2.lp halusinasi
Post on 23-Dec-2015
47 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA
PASIEN DENGAN HALUSINASI
1. DEFINISI
Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya
rangsangan dari luar.Walaupun tampak sesuatu yang “khayal”, halusinasi
sebenarnya merupakan bagian darikehidupan mental penderita yang
“terepsesi”.Halusinasi dapat terjadi karena dasar-dasar organic fungsional,
psikotik maupun histerik (Yosep, 2007).
Halusinasi adalah sensasi panca indra tanpa adanya rangsangan.
Klien merasa melihat, mendengar, membau dan ada rasa kecap meskipun
tidak ada suatu rangsang yang tertuju pada kelima indra
tersebut(Damaiyanti, 2008).
Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia
luar).Klien memberikan persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa
ada objek atau rangsangan yang nyata.Sebagai contoh klien mengatakan
mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati,
2010).
2. RENTANG RESPON HALUSINASI
Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang
mempunyai rentang respon neurobiologi yang berbeda (Stuart and Laraia,
2005).Jika klien yang sehat persepsinya akanakurat, mampumengidentifikasi
dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasiyang diterima
melalui panca indera (pendengaran, pengelihatan, penciuman,pengecapan
dan perabaan).Klien halusinasi mempersepsikan suatu stimulusmelalui
panca indera walaupun sebenarnya stimulus tersebut tidak ada.
RENTANG RESPON NEUROBIOLOGI
(Stuart & Laraia 2005)
Respon Adaptif Distorsi Pikiran Respon Maladaptif
Respon Adaptif - Emosi Berlebihan - Gejala Pikiran
- Respon Logis - Distorsi pikiran - Delusi Halusinasi
- Respon akurat - Perilaku aneh / - Perilaku diorganisasi
- Perilaku sesuai tidak sesuai - Sulit berespon
- Emosi sosial - Menarik diri dengan
pengalaman
3. FASE-FASE HALUSINASI
Adapun fase halusinasi menurut (Stuart, dan Laraia, 2005) adalah
sebagai berikut :
Stage I : disorder sleep
Fase awal seseorang
sebelum muncul
halusinasi
Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar
dari lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa
dirinya banyak masalah. Masalah semaki sulit
karena berbagai stressor terakumulasi. Support
system klien kurang dan persepsi terhadap masalah
buruk. Sulit tidur berlangsung secara terus-menerus
sehingga terbiasa menghayal. Klien
mengungkapkan lamunan-lamunan awa tersebut
sebagai pemecahan masalahl
Stage II : comforting
moderate level of
anxiety
Halusinasi secara umum
ia terima sebagai
sesuatu yang alami
Pasien mengalami emosi yang berlanjut seperti
adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan
berdosa, ketakutan, dan mencoba memusatkan
pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia
beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan
sensorinya dapat ia kontrol bila kecemasannya
diatur, dalam tahap 2 ada kecenderungan klien
merasa nyaman dengan halusinya.
Stage III : Condemning
severe level of anxiety
Secara umum halusinasi
sering mendatangi klien
Pengalaman sensori pasien menjadi sering datang
dan mengalami bias, klien merasa tidak mampu lagi
mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga jarak
antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan
klien mulai menarik diri dari orang lain dengan
intensitas waktu yang lama
Stage IV : Controlling
Severe level of anxiety
Fungsi sensori menjadi
tidak relevan dengan
kenyataan
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensory
abnormal yang datang. Klien dapat merasakan
kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sini
dimulai gangguan psycotic
Stage V : Conquering
panic level of anxiety
Klien mengalami
gangguan dalam menilai
lingkungannya
Pengalaman sensorinya terganggu, klien mulai
merasa terancam dengan datangnya suara-suara
terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman
atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya.
Halusinasi dapat berlangsung selama minimal 4 jam
atau seharian bila klien tidak mendapatkan
komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik
berat
4. TIPE HALUSINASI
Menurut Cancro & Lehmann, 2000, dalam Viedebeck, 2008, beberapa
tipe halusinasi adalah sebagai berikut :
a. Halusinasi auditori/pendengaran; merupakan tipe yang paling sering
terjadi, termasuk keadaan mendengar bunyi-bunyian, paling sering
berupa suara-suara atau pembicaraan. Halusinasi tipe ini dapat berupa
satu/lebih suara, dan suara tsb dapat seperti suara seseorang yang
familiar ataupun tidak familiar, serta dapat pula seolah-olah suara tsb
berbicara. Command hallucination/ halusinasi perintah dapat menjadi
berbahaya karena suara yang bersifat command biasanya meminta klien
untuk mengambil tindakan tertentu seperti mencelakai diri-sendiri atau
orang lain.
b. Halusinasi visual/penglihatan; merupakan penglihatan yang
sebenarnya tidak ada secara nyata, misalnya klien seolah-olah melihat
cahaya-cahaya, orang yang sudah mati, atau distorsi/penyimpangan
seolah melihat perawat sebagai monster yang menakutkan. Visual
halusinasi merupakan jenis halusinasi kedua yang sering terjadi.
c. Halusinasi olfaktori/penciuman; merupakan tipe halusinasi yang
seolah-olah membau aroma tertentu, misalnya urin atau feses, bau anyir
atau busuk. Pada klien skizofrenia, tipe halusinasi ini sering muncul
bersamaan dengan demensia, kejang, atau kecelakaan serebrovaskular.
d. Tactile hallucination; merupakan halusinasi dalam hal sensasi/rasa
seperti seolah-olah terdapat serangga yang merayap di kulit, atau
merasa tersengat listrik. Halusinasi tipe ini biasanya terjasi pada klien
yang menjalani terapi melepaskan diri dari alcohol, dan jarang terjadi
pada skizofrenia.
e. Gustatory hallucination; merupakan perasaan seolah-olah merasakan
rasa sesuatu dalam mulut, atau merasakan rasa makanan berubah
menjadi rasa benda lain. Mungkin klien merasakan makanan menjadi
lebih pahit, seperti baja, atau rasa lain yang lebih spesifik.
f. Cenesthetic hallucination; merupakan perasaan klien yang seolah
merasakan fungsi tubuhnya yang seharusnya memang lazim tidak
dirasakan, misalnya klien merasakan pembentukan urin, atau merasakan
impuls yang ditrasmisikan melalui otak.
g. Halusinasi kinestetik; merupakan halusinasi yang terjadi jika klien
sedang tidak bergerak, namun mengatakan sensasi tubuhnya bergerak.
Biasanya pergerakan tersebut tidak biasa, misalnya merasa tubuhnya
melayang di atas tanah.
5. PSIKODINAMIKA HALUSINASI
Faktor predisposisi
Penilaian terhadap stressor
biologis psikologis sosiocultural
Abnormalitas perkembangan sistem saraf, lesi daerah frontal, dopamine neurotransmitter, factor biokimia.
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab berpengaruh terhadap kemampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat bagi masa depan sehingga klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata kea lam hayal.
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress, tinggal di ibukota, penolakan dari lingkungan
sifat
Bio: memikirkan sesuatu yang tidak nyataPsiko: tidak termotivasi dalam hidupSosial: kurang sosialisasiSpiritual: tidak percaya Tuhan
Jumlah
Kuantitas halisinasi
muncul pada klien
asal waktu
Sejak kapan terjadi halusinasi, kapan saja terjadi halusinasi
Stresor presipitasi
Bio:kelelahan,obat-obatan, delirium, intoksikasi alcohol, kesulitan tidur untuk waktu yang lamaPsiko: cemas yang berlebihanSosial:gangguan interaksi sosial Spiritual: hilangnya aktivitas ibadah, kehampaan hidup
6. FAKTOR PENYEBAB HALUSINASI
Faktor penyebab halusinasi menurut Yosep (2010) terdiri dari :
RegresiProyeksiMenarik diriHalusinasi
kognitif
penurunan fungsi ego
afektif
Ansietas dari ringan sampai berat, takut, sedih
fisiologis perilaku
curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata..
sosial
Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, Tekanan darah meningkat, Mual, Muntah
Kemampuan personal
ketrampilan yang dimiliki klien
Dukungan sosial
dukungan emosional dan bantuan yang didapatkan untuk penyelesaian tugas, pengetahuan dan kemampuan keluarga memberikan asuhan
Aset material
Fasilitas Kesehatan Jiwa, Asuransi,
Keyakinan positif
teknik pertahanan dan motivasi
Sumber koping
Mekanisme Koping
Respon LogisRespon AkuratBercerita dengan Teman
Konstruktif Destruktif
Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak
kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stres.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi
(unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya
pada lingkungannya
c. Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stres
yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan
suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti
Buffofenon dan Dimetytransferase (DMP). Akibat stres berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmiter otak.Misalnya erjadi
ketidakseimbangan acetylcolin dan dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah terjerumus
penyalahgunaan zat adiktif.Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan
klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya.Klien
lebih memilih kesengan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam
hayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.
Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.Penilaian individu terhadap
stresor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stres Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang berinteraksi terhadap stresor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stresor.
7. TINDAKAN KEPERAWATAN
a. Membantu klien mengenali halusinasi
Perawat mencoba menanyakan pada klien tentang isi halusinasi, waktu
terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang
menyebabkan halusinasi muncul dan perasaan pasien saat halusinasi
muncul.
b. Melatih pasien mengontrol halusinasi
Membantu klien agar mampu mengontrol halusinasi, perawat dapat
mendiskusikan 4 cara mengontrol halusinasi pada klien. Keempat cara
tersebut meliputi :
Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya megendalikan diri terhadap
halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien
dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau
tidak memedulikan halusinasinya. Mungkin halusinasi tetap ada
namun dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk menuruti
apa yang ada dalam halusinasinya. Tahapan tindakan meliputi :
menjelaskan cara menghardik halusinasi
memperagakan cara menghardik
meminta pasien memperagakan ulang
memantau cara, menguatkan perilaku pasien
bercakap-cakap dengan orang lain
melakukan aktifitas yang terjadwal
menggunakan obat secara teratur
Pemberian psikofarmakoterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/skizofrenia
biasanya diatasi dengan menggunakan obat-obatan anti psikotik
antara lain :
Golongan butirofenon: haloperidol, haldol, serenace, ludomer.
Golongan fenotiazine : Chlorpromazine/largactile/promactile.
Memantau efek samping obat
Perawat perlu memahami efek samping yang sering ditimbulkan oleh
obat-obat psikotik seperti: mengantuk, tremor, mata melihat ke atas,
kaku-kaku otot, otot bahu tertarik sebelah, hipersaliva, pergerakan otot
yang tidak terkendali. Apabila terjadi gejala-gejala yang dialami pasien
tidak berkurang maka perlu diteliti apakah obat betul-betul diminum
atau tidak.
Melibatkan keluarga dalam tindakan
Diantara penyebab kambuh yang paling sering adalah faktor keluarga
dan klien itu sendiri. Keluarga adalah support system terdekat dan 24
jam bersama-sama dengan klien. Keluarga yang mendukung klien
secara konsisten akan membuat klien mandiri dan patuh mengikuti
program pengobatan. Salah satu tugas perawat adalah melatih
keluarga agar mampu merawat klien gangguan jiwa di rumah. Perawat
perlu memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga, informasi
yang perlu diberikan kepada keluarga meliputi :
pengertian halusinasi
jenis halusinasi yang dialami pasien
tanda dan gejala halusinasi
Proses terjadinya halusinasi
cara merawat pasien halusinasi
cara berkomunikasi
pengaruh pengobatan dan tatacara pemberian obat
pemberian aktifitas fisik kepada klien
sumber-sumber pelayanan yang bisa dijangkau
pengaruh stigma masyarakat terhadap kesembuhan klien
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan pasien skizofrenia adalah dengan pemberian obat-obatan
dan tindakan lain, yaitu :
a. Psikofarmakologis
Obat-obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang
merupakan gejala psikosis pada pasien skizofrenia adalah obat-obatan anti-
psikosis.
Kelas Kimia Nama Genetik Dosis Harian
Fenotiazin Asetofenazin (Tidal)
Klopromazin (Thorazine)
Flufenazine (Prolixine,
Permiti)
Mesoridazin (Serentil)
Perfenazin (Trilafon)
Proklorperazin
(Compazine)
Promazin (Sparine)
Tiodazin (Mellaril)
Trifluoperazin (Stelazine)
Trifluopromazine (Vesprin)
60-120 mg
30-800 mg
1-40 mg
30-400 mg
12-64 mg
15-150 mg
40-1200 mg
150-800 mg
2-40 mg
60-150 mg
Tioksanten Kloprotiksen (Tarctan)
Tiotiksen (Navane)
75-600 mg
8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzondiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225 mg
b. Terapi kejang listrik atau Elektro Compulcive Therapy (ECT)
c. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
(Purba, Wahyuni, Nasution, Daulay, 2009)
9. POHON MASALAH
Koping Individu tidak efektif
Penurunan Koping Keluarga
Harga Diri Rendah
Isolasi Sosial
Halusinasi
Kerusakan Interaksi Sosial
Ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik
Resiko Bunuh Diri
10. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No
Rencana Keperawatan
EvaluasiDiagnosa
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
HasilIntervensi dan Rasional
1 Risiko mencederai diri
sendiri
a. Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam, klien
tidak mencederai dirinya
sendiri
b. Kriteriahasil:
pasien merasa lebih
percaya diri
pasien tidak akan
melakukan
tindakan/aktivitas yang
akan mencederai
dirinya sendiri
pasien akan
mengidentifikasi
aspek-aspek positif
1. Salam terapeutik – perkenalan diri –
jelaskan tujuan – ciptakan lingkungan
yang tenang – buat kontrak yang jelas
(waktu, tempat, topic)
R: menjalin komunikasi yang baik antara
perawat dan klien.
2. Beri kesempatan mengungkapkan
perasaan
R: menggali lebih dalam apa yang
menyebabkan klien berhalusinasi
3. Ajak membicarakan hal-hal yang ada di
lingkungan
R: mengalihkan perhatian klien terhadap
hal-hal yang mungkin akan menyebabkan
halusinasi
4. Observasi lingkungan sekitar pasien,
pindahkan barang-barang yang berbahaya
S: Pasien tidak ingin
melakukan tindakan
yang mencederai
dirinya sendiri
O: pasien mengontrol
halusinasinya, tidak
berbuat yang
membahayakan
dirinya.
A: masalah teratasi
sebagian.
P: intervensi
dilanjutkan dan tetap
melakukan monitoring
yang ada pada dirinya
pasien akan
mengimplementasikan
dua respons protektif
diri yang adaptif
pasien akan
mengidentifikasi 2
sumber dukungan
sosial yang
bermanfaat
pasien akan mampu
menguraikan rencana
pengobatan dan
rasionalnya.
pasien merasa lebih
tenang
seperti pisau, kaca dll
R: observasi dan memindahkan barang-
barang berbahaya sebagai upaya aktivitas
penyelamatan hidup pasien
5. Berikan lingkungan yang aman dan
pantau aktivitas pasien
R: perilaku pasien harus diawasi sampai
kendali diri memadai untuk keamanan
6. Identifkasi kekuatan-kekuatan pasien
dan ajak untuk berperan serta dalam
aktivitas yang disukai dan dapat
dilakukannya
R: perilaku destruktif-diri mencerminkan
depresi yang mendasar dan terkait
dengan harga diri rendah serta
kemarahan terhadap diri sendiri
7. Bantu pasien untuk mengenal
mekanisme koping yang tidak sehat dan
beri imbalan untuk perilaku koping yang
sehat
R: mekanisme koping maladaptif harus
diganti dengan yang sehat untuk
mengatasi stres dan ansietas
8. Bantu orang terdekat untuk
berkomunikasi secara konstruktif dengan
pasien dan meningkatkan hubungan
keluarga yang sehat
R : isolasi sosial menyebabkan harga diri
rendah dan depresi yang mencetuskan
perilaku destruktif terhadap diri sendiri
9. Libatkan pasien dan orang terdekat
dalam perencanaan tindakan yang
diberikan dan modifikasi rencana
berdasarkan umpan balik pasien
R: pemahaman dan peran derta dalam
perencanaan pelayanan kesehatan
meningkatkan kepatuhan.
10. Mendekati klien secara interpersonal
R: mendekatkan diri dan mudah untuk
menggali informasi
11. Dorong untuk mengungkapkan
perasaan saat terjadi halusinasi
R: membantu memecahkan masalah
12. Identifikasi bersama tentang cara klien
mengatasi halusinasinya
R: agar klien mampu mengalihkan/
mengatasi jika halusinasi terjadi sewaktu-
waktu.
13. Diskusikan manfaat cara yang
digunakan klien dan cara baru untuk
mengontrol halusinasinya
R: cara yang tepat untuk mengontrol
halusinasi bisa memberikan dampak yang
baik untuk mental klien
14. Beri pendidikan kesehatan pada
pertemuan keluarga tentang gejala, cara,
memutus halusinasi, cara merawat,
informasi waktu follow up atau kapan perlu
mendapat bantuan
R: peran serta keluarga dalam memutus
halusinasi akan sangat membantu
pemulihan kondisi klien
15. Beri kesempatan melakukan cara
yang telah dipilih dan beri pujian jika
berhasil
R: pujian meningkatkan semangat untuk
terus melakukan hal yang serupa
2 Gangguan sensori
persepsi
halusinasiberhubungan
dengan perubahan
stimulus
a. Tujuan:
setelah dilakukan
4xpertemuan, halusinasi
klien berkurang.
b. Kriteria hasil:
Klien dapat membina
hubungan saling
percaya dasar untuk
kelancaran hubungan
interaksi seanjutnya
Klien dapat mengenal
halusinasinya
Klien dapat
mengontrol
halusinasinya
Klien mendapat
dukungan dari
keluarga dalam
mengontrol
halusinasinya
1. Bina hubungan saling percaya dengan
menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal
maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan
nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima
klien apa adanya.
g. Berikan perhatian kepada klien dan
perhatian kebutuhan dasar klien.
2. Adakan kontak sering dan singkat
secara bertahap.
- Observasi tingkah laku klien terkait
dengan halusinasinya: bicara dan tertawa
tanpa stimulus memandang ke kiri/ke
kanan/ kedepan seolah-olah ada teman
S: Klien
mengungkapkan dan
dapat mengenal
halusinasi
O: Klien dapat
bercakap-cakap
dengan orang lain
untuk mengalihkan
halusinasi, klien dapat
menggunakan obat
dengan benar
A: masalah teratasi
sepenuhnya
P: intervensi
dihentikan, lakukan
monitoring.
Klien memanfaatkan
obat dengan baik
bicara
- Bantu klien mengenal halusinasinya
a. Tanyakan apakah ada suara yang
didengar
b. Apa yang dikatakan halusinasinya
c. Katakan perawat percaya klien
mendengar suara itu , namun
perawat sendiri tidak
mendengarnya.
d. Katakan bahwa klien lain juga ada
yang seperti itu
e. Katakan bahwa perawat akan
membantu klien
- Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan/tidak
menimbulkan halusinasi
b. Waktu dan frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi, siang, sore,
malam)
- Diskusikan dengan klien apa yang
dirasakan jika terjadi halusinasi (marah,
takut, sedih, senang) beri kesempatan
klien mengungkapkan perasaannya
3. Identifikasi bersama klien cara tindakan
yang dilakukan jika terjadi halusinasi
( tidur, marah, menyibukkan diri dll).
- Diskusikan manfaat cara yang digunakan
klien, jika bermanfaat ber pujian
- Diskusikan cara baru untuk
memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
a. Katakan “ saya tidak mau dengar”
b. Menemui orang lain
c. Membuat jadwal kegiatan sehari-
hari
d. Meminta keluarga/teman/perawat
untuk menyapa jika klien tampak
bicara sendiri
- Bantu klien memilih dan melatih cara
memutus halusinasinya secara bertahap.
- Beri kesempatan untuk melakukan cara
yang telah dilatih.
- Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika
berhasil.
- Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi,
realita, stimulasi persepsi.
4. Anjurkan klien untuk memberitahu
keluarga jika mengalami halusinasi
- Diskusikan dengan keluarga (pada saat
berkunjung/pada saat kunjungan rumah):
a. Gejala halusinasi yang dialami
klien
b. Cara yang dapat dilakukan klien
dan keuarga untuk memutus
halusinasi
c. Cara merawat anggota keluarga
yang halusinasi dirumah, diberi
kegiatan, jangan biarkan sendiri,
makan bersama, bepergian
bersama
d. Beri informasi waktu follow up atau
kenapa perlu mendapat bantuan :
halusinasi tidak terkontrol, dan
resiko mencederai diri atau orang
lain
5. Diskusikan dengan klien dan keluarga
tentang dosis, frekuensi dan manfaat
minum obat
- Anjurkan klien meminta sendiri obat pada
perawat dan merasakan manfaatnya
- Anjurkan klien bicara dengan dokter
tentang manfaat dan efek samping minum
obat yang dirasakan
- Diskusikan akibat berhenti obat-obat
tanpa konsultasi
- Bantu klien menggunakan obat dengan
prinsip 6 benar.
3 Gangguan pola tidur
berhubungan dengan
adanya gangguan
persepsi berupa suara-
suara yang bising atau
mendengung yang
sangat mengganggu.
a. Tujuan :
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam, pola
tidur klien kembali
membaik.
b. Kriteria Hasil:
Klien jarang
terbangun di malam
hari
Klien mampu tidur
1. Buat catatan secara rinci tentang pola
tidur klien
Rasional: Catatan pola tidur klien
dapat digunakan sebagai tolak ukur
keberhasilan dalam intervensi yang
telah dilakukan
2. Kolaborasi dalam pemberian obat-
obatan anti psikotik sebelum tidur
Rasional: Obat-obatan psikotik
membantu merelaksasikan pikiran
S: Klien
mengungkapkan
secara verbal jika
dirinya sudah jauh
lebih baik
O: Klien sudah
mencukupi kebutuhan
tidurnya yang ditandai
dengan tidur pulas
selama 7 jam setiap
malamnya tanpa
dalam 30 menit
istirahat dan tidur 6-8
jam tanpa terbangun
agar klien lebih cepat tertidur
3. Lakukan latihan relaksasi
menggunakan music yang lembut
sebelum tidur.
Rasional: Tekhnik relaksasi yang
tepat dapat meregangkan otot dan
juga pikiran agar lebih nyaman untuk
beristirahat
4. Batasi masukan minuman dan
makanan yang mengandung kafein
Rasional: Kandungan kafein
membuat seseorang akan lebih
terjaga.
terbangun
A: Intervensi tuntas
seluruhnya
P: Monitor kondisi
klien
DAFTAR PUSTAKA
Damaiyanti, M. 2008. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan. Bandung:
PT. Refika Aditama
Keliat, Budi Anna. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta: EGC
Kusumawati, F. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta: Salemba Medika.
Stuart GW Sundeen. 2006.Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Videbeck, S. L. 2008.Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta: EGC
Yosep, Iyus. 2007.Keperawatan Jiwa.Bandung: PT Refika Aditama
Yosep, Iyus. 2009.Keperawatan Jiwa.Bandung: PT Refika Aditama
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama.
top related