aaaa

Post on 31-Jan-2016

214 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

KELOMPOK 5B

Afri Yanti1113102000081

Fifi Nur Hidayah 1113102000078

Sagita Praja 11131020000

NEGARA, AGAMA DAN WARGA NEGARA

Hubungan Negara dan Agama: Kasus Islam

Hubungan agama dan negara dalam konteks Islam masih menjadi perdebatan.

Pada dasarnya dalam Islam tidak terdapat pemisahan antara agama dan politik.

Politik hanya alat bagi agama untuk mencapai tujuan agama yang luhur.

Umat Islam bebas menganut sistem pemerintahan apapun asalkan dapat menjamin persamaan antara para warga negara dan berpegang pada Islam.

Dalam Al Qur’an (An Nisa: 57-58): 3 kekuasaan dalam negara eksekutif (sulthah tanfidziyah), yudikatif (sulthah qodla’iyah), dan legislatif (sulthah tasyri’iyah).

Ibnu Taimiyah: agama yang benar wajib memiliki buku petunjuk dan “pedang penolong”.

Secara impiris negara ideal mengacu kepada negara Madina.

Integrasi antara negara dan agama tidak mudah diwujudkan karena persoalan kemasyarakatan dan kenegaraan semakin kompleks.

Konsep negara dalam Islam:

1. Kejujuran2. Keadilan3. Persaudaraan4. Menghargai kemajemukan 5. Persamaan6. Permusyawaratan7. Mendahulukan perdamaian8. Kontrol

Klasifikasi Hubungan Islam dan Negara Secara Teoritis

1. Paradigma Integralistik2. Paradigma Simbiotik3. Paradigma Sekularistik

3.a) Polity-Separation Secularization3.b) Polity-Expansion Secularization3.c) Polity-Transvaluation Secularization3.d) Polity-Dominance Secularization

Hubungan Negara dan Agama: Pengalaman Islam Indonesia

Bangkitnya nasionalisme Indonesia (abad ke-20): Islam memainkan peran yang amat menentukan (mata rantai yang menyatukan rasa persatuan nasional menentang kolonialisme Belanda).

Peran aktivisme Islam memudar pada penghujung 1920an.

Pasca kemerdekaan: pertentangan muncul dalam diskursus politik Indonesia (golongan Islam dan golongan nasionalis).

Hubungan Islam dan negara mengalami ketegangan.

Islam mengalami jalan buntu dalam hal poltik dan negara.

Islam dianggap sebagai kekuatan pesaing potensial yang dapat merobohkan landasan negara yang nasionalis.

Partai-partai Islam dijinakkan dan “dilemahkan”.

Mengapa Politik Islam Tidak Diberi Ruang untuk Berkembang?

Islam dipandang sebagai sesuatu yang “monolitik”.

Pemikiran yang tetap didominasi oleh kebutuhan ideologis untuk melegitimasi rezim-rezim masyarakat Islam dewasa ini.

Pandangan mengenai Islam yang legalistik dan formalistik karena kecenderungan ekslusifnya.

Pemahaman keagamaan umat Islam yang berbeda.

Islam dan Negara Orde Baru: dari Antagonis ke akomodatif

Tahun-tahun pertama rezim Orde Baru sangat mengecewakan Islam: Ali Sadikin (gubernur DKI Jakarta yang flamboyan) memperbolehkan judi.

Aktivis politik Islam dicurigai dan dikekang.Aktivis politik Islam dianggap “minoritas”.Perbedaan pendapat apakah negara

bercorak “Islam” atau “nasionalis”.Kelompok Islam dianggap sebagai penentang

asas tunggal Pancasila ciptaan Orde Baru.

Undang-undang perkawinan banyak bertentangan dengan ajaran Islam.

Orde Baru menaikkan status aliran kepercayaan sama dengan agama.

Partai politik Islam terpojok oleh desakan ideologis sehingga PPP mengganti Islam menjadi Pancasila sebagai ideologi dan lambang ka’bah menjadi bintang.

Para pemimpin dan aktivis politik Muslim dianggap seperti “kucing kurap”.

Orba (didominasi kelompok militer): obsesi memperoleh kemenangan mutlak di seluruh wilayah Indonesia dengan melaksanakan langkah-langkah untuk mempengaruhi hasil pemilihan umum politik Islam semakin terdesak.

Kekecewaan religio-politis melahirkan sejumlah insiden kekerasan oleh aktivis Muslim pada pertengahan 1980an: Tanjung Priok.

Islam politik terpinggirkan komunitas santri berhasil memfokuskan potensi dan energi mereka pada wilayah yang memiliki atri strategis: SDM.

Islam dan Negara Pasca-Orde Baru: Bersama Membangun Demokrasi dan Mencegah Disintegrasi Bangsa

Peran Islam bagi proses transformasi demokrasi di Indonesia sangat strategis.

Komitmen suci untuk menjaga Pancasila sebagai dasar NKRI sangat dibutuhkan.

Hubungan negara dan Islam saling keterkaitan satu sama lain.

Negara dan agama adalah dua komponen utama dalam proses pembangunan demokrasi di Indonesia yang berkeadaban.

Membangun demokrasi di Indonesia adalah proses membangun kepercayaan di antara sesama warga negara, warga negara dan negara, maupun negara dan agama.

Pengunduran diri Soeharto mendorong (atau mungkin mengembalikan hak) banyak kaum Muslim untuk merumuskan pemikiran dan aksi politik mereka yang mensyaratkan penggunaan Islam sebagai simbol, identitas maupun ideologis.

Perspektif kelompok Islam: kelahiran kembali parpol Islam merupakan ciri yang paling menonjol dari era reformasi (42 parpol Islam dalam periode 6 bulan, Mei hingga Oktober 1998).

Timbul kekhawatiran non muslim terkait upaya secara legal/konstitusional mengaitkan Islam dengan politik atau sebagai upaya mendirikan sebuah negara yang didasarkan atas prinsip-prinsip Islam.

Tugas setiap muslim: mengartikulasi dan mengekspresikan kepentingan mereka sepanjang tidak merusak konstruk negara bangsa Indonesia dengan menyadari keanekaragaman latar belakang sosial-keagaman Indonesia.

Elite nasional, elite politik, dan keagamaan sudah seharusnya menjalankan “dialog” untuk mencapai penyelesaian yang semestinya.

Referensi

Effendy, Bahtiar. 2009. Islam dan Negara: Transformasi Gagasan dan Praktik Politik Islam di Indonesia. Jakarta: Paramadina.

Ubaedillah, A., dan Rozak, Abdul (Penyunting). 2012. Pendidikan Kewarga[negara]an: Civic Education. Jakarta: ICCE UIN Jakarta.

Kamal, Zainudin, dkk. 2005. Islam Negara dan civil Society: Gerakan dan Pemikiran Islam Kontemporer. Jakarta: Paramadina.

Thank you

top related