3.bab 1 sd vii edited
Post on 26-Nov-2015
36 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Informasi perkembangan kependudukan merupakan informasi strategis dan sangat
dibutuhkan oleh berbagai pihak. Dalam menentukan kebijakan dan perencanaan
pembangunan, pemerintah memperhatikan informasi ini. Demikian juga para pelaku bisnis,
dalam merencanakan strategi pengembangan usahanya juga menggunakan informasi
kepndudukan.
Adanya UU No. 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan
pembangunan telah memperkokoh upaya pengendalian penduduk dan penyelenggaraan
keluarga berencana dalam mendukung pembangunan nasional jangka panjang menuju
penduduk tumbuh seimbang 2015 dan mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Undang-undang No. 52 Tahun 2009 juga memberikan gambaran bahwa aspek-aspek
kependudukan secara fungsional mambentuk satu kesatuan ekosistem. Dengan demikian arah
kebijakan pemerintah dalam menyelenggarakan pembangunan senantiasa memperhatikan
aspek kependudukan atau sering dikenal dengan sebutan pembangunan berwawasan
kependudukan dan berkelanjutan, yang mana kebijakan ini perlu didukung dengan kebijakan
yang menyangkut pengendalian penduduk.
Pada saat ini diharapkan terjadi pergeseran paradigma yang mengedepankan pola
pembangunan yang berwawasan kependudukan. Pembangunan yang demikian mengandung
dua makna, pertama: pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan kondisi penduduk
yang ada; kedua: pembangunan sumber daya manusia, yaitu pembangunan yang lebih
menekankan kualitas sumber daya manusia dibandingkan peningkatan infrastruktur semata.
Kedepan perencanaan pembangunan maupun implementasinya tidak dapat lagi mengabaikan
peran penduduk sebagai objek maupun subjek atau agen pembangunan.
Berkaitan dengan tugas dan fungsinya tersebut, serta agar dapat memberikan
gambaran informasi yang akurat berkaitan dengan demografi kependudukan bagi pihak-pihak
yang terkait dan masyarakat pada umumnya, maka dilakukan penyusunan buku profil
kependudukan.
-
2
1.2 Tujuan
memberikan gambaran informasi yang akurat berkaitan dengan demografi kependudukan
serta perkembangan kependudukan di Jawa Timur sampai dengan tahun 2010 bagi pihak-
pihak yang terkait dan masyarakat pada umumnya.
1.3 LANDASAN HUKUM
Undang-Undang Dasar tahun 1945;
Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional;
Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025;
Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga;
Perpres No. 62 tahun 2010 tentang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional;
Perka BKKBN No. 72 tahun 2011 tentang Struktur Kelembagaan Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional;
Perka BKKBN No. 82 tahun 2011 tentang Struktur Kelembagaan Perwakilan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi
-
3
BAB II
JUMLAH, KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PENDUDUK
Jumlah penduduk di suatu wilayah pada tahun tertentu dipengaruhi oleh tiga
komponen demografi yaitu kelahiran (birth), kematian (death) dan perpindahan penduduk
(migration). Kelahiran yang terjadi akan bersifat penambahan sedang kematian akan bersifat
pengurang terhadap jumlah penduduk. Begitu pula halnya dengan migrasi, jumlah penduduk
yang masuk bersifat penambahan dan penduduk yang keluar bersifat pengurang.
2.1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk
Penduduk Provinsi Jawa Timur dari waktu ke waktu terus bertambah. Pertambahan
penduduk ini sudah tentu membawa konsekuensi penyediaan fasilitas umum yang memadai
dan kesempatan kerja yang menjamin kelangsungan hidup dan kesejahteraan penduduk.
Sebagaimana tabel dibawah, dapat dilihat bahwa pada sensus penduduk tahun 1980 penduduk
Jawa Timur berjumlah 29.188.852 jiwa, dan setelah sepuluh tahun pada sensus penduduk
tahun 1990 penduduk Jawa Timur meningkat menjadi 32.503.815 jiwa atau terdapat
peningkatan rata-rata sebesar 1,08% per tahun. Pada pelaksanaan sensus berikutnya (2000)
penduduk Jawa Timur telah bertambah menjadi 34.765.998 jiwa atau terjadi peningkatan
jumlah penduduk rata-rata sebesar 0,70% pertahun. Pada pelaksanaan Sensus Penduduk 2010
penduduk Jawa Timur telah bertambah menjadi 37.476.757 jiwa atau terjadi peningkatan
jumlah penduduk rata-rata sebesar 0,76% pertahun.
Tabel 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Jawa Timur Tahun 1980-2010
Sumber Data Jumlah Penduduk Tingkat Pertumbuhan
Sensus Penduduk 1980
Sensus Penduduk 1990
Sensus Penduduk 2000
Sensus Penduduk 2010
29.188.852 jiwa
32.503.815 jiwa
34.765.998 jiwa
37.476.757 jiwa
1,49
1,08
0,70
0,76
Jumlah penduduk yang besar dan berkualitas adalah modal dasar dan merupakan
potensi bagi peningkatan pembangunan di segala bidang. Namun demikian apabila jumlah
penduduk yang besar tersebut tidak diikuti dengan pengembangan kualitas penduduk, maka
justru akan berbalik menjadi beban pembangunan dan dapat mengurangi hasil-hasil
pembangunan yang seharusnya dinikmati rakyat. Pertumbuhan ekonomi yang dihasilkannya
akan habis di konsumsi seiring dengan bertambahnya penduduk. Kualitas penduduk
-
4
merupakan elemen esensi dalam produktivitas. Terlebih lagi di era globalisasi dan persaingan
bebas seperti sekarang ini, kita tidak mungkin hanya mengandalkan jumlah penduduk yang
besar. Penduduk yang besar memang menjadi pasar yang potensial, namun apabila
dayabelinya rendah, justru akan makin terjebak menjadi bangsa yang konsumtif. Oleh karena
itu untuk memberdayakan penduduk baik sebagai sasaran pembangunan maupun sebagai
pelaksana pembangunan diperlukan upaya yang sungguh-sungguh untuk mengendalikan
pertumbuhan penduduk, mengembangkan kualitas penduduk dan kualitas keluarga yang
pelaksanaannya diselenggarakan secara menyeluruh dan terpadu antar sektor pemerintahan
dan antara pemerintah dengan masyarakat.
Keberhasilan upaya pengendalian tingkat pertumbuhan penduduk dapat diketahui dari
data tingkat laju pertumbuhan penduduk, melihat hasil pengukuran tingkat fertilitas
khususnya data tingkat kelahiran kasar atau Crude Birth Rate (CBR) dan tingkat kelahiran
total atau Total Fertility Rate (TFR). Sedangkan upaya pengembangan kualitas penduduk
dapat diketahui dari data tentang tingkat kematian bayi atau Infant Mortality Rate (IMR),
Angka Harapan Hidup (AHH), tingkat pendidikan serta partisipasi penduduk dalam bekerja,
dimana indikator kompositnya adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Upaya
pembinaan kualitas keluarga dapat diketahui dari perkembangan keluarga, perkembangan
pasangan usia subur (PUS) dan tahapan keluarga.
Pada tahun 2010 apabila dilihat dari sebarannya ternyata tingkat pertumbuhan
penduduk antar kabupaten/kota tidak merata. Lima daerah dengan tingkat pertumbuhan
penduduk tertinggi yaitu: Kab. Sidoarjo (2,21 %), Kab. Gresik (1,60 %), Kab. Sampang (1,60
%), Kab. Pamekasan (1,46 %), Kota Probolinggo (1,27 %). Sedangkan daerah dengan tingkat
pertumbuhan penduduk terendah yaitu :
Kab. Lamongan : -0,02 %
Kab. Ngawi : 0,06 %
Kab. Magetan : 0,08 %
Kab. Ponorogo : 0,16 %
Kab. Pacitan : 0,29 %
-
5
Tabel 2. Jumlah Penduduk Tahun 2000-2010 dan Proyeksi 2011 Menurut Kab/Kota di Jatim
NO KABUPATEN/KOTA SP 2000 SUPAS
2005 SP 2010 PROYEKSI 2011 *)
01 Kab. Pacitan 525,758 545,670 540,881 542,420
02 Kab. Ponorogo 841,449 869,642 855,281 856,674
03 Kab. Trenggalek 649,883 665,070 674,411 676,916
04 Kab. Tulungagung 929,833 969,461 990,158 996,405
05 Kab. Blitar 1,064,643 1,065,838 1,116,639 1,121,976
06 Kab. Kediri 1,408,353 1,429,137 1,499,768 1,509,230
07 Kab. Malang 2,244,415 2,336,363 2,446,218 2,467,370
08 Kab. Lumajang 965,192 999,525 1,006,458 1,010,681
09 Kab. Jember 2,187,657 2,261,477 2,332,726 2,347,752
10 Kab. Banyuwangi 1,488,791 1,514,605 1,556,078 1,562,975
11 Kab. Bondowoso 688,651 698,504 736,772 741,765
12 Kab. Situbondo 603,705 605,208 647,619 652,179
13 Kab. Probolinggo 1,004,967 1,021,279 1,096,244 1,105,818
14 Kab. Pasuruan 1,366,605 1,398,122 1,512,468 1,527,883
15 Kab. Sidoarjo 1,563,015 1,697,435 1,941,497 1,984,062
16 Kab. Mojokerto 908,004 969,299 1,025,443 1,037,993
17 Kab. Jombang 1,126,930 1,222,499 1,202,407 1,210,229
18 Kab. Nganjuk 973,472 989,693 1,017,030 1,021,497
19 Kab. Madiun 639,825 641,596 662,278 664,569
20 Kab. Magetan 615,254 617,492 620,442 620,965
21 Kab. Ngawi 813,228 827,728 817,765 818,228
22 Kab. Bojonegoro 1,165,401 1,228,939 1,209,973 1,214,528
23 Kab. Tuban 1,051,999 1,063,375 1,118,464 1,125,336
24 Kab. Lamongan 1,181,660 1,187,065 1,179,059 1,178,804
25 Kab. Gresik 1,005,445 1,118,841 1,177,042 1,195,736
26 Kab. Kab. Bangkalan 805,048 889,590 906,761 917,614
27 Kab. Sampang 750,046 835,122 877,772 891,688
28 Kab. Pamekasan 689,225 762,876 795,918 807,459
29 Kab. Sumenep 985,981 1,004,758 1,042,312 1,048,120
30 Kota Kediri 244,519 248,640 268,507 271,030
31 Kota Blitar 119,372 126,776 131,968 133,297
32 Kota Malang 756,982 790,356 820,243 826,857
33 Kota Probolinggo 191,522 211,142 217,062 219,799
34 Kota Pasuruan 168,323 171,136 186,262 188,157
35 Kota Mojokerto 108,938 111,860 120,196 121,383
36 Kota Madiun 163,956 171,390 170,964 171,680
37 Kota Surabaya 2,599,796 2,611,506 2,765,487 2,782,627
38 Kota Batu 168,155 179,092 190,184 192,539
JATIM 34,765,998 36,058,107 37,476,757 37,764,241
Sumber: BPS, SP 2000, Supas 2005, SP 2010
*) Proyeksi Penduduk sesuai dengan asumsi LPP SP 2000-SP 2010 (0.76%)
-
6
Tabel 3. Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Per Tahun Periode Tertentu di Jawa Timur
KABUPATEN 2000-2005 2005-2010 2000-2010
01 Pacitan 0.753 -0.178 0.286
02 Ponorogo 0.667 -0.335 0.165
03 Trenggalek 0.467 0.282 0.374
04 Tulungagung 0.845 0.427 0.636
05 Blitar 0.023 0.943 0.482
06 Kediri 0.296 0.978 0.636
07 Malang 0.813 0.931 0.872
08 Lumajang 0.707 0.140 0.423
09 Jember 0.672 0.628 0.650
10 Banyuwangi 0.347 0.546 0.447
11 Bondowoso 0.287 1.082 0.683
12 Situbondo 0.050 1.375 0.711
13 Probolinggo 0.325 1.439 0.881
14 Pasuruan 0.461 1.598 1.028
15 Sidoarjo 1.678 2.746 2.211
16 Mojokerto 1.326 1.142 1.234
17 Jombang 1.655 -0.334 0.656
18 Nganjuk 0.334 0.551 0.442
19 Madiun 0.056 0.642 0.348
21 Ngawi 0.357 -0.244 0.056
22 Bojonegoro 1.076 -0.313 0.379
23 Tuban 0.217 1.024 0.620
24 Lamongan 0.092 -0.136 -0.022
25 Gresik 2.179 1.028 1.602
26 Bangkalan 2.034 0.386 1.207
27 Sampang 2.191 1.010 1.598
28 Pamekasan 2.069 0.859 1.462
29 Sumenep 0.381 0.743 0.562
KOTA
30 Kediri 0.338 1.562 0.948
31 Blitar 1.221 0.813 1.017
32 Malang 0.874 0.751 0.813
33 Probolinggo 1.986 0.559 1.270
34 Pasuruan 0.335 1.723 1.026
35 Mojokerto 0.535 1.460 0.997
36 Madiun 0.898 -0.050 0.423
37 Surabaya 0.091 1.162 0.625
38 Batu 1.279 1.219 1.249
JATIM 0.739 0.781 0.760
Sumber: BPS, SP 2000, Supas 2005, SP 2010
-
7
2.2. Komposisi Umur
Pada uraian ini umur penduduk dikelompokkan menurut usia produktif dan non produktif.
Cara ini bermanfaat untuk menghitung atau mengetahui angka besaran ketergantungan.
Berdasarkan pengelompokan ini, penduduk yang berusia 1564 tahun dianggap usia
produktif, sedangkan penduduk penduduk usia 014 tahun dan usia diatas 65 tahun dianggap
tidak produktif.
Tabel 4. Jumlah Penduduk Propinsi Jawa Timur
Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Th 2000 dan 2010
Kelompok
Umur
Tahun 2000 Tahun 2010
Laki-laki Perempuan Total % Laki-laki Perempuan Total %
0 14 th
15 64 th
65 th keatas
4.553.176
11.740.784
899.312
4.316.585
12.083.625
1.172.516
8.870.469
23.823.731
2.071.798
25,51
68,53
5,96
4.724.653
12.642.240
1.136.623
4.486.631
12.946.813
1.539.797
9.211.284
25.589.053
2.676.420
24,58
62,28
7,14
Jumlah 17.193.272 17.572.726 34.765.998 100 18.503.516 18.973.241 37.476.757 100
Dari tabel 5. yang disajikan tersebut terlihat bahwa dari tahun 2000 ke tahun 2010
kelompok penduduk usia produktif cenderung menurun, sebaliknya penduduk usia non
produktif justru semakin meningkat. Angkaangka ini tentu memiliki pengaruh dan
berkorelasi dengan tingkat kesejahteraan penduduk. Melalui angka ketergantungan dapat
dilihat bahwa pada tahun 2010, setiap 100 orang usia produktif menanggung 46 orang yang
tidak produktif. Kondisi tersebut tentu berbeda dengan tahun 2000 dimana setiap 100 orang
usia produktif menanggung beban sekitar 45 orang usia tidak produktif.
Tabel 5. Sex Ratio Penduduk Jawa Timur Tahun 2000 dan Tahun 2010
Kelompok
Umur
Sex Ratio
Tahun 2000 Tahun 2010
0 14 th
15 64 th
65 th keatas
105,5
97,2
76,7
105,3
97,6
73,8
Jumlah 97,8 97,5
Dari tabel tersebut diatas dapat diketahui bahwa Sex Ratio untuk semua kelompok
umur adalah 97,52 tahun 2010 sedikit menurun daripada tahun 2000 sebesar 97,8. Bila dirinci
menurut kelompok usia produktif dan tidak produktif, maka Sex Ratio pada kelompok umur
dibawah 15 tahun adalah 105,3, kelompok umur produktif 97,6, dan sex ratio kelompok umur
diatas 65 tahun sebesar 73,8.
-
8
2.3. Kepadatan Penduduk
Tingkat kepadatan penduduk suatu wilayah menggambarkan kondisi dan kemampuan
wilayah dalam menampung sejumlah penduduk sesuai dengan kapasitasnya. Bagi suatu
wilayah yang tingkat pertumbuhan penduduknya relatif tinggi akan mempunyai problem
kependudukan karena tingkat kepadatannya terus meningkat. Daya dukung wilayah terhadap
penduduk, amat ditentukan oleh beberapa faktor antara lain ketersediaan sumber daya alam,
pangan, lapangan kerja/usaha serta kemampuan daerah bersangkutan dalam penyediaan
fasilitas sosial. Oleh karena itu, dirasakan perlu menampilkan angka kepadatan penduduk
pada suatu wilayah agar dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan.
Tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten/Kota Se-Jawa Timur sangat bervariasi dan
masih timpang. Kepadatan penduduk di kota umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan
desa. Hasil sensus penduduk 2010 menunjukan 47,58 persen bertempat tinggal di daerah
perkotaan dan 52,42 persen di daerah perdesaan. Dan dari sisi persebaran, persentase
distribusi penduduk menurut kabupaten/kota bervariasi, yang terendah sebesar 0,32 persen di
Kota Mojokerto dan yang tertinggi sebesar 7,38 persen di Kota Surabaya. Kota Surabaya
adalah wilayah dengan kepadatan penduduk tertinggi 8.355 jiwa/km..
Tabel 6. Tingkat Kepadatan Penduduk Jawa Timur Tahun 2010
Kabupaten Kepadatan/Km 2 Kabupaten Kepadatan/Km
2
01 Pacitan 381 21 Ngawi 587
02 Ponorogo 575 22 Bojonegoro 523
03 Trenggalek 542 23 Tuban 566
04 Tulungagung 860 24 Lamongan 670
05 Blitar 637 25 Gresik 951
06 Kediri 985 26 Bangkalan 696
07 Malang 708 27 Sampang 714
08 Lumajang 557 28 Pamekasan 999
09 Jember 697 29 Sumenep 498
10 Banyuwangi 432 KOTA
11 Bondowoso 469 30 Kediri 3,891
12 Situbondo 392 31 Blitar 3,999
13 Probolinggo 661 32 Malang 7,457
14 Pasuruan 1,017 33 Probolinggo 4,020
15 Sidoarjo 2,700 34 Pasuruan 4,902
16 Mojokerto 1,053 35 Mojokerto 6,010
17 Jombang 1,079 36 Madiun 5,028
18 Nganjuk 792 37 Surabaya 8,355
19 Madiun 655 38 Batu 942
20 Magetan 880 Jawa Timur 781
-
9
BAB III
FERTILITAS (KELAHIRAN)
3.1. Jumlah Kelahiran dan Angka Kelahiran Kasar /Crude Birth Rate (CBR)
Salah satu faktor yang ikut berperan dalam penghitungan angka pertumbuhan
penduduk adalah fertilitas (kelahiran). Untuk mengetahui tingkat kelahiran hidup antara lain
dengan menggunakan rumus CBR. CBR adalah banyaknya kelahiran hidup pada setiap seribu
orang penduduk. Dari data pada tabel dibawah ini dapat diketahui bahwa tingkat kelahiran
kasar di Jawa Timur dari waktu ke waktu terus menurun. Namun demikian perlu mendapat
perhatian karena dengan jumlah Penduduk Jawa Timur yang besar, dengan CBR 16,12
tersebut maka jumlah kelahiran selama setahun adalah sebanyak 603.638 kelahiran. Ini
artinya setiap bulan ada kelahiran sejumlah 50.303 kelahiran dan setiap hari ada 1.677
kelahiran.
Tabel 7. Tingkat Kelahiran Kasar (CBR)
Sumber Data Tingkat Kelahiran Kasar (CBR)
Sensus Penduduk 1990
Sensus Penduduk 2000
Sensus Penduduk 2010
24,25
20,59
16,12
Sumber : Sensus Penduduk diolah
-
10
Tabel 8 Jumlah Kelahiran dan CBR Provinsi Jawa Timur Tahun 2010
KABUPATEN/KOTA
Jumlah Kelahiran
Tahun 2010
CBR
Th. 2010
01 Pacitan 7.174 13.263
02 Ponorogo 11.509 13.456
03 Trenggalek 9.395 13.930
04 Tulungagung 15.605 15.760
05 Blitar 17.228 15.428
06 Kediri 24.887 16.594
07 Malang 39.876 16.301
08 Lumajang 15.450 15.351
09 Jember 39.220 16.813
10 Banyuwangi 24.052 15.457
11 Bondowoso 10.867 14.749
12 Situbondo 10.013 15.462
13 Probolinggo 18.736 17.091
14 Pasuruan 25.384 16.783
15 Sidoarjo 33.539 17.275
16 Mojokerto 16.934 16.514
17 Jombang 20.249 16.840
18 Nganjuk 15.996 15.728
19 Madiun 9.460 14.284
20 Magetan 8.530 13.749
21 Ngawi 11.625 14.215
22 Bojonegoro 17.413 14.391
23 Tuban 16.762 14.987
24 Lamongan 17.116 14.517
25 Gresik 20.749 17.628
26 Bangkalan 17.286 19.063
27 Sampang 17.090 19.470
28 Pamekasan 13.682 17.190
29 Sumenep 15.290 14.669
71 Kota Kediri 4.614 17.183
72 Kota Blitar 2.220 16.821
73 Kota Malang 13.648 16.639
74 Kota Probolinggo 3.777 17.400
75 Kota Pasuruan 3.430 18.414
76 Kota Mojokerto 2.030 16.888
77 Kota Madiun 2.650 15.503
78 Kota Surabaya 46.607 16.853
79 Kota Batu 3.129 16.452
JATIM 603.638 16.107
Sumber : BPS, Data Makro 2010
-
11
3.2 Angka Kelahiran Menurut Umur Ibu (ASFR) Usia 20-24 tahun dan Angka
Kelahiran Umum (General Fertility Rate)
Terdapat variasi mengenai besar kecilnya kelahiran antar kelompok-kelompok
penduduk tertentu, karena tingkat fertilitas penduduk ini dapat dibedakan menurut jenis
kelamin, umur, status perkawinan atau kelompok-kelompok penduduk lainnya (Mantra BI,
2009).
Di antara kelompok perempuan usia reproduksi (15-49) terdapat variasi kemampuan
melahirkan. ASFR (Age Specific Fertility Rate)/Angka kelahiran menurut umur ibu
merupakan banyaknya kelahiran per 1000 wanita pada kelompok umur tertentu. Kelompok
umur 20-24 memiliki tingkat fertilitas yang tertinggi, berikut ini disampaikan data ASFR
untuk kelompok umur wanita
Tabel 9 ASFR 20-24 dan GFR Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jatim 2010
No KABUPATEN/KOTA ASFR 20-24
Tahun 2010
GFR
Th. 2010
01 Kab. Pacitan 123 52.6
02 Kab. Ponorogo 113 54.4
03 Kab. Trenggalek 126 53.2
04 Kab. Tulungagung 121 58.2
05 Kab. Blitar 127 61.1
06 Kab. Kediri 124 63.1
07 Kab. Malang 116 61.5
08 Kab. Lumajang 111 56.1
09 Kab. Jember 118 61.9
10 Kab. Banyuwangi 122 58.8
11 Kab. Bondowoso 106 54.8
12 Kab. Situbondo 106 55.1
13 Kab. Probolinggo 115 61.1
14 Kab. Pasuruan 108 57.3
15 Kab. Sidoarjo 96 57.7
16 Kab. Mojokerto 115 58.6
17 Kab. Jombang 120 62.1
18 Kab. Nganjuk 120 59.5
19 Kab. Madiun 117 56.2
20 Kab. Magetan 116 56.1
21 Kab. Ngawi 120 54.6
22 Kab. Bojonegoro 114 52.6
23 Kab. Tuban 112 53.8
24 Kab. Lamongan 109 53.1
25 Kab. Gresik 109 67
26 Kab. Bangkalan 113 69.5
27 Kab. Sampang 112 69.9
28 Kab. Pamekasan 102 59.2
-
12
Tabel 9 Lanjutan ..
No KABUPATEN/KOTA ASFR 20-24
Tahun 2010
GFR
Th. 2010
29 Kab. Sumenep 100 50.7
30 Kota Kediri 102 60.6
31 Kota Blitar 112 61.5
32 Kota Malang 78 55.2
33 Kota Probolinggo 110 61.2
34 Kota Pasuruan 109 64.1
35 Kota Mojokerto 102 59.2
36 Kota Madiun 93 56.2
37 Kota Surabaya 79 54.6
38 Kota Batu 112 59.5
JATIM 85 58
3.3 Child Woman Ratio (CWR)
CWR adalah rasio balita terhadap setiap wanita usia subur sebagai ukuran yang
dipergunakan untuk mengetahui rasio jumlah anak usia di bawah 5 tahun (balita) terhadap
wanita usia subur pada waktu tertentu. Metode penghitungan ini sering dipergunakan bila
tidak tersedia data yang rinci tentang kelahiran. Jika angka CWR mengecil pada setiap
tahun, berarti telah terjadi penurunan tingkat fertilitas. Artinya semakin kecil CWR
semakin menurun pula angka fertilitas demikian pula sebaliknya.
Tabel 10 Child Woman Ratio (CWR) Provinsi Jawa Timur Tahun 2010
KABUPATEN/KOTA CWR
01 Kab. Pacitan 0.2674
02 Kab. Ponorogo 0.278
03 Kab. Trenggalek 0.2686
04 Kab. Tulungagung 0.2937
05 Kab. Blitar 0.3137
06 Kab. Kediri 0.3184
07 Kab. Malang 0.3024
08 Kab. Lumajang 0.2735
09 Kab. Jember 0.2932
10 Kab. Banyuwangi 0.2909
11 Kab. Bondowoso 0.2659
12 Kab. Situbondo 0.2547
13 Kab. Probolinggo 0.2899
14 Kab. Pasuruan 0.2705
15 Kab. Sidoarjo 0.2815
16 Kab. Mojokerto 0.2886
17 Kab. Jombang 0.3051
18 Kab. Nganjuk 0.2988
19 Kab. Madiun 0.2908
KABUPATEN/KOTA CWR
20 Kab. Magetan 0.2861
21 Kab. Ngawi 0.2723
22 Kab. Bojonegoro 0.2649
23 Kab. Tuban 0.2655
24 Kab. Lamongan 0.2641
25 Kab. Gresik 0.2924
27 Kab. Sampang 0.3086
28 Kab. Pamekasan 0.3022
29 Kab. Sumenep 0.2685
30 Kota Kediri 0.2412
31 Kota Blitar 0.2841
32 Kota Malang 0.3026
33 Kota Probolinggo 0.2476
34 Kota Pasuruan 0.2971
35 Kota Mojokerto 0.3095
36 Kota Madiun 0.2997
37 Kota Surabaya 0.2721
38 Kota Batu 0.2542
JATIM 0.2967
-
13
3.4.Total Fertility Rate (TFR)/ Angka Kelahiran Total
Total Fertility Rate (TFR) atau Angka Kelahiran Total adalah suatu cara untuk
mengetahui banyaknya rata-rata jumlah anak yang dilahirkan setiap wanita usia reproduktif
hingga akhir masa reproduksinya. Adapun data TFR Jawa Timur adalah sebagaimana
tersebut dibawah ini.
Tabel.11 Total Fertility Rate (TFR) Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 Metode Own Children
KABUPATEN/
KOTA
TFR
01 Kab. Pacitan 1.969
02 Kab. Ponorogo 2.036
03 Kab. Trenggalek 1.944
04 Kab. Tulungagung 2.061
05 Kab. Blitar 2.211
06 Kab. Kediri 2.219
07 Kab. Malang 2.213
08 Kab. Lumajang 1.993
09 Kab. Jember 2.131
10 Kab. Banyuwangi 2.126
11 Kab. Bondowoso 1.941
12 Kab. Situbondo 1.917
13 Kab. Probolinggo 2.091
14 Kab. Pasuruan 1.930
15 Kab. Sidoarjo 1.900
16 Kab. Mojokerto 2.022
17 Kab. Jombang 2.164
18 Kab. Nganjuk 2.107
19 Kab. Madiun 2.130
20 Kab. Nganjuk 2.089
Efektivitas program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia dalam pengendalian jumlah
penduduk, telah diakui oleh bangsa-bangsa di dunia. Hal ini dapat dirunut dari sejarah
pertumbuhan penduduk yang awalnya begitu cepat sebelum adanya program KB, menjadi
jauh lebih lambat setelah ada program KB. Sejak dicanangkan oleh pemerintah sebagai salah
satu prioritas program pembangunan pada tahun 1970, program KB mampu menekan Total
Fertility Rate (TFR) lebih dari setengah dari kondisi pada awal program. Jika pada tahun
1970 TFR di Indonesia masih sebesar 5,6 anak, maka kini sudah turun menjadi 2,3 per ibu
(SDKI 2007, TFR yang diperbarui).
Selama kurun waktu 1970 2000 program KB telah mampu menekan kelahiran
sekitar 80 juta jiwa. Sebelumya, Prof. Dr. Widjojo Nitisastro memprediksi, jumlah penduduk
KABUPATEN/
KOTA
TFR*
21 Kab. Magetan 2.018
22 Kab. Ngawi 1.878
23 Kab. Bojonegoro 1.865
24 Kab. Tuban 1.913
25 Kab. Lamongan 2.015
26 Kab. Gresik 2.376
27 Kab. Sampang 2.329
28 Kab. Pamekasan 1.969
29 Kab. Sumenep 1.789
30 Kota Kediri 2.083
31 Kota Blitar 2.151
32 Kota Malang 1.829
33 Kota Probolinggo 2.082
34 Kota Pasuruan 2.156
35 Kota Mojokerto 1.990
36 Kota Madiun 1.992
37 Kota Surabaya 1.773
38
Kota Batu
2.022
JATIM 2.011
-
14
Indonesia di tahun 2000 diperkirakan mencapai 280 juta jiwa. Namun berkat program KB
yang ditangani secara serius, pada tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia dapat ditekan
menjadi hanya 200 juta dengan laju pertumbuhan penduduk yang relative rendah. Bahkan
pada tahun 2009 mampu mencegah 100 juta kelahiran.
Adapun tren TFR di Jawa Timur berdasarkan hasil sensus penduduk adalah sebagai
berikut :
Jika pada awal tahun 70-an seorang wanita di Jawa Timur rata-rata memiliki 4,7 anak
selama masa reproduksinya, maka pada tahun 80-an menunjukkan tingkat kelahiran menurun
menjadi 3.56 anak. Penurunan TFR ini terus berlangsung hingga tahun 2000 (TFR 1,71).
Kemudian hasil sensus penduduk 2010 menunjukan adanya peningkatan TFR menjadi 2,01.
Meningkat dan menurunnya tingkat kelahiran tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor paling dominan yang mempengaruhi TFR adalah CPR (Contraceptive Prevalence
Rate) yaitu prevalensi pemakai alat kontrasepsi dengan suatu metode. Semakin tinggi angka
CPR (kesertaan ber-KB) maka akan semakin rendah TFR.
Adapun faktor lain yang mempengaruhi TFR adalah Usia Kawin Pertama (UKP),
jumlah anak lahir hidup (ALH). Semakin rendah usia kawin pertama maka semakin lama
masa reproduki yang dimiliki oleh pasangan tersebut sehingga semakin memiliki peluang
untuk memiliki anak banyak. Oleh karena itu salah satu program dalam pengendalian
penduduk adalah pendewasaan usia kawin pertama.
Hasil susenas 2010 menunjukan CPR di Jawa Timur adalah 64,16%. Sedangkan rata-
rata usia kawin pertama penduduk Jawa Timur adalah 19,65 tahun. Meskipun saat ini rata-
rata jumlah anak yang dimiliki oleh wanita selama masa reproduksinya adalah 2,01, namun
masih ada pasangan yang memiliki anak lebih dari 3 yaitu sebanyak 25,41%.
4,72
3,56
2,46
1,71 2,01
5,61
4,68
3,33
2,34 2,41
0
1
2
3
4
5
6
1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010
JATIM
Gambar 1. Tren TFR di Jawa Timur
Sumber : BPS, 2010
-
15
Tabel .12
Kabupaten/Kota CPR ALH 3+ UKP
01 Pacitan 73.08 22.61 19.93
02 Ponorogo 60.00 21.65 20.87
03 Trenggalek 64.96 22.1 19.19
04 Tulungagung 54.01 25.01 20.62
05 Blitar 61.75 22.13 20.45
06 Kediri 60.74 31.26 20.65
07 Malang 68.38 27.64 19.71
08 Lumajang 66.43 20 18.92
09 Jember 62.78 27.76 18.31
10 Banyuwangi 61.76 25.89 19.27
11 Bondowoso 67.03 21.92 17.08
12 Situbondo 66.86 20.09 16.65
13 Probolinggo 63.99 24.93 17
14 Pasuruan 68.32 24.84 18.93
15 Sidoarjo 67.78 23.84 21.83
16 Mojokerto 75.01 31.33 19.73
17 Jombang 70.13 26.92 20.47
18 Nganjuk 74.55 28.79 20.22
19 Madiun 63.52 26.94 20.27
20 Magetan 64.88 20.51 20.74
21 Ngawi 67.17 24.95 20.15
22 Bojonegoro 73.54 21.09 18.95
23 Tuban 69.67 21.46 19.17
24 Lamongan 67.04 27.03 18.98
25 Gresik 67.70 19.81 20.43
26 Bangkalan 36.66 35.01 18.64
27 Sampang 49.83 41.22 17.86
28 Pamekasan 52.64 30.02 18.11
29 Sumenep 52.69 15.29 17.81
30 Kota Kediri 57.21 27.78 21.66
31 Kota Blitar 58.70 30.83 21.73
32 Kota Malang 63.66 25.74 21.68
33 Kota Probolinggo 64.85 27.99 20.46
34 Kota Pasuruan 62.64 33.68 20.87
35 Kota Mojokerto 63.82 34.51 21.82
36 Kota Madiun 55.75 28.7 22.97
37 Kota Surabaya 61.94 26.19 21.53
38 Kota Batu 69.07 20.81 20.5
Jawa Timur 64.16 25.41 19.65
-
16
BAB IV
MORTALITAS (KEMATIAN)
4.1 Infant Mortality Rate (IMR) atau Angka Kematian Bayi (AKB)
Peristiwa mortalitas (kematian) pada dasarnya merupakan kejadian akhir dari
peristiwa morbiditas (kesakitan). Dengan demikian upaya pencegahan (preventif) terhadap
morbiditas jauh lebih efektif daripada upaya pengobatan (kuratif) dalam menurunkan
kejadian mortalitas. Morbiditas dan mortalitas penduduk adalah kejadian yang selalu
berubah-ubah, karena dipengaruhi oleh banyak faktor baik medis maupun non-medis. Di
Propinsi Jawa Timur sendiri pembangunan di bidang kesehatan memperlihatkan
perkembangan yang cukup bermakna. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, berbagai
kemajuan telah berhasil dicapai seperti terjadinya penurunan angka kematian bayi, balita dan
meningkatnya angka harapan hidup.
Bayi dan Balita merupakan golongan masyarakat yang dianggap paling rawan dari
aspek kesehatan. Indikator yang berkaitan dengan kesakitan dan kematian bayi dan balita
merupakan indikator penting untuk mengukur kondisi sosial dan kesehatan masyarakat.
Mengapa demikian? Karena indikator ini terkait dengan kondisi lingkungan yang buruk,
kemiskinan dan buta huruf yang selanjutnya digunakan sebagai tolok ukur hasil
pembangunan sosial ekonomi suatu negara. Oleh karenanya ada yang berpendapat bahwa
taraf hidup kesehatan bayi dan balita adalah salah satu faktor yang mempengaruhi
pembangunan suatu negara. Hal ini dimungkinkan karena bagaimana pun juga anak-anak
adalah generasi penerus sehingga merupakan sumber daya manusia guna menunjang
pembangunan di masa mendatang.
Sesuai dengan komitmen MDGs, pada tahun 2015 seluruh negara harus mampu
menekan Angka Kematian Bayi hingga 20 per 1.000 kelahiran hidup. Adanya target
penurunan Angka Kematian Bayi yang dicantumkan dalam MDGs ini menunjukkan betapa
penting untuk menjadi perhatian kalangan pemerintah terhadap upaya-upaya penurunan
AKB. AKB di Indonesia secara umum telah mengalami penurunan yang cukup drastis di
berbagai provinsi di Indonesia, termasuk Jawa Timur. Berdasarkan sensus penduduk 1990
AKB di Jawa Timur 64, menurun menjadi 44 pada tahun 2000 dan menurun lagi menjadi
29,9 pada tahun 2010. Penurunan angka kematian bayi identik dengan peningkatan angka
harapan hidup (AHH). AHH mencerminkan lamanya usia seorang bayi baru lahir diharapkan
hidup. Adapun Rincian AKB dan AHH per kabupaten/kota dapat dilihat dalam tabel 13.
-
17
Tabel 13 AKB dan AHH Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 dan Tahun 2010
Kabupaten/Kota AKB Th 2009 AKB Th. 2010 AHH Th. 2009 AHH Th. 2010
01 Pacitan 24.57 23.54 71.04 71.25
02 Ponorogo 30.72 28.97 69.62 69.89
03 Trenggalek 23.79 22.55 71.36 71.61
04 Tulungagung 24.13 23.07 71.24 71.42
05 Blitar 26.99 24.60 70.65 70.87
06 Kediri 31.15 29.86 69.42 69.62
07 Malang 33.46 32.10 68.70 68.94
08 Lumajang 41.34 39.67 66.87 67.08
09 Jember 59.13 57.74 62.66 62.89
10 Banyuwangi 40.6 38.29 67.18 67.45
11 Bondowoso 58.71 56.62 62.92 63.15
12 Situbondo 57.74 56.45 63.02 63.19
13 Probolinggo 67.89 65.45 60.84 61.06
14 Pasuruan 55.36 53.34 63.70 63.93
15 Sidoarjo 28.18 25.43 70.31 70.57
16 Mojokerto 29.27 27.89 69.97 70.22
17 Jombang 28.81 28.05 69.99 70.17
18 Nganjuk 33.59 32.27 68.67 68.89
19 Madiun 33.16 32.07 68.72 68.95
20 Magetan 24.90 23.88 70.92 71.13
21 Ngawi 30.85 29.10 69.58 69.85
22 Bojonegoro 40.26 39.41 67.01 67.15
23 Tuban 38.22 36.96 67.56 67.81
24 Lamongan 36.62 34.58 68.03 68.19
25 Gresik 25.40 24.29 70.73 70.98
26 Bangkalan 56.91 55.69 63.16 63.37
27 Sampang 62.59 58.92 62.34 62.61
28 Pamekasan 56.24 53.72 63.59 63.84
29 Sumenep 50.95 49.85 64.53 64.76
30 Kota Kediri 28.61 27.29 70.18 70.40
31 Kota Blitar 22.27 20.94 71.94 72.19
32 Kota Malang 29.30 27.85 69.96 70.23
33 Kota Probolinggo 30.16 28.35 69.83 70.08
34 Kota Pasuruan 42.42 41.97 66.33 66.46
35 Kota Mojokerto 23.74 22.80 71.34 71.52
36 Kota Madiun 25.21 24.27 70.81 70.99
37 Kota Surabaya 27.13 24.32 70.71 70.97
38 Kota Batu 32.17 30.52 69.15 69.42
Jawa Timur 31.41 29.99 69.35 69.58
-
18
Dari tabel diatas dapat diamati bahwa IMR di Jawa Timur mengalami menurunan dari
waktu ke waktu. Pada tahun 2010, setiap seribu kelahiran hidup terdapat 30 bayi yang mati.
Apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya yang angkanya sebesar 44,0, maka ini
dapat disebut sebagai peningkatan kualitas yang cukup tajam. Menurunnya tingkat kematian
bayi tersebut disebabkan oleh semakin meningkatnya pengetahuan dan kesadaran penduduk
dalam melaksanakan pola hidup sehat dan meningkatnya gizi keluarga serta diimbangi
dengan peningkatan pelayanan kesehatan oleh pemerintah dengan jangkauan yang lebih luas.
Menurut Henry Mosley dan Lincoln C. Chen (1988), untuk meneliti faktor-faktor
yang mempengaruhi kelangsungan hidup anak perlu melibatkan semua determinan sosial
budaya dan ekonomi dengan melalui sejumlah variabel antara atau intermediate variables.
Variabel tersebut adalah : Faktor ibu, yang meliputi umur, paritas dan jarak kelahiran. Kedua,
faktor pencemaran lingkungan yang terdiri diri udara, makanan, air, jari, kulit, zat penular
kuman penyakit, tanah dan serangga pembawa penyakit (vektor). Ketiga, faktor kekurangan
gizi yang meliputi kalori, protein, gizi mikro dan vitamin, dan mineral. Keempat, faktor luka
terdiri dari kecelakaan dan luka yang disengaja. Kelima, faktor pengendalian penyakit
perorangan seperti usaha-usaha preventif perorangan dan perawatan dokter. Dalam kerangka
analisis tersebut faktor sosial ekonomi mendapat penekanan. Disebutkan bahwa sekitar 98%
bayi yang baru lahir akan dapat bertaan hidup hingga usia 5 tahun dalam lingkungan yang
terpeliharan secara optimal. Mengecilnya probabilitas kelangsunan hidup anak disebabkan
oleh berbagai faktor sosial, ekonomi, biologi dan lingkungan.
Sebenarnya apabila dikaji secara umum, kematian akan selalu dikaitkan dengan
kesehatan. Tetapi perlu diingat bahwa kesehatan tidak dapat menjelaskan perubahan tingkat
kematian secara berdiri sendiri tanpa harus dikaitkan dengan faktor yang lain, seperti sosio-
ekonomi, budaya, demografi dan kesehatan. Pendapatan mempengaruhi kematian secara
tidak langsung. Pendapatan akan mempengaruhi tingkat konsumsi yang berkaitan dengan
kesehatan, seperti misalnya makanan, perumahan, sanitasi, perawatan kesehatan, dan
pendidikan. Pendapatan yang tinggi akan memperbaiki tingkat konsumsi yang pada akhirnya
akan menurunkan mortalitas.
Variabel sosio-ekonomi yang lain yang berkaitan dengan kematian bayi adalah
pendidikan, terutama pendidikan ibu. Alasannya bahwa ibu mempunyai peranan penting
dalam merawat kesehatan dan hidup bayi di rumah. Mengapa demikian ? Pertama, ibu yang
berpendidikan diharapkan keluarga dari tradisi, tidak terlalu fatalistik terhadap penyakit dan
dapat mengadopsi alternatif modern untuk perawatan anak dan juga dalam terapi. Kedua,
Seorang ibu yang berpendidikan akan mudah memahami saran-saran dari dokter maupun
-
19
perawat dan ketiga, ibu yang berpendidikan dapat merubah sifat-sifat tradisional hubungan
antar keluarga yang mempunyai efek terhadap perawatan anak. Pendapat lainnya
mengatakan bahwa pendidikan memainkan dua peranan, yaitu dalam hal pencegahan
(preventif) dan pengontrolan. Yang berkaitan dengan pencegahan misalnya pemberian
makanan yang higienes dan sehat untuk anak, sedang yang berkitan dengan pengontrolan
misalnya kesadaran untuk menggunakan fasilitas kedokteran. Ibu yang berpendidikan akan
memberinya kekuatan dan kepercayaan diri untuk mengambil keputusan secara mandiri.
Dengan sendirinya dalam keadaan yang memaksa si ibu akan lebih tanggap untuk melakukan
yang terbaik bagi si anak, tanpa harus menunggu orang lain.
Variabel budaya sebenarnya tidak berpengaruh secara langsung. Variabel tersebut
beroperasi melalui variabel sosio-ekonomi. Agama, misalnya, yang biasanya dimasukkan
dalam indikator budaya, selalu diakitkan dengan peranan wanita dalam keluarga (female
role), yang akhirnya berhubungan dengan perawatan anak (Mahadevan, et al. 1986).
Beberapa studi juga menunjukkan adanya hubungan antara etnis sebagai variabel budaya
dengan tingkat kematian bayi. Tetapi seperti halnya agama, variabel etnis juga berpengaruh
secara tidak langsung terhadap kematian bayi melalui variabel sosio-ekonomi. Variabel
budaya dan juga variabel demografi yang terkait dengan kematian bayi adalah pemilihan
jenis kelamin anak, dimana ada perbedaan perhatian terhadap jenis kelamin anak dalam
banyak hal, misalnya makanan, perawatan, pendidikan, dan lain-lain.
4.2. Maternal Mortality Rate (MMR) atau Angka Kematian Ibu (AKI)
Di Propinsi Jawa Timur, walaupun kualitas data mengenai angka kematian ibu masih
bisa diperdebatkan namun setidaknya dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk
merumuskan kebijakan yang terkait dengan penurunan angka kematian ibu. Menurut data
Laporan Kematian Ibu (LKI), diketahui bahwa AKI Jawa Timur sebesar 94 per 100.000
kelahiran hidup di tahun 2001, kemudian menurun menjadi 69 per 100.000 kelahiran hidup di
tahun 2004, kemudian meningkat lagi menjadi 72 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2009.
Jawa Timur adalah satu diantara delapan propinsi yang menyumbang 70% angka
kematian ibu di Indonesia (Cholil, 1999). Selain itu menurut Laporan Pembangunan Manusia
Indonesia tahun 2001, disebutkan bahwa bila dibandingkan dengan propinsi-propinsi lain di
Pulau Jawa, maka Jawa Timur menempati urutan kedua terburuk setelah Jawa Barat dalam
hal penurunan angka kematian ibu.
Penyebab langsung dari AKI ini adalah eklampsia, infeksi dan perdarahan. Untuk
eklampsia dan infeksi, cenderung menurun. Namun, tidak begitu halnya dengan perdarahan,
-
20
yang mengalami peningkatan, yaitu 34.67% menjadi 39.95%. Hal ini juga terjadi pada
persentase ibu hamil yang termasuk kadar Hbnya kurang dari 11 gr%, yang meningkat dari
4.80% menjadi 5.57%.
Sementara itu dari penyebab tidak langsung dikarenakan di beberapa daerah di
propinsi Jawa Timur seperti di Madura dan daerah Tapal Kuda, masih berkembang budaya
untuk menikah di usia dini sehingga kehamilan pertama dialami pada usia kurang dari 21
tahun yang masuk dalam kelompok kehamilan risiko tinggi. Oleh karena itu perlunya
dilakukan peramalan angka kematian ibu di Jawa Timur untuk mengetahui capaian AKI pada
tahun mendatang sehingga dapat diambil sebuah kebijakan dalam perencanaan program
pelayanan kesehatan ibu hamil menuju capaian AKI Nasional 2015.
-
21
BAB V
HUMAN DEVELOPMENT INDEX (HDI) ATAU
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM)
Menurut UNDP, penduduk adalah kekayaan nyata suatu bangsa. Secara ringkas dapat
dikatakan bahwa konsep pembangunan manusia sebagai suatu upaya pembangunan
(formation) kemampuan diri manusia, yang mengandung empat unsur, yaitu produktivitas
(productivity), pemerataan (equity), kesinambungan (sustainability), dan pemberdayaan
(empowerment). Hal ini dapat dicapai melalui program pembangunan yang menitik-beratkan
pada peningkatan kemampuan dasar manusia yaitu meningkatnya derajat kesehatan, berupa
umur panjang dan hidup sehat, mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai
agar dapat digunakan untuk mempertinggi partisipasi dalam kegiatan ekonomi produktif serta
mendapat penghasilan yang mencukupi dengan daya beli yang layak. Berdasarkan konsep ini,
membangun manusia berarti meningkatkan sumber daya manusia (SDM) dalam arti yang
luas meliputi aspek jasmani dan rohani, material dan spiritual dalam skala individu maupun
sosial yang pada akhirnya harus mampu menjadi sumber daya pembangunan secara
komprehensif.
Seperti halnya pembangunan ekonomi, pembangunan manusia memerlukan
ketersediaan analisis data guna perencanaan dan pengambilan kebijakan agar tepat sasaran,
juga perlu dievaluasi sejauh mana pembangunan yang dilaksanakan mampu meningkatkan
kualitas hidup manusia (penduduk) sebagai obyek pembangunan. Salah satu alat ukur yang
lazim digunakan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Walaupun tidak semua aspek
pembangunan manusia dapat diukur melalui penghitungan IPM mengingat sangat luasnya
dimensi pembangunan manusia, tetapi paling tidak IPM dapat menggambarkan hasil
pelaksanaan pembangunan manusia menurut tiga komponen indikator kemampuan manusia
yang sangat mendasar yaitu; derajat kesehatan, kualitas pendidikan serta akses terhadap
sumber daya ekonomi berupa pemerataan tingkat daya beli masyarakat.
Bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur, sekurang kurangnya Indikator Indeks
Pembangunan Manusia ini mempunyai empat makna. Pertama, IPM dapat dijadikan sebagai
acuan untuk melihat sejauhmana keberhasilan program pembangunan kesejahteraan sosial
yang telah dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Kedua, IPM dapat dimanfaatkan
sebagai alat bantu perencanaan pembangunan daerah (Planning Tool), yang lebih
mengakomodasikan dimensi pembangunan sosial menuju peningkatan kualitas hidup
manusia. Ketiga, dalam jangka panjang, data IPM dapat bermanfaat sebagai planing tool
-
22
ataupun menjanjikan keunggulan sebagai alat evaluasi dan review method terhadap proses
perencanaan. Keempat, sebagai salah satu alat analisis, IPM menjanjikan sejumlah
keunggulan karena lebih mengambarkan pemerataan hasil pembangunan dan langsung
menyentuh hasil pembagunan manusia dengan indikator kesejahteraan sosialnya (tingkat
kesehatan, kualitas pendidikan, dan akses terhadap sumber daya ekonomi).
Kondisi IPM Provinsi Jawa Timur mengalami fluktuatif bila diukur mulai sebelum
krisis sampai tahun 2010. Pada tahun 1996 IPM Provinsi Jawa Timur sebesar 65,5, pada
tahun 1999 mengalami penurunan menjadi 61,8. Kemudian pada tahun 2002 kembali
mengalami kenaikan menjadi 62,64 dan pada tahun 2005 meningkat lagi menjadi 65,89
dimana posisi ini hampir sama dengan kondisi sebelum krisis ekonomi. Selanjutnya IPM
tahun 2008 sebesar 70,38 dan tahun 2010 menjadi 71,55. Peningkatan IPM Provinsi Jawa
Timur dari tahun 2002 sampai 2010 ini menunjukkan bahwa stabilitas ekonomi dan
pembangunan manusia sudah mulai menunjukkan tanda-tanda membaik dan tentu saja tidak
terlepas dari kontribusi komponen penentunya.
Gambar 2: Nilai IPM Provinsi Jawa Timur Tahun 1996-2010
-
23
Tabel 14. Indeks Pembangunan Manusia Propinsi dan Nasional Tahun 1996-2010
Tahun 1996 Tahun 1999 Tahun 2005 Tahun 2010
Provinsi IPM Ranking IPM Ranking IPM Ranking IPM Ranking
1. Nanggroe Aceh Darussalam 69.4 9 65.3 12 69.05 18 71.70 17
2. Sumatera Utara 70.5 7 66.6 8 72.03 8 74.19 8
3. Sumatera Barat 69.2 11 65.8 9 71.19 9 73.78 9
4. Riau 70.6 6 67.3 4 73.63 3 76.07 3
5. Jambi 69.3 10 65.4 11 70.95 11 72.74 13
6. Sumatera Selatan 68.0 15 63.9 16 70.23 13 72.95 10
7. Bengkulu 68.4 12 64.8 13 71.09 10 72.92 11
8. Lampung 67.6 16 63.0 18 68.85 19 71.42 21
9. Bangka Belitung - - - - 70.68 12 72.86 12
10. Kepulauan Riau - - - - 72.23 7 75.07 6
11. DKI Jakarta 76.1 1 72.5 1 76.07 1 77.60 1
12. Jawa Barat 68.2 14 64.6 15 69.93 14 72.29 15
13. Jawa Tengah 67.0 17 64.6 14 69.78 16 72.49 14
14. Yogyakarta 71.8 2 68.7 2 73.50 4 75.77 4
15. Jawa Timur 65.5 22 61.8 22 68.42 22 71.65 18
16. Banten - - - - 68.80 20 70.48 23
17. Bali 70.1 8 65.7 10 69.78 15 72.28 16
18. Nusa Tenggara Barat 56.7 26 54.2 26 62.42 32 65.20 32
19. Nusa Tenggara Timur 60.9 24 60.4 24 63.59 31 67.26 31
20. Kalimantan Barat 63.6 23 60.6 23 66.20 28 69.15 28
21. Kalimantan Tengah 71.3 5 66.7 7 73.22 5 74.64 7
22. Kalimantan Selatan 66.3 19 62.2 21 67.44 26 69.92 26
23. Kalimantan Timur 71.4 4 67.8 3 72.94 6 75.56 5
24. Sulawesi Utara 71.8 3 67.1 6 74.21 2 76.09 2
25. Sulawesi Tengah 66.4 8 62.8 20 68.47 21 71.14 22
26. Sulawesi Selatan 66.0 21 63.6 17 68.06 23 71.62 19
27. Sulawesi Tenggara 66.2 20 62.9 19 67.52 24 70.00 25
28. Gorontalo - - - - 67.46 25 70.28 24
29. Sulawesi Barat - - - - 65.72 29 69.64 27
30. Maluku 68.2 13 67.2 5 69.24 17 71.42 20
31. Maluku Utara - - - - 66.95 27 69.03 30
32. Irian Jaya Barat - - - - 64.83 30 69.15 29
33. Papua 60.2 25 58.8 25 62.08 33 64.94 33
Indonesia 67.7
64.3 69.57
72.27
Sumber: BPS Pusat
-
24
Tabel 15 Indeks Pembangunan Manusia Menurut Kab/Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010
Kabupaten/Kota Indeks Harapan Hidup Indeks Pendidikan Indeks PPP IPM
Kabupaten/Kota
01 Pacitan 77.09 76.13 62.49 71.91
02 Ponorogo 74.82 72.8 63.4 70.34
03 Trenggalek 77.69 78.15 63.78 73.21
04 Tulungagung 77.37 80.11 62.4 73.29
05 Blitar 76.44 77.93 66.47 73.62
06 Kediri 74.37 79.2 61.59 71.72
07 Malang 73.24 75.09 63.31 70.55
08 Lumajang 70.14 71.1 62.13 67.79
09 Jember 63.14 70.22 61.24 64.87
10 Banyuwangi 70.75 73.02 62.66 68.81
11 Bondowoso 63.59 62.86 61.91 62.79
12 Situbondo 63.66 66.1 62.93 64.23
13 Probolinggo 60.1 63.5 64.78 62.79
14 Pasuruan 64.89 73.69 64.13 67.57
15 Sidoarjo 75.96 86.87 66.16 76.33
16 Mojokerto 75.37 80.35 64.17 73.3
17 Jombang 75.28 79.17 63.74 72.73
18 Nganjuk 73.14 76.34 62.72 70.74
19 Madiun 73.25 75.21 61.05 69.83
20 Magetan 76.88 77.23 64.04 72.72
21 Ngawi 74.75 71.06 60.63 68.82
22 Bojonegoro 70.25 71.18 59.08 66.84
23 Tuban 71.36 71.3 62.1 68.25
24 Lamongan 71.98 74.11 62.79 69.63
25 Gresik 76.63 82.15 64.34 74.37
26 Bangkalan 63.96 66.77 62.83 64.52
27 Sampang 62.69 52.31 63.76 59.58
28 Pamekasan 64.73 66.54 61.95 64.41
29 Sumenep 66.26 64.23 65.41 65.3
71 Kota Kediri 75.66 87.72 65.13 76.17
72 Kota Blitar 78.65 86.68 66.52 77.28
73 Kota Malang 75.39 89.59 66.32 77.1
74 Kota Probolinggo 75.13 80.36 66.76 74.09
75 Kota Pasuruan 69.11 83.99 66.96 73.35
76 Kota Mojokerto 77.53 86.45 66.03 76.67
77 Kota Madiun 76.65 88.53 64.27 76.48
78 Kota Surabaya 76.62 87.78 67.14 77.18
79 Kota Batu 74.03 84.58 64.44 74.35
Jawa Timur 74.29 74.94 65.42 71.55
-
25
Keterkaitan antar komponen penentu IPM dapat dijelaskan bahwa apabila penduduk
Provinsi Jawa Timur bisa terbebas dari angka buta huruf yang berarti angka melek hurufnya
tinggi dan rata-rata lama sekolahnya tinggi maka kondisi ini akan menunjang keberhasilan
dalam mencerdaskan penduduk Jawa Timur. Kondisi semacam ini pula akan menunjang
keberhasilan pelayanan kesehatan, karena penduduk telah mempunyai pengetahuan sehingga
mengerti akan pentingnya kesehatan yang selanjutnya sadar dan melaksanakan sesuai dengan
kebutuhan kesehatannya.
Demikian juga semua upaya pelayanan kesehatan yang berorientasi pada penyadaran
pentingnya hidup sehat diperlukan pendidikan yang memadai. Apabila penduduk telah
mempunyai pendidikan yang memadai, maka akan mudah diberi bekal pengetahuan dan
keterampilan yang ada hubungannya dengan kesehatan melalui penyuluhan kesehatan
masyarakat. Tentunya penyuluhan ini disesuaikan dengan pengetahuan, adat istiadat,
kebudayaan dan keyakinan serta kepercayaan masyarakat sehingga pelayanan kesehatan
dapat diterima dengan mudah.
INDEKS PENDIDIKAN
PROV. JAWA TIMUR 2010 (74,94)
1. Kab. Ponorogo 2. Kab. Ngawi
1. Kab. Pacitan 2. Kab. Trenggalek 10. Kab. Gresik 3. Kab. Tulungagung 11. Kota Kediri 4. Kab. Blitar 12. Kota Blitar 5. Kab. Kediri 13. Kota Malang 6. Kab. Sidoarjo 14. Kota Probolinggo 7. Kab. Mojokerto 15. Kota Mojokerto 8. Kab. Jombang 16. Kota Madiun 9. Kab. Magetan 17. Kota Surabaya
INDEKS HARAPAN HIDUP
PROV. JATIM 2010 (74,29)
1. Kab. Lumajang 9. Kab. Tuban 2. Kab. Jember 10. Kab. Lamongan 3. Kab. Banyuwangi 11. Kab. Bangkalan 4. Kab. Bondowoso 12. Kab. Sampang 5. Kab. Situbondo 13. Kab. Pamekasan 6. Kab. Probolinggo 14. Kab. Sumenep 7. Kab. Pasuruan 8. Kab. Bojonegoro
1. Kab. Malang 2. Kab. Nganjuk 3. Kab. Madiun 4. Kota Pasuruan 5. Kota Batu
Keterangan:
Kab./Kota yang berada di posisi kanan dari garis vertikal (Indeks Pendidikan) dan berada di posisi atas dari garis horizontal (Indeks
Harapan Hidup) Provinsi Jawa Timur adalah Kab./Kota dengan kondisi lebih baik.
Gambar 3. Posisi Indeks Pendidikan dan Harapan Hidup Per Kabupaten/ Kota
Berdasarkan Rata Rata Provinsi Jawa Timur Tahun 2010
-
26
Sebagai contoh dari kaitan pendidikan dengan kesehatan adalah pendidikan ibu sangat
penting dikaitkan dengan kematian bayi. Ibu mempunyai peranan penting dalam merawat
kesehatan dan hidup bayi di rumah. Tiga alasan mengapa pendidikan ibu mempunyai peranan
penting dalam menurunkan angka kematian bayi. Pertama, ibu yang berpendidikan
diharapkan tidak terlalu fatalistik terhadap penyakit dan dapat mengadopsi alternatif modern
untuk perawatan anak dan juga dalam terapi. Kedua, seorang ibu yang berpendidikan akan
mudah memahami saran-saran dari petugas kesehatan dan ketiga, ibu yang berpendidikan
dapat merubah sifat-sifat tradisional hubungan antar keluarga yang mempunyai efek terhadap
perawatan anak. Ibu yang berpendidikan akan memberinya kekuatan dan kepercayaan diri
untuk mengambil keputusan secara mandiri. Dengan sendirinya dalam keadaan yang
memaksa si ibu akan lebih tanggap untuk melakukan yang terbaik bagi si anak, tanpa harus
lama menunggu keputusan orang lain.
Selanjutnya kaitan ekonomi dengan kesehatan dapat dijelaskan bahwa daya beli sangat
menentukan apakah penduduk Provinsi Jawa Timur mampu menjangkau pelayanan
kesehatan yang dibutuhkan. Kemampuan daya beli ini diimbangi oleh tarif pelayanan
kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat setempat. Bila daya beli tinggi dan diimbangi
tarif pelayanan kesehatan yang juga tinggi, maka pelayanan kesehatan hanya dapat dinikmati
oleh masyarakat yang berpenghasilan menengah ke atas, sedangkan untuk masyarakat
menengah kebawah tidak mampu menikmatinya. Akibatnya akan berpengaruh terhadap
kesakitan, kematian dan harapan hidup karena tidak meratanya pelayanan kesehatan terhadap
masyarakat.
Pendapatan mempengaruhi permintaan pemeliharaan kesehatan (pelayanan kesehatan)
karena kesehatan mempunyai faktor spesifik yang menurut para ahli ekonomi kesehatan
adalah 1) adanya hubungan (asosiasi) antara tingginya pendapatan dengan besarnya
permintaan khususnya pelayanan kesehatan dan 2) harga berperan menentukan demand
pemeliharaan kesehatan.
Pendapatan memungkinkan orang untuk memilih metode pengobatan yang ada.
Karena pendapatan akan menyesuaikan metode pengobatan yang dipakai atau dimanfaatkan.
Pendapatan seseorang adalah tumpuan dalam kelangsungan hidupnya, sehingga pendapatan
yang diterima tiap bulan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan seseorang baik untuk dirinya
sendiri, untuk keluarganya maupun untuk pemenuhan kebutuhan yang sifatnya tiba-tiba,
misalnya insiden sakit. Sakit merupakan keadaan yang datangnya tidak terduga sehingga
perlu diantisipasi untuk menyisihkan sebagian pendapatan.
-
27
INDEKS DAYA BELI
PROV. JAWA TIMUR 2010 (65,42)
1. Kab. Pacitan 2. Kab. Ponorogo 3. Kab. Trenggalek
4. Kab Tulungagung 5. Kab. Kediri 6. Kab. Mojokerto
7. Kab. Jombang 8. Kab. Magetan 9. Kab. Ngawi 10. Kab. Gresik 11. Kota Madiun
1. Kab. Blitar 2. Kab. Sidoarjo 3. Kota Kediri 4. Kota Blitar
5. Kota Malang 6. Kota Probolinggo 7. Kota Mojokerto 8. Kota Surabaya
INDEKS HARAPAN HIDUP
PROV. JATIM 2010 (74,29)
1. Kab. Malang 2. Kab. Lumajang 3. Kab. Jember 4. Kab. Banyuwangi 5. Kab. Bondowoso 6. Kab. Situbondo 7. Kab. Probolinggo 8. Kab. Pasuruan 9. Kab. Nganjuk
10. Kab. Madiun 11. Kab. Bojonegoro 12. Kab. Tuban 13. Kab. Lamongan 14. Kab. Bangkalan 15. Kab. Sampang 16. Kab. Pamekasan 17. Kab. Sumenep 18. Kota Batu
1. Kota Pasuruan
Keterangan:
Kabupaten / Kota yang berada di posisi kanan dari garis vertikal (Indeks Daya Beli) dan berada di posisi atas dari garis horizontal
(Indeks Harapan Hidup) Provinsi Jawa Timur adalah Kab./Kota dengan kondisi lebih baik.
Gambar 4. Posisi Indeks Daya Beli dan Indeks Harapan Hidup Per Kabupaten / Kota Berdasarkan
Rata Rata Provinsi Jawa Timur Tahun 2010
Dengan daya beli yang baik, diharapkan masyarakat akan dapat menikmati pelayanan
kesehatan. Dengan dapat menikmati pelayanan kesehatan secara merata ditunjang gizi yang
baik, imunisasi lengkap dan dengan program keluarga berencana secara mandiri akan
meningkatkan Angka Harapan Hidup
Pendapatan mempengaruhi kematian secara tidak langsung. Pendapatan akan
mempengaruhi tingkat konsumsi yang berkaitan dengan kesehatan, seperti misalnya
makanan, perumahan, sanitasi, perawatan kesehatan, dan pendidikan. Pendapatan yang tinggi
akan memperbaiki tingkat konsumsi yang pada akhirnya akan menurunkan mortalitas.
-
28
INDEKS PENDIDIKAN
PROV. JAWA TIMUR 2010 (74,94)
1. Kab. Blitar 2. Kab. Sidoarjo 3. Kota Kediri 4. Kota Blitar 5. Kota Malang 6. Kota Probolinggo 7. Kota Pasuruan 8. Kota Mojokerto 9. Kota Surabaya
INDEKS DAYA BELI
PROV. JATIM 2010 (65,42)
1. Kab. Ponorogo 10. Kab. Bojonegoro 2. Kab. Lumajang 11. Kab. Tuban 3. Kab. Jember 12. Kab. Lamongan 4. Kab. Banyuwangi 13. Kab. Bangkalan 5. Kab. Bondowoso 14. Kab. Sampang 6. Kab. Situbondo 15. Kab. Pamekasan 7. Kab. Probolinggo 16. Kab. Sumenep 8. Kab. Pasuruan 9. Kab. Ngawi
1. Kab. Pacitan 10. Kab. Magetan 2. Kab. Trenggalek 11. Kab. Gresik 3. Kab. Tulungagung 12. Kota Madiun 4. Kab. Kediri 13. Kota Batu 5. Kab. Malang 6. Kab. Mojokerto 7. Kab. Jombang 8. Kab. Nganjuk 9. Kab. Madiun
Keterangan:
Kabupaten / Kota yang berada di posisi kanan dari garis vertikal (Indeks Pendidikan) dan berada posisi di atas dari garis horizontal
(Indeks Daya Beli) Provinsi Jawa Timur adalah kabupaten/kota dengan kondisi yang lebih baik.
Gambar 5. Posisi Indeks Pendidikan dan Indeks Daya Beli Per Kabupaten /Kota Berdasarkan Rata-
rata Provinsi Jawa Timur Tahun 2010
Kaitan antara pendidikan dan ekonomi dapat dijelaskan bahwa pendidikan merupakan
salah satu faktor yang sangat menentukan wawasan seseorang. Seseorang yang berpendidikan
tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional serta lebih mudah menerima ide-ide dan
tata cara kehidupan baru dibanding mereka yang berpendidikan lebih rendah atau tidak
berpendidikan. Selain itu, tingkat pendidikan juga mempengaruhi seseorang untuk bersikap.
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah pula orang tersebut menentukan
sikap, lebih kaya dengan pilihan-pilihan untuk bertindak, banyak alternatif yang
ditemukannya
Hubungan pendidikan dan produktifitas kerja juga tercermin juga dalam penghasilan.
Pendidikan yang lebih tinggi mengakibatkan produktifitas kerja yang lebih tinggi dan oleh
karena itu penghasilan juga lebih tinggi. Dengan demikian pendidikan dan latihan dipandang
sebagai investasi yang imbalannya dapat diperoleh beberapa tahun kemudian dalam bentuk
pertambahan hasil kerja. Bentuk investasi di bidang pendidikan dan latihan seperti itu
-
29
dinamakan human capital. Asumsi dasar dari teori human capital adalah bahwa sesorang
dapat meningkatkan penghasilannya melalui peningkatan pendidikan. Setiap tambahan satu
tahun sekolah berarti, di satu pihak, meningkatkan kemampuan kerja dan tingkat penghasilan
seseorang, tetapi dipihak lain menunda penerimaan penghasilan selama satu tahun karena
mengikuti pendidikan dan latihan tersebut.
Kontribusi Upaya Pengendalian Kuantitas Penduduk dalam IPM
Dalam kaitan dengan kesehatan, peran program KB dalam pencegahan kehamilan
yang tidak diinginkan dan kehamilan dengan resiko tinggi serta perawatan kehamilan,
kelahiran dan perawatan pasca melahirkan akan menyelamatkan beberapa nyawa ibu dari
kematian maternal. Perawatan prenatal dan kemampuan mencegah resiko tinggi untuk
melahirkan akan membantu mencegah kematian bayi dan anak. Anak anak dari keluarga
besar cenderung kurang mendapatkan perawatan kesehatan dan anak anak yang lahir dari
kehamilan yang tidak diinginkan memiliki resiko kematian lebih tinggi dibandingkan dengan
anak anak dan kehamilan yang direncanakan.
Penggunaan kontrasepsi akan memperkecil jumlah keluarga dan memperpanjang
jarak kelahiran. Kedua hal tersebut akan meningkatkan investasi keluarga untuk kesehatan
dan nutrisi sehingga akan menurunkan angka kemiskinan dan kelaparan. Dalam kaitan
dengan ekonomi. Pada tingkat makro bahwa penurunan kelahiran akan mempercepat
perkembangan sosial dan ekonomi suatu negara.
Gambar 5. Peran KB dalam Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia
-
30
Dalam kaitan dengan pendidikan, keluarga dengan anak sedikit dan jarak kelahiran
yang lebar akan memungkinkan mereka berinvestasi untuk pendidikan anaknya. Hal itu akan
memberikan keuntungan khusus bagi anak perempuan karena umumnya anak perempuan
memperoleh prioritas yang rendah dibandingkan anak laki-laki. Anak perempuan yang keluar
dari sekolah (DO) umumnya lebih rendah aksesnya terhadap pelayanan KB.
-
31
BAB VI
KEMISKINAN DAN KESEJAHTERAAN
Kemiskinan merupakan keadaan dimana terjadi kekurangan atau ketidakmampuan
individu dalam memenuhi kebutuhan dasarnya seperti pakaian, makanan, tempat berlindung
dan air minum. Kemiskinan juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan
pekerjaan yang mampu mengatasi kemiskinan itu sendiri. Berdasarkan kesepakatan
Millenium Development Goals (MDGs) kemiskinan merupakan hal utama yang harus
diperhatikan dan diberantas setiap negara. Hal ini dikarenakan tingkat kemiskinan suatu
negara akan berdampak pula terhadap kesehatan dan keamanan masyarakat. Begitu pula di
Jawa Timur. Masalah kemiskinan telah mendapat perhatian serius melalui digalakkannya
berbagai program pengentasan kemiskinan.
Perkembangan pembangunan suatu daerah dapat dipantau dari indikator makro
pembangunan diantaranya kemiskinan. Dari tahun ke tahun jumlah penduduk miskin di Jawa
Timur cenderung menurun.
atau cenderung melandai. Hal ini diduga lebih disebabkan hardcore poverty yang terjadi.
Upaya pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk menanggulangi hardcore poverty dilakukan
dengan berbagai program pengentasan kemiskinan dengan memberikan bantuan modal.
Penduduk miskin sebanyak 66,82 persen tinggal di daerah pedesaan atau sebanyak
3,493 ribu jiwa. Angka tersebut jika dibagi dengan jumlah penduduk secara aggregat pada
masing-masing wilayah yaitu pedesaan dan perkotaan menunjukkan persentase penduduk
miskin untuk daerah pedesaan sebesar 17,55 persen dan 9,66 persen untuk daerah perkotaan.
Tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih parah dari pada daerah perkotaan. Ini
menunjukan masih adanya disparitas antara desa dan kota.
-
2.000,0
4.000,0
6.000,0
8.000,0
2007 2008 2009 2010 2011
7.155,3 6.651,3
6.022,6 5.529,3 5.356,2
Jumlah Penduduk Miskin di Jawa Timur
Sumber : BPS, 2010
Selama periode Maret-September
2011 persentase penduduk miskin di
Jawa Timur turun 0,38 poin persen
atau menjadi 13,85 persen di bulan
September 2011. Penduduk miskin
selama periode Maret-September 2011
turun sebanyak 128,9 ribu penduduk
atau menjadi 5.227,31 ribu penduduk
di bulan September 2011. Penurunan
persentase kemiskinan percepatannya
tidak secepat tahun-tahun sebelum
Sumber : BPS, 2010
-
32
Tabel 16. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Per Provinsi di Indonesia Tahun 2011
Propinsi
Jumlah Penduduk Miskin
(Ribu)
Persentase Penduduk Miskin
(%)
Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa
Nangroe Aceh Darussalam 176.02 718.78 894.81 13.69 21.87 19.57
Sumatera Utara 691.13 790.18 1 481.31 10.75 11.89 11.33
Sumatera Barat 140.49 301.59 442.09 7.42 10.07 9.04
Riau 141.92 340.13 482.05 6.37 9.83 8.47
Jambi 108.17 164.51 272.67 11.19 7.53 8.65
Sumatera Selatan 409.15 665.66 1 074.81 15.15 13.73 14.24
Bengkulu 95.28 208.33 303.60 17.74 17.39 17.50
Lampung 241.94 1 056.77 1 298.71 12.27 18.54 16.93
Bangka Belitung 25.32 46.74 72.06 4.11 7.35 5.75
Kepulauan Riau 106.35 23.21 129.56 7.35 7.65 7.40
DKI Jakarta 363.42 0.00 363.42 3.75 - 3.75
Jawa Barat 2 654.69 1 993.93 4 648.63 9.26 13.32 10.65
Jawa Tengah 2 092.51 3 014.85 5 107.36 14.12 17.14 15.76
DI Yogyakarta 304.34 256.55 560.88 13.16 21.82 16.08
Jawa Timur 1 768.23 3 587.98 5 356.21 9.87 18.19 14.23
Banten 335.53 354.96 690.49 4.61 9.75 6.32
Bali 92.95 73.28 166.23 3.91 4.65 4.20
Nusa Tenggara Barat 448.14 446.63 894.77 23.67 16.90 19.73
Nusa Tenggara Timur 117.04 895.87 1 012.90 12.50 23.36 21.23
Kalimantan Barat 84.47 295.64 380.11 6.33 9.59 8.60
Kalimantan Tengah 29.36 117.54 146.91 3.91 7.89 6.56
Kalimantan selatan 59.47 135.15 194.62 3.84 6.34 5.29
Kalimantan Timur 92.14 155.77 247.90 4.06 11.21 6.77
Sulawesi Utara 77.25 117.65 194.90 7.46 9.37 8.51
Sulawesi Tengah 61.90 361.74 423.63 9.46 17.89 15.83
Sulawesi Selatan 137.02 695.89 832.91 4.61 13.57 10.29
Sulawesi Tenggara 29.84 300.17 330.00 4.80 18.24 14.56
Gorontalo 19.29 178.98 198.27 5.37 25.65 18.75
Sulawesi Barat 29.68 135.19 164.86 10.77 14.83 13.89
Maluku 59.60 300.72 360.32 10.24 30.54 23.00
Maluku Utara 8.09 89.22 97.31 2.80 11.58 9.18
Papua Barat 10.78 239.06 249.84 6.05 39.56 31.92
Papua 35.27 909.53 944.79 4.60 41.58 31.98
Indonesia 11 046.75 18 972.18 30 018.93 9.23 15.72 12.49
Sumber: BPS Pusat
Asumsi dasar bahwa kemiskinan merupakan satu-satunya faktor penyebab
pengangguran, sementara ini dapat digunakan sebagai pintu masuk analisis kondisi
masyarakat di Jawa Timur. Tetapi hubungan kausalaitas keduanya akan nampak jelas jika
mencermati hubungan data yang ditampilkan berikut ini. Sebagai gambaran awal, kondisi
-
33
kemiskinan di Jawa Timur dari periode tahun 2002 sampai tahun 2007 dapat dilihat dalam
Tabel dibawah ini.
Tabel 17
Jumlah dan Persentase Angka Kemiskinan dan Pengangguran di Jawa Timur
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Pendk.Miskin
7,181,757
7,064,289
6,979,564
8,390,996 7,455,655
7,137,699
Persentase 20,34% 19,52% 19,10% 22,51% 19,89% 18,84%
Penganggur
846,296
870,094
1,011,170
1,082,221 1,051,295
1,366,503
Persentase 4,74% 5,0% 5,5% 5,82% 5,62% 6,79%
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur dalam angka, 2008
Dilihat dari selisih angka kemiskinan pada tahun 2005 dan tahun 2006 yang hanya
turun 2,62 persen, sementara angka pegangguran mencapai 8,19 persen, maka dapat diartikan
bahwa program pengentasan kemiskinan di Jawa Timur masih dibawah 10 persen atau
tepatnya baru mencapai 9,81 persen.
Selanjutnya, bila dihubungkan dengan angka pengangguran, bisa jadi angka ini
berkorelasi, Artinya pengangguran baru yang setiap tahun muncul dari tambahan angkatan
kerja baru inilah yang menjadi keluarga miskin baru. Angkatan kerja baru yang notabene
adalah kelompok usia muda, sehingga sangat beralasan bahwa golongan angkatan kerja ini
menjadi kelompok pengangguran terdidik. Dengan demikian, pada saat yang sama dilakukan
program pengentasan kemiskinan sekaligus program perluasan kesempatan kerja baru yang
baru tersedia setiap tahunnya.
Indikator utama ketenagakerjaan yang sering digunakan sebagai indikasi keberhasilan
dalam menangani masalah pengangguran adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), yang
merupakan perbandingan antara jumlah penganggur terhadap jumlah angkatan kerja.
Besarnya angka pengangguran terbuka mempunyai implikasi sosial yang luas karena mereka
yang tidak bekerja tidak mempunyai pendapatan. Semakin tinggi angka pengangguran
terbuka maka semakin besar potensi kerawanan sosial yang ditimbulkannya, contohnya
kriminalitas. Sebaliknya semakin rendah angka pengangguran terbuka maka semakin stabil
kondisi sosial dalam masyarakat. Sangatlah tepat jika pemerintah seringkali menjadikan
indikator ini sebagai tolok ukur keberhailan pembangunan.
-
34
Tabel 18 Ekonomi Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Provinsi Jawa Timur Tahun 2010
Kabupaten/Kota Pert.
Ekonomi TPT TPAK Penganggur % Pra KS % KS 1
01 Pacitan 6.52 0.87 83 3,031 23.94 11.7
02 Ponorogo 6.13 3.83 73.74 18,898 26.98 21.73
03 Trenggalek 6.1 2.15 74.3 8,312 22.56 21.93
04 Tulungagung 6.82 3.50 72.73 19,021 20.58 20.7
05 Blitar 6.81 2.24 70.13 13,276 20.18 24.93
06 Kediri 6.53 3.75 68.04 28,634 16.22 20.94
07 Malang 6.22 4.49 68.26 56,425 19.48 20.53
08 Lumajang 5.92 3.17 63.78 15,459 12.65 20.01
09 Jember 6.16 2.71 66.36 31,472 18.14 23.52
10 Banyuwangi 6.63 3.92 70.24 32,415 20.8 20.89
11 Bondowoso 5.64 1.59 71.48 6,450 42.1 22.44
12 Situbondo 5.62 3.13 71.78 11,289 31.64 18.67
13 Probolinggo 6.46 2.02 73.28 12,190 32.94 24.96
14 Pasuruan 6.76 3.49 70.12 27,678 21.59 23.17
15 Sidoarjo 6.19 8.35 68.81 83,603 4.62 10.93
16 Mojokerto 6.81 4.84 70.51 26,381 15.82 18.91
17 Jombang 6.31 5.27 68.31 32,175 21.32 21.87
18 Nganjuk 6.75 3.64 65.66 18,364 32.3 24.8
19 Madiun 5.92 5.55 68.03 19,282 25.82 18.24
20 Magetan 5.83 2.41 78.75 9,217 12.19 14.84
21 Ngawi 6.19 4.80 70.73 21,476 57.35 8.48
22 Bojonegoro 12.26 3.29 67.88 20,723 52.07 16.59
23 Tuban 6.62 2.86 69.96 17,116 46.79 14.87
24 Lamongan 6.9 3.62 66.4 21,615 36.07 13.32
25 Gresik 6.93 7.70 67.07 45,199 17.17 14.69
26 Bangkalan 5.44 5.79 67.51 25,008 23.19 35.2
27 Sampang 5.33 1.77 72.3 7,868 40.59 32.97
28 Pamekasan 5.84 3.53 74.72 15,471 40.54 25.65
29 Sumenep 5.73 1.89 73.9 11,343 23.07 29.05
30 Kota Kediri 5.91 7.39 66.54 9,923 9.89 18.15
31 Kota Blitar 6.33 6.66 66.16 4,371 5.56 13.85
32 Kota Malang 6.52 8.68 63.81 34,085 11.19 17.55
33 Kota Probolinggo 6.04 6.85 63 5,444 3.39 14.53
34 Kota Pasuruan 6.33 7.23 63.29 5,956 12.09 22.74
35 Kota Mojokerto 6.56 7.52 68.26 4,623 10.77 20.45
36 Kota Madiun 6.92 9.52 66.63 8,342 1.6 16.26
37 Kota Surabaya 7.08 6.84 63.02 91,390 5.82 24.05
38 Kota Batu 7.06 5.55 68.24 5,418 11.57 18.29
Jawa Timur 6.67 4.25 69.08 828,943 23.6 20.64
-
35
Ukuran angkatan kerja lainnya yang sering digunakan adalah tingkat partisipasi
angkatan kerja (TPAK), yaitu angka yang menunjukkan persentase angkatan kerja terhadap
penduduk usia kerja. Angka TPAK dapat digunakan sebagai dasar untuk mengetahui
penduduk yang aktif bekerja ataupun mencari pekerjaan. Bila angka TPAK kecil maka dapat
diduga bahwa penduduk usia kerja banyak yang tergolong bukan angkatan kerja baik yang
sedang sekolah maupun mengurus rumah tangga dan lainnya. Dengan demikian angka TPAK
dipengaruhi oleh faktor jumlah penduduk yang masih bersekolah dan penduduk yang
mengurus rumah tangga. Kedua faktor tersebut dapat pula dipengaruhi oleh keadaan ekonomi
dan sosial budaya.
Pada tahun 2000, TPAK di Indonesia mencapai angka 68 persen, meningkat sangat
tajam dibandingkan tahun 90-an yang hanya berkisar 50 persen (Priyono,2002). Sejalan
dengan peningkatan TPAK di Indonesia, TPAK Jawa Timur juga mengalami peningkatan.
Bahkan di akhir tahun 2000-an TPAK Jawa Timur berkisar 69 persen. Peningkatan TPAK ini
merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan
ekonomi.
Angka Buta Huruf dan Tingkat Pendidikan Penduduk Jawa Timur
Potensi keaksaraan merupakan landasan penting untuk menjadikan setiap warga negara
menjadi individu yang berkualitas. Sehingga mereka pun dapat mengenal dunia, memahami
faktor yang memengaruhi lingkungan, berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional,
membangun demokrasi dan memperkuat identitas budayanya. Kesenjangan pengetahuan
dalam masyarakat yang sering menjadi masalah sosial, politik dan ekonomi dapat dikurangi
karena masyarakatnya melek huruf dan berpendidikan. Maju atau tidaknya suatu daerah
sangat di pengaruhi oleh faktor pendidikan.
Sudah menjadi suatu rahasia umum bahwa maju atau tidaknya suatu daerah di
pengaruhi oleh faktor pendidikan. Dengan pendidikan tentunya akan mencetak Sumber Daya
Manusia yang berkualitas baik dari segi spritual, intelegensi dan skill. Apabila output dari
proses pendidikan ini gagal maka sulit dibayangkan bagaimana dapat mencapai kemajuan.
Semakin tinggi tingkat pendidikan manusia maka manusia tersebut akan semakin tangguh
dalam mengarungi arus kemajuan jaman dan menjalani kehidupan.
Sampai saat ini, masih ada 11,98% penduduk Jawa Timur yang buta huruf. Data tingkat
pendidikan menunjukkan bahwa 2,7% penduduk Jawa Timur tidak bersekolah, 9,1% tidak
tamat SD, 38,7% tamat SD, 22,5% tamat SMP dan 27% penduduk jawa Timur tamat SMA+.
Sebagian besar penduduk Jawa Timur masih berpendidikan SMP ke bawah.
-
36
Tabel 18 Persentase Buta Huruf dan Tingkat Pendidikan Penduduk Jawa Timur Tahun 2010
Kabupaten/Kota % Buta
Huruf Tdk Sklh Tdk Tmt SD Tmt SD Tmt SMP
Tmt
SMA+
01 Pacitan 8.42 0.3 5.7 42 32.7 19.3
02 Ponorogo 13.22 2.2 8.3 39.9 23.1 26.4
03 Trenggalek 7.17 1.2 2.1 49.8 29.5 17.4
04 Tulungagung 6.48 0 2.4 41.8 27.3 28.5
05 Blitar 7.82 0.7 6.3 34.1 30.7 28.2
06 Kediri 6.55 1.6 6.1 37.4 25.6 29.3
07 Malang 10.22 1.6 10.4 41.7 25.6 20.7
08 Lumajang 13.69 2.8 9.7 49.7 16.4 21.3
09 Jember 16.84 2.5 16 45.3 19.7 16.5
10 Banyuwangi 13.5 1 10.2 37.8 27.7 23.3
11 Bondowoso 24.36 4.6 19.7 52 13.8 9.9
12 Situbondo 21.4 6.7 14.5 48.4 16.1 14.2
13 Probolinggo 21.94 5.6 18.9 52.4 11.1 12
14 Pasuruan 10.8 3.2 18.8 45.5 18.5 14.1
15 Sidoarjo 2.59 0.7 4.8 20.8 19.1 54.6
16 Mojokerto 5.89 1.4 8 38.6 27.2 24.9
17 Jombang 7.48 1.1 6.4 33.6 28.7 30.1
18 Nganjuk 9.52 1.2 6.7 43.6 23.1 25.5
19 Madiun 10.76 1 8 40 20.4 30.5
20 Magetan 9.56 0.7 3.2 27.2 28.8 40.1
21 Ngawi 14.85 5.4 9.8 38.9 23.6 22.4
22 Bojonegoro 15.41 2.4 7.3 45.2 24.9 20.2
23 Tuban 14.24 3.7 5 51.7 20.7 18.8
24 Lamongan 12.57 2.1 7.7 35.9 28.1 26.2
25 Gresik 5.53 0.7 2.3 32.5 27.9 36.6
26 Bangkalan 17.16 10.7 13.4 55.8 8 12.1
27 Sampang 34.96 23.6 21.7 39 7.5 8.2
28 Pamekasan 19.54 5.9 12.5 47.9 17 16.6
29 Sumenep 21.35 10.4 11.2 39.1 24.8 14.6
30 Kota Kediri 2.39 0.4 3 18.8 27.8 50
31 Kota Blitar 2.76 0 1.2 17.4 22.1 59.3
32 Kota Malang 2.7 1 6.9 23.8 20.5 47.9
33 Kota Probolinggo 7.66 3.7 5.4 29.8 17.7 43.4
34 Kota Pasuruan 3.69 1.8 6.3 29.8 20 42.1
35 Kota Mojokerto 2.85 0.4 3.5 18 18.3 59.9
36 Kota Madiun 2.2 0.4 0.4 16.6 17 65.5
37 Kota Surabaya 1.69 1 4.3 21.6 20.8 52.2
38 Kota Batu 1.26 0.5 3.4 30.1 24.9 41.1
Jawa Timur 11.98 2.7 9.1 38.7 22.5 27
-
37
Kondisi Perumahan dan Lingkungan
Kondisi perumahan dapat dijadikan indikator tingkat kesejahteraan masyarakat.
Rumah yang layak sebaiknya mampu memenuhi syarat kesehatan bagi penghuninya.
Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk menentukan status kelayakan sebuah rumah
diantaranya luas lantai yang ditempati, jenis atap terluas, jenis dinding terluas dan
kepemilikan sarana dan prasarana penunjang lainnya seperti listrik, air minum dan tempat
pembuangan air besar. Dengan kondisi semacam ini, keadaan perumahan beserta
lingkungannya dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan rumah tangga dan juga tingkat
kesejahteraan masyarakat. Disisi lain, program kesehatan lingkungan yang bertujuan
menjaga, membentuk/mencapai dan melestarikan keadaan lingkungan yang sehat, bersih dan
nyaman juga dilakukan. Hal ini disadari bahwa perumahan saat ini tidak hanya sekedar
tempat berteduh tetapi merupakan cermin kehidupan masyarakat, sehingga perlu terwujudnya
rumah sehat yang dapat memberikan rasa nyaman dan nikmat bagi penghuninya. Di Jawa
Timur, rata-rata penduduk memiliki luas lantai 21,46 M2. Dan kondisi perumahan penduduk
Jawa Timur 81,28% non tanah.
Selain itu, lingkungan mempunyai kontribusi yang sangat besar terhadap kesehatan
masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun demikian semua indikator
lingkungan belum dapat digunakan karena keterbatasan sumberdaya sehingga faktor-faktor
lingkungan yang ditampilkan masih terbatas pada faktor lingkungan yang mempunyai
pengaruh langsung terhadap kejadian penyakit antara lain adalah penyediaan air bersih dan
kepemilikan jamban septik.
Ketersediaan air bersih merupakan upaya pengendalian lingkungan dan perilaku
manusia untuk memerangi penyakit terutama penyakit menular pada saluran pencernaan
seperti diare. Oleh karena itu salah satu upaya yang dilakukan adalah menjaga kualitas air.
Jumlah penduduk Jawa Timur yang memiliki Akses Air Bersih sebanyak 93,3 %. Dan dari
aspek sumber air minum, dapat dikatakan kondisinya masih jauh dari kondisi ideal. Sumber
air minum merupakan sumber air yang digunakan oleh rumah tangga untuk minum sehari-
hari. Sumber air minum masyarakat Jawa Timur 26,4% adalah ledeng dan air kemas.
Sementara itu, cakupan jamban septik di Jawa Timur adalah 56,87%. Hal ini menunjukkan
bahwa persentase cakupan jamban septik di Jawa Timur masih rendah.
Kondisi perumahan dan lingkungan dapat menggambarkan status kesejahteraan dan
kesehatan suatu masyarakat. Secara keseluruhan kondisi perumahan dan lingkungan
penduduk Jawa Timur dapat dilihat dalam tabel 19.
-
38
Tabel 19 Kondisi Perumahan dan Lingkungan
Kabupaten/Kota Luas
Lantai Non Tanah Air Bersih
Air Kemas dan
Ledeng
Jamban
Septik
Kabupaten
01 Pacitan 23.03 72.39 83.5 11.95 39.74
02 Ponorogo 27.23 76.13 96.74 15.4 63.79
03 Trenggalek 22.71 88.3 69.83 6.85 49.9
04 Tulungagung 21.87 89.37 96.17 17.24 68.48
05 Blitar 25.42 90.6 93.59 4.96 49.55
06 Kediri 21.29 89.6 94.84 3.9 61.01
07 Malang 21.55 88.77 96.98 14.2 56.23
08 Lumajang 18.01 93.12 96.07 15.36 40.13
09 Jember 18.37 89.79 93.15 10.01 42.08
10 Banyuwangi 22.47 88.03 88.68 10.35 54.49
11 Bondowoso 18.1 69.24 88.4 6.7 22.12
12 Situbondo 16.86 69.93 89.32 12.09 29.21
13 Probolinggo 19.45 69.87 84.85 13.23 26.83
14 Pasuruan 17.01 87.73 95.56 20.28 49.65
15 Sidoarjo 19.62 95.43 99.11 48.46 82.07
16 Mojokerto 20.44 85.07 96.11 11.27 68.05
17 Jombang 20.86 86.75 98.98 16.27 66.07
18 Nganjuk 23.29 71.99 96.34 8.48 59.57
19 Madiun 33.49 72.4 92.86 11.47 61.07
20 Magetan 30.97 88.25 94.71 37.02 72.65
21 Ngawi 36.59 41.72 95.44 17.68 42.41
22 Bojonegoro 29.34 40.06 95.85 17.33 40.79
23 Tuban 23.56 61.77 95.92 27.83 49.81
24 Lamongan 22.62 68.29 85.12 54.67 67.77
25 Gresik 19.03 84.2 93.5 65.96 83.84
26 Bangkalan 16.28 73.95 97.22 18.82 25.68
27 Sampang 21.73 42.13 73.16 19.55 29.57
28 Pamekasan 17.49 63.49 91.96 11.71 34.02
29 Sumenep 17.37 86.49 94.91 10.7 28.46
30 Kota Kediri 20.53 94.91 99.84 29.89 89.98
31 Kota Blitar 22.16 98.57 93.64 20.51 93.48
32 Kota Malang 21.33 94.71 99.3 54.8 81.64
33 Kota Probolinggo 18.85 88.87 100 42.91 77.29
34 Kota Pasuruan 17.96 98.51 99.34 60.89 71.78
35 Kota Mojokerto 23.36 97.75 100 58.68 93.09
36 Kota Madiun 26.11 96.49 99.52 75.6 94.9
37 Kota Surabaya 18.41 96.52 99.2 98.48 96.43
38 Kota Batu 20.46 94.73 99.18 61.51 78.21
Jawa Timur 21.46 81.28 93.73 26.4 56.87
-
39
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
1. Jumlah penduduk Jawa Timur berdasarkan sensus penduduk 2010 sebanyak 37.476.757
jiwa, terdiri dari 18.503.516 laki-laki dan 18.973.241perempuan. Kabuapten/Kota di
Jawa Timur yang jumlah penduduknya paling banyak adalah Kota Surabaya yang
mencapai 2.765.487 jiwa diikuti oleh Kabupaten Malang sebesar 2.446.218 jiwa dan
Kabupaten Jember 2.332.726 jiwa.
2. Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate = CBR) adalah jumlah kelahiran per 1000
penduduk untuk periode 1 tahun. Dikatakan kasar, karena sebagai penyebutnya adalah
jumlah penduduk keseluruhan, tanpa mempertimbangkan resiko kelahiran. Di Jawa
Timur, per 2010 CBR nya adalah sebesar 15.754. Ini artinya jumlah kelahiran selama
setahun di Jawa Timur adalah sebanyak 590.408 kelahiran, setiap bulan ada 49.201
kelahiran dan setiap hari ada 1.640 kelahiran.
3. Angka Kelahiran Menurut Umur Ibu (Age Spesific Fertility Rate = ASFR) adalah jumlah
kelahiran per 1000 perempuan reproduktif yang dirinci menurut usia. Ukuran ASFR ini
lebih halus daripada CBR karena penyebutnya adalah penduduk yang beresiko untuk
melahirkan yaitu perempuan usia reproduktif. Di Jawa Timur, ada sebanyak 112
kelahiran per 1000 perempuan usia usia 20-24 tahun.
4. Angka Kelahiran Total (Total Fertility Rate = TFR) adalah rata rata jumlah anak yang
dilahirkan oleh perempuan selama masa reproduktifnya. Ukuran fertilitas ini adalah
ukuran yang sangat penting untuk mengetahui keberhasilan pengendalian penduduk di
suatu daerah. Di Jawa Timur, rata rata jumlah anak yang dilahirkan oleh perempuan
selama masa reproduksinya adalah sebesar 2,02 anak (SP 2010 metode own children).
5. Angka Reproduksi Kasar (Gross Reproducive Rate = GRR) adalah jumlah anak
perempuan yang dilahirkan oleh seorang perempuan selama masa reproduksi. Anak yang
dilahirkan ini adalah khusus berjenis kelamin perempuan, dengan maksud anak
perempuan akan menggantikan ibunya untuk melahirkan. Di Jawa Timur Tahun 2010,
GRR nya sebesar 0,9541, artinya bahwa anak perempuan yang dilahirkan sebanyak
0,9541per perempuan selama masa reproduksi.
6. IPM Jawa Timur telah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005
IPM Jawa Timur adalah sebesar 65,89 meningkat menjadi 70,38 pada tahun 2008 dan
-
40
meningkat lagi menjadi 71,55 pada tahun 2010. Kabupaten dengan IPM tertinggi adalah
Kota Blitar yaitu 77,18
7. Situasi derajat kesehatan penduduk Jawa Timur sudah baik. AHH meningkat, AKB
menurun, dan mayoritas masyarakat sudah menyadari arti penting kesehatan lingkungan.
Hanya saja masih terdapat penduduk yang tidak memiliki jamban septik sebesar 43,13%.
8. Secara umum, Jawa Timur telah memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup baik yaitu
6.67. Kabupaten dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah Kabupaten Bojonegoro
yaitu 12.26, disusul kemudian oleh Kota Surabaya (7.08) dan Kota Batu (7.06).
9. Sampai saat ini, masih ada 11,98% penduduk Jawa Timur yang buta huruf. Data tingkat
pendidikan menunjukkan bahwa 2,7% penduduk Jawa Timur tidak bersekolah, 9,1%
tidak tamat SD, 38,7% tamat SD, 22,5% tamat SMP dan 27% penduduk jawa Timur
tamat SMA+. Sebagian besar penduduk Jawa Timur masih berpendidikan SMP ke
bawah.
7.2. Saran
1. Program pengendalian penduduk melalui program Keluarga Berencana harus terus
mendapat perhatian karena jumlah penduduk Jawa Timur tergolong besar, rangking
kedua di Indonesia setelah Jawa Barat. Perlu dilakukan sosialisasi yang tepat sasaran
dan berkelanjutan, hal ini diharapkan akan dapat meningkatkan pendidikan dan
pemahaman wanita terutama tentang KB, usia kawin pertama dan memperketat usia
kawin pertama.
2. Perlu upaya yang lebih serius dalam program pemberantasan buta huruf agar Jawa Timur
bebas buta huruf. Wajib belajar 12 tahun yang menjadi program andalan Jawa Timur
hendaknya benar-benar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat agar tingkat
pendidikan penduduk Jawa Timur dapat meningkat.
-
41
DAFTAR PUSTAKA
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2011. Pendidikan Kependudukan.
Jakarta : Direktorat Kerjasama Pendidikan Kependudukan Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional.
Mantra Bagoes Ida. 2009. Demografi Umum. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Pemerintah Provinsi Jatim dan BPS Jatim. 2002. Analisis Indikator Makro Sosial dan
Ekonomi Jawa Timur 1998-2002.
Pemerintah Provinsi Jatim dan BPS Jatim. 2005. Data Makro Sosial dan Ekonomi Jawa
Timur 2001-2005.
Pemerintah Provinsi Jatim dan BPS Jatim. 2011. Data Makro Sosial dan Ekonomi Jawa
Timur 2006-2010.
Salim, Lutfi Agus.2011. Analisa Dampak Kependudukan Terhadap Pembangunan Sosial
Ekonomi di Jawa Timur, Makalah Semiloka Kependudukan di Sun City Sidoarjo. 5-
6 Juli 2011
top related