amĀnĀh dalam al-qur’aneprints.ums.ac.id/82770/1/naskah publikasi.pdfseperti ibnu ‘abbas yang...
TRANSCRIPT
1
AMĀNĀH DALAM AL-QUR’AN
(Kajian Tematik Tafsir Al-Qur’an Al-‘Aẓim Karya Ibnu Kātsīr)
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Agama Islam
Oleh :
MUHAMMAD YUNUS
G100150019
PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
i
ii
iii
1
AMĀNĀH DALAM AL-QUR’AN
(Kajian Tematik Tafsir Al-Qur’an Al-‘Aẓim Karya Ibnu Kātsīr)
Abstrak
Al-Qur’an terdiri dari rangkaian lafaz-lafaz yang bermakna. Setiap satuan lafaz dalam Al-
Qur’an itu memiliki implikasi teologis yang mendalam. Amānāh merupakan lafaz yang
mempunyai pemahaman secara luas dan menyeluruh dalam mengarungi setiap aspek
kehidupan manusia. Amānāh disebutkan didalam Al-Qur’an itu sebanyak 14 kali yang
tersebar dalam 10 surat. Amānāh merupakan sebuah konsep dalam Al-Qur’an yang berkaitan
dengan hakikat keagamaan seorang muslim. Dalam pandangan syari’at, amānāh mengandung
banyak makna secara luas dan mencakup banyak segi pengertian. Ruang lingkupnya meliputi
menjaga harta benda, menjaga aib, memelihara kepercayaan serta mencakup segala sesuatu
yang dipercayakan kepadanya atas dasar kesadaran bahwa dirinya bertanggung jawab
dihadapan Allah swt. Skripsi ini berusaha memperoleh pandangan tentang penafsiran makna
amānāh dalam Al-Qur’an yang dikaji dari penafsiran Ibnu Kātsīr. Permasalahan pokok yang
diangkat sebagai kajian utama adalah bagaimana keterangan Ibnu Kātsīr dalam menafsirkan
ayat-ayat amānāh. Tujuan dari penelitian skripsi ini dimaksudkan untuk memperoleh suatu
hasil telaah yang komprehensif, mendalam terhadap penafsiran makna amānāh menurut
perspektif Ibnu Kātsīr serta objek-objek kajiannya. Penelitian skripsi ini merupakan
penelitian kualitatif, yang berjenis kepustakaan atau library research, dengan pendekatan
dokumentasi atau dengan mencari dan mengumpulkan berbagai data yang berkaitan dengan
penelitian ini. Penelitian ini membahas Al-Qur’an secara langsung yang didukung dengan
beberapa kitab tafsir yang representatif, kamus serta Al-Qur’an terjemah yang digunakan
untuk mencari ayat-ayat tentang amānāh. Berdasarkan hasil akhir dari penafsiran makna
amānāh menurut perspektif Ibnu Kātsīr bahwa sumber amānāh itu ada 2, yaitu dari Allah dan
Manusia. Amānāh yang bersumber dari Allah itu berisi segala bentuk perintah dan larangan.
Sedangkan amānāh yang bersumber dari Manusia itu terkait dengan segala bentuk
kepercayaan, baik berupa harta benda, jabatan, menjaga aib dan lain sebagainya. Setiap
perbuatan pasti akan dimintai pertanggungjawaban. Menjalankan tugas sesuai dengan yang
diamanatkan adalah sesuatu yang esensial dalam membangun tatanan masyarakat yang
madani dan sejahtera, terutama untuk konteks kehidupan saat ini.
Kata Kunci: Ibnu Kātsīr, Amānāh, Al-Qur’an
1. PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang mengatur tatanan hidup manusia dengan sempurna tentang
kehidupan individu dan masyarakat, baik aspek rasio, materi maupun spiritual. Agama
mengajarkan bahwa amānāh adalah asas keimanan berdasarkan sabda Nabi SAW :
سول: لا إيمان لمن لا أمانة له ولا دين لمن لا عهد له قال الر
Artinya :
2
“Tidak ada iman bagi yang tidak memiliki Amānāh dan tidak ada agama bagi orang yang
tidak memegang janji.”(HR. Ahmad)1
Selanjutnya, penelitian ini difokuskan kepada penafsiran Ibnu Kātsīr atas ayat-ayat
amānāh dalam karya tafsir yang terkenal dengan Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azim. Amānāh ini
menarik untuk dikaji dan didalami karena pertimbangan seringnya pemakaian kata ini dalam
kehidupan bermasyarakat, sehingga pemahaman yang lebih luas dan mendetail ini menjadi
sebuah keharusan dalam rangka meningkatkan nilai pemahaman kita terhadap nilai
pemahaman keagamaan. Adapun ketertarikan peneliti sehingga memilih Tafsir Ibnu Kātsīr
sebagai obyek pembahasan dalam penelitian skripsi ini, karena pertimbangan beberapa hal,
sebagai berikut:
Pertama; berkaitan dengan sosok kepribadian Ibnu Kātsīr yang merupakan seorang
mufassir klasik yang hidup pada abad ke-8 yang cara penafsiranya sangat dominan memakai
riwayat atau hadits serta para pendapat dari sahabat. Kedua; mendeskripsikan tafsir ayat-ayat
amānāh menurut perspektif Ibnu Kātsīr yang penulis anggap mampu memberikan kontribusi
yang menarik tentang tafsir ayat-ayat amanah.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang penafsiran ayat-
ayat amānāh menurut perspektif tafsir Ibnu Kātsīr serta objek-objek kajiannya.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang berjenis kepustakaan atau library research.
Penelitian pustaka ialah penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan literatur-literatur
kepustakaan. Literatur tersebut diantaranya seperti buku, majalah, dokumen, catatan, kisah
sejarah, ensiklopedi, surat kabar dan lain-lain.2 Penekanan utama dari penelitian ini adalah
mencari teori-teori, dalil, prinsip, gagasan dan lain sebagainya untuk memecahkan suatu
problem.
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan dokumentasi, yaitu dengan
mencari dan mengumpulkan berbagai data yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu dengan
1 Risalah Tarbawiyah, 2018. Amanah dalam Pandangan Islam.
https://www.google.com/amp/s/tarbawiyah.com/2018/05/22/amanah-dalam-pandangan-islamh/amp/
2 Mohamad, Ali, dkk, Pedoman Penulisan Skripsi (Surakarta: Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas
Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2018), hlm. 22.
3
melakukan penelusuran kepustakaan, kemudian mengkaji dan menelaah berbagai buku dan
tulisan, baik berupa kitab-kitab (tafsir) sebagai referensi utama maupun tulisan-tulisan para
pakar dan ahli yang berkaitan dan relevan dengan kajian penelitian ini.
Adapun dalam rumusan yang berkenaan dengan langkah-langkah yang akan
ditempuh, yaitu Pertama, menetapkan tokoh yang dikaji dan objek formal yang menjadi
fokus kajian. Kedua, menginventarisasi data dan menyeleksinya, khususnya karya-karya Ibnu
Kātsīr dan buku-buku lain yang terkait dengan penelitian ini. Ketiga, mengklasifikasikan
elemen-elemen penting terkait dengan kata amānāh dalam Al-Qur’an, mulai dari siapakah
pemberi (subjek) amānāh, objek amānāh hingga isi dari amānāh tersebut. Keempat, mengkaji
secara komprehensif penafsiran amānāh dalam Al-Qur’an menurut Ibnu Kātsīr dengan
metode deskriptif. Kelima, menyimpulkan secara cermat sebagai jawaban terhadap rumusan
masalah sehingga menghasilkan pemahaman tentang penafsiran kata amānāh secara utuh dan
sistematik.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Didalam hal ini, peneliti akan memberikan hasil analisa peneliti berdasarkan
pengklasifikasian atau pengelompokan ayat-ayat amānāh, yaitu:
3.1 Biografi Ibnu Kātsīr
Nama lengkapnya yaitu Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Ibnu Kātsīr Al-Bashri Ad-
Dimasyqi, Imaduddin Abu Al-Fidz Al-Hafiz Al-Muhaddis Asy-Syafi’i, adalah seorang pemikir
dan ulama Muslim. Namanya lebih dikenal sebagai Ibnu Kātsīr. Ia lahir pada tahun 1300 M
di Busro, Suriah dan wafat pada tahun 1372 M di Damaskus, Suriah. Ibnu Kātsīr adalah anak
dari Shihab ad-Din Abu Hafsh Amar Ibn Kasir Ibn Dhaw Ibn Zara’ al-Quraisyi, yang
merupakan seorang ulama terkemuka pada masanya. Pada usia 6 tahun ia dan kedua orang
tuanya pindah ke Damaskus dan dikota itulah ia dibesarkan.
Pada usia 11 tahun, Ibnu Kātsīr menyelesaikan hafalan Al-Qur’an, lalu dilanjutkan
memperdalam Ilmu Qiraat, dari studi Tafsir dan Ilmu Tafsir dari Syeikhul Islam Ibnu
Taimiyah (661-728 H). Sejak kepindahannya ke Damaskus, ia menjalani karir keilmuan.
Peran yang tidak sempat dimainkan ayah dalam mendidiknya, dilaksanakan oleh kakaknya,
dan kegiatan keilmuannya selanjutnya dijalani dibawah bimbingan ulama ternama
4
dimasanya.3 Ibnu Kātsīr dikenal sebagai murid Ibnu Taimiyah. Namun disamping Ibnu
Taimiyah, terdapat juga beberapa ulama yang mengajar berbagai disiplin ilmu kepadanya,
seperti Burhan al-Fazari seorang yang menganut Mazhab Syafi’i dan Kamal al-Din Ibnu
Qadhi Syuhbah. Keduanya merupakan guru utama Ibnu Katsir.
Dalam bidang hadist, Ibnu Kātsīr belajar kepada seorang ahli hadist terkenal di Syam
yang bernama Jamaluddin al-Mizzi. Buku-buku karya tokoh tersebut sempat dibaca dan
dipelajari Ibnu Katsir langsung dari pengarangnya tersebut. Begitu tertariknya Jamaluddin al-
Mizzi pada sikap dan kecerdasan Ibnu Kātsīr yang tidak lain adalah muridnya sendiri,
sehingga pada akhirnya Ibnu Katsir dijadikannya menantu.4 Dalam bidang sejarah, peranan
al-Hafiz al-Birzali, sejarawan dari kota Syam, cukup besar dalam menguasai peristiwa-
peristiwa Ibnu Katsir mendasarkan pada kitab Tarikh karya gurunya tersebut. Berkat al-
Birzali dan Tarikh nya, Ibnu Kātsīr menjadi sejarawan besar yang karyanya sering dijadikan
rujukan utama dalam penulisan sejarah Islam.
3.2 Adapun klasifikasi ayat-ayat amānāh, yaitu:
1. Amānāh dalam Bentuk Beban Kewajiban (tāklīf) dari Allah untuk Manusia dan Janji
(‘aqd)
a. QS. Al-Ahzab ayat 72
إنا عرضنا المانة على السماوات والرض والجبال فأبين أن يحملنها وأشفقن منها
نسان إنه كان ظلوما جهول وحملها ال
Artinya :
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amānāh kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amānāh itu dan mereka
khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amānāh itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS. Al-Ahzab : 72)5
Ibnu Kātsīr menyebutkan beberapa pandangan para ulama mengenai
pengertian amānāh dalam ayat ini, di antaranya Mujahid, Sa’id bin Jubair, Ad-
3 Nur Faizan Maswan, Kajian Deskriptif Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Menara Kudus, 2012), hlm. 35.
4 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: t.p, Cet 11 Edisi Revisi, 2002), hlm. 583
5 Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz Ar-Rajihi, Mushaf Al-Qur’an Terjemah (Bandung: Institut Quantum Akhyar, 2013), hlm. 427.
5
Dahak, Hasan Basri dan ulama lainnya6 yang mengatakan bahwa amānāh itu
berarti kewajiban-kewajiban. Ulama lain mengatakan bahwa amānāh pada ayat di
atas bermakna ketaatan. A’masy berkata dari Abi Al-Duha dari Masriq dua perkara,
“Ubay bin Ka’ab mengatakan termasuk dari sifat amānāh adalah seorang
perempuan yang menjaga kemaluannya. Qatadah memahaminya sebagai agama,
kewajiban dan hudud. Yang lain lagi memahaminya sebagai mandi janabah. Malik
berkata Zaid bin Aslam, dia berkata bahwa amānāh itu mengandung 3 hal, yaitu
shalat, shaum dan mandi janabah.7 Setelah menyebutkan beberapa perbedaan
pandangan para ulama mengenai pengertian amānāh dalam ayat di atas, Ibnu
Kātsīr memberikan argumen atau kesimpulan, Semua pendapat tersebut tidaklah
kontradiktif, namun saling melengkapi dan berpangkal kepada pengertian amānāh
sebagai taklif (beban kewajiban) dan penerimaan perintah serta larangan secara
bersyarat. Artinya jika seseorang melaksanakannya, maka diganjar dan jika
meninggalkannya, maka diberi sanksi. Kemudian amānāh itu diterima oleh
manusia karena kelemahan dan kebodohannya, kecuali orang yang diberi taufik
oleh Allah. Dialah tempat memohon pertolongan.8
b. QS. An-Nisa’ ayat 58
يأمركم أن تؤدوا المانات إلى أهلها وإذا حكمتم بين الناس أن إن الل
كان سميعا بصيرا ا يعظكم به إن الل نعم تحكموا بالعدل إن الل
Artinya :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amānāh kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisa’ : 58)9
Dalam QS. An-Nisa’ : 58, Allah mengabarkan lalu menyuruh kepada semua
makhluk ciptaanya agar menyampaikan amānāh kepada ahlinya. Lalu Ibnu Kātsīr
mengemukakan berbagai pandangan para ulama mengenai pengertian amānāh
dalam ayat di atas. Seperti Ibnu ‘Abbas yang berpendapat bahwa maksud amānāh
6 Al-Imam Abi Al-Fida’ Al-Hafiz Ibn Katsir Al-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim, Juz III (Beirut:
Maktabah Al-Nur Al-‘Ilmiyyah, 1992). hlm. 500 7 Ibid., hlm. 501. 8 Ibid., hlm.502.
9 Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz Ar-Rajihi, Mushaf Al-Qur’an Terjemah (Bandung: Institut Quantum
Akhyar, 2013), hlm. 87.
6
disini untuk orang baik maupun orang durhaka. Muhammad bin Hanafiyyah
berkata, “Amānāh disini bersifat umum, yakni bagi orang baik maupun orang
durhaka. Ulama lain yaitu Abu ‘Aliyah mengatakan, “Amānāh adalah apa yang
diperintahkan terhadapnya dan dilarang darinya.” Ubay bin Ka’ab berkata,
“Termasuk amānāh adalah seorang wanita yang menjaga kemaluannya.” Dan Rabi’
bin Annas berkata, “Termasuk bagian dari amānāh adalah sesuatu yang ada
diantara kamu dan diantara manusia.”
c. QS. Al-Anfal ayat 27
سول وتخونوا أماناتكم وأنتم تعلمون والر يا أيها الذين آمنوا ل تخونوا الل
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amānāh-amānāh yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.”(QS. Al-Anfal : 27)10
Ibnu Kātsīr berkomentar sebagai berikut:
قلت : والصحيح أن الية عامة وان صخ أنها وردت على سبب خاص فالخذ
بعموم اللفظ ل بحصوص السبب عند الجماهير من العلماء. والحيانة تعم الذنوب
الصغار الكبار اللازمة والمتعدية. وقال على بن أبى طلحة عن ابن عباس
}وتكون أماناتكم{, المان ة : العمال التى ائتمن الله عليها العباد يعن الفيضة,
يقولو }ل تحونوا{ ل تنقصوها, وقال فى رواية }ل تحونوا الله والرسول{ يقول
بترك سنته وارتكاب معصيته.11
Artinya :
“Ibnu Kātsīr berkata, Pendapat yang benar adalah ayat tersebut berlaku umum,
meskipun telah diriwayatkan secara shahih bahwa ayat itu turun karena suatu sebab
yang khusus. Karena menurut jumhur ulama, yang dijadikan patokan adalah
keumumam lafadz, bukan kekhususan sebab. Perbuatan khianat mencakup semua
dosa kecil dan dosa besar, baik berakibat pada diri sendiri maupun pada orang lain.
Ali bin Abi Talhah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas r.a bahwa dia berkata
berkenaan dengan firman Allah swt, “Dan janganlah kamu mengkhianati amānāh
yang dipercayakan kepadamu.”Amānāh adalah amal perbuatan yang telah Allah
10 Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz Ar-Rajihi, Mushaf Al-Qur’an Terjemah (Bandung: Institut Quantum Akhyar, 2013), hlm. 180.
11 Al-Imam Abi Al-Fida Al-Hafiz Ibnu Katsir Al-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim, Juz II (Beirut: Maktabah Al-Nur Al-‘Ilmiyyah, 1992), hlm.288.
7
percayakan kepada hamba-hamba-Nya, yaitu kewajiban-kewajiban. Dia (Ibnu
‘Abbas) berkata, “Janganlah kamu mengkhianati”, yaitu janganlah kamu
membatalkannya. Ibnu ‘Abbas r.a juga berkata dalam riwayat yang lain yang
berkenaan dengan firman Allah tersebut. Dia berkata, “Yaitu dengan meninggalkan
perintah-Nya dan melakukan kemaksiatan terhadap-Nya.”12
d. QS. Al-Mu’minun ayat 8
والذين هم لماناتهم وعهدهم راعون
“Dan orang-orang yang memelihara amanah-amanah (yang dipikulnya) dan
janjinya.”13
Jika mereka diserahi amānāh, maka mereka tidak mengkhianatinya, namun
menyampaikan kepada yang berhak menerimanya. Jika mereka berjanji atau
berakad, maka mereka memenuhinya. Maksudnya adalah bila mereka diberi
amānāh kemudian tidak mengkhianatinya dan bila berjanji kemudian tidak
melanggarnya. Inilah sifat-sifat orang beriman dan sebaliknya adalah sifat-sifat
orang munafik.
Ayat diatas menjelaskan bahwa amanah dan janji disini mencakup apa saja
yang harus dilakukan manusia baik urusan agama maupun urusan dunia, baik
perkataan maupun perbuatan. Orang-orang yang beriman adalah yang memegang
amānāh dengan memelihara dan memenuhi setiap janji, baik janjinya dengan Allah
maupun janjinya dengan sesama manusia. Apabila mereka berkata tidak berdusta,
dipercaya tidak berkhianat, apabila berjanji tidak melanggar.14
2. Amānāh dalam Bentuk Hutang Piutang (barang titipan) sesama manusia
a. QS. Al-Baqarah ayat 283
وإن كنتم على سفر ولم تجدوا كاتبا فرهان مقبوضة فإن أمن بعضكم بعضا فليؤد
ربه ول تكتموا الشهادة ومن يكتمها فإنه آثم قلبه الذي اؤتمن أمانته وليتق الل
بما تعملون عليم و الل
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu
tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya
(hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah
12 Salim Bahreisyi, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Jilid II (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1993). hlm.562. 13TafsirQ.com, Tafsir Al-Qur’an dan Hadist.
https://tafsirq.com/23-al-muminun/ayat-8 14 Sahmiar Pulungan, “Wawasan Tentang Amanah Dalam Al-Qur’an” Disertasi Program Pasca Sarjana
UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta 2006). hlm.44-45.
8
kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya;
dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”15
Dalam menafsirkan ayat diatas, Ibnu Kātsīr menyebutkan sebuah riwayat dari
Ibnu Abi Hatim yang meriwayatkan dengan sanad yang baik dari Abi Sa’id Al-
Khudri, dia berkata: هذه ما نسخت قبلها bahwa ayat ini menaskh ayat sebelumnya, (yaitu
firman Allah swt, ‘Maka catatlah.. ‘). Kemudian Ibnu Kātsīr melanjutkan :وقال الشعبى"
Al-Sya’bi berkata, “Jika sebagian kamu .اذا نتمن بعضكم بعضا فلا بأس أن ل تكتبوا أو ل تشهدوا"
mempercayai sebagian yang lain, maka tidak apa-apa apabila kamu tidak mencatat
dan tidak mempersaksikannya.”16
3. Amānāh dalam Bentuk Kepercayaan dan Aman
a. QS. Al-A’raf ayat 68
أبل غكم رسالت رب ي وأنا لكم ناصح أمين
“Aku menyampaikan amānāh-amānāh Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah
pemberi nasehat yang terpercaya bagimu".17
Pada ayat diatas, Ibnu Kātsīr berkata:
الصفات التى يتصف بها رسول البلاغ والنصح والمانةوهذه
Itulah sifat-sifat yang harus dimiliki para Rasul: yaitu menyampaikan
risalah dakwah, memberi nasehat dan menunaikan amānāh (terpercaya).18
b. QS. Asy-Syu’ara ayat 107
رسولمين إن ي لكم
“Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu.”
(QS. Asy-Syu’ara : 107, 125, 143, 162 dan 178).19
Pada ayat diatas, disebutkan sebanyak 5 kali dalam satu surat yang sama.
Ayat-ayat tersebut ialah ayat ke 107, 125, 143, 162 dan 178. Namun, mengarah
pada objek yang berbeda. Objek-objek tersebut ialah Nabi Nuh, Hud, Saleh, Lut
15 Ibid.,
https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-283 16 Imam Al-Jalil Al-Hafiz ‘Imad Al-Din Abi Al-Fida Ismail Ibnu Katsir Al-Quraisyi Al-Dimasyqi, Tafsir
Al-Qur’an Al-Azim, Juz I (Semarang: Toha Putra, tt), hlm. 43. 17 TafsirQ.com, Tafsir Al-Qur’an dan Hadist.
https://tafsirq.com/7-al-araf/ayat-68 18 Al-Imam Abi Al-Fida’ Al-Hafiz Ibnu Katsir Al-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim, Juz II (Beirut:
Maktabah Al-Nur Al-‘Ilmiyyah, 1992), hlm. 215. 19 Ibid.,
https://tafsirq.com/26-asy-syuara/ayat-107
9
dan Syu’aib. Pada pembahasan akhir dalam menafsirkan ayat di atas, Ibnu Kātsīr
berkata:
والصحيح أنهم أمة واحدة وصفوا فى كل مقام بشيئ ولهذا وعظ هؤلء وأمرهم
بوفاء المكيال والمزان كما فى قصة مدين سواء بسواء فدل ذلك على أنهما أمة
واحدة.
Dari uraian tersebut, peneliti dapat mengambil pengertian bahwa dalam QS.
Asy-Syu’ara ayat 107, 125, 143, 162 dan 178 yaitu amānāh dengan makna
kepercayaan, maksudnya adalah sifat yang dimiliki seseorang, yaitu sifat
terpercaya, selalu jujur, setia dengan ucapan dan tidak berdusta. Amānāh
merupakan satu sifat yang wajib dimiliki oleh seorang Rasul. Gelar tersebut
diberikan kepada, yakni Nabi Nuh as (ayat 107), Nabi Hud as (ayat 125), Nabi
Saleh as (ayat 143), Nabi Luth as (ayat 162) dan Nabi Syu’aib (ayat 178). Ayat-
ayat tersebut mengisyaratkan bahwa Rasul diberi kepercayaan dan kepercayaan
yang dimaksud disini adalah risalah atau agama Allah swt untuk mengatur
kehidupan manusia.20
c. QS. At-Takwir ayat 21
مطاع ثم أمين
“Yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya.”21
Kata المين dalam ayat diatas dimaknai dengan "صفة لجبريل بالمانة" adalah
sifat yang dimiliki Jibril as, yaitu amānāh dan dapat dipercaya.22 Hal ini
merupakan suatu perkara yang sangat agung karena Allah swt menyucikan
hamba-Nya dan utusan-Nya (Malaikat Jibril) sebagaimana Allah swt menyucikan
hamba-Nya dan utusan-Nya (Muhammad saw) dengan firman-Nya: وما صاحبكم
-yang artinya adalah “Dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah sekali ”بمجنون"
kali orang yang gila”. Dari uraian tersebut, peneliti mendapatkan pengertian
bahwa dari ayat yang terdapat dalam QS. At-Takwir: 21 tersebut, diketahui bahwa
amānāh bukan saja diberikan kepada manusia, alam tetapi amānāh juga dapat
20 Ibnu Katsir Al-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim, Juz III, hlm. 334. 21 Ibid.,
https://tafsirq.com/81-at-takwir/ayat-21 22 Al-Imam Abi Al-Fida’ Al-Hafiz Ibnu Katsir Al-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim, Juz IV (Beirut:
Maktabah Al-Nur Al-‘Ilmiyyah, 1992), hlm. 481.
10
disematkan kepada malaikat, khususnya kepada malaikat Jibril as selaku
penghubung yang membawakan wahyu dan risalah Allah swt dengan para nabi-
Nya.
d. QS. An-Naml ayat 39
قال عفريت من الجن أنا آتيك به قبل أن تقوم من مقامك وإن ي عليه لقوي أمين
“Berkata 'Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: "Aku akan datang kepadamu
dengan membawa singgsana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat
dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat
dipercaya”23
Berkatalah Ifrit dari golongan Jin, “Aku akan datang kepadamu dengan
membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat
dudukmu.” Ibnu ‘Abbas berkata, “Sebelum engkau bangun dari singgasanamu.”
Mujahid berkata, “Tempat dudukmu.” As-Suddi dan lainnya berkata, “ قوى على
Yakni, kuat untuk memikulnys dan terpercaya untuk ”حمله أمين ما فيه من الجوهر
menjaga permata yang terdapat didalamnya.24
e. QS. At-Tin
ذا البلد المين وه
Artinya :
“Dan demi negeri (Makkah) yang aman ini.” (QS. At-tin : 3)25
Yang dimaksud المين (aman) pada ayat diatas yaitu kota Makkah. Pendapat
ini dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Mujahid, Ikrimah, Al-Hasan, Ibrahim An-Nakhai,
Ibnu Zaid dan Ka’ab Al-Ahbar dan tidak ada perselisihan dalam ayat ini.26
Sebagian para Imam berkata: Ketiga tempat ini adalah lokasi diutusnya seorang
Nabi yang tergolong dalam Ulum Azmi, yang diturunkan syari’at besar kepada
mereka, yaitu: Pertama, Tempat Tin dan Zaitun, yaitu Baitul Maqdis yang diutus
kesana adalah Nabi ‘Isa as, Kedua, Sinin, yaitu Gunung Sinai, tempat Allah
berbicara dengan Nabi Musa as. Ketiga, Makkah, yaitu negeri yang aman. Orang
23 Ibid.,
https://tafsirq.com/27-an-naml/ayat-39 24 Ibnu Katsir Al-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim, Juz III, hlm. 336.
25 Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz Ar-Rajihi, Mushaf Al-Qur’an Terjemah (Bandung: Institut Quantum
Akhyar, 2013), hlm. 597. 26 Al-Imam Abi Al-Fida’ Al-Hafiz Ibnu Katsir Al-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim, Juz IV (Beirut:
Maktabah Al-Nur Al-‘Ilmiyyah, 1992), hlm. 529.
11
yang masuk ke negeri itu akan aman dan itulah tempat Allah swt mengutus
utusan-Nya, yaitu Muhammad saw.
4. PENUTUP
Berdasarkan kepada uraian data dan analisis yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan
bahwa penafsiran amānāh dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Aẓim karya Ibnu Kātsīr ini adalah
sebagai berikut:
4.1 Amānāh dengan pengertian pembebanan (tāklīf) dan Amānāh dengan makna perjanjian
(‘aqd). Dalam hal ini penafsiran amānāh dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Aẓim karya Ibnu
Kātsīr itu terdapat dalam QS. Al-Ahzab: 72, QS. An-Nisa’: 58, QS. Al-Anfal: 27 dan QS.
Al-Mu’minun: 8. Ketika Allah ingin melihat kadar keimanan hamba-Nya, Ia menetapkan
seperangkat perintah dan larangan untuk dijalankan dan dihindari oleh manusia. Pada
hakikatnya pembebanan tersebut demi kebaikan dan kepentingan manusia itu sendiri,
sebaliknya ketika mereka menghindari tāklīf tersebut berarti mereka menolak kebaikan
yang sudah direncanakan oleh Allah swt untuk dirinya, yaitu kebahagiaan hidup di dunia
dan akhirat. Adapun Amānāh dengan makna perjanjian, perjanjian (‘aqd) merupakan
pembebanan atas diri sendiri dan pertanggungjawaban kepada Allah swt.
Pertanggungjawaban tidak hanya menyangkut dilaksanakan atau tidaknya perjanjian
tersebut, namun perlunya loyalitas dan disiplin terhadap pelaksanaanya. Setiap janji dan
ikrar yang dibuat harus dipenuhi dan dilaksanakan semaksimal mungkin sesuai dengan
janji yang telah disepakati. Pengingkaran janji adalah pengingkaran amanah dan
pengingkaran pertanggungjawaban kepada Allah swt dan termasuk dalam kategori
munafik;
4.2 Amānāh dengan pengertian barang titipan (hutang). Dalam hal ini menurut penafsiran
amānāh dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Aẓim karya Ibnu Kātsīr itu terdapat dalam QS. Al-
Baqarah: 283. Maksudnya adalah setiap barang yang dipercayakan seseorang kepadanya
untuk dijaga, disimpan, dipelihara, atau disampaikan kepada orang lain, atau titipan yang
akan diambil pada saat dikembalikan. Amānāh dengan pengertian ini menuju kepada
terciptanya hubungan saling membutuhkan yang harmonis diantara sesama manusia;
4.3 Amānāh dengan makna kepercayaan. Dalam hal ini penafsiran amānāh dalam Tafsir Al-
Qur’an Al-‘Aẓim karya Ibnu Kātsīr itu terdapat dalam QS. Al-A’raf: 68, QS. Asyu’ara:
107, 125, 143, 178, QS. At-Takwir: 21, QS. An-Naml: 39 dan QS. At-Tin: 3. Maksudnya
adalah suatu hal yang berkaitan dengan integritas moral seseorang, seperti jujur, tidak
12
berdusta, memenuhi janji dan bisa dipercaya. Amānāh dalam pengertian ini menekankan
titik kejujuran dalam membersihkan diri untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Sifat
ini merupakan tanggung jawab orang yang beriman agar memiliki kejujuran dalam
rangka merealisasikan sifat terpuji yang dimiliki oleh para Nabi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz Al-Rajhi, Syaikh Abdullah. 2013. Mushaf Al-Qur’an. Bandung: Institut Quantum
Akhyar.
Abd Al-Baqi, Muhammad Fuad. 1981. Al-Mu’jam Al-Mufahraz li Alfaz Al-Qur’an Al-Karim.
Beirut:Dar Al-Fikr.
Al-Bukhori, Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah. 1417H/1997M.
Al-Jami’ Al-Shahih, Juz I. Beirut: ‘Alam Al-Kutb.
Al-Dimasyqi, Al-Imam Abi Al-Fida’ Al-Hafiz Ibnu Katsir. 1992. Tafsir Al-Qur’an Al-Azim.
Juz II. Beirut: Maktabah Al-Nur Al-‘Ilmiyyah.
________ Tafsir Al-Qur’an Al-Azim. 1992. Juz III. Beirut: Maktabah Al-Nur Al-‘Ilmiyyah.
________ Tafsir Al-Qur’an Al-Azim. 1992. Juz IV. Beirut: Maktabah Al-Nur Al-‘Ilmiyyah.
Al-Quraisyii, Imam Al-Jalil Al-Hafiz ‘Imad Al-Din Abi Al-Fida’ Ismail Ibnu Katsir Al-
Quraisyi. T.th. Tafsir Al-Qur’an Al-Azim. Juz I. Semarang: Toha Putra.
_________ Tafsir Al-Qur’an Al-Azim. Juz I. Semarang: Toha Putra.
Al-Baqi, Muhammad Fuad Abd. 1981. Al-Mu’jam Al-Mufahraz lil Al-Qur’an Al-Karim.
Beirut: Dar Al-Fikr.
Al-Alusi, Abu Al-Fadl Syihab Al-Din Mahmud. t.th. Ruh Ma’ani Fi Tafsir Al-Qur’an Al-Azim
Wa Al-Sab Al-Ma’ani. Beirut: Dar Ihya Al-Turas Al-Arabi.
Ali, Mohammad. 2018. Pedoman Penulisan Skripsi. Surakarta: Program Studi Pendidikan
Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Ar-Rifa’i, Muhammad Nashib. Kemudahan Dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, terj.
Syihabuddin. Jakarta: Gema Insani Press, 1999.
Baidan, Nashruddin. 2002. Metode Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bahreisy, Salim. 1994. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Katsir, Al-Hafiz Imaduddin Abu Al-Fida’ Ismail Ibnu Tafsir Ibn. 2007. Tafsir Juz Amma terj.
Farizal Tirmizi. Jakarta: Pustaka Azzam.
13
Kementrian Agama RI. 2012. Tafsir Al-Qur’an Tematik “Etika Berkeluarga, Bermasyarakat
dan Berpolitik”. Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia.
Manzur, Abu Al-Fadl Jamal Al-Din Muhammad Ibnu Makrom Ibn. 1995. Lisan Al-Arab. Juz
16, cet I. Beirut: Dar Shadr.
Maraghi, Ahmad Mustafa. 1986. Tafsir Al-Maraghi terj. Bahrun Abu Bakar dkk. Semarang:
Toha Putra.
Munawwir, A.W. 1997. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap. Surabaya: Pustaka
Progresif.
Mustaqim, Abdul. 2014. Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir. Yogyakarta: Idea Press
Yogyakarta.
Maswan, Nur Faizan. 2012. Kajian Deskriptif Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Menara Kudus.
Mahmud, Mani Abd Halim. 2006. Metodologi Tafsir Kajian Komprehensif Metode Para Ahli
Tafsir terj. Faisal Saleh dkk. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Nazir, Moh. 1985. Metode Penelitian. Jakarta Timur: Ghalia Indonesia.
Pulungan, Sahmiar. 2006. “Wawasan Tentang Amanah dalam AL-Qur’an”. Jakarta: Disertasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Rahmawati, Diah. “Penafsiran Kata Amanah Dalam Al-Qur’an Menurut Tabataba’i dan
Sayyid Qutb.” Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta 2008.
Shaleh, Qamaruddin. 1995. Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat Al-
Qur’an. Bandung: CV Diponegoro.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.
Shihab, M. Quraish. 1992. Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan.
Suyuti, Jalaludin. 2008. Asbabun Nuzul Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an terj. Tim Abdul.
Jakarta: Gema Insani.
Tim Baitul Kilmah Jogjakarta. 2013. Ensiklopedia Pengetahuan Al-Qur’an dan Hadits.
Jakarta: Kamil Pustaka.
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah. 2002. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: t.p, Cet
11 Edisi Revisi.
Wassil, Jan Ahmad. 2009. Tafsir Al-Qur’an Ulul Albab. Bandung: PT Karya Kita.
14
Jurnal, Skripsi dan Sumber Internet
Hidayat, Manarul. 2015. “Konsep Amanah Perspektif Al-Qur’an Menurut Tafsir Al-Mishbah
dan M. Quraish Shihab”. Banten: Skripsi Fakultas Ushuluddin IAIN Sultan Maulana
Hasanuddin.
Jurnal, Ushuluddin. Adab dan Dakwah. Vol I. https://risalahmuslim.id/setiap-kalian-adalah-
pemimpin/
Rahmawati, Diah. 2008. “Penafsiran Kata Amanah dalam Al-Qur’an Menurut Tabataba’i
dan Sayyid Qutb”. Yogyakarta: Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga.
Risalah Tarbawiyah, 2018. Amanah dalam Pandangan Islam.
https://www.google.com/amp/s/tarbawiyah.com/2018/05/22/amanah-dalam-
pandangan-islamh/amp/
Nur Romadlon, Arif Firdaus. 2011. “Penafsiran Amanah Menurut Hamka, M. Quraish
Shihab dan Depag”. Yogyakarta: Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga.
http://repository.uinsu.ac.id/4644/4/BAB%2011%202.pdf.
TafsirQ.com. Tafsir Al-Qur’an dan Hadits. https://tafsirq.com/23-al-muminun/ayat-8
TafsirQ.com. Tafsir Al-Qur’an dan Hadits. https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-283
TafsirQ.com. Tafsir Al-Qur’an dan Hadits. https://tafsirq.com/7-al-araf/ayat-68
TafsirQ.com. Tafsir Al-Qur’an dan Hadits. https://tafsirq.com/12-yusuf/ayat-54
TafsirQ.com. Tafsir Al-Qur’an dan Hadits. https://tafsirq.com/26-asy-syuara/ayat-107