2. teori penunjang 2.1. klasifikasi abc
Post on 01-Dec-2021
7 Views
Preview:
TRANSCRIPT
5
2. TEORI PENUNJANG
2.1. Klasifikasi ABC
Klasifikasi ABC merupakan klasifikasi dari suatu kelompok produk dalam
susunan menurun berdasarkan biaya penggunaan produk itu per periode waktu
(harga per unit per produk dikalikan volume penggunaan dari produk itu selama
periode tertentu). Periode yang umum digunakan adalah 1 tahun. Klasifikasi ABC
umum dipergunakan dalam pengendalian persediaan.
Klasifikasi ABC mengikuti prinsip 80-20 atau hukum Pareto di mana
sekitar 80% dari nilai total persediaan produk direpresentasikan (diwakilkan) oleh
20% persediaan produk.
Penggunaan klasifikasi ABC (Gaspersz, Vincent, 2001) adalah untuk
menetapkan:
a. Frekuensi penghitungan persediaan , di mana produk-produk kelas A harus diuji
lebih sering dalam hal akurasi catatan persediaan dibandingkan produk kelas B
atau C.
b. Prioritas pembelian (perolehan), di mana aktivitas pembelian seharusnya
difokuskan pada produk-produk bernilai tinggi dan penggunaan dalam jumlah
tinggi.
c. Sistem pengisian kembali, di mana klasifikasi ABC akan membantu
mengidentifikasi metode pengendalian yang digunakan. Akan lebih ekonomis
apabila mengendalikan material kelas C dengan metode yang lebih sederhana dan
metode-metode yang lebih canggih untuk produk-produk kelas A dan kelas B.
d. Keputusan investasi, karena produk kelas A menggambarkan investasi yang lebih
besar dalam persediaan, maka perlu lebih berhati-hati dalam membuat keputusan
tentang kuantitas pesanan dan stok pengaman terhadap produk kelas A,
dibandingkan terhadap produk kelas B dan kelas C.
6
Cara melakukan klasifikasi ABC:
• Tabulasikan nama, harga per unit, dan jumlah unit yang dijual per tahun.
• Kalikan harga per unit dengan jumlah unit yang dijual selama setahun untuk
mendapatkan nilai rupiah penjualan setahun dari masing-masing produk.
• Jumlahkan nilai rupiah tahunan untuk keseluruhan produk dan hitung persentase
penjualan tahunan untuk tiap-tiap produk.
• Sorting (urutkan) produk-produk mulai dari yang jumlah penjualan tahunannya
terbesar.
• Buat klasifikasi ABC dengan aturan yang mendekati di atas.
Tabel 2.1. Klasifikasi ABC
Karakteristik A B C
Persentase Nilai 75-80% 10-15% 5-10%
Persentase Jumlah Produk 15-20% 20-25% 60-65%
Sumber dari: Pujawan, Nyoman, 2001
2.2. Peramalan
Peramalan merupakan suatu fungsi bisnis yang berusaha untuk
memperkirakan penjualan dan penggunaan produk sehingga produk-produk itu dapat
dibuat dalam kuantitas yang tepat. Dengan demikian, peramalan merupakan suatu
dugaan terhadap permintaan yang akan datang berdasarkan pada beberapa variabel
peramal, sering berdasarkan pada data deret waktu historis.
Tujuan utama dari peramalan permintaan adalah untuk meramalkan
permintaan dari produk-produk independent demand (misalnya produk akhir) di
masa yang akan datang. Pemilihan produk-produk independent demand yang akan
diramalkan tergantung pada situasi dan kondisi aktual dari masing-masing industri
manufaktur.
Penentuan horizon waktu peramalan akan tergantung pada situasi dan
kondisi aktual dari masing-masing industri manufaktur. Alternatif interval ramalan
yang umum dipilih adalah menggunakan interval waktu: harian, mingguan, bulanan,
triwulan, semesteran, dan tahunan. Selain memilih interval ramalan, harus juga
ditentukan banyaknya periode di masa yang akan datang yang akan diramalkan,
7
misalnya 12 atau 24 bulan mendatang, atau periode 8, 12, 16, atau 20 triwulan
mendatang. Dalam sistem peramalan berlaku aturan bahwa semakin jauh periode di
masa yang akan datang yang diramalkan (dengan asumsi faktor lain tetap), hasil
ramalan akan semakin kurang akurat. Dengan demikian, semakin panjang horizon
waktu peramalan, hasil ramalan akan semakin kurang akurat.
2.2.1. Manfaat Peramalan Permintaan
Peramalan permintaan sangat bermanfaat bagi perusahaan karena
berhubungan dengan pengambilan keputusan. Manfaat dari peramalan permintaan
adalah sebagai berikut:
• Untuk menentukan kebijakan dalam persoalan penyusunan anggaran untuk
segala aktivitas yang dilaksanakan, seperti anggaran penjualan dan sebagainya.
• Pedoman untuk pengendalian persediaan, karena bila persediaan terlalu besar
maka akan menimbulkan biaya penyimpanan yang tinggi dan sebaliknya bila
persediaan terlalu kecil maka akan berpengaruh pada tingkat pelayanan terhadap
konsumen. Oleh karena itu, peramalan dapat digunakan sebagai pedoman untuk
mengendalikan persediaan.
• Merupakan langkah evaluasi yang baik untuk mengukur tingkat pelayanan
(kemampuan memenuhi permintaan) terhadap konsumen.
2.2.2. Langkah-langkah Peramalan
Langkah-langkah yang harus diperhatikan untuk menjamin efektivitas dan
efisiensi dari sistem peramalan dalam manajemen permintaan, yaitu:
a. Menentukan tujuan dari peramalan
Tujuan utama dari peramalan permintaan adalah untuk menentukan permintaan
dari produk-produk independent demand di masa yang akan datang.
b. Memilih produk independent demand yang akan diramalkan
Pemilihan produk independent demand tergantung pada situasi dan kondisi aktual
dari masing-masing industri manufaktur dan tujuan peramalan itu sendiri.
c. Menentukan horizon waktu peramalan
Penentuan horizon waktu peramalan bergantung pada situasi dan kondisi aktual
dari masing-masing industri manufaktur dan tujuan peramalan itu sendiri. Dalam
8
sistem peramalan berlaku aturan bahwa semakin jauh periode di masa datang
yang diramalkan (dengan asumsi faktor lain tetap) maka hasil ramalan akan
semakin kurang akurat.
d. Mengumpulkan data yang diperlukan untuk melakukan peramalan
Data yang diperlukan untuk melakukan peramalan adalah data permintaan, lead
time, persediaan dan lain sebagainya. Jangka waktu untuk proses peramalan
secara normal minimal 2 tahun.
e. Memilih model-model peramalan
Pemilihan model peramalan bergantung pada pola data dan horizon waktu
peramalan. Pola data dibedakan menjadi 4 yaitu:
• Pola horizontal (H), terjadi bilamana nilai data berfluktuasi di sekitar rata-rata
yang konstan. Deret seperti ini stasioner terhadap nilai rata-rata.
• Pola musiman (S), terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor
musiman, misalnya tahun, minggu, atau hari tertentu.
• Pola siklis (C), merupakan pola musiman dengan periode waktu jangka
panjang, biasanya berhubungan dengan siklus bisnis.
• Pola trend (T), terjadi bilamana ada kenaikan atau penurunan jangka panjang
dalam data.
Dari identifikasi pola dasar maka akan ditemukan formulasi model matematis
(dengan asumsi yang diperlukan) sehingga pola tersebut dapat diteruskan dan
diperbaharui untuk masa yang akan datang.
f. Penentuan model peramalan
Model peramalan yang baik adalah yang dapat memberikan hasil ramalan tidak
jauh berbeda dengan kenyataan yang terjadi. Dengan kata lain, model peramalan
yang baik adalah yang dapat memberikan hasil penyimpangan terkecil antara
hasil peramalan dengan nilai kenyataannya.
g. Validasi model peramalan
Validasi model peramalan dapat dilakukan dengan menggunakan tracking signal.
Tracking signal adalah suatu ukuran bagaimana baiknya suatu ramalan
memperkirakan nilai-nilai aktual.
h. Membuat peramalan
9
2.2.3. Model Dekomposisi
Model dekomposisi digunakan untuk mengidentifikasi 3 komponen pola
data yaitu trend, musiman, dan siklus. Model dekomposisi mengasumsikan bahwa
data terdiri dari :
Data = pola + error
= f (trend, siklus, musiman) + error
Sebagai tambahan komponen dari pola, pola acak (error) diasumsikan ada. Error
yang dimaksudkan adalah perbedaan antara kombinasi dari 3 pola data yang sudah
ada dengan data aktual.
Model matematika untuk dekomposisi adalah:
( )ttttt ECTIfX ,,,= (2.1)
di mana Xt adalah data aktual pada periode t
It adalah indeks (komponen) musiman pada periode t
Ct adalah indeks (komponen) siklus pada periode t
Et adalah indeks (komponen) acak pada periode t
2.2.4. Tracking Signal
Tracking signal adalah suatu ukuran bagaimana baiknya suatu ramalan
memperkirakan nilai-nilai aktual. Tracking signal dihitung sebagai running sum of
the forecast error (RSFE) dibagi dengan mean absolut deviation (MAD), sebagai
berikut:
Tracking signal MADRSFE
= (2.2)
= ∑ (actual demand in period i – forecast demand in period i) MAD
di mana MAD = ∑ (absolut dari forecast error) n n = banyaknya periode data
Apabila tracking signal telah dihitung maka dapat dibangun peta kontrol
tracking signal. Beberapa ahli dalam sistem peramalan menyarankan untuk
menggunakan nilai tracking signal maksimum ± 4, sebagai batas-batas pengendalian
untuk tracking signal. Dengan demikian apabila tracking signal berada di luar batas
10
pengendalian maka model peramalan perlu ditinjau kembali karena akurasi
peramalan tidak dapat diterima (Gaspersz, Vincent, 2001).
2.3. Fill Rate (Percent Unit Service Level)
Fill rate adalah prosentase unit permintaan yang dapat dipenuhi dari
persediaan (Narasimhan, Seetharama L., 1995). Fill rate adalah kebalikan dari
stockout rate yang menyatakan prosentase dari unit permintaan yang tidak dapat
dipenuhi dari persediaan (stok), yang akhirnya menjadi backorder atau lost sales.
2.3.1. Notasi yang Digunakan
Dalam perhitungan fill rate, notasi yang digunakan adalah sebagai berikut:
• Marginal profit (MP)
Marginal profit dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
MP = S – C (2.4)
Sumber dari: Narasimhan, Seetharama L., 1995
Di mana S = harga jual (Rp)
C = biaya yang dikeluarkan untuk menyediakan produk (Rp)
• Marginal loss (ML)
Marginal loss dapat dihitung dengan menggunaka rumus sebagai berikut:
ML = C – V (2.5)
Sumber dari: Narasimhan, Seetharama L., 1995
Di mana C = biaya yang dikeluarkan untuk menyediakan produk (Rp)
V = nilai sisa (Rp)
• Probabilitas menjual marginal produk / probabilitas menjual unit ke-Q (p)
Keputusan yang diambil adalah sebagai berikut:
Profit yang diharapkan ≥ kerugian yang diharapkan
( )MPp ≥ ( )MLp−1
( )MPp ≥ ( )MLpML −
( )MLMPp + ≥ ML
p ≥ MLMP
ML+
(2.6)
Sumber dari: Narasimhan, Seetharama L., 1995
11
• Stockout risk (SOR)
Adalah probabilitas bahwa jumlah permintaan melebihi jumlah pemesanan
(Narasimhan, Seetharama L., 1995).
• Percent order service level (OSL)
Adalah prosentase dari siklus pengisian kembali di mana kebutuhan konsumen
terpenuhi.
Nilai OSL didapatkan dari rumus sebagai berikut:
OSL = 1 – SOR (2.7)
Sumber dari: Narasimhan, Seetharama L., 1995
• Reorder point dari permintaan selama lead time pada unit normal distribution (k)
• Standard deviasi dari permintaan selama lead time dan masa review ( LR+σ )
RL+σ didapatkan dari rumus sebagai berikut:
( ) RRL RL σσ ×+=+ (2.8)
Sumber dari: Chopra, Sunil, 2001.
di mana L = lead time (bulan)
R = review interval (bulan)
Rσ = standard deviasi dari kesalahan peramalan permintaan selama masa
review (unit)
• Review interval (R)
Adalah jangka waktu pemeriksaan persediaan.
• Lead time (L)
Lead time adalah waktu tunggu dari waktu pemesanan barang sampai barang
yang dipesan masuk dalam gudang dan siap untuk digunakan.
• Rata-rata permintaan setiap siklus pengisian kembali (Q)
• Unit stockout rate (USOR)
USOR didapatkan dari rumus sebagai berikut:
Q
kgUSOR LR )(+=
σ (2.9)
Sumber dari: Narasimhan, Seetharama L., 1995
• Percent unit service level / fill rate (USL)
USL didapatkan dari rumus sebagai berikut:
12
USL = 1 – USOR (2.10)
Sumber dari: Narasimhan, Seetharama L., 1995
2.3.2. Perhitungan Fill Rate
Langkah-langkah yang digunakan untuk menghitung fill rate adalah sebagai
berikut:
a. Menghitung p
Dengan menghitung nilai p maka akan didapatkan nilai SOR. Dengan
diketahuinya SOR maka dapat diketahui pula service level-nya.
b. Mencari nilai k
Nilai k didapatkan dari tabel unit normal distribution.
c. Mencari nilai g(k)
Nilai g(k) didapatkan dari tabel unit normal distribution.
d. Menghitung nilai RL+σ dan Q
e. Menghitung USOR
f. Menghitung fill rate (USL)
2.4. Persediaan
Persediaan adalah suatu sumber daya menganggur (idle resources) yang
menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud dengan proses lebih lanjut di sini
adalah berupa kegiatan produksi seperti dijumpai pada sistem manufaktur, kegiatan
pemasaran seperti yang dijumpai pada sistem distribusi ataupun kegiatan konsumsi
seperti dijumpai pada sistem rumah tangga.
Dalam sistem manufaktur, persediaan dapat ditemui dalam 3 bentuk yaitu:
• Bahan baku, merupakan masukan awal dari proses transformasi menjadi produk
jadi.
• Barang setengah jadi, merupakan bentuk peralihan dari bahan baku menjadi
produk jadi
• Barang jadi, merupakan hasil akhir proses transformasi yang siap dipasarkan
kepada konsumen.
Timbulnya persediaan dalam suatu sistem merupakan akibat dari
mekanisme pemenuhan atas permintaan (transaction motive). Permintaan akan suatu
13
barang yang datang pada suatu sistem tidak akan dapat dipenuhi dengan segera pada
saat permintaan itu tiba, bila barang tersebut tidak tersedia sebelumnya, karena untuk
mengadakan barang dibutuhkan waktu baik untuk proses pembuatan barang tersebut
maupun untuk mendatangkannya. Hal ini berarti bahwa adanya persediaan dalam
suatu sistem merupakan suatu hal yang sulit untuk dihindarkan.
Besar kecilnya kesulitan dalam permasalahan tersebut tergantung pada
berbagai faktor, di antaranya adalah:
• Permintaan yang bervariasi dan sering tidak pasti baik dalam jumlah maupun
kedatangannya.
• Waktu pembuatan yang cenderung tidak konstan antara satu produk dengan
produk lainnya.
• Waktu ancang-ancang (lead time) yang cenderung tidak pasti karena berbagai
faktor yang tidak dapat sepenuhnya dikendalikan.
• Sistem administrasi dan pengorganisasian.
• Tingkat pelayanan yang ingin diberikan.
• Keberanian pihak manajemen untuk mengambil resiko.
Selain akibat dari mekanisme pemenuhan atas permintaan, timbulnya
persediaan dapat pula disebabkan karena adanya keinginan untuk meredam
ketidakpastian (precautionary motive) dari ketiga faktor pertama di atas. Jenis
persediaan yang diperuntukkan untuk meredam ketidakpastian sering disebut sebagai
persediaan pengaman (safety stock).
2.4.1. Permasalahan Umum Pengendalian Persediaan
Fungsi utama dari persediaan adalah menjamin kelancaran mekanisme
pemenuhan permintaan barang sesuai dengan kebutuhan pemakai sehingga sistem
yang dikelola dapat mencapai kinerja (performance) yang optimal. Adapun
permasalahan yang dihadapi di dalam pengendalian persediaan pada umumnya
adalah sebagai berikut:
• Permasalahan kuantitatif, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan penentuan jumlah
barang yang akan dipesan / dibuat, saat pemesanan / pembuatan serta jumlah
persediaan pengamannya. Permasalahan ini sering dikenal dengan penentuan
14
kebijaksanaan persediaan (inventory policy), yaitu pemilihan metode
pengendalian persediaan yang terbaik.
• Permasalahan kualitatif, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan sistem
pengoperasian persediaan yang meliputi antara lain pengorganisasian,
mekanisme dan prosedur, administrasi, dan sistem informasi persediaan.
Permasalahan ini akan dijumpai secara rutin pada waktu pengoperasian sistem
persediaan.
2.4.2. Biaya Persediaan
Biaya persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul
sebagai akibat adanya persediaan. Adapun komponen-komponennya terdiri atas
biaya pembelian, biaya pemesanan, biaya penyimpanan, biaya kekurangan
persediaan, dan biaya sistemik.
a. Biaya pengadaan
Biaya pengadaan dibedakan atas 2 jenis sesuai asal-usul dari barang tersebut
yaitu biaya pemesanan dan biaya pembuatan.
• Biaya pemesanan
Adalah semua pengeluaran yang ditimbulkan untuk mendatangkan barang
dari luar. Biaya ini meliputi biaya untuk menentukan pemasok (supplier),
biaya memeriksa persediaan sebelum melakukan pemesanan, dan sebagainya.
Biasanya biaya ini diasumsikan tetap untuk setiap kali pemesanan barang.
• Biaya pembuatan
Adalah semua pengeluaran yang ditimbulkan untuk persiapan memproduksi
barang. Biaya ini biasanya timbul di dalam pabrik, yang meliputi biaya
menyetel mesin, biaya mempersiapkan gambar benda kerja, dan sebagainya.
b. Biaya penyimpanan
Adalah semua pengeluaran yang timbul akibat penyimpanan barang. Biaya ini
meliputi:
• Biaya memiliki persediaan
Barang yang menumpuk di gudang adalah benda yang mempunyai nilai.
Dengan demikian penumpukan barang di gudang berarti penumpukan modal,
dan modal perusahaan mempunyai biaya yang dapat diukur dengan suku
15
bunga di bank misalnya. Oleh sebab itu, biaya yang ditimbulkan karena
dimilikinya persediaan harus diperhitungkan di dalam biaya sistem
persediaan. Biaya memiliki persediaan biasanya dinyatakan sebagai
persentase terhadap nilai persediaan tersebut untuk satuan waktu tertentu.
• Biaya gudang
Barang disimpan memerlukan tempat untuk penyimpanan (gudang), oleh
sebab itu menimbulkan biaya gudang. Bila gudang dan fasilitas peralatannya
disewa maka biaya gudang merupakan biaya sewa, sedangkan bila dimiliki
sendiri maka biaya gudang merupakan biaya depresiasinya.
• Biaya kerusakan dan penyusutan
Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan bahkan dapat pula
mengalami penyusutan. Penyusutan ini dapat terjadi karena beratnya
berkurang ataupun jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya yang
ditimbulkan karena faktor kerusakan dan penyusutan ini biasanya diukur dari
pengalaman sesuai dengan persentasenya.
• Biaya kadaluwarsa
Ada kalanya barang-barang yang disimpan mengalami penurunan nilai
karena adanya model yang lebih baru. Hal ini banyak dijumpai pada barang-
barang elektronik. Besarnya biaya kadaluwarsa ini biasanya diukur dengan
besarnya penurunan nilai jual barang tersebut.
• Biaya asuransi
Untuk menjaga barang terhadap hal-hal yang tidak diinginkan seperti
kebakaran, huru-hara, dan sebagainya maka barang yang disimpan juga
diasuransikan. Biaya yang dikeluarkan untuk ini disebut biaya asuransi,
besarnya tergantung pada perjanjian dengan perusahaan asuransinya serta
jenis barang yang diasuransikan.
• Biaya administrasi
Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasikan persediaan barang yang
ada, baik pada saat pemesanan, penerimaan barang maupun penyimpanannya.
• Biaya lain-lain
Adalah semua biaya penyimpanan yang belum dimasukkan ke dalam elemen
biaya di atas, biasanya bergantung pada situasi dan kondisi perusahaan.
16
Di dalam manajemen persediaan, terutama yang berkaitan dengan permasalahan
kuantitatif maka biaya simpan per unit diasumsikan linier terhadap jumlah barang
yang disimpan (misalnya Rp/unit/tahun).
c. Biaya kekurangan persediaan
Apabila dijumpai tidak ada barang pada saat diminta maka akan terjadi keadaan
kekurangan persediaan. Keadaan ini akan menimbulkan kerugian karena proses
produksi menjadi terganggu dan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan
menjadi hilang. Satu hal yang amat penting dari keadaan ini adalah beralihnya
konsumen ke tempat lain, dan ini merupakan kerugian yang susah untuk dinilai.
Untuk menentukan biaya kekurangan persediaan, dapat diukur dari:
• Kuantitas yang tidak dapat dipenuhi
Diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat memenuhi barang
yang diminta atau dari kerugian akibat terhentinya proses produksi (Rp/unit).
• Waktu pemenuhan
Lama waktu gudang kosong akan berarti lamanya proses produksi terhenti
ataupun lamanya perusahaan tidak dapat menikmati keuntungan. Oleh sebab
itu, waktu dapat diartikan sebagai uang yang hilang. Biaya yang ditimbulkan
keadaan ini dapat diukur berdasarkan waktu yang diperlukan untuk
memenuhi gudang yang biasanya dinyatakan dalam Rp/satuan/waktu.
• Biaya pengadaan darurat
Agar konsumen tidak kecewa maka dapat dilakukan pengadaan darurat yang
biasanya menimbulkan biaya yang lebih besar daripada pengadaan normal.
Kelebihan biaya persediaan ini dapat dijadikan ukuran untuk menentukan
biaya kekurangan persediaan, biasanya dinyatakan dalam Rp/setiap kali
kekurangan.
d. Biaya sistemik
Biaya ini meliputi biaya perancangan dan perencanaan sistem persediaan serta
biaya untuk mengadakan peralatan (misalnya komputer) serta melatih tenaga
yang digunakan untuk mengoperasikan sistem. Biaya sistemik ini dapat dianggap
sebagai biaya investasi bagi pengadaan suatu sistem persediaan.
17
2.4.3. Sistem Distribusi Pull
Pada sistem pull, setiap pusat distribusi daerah (toko) menentukan apa yang
dibutuhkan dan memesan kebutuhannya sendiri ke sumber di atasnya (distributor).
Toko bertindak independent satu sama lain dan memesan kebutuhannya sendiri tanpa
memperhatikan kebutuhan toko lain, stok yang tersedia pada distibutor, maupun
jadwal produksi. Tiap lokasi membentuk rencana sendiri dan biasanya memiliki
safety stock sendiri. Sistem pull tradisional ini bereaksi terhadap permintaan tanpa
mengantisipasinya. Tidak ada komunikasi antara toko dengan sumbernya.
Komunikasi hanya terjadi secara khusus pada saat pemesanan. Hal ini menyebabkan
permintaan yang sangat berfluktuasi pada sumber sehingga dibutuhkan safety stock
yang besar pada sumber, selain safety stock pada toko.
Kelebihan sistem pull adalah toko dapat beroperasi secara otonom (tidak
tergantung pada sumber ataupun toko lain). Selain itu pengeluaran atas pemrosesan
data dan komunikasi rendah karena komunikasi hanya dilakukan pada saat
pemesanan dilakukan.
Kelemahannya adalah pesanan ditempatkan tanpa mengetahui dan
menyeimbangkan dengan toko lainnya, serta tanpa memperhatikan stok yang ada
serta jadwal produksi.
2.4.4. Sistem Persediaan Probabilistik
Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai fenomena probabilistik yaitu
suatu keadaan yang mengandung ketidakpastian. Adanya fenomena probabilistik di
dalam sistem persediaan mengakibatkan pengelolaannya menjadi lebih sulit bila
dibandingkan dengan sistem persediaan deterministik, sebab fenomena
ketidakpastian ini merupakan sumber penyimpangan dari rencana yang telah dibuat.
Dalam sistem persediaan ketidakpastiannya yang tidak dapt dihindarkan adalah
berasal dari:
• Konsumen, yang berupa fluktuasi kebutuhan yang dicerminkan oleh variansi atau
standard deviasinya.
• Supplier, yang berupa waktu pengiriman barang yang dicerminkan oleh waktu
ancang-ancangnya (lead time).
18
Keberadaan fenomena probabilistik secara operasional akan mengakibatkan
perlunya cadangan pengaman (safety stock) yang dapat digunakan untuk meredam
fluktuasi selama waktu tertentu. Dengan demikian dalam sistem persediaan
probabilistik yang dimaksudkan dengan kebijakan persediaan akan meliputi 3 hal
yaitu:
• Menentukan besarnya ukuran pemesanan.
• Menentukan saat pemesanan dilakukan.
• Menentukan besarnya cadangan pengaman.
Untuk menentukan kebijakan persediaan ini dikenal adanya metode dasar
yaitu metode Q (continuous review system) dan metode P (periodic review system)
yang merupakan dasar bagi penurunan metode pengendalian persediaan yang lain.
Asumsi yang digunakan adalah:
• Permintaan barang probabilistik dengan distribusi kemungkinan diketahui
• Lead time konstan
• Harga barang yang dipesan konstan untuk setiap kali pemesanan
• Biaya pengadaan konstan untuk tiap kali pemesanan
• Biaya penyimpanan per unit per tahun konstan, tidak bergantung pada besarnya
barang yang disimpan
Ditinjau dari segi struktur biaya, adanya fenomena probabilistik ini
menyebabkan tambahan elemen biaya kekurangan persediaan dan biaya
penyimpanan cadangan pengaman yang perlu diperhitungkan dalam total biaya
persediaan selain biaya pengadaan dan biaya penyimpanan. Dengan demikian, total
biayanya menjadi:
Biaya persediaan = biaya pemesanan + biaya penyimpanan + biaya kekurangan
persediaan
= )(2
zEskQD
sICzQ
ICSQD
dd ′+′++ (2.11)
Sumber dari: Ballou, Ronald H., 1999.
di mana D = permintaan selama 1 tahun (unit)
Q = kuantitas pemesanan (unit)
S = biaya pemesanan (Rp / pemesanan)
I = biaya penyimpanan (% / tahun)
19
C = Nilai persediaan (Rp / unit)
ds′ = standard deviasi dari kesalahan peramalan selama masa review dan
lead time (unit)
k = biaya kekurangan persediaan / unit (Rp)
P = service level (%)
2.4.5. Periodic Review System
Periodic review system adalah salah satu metode untuk menentukan
kebijakan perusahaan. Dengan periodic review system, status persediaan di gudang
ditentukan pada interval yang teratur atau tetap, dan memesan order quantity yang
dibutuhkan sampai mencapai level persediaan maksimum. Persediaan pengaman
(safety stock) yang disediakan di gudang harus lebih besar daripada continuous
review system karena dalam sistem periodic review persediaan pengaman harus
mencakup variasi permintaan selama periode review dan selama waktu tunggu (lead
time).
Periodic Review System merupakan sistem pemesanan kembali secara
periodik, di mana interval waktu di antara pesanan-pesanan adalah tetap (misalnya:
mingguan, bulanan, atau triwulan), tetapi ukuran pemesanan bervariasi sesuai dengan
pemakaian pada saat review terakhir. Adopsi periodic review system (Gaspersz,
Vincent, 2001) disarankan untuk diterapkan dalam kondisi-kondisi berikut:
• Produk-produk inventory berada dalam situasi independent demand.
• Kelompok produk dibeli dari supplier yang sama.
• Produk-produk yang memiliki daya tahan terbatas adalah ideal dengan
menggunakan periodic review system.
• Pertimbangan economic advantage dalam membangun full truckload shipment
atau penggunaan secara penuh kapasitas yang tersedia.
2.4.6. Sistem Pengendalian Persediaan Dengan Menggunakan Model Persediaan
Periodic Review Order-Up-To-Level (R,S)
Dalam model persediaan periodic review order-up-to-level (R,S),
pemesanan dilakukan pada tiap R unit waktu (Silver, Edward E., 1998). Nilai dari R
20
telah ditetapkan sebelumnya untuk menghitung S yang optimal. Dua komponen
penting dalam model persediaan periodic review order-up-to-level (R,S) adalah:
a. Interval Review (R)
Dalam pengendalian persediaan sistem (R,S), pemenuhan order dilakukan pada
tiap R unit waktu. Nilai dari R telah ditetapkan sebelumnya untuk menghitung S
yang optimal
b. Order-up-to-level (S)
Order-up-to-level adalah maksimum persediaan yang diijinkan. Dalam sistem
(R,S), order-up-to-level S harus dapat memenuhi permintaan selama periode
R+L. Kekurangan dapat terjadi bila total permintaan dalam interval R+L
melebihi order-up-to-level S.
2.4.6.1. Asumsi-Asumsi
Model persediaan periodic review order-up-to-level (R,S) menggunakan
asumsi-asumsi (Silver, Edward E., 1998) sebagai berikut:
a. Walaupun permintaan bersifat probabilistik, tetapi perubahan laju permintaan
terhadap waktu sangat kecil.
b. Pemesanan dilakukan pada tiap periode pemeriksaan.
c. Bila ada 2 atau lebih order untuk produk yang sama belum terpenuhi, maka
produk-produk tersebut harus diterima bersamaan dengan produk yang lain yang
diorder bersama. Untuk dapat memenuhi asumsi ini maka leadtime, L, harus
konstan.
d. Nilai dari R telah ditetapkan sebelumnya untuk mendapatkan nilai S yang
optimal.
e. Biaya untuk pengendalian sistem tidak tergantung pada nilai S yang digunakan.
2.4.6.2. Notasi yang Digunakan
Notasi yang digunakan dalam sistem (R,S) adalah:
D = laju permintaan (unit/tahun)
∫∞
−−=k
u duukukG 02
00 )2/exp(2
1)()(
π
suatu fungsi khusus dari unit variabel normal (mean 0, standar deviasi 1)
21
k = safety factor
L = leadtime (tahun)
pu(k) = probabilitas 1 unit variabel normal mempunyai nilai k atau lebih
r = biaya persediaan (Rp/tahun)
R = interval review (tahun)
S = order-up-to-level (unit)
SS = safety stock (unit)
v = biaya variabel (Rp/unit)
xR+L = peramalan permintaan selama periode pemeriksaan dan leadtime (unit)
σR+L = standard deviasi dari kesalahan peramalan (unit)
Sumber dari: Silver, Edward E., 1998.
2.4.6.3. Turunan Dasar
Karena asumsi b, maka:
Jumlah pemeriksaan per tahun = 1/R (2.12)
Dan
Jumlah pemesanan yang dilakukan per tahun = 1/R (2.13)
Kekurangan (stockout) terjadi apabila total permintaan selama interval
waktu R + L melebihi order-up-to-level S.
Bila permintaan (x) selama R + L mempunyai sebuah fungsi probabilitas
density yang didefinisikan sebagai:
fx(x0)d0 = Prob {total permintaan selama R + L antara x0 dan x0 + dx0}
maka akan menghasilkan:
1. Safety stock = E (net stock sebelum pesanan berikutnya tiba)
= ( ) ( )∫∞
−0
000 dxxfxS x
maka,
SS = S – xR+L (2.14)
Sumber dari: Silver, Edward E., 1998.
2. Prob {stockout selama siklus pemesanan}
= Prob {x ≥ S}
22
= ( ) 00 dxxfs
x∫∞
(2.15)
Sumber dari: Silver, Edward E., 1998.
3. Ekspektasi kekurangan per siklus pemesanan order , ESPRC
= ( ) ( ) 000 dxxfSx x
s∫∞
− (2.16)
E (persediaan yang dimiliki menjelang waktu pemesanan),
≈ Safety stock (SS)
= S – xR+L (2.17)
Sumber dari: Silver, Edward E., 1998.
Karena pemesanan dilakukan tiap R unit waktu, maka ukuran rata-rata tiap
pemesanan adalah DR. Oleh karena itu,
E (persediaan yang dimiliki saat pesanan tiba) ≈ S - xR+L + DR (2.18)
Dari kedua kondisi ekstrim di atas dapat dihitung rata-rata persediaan yang
dimiliki, yaitu:
E (OH) ≈ S - xR+L + DR/2 (2.19)
Dengan demikian,
SS = k.σR+L (2.20)
Sumber dari: Silver, Edward E., 1998.
Bila kesalahan peramalan berdistribusi normal, maka
Prob {kekurangan selama siklus pemesanan} = pu ≥ (k) (2.21)
Dan
ESPRC = σR+L.Gu(k) (2.22)
Sumber dari: Silver, Edward E., 1998.
23
2.4.6.4. Sistem Keputusan untuk Specified Fraction (P2) of Demand Satisfied
Directly From Shelf
Langkah-langkah yang dilakukan (Silver, Edward E., 1998) adalah sebagai
berikut:
• Memilih safety factor k yang memenuhi persyaratan
( )21)( PDR
kGLR
u −=+σ
(2.23)
Sumber dari: Silver, Edward E., 1998.
di mana D adalah permintaan per tahun (unit/tahun).
• Menghitung reorder point s
LRLR kxs ++ += σˆ (2.24)
Sumber dari: Silver, Edward E., 1998.
2.4.7. Sistem Pengendalian Persediaan Dengan Menggunakan Sistem (R, s, S)
(R, s, S) adalah merupakan kombinasi dari sistem (s, S) dan (R, S). (R, s, S)
menggunakan asumsi periodic review system (Silver, Edward E., 1998). Dalam
sistem (R, s, S), setiap R unit waktu dilakukan pemeriksaan posisi persediaan.
Apabila posisinya berada di bawah atau sama dengan reorder point, s, maka
dilakukan pemesanan sampai posisi persediaan mencapai S. Tapi apabila di atas s
maka tidak dilakukan pemesanan sampai saat pemeriksaan berikutnya.
Untuk kasus fill rate constraint maka digunakan prosedur heuristik yang
dapat disesuaikan dengan (s, S). Schneider menggunakan pendekatan yang berbeda
untuk hasil yang sama. Asumsi yang digunakan sama dengan sistem (R, S) kecuali,
bahwa sekarang asumsi yang digunakan adalah pemesanan dilakukan setiap
pemeriksaan sesegera mungkin bila posisi persediaan sama atau di bawah s.
Metode ini baik digunakan apabila data berdistribusi normal, apabila
5.0)( ≤+LRCV dimana ( ) LRLRLR xCV +++ = ˆ/σ yaitu koefisien varians dari
permintaan (demand) selama R+L. Bila CV lebih besar dari 0.5 maka distribusi
Gamma akan memberikan hasil yang lebih baik karena dengan kovarians yang
tinggi, distribusi normal akan memberikan probabilitas permintaan yang negatif.
Langkah yang digunakan dalam metode ini:
Pilih s untuk memenuhi persyaratan
24
( )
++−−=
−−
−
+
++
R
RRR
L
LuL
LR
LRuLR x
xsSxP
xsJ
xsJ
ˆ2
ˆˆ12
ˆˆ 22
222 σ
σσ
σσ (2.25)
Sumber dari: Silver, Edward E., 1998.
di mana
S – s diasumsikan diketahui
tx̂ = permintaan (demand) yang diharapkan dalam periode selama t
tσ = standard deviasi dari kesalahan peramalan dari total permintaan selama periode
dalam durasi t
( ) ( )∫ −=x
k
uu duufkukJ 002
0)( = fungsi spesial lain unit distribusi normal
Apabila data permintaan diasumsikan berdistribusi normal maka rumus yang dipakai
menjadi sebagai berikut:
( ) ( )
++−−=+
R
RRRuLR x
xsSxPkJ
ˆ2
ˆˆ12
22
22 σ
σ (2.26)
Sumber dari: Silver, Edward E., 1998.
Untuk menentukan reorder point digunakan rumus sebagai berikut:
LRLR kxs ++ += σˆ (2.27)
Sumber dari: Silver, Edward E., 1998.
2.4.8. Penerapan Full Truckload
Penerapan full truckload (Silver, Edward E., 1998) dikarenakan tingginya
biaya yang harus dikeluarkan untuk menggunakan jasa angkutan truk. Sehingga
untuk menurunkan biaya pemakaian jasa truk tersebut, distributor biasanya memesan
1 truk penuh untuk memperkecil frekuensi pemakaian truk.
Langkah-langkah yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Menghitung Acceptable Shortages per Replenishment Cycle (ASPRC).
ASPRC = ∑=
−n
ii PY
12 )1( (2.28)
Di mana
Yi = perkiraan penggunaan produk i pada siklus pengisian berikutnya (unit)
25
Qi = rata-rata jumlah unit yang digunakan setiap siklus (unit)
P2 = fill rate
n = jumlah produk dalam famili
2. Menghitung Expected Shortages per Replenishment Cycle (ESPRC) setiap saat
periode pemeriksaan (review) bila tidak melakukan order.
ESPRC dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
)(kGESPRC uLR+= σ (2.29)
di mana k dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
( )LR
LRxIPk
+
+−=
σˆ
(2.30)
3. Bila ESPRC > ASPRC maka lakukan pemesanan. Bila tidak, tunggu sampai
periode pemeriksaan (review) berikutnya.
4. Bila diputuskan untuk melakukan pemesanan, maka alokasikan kapasitas truk
untuk semua produk untuk memperpanjang waktu pengisian kembali.
top related