acara 1 tlpb revisi
Post on 13-Aug-2015
103 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
ACARA 1
PEMBUATAN DENAH DAN PENILAIAN TATA LETAK
AWAL
KELOMPOK A6
ANGGOTA
Febriana Kumala D. 11/311492/TP/09950
Arief Maharani 11/311591/TP/09963
Riska Dian Nur L. 11/311902/TP/09980
Devira Setyastuti 11/312278/TP/10006
Co. Ass
Ciptaning Cahyaningrum
LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tata letak mesin pabrik merupakan suatu landasan utama dalam dunia industri
sehingga sudah tidak perlu dibuktikan lagi bahwa setiap perusahaan/pabrik pasti
membutuhkan tata letak mesin dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya.
Perencanaaan tata letak mesin sangat diperlukan karena tata letak yang baik merupakan suatu
harga mati bagi kelangsungan suatu pabrik. Karena pentingnya tata letak mesin yang akan
digunakan harus dirancang dengan baik, sehingga para pekerja dapat bekerja dengan efektif
dan efisien. Jika suatu pabrik bekerja tanpa ada tata letak mesin yang baik, tentu saja proses
produksi dalam pabrik akan terganggu sehingga mengakibatkan kerugian bagi pabrik itu
sendiri. Hal ini membuat peralatan produksi yang canggih dan mahal harganya akan tidak
berarti apa-apa apabila perencanaan tata letak mesin dilakukan sembarang saja. Untuk
mencapai optimasi produksi, dibutuhkan suatu penataan letak mesin produksi secara tepat
pada pabrik.
Tata letak berhubungan dengan perencanaaan penyusunan fasilitas fisik serta jumlah
kebutuhan tenaga kerja dalam menghasilkan suatu produk, tata letak berperan dalam
membentuk aliran material ataupun tenaga kerja menjadi lancar dan minimum sehingga
proses produksi dapat berlangsung efisien. Perencanaan tata letak yang baik merupakan
bagian yang penting untuk menentukan efisiensi sebuah aktivitas usaha jangka panjang.
Perencanaan tata letak memiliki banyak dampak strategis karena menentukan daya saing
perusahaan dalam hal kapasitas, proses, fleksibilitas dan biaya, serta kualitas lingkungan
kerja, hubungan dengan pelanggan, dan citra industri.
Industri pangan seperti industri kerupuk dalam skala besar merupakan industri yang
membutuhkan tempat yang luas, sehingga dibutuhkan pabrik yang memiliki tata letak yang
baik agar efektivitas produksi berjalan optimal. Kerupuk adalah jenis pangan yang digemari
di Indonesia. Berbagai kalangan menyukai jenis pangan ini baik golongan rendah maupun
golongan yang tinggi. Kerupuk sangat beragam dalam bentuk, ukuran, bau, warna, rasa,
kerenyahan, ketebalan dan nilai gizinya. Perbedaan ini bisa disebabkan pengaruh budaya
daerah penghasil kerupuk, bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan serta alat dan
cara pengolahannya.
Oleh karena itu praktikan melakukan penilaian terhadap denah dan tata letak awal
industri Kerupuk Subur. Dengan mengetahui denah dan tata letak awal industri tersebut, maka
praktikan dapat melakukan evaluasi tata letak indutri tersebut sehingga diharapkan tata letak
industri yang menjadi objek kajian memiliki kriteria tata letak yang baik serta memudahkan
para pekerja melakukan aktivitas produksi agar berjalan dengan lancar.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum tata letak dan penanganan bahan acara 1 yang berjudul
Pembuatan Denah dan Penilaian Tata Letak adalah :
1. Praktikan dapat menggambarkan tata letak awal suatu industri.
2. Praktikan dapat menilai tata letak suatu industri.
3. Praktikan dapat mendeskripsikan (memberikan gambaran) mengenai kondisi umum
industri yang digunakan sebagai obyek kajian.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Sebuah perencanaan yang sistematis memiliki pemikiran dan cakupan semua keadaan
teknis dan praktik serta proses yang semuanya secara fungsional dapat membentuk
komponen-komponen bangunan. Peninjauan lokasi haruslah disertai dengan perencanaan,
yaitu sebagai berikut (Tjahjadi, 2002):
1. Denah/letak
2. Bahan baku, pemasaran dan tenaga kerja
Pengaruh untuk posisi lokasi bangunan industri yang berorientasi oleh faktor-faktor berikut
antara lain bahan mentah, transportasi dan biaya operasional.
3. Bidang tanah
Kebutuhan tanah ditentukan oleh kebutuhan luas, bangunan, jalan, dan jalur sirkulasi.
4. Perencanaan ruang
Perencanaan ruang meliputi keterangan sebagai berikut antara lain jenis kebutuhan
besarnya ruangan sesuai dengan pencahayaan, jumlah ruang kerja dipisahkan menurut
ruang sanitasinya, dan perencanaan penempatan mesin.
5. Perencanaan bangunan
Pemikiran untuk perencanaan sebuah bangunan harus direncanakan dengan penggambaran.
Proses produksi diketahui dari pengamatan hasil produksi setiap tahunnya atau dari jumlah
tenaga kerja.
Denah atau plan berasal dari kata latin planum yang berarti dasar, sedangkan arti lebih
jauh dari lantai denah adalah penampang potongan horisontal dari suatu obyek/bangunan,
yang potongannya terletak pada ketinggian 1,00 m dari atas lantai ruangan dalam bangunan.
Denah mencerminkan skema organisasi kegiatan dalam bangunan dan merupakan unsur
penentu bentuk bangunan. Denah berguna untuk mengungkapkan banyak hal, seperti ruang
sirkulasi dengan ruang untuk beraktivitas dan hubunganya baik antar ruang di dalam
bangunan maupun diluar bangunan yang masih terletak di dalam tapak, yang secara
keseluruhan memberi makna bagi bangunan tersebut. Menempatkan gambar denah pada suatu
tapak dalam bidang gambar mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu (Anonim, 2013) :
1. Posisi arah utara, umumnya menghadap ke atas.
2. Posisi jalan, sebagai orientasi pencapaian ke tapak, umumnya ditempatkan dibagian bawah
bidang gambar dengan layout bangunan yang dominan ortografis dan sejajar terhadap
bidang bawah gambar.
Gambar denah menggambarkan bentuk bangunan yang dilihat dari atas. Biasanya
gambar denah menggambarkan baggian bangunan secara utuh. Selain itu, juga bisa
digambarkan setiap bagian bangunan, misalnya denah atap, denah pondasi, dan sebagainya.
Berikut volume material yang dapat dihitung berdasarkan gambar (K. Susanta dan Danang,
2007):
1. Volume galian tanah (diukur panjangnya).
2. Volume pondasi pasangna batu belah (diukur panjangnya).
3. Volume sloof beton (diukur panjangnya).
4. Volume kolom beton atau tiang kayu (dihitung jumlahnya).
5. Volume pasangan bata (dihitung panjangnya).
6. Jumlah pintu, jendela, angin-angin dan asesorinya.
7. Luas lantai dan plafon.
8. Jumlah peralatan sanitasi air (kloset, wastafel, bak, kran, dan lain-lain).
Sebuah denah atau sket lokasi juga tidak dapat disebut sebagai peta, apabila skala
detail yang satu dan lainnnya tidak seragam, misalnya untuk menggambarkan jarak 10 km di
gambar dengan panjang 10 cm, sedangkan jarak 100 m digambarkan 3 cm, sekadar untuk
pencapaian lokasi (Yulianto, 2003).
Tata letak pabrik merupakan salah satu bagian terbesar dari suatu studi perancangan
fasilitas (facilities design). Facilities design sendiri terdiri dari pelokasian pabrik (plant
location) dan perancangan gedung (building design) dimana sebagaimana diketahui bahwa
antara tata letak pabrik (plant layout) dengan penanganan material (material handling) saling
berkaitan erat (Meyers, 2005).
Dalam suatu pabrik banyak dijumpai berbagai macam fasilitas produksi agar suatu
kegiatan operasional produksi dapat berjalan dengan lancar, baik berupa mesin, peralatan
produksi, pekerja dan fasilitas penunjang lainnya yang harus disediakan dan ditermpatkan
pada tempat masing-masing agar berfungsi secara optimal. Perencanaan tata letak pabrik akan
senantiasa diperlukan oleh perusahaan (Wignojoesoebroto, 2009).
Menyatukan tata letak yang efektif bukan merupakan proses yang asal saja. Ergonomi,
ilmu menyelaraskan pekerjaan dengan lingkungan kerja untuk semakin memperkuat
karyawan dan menyesuaikan dengan kebutuhan pelanggan, merupakan bagian integral dari
desain yang berhasil. Sebagai contoh, kursi, meja dan tinggi meja yang membuat karyawan
merasa nyaman dalam bekerja dapat membantu mereka menjalankan pekerjaan secara lebih
cepat dan lebih mudah. Para perancang mengatakan bahwa pencahyaan yang lebih terang,
akustik yang lebih baik, dan kontrol iklim yang menguntungkan bagi pekerja (Zimmerer,
2008).
Industri manufaktur selalu berada dalam persaingan yang ketat. Menghadapi kondisi
ini, dimana variasi produk tinggi, daur hidup produk yang pendek, permintaan yang berubah-
ubah, dan adanya tuntutan dalam hal pengiriman yang tepat waktu, menyebabkan perusahaan
memerlukan strategi untuk meningkatkan efisiensi dalam menggunakan fasilitas. Suatu sistem
manufaktur harus dapat menghasilkan produk-produk dengan ongkos yang rendah dan
kualitas tinggi, serta dapat mengirimkannya tepat waktu kepada pelanggan. Suatu sistem juga
harus dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, baik dari
perancangan proses maupun permintaan produk. Salah satu cara yang dapat dilakukan
perusahaan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan merancang tata letak pabrik atau
melakukan konfigurasi ulang tata letak pabrik (Rainbow, 2010).
Tata letak yang baik memiliki beberapa kriteria yang jelas dan dapat dilihat bahkan
dari suatu pengamatan yang dilakukan, tanda-tanda tata letak yang baik adalah pola airan
bahan terencana, aliran lurus, langkah balik minimum, jarak perpindahan minimum, operasi
pertama dekat dengan penerimaan, operasi terakhir dekat dengan pengiriman, pemakaian
lantai produksi maksimum, barang setengah jadi minimum, bahan di tengah proses sedikit,
pemindahan barang sedikit, pembuangan skrap sedikit dan ruang penyimpanan cukup.
Sedangkan ciri-ciri tata letak yang buruk berlawanan dengan yang telah disebutkan di atas,
seperti pola aliran bahan yang tidak terencana, aliran berbelok-belok (tidak lurus), jarak
perpindahan bahan panjang, banyaknya skrap, operasi petama tidak dekat dengan penerimaan
bahan. Penempatan tata letak yang baik dapat memudahkan proses manufaktur,
meminimumkan pemindahan bahan, menurunkan penanaman modal dalam peralatan serta
menghemat pemakaian tenaga kerja (Anonim, 2013).
BAB III. METODE PRAKTIKUM
Denah dibuat menggunakan skala 1:100
Panjang dan lebar seluruh area industri
diukur dari area tanah yang digunakan
maupun yang tersisa
Seluruh ruangan dan masing-masing area
stasiun kerja diukur
Hasil pengukuran digambar pada kertas A4
dengan skala yang sesuai
Penggambaran denah dilakukan
Lokasi digambar sesuai dengan arah mata
angin, Utara digambar arah atas. Dinding
luar bangunan digambara dengan garis tebal.
Dinding batas antar ruang digambar dengan
garis agak tebal. Area kerja tanpa batas
ruang digambarkan dengan garis putus-
putus.
Ruang diberi nama dan keterangan.
Skala dicantumkan di bagian bawah gambar.
Penilaian dilakukan terhadap tata letak
fasilitas yang ada di industri yang diamati
dengan menggunakan lembar periksa yang
nantinya dihitung total bobot x skor. Di
lakukan perbandingan hasil nilai tata letak
yang baru di acara 10
Mendeskripsikan industri yang menyangkut
bidang usaha, kapasitas produksi, rencana
masa depan, jumlah tenaga kerja dan
spesifikasi, proses produksi, jam kerja, alasan
pemakaian ruang, sistem pembagian kerja,
system penyimpanan barang, cara
penanganan bahan, alat pemindah bahan, dll
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Denah Tata Letak dengan Skala
Keterangan:
Huruf
A = Area penyimpanan bahan baku dan pencampuran bahan
B = Area penggilingan, pengepresan dan pencetakan bahan
C = Area pengukusan
D = Area penggorengan dan pencetakan
E = Area pengovenan
F = Area penjemuran bagian depan
G = Area penjemuran bagian belakang
H = Tempat penyimpanan kayu
Angka
1 = Bak pencucian bahan-bahan yang akan digunakan
2 = Tungku
3 = Bak pencampuran bahan
4 = Mesin penggiling adonan
5 = Mesin pengepres adonan
6 = Meja tunggu
7 = Mesin pencetak/Bosan I
8 = Ketel uap
9 = Tempat penirisan
10 = Wajan penggorengan II
11 = Wajan penggorengan I
12 = Mesin pencetak/Bosan II
13 = Tempat kerupuk yang dikeluarkan dari oven
14 = Oven
15 = Tempat penyimpanan kerupuk yang telah dijemur
16 = Timbangan (untuk menimbang tepung dalam karung)
2. Deskripsi Industri
a. Gambaran umum industri
Nama industri : Kerupuk subur
Lokasi : Jalan Janti Gg. Nuri 66 Gedong Kuning, Banguntapan , Bantul
Pendiri : Bapak Syair Hidayat
b. Bahan baku : 60 kg tepung kanji
Bahan tambahan :
300 liter air
16 kg garam
5 kg bawang putih
4 kg ikan laut
Penyedap rasa
c. Ruang / Area kerja
Ruang penyimpanan bahan baku dekat dengan penerimaan bahan baku dan
stasiun kerja 1.
Lokasi pencetakan jadi satu dengan pengadukan bahan dan pengukusan.
Area penjemuran dekat dengan proses produksi dan jalurnya lurus.
Tempat pengovenan dekat dengan timbangan, penggorengan dan rombong untuk
memudahkan proses berikutnya.
d. Alat dan mesin
Kapasitas maksimum alat dan mesin yang digunakan adalah untuk 60 kg bahan
adonan.
Stasiun kerja 1 :
- Timbangan
- Ember
- Dandang
- Tungku
- Bak penampung
- Pengaduk
- Kayu bakar
Stasiun kerja 2 :
- Mesin molen
- Meja
- Mesin pengepresan
- karung
Stasiun kerja 3 :
- Strimin
- Bossan
- Keranjang
- Rak kecil
Stasiun kerja 4 :
- Ketel uap
- Papan penjemur
- Kayu bakar
Stasiun kerja 5 :
- Papan penjemur
- Oven
- Gas
Stasiun kerja 6 :
- Bak penyimpanan bahan
setengah jadi
Stasiun kerja 7 :
- Wajan
- Tungku
- Kayu bakar
- Gayung
- Ember
- Alat penirisan
Stasiun kerja 8 :
- Rombong
- Plastik besar
3. Form Penilaian Tata Letak
LEMBAR PERIKSA PENILAIAN KAPASITAS
Nama Industri: Kerupuk Subur
Tanggal penilaian : Sabtu, 2 Maret 2013
Alamat Industri :Jalan Janti Gg. Nuri 66 Gedong Kuning, Banguntapan, Bantul
Dinilai oleh : Kelompok A6
Skor penilaian: 1. Sangat kurang, 2. Kurang, 3. Bagus, 4. Sangat bagus
Hasil Penilaian akhir = bobot x skor
Kriteria Bobot Skor
Bobot
x
Skor
Keterangan
I. ALIRAN BAHAN
• pola aliran terencana 0,07 3 0,21 proses aliran sudah berurutan
• aliran bahan lurus 0,05 2 0,1 penempatan 1 mesin yang kurang
tepat
• langah balik minimum 0,06 3 0,18 karena sudah seminimum mungkin
• keterkaitan kegiatan
terencana 0,06 3 0,18
sudah seusai dengan pola aliran
terencana dan saling kerekaitan
II. PEMINDAHAN BAHAN
• frekuensi pemindahan
minimum 0,05 1 0,05 terlalu banyak proses pemindahan
• metode terencana 0,05 2 0,1 perlu adanya alat pemindah
• alat pemindahan sesuai 0,05 1 0,05 karena pemindahan secara manual
• jarak minimum 0,05 2 0,1 karena ada 1 mesin letaknya jauh
• digabung dengan proses 0,05 2 0,1 karena beberapa proses pemindahan
belum digabung dengan proses
• bergerak dari penerima
menuju pengiriman 0,04 3 0,12 karena sudah sesuai
III. RUANG
• gang lurus 0,05 3 0,15 karena sudah sesuai
• pemakaian ruang maksimum 0,04 2 0,08 masih terdapat ruang kosong
• ruang penyimpanan
mencukupi 0,05 3 0,15 karena kerupuk sudah tertampung
• ruang antar peralatan
mencukupi 0,05 2 0,1
karena mesin terlalu dekat dengan
tembok, sehingga mesin sulit untuk
diberishkan
• direncanakan untuk perluasan 0,03 2 0,06 tidak diperlukannya perluasan
IV. PROSES PRODUKSI
• operasi pertama dekat dengan
penerimaan 0,04 4 0,16
bahan baku dekat denganstasiun
kerja 1
• operasi terakhir dekat dengan
pengiriman 0,04 3 0,12
kerupuk yang sudah jadi dekat
dengan rombong
• penyimpanan di tempat
pemakaian 0,03 3 0,09
rombong digunakan untuk
penyimpanan dan distribusi
• bahan setengah jadi minimum 0,03 2 0,06 banyaknya stock bahan setengah jadi
•
waktu produksi total hampir
seluruhnya merupakan waktu
pemrosesan
0,03 3 0,09 hampir seluruhnya waktu
pemrosesan
•
penempatan bagian
penerimaan dan pengiriman
yang pantas
0,02 3 0,06 tempat sudah sesuai dengan
penerimaan dan pengiriman
V. LAIN-LAIN
• pelayanan pekerja memadai 0,02 3 0,06 pekerja mendapatkan fasilitas yang
memadai
• pengendalian kebisingan,
kotoran, debu dsb 0,02 1 0,02
terdapat banyak kotoran dan debu
yang tidak dibersihkan
• pembuangan bahan sisa 0,02 2 0,04 masih banyak terdapat barang sisa
minimum
Jumlah 1 58 2,43
B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami mengunjungi sebuah usaha kecil menengah yang
potensial salah satunya adalah Usaha Kerupuk Subur yang dikelola oleh Bapak Syair
Hidayat. Lokasi industri tersebut berada di Jalan Janti Gg. Nuri 66 Gedong Kuning,
Banguntapan, Bantul , Yogyakarta. Awalnya usaha kerupuk ini merupakan usaha keluarga
yang mulai dirintis pada tahun 1965 di Jomblang kemudian pindah pada tahun 1970 di
Gedong Kuning, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Usaha tersebut dirintis dengan modal
awal sekitar 3 juta rupiah. Dengan modal tersebut sudah dapat membeli alat produksi seperti
mesin press, oven dan penggilingan. Saat ini untuk tiap harinya usaha kerupuk usaha mampu
memproduksi hingga kurang lebih 30.000 biji kerupuk. Proses memproduksi kerupuk subur
memakan waktu sekitar 36 jam. Mulai dari pencampuran bahan secara manual, penggilingan,
pengepresan, pencetakan, pengukusan, penjemuran sampai penggorengan. Proses penjemuran
sangat vital dalam produksi kerupuk , karena dengan penjemuran dibawah matahari yang
baik akan membuat kerupuk kering merata. Apabila hujan turun proses pengeringan
dilakukan dengan menggunakan oven. Kerupuk yang sudah kering diletakkan pada tempat
yang tingkat kelembapannya rendah. Sebagian kerupuk digoreng, kemudian disimpan dalam
rombong yang nantinya akan dibeli oleh para pengecer. Kerupuk yang diproduksi dijual
secara eceran dengan 4 harga sesuai ukurannya. Untuk kerupuk ukuran kecil dijual seharga
Rp. 150 per biji sedangkan untuk kerupuk ukuran besar dijual seharga Rp. 300 per biji.
Proses produksi yang dilakukan pada industri kerupuk antara lain:
a. Stasiun kerja 1
Persiapan bahan baku
Bahan-bahan diperlukan dalam pembuatan kerupuk “Subur” adalah tepung
kanji dengan kualitas baik , tepung kanji dengan kualitas sedang, garam, bawang,
penyedap rasa , dan air. Air yang digunakan disini adalah air sumur yang telah
direbus hingga mencapai suhu 100oC menggunakan dandang dan tungku yang
berbahan bakar kayu bakar. Proses penimbangan bahan dilakukan menggunakan
timbangan besar sesuai dengan komposisi bahan dalam satu kali produksi.
b. Stasiun kerja 2
Pencampuran bahan
Pencampuran bahan dilakukan didalam bak berbentuk balok yang terbuat
dari papan kayu dan pengadukan yang terbuat dari kayu. Proses pencampuran
bahan dimulai dengan pencampuran bahan padat dilakukan pengadukan yang
dilanjutkan proses pencampuran air bersuhu 1000C. Untuk mendapatkan air
dengan suhu 1000C diperlukan waktu perebusan selama 1,5 jam dengan 1
operator yang melakukan inspeksi terhadap proses perebusan air sampai air
mendidih yang kemudian menuangkan air rebusan tersebut ke dalam
adonan.Pencampuran air dalam bahan dilakukan sedikit demi sedikit supaya
adonan tercampur rata. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya
penggumpalan adonan pada saat proses pencampuran bahan. Proses pengadukan
dilakukan oleh 2 operator yang mengaduk adonan hingga menjadi bubur kanji
selama 0,5 jam.
c. Stasiun kerja 3
Penggilingan bubur kanji
Setelah adonan menjadi bubur kanji, bubur kanji dipindahkan ke dalam
mesin penggiling atau sering disebut dengan molen. Proses pemindahan bubur
kanji dari bak penampung ke molen dilakukan menggunakan ember berukuran
sedang. Sedangkan bak penampung bubur kanji tidak dilakukan proses
pembersihan karena bak penampung bubur kanji akan digunakan untuk proses
berikutnya. Hal ini dilakukan untuk memangkas biaya produksi dan waktu
produksi. Setelah bubur kanji dipindahkan ke molen maka dilakukan proses
penggilingan selama 40 menit hingga bubur kanji menjadi kalis. Proses ini
dilakukan oleh 1 operator untuk memindahkan adonan dan mengawasi tingkat
kekalisan adonan. Apabila adonan kurang kalis maka ditambahkan tepung kanji
lagi. Setelah adonan bubur kanji telah menjadi kalis, maka adonan dipindahkan ke
meja tunggu. Proses pemindahan
Proses pengepresan
Adonan yang telah kalis, dilakukan proses pengepresan dengan alat press
untuk mencapai tingkat ketebalan adonan dengan sebesar 1 cm. Proses
pengepresan dilakukan pengulangan sebanyak 3 sampai 5 kali. Kegiatan ini
dilakukan untuk mempermudah pada saat proses pencetakan.
d. Stasiun kerja 4
Proses pencetakan
Adonan yang telah dipress kemudian dimasukkan ke dalam selongsong
yang terdapat pada mesin pencetak kerupuk/bosan. Operator 1 menaruh alas
strimin silikon, sedangkan operator 2 menyortir hasil cetakan kerupuk dan
menatanya di atas keranjang. Cetakan kerupuk yang gagal kembali dipress dan
dicetak lagi. Dalam 1 jam mesin pencetak kerupuk/bosan ini dapat mencetak 1000
kerupuk dalam ukuran kecil dan 500 kerupuk dalam ukuran besar.
Proses Penyortiran
Setelah dilakukan proses pencentakan terdapat hasil cetakan yang kurang
baik atau terjadi kecacatan produk. Maka hasil cetakan yang gagal tersebut disortir
kemudian dilakukan pengepressan kembali. Hal ini dilakukan untuk melakukan
proses pencetakan ulang kembali agar tidak ada adonan yang terbuang atau
menjadi produk sisa.
e. Stasiun kerja 5
Proses pengukusan
Setelah adonan dicetak, kemudian dilakukan proses pengukusan
menggunakan ketel uap dengan suhu 1000C selama 5 menit. Untuk sekali
pengukusan dapat menampung 200 kerupuk. Pada proses ini diperlukan 1 operator
untuk mengatur suhu dan tingkat kematangan kerupuk.
Proses penataan
Adonan yang telah dikukus, ditata diatas alas jemuran yang terbuat dari bambu.
Pada proses ini diperlukan 1 operator untuk menata kerupuk hingga posisi
kerupuk tidak tumpuk-tumpukan.
f. Stasiun kerja 6
Proses pengeringan
Adonan kerupuk yang telah ditata di atas alas bambu tadi dilakukan proses
pengeringan dengan 2 cara, yaitu 70 % menggunakan panas dari sinar matahari
kurang kebih 6 jam dan 30 % menggunakan panas dari oven kurang lebih 3 jam.
Proses pengeringan menggunakan oven memiliki perlakuan yang berbeda, untuk
kerupuk yang sudah kering dilakukan pengovenan dengan suhu 700
C, sedangkan
yang belum kering suhu yang digunakan adalah 1000C.
Proses pemetikan
Setelah kerupuk kering, bahan setengah jadi yang masih menempel di alas
bambu langsung dilakukan proses pemetikan. Hal ini dilakukan untuk
membersihkan alas bambu dari bahan setengah jadi, agar alas bambu dapat
digunakan untuk proses berikutnya. Proses ini dilakukan 1 operator, kegiatan ini
harus dilakukan teliti supaya tidak ada produk setengah jadi yang masih
menempel pada alas bambu tersebut.
g. Stasiun kerja 7
Penyimpanan bahan setengah jadi
Produk yang sudah mengalami proses pengeringan disimpan ke dalam bak
penyimpanan dengan luas 2,25 x 3,9 m2. Bak penampung bahan setengah jadi ini
didesain besar untuk menampung bahan setengah jadi dengan kapasitas yang
besar. Kapasitas penyimpanan dalam skala besar untuk memenuhi permintaan
konsumen meningkat dan produksi tetap, sehingga produsen dapat memenuhi
permintaan konsumen.
h. Stasiun kerja 8
Proses penimbangan
Proses penggorengan bahan setengah jadi dilakukan pada sore hari.
Sebelum dilakukan penggorengan, kerupuk ditimbang terlebih dahulu untuk
mengetahui massa kerupuk sebelum digoreng. Harga kerupuk setengah jadi adalah
Rp 15.000,- per kilo. Hal ini dilakukan untuk memudahkan proses perhitungan,
karena apabila perhitungan massa pada saat setelah penggorengan sangat sulit
dilakukan. Apabila pembeli menginginkan kerupuk yang sudah digoreng, maka
harga jual yang ditentukan adalah harga eceran menurut jumlah kerupuk yang
dibeli.
Proses penggorengan
Bahan setengah jadi yang sudah ditimbang langsung dilakukan proses
penggorengan. Proses penggorengan dilakukan sebanyak dua kali.penggorengan
pertama dilakukan di dalam minyak goreng dengan suhu panas hingga kerupuk
sedikit mengembang. Setelah kerupuk sedikit mengembang, kerupuk langsung
dipindahkan kedalam minyak yang sangat panas selama kurang lebih selama 30
detik sampai kerupuk putih mengembang. Kerupuk yang sudah matang langsung
ditiriskan di tempat penirisan.
i. Stasiun Kerja 9
Penyimpanan bahan jadi
Penirisan dilakukan jangan terlalu lama untuk menjaga kerenyahan
kerupuk. Tetapi apabila terlalu sebentar, maka kerupuk yang telah digoreng masih
panas langsung dimasukkan ke dalam rombong akan lembab dan kerupuk menjadi
tidak renyah lagi. Kerupuk yang sudah matang memiliki dua tempat penyimpanan.
Tempat penyimpanan pertama adalah rombong, rombong ini adalah bak
penampung yang menyerupai toples dalam ukuran besar dengan bahan dasar seng.
Kerupuk yang sudah digoreng dan untuk menambah stock produk jadi, maka di
simpan di dalam rombong. Sedangkan tempat penyimpanan kedua adalah plastik
dengan ukuran yang besar dan tebal. Produk jadi yang ditaruh di dalam plastik ini
tidak dilakukan penyimpanan, karena produk jadi langsung diambil konsumen.
Sehingga tidak ada produk jadi yang ada di industri tersebut yang dilakukan
penyimpanan di dalam plastik.
Pada industri Kerupuk Subur yang kami datangi, dalam sekali produksi membutuhkan
bahan baku berupa tepung kanji dengan massa 60 kg. Jenis tepung kanji yang digunakan pada
pembuatan Kerupuk Subur berdasarkan kualitasnya, yaitu kualitas baik dan kualitas sedang.
Pembagian komposisi tepung kanji ini adalah setengah tepung kanji kualitas baik dan
setengah tepung kanji dengan kualitas sedang. Namun pembagian komposisi tepung kanji
menurut kualitasnya berdasarkan harga tepung kanji yang ada dipasaran. Apabila tepung
kanji dengan kualitas baik mengalami kenaikan harga, maka komposisi tepung kanji dengan
kualitas baik dikurangi dan kualitas tepung kanji dengan kualitas sedang ditambahkan, begitu
pulas sebaliknya. Sedangkan bahan baku yang digunakan adalah 300 l air, 16 kg garam, 5 kg
bawang putih, 4 kg ikan laut, dan penyedap rasa secukupnya. Air yang digunakan pada
proses ini adalah air sumur yang sudah direbus menggunakan tungku selama 1,5 jam hingga
mencapai suhu 100oC. Bawang putih dan ikan laut harus dihaluskan terlebih dahulu sebelum
dilakukan proses pencampuran.
Area kerja pada industri pembuatan Kerupuk Subur ini didesain efisien mungkin
untuk meminimalisir gerakan serta efisiensi waktu kerja. Hal ini dibuktikan dengan ruang
penyimpanan bahan baku dekat dengan penerimaan bahan baku dan stasiun kerja 1.
Kemudian pada ruang penyimpanan, tepung kanji ditata menumpuk dengan batas maksimal
10 karung untuk setiap tumpukan. Tepung kanji yang diletakkan di dalam karung di tumbuk
dengan alas papan kayu sehingga alasnya lebih tinggi dari lantai. Pemberian alas dilakukan
untuk menghindari terjadinya tepung terendam air atau yang lain sebagainya.
Beberapa stasiun kerja pada proses pembuatan Kerupuk Subur ini dijadikan satu
dalam 1 lokasi, sehingga para pekerja bekerja dengan jarak yang tidak jauh. Jarak yang tidak
terlalu jauh sehingga energi dan efisiensi waktu dapat dimaksimalkan. Selain itu area
penjemuran dekat dengan proses produksi dan jalurnya lurus. Sehingga memudahkan
operator dalam membawa alas bambu keluar mnuju tempat penjemuran tanpa tersangkut oleh
benda-benda yang ada disekitarnya.
Tempat pengovenan dekat dengan timbangan, penggorengan dan rombong untuk
memudahkan proses berikutnya. Hal ini dilakukan karena prosesnya saling berurutan dan,
sehingga karyawan yang bekerja mudah dalam menjangkau lokasi-lokasi terbut.
Dalam melakukan proses produksinya , peran tenaga kerja sangat diperlukan untuk
kelancaran proses operasi dalam pembuatan kerupuk. Pembagian tenaga kerja dalam
pembuatan kerupuk ini antara lain:
a. Dalam pembuatan adonan dilakukan oleh 2 orang pekerja.
b. Pengadukan adonan dilakukan oleh 2 orang pekerja.
c. Untuk mencegah adonan kerupuk dilakukan dengan menggunakan alat pencetak yang
dioperasikan oleh 1 pekerja dan dibantu oleh 2 orang pekerja yang bertugas
memasukkan adonan ke dalam mesin cetak.
d. Setelah dilakukan pencetakan, masuk ke proses selanjutnya yaitu penguapan. Ini
dilakukan oleh 1 orang pekerja.
e. Kemudian dilakukan proses penjemuran. Untuk menjemur kerupuk ini dilakukan oleh
4 orang pekerja dan apabila kerupuk sudah kering, kerupuk dipindahkan secara
manual ke tempat penyimpanan.
f. Pada proses penggorengan, diperlukan 2 orang pekerja untuk menggoreng kerupuk,
yang kemudian kerupuk tersebut disimpan dan dikirim ke para pengecer.
Industri kerupuk subur tidak memiliki rencana masa depan , dengan kata lain
melakukan proses produksi yang sudah ada dan mengikuti permintaan dari konsumen. Hal ini
dikarenakan industri pembuatan kerupuk masih dalam skala yang kecil, sehingga proses
produksinya bergantung pada permintaan konsuman. Jumlah tenaga kerja ada 11 orang yang
berdomisili di daerah industri tersebut. Masing – masing pekerja berasal dari Banjar dan
Ciamis.
Proses operasi dimulai dari pukul 05.00 WIB sampai pukul 07.00 WIB. Kemudian
pukul 07.00 para pekerja makan pagi . Setelah makan pagi, pekerja memulai aktivitas hingga
waktu dzuhur. Satu jam setelah waktu dzuhur , para pekerja memulai aktivitas lagi hingga
pukul 15.00 WIB. Kemudian dilanjutkan proses penggorengan kurang lebih selama 3 jam.
Industri Kerupuk Subur ini beroperasi setiap hari, hari libur yang diberikan untuk setiap
karyawannya hanya pada hari rayaIdul Adha dan Idul Fitri saja.
Tujuan utama dari tata letak ialah mengatur area kerja dan segala fasilitas produksi
yang paling ekonomis untuk produksi aman, dan nyaman sehingga akan dapat menaikkan
moral kerja dan performance dari operator. Lebih khususnya lagi suatu tata letak yang baik
akan memberikan keuntungan-keuntungan dalam sistem produksi, antara lain:
1. Menaikkan output produksi
Biasanya suatu tata letak yang baik akan memberikan keluaran (output) yang
lebih besar dengan ongkos yang sama atau lebih sedikit, manhours (jam kerja pekerja)
yang lebih kecil, dan/ atau mengurangi jam kerja mesin (machine hours).
2. Mengurangi waktu tunggu (delay)
Mengatur keseimbangan antara waktu operasi produksi dan beban dari
masing-masing departemen atau mesin adalah bagian kerja dari mereka yang
bertanggung jawab terhadap desain tata letak pabrik. Pengaturan tata letak yang
terkoordinir dan terencana baik akan dapat mengurangi waktu tunggu (delay) yang
berlebihan.
3. Mengurangi proses pemindahan bahan (Material Handling)
Untuk merubah bahan menjadi produk jadi, maka hal ini akan memerlukan
aktivitas pemindahan (movement) sekurang-kurangnya satu dari tiga elemen dasar
sistem produksi yaitu : bahan baku, orang/pekerja, atau mesin dan peralatan produksi.
Bahan baku akan lebih sering dipindahkan dibandingkan dengan dua elemen dasar
produksi lainnya.
4. Penghematan penggunaan areal untuk produksi, gudang dan service
Jalan lintas, material yang menumpuk, jarak antara mesin-mesin yang
berlebihan, dan lain-lain semuanya akan menambah area yang dibutuhkan untuk
pabrik. Suatu perencanaan tata letak yang optimal akan mencoba mengatasi segala
pemborosan pemakaian ruangan tersebut dan berusaha mengkoreksinya.
5. Pendaya guna yang lebih besar dari pemakaian mesin, tenaga kerja dan atau fasilitas
produksilainnya.
Faktor-faktor pemanfaatan mesin, tenaga kerja dan lain-lain adalah erat
kaitannya dengan biaya produksi. Suatu tata letak yang terencana baik akan banyak
membantu pembangunan elemen-elemen produksi secara lebih efektif dan efisien.
6. Mengurangi Inventory in process
Sistem produksi pada dasarnya menghendaki sedapat mungkin bahan baku
untuk berpindah dari satu operasi langsung ke operasi berikutnya secepat-cepatnya
dan berusaha mengurangi bertumpuknya bahan setengah jadi (material in process).
7. Proses manufacturing yang lebih singkat
Dengan memperpendek jarak antara operasi satu degan yang lain dan
mengurangi bahan yang menunggu serta storage yang tidak diperlukan maka waktu
yang diperlukan dari bahan baku untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang
lainnya dalam pabrik akan juga bisa diperpendek sehingga secara total waktu
produksi akan dapat pula diperpendek.
8. Mengurangi resiko bagi kesehatan dan keselamatan kerja dari operator
Perencanaan tata letak pabrik adalah juga ditunjukkan untuk membuat suasana
kerja yang nyaman dan aman bagi mereka yang bekerja di dalamnya.
9. Memperbaiki moral dan kepuasan kerja
Pada dasarnya orang menginginkan untuk bekerja dalam suatu pabrik yang
segala sesuatunya diatur secara tertib, rapih, dan baik. Pnerangan yang cukup,
sirkulasi yang bagus, dan lain-lain akan menciptakan suasana lingkungan kerja yang
menyenangkan sehingga moral dan kepuasan kerja akan dapat lebih ditingkatkan.
10. Mempermudah aktivitas supervisi
Tata letak pabrik yang terencana baik akan mempermudah aktivitas supervisi.
Dengan meletakkan kantor/ruangan di atas, maka seorang supervisor akan dapat
dengan mudah mengamati segala aktivitas yang sedang berlangsung di area kerja
yang dibawah pengawasan dan tanggung jawabnya.
11. Mengurangi kemacetan dan kesimpang-siuran
Material yang menunggu, gerakan pemindahan yang tidak perlu, serta
banyaknya perpotongan (intersection) dari lintasan yang ada akan menyebabkan
kesimpang-siuran yang akhirnya akan membawa ke arah kemacetan aliran produksi.
Tata letak dalam industri kerupuk Subur, telah kami amati. Tata letak pada industri ini
belum sepenuhnya baik dan belum sepenuhnya masuk ke dalam kriteria tata letak yang baik.
Dari aliran bahannya, pola aliran pada industri kerupuk ini sudah terencana mulai dari
penerimaan hingga pengiriman, serta kegiatan operasi saling berkaitan. Mulai dari pembuatan
adonan kerupuk, pencampuran adonan, pengepresan adonan, pencetakan, pengukusan,
penjemuran, pengovenan. Tetapi langkah balik-nya tidak minimum, terlalu banyak langkah
balik yang dilakukan dalam proses pembuatan kerupuk. Dari sisi pemindahan bahan, dalam
industri kerupuk subur, frekuensi pemindahan tidak minimum dalam kata lain banyak sekali
pemindahan yang dilakukan yaitu pada proses penjemuran, dan pengovenan. Metode yang
dilakukan telah terencana dan tidak adanya alat pemindah yang sesuai. Jarak setiap stasiun
pun berdekatan, sehingga jarak tempuh dari stasiun satu ke stasiun lain minimum. Dari sisi
ruang, pemakaian ruang pada industri ini belum maksimal dikarenakan masih adanya area
yang tidak terpakai, padahal area tersebut dapat digunakan untuk meletakkan alat-alat
produksi supaya lebih tertata, dan kinerja pekerja dapat maksimal. Dari sisi proses operasi,
operasi pertama dekat dengan penerimaan bahan baku, bahan baku berada sangat dekat
dengan operasi pertama operasi pengolahan adonan. Operasi terakhir dekat dengan proses
pengiriman, yaitu operasi penyimpanan. Terdapat banyak bahan setengah jadi yang disimpan.
Kemudian waktu total produksi hampir semua merupakan waktu operasi. Dalam setiap
produksi, mengalami proses di mulai dari waktu penimbangan bahan baku, pengolahan
adonan, penggilingan, pengepresan hingga penggorengan. Dari sisi pelayanan pekerja kurang
memadai, begitu juga dengan pengendalian kebisingan, kotoran, dan debu belum sepenuhnya
terkendali karena sesuai dengan kondisi nyata di dalam industri tersebut masih banyak sekali
kotoran dan debu menempel pada atap, dinding, peralatan dan lantai, serta suara bising yang
dihasilkan mengganggu.
Kekurangan dari tata letak industri ini ialah tidak maksimalnya penggunaan ruang,
dan aliran bahan tidak lurus, melainkan meloncat dari stasiun satu ke stasiun lain. Kemudiaan
tidak adanya pengendalian akan kebisingan, kotoran dan debu. Selain itu, frekuensi
pemindahan banyak (langkah balik tidak minimum, melainkan banyak melakukan
pemindahan berulang kali). Kelebihannya ialah masing-masing stasiun berdekatan (jarak
minimum), operasi pertama dekat dengan penerimaan (bahan baku dekat dengan pengolahan
adonan), dan operasi terakhir dekat dengan pengiriman (kerupuk jadi dekat dengan proses
pengiriman).
Kriteria Tata Letak yang Baik :
o Aliran Bahan : pola aliran terencana, aliran bahan lurus, langkah balik minimum,
keterkaitan kegiatan terencana.
o Pemindahan Bahan : frekuensi pemindahan minimum, metode terencana, alat
pemindah yang sesuai, jarak minimum, di gabung dengan proses, bergerak dari
penenerimaan menuju pengiriman.
o Ruang : Gang lurus, pemakaian ruang maksimum, ruang penyimpanan mencukupi,
ruang antar peralatan mencukupi, direncanakan untuk perluasan.
o Proses Operasi : Operasi pertama dekat penerimaan, operasi terakhir dekat denga
pengiriman, penyimpanan di tempat pemakaian, bahan setengah jadi minimum, waktu
produksi total hampir seluruhnya merupakan waktu pemrosesan, penempatan bagian
penerimaan dan pengiriman yang pantas.
o Lain-lain : pelayanan pekerja memadai, pengendalian kebisingan, kotoran, debu, dsb,
pembuangan barang sisa minimum.
Dalam praktikum acara 1 ini, digunakan juga metode kualitatif yaitu metode dengan
memberikan skor pada masing-masing tata letak berdasarkan kriteria tata letak yang baik
sesuai dengan kondisi nyata dalam industri. Pemberian skor ini berguna untuk menilai tata
letak industri yang menjadi obyek kajian dengan melihat total skor di kali bobot. Skor ini
dapat menjadi tolak ukur bagi tata letak industri kerupuk yang kami kunjungi, apakah tata
letak industri tersebut sudah bisa termasuk kriteria tata letak yang baik atau belum. Tata letak
dapat dikatakan baik apabila sudah sesuai dengan kriteria tata letak yang baik dan dapat
ditentukan dengan melihat total skor yang telah di dapat.
Berdasarkan skor yang kami berikan pada setiap elemen penilaian, kami memilih
beberapa alasan untuk setiap elemen skor yang ada. Setiap elemen penilaian kami urutkan
berdasarkan kriteria tata letak. Kriteria tata letak pertama adalah aliran bahan, pada kriteria
ini memiliki empat elemen penilaian. Elemen penilaian pertama adalah pola aliran terencana
dengan bobot 0,07. Kami menilai bahwa pola aliran terencana pada industri Kerupuk Subur
tersebut sudah baik karena proses alirannya sudah berurutan dan tidak adanya aliran proses
yang tidak terencana. Dari perhitungan bobot dikali skor pada elemen penilaian pertama pada
aliran bahan diperoleh hasil 0,21. Elemen penilaian kedua adalah aliran bahan lurus dengan
bobot 0,05. Pada elemen penilaian kedua ini kami memberikan skor 2, sehingga di peroleh
hasil 0,1. Kami memeberikan skor tersebut dikarenakan pada industri tersebut terdapat 1
mesin yang tidak beroprasi dan lokasinya diantara mesin yang dapat beroprasi. Sehingga
proses pencetakan menjadi kurang maksimal. Elemen penilaian ke tiga adalah langkah balik
minimum dengan bobot 0,06, kami memeberi skor 3 sehingga diperoleh hasil 0,18. Pada
elemen penilaian langkah balik ini kami memeberikan penilaian bagus karena langkah balik
yang dilakukan industri tersebut sudah seminimum mungkin. Kemudian elemen terakhir pada
kiteria tata letak berdasarkan aliran bahan adalah keterikatan kegiatan terencana dengan
bobot 0,06. Pada elemen penilaian ini kami memberi skor 3 juga sehingga hasil yang
diperoleh adalah 0,18. Kami menilai rencana kegiatan dalam industri tersebut sudah
terencana dengan baik sehingga sesuai dengan pola alinarnnya dan saling keterkaitan.
Kriteria penilaian kedua adalah pemindahan bahan dengan 6 elemen penilaian. Elemen
penilaian pertama adalah frekuensi pemindahan minimum dengan bobot 0,05.Pada elemen ini
kami memberi nilai sangat kurang sehingga hasil yang didapat adalah 0,05. Hal ini
disebabkan oleh masih banyaknya proses pemindahan pada setiap stasiun kerja, sehingga
perlu adanya minimalisir kegiatan pemindahan. Elemen penilaian kedua adalah metode
terencana dengan bobot 0,05 dan skor 2, sehingga diperoleh hasil 0,1. Kami memberikan skor
kurang karena proses pemindahan yang terlalu banyak sehingga diperlukan alat pemidah
yang mampu membantu dan mengurangi proses pemindahan. Elemen penilain ketiga adalah
alat pemindahan sesuai dengan bobot 0,05. Pada elemen ini kami memeberikan nilai sangat
kurang. Hal ini disebabkan seluruh pemindahan dalam setiap stasiun kerja dilakukan secara
manual, sehingga diperlukan waktu dan tenaga yang ekstra. Elemen penilaian keempat adalah
jarak minimum dengan bobot 0,05. Dikarenakan terdapat 1 mesin yang lokasinya jauh dari
mesin-mesin yang dapat beroprasi sehingga jarak minimum kurang dapat diaplikasikan
dengan baik. Hal ini yang menyebabkan kami memberikan skor sangat kurang pada elemen
penilaian jarak minimum. Elemen penilaian kelima adalah digabung dengan proses dengan
bobot 0,05. Pada elemen ini kami memberikan skor kurang, karena beberapa proses
peminidahan tidak mengalami proses yang lain. Sehingga diperoleh hasil 0,1. Kemudian
elemen penilaian yang terakhir adalah beregerak dari penerima menuju pengiriman dengan
bobot 0,04. Kami memberi skor baik sehingga hasil yang diperoleh adalah 0,12. Hal ini
dikarenakan sudah sesuainya alur pemindahan bahan yang bergerak dari penerimaan menuju
pengiriman.
Kriteria penilaian ketiga adalah ruang dengan 5 elemen penilaian. Elemen penilaian
pertama adalah gang lurus dengan bobot 0,05 dan skor yang kami berikan bagus. Alasan
kami memberikan skor bagus karena penataan gang lurus sudah sesuai dengan tata letak serta
tidak terdapat gang yang berkelok-kelok. Kemudian elemen penilaian kedua adalah
pemekaian ruang maksimum dengan bobot 0,04. Pada elemen ini kami memberi skor 2
sehingga diperoleh hasil 0,08. Hal ini dikarenakan masih adanya ruang kosong yang ditadak
digunakan secara maksimal pada industri pembuatan kerupuk tersebut. Elemen penilaian
ketiga adalah ruang penyimpanan mencukupi dengan bobot 0,05. Skor yang kami berikan
pada elemen penilaian ruang penyimpanan mencukupi adalah bagus. Hal ini dikarenakan
seluruh bahan mentah, bahan setengah jadi maupun bahan setengah jadi dapat disimpan pada
lokasi yang mencukupi. Elemen penilaian keempat adalah ruang antar peralatan mencukupi
dengan bobot 0,05 dan kami memberikan skor sebanyak 2. Kami menilai ruang antar
peralatan kurang mencukupi karena penempatan mesin yang terlalu dekat dengan tembok
sehingga pada saat dilakukan proses pembersihan sangat sulit untuk dilakukan. Apabila akan
melakukan proses pembersihan diperlukan tenaga ekstra untuk menggeser mesin agar bagian
yang dekat dengan tombok dapat dijangkau untuk dibersihkan sampai bersi. Kemudian
elemen penilaian kelima adalah diperlukan perluasan dengan bobot 0,03 dan kami
memberikan skor 2 sehingga diperoleh hasil 0,06. Alasan kami memberi skor kurang karena
pada industri pembuatan kerupuk tersebut tidak memerlukan perluasan lahan atau lokasi. Hal
ini dikarenakan lokasi industri yang padat penduduk dan ditengah kota sehingga untuk
melakukan perluasan sangat sulit dilakukan, ditambah harga tanah untuk setiap meternya
untuk wilayah perkotaan saat ini sangat mahal. Sehingga diperlukan biaya tambahan yang
cukup besar untuk melakukan perluasan. Selain itu, industri kerupuk ini lokasinya sudah luas
dan untuk ukuran lokasi saat ini produsen sudah mampu memenuhi kebutuhan konsumen
setiap harinya.
Kriteria penilaian keempat adalah proses produksi dengan 6 elemen penilaian. Elemen
penilaian pertama adalah operasi pertama dekat dengan penerimaan dengan bobot 0,04. Pada
elemen tersebut kami memberi nilai sangat bagus karena lokasi penerimaan bahan dekat
dengan operasi pertama, sehingga proses yang dilakukan berdakatan dan dapat
meminimaliasir waktu dan tenaga untuk kegiatan transportasi. Elemen penilaian keddua
adalah operasi terakhir dekat dengan pengiriman dengan bobot 0,04. Skor yang kami berikan
pada elemen ini adalah bagus sehingga hasil yang diperoleh adalah 0,12. Asalan kami
memberikan nilai 3 adalah setelah proses penggorengan, kerupuk dimasukkan kedalam
rombong dan plastik besar. Kerupuk yang sudah dibungkus dengan plastik besar maupun
rombong sudah siap untuk dikirim atau dipasarkan. Elemen penilaian ketiga adalah
penyimpanan di tempat distribusi dengan bobot 0,03 dan skor 3. Proses penyimpanan
dilakukan didalam plastik besar atau rombong. Penyimpanan dilakukan untuk menghindari
kerenyahan kerupuk dapat berkurang pada saat proses pendistribusian. Elemen penilaian
keempat adalah bahan setengah jadi menjadi minimum dengan bobot 0,03. Skor yang kami
berikan pada elemen penilaian ini adalah 2, karena kapasitas penyimpanan bahan setengah
jadi yang cukup banyak dan tidak ada sistem penanggalan pada proses penyimpanan bahan
setengah jadi. Sehingga bahan setengah jadi yang lama dicampur dengan bahan setengah jadi
yang baru, dan lokasinya dibawah sendiri bahan setengah jadi yang lama dan yang dibagian
atas adalah bahan setengah jadi yang baru. Padahal proses pengambilan bahan setengah jadi
dilakukakn dari atas ke bawah, bukan dari bawah ke atas. Apabila bahan setengah jadi yang
lama tidak segera diambil, maka bahan setengah jadi dapat berjamur, lembab atau kadaluarsa.
Hal ini dikarenakan umur simpan bahan setengah jadi hanya 1 tahun saja. Usia bahan
setengah jadi yang pendek, maka diperlukannya penanggalan pada penyimpanan kerupuk
sehingga proses selanjutnya akan diambil berdasarkan produkyang siap diolah dan
mengurangi terjadi produk yang kadaluarsa sebelum dijual. Elemen penilaian kelima adaha
waktu produksi total hampir seluruhnya merupakan waktu pemrosesan dengan bobot 0,03.
Pada elemen ini kami memberikan skor bagus, karena seluruh waktu produksi merupakan
waktu pemrosesan. Kemudian elemen keenam adalah penempatan bagian penerimaan dan
pengiriman yang pantas dengan bobot 0,02. Skor yang kami berikan pada elemen ini adalah 3
sehingga diperoleh hasil 0,06. Alasan kami memberikan skor bagus karena lokasi
penempatan pada bagian penerimaan dekat dengan stasiun kerja pertama dan lokasi
pengiriman dekat dengan stasiun kerja terakhir.
Kriteria penilaian terakhir adalah lain-lain dengan 3 elemen penilaian saja. Elemen
penilaian pertama adalah pelayanan pekerja memadai dengan bobot 0,02. Pada elemen ini
kami memberikan skor 3 sehingga hasil yang diperoleh adalah 0,06. Alasan kami
memberikan skor bagus karena seluruh karyawan mendapatkan fasilitas yang memadai dari
pemilik industri kerupuk tersebut. Fasilitas yang didapatkan karyawan berupa kamar mandi
yang bersih, mesh untuk pekerja yang berasal dari luar kota, kemudian makanan yang
disediakan oleh pemilik industri kerupuk tersebut. Elemen penilaian kedua adalah
pengendalian kebisingan, kotoran, debu dsb dengan bobot 0,02. Skor yang kami berikan pada
elemen ini adalah 1 sehingga hasil yang diperoleh adalah 0,02. Hal ini disebabkan sebagian
peralatan yang jarang dibersihkan karena peralatan digunakan setiap hari. Apabila dilakukan
pembersihan peralatan maka dapat mengganggu proses produksi pada saat itu. Elemen yang
terakhir adalah pembuangan bahan sisa minimum dengan bobot 0,02. Kami memberikan skor
2 sehingga hasil yang diperoleh adalah 0,04. Alasan kami memberikan skor kurang
dikarenakan masih banyaknya bahan sisa dari pembuatan kerupuk tersebut.
BAB V. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum acara 1 yang berjudul Penilaian Denah dan Tata Letak awal,
praktikan mampu :
1. Menggambarkan tata letak awal industri dalam bentuk denah yang ada pada hasil
praktikum dengan skala yang telah ditentukan yaitu 1:100.
2. Melakukan penilaian menggunakan tabel skor. Pemberian skor dilakukan pada masing-
masing tata letak sesuai dengan kriteria tata letak yang baik. Hasil yang didapat untuk
penilaian tata letak adalah 2,43 berdasarkan penjumlahan bobot dikalikan dengan skor
pada setiap kriteria penilaian.
3. Mendeskripsikan kondisi umum objek kajian yang belum sepenuhnya masuk dalam
kriteria tata letak yang baik. Terutama pada pengendalian kebisingan, kotoran, dan debu,
hal ini belum dikendalikan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Tata Letak Fasilitas dan Ruang Lingkupnya. Dalam
http://library.binus.ac.id/ecolls/ethesis/bab2/2007-3-00465-ti%20bab%202.pdf.
Diakses pada tanggal 13 Maret 2013 pukul 17.32 WIB.
Anonim. 2013. Mengkomunikasikan Gambar Denah, Potongan, Tampak dan DetailL
Bangunan. Dalam http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_
ARSITEKTUR/197106071998021-ERNA_KRISNANTO/Menkomunikasikan
gambar_tampak_dan_potongan.pdf. Diakses pada tanggal 8 Maret 2013 pukul 19.05
WIB.
K. Susanta, Gatut dan Danang Kusjuliadi P..2007. Cara Praktis Menghitung Kebutuhan
Material Rumah. Bogor: Penebar Swadaya.
Manek, N J . 2001. Comprehensive Industrial Engineering .Laxmi Publications. New Delhi.
Meyers, Fred E.. 2005. Manufacturing Facilities Design ang Material Handling, 3rd
Edition.
Prentice Hall. USA.
Rainbow. 2010. Perancangan Tata Letak. Dalam http://digilib.ittelkom.ac.id/index.php
?option=com_content&viewarticle&id=670:tataletak&catid=25:industri&Itemid=14.
Diakses pada tanggal 8 Maret 2013 pukul 20.05 WIB.
Tjahjadi, Sunarto. 2002. Data Arsitek. Jakarta: Erlangga.
Wignojoesoebroto, sritomo. 2009. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan Edisi 3.
Surabaya: Penerbit Guna Swadaya.
Yulianto,Widi. 2003. Aplikasi AutoCAD 2002 untuk Pemetaan dan SIG. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.
Zimmerer, Thomas W., dkk. 2008. Essentials of Entrepreneurship and Small Business
Management, 5th
ed. Pearson Education, Inc. New Jersey.
.
top related