amil, ma'mul, amal (ba)

29
Oleh : Wildan Taufiq, M.Hum. Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung A. Pendahuluan Sebagai bagian dari rumpun Semit, bahasa Arab memiliki karakteristik bahasa semitik yaitu i’rab.[1]I’rab adalah perubahan akhir kalimat (kata) karena bermacam-macam ‘amil yang masuk padanya, baik lafazh atau taqdir (diperkirakan)[2] (Ibn Âjurûm, tth: 5). Sebagai contoh adalah kata مَ لَ لق ا(pulpen)pada kalimat-kalimat berikut: ِ بَ تْ كَ م ل ى اَ لَ عُ مَ لَ لق ا(Pulpen di atas meja) َ مَ لَ لق اُ تْ يَ رَ تْ ش ا(Saya membeli pulpen) ِ مَ لَ لق اِ بُ بْ تَ تَ ك(Saya menulis dengan pulpen) Mari kita perhatikan I’rab kata مَ لَ لق اpada ketiga kalimat di atas. Pada kalimat pertama kata, kata مَ لَ لق اyang berkedudukan sebagai mubtada (subjek) diakhiri dengan harakat dhamah. Pada kalimat kedua kata مَ لَ لق اyang berkedudukan sebagai maf’ul bih (objek) diakhiri dengan harakat fatah, sedang pada kalimat ketiga, kata مَ لَ لق اyang berkedudukan sebagai hal (keterangan) diakhiri dengan harakat dengan kasrah. Menurut ulama nahwu, salah satunya Ibn Malik (tth: 31) menyatakan bahwa terjadi perubahan harakat akhir kata (I’rab) tersebut karena adanya ‘amil (yang memerintah). ‘Amil pada kata مَ لَ لق اyangpertama yangdiakhiri dengan harakat dhamah (sebagai mubtada) adalah ibtida (permulaan).[3] Artinya karena ia berada pada permulaan kalimat. Pada kalimat kedua di mana kata مَ لَ لق اmenjadi maf’ul bih (objek), yang menjadi ‘amilnya adalah fi’il ( ىَ رَ تْ شا)[4] atau fi’il dan fa’il ( ُ تْ يَ رَ تْ شا)[5]. Adapun ‘amil pada kalimat ketiga adalah haraf jar, yaitu ba ( ب). Pada kalimat pertama, jika posisi mubtadanya diletakkan setelah khabar (muakhar) menjadi: ٌ مَ لَ قِ بَ تْ كَ م ل ى اَ لَ ع,di manakah letak ‘amilnya? Karena sekarang mubtada tidak ada dalam posisi di awal (ibtida), tetapi di akhir (ta’khir). Berangkat dari permasalahan itu, apakah adanya ‘amil sebuah keharusan? Apakah ‘amil berperan dalam menentukan makna kata? Apakah seseorang bisa menentukan I’rab suatu kata hanya dengan mengetahui fungsi atau kedudukan kata tersebut dalam kalimat (mubtada, khabar, maf’ul bih dsb.), tanpa harus mengetahui terlebih dahulu mana ‘amilnya?

Upload: muhammad-yusof

Post on 30-Nov-2015

417 views

Category:

Documents


28 download

DESCRIPTION

grammar

TRANSCRIPT

Page 1: AMIL, MA'MUL, AMAL (BA)

Oleh : Wildan Taufiq, M.Hum.

Dosen Fakultas Adab dan Humaniora

UIN Sunan Gunung Djati Bandung

A. Pendahuluan

Sebagai bagian dari rumpun Semit, bahasa Arab memiliki karakteristik bahasa semitik yaitu i’rab.

[1]I’rab adalah perubahan akhir kalimat (kata) karena bermacam-macam ‘amil yang masuk padanya,

baik lafazh atau taqdir (diperkirakan)[2] (Ibn Âjurûm, tth: 5). Sebagai contoh adalah kata الق,ل,م

(pulpen)pada kalimat-kalimat berikut:

,ب1 4ت الم,ك ,م9ع,ل,ى (Pulpen di atas meja)    الق,ل

,م, الق,ل 4ت9 ي ,ر, ت (Saya membeli pulpen)  اش4

1 ,م 1الق,ل ب 4ت9 ,ب ,ت (Saya menulis dengan pulpen)  ك

Mari kita perhatikan I’rab kata الق,ل,م pada ketiga kalimat di atas. Pada kalimat pertama kata, kata الق,ل,م

yang berkedudukan sebagai mubtada (subjek) diakhiri

dengan harakat dhamah. Pada kalimat kedua kata الق,ل,م yang berkedudukan sebagai maf’ul bih (objek)

diakhiri dengan harakat fatah, sedang pada kalimat ketiga, kata الق,ل,م yang berkedudukan sebagai hal

(keterangan) diakhiri dengan harakat dengan kasrah.

Menurut ulama nahwu, salah satunya Ibn Malik (tth: 31) menyatakan

bahwa terjadi perubahan harakat akhir kata (I’rab) tersebut karena adanya ‘amil (yang memerintah).

‘Amil pada kata الق,ل,م yangpertama yangdiakhiri dengan harakat dhamah (sebagai mubtada) adalah

ibtida (permulaan).[3] Artinya karena ia berada pada permulaan kalimat. Pada kalimat kedua di mana

kata الق,ل,م menjadi maf’ul bih (objek), yang menjadi ‘amilnya adalah fi’il (ر,ى, ت ) atau fi’il dan fa’il [4](اش4

4ت9 ي ,ر, ت .[5](اش4

Adapun ‘amil pada kalimat ketiga adalah haraf jar, yaitu ba (ب).

Pada kalimat pertama, jika posisi mubtadanya diletakkan

setelah khabar (muakhar) menjadi: Iم, 1ق,ل ,ب 4ت الم,ك di manakah letak ‘amilnya? Karena sekarang mubtada, ع,ل,ى

tidak ada dalam posisi di awal (ibtida), tetapi di akhir (ta’khir). Berangkat dari permasalahan itu,

apakah adanya ‘amil sebuah keharusan? Apakah ‘amil berperan dalam menentukan makna kata?

Apakah seseorang bisa menentukan I’rab suatu kata hanya dengan mengetahui fungsi atau

kedudukan kata tersebut dalam kalimat (mubtada, khabar, maf’ul bih dsb.), tanpa harus mengetahui

terlebih dahulu mana ‘amilnya?

Page 2: AMIL, MA'MUL, AMAL (BA)

Inilah yang akan menjadi tema pembahasan dalam diskusi ini,

yaitu mengenai relevankah teori ‘amil dalam kajian nahwu, terutama dalam

pengajaran nahwu.

B.Pengertian dan Sejarah ‘Amil

‘Amil secara bahasa adalah “yang mempengaruhi” (al-muatstsir), sedang secara istilah a’mil adalah

sesuatu yang mengharuskan akhir kata beri’rab  tertentu (Al-Hasyimi, tth:74)[6]; ‘Alâmah

(1993:37([7]; ‘Abbas Hasan (tth:I:75)[8];  Ghalayaini (1987: 272)[9]

Mengenai ‘amil, Sibawaih hanya menyebut 14 kali dalam kitab-nya, di antaranya mengenai definisi

‘amil:”Aku hanya berkata kepadamu bahwa ada delapan ‘majari’ (i’rab) yang akan aku uraikan ketika

salah satu dari keempat (dari delapan) dimasuki sesuatu yang bisa menimbulkan perubahan yang

disebut dengan ‘amil (Abdussalam: 1991: 13). Dari pandangan Sibawaih inilah

pengertian ‘amil berkembang sampai sekarang.

Teori ‘amil lahir dari pemikiran Khalil bin Ahmad al-Farahidiy (100-175 H), yang merupakan guru besar

(al-Ustadz al-Akbar) bagi Sibawaih.[10] Khalil

dikenal sangat menguasai logika Aristoteles.[11] Dengan demikian, teori ‘amil sangat dipengaruhi oleh

filsafat. Ia berusaha menguraikan fenomena-fenomena kebahasaan dengan perspektif filsafat, salah

satunya adalah pemikiran kausalitas (sababiyyah). Dalam pandangan ini, segala sesuatu yang “ada” di

muka bumi ini mengharuskan “pengada”. Begitu pula dengan fenomena perubahan akhir kata atau

i’rab, mengharuskan ada sesuatu “yang

menyebabkan” hal itu terjadi. Maka Khalil menamakan penyebab itu dengan ‘amil (yang berbuat)

(‘Alamah, 1993:37-38).

C. Macam-macam ‘Amil

Al-Ghalayaini (1987: 4) membagi ‘amil menjadi dua bagian[12]:

1.      ‘Amil lafzhi, yaitu amil yang berbentuk lafazh, seperti isim-isim, fi’il atau haraf.

2.      ‘Amil ma’nawi, yaitu amil yang tidak berbentuk lafazh, artinya ada pengaruh (terhadap i’rab) tapi

tidak ada bentuknya. Amil ini biasanya hanya merofakan saja. Contohnya adalah ‘amil yang merofakan

mubtada.

Kekosongan (tajarrud) dari ‘amil lafzhi merupakan penyebab maknawi bagi rofanya mubtada dan fi’il

mudhari.[13]

D. ‘Amil, Ma’mul dan ‘Amal

Dalam kaitannya dengan ‘amil, terdapat dua istilah yang merupakan rangkaian yang tidak dispisahkan

satu sama lain, yaitu ma’mul dan amal. Ma’mul adalah kata yang bagian akhirnya berubah baik

Page 3: AMIL, MA'MUL, AMAL (BA)

dengan rofa, nashab, jazam, atau khafadh karena pengaruh amil (Ghalayaini, 1987:274).[14]

Ma’mul terbagi dua, ma’mul asli (ashalah) dan ma’mul turunan (taba’yyah). Ma’mul asli ialah ma’mul

yang dipengaruhi oleh amil secara langsung, seperti fa’il dan naibul fa’il, mubtada dan khabar, isim fi’il

naqish dan khabarnya, isim inna dan akhwatnya serta khbarnya, maf’ul-maf’ul, hal, tamyiz, mustatsna,

mudhaf ilaih, dan fi’il mudhari ) Ibid: 275).[15]

Sedang ma’mul turunan (tabaiyyah) ialah kata yang dipengaruhi ‘amil dengan perantara kata yang

diikutinya, seperti naat, athaf, taukid, dan badal. Tawabi itu dirofakan, dinashabkan, dijarkan, dan

dijazamkan karena mengikuti katasebelumnya yang dirofakan dinashabkan, dijarkan, dan dijazamkan.

Dan yangmenjadi amil ialah kata yang diikutinya (matbu’) (Ibid). Adapun ‘amal ialah efek (atsar) yang

dihasilkan dari pengaruh amil, yaitu

berupa i’rab rofa, nashab, khafadh, atau jazam (Ibid).

E. Fungsi ‘Amil

Mengenai fungsi ‘amil, Dr. Mohamed El Mukhtar Ould Bah (1996: 31) mengatakan bahwa ‘amil

berfungsi sebagai dasar untuk menafsirkan sistem i’rab dan sebagai media penegasan kaidah-kaidah

yang memiliki implikasi pada penggunaan kias dan penggalian ‘illat-‘illat.

Senada dengan Dr. Ould Bah, Abdul Karim al-Ra’idh (1988:319) mengungkapkan bahwa fungsi ‘amil

adalah untuk menafsirkan fenomena i’rab. Yaitu untuk menafsirkan hubungan antara perubahan akhir

kata

dengan perubahan makna serta kedudukannya dalam struktur kalimat.

F. Pandangan Ulama Nahwu tentang ‘Amil.

Pada awal kemunculannya, kajian nahwu hanya membahas seputar pencatatan data-data kebahasaan

(bahasa Arab) serta menginduksinya, yang akhirnya menghasilkan teori salah satunya teori i’rab serta

tanda-tanda (‘alamat). Pada periode selanjutnya adalah periode pencarian sebab dan alasan (‘illat)

bagi teori yang telah ditemukan sebelumnya seperti teori i’rab (Al-Ra’idh, 1988:319).

Di antara para ulama yang bekerja keras pada periode ini adalah Imam Khalil

Ahmad al-Farahidi dan muridnya Sibawaih. Mereka telah mengahasilkan teori ‘amil sebagai tafsiran

fenomena i’rab dalam tata bahasa Arab.

Pada periode selanjutnya teori ‘amil yang dicetuskan Khalil, dikembangkan

oleh para ulama nahwu serta dijadikan teori “mutlak” bagi kajian nahwu, seperti yang dilakukan Ibn

Malik dan Ibn Ajurum. Dan awal abad ke-11 M. seorang ulama nahwu, yang bernama Abdul Qahir Al-

Jurjani menyusun sebuah kitab yang ia beri judul Awamil al-Jurjani di mana secara khusus membahas

masalah ‘amil.

Page 4: AMIL, MA'MUL, AMAL (BA)

Namun demikian, sebuah pemikiran walau dari orang yang dianggap lebih

unggul dan lebih dahulu di bidangnya tidak akan selalu mudah diterima oleh oleh

para orang-orang yang lahir setelahnya. Begitu juga dengan teori ‘amil, tidak

semua ulama nahwu menerima pemikiran para pendahulunya. Di antara ulama yang menolak teori

‘amil adalah Ibn Jinni (330-392 H) , seorang ulama nahwu besar setelah Sibawaih. Ia berpendapat

bahwa sebenarnya yang merafakan, menashabkan, men-jar-kan, dan menjazamkan kata  ialah si

mutakallim (pembicara) sendiri, tidak oleh sesuatu yang lain (Al-Qurthubi, tth:77).

Pendapat Ibn Jinni ini kemudian diikuti oleh Ibn Madha al-Qurthubi, seorang ulama nahwu dari

Andalusia. Bahkan ia menambahkan bahwa ‘amil bagi i’rab semua kata adalah Allah swt.,

sebagaimana pada hakikatnya semua perbuatan manusia adalah ciptaan Allah swt (Ibid).  Al-Anbari

(1993: 46) menyanggah pendapat Ibn Jinni serta Ibn Madha dengan menegaskan bahwa ‘amil

sebenarnya berupa “penujukan” (amarat wa dalalat) seperti “penunjukan” sesuatu yang terbakar akan

adanya api. Penunjukan itu bisa terjadi ketika ada penunjuknya atau tidak ada. Analogi lain adalah jika

seseorang ingin membedakan dua buah baju. Kemudia ia mencelup salah satunya, maka baju yang

tidak dicelup sama posisinaya dengan baju yang dicelup.

Di antara para ulama nahwu ada yang melakukan kompromi salah satunya adalah al-Rahi. Ia

berpendapat bahwa penyebab setiap makna dalam kata ialah si pembicara, begitu pula pembuat

tanda-tanda (I’rabnya). Namun kemudian penandaan kata dengan ciri-ciri I’rab itu dipindahkan ke kata

sebagai media yang mana ada di dalamnya. Dengan begitu predikat ‘amil yang ada pada mutakalim

(manusia) pindah ke kata (bahasa) (Al-Ra’idh, 1988:371).

G. Penutup

Sebagai sebuah pemikiran filosofis, penulis melihat teori ‘amil adalah suatu hasil usaha yang luar biasa

dari para perintis kajian tata bahasa Arab atau nahwu. Mereka berusaha sekuat tenaga menyusun

teori-teori bahasa agar bahasa Arab bisa difahami dengan benar, yang mana tujuan mereka adalah

untuk memahami kitab suci al-Qur’an.

Para ulama nahwu perintis mencoba mencari dasar-dasar teori nahwu yaitu berupa hukum-hukum

dalam bahasa Arab. Hukum pada hakikatnya merupakan pernyataan yang menyatakan hubungan

antara dua variabel atau lebih dalam suatu hubungan sebab-akibat (kausalitas)

(Suriasumantri,1996:145).  Ditemukannya huruf-huruf yang menashabkan

dan menjazamkan fi’il mudhari merupakan suatu hasil perintiasan teori-teori

dalam ilmu nahwu.

Page 5: AMIL, MA'MUL, AMAL (BA)

Namun demikian tidak semua teori akan selalu kokoh tanpa cela. Pada

‘amil-amil maknawi, misalnya ‘amil rafanya mubtada adalah ibtida. Jika

mubtadanya mu’akhar, dimanakah letak ‘amilnya (ibtidanya)? Salah satu kasus ini menunjukan bahwa

teori ‘amil tidak sepenuhnya ajeg.

Jika pemikiran seperti ‘amil maknawi ini terus diterima dan diajarkan,

penulis kiran adalah suatu kesia-sian saja, terutama bagi para pemula yang

mengkaji tata bahasa Arab. Karena dalam pandangan penulis fungsi I’rab adalah untuk menandai

fungsi sintaksis kata dalam kalimat, apakah sebagai mubtada (subjek), khabar (predikat), maf’ul bih

(objek) dan sebagainya. Misalnya pada kalimat h ع,م4را I4د ي ز, ب, kita bisa langsung dapat memahami peran ض,ر,

sintaksisnya, Zaid sebagai pelaku karena sebagai mubtada, sedangkan Amar sebagai sasaran karena

sebagai objek. Dengan demikian tanpa mengetahui ‘amil-ma’mul dari kalimat tersebut, makna

kalimatnya sudah bisa ditangkap.

Kekurang urgensian kedudukan ‘amil dalam kajian nahwu, juga telah ditegaskan Tamam Hassan

(1994: 231). Ia berpendapat bahwa untuk memahami makna suatu kalimat cukup dengan memahami

qarinah-qarinah (indikator-indikator) yang ada di dalamnya. Dengan demikian menurutnya, tidak perlu

lagi memakai teori ‘amil.

Dengan demikian, penulis berkesimpulan bahwa teori ‘amil jika dilihat

dari sudut efektivitas dan efisiensi pemahaman kalimat, tidak perlu lagi

digunakan. Teori ‘amil hemat penulis hanya berlaku bagi huruf-huruf yang ketika masuk sebuah kata

dan bisa mengubah i’rabnya seperti haraf nawasib, jawazim, dan haraf jar.

Daftar Pustaka

Hassan, Tamman. 1994. Al-Lughah al-‘Arabiyyah Ma’naha wa Mabnaha. Maroko:

Dar Al-Tsaqafah.

Harun, Abdussalalam (Ed.), 1991, Kitab

Sibawaih,, Beirut,

Dazr al-Jail.

Ibn Âjurûm, tth. “Matn al-Ajurumiyyah” dalam Ahmad Zaini Dahlan.Syarh Mukhtashar Jiddan ‘ala Matn

al-Ajurumiyyah. Semarang: Maktabah Usaha Keluarga.

Al-Anbari, Kamaluddin Abi

al-Barakat. 1993. Al-Inshaf fi Masaili al-Khilaf baina al-Nahwiyyin

al-Bashriyyin wa al-Kufiyyin. Beirut:

Al-Maktabah al-‘Ashriyyah.

Page 6: AMIL, MA'MUL, AMAL (BA)

Ibn Malik.  tth.. Alfiyyah dalam Ibnu ‘Aqil Syarh

al-‘Allahmah Ibn ‘Aqil ‘ala Alfiyyah Jamaluddin Muhammad bin Abdullah bin

Malik. Indonesia:

Maktabah Nur Asia.

Al-Hasyimi, As-Sayyid

Ahmad. tth.. Al-Qawa’id al-Asasiyyah li al-Lughah al-‘Arabiyyah. Jakarta: Dinamika Berkat Utama.

‘Alâmah, Thilal. 1993. Tathawwur al-Nahwi al-‘Arabiy fi

Madrasatai al-Bashrah wa al-Kufah. Beirut:

Dar al-Fikri al-Lubnaniyyah.

Hasan, ‘Abbas. tth. Al-Nahw al-Wafi.

Ghalayaini, Al-Syaikh

Mushthafa.  1987. Jami’u al-Durus

al-‘Arabiyyah.Beirut:

Al-Maktabah al-‘Ashriyyah.

Ould Bah, Mohamed El Mukhtar. 1996. Tarikh al-Nahw al-‘Arabiy fi

al-Masyriq wa al-Maghrib. ttp: Masyurat al-Munazhzhamah al-Islamiyyah li

al-Tarbiyyah wa al-‘Ulum wa al-Tsaqafah.

Al-Ra’idh, Abdul Wakil Abdul Karim. 1988. Zhahirat al-I’rabfi

al-‘Arabiyyah. Tripoli:

Jam’iyyah al-Da’wah al-Islamiyyah al-‘Alamiyyah.

Al-Jurjani, Abdul Qahir. tth.. Awamil al-Jurjani dalam Mushtafa

al-Fathani Tashil al-Amani fi Syarh ‘Awamil al-Jurjani. Indonesia: Syirkah Nur Asia.

Al-Qurthubi, Ibn

Madha, tth. Al-Radd ‘ala al-Nuhat. Kairo: Dar al-Ma’arif.

Qaddur, Ahmad Muhammad. 1993. Madkhal ila Fiqh al-Lughah

al-‘Arabiyyah. Libanon: Dar al-Fikri al-Mu’ashir.

Suriasumantri, Jujun S. 1996. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar

Populer. Jakarta:

Sinar Harapan.

________________________________

[1] I’rab telah menjadi karakteristik bahasa-bahasa Semit yang paling tua. Dalam

bahasa Arab, I’rab merupakan pengembangan dari bahasa Semit pertama. Sampai

Page 7: AMIL, MA'MUL, AMAL (BA)

sekarang bahasa Arab menjadi bahasa Semit yang paling kaya dalam pemilikan

I’rab (Qaddur, 1993:29)

اإلعراب [2]

) آجروم ) ابن تقديرا أو لفظا عليها الد~اخلة العوامل الختالف الكلم أواخر تغيير هو

[3] باالبتداء # مبتدأ بالمبتداء  ورفعوا خبر رفع كذاك (Para ulama Nahwu Bashrah merafakan

mubtada karena” ibtida”, begitu pula merafakan khabar dengan mubtada)

[4] Menurut

madzhab Bashrah (Al-Anbari, 1993: 79).

[5] Menurut

madzhab Kufah (Al-Anbari, 1993: 78).

العامل [6]

من خاص~ وجه على الكلمة آخر كون أوجب ما النحاة اصطالح وفى المؤثر اللغة فى

.اإلعراب

العامل [7]

التعليل مع عنه المتحد~ث الكلمات من األواخر فى للتغيير الموجب السبب .هو

إعرابية [8] العالمة عنه ينشأ تاثيرا اللفظ فى يؤثر ما هو العامل

غيرهما أو المفعولية أو كالفاعلية خاص معنى إلى .ترمز

ما [9]

الرفع الخفض  يحدث أو الجزم أو النصب أو

يليه .فيما

[10] Karena dalam al-kitab karyanya,

sangat banyak ditemukan ide-ide Khalil.

[11] Khalil

mempelajari logika Aristotels dari buku terjemahan sahabat karibnya, Ibn

Muqaffa.

[12] Sejalan

dengan pandangan Al-Ghalayaini, seorang ulama nahwu yang hidup awal abad ke-10,

Abdul Qahir Al-Jurjani, menyebutkan bahwa amil dalam bidang nahwu berjumlah

seratus, yang terbagi ke dalam dua kategori besar, ‘amil-amil lafzhi dan

maknawi. Amil-amil lafzhi terbagi dua, simaiy dan qiyasiy. Sima’iy berjumlah

kurang lebih sembilan puluh satu amil yang terbagi ke dalam tiga belas macam.

Qiyasiy berjumlah tujuh amil. Adapun ‘amil maknawi berjumlah dua amil

(Al-Fathani, tth: 4-5).

Page 8: AMIL, MA'MUL, AMAL (BA)

[13]Menurut Sayyid Ahmad al-Hasyimi,

‘amil maknawi terbagi ke dalam dua bagian: (1) Ibtida, yaitu posisi di

awal kalimat seperti mubtada yang tidak ada kata yang mendahuluinya lagi dan

(2) Tajarrud, yaitu keadaan kosong seperti fi’il mudhari ketika tidak

dimasuki ‘amil nawashib dan ‘amil jawazim (Al-Hasyimi, tth:74).

المعمول [14]

فيه العامل بتأثير خفض أو أوجزم أونصب برفع آخره ~ر يتغي ما .هو

[15] Mubtada menjadi ‘amil karena

merofakan khabar; dan menjadi ma’mul karena kosong dari amil-amil lafzhi karena

ada di permulaan (ibtida). Mudhaf menjadi ‘amil karena men-jar-kan

mudhaf ilaih; dan ia menjadi ma’mul karena ia dirofakan, dinashabkan, dan

dijarkan berdasarkan ‘amil-‘amil yang masuk padanya. Sedang fi’il mudhari dan

menyerupainya (kecuali isim fi’il) menjadi ‘amil untuk kata yang terletak setelahnya

dan menjadi ma’mul bagi kata yang mendahuluinya.

Ditulis dalam Linguistik | Bertanda 'amal, 'amil, ma'mul, nahwu, teori amil | Tinggalkan sebuah Komentar »

Pemilu dan Dosa

Mei 7, 2009 oleh bsauinsgd

Oleh : Reza Sukma Nugraha

Ada ungkapan menarik dan menggelitik. Penduduk Indonesia dan umat Islam pada umumnya tidak

sukses dalam berkarier dan penghidupannya miskin. Maka, jangan ditambah dengan kepastian masuk

neraka. Demikian kira-kira yang ditulis oleh budayawan populer, Cak Nun, dalam salah satu tulisannya

di salah satu media massa. Semua orang tentu tahu, apa yang sedang ia komentari? Yaitu,

menanggapi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) perihal golput.

Lanjut Baca »

Ditulis dalam Politik | Bertanda MUI, pemilu, Politik | Tinggalkan sebuah Komentar »

Al-I`rab Fi Al-Nahw

A.        Pendahuluan

Bahasa Arab adalah bahasa utama bagi umat Islam di samping bahasa

yang lain sebagai penunjang. Hal ini karena sumber ajaran Islam semuanya

berbahasa Arab, yang harus dimengerti dan dipahami oleh semua penganutnya.

Page 9: AMIL, MA'MUL, AMAL (BA)

Bahasa Arab merupakan bahasa Al-Qur’an. Seseorang tidak akan dapat

memahami kitab dan sunnah dengan pemahaman yang benar dan selamat (dari

penyelewengan) kecuali dengan bahasa Arab. Menyepelekan dan

menggampangkan bahasa Arab akan mengakibatkan lemah dalam memahami

agama serta jahil(bodoh) terhadap permasalahan agama.

Tidak perlu diragukan lagi, memang sepantasnya seorang muslim

mencintai bahasa Arab dan berusaha menguasainya. Allah telah menjadikan

bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an karena bahasa Arab adalah bahasa yang

terbaik yang pernah ada sebagaimana firman Allah ta’ala:

,اه9   4ن ل 4ز, ,ن أ ا 1ن يوسف ) :  إ ,ع4ق1ل9ون, ت 9م4 ك ,ع,ل ل °ا 1ي ب ع,ر, hا آن (2ق9ر4

Artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa

Arab, agar kamu memahaminya”

Ibnu katsir berkata ketika menafsirkan surat Yusuf ayat 2 di atas: “Yang

demikian itu (bahwa Al -Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab) karena bahasa

Arab adalah bahasa yang paling fasih, jelas, luas, dan maknanya lebih mengena

lagi cocok untuk jiwa manusia.

Jadi, memahami bahasa Arab merupakan bagian dari agama. Dan kajian

tentang sebuah bahasa terutama bahasa Arab bagi Umat Islam menjadi satu hal

yang sangat krusial.

Juwairiyah Dahlan mengatakan bahwa mempelajari bahasa Arab sebagai

bahasa kitab suci al-Quran bagi kaum muslimin di dunia ini merupakan

kebutuhan yang amat utama. Di samping itu mempelajari bahasa Arab artinya

memperdalam pemahaman agama Islam dari sumbernya yang asli.[1]

Page 10: AMIL, MA'MUL, AMAL (BA)

Oleh karena itu penulis mencoba menyajikan sedikit hal tentang bahasa

tersebut, dengan fokus penekanan pada qa`idahbahasa itu sendiri (i`rab).

Pembahasan tersebut akan dimulai dengan pengertian, Pembagian i`rab dan

pendapat ulama tentangi`rab. Saran dan kritik konstruktif pembaca selalu

penulis harapkan untuk kesempurnaan makalah ini.

B.        Pengertian

Apabila kata-kata tersusun dalam bentuk kalimat maka sebagiannya ada

yang berubah harakat huruf akhirnya, disebabkan oleh perbedaan

kedudukannya di dalam kalimat karena perbedaan `amil yang mendahuluinya.

Dan sebagiannya ada yang tidak berubah huruf akhirnya, walaupun beberapa

`amil yang mendahuluinya berbeda-beda. Maka yang pertama - yang

mengalami perubahan - dinamakan mu`rab dan yang kedua - yang tidak

mengalami perubahan - dinamakan mabni. Maka i`rabadalah bekas yang

ditimbulkan oleh `amil pada akhir kata, sehingga akhir kata tersebut marfu`,

mansub, majrur ataumajzum, tergantung `amil yang masuk pada kata tersebut.

[2]

Mahmud Husaini Maalah mengatakan bahwa i`rab adalah berubahnya

harakat akhir kalimat dari rafa` ke nasab atau ke jar, tergantung posisinya

dalam kalimat.[3]

Sejalan dengan pendapat di atas, Salimuddin A. Rahman dkk. Juga

mengatakan bahwa i`rab adalah perubahan akhir kata baik harakat maupun

huruf yang berfungsi untuk menunjukkan kedudukan kata itu sendiri dalam

suatu kalimat.[4]

Page 11: AMIL, MA'MUL, AMAL (BA)

Sedangkan Muhammad bin Ahmad bin Abdul Bari al-Ahdali dalam al-

Kawakib al-Durriyah (Syarah Matan al-Ajrumiyah), mengatakan bahwa :

تغيير هو اإلعرب. لفظا  عليها الداخلة  العوامل  إلختالف  الكلم  أواخر تقديرا [5]أو

I`rab adalah berubahnya akhir kalimat (kata) karena berbedanya `amil

yang masuk baik secara lafzhi maupun taqdiri.

Jadi, perubahan yang disebabkan oleh `amil dinamakani`rab dan tidak

adanya perubahan oleh `amil dinamakan bina. Jadii`rab adalah suatu perubahan

di akhir kata yang terjadi disebabkan oleh masuknya `amil. Maka

jadilah harakat akhir dari kata itu dirafa`kan, dinasabkan, dijarkan ataupun

dijazamkan, tergantung kepada apa yang dituntut oleh `amil itu.

Contoh:

الهالل طلع

الهالل الناس شاهد

بالهالل الناس فرح

Dari kalimat di atas, nampak bahwa kata hilal pertama

berbaris dhommah (marfu`) karena berposisi sebagai fa`il. Sedangkan

kata hilal yang kedua berbaris fathah (mansub) karena berposisi sebagai maf`ul

bih dan pada kata hilal ketiga berbariskasrah (majrur) karena dimasuki oleh

huruf jar.

C.        Rukun I`rab

Page 12: AMIL, MA'MUL, AMAL (BA)

Dalam i`rab mesti ada empat hal atau yang disebut juga dengan

rukun i`rab,[6] yaitu:

1.   ``amil, yaitu yang memberi hukum pada salah satu tanda i`rab. Seperti

huruf jar yang memajrurkan isimatau huruf jazam yang menjazamkan fi`il

mudhari`

2.   Ma`mul, yaitu kalimat yang dipengaruhi oleh ``amil atau yang memiliki

tanda i`rab.

3.   Mauqi`, bayan tentang posisi kalimat - maudhi` al-i`rab -

seperti fa`il atau maf`ul bih atau majrur.

4.   `Alamah, harakat yang ada pada ma`mul.

Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut ini :

ينفذ لن الصبر

Kata yanfazu adalah fi`il mudhari` (ma`mul)

yang mansubdengan lan (``amil). Dan tanda nashabnya

adalah fathah(alamah) zhahirah di akhirnya. dan jumlah fi`liyah tersebut

menempati posisi rafa` (mauqi`) karena khabar dari mubtada.

D.        Macam-Macam I`rab

I`rab ada empat macam,[7] yaitu :

1.      Rafa`, Adapun rafa` mempunyai empat tanda, yaituDhommah, Wau,

Alif  dan Nun.

Page 13: AMIL, MA'MUL, AMAL (BA)

2.      Nasab, Adapun Nasab mempunyai lima tanda, yaituFathah, Alif, Kasrah,

Ya dan Hazaf Nun.

3.      Jar / Khafadh, Adapun Jar/Khafadh mempunyai tiga tanda, yaitu Kasrah,

Ya dan Fathah

4.      Jazam, Adapun Jazam mempunyai tiga tanda, yaituSukun, Membuang huruf

akhir dan Membuang Nun.

Untuk lebih jelasnya, perhatikan tabel berikut :

اإل

عر

ا

ب

و

تغ

يي

ر

أوا

خ

را

لك

لم

إل

خت

ال

HHالرف

ع

 الضمة

 

اإلسم المفرد

جمع التكسير

جمع المؤنث السالم

الفعHHل المضHHارع الHHذى لم يتصHHل بHHأخره

شيئ

جمع المذكر السالمالواو

األسHHHماء الخمسHHHة وهى أبHHHوك, أخHHHوك,

حموك, فوك, ذومال

تثنية األسماءاأللف

الفعل المضارع إذااتصل به ضمير تثنية أوالنون

ضمير جمع أو ضمير المؤنثة المخاطبة

µµµالنص

ب

اإلسم المفردالفتحة

جمع التكسير

Page 14: AMIL, MA'MUL, AMAL (BA)

ف

العو

امل

الدا

خلة

علي

ها

لفظ

ا أو

تقدي

را(

الفعل المضارع إذا دخل عليHHه ناصHHب ولم

يتصل بأخره شيئ

األسماء الخمسة وهى أباك, أخاك, حماك,األلف

فاك, ذامال

جمع المؤنث السالمالكسرة

التثنيةالياء

الجمع

حµµµµذف

النون

األفعال الخمسة التى رفعها بثبات النون

الخف

ض

اإلسم المفرد المنصرفالكسرة

جمع التكسير المنصرف

جمع المؤنث السالم

األسماء الخمسةالياء

التثنية

الجمع

اإلسم الذى ال ينصرفالفتحة

الفعل المضارع الصحيح األخرالسكونالجزم

الفعل المضارع المعتل األخرالحذف

األفعال التى رفعها بثبات النون

Page 15: AMIL, MA'MUL, AMAL (BA)

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa :

1. Kata benda tunggal (Isim Mufrad), i`rabnya adalah:

- dirafa`kan dengan dhammah

- dinashabkan dengan fathah

- dikhafadkan atau dijarkan dengan kasrah

2. Kata benda jamak yang tidak beraturan (jamak taksir), i`rabnya adalah:

- dirafa`kan dengan dhammah

- dinashabkan dengan fathah

- dikhafadkan atau dijarkan dengan kasrah

3. Kata benda jamak perempuan (Jamak Muanas Salim), i`rabnya adalah:

- dirafa`kan dengan dhammah

- dinashabkan dengan kasrah

- dikhafadkan atau dijarkan dengan kasrah

4. Kata benda yang menunjukkan dua (Isim Musanna), i`rabnya adalah:

- dirafa`kan dengan alif

- dinashabkan dengan ya

- dikhafadkan atau dijarkan dengan ya

5. Kata benda jamak laki-laki (Jamak Muzakkar Salim), i`rabnya adalah:

- dirafa`kan dengan waw

Page 16: AMIL, MA'MUL, AMAL (BA)

- dinashabkan dengan ya

- dikhafadkan atau dijarkan dengan ya

6. Kata benda yang lima (al-Asma al-Khamsah), i`rabnya adalah:

- dirafa`kan dengan waw

- dinashabkan dengan alif

- dikhafadkan atau dijarkan dengan ya

7. Lima pola kata kerja mudhari` (al-Af`al al-Khamsah), i`rabnya adalah:

- dirafa`kan dengan nun

- dinashabkan dengan membuang nun

- dijazamkan dengan membuang nun

8. Kata kerja mudhari` yang ujungnya tidak bertemu dengandhamir tasniyah, ya

muannas mukhatabah, nun taukid saqilah, nun taukid khafifah, i`rabnya adalah:

- dirafa`kan dengan dhammah

- dinashabkan dengan fathah

- dijazamkan dengan sukun

9. Kata kerja mudhari` yang ujungnya huruf ilat, i`rabnya adalah:

- dirafa`kan dengan taqdiri

- dinashabkan dengan taqdiri

- dijazamkan dengan membuang huruf ilat.

Page 17: AMIL, MA'MUL, AMAL (BA)

E.        Pembagian I`rab

I`rab terbagi kepada beberapa bagian,[8] yaitu :

1.      I`rab Lafzhi ( لفظى ( إعراب

Yang dimaksud dengan i`rab lafzhi adalah bekas yang nyata pada akhir suku

kata yang disebabkan oleh `amil.I`rab lafzhi terdapat pada kata-kata yang

dapat dii`rab, yang huruf akhirnya tidak berupa huruf `ilat (bukanmu`tal akhir)

Contoh:  المجتهد األستاذ يكرم

2.      I`rab Taqdiri   تقديرى ((إعراب

Yang dimaksud dengan i`rab taqdiri adalah bekas yang tidak kelihatan pada

akhir kata yang disebabkan oleh adanya `amil. Maka harakatnya menjadi

diperkirakan karena harakat tersebut tidak dapat dilihat. I`rab taqdiriterdapat

pada kata-kata mu`rab yang mu`tal akhir dengan huruf alif, wawu dan ya. Dan

pada kata yangmudhaf pada ya mutakallim.

Contoh:

        

     

3.      I`rab Mahalli  محلى ( (إعراب

Yang dimaksud dengan I`rab Mahalli adalah anggapan perubahan yang

disebabkan oleh `amil. Maka perubahan tersebut tidak tampak dan juga tidak

Page 18: AMIL, MA'MUL, AMAL (BA)

diperkirakan tandaharakatnya. I`rab mahalli itu terdapat pada

kata mabni .I`rab mahalli ini juga terdapat dalam hikayat .

Contoh:  تعلم من أكرمت

F.         Pendapat Ahli Tentang I`rab

Perbedaan pendapat ahli nahu tentang i`rab berkisar seputar

pertanyaan;  Apakah harakat yang ada pada akhir kalimat(kata) merupakan

tanda beragamnya makna?. Atau ia merupakan bagian dari kalimat itu sendiri?.

Para ahli nahu Arab – kecuali Abu Ali Muhammad Bin Mustanir, yang

dikenal dengan Quthrub (w.206H) – berpendapat bahwa harakat

pada i`rab menunjukkan pada makna yang berbeda, yang tergambar pada isim,

fa`il, maf`ul bih, idhafah dan sebagainya.[9]

Az-Zujaji berkata: Asal i`rab itu ada pada isim dan asal binaada

pada fi`il dan huruf. Karena i`rab sesungguhnya masuk ke dalam kalimat untuk

membedakan antara fa`il dangan maf`ul, malik dengan mamluk,

mudhaf dan mudhaf ilaih. Semua itu merupakan gambaran isim yang punya

beberapa makna dan itu tidak terjadi pada fi`il-fi`il dan tidak juga pada huruf.

[10]

Ibn faris juga berkata: adapun i`rab bertujuan untuk membedakan makna,

sehingga tercapai tujuan yang diinginkan pembicara. Apabila kita berkata

dengan ungkapan  زيد أحسن tanpa i`rab, maka tidak akan terwujud pesanما

yang disampaikan. Tetapi apabila dikatakan:

زيد؟ أحسن ما أو زيد أحسن ما أو زيدا أحسن ما

Page 19: AMIL, MA'MUL, AMAL (BA)

Dijelaskan dengan i`rab tentang makna yang diinginkannya. Dan inilah yang

dilakukan orang Arab dalam menyampaikan maksudnya, mereka memberikan

pemahaman yang berbeda melalui harakat dan lainnya.[11]

Contoh kalimat berikut ini, apabila suatu kalimat tidak

memakai i`rab maka akan memberikan makna yang beragam. Tetapi apabila

kalimat tersebut menggunakan i`rab maka akan nampak jelas makna yang

dimaksud.

محمد الناس محمد  / أكرم الناس محمد  / أكرم الناس أكرم/ أكرممحمد !الناس

Adapun Quthrub punya pandangan sendiri tentang harakat ini.

Menurutnya harakat merupakan bagian dari kalimat, untuk membebaskan

(menghindarkan) kalimat apabila bertemu dua huruf yang sukun, ketika

menyambung kalimat. Dia berkata: “sesungguhnya kalam Arab itu beri`rab,

karena isim pada kondisiwaqaf (berhenti) biasanya sukun. Walaupun disambung

dia juga akan disukunkan. Karena biasanya isim itu sukun baik dalam keadaan

berhenti maupun bersambung...., kalaupun akan diberi harakat maka itu

hanyalah sebagai akibat dari sukun.[12]

Ini adalah pendapat Quthrub, dan tidak ada pendapat sebelumnya –

sebagaimana yang kita ketahui – dan tidak ada yang mengikuti pendapatnya

baik dari kalangan linguis maupun ahli nahu. Sampai pada akhirnya

pendapatnya ini mempengaruhi pola pikir Ibrahim Anis.

Dan setelah Ibrahim Anis mempelajari bahasa Arab danlahjahnya secara

terinci dan mendalam. Lalu ia tampil dengan pandangan (pendapat) baru dalam

Page 20: AMIL, MA'MUL, AMAL (BA)

menjelaskan indikasi i`rabbahasa Arab. Di antara pandangannya adalah sebagai

berikut:

1.   Harakat i`rab itu tidak bisa dijadikan dalil. Jadi harakati`rab tidak

menunjukkan fa`il, maf`ul, idhafah dan sebagainya.

2.   Harakat-harakat itu untuk membebaskan (menghindarkan) kalimat apabila

bertemu dua huruf yang sukun ketika menyambung kalimat.

3.   Ada dua tanda yang masuk dalam membatasi harakat ketika bertemu dua

huruf yang sukun. Pertama, pengaruh sebagian huruf terhadap harakat secara

jelas, seperti pengaruh huruf halaq terhadap baris fathah. Kedua,

kecenderungan kepada harakat yang sejenis secara berurutan, atau disebut

juga dengan Vowel Harmony.

4. Para ahli Nahu klasik mendengar harakat tetapi mereka salah dalam

menafsirkannya apakah itu berbentuk fa`ilatau maf`ul dan lain-lain. Dan ketika

tidak ditemukan harakat untuk menyambung beberapa kalimat.

5.   Ketika para ahli nahu yakin bahwa harakat merupakani`rab, mereka memberi

harakat akhir kata yang tidak ada harakatnya, untuk pengembangan qawaid.

Seperti ungkapan mereka : Arrajulu Qaim dengan dhommah lampada

kata Arrajulu. Padahal cukup dengan mengatakanArrajul

Qaim dengan sukun pada huruf lam, ketika tidak ada dharurah yang

membutuhkan harakat.

6.   Ada kondisi-kondisi yang tidak butuh kepada harakat akhir kata, seperti yang

ada pada nasar dan syiir.

7.   Adapun kalimat yang mu`rab dengan huruf, setiap qabilah punya perbedaan

masing-masing, tetapi para ahli nahu mengeneralisir masalah ini.[13]

Page 21: AMIL, MA'MUL, AMAL (BA)

Ini adalah pandangan (pendapat) Dr. Ibrahim Anis dalam

menjelaskan i`rab bahasa Arab fusha. Ibrahim Anis mengatakan bahwa kamu

tidak akan mampu untuk menjelaskan perbedaanlahjah Arab ketika berhenti

(waqaf). Seperti lahjah Azd as-Sirah, orang-orang yang apabila mereka waqaf

selalu marfu`. Mereka mengucapkan dengan dhommah dan memanjangkannya,

seolah-olah ada waw. Dan apabila kasrah, mereka membaca kasrah dengan

panjang, seolah-olah ada ya.

Contoh:   بخالد؟ مررت وهل ؟ جاءخالد هل

Mereka membaca خالد  dengan خالدو. Dan

membaca خالدdengan خالدى, ketika mereka ingin waqaf.

Ibrahim Anis adalah orang yang termasuk meragukan hakikat i`rab selain

Quthrub. Sebagaimana yang sudah disinggung di awal bahwa Quthrub

berpendapat bahwa i`rab tidak masuk ke dalam bahasa Arab sebagai dalil untuk

membedakan makna. Sesungguhnya dia hanya masuk secara takhfifi ke dalam

lisan. Dan kita melihat bahwa para linguist menolak pendapat ini, dan tidak ada

satupun di antara mereka yang menerimanya.

Perbedaan pendapat tentang harakat akhir (i`rab) ini bukan hanya terjadi

di kalangan ahli nahu dan linguist Muslim, tetapi juga terjadi di kalangan

orientalis. Di antara orientalis yang meragukan hakikat i`rab sebelum Anis,

ketika mengkaji bahasa Arab fusha terutama karakteristiknya (dalam hal i`rab)

yaitu: Karl Vollers dan Paul E. Kahle, Ia berpendapat bahwa teks al-Quran yang

asli telah ditulis dengan salah satu lahjah (dialek) suku yang ada di hijaz. Pada

teks ini tidak ditemukan adanya i`rab.

Page 22: AMIL, MA'MUL, AMAL (BA)

Sedangkan orientalis yang mengakui adanya i`rab dalam bahasa Arab di

antaranya adalah Th. Noldeke dan G. Bergstrasser.

G.        Kesimpulan

I`rab adalah suatu perubahan di akhir kata yang terjadi disebabkan oleh

masuknya `amil. Maka jadilah harakat akhir dari kata itu dirafa`kan,

dinasabkan, dijarkan ataupun dijazamkan, tergantung kepada apa yang dituntut

oleh `amil itu. Rukun

Dalam i`rab itu mesti ada empat hal, yaitu:

`amil, Ma`mul,Mauqi` dan `Alamah. Dan i`rab ada empat macam,

yaitu : rafa`,nasab, Jar / Khafadh, Jazam. I`rab terbagi kepada beberapa

bagian, : I`rab Lafzhi, I`rab Taqdiri, I`rab Mahalli

Perbedaan pendapat ahli nahu tentang i`rab berkisar seputar

pertanyaan;  Apakah harakat yang ada pada akhir kalimat(kata) merupakan

tanda beragamnya makna?. Atau ia merupakan bagian dari kalimat itu sendiri?.

Pendapat pertama dianut oleh sebagian besar ulama nahu seperti az-

Zujaji,. Ibn Faris dan sebagainya. Sedangkan pendapat kedua didukung oleh

Quthrub, Ibrahim Anis dll.

Perbedaan pendapat tentang harakat akhir (i`rab) ini bukan hanya terjadi

di kalangan ahli nahu dan linguist Muslim, tetapi juga terjadi di kalangan

orientalis. Di antara orientalis yang meragukan hakikat i`rab adalah Karl Vollers

dan Paul E. Kahle. Sedangkan yang mengakui adanya i`rab dalam bahasa Arab

di antaranya adalah Th. Noldeke dan G. Bergstrasser.

Page 23: AMIL, MA'MUL, AMAL (BA)

PRINSIP UMUM PENERJEMAHAN

Menggunakan kalimat pendek. 30-45 kata per kalimat lebih dari cukup Menghilangkan kata mubazir. Singkat, simpel, langsung bisa dipahami. Menghindari bahasa yang sulit dipahami. Jika ada, disertai maknanya. Membebaskan diri dari ikatan penerjemahan konvensional yang biasanya dipengaruhi kaidah 

tatabahasa Arab. Tidak mengulang-ulang kata yang sama Kata bervariatif. Tak terpengaruh struktur asing (Bahasa Sumber)

PERSIAPAN SEBELUM MENERJEMAH

1- Membaca buku terjemahan sebagai pembanding

Variasikan terjemahan dengan buku yg Anda baca (Beda pengarang, penerjemah, penerbit) Buku pembanding bagai pengawal dalam proses penerjemahan Kata atau Susunan Kata yang indah dalam buku pembanding, tolong catat untuk 

menambah mufradat dan keindahan berbahasa2- Meraba Calon Pembaca

Perabaan/Pendeteksian calon pembaca sangat penting. Kosa kata, ketebalan buku, dan penyajian isi buku harus disesuaikan dengan calon pembaca dan keinginan penerbit

Jika calon pembaca diprediksi ‘anak-anak’, Anda harus tahu diri. Kosa kata jangan muluk-muluk. Ketebalan diminimalisir. Jangan sajikan banyak ikhtilaf.

Benar, kita tak berhak merampas hak pengarang. Tapi, kita pun harus menyikapi kenyataan. Jangan karena idealisme, buku diterjemahkan apa adanya.

3- Mempersiapkan Alat Kerja Alat Tulis

laptop, komputer, printer, bolpoint, kertas, dll. Buku Pembantu

kamus, ensiklopedi, buku pembanding, e-book, dll. Membuat Target

jadwal dan target Ruang Kerja

letakkan semua alat kerja berdekatan. Usahakan hemat 5 hal : (waktu – tenaga – ruang – gerak – biaya).

SAAT MENERJEMAH

1- Bacalah dari awal hingga akhir

Baca tema pertema, atau pasal perpasal. Lebih baik, baca satu tema tertentu dari awal sampai akhir.

Jangan menerjemah kalimat perkalimat. Bikin lama jika kita ketemu kata sulit.

Page 24: AMIL, MA'MUL, AMAL (BA)

Dengan membaca keseluruhan tema tertentu, sama halnya kita telah menjelajahi medan bertanding. Jadi, kita tahu titik-titik kelemahan.

Tandai atau tulis kata-kata/bahasan yang sulit pertema 2- Selesaikan dari yang mudah

Kata sulit, berilah tanda dengan pena/spidol/stabello. Jika kesulitan seolah tak bisa diatasi, baca kembali buku-buku pembanding yang telah 

dipersiapkan. Jangan sungkan bertanya kepada yang lebih paham. Bila perlu diskusikan dengan banyak orang. 

Tapi, jangan ditunda-tunda.  Jika belum terselesaikan, shalat dan minta pertolongan kepada Allah SWT. “Mintalah pertolongan dengan 

perantaraan sabar dan shalat” (QS. Al Baqarah [2]:153)

PASCA MENERJEMAH

1- Baca hasil terjemahan

Baca kembali hasil terjemahan Anda…!! Ringkas kalimat yang panjang. Ejaan dibetulkan. Kosa kata atau huruf yang hilang, tambahkan. Kekeliruan, benarkan. Bahasa indah jangan ditinggalkan. Kesalahan buku, selain dari diri kita, juga dari software laptop Anda. Telitilah…!

  Jangan mengulang baca hanya sekali. Bila perlu berkali-kali. Jaga reputasi Anda…!2- Coba persilahkan orang lain membaca karya terjemahan Anda

  Berbahagialah Anda, jika ada orang lain mau membaca dan mengoreksi terjemahan Anda. Sebab, ia lebih cermat mendeteksi kesalahan Anda.

  Ucapkan terima kasih kepada siapa saja yang memberi saran konstruktif proporsional…!!  Jangan patah semangat. Belajar dari pengalaman dan kesalahan adalah petualangan terindah dalam 

menghasilkan karya.  Sebuah karya adalah kepuasan yang tak ternilai harganya. Teruslah menerjemah dan berkarya

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookMateri Kuliah

DAFTAR RUJUKAN

Dahlan, Juwairiyah, Metode Belajar Mengajar Bahasa Arab,Surabaya: al-Ikhlas, 1992

al-Ghulayaini, Mustafa, Jami` ad-Durs al-Arabiyah, Beirut: al-Maktabah al-`Asriyah, 2000

Maalah, Mahmud Husaini, An-Nahwu asy-Syafi, Amman, Jordan: Daar al-Bashir, tt.

Page 25: AMIL, MA'MUL, AMAL (BA)

Muhammad bin Ahmad bin Abdul Bari al-Ahdali, al-Kawakib al-Durriyah - Juz 1 Syarah Matan al-Ajrumiyah-,Semarang: Usaha Keluarga, tt.

Rahman, Salimuddin A. dkk., Tata Bahasa Arab Untuk Mempelajari al-Quran, Bandung: Sinar Baru, 1990

at-Tawab, Ramadhan Abd., Fushul fi Fiqh al-Lughah, Kairo: Maktabah al-Khanji, 1979

Ya`qub, Emil Badi`, Fiqh al-Lughah al-Arabiyah Wakhasaaisuha, Beirut: Daaru al-Saqafah,  al-Islamiyah, 1979

[1] Juwairiyah Dahlan, Metode Belajar Mengajar Bahasa Arab,(Surabaya: al-Ikhlas, 1992), h. 20

[2] Mustafa al-Ghulayaini, Jami` ad-Durs al-Arabiyah, (Beirut: al-Maktabah al-`Asriyah, 2000), h. 18

[3] Mahmud Husaini Maalah, An-Nahwu asy-Syafi, (Amman, Jordan: Daar al-Bashir, 1991), h. 27

[4] Salimuddin A. Rahman dkk., Tata Bahasa Arab Untuk Mempelajari al-Quran, (Bandung: Sinar Baru, 1990), h. 63

[5] Muhammad bin Ahmad bin Abdul Bari al-Ahdali, al-Kawakib al-Durriyah -Syarah Matan al-Ajrumiyah- Juz 1, (Semarang: Usaha Keluarga, tt), h. 12-13

[6] Mahmud Husaini Maalah, op.cit, h.28

[7] Mustafa al-Ghulayaini, op.cit, 20-21

[8] Ibid, h. 22-27

[9] Ramadhan Abd at-Tawab, Fushul fi Fiqh al-Lughah, (Kairo: Maktabah al-Khanji, 1979), h. 371

Page 26: AMIL, MA'MUL, AMAL (BA)

[10] Ibid, h. 371-372

[11] Ibid, h.372

[12] Emil Badi` Ya`qub, Fiqh al-Lughah al-Arabiyah Wakhasaaisuha, (Beirut: Daaru al-Saqafah,  al-Islamiyah, tt), h. 132-133. baca juga Ramadhan Abd at-Tawaab, fushul fi fiqh al-Lughah. H. 372-373

[13] Ramadhan Abd at-Tawwab,op.cit, h. 374-375

Diposkan oleh KAMARUL ZAMAN, MA   di 22:52

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Tidak ada komentar:

Poskan KomentarBeranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

ARSIP BLOG

▼     2012  (1)

o ▼     Mei  (1)

Al-I`rab Fi Al-Nahw

MENGENAI SAYA

KAMARUL ZAMAN, MA

Ana Is My Self