7 modul ajar mekanika tanah ii
Post on 13-Apr-2016
662 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
TEKANAN TANAH LATERAL
Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa dapat menjelaskan dan menghitung
tekanan tanah lateral dalam tanah untuk perencanaan dinding penahan tanah dan
struktur penahan lainnya.
1.1 PENDAHULUAN
Pembahasan tentang tekanan tanah lateral digunakan untuk perancangan
dinding penahan tanah dan struktur penahan lain, seperti : kepala jembatan, turap,
terowongan, gorong-gorong di bawah tanah dan lain-lainnya. Tekanan tanah
lateral adalah gaya yang ditimbulkan oleh akibat dorongan tanah di belakang
struktur penahan tanah. Besarnya tekanan lateral sangat dipengaruhi oleh
perubahan letak (displacement) dari dinding penahan dan sifat-sifat tanahnya.
Untuk merencanakan bangunan penahan tanah, sering didasarkan atas
keadaan yang meyakinkan keruntuhan total tidak akan terjadi. Gerakan beberapa
sentimeter sering tidak begitu penting sepanjang ada jaminan bahwa gerakan-
gerakan yang lebih besar lagi tidak akan terjadi. Dalam perancangan dinding
penahan, biasanya dilakukan dengan cara menganalisis kondisi-kondisi yang akan
terjadi pada keadaan runtuh, kemudian memberikan factor aman yang cukup yang
dipertimbangkan terhadap keruntuhan tersebut.
Agar dapat merencanakan konstruksi penahan tanah dengan benar maka perlu
mengetahui gaya horizontal yang bekerja antara konstruksi penahan dan massa
tanah yang ditahan. Gaya horizontal tadi disebabkan oleh tekanan tanah arah
horizontal (lateral). Tekanan dari tanah ke suatu struktur penahan tersebut disebut
takanan tanah dimana struktur/dinding penahan umumnya ada dalam kondisi
salah satu dari tiga jenis tekanan sebagai berikut :
- Tekanan tanah dalam kondisi diam ( at rest )
- Tekanan tanah dalam kondisi aktif (active earth pressure)
- Tekanan tanah dalam kondisi pasif ( pasif earth pressure)
1
Dalam bab berikut ini akan dipelajari lebih lanjut perbedaan-perbedaan antara
tekanan tanah saat diam, tekanan tanah aktif dan tekanan tanah pasif.
1.2 TEKANAN TANAH LATERAL SAAT DIAM (AT REST).
Bila ditinjau massa tanah seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1.1.
Massa tanah tersebut dibatasi oleh dinding dengan permukaan licin (frictionless
wall) AB yang dipasang sampai kedalaman tak terhingga. Suatu elemen tanah
yang terletak pada kedalaman z akan terkena tekanan arah vertikal v dan tekanan
arah horizontal h. Bila dinding AB dalam keadaan diam (dinding tidak bergerak
kesalah satu arah baik ke kanan maupun ke kiri dari posisi awal), maka massa
tanah akan berada dalam keadaan keseimbangan elastis (elastic equilibrium).
Gambar 1.1 Tekanan tanah dalam keadaan diam (at rest)
Rasio tekanan arah horisontal dan tekanan arah vertikal dinamakan : koefisien
tekanan tanah dalam keadaan diam (coefficient of earth pressure at rest) = Ko ,
atau :
(1.1)
Karena v = . z, maka :
(1.2)
Dimana :
v = tegangan vertikal (kN/m3)
h = tegangan horizontal (kN/m3)
z = kedalaman dari muka tanah (m)
2
v
h
z
h = K0. v
Berat Volume tanah = f = c + .tan
A
B
h0
v
K
= berat volume tanah (kN/m3)
Nilai Ko untuk tanah granuler (berbutir) yang disarankan oleh Jaky (1944) :
(1.3)
dengan adalah sudut geser dalam tanah pada kondisi drained.
Untuk tanah lempung terkonsolidasi normal (normally consolidated), Brooker dan
Ireland (1965) mengusulkan persamaan :
(1.4)
Untuk tanah lempung terkonsolidasi lebih (overconsolidated), koefisien tekanan
tanah dalam keadaan diam (at rest) adalah sebagai berikut :
(1.5)
Dimana :
OCR = overconsolidation ratio (rasio terkonsolidasi lebih)
=
Gambar 1.2 menunjukkan distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam yang
bekerja pada dinding setinggi H. Gaya total persatuan lebar dinding (Po) adalah
sama dengan luas dari diagram tekanan tanah yang bersangkutan. Jadi,
Po = ½. Ko. .H² (1.6)
Gambar 1.2 Distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam (at rest) pada dinding
3
H
P0
Berat volume tanah =
2/3.H
1/3.H
K0. .H
Gambar 1.3 menunjukkan distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam yang
bekerja pada dinding setinggi H dengan permukaan air tanah (ground water table)
pada H1 dan z adalah kedalaman yang ditinjau.
Gambar 1.3 Distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam (at rest) untuk terendam air sebagian
Muka air tanah terletak pada kedalaman H1 di bawah muka tanah. Untuk
kedalaman tanah z < H1 tekanan tanah lateral saat diam dinyatakan oleh
persamaan :
(segi tiga ACE) (1.7)
Untuk kedalaman z = H1, maka :
(1.8)
Untuk kedalaman z > H1, tekanan tanah pada dinding penahan merupakan
komponen tekanan tanah ditambah tekanan air pori, maka :
(1.9)
Diman : ' = sat - w. Tegangan horizontal efektif atau tekanan lateral efektif saat
diam :
(1.10)
Pada sembarang kedalaman di bawah muka air, tekana lateral akibat tekanan air :
(1.11)
4
H
Berat volume tanah =
K0.(.H1+’.H2) K0.(.H1+’.H2)+w.H2w.H2
H1
H2
A
C
B KJGF
E I
+ =
z
Permukaan air tanah
Berat volume tanah jenuh = sat
(ground water table)K0. .H1
K0. .H1
(a) (b) (c)
Jumlah tekanan air total pada kedalaman H1 sampai H2 akan berupa diagram yang
berbentuk segi tiga dengan alas w H2. Tekanan lateral akibat tekanan tanah dan
air dengan z > H1, adalah :
(1.12)
Jika, (1.13)
Jumlah tekanan total pada dinding penahan tanah saat kondisi Ko adalah jumlah
luas seluruh diagram pada Gambar 1.3c
Gaya per satuan lebar tembok merupakan penjumlahan dari luas diagram tekanan
sebagai berikut :
(1.14)
1.3 TEKANAN TANAH AKTIF DAN PASIF
Jika dinding turap pada Gambar 1.4 mengalami keluluhan atau bergerak
kearah luar dari tanah urug di belakangnya, maka tanah urug akan bergerak ke
bawah dan ke samping menekan dinding turap. Tekanan seperti ini disebut
tekanan tanah aktif (active earth pressure) Gambar 1.4a, sedangkan nilai banding
tekanan horizontal dan tekanan vertikal yang terjadi didefinisikan sebagai
koefisien tekanan tanah aktif (coefficient of active earth pressure, Ka). Nilai
takanan tanah aktif lebih kecil dari nilai tekanan saat diam (at rest).
5
Tanah urug mendorong dinding penahan
Dinding penahan
Bidang longsor
(a)
dinding mendorong tanah urug
Dinding penahan
Bidang longsor
(b)
Luas ACE Luas CEFB Luas EFG dan IJK
Gambar 1.4 Tekanan tanah lateralJika suatu gaya mendorong dinding penahan kearah tanah urug, tekanan tanah
dalam kondisi ini disebut tekanan tanah pasif (passive earth pressure) Gambar
1.4.b, sedangkan nilai banding tekanan horizontal dan tekanan vertikal yang
terjadi didefinisikan sebagai koefisien tekanan tanah pasif (coefficient of passive
earth pressure, Kp). Nilai tekanan tanah pasif lebih besar dari nilai koefisien
tekanan tanah saat diam (at rest) dan koefisien takanan tanah aktif, atau persisnya
Kp > Ko > Ka. Tekanan tanah pasif menunjukkan nilai maksimum dari gaya yang
dapat dikembangkan oleh tanah pada gerakan struktur penahan terhadap tanah
urug, yaitu gaya perlawanan tanah sebelum dinding mengalami keruntuhan.
Variasi besarnya tekanan tanah lateral yang terkait dengan sifat tanah
tergantung dari tipe tanah, apakah tanah berupa tanah kohesif atau non kohesif
(tanah granuler), porositas, kadar air, dan berat volumenya. Besarnya tekanan
tanah total juga tergantung pada tinggi dari tanah urug.
1.4 TEKANAN TANAH AKTIF MENURUT RANKINE
Analisis tekanan tanah lateral ditinjau pada kondisi keseimbangan plastis,
yaitu saat massa tanah pada kondisi tepat akan runtuh (Rankine, 1857).
Kedudukan keseimbangan plastis ini hanya dapat dicapai bila terjadi deformasi
yang cukup pada masa tanahnya. Besar dan distribusi tekanan tanah adalah fungsi
dari perubahan letak (displacement) dan regangan (strain).
Gambar 1.5a menunjukkan suatu massa tanah dibatasi oleh tembok dengan
permukaan licin AB yang dipasang pada kedalaman tanah tertentu. Tegangan-
tegangan utama arah vertikal dan horizontal pada elemen tanah di suatu
kedalaman z adalah berturut-turut v dan h. Apabila dinding AB tidak diijinkan
bergerak sama sekali maka h=Kov. Kondisi tegangan dalam elemen tanah tadi
dapat diwakili oleh lingkaran Mohr a, Gambar 1.5b. Bila dinding AB diijinkan
bergerak menjahui massa tanah secara perlahan-lahan maka tegangan utama arah
horizontal akan berkurang yang akhirnya terjadi suatu kondisi keseimbangan
plastis, tegangan di dalam elemen tanah dapat di wakili lingkaran Mohr b.
Keadaan tersebut dikatakan sebagai kondisi aktif menurut Rankine (Rankin’s
active state), tekanan a yang bekerja pada dinding vertikal adalah tekanan tanah
6
aktif menurut Rankine (Rankine’s active earth pressure). Ketika tekanan
horizontal dikurangi pada suatu nilai tertentu, kuat geser tanah pada suatu saat
akan sepenuhnya berkembang dan tanah kemudian mengalami keruntuhan. Gaya
horizontal yang menyebabkan keruntuhan ini merupakan tekanan tanah aktif dan
nilai banding tekanan horizontal dan vertikal pada kondisi ini, merupakan
koefisien tekanan aktif atau Ka. Berikut ini adalah penurunan dari a yang bekerja
pada dinding AB sebagai fungsi , z, c, dan .
Dengan CD = jari-jari lingkaran keruntuhan =
AO = c cot dan OC =
sehingga
atau
atau (1.15)
Dalam kasus ini, v = tekanan efektif akibat lapisan tanah di atasnya = .z
dan
Dengan substitusi persamaan diatas ke persamaan (1.15) maka di dapatkan :
(1.16)
Variasi a dengan kedalaman seperti Gambar 1.5d. Untuk tanah yang tidak
berkohesi maka c = 0, sehingga
(1.17)
7
Rasio a dan v dinamakan koefisien tekanan tanah aktif, Ka atau
(1.18)
Gambar 1.5 Tekanan tanah aktif menurut Rankine
1.5 TEKANAN TANAH PASIF MENURUT RANKINE
Tekanan tanah pasif Rankine seperti dijelaskan pada Gambar 1.6. AB adalah
tembok licin dalam keadaan tegangan awal di suatu elemen tanah ditunjukkan
oleh lingkaran Mohr a dalam Gambar 1.6a. Bila tembok didorong perlahan-lahan
ke arah masuk dalam massa tanah, maka tegangan utama h akan bertambah terus
menerus. Akhirnya akan mendapat suatu keadaan yang menyebabkan kondisi
tegangan elemen tanah dapat diwakili lingkaran Mohr b dimana keadaan ini tanah
akan terjadi keruntuhan yang biasa kita kenal kondisi pasif menurut Rankine
(Rankine’s passive state).
8
v
h
(a)
z
LAA’
BB’
Berat volume tanah =
f = c + tan
A
f = c + tan
O
D
D’
C
Tegangan normalcvKov
a
b
a
(b)
(c)
45 + /245 + /2
(d)
2cKa
zKa - 2cKa
z
(2c/)tan(45+/2)
Gambar 1.6 Tekanan tanah pasif menurut Rankine
Tekanan kesamping p yang merupakan tegangan utama besar (mayor
principal stress) yang dinamakan tekanan tanah pasif menurut Rankine (Rankine’s
passive earth pressure). Berikut dapat di lihat dalam Gambar 1.6b. bahwa
(1.19)
Sedangkan apabila nilai c = 0 untuk tanah tidak berkohesi maka
atau (1.20)
Nilai banding tegangan horizontal dan vertikal pada kondisi ini merupakan
koefisien tekanan pasif (coefficient of passive pressure) atau Kp.
9
v
h
(a)
z
L
A A’
B B’
Berat volume tanah =
f = c + tan
(c)
45 - /245 - /2
A
f = c + tan
O
D
D’
C Tegangan normalvKov
ap
(b)
b
(d)
2cKp
zKp
z
Perlu diingat bahwa bidang geser (bidang longsor) berpotongan dengan
permukaan horizontal pada sudut (45 + /2) untuk kondisi aktif dan pada sudut
(45 - /2) untuk kondisi tekanan pasif.
Dari persamaan (1.20) dan (1.21) , didapat dinyatakan bahwa :
(1.21)
Persamaan (1.22) ini hanya berlaku untuk kondisi permukaan tanah horizontal.
1.6 TEKANAN TANAH LATERAL PADA DINDING DENGAN PERMUKAAN HORISONTAL DAN TANAH URUG TIDAK BERKOHESI
Kondisi Aktif: pada Gambar 1.7 memperlihatkan dinding penahan tanah dengan
urug tak berkohesi seperti pasir (c = 0), dengan berat volume dan sudut geser
dalam (), dan tidak terdapat air tanah. Untuk kedudukan aktif Rankine, tekanan
tanah lateral pada dinding penahan tanah (a) pada sembarang kedalaman dapat
dinyatakan dengan persamaan :
a = z..Ka ; untuk c = 0 (1.22)
Tekanan tanah aktif total (Pa) untuk dinding penahan tanah setinggi H sama
dengan luas diagram tekanannya (Gambar 1.7a), yaitu :
Pa = ½ .H2..Ka (1.23)
Kondisi Pasif: distribusi tekanan tanah lateral terhadap dinding penahan untuk
kedudukan pasif Rankine, diperlihatkan dalam Gambar 1.7b. Tekanan tanah
pasif pada sembarang kedalaman dinding penahan (p), dinyatakan dengan
persamaan :
p = z..Kp ; untuk c = 0 (1.24)
Tekanan tanah pasif pada dasar dinding penahan tanah : p = H..Kp.
Tekanan tanah pasif total (Pp) adalah luas diagram tekanan pasifnya, yaitu :
Pp = ½ .H2..Kp (1.25)
10
H
H
H
H/3
H/3
, , c = 0
, , c = 0
Ka..H
45 - /2
45 + /2
H
Kp..H
Gambar 1.7 Distribusi tekanan tanah aktif dan pasif Rankine untuk permukaan tanah horisontal
1.7 TEKANAN TANAH LATERAL PADA DINDING DENGAN PERMUKAAN HORISONTAL DAN TANAH URUG BERKOHESI
Kondisi aktif: Gambar 1.8 menunjukkan tekanan tanah aktif bekerja pada dinding
di segala kedalaman yaitu
a = z..Ka - 2c (1.26)
Tekanan tanah aktif total (Pa) untuk dinding penahan tanah setinggi H sama
dengan luas diagram tekanannya (Gambar 1.8d), yaitu :
Pa = ½ .H2.Ka – 2c H (1.27)
Pada saat = 0 maka
Pa = ½ . .H2 – 2c H (1.28)
Karena timbulnya retak pada tanah di belakang dinding sebesar
(1.29)
Maka distribusi tekanan tanah aktif yang diperhitungkan adalah sedalam antara
dan H, Gambar 1.8d.
Dalam kasus ini maka perhitungan tekanan tanah aktif adalah:
(1.30)
11
Pada saat = 0 maka
(1.31)
Gambar 1.8 Distribusi tekanan tanah aktif Rankine pada dinding dengan urugan berkohesi
Kondisi pasif: Gambar 1.9 menunjukkan tekanan tanah pasif bekerja pada
dinding di segala kedalaman yaitu
p = z..Kp + 2c
Pada saat z = 0 maka
p = 2c (1.32)
Pada saat z = H maka
p = H..Kp + 2c (1.33)
Tekanan tanah pasif total (Pp) adalah luas diagram tekanan pasifnya, yaitu :
Pp = ½ .H2..Kp + 2cH (1.34)
Untuk keadaan = 0, Kp = 1, maka
Pp = ½ .H2..+ 2cH (1.35)
12
zo
H H, , c ≠ 0
45 + /2
H - zo
Ka..H - 2cKa
2cKa
(a)Ka..H 2cKa
(b) (c) (d)
(a)
H , , c ≠ 0
45 - /2
Kp..H 2cKp
(b) (c)
H
Kp..H2cKp
(d)
H
Gambar 1.9 Distribusi tekanan tanah pasif Rankine pada dinding dengan urugan berkohesi
1.8 TEKANAN TANAH LATERAL PADA DINDING DENGAN TANAH URUG BERKOHESI TERENDAM AIR SEBAGIAN DAN DIBERI BEBAN SURCHARGE
Kondisi aktif: Gambar 1.10 dapat dilihat suatu dinding tegak permukaan licin
denagn tinggi H dan tanah urugan tidak berkohesi. Diatas tanah urugan
dibelakang dinding dibebani sebesar q per satuan luas. Maka tekanan efektif dari
tanah aktif di segala kedalaman adalah
dengan dan berturut-turut tekana efektif arah vertikal dan horizontal
pada z = 0
dan
Pada kedalaman z = H1
(1.36)
Dan
(1.37)
Pada kedalaman z = H
(1.38)
Dan
(1.39)
Tekanan horizontal yang disebabkan air pori antara z = 0 dan H1 adalah 0, untuk z
> H1 maka tekanan air pori bertambah secara linier dan pada saat z = H adalah
(1.40)
Diagram tekanan total horizontal ditunjukkan dalam Gambar 1.10d, dan Gaya
aktif total per satuan lebar dinding adalah
13
(1.41)
Gambar 1.10. Distribusi tekanan tanah aktif pada dinding dengan urugan tak berkohesi yang terendam air sebagian serta diberi beban luar (surcharge)
Kondisi pasif: Gambar 1.11 menunjukkan suatu dinding tegak permukaan licin
dengan tinggi H dan tanah urugan tidak berkohesi. Diatas tanah urugan
dibelakang dinding dibebani sebesar q per satuan luas. Maka tekanan efektif pasif
dari tanah di segala kedalaman adalah
Diagram tekanan total horizontal ditunjukkan dalam Gambar 1.11d, dan Gaya
pasif total per satuan lebar dinding adalah
(1.42)
14
H1
w.H2
(b) (c)Kp(.H1 + '.H2)
Kp(q+.H1)
H2
(d)
Kp. '.H2 + w.H2
Kp(q+.H1)
(a)
H
sat,
45 - /2q
, muka air tanah
muka air tanah
(a)
H1
(d)
Ka. '.H2 + w.H2Ka(q+.H1)w.H2
(b) (c)Ka(q + .H1 + '.H2)
Ka(q+.H1)
H2
H
sat,
45 + /2
q
,
Gambar 1.11. Distribusi tekanan tanah pasif pada dinding dengan urugan tak berkohesi yang terendam air sebagian serta diberi beban luar (surcharge)
1.9 TEORI RANKINE UNTUK KONDISI PERMUKAAN MIRING.
Suatu dinding penahan tanah dengan perkiraan bidang longsornya seperti
pada Gambar 1.12. Tanah urugan kembali (back fill) dianggap tak berkohesi
(pasir), c = 0 dan tidak ada gesekan antara tanah dengan permukaan dinding
penahan. Tanah di belakang dinding membentuk sudut α dengan bidang
horizontal. Maka koefisien tekanan tanah aktif adalah sebagai berikut :
(1.43)
dimana adalah sudut geser dalam tanah
Pada kedalaman z, tekanan tanah aktif Rankine adalah :
(1.44)
Tekanan tanah aktif total per unit panjang dinding adalah
(1.45)
Dalam hal ini resultante gaya Pa membentuk sudut α dengan horizontal dan
mempunyai jarak H/3 dari dasar dinding.
Dengan cara yang sama maka tekanan tanah pasif pada dinding dengan tinggi H
adalah :
(1.46)
dimana koefisien tekanan tanah pasif adalah :
(1.47)
15
α
α
αH
Paz
H/3
, , c=0
a
Gambar 1.12 Gaya-gaya yang bekerja pada dinding penahan menurut Rankine
Dalam hal ini resultante gaya Pp membentuk sudut α dengan horizontal dan
mempunyai jarak H/3 dari dasar dinding.
1.10 TEKANAN TANAH LATERAL MENURUT COULOMB (TEMBOK PENAHAN DENGAN PERMUKAAN KASAR)
Coulomb (1776) meninjau tekanan tanah lateral dengan memperhatikan
pengaruh gesekan antara tanah urugan dengan dinding penahannya. Sudut gesek
antara dinding dengan tanah () berpengaruh pada bentuk bidang longsor pada
ujung kaki dinding penahan tanahnya. Sebagai pertimbangan praktis, apabila
urugan tanah berputir lepas = dan berbutir padat < yang biasanya dipakai
sebesar ½. 2/3..
Gambar 1.13 menjelaskan adanya pengaruh adanya geseran dinding penahan
yang permukaan kasar dengan tanah urugan. Adanya pergeseran tanah dan
dinding akibat gaya luar atau beban sendiri maka terjadi perpindahan posisi
dinding penahan dari posisi awalnya AB menjadi A’B, selengkapnya sebagai
berikut :
a. Kondisi aktif () [Gambar 1.13a]
- massa tanah di dalam zona aktif ditarik keluar
- tanah bergerak ke arah bawah terhadap tembok sehingga terjadi geseran
dinding positif dalam kondisi aktif (positive wall friction in the active case)
- gaya resultante Pa bekerja pada tembok akan miring dengan sudut
terhadap garis normal dari muka dinding penahan sebelah belakang
- bidang longsor diwakili oleh BCD, bagian BC bidang lengkung dan CD
garis lurus serta ACD zona kondisi aktif menurut Rankine.
16
b. Kondisi aktif () [Gambar 1.13b]
- apabila kondisi Gambar 1.13a dalam kondisi tertentu sehingga dinding
penahan tertekan ke bawah (ke tanah urugan, misal : karena beban berat)
maka arah gaya aktif Pa akan berubah sudut menjadi ter-hadap garis
normal.
c. Kondisi pasif () [Gambar 1.13c]
- apabila tembok ditekan ke arah tanah urugan maka massa tanah di dalam
zona pasif akan tertekan
- tanah bergerak ke arah atas terhadap tembok sehingga terjadi geseran
dinding positif dalam kondisi pasif (positive wall friction in the passive
case)
- gaya resultante Pp bekerja pada tembok akan miring dengan sudut
terhadap garis normal dari muka dinding penahan sebelah belakang
- bidang longsor diwakili oleh BCD, bagian BC bidang lengkung dan CD
garis lurus serta ACD zona kondisi pasif menurut Rankine.
d. Kondisi pasif () [Gambar 1.13d]
- apabila kondisi Gambar 1.13c dalam kondisi tertentu sehingga dinding
penahan tertekan ke bawah (ke tanah urugan, misal : karena beban berat)
maka arah gaya aktif Pp akan berubah sudut menjadi terhadap garis
normal.
17
45+½ AA’
D 45+½
C
B
1/3H
Pa
H
45+½ AA’
D 45+½
C
B
1/3HPa
H
45-½ A A’ D45-½
C
B
1/3H
Pp+
H
45-½ A D 45-½
C
B
1/3HPp
H
A’
(a) kondisi aktif (+) dan pergeseran tanah terhadap dinding(b) kondisi aktif (-)
(c) kondisi pasif (+) dan pergeseran tanah terhadap dinding(d) kondisi pasif (-)
Gambar 1.13 Pengaruh geseran dinding penahan terhadap bentuk dari bidang keruntuhan
1.11 TEKANAN TANAH AKTIF MENURUT COULOMB
Ditinjau dari struktur dinding penahan seperti Gambar 1.14 maka evaluasi
tekanan aktif pada urugan tanah non kohesif (c =0) yang terjadi adalah resultante
dari gaya-gaya : berat blok tanah (W), resultante gaya geser dan gaya normal pada
bidang longsor dengan kemiringan (F) dan gaya aktif persatuan lebar dinding
dengan kemiringan terhadap garis normal (Pa) maka dapat dijelaskan dengan
Gambar 1.14 berikut :
Dari Gambar 1.14b dapat diambil perumusan sebagai berikut :
(1.48)
(1.49)
Dari Gambar 1.14a
(1.50)
Sehingga berat tanah (1.51)
18
90
Pa
90
W
α
C
D
A
B
H
F
Pa
W
F
90
90
(a) (b)
Gambar 1.14 Tekanan aktif menurut Coulomb (a) blok keruntuhan (b) poligon gaya
Masukkan Persamaan 1.51 ke Persamaan 1.48, maka:
(1.52)
Paramater-paramater : , H, , , , adalah tetap, sedangkan yang berubah-
ubah. Maka untuk mendapatkan harga Pa maksimum harus menentukan harga
kritis dahulu melalui :
derivatif
Sehingga didapat harga maksimum gaya Pa sebesar :
(1.53)
Dimana Ka adalah koefisien tekanan tanah aktif Coulomb’s yang besarnya adalah:
(1.54)
Apabila harga = = = 0, dinding vertikal, licin dan tanah urugan horisontal
seperti Gambar 1.15, maka koefisien tekanan tanah aktif Coulomb’s sama
dengan koefisien tekanan tanah aktif Rankine’s yaitu:
(1.55)
19
H
Pa
Berat volume tanah =
2/3.H
1/3.H
Ka. .H
Gambar 1.15 Tekanan tanah aktif Coulomb = Tekanan tanah aktif Rankine bila harga = = = 0
Sehingga harga gaya sama dengan teori Rankine (1857).
1.12 TEKANAN TANAH PASIF MENURUT COULOMB
Seperti pada perhitungan tekanan aktif metode Coulomb’s, maka evaluasi
tekanan pasif pada urugan tanah non kohesif (c =0) dapat dijelaskan dengan
Gambar 1.16 sebagai berikut:
Gambar 1.16 Tekanan pasif menurut Coulomb (a) blok keruntuhan (b) poligon gaya
Dengan cara sama seperti tekanan aktif, maka didapat harga maksimum gaya Pp
sebesar :
(1.56)
(1.57)
Apabila harga = = = 0, dinding vertikal, licin dan tanah urugan horisontal
seperti Gambar 1.15, maka koefisien tekanan tanah pasif Coulomb’s sama
dengan koefisien tekanan tanah pasif Rankine’s yaitu:
(1.58)
20
90
Pp
90
W
C
D
A
B
H
F
Pp
WF
90
180(90)()
(a)
(b)
Sehingga harga gaya sama dengan teori Rankine (1857).
Contoh Soal 1 :
Dinding penahan tanah seperti pada Gambar 1.17. Tanah urug berupa pasir
dengan b = 17,2 kN/m3, c = 0 dan = 30o. Tentukan tekanan tanah aktif total dan
titik tangkap gayanya dengan cara Rankine.
Gambar 1.17 Contoh soal
Penyelesaian :
Karena c = 0, maka
a = Ka. v = Ka..z
Pada z = 0, a = 0,
Pada z = H = 4 m, maka
Tekanan total aktif
Diagram distribusi tekanan berbentuk segitiga, jadi titik tangkap
diatas dasar dinding.
Contoh Soal 2
Suatu dinidng penahan seperti pada Gambar 1.18, tentukan tekanan tanah aktif
per unit lebar dinding menurut cara Rankine’s, dan tentukan pula titik tangkap
resultantenya.
21
H = 4 m
Pasirb = 17,2 kN/m3
= 30o, c = 0
1.33 m
Pa= 45.86 kN/m
a= 22.93 kN/ m2
Gambar 1.18 Contoh soal
Koefisien tekanan tanah aktif dengan dua lapis tanah adalah:
Pada z = 0, v = v ' = 0
Pada z = 3 m, v = v ' = 3 x 16 = 48 kN/m2, akibat lapisan bagian atas dengan 1 =
30o, sehingga
a = a’= Ka1. = 1/3 x 48 = 16 kN/m2
Pada kedalaman z = 3 m bagian bawah lapisan tanah dengan 2 = 35o, maka
a = a’= Ka2. v ' = 0.271 x 48 = 13.0 kN/m2
Pada kedalaman z = 6 m, v ' = 3 x 16 + 3 ( 18 – 9.81) = 72.57 kN/m2
Dan a ' = Ka2. v ' = 0.271 x 72.57 = 19.67 kN/m2
Dengan adanya air maka tekanan air pori adalah:
22
H = 3 m = 16 kN/m3
= 30o, c = 0
sat = 18 kN/m3
= 35o, c = 0H = 3 m
Pa = 117.15 kN/m2
13
16
36.10
1.78 m
29.43
3 m
3 m
72.57
13
16
Pada z = 0, u = 0
Pada z = 3 m, u = 0
Pada z = 6 m, u = H2 x w = 3 x 9.81 = 29.43 kN/m2
Tekanan aktif total adalah:
Titik tangkap resultante Pa adalah:
LATIHAN SOAL
1. Direncanakan sebuah dinding penahan tanah seperti Gambar 1.19. Tanah
urug berupa tanah pasir dengan b = 17,8 kN/m3, = 30o, dan kemiringan
tanah sebesar, = 15o. Tentukan besarnya tekanan tanah aktif total dan titik
tangkap gaya dengan cara Rankine.
Gambar 1.19 Latihan soal
23
= 15o
H = 5 m
Pasir b = 17,8 kN/m3
= 30o, c = 0
2. Diketahui suatu dinding penahan tanah seperti Gambar 1.20. Tanah urug
berupa tanah lanau berlempung dengan, c = 20 (kN/m2), = 10o, dan b = 18
(kN/m3). Hitung tekanan tanah aktif total dan titik tangkap gayanya.
Gambar 1.20 Latihan soal
3. Diketahui suatu dinding penahan tanah seperti Gambar 1.21. Beban terbagi
rata, q = 20 kN/m2 bekerja di atas permukaan tanah urugan, = 30o, dan b =
18,5 (kN/m3). Hitung tekanan tanah aktif dan titik tangkap gaya tersebut.
Gambar 1.21 Latihan soal
BAB II
ALIRAN AIR DALAM TANAH
Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa dapat menjelaskan tentang aliran air
dalam tanah untuk menghitung besar volume rembesan dalam tanah serta dapat
memahami perilaku air tanah, prosedur pengujian rembesan air dalam tanah dan
menentukan koefisien rembesan dalam tanah.
2.1 AIR TANAH
24
H = 4 m
Lanau berlempung b = 18 kN/m3
= 10o, c = 20 kN/m2
H = 5 m
Pasir C = 0, = 30o
b = 18,5 kN/m3
q =20 kN/m2
Tanah adalah merupakan susunan butiran padat dan pori-pori yang saling
berhubungan satu sama lain sehingga air dapat mengalir dari satu titik yang
mempunyai energi lebih tinggi ke titik yang mempunyai energi lebih rendah.
Tanah pasir mempunyai sifat dapat ditembus oleh air (permeable) dan sebaliknya
tanah lempung mempunyai sifat sulit ditembus air / kedap air (impermeable).
Air tanah (groundwater) didefinisikan sebagai air yang terdapat di bawah
permukaan bumi. Sekitar 30 % konsumsi air harian di dunia ini diperoleh dari air
tanah, sisanya diperoleh dari air permukaan di sungai atau danau. Air sangat
berpengaruh pada sifat-sifat teknis tanah, khususnya tanah berbutir halus. Air
merupakan faktor yang sangat penting dalam masalah-masalah teknis yang
berhubungan dengan tanah seperti : penurunan, stabilitas fondasi, stabilitas lereng
dan lain-lainnya.
Sumber air tanah yang terpenting ialah air hujan (meteoric water). Air terisap
ke atmosfir lewat penguapan (evaporasion) dan didistribusikan secara meluas
oleh hembusan angin. Pengembunan mengembalikan air ini ke bumi sebagai
hujan, salju, salju bawah (sleet), hujan es (hail), embun beku (frost) dan embun.
Bagian yang jatuh ke permukaan bumi terbagi-bagi lagi sebagai berikut :
a. Sekitar 70% dievaporasikan kembali ke atmosfir.
b. Sebagian mengalir ke sungai dan kemudian menuju ke danau dan lautan.
c. Sebagian dipakai untuk kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan.
d. Sebagian merembes ke dalam tanah menjadi air tanah.
Terdapat 3 (tiga) zone penting pada lapisan tanah yang dekat dengan
permukaan bumi, yaitu : zone air jenuh, zone kapiler dan zone jenuh sebagian.
a. Zone jenuh atau zone di bawah muka air tanah, air mengisi seluruh rongga-
rongga tanah. Pada zone ini tanah dianggap dalam keadaan jenuh sempurna.
Batas atas dari zone jenuh adalah permukaan air tanah atau permukaan freatis.
Karena itu, air yang berada di dalam zone ini disebut air tanah atau air freatis
dan pada permukaan air tanah maka tekanan hidrostatis sama dengan nol.
b. Zone kapiler terletak di atas zone jenuh. Ketebalan zone ini tergantung dari
macam tanah dimana akibat tekanan kapiler, air mengalami isapan atau
tekanan negatif.
25
c. Zone tak jenuh yang berkedudukan paling atas, adalah zone di dekat
permukaan tanah, dimana air dipengaruhi oleh penguapan akibat sinar
matahari dan akar tumbuh-tumbuhan.
Akuifer
Akuifer (aquifer) adalah bahan yang tembus air dimana air tanah mengalir.
Pasir atau pasir berkerikil merupakan lapisan yang sangat baik sebagai bahan
untuk akuifer, oleh karena porositasnya yang besar dan sifat permeabilitasnya.
Table 2.1. menunjukkan nilai-nilai porositas (n) untuk beberapa tanah/batuan.
Perlu dicatat bahwa bahan dengan porositas yang tinggi belum tentu merupakan
akuifer yang baik.
Tabel 2.1 Porositas beberapa jenis tanah/batuan (Legget, 1962)
Jenis tanah/batuan Porositas (n)
Tanah dan geluh (loam) 60Kapur (chalk) 50Pasir dan kerikil 25-35Batu pasir 10-15Batu gamping olitik (oolitic) 10Batu gamping dan marmer 5Batu tulis (slate) dan serpih 4Granit 1,50Batuan kristalin, umum 0,50
Air artesis
Air artesis didapatkan dari akuifer yang berada dalam tekanan hidrostatis. Air
artesis terjadi karena kondisi sebagai berikut :
a. Air harus terdapat pada lapisan yang tembus air yang sedemikian miringnya,
sehingga satu ujung dapat menarik air dari permukaan tanah.
b. Akuifer ditutupi oleh lapis lempung yang tidak tembus air, serpih atau batuan
padat lainnya.
c. Air dapat keluar dari akuifer baik dari samping maupun dari ujung bawah.
d. Terdapat cukup tekanan dalam air yang terkekang tadi untuk mempertinggi
muka air bebas di atas akuifer apabila disedot melalui sumur.
26
2.2 PERMEABILITAS DAN REMBESAN.
Permeabilitas didefinisikan sebagai sifat bahan berpori yang memungkinkan
air atau cairan lainnya untuk menembus atau merembes melalui hubungan antar
pori. Bahan yang mempunyai pori-pori kontinyu disebut dapat tembus
(permeable). Kerikil mempunyai sifat dapat tembus yang tinggi sedangkan
lempung kaku mempunyai sifat dapat tembus yang rendah dan karena itu lempung
disebut tidak dapat tembus (impermeable) untuk semua tujuan pekerjaan yang
berhubungan dengan tanah tersebut.
Untuk mempelajari rembesan air melalui tanah adalah penting untuk masalah-
masalah teknik sipil, yaitu :
a. Menghitung jumlah rembesan air dalam tanah
b. Menghitung gaya angkat ke atas (uplift) di bawah bangunan air dan
keamanannya terhadap piping.
c. Menghitung debit air tanah yang mengalir ke arah sumur-sumur dan drainase
tanah.
d. Menganalisa kestabilan dari suatu bendungan tanah dan konst dinding
penahan
e. Menyelidiki permasalahan-permasalahan yang menyangkut pemompaan air
unt konst dibawah tanah.
2.2.1 Garis Aliran (Gradient Hidraulic).
Menurut persamaan Bernoulli, tinggi energi total pada suatu titik di dalam air
yang mengalir dapat dinyatakan sebagai penjumlahan dari tinggi tekanan, tinggi
kecepatan, dan tinggi elevasi, atau :
(2.1)
dimana :
27
h = tinggi energi total
p = tekanan
v = kecepatan
g = percepatan disebabkan oleh gravitasi
w = berat volume air
Apabila persamaan Bernoulli di atas dipakai untuk air yang mengalir melalui
pori-pori tanah, bagian dari persamaan yang mengandung tinggi kecepatan dapat
diabaikan. Hal ini disebabkan karena kecepatan rembesan air di dalam tanah
adalah sangat kecil. Maka dari itu, tinggi energi total pada suatu titik dapat
dinyatakan sebagai berikut :
(2.2)
Gambar 2.1 menunjukkan hubungan antara tinggi tekanan, tinggi elevasi dan
tinggi energi total dari suatu aliran air di dalam tanah. Tabung pizometer dipasang
pada titik A dan titik B. Ketinggian air di dalam tabung pizometer A dan B
disebut sebagai muka pizometer (piezometric level) dari titik A dan tabung
pizometer yang dipasang pada titik tersebut. Tinggi elevasi dari suatu titik
merupakan jarak vertikal yang diukur dari suatu bidang datum yang diambil
sembarang ke titik yang bersangkutan.
28
w
BP
w
AP
hB
hA
ZB
ZA
A
B
L
Datum
h
Aliran
Gambar 2.1 Tinggi tekanan, tinggi elevasi dan tinggi total energi untuk aliran air dalam tanah.
Kehilangan energi antara dua titik, A dan B, dapat dituliskan dengan
persamaan di bawah ini :
(2.3)
Kehilangan energi, h tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan
tanpa dimensi seperti di bawah ini :
(2.4)
dimana :
i = gradien hidrolik
L = jarak antara titik A dan B, yaitu panjang aliran air dimana
kehilangan tekanan terjadi
Pada umumnya, variasi kecepatan v dengan gradien hidrolik i dapat
dijalankan seperti dalam Gambar 2.2. Gambar ini membagi grafik ke dalam 3
zona :
a. Zona aliran laminar (zona I),
b. Zona transisi (zona II), dan
c. Zona aliran turbulen (zona III)
Bilamana gradien hidrolik bertambah besar secara perlahan-lahan, aliran di
zona I dan II akan tetap laminar, dan kecepatan v mempunyai hubungan yang
linear dengan gradien hidrolik. Pada gradien hidrolik yang lebih tinggi, aliran
menjadi turbulen (zona III). Bilamana gradient hidrolik berkurang, keadaan aliran
laminar hanya akan terjadi di dalam zona I saja.
Pada kebanyakan tanah, aliran air melalui ruang pori dapat dianggap sebagai
aliran laminar, sehingga :
(2.5)
Di dalam batuan, kerikil dan pasir yang sangat kasar, keadaan aliran turbulen
mungkin terjadi, dalam hal ini Persamaan 2.5 mungkin tidak berlaku.
29
Gambar 2.2 Variasi kecepatan aliran (v) dengan gradient hidrolik (i).
2.2.2 Hukum Darcy.
Menurut Darcy (1856), kecepatan air (v) yang mengalir dalam tanah jenuh
adalah :
v = k . i (2.6)
Banyaknya air yang mengalir melalui penampang tanah dengan luasan A
dalam suatu satuan waktu (debit) adalah :
q = v . A (2.7)
dimana :
v = kecepatan aliran
k = koefisien rembesan (permeabilitas)
i = gradien hidrolik
A= luas penampang tanah
q = jumlah air yang mengalir dalam tanah (kuantitas) air persatuan waktu
sehingga apabila dihubungkan dengan gradien hidrolik Persamaan 2.7
akan menjadi :
(2.8)
(2.9)
Koefisien rembesan, k (coefficient of permeability) mempunyai satuan yang
sama seperti kecepatan (v). Istilah koefisien rembesan sebagian besar digunakan
30
Zona IIIZona aliran
turbulenZona II
Zona transien
Zona IZona aliran
laminer
Kecepatan, v
Gradient hidrolik, i
oleh para ahli teknik tanah (geoteknik), para ahli geologi menyebutnya sebagai
konduktifitas hidrolik (hydraulic conductivity). Bilamana satuan BS digunakan
koefisien rembesan dinyatakan dalam (ft/menit) atau (ft/hari) dan total volume
dalam (ft3), sedangkan jika satuan SI, koefisien rembesan dinyatakan dalam
(cm/detik) dan total volume dalam (cm3).
Koefisien rembesan tanah adalah tergantung pada beberapa faktor, yaitu :
kekentalan cairan, distribusi ukuran pori, distribusi ukuran butir, angka pori,
kekasaran permukaan butiran tanah dan derajat kejenuhan tanah. Pada tanah
berlempung, struktur tanah memegang peranan penting dalam menentukan
koefisien rembesan. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi sifat rembesan tanah
lempung adalah konsentrasi ion dan ketebalan lapisan air yang menempel pada
butiran lempung.
Harga koefisien rembesan (k) untuk tiap-tiap tanah adalah berbeda-beda,
beberapa harga koefisien rembesan diberikan dalam Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Harga-harga koefisien rembesan (k) pada umumnya.
Jenis tanah k(cm/det) (ft/mnt)
Kerikil bersih 1,0 - 100 2,0 – 200Pasir kasar 1,0 – 0,01 2,0 – 0,02Pasir halus 0,01 – 0,001 0,02 – 0,002Lanau 0,001 – 0,00001 0,002 – 0,00002Lempung < 0,000001 < 0,000002
Sumber : Braja. M Das, Mekanika Tanah
2.2.3 Menentukan Koefisien Permeabilitas.
Koefisien permeabilitas dapat ditentukan dengan metode sebagai berikut :
a. Penentuan Koefisien Rembesan di Laboratorium.
i. Uji Permeabilitas Tinggi Konstan (constant head permeability test).
ii. Uji Permeabilitas Tinggi Jatuh (falling head permeability test).
b. Penentuan Koefisien Rembesan di Lapangan
i. Metode sumur percobaan.
31
- Uji pemompaan dari suatu sumur percobaan dalam lapisan
tembus air yang didasari oleh lapisan kedap air (Unconfined
Aquifer).
- Uji pemompaan dari suatu sumur percobaan yang dibuat
sampai dengan lapisan tembus air yang diapit oleh lapisan
kedap air (Confined Aquifer)
ii. Metode lubang bor.
a. Penentuan Koefisien Rembesan di Laboratorium.
Ada 2 (dua) macam uji standar di laboratorium yang digunakan untuk
menentukan harga koefisien rembesan suatu tanah, yaitu : uji tinggi konstan
(constant head permeability test) dan uji tinggi jatuh (falling head
permeability test).
i. Uji Permeabilitas Tinggi Konstan (constant head permeability test).
Susunan alat untuk uji tinggi konstan ditunjukkan dalam Gambar 2.3.
Pada tipe percobaan ini, pemberian air dalam saluran pipa-masuk (inlet)
dijaga sedemikian rupa hingga perbedaan tinggi air di dalam pipa-masuk dan
pipa-keluar (outlet) selalu konstan selama percobaan. Setelah kecepatan aliran
air yang melalui contoh tanah menjadi konstan, air dikumpulkan dalam gelas
ukur selama suatu waktu yang diketahui. Volume total dari air yang
dikumpulkan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut :
(2.10)
dimana :
Q = volume air yang dikumpulkan
A = luas penampang melintang contoh tanah
t = waktu yang digunakan untuk mengumpulkan air
atau :
(2.11)
dimana :
L = panjang contoh tanah
32
Masukkan Persamaan (2.11) ke dalam Persamaan (2.10), maka :
(2.12)
Atau :
(2.13)
Uji tinggi konstan (constant head permeability test) adalah lebih cocok untuk
tanah berbutir dengan koefisien rembesan yang cukup besar.
Gambar 2.3 Uji rembesan dengan cara tinggi konstan.
i. Uji Permeabilitas Tinggi Jatuh (falling head permeability test).
Susunan alat yang digunakan untuk uji tinggi jatuh ditunjukkan dalam
Gambar 2.4. air dari dalam pipa-tegak yang dipasang di atas contoh tanah
mengalir melalui contoh tanah. Pada mulanya, perbedaan tinggi air pada
waktu t = 0 dan h1, kemudian air dibiarkan mengalir melalui contoh tanah
hingga perbedaan tinggi air pada waktu t = tF adalah h2.
33
q
Meluap
Ditampung
Gelas ukur
h
L Luas A
Contoh tanah
Jumlah air yang mengalir melalui contoh tanah pada suatu waktu t dapat
dituliskan sebagai berikut :
(2.14)
dimana :
q = jumlah air yang mengalir melalui contoh tanah per satuan waktu
a = luas penampang melintang pipa-tegak (pipa inlet)
A = luas penampang melintang contoh tanah
Apabila Persamaan di atas disusun lagi, maka didapatkan Persamaan sebagai
berikut : (2.15)
Integrasikan bagian kiri dari persamaan di atas dengan batas t = 0 dan t = t,
dan bagian kanan dari persamaan di atas dengan batas h = h1 dan h = h2, hasil
integrasinya adalah :
atau
(2.16)
Uji tinggi jatuh adalah sangat cocok untuk tanah berbutir halus dengan
koefisien rembesan kecil.
34
h1
L Luas A
Contoh tanah
h2
Luas a
dh
Saat t1 = 0
Saat t1 = t2
Gambar 2.4 Uji rembesan dengan cara tinggi jatuh.
b. Penentuan Koefisien Rembesan di Lapangan
i. Metode sumur percobaan.
Uji pemompaan dari suatu sumur percobaan dalam lapisan tembus air yang didasari oleh lapisan kedap air (Unconfined Aquifer).
Di lapangan, koefisien rembesan rata-rata yang searah dengan arah aliran
dari suatu lapisan tanah dapat ditentukan dengan cara mengadakan uji
pemompaan dari sumur. Gambar 2.5 menunjukkan suatu lapisan tanah
tembus air (permeable layer), yang koefisien rembesannya akan ditentukan,
di mana di sebelah bawah dibatasi oleh suatu lapisan kedap air (impermeable
layer).
Gambar 2.5 Sumur percobaan yang dibuat sampai lapisan tembus air yang didasari oleh lapisan kedap air (Unconfined Aquifer)
Di dalam melakukan percobaan, air dipompa keluar dari sumur uji yang
mempunyai mantel silinder berlubang dengan kecepatan tetap. Beberapa
sumur observasi dibuat di sekeliling sumur uji dengan jarak yang berbeda-
beda. Ketinggian air di dalam sumur uji dan sumur observasi diteliti secara
terus menerus sejak pemompaan dilakukan hingga keadaan tunak (steady
state) dicapai. Jumlah air tanah yang mengalir ke dalam sumur uji per satuan
35
Lengkung penurunan selama pemompaan
r2
r1r
h h1h2
Sumur observasiSumur uji
dr dh
Lapisan kedap air
Muka air tanah sebelum pemompaan
waktu (debit = q) adalah sama dengan jumlah air yang dipompa keluar dari
sumur uji per satuan waktu; keadaan ini dapat dituliskan sebagai berikut :
(2.17)
Atau :
Jadi :
(2.18)
Dari pengukuran di lapangan, apabila q, r1, r2, h1, dan h2 diketahui,
koefisien rembesam dapat dihitung dari Persamaan 2.18 di atas.
Uji pemompaan dari suatu sumur percobaan yang dibuat sampai dengan lapisan tembus air yang diapit oleh lapisan kedap air (Confined Aquifer)
Koefisien permeabilitas rata-rata untuk akuifer terkekang (confined
aquifer) dapat ditentukan dengan cara percobaan pemompaan dari lubang
sumuran yang ditekan masuk ke dalam lapisan sumur uji dengan berbagai
macam jarak. Pemompaan terus menerus dengan kecepatan debit (q) seragam
sehingga keadaan konstan tercapai Gambar 2.6. Jika air dapat masuk sumur
percobaan hanya dari akuifer setebal H maka koefisien permeabilitas dapat
ditulis sebagai berikut :
(2.19)
atau :
Koefisien rembesan yang searah dengan aliran dapat ditulis sebagai berikut :
(2.20)
36
Gambar 2.6 Sumur percobaan yang dibuat sampai lapisan tembus air yang diapit lapisan kedap air (Confined Aquifer)
ii. Metode lubang bor.
Koefisien rembesan di lapangan dapat juga diestimasi dengan cara
membuat lubang auger Gambar 2.7. Tipe uji ini biasanya disebut sebagai
slug test. Lubang dibuat di lapangan sampai dengan kedalaman L di bawah
muka air tanah. Pertama-tama air ditimba keluar dari lubang. Keadaan ini
akan menyebabkan adanya aliran air tanah kedalam lubang melalui keliling
dan dasar lubang. Penambahan tinggi air di dalam lubang auger dan waktunya
dicatat. Koefisien rembesan dapat ditentukan dari data tersebut (Ernst, 1950;
Dunn, Anderson dan Kiefer, 1980)
(2.21)
dimana :
r = jari-jari lubang auger (meter)
y = harga rata-rata dari jarak antara tinggi air di dalam lubang auger
dengan muka air tanah selama interval waktu t.
37
Lengkung penurunan selama pemompaan
r2
r1r
h h1h2
Sumur observasiSumur uji
dr dh
Lapisan kedap air
H Akuifer tertekan (confined aquifer)
Muka air tanah sebelum pemompaan
Perlu diperhatikan bahwa untuk persamaan diatas, satuan L (meter) dan
satuan k (m/det) atau (m/menit), tergantung pada satuan waktu t. Penentuan
koefisien rembesan dari lubang auger bisanya tidak dapat memberikan hasil yang
teliti. Tetapi, ia dapat memberikan harga pangkat dari k.
Gambar 2.7 Penentuan koefisien rembesan dengan lubang bor auger
2.3 REMBESAN MELALUI TANAH BERLAPIS
Koefisien rembesan suatu tanah mungkin bervariasi menurut arah aliran yang
tergantung pada perilaku tanah di lapangan. Untuk tanah yang berlapis-lapis, di
mana koefisien rembesan alirannya dalam suatu arah tertentu berubah dari lapis-
ke-lapis, kiranya perlu ditentukan harga rembesan ekivalen untuk
menyederhanakan perhitungan (lihat juga Terzaghi dan Peck, 1967). Penurunan
berikut ini adalah perumusan rembesan ekivalen untuk aliran air dalam arah
vertikal dan horizontal yang melalui tanah berlapis-lapis dengan arah lapisan
horizontal.
Gambar 2.8 menunjukkan suatu tanah yang mempunyai lapisan sebanyak n
dengan aliran arah horizontal. Perhatikan suatu penampang yang tegak lurus arah
aliran dengan lebar satu satuan di mana pada penampang tersebut terdapat n
lapisan. Jumlah aliran total per satuan waktu yang melalui penampang dapat
dituliskan sebagai berikut :
(2.22)
dimana :
38
L
y
y
Muka air tanah
2r
v = kecepatan aliran rata-rata
v1,v2,v3,…,vn = kec. aliran pada lapisan 1, lap. 2, lap. 3, …, lapisan n
Gambar 2.8 Penentuan koefisien rembesan ekivalen untuk aliran horizontal di dalam tanah yang beralapis-lapis.
Apabila kH1, kH2, kH3, …, kHn adalah koefisien rembesan untuk tiap-tiap
lapisan dalam horizontal dan kH(eq) adalah koefisien rembesan ekivalen dalam
arah horizontal, maka dari hukum Darcy didapat :
Dengan memasukkan harga kecepatan di atas ke dalam Persamaan 2.22 dan
mengingat bahwa ieq = i1 = i2 = i3 = … = in, maka didapat :
(2.23)
Gambar 2.9 menunjukkan suatu tanah yang terdiri dari n lapis dengan aliran
arah vertikal. Untuk keadaan ini, kecepatan aliran yang melalui semua lapisan
adalah sama. Tetapi, kehilangan energi total, h adalah merupakan penjumlahan
dari kehilangan energi untuk tiap-tiap lapisan, jadi :
(2.24)
dan :
(2.25)
Dengan menggunakan hukum Darcy, Persamaan 2.24 dapat ditulis lagi sebagai
berikut :
39
Arah aliran
H1
H2
H3
Hn
H
kv
1kH 1
kv
2
kv
3
kv
n
kH 2
kH 3
kH n
(2.26)
Dimana kv1, kv2, kv3, …, kvn adalah koefisien rembesan untuk tiap-tiap lapisan
dalam arah vertikal dan kv(eq) adalah koefisien rembesan ekivalen. Selain itu, dari
Persamaan 2.25 :
(2.27)
Gambar 2.9 Penentuan koefisien rembesan ekivalen untuk aliran vertikal di dalam tanah yang berlapis-lapis.
Penyelesaian dari Persamaan 2.26 dan Persamaan 2.27 memberikan :
(2.28)
2.4 JARING-JARING ALIRAN (FLOW NETS)
Sekelompok garis yang saling tegak lurus satu sama lain, yaitu : garis-garis
aliran (flow lines) dan garis-garis ekipotensial (equipotential lines). Garis aliran
adalah suatu garis sepanjang mana butir-butir air akan bergerak dari bagian hulu
40
H
Arah aliran
H1H2H3
kv
2
kH
n
kH
2
kH
1
kH
3
kv
3
kv
1
kv
n
h h3
h2
h1
ke bagian hilir sungai melalui media tanah yang tembus air (permeable). Garis
ekipotensial adalah suatu garis sepanjang mana tinggi potensila di semua titik
pada garis tersebut adalah sama. Jadi, apabila alat-alat pizometer diletakkan di
beberapa titik yang berbeda-beda di sepanjang satu garis ekipotensial, air di dalam
tiap-tiap pizometer tersebut akan naik pada ketinggian yang sama. Gambar 2.10a
menunjukkan definisi garis aliran dan garis ekipotensial untuk aliran di dalam
lapisan tanah yang tembus air (permeable layer) di sekeliling jajaran turap yang
ditunjukkan dalam Gambar 2.10a (untuk kx = kz = k).
Kombinasi dari beberapa garis aliran dan garis ekipotensial dinamakan
jaringan aliran (flow net). Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa jaringan
aliran dibuat untuk menghitung aliran air tanah. Dalam pembuatan jaringan aliran,
garis-garis aliran dan ekipotensial digambar sedemikian rupa sehingga :
1. Garis ekipotensial memotong tegak lurus garis aliran.
2. Elemen-elemen aliran dibuat kira-kira mendekati bentuk bujur sangkar.
Gambar 2.10b adalah suatu contoh dari jaringan aliran yang lengkap, contoh lain
dari jaringan aliran dalam lapisan tanah tembus air yang isotropik diberikan dalam
Gambar 2.11.
Penggambaran suatu jaringan aliran biasanya harus dicoba berkali-kali. Selama
menggambar jaringan aliran, harus selalu diingat kondisi-kondisi batasnya. Untuk
jaringan aliran yang ditunjukkan dalam Gambar 2.10a, keadaan batas yang
dipakai adalah :
1. Permukaan lapisan tembus air pada bagian hulu dan hilir dari sungai (garis ab
dan de) adalah garis-garis aliran.
2. Karena ab dan de adalah garis-garis aliran, semua garis-garis ekipotensial
memotongnya tegak lurus.
3. Batas lapisan kedap air, yaitu garis fg, adalah garis ekipotensial; begitu juga
permukaan turap kedap air, yaitu garis acd.
4. Garis-garis ekipotensial memotong acd dan fg tegak lurus.
41
Garis ekipotensial
Garis aliran
Lapisan kedap air
H1
Turap
Kx = kz = k
ab
c
d e
f g
H2
Gambar 2.10a Definisi garis aliran dan garis ekipotensial.
Gambar 2.10b Jaringan aliran yang lengkap.
Gambar 2.11 Jaringan aliran di bawah bendungan.
42
Lapisan kedap air
H2
H1
Turap
Kx = kz = kNf = 4Nd = 6
Lapisan kedap air
H2
H1
Kx = kz = kNf = 4Nd = 8
H
Gambar 2.12 Rembesan melalui suatu saluran aliran.
2.4.1 Perhitungan Rembesan dari Suatu Jaringan Aliran.
Di dalam jaringan aliran, daerah di antara dua garis aliran yang saling
berdekatan dinamakan saluran aliran (flow channel). Gambar 2.12 menunjukkan
suatu saluran aliran dengan garis ekipotensial yang membentuk elemen-elemen
berbentuk persegi. Apabila h1, h2, h3, h4, …, hn adalah muka pizometer yang
bersesuaian dengan garis ekipotensial, maka kecepatan rembesan yang melalui
saluran aliran per satuan lebar (tegak lurus terhadap bidang gambar) dapat
dihitung dengan cara seperti yang diterangkan di bawah ini. Dalam hal ini, tidak
ada aliran yang memotong garis aliran, maka :
(2.29)
Dari hukum Darcy, jumlah air yang mengalir per satuan waktu adalah k.i.A.
Jadi, Persamaan (2.29) dapat dituliskan lagi sebagai berikut :
(2.30)
Persamaan (2.30) menunjukkan bahwa, apabila elemen-elemen aliran dibuat
dengan bentuk mendekati bujur sangkar, penurunan muka pizometrik antara dua
garis ekipotensial yang berdekatan adalah sama. Hal ini dinamakan penurunan
energi potensial (potential drop).
43
q
h1
h2
h3
h4 l1
l2
l3l2
l1 q1
q2
q3
q
Jadi :
(2.31)
dan
(2.32)
dimana :
H = perbedaan tinggi muka air pada bagian hulu dan bagian hilir
Nd = banyaknya bidang bagi kehilangan energi potensial.
Dalam Gambar 2.10b, untuk satu saluran aliran, H = H1 – H2 dan Nd = 6.
Apabila banyaknya saluran aliran di dalam jaringan aliran sama dengan Nf,
maka banyaknya air yang mengalir melalui semua saluran per satuan lebar dapat
dituliskan sebagai berikut :
(2.33)
Di dalam menggambar jaringan aliran, semua elemennya tidak harus dibuat
bujur sangkar. Bentuk empat persegi panjang seperti yang ditunjukkan dalam
Gambar 2.13 juga dapat dilakukan. Hanya perlu diingat bahwa agar perhitungan
dapat mudah dilakukan, akan lebih baik kalau perbandingan antara lebar dan
panjang dari elemen-elemen empat persegi panjang dalam jaringan aliran tersebut
dibuat sama. Dalam hal ini Persamaan (2.30) untuk menghitung banyaknya air
yang mengalir melalui saluran per satuan waktu dapat dimodifikasi menjadi :
(2.34)
Apabila b1/l1 = b2/l2 = b3/l3 = … = n, Persamaan (2.32) dan (2.33), dapat
dimodifikasi menjadi :
(2.35)
44
(2.36)
Gambar 2.14 menunjukkan suatu jaringan aliran untuk rembesan air sekitar satu
jajaran turap. Perhatikan bahwa saluran aliran No. 1 dan No. 2 mempunyai
elemen-elemen berbentuk bujur sangkar. Oleh karena itu, jumlah air yang
mengalir melalui dua saluran aliran tersebut per satuan waktu dapat dihitung
dengan menggunakan Persamaan (2.32).
(2.37)
Gambar 2.13 Rembesan melalui suatu saluran aliran yang mempunyai elemen berbentuk empat persegi panjang..
45
q
h1
h2
h3 h4
l1 b2
b3l2
b1
q
nlb
lb
lb
...3
3
2
2
1
1
Lapisan kedap air
H2
H1H
Saluran aliran 1l/b = 1
Saluran aliran 2l/b = 1Saluran
aliran 3
Gambar 2.14 Jaringan aliran untuk aliran di sekitar satu jajaran turap.
Tetapi, saluran aliran No. 3 mempunyai elemen-elemen dengan bentuk empat
persegi panjang yang mempunyai perbandingan lebar dan panjang sebesar 0,38.
Maka dari itu, dari Persamaan (2.35).
(2.38)
Jadi, jumlah rembesan total per satuan waktu, adalah :
(2.39)
Rembesan di bawah bangunan air dengan bentuk sederhana dapat dipecahkan
secara matematis. Harr (1962) telah memberikan analisis untuk beberapa macam
kondisi seperti itu. Gambar 2.15 menunjukkan suatu grafik tak berdimensi untuk
rembesan air di sekeliling satu jajaran turap. Untuk keadaan yang serupa,
Gambar 2.16 menunjukkan suatu grafik tak berdimensi untuk rembesan di bawah
suatu bendungan.
46
H
ST’
Lapisan kedap air
kx = kz = k
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,00
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
1,2
1,4
S/T’
q/k.H
Gambar 2.15 Grafik yang menggambarkan hubungan antara q/k.H dan S/T’ untuk aliran di sekeliling satu jajaran turap (Harr,1962).
Gambar 2.16 a) Aliran air di bawah bendungan (Harr, 1962).b) Grafik hubungan antara q/kH dan x/b.
2.4.2 Tekanan Ke Atas (Uplift Pressure) Pada Dasar Bangunan.
Jaringan aliran dapat dipakai untuk menghitung besarnya tekanan ke atas
yang bekerja pada dasar suatu bangunan air. Cara perhitungannya dapat
ditunjukkan dengan suatu contoh yang sederhana. Gambar 2.17a menunjukkan
sebuah bendungan di mana dasarnya terletak pada kedalaman 6 ft di bawah muka
tanah. Jaringan aliran yang diperlukan sudah digambar (dianggap kx = kz = k).
Gambar distribusi tegangan yang bekerja pada dasar bendungan dapat ditentukan
dengan cara mengamati garis-garis ekipotensial yang telah digambar.
Ada 7 buah penurunan energi potensial (Nd) dalam jaringan aliran tersebut,
dan perbedaan muka air pada bagian hulu dan hilir dari sungai adalah H = 21 ft.
47
q/k.H
1 0,75 0,5 0,25 00,3
0,4
0,5
0,6
x/b
4
1
';
3
1
'
T
b
T
S
2
1
';
2
1
'
T
b
T
S
5
1
';
4
1
'
T
b
T
S
4
1
';
2
1
'
T
b
T
S
(b)
B
H2
H1
b = B/2
ST’
x
turapkx = kz = k
Lapisan kedap air
H = H1 - H2
(a)
Jadi, kehilangan tinggi energi untuk tiap-tiap penurunan energi potensial adalah
H/7 = 21/7 = 3 ft.
Tekanan ke atas (uplift pressure) pada titik-titik berikut adalah :
Titik a (ujung kiri dasar bendungan) = (tinggi tekanan pada titik a) x (w)
= [(21+6) – 3].w = 24.w
Dengan cara yang sama, pada :
Titik b = [27 – (2).(3)]. w = 21. w
Titik f = [27 – (6).(3)]. w = 9. w
Tekanan ke atas yang telah dihitung tersebut kemudian digambar seperti
ditunjukkan dalam Gambar 2.17b. Gaya angkat ke atas (uplift force) per satuan
panjang, yang diukur sepanjang sumbu bendungan, dapat dihitung dengan
menghitung luas diagram tegangan yang digambar tersebut.
48
Lapisan kedap air
6 ft
21 ft
kx = kz = k
24 ft42 ft
30 fta
b c d ef
ba c d e
Gambar 2.17 (a) Bendungan(b) Gaya angkat ke atas yang bekerja pada dasar
suatu bangunan air.
Contoh Soal 2.1 :
Hasil dari suatu uji tinggi konstan di laboratorium untuk contoh tanah pasir halus
yang mempunyai diameter 150 mm dan panjang 300 mm adalah sebagai berikut :
Perbedaan tinggi konstan (h) = 500 mm
Waktu untuk mengumpulkan air (t) = 5 menit
Volume air yang dikumpulkan (Q) = 350 cc
Temperature air = 24 oC
Tentukan koefisien rembesan untuk tanah tersebut pada temperature 20 oC ?
Penyelesaian :
Untuk pengujian rembesan tinggi konstan :
Diketahui : Q = 350 cc, L = 300 mm,A = (/4).(150)2 = 17.678,57 mm2, h = 500
mm dan t = (5).(60) = 300 detik. Jadi :
, dari Gambar Grafik
Jadi :
49
diubah menjadi mm3
Contoh Soal 2.2 :
Tentukan banyaknya air yang mengalir per satuan waktu yang melalui lapisan
tanah tembus air seperti Gambar 2.18.
Gambar 2.18 Penampang aliran air dalam tanah
Penyelesaian :
Gradient hidrolik (i) :
Banyaknya air yang mengalir per satuan waktu per satuan lebar dari profil yang
diberikan (q) :
50
Diubah menjadi m/detik A
4 m
8 m
3 mLapisan kedap
air
k = 0,08 cm/det
8 o Lapisan kedap
air50 m
Arah aliran
Contoh Soal 2.3 :
Tentukan koefisien rembesan ekivalen untuk aliran arah horizontal (kH(eq)), pada
tanah berlapis tiga dengan stratifikasi horizontal.
Lap.No. Tebal lap. (ft) Koef. Rembesan dlm arah horizontal, kH (ft/mnt)1 20 10-1
2 5 10-4
3 10 1,5 x 10-1
Penyelesaian :
Contoh Soal 2.4 :
Apabila dianggap bahwa kv = kH untuk semua lapisan tanah pada contoh Soal 1.3,
maka tentukan rasio antara kH(eq) dan kv(eq) ?
Penyelesaian :
Jadi :
51
Contoh Soal 2.5 :
Suatu uji pemompaan dari suatu sumur uji dalam lapisan tembus air yang didasari
oleh lapisan kedap air seperti Gambar 2.19 di bawah. Bila keadaan steady state
dicapai dan didapatkan hasil-hasil observasi sebagai berikut : q = 100 gpm; h1 =
20 ft; h2 = 15 ft; r1 = 150 ft; r2 = 50 ft. Tentukan koefisien rembesan lapisan
tembus air tersebut.
Penyelesaian :
Diketahui : q = 100 gpm = 13,37 ft3/menit, jadi
Gambar 2.19 Sumur uji
52
r2
r1r
h h1h2
Sumur observasiSumur uji
dr dh
Lapisan kedap air
Contoh Soal 2.6 :
Ada suatu lubang yang dibuat dengan alat bor Auger seperti pada Gambar 2.20
dibawah, kalau diketahui r = 0,15 m, L = 3,5 m, y = 0,45 m, t = 8 menit dan y =
3,2 m. Tentukan koefisien rembesan tanah tersebut.
Gambar 2.20 Contoh soal
Penyelesaian :
Contoh Soal 2.7 :
Suatu jaringan aliran dari aliran air di sekitar sebuah jajaran turap di dalam lapisan
tembus air ditunjukkan dalam Gambar 2.21 dibawah. Diketahui H1 = 15 ft, H2 =
5 ft dan kx = kz = k = 5 x 10-3 cm/det. Tentukan :
a. Berapa tinggi (diatas permukaan tanah) air akan naik apabila pizometer
diletakkan pada titik-titik a, b, c dan d.
b. Jumlah rembesan air yang melalui saluran air II per satuan lebar (tegak lurus
bidang gambar) per satuan waktu.
c. Jumlah rembesan total yang melalui lapisan tembus air per satuan lebar.
53
L
y
y
Muka air tanah
2r
Gambar 2.21 Contoh soal
Penyelesaian :
b) Dari gambar diatas, Nf = 3 dan Nd = 6. Perbedaan tinggi antara bagian hulu
dan hilir sungai = 15 – 5 = 10 ft. jadi kehilangan tinggi energy antara dua
garis ekipotensial = 10 / 6 = 1,667 ft. titik (a) terletak pada garis ekipotensial
1, yang berarti bahwa penurunan energi potensial (potensial drop) dari titik a,
adalah = 1 x 1,667 ft. jadi air di dalam pizometer yg diletakkan dititik a akan
naik setinggi (15 – 1,667) = 13,333 ft dari permukaan tanah.
b = 15 – (2 x 1,667) = 11,67 ft di atas muka tanah
c = 15 – (5 x 1,667) = 6,67 ft di atas muka tanah
d = 15 – (5 x 1,667) = 6,67 ft di atas muka tanah
c) dari persamaan 2.32 :
k = 5 x 10-3 cm/det = 5 x 10-3 x 0,03281 ft/det = 1,64 x 10-4 ft/det
q = (1,64 x 10-4).(1,667) = 2,73 x 10-4 ft3/det/ft
d) dari persamaan 2.33 :
Latihan Soal:
54
Lapisan kedap air
15 ftTurap
kx = kz = kNf = 3Nd = 6
5 ft
30 ft a
b
c
d
IIIIII
1 2 3 4 5
60 Permukaan tanah
1. Suatu pengujian permeabilitas dengan cara falling-head, ketinggian air dalam
pipa uji awal adalah 1,00 m, pada waktu 3 jam ketinggian air dalam pipa
turun menjadi 0,35 m. Diameter pipa uji adalah 5 mm, tinggi contoh tanah
200 mm dan diameter contoh tanah 100 mm. Tentukan coefisien
permeabilitas tanah tersebut.
2. Pengujian untuk mendapatkan nilai koefisien permeabilitas tanah pasir halus
(k) dengan percocabaan metode tinggi konstan (constan head). Penampang
contoh tanah dengan diameter 8 cm dan tinggi 20 cm. Dari pengamatan
diperoleh data sebagai berikut : Beda tinggi muka air. = 150 cm, pada waktu t
= 8 menit volume yang ditampung sebesar 1200 cm3. Tentukan nilai
koefisien permeabitas k (m/det) tanah tersebut.
3. Suatu tanah berlapis dalam tabung mempunyai penampang 100 mm x 100
mm Gambar 2.22. Air diberikan secara terus menerus sehingga beda tinggi
seperti dalam gambar. Bila koefisien rembesan masing-masing tanah A, B,
dan C adalah 10 -2 cm/det, 3x10 -3 cm/det dan 4,9x10 -4 cm/det. Tentukan
debit air (jumlah air) yang melalui lapisan tanah tersebut per detik.
Gambar 2.22 Latihan soal
4. Suatu sumur uji pemompaan dalam lapisan tembus air yang di dasari oleh
lapisan kedap air (unconfined aquiver) seperti dalam Gambar 2.23. Dari
hasil observasi dipeoleh hasil : banyaknya air yang masuk dalam sumur uji =
13,37 ft3/menit, h1=20 ft, h2=15 ft, r1=150 ft, dan r2=50 ft. Tentukan koefisien
rembesan.
55
300 mm
150 mm
150 mm
150 mm
A B C
Lengkung penurunan selama pemompaan
r2
r1r
h h1h2
Sumur observasiSumur uji
dr dh
Lapisan kedap air
Muka air tanah sebelum pemompaan
Gambar 2.23 Latihan soal
BAB III
KONSOLIDASI
Learning Outcome:
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa dapat menjelaskan tentang aliran air
dalam tanah untuk menghitung besar volume rembesan dalam tanah serta dapat
memahami perilaku air tanah, prosedur pengujian rembesan air dalam tanahdan
menentukan koefisien rembesan dalam tanah
3.1 PENDAHULUAN
Bila lapisan tanah jenuh berpermeabilitas rendah dibebani, maka tekanan air
pori di dalam tanah tersebut segera bertambah. Perbedaan tekanan air pori pada
lapisan tanah, berakibat air mengalir ke lapisan tanah dengan tekanan air pori
yang lebih rendah, yang diikuti penurunan tanahnya. Karena permeabilitas tanah
yang rendah, proses ini membutuhkan waktu.
56
Konsolidasi adalah proses berkurangnya volume atau berkurangnya rongga
pori dari tanah jenuh berpermeabilitas rendah akibat pembebanan, dimana
prosesnya dipengaruhi oleh kecepatan terperasnya air pori keluar dari rongga
tanah. Proses konsolidasi dapat diamati dengan pemasangan piezometer, untuk
mencatat perubahan tekanan air pori dengan waktunya. Besarnya penurunan dapat
diukur dengan berpedoman pada titik referensi ketinggian pada tempat tertentu.
Penambahan beban di atas suatu permukaan tanah dapat menyebabkan lapisan
tanah di bawahnya mengalami pemampatan. Pemampatan tersebut disebabkan
oleh adanya deformasi partikel tanah, relokasi partikel, keluarnya air atau udara
dari dalam pori, dan sebab-sebab lain. Beberapa atau semua factor tersebut
mempunyai hubungan dengan keadaan tanah yang bersangkutan. Secara umum,
penurunan (settlement) pada tanah yang disebabkan oleh pembebanan dapat
dibagi dalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu :
1. Penurunan Konsolidasi (consolidation settlement), yang merupakan hasil dari
perubahan volume tanah jenuh air sebagai akibat dari keluarnya air yang
menempati pori-pori tanah.
2. Penurunan Segera (immediate settlement), yang merupakan akibat dari
deformasi elastis tanah kering, basah dan jenuh air tanpa adanya perubahan
kadar air. Perhitungan penurunan segera umumnya didasarkan pada
penurunan yang diturunkan dari teori elastisitas.
3.2 DASAR KONSOLIDASI SATU DIMENSI.
Mekanisme proses konsolidasi satu dimensi (one dimensional consolidation)
dapat digambarkan dengan cara analisis seperti yang ditunjukkan pada Gambar
3.1. Silinder berpiston yang berlubang dan dihubungkan dengan pegas, diisi air
sampai memenuhi volume silinder. Pegas dianggap bebas dari tegangan-tegangan
dan tidak ada gesekan antara dinding silinder dengan tepi piston. Pegas
melukiskan tanah yang mudah mampat, sedangkan air dalam piston melukiskan
air pori dan lubang pada piston melukiskan kemampuan tanah dalam meloloskan
air atau permeabilitas tanahnya.
57
p
Uo+p
p
Uo+U1
Katup (Pori)
Pegas (Tanah)
(a) (b) (c) (d)
p
Uo
Sc
Gambar 3.1 Analogi piston dan pegas.
1. Gambar 3.1a, melukiskan kondisi dimana system dalam keseimbangan.
Kondisi ini identik dengan lapisan tanah yang dalam keseimbangan dengan
tekanan overburden. Alat pengukur tekanan yang dihubungkan dengan
silinder memperlihatkan tekanan hidrostatis sebesar uo, pada lokasi tertentu di
dalam tanah.
2. Gambar 3.1b, tekanan p dikerjakan di atas piston dengan posisi katup V
tertutup. Namun akibat tekanan ini, piston tetap tidak bergerak, karena air
tidak dapat keluar dari tabung, sedangkan air tidak dapat mampat. Pada
kondisi ini, tekanan yang bekerja pada piston tidak dipindahkan ke pegas, tapi
sepenuhnya didukung oleh air. Pengukur tekanan air dalam silinder
menunjukkan kenaikkan tekanan sebesar u = p, atau pembacaan tekanan
sebesar uo + p. kenaikan tekanan air pori (u) tersebut, disebut kelebihan
tekanan air pori (excess pore water pressure). Kondisi pada kedudukan katup
V tertutup ini melukiskan kondisi tak terdrainasi (undrained) di dalam tanah.
3. Gambar 3.1c, katup V telah dibuka, sehingga air dapat keluar lewat lubang
pada piston dengan kecepatan yang dipengaruhi oleh luas lubang. Keluarnya
air menyebabkan piston bergerak ke bawah, sehingga pegas secara berangsur-
angsur mendukung beban akibat p. Pada setiap kenaikan tegangan yang
didukung oleh pegas, kelebihan tekanan air pori (u) di dalam silinder
berkurang. Kedudukan ini melukiskan tanah sedang berkonsolidasi.
4. Gambar 3.1d, akhirnya pada suatu saat, tekanan air pori nol dan seluruh
tekanan p didukung oleh pegas dan piston tidak turun lagi. Kedudukan ini
melukiskan tanah telah dalam kondisi terdrainasi (drained) dan konsolidasi
telah berakhir.
Pada sembarang waktunya, tekanan yang terjadi pada pegas identik dengan
kondisi tegangan efektif di dalam tanah. Sedangkan tekanan air di dalam silinder
58
identik dengan tekanan air pori. Kenaikan tekanan p akibat beban yang
diterapkan, identik dengan tambahan tegangan normal yang bekerja. Gerakan
piston menggambarkan perubahan volume tanah, dimana gerakan ini dipengaruhi
oleh kompresibilitas (kemudahmapatan) pegas, yaitu ekivalen dengan
kompresibilitas tanah. Walaupun model piston dan pegas ini agak kasar, tetapi
cukup menggambarkan apa yang terjadi bila tanah kohesif jenuh di bebani di
laboratorium maupun di lapangan.
Prosedur untuk melakukan uji konsolidasi satu-dimensi pertama-tama
diperkenalkan oleh Terzaghi. Uji tersebut dilakukan di dalam sebuah
konsolidometer (kadang-kadang disebut sebagai oedometer). Skema
konsolidometer ditunjukkan dalam Gambar 3.2. Contoh tanah diletakkan di
dalam cincin logam dengan dua buah batu berpori diletakkan di atas dan di bawah
contoh tanah tersebut ukuran contoh tanah yang digunakan biasanya adalah :
Diameter 2,5 inci (63,5 mm)
Tebal 1 inci (25,4 mm).
Pembebanan pada contoh tanah dilakukan dengan cara meletakkan beban pada
ujung sebuah balok datar, dan pemampatan (compression) contoh tanah ukur
dengan menggunakan skala ukur dengan skala micrometer. Contoh tanah selalu
direndam air selama percobaan. Tiap-tiap beban biasanya diberikan selama 24
jam. Setelah itu, beban dinaikkan sampai dengan dua kali lipat beban sebelumnya,
dan pengukuran pemampatan diteruskan. Pada saat percobaan selesai, berat kering
dari contoh tanah ditentukan.
Gambar 3.2 Skema konsolidometer (oedometer)
59
Contoh tanah
Arloji pembacaBeban
Batu pori
Batu pori
Tempat contoh tanah
Pada umumnya, bentuk grafik yang menunjukkan hubungan antara
pemampatan dan waktu adalah seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 3.3. Dari
grafik tersebut dapat dilihat bahwa ada 3 (tiga) tahapan yang berbeda yang dapat
dijalankan sebagai berikut :
Tahap I :
Pemampatan awal (initial compression), yang pada umumnya adalah
disebabkan oleh pembebanan awal (preloading).
Tahap II :
Konsolidasi primer (primary consolidation), yaitu periode selama tekanan air
pori secara lambat laun dipindahkan ke dalam tegangan efektif, sebagai akibat
dari keluarnya air dari pori-pori tanah.
Tahap III :
Konsolidasi sekunder (secondary consolidation), yang terjadi setelah tekanan
air pori hilang seluruhnya. Pemampatan yang terjadi di sini adalah disebabkan
oleh penyesuaian yang bersifat plastis dari butir-butir tanah.
Gambar 3.3 Grafik waktu-pemampatan selama konsolidasi untuk suatu Penambahan beban yang diberikan.
60
Tahap I: Pemampatan awal
Tahap II: Konsolidasi primer
Tahap III: Konsolidasi sekunder
Waktu (skala log)
Pem
ampa
tan
Volume
Tanah
V
V1Vo
Tinggi
S
H =
V
Vv1Vvo
Vs
Volume
Luas penampang melintang = A Luas penampang melintang = A
Padat
Pori
Tinggi
S
H
Gambar 3.4 Perubahan tinggi contoh tanah pada uji konsolidasi satu dimensi.
Setelah mendapatkan grafik antara waktu dan pemampatan untuk besar
pembebanan yang bermacam-macam dari percobaan di laboratorium,
selanjutnya penting bagi kita untuk mempelajari perubahan angka pori
terhadap tekanan. Berikut ini adalah langkah demi langkah urutan
pelaksanaannya :
1. Hitung tinggi butiran padat (Hs), pada contoh tanah (Gambar 3.4) :
(3.1)dimana :
Ws = berat kering contoh tanah
A = luas penampang contoh tanah
Gs = berat spesifik contoh tanah
w = berat volume air
2. Hitung tinggi awal dari ruang pori (Hv) :
(3.2)
dimana :
H = tinggi awal contoh tanah
3. Hitung angka pori awal (eo), dari contoh tanah :
(3.3)
4. Untuk penambahan beban pertama p1 (beban total/luas penampang contoh
tanah), yang menyebabkan penurunan H1, hitung perubahan angka pori
e1 :
(3.4)
5. Hitung angka pori yang baru (e1), setelah konsolidasi yang disebabkan
oleh penambahan tekanan p1 :
61
(3.5)
Untuk beban berikutnya, yaitu p2 (catatan : p2 sama dengan beban
kumulatif per satuan luas contoh tanah), yang menyebabkan penambahan
pemampatan sebesar H2, angka pori e2 pada saat akhir konsolidasi dapat
dihitung sebagai berikut :
(3.6)
Dengan melakukan cara yang sama, angkapori pada saat akhir konsolidasi
untuk semua penambahan beban dapat diperoleh.
Tekanan total (p) dan angka pori yang bersangkutan (e) pada akhir
konsolidasi digambar pada kertas semi-logaritma. Bentuk umum dari grafik e
versus log p adalah seperti ditunjukkan dalam Gambar 3.5.
Gambar 3.5 Bentuk khas grafik e versus log p
3.3 LEMPUNG NC DAN OC.
Istilah lempung terkonsolidasi normal (normally consolidated clay,NC) dan
over consolidated clay (NC) digunakan untuk menggambarkan suatu sifat penting
62
Tekanan p (skala log
e2
Ang
ka p
ori,
e
e1
eo
p1 p2
dari tanah lempung. Lapisan tanah lempung biasanya terjadi dari proses
pengendapan. Selama proses pengendapan, lempung mengalami konsolidasi atau
penurunan, akibat tekanan tanah yang berada di atasnya. Lapisan-lapisan tanah
yang berada di atas suatu ini suatu ketika mungkin kemudian hilang akibat proses
alam. Hal ini berarti tanah lapisan bagian bawah pada suatu saat dalam sejarah
geologinya pernah mengalami konsolidasi akibat dari tekanan yang lebih besar
dari tekanan yang bekerja sekarang. Tanah semacam ini disebut tanah
overconsolidated (OC) atau terkonsolidasi berlebihan. Kondisi lain, bila tegangan
efektif yang bekerja pada suatu titik di dalam tanah pada waktu sekarang
merupakan tegangan maksimumnya (atau tanah tidak pernah mengalami tekanan
yang lebih besar dari tekanan pada waktu sekarang), maka lempung disebut pada
kondisi normally consolidated (NC) atau terkonsolidasi normal.
Jadi, lempung pada kondisi normally consolidated, bila tekanan prakonsolidasi
(preconsolidation pressure, pc’) sama dengan tekanan overburden efektif (po’).
Sedang lempung pada kondisi over consolidated, jika tekanan prakonsolidasi
lebih besar dari tekanan overburden efektif yang ada pada waktu sekarang (pc’ >
po’). Nilai banding overconsolidation (overconsolidation Ratio, OCR)
didefinisikan sebagai nilai banding tekanan prakonsolidasi terhadap tegangan
efektif yang ada, atau bila dinyatakan dalam persamaan :
(3.7)
Tanah normally consolidated mempunyai nilai OCR = 1, dan tanah
overconsolidated bila mempunyai OCR > 1. Dapat ditemui pula, tanah lempung
mempunyai OCR < 1. Dalam hal ini tanah adalah sedang mengalami konsolidasi
(underconsolidated). Kondisi underconsolidated dapat terjadi pada tanah-tanah
yang baru saja diendapkan baik secara geologis maupun oleh manusia. Dalam
kondisi ini, lapisan lempung belum mengalami keseimbangan akibat beban di
atasnya. Jika tekanan air pori diukur dalam kondisi underconsolidated, tekanannya
akan melebihi tekanan hidrostatisnya.
Telah disebutkan bahwa akibat perubahan tegangan efektif, tanah dapat
menjadi overconsolidated. Perubahan tegangan efektif ini, misalnya akibat adanya
perubahan tegangan total, atau perubahan tekanan air pori. Lapisan tanah yang
63
terkonsolidasi sebenarnya tidak dalam kondisi seimbang seperti yang sering
diperkirakan. Perubahan volume dan rangkak (creep) sangat mungkin masih
berlangsung pada tanah tersebut. Dalam lapisan tanah asli, dimana permukaan
tanah tersebut horizontal, keseimbangan mungkin didapatkan. Tetapi kalau tanah
tersebut permukaannya miring, rangkak dan perubahan volume mungkin masih
terjadi.
Keadaan ini dapat dibuktikan di laboratorium dengan cara membebani contoh
tanah meleihi tekanan overburden maksimumnya, lalu beban tersebut diangkat
(unloading) dan diberikan lagi (reloading). Grafik e versus log p untuk keadaan
tersebut di atas ditunjukkan dalam Gambar 3.6, dimana cd menunjukkan keadaan
pada saat beban diangkat dan dfg menunjukkan keadaan pada saat beban
diberikan kembali. Keadaan ini mengarahkan kita kepada dua definisi dasar yang
didasarkan pada sejarah tegangan :
1. Terkonsolidasi secara normal (normally consolidated), dimana tekanan
efektif overburden pada saat ini adalah merupakan tekanan maksimum yang
pernah dialami oleh tanah itu.
2. Terlalu terkonsolidasi (overconsolidated), dimana tekanan efektif
overburden pada saat ini adalah lebih kecil dari tekanan yang pernah dialami
oleh tanah itu sebelumnya. Tekanan efektif overburden maksimum yang
pernah dialami sebelumnya dinamakan tekanan prakonsolidasi
(preconsolidation pressure).
64
Tekanan p (skala log
c
Ang
ka p
ori,
e
ba
d
f
Gambar 3.6 Grafik e vs log p yang menunjukkan keadaan akibat pembebanan (loading), pengangkatan beban (unloading), dan pembebanan kembali (reloading).
Casagrande (1936) menyarankan suatu cara yang mudah untuk menentukan
besarnya tekanan prakonsolidasi (pc), dari grafik e versus log p yang digambar
dari hasil percobaan konsolidasi di laboratorium. Prosedurnya adalah sebagai
berikut (lihat Gambar 3.7) :
1. Dengan melakukan pengamatan secara visual, tentukan titik a di mana grafik e
versus log p mempunyai jari-jari kelengkungan yang paling minimum.
2. Gambar garis datar ab.
3. Gambar garis singgung ac pada titik a.
4. Gambar garis ad yang merupakan garis bagi sudut bac.
5. Perpanjang bagian grafik e versus log p yang merupakan garis lurus hingga
memotong garis ad di titik f. Absis untuk titik f adalah besarnya tekanan
prakonsolidasi.
Overconsolidation ratio (OCR) untuk suatu tanah dapat didefinisikan sebagai :
(3.8)
dimana :
pc = tekanan prakonsolidasi
p = tekanan vertical efektif pada saat tanah itu diselidiki.
Gambar 3.7 Prosedur penentuan tekanan prakonsolidasi (pc) dengan cara grafis.
3.4 INTEPRETASI HASIL UJI KONSOLIDASI.
65
Tekanan p (skala log
cAng
ka p
ori,
e ba
d
pc
h
g
f
αα
Pada konsolidasi satu dimensi, perubahan tinggi (H) per satuan dari tinggi
awal (H) adalah sama dengan perubahan volume (V) per satuan volume awal
(V), atau :
(3.9)
Gambar 3.8 Fase-fase konsolidasi (a) sebelum konsolidasi (b) sesudah konsolidasi
Bila volume padat Vs = 1 dan angka pori awal adalah eo, maka kedudukan
akhir dari proses konsolidasi dapat dilihat dalam Gambar 3.8. Volume padat
besarnya tetap, angka pori berkurang karena adanya e, dari Gambar 3.8 dapat
diperoleh persamaan :
(3.10)
3.4.1 Koefisien Pemampatan (av) dan Koefisien Perubahan Volume (mv).
Koefisien pemampatan (av) adalah koefisien yang menyatakan kemiringan
kurva e – p’ (Gambar 3.9a). Jika tanah dengan volume V1 mampat sehingga
volumenya menjadi V2 dan mampatnya tanah dianggap hanya sebagai akibat
pengurangan rongga pori, maka perubahan volume hanya dalam arah vertikal
dapat dinyatakan oleh :
(3.11)
dimana :
e1 = angka pori pada tegangan p1’
e2 = angka pori pada tegangan p2’
66
Rongga pori
Butiran padat
eo
Vs = 1
e H
Rongga pori
Butiran padat
H
(a) (b)
V1 = volume pada tegangan p1’
V2 = volume pada tegangan p2’
Kemiringan kurva e – p’ (av) didefinisikan sebagai :
(3.12)
Dengan e1 dan e2 adalah angka pori pada tegangan p1’ dan p2’.
Gambar 3.9 Hasil uji Konsolidasi (a) Grafik angka pori vs tegangan efektif (e vs p’) (b) Grafik regangan vs tegangan efektif (H / H vs p’)
Koefisien perubahan volume (mv) didefinisikan sebagai perubahan volume per
satuan penambahan tegangan efektif. Satuan dari mv adalah kebalikan dari tekanan
(cm2/kg, m2/kN). Perubahan volume dinyatakan dengan perubahan ketebalan atau
angka pori. Jika terjadi kenaikan tegangan efektif dari p1’ ke p2’, maka angka pori
akan berkurang dari e1 dan ke e2 (Gambar 3.9b) dengan perubahan tebal H.
67
(3.13)
Substitusi Persamaan (3.13) ke Persamaan (3.12), diperoleh :
Karena mv adalah perubahan volume per satuan penambahan tegangan, maka :
(3.14)
Nilai mv, untuk tanah tertentu tidak konstan, tetapi tergantung dari besarnya tegangan yang ditinjau.3.4.2 Indeks Pemampatan (Compression Index, Cc).
Indeks pemampatan (Cc) adalah kemiringan dari bagian lurus grafik e–log
p’. Untuk dua titik yang terletak pada bagian lurus dari grafik pada Gambar 3.10,
nilai Cc dinyatakan oleh persamaan :
(3.15)
Dari penelitian, untuk tanah normally consolidated, Terzaghi dan Peck (1967)
mengusulkan nilai Cc sebagai berikut :
(3.16)
Dengan LL adalah batas cair (liquid limit). Persamaan ini dapat digunakan untuk
tanah lempung anorganik yang mempunyai sensitifitas rendah sampai sedang
dengan kesalahan 30 % (persamaan ini sebaiknya tidak digunakan untuk
sensitifitas lebih besar dari 4).
Terzaghi dan Peck juga mengusulkan hubungan yang sama untuk tanah
lempung dibentuk kembali (remolded) :
(3.17)
68
Gambar 3.10 Indeks pemampatan (Compression Index, Cc).
Beberapa nilai Cc yang didasarkan pada sifat-sifat tanah pada tempat-tempat
tertentu yang diberikan oleh Azzouz dkk. (1976), sebagai berikut :
Cc = 0,01.wn (untuk lempung Chicago) (3.18)
Cc = 0,0046.(LL – 9) (untuk lempung Brasilia) (3.19)
Cc = 0,208.eo + 0,0083 (untuk lempung Chicago) (3.20)
Cc = 0,0115.wn (untuk tanah organic, gambut) (3.21)
Dengan wn adalah kadar air tanah di lapangan dalam (%) dan eo adalah angka pori
tanah di lapangan.
3.5 PERHITUNGAN PENURUNAN KONSOLIDASI PRIMER SATU DIMENSI.
Dengan pengetahuan yang didapat dari analisis hasil uji konsolidasi, sekarang
kita dapat menghitung kemungkinan penurunan yang disebabkan oleh konsolidasi
primer di lapangan, dengan menganggap bahwa konsolidasi tersebut adalah satu-
dimensi. Sekarang mari kita tinjau suatu lapisan lempung jenuh dengan tebal H
dan luas penampang melintang A serta tekanan efektif overburden rata-rata
sebesar po. Disebabkan oleh suatu penambahan tekanan sebesar p, anggaplah
penurunan konsolidasi primer yang terjadi adalah sebesar S. Jadi, perubahan
volume (Gambar 3.11) dapat diberikan sebagai berikut :
(3.22)
69
dimana :
Vo dan V1 adalah volume awal dan volume akhir.
Tetapi, perubahan volume total adalah sama dengan perubahan volume pori (Vv).
Jadi :
(3.23)
dimana :
Vvo dan Vv1 adalah volume awal dan volume akhir dari pori. Dari definisi
angka pori.
Gambar 3.11 Penurunan konsolidasi satu dimensi.
(3.24)
Dimana : e = perubahan angka pori
Tapi,
(3.25)
dimana : eo = angka pori awal pada saat volume tanah sama dengan Vo.
Jadi, dari Persamaan-persamaan (3.22), (3.23), (3.24) dan (3.25) menjadi:
70
Volume
Tanah
V
V1Vo
Tinggi
S
H =Vvo
Vs
Volume
Luas penampang melintang = A Luas penampang melintang = A
V
Vv1
Padat
Pori
Tinggi
S
H
atau
(3.26)
Gambar 3.12 Karakteristik konsolidasi lempung yang terkonsolidasi secara normal (normally consolidated clay) dengan sensitivitas rendah sampai sedang
Untuk lempung yang terkonsolidasi secara normal di mana e versus log p
merupakan garis lurus. (Gambar 3.12), maka :
(3.27)
dimana :
Cc = kemiringan kurva e versus log p dan didefinisikan sebagai “Indeks
pemampatan” (compression index).
Masukan Persamaan (3.27) ke dalam Persamaan (3.26), persamaan yang
didapat adalah :
(3.28)
Untuk suatu lapisan lempung yang tebal, adalah lebih teliti bila lapisan tanah
tersebut dibagi menjadi beberapa sub-lapisan dan perhitungan penurunan
dilakukan secara terpisah untuk tiap-tiap sub-lapisan. Jadi, penurunan total dari
seluruh lapisan tersebut adalah :
71
Kurva pemampatan asli; kemiringan = Cc
Kurva pemampatan hasil percobaan di laboratorium
Kurva pemampatan untuk contoh tanah “terbentuk kembali”
Tekanan, p (skala log)
po = pc
0,4 eo
eo
123
(3.29)
dimana :
Hi = tebal sub-lapisan i
po(i) = tekanan efektif overburden untuk sub-lapisan i
p(i) = penambahan tekanan vertikal untuk sub-lapisan i
Gambar 3.13 Karakteristik konsolidasi lempung yang terkonsolidasi berlebih (over consolidated clay) dengan sensitivitas rendah sampai sedang
Untuk lempung yang terkonsolidasi berlebih (Gambar 3.13), apabila (po + p)
pc lapangan, variasi e versus log p terletak di sepanjang garis cd dengan
kemiringan yang hamper sama dengan kemiringan kurva pantul (rebound curve)
yang didapat dari uji konsolidasi di laboratorium. Kemiringan kurva pantul, Cs,
disebut sebagai “indeks pemuaian” (swell index). Jadi :
(3.30)
Dari Persamaan (3.26) dan (3.30), didapat :
(3.31)
Apabila po + p > pc :
(3.32)
72
Kurva pemampatan asli
Kurva pemampatan hasil percobaan di laboratorium
Kurva rbound dari hasil uji di laboratorium ; kemiringan = Cs
Tegangan, p (skala log)
po
0,4 eo
eo
1
2
3
pc
a
b
c
d
Akan tetapi, apabila kurva e versus log p tersedia, mungkin saja bagi kita untuk
memilih e dengan mudah dari grafik tersebut untuk rentang (range) tekanan
yang sesuai. Kemudian harga-harga yang diambil dari kurva tersebut dimasukkan
ke dalam Persamaan (3.26) untuk menghitung besarnya penurunan (S).
Contoh Soal 3.1 :
Diketahui data dari kurva uji konsolidasi seperti yang diperlihatkan dalam
Gambar 3.9. Hitunglah av dan mv untuk kenaikan tegangan dari 20 sampai 40
kN/m2.
Penyelesaian :
Dari Gambar 3.9 (a) diperoleh hubungan angka pori dan tegangan untuk :
p’1 = 20 kN/m2, e1 = 1,77
p’2 = 40 kN/m2, e1 = 1,47
Dari Gambar 3.9 (b), untuk :
p’1 = 20 kN/m2, H1/H = 0,24
p’2 = 40 kN/m2, H2/H = 0,31
Contoh Soal 3.2 :
Hasil uji konsolidasi pada lempung jenuh diperoleh data pada Table 3.1.
Tabel 3.1
Tegangan (p’) (kN/m2) Tebal contoh setelah berkonsolidasi (mm)
0 20,00050 19,649100 19,519200 19,348400 19,151800 18,9500,00 19,250
73
Pada akhir pengujian, setelah contoh tidak dibebani selama 24 jam, diukur kadar
airnya (w) = 24,5 % dan berat jenis tanah (Gs) = 2,70. Gambarkan hubungan
angka pori vs tegangan efektifnya, dan tentukan koefisien pemampatan (av) dan
koefisien perubahan volume (mv) pada tegangan 250 kN/m2 sampai 350 kN/m2.
Penyelesaian :
Pada contoh tanah jenuh berlaku hubungan, e = w.Gs
Maka, angka pori saat ini akhir pengujian : e1 = 0,245 x 2,7 = 0,662
Table contoh pada kondisi akhir, H1 = 19,250 mm lihat tabel diatas
Angka pori pada awal pengujian eo = e1 + e
Pada umumnya, hubungan antara e dan H dapat dinyatakan oleh :
mm
Persamaan ini digunakan untuk menentukan angka pori pada tiap periode
pembebanan seperti pada Tabel 3.2
Grafik hubungan e-logp’ dapat dilihat pada Gambar 3.14.
Dari grafik tersebut diperoleh:
Pada p1’ = 250 kN/m2, e1 = 0,665
p2’ = 350 kN/m2, e2 = 0,658
Tabel 3.2. Perhitungan Konsolidasi
74
Tegangan (p’) (kN/m2)
H(mm)
H(mm) e e
0 20,000 0,00 0,000 0,72750 19,649 0,351 0,030 0,697100 19,519 0,481 0,042 0,685200 19,348 0,652 0,056 0,671400 19,151 0,849 0,073 0,653800 18,950 1,050 0,091 0,6360,00 19,250 0,750 0,065 0,662
Gambar 3.14
Contoh Soal 3.3
Dari hasil uji konsolidasi Gambar 3.14, tentukan nilai Cc laboratorium dari tanah
tersebut.
Contoh Soal 3.4
Suatu profil tanah ditunjukkan pada Gambar 3.15a. Untuk pengujian konsoldasi
di laboratorium dilakukan pengambilan contoh tanah di bagian tengah lapisan
tanah tersebut. Kurva konsolidasi hasil pengujian konsolidasi di laboratorium
ditunjukkan pada Gambar 3.15b. Hitung penurunan yang terjadisebagai akibat
75
dari konsolidasi primer, bila timbunan (surcharge) sebesar 48 kN/m2 bekerja
diatasnya.
Penyelesaian:
Gambar 3.15. a. Profil lapisan tanah. b.Grafik kurva konsolidasi lapangan
Angka pori yang bersesuaian dengan tekanan sebesar 88,95 kN/m2 (Gambar
3.15b)
Jadi penurunan:
Latihan Soal:
1. Suatu profil tanah seperti pada Gambar 3.16. Hitung penurunan konsolidasi
primer untuk apisan lempung setebal 15 ft akibat adanya timbunan 1500 lb/ft2
yang terletak diatas permukaan tanah. Tanah lempung dalam kondisi
terkonsolidasi normal (normally consolidated), sedangkan lapisan pasir setebal
15 ft yang berada diatas tanah lempung mempunyai data Gs = 2,65 dan
e = 0,7.
76
10 m
48 kN/m2
Lempungeo=1,1sat= 18 kN/m3
m.a.t
(a)
(b)
15ft
Timbunan =1500 lb/ft2
LempungLL=60;eo=1,1sat= 124 lb/ft3
m.a.tPasir kejenuhan 50%
Pasir, Gs = 2,65; e = 0,7
15ft
5ft
Batuan
Gambar 3.16
2. Suatu data uji konsolidasi di laboratorium untuk suatu lempung yang tak
terganggu (undisturbed) diperoleh data:
e1 = 1,1 p1 = 95 kN/m2
e2 = 0,9 p2 = 475 kN/m2
Berapakah angka pori untuk suatu tekanan nsebesar 600 kN/m2 (pc < 95
kN/m2)
BAB IV
STABILITAS LERENG
Learning Outcome:
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa dapat menjelaskan tentang prinsip-
prinsip dasar yang berhubungan dengan analisis stabilitas lereng dan dapat
mengjhitung stabilitas lereng dengan menggunakan metode irisan.
4.1 PENDAHULUAN
Pada permukaan tanah yang tidak horizontal, komponen gravitasi cenderung
untuk menggerakkan tanah ke bawah. Jika komponen gravitasi sedemikian besar
sehingga perlawanan terhadap geseran yang dapat dikerahkan oleh tanah pada
77
bidang longsornya terlampaui, maka akan terjadi kelongsoran lereng. Analisis
stabilitas pada permukaan tanah yang miring ini, disebut analisis stabilitas lereng.
Analisis ini sering digunakan dalam perancangan-perancangan bangunan seperti :
jalan kereta api, jalan raya, bandara, bendungan urugan tanah, saluran dan lain-
lain. Umumnya analisis stabilitas dilakukan untuk mengecek keamanan dari
lereng alam, lereng galian dan lereng urugan tanah.
Analisis stabilitas lereng tidak mudah, karena terdapat banyak faktor yang
sangat mempengaruhi hasil hitungan. Faktor-faktor tersebut misalnya, kondisi
tanah yang berlapis-lapis, kuat geser tanah yang anisotropis, aliran rembesan air
dalam tanah dan lain-lain. Terzaghi (1950) membagi penyebab kelongsoran lereng
terdiri dari akibat pengaruh dalam (internal effect) dan pengaruh luar (external
effect). Pengaruh luar, yaitu pengaruh yang menyebabkan bertambahnya gaya
geser dengan tanpa adanya perubahan kuat geser tanah. Contohnya, akibat
perbuatan manusia mempertajam kemiringan tebing atau memperdalam galian
tanah dan erosi sungai. Pengaruh dalam, yaitu longsoran yang terjadi dengan
tanpa adanya perubahan kondisi luar atau gempa bumi. Contoh yang umum untuk
kondisi ini adalah pengaruh bertambahnya tekanan air pori di dalam lereng.
Kelongsoran lereng alam dapat terjadi dari hal-hal sebagai berikut :
1. Penambahan beban pada lereng. Tambahan beban lereng dapat berupa
bangunan baru, tambahan beban oleh air yang masuk ke pori-pori tanah
maupun yang menggenang di permukaan tanah dan beban dinamis oleh
tumbuh-tumbuhan yang tertiup angina dan lain-lain.
2. Penggalian atau pemotongan tanah pada kaki lereng.
3. Penggalian yang mempertajam kemiringan lereng.
4. Perubahan posisi muka air secara cepat (rapid drawdown) pada bendungan,
sungai dan lain-lain.
5. Kenaikan tekanan lateral oleh air (air yang mengisi retakan akan mendorong
tanah kea rah lateral).
6. Gempa bumi.
7. Penurunan tahanan geser tanah pembentuk lereng oleh akibat kenaikan kadar
air, kenaikan tekanan air pori, tekanan rembesan oleh genangan air di dalam
78
tanah, tanah pada lereng mengandung lempung yang mudah kembang susut
dan lain-lain.
4.2 ANALISIS STABILITAS LERENG
Analisis stabilitas lereng didasarkan pada konsep keseimbangan plastis batas
(limit plastic equilibrium). Adapun maksud analisis stabilitas adalah untuk
menentukan faktor aman dari bidang longsor yang potensial. Dalam analisis
stabilitas lereng, beberapa anggapan dibuat, yaitu :
1. Kelongsoran lereng terjadi di sepanjang permukaan bidang longsor tertentu
dan dapat dianggap sebagai masalah bidang 2 dimensi.
2. Massa tanah yang longsor dianggap sebagai benda masif.
3. Tahanan geser dari massa tanah pada setiap titik sepanjang bidang longsor
tidak tergantung dari orientasi permukaan longsor, atau dengan kata lain kuat
geser tanah dianggap isotropis.
4. Faktor aman didefinisikan dengan memperhatikan tegangan geser rata-rata
sepanjang bidang longsor potensial, dan kuat geser tanah rata-rata sepanjang
permukaan longsoran. Jadi, kuat geser tanah mungkin terlampaui di titik-titik
tertentu pada bidang longsornya, pada hal faktor aman hasil hitungan lebih
besar 1.
Faktor aman didefinisikan sebagai nilai banding antara gaya yang menahan dan
gaya yang menggerakkan, atau :
(4.1)
Dimana :
Fs = angka keamanan terhadap kekuatan tanah
f = kekuatan geser rata-rata dari tanah
d = tegangan geser rata-rata yang bekerja sepanjang bidang longsor
Menurut teori Mohr-coulomb, kekuatan geser tanah terdiri dari dua komponen,
yaitu kohesi dan geseran, dan dapat ditulis sebagai berikut :
(4.2)
79
Dimana :
c = kohesi tanah
= sudut geser tanah
= tegangan normal rata-rata pada permukaan bidang longsor.
Dengan cara yang sama, kita juga dapat menuliskan :
(4.3)
Dengan cd adalah kohesi dan d adalah sudut geser yang bekerja sepanjang
bidang longsor. Dengan memasukkan Persamaan (4.2) dan (4.3) ke dalam
Persamaan (4.1), kita dapatkan :
(4.4)
Sekarang kita dapat memperkenalkan aspek-aspek lain dari angka
keamanan tadi, yaitu angka keamanan terhadap kohesi Fc, dan angka
keamanan terhadap sudut geser, F. Dengan demikian Fc dan F dapat kita
definisikan sebagai :
(4.5)
Dan
(4.6)
Bilamana Persamaan (4.4), (4.5) dan (4.6) dibandingkan, adalah wajar
bila Fc menjadi sama dengan F, harga tersebut memberikan angka keamanan
terhadap kekuatan tanah. Atau bila :
(4.7)
Kita dapat menuliskan :
(4.8)
80
Fs = 1, maka talud/lereng adalah dalam keadaan akan longsor. Umumnya
harga Fs = 1,5 untuk angka keamanan terhadap kekuatan geser dapat diterima
untuk merencanakan stabilitas lereng/talud.
Gambar 4.1 Kelongsoran lereng/talud.
4.3 ANALISIS LERENG DENGAN TINGGI TERBATAS DAN BIDANG LONGSOR LINGKARAN
Pada umumnya, keruntuhan talud terjadi karena salah satu faktor berikut :
1. Bila longsor terjadi sedemikian rupa sehingga permukaan bidang gelincir
memotong talud pada atau di atas ujung dasarnya, maka keadaan tersebut
dinamakan “longsor talud/slope failure” (Gambar 4.2a). Lengkung
kelongsoran dinamakan sebagai “lingkaran ujung dasar talud (toe circle)”,
bila bidang longsor tadi melalui ujung dasar talud dan dinamakan sebagai
“lingkaran lereng talud (slope circle)”, apabila bidang longsornya melalui
bagian atas ujung dasar talud. Dalam kondisi tertentu adalah mungkin
untuk mempunyai kelongsoran talud dangkal (shallow slope failure)
ditunjukkan pada (Gambar 4.2b).
81
Tanah setelah terjadi kelongsoran lereng
2. Bila longsor terjadi sedemikian rupa sehingga permukaan bidang gelincir
berada agak jauh di bawah ujung dasar talud, keadaan tersebut dinamakan
sebagai “longsor dasar/base failure” (Gambar 4.2c). Lengkung
kelongsorannya dinamakan sebagai “lingkaran titik tengah (midpoint
circle)” sebab pusat lingkarannya terletak pada sebuah garis tegak yang
melalui titik tengah talud.
Pada umumnya, prosedur analitis stabilitas dapat dibagi dalam dua kelompok
besar, yaitu :
a. Prosedur Massa (mass procedure).
Dalam hal ini, massa tanah yang berada di atas bidang gelincir diambil
sebagai suatu kesatuan. Prosedur ini berguna bila tanah yang membentuk
talud dianggap homogen, walaupun hal ini jarang dijumpai pada talud
sesungguhnya yang ada di lapangan.
b. Metode Irisan (method of slice).
Pada prosedur ini, tanah yang berada di atas bidang gelincir dibagi
menjadi beberapa irisan-irisan pararel tegak. Stabilitas dari tiap-tiap irisan
dihitung secara terpisah. Metode ini lebih teliti karena tanah yang tidak
homogen dan tekanan air pori dapat juga kita masukkan dalam
perhitungan.
82Kelongsoran talud dasar
(shallow slope failure)
O
Lingkaran ujung dasar talud (toe circle)
O
(b) Lingkaran lereng talud (slope circle)
O
(d) Kelongsoran talud dasar
Gambar 4.2 Bentuk-bentuk keruntuhan talud dengan tinggi terbatas.
4.3.1 Analisis Stabilitas Dengan Cara Prosedur Massa.
Pada Gambar 4.3 menunjukkan suatu talud dalam tanah yang homogen.
Kekuatan geser dalam keadaan undrained (air pori dijaga tidak mengalir ke
luar) dari tanah dianggap tetap dengan kedalaman dan diberikan sebagai f =
cu. Untuk membuat analisis stabilitas, kita dapat memilih suatu potensi bidang
gelincir percobaan AED yang merupakan busur lingkaran berjari-jari (r).
Pusat lingkaran terletak pada O. Dengan memperhatikan satu-satuan tebal
yang tegak lurus pada bagian yang kita tinjau, maka berat tanah yang berada
di atas lengkung (kurva) AED dapat kita ketahui melalui W = W1 + W2,
dengan :
Atau :
Keruntuhan talud mungkin terjadi karena massa tanah yang menggelincir.
Momen gaya yang mendatang terhadap titik O yang menyebabkan ketidak
stabilan talud adalah :
(4.9)
Dengan :
l1 dan l2 adalah lengan momen
83
Nr (Reaksi Normal)
Radius = r
Gambar 4.3 Analisis stabilitas talud dalam tanah lempung yang homogen ( = 0).
Perlawanan terhadap kelongsoran berasal dari kohesi yang bekerja
sepanjang bidang gelincir. Bila cd adalah kohesi yang dibutuhkan untuk
terbentuk, maka momen gaya perlawanan terhadap titik O adalah :
(4.10)
Untuk keseimbangan, MR = Md ; jadi :
Atau :
(4.11)
Sekarang, angka keamanan terhadap kelongsoran kita dapatkan sebagai :
(4.12)
Perlu diketahui bahwa potensi bidang gelincir AED, kita pilih secara acak.
Bidang longsor kritis akan terjadi bila bidang longsor yang mempunyai rasio
cu terhadap cd adalah minimum. Dengan kata lain, harga cd adalah maksimum.
Untuk mendapatkan bidang gelincir yang kritis, kita dapat membuat sejumlah
percobaan dengan bidang gelincir yang berbeda-beda. Angka keamanan
paling kecil yang kita dapatkan merupakan talud, dan lingkaran yang
bersemaian adalah bidang lingkaran paling kritis.
84
Masalah-masalah stabilitas dari tipe ini telah dipecahkan secara analitis
oleh Fellenius (1927) dan Taylor (1937). Untuk kasus lingkaran kritis, besar
kohesi yang dibutuhkan dapat dinyatakan dengan hubungan berikut :
Atau :
(4.13)
Perhatikan bahwa besaran m di sebelah kanan Persamaan (4.13) adalah
bilangan tak berdimensi dan kita mengacunya sebagai angka stabilitas
(stability number). Selanjutnya tinggi kritis (yaitu, Fs = 1) talud ini dapat kita
evaluasi dengan menggantikan H = Hcr dan cd = cd pada persamaan di atas.
Jadi, harga angka stabilitas (m), untuk talud dengan bermacam-macam sudut
kemiringan () diberikan dalam Gambar 4.4. Terzaghi menggunakan istilah
, kebalikan dari m, dan disebut sebagai faktor stabilitas (stability factor).
Gambar 4.4hanya berlaku untuk talud dari tanah lempung yang jenuh dan
hanya berlaku untuk keadaan undrained (air pori dijaga tidak mengalir ke
luar), pada saat = 0. Bila mengacu ke Gambar 4.4, hal berikut perlu
diperhatikan :
1. Untuk sudut kemiringan () yang lebih besar dari 53o, lingkaran kritis
harus selalu berupa lingkaran ujung dasar talud. Letak pusat lingkaran
ujung dasar talud kritis mungkin dapat dicari dengan bantuan Gambar
4.5.
2. Untuk < 53o, lingkaran kritis mungkin berupa ujung dasar talud, lereng
talud, atau lingkaran titik tengah, tergantung pada letak lapisan keras yang
berada di bawah talud. Hal ini dinamakan fungsi kedalaman (depth
function), yang dijelaskan sebagai berikut :
(4.14)
3. Bila lengkung kritis adalah lingkaran titik tengah (yaitu, permukaan
bidang longsor merupakan bidang singgung dari lapisan keras), maka
85
letak titik pusat bidang longsor dapat ditentukan dengan bantuan Gambar
4.6.
4. Harga maksimum angka stabilitas (stability number) yang mungkin
terjadi pada kelongsoran lingkaran titik tengah adalah 0,181.
Fellenius (1927) juga menyelidiki masalah lingkaran ujung dasar talud yang
kritis dari talud dengan < 53o. Letak titik pusat lingkaran ujung dasar talud
dapat ditentukan dengan menggunakan Gambar 4.7 dan Tabel 4.1.
Perhatikan bahwa lingkaran ujung dasar talud kritis tersebut tidak harus
merupakan lengkung yang paling kritis yang ada.
Tabel 4.1 Kohesi dari pusat lingkaran ujung dasar talud ( < 53o).
n (derajat) 1 (derajat) 2 (derajat)
1,0 45 28 37
1,5 33,68 26 35
2,0 26,57 25 35
3,0 18,43 25 35
5,0 11,32 25 37
Catatan : Untuk notasi n, , 1 dan 2, lihat Gambar 4.7
86
Lingkaran ujung dasar talud
Lingkaran lereng talud
Lingkaran titk tengah
Gambar 4.4a. Definisi dari parameter-parameter untuk tipe keruntuhan linkaran titik
tengah (midpoint circle).b. Grafik hubungan antara angka stabilitas dengan sudut kemiringan talud
(Terzaghi dan Peck, 1967).
4.3.2 Analisis Stabilitas Dengan Metode Irisan (Method of Slice).
Cara-cara analisis stabilitas yang telah dibahas sebelumnya hanya dapat
digunakan pada tanah homogen. Bila tanah tidak homogen dan aliran rembesan
terjadi di dalam tanah tidak menentu, cara yang lebih cocok adalah dengan metode
irisan (method of slice).
Gaya normal yang bekerja pada suatu titik di lingkaran bidang longsor,
terutama dipengaruhi oleh berat tanah di atas titik tersebut. Dalam metode irisan,
massa tanah yang longsor dipecah-pecah menjadi beberapa irisan vertikal.
Kemudian, keseimbangan dari tiap-tiap irisan diperhatikan. Gambar 4.5b
memperlihatkan satu irisan dengan gaya-gaya yang bekerja padanya. Gaya-gaya
ini terdiri dari gaya geser (Xr dan X1) dan gaya normal efektif (Er dan E1) di
sepanjang sisi irisannya, dan juga resultan gaya geser efektif (Ti) dan resultan gaya
normal efektif (Ni) yang bekerja di sepanjang dasar irisan. Tekanan air pori U1 dan
Ur bekerja di kedua sisi irisan, dan tekanan air pori Ui bekerja pada dasarnya.
Dianggap tekanan air pori sudah diketahui sebelumnya.
87
O
H
12
3
4
56
X1
R
τ =c + tg
b
xi
xi
Wi
a
Ti
Ni
Gambar 4.5 Gaya-gaya yang bekerja pada irisan.
a) Metode Fellinius.
Analisis stabilitas lereng cara Fellinius (1927) menganggap gaya-gaya yang
bekerja pada sisi kanan-kiri dari sembarang irisan mempunyai resultan nol pada
arah tegaklurus bidang longsor. Dengan anggapan ini, keseimbangan arah vertikal
dan gaya-gaya yang bekerja dengan memperhatikan tekanan air pori, adalah :
Atau :
(4.15)
Faktor aman didefinisikan sebagai :
Lengan momen dari berat massa tanah tiap irisan adalah R sin , maka :
(4.16)
Dimana :
R = jari-jari lingkaran bidang longsor
n = jumlah irisan
Wi = berat massa tanah irisan ke-i
i = sudut yang didefinisikan pada Gambar 4.5a.
Dengan cara yang sama, momen yang menahan tanah akan longsor, adalah :
(4.17)
Sehingga persamaan untuk faktor aman menjadi :
88
(4.18)
Bila terdapat air pada lereng, tekanan air pori pada bidang longsor tidak
menambah momen akibat tanah yang akan longsor (Md), karena resultan gaya
akibat tekanan air pori lewat titik pusat lingkaran. Substitusi Persamaan (4.17) ke
Persamaan (4.18), diperoleh :
(4.19)
Dimana :
F = faktor aman
c = kohesi tanah (kN/m2)
= sudut geser dalam tanah (derjat)
ai = panjang lengkung lingkaran pada irisan ke-i (m)
Wi = berat irisan tanah ke-i (kN)
ui = tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m2)
I = sudut yang didefinisikan dalam Gambar 4.5 (derajat)
Jika terdapat gaya-gaya selain berat tanahnya sendiri, seperti beban bangunan
di atas lereng, maka momen akibat beban ini diperhitungkan sebagai Md. Metode
Fellinius menghasilkan factor aman yang lebih rendah dari cara hitungan yang
lebih teliti. Batas-batas nilai kesalahan dapat mencapai kira-kira 5 % sampai 40 %
tergantung dari factor aman, sudut pusat lingkaran yang dipilih, dan besarnya
tekanan air pori. Walaupun analisis ditinjau dalam tinjauan tegangan total,
kesalahan masih merupakan fungsi dari factor aman dan sudut pusat dari
lingkaran (Whitman dan Baily, 1967). Cara ini telah banyak digunakan dalam
praktek, karena cara hitungan sederhana dan kesalahan yang terjadi pada sisi yang
aman.
b) Metode Bishop Disederhanakan (Simplified Bishop Method).
89
Metode Bishop menganggap bahwa gaya-gaya yang bekerja pada sisi-sisi
irisan mempunyai resultan nol pada arah vertikal. Persamaan kuat geser dalam
tinjauan tegangan efektif yang dapat dikerahkan tanah, hingga tercapainya kondisi
keseimbangan batas dengan memperhatikan faktor aman, adalah :
(4.20)
Dengan adalah tegangan normal total pada bidang longsor dan u adalah tekanan
air pori.
Untuk irisan ke-I, nilai Ti = .ai, yaitu gaya geser yang dikerahkan tanah pada
bidang longsor untuk keseimbangan batas. Karena itu :
(4.21)
Kondisi keseimbangan momen dengan pusat rotasi O antara berat massa
tanah yang akan longsor dengan gaya geser total yang dikerahkan tanah pada
dasar bidang longsor, dinyatakan oleh persamaan (Gambar 4.5) :
(4.22)
Dengan xi adalah jarak Wi ke pusat rotasi O. Dari Persamaan (8.54), dapat
diperoleh :
(4.23)
Pada kondisi keseimbangan vertical, jika X1 = Xi dan Xr = Xi+1 :
(4.24)
Dengan Ni’ = Ni – ui.ai, substitusi Persamaan (4.21) ke Persamaan (4.24), dapat
diperoleh persamaan :
(4.25)
Substitusi Persamaan (4.25) ke Persamaan (4.23), diperoleh :
90
(4.26)
Untuk penyederhanaan dianggap Xi – Xi+1 = 0 dan dengan mengambil :
(4.27)
(4.28)
Substitusi Persamaan (4.27) dan (4.28) ke Persamaan (4.26), diperoleh
persamaan factor aman :
(4.29)
Dimana :
F = factor aman
c’ = kohesi tanah efektif (kN/m2)
’ = sudut geser dalam tanah efektif (derajat)
bi = lebar irisan ke-i (m)
Wi = berat irisan tanah ke-i (kN)
I = sudut yang didefinisikan dalam Gambar 4.5(derajat)
ui = tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m2)
Rasio tekanan pori (pore pressure ratio) didefinisikan sebagai :
(4.30)
Dengan :
ru = rasio tekanan pori
u = tekanan air pori (kN/m2)
b = lebar irisan (m)
= berat volume tanah (kN/m3)
h = tinggi irisan rata-rata (m)
91
Persamaan factor aman Bishop ini lebih sulit pemakaiannya dibandingkan
dengan metode Fellinius. Lagi pula membutuhkan cara coba-coba (trial and
error), karena nilai factor aman F nampak dikedua sisi persamaannya. Akan
tetapi, cara ini telah terbukti menghasilkan nilai factor aman yang mendekati hasil
hitungan dengan dengan cara lain yang lebih teliti. Untuk mempermudah hitungan
secara manual Gambar 4.6 dapat digunakan untuk menentukan nilai fungsi Mi,
dengan :
(4.31)
Lokasi lingkaran longsor kritis dari metode Bishop (1955), biasanya mendekati
dengan hasil pengamatan di lapangan. Karena itu, walaupun metode Fellinius
lebih mudah, metode Bishop (1955) lebih disukai.
Dalam praktek, diperlukan cara coba-coba dalam menemukan bidang longsor
dengan nilai factor aman yang terkecil. Jika bidang longsor dianggap lingkaran,
maka lebih baik kalau dibuat kotak-kotak di mana tiap titik potong garis-garisnya
merupakan tempat kedudukan pusat lingkaran longsor. Pada titik-titik potong
garis yang merupakan pusat lingkaran longsor, dituliskan nilai factor aman
terkecil pada titik tersebut (Gambar 4.7). Perlu diketahui bahwa pada tiap titik
pusat lingkaran harus dilakukan pula hitungan factor aman untuk menentukan
nilai factor aman yang terkecil dari bidang longsor dengan pusat lingkaran pada
titik tersebut, yaitu dengan cara mengubah jari-jari lingkarannya. Kemudian,
setelah factor aman terkecil pada tiap-tiap titik pada kotaknya diperoleh,
digambarkan garis kontur yang menunjukkan tempat kedudukan dari titik-titik
pusat lingkaran yang mempunyai faktor aman yang sama. Gambar 4.7
menunjukkan contoh kontur-kontur faktor aman yang sama. Dari kontur faktor
aman tersebut dapat ditentukan letak kira-kira dari pusat lingkaran yang
menghasilkan factor aman terkecil.
Hitungan secara manual memerlukan waktu sangat lama. Pada saat ini telah
banyak program-program computer untuk hitungan faktor aman stabilitas lereng.
Contoh soal 4.1
Suatu talud seperti pada Gambar 4.7, tentukan angka keamanan terhadap kelongsoran untuk bidang longsor AC yang dicoba. Gunakan metode irisan.
92
Gambar 4.8 Analisis stabilitas lereng dengan metode irisan
Penyelesaian:Massa yang longsor dibagi menjadi tujuh irisan. Perhitungan yang lain ditunjukkan dalam Tabel 4.2
Tabel 4.2 Hitungan stabilitas talud
Latihan Soal:1. Suatu lereng seperti dalam gambar, control stabilitas lereng bila diketahui
= 17,8 kN./m3, c = 25 kN/m3, φ = 10 dengan menggunakan metode irisan
93H = 6 m
α = 45o
2. Perhatikan gambar dibawah, gunakan metode irisan untuk menghitung angka keamanan bila diketahui hasil percobaan adalah sebagai berikut:
a. n = 1, = 20o, c = 400 lb/ft2, = 15 lb/ft3, H = 40 ft, α = 30o, dan = 70o
b. n = 1, = 15o, c = 18 kN/m2, = 17,5 kN/m3, H = 5 m,α = 30o, dan = 80o
94
α
H
n
1
A
B C
top related