karyatulisilmiah.com · web viewbab i stroke 1.1 definisi stroke terjadi ketika pasokan darah ke...
Post on 13-Mar-2019
213 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
STROKE
1.1 Definisi
Stroke terjadi ketika pasokan darah ke bagian otak terganggu atau sangat
berkurang, sehingga jaringan otak kekurangan oksigen dan makanan. Dalam beberapa
menit, sel-sel otak mulai mati. (Mayo,2014)
Kata stroke merupakan istilah inggris yang berarti pukulan, pada istilah
kedokteran stroke sendiri digunakan untuk menamakan sindrom hemiparesis atau
hemiparalisis akibat lesi vascular yang bisa muncul dalam beberapa detik sampai
hari, tergantung dari jenis penyakit kausanya. Sebagaimana dijelaskan bahwa terdapat
bagian otak yang secara tiba-tiba tidak mendapat jatah darah lagi karena arteri yang
menyuplai daerah itu mengalami sumbatan atau terputus. Penyumbatan itu bisa
terjadi secara mendadak, secara berangsur-angsur ataupun tiba-tiba namun
berlangsung hanya sementara (Sidharta, 2010).
Menurut Bahrudin sediri, stroke merupakan suatu sindroma yang ditandai dengan
gangguan fungsi otak, fokal atau global, yang timbul mendadak, berlangsung lebid
dari 24 jam atau berakhir dengan kematian tanpa penyebab yang jelas selain vaskular.
Jadi stroke adalah kelainan jaringan otak yang disebabkan oleh gangguan aliran
darah. (Bahrudin, 2013)
Menurut WHO, stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh
karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa
detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai
dengan daerah fokal otak yang terganggu.
1
1.2 Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO pada tahun 1999 diperkirakan 5,54 juta orang
meninggal akibat stroke. Jumlah ini merupakan 9,5% dari seluruh kematian di dunia.
Selain itu stroke juga mengakibatkan kecatatan. Pada tahun 1999, 50 juta orang
mengalami kecatatan akibat stroke (Bahrudin,2013). Di Amerika stroke merupakan
penyebab kematian nomer tiga dan terdapat 750.000 orang terserang stroke (Davis,
2005).
Data stroke di Indonesia menunjukan peningkatan terus baik dalam hal kejadian,
kecatatan, maupun kematian. Angka kematian berdasarkan umur adalah sebesar
15,9% (umur 45-55 th) dan 26,8 % (umur 55-64 th), dan 23,5% (umur >65th).
Kejadian stroke sebesar 51,6/100.000 penduduk, dan kecatatan 4,3% dan semakin
memberat, penderita laki-laki lebih banyak daripada penderita perempuan. (Misbach
et al, 2011)
Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan
keganasan. Stroke diderita oleh ± 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya.
Stroke merupakan penyebab utama cacat menahun. Pengklasifikasiannya adalah 65-
85% merupakan stroke non-hemoragik (± 53% adalah stroke trombotik dan 31%
adalah stroke embolik) dengan angka kematian stroke trombotik ± 37% dan stroke
embolik ± 60%. Presentasi stroke hemoragik hanya sebanyak 15-35%. ± 10-20%
disebabkan oleh perdarahan atau hematom intraserebral, dan ±5-15% perdarahan
subarachnoid. Angka kematian stroke hemoragik mencapai 20-30%.
Prevalensi stroke di USA adalah 200 per 1000 orang pada rentang usia 45-54
tahun, 60 per 1000 pada rentang usia 65-74 tahun dan 95 per 1000 orang pada rentang
usia 75-84 tahun. Presentasi kematian mencapai 40-60%.
2
1.3 Klasifikasi
A. Pembagian stroke berdasar gambaran manifestasi klinis :
TIA (Transient Ischemic Attack)
Gambaran defisit neurologis secara tiba-tiba, defisit tersebut hanya
berlangsung sementara (tidak lebih dari 24 jam) dan disfungsi fokalnya
bersifat reversibel.
Stroke in Evolution
Menggambarkan perkembangan defisit neurologis yang berlangsung
secara bertahap dan berangsur-angsur dalam beberapa jam sampai 1 hari.
RIND (Reversible Ischemic Neurological Deficit)
Disfungsi fokal yang reversibel dalam waktu lebih dari 24 jam.
Completed Stroke
Dibagi menjadi dua yaitu hemoragik dan non-hemoragik.
Merupakan kasus hemiplegia yang disajikan pada tahap dimana tubuh
penderita sudah mengalami kelumpuhan sesisi yang tidak
memperlihatkan progresi lagi.
B. Pembagian stroke berdasar sifat gangguan aliran darah :
Non Hemoragik (iskemik)
Dibagi menjadi dua yaitu thrombosis dan emboli.
Hemoragik
Dibagi menjadi dua yaitu subarachnoidal dan intraserebral.
3
1.4 Etiologi
Stroke terjadi ketika pasokan darah ke otak terganggu atau berkurang . Hal ini
membuat otak kekurangan oksigen dan nutrisi , yang dapat menyebabkan sel-sel otak
untuk mati . (Mayo,2014)
Stroke dapat disebabkan oleh arteri yang tersumbat ( stroke iskemik ) atau
pembuluh darah bocor atau pecah ( stroke hemoragik ) . Beberapa orang mungkin
mengalami gangguan sementara aliran darah melalui otak mereka ( transient ischemic
attack , atau TIA ) . (MayoClinic team,2014)
1. Stroke Iskemik
Sekitar 85 persen dari stroke adalah stroke iskemik . Stroke iskemik terjadi ketika
arteri ke otak Anda menjadi menyempit atau tersumbat , yang menyebabkan
aliran darah sangat berkurang ( iskemia ) . Stroke iskemik yang paling umum
termasuk :
a. Stroke trombotik : Stroke trombotik terjadi ketika gumpalan darah ( thrombus
) terbentuk di salah satu arteri yang memasok darah ke otak Anda . Bekuan
darah dapat disebabkan oleh timbunan lemak ( plak ) yang menumpuk di
4
arteri dan menyebabkan aliran darah berkurang ( aterosklerosis ) atau kondisi
arteri lainnya .
b. Stroke embolik . Stroke emboli terjadi ketika gumpalan darah atau bentuk
puing-puing lain yang asalnya bukann dari otak (biasanya dalam jantung) dan
ikut mengalir dalam aliran darah dan dapat mengenai arteri otak sehingga
pembuluh darah di otak menjadi terhambat. Jenis bekuan darah disebut
embolus .
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi bila pembuluh darah di otak mengalami kebocoran atau
pecah . Perdarahan otak dapat disebabkan oleh banyak kondisi yang mempengaruhi
pembuluh darah , termasuk tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol ( hipertensi )
dan dinding pembuluh darah yang inadekuat ( aneurisma ) .
Penyebab kurang umum dari perdarahan adalah pecahnya pembuluh darah
berdinding tipis yang abnormal ( malformasi arteriovenosa ). Jenis stroke hemoragik
meliputi:
a. Perdarahan intraserebral : pembuluh darah di otak pecah dan keluar ke dalam
sel-sel otak dan disekitar jaringan otak . Tekanan darah tinggi , trauma ,
kelainan pembuluh darah , penggunaan obat pengencer darah dan kondisi lain
dapat menyebabkan perdarahan intraserebral .
b. Subarachnoid hemorrhage . Dalam pendarahan subarachnoid , arteri di
permukaan otak atau disekitarnya pecah dan keluar keruangan antar
permukaan otak dan tengkorak.Perdarahan ini sering ditandai dengan tiba-tiba
dan diserta sakit kepala parah .
1.5 Faktor Resiko (Rokamm, 2004)
Non Modifiable Modifiable
Umur
Jenis kelamin
Riwayat keluarga
Hipertensi
Penyakit jantung (atrial fibrilasi)
Diabetes Melitus
5
Etnik ras Hiperkolesterolemia
Penyakit arteri carotis asimtomatis
Perokok
Konsumsi alkohol
TIA
Obesitas
Inakitivitas fisik
Hiperhormociteinemia
Pengguna obat-obatan terlarang
Terapi pengganti hormon
Pengguna oral kontrasepsi
Proses inflamasi
Hiperkoagulabilitas
6
7
1.6 Peran CO2 dan O2 dalam Peredaran Darah Serebral
Dalam lingkungan dengan CO2 tinggi arteri serebral berdilatasi dan CBF
bertambah, karena resistensi vascular menurun. Jika kadar CO2 menurun, misalnya
selama hiperventilasi, arteri serebral menyempit dan CBF cepat menurun. Reaksi
konstriksi dan dilatasi itu terjadi dalam beberapa detik saja. Kemampuan untuk
bereaksi terhadap naik turunnya tekanan CO2 arterial (PCO2) itu semakin berkurang
dengan bertambahnya umur.
Tekanan O2 arterial menurun pada keadaan hipoksia atau anoksia karena sebab
apapun. Keadaan tersebut menimbulkan vasodilatasi dan bertambahnya CBF. Reaksi
tersebut terjadi secara menyeluruh ataupun regional. Sebaliknya, PO2 yang
meningkat mengakibatkan vasokonstriksi dan turunnya CBF. Walaupun reaksi ini
berlaku, inhalasi 100% O2 meningkatkan lebih lanjut jatah O2 yang tersedia untuk
suatu daerah otak yang iskemik (misalnya pada stroke) dengan jalan meningkatkan
selisih tekanan antara arteriola dan kapiler. Sifat pengaruh O2 terhadap dinding
pembuluh darah belum diketahui. Tetapi reaksi terhadap O2 cepat sekali dan
mungkin bereaksi langsung terhadap kemoreseptor yang berada di dinding pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang timbul sebagai reaksi terhadap PO2 itu ternyata tidak
terkait pada penurunan PCO2 akibat hiperventilasi. Lagi pula vasokonstriksi dan
vasodilatasi yang dihasilkan akibat pasang surutnya Po2 tidak sebesar yang
diakibatkan oleh fluktuasi PCO2. Namun demikian, selama hipoksia berat
berlangsung, efek vasodilatasi akibat penurunan PO2 menjadi lebih besar.
8
BAB II
STROKE INFARK
2.1 Definisi
Suatu kondisi dimana suplai darah tidak dapat disampaikan ke daerah di otak
oleh karena arteri yang bersangkutan tersumbat. Stroke infark dapat dibagi menjadi
stroke trombotik dan stroke embolik (Sidharta, 2004).
2.2 Faktor Resiko
Dapat dibagi menjadi faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi dan yang
dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang tidak dapat dimodisikasi antara lain: usia, ras,
jenis kelamin, riwayat keluarga menderita penyakit vascular. Sedangkan faktor resiko
yang dapat dimodisikasi antara lain : hipertesi, penyakit jantung, obesitas, resistensi
insulin, sindroma metabolik, diabetes, merokok, dislipidemia, inaktifitas fisik, oral
kontrasepsi, menderita TIA atau stroke sebelumnya, (Hasan, 2011).
2.3 Patofisiologi
Stroke ischemik terjadi oleh karena ischemia serebri fokal. Turunnya aliran
darah fokal akan mengganggu metabolism dan fungsi dan metabolism neuron. Bila
kondisi ini tidak segera di atasi, maka akan menyebabkan kerusakan sel irreversibel.
Secara patologis jaringan infark terlihat sebagai pan-nekrosis fokal sel neuron, glia,
dan pembuluh darah.
Ischemia neuron adalah proses biokimia aktif yang berkembang dengan
berjalannya waktu. Berkurangnya kadar oksigen dan glukosa menyebabkan
berkurangnya energy yang diperlukan untuk memelihara potensial membrane dan
gradient ion trans membrane.
9
Bila terjadi ischemia inkomplet, maka sel tersebut akan hidup lebih lama seperti
yang ada pada daerah disekitar infark yang disebut area penumbra. Apabila aliran
darah pada daerah ischemia membaik sebelum terjadi kerusakan yang irreversibel,
maka gejala yang timbul dalam beberapa saat, namun bila hal ini menyebabkan
ischemia jaringan otak irreversibel maka defisit neurologis yang terjadi akan
menetap.
Terdapat dua mekanisme pada stroke ischemia yaitu stroke yang disebabkan
oleh thrombus dan stroke yang disebabkan oleh emboli. Sekitar 2/3 stroke ischemia
disebabkan oleh thrombosis sedang 1/3 nya disebabkan oleh karena emboli, (Hasan,
2011).
10
2.4 Gejala Klinis:
Gambaran klinis stroke ischemia tergantung pada area otak yang mengalami
ischemia.
Gejala klinis berdasarkan letak oklusi:
A. serebri anterior : biasa nya bersifat embolisasi. Paralisis kaki dan tungkai
kontralateral dengan hipestesia kontralateral , reflex memegang pada tangan
sisi kontralateral, hilangnya semangat hidup (abulia)`, hilangnya pengendalian
gerakan untuk melangkahkan kedua tungkai, mengulang-ulangi saja suatu
kata atau pernyataan dan hilangnya kelola terhadap kandung kemih
(ngompol), ( Sidharta, 2004)
A. serebri media : biasanya bersifat embolisasi. Bila seluruh arteri yang
terkena maka gambaran klinisnya : hemiparalisis dan hemihipestesia
kontralateral, hemianopia homonym kontralateral dengan deviasi kearah lesi,
afasia jika hemisferiium dominan yang terkena. Jika salah satu cabang arteri
serebri media saja yang tersumbat , maka akan dijumpai sindroma arteria
cerebri yang tidak lengkap : afasia motorik dengan hemiparesis dimana lengan
dan muka bagian bawah lebih lumpuh daripada tungkai (cabang a. serebri
media atas), afasia sensorik dengan hemihipestesia lebih jelas daripada
hemiparesis (cabang a.serebri media bawah), (Sidharta, 2004).
A. karotis interna: oklusi arteri karotis dapat asimptomatik. Oklusi
symptomatic menyebabkan syndrome yang mirip dengan oklusi arteri serebri
media (hemiplegia kontralateral, deficit hemisensorik dan homonimus
hernianopsia, afasia pada hemigfer dominan), transient monocular blindness,
(Hasan, 2011)
A. serebri posterior : abnormalitas ocular, parese N III, internuklear
ophtalmophegia, deviasi mata ke vertical. Oklusi di lobus occipital terutama
pada hemisphere dominan, pasien dapat mengalami afasia anomik. Alexia
tanpa agraphia, ataupun agnosia visual. Infark kedua hemisphere arteri serebri
11
posterior menyebabkan kebutaan kortikal, gangguan memori, prospagnogsia
(gangguan mengenal wajah yang familiar), (Hasan,2011).
2.5 Pemeriksaan Laboratorium
Darah lengkap : melihat anemia, leukositosis, dan jumlah platelet
PT,aPTT : evaluasi pemberian warfarin.
Kimia klinik dasar dan gula darah : peningkatan serum kreatinin
berhubungan dengan diabetes dan hipertensi. Kelainan elektrolit dan
glukosa dapt terjadi pada encephalopathy metabolic.
Enzim jantung : mengeksklusi gangguan jantung
Test Lain : Fungsi liver mengeksklusi encephalopathy hepatic
Toksikologi untuk stroke yang disebabkan narkoba
Kadar Homosistein, anti bodi anti fosfolipid, protein C,
protein S, anti thrombin III, faktor V Leiden dan gen
protrombin 20210 A protein melihat faktor resiko stroke.
CRP marker inflamasi, (Hasan, 2011).
2.6 Pemeriksaan Imaging
CT scan dan MRI :memastikan stroke akut dan mengeksklusi adanya
perdarahan maupun neoplasma. Juga pentik untuk menyeleksi pasien yang
akan diberikan trombolitik.
Angiografi : bila ada kecurigaan stenosis pembuluh darah baik
ekstra cranial maupun intra cranial.
Ultrasonografi : Pemeriksaan non invasive diperlukan untuk
mengidentifikasi penyakit aterosklerosis pada pasien yang mengalami TIA
ataupun stroke.
Echocardiography : perlu pada pasien stroke emboli yang dicurigai berasal
dari jantung. Dapat mendeteksoi adanya thrombus intra kardiak
EEG : pada pasien stroke yang dicurigai mengalami kejang.
Lumbal pungsi : dilakukan bila ada kecurigaan subarachnoid
hemorrhage, (Hasan, 2011).
12
2.7 Terapi
Perawatan pasien stroke iskemia harus meliputi terapi umum (tekanan darah,
kebutuhan cairan dan nutrisi, kebersihan fungsi ekskresi, rehabilitasi medis untuk
mencegah dekubitus dan kontraktur). Berdasarkan patofisiologi terjadinya stroke
iskemia, ada beberapa jenis pengobatan, yaitu trombolisis dan revaskularisasi untuk
melisis thrombus dan menghilangkan hambatan aliran darah ke otak, antikoagulan
atau antiplatelet untuk mencegah terjadinya thrombus pada aliran darah ke otak,
antikoagulan atau antiplatelet untuk mencegah terjadinya thrombus pada aliran darah
kolateral dan neuroprotektan untuk menghambat proses kerusakan neuroglia pada
area penumbra, (Hasan, 2011).
Trombolisis adalah terapi untuk melisiskan thrombus dengan menggunakan
trombolitik t-PA (Tissue plasminogen activator) intravena, t-PA merupakan
katalisator konversi plasminogen menjadi plasmin, sehingga meningkatkan kecepatan
melisis fibrin yang menyumbat pembuluh darah otak pada saat terjadi stroke iskemia.
Terapi ini hanya diterapkan pada kasus stroke iskemia dengan onset kurang dari 3
jam, bila diberikan lebih daripada tiga jam akan menimbulkan komplikasi perdarahan
otak dan organ lain. Untuk menghindari komplikasi perdarahan pada pasien dengan
onset kurang dari 3 jam, maka harus memenuhi syarat : hasil CT scan kepala tidak
menunjukan gambaran iskemi luas atau perdarahan, faal koagulasi bagus (trombosit
>100.000/mm³), tidak ada resiko terjadinya perdarahan otak akbat kejang, riwayat
perdarahan, riwayat stroke atau trauma dalam tiga bulan, tidak ada riwayat proseur
operasi dalam 1 hari, tidak ada riwayat perdarahan gastrointestinal dan traktus
urinarius dalam 21 hari, tekanan darah sistolik tidak boleh >185 mmhg dan diastolic
>> 110 mmhg, kadar glukosa tidak boleh <50 mg/dl atau 400 mg/dl.
Terapi trombolitik intra arterial dengan menggunakan urokinase, prourokinase
juga merupakan tindakan untuk melisis thrombus pada stroke iskemia yang beronset
3-6 jam , saat ini masih diterapkan untuk stroke iskemi pada arteri cerebri media.
13
Antikoagulan dan antiplatelet adalah terapi untuk mencegah terjadinya
thrombus pada arteri kolateral, antikoagulan dipergunakan untuk stroke emboli yang
berasal dari jantung (stroke iskemia dengan atrial fibrilasi, antikoagulan berfungsi
untuk mencegah terjadinya stroke emboli pada arteri kolateral dan tidak bisa melisis
thrombus pada arteri yang telah mengalami penyumbatan akibat emboli sebelumnya.
Neuroprotektan merupakan golongan obat yang neuroprotektif, bias
menghambat proses sitotoksik yang merusak sel saraf dan sel glia ada area penumbra.
Edema yang terjadi akibat proses sitotoksik pada stroke iskemia yang merupakan
kondisi yang bias mengakibatkan kematian akibat herniasi pada batang otak. Terapi
yang biasa dilakukan untuk mengatasi tekanan intra cranial akibat proses edema
sitotoksik adalah dekompresi dengan jalan kraniotomi.
Pada pasien stroke iskemia akut sering kali mengalami hipertensi,
hiperglikemia dan leukositosis sebagai akibat dari reaksi hipotalamus-hipofisis
menghadapi stress, walaupun sebelumnya pasien tidak mengalami hipertensi,
diabetes mellitus, ataupun infeksi. Pada hipertensi diberikan obat anti hipertensi.
Penurunan tekanan darah yang aggressive pada stroke iskemi sangat berbahaya
karena efek hipotensi akan menurunkan aliran darah otak yang sudah mengalami
iskemi akibat serangan stroke, sehingga iskemi otak akan semakin berat dan
kerusakan sel saraf dan sel glia otak akan semakin luas.
2.8 Macam-Macam Stroke Infark
2.8.1 Stroke Infark Trombotik
2.8.1.1 Definisi
Adalah stroke yang disebabkan oleh karena terdapat oklusi pada pembuluh
darah serebral yang terdapat thrombus, (Sidharta,2004).
2.8.1.2 Gejala klinis :
Tergantung pada area otak yang mengalami ischemia.
14
2.8.1.3 Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap
PT dan aPTT
Kimia darah, gula darah dan enzyme jantung
MRI dan CT Scan
2.8.1.4 Terapi:
Memperbaiki aliran darah : trombolitik dan anti koagulan
Memperbaiki glikolisis anaerob : oksigenasi dan terapi insulin
Mengurangi eksitotoksik : neuroprotektan
Mengurangi inflamasi : inhibisi microglia
Regenerasi sel neuron : stem cell
2.8.2Stroke Infark Emboli
2.8.2.1 Definisi
Stroke infark emboli adalah ischemia otak yang disebabkan oleh emboli.
Emboli dapat berasal dari jantung ataupun selain jantung, (Hasan, 2011). Emboli
berupa suatu thrombus yang terlepas dari dinding arteri yang aterosklerotik dan
berulserasi, atau gumpalan trombosit yang terjadi karena fibrilasi atrium, gumpalan
kuman karena endokarditis bacterial atau gumpalan darah dan jaringan infark mural.
Kini telah diperoleh bukti-bukti bahwa embolisasi yang bersumber pada arteri
serebral lebih sering terjadi karena embolisasi yang berasal dari jantung. Embolus
sendiri bukan merupakan faktor satu-satunya, oleh karena embolus dapat menerobos
kapiler dan dapat lisis. Tetapi kondisi arteri serebral yang sudah aterosklerotik atau
arteriosklerotik ikut menentukan juga terjadinya oklusi arterial pada embolisasi,
(Sidharta, 2004).
Keadaan arteri yang tidak sehat:
15
Secara structural arter-arteri tersebut mempermudah terjadinya oklusi dan
turbulensi (karena penyempitan lumen) sehingga mempermudah pembentukan
embolus.
Secara fungsional arteri-arteri tersebut tidak dapat mengelola dilatasi dan
vasonstriksi vascular secara sempurna. Sehingga pada keadaan-keadaan yang
kritis akan timbul gangguan sirkulasi yang mengakibatkan terjadinya ischemia
dan infark sendiri.
2.8.2.2 Gejala Klinik
Defisit neurologis pada emboli biasanya akut dan makasimal saat onset.
Sindroma stroke tergantung pada teritori arteri yang terkena. Dapat pula terjadi deficit
neurologis secara temporer yang disebut dengan traveling embolus syndrome, hal ini
terutama terjadi pada sirkulasi posterior.
2.8.2.3 Pemeriksan Penunjang
Laboratorium
EKG
Echocardiografi
CT scan dan MRI
2.8.2.4 Terapi
Terdapat 3 fase terapi yaitu:
Restorasi sirkulasi : Dilakukan dengan terapi trombolisis menggunakan rt-PA
terutama sebelum 4,5 jam setelah onset
Prevensi emboli berulang : menggunakan anti koagulan terutama pada emboli
yang berasal dari jantung atau pembuluh darah besar lainnya.
Kontra indikasi:
16
Mutlak: perdarahan intracranial, gangguan hemostasis, ulkus peptikus aktif
atau perdarahan gastrointestinal lainnya,.
Relatif : hipertensi tidak terkontrol, ulkus peptikus tidak aktif, riwayat
perdarahan oleh karena pemberian antikoagulan, dan ITP.
Terapi fisik dan rehabilitasi, (Hasan, 2011).
BAB III
TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK
17
3.1 Pengertian
Terapi oksigen hiperbarik merupakan tindakan dimana pasien menghirup oksigen
murni secara berkala sambil ruangan pengobatan ditekan dengan tekanan lebih besar
daripada 1 ATA ( Atmosfir Absolut). (Gill dan Bell, 2004).
Terapi oksigen hiperbarik adalah pemberian oksigen tekanan tinggi untuk
pengobatan yang dilaksanakan dalam RUBT. (Harianto et al, 2009)
Tekanan 1 atmosfer adalah tekanan udara yang dialami oleh semua benda,
termasuk manusia, diatas permukaan laut, bersifat tetap dari semua jurusan dan
berada dalam keseimbangan. (Harianto et al, 2009)
Terdapat 3 hukum yang berperan dalam terapi oksigen hiperbarik, yaitu (Gill dan
Bell, 2004) :
1. Hukum Boyle
Pada suhu tetap, tekanan berbanding terbalik dengan volume.
2. Hukum Henry
Jumlah gas terlarut dalam cairan atau jaringan sebanding dengan tekanan
parsial gas tersebut dalam cairan atau jaringan.
3. Hukum Dalton
Tekanan total suatu campuran gas adalah sama dengan jumlah tekanan
parsial dari masing – masing bagian gas.
Terapi oksigen hiperbarik memiliki efek dalam meningkatkan solubilitas
oksigen dalam plasma. Pasien yang ditempatkan pada ruangan udara bertekanan
tinggi (RUBT) dengan tekanan 2,8 ATA dan menghirup oksigen murni dapat
meningkatkan ikatan oksigen hingga 10 – 13 kali. Enam volume persen (6 ml per 100
ml plasma) oksigen terlarut dalam plasma. Sehingga, plasma mampu mengangkut
oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan tubuh. (Kindwall dan
Whellan, 1997)
Tergantung dari fisiologi dan patofisiologi tiap individu, efek oksigen
bertekanan tinggi dapat bervariasi, yaitu : supresi produksi alpha-toxin pada gas
gangrene, peningkatan aktivitas leukosit, penurunan perlekatan sel putih pada dinding
18
kapiler, vasokonstriksi pada pembuluh darah normal, perbaikan pertumbuhan
fibroblas dan produksi kolagen, stimulasi produksi enzim peroksida dismutase,
penyimpanan ATP pada membran sel dengan reduksi pada edema sekunder, supresi
respon imun tertentu, peningkatan aktivitas osteoklas, peningkatan proliferasi kapiler,
dan sebagainya. (Kindwall dan Whellan, 1997)
3.2 Manfaat
Meningkatkan konsentrasi oksigen pada seluruh jaringan tubuh, bahkan pada
aliran darah yang berkurang
Merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru untuk meningkatkan aliran
darah pada sirkulasi yang berkurang
Mampu membunuh bakteri, terutama bakteri anaerob seperti Closteridium
perfingens (penyebab penyakit gas gangren)
Mampu menghentikan aktivitas bakteri (bakteriostatik) antara lain bakteri E.
coli dan Pseudomonas sp. yang umumnya ditemukan pada luka-luka
mengganas.
Mampu menghambat produksi racun alfa toksin.
Meningkatkan viabilitas sel atau kemampuan sel untuk bertahan hidup.
Menurunkan waktu paruh karboksihemoglobin dari 5 jam menjadi 20 menit
pada penyakit keracunan gas CO
Dapat mempercepat proses penyembuhan pada pengobatan medis
konvensional
Meningkatkan produksi antioksidan tubuh tertentu
Memperbaiki fungsi ereksi pada pria penderita diabetes (laporan para ahli
hiperbarik di Amerika Serikat pada tahun 1960)
Meningkatkan sensitivitas sel terhadap radiasi
menahan proses penuaan dengan cara pembentukan kolagen yang menjaga
elastisitas kulit
badan menjadi lebih segar, badan tidak mudah lelah, gairah hidup meningkat,
tidur lebih enak dan pulas
19
Dengan berbagai mekanisme tersebut, terapi hiperbarik dapat digunakan sebagai
terapi kondisi akut hingga penyakit degeneratif kronis seperti arteriosklerosis, stroke,
penyakit pembuluh darah perifer, ulkus diabetik, serebral palsy, trauma otak,
sklerosis multiple,dsb.
3.3 Mekanisme HBOT
HBOT memiliki mekanisme dengan memodulasi nitrit okside (NO) pada sel
endotel. Pada sel endotel ini HBOT juga meningkatkan intermediet vaskuler endotel
growth factor (VEGF). Melalui siklus Krebs terjadi peningkatan NADH yang
memicu peningkatan fibroblast. Fibroblast yang diperlukan untuk sintesis
proteoglikan dan bersama dengan VEGF akan memacu kolagen sintesis pada proses
remodeling, salah satu tahapan dalam penyembuhan luka.
Mekanisme di atas berhubungan dengan salah satu manfaat utama HBOT yaitu
untuk wound healing. Pada bagian luka terdapat bagian tubuh yang mengalami edema
dan infeksi. Di bagian edema ini terdapat radikal bebas dalam jumlah yang besar.
Daerah edema ini mengalami kondisi hipo-oksigen karena hipoperfusi. Peningkatan
fibroblast sebagaimana telah disinggung sebelumnya akan mendorong terjadinya
vasodilatasi pada daerah edema tersebut. Jadilah kondisi daerah luka tersebut menjadi
hipervaskular, hiperseluler dan hiperoksia. Dengan pemaparan oksigen tekanan
tinggi, terjadi peningkatan IFN-γ, i-NOS dan VEGF. IFN- γ menyebabkan TH-1
meningkat yang berpengaruh pada B-cell sehingga terjadi pengingkatan Ig-G.
Dengan meningkatnya Ig-G, efek fagositosis leukosit juga akan meningkat. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa pada luka, HBOT berfungsi menurunkan infeksi dan
edema..
Adapun cara HBOT pada prinsipnya adalah diawali dengan pemberianO2
100%, tekanan 2 – 3 Atm . Tahap selanjutnya dilanjutkan dengan pengobatan
decompresion sickness. Maka akan terjadi kerusakan jaringan, penyembuhan luka,
hipoksia sekitar luka. Kondisi ini akan memicu meningkatnya fibroblast, sintesa
kolagen, rasio RNA/DNA, peningkatan leukosit killing, serta angiogenesis yang
20
menyebabkan neovaskularisasi jaringan luka. Kemudian akan terjadi peningkatan dan
perbaikan aliran darah mikrovaskular. Densitas kapiler meningkat sehingga daerah
yang mengalami iskemia akan mengalami reperfusi. Sebagai respon, akan terjadi
peningkatan NO hingga 4 – 5 kali dengan diiringi pemberian oksigen hiperbarik 2-3
ATA selama 2 jam. Hasilnya pun cukup memuaskan, yaitu penyembuhan jaringan
luka. Terapi ini paling banyak dilakukan pada pasien dengan diabetes mellitus
dimana memiliki luka yang sukar sembuh karena buruknya perfusi perifer dan
oksigenasi jaringan di distal.
Indikasi-indikasi lain dilakukannya HBOT adalah untuk mempercepat
penyembuhan penyakit, luka akibat radiasi, cedera kompresi, osteomyelitis,
intoksikasi karbonmonoksida, emboli udara, gangren, infeksi jaringan lunak yang
sudah nekrotik, Skin graft dan flap, luka bakar, abses intrakranial dan anemia.
Prosedur pemberian HBOT yang dilakukan pada tekanan 2-3 ATA-90 dengan
O2 intermitten akan mencegah keracunan O2. Menurut Paul Bert, efeksamping
biasanyaakan mengenai sistem saraf pusat seperti timbulnya mual, kedutan pada otot
muka dan perifer serta kejang. Sedang menurut Lorrain Smith, efek samping
bisamengenai paru-paru yaitu batuk, sesak dan nyeri substernal
3.4 Indikasi Oksigen Hiperbarik
Kelainan atau penyakut yang merupakan indikasi terapi oksigen hiperbarik
diklasifikasikan menurut kategorisasi yang dibuat oleh The Committee of Hyperbaric
Oxygenation of the Undersea and Hyperbaric Medical Society ialah sebagai berikut :
Emboli
Keracunan gas CO dan asap rokok
Clostridial myonecrosis (gas gangrene)
Trauma
21
Dekompresi
Anemia karena kehilangan darah
Necrotizing soft tissue infections (or subcutaneous tissue, muscle or fascia)
Osteomyelitis
Compromised skin grafts and flaps
Luka bakar
3.5 Kontraindikasi Oksigen Hiperbarik
Kontraindikasi penggunaan Oksigen hiperbarik
a. Absolut : Pneumothorax yang belum dirawat
b. Relatif :
i. ISPA
ii. Emphysema dengan retensi CO2
iii. Penyakit paru asimptomatik yang terlihat dari foto x-ray
iv. Riwayat operasi thoraks dan telinga
v. Demam tinggi
vi. Kehamilan
vii. Claustrophobia
viii. Kejang
ix. Keganasan
3.6 Komplikasi
Barotrauma telinga tengah
Nyeri sinus
Myopia dan katarak
22
Barotrauma paru-paru
Oxygen seizures
Dekompresi
Genetic effects
Claustrophobia
Perasaan tidak nyaman
BAB IV
TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK TERHADAP
STROKE ISKHEMIK
4.1 Oksigen Hiperbarik Menginduksi Neuroplastisitas pada Pasien Post Stroke
23
Proses penyembuhan stroke berhubungan dengan daerah otak yang non-aktif yang
dapat berlangsung bertahun-tahun. Penelitian oleh Efrati, Shai et al, Januari 2013 ini
bertujuan untuk mengevaluasi apakah peningkatan oksigen terlarut oleh HBOT dapat
mengaktivasi neuroplasticitas pada pasien dengan kerusakan neurologis kronik akibat
stroke.
Tujuh puluh empat pasien yang menderita stroke 6-36 bulan sebelum penelitian
dan memiliki setidaknya satu disfungsi motorik dibagi menjadi kelompok perlakuan
dan cross. Pasien dalam kelompok perlakuan dievaluasi 2 kali, pada awal dan setelah
40 kali sesi HBOT. Pasien dalam kelompok cross dievaluasi 3 kali, pada awal
penelitian, dua bulan setelah periode kontrol tanpa terapi dan setelah 40 kali
mendapat sesi HBOT. Protokol HBOT : dilakukan 40 sesi dalam 2 bulan (5
hari/minggu), selama 90 menit, 100% Oksigen pada 2 ATA.
Ditemukan bahwa fungsi neurologis dan kualitas hidup seluruh pasien pada kedua
kelompok meningkat secara signifikan setelah mengikuti HBOT, sementara tidak ada
perbaikan yang ditemukan pada periode kontrol dari pasien dari kelompok cross.
Ditemukan perbaikan hasil CT scan sesuai dengan perbaikan klinis dan peningkatan
aktifitas otak.
Hasil ini mengindikasikan bahwa HBOT dapat menyebabkan peningkatan
neurologis secara signifikan pada pasien post stroke meski pada tahap akhir kronik.
Dari penelitian didapatkan bahwa neuroplasticitas dapat diaktivasi beberapa bulan
sampai tahun setelah kejadian akut ketika stimulasi otak yang tepat (HBOT)
diberikan.
4.2 Pembahasan
Adanya kerusakan pembuluh darah akibat stroke menyebabkan rendahnya kadar
oksigen pada regio otak yang mengarah ke terjadinya defisiensi oksigen, metabolisme
anaerob dan penipisan ATP. Rendahnya kadar oksigen bukan hanya berdampak pada
berkurangnya aktivitas neuron namun juga mencegah terjadinya angiogenesis untuk
menggantikan pembuluh darah yang rusak pada stroke dan mencegah pembentukan
koneksi sinaptik baru.
24
Karena itu, suplai oksigen yang tinggi sangat diperlukan untuk memperbaiki
daerah otak yang rusak. Meningkatnya oksigen terlarut memiliki beberapa efek
menguntungkan pada jaringan otak yang rusak. Transpor oksigen ke glial
mitokondria (tempat utama penggunaan oksigen), diikuti pelepasan oksigen dari
eritrosit ke plasma menyeberangi BBB. Menghirup oksigen dalam kondisi hiperbarik
dapat meningkatkan kadar oksigen arteri dan kadar oksigen dalam otak.
Dengan meningkatnya kadar O2 pada area otak yang rusak, HBOT menginisiasi
mekanisme perbaikan selular dan vascular, memperbaiki aliran vaskular. Pada tingkat
selular, HBOT dapat meningkatkan fungsi mitokondria (baik pada sel neuron maupun
pada sel glial) dan metabolisme sel, mengurangi apoptosis, mereduksi inflamasi,
meningkatkan level neurotrophins dan nitric oxide. Lebih lanjut, efek HBOT pada
neuron adalah menginduksi neurogenesis dari endogenous neural stem cells.
Dr. Xavier Figueroa and Dr. Tommy Love dari Restorix Research Institute
mengungkapkan bahwa HBOT memiliki efek yang dapat mengobati stroke dan pada
beberapa kasus mencegah rekurensi stroke. HBOT juga dapat memperbaiki fungsi
otak dan mengurangi pembengkakan karena edema (akumulasi cairan dan
menyebabkan pembengkakan), hemorrhage (kumpulan darah yang meningkatkan
tekanan intra kranial) dan kematian otak karena kekurangan oksigen.
4.3 Perbaikan Regenerasi dari Sel Saraf
Studi oleh Takahashi et al menunjukkan oksigen hiperbarik pada periode awal
post-iskemia, mempercepat pemulihan saraf dan meningkatkan survival rate pada
anjing setelah 15 menit setelah iskemia serebral secara menyeluruh.
Pada 19 anjing yang diinduksi iskemia secara menyeluruh melalui pembuntuan
pada aorta ascendens dan vena cava. Terapi oksigen hiperbarik dilakukan pada 9
anjing secara acak pada tekanan 3 ATA selama 1 jam pada 3, 24, dan 29 jam setelah
iskemia dengan respirasi spontan; 10 anjing lain sebagai kelompok kontrol tanpa
terapi oksigen hiperbarik. Survival rate pada kelompok kontrol 3/10 (30%) dan pada
kelompok yang diberi oksigen hiperbarik 7/9 (78%). Pada 14 hari pasca iskemia,
kelompok dengan pemberian oksigen hiperbarik memiliki skor EEG dan pemulihan
25
neurologis paling baik dibandingkan dengan kelompok tanpa pemberian oksigen
hiperbarik.
Efek oksigen hiperbarik dalam mencegah kematian neuron juga diteliti pada
gerbil yang diberi perlakuan iskemia otak, oleh Konda et al. Kematian neuron pada
gerbil dilakukan dengan cara memasang klip pada kedua arteri karotid dalam waktu
10 menit. Kematian neuron pada hippocampus CA1 lebih banyak dicegah pada gerbil
yang diterapi oksigen hiperbarik daripada kelompok tanpa diterapi oksigen
hiperbarik. Lebih lagi, lebih banyak neuron terawetkan di CA1 pada kelompok yang
diberi terapi oksigen hiperbarik dalam waktu 6 jam setelah iskemia, daripada saat di
beri terapi oksigen hiperbarik setelah 24 pasca iskemia.
Bradshaw et al. mempelajari efek regenerasi dari oksigen hiperbarik pada saraf
sciatic yang terpotong pada 30 kelinci jantan dewasa. Terapi dilakukan 4 hari pasca
cedera. Morfologi dari saraf yang putus setelah 7 minggu terapi dengan oksigen
hiperbarik menunjukkan bentukan yang mirip dengan saraf normal yang tak putus,
dengan sabut saraf merata disepanjang bagian saraf. Kelompok kontrol menerima
tekanan udara 2 ATA, 100% oksigen normobarik, atau gas campur. Saraf pada hewan
– hewan ini membengkak dan mengandung sabut saraf yang tak rata. Perbedaan
morfologi ini menunjukkan bahwa oksigen hiperbarik dapat mempercepat
penyembuhan saraf perifer dari crush injury.
4.4 Oksigen dalam regenerasi neuron
Menurut Dr Efrati , ada beberapa derajat dari cedera otak . Kerusakan neuron
dipengaruhi oleh disfungsi metabolik sehingga membutuhkan energi untuk tetap
hidup , tetapi tidak cukup untuk menyalurkan sinyal-sinyal listrik . HBOT bertujuan
untuk meningkatkan pasokan energi untuk sel-sel ini .
Otak mengkonsumsi 20 persen oksigen tubuh , tapi itu hanya cukup oksigen
untuk mengoperasikan lima sampai sepuluh persen dari neuron pada satu waktu .
Proses regenerasi membutuhkan lebih banyak energi . Peningkatan sepuluh kali lipat
kadar oksigen selama pengobatan HBOT memasok energi yang diperlukan untuk
26
membangun kembali koneksi saraf dan merangsang neuron aktif untuk memfasilitasi
proses penyembuhan (Dr Efrat,2013) .
Untuk studi mereka , para peneliti berusaha pasien pasca stroke yang
kondisinya tidak lagi membaik. Untuk menilai dampak potensial dari pengobatan
HBOT , fitur anatomi dan fungsi otak dievaluasi menggunakan kombinasi CT scan
untuk mengidentifikasi jaringan nekrotik , dan SPECT scan untuk menentukan
tingkat aktivitas metabolik dari neuron sekitarnya rusak.
Tujuh puluh empat peserta mencakup 6-36 bulan pasca stroke dibagi menjadi
dua kelompok . Kelompok pertama menerima pengobatan HBOT dari awal penelitian
, dan yang kedua tidak menerima pengobatan selama dua bulan , kemudian menerima
periode dua bulan pengobatan HBOT . Pengobatan terdiri dari 40 sesi dua jam lima
kali seminggu di ruang tekanan tinggi yang mengandung udara yang kaya oksigen .
Hasil menunjukkan bahwa pengobatan HBOT dapat menyebabkan peningkatan yang
signifikan dalam fungsi otak pada pasien pasca stroke bahkan pada kronis tahap akhir
, membantu neuron memperkuat dan membangun koneksi baru di daerah-daerah yang
rusak .
BAB V
KESIMPULAN
27
1. Stroke merupakan gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena
gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak atau cepat timbul gejala
dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu.
2. Stroke ischemik adalah suatu kondisi dimana suplai darah tidak dapat
disampaikan ke daerah di otak oleh karena arteri yang bersangkutan tersumbat.
3. Stroke iskemik terutama disebabkan oleh adanya trombus atau emboli
4. Terapi oksigen hiperbarik merupakan tindakan dimana pasien menghirup oksigen
murni 100% secara berkala sambil ruangan pengobatan ditekan dengan tekanan
lebih besar daripada 1 ATA.
5. Pemberian HBOT terhadap stroke dapat memperbaiki proses penyembuhan
Stroke.
DAFTAR PUSTAKA
Bahrudin, M : 2014. Neurologi Klinik. Malang : UMM Press
28
Baehr, Mathias; Frotscher, Michael. 2012. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Jakarta
: EGC.
Efrati, Shai; Fishlev, Gregori et al. 2013. Hyperbaric Oxygen Induces Late
Neuroplasticity in Post Stroke Patient.
Figueroa, Xavier; Love, Tommy. 2010. Hyperbaric Oxygen Therapy in the Treatment
of Stroke. www.restorixresearch.org
Goldzmidt, Adrian J; Caplan, Louis R. 2011. Esensial Stroke. Jakarta : EGC
Pedoman Diagnosis dan Terapi
Perdossi : 2011. Guideline Stroke. Jakarta
Petrofsky, Jerrold Scott et al. 2004. Stroke :Present Treatment and Research Part 1
Rijadi, RS. 2009. Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik. Surabaya :
LAKESLA.
Sidharta, Priguna. 2009. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Jakarta : Dian
Rakyat.
Sidharta, Priguna; Mardjono, Mahar. 2010. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian
Rakyat.
Soetrisno, Samiono A, 2011. Stroke. http://lansiasehat.com/stroke.html
29
top related