alternatif kebijakan dan strategi:...
TRANSCRIPT
0
ALTERNATIF KEBIJAKAN DAN STRATEGI:PENGENDALIAN WABAH AIPADA USAHA PETERNAKAN AYAM SKALA KECIL DI INDONESIA
KERJASAMA PENELITIANPUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN (PSEKP)DANINTERNATIONAL DEVELOPMENT FOR RESEARCH CENTER (IDRC)2008
Alternatif Kebijakan dan Strategi
1
PENGENDALIAN WABAH AI PADA USAHA PETERNAKAN AYAM SKALA KECIL DI INDONESIA
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dunia memberikan perhatian yang besar terhadap wabah AI (Flu Burung)
terhadap beberapa negara di Asia antara lain Indonesia, China, Thailand dan
Kambodja. Saat ini, adalah tahun ke enam setelah wabah AI meledak pertama kali di
China, keempat negara tersebut masih sedang mengalami wabah AI walaupun pada
lokasi-lokasi tertentu. Dunia mengkhawatirkan perkembangan wabah AI di Asia
mengingat penularan AI kepada manusia dan antara manusia dengan manusia yang
pada akhirnya dapat berjangkit ke seluruh dunia. Indonesia, saat ini, menjadi pusat
perhatian dunia karena korban manusia yang meninggal akibat AI menduduki
peringkat tertinggi di dunia.
Indonesia harus mempertimbangkan banyak hal dalam kemampuan
mengendalikan wabah AI secara integratif, efektif dan adil, karena industri
perunggasan menjadi tumpuan hidup masyarakat banyak seperti penyediaan
lapangan kerja, sumber pendapatan serta industri dan perdagangan bahan pangan.
Indonesia yang saat ini mempunyai masalah penyediaan lapangan kerja bagi jutaan
penduduk menganggur dan miskin, maka pembangunan industri peternakan unggas
merupakan pilihan jawaban yang sangat baik saat ini.
Oleh karena itu, walaupun wabah AI sangat berbahaya bagi manusia, namun
pemerintah diharapkan bersiakp bijaksana dalam berbagai tindakan pengendalian AI
untuk tidak mengabaikan dampaknya terhadap faktor sosial ekonomi peternak.
WHO/FAO/OIE merekomendasikan perlunya dikembangkan One Health System
dalam pembangunan industri peternakan unggas, yang mempunyai pengertian
menekankan azas kesehatan manusia dan hewan1.
Wabah AI yang terjadi di Indonesia dari tahun 2003 sampai 2006, secara
nyata mempunyai dampak sosial ekonomi yang luas terhadap industri unggas
khususnya peternak kecil dan pengusaha rumah potong ayam skala kecil dan para
pedagang pada semua level. Dalam masa wabah tersebut sekitar 11 juta ekor ayam
1
Krisnamurthi, B. 2008. Mencari Jawaban Yang Lebih Baik Untuk Menangani Flu Burung. Makalah Yang Disampaikan Dalam Seminar Tanggal 4 September 2008. KOMNAS FLU BURUNG. Jakarta.
2
telah dimusnahkan, sekitar 60 persen peternak ayam menghentikan usahanya pada
tahun 2005. Dampak AI baik secara langsung maupun tidak langsung telah
menyebabkan produksi ayam turun sampai 60 persen. Indonesia yang mentargetkan
bebas AI tahun 2009 tidak dapat terealisasi karena sampai Februari 2009 masih
terjadi wabah flu burung diberbagai tempat.
Tujuan penulisan ini adalah membuat disain kebijakan pengendalian AI dan
bagaimana implementasinya (networking antar sektor pemerintahan dan swasta)
untuk mengurangi kerugian sosial ekonomi akibat wabah dan pengendalian AI.
Bahan-bahan, data dan informasi yang digunakan adalah seluruhnya berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh PSEKP2dan 3 dan 4 .
Rumusan Tentang Usaha Unggas Skala Kecil
FAO membagi industri peternakan unggas atas 4 sektor yakni5: (a) Sektor 1,
adalah Perunggasan Terintegrasi yang menerapkan biosekuriti secara sangat ketat
(high level bioscurity), (b) Sektor 2 adalah Peternakan Komersial yang melakukan
pemeliharaan dalam ruangan tertutup dan menerapkan biosekuriti secara moderat, (c).
Sektor 3 adalah Peternakan Rakyat (Small farmers), melaksanakan biosekuriti secara
terbatas, karena masalah biaya sedangkan perkandangan terbuka, sehingga terjadi
hubungan dengan unggas liar dan (d) Sektor 4, yakni Peternak Tradisional (back
yard), yakni pemelihartaan ternak tanpa menggunakan kandang dan manajemen
intensif dan biosekuriti tidak ada sama sekali. Wabah AI terutama menyerang sektor
3 dan 4 dan khusus pada tahun 2006 dan 2007, wabah AI pada umumnya hanya
terjadi pada sektor 4.
Fokus penelitian ini adalah Usaha Unggas Skala Kecil. Secara praktis tidak
mudah menentukan apa yang dimaksud dengan peternak kecil. Berdasarkan
klasifikasi FAO, peternak kecil masuk dalam sektor 3 sedangkan peternak halaman
rumah (back yard) berada dalam sektor 4. Di Indonesia sulit membedakan antara
peternak kecil dan halaman rumah berdasarkan kriteria FAO tersebut. Peternak skala
kecil banyak dilakukan di halaman rumah dan ternak yang dipelihara relatif
2
PSEKP. 2008. Socio-economic Impacts of HPAI Outbreaks and Control Measures on Small-scale and Backyard Poultry Producers in Asia. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor
3PSEKP. 2004. Evaluasi Program Penggendalian dan Pemberantasan serta Dampak Ekonomi Wabah Penyakit
Avian Influenza. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.4PSEKP. 2005. Socio-Economic Impact Assesment of Avian Influenza Crisis on Poultry Production System in
Indonesia, with Particular Focus on Independent Smallholders5 FAO. 2005. Lembaran FAO. Bangkok.
3
mempunyai manajemen yang lebih baik dibandingkan pemeliharaan ayam halaman
rumah yang dimaksud oleh klasifikasi FAO. Demikian juga dengan peternak peternak
sektor 2 dan 3 sering sulit dibedakan karena kriteria FAO tidak mempersoalkan skala
usaha tetapi lebih pada sistem biosecurity yang diterapkan.
Untuk menghindarkan kesulitan itu, maka kita perlu membangun suatu
struktur peternakan unggas berdasarkan Manajemen dan Skala Usaha ke dalam 5
sektor yakni A, B, C, D dan E. Struktur berdasarkan manajemen dan skala usaha ini
disebut versi PSEKP (Tabel 1). Posisi sektor 1, 2, 3 dan 4 versi FAO juga telah
dimasukan ke dalam Tabel 1 tersebut sehingga dapat dilihat perbedaaan dan
kesamaan antara kedua versi tersebut. Kita dapat menggunakan salah dari kedua
metoda itu sesuai dengan kebutuhan, tetapi akan lebih ideal jika menggunakan
keduanya. Tujuan tulisan ini adalah mendisain suatu konsep dan strategi kebijakan
pengendalian wabah AI khusus untuk menyelamatkan peternak kecil pada sektor 3
versi FAO atau sektor C dan D versi PSEKP. Rancangan kebijakan ini diharapkan
menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Disain Kebijakan Pengendalian
Wabah AI Tingkat Nasional.
Tabel 1. Pembagian Sektor Menurut Bentuk Usaha dan Sistem Produksi Industri Unggas Versi PSEKP
USAHA
PEMBIBITAN USAHA PEMELIHARAAN
Sektor A Sektor B Sektor C Sektor D Sektor E
PEMBIBITAN KOMERSIAL KOMERSIL
MENENGAH
KOMERSIAL SKALA KECIL BACKYARD (NON PROFIT)
MANDIRIBERMITR
A
POSISI VERSI FAOSektor I Sektor I dan II
Sektor II dan
III
Sektor III
dan IVSektor III Sektor IV
SKALA USAHAIndustri, komersil,
Inti >100 000 ekor >30 000 <30 000 <30 000 1-100 ekor
Komponen Agribisnis Terintegrasi
Penuh
Terintegrasi
SebagianTidak Tidak Tidak Tidak
a. Modal Sendiri Sendiri Sendiri Sendiri Kerjasama tidak adab. Pakan Sendiri Sendiri Beli Beli Kerjasama tidak adac. DOC Sendiri Sendiri/Beli Beli Beli Kerjasama sendiri/belid. Pemasaran Hasil Sendiri Sendiri Pedagang Sendiri Kerjasama Sendiri
SISTEM PEMELIHARANa. Intensif Ya Ya Ya ya ya -b. Semi Intensif - - - - - ya c. Ekstensif - - - - - ya
PRODUKSIa. DOC PS dan FS Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidakb. DOC Komersil Ya tidak/ya Tidak Tidak Tidak Tidakc. Grower Layer Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya
c. Ternak Hidup Tidak Tidak Ya Ya Ya Yad. Karkas Ya Ya ya Tidak Tidak Tidake. Telur Konsumsi Ya Ya Ya Ya Ya Ya
f. Telur Tetas Ya Tidak Tidak tidak/ya Tidak Tidak
4
II. KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN GAGASAN RESTRUKTURISASI
Peranan pemerintah sangat menentukan dalam keberhasilan pengendalian
wabah AI, karena wabah AI tidak saja menyangkut usaha peternakan tetapi juga
menyangkut industri perunggasan, kesehatan lingkungan dan jaminan hasil unggas
yang ASUH. Peranan pemerintah sangat diperlukan karena menyangkut kebijakan
publik, menyangkut kepentingan keseluruhan masyarakat. Jadi, konsep dan kebijakan
serta program pengendalian wabah AI yang seperti apapun canggihnya, tidak akan
bermanfaat jika hal itu semua hanya sekedar wacana. Kita telah mempunyai
pengalaman ketika pertama kali AI menyerang ternak unggas pada medio tahun 2003,
namun pemerintah tidak melakukan kebijakan apapun, akibatnya wabah AI dalam
waktu singkat menyebar menjangkau sebagian besar wilayah Indonesia. Kerugian
yang terjadi sangat besar. Sampai sekarang, masih belum diketahui peternakan mana
yang pertama kali6 terserang tersebut. Kita memang seharusnya mengetahui,
perusahaan macam apa yang pertama mengalami serangan flu burung supaya dapat
diketahui bagaimana cara terjadinya penularan itu.
Struktur dan Kebijakan Industri Peternakan Unggas
Indonesia melalui kebijakan Penanaman Modal Asing (PMA) tahun 1976
telah berhasil mengembangkan semua kelengkapan industri perunggasan terutama
ayam ras antara lain perusahaan pembibitan, perusahaan pabrik pakan, perusahan
obat-obatan ternak dan perusahaan pengolahan hasil ternak. Indutri pembibitan pada
awalnya terbatas pada pemeliharaan induk ayam Parent Stock (PS) dalam bentuk
skala komersil untuk menghasilkan doc final stock (FS) kemudian dalam waktu
dalam waktu 10 tahun berkembang dengan memelihara ayam induk Grand Parent
Stock (GPS). Sampai saat ini Indonesia belum mampu menghasilkan breed sendiri,
karena itu perkembangan industri peternakan di Indonesia sangat tergantung pada
import bibit.
Tahun 2003 jumlah ayam petelur mencapai 85 juta dan ayam broiler sekitar
250 juta ekor yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia terutama pulau. Jawa dan
Sumatera masing-masing 45 persen dan 30 persen dari total populasi. Produksi telur
6 Diwyanto, K. 2007. Flu Burung: Jangan Bohong, Jangan Berlebihan. Makalah Yang Diedarkan Dalam Workshop
Restrukturisasi Sistem Peternakan, Januari 2007 di Bogor. Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandami Influenza. Komnas FBPI Regional Bogor.
5
mencapai 701.203 ton (701 ribu ton) pertahun dan produksi broiler mencapai 819 juta
ton. Produksi telur dan broiler diperkirakan telah memenuhi permintaan efektif
dalam negeri. Pertumbuhan populasi ayam petelur dan broiler relatif mulai melambat
karena pertumbuhan pendapatan yang relatif lambat dan kesulitan pengembangan
perekonomian dalam negeri.
Pertumbuhan pabrik pakan dan pembibitan menurut Statistik Peternakan
(2003), BPS (1990) dan data Forum Masterindo (1998) dan Asosiasi Obat Hewan
Indonesia yakni Asohi (1998) sebagai berikut: Pertumbuhan produksi pakan
mengalami penurunan sekitar 55 persen pada tahun 1998 sebagai akibat dampak
krisis ekonomi tahun 1997. Industri pabrik pakan kembali pulih pada tahun 2000 dan
mencapai produksi normal kembali pada tahun 2002. Pada saat ini terdapat sebanyak
59 buah pabrik pakan dengan kapasitas ijin 4.2 juta ton per tahun, beberapa di
antaranya merupakan modal PMA. Sekitar 80 persen produksi pakan merupakan
kontribusi 8 perusahaan pabrik pakan di Indonesia7. Dari sisi finansial, beberapa
perusahaan pabrik pakan merupakan usaha terintegrasi dengan perusahaan
pembibitan, perusahaan produksi peternakan dan pengolahan hasil. Dalam
operasinya, perusahaan perusahaan ini tidak mempunyai hubungan yang terintegrasi
satu sama lain dalam alokasi input dan output peternakan, namun mereka mempunyai
kaitan erat dalam menguasai pasar input dan output. Sistem industri peternakan ayam
ras yang berkembang seperti itu diduga menjadi penyebab mengapa biaya produksi
unggas dalam negeri relatif tinggi.
Peran Perusahaan Komersil Skala Kecil
Sebagaimana umumnya perkembangan komoditas pertanian yang memiliki
sifat permintaan yang elastis selalu dimulai dari skala rakyat sehingga menjadi usaha
komersil sejalan dengan perkembangan ekonomi. Perkembangan industri
perunggasan di Indonesia yang dimulai tahun 1967 di arahkan untuk membangun
struktur budidaya atau produksi dalam bentuk usaha rakyat. Menurut UU Peternakan
1967, peternakan merupakan usaha rakyat, artinya skala komersil tidak
diperkenankan masuk. Tujuan utama pengembangan perusahaan peternakan di
Indonesia adalah meningkatkan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan para
peternak komersil skala kecil. Hal ini sangat penting karena Indonesia menghadapi
masalah tingkat penggangguran dan kemiskinan yang relatif tinggi.
7Yusdja dan Pasandaran, 2000.
6
Tahun 1980 berdasarkan pusat data Persatuan Peternakan Unggas Indonesia
(PPUI) tercatat sekitar 80.000 peternak ayam petelur dengan skala usaha yang pada
umumnya di bawah 2500 ekor ayam petelur8. Namun pada tahun 1990, peran usaha
rakyat semakin susut 55 persen dan usaha komersil menjadi 45 persen. Ternyata
desakan permintaan yang sangat cepat telah mendorong pertumbuhan perusahaan
komersil yang terintegrasi dalam skala besar yang sebenarnya dilarang oleh
pemerintah. Pertumbuhan perusahaan komersil terintegrasi ini sulit untuk dicegah,
maka pada tahun 1990, pemerintah mencabut Keppres 50/1981 dan menerbitkan
kebijakan baru yakni Keppres 22/90 yang pada dasarnya mengizinkan usaha komersil
dalam budidaya ternak ayam ras dengan catatan harus melakukan kontrak farm
dengan peternak rakyat dan 60 persen dari produksi ditujukan untuk ekspor. Dengan
strategi ini, pemerintah berharap usaha rakyat tetap dapat dipelihara dan
dikembangkan, sementara kebutuhan konsumsi telur dan daging ayam dapat
dipenuhi.
Namun pada akhir tahun 2003 terjadi krisis outbreak AI yang sangat
merugikan perusahaan peternakan. Sebagian besar perusahaan komersil yang
diserang wabah AI adalah perusahan komersil mandiri, karena mereka yang pada
umumnya memliki kemampuan finansial yang rendah dalam melaksanakan
bioskuriti. Kriris AI memberikan dampak sangat buruk kepada sebagian besar
perusahan komersil. Tidak tersedia data, berapa jumlah dan posisi usaha rakyat yang
mandiri tersebut, namun dapat dipastikan bahwa jumlah peternakan mandiri terus
menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006, diperkirakan usaha rakyat hanya
sekitar 30 persen dan usaha komersil meningkat menjadi 70 persen9.
Peran Sumbangan Produksi dan Lapangan Kerja
Tinjauan peternakan unggas di atas memperlihatkan bahwa usaha peternakan
rakyat perlu didukung karena mempunyai peran besar dalam pemecahan masalah
kesempatan kerja dan sumber pendapatan. Dalam perkembangan awal, permintaan
akan hasil unggas mengalami pertumbuhan sangat cepat, sehingga produksi harus
didorong tinggi pula sehingga mendorong penanaman investasi skala besar dalam
bentuk usaha-usaha komersil. Tahun 1980 industri rakyat berperan sebesar 65 persen
dari total produksi unggas sedangkan tahun 1995 telah menurun menjadi 35 persen, 8 (Poultry Indonesia, 1980)9 Pinsar (2006). Makalah yang disampaikan dalam pertermuan dengan PSE KP.
7
pada saat ini tahun 2009 berdasarkan data statistik peranan industri rakyat
diperkirakan tinggal sebesar 25 persen. Usaha unggas skala kecil diperkirakan sekitar
20 ribu rumah tangga yang menjadikan usahanya sebagai usaha utama. Sebagian
besar mereka tidak lagi mendapat perlindungan oleh pemerintah seperti pada masa
lalu. Menurut data Direktorat Peternakan10 diperkirakan jumlah orang yang hidup
dalam perusahaan komersil sekitar 385 ribu orang. Jumlah ternak yang dipelihara
oleh kelompok ini adalah 19.9 juta ekor layer (44 persen) dari populasi nasional dan
38.3 juta ekor broiler (15 persen dari total populasi nasional).
Pada umumnya, 90 persen pasar untuk Jakarta dikuasai usaha komersil. Usaha
komersil tidak saja menguasai pasar tetapi juga menguasai jalur distribusinya
sehingga pendatang baru akan sulit memasuki jaringan pasar yang sudah tertutup itu.
Perdagangan broiler tampaknya telah diatur oleh para pedagang besar yang
jumlahnya hanya beberapa orang. Mereka mengatur tingkat harga broiler sedemikian
rupa supaya tetap stabil pada tingkat yang tinggi. Ada kecenderungan telah terjadi
bentuk pasar monopsoni bagi pemasukan broiler ke Jakarta. Sekarang harga ayam
pada tingkat peternak hanya 30 persen dari harga akhir. Sedangkan pada daerah yang
terpencil yang jauh dari pusat konsumsi, terdapat dua bentuk penguasaan pasar.
Pertama penguasaan oleh para pedagang besar dan kedua adalah peternak mandiri.
Review Kebijakan Restrukturisasi
Restrukturisasi Alami
Sebenarnya, setelah terjadi wabah AI tahun 2003, wabah AI telah memberikan
dampak yang luas terhadap industri ayam ras terutama sektor 3 (sektor 4 untuk ayam
ras hampir tidak ada) dan selain itu juga memberikan dampak terhadap terjadi
perubahan-perubahan (restrukturisasi) industri perunggasan secara alamiah. Beberapa
indikator perubahan itu adalah:
1. Sebagian peternak pada sektor 3 telah punah karena tidak mampu
melakukan pemulihan dan digantikan oleh peningkatan produksi oleh
sektor 2.
10
Statistik Peternakan (1990-2000). Statistical Book on Livestock 2003. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Jakarta
8
2. Terjadi pengurangan usaha mandiri pada sektor 3 dan beralih menjadi
bentuk kemitraan.
3. Struktur produksi telah bergeser dari padat karya menjadi padat modal. Terjadi
pergeseran wilayah produsen dari Jawa Barat ke wilayah Timur seperti
Jawa Timur. Beberapa wilayah, yang sejak awal sebagai wilayah
konsumsi kini berubah menjadi wilayah produsen seperti Sulawesi
Selatan, Kalimantan Selatan dan Sumatera Utara.
4. Terjadi perubahan produksi makanan dari karkas menjadi makanan olahan
seperti nuget dan sebagainya.
Perubahan struktur secara alami dinilai positip. Hanya perubahan ini belum
menjawab apakah arah pengembangan industri ayam ras sesuai dengan keamanaan
dan penggendalian penyakit.
Gagasan Arah dan Sterategi Restrukturisasi
Kita perlu mereview pendapat para ahi perunggasan dan non perunggasan
tentang restrukturisasi. Sudah banyak diungkapkan tentang restrukturisasi industri
perunggasan dalam 3 tahun terakhir, namun belum ada kata sepakat kemana arah
restrukturisasi tersebut. Penelitian restrukturisasi11 pernah dilakukan pada tahun
2000, yaitu 3 tahun sebelum wabah AI meledak. Laporan penelitian itu menyarankan,
supaya usaha rakyat harus berada pada skala usaha minimal 30 ribu ekor, sedangkan
skala usaha di bawah itu ditiadakan. Dengan skala usaha semacam itu, cukup efisien
setiap peternak memiliki pengadaan pakan dan prosesssing sendiri. Puslitbangnak12
dalam laporannya membahas masalah retrukturisasi dalam kaitannya dengan
lemahnya keterkaitan budidaya dengan sumberdaya alam yang tersedia. Keeratan
hubungan ini menjadi arah restrukturisasi. Sementara itu digambarkan pula bahwa
arah restrukturisasi haruslah sesuai dengan struktur industri perunggasan yang
diharapkan13.
11
Yusdja. Y., R. Sayuti, B. Winarso., I/ Sodikin (2000).. Restrukturisasi Industri Perunggasan. Laporan Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. PSE-KP. Bogor.
12 C. Talib., I. Inounu dan A. Bamualim. (2007). Restruktrisasi Peternakan di Indonesia. Makalah Disampaikan Dalam Seminar Komnas Fluburung, Januari. 2007. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
13 T. Sudaryanto dan Y. Yusmichad. 2007. Perspektif Sosial Ekonomi, Menuju Sistem Peternakan Yang Diharapkan. Disampaikan dalam Seminar Komnas FBI, Januari 2007. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. PSE/KP. Bogor.
9
Laporan penelitian terakhir tahun 200714 menggambarkan kembali struktur
industri broiler secara vertikal mulai dari peternak hingga konsumen. Laporan ini
tidak menggambarkan secara hubungan horizontal khususnya usaha rakyat yang
selalu eksis dalam jumlah yang banyak dalam satu desa. Peternak rakyat yang
berkumpul dalam satu desa membentuk plotting usaha rakyat. Jika dipetakan akan
terlihat sebaran plotting usaha rakyat, dan ternyata sebaran plotting usaha rakyat itu
menjadi penyebab bentuk struktur vertikal. Oleh karena itu, dengan sederhana dapat
dikatakan untuk mengubah struktur industri broiler adalah dengan mengatur kembali
sebaran plotting ketempat yang lebih layak.
Dalam kerangka menentukan arah restrukturisasi Industri Perunggasan yang
akan dilakukan tentulah berdasarkan pada bingkai Usaha Penggendalian Penyebaran
Penyakit AI (baik dikalangan unggas itu sendiri atau pada manusia). Pilihan
kebijakan adalah: Apakah kita fokus pada penggendalian penularan AI pada manusia?
Jika ya maka jawabannya sederhana, musnahkan seluruh unggas yang ada seperti apa
yang akan dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta. Kebijakan seperti ini akan
memberikan dampak sangat luas terhadap industri perunggasan dan akan
menimbulkan banyak masalah dan karena itu akan banyak para pelaku bisnis unggas
menolak kebijakan ini.
Kita kembali pada masalah baru apakah kita harus fokus pada penggendalian
penularan AI pada hewan dan manusia? Kebijakan semacam ini merupakan dasar
restrukturisasi sebelum melakukan atau merancang kegiatan pengendalian yang lebih
teknis. Bagaimanapun pengendalian wabah AI dengan dasar di atas itu memberi dua
keuntungan yakni penggendalaian penyebaran penyakit AI manusia dan antara hewan
dan tetapi tetap mendukung perkembangan industri peternakan.
Bagaimana restrukturisasi itu hendak dilakukan? Apakah kita disain dulu
suatu industri ideal (dalam kerangka penggendalian penyakit dan perekonomian)
setelah itu baru dilakukan strukturisasi industri yang ada sekarang menuju keadaan
yang ideal? Atau apakah kita perbaiki bagian-bagian tertentu saja dari sistem dan
bentuk-bentuk industri yang diperkirakan menyimpang? Keduanya mempunyaai
konsekuensi, tetapi yang pertama, akan mendapat perlawanan luas dari publik dan
cara kedua mungkin hanya terjadi perlawanan sebagian kecil publik.
14 Muladno, S. Sjaf., A. Y. Arifin dan Iswandari (2008). Struktur Usaha Broiler di Indonesia. Permata Wacana Lestari.
Jakarta.
10
Dalam halaman Matrik Restrukturisasi Perunggasan Indonesia15 menyangkut
3 aspek utama yang harus direstrukturisasi yakni Aspek Kesadaran Publik, Aspek
Budidaya dan Aspek Lalu Lintas. Dalam aspek budidaya tercakup tataruang,
biosekuriti dan vaksinasi. Dalam item tataruang, penulis menyarankan perlu
dilakukan pewilayahan kawasan unggas (KUNAK) bagi sektor 3 dan 4, melarang
mixed farming practise dan peraturan pelarangan usaha budidaya komersil dalam satu
kawasan dengan industri pembibitan. Gagasan restrukturisasi budidaya untuk
disampaikan tahun 2006, namun sampai tahun 2009 tidak ada tanda-tanda pemerintah
akan mengikutinya. Semuanya berjalan seperti biasa. Namun demikian, kalau kita
simak dengan baik, sebenarnya tidak jelas apa yang disarankan oleh restrukturisasi
budidaya dalam matriks tersebut, karena usaha budidaya sektor 3 dan 4 tidak
mendapat perbaikan, kecuali pengaturan tataruang.
Unpad16 menyampaikan tiga langkah aktivitas supaya manusia aman hidup
bersama flu burung sebagai berikut melakukan proteksi dalam kerangka melindugi
peternak unggas terserang flu burung dengan memperkenalkan GFP(Good Farming
Practices) berdasarkan Kepmentan No. 420/2001; kemudian melakukan pembinaan
lingkungan peternakan itu sendiri dalam arti yang luas dan terakhir adalah melakukan
perlindungan kepada manusia, terutama yang telah tertular virus flu burung. Langkah
pertama dan kedua, implementasinya belum menggigit dalam arti kata pemerintah
hanya sebatas pada menerbitkan Buku Pedoman. Sementara langkah ketiga, peran
pemerintah sangat cepat, terbukti Pemerintah DKI Jakarta menerbitkan Keputusan
yang secara umum dapat diartikan pemusnahan ternak unggas dari wilayah Jakarta
untuk melindungi manusia. Menurut Unpad, seharusnya pemerintah melindungi
ternak untuk melindungi masyarakat.
Fakultas Peternakan IPB17 mengawali gagasan perubahan industri
perunggasan dengan pernyataan ”unggas bukanlah musuh manusia”. Atas dasar itu
perlu dibangun suatu industri perunggasan dimana manusia dapat hidup
berdampingan dengan indvidu unggas dengan komunitas (backyard farming) dan
hidup yang aman berdampingan dengan unggas komersial skala kecil dan besar serta
15 Inounu. I., A. Proyanti., E. Martindah., I. S. Nurhayati dan R. A. Saptati. 2006. Restrukturisasi Sistem Produksi
Perunggasan di Indonesia16 R. Tawaf. 2007). Lindungi Unggas Untuk Melindungi Masyarakat. Makalah Yang Diedarkan Dalam Workshop
Restrukturisasi Sistem Peternakan, Januari 2007 di Bogor. Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandami Influenza. Komnas FBPI Regional Bogor.
17 Tim Fakultas Peternakan IPB. 2007. Penataan Manajemen Peternakan Unggas di Pemukiman Dalam Upaya Pencegahan flu Burung dan Pelestatian Plasma Nutfah Sumber Pangan terjangkau. Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiap Siagaan Mengadapi Pandemi Influenza Kelompok Kerja. Bogor.
11
bagaimana mengangkut unggas hidup dan hasilnya dari kawasan peternakan ke
tempat lain. Dalam gagasan ini tidak disinggung keadaan yang ada sekarang, tetapi
memberikan saran-saran perlu pengaturan tataruang, tataletak kandang, sertifikasi dan
vaksinasi. Arah restrukturisasi industri perunggasan adalah membangun peternakan
ayam yang aman dan sehat bagi masyarakat peternak dan konsumen.
Komnas Flu Burung, menggariskan perlunya restrukturisasi industri
peternakan baik peternakan dalam arti umum, maupun industri perunggasan dalam
arti khusus. Kebijakan restrukturisasi itu menurut Komnas Flu Burng mencakup
usaha peternakan dan kelembagaan penunjang termasuk sistem kelembagaan
kesehehatan veteriner. Restrukturisasi Peternakan Unggas, menurut Komnas Flu
Burung18 untuk jangka pendek (1 tahun), mencakup pemetaan sistem distribusi
ternak dan produk ternak, pengawasan lalu lintas ternak dan produk ternak, penataaan
sistem angkutan ternak, pemantauan priodik dan kontinyu pada pasar ternak,
termasuk tes keberadaan virus; pelarangan pemotongan ayam selain di TPA dan RPA,
pelarangan penjualan eceran ayam hidup dan peningkatan biosecurity disertai dengan
sertiifikasi bagi peternakan komersial; penataan peternakan di daerah pemukiman
mencakup 4 hal yakni semua ternak harus dikandangkan, meningkatkan pemahaman
warga disekitarnya, pelarangan unggas non komersial di daerah pemukiman dan
pelarangan peternakan di daerah pemukiman.
Semua gagasan-gagasan yang dibahas di atas masih dalam bentuk wacana.
Belum ada tanda-tanda apakah gagasan-gagasan itu akan dilaksanakan. Sementara
kejadian infeksi flu burung masih terus berlangsung di Indonesia. Terakhir, bulan
Februari 2009 terjadi di peternakan ayam di Tanggerang.
III. PEMAHAMAN DARI APA YANG KITA HADAPI DI LAPANG
Tujuan kegiatan penulisan ini adalah menyusun pokok-pokok disain kebijakan
pengendalian wabah AI khususnya untuk melindungi dan mengembangan usaha
ternak unggas skala kecil. Pokok-pokok disain ini tidak dimaksudkan untuk membuat
rancangan Kebijakan Pengendalian Wabah AI secara keseluruhan, tetapi terbatas
pada menyusun kebijakan pengendalian wabah AI secara parsial untuk mengisi
Kebijakan Pengendalian Wabah AI19 secara nasional yang disusun oleh Bappenas,
18 Krisnamurti, B. 2007. Restrukturisasi Peternakan Unggas (Sebagai Awal Restrukturisasi Peternakan Indonesia
Secara Keseluruhan).19 Rencana Sterategis Nasional Penggendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Avian
Influenza. 2003-2008. Bappenas. Jakarta.
12
Komnas Flu Burung, Departemen Kesehatan dan Departemen Pertanian. Sehingga,
kebijakan pengendalian wabah AI untuk peternak kecil ini tidak terlepas dari
kebijakan nasional namun juga tidak mengabaikan kepentingan peternak kecil dan
kepentingan pemerintah dalam hal menyediakan kesempatan berusaha.
Situasi Struktur Penyebaran Peternakan Unggas Skala Kecil
Peternakan ayam skala kecil telah berkembang pada desa-desa tertentu di
Indonesia terutama pulau Jawa. Para peternak skala kecil ini berkumpul dalam satu
desa, sehingga kumpulan desa-desa peternakan ayam skala kecil ini ini jika dipetakan
secara geografis akan membentuk plotting usaha ternak ayam rakyat. Kejadian
wabah AI di Indonesia pada umumnya menyerang usaha rakyat dengan mengikuti
pola plotting usaha rakyat itu sendiri. Plotting usaha ternak ayam mengikuti pola
komunitas penduduk. Sebaran plotting umum terdapat dalam satu wilayah kabupaten,
berkembang di antara pemukiman para penduduk. Untuk wilayah pulau Jawa dimana
kepadatan penduduk perluas desa sangat tinggi, maka kumpulan peternak dalam
plotting ini tidak dapat dibedakan antara lokasi rumah dan kandang. Baik sebelum
maupun sesudah wabah, masyarakat pedesaan tidak menolak situasi semacam ini,
karena usaha peternakan merupakan sumber matapencaharian bagi masyarakat
pedesaan.
Suatu wilayah plotting usaha ternak skala kecil di dalam suatu desa yang bisa
mencapai kapasitas 500.000 ekor maka desa ini sebenarnya menyamai sebuah
perusahaan skala komersil di mana masyarakat desa menyediakan lapangan
pekerjaan. Usaha peternakan dalam plotting itu pula membangkitkan kesempatan
kerja baru yang dapat dinikmati oleh sebagian besar masyarakat desa. Dengan
demikian, masyarakat pedesaan yang mempunyai plotting usaha ternak skala kecil
tersebut merupakan suatu kesatuan sebagaimana layaknya sebuah perusahaan
komersil. Plotting usaha ternak ayam yang cukup lama dalam suatu pedesaaan telah
membangun suatu kekayaan sosial baru dalam berbagai bidang ekonomi antara lain
hubungan antara masyarakat, jaringan kerja dan sebagainya.
Ciri-Ciri Wilayah Terserang Ringan Sedang dan Berat
Penelitian ini telah mengambil 12 desa plotting sebagai contoh penelitian, yang
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
13
1. Terserang wabah AI pada tingkat terberat dalam wilayah penelitian.
Sehingga sekalipun, wilayah penelitian itu termasuk katagori serangan
wabah ringan, namun desa yang dipilih adalah desa yang mengalami
serangan wabah AI terberat
2. Berada di daerah pedesaan. Ke 12 desa itu berada di daerah suburban dan
urban. Kita mengetahui bahwa wabah AI menyerang tanpa membedakan
lokasi. Semua lokasi mempunai peluang yang sama terkena wabah AI. Hal
ini dapat berbeda jika peternak melakukan antisipasi. Perbedaan budaya
dan sosial ekonomi peternak akan membedakan bagaimana mereka
melakukan antisipasi.
3. Ukuran skala usaha sama-sama skala kecil dan halaman rumah. Dengan
demikian, mereka mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap input
dari luar. Skala usaha yang sama memungkinkan tingkat pemeliharaan
yang sama, kebutuhan tenaga kerja yang sama dan jangkauan phisik
pengawasan yang sama.
Di antara kesamaan tersebut terdapat beberapa hal yang membedakan.
Perbedaan yang ekstrim terdapat dari perbedaaan wilayah serangan ringan dan
wilayah serangan berat. Ciri-ciri wilayah mempengaruhi karakter masyarakat dan
usaha yang dilakukannya. Penelitian ini telah memilih 3 lokasi penelitian berdasarkan
katagori terserang wabah AI ringan, sedang dan berat. Diskusi berikut ingin
mengetahui apakah ciri-ciri wilayah penelitian mempunyai perbedaan, sehingga
mengalami serangan wabah AI yang berbeda.
a. Jika dirinci menurut lokasi usaha yang diklasifikasikan berdasarkan tingkat
serangan yaitu ringan, sedang dan berat fenomena wabah menunjukkan hal
yang sama. Hanya besaran perubahan yang berbeda. Makin berat tingkat
serangan maka jumlah unggas yang dipelihara semakin banyak berkurang.
Beberapa faktor penyebab antara lain kepadatan teknis dan kepadatan
ekonomis, kemampuan peternak mengendalikan penyakit, pembinaan dari
petugas teknis, dan lain lain. Faktor-faktor ini menjadi bahan pertimbangan
utama dalam kebijakan pengendalian dan restrukturisasi.
b. Relatif pada lokasi tingkat serangan ringan kandang broiler banyak
berlokasi di luar halaman rumah, dibandingkan lokasi tingkat serangan
berat. Demikian juga usaha layer di daerah tingkat serangan ringan lebih
banyak dilakukan di luar halaman rumah dibandingkan di lokasi sedang
14
dan berat. Dari temuan ini dapat dikatakan bahwa lokasi kandang
berpengaruh pada tingkat serangan. Di daerah tingkat serangan ringan,
pemilikan lahan peternak relatif masih luas. Rumah mereka merupakan
kapling-kapling yang luas. Harga tanah relatif masih murah. Dengan
demikian lokasi kandang banyak dilakukan di luar halaman rumah.
Kalaupun di halaman rumah, lokasi kandang cukup jauh dari rumah.
c. Kepadatan penduduk relatif lebih tinggi pada wilayah serangan berat
dibandingkan wilayah serangan ringan. Hasil penelitian telah
memperlihatkan bahwa recovery usaha peternakan lebih cepat terjadi di
wilayah terserang ringan dibandingkan wilayah terserang berat yang
bahkan sulit melakukan recovery. Hal ini disebabkan tingkat pendidikan,
pendapatan dan ekonomi rumah tangga seperti pemilikan asset di wilayah
serangan berat lebih rendah dibandingkan wilayah ringan. Mobilitas input
dan output sangat tinggi terjadi wi layah serangan berat, sehingga wabah
dapat menular sangat cepat.
Dampak Ekonomi, Sosial dan Respon Peternak
1. Wabah AI telah menyebabkan kerugian ekonomi yang relatif besar bagi
peternak skala kecil baik di wilayah kontrol maupun wilayah terserang berat,
baik peternakan yang terkena wabah maupun yang tidak terkena wabah.
Wabah AI menyebabkan kerugian yang merata diseluruh wilayah. Dampak
wabah AI dalam suatu wilayah tidak menyebabkan kerusakan kekayaan sosial
yang sudah ada namun terindikasi bahwa semakin padat populasi ayam dan
peternak dalam sebuah desa maka semakin berat dampak ekonomi yang
ditimbulkannya. Sebaliknya di wilayah kontrol, letak peternakan berjauh, dan
dalam desa relatif jarang, kejadian wabah AI sangat jarang. Bahkan recovery
usahaternak skala kecil lebih cepat terjadi pada wilayah kontrol.
2. Wabah AI tidak merusak apapun keadaan social pedesaan tetapi sangat
merusak pada sendi perekonomian pedesan yakni teradinya kerusakan sistem
ekonomi yang telah eksis, meningkatkan pengangguran, peningkatan migrasi
dan sebagainya. Kerusakan sendi perekonomian menurunkan kekayaan sosial
masyarakat karena terjadi kerusakan-kerusakan struktur bisnis unggas dalam
desa yang telah berjalan baik. Keadaan sosial yang tidak berubah tersebut
tidak menjadi jaminan bagi tidak terjadinya wabah AI pada masa mendatang.
15
Karena ini berarti masyarakat memiliki kepekaan yang rendah terhadap wabah
AI. Hal ini disebabkan lemahnya sosialisasi pemerintah, tingkat pendidikan
masyarakat yang rendah, rasa setiakawan yang tinggi dan tidak ada pilihan
usaha lain.
3. Peternak baik diwilayah konrol maupun wilayah terserang berat, tidak begitu
respon dengan program pengendalian wabah AI yang dilansir oleh
pemerintah. Sebagian besar peternak tidak mengetahui dengan baik terhadap
program pengendalian wabah AI. Tetapi peternak bersedia melakukan suatu
program jika program tidak menimbulkan kerugian dan tambahan biaya bagi
peternak. Program vaksinasi adalah program yang banyak diterima oleh
peternak karena program ini merupakan bantuan cuma-cuma dari pemerintah.
Dalam hal pemusnahan ayam terserang, peternak hanya mau melakukan jika
ada petugas pemerintah. Jika tidak ada, maka peternak akan menjual ayam
sakit tersebut.
4. Sebaran peternak kecil dalam sebuah desa antara 50 sampai 100 peternak
telah menyebabkan mobilitas kendaraan angkut input dan output peternakan
yang tinggi dalam desa tersebut. Semakin banyak jumlah peternak dan jumlah
unggas yang dipelihara semakin tinggi mobilitas angkutan. Keadaan ini
menyebabkan mobilitas penularan penyakit antara satu peternak dengan
peternak lain sangat tinggi. Pada saat wabah AI terjadi, diduga mobiltas
angkutan ini menjadi faktor utama penularan AI dalam sebuah desa sehingga
besar peternak dalam desa tersebut koleps. Hal ini tidak terjadi pada wilayah
kontrol, dimana peternak jarang bertumpuk dalam sebuah desa yang
mempunyai luas beberapa kali dibandingkan luas desa yang terkena wabah
berat.
16
DESA, SERAN GAN AI RIN GAN IN DIK AT OR DESA SERANGAN AI BERAT
1. Pendidikan dan AssetRendah (31.7%) a. Buta Huruf Tinggi (45,8%)Rendah (1,3%) b. Pendidikan >12 Tahun Tidak Ada (0 %)Ada (1.03 Ha) c. Asset Lahan Rendah (0.26 Ha)Relatif Lebih Tinggi d. Pendapatan RT Rendah Mendekati Miskin
2. Pola BudidayaUmumnya Jauh Dari Rumah a. Letak Kandang Umumnya Dihalaman rumahTerbuka, Kontak Burung Liar b. Sistem Kandang Terbuka, Kontak Burung LiarRendah d. Mobilitas Input Tinggi
Tinggi e. Vaksinasi Rendah
3. Kerapatan PendudukRelatif Jarang a. Terhadap Luas Desa Relatif PadatJarang b. Terhadap Luas Pertanian Padat< 30 Peternak c. Jumlah Peternak > 50 peternakTinggi d. Kesempatan Kerja Pertanian Rendah
Rendah e. Kesempatan Kerja Non Pertanian Rendah, Berburuh
4. Wabah AIRelatif lambat, 2 tahun a. Sifat Serangan Sangat cepat, beberapa bulanRendah (3 orang) b. Penularan Ke Manusia Tinggi (33 orang)
Sedang c. Kematian Unggas Sangat Tinggi5. Biosecurity
Tinggi (91%) a. Melakukan Vaksinasi Rendah (28%)Rendah (3.8%) b. Pemusnahan Rendah (7.2%)
6. Dampak EkonomiMenurun sampai Tetap a. Bisnis Peternakan Sangat MenurunTurun b. Pendapatan TurunTurun, 11 % c. Keberlanjutan Usaha Turun, sekitar 69%
Sebagian Recovery c. Recovery Tidak Sanggup7. Dampak Sosial
Tidak berubah a. Kapital Sosial Tidak berubahTidak terganggu b. Jaringan Sosial Sebagian kecil tergangguTetap c. Jaringan Bisnis Rusak parah
Disain Umum Pengendalian Wabah AI
Dasar Pertimbangan Rancangan
Hasil penelitian yang telah diungkapkan di atas merupakan dasar pertimbangan
pokok dalam perumusan kebijakan Pengendalian Wabah AI untuk peternak skala
kesil. Ada hal menjadi dasar pertimbangan bagi Kebijakan Restruktisasi usahaternak
unggas skala kecil yakni:
1. Pertimbangan lingkungan yang sehat termasuk memproduksi hasil
peternakan yang ASUH
2. Pertimbangan penularan penyakit unggas kepada manusia. Dalam hal ini
kita fokus pada wabah AI.
3. Pertimbangan Kebijakan Restrukturisasi berikutnya adalah mempertahankan
dan mengembangkan Usaha Ternak Unggas Skala kecil.
Ketiga pertimbangan tersebut berdasarkan pada kenyataan bahwa:
17
1. Wabah fluburung dapat terjadi pada setiap lokasi peternakan di mana saja
selama virus AI belum bisa dikendalikan. Selama masa itu pula, wabah AI
merupakan ancamanan bagi keselamatan manusia. Sumber utama virus AI
adalah unggas baik yang dipelihara manusia maupun unggas liar. Selain itu,
diduga material yang bersentuhan dengan usaha peternakan ayam juga dapat
menjadi sumber wabah AI.
2. Produksi unggas merupakan bahan makanan yang sangat penting bagi
segala lapisan sosial manusia. Kebutuhan konsumsi ini mendorong usaha
peternakan tumbuh dan berkembang menyebar luas baik dalam negara,
provinsi dan kabupaten. Industri ternak unggas mencakup scope lapangan
kerja yang sangat luas mulai dari buruh di peternakan hingga penjualan baso
untuk konsumsi. Industri unggas juga merupakan pendorong produksi hasil
pertanian terutama butir-butiran dan hijauan makanan ternak.
3. Manusia, karena untuk meningkatkan produksi, telah membangun industri
perunggasan, mulai dari usaha rakyat sampai usaha padat modal, sehingga
kehidupan bersama unggas semakin erat. Sejak masa lalu, manusia hidup
sangat dekat dengan unggas. Pada zaman milineum sekarang keadaan itu
tidak berubah. Kedekatan hubungan ini telah berkembang menjadi usaha
ekonomi yang dilaksanakan dekat rumah (Usaha skala kecil).
Disain ini secara umum mempertimbangankan wacana restrukturisasi yang sudah
berkembang seperti dibahas di atas, terutama arah-arah restruturisasi yang tersirat dari
kata-kata kunci sebagai berikut:
1. Ternak unggas bukan musuh manusia. Hal ini sangat penting, karena
mendiskridit usaha unggas dapat mendatangkan malapetaka yang lebih
besar dari pada wabah Flu Burung
2. Lindungi ternak unggas untuk melindungi masyarakat. Tidak banyak
berbeda dengan pernyataan pertama, ada pesan bahwa melindungi
masyarakat melalui perlindungan terhadap ternak unggas, bukan
menyingkirkannya dari kehidupan manusia
3. Amankan fungsi unggas skala kecil sebagai lapangan kerja, sumber
pendapatan masyarakat banyak khususnya di Indonesia. Negara ini
membutuhkan lebih lapangan kerja untuk rakyatnya.
4. Menghasilkan makanan yang ASUH yakni Aman, Sehat, Utuh dan Halal.
Ini berarti, mendukung kata kunci nomor 2.
18
Kesimpulan Hasil Penelitian
1. Wabah AI telah menyebabkan kerugian ekonomi yang relatif besar bagi
peternak skala kecil baik di wilayah kontrol maupun wilayah terserang berat,
baik peternakan yang terkena wabah maupun yang tidak terkena wabah.
Wabah AI menyebabkan kerugian yang merata di seluruh wilayah. Kerugian
utama disebabkan karena kematian unggas yang tinggi, penurunan produksi,
permintaan akan hasil ternak menurun yang menyebabkan harga-harga turun.
Penyebab lain adalah peternak skala kecil tidak mempunyai tingkat
pendidikan yang cukup dan tidak mungkin melakukan biosecurity yang
membutuhkan biaya yang akan mengurangi keuntungannya secara nyata.
Pilihannya adalah tidak beternak atau melaksanakan biosecurity. Mereka
memilih beternak.
2. Dampak wabah AI dalam suatu wilayah tidak menyebabkan kerusakan
kekayaan sosial yang sudah ada namun terindikasi bahwa semakin padat
populasi ayam dan peternak dalam sebuah desa maka semakin berat wabah AI
yang terjadi yang dicirikan oleh banyak usahaternak yang bagkrut dan
kematian ayam yang tinggi. Sebaliknya di wilayah kontrol, letak peternakan
berjauhan, dan dalam desa relatif jarang, kejadian wabah AI sangat jarang.
Bahkan recovery usahaternak skala kecil lebih cepat terjadi pada wilayah
kontrol. Implikasi dari keadaan ini adalah perlunya usaha peternakan sektor 4
dipindahkan ke desa-desa yang kerapatannya kurang baik penduduk maupun
ternaknya.
3. Wabah AI tidak merusak apapun keadaan social pedesaan tetapi sangat
merusak pada sendi perekonomian pedesan yakni terjadinya kerusakan sistem
ekonomi yang telah eksis, meningkatkan pengangguran, peningkatan migrasi
dan sebagainya. Kerusakan sendi perekonomian menurunkan kekayaan sosial
masyarakat karena terjadi kerusakan-kerusakan struktur bisnis unggas dalam
desa yang telah berjalan baik. Keadaan sosial yang tidak berubah tersebut
tidak menjadi jaminan bagi tidak terjadinya wabah AI pada masa mendatang.
Karena ini berarti masyarakat memiliki kepekaan yang rendah terhadap wabah
AI. Hal ini disebabkan lemahnya sosialisasi pemerintah, tingkat pendidikan
masyarakat yang rendah, rasa setiakawan yang tinggi dan tidak ada pilihan
usaha lain.
19
4. Sebuah desa seperti desa lokasi penelitian telah berubah menjadi sebuah
Peternakan Skala Besar dengan cakupan seluruh desa. Semua anggota
masyarakat dalam desa tidak luput dari kehidupan usaha skala besar. Mulai
dari kegiatan menjadi tenaga kerja, pemasaran, membuat bahan makanan.
Sehingga sebuah desa peternakan semacam itu telah mempunyai organisasi
dan hubungan sosial dan hubungan kerja antara masyarakat. Setelah wabah
AI, hubungan-hubungan ini rusak. Hubungan ini hanya dapat dipulihkan
kembali jika peternak skala kecil melakukan recovery. Recovery tidak
berlangsung dengan cepat di wilayah terserang berat, karena sebagian bsar
peternak adalah masyarakat yang hanya tergantung pada usaha unggas.
Kebangkrutan usaha unggas berarti kebangkrutan ekonomi rumah tangga.
5. Peternak baik di wilayah konrol maupun wilayah terserang berat, tidak begitu
respon dengan program pengendalian wabah AI yang dilansir oleh
pemerintah. Sebagian besar peternak tidak mengetahui dengan baik terhadap
program pengendalian wabah AI. Tetapi peternak bersedia melakukan suatu
program jika program itu tidak menimbulkan kerugian dan tambahan biaya
bagi peternak. Program vaksinasi adalah program yang banyak diterima secara
relatif oleh peternak karena program ini merupakan bantuan cuma-cuma dari
pemerintah. Dalam hal pemusnahan ayam terserang, peternak hanya mau
melakukan jika ada petugas pemerintah. Jika tidak ada, maka peternak akan
menjual ayam sakit tersebut.
6. Sebaran peternak kecil dalam sebuah desa antara 100 sampai 200 peternak
telah menyebabkan mobilitas kendaraan angkut input dan output peternakan
yang tinggi dalam desa tersebut. Semakin banyak jumlah peternak dan jumlah
unggas yang dipelihara semakin tinggi mobilitas angkutan. Keadaan ini
menyebabkan mobilitas penularan penyakit antara satu peternak dengan
peternak lain sangat tinggi. Pada saat wabah AI terjadi, diduga mobiltas
angkutan ini menjadi faktor utama penularan AI dalam sebuah desa sehingga
sebagian besar peternak dalam desa tersebut koleps. Hal ini tidak terjadi pada
wilayah kontrol, dimana peternak jarang bertumpuk dalam sebuah desa yang
mempunyai luas beberapa kali dibandingkan luas desa yang terkena wabah
berat.
20
Kebijakan Strukturisasi Industri Perunggasan
Hasil penelitian ini telah mendorong untuk dilakukan suatu restrukturisasi
unggas. Resrukturisasi adalah usaha membangun kembali struktur perunggasan
hingga memenuhi tujuan antara lain pengamanan penyebaran penyakit menular.
Bagaimana restrukturisasi itu hendak dilakukan? Apakah kita disain dulu suatu
industri ideal (dalam kerangka penggendalian penyakit dan perekonomian) setelah itu
baru dilakukan strukturisasi industri yang ada sekarang menuju keadaan yang ideal?
Atau apakah kita perbaiki bagian-bagian tertentu (perbaikan simpul-simpul industri)
saja dari sistem dan bentuk-bentuk industri yang diperkirakan menyimpang?
Keduanya mempunyaai konsekuensi, tetapi yang pertama, akan mendapat perlawanan
luas dari publik dan cara kedua mungkin hanya terjadi perlawanan sebagian kecil
publik. Kita akan memilih cara kedua, karena hanya membenahi apa yang ada
sehingga resiko kegagalan dapat dikurangi.
Menentukan Simpul Restrukturisasi
Simpul restrukturisasi adalah kunci-kunci peneyelesaian benang kusut. Suatu
tumpuk benang kusut akan dapat diuraikan kembali melalui pusat-pusat kusut
tersebut. Kebijakan melalui simpul restrukturisasi adalah suatu penyelesaian yang
dilakukan pada sub sistem strategis yang mengakibatkan subsistem lain dengan
otomatis akan turut menyesuaikan diri. Simpul restrktursasi itu adalah penyebaran
usaha ternak skala kecil, budidaya dan pola kemitraan, sistem penanganan pasca
panen, pengaturan jumlah peternak dan populasi ternak unggas dan partisipasi dan
kontrol masyarakat pedesaan khusus pada lokasi usaha unggas. Disain umum
restrukturisasi adalah sebagai berikut:
Budidaya dan Pola Kemitraan
1. Usaha peternakan tidak dapat diperkenankan dilakukan di desa pemukiman
padat, atau desa dengan kerapatan penduduk yang tinggi. Peternakan
dibolehkan dalam desa jika kerapatan jarang, dan harus ditentukan ukuran
kejarangan tersebut. Pengaturan berdasarkan kerapatan penduduk akan
membuka peluang bagi desa-desa jarang penduduk untuk beternak ayam.
Hal ini berbeda, jika kebijakan itu hanya mengatakan usahaternak ayam,
dilarang di daerah pemukimam maka tidak ada desa yang mempunyai
peluang.
21
2. Peternakan ayam petelur harus sedikitnya 10 ribu ekor. Kurang dari itu,
dilarang. Hal ini memungkinkan pembatasan penyebaran usaha ternak
dalam skala yang tidak ekonomis. Dalam satu desa, harus ada petimbangan
antara kepadatan wilayah dengan kepadatan unggas per penduduk.
Peternakan tersebut harus mempunyai sistem pembuangan yang baik, tidak
mencemari lingkungan. Desa tersebut harus jarang penduduk.
3. Peternakan sektor 3 dan 4 atau Sektor D harus bermitra, dan dalam
kemitraan itu harus jelas hubungan antara inti dan mitra terutama input
output, dimana peternak mitra tidak diizinkan mendapatkan input dan
menjual output di luar hubungan tersebut. Perusahaan inti haruslah sebuah
peternakan skala besar (sektor B) atau pembibit (Sektor A), tidak diperkenan
bermitra dengan perusahaan dagang yang hanya memproduksi jasa
pemasaran. Sehingga dengan demikian arus dan mobiltas input dan output
dapat dikontrol.
4. Pelarangan peternakan ayam di wilayah rapat penduduk sekaligus
menghilangan ketentuan jarak kandang dari rumah. Peternak ayam yang
yang dilarang di desa padat dapat menganti usahanya (melalui konpensasi
oleh pemerintah) dengan kambing atau domba. Kebijakan restrukturisasi itu
diperlukan sehubungan dengan rendahnya pengetahuan dan partisipasi
masyarakat terhadap pengendalian wabah AI.
5. Mengembangkan usaha ternak unggas skala kecil pada wilayah sentra
produksi jagung merupakan pilihan yang efisien terutama dari kontrol
mobiltas input. Peternak dapat memanfaatkan butiran-butiran dan hasil
pertanian lainnya yang di wilayah sekitarnya dan megolah sendiri pakan
ternak.
Kegiatan Pasca Panen
1. Peternak broiler mitra dilarang menjual ayam hidup kecuali kepada inti
mitra. Inti mitra harus menjamin membeli semua ayam hidup yang
dihasilkan peternak mitra. Para peternak dilarang menjual ternak pada
pedagang yang tidak terkait dengan perusahaan peternakan manapun.
Pedagang semacam ini menyebabkan munculnya penampungan ayam
dipasar-pasar, menyebabkan peredaran unggas lebih sibuk dan sebagainya.
2. Jika peternak mitra mempunyai skala usaha yang relatif cukup, maka
peternakan ini diwajibkan memiliki peralatan pemotongan ayam, sehingga
22
tidak lagi menjual ayam hidup, tetapi menjual karkas. Jika usaha peternakan
itu bermitra dan jika inti tidak mampu menjamin angkutan yang sehat maka
peternak harus melengkapi diri sendiri dengan mesin alat pemotongan ayam.
Harus ditentukan pada saat bagaimana sebuah peternakan broiler harus
mempunyai alat pemotongan sendiri. Pada dasarnya, baik peternak petelur
maupun broiler tidak diperkenankan menjual ayam hidup.
3. Peternakan rakyat yang bersifat mandiri khususnya untuk ayam broiler (baik
sektor 3 maupun sektor 4) sudah waktunya ditiadakan. Karena peternakan
ayam broiler mandiri menyebabkan munculnya perdagangan input dan
output peternakan yang rumit dan kompleks dan pegendalian penyebaran
penyakit turut menjadi rumit.
Langkah Lanjutan
1. Di Indonesia perkambangan sektor D pada umumnya menumpuk pada
wilayah-wilayah tertentu. Jika seseorang berhasil dalam satu desa, maka
tidak lama kemudian desa itu penuh dengan usaha ternak ayam. Satu dua
desa terutama di Jawa mungkin terdapat sekumpulan ternak dengan total
ayam 100-300 ribu ekor. Desa ini dapat kita sebut sebuah plotting usaha
unggas skala kecil. Diperkirakan terdapat 75 buah plotting area usaha
unggas di Indonesia, karena itu, kebijakan pemerintah adalah mendalami
terlebih dahulu karakterisasi ke 75 plotting tersebut. Kebijakan yang
diharapkan adalah bagaimana mempertahankan dan mengembangkan
plotting area tersebut ataukah ditiadakan?.
2. Wabah AI besar telah berlalu 3 tahun yang lalu, dan semenjak tahun 2006
boleh dikatakan kejadian wabah AI hanya terjadi pada satu dua peternakan
rakyat. Pelaksanaan bioscurity relatif tinggi oleh perusahan-perusahan
sektor A, B, C sementara itu sebagaian sektor D tidak lagi berperan dalam
proses produksi, karena bangkrut. Sektor D yang masih ada pada umumnya
berbentuk kemitraan dalam bentuk nucleus system. Sementara sektor E
masih tetap merupakan sektor ancaman karena pelaksanaan biosecurity yang
sangat rendah, sementara jumlah ternak ini menyamai jumlah ayam ras.
Saatnya sekarang kita menyatakan bahwa usaha ternak sektor D tidak
diperbolehkan lagi dalam bentuk mandiri, harus dalam bentuk kemitraan
dengan sistem nucleus. Sistem ini menjamin lalu lintas input dan output
23
yang aman dan termonitor. Pada sisi lain penempatan usaha sektor D harus
terpisah dari sektor usaha Sektor E. Ini berarti, usaha sektor D keluar dari
pemukiman pedesaan yang padat. Karena itu perlu dirumuskan berapa
kepadatan jumlah penduduk terhadap total areal dan berapa jumlah ternak
sektor E yang ada di wilayah itu.
3. Lalu lintas input peternakan semakin semrawut jika usaha sektor D semakin
banyak dan semakin menyebar. Lalu lintas pakan, bahan baku, ternak ayam
dan sebagainya semakin tinggi. Hal ini merupakan pertimbangan mengapa
sektor D harus keluar dari wilayah pemukiman untuk menghindari
pencemaran lingkungan. Untuk mengurangi kesemrawutan arus lintas input
maka perlu pengaturan pengemasan dan sistem alat angkut yang digunakan
supaya aman. Hal lain adalah peternak sektor D dilarang menjual ayam
hidup, tetapi hanya diizinkan menjual karkas. Dengan setiap peternak sektor
D harus menyediakan sebuah peralatan potong ayam, atau bermitra.
Peternak sektor D hanya dapat menjual ternak hidup kepada mitra, dan
kewajiban mita untuk menyediakan sarana angkutannya.
IV. PENUTUP
Makalah ini telah menyampaikan wacana tentang restrukturisasi industri
perunggasan berdasarkan hasil-hasil penelitian dan pendapat para ahli. Wacana ini
akan tetap menjadi wacana jika tidak dibahas lebih jauh dan dijadikan program
pemerintah dalam pengendalian wabah AI di Indonesia.