2. landasan teori 2.1. earnings management · manajerial yang tercermin dalam laporan keuangan...
Post on 02-Nov-2020
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
7 Universitas Kristen Petra
2. LANDASAN TEORI
2.1. Earnings Management
Earnings management penting dalam pasar keuangan, karena bekerja
dengan strategi akuntansi tertentu untuk memperlihatkan pendapatan (Azzoz dan
Khamees, 2016). Alzoubi dan Selamat (2012) menyatakan bahwa earnings
management berasal dari fleksibilitas pilihan akuntansi yang diberikan melalui
Generally Accepted Accounting Principles (GAAP). Dimana manajer dapat
dengan mudah memutuskan prosedur pelaporan yang tepat serta memudahkan
manajer dalam membuat estimasi dan asumsi yang sesuai dengan lingkungan
bisnis dengan adanya GAAP. GAAP akan memudahkan manajer untuk memilih
prosedur pelaporan yang bisa menguntungkan serta meningkatkan kekayaan
perusahaan (Watt & Zimmerman, 1990). Earnings management mengandalkan
fleksibilitas konvensi akuntansi untuk menyatakan keuntungan yang lebih tinggi
(Sayari et al., 2013).
2.1.1. Definisi Earnings Management
Earnings management adalah proses pelaporan keuangan eksternal,
dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi bagi pemegang saham atau
manajer (Schipper, 1989). Earnings management penting bagi shareholder dan
investor (Sayari et al., 2013). Earnings management adalah manipulasi atau
kontrol dari pendapatan keuangan perusahaan (Haider et al., 2012). Earnings
management merupakan sebuah metode yang digunakan oleh manajemen
perusahaan untuk memanipulasi laporan keuangan dan menggunakannya sesuai
dengan keinginan mereka. Dalam beberapa kasus, manajemen menggunakan
berbagai metode akuntansi untuk menyampaikan informasi pribadi kepada
pengguna laporan keuangan. Earnings management adalah praktik tindakan
manajerial yang tercermin dalam laporan keuangan perusahaan baik untuk
memberikan kesan laba periodik atau tahunan, untuk menunjukkan keuntungan
yang tinggi pada tahun tertentu dan menurunkan laba yang dilaporkan di masa
8 Universitas Kristen Petra
depan atau sebaliknya (Gill et al., 2013). Earnings management terjadi pada saat
manajer mengubah laporan keuangan, hal tersebut dapat menyesatkan beberapa
stakeholder tentang kinerja keuangan perusahaan pada angka akuntansi yang
dilaporkan (Healy dan Wahlen, 1999). Scott, (2003) dalam Purwanti dan
Kurniawan (2013) mendefinisikan earnings management sebagai pemilihan
kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi yang ada dan mampu
untuk memaksimalkan utilitas atau nilai pasar perusahaan. Manajer dapat memilih
beberapa pilihan kebijakan, secara umum manajer akan memilih kebijakan yang
menguntungkan kepentingannya. Goel dan Thakor, (2003) mendefinisikan
earnings management sebagai penghasilan manipulasi yang digunakan manajer
untuk memenuhi ekspektasi laba dengan mengubah informasi laporan keuangan.
Earnings management adalah sebuah aktivitas spesifik yang diadopsi oleh manjer
untuk mengubah laba dengan menerapkan beberapa prinsip akuntansi (accrual
earnings management) atau dengan memanipulasi real earnings management
(Tabassum et al., 2013).
2.1.2. Klasifikasi Earnings Management
Earnings management dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu :
fraudulent accounting, accrual based earnings, dan real earnings management
(Gunny, 2005). Menurut penelitian tersebut fraudulent accounting adalah sebuah
pilihan akuntansi yang melanggar GAAP. Accrual based earnings melibatkan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku secara umum (GAAP) dan konvensi
akuntansi yang diikuti dalam penyusunan pelaporan keuangan (Dechow dan
Skinner, 2000). Real earnings management menggambarkan intervensi tujuan
dalam proses pelaporan keuangan eksternal, dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan pribadi (Schipper, 1989). Real earnings management terkait dengan
penurunan ekonomi yang signifikan dalam kinerja operasi berikutnya (Gunny,
2005).
Ronen et al. (2008) dalam Omid (2012) mengklasifikasikan earnings
management sebagai white earnings management, grey earnings management dan
black earnings management. White earnings management dapat meningkatkan
9 Universitas Kristen Petra
transparansi laporan. Definisi tersebut menjelaskan bahwa earnings management
mengambil keuntungan dari fleksibilitas pilihan perlakuan akuntansi untuk
informasi pribadi manajer pada arus kas masa depan. Grey earnings management
adalah manipulasi laporan dalam batas-batas yang sesuai dengan standar yang
dapat berupa oportunistik atau meningkatkan efisiensi. Black earnings
management melibatkan kesalahan dalam penyajian laporan keuangan dan
penipuan pada laporan keuangan. Earnings management memilih sebuah
perlakuan akuntansi yang oportunistik dengan cara memaksimalkan utilitas
manajemen. Berdasarkan tiga definisi earnings management oleh Ronen et al.
(2008) dalam Omid (2012), earnings management adalah manipulasi untuk
menggambarkan atau mengurangi transparansi laporan keuangan. Ronen et al.
(2008) dalam Omid (2012) juga mempelajari tiga definisi yang berbeda dari
earnings management. Pertama, earnings management adalah alat yang
digunakan sebagai informasi akuntansi manajer kepada pemegang saham. Kedua,
bergantung pada pemanfaatan dari manajer akuntansi dalam berbagai cara yang
dapat mereka terapkan di kedua aspek tujuan manajerial yaitu oportunistik dan
optimis. Ketiga, earnings management adalah manipulasi data akuntansi dalam
rangka mengurangi transparansi laporan keuangan yang menyesatkan pemegang
saham dan pemangku kepentingan lainnya dalam proses pengambilan keputusan
yang mengarah untuk meningkatkan keuntungan pribadi manajemen.
2.1.3 Pola Earnings Management
Menurut Scott (2009) dalam Tanjung et al. (2015) pola manajemen laba
dapat dilakukan dengan cara:
a. Taking a bath
Pola ini terjadi pada saat organisasi mengangkat pemimpin baru.
Jika perusahaan harus melaporkan kerugian, manajemen akan merasa
terdorong untuk melaporkan kerugian besar. Akibatnya, manajemen akan
menghapus aset dan memberikan biaya yang diharapkan di masa depan.
Ini akan meningkatkan kemungkinan keuntungan yang dilaporkan di masa
depan. Dengan kata lain, taking a bath dilakukan dalam rangka untuk
10 Universitas Kristen Petra
mendapatkan keuntungan yang lebih besar pada periode berikutnya dari
yang seharusnya.
b. Income minimization
Pola ini dapat dipilih oleh perusahaan selama periode tersebut
memiliki keuntungan yang tinggi secara politik dengan cara menurunkan
jumlah laba yang dilaporkan. Kebijakan pendapatan di minimalisasi
termasuk penghapusan cepat aset modal dan modal tidak berwujud, iklan
dan pengisian penelitian dan belanja pembangunan, bisnis pembukuan
sukses biaya eksplorasi minyak dan gas, dan lain-lain. Dengan kata lain,
minimalisasi pendapatan ini dilakukan dalam rangka untuk mendapatkan
keuntungan untuk periode yang lebih rendah dari yang seharusnya.
c. Income maximization
Pola ini biasanya terjadi pada saat manajer akan menerima bonus
pada saat ini. Manajer akan memaksimalkan laba yang dilaporkan agar
mendapatkan bonus yang lebih besar. Perusahaan yang melakukan
pelanggaran perjanjian utang juga cenderung melakukan income
maximization. Income maximization dilakukan juga dalam rangka untuk
mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi pada periode berjalan dari
yang seharusnya.
d. Income smoothing
Income smoothing dilakukan perusahaan dengan cara meratakan
laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang
terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang
relatif stabil.
2.1.4 Motivasi Earnings Management
Salah satu motivasi di balik earnings management adalah untuk
menunjukkan hasil laporan keuangan yang baik dalam jangka waktu tertentu.
Prakitik earnings management dapat memberikan keuntungan operasi dan
11 Universitas Kristen Petra
menciptakan penghasilan yang lebih baik di periode berikutnya. Manajer enggan
untuk mengumumkan laba di bawah perkiraan karena mungkin memiliki dampak
negatif pada harga pasar per saham. Karena harga pasar per saham berdampak
pada nilai perusahaan, manajer cenderung memanipulasi komponen laporan laba
rugi dan neraca untuk mempertahankan dan memaksimalkan harga saham pada
tahun berjalan dan selanjutnya (Cohen et al., 2011). Manfaat dalam melakukan
earnings management adalah mendapat keuntungan dengan mencapai kinerja laba
yang baik melalui manipulasi akuntansi (Hu et al., 2014). Menurut penelitian
tersebut seorang manajer yang kurang berpengalaman lebih termotivasi untuk
menunjukkan kinerja yang baik, dengan melakukan earnings management.
Beberapa faktor yang dapat memotivasi manajer melakukan manajemen
laba menurut Scott (2009) dalam Tanjung et al. (2015), yaitu:
a. Rencana bonus (Bonus scheme)
Adanya asimetri informasi mengenai manajemen keuangan
perusahaan yang dapat mengatur laba bersih untuk memaksimalkan bonus.
b. Kontrak utang jangka panjang (Debt covenant)
Semakin dekat dengan pelunasan hutang perusahaan, manajemen
akan cenderung memilih prosedur yang dapat mengalihkan laba periode
berikutnya untuk periode saat ini. Hal ini bertujuan untuk mengurangi
kemungkinan kegagalan perusahaan dalam pembayaran utang.
c. Motivasi politik (Political motivation)
Perusahaan besar di industri strategis (seperti minyak dan gas)
mendapatkan perhatian lebih dengan menurunkan profitabilitas
perusahaan untuk mengurangi visibilitas. Misalnya dengan melakukan
praktik atau prosedur pencatatan laporan keuangan untuk meminimalkan
laba besih perusahaan agar tidak terlalu menarik perhatian.
d. Motivasi perpajakan (Taxation motivation)
Salah satu insentif yang dapat menyebabkan manajer untuk membuat
rekayasa keuntungan untuk meminimalkan pajak.
12 Universitas Kristen Petra
e. Pergantian CEO (Chief Executive Officer)
Manajemen laba juga terjadi disekitar waktu pergantian CEO. Salah
satunya adalah untuk memaksimalkan keuntungan dengan meningkatkan
bonus ketika mendekati pengunduran diri atau pensiun CEO.
f. Penawaran saham perdana (Initial public offering)
Manajer perusahaan go public akan cenderung mengelola laba agar
dapat menaikkan harga saham.
2.1.5. Jenis Earnings Management
Cheng dan Warfield (2005) menjelaskan bahwa earnings management
terdiri dari dua aspek. Pertama, manajer melihatnya sebagai perilaku oportunistik
yaitu untuk memaksimalkan utilitas dalam menangani kontrak kompensasi,
kontrak utang dan biaya politik. Kedua, earnings management dipandang sebagai
perspektif kontrak yang efisien, di mana untuk melindungi manajer dan
perusahaan dalam mengantisipasi kejadian tak terduga untuk mendapatkan
kontrak kerjasama pada pihak yang terlibat dalam kontrak. Siregar dan Utama,
(2008) mendukung penelitian yang dilakukan oleh Cheng dan Warfield (2005).
Omid (2012) menjelaskan bahwa ada dua jenis earnings management: efficient
earnings management dan opportunistic earnings management. Efficient earnings
management adalah jika manajer mengkomunikasikan informasi tentang
profitabilitas perusahaan, yang belum tercermin dalam laba historis untuk
meningkatkan keinformatifan laba dalam mengkomunikasikan informasi pribadi.
Opportunistic earnings management adalah jika manajer memaksimalkan utilitas
mereka, dengan meningkatkan laba. Dengan demikian, manajer dapat
mempengaruhi nilai pasar saham melalui earnings management, misalnya dengan
membuat perataan laba dan pertumbuhan pendapatan dari waktu ke waktu.
Earnings management dapat menjadi oportunistik atau efisien, hal tersebut
berkaitan dengan perilaku manajer dalam menggunakan metode akuntansi (Assidi
et al., 2016). Penelitian sebelumnya berfokus pada perspektif oportunistik dari
13 Universitas Kristen Petra
earnings management dan menganggap bahwa earnings management adalah
suatu cara untuk mengambil alih kekayaan dari pemegang saham untuk manajer.
2.1.6 Pengukuran Earnings Management
Earnings management berkaitan dengan penggunaan akrual akuntansi
diskresioner untuk mempengaruhi pelaporan laba (Jones, 1991). Hutton et al.
(2009) menyatakan bahwa perusahaan dengan akrual diskresioner yang secara
terus-menerus membesar diperkirakan lebih cenderung memanipulasi laba dan
memiliki laporan keuangan yang kurang transparan. Healy (1985) menyimpulkan
bahwa manajer menggunakan discretionary accrual untuk memanipulasi bonus
dan penghasilan tambahan. Earnings management berbasis akrual adalah alat
yang paling umum digunakan untuk memanipulasi laba. Dechow et al. (1995)
juga berpendapat bahwa earnings management dapat dideteksi oleh pola akrual
diskresioner.
Akrual dibagi dalam dua bagian yaitu discretionary accruals dan non-
discretionary accruals (Healy, 1985). Discretionary accruals merupakan
komponen akrual yang dapat diatur dan direkayasa sesuai dengan kebijakan
manajerial dimana manajer memilih akrual diskresioner untuk mengatur prosedur
yang berlaku umum yang ditetapkan oleh GAAP. Misalnya, manajer dapat
memilih metode depresiasi aset jangka panjang dimana ia dapat mempercepat atau
menunda pengiriman persediaan pada akhir tahun fiskal dan ia dapat
mengalokasikan biaya tetap overhead pabrik ke harga pokok penjualan atau
persediaan. Non discretionary accruals merupakan komponen akrual yang
diperbolehkan oleh standar akuntansi (GAAP) yang tidak dapat diatur dan
direkayasa sesuai dengan kebijakan manajer perusahaan. Cotohnya perusahaan
mendepresiasi aset jangka panjang dalam beberapa cara yang sistematis, yaitu
nilai persediaan menggunakan nilai atau aturan pasar yang lebih rendah, dan nilai
kewajiban pada sewa guna usaha sebesar nilai kini dari pembayaran sewa.
Earnings management dalam penelitian ini diukur menggunakan metode
Modified Jones Model untuk menghitung discretionary accruals dengan
mengadopsi model dari Dechow et al. (1995). Peneliti memilih model tersebut
14 Universitas Kristen Petra
karena Modified Jones Model terbukti merupakan metode pengukuran yang paling
kuat dalam mendeteksi earnings management (Dechow, 1995). Serta beberapa
penelitian sebelumnya yaitu (Akram et al., 2015; Cohen et al., 2011; Chen, 2010;
Cheng dan Warfield, 2005; Azzoz dan Khamees, 2016; Haider et al., 2012; Hu et
al., 2014; Hutton et al., 2009; Gill et al., 2013; Gong et al., 2008; Gunny, 2005;
Omid, 2012; Sayari et al., 2013; Shah et al., 2009; Spohr, 2005) juga
menggunakan model tersebut dalam penelitiannya.
Rumus dari discretionary accruals adalah :
Total Accrual (TA) = NI – CFFO
Kemudian, langkah selanjutnya adalah mencari nilai koefisien sebagai
berikut:
T𝐴𝑖𝑡
𝐴𝑖 ,𝑡−1= α1
1
𝐴𝑖 ,𝑡−1 + 𝛼2
∆𝑅𝐸𝑉𝑖𝑡
𝐴𝑖 ,𝑡−1 + 𝛼3
𝑃𝑃𝐸𝑖𝑡
𝐴𝑖 ,𝑡−1 + 𝜀
Dimana:
Ai, t – 1 = Total aset pada periode t – 1
𝛥REVit = Perubahan pendapatan pada periode t
ΔRECit = Perubahan piutang pada periode t
PPEit = Property, plant, equipment
α1 𝛼2 𝛼3 = Koefisien
ε = Error
Selanjutnya setelah diperoleh hasil koefisien, maka dapat dilakukan
perhitungan non discretionary accrual, sebagai berikut:
15 Universitas Kristen Petra
𝑁𝐷𝐴𝑖𝑡 = 𝛼1 1
𝐴𝑖 ,𝑡−1 + α2
∆𝑅𝐸𝑉𝑖𝑡 − ∆𝑅𝐸𝐶𝑖𝑡
𝐴𝑖 ,𝑡−1 + 𝛼3
𝑃𝑃𝐸𝑖𝑡
𝐴𝑖 ,𝑡−1
Kemudian, discretionary accrual dapat di hasilkan dari pengurangan antara
total accrual dengan non discretionary accrual, rumusnya adalah sebagai berikut:
𝐷𝐴𝑖𝑡 = 𝑇𝐴𝑖𝑡
𝐴𝑖𝑡−1 − 𝑁𝐷𝐴𝑖𝑡
Dimana:
Dait = Discretionary accrual periode t
NDAit = Non-discretionary
2.2. Financial Performance
2.2.1. Definisi Financial Performance
Financial performamce adalah ukuran seberapa baik perusahaan dapat
memanfaatkan aset dari kegiatan utama bisnisnya dan menghasilkan keuntungan
bagi investor (Stanwick dan Stanwick, 2010). Financial performamce merupakan
ukuran dari efektivitas perusahaan. Financial performamce adalah keseluruhan
kesehatan keuangan perusahaan selama periode waktu tertentu (Bhunia et al.,
2011). Financial performance menjadi salah satu karakteristik utama yang
mendefinisikan daya saing, potensi bisnis, kepentingan ekonomi manajemen
perusahaan (Bhunia, 2010).
2.2.2. Analisis Financial Performance
Analisis kinerja keuangan merupakan proses penentuan operasi dan
karakteristik keuangan perusahaan dari akuntansi dan laporan keuangan.
Kemampuan organisasi untuk menganalisis posisi keuangan sangat penting untuk
meningkatkan posisi kompetitif di pasar. Melalui analisis yang cermat dari
financial performance, organisasi dapat mengidentifikasi peluang untuk
meningkatkan kinerjanya. Tujuan dari analisis kinerja keuangan adalah untuk
16 Universitas Kristen Petra
menentukan efisiensi dan kinerja manajemen perusahaan, sebagaimana tercermin
dalam laporan keuangan (Bhunia, 2010). Analisis kinerja keuangan dan analisis
laporan laba rugi secara luas digunakan untuk meringkas informasi dalam laporan
keuangan perusahaan dalam menilai kesehatan keuangan.
2.2.3. Pengukuran Financial Performance
Dalam penelitian ini financial performance perusahaan diukur dengan
ROA yang di adopsi dari Yasser dan Mammun (2015). ROA berguna sebagai
indikator dalam kinerja secara keseluruhan (Darweesh, 2015). ROA adalah rasio
atau ukuran yang digunakan untuk mengevaluasi profitabilitas perusahaan. ROA
yang tinggi akan semakin diminati oleh investor, karena tingkat keuntungan akan
semakin besar (Pertiwi dan Pratama, 2012). ROA dihitung dengan laba bersih
dibagi dengan total aktiva. Dengan mengukur financial performance melalui ROA
dapat menunjukkan jumlah pendapatan yang dihasilkan dari aset modal yang
diinvestasikan. Dengan demikian, ROA memungkinkan pengguna untuk menilai
seberapa baik suatu perusahaan dalam memotivasi kinerja manajemen. Penelitian
ini menggunakan ROA karena ingin melihat kemampuan laba yang dihasilkan
oleh perusahaan dalam kaitannya dengan basis asetnya (Yasser dan Mammun,
2015). Beberapa peneliti seperti Barontini dan Caprio (2005); Darweesh (2015);
Gamayuni (2012); Gong et al. (2008); Gunny (2005); Katchova dan Enlow
(2013); Ogundipe et al. (2012); Peng et al. (2007); Sudiyatno et al. (2012);
Serfling (2013); Ulupui (2007); Waseemullah dan Shehzadi (2015); Yim (2013);
Zhu dan Tian (2009) menggunakan Return on asset (ROA) sebagai ukuran dari
financial performance.
Rumus untuk menghitung ROA adalah :
𝑅𝑂𝐴 =𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡
17 Universitas Kristen Petra
2.3. Firm Value
2.3.1. Definisi Firm Value
Firm value seringkali dikaitkan dengan harga saham. Firm value
merupakan persepsi investor terhadap perusahaan (Brigham dan Joel, 2006).
Definisi tersebut sejalan dengan Sujoko dan Soebiantoro (2007) yang
mendefinisikan firm value sebagai persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan
perusahaan dalam mengelola sumberdaya pada tahun ini yang tercermin pada
harga saham pada tahun depan. Firm value adalah nilai sekarang dari arus kas
yang diharapkan di masa depan dan didiskontokan dengan tingkat diskonto yang
sesuai (William, 1938).
Firm value didasarkan pada kemampuan untuk menghasilkan laba
ekonomi (Chaney dan Lewis, 1995). Perusahaan akan memiliki nilai tinggi ketika
investor mengharapkan pendapatan ekonomi yang tinggi. Sebagai contoh, jika
perusahaan melaporkan laba yang tinggi, investor akan menempatkan nilai yang
tinggi pada perusahaan dan memutuskan untuk berinvestasi karena mereka
mengharapkan tingkat laba yang dapat dipertahankan di masa depan. Manajer
memiliki insentif tambahan untuk mengelola pendapatan karena kompensasi
mereka berdasarkan pada firm value di masa depan (Chaney dan Lewis, 1995).
2.3.2. Pengukuran Firm Value
Rasio firm value diukur menggunakan Tobin’s Q, yang diadopsi dari
Lindenberg & Ross (1981). Nilai Tobin’s Q yang besar mencerminkan fakta
bahwa nilai pasar perusahaan melebihi biaya penggantian aset. Oleh karena itu
jika perusahaan dengan nilai Tobin’s Q yang besar memiliki banyak kesempatan
investasi yang menguntungkan. Tobin’s Q dikembangankan oleh professor James
Tobin. Tobin’s Q adalah nilai pasar suatu perusahaan terhadap biaya penggantian
aset perusahaan Lindenberg & Ross (1981). Perusahaan yang memikiki nilai Q >
1,00 memiliki peluang investasi yang baik (Lang, Stulz, dan Walkling, 1989) dan
memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi (Tobin, 1969). Penelitian ini
menggunakan Tobin’s Q karena Tobin’s Q dapat mengukur nilai pasar saham
sebuah perusahaan. Tobin’s Q telah digunakan sebagai ukuran dari firm value
18 Universitas Kristen Petra
dalam beberapa penelitian Allayannis dan Weston (2001); Darweesh (2015);
Jiraporn et al. (2008); Lang dan Stulz (1994); Morck et al. (1988); Phon (2014);
Yermack (1996).
Rumus dari Tobin’s Q adalah sebagai berikut :
Q = (MVS+D)/TA
Dimana :
MVS = Market value of all outstanding shares
D = Debt
TA = Firm’s Assets
D = (AVCL – AVCA) + AVLTD
Dimana:
AVCL = Accounting value of the firm’s Current Liabilities
AVCL = Short Term Debt + Taxes Payable.
AVLTD = Accounting value of the firm’s Long Term Debt
AVCA = Accounting value of the firm’s Current Assets.
AVCA = Cash + Account Receivable + Inventories.
2.4. Hubungan antara variabel
2.4.1. Pengaruh Earnings Management terhadap Financial Performance
Neffati et al. (2011) menunjukkan bahwa earnings management
berpengaruh positif yang signifikan pada financial performance, karena manajer
melakukan earnings management untuk meningkatkan financial performance,
terutama di perusahaan-perusahaan yang kurang efisien. Waseemullah dan
Shehzadi (2015) menemukan bahwa earnings management secara signifikan
berhubungan positif dengan financial performance. Studi tersebut menunjukkan
bahwa perusahaan menggunakan earnings management untuk mempertahankan
19 Universitas Kristen Petra
tingkat kinerja mereka. Peran positif dari earnings management pada financial
performance menunjukkan kekuatan Securities and Exchange Commission of
Pakistan dan Bursa Efek Karachi dalam desain dan pelaksanaan standar pelaporan
keuangan dan persyaratan pengungkapan. Sistem regulasi harus diperkuat lebih
lanjut untuk meningkatkan kredibilitas pelaporan dan pengungkapan keuangan
perusahaan yang akan membantu dalam membangun kepercayaan investor. Gong
et al. (2008) dalam penelitiannya menemukan dampak positif dan signifikan dari
earnings management terhadap financial performance.
Earnings management berhubungan negatif dan signifikan pada financial
performance (Gill et al., 2013). Semakin intens praktik dari earnings
management, maka akan semakin besar efek yang merugikan pada financial
performance (ROA) perusahaan di tahun berikutnya. Hal tersebut karena
manajemen mengambil keuntungan dari masa depan untuk periode sekarang
untuk mendapatkan hasil pelaporan yang relatif baik di periode sekarang dengan
mengorbankan masa depan. Ketika sebuah perusahaan melakukan earnings
management, angka laba tidak lagi menjadi cerminan yang benar dari financial
performance. Penelitian Gill et al. (2013) sejalan dengan Gunny (2005) yang
menemukan bahwa earnings management berdampak negatif pada financial
performance di masa depan karena manajer bersedia mengorbankan arus kas masa
depan untuk periode berjalan.
H1 : Earnings Management berpengaruh terhadap Financial Performance
2.4.2. Pengaruh Earnings Management terhadap Firm Value
Earnings management memiliki hubungan yang positif dengan firm value
(Jiraporn et al., 2008). Hal tersebut karena investor melihat pada laba perusahaan
untuk memutuskan apakah akan berinvestasi atau tidak, sehingga perusahaan yang
melakukan earnings management akan meningkatkan firm value. Tangjitprom
(2013) dan Phon (2014) menemukan hubungan yang positif antara earnings
management dengan firm value. Perusahaan yang melakukan earnings
management dengan menaikkan laba maka firm value juga akan meningkat
(Raoli, 2013). Hal tersebut sejalan dengan Chaney dan Lewis (1995) yang
20 Universitas Kristen Petra
menyatakan bahwa earnings management mempengaruhi firm value ketika
manajer memaksimalkan nilai laba. Jika perusahaan melaporkan laba yang tinggi
dalam laporan keuangan, maka investor akan tertarik untuk berinvestasi sehingga
akan meningkatkan nilai perusahaan.
Mukhtaruddin et al. (2014); Herawaty (2008); Junchristianti dan Priyadi,
(2015); Meilyana (2012); Partami, Sinarwati, dan Darmawan, (2015) menemukan
earnings management memiliki hubungan yang negatif terhadap firm value.
Penelitian yang dilakukan oleh Mukhtaruddin et al. (2014) menunjukkan bahwa
sebagian besar perusahaan yang ada di Indonesia tidak menerapkan paraktik
earnings management untuk meningkatkan nilai perusahaan karena manajemen
laba dapat meningkatkan nilai perusahaan pada periode tertentu saja dan dapat
menurunkan firm value di masa depan. Hal tersebut sejalan dengan penelitian
Partami, Sinarwati, dan Darmawan, (2015) dan Junchristianti dan Priyadi, (2015)
yang menemukan bahwa laba yang merupakan hasil manajemen laba akan dinilai
rendah oleh investor dan akan menurunkan nilai perusahaan. Manajemen laba
yang dilakukan oleh manajemen perusahaan akan memperlihatkan kinerja yang
baik dalam jangka pendek atau meningkatkan nilai perusahaan dalam jangka
pendek. Namun, periode berikutnya laba akan mengalami penurunan sehingga
mengakibatkan nilai perusahaan menjadi turun dalam jangka panjang. Dengan
melakukan manajemen laba, maka laba yang dilaporkan tidak menunjukkan
informasi yang sebenarnya dan dapat menyesatkan pihak pengguna laporan
sehingga nilai perusahaan menjadi menurun (Meilyana, 2012). Penelitian yang
dilakukan oleh Herawaty (2008) menemukan bahwa investor fokus terhadap
manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen, sehingga manajemen laba lebih
mudah dideteksi dan nilai perusahaan menajdi menurun karena investor
mengetahui adanya manajemen laba yang dilakukan perusahaan.
Fields et al. (2001); Magrath dan Weld (2002) menyatakan bahwa
earnings management muncul ketika manajer ingin meningkatkan firm value.
Earnings management dapat bermanfaat atau berbahaya bagi firm value
didasarkan pada bagaimana manajer menggunakannya (Phon, 2014). Penelitian
tersebut menjelaskan bahwa earnings management terdiri dari earnings
management yang positif dan negatif. Earnings management yang positif adalah
21 Universitas Kristen Petra
penggunaan earnings management dengan cara yang menguntungkan firm value.
Earnings management yang negatif adalah penggunaan earnings management
untuk keuntungan pribadi yang dapat berbahaya bagi firm value.
H2 : Earnings Management berpengaruh terhadap Firm Value
2.4.3. Pengaruh Financial Performance terhadap Firm Value
Financial performance yang diukur menggunakan ROA memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap firm value yang diukur menggunakan
Tobin’s Q (Sudiyatno et al., 2012). Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa
ROA dapat meningkatkan nilai perusahaan. ROA digunakan sebagai ukuran
kinerja perusahaan untuk investasi yang akan dilakukan oleh investor. Financial
Performance yang tinggi akan direspon positif oleh investor untuk
menginvestasikan dananya pada perusahaan sehingga firm value juga meningkat.
Adi et al. (2013), Gamayuni (2015), Pertiwi dan Pratama (2012) , Ulupui
(2007), menemukan bahwa ROA (financial performance) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap firm value. Adi et al. (2013) dalam penelitiannya menemukan
bahwa financial performance yang baik akan meningkatkan firm value.
Peningkatan firm value akan tercapai apabila perusahaan dapat mencapai laba
yang telah ditetapkan dalam kinerja keuangan. Ulupui (2007) dalam penelitiannya
menemukan bahwa rasio keuangan yang diperoleh dari laporan keuangan masih
digunakan oleh investor untuk mengambil berbagai keputusan penting
perusahaan. Hal ini juga mengindikasikan bahwa kinerja keuangan dapat
digunakan untuk memprediksi nilai perusahaan. Penelitian Ulupui (2007) sejalan
dengan penelitian Gamayuni (2015) yang menyatakan bahwa investor masih
menggunakan variabel kinerja keuangan yang tersaji dalam laporan keuangan
untuk memprediksi nilai perusahaan. Sejalan dengan penelitian Ulupui (2007) dan
Gamayuni (2015), Pertiwi dan Pratama (2012) dalam penelitiannya menemukan
bahwa para investor melakukan overview suatu perusahaan dengan melihat
kinerja keuangan sebagai alat evaluasi investasi, karena kinerja keuangan
mencerminkan tinggi rendahnya nilai perusahaan. Ketika tingkat keuntungan
dalam kinerja keuangan yang dicapai perusahaan tersebut semakin baik maka
akan berpengaruh positif dalam meningkatkan nilai perusahaan artinya semakin
22 Universitas Kristen Petra
tinggi kinerja keuangan yang diukur dengan Return on Asset (ROA) maka
semakin baik produktivitas asset dalam memperoleh keuntungan bersih.
H3 : Financial Performance berpengaruh terhadap Firm Value
top related