abses submandibular
Post on 02-Jan-2016
204 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
A. LAPORAN KASUS
Pendahuluan
Laporan ini dibuat berdasarkan kasus yang diambil dari seorang pasien abses
submandibula dengan trismus. Pasien merupakan seorang perempuan, umur 26 tahun,
alamat Brongkal, yang bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Tanggal : 27 Oktober 2011
I. DATA PRIBADI
Nama : Ny. M
Alamat : Ds. Pagelaran, Brongkal RT/RW 13/04
Umur : 26 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMP sederajat
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Konsul dari : dokter umum Menderita :
II. RIWAYAT KASUS
1. Keluhan Utama : Pasien mengeluh nyeri untuk menelan.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh sakit pada waktu menelan, di sertai dengan kesukaran untuk
membuka mulut. Pasien juga mengeluh nyeri berasal dari bagian rahang bawah
kiri pasien. Keadaan tersebut terjadi semenjak 4 hari yang lalu, sehingga pasien
tidak bisa makan, hanya minum air sedikit- sedikit, pasien merasa tubuhnya
lemas. Pasien merasakan demam di tubuhnya. Sebelumnya pasien berobat ke
dokter umum karena nyeri pada gigi sebelah kiri, kemudian diberikan obat. Akan
1
tetapi nyerinya belum sembuh, dan empat hari yang lalu pasien menyatakan
susah untuk menelan dan membuka mulut.
3. Riwayat Perawatan
a. Gigi : belum pernah melakukan
perwatan gigi sebelumnya.
b. Jar. Lunak R. Mulut dan sekitarnya : belum pernah melakukan
perawatan/ tidak ada kelainan.
4. Riwayat Kesehatan:
Kelainan darah Gangguan Respiratori
Kelainan endokrin Kelainan Imunologi
Gangguan nutrisi Gangguan T. M. J
Kelainan jantung Tekanan Darah
Kelainan kulit/ kelamin Diabetes Melitus
Gangguan pencernaan Lain- lain.
5. Obat- Obatan yang telah/ sedang di jalani :
Sebelumnya pasien meminum obat dari dokter umum, menurut pasien obatnya
terdiri dari 3 macam, berwarna putih dan biru.
6. Keadaan sosial/ Kebiasaan :
Status sosial ekonomi pasien cenderung menengah ke bawah. Pasien mengaku
menggosok gigi 3x perhari.
7. Riwayat Penyakit Keluarga :
a. Riwayat Keluarga dengan Sakit Serupa : Tidak ada kelainan di keluarga
b. Riwayat Kelainan Darah : Tidak ada kelainan di keluarga
c. Riwayat Endokrin : Tidak ada kelainan di keluarga
d. Riwayat Diabetes melitus : Tidak ada kelainan di keluarga
e. Riwayat Kelainan Jantung : Tidak ada kelainan di keluarga
2
-
f. Riwayat Kelainan syaraf : Tidak ada kelainan di keluarga
g. Riwayat Alergi : Tidak ada kelainan di keluarga
III. PEMERIKSAAN KLINIS
1. EKSTRA ORAL
a. Muka : simetris
b. Pipi Kiri : bengkak (+), nyeri tekan (+)
c. Pipi kanan : dalam batas normal
d. Bibir atas : dalam batas normal
e. Bibir bawah : dalam batas normal
f. Sudut mulut : dalam batas normal
g. Kelenjar submandibularis kiri : pembesaran (+), nyeri tekan (+)
h. Kelenjar submandibularis kanan : dalam batas normal
i. Kelenjar sub mentalis : dalam batas normal
j. Kelenjar leher : dalam batas normal
k. Kelenjar sub lingualis : dalam batas normal
l. Kelenjar parotis kanan/kiri : dalam batas normal
m. Lain- lain : dalam batas normal
2. INTRA ORAL
a. Mukosa labial atas : dalam batas normal
Mukosa labial bawah : dalam batas normal
b. Mukosa pipi kiri : hiperemi (+)3
Mukosa pipi kanan : dalam batas normal
c. Bukal fold atas : dalam batas normal
Bukal fold bawah : hiperemi (+)
d. Labial fold atas : dalam batas normal
Labial fold bawah : dalam batas normal
e. Ginggiva rahang atas kiri : hiperemi (+)
Ginggiva rahang bawah kiri : hiperemi (+)
f. Lidah : dalam batas normal
g. Dasar mulut : dalam batas normal
h. Palatum : dalam batas normal
i. Tonsil : dalam batas normal
j. Pharing : dalam batas normal
4
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
V IV III II I I II III IV V
I II III IV VV IV III II I
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
2
Keterangan :
IV. DIAGNOSA SEMENTARA
- Abses submandibularis dengan trismus
- 8 pericoronitis
- 5 radixes
- Calculus di regio anterior bawah
V. RENCANA PERAWATAN
Abses submandibula dengan trismus rawat inap, pro insisi untuk drainase.
- 5 radixes pro ekstraksi
- Calculus diregio anterior bawah pro scaling
1. Pengobatan
- R/ ceftriaxone 2x 1 amp
- R/ ketorolac 2x 1 amp (KP)
- R/ mefinal 500 mg tab No. XV
S 3dd cap 1
5
2. Pemeriksaan Penunjang
Lab. Rotgenologi Mulut/ Radiologi
Lab. Patologi Anatomi
Sitologi
Biopsi
Lab. Mikrobiologi
Bakteriologi
Jamur
Lab. Patologi Klinik
3. Rujukan
Poli Penyakit Dalam
Poli THT
Poli Kulit Kelamin
Poli Syaraf
Poli Bedah
VI. DIAGNOSE AKHIR
- Abses submandibularis dengan trismus
- 8 pericoronitis
- 5 radixes
6
LEMBAR PERAWATAN
Tanggal Elemen Diagnosis Therapi Keterangan
27 Oktober 2011
8
5
Submandibular abses et causa pericoronitis.
Trismus
Radixes
Pro: insisi untuk drainase
R/ ceftriaxone 2x 1 amp
R/ ketorolac 2x 1 amp (KP)
R/ mefinal 500 mg tab No. XV
S 3dd cap 1
Pro ekstraksi
Rawat inap
7
B. TELAAH KASUS
1. Anatomi dan fisiologi kelenjar submandibula
Kelenjar Submandibula adalah sepasang kelenjar yang terletak di rahang
bawah, di atas otot digatrik. Produksi sekresinya adalah campuran serous dan mukous
dan masuk ke mulut melalui duktus Wharton. Walaupun lebih kecil daripada kelenjar
parotis, sekitar 70% saliva di kavum oral diproduksi oleh kelenjar ini, 25% parotis,
8% kelenjar mukosa kecil. Selama merangsang sekresi kelenjar parotid menghasilkan
mayoritas air liur. Kelenjar submandibular dibagi menjadi lobus superfisialis dan
profunda, yang dipisahkan oleh otot mylohyoid.
Gambar 1. Anatomi kelenjar submandibular
Ruang submandibula terdiri dari ruang sub lingual dan ruang sub maksila.
Ruang sublingual dengan ruang sub maksila di pisahkan oleh otot mmylohyoid.
Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi menjadi ruang sub mental dan ruang
submaksila oleh otot digastricus anterior.
8
Gambar 2. Potongan vertikal ruang submandibula
Sekresi sel-sel dari kelenjar submandibular memiliki fungsi yang berbeda.
Sel-sel mukosa adalah yang paling aktif dan karena itu produk utama dari kelenjar
submandibula adalah air liur. Secara khusus, sel-sel serosa menghasilkan amilase
saliva, yang membantu dalam pemecahan pati di mulut. Lendir sel-sel mensekresikan
mucin yang membantu dalam pelumasan dari lobus makanan karena perjalanan
melalui kerongkongan.
2. Abses Submandibula
Definisi
Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pus pada daerah
submandibula. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam
(deep neck infection). Pada umumnya sumber infeksi pada ruang submandibula
berasal dari proses infeksi gigi, dasar mulut, faring, dan kelenjar limfe submandibula.
Mungkin juga infeksi dari ruang dalam leher yang lain.
Akhir-akhir ini abses leher bagian dalam termasuk abses submandibula sudah
semakin jarang dijumpai. Hal ini disebabkan penggunaan antibiotik yang luas dan
kesehatan mulut yang meningkat. Walaupun demikian angka morbiditas yang timbul
akibat abses submandibula masih cukup tinggi sehingga diagnosis dan penanganan
yang cepat dan tepat sangat diperlukan.
Etiologi Abses Submandibula
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe
submandibula. Sebanyak 61% kasus abses submandibula disebabkan oleh infeksi
gigi. Infeksi pada gigi berasal dari gigi molar kedua dan ketiga dari mandibula, jika
apeksnya ditemukan dibawah perlekatan dari muskulus mylohyoid. Infeksi dari gigi
dapat menyebar ke ruang submandibula melalui beberapa jalan yaitu, secara langsung
melalui pinggir mylohyoid, posterior dari ruang sublingual, periostitis dan melalui
ruang mastikor. 9
Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman,
baik aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob yang sering ditemukan
adalah Staphilococcus, Streptococcus sp, Haemofilus influenza, Streptococcus
pneumonia, Moraxtella catarrhalis, Klebsiella sp, dan Neisseria sp. Kuman anaerob
yang sering ditemukan pada abses leher dalam adalah kelompok batang gram negatif,
seperti Bacteroides, Prevotella, maupun Fusobacterium.
Penegakan Diagnosa
Terdapat demam dan nyeri leher disertai pembengkakan di bawah mandibula
dan atau di bawah lidah, mungkin berfluktuasi. Trismus sering ditemukan.
Tabel 1. Gejala klinis pada infeksi leher dalam.
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi material yang
bernanah (purulrnt) dapat dikirim untuk dibiakkan guna uji resisten antibiotik.
2. Radiologis
a. Rotgen jaringan lunak kepala AP
10
b. Rotgen panoramik dilakukan apabila penyebab abses submandibula
berasal dari gigi.
c. Rotgen thoraks perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum,
emphisema subkutis, pendorongan saluran nafas, dan pneumonia akibat
aspirasi abses.
d. Tomografi komputer (CT-Scan) CT scan dengan kontras merupakan
pemeriksaan baku emas pada abses leher dalam. Biasanya gambaran abses
yang tampak adalah lesi dengan hipodens (intensitas rendah), batas yang
lebih jelas, dan kadang ada air fluid level.
Patofisiologi
Infeksi pada ruang ini berasal dari gigi molar kedua dan ketiga dari
mandibula, jika apeksnya ditemukan di bawah perlekatan dari muskulus mylohyoid.
Infeksi dari gigi dapat menyebar ke ruang submandibula melalui beberapa jalan yaitu
secara langsung melalui pinggir mylohyoid.
Adanya infeksi menyebabkan terjadinya vasodilatasi (pelebaran) pembuluh darah
( Rubor ). Akibat pelebaran pembuluh darah ini, aliran darah akan meningkat
sehingga menimbulkan panas pada jaringan yang terluka ( Kalor ). Sel-sel darah putih
yang merupakan pertahanan tubuh dalalm melawan infeksi, bergerak kedalam rongga
tersebut, dan setelah menelan bakteri.sel darah putih akan mati, sel darah putih yang
mati inilah yang membentuk nanah yang mengisis rongga tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan terdorong, pada
akhirnya tumbuh di sekliling abses dan menjadi dinding pembatas. Abses hal ini
merupakan mekanisme tubuh mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut jika suatu
abses pecah di dalam tubuh maka infeksi bisa menyebar kedalam tubuh maupun
dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses.
Dinding pembuluh darah menjadi lebih permeable sehingga zat antibodi dan
cairan yang mengandung protein dapat keluar dari pembuluh darah dan masuk ke
11
jaringan sekitar luka. Akibat masuknya cairan ke jaringan menyebabkan terjadinya
edema ( Tumor ). Cairan ini akan mendesak saraf-saraf disekitarnya dan
menimbulkan rasa nyeri ( Dolor ). Akibat dari itu semua, maka fungsi dari bagian
badan itu terganggu ( Fungsiolaesa ). Cairan yang terjadi pada proses radang ini
disebut eksudat, sedangkan proses keluarnya eksudat dari pembuluh darah di sebut
eksudasi. Proses radang tersebut di atas merupakan perlawanan tubuh terhadap
rangsangan yang berasal dari dalam dan luar tubuh.
Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan pada abses submandibula adalah:
1. Antibiotik (parenteral).
Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab, uji
kepekaan perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara parenteral sebaiknya
diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik kombinasi
(mencakup terhadap kuman aerob dan aerob, gram positif dan gram negatif) adalah
pilihan terbaik mengingat kuman penyebabnya adalah campuran dari berbagai
kuman. Secara empiris kombinasi ceftriaxone dengan metronidazole masih cukup
baik. Setelah hasil uji sensitivitas kultur pus telah didapat pemberian antibiotik dapat
disesuaikan.
Berdasarkan uji kepekaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas tinggi
terhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone, ceftriaxone, yaitu lebih
dari 70% . Metronidazole dan klindamisin angka sensitifitasnya masih tinggi terutama
untuk kuman anaerob gram negatif. Antibiotik biasanya dilakukan selama lebih
kurang 10 hari.
2. Bila abses telah terbentuk, maka evakuai abses dapat dilakukan. Evakuasi
abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi
atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi dibuat pada
tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hioid, tergantung letak dan luas
12
abses. Bila abses belum terbentuk, dilakukan penatalaksanaan secara konservatif
dengan antibiotik IV, setelah abses terbentuk (biasanya dalam 48-72 jam) maka
evakuasi abses dapat dilakukan.
3. Mengingat adanya kemungkinan sumbatan jalan nafas, maka tindakan
trakeostomi perlu dipertimbangkan.
Komplikasi
Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen, atau langsung
(perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibularis paling sering
meluas ke ruang parafaring karena pembatas antara ruang ini cukup tipis. Perluasan
ini dapat secara langsung atau melalui ruang mastikor melalui muskulus pterygoid
medial kemudian ke parafaring. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah
potensial lainnya.
Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, kebawah
menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum menyebabkan mediastinitis.
Abses juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh
karotis mengalami nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehingga terjadi perdarahan yang
hebat, bila terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis dan
septikemia.
Prognosis
Pada umumnya prognosis abses submandibula baik apabila dapat didiagnosis
secara dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi tidak terjadi. Pada fase
awal dimana abses masih kecil maka tindakan insisi dan pemberian aantibiotika yang
tepat dan adekuat menghasilkan penyembuhan yang sempurna. Apabila telah terjadi
mediastinitis, angka mortalitas mencapai 40-50% walaupun dengan pemberian
antibiotik. Ruptur arteri karotis mempunyai angka mortalitas 20-40% sedangkan
trombosis vena jugularis mempunyai angka mortalitas 60%.
13
3. Trismus
Trismus merupakan ketidakmampuan untuk membuka mulut. Trismus
disebabkan gangguan pada saraf trigeminus, terutama spasme pada otot mastikator
sehingga menyebabkan kesulitan dalam membuka mulut. Keterbatasan dalam
membuka mulut dapat menimbulkan masalah terhadap kesehatan, termasuk di
dalamnya kekurangan zat-zat nutrisi akibat gangguan mengunyah makanan,
gangguan dalam berbicara, dan pengaruhnya terhadap kesehatan mulut dan gigi.
Hambatan dari pegerakan rahang tersebut secara garis besar disebabkan oleh
trauma, terapi radiasi, pembedahan dan berbagai gangguan pada sambungan rahang
lainnya. Hal ini terjadi akibat kerusakan pada otot rahang, kerusakan pada sambungan
rahang, pertumbuhan jaringan ikat yang terlalu cepat (pembentukan jaringan parut),
Atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut.
Berdasarkan proses diatas maka etiologi dari trismus dapat dibagi 2 yaitu:
1. Faktor eksternal
Neoplasma pada rahang
Infeksi akut
Penyakit Sistemik (SLE, Skleroderma dan penyakit sistemik lainya
Pseudoankylosis
Luka bakar
Atau berbagai trauma lainnya yang mengenai otot-otot rahang.
2. Faktor internal
Ankylosis tulang pada sambungan rahang
Ankylosis jaringan ikat pada sambungan rahang
14
Artristis
Infeksi
Trauma
Mikro trauma
Gangguan SSP (tetanus, lesi pada nervus trigeminal dan keracunan obat)
3. Faktor Iatrogenik
Paska Odontektomi Molar Ketiga
Injeksi Yang Dilakukan Saat Anestesi
Pengaruh dari fiksasi intermaksilaris setelah fiksasi terjadinya fraktur atau
trauma.
Otot mastikasi atau pengunyah terdiri dari otot temporalis, masseter, pterygoid
medial dan pterygoid lateral. Masing-masing otot memiliki peranan tersendiri dalam
proses mengunyah, dan saat terjadi kerusakan pada otot tersebut akan menimbulkan
15
rasa nyeri, keadaan ini disebut dengan muscle guarding yaitu penegangan pada otot
yang timbul sebagai kompensasi terhadap nyeri yang timbul pada otot tersebut. Nyeri
ini akan menyebabkan otot akan berkontraksi, dan menyebabkan berkurangnya lebar
pembukaan mulut yang dapat dihasilkan oleh gerakan otot mastikasi. Kontraksi ini
merupakan suatu gerakan reflek, sehingga penderita tidak dapat mengontrolnya.
Setiap tindakan yang dipaksakan untuk meregangkan otot tersebut akan menimbulkan
kontraksi yang makin kuat. Untuk melakukan terapi pada penderita trismus lebih
efisien dilakukan dengan melakukan gerakan halus dan perlahan.
Patogenesis lainya adalah gangguan pada temporomandibular joint.
Sebagaimana sendi-sendi lainnya di dalam tubuh, temporomandibular joint
merupakan tempat yang sering mengalami artritis maupun penyakit degenerasi sendi.
Pada regio ini juga sering terjadi trauma yang menimbulkan hemartrosis, dislokasi,
fraktur prosessus condylaris dan disini juga terdapat diskus intraartikularis, maka
fungsi sendi bisa berjalan dengan baik bila terdapat keserasian antara unsur-unsur
tulang dan diskus dari sendi. Pergerakan yang harmonis antara sendi bilateral juga
penting untuk berfungsinya mandibula secara normal. Dengan kata lain gangguan
pada tempat tersebut akan dapat menyebabkan terjadinya gangguan dalam membuka
mulut atau rahang disamping rasa nyeri yang timbul saat melakukan gerakan.
Penanganan sedini mungkin akan dapat meminimalisasi gangguan di atas.
Pergerakan pasif yang dilakukan beberapa kali sehari akan lebih efektif dibandingkan
dengan melakukan peregangan secara statis. Penelitian yang baru-baru ini dilakukan
oleh Universitas Pittsburgh memperlihatkan bahwa pergerakan pasif memberikan
hasil yang signifikan dalam mengurangi inflamasi dan nyeri.
Terdapat bermacam-macam alat yang digunakan untuk tujuan diatas, selain cara
manual dengan menggunakan jari. Peralatan tersebut bermacam-macam bentuknya
mulai bentuk kerangka, pegas yang ditempatkan diatara gigi, sekrup dan katup
hidrolik yang ditempatkan diantara gigi. Tetapi perangkat yang paling banyak
digunakan saat ini adalah penekan lidah, yang membuat mulut selalu terbuka.
16
4. Pericoronitis
Pericoronitis adalah suatu peradangan pada gusi di sekitar mahkota dari gigi yang
sedang mengalami erupsi sebagian. Definisi lain menyebutkan bahwa pericoronitis
merupakan peradangan jaringan lunak di sekeliling gigi yang akan erupsi. Apabila
suda timbul pernanahan maka disebut abses perikoronal.
Pericoronitis paling sering terjadi pada erupsi gigi molar ketiga yang biasa terjadi
pada akhir masa remaja atau pada awal usia 20 tahun. Perikoronitis merupakan suatu
kondisi yang umum terjadi pada molar impaksi dan cenderung muncuk berulang, bila
molar belum erupsi sempurna. Akibatnya dapat terjadi destruksi tulang diamtara gigi
molar dan geraham depannya.
Faktor resiko perikoronitis :
- Keadaan dimana gigi sedang mengalami erupsi
- Terbentuknya lapisan gusi karena erupsi gigi
- Keadaan gigi yang bersinggungan dengan jaringan perikoronal gigi yang tidak
erupsi/erupsi sebagian
- Riwayat perikoronitis sebelumnya
- Higiene oral yang bururk.
Patogenesis
Proses inflamasi pada perikoronitis terjadi karena terkumpulnya debris dan
bakteri di saku gusi perikoronal gigi yang sedang erupsi atau impaksi. Adanya
akumulasi dari plak dan sisa-sisa makanan sulit diraih saat membersihkan gigi. Pada
saku gigi perikoronal ini akan terjadi proses inflamasi akut dengan gejala-gejala
inflamasi, sedangkan bila proses inflamasi kronis bisa timbul gejala ataupun tanpa
gejala. Apabila debris dan bakteri terperangkap jauh ke dalam saku gusi perikoronal
17
maka akan terbentuk abses. Inflamasi juga bisa terjadi karena trauma yang dihasilkan
dari erupsi gigi molar rahang atas.
Penatalaksanaan
Fokus perawatan adalah menanggulangi infeksi. Namun strategi perawatan
tergantung dari dua faktor, pertama dari beratnya infeksi dan yang kedua penyebaran
dari infeksi tersebut. Untuk infeksi yang telah menyebar ke KGB atau rongga fasialis
maka membutuhkan terapi yang lebih ekstensif.
Perikoronitis yang terlokalisir dan dalam tahap ringan sedang dapat di tangani
secara konservatif yaitu dengan debridemen dan drainase dari pericoronal pocket. Jik
terdapat abses maka harus dilakukan drainase yang dilakukan dengan cara insisi.
Monitoring paska perawatan diperlukan untuk memastikan resolusi dari fase akut.
Setelah itu perlu dilakukan koreksi secara operatif, salah satunya dengan reseksi
jaringan perikoronal untuk mencegah berulangnya infeksi.
Jika gigi yan terkena dianggap tidak dapat digunakan karena malposisi atau
alasan lain ekstraksi biasanya dianggap perlu untuk dilakukan. Bila perikoronitis
terbatas dan tidak terbentuk abses, maka dapat langsung dilakukan ekstraksi atau di
tunggu sampai fase akut terleawati tapi apabila terdapat pus sebelumnya dilakukan
irigasi dan drainase, dan dalam keadaan gawat darurat perlu diberikan antibiotik
profilaksis.
18
top related