unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/digital... · 2021. 3. 15. · 2.4 pendidikan...
Post on 27-Jun-2021
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS JUMLAH KEBUTUHAN DAN JANGKAUANPELAYANAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
(SMP) DI KOTA MAJENE
SKRIPSITugas Akhir-465D5206
Periode IIITahun 2017/2018
Sebagai Persyaratan Untuk UjianSarjana Teknik
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
OLEH:
R.NURFATIN DHD52113511
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGEMBANGAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018
iii
ANALISIS JUMLAH KEBUTUHAN DAN JANGKAUANPELAYANAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
(SMP) DI KOTA MAJENE
R. Nurfatin DH1), Arifuddin Akil2), Yasinta Kumala Dewi2)
1) Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin.2)Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin.
E-mail: fatin.ady191010@gmail.com
ABSTRAKFasilitas pendidikan SMP merupakan salah satu kebutuhan masyarakat di kota Majene yang terusmengalami peningkatan kebutuhan akan ruang/lahan seiring dengan semakin tingginyapermintaan. SMP yang lokasinya tidak sesuai radius secara spasial dapat mengakibatkan kerugianseperti jarak dan waktu tempuh yang lebih lama yang berakibat tidak efektifnya pelayanan SMP.Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jumlah fasilitas pendidikan SMP di kotaMajene dan apakah pelayanannya telah menjangkau seluruh penduduk yang membutuhkan sertamengetahui jumlah SMP ideal seharusnya dibangun di kota Majene dan lokasi pembangunannyasampai 20 tahun kedepan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptifyang didukung metode analisis evaluasi kecukupan fasilitas dan analisis spasial. Untukmenentukan radius pelayanan SMP digunakan analisis analisis network dengan aplikasi GIS danuntuk mengetahui pesebaran lokasi pembangunan SMP digunakan analisis deskriptif kuantitatifdan analisis spasial overlay terhadap lokasi potensial berdasarkan RDTR kawasan kota Majene.Hasil penelitian menunjukkan, tingkat evaluasi kecukupan (eksisting 2016) Kecamatan Banggaememerluhkan 6 unit SMP dan Kecamatan Banggae Timur telah sesuai dengan tingkat kebutuhandan jumlah penduduk.Wilayah jangkauan pelayanan SMP di Kecamatan Banggae sebanyak 19,57% dan Kecamatan Banggae Timur sebanyak 31,95 % dari luas wilayahnya. Berdasarkan proyeksi20 tahun kedepan, Kecamatan Banggae memerlukan 10 unit dan Kecamatan Banggae Timursebanyak 2 unit SMP dengan arahan penempatan fasilitas SMP mengacu pada lokasi potensialberdasarkan RDTR kawasan kota Majene.Kata kunci : Kebutuhan, Radius Pelayanan, SMP, Kota Majene
iv
ANALYSIS OF THE NUMBER OF NEEDS AND COVERAGEOF JUNIOR HIGH SCHOOL SERVICES
IN MAJENE CITY
R. Nurfatin DH1), Arifuddin Akil2), Yasinta Kumala Dewi2)
1) Regional and City Planning Student, Faculty of Engineering, Hasanuddin University.2) Regional and City Planning Lecturer, Faculty of Engineering, Hasanuddin University.
E-mail: fatin.ady191010@gmail.com
ABSTRACTJunior high school education facility is one of the needs of the people in Majene city whichcontinues to experience the increasing demand for space / land along with the increasing demand.SMPs that are not spatially appropriate radius can result in losses such as distance and longertravel time which result in ineffective SMP services. This research was conducted with the aim toknow the number of junior high school education facilities in Majene city and whether the servicehas reached all the population in need and know the ideal number of junior schools should be builtin Majene city and its development location until 20 years. The research method used isdescriptive research method supported by the analysis method of facility adequacy and spatialanalysis. To determine the SMP service radius, network analyst analysis with GIS application wasused, and to find out the spreading of SMP development location, it was used quantitativedescriptive analysis and spatial overlay analysis on potential location based on RDTR of Majenecity area. The results showed that the level of evaluation of adequacy (existing 2016) DistrictBanggae mempluhkan 6 units of SMP and District of Banggae East has been in accordance withthe level of needs and population. Area of SMP service in Banggae District as much as 19.57%and District Banggae East 31.95 % of its territory. Based on the projection for the next 20 years,Banggae District requires 10 units and East Banggae Sub-district as much as 2 units of Junior HighSchool with the direction of SMP facility placement referring to potential locations based onRDTR of Majene city area.Keywords: Needs, Service, SMP, Majene city
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT berkat Rahmat, Hidayah, dan Karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Jumlah Kebutuhan dan
Jangkauan Pelayanan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kota Majene” ini dapat
tersusun tepat waktu. Salawat dan salam juga semoga tetap tercurahkan kepada junjungan
dan panutan kita bersama sebagai umat muslim, “Baginda Rasulullah SAW”.
Selama penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemukan hambatan dan rintangan,
namun berbekal pengetahuan yang ada serta ketekunan yang baik sehingga tugas akhir ini
dapat diselesaikan dengan semaksimal mungkin.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa skripsi ini tidak luput dari berbagai
kekurangan dan kekeliruan di dalamnya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati,
penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan perbaikannya sehingga
akhirnya skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi bidang pendidikan dan penerapan
dilapangan serta bisa dikembangkan lagi lebih lanjut. Amiin.
Gowa, 24 Januari 2018
Penulis
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahirobbil Alamin. Segenap puji dan syukur kehadirat Allah, SWT atas
segala rahmat dan limpahan karunia dan petunjuk-Nya yang tiada terhitung dari alam
rahim hingga saat ini. Salawat dan salam senantiasa tercurahkan keapada junjungan
kita baginda Nabi Besar Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasalam. Dalam
penyelesaian Tugas Akhir ini, penulis menyadari bahwa begitu banyak pihak yang
telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung serta dukungan yang
tiada henti-hentinya kepada penulis sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan tepat
pada waktu yang telah ditentukan. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah Subhana Wa Taala, yang senantiasa memberikan kesehatan, kekuatan,
kemampuan dan kesabaran kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Kedua orang tua yang sangat penulis hormati dan banggakan, papa tercinta alm.
H. R. Yudi Hardadi, S.Sos., MM yang walaupun hingga selesainnya tugas
akhir ini papa tidak bisa melihat dan berada disamping penulis namun, penulis
yakin papa akan tersenyum di sisi Allah SWT dengan bangga karena penulis bisa
menyelelesaikan permintaan terakhir papa dengan baik. Ummi tersayang Hj. Ida
Nursanti, SE., MH terima kasih atas curahan cinta dan kasih sayangnya,
perhatian, pengorbanan, dan limpahan materi serta doa yang mengiringi langkah
demi langkah penulis hingga menyelesaikan tugas akhir ini. Jazakillah Khairan
Khatsiran Papa dan Ummi.
3. Terima kasih kepada kakak tersayang penulis, Imam Akhmad Zulkarnain M,
S.Pi., SE atas segala nasihat dan dukungannya, kakak ipar penulis Amelia
Fajriani, S.farm., Apt terima kasih untuk setiap doa, dukungan dan semangat
yang diberikan kepada penulis serta ponaka-ponakan tersayang penulis Radika
Adytia Pratama yang selalu menjadi penyemangat dan teman bermain dan alm.
Riffat Aris Pranaja yang selalu menghadirkan tawa dan kebahagian meskipun
begitu cepat adik Aris pergi meninggalkan kita, penulis yakin adik Aris kini
vii
menjadi malaikan kecil di surga yang selalu menemani papa (kakek tersayang
adik Aris) di sisi Allah SWT.
4. Dosen Pembimbing Tugas Akhir, Bapak Dr. Ir. Arifuddin Akil, MT, selaku
pembimbing pertama dan Ibu Dr. Techn. Yashinta Kumala Dewi, ST. MIP
selaku pembimbing kedua. Terima kasih untuk setiap waktu yang telah
disisihkan dan kesabaran dalam memberikan arahan, bimbingan, saran dan ilmu
yang sangat berharga kepada penulis selama menyusun tugas akhir ini.
5. Dosen Penguji Tugas Akhir, Bapak Prof. Dr. Ir. Slamet Trisutomo, MS, Bapak
Ir. H. Baharuddin Koddeng, MSA, dan Ibu Wiwik Wahidah Osman, ST,
MT, terima kasih untuk ilmu, arahan dan masukan yang sangat berharga yang
diberikan kepada penulis sebagai penyempurnaan penulisan tugas akhir ini.
6. Bapak Dr. Eng. Abdul Rachman Rasyid, ST. M.SI, selaku Kepala Studio
Akhir Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) “Kepala Studio Kece” terima kasih
untuk setiap bantuan, bimbingan dan motivasi yang diberikan selama penulis
berada di studio akhir.
7. Ibu Dr. Ir. Hj. Mimi Arifin, M.Si selaku Ketua Program Studi Perencanaan
Wilayah dan Kota terima kasih atas bantuan yang diberikan selama penulis
menjalani studi.
8. Ibu Venny Veronica Natalia, ST., MT, selaku penasehat akademik penulis dari
semester 1 hingga semester 8 dan Dr. Eng. Abdul Rachman Rasyid, ST. M.SI
selaku penasehat akademik dari semester 9 hingga semester 10 yang selalu
memberikan nasehat, bimbingan, dan bantuan yang diberikan kepada penulis
selama menjalani perkuliahan di Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota,
Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin.
9. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota
(PWK) Fakultas Teknik Unhas yang tidak dapat penulis uraikan satu persatu,
terima kasih atas segala bimbingan, ilmu pengetahuan dan pengalaman-
pengalaman yang baru dan sangat berharga yang penulis dapatkan selama masa
perkuliahan.
viii
10. Dosen Pembimbing di LBE Urban Design, Bapak Prof. Dr. Ir. Ananto
Yudono, M. Eng, dan Bapak Dr. Ir. Arifuddin Akil, MT, terima kasih atas
segala bimbingan dan ilmu yang sangat berharga yang diberikan kepada penulis
selama masa LBE dan penyusunan proposal tugas akhir.
11. Seluruh Staf Kepegawaian dan tata usaha Departemen Perencanaan Wilayah dan
Kota Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, Pak John, Pak Haerul, Pak
Syawalli, Pak Hafid dan Ibu Bongko Tiknok yang telah membantu penulis
dalam pengurusan kelengkapan berkas-berkas dan administratif selama
perkuliahan hingga dalam penyelesaian kuliah.
12. Teman-teman seperjuangan Studio Akhir Departemen Perencanaan Wilayah dan
Kota Periode II dan III Tahun 2017/2018 : Andin ST, Ita ST, Arlyn ST, Kak
Anshar ST, Jihan ST, Mita ST, Putri ST, Novi ST, Intan cST, Githa cST,
Aldi cST, Ghaly cST, Armand cST, Fakhrizal cST, Hendra cST, Yoga cST,
Imam cST, Kak Teten cST, Kak Ibon cST, Kak Ai cST, Kak Yudi cST, Kak
Angga cST, Kak Hidayatullah cST, Kak Fikri cST, Kak Aang cST, Kak
Baso cST, Kak Masykur cST, Kak Asrul cST, Kak Edy ST, Kak Gita cST,
Kak Jeane cST, Kak Milka cST, Kak Isti cST, Kak Idil cST, dan Kak
Fakhrul cST. Terima kasih atas kebersamaan, canda tawa dan teman berjuang
selama berada di studio akhir.
13. Teman-teman Labo Urban Design Nosa, Jihan, Novi, Mita, Arlyn, Dimas,
Gandi, Amik, Aldi, Fakhrizal, Hendara, Gali dan Buyung terima kasih atas
kerjasama dan kepedulian yang diberikan kepada penulis.
14. Teman-teman PWK 2013 yang tidak bisa penulis tuliskan satu persatu, terima
kasih canda tawa serta suka duka selama masa perkuliahan, semoga di masa
depan kita semua sukses di pencapaian masing-masing.
15. Teman-teman KKP tersayang Widi ST, dan Evi ST yang selalu memberikan
kebahagiaan disetiap momen yang telah dilalui bersama.
16. Sahabat Abal-abal yang tercinta Lasmita Latif, Novi Pratiwi Adyaksa, Jihan
Jamaluddin dan Githa Stacy Tobigo, terima kasih telah menjadi sahabat yang
setia menemani dari awal perkuliahan sampai dengan mendapatkan gelar ST.
ix
Terima kasih telah menjadi tmpat untuk berkeluh kesah serta selalu memberikan
motivasi kepada penulis selama ini ♥
17. Belahan jiwa Ari Darmawan Yahya, SE, yang selalu setia menemani dan
memberikan dukungan yang tak henti-hentinya dalam kedaan apapun.
18. Keluarga Palm Kak Fitri dan Idam yang selalu menjadi orang-orang yang ter-
asyik yang selalu memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.
19. Teman-teman SMA Wanti, Citra, Ainul, Afiah, dan Sofyan yang selalu
menjadi tim penyemangat buat penulis.
20. Teman-teman KKN Gel. 93 Posko Desa Sehat Pattidi, Kecamatan Simboro,
Kabupaten Mamuju, Aqib, Rahmat, Syah, Wawan, Bryan, Ega, Tenri,
Dinda, Sulfi, Suci, Uly, Mawadda, Grace dan Nadila. Terima kasih atas
kebersamaan, canda tawa dan pegalaman berharga selama kurang lebih satu
bulan.
21. Semua pihak yang namanya belum sempat disebutkan satu-persatu yang telah
membantu selama penulisan dan penyelesaian tugas akhir ini, terima kasih yang
sebesar-besarnya atas segala bantuan, dukungan, dan doa yang telah diberikan
kepada penulis.
Demikian ucapan terima kasih yang penulis dapat sampaikan, semoga Tugas
Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi semua kalangan khususnya pengembangan
ilmu dalam bidang perencanaan wiliyah dan kota serta dapat memperluas wawasan
kita semua. Amin Yaa Rabbal Alamin.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................ii
ABSTRAK ................................................................................................................iii
KATA PENGANTAR ...............................................................................................v
UCAPAN TERIMA KASIH .....................................................................................vi
DAFTAR ISI..............................................................................................................x
DAFTAR TABEL .....................................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................5
1.5 Lingkup Pembahasan ............................................................................6
1.6 Sistematikan Penulisan .........................................................................6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Peraturan Daerah Kabupaten Majene No. 12 Tahun 2012 ...................9
2.2 Peraturan Menteri Pendidikan No. 24 Tahun 2007 ...............................10
2.3 Karakteristik Wilayah ...........................................................................10
2.4 Pendidikan .............................................................................................12
2.4.1 Pengertian Pendidikan ................................................................12
2.4.2 Tujuan Pendidikan ......................................................................14
2.4.3 Jenjang Pendidikan .....................................................................15
2.5 Sarana Pendidikan dan Pembelajaran ....................................................17
2.5.1 Deskripsi Umum .........................................................................17
2.5.2 Jenis Sarana .................................................................................17
2.5.3 Kebutuhan Ruang dan Lahan ......................................................18
2.6 Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar .....................................22
xi
2.7 Teori Lokasi Dalam Penetuan Fasilitas .................................................26
2.8 Analisis SIG ..........................................................................................27
2.9 Angka Partisipasi Kasar dan Angka Partisipasi Murni ..........................27
2.10 Pertumbuhan dan Proyeksi Penduduk ...................................................28
2.11 Evaluasi Tingkat Kecukupan dan Proyeksi Kebutuhan Fasilitas
Pelayanan .............................................................................................29
2.12 Network Analyst Dalam SIG .................................................................33
2.13 Kerangka Konsep ..................................................................................38
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................39
3.1.1 Lokasi Penelitian .........................................................................39
3.1.2 Waktu Penelitian .........................................................................39
3.2 Jenis Penelitian ......................................................................................39
3.3 Populasi dan Sampel .............................................................................39
3.3.1 Populasi .......................................................................................39
3.3.2 Sampel dan Teknik Sampling .....................................................40
3.4 Variabel Penelitian ................................................................................42
3.5 Metode Pengumpulan Data ...................................................................42
3.5.1 Metode Dokumentasi ..................................................................42
3.5.2 Metode Studi Literatur ................................................................42
3.5.3 Metode Observasi .......................................................................43
3.5.4 Metode Angket atau Kuesioner ..................................................43
3.6 Metode Analisis Data ............................................................................43
BAB IV GAMBARAN UMUM
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Majene ...................................................47
4.1.1 Keadaan Geografis dan Administrasi .........................................47
4.1.2 Kependudukan ............................................................................49
4.2 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .....................................................50
4.2.1 Keadaan Geografis dan Administrasi .........................................50
4.2.2 Kependudukan ............................................................................50
xii
4.2.3 Penggunaan Lahan ......................................................................52
4.3 Karakteristik Kawasan Pendidikan .......................................................56
4.3.1 Jumlah Fasilitas Pendidikan di Kabupaten Majene .....................56
4.3.2 Persentase Penduduk Usia Sekolah Terhadap Jumlah
Penduduk Seluruhnya .................................................................57
4.3.3 Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Lanjut Tingkat
Pertama .......................................................................................58
4.3.4 Tingkat Partisipasi Sekolah ........................................................59
4.3.5 Status dan Akreditas Sekolah Lanjut Tingkat Pertama ..............59
4.3.6 Ruang Kelas Menurut Kondisi dan Fasilitas Sekolah ................60
4.3.7 Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi
Kasar (APK) ...............................................................................61
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Fasilitas SMP Saat Ini ...........................................................................65
5.1.1 Jumlah SMP Eksisting dan Efaluasi Tingka Kecukupan ............65
5.1.2 Jangkauan Radius Pelayanan Eksisting ......................................67
5.1.3 Waktu Tempuh Fasilitas SMP Eksisting ....................................71
5.1.4 Angket Kuesioner Pelayanan Fasilitas Sekolah Menengah
Pertama (SMP) .....................................................................................74
5.2 Proyeksi Kebutuhan SMP ...................................................................80
5.2.1 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Pelayanan SMP ..........................80
5.2.2 Kebutuhan Lahan ......................................................................86
5.2.3 Jangkauan Pelayanan SMP Berdasarkan Proyeksi SMP
20 Tahun Kedepan ...................................................................87
5.2.4 Waktu Tempuh Fasilitas SMP 2017-2036 ................................90
5.2.5 Arahan Penempatan Fasilitas SMP Berdasarkan Proyeksi .......93
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan ..................................................................................... 105
6.2 Saran ............................................................................................... 106
DAFTAR PUSATAKA
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kebutuhan Program Ruang Minimum ................................................19
Tabel 2.2 Kebutuhan Sarana Pendidikan dan Pembelajaran................................20
Tabel 2.3 Pembekuan Tipe SD/MI, SLTP/MTs dan SMU ..................................21
Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu ............................................................................34
Tabel 3.1 Populasi Siswa .....................................................................................40
Tabel 3.2 Jumlah Sampel .....................................................................................41
Tabel 3.3 Metodologi Penelitian ..........................................................................45
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin di Kab. Majene...............49
Tabel 4.2 Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kab. Majene....................50
Tabel 4.3 Banyaknya Penduduk Menurut Desa/Kelurahan Jenis Kelamin
dan Rasio Jenis Kelamin di Kec. Banggae Timur ..............................51
Tabel 4.4 Kepadatan Penduduk dan Anggota Rumah Tangga
Menurut Desa/Kelurahan di Kec. Banggae Timur .............................51
Tabel 4.5 Banyaknya Penduduk Menurut Desa/Kelurahan Jenis Kelamin
dan Rasio Jenis Kelamin di Kec. Banggae .........................................52
Tabel 4.6 Kepadatan Penduduk dan Anggota Rumah Tangga
Menurut Desa/Kelurahan di Kec. Banggae ........................................52
Tabel 4.7 Jumlah Fasilitas Pendidikan di Kec. Banggae ....................................56
Tabel 4.8 Jumlah Fasilitas Pendidikan di Kec. Banggae Timur .........................57
Tabel 4.9 Persentase Penduduk Usia Sekolah Terhadap Jumlah Penduduk
Seluruhnya ..........................................................................................58
Tabel 4.10 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Lanjut Tingkat
Pertama Menurut Desa/Kelurahan di Kec. Banggae ..........................58
Tabel 4.11 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Lanjut Tingkat
Pertama Menurut Desa/Kelurahan di Kec. Banggae Timur ...............59
Tabel 4.12 Persentase Penduduk Usia 13-15 Tahun Menurut Jenis
Kelamin dan Partisipasi Sekolah di Kab. Majene ..............................59
Tabel 4.13 Jumlah Sekolah Menengah Pertama Menurut Status
xiv
Sekolah dan Kecamatan di Kab. Majene ...........................................60
Tabel 4.14 Jumlah Sekolah Berdasarkan Akreditas dan Kecamatan di
Kab. Majene .......................................................................................60
Tabel 4.15 Jumlah Penduduk Siswa SMP Jumalah Penduduk Usia
Sekolah dan Jumlaha Lulusan Sd di Kec. Banggae dan Banggae
Timur ..................................................................................................61
Tabel 4.16 Jumlah Ruang Kelas Menurut Kondisi dan Fasilitas Sekolah
di Kab. Majene ...................................................................................63
Tabel 5.1 Jumlah Fasilitas SMP di kota Majene 2017 ........................................65
Tabel 5.2 Radius Pelayanan SMP 2017 di kota Majene .....................................68
Tabel 5.3 Persentase Waktu Tempuh ke SMP 2017 ...........................................71
Tabel 5.4 Minat Siswa Terhadap Kendaraan Umum ..........................................74
Tabel 5.5 Tarif Kendaraan Umum ke Sekolah (PP) ...........................................75
Tabel 5.6 Jenis Kendaraan yang digunakan Ke Sekolah ....................................76
Tabel 5.7 Jarak yang ditempuh Menuju Sekolah ................................................76
Tabel 5.8 Lama Waktu Tempuh ke Sekolah .......................................................77
Tabel 5.9 Biaya Transportasi/hari .......................................................................78
Tanel 5.10 Alasan Siswa Mwmilih Sekolah .........................................................79
Tabel 5.11 Proyeksi Penduduk Kec. Banggae dan Banggae Timur .....................81
Tabel 5.12 Perhitungan Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Pelayanan SMP
di Kec. Banggae Tahun 2017-2036 ....................................................83
Tabel 5.13 Perhitungan Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Pelayanan SMP
di Kec. Banggae Timur Tahun 2017-2036 .........................................86
Tabel 5.14 Radius Pelayanan SMP 2016-2036 .....................................................88
Tabel 5.15 Persentase Waktu Tempuh SMP 2016-2036 ......................................90
Tabel 5.16 Jumlah Fasilitas Berdasarkan Tahapan Pembangunan .......................99
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta Jangkauan Fasilitas SMP Berdasrkan Radius Pelayanan
di kota Majene ..................................................................................8
Gambar 3.1 Peta Administrasi Kec. Banggae dan Banggae Timur ....................46
Gambar 4.1 Peta Administrasi Kab. Majene .......................................................48
Gambar 4.2 Peta Wilayah Kec. Banggae Timur .................................................53
Gambar 4.3 Peta Wlayah Kec. Banggae .............................................................54
Gambar 4.4 Peta Pola Guna Lahan kota Majene ................................................55
Gambar 4.5 Peta Mapping Titik Pesebaran SMP ................................................64
Gambar 5.1 Peta Struktur Ruang ........................................................................69
Gambar 5.2 Analisis Persentase Pelayanan dengan Network Analys .................68
Gambar 5.3 Grafik persentase Radius SMP 2016 ...............................................68
Gambar 5.4 Peta Jangkauan Fasilitas SMP Berdasarkan Radius Pelayanan
di kota Majene .................................................................................70
Gambar 5.5 Analisis Persentase Waktu Tempuh dengan Network Analys .........71
Gambar 5.6 Grafik Persentase Waktu Tempuh SMP 2016 .................................72
Gambar 5.7 Peta Jangkauan Fasilitas SMP Berdasrkan Waktu Tempuh di
kota Majene .....................................................................................73
Gambar 5.8 Grafik Minat Terhadap Kendaraan Umum .....................................74
Gambar 5.9 Grafik Tarif Kendaraan ke Sekolah (PP) ........................................75
Gambar 5.10 Grafik Kendaraan yang digunakan ke Sekolah ...............................76
Gambar 5.11 Grafik Jarak ke Sekolah ..................................................................77
Gambar 5.12 Grafik Lama Waktu Tempuh ..........................................................78
Gambar 5.13 Grafik Biaya Transportasi/hari ........................................................79
Gambar 5.14 Grafik Alasan Memilih Sekolah ......................................................80
Gambar 5.15 Analisis Persentase Pelayanan Proyeksi SMP dengan
Network Analys ...............................................................................87
Gambar 5.16 Grafik Persentase Radius SMP 2016-2036 .....................................88
xvi
Gambar 5.17 Peta Proyeksi Fasilitas SMP Berdasrkan Radius Pelayanan
di kota Majene ................................................................................89
Gambar 5.18 Analisis persentase Waktu Tempuh Proyeksi SMP
dengan Network Analys .................................................................90
Gambar 5.19 Grafik Persentase Waktu Tempuh SMP 2016-2017 .......................91
Gambar 5.20 Peta Proyeksi Fasilitas SMP Berdasarkan Waktu Tempuh
di kota Majene ................................................................................92
Gambar 5.21 Peta Proyeksi Pelayanan Fasilitas Pendidikan Berdasarkan
RDTR (2012-2032) .........................................................................94
Gambar 5.22 Peta Proyeksi Pusat-pusat Permukiman Berdasarkan
RDTR (2012-2032)..........................................................................95
Gambar 5.23 Peta Proyeksi RTH Kawasan Berdasrakan RDTR
(2012-2032) ....................................................................................96
Gambar 5.24 Peta Proyeksi Transportasi dan Prasarana Berdasarkan
RDTR (2012-2032) ........................................................................97
Gambar 5.25 Peta Analisis Overlay Lokasi Potensial Berdasarkan
RDTR (2012-2032)........................................................................100
Gambar 5.26 Peta Analisis Overlay Lokasi Bukan Peruntukan Sarana
Pendidikan Berdasarkan RDTR (2012-2032)................................101
Gambar 5.27 Peta Proyeksi Lokasi Potensial Fasilitas SMP Berdasarkan
Hasil Analisis .................................................................................102
Gambar 5.28 Peta Tahapan Pembangunan Lokasi Potensial
Berdasarkan RDTR (2012-2032)...................................................103
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Laju pertumbuhan penduduk dapat mempengaruhi perkembangan
lingkungan suatu kota. Pada umumnya perkembangan dan pertumbuhan suatu
kota terjadi karena adanya proses urbanisasi, yaitu masuknya penduduk dari luar
kota ke dalam lingkungan kota serta jumlah kelahiran yang begitu pesat.
Terjadinya pertambahan jumlah penduduk mempengaruhi proses pembangunan
dan perkembangan aktivitas suatu wilayah serta meningkatnya kebutuhan akan
ruang/lahan. Dengan meningkatnya jumlah penduduk kota maka menuntut pula
penyediaan kebutuhan hidup baik kebutuhan yang bersifat fisik seperti
perumahan, sarana dan prasarana, maupun bersifat non fisik seperti pendidikan,
ekonomi, dan rekreasi.
Menurut Soejani dalam Widianantari (2008), kepadatan penduduk
seringkali menimbulkan permasalahan dalam penataan keruangan akibat besarnya
tekanan penduduk terhadap lahan. Pada daerah-daerah yang penduduknya padat
dan persebarannya tidak merata akan menghadapi masalah-masalah seperti
masalah perumahan, masalah pekerjaan, masalah pendidikan, masalah pangan,
masalah keamanan dan dapat berdampak pada kerusakan lingkungan.
Kneller dalam Widianantari (2008), Pembangunan pendidikan masih
menjadi salah satu fokus dalam pembangunan Indonesia sebagai upaya
peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Pendidikan merupakan salah satu
aspek penting dalam perkembangan kehidupan masyarakat. Peran pendidikan
merupakan salah satu aspek penting dalam perkembangan kehidupan masyarakat
serta berperan untuk meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan sangat penting
karena merupakan dasar untuk pengembangan pola berpikir konstruktif dan
kreatif. Melalui pendidikan yang cukup memadai, maka seseorang akan bisa
berkembang secara optimal baik secara ekonomi maupun sosial. Pendidikan itu
sendiri dapat dipandang dari arti luas dan arti teknis, atau dalam arti hasil dan
2
dalam arti proses. Menurut Kneller dalam Widianantari (2008), dalam arti yang
luas pendidikan menunjuk pada suatu tindakan atau pengalaman yang mempunyai
pengaruh yang berhubungan dengan pertumbuhan atau perkembangan jiwa,
watak, atau kemampuan fisik individu.
Dalam Undang-undang 1945 mengamanatkan pemerintah untuk
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang dapat
meningkatkan, keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
berakhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan itu setiap
Warga Negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan, Dalam Undang-undang
nomor 20 tahun 2003 mengenai sistem pendidikan nasional. Secara jelas
menyatakan bahwa pemerintah harus mampu menjamin pemerataan kesempatan
pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan
untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan. Baik dalam
kehidupan lokal, nasional dan global, Sehingga perlu adanya strategi yang bersifat
inovatif yang terencana, terarah dan berkesinambungan.
Fasilitas pendidikan merupakan sarana dasar yang diperlukan dalam
program pendidikan dan merupakan salah satu fasilitas sosial yang penting bagi
penduduk. Ketercukupan fasilitas pendidikan yang menyangkut sarana dan
prasarana akan sangat menunjang keberhasilan program pendidikan.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada bab tujuh tentang standar sarana dan
prasarana dalam pasal 44 ayat 4 dijelaskan tentang standar letak lahan satuan
pendidikan secara lebih luas, yaitu : “standar letak lahan satuan pendidikan
mempertimbangkan jarak tempuh maksimal yang harus dilalui oleh peserta didik
untuk menjangkau satuan pendidikan tersebut”. Dalam Standar Nasional
Indonesia Tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan,
pada bagian sarana pendidikan dan pembelajaran dijelaskan tentang kebutuhan
sarana pendidikan dan pembelajaran untuk jenis sarana Sekolah Lanjut Tingkat
Pertama (SLTP), untuk satu jenis sarana SLTP didukung oleh jumlah penduduk
sebanyak 4.800 jiwa , dengan radius pencapaian 1.000 berdasarkan SNI 03-
1733-1989, Tata cara perencanaan kawasan perumahan kota.
3
Sekolah menengah pertama merupakan tempat sentral pelayanan jenjang
pendidikan lanjutan dari sekolah dasar yang ditempatkan pada suatu wilayah.
Sebagai tempat sentral pelayanan pendidikan tingkat menengah pertama pada
suatu wilayah. SMP Negeri memiliki dayatarik bagi para siswa dalam memilih
sekolah untuk melanjutkan pendidikan pada tingkat menengah pertama. Hal ini
disebabkan karena SMP Negeri diselenggarakan oleh pemerintah dengan program
wajib belajar sehingga biaya pendidikan SMP Negeri mendapatkan subsidi dari
pemerintah dengan membebaskan siswa dari biaya pendidikan.
Kabupaten Majene memiliki luas wilayah sekitar 947,84 km2 atau 5,6%
dari luas Propinsi Sulawesi Barat 16.990,77 Km2, terdiri atas 8 kecamatan dan 20
Kelurahan serta 62 desa, dengan jumlah penduduk sebesar 161.13 jiwa (BPS Kab.
Majene 2016). Berdasarkan RTRW No.12 Tahun 2012, Kabupaten Majene
merupakan Kawasan Strategis Pusat Ibu Kota Pendidikan Sulawesi Barat yang
dipusatkan di Kabupaten Majene yang merupakan kawasan strategis dari sudut
kepentingan sosial dan budaya yang terletak di Banggae Timur. Namun, pada
kenyataannya fasilitas pendidikan khususnya SMP tidak tersebar secara merata.
Dengan terbatasnya fasilitas sekolah, menunjukkan indikator tidak strategisnya
kota Majene sebagai kawasan pendidikan. Hal ini dapat dilihat pada gambar 1.1.
Ditinjauh dari jumlah sekolah pada Kecamatan Banggae Timur terdapat 7
unit SMP dan pada Kecamatan Banggae terdapat 2 unit SMP, dengan jumlah
penduduk usia sekolah 13-15 tahun sebanyak 4.500 sedangkan jumlah siswa SMP
pada Kecamatan Banggae dan Banggae Timur sebanyak 2.842 (Profil Pendidikan
Kabupaten Majene Tahun 2016) dan minat masyarakat terhadap pendidikan
belum terlalu dianggap penting hal ini dibuktikan dengan angka buta huruf yang
masih terdapat 3,47 % dari total jumlah penduduk Kabupaten Majene. Hal ini
menunjukkan ketidaksesuaian antara jumlah siswa saat ini dengan yang
seharusnya. Menurut Standard Nasional Indonesia/SNI, dasar penyediaan fasilitas
pendidikan adalah untuk melayani setiap unit administrasi pemerintahan baik
yang formal (kelurahan dan kecamatan) maupun yang informal (RT dan RW) dan
bukan didasarkan semata-mata pada jumlah penduduk yang akan dilayani oleh
fasilitas tersebut. Dasar penyediaan suatu faslitas pendidikan juga
4
mempertimbangkan pendekatan desain keruangan unit-unit atau kelompok
lingkungan yang ada serta jangkauan radius area layanan terkait dengan
kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani area tertentu.
Pada beberapa titik fasilitas Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada Kota
Majene, tidak tersebar secara merata. Hal tersebut sangat mempengaruhi tingkat
pelayanan sekolah oleh peserta didik. Aksesibilitas sekolah merupakan salah satu
faktor penting yang harus diperhatikan oleh pemangku kepentingan pendidikan.
Keterjangkauan lokasi sekolah dari tempat tinggal usia wajib belajar perlu
menjadi perhatian dan pertimbangan jarak tempuh maksimal yang harus dilalui
oleh peserta didik untuk menjangkau satuan pendidikan.
Menurut Christaller dalam Umasangadji (2015), lokasi sekolah dapat
dikaitkan dengan teori tempat sentral yakni adanya range dan threshold bahwa
jarak yang ditempuh oleh konsumen menuju tempat sebagai sebuah unit
pelayanan di perkotaan sebaiknya memperhatikan jumlah penduduk maksimal
namun, fakta menunjukkan tidak meratanya penyebaran fasilitas pendidikan SMP
di kota Majene. Sekolah di suatu wilayah yang sesuai standar yang ditentukan
merupakan aspek penting dalam mewujudkan layanan pendidikan untuk
masyarakat yang terjangkau dan bermutu. Untuk mengetahui hal tersebut
diperlukannya suatu kajian lokasi yang akan didirikan sekolah dan apabila sekolah
telah terbangun diperlukannya suatu evaluasi lokasi terhadap sebaran sekolah
untuk mengetahui apakah telah sesuai berdasarkan pesebaran permukiman dan
kepadata penduduk serta daya tampung atau kapasitas pendidikan menengah
pertama yang ada telah mencapai batas minimal penduduk usia sekolah sebagai
penggunanya atau belum, baik secara keseluruhan satu kecamatan maupun untuk
tiap kelurahan. Sehingga percepatan program wajib belajar pendidikan dasar 9
tahun sebagai gerakan nasional yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat,
pemerintah daerah dan masyarakat dapat terselenggara dengan cepat. Selain itu,
hak tiap-tiap warga negara mendapatkan pendidikan juga dapat terpenuhi dan
pendidikan terselenggara dengan optimal.
5
Oleh karena itu, ketersedia kebutuhan pelayanan sekolah dasar-menegah
pada kawasan pendidikan Majene harus dapat diselaraskan dengan pedoman
radius kebutuhan sarana pendidikan dan pesebaran permukiman.
1.2. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1. Bagaimana tingkat kecukupan jumlah Sekolah Menengah Pertama (SMP)
dan radius pelayanannya saat ini pada lokasi penelitian?
2. Bagaimana pengembangan SMP berdasarkan radius pelayanan di kota
Majene sampai dengan 20 tahun kedepan ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian maka dirumuskan tujuan penelitian
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tingkat kecukupan jumlah fasilitas pendidikan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) di Kota Majene dan apakah pelayanannya telah
menjangkau seluruh penduduk yang membutuhkan.
2. Untuk mengetahui jumlah SMP yang ideal seharusnya dibangun di Kota
Majene untuk seluruh masyarakat penggunanya dan lokasi pembangunan
SMP dari tahun 2017 sampai dengan 20 tahun kedepan
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan gambaran tentang kebutuhan
fasilitas pendidikan jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Majene,
sehingga pihak-pihak yang terkait dapat mengambil keputusan yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
Selain itu, melalui penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan
dalam penentuan maupun evaluasi terhadap kesesuaian lokasi fasilitas pendidikan
Sekolah Menegah Pertama (SMP) di Kota Majene, agar diperoleh hasil yang
optimal yaitu sekolah menengah tersebut bisa mencukupi kebutuhan masyarakat
6
akan pendidikan menengah, nyaman untuk proses pembelajaran serta mudah dan
terjangkau.
1.5. Lingkup Pembahasan
Ruang lingkup materi
Studi radius pelayanan kawasan pendidikan kota Majene menggunakan
SNI 03-1733-2004 Tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan
Perumahan di Perkotaan
Studi pelayanan fasilitas pendidikan Majene meliputi proyeksi 20 tahun
kedepan
Studi kawasan dikaikan dengan RTRW Kabupaten Majene dan RDTR
Kawasan kota Majene
Ruang lingkup wilayah
Wilayah kawasan penelitian berada di Kecamatan Banggae Timur dan
Banggae, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat.
1.6. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
adalah pendahuluan. Bab ini akan membahas tentang latar belakang rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, lingkup pembahasan, dan
sistematika penulisan.
BAB II Kajian Pustaka
adalah kajian pustaka. Dalam bab ini akan dibahas tentang kajian pustaka yang
berisi tentang Peraturan Daerah Kabupaten Majene No. 12 Tahun 2012,
karakteristik wilayah, pendidikan, sarana pendidikan dan pembelajaran, teori
lokasi dalam penentuan fasilitas, analisis SIG, analisis APK, dan APM, Network
Analisis., ketercukupan fasilitas pelayanan. Selain itu dalam bab II juga disajikan
kerangka berfikir penelitian.
BAB III Metode Penelitian
7
adalah metode penelitian. Pada bab ini dijelaskan tentang tempat dan waktu
penelitian, jenis penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, metode
pengumpulan data, tahapan penelitian, dan metode analisis data.
BAB IV Gambaran Umum
Bagian ini menggambarkan kondisi umum Kabupaten Majene, keadaan geografis
dan administrasi, kependudukan Kabuapten Majene, gambaran umum lokasi
penelitian, keadaan geografis dan administrasi, kependudukan serta jumlah siswa
dan jumlah fasilitas penunjang SMP di lokasi penelitian.
BAB V Pembahasan
Bagian ini berisi pembahasan hasil penelitian meliputi eveluasi tingkat kecukupan
fasilitas pendidikan, jangkauan radius pelayanan sekolah, proyeksi kebutuhan
fasilitas, pelayanan SMP dan lokasi potensial SMP.
Bab VI Penutup
Berisi tentang kesimpulan dan saran dari kegiatan penilitian yang dilakukan.
18
Gambar 1.1
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Peraturan Daerah Kabupaten Majene No. 12 Tahun 2012
Berdasrkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Majene, pada Bab V
tentang penetapan kawasan strategis pasal 37, kawasan strategis Provinsi yang ada
di Kabupaten Majene sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a,
terdiri atas:
a. Kawasan yang potensial untuk komoditas kakao yang terdapat di Sendana,
Tubo Sendana, Tammero’do Sendana, Malunda, dan Ulumanda yang
mrupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi;
b. Kawasan Pengelolaan sumber daya alam minyak Blok Mandar dengan uas
4196,25 Km2 yang berwawasan lingkungan dan terpadu dengan
pembangunan kompetensi dan kapasitas SDM Nasional maupun lokal yan
meliputi perairan Selat Makassar, Kecamatan Banggae Timur, Kecamatan
Banggae, Kecamatan Pamboang, Kecamatan Sendana, Kecamatan Tubo
Sendana dan Kecamatan Tammero’do;
c. Kawasan Strategis Pusat Ibu Kota Pendidikan Sulawesi Barat yang
dipusatkan di Kabupaten Majene yang merupakan kawasan strategis dari
sudut kepentingan sosial dan budaya yang terletak di Banggae Timur; dan
d. Kawasan wisata Budaya Mandar yang merupakan kawasan strategis dari
sudut kepentingan sosial dan budaya yang terdapat di seluruh Kecamatan.
Berdasarkan hal tersebut, Kabupaten Majene menjadi pusat pendidikan
untuk Provinsi Sulawesi Barat. Kawasan pusat Pendidikan tersebut terletak di
Kecamatan Banggae Timur, yang telah dilengkapi dengan beberapa fasilitas
pendidikan baik dari jenjang pendidikan dasar hingga jenjang pendidikan tinggi,
seperti adanya Universitas Sulawesi Barat, yang merupakan salah satu universitas
negeri yang terdapt di Sulawesi Barat.
10
2.2 Peraturan Menteri Pendidikan No. 24 Tahun 2007
1. Satu SMP/MTs memiliki minimum 3 rombongan belajar dan maksimum
24 rombongan belajar.
2. Satu SMP/MTs dengan tiga rombongan belajar melayani maksimum 2000
jiwa. Untuk pelayanan penduduk lebih dari 2000 jiwa dilakukan
penambahan rombongan belajar di sekolah yang telah ada, dan bila
rombongan belajar lebih dari 24 dilakukan pembangunan SMP/MTs baru.
3. Satu kecamatan dilayani oleh minimum satu SMP/MTs yang dapat
menampung semua lulusan SD/MI di kecamatan tersebut.
4. Satu kelompok permukiman permanen dan terpencil dengan banyak
penduduk lebih dari 1000 jiwa dilayani oleh satu SMP/MTs
Berdasarkan peraturan tersebut, dapat diketahui sutu unit SMP melayani
1000 jiwa penduduk pendukung, untuk satu kelompok permukiman dan terpencil.
Selaian itu, berdasarkan peraturan menteri pendidikan No. 24 Tahun 2007, untuk
tiap SMP memiliki minimal 3 rombongan belajar dengan maksimum 24
rombongan belajar. Hal ini dapat digunakan dalam mengetahui dan mengevaluasi
kawasan penelitian terhadap fasilitas pendidikan yang tersedia di kawasan
penelitian.
2.3 Karakteristik Wilayah
Wilayah adalah suatu batasan ruang geografis tanpa tapal batas spasial
yang akurat baik secara administratif maupun fungsional. Sedangkan menurut
Dahuri dalam Hamdi Asep (2014), wilayah adalah suatu area geografis yang
memiliki ciri tertentu dan merupakan media bagi segala sesuatu untuk berlokasi
dan berinteraksi. Hartson dalam Hamdi Asep (2014), mengatakan bahwa wilayah
adalah suatu area dengan lokasi spesifik dan dalam aspek tertentu berbeda dengan
erea lain. Menurut Glasson dalam Hamdi Asep (2014), ada dua cara pandang yang
berbeda tentang wilayah yaitu subjektif dan objektif. Cara pandang subjektif
adalah cara untuk mengidentifikasi suatu lokasi yang didasarkan atas kriteria
tertentu atau tujuan tertentu. Pandangan objektif menyatakan wilayah itu benar-
benar ada dan dapat dibedakan dari ciri- ciri/gejala alam disetiap wilayah
11
(berdasarkan iklim atau konfigurasi lahan, jenis tumbuh-tumbuhan, atau
kepadatan penduduk) .
Glasson dalam Hamdi Asep (2014), mengatakan wilayah dapat dibedakan
berdasarkan kondisi dan fungsinya. Kondisi wilayah berdasarkan kelompok atas
isinya (homogenety) misalnya wilayah perkebunan, wilayah perternakan, wilayah
industri dan lain sebagainya. Fungsi wilayah dibedakan dengan kota dan wilayah
belakangnya, lokasi produksi dengan wilayah pemasarannya, susunan perkotaan
hierarki jalur transportasi dan lain-lain.
Blair dalam dalam Hamdi Asep (2014), yang membagi wilayah atas tiga tipe
yaitu:
1. Wilayah Homogen dicirikan oleh adanya kemiripan relatif dalam
wilayah, Kriteria tersebut dapat dilihat dari aspek sumber daya alam
(iklim, tanah dan vegetasi), sosial, dan ekonomi. Sebagai contoh Kawasan
Puncak adalah wilayah homogen berdasarkan iklim yang sejuk, wilayah
kumuh dan perkotaan homogen dengan penduduk miskin, wilayah miskin
adalah homogen sebagai wilayah yang tertinggal dan terbelakang karena
tidak tersentuh oleh manfaat pembangunan, wilayah jasa adalah homogen
wilayah perdagangan dan jasa-jasa lainnya dan wilayah Pantura homogen
yang berkonotasi sebagai sebagai produksi padi.
2. Wilayah Fungsional, dicirikan oleh adanya derajat integrasi antara
komponen-komponen di dalamnya yang berinteraksi ke wilayah luar.
Terbentuknya wilayah fungsional dikarenakan adanya pelaku ekonomi
yang saling berinteraksi antara mereka dengan luar wilayah. Wujud dari
wilayah fungsional adalah wilayah nodal.
3. Wilayah Admistratif, dibentuk untuk kepentingan pengelolaan atau
organisasi oleh pemerintah maupun pihak-pihak lain. Batas geografis
dilandasi oleh keputusan politik dan hukum. Wilayah admistratif lebih
dianggap penting karena sering digunakan sebagai dasar perumusan
kebijakan pembagian wilayah berdasarkan propinsi, kota, kabupaten,
kecamatan dan pedesaan. Wilayah administratif sering menjadi penentu
perkembangan wilayah homogen dan atau wilayah fungsional.
12
Berdasrakan karakteristik wilayah, kota Majene, merupakan salah satu
bentuk administratif, yang perkembangan wilayahnya di dasarkan pada batas
geografisnya. Berdasrkan RTRW Kabupaten Majene, kawasan strategis
pendidikan Provinsi di batasi hanya terdapat di satu Kecamatan yakni Kecamatan
Banggae Timur.
2.4 Pendidikan
2.4.1 Pengertian Pendidikan
Terangkatnya harkat dan martabat bangsa Indonesia tidak bisa terlepaskan
dari dunia pendidikan. Menurut M. Ngalim Purwanto dalam Herlita Sisca dkk
(2013), pendidikan mengandung suatu pengertian “segala usaha orang dewasa
dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan
rohaninya ke arah kedewasaan”. Uyoh Sadulloh Purwanto dalam Herlita Sisca
dkk (2013), mengartikan pendidikan secara khusus dan luas, “pendidikan dalam
arti khusus sebagai usaha orang dewasa dalam membimbing anak yang belum
dewas untuk mencapai kedewasaan dan pendidikan dalam arti luas merupakan
usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya yang berlangsung
sepanjang hayat”.
Istilah pendidikan dalam bahasa Inggris, menurut I Markus Willy dan M.
Dikkie Darsyah Purwanto dalam Herlita Sisca dkk (2013), menyebut pendidikan
sebagai “education”. Porwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
mengutarakan kata pendidikan berasal dari kata “didik, mendidik, yang berarti
memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Kemudian kata didik tersebut mendapat awalan pen- dan akhiran kan- membentuk
kata benda abstrak, yaitu pendidikan yang berarti perbuatan (hal, cara) mendidik”.
Jadi, terdapat proses pemberian perlakuan kepada anak untuk bertindak dengan
budi pekerti yang baik dan berpikir dengan cerdas.
Para tokoh pendidikan dunia dan Indonesia memberikan sumbangsi dalam
mengkonsepsikan pengertian pendidikan. Abu Ahmad dan Nur Uhbiyati
Purwanto dalam Herlita Sisca dkk (2013), mengemukakan beberapa pengertian
pendidikan sebagai berikut:
13
a. John Dewey
Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fondamental secara
intelektuan dan emosional ke arah alam sesama manusia.
b. Rousseau
Pendidikan adalah memberi kita pembekalan yang tidak ada pada masa anak-
anak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa.
c. Ki Hajar Dewantara
Mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar
mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.44
Pendidikan sebagai amanat dari pembukaan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 maka pemerintah memiliki peranan dalam
mengkonsepsikan pengertian pendidikan yang dituangkan dalam Undang-Undang
Negara Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003. Pengertian pendidikan yang
tertuang dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, dijelaskan pada Bab I tentang ketentuan
umum secara lebih luas pada pasal satu ayat satu, yaitu:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mangembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperluan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan Negara”.
Hadi Supeno Purwanto dalam Herlita Sisca dkk (2013), mengemukakan
bahwa pendidikan adalah “proses panjang dari sebuah interaksi dan komunikasi
antara anak didik dengan pendidik dan lingkungan sekitar, eksplorasi alam, serta
daya juang penyerapan, pengetahuan dan pengalaman untuk memperoleh
perubahan perilaku”.
Pendidikan merupakan usaha manusia untuk terangkatnya harkat dan
martabat hidup terhadap diri seseorang dalam perkembangan dan kemajuan
menjalani kehidupan dengan akhlak yang baik dan pola pikir yang benar sehingga
akan terwujud sumber daya manusia yang berkualitas.
14
2.4.2 Tujuan Pendidikan
Penyelenggaraan pendidikan memiliki tujuan yang disesuaikan dengan
kehendak yang dicapai. Menurut Uyoh Sadulloh Purwanto dalam Herlita Sisca
dkk (2013), tujuan pendidikan merupakan “gambaran dari falsafah atau
pandangan hidup manusia, baik secara perseorangan maupun kelompok”. Ngalim
Purwanto Purwanto dalam Herlita Sisca dkk (2013), menggambarkan suatu
perubahan tujuan pendidikan yang didasarkan pada periode pemerintahan. Perihal
ini sangat erat kaitannya dengan cara memandang suatu falsafah untuk mencapai
suatu tujuan pendidikan.
Dalam tataran internasional, dalam buku Jayadi Damanik merujuk pada
pasal 26 ayat dua DUHAM 1948 dan pasal 13 ayat satu Konvenan tentang hak-
hak ekonomi, sosial, dan budaya Purwanto dalam Herlita Sisca dkk (2013), bahwa
tujuan pendidikan yang paling fundamental adalah “educational shall be directed
to the full development of the human personality”. Tujuan pendidikan dalam hal
ini memiliki makna bahwa pendidikan untuk mengembangkan kepribadian
manusia.
Pendidikan di Indonesia sebagai usaha untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa, yang berlandaskan kepada Pancasila dan UUD 1945 maka tujuan
pendidikan nasional dirumuskan dalam undang-undang sistem pendidikan
nasional. Tujuan pendidikan yang tertuang dalam Undang-Undang Negara
Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
dijelaskan pada bab dua tentang dasar, fungsi, dan tujuan secara lebih luas pada
pasal tiga, yaitu:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Tujuan pendidikan merupakan suatu kehendak yang dicapai dalam
penyelenggaraan pendidikan dengan orientasi kepada falsafah suatu bangsa yang
dianut. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia memiliki tujuan yang telah
15
tercantum dalam undang-undang. Tujuan pendidikan di Indonesia bukan hanya
sekedar mengembangkan diri manusia dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotor
melainkan juga beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai
landasan etika dan moral.
2.4.3 Jenjang Pendidikan
Usaha manusia secara sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi
dirinya melalui pendidikan harus terus berlanjut hingga akhir hayat. Ngalim
Purwanto dalam Herlita Sisca dkk (2013), mengemukakan bahwa “sesuai dengan
asas pendidikan yang dianut pemerintah dan bangsa Indonesia, yakni pendidikan
seumur hidup (life long education), maka pendidikan merupakan tanggung jawab
bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah”.
Jenjang pendidikan dalam undang-undang Negara Republik Indonesia
nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada Bab I tentang
ketentuan umum, kemudian pada pasal 1 ayat 8 diuraikan pengertian jenjang
pendidikan secara lebih luas, yaitu: Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan
yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang
akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
Berikut jenjang pendidikan dalam undang-undang Negara Republik
Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada bab
enam, bagian satu, pasal 14 tentang jenjang pendidikan, yaitu jenjang pendidikan
formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi.
Berikut uraian jenjang pendidikan
1. Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang
pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan
Madrasah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah
pertama dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat, hal
ini tertuang pada pasal 17 ayat satu dan dua dalam undang-undang Negara
Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pada bab enam, bagian kedua.
16
Pada jenjang pendidikan dasar merupakan jenjang yang harus diikuti oleh
anak bangsa Indonesia. Rentang usia peserta didik diatur dalam undang-
undang Negara Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pada bab tiga, bagian kesatu pasal enam, ayat satu
secara lebih luas yaitu “setiap warga negara yang berusia tujuh tahun samapai
dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar”. Kemudian pada
bagian kedua, pasal 7 ayat satu bahwa “orang tua berhak berperan serta dalam
memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang pendidikan
anaknya”.
2. Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan
menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA) dan Madrasah Aliyah
(MA), sekolah menengah kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan
(MAK) atau bentuk lain yang sederajat, hal ini tertuang pada pasal 18 ayata 1
dan tiga dalam undang-undang Negara Republik Indonesia nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada bab enam, bagian ketiga.
3. Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi merupakan “jenjang pendidikan setelah pendidikan
menengah yang mencakup progaram pendidikan diploma, sarjana, magister,
spesialis, dan doktor oleh perguruan tinggi”.
Perkembangan peserta didik dalam pendidikan disesuaikan dengan tingkat
perkembangannya. Jenjang pendidikan merupakan tahapan proses yang dilalui
dalam usaha manusia mengembangkan potensi dirinya.
Berdasarkan dari pengertian pendidikan, tujuan pendidikan dan jenjang
pendidikan, semua masyarakat berhak mendapatkan pendidikan yang layak
untuk mempunyai suatu tujuan yang lebih baik, kualitas pendidikan pada
setiap jenjangnya perluh diperhatikan agar mutu pendidikan yang diterima
olah masyarakat sesuai. Hal inilah yang mendasari penelitian ini, pada
kawasan pendidikan khususnya sebagai kawasan strategis pengembangan
pendidikan di Sulawesi Barat, Kota Majene harus mampu memberikan
pelayanan pendidikan sesuai jenjangnya.
17
2.5 Sarana pendidikan dan pembelajaran
2.5.1 Deskripsi umum
Dasar penyediaan sarana pendidikan adalah untuk melayani setiap unit
administrasi pemerintahan baik yang informal (RT, RW) maupun yang formal
(Kelurahan, Kecamatan), dan bukan didasarkan semata-mata pada jumlah
penduduk yang akan dilayani oleh sarana tersebut.
Dasar penyediaan sarana pendidikan ini juga mempertimbangkan
pendekatan desain keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada.
Tentunya hal ini dapat terkait dengan bentukan grup bangunan/blok yang nantinya
terbentuk sesuai konteks lingkungannya. Sedangkan penempatan penyediaan
fasilitas ini akan mempertimbangkan jangkauan radius area layanan terkait
dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani pada area
tertentu.
Perencanaan sarana pendidikan harus didasarkan pada tujuan pendidikan
yang akan dicapai, dimana sarana pendidikan dan pembelajaran ini akan
menyediakan ruang belajar harus memungkinkan siswa untuk dapat
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, serta sikap secara optimal. Oleh
karena itu dalam merencanakan sarana pendidikan harus memperhatikan:
a. berapa jumlah anak yang memerlukan fasilitas ini pada area perencanaan;
b. optimasi daya tampung dengan satu shift;
c. effisiensi dan efektifitas kemungkinan pemakaian ruang belajar secara
terpadu;
d. pemakaian sarana dan prasarana pendukung;
e. keserasian dan keselarasan dengan konteks setempat terutama dengan
berbagai jenis sarana lingkungan lainnya.
2.5.2 Jenis sarana
Sarana pendidikan yang diuraikan dalam standar ini hanya menyangkut
bidang pendidikan yang bersifat formal / umum, yaitu meliputi tingkat prabelajar
(Taman Kanak-kanak); tingkat dasar (SD/MI); tingkat menengah (SLTP/MTs dan
SMU).
18
Adapun penggolongan jenis sarana pendidikan dan pembelajaran ini meliputi:
a. taman kanak-kanak (TK), yang merupakan penyelenggaraan kegiatan
belajar dan mengajar pada tingkatan pra belajar dengan lebih menekankan
pada kegiatan bermain, yaitu 75%, selebihnya bersifat pengenalan;
b. sekolah dasar (SD), yang merupakan bentuk satuan pendidikan dasar yang
menyelenggarakan program enam tahun;
c. sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP), yang merupakan bentuk satuan
pendidikan dasar yang menyelenggarakan proram tiga tahun sesudah
sekolah dasar (SD);
d. sekolah menengah umum (SMU), yang merupakan satuan pendidikan
yang menyelenggarakan program pendidikan menengah mengutamakan
perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan siswa untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi;
e. sarana pembelajaran lain yang dapat berupa taman bacaan ataupun
perpustakaan umum lingkungan, yang dibutuhkan di suatu lingkungan
perumahan sebagai sarana untuk meningkatkan minat membaca,
menambah ilmu pengetahuan, rekreasi serta sarana penunjang pendidikan.
2.5.3 Kebutuhan ruang dan lahan
Berbagai pertimbangan yang harus diperhatikan pada penentuan
kebutuhan ruang dan lahan adalah:
a. Penyediaan jumlah sarana pendidikan dan pembelajaran yang harus
disediakan didasarkan pada tipe sarana pendidikan.
b. Kebutuhan sarana pendidikan prabelajar serta pendidikan tingkat dasar dan
c. menengah, harus direncanakan berdasarkan perhitungan proyeksi jumlah
siswa dengan cara sebagaimana Rumus 2, Rumus 3, Rumus 4 dan Rumus
5, yang akan menentukan tipe sekolah serta kebutuhan jumlah ruang, luas
ruang dan luas lahan. Rumus 2, Rumus 3, Rumus 4 dan Rumus 5,
dipergunakan juga untuk menghitung penambahan ruang-ruang belajar
pada sekolah-sekolah yang sudah ada.
19
d. Perencanaan kebutuhan ruang dan lahan untuk sarana pendidikan
didasarkan tipe masing-masing sekolah yang dibedakan menurut:
1. jumla rombongan belajar;
2. jumlah peserta didik;
3. jumlah tenaga kependidikan; kepala sekolah; wakil kepala
sekolah; tenaga tata usaha;
4. kebutuhan ruang belajar, ruang kantor, dan ruang penunjang;
5. luas tanah, dan lingkungan / lokasi sekolah
e. Kebutuhan luas lantai dan lahan untuk masing-masing sarana pendidikan
tergantung pada tipe sekolah untuk masing-masing tingkatan pendidikan.
Tabel 2.1 Kebutuhan Program Ruang Minimum
No Jenis Sarana Program Ruang
1 Taman Kanak-kanak
Memiliki minimum 2 ruang kelas @ 25-30
murid. Dilengkapi dengan ruang-ruang lain dan
ruang terbuka / bermain ± 700 𝑚2
2 Sekolah Dasar Memiliki minimum 6 ruang kelas @ 40 murid
dilengkapi dengan ruang-ruang lain dan ruang
terbuka / bermain ± 3000 − 7000 𝑚2
3 SLTP
4 SMU
5 Taman Bacaan Memiliki minmum 1 ruang baca @ 15 murid
Sumber: SNI 03-1733-1989, Tata cara perencanaan kawasan perumahan kota
20
Tabel 2.2 Kebutuhan Sarana Pendidikan dan Pembelajaran
No Jenis Sarana
Jumlah
Penduduk
Pendudkung
(jiwa)
Kebutuhan Per Satuan
Sarana Standar (𝒎𝟐
/ jiwa)
Kriteria
Keterangan Luas Lantai
Min. (𝒎𝟐)
Luas Lahan
Min. (𝒎𝟐)
Radius
Pencapaian
Lokasi dan
Penyelesaian
1 Taman Kanak-kanak 1.250 216 termasuk
rumah
penjaga 36
𝑚2
500 0,28 𝑚2 / j 500 𝑚 Ditengah
kelompok warga.
Tidak
menyeberang jalan
raya. bergabung
dengan taman
sehingga terjadi
pengelompokan
kegiatan.
2 rombongan
prabelajar @
60 murid dapat
bersatu dengan
sarana lain
2 Sekolah Dasar 1.600 633 2.000 1,25 1.000 𝑚 Kebutuhan
harus
berdasarkan
perhitungan
dengan rumus
2, 3 dan 4.
Dapat
digabung
dengan sarana
pendidikan
lain, mis. SD,
SMP, SMA
dalam satu
komplek
3 SLTP 4.800 2.282 9.000 1,88 1.000 𝑚 Dapat dijangkau
dengan kendaraan
umum. Disatukan
dengan lapangan
olahraga. Tidak
selalu harus di
pusat lingkungan.
4 SMU 4.800 3.835 12.500 2,6 3.000 𝑚
5 Taman Bacaan 2.500 72 150 0,09 1.000 𝑚 Di tengah
kelompok warga
tidak menyebrang
jalan lingkungan.
Sumber: SNI 03-1733-1989, Tata cara perencanaan kawasan perumahan kota
21
Tabel 2.3 Pembekuan Tipe SD/MI, SLTP/MTS dan SMU
Tingkat Pendidikan Tipe Sekolah Rombongan Belajar Peserta Didik (Siswa) Lokasi
SD/MI Tipe A
Tipe B
Tipe c
12
9
6
480
360
240
Dekat dengan lokasi ruang
terbuka lingkungan SLTP/MTs Tipe A
Tipe B
Tipe c
27
18
9
1.080
720
360
SMU Tipe A
Tipe B
Tipe C
27
18
9
1.080
720
360
Sumber: SNI SNI 03-1733-1989, Tata cara perencanaan kawasan perumahan kota
22
Berdaskan SNI SNI 03-1733-1989, Tata cara perencanaan kawasan
perumahan kota, fasilitas pendidikan memiliki standar-standar terhadap masing-
masing jenjang pendidikan, sehingga hal ini dapat diteliti untuk mengetahui
kesesuaian dan kebutuhan Kota Majene, sebagai kawasan pendidikan di Sulawesi
Barat dalam penyediaan fasilitas pendidikan yang lebih baik dan merata.
2.6 Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota
Penerapan Standar Pelayanan Minimal perlu menetapkan standar
pelayanan minimal pendidikan dasar di kabupaten/kota, bahwa untuk menjamin
tercapainya mutu pendidikan yang diselenggarakan daerah perlu menetapkan
standar pelayanan minimal pendidikan dasar. SPM Pendidikan dalah tolok ukur
kinerja pelayanan pendidikan dasar melalui jalur pendidi- kan formal yang
diselenggarakan daerah kabupaten/kota.
Standar Pelayanan Miniman Pendidikan Dasar (Pasal 2), yakni:
1. Penyelenggaraan pelayanan pendidikan dasar sesuai SPM pendidikan
merupak- an kewenangan kabupaten/kota.
2. Penyelenggaraan pelayanan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi :
a. Pelayanan pendidikan dasar oleh kabupaten/kota :
1) Tersedia satuan pendidikan dalam jarak yang terjangkau
dengan berjalan kaki yaitu maksimal 3 km untuk SD/MI dan 6
km untuk SMP/MTs dari kelompok permukiman permanen di
daerah terpencil;
2) Jumlah peserta didik dalam setiap rombongan belajar untuk
SD/MI tidak melebihi 32 orang, dan untuk SMP/MTs tidak
melebihi 36 orang. Untuk setiap rombongan belajar tersedia 1
(satu) ruang kelas yang dilengkapi dengan meja dan kursi yang
cukup untuk peserta didik dan guru, serta papan tulis;
3) Di setiap SMP dan MTs tersedia ruang laboratorium IPA yang
dilengkapi dengan meja dan kursi yang cukup untuk 36 peserta
23
didik dan minimal satu set peralatan praktek IPA untuk
demonstrasi dan eksperimen peserta didik;
4) Di setiap SD/MI dan SMP/MTs tersedia satu ruang guru yang
dilengkapi dengan meja dan kursi untuk setiap orang guru,
kepala sekolah dan staf kependidikan lainnya; dan di setiap
SMP/MTs tersedia ruang kepala sekolah yang terpisah dari
ruang guru.
5) Di setiap SD/MI tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap 32
peserta di- dik dan 6 (enam) orang guru untuk setiap satuan
pendidikan, dan untuk daerah khusus 4 (empat) orang guru
setiap satuan pendidikan;
6) Di setiap SMP/MTs tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap
mata pela- jaran, dan untuk daerah khusus tersedia satu orang
guru untuk setiap rumpun mata pelajaran;
7) Di setiap SD/MI tersedia 2 (dua) orang guru yang memenuhi
kuali kasi akademik S1 atau D-IV dan 2 (dua) orang guru yang
telah memiliki serti- kat pendidik;
8) Di setiap SMP/MTs tersedia guru dengan kuali kasi akademik
S-1 atau D-IV sebanyak 70% dan separuh diantaranya (35%
dari keseluruhan guru) telah memiliki serti kat pendidik, untuk
daerah khusus masing- masing sebanyak 40% dan 20%;
9) Di setiap SMP/MTs tersedia guru dengan kuali kasi akademik
S-1 atau D-IV dan telah memiliki serti kat pendidik masing-
masing satu orang untuk mata pelajaran Matematika, IPA,
Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris;
10) Di setiap Kabupaten/Kota semua kepala SD/MI berkuali kasi
akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki serti kat pendidik;
11) Di setiap kabupaten/kota semua kepala SMP/MTs berkuali kasi
aka- demik S-1 atau D-IV dan telah memiliki serti kat
pendidik;
12) Di setiap kabupaten/kota semua pengawas sekolah dan
24
madrasah memiliki kualikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah
memiliki serti kat pendidik;
13) Pemerintah kabupaten/kota memiliki rencana dan
melaksanakan kegiatan untuk membantu satuan pendidikan
dalam mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran
yang efektif; dan
14) Kunjungan pengawas ke satuan pendidikan dilakukan satu kali
setiap bulan dan setiap kunjungan dilakukan selama 3 jam
untuk melakukan supervisi dan pembinaan.
b. Pelayanan pendidikan dasar oleh satuan pendidikan :
1) Setiap SD/MI menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan
kelayakannya oleh Pemerintah mencakup mata pelajaran
Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, dan IPS dengan
perbandingan satu set untuk setiap peserta didik;
2) Setiap SMP/MTs menyediakan buku teks yang sudah
ditetapkan kelayakannya oleh Pemerintah mencakup semua
mata pelajaran dengan perbandingan satu set untuk setiap
perserta didik;
3) Setiap SD/MI menyediakan satu set peraga IPA dan bahan
yang terdiri dari model kerangka manusia, model tubuh
manusia, bola dunia (globe), contoh peralatan optik, kit IPA
untuk eksperimen dasar, dan poster/carta IPA;
4) Setiap SD/MI memiliki 100 judul buku pengayaan dan 10 buku
referensi, dan setiap SMP/MTs memiliki 200 judul buku
pengayaan dan 20 buku ref- erensi;
5) Setiap guru tetap bekerja 37,5 jam per minggu di satuan
pendidikan, termasuk merencanakan pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
membimbing atau melatih peserta didik, dan melaksanakan
tugas tambahan;
25
6) Satuan pendidikan menyelenggarakan proses pembelajaran
selama 34 minggu per tahun dengan kegiatan tatap muka
sebagai berikut :
a. a) Kelas I – II : 18 jam per minggu;
b. b) Kelas III : 24 jam per minggu;
c. c) Kelas IV - VI : 27 jam per minggu; atau
d. d) Kelas VII - IX : 27 jam per minggu;
7) Satuan pendidikan menerapkan kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) sesuai ketentuan yang berlaku;
8) Setiap guru menerapkan rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) yang disusun berdasarkan silabus untuk setiap mata
pelajaran ;
9) Setiap guru mengembangkan dan menerapkan program
penilaian untuk membantu meningkatkan kemampuan belajar
peserta didik;
10) Kepala sekolah melakukan supervisi kelas dan memberikan
umpan balik kepada guru dua kali dalam setiap semester;
11) Setiap guru menyampaikan laporan hasil evaluasi mata
pelajaran serta hasil penilaian setiap peserta didik kepada
kepala sekolah pada akhir semester dalam bentuk laporan hasil
prestasi belajar peserta didik;
12) Kepala sekolah atau madrasah menyampaikan laporan hasil
ulangan akhir semester (UAS) dan Ulangan Kenaikan Kelas
(UKK) serta ujian akhir (US/ UN) kepada orang tua peserta
didik dan menyampaikan rekapitulasinya kepada Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota atau Kantor Kementerian Agama
di kabupaten/kota pada setiap akhir semester; dan
13) Setiap satuan pendidikan menerapkan prinsip-prinsip
manajemen berbasis sekolah (MBS).
26
2.7 Teori Lokasi dalam Penentuan Fasilitas
Dalam menentukan suatu lokasi pendidikan, diperlukan variable atau
faktor yang mempengaruhi penentuan lokasi tersebut. Penentuan lokasi
pendidikan berdasarkan pada teori yang telah ada dan di compare dengan standar
pelayanan fasilitas pendidikan.
Menurut Tarigan dalam Sukri Tri (2016), teori lokasi adalah ilmu yang
menyelidiki tata ruang (spasial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang
menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial, serta
hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap keberadaan berbagai macam
usaha/kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial. Menurut Tarigan dalam Sukri
Tri (2016), salah satu hal yang harus diperhatikan dalam penentuan suatu faktor
lokasi adalah aksesibilitas. Tingkat aksesibilitas merupakan tingkat kemudahan di
dalam mencapai dan menuju arah suatu lokasi ditinjau dari lokasi lain di
sekitarnya. Menurut Tarigan dalam Sukri Tri (2016), tingkat aksesibilitas
dipengaruhi oleh jarak, kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan berbagai
sarana penghubung termasuk frekuensinya dan tingkat keamanan serta
kenyamanan untuk melalui jalur tersebut.
Suatu kawasan atau wilayah dan faktor yang ada di sekitarnya berkaitan
dengan lokasi sekolah yang dapat mempengaruhi perkembangan sosial
masyarakat. Lokasi pendidikan dapat dikaitkan dengan konsep teori tempat sentral
(central place theory) menurut Christaller dalam Sukri Tri (2016). Teori ini
muncul pada pertengahan tahun 1933. Konsep dalam teori ini adalah adanya
threshold dan range yang merupakan konsep dasar teori central place. Range
jarak yang ditempuh konsumen meuju suatu tempat untuk mendapatkan
pelayanan, sedangkan threshold merupakan jumlah penduduk minimal yang
dibutuhkan suatu unit pelayanan sebelum dapat beroperasi secara
menguntungkan. Apabila dikaitkan dengan fasilitas pendidikan maka luas
jangkauan pelayanan pendidikan minimal sangat tergantung pada tingkat
kepadatan penduduk pada wilayah. Makin tinggi kepadatan penduduk makin kecil
wilayah jangkauan pelayanan pendidikan begitu juga sebaliknya. Menurut central
place theory jenis pelayanan jasa dapat dikelompokkan kepada :
27
a. Pelayanan perbaikan (repair work) dan pekerjaan lain dari yang sejenis
b. Distribusi dan pengankutan barang-barang
c. Pelayanan akan administrasi, pendidikan dan informasi
b. Pelayanan keamanan dan kesehatan
2.8 Analisis SIG
SIG dengan kemampuan komputasinya, memberikan ilustrasi
keterhubungan antara satu data dengan data yang lain (koneksi), dan kemampuan
analisis spasialnya dapat mempresentasikan persebaran sekolah dasar dengan
menggunakan peta dan grafik secara terintegrasi, sehingga diharapkan informasi
hasil persebaran menjadi lebih komunikatif dan mudah dipahami. Pada tahap
penggambaran dan analisis peta dengan SIG, dibutuhkan peta tentatif atau peta
sementara sebagai hasil dari observasi atau survey di lapangan secara langsung,
kemudian di proses dengan menggunakan software ArcGis 10 (Safira Laras,
2016).
Penelitian ini dalam analisisnya menggunakan teknik analisis yang
dimiliki pada software ArcGis 10 yaitu analisis buffer dan overlay untuk
mengetahui radius keruangan pencapaian maksimal 1km (SNI Perencanaan
Perumahan dan Perkotaan 2004) fasilitas sekolah tingkat menengah pertama
(SMP) di Kota Majene, sedangkan radius keruangan pencapaian maksimal
fasilitas sekolah dasar didasarkan dari ketentuan dari pengukuran variabel
pelayanan dalam teknik perencanaan pengembangan wilayah menurut Muta’ali
dalam Safira Laras (2016).
2.9 Angka Partisipasi Kasar dan Angka Partisipasi Murni
Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah perbandingan antara jumlah siswa
seluruhnya (di jenjang pendidikan tertentu) dengan jumlah penduduk usia
sekolah, (Husaini Safira Laras, 2016).
Cara Analisis :
Jumlah siswa seluruhnya
APK = ---------------------------------- X 100
28
Jumlah penduduk 13 – 15 tahun
Dengan menghitung APK SMP untuk melihat besarnya prosentase APK yang ada
di kecamatan
tersebut.
Angka Partisipasi Murni (APM) adalah perbandingan antara jumlah siswa
usia sekolah (di jenjang pendidikan tertentu) dengan jumlah penduduk usia
sekolah, (Husaini Safira Laras, 2016).
Cara Analisis :
Jumlah siswa tingkat SMP usia 13-15 th
APM = ---------------------------------- X 100
Jumlah penduduk 13 – 15 tahun
Dengan menghitung APM SMP untuk melihat besarnya prosentase APM yang
ada di kecamatan tersebut.
Dengan menggunakan rumus penghitungan di atas untuk mengukur
tingkat pelayanan sekolah akan membantu untuk menganalisa presentase tingkat
pelayanan sekolah.
APK dan APM yang dimaksud disini adalah untuk jenjang pendidikan
Sekolah Menengah Pertama dan jumlah penduduk usia sekolah yang dimaksud
adalah usia 13 – 15 tahun. APK, dan APM merupakan indikator untuk melakukan
diagnosa dalam penentuan jangkauan pelayanan pendidikan. Dan juga untuk
mengkaji jumlah kebutuhan sekolah yang didasarkan atas keperluan masyarakat
pada saat ini, dengan menitikberatkan pada tujuan pendidikan yang mengandung
misi pemerataan kesempatan dalam mendapatkan pendidikan.
2.10 Pertumbuhan dan Proyeksi Penduduk
Proyeksi penduduk merupakan ramalan jumlah penduduk dimasa
mendatang, tetapi merupakan suatu perhitungan ilmiah yang didasarkan pada
asumsi tertentu dari variable pertumbuhan penduduk yakni kelahiran, kematian
dan migrasi. Ketiga komponen variable inilah yang menentukan besarnya
29
penduduk dan karakteristiknya dimasa mendatarang (Mantra dalam Muta’ali
Lutfi, 2015).
Pertumbuhan proyeksi penduduk yang digunakan untuk mengitung
pertumbuhan penduduk di Kecamatan Banggae dan Banggae Timur yakni,
pertumbuhan Geometrik.
Metode pertumbuhan geometri ini digunakan dengan asumsi bahwa
pertumbuhan penduduk adalah konstan atau sama setiap tahun atau menggunakan
dasar bunga majemuk. Dengan mengetahui jumlah penduduk pada tahun dasar
(Po), maka untuk mengetahui jumlah penduduk setelah tahun “t” dapat digunakan
formula berikut:
Pt = Po (1+𝑟)𝑡
Keterangan :
Pt = Penduduk pada tahun n
Po = Penduduk pada tahun awal
r = Angka pertumbuhan penduduk (%)
n = Waktu dalam tahun (periode proyeksi)
2.11 Evaluasi Tingkat Kecukupan dan Proyeksi Kebutuhan Fasilitas
Pelayanan
Ketersediaan fasilitas pelayanan merupakan fungsi dari penduduk sebagai
objek pelayanan. Perkembangan fasilitas berbanding lurus dengan pertumbuhan
penduduk dan dinamika perkembangan sosial ekonominya. Pertumbuhan
penduduk yang tinggi dan terus meningkat, membawa implikasi pada
meningkatnya tuntutan akan kebutuhan fasilitas yang dapat mendukung
kehidupannya. Asumsi dasarnya adalah semakin meningkat jumlah penduduk,
maka kebutuhan fasilitas juga meningkat.
Dalam perencanaan penyediaan fasilitas pelayanan, secara umum terdapat
dua macam analisis yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan yaitu
analisis yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan yaitu analisi tingkat
ketercukupan dan proyeksi kebutuhan fasilitas. Dalam perhitungan dibutuhkan
data-data standar normative atau SPM kebutuhan fasilitas sebagai pembanding
30
baik yang sifatnya ambang batas pelayanan (threshold), jangkauan (range)
maupun luasan ruang minimal fasilitas. Hasilnya dapat digunakan untuk:
1) Menghitung jumlah dan kebutuhan fasilitas pelayanan (sosial ekonomi)
2) Memprediksi kebutuhan fasilitas dan lahan yang diperlukan untuk
mencukupi kebutuhan fasilitas pelayanan
3) Menghitung kebutuhan luas lahan yang diperlukan untuk mencukupi
kebutuhan fasilitas pelayanan
4) Menganalisa implikasi-implikasi yang akan ditimbulkan dari hasil
perhitungan terhadap pembangunan wilayah, khususnya alokasi fasilitas
beserta distribusi keruangannya.
a. Formula Tingkat Kecukupan Fasilitas Pelayanan
Evaluasi tingkat ketercukupan fasilitas pelayanan ditentukan dengan
membandingkan ketersediaan fasilitas yang ada dengan kebutuhan fasilitas yang
dihitung dengan menggunakan threshold standar normative tertentu. Tingkat
ketercukupan fasilitas pelayanan juga seringkali disebut dengan daya dukung
fasilitas dalam memberikan pelayanan kepada penduduk yang ada. Berikut
rumusnya:
DDfi = Si / Di
Dimana
Di = JP / Thi
Keterangan:
DDfi = Daya dukung fasilitas i
Di = Demand atau kebutuhan fasilitas i
Si = Supply atau ketersediaan fasilitas i
JP = Jumlah penduduk
Thi = Threshold atau ambang batas fasilitas i
Berdasarkan formulasi tersebut maka dapat diinterpretasikan sebagai
berikut:
31
1. DDfi = 1, artinya Di = Si, yaitu terjadi keseimbangan fungsi pelayanan
antara kebutuhan penduduk dengan keberadaan fasilitas yang ada. Nilai
DDFi = 1, dapat ditafsirkan tingkat pelayanan efisien.
2. DDfi > 1, artinya Si > Di, maka keberadaan fasilitas yang ada telah
mampu mendukung kebutuhan penduduk. Nilai DDFi > 1, dapat
ditafsirkan tingkat pelayanan mencukupi, namun jika nilai kelebihan
terlalu besar akan terjadi kondisi yang tidak efisien karena banyak fasilitas
yang tersedia tidak dimanfaatkan oleh penduduk atau pemanfaatannya
masih dibawah standar pelayanan minimum.
3. DDfi < 1, artinya Di > Si, maka keberadaan fasilitas yang ada tidak
mampu mendukung kebutuhan penduduk, atau telah terjadi kondisi
kekurangan fasilitas sehingga diperluhkan penambahan fasilitas. Nilai
DDfi < 1, yang dapat ditafsirkan tingkat pelayanan tidak efektif. Oleh
karena itu diperluhkan jumlah tambahan fasilitas yang dapat dihitung
dengan mengurangi ketersediaan dengan kebutuhan fasilitas yakni,
menggunakan rumus sebagai berikut:
Tambahan Kebutuhan Fasilitas-I = (Di – Si)
Keterangan :
Di = Demand atau kebutuhan fasilitas i
Si = Supply atau ketersediaan fasilitas i
b. Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Pendidikan
Kebutuhan fasilitas pelayanan merupakan fungsi dari jumlah penduduk,
sehingga dalam proyeksi kebutuhan fasilitas diperluhkan perhitungan proyeksi
pertambahan jumlah penduduk. Berikut formula proyeksi kebutuhan fasilitas:
Di-t(n) = JPt(n) / Thi
Dimana,
JPt(n) = PO (1+𝑟)𝑡 / Thi
Keterangan :
Di-t(n) = Demand atau kebutuhan fasilitas i pada tahun ke-n (proyeksi)
JPt(n) = Jumlah penduduk hasil proyeksi pada tahun ke-n
32
PO (1+𝑟)𝑡 = Proyeksi Penduduk dengan metode pertumbuhan geometri
Thi = Threshold atau ambang batas fasilitas i
Berdasarkan formula tersebut, maka dapat dihitung jumlah tambahan
fasilitas (JTF) pelayanan yang harus dipenuhi pada tahun ke-n, yaitu:
JTF = Di-t(n) – Si
Keterangan:
Di-t(n) = Demand atau kebutuhan fasilitas i pada tahun ke-n (proyeksi)
Si = Supply atau ketersediaan fasilitas i
c. Implikasi Kebutuhan Lahan
Implikasi dari hasil evaluasi tingkat kecukupan dan proyeksi kebutuhan
fasilitas pelayanan adalah tambahan atau peningkatan kebutuhan ruang untuk
pembangunan fasilitas. Dengan menggunakan standar pelayanan minimum
tentang kebutuhan minimum ruang untuk masing-masing fasilitas (SNI 03-1733-
2004 Tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan) maka
dapat dihitung kebutuhan ruang, baik pada saat ini ataupun masa yang akan dating
(berdasarkan proyeksi kebutuhan fasilitas). Prediksi kebutuhan ruang sangat
berguna bagi penyususnan rencana tata ruang wialayah. Berikut formulasinya:
Dri = STDr X Dti
Keterangan :
Dri = Demand atau kebutuhan ruang untuk fasilitas i
Dti = Tambahan Kebutuhan ruang fasilitas i = (Di – Si)
STDr = Standar kebutuhan ruang minimal untuk fasilitas i
Evaluasi tingkat ketercukupan dan proyeksi kebutuhan fasilitas pelayanan
ini digunakan untuk mengetahui berapa banyak kebutuhan fasilitas pelayanan
SMP untuk memenuhi kebutuhan penduduk serta untuk mengetahui berapa
banyak kebutuhan ruang yang harus tersedia untuk menunjang fasilitas pelayanan
SMP yang terdapat di Kecamatan Banggae dan Banggae Timur.
33
2.12 Network Analyst Dalam SIG
Network analyst secara umum adalah pemodelan transportasi makroskopis
untuk melihat hubungan antara obyek yang dihubungkan oleh jaringan
transportasi. Terdapat beberapa analisis yang dapat dilakukan, yaitu:
1) Route analysis
Merupakan metode untuk menentukan rute optimal antra dua obyek atau
lebih yang dihubungkan oleh jaringan transportasi. Rute optimal ini bisa
didasarkan jarak tempuh ataupun waktu tempuh terkecil
2) Closest Facility Analysis
Dapat digunakan sebagai metode untuk menentukan fasilitas mana yang
lebih dekat dari suatu titik. Penentuan fasilitas ini dapat didasarkan oleh
jarak atau waktu tempuh
3) Service Area Analysis
Metode ini digunakan untuk memperhitungkan area cakupan dari suatu
obyek. Cakupan ini didasarkan pada waktu tempuh yang diperluhkan
untuk mencapai suatu obyek melalui jaringan transportasi
4) Origin Destination Matrix Analysis
Analysis ini untuk menghitung cost (bisa dalam bentuk jarak tempuh atau
waktu tempuh) antara tiap pasangan origin dan destination.
Dalam ilmu perencanaan wilayah dan kota, metode ini dapat digunakan
untuk merencanakan rute alternative transportasi, menentukan jangkauan
pelayanan suatu fasilitas, serta menyelesaikan masalah keruanagan lainnya.
Analysis ini digunakan untuk mengetahui sebaran jangkauan fasilitas
pendidikan di Kecamatan Banggae dan Banggae timur yang didasarkan pada
standar jangkauan dan kecepatan rata-rata.
34
2.4 Penelitian Terdahulu
Judul Permasalahan Tujuan Penelitian Variabel Teknik Analisis Output/Hasil Sumber
Studi Penentuan
Lokasi Potensial
Pengembangan
Pusat Perbelanjaan
di Kota Tanggerang
Kota Tanggerang dengan
strategi pengembangan kawasan
perdagangan dengan salah satu
arahan pengembangan yakni
pusat perbelanjaan sebagai
penyediaan fasilitas
perdagangan dan jasa serta
mengantisipasi kebutuhan
penduduk Kota Tanggerang
yang memiliki jenis dan skala
pelayanan kegiatan dapat
mengimbangi perkembangan
kegiatan sektor perdagangan di
DKI Jakarta, sehingga
penduduk tidak lagi menuju
DKI Jakarta.
Untuk mengidentifikasi
lokasi yang potensial untuk
mengembangan pusat
perbelanjaan
• Arah kebijakan
pengembangan
fungsional wilayah
• Kepadatan
penduduk
• Penduduk bekerja
untuk pusat
perbelanjaan
Deskriptif dan
kualitatif, alokasi
lahan sektor
perdangangan
Kecamatan
Larangan
merupakan
kecamatan
potensial sebbagai
pusat perbelanjaan
sesuai dengan
RTRW Kota
Tanggerang
Gesti
Mutiara
Dewi
(2016)
Tingkat Pelayanan
Fasilitas
Pendidikan
Sekolah Menengah
Tingkat Atas
di Kabupaten
Sidoarjo
Penyediaan fasilitas pendidikan
menengah tingkat atas di
Kabupaten Sidoarjo, terdiri atas
Sekolah Menengah Atas/SMA
dan Sekolah Menengah
Kejuruan/SMK di Kabupaten
Sidoarjo telah diupayakan oleh
Pemerintah Sidoarjo, namun
pada kenyataanya masih terjadi
ketidakseimbangan antara
penyediaan pelayanan dengan
kebutuhan pelayanan fasilitas
pendidikan.
Untuk meningkatkan
pelayanan fasilitas
pendidikan Sekolah
Menengah Tingkat Atas di
Kabupaten Sidoarjo, dengan
tujuan untuk memenuhi
kebutuhan penduduknya
yang bisa dipastikan akan
terus menerus meningkat.
• Jumlah penduduk
usia sekolah
• Jumlah fasilitas
pendidikan
• Jumlah penduduk
yang terlayani
fasilitas pendidikan
Statistik deskriptif,
analisis daya
tampung, dan
distribusi frekuensi
relatif
a. Peta Tingkat
Ketersediaan
Fasilitas Sekolah
Menengah Atas
(SMA/SMK)
Berdasarkan
Daya Tampung
Fasilitas di
Kabupaten
Sidoarjo
b. Peta Tingkat
kebutuhan
fasilitas sekolah
menengah tingkat
Sisca
Henlita &
Ketut
Dewi
Martha
Erli
Handayeni
(2013)
35
Judul Permasalahan Tujuan Penelitian Variabel Teknik Analisis Output/Hasil Sumber
atas (SMA/SMK)
di Kabupaten
Sidoarjo
c. Peta Kesesuaian
tingkat
Ketersediaan
Fasilitas Sekolah
Menengah
Tingkat Atas
(SMA/SMK)
Terdahap Tingkat
Kebutuhan
Fasilitas di
Kabupaten
Sidoarjo
Analisis pesebaran
dan radius
keruangan
pencapaian
maksimal fasilitas
sekolah dasar
Kecamatan
Bukateja
Kecamatan Bukateja ini
memiliki jarak 24 kilometer dari
timur pusat kota Purbalingga,
sehingga untuk mendapatkan
aksesibilitas pendidikan dasar
menjadi tidak efektif jika
melakukan perjalanan jauh ke
pusat kota.
untuk memetakan dan
mendiskripsikan persebaran
secara keruangan (spasial)
fasilitas sekolah dasar
Kecamatan Bukateja. Serta
mengidentifikasi dan
mendiskripsikan radius
keruangan pencapaian
maksimal fasilitas sekolah
dasar Kecamatan Bukateja.
• Jumlah Fasilitas
pendidikan
• Jumlah penduduk
pendukung
Analisis Buffer
ArcGis
a. Peta pesebaran
fasilitas sekolah
dasar
b. Peta radius
keruangan
maksimal fasilitas
sekolah dasar
Sakinah
Fathrunnad
i Shalihati
& Anang
Widhi
Nirwansya
h (2015)
Analisis Kebutuhan
dan Penempatan
Prasarana-sarana
Fasilitas Pendidikan
di Kecamatan Wori
Ketersediaan fasilitas
pendidikan memberikan
kesempatan bagi individu untuk
memperoleh layanan dari
fasilitas dari pemenuhan
kebutuhan akan pendidikan.
Namun apakah dalam penataan
Untuk mengkaji penempatan
fasilitas pendidikan dasar,
menengah pertama dan
menengah atas secara
optimal baik secara kuantitas
maupun kualitas
• Jangkauan
pelayanan
• Kebutuhan
Analisis
kependudukan,
ArcGis, kebutuhan
fasilitas
a. Kebutuhan
fasilitas
pendidikan SD,
SMP dan SMA
b. Peta jangkauan
pelayanan
pendidikan SD.
M. Sukri
Umasanga
dji (2015)
36
Judul Permasalahan Tujuan Penelitian Variabel Teknik Analisis Output/Hasil Sumber
infrastruktur pendidikan dapat
memberikan pengaruh yang
baik terhadap pengembangan
wilayah Baik dari segi kualitas
maupun kuantitas
SMP dan SMA
Analisis sebaran
lokasi SMP Negeri
kaitannya dengan
aksesibilitas
mendapatkan
pendidikan di
Kecamatan Ciputat
Timur, Kota
Tangerang Selatan,
Provinsi Banten.
Mobilitas siswa dan orang tua
yang mengantar untuk
menempuh sekolah diluar
wilayah kecamatan bahkan kota
maupun provinsi menambah
ruang gerak siswa dan orang tua
menjadi lebih panjang. Hal ini
terjadi dikarenakan pada
Kecamatan Ciputat Timur
jumlah sekolah menengah
pertama negeri masih terbatas
dibandingkan dengan jumlah
sekolah menengah pertama
swasta dan banyaknya sekolah
dasar.
1. Untuk menganalisis
sebaran lokasi SMP
Negeri di wilayah
Kecamatan Ciputat
Timur, Tangerang
Selatan, Provinsi Banten
berdasarkan teori lokasi.
2. Untuk menganalisis
aksesibilitas penduduk
mendapatkan pendidikan
yang ada di Kecamatan
Ciputat Timur terkait
dengan lokasinya.
3. Untuk menganalisis
kaitan sebaran lokasi
SMP Negeri dengan
aksesibilitas
mendapatkan pendidikan
di Kecamatan Ciputat
Timur.
• Sebaran lokasi
SMP Negeri
• Aksesibilitas
mendapatkan
pendidikan
Deskriptif kualitatif a. Sebaran dan
kepadatan
penduduk per
kelurahan
b. Jumlah sebaran
lokasi tempat
tinggal siswa di
SMP Negeri
Kecamatan
Ciputat Timur
Asep
Hamdi
c. (2014)
Analisis fungsi
pelayanan
pendidikan dasar
dan menengah
dengan metode
centrality index
Sebagai kota yang menjadi
ibukota Provinsi, pembanguan
di kota Serang masih terkesan
berjalan lambat, hal ini terlihat
dari kurang meratanya
pembangunan, sehingga terjadi
Untuk mengatahui
bagaimana fungsi pelayanan
pendidikan dasar dan
menengah
• Fungsi wilayah Deskriptif kuantitatif Ketersedian
fasilitas pelayanan
dan daya tampung
pelayanan fasilitas
pendidikan
Rizka
Gracia P
(2012)
37
Judul Permasalahan Tujuan Penelitian Variabel Teknik Analisis Output/Hasil Sumber
analysis Kota
Serang
pemusatan pada pelayanan di
pusat kota.
Kebutuhan dan
jangkauan
pelayanan
pendidikan di
Kecamatan
Bandongan
Kabupaten
Magelang
Di wilayah Kabupaten
Magelang fasilitas pendidikan
yang berkaitan dengan tingkat
pelayanan sekolah belum
merata, sehingga menimbulkan
banyaknya anak lulusan SMP
Kabupaten yang tidak
tertampung atau melanjutkan ke
jenjang selanjutnya, anak putus
sekolah terutama di daerah–
daerah tertinggal. Untuk
meningkatkan akses dan
pemerataan pelayanan
pendidikan menengah yang
terjangkau bagi semua
penduduk perlu ditempuh
melalui pendidikan formal.
untuk mengkaji jangkauan
pelayanan SMA Negeri
Bandongan sebagai fasilitas
pendidikan menengah di
pedesaan
• Kondisi fisik
kawasan
• Kondisi pendidikan
• Jarak tempuh ke
sekolah
analisis Jangkauan
pelayanan
pendidikan, analisis
Angka Partisipasi
Kasar (APK), analisis
Angka Partisipasi
Murni (APM),
analisis Tingkat
Pelayanan Sekolah,
dan analisis rasio
siswa per kelas.
a. Daya tampung
sekolah
berdasarkan
APK, APM dan
angka
melanjutkan
dari tahun
2002-2006
b. Peta jangkauan
pelayanan SMA
Negeri
Bandongan
c. Kebutuhan
sekolah
berdasarkan
daya tampung
Widianant
ari (2008)
38
Analisis
Output
2.13 Kerangka Konsep
Deskriptif Kualitatif
• Jumlah fasilitas SMP (Profil Pendidikan Kab. Majene, 2016)
• Proyeksi pertumbuhan penduduk (Muta’ali Lutfi, 2015)
• Pengisian angket kuesioner (Data primer)
1. Bagaimana tingkat kecukupan jumlah
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan
radius pelayanannya saat ini pada lokasi
penelitian?
2. Bagaimana pengembangan SMP
berdasarkan radius pelayanan di kota
Majene sampai dengan 20 tahun kedepan ?
Landasan Hukum dan Teori: • Peraturan Daerah Kabupaten Majene No. 12 Tahun 2012
• SNI SNI 03-1733-1989, Tata cara perencanaan kawasan
perumahan kota
• UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
• Peraturan Menteri Pendidikan No. 24 Tahun 2007
• Karakteristik Wilayah
• Proyeksi kebutuhan Sekolah menengah
• ketercukupan serta proyeksi kebutuhan fasilitas SMP
Evaluasi Kecukupan Fasilitas
• Kecukupan fasilitas (Muta’ali, 2015)
• Proyeksi kebutuhan fasilitas (Muta’ali, 2015)
Latar belakang: • Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam perkembangan kehidupan masyarakat (Kneller 1967)
• Penduduk pendukung usia sekolah 13-15 tahun 4.500 jiwa dan jumlah siswa SMP 2.842 siswa serta angka
buta huruf 3,47 % ( Profil Pendidikan Kabupaten Majene Tahun 2016 )
• Fasilitas pendidikan di Kecamatan Banggae dan Banggae Timur yakni sebanyak 9 unit ( Profil Pendidikan
Kabupaten Majene Tahun 2016 ) dan diperluhkan penambahan 6 unit SMP di Kecamatan Banggae
• Kota Majene merupakan kawasan strategis pendidikan di Sulawesi Barat (Peraturan Daerah Kabupaten Majene
No. 12 Tahun 2012)
• konsep teori tempat sentral (Christaller 1933)
Network Analyst SIG
• Peta radius pelayanan SMP (SNI 03-1733-1989)
• Peta jangkauan SMP (Nudyawati,2015)
Jumlah kebutuhan dan jangkauan pelayanan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai 20 tahun kedepan
Overlay SIG
• Peta Analisis Overlay Lokasi Potensial (RDTR Kota Majene, 2012-2032)
• Peta analisis lokasi bukan peruntukan SMP (RDTR Kota Majene, 2012-2032)
• Peta tahapan pembangunan lokasi potensial (RDTR kota Majene, 2012-2032)
39
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.1.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang
berada di Kecamatan Banggae dan Banggae Timur , Kabupaten Majene, Sulawesi
Barat.
3.1.2 Waktu Penelitian
Penelitian Studi Kebutuhan, dan jangkauan Fasilitas Pendidikan Jenjang
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Terhadap Pola Persebaran Permukiman pada
Kecamatan Kecamatan Banggae dan Banggae Timur, Kota Majene ini dilakukan
Mulai bulan Januari 2017 sampai dengan Bulan Maret 2017.
3.2 Jenis Penelitian
jenis penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah Penelitian
deskriptif kualitatif dan kuantitatif yakni penelitian yang bertujuan untuk
mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap suatu populasi
atau daerah tertentu mengenai berbagai sifat dan faktor tertentu (Santoso dalam
Jonathan Sarwono, 2016).
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto,2002:108).
Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siswa Sekolah Menengah
Pertama (SMP) di Kecamatan Banggae dan Banggae Timur, Kota Majene.
Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kota Majene jumlah siswa kelas VII
Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kecamatan Banggae dan Banggae Timur
jumlahnya mencapai 1.023 siswa, yang tersebar di Sembilan SMP. Populasi
penelitian inilah yang nantinya akan diteliti dalam penelitian ini.
40
Tabel 3.1 Populasi Siswa
No Nama Sekolah Jumlah Siswa Kelas VII
Jumlah L P
1 SMP 1 Majene 130 161 291
2 SMP 6 Majene 35 72 107
3 SMP 2 Majene 80 114 194
4 SMP 3 Majene 106 130 236
5 SMP 4 Majene 42 49 91
6 SMP 5 Majene 13 17 30
7 SMP 7 Satu Atap Majene 19 21 40
8 SMP 8 Satu Atap Majene 7 5 12
9 SMP Islam Tande 12 10 22
jumlah 444 579 1.023
Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Majene 2015/2016
3.3.2 Sampel dan Teknik Sampling
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi (Sugiyono dalam Dewi Mutiara, 2016). Sampel diberlakukan dalam
penelitian ini untuk mengatasi keterbatasan waktu dan biaya penelitian. Sampel
yang diambil dalam penelitian ini sudah diusahakan benar-benar representatif
(mewakili populasi) agar dapat dilakukan generalisasi terhadap populasi.
Bedasarkan tabel penentuan sampel dari populasi tertentu dengan taraf
kesalahan 10% atau 0,1 maka jumlah sampel dapat ditentukan berdasarkan rumus
Slovin (1990), yaitu:
𝑆 =𝑁
(1 + 𝑁 (𝑒)2)
Dimana :
𝑆 : jumlah sampel
𝑁 : jumlah populasi
e : presisi, dengan taraf kesalahan yakni 10 % atau 0,1
Dari persamaan tersebut, maka dapat didapat jumlah sampel pada wilayah
penelitian sebagai berikut :
𝑆 =1.023
(1 + 1.023 (10 %)2)
41
𝑆 =1.023
(1 + 1.023 𝑋 0,01
𝑆 =1.023
11,23
𝑆 = 91,09
𝑆 = 91 (dibulatkan)
Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampling (Sugiyono dalam
Dewi Mutiara, 2016). Teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini
dilakukan dengan probably sampling. Probably sampling adalah teknik
pengambilan sampling dengan memberi peluang yang sama bagi setiap anggota
populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono dalam Dewi Mutiara, 2016).
Dimana teknik yang digunakan adalah simple random sampling yaitu
pengambilan sampel dari populasi yang dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata dalam populasi tersebut (Sugiyono dalam Dewi Mutiara,
2016).
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut total sampel dati penelitian ini
adalah 91, yang kemudian akan didistribusikan berdasarkan prosentase jumlah
siswa di masing-masing sekolah. Dimana perhitunganya dilakukan sebagai
berikut :
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑆𝑀𝑃 𝑋 =∑ 𝑆𝑖𝑠𝑤𝑎 𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑉𝐼𝐼
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖𝑋 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 Rencana
Tabel 3.2 Jumlah Sampel
No Nama Sekolah Jumlah Jumlah Sampel
1 SMP 1 Majene 291 26
2 SMP 6 Majene 107 9
3 SMP 2 Majene 194 17
4 SMP 3 Majene 236 21
5 SMP 4 Majene 91 8
6 SMP 5 Majene 30 3
7 SMP 7 Satu Atap Majene 40 4
8 SMP 8 Satu Atap Majene 12 1
9 SMP Islam Tande 22 2
Jumlah 1023 91
Sumber: Analisis Data Oleh Peneliti
42
3.4 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah Kebutuhan, dan jangkauan Fasilitas
Pendidikan Jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) Terhadap Pola Persebaran
Permukiman. Variabel tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Karakteristik umum Kota Majene
2. Jumlah fasilitas pendidikan Sekolah Menegah Pertama (SMP) di Kota
Majene dan proyeksi
3. Jumlah penduduk dan prediksi pertumbuhan penduduka hingga tahun
2036
4. Radius pelayanan fasilitas pendidikan Sekolah Menegah Pertama (SMP)
di Kota Majene berdasarkan SNI SNI 03-1733-1989, tentang Tata cara
perencanaan kawasan perumahan kota
3.5 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode sebagai berikut:
3.5.1 Metode Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan
dokumen yang telah berlalu. Dokumen bisa dalam bentuk tulisan, gambar, atau
karya monumental dari seseorang.(Sugiyono dalam Dewi Mutiara, 2016). Melalui
metode dokumentasi kondisi sekolah, keadaan dan situasi jalan dapat diambil
melalui gambar yang diambil secara langsung.
3.5.2. Metode Studi Literatur
Merupakan teknik pengumpulan informasi dan data dengan mempelajari
berbagai buku referensi serta hasil penelitian sebelumnya yang sejenis yang
berguna untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti
(Sarwono dalam Dewi Mutiara, 2016).
43
Dalam penelitian ini studi literature yang digunakan adalah data
kependudukan dan data profil pendidikan Kota Majene dan per satuan pendidikan
SMP di Kecamatan Banggae dan Banggae Timur. Serta beberapa referensi terkait
jurnal maupun skripsi tentang jangkuan dan kebutuhan fasilitas pendidikan
3.5.3 Metode Observasi
Metode ini merupakan teknik mencari data yang valid yang hendak diteliti
di lokasi penelitian yaitu mengamati karakteristik fisik serta sosial Kecamatan
Banggae dan Banggae Timur, Kota Majene, Provinsi Sulawesi Barat. Letak
sekolah. jarak jangkauan,waktu tempuh menuju SMP yaitu dengan mengamati
aksesibilitas fisik.
a. Mengamati fasilitas sekolah yang tersedia.
b. Indentifikasi kemudahan pelayanan terhadap siswa.
3.5.4 Metode Angket atau Kuesioner
Metode angket (Kuesioner) merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono dalam Dewi Mutiara, 2016).
Dalam penelitian ini metode angket atau kuesioner digunakan untuk memperoleh
data dan informasi tentang kebutuhan masyarakat (siswa) terhadap fasilitas
pendidikan jenjang sekolah menengah, alasan siswa memilih sekolah, alat
transportasi yang digunakan siswa untuk menuju sekolah, jarak dan waktu tempuh
siswa menuju siswa dan biaya transportasi siswa. Alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah angket, karena angket yang akan digunakan dalam penelitian
ini adalah angket yang bersifat non tes, maka tidak diperlukan adanya tes validitas
dan reabilitas (Sugiyono dalam Dewi Mutiara, 2016).
3.6 Metode Analisis Data
Metode analisis data adalah mengurai dan mengolah data mentah menjadi
data yang dapat ditafsirkan dan dipahami secara lebih spesifik dan diakui dalam
suatu perspektif ilmiah yang sama sehingga tidak bias atau menimbulkan
44
pespektif yang berbeda-beda (Haris Herdiansyah dalam Dewi Mutiara, 2016)
Dalam penelitian ini, terdapat beberapa metode analisis yang digunakan,
yakni
1. Analisis deskriptif kualitatif yang digunakan untuk memaparkan data-
data yang diperoleh dari karakteristik kawasan, dan data-data dari hasil
olahan tabel jumlah fasitas pendidikan SMP, proyeksi pertumbuhan
penduduk dan kebutuhan fasilitas SMP dan hasil pengisian angket
kuesioner terhadap pelayanan sekolah.
2. Network analyst dengan ArcGis, yakni aplikasi yang digunakan dalam
membuat pemetaan. Output dari aplikasi ini adalah berupa peta radius
jangkauan pelayanan, radius pelayanan fasilitas SMP berdasarkan jarak
tempuh atau waktu tempuh
3. Evaluasi kecukupan proyeksi, analisis ini digunakan untuk mengetahui
kecukupan atau proyeksi kebutuhan fasilitas SMP.
45
Tabel 3.3 Metodologi Penelitian
No Tujuan Jenis Data Teknik Pengumpulan
Data Analisis Output
1
Untuk mengetahui
tingkat kecukupan
jumlah fasilitas
pendidikan Sekolah
Menengah Pertama
(SMP) di Kota Majene
dan apakah
pelayanannya telah
menjangkau seluruh
penduduk yang
membutuhkan.
Data sekunder dan
primer
Fasilitas pendidikan
SMP
Observasi dan studi
literatur
Deskriptif Kualitatif
Tabel
jumlah fasilitas
pendidikan SMP
Jangkauan pelayanan
dan waktu tempuh
Studi literatur dan
kuesioner
Buffer dengan
ArcGis
Network Analisis
Peta janglauan pelayanan
dan waktu tempuh
pelayanan
2
Untuk mengetahui
jumlah SMP yang ideal
dan lokasi
pembangunanya untuk
20 tahun kedepan
Datas sekunder
Proyeksi penduduk,
proyeksi kebutuhan
fasilitas SMP dan ruang
Studi literature Deskriptif kualitatif
Tabel proyeksi
penduduk, dan
kebutuhan fasilitas SMP
Titik pesebaran
proyeksi SMP,
jangkauan pelayanan
dan waktu tempuh
Studi literatur
Buffer dengan
ArcGis
Network Analisis
Peta proyeksi jangkauan
fasilitas SMP dan waktu
tempuh
Arahan penempatan
fasilitas SMP Studi literatur Overlay dengan ArcGis
Peta analisis
overlaylokasi potensial
berdasarkan RDTR
2012-2032
46
47
BAB IV
GAMBARAN UMUM
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Majene
4.1.1 Keadaan Geografis dan Administrasi
Secara geografis Kabupaten Majene terletak antara 20 38’ 45” – 30
38’ 15” Lintang Selatan dan antara 1180 45’ 00” - 1190 4’ 45” Bujur
Timur. Kabupaten Majene merupakan salah satu dari 5 kabupaten yang
berada dalam wilayah Provinsi Sulawesi Barat yang terletak di pesisir
pantai barat Propinsi Sulawesi Barat memanjang dari Selatan ke Utara.
Jarak Kabupaten Majene ke ibukota Propinsi Sulawesi Barat (Kota
Mamuju) kurang lebih 146 km.
Luas wilayah Kabupaten Majene adalah 947,84 km² atau 5,6% dari
luas Propinsi Sulawesi Barat 16.990,77 km², terdiri atas 8 kecamatan dan
20 Kelurahan serta 62 desa. Adapun kecamatan di Kabupaten Majene
adalah Kecamatan Banggae, Kecamatan Banggae Timur, Kecamatan
Pamboang, Kecamatan Sendana, Kecamatan Tammerodo Sendana,
Kecamatan Tubo Sendana, Kecamatan Malunda dan Kecamatan
Ulumanda. Pada dasarnya wilayah Kabupaten Majene sangat berpengaruh
terhadap daerah sekitarnya
Secara administratif Kabupaten Majene berbatasan dengan
wilayah-wilayah berikut:
Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Mamuju
Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Polewali Mandar
dan Mamasa
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Teluk Mandar
Sebelah Barat : berbatasan dengan Selat Makassar
Kecamatan Ulumanda merupakan wilayah kecamatan terluas
dibanding dengan luas wilayah kecamatan lainnya yakni; 456,06 km² atau
48,10%, sedangkan wilayah kecamatan dengan luas wilayah terkecil
adalah Kecamatan Banggae dengan luas wilayah masing-masing adalah
Kecamatan Banggae 25,15 km² atau 2,65%
48
Gambar 4.1. Peta Administrasi Kabupaten Majene
Sumber : Dokumen RTRW Kab. Majene Tahun 2010-2030
49
4.1.2 Kependudukan
a. Perkembangan Jumlah Penduduk
Berdasarkan data BPS, penduduk Kabupaten Majene pada tahun
2014 jumlah penduduk sebesar 161.132 jiwa dan pada tahun 2015
sebesar 163.896 jiwa. Jumlah penduduk terbesar terdapat pada dua
kecamatan yaitu Kecamatan Banggae dengan jumlah penduduk sebesar
40.646 jiwa dan Kecamatn Banggae Timur dengan jumlah penduduk
sebesar 30.886 jiwa. Menurut jenis kelamin, tercatat penduduk laki-laki
sebesar 80.068 jiwa sedangkan penduduk perempuan sebesar 83.828
jiwa.
Hal tersebut menunjukkan bahwa rasio jenis kelamin/sex ratio
(SR) penduduk adalah sekitar 95,51 artinya untuk setiap 100 penduduk
perempuan terdapat 95 atau 96 penduduk laki-laki.
Tabel 4.1. Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin di Kabupaten Majene
Tahun 2015
KecamatanPenduuduk Rasio Jenis
KelaminLaki-laki Perempuan JumlahBanggae 20042 20604 40646 97,27
Banggae Timur 14879 16007 30886 92,95Pamboang 10709 11425 22134 93,73Sendana 10818 11759 22577 92,00
Tammerodo 5579 5804 11383 96,12Tubo Sendana 4381 4497 8878 97,42
Malunda 9144 9320 18464 98,11Ulumanda 4516 4412 8928 102,36
Jumlah 80068 83828 163896 95,51Sumber : Kabupaten Majene dalam Angka, 2016
b. Distribusi dan Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk ditentukan oleh luas wilayah dan jumlah
penduduk yang menempati wilayah tersebut. Pada akhir tahun 2014
jumlah penduduk 161.132 jiwa, yang terdiri dari 78.607 jiwa penduduk
kaki-lalki dan 82.525 jiwa penduduk perempuan dengan tingkat
kepadatan penduduk mencapai 170 Jiwa/Km². Sedangkan untuk jumlah
penduduk pada tahun 2015 16.3896 jiwa Jumlah penduduk tertinggi
berada di Kecamatan Banggae dengan jumlah penduduk sebanyak
50
40.646jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 1.616 Jiwa/Km²,
sedangkan jumlah penduduk terendah berada di Kecamatan Tubo
Sendana dengan jumlah penduduk 8.878jiwa dengan tingkat kepadatan
penduduk sebanyak 216 Jiwa/Km². Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel 4.2 mengenai luas wilayah dan kepadatan penduduk di
Kabupaten Majene tahun 2015 di bawah ini.
Tabel 4.2. Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten
Majene Tahun 2015
No KecamatanPersentasePenduduk
KepadatanPenduduk Per Km²
1 Banggae 28,80 1.6162 Banggae Timur 18,84 1.0283 Pamboang 13,50 3154 Sendana 13,78 2755 Tammerodo 6,95 2056 Tubo Sendana 5,42 2167 Malunda 11,27 988 Ulumanda 5,45 20
jumlah 100,00 173
Sumber : Kabupaten Majene dalam Angka, 2016
4.2 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.2.1 Keadaan Geografis dan Administrasi
Kecamatan Banggae Timur dan Banggae merupakan Ibukota Kabupaten
Majene terletak dengan luas perkotaan 5.515 km, yang berada di posisi selatan
Kabupaten Majene, dengan jam tempuh sekitar 3 jam sampai 4 jam dari
ibukota Sulawesi Barat (Mamuju) yaitu ± 142 km. Kecamatan Banggae Timur
terdiri dari 9 Kelurahan/Desa dengan luas wilayah 30,04 km² dan Kecamatan
Banggae terdiri dari 8 Kelurahan/Desa dengan luas wilayah 25,25 km²
4.2.2 Kependudukan
a. Kecamatan Banggae Timur
Berdasarkan badan pusat stasistik jumlah penduduk Kecamatan
Banggae Timur pada tahun 2015 sebesar 30.886 jiwa. jumlah penduduk
terbesar terdapat di Kelurahan Labuang Utara dengan jumlah penduduk
sebesar 6.631 jiwa dengan sex ratio 93,78%. Hal ini dapat dilihat pada
tabel berikut :
51
Tabel 4.3 Banyaknya Penduduk Menurut Desa/Kelurahan, Jenis Kelamin
dan Rasio Jenis Kelamin di Kecamatan Banggae Timur 2015
Sumber : Kabupaten Majene dalam Angka, 2016
Tabel 4.4. Kepadatan Penduduk dan Anggota Rumah Tangga Menurut
Desa/Kelurahan di Kecamatan Banggae Timur Tahun 2015
Sumber : Kecamatan Banggae Timur dalam Angka, 2016
a. Kecamatan Banggae
Berdasarkan hasil proyeksi penduduk, penduduk Kecamatan
Banggae pada tahun 2014 sebesar 39.865 jiwa. jumlah penduduk terbesar
terdapat di Kelurahan Pangali-ali dengan jumlah penduduk sebesar
10.418 jiwa. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :
No Desa/KelurahanJenis Kelamin
Jumlah Sex RatioLaki-laki Perempuan
1 Labuang 2.814 3.121 5.935 90,162 Labuang Utara 3.209 3.422 6.631 93,783 Baurung 2.390 2.391 4.781 99,964 Lembang 2.670 2.775 5.445 92,225 Tande 747 896 1.643 83,376 Tande Timur 901 1.101 2.002 81,837 Baruga 1.017 1.104 2.121 92,128 Baruga Dhua 830 858 1.688 96,749 Buttu Baruga 301 339 640 88,79
Jumlah 14.879 16.007 30.886 92,95
No Desa/Kelurahan Luas/Km²JumlahRumahTangga
PendudukRata-rata
KepadatanPenduduk
AnggotaRT
1 Labuang 0,26 1.316 5.935 22.827 4,512 Labuang Utara 1,15 1.468 6.631 5.766 4,523 Baurung 2,14 956 4.781 2.234 5,004 Lembang 2,71 1.088 5.445 2.009 5,005 Tande 4,82 412 1.643 341 3,996 Tande Timur 3,65 502 2.002 548 3,997 Baruga 6,28 462 2.121 338 4,598 Baruga Dhua 7,69 397 1.688 220 4,259 Buttu Baruga 1,34 150 640 478 4,27
Jumlah 30,04 6.751 30.341 1.028 4,58
52
Tabel 4.5. Banyaknya Penduduk Menurut Desa/Kelurahan, Jenis Kelamin dan
Rasio Jenis Kelamin di Kecamatan Banggae Tahun 2015
Sumber : Kecamatan Banggae Timur dalam Angka, 2016
Tabel 4.6. Kepadatan Penduduk dan Anggota Rumah Tangga Menurut
Desa/Kelurahan di Kecamatan Banggae Tahun 2015
Sumber : Kecamatan Banggae Timur dalam Angka, 2016
4.2.3 Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Kecamatan Banggae Timur dan Kecamatan Banggae
meliputi penggunaan lahan permukiman, pendidikan, perkantoran, pertanian,
kebun campuran, hutan , tambak, lading, sawa , dan rawa.
No Desa/KelurahanJenis Kelamin
Jumlah Sex RatioLaki-laki Perempuan
1 Totoli 2.083 2.078 4.161 100,242 Palipi Soreang 998 1000 1.998 99,803 Rangas 3.667 3.780 7.447 97,014 Baru 2.571 2.740 5.311 93,835 Pamboborang 1.056 1.097 2.153 96,266 Pangali-ali 5.249 5.373 10.622 97,697 Banggae 2.572 2.689 5.261 95,658 Galung 1.846 1.847 3.693 99,95
Jumlah 20.042 20.604 20.646 97,27
No Desa/Kelurahan Luas/Km²JumlahRumahTangga
PendudukRata-rata
KepadatanPenduduk
AnggotaRT
1 Totoli 4,33 760 4.161 961 5,482 Palipi Soreang 4,12 366 1.998 485 5,463 Rangas 2,23 1.360 7.447 3.339 5,484 Baru 2,46 1.187 5.311 2.159 4,475 Pamboborang 3,11 480 2.153 692 4,496 Pangali-ali 4,49 2.015 10.622 2.366 5,277 Banggae 2,27 1.081 5.261 2.318 4,488 Galung 2,14 759 3.693 1.726 4,48
Jumlah 25,15 8.008 39.865 1.616 5,08
53Gambar 4.2. Peta Wilayah Kecamatan Banggae Timur
Sumber : portalgeospasial.blogsot.co.id
54Gambar 4.3. Peta Wilayah Kecamatan Banggae
Sumber : portalgeospasial.blogsot.co.id
55Gambar 4.4. Peta Pola Guna Lahan Kota Majene
Sumber : RDTR Kabupaten Majene
56
4.3 Karakteristik Kawasan Pendidikan
4.3.1 Jumlah Fasilitas Pendidikan di Kabupaten Majene
Berdasrakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Majene, Kota
Majene sebagai kawasan strategis pendidikan memiliki beberapa fasilitas
pendidikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik dari jenjang pendidikan
dasar hingga jenjang pendidikan tinggi.
Data profil pendidikan Kabupaten Majene pada tahun 2016 , untuk
Kecamatan Banggae terdapat fasilitas pendidikan Tk (Taman Kanak-kanak)
sebayak 12 unit, SD (Sekolah Dasar) sebayak 33 unit, MI (Madrasah Ibtidayah)
sebanyak 4 unit, MTS (Madrasah Tsanawiyah) sebayk 2 unit, MA (Madrasah
Aliyah) sebanyak 1 unit, SMK (Sekolah Menengah Atas) sebayak 1 unit
sedangkan untuk fasilitas pendidikan PLB (Pendidikan Luar Biasa) dan SMA
(Sekolah Menegah Atas) tidak terdapat fasilitas tersebut di Kecamatan Banggae
Pada Kecamatan Banggae Timur berdasrkan profil pendidikan Kabupaten
Majene pada tahun 2016, fasilitas pendidikan Tk (Taman Kanak-kanak) sebayak
18 unit, SD (Sekolah Dasar) sebayak 24 unit, MI (Madrasah Ibtidayah) sebanyak
7 unit, MTS (Madrasah Tsanawiyah) sebayk 5 unit, MA (Madrasah Aliyah)
sebanyak 5 unit, SMK (Sekolah Menengah Atas) sebayak 3 unit sedangkan untuk
fasilitas pendidikan PLB (Pendidikan Luar Biasa) terdapat 3 unit dan SMA
(Sekolah Menegah Atas) sebanyak 3 unit. Sedangkan, untuk jenjang pendidikan
tinggi terdapat 6 unit yang tersebar di Kecamatan Banggae dan Banggae Timur.
Tabel 4.7 Jumlah Fasilitas Pendidikan di Kecamatan Banggae
Jenis Fasilitas Pendidikan JumlahTK 12
PLB 0SD 33MI
SMP42
MTS 2SMA 0MA 1
SMK 1
Sumber: Profil Pendidikan Kabupaten Majene 2016
57
Tabel 4.8 Jumlah Fasilitas Pendidikan di Kecamatan Banggae Timur
Jenis Fasilitas Pendidikan JumlahTK 18
PLB 3SD 24MI
SMP77
MTS 5SMA 3MA 5
SMK 3
Sumber: Profil Pendidikan Kabupaten Majene 2016
4.3.2 Persentase Penduduk Usia Sekolah Terhadap Jumlah Penduduk Seluruhnya
Penduduk merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk
mengukur kebutuhan fasilitas pelayanan, seperti fasilitas pelayanan pendidikan.
Semakin tinggi tingkat partisipasi penduduk usia sekolah maka pelayanan fasilitas
pendidikan telah berhasil dijalankan. Berdasrakan Profil Pendidikan Kabupaten
Majene 2016, Kecamatan Banggae memiliki tingkat persentase penduduk usia
sekolah terhadap jumlah penduduk seluruhnya terendah yakni pada usia 7 tahun
yakni sebanyak 8,59 % dan untuk persentase penduduk usia sekolah terhadap
jumlah penduduk seluruhnya terbesar yakni pada usia 15-24 tahun sebanyak 37,98
% atau dari total jumlah penduduk Kecamatan Banggae 40.646 terdapat 37,98 %
penduduk usia 15-24 tahun lebih banyak mengikuti program pendidikan SMA
hingga perguruan tinggi.
Kecamatan Banggae Timur memiliki tingkat persentase penduduk usia
sekolah terhadap jumlah penduduk seluruhnya terendah yakni pada usia 7 tahun
yakni sebanyak 9,66 % dan untuk persentase penduduk usia sekolah terhadap
jumlah penduduk seluruhnya terbesar yakni pada usia 15-24 tahun sebanyak 42,7
% atau dari total jumlah penduduk Kecamatan Banggae 30.886 terdapat 42,7 %
penduduk usia 15-24 tahun lebih banyak mengikuti program pendidikan SMA
hingga perguruan tinggi.
58
Tabel 4.9 Persentase (%) Penduduk Usia Sekolah Terhadap Jumlah Penduduk
Seluruhnya
KecamatanJumlah Penduduk
(Jiwa)Usia Sekolah ( Tahun) Persentase (%)
Banggae 40.646
0-6 30,694-5 8,694-6 12,997 8,59
7-12 25,4213-15 12,416-18 11,9915-24 37,98
Banggae Timur 30.886
0-6 34,484-5 9,764-6 14,67 9,66
7-12 28,613-15 13,8916-18 13,4915-24 42,7
Sumber: Profil Pendidikan Kabupaten Majene 2016
4.3.3 Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Lanjut Tingkat Pertama
Berdasrkan data Badan Pusat Statistik, untuk Kecamatan Banggae pada
tahun 2015, terdapat 2 sekolah dengan 45 kelas dan murid sebanyak 1.084 siswa
dengan jumlah guru sebayak 64 orang. Sedangkan untuk Kecamatan Banggae
Timur, terdapat 7 sekolah dengan 67 kelas dan murid sebanyak 1.758 siswa
dengan jumlah guru sebayak 138 orang. Penyebaran fasilitas sekolah lanjut
tingkat pertama dirinci menurut Kecamatan, menunjukan bahwa penduduku usia
sekolah masih terkonsentrasi di wilayah Kecamatan Banggae Timur, yaitu pada
Desa/Kelurahan Labuang Utara sebayak 1.183 siswa, dan yang terendah adalah
Desa/Kelurahan Baruga Dhua sebayak 43 siswa. Adapun peta maaping titik
fasilitas pendidikan SMP yang terdapat di Kota Majene pada gambar 5.1.
Tabel 4.10 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Lanjut Tingkat Pertama
Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Banggae 2015
Desa/Kelurahan Sekolah KelasMurid Guru
L P L+P L P L+PTotoli - - - - - - - -Palipi Soreang - - - - - - - -Rangas 1 21 130 219 349 6 18 24Baru - - - - - - - -Pamboborang - - - - - - - -
59
Pangali-ali 1 24 347 388 735 11 29 40Banggae - - - - - - - -Galung - - - - - - - -Jumlah 2 45 477 607 1084 17 47 64
Sumber: BPS Kabupaten Majene, 2016
Tabel 4.11 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Lanjut Tingkat Pertama
Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Banggae Timur 2015
Desa/Kelurahan Sekolah KelasMurid Guru
L P L+P L P L+PLabuang - - - - - - - -Labuang Utara 2 42 536 647 1183 24 53 77Baurung 1 6 59 80 139 4 8 12Lembang 1 10 121 117 238 6 15 21Tande 2 6 78 77 155 6 8 14Tande Timur - - - - - - - -Baruga - - - - - - - -Baruga Dhua 1 3 22 21 43 3 11 14Buttu Baruga - - - - - - - -Jumlah 7 67 816 942 1758 43 95 138
Sumber: BPS Kabupaten Majene, 2016
4.3.4 Tingkat Partisipasi Sekolah
Menurut data Badan Pusat Statistik Kabupaten Majene pada tahun 2015,
untuk sekolah lanjut tingkat pertama masih terdapat 8,07 % (laki-laki) dan 6,51 %
(perempuan) yang tidak sekolah lagi. Hal ini berdampak pada Angka Partisipasi
Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK) yang pada tahun 2015 APM
untuk SMP adalah 68.12 % dan APK 77,54%.
Tabel 4.12 Persentase Penduduk Usia 13-15 Tahun Menurut Jenis Kelamin dan
Partisipasi Sekolah di Kabupaten Majene 2015
JenisKelamin
Tidak/belum Pernah Sekolah Masih Sekolah Tidak Sekolah Lagi
L 0,15 91,78 8,07P 0,00 93,49 6,51
Jumlah 0,07 92,70 7,23
Sumber: BPS Kabupaten Majene, 2016
4.3.5 Status dan Akreditas Sekolah Lanjut Tingkat Pertama
Berdasarkan data Badan Pusat Satatistik dan Dinas Pendidikan Kabupaten
Majene, sekolah lanjut tingkat pertama lebih banyak berstatus negeri yakni 32
60
sekolah dan untuk swasta hanya terdapat 1 sekolah. Untuk akreditas, terdapat 3
sekolah dengan akreditas A, 15 dengan akreditas B, 4 dengan akreditas C dan
terdapat 11 sekolah yang belum memiliki akreditas. Banyaknya sekolah yang
belum memiliki akreditas mempengaruhi kualitas layanan sekolah terhadap sistem
pembelajaran dan mengakibatkan kurangnya pemerataan siswa untuk tiap sekolah
Tabel 4.13 Jumlah Sekolah Menegah Pertama Menurut Status Sekolah dan
Kecamatan di Kabupaten Majene 2015
Kecamatan Negeri Swasta JumlahBanggae 2 - 2Banggae Timur 6 1 7Pamboang 7 - 7Sendana 5 - 5Tammerodo 2 - 2Tubo Sendana 2 - 2Malunda 4 - 4Ulumanda 4 - 4Jumlah 32 - 33
Sumber: BPS Kabupaten Majene, 2016
Tabel 4.14 Jumlah Sekolah Berdasarkan Akreditas dan Kecamatan di Kabupaten
Majene 2015
KecamatanAkreditas
Belum JumlahA B C
Banggae - 2 - - 2Banggae Timur 2 2 1 2 7Pamboang - 4 1 2 7Sendana - 3 - 2 5Tammerodo - 1 0 1 2Tubo Sendana - 2 - - 2Malunda 1 - 1 2 4Ulumanda - 1 1 2 4
Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Majene, 2016
4.3.6 Ruang Kelas Menurut Kondisi dan Fasilitas Sekolah
Berdasarkan data Profil Pendidikan Kabupaten Majene, sekolah dengan
ruang kelas dengan kondisi baik (tabel 5.6) untuk kawasan penelitian hanya
terdapat 2 ruang kelas dengan kondisi baik yang terdapat di Kecamatan Banggae
dari 2 sekolah lanjut tingkat pertama dan ruang kelas dengan kondisi rusak berat
sebanyak 9 kelas, sedangkan pada Kecamatan Banggae Timur, ruang kelas
dengan kondisi baik sebanyak 58 kelas dari 7 sekolah dan untuk ruang kelas
61
dengan kondisi rusak berat sebanyak 13 kelas. Untuk fasilitas sekolah,
berdasarkan Profil Pendidikan Kabupaten Majene, pada sekolah di Kecamatan
Banggae Timur terdapat 3 UKS dari 7 sekolah sedangkan untuk sekolah di
Kecamatan Banggae tidak terdapat ruang UKS, hal ini tidak sesuai dengan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.24 Tahun 2007 Tentang Standar
Sarana dan Prasarana Sekolah.
4.3.7 Angka Partisipasi Murni (APM) 53dan Angka Partisipasi Kasar (APK)
Berdasarkan Profil Pendidikan Kabupaten Majene, pada Kecamatan
Banggae Timur, untuk jumlah penduduk usian sekolah SMP yakni 13-15 tahun
sebanyak 1.939 jiwa sedangkan, pada Kecamatan Banggae, jumlah penduduk usia
sekolah 13-15 tahun sebanyak 2.561 jiwa.
APM dan APK merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan
dalam penentuan jangkauan pelayanan pendidikan yang didasarkan pada
keperluan masyarakat pada saat ini. Agar terwujudnya tujuan pendidikan yang
memberikan pemerataan dalam mendaptkan pendidikan.
Tabel 4.15 Jumlah Penduduk, Siswa SMP, Jumlah Penduduk Usia Sekolah, dan
Jumlah Lulusan SD di Kecamatan Banggae dan Banggae Timur 2015
No Uraian
Kecamatan
JumlahBangga Banggae Timur
1 Jumlah Penduduk 40.646 30.886 71.5322 Jumlah Siswa SMP 1.084 1.758 2.8403 Jumlah Siswa SMP usia 13-15 691 1.359 2.0503 Jumlah Penduduk Usia 13-15 2.561 1.939 4.5004 Jumlah Lulusan SD 860 586 1.446
Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Majene, 2016
Untuk menghitung APK, APM dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
Jumlah siswa seluruhnya
APK = ---------------------------------- X 100
Jumlah penduduk 13 – 15 tahun
2.840
62
APK = ---------------------------------- X 100
4.500
APK = 63,11
Berdasrkan hasil analisis tersebut Angka Partisipasi Kasar (APK) di
Kecamatan Banggae dan Banggae Timur pada tahun 2016 sebesar 63,11 %. Nilai
APK yang diharapkan adalah 100% hal ini berarti bahwa masih terdapat 36,89 %
penduduk usia 13-15 tahun di wilayah tersebut yang belum melanjtkan
pendidikan.
Jumlah siswa tingkat SMP usia 13-15 tahun
APM = ---------------------------------- X 100
Jumlah penduduk 13 – 15 tahun
2.050
APM = ---------------------------------- X 100
4.500
APM = 45,55
Hasil analisis Angka Partisipasi Murni (APM) di Kecamatan Banggae dan
Banggae Timur sebesar 45,55 %. Hal ini tergolong rendah, sebab terdapat 54,45
% penduduk usia 13-15 tahun yang belum terlayani oleh fasilitas pendidikan
SMP.
63
Tabel 4.16 Jumlah Ruang Kelas Menurut Kondisi dan Fasilitas Sekolah di Kabupaten Majene 2015
KecamatanRuang Kelas Milik Menurut Kondisi Jenis Fasilitas Sekolah
BaikRusakRingan
RusakBerat
Jumlah PerpustakaanLap.
OlahragaUKS
Lab.IPA
Lab.Multimedia
TempatIbadah
AirBersih
Toilet Listrik
Banggae 2 19 9 30 2 - - 2 2 1 2 7 2BanggaeTimur
58 3 13 74 5 - 3 4 4 3 7 34 7
Pamboang 39 8 10 57 5 - - 5 - 3 7 23 5Sendana 29 9 3 41 4 - 1 2 2 2 5 23 3
Tammerodo 9 6 - 15 1 - - 1 1 1 2 6 1Tubo Sendana 12 - - 12 1 - - 2 - 1 2 13 2
Malunda 26 6 2 34 3 - - 2 - 2 4 12 2Ulumanda 17 3 3 23 3 - 2 4 - 3 4 28 2
Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Majene, 2016
64
65
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam pembahasan bab ini menguraikan karakteristik kawasan pendidikan
Kabuapten Majene yakni jumlah SMP saat ini jangkauan pelayanan dan proyeksi
kebutuhan SMP serta radius pelayanan hingga 20 tahun kedepan.
5.1 Fasilitas SMP Saat ini
5.1.1 Jumlah SMP Eksisting dan Efaluasi Tingkat Kecukupan
Kota Majene berdasrkan perda No. 12 tahun 2012 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Majene merupakan pusat kegiatan wilayah atau PKW
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten
atau kota. Berdasrkan hal tersebut Kota Majene harus mampu melayani kebutuhan
masyarakat khususnya kebutuhan pelayanan pendidikan bagi masyarkat Kota
Majenene dan masyarakat disekitar wilayah. Peta pusat-pusat kegiatan tersebut
dapat dilihat pada gambar 5.1. Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Majene,
jumlah fasilitas di Kota Majene, untuk SMP terdapat 9 unit sekolah. 2 sekolah
berada di Kecamatan Banggae dan 7 sekolah berada di Kecamatan Banggae. Data
tersebut dapat dilihat pada tabel beriku,
Tabel 5.1 Jumlah Fasilitas SMP di kota Majene 2017
No Kecamatan Sekolah1 Banggae SMPN 1 Majene2 Banggae SMPN 6 Majene3 Banggae Timur SMPN2 Majene4 Banggae Timur SMPN 3 Majene5 Banggae Timur SMPN 4 Majene6 Banggae Timur SMPN 5 Majene7 Banggae Timur SMPN7 Satu Atap Majene8 Banggae Timur SMPN 8 Satu Atap Majene9 Banggae Timur SMPN Islam Majene
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016
Berdasrkan tabel tersebut, ketersediaan fasilitas pelayanan merupakan
fungsi dari objek pelayanan. Perkembangan fasilitas berbanding lurus dengan
jumlah penduduk dan dinamika perkembangan sosial ekonominya. Evaluasi
tingkat ketercukupan fasilitas pelayanan ditentukan dengan membandikan
ketersediaan fasilitas yang ada dengan kebutuhan fasilitas yang dihitung dengan
66
menggunakan standar normatif tertentu. Tingkat kecukupan fasilitas pelayanan
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
DDFi = Si/Di
Dimana :
Di = JP/Thi
Ketersediaan fasilitas pelayanan SMP untuk kecamatan Banggae yakni:
Di = JP/Thi
= 40.646/4.800
= 8,46
= 8 unit
DDFi = Si/Di
= 2/8
= 0,25
Berdasarkan hasil perhitungan tingkat kecukupan fasilitas pelayanan SMP
di Kecamatan Banggae yakni 0,25 atau DDFi < 1 atau Di > Si yang artinya
keberadaan fasilitas yang ada tidak mampu mendukung kebutuhan penduduk atau
telah terjadi kekurangan, sehingga diperluhkan penambahan fasilitas. Untuk
mengetahui jumlah tambahan kebutuhan fasilitas dapat dihitung dengan
mengurangi ketersediaan dengan kebutuhan fasilita = (Di-Si).
Tambahan kebutuhan fasilitas untuk Kecamatan Banggae, yakni:
Kebutuhan Fasilitas = (Di – Si)
= (8 – 2)
= 6 unit
Berdasarkan hasil perhitungan tambahan kebutuhan fasilitas pelayanan
SMP untuk Kecamatan Banggae yakni dibutuhkan tambahan 6 unit sekolah untuk
memenuhi kebutuhan penduduk pada saat ini atau pada tahun 2016.
Ketersediaan fasilitas pelayanan SMP untuk Kecamatan Banggae Timur:
Di = JP/Thi
= 30.886/4.800
= 6,43
67
= 6 unit
DDFi = Si/Di
= 7/6
= 1,16
Berdasarkan hasil perhitungan tingkat kecukupan fasilitas pelayanan SMP
di Kecamatan Banggae Timur yakni 1,16 atau DDFi=1 atau Di=Si yang artinya
keberadaan fasilitas SMP di Kecamatan Banggae Timur, mengalami
keseimbangan fungsi pelayanan antara kebutuhan penduduk dengan keberadaan
fasilitas yang ada, sehingga dapat dikatakan fasilitas pelayanan SMP pada
Kecamatan Banggae Timur telah efisien.
5.1.2 Jangkauan Radius Pelayanan Eksisting
Radius pelayanan SMP di Kota Majene dapat kita ketahui berdasarkan
network analysis yakni dengan melihat berapa jumlah rumah yang sudah terlayani
fasilitas SMP berdasarkan radius pelayanan terdapat 5.726 rumah (gambar 5.4)
dengan jumlah penduduk yang dihitung 1 KK terdapat 5 orang, sehingga jumlah
penduduk yang terlayani sebanyak 28.630 jiwa dari total jumlah penduduk Kota
Majene tahun 2016 sebanyak 71.532 jiwa.
Analisis ini juga digunakan untuk mengetahui seluas apa jangkauan
pelayanan saat ini yang terdapat di Kota Majene, yang didasarkan pada standar
SNI 03-1733-1989 tentang tata cara perencanaan kawasan perumahan kota. Untuk
radius pelayanan SMP berjarak 1000 m atau 1 km yang dapat ditempuh dalam
waktu 5-10 menit berjalan kaki maupun berkendara.
Hasil perhitungan ini dapat dilakukan pada attribute table dengan
membuat field luas area dan persen. Untuk memunculkan nilai pada luas area
dapat dilakukan dengan menggunakan calculate geometry sedangkan untuk
memperoleh persen luas area yakni dengan field calculator dengan menghitung
luas wilayah x 100 / luas kecamatan sehingga akan diperoleh hasil seperti pada
gambar 5.2.
68
Gambar 5.2 Analisis persentase pelayanan dengan network analys
Sumber: Hasil olahan peneliti
Fasilitas SMP di Kota Majene terdapat 9 unit yang tersebar di dua
Kecamatan. Kecamatan Bangga terdapat 2 unit SMP dan 7 unit di Kecamatan
Banggae Timur. Berikut adalah tabel radius pelayanan 9 unit SMP di Kota
Majene.
Tabel 5.2 Radius Pelayanan SMP 2017 di Kota MajeneKecamatan Persentase Radius Pelayanan ( % )1 km > 1 km Total1 Banggae 19,57 80,43 100 %2 Banggae Timur 31,95 68,05 100 %Sumber: Hasil olahan data
Berdasarkan tabel diatas radius pelayanan SMP di Kota Majene,
Kecamatan Banggae masih terdapat 80,43 % luas wilayah yang berada lebih dari
1 km radius pelayanan SMP sedangkan untuk Kecamatan Banggae Timur 68,05
% luas wilayah yang berada lebih dari 1 km. berikut adalah grafik dan peta radius
pelayanan SMP serta peta hasil jangkauan pelayanan SMP.
Gambar 5.3 Grafik Persentase Radius SMP 2016
19,57% 31,95%80,43% 68,05%
B A N G G A E B A N G G A E T I M U R
PERSENTASE RADIUSPELAYANAN 2016
1 km > 1 km
69Gambar 5.1 Peta Struktur Ruang
Sumber: RDTR Kabupaten Majene 2014-2034
70
71
5.1.3 Waktu Tempuh Fasilitas SMP Eksisting
Waktu tempuh merupakan salah satu tingkat aksesibilitas pelayanan SMP.
Pelayanan pendidikan merupakan salah satu fasilitas umum yang merupakan
kebutuhan dasar masyarakat sehingga SMP harus dapat dijangkau dalam waktu
singkat. Untuk menghitung waktu tempuh ke fasilitas SMP maka dilakukan
dilakukan perhitungan mengunakan tools service area yang terdapat di network
analysis pada arcgis. Perhitungan pada tools Tersebut mengunakan data standar
kecepatan lalu lintas berdasrkan jenis jalan. Untuk mendapatkan luas area dan
persentase berdasrkan waktu tempuh dilakukan dengan cara yang sama pada
jangkauan pelayanan. Namun, untuk persentase waktu tempuh yakni pada field
calculator diperoleh dengan menghitung luas area waktu tempuh x 100 / luas
Kecamatan seperti pada gambar 5.5 dan berikut merupakah tabel persentase
waktu tempuh ke fasilitas SMP di Kota Majene serta hasil peta waktu tempu
pelayanan SMP.
Gambar 5.5 Analisis persentase waktu tempuh dengan network analys
Sumber: Hasil olahan peneliti
Tabel 5.3 Persentase Waktu Tempuh ke SMP 2017
No Kecamatan Persentase Waktu Tempuh ( % )0-5 ( Menit ) 5-10( Menit ) >10( Menit ) Total( % )1 Banggae 16,29 15,65 68,06 100 %2 Banggae Timur 15,02 12,51 72,47 100 %Sumber: Hasil olahan data
72
Berdasrkan tabel diatas Kecamatan Banggae memiliki rata-rata waktu
tempuh ke SMP dalam 0-5 menit sebanyak 15,29 %, 5-10 menit sebanyak 16,65
% sedangkan waktu tempuh lebih dari 10 menit sebanyak 68,06 %. Pada
Kecamatan Banggae Timur waktu tempuh 0-5 menit sebanyak 15,02 %, 5-10
menit sebanyak 12,51 % sedangkan waktu tempuh lebih dari 10 menit sebanyak
72,47 %. Berikut merupakan grafik presentase waktu tempuh berdasrkan luas
kecamatan dan peta waktu tempuh ke SMP di Kota Majene 2017.
Gambar 5.6 Grafik Persentase Waktu Tempuh SMP 2016
16,29% 15,02%16,65% 12,51%
68,06% 72,47%
B A N G G A E B A N G G A E T I M U R
PERSENTASE WAKTUTEMPUH 2016
0 - 5 5 sampai 10 > 10
73
74
5.1.4 Angket Kuesioner Pelayanan Fasilitas Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Pelayanan fasilitas sekolah Menengah Pertama (SMP) diperoleh melalui
angket kuesioner yang ditunjukan kepada siswa SMP yang terdapat pada 9
sekolah. Jumlah sampel yang digunakan yakni sebayak 91 sampel siswa dari
1.023 siswa kelas VII dari seluruh sekolah. Adapun hasil angket kuesioner
tersebut dapat dilihat dari tabel-tabel berikut.
Tabel 5.4 Minat Siswa Terhadap Kendaraan Umum
KendaraanUmum
Besar( Siswa )
Persentase( % )
Kecil( Siswa )
Persentase( % )
Jumlah( Siswa )
Jumlah( % )
Pete-pete 70 77 21 23 91 100Ojek 20 22 71 78 91 100Becak 12 13 79 87 91 100
Sumber: Data hasil penelitian
Gambar 5.8 Grafik Minat Terhadap Kendaraan Umum
Sumber: Data hasil penelitian
Berdasarkan tabel 5.4 minat siswa terhadap kendaraan umum lebih besar
terhadap kendaraan umum pete-pete yakni sebayak 70 siswa atau 77 % memiliki
minat yang besar terhadap kendaraan umum pete-pete dan untuk jumlah minat
siswa terhadap kendaraan umum terkecil yakni kendaraan becak sebayak 79 siswa
atau 87 %.
pete-pete ojek becakbesar 70 20 12kecil 21 71 79
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Axis
Title
Minat terhadap kendaraan umum
77 %
23 % 22 %
78 %
13 %
87 %
75
Tabel 5.5 Tarif Kendaraan Umum ke Sekolah (PP)
TariffKendaraan
Mahal(Siswa )
Persentase( % )
Sedang( Siswa )
Persentase( % )
Murahh( Siswa )
Persentase( % )
Jumlah( Siswa )
Persentase(%)
Pete-peteRp. 4.000
6 7 29 32 56 61 91 100
Ojek Rp.6.000
78 86 13 14 0 0 91 100
Becak Rp.6.000
82 90 9 10 0 0 91 100
Sumber: Data hasil penelitian
Gambar 5.9 Grafik Tarif Kendaraan ke Sekolah (PP)
Sumber: Data hasil penelitian
Berdasarkan tabel. 5.5 tarif kendaraan umum ke sekolah (pp) untuk tarif
kendaraan termahal yakni 82 siswa atau 90 % siswa memilih becak sebagai
kendaraan umum termahal. Hal ini dikarenakan becak memiliki tarif tertentu
berdasarkan jauh dekat tempat tujuan dan jumlah penumpang. Sedangkan untuk
tarif kendaraan termurah sebanyak 56 siswa atau 61 % memilih pete-pete,
dikarenakan pete-pete tidak menentukan tariff berdasarkan jarak atau tempat
tujuan, terkhusus bagi anak sekolah pete-pete memberlakukan tarif RP. 2.000 /
siswa. Sehingga, pengembangan jalur moda pete-pete perluh dilakukan agak
mudah menjangkau pusat-pusat permukiman yang dapat memberikan kemudahan
bagi siswa menuju sekolah.
mahal sedang murahPete-pete Rp. 4.000 6 29 56Ojek Rp. 6.000 78 13 0Becak Rp. 6.000 82 9 0
0102030405060708090
Axis
Titl
e
Tarif kendaraan ke sekolah (PP)
14 %
90 %
10 %7 %
86 %
32 %
61 %
76
Tabel 5.6 Jenis Kendaraa yang digunakan Ke Sekolah
Jenis Kendaraan Jumlah ( Siswa ) Persentase ( % )Pete-pete 28 31
Ojek 24 26Becak 25 28
Jalan Kaki 14 15Total 91 100
Sumber: Data hasil penelitian
Gambar 5.10 Grafik Kendaraan yang Digunakan ke Sekolah
Sumber: Data hasil penelitian
Berdasrakan tabel 5.6 jenis kendaraan yang digunakan ke sekolah yakni,
28 siswa atau 31 % siswa lebih banyak menggunakan pete-pete sebagai kendaraan
untuk menuju sekolah bagi siswa yang rumahnya relatif jauh, hal ini tentunya
dipilih karena harga yang lebih murah dibandikan kendaraan jenis lainnya.
Sedangkan untuk siswa yang bertempat tinggal relatif dekat memilih berjalan kaki
ke sekolah sebanyak 14 siswa atau 15 % siswa dari total 91 sampel siswa.
Tabel 5.7 Jarak yang ditempuh Menuju Sekolah
Jarak Tempuh Jumlah ( Siswa ) Persentase ( % )≤ 200 m 14 15
200-500 m 18 20≥ 500 m 16 18
≥ 1.000 m 43 47Total 91 100
Sumber: Data hasil penelitian
pete-pete ojek becak jalan kakijenis 28 24 25 14
0
5
10
15
20
25
30
Kendaraan yang digunakan ke sekolah
31 %
26 % 28 %
15 %
77
Gambar 5.11 Grafik Jarak ke Sekolah
Sumber: Data hasil penelitian
Berdasrkan tabel 5.7 untuk jarak yang ditempuh siswa ke sekolah 43 siswa
atau 47 % siswa menempuh jarak lebih dari 1.000 m atau 1 km dari batas
pelayanan yang sesuai dengan standar SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara
Perencanaan Kawasan Perumahan Kota, hal ini di disebabkan oleh dua
kemungkinan yakni 1). Tempat tinggal belum terlayani sekolah dan 2). Siswa
cenderung memilih sekolah unggulan. Untuk jarak 200-500 m sebanyak 18 siswa
atau 20 % siswa dan untuk jarak tempuh lebih dari 500 m yakni sebanyak 16
siswa atau 18 %, sedangkan untuk jarak yang kurang dari 200 m hanya terdapat
14 siswa atau 15 % yang menempuh jarak tersebut.
Tabel 5.8 Lama Waktu Tempuh Ke Sekolah
Lama Waktu Jumlah ( Siswa ) Persentase ( % )≤ 5 menit 14 16≥ 5 menit 34 37
≥ 10 menit 43 47Total 91 100
Sumber: Data hasil penelitian
≤ 200 m 200-500 m ≥ 500 m ≥ 1.000 mSeries1 14 18 16 43
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Axis
Title
Jarak ke sekolah
15 %20 % 18 %
47 %
78
Gambar 5.12 Grafik Lama Waktu Tempuh
Sumber: Data hasil penelitian
Berdasrkan tabel 5.8 lama waktu tempuh siswa ke sekolah yakni 43 siswa
atau 47 % siswa menempuh waktu lebih dari 10 menit ke sekolah, hal ini
disebabkan oleh jarak tempat tinggal dan sekolah yang relatif jauh dan sebagian
siswa membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menungguh moda kendaraan
menuju sekolah. 34 siswa atau 37 % siswa dengan waktu tempuh lebih dari 5
menit dan sedangkan 14 siswa atau 16 % siswa dapat menempuh waktu ke
sekolah kurang dari 5 menit. Menurut Srour (2003) dalam jurnalnya menyebutkan
bahwa tingkat aksesibilitas adalah meminimumkan waktu tempuh. Dalam kondisi
yang ideal bahwa suatu aksesibilitas yang baik disuatu lokasi diukur berdasarkan
seberapa baik jaringan transportasi pada lokasi tersebut terhubung dengan pusat-
pusat kegiatan lainnya.
Tabel 5.9 Biaya Transportasi/ hari
Biaya Jumlah ( Siswa ) Persentase ( % )≤ Rp. 4.000 14 16
Rp. 4.000 - Rp. 6.000 34 37≥ Rp. 6.000 43 47
Total 91 100
Sumber: Data hasil penelitian
≤ 5 menit ≥ 5 menit ≥ 10 menitSeries1 14 34 43
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Axis
Title
Lama waktu tempuh
16 %
37 %
47 %
79
Gambar 5.13 Grafik Biaya Transportasi/hari
Sumber: Data hasil penelitian
Berdasrkan tabel 5.9 biaya transportasi / hari yang dihabiskan oleh siswa
ke sekolah yakni sebanyak 43 siswa atau 47 % siswa menghabiskan lebih dari Rp.
6.000 untuk ke sekolah, Banyaknya jumlah biaya yang dihabiskan oleh
siswa/harinya disebabkan oleh terdapat beberapa siswa yang harus menggunakan
lebih dari satu jenis kendaraan umum, dikarenakan tidak semua kendaraan umum
dapat menjangkau tempat tinggal siswa untuk menuju sekolah. Rp. 4.000-
Rp.6.000 sebanyak 34 siswa atau 37 % dan untuk biaya transportasi kurang dari
Rp. 4.000 sebanyak 14 siswa atau 16 %.
Tabel 5.10 Alasan Siswa Memilih Sekolah
Alasan Jumlah ( Siswa ) Persentase ( % )Sekolah Unggulan 41 45Dekat Dengan Rumah 20 22Tidak Tersedia Sekolah 30 33
Total 91 100
Sumber: Data hasil penelitian
≤ Rp. 4.000 Rp. 4.000 - Rp. 6.000 ≥ Rp. 6.000Series1 14 34 43
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Axis
Title
Biaya transportasi / hari
16 %
37 %
47 %
80
Gambar 5.14 Grafik Alasan Memilih Sekolah
Sumber: Data hasil penelitian
Berdasrkan tabel 5.10 alasan siswa memilih sekolah yakni 41 atau 45 %
siswa memilih karena sekolah unggulan, 20 atau 22 % siswa memilih karena
dekat dengan rumah, dan 30 atau 33 % siswa memberi jawaban tidak tersedia
sekolah. Hal ini diperkuat oleh pada Kecamatan Banggae hanya terdapat 2 unit
SMP sedangkan untuk Kecamatan Banggae Timur terdapat 7 unit SMP.
Banyaknya siswa yang memili alasan sekolah unggulan karena di Majene hanya
terdapat satu SMP yang menjadi sekolah percontohan yakni SMPN 3 Majene
Hal ini sesuai dengan konsep teori tempat sentral menurut Christaller yang
menyatakan range merupakan jarak yang ditempuh konsumen menuju suatu
tempat untuk mendapatkan pelayanan. Sehingga, beberapa siswa lebih memilih
menempuh jarak yang jauh untuk mendapatkan pelayanan pendidikan yang lebih
baik. Berdasraka Profil Pendidikan Kabupaten Majene 2016 hanya terdapat 2
SMP dengan akreditas A di Kecamatan Banggae Timur.
5.2 Proyeksi Kebutuhan SMP
5.2.1 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Pelayanan SMP
Fasilitas pendidikan merupakan fasilitas sosial yang diartikan sebagai
aktivitas atau materi yang dapat melayani kebutuhan masyarakat serta sifatnya
memberi kepuasan sosial. Oleh karena itu Fasilitas pendidikan harus diusahakan
Sekolah Unggulan Dekat Dengan Rumah Tidak Tersedia SekolahSeries1 41 20 30
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Axis
Title
Alasan memilih sekolah
45 %
22 %
33 %
81
keberadaannya untuk mewujudkan pemenuhan kebutuhan penduduk di
lingkungan permukiman agar tercapai kesejahteraan bagi masyarakat. Penentuan
lokasi pendidikan harus berdasarkan jumlah penduduk berdasarkan usia sekolah
agar dalam penentuan lokasi dapat tepat sasaran.
Proyeksi kebutuhan fasilitas pelayanan merupakan proyeksi yang dapat
digunakan dalam penentuan kebutuan fasilitas pelayanan SMP yang terdapat di
Kecamatan Banggae dan Banggae Timur. Dalam memproyeksikan kebutuhan
fasilitas pelayanan SMP diperluhkan proyeksi pertambahan jumlah penduduk
pada Kecamatan Banggae dan Banggae Timur. Berikut formula proyeksi
kebutuhan fasilitas:
Di-t(n) = JPt(n) / Thi
Dimana:
JPt(n) = PO (1+ ) / Thi
Berdasrkan formula tersebut, maka dapat dihitung jumlah tambahan fasilitas
(JTF) pelayanan yang harus dipenuhi pada tahun ke-n, yaitu:
JTF = Di-t(n) – Si
Berikut jumlah perhitungan proyeksi penduduk dengan menggunakan
metode pertumbuhan geometri di Kecamatan Banggae dan Banggae Timur dari
tahun 2016 sampai tahun 2036
Tabel 5.11 Proyeksi Penduduk Kecamatan Banggae dan Banggae Timur
TahunKecamatan BanggaePenduduk ( Jiwa )
Kecamatan Banggae TimurPenduduk ( Jiwa )
2016 40.646 30.8862021 44.198 33.3692026 48.059 36.0532031 52.258 38.9532036 56.823 42.089
Sumber: Data hasil olahan, 2018
82
a. Kecamatan Banggae
- Proyeksi kebutuhan fasilitas SMP di Kecamatan Banggae pada tahun 2021:
Di-t(n) = JPt(n) / Thi
= 44.198 / 4.800
= 9,20
= 9 unit
Jumlah tambahan fasilitas (JTF) yang harus dipenuhi pada tahun 2021, yaitu:
JTF = Di-t(n) – Si
= 9 – 2
= 7 unit
jadi, jumlah tambahan fasilitas SMP di Kecamatan Banggae pada tahun 2021
yakni sebanyak 7 unit fasilitas SMP.
-.Proyeksi kebutuhan fasilitas SMP di Kecamatan Banggae pada tahun 2026:
Di-t(n) = JPt(n) / Thi
= 48.059 / 4.800
= 10 unit
Jumlah tambahan fasilitas (JTF) yang harus dipenuhi pada tahun 2026, yaitu:
JTF = Di-t(n) – Si
= 10 – 2
= 8 unit
jadi, jumlah tambahan fasilitas SMP di Kecamatan Banggae pada tahun 2026
yakni sebanyak 8 unit fasilitas SMP.
-.Proyeksi kebutuhan fasilitas SMP di Kecamatan Banggae pada tahun 2031:
Di-t(n) = JPt(n) / Thi
= 52.258 / 4.800
= 10,88
= 11 unit
83
Jumlah tambahan fasilitas (JTF) yang harus dipenuhi pada tahun 2031, yaitu:
JTF = Di-t(n) – Si
= 11 – 2
= 9 unit
jadi, jumlah tambahan fasilitas SMP di Kecamatan Banggae pada tahun 2031
yakni sebanyak 9 unit fasilitas SMP.
-.Proyeksi kebutuhan fasilitas SMP di Kecamatan Banggae pada tahun 2036:
Di-t(n) = JPt(n) / Thi
= 56.823 / 4.800
= 11,83
= 12 unit
Jumlah tambahan fasilitas (JTF) yang harus dipenuhi pada tahun 2036, yaitu:
JTF = Di-t(n) – Si
= 12 – 2
= 10 unit
jadi, jumlah tambahan fasilitas SMP di Kecamatan Banggae pada tahun 2036
yakni sebanyak 10 unit fasilitas SMP.
Tabel 5.12 Perhitungan Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Pelayanan SMP di
Kecamatan Banggae Tahun 2016-2036
TahunPenduduk( Jiwa )
Threshold(Ambang
Batas)
ProyeksiKebutuhan
( Unit )
Ketersediaan( Unit )
JTF( Unit )
2016 40.646 4.800 2 2 02021 44.198 4.800 9 2 72026 48.059 4.800 10 2 82031 52.258 4.800 11 2 92036 56.823 4.800 12 2 10
Sumber: Data hasil olahan, 2018
Berdasarkan hasil perhitungan proyeksi kebutuhan pelayanan SMP di
Kecamatan Banggae dari tahun 2021 sampai dengan tahun 2036, jumlah
84
tambahan fasilitas SMP sebanyak 10 unit SMP yakni dengan penambahan 1 unit
SMP untuk tiap 5 tahun proyeksi perkembangan penduduk.
b. Kecamatan Banggae Timur
- Proyeksi kebutuhan fasilitas SMP di Kecamatan Banggae Timur pada tahun
2021:
Di-t(n) = JPt(n) / Thi
= 33.369 / 4.800
= 6,95
= 7 unit
Jumlah tambahan fasilitas (JTF) yang harus dipenuhi pada tahun 2021, yaitu:
JTF = Di-t(n) – Si
= 7 – 7
= 0 unit
jadi, jumlah tambahan fasilitas SMP di Kecamatan Banggae Timur pada tahun
2021 tidak mengalami penambahan fasilitas SMP.
- Proyeksi kebutuhan fasilitas SMP di Kecamatan Banggae Timur pada tahun
2026:
Di-t(n) = JPt(n) / Thi
= 36.053 / 4.800
= 7,51
= 7 unit
Jumlah tambahan fasilitas (JTF) yang harus dipenuhi pada tahun 2026, yaitu:
JTF = Di-t(n) – Si
= 7 – 7
= 0 unit
jadi, jumlah tambahan fasilitas SMP di Kecamatan Banggae Timur pada tahun
2026 tidak mengalami penambahan fasilitas SMP.
85
- Proyeksi kebutuhan fasilitas SMP di Kecamatan Banggae Timur pada tahun
2031:
Di-t(n) = JPt(n) / Thi
= 38.953 / 4.800
= 8,11
= 8 unit
Jumlah tambahan fasilitas (JTF) yang harus dipenuhi pada tahun 2031, yaitu:
JTF = Di-t(n) – Si
= 8 – 7
= 1 unit
jadi, jumlah tambahan fasilitas SMP di Kecamatan Banggae Timur pada tahun
2031 yakni sebanyak 1 fasilitas SMP.
- Proyeksi kebutuhan fasilitas SMP di Kecamatan Banggae Timur pada tahun
2036:
Di-t(n) = JPt(n) / Thi
= 42.089 / 4.800
= 8,76
= 9 unit
Jumlah tambahan fasilitas (JTF) yang harus dipenuhi pada tahun 2036, yaitu:
JTF = Di-t(n) – Si
= 9– 7
= 2 unit
jadi, jumlah tambahan fasilitas SMP di Kecamatan Banggae Timur pada tahun
2036 yakni sebanyak 2 fasilitas SMP.
86
Tabel 5.13 Perhitungan Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Pelayanan SMP di
Kecamatan Banggae Timur Tahun 2016-2036
TahunPenduduk( Jiwa )
Threshold(Ambang
Batas)
ProyeksiKebutuhan
( Unit )
Ketersediaan( Unit )
JTF( Unit )
2016 30.886 4.800 7 7 02021 33.369 4.800 7 7 02026 36.053 4.800 7 7 02031 38.953 4.800 8 7 12036 42.089 4.800 9 7 2
Sumber: Data hasil olahan, 2018
Berdasarkan hasil perhitungan proyeksi kebutuhan pelayanan SMP di
Kecamatan Banggae Timur dari tahun 2021 sampai dengan tahun 2036, jumlah
tambahan fasilitas SMP sebanyak 3 unit SMP yakni dengan penambahan 1 unit
SMP pada tahun 2031 dan 2 unit SMP pada tahun 2036.
5.2.2 Kebutuhan Lahan
Dampak dari hasil evaluasi tingkat kecukupan dan proyeksi kebutuhan
fasilitas pelayanan adalah tambahan atau peningkatan kebutuhan ruang untuk
pembangunan fasilitas SMP yang terdapat di Kecamatan Banggae dan Banggae
Timur.
Proyeksi kebutuhan lahan untuk Kecamatan Banggae pada tahun 2016 sampai
tahun 2036, yakni:
Dri = STDr X Dti
= 9.000 X 10
= 90.000
Proyeksi kebutuhan lahan untuk Kecamatan Banggae Timur pada tahun 2016
sampai tahun 2036, yakni:
Dri = STDr X Dti
= 9.000 X 2
= 18.000
Berdasarkan perhitungan tersebut, untuk proyeksi kebutuhan lahan
fasilitas SMP di Kecamatan Banggae dari tahun 2016 sampai 2036 yakni
sebanyak 90.000 dari total luas wilayah Kecamatan Banggae 25,15 ,
87
dengan jumlah penambahan fasilitas sebanyak 10 unit SMP. Sedangkan, untuk
Kecamatan Banggae Timur proyeksi kebutuhan lahan fasilitas SMP yang
diperluhkan yakni sebanyak 18.000 dari total luas wilayah 30,04 dengan
jumlah penambahan fasilitas sebanyak 2 unit SMP.
5.2.3 Jangkauan Pelayanan SMP Berdasrkan Proyeksi SMP 20 Tahun kedepan
Banyaknya fasilitas sangat berpengaruh terhadap pelayanan yang dapat
diberikan kepada masyarakat. Berdasrkan hasil proyeksi kebutuhan fasilitas
majene hingga 20 tahun kedepan yakni sebanyak 12 unit SMP. Untuk Kecamatan
Banggae dibutuhkan 10 unit SMP sedangkan untuk Kecamatan Banggae Timur
dibutuhkan 2 unit SMP.
Berdasrakan hal tersebut telah dibuatkan beberapa kawasan yang sesuai
untuk penambahan fasilitas pendidikan SMP sesuai dengan proyeksi kebutuhan
penduduk hingga 20 tahun kedepan dan radius pelayanan yang diperoleh dengan
cara yang telah dilakukan pada radius pelayanan SMP 2016 yakni dengan
menghitung luas area x 100 / luas Kecamatan seperti pada gambar 5.17.
Gambar 5.15 Analisis persentase pelayanan proyeksi SMP dengan network analys
Sumber: Hasil olahan peneliti
Berikut adalah tabel dan grafik persentase jangkauan pelayanan SMP
proyeksi di Kota Majene hingga tahun 2036
88
Tabel. 5.14 Radius Pelayanan SMP 2016-2036 di Kota Majene
No Kecamatan Persentase Radius Pelayanan1 km > 1 km Total1 Banggae 56,58 43,42 100 %2 Banggae Timur 87,24 12,76 100 %Sumber: Data hasil olahan, 2018
Berdasrkan tabel ditas pada kecamatan Banggae luas wilayah yang berada
dalam jangkauan radius pelayanan SMP yakni 1 km sebanyak 56,58 % dan luas
wilayah yang berada lebih dari 1 km jangkauan yakni sebanyak 43,42 %.
Sedangkan untuk Kecamatan Banggae Timur luas wilyah yang berada dalam
radius pelayanan yakni 87,24 % dan luas wilayah yang berada diluar jangkauan
sebanyak 12,76 %. Berikut adalah grafik dan peta radius pelayanan SMP proyeksi
pada gambar 5.18.
Gambar 5.16 Grafik Persentase Radius SMP 2016-2036
56,58%87,24%
43,21%12,76%
B A N G G A E B A N G G A E T I M U R
PERSENTASE RADIUSPELAYANAN 2036
1 km > 1 km
89
90
5.2.4 Waktu Tempuh Fasilitas SMP 2017-2036
Beradasarkan proyeksi kebuthan SMP di Kota Majene diperoleh
persentase waktu tempuh menuju fasilitas SMP sebagai berikut, yang diperoleh
dengan cara yang telah dilakukan pada radius pelaynan waktu tempu SMP 2016
yakni dengan menghitung luas area waktu tempu x 100 / luas Kecamatan seperti
pada gambar 5.18.
Gambar 5.18 Analisis persentase waktu tempu proyeksi SMP dengan network
analys
Sumber: Hasil olahan peneliti
Berikut adalah tabel dan grafik persentase waktu tempuh pelayanan SMP
proyeksi di Kota Majene hingga tahun 2036 serta peta hasil jangkauan waktu
tempuh proyeksi SMP pada gambar 5.21.
Tabel 5.15 Persentase Waktu Tempuh SMP 2016-2036
No Kecamatan Persentase Waktu Tempuh ( % )0-5 ( Menit ) 5-10( Menit ) >10( Menit ) Total( % )1 Banggae 20,03 18,18 61,8 100 %2 Banggae Timur 17,28 11,9 70,81 100 %Sumber: Data hasil olahan, 2018
Berdasrkan tabel diatas 20,03 % area di Kecamatan Banggae memiliki
rata-rata waktu tempuh 0-5 menit, 5-10 menit sebanyak 18,18 % sedangkan,
91
waktu terlama lebih dari 10 menit sebanyak 61,8 %. Pada Kecamatan Banggae
Timur waktu 17,28 % area dapat ditempuh dalam waktu 0-5 menit, 5-10 menit
sebanyak 11,9 sedangkan, waktu terlama lebih dari 10 menit sebanyak 70,81 %.
Gambar 5.19 Grafik Persentase Waktu Tempuh SMP 2016-2036
20,03% 17,28%18,18% 11,90%
61,80% 70,81%
B A N G G A E B A N G G A E T I M U R
PERSENTASE WAKTUTEMPUH 2036
0 - 5 5 sampai 10 > 10
92
93
5.2.5 Arahan Penempatan Fasilitas SMP Berdasarkan Proyeksi
Berdasarkan RDTR Kabuapten Majene, pola ruang khususnya kawasan
kota Majene dalam suatu wilayah meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung
dan peruntukan fungsi budidaya telah berkembang kawasan perumahan dengan
kepadatan tinggi, sedang dan rendah yang didukung dengan struktur ruang
diamana pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang
berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat.
Kawasan kota Majene dalam struktur ruang terdiri dari PKW (Pusat
Kegiatan Wilayah) yang meliputi Kecamatan Banggae dan Banggae Timur dan
terdapat PPL (Pusat Pelayanan Lingkungan) yang terdapat di Kelurahan Baruga,
Kecamatan Banggae Timur. Berdasarkan hal tersebut diperluhkan pemanfaatan
ruang yang baik, salah satunya yakni pembangunan fasilitas pendidikan sebagai
salah satu kebutuhan sosial ekonomi masyarakat kota Majene.
Berdasarkan Keputusan Menteri PU No. 378/KPTS/1987 fasilitas
pendidikan untuk TK (Taman Kanak-kanak) dengan minimum 1.000 penduduk
pendukung dengan penempatan lokasi di tengah-tengah kelompok keluarga dan
taman serta tidak menyeberang jalan raya, fasilitas SD (Sekolah Dasar) dengan
minimum 1.600 penduduk pendudkung dengan penempatan lokasi di tengah-
tengah kelompok keluarga dan taman serta tidak menyeberang jalan raya, fasilitas
SMP (Sekolah Menengah Pertama) dengan minimum 4.500 penduduk pendukung
dengan penempatan lokasi berkelompok dengan taman dan lapangan olahraga
serta dapat dijangkau dengan kendaraan umum dan untuk fasilitas SMA (Sekolah
Menengah Atas) dengan minimum 4.800 penduduk pendukung dengan
penempatan lokasi berkelompok dengan taman dan lapangan olahraga serta dapat
dijangkau dengan kendaraan umum. Berdasarkan hal tersebut telah dibuat
beberapa titik-titik lokasi sebaran lokasi SMP yang disesuaikan dengan pola ruang
dan struktur ruang yang diharapkan mampu menjadikan kawasan kota Majene
sebagai pusat kegiatan wilayah dan mampu mewujudkan Majene sebagai pusat
pendidikan di Sulawesi Barat melalui penyediaan fasilitas pendidikan yang
memadai. Sebaran titik-titik proyeksi fasilitas SMP terdapat pada gambar berikut.
94
95
96
97
98
Berdasarkan peta-peta tersebut, strategi untuk menentukan lokasi
pembangunan fasilitas SMP di kota Majene dihitung berdasarkan jumlah
kebutuhan dan jangkauan pelayanan yang dianalisis dengan menggunakan teknik
overlay berbasis GIS berdasarkan prosedur berikut:
1. Berdasarkan jangkayan pelayanan SMP dimana setiap SMP dalam
penentuan lokasi didukung oleh 4.800 jiwa dengan radius pelayanan 1.000
m (SNI 03-1733-2004, Tata Cara Perencanaan Kawasan Perumahan Kota)
pada (gambar 5.17)
2. Pembuatan peta-peta tematik yang mewakili lokasi potensial SMP
berdasarkan RDTR 2012-2032:
A. a). Peta proyeksi pelayanan fasilitas pendidikan
b). Peta proyeksi pusat-pusat permukiman
c). Peta proyeksi RTH
d). Peta proyeksi transportasi dan prasarana
disamping itu, analisis penentuan lokasi SMP juga dilakukan dengan
membuat peta tematik yang tergolong lokasi-lokasi yang tidak
diperuntuhkan sebagai lokasi SMP yaitu, seperti:
B. a). Lokasi persampahan (TPA)
b). Jarigan sutet
c). Jalan arteri
d). Rel kereta api
3. Penentuan lokasi pembangunan lokasi SMP di kota Majene berdasarkan
analisis overlay antara No. 1 dan 2 bagian A dan bagian B secara
bersamaan pada (gambar 5.25 dan 5.26)
4. Lokasi-lokasi potensial pembangunan SMP selanjutnya akan ditentukan
tahapan pembangunannya berdasarkan proyeksi kebutuhan fasilitas SMP
(sesuai jumlah penduduk pendukung) dan kriteria tahapan pembangunan
fasilitas SMP sebagai berikut:
A. Tingkat kepadatan permukiman
B. Kurang terlayaninya fasilitas pendidikan
C. Mengutamakan jalur transportasi umum
99
Adapun tahapan pembangunan SMP dilakukan setiap 5 tahun yaitu tahap
pertama 2021, tahap kedua 2026, tahap ketiga 2031 dan tahap keempat
2036. Adapun tabel pembangunan SMP sebagai berikut:
Tabel 5.16 Jumlah Fasilitas Berdasarkan Tahapan Pembangunana
Kecamatan Tahun
Proyeksikebutuhan
berdasarkanjumlah
penduduk
Rencana dan strategipembangunan
Banggae 2021 7 32026 8 32031 9 22036 10 2
Banggae Timur 2021 0 02026 0 02031 1 12036 2 1
Sumber : Data hasil olahan, 2018
Berdasarkan tabel tersebut, telah dibuat peta perencanaan tahap
pembanguanan yang dapat dilihat pada (gambar 5.27).
100
101
102
103
104
BAB VI
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada
bab sebelumnya, maka dalam bab penutup, penulis akan memberikan simpulan-
simpulan dan saran.
6.1 Kesimpulan
1. Jumlah fasilitas SMP pada saat ini (eksisting 2016) di kota Majene, untuk
Kecamatan Banggae dan Banggae Timur sebanyak 9 unit untuk melayani
jumlah penduduk 71.532 jiwa. Berdasarkan (SNI 03-1733-2004, Tata Cara
Perencanaan Kawasan Perumahan Kota) dan evaluasi tingkat kecukupan
(Muta’ali Lutfi, 2015), Kecamatan Banggae memerlukan penambahan 6
unit SMP karena keberadaan fasilitas yang ada tidak mampu mendukung
kebutuhan penduduk atau telah terjadi kekurangan, sehingga diperlukan
penambahan fasilitas. Sedangkan, Kecamatan Banggae Timur telah
mengalami keseimbangan fungsi pelayanan antara kebutuhan penduduk
dengan keberadaan fasilitas yang ada. Berdasarkan radius pelayanan 1 km
(SNI 03-1733-2004, Tata Cara Perencanaan Kawasan Perumahan Kota)
dalam hal ini wilayah jangkauan pelayanan SMP di Kecamatan Banggae
sebanyak 19,57 % dan Kecamatan Banggae Timur sebanyak 31,95 % dari
luas wilayahnya.
2. Hasil analisis proyeksi kebutuhan fasilitas SMP berdasarkan jumlah
penduduk pendukung (SNI 03-1733-2004, Tata Cara Perencanaan
Kawasan Perumahan Kota) diperoleh bahwa untuk Kecamatan Banggae
dibutuhkan tambahan fasilitas sebanyak 10 unit hingga tahun 2036. Setiap
unit SMP ditentukan 9.000 (SNI 03-1733-2004, Tata Cara Perencanaan
Kawasan Perumahan Kota) maka dibutuhkan luas lahan sebanyak 9
hektar, demikian pula proyeksi fasilitas SMP berdasarkan jumlah
penduduk pendukung untuk Kecamatan Banggae Timur hingga 2036
dibutuhkan tambahan sebanyak 2 unit dengan luas lahan sebanyak 1,8
hektar. Berdasrkan analisis penentuan lokasi berbasis GIS dapat ditetapkan
105
arahan lokasi fasilitas SMP terletak secara menyebar mengikuti radius
pelayanan serta mengacu pada arahan rencana tata ruang (RDTR Kab.
Majene 2012-2032) yang meliputi dua Kecamatan tersebut diatas yang
diarahkan pada kawasan perkembangan perkumiman yakni pada
Kecamatan Banggae dengan mempertimbangkan lokasi-lokasi yang
dianggap potensial dimana pembangunannya dilakukan berdasarkan
prioritas pembangunan yaitu tahun 2021, 2026, 2031,dan 2036 masing-
masing sebanyak 3 unit.
6.2 Saran
1. Pemerintah
Diperlukan pembangunan atau penyebaran fasilitas SMP secara merata
Perlu pemerataan kualitas setiap sekolah yang ada agar tidak ada
perbedaan antar sekolah baik fasilitas maupun pelayanan
2. Peneliti Selanjutnya
Diperlukan pengkajian yang lebih lanjut dalam hal peletakan lokasi
sekolah
Untuk penelitian lebih lanjut dapat mengembangan variabel penelitian
yang lebih banyak
3. Keluaran PWK
Teknik analisis ini bisa memberikan kontribusi jumlah fasilitas dan
menghitung kebutuhan untuk kota-kota kecil
DAFTAR PUSTAKA
Skripsi/Jurnal
Djoyodipuro, 1992. Teori Lokasi. Lembaga Penerbit Fakultas EkonomiUniversitas Indonesia
Dewi Mutiara, 2016. Studi Penentuan Lokasi Potensial Pengembangan PusatPerbelanjaan di Kota Tangerang. Fakultas Teknik Sipil dan PerencanaanInstitut Teknologi Sepuluh November. Surabaya
Gracia Rizka, 2012. Analisis Fungsi Pelayanan Pendidikan Dasar dan Menegahdengan Metode Centrality Index Analysis Kota Serang
Hamdi Asep, 2014. Analisis Sebaran Lokasi SMP Negeri Kaitannya DenganAksesibilitas Mendapatkan Pendidikan Di Kecamatan Ciputat Timur, KotaTangerang Selatan, Provinsi Banten. Jakarta
Henlita Sisca et.al, 2013. Tingkat Pelayanan Fasilitas Pendidikan SekolahMenengah Tingkat Atas di Kabupaten Sidoarjo. Surabaya
Jonathan Sarwono, 2016. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.Yogyakarta Graha Ilmu
Muta’ali Lutfi, 2015. Teknik Analisis Regional Untuk Perencanaan Wilayah danTata Ruang, dan Lingkungan. Badan Penerbit Fakultas Geografi (BPFG)Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Nurdyawati, 2015. Network Analyst Dalam Sistem Informasi Geografis. JurusanPerencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.Semarang
Rangga Bhian, 2013. Analisis Pelayanan. Fakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanUniversitas Sebelas Maret. Surakarta
Shalihati, Nirwansyah, 2015. Analisis Pesebaran dan Radius KeruanganPencapaian Maksimal Fasilitas Sekolah Dasar Kecamatan Bukateja
Safira Laras, 2016. Sistem Informasi Geografis. Departemen Sipil danPerencanaan Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro
Sukeri Tri et.al, 2016. Evaluasi Faktor-faktor Penentu Lokasi FasilitasPendidikan. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut TeknologiSepuluh November. Surabaya
Umasangadji, 2015. Analisis Kebutuhan dan Penempatan Prasarana-saranaFasilitas Pendidikan di Kecamatan Wori
Widianantari, 2008. Kebutuhan dan Jangkauan Pelayanan Pendidikan DiKecamatan Bandongan Kabupaten Magelang. Semarang
Undang-undang/Pedoman
Badan Pusat Statistik Kabupaten Majene 2014
Badan Pusat Statistik Kabupaten Majene 2015
Badan Pusat Statistik Kabupaten Majene 2016
Peraturan Daerah Kabupaten Majene No. 12 Tahun 2012
Peraturan Menteri Pendidikan No. 24 Tahun 2007
Profil Pendidikan Kabupaten Majene Tahun 2016
SNI SNI 03-1733-1989, Tata cara perencanaan kawasan perumahan kota
UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
top related