2008 m/ 1429 hrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/13105/1/nur isl… · kakak-kakak...
Post on 15-Nov-2020
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
DINAMIKA ADVERSITY QUOTIENT PADA ALUMNI LTQ AL HIKMAH DALAM HIFZHUL QUR'AN
OLEH:
NUR ISLAMIAH
103070029110
FAKUL TAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008 M/ 1429 H
DINAMIKA ADVERSITY QUOTIENT PADA ALUMNI L TQ AL HIKMAH DALAM HIFZHUL QUR' AN
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Pembimbing I
Oleh:
NUR ISLAMIAH
NIM: 103070029110
Di Bawah Dasen Pembimbing
Pembimbing II
FAKUL T AS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008 M/ 1429 H
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul "Dinamika Adversity Quotient Pada Alumni L TQ
Al Hikmah Dalam Hifzhul Qur'an" telah diujikan dalam sidang
munaqosyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 12 Mei 2008. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi.
Jakarta, 12 Mei 2008
Sidang Munaqosyah ~
ii
Ketua m\erangkap anggota Sekretaris merangkap anggota
Anggota
Penguji I
Pembimbing I
M.Si
~@ Ora. Zahrofun ;:&';yah, M.Si NIP: 150 238 773
Penguji II
Pembimbing II
iii
MOTTO
'Ja{a,n cinta se{a,{u me{a,fiirk,g,n peru6a/Uin 6esar dg cara yg sangat secferliana. 1{,arena ia menjangk,g,u pangk,g,C liati secara
{a,ngsung tfarimana sega{a, peru6alian tfa{a,m d1ri seseorang 6ermu£a,. <Bafik,g,n figtik,g, ia menggunak,g,n figfigrasan, cinta se{a,{u mengu6afi efek,nya, cfan sekgtik,g, ia 6erujung liaru"
(:M. Jtnis :Matta)
'l{arya ini k,upersem6akg,n untuk,~{uaga tercinta, saha6at-salia6at, dan untuk,dak,wah isfam
IV
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi
(B) Mei 2008 Ml Rabi'ul Akhir 1429 H
(C) Nur lslamiah (D) Dinamika Adversity Quotient Pada Alumni L TQ Al-Hikmah Dalam Hifzhul
Qur'an (E) XiV+125 halaman
(F) Belajar dan mengajarkan Al-Qur'an adalah aktivitas yang utama dan paling dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, sehingga banyak orang berlomba untuk dapat sebanyak-banyaknya "berdekatan" dengan kalamNya. Salah satu aktivitas utama yang juga dilakukan oleh Rasulullah dan para salaf ash-shalih adalah menghafalkan atau yang disebut dengan aktivitas hifzhul qur'an. Seseorang baru dikatakan hafizh ketika ia telah menyelesaikan dan lancar menghafal sebanyak tiga puluh juz yang terdiri d3fi 114 surat yang berisi kurang lebih 6236 ayat. Banyak problematika yang biasanya dialami oleh seorang penghapal Al-Qur'an seperti terlalu cinta dunia, tidak sabar, malas, lupa dan lain sebagainya. Oleh karena itu dibutuhkan motivasi yang kuat, niat yang ikhlas dan perjuangan yang berat untuk dapat menghafalkan keseluruhannya. Proses menghafal pun terbilang cukup lama dan sulit yang membutuhkan daya tahan dan ekstra kesabaran.
Tujuan penelitian ini adalah ingin melihat gambaran Adversity Quotient yang meliputi control (pengendalian): dimensi ini mempertanyakan seberapa besar pengendalian hafizh dalam menghadapi kesulitan; ownership (kepemilikan): dimensi ini mempertanyakan sejauhmana hafizh mengandalkan diri sendiri untuk memperbaiki situasi kesulitan yang dihadapi; reach (jangkauan): dimensi ini mempertanyakan sejauhmana jangkauan sebuah permasalahan dapat mempengaruhi bagian-bagian lain dari kehidupan hafizh; endurance (daya tahan), dimensi ini mempertanyakan sejauhmana daya tahan hafizh dalam menghadapi setiap permasalahan dalam proses hifzhul qur'an.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara dan observasi. Jumlah subyek sebanyak empat orang, dua laki-laki dan dua orang perempuan. Karakteristik subyek adalah mereka telah selesai menghafalkan Al-Qur'an sebanyak 30 juz dan sudah menghafal paling tidak selama lima tahun. Hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa subyek dapat menggunakan adversity quotient sebagai satu kemampuan untuk menyelesaikan problematikaproblematika yang dialami dalam proses hifzhul qur'an.
Untuk perkembangan lebih lanjut maka ada beberapa saran yakni; ada baiknya menggunakan metode studi komparatif dengan membandingkan adversity quotient penghafal Al-Qur'an yang selesai menghafal 30 juz dengan yang tidak berhasil menghafalkannya. Ada baiknya pula untuk penelitian selanjutnya menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan alat tes ARP (Adversity Response Profile) yang nantinya akan menjadi data tambahan untuk mengukur tingkat adversity quotient penghafal Al-Qur'an.
(G) 31 ( 1982-2008)
v
VI
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, Segala puji hanya bagi Allah swt. Tiada lanlunan kata yang
mengalir indah kecuali ucapan syukur kepada Yang Maha lndah. Tiada yang
hadir di dalam ingatan setiap manusia di saat kesulitan menyapanya kecuali
hadirnya Ozal Yang Maha Memberi Pertolongan. Tiada impian yang paling indah
yang menjadi motivasi lerbesar bagi seluruh ummal muslim sedunia kecuali
keinginan unluk berjumpa dengan Ozal Yang Maha Kekal, Allah swt. Sungguh,
perjumpaan dengan-Nya merupakan impian yang lak lergantikan. Shalawal dan
salam semoga senantiasa tercurah kepada qudwatun hasanah Rasulullah saw.
Sosok yang kehadirannya tak tergantikan walaupun telah dilahirkan ribuan,
julaan bahkan milyaran manusia sesudahnya. Semoga keselamalan juga
dianugerahkan kepada keluarganya, sahabal-sahabalnya, para tabi'in hingga
kepada ummal yang merindukan kebersamaan dengannya. Allahumma amin.
Sebagai sebuah proses pembelajaran, dunia kampus membuat penulis belajar
banyak hal. Mulai dari teori-teori dan praklik ilmu psikologi, belajar bersosialisasi
dan berorganisasi. Kampus menjadi milestone bagi penulis untuk
bermetamorfosa menjadi pribadi yang lebih baik dan bermanfaat. Perjalanan
yang cukup panjang penulis lewati untuk dapat menyelesaikan skripsi ini, karena
berbagai tanlangan yang harus penulis lewali. Pada dasarnya keinginan penulis
hanya ingin agar karya yang selitik ini bisa bermanfaat. Unluk itu, Perkenankan
penulis menyampaikan ucapan terima kasih alas dukungan dan banluan dari
berbagai pihak yang turul andil dalam proses penulisan skripsi ini.
lbu Ora. Hj. Netty Hartali, M.si, selaku Oekan Fakullas Psikologi, beserta civilas
akademika Fakultas Psikologi Universilas Islam Negeri Jakarta, penulis
sampaikan apresiasi yang tinggi alas ilmu, hikmah dan pelajaran kehidupan yang
lelah diajarkan.
lbu Ora. Zahrolun Nihayah, M.si selaku Pembimbing I dilengah kesibukannya
beliau masih bersedia meluangkan waklunya untuk berdiskusi dan memberikan
vii
masukan positif yang bermanfaat pada skripsi ini. Kepada Bapak DR. Abdul
Mujib selaku Pembimbing II juga ditengah kesibukannya sebagai dosen dan
penulis, masih meluangkan waktunya untuk membimbing penulis. Belieu sangat
berbaik hati dan mendorong penulis untuk menyelesaikan skripsi.
Abi dan Ummi tercinta, Tgk. H. Muhammad Ali Husein dan Hj. Tuty Alawiyah
selaku kedua orangtua yang senantiasa memberikan doa, motivasi dan cinta
yang tidak pernah terputus. Tanpa Ummi dan Abi apa jadinya Aku ini. Ya Allah
sayangilah kedua orangtuaku sebagaimana mereka menyayangiku diwaktu kecil.
Kakak, adik-adik dan keluarga besar penulis di Bangka II yang menjadi inspirasi
dan motivasi untuk terus menjadi lebih baik.
Kakak-kakak di Fakultas Psikologi angkatan 2001 dan 2002, Sahabat-sahabat
angkatan 2003 khususnya kelas C dimana penulis selama ini bersosilisasi, Adik
adik angkatan 2004 - 2007. Terimakasih untuk persahabatan dan perhatian yang
diberikan.
Keluarga besar LOK KomOa Psikologi periode 2003 - 2008 dan LOK Syahid UIN
Jakarta periode 2006 - 2007 dimana penulis dibesarkan sebagai seorang
aktivis, disini kita berbagi cerita, berjuang, terjatuh, bangkit, menangis, tertawa
dan berjuta kenangan yang tak mungkin terlupakan. Begitu banyak hikmah dan
ilmu yang penulis dapatkan. Rekan-rekan pengurus FP21 (Forum Pengkajian
Psikologi Islam) periode 2006, Pengurus BEM Fakultas Psikologi periode 2004 -
2006, teman-teman KKL RSJI Klender, sahabat-sahabat Pesantren Hipnoterapi
Pak Asep, kebersamaan ini pernah berawal dan semoga la mengekalkannya.
Baznas Oompet Dhuafa Republika dan lnstitut Manajemen Zakat yang telah
membuat mata hati penulis terbuka untuk turut serta membangun peradaban
zakat dengan diikutsertakannya penulis pada ZEOP (Zakat Executive
Development Program) angkatan 11 yang diikuti penulis beriringan dengan proses
pembuatan skripsi. Dan tidak lupa kepada ZEDPers angkatan II yang fantastis.
Kalian semua a real dreamet1 Semoga mimpi-mimpi kita Allah kabulkan. Kalian
adalah semua definisiku tentang persaudaraan. Semoga Allah kekalkan
ukhuwahnya.
Untuk semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu dan untuk diriku
sendiri, berusahalah yang terbaik dalam segala sesuatu dan buktikan
kemanfaatanmu untuk ummat. Karena manusia terbaik adalah yang paling
banyak kemanfaatannya bagi sesama.
Vil!
Penulis sangat menyadari bahwa selama ini banyak kekhilafan dan kealpaan
yang sering dilakukan, dengan kerendahan hati penulis menghaturkan maaf yang
sebesar-besarnya. Pun dalam skripsi ini banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Masukan penulis harapkan demi perbaikan. Bagi pembaca yang
ingin berdiskusi bisa mengirimkan email ke: islamia_85@yahoo.co.id
Akhirnya penulis mohonkan kepada Rabb Pencipta Alarn Semesta agar seluruh
dukungan, bantuan, bimbingan dari semua pihak dibalas oleh Allah dengan
sebaik-baiknya balasan. Amin.
Jakarta, 12 Mei 2008
Nur lslamiah
IX
DAFTARISI
Halaman JuduL ........................................................................................... i
Halaman Persetujuan ................................................................................ ii
Halaman Pengesahan .............................................................................. iii
Motto ......................................................................................................... iv
Abstrak ...................................................................................................... v
Kata pengantar ......................................................................................... vii
Daftar isi .................................................................................................... ix
Daftar Tabel ............................................................................................. xii
Daftar bag an ............................................................................................ xiii
Daft:>r Lampiran ...................................................................................... xiv
Bab 1 : Pendahuluan ......................................................................... 1-12
1. 1 La tar Belakang Masalah ..................................................... 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................... 9
1.2. 1 Pembatasan Masai ah .............................................. 9
1.2.2 Perumusan Masalah ............................................... 10
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ......................... 11
1.3. 1 Tujuan Penelitian .................................................... 11
1.3. 2 Manfaat Penelitian .................................................. 11
1.4 Sistematika Penulisan ....................................................... 11
Bab 2 : Kajian Pustaka ..................................................................... 12-38
2.1 Adversity Quotient ............................................................. 12
2.1.1 Pengertian Adversity Quotient Menurut Bahasa .... 13
2.1.2 Pengertian Adversity Quotient ............................ 13
2.1.3 Dimensi-dimensi Adversity Quotient .................... 14
2.1.4 Peran Adversity Quotient dalam Kehidupan ........... 16
2.1.5 Perbedaan lndividu dalam Mengatasi Kesulitan ..... 18
x
2.2.6 Adversity Quotient Menurut Konsep Islam .............. 20
2.2 Hifzhul Qur'an ················································ ................... 20
2.2.1 Pengertian Hifzhul Qur'an ...................................... 22
2.2.2 Keutamaan-keutamaan Hifzhul Qur'an .................. 22
2.2.3 Syarat-syarat Hifzhul Qur'an ..................................... 25
2.2.4 Problematika Hifzhul Qur'an .................................. 26
2.2.5 Hifzhul Qur'an dipandang Menurut Perspektif
Psikologi .................................................................. 26
2.3 Adversity Quotient Dalam Hifzhul Qur'an ......................... 36
Bab 3 : Metodologi Penelitian ......................................................... 39-50
3. 1 Pendekatan dan Perspektif Penelitian .............................. 39
3.2 Teknik Pengumpulan Data ................................................ .40
3.2.1 Wawancara ............................................................ .41
3.2.2 Observasi ............................................................... .42
3.2.3 Alat Bantu Pengumpulan Data ............................... .44
3.3 Prosedur Penelitian ............................................................ .45
3.3.1 Prosedur Persiapan Penelitian ............................... .45
3.3.2 Prosedur Pelaksanaan Penelitian ........................... .45
3.3.3 Prosedur Analisa Data .......................................... .46
3.4 Subjek Penelitian .............................................................. .47
3.4.1 Karakteristik Subyek .............................................. .47
3.5 Penyajian Data ................................................................. .48
3.6 Kade Etik Penelitian ......................................................... 50
BAB 4: Hasil Penelitian ................................................................. 51-118
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian .................................. 51
4.2 Gambaran dan Analisa Kasus ........................................... 53
4.2.1 Kasus AH ............................................................... 53
xi
4.2.2 Kasus DR ············-······-·········--·-·---·-···············-···-····69
4.2.3 Kasus T ................................................................. 85
4.2.4 Kasus D -·-·····-·--- .................................................... 101
4.3 Analisa Perbandingan Antar Kasus ................................. 111
BAB: 5 Kesimpulan, Diskusi dan Saran .................................. 112-125
5.1 Kesimpulan ............................................................... 119
5.2 Diskusi ........................................................................ 121
5.3 Saran .......................................................................... 123
Daftar Pustaka
Lampi ran
DAFT AR T ABEL
4.1 Tabel Gambaran Umum Subjek Penelitian
4.3.1 Tabel Analisa Perbandingan Antar Kasus
52
117
xii
xiii
DAFT AR BAGAN
2.3 Bagan Kerangka Berpikir 37
xiv
DAFT AR LAMPI RAN
1. Blue Print Pedoman Wawancara
2. Pedoman wawancara
3. Surat Pernyataan Kesediaan Wawancara
4. Lembar Observasi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dunia dikejutkan dengan munculnya seorang anak dari Iran yang
mendapat gelar doktor kehormatan (Honoris Causa) dari Hijaz College
Islamic University, lnggris dalam bidang Science of The Retention of the
Holy Qur'an. Anak itu bernama Husein Thabataba'i, Husein mendapatkan
gelar kehormatan itu ketika umurnya baru mencapai 7 tahun dan telah
menghafal seluruh isi Al Quran pada usia 5 tahun (Sulaeman, 2007).
Sulaeman dalam bukunya juga menyebutkan kisah Husein Tabataba'i ini
sebagai mukjizat abad 20. Dalam ujian yang ditempuh Husein tahun 1998,
ia berhasil menyelesaikan ujian dengan sempurna mulai dari
menerjemahkan isi Al Qur'an ke dalam bahasa Persi, menerangkan dan
menafsirkan ayat Al-Qur'an, bercakap-cakap dengan menggunakan ayat
Al Qur'an hingga menerangkan Al-Qur'an dengan bahasa isyarat tangan.
la berhasil meraih angka 93 sehingga layak menyandang gelar
kehormatan itu. Sebelum mendapat anugerah gelar doktor, di negerinya
Husein sudah dikenal luas sejak berusia 5 tahun. V\lajahnya banyak
menghiasi layar televisi, koran hingga majalah karena ketrampilannya di
2
Husein lahir dari keluarga yang mencintai Al Qur'an. Makanya tak heran
jika sejak kecil ia begitu dekat dengan Al Qur'an. Ayah dan ibunya adalah
penghapal Al Qur'an sejak lama. Sejak kecil pula Husein kerap dibawa
serta orang tuanya mengikuti kelas Al Qur'an. Hasilnya, sejak usia 2 tahun
4 bulan Husein sudah menghapal juz ke-30 (juz amma).
Di Indonesia sendiri agaknya tertinggal dalam menerima informasi dari
Iran ini, sehingga kecemerlangan Husein baru dikenal sebagian besar
masyarakat Indonesia ketika diluncurkan buku Mukjizat Abad 20,
Wonderful Profile Husein Tabataba'i, Doktor Cilik Hafal dan Paham Al
Quran oleh Dina Sulaeman. Masyarakat pun ramai membicarakannya,
terkagum-kagum dengan pesona Husein.
Dalam Al Qur'an Allah berfirman :
"Sesungguhnya kami Menurunkan Adz-Dzikra (Al-Qur'an) dan
sesungguhnya kami pula /ah yang meme/iharanya (QS. Al-Hijr: 9)
Potongan ayat ini menerangkan bahwa Allah SWT akan selalu
memelihara Al-Qur'an yang dalam konteks ini adalah keasliannya, dan
oleh karena itu ketika Allah SWT menurunkan Al-Qur'an kepada Nabi
Muhammad Saw tidak diturunkan secara langsung melainkan bertahap
3
Muhammad saw dapat langsung mempelajarinya, memahaminya dan
kemudian menghafalnya, serta mengajarkannya kepada para sahabat
karena merekalah yang akan melanjutkan estafet dakwah Nabi
Muhammad Saw.
Pada zaman Nabi Muhammad Saw banyak sekali sahabat yang hafal Al-
Qur'an, hingga pada saat perang Uhud banyak para penghafal Al-Qur'an
yang mati syahid, sehingga memacu semangat sahabat-sahabat yang
lainnya untuk menghafal Al-Qur'an, suatu keadaan yang luar biasa saat
itu. Jika kita bandingkan dengan keadaan sekarang sangat jauh sekali.
Masyarakat muslim sekarang ini diserang oleh globalisasi dan
westernisasi sehingga tidak sedikit yang berkiblat kepada barat dan tidak
akrab dengan Al-Qur'an. Seseorang akan merasa lebih senang dan
bangga menghapal lagu-lagu baru yang sedang tren ketimbang
menghapalkan Al-Qur'an yang tidak populer, terlebih lagi ada stigma
bahwa menghapal Al-Qur'an itu sangat sulit, hanya ustadz atau kiai
berilmu tinggi yang mampu melakukannya.
Dalam sebuah hadits disebutkan:
"Sebaik-baik ka/ian adalah yang mempelajari dan mengajarkannya"
Rasulullah dan para sahabatnya begitu "akrab" dengan aktivitas belajar
dan mengajarkan Al-Qur'an, hal ini bukan tanpa alasan, berinteraksi
dengan Al-Qur'an adalah aktivitas yang utama dan paling dicintai oleh
Allah sehingga mereka berlomba untuk dapat sebanyak-banyaknya
"berdekatan" dengan kalam Allah. Salah satu aktivitas utama yang juga
dilakukan oleh Rasulullah dan para salaf ash-shalih adalah dengan
menghafalkan dan memasukkan Al-Qur'an kedalam hati atau yang
disebut dengan aktivitas hifzhul qur'an.
Hifzhul Qur'an erat kaitannya dengan memori, karena pada dasarnya
menghafal Al Qur'an berarti melakukan proses ingatan. lngatan itu sendiri
adalah hasil dari pengalaman yang sebelumnya didahului oleh suatu
perhatian (Kro, 1995). Aktivitas mengingat Al Qur'an ini merupakan
aktivitas yang panjang dan harus melewati semua tahapan sehingga
ingatan merupakan kunci bagi kelancaran belajar termasuk didalamnya
menghafal Al Qur'an.
4
Sistem memori dalam kaitannya dengan hifzhu/ Quran dapat dijelaskan
oleh model paradigma Atkinson dan Shiffrin yang telah disempurkan oleh
Tulving dan Madigan (Solso, 1991). Dalam model ini, terdapat tiga sistem
penyimpanan, yaitu register sensori, memori jangka pendek dan memori
jangka panjang. Input yang baru masuk diterima dalam register sensori
_I _ I _
5
Agar informasi tersebut bisa ditahan lebih lama lagi, maka dilakukan
pengulangan dan elaborasi melalui proses lebih dalam lagi. Setelah
diproses dalam memori jangka pendek, informasi dikeluarkan dalam wujud
respons atau kemungkinan diteruskan ke dalam memori jangka panjang.
Dalam proses ini terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi, antara
lain faktor-faktor jasmani, usia, dan afeksi.
Dalam kaitannya dengan menghafal Al Qur'an, proses menghafal dimulai
dengan input yang diterima yaitu berupa membaca Al Qur'an berkali-kali
guna dapat mengingatnya dalam memori jangka pendek. Kemudian
ingatan sementara itu harus di ulang-ulang sedemikian rupa agar dapat
masuk ke memori jangka panjang. Menurut Sperling (1960) dalam
penelitiannya mengatakan bahwa lamanya informasi bertahan dalam
memori sensori adaah Y. detik sampai 1 detik (259 milisecond - 1000
milisecond). Perpindahan kepada ingatan jangka pendek berlaku apabila
kita memberi perhatian kepada informasi yang telah diindrai melalui
perhatian yang telah diseleksi (selective attention), sedangkan lama
penyimpanan pada ingatan jangka panjang berkisar antara beberapa hari,
minggu, bulan, bahkan dapat berlangsung bertahun-tahun. Hanya saja
proses memindahkan dari jangka pendek menjadi jangka panjang
membutuhkan perjuangan yang berat. Apalagi menghafal Al-Qur'an
sebanyak 6236 ayat bukanlah perkara yang ringan. Menghafal Qur'an
6
berhenti.
Melihat pemaparan di atas maka kita bisa menyimpull<an aktivitas hifzhul
qur'an bukanlah pula perkara yang mudah, mulai dari aktivitas hifzhul
qur'an itu sendiri yang zaman sekarang ini kalah pamor dengan kegiatan
kegiatan modern yang ditawarkan oleh perkembagan zaman, terlebih lagi
menghafalkan seluruh isi Al Qur'an bukan suatu hal yang gampang.
Seseorang baru dikatakan hafizh ketika ia telah menyelesaikan dan lancar
menghafal sebanyak tiga puluh juz yang terdiri dari 114 surat yang berisi
6236 ayat (http://.wikipedia.org/wiki/Al-Qur'an, 2008). Dibutuhkan motivasi
yang kuat, niat yang ikhlas dan perjuangan yang berat untuk dapat
menghafall<an keseluruhannya. Proses menghafal pun terbilang cukup
lama dan sulit. Maka perlu daya tahan dan ekstra kesabaran. Selain itu
para penghafal dituntut untuk dapat mentadabburi dan mengamalkan Al
Qur'an, hal ini pun adalah kewajiban yang berat.
Jika dibuat perumpamaan, proses hifzhul Qur'an bisa diibaratkan seperti
proses mendaki gunung. Dan hafal 30 juz Al-Qur'an adalah sebagai
puncaknya. Prosesnya terus menanjak dan sangat melelahkan. Kepuasan
dan kesuksesan untuk dapat menghafalkan l<eseluruhannya harus dicapai
dengan usaha yang tidak kenal lelah untuk terus mendaki, meskipun
terl<adang langkah demi langkah yang ditapal<kan terasa lambat dan
bergerak ke depan dan ke atas, terus maju dalam mencapai cita-citanya,
kendati terdapat berbagai rintangan atau bentuk-bentuk problematika
lainnya.
Pada akhirnya timbul pertanyaan, mengapa ada orang yang mampu
mengatasi kesulitan-kesulitan dalam proses menghapal Al-Qur'an dan
terus mendaki sehingga menjadi seorang hafizh? Dan mengapa pula ada
orang yang mudah menyerah dan memutuskan untuk berhenti sehingga
gagal? Ada sebuah teori yang bisa menjelaskan hal ini yaitu kecerdasan
yang dipopulerkan Paul G. Stoltz yaitu Adversity Quotient. AQ mengukur
kemampuan sesorang dalam mengatasi problematika dalam
kehidupannya. Hidup tentu tak akan pernah lepas dari masalah dan
karena masalah itulah seseorang menjadi lebih baik dalam menyikapi
hidup. Dalam kesulitan, selalu ada kesempatan. Saat bergelut dengan
masalah, sesungguhnya seseorang sedang menyempurnakan hidup.
Kadang, sesuatu yang tak nyaman dalam kehidupan ini, sesungguhnya
merupakan penyempurnaan sisi spiritual bagi diri seseorang.
Adversity qoutient adalah suatu ukuran untuk mengetahui daya juang
seseorang ketika mengalami kesulitan, kepercayaan akan penguasan
hidup dan kemampuan untuk mengatasi tantangan yang dihadapi (Stoltz,
2003). Adversity quotient disebut dapat meramalkan siapa yang akan
7
dapat meramalkan siapa yang akan menyerah dan siapa yang akan
bertahan.
8
Ditambahkan lagi dalam bukunya Stoltz mengemukakan bahwa ada tiga
tipe pendaki dalam mendaki "gunung kehidupan" yaitu: Quitter (mereka
yang berhenti); quitteradalah orang-orang yang memilih keluar,
menghindari kewajiban, dan orang-orang yang menghentikan pendakian.
Camper(mereka yang berkemah); adalah orang-orang yang cepat merasa
bosan dan mengakhiri pendakiannya dengan mencari tempat datar yang
nyaman. Tipe ini sembunyi dari situasi yang tidak bersahabat. Climber
(pendaki); adalah sebutan untuk orang yang seumur hidup membaktikan
dirinya pada pendakian. Climber adalah pemikir yang tidak pernah
membiarkan hambatan menghalangi pendakiannya, ia terus dan terus
mendaki. Sungguh luar biasa orang-orang yang memiliki jiwa climber
dalam dirinya karena dengan permasalahan dan rintangan seberat
apapun ia selalu berusaha dan berusaha untuk tetap dapat melaluinya.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, penulis mengibaratkan hifzhul
qur'an sebanyak 30 juz adalah sebuah "gunung" yang harus didaki.
Tujuan hidup ini diwarnai oleh banyak rintangan dan problematika yang
harus dihadapi. Jika melihat pada tipe-tipe manusia menurut Stoltz, maka
tipe Quitter dalam hal ini akan berhenti menghafal ketika ia merasakan
9
camper, ketika seseorang memulai melakukan aktivitas hifzhul Qur'an sulit
maka ia cepat merasa bosan, merasa cukup dengan menghafal beberapa
juz saja kemudian tidak menyelesaikan seluruhnya. Tipe yang terakhir
adalah climber, walaupun menghafal itu sulit dan penuh rintangan ia terus
mendaki, berusaha sekuat tenaga, tidak menghiraukan dan mengatasi
semua permasalahan-permasalahan sampai akhirnya dapat mencapai
tujuannya yaitu hafizh Qur'an.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka penulis
tertarik untuk meneliti dan mengetahui mengenai " Dinamika Adversity
Quotient Pada Alumni L TQ Al Hikmah dalam Hifzhul Qur'an"
1.2 Pembatasan dan Rumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini tidak mengalami pelebaran dan perluasan masalah,
maka penulis membatasi penelitian ini pada permasalahan-permasalahan
berikut:
A. Hifzhul Qur'an yang dimaksud dalam penelitian ini adalah:
memelihara
Al Qur'an dan menjaganya dari perubahan, penyimpangan,
penambahan dan pengurangan. Adapun bila dinisbatkan kepada
makhluk hifzhul Qur'an berarti menampakkan yang dihafal,
Qur'an baik merenungkan, memikirkan, menyirnpulkan,
mengajarkan dan mempelajarinya. Dengan demikian yang
dimaksud disini hifzhul Qur'an menghafal seluruh ayat-ayat Al
Qur'an sebanyak tiga puluh juz.
10
B. Adversity Quotient mempunyai empat dimensi: pertama, Control
(pengendalian): dimensi ini mempertanyakan seberapa besar
pengendalian seseorang dalam menghadapi kesulitan. Kedua,
ownership (kepemilikan): dimensi ini mempertanyakan sejauhmana
seseorang mengandalkan diri sendiri untuk memperbaiki situasi
kesulitan yang dihadapi. Ketiga, reach Qangkauan): dimensi ini
mempertanyakan sejauhmana jangkauan sebuah permasalahan
dapat mempengaruhi bagian-bagian lain dari kehidupan seseorang.
Keempat, endurance (daya tahan), dimensi ini mempertanyakan
sejauhmanakah daya tahan seseorang dalam menghadapi setiap
permasalahan seseorang dalam kehidupannya.
1.2.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran adversity quotient pada hifzhul qur'an?
2. Mengapa dibutuhkan adversity quotient dalam aktivitas hifdzul
qur'an?
1.3.1 Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dinamika adversity
quotient dalam hifzhul qur'an dan mencari tahu mengapa dibutuhkan
adversity quotient dalam aktivitas hifzhul qur'an.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
11
Secara teoritis diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan
khususnya tentang gambaran adversity quotient pada penghafal Al
Our' an.
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
masukan bagi masyarakat muslim secara umum dan khususnya bagi para
penghapal Al-Our' an dalam memahami adversity quotient dalam kaitannya
dengan proses menghapal Al-Qur'an.
1.4 Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan sistematika penulisan skripsi ini, dibuat kedalam
beberapa bab antara lain:
Bab 1 Pendahuluan yang berisi: latar belakang masalah, pembatasan
masalah dan perumusan masalah, tujuan penelitian serta manfaat
penelitian
12
quotient, dimensi-dimensi adversity qoutient, perbedaan individu dalam
mengatasi kesulitan, adversity quotient menurut konsep islam. Hifzhul
Qur'an; pengertian hifzhul Qur'an, keutamaan-keutamaan hifzhul Qur'an,
syarat-syarat hifzhul qur'an, problematika hifzhul Qur'an dan adab
hafizhul qur'an. Kerangka berpikir.
Bab 3 Metodologi penelitian yang meliputi pendekatan dan perspektif
penelitian, teknik pengumpulan data, prosedur penelitian, subjek
penelitian, cara penetapan subyek penelitian serta kode etik penelitian
Bab 4 Pada bab ini menguraikan tentang presentasi clan analisa data,
gambaran umum subjek penelitian, analisa kasus dan analisa antar kasus.
Bab 5 Pada bab ini berisi tentang kesimpulan, diskusi dan saran
2.1 Adversity Quotient
BAB2
KAJIAN PUSTAKA
2.1.1 Pengertian Adversity dan Adversity Quotient Menu rut Bahasa
Dalam kamus bahasa lnggris, adversity berasal dari kata adverse yang
artinya kondisi yang tidak menyenangkan, kemalangan. Jadi dapat
diartikan bahwa adversity adalah kesulitan, masalah atau
ketidakberuntungan. Sedangkan quotient menurut kamus bahasa lnggris
adalah derajat atau jumlah dari kualitas spesifik/karakteristik atau dengan
kata lain yaitu mengukur kemampuan seseorang.
2.1.2 Pengertian Adversity Quotient
Stoltz (2000), mendefinisikan AO dalam tiga bentuk:
Pertama: AO adalah kerangka kerja konseptual baru untuk memahami
dan meningkatkan semua bagian dari kesuksesan. Dimana AO dibangun
atas dasar penelitian penting dan menawarkan kombinasi baru yang
praktis dari pengetahuan yang mendefinisikan ulang hal-hal yang
dibutuhkan untuk sukses.
Kedua: AO adalah suatu ukuran untuk mengetahui respon individu
terhadap kesulitan.
Ketiga: AO adalah serangkaian alat yang memiliki dasar ilmiah, untuk
14
rnernperbaiki respon individu terhadap kesulitan.
Dari pernaparan Stoltz di atas, Adversity quotient rnerurnuskan
kesuksesan sebagai tingkat dirnana seseorang bergerak ke depan dan ke
atas, terus rnaju dalarn rnenjalani hidupnya, kendati terdapat berbagai
rintangan atau bentuk-bentuk kesengsaraan lain.
Berdasarkan penjelasan di atas Adversity quotient adalah suatu ukuran
untuk rnengetahui daya juang seseorang ketika rnenghadapi kesulitan,
kepercayaan akan penguasaan hidup dan kernarnpuan untuk rnengatasi
tantangan yang dihadapi.
2.1.3 Dimensi-dimensi Adversity Quotient
Stoltz (2003) rnejelaskan bahwa AQ terdiri atas ernpat dirnensi yaitu
Control, Ownership, Reach, dan Endurance yang disingkat rnenjadi
CORE:
1. C = Control (pengendalian). Dirnensi ini rnernuat seberapa jauh
seseorang dapat rnengendalikan diri ketika ia rnenghadapi kesulitan.
Kata kuncinya adalah erasakan. Dirnensi ini rnerupakan salah satu
awal yang paling penting. Perbedaan antara AQ yang tinggi dan AQ
yang rendah adalah terletak pada kendali seseorang atas peristiwa
dalarn hidupnya. Orang dengan AQ yang tinggi terus rnelakukan
pendakian dan selalu berani rnengarnbil resiko dalarn hidupnya,
dalam artian mencari tempat yang aman untuk kemudian berhenti.
Orang dengan AQ rendah enggan untuk menjawab tantangan
kehidupan.
15
2. O = Ownership (kepemilikan). Dimensi ini mempertanyakan
sejauhmana seseorang mengandalkan diri sendiri untuk memperbaiki
situasi kesulitan yang dihadapi. Proporsi yang tepat adalah bahwa
individu tidak terlalu menyalahkan diri sendiri, tetapi tetap merasa
bertanggung jawab untuk mengatasi kesulitan yang dialami. lndividu
yang memiliki skor ownership tinggi akan mengambil tanggungjawab
untuk memperbaiki keadaan, apapun penyebabnya. Kemudian individu
yang memiliki skor ownership sedang memiliki cukup tanggung jawab
atas kesulitan yang terjadi, tapi mungkin akan rnenyalahkan diri sendiri
atau orang lain kerika ia lelah. Sebaliknya individu yang memiliki skor
ownership rendah akan menyangkal tanggung jawab dan
menyalahkan orang lain atas kesulitan yang terjadi.
3. R= Reach Gangkauan). Dimensi ini mengukur adakah kesulitan akan
menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan seseorang. Dimensi ini
mempertanyakan sejauhmana jangkauan sebuah permasalahan dapat
mempengaruhi bagian-bagian lain dari kehidupan seseorang.
Seseorang dengan AQ yang tinggi akan efektif menahan dan
membatasi permasalahan. Permasalahan dalam satu aspek, tidal<
akan berpengaruh terhadap aspek-aspek lain dari kehidupannya.
,,..... - '- - '" -
16
yang jelas terhadap permasalahan, sehingga jangkauan terhadap satu
permasalahan bisa meluas kepada aspek-aspek lain dalam
kehidupannya. Sebagai contoh: kemacetan dan keterlambatan di pagi
hari bisa saja membuat hari itu sepenuhnya menjadi buruk bagi orang
dengan AQ yang rendah. Sebaliknya untuk orang dengan AQ tinggi
menganggap permasalahan itu dengan sewajamya saja dan bangkit
kembali, sehingga tidak mempengaruhi aktivitas lainnya pada hari itu.
4. E = Endurance (daya tahan). Dimensi ini mengukur tingkat ketahanan
seseorang dalam menghadapi permasalahan.
2.1.4 Peran Adversity Quotient Dalam Kehidupan
Faktor-faktor kesuksesan dipengaruhi oleh kemampuan pengendalian
seseorang serta cara orang tersebut merespon kesulitan, diantaranya
berkaitan dengan:
1. Daya saing
Jason Satterfield dan Martin Seligman (Stoltz, 2000), menemukan
orang-orang yang merespon kesulitan secara lebih optimis dapat
diramalkan akan bersikap lebih agresif dan mengambil banyak
resiko, sedangkan reaksi yang lebih pesimis terhadap kesulitan
menimbulkan lebih banyak sikap pasif dan hati-hati. Orang-orang
yang bereaksi secara konstruktif terhadap kesulitan lebih tangkas
dalam memelihara energi, fokus dan tenaga yang diperlukan
17
secara destruktif cenderung kehilangan energi dan mudah berhenti
untuk berusaha. Persaingan sebagian besar berkaitan dengan
harapan, kegesitan dan keuletan yang sangat ditentukan oleh cara
seseorang menghadapi tantangan dan kegagalan kehidupan.
2. Produktivitas
Penelitian yang dilakukan Stoltz menemukan korelasi yang kuat
antara kinerja dan cara-cara pegawai merespon kesulitan.
3. Kreativitas
Joel Barker (dalam Stoltz, 2000) menemukan orang-orang yang
tidak mampu menghadapi kesulitan menjadi tidak mampu bertindak
kreatif. Oleh karena itu kreativitas menurut kemampuan untuk
mengatasi kesulitan yang ditimbulkan oleh hal-hal yang tidak pasti.
4. Motivasi
Dari penelitian Stoltz (2000) ditemukan orang-orang dengan AQ
yang tinggi sebagai orang yang memiliki motivasi yang kuat.
5. Mengambil resiko
Satterfield dan seligman (dalam Stoltz, 2000) menemukan bahwa
mereka yang merespon kesulitan secara lebih konstruktif, lebih
berani mengambil resiko, satu hal yang sangat dibutuhkan dalam
pendakian.
6. Perbaikan
Perbaikan terus menerus perlu dilakukan supaya individu bisa
tinggi menjadi lebih baik. Sedangkan orang-orang yang AQ nya
rendah menjadi lebih buruk
7. Ketekunan
Ketekunan adalah inti pendakian dan AQ seseorang. Dengan
ketekunan seseorang mampu terus menerus berusaha, apapun
yang dihadapinya.
8. Belajar
18
Carol Dweck (dalam Stoltz, 2000) membuktikan bahwa anak-anak
dengan respon-respon yang pesimis terhadap kesulitan tidak akan
banyak belajar dan berprestasi jika dibandingkan dengan anak
anak yang memiliki pola-pola yang lebih optimis.
9. Merangkul perubahan
Perubahan adalah bagian dari hidup sehingga setiap manusia
harus menentukan sikap untuk menghadapinya. Stoltz (2000)
menemukan mereka yang memeluk perubahan cenderung
merespon kesulitan secara lebih konstruktif. Dengan memperkuat
niat, mereka mampu mengubah kesulitan menjadi peluang dan
sebaliknya.
2.1.5 Perbedaan lndividu dalam Menghadapi Kesulitan
Stoltz mengemukakan bahwa setiap orang dilahirkan untuk mendaki
19
respon yang berbeda pada pendakian yang mempengaruhi kesuksesan
dalam hidupnya pula. Ada tiga kategori manusia sesuai dengan posisinya
pada suatu pendakian:
1. Quitter (pecundang). Tipe ini memilih keluar, mundur, menghindari
kewajiban dan berhenti. Mereka mengabaikan, menutupi atau
meninggalkan dorongan inti yang manusiawi untuk mendaki,
meninggalkan hal yang ditawarkan oleh kehidupan
2. Camper (pekemah). Tipe ini mendaki tidak seberapa tinggi, karena
bosan mereka mengakhiri pendakiannya dan mencari tempat datar
dan nyaman sebagai tempat bersembunyi dari situasi yang tidak
bersahabat
3. Climber (pendaki). Adalah orang yang seumur hidup membaktikan
diri pada pendakian. Tanpa menghiraukan latar belakang,
keuntungan atau kerugian, nasib buruk atau nasib baik, ia terus
mendaki. Climber adalah pemikir yang selalu memikirkan
kemungkinan-kemungkinan, dan tidak pernah membiarkan umur,
jenis kelamin, ras, cacat fisik atau cacat mental atau hambatan
lainnya menghalangi pendakian.
Jika melihat pada tipe-tipe manusia menurut Stoltz, maka tipe Quitter akan
berhenti menghafal ketika ia merasakan menghafal Al Qur'an adalah
aktivitas yang sulit. Kemudian tipe berikutnya camper, ketika seseorang
-----··'-: ---1-1--.1--- _1.L: .. :L-- L:.r_i_ __ I ,-..._ -'-
20
bosan, merasa cukup dengan menghafal beberapa juz saja kemudian
tidak menyelesaikan seluruhnya. Tipe yang terakhir adalah climber, yang
walaupun menghafal itu sulit ia terus mendaki, berusaha sekuat tenaga,
menghiraukan dan mengatasi semua permasalahan-permasalahan
sampai akhirnya dapat mencapai tujuannya yaitu hafizh Qur'an.
2.1.6 Adversity Quotient Menurut Konsep Islam
Dalam konsep islam tidak dikenal istilah adversity quotient, tetapi jika
dilihat dari dimensi-dimensinya maka dalam konsep islam terdapat sifat
mujahadah, sabar dan tawakkal.
Mujahadah adalah kesungguhan untuk mengerahkan segala kekuatan
atau potensi diri dalam melaksanakan sesuatu. Orang yang memiliki sifat
sabar dan tawakkal jika mendapatkan kesulitan akan dapat
mengembalikan diri. Sedangkan orang yang bermujahadah memiliki
kesungguhan dalam mengerjakn sesuatu, bertanggung jawab terhadap
pekerjaan yang dilakukan.
2.2 Hifdzul Qur'an
2.2.1 Pengertian Hifdzu/ Qur'an
Hifdzul Qur'an berasal dari akar kata hafadza yang artinya menjaga.
Hafadza juga bermakna kemampuan melihat maklumat dalam otak. Maka
21
(hafal) artinya memelihara sesuatu/ tidak lupa. Orang yang hafal disebut
hafizh, kalau banyak misalnya suatu kaum, maka mereka disebut huffazh.
Hifdzu/ Qur'an adalah upaya untuk menghafal ayat-ayat Al Qur'an sampai
tertanam benar dalam ingatan dan siap menjaganya agar tidak hilang dari
ingatan. Sehingga unsur yang penting pula dalam menghafal adalah
proses menjaga dengan mengulang-ulang hafalan, yang diistilahkan
dengan muraja'ah (Abdul Rauf, 2004)
Hifdzu/ Qur'an (menghafalkan Al Qur'an) merupakan upaya
mengakrabkan orang-orang yang beriman dengan kitab sucinya dengan
cara membaca dan kemudian menghafalkannya dan memasukkan Al
Qur'an kedalam hatinya, sehingga ia tidak buta terhadap kitab sucinya.
Dalam kaitan ini, menurut Nuwabuddin (1996) menghafal Al-Qur'an,
memeliharanya serta menalarnya harus memperhatikan tiga unsur pokok
berikut:
1. Menghayati bentuk-bentuk visual, sehingga bisa didingat kembali
meski tanpa kitab
2. Membacanya secara rutin ayat-ayat yang dihafalnya
3. Mengingat-ingatnya
0 <" II A I,...... 1
22
rnenghafal kata-kata yang tidak rnerniliki rnisi khusus, sebagairnana orang
yang rnenghafalkan syair-syair atau puisi yang dibuat rnanusia. Narnun
pada hakikatnya ia sedang rnenghafalkan sesuatu yang rnernberi
kehidupan pada jiwa, akal bahkan jasadnya (Abdul Rauf, 2000).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disirnpulkan yang
dirnaksud dengan hifzhul Qur'an adalah rnernelihara Al Qur'an dan
rnenjaganya dari perubahan, penyimpangan, penambahan dan
pengurangan. Adapun bila dinisbatkan kepda makhluk hifzhul Qur'an
berarti menarnpakkan yang dihafal, mengamalkan semaksimal mungkin
dan berkecimpung dengan Al Qur'an baik merenungkan, memikirkan,
menyimpulkan, mengajarkan dan mempelajarinya.
2.2.2 Keutamaan-keutamaan Hifdzul Qur'an.
Hadits shahih mengatakan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang
memiliki interaksi dengan Al Qur'an dalam bentuk belajar dan mengajar.
lni merupakan kehormatan Nabawi bagi para pecinta Al Qur'an. Berikut
adalah keutarnaan-keutarnaan dari Hifdzul Qur'an:
1. Hifdzul Qur'an merupakan nikmat rabbani yang datang dari Allah.
2. Al Qur'an rnenjanjikan kebaikan, keberkahan dan kenikrnatan bagi
penghafalnya.
23
Rasulullah saw. Bersabda:
Artinya: "sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari dan
mengajarkan Al-Qur'an" (HR. Bukhari dan Muslim)
Kemudian hadits lain berbunyi:
J ) • ) ,,. ) ) _,,,,
(~I ol;J) .JT'.,...;J1 ~~I 0°? i
Artinya: " Semulia-mulia umat-ku adalah para pengemban Al-
Qur'an" (HR. Baihaqi)
3. Seorang hafidz Qur'an adalah orang yang mendapatkan Tasyrif
nabawi ( penghargaan khusus dari Nabi).
Diantara penghargaan yang pernah diberikan Nabi kepada para
sahabat penghafal Al-Qur'an adalah perhatian yang khusus kepada
syuhada Uhud yang hafizh Al-Qur'an, dengan mendahulukan
pemakamannya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw
menetapkan hafizul Qur'an ialah yang berhak menjadi imam shalat
berjama'ah.
4. Hifdzul Qur'an merupakan ciri orang yang diberi ilmu.
Allah berfirman:
24
Artinya: "Sebenamya Al qur'an itu adalah ayat yang nyata bagi
orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari
ayat-ayat Kami kecua/i orang-orang yang dhalim" (QS. Al
Ankabut:49)
!tu artinya Hifzhul Qur'an merupakan upaya menjadikan ayat-
ayatNya sebagai ilmu yang dapat dinikmati. Seorang ulama
mengatakan : "pertama kali, ilmu itu didapatkan (diperhatikan)
dengan cara mendengar, kemudian diam, la/u clihafal, diamalkan
dan diajarkan.
5. Hafizh Al Qur'an adalah keluarga Allah yang berada di atas bumi.
Rasulullah saw. Bersabda:
> ... ,,.. ,,. \ ,,. _,.
Y,i : Jt_; ~ Aili J~) ( ~ ~.:. } J:;; _,.. ~ '.... I .- ~ ,,. _, -a .t ~
( ...Lo'-I ,\, •) ~\>. , <\.\!I \.,,,\ '-" ,.:,, I ..ii.JI _/.../ __, .......... .J / , ,
Artinya: Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga diantara
manusia, para sahabat bertanya, 'siapakah mereka Ya Rasu/ullah?
Rasul menjawab, "Para ahli Qur'an dan mereka/ah ke/uarga Allah
dan pilihan-pilihanNya" (HR. Ahmad)
6. Menghormati seorang hafizh Al Qur'an berarti mengagungkan
25
Rasulullah saw bersabda: " sesungguhnya termasuk
mengagungkan Allah menghormati orangtua yang muslim,
penghafal Al Qur'an yang tidak melampaui batas (didalam
mengama/kan dan memahaminya) dan tidak menjauhinya (enggan
membaca dan mengamalkannya) dan penguasa yang adif'. (HR.
Daud)
7. Hafizh Al Qur'an selalu diliputi dengan rahmat Allah.
Pada diri hafidz Al Qur'an akan terbentuk pribadi yang memiliki jiwa
yang sehat.
8. Sebagai peluang untuk meningkatkan kualitas shalat.
9. Kenikmatan dunia dan akhirat yang tiada tertandingi.
2.2.3 Syarat-syarat Hifdzul Qur'an
Sebelum memulai menghafal , seseorang sebaiknya memenuhi syarat
syarat yang berhubungan dengan naluri insaniyah. Adapun syarat
syaratnya adalah:
1. Persiapan pribadi, yaitu niat yang ikhlas.
2. Bacaan Al Qur'an yang benar dan baik
3. Memiliki sifat Mahmudah (terpuji), yakni menjalankan perintah Allah
dan menjauhi laranganNya termasuk sifat-sifat madzmumah.
4. lstiqamah dalam menghafal
5. Sanggup memelihara hafalan.
2.2.4 Problematika Hifdzul Qur'an
Al Qur'an adalah kitab suci yang tidak sembarang orang dapat
berinteraksi akrab dengannya. Diantaranya banyak hal yang dapat
merintangi seseorang untuk Hifzhul Qur'an, diantaranya:
1. Cinta dunia dan terlalu sibuk dengannya.
26
Diceritakan Nabi Isa AS pernah berkata, "Cinta dunia adalah
sumber segala kesalahan. Di dalam harta kekayaan itu penyakit
yang banyak seka/i. Orang-orang yang ada disekitarnya bertanya, "
Apakah penyakit itu?" Beliau menjawab, "Pemiliknya tidak akan
selamat dari sifat berbangga diri dan angkuh. "Mereka berkata,
"Bagaimanajika bisa selamat?" Nabi Isa AS menjawab, "Dia akan
sibuk mengurusnya dan terlupakan dari dzikir kepada Allah." Jika
seorang hafizh terlalu sibuk dengan dunia maka ia akan lupa
mengingat Allah dan lupa juga untuk mengingat ayat-ayat Nya
2. Tidak dapat merasakan kenikmatan Al-Qur'an
3. Hati yang kotor dan terlalu banyak melakukan maksiat
Orang yang hatinya kotor tidak akan merasa atau peka atas
perilaku maksiat yang dilakukannya. Sedangkan Al-Qur'an itu
adalah ilmu. llmu tidak akan masuk ke dalam hati yang kotor. Jadi
jika seorang hafizh melakukan banyak maksiat maka akan
mempengaruhi hafal Al-Qur'annya
4. Tidak sabar, malas dan berputus asa.
sabar, atau tabah juga tidak berputus asa merupakan modal di
dalam mengarungi kehidupan yang memerlukan perjuangan dan
penuh dengan cobaan. Maka jika seseorang tidak sabar, malas
bahkan berputus asa maka tujuannya pun untuk menjadi hafizh
quran akan semakin jauh dari kenyataan
5. Semangat dan keinginan yang lemah
27
Keinginan itu karunia Allah yang mahal harganya. Tanpa keinginan,
kita tidak akan memiliki semangat. Tanpa semangat, kita tidak akan
pernah sukses menjalani hidup. Maka dari itu jika penyakit lemah
semangat dan keinginan sudah menjangkiti hafizh qur'an maka
akan serbahaya baginya.
6. Niat yang tidak ikhlas.
Basyarahil dalam bukunya menuliskan bahwa Hasan bin Ali Ra.
berkata, " Penghafa/ Al-Qur'an ada tiga macam. Pertama, seorang
yang baik bacaan dan suaranya,la/u pergi dari suatu kota ke kota
yang lain untuk memperoleh imba/an dari orang-orang. Kedua,
seorang yang hafal huruf-hurufnya, tetapi menyia-nyiakan hukum
hukumnya dan mencari simpati penguasa dan mencari popu/aritas .
Ketiga, mengerti maknanya, meme/iharanya, dan mengamalkannya
untuk berdakwah dan beribadah. lnilah sebaik-baik penghafal Al
Qur'an". Dari perkataan Hasan ini bisa disimpulkan adanya
penyakit yang kerap menjangkiti para hafizh, yaitu kurangnya
•- .. '-.
28
isi Al Qur'an, tapi itu dilakukannya semata-mata agar dapat imbalan
atau pujian dari orang lain.
7. Lupa
Lupa adalah kegagalan mengingat kembali suatu butir dari
informasi dengan tepat. (http://psyshslassic.yorku.ca)
Al-Qur'an menyebutkan lupa dalam berbagai ayat. Dan bila ayat
ayat itu dipelajari kandungannya, maka akan didapatkan bahwa
lupa (an-nisyan) dalam ayat-ayat tersebut mempunyai pengertian
yang berbeda, yang secara garis besarnya adalah sebagai berikut:
(Najati, 2001 ).
Lupa yang mengandung arti lalai (As-Sahwu). Misalnya orang lupa
sesuatu di suatu tempat. Lupa dengan arti hilangnya perhatian
terhadap sesuatu hal. Misalnya firman Allah Q.S At Taubah: 67
8. Tidak mampu membaca dengan baik
Salah satu problematika hafizh adalah karena tidak mampu
membaca dengan baik. Secara logika bagaimana seseorang bisa
menghafal dengan sempuna jika ia masih kesulitan dalam
membaca Al Qur'an.
9. Tidak mampu mengatur waktu
K etidakmampuan mengatur waktu terwujud dalam bentuk
melakukan suatu pekerjaan yang tidak bermanfaat dalam mengisi
waktu luang atau mengumpulkan pekerjaan yang banyak dalam
29
ketidakdisiplian seseorang
10. Tasyabuhul ayat (ayat-ayat yang mirip)
Berbagai bagian dari Al-Quran memiliki kesamaan satu dengan
lainnya baik dalam arti, kata-kata maupun pengulangan ayat
ayatnya. Al Qur'an terdiri dari lebih dari 6236 ayat. Dari keseluruhan
ayat yang ada, terdapat lebih kurang 2000 ayat yang mirip dengan
yang lainnya. Kemiripan ini bervariasi dari kesamaan total hingga
berbeda dalam satu huruf, satu kata atau dua kata atau bahkan
lebih. Seorang yang melantunkan Al-Qur'an dengan baik sedapat
mungkin memperhatikan ayat-ayat yang memiliki kemiripan dalam
kata katanya. Keunggulan dari suatu hafalan tergantung dari
perhatian akan hal hal tersebut
11. Pengulangan yang sedikit
Penghapal harus mengulang-ulang hapalannya siang dan malam.
Dengan cara ini penghapal melatih hapalannya dalam situasi
apapun, karena dia tidak membatasi waktu menghapalnya dalam
suatu waktu tertentu. Dan pada malam harinya seseorang
merasakan bahwa dalam pikirannya telah tersimpan hapalan Al
Qur'an.
Dan ketika seseorang tidak memiliki kesempatan untuk menghapal
sesuai yang telah di-set sebelumnya, dia tidak boleh pindah ke ayat
lain pada hari berikutnya. Dia harus melanjutkan apa yang telah
Jika pengulangan yang dilakukan jarang maka sudah bisa
dipastikan ia kan lupa terhadap hafalannya
12. Belum memasyarakat.
30
Orang pada zaman sekarang ini lebih cenderung menggemari
aktivitas keduniawian dan menghafalkan Al Qur'an belum menjadi
prioritas dan pilihan utama di negara kita ini. Tidal< seperti di
negara-negara Timur Tengah yang sangat menggemari aktivitas
menghafal Al Qur'an
13. Tidal< ada muwajjih (pembimbing)
Dalam menghafalkan Al Qur'an ketika akan membacakan
hafalannya sangat dianjurkan agar didengarkan oleh orang lain.
Sebaiknya, dia melakukan kajian hafalannya dengan melantunkan
ayat-ayat yang sudah dihafal kepada orang I mitra yang
mengetahui atau telah menghafal dengan bail< atau orang yang
dapat mengikuti Mushaf. Sangat dianjurkan bahwa mitra yang di
pilih merupakan seorang yang memang hafal Al-Quran dengan
cermat, sehingga dia dapat memberikan tanda adanya kesalahan
kesalahan kecil dan mengarahkannya ketika dia lupa atau
membuat kesalahan.
Kesalahan yang ada tanpa disadari, dalam menghafalkan suatu
surat sangatlah umum, bahkan pada waktu dia melihat mushaf.
33
sensori yang diberi perhatian selanjutnya akan disimpan dalam
ingatan jangka pendek. lngatan jangka pendek adalah kapasitas
yang kecil sekali tetapi sangat penting pengaruhnya, ingatan
jangka pendek terlihat lebih jelas daripada sistem ingatan yang lain
dimana stimulus-stimulus lingkungan pertama kali diorganisasikan
dalam sistem ingatan ini (Solso, 1991 ). lngatan jangka pendek
mempunyai kemampuan untuk menyimpan informasi dalam jangka
waktu yang lebih lama daripada memori sensosris, yaitu sekitar
antara beberapa detik sampai beberapa menit. Untuk menyimpan
pengetahuan dalam ingatan jangka pendek, kita dapat mengolah
ide-ide dengan merubah kedalam l<ata-kata dain kedalam imajinasi
dengan berbagai cara :
1. Visualisasi
2. Berlatih secara phonem
3. Membagi ide tersebut menjadi 2 atau 3 bagian dan
melatih tiap bagian tersebut
4. Mencari pola yang berarti dalam informasi dan
menggunakannya untuk dihubungl<an dengan ide-ide.
Karakteristik khusus ingatan jangka pendek :
• Harus sudah mendapat perhatian terlebih dahulu.
• lngatan jangka pendek memiliki kapasitas yang terbatas, itu
hanya mampu menyimpan 7 item saja.
34
dapat bertahan lama, maka harus ada prose "rehearsaf',
yaitu mengulang-ngulang informasi tersebut agar informasi
tetap berada dalam pusat perhatian sehiingga tidak
mengalami proses lupa.
c) lngatan jangka panjang. Adalah ingatan yang rnemiliki kemampuan
menyimpan informasi yang lebih lama dan panjang (Kro, 1995).
lngatan jangka panjang lebih mampu membedakan kode-kode dari
luar, terstruktur, memiliki kapasitas lebih lama clan permanen
(Solso, 1991 ). Karakternya:
• lnformasi yang masuk akan mengalami pengorganisasian
sehingga dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang
lama.
• Lama penyimpanan pada ingatan jangka panjang berkisar
antara beberapa hari, minggu, bulan, bahkan dapat
berlangsung bertahun-tahun.
• Kapasitas penyimpanan informasi dalarn jangka panjang
adalah sangat besar dan tak terbatas. Berbagai informasi
dapat kita simpan dalam ingatan jangka panjang, termasuk
informasi yang sebelumnya ada dalam ingatan jangka
pendek yang telah mengalami reheamal.
• Jenis informasi yang dapat disimpan dalam ingatan jangka
35
bermakna, kalimat, ide-ide, konsep-konsep serta berbagai
pengalaman, pengetahuan, kemampuan, untuk berbahasa
dan sebagainya
Proses ingatan: adalah bagaimana kita menyimpan pengetahuan pada
setiap level dan bagaimana mentransfer pengetahuan tersebut diantara
dua level yang berbeda (Munro,tanpa tahun).
Secara garis besar Hilgard dkk (1975) dalam lrwanto (1997)
menyebutkan tiga jenis proses mengingat:
1. Recall (pengingatan). Yaitu proses mengingat informasi yang
dipelajari di masa lalu tanpa petunjuk yang dihadapkan pada
organisme. Pengingatan adalah proses aktif untuuk menghasilkan
kembali fakta dan informasi secara verbatim (kata demi kata), tanpa
petunjuk yang jelas (Sarwono, 1996)
2. Recognition (pengenalan), yaitu proses mengiingat inforrnasi yang
sudah dipelajari melalui suatu petunjuk yang dihadapkan pada
organisme.
3. Reintegrative, proses mengingat dengan menghubungkan berbagai
informasi menjadi suatu konsep atau cerita yang cukup kompleks.
Bisa juga dikatakan bahwa reintegrtive ialah merekonstrul<si
seluruh masa lalu dari satu petunjuk memori keicil. Sarwono
menambahkan satu proses mengingat dalam ingatan manusia,
36
sudah kita peroleh termasuk pekerjaan memori.
2.3 Adversity Quotient Dalam Hifzhul Qur'an
Menghafalkan seluruh ayat-ayat Al-Qur'an bukanlah perkara yang mudah.
Seseorang dikatakan hafizh ketika menghafal seluruh ayat-ayat Al Qur'an
sebanyak tiga puluh juz, tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa
menghafal Al Qur'an itu berat dan melelahkan. Jadi dibutuhkan lcemauan
serta motivasi yang kuat ketika berniat untuk menghafalkan Al-Qur'an.
Proses menghafalkan Al-qur'an pun cukup panjang dan membutuhkan
kesabaran serta semangat dan kepribadian tahan banting menghadapi
cobaan dan rintangan yang dapat menggagalkan proses menghafal.
Ketika dalam tahap pengulangan (muraja'ah) juga dibutuhkan komitmen
dan kedisiplinan agar hafalan tetap melekat.
Menghapalkan Al-Qur'an merupakan proses yang panjang dimulai dari
belajar membacanya dengan baik, menghapalkannya ayat per ayat,
menyambungkan ayat per ayat surat per surat dan akhirnya menjadi suatu
rangkaian hapalan yang sempurna. Belum lagi proses pengulangan yang
harus dilakukan secara terus-menerus.
Banyak problematika-problematika yang biasa dialami oleh penghapal Al-
37
Problematika yang dialami oleh penghapal Al-qur'an tidak selalu sama.
Penghapal Al-Qur'an satu dengan yang lainnya mengalami perbedaan
perbedaan sesuai latar belakang, kepribadian, lingkungan dan lain
sebagainya. Tapi suatu hal yang harus dilakukan oleh para penghapal Al
Qur'an adalah melewati dan menembus problematika itu, mencari
penyelesaian dari problematika sehingga bisa sukses mencapai harapan
yang didinginkan yaitu menjadi seorang yang hafizh Al-Qur'an
Oleh karena itu penulis mengasumsikan, untuk melewati semua
problematika yang menghadang para penghapal Al-Qur'an dibutuhkan
adversity quotient. Penulis mengklasifikasikan dan mengelompokkan
setiap problematika umum yang umumnya dialami kemudian
mengaitkannya dengan dimensi-dimensi adversity quotient. Bagaimana
akhirnya setiap dimensi tersebut bisa menjawab dan rnenyelesaikan
problematika yang dialami oleh penghapal Al-Qur'an.
Dari sini dapat dilihat dinamika adversity quotient seorang penghapal Al
Qur'an dalam hifzhul qur'an
Bagan 2.1 Gambaran Adversity Quotient Pada Hif;~hul Qur'an
I Control!
(Pengendalian)
Niat yang ikhlas Hati yang bersih dan banyak berbuat kebaikan Dapat merasakan kenikmatan Al~Our'an Mampu mengatur waktu dengan baik
Penghafal Al Qur'an
Problematika Dalam Hifzhul Qur'an . Cinta dunia dan terfalu
sibuk dengannya . Tidak dapat merasakan kenikmatan Al.Quran . Hati yang kotor dan terlalu banyak melakukan maksiat . Tidak sabar, matas dan cepat berputus asa . Semangat dan keinginan yang lemah . Niat yang tidak ikhlas . Lu pa . Tidak mampu membaca dengan baik . Tidak mampu mengatur waktu . Tasyabuhu! ayat (ayat-ayat yang mirip) . Pengulangan yang sedikit . Belum memasyarakat . Tidak ada muwajjih (pembimbing)
II Adversityv Quotient I
Ownership (Kepemilikan)
1. Mampu membaca dengan baik
2. Menguasai tasyabuhul ayat (ayat-ayat yang mirip)
3. Pengulangan yang banyak
I
I
Reach (Jangkauan)
1. Tidak cinta dunia dan tidak sibuk dengannya
2. Tidak terpengaruh dengan be1um memasyarakatnya AlQur'an
3. Tidak terpengaruh oleh muwajjih
I
38
Daya Tahan (Endurance)
1. Sabar, Rajin , dan tidak cepat putus asa
2. Tidak Lupa 3. Semangat dan
keinginan yang kuat
I
BAB3
METODOLOGI PENELITIAN
Guna memperoleh informasi sesuai dengan yang terumuskan dalam
permasalahan atau tujuan penelitian perlu suatu desain atau rencana
menyeluruh tentang urutan kerja penelitian dalam bentuk suatu rumusan
operasional suatu metode ilmiah, rincian garis-garis besar keputusan
sebagai suatu pilihan beserta dasar-dasar atau alasan-alasan ilmiahnya.
Beberapa unsur yang hendak dipaparkan dalam suatau rancangan
penelitian ini adalah tentang :
3.1 Pendekatan Penelitian dan Perspektif
Data yang hendak dikumpulkan dalam penelitian ini adalah tentang
bagaimana para penghafal Qur'an merespon permasalahan
permasalahan yang dialaminya. Dari ungkapan konsep tersebut jelas
bahwa yang dikehendaki adalah suatu informasi dalam bentuk deskripsi.
Karena bersifat deskripsi, maka peneliti berusaha untuk menemukan
makna yang berada di dalam ungkapan konsep tersebut, sehingga
penelitian ini lebih sesuai jika menggunakan pendekatan kualitatif.
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk
mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu
keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan.
Peneliti mencoba untuk menggambarkan subjek penelitian di dalam
keseluruihan tingkah laku, yakni tingkah laku itu sendiri beserta hal-hal
yang melingkupinya, hubungan antara tingkah laku dengan riwayat
timbulnya tingkah laku, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan tingkah
laku tersebut. Penelilti mencoba mencermati individu atau sebuah unit
secara mendalam dan menemukan semua variabel penting yang
melatarbelakangi timbulnya serta perkembangan variabel tersebut.
40
Di sisi lain penelitian ini lebih mempunyai perspektif emic, dengan
pengertian bahwa data yang dikumpulkan diupayakan untuk
dideskripsikan berdasarkan ungkapan, bahasa, cara berpikir, pandangan
subyek penelitian, sehingga mengungkapkan tingkat adversity quotient
dari penghafal Al-Qur'an. Deskripsi informasinya atau sajian datanya
harus menghindari adanya evaluasi dan interpretasi dari peneliti. Jika
terdapat evaluasi atau interpretasi itu pun harus berasal dari subjek
penelitian.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penngumpulan data utama dilakukan melalui metode
wawancara sedangkan metode penunjangnya adalah observasi.
41
3.2.1 Wawancara
Menurut Frend N. Kerlinger (2000), wawancara adalah situasi peran antar
pribadi bertatap muka, ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban
jawaban yang relevan dengan masalah penelitian, kepada seseorang
yang diwawancara, atau responden.
Menurut Moleong (2000), wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan
jawaban atas pertanyaan itu.
Maksud mengadakan wawancara, seperti ditegaskan Lincoln dan Guba
(1985), antara lain: mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan,
organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain
kebulatan; mengkonstruksiikan kebulatan-kebulatan demikian sebagai
yang dialami masa lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai
yang diharapkan di masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah,
dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia
maupun bukan manusia (triagulasi); dan memverifikasi, mengubah, dan
memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai
pengecekan anggota.
42
3.2.2 Observasi Sebagai Penunjang
Di dalam penelitian ini, observasi atau pengamatan dapat
mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan,
perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan, dan seba~iainya. Pengamatan
memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagaimana yang di lihat
oleh subyek penelitian, hidup pada saat itu, menangkap arti fenomena dari
segi pengertian subyek, menangkap kehidupan budaya, dsb.
Sehubungan dengan hal ini Patton (dalam Poerwandari, 2001)
mengatakan data hasil observasi menjadi penting karena:
1. Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks
dalam mana hal yang diteliti ada atau terjadi.
2. Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka,
berorientasi pada penemuan daripada pembuktian dan
mempertahankan pilihan untuk mendekati masalah scara induktif.
Dengan berada dalam situasi yang nyata, kecenderungan untuk
dipengaruhi berbagai konseptualisasi tentang topik yang diamati
akan berkurang.
3. Mengingat individu yang telah sepenuhnya terlibat dalam konteks
kehidupannya sering mengalami kesulitan merrefleksikan pemikiran
mereka tentang pengalamannya, maka observasi memungkinkan
penulismelihat hal-hal yang partisipan atau subyek penelitian
43
4. Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal
yang karena berbagai sebab tiada diungkapkan oleh subyek
penelitian secara terbuka dalam penelitian.
5. Jawaban tehadap pertanyaan akan diwarnai oleh persepsi selektif
individu yang diwawancarai. Perbedaan dengan wawancara,
observasi memungkinkan peneliti bergerak lebih lanjut dari persepsi
selektif yang ditampilkan subyek penelitian.
6. Observasi memungkinkan peneliti merefleksikan dan bersikap
introspektif terhadap penelitian yang dilakukannya. lmpresi dan
perasaan pengamat akan menjadi bagian dari data yang pada
gilirannya dapat dimanfaatkan untuk memahami fenomena yang
diteliti.
Menurut Murni Ambasari (2004), di antara hal-hal yan!J diobservasi adalah
aspek-aspek komunikasi non verbal yang mencakup:
1. Paralinguistics, yaitu setiap hal yang dilakukan dengan
mengguankan suara namun tidak digunakan untuk membuat kata
kata misalnya perubahan nada suara, beberapa kali subyek
berhenti bicara dalam wakyu yang cukup lama dan penekan
terhadap kata-kata itu.
2. Proxemics, yaitu bagaimana subyek menggunakan dan
mempersepsikan personal space.
3. Kinesics, yaitu penggunaan ekspresi muka, gerak isyarat (gestures)
44
(Molneaux dan Lame dalam lrrana, 1999).
3.2.3 Alat Bantu Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan alat bantu dalam mengumpulkan data yaitu:
1. Pedoman wawancara.
2. Berlaku sebagai pegangan dalam wawancara agar tidak
menyimpang dari tujuan penelitian, mengingatkan kembali akan
aspek-aspek yang perlu digali dari subyek serta memudahkan
kategorisasi dalam melakukan analisis data. Peidoman ini disusun
berdasarkan konsep-konsep teoritis yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian.
3. Lembar observasi dan catatan subyek.
Digunakan unuk mencatat hal-hal yang dianggap penting, dapat
membantu menerangkan lebih lanjut data yang telah diperoleh atau
berpengaruh terhadap jalannya wawancara. Hal-hal yang dicatat
meliputi setting tempat wawancara berlangsung, lama wawancara,
hal-hal yang terjadi selama wawancara yang m1ungkin berpengaruh
terhadap hasil wawancara, penampilan sunyek secara keseluruhan,
respon subyek terhadap pertanyaan dan cara menyampaikan
informasi.
4. Alat perekam.
Digunakan untuk memudahkan peneliti mengulang kembali hasil
45
sesuai dengan yang disampaikan subyek dalam wawancara. Hal ini
berguna untul meminimalkan bisa yang mungkin terjadi karena
keterbatasan dan subyektivitas peneliti. Alat bantu perekam
digunakan dengan system responden.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Prosedur Persiapan penelitian
Mempersiapkan informasi yang relevan dengan masalah yang ingin diteliti
dari berbagai media seperti buku, internet, artikel-artikel, dsb. Kemudian
mempersiapkan alat penelitian seperti membuat rancangan pedoman
wawancara. Penulis menghubungi beberapa teman untuk meminta
informasi apakah ada saudara atau temannya, atau tetangganya yang
bisa diwawancara dengan kriteria yang telah penulis tentukan.
Sebelum penulis melakukan penelitian maka harus dipersiapkan segala
sesuatu yang berhubungan dengan keperluan penelitian.
1. Membuat pedoman wawancara yang digunakan sebagai acuan
dalam melakukan wawancara
2. Membuat lembar observasi
3. Membuat lembar kesediaan sebagai subjek penelitian
4. Menyediakan recorder untuk merekam hasil wawancara
3.3.2 Prosedur Pelaksanaan Penelitian
subyek yang telah lulus memenuhi karakteristik subyek penelitian.
1. Peneliti menghubungi responden untuk merninta kesediaaannya
diwawancara. Dan menetapkan tanggal atau waktu kesepakatan.
Penelitian ini dimulai pada bulan Februari sampai dengan Maret
2008.
46
2. Setelah mendapatkan persetujuan dari responclen, peneli!i datang
ke tempat yang telah disepakati dengan menjelaskan ulang
maksud dan tujuan peneliti mengadakan pengenalan dengan
masing-masig subyek.
3. Wawancara dilakukan dengan ala! perekam dengan persetujuan
subyek. Setelah selesai melakukan wawancara, penulis langsung
menganalisa data dengan merujuk pada pedoman wawancara.
4. Berdasarkan hasil wawancara kemudian dibuat laporannya secara
verbatim untuk mempermudah proses analisa lalu dilakukan analisa
deskriptif.
3.3.3 Prosedur Analisa Data
Analisa data, menurut Patton adalah proses mengatur urutan data,
menorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, clan satuan uraian
dasar. la membedakannya dengan penafsiran, yaitu rnemberikan arti yang
signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari
hubungan di antara climensi-dimensi uraian (Moleong, 2000).
47
Tujuan dari analisa data adalah untuk menemukan makna dalam informasi
yang dikumpulkan. Dalam melakukan analisa data, ada beberapa hal
yang dilakukan oleh penulis:
1. Penulis menuangkan hasil wawancara secara verbatim serta
membuat laporan observasi yang telah dilakukan pada subjek
penelitian selama proses wawancara
2. Analisa awal data setiap subjek, kemudian menyimpulkan inti dari
setiap jawaban subjek untuk menemukan tema-tema dan pola-pola
jawaban yang muncul dalam wawancara
3. Penulis menuliskan kesimpulan sementara yang dilanjutkan dengan
mendaftar tema-tema yang muncul dan mencoba memikirkan
hubungan-hubungan diantara mereka
4. Penulis menyusun data yang berisikan daftar tema-tema dan
kategori yang telah disusun sehingga menampikan pola hubungan
antar kategori (cross case, bukan lagi kasus tunggal) yang
kemudian akan dituangkan dalam bentuk analisa tertlis dalam bab
empat. Penulisan dibuat berdasarkan kategori umum yang telah
dibuat penulis sebelumnya.
3.4 Subjek Penelitian
3.4.1 Karakteristik Subyek
Subjek penelitian ini adalah sebanyak 4 orang yang berasal dari Lembaga
menggunakan subyek penelitian yang memiliki karakteristik sebagai
barikut:
1. Subyek adalah individu sebagai penghafal Qur'an
2. Subyek adalah alumni dari L TQ Al-hikmah Jakarta.
3. Telah selesai menghafalkan Qur'an sebanyak :30 juz
4. Telah menjadi penghafal minimal lima tahun
5. Telah memiliki ijazah, sebagai tanda lulus ujian Qur'an.
3.5 Penyajian Data
48
Data disajikan dalam bentuk seperti yang disarankan Lincoln dan Guba
(1985), yakni dalam bahasa yang tidak formal, dalam susunan kalimat
sehari-hari dan pilihan kata atau konsep asli responden, cukup rinci serta
tanpa ada intterpretasi dan evaluasi dari peneliti (Hamidi, 2004).
Hamidi (2004) dalam buku Metode Penelitian kualitatif menjelaskan bahwa
penyajian data penelitian dalam bentuk induksi-interpretasi
konseptualisasi.
lnduksi dalam hal ini maksudnya adalah ketika peneliti mengumpulkan
dan menyajikan tumpukan data, sebagai tahap awal. Untuk membuktikan
adanya perspektif emik di sinilah peneliti dalampenyajian datanya perlu
mengutip langsung pandangan responden dalam bahasa atau kalimat
mereka. Sajian data semacam inilah yang tidak mungldn dittemukian
dianalisis setiap meninggalkan lapangan.
lnterpretasi data maksudnya adalah ketika peneliti rnulai menangkap
secara remang-remang yang semakin lama semakin jelas, sehingga
peneliti dengan pembendaharaan data yang diperoleh mampu
menjelaskan terhadap tema cerita responden berupa pernyataan apa
sebenarnya yang telah dialami oleh para responden.
49
Dengan merujuk konsep penyajian data di alas, maka secara garis besar
tahapan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Membuat transkip hasil wawancara secara verbatim berdasarkan
hasil rekaman wawancara dengan responden.
2. Memberikan label pada hasil rekaman dan disirnpan sebagai
dokumen.
3. Refleksi untuk menyimpulkan apa yang tersirat dari jawaban
subyek dan dugaan atau penjelasan mengenai tindakan subyek.
4. Melakkukan analisa persubyek sesuai dengan teori-teori yang
digunakan.
5. Melakukan analisa antar kasus dengan membandingkan data para
subyek berdasarkan kategori yang telah ditetapkan.
6. Membuat kesimpulan.
50
3.6 Kode Etik Penelitian
Karena dalam permasalahan penelitian ini menyangkut pribadi seseorang,
maka tidak menutup kemungkinan menimbulkan banyak masalah
masalah etika penelitian. Oleh sebab itu dalam penelitian ini, peneliti
melekukan beberapa hal sebagai berikut :
1. Peneliti akan terlabih dahulu meminta persetujuan dari subyek
untuk menjadi sumber informasi tanpa paksaan.
2. Peneliti juga akan melaporkan informasi apa adanya tanpa
menyembunyikan informasi yang tidak diinginkan.
Maka dalam pengambilan kesimpulan yang berkaitan dengan masalah
etika, peneliti akan jujur melaporkan hasil analisis yanu jujur tanpa
rekayasa dan pengambilan kesimpulan juga harus berdasarkan pada hasil
analisis data yang ada.
BAB4
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini penulis menjelaskan data dan hasil wawancara yang
diperoleh dari penelitian lapangan. Hasil penelitian yang akan dituliskan
berisi tentang gambaran umum subyek, riwayat kasus, analisa kasus dan
perbandingan antar kasus.
4.1 Gambaran Umum Subyek
Subyek dalam penelitian ini berjumlah 4 orang, terdiri dari 2 orang laki-laki
dan dua orang perempuan yang telah dipilih berdasarkan karakteristik
subyek penelitian.
Untuk mengecek ulang derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh dari proses wawancara terhadap subyek, maka penulis
melakukan wawancara kepada beberapa sumber yan~J berhubungan
langsung dengan subyek. Seperti orangtua, saudara kandung maupun
kerabat dekat subyek. Setiap subyek akan dicantumkan inisial subyek
untuk menjaga privasi dan kerahasiaan dari subyek penelitian. Secara
umum subyek penelitian terdapat pada tabel di bawah ini.
52
Tabel 4.1
Gambaran Umum Subyek Penelitiian
Nama lnisial AH DR T D
Jen is Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki
kelamin
Pendidikan 81 81 81 81
Terakhir Ushuluddin Tafsir Hadits Penyuluhan& Kedokteran
komunikasi um um
pertanian
Usia 25 tahun 25 tahun 29 tahun 23 tahun
Pekerjaan Mahasiswa Guru Pengajar Co.Ass
dan guru Dokter
Suku Palembang Jawa-Betawi Jaw a Betawi
Bangsa
Status Menikah Menikah Bel um Bel um
Pernikahan dengan 1 Menikah Menikah
anak
53
4.2 Gambaran dan Analisa Kasus
4.2.1 Kasus AH
Wawancara dengan AH berlangsung pada tanggal 27 Februari 2008 pukul
13.40 - 15.15 WIB di perpustakaan tempat AH kuliah. Kondisi
perpustakaan saat itu sangat tenang, tidak banyak mahasiswa yang lalu
lalang, sehingga wawancara berlangsung dengan bailc tanpa ada
gangguan dari lingkungan sekitar
AH adalah orang yang sibuk karena padatnya aktivitas keseharian yaitu
mengajar Al-Qur'an di beberapa tempat. Disamping itu AH masih tercatat
sebagai mahasiswa tingkat akhir di salah satu perguman tinggi Negeri di
Jakarta dan sedang mengerjakan tahap akhir dari skripsinya. Pemuda
kelahiran Palembang ini dikenal di kampusnya sebagai seorang yang
sholih, ramah, dan memiliki motivasi yang kuat dalam mengajarkan dan
memotivasi orang untuk belajar al-Qur'an. Saat ini AH tinggal bersama
istrinya di daerah Pasar Rebo.
AH berperawakan sedang, tidak terlalu tinggi. Dengan berat badan yang
proporsional. Menggunakan kacamata minus. Pembawaan AH tenang,
santai dengan intonasi yang cenderung datar. Namun AH terlihat antusias
menanggapi pertanyaan-pertanyaan dari penulis.
54
AH menjawabnya dengan tenang. Menurutnya Al-Qur'an adalah firman
Allah yang diturunkan kepada Rasulullah sebagai mu'jizat terbesar bagi
umat manusia. Sementara ketika ditanya yang AH pahami tentang hifzhul
Qur'an menurutnya proses yang dilakukan seseorang untuk mengingat-
ingat Al-Qur'an. AH juga menambahkan bahwa hifzhul qur'an bukan
hanya sekedar menghapal akan tetapi di dalamnya harus juga melakukan
aktivitas menghayati, mentadabburi serta mengamalkan Al-Qur'an.
"Hifzhul Qur'an itu ya ... suatu usaha kita untuk menghafal Al-Quran, menghayati, mentadabburi dan mengamalkan, ada sating keterkaitan itu. Kita harus paham apa yang kita baca, kita renungkan dan berusaha keras untuk bisa mengamalkan"
"Kato memang secara bahasa hifhzul qur'an ya menghafal to', hanya sekedar menghafal, tapi apa yang kita kita /akukan setelah menghafa/, itu yang penting. Menghafa/ dan kita coba memahami. Sama aja bohong kalau kita hafal tapi kita tidakpaham. Yang penting itu"
AH mengaku pemahaman tentang Al-Qur'an dan hifzhul Qur'an tersebut
dari ustadz yang membimbingnya. Pemahaman tersebut juga didapatnya
dari buku-buku yang sering dibacanya juga dari kajian-kajian keislaman
yang diikutinya. Latar belakang pendidikan agama yang ditempuhnya
sejak kecil juga sedikit banyak menambah pemahaman AH tentang Al-
Qur'an, terlebih ketika dirinya mondok di pesantren di darrah Jawa
Tengah.
Lebih lanjut ketika ditanya motivasi melakukan Hifzhul Qur'an, dirinya
55
lulus dari pesantren. Motivasinya adalah ingin mendapatkan keutamaan-
keutamaan dari penghafal qur'an itu sendiri.
AH memaparkan bahwa ia mulai melakukan aktivitas hifzhul Qur'an ketika
umur AH 20 tahun tepatnya pada akhir tahun 2002 setelah lulus dari
pesantren, ketika itu aktivitas hifzhul qur'an masih dilakukannya sendiri,
tanpa ikut lembaga. Kemudian dilanjutkan pada tahun berikutnya yaitu
2003 mengikuti lembaga intensif menghafal Al-Qur'an di daerah Jakarta
selatan.
"Sa ya baru bemiat untuk bener-bener menjadi l'1afizh ketika baru Ju/us pengabdian dari pesantren pada akhir tahun 2002 tepatnya bu/an Desember, tapi ketika itu sifatnya masih pribadi sifatnya, be/um ikut lembaga ... kemudian bu/an Februari 2003 saya mulai masuk lembaga penghafal Al-Qur'an".
"Waktu yang saya tempuh untuk menghafalkan kese/uruhan AlQur'an sekitar 6 bu/an ... Alhamdulil/ah .. karena Jwnsentrasi, sambil kuliah sambil kembali ke asrama ... dan sekitar ;f,5 tahun untuk melancarkannya"
AH menjelaskan bahwa ia melakukan aktivitas hifzhul qur'an lebih sering
sendirian, tapi terkadang berdua dengan teman sesama penghafal di
asrama. Dan tempat menyetorkan hafalan biasanya di mesjid asrama
menghafal Qur'an.
"Proses menghafal ya sendirian dan partneran Juga sih, kadang ada temen yang saya pilih untuk menghafal bersama-sama saya". "Saya menghafal di kamar tapi paling sering di mesjid"
Tapi ditengah perjalanan menghafalnya, AH dipaksa oleh orangtuanya
ketika sudah disambil dengan kuliah maka waktunya clisesuaikan.
"Beriringan dengan kesibukan, saya tidak bisa seperti dulu /agi, kalo du/u bisa 5 juz sekarang 2 juz minimal saya usahakan dan perjuangkan, sekarang waktu khususnya cuma dari ba'da subuh sama sebelum tidur"
Ketika ditanya pengalaman menarik ketika menghafal Al-Qur'an , AH
bercerita bahwa pengalaman itu ketika menyetorkan hafalannya ke
ustadz, bahwa AH justru termotivasi menghafal karena dipukul clan
dibentak oleh ustadznya.
56
"Yang unik ya ... kadang ketika saya ngga lancar, kalo sama ustadz kadang jidatnya dipukul atau dibentak, Alhamdulillah jadi /ancar ... saya ketawa biasanya karena ustadz membentak dan memukul saya dengan humor ... jadi dengan dikagetin kaya gitu jadi besok konsentrasi dan termotivasi biar ngga banyak salah. Sa ya ma/ah senang dan terbantu, besok-besokjadi lancar"
Ketika ditanya bagaimana proses dan metodenya dalam hifzhul Qur'an,
AH menghafal dengan banyak membaca Al-Qur'an dan mengulang-
ulangnya sehingga melekat clalam memorinya. Jika menghafal AH juga
memaparkan ia harus terlebih dulu membaca arti dari ayat yang akan
dihafal.
"Dibaca, dipahami artinya, saya ngga bisa hafal kalo ngga paham artinya dan mendengarkan orang baca bisa dari kaset juga dan lain-lain" "Kala untuk menghafal, pertama saya baca 5 kali perhalamannya, turun naik turun naik ... kemudian per ayat dibaca 3 kali minimal standarnya, kalo sudah hafal naik ayat berikutnya balik lagi ke ayat pertama .. terus begitu .. .jadi yang diatas udah pu/uhan kali saya baca. Kala berulang-ulang, konsentrasi pertama cuma sekedar - - - --
57
Allah /ancar"
Dengan usaha yang berat dan kedisiplinan AH ia masih merasa bahwa
usahanya selama ini dalam menghafalkan Al-Our' an masih jauh dari
standar para penghafal pada umumnya di negara-negara lain. la masih
ingin meningkatkan keseriusan dalam mengulang-ulang hafalannya.
"Standar kita di Indonesia masih jauh dari negara-negara lain dalam metode menghafal, kalo di Sudan untuk menghafal harus 300 kali baca, kita baru puluhan kali aja, berarti masih jauh dari standar, itu kelemahannya ... kurang tilawah"
AH menjawab dengan yakin ketika ditanya kemudahan menghafal Al-
Qur'an. la berpendapat bahwa Allah telah menja:-1jikan dan tertera dalam
dalil Al-Qur'an maupun hadits bahwa Al-Qur'an itu mudah dihafal, dan AH
sangat yakin kan hal tersebut, jika ada orang yang berat dan sulit dalam
menghafalnya, maka letak kesalahannya bukan pada Al-Qur'annya akan
tetapi kesalahannya ada pada orang itu sendiri.
" Mudahnya memang karena memang Qur'an itu mudah dihafal, Allah sudah menjanjikan itu dan saya percaya sepenuhnya"
Kemudian ketika ditanya kesulitan-kesulitan atau problematika yang
dialami ketika menghafalkan Al-Qur'an, AH menjawab memang banyak
juga problematika yang dihadapinya, faktor yang menurut AH paling berat
adalah tidak adanya dukungan dari orangtua dalam afctivitas hifzhul
Qur'an. Orangtua AH tidak menyetujui anaknya menjadi hafizh. Karena
khawatir susah mendapatkan pekerjaan. Bahkan ketik.a AH memutuskan
58
dan memaksa AH untuk kuliah saja. Jika AH tidak menuruti permintaan
orangtua maka diancam untuk tidak lagi dibiayai kehiclupannya selama di
Jakarta.
"Penghambat dari keluarga .. yang be/um mengi~rti tentang fadhilah (keutamaan) menghafalkan Al-Qur'an, jadi kadang memandang sebelah mata, katanya ngapain sih hafa/ qur'an mikirinnya akhirat aja, namum setelah hafal Alhamdu/i/lah terbuka semua, saya dipaksa ku/iah gara-gara itu juga" "Maka saya pilih dua-duanya, orang tua nyuruh kuliah sayajalani
kuliah ... sayajalani dua-duanya. Orang tua ngga tau saya tetep menghafal, sampe akhimya se/esai, baru saya kasih tau"
Akhirnya AH memilih untuk menjalani keduanya. Aktivitas menghafal
Qur'an ditekuninya secara diam-diam. la memilih tetap menghafal karena
memang sudah komitmen. Biarpun orangtua melaran(J dan lingkungan
kurang mendukung, AH tetap maju pantang mundur.
"Ka/au untuk menghafal be/um populer, pandangan orang menghafal itu berat, tidak semua orang mampu. tapi Alhamdulilah setidaknya sekarang orangtua mendukung dan mulai mau be/ajar Al-Qur'an. Orangtua sempet kaget ketika pada saat sudah jadi hafizh kok tiba-tiba sering diminta untukjadi imam tarawih, trus khotbah keluar ayat-ayat mu/u, orangtuajadi m~wasa bangga"
Menjalani kuliah sambil menghafal ternyata bukanlah 1Perkara yang ringan,
AH pun merasakan hal tersebut. Tapi ia yakin kalau keinginan kuat dan
istiqomah, maka tantangan seberat apapun bisa dilewati. AH memilih
untuk tetap tinggal di asrama meskipun jarak antara kampus dan asrama
cukup memakan waktu. la memilih jalan itu karena agar bisa terus
terkontrol hafalannya. la pun meningkatkan perjuangan dan
59
aktivitasnya terseb ut.
"Ka/au dibilang berat ya .. berat, ya .. kuliah juga, menghafal juga .. tapi tergantung orangnya, jika bisa berkomitmen sambil kuliah sambil menghafal justru itu nilai plus bagi kita, tapi da/,9m prosesnya memang berat" "Makanya saya fokus, ketika habis kuliah saya buru-buru pulang ke asrama, tidak ber/ama-lama dikampus, saya tidak banyak santai. Saya juga memilih tinggal di asrama agar saya bisa dapat lingkungan yang mendukung"
Tantangan lain yang diceritakan AH adalah rasa bosan yang kadang
mendera dirinya. Rasa bosan biasanya datang ketika kondisi
keimanannya menurun. Jika keimanan menurun. maka akan timbul
kebosanan. Rasa jenuh kadang juga menghampirinya jika ayat-ayat yang
sudah berkali-kali dihafalnya tidak juga bisa diingat. Cara yang ditempuh
untuk melewati tantangan jenis ini adalah dengan banyak berdzikir dan
bertaubat kepada Allah.
"Yang jelas banyak, ya ... bosan ya macem-macem lah .. tapi paling berat tantangannya menurut saya rasa bosan, itu beriringan dengan kondisi ma'nawiyah. Ketika menanjat ma'nawiyahnya maka semangat .. misalkan satu hari tidak qiyamullail, maka terasa berat. Tapi jika kita Qiyamullai/ maka seharian itu akan semangat"
"Biasanya jenuh itu karena lupa, udah dihafa/, cfiulang tapi tetep lupa juga ... aduh ... cara saya untuk mengatasinya banyak dzikir dan taubat, karena mungkin maksiat saya sudah bertumpuk-tumpuk.
Dalam menghafal Al-Qur'an lupa merupakan proses yang pasti dialami
oleh penghafal Al-Qur'an, tidak terkecuali AH. Tapi AHi dapat memaknai
lupa itu dengan sangat positif. Dengan lupa orang jadi termotivasi untuk
terus mengulang dan mengulang kembali hafalannya, dan itu pula yang
60
"Lupa itu sunnatullah yang harus disyukuri, dengan /upa makanya timbul mujahadah .. kita mau berusaha keras, ka/au dia mudah ... orang akan ma/as, habis se/esai hafal ngga mau ti/awah lagi, tapi dengan /upa maka orang akan berusaha keras. Allah nilai kan mujahadahnya .. "
Ditanyakan tentang kondisi hafalannya, ia merasa saat ini kondisi
hafalannya sudah lebih baik. la menguasai hafalan qur'an, letak-letak
ayat-ayatnya, juga tau ayat-ayat mirip yang ada di dalam Al Qur'an.
"lnsya Allah untuk posisi saya hafa/, kiri kanan atas bawa/J terbayang ayat-ayatnya"
Ketika ditanya lebih jauh pernahkan AH mengalami fase berhenti dalam
menghafal, maka AH pernah mengalaminya, tapi tidak lama itu pun ia
masih tetap mengulang-ulang hafalannya. Gurunya ketika itu merasa
hafalannya kurang lancar sehingga diminta untuk berhenti menghafal dan
melancarkan hafalan yang sudah ada.
"Saya sempet distop untuk menghafal se/ama sebulan ketika /Jafalan saya sudah 15 juz, karena diminta untuk muroja'ah, emang kadang orang semangat setor tapi muraja'ah nf7ga semangat, karena lupa, ya .. wajarlah .. makanya emang berat banget, cape"
AH merasa diberikan amanah yang besar ketika ia sudah berhasil
meghafalkan keseluruhan al-Qur'an. la merasa bertanggungjawab untuk
terus menjaganya. Kemudian AH merasa bahwa ia harus menularkan
semangat dan ilmunya kepada orang lain, termasuk kepada sauclara dan
keluarganya.
"Meng/Jafal Al-qur'an amanahnya besar, otoma•tis ketika rnenghafal Qur'an harus a/Jama wa ta'alla (be/ajar dan mengajar), apalagi SDM
61
AH sering merasakan kesulitan untuk istiqomah menghafalkan Al-Qur'an
ketika pulang kampung dan berkumpul dengan keluan~a. kerana
kondisinya yang masih jauh dari nuansa Al-Qur'an, tapi kemudian AH
berusaha mengatasinya dengan mengajak keluarganya bersama-sama
belajar Al-Qur'an.
"Ya .. sering .. ka/o contohnyajka kita kumpul dengan ke/uarga ngga dilingkungan penghafal, nuansanya bukan Qur'an lagi, perjuangan untuk baca Qur'an aja udah luar biasa" "Kita yang membentuk, misalkan dengan mengajarkan .. mengajak..anggota keluarga, saudara. Kita .. menciptakan lingkungan sendiri, dengan begitu proses be/ajar kita jadi /ancar, karena be/ajar dan mengajarkan Al-Qur'an
Analisa kasus AH
Subyek baru menyadari dan merasa terpanggil untuk menghafalkan Al-
Qur'an bisa dikatakan ketika umurnya hampir memasuki masa dewasa,
padahal seperti yang sering didengung-degungkan orang bahwa
menghapalkan Al-Qur'an di usia seperti subyek sudah tidak ideal dan
cenderung sulit. Tapi subyek seakan tidak memperdulikan kesulitan-
kesulitan tersebut dan terus berusaha memulai aktivitas ini dengan
semangat.
Dimensi-dimensi Adversity Quotient:
1. Control/ (Pengendalian)
AH merasakan kendali besar yang ada pada dirinya dalam proses
menghafalkan Al-Qur'an. Dari awal mula ketika subyel< memutuskan untuk
62
akan dialami seiring dengan perjalanannya.
"Saya memulai menghapal Al-Qur'an di usia yang menurut banyak orang sudah tidak ideal lagi, waktu itu pun orangtua tidak setuju. Tapi tekad saya sudah mantap, apapun kesulitan yang saya alami nantinya saya akan jalani sebagai proses, jadi lidak melemahkan saya. Bahkan saya menjadikannya sebagai tantangan"
Sejak awal proses menghafal subyek telah terpatri dalam dirinya akan
motivasi dan niat hanya karena Allah. Tapi ditengah perjalanannya
terkadang ada beberapa hal yang kemudian menggoyahkan niatnya,
termasuk permasalahannya dengan keluarga yang tidak mendukungnya
untuk melakukan proses menghapal Al-Qur'an, tapi AH berhasil
mengendalikan permasalahannya dan memilih tetap menjalankan aktivitas
hifzhul Qur'an biarpun tanpa dukungan keluarga.
" . . . . "Keluarga sang at mempengaruhi, bagaimanapun jug a dorongan dan motivasi dari orangtua membantu kita, ketika dihalang-halangi susah, misalkan udah ngga dikasih /agi uang jajan, padahal di Jakarta ini biaya hidup mahal, kalau kita harus mikirin kerja lagi padahal saya sibuk menghafal maka akan berat, Saya cukup terganggu dengan tidak ada dukungan keluarga, ketika itu saya sempat berpikir untuk tidak melanjutkan, tapi saya akhimya yakin siapa yang menolong agama Allah maka Allah pun akan menjadi penolongnya ... "
Sebagai seorang manusia AH pun kadang sulit untuk mengontrol dirinya
yang selalu punya kecenderungan untuk berbuat kesalahan dan
kekhilafan.
Ketika ditanya bagaimana pengaruh kesia-siaan atau maksiat
mempengaruhi hafalan Al-Qur'an AH, maka ia menjawab bahwa rnemang
63
Karena bagaimanapun penghafal juga manusia biasa yang melakukan
banyak kekhilafan. Tapi justru menurut AH itu merupakan tantangan bagi
penghapal Al-Qur'an untuk mengedepankan batasan-batasan dan
membangun benteng yang kuat.
"Ka/au hilang begitu saja sih engga, tapi yang }etas berpengaruh kepada ruhiyah kita, ketika banyak maksiat maka otomatis akan menurun ruhiyah kita .. kalau udah turun dampaknya akan merasa bosan, kalau udah merasa bosan maka akan mengikis hafalan kita, tidak serta merta hilang"
"Justru itu tantangan penghafal, karena jika orang sibuk dengan dunia dia sibuk dengan akhirat, tapi bukan berarti penghafal bebas dari maksiat, keinginan untuk berbuat maksiat itu ada .. namun dia punya batasan dan punya benteng yang kuat"
AH mempunyai perasaan cinta yang kuat dan begitu rnendalam pada Al-
Qur'an. Al-Qur'an membuatnya sering mengalirkan air mata ketika
membacanya. Ada surat-surat tertentu pula yang san~1at disukainya
sehingga tidak pernah ada beban dalam menghafalnya justru rasa senang
yang akhirnya timbul.
"Pengalaman saya ketika menghafal ada perasaan senang, haru, bahagia itu ada, ayat yang begitu banyak meng•apa kita bisa hafal, ketika menghafal juz 1 tidak tau kenapa saya menangis, ketika baca surat Yusuf juga seperti membaca novel, saya tidak pernah bosan membacanya"
Dalam mengahapal Al-Qur'an dapat mengatur waktu clengan baik adalah
sesuatu hal yang harus dilakukan agar cita-cita yang cliimpikan untuk
menjadi hafizh Qur'an bisa tercapai. AH pun menyadari hal ini dan
berusaha keras disiplin dan konsisten untuk mengatur waktu-waktunya
64
Ketika ditanya waktu-waktu yang digunakan untuk menghafal Qur'an, AH
mengaku ketika tidak banyak aktivitas, ia full menghafal. Dan AH
mempunyai targetan dan konsisten dalam menyelesaiaan hafalannya.
Karena ia sudah mempunyai target yang jelas.
"Kalo ngga ada aktivitas biasanya full, paling istirahat beberapa jam saja, pokoknya satu hari targetan Y, juz tilawa/-1 5 juz, ka/o kita semangat justru segitu masih kurang"
"Saya menyetorkan hafalan konsisten ketika di lembaga, sehari saya setor Y,juz (10 halaman), Menghafalnya s:etiap habis shalat aja, saya punya targetan setengah jam dapet 1 halaman, dari subuh sampe jam 7 biasanya dapet 4 halaman, kemudian ba'da zuhur habis .makan siang dapet 2 halaman, ba'da ashar 2 halaman dan ba'da isya 2 halaman. Sebelum tidur dimuroja'ah (diulang) hafalannya"
AH memaparkan ia tidak pemah menyalahi aturan wal<tu yang sudah
dibuatnya. la selalu konsisten dan disiplin untuk menjailaninya karena
memang disiplin waktu adalah modal utama bagi peng!hapal al-Qur'an.
"Kalo saya konsisten jika menghafal, saya punya timing eta/am menghafal Al·Qur'an dan berusaha disiplin mer.ifalaninya, a/hamdululah targetan tercapai"
2. Ownership (Kepemilikan)
AH mulai belajar Al-Qur'an ketika ia masih kecil, kemudian mulai
menghapalnya ketika selesai madradah Aliyah. Maka dari itu pada
dasarnya AH sudah lancar membaca Al-qur'an sebelum ia menghapalnya
" ... ya karena Jatar belakang saya di pesantren untuk membaca AlQur'an dengan baik saya tidak merasa kesulitan. .. "
65
untuk dihafal karena sering tertukar, hal ini pun sering dialami AH. Cara
yang dilakukan AH untuk mengatasi hal ini adalah dengan memperbanyak
tilawah terlebih dulu kemudian fokus untuk menghafalkannya.
"Kesulitannya karena memang ada ayat-ayat dan surat-surat yang susah, ribet, tapi justru disitulah indahnya menghafal Al-Qur'an, biasanya kalo udah kayak gitu, saya ngeliatin aja /ama . .fokus .. oh..bedanya disini, disini jadi akhimya inget"
Memang AH sadari kesulitan dan kendala yang dialami oleh penghapal
pada umumnya adalah senang menghapal Al-Qur'an tapi tidak gemar
mengulang-ulangnya. ltu juga pernah menjadi masalah yang juga dialami
oleh AH, tapi kemudian AH mendapat nasihat bahwa menghapal itu
adalah banyaknya pengulangan. Pengulangan merupakan hal yang wajib
dilakukan sepanjang hidup penghapal Al-Qur'an untuk: memelihara
hapalannya.
" ... ya memang ... itulah penyakitnya para penghapal al-Qur'an, mals mengulang ... padahal memang ketika seseorang sudah memutuskan untuk menjadi hafizh, maka tidak •9da pi/ihan baginya, saya sadar betul akan halitu, makanya saya selalu berusaha untuk konsisten mengu/ang-ulang hapalan saya ... "
Saat ini aktivitas utama AH adalah sebagai pengajar dan kepala sekolah
sebuah diniyah. Kemudian AH juga masih menyelesaikan skripsinya. AH
merasakan sekali penurunan dari segi waktu untuk berinteraksi dengan Al-
Qur'an. Tapi AH bersyukur aktivitasnya selama ini tidak jauh-jauh dari Al-
Qur'an sehingga semangat untuk menghafal dan menjaganya selalu ada
didalam dirinya. Sekarang ini AH benar-benar memanfaatkan setiap waktu
66
perjalanan dan berkendara motor.
"Alhamdu/ilah aktivitas saya ngga jauh-jauh amat, karena sekarang saya mengajar A/-Qur'an, menjadi imam sha/at, ya .. itu semua mendukung aktivitas Qur'an saya" "Sa ya sekarang mengajar tahfidz setiap hari full dari jam 7 sampe
jam 12 kemudian di markaz, dimadrasah kebetulan saya lcepa/a madrasah diniyahnya tempat menghafal anak-anak setiap sore dari jam 4 sampai jam 6, ka/au ma/am saya mengajar ta'/im bapakbapak dan ibu-ibu. Sa ya libur dan sengaja mengosongkan waktu hari minggu" "Sa ya paling muroja'ah dimotor, tergantung jauhnya perjalanan, biasanya bisa cukup banyak ketika perjalanannya jauh, kadang di bisa ya .. begitulah saya coba berbagai cara"
3. Reach (Jangkauan)
Menurut AH Ketika seseorang telah memilih Al-Qur'an sebagai jalan
hidupnya, maka konsekuensinya memang berat, karena Al-Qur'an
merupakan amanah yang harus dijaga dengan baik demgan
menjadikannya sebagai prioritas utama, bukan hanya sekedar kegiatan
yang dilakukan sebagai sambilan saja. lnipun dipaharninya dengan baik.
Banyak aktivitas diluar menghafal Al-Qur'an tidak pernah ada yang
membuatnya berhenti, hanya kadang AH merasakan kesulitan membagi
waktu dan tenaganya seperti untuk kuliah terlebih-lebih lagi ketika sudah
menikah. Maka waktunya pun banyak terpecah. Sel<arang ini pun tuntutan
untuk memenuhi kebutuhan keluarganya pun semakin besar. Tapi selama
yang dialaminya selama ini ia bisa mengandalkan dirinya untuk
memperbaiki situasi sehingga kegiatan-kegiatan lain tidak mengganggu
aktivitasnya dalam menghafapaklan Al-Qur'an.
merasakan juga penurunannya , tapi saya meningkatkan mujahadah saya dan mengajak istri saya juga untuk ikut mendukung saya, saya piier setiap orang mempunyai permasa/ahan, tapi cara penyikapan masa/ah itu yang menjadi penting"
Di keluarganya pilihan AH cukup membuat orangtuanya marah, karena
keinginan orangtuanya agar AH kuliah secepatnya dan dapat pekerjaan
67
sehingga dapat menghasilkan uang sendiri. Pilihan untuk menunda kuliah
dan menghafalkan Al-Qur'an dianggap aneh oleh keluarganya. Karena
pada dasarnya langkah tersebut belum ditempuh oleh banyak orang
sehingga timbul kekhawatiran keluarga atas diri AH. Tapi AH tetap maju
dan tidak memperdc•likan pandangan orang sekitar, d8in ketika ia telah
berhasil justru orangtuanya sangat bangga terhadapnya.
"Ka/au untuk menghafal be/um popular, pandangan orang menghafal itu berat, tidak semua orang mampu. tapi Alhamdulilah setidaknya sekarang orangtua mendukung dan mulai mau be/ajar AJ-Qur'an. Orangtua sempet kaget ketika pada saat sudah jadi hafizh kok tiba-tiba sering diminta untukjadi imam tarawih, trus khotbah keluar ayat-ayat mulu, orangtuajadi merasa bangga.
Keberadaan seorang muwajjih (pembimbing) dalam proses menghapal Al-
Qur'an dirasakan sangat penting bagi AH. Ketika ditanya sejauh mana
peran muwajjih dalam hafalan, AH menjawab itu merupakan hal yang
sangat penting. Tapi tetap saja bagi AH menghafalkan Al-Qur'an harus
mandiri tidak tergantung kepada seseorang ataupun lingkungan, karena
jika ketergantungan maka akan sulit untuk dapat menyelesaikan hafalan.
"Sangat penting ya ... keberadaan muwajjih itu, kita butuh siraman
68
mempengaruhi kita"
4. Endurance (Daya Tahan)
Yang pertama kali harus terpatri dalam setiap penghapal Al-Qur'an adalah
semangat dan keinginan yang kuat untuk menghapal, karena menghapal
Al-Qur'an bukanlah perkara yang mudah, sehingga jika semangat dan
keinginan sudah lemah, maka akan sulit untuk bisa bertahan dalam
segala macam tantangan dan rintangan yang harus dihadapi oleh setiap
calon hafizh.
AH pernah mengalami kejenuhan dan keadaan tidak semangat dalam
menghafal, tapi tidak pernah sampai putus asa yang menyebabkan benar-
benar berhenti dari aktivitas ini. Langkah yang ditempuhnya jika ia sedang
turun semangat adalah mengingat-ingat kembali kenangan manisnya
bersama Al-Qur'an yang selalu bisa membuatnya merasa semangat lagi.
"Ka/au putus semangat banget sampe ngga mau ngafal Jagi nggak ya ... karena menurut saya kalau udah berhenti susah. Tapi males atau jenuh sering, tapi saya kembali lagi menggenjot semangat saya dengan mengingat kembali kenangan-kenangan manis saya bersama AJ-Qur'an"
Permasalahan umum lainnya yang dialami penghapal adalah lupa, AH
pun mengaku mengalami hal yang sama. Dalam men9hafal Al-Qur'an lupa
merupakan proses yang pasti dialami oleh penghafal Al-Qur'an, tidak
terkecuali AH. Tapi AH dapat memaknai lupa itu dengan sangat positif.
Dengan lupa orang jdi termotivasi untuk terus mengulang dan mengulang
kembali hafalannya, dan itu pula yang juga dilakukan l\H.
timbul mujahadah .. kita mau berusaha keras, kalau dia mudah ... orang akan ma/as, habis selesai hafal ngga mau tilawah lagi, tapi dengan lupa maka orang akan berusaha keras. Allah nilai kan mujahadahnya .. "
4.2.2 Kasus DR
Wawancara dengan DR berangsung di kediaman DR di daerah Jakarta
69
Selatan pada pukul 19.00 - 21.30 WIB tanggal 27 Februari 2008. Penulis
sulit mencocokan waktu dengan DR karena kesibukannya sebagai
seorang ibu dan pengajar. Maka dari itu dipilih waktu malam hari ketika
segala aktivitas DR sudah selesai. Selama proses wawancara, DR terlihat
antusias dan sesekali tersenyum. Hanya saja karena DR memiliki seorang
anak, sehingga proses wawancara sesekali terhenti karena DR
menenangkan anaknya.
Proses awal DR menghafal Al-Qur'an adalah ketika bersekolah di
Madrasah Aliyah sebuah sekolah swasta di Jakarta, tapi ketika itu belum
pernah terbersit dalam dirinya untuk menjadi hafizhoh (penghafal Al-Quran
wanita). la menghafal hanya karena tuntutan sekolah yang mengharuskan
anak-anak didiknya hafal 2 juz Al-Qur'an sebagai syarat kelulusan siswa.
Niatan menghafal Al-Qur'an DR pada awalnya adalah sebuah pelarian.
DR beberapa kali kecewa karena tidak diterima di perguruan tinggi
favoritnya karena berbagai macam faktor. Kemudian suatu hari ia
mengikuti kajian dan mendengar ada pendaftaran beasiswa untul<
70
"Niatnya setelah Ju/us Aliyah saya ingin melanjutkan ke Mesir untuk kuliah disana, akan tetapi orang tua melarang ... katanya ngapain anak perempuan kuliah jauh-jauh nantinya toh akan diambil orang juga, kemudian ikut ujian negara juga be/um dikasih tutus sama Allah, akhimya ketika ada kajian dan mendengar ada beasiswa untuk penghafal Qur'an saya coba ikut. Peserta yang ikut ada 70 orang tapi yang diterima 15 orang, termasuk saya.
DR mendefinisikan Al-Qur'an sebagai suatu kegiatan yang bertujuan
memindahkan ayat-ayat Al-Qur'an dari tulisan ke dalam hati. Dan DR
mendapatkan pemahaman ini dari ustadz yang biasa membimbingnya
dalam aktivitas hifzhul Qur'an.
"Hifzhul qur'an menurut bahasa adalah memindahkan ayat-ayat A/Qur'an dari tulisan menjadi kedalam hati''
Sejak diterima seb<!!'.]ai santri Al-Qur'an pada tahun 2000, DR mulai
tertarik dan serius menghafalkan Al-Qur'an. DR mengaku ia san~1at
bersemangat dan menemukan aktivitas yang menurutnya sangat
berkesan. la pun melebihi teman-temannya dalam proses menghafal Al-
Quran yang bisa diselesaikannya dalam waktu 1 tahun 2 bulan.
"Saya menghafal Al-Qur'an serius mulai September tahun 2000. Lama proses menghafal saya 1 tahun 2 bu/an.
DR sangat antusias ketika ditanya tentang pengalarnan menarik yang
dialaminya ketika dalam proses menghafal Al-Qur'an. la banyak
mengalami pengalaman manis dan indah bersama Al-Quran. Salah satu
pengalaman yang menurut DR paling berkesan adalah hikmah mendalam
yang menjadi titik DR menyadari akan pentingnya Al-Qur'an. DR juga
menyadari menghafal Al-Quran membutuhkan usaha 11ang keras juga niat
71
"Paling terkesan waktu itu ... mungkin ketika menghafal surat AlKahfi, karena mungkin lagi jenuh-jenuhnya ditambah /agi ustadz minta untuk muroja'ah juz-juz yang sudah dihapal, jadi saya udah pecah konsentrasinya. waktu itu saya harus ulang karena nilai saya kurang mencukupi, duh ... akhirnya saya menyadari bahwa penghafal Qur'an bukan sembarangan dan gin/ banget ya proses kita untuk menjadi keluarga Allah..akhirnya saya baca-baca dan banyak mengkaji lagi agar terus termotivasi dan istiqomah"
DR menjelaskan bahwa ia melakukan aktivitas hifzhul qur'an lebih sering
sendirian, tapi terkadang berdua dengan teman sesama penghafal di
lembaga. Hanya saja ia tidak merasa bergantung den1~an temen-
temannya tersebut, karena menurut DR menghafal Al··Our'an tidak bisa
ikut-ikutan teman karena jika ikut-ikutan ketika teman malas dan
kehilangan motivasi, maka dirinya akan juga ikut merasa malas. Maka DR
justru berusaha keras untuk memotivasi dirinya sendiri hingga akhirnya
dari 15 orang hanya 3 orang yang berhasil dam akhirnya diwisuda
termasuk DR.
"Kita ngga bisa tergantung sama temen, karena kalo seperti itu kita akan ikuf.ikutan, dari angkatan saya yang 15 orang hanya 3 orang termasuk saya yang akhimya dapat /ulus dan diwisuda Al-Qur'an, alhamduli/ah"
Pada awal-awal DR mulai menghafal Al-Qur'an, cobaan datang clari
keluarga DR sendiri yang kurang mendukung aktivitas barunya tersebut.
Keluarga DR menghendaki DR untuk kuliah mengambil jurusan umum
bukan agama agar bisa bekerja di kantoran seperti kebanyakan orang.
Keluarga DR khawatir jika DR tidak kuliah formal maka DR akan sulit
72
"Kala dari segi ke/uarga antara mendu/wng dan tidak mendukung sih .. mereka pengennya saya masuk ke umum, saya pernah daftar ke universitas negeri jurusan matematika tapi tidak lo/os, dan orangtua cukup kecewa juga. Orangtua juga menginginkan saya ketja kantoran seperti kebanyakan orang"
Setiap penghafal memiliki metodenya masing-masing yang dipilih karena
cocok dan sesuai, DR memilih metode standar yang diajarkan oleh
gurunya yaitu dengan banyak tilawah (membaca) dan melakukan banyak
pengulangan. Dan metode ini menurutnya yang paling cocok dan
memberinya kemudahan dalam menghafal Al-Qur'an.
"Metode yang biasanya saya pakai adalah dengan baca aja sebanyak 10 kali biar ngga salah harokat ngga salah tajwid, baca aja .. kemudian setelah itu baca tatjamah. Biasanya 1 halaman saya butuh waktu 1 jam, kemudian malamnya ketika qiyamullail saya memantapkan hafalan untuk disetorkan pada pagi harinya, ba'da subuhnya juga saya pake untuk melancarkan lagi"
"Satu ayat dibaca 10 kali untuk mengakrabkan lidah, itu baru permulaannya aja. Karena inti menghafal adalah dengan banyak membaca. Saya denger metode di Arab ustadznya tidak mau menerima setoran sebelum dibaca sebanyak 350 kali, pantes aja mereka hafalannya kuat, saya juga kadang pake metode menu/is agar hafalan saya lebih melekat"
DR menjelaskan ia punya waktu khusus untuk menghafal AL-Ouran.
Karena kunci keberhasilan menghafal Al-Qur'an menurut DR salah
satunya adalah konsisten dan komitmen yang kuat untuk menjaga waktu-
waktu menghafal. DR pun menjalankan hal ini dengan konsisten. Bahkan
DR memaparkan bahwa ketika ia sedang ada dalam waktu khususnya
meghafal Al-Quran maka ia tidak mau menerima tamu, bahkan dari teman
73
"Jadi kalo kata ustadz, yang terekam di memori saya kita harus memiliki waktu khusus yang ngga boleh diganggu gugat, waktu khusus saya yang ngga mau diganggu tuh darijam 7 sampe jam 9 pagi. Ketika di jam-jam ini saya ngga mau terima tamu atau disuruh apapun, sampe orangtua sudah hafal dengan jadwal dan kebiaasaan saya. Suatu hari ada tamu, saya praktekkan ilmu ini. Maka saya minta kembali lagi sore hari karena saya ingin konsisten dengan pilihan saya, Alhamdu/ilah beberapa semester be1tahan jadwal ini''
DR biasa menghafal dirumah, lebih tepatnya di dalam kamar. Karena
dengan tempat yang sepi DR merasa lebih dapat konsentrasi untuk
menghafal.
"Ngafal dirumah kadang juga dimasjid, jam 7 udah ke mesjid. Tapi keseringan dikamar dan depannya harus tembok focus ke satu titik, karena dianfflra metode untuk menghafal yang saya pelajari untuk menghafal tidak bo/eh di tempat yang terlalu /uas karena akan memecah konsentrasi, tapi untuk muraja'ah mah boleh-boleh aja"
Ketika DR sudah tidak lagi tergabung dalam lembaga tempatnya
menghafal, otomatis intensitasnya dengan Al-Qur'an pun berkurang.
Ditambah lagi dengan berbagai aktivitasnya yang ditekuni setelah itu. Tapi
DR tetap mecoba mengalokasikan waktunya untuk mengulang-ulang
hafalannya. Penjagaan yang dilakukan oleh DR adalah dengan tasmi', ikut
berbagai musabaqoh (lomba) Al-Qur'an kemudian menjadi imam khusus
bagi wanita.
"Penjagaan saya selesai menghafal adalah dengan tasmi' (memperdengarkan ke orang lain bacaan Al-Qur'an) kemudian sering juga ikut musabaqoh dan beberapa ka/i j;>di juara .. trus pemah juga jadi imam shalat tarawih khusus wanita di jogja"
74
Ketika ditanya targetan dalam memuroja'ah hafalannya, DR menjawab
sangat turun drastis ketimbang DR masih ada dalam lembaga.
Targetannya adalah sebanyak 1 juz dalam waktu 1 hari.
"Target muraja'ah paling engga ... 1 juz tapi harus lancar .. tapi tetep aja untuk mempersiapkan muraja'ah 1 juz lancar harus diulang 5 kali .. ya jadi udah kaya 5 juz /ah"
DR biasa muroja'ah dengan didengarkan oleh adik-adiknya dirumah. la
meminta adiknya untuk menyimak hafalannya, DR pun menerapkan
hukuman bagi diri sendiri jika ia melakukan kesalahan yaitu dengan
memberikan uang kepada adiknya Rp.1000,- per satu kesalahan
"Saya muroja'ah kadang didengarkan adik saya, saya menghukum diri jika salah satu bayar Rp.1000,- makanya adik saya seneng banget kalo saya sa/ah"
DR menjelaskan bahwa memang menghafal Al-Qur'an bukanlah perkara
sederhana yang bisa saja dilakukan oleh semua orang, banyak sekali
orang yang mengatakan bahwa menghafal Al-Qur'an itu sulit. Tapi bagi
DR sebetulnya semuanya kembali kepada individunya sendiri. DR pribadi
percaya akan kemudahan Al-Qur'an untuk dihapal. Kesulitan yang dialami
sebagian orang menurut DR kemungkinan karena kesalahan diri pribadi
seperti jauhnya orang tersebut dari nilai-nilai keislaman.
"Sesuatu tergantung po/a pikir kita, /agian Allah sudah menjamin kemudahan Al-Qur'an untuk dihafal, kalo kita merasa kesulitan mungkin kesa/ahannya ada di kita, bisa jadi dulu-du/unya kita jauh
75
Aktivitas sekarang yang digeluti DR selain menjadi ibu rumah tangga tapi
juga sebagai pengajar Al-Qur'an di lembaga tempatnya menghafal
kemudian mengajar privat Al-Qur'an untuk individu ataupun di beberapa
majlis taklim perusahaan. Aktivitas ini sangat membantunya dalam
menjaga kualitas hafalannya. Karena jika mengajar Al·-Our'an intensitas
kebersamaan dengan Al-Qur'an lebih sering, paling ticlak DR selalu
menyimak bacaan dari para murid-muridnya.
"Alhamduli/ah aktivitas sekarang juga tidak jauh-jauh dari Qur'an, dengan mengajar kita juga bisa menyimak"
Walaupun ada beberapa perbedaan pendapat mengenai boleh atau
tidaknya wanita haidh menghafalkan al-Qur'an, DR lebih memilih untuk
tetap aktif menghafalkan Al-Qur'an ketika siklus bulanan wanita itu datang,
justru DR mengaku dapat lebih banyak menghafal karena waktu-waktu
yang biasanya digunakan untuk melakukan ibadah yang lain, semuanya
dialokasikan untuk menghafal.
"Kala saya ma/ah jadi banyak ngafalnya, karena ngga shalat kan jadi punya banyak waktu, memang sih ada perbedaaan para ulama, cuma saya kok nyaman aja, saya suka tierdoa Ya Allah saya tidak bermaksud untuk tidak menghargai kalamMu ... ya ... enak aja ngafalnya"
DR mengakui yang menjadi salah satu sebab keberhasilannya dalam
menghafal al-Qur'an juga salah satunya dikarenakan program yang ada
dilembaganya sangat baik mendorongnya untuk selalu maju dalam
menghafal Al-Qur'an. DR mengapresiasi tinggi terhadap sarana yang
76
dapat dicapainya.
"Saya terbantu juga sama program di lembaga saya, sarananya ada, nyaman, dan adanya sistem yang baik, maka dari itu ngga ada alasan untuk berhenti"
Analisa kasus DR
Dimensi-dimensi Adversity Quotient:
1. Control/ (Pengendalian)
Subyek DR mengawali proses hifzhul Qur'an sebagai sebuah pelarian. DR
beberapa kali kecewa karena tidak diterima di perguruan tinggi favoritnya
karena berbagai macam faktor. Kemudian suatu hari ia mengikuti kajian
dan mendengar ada pendaftaran beasiswa untuk pen~1hafal Al-Qur'an, ia
pun mencoba mendaftar dan diterima.
" .. .Bisa dibilang awalnya saya ngga terla/u niat untuk menghapalkan AJ-Qur'an, waktu itu saya merasa ngga ada kegiatan aja, ketika ada tawaran untuk beasiswa ya .. saya coba aja, eh. .. diterima ... "
Ketika DR masuk ke dalam lembaga Al-Qur'an, mulai bergabung dan
berinteraksi dengan Al-Qur'an, maka motivasi dan niatannya meningkat
tajam. la baru menyadari akan pentingnya Al-Qur'an dan juga
menginternalisasikan dalam dirinya keutamaan-keutamaan yang akan
diperoleh hafizh qur'an. Maka ketika itu pun ia meluruskan niatannya. DR
pernah mendengar ada ulama yang mengatakan jika sebuah kebaikan
diawali dengan ria atau keterpaksaan maka akhirnya juga akan menuju
kepada Allah, dan hat inilah yang sangat dirasakan oleh DR. la sangat
Qur'an meskipun pada awalnya hanya sebagai pelarian.
"Kala kata ulama ketika sebuah kebaikan diawali dengan ria pada akhimya akan menuju kepada Allah, sama sep~1rli saya awalnya cuma pelarian, tapi saya sadar bahwa ini adalah sebuah kenikmatan basar yang diberikan Allah kepada saya"
DR bisa mengendalikan niatan dan motivasinya yang awalnya hanya
sekedar pelarian kemudian ditengah proses menghapalnya dibelokkan
niatan dan motivasinya benar-benar karena Allah.
DR menceritakan bahwa kondisi ruhiyah sangat mempengaruhi
hapalannya. Jika berbuat hal sia-sia atau maksiat al<an mempengaruhi
hafalan Al-Qur'annya. DR pun merasa pernah mengalami hal tersebut.
77
Karena menurutnya penghafal Al-Qur'an juga manusia yang pasti pernah
melal<ul<an l<ehilafan termasuk dirinya. DR memaparkan masalah yang
pernah ia alami adalah tidak menuruti orang tua, penyakit hati dengan
lawan jenis dan lain sebagainya. Solusi yang ditempur1 DR adalah dengan
meminta nasihat dari pembimbingnya yang dianggapnya tempat
berl<onsultasi yang amanah dan bias mengingatkannya kembali untuk
menempuh jalur yang benar.
"Masing-masing orang beda kali ya ... saya pemah juga mengalaminya, tapi emang bener sih ... ya namanya manusia pasti pemah berbuat itu, ya .. birru/ walidain yang kurang, penyakitpenyakit hati .. ya ada /ah. Tapi saya biasanya meminta nasihat dan akhimya bisa kembali lagi"
Sejak mulai komitmen untuk menghapal Al-Qur'an, DR: sudah merasakan
78
keindahan dan kedahsyatan Al-Qur'an. Sampai-sampai jika dalam sehari
ia belum menghapal atau belum berinteraksi dengan Al-Qur'an DR belum
bisa tidur. Bahkan ketika sakit parah pun DR tetap menyempatkan dan
memaksakan diri untuk menghapal Al-Qur'an.
" .. saya dibuatjatuh cinta dengan A/-Qur'an sehingga saya ngga akan bisa tidur sebelum membaca Al-Qur'an, bahkan ketika sakit seka/ipun saya tetep berusaha menghapalkan Al-Qur'an. Saya bisa merasakan keindahan Al-Qur'an yang luar biasa ... "
Dalam menghapal Al-Qur'an dapat mengatur waktu de1ngan baik adalah
sesuatu hal yang harus dilakukan agar cita-cita yang diimpikan untuk
menjadi hafizh Qur'an bisa tercapai. DR pun menyadari hal ini dan
berusaha keras disiplin dan konsisten untuk mengatur waktu-waktunya
dengan baik.
DR menceritakan beasiswa yang diikutinya mewajibkan pesertanya untuk
fokus menghafal Al-Qur'an. Syarat yang harus disetujui oleh peserta jika
ingin bergabung dan mendapatkan beasiswa adalah tidak boleh
menjadikan aktivitas menghafal sebagai sambilan. Karena jadwal yang
ditetapkan oleh program cukup padat. Jadwal yang dit•3tapkan lembaga
yang wajib diikuti dimulai jam 09.00 sampai dengan 16.00 WIB. DR pun
mengaku mencari-cari waktu yang cocok dan pas untuk dirinya
menghafalkan Al-Quran. la mengaku mudah menghafal ketika malam hari
sehabis shalat isya. DR pun mengatakan ia belum dapat tidur sebelum
79
"Jadwal keseharian full menghafal, saya menghafal biasanya ba'da isya abis makan sampe jam 23.30, biasanya saya be/om bisa tidur kalau be/um hafal sesuai dengan target yang saya tetapkan"
Lembaga pun menetapkan target minimal yang harus dicapai oleh peserta
dalam setiap semesternya. Dalam satu semester yaitu selama 6 bulan
peserta harus dapat menyetorkan hafalannya minimal sebanyak 7 juz Al-
Qur'an, target program di lembaga DR sendiri kala itu adalah mencetak
Hafizh dalam waktu 2 tahun. Maka dari itu DR mempunyai targetan
minimal yang harus dicapainya dalarn 1 hari untuk dapat memenuhi target
tersebut.
"Saya punyA targetan sehari menyetorkan hafaJan Y,, juz (5 halaman) dan saya berusaha konsisten untuk forus menja/aninya"
2. Ownership (Kepemilikan)
DR mulai belajar Al-Qur'an mulai dari membacanya dengan baik ketika ia
masih kecil, ketika sekolah di madradah Aliyah pun sebenarnya iatelah
melakukan proses menghapal beberapa juz sebagai kurikulum dari
sekolah, hanya saja DR belum serius menekuninya. Maka dari itu pada
dasarnya AH sudah lancar membaca Al-Qur'an sebelum ia
menghapalnya.
" ... ya karena dari keci/ saya sudah be/ajar Al-Qur'an, saya sudah bisa membaca dengan baik, jadi saya tidak merasa kesulitan ketika mulai menghapal Al-Qur'an. .. "
Dalam Al-Qur'an banyak ayat-ayat yang serupa sehinf1ga menyulitkan
80
menganggu DR. la merasa dapat mengatasi permasalahan ini dengan
menghapal dan mengingat karakter dari setiap ayatnya.
" ... kalau kita udah lancar ... dan bener-bener menguasi ayat-ayat yang kita hapal, maka ayat-ayat yang mirip itu tidak terla/u menjadi masalah Jagi, karena kita udah bener-bener ma 'rifah.."
DR menghapal Al-Qur'an dengan waktu yang tidak terlalu cepat kerana ia
benar-benar memperhatikan kualitas hapalannya, sehingga pengulangan
yang dilakukannya pun tidak sulit, Proses melancarkani hafalan diakui DR
tidak dilakukannya dengan waktu yang lama. Karena menurutnya hafalan
yang selama ini ia hafalkan cukup melekat di memorinya, sehingga tidak
banyak yang terlupa. Dan ketika itu DR juga dihadapkan pada jadwal ujian
Al-Qur'an yang waktunya sangat dekat dengan akhir masa DR selesai
merampungkan hafalannya.
"Saya melancarkan hafalan sampai akhimya dilifi cuma 2 bu/an setengah, karena prinsip saya memang harus l<mcar dulu baru pindah ke ayat yang lain, makanya ngga terlalu susah untuk mengulangnya". Metode ketika melancarkan hafalan pemah saya diminta ustadz minimal sehari 10 juz, saya dalam tiga hari saya sudah khatam. "
3. Reach (Jangkauan)
Sebagai seorang penghapal tentu banyak cobaan-cobaan bahkan
tawaran yang menarik menghampirinya sehingga dapat merusak
konsentrasi untuk konsisten menyelesaikan hafalan. Cobaan yang DR
alami diantaranya tawaran untuk menikah dini, tawaran-tawaran karir yang
prioritas yang dipilihnya sehingga tawaran-tawaran yang datang
ditampiknya dengan halus.
"Cobaan-cobaanya biasanya tuh ada tawaran-t<3waran yang menarik, ya .. untuk ngajar, menikah, tapi waktu ltu saya coba konsisten dulu untuk menghafal"
81
Hanya saja seiring dengan pertambahan usia dan kedewasaannya ketika
DR pun memutuskan untuk menikah. Laki-laki yang menjadi pilihannya
memang bukan sesama penghafal Al-Qur'an tapi mendukung aktivitas
menghafalnya tersebut. Pada awal-awal pernikahan memang tidak terlalu
menjadi masalah, tapi kemudian masalah-masalah itu kemudian muncul.
Yang paling dirasakan DR adalah waktu yang kian sempit untuk
melakukan aktivitas dengan Al-Qur'an karena tuntutan sebagai seorang
istri dan seorang ibu.
"Sehabis menikah kondisinya beda banget, jadwal saya berantakan. Awal-awa/ sih suami suka nyimakin, tapi sekarangsekarang kalo minta disimakin kadang suka udah capek, sama aja bo'ong ka/o disimakin suami ma/ah tidur, paling sekarang seminggu sekali 1 juz disimakin"
Penurunan-penurunan itu dirasakan DR juga karena dilrinya kerap
menjadikan pernikahan menjadi sebuah pemakluman diri yang akhirnya
sering menjadi alasan baginya. Hal ini menurut DR juga mengikis
semangat dan konsistensinya. Akan tetapi DR bersyukur karena tidak
kesulitan dalam mengulang hafalannya ketika sehabis menikah karena
terbantu dengan kondisi hafalannya yang cukup kuat buah dari usaha
keras yang dilakukannya ketika sebelum menikah.
temenin, walaupun cuma untuk ngobrol .. ada .... aja, tapi alhamduli/ahnya buah ketika menghafal serius du/u sebelum menikah berimbas ke sekarang, jadi ngga terlalu susah /agi"
DR rnengatakan bahwa interaksi dan jadwalnya dengan Al-Qur'an
82
belakangan ini terlebih ketika sudah bersuarni dan merniliki anak jauh dari
ideal, ia rnasih rnengharapkan rnerniliki jadwal khusus seperti yang pernah
diterapkannya ketika belurn rnenikah. Hanya saja DR rnernbutuhkan waktu
untuk dapat mengkondisikan suami dan anaknya untuk rnengerti.
"Jauh dari ideal, idealnya memang harus ada waktu khusus dengan itu kita harus memahamkan anak dan suami untuk bisa mengerti dan mendukung usaha-usaha kita, ya ... itu kan proses ya ... "
DR juga rnengakui rnernang penghafal Al-Qur'an itu belurn banyak dan
belurn rnenjadi pilihan utarna kebanyakan orang. Dan terkadang profesi
pengajar Al-Qur'an kalah parnor disbanding dengan prosfesi-profesi lain
yang lebih dirninati. Tapi DR rnenegaskan bahwa ia tidak pernah
rnenyesal rnenernpuh jalan ini dan justru begitu banyalc rnengucapkan
syukur.
"Penghafal Qur'an itu masih bisa diitung jari, masih sangat sedkit.tapi saya ngga nyesel, ma/ah tidak habis bersyukur''.
Ketika ditanya tentang pengaruh seorang gurulmuwajji'h dalarn
rnenghafalkan Al-Qur'an, DR rnenjawab dengan spontan bahwa seorang
guru baginya sangat penting, karena selarna ini guru banyak
rnernbirnbingnya dan juga ikut membantu penyelesaian masalah yang
kerap mengharnpirinya. Tapi DR tetap berprinsip tidal< bergantung pada
83
"Hmm .. penting banget ... motivasi kita bisa terus berlambah..kadang juga bisa jadi tempat untuk menyelesaikan masa/ah-masa/ah kita, tapi tetep aja kita ngga boleh tergantung"
4. Endurance (Daya Tahan)
Ketika penulis menanyakan apakah DR pernah mengalami problematika
yang berat akan aktivitas menghafalnya sehingga mernbuatnya putus asa,
DR mengatakan bahwa ia memang pernah merasal<an cobaan yang
sangat berat. Kala itu adalah proses akhir dalam meraih gelar
hafizhahnya, yang dengan itu DR harus mengikuti serangkaian terus yang
panjang, sulit dan melelahkan memakai waktu sekitar satu bulan. DR
hampir putus asa dan berniat untuk mundur saja dari ujian tersebut. Tapi
karena DR kembali meluruskan niat, berazzam kembali, memohon
pertolongan Allah ditambah dukungan gurunya, maka DR kembali berani
melawan ketakutannya dan mencoba kembali untuk mengikuti ujian dan
akhirnya berhasil melewati ujian dengan nilai yang baik
"Pernah saya bener-bener pada puncak jenuh, hampir putus asa, waktu itu menjelang ujian. Sa ya bener-bener ngga siap. Saya ma/ah bilang ke guru saya mundur dari ujian karena saya ngga siap. Saya sedih banget. .. kenapa kok ngga bisa ... udah penuh sampai berasap deh kepala saya, tapi akhirnya berazzam kembali dan akhirnya ketika dijalani datang perlolongan Allah, saya bisa ikut ujian dengan nilai yang memuaskan"
DR yakin menjawab tidak ketika ditanya apakah ia pemah benar-benar
berhenti dari proses rnenghafal Al-Qur'an. Mernang malas, jenuh dan
cobaan-cobaan lainnya sering menghampirinya dalarn proses panjang
menghafall<an al-Qur'an, tapi itu sernua tidal< pernah rnembuatnya
84
menghafalkan Al-Qur'an.
"Saya ngga pemah tuh..sampe benar-bener berhenti, paling jenuh aja ... tapi biasanya bisa disikapi sama diri sendiri .. kasusnya biasanya ada konflik sama teman, orangtua trus juga ada fitnah dan segala macemnya, tapi saya ngga pemah terlarut lama, biasanya cepet sadar dan kembali Jagi ke Qur'an"
Kegigihan DR dalam konsisten dengan al-Qur'an terbukti. Ketika selama
proses menghafal Al-Qur'an tidak pernah seharipun dilewatinya kecuali
dengan menghafal Al-Qur'an. Pernah suatu ketika DR sakit parah, tapi
dirinya begitu gelisah sehingga tetap ada keinginan untuk menghafalkan
Al-Qur'an, sehingga ketika orangtua tidak memperbolEihkan karena
kondisinya yang tidak memungkinkan DR menunggu keluarga yang
menjaganya tidur, DR pun tetap bersikukuh untuk menghafalkan Al-
Our' an.
"Pemah saya sakit parah, tapi tetep karena udah terbiasa aktif dengan Al·Qur'an, kalo ibu yang jagain tidur, saya bandel tetep ngafalin, sempet ketika saya tidur saya ngelindur ngaji"
Yang selama ini menjadi faktor penghambat DR dalam menambah
hapalan Al-Our'an adalah karena malas yang kadang muncul diproses
menghafal Al-Our'an tersebut. Biasanya rasa ini timbul menjelang ujian
atau bahkan ketika sedang ujian. Ketika hapalan yang diujikan tidak lancar
dan harus mengulang, maka DR kerap malas untuk mengulangnya
kembali. Tapi malas ini biasanya bisa diatasi oleh DR dalam hari itu juga,
bila DR merasa malas di pagi hari, maka DR akan rnemperbanyak
usahanya di malam hari. Begitu pun sebaliknya.
85
kalau ma/as paling hanya da/am hitungan jam, ngga pemah sampai satu harian, jika saya ma/as, maka saya akan membayamya diwaktu-waktu yang lain.
Yang biasa dilakukan oleh DR dalam mengatasi rasa malas kerika
menghafal adalah dengan kembali mengingat-ingat keutamaan Al-Qur'an
yang sangat ingin diraihnya sehingga rasa malas itu menjadi sirna dan
yang teringat adalah keutamaan-keutamaan yang mernbuatnya kembali
semangat.
"Kalo males udah timbul, biasanya saya mulai mengingat-ingat kembali fadhilah penghafal Al"Qur'an dan ha/ itu akhimya terbayang-bayang terus dibenak saya sehingga saya kembali bersemangat"
4.2.3 Kasus T
T adalah seorang wanita berusia 29 tahun yang dikenal di lingkungannya
sebagai orang yang energik, aktif, supel dan kritis. T pun terkenal sebagai
orang yang tekun dan teguh pendiriannya ketika sudah memiliki
keinginan.
T berasal dari sebuah Desa di Jawa tengah dan menghabiskan masa kecil
di kampung halamannya. Ketika SMA, T melanjukan sekolahnya di kota
dan berpisah dengan kedua orangtuanya. Kemudian ketika kuliah T
memilih jurusan komunikasi pertanian di salah satu universitas negeri di
Solo.
86
Wawancara dengan T dilakukan di kamar kos T yang asri dan rapi di
bilangan Jakarta Selatan pada hari Rabu, tanggal 28 Februari 2008. Saat
penulis datang T sedang shalat dhuha sekitar jam 10.00 WIB dan
percakapan wawancara berakhir seiring dengan berkumandangnya adzan
dzuhur tepat jam 12.15 WIB. Sehabis shalat dzuhur, T mengatakan akan
mengajar di daerah Lenteng Agung.
T sangat kooperatif terhadap penulis dan menjawab pertanyaan-
pertanyaan dengan lugas, terbuka dan antusias. Bahkan kadang T
bercerita sebelum penulis bertanya. T adalah tipe orang yang
menyenangkan, enak untuk diajak berdiskusi. Hari itu T terlihat cerah dan
semangat. Perawakan T cukup tinggi dengan berat badan yang
proporsional.
Awai pembicaraan penulis dengan T adalah dengan berbincang tentang
pengertian dari Al-Qur'an itu sendiri. T mendefinisikan Al-Qur'an sebagai
pedoman bagi semua ummat muslim.
" .. .. Al-Qur'an kalo diartikan bagi kita sebagai umat muslim ya ... sudah jelas sebagai pedoman kita semua"
T menjelaskan pengertian hifzhul qur'an yang dipahaminya. Menurut T
hifzhul Qur'an adalah menghafalkan ayat per ayat Al-Qur'an. T
menambahkan seorang yang hafizh juga bararti harus mengerti akan
makna ayat-ayat yang dihapalnya kalau ingin mengikuti sunnah yang
87
"Hifzhul Qur'an ka/au dari segi pengertian memang menghafa/kan ayat-ayat A/-Qur'an, tapi yang diharapkan seorang hafizh juga mengerti akan makna ayat-ayat yang dihapalnya, wa/aupun ada orang yang hapal tapi ngga mengerti, tapi kalau mau mengikuti Rasulullah memang harus mengerti dan menghayati"
Ketika ditanya pengalaman menarik seputar prosesnya ketika menghapal
Al-Qur'an maka T menjawab bahwa T merasa aneh karena dipermudah
oleh Allah dalam melaksanakan hifzhul qur'an ini. Ketika kuliah T
menghafal Al-Qur'an dan terpecah konsentrasinya karena melakukan
berbagai aktivitas bersamaan, tapi hal ini tidak mengganggunya. T
mengaku justru nilai-rnlainya lebih baik ketimbang mahasiswa yang hanya
melakukan aktivitas pekuliahan saja.
"Ya mungkin pengalaman menariknya ... semuanya dipermudah aja, seperti ketika saya kuliah sambil menghapa/, dipermudah segala urusan saya .. .padahal banyak teman-teman saya yang study minded toh sama aja nilainya sama saya, bahkan nilai akademik saya lebih baik, padahal sayajuga sambil menghapal walaupun memang waktu itu be/um banyak .... "
T dan keluarga tidak mempunyai latar belakang pendidikan agama yang
cukup. T dari kecil belajar di sekolah umum sampei kemudian T berkuliah
di salah satu perguruan tinggi negeri di kota Solo. Ketilka itulah awal mula
interaksi dan motivasi T untuk menghafalkan al-Qur'an muncul. Pada
mulanya ia tidak mengetahui secara jelas apa dan bagaimana keutamaan
hifzhul qur'an, ia hanya kagum dan melihat contoh orang yang hafizh, jadi
bisa disimpulkan pada mulanya kegiatan menghafal T hanya ikut-ikutan.
mengerti akan keutamaan-keutamaan atau mengerti tentang ilmu Al-Quran tapi karena melihat contoh, melihat orang, awalnya seperti itu ... "
Ketika T duduk di bangku kuliah T tertarik melihat seorang ustadz yang
sama dengan dirinya yang nota bene pendidikannya adalah pendidikan
umum. Tapi T sangat kagum pada ustadz tersebut keriena biarpun latar
belakang pendidikannya bukan abgama atau syariah ia bisa
menghafalkan Al-Qur'an. ltulah awal mula T tertarik dan ingin mencoba
seperti yang dilakukan ustadz yang dikaguminya. Ditarnbah lagi ustadz
88
tersebut memang memberikan motivasi kepada T untuk menghafalkan al-
Qur'an. Dari sinilah kemudian timbul semangat untuk clapat mencontoh
ustadz tersebut.
" .. . Saya be/um pernah tertarik menghafalkan Al-Qur'an, bahkan sampai saya kuliah, saya mulai tertarik menghafalkan Al-Quran ketika ku/iah di komunikasi pertanian di Solo, ketika itu saya kuliah sore di salah satu ma'had dan juga ikut program tahsin tahfidz kemudian dimotivasi oleh pada asatidz bahwa Quran itu mudah dan bisa dihafal oleh siapa saja termasuk orang-orang yang kuliah di umum pun, itu menjadi motivasi tersendiri bagi saya. Bahkan ustadz yang mengajar saya pun nota benenya bukan juga berasal dari Julusan syariah ... "
Setelah banyak belajar dan berinteraksi dengan para penghafal Al-qur'an
juga mengetahui keutamaan-keutamaan penghafal Al-Our'an barulah T
sadar dan timbul keinginan dari dalam dirinya untuk m(~nghafal Al-Qur'an.
"Waktu awa/ pesertanya baru 5 orang termasuk saya, tapi karena dimotivasi terus-menerus akhirnya saya mempunyai keinginan yang kuat untuk hifzhul quran"
89
yang mudah. Menurutnya permasalahan-permasalahan kerap muncul
ketika ia mulai serius untuk menghafalkan Al-Qur'an. Permasalahan yang
cukup mengganggunya adalah kehilangan figur guru yang selama ini ia
ikuti. lnilah permasalahan berat yang menimpanya. Ketika T sedang
semangat-semangatnya sang guru yang selama ini memberinya masukan
dan motivasi meninggalkannya karena dipindahtugaskan ke kola lain.
" ... yang membuat down adalah ya itu ... ketika kita baru memu/ai sedang semangat-semangatnya menghapa/, gurunya meninggalkan kita. !tu yang berat..seperti kehilangan pegangan, kehilangan figur ... tapi akhirnya justru ini yang menyadarkan saya bahwa menghafal tidak boleh tergantung. Walaupun awalnya karena figur..tapi sebenarnya bisa, akhirnya tefop saja saya be!jalan"
T menceritakan perjalanan dan proses menghafalnya yang cukup
panjang, berpindah-pindah tempat. Prosesnya diawali ketika T duduk di
semester 6 pada tahun 2000. Proses pertama ini dilewatinya dengan
cukup berat karena disambil kuliah yang padat, makanya ketika itu ia
hanya berhasil menghafal sebanyak 1 juz saja.
"Saya mulai be/ajar Al-Qur'an ketika saya ku/ial1 semester 6 tahun 2000, tapi mulai mencintai Al-Qur'an dan menghafalkannya ketika semester 8, tapi itu pun tidak optimal karena harus mengejar skripsi dan lain-lain, waktu itu saya hanya bisa menghafal juz 30 saja ... akhirnya setelah /u/us kuliah saya memutuskan pindah ke Jogja ... ke pesantren yang ada tahfidz qur'annya ... "
Setelah lulus kuliah T memutuskan untuk lebih konsentrasi lagi dalam
menghafal Al-Qur'an. la kemudian pindah ke pesantren Al-Qur'an di Jogja
selama 2 tahun. Ada beberapa kendala yang saat itu muncul, yang
90
menginginkan T segera menikah dan membina rumah tangga. Tapi niat T
sudah bulat, ia mengaku bukan tipe orang yang bisa menghapalkan Al-
Qur'an setelah menikah. la merasa menikah akan membuatnya
tergantung kepada suami dan harus menurut kepada suami, sehingga ia
memutuskan tidak akan menikah sebelum selesai mengkhatamkan
hapalannya.
"di Jogja saya 2 tahun dari tahun 2002 - 2004 selama 2 tahun di pesantren, tapi muncul kendala lagi disana, yang menurut saya paling berat ketika itu adalah tuntutan untuk segera menikah, memang setiap orang berbeda tipe, ada mungkin orang yang bisa menikah sambil menghapal, cuma kalau saya ticlak sanggup kalau be/um hapal Al-Qur'an sudah menikah, karena saya tidak mau bergantung ke suami, pengalaman saya bergantung ke guru saja saya ngga bisa. Karena saya yakin nanti punya kesibukan masingmasing apalagi sebagai istri yang merupakan amanah yang besar ... "
Ternyata belajar dan menghafal di Jogja menurutnya kurang kondusif,
karena ia tidak bisa fokus hanya menghapal saja, tapi banyak aktivitas
lainnya yang menjadi tanggung jawabnya ketika itu, untuk melepas
tanggung jawabnya juga menurutnya sulit karena memang banyak orang
yang kenal dan tau akan kredibilitas pribadinya, ia pun merasa tidak enak
jika menolak. Maka T pun memutuskan pindah tempat lagi ke tempat yang
jauh dan tidak ada kenalannya sehingga ia bisa fokus menghafal tanpa
gangguan.
" .. . Sepertinya ketika di Jogja ban yak trouble lagi, saya cukup dikenal di daerah saya di Solo, jarak solo dan Jogja pun dekat bisa
91
waktu saya. Ya .. mengajar, dakwah kesana kemari. Ketika saya mulai membatasi aktivitas, banyak kawan yang protes .. saya jadi ngga enak nolaknya ... maka akhimya saya memutuskan untuk pindah tempat lagi yang jauh sehingga tidak ada yang kenal saya, sehingga saya bisa menghafal dengan Jebih cepat ... "
Karena kesibukannya yang padat, maka selama 2 tahun di Jogja T hanya
mampu menambah hapalannya menjadi sebanyak 8 juz. T berpilcir jika ia
tetap seperti kondisinya di jogja mungkin hapalannya terancam tidak
selesai, maka dengan berani T mencari-cari informasi tempat menghapal
Al-Qur'an yang bagus dan kondusif. Yang terpenting adalah jauh dari
lingkungannya selama ini. Maka T mendapat informasi di Jakarta ada
lembaga tahfidz yang cocok dengan kriterianya, maka ia pun segera
pindah untuk mewujudkan mimpinya.
"Karena aktivitas saya padat selama 2 tahun saya hanya dapat menambah hapa/an sebanyak 8 juz ... saya berpikir kalo saya begini terus maka saya tidak akan selesai .. maka saya memutuskan untuk pindah. Saya cari-cari informasi, maka pada tahun 2005 awal saya ke Jakarta ... "
Setelah perjalanan yang cukup panjang dan berganti-ganti tempat
akhirnya T menemukan tempat yang cocok dan kondusif yang selama ini
dicarinya. T sangat bersyukur pada Allah karena telah menunjukan jalan
terbaik untuknya.
"Alhamduli/ah memang benar ... apa yang mungkin saya rencanakan, Allah memberikan jalan terbaik . Biarpun awal petja/anannya susah, apabi/a niat tidak bergeser dan kita berusaha keras akhimya ya .. di Jakarta itu tepat .... "
Memulai kembali dari awal dilakukan oleh T demi cita-Gita yang sudah
92
sebanyak Y,
Juz perharinya. Kemudian setelah itu mulai hapalan baru dan
menyetorkan ha pa Ian sebanyak Y. juz perharinya.
"Saya setor hapa/an ulang dari awal lagi .. 8 juz pertama yang saya setorkan biasanya sehari saya setor Y,juz, tapi ketika hapalan baru dari juz 9 saya setor ?4 juz perharinya"
T tidak menyia-nyiakan kesempatan baik yang dimilikinya, karena itu T
mengerahkan seluruh kemampuan dan usahanya untuk cepat
menyelesaikan hapalannya. T sengaja tidak melakukan aktivitas apapun
kecuali menghapalkan Al-Qur'an. Ketika diseriusi T mengaku dapat
menghatamkan hapalan Al-Qur'annya hanya dalam waktu 7 bulan saja.
"Saya bisa menyelesaikan hapalan dalam waktu 7 bu/an ketika itu ... ya, Karena memang aktivitasnya ketika itu tidak ada apa-apa selain menghapal. Waktu 24 jam ya .. dipotong makan, tidur, shalat ya ... sisanya untuk menghapal"
Guru atau pembimbing merupakan suatu hal yang penting menurut T
dalam proses menghapalkan Al-Qur'an. Pada awalnya ia tergantung pada
seorang guru, tapi lambat laun belajar dari pengalamannya yang sering
ditinggalkan guru membuatnya terbiasa dan hal seperti ini tidak menjadi
halangan baginya untuk menghapalkan Al-Qur'an.
"Saya sering berganti-ganti guru, dan karena sudah terbiasa, maka menurut saya masalah seperti ditinggal guru adalah sudah biasa bagi saya .... "
Ketika diminta menjelaskan metode yang dipakai t dalam menghapal, T
memaparkan bahwa ia memakai 1 metode saja. T menghapal dengan
" ... Ka/au saya memakai 1 metode aja, ya ... dengan sering dan membacanya berulang-ulang, 1 halaman biasanya untuk saya targetkan 1 jam, tapi tergantung ayat-ayatnya juga, kalau yang mudah setengahjamjuga sudah hapal .... "
Setelah selesai menghapal Al-Qur'an T kembali sibuk dengan urusan-
urusan yang selama menghapal ditinggalkannya. Kegiatan-kegiatannya
yang banyak itu cukup menyita waktunya. Oleh karena itu T tidak
mengkhususkan waktu seperti yang dilakukannya keti~:a masih
menghapaL la mengulang kapan saja ketika ia mempunyai waktu.
"Saya mengulang kapan saja ... sekarang ini sudah tidak bisa mengkhususkan waktu karena sudah sibuk sekali. Setiap ada kesempatan, misalnya ketika di perjaf:oman, saya selalu menyempatkan untuk mengulang-ulang hapalan .... "
T merasakan juga kesulitan-kesulitan yang dialami penghapal Qur'an
93
sebagaimana umumnya, hanya saja godaan dan cobaan terbesar baginya
adalah tawaran dan tuntutan keluarga untuk segera menikah.
" ... tapi memang ada godaan-godaannya yang terbesar, memang jika kita menetapkan sebuah keinginan dan berazzam maka Allah akan menguji di daerah titik-titik terlemahnya kita, kalau buat saya ... saya ditawari untuk segera menikah"
Bahkan ketika T mengalami siklus bulanan yang dialarni setiap wanita, ia
merasa tidak banyak menganggu aktivitas hifzhul qur'annya kecuali dua
hari pertama karena sakit yang biasanya dirasakan. Bahkan setelahnya T
merasa lebih leluasa menghapal karena waktu yang tersedia lebih
banyak.
"kalo selama ini, saya selama haidh tidak pemah merubah jadwal saya, saya tetap menghapal, tetap bangun ma/am, malahan saya jadi lebih /eluasa karena tidak shalat dan juga tidak puasa, buat saya tidak berpengaruh, mungkin pengaruh seclikit di dua hari pertama karena sakit, selebihnya seperti biasa"
T memiliki cara khusus agar bisa konsisten dengan Al-·Qur'an. Biarpun T
94
memiliki latar belakang pendidikan umum tapi ia tetap menjadikan aktivitas
mengajarkan A!-Qur'an disamping kegiatan-kegiannya di bidang yang lain.
Menurutnya mengajarkan al-Qur'an adalah sebagai penyeimbang agar
dirinya bisa konsisten menjaga hapalan Al-Qur'annya.
" ... Menghapal Qur'an menurut saya pondasi dasar, apapun disiplin ilmu yang kemudian kita pelajari dan ternyata Qur'an bisa disinkron.t«m dengan ilmu apapun, cita-cita saya biarpun saya mempunyai dasar i/mu umum mengajar Al-Qur'an tetap, karena itu merupakan penyeimbang bagi saya .. ... "
Analisa kasus T
Dimensi-dimensi Adversity Quotient:
1. Contra/I (Pengendalian)
"Awai ketertarikan saya untuk menghafal Al-Qur'an bukan karena mengerti akan keutamaan-keutamaan atau mengerti tentang ilmu Al-Qur'an tapi karena melihat contoh, melihat orang, awalnya seperti itu ... "
Tidak seperti subyek penelitian ini yang sudah mempunyai latar belakang
pendidikan agama yang cukup, T sangat jauh dari nilai-nilai dan pelajaran
agama. Sehingga T pun tidak pernah terpikir sebelumnya untuk menjadi
seorang penghapal Al-Qur'an. Tiba-tiba saja keinginan itu muncul Ketika T
95
dengan dirinya yang nota bene pendidikannya adalah pendidikan umum.
Tapi T sangat kagum pada ustadz tersebut karena biarpun latar belakang
pendidikannya bukan agama atau syariah ia bisa menghafalkan Al-Qur'an.
ltulah awal mula T tertarik dan ingin mencoba seperti yang dilakukan
ustadz yang dikaguminya. Ditambah lagi ustadz tersebut memang
memberikan motivasi kepada T untuk menghafalkan al-Qur'an. Dari sinilah
kemudian timbul semangat untuk dapat mencontoh ustadz tersebut.
" ... Sa ya be/um pernah tertarik menghafalkan Al-Qur'an, bahkan sampai saya kuliah, saya mulai tertarik menghafalkan Al-Qur'an ketika kuliah di komunikasi pertanian di Solo, ketika itu saya kuliah sore di sa/ah satu ma'had dan juga ikut program tahsin tahfidz kemudian dimotivasi oleh pada asatidz bahwa Qur'an itu mudah dan bisa dihafal oleh siapa saja tennasuk orang-orang yang kuliah di umum pun, itu menjadi motivasi tersendiri bagi saya. Bahkan ustadz yang mengajar saya pun nota benenya bukan juga berasal dari /ulusan syariah ... "
Setelah banyak belajar dan berinteraksi dengan para penghafal Al-Qur'an
juga mengetahui keutamaan-keutamaan penghafal Al-Qur'an barulah T
sadar dan timbul keinginan dari dalam dirinya untuk menghafal Al-Qur'an.
"Waktu awal pesertanya baru 5 orang tennasuk saya, tapi karena dimotivasi terus-menerus akhirnya saya mempunyai keinginan yang kuat untuk hifzhul qur'an"
T mengakui jika perbuatannya tidak sinkron dengan Al-Qur'an yang mulia,
itu akan mempengaruhi kualitas hapalannya. Maka dari itu T selalu
berusaha menjaga perilakunya agar tidak menyimpan9 dari ajaran-ajaran
Al-Qur'an.
"Al-Qur'an itu sangat mulia, maka sebagai seorang yang diberikan
96
A/-Qur'an"
Ketika penulis bertanya bagaimana perasaannya ketika menghapal, T
menjawab sangat bahagia apalagi ketika sudah berhasil mencapai tujuan
yang selama ini diimpikannya yaitu selesai menghapalkan Al-Qur'an
sebanyak 30 juz.
" .. .Bahagia ada ... sedih ada ... ya semuanya ... bahagianya ketika kita se/esai menghapalkan Al-Qur'an, berhasil menyetorkan hapa/an semuanya ... "
Prosesnya selama menghafal sangatlah ketat dengan jadwal yang
dibuatnya sendiri. la datang paling pertama ke lembaga tempatnya
menghapal dan pulang paling akhir, singkat kata tidak aktivitas yang
dilakukannya pada waktu itu selain menghapalkan Al-Qur'an.
"Saya mengintensifkan diri di mesjid agar terkondisikan lingkungannya untuk semangat menghafa/, cuma tidur saja saya di kos. Ka/au dirumah saya kurang bisa konsentrasi dan tergoda untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang lain .. .jadi biarpun waktu yang ditetapkan /embaga be/um masuk, saya sudah terlebih du/u datang ke mesjid, saya bener bener konsen de!7".
2. Ownership (Kepemilikan)
AH mulai belajar Al-Qur'an ketika ia telah beranjak dewasa. la memulai
prosesnya benar-benar dari nol. Mulai dari belajar membaca, ketika ia
masih kecil ia tidak mendapatkan pendidikan Al-Qur'an dari keluarganya,
kemudian mulai menghapalnya ketika sudah diperbolehkan oleh gurunya
untuk menghapal.
Setelah selesai proses menghapal T juga berusaha untuk konsisten untuk
97
hanya ia berusaha konsisten untuk mengkhatamkan muraja'ahnya paling
lama dalam waktu 1 minggu.
"Ka/au saya tidak pernah menargetkan berapa harus mengulang perharinya .... kadang ka/au menurut saya seliap harinya mempunyai aktivitas yang berbeda, tapi saya selalu mengusahakan saya bisa khatam paling lama dalam waktu seminggu ... kalau sedang tidak ada aktivitas ya ... saya bisa mengulang hapalan sehari 10 juz"
3. Reach (Jangkauan)
Ada kendala diawal yang menghampirinya ketika ia in!Jin fokus untuk
menghapalkan Al-Qur'an di Jakarta. Kendala itu terkait dengan biaya
hidup yang harus ditanggungnya sendiri selama ia berada di Jakarta.
Padahal ketika !tu juga T sudah bertekad tidal< akan melakukan aktivitas
apapun selain menghapal termasuk kerja. Sedangkan T sudah semenjak
kuliah tidal< lagi ditopang biaya oleh orangtua karena ia ingin mandiri. Tapi
pertolongan Allah ketika itu datang dengan adanya beasiswa yang
akhirnya menjadi solusi bagi permasalannya ini.
" .... Orangtua sudah tidak lagi menanggung hiaya hidup saya, biarpun sebenamya orangtua mampu, tapi saya membiasakan diri untuk mandiri secara finansial sejak saya kuliah ... ketika di Jakarta awalnya saya bingung ... karena saya bener-bener stop aktivitas apapun termasuk bekelja dan mengajar, tapi alhamdulilah ... saya mendapat beasiswa se/ama 6 bu/an, yang kemudian menjadi motivasi bagi saya untuk menye/esaikan hapa/an secepat mungkin ... alhammdulilah Allah memberikan kemudahan"
T tidal< memperdulikan perkataan-perkataan miring yaing selama ini sering
mampir disela-sela kegiatannya menghapalkan Al-Clur'an. Karena T
merasa sudah sangat mantap.
98
Qur'an sebagai tujuan hidup saya, saya yakin bahwa saya bukan berada pada ha/ yang bathil, makanya ketika orang ngomongin apa aja ... ngga nikah, abis ku/iah ketja engga, ma/ah melakukan aktivitas yang menurut kebanyaan orang aneh ... ya ... saya pada dasarnya sudah mantap, jadi tidak ada yang m1~mbuat saya mundur dan temyata Allah memudahkan segala urusan saya"
Tantangan dari lingkungan yang menurut T terberat adalah tuntutan dari
lingkungan terdekatnya yang menginginkan T segera menikah dan
membina rumah tangga. Tapi niat T sudah bulat, ia mengaku bukan tipe
orang yang bisa menghapalkan Al-Qur'an setelah menikah. la merasa
menikah akan membuatnya tergantung kepada suami dan harus menurut
kepada suami, sehingga ia memutuskan idak akan menikah sebelum
selesai mengkhatamkan hapalannya.
"di Jogja saya 2 tahun dari tahun 2002 - 2004 .selama 2 tahun di pesantren, tapi muncu/ kendala lagi disana, yang menurut saya paling berat ketika itu adalah tuntutan untuk segera menikah, memang setiap orang berbeda tipe, ada mungkin orang yang bisa menikah sambil menghapal, cuma kalau saya tidak sanggup kalau be/um hapal Qur'an sudah menikah, karena saya tidak mau bergantung ke suami, penga/aman saya bergantung ke guru saja saya ngga bisa. Karena saya yakin nanti punya kesibukan masingmasing apalagi sebagai istri yang merupakan amanah yang besar ... "
Kesulitan lain yang dialami T adalah bahwa orangtua clan keluarganya
tidak mendukung keputusannya untuk pergi ke Jakarta untuk menghapal
Al-Qur'an. Orangtua dan keluarga besarnya menginginkan agat T bekerja
sesuai dengan bidang yang ditekuninya semasa kuliah kemudian
menikah. Tapi T mengaku sudah terbiasa mandiri terrnasuk mengambil
keputusan, dan keputusannya menghapal Al-Qur'an di Jakarta sudah
99
rnaslahatnya.
" .. ... Keluarga awa/nya tidak setuju, tapi saya yakin saya mengambil keputusan yang benar, maka saya tetap kukuh dengan pilhan saya. Saya tertolong karena saya sudah mandiri, sehingga orangtua tidak punya cu/up power untuk menghentikan saya, akhimya mereka pasrah saja, asa/kan saya bahagia. Tapi kesulii'an ini sayajadikan tantangan bukan ma/ah ke/emahan. Saya bertekad membuktikan kepada keluarga bahwa ja/an yang saya pilih ini benar''
T juga rnenyadari bahwa proses menghafal Al-Qur'an itu bukanlah hal
yarng rnudah. Menurutnya perrnasalahan-perrnasalahan kerap muncul
ketika ia rnulai serius untuk rnenghafalkan Al-Qur'an. Permasalahan yang
cukup menganggunya adalah kehilangan figur guru yang selama ini ia
ikuti. lnilah permasalahan berat yang menimpanya. Ketika T sedang
sernangat-semangatnya sang guru yang selama ini rnemberinya
sernangat dan motivasi meninggalkannya karena dipindahtugaskan ke
kota lain.
" ... yang membuat down adalah ya itu ... ketika kita baru memu/ai sedang semangat-semangatnya menghapa/, gurunya meninggalkan kita. !tu yang berat .. seperti ke/1ilangan pegangan, kehilangan figur ... tapi akhimya justru ini yang menyadarkan saya bahwa menghafal tidak bo/eh tergantung. Wa/;;1upun awalnya karena figur .. tapi sebenamya bisa, akhimya tetep saja saya berjalan"
Guru atau pembirnbing merupakan suatu hal yang penting rnenurut T
dalarn proses menghapalkan Al-Qur'an. Pada awalnya ia tergantung pada
seorang guru, tapi lambat laun belajar dari pengalarnannya yang sering
ditinggalkan guru membuatnya terbiasa dan hal seperti ini tidak rnenjadi
halangan baginya untuk menghapalkan Al-Qur'an.
100
bagi saya .... "
4. Endurance (Daya Tahan)
Yang pertama kali harus terpatri dalam setiap penghapal Al-Qur'an adalah
semangat dan keinginan yang kuat untuk menghapal, karena menghapal
Al-Qur'an bukanlah perkara yang mudah, sehingga jika semangat dan
keinginan sudah lemah, maka akan sulit untuk bisa bertahan dalam
segala macam tantangan dan rintangan yang harus dilhadapi oleh setiap
calon hafizh.
T mengaku dirinya cukup konsisten dengan cita-citanya untuk
menghapalkan Al-Qur'an. T merasa tidak pernah memiliki keinginan untuk
mundur dan menyerah dalam hifzhul qur'an.
" ..... Sa ya tidak pernah tuh bener-bener berf1enti dalam menghapal A/-Qur'an dan tidak ada keinginan untuk kesana, karena Al-Qur'an sudah menjadi tujuan hidup saya"
Memang kadang rasa jenuh kerap hadir dalam prosesnya menghapalkan
Al-Qur'an, tapi hal tersebut tidak pernah berlangsung lama. Karena Al-
Qur'an sudah menjadi kebiasaan dalam kehidupannya sehari-hari.
"Kalo bosan ngga, kalau jenuh mungkin iya, karena sudah terbiasa sibuk dengan A/-Qur'an di pesantren, memang pada awalnya harus memaksakan diri, tapi lama ke/amaan sudah m(mjadi kebiasaan, tiada hari tanpa A/-Qur'an deh .... "
4.2.4 Kasus D
Wawancara dengan D berlangsung pada hari Minggu tanggal 16 Maret
2008 di rumah D di Mampang, Jakarta Selatan. Rumah D sangat besar
dan hal ini mengesankan D adalah orang yang berl<ecukupan.
IOI
Penulis pada awalnya sulit membuat janji dengan D karena kesibukannya
menjadi Co. Ass dokter di Rumah Saki! Margono Purwokerto Jawa
Tengah. Wawancara dilakukan disela-sela libur ketika D pulang ke Jakarta
selama beberapa hari. Kesempatan ini tidak disia-siakan penulis untuk
dapat mewawancarai subyek.
D seorang laki-laki berusia 23 tahun yang telah menyelesaikan S1 nya di
salah satu perguruan tinggi di Jakarta mengambil fakultas kedokteran
umum. Hal ini pula yang membuat penulis tertarik untuk meneliti D lebih
lanjut. Ditengah kesibukannya sebagai calon dokter, D masih bisa menjadi
hafizh Al-Qur'an.
Lingkungan sekitar mengagumi pribadi D yang cerclas, supel, sholih dan
bijaksana. Di umurnya yang masih terbilang muda, D sudah menjadi imam
tetap masjid dekat rumahnya yang nota benenya memang "markas" para
penghapal Al-Qur'an. Pribadinya sering disebut-sebut bahkan dijadikan
model bagi remaja-remaja sekitar. Profil D dikatakan nyaris sempurna.
Dengan porsi yang seimbang mulai dari kecerclasan spiritualnya yang
102
diwakilkan oleh gelar hafizh yang disandangnya, kecerdasan intelektual
yang diwakili oleh gelar dokter yang sebentar lagi akan didapatkannya. D
juga dikenal sangat baik sosialisasinya dengan sekitar, inilah yang
akhirnya membuat D menjadi kebanggaan keluarganya.
Penulis melihat D sebagai pribadi yang menyenangkan, berwawasan luas,
kooperatif dan terbuka dalam menjawab pertanyaan-piertanyaan yang
diajukan.
D dilahirkan dari orangtua yang asli Jakarta, keluarganya terbilang
keluarga besar dengan 12 orang bersaudara. yang sebagian besarnya
memang konsen dengan pendidikan agama. Bahkan beberapa diantara
saudara-saudaranya juga menghapalkan Al-Qur'an. Hanya saja memang
yang selesai menghapalkan sampai 30 juz baru D seorang dalam
keluarganya.
Wawancara dengan D dimulai dengan mempertanyakan makna Al-Qur'an.
Al-Qur'an dalam pandangan D adalah pedoman dan p1enuntun atas segala
kehidupan manusia.
''Al-Qur'an itu tuntunan dan pedoman bagi kita umat muslim, ibaratnya kita mau melakukan segala sesuatu harus ada petunjuknya ya ... Al-Qur'an itu semacam "handbook"nya /ah"
Hifzhul Qur'an itu sendiri menurut D adalah proses yang dilakukan
103
hati, kemudian dipahami artinya ditadabburi dan diamalkan.
" .... Hifzhul Qur'an kalau menurut saya adalah sebuah usaha dan proses seseorang untuk memindahkan ayat-ayat Al-Qur'an ke dalam hati setelah itu dimengarti dan ditadabburi kemudian diamalkan".
D mulai menghapal Al-Qur'an dimulai dari masa kecil, berbeda dengan
subyek yang lain dimana baru menghapal ketika usia dewasa. D tergerak
untuk menghapal Al-Qur'an pertama kali memang kamna dorongan
lingkungan dan keluarganya. Ketika D masih duduk di sekolah dasar
sudah mulai menghapal, hanya saja belum serius karema hanya
memenuhi tuntutan dari orangtuanya.
" ... saya iriget ketika masih kecil saya di masukkan oleh ibu saya ke lembaga Al-Qur'an yang baru dibuka di masjid dekat rumah saya. Saya ikut aja kata orangtua, hanya waktu itu be/um serius. Saya inget banget waktu itu jadwal setor hapalan dari jam 16. 00 - 18. 00 sore, kalau hari selasa saya sering bolos kan"na ada film kesenangan saya waktu itu satria baja hitam (sambil tertawa) ... "
Memang pada awal motivasi menghapal D hanya untuk memenuhi
perintah orangtua, tapi beriringan dengan kedewasaan maka D mulai bisa
mengerti keutamaan-keutamaan hifzhul qur'an dan timbullah keinginan
kuat dari dalam diri sendiri untuk menjadi hafizh.
" ... ya, seiring dengan kedewasaanjuga ilmu yang saya dapatkan, maka saya bergeser yang tadinya menghapal karena orangtua manjadi keinginan pribadi untuk menjadi hamba terbaik dengan menghapalkan Al-Qur'an ... "
D mulai serius menghapalkan Al-Qur'an ketika ia duduk di bangku kelas 3
SMP dan selesai selama 3 tahun yaitu ketika kelas 2 SMA. D mengaku
'' C_!
ketika itu masih sangat ideal untuk melakukan proses menghapal
" ... Sebenemya saya mulai menghapal ketika masih SD, Cum a waktu itu kan be/um serius, serius-seriusnya ketika ke/as 3 SMP dan selesai pas saya ke/as 2 SMA. .. "
104
"Saya bersama teman ber/omba-lomba untuk menye/esaikan hapalan duluan, memang sih teman-teman ketika memulai hapalan ketika itu cukup banyak sekitar 20 orang, tapi yang konsisten sampai selesai dan berhasil hanya 2 orang termasuk saya, mungkin yang lain tidak menjadikan Al-Qur'an sebagai prioritas, sehingga kalah dengan aktivitas-aktivitas lainnya yang banyak bermunculan"
Ketika ditanyakan pengalaman menarik, D menceritakan pengalamannya
selama mengikuti lomba musabaqoh dan pertemuan para penghafal Al-
Qur'an dari seluruh dunia yang dilaksanakan di Arab Saudi. Saat-saat
itulah yang menurutnya paling menarik.
" ... saya menang lomba tingkat nasional sehingga dikirim ke Makkah, Arab Saudi dimana saya menemui para penghapa/ AlQur'an yang sangat luar biasa. Sa ya ketika itu diberikan kesempatan untuk membaca Al-Qur'an di depan se/uruh peserla dari berbagai penjuru dunia. Banyak yang terkesan pada usaha saya menghapal walaupun bidang ilmu yang saya tekuni bukanlah ilmu syariah seperti yang banyak ditekuni para penghapa/ lainnya ... wah .. saat-saat itu ta terlupakan deh..ada rasa bangga juga dalam diri saya ketika itu ... "
D mengaku dalam prosesnya menghapalkan Al-Qur'an tidak terlalu
banyak kendala yang dihadapinya, karena pada dasarnya keluarganya
mendukung penuh aktivitasnya. Hanya pada awal-awal menghapal D
belum serius dan cenderung malas.
"Keluarga sangat mendukung aktivitas saya, malahan memang keluarga yang pertama kali mendorong saya untuk menghapa/ Al-
105
saya sendiri waktu itu .... "
Ketika mulai beranjak remaja, kesadaran perlahan-lahan timbul dengan
sendirinya, sehingga D mulai serius dan konsisten untuk menghapal,
ketika itu ia konsisten menghapal paling sedikit 1 hari :2 halaman
disetorkan.
" .... Ketika mulai timbul kesadaran saya bertekad dan mulai memperbaiki komitmen saya untuk menghapalkan AJ-Qur'an sampai selesai, saya ketika itu setiap hari setoran, sehari biasanya saya setor sebanyak 2 halaman"
D mengaku sangat bersyukur karena Allah banyak memberikan
kepadanya kemudahan dalam proses menghapalkan J\1-Qur'an, D merasa
waktu yang ia gunakan untuk menghapal sangat pas yaitu dimana D
belum memasuki fase-fase sibuk dalam kehidupannya sehingga ia leluasa
untuk menghapal.
"Subhanallah saya banyak diberikan kemudahan, dari keluarga yang mendukung ... waktu yang saya gunakan untuk menghapal pun berada pada fase yang tepat ... waktu itu saya be/um punya kesibukan yang berarti, pokoknya pas deh"
Ketika ditanyakan kendala D menyebutkan bahwa tidak ada kendala yang
berarti, hanya teman-teman yang kurang bersemangat yang kadang
membuatnya juga terkadang jadi ikut tidak bersemangat.
" ... Ya .. kendalanya waktu itu ada di temen, namanya hapalan masih ikut-ikutan, kalau temennya males biasanya menular''
Setelah D memperoleh gelar al-hafizh nya ia sering diminta jadi imam,
sehingga kegiatannya itu memperlancar hapalannya yang pada dasarnya
106
lomba Al-Qur'an mulai dari tingkat nasional sampai internasional.
"Saya sudah menjadi imam masjid sejak saya se/esai menghapal Al-Qur'an, padahal makmum saya adalah senior-senior bahkan orangtua saya sendiri. Bahkan ada kebiasaan di masjid dekat rumah ketika bu/an ramadhan shalat tarawihnya 1 juz semalam, sehingga khatam dalam 30 hari, saya imamnya, sehingga hapalan saya semakin terasah dan melekat"
Biarpun latar belakang pendidikan yang didalami D bukan ilmu-ilmu
syariah tapi kedokteran tidak mengurangi semangat dan kemampuannya
sebagai seorang hafizh Al-Qur'an. Menurut D pilihannya untuk menjadi
dokter adalah pilihan tepat untuk menggabungkan ayaft kauniyah dan ayat
qau/iyah yang ada di dalam Al-Qur'an.
" ... Saya memilih ilmu kedokteran untuk melihat ayat-ayat kauniyah sebagai pembuktian ayat-ayat qauliyah yang tardapat dalam AlQur'an, bahkan menurut saya Al-Qur'an adalah basic ilmu yang harus dipelajari a/eh semua umat muslim, karena jka kita sudah pun ya dasar yang baik, disiplin ilmu apapun yang akan didalami setelahnya akan jadi mudah, saya sudah membuktikannya sendiri ... "
0 juga tidak mengalami kesulitan mengatur waktu antara aktivitas Al-
Qur'an dengan aktivitas lainnya. Karena disaat-saat D mulai sibuk, ia telah
lancar sehingga ia bisa mengulang-ulang hapalannya disela-sela jadwal
padat yang dilakukannya sehari-hari.
"Saya sangat terbantu dengan hapalan masa keci/ saya, sehingga saya tidak bersusah·payah untuk mengulang-ngulangnya kembali, itulah keuntungan hapa/an masa keci/. Jadi sep1~rti mengukir di alas batu, begitu kuat menghujam, beda mungkin kalau mulai menghapal baru ketika dewsa seperti mengukir di atas air, akan susah dan butuh waku banyak untuk muroja'ah kambali. Sekarang saya muroja'ah di setiap wakru dimana saya m€•nugkinkan mengulang ... seperti diperjalanan, paling waklu lrhususnya cuma
107
Analisa kasus D
Dimensi-dimensi Adversity Quotient:
1. Control/ (Pengendalian)
Berbeda dengan subyek lain yang menghapal di usia yang sudah rnatang
D telah rnernulai rnenghapal di urnur yang rnasih rnuda ketika di bangku
sekolah dasar atas dukungan lingkungan dan keluarganya. Ketika rnasih
anak-anak D rnenjadikan proses rnenghapal Al-Qur'an sebagai paksaan
dari keluarganya. la belurn rnengerti akan keutamaan dan urgensi
menghapal Al-Qur'an. Waktu itu banyak diantara ternan-ternan
seperrnainannya yang juga menghapalkan Al-Qur'an. :Selain perrnintaan
orangtua D rnenjalani proses menghapal Al-Qur'an karena ikut-ikutan.
"ya ... yang namanya anak-anak gimana sih? B(~/um punya orientasi yang jelas. Disuruh sama orangtua ya.mau aja, dari pada ngga dikasih uang jajan (sambil tertawa). Terus juga banyak teman yang juga menghapal, ya ... saya ikut temen aja ... "
" ... saya inget ketika masih kecil saya di masukkan oleh ibu saya ke lembaga A/-Qur'an yang baru dibuka di masjid dekat rumah saya. Saya ikut aja kata orangtua, hanya waktu itu be/um serius. Saya inget banget waktu itu jadwal setor hapalan dar.i jam 16. 00 - 18. 00 sore, kalau hari se/asa saya sering bolos karena ada film kesenangan saya waktu itu satria baja hitam (sambil tertawa) ... "
Seiring dengan perturnbuhan kedewasaan yang dialarninya ia pun rnulai
rnemaharni urgensi dan keutarnaan rnenghapal Al-Qur'an. Ketika itu pun
berubah orientasi dari yang disuruh orangtua dan ikut-ikutan teman
menjadi niat karena Allah semata.
manjadi keinginan pribadi untuk menjadi hamba terbaik dengan menghapa/kan Al-Qur'an ... "
Ketika ditanya sebagai seorang manusia pasti pernah berbuat khilaf,
108
penulis menanyakan apakah ada kaitan dengan kualitas menghapalnya.
Ketika ditanya bagaimana pengaruh kesia-siaan atau maksiat
mempengaruhi hafalan Qur'an D menjawab tidak terlalu berpengaruh,
karena ketika menghapal D masih terbilang kecil dan masih terbebas dari
kemaksiatan.
"Saya menghapal di usia yang terbi/ang muda, jadi gimana ya yang namanya anak-anak? Masih ngga banyak dosanya. Makanya ngga terlalu berpengaruh tuh sama hapa/an saya ... "
Hanya ada masalah yang dialaminya ketik;:i menghapal di usia muda. D
tidak mengerti dan tidak memahami apa yang dihapalnya.
"Ketika itu saya menghapal ya menghapal aja ... ngga tau maknanya ... ngga tau artinya ... makanya saya tidak merasakan kenikmatan A/-Qur'an, ya .. kan masih anak-anak. Tapi ketika saya mulai tambah kedewasaan saya banyak be/ajar m19ngejar l<etertinggalan saya untuk memahami dan mengerti Al-Qur'an, dan saya sekarang bener-bener bisa merasakan keindahan dan keagungan Al-Qur'an".
Keuntungan menurut D menghapal diusia muda adalah belum banyaknya aktivitas yang ditekuni.
" ... Sa ya juga ngga kesulitan mengatur waktu ketika menghapal di waktu keci/, namanya anak kecil kan masih banyak main-mainnya. Saya diminta guru untuk setor sehari paling sedikit 1 halaman ... memori anak-anak kan masih bagus, jadi saya juga tidak kesulitan. .. "
2. Ownership (Kepemilikan)
D mulai menghapal Al-Qur'an ketika ia masih kecil, Maka dari itu pada
109
" ... ya karena keluarga saya /afar belakangnya memang kebanyakan agama maka untuk membaca Al-Qur'an mah ngga ada masa/ah.."
Dalam Al-Qur'an banyak ayat-ayat yang serupa sehin9ga menyulitkan
untuk dihafal karena sering tertukar, hal ini tidak dialami oleh D.
"Karena saya menghapal waktu masih kecil, makanya mengalir aja kaya air, termasuk tasyabuhul ayat saya ngga ada kesulitan, ya ... sudah kayak melukis di atas batu, apapun melekat kuat deh"
Memang D juga menyadari kesulitan dan kendala yan~J dialami oleh
penghapal pada umumnya adalah senang menghapal Al-Qur'an tapi tidak
gemar mengulang-ulangnya. ltu juga pernah menjadi masalah yang juga
dialami oleh D, tapi kemudian karena kondisi hapalan D yang sudah baik,
sehingga ketika ia dewasa hapalannya masih melekat dan tidak sulit untuk
diulang kembali.
"Saya sangat terbantu dengan hapa/an masa ke1ci/ saya, sehingga saya tidak bersusah-payah untuk mengulang-ngulangnya kembali, itulah keuntungan hapalan masa kecil. Jadi seperti mengukir di atas batu, begitu kuat menghujam, beda mungkin kalau mulai menghapa/ baru ketika dewasa seperti mengukir di atas air, akan susah dan butuh waku banyak untuk muroja'ah kambali. Sekarang saya muroja'ah di setiap wakru dimana saya memungkinkan mengulang ... seperti dipe!jalanan, paling wakti khususnya cuma sehabis subuh aja ... "
3. Reach (Jangkauan)
Menurut D Ketika seseorang telah memilih Al-Qur'an sebagai jalan
hidupnya, maka konsekuensinya memang berat, karena Al-Qur'an
merupakan amanah yang harus dijaga dengan baik dengan
110
yang dilakukan sebagai sambilan saja. lnipun dipahaminya dengan baik.
Banyak aktivitas diluar menghafal Al-Qur'an tidak pernah ada yang
membuatnya berhenti. Sekarang ini aktivitas D sangat padat. Sebagai
seorang dokter ia sangat konsentrasi belajar dan menangani pasien-
pasiennya.
" Saya bersyukur di kondisi sekarang yang sedang sibuk-sibuknya saya sudah bisa memegang Al-Quran dengan 1~rat, itulah salah satu keuntungan menghapal di usia yang masih muda"
Kesulitan yang kemudian muncul adalah lingkungan teman-teman D yang
tidak lagi konsisten dengan Al-Qur'an, sedikit demi sedikit rekannya
berkurang hingga akhir hanya tersisa 2 orang termasuk D.
"Saya bingung kenapa ya pada berhenti menghapal? Tapi karena saya masih memiliki /awan seimbang yang setiap harinya kami selalu berlomba-lomba, maka saya tetap semangat, saya ngga mau kalah"
4. Endurance (Daya Tahan)
Karena D menghapal ketika masih berusia muda, maka hapalannya pun
memiliki kualitas yang baik, sehingga D tidak perlu sulit-sulit untuk
memuraja'ah hapalannya kembali. Proses lupa pun hanya sekali-sekali
dialaminya.
"Karena saya menghapal waktu masih kecil, makanya mengalir aja kaya air, sehingga ketika saya se/esai hapal 30Juz ketika itu pu/a saya sudah bisa dites, saya tidak banyak Jupanya, paling sesekali aja, alhamdulilah"
111
4.3 Perbandingan Antar Kasus
Setelah dilakukan analisis terhadap setiap kasus, yang kemudian akan
dilakukan perbandingan antar kasus. Untuk dibandingkan satu dengan
lainnya guna mengetahui sejauh mana kesamaan, perbedaan dan
kontradiksi diantara kasus-kasus itu.
Dari beberapa kasus diatas, antara satu kasus dengan kasus lain
memiliki motivasi yang berbeda dalam hifzhul qur'an. AH punya niatan
dan motivasi ingin menjadi ahlul qur'an karena memang mengerti
dengan fadhi/ah dan keutamaan menghapal Al-Qur'an itu sendiri,
sedangkan DR menghapal awalnya sebagai pelarian karena tidak ada
aktivitas lain, lain lagi dengan T yang menghapal kari9na melihat figur
dan contoh yang dikaguminya. Sedangkan D menghapal karena
memang permintan dari orangtua dan ikut-ikutan ternan-teman rnasa
kecilnya. Namun semuanya setelah berjalannya waktu dan belajar lebih
dalam tentang Al-Qur'an mengalami proses beralihnira niatan dari yang
awalnya motivasi-motivasi yang bermacam-macam menjadi memahami
dan bergesernya niatan hanya untuk Allah semata. Bisa dikatakan
semua subjek penelitian dalam mengontrol dan men~Jarahkan niatan
yang semula negatif menjadi positif.
Semua subjek sepakat bahwa mereka juga adalah manusia biasa yang
112
pun sering menyadari kesalahan-kesalahannya, hal tersebut menurutnya
dapat mempengaruhi kualitas hapalannya. oleh itu ketika ia mulai
menghapal ia lebih serius lagi untuk membangun benteng terhadap
kemaksiatan, AH merasa sebagai seorang penghapal A-Qur'an harus
memiliki akhlak yang lebih terjaga. Hal senada pun dikatakan oleh DR
dan T. Sedangkan dalam kasus D, ia menghapalkan Al-Qur'an ketika
masih kecil sehingga saat itu masih terlepas dari segala macam maksiat
dan dosa.
Dalam kasus AH, DR dan T mereka semua menghapal Al-Qur'an di usia
yang matang sehingga mereka benar-benar mempelajari Al-Qur'an
secara menyeluruh termasuk memahami Al-Qur'an. Hal ini yang
kemudian membuat mereka semua sangat merasakan keindahan dan
keagungan Al-Qur'an. Kenikmatan berinteraksi dengan Al-Qur'an tidak
jarang membuat mereka menangis karena bahagia. Sedangkan untuk
kasus D yang menghapal ketika kecil ia tidak paham dengan kandungan
Al-Qur'an sehingga ia tidak merasakan kenikmatan ketika menghapal
waktu itu, namun ketika beranjak dewasa sama seperti subjek yang lain,
perlahan-lahan D merasakan kenikmatan ketika berinteraksi dengan Al
Qur'an
Semua subjek memiliki kesamaan dalam hal mengatur waktu untuk
113
prioritas utama. AH sampai bertekad menunda kuliahnya untuk dapat
fokus menghapal Al-Qur'an. Begitupun dengan DR yang rela menunda
kuliahnya 2 tahun untuk menghapal Al-Qur'an, bahkan DR mempunyai
kebiasaan tidak bisa tidur sebelum menghapal Al-Qur'an. T merelakan
pekerjaannya untuk dapat menghapal sampai-sampai menolak untul<
menikah karena khawatir tidak dapat menyelesaikan hapalan. Ketiga
subjek dapat mengatur waktunya dengan baik sehinfma dapat
menghapalkan Al-Qur'an sesuai dengan target yang mereka tetapkan.
Kasus yang agak berbeda dialami D, karena ia men~1hapal ketika masih
kecil, maka ia tidak terlalu serius, tapi karena dukungan keluarga dan
guru tetap D dapat menyelesaikan hapalan.
Subjek AH, DR dan D memiliki latar belakang keluarga yang islami
sehingga sudah dapat membaca Al-Qur'an dengan baik ketika
menghapal, berbeda dengan T yang baru belajar membaca Al-Qur'an
ketika dirinya sudah di bangku kuliah.
Dalam kasus AH, DR dan T mereka berusaha keras mengandalkan
kemampuan dirinya untuk menguasai ayat-ayat yang sulit dan mirip.
Setelah usaha yang khusus dan gigih mereka pun bisa menguasainya
dengan baik. Berbeda dengan D yang memang tidak merasa kesulitan,
karena hapalan yang dilakukannya ketika masa kecil cukup kuat.
114
Proses pengulangan sudah menjadi suatu yang mutlak dan harus
dilakukan oleh seluruh penghapal selama hidupnya. Memang kadang
timbul rasa malas, tapi semua subjek menyadari muraja'ah merupakan
suatu kewajiban dan kenikmatan bagi seorang penghapal, sehingga
biarpun malas ataupun timbul godaan-godaan mereka tidak pernah
meninggalkan kegiatan ini.
Dalam kasus AH selain menghapal ia sibuk kuliah ditambah lagi dengan
tanggungannya seorang istri yang membuatnya harus bekerja, tapi AH
tidak pernah berhenti menghapal karena kesibukan-kesibukannya di
bidang yang lain. la tetap konsisten dan komitmen menjalaninya. DR
pun sama ia sudah bersuami dan memiliki saru oranu anak, memang
DR mengakui adanya penurunan aktivitas yang dialaminya, tapi
penurunannya tidak pernah berlarut-larut. T dan D walaupun belum
berkeluarga jiga mempunyai kesibukan. Hanya dari semua subjek
mereka tidak pernah menjadikan kegiatan-kegiatannya diluar menghapal
Al-Qur'an menjadi alasan untuk berhenti menghapal.
Latar belakang keluarga subjek pun berbeda. Kasus AH, DR dan T pada
awalnya kelaurga mereka tidak mendukung kegiatan menghapal bahkan
cenderung menentang, hanya AH, DR dan T tetap teguh pada pendirian
mereka biarpun tidak direstui, karena mereka berpendapat bahwa yang
115
memang yang mendukung adalah keluarga jadi D tidak ada permasalahan
dengan keluarganya.
Pada semua kasus terlihat bahwa seorang muwajjih (pembimbing) sangat
dibutuhkan bagi seorang penghapal. Pada kasus AH ia memang sering
ganti-ganti pembimbing dan kadang menghapal mandiri, sehingga tidak
ada seorang pembimbing pun ia masih bisa jalan. Kasus yang sama
dialami DR dan D. Sedangkan T pernah memilki masalah serius dan
merasa down karena ditinggal pembimbing, tapi kemudian ia sadar dan
terbiasa dengan hal tersebut.
Dalam semua kasus baik AH, DR, T dan D memilki kemauan yang sangat
kuat untuk dapat menjadi ah/u/ qur'an. Daya yahan mereka untuk
mempertahankan kemauan dan semangat itu menjadi energi luar biasa
yang mampu menerobos semua rintangan dan halangan yang dialami
mereka selama proses menghapal Al-Qur'an.
Semua subjek juga memilki kesamaan pada kedisiplinan dan kesabaran.
Terlihat sekali pada kasus Tia sampai berpindah-pindah dan memakan
waktu yang cukup lama untuk dapat mewujudkan mimpinya. Semua kasus
pun memperlihatkan ketahanan subjek untuk terus maju dan tidak putus
asa dalam menghapal biarpun banyak halangan yang menghampiri
Lupa adalah masalah utama yang sering dialami penghapal Al-Qur'an.
Semua mengalami proses ini hanya berbeda kadarnya saja. Untuk AH,
DR dan T yang menghapal di usia dewasa lupa sering mereka alami,
berbeda dengan D yang menghapal ketika memorinya masih bagus di
waktu kecil. Tapi dengan kegigihan dan daya tahan mereka yang kuat
maka lupa pun bukan menjadi permasaahan yang mernbuat meraka
berhenti menghapal.
116
nensi-dimensi ersity Quotient
Controll 1.
•engendalian)
2.
I I
3.
4.
Ownership 5.
4.3.1 Analisa Perbandingan Antar Kasus
Gambaran Adversity Quotient Alumni L TQ Al-Hikmah Dalam Hifzhul Qur'an
AH
mengendalikan dan mengatur waktunya
I
ketika proses menghapal ·1
Ii I_,-...,,,.,...,..., ia moni~~iVon
DR 1.
2.
3.
Al-Qur'an sebagai 4. l""\I '->l;l,,.11 c:i.11,' ,, ...... ,,J""' ..... '"'-''' I
kuat dengan al-Qur'an. Ketika mulai menghapal seketika itu puJa ia jatuh cinta dengan .A.!-Qur'an DR sampai menunda dua tahun untuk kuliah karena ingin fokus menghapal Al-Qur'an
prioritas utama
5. Latar belakang endidikannva semasa
SUBJ EK
I
I
T
1a menyadari kemudan bertaubat
3. T sudah lama tertarik dengan Al-Qur'an sehingga ketika berkesempatan untuk belajar Al-Qur'an T langsung akrab dengan Al-Qur'an
4. T menunda pernikahannya agar bisa konsentrasi dan fokus untuk menghapal alQur'an
5. T belajar dari awal mulai dari belaiar membaca denqan
•
D
muda, maka D tidak dapat memaknai Al-Qur'an dnegan baik. Tapi seiring dengan kematangan fisik dan ilmunya ia pun dapat merasakan kenikmatan AlQur'an
4. D tidak mengatur waktunya sendiri, akan tetapi ia dinbantu oleh keluaroanva
5. Latar belakang endidikannva semasa
.epernilikan) membuat AH lancar kecil yang membuatnya baik ketika di bangku kuliah. kecil dan keluarga yang memabaca Al-Qur'an lancar membaca Al- 6. Subjek berusaha keras membuatnya lancar
6. Subjek berusaha keras Qur'an mengandalkan dirinya untuk membaca Al-Qur'an mengandalkan dirinya 6. Subjek berusaha keras dapat menguasai ayat-ayat 6. Subyek tidak merasakan untuk dapat menguasai mengandalkan dirinya sulit termasuk kesulitan seperti kasus ayat-ayat sulit termasuk untuk dapat menguasai 7. Disiplin mengulang setiap yang lain ayat-ayat yang mirip ayat-ayat sulit termasuk hari diwaktu-waktu apapun 7. tidak ada waktu khusus
7. lntens Mengulang 7. Minimal mengulang satu yang memungkinkan. T mengulang. Di ulang ketka hapalan setiap hari pada hari satu juz. Jadi mempunyai target harus menjadi imam dan tasmi' waktu ba'da subuh dan khatam 1 kali dala .n 1 khatam dalam satu minggu setiap berada dalam bu Ian oerialanan
Reach 8. Memiliki kesibukan 8. Memiliki kesibukan 8. Memilki pekerjaan sebagai 8. kesibukannya sebagai
Jangkauan) sebagai seorang sebagai seorang istri, ibu dosen, guru dan pengajar Al- seorang dokter, mahasiswa, suami dan dan seorang guru Qur'an mahasiswa dan pengajar seorang guru. 9. Kendala keluarga yang 9. keluarga T pun tidak. Al-Qur'an
9. Pada awalnya ada juga tidak mendukung. mendukung dan 9. Keluarga mendukung kendala keluarga yang Keluarga menginginkan menginginkan T segera penuh aktivitasnya menetang sampai DR kuliah di juruan bekerja sesuai dengan menghapal Al-Qur'an mengancam untuk tidak umum bukan Al-Qur'an bidangnya juga menikah 10. sering berganti-ganti guru, memberikan uang saku 10. Pernah down karena 10. Pembimbing sebagai jadi tidak berpengaru h
10. Penting ada ditinggal guru, tapi lama motivator sekaligus referensi pembimbing, tapi tidak kelaan menjadi biasa jika ada permasalahan. Tapi pernah bergantung tidak tergantung oadanva
Endurance 11. Kemauan dan daya 11. Kemauan dan daya 11. Kemauan dan daya tahan 11. Kemauan dan daya tahan
)aya Tahan) I tahan yang kuat untuk tahan yang kuat untuk
I yang kuat untuk menghapal
' yang kuat untuk
menghapal menghapal 12. Kemauan yang kuat sampai I . _ i:nenghapal . 12. Disiplin dan kesabaran I 12. Pantang putus asa hijrah ke Jakarta untuk 1 ~. u1s1p11n waKIU
ekstra dimiliki 13. Kualitas hapalan yang memenuhi cita-citanya 13. Tidak banyak terganggu 13. Banyak mengalami bagus sehingga tidak 13. Membutuhkan proses 2 hapalannya karena lupa
proses lupa, sehingga banyak lupa tahun untuk melancarkan butuh waktu lama untuk hapalan yang banyak lupa melancarkan hapalan I I kembali '
I 19
BABS
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Dalam bab ini penulis akan memberikan penjelasan tentang kesimpulan,
diskusi dan saran dari penelitian yang telah dilakukan
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa subjek yang diteliti
dapat menggunakan Adversity Quotient sebagai suatu kemampuan untuk
menyelesaikan problematika-problematika ya'lg dialami dalam proses
hifzhul qur'an.
Adversity quotient dibutuhkan dalam proses hifzhul qur'an dikarenakan:
Pertama; dimensi control/ (pengendalian) dalam adversity quotient
dibutuhkan seorang penghapal Al-Qur'an untuk dapat mengendalikan
dirinya ketika ia menghadapi situasi-situasi sulit. Kedua; dimensi
ownership (kepemilikan) dalam adversity quotient dibutuhkan oleh
seorang penghapal Al-Qur'an agar dapat mengandalkan diri sendiri dalam
memperbaiki situasi problematika yang dialami. Ketiga; dimensi Reach
(jangkauan) dalam adversity quotient dibutuhkan oleh seorang penghapal
Al-Qur'an agar tidak menjadikan suatu masalah-masalah yang dialaminya
melebar sehingga bisa mempengaruhi aktivitas hifzhul qur'annya.
Keempat; dimensi endurance (daya tahan) dalam adw,rsity quotient
dibutuhkan oleh penghapal Al-Qur'an agar dapat bertahan dalam
menghadapi problematika dan situasi yang paling sulit sekalipun yang
menghadang meraka.
5.2 Diskusi
120
Hasil penelitian di atas menunjukkan dinamika adversity quotient subjek
penelitian dalam proses hifzhul qur'an. Jika dilihat dari dimensi-dimensinya
bisa disimpulkan bahwa subjek yang diteliti dalam proses menghapalnya,
menggunakan AQ sebagai sebuah kemampuan untuk menyelesaikan
problematika-problematika yang dialami dalam proses hifzhul qur'an.
Subjek adalah orang-orang yang kuat bertahan dalarn berbagai situasi
dan kondisi sehingga dapat mencapai puncak impian mereka yaitu
menjadi seorang hafizh Al-Qur'an.
Pada dasarnya banyak orang yang menginginkan dan bercita-cita menjadi
hafizh, tapi jika tidak menyertakan adversity quotient clengan cerdas maka
akan cenderung berhenti dan cepat menyerah sebelum mencapai tujuan
sehingga gagal melakukan pendakian ke puncak impian. Sebagai
contohnya subjek DR yang memilki teman satu angkatan sebanyak 30
orang di L TQ Al-hikmah, tapi yang berhasil sampai selesai hanya tiga
orang, itu berarti hanya 10 % yang sukses.
Filosofi awal dari Stoltz (2000) mengatakan manusia clilahirkan dengan
12!
satu dorongan inti yang rnanusiawi untuk terus rnendaki. ltulah kenapa
Stoltz rnengatakan bahwa orang dengan IQ dan EQ yang cukup belurn
cukup untuk dapat sukses. Butuh satu instrurnen lagi yang dapat
rnengukur respon seseorang dalarn rnenghadapi kesulitan. Karena hidup
rnerupakan rangkaian cobaan-cobaan dan kesulitan, barang siapa dapat
rnelewati kesulitan itu dengan cerdas rnaka ialah orang yang sukses.
Ada tiga tipe rnanusia dalarn pendakian gunung kehiclupan. Pertarna, tipe
quitter dim an a tipe yang rnenolak tantangan untuk rnendaki. Tipe ini selalu
rnenghindar dan rnelarikan diri dan terlihat kalah sebelurn berperang.
Untuk penghapal Al-Qur'an tidak ada tipe quitter. Karena jika tipe quitter
tidak akan rnau susah-susah rnenghapalkan Al-Qur'an yang begitu
sulitnya. Tipe ini jika rnendapat tantangan untuk rnen~1hapal Al-Qur'an
akan langsung rnenolak dan rnenyerah sebelurn rnemulainya. Tipe kedua
adalah camper. Tipe yang ini menghentikan pendakian karena cepat
rnerasa puas terhadap apa yang sudah di capainya. ada kemungkinan
penghapal Al-Qur'an yang tipe camper, tapi tipe ini tidak akan pernah
menyelesaikan hapalannya karena sudah cukup puas dengan hapalannya
beberapa juz saja. Tipe ketiga adalah tipe climber yang terus menerus
rnendaki tanpa rnenghiraukan latar belakang rnaupun problernatika yang
di hadapi. Tipe inilah yang akan rneraih puncak sukses untuk menjadi
seorang hafizh sejati.
122
Penghapal Al-Qur'an yang tidak menyertakan AQ yang dalam proses
perjalanan menghapalnya akan mudah menyerah, ditundukkan,
mengalami depresi, tidak bisa memal<simalkan potensi yang dimiliki,
merasa tidak berdaya, terbenam masalah, menghindari tantangan dan
situasi. Sebaliknya penghapal Al-Qur'an yang menggunakan AQ dengan
cerdas dapat mendaki puncak keinginannya dikarenakan cepat pulih
kembali setelah mengalami kesulitan, bersikap optimis, mengambil resiko
yang perlu dengan berani, dapat berkembang baik jika ada perubahan,
berani menghadapi tantangan yang sulit dan kompleks, gigih, inovatif dan
dapat memecahkan masalah dengan gesit.
Seorang penghapal Al-Qur'an harus memiliki semua dimensi-dimensi AQ
sehingga dalam menyelesaikan problematika-problernatika dalam
menghapal Al-Qur'an. Dimensi control/ dalam AQ jika dimiliki akan
mengarahkan penghapal Al-Qur'an untuk dapat mengendalikan clirinya
clalam menghaclapi situasi-situasi sulit terutama dalarn mengendalikan
problemayika seperti pengendalian niatan-niatan clan motivasi yang
awalnya tidak ideal menjadi ideal. Kemudian dengan dimensi ini
penghapal Al-Qur'an akan terdorong untuk dapat mengendalikan dirinya
sehingga perilaku clan perbuatannya tidak menyimpang dari Al-Qur'an.
Subjek pun dapat mengendalikan diri untuk mengatur waktu mereka
sendiri ketika dalam proses menghapal Al-Qur'an.
123
Selanjutnya dimensi ownership. Dimensi ini apabila dimiliki akan menjadi
solusi dari permasalahan-permasalahan seperti ketergantungan dengan
orang lain, latar belakang pendidikan yang tidak sesuai, menunggu dan
tergantung dengan lembaga atau guru dan lain sebagainya dikarenakan
mereka terdorong untuk mengandalkan diri mereka SE,ndiri dalam
menyelesaikan permasalahan. Dalam penelitian, tidak semua subyek
memiliki latar belakang agama, tapi tidak berarti mereka hanya berpangku
tangan, mereka berusaha keras mengandalkan diri sendiri untuk belajar
membaca Al-Qur'an dengan baik, menghapal ayat per ayatnya,
mengingat-ingat ayat-ayat sulit dengan kemampuan mereka sendiri.
Dimensi reach dapat digunakan sebagai alat oleh penghapal sebagai rem
dari permasalahan-permasalahan yang dialami. Maksudnya adalah jika
penghapal mengalami suatu problem, tidak akhirnya hal tersebut melebar
sehingga mempengaruhi konsentrasi, motivasi dan minatnya dalam
menghapal. Dari tiga analisa kasus yang menceritakan konflik dengan
orangtua yang menentang kegiatan subjek untuk menghapal tidak banyak
berpengaruh kepada semangat dan kegigihan meraka dalam menghapal.
Atau pun dengan kesibukan-kesibukan yang menyita waktu semua subjek
juga tidak membuat mereka goyah. Walaupun lingkungan kurang
mendukung, tidak ada ataupun ganti-ganti guru tidak membuat mereka
berhenti. Subjek menganggap permasalahan-permasalahan yang timbul
sebagai tantangan, mareka menyikapi dengan sewajarnya saja sehingga
124
tidak mempengaruhi aktivitas hifzhul qur'an yang mereka tekuni.
Terakhir dimensi endurance yang mana dapat menentukan kegigihan dan
tahan. Jika penghapal Al-Qur'an mempunyai dimensi ini dalam dirinya
maka tidak akan ada yang dapat membuatnya berhenti dari menghapal
Al-Qur'an. Dalam penelitian, ternyata ditengah-tengah problematika yang
sering melanda subyek, tidak ada seorangpun dari mereka yang
memutuskan untuk berhenti menghapal. Mereka memiliki semangat yang
kuat, pantang putus asa, disiplin dan kesabaran yang tinggi.
5.3 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan dan diskusi, maka untuk
perkembangan penelitian lebih lanjut atau bagi pihak-pihak terkait, penulis
menganjurkan saran-saran sebagai berikut:
Saran Secara Teoritis
1. Jika ingin melakukan penelitian mengenai adversity quotient
hendaknya mencari literatur-literatur atau penelitian-penelitian dari
buku-buku dan jurnal terbaru. Karena teori-teori dari adversity
Quotient ini belum banyak sehingga acla keterbatasan dalam
memaparkan teori.
2. Untuk penelitian mengenai hal yang sama ada lt>aiknya jika
menggunakan metode stucli komparatif dengan membandingkan
adversity quotient antara orang yang berhasil rnenghapal Al-Qur'an
sebanyak 30 juz dengan yang ridak berhasil menghafalkannya.
Dengan begitu dapat dilihat secara jelas dan lebih meyakinkan
bahwa memang dibutuhkan adversity quotient dalam menghapal
Al-Qur'an
125
3. Ada baiknya pula untuk penelitian selanjutnya menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan menggunakan ala! !es ARP
(Adversity Response Profile) yang nantinya menjadi data tambahan
untuk mengukur tingkat adversity quotient pen~1hafal Al-Qur'an.
Saran Secara Praktis
1. Kepada para hafizh: adversity quotient ternyata menjadi suatu hal
yang penting dalam keberhasilan menghafal, rnaka dari itu untuk
para hafizh hendaknya mencari tau untuk kemudian meningkatkan
AQ sebagai suatu ilmu secara praktis.
2. Kepada lembaga tahfidz qur'an: agar lebih memahami santi dari
perspektif kejiwaannya dan kemudian lebih memperhatikan
kualitas, kurikulum dan tenaga pengajar agar dapat membantu dan
memfasilitasi masyarakat yang ingin menjadi hafizh.
3. Kepada para santri Al-Qur'an: bagi seseorang yang dalam proses
menjadi hafizh qur'an hendaknya dapat berusalla keras dan
memanfaatkan Adversity Quotient sebagai suatu kemampuan untuk
menyelesaikan problematika-problematika yan9 pasti diafami dafam
proses hifzhuf qur'an.
Daftar Pustaka
Abdul Rauf, Abdul Aziz. (2000). Kial Sukses Menjadi Hafidz Qur'an
Dai'yah, Bandung: Asy Syamil Press & Grafika.
________ (2004). Membangun Kepribadian Qur'ani, Jakarta:
Global Media Cipta Publishing.
________ ( 2006). Pedoman Dauroh Al-Qur'an. Jakarta: Alfin
Press.
Agustian, Ary Ginanjar. (2001 ). Emotional Spiritual Quotient, Jakarta:
Penerbit Arga.
Basyarahil, Abdul Aziz Salim. Hikmah Oalam Humor Kisah Dan Pepatah.
Jakarta: Gema lnsani Press.
Djumhana, Hana. (1995). lntegrasi Psikologi dengan I.slam, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar & Yayasan lnsan Kamil.
Hamidi. (2004). Metode Penefitian Kualitatif: Aplika.si Pembuatan Proposal
dan Laporan Penelitian, Malang: UMM Press.
Hishshah Binti Rasyid. (2007). Dahsyatnya Terapi Al-Qur'an. Jakarta:
Nakhlah Pustaka.
Jalaluddin, Rakhmat (2000). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
lrwanto. (1997). Psikologi Umum. Jakarta: Gramedia: Pustaka Utama.
Kerlinger, Frend. (2000). Asas-asas Penefitian Behavioral. Jogjakarta:
Gadjah Mada University Press.
Lincoln, Yvonna S. & Egon G. Guba (1985). Naturalistic Inquiry. California:
Sage Publication Inc.
Mujib, Abdul & Jusuf Muzakir . (2002) Nuansa-nuansa Psikologi Islam.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Moleong, Lexy. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosda Karya.
Najati, Muhammad Utsman. (2002). Al Qur'an dan Psikologi. Jakarta: Aras
Pustaka.
________ (2000). Al-Qur'an dan I/mu Jiwa. Bandung:
Pt:~erbit Pustaka.
Nuwabuddin, Abd. Ar-Rabb. (1996). Kaifa Tahfazul Qur'anul Karim (terj).
Jakarta: Firdaus.
Poerwandari, K. (2001 ). Pendekatan Kualitatif Untuk Pene/itian Perilaku
Manusia.Jakarta: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitaslndonesia.
Qory, M. Taqiyul Islam. (2004). Cara Mudah Mengl1af.3I Al Qur'an, Jakarta:
Gema lnsani Press.
Shihab, Muhammad Quraish. (1993). Membumikan Al-Qur'an. Bandung:
Mizan.
Solso, Robert L. (1991). Cognitive psychology. United states of America:
Allyn and Bacon.
Sperling, G. (1960). The information available in brief visual presentations.
Psychological Monographs: General and Applied.
Stoltz, Paul G. (2000). Adversity Quotient: Mengubah Hambatan Menjadi
Peluang, Jakarta: Grasindo.
Sugianto, llham Agus. (2004). Kiat Praktis Menghal'al Al Qur'an, Bandung:
Mujahid Press.
Sulaeman, Dina. (2007). Mukjizat Abad 20, Wonderful Profile Husein
Tabataba'i, Ooktor Cilik Hafal dan Paham Al Quran. Jakarta:
Pustaka Iman.
Tasmara, Toto.( 2002). Membudayakan Etas Kerja lslami. Jakarta: Gema
lnsani Pres
Jurnal
Devi, Meity Farida Sita (1982). Suatu Pene/itian mengenai Proaktive dan
retroactive, terhadap ingatan jangka pendek. Sebuah Penelitian
Psikologi, 12 -22.
Kro. (1995). Theories of Human Leaming. Kro's Report.
Website
http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Qur'an
http://peaklearning.com
http://psyshslassic.yorku.ca
Blue Print Pedoman Wawancara
Hifzhul Qur'an
Kegiatan menghafal Al-Qur'an • Dapat mengingat Al
Qur'an dan membacanya walau tan pa mushaf sebanyak 30juz
• Menghayati bentukbentuk visual sehingga bisa diingat kembali meski tanpa mushaf
• Membaca secara rutin ayat-ayat yang telah dihafal
Adversity Quotient dan Problematika Hifzhul Qur'an
1. Control/ (pengendalian) ~~~~~~~~---J
• Nial yang tidak ikhlas --> Niat yang ikhlas • fiati yang kotor dan terlalu banyak
bermaksiat _, Hali yang bersih dan banyak berbuat kebaikan
• Tidak dapat merasakan kenikmatan Al Qur'an _, Merasakan kenikrnatan Al Qur'an
2. Ownership (Kepemilikan) • Tidak mampu membaca dengan baik -+
mampu membaca dengan baik • Tidak menguasi Tasyabuhul ayat (ayat-ayat
yang mirip) --+ menguasai tasyabuhul ayat • Pengulangan yang sedikit --+ pengulangan
yang banyak
3. Reach (Jar1gkauan) • Cinta dunia dan terlalu sibuk dengannya --+
tidak cinta dunia dan tidak sibuk dengannya • Belum memasyarakat -+ tidak terpengaruh
dengan lingkungan • Tidak ada muwajjih -+ tidak terpengaruh
dengan muwajjih
4. Endurance (Daya Tahan) • Tidak mampu mengatur waktu dengan baik _,
mampu mengatur wal<tu dengan bail< • Semangat dan keinginan yang lemah
-+semangat dan keinginan yang kuat • Tidak sabar, malas dan cepat putus asa _,
sabar rajin, dan tidak cepat putus asa • Lupa _, tidak lupa
Subyek
Tanggal Observasi
Wawancara ke
Waktu (Pukul)
Tempat
Catatan Lapangan:
LEMBAR OBSERVASI
:1/2/3/4
....... s/d ........ .
1. Keadaan tempat wawancara, cuaca dan kehadiran pihak lain di
sekitar tempat wawancara
2. gambaran fisik dan penampilan subyek
3. ringkasan sikap subyek selama jalannya wawancara; (suara,
intonasi, sikap tubuh, antusiasme, sikap kepada interviewer, dll)
4. Gangguan dan hambatan selama wawancara
5. Catalan khusus selama wawancara
PERNY AT AAN KESEDIAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa saya:
Nama lengkap
Nama panggilan
Tempatltanggal Lahir
Jenis kelamin
Usia
Status
Pendidikan
Suku bangsa
Pekerjaan
Alamat rumah
Bersedia untuk diwawancarai dan memberikan keter:rngan
sebenar-benarnya untuk keperluan penyusunan skripsi dengan judul :
"Gambaran Adversity Quotient Alumni LTQ Al-Hikmah Dalam Hifzhul
Qur'an" yang disusun oleh saudari Nur lslamiah (mahasiswa fakultas
psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta)
Wawancara ini menggunakan alat Bantu pencatat data dan alat
perekam wawancara berupa tape recorder.
Adapun data pribadi dan hasil wawancara ini merupakan satu hal
penting dan rahasia serta semata-mata untuk keperluan skripsi. Apabila
terdapat data yang masih kurang lengkap, maka saya bersedia untuk
diwawancara kembali.
lnterviewe,
Jakarta, ...................... 2008
(Nur lslamiah)
SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN WAWANCARA
Assalamualaikum wr.wb
Salam sejahtera bagi kita semua semoga dalam lindungan Allah
SW!. Salawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad
Saw., yang telah membawa kita dari zaman jahiliah kepada zaman yang
penuh dengan nilai-nilai yang suci dan terang benderang dengan cahaya
Al-Qur'an
Dikatakan dalam sebuah hadits bahwa: "sebaik-baik kalian adalah
yang be/ajar Al-Qur'an dan mengajarkannya" (HR. Al bukhari dan muslim).
Berinteraksi dengan Al Qur'an adalah sebuah aktivitas yang mulia dan
dicintai Allah. Terlebih-lebih aktivitas menghafal Al-Qur'an (hifzhul qur'an).
Tentu menjadi hafizh 30 juz bukanlc;!"> perkara yang ringan akan tetapi
sebuah proses panjang yang membutuhkan kesabaran , ketekunan dan
motivasi yang kuat. Peneliti sangat tertarik untuk mengangkat perjuangan
seseorang dalam menghafalkan al-qur'an dengan segala tantangan dan
problematikanya sehingga dapat menghafal keseluruhan al-qur'an
Untuk itu perkenankanlah saya mahasiswa psikologi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta meminta waktu dan keterangan
dari saudara/I untuk melakukan wawancara dan penelitian mengenai :
"Gambaran Adversity Quotient Alumni L TQ Af-Hikrnah Dafam Hifzhuf
Qur'an"
Demikianlah permohonan ini saya sampaikan. Semoga waktu yang
diberikan menjadi amal ibadah di hadapan Allah Swt.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Jakarta, Februari 2008
Peneliti,
Nur islamiah
top related