all lagi dan lagi
Post on 13-Dec-2015
255 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LEUKIMIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi (IPTEK) yang luar biasa telah dicapai
dalam keperawatan anak, walaupun banyak perubahan yang telah menyembuhkan penyakit dan
memperpanjang kehidupan merupakan hal yang bersifat traumatis, menyakitkan, merepotkan
dan menakutkan. Namun upaya memperkecil trauma akibat intervensi keperawatan tersebut
tidak mengiringi kemajuan teknologi, sehingga dapat menimbulkan dampak hospitalisasi
khususnya pada anak.
Hospitalisasi adalah suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat,
mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai
pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, Yupi, 2004). Selama proses tersebut, anak dapat
mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman
yang sangat traumatik dan penuh dengan stress.1
Sedangkan asuhan keperawatan pada anak umumnya memerlukan tindakan invasif seperti
pemasangan infus atau pemberian obat melalui injeksi, khususnya pada anak yang mengalami
penyakit keganasan, pengobatan yang diberikan seperti kemoterapi, membutuhkan waktu yang
relatif lama, sehingga menimbulkan dampak hospitalisasi berupa stress dan salah satunya terjadi
pada anak dengan leukemia.
Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) adalah keganasan pada alat pembuat sel darah
berupa proliferasi patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum
tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh lain.
(Mansjoer, 2002). Sel-sel yang belum matang, yang dalam keadaan normal berkembang menjadi
limfosit, berubah menjadi ganas. Sel leukemik ini tertimbun di sumsum tulang, lalu
menghancurkan dan menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal, kemudian
dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke organ tubuh lain.
ALL merupakan leukemia yang paling sering terjadi pada anak-anak. Leukemia jenis ini
merupakan 25% dari semua jenis kanker yang mengenai anak-anak di bawah umur 15 tahun.
Paling sering terjadi pada anak usia antara 3 - 5 tahun, tetapi kadang terjadi pada usia remaja dan
dewasa. Penyebab ALL masih belum diketahui dengan pasti namun terdapat beberapa faktor
predisposisi seperti virus, bahan-bahan kimia, radiasi dan faktor genetik.
Menurut penelitian adalah kemajuan perkembangan industri yang paling berperan
disertai perubahan gaya hidup masyarakat kita. Hampir semua makanan saat ini menggunakan
Monosodium Glutamat (MSG), perasa yang berbahan kimia, pewarna tekstil (rhodamin)
digunakan mewarnai jelly dan minuman agar menarik minat anak-anak untuk dikonsumsi.
Sayuran dan buah-buahan sudah tidak semurni dulu lagi, sudah tercemar bahan kimia, akibat
pemupukan dan insektisida, sebelum sampai ketangan konsumen.
Neoplasma malignan merupakan salah satu penyebab kematian pada anak (5 – 9 tahun)
terbesar kedua (2,4 %) dari lima penyebab seperti kecelakaan dan efek samping, anomaly
congenital, penyakit jantung, pembunuhan dan intervensi hukum (Wong, 2008). Di Indonesia
diperkirakan terdapat 100 pasien kanker diantara 100.000 penduduk pertahun. Berdasarkan data
yang diperoleh dari Medical Record Lantai III Selatan IRNA A RSUP Fatmawati Jakarta, jumlah
penderita ALL sebanyak 33 kasus dari jumlah pasien 1.433 (2,3 %) sejak bulan Januari – Juli
2009. Meskipun angka kejadian penyakit ALL tergolong sedikit tetapi melihat dari perjalanan
penyakit tersebut dapat menimbulkan komplikasi diantaranya yaitu gagal sumsum tulang,
infeksi, hepatomegali, splenomegali, limpadenopati, sepsis, perdarahan, Iron Deficiency
Anemia (IDA) bahkan mengakibatkan kematian.
Berdasarkan data tersebut maka dibutuhkan peran perawat dari aspek promotif, perawat
memberikan pendidikan kesehatan mengenai aspek-aspek penatalaksanaan medis untuk
memantapkan ketaatan orang tua dan anak. Menganjurkan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein
(TKTP), efek dari kemoterapi seperti: Diare, rambut rontok, anoreksia, mulut kering, retensi
cairan, hiperuremia, demam menggigil serta yang tidak kalah pentingnya ialah memelihara
kesehatan psikologis dan sosial anak.
Aspek preventif yaitu menganjurkan klien untuk tidak mengkonsumsi makanan yang
mengandung bahan kimia, pemberian imunisasi pada anak, dilihat dari aspek kuratif perawat
dapat berkolaborasi dalam pemberian tranfusi darah dan trombosit, pemberian obat sitostatika
seperti metotrexat (MTX), vincristin (VCR), kortikosteroid dan aspek rehabilitatif, perawat
berperan menganjurkan orangtua untuk melakukan kunjungan ulang atau kontrol secara teratur
dan tepat waktu.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan
pengalaman yang nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan ALL.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah diharapkan mahasiswa/i mampu:
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan ALL.
b. Menentukan masalah keperawatan pada klien dengan ALL.
c. Merencanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan ALL.
d. Melaksanakan rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan ALL.
e. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada pasien dengan ALL.
f. Mengidentifikasi kesenjangan antara teori dan kasus.
g. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat serta mencari solusi / alternatif
pemecahan masalah.
h. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan ALL.
C. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini menggunakan metode deskriptif dan metode studi
kepustakaan. Dalam metode deskriptif pendekatan yang digunakan adalah studi kasus dimana
penulis mengelola 1 (satu) kasus dengan menggunakan proses keperawatan, sedangkan metode
studi kepustakaan yaitu menggunakan berbagai sumber literatur yang mencakup masalah yang
dialami sehingga dapat membandingkan antara teori dan kasus. Adapun tekhnik pengumpulan
data dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Wawancara
Mengumpulkan data dengan cara tanya jawab dengan klien dan keluarga secara terarah dan
sistematika sesuai tujuan.
2. Observasi
Melakukan pengamatan langsung dan melakukan pemeriksaan fisik secara head to toe.
3. Studi Dokumentasi
Membaca catatan baik perawat atau tim kesehatan lain, hasil laboratorium dan pemeriksaan
penunjang dari buku status pasien.
4. Studi Literatur
Menggunakan literatur dari berbagai sumber yang mencakup masalah yang dialami sehingga
dapat dibandingkan antara teori dan kasus.
D. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ini terdiri dari lima bab, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, metode penulisan dan sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORI
Terdiri dari konsep dasar leukemia yang mencakup pengertian, etiologi, perjalanan penyakit dan
penatalaksanaan, konsep tumbuh kembang anak usia 6 tahun, konsep hospitalisasi pada anak usia
6 tahun, pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi keperawatan.
BAB III TINJAUAN KASUS
Terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi keperawatan.
BAB IV PEMBAHASAN
Terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi keperawatan.
BAB V PENUTUP
Terdiri dari kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Leukemia merupakan penyakit akibat proliferasi (bertambah atau multiplikasi) patologi
dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan biasanya berakhir fatal (Nursalam, 2006:
hal.133).
Leukemia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan pembentuk
darah (Suriadi, 2001: hal.175).
Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) adalah keganasan pada alat pembuat sel darah
berupa proliferasi patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum
tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh lain.
(Mansjoer, 2002: hal.495).
Leukemia adalah penyakit akibat terjadinya proliferasi sel leukosit yang abnormal dan
ganas serta sering disertai adanya leukosit jumlah berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya
anemia trombositopenia. (Hidayat, 2005: hal.44).
B. Etiologi
Etiologinya sampai saat ini masih belum jelas, diduga kemungkinan besar karena virus
(virus onkogenik). Tetapi terdapat beberapa faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya
leukemia (Suradi, 2001), antara lain:7
1. Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, hormon, bahan kimia (Benzol, arsen,
preparat sulfat), infeksi (virus, bakteri).
2. Faktor endogen seperti ras (orang Yahudi mudah menderita Cronic Lymphocytic
Leukemia (CLL)), faktor konstitusi seperti kelainan kromosom (angka kejadian Cronic Myeloid
Leukemia (CML), lebih tinggi pada down sindrom), herediter (kadang-kadang dijumpai kasus
leukemia pada kakak - beradik atau kembar satu telur). Angka kejadian pada anak lebih
tinggi sesuai dengan usia maternal.
3. Faktor genetik virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (T cell
leukemia – lymphoma virus HTLV).
C. Patofisiologi
1. Proses Penyakit
Leukemia berawal dari terjadinya suatu proliferasi lokal dari sel neoplastik, timbul dalam
sumsum tulang dan limfe nodul (dimana limfosit terutama dibentuk) atau dalam limfa, hati dan
thymus. Sel neoplastik ini kemudian tersangkut dalam jaringan pembentuk darah, melanjutkan
aktivitas proliferasi, menginfiltrasi banyak jaringan tubuh termasuk tulang dan ginjal.
Gambaran darah memperlihatkan sel imatur sehingga sel normal diganti dengan sel
kanker. Karena digantikan dengan sel kanker, menyebabkan depresi sumsum tulang yang
berdampak pada penurunan leukosit, eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan tekanan
jaringan, sehingga memungkinkan terjadinya infeksi dan perdarahan.
Sel kanker menginfiltrasi pada ekstra medular yang berakibat terjadinya pembesaran hati,
limfe dan nodus limfe, nyeri pada tulang dan persendian serta resiko terjadinya fraktur fisiologis
(http://www.litbang.depkes.go.id, 2008).
2. Manifestasi Klinik
Menurut Getz, 2002, Leukemia dapat menimbulkan manifestasi seperti:
a. Anemia.
b. Trombositopenia.
c. Leukopenia.
d. Pucat.
e. Perdarahan dan petekia.
f. Infeksi.
g. Demam.
h. Keletihan.
i. Nyeri sendi dan tulang
j. Anoreksia.
k. Berat badan turun.
l. Limfadenopati, hepatomegali, splenomegali.
3. Klasifikasi
Leukemia diklasifikasikan berdasarkan tipe sel yang terlibat (myeloid dan limfoid) dan
perjalanan alamiah penyakit (akut dan kronik) (Bakta, 2006), dengan mengkombinasikan dua
klasifikasi tersebut maka leukemia dibagi menjadi:
a. Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL)
Secara morfologik, menurut FAB (French, British and America), ALL dibagi menjadi
tiga yaitu:
1) L1 : ALL dengan sel limfoblas kecil-kecil dan merupakan 84% dari ALL.
2) L2 : Sel lebih besar, inti irreguler, kromatin bergumpal, nukleoli prominen dan sitoplasma
agak banyak. Merupakan 14% dari ALL.
3) L3 : Sitoplasma basofil dengan banyak vakuola, hanya merupakan 1% dari ALL.
b. Acute Myeloblastic Leukemia (AML)
Sel myeloid merupakan sel yang terlibat pada perjalanan
penyakit acute myeloblastic leukemia. Diperkirakan 2 – 3 / 1.000.000 penduduk AML lebih
sering ditemukan pada umur dewasa (85%) dari pada anak-anak (15%). AML lebih sering
ditemukan pada laki-laki dari pada wanita. AML dapat ditemukan 40% dari seluruh insiden
leukemia.
c. Cronic Myeloid Leukemia (CML)
CML merupakan leukemia kronik, dengan gejala yang timbul perlahan-lahan dan sel
leukemia berasal dari tansformasi sel induk mieloid. CML termasuk kelainan klonal dari
pluripotent stem cell dan tergolong sebagai salah satu kelainan mieloproliferatif.
d. Cronic Lymphocytic Leukemia (CLL)
CLL berkembang didalam darah dan sumsum tulang. Leukemia kronis berlangsung
lebih lambat dari leukemia akut, namun tetap mempengaruhi lymphocytes yang biasanya
melawan infeksi. CLL membuat terlalu banyak nonfunctional lymphocytes yang mengambil
tempat sel sehat. Sebagai sel kanker yang terus bertambah banyak, mereka menghambat
efektivitas fungsional lymphocytes sehingga sistem kekebalan tubuh menjadi lemah. Pada CLL
sel-sel darah merah dan platelet akan diganti dengan lymphocytes abnormal.
4. Komplikasi
Leukemia dapat menyebabkan berbagai komplikasi (Suriadi, 2001):
a. Gagal sumsum tulang.
b. Infeksi.
c. Hepatomegali.
d. Splenomegali.
e. Limpadenopati.
f. Sepsis.
g. Perdarahan.
h. Iron Deficiency Anemia (IDA).
i. Koagulasi Intravaskular Desiminata (KID).
j. Kematian.
D. Penatalaksanaan
Pengobatan yang dapat diberikan pada pasien leukemia menurut Tejiwinata, 1999 yang
dikutip dari Nursalam, 2006 adalah:
1. Terapi medik
a. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g/dl. Pada trombositopenia
yang berat dan perdarahan masih dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-
tanda DIC (Diseminated Intravascular Coagulation) dapat dihentikan.
b. Kortikosteroid (kortison, deksametason, dan sebagainya). Setelah dicapai remisi dosis
dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
c. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (L – Merkaptopurin atau 6–mp. Metotreksat atau
MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih paten seperti vinkristin (oncovir),
rubidomisin (daunorubycin), sitosin, arabinosid, L – asparaginase, siklofosfamid atau CPA,
adriamisin, dan sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama
dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat efek samping berupa alopesia,
stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis. Bila jumlah leukosit ≤
2.000/mm3 hendaknya diberikan dengan hati-hati.
d. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci
hama). Antibiotik untuk mengobati infeksi, diberikan antibiotika spektrum lebar dalam
kombinasi obat-obatan seperti gentamisin dan vankomisin.
e. Obat anti jamur, misalnya nistatin diberikan untuk mencegah infeksi jamur sementara anak
menerima antibiotika.
f. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru setelah tercapai remisi dan jumlah sel
leukemia cukup rendah (105 – 106), imunoterapi mulai diberikan (mengenai cara pengobatan
yang terbaru masih dalam pengembangan).
2. Cara Pengobatan
a. Induksi
Dimaksudkan untuk remisi, yaitu dengan pemberian berbagai obat tersebut diatas, baik secara
sistemik maupun intratekal (IT) sel blas dalam sumsum tulang < 5 %.
b. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c. Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi yang lama, biasanya
dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa.
d. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3 – 6 bulan dengan
pemberian obat-obatan pada induksi selama 10 - 14 hari.
e. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk hal ini MTX IT pada waktu induksi untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia
serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
f. Pengobatan Imunologik
Dimaksudkan untuk menghilangkan sel leukemia yang ada dalam tubuh agar pasien dapat
sembuh sempurna. Pengobatan dihentikan setelah 2 tahun remisi terus menerus. Fungsi sumsum
tulang diulang secara rutin setelah induksi pengobatan (setelah 6 minggu).
E. Konsep Tumbuh Kembang Anak Usia 6 Tahun
Pertumbuhan merupakan bertambahnya jumlah dan besarnya sel diseluruh bagian tubuh
yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan perkembangan merupakan bertambah
sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh kematangan dan belajar
(Whalley dan Wors, 2000).
Proses tumbuh kembang merupakan proses yang berkesinambungan mulai dari konsepsi
sampai dewasa yang mengikuti pola tertentu yang khas setaip anak.
Pertumbuhan dan perkembangan anak usia 6 tahun diantaranya:
1. Karakteristik Fisik.
a. Berat badan (BB) rata-rata ± 16,6 Kg[umur (tahun) x 7] - 5
Berat badan menurut Berhman:2
6 – 12 tahun :
b. Tinggi Badan (TB) rata-rata 109,5 cm
Menurut Berhman TB usia 6 tahun adalah 1,5 x TB usia 1 tahun.
c. Anak tampak kurus karena pertumbuhan beberapa organ
d. Aktivitas jasmani bertambah, koordinasi dan mekanisme motorik bertambah dan cepat
menangkap pelajaran.
2. Motorik Kasar
Anak mampu menangkap bola pada jarak 1 m, melompat 1 kaki, berjalan dengan tumit
ke jari kaki dan menjelajah.
3. Motorik Halus
Anak mulai memiliki kemampuan menggoyangkan jari-jari kaki, menggambar 2 atau 3
bagian, memilih garis yang lebih panjang, dan menggambar orang, melepas objek dengan jari
lurus, mampu menjepit benda, melambaikan tangan, menggunakan tangannya untuk bermain,
menempatkan objek ke dalam wadah, makan dan minum sendiri, menggunakan sendok, makan
dengan jari, membuat coretan di atas kertas, membuat sesuatu dari lilin atau tanah liat, menulis
huruf alphabet dan membaca.
4. Bahasa
Perkembangan bahasa diawali mampu menyebutkan hingga 4 gambar, menyebutkan satu
hingga dua warna, menyebutkan kegunaan benda, menghitung, mengartikan dua kata, mengerti 4
kata depan, mengerti beberapa kata sifat dan sebagainya, menggunakan bunyi untuk
mengidentifikasi objek, orang dan aktivitas, menirukan berbagai bunyi kata, memahami arti
larangan, berespon terhadap panggilan dan orang-orang anggota keluarga dekat. Anak usia 6
tahun sudah memiliki perbendaharaan kata sebanyak 2.100 kata.
5. Sosialisasi
Perkembangan adaptasi sosial anak dapat bermain dengan permainan sederhana,
menangis jika dimarahi, membuat permintaan sederhana, menunjukkan peningkatan kecemasan
terhadap perpisahan, mengenali anggota keluarga.
6. Psikososial
Anak usia 6 tahun masih dalam fase laten, selama periode ini anak menggunakan energi
fisik dan psikologis yang merupakan media untuk mengeksplorasi pengetahuan dan
pengalamannya melalui aktivitas fisik maupun sosial. Pada awal fase laten, anak perempuan
lebih menyukai teman dengan jenis kelamin perempuan dan anak laki-laki lebih menyukai teman
dengan jenis kelamin laki-laki. Pertanyaan anak tentang seks makin banyak, mengarah pada
sistem reproduksi.
F. Dampak Hospitalisasi Anak Usia 6 Tahun
Perawatan anak di rumah sakit memaksakan anak untuk berpisah dari lingkungan yang
dirasakan aman, penuh kasih sayang dan menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan
dan teman sepermainan. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak usia 6 tahun adalah
dengan menolak makan, bertanya, menangis walaupun secara perlahan dan tidak kooperatif
terhadap petugas kesehatan. Perawatan di rumah sakit mengharuskan adanya pembatasan
aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan kekuatan diri. Perawatan di rumah sakit sering
kali dipersepsikan anak usia 6 tahun sebagai hukuman hingga anak merasa malu, bersalah atau
takut. Ketakutan anak terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap tindakan dan
prosedurnya mengancam integritas tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini menimbulkan reaksi
agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak
mau bekerjasama dengan perawat dan ketergantungan pada orang tua.
G. Pengkajian
Menurut Bandman dan Bandman, 1995 yang dikutip dari Potter et al, 2005. Pengkajian
keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi data tentang
klien, dimana fase proses keperawatan ini mencakup dua langkah yaitu pengumpulan dari
sumber primer (klien) dan sekunder (keluarga, tenaga kesehatan) dan analisis data sebagai dasar
untuk diagnosa keperawatan. Tujuan dari pengkajian adalah menetapkan data dasar tentang
kebutuhan, masalah kesehatan, praktik kesehatan, tujuan, nilai dan gaya hidup yang dilakukan
klien. Informasi yang terkandung dalam data dasar adalah dasar untuk mengindividualisasikan
rencana asuhan keperawatan, mengembangkan dan memperbaiki sepanjang waktu asuhan
keperawatan untuk klien.
Agar sangat berguna pengumpulan data pengkajian harus relevan yaitu dengan cara
menggunakan format pengkajian standarisasi yang telah tersedia. Namun demikian format ini
tidak dimaksudkan untuk membatasi pendekatan perawat. Format ini mencakup pertanyaan ke
berbagai penjuru tetapi tidak selalu relevan dengan masalah kesehatan spesifik klien. Oleh
karena itu penting bagi perawat untuk berpikir kritis tentang apa yang harus dikaji. Pengkajian
bersifat dinamis, pengkajian harus memungkinkan perawat untuk secara bebas menggali masalah
yang relevan.
Pengkajian pada pasien dengan leukemia meliputi:
1. Data Biografi (nama, umur, jenis kelamin)
2. Data Dasar Pengkajian
a.
Kelelahan,
Aktivitas
Gejala : keleahan malaise, kelemahan, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
biasanya.
Tanda : Kelemahan otot, peningkatan kebutuhan tidur, somnolen
b. Sirkulasi
Gejala : Palpitasi
Tanda : Takikardia, murmur jantung, kulit dan membran mukosa pucat, defisit saraf kranial
dan tanda perdarahan serebral.
c. Eliminasi
Gejala : Diare, nyeri tekan perineal, feses hitam (darah pada feses), darah pada urin,
penurunan haluaran urin.
d. Integritas Ego
Gejala : Perasaan tak berdaya / tidak ada harapan.
Tanda : Depresi, menarik diri, ansietas, takut marah, mudah tersinggung, perubahan alam
perasaan, kacau.
e. Makanan / cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, anoreksia, muntah, penurunan BB, faringitis, dispagia.
Tanda : Distensi abdominal, penurunan bunyi usus, splenomegali, hepatomegali, ikterik,
stomatitis, ulkus mulut.
f. Nyeri / ketidaknyamanan
Gejala : Nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, nyeri tekan sternal, kram otot.
Tanda : Prilaku berhati-hati / distraksi, gelisah, fokus pada diri sendiri.
g. Neurosensorik
Gejala : Kurang / penurunan koordinasi, perubahan alam perasaan, kacau, disorientasi,
pusing, kesemutan, parestesia.
Tanda : Otot mudah terangsang, aktivitas kejang.
h. Pernafasan
Gejala : Nafas pendek dengan kerja minimal
Tanda : Dispnea, takipnea, batuk, ronchi, penurunan bunyi nafas.
i. Keamanan
Gejala : Riwayat infeksi saat ini / dahulu, jatuh, gangguan penglihatan, perdarahan spontan
tak terkontrol dengan trauma minimal.
Tanda : Demam, infeksi, kemerahan, purpura, perdarahan retina, perdarahan gusi, epistaksis,
pembesaran nodus limfe, limpa, hati (sehubungan dengan invasi jaringan), papil edema dan
eksoptalmus, infiltrat leukemik pada dermis.
j. Penyuluhan
Gejala : Riwayat terpajan obat kimia, gangguan kromosom, pengobatan kemoterapi
sebelumnya, rasa bosan di dalam kamar yang terbatas, radiasi berlebihan.
3. Pemeriksaan Tes Diagnostik
a. Tes Diagnostik
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Darah Tepi
Gejala yang terlihat pada darah tepi berdasarkan pada kelainan sumsum tulang berupa
pansitopenia, limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan
terdapat sel blas. Terdapatnya sel blas dalam darah tepi merupakan gejala patologik untuk
leukemia.
b) Kimia Darah
Kolesterol mungkin rendah, asam urat dapat meningkat, hipoaminoglobulinimia.
c) Sumsum Tulang
Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang monoton, yaitu hanya terdiri
dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak (Aplasia Sekunder).
2) Biopsi Limpa
Pemeriksaan ini memperlihatkan proliferasi sel leukemia dari sel yang berasal dari
jaringan limfa yang terdesak seperti: Limfosit normal, retikuloendotelial (RES), granulosit.
3) Cairan Serebrospinal
Bila terdapat pengisian jumlah sel patologis dan protein, berarti terjadi suatu leukemia
meningeal. Kelainan ini dapat terjadi setiap saat pada perjalanan penyakit baik dalam keadaan
remisi maupun keadaan kambuh.
4) Sitogenik
50 – 70 % dari pasien ALL dan AML mempunyai kelainan berupa:
a) Kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid (2n + a).
b) Kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang diploid.
c) Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion)
d) Terdapatnya marker chromosom yaitu elemen yang secara morfologis bukan kromosom
normal, dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat kecil.
H. Diagnosa Keperawatan
Tahap kedua dari proses keperawatan sering disebut juga sebagai analisis, identifikasi
masalah atau diagnosa keperawatan. Meskipun semua istilah ini dapat digunakan secara
bergantian, tujuan dari tahap proses keperawatan ini adalah untuk menarik kesimpulan mengenai
masalah atau kebutuhan spesifik pasien sehingga perawatan yang efektif dapat direncanakan dan
diberikan (Doenges, 1999).
Menurut Carpenito et al, 1994 yang dikutip dari Potter et al, 2005. Diagnosa keperawatan
adalah pernyataan yang menguraikan respons aktual atau risiko klien terhadap masalah
kesehatan dimana perawat mempunyai izin dan kompeten untuk mengatasinya. Respons aktual
dan risiko klien didapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan literatur yang berkaitan, catatan
medis klien masa lalu dan konsultasi dengan profesional lain, yang kesemuanya dikumpulkan
selama pengkajian.
Menurut Hidayat (2005) dan Wong (2003), diagnosa keperawatan pada pasien leukemia
adalah:
1. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem pertahanan tubuh.
2. Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor pembekuan darah.
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, output berlebih
(mual dan muntah).
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian kemoterapi, radioterapi.
5. Perubahan kebutuhan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak
adekuat.
6. Nyeri berhubungan dengan dilakukannya pemeriksaan diagnostik efek fisiologis neoplasma.
7. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan memiliki anak dengan kondisi yang
mengancam kehidupan.
8. Berduka berhubungan dengan kehilangan aktual / potensial.
9. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
10. Kurang pengetahuan mengenai penyakit leukemia dan efek samping kemoterapi
berhubungan dengan kurangnya informasi.
I. Perencanaan Keperawatan
Menurut Bulechek dan McCloskey, 1994 yang dikutip dari Potter et al, 2005. Intervensi
keperawatan adalah respons perawat terhadap kebutuhan perawatan kesehatan dan diagnosa
keperawatan klien. Intervensi keperawatan ini adalah suatu tindakan autonomi berdasarkan
rasional ilmiah yang dilakukan untuk keuntungan klien dalam cara yang diprediksi yang
berhubungan dengan diagnosa keperawatan dan tujuan klien.
Ketika memilih intervensi keperawatan menggunakan keterampilan membuat keputusan
klinis, yang menunjukkan tentang 6 (enam) faktor untuk memilih intervensi keperawatan pada
klien. Faktor-faktor tersebut adalah karakteristik diagnosa keperawatan, hasil yang diharapkan,
dasar riset, kemungkinan untuk dikerjakan, penerimaan klien dan kompetensi dari perawat.
Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana
dokumentasi. Adapun intervensi keperawatan yang dapat disusun pada pasien dengan leukemia
adalah:
1. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem pertahanan tubuh.
Tujuan:
Infeksi tidak terjadi, sistem pertahanan tubuh kembali adekuat setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
Kreteria Hasil:
Leukosit 5000 - 10.000 ul, suhu: 36,5 – 37,10C, tanda-tanda infeksi tidak ada (tumor, rubor,
dolor, calor, fungsiolaesa).
Intervensi:
a. Tempatkan anak dalam ruangan khusus untuk meminimalkan terpaparnya anak dari sumber
infeksi.
Rasional: Melindungi dari sumber potensial patogen / infeksi.
b. Anjurkan pengunjung atau staff untuk melakukan tehnik mencuci tangan yang baik.
Rasional: Mencegah kontaminasi silang.
c. Ukur TTV terutama suhu.
Rasional: Hipertermi lanjut terjadi pada beberapa tipe infeksi, demam terjadi pada kebanyakan
leukemia.
d. Observasi keadaan anak terhadap tanda-tanda infeksi.
Rasional: Mengindikasikan infeksi lokal.
e. Hindari penggunaan temperatur rectal, supositoria atau enema.
Rasional: Menurunkan resiko terjadinya abses perineal.
f. Berikan waktu yang adekuat antara aktivitas dan
istirahat.
Rasional: Istirahat dapat meningkatkan energi untuk penyembuhan.
g. Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat penusukan
jarum, ulserasi mukosa dan masalah gigi.
Rasional: Mengidentifikasi adanya infeksi secara dini.
h. Kolaborasi pemberian antibiotik.
Rasional: Antibiotik diberikan secara profilaksis pada pasien imuno supresif.
i. Monitor penurunan jumlah leukosit yang menunjukkan anak memiliki resiko besar untuk
terkena infeksi.
Rasional: Leukositosis ataupun leukopenia dapat terjadi pada pasien leukemia.
j. Berikan diit nutrisi yang lengkap seperti TKTP.
Rasional: Meningkatkan daya tahan tubuh dan mencegah terjadinya infeksi.
2. Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor pembekuan darah.
Tujuan:
Perdarahan tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kreteria Hasil:
Membran mukosa lembab, pucat, ekimosis dan petechie tidak ada, darah dalam urine dan feses
tidak ada, perdarahan gusi tidak ada.
Intervensi:
a. Monitor keadaan kulit dan membran mukosa setiap hari.
Rasional: Deteksi dari tanda-tanda perdarahan.
b. Observasi urine dan feses (warna dan konsistensi).
Rasional: Perdarahan dapat terjadi melalui rute saluran kemih dan saluran cerna.
c. Gunakan sikat gigi yang halus.
Rasional: Sikat gigi yang kasar dapat menyebabkan terjadinya perdarahan gusi.
d. Gunakan jarum yang kecil.
Rasional: Meminimalkan terjadinya perdarahan.
e. Laporkan setiap tanda-tanda terjadinya perdarahan (tekanan darah menurun, nadi naik,
pucat, kecemasan meningkat).
Rasional: Perubahan efek hipotermi.
f. Hindari untuk pemberian Aspirin.
Rasional: Aspirin dapat menurunkan faktor pembekuan darah sehingga mempermudah
terjadinya perdarahan.
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, output
berlebih (mual dan muntah).
Tujuan:
Kekurangan volume cairan tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kreteria Hasil:
Membran mukosa lembab, tugor kulit elastis, intake output seimbang, TTV dalam batas
normal (TD: 120/80 mmhHg, nadi: 60 – 100 x/menit), Ht: 33 - 45 %.
Intervensi:
a. Ukur TTV (TD dan nadi) tiap dalam 8 jam.
Rasional: Perubahan TTV dapat menunjukkan efek hipovolemia.
b. Monitor intake output.
Rasional: Pemasukan yang lebih dari pengeluaran dapat mengartikan adanya obstruksi ginjal.
c. Observasi tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering tugor kulit elastis.
Rasional: Indikator langsung status hidrasi / cairan.
d. Timbang BB tiap hari.
Rasional: Mengukur keadekuatan pengganti cairan sesuai kebutuhan tubuh.
e. Berikan cairan sesuai instruksi.
Rasional: Mempertahankan keseimbangan cairan elektrolit.
f. Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena.
Rasional: Penurunan kadar Ht indikasi terjadinya perdarahan.
g. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium elektrolit, trombosit dan hematokrit.
Rasional: Penurunan nilai menunjukkan adanya kekurangan volume cairan.
4. Perubahan kebutuhan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake tidak adekuat.
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi kembali adekuat setelah tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil:
Konjungtiva emis, membran mukosa lembab, mual, muntah tidak ada, nafsu makan meningkat,
BB ideal, TTV dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg, nadi: 60 - 100 x/menit), Hb: 12 - 14
g/dl, albumin: 4 - 5,2 g/dl.
Intervensi:
a. Observasi kemampuan klien dalam menghabiskan makan.
Rasional: Membantu dalam menentukan intervensi.
b. Anjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional: Meningkatkan pemasukan dan mencegah distensi gaster.
c. Timbang BB klien.
Rasional: Mengawasi penurunan BB atau efektivitas intervensi nutrisi.
d. Observasi konjungtiva dan membran mukosa.
Rasional: Mengidentifikasi tanda-tanda kekurangan nutrisi.
e. Lakukan oral hygiene.
Rasional: Mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan.
f. Monitor hasil laboratorium: Hb dan albumin.
Rasional: Menguatkan efektivitas pemberian diit.
g. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit.
Rasional: Membantu dalam membuat diit untuk memenuhi kebutuhan individual.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian kemoterapi, radioterapi.
Tujuan:
Integritas kulit kembali utuh setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kreteria Hasil:
Lesi tidak ada, stomatitis tidak ada, kulit utuh.
Intervensi:
a. Observasi tanda-tanda kerusakan integritas kulit.
Rasional: Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi dan nutrisi.
b. Berikan perawatan kulit.
Rasional: Reaksi kulit terhadap beberapa agen kemoterapi seperti alergi, hiperpigmentasi,
pruritus dan allopesia.
c. Ubah posisi tiap 2 jam.
Rasional: Meningkatkan sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit.
d. Kolaborasi dalam pemberian diit TKTP.
Rasional: Meningkatkan status nutrisi.
6. Nyeri berhubungan dengan dilakukannya pemeriksaan diagnostik, efek fisiologi
neoplasma.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri klien berkurang atau terkontrol.
Kriteria Hasil:
Nyeri hilang atau berkurang, skala nyeri: 0 – 3, TTV dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg,
nadi: 60 - 100 x/menit, pernafasan: 12 - 20 x/menit).
Intervensi:
a. Observasi keluhan nyeri, skala, intersitas dan karakteristik.
Rasional: Memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan.
b. Ukur TTV (TD dan nadi) tiap dalam 8 jam.
Rasional: Takikardi dan pernafasan meningkat dapat mengidentifikasi adanya peningkatan
nyeri.
c. Ajarkan klien teknik relaksasi nafas dalam atau distraksi.
Rasional: Memungkinkan pasien untuk berpartisipasi secara aktif dan meningkatkan rasa
nyaman.
d. Berikan tekhnik kenyamanan seperti pijatan umum, kompres dan dukungan psikologis
(stimulus, sentuhan dan komunikasi terapeutik).
Rasional: Memberikan relaksasi dan membentu memfokuskan perhatian.
e. Ubah posisi klien dan berikan latihan Range Of Motion (ROM).
Rasional: Mengurangi rasa nyeri dan memperlancar sirkulasi darah.
f. Kolaboraasi dalam pemberian analgetik.
Rasional: Analgetik sering diberikan pada pasien kanker untuk mengurangi nyeri.
7. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan memiliki anak dengan kondisi yang
mengancam kehidupan.
Tujuan:
Proses dalam keluarga tidak mengalami perubahan setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kreteria Hasil:
Keluarga mendapat dukungan adekuat, peran keluarga meningkat, koping keluarga adekuat.
Intervensi:
a. Jelaskan alasan untuk setiap tindakan.
Rasional: Meningkatkan pemahaman dan pentingnya tindakan.
b. Hindarkan untuk menjelaskan yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Rasional: Mengkomunikasikan penerimaan akan realitas.
c. Jelaskan pada orang tua tentang proses penyakit.
Rasional: Memberikan perasaan empati.
d. Jelaskan seluruh tindakan yang dapat dilakukan.
Rasional: Mempengaruhi keluarga untuk menilai positif pada pengobatan kanker.
e. Anjurkan keluarga untuk mengekspresikan perasaan.
Rasional: Perasaan tidak berdaya dapat memperberat kesulitan dalam hal kerjasama untuk
pengobatan.
8. Berduka berhubungan dengan kehilangan aktual / potensial.
Tujuan:
Keluarga dapat mengantisipasi berduka setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kreteria Hasil:
Keluarga menerima kondisi anaknya, keluarga mendapat dukungan adekuat.
Intervensi:
a. Kaji tahapan berduka.
Rasional: Memperkuat normalitas reaksi akan hal yang dialami.
b. Berikan dukungan pada respon adaptif yang diberikan klien.
Rasional: Pasien merasa terdukung mengekspresikan perasaannya.
c. Luangkan waktu bersama anak untuk memberikan dukungan.
Rasional: Mengurangi perasaan isolasi dan diabaikan.
d. Fasilitasi anak untuk mengekspresikan perasaan.
Rasional: Menjadi bagian dari pemecahan masalah.
9. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan:
Klien dapat meningkatkan tolerannya terhadap aktivitas.
Kreteria Hasil:
Beraktivitas secara bertahap, lelah menurun, pucat tidak ada, sianosis tidak ada, TTV (TD:
120/80 mmHg, nadi: 60 - 100 x/menit, pernafasan: 12 - 20 x/menit, suhu: 36,1 - 37,5 0C).
Intervensi:
a. Kaji kemampuan klien dalam pemenuhan Activity Daily Living (ADL).
Rasional: Mengetahui tingkat toleransi klien terhadap aktivitas.
b. Ukur TTV sebelum dan sesudah aktivitas.
Rasional: Perubahan TTV dapat menyebabkan klien tidak toleran terhadap aktivitas.
c. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan ADL.
Rasional: Dapat memenuhi kebutuhan ADL klien dengan energi minimal.
d. Upayakan lingkungan yang tenang, tingkatkan istirahat.
Rasional: Meningkatkan energi untuk aktivitas dan penyembuhan jaringan.
10. Kurang pengetahuan mengenai penyakit leukemia dan efek samping kemoterapi
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan:
Pengetahuan keluarga bertambah setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kreteria Hasil:
Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, perawatan leukemia.
Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit.
Rasional: Mengidentifikasi kebutuhan belajar.
b. Berikan penyuluhan kesehatan: Pengertian, penyebab, tanda dan gejala akibat lanjut dan
perawatan leukemia.
Rasional: Membantu penilaian diagnosa kateter, memberikan informasi yang diperlukan.
c. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan keperawatan.
Rasional: Dapat mengurangi rasa takut dan kecemasan.
d. Evaluasi ulang tingkat pengetahuan keluarga.
Rasional: Kesalahan tentang konsep kanker dapat menimbulkan perasaan takut dan cemas.
J. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah kategori dari
perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan (Potter et al, 2005).
Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen
perencanaan dari proses keperawatan. Namun demikian, dibanyak lingkungan perawatan
kesehatan, implementasi mungkin dimulai secara langsung setelah pengkajian. Sebagai contoh
implementasi pada pasien dengan kegawatdaruratan.
Tindakan keperawatan yang dilaksanakan untuk membantu klien dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi komunikasi terapeutik serta penjelasan setiap tindakan yang
diberikan pada pasien.
Terdapat tiga tipe tindakan keperawatan, yaitu tindakan independent, dependent,
interdependent. Tindakan Independent adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat tanpa
petunjuk dan perintah dari dokter atau tim kesehatan lainnya seperti petugas gizi, radiologi,
laboratorium, sosial dan lain lain. Tindakan dependent adalah berhubungan dengan pelaksanaan
tindakan medis, sedangkan tindakan interdependent adalah tindakan yang membutuhkan
pengetahuan, keterampilan dan keahlian dari berbagai profesional perawatan kesehatan.
K. Evaluasi Keperawatan
Tahap akhir dari proses keperawatan adalah mengevaluasi respons pasien terhadap
perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai, evaluasi
asuhan keperawatan bertujuan agar pasien memperoleh kepuasan dan status kesehatan
meningkat, efektif dan efesien dalam asuhan keperawatan dimaksudkan agar pemberian
pelayanan keperawatan telah disesuaikan dengan pelayanan, kemampuan pasien dan tersedianya
sarana prasarana pelayanan.
Meskipun proses evaluasi tampak sama dengan kegiatan pengkajian, namun ada
perbedaan yang penting. Selain mengidentifikasi status umum dan masalah / kebutuhan pasien,
evaluasi berfokus pada ketepatan perawatan yang diberikan dan kemajuan pasien atau
kemunduran pasien terhadap hasil yang diharapkan.
Evaluasi merupakan proses keperawatan yang interaktif dan kontinu. Dalam menilai
keberhasilan asuhan keperawatan perlu memperhatikan (3) tiga hal yaitu : pertama pemenuhan
kebutuhan pasien, meliputi kebutuhan oksigen, cairan, makanan, eliminasi, istirahat / aktivitas
tidur interaksi sosial, perlindungan dari bahaya kehidupan normal dan kebutuhan terhindar dari
penyimpangan kesehatan. Kedua peningkatan pengetahuan pasien untuk memenuhi
kebutuhannya dan ketiga peningkatan motivasi pasien dalam mengatasi masalahnya.
DAFTAR PUSTAKAAlfian. (2007). Leukemia Mengintai Anak.diambil pada tanggal 09 Juli 2009 jam 16.00 WIB
dari http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/anak/leukemia100407.htm.
Bakta, I made. (2006). Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.
Betz, Cecily L. (2000). Pediatric Nursing Reference. Philadhelphia: Mosby’s.
Doenges, Marilyn. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.Haris, Lisa. (2003). Informasi Program Balita.diambil tanggal 15 Juli 2009
jam 20.20 WIB darihttp://groups.google.com/g/7667fc35.htm.Hidayat, Aziz Alimul. (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an Departemen Agama R.I. (1999). Al Jumanatul ’Ali (Al Qur’an dan Terjemahannya).AlFatihah Ayat 5, Al-Baqarah Ayat 153 dan Luqman Ayat 13,
Luqman Ayat 31. Bandung: J-ART.
Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC.Nursalam. (2001). Proses Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktik. Jakarta: Salemba
Medika.
Potter, Perry. (2005). Fundamental Of Nursing. Edisi 4. Volume 1. Jakarta: EGC.Puspitasari, Melly. Mengapa Anak Selalu Bertengkar.diambil tanggal 15 Juli 2009 jam
20.10 WIB dari http://info.balitacerdas.com/mod.php.
Richard, dkk. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 3. Jakarta: EGC
Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.Sophia, Enny. (2009). Komponen Nutrisi pada Susu.diambil pada tanggal 15 Juli 2009 jam 20.00
WIB darihttp://www.medicastore.com/artikel/270/.html.
Supardiman, Imka. (1997). Hematologi Klinik. Jakarta: PT Alumni.
Suriadi, dkk. (2001). Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
Suherman. (2000). Buku Saku Perkembangan Anak. Jakarta: EGC.
Supartini, Yupi. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
Wong, Donna L. (2000). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
(2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6. Volume 1. Jakarta: EGC.
(2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: EGC.
top related