ambiguitas berbahasa 2

Upload: black-memories

Post on 10-Oct-2015

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TUGAS MANDIRI

TUGAS MANDIRI

BAHASA INDONESIA

AMBIGUITAS DALAM BERBAHASA INDONESIA

DI SUSUN OLEH

Nama:

NPM:

Prodi:

Kelas :

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

2010/2011 KATA PENGANTAR

Assalammualaikum wr.wb

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT dan salawat salam kita sanjungkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhhammad SAW karena penulis dapat menyelesaikan Tugas Mandiri dengan tema AMBIGUITAS DALAM BERBAHASA INDONESIA.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini. Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam pembuatan makalah ini.

Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun, akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

Metro, Desember 2010 Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

iKATA PENGANTAR

iiDAFTAR ISI

iiiBAB I PENDAHULUAN

1A. Latar Belakang

2

B. Tujuan Penulisan

3BAB II PEMBAHASAN

4A. Pengertian Ambiguitas Bahasa

4B. Jenis Ambiguitas Dalam Berbahasa Indonesia

5BAB III PENUTUP

11DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tahun 2008 menjadi momen yang sangat istimewa bagi bangsa Indonesia, terutama berkaitan dengan upaya menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, sebagaimana ikrar ketiga Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Istimewa karena pada tahun 2008 ini, bangsa Indonesia memperingati 100 tahun kebangkitan nasional sekaligus 80 tahun Sumpah Pemuda.

Karena itu, pemerintah telah mencanangkan tahun 2008 sebagai Tahun Bahasa. Setiap kali kita memperingati Sumpah Pemuda pada Oktober, seharusnya bangsa ini perlu mengintrospeksi diri, apakah bahasa Indonesia telah digunakan dengan baik dan benar? Apakah kita punya rasa bangga menggunakan bahasa Indonesia yang benar? Apakah kita punya iktikad untuk turut aktif mengembangkan bahasa Indonesia yang baik dan benar? Dengan demikian, setiap kali memperingati Sumpah Pemuda, sesungguhnya mengingatkan kita terhadap salah satu keputusan Kongres II Bahasa Indonesia, tahun 1954 di Medan, yakni tetap mempertahankan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Di sisi lain, ketika memperingati 80 tahun bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, kita semua terajak untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai tuan rumah di negeri sendiri. Kita terajak untuk menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama dalam konteks komunikasi berbangsa dan bernegara. Walaupun tidak berarti kita harus menutup diri terhadap arus informasi dan globalisasi yang membawa konsekuensi masuk dan maraknya penggunaan dan penyerapan bahasa asing dan bahkan bahasa daerah ke ranah-ranah bahasa Indonesia.

Masalah penting yang kita hadapi dalam pengembangan bahasa Indonesia adalah bagaimana menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar itu dalam kehidupan sehari-hari. Berbahasa yang baik ialah berbahasa sesuai dengan lingkungan bahasa yang digunakan. Berbahasa yang benar ialah berbahasa sesuai dengan kaidahnya, aturannya, bentuk, dan strukturnya. Kalau berbahasa Indonesia baku harus seperti bahasa yang kaidah-kaidahnya tertulis dalam buku-buku tata bahasa yang diajarkan di sekolah-sekolah.

Ketika kita berada dalam situasi informal, misalnya berada di pasar, hendaknya kita berbahasa yang baik. Bahasa yang baik, yang sesuai dengan situasi dan kondisi pasar tersebut. Akan menjadi tidak baik jika kita bertanya, Berapakah harga seikat sayur kangkung ini, Tante. Tentu saja penjual akan terheran-heran, walaupun bagi pedagang di pasar kalimat itu dapat dipahaminya. Sang pedagang menjadi heran karena bahasa yang digunakan tidak baik, tidak sesuai dengan situasi dan kondisi saat itu. Jika kita hendak menggunakan bahasa, hendaknya juga menggunakannya secara benar, yakni sesuai dengan struktur dan kaidah bahasa. Demikian pula halnya ketika kita menggunakan bahasa Indonesia, hendaknya digunakan dalam situasi dan kondisi yang tepat, dalam suatu situasi formal, dalam pembelajaran di sekolah, dalam media massa, dalam buku-buku ilmiah, dalam berpidato dan sebagainya. Ketika berpidato, kita dituntut menggunakan bahasa yang benar, yakni sesuai dengan struktur dan kaidah-kaidah bahasa Indonesia.

Persoalan kita ialah mengapa bahasa Indonesia yang baik dan benar masih belum mengakar di masyarakat dan bangsa ini? Mengapa orang cenderung lebih bangga menggunakan bahasa asing (misalnya bahasa Inggris) ketimbang bahasa Indonesia? Kalau kita coba untuk menjawabnya, semua itu karena berpangkal dari sikap acuh tak acuh kita terhadap eksistensi bahasa Indonesia. Sikap acuh tak acuh itu sebenarnya bermuara pada mitos yang selama ini mengayomi eksistensi bahasa Indonesia, yakni pertama, bahasa Indonesia umumnya merupakan bahasa kedua, setelah bahasa ibu atau bahasa daerah; kedua, posisi historis bahasa Indonesia yang pada mulanya hanya dari bahasa Melayu dialek Riau.

B.Tujuan PenulisanAdapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :1. Mengetahui pengertian tentang ambiguitas dalam berbahasa 2. Mengetahui jenis-jenis ambiguitas

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ambiguitas Bahasa

Ambiguitas (nomina) dari ambigu (adjektiva) ; 1 sifat atau hal yang berarti dua: kemungkinan yang mempunyai dua pengertian; taksa; 2 ketidaktentuan; ketidakjelasan; 3 kemungkinan adanya makna yang lebih dari satu atas suatu karya sastra; 4 kemungkinan adanya makna lebih dari satu di sebuah kata, gabungan kata, atau kalimat.

Ambiguitas berasal dari bahasa Inggris yaitu ambiguity yang berarti suatu konstruksi yang dapat ditafsirkan lebih dari satu arti. Ambiguitas sering juga disebut ketaksaan. Ketaksaan dapat diartikan atau ditafsirkan memiliki lebih dari satu makna akan sebuah konstruksi sintaksis. Tidak dapat dipungkiri keambiguan yang mengakibatkan terjadinya lebih dari satu makna ini dapat terjadi saat pembicaraan lisan ataupun dalam keadaan tertulis.

Saat pembicaraan lisan mungkin dapat diantisipasi dengan pengucapan yang agak perlahan, sedangkan untuk yang tertulis apabila kurang sedikit saja tanda baca maka kita akan menafsirkan suatu kalimat atau kata menjadi berbeda dari makna yang diinginkan oleh penulis.

Misalnya, frase buku sejarah baru dapat ditafsirkan bermakna

(1) buku baru mengenai sejarah dan

(2) buku mengenai sejarah baru

Penggunaan bahasa yang mengandung ambiguitas dapat membuat tidak efektifnya tuturan atau tulisan bagi pendengar atau pembaca. Karangan atau pembicaraan yang bersifat nonfiksi adalah tulisan atau tuturan yang menyajikan suatu fakta, data, atau suatu kenyataan, sesuatu yang sungguh-sungguh ada dalam dunia nyata. Lain halnya dalam karangan atau tuturan fiktif, ambiguitas justru merupakan suatu syarat pokok untuk menambah kekuatan karangan fiksi, misalnya puisi, menjadi bernilai sastra tinggi.

Batasan ambiguitas tersebut memberi pemahaman kepada kita bahwa ambiguitas dalam berbahasa terjadi pada pihak pembaca atau pendengar. Tidak sedikit bahasa di media massa yang menjadi konsumsi masyarakat luas menggunakan bahasa yang ambigu. Penulis berita atau artikel sering tidak menyadari kalau apa yang diungkapkannya menimbulkan makna ganda bagi pembacanya. Ketika kata, frase, kalimat, atau bahkan paragraf yang kita tulis atau kita ucapkan mengandung ambiguitas, secara otomatis tidak efektif dan komunikatif bagi pembaca atau pendengar. Misalnya, Sopir membiarkan para penumpang naik dan turun di tengah jalan raya karena ketidakdisiplinnya. Siapa yang tidak disiplin yang dimaksudkan penulis, apakah sopir atau penumpang?

B. Jenis Ambiguitas dalam Berbahasa Indonesia

Dari sudut pandang linguistik murni, ada tiga bentuk ambiguitas, yaitu ambiguitas fonetik, gramatikal, dan leksikal. Ambiguitas fonetik terjadi karena membaurnya bunyi-bunyi bahasa yang diujarkan. Biasanya ambiguitas ini terjadi dalam konteks bahasa lisan. Mungkin saja kita pernah mendengar seseorang berkata cepat Aku membeli kantin. Pendengar bertanya, apakah rentetan bunyi itu bermakna Aku membelikan Tin, atau Aku membeli kantin ? Contoh lain, Bantuan dari mana? Apakah rentetan bunyi itu bermakna Ban Tuan dari mana? ataukah bermakna Bantuan dari mana?

Ambiguitas kata, misalnya orang mengujarkan bang yang mungkin mengacu kepada abang atau mengacu pada bank. Bentuk ini disebut polivalensi yang dapat dilihat dari dua segi. Contoh polisemi: kata mudah, yang dapat bermakna tidak memerlukan banyak tenaga atau pikiran dalam mengerjakannya, tidak sukar, tidak berat. Contoh homonim pada barang pada kalimat Banyak barang diturunkan di pelabuhan, yang bermakna: barang, atau pada kalimat Berilah saya barang 1.000 rupiah, yang bermakna sejumlah atau sebanyak. Pada kalimat, Itu bisa, dapat bermakna itu dapat, atau itu racun. Secara riil, ambiguitas kata karena polisemi atau homonim ini akan hilang dengan sendirinya jika dimasukkan dalam konteks kalimat atau wacana. Misalnya, Itu bisa ular kobra yang mematikan; Itu bisa kami selesaikan secepatnya, Pak.

Hal paling umum terjadi dalam berbahasa lisan atau tulisan, dan yang menjadi fokus tulisan ini, adalah ambiguitas gramatikal. Ambiguitas gramatikal muncul ketika terjadinya proses pembentukan satuan kebahasaan baik dalam tataran morfologi, kata, frase, kalimat, atau pun paragraf atau wacana. Pada tataran morfologi, misalnya perubahan bentuk kata yang mengakibatkan perubahan makna, dari kata pukul menjadi pemukul, yang bermakna ganda, yakni orang yang memukul atau alat yang digunakan untuk memukul. Kata penidur bermakna, obat yang menyebabkan orang tidur atau orang yang suka tidur. Ambiguitas kata yang disebabkan karena morfologi ini akan hilang dengan sendirinya ketika diletakkan dalam konteks kalimat yang benar, seperti: (1) Ini obat penidur yang mujarab. (2) Anggota DPRD itu memang penidur.

Contoh ambiguitas pada tataran frase, Orang tua, yang bermakna ayah dan ibu kandung, atau orang yang sudah berusia lanjut. Pada kalimat, Pengusaha wanita itu bangkrut, apa makna frase pengusaha wanita? Apakah pengusaha yang berjenis kelamin wanita, ataukah orang yang memperdagangkan wanita?

Dalam suatu berita di media massa terdapat kalimat, Penertiban Kota Manado dilaksanakan oleh satuan Polisi Pamong Praja. Walaupun dalam konteks kalimat ini penulis pasti bermaksud bahwa penertiban Kota Manado adalah usaha menciptakan suasana tertib di lingkungan/wilayah Kota Manado, namun bisa saja pembaca atau pendengar menafsirkan lain. Pembaca bisa bertanya, Apakah mungkin kota Manado yang notabene benda mati dapat dibina, dinasihat, atau diarahkan supaya bersikap tertib?

Mungkin kita juga pernah mendengar penjelasan seseorang dengan kalimat, Kerusakan pantai disebabkan oleh ulah manusia yang tidak pandai-pandai menjaga lingkungan alamnya agar tetap lestari. Frase tidak pandai-pandai dapat ditafsirkan dengan makna tidak punya keterampilan yang cukup memadai, atau tidak juga menjadi pandai walaupun berkali-kali diajari, atau pun dapat dimaknai tidak punya niat baik.

Atau mungkin kita pernah membaca di media massa kalimat, Belanja masyarakat di kota ini tergolong tinggi. Apakah frase belanja masyarakat pada konteks kalimat ini bermakna belanja dari pemerintah untuk masyarakatnya ataukah belanja yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri?

Sepadan dengan frase di atas, kalimat, Kebutuhan guru di Minahasa cukup banyak. Makna mana yang dimaksud penulis, apakah tenaga guru yang dibutuhkan ataukah hal-hal yang dibutuhkan oleh guru?

Dalam suatu acara sambutan, seorang pejabat pernah berujar, Pemerintah kota sedang berupaya untuk melengkapi semua kekurangan yang ada. Apakah mungkin jika sesuatu yang sudah kurang masih harus dilengkapi lagi kekurangannya? Apakah wajar jika kekurangan yang ada atau belum lengkap perlu ditambah/dilengkapi? Jika demikian, hal itu berarti akan semakin banyak atau semakin bertambahlah kekurangan yang ada.

Silakan ditafsirkan sendiri makna kalimat yang mengandung ambiguitas frase berikut ini :- Masyarakat selalu diimbau untuk menjaga kebersihan lingkungan.

Perlukah kebersihan dijaga, layaknya polisi menjaga tahanannya?

- Walaupun sedang marah, ia tetap menutup bibirnya.

Bibir ditutup dengan tangan atau tidak berbicara?

- Upaya pemerintah dan masyarakat itu akhirnya menghasilkan kota bersih.

Apa mungkin pemerintah dan masyarakat mampu memproduksi suatu kota bersih?

- Luas pulau Bunaken tidak lebih besar dari luas Kota Manado.

Apakah pulau Bunaken lebih kecil atau sama luasnya dengan daerah Kota Manado?

- Ada warung kopi di kota ini yang melayani pengunjung selama 1 x 24 jam.

Apakah setelah 24 jam dibuka lalu ditutup lagi, ataukah buka terus-menerus tanpa pernah ditutup?

- Siapa yang menyerang Kakak Kedua, sampai luka berat seperti ini?

Apa yang dimaksud dengan kakak kedua?

Ambiguitas frase sebagaimana contoh-contoh di atas akan hilang dengan sendirinya jika diletakkan dalam konteks paragraf atau wacana yang benar. Artinya, jika kalimat yang mengandung ambiguitas frase itu diikuti oleh kalimat-kalimat penjelas selanjutnya dalam konteks wacana, maka keambiguitasannya akan hilang.

Ambiguitas pada tataran kalimat misalnya, Ia memukulkan tangannya ke meja sampai pecah. Apakah yang pecah meja ataukah tangannya? Pada kalimat, Pidato walikota yang terakhir cukup menumbuhkan semangat warga kotanya, apakah yang terakhir itu adalah pidato atau walikota? Pada kalimat, Istri lurah yang baru dilantik itu cantik, siapakah yang baru? Apakah istri baru dari si lurah, ataukah lurahnya yang baru? Siapakah yang baru dilantik, apakah istri lurah atau lurah itu sendiri?

Anda pasti pernah mendengar atau membaca kalimat, Pemerintah daerah menyambut gembira kedatangan dua kapal wisatawan itu. Apakah yang disambut gembira adalah dua kapal yang mengangkut wisatawan atau dua kapal yang berfungsi khusus mengangkut wisatawan? Ambiguitas kalimat ini akan hilang jika kalimat diubah menjadi, Pemerintah daerah menyambut gembira kedatangan dua kapal yang mengangkut wisatawan itu. Atau Pemerintah daerah menyambut gembira kedatangan dua kapal yang berfungsi khusus mengangkut wisatawan.

Ada pula kalimat, Jam tangan kapten kapal yang jatuh itu berhasil ditemukan. Apakah yang jatuh dan ditemukan itu adalah jam tangan milik kapten kapal, atau yang jatuh dan ditemukan itu adalah si kapten kapal itu sendiri? Supaya tidak ambigu, seharusnya kalimat itu berbunyi, Jam tangan yang jatuh milik kapten kapal itu telah berhasil ditemukan. atau, Jam tangan yang berhasil ditemukan adalah milik kapten kapal yang jatuh itu.

Ada juga kalimat yang ambigu lainnya, seperti, Polisi lalu lintas jarang menegur sopir nakal karena ketidakdisiplinannya. Partikel -nya pada konteks kalimat ini mengacu ke polisi atau ke sopir? Artinya, siapa yang tidak disiplin, apakah polisi atau sopir? Jika mengacu pada polisi, seharusnya kalimat berbunyi, Polisi lalu lintas yang tidak disiplin itu jarang menegur para sopir nakal. Jika mengacu pada sopir, seharusnya kalimat berbunyi, Polisi lalu lintas jarang menegur para sopir nakal yang tidak disiplin itu.

Ada juga kalimat begini, Tahun ini, di Sulawesi Utara, tarif angkot baru dinaikkan. Kata baru yang terletak antara subjek dan predikat, dapat berfungsi sebagai bagian dari subjek, dan dapat pula berfungsi sebagai bagian dari predikat. Jika penulis bermaksud kata baru merupakan bagian dari subjek, maka kalimat ditulis, Tahun ini, di Sulawesi Utara, tarif angkot-baru dinaikkan, berarti yang baru adalah angkot. Jika penulis bermaksud kata baru merupakan bagian predikat, maka kalimat ditulis, Tahun ini, di Sulawesi Utara, tarif angkot baru-dinaikkan, berarti yang baru adalah dinaikkan. Dalam bahasa lisan, pembicara perlu menggunakan jeda dan tekanan ketika menyebutkan angkot-baru atau baru-dinaikkan.

Contoh kalimat yang mirip, Banyak rakyat tidak mampu antri membeli minyak tanah berjam-jam. Apa maksud kalimat ini? Apakah maksudnya menyatakan rakyat tidak sanggup, ataukah rakyat miskin?

Cobalah Anda tafsirkan makna kalimat-kalimat berikut ini!

- Selain satpol PP, polisi juga memberi kesempatan kepada PKL untuk menjelaskan peristiwa itu.

- Kotoran kuda sebenarnya dapat digunakan sebagai pupuk kompos jika pemerintah dan kusir diturutsertakan.

- Bendi juga biasanya digunakan jika ada parade orang-orang dari kalangan kelas menengah ke atas.

Pada tataran paragraf, misalnya, Budi dan Yopi bersahabat karib. Ia sangat mencintai istrinya. Siapa yang mencintai istri siapa? Contoh lain yang sepadan, Jemi teman kuliah dari Angki. Setiap hari ia belajar di rumahnya. Siapa yang belajar di rumah siapa?

Sopir harus mematuhi rambu-rambu dan instruksi polisi lalu lintas. Itu sangat membantu kelancaran lalu lintas di mana saja termasuk di kota Manado.

Pada paragraf di atas terdapat kata itu, yang justru membuat paragraf itu menjadi ambigu. Apakah kata itu mengacu pada mematuhi, rambu-rambu, atau rambu-rambu dan instruksi polisi lalu lintas?

Coba kita maknai kata mereka pada paragraf berikut iniPara anggota satpol PP sangat patuh kepada instruksi komandan, kepala dinas tata kota, dan walikota. Mereka sangat tegas dan disiplin. Siapa yang tegas dan disiplin?

Bagaimana dengan paragraf berikut ini?

Ikan itu mempunyai penyakit aneh. Penyakit itu berupa benjolan di dekat biji mata yang ketika ditangkap nelayan sudah sebesar kelapa. Mana yang sudah sebesar kelapa, apakah benjolan atau biji mata?

Lebih lucu lagi paragraf berikut ini!

Untuk melindungi warganya, pemerintah telah bekerja sama dengan perusahaan asuransi kecelakaan lalulintas. Asuransi tersebut telah menyediakan santunan sejumlah uang untuk setiap korban meninggal dunia.

Sepintas paragraf di atas tampak tidak bermasalah, namun jika dicermati lebih lanjut ternyata dapat menimbulkan penafsiran makna yang berbeda-beda bagi pembaca. Apakah pemerintah bekerja sama dengan perusahaan asuransi, atau pemerintah bekerja sama dengan orang-orang yang mengelola atau memimpin asuransi itu? Lebih parah lagi, apakah mungkin orang yang sudah meninggal dunia mendapat santunan sejumlah uang?

Salah satu permasalahan pelik yang dihadapi bangsa ini dalam rangka pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah keterampilan menulis atau mengarang. Keterampilan menulis atau mengarang memang merupakan aspek bahasa yang oleh para ahli menempatkannya dalam tataran yang paling tinggi/sulit dalam proses memperolehan bahasa, selain membaca, berbicara, dan menyimak. Menulis dimaksud tidak sekedar bisa merangkai kata menjadi kalimat, kalimat menjadi paragraf, dan seterusnya, tetapi bagaimana mengungkapkan perasaan dan pikiran melalui tulisan. Menulis bukan sesuatu yang diperoleh secara spontan, melainkan memerlukan usaha sadar menuliskan kalimat dan mempertimbangkan cara mengkomunikasikan dan mengatur. Menulis/mengarang pada hakikatnya merupakan pemindahan pikiran atau perasaan ke dalam bentuk lambang bahasa.

Sementara itu, salah satu tantangan persaingan global pada masa depan adalah keterampilan berkomunikasi secara tertulis sebagai syarat keberhasilan bekerja. Karena itu, seharusnya sejak dini generasi bangsa ini telah dilatih dan dibina mengungkapkan pikiran dan perasaannya secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang efektif dan komunikatif. Kalimat yang efektif dapat menyampaikan pesan, gagasan, ide, pemberitahuan itu kepada si penerima sesuai dengan yang ada dalam benak si penyampai. Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat dan dapat dipahami secara tepat pula

BAB III

PENUTUPKetika bangsa Indonesia memperingati 80 tahun bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, sekaligus sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, ternyata masih ditemukan keambiguan berbahasa baik lisan maupun tulisan. Keambiguan berbahasa tidak saja dilakukan oleh masyarakat awam, tetapi juga dilakukan oleh kaum terpelajar, pejabat, public figur, dan yang terutama oleh wartawan di media massa cetak maupun elektronik. Karena adanya ambiguitas dalam berbahasa, terjadilah kesalahan penafsiran makna. Hal itu menyebabkan terjadi pula komunikasi yang kurang efektif. Pendengar atau pembaca bingung menentukan apa maksud tuturan yang didengar atau tulisan yang dibacanya itu. Keambiguan dimaksud lebih mengacu pada ambiguitas gramatikal, ada yang dalam tataran fonetik, kata, frase, kalimat, maupun paragraf.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Khaidir. 1990. Fungsi dan Peranan Bahasa Suatu Pengantar. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Chaedar, A. Alwasilah. 1993. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa.

Pudji, Titik Astuti. 2000. Tradisi Tulis Nusantara Menjelang Millenium III. Jakarta: Manassa Pusat.

Safioedin, Asis. 1963. Tatabahasa Indonesia.

Wahab, Abdul. 1991. Isu Bahasa, Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: Airlangga University Press.

http://rangkuman-pelajaran.blogspot.com. Ringkasan Bahasa Indonesia. (Online) Diakses pada tanggal 10 Desember 2010http://diniblogs.blogspot.com. Belajar Mengarang. (Online) Diakses pada tanggal 10 Desember 2010

http://prince-mienu.blogspot.com. Ambiguitas Dalam Berbahasa. (Online) Diakses pada tanggal 10 Desember 2010PAGE