1 bab i pendahuluaneprints.ums.ac.id/81755/10/bab i_4.pdf1 bab i pendahuluan 1.1 latar belakang...
Post on 06-Nov-2020
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia terletak pada kawasan rawan bencana, yang secara alamiah dapat
mengancam keselamatan bangsa. Berdasarkan lokasi tersebut, penyelenggaraan
penataan ruang wilayah nasional harus dilakukan secara komprehensif, holistik,
terkoordinasi, terpadu, efektif, dan efisien dengan memperhatikan faktor politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, dan kelestarian lingkungan hidup
(Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 3). Secara
geografis Indonesia terletak diantara dua samudera yaitu samudera Hindia dan
samudera Fasifik, posisi geologis Indonesia yang berada pada pertemuan tiga
lempeng utama dunia (lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng
Pasifik), dan kondisi permukaan wilayah Indonesia (relief) yang sangat beragam,
serta dilewati oleh ring of fire bumi yang mengakibatkan rentan terjadinya
terjadinya bencana alam seperti : letusan gunung api, gempa bumi, tsunami,
kekeringan, banjir, dan longsor.
Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis. Hal tersebut berdasarkan Undang-Undang
No. 24 Tahun 2017 Tentang Penanggulangan Bencana. Bencana tidak terjadi
begitu saja, namun ada faktor kesalahan dan kelalaian manusia dalam
mengantisipasi alam kemungkinan bencana yang menimpanya, salah satunya
tanah longsor. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tanah longsor
merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun
percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya
kestabilan tanah atau batuan penyusun. Terdapat beberapa tanda – tanda longsor
yang terjadi seperti tipe longsor perlahan, bisa dikenali dengan adanya retakan
pada bangunan atau beton penahan tanah, ada amblesan, ada tiang listrik atau
pohon miring, dan mata air mulai keruh. Berbeda dengan tipe longsor cepat yang
2
sulit diantisipasi apabila bersamaan dengan hujan deras dan malam hari, tidak bisa
dikenali. Selain itu wilayah yang berada di kemiringan lereng dengan jenis tanah
aluvial atau lempung akan mempunyai potensi longsor ketika hujan terjadi
(Sutopo, 2018).
Wilayah Kecamatan Poncol yang terletak di bagian barat daya Kabupaten
Magetan dan berada pada ketinggian antar 612 sampai dengan 1.104 mdpl,
ditambah dengan topografi wilayah penelitian yang berbukit dan wilayah dengan
kondisi lereng yang curam, serta didukung dengan curah hujan yang tinggi.
Seperti curah hujan yang telah terjadi di Kecamatan Poncol selama tahun 2017,
jumlah curah hujan paling tinggi adalah pada Bulan Maret yaitu sebesar 478 mm
(Badan Pusat Statistik, 2017). Kondisi tersebut yang memicu terjadinya beberapa
kejadian longsor di wilayah Kecamatan Poncol. Berdasarkan catatan kejadian
longsor di BPBD Kabupaten Magetan dari tahun 2016 hingga 2017 telah terjadi
bencana longsor di 47 titik yang tersebar pada beberapa desa, lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel 1.1 berikut ini.
Tabel 1.1. Tabel Kejadian Longsor Di Kecamatan Poncol Tahun 2016 – 2018
No Tahun Jumlah Korban Personil Korban Materil1. 2016 17 titik
longsor1 Luka Ringan Rp 102.000.000,-
4 akses jalan tertutup.2. 2017 31 titik
longsor1 Meninggal Dunia Rp 362.000.000,-
5 akses jalan tertutup.1 jembatan terputus.
3. 2018 tercatatsampai bulanMaret
9 titiklongsor
Nihil Rp 173.500.000,-2 akses jalan tertutup.
Sumber : Data BPBD Kabupaten Magetan Tahun 2016 - 2018.
Adanya beberapa kejadian bencana tanah longsor terdapat dampak yang
ditimbulkan seperti kerugian materil dan non materil seperti rusaknya rumah,
jalanan, bangunan dan pertanian yang menjadikan wilayah tersebut rusak dan
aktivitas penduduk berhenti total hingga kehilangan nyawa, untuk mengurangi
kerugian yang ditimbulkan maka perlu diadakan pengetahuan tentang ketentuan
dan syarat dalam pembangunan daerah pemukiman serta penanggulangan
bencana. Berdasarkan buku Rencana Nasional Penanggunalnagn Bencana 2015 –
3
2019 milik BNPN, ada banyak peluang yang dapat dimanfaatkan untuk
mendorong agenda pengurangan resiko bencana. Peluang pertama merupakan
semakin kondusifnya lingkungan kebijakan yang mendukung pengurangan risiko
bencana. Dimulai adanya UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, yang diikuti dengan pengesahan Peraturan – Peraturan Pemerintah,
Peraturan Presiden, Peraturan Menteri dan Peraturan Kepala BNPB yang
merupakan tuntunan UU ini, sampai saat ini regulasi penanggulangan bencana
terus menerus disempurnakan.
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana (Peraturan Pemerintah Nomor 21
tahun 2008). Langkah yang bisa digunakan berupa kesiapsiagaan (preparedness)
adalah aktivitas-aktivitas dan langkah-langkah yang diambil sebelumnya untuk
memastikan respon yang efektif terhadap dampak bahaya, termasuk dengan
mengeluarkan peringatan dini yang tepat dan efektif dan dengan memindahkan
penduduk dan harta benda untuk sementara dari lokasi yang terancam dalam hal
ini bisa diimplementasikan dengan adanya tim siaga, standar operasional tetap
yang berkaitan dengan pengurangan risiko bencana dan rencana aksi komunitas
yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana (ISDR,
2004 dalam Triwidiyanto 2013). Perlu adanya pengkajian bahaya longsor secara
dini untuk meminimalisir terjadinya longsor – longsor lahan dengan melakukan
pemetaan wilayah – wilayah yang kemungkinan terjadi bencana longsor.
Pencegahan longsor agar tidak terjadi korban jiwa, yakni dengan peraturan tata
ruang oleh Pemda agar daerah rawan longsor tidak ditinggali oleh warga, selain
itu dengan memperkuat daerah rawan longsor dengan membuat talud beton.
Peringatan dini longsor yang melibatkan masyarakat setempat sangat diperlukan,
yakni berupa kelompok siaga bencana tingkat desa, komitmen Pemda untuk cegah
longsor, pembuatan denah dan jalur evakuasi (Sutopo, 2018). Pemetaan wilayah
longsor belum bisa memberikan informasi yang detail waktu dan tempat
terjadinya longsor. Namun dapat memberikan informasi lokasi - lokasi yang
berpotensi terjadinya bencana longsor di suatu wilayah, penduduk yang berada di
4
lokasi rawan longsor dapat siaga dan meminimalisir terjadinya longsor dengan
melihat kenampakan kondisi fisik di wilayah tersebut, serta masyarakat yang
tinggal di lokasi tersebut akan lebih siap menghadapi risiko kemungkinan
terjadinya tanah longsor.
Konsep evakuasi secara sederhana adalah memindahkan penduduk dari
daerah berbahaya ke daerah yang aman (Southworth, 1991, Zelinksy dan
Konsinsky, 1991 dalam Karnawati, 2013) dengan kata lain pemetaan jalur
evakuasi dapat digunakan untuk mempermudah saat penyelamatan diri warga
yang terdampak, maupun saat proses evakuasi yang dilakukan oleh relawan dalam
menangani bencana. Jalur evakuasi memberikan informasi yang berguna untuk
mempercepat menuju titik – titik aman seperti titik kumpul dan shelter potensial
(tempat pengungsian). Pengalihan rute jalan juga dapat digunakan untuk
mempercepat penyelamatan agar terhindar dari titik – titik lokasi longsor, jalan
yang tertutup longsor dan jalur evakuasi digunakan untuk mengurangi kemacetan
saat proses evakuasi korban maupun mobilitas antar wilayah. Cara tersebut dapat
mengurangi kerugian harta, benda, maupun nyawa dalam bencana tanah longsor
di wilayah penelitian.
Wilayah penelitian terdapat di Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan yang
berada di lereng Gunung Lawu, dengan kondisi permukaan (relief) yang berbukit
dari landai hingga curam. Berdasarkan survei, semua kecamatan yang berada di
lereng Gunung Lawu rawan terjadi longsor, yakni Kecamatan Poncol, Plaosan,
Sidorejo, dan Parang. Kecamatan Poncol masuk ke dalan zona paling rawan
dibandingkan kecamatan lain, dan hampir semua desa yang berada di kecamatan
Poncol yang menjadi pemukiman warga merupakan lahan rawan longsor. Desa
yang sering terjadi longsor di antaranya Desa Gonggang, Alastuwo, dan
Genilangit (Fery, 2017).
Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini dapat membantu
mengurangi kerugian yang ditimbulkan dengan adanya pengkajian tingkat
kerawanan longsor untuk memprediksi dimana lokasi longsor dan pemilihan
lokasi yang aman dari ancaman bencana, fasilitas yang mendukung serta
aksesibilitas yang menunjang untuk membantu dalam proses evakuasi longsor di
5
Kecamatan Poncol. Penulis tertarik untuk membuat penelitian dengan judul
“Analisis Kerawanan Longsor dan Penentuan Jalur Evakuasi Potensial
Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan Tahun 2017”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka permasalahan yang
muncul dalam penelitian ini adalah berikut ini;
1. Bagaimana tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Poncol Kabupaten
Magetan?,
2. Bagaimana jalur evakuasi potensial di Kecamatan Poncol Kabupaten
Magetan?.
1.3 Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai penulis adalah berikut ini.
1. Menganalisis tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Poncol Kabupaten
Magetan,
2. Menganalisis jalur evakuasi potensial di Kecamatan Poncol Kabupaten
Magetan.
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian dengan judul Analisis Kerawanan Longsor dan Penentuan
Jalur Evakuasi Potensial Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan adalah sebagai
berikut.
1. Memberikan informasi luasan dan tingkat kerawanan longsor di Kecamatan
Poncol Kabupaten Magetan.
2. Memberikan informasi kepada masyarakat dalam menghadapi bencana longsor
terutama untuk jalur evakuasi di Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan.
1.5 Telaah Pustaka dan Penelitian Sebelumnya
1.5.1 Telaah Pustaka
a. Bencana
Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2017, bencana adalah peristiwa
atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan /atau faktor
6
non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana sendiri terjadi sewaktu – waktu, untuk mengurangi bahaya yang
ditimbulkan oleh bencana, perlu adanya mitigasi bencana dengan mempersiapkan
sumber daya manusia yang cekatan dan diimbangi oleh informasi – informasi
yang menunjang seperti jalur evakuasi yang dapat dipersiapkan pra bencana.
b. Pengertian Tanah Longsor
Gerakan massa adalah proses bergeraknya puing – puing batuan (termasuk di
dalamnya tanah) secara besar – besaran menuruni lereng secara lambat hingga
cepat oleh pengaruh langsung dari gravitasi menurut Dibyosaputro (1995, dalam
Priyono, 2006). Longsoran merupakan gerakan massa (mass movement) tanah
atau batuan pada bidang longsor potensial. Gerakan massa adalah gerakan dari
massa tanah yang besar di sepanjang bidang longsor kritisnya. Gerakan massa
tanah ini merupakan gerakan melorot ke bawah dari material pembentuk lereng,
yang dapat berupa tanah, batu, tanah timbunan atau campuran dari meterial lain.
Bila gerakan massa tanah tersebut sangat berlebih, maka disebut tanah longsor
(landslide). Longsoran ini merupakan salah satu bencana alam yang sering
melanda daerah perbukitan di daerah tropis basah (Hardiyatmo, 2012). Tanah
longsor yang terjadi di Kecamatan Poncol banyak terjadi pada musim penghujan
karena intensitas hujan yang cukup tinggi, kondisi tanah yang tergolong kering
dan didukung dengan topografi yang berbukit – bukit serta lereng yang curam.
Karnawati, 2005 mengungkapkan bahwa tanah longsor merupakan salah satu jenis
gerakan massa tanah ataupun batuan ataupun bahan rombakan yang menuruni
lereng.
c. Jenis – Jenis Tanah Longsor
Menurut (Nandi 2007) klasifikasi tanah longsor dibagi menjadi enam jenis
sebagai berikut.
1. Longsoran Translasi
Jenis longsoran ini berupa gerakan massa tanah dan batuan pada bidang
gelincir berbentuk merata atau menggelombang landai.
7
2. Longsoran Rotasi
Jenis ini merupakan bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir
berbentuk cekung.
3. Pergerakan Block
Pergerakan block adalah perpindahan batuan gelincir yang berbentuk rata.
4. Runtuhan Batu
Runtuhan batuan terjadi ketika sejumlah besar batuan atau mineral lain
bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng
yang terjal hingga menggantung terutama di daerah pantai.
5. Rayapan Tanah
Rayapan tanah adalah jenis longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya
berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat
dikenal karena memang pergerakannya sangatlah lamban.
6. Aliran Bahan Rombakan
Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air.
Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air
serta jenis materialnya. Gerakan terjadi di sepanjang lembah dan mampu
mencapai ratusan meter jauhnya. Beberapa tempat bisa mencapai ribuan meter
seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung berapi.
d. Penyebab Tanah Longor
Berdasarkan Buku Saku Tanggap Tangkas Tangguh Menghadapi Bencana
BNPB Edisi 2017, bencana tanah longsor seringkali dipicu karena kombinasi dari
curah hujan yang tinggi, lereng terjal, tanah yang kurang padat serta tebal,
terjadinya pengikisan, berkurangnya tutupan vegetasi, dan getaran. Bencana
longsor biasanya terjadi begitu cepat sehingga menyebabkan terbatasnya waktu
untuk melakukan evakuasi mandiri. Material longsor menimbun apa saja yang
berada di jalur longsoran. (Hardiyanmo, 2012) dalam buku Tanah Longsor dan
Erosi Kejadian dan Penanganan mengungkapkan banyak faktor yang
mempengaruhi longsoran, seperti kondisi – kondisi geologi dan hidrologi,
topografi, iklim, dan perubahan cuaca mempengaruhi stabilitas lereng. Contoh
alami yang mmepengaruhi kestabilan lereng secara alami : pelapukan, hujan lebat
8
atau hujan tidak begitu lebat tapi berkepanjangan, adanya lapisan lunak dan lain –
lain. Sebab yang terkait aktifitas manusia, contohnya : penggalian di kaki lereng,
pembangunan di permukaan lereng, dan lain – lain. Sebab – sebab longsoran
lereng alam adalah sebagai berikut.
1) Penambahan beban pada lereng. Tambahan beban pada lereng dapat berupa
bangunan baru, tambahan beban oleh air yang masuk ke pori – pori tanah
maupun yang menggenang di permukaan tanah dan beban dinamis oleh
tumbuhan – tubuhan yang tertiup angin dan lain – lain.
2) Penggalian atau pertongan tanah pada kaki lereng yang menyebabkan tinggi
lereng bertambah.
3) Penggalian yang mempertajam kemiringan lereng.
4) Perubahan posisi muka air secara cepat (rapid drawdown) (pada bendungan,
sungai, dll)
5) Kenaikan tekanan lateral oleh air (air yang mengisi retakan mendorong tanah
ke arah lateral).
6) Penurunan tanah geser tanah pembentuk lereng oleh akibat kenaikan kadar air,
kenaikan tekanan air pori, tekanan rembesan oleh genangan air di dalam tanah,
tanah pada lereng mengandung lempung yang mudah kembang susut dan lain –
lain.
7) Getaran atau gempa bumi.
Pada saat ini banyak kejadian longsoran disebabkan oleh meningkatnya jumlah
penduduk dan aktivitas pembangunan di daerah pegunungan. Beberapa
kejadian longsoran dalam skala kecil maupun skala besar sering disebabkan
oleh hujan deras, lelehnya salju, serta aktivitas manusia. Selain itu, beberapa
kejadian longsoran diakibatkan oleh gempa.
Aktivitas sehari-hari yang dilakukan manusia di atasnya juga dapat memicu
terjadinya gerakan lapisan tanah. Lereng menjadi terjal akibat pemotongan lereng
dan penggerusan air saluran di lahan curam, genangan air akibat terasering yang
dibuat tanpa memperhatikan konservasi yang layak, retakan akibat getaran mesin,
ledakan, beban massa yang bertambah, bangunan dekat tebing dan penggundulan
hutan yang menyebabkan terjadinya pengikisan tanah oleh air. Longsor pada
9
derah penelitian umumnya terjadi pada musim penghujan yang tinggi didukung
dengan topografi berbukit dengan lereng curam serta semakin sedikitnya wilayah
resapan yang berubah menjadi kawasan pemukiman.
e. Bahaya Bencana Longsor
Nandi (2007) mengemukakan bahwa banyak hal yang ditimbulkan akibat
terjadinya longsor lahan baik dampak terhadap kehidupan manusia, hewan,
tumbuhan maupun dampak terhadap keseimbangan lingkungan. Kejadian bencana
longsor lahan memiliki dampak yang sangat besar terhadap kehidupan khususnya
manusia. Longsor lahan terjadi pada wilayah yang memiliki kepadatan penduduk
yang tinggi, maka korban jiwa yang ditimbulkan sangat besar. Terutama bencana
longsor yang terjadi secara tiba-tiba tanpa diawali dengan adanya tanda-tanda
lahan longsor.
Adapun dampak dari bahaya longsor yang ditimbulkan terhadap kehidupan
antara lain:
1. Bencana longsor lahan banyak menelan korban jiwa pada daerah yang padat
penduduk.
2. Terjadinya kerusakan infrastruktur publik, seperti jalan, tiang listrik, jembatan
dsb.
3. Kerusakan bangunan seperti perumahan, gedun-gedung perkantoran, sekolahan
dan.
4. Menghambat proses kegiatan manusia baik ekonomi yang mengakibatkan
kerugian material yang terdampak akibat longsor lahan.
Selain dampak dari kehidupan manusia, dampak yang terlihat akibat longsor
lahan pada lingkungan juga sangat terlihat, seperti :
1. Terjadinya kerusakan tataguna lahannya.
2. Hilangnya vegetasi penutup lahan.
3. Terganggunya keseimbangan dari ekosistem.
4. Lahan menjadi kritis sehingga cadangan air dalam tanah menipis.
5. Kejadian tanah longsor mengakibatkan menutupi lahan lainnya seperti sawah,
lahan produktif lainnya dan jalanan.
10
f. Penentuan Jalur Evakuasi
Evakuasi merupakan proses yang dilakukan dengan cara pemindahan atau
pengungsian penduduk dari daerah - daerah yang berbahaya menuju daerah yang
lebih aman (Elok dan Pratiwi, dalam Harsini 2014), sedangkan dalam peraturan
Kepala BNPB No.7, 2008 tempat tinggal sementara selama korban bencana
mengungsi, baik berupa tempat penampungan massal maupun keluarga, atau
individual merupakan tempat evakuasi atau penampungan sementara. Abrahams
(1994) dalam Putra (2017) mengemukakan bahwa jalur evakuasi adalah lintasan
yang digunakan sebagai pemindahan langsung dan cepat dari orang-orang yang
akan menjauh dari ancaman atau kejadian yang dapat membahayakan bahaya.
Jalur evakuasi ditentukan untuk mempercepat dan mempermudah dalam proses
penyelamatan atau perpindahan yang diharapkan telah memenuhi standar
operasional agar saat proses pelaksanaan evakuasi dan penyelamatan diri tidak
menambah korban jiwa, untuk mendukung evakuasi pada penelitian,
memperhatikan lokasi titik longsor, persebaran fasilitas di Kecamatan Poncol
(sebagai tempat evakuasi), jaringan jalan, lokasi persebaran fasilitas di lokasi yang
aman dari bencana alam.
g. Sistem Informasi Geografis dalam kajian penentuan jalur evakuasi
Sistem Informasi Geografis (SIG) menurut Aronoff (1989) dalam Prahasta
(2001) merupakan suatu sistem (berbasiskan komputer) yang digunakan untuk
menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis. SIG dirancang
untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis obyek-obyek dan fenomena
dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang memiliki empat
kemampuan berikut dalam menangani data yang bersifat rutgeografi: (a) masukan,
(b) manajemen data (penyimpanan dan pengambilan data), (c) analisis dan
manipulasi data, (d) keluaran. Al Samari, 2009 dalam Harsinsi, 2014
mengungkapkan bahwa penggunaan SIG pada kebencanaan umumnya untuk
memetakan kawasan rawan bencana, peta jalur evakuasi, peta rencana kontigensi.
Aplikasi SIG yang digunakan untuk pembuatan jalur evakuasi dan mempunyai
fungsi untuk mencari rute optimum adalah least cost path, metode ini
menggunakan analisa tiap sel raster dimana segmen berpindah dari sel ke sel
11
dengan nilai akumulasi terkecil. Sedangkan menurut ESRI, 2008 Ardana, 2013
dalam Harsini, 2014 analisis least cost path dapat digunakan untuk aplikasi
analisis dengan tipe pergerakan seperti perancangan perjalanan, aktifitas militer,
konstruksi jalan, system irigasi, jalur pipa, serta plikais lain.
1.5.2 Penelitian Sebelumnya
Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya dan terdapat beberapa perbedaan di dalamnya, seperti berikut ini.
Sri Harsini (2014) dengan judul “Aplikasi Sistem Informasi Geografis
untuk Penentuan Jalur Evakuasi Bencana Banjir Luapan Sungai Bengawan Solo
di Kota Surakarta”, menghasilkan jaringan jalan di daerah penelitian yang dapat
dikatakan sesuai untuk dijadikan jalur evakuasi dengan menggunkan metode least
cost path dan penentuan shelter potensial berdasarkan kriteria aksesibilitas,
ketersediaan MCK, kapasitas daya tampung, dan kedekatan dengan sumber
pengungsi. Perbedaan penelitian ini dengan penulis adalah study kasus, Sri
Harsini membahas bencana banjir sedangkan penulis mengenai bencana tanah
longsor, persamaan ini dengan penelitian penulis sama – sama menggunakan
metode least cost path dalam penentuan jalur evakuasi, namun parameter yang
digunakan dalam penetuan jalur evakuasi maupun shelter potensial, lokasi
penelitian dan permasalahan yang diambil berbeda yakni masalah bencana banjir
dan penulis meneliti bencana tanah longsor. Namun, dalam penentuan jalur
evakuasi dan shelter potensial mempunyai persamaan dalam penetuan
klasifikasinya yang meliputi kawasan longsor, lebar jalan, kodisi jalan, bahan
permukaan jalan, lokasi jembatan, arah jalan dan penentuan dapur umum, daya
tampung, ketersediaan MCK.
Kuswaji Dwi Priyono, dkk (2006) dengan judul “Analisis Tingkat Bahaya
Longsor Tanah Di Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara”,
menghasilkan lima tingkat bahaya longsor dengan tipe – tipe berbeda pada tiap
bahaya longsor mulai dari nilai persen tertinggi hingga terendah, sesuai dengan
lokasi penelitian dengan masing – masing luasan yang berbeda berdasarkan
sembilan satuan bentuk lahan. Perbedaan Priyono (2006) dengan penelitian ini
terletak pada aspek lokasi penelitian dan hasil. Penelitian Priyono (2006)
12
berlokasi di Kabupeten Banjarnegara bertujuan mengidentifikasi karakteristik
longsoran di daerah penelitian, peta agihan tingkat bahaya longsor lahan didaerah
penelitian, mengetahui faktor utama penyebab terjadinya lonsor dan menganalisis
tingkat bahaya longsor. Sedangkan penelitian ini berlokasi di Kabupaten Magetan
dan menganalisis tingkat kerawanan longsor dan penentuan jalur evakusi
potensial, parameter yang digunakan dalam tingkat kerawanan longsor sama
seperti yang digunakan oleh Priyono (2006). Selain itu pada penelitian Priyono
(2006) menggunakan satuan lahan dalam pengambilan sampel sedangkan pada
penelitian ini menggunaan satuan medan dalam unit pengambilan sampel.
Munawar Cholil, dkk (2018) dengan judul “Analisis Resiko Bencana Dan
Kerawanan Tanah Longsor Berbasis Tata Ruang Di Kabupaten Karanganyar”.
Mempunyai tujuan untuk menganalisis tingkat kerawanan dan resiko bencana
tanah longsor di Kabupaten Karanganyar, dengan menggunakan metode survey
dan metode purphosive sampling untuk mengambil sampel di lapangan dengan
unit analisis satuan lahan. Metode analisa menggunakan teknik skoring berjenjang
yang menghasilkan tingkat kerawanan longsor di Kabupaten Karanganyar yang
meliputi tingkat kerawanan sedang dan rendah. Kelas resiko tanah longsor di
daerah penelitian meliputi resiko tinggi, resiko sedang dan resiko rendah. Hasil
zonasi kelas resiko longsor antara hasil penelitian dan RTRW Kabupaten
Karanganyar cukup sesuai. Perbedaannya terletak pada parameter kerawanan
longsor yang digunakan yakni hujan, lereng lahan, geologi, keberadaan sesar,
kedalaman regolith tanah, penggunaan lahan, dan kondisi infrastruktur. Selain itu
mengkaji hubungan antara bahaya atau rawan longsor dengan aktivitas manusia
yang akan menghaslkan kerugian baik secara lingkungan maupun kerugian
ekonomi dengan kemungkinan menimpa kehidupan manusia yang akhirnya
mempunyai kerugian yang cukup besar dan penderitaan yang berkelanjutan.
Penggabungan antara peta bahaya/rawan longsor dengan peta properti akan
menghasilkan peta resiko longsor , sedangkan penelitian saya hanya menekankan
pada kerawanan longsor dan jalur evakuasi potensial. Perbedaan dari ketiga
perameter tersebut lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.2 berikut ini :
Tabel 1.2. Tabel Penelitian Sebelumnya
Penelitian /Tahun
Judul Tujuan Metode Hasil
Sri Harsini(2014)
Aplikasi SistemInformasi Geografisuntuk Penentuan JalurEvakuasi BencanaBanjir Luapan SungaiBengawan Solo diKota Surakarta
- Analisis jaringan jalanuntuk alternatif jalurevakuasi bencana banjirluapan SungaiBengawan Solo di KotaSurakarta.
- Analisis titik potensialevakuasi bencana banjirluapan SungaiBengawan Solo di KotaSurakarta.
- Membuat model jalurevakuasi banjir yangpaling efektif dengansistem informasigeografis.
- Metode yang digunakandalam penelitian iniadalah deskriptifkualitatif sertaanalisisnyamenggunakan metodeLeast Cost Path.
- Jaringan jalan di daerah penelitian dapatdikatakan sesuai untuk dijadikan jalurevakuasi.
- Titik evakuasi yang mendekati kriteriadan berada di luar kawasan banjirberdasarkan data dari Dinas PekerjaanUmum Kota Surakarta yaitu MasjidJami’ dan Masjid Sawunggaling dikelurahan Sewu, sedang di KelurahanJebres adalah Masjid Al-Fath.
- Jalur Evakuasi yang dihasilkan denganmetode least cost path adalah 2 jalur diKelurahan Sewu dan 2 jalur di KelurahanJebres.
Kuswaji DwiPriyono, dkk(2006)
Analisis TingkatBahaya LongsorTanah Di KecamataBanjarmanguKabupatenBanjarnegara
- Mengetahui tingkatbahaya longsor tanahserta mengidentifikasikarakteristik longsorandi daerah penelitian.
- Membuat peta agihantingkat bahaya longsor
- Metode suvey,berdasarkan unit satuanlahan.
- Daerah penelitian terdapat 9satuan bentuklahan dengan 5 tingkatbahaya longsor tanah.
lahan didaerahpenelitian.
MunawarCholil, dkk(2018)
Analisis ResikoBencana DanKerawanan TanahLongsor Berbasis TataRuang Di KabupatenKaranganyar
- Untuk menganalisistingkat kerawanan danresiko bencana tanahlongsor di KabupatenKaranganyar
- Metode survei danmetode purposivesampling untukmengambil sample.Analisa hasilmenggunakan teknikskoring berjenjang.
- Berdasarkan hasil dan pembahasan dapatdisimpulkan bahwa tingkat kerawanantanah longsor di Kabupaten Karanganyarmeliputi tingkat kerawanan sedang dankerawanan rendah.
- Kelas resiko tanah longsor di daerahpenelitian meliputi: resiko tinggi, resikosedang, dan resiko rendah.
- Hasil zonasi kelas resiko longsor antarahasil penelitian dengan RTRWKabupaten Karanganyar cukup sesuai.
Mia DwiMaharani(2018)
Analisis KerawananLongsor DanPenentuan JalurEvakuasi PotensialKecamatan PoncolKabupaten MagetanTahun 2017
- Menganalisis tingkatkerawanan longsor diKecamatan PoncolKabupaten Magetan.
- Menganalisis jalurevakuasi potensial diKecamatan PoncolKabupaten Magetan.
- Metode survei, denganunit analisis satuanmedan untuk analisislongsor sedangkanpurposive samplinguntuk penentuan jalurevakuasi potensial
Sumber : Penulis, 2018
15
1.6 Kerangka Penelitian
Kecamatan Poncol merupakan wilayah yang banyak terjadi bencana tanah
longsor, terletak di bagian barat daya Kabupaten Magetan dan berada pada
ketinggian antara 612 sampai dengan 1.104 meter diatas permukaan laut,
ditambah dengan topografi wilayah penelitian yang berbukit dan wilayah dengan
kondisi lereng yang curam, serta didukung dengan curah hujan yang tinggi.
Seperti curah hujan yang telah terjadi di Kecamatan Poncol selama tahun 2017,
jumlah curah hujan paling tinggi adalah pada Bulan Maret yaitu sebesar 478 mm.
Didukung dengan perubahan lahan hutan maupun lahan pertanian untuk
pembangunan area pemukiman tanpa mengacu pada peraturan yang sudah ada,
sehingga wilayah Kecamatan Poncol rentan terhadap bencana longsor. Kondisi
tersebut sangat mempengaruhi terjadinya longsor, lokasi longsor banyak terjadi di
area pemukiman, ladang atau tegalan dan akses jalan. Dampak yang ditimbulkan
dari bencana longsor berupa kerugian materil seperti rusaknya rumah, ladang atau
sawah, serta fasilitas umum jalan yang tertutup longsoran, hingga kerugian nyawa
akibat kurang sigap menghadapi bencana longsor yang terjadi secara tiba – tiba.
Maka perlu adanya penanggulangan untuk mengurangi kerugian materil
maupun nyawa yang disebabkan oleh bencana longsor dengan mitigasi. Dimulai
dengan pemetaan persebaran kerawanan longsor, parameter yang digunakan
dalam penelitian kerawanan tanah longsor yaitu kemiringan lereng, curah hujan,
penggunaan lahan, kedalaman tanah, tekstur dan jenis tanah yang terdapat di
wilayah tersebut. Beberapa perameter tersebut diolah menjadi peta satuan lahan,
yang digunakan untuk mengetahui persebaran tingkat kerawanan longsor
Kecamatan Poncol dengan mengharkatkan parameter – parameter yang memicu
terjadinya longsor kemudian dilakukan analisis. Pengeplotan titik – titik longsoran
terdahulu dan pemilihan tempat pengungsian atau selter potensial untuk titik
kumpul berupa fasilitas umum di Kecamatan Poncol yang aman dengan
memperhatikan beberapa ketentuan. Selain itu, penentuan jalur evakuasi untuk
menunjang akses dari lokasi longsor menuju tempat pengungsian dengan
memperhatikan keamanan dan kecepatan, paremeter yang digunakan untuk
menentukan jalur evakuasi yakni kawasan longsor, kemiringan lereng, panjang
16
jalan, jenis permukaan jalan, dan kondisi jalan. Apabila kondisi jalan yang baik
dan penentuan jalur evakuasi yang tepat dapat mempermudah dalam proses
penyelamatan diri maupun evakuasi oleh relawan yang sesuai dengan ketentuan,
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut ini ;
Sumber : Penulis, 2018
Penentuan Parameter Kerawanan Longsor Penentuan Jalur Evakuasi
Penanggulangan
Penentuan Jalur Evakuasi Potensial Kecamatan Poncol
Olah data primer
Titik longsor terdahulu, titik kumpul danpenentuan tempat pengungsian
Dampak atau kerugian yang ditimbulkan baik materil maupun nonmateril
Kondisi Geomorfologi dan beberapa kejadian tanah longsorberdasarkan data Koramil Kecamatan Poncol
-Kemiringan Lereng-Hujan-Penggunaan Lahan-Pelapukan Batuan-Kedalaman Tanah-Struktur Perlapisan-Tekstur
Analisis Kerawanan Longsor
Parameter Jalur Potensial (kawasan longsor, panjangjalan, jenis permukaan jalan, dan kondisi jalan)
Olah data primer
Gambar 1.1. Diagram Alir Kerangka Penelitian
17
1.7 Batasan Operasional
1. Bencana adalah peristiwa alam yang disebabkan oleh alam yang terjadi secara
alami atau diawali oleh tindakan manusia dan menimbulkan resiko atau
bahaya terhadap kehidupan manusia, baik berupa kerugian atau kerusakan
harta benda maupun korban jiwa, (Sutikno, 1994).
2. Longsor adalah erosi dimana pengangkutan atau gerakan massa tanah terjadi
pada suatu saat dalam volume yang relatif besar, (Suripin, 2002).
3. Tempat tinggal sementara selama korban bencana mengungsi, baik berupa
tempat penampungan massal maupun keluarga, atau individual merupakan
tempat evakuasi atau penampungan sementara. (Peraturan Kepala BNPB
No.7, 2008).
4. Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana, (Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 21 tahun 2008).
5. Jalur evakuasi adalah lintasan yang digunakan sebagai pemindahan langsung
dan cepat dari orang-orang yang akan menjauh dari ancaman atau kejadian
yang dapat membahayakan bahaya, (Abrahams, 1994 dalam Putra, 2017).
6. Tingkat kerawanan adalah ukuran yang menyatakan tinggi rendahnya atau
besar kecilnya kemungkinan suatu kawasan atau zona dapat mengalami
bencana longsor, serta besarnya korban dan kerugian bila terjadi bencana
longsor yang diukur berdasarkan tingkat kerawanan fisik alamiah dan tingkat
kerawanan karena aktifitas manusia, (Pedoman Penataan Ruang Kawasan
Rawan Bencana Longsor Peraturan Menteri Pekerjaa Umum
NO.22/PRT/M/2007).
top related