alternate leg bound and double leg bound plyometric training

80
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencapaian prestasi yang maksimal dalam olahraga dapat dilakukan oleh seseorang dengan cara berlatih serta melalui suatu proses latihan yang terprogram, tersusun, sistematis, dilakukan secara berulang-ulang, dan makin hari makin bertambah beban latihannya sesuai dengan prinsip latihan. Dalam setiap program latihan, ada beberapa aspek utama yang perlu mendapat perhatian untuk dibina. Ada empat aspek latihan yang perlu diperhatikan dan dilatih secara seksama oleh atlet, yaitu (a) latihan fisik, (b) latihan teknik, (c) latihan taktik, dan (d) latihan mental (Harsono, 2005). Selain itu, kondisi fisik juga merupakan salah satu syarat penting dalam meningkatkan prestasi seseorang atlet, dan bahkan sebagai keperluan yang sangat mendasar untuk meraih prestasi olahraga, sebab seorang atlet tidak dapat melangkah sampai ke puncak prestasi bila tidak didukung oleh kondisi fisik yang baik (Suhendro, 1999). Pembinaan kondisi fisik merupakan pembinaan awal dan sebagai dasar pokok dalam mengikuti pelatihan olahraga untuk mencapai suatu prestasi (Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin, 1996).Pembinaan kondisi fisik adalah pembinaan awal dan sebagai dasar pokok dalam mengikuti pelatihan olahraga prestasi, maka kapan awal pembinaan tersebut perlu diberikan haruslah pada saat yang tepat

Upload: trantram

Post on 08-Dec-2016

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pencapaian prestasi yang maksimal dalam olahraga dapat dilakukan oleh

seseorang dengan cara berlatih serta melalui suatu proses latihan yang terprogram,

tersusun, sistematis, dilakukan secara berulang-ulang, dan makin hari makin

bertambah beban latihannya sesuai dengan prinsip latihan. Dalam setiap program

latihan, ada beberapa aspek utama yang perlu mendapat perhatian untuk dibina.

Ada empat aspek latihan yang perlu diperhatikan dan dilatih secara seksama

oleh atlet, yaitu (a) latihan fisik, (b) latihan teknik, (c) latihan taktik, dan (d) latihan

mental (Harsono, 2005). Selain itu, kondisi fisik juga merupakan salah satu syarat

penting dalam meningkatkan prestasi seseorang atlet, dan bahkan sebagai keperluan

yang sangat mendasar untuk meraih prestasi olahraga, sebab seorang atlet tidak dapat

melangkah sampai ke puncak prestasi bila tidak didukung oleh kondisi fisik yang

baik (Suhendro, 1999).

Pembinaan kondisi fisik merupakan pembinaan awal dan sebagai dasar pokok

dalam mengikuti pelatihan olahraga untuk mencapai suatu prestasi (Yusuf

Hadisasmita dan Aip Syarifuddin, 1996).Pembinaan kondisi fisik adalah pembinaan

awal dan sebagai dasar pokok dalam mengikuti pelatihan olahraga prestasi, maka

kapan awal pembinaan tersebut perlu diberikan haruslah pada saat yang tepat

Page 2: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

2

pula.Faktor usia atau umur akan menjadi suatu perhatian di dalam memberikan

pembinaan kondisi fisik.

Otot-otot tubuh akan mengalami suatu perkembangan dan juga akan berhenti

berkembang sesuai dengan masanya. Jangan sampai pembinaan kondisi fisik

diberikan dimana otot-otot tubuh sudah berhenti berkembang maupun sebaliknya

sehingga efek dari pembinaan itu sangat kecil bahkan tidak ada sama sekali atau akan

menimbulkan cedera. Faktor umur dalam rangka pembinaan kondisi fisik tersebut

sangat penting diperhitungkan.

Kecenderungan peningkatan kemampuan fisik, masa adolesensi merupakan saat

yang paling tepat untuk meningkatkan kemampuan fisik yang optimal(Sugiyanto,

1993). Adolesensi atau remaja adalah individu-individu yang berusia 10 sampai 18

tahun untuk perempuan dan 12 sampai 20 tahun untuk laki-laki.Pada masa adolesensi

perkembangan kemampuan fisik yang menonjol adalah kekuatan, kecepatan, dan

ketahanan kardiorespirasi. Kekuatan meningkat sejalan dengan perkembangan

jaringan otot yang cepat, kecepatan berkembang sejalan dengan peningkatan jaringan

otot-otot dan ukuran memanjang pada tulang-tulang rangka yang berperan sebagai

organ penggerak tubuh dan ketahanan kardiorespirasi berkembang sejalan dengan

perkembangan besarnya rongga dada.

Dari beberapa pendapat tersebut di atas, maka untuk meningkatkan kondisi

fisik secara optimal melalui pelatihan fisik sangat tepat diberikan pada masa

adolesensi atau ketika anak tersebut duduk di bangku tingkat Sekolah Menengah

Pertama (SMP). Anak-anak tingkat SMP sudah pantas diberikan pelatihan kondisi

Page 3: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

3

fisik karena kemampuan fisik sedang mengalami proses pertumbuhan dan

perkembangan sehingga prestasi optimal yang diharapkan dapat tercapai.

SMP Negeri 3 Sukawati adalah sebuah lembaga pendidikan yang terletak di

Desa Batubulan Kangin.Selain prestasi siswa-siswinya yang membanggakan dalam

teori seperti science, dan seni, siswa-siswi SMP Negeri 3 Sukawati juga memiliki

prestasi yang membanggakan dalam bidang olahraga.Ini terbukti dengan ikut sertanya

siswa SMP Negeri 1 Sukawati dalam beberapa pertandingan di bidang olahraga yang

diadakan baik tingkat kecamatan, tingkat kabupaten maupun tingkat provinsi.

Menurut pengamatan yang dilakukan pada tanggal 23 Juli 2012, adapun

prestasi dalam bidang olahraga yang diperoleh dari catatan prestasi non akademik

SMP 3 Sukawati yaitu: Juara II tingkat provinsi dalam cabang olahraga tenis meja

pada tahun 2008. Juara III tingkat kabupaten dalam cabang olahraga pencak silat

kelas H (57-60 kg) putra pada tahun 2008.Juara II tingkat kecamatan dalam cabang

olahraga voli pada tahun 2012.Dari kesekian prestasi olahraga yang ada, cabang

olahraga yang lain khususnya dalam cabang olahraga atletikbelum mampu

memberikan kontribusi prestasi yang maksimal.

Rendahnya prestasi siswa ini khususnya dalam cabang olahraga atletik

disebabkan oleh kurangnya pembinaan kondisi fisik. Seperti yang diketahui

pencapaian prestasi yang optimal akan dapat dicapai dengan dimilikinya kondisi fisik

yang prima dan kondisi fisik yang prima tersebut dapat dimiliki dengan dilakukannya

pelatihan yang mengarah pada kondisi fisik.Pelatihan olahraga yang diberikanmasih

umum dan monoton seperti: lari keliling lapangan, sprint dan lari bolak-balik. Hal

Page 4: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

4

tersebut secara tidak langsung berdampak pada rendahnya prestasi olahraga di SMP

N 3 Sukawati dalam cabang olahraga atletik.

Pelatihan kondisi fisik dapat memegang peranan penting untuk

mempertahankan dan mencapai prestasi yang optimal. Unsur-unsur kondisi fisik yang

berpengaruh yaitu daya tahan jantung, pernafasan, dan peredaran darah daya tahan

otot, kecepatan, kelincahan, kekuatan, kelentukan persendian, dan daya ledak (Lutan

et al, 1991).Seorang atlet yang memiliki taktik dan teknik yang baik tidak akan dapat

menunjukan penampilan terbaiknya sepanjang pertandingan/perlombaan tanpa

didukung oleh kemampuan fisik yang prima terutama kekuatan dan kecepatan yang

berupa kekuatan kontraksi otot dan kecepatan rangsangan syaraf. Kekuatan dan

kecepatan yang berupa kekuatan kontraksi otot dan kecepatan rangsangan syaraf

tersebut sangat erat kaitannya dengan daya ledak.Daya ledak otot tungkai adalah

kemampuan berkontraksi otot tungkai dalam waktu yang singkat. Daya ledak

merupakan komponen yang penting untuk melakukan aktivitas yang berat seperti :

melempar, memukul, melompat, dan sebagainya. Jadi semua usaha maksimal yang

eksplosif bergantung secara langsung pada daya ledak.

Daya ledak dapat diperoleh melalui suatu pelatihan yang dilakukan secara

sistematis dan berulang-ulang dalam jangka waktu lama, dengan pembebanan yang

meningkat secara progresif dan individual.Ada banyak macam pelatihan yang dapat

dilakukan untuk dapat meningkatkan kondisi fisik, salah satunya yaitu pelatihan

pliometrik.Pelatihan ini sudah banyak digunakan oleh para pembina ataupun

pelatih.Pengakuan pliometrik sebagai teknik yang bermanfaat terutama datang dari

Page 5: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

5

Rusia dan Eropa Timur dalam cabang olahraga atletik yang diawali pada pertengahan

tahun 1960-an. Pendukung pertama pliometrik adalah Yuri Veroshanki, pelatih

berkebangsaan Rusia yang memiliki prestasi melatih atlet-atlet lompat telah menjadi

legendaris.Veroshanki melakukan eksperimen dengan metode lompat yang mendalam

(depth jump) dan shock sebagai teknik pliometrik untuk meningkatkan kemampuan

reaktif atlet.Suatu aspek penting dari konseptualisasi Veroshanski tentang pliometrik

adalah pendapatnya bahwa latihan pliometrik membantu mengembangkan seluruh

sistem neuromuscular untuk gerakan-gerakan power, tidak hanya jaringan yang

berkontraksi (Furqon dan Doewes, 2002).

Pliometrik adalah pelatihan yang memiliki tujuan untuk meningkatkan

poweryang ditandai dengan kontraksi-kontraksi otot yang kuat sebagai respon

terhadap pembebanan yang cepat dan dinamis, atau peregangan otot-otot yang terlibat

(Furqon dan Dowes, 2002).Pelatihan pliometrikmerupakan salah satu usaha yang

ditujukan untuk mengembangkan daya ledak eksplosif (Nala, 2011).

Ada beberapa jenis pelatihan pliometrik, tetapi dalam penelitian ini diterapkan

pelatihan pliometrikalternate leg bound dan double leg bound, untuk

mengembangkan power tungkai dan pinggul, mengubah kerja flexsor dan ekstensor

paha dan pinggul, khususnya gluteals, hamstrings,quadriceps, dan

gastrocnemius(Furqon dan Doewes, 2002). Kelebihan pliometrikalternate leg bound

dan double leg bound yakni: 1) sangat mudah untuk dilakukan, 2) kemungkinan

cedera lebih kecil karena tidak ada body contact dengan alat-alat olahraga, 3) dapat

dilakukan di tempat yang rata, di luar ataupun di dalam gedung dengan syarat cukup

Page 6: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

6

leluasa, 4) memerlukan koordinasi gerak tubuh, sehingga sampel dapat

mengkoordinasikan gerak tubuhnya secara maksimal terutama pada otot tungkai, 5)

tidak mengeluarkan biaya yang terlalu banyak, dan 6) tidak memerlukan petugas

pelaksana yang terlalu banyak.

Diperlukan suatu solusi yang mampu meningkatkan kualitas olahraga di SMP

Negeri3 Sukawati, salah satunya adalah memberikan pelatihan fisik dengan

menggunakan pendekatan objektif yang berbasiskan Ilmu Pengetahuan, Teknologi

dan Seni (IPTEKS).Peran IPTEKS dalam bidang olahraga telah terbukti memberikan

kontribusi yang cukup besar. Pelatihan fisik yang teratur, sistematik dan

berkesinambungan yang dituangkan dalam suatu program pelatihan, akan dapat

meningkatkan kemampuan fisik(Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin, 1996).

Dari uraian di atas, peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dengan

judul “Pelatihan PliometrikAlternate Leg Bound Lebih Meningkatkan Daya Ledak

Otot Tungkai Daripada Double Leg BoundPada Siswa Putra Kelas VII SMP Negeri 3

Sukawati Tahun Pelajaran 2012/2013”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dikaji

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah pelatihanpliometrikalternate leg bounddapat meningkatkan

daya ledak otot tungkai pada siswa putra kelas VII SMP Negeri 3

Sukawati tahun pelajaran 2012/2013?

Page 7: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

7

2. Apakah pelatihanpliometrikdouble leg bound dapat meningkatkan

daya ledakotot tungkai pada siswa putra kelas VII SMP Negeri 3

Sukawati tahun pelajaran 2012/2013?

3. Apakah pelatihan pliometrik alternate leg bound lebih meningkatkan

daya ledak otot tungkai daripada double leg bound pada siswa putra

kelas VII SMP Negeri 3 Sukawati tahun pelajaran 2012/2013?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk menemukan metode pelatihan yang menghasilkan daya ledak otot

tungkai yang paling baik di antara ke dua tipe pelatihan yang diterapkan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahuipeningkatan daya ledak otot tungkai pada

pelatihan pliometrikalternate leg bound terhadap siswa putra kelas

VII SMP Negeri 3 Sukawati tahun pelajaran 2012/2013.

2. Untuk mengetahui peningkatan daya ledak otot tungkai pada

pelatihan pliometrikdouble leg bound terhadap siswa putra kelas

VII SMP Negeri 3 Sukawati tahun pelajaran 2012/2013.

3. Untuk mengetahui pelatihan pliometrikalternate leg bound lebih

meningkatkan daya ledak otot tungkai daripada double leg

Page 8: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

8

boundpada siswa putra kelas VII SMP Negeri 3 Sukawati tahun

pelajaran 2012/2013.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:

1. Secara teoritis : pengembangan teori dan wawasan pembina, pelatih, guru

olahraga, serta atlet untuk memperoleh konsep ilmiah tentang metode

pelatihan dalam meningkatkan daya ledak otot tungkai.

2. Manfaat praktis : dipergunakan sebagai acuan oleh pembina, pelatih, guru

olahraga dan atlet untuk diterapkan di lapangan dalam meningkatkan daya

ledak otot tungkai, sebagai bahan perbandingan dalam memberikan

pelatihan untuk meningkatkan daya ledak otot tungkai serta menunjang

peningkatan prestasi olahraga, dan bagi peneliti merupakan informasi

ilmiah untuk kepentinganpenelitian berikutnya.

Page 9: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Prestasi

Usaha mencapai prestasi merupakan usaha yang multikomplek yang melibatkan

banyak faktor baik internal maupun eksternal.Kualitas latihan merupakan penopang

utama tercapainya prestasi olahraga sedangkan, kualitas latihan itu sendiri ditopang

oleh faktor internal yakni kemampuan atlet (bakat dan motivasi) serta faktor eksternal

meliputi pengetahuan dan kepribadian pelatih, fasilitas, pemanfaatan hasil riset dan

pertandingan (Djoko Pekik Irianto, 2002).

1. Faktor Internal

Faktor internal merupakan pendukung utama tercapainya prestasi olahragawan,

sebab faktor ini memberikan dorongan yang lebih stabil dan kuat yang muncul

dari dalam diri olahragawan itu sendiri, yang meliputi:

a. Bakat : potensial seseorang yang dibawa sejak lahir.

b. Motivasi : dorongan untuk meraih prestasi, baik intrinsik maupun ekstrinsik.

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal merupakan penguat yang berpengaruh terhadap kualitas latihan

yang selanjutnya akan mempengaruhi prestasi. Faktor tersebut meliputi:

a. Kemampuan dan kepribadian pelatih

Kemampuan baik yang berupa pengetahuan, keterampilan cabang olahraga

maupun cara melatih yang efektif mutlak untuk dikuasai oleh setiap pelatih.

Page 10: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

10

Demikian juga dengan sikap dan kepribadian, sebab pelatih adalah figur

panutan bagi setiap atletnya.

b. Fasilitas

Untuk menunjang prestasi diperlukan dukungan fasilitas baik fisik maupun

non fisik. Fasilitas fisik antara lain: peralatan, dana, teknologi, organisasi,

manajemen. Fasilitas non fisik meliputi: perhatian, motivasi, suasana yang

kondusif.

c. Hasil riset

Temuan ilmu-ilmu terbaru biasanya melalui kegiatan riset, demikian halnya

ilmu-ilmu yang berhubungan dengan metodologi latihan.Untuk itu pelatih

maupun olahragawan dituntut untuk memiliki kemampuan untuk membaca

dan menerapkan hasil-hasil riset.Hasil-hasil riset tersebut dapat ditemukan

pada buku-buku referensi, jurnal maupun internet.

d. Pertandingan

Pertandingan/kompetisi merupakan muara dari pembinaan prestasi, dengan

kompetisi dapat dipergunakan sarana mengevaluasi hasil latihan serta

meningkatkan kematangan bertanding olahragawannya.

2.2 Daya Ledak

2.2.1 Pengertian daya ledak

Daya ledak adalah kemampuan untuk melakukan aktivitas secara tiba-tiba dan

cepat dengan mengerahkan seluruh kekuatan dalam waktu yang singkat (Nala, 2011).

Page 11: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

11

Daya ledak juga merupakan hasil kali antara kekuatan dan kecepatan (Sukadiyanto,

2005). Daya ledak dipengaruhi oleh kekuatan dan kecepatan yang berupa kekuatan

kontraksi otot dan kecepatan rangsangan syaraf. Usaha untuk meningkatkan daya

ledak dapat dilakukan dengan cara: meningkatkan kekuatan tanpa mengabaikan

kecepatan atau titik beratnya pada kekuatan, meningkatkan kecepatan tanpa

mengabaikan kekuatan atau titik beratnya pada kecepatan, serta meningkatkan

keduanya sekaligus, kekuatan dan kecepatan dilatih secara simultan. Daya ledak ini

sering pula disebut kekuatan eksplosif, ditandai adanya gerakan atau perubahan yang

tiba-tiba yang cepat dimana tubuh terdorong ke atas atau vertikal baik dengan cara

melompat (satu kaki menapak) ataupun meloncat (dua kaki menapak) atau ke depan

(horisontal, lari cepat, lompat jauh) dengan mengerahkan kekuatan otot maksimal.

Daya ledak merupakan komponen yang penting untuk melakukan aktivitas

yang berat seperti : melempar, memukul, melompat, dan sebagainya. Jadi semua

usaha maksimal yang eksplosif bergantung secara langsung pada daya ledak. Sesuai

dengan beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa

ada dua komponen penting dalam daya ledak, yaitu kekuatan otot dan kecepatan

kontraksi otot dalam mengerahkan tenaga maksimal untuk mengatasi tahanan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa daya ledak adalah kemampuan otot untuk

mengatasi tahanan dalam waktu singkat. Daya ledak sesuai spesifikasinya dibagi

menjadi 4 yakni : 1) daya ledak explosif (explosive power), 2) daya ledak cepat

(speed power), 3) daya ledak kuat (strength power), dan 4) daya ledak tahan lama

(endurance power) (Nala, 2011).

Page 12: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

12

Ditinjau dari beban yang dihadapi, daya ledak dibedakan menjadi : 1) daya

ledak absolut, kekuatan digunakan untuk mengatasi suatu beban luar yang

maksimum, 2) daya ledak relatif, kekuatan yang digunakan untuk mengatasi beban

dalam berupa berat badan sendiri (Berger, 2002). Bila ditinjau dari kesesuaian

macam/jenis gerakan dibedakan menjadi : 1) daya ledak asiklik adalah daya ledak

yang dihasilkan dari suatu gerakan tertentu dalam waktu yang singkat, cabang

olahraga yang melibatkan daya ledak ini adalah : lempar dan melompat dalam atletik,

unsur-unsur gerakan dalam olahraga senam, beladiri, permainan dan loncat indah, 2)

daya ledak siklik adalah daya ledak yang dihasilkan oleh kinerja gerakan berturut-

turut yang sama atau berulang-ulang yang dilakukan dalam waktu tertentu,cabang

olahraga yang melibatkan daya ledak ini adalah : lari cepat, bersepeda, renang dan

sejenisnya (Bompa, 1999).Dalam penelitian ini yang diukur adalah daya ledak otot

tungkai dengan menggunakan tes lompat jauh tanpa awalan (standing broad jump).

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi daya ledak

Pada umumnya daya ledak dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal

dan faktor eksternal(Berger, 2002). Faktor internal adalah sesuatu yang telah ada

dalam tubuh manusia dan cenderung bersifat menetap, misalnya : genetik, umur, jenis

kelamin, tingkat kesegaran jasmani sedangkan faktor eksternal berhubungan dengan

kelelahan, motivasi, suhu dan kelembaban relatif udara. Faktor-faktor tersebut

diuraikan sebagai berikut :

1. Genetik.Bayi lahir dengan membawa sifat-sifat yang menurun dari orang tuanya.

Faktor bawaan ini menentukan potensi perkembangan maksimum yang mungkin

Page 13: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

13

bisa dicapai dan sifat penampilan fisik setelah mencapai kedewasaan (Sugiyanto,

1993).Keunggulan genetik yang bersifat pembawaan ikut berperan dalam

penampilan fisik. Karakteristik pembawaan atau genetik tertentu diperlukan untuk

berhasil dalam cabang-cabang olahraga tertentu seperti proporsi tubuh, karakter

psikologis, otot merah dan otot putih, suku, sering terjadi pertimbangan untuk

pemilihan atlet (Baley, 1990).

2. Umur.Peningkatan kekuatan otot berkaitan dengan pertambahan umur, dimensi

anatomis, diameter otot, kematangan seksual (Astrand dan Rodhal, 2003).

Kekuatan otot pada pubertas mencapai 70-80% dan mencapai puncaknya pada

usia 25-30 tahun, selanjutnya mengalami penurunan secara bertahap dengan

pertambahan usia. Setelah usia 30 tahun, seseorang akan kehilangan 3-5%

jaringan otot total setiap 10 tahun. Kekuatan otot pada usia 65 tahun hanya tinggal

65-70% (Suharto et al, 2005).

3. Jenis kelamin. Laki-laki dan wanita secara biologis memang sudah berbeda. Oleh

sebab itu terhadap mereka hendaknya diberikan perlakuan pelatihan yang berbeda

pula. Anak wanita akan diberikan pelatihan dengan cara pemberian tipe pelatihan

dan intensitas beban yang lebih ringan dibandingkan dengan anak laki-laki.

Beberapa perbedaan tersebut antara lain mengenai : 1) denyut nadi, pada waktu

istirahat frekuensi denyut nadi atau jantung laki-laki akan sama dengan denyut

nadi atau jantung wanita. Tetapi setelah melakukan aktivitas 50% dari

kemampuan konsumsi oksigen maksimumnya, ternyata denyut nadi wanita lebih

tinggi dari laki-laki. Frekuensi denyut nadi wanita menjadi 140 denyut permenit,

Page 14: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

14

sedangkan laki-laki hanya menjadi 130 denyut permenit. Tetapi pada pemberian

aktivitas maksimum tidak menunjukkan perbedaan kenaikan frekuensi denyut

nadi yang bermakna (Berger, 2002), 2) kekuatan otot, pada umur 10-12 tahun

kekuatan otot laki-laki lebih kuat sedikit dari wanita. Setelah umur mereka

meningkat, kekuatan otot laki-laki semakin jauh meningkat dibandingkan dengan

wanita. Keadaan ini disebabkan terutama oleh adanya perbedaan pertumbuhan

dan aktivitas fisik dari wanita yang kurang. Pengaruh hormon testoteron pada

laki-laki yang memacu pertumbuhan tulang dan otot. Pada umur 18 tahun ke atas,

kekuatan otot atas bagian tubuh, yakni dada bahu dan lengan pada laki-laki dua

kali kekuatan otot wanita. Sedangkan otot tubuh bagian bawah, pinggul dan

tungkai hanya berbeda sepertiganya (Bompa, 2005).

4. Tingkat kesegaran jasmani. Kesegaran jasmani, adalah kemampuan tubuh

seseorang untuk melakukan pekerjaan sehari-hari secara efektif dan efisien dalam

jangka waktu relatif lama tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan (Suharto

et al, 2005). Tingkat kesegaran jasmani dapat diketahui dengan melakukan tes lari

aerobik 2,4 km.

5. Kelelahan. Lelah merupakan tanda yang paling baik untuk berhenti bergerak atau

berolahraga. Kelelahan merupakan tanda bahwa otot-otot sudah tidak mampu

untuk berkontraksi lagi. Kelelahan otot adalah ketidakmampuan otot untuk

mempertahankan tenaga yang diperlukan atau yang diharapkan (Yusuf

Hadisasmita dan Aip Syarifuddin, 1996). Ketidakmampuan otot ini untuk

berkontraksi, dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti : 1) sistem syaraf sudah

Page 15: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

15

tidak mampu lagi untuk mengirimkan rangsangan (impuls) ke otot-otot yang

bersangkutan, 2) Pada pertemuan antara ujung syaraf dengan otot (neuromuscular

junction) terjadi hambatan sehingga rangsangan dari syaraf ke otot tidak dapat

diteruskan, 3) proses mekanisme kontraksi tidak dapat menghasilkan tenaga untuk

berkontraksi, 4) sistem syaraf pusat, yaitu otak dan sumsum tulang belakang tidak

mampu lagi untuk menimbulkan rangsangan maupun menghantarkan rangsangan.

Pada olahragawan, kelelahan yang terjadi adalah akibat gangguan pada

neuromuscular junction, kelelahan mekanisme kontraksi otot, dan kelelahan pada

susunan syaraf pusat (Nala, 1998).

6. Motivasi. Motivasi olahraga adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri

individu yang menimbulkan kegiatan pelatihan, menjamin kelangsungan

pelatihan dan memberi arah pada kegiatan pelatihan untuk mencapai tujuannya.

Nilai pencapaian (achievement scores) dalam keolahragaan dapat menjadi

perangsang bagi anak untuk meningkatkan kemampuannya ke arah yang lebih

tinggi (Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin, 1996). Umumnya setiap anak

akan senang apabila mengetahui statusnya pada waktu itu, dan ini akan dapat

merangsang anak untuk berlatih lebih giat lagi. Mereka akan mengetahui tentang

kedudukannya dan dapat membandingkan dengan teman-temannya.

7. Suhu dan kelembaban relatif udara. Suhu lingkungan yang terlalu ekstrim (dingin

atau panas) akan mempengaruhi aktivitas kerja otot. Pelatihan yang dilakukan

pada suhu yang sangat panas dapat menyebabkan atlet mengalami dehidrasi,

sebaliknya pelatihan yang dilakukan pada suhu yang sangat dingin akan

Page 16: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

16

menyebabkan atlet sulit mempertahankan suhu tubuh sehingga dapat mengalami

kram. Pada umumnya orang Indonesia beraklimatisasi pada suhu tropis 29°C -

30°C dengan kelembaban relatif bervariasi antara 85% - 95%.

2.2.3 Cara meningkatkan daya ledak

Daya ledak memiliki dua komponen penting yaitu kekuatan otot dan

kecepatan kontraksi otot dalam mengerahkan tenaga maksimal untuk mengatasi

tahanan maka, cara untuk meningkatkan daya ledak tidak terlepas dari pengembangan

kedua unsur tersebut melalui :

1. Meningkatkan kekuatan tanpa mengabaikan kecepatan

Pelatihan daya ledak yang menitik beratkan pelatihan kekuatan, intensitas

pembebanan pelatihan, adalah submaksimal dengan kecepatan kontraksi otot

antara 7-10 detik dan pengulangan 8-10 kali. Dengan meningkatnya kekuatan otot

maka secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap daya ledak otot, karena

otot yang memiliki kekuatan yang besar memungkinkan untuk memiliki daya

ledak yang besar pula.

2. Meningkatkan kecepatan tanpa mengabaikan kekuatan

Cara memilih pelatihan kecepatan yang tepat perlu diidentifikasi berbagai

tuntutan kecepatan, yaitu mengulang-ulang jarak tertentu dengan kecepatan

maksimal, meningkatkan dari waktu ke waktu dengan jarak yang sama,

menempuh jarak tertentu dengan kecepatan yang ditentukan, intensitas

submaksimal dan maksimal, jumlah volume antara 10-16 repetisi, dengan jumlah

set 3-4, kecepatan dilatih setiap hari atau 3 kali seminggu (Lutan, 2000).

Page 17: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

17

3. Meningkatkan kekuatan dan kecepatan secara bersama-sama

Pelatihan kekuatan dan kecepatan yang diberikan secara bersama-sama

dengan pembebanan 70% - 80% akan memberikan pengaruh yang lebih baik

terhadap irama dinamis dari gerakan jika dibandingkan dengan pelatihan kekuatan

saja (Harsono, 2005).

4. Pelatihan pliometrik

Pliometrik adalah menambah ukuran, ukuran daya ledak otot (Nala,

2011).Selain itu pliometrikdapat diartikan sebagai suatu pelatihan yang

mempunyai ciri khusus, yaitu kontraksi otot yang sangat kuat yang merupakan

respon dari pembebanan dinamis atau regangan yang cepat dari otot-otot yang

terlibat(Furqon dan Dowes, 2002).

Dari keempat cara pelatihan daya ledak yang dikemukakan di atas, pelatihan

pliometrik perlu ditelusuri karena cara pelatihan ini yang biasa digunakan oleh

pelatih pada berbagai tingkatan pembinaan. Selain itu pelatihan

pliometrikmemakai prinsip peregangan-pemendekan melalui sistem syaraf otot,

sehingga tidak mengganggu koordinasi dari gerakan-gerakan bagian tubuh

lainnya karena koordinasi dari gerakan ditentukan oleh peranan sistem syaraf.

2.2.4 Sistem energi daya ledak

Energi merupakan prasyarat penting untuk suatu unjuk kerja fisik selama

berlatih dan bertanding. Energi diubah dari bahan makanan pada sel otot ke dalam

ikatan energi yang tinggi dikenal dengan AdenosinTri Phosphat (ATP) yang disimpan

dalam sel otot, ATP terdiri dari satu molekul adenosin dan tiga molekul phosphat.

Page 18: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

18

Energi dibutuhkan untuk kontraksi otot, dibebaskan dengan merubah ATP bertenaga

tinggi ke ADP + P (AdenosinDi Phosphat + Phosphat) (Mathews dan Foz dalam

Bompa, 2010). Persediaan ATP dalam sel sangat terbatas, walaupun begitu suplai

ATP harus tetap berkesinambungan diganti lagi untuk memudahkan aktivitas fisik

secara berkelanjutan (Bompa, 1986).

Penyediaan ATP dapat diganti melalui ketiga sistem energi tergantung dari

jenis kegiatan yang dilakukan. Ketiga sistem tersebut adalah (1) Sistem ATP-PC, (2)

sistem asam laktat dan (3) sistem O2 atau oksigen. Kedua sistem pertama, mengganti

ATP dengan sistem tanpa oksigen dan dikenal sebagai sistem anaerobik, sedangkan

sistem ketiga menghasilkan ATP melalui bantuan O2 atau lebih dikenal dengan sistem

aerobik (Bompa, 2010).

Olahdaya anaerobik dan aerobik adalah mekanisme penyediaan daya (energi,

tenaga) untuk mewujudkan gerak (Santosa Giriwijoyo dan Dikdik Zafar Sidik, 2010).

Olahdaya anaerobik langsung mewujudkan gerak dan merupakan kemampuan

endogen ES Primer dalam hal ini otot. Olahdaya aerobik, juga dilaksanakan oleh ES-

I, tetapi intensitas dan durasi kelangsungannya tergantung pada kemampuan

fungsional ES-II dalam memasok O2, artinya tanpa peran serta ES-II olahdaya

aerobik tidak mungkin terlaksana dan aktivitas gerak ES-I akan segera terhenti.

Makin tinggi kemampuan fungsional ES-II makin tegar kelangsungan penampilan

ES-I. Olahdaya anaerobik dan aerobik harus dalam keadaan seimbang. Ketidak-

mampuan olahdaya aerobik mengimbangi olahdaya anaerobik akan menyebabkan

menumpuknya “zat kelelahan” yang akan menghambat olahdaya anaerobik yang

Page 19: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

19

terlalu besar, sehingga olahdaya anaerobik menurun, menuju kepada terjadinya

keseimbangan baru dengan olahdaya aerobik. Dengan demikian semua bentuk

aktivitas tubuh atau olahraga, bahkan juga selama istirahat memerlukan olahdaya

anaerobik maupun olahdaya aerobik yang secara keseluruhan harus selalu seimbang.

1. Sistem Anaerobik

a. Sistem ATP-PC

Creatin phosphat (CP) atau phospocreatin yang tersimpan dalam sel otot,

selanjutnya dipecah menjadi creatin dan phosphat. Proses ini menghasilkan

energi yang dipakai untuk mensintesis ADP + P menjadi ATP dan selanjutkan

diubah sekali lagi menjadi ADP + P yang menyebabkan terjadinya pelepasan

energi yang dibutuhkan untuk kontraksi otot. Sistem ini berlangsung selama 8 –

10 detik.

b. Sistem Asam Laktat

Sistem ini dilakukan dengan memecah glikogen yang disimpan dalam sel

otot dan hati, dibanding dengan PC, sistem ini melepaskan energi untuk

mensintesis ATP ke ADP + P. Sistem ini dapat berlangsung selama 40 detik.

Dengan tidak adanya oksigen selama pemecahan glikogen secara bersamaan

terbentuk asam laktat dapat menyebabkan terjadinya kelelahan.

2. Sistem Aerobik

Sistem aerobik memerlukan kira-kira dua menit untuk memulai memproduksi

energi dalam mensintesis ATP dari ADP + P. Denyut jantung dan nafas harus

ditingkatan secara memadai untuk membawa sejumlah oksigen yang dibutuhkan sel

Page 20: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

20

otot, sehingga glikogen dapat dipecah melalui hadirnya oksigen. Walaupun glikogen

merupakan sumber energi yang di pakai meresintesis ATP pada kedua sistem (sistem

asam laktat dan aerobik), tetapi dengan sistem aerobik akan memecah glikogen

berdasarkan hadirnya oksigen dan sekaligus menghasilkan sedikit bahkan tidak sama

sekali asam laktatnya, hal ini memungkinkan seseorang dapat meneruskan pelatihan

yang lebih lama. Sistem aerobik merupakan sumber energi utama untuk aktivitas

olahraga yang berjangka waktu 2 menit atau bahkan sampai 2 – 3 jam. Kerja lama

yang lebih dari 2 – 3 jam, akan mengakibatkan pemecahan lemak dan protein untuk

menggantikan cadangan ATP selama cadangan glikogen telah mendekati habis.

Dari penjelasan sistem pembentukan energi tersebut maka pelatihan

pliometrikalternate leg bound dan double leg boundbanyak menggunakan sistem

energi anaerobikasam laktat karena dalam pelaksanaannya berlangsung selama 40

detik.

2.2.5 Pengukuran daya ledak

Ada dua macam konsep pengukuran power yaitu : athletic power

measurement dan work power measurement. Pada pengukuran athletic power

measurement, force, dan velocity tidak diukur, yang diukur hanya hasil yang

dinyatakan dengan satuan jarak (cm, inchi, kaki), misalnya : standing broad jump

test, vertical jump test. Sedangkan pada pengukuran work power

measurementdilakukan berdasarkan perhitungan dari kerja per satuan waktu,

misalnya : vertical power jump, vertical arm pull.

Page 21: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

21

Untuk mengevaluasi perubahan daya ledak otot tungkai akibat dari pelatihan

yang diberikan, pada penelitian ini digunakan tes alternate leg bound dan double leg

bound yang masing-masing tes dilakukan sebanyak 3 kali, setelah sampel melakukan

tes ini diambil satu nilai terbaik dan kedua hasil tes dijumlahkan kemudian hasil

tersebut dibagi dua.

2.3 Pelatihan Fisik

2.3.1 Pengertian pelatihan

Pelatihan adalah suatu latihan yang terprogram secara sistematis yang

dilakukan secara berulang-ulang dan kian hari jumlah beban pelatihannya kian

bertambah secara bertahap (Kanca, 2004).

Pelatihan merupakan suatu gerakan fisik atau aktivitas mental yang dilakukan

secara sistematis dan berulang-ulang (repetitif) dalam jangka waktu (durasi) lama,

dengan pembebanan yang meningkat secara progresif dan individual, yang bertujuan

untuk memperbaiki sistem serta fungsi fisiologis dan psikologis tubuh agar pada

waktu melakukan aktivitas olahraga dapat mencapai penampilan yang optimal (Nala,

2011).

Kata pelatihan(training) mempunyai hubungan yang erat dengan kata pelatih

(coach). Pelatihan adalah suatu proses pemberian pola, aturan dan pengertian untuk

belajar dalam kondisi yang baik(Yusuf Hadisasmita dan Syarifuddin, 1996).

Pelatihan merupakan salah satu kunci tercapainya prestasi individu.

Page 22: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

22

Jadi pelatihan adalah adalah suatu proses aktivitas fisik serta mental dengan

waktu yang lama dan terprogram untuk meningkatkan kemampuan fungsional tubuh

agar dapat tercapai tujuan tertentu.

Tujuan pelatihan dalam bidang olahraga adalah untuk memperbaiki kemampuan

teknik dan penampilan atlet sesuai dengan kebutuhan dalam bidang olahraga

spesialisasinya (Nala, 2011).Agar pelatihan olahraga mencapai hasil yang maksimal,

harus memiliki prinsip latihan. Tanpa adanya prinsip atau patokan yang harus diikuti

oleh semua pihak terkait, terutama pelatih dan atlet, mulai dari perencanaan,

pelaksanaan sampai pada evaluasi pelatihan akan sulit untuk mencapai hasil yang

maksimal. Prinsip pelatihan merupakan suatu petunjuk dan peraturan yang sistematis,

dengan pemberian beban yang ditingkatkan secara progresif, yang harus ditaati dan

dilaksanakan agar tercapai tujuan pelatihan(Nala, 2011). Ada tujuh prinsip dasar

pelatihan, antara lain(Kanca, 2004):

1. Prinsip Beban Berlebih (The Overload Principle)

Prinsip beban berlebih pada dasarnya untuk mendapatkan efek pelatihan yang

baik, organ tubuh harus mendapatkan pembebanan melebihi beban dari biasanya

diterima dari aktivitas kehidupan sehari-hari.Beban yang diberikan bersifat

individual dan pada dasarnya diberi beban mendekati beban sub maksimal sampai

beban maksimalnya.Pada pelatihan ini yang dimaksud beban berlebih adalah

organ tubuh mendapatkan pembebanan melebihi beban dari biasanya dari

aktivitas sehari-hari. Dalam penelitian ini beban yang diberikan adalah pelatihan

pliometrikalternate leg bound dan double leg bound.

Page 23: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

23

2. Prinsip Tahanan Bertambah (The Principle of Progressive Resistance)

Agar prinsip beban berlebih memiliki efek yang positif, maka harus mengikuti

prinsip tahanan bertambah sebab keduanya mempunyai hubungan yang

erat.Peningkatan dapat dilakukan dengan cara meningkatkan beban, set, repetisi,

maupun lamanya latihan. Dalam pelatihan ini tahanan bertambah yang dimaksud

adalah pada setiap jenjang waktu mengalami peningkatan beban yang telah

ditentukan dalam pelatihan ini.

3. Prinsip Latihan Beraturan (The Principle of Arrangement of Exercise)

Latihan dimulai dari kelompok otot yang besar kemudian baru kepada kelompok

otot-otot yang lebih kecil sebab otot besar lebih mudah pelaksanaannya.Tidak

boleh melakukan latihan secara berurutan kepada kelompok otot yang sama,

berikan senggang waktu yang cukup untuk periode pemulihan.Dalam pelatihan

ini latihan beraturan yang dimaksud adalah latihan dimulai dari otot-otot bagian

tungkai. Karena di bagian tungkai terdapat beberapa otot besar yang nantinya

sangat berpengaruh terhadap pelatihan. Pada setiap pelatihan akan diberikan

pelatihan pemanasan dan latihan inti dengan pengaturan waktu latihan 3 kali

seminggu.

4. Prinsip Kekhususan (The Principle ofSpesificity)

Prinsip spesifisitas meliputi spesifisitas individual dan spesifisitas cabang

olahraga yang dilatihkan.Bentuk pelatihan dan beban pelatihan fisik yang

diberikan harus sesuai dengan jenis olahraga yang dilatihkan. Dalam pelatihan

yang dimaksud kekhususan adalah pelatihan yang diberikan adalah pelatihan

Page 24: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

24

pliometrikalternate leg bound dan double leg boundyang sangat berguna untuk

meningkatkan unsur-unsur kecabangan olahraga pada umumnya dan pelatihan ini

pada khususnya. Disamping itu pemanasan yang diberikan mengarah dan

mengkhusus pada pelatihan pliometrikalternate leg bound dan double leg bound.

5. Prinsip Individu (The Principle of Individuality)

Pada dasarnya setiap individu memiliki fisik dan karakter yang berbeda antara

individu yang satu dengan yang lainnya, untuk itu faktor individu harus juga

diperhatikan dengan sebaik-baiknya. Dalam pelatihan ini yang dimaksud prinsip

individu adalah setiap individu yang memiliki fisik dan karakter berbeda nantinya

dapat menyesuaikan pelatihan yang ada dimana setiap individu tersebut akan

mencapai hasil maksimal.

6. Prinsip Pulih Asal (The Principle of Reversibility)

Hasil dari peningkatan kualitas fisik sebagai akibat dari latihan yang bersifat

reversibel, artinya kualitas fisik yang telah diperoleh melalui hasil latihan akan

menurun kembali jika tidak melakukan latihan dalam kurun waktu tertentu, untuk

itu kesinambungan suatu latihan mempunyai peranan yang sangat penting. Dalam

pelatihan ini prinsip pulih asal yang dimaksud adalah jangka waktu istirahat tidak

boleh terlalu lama karena otot yang terlebih awal dilatih dapat kembali ke asal

sebelum pembebanan yang akan mengakibatkan pelatihan tidak berjalan dengan

baik.

Page 25: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

25

7. Prinsip Periodisasi

Pada olahraga prestasi program pelatihan harus dilakukan secara periodik sesuai

dengan kebutuhan pertandingan (perlombaan).Aspek periode pelatihan yang

harus diperhatikan adalah bobot persiapan fisik, teknik, dan psikis.Dalam

pelatihan ini prinsip periodisasi yang dimaksud adalah pelatihan fisik dengan

unsur daya ledak seperti gerakan atau perubahan yang tiba-tiba yang cepat dimana

tubuh terdorong ke atas atau vertikal baik dengan cara melompat (satu kaki

menapak) ataupun meloncat (dua kaki menapak) atau ke depan (horisontal)

dengan mengerahkan kekuatan otot maksimal.

2.3.2 Sistematika pelatihan

Untuk menghindari terjadinya cedera pada saat melaksanakan suatu pelatihan

serta mampu menghasilkan manfaat yang maksimal, maka pelatihan tersebut harus

dilakukan sesuai dengan sistematika pelatihan (Kanca, 1992).

1. Pelatihan pemanasan (warming-up)

Untuk mencegah timbulnya cedera, diperlukan pemanasan yang sangat

optimal.Pemanasan sangat perlu dilakukan oleh setiap atlet baik sebelum berlatih

(pra-latihan) maupun sebelum bertanding (pra-pertandingan) (Nala, 1998). Secara

umum pemanasan dapat dibagi 2 macam yaitu :

a. Pemanasan statis

Pemanasan statis terlebih dahulu dilakukan sebelum melakukan pelatihan

inti, manfaat dari pelatihan ini bertujuan untuk (Kanca, 1990) :

Page 26: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

26

1) Meningkatkan kelenturan (elastisitas) otot-otot, sendi, dan menambah mutu

gerakan.

2) Mengurangi ketegangan otot dan membantu tubuh merasa rileks, serta

mencegah terjadinya cedera.

3) Meningkatkan kesiapan tubuh dalam menerima pelatihan, serta melancarkan

sirkulasi darah.

Peregangan otot merupakan aktivitas yang pertama dilakukan dalam

periode pemanasan dan mutlak dilakukan oleh seorang pelatih dan atlet. Gerakan

dalam peregangan ini tidak boleh dilakukan secara tiba-tiba, memantul-mantul,

meledak-ledak, tetapi perlahan-lahan untuk menghindari cedera. Akhir dari usaha

peregangan otot pada satu sendi posisinya dipertahankan selama 20 - 30 detik

(Nala, 1998).Dalam pelatihan ini pemanasan statis yang akan diberikan diawali

dengan peregangan otot bagian leher yang diteruskan dengan peregangan otot

tangan. Selanjutnya peregangan statis dilakukan pada otot tubuh yang dilanjutkan

ke otot tungkai. Peregangan otot ini memerlukan waktu 10 menit sebelum

pemanasan dinamis. Pemanasan statis ini nantinya akan mendukung

pelatihanpliometrikalternate leg bound dan double leg bound.

b. Pemanasan dinamis

Pemanasan dinamis merupakan lanjutan dari pemanasan statis dengan lebih

banyak gerakan dengan penghitungan lebih lama. Dengan pemanasan dinamis

terjadi peningkatan intensitas secara progresif, menaikkan kapasitas kerja organ

tubuh serta fungsi saraf, diikuti pula oleh proses metabolik lebih cepat. Akibat

Page 27: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

27

pemanasan ini aliran darah meningkat suhu tubuh naik, yang berguna untuk

merangsang pusat pernapasan untuk meningkatkan pemasukan oksigen kepada

sel otot dan organ tubuh lainnya.

Pelatihan pemanasan harus melibatkan kelompok otot utama,

khususnya yang langsung menyangkut kecabangan olahraga yang bersangkutan.

Lama waktu melakukan pemanasan untuk menggerakkan seluruh otot tubuh

berkisar antara 20 - 30 menit dimana 5 menit terakhir dipergunakan untuk

pemanasan khusus sesuai dengan aktivitas yang dilakukan (Nala, 1998). Dalam

penelitian ini lamanya pemanasan dinamis yang akan diberikan yaitu 10 menit

setelah pemanasan statis. Pemanasan dinamis yang akan dilakukan dalam

pelatihan ini adalah pemanasan yang mengarah pada pelatihan

pliometrikalternate leg bound dan double leg bound seperti gerakan atau

perubahan yang tiba-tiba yang cepat dimana tubuh terdorong ke atas atau vertikal

baik dengan cara melompat (satu kaki menapak) ataupun meloncat (dua kaki

menapak) atau ke depan (horisontal) dengan mengerahkan kekuatan otot

maksimal.

2. Pelatihan Inti (main exercise)

Fase terakhir dari latihan pemanasan adalah suatu kegiatan yang dilakukan sesuai

dengan cabang olahraga (Kanca, 1992). Pelatihanpliometrikalternate leg bound dan

double leg boundmengembangkan power otot-otot tungkai dan pinggul, khususnya

gluteals, hamstring, quadriceps, dan gastrocnemius. Otot - otot lengan dan bahu

secara tidak langsung juga terlibat.Teknik latihan ini yakni sampelmelakukan gerakan

Page 28: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

28

atau perubahan yang tiba-tiba yang cepat dimana tubuh terdorong ke atas atau

vertikal baik dengan cara melompat (satu kaki menapak) ataupun meloncat (dua kaki

menapak) atau ke depan (horisontal) dengan mengerahkan kekuatan otot. Pelatihan

ini dilakukan kurang lebih 60 menit.

3. Pelatihan Pendinginan (cooling - down)

Pendinginan dilakukan setelah melakukan pelatihan atau aktifitas fisik

lainnya.Dengan melakukan pelatihan pendinginan, derajat keasaman (pH) darah

menurun lebih cepat, sehingga kelelahan akibat dari pada pelatihan cepat hilang

(Nala, 1998). Lamanya pendinginan tergantung cepatnya asam laktat dirubah, maka

lama waktu dibutuhkan untuk pendinginan adalah 10-30 menit (Power dalam Nala,

1998). Pendinginan yang akan diberikan dalam pelatihan ini adalah pendinginan yang

umumnya melibatkan otot-otot dalam pelatihan pliometrikalternate leg bound dan

double leg boundyaitu melemaskan seluruh otot-otot terutama pada bagian tungkai,

ini bertujuan mengurangi kemungkinan cedera setelah melakukan pelatihan.Lamanya

pendinginan pada pelatihan pliometrikalternate leg bound dan double leg

boundadalah selama 20 menit.

2.3.3 Intensitas pelatihan

Intensitas pelatihan perlu mendapatkan perhatian khusus.Karena intensitas

pelatihan merupakan jatah pelatihan yang harus dilakukan oleh seorang atlet sesuai

dengan program latihan yang dilakukan.Dimana peningkatan kualitas fisik sangat

dipengaruhi oleh ketepatan intensitas pelatihan.

Page 29: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

29

Untuk mengetahui cukup tidaknya intensitas pelatihan dapat dilakukan

dengan menghitung denyut nadi pada waktu pelatihan (Nala, 1998).Berdasarkan

persentasi denyut nadi, kualitas suatu intensitas dari suatu aktifitas dapat ditentukan.

Intensitas pelatihan dapat diukur dengan berbagai cara, yang paling mudah

adalah dengan mengukur denyut jantung (heart rate).MHR (maksimum heart rate)

dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

(Kanca, 2006)

Apabila intensitas suatu pelatihan diambil berdasarkan denyut nadi maka,

dapat diukur dengan menggunakan dalil yang terlihat pada Tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1

Intensitas Suatu Pelatihan Berdasarkan Denyut Nadi

(Nala,1998)

Denyut Nadi Maksimal : 220 - Umur

Denyut Nadi Optimal : (220 - Umur) - 10

Denyut Nadi Minimal : ¾ x (220 - Umur )

Yang paling baik adalah nadi latihan optimal (Samsudin, 2008). Maka, dalam

pelatihan pliometrikalternate leg bound dan double leg bound digunakan denyut nadi

optimal (DNO).

Tingkat intensitas dari yang terendah sampai tertinggi terlihat pada Tabel

2.2berikut :

MHR = 220 – umur (dalam tahun)

Page 30: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

30

Tabel 2.2

Tingkat Intensitas Dari yang Terendah Sampai Tertinggi

(Harsono, 1993)

No Kemampuan Maksimal Intensitas

1 30%-50% Rendah

2 51%-60% Intermedium

3 61%-75% Medium

4 76%-85% Sub maksimal

5 86%-100% Maksimal

6 101%-105% Super maksimal

Pelatihan yang baik, diusahakan mengikuti petunjuk bahwa denyut nadi waktu

latihan hendaknya tidak berada di bawah denyut nadi minimal, karena hasil latihan

akan kurang baik, artinya efek latihan tidak terlalu nyata. Sedangkan apabila latihan

terlalu berat, yaitu intensitas lebih dari denyut nadi maksimal akan membahayakan

tubuh. Intensitas latihan yang terbaik untuk dipilih dalam pelatihan adalah intensitas

optimal (Nala, 1998). Intensitas pelatihan dengan patokan denyut nadi optimal sangat

sesuai diberikan pada anak-anak, karena tidak akan membahayakan tubuh dan sesuai

kemampuan anak-anak.

Dengan memperhatikan zona latihan berdasarkan tingkat denyut nadi tersebut,

seseorang yang akan melakukan program pelatihan berdasarkan intensitas pelatihan

yang dipilih serta umur orang bersangkutan, dapat memperhitungkan jenis pelatihan

yang dilakukan termasuk dalam zona latihan dengan denyut nadi terendah, sedang,

Page 31: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

31

tinggi, atau maksimal. Dalam penelitian ini intensitas pelatihan yang digunakan

adalah 61% sampai dengan 75% denyut nadi optimal karena dalam penelitian ini

mengunakan sampel yang masih pemula dalam aktivitas olahraga dan bukan atlet.

Serta dengan intensitas tersebut tidak akan membahayakan bagi tubuh, karena

tergolong dalam intensitas latihan yang medium.

2.3.4 Frekuensi dan lamanya pelatihan

Frekuensi pelatihan adalah berapa kali seseorang melakukan pelatihan yang

intensitas dalam satu minggunya (Sajoto, 1995).Jumlah pelatihan sebanyak 3 kali per

minggu adalah jumlah beban pelatihan yang sesuai bagi pemula, dengan pengertian

bahwa pelatihan tiga kali per minggu terjadi peningkatan yang berarti tanpa

menimbulkan kelelahan yang kronis serta memberikan peningkatan yang cukup

berarti (Kanca, 1992).Frekuensi 3 kali perminggu sama baiknya dengan lima kali

perminggu, dengan catatan jeda antara 2 latihan tidak melebihi 2 hari

(Nusdwinuringtyas, 2009). Berdasarkan hal tersebut maka, pelatihan yang dilakukan

dalam penelitian ini selama 3 kali seminggu(selasa, kamis, dan sabtu) untuk

meningkatkan daya ledak otot tungkai.

Lamanya pelatihan adalah sampai berapa minggu atau berapa bulan program

tersebut dijalankan sehingga atlet memperoleh kondisi yang diharapkan (Sajoto,

1995).Peningkatan otot rangka akan nampak apabila dilakukan pelatihan minimal 4-6

minggu, waktu jumlah set yaitu 1 set akan memperlihatkan hasil yang memadai

(Kanca, 1990). Berdasarkan uraian di atas, maka waktu pelatihan pada penelitian ini

Page 32: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

32

adalah enam minggu atau selama 18 kali pelatihan dengan frekuensi pelatihan 3 kali

seminggu dimana tidak termasuk tes awal (pre-test) dan tes akhir (post test).

2.4 Pliometrik

2.4.1 Pengertian pliometrik

Pliometrikadalah latihan-latihan atau ulangan yang bertujuan menghubungkan

gerakan kecepatan dan kekuatan untuk menghasilkan gerakan-gerakan eksplosif.

Istilah ini sering digunakan dalam menghubungkan gerakan lompat yang berulang-

ulang atau latihan reflek regang untuk menghasilkan reaksi yang eksplosif

(Syaranamual, 2008).

Kata pliometrikberasal dari bahasa Yunani yang akar katanya plio dan

metrik(Nala, 2011).Plio bermakna tambah atau lagi.Metrik berarti ukuran.Dengan

demikian pliometrik diartikan sebagai menambah ukuran, ukuran daya ledak

otot.Pelatihan pliometrik merupakan salah satu usaha yang ditujukan untuk

mengembangkan daya ledak eksplosif dan kecepatan reaksi.Pengembangan ini

tercipta sebagi akibat adanya perbaikan pada reaksi sistem saraf pusat serta kekuatan

untuk meredam goncangan keseimbangan pendaratan sewaktu kaki berpijak dilantai

dari melompat.

Pliometrik berasal dari bahasa Yunani “Pleyheuin” yang berarti

“memperbesar” atau “meningkatkan”, atau dari akar kata bahasa Yunani plio dan

metrik yang masing–masing berarti lebih banyak dan ukuran. Pliometrik adalah suatu

pelatihan yang mempunyai ciri khusus, yaitu kontraksi otot yang sangat kuat yang

Page 33: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

33

merupakan respon dari pembebanan dinamis atau regangan yang cepat dari otot-otot

yang terlibat(Furqon dan Dowes, 2002).Pliometrik dapat dijelaskan sebagai bentuk

kombinasi pelatihan isometrik dan isotonik yang mempergunakan pembebanan

dinamis, yang terjadi secara mendadak sebelum otot berkontraksi kembali, atau

pelatihan yang memungkinkan otot untuk mencapai kekuatan maksimal dalam waktu

sesingkat mungkin.

2.4.2 Cara kerja pelatihan pliometrik

Cara kerja pliometrik disebut dengan “reflek peregangan” (stretch

reflek).Alat-alat atau reflek polos dan reflek regangan itu merupakan komponen-

komponen utama dari kontrol keseluruhan sistem saraf terhadap gerakan tubuh. Pada

saat melakukan gerakan reaktif ekplosif, otot-otot mengalami peregangan yang cepat

sebagai akibat adanya beban yang digunakan pada otot-otot tersebut (chu dalam

Furqon dan Dowes, 2002).

Pelatihan pliometrik diperkirakan dapat menstimulus berbagai perubahan dalam

sistem neuromuskular, memperbesar kemampuan kelompok-kelompok otot untuk

memberikan respon lebih cepat dan lebih kuat terhadap perubahan-perubahan yang

ringan dan cepat pada panjang otot. Salah satu ciri penting pelatihan pliometrik

adalah pengkondisian sistem neuromuskular sehingga memungkinkan untuk terjadi

perubahan-perubahan arah yang lebih cepat dan lebih kuat sesingkat mungkin dalam

artian tidak memerlukan waktu yang lama (Furqon dan Doewes, 2002).

Page 34: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

34

2.4.3 Pedoman dan pelaksanaan pelatihan pliometrik

Dalam pelaksanaanya, pliometrik dilakukan berdasarkan atas tiga kelompok

otot dasar, yaitu : 1) tungkai dan pinggul, 2) kelompok otot bagian tengah tubuh (otot

perut, punggung), dan 3) kelompok otot dada, bahu dan lengan (Nala, 2011). Dalam

pelatihan pliometrik ada pedoman-pedoman khusus yang harus diperhatikan agar

pelatihan dapat berlangsung secara tepat dan efektif (Furqon dan Dowes, 2002).

1. Pemanasan dan Pendinginan

Kelentukan dibutuhkan dalam pelatihan pliometrik, maka semua latihan harus

diikuti dengan metode pemanasan dan pendinginan yang tepat dan memadai.Jogging,

lari peregangan dan kalistenik sederhana merupakan aktivitas yang dianjurkan

sebelum dan sesudah latihan.

2. Intensitas Tinggi

Intensitas merupakan faktor penting dalam melaksanakan

pliometrik.Kecepatan pelaksanaan dengan kerja maksimal sangat penting untuk

memperoleh efek pelatihan yang optimal.Kecepatan peregangan otot lebih penting

daripada besarnya peregangan.Respon reflek yang dicapai makin besar jika otot

diberi beban yang cepat.Pelatihan harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan

intensif, maka penting untuk diberikan kesempatan beristirahat yang cukup diantara

serangkaian pelatihan yang terus menerus.

3. Beban Lebih yang Progresif

Program pelatihan pliometrik harus diberikan beban lebih resitif, temporal dan

spatial.Beban lebih memaksa otot-otot bekerja pada intensitas yang tinggi.Beban

Page 35: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

35

lebih yang tepat ditentukan dengan mengontrol ketinggian turun atau jatuhnya

individu, beban yang digunakan, dan jarak tempuh.Beban yang lebih tidak tepat dapat

mengganggu keefektifan pelatihan atau bahkan menyebabkan cedera.Beban yang

melampaui tuntutan beban lebih yang resitif dari gerakan-gerakan pliometriktertentu

dapat meningkatkan kekuatan tetapi tidak selalu meningkatkan daya ledak (power

eksplosif).

4. Memaksimalkan Gaya atau Meminimalkan Waktu

Baik gaya maupun kecepatan gerak sangat penting dalam pelatihan

pliometrik. Dalam berbagai hal, titik beratnya adalah kecepatan dimana suatu aksi

tertentu dapat dilakukan. Misalnya dalam nomor tolak peluru, sasaran utama adalah

menggunakan gaya maksimum selama gerak menolak. Makin cepat rangkaian reaksi

yang dilakukan, makin besar gaya yang dihasilkan dan makin jauh jarak yang dicapai.

5. Lakukan Sejumlah Ulangan

Biasanya banyak ulangan atau repetisi berkisar antara 8 sampai 10 kali,

dengan makin sedikit ulangan untuk rangkaian yang lebih berat dan lebih banyak

ulangan untuk latihan-latihan yang lebih ringan. Berbagai kajian mengisyaratkan 6

sampai 10 set untuk sebagian besar pelatihan, dan ada yang menyarankan 3 sampai 6

set, terutama untuk latihan-latihan lompat yang lebih berat.

Banyaknya set, ulangan, dan periode istirahat yang disarankan adalah

berdasarkan pengalaman mengajar dan menjadi contoh dalam pelatihan pliometrik.

Page 36: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

36

6. Istirahat yang Cukup

Periode istirahat 1-2 menit di sela-sela set biasanya sudah memadai untuk

sistem neuromuskuler yang mendapat tekanan karena pelatihan pliometrik untuk

kembali pulih. Periode istirahat yang cukup juga penting untuk pemulihan yang

semestinya untuk otot, ligamen, dan tendon.Pada dasarnya jangan mendahului

pliometrik, terutama latihan-latihan lompat dan gerakan-gerakan kaki lainnya, dengan

latihan berat pada tubuh bagian bawah.

7. Bangun Landasan yang Kuat Terlebih Dahulu

Dasar atau landasan kekuatan penting dan bermanfaat dalam pliometrik.Maka

dari itu suatu program pelatihan beban harus dirancang untuk mendukung, dan

bukannya menghambat pengembangan daya ledak (power).Salah satu penerapannya,

jika melakukan pelatihan kekuatan dan fleksibilitas otot perut dan otot punggung

bagian bawah disarankan selama beberapa minggu sebelum melakukan gerakan-

gerakan skiiping, swinging dan latihan-latihan untuk togok yang serupa.

8. Program Pelatihan Individualisasi

Untuk memperoleh hasil yang terbaik, tentunya program pelatihan

pliometrikdapat diindividualisasikan, berarti harus tahu apa yang dapat dilakukan

oleh setiap atlet dan seberapa banyak pelatihan yang dapat membawa manfaat.

Bidang pelatihan olahraga lain, mengindividualisasikan program pelatihan pliometrik

lebih merupakan suatu seni daripada pengetahuan. Intensitas dan jumlah beban lebih

merupakan dua variabel penting.

Page 37: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

37

2.4.4 Jenis-jenis gerakan pliometrik

Gerakan pliometrikdirancang untuk menggerakkan otot pinggul dan tungkai,

dan gerakan otot khusus yang dipengaruhi oleh bounding, hopping, leaping, skipping

dan ricochet. Adapun pola atau model pelatihan pliometrik (Furqon dan Dowes,

2002) terdiri dari:

1. Bounding

Bounding menekankan pada loncatan untuk mencapai ketinggian maksimum

dan juga jarak horisontal.Bounding dilakukan baik dengan dua kaki atau dengan cara

bergantian.

Gambar 2.1 Model pelatihan pliometrik bounding (Furqon dan Doewes, 2002)

2. Hopping

Hopping terutama menekankan pada loncatan untuk mencapai ketinggian

maksimum ke arah vertikal dan kecepatan maksimum gerakan kaki.Hopping

dilakukan dengan dua atau satu kaki.

Page 38: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

38

Gambar 2.2 Model pelatihan pliometrik hopping (Furqon dan Doewes, 2002)

3. Jumping

Mencapai ketinggian maksimum diperlukan dalam jumping, sedangkan

kecepatan pelaksanaan merupakan faktor kedua, dan jarak horisontal tidak diperlukan

pada jumping. Jumping dapat dilakukan dengan satu atau dua kaki.

Gambar 2.3 Model pelatihan pliometrik jumping (Furqon dan Doewes, 2002)

4. Leaping

Leaping adalah suatu latihan kerja tunggal yang menekankan jarak horisontal

dan ketinggian maksimum.Leaping dilakukan dengan dua atau satu kaki.

Page 39: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

39

Gambar 2.4 Model pelatihan pliometrik leaping (Furqon dan Doewes, 2002)

5. Skipping

Skipping dilakukan dengan cara melangkah-meloncat secara bergantian

(alternatif hop-step) yang menekankan ketinggian dan jarak horisontal.

Gambar 2.5 Model pelatihan pliometrik skipping (Furqon dan Doewes, 2002)

6. Ricochet

Ricochet semata-mata menekankan pada tingkat kecepatan tungkai dan

gerakan kaki, meminimalkan jarak vertikal dan horisontal yang memberikan

kecepatan pelaksanaan yang lebih tinggi.

Page 40: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

40

Gambar 2.6 Model pelatihan pliometrik ricochet (Furqon dan Doewes, 2002)

Dalam penelitian ini yang lebih ditekankan pada jenis bounding sebagai

bagian dari pelatihan pliometrik. Adapun pelaksanaan pelatihan pliometrikalternate

leg bound dan double leg bound adalah sebagai berikut :

a. Pelatihan Pliometrik Alternate Leg Bound

Dalam pelatihanini yang dikembangkan yaitu power tungkai dan

pinggul.Dengan mengubah kedua tungkai khususnya kerja flexsor dan extensor paha

dan pinggul. Teknik pelatihan ini menggunakan salah satu kaki kanan ataupun kiri,

yang menolak dari belakang dan kaki lainnya diangkat sejauh mungkin ke depan serta

mengayunkan kedua lengan dari depan ke belakang.

Page 41: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

41

Gambar 2.7 Rangkaian gerakan pliometrikalternate leg bound (Furqon dan Doewes,

2002)

Posisi Awal : Ambillah sikap berdiri yang enak dengan posisi kaki agak

di depan untuk memulai melangkah, lengan rileks di samping

badan.

Pelaksanaan : Mulailah dengan tolakan tungkai belakang, gerakkan lutut ke

atas dan usahakan lompatan sejauh mungkin ke depan

sebelummendarat. Bentangkan kaki dengan cepat, ayunkan kedua

lengan.Ulangi rangkaian dengan menggunakan kaki lain saat

mendarat.

b. PelatihanPliometrik Double Leg Bound

Dalam pelatihan ini yang dikembangkan yaitu power otot-otot tungkai dan

pinggul, khususnya gluteals, hamstring, quadriceps, dan gastrocnemius. Otot - otot

lengan dan bahu secara tidak langsung juga terlibat.Pelatihan ini memiliki aplikasi

yang luas untuk berbagai cabang olahraga yang melibatkan lompat/loncat, lari, angkat

besi, dan renang. Yang membedakan pelatihan pliometrik alternate leg bound dan

double leg boundyakni teknik pelatihan pliometrik alternate leg bound menggunakan

Page 42: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

42

salah satu kaki kanan ataupun kiri, yang menolak dari belakang dan kaki lainnya

diangkat sejauh mungkin ke depan serta mengayunkan kedua lengan dari depan ke

belakang sedangkan pelatihan pliometrikdouble leg boundteknik pelatihannya

meloncat ke atas kemudian mendarat sejauh-jauhnya ke depan dengan menggunakan

dua kaki serta mengayunkan kedua lengan dari atas ke bawah.

Gambar 2.8 Rangkaian gerakan pliometrikdouble leg bound (Furqon dan Doewes,

2002)

Posisi Awal : Mulailah dengan posisi half-squat. Lengan berada di samping

badan, bahu condong kedepan dan melebihi posisi lutut.

Pelaksanaan : Loncatlah ke depan, menggunakan ekstensi pingul

dan gerakan lengan untuk mendorong ke depan. Usahakan

mencapai jarak maksimum ke depan dengan posisi tubuh tegak.

Setelah mendarat kembali lagi ke posisi awal dan memulai

bounding berikutnya.

Page 43: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

43

2.5 Kajian Anatomi dan Fisiologi

Pelatihan pliometrikalternate leg bound dan double leg bound merupakan

suatu pelatihan yang banyak melibatkan otot tungkai.Untuk merubah gerakan yang

tiba-tiba dan cepat dimana tubuh terdorong ke depan sejauh-jauhnya baik dengan cara

melompat (satu kaki menapak) ataupun meloncat (dua kaki menapak) dengan

mengerahkan kekuatan otot tungkai secara maksimal. Diperlukan sistem gerak yang

mendukung gerakan tersebut diantaranya otot-otot rangka. Otot-otot tubuh

merupakan alat, energi yang tersimpan secara kimiawi diubah menjadi pekerjaan

mekanik (Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin, 1996). Otot-otot yang terlibat

diantaranya adalah otot-otot rangka bagian tungkai. Otot-otot tungkai merupakan

anggota gerak bagian bawah yang dapat dibedakan atas otot pangkal paha, otot

tungkai atas, otot tungkai bawah dan otot kaki (lihat gambar 2.3). Otot tungkai atas

terdiri dari kumpulan beberapa otot. Pada bagian depan terdapat sartorius, otot vastus

lateralis, otot vatusmedialis, otot rektus femoralis, otot adductor longus, otot

pectineus, otot tensor fascia latae dan otot glueteus maksimus (AnthonydanThibodeu,

2006).

Otot tungkai memiliki kesamaan sifat dengan otot-otot rangka (Anthony dan

Thibodeu, 2006) yaitu:

1. Dipengaruhi oleh jenis stimuli (rangsangan) yang sama serta menimbulkan

potensi aksi segera setelah distimuli.

Page 44: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

44

2. Kekuatan kontraksinya (dalam batas-batas fisiologis) tergantung dari panjang

semula.

3. Mempunyai kemampuan untuk mempertahankan tonus otot dan akan hipertropi

(membesar atau menebal) sebagai akibat dari latihan yang ditingkatkan.

Otot rangka memperlihatkan kemampuan berubah atau plastisitas yang besar

dalammemberi respon terhadap berbagai bentuk pelatihan (Cahyani Sudarsono,

2009).Beberapa unit organ tubuh akan mengalami perubahan akibat dilakukan

pelatihan (Nala, 1998). Perubahan tersebut berupa efek latihan. Efeknya pada otot

terutama terjadi pada unit (saraf dan otot), sinkronisasi, pelatihan silang dan

sebagainya. Pelatihan juga menyebabkan peningkatan terhadap kontrol otot fleksor

dan ekstensor selama gerakan yang cepat. Dengan latihan yang teratur, maka otot

rangka menjadi lebih tebal, dan elastis.

Sesuai aktivitasnya, perubahan adaptif jangka panjang dapat terjadi pada serat

otot, yang memungkinkan untuk berespon secara lebih efisien terhadap berbagai jenis

kebutuhan pada otot (Giri Wiarto, 2013). Otot skeletal memiliki plastisitas yang

tinggi. Ada dua jenis perubahan yang bisa diinduksi di serat otot, yaitu perubahan

dalam kapasitas sintesis ATP dan perubahan diameternya. Latihan ketahanan akan

meningkatkan potensi oksidatif otot, sedangkan latihan kekuatan meningkatkan

diameter myofibrilar otot. Pertambahan panjang otot rangka biasanya dihasilkan dari

penambahan sarkomer pada serat otot, terutama daerah myotendinus junction. Jika

Page 45: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

45

unit tendon otot teregang, sarkomer tambahan ditambahkan secara khas pada daerah

tersebut.

Perubahan pada massa otot akan tampak bila berlatih dengan beban luar,

sedangkan perubahan pada kecepatan otot akan tampak apabila dilatih dengan beban

yang ringan-ringan saja tetapi dengan kecepatan tinggi (Hari Setijono et al, 2001).

Pada latihan dengan beban luar hasilnya perubahan massa otot akan tampak

menonjol, sedangkan latihan kecepatan massa otot relatif tak tampak perubahannya.

Pertambahan massa otot bukanlah disebabkan sel otot bertambah banyak tetapi

disebabkan oleh bertambahnya serabut halus otot (myofibril) sehingga sel otot

bertambah besar hal tersebut disebut hipertropi otot.

Berdasarkan hal diatas, pelatihan pliometrikalternate leg bounddan double leg

bound dapat meningkatkan daya ledakkarena pelatihan ini banyak melibatkan otot

tungkai. Dimana kemampuan otot akan meningkat akibat dari suatu pelatihandengan

pembebanan yang meningkat.

Page 46: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

46

Gambar 2.9Komponen otot tungkai A. tampak depan, B.tampak belakang

(Anthony dan Thibodeau, 2006)

Page 47: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

47

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Berdasarkan permasalahan dan kajian teoritis, seperti yang telah dikemukakan

dalam bab sebelumnya bahwa kondisi fisik memegang peranan yang sangat penting

dalam program latihan. Program pelatihan pliometrik alternate leg bound dan double

leg boundharus dilakukan secara sistematis, terencana, terarah, teratur dan

berkelanjutan.

Dalam penelitian ini komponen kondisi fisik yang diberikan pelatihan adalah

daya ledak (power). Hal tersebut didasarkan dari cabang-cabang olahraga yang ada,

daya ledak sangat banyak terlibat di dalam pelaksanaannya.Dalam praktek olahraga,

daya ledak sangat bermanfaat khususnya pada nomor perlombaan maupun

pertandingandalam hal melompat, meloncat, melempar, menendang, dan lain

sebagainya.Jadi untuk memperoleh daya ledak yang baik diperlukan suatu pelatihan

yang dapat meningkatkan kemampuan otot, terutama otot tungkai. Ada banyak

macam pelatihan yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan kondisi fisik, salah

satunya yaitu pelatihan pliometrik.Pelatihan ini sudah banyak digunakan oleh para

pembina ataupun pelatih.

Pliometrik adalah pelatihan yang memiliki tujuan untuk meningkatkan

poweryang ditandai dengan kontraksi-kontraksi otot yang kuat sebagai respon

terhadap pembebanan yang cepat dan dinamis, atau peregangan otot-otot yang

Page 48: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

48

terlibat.Pelatihan pliometrik merupakan salah satu usaha yang ditujukan untuk

mengembangkan daya ledak eksplosif.

Dalam penelitian ini diterapkan pelatihan pliometrikalternate leg bound dan

double leg bound, untuk mengembangkan power tungkai dan pinggul, mengubah

kerja flexsor dan ekstensor paha dan pinggul, khususnya gluteals,

hamstrings,quadriceps, dan gastrocnemius.Teknik latihan ini yakni

sampelmelakukan gerakan atau perubahan yang tiba-tiba yang cepat dimana tubuh

terdorong sejauh-jauhnya ke depan baik dengan cara melompat (satu kaki menapak)

ataupun meloncat (dua kaki menapak) dengan mengerahkan kekuatan otot tungkai

secara maksimal.

Penelitian ini menggunakan dua model pelatihan pliometrik yaitu pelatihan

pliometrikalternate leg bound dan pelatihan double leg bound yang bertujuan untuk

meningkatkan daya ledak (power). Pelatihan ini dilakukan selama enam minggu atau

18 kali pelatihan dengan frekuensi pelatihan 3 kali seminggu dimana tidak termasuk

tes awal (pre-test) dan tes akhir (post test).

Keberhasilan pelatihan pliometrikalternate leg bound dan pelatihan double

leg boundini juga dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal

antara lain : genetik, jenis kelamin, tingkat kesegaran jasmani, dan kelelahan

sedangkan faktor eksternal yaitu: motivasi, suhu dan kelembaban relatif udara.

Page 49: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

49

3.2 Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian di atas, maka dibuat kerangka konsep dalam bentuk bagan

sebagai berikut :

Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep

Pelatihan pliometrik merupakan salah satu usaha yang ditujukan untuk

mengembangkan daya ledak eksplosif. Pelatihan pliometrikalternate leg bound dan

double leg bound,dapat mengembangkan power tungkai dan pinggul, mengubah kerja

flexsor dan ekstensor paha dan pinggul, khususnya gluteals, hamstrings,quadriceps,

dan gastrocnemius.Teknik pelatihan pliometrik alternate leg bound yaitu dengan

menggunakan salah satu kaki kanan ataupun kiri, yang menolak dari belakang dan

kaki lainnya diangkat sejauh mungkin ke depan serta mengayunkan kedua lengan dari

depan ke belakang sedangkan pelatihan pliometrikdouble leg boundteknik

Faktor Eksternal :

- motivasi

- suhu

- kelembaban relatif udara

Faktor Pelatihan :

- pliometrikalternate leg bound

- pliometrik double leg bound

Faktor Internal :

- genetik

- jenis kelamin

- tingkat kesegaran jasmani

- kelelahan

Daya Ledak

Otot Tungkai

Page 50: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

50

pelatihannya meloncat kemudian mendarat sejauh-jauhya ke depan dengan

menggunakan dua kaki serta mengayunkan kedua lengan dari atas ke bawah.

Penelitian ini menggunakan dua model pelatihan pliometrik yaitu pelatihan

pliometrik alternate leg bound dan pelatihan double leg bound yang bertujuan untuk

meningkatkan daya ledak (power). Pelatihan ini dilakukan selama enam minggu atau

18 kali pelatihan dengan frekuensi pelatihan 3 kali seminggu (selasa, kamis, dan

sabtu) dimana tidak termasuk tes awal (pre-test) dan tes akhir (post test).

Keberhasilan pelatihan pliometrik alternate leg bound dan pelatihan double

leg boundini juga dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal

antara lain : genetik, jenis kelamin, tingkat kesegaran jasmani, dan kelelahan

sedangkan faktor eksternal yaitu: motivasi, suhu dan kelembaban relatif udara.

3.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka konsep di atas dapat dirumuskan

hipotesis sebagai jawaban sementara dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Pelatihan pliometrikalternate leg bound dapat meningkatkan daya ledak

otot tungkai pada siswa putra kelas VII SMP Negeri 3 Sukawati.

2. Pelatihanpliometrik double leg bound dapat meningkatkan daya ledak otot

tungkai pada siswa putra kelas VII SMP Negeri 3 Sukawati.

3. Pelatihan pliometrik alternate leg bound lebih meningkatkan daya ledak

otot tungkai daripada double leg bound pada siswa putra kelas VII SMP

Negeri 3 Sukawati.

Page 51: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

51

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian

yang digunakan adalahrandomized the pretest-postestcontrol group design(Pocock,

2008).Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini secara sederhana

dapat digambarkan sebagai berikut :

P0

P1

P2

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian

Keterangan :

P = Populasi

R = Random

S = Sampel

RA = Random Alokasi

O1 = Observasi kelompok 1 (kontrol) sebelum pelatihan

O2 = Observasi kelompok 1 (kontrol) sesudah 6 minggu tanpa perlakuan

pelatihan pliometrikalternate leg bounddan double leg boundtetapi

diberikan latihan menendang bola

O3

= Observasi kelompok 2 (perlakuan alternate leg bound) sebelum pelatihan

O4 = Observasi kelompok 2 (perlakuan alternate leg bound) sesudah 6 minggu

pelatihan

O5 = Observasi kelompok 3 (perlakuan double leg bound) sebelum pelatihan

O6 = Observasi kelompok 3 (perlakuan double leg bound) sesudah 6 minggu

pelatihan

P R S RA

O1

O3

O5

O2

O4

O6

Page 52: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

52

P0 = Tanpa perlakuan pelatihan pliometrikalternate leg bounddan double leg

boundtetapi diberikan latihan menendang bola

P1 = Pelatihan pliometrikalternate leg bound

P2 = Pelatihan pliometrik double leg bound

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian yaitu SMP Negeri 3 Sukawati dan pelatihan

pliometrikalternate leg bound dan double leg bounddilaksanakan di lapangan SMP

Negeri 3 Sukawati. SMP Negeri 3 Sukawati terletak di Kecamatan Sukawati tepatnya

di desa Batubulan Kangin. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: siswa

putra kelas VII SMP Negeri 3 Sukawati tahun pelajaran 2012/2013. Waktu penelitian

selama 6 minggu pada pukul 16.00 - 18.00 Wita.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh siswa putrakelas VII SMP Negeri 3

Sukawati yang berjumlah 152 orang.

4.3.2 Sampel

Sampel diambil dari populasi penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi. Kriteria yang ditetapkan untuk dapat dipilih sebagai sampel adalah sebagai

berikut :

a.Kriteria inklusi

Kriteria sampel inklusi adalah :

1. Jenis kelamin laki-laki.

Page 53: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

53

2. Siswa kelas VII.

3. Indeks massa tubuh, kategori normal yaitu 18 - 25.

4. Kebugaran fisik dengan kategori sedang.

5. Berbadan sehat dan tidak cacat, berdasarkan pemeriksaan dokter.

6. Bersedia sebagai subjek penelitian dari awal sampai selesai, dengan

menandatangani surat persetujuan kesediaan sebagai sampel.

b. Kriteria eksklusi

Kriteria sampel eksklusi adalah :

1. Ada riwayat patah tulang.

2. Berdomisili di luar Batubulan Kangin dan sekitarnya.

c. Kriteria drop out

Kriteria drop outadalah :

1. Subjek sakit, cedera, sehingga tidak bisa mengikuti pelatihan.

2. Dua kali berturut-turut tidak mengikuti pelatihan.

3. Menarik diri dari subjek penelitian.

4.3.3 Besar sampel

Besarnya sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini berdasarkan asumsi yang

diperoleh dari penelitian pendahuluan terhadap 10 orang siswa. Berdasarkan hasil tes

terhadap 10 orang siswa tersebut didapatkan rata-rata 2,60. Harapan peningkatan

daya ledak otot tungkai setelah pelatihan sebesar 20%. Data yang diperoleh

dimasukkan ke dalam rumus Pocock (2008) sebagai berikut :

Page 54: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

54

n = 2

12

2

) - (

2

x f (α,β)

Keterangan

n = besar sampel

α = 0,05

β = 0,1

μ1 = Rata-rata sebelum pelatihan

μ2 = Asumsi rata-rata setelah pelatihan

f (α,β) = Nilai yang ada pada tabel

δ = 0,25 (nilai standar deviasi)

n = 2

12

2

) - (

2

x f (α,β)

n = 2

2

1,64) - (1,97

(0,25) 2 x 10,5

n = 11,93 dibulatkan menjadi 12 orang

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut maka

diperoleh nilai n = 11,93, dibulatkan menjadi 12orang. Untuk menjaga sampel yang

gagal atau droup out maka ditambah lagi 20 % dari sampel yang diperoleh maka

menjadi 14orang pada satu kelompok (tiga kelompok x 14 orang =42 orang).

4.3.4 Teknik penentuan sampel

Penentuan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Mengadakan pemilihan sejumlah sampel dari seluruh populasi siswa putra

kelas VII SMP Negeri 3 Sukawati berdasarkan kriteria inklusi.

Page 55: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

55

2. Mengadakan pemilihan besar sampel sebanyak 42 orang siswa secara acak

sederhana dari subjek yang terpilih tersebut.

3. Melakukan pembagian kelompok sebanyak tiga kelompok dengan

masing-masing kelompok sejumlah 14 orang. Pembagian kelompok

dilakukan dengan cara acak sederhana. Selanjutnya kelompok 1 tanpa

pelatihan, kelompok 2 menerima pelatihan pliometrikalternate leg bound,

dan kelompok 3 menerima pelatihan pliometrikdouble leg bound.

4.4 Variabel Penelitian

Berdasarkan fungsi dan peranannya, variabel penelitian dapat diklasifikasikan

menjadi :

1. Variabel bebas: pelatihanpliometrikalternate leg bounddan double leg

bound.

2. Variabel tergantung: daya ledak otot tungkai.

3. Variabel kontrol: jenis kelamin, indeks massa tubuh, dan kesegaran jasmani.

4. Variabel rambang: kelelahan, motivasi, suhu, dan kelembaban relatif.

4.5 Definisi Operasional Variabel

1. Pelatihan pliometrikalternate leg bound adalah pelatihan melompat dengan

menggunakan salah satu kaki kanan ataupun kiri yang menolak dari

belakang dan kaki lainnya mendarat ke depan sejauh-jauhnya serta

Page 56: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

56

mengayunkan kedua lengan dari depan ke belakang, dengan pencapaian

jauhnya lompatan dinyatakan dalam meter.

2. Pelatihan pliometrikdouble leg bound adalah pelatihan meloncat kemudian

mendarat sejauh-jauhnya ke depan dengan menggunakan dua kaki serta

mengayunkan kedua lengan dari atas ke bawah, dengan pencapaian jauhnya

loncatan dinyatakan dalam meter.

3. Daya ledak otot tungkai adalah kemampuan melompat atau meloncat sejauh-

jauhnya ke depan dalam waktu yang singkat, dengan pencapaian lompatan

atau loncatan yang dinyatakan dalam meter.

4. Jenis kelamin adalah laki-laki yaitu jenis kelamin yang terlihat dari

penampakan luar dan yang tertulis dalam administrasi sekolah.

5. Berat badan adalah berat badan dengan menggunakan pakaian seminimal

mungkin yang diukur dengan timbangan berat badan dalam satuan kg

dengan tingkat ketelitian 0,1 kg. Dalam penelitian ini pengukuran berat

badan menggunakan timbangan badan elektronik merek Magic buatan USA

dengan ketelitian 0,1 kg gaya dan batas ukur 120 kg sebelum dan setelah

perlakuan.

6. Tinggi badan adalah tinggi badan yang diukur dari dasar telapak kaki sampai

vertex (ubun-ubun), diukur dengan sikap berdiri tegak dan sikap bersiap,

pandangan lurus ke depan dengan tumit, punggung dan belakang kepala

posisinya lurus. Dalam penelitian ini pengukuran tinggi badan menggunakan

anthropometer merek Antiochdengan tingkat ketelitian 0,1 cm.

Page 57: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

57

7. Kelelahan adalah tanda bahwa otot-otot sudah tidak mampu untuk

berkontraksi lagi.

8. Motivasi adalah keinginan dari dalam diri individu untuk melakukan suatu

aktivitas untuk tujuan tertentu.

9. Suhuadalah temperatur sekitar lapangan yaitu suhu kering dan suhu basah

dalam derajat Celcius.

10. Kelembaban relatif adalah persentase uap air dalam udara yang diukur

dengan higrometer elektronik digital merek Extech buatan Jerman dengan

ketelitian 1%.

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Timbangan berat badan kilogram merek Magic buatan USA, untuk

mengukur berat badan dalam satuan kg gaya dengan ketelitian 0,1 kg.

2. Antropometer alat merek merek Antioch buatan USA, untuk mengukur

tinggi badandalam satuan cm dengan ketelitian 0,1 cm.

3. Stopwacth digital merek Seiko buatan Cina, untuk mengukur waktu tempuh

lari 2,4 km, lama pelatihan dan lama waktu istirahat tiap set dengan

ketelitian 0,01 menit

4. Norma penilaian tes lari 2,4 km Cooper, untuk mengetahui status

kebugaran fisik orang coba.

5. Peluit merek Fox buatan Canada.

Page 58: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

58

6. Meteran merek Xelco, untuk mengukur jarak lompatan dalam satuan meter

dengan bilangan desimal dua angka di belakang koma.

7. Thermometer elektronik digitalmerek Extech buatan Jerman, untuk

mengukur suhu kering dan suhu basah lingkungan dalam satuan °C dengan

ketelitian 0,1°C.

8. Higrometer elektronik digital merek Extech, untuk mengukur kelembaban

relatif udara dengan ketelitian 1%.

9. Bendera sebagai tanda batas lintasan.

10. Formulir pencatatan hasil tes dan alat-alat tulis untuk mencatat data.

11. Alat-alat dokumentasi untuk mendokumentasikan jalannya penelitian.

4.7 Prosedur Pengukuran

Pelaksanaan pengukuran daya ledak otot tungkai dengan tes alternate leg

bound dan double leg bound dapat dijelaskan sebagai sebagai berikut:

1. Sampel berdiri di belakang garis batas, kedua kaki sejajar, lutut ditekuk dan

kedua lengan ke belakang.

2. Tanpa menggunakan awalan, salah satu kaki kanan ataupun kiri menolak

dari belakang dan kaki lainnya melompat sejauh-jauhnya ke depan serta

diikuti ayunan lengan dari depan ke belakang (melakukan gerakan

alternate leg bound), gerakan ini dilakukan sebanyak 3 kali. Setelah itu

sampel melakukan tes berikutnya dengan cara kedua kaki menolak sekuat-

kuatnya secara bersamaan dan meloncat sejauh-jauhnyake depan serta

Page 59: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

59

diikuti ayunan lengan dari atas ke bawah (melakukan gerakan doubleleg

bound), gerakan ini dilakukan sebanyak 3 kali.

3. Jarak lompatan dihitung dari garis batas sampai dengan batas terdekat

bagian anggota tubuh yang mendarat.

4. Sampel diberikan kesempatan melakukan tes alternate leg bound dan

double leg boundsebanyak dua kali dengan cara berselang, yaitu seluruh

sampel penelitian terlebih dahulu menyelesaikan tes I, kemudian

dilanjutkan dengan tes II.

5. Data yang digunakan adalah jarak lompatan dan loncatan yang paling jauh

dari dua kali kesempatan tes tersebut.

6. Hasil pengukuran tersebut adalah tes pertama ditambah tes kedua

kemudian dibagi dua.

4.8 Prosedur Penelitian

Langkah – langkah yang diambil dalam proedur penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Mempersiapkan surat ijin penelitian menggunakan siswa putra kelas VII

SMP Negeri 3 Sukawati sebagai sampel penelitian.

2. Pengambilan biodata siswa putra kelas VIISMP Negeri 3 Sukawati

dilanjutkan dengan pengukuran tinggi badan dan berat badan.

3. Pemeriksaan kesehatan oleh dokter.

Page 60: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

60

4. Sampel melakukan tes awal (pre test) dengan melakukan tes alternate leg

bound dan double leg bound yang masing-masing tes dilakukan sebanyak 3

kali, hasil tes yang digunakan adalah hasil tes yang terjauh, kedua hasil

tesdijumlahkan kemudian hasil tersebut dibagi dua, jarak lompatan dan

loncatan dinyatakan dalam meter.

4. Pemberian pelatihan pliometrikalternate leg bound dan double leg

bounddengan5 set, dengan 12 repetisi, istirahat antar set 2 menit, frekuensi

pelatihan 3 kali seminggu dan lama pelatihan 6 minggu (Selasa, Kamis dan

Sabtu).

5. Setelah 6 minggu pelatihan sampel melakukan tes akhir (post test) yakni

tes alternate leg bound dan double leg bound yang masing-masing tes

dilakukan sebanyak 3 kali, hasil tes yang digunakan adalah hasil tes yang

terjauh, kedua hasil tes dijumlahkan kemudian hasil tersebut dibagi dua,

jarak lompatan dan loncatan dinyatakan dalam meter.

4.9 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah – langkah sebagai berikut :

1. Uji normalitas data dengan Saphiro-Wilkdari tiap kelompok.

2. Uji beda antar kelompok dengan uji t-paired.

3. Uji homogenitas data dengan anova satu arah untuk menguji perbedaan

sebelum dan sesudah pelatihan tiap kelompok.

4. Taraf signifikan dipilih 0,05.

Page 61: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

61

4.10 Kelemahan Penelitian

Ada beberapa kelemahan dan keterbatasan pada penelitian yang akan dapat

memberikan pengaruh pada hasil penelitian dan sukar untuk diatasi yang

meliputi:

a. Kondisi subyek selama diluar penelitian ini sulit dipantau, dalam hal ini

diasumsikan sama, karena sebelumnya penelitian ini dimulai sudah dianjurkan

untuk tidak melakukan aktivitas berlebihan dan mengkonsumsi makanan dan

minuman sembarangan.

b. Kondisi lingkungan lapangan sekolah yang berhubungan dengan suhu,

kelembaban relatif, kebisingan dan lain-lain yang sulit diperkirakan seperti :

hujan.

c. Subyek penelitian yang digunakan berjenis kelamin laki-laki.

.

Page 62: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

62

4.11 Alur Penelitian

Gambar 4.2 Alur Penelitian

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

Tes Awal

Melakukan gerakan

alternate leg

bound&double leg

bound masing-masing

3 kali. Gerakan ini

dilakukan 2 kali

dengan cara berselang

Tes Awal

Melakukan gerakan

alternate leg

bound&double leg

bound masing-masing

3 kali. Gerakan ini

dilakukan 2 kali

dengan cara berselang

Tes Awal

Melakukan gerakan

alternate leg

bound&double leg

bound masing-masing

3 kali. Gerakan ini

dilakukan 2 kali

dengan cara berselang

Tanpa perlakuan ALB

& DLB, tetapi

diberikan latihan

menendang bola

selama 6 minggu

Perlakuan pliometrik

DLB selama 6 minggu

Perlakuan

pliometrik ALB

selama 6 minggu

Tes Akhir

Melakukan gerakan

alternate leg

bound&double leg

bound masing-masing

3 kali. Gerakan ini

dilakukan 2 kali

dengan cara berselang

Tes Akhir

Melakukan gerakan

alternate leg

bound&double leg

bound masing-masing

3 kali. Gerakan ini

dilakukan 2 kali

dengan cara berselang

Tes Akhir

Melakukan gerakan

alternate leg

bound&double leg

bound masing-masing

3 kali. Gerakan ini

dilakukan 2 kali

dengan cara berselang

Analisis Data

Penyusunan Laporan

Page 63: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

63

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Sampel Penelitian

Karakteristik sampel penelitian merupakan ukuran kondisi dari sampel

penelitian itu sendiri. Karakteristik sampel penelitian dianalisis untuk mengetahui

pengaruh karakteristik sampel terhadap hasil penelitian. Hasil analisis beda antara

karakteristik sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1

Hasil Analisis Beda Antara Karakteristik Sampel Penelitian

Beda Variabel Rerata SB t p

UM1 - UM2 0,14 0,77 0,69 0,50

UM1 - UM3 0,21 0,70 1,15 0,27

UM2 - UM3 0,07 0,83 0,32 0,75

BB1 - BB2 0,86 3,03 1,06 0,31

BB2 - BB3 -0,93 2,97 -1,17 0,26

BB1 - BB3 -0,07 2,84 -0,09 0,93

TB1 - TB2 -0,36 7,24 -0,18 0,86

TB1 - TB3 0,00 4,87 0,00 1,00

TB2 - TB3 0,36 6,86 0,19 0,85

IMT1 - IMT2 0,47 2,31 0,75 0,46

IMT1 - IMT3 -0,02 1,84 -0,03 0,98

IMT2 - IMT3 -0,48 2,26 -0,80 0,44

KF1 - KF2 -0,03 0,14 -0,93 0,37

KF1 - KF3 -0,02 0,15 -0,60 0,56

KF2 - KF3 0,01 0,03 1,20 0,25

Keterangan :

BB = Berat Badan

IMT = Indeks Massa Tubuh

Page 64: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

64

KF = Kebugaran Fisik

SB = Simpang Baku

TB = Tinggi Badan

UM = Umur

Berdasarkan hasil analisis beda antara karakteristik sampel penelitian

memperlihatkan bahwa berat badan, indeks massa tubuh, kebugaran fisik, tinggi

badan, dan umur dari ketiga kelompok sebelum pelatihan tidak terdapat perbedaan

yang bermakna dimana dari hasil analisis nilai p lebih besar dari 0,05 (p>0,05), yang

berarti bahwa karakteristik sampel penelitian tidak berpengaruh pada hasil penelitian.

Dengan demikian anggota sampel yang berjumlah 42 orang siswa yang

terbagi dalam tiga kelompok, masing-masing memiliki karakteristik fisik dan

kemampuan yang sama.

5.2 Uji Normalitas Variabel

5.2.1 Hasil uji normalitas semua variabel

Untuk menyelesaikan masalah berdasarkan uji normalitas adalah bertujuan

untuk uji selanjutnya.Hasil Uji Normalitas Semua Variabel dapat dilihat pada Tabel

5.2.

Page 65: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

65

Tabel 5.2

Hasil Uji Normalitas Semua Variabel

Variabel N Rerata SB p

KontrolALBPre 14 2,78 0,09 1,00

KontrolALBPost 14 2,91 0,11 1,00

KontrolDLBPre 14 2,55 0,08 0,91

KontrolDLBPost 14 2,63 0,09 0,97

KLP2ALBPre 14 2,79 0,10 0,77

KLP2ALBPost 14 3,47 0,11 0,94

KLP2DLBPre 14 2,57 0,09 0,82

KLP2DLBPost 14 3,14 0,08 0,98

KLP3ALBPre 14 2,76 0,12 0,99

KLP3ALBPost 14 3,14 0,09 0,87

KLP3DLBPre 14 2,60 0,09 0,99

KLP3DLBPost 14 2,84 0,12 0,47

Berdasarkan hasil uji normalitas semua variabel memperlihatkan bahwa

semua kelompok memiliki nilai p lebih dari 0,05 (p > 0,05), yang berarti data

berdistribusi normaldan selanjutnya dapat diuji dengan uji parametrik.

5.2.2 Hasil uji beda variabel sebelum dan setelah pelatihan

Hasil uji variabel sebelum dan setelah pelatihan dilakukan adalah untuk

mendapatkan hasil yang berbeda dan bermakna dalam penelitian, yang selanjutnya

akan dilakukan analisis perbandingan antara variabel untuk menentukan hasil terbaik.

Hasil analisis uji beda antara kelompok sebelum dan setelah pelatihan dapat dilihat

pada Tabel 5.3.

Page 66: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

66

Tabel 5.3

Hasil Analisis Uji Beda Antara Kelompok Sebelum dan Setelah Pelatihan

Variabel N Pre Post Beda t p

Rerata SB Rerata SB

KontrolALB 14 2,78 0,09 2,91 0,11 0,14 -14,15 0,00

KontrolDLB 14 2,55 0,08 2,63 0,09 0,09 -10,57 0,00

KLP2ALB 14 2,79 0,10 3,47 0,11 0,68 -23,39 0,00

KLP2DLB 14 2,57 0,09 3,14 0,08 0,57 -25,83 0,00

KLP3ALB 14 2,76 0,12 3,14 0,09 0,38 -22,27 0,00

KLP3DLB 14 2,60 0,09 2,84 0,12 0,24 -12,67 0,00

Berdasarkananalisis uji beda antara kelompok sebelum dan setelah pelatihan

memperlihatkan bahwa p lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05), yang berarti bahwa beda

antara kelompok sebelum dan setelah pelatihan berbeda dan bermakna.

5.3 Uji Normalitas Pada Masing-Masing Kelompok

5.3.1 Hasil uji normalitas pada masing-masing kelompok

Hasil uji normalitas pada masing-masing kelompok dicari untuk mendapatkan

uji selanjutnya.Hasil uji normalitas pada masing-masing kelompok dapat dilihat pada

Tabel 5.4.

Tabel 5.4

Hasil Uji Normalitas Pada Masing-Masing Kelompok

Variabel N Rerata SB p

SelisihALBKontrol 14 0,14 0,04 0,83

SelisihDLBKontrol 14 0,09 0,03 0,76

SelisihALBKLP2 14 0,68 0,11 0,99

SelisihDLBKLP2 14 0,57 0,08 0,81

SelisihALBKLP3 14 0,38 0,07 1,00

SelisihDLBKLP3 14 0,24 0,11 0,98

Page 67: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

67

Berdasarkan hasil uji normalitas pada masing-masing kelompok

memperlihatkan bahwa semua variabel memiliki nilai p lebih dari 0,05 (p > 0,05),

yang berarti bahwa semua variabel berdistribusi normal. Dengan demikian semua

variabel dapat diuji dengan uji parametrik.

5.3.2 Hasil analisis uji beda berdasarkan pelatihan

Hasil analisis uji beda berdasarkan pelatihan dicari berdasarkan data

sebelumnya untuk melakukan uji berikutnya.Hasil analisis uji beda berdasarkan

pelatihan dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5

Hasil Analisis Uji Beda Kelompok Berdasarkan Pelatihan

Variabel N Pre Post

Beda t p Rerata SB Rerata SB

KLP Kontrol 14 0,14 0,04 0,09 0,03 0,05 13,93 0,00

KLP ALB 14 0,68 0,11 0,57 0,08 0,11 2,73 0,01

KLP DLB 14 0,38 0,07 0,24 0,11 0,14 6,87 0,00

Berdasarkan hasil analisis uji beda berdasarkan pelatihan memperlihatkan

bahwa semua variabel uji berbeda bermakna dengan p lebih kecil dari 0,05 (p <0,05).

Artinya semua variabel dapat dilakukan uji berikutnya yaitu uji antara kelompok.

5.4 Hasil Analisis Uji Antara Kelompok

5.4.1 Hasil uji normalitas gain scorepada semuakelompok

Hasil uji normalitas gain scoredicari untuk mendapatkan uji selanjutnya.Hasil

uji normalitas gain score dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Page 68: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

68

Tabel 5.6

Hasil Uji Normalitas Gain Score Pada Semua Kelompok

Variabel N Rerata SB p

Gain Score KLP Kontrol 14 0,11 0,03 0,99

Gain Score KLP ALB 14 0,62 0,06 0,70

Gain Score KLP DLB 14 0,31 0,09 0,98

Berdasarkan uji normalitas gain score memperlihatkan bahwa semua variabel

berbeda bermakna dengan p lebih besar dari 0,05 (p >0,05), ini berarti bahwa gain

score pada semua kelompok dapat diuji dengan uji parametrik.

5.4.2 Hasil analisis uji homogenitasgain score masing-masing kelompok

Hasil analisis uji homogenitasgain score masing-masing kelompok dicari

untuk mendapatkan beda pada masing-masing kelompok. Hasil analisis uji

homogenitasgain score masing-masing kelompok dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7

Hasil Analisis Uji Homogenitas Gain ScoreMasing-masing Kelompok

Levene Statistic df1 df2 Sig.

6,66 2 39 0,00

Berdasarkan hasil uji homogenitas gain score masing-masing kelompok

memperlihatkan bahwa semua kelompok tidak homogen (berbeda).

5.4.3 Hasil analisis uji beda antarkelompok

Hasil uji beda antar kelompok dicari untuk mendapatkan besar selisih antar

kelompok sehingga mendapatkan selisih terbesar.Hasil uji beda antara kelompok

dapat dilihat pada Tabel 5.8.

Page 69: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

69

Tabel 5.8

Hasil Analisis Uji Antar Kelompok

Variabel Variabel

Beda

Antar

KLP

Perbandingan p

Gain Score KLP ALB Gain Score KLP Kontrol 0,51 82% 0,00

Gain Score KLP ALB Gain Score KLP DLB 0,31 50% 0,00

Gain Score KLP DLB Gain Score KLP Kontrol 0,20 64% 0,00

Berdasarkan hasil uji bedaantar kelompok memperlihatkan bahwa

perbandingan antar kelompok menghasilkan nilai terbesar pada kelompok 2 dengan

perbandingan sebagai berikut:

1. Kelompok ALB dengan kelompok Kontrol adalah 82%

2. Kelompok ALB dengan kelompok DLB adalah 50%, dan

3. Kelompok DLB dengan Kelompok Kontrol adalah 64%

Dengan demikian maka kelompok ALB memiliki nilai terbesar dalam

penelitian ini, yang berarti bahwa pelatihan pliometrik alternate leg bound lebih baik

daripada pelatihan pliometrik double leg bound dan kelompok kontrol.

Page 70: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

70

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Pelatihan Pliometrik Alternate Leg Bound Meningkatkan Daya Ledak Otot

Tungkai

Berdasarkan hasil rerata daya ledak kelompok 2 (pelatihan pliometrik

alternateleg bound) didapatkan data rerata hasil lompatan sebelum pelatihan 2,79

meter dan sesudah pelatihan 3,47 meter.

Dari hasil analisis data, uji beda antar kelompok pelatihan pliometrik alternate

leg bound dengan kelompok kontrol, diperoleh perbandingan 82% dengan nilai p =

0,00 sehingga dapat dikatakan 0,00 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan

pliometrik alternate leg bound dapat meningkatkan daya ledak otot tungkai pada

siswa putra kelas VII SMP Negeri 3 Sukawati secara sangat bermakna.

Pelatihan fisik yang diterapkan secara teratur dan terukur dengan takaran dan

waktu yang cukup, akan menyebabkan perubahan fisiologis yang mengarah pada

kemampuan menghasilkan energi yang lebih besar dan memperbaiki penampilan

fisik. Jenis pelatihan fisik yang diberikan secara tepat dan kuat, akan memberikan

perubahan yang meliputi peningkatan subtrak anaerobik seperti ATP-PC, kreatin dan

glikogen serta peningkatan pada jumlah dan aktivitas enzim (Mc Ardle et al, 2010).

Pengaruh pelatihan yang teratur akan menyebabkan terjadinya hipertropi

fisiologi otot, ini terjadi dikarenakan jumlah miofibril, ukuran miofibril, kepadatan

Page 71: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

71

pembuluh darah kapiler, saraf, tendon, ligamen, dan jumlah kontraktil terutama

kontraktil protein miosin meningkat secara proposional (Fox and Richard, 1992).

Pelatihan yang diterapkan pada subjek penelitian merupakan model pelatihan

pliometrik. Pelatihan pliometrik merupakan salah satu model pelatihan yang paling

efektif untuk meningkatkan daya ledak otot (Nala, 2002).

Pelatihan pliometrik ditujukan untuk mengembangkan daya ledak eksplosif

dan kecepatan reaksi, serta ditujukan kepada tiga kelompok otot besar dalam tubuh

yakni: kelompok otot tungkai dan pinggul, kelompok otot bagian tengah tubuh, dan

kelompok otot dada, bahu serta lengan (Bompa, 2005).

Pelatihan yang diterapkan juga menyebabkan terjadinya peningkatan terhadap

kontrol fleksor dan ekstensor anggota gerak bawah, hal ini dapat dilihat dari hasil

sesudah pelatihan lebih besar dibandingkan sebelum pelatihan. Gerakan lompatan

awalan menunjukkan aktivitas yang tinggi, hal ini terjadi karena dibutuhkan untuk

menarik (ekstensi) tungkai bawah pada sendi lutut. Selain itu otot tungkai atas

mendapat tambahan tugas, yaitu menjaga agar pada waktu terjadi pergantian gerakan

ekstensor dan fleksor harus berjalan secara mulus. Hal ini sangat menunjang pada

hasil atau jarak lompatan. Tipe gerakan pelatihan pada anggota gerak bawah yang

dilakukan secara berulang-ulang, secara fisiologis akan menyebabkan terjadinya

proses pembentukan refleks bersyarat, belajar bergerak serta penghafalan gerak

(Nala, 2002). Sehingga pada saat melakukan lompatan setelah pelatihan (post test),

tingkat fleksibilitas, kekuatan otot dan kecepatan kontraksi otot sudah lebih besar

dibandingkan sebelum pelatihan. Fleksibilitas yang tinggi pada sendi anggota gerak

Page 72: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

72

bawah setelah pelatihan, mengakibatkan tungkai atas yang diangkat saat melompat

dan meloncat akan lebih tinggi dan akhirnya akan memperpanjang jarak lompatan,

dan ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil daya ledak.

6.2 Pelatihan Pliometrik Double Leg Bound Meningkatkan Daya Ledak Otot

Tungkai

Berdasarkan hasil rerata daya ledak kelompok 3 (pelatihan pliometrik double

leg bound) didapatkan data rerata hasil loncatan sebelum pelatihan 2,60meter dan

sesudah pelatihan 2,84 meter.

Berdasarkan hasil uji beda antar kelompok pelatihan pliometrik doubleleg

bound dengan kelompok alternate leg bound, diperoleh perbandingan 50% dengan

nilai p = 0,00 sehingga dapat dikatakan 0,00 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa

pelatihan pliometrik doubleleg bound dapat meningkatkan daya ledak otot tungkai

pada siswa putra kelas VII SMP Negeri 3 Sukawati secara sangat bermakna.

Dilihat dari analisis gerakan, adanya kontraksi pada otot dimana akan terjadi

perubahan panjang otot dan gerak pada persendian atau beberapa sendi. Disamping

itu juga adanya irama gerakan yaitu loncatan ke depan. Pada saat pelatihan terjadi

pemendekan otot dan pemanjangan otot, dengan demikian pelatihan double leg

bounddapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan tungkai sehingga berpengaruh

terhadap daya ledak. Peningkatan daya ledak otot dapat terjadi akibat membaiknya

respon reseptor dalam otot, yaitu respon dari muscle spindle dan apparatus

golgi(Bompa, 1999). Muscle spindle adalah reseptor yang mengirim sinyal tentang

Page 73: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

73

kecepatan regangan otot dan panjang otot sedangkan apparatus golgiadalah reseptor

sensoris yang mengirimkan informasi tentang tegangan otot. Selain itu, terjadinya

peningkatan hasil daya ledak pada masing-masing kelompok diakibatkan oleh

pelatihan yang diterapkan selama enam minggu dengan frekuensi tiga kali seminggu.

Pelatihan yang diberikan dalam jangka waktu 6-8 minggu akan memperoleh hasil

yang konstan, dimana tubuh telah teradaptasi dengan pelatihan tersebut (Nala, 2002).

Pelatihan dengan frekuensi tiga kali seminggu sesuai untuk pemula dan akan

menghasilkan peningkatan yang berarti (Fox and Mathews, 1993). Pelatihan fisik

yang dilakukan secara sistematis, teratur dan berkesinambungan akan dapat

meningkatkan kemampuan fisik secara nyata (Astrand dan Rodahl, 2003).

6.3 PelatihanPliometrik Alternate Leg BoundLebih Meningkatkan Daya Ledak

Otot Tungkai Daripada Double Leg Bound

Berdasarkan analisis uji antar kelompok, beda antar gain score kelompok

ALB dengan gain scorekelompok kontrol0,51 dengan perbandingan 82%, beda antar

gain scorekelompok ALB dengan gain scorekelompok DLB0,31 dengan

perbandingan 50%, dan beda antar gain scorekelompok DLB dengan gain score

kelompok kontrol0,20 dengan perbandingan 64%. Dengan demikian maka kelompok

ALB memiliki nilai terbesar dalam penelitian ini, yang berarti bahwa pelatihan

pliometrik alternate leg bound lebih baik daripada pelatihan pliometrik double leg

bound dan kelompok kontrol.

Page 74: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

74

Berdasarkan hasil analisis data uji lanjut least significant difference (LSD)

didapat nilai p mean difference kelompok alternate leg bound dengankelompok

double leg bound = 0,000 < 0,05, berarti terdapat perbedaan yang bermakna antara

kelompok alternate leg bound dengan kelompok double leg bound maka dapat

disimpulkan bahwa pelatihan alternate leg bound lebih meningkatkan daya ledak

daripada pelatihan double leg bound secara sangat bermakna. Sehingga dapat

disimpulkan hipotesis penelitian (Ha) yang menyatakan terdapat perbedaan yang

bermakna antara pelatihan pliometrik altenate leg bound dan double leg bound

terhadap daya ledak diterima.

Regangan tungkai yang semakin panjang akan mempunyai daya dorong atau

tolakan yang sebesar-besarnya saat kaki diluruskan (Soedarminto, 2000). Ditinjau

dari gerakannya pelatihan pliometrik alternate leg bound regangan tungkainya lebih

panjang sehingga mempunyai daya dorong atau tolakan yang sebesar-besarnya saat

kaki diluruskan jika dibandingkan dengan pelatihan pliometrik doubleleg bound.

Selain itu, pelatihan pliometrik alternate leg boundmemiliki beban yang lebih berat

dibandingkan pelatihan pliometrik double leg bound karena saat menolak

menggunakan satu kaki sehingga pelatihan pliometrik alternate leg bound lebih

menyeluruh pengaruhnya pada tungkai, baik tungkai bagian atas dan tungkai bagian

bawah dikarenakan pelatihan pliometrik alternate leg bound membutuhkan tolakan

ke atas dan ke depan dalam satu kali loncatan. Sebaliknya pelatihan pliometrik double

leg bound berpengaruh, tetapi lebih pada tungkai bagian bawah dikarenakan tolakan

Page 75: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

75

tungkai lebih cenderung melakukan gerakan loncat ke atas sehingga lebih

berpengaruh pada tungkai bagian bawah (Dinata, 2007).

Pada penelitian ini beda antar gain score kelompok ALB dengan gain

scorekelompok kontrolperbandingannya 82%, beda antar gain score kelompok ALB

dengan gain scorekelompok DLBperbandingannya 50%, dan beda antar gain

scorekelompok DLB dengan gain score kelompok kontrolperbandingannya 64%.

Dilihat dari peningkatan yang dicapai oleh kelompokpelatihan pliometrik alternate

leg bound dan kelompok pelatihan pliometrik doubleleg bound lebih baik

dibandingkan dengan penelitian lain seperti pelatihan single hop dan double

hopyanghanya mengalami peningkatan untuk pelatihan single hopmeningkat sebesar

7,76% sedangkan double hop 5,73% terhadap daya ledak (Satia Graha, 2001).

Page 76: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

76

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Simpulan

Dari hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat dibuat simpulan pelatihan

pliometrik alternate leg bound lebih meningkatkan daya ledak otot tungkai daripada

double leg bound dalam meningkatkan daya ledak pada siswa putra kelas VII SMP

Negeri 3 Sukawati.

7.2. Saran

Berdasarkan simpulan penelitian, disarankan bagi pelaku olahraga (pembina

olahraga, pelatih olahraga, guru olahraga dan atlet) disarankan untuk menggunakan

pelatihan pliometrik alternate leg bounddibandingkanpelatihan pliometrik double leg

boundsebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan daya ledak.

Page 77: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

77

DAFTAR PUSTAKA

Anthony, Catherine Parker and Gary A. Thibodeau. 2006. Textbook of Anatomy and

Physiology. USA: Elsevier.

Astrand, P.O. and K. Rodhal. 2003. Textbook of Work Physiology, Physiological

Bases of Exercise Human Kinetics. UK: Kinetics, Stanningley.

Bakta, I. M. 1997. Diktat Mata Kuliah Metodelogi Penelitian. Denpasar: Program

Studi Ergonomi dan Fisiologi Olahraga Universitas Udayana.

Baley, J.A. 1990. Pedoman Atlet, Tehnik Peningkatan Ketangkasan dan Stamina.

Semarang: Dahara Prize.

Berger, B. G. and Weinberg R. S. 2002. Foundation of Exercise

Psychology.Morgantown, WV: Fitness Information Technology.

Bompa, Tudor O. 1999. Theory and Methodology of Training : The Key to Athletic

Performance. Auckland New Zealand: Human Kinetics.

Bompa, Tudor O. 2005. Periodization Training for Sport. Auckland New Zealand:

Human Kinetics.

Bompa, Tudor O. 2010.Power Training for Sport: Plyometrics for Maximum Power

Development. New York: Mosaic Press.

Cahyani Sudarsono, Nani. 2009. Pengaruh Latihan Terhadap Kerja Otot. [Cited

2013 Jan. 01]. Available from:

URL:http:/www.staff.ui.ac.id/internal/material/pdf).

Cooper, K.H. 2001. Sehat Tanpa Obat, 4 Langkah Revolusi Antioksidan. Terjemahan.

Bandung: Kaifa.

Dahlan, S.M. 2004. Statistik Untuk Kedokteran. Jakarta: PT. Arkan.

Page 78: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

78

Dinata, D.A. 2007. Pengaruh Latihan Single Multiple Jump dan Double

MultipleJump Terhadap Hasil Tendangan Jauh Dalam Permainan Sepak

Bola Pada Siswa Ekstra Kurikuler Sepak Bola SMA Negeri 8 Semarang

Tahun 2006/2007. Semarang: UNES. Skripsi.[Cited 2013 Mei 25]. Available

from: URL:

http:/www.digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/hash7dd7/75f9

1b55.dir/doc.pdf).

Fox,E.L and Richard W. Bower. 1992. Sport Physiology. New York: CBS College

Publising.

Fox, E.L., and D.K. Mathews. 1993. The Physiological Basis for Exercise and Sport.

Philadelphia: Saunders College Publishing.

Furqon, H. dan Muchsin Doewes.2002. Pliometrik Untuk Meningkatkan Power.

Surakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret.

Giriwijoyo, Santosa dan Dikdik Zafar Sidik. 2010. Ilmu Faal Olahraga. Bandung:

Universitas Pendidikan Indonesia.

Graha, Ali. 2001. Pengaruh Latihan Pliometrik Single Hop dan Double Leg

Hop Terhadap Daya Ledak Otot Tungkai dan Waktu Tempuh Pelari Gawang

110 Meter. Yogyakarta: UNY. Skripsi.[Cited 2013 Mei 25]. Available from:

URL:http:/www.staff.uny.ac.id/sites/default/files/Or./research.pdf‎).

Hadisasmita, Yusuf dan Aip Syarifuddin. 1996. Ilmu Kepelatihan Dasar. Jakarta:

Depdiknas.

Harsono. 1993. Prinsip-Prinsip Pelatihan Fisik. Jakarta: Koni Pusat.

Harsono et al. 2005. Manusia dan Olahraga. ITB: Bandung.

Kanca, I Nyoman. 1990. Pengaruh Latihan Acceleration Sprint dan Latihan Hollow

Sprint Tehadap Power dan Speed. Semarang. Tesis.

Kanca, I Nyoman.1992. Memilih dan Membina Atlet agar Lebih Berprestasi.

Makalah Seminar Sehari KONI Kabupaten Buleleng.

Kanca, I Nyoman. 2004. Peningkatan Kondisi Fisik dan Mental Atlet. Singaraja

Disampaikan Pada Seminar Pengembangan Model Pembinaan Olahraga

TNI/POLRI.

Page 79: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

79

Kanca, I Nyoman. 2006. Metodelogi Penelitian Keolahragaan. Singaraja: Jurusan

Ilmu Keolahragaan pada Fakultas Pendidikan Ilmu Keolahragaan

UNDIKSHA Singaraja.

Lutan, Rusli et al. 1991. Manusia dan Olahraga. Bandung: ITB dan FPOK/IKIP

Bandung.

Lutan, Rusli et al. 2000. Dasar-Dasar Kepelatihan. Jakarta: Depdikbud.

Mc. Ardle et al. 2010. Exercise Physiology Energy, Nutrition, and Human

Perfomance. Philadephia: Lea and Febiger.

Nala. 1992. Kumpulan Tulisan Olahraga. Denpasar: Komite Olahraga Nasional

Indonesia Daerah Bali.

Nala. 1998. Kebugaran Fisik. Monograf yang diperbanyak oleh Yayasan Ilmu Faal

Widya Laksana. Denpasar.

Nala,. 2002. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar : Komite Olahraga Nasional

Indonesia Daerah Bali.

Nala. 2011. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar: Udayana University Press.

Nusdwinuringtyas, Nury. 2009.Menakar Denyut Jantung - Menakar Bugar. [Cited

2013 Jan. 01]. Available from:

URL:http:/www.wikimu.com/news/displaynews.

Pekik, Djoko Irianto. 2002. Dasar-dasar Kepelatihan. Yogyakarta: Perpustakaan FIK

Universitas Yogyakarta.

Pocock, S.J. 2008. Clinical Trials A Pratical Approach. New York: A Willey

Medical Publication.

Sajoto, M. 1995. Pembinaan Kondisi Fisik Dalam Olahraga. Semarang: IKIP

Semarang Press.

Samsudin, Toki. 2008. Denyut Nadi. [Cited 2010 Jun. 01]. Available from:

URL:http:/www.hilyatul.multiply.com.journal/item.

Setijono, Hariet al. 2001. Instruktur Fitnes. Surabaya: UNESA University Press.

Soedarminto. 2000. Kinesiologi. Surakarta: UNS Press.

Page 80: alternate leg bound and double leg bound plyometric training

80

Sugiyanto. 1993. Pertumbuhan dan Perkembangan. Bandung.

Suharto et al. 2005. Petunjuk Teknis Pengukuran Kebugaran Jasmani. Jakarta.

Suhendro, 1999. Proyek Pengembangan Lembaga Tinggi Tenaga Kependidikan.

Jakarta.

Sukadiyanto. 2005. Pengantar Teori dan Metodologi Melatih Fisik. Yogyakarta:

Universitas Negeri Yogyakarta.

Syaranamual, Jusak. 2008. Konsep Dasar Pelatihan Conditioning Dalam Olahraga.

[Cited 2013 Jan. 01]. Available from: URL:http:/www.koni.or.id/jurnal.

Wiarto, Giri. 2013. Fisiologi dan Olah Raga. Yogyakarta: Graha Ilmu.