laboratorium biokimia klinis.Terdapat jalur tes komersil yang cepat berdasarkan
atas reaksi urease karena mendekati pemeriksaan urea plasma (Baron, 1990).
80
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
a. Gelas kimia 50 mL
b. Mikropipet 100 μL dan 1000 μL
c. Rak tabung
d. Semi automatic chemistry analyzer
e. Sentrifuge
f. Tabung reaksi
g. Tabung sentrifuge
3.1.2 Bahan
a. Aluminium foil
b. Aquades
c. EDTA
d. Plasma darah
e. R1 BUN (TRIS pH 7.8, 2-oxaloglutarato, ADP (sal monosodium), urease
(Jack Bean), GLDH (Levadura de Baker))
f. R1 Kreatinin (Asam pikrat)
g. R2 BUN (NADH (sal disodio))
h. R2 Kreatinin (Sodium hydroxide)
i. Standar Urea 30 mg/dL
j. Standar kreatinin2 mg/dL
4.1 Prosedur Kerja
4.1.1 Penyiapan Sampel
a. Diambil darah sebanyak 3 mL dengan spuit
b. Dimasukkan dalam tabung reaksi
c. Ditambahkan EDTA
d. Disimpan
4.1.2 Pembuatan reagen kreatinin
a. Diambil R2 dan air, dimasukkan masing-masing ke satu tabung reaksi
dengan
81
perbandingan 1 : 4
b. Ditambahkan R1 (R1 dan R2) perbandingan 1 : 1
c. Dihomogenkan
4.1.3 Pembuatan reagen BUN
a. Diambil R1 dan R2 dengan perbandingan 5 : 1, dibuat dalam 21 mL dengan
R1 sebanyak 17,5 mL dan R2 sebanyak 3,5 mL
b. Dihomogenkan
4.1.4 Pengujian Kreatinin
a. Dipindahkan darah dari tabung reaksin ke dalam tabung sentrifuge
b. Disentrifugasi selama 10 menit, kecepatan 3000 rpm
c. Dibuat larutan blanko, standar dan sampel dengan 3 tabung
d. Dimasukkan 1000 μL reagen ke dalam tiga buah tabung reaksi
e. Dimasukkan larutan standar 100 μL ke dalam tabung 2 dan 100 μL sampel
plasma ke dalam tabung 3, tabung 1 sebagai kontrol
f. Dicampurkan secara homogen
g. Dibaca absorbansi setelah 30 detik pada alat Semi Automatic Chemistry
Analyzer
h. Dihiung konsentrasi
4.1.5 Pengujian BUN
a. Disentrifugasi darah
b. Dibuat larutan blanko, standar dan sampel dengan 3 tabung reaksi
c. Dimasukkan 1000 μL reagen ke dalam tiga buah tabung reaksi
d. Dimasukkan larutan standar 10 μL, ditambah 1000 μl, R2 pada tabung 3,
tabung 1 sebagai kontrol
e. Dicampur, diinkubasi selama 5 menit pada suhu 20°- 25° C atau 3 menit
pada suhu 37°C
f. Diukur absorbansipada alatSemi Automatic Chemistry Analyzer
g. Dihitung absorbansi
82
5.1 Hasil Pengamatan
5.1.1 Tabel Pengamatan
a. Kadar Kreatinin
Sampel
Absorbansi Kadar kreatinin
Blanko Standar Sampel Alat Perhitungan
Sampel 1 0,660 0,708 0,706 3mg/dL 1,9 mg/dL
Sampel 2 0,658 0,689 0,700 1 mg/dL 2,7 mg/dL
Sampel 3 0,658 0,700 0,690 2 mg/dL 1,52 mg/dL
b. Kadar BUN
SampelAbsorbansi Kadar BUN
Blanko Standar Sampel Alat Perhitungan
Sampel 1 0,759 0,195 0,859 103,41mg/dL -5,3 mg/dL
Sampel 2 0,782 0,192 0,403 38,87 mg/dL 19,27 mg/dL
Sampel 3 0,775 0,194 0,592 105,99 mg/dL 11,74 mg/dL
5.1.2 Perhitungan
a. Kadar Kreatinin
Sampel 1
C=2 ×A sampel−A blankoA standar−A blanko
¿2 ×0,706−0,6600,780−0,660
¿1,9 mg /dL
Sampel 2
C=2 ×A sampel−A blankoA standar−A blanko
¿2 ×0,700−0,6580,689−0,658
¿2,7 mg /dL
83
Sampel 3
C=2 ×A sampel−A blankoA standar−A blanko
¿2 ×0,690−0,6580,700−0,658
¿1,52 mg /dL
b. Kadar BUN
Sampel 1
C=30 ×A sampel−A blankoA standar−A blanko
¿30 ×0,859−0,7590,195−0,759
¿−5,3 mg /dL
Sampel 2
C=30 ×A sampel−A blankoA stndar−A blanko
¿30 ×0,403−0,7820,192−0,782
¿38,87 mg /dL
Sampel 3
C=30 ×A sampel−A blankoA standar−A blanko
¿30 ×0,592−0,7750,194−0,775
¿11,74 mg /dL
c. Perhitungan rasio BUN : Kreatini
Sampel 1
BUNkreatinin
=−5,31,9
=2,71
Sampel 2
BUNkreatinin
=19,22,7
=71
84
Sampel 3
BUNkreatinin
=11,741,52
=71
5.1.3 Reaksi
a. Kreatinin
b. Urea
Urea + 2H2O 2NH4+ + CO3
2-
NH4+ + α-keoxaglutarat + NADH + H+ L-Glutamat + NAD
+ H2O
urease
GLDH
85
6.1 Pembahasan
Percobaan yang dilakukan kali ini yaitu mengenai pengukuran kadar
kreatinin dan BUN (Blood Urea Nitrogen) menggunakan sampel darah yaitu
plasma dan diukur dengan sebuah alat yaitu Semi Automatic Chemistry Analyzer.
Kreatinin merupakan sutu produk hasil dari sisa metabolisme kreatin yang
terdapat kebanyakan dijaringan otot., dimana kreatin terlibat dalam penyimpanan
energi dan dirubah menjadi kreatin fosfat (CP) yang dalam proses sintesis ATP
menjadi ADP mengalami perubahan menjadi kreatin dengan katalis kreatin
kinase.
BUN (Blood Urea Nitrogen) merupakan produkakhir dari sisa metabolisme
protein dan asam-asam amino. Gugus-gugus amino mengalami perpindahan
diantara asam-asam amino yang dikatalis oleh aminotransferase. Dalam proses ini
gugus amino dibebaskan dan diubah menjadi amonia yang mengalir kehati dan
gugus tersebut digabungkan ke urea dalam suatu jalur metabolik yang disebut
daur urea.
Pengukuran kadar kreatinin dan BUN dilakukan untuk menentukan kadar
dari kedua senyawa tersebut yang dapat menginduksi adanya kerusakan pada
organ ginjal. Dimana pengukuran ata penetapan kerusakan ini didasarkan atas
perbandingan dari kadar kreatinin dan BUN. Nilai rasio normal antara BUN
dengan kreatinin yaitu antara 12-20. Namun kadar kreatinin dapat lebih spesifik
untuk penentuan kerusakan ginjal. Hal ini dikarenakan kreatinin saat berada dalam
darah adalah zat racun. Karena keberadaan kreatinin didarah dikarenakan ginjal
yang sudah tidak berfungsi dengan normal. Kreatinin biasanya difiltrasi melalui
glomerulus dan disekresikan dalam bentuk urin. Ginjalyang sehat menghilangkan
kreatinin dari darah dan memasukkannya pada urin untuk dikeluarkan dari tubuh.
Pengukuran kreatinin dan BUN dilakukan pada alat semi automatic
chemistry analyzer yang menggunakan prinsip penyerapan cahaya dengan
menggunakan panjang gelombang dan faktor konversi. Pengukuran ini dapat
dilakukan karena reaksi yang terjadi pada kreatinin dan BUN dengan pereaksi
yang digunakan. Pada kreatinin terjadi reaksi yaitu pembentukan warna merah
orange akibat reaksi antara asam pikrat dan kreatinin dalam melalui suasana basa
86
atau alkali. Sedangkan pada BUN terjadi reaksi yaitu urea dalam darah akan
dikatalis oleh enzim urease dari reagen melalui reaksi hidrolisis yang melibatkan
molekul air, produk yang terbentuk adalah ammonium (NH4+) sebanyak 2
molekul. Satu molekul ammonium akan bereaksi dengan 2-oxaglutarat dan
NADH, dengan enzim Glutamat Dehidrogenase terbentuk produk L-Glutamat,
H2O, dan NAD+. Penurunan jumlah NADH akan dikonversikan oleh alat
chemistry automatic chemistry analyzer menjadi jumlah urea darah dan
dikonversikan ke dalam ukuran BUN.
Pengukuran diawali dengan pengambilan darah menggunakan EDTA yaitu
suatu zat antikoagulan yang dapat mencegah terjadinya pengumpalan
darah.Setelah itu darah disentrifugasi menggunakan sentrifuge. Tujuan dari
sentrifugasi ini yaitu untuk memisahkan antara plasma dan unsur darah lainnya.
Dimana prinsip kerja dari sentrifuge yaitu memisahkan antara cairan supernatan
dan pelet menggunakan percepatan perputaran dalam satu waktu tertentu dan
didasarkan pada perbedaan berat jenis molekul. Pelet sendiri merupakan endapan
yang terbentuk akibat dari perbedaan berat jenis suatu molekul dari molekul
lainnya yang berat jenisnya lebih ringan. Dari hasil sentrifugasi didapat sebuah
cairan yang berwarna kuning yang berada pada bagian atas cairan darah yang
disebut plasma. Plasma digunakan untuk percobaan karena pada plasma masih
terdapat unsur-unsur darah lengkap, selain itu merupakan suatu medium perantara
untuk mengangkut bahan–bahan organik dalam darah seperti urea yang dapat
digunakan untuk mengukurkadar kreatinin dan BUN.
Plasma hasil sentrifugasi kemudian diambil untuk dijadikan sampel dengan
menambahkan reagen pereaksi R1 kreatinin dan pada pemeriksaan BUN
ditambahkan reagen pereaksi R1 BUN. Setelah itu diperiksa pada semi autometic
chemistry analyzer yang kemudian dibandingkan kadarnya dengan kadar blanko
dan standar.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa kadar kreatinin pada
semua sampel melebihi batas normal. Pada sampel 1 sebesar 1,9 mg/dL, pada
sampel 2 sebesar 2,7 mg/dL dan pada sampel 3 sebesar 1,52 mg/dL. Kadar yang
dihasilkan melebihi kadar dari kadar kreatinin standar yang ditentukan yaitu pada
87
laki-laki 0,6–1,3 mg/dL dan pada wanita sebesar 0,5–0,9 mg/dL. Begitu juga
dengan kadar kreatinin yang dihasilkan pada perhitungan menggunakan alat.
Namun terdapat perbedaan hasil dari nilai perhitungan manual dengan
menggunakan alat. Perbedaan kadar hasil pembacaan alat cukup berbeda hal ini
mungkin terjadi karena Semi Automatic Chemistry Analyzer memiliki faktor
konversi yang lebih akurat dibandingkan perhitungan manual yang hanya
berdasarkan perbandingan absorbansi sampel, standar, dan blanko. Peningkatan
kadar kreatinin dapat disebabkan beberapa faktor diantaranya yaitu konsumsi
makanan, kerusakan pada ginjal serta konsumsi obat-obatan yang dapat
meningkatkan kadar kreatinin seperti golongan sefalosforin. Peningkatan kreatinin
dapat menyebabkan penyusutan otot rangka.
Pengukuran pada kadar BUN terlihat bahwa kadar dengan pengukuran
menggunakan alat memiliki hasil yang melebihi jauh dari kadar normal. Hal ini
dapat terjadi karena penggunaan reagen reaksi yang mempunyai cara kerja yang
berbeda dari cara perhitungan manual. Dimana pada alat digunakan faktor
konversi dalam perhitungannya. Sedangkan dengan perhitungan manual
didapatkan hasil yaitu semua sampel berada pada batas normal, kecuali pada
sampel 1 yang menghasilkan hasil minus yaitu -5,3. Pada sampel 2 didapat hasil
sebesar 19,27 dan pada sampel 3 sebesar 11,74. Kadar ini berada pada rentang
BUN normal yaitu pada orang dewasa sebesar 5-25 mg/dL. Kadar BUN dapat
dipengaruhi oleh konsumsi protein yang tinggi serta obat-obatan yang dapat
mempengaruhi kadar BUN. Selain itu juga dapat disebabkan dari keadaan organ
ginjal dan hati. Kadar yang didapatkan melalui pengukuran alat berbeda jauh
dengan hasil perhitungan secara manual menunjukkan bahwa data yang
didapatkan tidak valid, didukung dengan absorbansi blanko dan sampel yang
berubah-ubah, seharusnya nilai absorbansi blanko ataupun standar sama setiap
sampel karena hanya mengandung larutan standar dan reagen dalam volume yang
sama. Selain itu, nilai yang dibaca alat adalah BUN sedangkan berdasarkan
perhitungan adalah kadar urea karena faktor konversinya yaitu 2 adalah kadar
larutan standar urea yaitu 2 mg/dL. Ketiga, yaitu kurang kuantitatifnya proses
pengambilan sampel dengan mikropipet dan keempat adalah waktu atau lama
88
proses reaksi enzimatik berlangsung dimana setiap kelompok tidak persis sama
mengukur absorbansi pada menit ke-5 setelah pencampuran, kelima, yaitu dalam
perhitungan kemungkinan hasil tidak menyatakan kadar urea secara utuh karena
dari reaksi hanya diperlukan 1 mol NH4+ untuk bereaksi dengan NADH, tetapi 1
mol urea sendiri dalam reaksi hidrolisisnya menghasilkan 2 mol NH4+ .
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat ditentukan nilai rasio pada
pengukuran kadar BUN banding kadar kreatinin yaitu dengan membandingkan
antara kadar BUN dan kadar kreatinin menggunakan nilai perhitungan manual.
Hal ini dikarenakan nilai perhitungan menggunakan alat pada percobaan BUN
berbeda jauh dari nilai yang didapat pada perhitungan manual, selain itu
perihitungan manual dilakukan untuk menyesuaikan dengan nilai dari kadar BUN
dengan kadar kreatinin. Karena jika digunakan perbandingan dengan kadar alat,
maka akan diperoleh hasil yang tidak sesuai pada perbandingan nilai BUN dan
kreatininnya.
Melalui perhitungan rasio dari BUN dibandingkan dengan kreatinin, maka
diperoleh nilai rasio hasil pada ketiga sampel yang ada tersebut dibawah 12. Nilai
yang diperoleh dari sampel kedua dan ketiga yaitu sebesar 7. Sedangkan nilai
rasio normal berada pada rentang 12-20. Hal ini sering terjadi pada penderita
gagal ginjal yang spesifik pada kerusakan tubulus. Sehingga penderita dengan
penyakit ini dapat memberikan hasil pemeriksaan dengan kadar rasio dari
kreatinin dan BUN yang berada dibawah 12.
89
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Sampel pertama menunjukkan kadar kreatinin sebesar 1,9 mg/dL dan kadar
BUN sebesar 5,3 mg/dL.
2. Sampel kedua menunjukkan kadar kreatinin sebesar 2,7 mg/dL dan kadar
BUN sebesar 19,27 mg/dL.
3. Sampel ketiga menunjukkan kadar kreatinin sebesar 1,52 mg/dL dan kadar
BUN sebesar 11,74 mg/dL.