alternatives on funding_labor law 13-ponno jonatan
Post on 07-Jun-2015
3.048 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KARYA AKHIR
ALTERNATIF PENDANAAN UNTUK IMBALAN PASCA KERJA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003
TENTANG KETENAGAKERJAAN
Diajukan Oleh :
PONNO JONATAN
66 03 26 206 Y
UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI SYARAT-SYARAT GUNA MECAPAI GELAR
MAGISTER MANAJEMEN 2006
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah Bapa yang maha pengasih untuk setiap
perbuatanNya yang ajaib sehingga karya akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis
berharap dengan adanya karya akhir ini setiap orang yang membacanya dapat memahami
program imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dan alternatif pendanaan atas program tersebut.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Isa Rachmatarwata, M.Math., FSAI, ASA, selaku pembimbing penulisan karya
akhir ini.
2. Bapak Steven Tanner, FSAI atas kesempatan dan dukungan yang telah diberikan
sehingga penulis dapat menuntut ilmu di Program Magister Manajemen Aktuaria
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
3. Seluruh kolega yang telah turut membimbing penulis dan memberikan pengetahuan
yang berguna untuk penulisan karya akhir ini: Mourits Rompah, Awal P. Kurnianto,
Bapak Nicky Theng, Bapak Muhammad Ismail, Bapak Yusman, Bapak Asep
Suwondo, Bapak Didi Achdijat, Ibu Marliana, Yves Guerard dan Firmansyah
Habiburahim.
4. Keluarga besar Jonatan yang selalu senantiasa mendoakan penulis, khususnya bagi
mama dan papa yang tidak pernah lupa mendoakan dari jauh.
5. Rekan-rekan penulis di kelas aktuaria 2003: Amelia, Zuhria, Mbak Rully, Mas
Mustaqim, Mas Hanung, Mas Eko, Mas Pardi, dan terutama kepada Mas Buddy yang
telah memberikan banyak sekali bantuan kepada penulis. Juga kepada rekan-rekan dari
kelas lain: Mas Budi Susanto, Parulian, Miko, Bardan, Polinom, Budi Lim, Pak Jan,
ii
Robert, Bang John, Vifi dan rekan-rekan lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu
namanya. Terima kasih untuk masa-masa indah yang telah kita lalui bersama.
6. Sahabat-Sahabat Penulis: Putri, Acid, Maudy, Lenny, Widawati, Yogi, Vera, Paul,
Neli, Fery, Panny, Vera, Mbak Diana, Mbak Yaya, murid-murid di Prodip Aktuaria,
teman-teman di IYO, Farabi, Mahawaditra, Topas Setiabudi dan terutama kepada
Abang Satria dan Xalient’s Baby Black yang selalu setia menemani penulis di saat-saat
sulit.
7. Seluruh Staf MM-UI, terutama staf administrasi dan perpustakaan MM-UI.
Penulis sadar bahwa karya akhir ini masih jauh dari sempurna. Karena itu penulis
akan sangat terbuka atas kritik dan saran yang dapat berguna untuk menyempurnakan
karya akhir ini.
Jakarta, Oktober 2006
Penulis
iii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Imbalan pasca kerja bagi sektor swasta di Indonesia ada yang bersifat wajib dan ada
pula yang bersifat sukarela. Imbalan pasca kerja yang bersifat wajib adalah yang
disediakan melalui Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan yang diatur dalam Undang-
Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Imbalan pasca kerja yang bersifat
sukarela antara lain adalah program pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 11 tahun
1992 tentang Dana Pensiun.
Pendanaan program pensiun, terutama jenis Program Pensiun Manfaat Pasti, harus
dilakukan secara teratur dan sistematis agar kewajiban atas pembayaran manfaat pensiun
kepada seluruh peserta program pensiun dapat terpenuhi. Sebaliknya, ketentuan tentang
imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan yang juga menggunakan rumusan imbalan pasti, tidak ada aturan
pendanaannya.
Perusahaan yang membayarkan imbalan pasca kerja dengan cara pay-as-you go dan
mengungkapkan beban pembayaran nyata (riil) dalam laporan keuangan perusahaan akan
memiliki anggaran biaya yang sangat fluktuatif setiap tahunnya sehingga akan
mempengaruhi laporan keuangan perusahaan dalam jangka panjang. Selain itu, tidak
adanya penyisihan dana akan menyebabkan tidak terjaminannya hak-hak karyawan atas
imbalan pasca kerja sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.
Bagi perusahaan yang memiliki program pensiun, pembiayaan imbalan pasca kerja
berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dapat
dilakukan dengan mengintegrasikan program imbalan pasca kerja tersebut dengan program
iv
pensiun. Integrasi tersebut dapat dilakukan melalui kesepakatan atau perjanjian tertulis
yang dibuat antara karyawan dan perusahaan.
Bagi perusahaan yang belum memiliki program pensiun, dapat dilakukan pendanaan
untuk program imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan dengan cara membentuk program pensiun dan melakukan
pendanaan secara teratur dan sistematis atas program tersebut. Jenis program pensiun yang
dapat dibentuk perusahaan antara lain adalah Program Pensiun Manfaat Pasti, Program
Pensiun Iuran Pasti atau kombinasi dari kedua jenis program pensiun tersebut. Pendanaan
dan pengelolaan program dapat dilakukan dengan cara membentuk dana pensiun atau
menyerahkan pendanaan dan pengelolaan program kepada pihak ketiga.
Program pensiun yang dibentuk perusahaan harus mempertimbangkan rasio
penggantian penghasilan yang dapat diterima oleh setiap peserta saat pensiun, kemampuan
finansial perusahaan, serta keadilan dalam memberikan manfaat kepada seluruh kelompok
peserta program.
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………....…...... i
RINGKASAN EKSEKUTIF ……………………………………………….….……. iii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………..…..….....
v
DAFTAR TABEL …………………………………………………………..…..….....
xii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………..….….… xv
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….…….. 1
1.1. Latar Belakang Masalah …………………………………………… 1
1.2. Perumusan Masalah ………..…………………………….………… 3
1.3. Pembatasan Masalah ……………………………………….....…… 4
1.4. Maksud dan Tujuan Penulisan …………………………….…….… 5
1.5. Metode Penulisan ………………………………………….………. 5
1.6. Sistematika Penulisan …………………………………….………... 6
BAB II LANDASAN TEORI PROGRAM PENSIUN………………………….. 8
2.1. Perkembangan Program Pensiun ………………………….….……. 8
2.2. Ketentuan Umum Program Pensiun ………………………………... 11
2.2.1. Syarat Kepesertaan Program Pensiun ………………..…….. 11
2.2.2. Periode Vesting …………………………..………………... 11
2.2.3. Besar dan Cara Pembayaran Manfaat …………………….... 12
2.3. Jenis-Jenis Program Pensiun ………………………………….……. 13
2.3.1. Program Pensiun Iuran Pasti ................………..................... 14
2.3.1.1 Program Pensiun Money-Purchase……………… 14
2.3.1.2. Program Pensiun berupa Tabungan……………... 16
2.3.1.3. Program Pensiun Pembagian Keuntungan……..... 17
vi
2.3.1.4. Program Pensiun dalam Bentuk Saham………..... 17
2.3.2. Program Pensiun Manfaat Pasti .............…………….…….. 18
2.3.2.1. Ketentuan Umum …………………...…….…...... 18
2.3.2.2. Rumus Manfaat Pensiun ……..……...………….. 20
2.3.2.3. Pola Manfaat Pensiun …...……...…….…..…...... 21
2.3.2.4. Jenis Penghasilan Dasar Pensiun ...…….……..… 21
2.3.3. Program Pensiun Kombinasi.................................................. 23
2.3.3.1.
Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi.......... 23
2.3.3.1. Program Pensiun Cash Balance.......... 23
2.3.3.1.2. Program Pensiun Minimum Balance... 24
2.3.3.1.3. Program Pensiun Equity...................... 24
2.3.3.1.4. Program Pensiun Life-Cycle .............. 25
2.3.3.2. Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi............... 25
2.3.3.2. Program Pensiun Target Manfaat…... 25
2.3.3.2.2. Program Pensiun Pembagian
Keuntungan Berdasarkan Usia ...........
26
2.3.3.2.3. Program Pensiun New Comparability.
26
2.3.3.3. Program Pensiun Kombinasi Lainnya .....…......... 26
2.4. Pendanaan Program Pensiun ...…...…...….....…….....…......…......... 27
2.4.1. Metode Pendanaan Pay-As-You-Go ….....…….....…......….. 27
2.4.1.1.
Anggaran Biaya Program Pensiun Berdasarkan Metode Pay-As-You-Go ….....……........................
28
2.4.1.2.
Jaminan Atas Pembayaran Manfaat Pensiun ......... 29
2.4.2. Metode Pendanaan Secara Teratur dan Sistematis …......….. 29
vii
2.4.2.1.
Anggaran Biaya Program Pensiun ….....…........… 31
2.4.2.2.
Jaminan atas Pembayaran Manfaat Pensiun ......… 31
2.4.3. Perhitungan Biaya Pendanaan Program Pensiun ….........….. 32
2.4.3.1.
Jumlah Manfaat Pensiun yang Akan dibayarkan ... 32
2.4.3.2.
Biaya Operasional Dana Pensiun ….........….…..... 34
2.4.3.3.
Hasil Pendapatan Investasi Dana Pensiun .....….... 34
2.5. Asumsi Aktuaria ........….…...........….…..........….…..........….…...... 34
2.5.1.
Kelompok Asumsi Aktuaria .….…....….…..........….…….... 35
2.5.1.1. Asumsi Aktuaria Ekonomi .….….....….….….….. 35
2.5.1.1.1. Asumsi Tingkat Bunga ….….……..... 35
2.5.1.1.2. Asumsi Tingkat Kenaikan Upah .…. 36
2.5.1.1.3. Asumsi Tingkat Kenaikan Manfaat Pensiun ….….….….….….….….…
37
2.5.1.2.
Asumsi Penyusutan Aktuaria .….…….….….…....
38
2.5.1.2.1. Tingkat Kematian .…….….….….….. 38
2.5.1.2.2. Tingkat Cacat ...................................... 39
2.5.1.2.3. Tingkat Pengunduran Diri….….…..... 40
2.5.1.3. Asumsi Lainnya ….….….......….…….…......….... 41
2.5.2.
Keuntungan atau Kerugian Aktuaria ...….…….…................ 42
2.6. Metode Perhitungan Aktuaria ….…….…........….…….…..….…......
42
2.6.1.
Nilai Sekarang …….…........….……...….…….…..….…... 42
2.6.2.
Tingkat Penyusutan Aktuaria…........….……...…............... 44
viii
2.6.3. Pemilhan Metode Perhitungan Aktuaria….……...….……. 46
2.6.3.1.
Metode Accrued Benefit Cost .……...….…….... 47
2.6.3.2. Metode Projected Benefit Cost .……...….…….. 48
2.6.4. Metode Projected Unit Credit ……...….……...…….......... 49
2.6.5. Manfaat-Manfaat Tambahan ……...….……...……............ 51
BAB III
IMBALAN PASCA KERJA DI INDONESIA ......................................... 55
3.1.
Definisi dan Klasifikasi Imbalan Pasca Kerja di Indonesia…........... 55
3.2. Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja......…...…............................. 55
3.2.1. Tujuan Program……............…...…..……...….................... 55
3.2.2. Partisipasi Program……............…...…..……...…..............
56
3.2.3. Jenis-Jenis Manfaat……............…...…..……...….............. 56
3.2.3.1 Besar Manfaat dan Iuran Jaminan Hari Tua........ 56
3.2.3. Pelaksanaan dan Pendanaan Program Jamsostek................. 57
3.2.5.
Ketentuan Pajak.................................................................... 57
3.3. Program Pensiun Dalam Bentuk Dana Pensiun…...……............….. 58
3.3.1.
Tujuan Pendirian Dana Pensiun.……............…...…........... 58
3.3.2. Partisipasi Program……............…...…..……...…...…........
58
3.3.3. Jenis-Jenis Manfaat Pensiun……............…...…..……........
58
3.3.4. Jenis-Jenis Dana Pensiun.........…...…..……........................
60
3.3.5.
Jenis-Jenis Program Pensiun ..…..…...…..…..…..…...…... 60
3.3.6. Pengelolaan Dana Pensiun ..…..….....…..…..…..…...….... 62
3.3.7. Pendanaan Dana Pensiun ..….......…..….…...….......……...
63
3.3.8. Ketentuan Pajak..….......…..….…...….......……..................
66
3.4. Imbalan Pasca Kerja Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.…..….…....……...............
66
ix
3.4.1.
Hak-Hak Pekerja Atas Imbalan Pasca Kerja........................ 67
3.4.2.
Ketentuan Pajak.................................................................... 70
3.4.3 Biaya Atas Ketentuan Pemberian Imbalan Pasca Kerja....... 70
3.4.4.
Akuntansi Imbalan Pasca Kerja...........................................
70
3.5. Integrasi Ketentuan Imbalan Pasca Kerja.…..….…....…..….…....... 72
3.6. Rasio Penggantian Penghasilan......................................................... 73
3.6.1. Jaminan Hari Tua Jamsostek….…….…….......................... 74
3.6.2. Imbalan Pasca Kerja berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan....................................................................
76
3.6.3. Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP).…….……..…….….... 77
3.6.4. Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP).............................. 78
BAB IV SIMULASI UNTUK ALTERNATIF PENDANAAN IMBALAN PASCA KERJA BERDASARKANUNDANG-UNDANG KETENAGEKERJAAN.............................................................................
81
4.1.
Pendahuluan ….…............................................................................. 81
4.2. Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP)….……….……….……… 82
4.2.1.
Simulasi Faktor Penghargaan….….……….……................. 83
4.2.1.1. Simulasi Faktor Penghargaan dikaitkan dengan Masa Kerja ….……….……...….……….……....
86
4.2.1.2. Simulasi Faktor Penghargaan dikaitkan dengan Usia........................................................................
90
4.2.1.3. Simulasi Faktor Penghargaan dikaitkan dengan Usia dan Masa Kerja ….……….……...….……..
95
4.2.2.
Faktor Nilai Sekarang pada Manfaat Pensiun .……...….…. 99
4.2.3.
Pengelolaan dan Pendanaan Program Pensiun Manfaat Pasti ……….…...….…….....................................................
103
4.3. Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) …...….……..………...……… 104
4.3.1.
Simulasi Tingkat Hasil Investasi …..……………...………. 105
x
4.3.2.
Simulasi Tingkat Kenaikan Upah …..……………...……... 107
4.3.3.
Simulasi Tingkat Iuran ..……………...……....…………… 109
4.3.3.1.
Simulasi Tingkat Iuran dikaitkan dengan Usia … 111
4.4.3.2.
Simulasi Tingkat Iuran dikaitkan dengan Masa Kerja ..………………………...……....…………
115
4.3.3.3.
Simulasi Tingkat Iuran dikaitkan dengan Usia dan Masa Kerja ..………………….…………......
118
4.3.4.
Pengelolaan dan Pendanaan Program Pensiun Iuran Pasti ...
119
4.4. Program Pensiun Kombinasi ..………………….………….……….
121
4.4.1.
Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi .………….…... 121
4.4.1.1.
Simulasi Tingkat Bunga untuk Menghitung Iuran Perusahaan ………….………….……………......
121
4.4.1.2.
Simulasi Tingkat Kenaikan Upah untuk Menghitung Iuran Perusahaan ….…………….....
125
4.4.1.3.
Pengelolaan dan Pendanaan Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi ………….…………....
126
4.4.2.
Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi .……………….....
126
4.4.2.1.
Kewajiban Masa Kerja Lalu .………………….... 127
4.4.2.2.
Iuran Normal .………………………………....... 129
4.4.2.3.
Pengelolaan dan Pendanaan Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi .……………………....
132
4.4.3.
Alternatif Pendanaan Lainnya.…………………………...... 132
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .………………………………………......
134
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 138
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. :
Perbandingan antara Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP)……………………....... 13
Tabel 3.1. :
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21……………...……....... 58
Tabel 3.2. :
Perbedaan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) ……………...................... 60
Tabel 3.3. :
Perbandingan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP)…………….......................... 61
Tabel 3.4. :
Batasan Investasi Dana Pensiun ………...…………………….... 65
Tabel 3.5. :
Besaran Imbalan Kerja dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan .......…………............................. 67
Tabel 3.6. :
Tabel Faktor Uang Pesangon dan Uang Penghargaan Masa Kerja.............................................................................................. 68
Tabel 3.7. :
Besar Jaminan Hari Tua Jamsostek……………………............... 74
Tabel 3.8. :
Rasio Penggantian Penghasilan dari Jaminan Hari Tua Program Jamsostek....................................................................................... 75
Tabel 3.9. :
Besar Manfaat Pensiun PPIP......................................................... 77
Tabel 3.10. :
Rasio Penggantian Penghasilan dari Manfaat Pensiun PPIP ........ 77
Tabel 3.11. :
Rasio Penggantian Penghasilan Melalui PPMP dengan Beberapa Faktor Penghargaan dan Tingkat Kenaikan Upah......................... 79
Tabel 4.1. :
Faktor Penghargaan per Tahun Masa Kerja Dengan Metode Garis Lurus…........….....……....................................................... 83
Tabel 4.2. :
Perbandingan Imbalan Pasca Kerja Berdasarkan UUK 13 dan PPMP (masa kerja 25 tahun)......................................................... 84
Tabel 4.3. :
Ilustrasi Pola Faktor Penghargaan PPMP yang dikaitkan dengan Masa Kerja..................................................................................... 86
Tabel 4.4. :
Perbandingan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP Menggunakan Pola Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Masa Kerja (usia mulai bekerja 25 tahun s.d 45 tahun) ....................................................................................... 89
Tabel 4.5. :
Ilustrasi Pola Faktor Penghargaan PPMP yang dikaitkan dengan Usia................................................................................................ 90
xii
Tabel 4.6. :
Perbandingan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP Menggunakan Pola Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia (usia mulai bekerja 25 tahun s.d 45 tahun) ............................................................................................ 94
Tabel 4.7. :
Faktor Penghargaan PPMP yang dikaitkan dengan Usia dan Masa Kerja (Pola-7) .....….....……........….....…..….................... 95
Tabel 4.8. :
Perbandingan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP Dengan Pola Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia dan Masa Kerja (usia mulai bekerja 25 tahun s.d 45 tahun)............................................................................................. 98
Tabel 4.9. :
Asumsi Aktuaria untuk menentukan Faktor Nilai Sekarang ........ 100
Tabel 4.10. :
Tabel Tingkat Penyusutan Aktuaria (Usia 25 tahun s.d. 55 tahun)............................................................................................. 101
Tabel 4.11. :
Tabel Four-Decrement Rate (Usia 25 tahun s.d. 55 tahun) ..…....
102
Tabel 4.12. :
Pola Fluktuasi Tingkat Hasil Investasi ……................................. 106
Tabel 4.13. :
Tingkat Iuran PPIP Dikaitkan dengan Usia…….……...….……..
111
Tabel 4.14. :
Tingkat Iuran PPIP Dikaitkan dengan Masa Kerja ……...…....... 115
Tabel 4.15. :
Perbandingan Manfaat Pensiun PPIP Dengan Tingkat Iuran dikaitkan dengan Masa Kerja (usia mulai menjadi peserta 25, 35 dan 45 tahun)…............................................................................. 116
Tabel 4.16. :
Tingkat Iuran PPIP Dikaitkan dengan Usia dan Masa Kerja (Pola-8).......................................................................................... 118
Tabel 4.17. :
Perbandingan Manfaat Pensiun PPIP Dengan Tingkat Iuran dikaitkan dengan Masa Kerja (usia mulai menjadi peserta 25, 35 dan 45 tahun)................................................................................. 118
Tabel 4.18. :
Iuran Perusahaan berdasarkan Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi (tingkat bunga 10% per tahun) .……….……............. 122
Tabel 4.19. :
Iuran Perusahaan berdasarkan Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi (tingkat bunga 11% per tahun) .……….………......... 123
Tabel 4.20. :
Iuran Perusahaan berdasarkan Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi (tingkat bunga 12% per tahun) .……….……............. 123
Tabel 4.21. :
Iuran Perusahaan berdasarkan Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi (tingkat bunga 13% per tahun) .……….…................. 123
xiii
Tabel 4.22. :
Kewajiban Masa Kerja Lalu (tingkat bunga 10% per tahun)........ 127
Tabel 4.23. :
Kewajiban Masa Kerja Lalu (tingkat bunga 11% per tahun) ....... 128
Tabel 4.24. :
Kewajiban Masa Kerja Lalu (tingkat bunga 12% per tahun) ....... 128
Tabel 4.25. :
Kewajiban Masa Kerja Lalu (tingkat bunga 13% per tahun) .….. 128
Tabel 4.26. :
Iuran Normal (tingkat bunga 10% per tahun) .……...…...............
129
Tabel 4.27. :
Iuran Normal (tingkat bunga 11% per tahun) .……...…...…........
129
Tabel 4.28. :
Iuran Normal (tingkat bunga 12% per tahun) .……...…...............
129
Tabel 4.29. Iuran Normal (tingkat bunga 13% per tahun) .……...…...……....
129
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2-1 :
Metode Pendanaan Pay-As-You-Go………………………….... 28
Gambar 2-2 :
Metode Pendanaan Secara Teratur dan Sistematis …..……...... 29
Gambar 2-3 :
Perbandingan Tabel Mortalita ………………………………... 39
Gambar 3.1. :
Struktur Pengelolaan Dana Pensiun ………………………....... 63
Gambar 3-2 :
Sistem Pendanaan Dana Pensiun …………………………....... 64
Gambar 3-3 :
Imbalan Kerja UUK 13/2003...................................................... 69
Gambar 4-1 :
Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja berdasarkan UUK 13 dan PPMP (usia 30 tahun s.d. 55 tahun)…….............. 85
Gambar 4-2 :
Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP Menggunakan Pola Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Masa Kerja (masa kerja 0 tahun s.d. 30 tahun)……....…………….......……...................... 87
Gambar 4-3 :
Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP Menggunakan Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia (usia 25 tahun s.d. 55 tahun)......... 91
Gambar 4-4 :
Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP Menggunakan Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia (usia 35 tahun s.d. 55 tahun)……. 92
Gambar 4-5 :
Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP Menggunakan Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia (usia 45 tahun s.d. 55 tahun)......... 93
Gambar 4-6 :
Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP dengan Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia dan Masa Kerja (usia 25 tahun s.d. 55 tahun).......................................................................................... 96
Gambar 4-7 :
Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP dengan Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia dan Masa Kerja (usia 35 tahun s.d. 55 tahun).......................................................................................... 97
Gambar 4-8 :
Perbandingan Pertumbuhan Nilai Sekarang dari Manfaat Pensiun PPMP dengan Beberapa Tingkat Bunga (usia 25 tahun s.d. 55 tahun)..................................................................... 100
xv
Gambar 4-9 :
Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP dengan Beberapa Tingkat Hasil Investasi (usia 25 tahun s.d. 55 tahun). 105
Gambar 4-10 :
Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP dengan Beberapa Pola Tingkat Hasil Investasi (usia 25 tahun s.d. 55 tahun)…….…............................................................................. 106
Gambar 4-11 :
Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP dengan Beberapa Tingkat Kenaikan Upah (usia 25 tahun s.d. 55 tahun).......................................................................................... 108
Gambar 4-12 :
Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP dengan Beberapa Tingkat Iuran (usia 25 tahun s.d. 55 tahun)….…..….....….…..…....................................................... 109
Gambar 4-13 :
Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP dengan Beberapa Tingkat Iuran (usia 40 tahun s.d. 55 tahun)….…..….....….…..…....................................................... 110
Gambar 4-14 :
Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP dengan Tingkat Iuran yang Dikaitkan dengan Usia (usia 25 tahun s.d. 55 tahun)..................................................................................... 112
Gambar 4-15 :
Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP dengan Tingkat Iuran yang Dikaitkan dengan Usia (usia 35 tahun s.d. 55 tahun)..................................................................................... 113
Gambar 4-16 :
Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP dengan Tingkat Iuran yang Dikaitkan dengan Usia (usia 45 tahun s.d. 55 tahun)..................................................................................... 114
Gambar 4-17 :
Perbandingan Tingkat Iuran Perusahaan dengan Beberapa Tingkat Kenaikan Upah dan Hasil Investasi (usia 25 tahun s.d. 55 tahun)..................................................................................... 125
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Tenaga kerja memiliki peranan yang penting bagi pembangunan nasional. Dahulu
tenaga kerja dipandang sebagai beban bagi perusahaan. Namun seiring dengan semakin
meningkatnya persaingan di dalam mendapatkan tenaga kerja yang berkualitas, tenaga
kerja sekarang ini dipandang sebagai aset perusahaan. Kesadaran ini membuat pemerintah
dan sektor swasta semakin memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan kesejahteraan
tenaga kerja.
Setiap tenaga kerja memiliki risiko kehilangan sebagian atau seluruh penghasilannya
dikarenakan berhenti bekerja, meninggal dunia, pensiun, sakit berkepanjangan atau cacat
sehingga tidak dapat lagi bekerja seperti sebelumnya. Pemerintah Indonesia berusaha
meningkatkan kesejahteraan pekerja antara lain dengan mengatur upaya penanganan
risiko-risiko tersebut. Berdasarkan Undang-Undang nomor 3 tahun 1992, tenaga kerja
diberikan perlindungan melalui Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).
Melalui program pensiun yang dibentuk oleh perusahaan berdasarkan ketentuan-ketentuan
Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun, tenaga kerja akan menerima
pembayaran manfaat yang dapat menggantikan penghasilan yang hilang atau berkurang
karena kejadian-kejadian seperti tersebut di atas.
Pemerintah Indonesia juga telah membuat Undang-Undang tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional yang ditujukan tidak hanya untuk tenaga kerja namun bagi seluruh
penduduk di Indonesia. Namun demikian, sistem jaminan sosial ini belum dapat
dilaksanakan hingga peraturan-peraturan pelaksanaan sistem ini selesai disusun. Terakhir,
2
berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003, Pemerintah mewajibkan pembayaran
imbalan pasca kerja tertentu oleh pengusaha kepada pekerjanya.
Biaya dan kewajiban yang timbul atas penyelenggaraan program pensiun,
keikutsertaan pada Program Jamsostek dan pembayaran imbalan pasca kerja berdasarkan
Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan wajib diungkapkan dalam laporan
keuangan perusahaan berdasarkan standar akuntansi yang berlaku. Sebelum tahun 2004,
tidak ada keharusan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk mengungkapkan biaya
dan kewajiban atas pelaksanaan ketentuan pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan
Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan dikarenakan belum adanya standar
akuntansi lokal yang mewajibkan pengungkapan tersebut. Pada saat itu, perusahaan
multinasional melakukan pengungkapan biaya atas imbalan pasca kerja dengan mengacu
pada standar akuntansi internasional yang digunakan oleh perusahaan induk, seperti
misalnya International Accounting Standard Number 19 (IAS 19), Financial Accounting
Standard Number 87 (FAS 87), atau Financial Reporting Standard Number 17 (FRS 17).
Pada pertengahan tahun 2004, Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan
Indonesia menetapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 24 yang
baru tentang akuntansi imbalan pasca kerja yang wajib digunakan oleh setiap perusahaan di
Indonesia dalam melakukan pengungkapan atas biaya dan kewajiban yang timbul karena
adanya ketentuan pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kewajiban untuk melakukan pengungkapan biaya
dan kewajiban tersebut menimbulkan persepsi baru di kalangan manajemen perusahaan
mengenai pertambahan beban perusahaan secara siginifikan, terutama bagi mereka yang
telah membentuk program pensiun secara sukarela bagi karyawannya.
3
1.2. Perumusan Masalah
Pendanaan program pensiun, terutama jenis Program Pensiun Manfaat Pasti, harus
dilakukan secara teratur dan sistematis agar kewajiban atas pembayaran manfaat pensiun
kepada seluruh peserta program pensiun dapat terpenuhi. Sebaliknya, ketentuan tentang
imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan yang juga menggunakan rumusan imbalan pasti, tidak ada aturan
pendanaannya.
Perusahaan yang membayarkan imbalan pasca kerja dengan cara pay-as-you go dan
mengungkapkan beban pembayaran nyata (riil) dalam laporan keuangan perusahaan akan
memiliki anggaran biaya yang sangat fluktuatif setiap tahunnya sehingga akan
mempengaruhi laporan keuangan perusahaan dalam jangka panjang. Selain itu, tidak
adanya penyisihan dana akan menyebabkan tidak terjaminannya hak-hak karyawan atas
imbalan pasca kerja sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.
Program imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003
tetang Ketenagakerjaan dapat diintegrasikan dengan program pensiun berdasarkan
Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Integrasi dilakukan terutama
atas karakter-karakter yang berbeda antara kedua program tersebut.
Berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
pembayaran imbalan pasca kerja bagi karyawan yang pensiun dapat dikompensasikan
melalui pembayaran manfaat pensiun berdasarkan ketentuan program pensiun yang
dimiliki oleh perusahaan. Namun demikian, tidak ada aturan mengenai pembayaran
imbalan pasca kerja selain pada saat karyawan pensiun. Dengan demikian, perusahaan
yang memiliki program pensiun wajib membayarkan manfaat ganda jika karyawan pensiun
dipercepat, meninggal dunia atau cacat, kecuali jika diatur berbeda dalam peraturan
4
perusahaan. Selain itu, pembayaraan manfaat pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor
11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun harus dilakukan secara bulanan dan ada ketentuan
penundaan pembayaran bagi mereka yang mengundurkan diri secara sukarela sebelum
mencapai usia pensiun dipercepat. Sementara pembayaran imbalan pasca kerja berdasarkan
Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diberikan secara sekaligus
dan segera saat karyawan mengundurkan diri secara sukarela, meninggal dunia, cacat atau
pensiun.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, perusahaan yang memiliki program pensiun
harus membuat kesepakatan dengan karyawan secara tertulis mengenai pembayaran
imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan yang berkaitan dengan program pensiun yang dimiliki perusahaan.
Bagi perusahaan yang belum memiliki program pensiun, dapat dilakukan pendanaan
untuk program imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan dengan cara membentuk program pensiun dan melakukan
pendanaan secara teratur dan sistematis atas program tersebut. Jenis program pensiun yang
dapat dibentuk perusahaan antara lain adalah Program Pensiun Manfaat Pasti, Program
Pensiun Iuran Pasti atau kombinasi dari kedua jenis program pensiun tersebut.
Pendanaan dan pengelolaan program pensiun dapat dilakukan dengan cara
membentuk dana pensiun atau menyerahkan pendanaan dan pengelolaan tersebut kepada
pihak ketiga.
1.3. Pembatasan Masalah
Masalah-masalah yang akan dibahas pada karya akhir ini memiliki batasan-batasan
sebagai berikut:
1. Pembahasan masalah dilakukan berkaitan dengan pemberian Jaminan Hari Tua melalui
Program Jamsostek, penyelenggaraan program pensiun berdasarkan Undang-Undang
5
nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun dan pemberian imbalan pasca kerja
berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
2. Pembahasan berdasarkan pada pemahaman umum yang telah disimpulkan oleh penulis
dari berbagai sumber yang ada atas peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan topik penulisan dan yang berlaku saat karya akhir ini disusun.
3. Data yang digunakan dalam ilustrasi dan simulasi adalah data individual buatan dengan
menggunakan asumsi aktuaria yang sesuai.
1.4. Maksud dan Tujuan Penulisan
Maksud dari penulisan karya akhir ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam
memperoleh gelar Magister Manajemen Aktuaria pada Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. Tujuan dari penulisan karya akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan alternatif pendanaan yang dapat dilakukan perusahaan untuk membiayai
ketentuan tentang imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan dan melakukan analisa untuk setiap pilihan cara
pendanaan.
2. Memberikan alternatif cara integrasi ketentuan imbalan pasca kerja berdasarkan
Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan program
pensiun yang dimiliki oleh perusahaan.
1.4. Metode Penulisan
Penelitian dilakukan dengan cara melakukan studi pustaka, yaitu mempelajari
peraturan perundang-undangan yang berlaku, berbagai buku ajaran dan media cetak
lainnya seperti surat kabar, majalah, buletin dan materi presentasi yang berkaitan dengan
topik penulisan karya ahir ini. Selain itu, dilakukan pula simulasi atas data individu buatan
6
dan melakukan analisa dari hasil simulasi tersebut. Penelitian dilakukan berdasarkan
batasan-batasan seperti yang tertulis pada nomor 1.3 di atas.
1.5. Sistematika Penulisan
Penulisan karya akhir ini disusun dalam sebuah sistematika penulisan berdasarkan
pada ketentuan yang ada. Sistematika dari penulisan karya akhir ini terdiri dari 5 (lima) bab
yaitu sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah penulisan karya akhir ini yaitu
berkaitan dengan ketentuan tentang imbalan pasca kerja berdasarkan
Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pada
bab ini juga dijelaskan perumusan masalah, pembatasan masalah,
maksud dan tujuan penulisan, metode penulisan serta sistematika
penulisan karya akhir ini.
BAB II : LANDASAN TEORI PROGRAM PENSIUN
Bab ini memuat teori-teori yang menjadi landasan penulisan pada bab-
bab selanjutnya. Teori-teori yang dibahas berkaitan dengan dasar dari
pelaksanaan program pensiun secara umum dan teori mengenai
perhitungan aktuaria yang dipergunakan dalam pendanaan program
pensiun.
BAB III : IMBALAN PASCA KERJA DI INDONESIA
Pada bab ini dijelaskan ketentuan umum mengenai imbalan pasca kerja
di Indonesia. Pada bab ini dijelaskan pula mengenai rasio penggantian
penghasilan yang dapat diperoleh pekerja melalui Program Jamsostek,
program pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 11 tahun 1992
tentang Dana Pensiun dan imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-
7
Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagkerjaan. Terakhir,
dijelaskan mengenai alternatif cara untuk mengintegrasikan ketentuan
pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan program pensiun yang
dimiliki oleh perusahaan.
BAB IV : SIMULASI UNTUK ALTERNATIF PENDANAAN IMBALAN
PASCA KERJA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
KETENAGEKERJAAN
Pada bab ini dibahas hasil simulasi atas alternatif pendanaan yang dapat
dilakukan oleh perusahaan untuk membiayai ketentuan pemberian
imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Dalam bab ini dibahas pula analisa atas hasil
simulasi baik dari sisi perusahaan dan karyawan serta cara pendanaan
dan pengelolaan program pensiun.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan kesimpulan atas dari bab-bab sebelumnya dan saran
dari penulis.
1
BAB I PENDAHULUAN
2.1. Latar Belakang Masalah
Tenaga kerja memiliki peranan yang penting bagi pembangunan nasional. Dahulu
tenaga kerja dipandang sebagai beban bagi perusahaan. Namun seiring dengan semakin
meningkatnya persaingan di dalam mendapatkan tenaga kerja yang berkualitas, tenaga
kerja sekarang ini dipandang sebagai aset perusahaan. Kesadaran ini membuat pemerintah
dan sektor swasta semakin memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan kesejahteraan
tenaga kerja.
Setiap tenaga kerja memiliki risiko kehilangan sebagian atau seluruh penghasilannya
dikarenakan berhenti bekerja, meninggal dunia, pensiun, sakit berkepanjangan atau cacat
sehingga tidak dapat lagi bekerja seperti sebelumnya. Pemerintah Indonesia berusaha
meningkatkan kesejahteraan pekerja antara lain dengan mengatur upaya penanganan
risiko-risiko tersebut. Berdasarkan Undang-Undang nomor 3 tahun 1992, tenaga kerja
diberikan perlindungan melalui Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).
Melalui program pensiun yang dibentuk oleh perusahaan berdasarkan ketentuan-ketentuan
Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun, tenaga kerja akan menerima
pembayaran manfaat yang dapat menggantikan penghasilan yang hilang atau berkurang
karena kejadian-kejadian seperti tersebut di atas.
Pemerintah Indonesia juga telah membuat Undang-Undang tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional yang ditujukan tidak hanya untuk tenaga kerja namun bagi seluruh
penduduk di Indonesia. Namun demikian, sistem jaminan sosial ini belum dapat
dilaksanakan hingga peraturan-peraturan pelaksanaan sistem ini selesai disusun. Terakhir,
2
berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003, Pemerintah mewajibkan pembayaran
imbalan pasca kerja tertentu oleh pengusaha kepada pekerjanya.
Biaya dan kewajiban yang timbul atas penyelenggaraan program pensiun,
keikutsertaan pada Program Jamsostek dan pembayaran imbalan pasca kerja berdasarkan
Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan wajib diungkapkan dalam laporan
keuangan perusahaan berdasarkan standar akuntansi yang berlaku. Sebelum tahun 2004,
tidak ada keharusan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk mengungkapkan biaya
dan kewajiban atas pelaksanaan ketentuan pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan
Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan dikarenakan belum adanya standar
akuntansi lokal yang mewajibkan pengungkapan tersebut. Pada saat itu, perusahaan
multinasional melakukan pengungkapan biaya atas imbalan pasca kerja dengan mengacu
pada standar akuntansi internasional yang digunakan oleh perusahaan induk, seperti
misalnya International Accounting Standard Number 19 (IAS 19), Financial Accounting
Standard Number 87 (FAS 87), atau Financial Reporting Standard Number 17 (FRS 17).
Pada pertengahan tahun 2004, Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan
Indonesia menetapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 24 yang
baru tentang akuntansi imbalan pasca kerja yang wajib digunakan oleh setiap perusahaan di
Indonesia dalam melakukan pengungkapan atas biaya dan kewajiban yang timbul karena
adanya ketentuan pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kewajiban untuk melakukan pengungkapan biaya
dan kewajiban tersebut menimbulkan persepsi baru di kalangan manajemen perusahaan
mengenai pertambahan beban perusahaan secara siginifikan, terutama bagi mereka yang
telah membentuk program pensiun secara sukarela bagi karyawannya.
3
1.3. Perumusan Masalah
Pendanaan program pensiun, terutama jenis Program Pensiun Manfaat Pasti, harus
dilakukan secara teratur dan sistematis agar kewajiban atas pembayaran manfaat pensiun
kepada seluruh peserta program pensiun dapat terpenuhi. Sebaliknya, ketentuan tentang
imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan yang juga menggunakan rumusan imbalan pasti, tidak ada aturan
pendanaannya.
Perusahaan yang membayarkan imbalan pasca kerja dengan cara pay-as-you go dan
mengungkapkan beban pembayaran nyata (riil) dalam laporan keuangan perusahaan akan
memiliki anggaran biaya yang sangat fluktuatif setiap tahunnya sehingga akan
mempengaruhi laporan keuangan perusahaan dalam jangka panjang. Selain itu, tidak
adanya penyisihan dana akan menyebabkan tidak terjaminannya hak-hak karyawan atas
imbalan pasca kerja sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.
Program imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003
tetang Ketenagakerjaan dapat diintegrasikan dengan program pensiun berdasarkan
Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Integrasi dilakukan terutama
atas karakter-karakter yang berbeda antara kedua program tersebut.
Berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
pembayaran imbalan pasca kerja bagi karyawan yang pensiun dapat dikompensasikan
melalui pembayaran manfaat pensiun berdasarkan ketentuan program pensiun yang
dimiliki oleh perusahaan. Namun demikian, tidak ada aturan mengenai pembayaran
imbalan pasca kerja selain pada saat karyawan pensiun. Dengan demikian, perusahaan
yang memiliki program pensiun wajib membayarkan manfaat ganda jika karyawan pensiun
dipercepat, meninggal dunia atau cacat, kecuali jika diatur berbeda dalam peraturan
4
perusahaan. Selain itu, pembayaraan manfaat pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor
11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun harus dilakukan secara bulanan dan ada ketentuan
penundaan pembayaran bagi mereka yang mengundurkan diri secara sukarela sebelum
mencapai usia pensiun dipercepat. Sementara pembayaran imbalan pasca kerja berdasarkan
Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diberikan secara sekaligus
dan segera saat karyawan mengundurkan diri secara sukarela, meninggal dunia, cacat atau
pensiun.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, perusahaan yang memiliki program pensiun
harus membuat kesepakatan dengan karyawan secara tertulis mengenai pembayaran
imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan yang berkaitan dengan program pensiun yang dimiliki perusahaan.
Bagi perusahaan yang belum memiliki program pensiun, dapat dilakukan pendanaan
untuk program imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan dengan cara membentuk program pensiun dan melakukan
pendanaan secara teratur dan sistematis atas program tersebut. Jenis program pensiun yang
dapat dibentuk perusahaan antara lain adalah Program Pensiun Manfaat Pasti, Program
Pensiun Iuran Pasti atau kombinasi dari kedua jenis program pensiun tersebut.
Pendanaan dan pengelolaan program pensiun dapat dilakukan dengan cara
membentuk dana pensiun atau menyerahkan pendanaan dan pengelolaan tersebut kepada
pihak ketiga.
1.3. Pembatasan Masalah
Masalah-masalah yang akan dibahas pada karya akhir ini memiliki batasan-batasan
sebagai berikut:
4. Pembahasan masalah dilakukan berkaitan dengan pemberian Jaminan Hari Tua melalui
Program Jamsostek, penyelenggaraan program pensiun berdasarkan Undang-Undang
5
nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun dan pemberian imbalan pasca kerja
berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
5. Pembahasan berdasarkan pada pemahaman umum yang telah disimpulkan oleh penulis
dari berbagai sumber yang ada atas peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan topik penulisan dan yang berlaku saat karya akhir ini disusun.
6. Data yang digunakan dalam ilustrasi dan simulasi adalah data individual buatan dengan
menggunakan asumsi aktuaria yang sesuai.
1.4. Maksud dan Tujuan Penulisan
Maksud dari penulisan karya akhir ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam
memperoleh gelar Magister Manajemen Aktuaria pada Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. Tujuan dari penulisan karya akhir ini adalah sebagai berikut:
3. Memberikan alternatif pendanaan yang dapat dilakukan perusahaan untuk membiayai
ketentuan tentang imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan dan melakukan analisa untuk setiap pilihan cara
pendanaan.
4. Memberikan alternatif cara integrasi ketentuan imbalan pasca kerja berdasarkan
Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan program
pensiun yang dimiliki oleh perusahaan.
1.4. Metode Penulisan
Penelitian dilakukan dengan cara melakukan studi pustaka, yaitu mempelajari
peraturan perundang-undangan yang berlaku, berbagai buku ajaran dan media cetak
lainnya seperti surat kabar, majalah, buletin dan materi presentasi yang berkaitan dengan
topik penulisan karya ahir ini. Selain itu, dilakukan pula simulasi atas data individu buatan
6
dan melakukan analisa dari hasil simulasi tersebut. Penelitian dilakukan berdasarkan
batasan-batasan seperti yang tertulis pada nomor 1.3 di atas.
1.6. Sistematika Penulisan
Penulisan karya akhir ini disusun dalam sebuah sistematika penulisan berdasarkan
pada ketentuan yang ada. Sistematika dari penulisan karya akhir ini terdiri dari 5 (lima) bab
yaitu sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah penulisan karya akhir ini yaitu
berkaitan dengan ketentuan tentang imbalan pasca kerja berdasarkan
Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pada
bab ini juga dijelaskan perumusan masalah, pembatasan masalah,
maksud dan tujuan penulisan, metode penulisan serta sistematika
penulisan karya akhir ini.
BAB II : LANDASAN TEORI PROGRAM PENSIUN
Bab ini memuat teori-teori yang menjadi landasan penulisan pada bab-
bab selanjutnya. Teori-teori yang dibahas berkaitan dengan dasar dari
pelaksanaan program pensiun secara umum dan teori mengenai
perhitungan aktuaria yang dipergunakan dalam pendanaan program
pensiun.
BAB III : IMBALAN PASCA KERJA DI INDONESIA
Pada bab ini dijelaskan ketentuan umum mengenai imbalan pasca kerja
di Indonesia. Pada bab ini dijelaskan pula mengenai rasio penggantian
penghasilan yang dapat diperoleh pekerja melalui Program Jamsostek,
program pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 11 tahun 1992
tentang Dana Pensiun dan imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-
7
Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagkerjaan. Terakhir,
dijelaskan mengenai alternatif cara untuk mengintegrasikan ketentuan
pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan program pensiun yang
dimiliki oleh perusahaan.
BAB IV : SIMULASI UNTUK ALTERNATIF PENDANAAN IMBALAN
PASCA KERJA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
KETENAGEKERJAAN
Pada bab ini dibahas hasil simulasi atas alternatif pendanaan yang dapat
dilakukan oleh perusahaan untuk membiayai ketentuan pemberian
imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Dalam bab ini dibahas pula analisa atas hasil
simulasi baik dari sisi perusahaan dan karyawan serta cara pendanaan
dan pengelolaan program pensiun.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan kesimpulan atas dari bab-bab sebelumnya dan saran
dari penulis.
8
BAB II LANDASAN TEORI PROGRAM PENSIUN
2.1. Perkembangan Program Pensiun
Tujuan utama pembetukan program pensiun bagi karyawan adalah untuk memberikan
kesinambungan penghasilan saat karyawan memasuki masa pensiun. Pada umumnya
program pnsiun tidak hanya memberikan manfaat saat karyawan pensiun tetapi juga
manfaat kepada karyawan yang berhenti bekerja sebelum mencapai usia pensiun baik
secara sukarela maupun karena menderita cacat sehingga tidak lagi dapat bekerja seperti
sebelumnya. Manfaat umumnya juga diberikan kepada ahli waris dari peserta atau
pensiunan yang telah meninggal dunia.
Program pensiun untuk tenaga kerja telah berkembang di negara-negara maju sejak
abad ke 19 (sembilan belas). Di Amerika Serikat, program pensiun pada mulanya
dimaksudkan untuk karyawan pemerintah federal, karyawan perusahaan kereta api dan
lembaga-lembaga keuangan. Kini program pensiun dilaksanakan oleh pemerintah dan
perusahaan-perusahaan swasta dengan tujuan untuk menjamin kesejahteraan karyawannya
setelah berhenti bekerja.
Program pensiun memerlukan suatu sistem pengelolaan yang sistematis, teratur dan
efisien. Suatu badan hukum yang mengelola dan menjalankan program pensiun
berdasarkan peraturan yang berlaku disebut dengan Dana Pensiun. Negara Kanada
memiliki Undang-Undang Dana Pensiun sejak tahun 1887, yaitu Pensiun Fund Societies
Act of 1887. Sementara di Amerika Serikat, program pensiun yang ada mulai berjalan
berdasarkan landasan hukum sejak disahkannya Employee Retirement Income Security Act
of 1974 (ERISA-1974)1.
1 Fundamentals of Private Pensions, Mc. Brown, et.al., chapter 2, p.32
9
Program pensiun tidak hanya merupakan jaminan kesinambungan penghasilan bagi
setiap karyawan tetapi juga merupakan salah satu pilar perekonomian dari sebuah negara.
Dana yang terkumpul melalui iuran perusahaan dan iuran peserta untuk membiayai
program pensiun merupakan sumber investasi yang besar bagi suatu negara.
Program pensiun diharapkan dapat memberikan keuntungan baik dari sisi karyawan
maupun perusahaan. Bagi karyawan, program pensiun dapat memberikan jaminan atas hari
tua mereka sehingga umumnya karyawan bersama-sama dengan serikat pekerja berusaha
memperjuangkan hak-hak mereka atas jaminan tersebut kepada perusahaan tempat mereka
bekerja. Sementara faktor-faktor umum yang mendorong perusahaan untuk membentuk
program pensiun adalah sebagai berikut:
1. Daya tarik dan retensi untuk karyawan yang berkualitas
Perusahaan-perusahaan saling bersaing dalam mencari dan mempertahankan karyawan
yang berkualitas. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh suatu perusahaan untuk
dapat bersaing dengan perusahaan lain adalah dengan cara memberikan manfaat
karyawan melalui program pensiun. Cara ini sangat berguna terutama bagi perusahaan
yang tidak dapat menawarkan upah yang tinggi. Program pensiun juga dapat menjadi
identitas bagi suatu perusahaan dalam industri.
2. Kewajiban moral dan imbalan jasa
Perusahaan memiliki kewajiban moral untuk dapat menjamin kesinambungan
penghasilan setiap tenaga kerja yang dimilikinya. Program pensiun merupakan salah
satu cara perusahaan dalam memberikan jaminan tersebut sebagai wujud penghargaan
atas masa kerja dan loyalitas karyawan terhadap perusahaan.
3. Meningkatnya produktivitas dan loyalitas karyawan
Program pensiun dapat menjadi motivasi bagi karyawan yang menjadi peserta program
untuk meningkatkan produktivitas dan loyalitas terhadap perusahaan. Terutama bagi
10
perusahaan yang menjanjikan manfaat pensiun yang semakin besar dengan semakin
panjangnya masa bekerja atau semakin besarnya upah karyawan.
4. Pertimbangan biaya
Dari sisi perusahaan, upah merupakan apresiasi perusahaan terhadap produktivitas
karyawan. Besar upah pada umumnya menaik dengan bertambahnya masa kerja.
Sementara produktivitas karyawan cenderung menurun dengan bertambah lanjutnya
usia. Dengan demikian upah yang menaik setiap tahunnya akan menjadi berlebihan
atau tidak sesuai dengan produktivitas yang karyawan tersebut dapat berikan sehingga
akan menambah biaya operasional perusahaan dalam jangka panjang. Dengan adanya
program pensiun, karyawan yang tidak lagi produktif untuk berhenti bekerja dapat
dengan mudah disarankan untuk pensiun dipercepat atau mengundurkan diri secara
sukarela.
5. Mengoptimalkan fasilitas pajak
Pada umumnya pemerintah mendukung pertumbuhan dana pensiun di negaranya. Salah
satu bentuk dukungan tersebut adalah berupa pemberian fasilitas pajak. Bagi karyawan,
iuran yang dibayarkan kepada dana pensiun dapat diperlakukan sebagai penghasilan
tidak kena pajak. Bagi perusahaan, iuran merupakan biaya sehingga dapat
dipergunakan untuk mengurangi pajak perusahaan. Selain itu, hasil investasi dana
pensiun bukan merupakan objek pajak sehingga akumulasi dana dapat menjadi lebih
cepat berkembang.
6. Patuh pada peraturan
Suatu negara pada umumnya memiliki program jaminan sosial bagi setiap warganya.
Program ini bersifat wajib sehingga setiap perusahaan diharuskan untuk membayar
iuran atas setiap tenaga kerja yang dimilikinya. Ketentuan lain yang bersifat wajib
adalah pemberian imbalan kerja kepada tenaga kerja yang mengalami pemutusan
11
hubungan kerja berdasarkan peraturan ketenagakerjaan. Adanya aturan-aturan tersebut
mendorong perusahaan untuk membentuk program pensiun yang dapat berintegrasi
dengan program-program yang bersifat wajib tersebut.
2.2. Ketentuan Umum Program Pensiun
2.2.1. Syarat Kepesertaan Program Pensiun
Kepesertaan program pensiun pada suatu perusahaan umumnya bersifat sukarela,
namun ada batas minimum usia dan masa kerja bagi karyawan yang hendak menjadi
peserta program. Selain itu, umunya perusahaan menentukan usia pensiun sebagai batas
maksimum usia karyawan untuk dapat tetap menjadi peserta program pensiun. Syarat-
syarat kepesertaan tersebut ditetapkan perusahaan berdasarkan obyektif dari pembentukan
program pensiun.
2.2.2. Periode Vesting
Pada umumnya sebuah program pensiun menetapkan suatu periode bagi peserta untuk
dapat memperoleh haknya, yaitu yang biasa disebut dengan periode vesting. Periode ini
umumnya digunakan untuk mengatur hak peserta yang mengundurkan diri secara sukarela
sebelum mencapai usia pensiun. Besar manfaat yang diterima umumnya lebih kecil
dibandingkan dengan manfaat pensiun yang dapat diterima saat peserta telah mencapai usia
pensiun. Pada umumnya peserta dikatakan telah memiliki hak penuh (fully-vested) atas
manfaat pensiun saat mencapai usia pensiun.
Bagi karyawan, periode vesting dapat menjadi jaminan atas manfaat yang menjadi
haknya jika terjadi pemutusan hubungan kerja secara sepihak dari perusahaan. Sehingga
karyawan yang diminta untuk berhenti bekerja sebelum mencapai usia pensiun dapat tetap
menerima haknya sebagai kesinambungan penghasilan. Bagi perusahaan, periode vesting
dapat dibuat dengan tujuan untuk melakukan retensi atas karyawannya. Karyawan yang
12
menjadi peserta program pensiun dapat dimotivasi secara tidak langsung untuk tetap
bekerja sampai mereka dapat menerima hak-haknya.
Periode vesting dapat berupa minimum masa kepesertaan (membership vesting) atau
masa kerja atau dapat pula berupa periode berjenjang dari masa kepesertaaan atau masa
kerja (grade vesting). Berdasarkan Undang-Undang tentang Dana Pensiun di Indonesia,
hak atas manfaat pensiun adalah setelah 3 (tiga) tahun masa kepesertaan. Sedangkan
berdasarkan Employee Retirement Income Security Act of 1974 (ERISA-1974), terdapat 3
(tiga) pilihan atas periode vesting, yaitu sebagai berikut2:
1. Peserta memiliki hak penuh atas manfaat pensiun setelah bekerja selama 10 (sepuluh)
tahun.
2. Periode berjenjang: Peserta berhak atas 25% (dua puluh lima per seratus) dari manfaat
pensiun setelah bekerja selama 5 (lima) tahun atau 30% (tiga puluh per seratus) dari
manfaat pensiun setelah bekerja selama 10 (sepuluh) tahun atau 40% (empat puluh per
seratus) dari manfaat pensiun setelah bekerja selama 15 (lima belas) tahun.
3. Aturan-45: peserta berhak atas 50% (lima puluh per seratus) dari manfaat pensiun
ketika usia dan masa kerjanya berjumlah 45 (empat puluh lima) tahun dan kemudian
meningkat 10% untuk setiap 5 (lima tahun) berikutnya.
2.2.3. Besar dan Cara Pembayaran Manfaat
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, tujuan dari pembentukan program pensiun
adalah untuk memberikan kesinambungan penghasilan di hari tua. Karena itu manfaat
pensiun pada umumnya baru dapat dibayarkan setelah peserta memasuki masa pensiun,
yaitu berupa anuitas yang dibayarkan kepada peserta atau ahli warisnya. Tetapi manfaat
bagi peserta yang berhenti bekerja sebelum pensiun karena meninggal dunia atau
menderita cacat umumnya akan segera dibayarkan kepada peserta atau ahli warisnya.
2 Pension Mathematics with Numerical Illustration, 2nd ed., Howard E. Winklevoss, footnote p.8
13
Pada umumnya besar manfaat yang diterima peserta yang berhenti bekerja sebelum
mencapai usia pensiun adalah berupa nilai sekarang dari manfaat pensiun. Nilai sekarang
dapat ditentukan berdasarkan perhitungan aktuaris sesuai dengan periode vesting yang ada.
Pemerintah umumnya mengatur besar minimum dan maksimum dari manfaat pensiun yang
dapat diterima oleh peserta program pensiun.
2.3. Jenis-Jenis Program Pensiun
Secara umum program pensiun terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu Program Pensiun
Manfaat Pasti (PPMP) dan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP). Dengan Program Pensiun
Manfaat Pasti, besar manfaat pensiun dapat dihitung berdasarkan rumus manfaat pensiun
yang ada. Besar manfaat pensiun Program Pensiun Iuran Pasti adalah berdasarkan
akumulasi iuran dan hasil investasi dari iuran yang dibayarkan atas nama peserta tersebut
tiap bulannya. Berikut ini adalah tabel perbandingan secara umum dari kedua jenis
program pensiun tersebut.
Tabel 2.1. Perbandingan antara Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP)
dan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) Aspek PPMP PPIP
Besar Manfaat Berdasarkan suatu rumus tertentu Bergantung pada besar akumulasi iuran dan hasil pengembangannya.
Kepastian Besar Manfaat
Pasti Tidak pasti
Iuran - Iuran perusahaan bergantung pada perhitungan aktuaris
- Iuran peserta (bila ada) adalah tetap berdasarkan peraturan dana pensiun
Iuran perusahaan dan iuran peserta (bila ada) tetap berdasarkan peraturan dana pensiun
Administrasi Dana Berupa rekening bersama Berupa rekening individu Risiko Investasi Ditanggung oleh perusahaan Ditanggung oleh peserta Perhitungan Aktuaria
Diperlukan Tidak diperlukan Kewajiban atas Masa Kerja lalu
Dapat diakui Tidak diakui
Pemindahan dana Sulit Mudah Preferensi - Perusahaan Lebih disukai oleh perusahaan berskala
besar Lebih disukai oleh perusahaan berskala kecil
- Karyawan Lebih disukasi oleh kelompok karyawan yang tidak suka risiko, berusia lanjut dan memiliki loyalitas tinggi
Lebih disukasi oleh kelompok karyawan yang berusia muda dan tidak memiliki karir panjang
14
Seiring dengan perkembangan program pensiun, muncul beberapa jenis program
pensiun yang merupakan kombinasi dari Program Pensiun Manfaat Pasti dan Program
Pensiun Iuran Pasti, yaitu yang disebut dengan Program Pensiun Kombinasi (Hybrid
Pension Plan). Berikut ini adalah penjelasan lebih terperinci mengenai Program Pensiun
Iuran Pasti, Program Pensiun Manfaat Pasti dan Program Pensiun Kombinasi.
2.3.1. Program Pensiun Iuran Pasti
Program pensiun yang termasuk dalam klasifikasi Program Pensiun Iuran Pasti antara
lain adalah sebagai berikut:
1. Program Pensiun Money-Purchase (Money-Purchase Pension Plan);
2. Program Pensiun berupa Tabungan (Savings Plan);
3. Program Pensiun Pembagian Keuntungan (Profit Sharing Plan);
4. Program Pensiun dalam Bentuk Saham (Stock Bonus Plan).
2.3.1.1. Program Pensiun Money-Purchase
Program Pensiun Money-Purchase merupakan bentuk dasar dari Program Pensiun
Iuran Pasti. Karakteristik umum dari program pensiun ini adalah sebagai berikut:
a. Besar manfaat pensiun
Besar manfaat pensiun bergantung pada besar akumulasi iuran dan pengembangannya.
b. Iuran perusahaan dan iuran peserta
- Besar iuran perusahaan dan iuran peserta (bila ada) masing-masing diatur di dalam
peraturan dana pensiun; dan
- Iuran peserta besarnya tetap berupa persentase dari upah setiap bulan atau berupa
nominal yang tetap dan peserta dapat memberikan tambahan kontribusi secara
sukarela.
15
c. Sistem administrasi dan investasi dana pensiun
- Saldo berupa akumulasi iuran dan hasil pengembangannya yang dilaporkan dalam
bentuk rekening individu;
- Pada umumnya iuran dikelola oleh pihak ketiga, seperti misalnya perusahaan
asuransi jiwa atau bank; dan
- Aset dana pensiun umumnya diinvestasikan pada satu atau lebih instrumen
investasi. Karena risiko investasi ditanggung oleh peserta, maka peserta berhak
untuk memilih cara investasi untuk dana yang dimilikinya.
d. Cara pembayaran manfaat
- Manfaat akan dibayarkan berdasarkan periode vesting yang ada. Jika peserta
mengundurkan diri secara sukarela sebelum periode tertentu, maka ia hanya berhak
atas akumulasi iurannya sendiri;
- Pada umumnya manfaat dapat dibayarkan seluruhnya setiap saat jika peserta
meninggal dunia atau menderita cacat hingga tidak dapat bekerja lagi; dan
- Peserta umumnya dapat memilih agar haknya dapat dibayarkan secara sekaligus
atau bulanan berdasarkan peraturan yang berlaku. Pembayaran secara bulanan
dilakukan dengan cara membeli anuitas seumur hidup.
e. Perhitungan aktuaria
Perhitungan aktuaria tidak mutlak diperlukan karena besar manfaat mudah untuk
dihitung.
f. Kewajiban atas masa kerja lalu
Pada umumnya perusahaan tidak menanggung kewajiban atas masa kerja lalu
karyawan. Iuran dihitung sejak pertama kali karyawan menjadi peserta pogram, bukan
sejak karyawan mulai bekerja.
16
g. Pelaksanaan dan komunikasi program
Besar manfaat yang tidak pasti menyebabkan program menjadi relatif sulit untuk
dikomunikasikan kepada seluruh peserta. Namun demikian, adanya rekening individu
atas nama setiap peserta membuat program ini relatif mudah untuk dikomunikasikan,
terutama untuk dana pensiun yang memiliki banyak mitra pendiri.
h. Preferensi
- Program Pensiun Iuran Pasti akan lebih menguntungkan bagi peserta yang berusia
muda karena memiliki kesempatan yang lebih panjang untuk mengiur hingga
mencapai usia pensiun. Sebaliknya, peserta yang telah berusia lanjut saat program
dibentuk akan merasa dirugikan karena periode mengiur yang lebih pendek dan
tidak adanya perhitungan iuran atas masa kerja lalu sehingga menyebabkan besar
manfaat yang akan diperoleh relatif lebih kecil daripada peserta berusia muda;
- Saldo yang dicatatkan secara individu membuat pemindahan dana menjadi relatif
mudah. Namun demikian, hal ini dapat merugikan dalam hal meretensi karyawan
karena karyawan dapat dengan mudah untuk keluar dari kepesertaan dan
mengalihkan saldonya ke dana pensiun lain;
- Tidak adanya risiko investasi bagi perusahaan dan pendanaan yang bersifat stabil
menyebabkan perusahaan berskala kecil akan lebih menyukai jenis Program
Pensiun Iuran Pasti.
2.3.1.2. Program Pensiun berupa Tabungan (Savings Plan)
Program Pensiun berupa Tabungan memiliki karakteristik umum yang sama dengan
Program Pensiun Money-Purchase. Tetapi karena program pensiun ini merupakan program
berbentuk tabungan, maka peserta program diharuskan untuk ikut mengiur. Peserta dapat
memilih besar iuran berdasarkan pilihan tingkat iuran yang ada. Pada umumnya iuran
perusahaan berupa persentase dari iuran peserta.
17
Pada umumnya Saving Plan tidak memiliki periode vesting atas hak peserta. Namun
demikian, pada umumnya ada pinalti untuk peserta yang mengundurkan diri secara
sukarela dalam suatu periode tertentu. Beberapa perusahaan menentukan suatu limit dari
dana yang dapat digunakan karyawan untuk suatu kebutuhan finansial, seperti misalnya
untuk biaya rumah sakit, membeli rumah, biaya pendidikan dan lainnya.
2.3.1.3. Program Pensiun Pembagian Keuntungan (Profit Sharing Plan)
Secara umum Program Pensiun Pembagian Keuntungan memiliki karakteristik yang
sama dengan Program Pensiun Money-Purchase. Karakteristik khusus dari program ini
adalah jumlah iuran perusahaan yang dihitung berdasarkan keuntungan perusahaan dalam
setahun. Pada umumnya program pensiun ini hanya diikuti oleh karyawan yang telah
cukup lama bekerja pada perusahaan. Pemberian pinjaman atas dana program umumnya
dapat diberikan berdasarkan ketentuan yang ada.
2.3.1.4. Program Pensiun dalam Bentuk Saham (Stock Bonus Plan)
Seperti halnya Program Pensiun berupa Tabungan, Program Pensiun dalam Bentuk
Saham merupakan program yang dikhususkan untuk karyawan dengan masa kerja yang
cukup panjang dan berada pada posisi yang cukup penting di perusahaan. Tidak seperti
Program Pensiun Iuran Pasti lainnya, dana yang terkumpul hanya diinvestasikan pada
saham milik perusahaan. Peserta akan mendapatkan manfaat pensiun sebesar tingkat hasil
investasi atas saham yang dimilikinya. Dengan program pensiun ini, karyawan dapat
termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya untuk perusahaan.
18
2.3.2. Program Pensiun Manfaat Pasti
2.3.2.1. Ketentuan Umum
Program Pensiun Manfaat Pasti memiliki karakteristik umum sebagai berikut:
a. Besar manfaat pensiun
- Besar manfaat pensiun dapat dihitung berdasarkan rumus manfaat pensiun yang
ditetapkan berdasarkan obyektif perusahaan dalam membentuk program pensiun;
- Besar manfaat yang diterima sebelum usia pensiun adalah sebesar nilai sekarang
dari manfaat pensiun yang dihitung dengan rumus manfaat pnsiun. Nilai sekarang
dihitung berdasarkan perhitungan aktuaris dengan menggunakan asumsi aktuaria
dan berdasarkan pada ketentuan dan peraturan yang berlaku.
b. Iuran perusahaan dan iuran peserta
- Bila peserta ikut mengiur, maka besar iurannya adalah tetap berdasarkan peraturan
dana pensiun; dan
- Besar iuran perusahaan fluktuatif karena bergantung pada hasil perhitungan
aktuaris atas biaya yang diperlukan untuk mendanai program pensiun dalam jangka
panjang (on-going-basis).
c. Sistem administrasi dan investasi dana pensiun
- Dana yang tekumpul merupakan rekening bersama dari seluruh peserta program;
- Karena risiko investasi ditanggung oleh perusahaan, maka arahan investasi
dilakukan hanya oleh perusahaan selaku pendiri dana pensiun.
d. Cara pembayaran manfaat
- Manfaat akan dibayarkan berdasarkan periode vesting yang ada. Jika peserta
mengundurkan diri secara sukarela sebelum periode vesting, maka ia hanya berhak
atas akumulasi iurannya sendiri;
19
- Manfaat dapat dibayarkan segera saat peserta meninggal dunia atau menderita cacat
sehingga tidak dapat bekerja lagi; dan
- Peserta umumnya dapat memilih agar haknya dapat dibayarkan secara sekaligus
atau bulanan berdasarkan peraturan yang berlaku. Pembayaran secara bulanan
dilakukan dengan cara membeli anuitas seumur hidup.
e. Perhitungan aktuaria
Perhitungan aktuaria diperlukan dalam menghitung biaya yang diperlukan untuk
mendanai program pensiun.
f. Kewajiban atas masa kerja lalu
Pada umumnya masa kerja karyawan sebelum menjadi peserta program dihitung yang
tercermin pada rumus manfaat pensiun yang digunakan dalam menentukan besar
manfaat pensiun yang akan diterima oleh peserta.
g. Pelaksanaan dan komunikasi program
Besar manfaat yang bersifat pasti berdasarkan suatu rumus membuat program ini
menjadi mudah untuk dikomunikasikan kepada seluruh peserta. Tetapi adanya faktor
nilai sekarang membuat program ini menjadi relatif sulit untuk dipahami.
h. Preferensi
- Adanya kepastian besar manfaat menyebabkan pogram pensiun ini lebih disukai
oleh karyawan berusia lanjut dan karyawan yang tidak menyukai risiko; dan
- Program Pensiun Manfaat Pasti dengan besar manfaat pensiun yang meningkat
dengan semakin bertambahnya masa kerja dan upah menyebabkan karyawan yang
memiliki karir panjang dan loyalitas tinggi akan lebih memilih jenis program
pensiun ini.
Program Pensiun Manfaat Pasti yang ada pada umumnya memiliki rumus manfaat
pensiun yang berbeda-beda seperti yang akan dijelaskan berikut ini.
20
2.3.2.2. Rumus Manfaat Pensiun
Besar manfaat pensiun yang akan diterima peserta sebagai penggganti penghasilan di
hari tua dapat dihitung dengan menggunakan rumus manfaat pensiun. Beberapa pilihan
rumus manfaat pensiun yang dapat digunakan antara lain adalah sebagai berikut:
a. Rumus Persentase Tetap
Rumus Persentase Tetap tidak bergantung pada masa kerja. Pada umumnya terdapat
ketentuan minimum masa kepesertaan atau masa kerja karyawan. Jika peserta memiliki
masa kerja atau masa kepesertaan yang kurang dari ketentuan saat mencapai usia
pensiun, maka manfaat akan dikurangi secara proporsional terhadap kekurangannya.
Penggunaan rumus ini sesuai untuk perusahaan yang memiliki karyawan dengan
tingkat penghasilan tidak bervariasi. Contoh dari Rumus Persentase Tetap adalah 60%
(enam puluh per seratus) dari upah terakhir.
b. Rumus Jumlah Tetap
Berdasarkan Rumus Jumlah Tetap, setiap peserta akan menerima manfaat pensiun yang
besarnya sama dan tidak bergantung pada usia, masa kerja dan upah. Contoh dari
rumus ini adalah Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah) per bulan. Seperti halnya Rumus
Persentase Tetap, rumus ini sesuai untuk perusahaan dengan yang memiliki karyawan
dengan tingkat penghasilan tidak bervariasi.
c. Rumus Unit Manfaat
Rumus Unit Manfaat akan memberikan manfaat pensiun berupa suatu nominal yang
sama setiap tahun masa kerja. Contoh dari rumus ini adalah Rp. 100.000 (seratus ribu
rupiah) per bulan untuk setiap tahun masa kerja. Seperti halnya Rumus Persentase
Tetap, pada umumnya ada ketentuan minimum masa kerja atau masa kepesertaan.
Penggunaan rumus ini juga sesuai untuk perusahaan yang memiliki karyawan dengan
tingkat penghasilan yang tidak bervariasi.
21
d. Rumus Persentase dari Penghasilan Setiap Tahun Masa Kerja
Berdasarkan rumus ini, besar manfaat pensiun bergantung pada upah dan masa kerja
peserta. Pada umumnya terdapat ketentuan atas maksimum masa kerja yang dapat
diperhitungkan dalam menghitung besar manfaat pensiun. Batasan masa kerja
umumnya dihitung setelah usia atau tanggal tertentu. Contoh dari rumus ini adalah
2,0% (dua per seratus) dari upah untuk setiap tahun masa kerja.
e. Rumus Manfaat Variabel
Rumus Manfaat Variabel umumnya dirancang untuk mengatasi efek dari inflasi atas
manfaat pensiun. Rumus dapat mengacu pada tingkat bunga suatu instrumen investasi
atau pada tingkat biaya kehidupan (cost-of-living index). Dengan menggunakan rumus
ini, manfaat pensiun yang diterima oleh Peserta diharapkan dapat dipertahankan pada
daya beli karyawan pada suatu tingkat tertentu.
2.3.2.3. Pola Manfaat Pensiun
Program pensiun dengan rumus manfaat pensiun yang bergantung pada masa kerja
harus menetapkan masa kerja yang dapat diperhitungkan dalam menentukan besar manfaat
pensiun. Jika masa kerja lalu karyawan sebelum menjadi peserta program pensiun
diperhitungkan dalam menentukan besar manfaat, maka perusahaan akan menanggung
kewajiban atas masa kerja lalu tersebut. Karena itu ketentuan perhitungan masa kerja lalu
harus ditetapkan berdasarkan kebijakasanaan dan kesangggupan dari perusahaan.
2.3.2.4. Jenis Penghasilan Dasar Pensiun
Definisi dari penghasilan dasar pensiun adalah penghasilan dari peserta program
pensiun yang diperhitungkan dalam menentukan besar manfaat pensiun. Ketentuan atas
penghasilan dasar pensiun akan mempengaruhi biaya yang diperlukan untuk mendanai
program pensiun. Karena itu perusahaan harus menetapkan terlebih dahulu definisi dari
22
penghasilan dasar pensiun dalam rumus manfaat pensiun. Berikut ini adalah beberapa
definisi dari penghasilan dasar pensiun yang umum digunakan.
a. Penghasilan terakhir
Definis dari penghasilan terakhir adalah penghasilan peserta sesaat sebelum berhenti
bekerja atau pensiun. Penggunaan penghasilan terakhir dalam menghitung besar
manfaat pensiun dapat merugikan peserta yang mengalami penurunan penghasilan
dasar pensiun di masa akhir karirnya. Rumus manfaat pensiun dengan penghasilan
terakhir akan menimbulkan biaya yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan
jenis penghasilan dasar pensiun lainnya.
b. Rata-rata penghasilan terakhir
Penghasilan yang diperhitungkan adalah rata-rata dari penghasilan peserta beberapa
tahun terakhir. Misalnya adalah 5 (lima) tahun terakhir atau tahun-tahun terakhir saat
peserta memiliki penghasilan tertinggi. Dengan rata-rata penghasilan terakhir, peserta
dapat terhindar dari akibat menurunnya penghasilan peserta pada tahun-tahun tertentu
karena sakit berkepanjangan atau karena adanya kebijaksanaan perusahaan untuk
menurunkan upah. Dengan demikian besar manfaat pensiun yang diterima peserta
dapat merepresentasikan standar kehidupan peserta menjelang pensiun.
c. Rata-rata penghasilan selama bekerja
Berdasarkan rumusan ini, penghasilan yang diperhitungkan dalam menentukan besar
manfaat pensiun adalah jumlah rata-rata dari penghasilan peserta selama bekerja. Besar
manfaat pensiun akan relatif stabil untuk setiap usia atau masa kerja sehingga lebih
disukai oleh karyawan yang berusia muda atau karyawan yang bekerja di pertengahan
karirnya. Sebaliknya, rumusan ini akan merugikan peserta yang berusia lanjut karena
mereka tidak memiliki penggantian penghasilan yang sesuai dengan standar kehidupan
seperti pada tahun-tahun terakhir menjelang pensiun. Dengan rumusan ini, perusahaan
23
dapat terhindar dari kewajiban yang sangat besar akibat tingginya tingkat kenaikan
upah di tahun-tahun tertentu.
2.3.3. Program Pensiun Kombinasi
Program Pensiun Manfaat Pasti dan Program Pensiun Iuran Pasti memiliki kelebihan
dan kekurangannya masing-masing. Perusahaan yang mengalami kesulitan dalam memilih
satu dari kedua program pensiun tersebut dapat mengkombinasikan keduanya sehingga
dapat memiliki suatu program yang sesuai dengan kebutuhan. Secara umum, Program
Pensiun Kombinasi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu Program Pensiun Manfaat
Pasti Kombinasi dan Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi. Berikut ini adalah
penjelasan dari kedua jenis Program Pensiun Kombinasi tersebut.
2.3.3.1. Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi
Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi memiliki karakteristik umum yang sama
dengan Program Pensiun Manfaat Pasti. Perbedaannya adalah iuran perusahaan tidak
dihitung berdasarkan hasil valuasi aktuaria seperti Program Pensiun Manfaat Pasti pada
umumnya. Berikut ini adalah beberapa jenis program yang dapat diklasifikasikan sebagai
Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi.
2.3.3.1.1. Program Pensiun Cash Balance
Perusahaan yang membentuk Program Pensiun Cash Balance harus menjamin besar
manfaat pensiun yang dihitung berdasarkan suatu rumus tertentu. Penjaminan tersebut
dilakukan dengan cara menetapkan suatu tingkat bunga yang tetap dalam menentukan
besar iuran perusahaan setiap tahunnya. Perusahaan juga wajib membayar kekurangan
dana jika terjadi defisit.
Program ini menggunakan rumus manfaat pensiun berupa proporsi dari
rata-rata penghasilan peserta selama bekerja. Pada umumnya besar manfaat proporsional
24
terhadap usia dan masa kerja. Besar manfaat pensiun relatif stabil di setiap usia dan masa
kerja sehingga akan disukai oleh karyawan berusia muda atau yang mulai bekerja di
pertengahan karirnya.
Seperti halnya Program Pensiun Manfaat Pasti, manfaat pensiun dapat dibayarkan
secara bulanan atau sekaligus berdasarkan pilihan peserta dan berdasarkan pada ketentuan
yang ada. Bagi peserta yang berhenti bekerja setelah periode vesting dapat mengalihkan
manfaatnya ke dana pensiun lain. Pada umumnya Program Cash-Balance memberikan
laporan individu berupa perhitungan kasar dari manfaat sekaligus yang menjadi hak tiap
peserta program.
2.3.3.1.2. Program Pensiun Minimum Balance
Program Minimum Balance adalah variansi dari Program Pensiun Cash Balance.
Perbedaannya adalah rumus manfaat pensiun yang digunakan berupa proporsi dari rata-
rata penghasilan terakhir. Program Pensiun ini akan memberikan manfaat pensiun yang
relatif lebih besar dibandingkan dengan Program Pensiun Cash Balance.
2.3.3.1.3. Program Pensiun Equity
Program Pensiun Equity memiliki ketentuan yang sama dengan Program Pensiun
Cash Balance. Perbedaannya adalah rumus manfaat pensiun yang digunakan adalah berupa
persentase dari rata-rata penghasilan terakhir per tahun masa kerja. Pada umumnya besar
persentase menaik dengan bertambahnya usia dan masa kerja peserta. Karena besar
manfaat bergantung pada usia dan masa kerja, program pensiun ini akan menguntungkan
peserta berusia lanjut atau yang memiliki jenjang karir yang cepat meningkat (fast-track
employees).
25
2.3.3.1.4. Program Pensiun Life Cycle
Program Pensiun Life Cycle merupakan variansi dari Program Pensiun Equity.
Perbedaannya adalah adanya perhitungan kasar dari saldo manfaat (hypothetical account
balances) untuk mengkomunikasikan besar manfaat pensiun yang menjadi hak peserta.
2.3.3.2. Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi
Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi adalah Program Pensiun yang
mengkombinasikan Program Pensiun Iuran Pasti dengan beberapa ketentuan pada Program
Pensiun Manfaat Pasti. Beberapa jenis program pensiun yang dapat diklasifikasikan
sebagai Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi antara lain adalah sebagai berikut:
2.3.3.2.1. Program Pensiun Target Manfaat
Program Pensiun Target Manfaat adalah Program Pensiun Iuran Pasti yang
menggunakan target manfaat dalam menghitung besar iuran perusahaan. Iuran perusahaan
dihitung dengan menggunakan metode aktuaria dengan tujuan untuk dapat mencapai target
manfaat pensiun berdasarkan suatu rumus tertentu. Namun demikian, perusahaan tidak
menjamin tercapainya target manfaat pensiun tersebut. Sehingga besar iuran perusahaan
tidak dipengaruhi oleh adanya perubahan hasil investasi atau keuntungan dan kerugian
aktuaria (actuarial gain and losses). Sehingga akumulasi iuran dan hasil
pengembangannya dapat lebih besar atau lebih kecil dari target manfaat.
Seperti halnya Program Pensiun Iuran Pasti, program pensiun ini memberikan laporan
saldo individu dari setiap peserta. Laporan tersebut merefleksikan keutungan dan kerugian
dari hasil investasi yang ada.
Iuran perusahaan relatif lebih pasti dibandingkan dengan iuran perusahaan pada
Program Pensiun Manfaat Pasti. Pada umumnya besar iuran proporsional terhadap usia
peserta sehingga akan lebih menguntungkan bagi peserta yang berusia lanjut.
26
2.3.3.2.2. Program Pensiun Pembagian Keuntungan Berdasarkan Usia
Program pensiun ini merupakan variansi dari Program Pensiun Pembagian
Keuntungan (Profit Sharing Plan). Perbedaannya adalah besar iuran bergantung pada usia
Peserta. Iuran akan semakin besar dengan bertambahnya usia Peserta.
Pada umumnya jenis program pensiun ini diaplikasikan pada perusahaan berskala
kecil dengan banyak karyawan berusia lanjut yang duduk di jajaran ekskutif dan karyawan
berusia muda di jajaran staf biasa. Program pensiun ini dapat menimbulkan kekecewaan
bagi mereka yang memiliki masa kerja dan upah yang sama namun tidak mendapatkan
manfaat Pensiun yang besarnya sama karena adanya perbedaan usia.
2.3.3.2.3. Program Pensiun New Comparability
Program pensiun ini serupa dengan Program Age-weighted Profit Sharing Plans.
Perbedaannya adalah besar iuran yang tidak hanya berdasarkan usia tetapi juga berdasarkan
jenis pekerjaan, masa kerja dan kebijaksanaan dari perusahaan.
2.3.3.3.Program Pensiun Kombinasi Lainnya
Beberapa bentuk kombinasi dari Program Pensiun Manfaat Pasti dan Program Pensiun
Iuran Pasti yang tidak termasuk dalam klasifikasi kedua program pensiun kombinasi yang
telah dijelaskan sebelumnya antara lain adalah sebagai berikut:
1. Program Pensiun Cangkokan
Berdasarkan Program Pensiun Cangkokan, perusahaan menjalankan Program Pensiun
Manfaat Pasti dan Program Pensiun Iuran Pasti secara bersamaan. Peserta akan
mendapatkan manfaat yang terbesar yang dapat diperoleh dari kedua jenis program
pensiun tersebut. Perusahaan juga dapat memberikan jenis program pensiun yang
berbeda berdasarkan usia dan masa kerja peserta. Dengan demikian pendanaan tidak
akan memberatkan Perusahaan tetapi bersifat adil bagi setiap karyawan.
27
2. Program Pensiun Fleksibel
Berdasarkan Program Pensiun Fleksibel, perusahaan mengkombinasi ketentuan umum
dari Program Pensiun Manfaat Pasti dan Program Pensiun Iuran Pasti, namun iuran
hanya berasal dari peserta program pensiun.
2.4. Pendanaan Program Pensiun
Pendanaan program pensiun adalah suatu penghimpunan dana yang dilakukan oleh
perusahaan dan karyawan (bila karyawan ikut mengiur) sehingga dana yang terkumpul
cukup untuk membayar hak-hak setiap peserta program pensiun. Pada dasarnya pendanaan
program pensiun merupakan suatu cara untuk menentukan jumlah dan waktu pembayaran
iuran sehingga setiap peserta program dapat menerima manfaat tepat waktu dan sesuai
dengan haknya.
Terdapat 2 (dua) metode pendanaan program pensiun, yaitu metode pay-as-you-go
dan metode pendanaan secara teratur dan sitematis. Berikut ini adalah penjelasan dari
kedua metode pendanaan tersebut.
2.4.1. Metode Pendanan Pay-As-You-Go
Metode pendanaan pay-as-you-go atau disebut juga dengan Current Disbursement
Financing merupakan metode pendanaan yang sederhana dan mudah untuk diaplikasikan.
Dengan metode ini, perusahaan membayarkan secara langsung manfaat pensiun kepada
peserta atau pensiunan. Manfaat pensiun yang dibayarkan berasal dari pendapatan
operasional perusahaan. Perusahaan mengendalikan pembayaran manfaat pensiun seperti
yang dilambangkan dengan katup pemberian manfaat pada gambar berikut:
28
Gambar 2-1 Metode Pendanaan Pay-As-You-Go
Sumber: Harvard Business Review (March-April 1966)
Terdapat 2 (dua) permasalahan yang timbul dari metode pendanaan ini, yaitu masalah
anggaran (budgeting) dan jaminan atas pembayaran manfaat pensiun. Berikut ini adalah
penjelasan dari kedua permasalahan tersebut.
2.4.1.1. Anggaran Biaya Program Pensiun berdasarkan metode Pay-As-You-Go
Berdasarkan metode pendanaan pay-as-you-go, manfaat pensiun merupakan biaya
operasional bagi perusahaan. Seluruh biaya yang telah dan akan dikeluarkan oleh
perusahaan dalam suatu periode tercermin di dalam laporan keuangan perusahaan. Dalam
laporan keuangan perusahaan, upah seorang karyawan dicatat sebagai biaya operasional
perusahaan sepanjang masa kerja karyawan tersebut. Biaya atas manfaat pensiun yang
akan diterima oleh peserta program di masa mendatang dicatat dalam laporan keuangan
perusahaan seolah-olah merupakan upah yang tertunda. Upah yang tertunda tersebut
dihitung seolah-olah peserta program akan bekerja hingga mencapai usia pensiun.
Walaupun pada kenyataannya manfaat pensiun dapat dibayarkan sebelum peserta pensiun
atau dibayarkan seumur hidup kepada ahli warisnya jika peserta meninggal dunia.
Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk membiayai program pensiun di awal
periode pembentukan program relatif kecil karena belum banyaknya jumlah pensiunan atau
peserta program yang berhenti bekerja. Hal ini menyebabkan adanya perkiraan laba yang
berlebihan dalam laporan laba-rugi perusahaan di awal periode pembentukan program.
Sebaliknya, pertambahan jumlah peserta program yang baru dan jumlah peserta yang
menerima manfaat pensiun menyebabkan perusahaan memerlukan biaya yang semakin
29
besar untuk membiayai program pensiun pada tahun-tahun berikutnya sehingga akan
terdapat penurunan laba perusahaan yang cukup signifikan dibandingkan dengan tahun-
tahun sebelumnya.
2.4.1.2. Jaminan atas Pembayaran Manfaat Pensiun
Permasalahan kedua pada metode pendanaan pay-as-you-go adalah tidak adanya
jaminan atas pembayaran manfaat kepada karyawan aktif maupun pensiunan. Walaupun
perusahaan mencatatkan beban atas manfaat pensiun dalam laporan keuangan, perusahaan
tidak berkewajiban untuk melakukan penyisihan dana atas atas beban tersebut. Perusahaan
yang mengalami kebangkrutan tidak akan memiliki dana yang dapat digunakan untuk
membayar manfaat yang menjadi hak setiap peserta program pensiun.
Untuk mengatasi kedua permasalahan seperti telah dijelaskan sebelumnya,
perusahaan dapat melakukan pendanaan secara teratur dan sistematis seperti yang
dijelaskan berikut ini.
2.4.2. Metode Pendanaan Secara Teratur dan Sistematis
Metode pendanaan secara teratur dan sistematis dapat diilustrasikan seperti pada
gambar berikut:
Gambar 2-2 Metode Pendanaan Secara Teratur dan Sistematis
Sumber: Harvard Business Review (March-April 1966)
30
Berdasarkan gambar di atas, aset dana pensiun digambarkan sebagai air yang
terkumpul di dalam sebuah tempat penampungan air yang memiliki 3 (tiga) sumber
masuknya air dan 2 (dua) saluran untuk air keluar. Air yang terkumpul dalam tempat
penampungan air tersebut melambangkan himpunan dana yang berasal dari 3 (tiga)
sumber, yaitu iuran perusahaan yang berasal dari pendapatan operasional perusahaan,
pendapatan investasi dana pensiun dan iuran peserta program pensiun.
Sumber dana berupa iuran perusahaan memiliki katup yang dapat mengendalikan arus
dana yang masuk. Katup tersebut melambangkan hasil perhitungan aktuaris dan peraturan
pemerintah yang menentukan besar iuran perusahaan yang harus dibayarkan secara teratur.
Sumber dana berikutnya berasal dari hasil pendapatan investasi dana pensiun. Pengukur
tekanan pada gambar melambangkan tingkat hasil investasi yang diperoleh dana pensiun.
Jika tingkat hasil investasi negatif maka pengukuran tekanan akan menunjukan angka
negatif dan arus dana pensiun akan berbalik arah keluar dari tempat penampungan air.
Dengan perkataan lain, dana yang terkumpul dapat berkurang jika hasil investasi dana
pensiun negatif. Sebaliknya, jika pengukur tekanan menunjukan angka positif berarti
tingkat hasil investasi positif dan dana bertambah. Sumber dana yang terakhir adalah iuran
peserta. Jika peserta program tidak diwajibkan untuk ikut mengiur (Non-Contributory
Pension Plan) maka katup air tersebut digambarkan tertutup. Sebaliknya, untuk program
pensiun yang pesertanya ikut mengiur (Contributory Pension Plan), katup air yang terbuka
melambangkan arus dana yang masuk dari iuran peserta yang besarnya tetap sesuai dengan
peraturan dana pensiun.
Dana yang terkumpul digunakan untuk membayar manfaat yang menjadi hak tiap
peserta program, yaitu digambarkan dengan arus pembayaran manfaat yang dikendalikan
oleh sebuah katup. Katup pembayaran manfaat melambangkan peraturan dana pensiun
yang mengatur besar manfaat yang menjadi hak tiap peserta program. Arus dana keluar
31
yang lain adalah biaya operasional dana pensiun yang dilambangkan dengan kran kecil di
bawah tempat penampungan air. Walaupun besar dana yang keluar tidak terlalu besar, tetap
harus dikendalikan melalui tata kelola dana pensiun yang efektif dan efisien.
Proses pendanaan yang teratur dan sistematis seperti dijelaskan di atas dapat
mengatasi masalah yang timbul dari penggunaan metode pendanaan pay-as-you-go, seperti
yang dijelaskan berikut ini.
2.4.2.1. Anggaran Biaya Program Pensiun
Pembayaran manfaat pensiun kepada peserta, pensiunan atau ahli waris dibayarkan
dengan menggunakan aset dana pensiun yang terpisah dari aset perusahaan. Dengan
Program Pensiun Iuran Pasti, iuran perusahaan hanya dibayarkan atas nama peserta selama
peserta tersebut masih aktif bekerja pada perusahaan. Dan berdasarkan Program Pensiun
Manfaat Pasti, iuran perusahaan dihitung secara aktuaria dengan menggunakan berbagai
asumsi yang sesuai dengan kondisi perusahaan dan karakteristik dari peserta program.
Asumsi tersebut meliputi kemungkinan karyawan untuk berhenti bekerja, meninggal dunia
atau cacat. Iuran perusahaan juga dihitung dengan memperhitungkan asumsi tingkat bunga,
tingkat kenaikan upah dan kondisi aset dana pensiun. Dengan demikian, biaya atas
pendanaan program pensiun akan dicatat dalam laporan keuangan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang benar dan bersifat stabil dalam jangka panjang.
2.4.2.2.Jaminan atas Pembayaran Manfaat Pensiun
Jika katup iran perusahaan seperti pada Gambar 2-2 tertutup karena perusahaan tidak
mampu untuk membayarkan iuran, maka hak atas peserta tetap terjamin dengan adanya
aset dana pensiun yang terpisah dari aset perusahaan. Walapun aset dana pensiun dapat
berkurang karena buruknya investasi, hak peserta atas manfaat pensiun relatif lebih
terjamin dibandingkan dengan metode pendanaan pay-as-you-go. Hal ini dikarenakan
32
perhitungan besar iuran perusahaan menggunakan metode perhitungan aktuaria yang telah
memperhitungkan estimasi biaya-biaya dalam jangka panjang.
Perhitungan biaya pendanaan program pensiun dengan menggunakan metode
perhitungan aktuaria akan dijelaskan berikut ini.
2.4.3. Perhitungan Biaya Pendanaan Program Pensiun
Biaya pendanaan program pensiun yang sebenarnya dapat dihitung dengan cara
menunggu hingga pensiunan yang terakhir meninggal dunia, lalu menjumlah semua
pembayaran manfaat pensiun dan biaya operasional yang dan menguranginya dengan hasil
pendapatan investasi dana pensiun. Biaya pendanaan program pensiun yang sebenarnya
pada periode t tahun dapat ditulis sebagai berikut:
Biaya sebenarnya = tB - d ( )tAset
Notasi tB
adalah jumlah manfaat yang dibayarkan pada periode t tahun. Notasi d ( )tAset
adalah akumulasi iuran dan hasil pendapatan investasi dikurangi dengan biaya operasional.
Aset yang digunakan untuk menghitung biaya sebenarnya pada tahun ke-t berupa nilai
sekarang dari aset tersebut, yaitu setelah dikalikan dengan faktor diskonto d = 1
i
i. Notasi
i adalah tingkat bunga sebenarnya selama periode t tahun.
Berikut ini akan dijelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pendanaan
program pensiun, yaitu yang terdiri dari jumlah manfaat pensiun yang akan dibayarkan,
biaya operasional dan hasil pendapatan investasi dana pensiun.
2.4.3.1. Jumlah Manfaat Pensiun yang akan Dibayarkan
Jumlah manfaat pensiun yang akan dibayarkan bergantung pada 3 (tiga) hal, yaitu
sebagai berikut:
33
1. Rumus manfaat pensiun
Semakin besar manfaat pensiun yang dijanjikan oleh program pensiun, semakin besar
pula estimasi jumlah manfaat pensiun yang akan dibayarkan kepada peserta program.
Besar manfaat pensiun bergantung pada rumus manfaat pensiun yang digunakan. Jika
rumus manfat pensiun berupa persentase dari upah, maka manfaat pensiun akan
semakin besar dengan semakin besarnya persentase yang digunakan. Selain itu, asumsi
tingkat kenaikan upah akan mempengaruhi estimasi besar manfaat pensiun di masa
yang akan datang.
2. Karakteristik peserta program pensiun
Karakteristik peserta program pensiun antara lain adalah usia, jenis kelamin,
penghasilan dan masa kerja. Jika rumus manfaat pensiun berkaitan dengan usia dan
atau masa kerja, maka karakteristik dari peserta program akan mempengaruhi jumlah
manfaat pensiun yang akan dibayarkan di masa mendatang. Aktuaris menggunakan
asumsi demografi dalam menghitung estimasi jumlah peserta yang akan menerima
manfaat pensiun di masa mendatang. Asumsi demografi terdiri dari tingkat kematian,
tingkat cacat, tingkat pengunduran diri, periode anuitas dan kemungkinan karyawan
untuk pensiun dipercepat. Berdasarkan asumsi demografi yang digunakan, karakteristik
peserta dan ahli warisnya akan mempengaruhi jumlah manfaat pensiun yang akan
dibayarkan di masa yang akan datang.
3. Asumsi aktuaria
Estimasi jumlah manfaat pensiun yang akan dibayarkan di masa mendatang juga
bergantung pada asumsi aktuaria yang digunakan. Jika asumsi aktuaria bersifat
konservatif, maka estimasi jumlah manfaat pensiun yang akan dibayarkan pada suatu
periode tidak sebesar jika menggunakan asumsi aktuaria yang bersifat agresif.
34
2.4.3.2. Biaya Operasional Dana Pensiun
Biaya operasional dana pensiun merupakan biaya-biaya yang diperlukan dalam
pelaksanaan program pensiun, yaitu berkaitan dengan proses administrasi dan investasi.
Tata kelola dana pensiun yang efisien dan sesuai dengan peraturan yang berlaku akan
memperkecil biaya operasioanl dana pensiun. Asumsi biaya yang digunakan dalam
menghitung estimasi biaya operasional harus disesuaikan dengan cara administrasi dana
pensiun dan manajemen investasi yang digunakan.
2.4.3.3. Hasil Pendapatan Investasi Dana Pensiun
Jumlah aset dana pensiun bergantung pada hasil pendapatan investasi. Aset dana
pensiun akan semakin besar dengan semakin besarnya hasil pendapatan investasi yang
dapat digunakan untuk mengurangi biaya pendanaan program pensiun. Tingkat hasil
pendapatan investasi dana pensiun bergantung pada kinerja portofolio aset dana pensiun.
Asumsi tingkat hasil investasi yang digunakan dalam menentukan estimasi pendapatan
investasi dana pensiun harus mengacu kepada alokasi aset dana pensiun.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, estimasi biaya pendanaan program pensiun
memerlukan asumsi-asumsi aktuaria. Berikut ini adalah penjelasan dari asumsi-asumsi
yang umum digunakan oleh aktuaris dalam melakukan perhitungan aktuaria atas biaya
pendanaan program pensiun.
2.5. Asumsi Aktuaria
Tidak ada seorangpun di dunia ini yang dapat memperkirakan secara tepat apa yang
akan terjadi di masa depan. Metode perhitungan aktuaria yang digunakan oleh aktuaris
berkaitan dengan kejadian-kejadian yang akan terjadi di masa depan. Aktuaris harus dapat
membuat taksiran terbaik dalam melakukan perhitungan aktuaria, yaitu dengan cara
menggunakan asumsi aktuaria yang masuk akal dan dapat diterima oleh semua pihak.
35
Asumsi aktuaria dapat dibuat berdasarkan suatu standar atau berdasarkan ekstrapolasi
dari pengalaman masa lalu yang disesuaikan dengan antisipasi kejadian di masa
mendatang. Penggunaan asumsi aktuaria dalam menentukan biaya pendanaan program
pensiun harus konsisten dari tahun ke tahun kecuali jika terjadi perubahan yang dampaknya
akan sangat signifikan untuk keadaan di masa mendatang. Berikut ini adalah penjelasan
dari asumsi aktuaria yang umum digunakan dalam perhitungan aktuaria.
2.5.1. Kelompok Asumsi Aktuaria
Asumsi perhitungan aktuaria dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu asumsi
ekonomi aktuaria dan asumsi penyusutan aktuaria. Asumsi ekonomi terdiri atas asumsi
tingkat bunga, asumsi tingkat kenaikan upah dan asumsi tingkat kenaikan manfaat pensiun.
Asumsi penyusutan aktuaria terdiri atas peluang terjadinya pensiun normal, pensiun
dipercepat dan pensiun wajib, tingkat cacat, tingkat kematian serta tingkat pengunduran
diri. Asumsi lain yang perlu digunakan antara lain adalah struktur keluarga, perbedaan usia
antara peserta dan ahli waris, biaya operasional dana pensiun dan pajak. Berikut ini adalah
penjelasan dari asumsi-asumsi tersebut.
2.5.1.1. Asumsi Aktuaria Ekonomi
2.5.1.1.1. Asumsi Tingkat Bunga
Asumsi tingkat bunga atau disebut juga dengan tingkat diskonto merupakan faktor
yang sangat berpengaruh dalam perhitungan biaya pendanaan program pensiun.
Berdasarkan Standar Praktik Aktuaria Dana Pensiun yang digunakan oleh aktuaris di
Indonesia, asumsi tingkat bunga merupakan asumsi perkiraan atas harapan hasil investasi
kekayaan dana pensiun yang akan diperoleh dalam jangka panjang. Faktor-faktor yang
perlu diperhatikan dalam menentukan asumsi ini adalah sebagai berikut:
36
a. Tingkat hasil investasi riil
Tingkat hasil investasi riil yang digunakan untuk menentukan asumsi tingkat bunga
adalah tingkat hasil investasi instrumen jangka panjang berisiko rendah dikurangi
dengan tingkat inflasi. Karena pada umumnya tingkat kenaikan upah berdasarkan pada
tingkat inflasi, masa tingkat hasil investasi riil yang digunakan dapat berupa tingkat
hasil investasi yang telah dikurangi dengan tingkat kenaikan upah.
b. Risiko investasi dana pensiun
Tingkat risiko investasi dana pensiun dapat dilihat dari portofolio investasi aset dana
pensiun. Arahan investasi, biaya operasional untuk investasi, kondisi pasar modal dan
sifat usaha dari perusahaan selaku pendiri dana pensiun perlu diperhatikan dalam
menentukan tingkat risiko invetasi dana pensiun.
c. Tingkat inflasi
Tingkat inflasi yang digunakan dalam menentukan tingkat bunga adalah tingkat inflasi
jangka panjang. Kondisi ekonomi makro dan kebijakan pemerintah perlu diperhatikan
dalam memproyeksikan tingkat inflasi jangka panjang.
2.5.1.1.2. Asumsi Tingkat Kenaikan Upah
Asumsi tingkat kenaikan upah atau penghasilan dasar pensiun harus digunakan
terutama untuk program pensiun yang menggunakan rumus manfaat pensiun yang
berkaitan dengan penghasilan terakhir. Faktor-faktor yang yang harus diperhatikan dalam
menentukan estimasi kenaikan upah di masa datang antara lain adalah tingkat inflasi, jenis
pekerjaan, jenjang karir dan tingkat kenaikan upah yang umum digunakan oleh
perusahaan-perusahaan dalam suatu jenis industri.
Faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan tingkat kenaikan upah adalah
faktor inflasi karena pada umumnya perusahaan memberikan tingkat kenaikan upah yang
selaras dengan tingkat inflasi. Tingkat inflasi yang digunakan adalah tingkat inflasi jangka
37
panjang karena proyeksi upah dihitung untuk berapa puluh tahun ke depan sesuai dengan
ekspektasi harapan hidup seluruh peserta program pensiun. Estimasi tingkat inflasi juga
dapat mengikuti indeks harga konsumen atau indeks upah karyawan.
Asumsi tingkat kenaikan upah yang umumnya digunakan adalah sama untuk setiap
peserta program walaupun pada kenyataannya tingkat kenaikan upah berbeda-beda untuk
setiap peserta. Produktifitas seseorang berkurang dengan bertambahnya usia sehingga pada
umumnya tingkat kenaikan upah karyawan berkurang saat memasuki usia tertentu. Namun
demikian, adanya karyawan baru akan menyebabkan distribusi kenaikan upah berdasarkan
usia dan masa kerja setelah diaproksimasi adalah relatif sama dalam suatu populasi
kepesertaan program pensiun.
2.5.1.1.3. Asumsi Tingkat Kenaikan Manfaat Pensiun
Beberapa program pensiun menjanjikan adanya kenaikan manfaat pensiun bagi
pensiunan dan ahli warisnya dengan tujuan untuk menjaga standar kehidupan dari setiap
penerima manfaat pensiun. Kenaikan manfaat pensiun dapat berupa suatu rumusan yang
berkaitan dengan usia atau berupa tambahan nominal yang tetap dan sama untuk setiap
penerima manfaat pensiun.
Kenaikan manfaat pensiun dapat menyebabkan kewajiban perusahaan atas pendanaan
program pensiun menjadi sangat besar dan sulit untuk dikendalikan. Karena itu ketentuan
kenaikan manfaat pensiun perlu diperhitungkan dalam menghitung biaya pendanaan
program pensiun.
38
2.5.1.2. Asumsi Penyusutan Aktuaria
2.5.1.2.1. Tingkat Kematian
Faktor utama yang sangat berpengaruh pada tingkat kematian atau mortalita adalah
usia. Tingkat mortalita akan semakin besar dengan semakin lanjutnya usia. Faktor kedua
yang berpengaruh pada tingkat mortalita adalah jenis kelamin. Berdasarkan penelitian,
wanita memiliki tingkat mortalita yang lebih rendah daripada pria untuk usia yang sama.
Faktor lainnya yang juga berpengaruh pada tingkat mortalita adalah jenis pekerjaan.
Semakin tinggi risiko kematian bagi suatu jenis pekerjaan akan menyebabkan semakin
tingginya tingkat mortalita dari peserta program. Pada umumnya aktuaris melakukan
penyesuaian tingkat mortalita untuk perusahaan yang sebagian besar karyawannya bekerja
di lingkungan pekerjaan yang memiliki risiko tinggi terhadap kematian.
Jika peserta berhak atas manfaat meninggal dunia sebelum dan sesudah pensiun, maka
semakin tinggi asumsi tingkat kematian yang digunakan akan menyebabkan semakin
besarnya biaya yang diperlukan atas manfaat meninggal dunia. Jika manfaat meninggal
dunia yang dijanjikan tidak sebesar manfaat pensiun normal, maka tingkat kematian yang
tinggi akan menyebabkan penurunan biaya yang cukup signifikan terutama bagi dana
pensiun yang memiliki sedikit peserta. Sebaliknya, penggunaan asumsi tingkat kematian
yang rendah akan menyebabkan semakin banyaknya peserta yang akan menerima manfaat
pensiun normal sehingga akan menambah biaya pendanaan program pensiun.
Pada umumnya aktuaris menggunakan tabel mortalita standar seperti antara lain
Commissioners Standard Ordinary Mortality Table 1958 (CSO 1980), Commissioners
Standard Ordinary Mortality Table 1980 (CSO 1980), Group Annuity Mortality Table
1971 (GAM 1971). Di Indonesia, tabel mortalita yang tersedia adalah Tabel Mortalita
Indonesia 1993 atau TMI I dan Tabel Mortalita Indonesia 1999 atau TMI II. Berikut ini
adalah grafik yang menunjukan perbandingan antara tabel-tabel mortalita tersebut.
39
Gambar 2-3 Perbandingan Tabel Mortalita
0.000
0.005
0.010
0.015
0.020
0.025
0.030
0.035
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55
CSO 1958 CSO 1980 TMI I TMI II GAM 1971
Dari gambar di atas terlihat bahwa tidak ada perbedaan tingkat mortalita yang
siginifikan di setiap usia antara tabel mortalita yang berbeda. Tabel-tabel mortalita tersebut
merupakan hasil penilitian atas suatu populasi yang sangat besar yang diamati sejak ratusan
tahun yang lalu. Tingkat mortalita untuk populasi yang sangat kecil sulit untuk dihitung
sehingga seringkali aktuaris tidak menggunakan asumsi tingkat mortalita dalam melakukan
valuasi aktuaria untuk dana pensiun dengan jumlah peserta kurang dari 100 (seratus) orang.
2.5.1.2.2. Tingkat Cacat
Jika program pensiun menjanjikan manfaat cacat bagi peserta, maka aktuaris harus
menghitung kemungkinan peserta untuk menderita cacat sebelum mencapai usia pensiun.
Estimasi tersebut harus dilakukan berdasarkan pengalaman atau data tingkat cacat yang
dimiliki oleh perusahaan selama beberapa tahun sebelumnya. Sama halnya dengan tingkat
mortalita, biaya pendanaan yang diperlukan untuk manfaat cacat akan semakin tinggi
dengan semakin tingginya asumsi tingkat cacat yang digunakan.
40
Pada umumnya perusahaan tidak memiliki data tingkat cacat karyawan yang cukup
untuk dapat dijadikan acuan. Sehingga umumnya aktuaris mengasumsikan tingkat cacat
pada kisaran 5%-10% dari tingkat mortalita dan melakukan penyesuaian untuk perusahaan
yang sebagian besar karyawannya bekerja di lingkungan pekerjaan yang memiliki risiko
tinggi terhadap kecelakaan.
2.5.1.2.3. Tingkat Pengunduran Diri
Pada umumnya suatu program pensiun memberikan manfaat berhenti bekerja yang
lebih kecil dibandingkan dengan manfaat pensiun normal. Dengan demikian, biaya
pendanaan untuk program pensiun akan semakin kecil dengan semakin tingginya
penggunaan asumsi tingkat pengunduran diri atau pemutusan hubungan kerja.
Estimasi jangka panjang untuk tingkat pengunduran diri secara sukarela maupun
sepihak dari perusahaan berbeda-beda sesuai dengan jenis industri perusahaan dan kondisi
perekonomian. Tingkat pemutusan hubungan kerja sepihak dari perusahaan bergantung
pada kebijaksanaan atau rencana jangka panjang yang dimiliki perusahaan, sementara
tingkat penguduran diri secara sukarela bergantung pada usia dan masa kerja.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penguduran diri antara lain adalah jenis
kelamin, jenis pekerjaan, tingkat penghasilan, panjang-pendeknya karir, program manfaat
karyawan yang dimiliki perusahaan dan kondisi perekonomian. Pada umumnya kondisi
perekonomian yang buruk akan menyebabkan semakin sedikitnya karyawan yang
berkeinginan untuk mengundurkan diri namum menyebabkan semakin tingginya tingkat
pemutusan hubungan kerja yang dilakukan sepihak oleh perusahaan.
Tingkat pengunduran diri secara sukarela pada umumnya sangat tinggi untuk
kelompok karyawan berusia muda dengan masa kerja pendek. Sehingga asumsi tingkat
pengunduran diri yang digunakan oleh aktuaris umumnya akan berkurang seiring dengan
pertambahan usia dan pertambahan masa kerja.
41
Tingkat pengunduran diri juga dipengaruhi oleh periode vesting berdasarkan
ketentuan program pensiun. Pada umumnya tingkat pengunduran diri meningkat saat
mendekati usia pensiun dipercepat dan kemudian berkurang ketika mendekati usia pensiun
normal. Aktuaris harus menggunakan asumsi pensiun dipercepat untuk program pensiun
yang memperbolehkan pesertanya untuk pensiun sebelum usia pensiun normal. Biaya
pendanaan program pensiun akan semakin kecil dengan semakin lanjutnya usia pensiun
normal.
2.5.1.3. Asumsi Lainnya
Asumsi lain yang perlu diperhitungkan dalam menghitung estimasi biaya pendanaan
program pensiun antara lain adalah struktur keluarga, perbedaan usia antara peserta dan
ahli waris, asumsi usia peserta baru, biaya operasional dan pajak.
Manfaat pensiun harus dibayarkan secara bulanan kepada pensiunan atau ahli
warisnya berupa anuitas seumur hidup. Dengan demikian diperlukan asumsi tingkat
mortalita setelah masa pensiun dan asumsi proporsi manfaat yang akan diterima ahli
warisnya. Asumsi ini dapat ditentukan dengan melihat pada struktur keluarga atau
perbedaan usia antara pensiunan dan ahli waris yang sah.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dana pensiun memerlukan biaya operasional
berkaitan dengan administrasi pelaksanaan program pensiun dan pengelolaan dana.
Walaupun besarnya tidak signifikan, biaya operasional akan mempengaruhi besar aset dana
pensiun di masa mendatang. Dengan demikian perlu dibuat asumsi biaya operasional
dalam melakukan perhitungan aktuaria.
Manfaat pensiun merupakan pendapatan yang merupakan objek pajak. Jika dana
pensiun menanggung pajak atas manfaat pensiun, maka pajak harus diperhitungkan sebagai
faktor penambah biaya.
42
2.5.2. Keuntungan atau Kerugian Aktuaria
Estimasi biaya pendanaan program pensiun yang dihitung dengan asumsi tentunya
akan berbeda dengan biaya pendanaan yang sebenarnya. Perbedaan hasil perhitungan
dengan menggunakan asumsi aktuaria dengan kenyataannya akan menimbulkan yang
disebut dengan keuntungan dan kerugian aktuaria.
Tingkat kenaikan upah yang lebih besar dari asumsi yang digunakan akan
menghasilkan kerugian aktuaria. Sementara hasil pendapatan investasi yang melebihi
asumsi tingkat bunga atau tingkat pendapatan investasi akan menghasilkan keuntungan
aktuaria. Keuntungan dan kerugian aktuaria diharapkan akan dapat saling menggantikan
sehingga estimasi kewajiban atas pendanaan program pensiun dapat dipandang sebagai
suatu estimasi terbaik.
2.6. Metode Perhitungan Aktuaria
Metode perhitungan aktuaria adalah metode perhitungan yang digunakan untuk
menetapkan besar nilai sekarang dari manfaat pensiun pada suatu periode tertentu dari
suatu Program Pensiun Manfaat Pasti. Nilai sekarang dari manfaat pensiun ini terdiri dari
iuran normal dan kewajiban aktuaria3.
2.6.1. Nilai Sekarang
Jika kita menginvestasikan sebesar Rp. 100 (seratus rupiah) saat ini maka setahun
kemudian kita tidak hanya memiliki uang sebesar Rp. 100 (seratus rupiah) saja, melainkan
Rp. 100 (seratus rupiah) ditambah dengan bunga selama setahun. Sebaliknya, dengan
adanya unsur bunga kita tidak perlu menabung sebesar Rp. 100 (seratus rupiah) hari ini
untuk mendapatkan uang sebesar Rp. 100 (seratus rupiah) setahun yang akan datang.
Misalkan i adalah tingkat bunga dalam suatu periode t tahun. Untuk memperoleh
Rp. 100 (seratus rupiah) dalam t tahun yang akan datang, kita dapat menginvestasikan
3 Standar Praktik Aktuaria Dana Pensiun No. 5.01 tentang istilah-istilah, Persatuan Aktuaris Indonesia, 1998.
43
sebesar Rp. 100 (seratus rupiah) dikalikan dengan 1
(1 )tisaat ini. Fungsi
1
(1 )ti
disebut
juga faktor diskonto selama t tahun dan umumnya dinotasikan dengan v. Nilai 100
(1 )ti
disebut juga dengan nilai sekarang dari Rp. 100 (seratus rupiah).
Definisi dari nilai sekarang manfaat pensiun atau Present Value of Future Benefits
(PVFB) adalah nilai sekarang pada tanggal perhitungan aktuaria dari manfaat pensiun yang
dibayarkan di masa yang akan datang, yang dihitung dengan menggunakan asumsi
aktuaria4.
Misalkan suatu program pensiun memberikan manfaat pensiun berupa anuitas, yaitu
berupa pembayaran berkala sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah) per bulan kepada
peserta yang telah mencapai usia pensiun normal 60 (enam puluh) tahun selama seumur
hidup. Nilai sekarang dari anuitas pada saat peserta berusia 60 (enam puluh) tahun dapat
dituliskan sebagai berikut:
60a = 500 600
kk
k
v p = 500 2 361 62 63 60(1 .... ......)n
nvp v p v p v p
Notasi kv adalah faktor diskonto untuk periode k tahun dan notasi 60k p adalah probabilitas
sesorang berusia 60 (enam puluh) tahun akan hidup hingga k tahun.
Nilai sekarang dari manfaat pensiun bagi seorang peserta berusia 35 (tiga puluh lima)
tahun saat tanggal perhitungan aktuaria adalah sebagai berikut:
35PVFB = 500 60a 25v ( )25 35p
dengan
35PVFB adalah nilai sekarang dari manfaat pensiun saat usia x tahun;
60a adalah nilai sekarang dari anuitas seumur hidup di usia 60 (enam puluh) tahun;
25v adalah faktor diskonto selama 25 (dua puluh lima) tahun; dan
4 Standar Praktik Aktuaria Dana Pensiun No. 5.01 tentang istilah-istilah, Persatuan Aktuaris Indonesia, 1998.
44
( )
25 35p adalah tingkat penyusutan aktuaria total di usia 35 (tiga puluh lima) tahun hingga
usia 60 (enam puluh) tahun.
Tingkat penyusutan aktuaria merupakan probabilitas seorang peserta program pensiun
dapat tetap menjadi peserta hingga mencapai usia pensiun. Berikut ini adalah penjelasan
mengenai tingkat penyusutan aktuaria.
2.6.2. Tingkat Penyusutan Aktuaria
Misalkan T adalah waktu tunggu sampai kematian pertama terjadi, maka ( )TS t adalah
probabilitas kematian pertama setelah waktu t seperti tertulis pada persamaan berikut:
( ) Pr( )TS t T t t xp
Notasi ( )TS t disebut juga dengan fungsi kehidupan atau probabilitas seseorang berusia x
akan bertahan hidup selama t tahun atau hingga tahun x + t. Negasi dari fungsi kehidupan
disebut juga tingkat mortalita, yaitu probabilitas seorang berusia x tahun meninggal dunia
dalam t tahun seperti pada persamaan berikut:
1t x t xq p
Tingkat mortalita, t xq merupakan tingkat penyusutan aktuaria yang akan menyebabkan
biaya pendanaan program pensiun berkurang karena adanya probabilitas seorang peserta
program meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiun.
Seorang karyawan yang menjadi peserta program pensiun memiliki kemungkinan
untuk bekerja hingga usia pensiun normal atau berhenti bekerja sebelum mencapai usia
pensiun normal karena pensiun dipercepat, meninggal dunia, menderita cacat atau
mengundurkan diri secara sukarela.
Probabilitas seorang karyawan berusia x tetap menjadi peserta program pensiun dalam
setahun dengan tingkat penyusutan aktuaria tunggal adalah sebagai berikut:
45
( ) ' ( ) ' ( ) ' ( ) ' ( ). .m d w rx x x x xp p p p p
' ( ) ' ( ) ' ( ) ' ( )(1 )(1 )(1 )(1 )m d w r
x x x xq q q q
dengan
' ( )mxq adalah tingkat penyusutan aktuaria karena meninggal;
' ( )dxq adalah tingkat penyusutan aktuaria karena cacat;
' ( )wxq adalah tingkat penyusutan aktuaria karena mengundurkan diri; dan
' ( )rxq adalah tingkat penyusutan aktuaria karena pensiun.
Probabilitas seorang karyawan berusia x akan tetap menjadi peserta program pensiun
dalam setahun dengan tingkat penyusutan aktuaria ganda adalah sebagai berikut:
( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 ( )m d w rx x x x xp q q q q
Berdasarkan hasil aproksimasi menggunakan asumsi kematian seragam, tingkat
penyusutan aktuaria ganda ( )mxq , ( )d
xq , ( )wxq
dan ( )rxq
dapat dinyatakan dengan persamaan-
persamaan berikut:
( ) ' ( ) ' ( ) ' ( ) ' ( )1 1 12 2 2[(1 )(1 )(1 )]m m w d r
x x x x xq q q q q
( ) ' ( ) ' ( ) ' ( ) ' ( )1 1 12 2 2[(1 )(1 )(1 )]d d m w r
x x x x xq q q q q
( ) ' ( ) ' ( ) ' ( ) ' ( )1 1 12 2 2[(1 )(1 )(1 )]w w m d r
x x x x xq q q q q
( ) ' ( ) ' ( ) ' ( ) ' ( )1 1 12 2 2[(1 )(1 )(1 )]r r w d r
x x x x xq q q q q
Probabilitas seorang karyawan berusia x tetap menjadi peserta program pensiun
selama n tahun dapat dinyatakan sebagai hasil kali dari probabilitas karyawan tersebut
tetap menjadi peserta pada tahun-tahun berikutnya, yaitu sejak usia x hingga usia
x + n seperti pada persamaan berikut:
1( ) ( )
0
n
n x x tt
p p
46
Aktuaris dapat menggunakan rumus-rumus di atas dalam melakukan proyeksi jumlah
populasi peserta program pensiun di masa yang akan datang. Berdasarkan estimasi jumlah
populasi tersebut aktuaris dapat menentukan besar iuran normal dan kewajiban aktuaria
yang diperlukan oleh suatu dana pensiun dalam membiayai program pensiun, yaitu
menggunakan pilihan metode perhitungan aktuaria seperti yang akan dijelaskan berikut ini.
2.6.3. Pemilihan Metode Perhitungan Aktuaria
Aktuaris harus dapat memilih metode perhitungan aktuaria yang sesuai dengan
prinsip-prinsip aktuaria yang wajar dan dapat diterima secara umum dalam menghitung
kewajiban aktuaria dan iuran normal.
Kewajiban aktuaria atau biasa disebut juga dengan kewajiban atas masa kerja lalu
adalah nilai sekarang dari manfaat pensiun yang dialokasikan pada masa sebelum tanggal
perhitungan aktuaria menurut metode perhitungan aktuaria yang digunakan5.
Nilai sekarang dari manfaat pensiun normal dapat dituliskan sebagai berikut:
( )rxPVFB = rB
( )r x xp
r xv ra
dengan
( )rxPVFB adalah nilai sekarang dari manfaat pensiun normal di usia x tahun;
rB adalah besar manfaat pensiun normal;
ra adalah nilai sekarang dari anuitas seumur hidup di usia pensiun r tahun;
r xv adalah faktor diskonto selama (r – x) tahun; dan
( )r x xp adalah tingkat penyusutan aktuaria total di usia x tahun hingga usia pensiun r
tahun.
Berdasarkan definisi di atas, kewajiban aktuaria dapat ditulis sebagai berikut:
( )rxAL = k xPVFB = k rB
( )r x xp
r xv ra
5 Standar Praktik Aktuaria Dana Pensiun No. 5.01 tentang istilah-istilah, Persatuan Aktuaris Indonesia, 1998.
47
Notasi k adalah suatu konstanta yang merepresentasikan bagian dari nilai sekarang manfaat
pensiun yang dialokasikan berdasarkan metode perhitungan aktuaria yang digunakan.
Notasi r pada ( )rxAL
melambangkan kewajiban aktuaria yang hanya dihitung atas manfaat
yang dibayarakan pada usia pensiun normal saja.
Definisi iuran normal adalah iuran yang diperlukan dalam satu tahun untuk mendanai
bagian dari nilai sekarang manfaat pensiun yang dialokasikan pada tahun berjalan sesuai
dengan metode perhitungan aktuaria yang dipergunakan6. Rumus dari iuran normal
berbeda-beda sesuai dengan metode perhitungan aktuaria yang digunakan.
Nilai sekarang dari akumulasi iuran dan aset dana pensiun harus sama dengan nilai
sekarang dari manfaat pensiun di masa mendatang ditambah dengan biaya-biaya. Jika
diasumsikan aset dana pensiun dan biaya-biaya adalah nol, maka iuran normal dapat ditulis
sebagai berikut:
1( )( ) ( ) ( )
rr r r t x
x x t t x xt x
PVFB PVFNC NC p v
Notasi ( )rxPVFNC adalah nilai sekarang dari akumulasi iuran normal yang dilambangkan
dengan ( )rtNC
yang akan dibayarkan hingga peserta berusia x mencapai usia pensiun.
Notasi r pada ( )rxPVFNC dan ( )r
tNC melambangkan iuran normal yang hanya dibayarkan
untuk membiayai manfaat yang dihitung di usia pensiun normal.
Secara umum metode perhitungan aktuaria dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua)
kelompok, yaitu metode accrued benefit cost dan metode projected benefit cost. Berikut ini
adalah penjelasan lebih lanjut dari kedua metode tersebut.
2.6.3.1.Metode Accrued Benefit Cost
Metode accrued benefit cost membagi total manfaat pensiun pada usia pensiun normal
dengan total masa kerja menjadi satuan unit manfaat pensiun yang kemudian dialokasikan
6 Standar Praktik Aktuaria Dana Pensiun No. 5.01 tentang istilah-istilah, Persatuan Aktuaris Indonesia, 1998.
48
ke setiap tahun masa kerja. Berdasarkan metode ini, yang dimaksud dengan iuran normal
adalah nilai sekarang dari satu unit manfaat pensiun yang dialokasikan pada satu tahun
masa kerja setelah tanggal perhitungan aktuaria. Kewajiban aktuaria adalah nilai sekarang
dari unit-unit manfaat pensiun yang dialokasikan pada masa kerja sebelum tanggal
perhitungan aktuaria.
Karena adanya pembagian manfaat menjadi unit-unit, maka metode ini biasa disebut
juga dengan metode unit credit actuarial cost atau metode benefits allocation. Metode ini
biasanya digunakan untuk program pensiun dengan rumus manfaat pensiun berupa rata-
rata penghasilan selama peserta bekerja atau berbentuk nominal yang tetap untuk setiap
tahun masa kerja.
Metode ini dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan asumsi kenaikan upah.
Metode accrued benefit cost dengan menggunakan asumsi kenaikan upah disebut dengan
metode projected unit credit. Jika tidak menggunakan asumsi kenaikan upah disebut
dengan metode traditional unit Credit.
2.6.3.2. Metode Projected Benefit Cost
Berdasarkan metode projected benefit cost, nilai sekarang pada tanggal perhitungan
aktuaria dari total manfaat pensiun dialokasikan secara merata ke setiap tahun masa kerja,
yaitu sejak tanggal perhitungan aktuaria hingga usia pensiun normal. Metode ini sering
disebut juga dengan metode cost allocation. Berdasarkan metode projected benefit cost,
iuran normal adalah nilai sekarang dari total manfaat pensiun yang dialokasikan untuk satu
tahun masa kerja setelah tanggal perhitungan aktuaria. Kewajiban aktuaria adalah nilai
sekarang dari total manfaat pensiun yang dialokasikan pada masa kerja sebelum tanggal
perhitungan aktuaria. Metode ini diterapkan dengan menggunakan asumsi tingkat kenaikan
upah.
49
Metode lain yang termasuk dalam kelompok metode projected benefit cost adalah
metode aggregate, metode entry age normal, metode attained age normal dan metode
individual level premium.
Metode perhitungan aktuaria yang akan digunakan dalam penulisan karya akhir ini
adalah metode projected unit credit seperti yang akan dijelaskan berikut ini.
2.6.4. Metode Projected Unit Credit
Metode projected unit credit adalah metode accrued benefit cost dengan
menggunakan asumsi kenaikan upah. Dengan metode projected unit credit, rasio iuran
normal dari peserta yang berusia 60 (enam puluh) tahun terhadap iuran normal dari peserta
berusia 30 (tiga puluh) tahun adalah sekitar 300 (tiga ratus) kali lebih besar jika tidak
menggunakan tingkat kenaikan upah, atau 30 (tiga puluh) kali lebih besar jika
menggunakan tingkat kenaikan upah yang rendah atau 3 (tiga) kali lebih besar jika
menggunakan tingkat kenaikan upah yang tinggi7.
Misalkan rumus manfaat pensiun dari suatu program pensiun adalah faktor
penghargaan dikalikan dengan masa kerja dan upah, maka besar manfaat pensiun pada usia
pensiun r tahun adalah sebagai berikut:
1( )r rB FS r e
Notasi F melambangkan faktor penghargaan, 1rS adalah upah peserta sebelum pensiun dan
(r - e) adalah masa kerja peserta yang dihitung sejak peserta mulai bekerja di usia e tahun
hingga mencapai usia pensiun normal r tahun.
Jika upah terakhir, 1rS
menggunakan tingkat kenaikan upah yang dikaitkan dengan
usia, maka 1rS
sama dengan 1rx
x
SS
S. Notasi xS melambangkan upah peserta saat tanggal
perhitungan aktuaria, yaitu saat berusia x tahun. Besar manfaat pensiun pada usia pensiun r
7 A Problem-Solving Approach to Pension Funding and Valuation. 2nd Ed. William H. Aitken. 1996
50
tahun dengan menggunakan tingkat kenaikan upah yang dikaitkan dengan usia adalah
sebagai berikut:
rB
1 ( )r
xx
SF S r e
S
Jika upah terakhir, 1rS
menggunakan tingkat kenaikan upah yang tidak dikaitkan
dengan usia, maka 1rS
sama dengan 1(1 )r xxs S . Notasi s melambangkan asumsi tingkat
kenaikan upah setiap tahunnya. Besar manfaat pensiun pada usia pensiun normal r tahun
dengan menggunakan tingkat kenaikan upah yang tidak dikaitkan dengan usia adalah
sebagai berikut:
rB 1(1 ) ( )r xxF s S r e
Besar manfaat pensiun yang dialokasikan pada masa kerja lalu sebelum tanggal
perhitungan aktuaria adalah sebagai berikut:
1( )x rB FS x e
Notasi xB melambangkan manfaat pensiun saat peserta berusia x tahun. Notasi (x – e)
adalah masa kerja lalu yang dihitung sejak peserta mulai bekerja di usia e tahun hingga
tanggal perhitungan aktuaria, yaitu saat peserta berusia x tahun. Besar manfaat pensiun jika
menggunakan tingkat kenaikan upah yang dikaitkan dengan usia adalah
xB 1 ( )rx
x
SF S x e
S. Besar manfaat pensiun jika menggunakan tingkat kenaikan upah
yang tidak dikaitkan dengan usia adalah xB 1(1 ) ( )r xxF s S x e .
Besar manfaat pensiun pada tanggal perhitungan aktuaria adalah sebagai berikut:
1
1
( )
( )
rx
xx r
SF S r e
Sb FS
r e
51
Berdasarkan persamaan-persamaan di atas, rumus untuk menghitung kewajiban aktuaria
dan iuran normal dengan menggunakan metode projected unit credit adalah sebagai
berikut:
a. Kewajiban aktuaria ( )rxAL
( )rxAL = xB r xv ( )
r x xp
(12)ra
menggunakan tingkat kenaikan upah yang dikaitkan dengan usia:
( ) (12)1( ) ( )r r xrx x r x x r
x
SAL F S x e v p a
S
menggunakan tingkat kenaikan upah yang tidak dikaitkan dengan usia:
1 ( ) (12)( ) (1 ) ( )r r x r xx x r x x rAL F s S x e v p a
b. Iuran normal ( )rxNC
menggunakan tingkat kenaikan upah yang dikaitkan dengan usia:
( ) (12)1( )r r xrx x r x x r
x
SNC F S v p a
S
Menggunakan tingkat kenaikan upah yang tidak dikaitkan dengan usia:
1 ( ) (12)( ) (1 )r r x r xx x r x x rNC F s S v p a
Huruf r pada notasi ( )rxAL dan ( )r
xNC
melambangkan kewajiban aktuaria dan iuran
normal yang hanya dihitung untuk membiayai manfaat pensiun di usia pensiun normal.
2.6.5. Manfaat-Manfaat Tambahan
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, program pensiun umumnya memberikan manfaat
selain manfaat pensiun yang dibayarkan kepada peserta saat mencapai usia pensiun normal.
Nilai sekarang dari manfaat-manfaat tersebut adalah sebagai berikut:
52
a. Manfaat berhenti bekerja:
' 1( ) ( ) ( ) ( )
1 1( )r
t v t m r xx k k k x x k r k k r
k x
PVFB g B p q p v a
dengan
( )txPVFB adalah nilai sekarang dari manfaat berhenti bekerja untuk peserta berusia
x tahun yang dihitung hingga setahun sebelum usia pensiun dipercepat 'r tahun;
( )tkg
adalah proporsi dari manfaat yang dapat diterima peserta saat berhenti bekerja
di usia k tahun berdasarkan periode vesting yang ada;
kB adalah besar manfaat pada saat berhenti bekerja di usia k tahun yang dihitung
berdasarkan rumus manfaat pensiun;
( )k x xp adalah tingkat penyusutan aktuaria total di usia x tahun hingga saat berhenti
bekerja di usia k tahun;
( )tkq adalah probabilitas berhenti bekerja selama peserta berusia k tahun;
( )1 1
mr k kp
adalah probabilitas hidup sejak peserta berhenti bekerja di usia k tahun
hingga usia pensiun normal r tahun;
r xv adalah faktor diskonto selama (r – x) tahun; dan
ra adalah nilai sekarang dari anuitas seumur hidup di usia pensiun normal
r tahun.
b. Manfaat cacat:
1( ) ( ) ( ) ( ) 1
1 1( )r
d d d d m k w x dx k k k x x k w k k w
k x
PVFB g B p q p v a
dengan
( )dxPVFB adalah nilai sekarang dari manfaat cacat untuk peserta berusia x tahun
yang dihitung hingga setahun sebelum usia pensiun normal r tahun;
53
( )dkg
adalah proporsi dari manfaat yang dapat diterima peserta saat cacat di usia k
tahun berdasarkan periode vesting yang ada;
kB adalah besar manfaat pada saat cacat di usia k tahun yang dihitung berdasarkan
rumus manfaat pensiun;
( )k x xp adalah tingkat penyusutan aktuaria total di usia x tahun hingga saat cacat di
usia k tahun;
( )dkq adalah probabilitas cacat selama peserta berusia k tahun;
( )1
d mw kp
adalah probabilitas hidup peserta yang cacat di usia k tahun selama w tahun
berikutnya;
1k w xv adalah faktor diskonto sejak peserta berusia x tahun hingga k+w+1, dimana
w adalah waktu tunggu (waiting period) sebelum peserta dinyatakan cacat; dan
1dk wa adalah nilai sekarang dari anuitas seumur hidup untuk peserta yang menderita
cacat.
c. Manfaat meninggal dunia (manfaat untuk ahli waris):
1( ) ( ) ( ) 1
1( )r
s s m k xx k k k x x k k u
k x
PVFB M g B p q v a
dimana:
( )sxPVFB adalah nilai sekarang dari manfaat meninggal dunia untuk peserta berusia
x tahun yang dihitung hingga setahun sebelum usia pensiun normal
r tahun;
M adalah probabilitas peserta memiliki ahli waris saat meninggal dunia;
( )skg adalah proporsi dari manfaat yang dapat diterima ahli waris saat peserta peserta
meninggal dunia di usia k tahun berdasarkan periode vesting yang ada;
54
kB adalah besar manfaat pada saat peserta meninggal dunia di usia k tahun yang
dihitung berdasarkan rumus manfaat pensiun;
( )
k x xp adalah tingkat penyusutan aktuaria total di usia x tahun hingga saat
meninggal dunia di usia k tahun;
( )mkq adalah probabilitas meninggal dunia selama peserta berusia k tahun;
1k xv adalah faktor diskonto selama ( x-k+1) tahun; dan
1k ua adalah nilai sekarang dari anuitas seumur hidup di usia ahli waris k+u+1
tahun, dimana u dapat berupa bilangan positif atau negatif.
Pada bab berikutnya akan dijelaskan mengenai imbalan pasca kerja yang ada di
Indonesia saat ini dengan menggunakan informasi-informasi yang telah dijelaskan pada
bab ini.
55
BAB III IMBALAN PASCA KERJA DI INDONESIA
2.7. Definisi dan Klasifikasi Imbalan Pasca Kerja di Indonesia
Definisi dari imbalan pasca kerja adalah seluruh bentuk imbalan yang diberikan
perusahaan atas jasa yang diberikan oleh pekerja selain pesangon pemutusan kontrak kerja
dan imbalan berbentuk ekuitas8.
Imbalan pasca kerja bagi sektor swasta di Indonesia ada yang bersifat wajib dan ada pula
yang bersifat sukarela. Imbalan pasca kerja yang bersifat wajib adalah yang disediakan melalui
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan yang diatur dalam Undang-Undang nomor 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan. Imbalan pasca kerja yang bersifat sukarela antara lain adalah
program pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun.
Berikut ini adalah penjelasan dari ketiga imbalan pasca kerja tersebut.
2.8. Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)
2.8.1. Tujuan Program
Berdasarkan Undang-Undang nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja, Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja bertujuan untuk memberikan perlindungan
dasar bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan sebagai pengganti sebagian dari
penghasilan yang hilang atau berkurang sebagai akibat dari peristiwa atau keadaan yang
dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan
meninggal dunia9.
2.8.2. Partisipasi Program
Program Jamsostek wajib diselenggarakan oleh perusahaan yang mempekerjakan
tenaga kerja minimal 10 (sepuluh) orang atau dengan total pembayaran upah minimal
8 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 24 (revisi 2004) paragraf 8 9 Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 pasal 1 ayat 1
56
Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) sebulan10. Kepesertaan Program Jamsostek meliputi semua
pekerja termasuk mereka yang bekerja sebagai tenaga kerja asing, tenaga harian lepas,
borongan dan kontrak yang diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah11.
2.8.3. Jenis-Jenis Manfaat
Jaminan yang diberikan melalui Pogram Jamsostek terdiri atas jaminan tidak wajib
dan jaminan wajib. Jaminan yang bersifat wajib adalah Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK),
Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Kematian (JK) sementara yang bersifat tidak wajib
adalah Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK). Perusahaan yang telah menyelenggarakan
program pemeliharaan kesehatan bagi karyawannya dengan manfaat yang lebih baik tidak
wajib ikut dalam Jaminan Pemeliharaan Kesehatan melalui Program Jamsostek12. Pada
penulisan karya akhir ini, pembahasan hanya dilakukan pada Program Jaminan Hari Tua
seperti pada penjelasan berikut ini.
2.8.3.1. Besar Manfaat dan Iuran Jaminan Hari Tua (JHT)
Program Jaminan Hari Tua merupakan Program Pensiun Iuran Pasti yang memberikan
manfaat yang besarnya bergantung pada total akumulasi iuran beserta pengembangannya.
Besar iuran minimum adalah 5,7% (lima koma tujuh per seratus) dari upah setiap bulan,
yaitu terdiri atas iuran perusahaan sebesar 3,7% (tiga koma tujuh per seratus) dan iuran
karyawan sebesar 2,0% (dua per seratus) dari upah tiap bulan. Jaminan akan dibayarkan
apabila tenaga kerja berada pada kondisi sebagai berikut:
- telah mencapai usia pensiun 55 (lima puluh lima) tahun atau meninggal dunia atau cacat
total tetap; atau
- mengalami putus hubungan kerja dengan masa kepesertaan minimal 5 (lima) tahun; atau
10 Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 1993 pasal 2 ayat 3 11 Penjelasan Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 pasal 4 ayat 1 12 Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 1993 pasal 2 ayat 4
57
- pergi ke luar negeri dan tidak pernah kembali atau telah menjadi Pegawai Negeri Sipil
atau anggota Angkatan Bersenjata Repbulik Indonesia.
Jaminan dapat dibayarkan apabila jumlah manfaat yang dibayar kurang dari
Rp. 3.000.000 (tiga juta rupiah) atau secara berkala bila jumlah seluruh manfaat lebih atau
sama dengan Rp.3.000.000 (tiga juta rupiah) dengan pembayaran dapat dilakukan
maksimum selama 5 (lima) tahun13.
2.8.4. Pelaksanaan dan Pendanaan Program Jamsostek
Pelaksanaan dan pengelolaan Program Jamsostek dilakukan oleh PT. Jaminan Sosial
Tenaga Kerja (PT. Jamsostek)14. Pendanaan program dengan cara mengelola dana yang
berasal dari iuran peserta Program Jamsostek. Pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan Program Jamsostek dilakukan oleh Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia15.
2.8.5. Ketentuan Pajak
Berdasarkan Undang-Undang nomor 17 tahun 2000, Peraturan Pemerintah nomor 149
tahun 2000 dan Keputusan Direktur Jendral Pajak nomor 545 tahun 2000, iuran Jaminan
Hati Tua yang dibayarkan untuk Program Jamsostek merupakan penghasilan tidak kena
pajak bagi tenaga kerja. Sementara pembayaran Jaminan Hari Tua kepada tenaga kerja
merupakan obyek pajak penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan seperti pada tabel
berikut:
Tabel 3.1. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21
Penghasilan Bruto (PB) Pajak PB = Rp. 25.000.000 0%
Rp. 25.000.000 < PB = Rp. 50.000.000 5%
13 Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 1993 14 Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 1995 pasal 1 ayat 2 15 Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 1995 pasal 4 ayat 1
58
Rp. 50.000.000 < PB = Rp. 100.000.000 10% Rp. 100.000.000 < PB = Rp. 200.000.000 15%
PB > Rp. 200.000.000 25% Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 149 tahun 2000
2.9. Program Pensiun Dalam Bentuk Dana Pensiun
Imbalan pasca kerja berikutnya adalah yang diberikan melalui program pensiun dalam
bentuk dana pensiun yang dibentuk berdasarkan pada Undang-Undang nomor 11 tahun
1992 tentang Dana Pensiun.
2.9.1. Tujuan Pendirian Dana Pensiun
Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun menyatakan bahwa
perlu adanya sarana penghimpun dan pengelolaan dana untuk memelihara kesinambungan
penghasilan pada hari tua. Sesuai dengan definisinya dalam Undang-Undang, dana pensiun
sebagai badan hukum yang menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun
diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan pesertanya.
2.9.2. Partisipasi Program
Penyelenggaraan program pensiun dalam bentuk dana pensiun berlandaskan asas
kebebasan sehingga tidak ada kewajiban bagi suatu perusahaan yang memiliki program
pensiun untuk membentuk dana pensiun16. Namun demikian, penyelenggaraan program
harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.9.3. Jenis-Jenis Manfaat Pensiun
Jenis-jenis manfaat pensiun yang diberikan oleh dana pensiun adalah sebagai berikut:
1. Manfaat pensiun normal
Manfaat pensiun normal adalah manfaat pensiun bagi peserta yang mulai dibayarkan
pada saat peserta pensiun, yaitu setelah mencapai usia pensiun normal atau
16 Penjelasan atas Undang-Undang nomor 11 Tahun 1992
59
sesudahnya17. Usia pensiun normal tidak diatur di dalam Undang-Undang nomor 11
tahun 1992, namun usia pensiun normal di Indonesia umumnya adalah 55 (lima puluh
lima) tahun.
2. Manfaat pensiun dipercepat
Manfaat pensiun dipercepat adalah manfaat pensiun yang diberikan kepada peserta
yang telah mencapai usia pensiun dipercepat. Usia pensiun dipercepat adalah minimum
10 (sepuluh) tahun sebelum dicapainya usia pensiun normal18.
3. Manfaat pensiun cacat
Manfaat pensiun cacat adalah manfaat pensiun yang diberikan jika peserta menjadi
cacat. Cacat yang dimaksud adalah cacat total dan tetap yang menyebabkan seseorang
tidak dapat lagi bekerja atau mendapatkan penghasilan yang layak. Manfaat dibayarkan
segera setelah peserta menjadi cacat19.
4. Manfaat pensiun ditunda
Manfaat pensiun ditunda adalah manfaat pensiun yang diberikan kepada peserta yang
berhenti bekerja sebelum mencapai usia pensiun dipercepat. Manfaat baru dapat
dibayarkan setelah peserta mencapai usia pensiun dipercepat20.
5. Manfaat pensiun janda/duda atau anak
Manfaat pensiun janda/duda atau anak adalah manfaat pensiun yang diberikan kepada
janda/duda yang sah atau anak yang belum dewasa dari peserta atau pensiunan yang
meninggal dunia. Ketentuan mengenai janda/duda serta anak diatur lebih lanjut di
dalam peraturan dana pensiun21.
2.9.4. Jenis-Jenis Dana Pensiun
17 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun pasal 1 ayat 10 18 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun pasal 1 ayat 11 19 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun pasal 1 ayat 12 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun pasal 1 ayat 13 21 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun pasal 22
60
Berdasarkan Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 pasal 2, terdapat 2 (dua) jenis
dana pensiun di Indonesia, yaitu Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun
Lembaga Keuangan (DPLK). Perbedaan kedua jenis dana pensiun tersebut adalah seperti
pada tabel berikut:
Tabel 3.2. Perbedaan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan
Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Aspek DPPK Pasal DPLK Pasal
Pendiri Pemberi kerja 2 PP 76/92
Bank atau Perusahaan Asuransi Jiwa
2 PP 77/92
Program Pensiun
Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) atau Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP)
1 UU 11/92
Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP)
40 UU 11/92
Laporan Aktuaria
Dilampirkan saat mengajukan permohonan pengesahan kepada Menteri
6 UU 11/92
Tidak diperlukan dalam mengajukan permohonan pengesahan kepada Menteri
40 ayat 3 UU 11/92
Pembubaran
Berdasarkan permintaan pendiri; atau
Jika dana pensiun tidak dapat memenuhi kewajibannya; atau
Jika pendiri bubar.
33 UU 11/92
Jika Bank atau Perusahaan Asuransi Jiwa bubar.
44 UU 11/92
Iuran Peserta
PPMP Maksimum 3 kali faktor penghargaan untuk rumus bulanan atau 3% dari faktor penghargaan untuk rumus sekaligus
PPIP Maksimum 20% dari PhDP. Jika peserta turut mengiur, iuran peserta maksimum 60% dari iuran pemberi kerja.
4 Penjelasan PP 76/92
15 dan 16 KMK 343/98
Peserta DPLK yang tidak menjadi peserta DPPK: Maksimum 20% dari PhDP
Peserta DPLK yang juga menjadi peserta DPPK: Maksimum 10% dari PhDP
23 KMK 343/98
Keterangan: PP 77/92 = Peraturan Pemerintah nomor 77 tahun 1992 PP76/92 = Peraturan Pemerintah nomor 76 tahun 1992 KMK 343/98 = Keputusan Menteri Keuangan nomor 343 tahun 1998 UU 11/92 = Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 PhDP = Penghasilan Dasar Pensiun
2.9.5. Jenis-Jenis Program Pensiun
Berdasarkan Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 terdapat 2 (dua) jenis program
pensiun, yaitu Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dan Program Pensiun Iuran Pasti
(PPIP). Perbedaan dari karakteristik umum yang dimiliki kedua jenis program pensiun
tersebut adalah seperti pada tabel berikut:
61
Tabel 3.3. Perbandingan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dan
Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP)
Aspek PPMP Pasal PPIP Pasal Besar manfaat pensiun
Berdasarkan rumus manfaat pensiun di dalam peraturan dana pensiun, yaitu faktor penghargaan x masa kerja x penghasilan dasar pensiun; dengan ketentuan:
Faktor penghargaan maksimum 2,5% untuk rumus bulanan dan maksimum 2,5 untuk rumus sekaligus.
Manfaat pensiun per bulan maksimum 80% dari PhDP untuk rumus bulanan dan maksimum 80 kali PhDP untuk rumus sekaligus
21 ayat 1 Penjelasan UU 11/92
3 KMK 343/98
Berdasarkan akumulasi iuran dan hasil pengembangannya yang dipergunakan untuk membeli anuitas seumur hidup dari Perusahaan Asuransi Jiwa sebagai manfaat pensiun bulanan.
21 ayat 1 Penjelasan UU 11/92
Iuran Iuran peserta ditetapkan dalam peraturan dana pensiun sedangkan iuran pemberi kerja ditetapkan berdasarkan perhitungan aktuaria
4 Penjelasan PP 76/92
Keduanya ditetapkan dalam peraturan dana pensiun.
4 Penjelasan PP 76/92
Pembayaran manfaat pensiun
Harus dilaksanakan secara bulanan.
Manfaat dapat dibayarkan secara sekaligus jika besar manfaat pensiun bulanan kurang dari Rp 750.000 per bulan untuk rumus bulanan atau kurang dari Rp 100.000.000 untuk rumus sekaligus.
Berdasarkan pilihan penerima manfaat pembayaran dapat dilakukan secara sekaligus maksimum 20% dari manfaat pensiun sekaligus
9 KMK 343/98
13 PMK 91/05
25 ayat 4 UU 11/92
Jika besar akumulasi iuran dan pengembangannya kurang dari Rp 100.000.000, maka dapat dibayarkan sekaligus.
Berdasarkan pilihan penerima pembayaran dapat dilakukan secara sekaligus maksimum 20% dari manfaat pensiun sekaligus
20 KMK 91/05
25 ayat 4 UU 11/92
Laporan teknis
Disusun oleh pengurus dan aktuaris.
18 ayat 1 Penjelasan PP 76/92
Disusun oleh pengurus 18 ayat 1 Penjelasan PP76/92
Arahan investasi
Ditetapkan oleh pendiri 30 ayat 1 UU 11/92
Ditetapkan oleh pendiri bersama dewan pengawas.
30 ayat 2 UU 11/92
Laporan aktuaris
Harus disampaikan kepada menteri Keuangan minimal 3 tahun sekali atau jika ada perubahan peraturan dana pensiun.
53 ayat 1 UU 11/92
Tidak diwajibkan 11 PP 77/92
Keterangan: PP 77/92 = Peraturan Pemerintah nomor 77 tahun 1992 PP76/92 = Peraturan Pemerintah nomor 76 tahun 1992 KMK 343/98 = Keputusan Menteri Keuangan nomor 343 tahun 1998 PMK 91/05 =Peraturan Menteri Keuangan nomor 91 tahun 2005 UU 11/92 = Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 PhDP = Penghasilan Dasar Pensiun
2.9.6. Pengelolaan Dana Pensiun
62
Pengelolaan dana pensiun merupakan suatu rangkaian kerja operasional yang berjalan
berdasarkan aspek legal dan aspek operasional. Aspek legal adalah peraturan pemerintah dan
peraturan internal dana pensiun, sedangkan aspek operasional adalah adalah proses administrasi
dan pendanaan serta mekanisme dalam pengambilan keputusan.
Secara garis besar, struktur pengelolaan dana pensiun adalah seperti yang dijelaskan
pada gambar berikut:
Gambar 3-1 Struktur Pengelolaan Dana Pensiun
Sumber: Materi Kuliah Pensiun MM-UI oleh Asep Suwondo, FSAI
Berdasarkan asas pembinaan dan pengawasan yang dimiliki oleh dana pensiun,
pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan melalui berbagai peraturan atas sistem
pendanaan dan pengelolaan penyelenggaraan dana pensiun baik dalam segi keuangan
maupun teknis operasional. Terlihat pada gambar di atas bahwa pengelolaan dana pensiun
dilakukan oleh pengurus dana pensiun dengan pengawasan dari dewan pengawas dan
pemerintah melalui departemen keuangan. Dewan pengawas ditunjuk dan diberhentikan
oleh pemberi kerja bersama-sama dengan peserta. Pengelolaan dana pensiun juga
melibatkan profesi seperti akuntan, aktuaris, manajer investasi, kustodi dan penyedia jasa
lainnya. Setiap aktivitas harus didokumentasikan, dikomunikasikan serta dilaporkan
63
dengan jelas dan menyeluruh dengan cara menyampaikan laporan keuangan kepada peserta
dan laporan aktuaria secara berkala kepada departemen keuangan.
2.9.7. Pendanaan Dana Pensiun
Pendanaan dana pensiun perlu dilakukan secara terarah dan terpadu agar dapat
menyediakan dana yang memadai untuk membiayai program pensiun. Pendanaan
dilakukan dengan cara melakukan penghimpunan dana secara teratur dan sistematis sesuai
dengan peraturan pemerintah. Sistem pendanaan dana pensiun adalah seperti pada gambar
berikut:
Gambar 3-2 Sistem Pendanaan Dana Pensiun
Sumber: Materi Kuliah Pensiun MM-UI oleh Asep Suwondo, FSAI
Berdasarkan gambar di atas, dana yang terhimpun dalam aset dana pensiun berasal
iuran pemberi kerja, iuran peserta (bila ada), hasil investasi dan pengalihan dana dari dana
pensiun lain. Aset dana pensiun dapat dikelola oleh sebuah institusi keuangan mengikuti
arahan investasi dari pendiri untuk dana pensiun yang menyelenggarakan Program Pensiun
Iuran Pasti atau arahan investasi dari pendiri bersama dewan pengawas untuk yang
64
menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti. Aset dana pensiun digunakan untuk
membayar manfaat pensiun kepada peserta, membayar biaya operasional dan untuk
membeli anuitas dari perusahaan asuransi jiwa. Perusahaan asuransi jiwa kemudian
membayar manfaat pensiunan bulanan berupa anuitas seumur hidup kepada peserta dan
ahli warisnya yang sah.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan nomor 510 tahun 2002 tentang Pendanaan
dan Solvabilitas Dana Pensiun Pemberi Kerja, dana pensiun dengan Program Pensiun Iuran
Pasti berada dalam keadaan dana terpenuhi apabila iuran bulanan yang jatuh tempo, yaitu
terdiri atas iuran peserta dan iuran pemberi kerja, telah disetorkan kepada dana pensiun.
Kualitas pendanaan untuk dana pensiun yang menyelenggarkan Program Pensiun
Manfaat Pasti terdiri dari 3 (tiga) tingkat kualitas pendanaan, yaitu:
a. Tingkat pertama, apabila dana pensiun berada dalam keadaan dana terpenuhi atau
kekayaan untuk pendanaan tidak kurang dari kewajiban aktuaria maupun kewajiban
solvabilitasnya;
b. Tingkat kedua, yaitu apabila kekayaan untuk pendanaan kurang dari kewajiban aktuaria
dan tidak kurang dari kewajiban solvabilitas;
c. Tingkat ketiga, yaitu apabila kekayaan untuk pendanaan kurang dari kewajiban
solvabilitas.
Kekayaan dana pensiun yang dapat diperhitungkan sebagai kekayaan untuk
pendanaan adalah aktiva bersih dikurangi dengan22:
a. Kekayaan dalam sengketa atau yang diblokir oleh pihak yang berwenang;
b. Iuran, baik sebagian atau seluruhnya, yang pada tanggal perhitungan aktuaria belum
disetor ke dana pensiun lebih dari 3 (tiga) bulan sejak tanggal jatuh temponya;
c. Kekayaan yang ditempatkan di luar negeri; dan atau
d. Jenis kekayaan yang dikategorikan sebagai piutang lain-lain dan aktiva lain-lain.
22 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 510 tahun 2002 pasal 6 ayat 2
65
Aktiva bersih adalah sesuai dengan laporan keuangan dana pensiun yang diaudit per
tanggal perhitungan aktuaria.
Kewajiban solvabilitas adalah kewajiban dana pensiun yang dihitung berdasarkan
anggapan bahwa dana pensiun dibubarkan pada tanggal perhitungan aktuaria. Kewajiban
aktuaria adalah kewajiban dana pensiun yang dihitung berdasarkan anggapan bahwa dana
pensiun terus berlangsung sampai dipenuhinya seluruh kewajiban kepada peserta dan pihak
yang berhak23. Kewajiban aktuaria dihitung berdasarkan jumlah yang lebih besar di antara
kewajiban solvabilitas dan bagian dari nilai sekarang manfaat pensiun yang dialokasikan
pada masa sebelum tanggal perhitungan aktuaria menurut metode perhitungan aktuaria
yang digunakan24.
Besar kekayaan untuk pendanaan ditetapkan oleh aktuaris dan dimuat di dalam
laporan aktuaris yang harus dilaporkan secara berkala kepada menteri sekurang-kurangnya
3 (tiga) tahun sekali atau jika terdapat perubahan peraturan dana pensiun25.
Kekayaan dana pensiun hanya dapat diinvestasikan pada beberapa jenis instrumen
investasi dengan batasan-batasan tertentu seperti pada tabel berikut:
Tabel 3.4. Batasan Investasi Dana Pensiun
Jenis Instrumen Investasi Batasan per Pihak (% total investasi DP)
Batasan per Jenis (% total investasi DP)
Deposito berjangka, deposito on call, sertifikat deposito
20% 100%
Saham 20% 100% Obligasi 20% 100% Penempatan langsung pada saham, surat pengakuan utang berjangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun dan jatuh tempo paling lama 10 (sepuluh) tahun
10% 20%
Tanah, bangunan, tanah dan bangunan -- 100% Reksadana 20% 100% Sertifikat Bank Indonesia 20% 20% Surat berharga Pemerintah 100% 100%
Sumber: Keputusan Menteri Keuangan nomor 511 tahun 2002
2.9.8. Ketentuan Pajak
23 Keputusan Menteri Keuangan nomor 510 tahun 2002 Pasal 1 24 Keputusan Menteri Keuangan nomor 510 tahun 2002 Pasal 5 25 Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 pasal 53
66
Seperti halnya iuran untuk Program Jaminan Hari Tua Jamsostek, iuran yang
dibayarkan kepada dana pensiun dapat diperlakukan sebagai penghasilan tidak kena pajak.
Bagi perusahaan, iuran merupakan biaya yang dapat dipergunakan untuk mengurangi pajak
perusahaan. Selain itu, hasil investasi dana pensiun bukan merupakan objek pajak sehingga
akumulasi dana dapat menjadi lebih cepat berkembang.
Manfaat pensiun yang dibayarkan kepada peserta merupakan obyek pajak
penghasilan. Ketentuan pajak atas manfaat pensiun sama seperti ketentuan pajak pada
Tabel 3.1. Jika pajak atas manfaat pensiun ditanggung oleh peserta, maka penghasilan di
hari tua peserta saat memasuki masa pensiun akan semakin kecil dengan adanya ketentuan
pajak tersebut. Sebaliknya, jika dana pensiun menanggung pajak atas manfaat pensiun
yang dibayarkan kepada peserta program pensiun, maka dana pensiun harus menanggung
biaya pendanaan yang lebih besar dengan memperhitungkan ketentuan pajak.
2.10. Imbalan Pasca Kerja Berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan
Istilah hukum perburuhan yang mengatur hubungan kerja antara pekerja dan pemberi
kerja telah dikenal di Indonesia sejak jaman penjajahan Belanda. Hukum tersebut
bersumber pada Undang-Undang Dasar Hindia Belanda atau Indische Staatsregeling yang
mengatur ketentuan perjanjian kerja secara umum, kewajiban dan hak pekerja dan pemberi
kerja serta cara-cara pengakhiran hubungan kerja.
Berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
pemberi kerja wajib memberikan imbalan kerja kepada pekerja jika terjadi pemutusan
hubungan kerja seperti yang akan dijelaskan berikut ini.
2.10.1. Hak-Hak Pekerja Atas Imbalan Pasca Kerja
67
Putusnya hubungan kerja dapat terjadi karena berbagai penyebab, yaitu dapat berasal
dari pihak pekerja atau pihak pemberi kerja. Berikut ini adalah tabel besar imbalan kerja
yang menjadi hak pekerja berdasarkan jenis pemutusan hubungan kerja.
Tabel 3.5. Besaran Imbalan Kerja dalam
Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Jenis Pemutusan Hubungan Kerja Besar Imbalan Kerja I. Pada Usia Pensiun
Ada program pensiun dan iuran pekerja Max (0; 2xPSNG+PMK+PH–MP+IP)+PH
Ada program pensiun tetapi tidak ada iuran pekerja Max (0; 2xPSNG+PMK+PH–MP)+PH
Tidak ada program pensiun 2xPSNG+PMK+PH II. Sebelum Usia Pensiun
Melakukan kesalahan berat PH
Melakukan kesalahan selain kesalahan berat atau pelanggaran peraturan perusahaan
PSNG+PMK+PH
Ditahan dan tidak dapat melakukan pekerjaan atau dinyatakan salah oleh pengadilan
PMK+PH
Mengundurkan diri secara baik atas kemauan sendiri –
Kesalahan pengusaha 2xPSNG+PMK+PH
Bukan kesalahan pekerja tetapi pekerja dapat menerima –
Perusahaan tutup karena rugi atau force majeur PSNG+PMK+PH
Perusahaan tutup bukan karena rugi atau adanya efisiensi 2xPSNG+PMK+PH
Perubahan status/pemilikan/pindah lokasi dan pekerja tidak bersedia bekerja di tempat yang baru
PSNG+PMK+PH
Perubahan status/pemilikan/pindah lokasi dan pengusaha tidak menerima pekerja di tempat yang baru
2xPSNG+PMK+PH
Perusahaan pailit PSNG+PMK+PH
Meninggal dunia 2xPSNG+PMK+PH
Mangkir selama 5 hari atau lebih secara berturut-turut PH
Sakit berkepanjangan, cacat karena kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan
2xPSNG+2xPMK+PH
Sumber: Kompas, Selasa, 25 Maret 2003 oleh Steven Tanner. “Undang-undang Ketenagakerjaan Tahun 2003: Kaitan Antara Pasal 167 dengan Program Pensiun.” Keterangan:
PSNG = Uang Pesangon; PMK = Uang Penghargaan Masa Kerja; PH = Uang Penggantian Hak, MP = Manfaat Pensiun; IP = Himpunan Iuran Peserta dan Hasil Pengembangannya.
Imbalan kerja pada tabel di atas yang termasuk dalam klasifikasi imbalan pasca kerja
adalah imbalan yang dibayarkan saat karyawan pensiun, cacat, meninggal dunia atau
mengundurkan diri secara baik atas kemauan sendiri.
68
Perhitungan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja pada tabel di atas
berdasarkan pada faktor seperti pada tabel berikut:
Tabel 3.6. Tabel Faktor Uang Pesangon dan Uang Penghargaan Masa Kerja
Masa Kerja (MK)
Faktor Uang Pesangon ( x upah)
Faktor Uang Penghargaan Masa Kerja
( x upah) MK < 1 1 0
1 = MK < 2 2 0 2 = MK < 3 3 0 3 = MK < 4 4 2 4 = MK < 5 5 2 5 = MK < 6 6 2 6 = MK < 7 7 3 7 = MK < 8 8 3 8 = MK < 9 9 3 9 = MK < 12 9 4 12 = MK < 15 9 5 15 = MK < 18 9 6 18 = MK < 21 9 7 21 = MK < 24 9 8
MK = 24 9 10
Berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal
156 ayat 4, yang termasuk dalam uang penggantian hak adalah sebagai berikut:
a. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. Biaya atau ongkos pulang ke tempat pekerja diterima bekerja;
c. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan sebesar 15% (lima belas per
seratus) dari uang pesangon dan/ atau uang penghargaan masa kerja bagi yang
memenuhi syarat; dan
d. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.
Berdasarkan surat edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
pada tanggal 31 Agustus 2005, pekerja yang berhenti bekerja karena mengundurkan diri
secara baik atas kemauan sendiri tidak berhak atas 15% (lima belas per seratus) dari uang
69
pesangon dan/ atau uang penghargaan masa kerja. Sebelum surat tersebut diedarkan, pada
umumnya perusahaan menginterpretasikan pasal 156 ayat 4 huruf c dengan cara
memberikan 15% (lima belas per seratus) dari uang pesangon dan/ atau uang penghargaan
masa kerja kepada karyawan yang mengundurkan diri secara sukarela. Banyak juga
perusahaan yang tetap memberikan uang pisah berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga
Kerja nomor 150 tahun 2000, yaitu sebesar 115% dari uang penghargaan masa kerja
kepada karyawan yang mengundurkan diri secara sukarela.
Besar uang penggantian hak yang akan diperhitungkan pada karya akhir ini adalah
hanya seperti tertulis pada huruf c, yaitu sebesar 15% (lima belas per seratus) dari uang
pesangon dan/ atau uang penghargaan masa kerja. Imbalan kerja berdasarkan Undang-
Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan meningkat dengan semakin
bertambahnya masa kerja karyawan, yaitu seperti yang terlihat pada gambar berikut ini:
Gambar 3-3 Pertumbuhan Imbalan Kerja Berdasarkan
Undang-Undang nomor 13 tahun 2203 tentang Ketenagakerjaan
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24Masa Kerja
Imb
alan
Ker
ja (
x u
pah
)
PH 2xPSGN+2xPMK+PH 2xPSGN+PMK+PH PSGN+PMK+PH PMK+PH
Keterangan: PSNG = Uang Pesangon; PMK = Uang Penghargaan Masa Kerja; PH = Uang Penggantian Hak
70
2.10.2. Ketentuan Pajak
Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 149 tahun 2000, uang pesangon, uang
penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang diberikan kepada pekerja sesuai
dengan ketentuan dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
harus dipotong pajak penghasilan. Ketentuan pajak tersebut sama dengan ketentuan pajak
atas Jaminan Hari Tua seperti pada Tabel 3.1.
2.10.3. Biaya Atas Ketentuan Pemberian Imbalan Pasca Kerja
Imbalan pasca kerja yang diberikan kepada pekerja berdasarkan Undang-Undang
nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sepenuhnya merupakan biaya perusahaan.
Tidak ada ketentuan untuk melakukan pendanaan atas imbalan pasca kerja tersebut. Namun
demikian, perusahaan wajib melakukan pengungkapan biaya atas ketentuan pemberian
imbalan pasca kerja dalam laporan keuangan perusahaan berdasarkan standar akuntansi
yang ada. Berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut mengenai standar akuntansi yang
mengatur mengenai pengungkapan imbalan pasca kerja.
2.10.4. Akuntansi Imbalan Pasca Kerja
Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keunangan nomor 57 tahun 2000 tentang
Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontijensi dan Aktiva Kontijensi paragraf 15, kewajiban
diestimasi harus diakui apabila ketiga kondisi berikut dipenuhi:
1. Perusahaan memiliki kewajiban kini, baik bersifat hukum maupun konstruktif sebagai
akibat peristiwa masa lalu;
2. Besar kemungkinan penyelesaian kewajiban mengakibatkan arus keluar sumber daya;
3. Terdapat estimasi yang handal.
Pemberian imbalan pasca kerja sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang
nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bersifat wajib dan diatur oleh pemerintah.
71
Pemberian imbalan pasca kerja di luar yang diatur dalam Undang-Undang nomor 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan dapat bersifat konstruktif karena kebiasaan pemberian
imbalan pasca kerja yang terjadi di masa lalu menciptakan ekspektasi bahwa pemberian
imbalan akan terus dilakukan di masa mendatang.
Imbalan pasca kerja yang akan dibayarkan bergantung pada berbagai unsur
ketidakpastian mengenai kejadian di masa datang. Unsur ketidakpastian tersebut dapat
diestimasi menggunakan asumsi demografi dan asumsi ekonomi seperti yang telah
dijelaskan di Bab II. Dengan demikian estimasi kewajiban kini perusahaan atas imbalan
pasca kerja yang akan dibayarkan di masa mendatang dapat dihitung menggunakan teknik
aktuaria yang handal.
Berdasarkan penjelasan di atas, program imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-
Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan termasuk dalam kewajiban
diestimasi dan harus diakui oleh perusahaan dalam laporan keuangan perusahaan
berdasarkan standar akuntansi yang ada.
Pada umumnya suatu negara memiliki standar akuntansi tersendiri. Standar akuntansi
yang berkaitan dengan imbalan kerja yang ada di negara lain antara lain adalah Financial
Accounting Standard Number 132 (FAS 132) tentang Pengakuan Beban Imbalan Pasca
Kerja yang digunakan di Amerika Serikat dan International Accounting Standard Number
19 (IAS 19) dan Financial Reporting Standard Number 17 (FRS 17) yang umum
digunakan di Inggris dan negara-negara Eropa. Standar akuntansi yang wajib digunakan
oleh setiap perusahaan yang ada di Indonesia adalah Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan Nomor 24 (Revisi 2004) tentang Imbalan Kerja yang telah disahkan oleh Dewan
Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia pada tanggal 24 Juni 2004.
72
2.11. Integrasi Ketentuan Imbalan Pasca Kerja
Bagi perusahaan yang memiliki program pensiun, pembiayaan imbalan pasca kerja
berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dapat
dilakukan dengan mengintegrasikan program imbalan pasca kerja tersebut dengan program
pensiun. Integrasi tersebut dapat dilakukan melalui kesepakatan atau perjanjian tertulis
yang dibuat antara karyawan dan perusahaan yaitu mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. Usia pensiun
Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak mengatur
mengenai ketentuan usia pensiun. Dengan demikian perlu dibuat kesepakatan mengenai
usia pensiun normal, usia pensiun dipercepat dan usia pensiun wajib yang tertulis pada
peraturan perusahaan dengan ketentuan yang sama seperti pada peraturan dana pensiun;
2. Pembayaran imbalan pasca kerja selain di usia pensiun
Berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, imbalan
pasca kerja yang dibayarkan di usia pensiun dapat dikompensasikan dengan manfaat
pensiun yang dibayarkan berdasarkan ketentuan program pensiun yang dimiliki oleh
perusahaan. Namun demikian, tidak ada aturan mengenai imbalan pasca kerja lainnya,
yaitu mengenai imbalan yang dibayarkan saat pekerja menjadi cacat, meninggal dunia,
pensiun dipercepat atau mengundurkan diri secara baik dan atas kemauan sendiri.
Dengan demikian perusahaan perlu membuat kesepakatan dengan karyawan mengenai
imbalan pasca kerja di usia pensiun yang dapat dikompensasikan dengan manfaat
pensiun berdasarkan ketentuan program pensiun serta kesepakatan atas pembayaran
imbalan pasca kerja lainnya.
3. Cara pembayaran imbalan pasca kerja
Imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dibayarkan secara sekaligus. Hal ini berbeda dengan cara pembayaran
73
manfaat pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 tentang Dana
Pensiun yang harus dibayarkan secara berkala dengan cara membeli anuitas serta
terdapat ketentuan penundaan sebagian atau seluruh manfaat pensiun bagi peserta
program pensiun yang berhenti bekerja sebelum mencapai usia pensiun dipercepat
dengan masa kerja lebih atau sama dengan 3 (tiga) tahun. Jika terdapat kesepakatan
bahwa pembayaran imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan dapat dibayarkan melalui manfaat pensiun dari program
pensiun yang dimiliki perusahaan, maka ketentuan pembayaran bulanan dan penundaan
pembayaran manfaat pensiun perlu dibuat secara tertulis dan harus disosialisasikan
kepada seluruh karyawan.
Bagi perusahaan yang belum memiliki program pensiun, dapat dilakukan pendanaan
untuk program imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan dengan cara membentuk program pensiun dan melakukan
pendanaan secara teratur dan sistematis atas program tersebut. Program pensiun yang
dibentuk harus mempertimbangkan rasio penggantian penghasilan yang dapat diterima
setiap peserta saat pensiun seperti yang akan dijelaskan berikut ini.
2.12. Rasio Penggantian Penghasilan
Rasio penggantian penghasilan adalah rasio antara penghasilan pensiun dengan
penghasilan sesaat sebelum pensiun. Pada umumnya karyawan yang telah pensiun telah
memiliki rumah beserta isinya, tidak ada lagi ada anak yang masih menjadi tanggungan
dan tidak lagi memerlukan biaya transportasi sebesar saat masih bekerja. Sehingga pada
umumnya kebutuhan keuangan seorang karyawan berkurang setelah pensiun. Para ahli
mengatakan bahwa rasio penggantian penghasilan yang wajar berkisar antara 70% (tujuh
74
puluh per seratus) hingga 80% (delapan puluh per seratus) dari penghasilan per bulan
sebelum pensiun26.
Pengganti penghasilan di hari tua bagi seorang karyawan di Indonesia dapat diperoleh
dari Program Jaminan Hari Tua Jamsostek, imbalan pasca kerja di usia pensiun yang wajib
dibayarkan perusahaan berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dan manfaat pensiun dari program pensiun yang dimiliki oleh perusahaan
tempat karyawan tersebut bekerja. Berikut ini adalah besar penggantian penghasilan yang
dapat diberikan dari tiap jenis imbalan pasca kerja tersebut di atas.
2.12.1. Jaminan Hari Tua Jamsostek
Minimum iuran untuk Jaminan Hari Tua adalah sebesar 5,7% (lima koma tujuh per
seratus) dari upah sebulan, yaitu terdiri atas iuran perusahaan sebesar 3,7% (tiga koma
tujuh per seratus) ditanggung dan iuran karyawan sebesar 2,0% (dua per seratus) dari upah
sebulan.
Misalkan seorang karyawan mulai menjadi peserta Jamsostek sejak usia 25 (dua puluh
lima) tahun. Maka besar Jaminan Hari Tua yang menjadi hak karyawan tersebut saat
pensiun di usia 55 (lima puluh) tahun dengan beberapa asumsi tingkat kenaikan upah dan
tingkat hasil investasi adalah seperti pada tabel berikut:
Tabel 3.7. Besar Jaminan Hari Tua Jamsostek
( x upah terakhir)
Tingkat Kenaikan Upah per Tahun Tingkat Hasil Investasi per Tahun
8% 10% 12% 15% 6% 16.3 13.0 10.6 8.2 8% 21.3 16.6 13.2 9.9
10% 28.5 21.5 16.8 12.2 12% 38.7 28.6 21.8 15.2
Asumsi: - Total iuran = 5,7% dari upah per bulan - Usia mulai menjadi peserta Program Jamsostek = 25 tahun
26 Gail Vaz-Oxlade, RRSP Answer Book dan Carolyn Janik, et.al., The Complete Idiot’s Guide to a Great Retirement
75
Jika Jaminan Hari Tua pada tabel di atas dipergunakan untuk membeli anuitas seumur
hidup dengan faktor anuitas sebesar 11 (sebelas), maka besar rasio penggantian
penghasilan adalah seperti pada tabel berikut:
Tabel 3.8. Rasio Penggantian Penghasilan dari
Jaminan Hari Tua Program Jamsostek
Tingkat Kenaikan Upah per tahun Tingkat Hasil Investasi per tahun
8%
10%
12%
15%
6% 12.4%
9.8%
8.1%
6.2%
8% 16.2%
12.5%
10.0%
7.5%
10% 21.6%
16.3%
12.7%
9.2%
12% 29.3%
21.7%
16.5%
11.5%
Asumsi: - Total iuran = 5,7% dari upah per bulan - Usia mulai menjadi peserta Program Jamsostek = 25 tahun - Faktor anuitas = 11
Berdasarkan tabel diatas, rasio penggantian penghasilan dengan tingkat bunga riil
sebesar 2% (dua per seratus) hingga 4% (empat per seratus) akan berkisar antara 21,6%
(dua puluh satu koma enam per seratus) sampai dengan 29,3% (dua puluh sembilan koma
tiga per seratus). Rasio tersebut di atas jauh lebih kecil dibandingkan dengan rasio
penggantian penghasilan yang wajar saat seseorang memasuki masa pensiun. Rasio akan
semakin kecil dengan semakin lanjutnya usia karyawan saat mulai menjadi Peserta
Jamsostek, semakin besarnya tingkat kenaikan upah, semakin kecilnya tingkat hasil
investasi aset Jamsostek, serta semakin mahal harga anuitas.
Selain dari Jaminan Hari Tua Program Jamsostek, karyawan juga dapat memperoleh
penggantian penghasilan dari imbalan pasca kerja di usia pensiun berdasarkan Undang-
Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan seperti pada penjelasan berikut:
76
2.12.2. Imbalan Pasca Kerja berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan
Penggantian penghasilan yang dapat diperoleh dari imbalan pasca kerja di usia
pensiun sesuai dengan ketentuan pada Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan bergantung pada masa kerja dan usia karyawan saat mulai bekerja pada
perusahaan.
Misalkan karyawan mulai bekerja pada usia 25 (dua puluh lima) tahun, maka
karyawan tersbut berhak atas imbalan kerja di usia pensiun 55 (lima puluh lima) tahun
adalah sebesar 32,2 (tiga puluh dua koma dua) kali upah terakhir. Dengan faktor anuitas
sebesar 11, maka besar rasio penggantian penghasilan yang dapat diperoleh karyawan
tersebut adalah sebesar 24,4% (dua puluh empat koma empat per seratus). Rasio
penggantian penghasilan tersebut akan semakin kecil dengan semakin lanjutnya usia
karyawan saat mulai bekerja, semakin dini usia pensiun wajib, semakin besar tingkat
kenaikan upah, dan semakin mahalnya harga anuitas.
Jika rasio di atas ditambahkan dengan rasio penggantian penghasilan dari Jaminan
Hari Tua Program Jamsostek, maka rasio penggantian penghasilan yang dapat diperoleh
karyawan tersebut adalah berkisar antara 46,0% (empat puluh koma enam per seratus)
sampai dengan 53,7% (lima puluh tiga koma tujuh per seratus). Rasio penggantian
penghasilan akan semakin kecil dengan semakin lanjutnya usia karyawan saat mulai
bekerja, semakin besarnya tingkat kenaikan upah, semakin kecilnya tingkat hasil investasi
serta semakin besarnya faktor anuitas atau semakin mahalnya harga anuitas.
Untuk meningkatkan rasio penggantian penghasilan yang dapat dimiliki karyawan
saat pensiun dapat dilakukan perusahaan dengan cara membentuk program pensiun secara
sukarela. Berikut ini adalah penjelasan rasio penggantian penghasilan yang dapat diberikan
melalui Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) atau Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP).
77
2.12.3. Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP)
Berbeda dengan Program Pensiun Manfaat Pasti, tidak ada batasan rasio penggantian
penghasilan yang dapat diperoleh peserta Program Pensiun Iuran Pasti. Misalkan seorang
karyawan mulai menjadi peserta Program Pensiun Iuran Pasti sejak usia 25 (dua puluh
lima) tahun. Maka besar manfaat pensiun yang dapat diterima peserta tersebut dengan
beberapa asumsi tingkat kenaikan upah dan tingkat hasil investasi per tahun adalah seperti
pada tabel berikut:
Tabel 3.9. Besar Manfaat Pensiun PPIP
( x upah terakhir)
Tingkat Kenaikan Upah per Tahun Tingkat Hasil Investasi per tahun
8%
10%
12%
15%
6%
20.1 16.0 13.1 10.1 8%
26.2 20.3 16.2 12.2 10%
35.0 26.5 20.6 14.9 12%
47.5 35.1 26.7 18.7 Asumsi:
- Total iuran = 7% dari upah per bulan - Usia mulai menjadi peserta PPIP = 25 tahun - Usia pensiun normal = 25 tahun
Jika manfaat pensiun seperti pada tabel di atas dipergunakan untuk membeli anuitas
seumur hidup, maka besar rasio penggantian penghasilan adalah seperti pada tabel berikut:
Tabel 3.10. Rasio Penggantian Penghasilan dari
Manfaat Pensiun PPIP
Tingkat Kenaikan Upah per tahun Tingkat Hasil Investasi per tahun
8%
10%
12%
15%
6% 15.2%
12.1%
9.9%
7.6%
8% 19.9%
15.4%
12.3%
9.2%
10% 26.5%
20.0%
15.6%
11.3%
12% 36.0%
26.6%
20.2%
14.2%
Asumsi: - Total iuran = 7% dari upah per bulan - Usia mulai menjadi peserta PPIP = 25 tahun - Usia pensiun normal = 25 tahun - Faktor anuitas = 11
78
Berdasarkan tabel di atas, rasio penggantian penghasilan yang dapat diterima peserta
Program Pensiun Iuran Pasti dengan tingkat bunga riil sebesar 2% (dua per seratus) hingga
4% (empat per seratus) akan berkisar antara 26,5% (dua puluh enam koma lima per
seratus) hingga 36,0% (tiga puluh enam per seratus). Rasio akan semakin kecil dengan
semakin lanjut usia karyawan saat mulai menjadi peserta program, semakin dini usia
pensiun wajib, semakin kecil tingkat hasil investasi, semakin kecil tingkat iuran, semakin
besar tingkat upah dan semakin nahal harga anuitas.
Jika rasio di atas ditambahkan dengan rasio penggantian penghasilan yang wajib
diberikan melalui Jaminan Hari Tua Program Jamsostek dan Imbalan pasca kerja di usia
pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
maka besar rasio penggantian penghasilan yang dapat diperoleh karyawan yang mulai
menjadi Peserta Program Iuran Pasti di usia 25 (dua puluh lima) tahun adalah berkisar
antara 72,5% (tujuh puluh dua koma lima per seratus) hingga 89,7% (delapan puluh
sembilan koma tujuh per seratus). Rasio ini berada pada kisaran rasio penggantian
penghasilan yang dianggap wajar. Jika perusahaan membentuk Program Pensiun Manfaat
Pasti, maka total rasio penggantian penghasilan dapat lebih tinggi dari rasio tersebut di
atas, yaitu seperti pada penjelasan berikut ini.
2.12.4. Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP)
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 343 tahun
1998 tentang Iuran dan Manfaat Pensiun pasal 3 ayat 1, besar manfaat pensiun per bulan
tidak boleh melebihi 80% (delapan puluh per seratus) dari penghasilan dasar pensiun per
bulan. Dengan demikian rasio penggantian penghasilan maksimum yang dapat diberikan
melalui Program Pensiun Manfaat Pasti adalah sebesar 80% (delapan puluh per seratus).
Misalkan karyawan mulai menjadi Peserta Program Pensiun Manfaat Pasti di usia 25
(dua puluh lima) tahun. Rumus manfaat pensiun yang digunakan adalah rumus bulanan
79
berupa perkalian dari faktor penghargaan, masa kerja dan upah terakhir. Rasio penggantian
penghasilan yang dapat diperoleh peserta dengan beberapa faktor penghargaan dan asumsi
tingkat kenaikan upah adalah seperti pada tabel berikut:
Tabel 3.11. Rasio Penggantian Penghasilan Melalui PPMP
dengan Beberapa Faktor Penghargaan dan Tingkat Kenaikan Upah
Faktor Tingkat Kenaikan Upah per Tahun Penghargaan
6%
8%
10%
12%
F = 1.00% 30.0%
30.0%
30.0%
30.0%
F = 1.25% 37.5%
37.5%
37.5%
37.5%
F = 1.50% 45.0%
45.0%
45.0%
45.0%
F = 2.00% 60.0%
60.0%
60.0%
60.0%
F = 2.25% 67.5%
67.5%
67.5%
67.5%
F = 2.50% 75.0%
75.0%
75.0%
75.0%
Asumsi: - Usia mulai menjadi peserta PPMP = 25 tahun - Usia pensiun normal = 25 tahun
Terlihat pada tabel di atas bahwa rasio penggantian penghasilan dari Program Pensiun
Manfaat Pasti tidak dipengaruhi oleh tingkat kenaikan upah per tahun. Rasio penggantian
penghasilan yang dapat diperoleh karyawan yang mulai menjadi Peserta Program Pensiun
Manfaat Pasti sejak usia 25 (dua puluh lima) tahun adalah antara 30% (tiga puluh per
seratus) sampai dengan 75% (tujuh puluh lima per seratus). Rasio akan semakin kecil
dengan semakin lanjut usia karyawan saat mulai menjadi peserta, semakin dini usia
pensiun wajib dan semakin kecil faktor penghargaan.
Jika rasio di atas ditambahkan dengan rasio penggantian penghasilan yang wajib
diberikan melalui Jaminan Hari Tua Program Jamsostek dan Imbalan pasca kerja di usia
pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
maka besar rasio penggantian penghasilan yang dapat diperoleh karyawan yang mulai
menjadi Peserta Program Pensiun Manfaat Pasti di usia 25 (dua puluh lima) tahun adalah
berkisar antara 76,0% (tujuh puluh enam per seratus) sampai dengan 128,7% (seratus dua
puluh delapan koma tujuh per seratus).
80
Program pensiun yang dibentuk perusahaan juga perlu memperhatian kemampuan
finansial dari perusahaan dan faktor keadilan dalam pemberian manfaat kepada seluruh
karyawan. Pada bab berikutnya akan dijelaskan beberapa alternatif pendanaan yang dapat
dilakukan perusahaan untuk membiayai kewajiban atas ketentuan pemberian imbalan pasca
kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
81
BAB IV SIMULASI UNTUK ALTERNATIF PENDANAAN
IMBALAN PASCA KERJA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG KETENAGEKERJAAN
4.1. Pendahuluan
Berdasarkan penjelasan pada bab sebelumnya, pendanaan program pensiun, terutama
jenis Program Pensiun Manfaat Pasti, harus dilakukan secara teratur dan sistematis agar
kewajiban atas pembayaran manfaat pensiun kepada seluruh peserta program pensiun dapat
terpenuhi. Sebaliknya, ketentuan tentang imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang
nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang juga menggunakan rumusan imbalan
pasti, tidak ada aturan pendanaannya.
Perusahaan yang membayarkan imbalan pasca kerja dengan cara pay-as-you go dan
mengungkapkan beban pembayaran nyata (riil) dalam laporan keuangan perusahaan akan
memiliki anggaran biaya yang sangat fluktuatif setiap tahunnya sehingga akan
mempengaruhi laporan keuangan perusahaan dalam jangka panjang. Selain itu, tidak
adanya penyisihan dana akan menyebabkan tidak terjaminannya hak-hak karyawan atas
imbalan pasca kerja sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.
Bagi perusahaan yang memiliki program pensiun, pembiayaan imbalan pasca kerja
berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dapat
dilakukan dengan mengintegrasikan program imbalan pasca kerja tersebut dengan program
pensiun. Seperti yang telah dijelaskan pada bab III, integrasi tersebut dapat dilakukan
melalui kesepakatan atau perjanjian tertulis yang dibuat antara karyawan dan perusahaan.
Bagi perusahaan yang belum memiliki program pensiun, dapat dilakukan pendanaan
untuk program imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003
82
tentang Ketenagakerjaan dengan cara membentuk program pensiun dan melakukan
pendanaan secara teratur dan sistematis atas program tersebut. Jenis program pensiun yang
dapat dibentuk perusahaan antara lain adalah Program Pensiun Manfaat Pasti, Program
Pensiun Iuran Pasti atau kombinasi dari kedua jenis program pensiun tersebut.
Pendanaan dan pengelolaan program dapat dilakukan dengan cara membentuk dana
pensiun atau menyerahkan pendanaan dan pengelolaan tersebut kepada pihak ketiga.
Program pensiun yang dibentuk perusahaan harus mempertimbangkan rasio
penggantian penghasilan yang dapat diterima oleh setiap peserta saat pensiun, kemampuan
finansial perusahaan, serta faktor keadilan dalam pemberian manfaat kepada seluruh
karyawan.
Berikut ini adalah penjelasan alternatif pendanaan imbalan pasca kerja berdasarkan
Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan melalui program pensiun
yang dapat dibentuk perusahaan dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas.
4.2. Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP)
Berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan (UUK 13), imbalan
pasca kerja berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian
hak adalah hasil perkalian dari faktor uang pesangon dan faktor uang penghargaan masa
kerja dengan upah terakhir. Jika perusahaan hendak membiayai ketentuan pemberian
imbalan pasca kerja tersebut dengan cara membentuk Program Pensiun Manfaat Pasti,
maka rumus manfaat pensiun yang sesuai adalah rumus sekaligus berupa perkalian dari
faktor penghargaan per tahun masa kerja, masa kerja dan upah terakhir.
Besar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak
bergantung pada masa kerja dari karyawan. Dengan demikian, imbalan pasca kerja yang
menjadi hak karyawan saat pensiun bergantung pada totalal masa kerja dari karyawan sejak
mulai bekerja hingga mencapai pensiun. Dengan metode garis lurus, yaitu dengan cara
83
membagi imbalan pasca kerja di usia pensiun dengan total masa kerja, akan diperoleh
faktor penghargaan per tahun masa kerja seperti pada tabel berikut.
Tabel 4.1. Faktor Penghargaan per Tahun Masa Kerja
Dengan Metode Garis Lurus Usia saat
mulai bekerja
Total Masa
Kerja*
Imbalan Pasca Kerja
UUK 13 di Usia Pensiun ( x upah terakhir )
Faktor per tahun Masa
Kerja
25
30
32.20
1.07
30
25
32.20
1.29
35
20
28.75
1.44
40
15
27.60
1.84
45
10
25.30
2.53
50
5
16.10
3.22
*Diasumsikan karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun 55 tahun
Berdasarkan pada tabel di atas, untuk mencapai target imbalan pasca kerja
berdasarkan ketentuan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan diperlukan
faktor penghargaan per tahun masa kerja yang berbeda-beda sesuai dengan usia karyawan
saat mulai bekerja. Karena itu perusahaan harus melakukan studi atas statistik karyawan
yang dimilikinya sebelum menentukan faktor penghargaan per tahun masa kerja yang akan
digunakan dalam rumus manfaat pensiun.
Berikut ini adalah simulasi atas faktor penghargaan per tahun masa kerja berkaitan
dengan imbalan pasca kerja di usia pensiun sesuai dengan ketentuan dalam Undang-
Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.
4.2.1. Simulasi Faktor Penghargaan
Faktor penghargaan maksimum yang dapat digunakan dalam rumus sekaligus adalah
2,5 (dua setengah) per tahun masa kerja27. Perbandingan besar imbalan pasca kerja di usia
pensiun sesuai ketentuan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan dan besar
manfaat pensiun yang akan diterima oleh seorang karyawan yang telah bekerja selama 25
27 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343 tahun 1998 Pasal 3
84
(dua puluh lima) tahun saat mencapai usia pensiun normal 55 (lima puluh lima) tahun
dengan faktor penghargaan antara 2,5 (dua setengah) dan 1,0 (satu) per tahun masa kerja
adalah seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.2. Perbandingan Imbalan Pasca Kerja
berdasarkan UUK 13 dan PPMP (masa kerja 25 tahun)
Faktor Penghargaan (F)
Manfaat Pensiun PPMP
(x upah terakhir)
Imbalan Pasca Kerja UUK 13 di Usia Pensiun
(x upah terakhir)
Rasio Manfaat
*
Kekurangan**
(x upah terakhir)
F = 2.50 62.5
32.2
194%
0.0
F = 2.25 56.3
32.2
175%
0.0
F = 2.00 50.0
32.2
155%
0.0
F = 1.75 43.8
32.2
136%
0.0
F = 1.50 37.5
32.2
116%
0.0
F = 1.25 31.3
32.2
97%
1.0
F = 1.00 25.0
32.2
78%
7.2
* Perbandingan antara Imbalan Pasca Kerja PPMP dan UUK 13 ** Besar kekurangan imbalan pasca kerja yang harus ditutupi oleh perusahaan untuk memenuhi ketentuan UUK 13
Berdasarkan pada tabel di atas, jika perusahaan menggunakan faktor penghargaan
maksimum, yaitu sebesar 2,50 (dua setengah) per tahun masa kerja, maka manfaat pensiun
yang akan diterima karyawan dari Program Pensiun Manfaat Pasti jauh lebih besar
daripada imbalan pasca kerja yang menjadi haknya berdasarkan Undang-Undang nomor 13
tentang Ketenagakerjaan. Sebaliknya, jika perusahaan menggunakan faktor penghargaan
sebesar 1,00 (satu) per tahun masa kerja, maka manfaat pensiun yang diperoleh akan
kurang dari haknya berdasarkan Undang-Undang.
Berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan pasal 167 ayat 2,
jika besar manfaat pensiun berdasarkan program pensiun yang dimiliki oleh perusahaan
lebih kecil daripada besar imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13
tentang Ketenagakerjaan, maka perusahaan wajib membayarkan selisihnya. Berdasarkan
tabel di atas, jika perusahaan menggunakan faktor penghargaan sebesar 1,25 (satu koma
dua lima) per tahun masa kerja maka perusahaan hanya perlu menambahkan 1 (satu) kali
85
dari gaji terakhir sehingga karyawan dapat memperoleh imbalan pasca kerja sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.
Besar manfaat pensiun Program Pensiun Manfaat Pasti bertambah secara linier
dengan bertambahnya masa kerja. Sementara kenaikan imbalan pasca kerja berdasarkan
Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan memiliki tidak sama untuk setiap
penambahan setahun masa kerja. Perbandingan pertumbuhan dari kedua imbalan pasca
kerja tersebut adalah seperti pada grafik berikut:
Gambar 4-1 Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja
berdasarkan UUK 13 dan PPMP (usia 30 tahun s.d. 55 tahun)
0
10
20
30
40
50
60
70
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25Masa Kerja (tahun)
Bes
ar M
anfa
at (
x U
pah
)
UUK 13 F = 2,50 F = 2,25 F = 2,00 F = 1,75 F = 1,50 F = 1,25 F = 1,00
Berdasarkan grafik di atas telihat bahwa pertumbuhan manfaat pensiun Program
Pensiun Manfaat Pasti semakin cepat dengan semakin besarnya faktor penghargaan per
tahun masa kerja yang digunakan. Dengan faktor penghargaan sebesar 1,25 (satu koma dua
lima) per tahun masa kerja, manfaat pensiun Program Pensiun Manfaat Pasti di setiap masa
kerja lebih rendah dibandingkan dengan imbalan pasca kerja berdasarkan ketentuan
86
Undang-Undang Ketenagakerjaan tersebut. Namun demikian, manfaat pensiun yang
diterima karyawan saat pensiun hampir sama dengan haknya berdasarkan ketentuan
Undang-Undang.
Pertumbuhan kedua jenis imbalan pasca kerja tersebut akan berbeda bergantung pada
usia karyawan saat mulai bekerja. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343
tahun 1998 pasal 4, faktor penghargaan per tahun masa kerja dapat ditetapkan berbeda
dalam peraturan dana pensiun dengan dikaitkan dengan masa kerja atau usia peserta.
Tingkat kenaikan faktor penghargaan per tahun masa kerja dari faktor penghargaan
sebelumnya tidak boleh lebih dari 25% (dua puluh lima per seratus) dan perbandingan
antara faktor penghargaan per tahun masa kerja tertinggi dan terendah adalah maksimum
250% (dua ratus lima puluh per seratus). Berikut ini adalah beberapa simulasi faktor
penghargaan Program Pensiun Manfaat Pasti yang dikaitkan dengan usia dan/ atau masa
kerja peserta sesuai dengan ketentuan di atas.
4.2.1.1. Simulasi Faktor Penghargaan dikaitkan dengan Masa Kerja
Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan masa kerja akan memberikan besar
manfaat pensiun yang berbeda untuk setiap tahun masa kerja dari peserta program pensiun.
Misalkan faktor penghargaan yang dikaitkan dengan masa kerja mengikuti pola seperti
pada tabel berikut:
Tabel 4.3. Ilustrasi Pola Faktor Penghargaan PPMP yang
dikaitkan dengan Masa Kerja Faktor Penghargaan Masa Kerja
(n) Pola-1 Pola-2 Pola-3 n < 3 1.00 2.50 -
3 = n < 5 1.00 2.50 2.00 5 = n < 10 1.00 2.30 2.10 10 = n < 15
1.25 2.30 2.20 15 = n < 20
1.25 2.00 2.30 20 = n < 25
1.50 - 2.40 n = 25 1.50 - 2.50
87
Jika digambarkan dalam sebuah grafik, maka pertumbuhan besar manfaat pensiun
untuk setiap tahun masa kerja dibandingkan dengan pertumbuhan imbalan pasca kerja
berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan adalah seperti pada grafik
berikut:
Gambar 4-2 Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun
PPMP Menggunakan Pola Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Masa Kerja (masa kerja 0 tahun s.d. 30 tahun)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Masa Kerja (tahun)
Bes
ar M
anfa
at (
x U
pah
)
UUK 13 Pola-1 Pola-2 Pola-3
Faktor Penghargaan yang mengikuti pola-1 disebut juga dengan pola pembebanan ke
belakang (back-loaded plan). Dengan pola tersebut, peserta dapat termotivasi untuk tetap
bekerja hingga mencapai usia pensiun. Karyawan dengan masa kerja di atas 20 (dua puluh)
tahun akan menerima manfaat pensiun yang melebihi haknya berdasarkan Undang-Undang
nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.
Faktor Penghargaan yang mengikuti pola-2 disebut juga dengan pola pembebanan ke
depan (front-loaded plan). Pola ini tidak sesuai dengan peraturan pemerintah yang tidak
memperbolehkan penggunaan faktor penghargaan yang menurun. Namun demikian, pola
88
ini cocok untuk perusahaan bidang teknologi dan informasi yang hanya mempekerjakan
karyawan berusia muda dengan produktivitas tinggi. Tetapi dengan adanya ketentuan
pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang
Ketenagakerjaan, peserta yang berusia 40 (empat puluh) tahun dengan masa kerja lalu 3
(tiga) tahun akan termotivasi untuk tetap bekerja hingga mencapai usia pensiun 55 (lima
puluh lima) tahun. Karena dengan total masa kerja 18 (delapan belas) tahun, besar manfaat
pensiun yang diterima akan melebihi haknya berdasarkan Undang-Undang nomor 13
tentang Ketenagakerjaan.
Berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan, karyawan yang
berhenti bekerja secara sukarela sebelum mencapai usia pensiun hanya akan mendapatkan
uang penggantian hak. Kecuali diatur berbeda dalam peraturan perusahaan, perusahaan
yang memiliki Program Pensiun Manfaat Pasti harus memberikan manfaat pensiun ditunda
bagi mereka yang bekerja lebih dari atau sama dengan 3 (tiga) tahun. Pada umumnya besar
manfaat pensiun ditunda adalah sebesar nilai sekarang dari besar manfaat pensiun yang
dihitung dengan rumus manfaat pensiun. Perusahaan yang menggunakan pola-2 dan pola-3
dalam menentukan besar manfaat pensiun dapat memotivasi peserta program untuk
berhenti bekerja sebelum mencapai usia pensiun normal. Hal ini dikarenakan peserta
tersebut akan memperoleh manfaat pensiun ditunda yang lebih besar dibandingkan dengan
uang penggantian hak berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.
Masalah ini dapat diatasi dengan cara membuat perjanjian tertulis yang menyatakan bahwa
peserta program pensiun yang berhenti bekerja secara sukarela sebelum mencapai usia
pensiun tidak akan mendapatkan manfaat apapun dari Program Pensiun Manfaat Pasti yang
dibentuk perusahaan secara sukarela.
Jika perusahaan memiliki karyawan dengan loyalitas tinggi, penggunaan pola-3 akan
menimbulkan beban pendanaan atas program pensiun yang sangat besar. Hal ini
89
dikarenakan perusahaan harus membayar manfaat yang jauh lebih besar dari yang
diwajibkan berdasarkan Undang-Undang untuk karyawan yang bekerja lebih dari 12 (dua
belas) tahun.
Perbandingan besar manfaat pensiun di usia pensiun 55 (lima puluh lima) tahun
dengan imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang
Ketenagakerjaan berdasarkan ketiga pola pada Tabel 4.3 adalah seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.4. Perbandingan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP
Menggunakan Pola Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Masa Kerja (usia mulai bekerja 25 tahun s.d 45 tahun)
Manfaat Pensiun di Usia Pensiun (x upah terakhir)
Usia saat mulai bekerja
Total Masa Kerja*
Pola-1 Pola-2 Pola-3
Imbalan Pasca Kerja UUK 13 di
Usia Pensiun
25 30
45.00 - 75.00 32.20
26 29
43.50 - 72.50 32.20
27 28
42.00 - 70.00 32.20
28 27
40.50 - 67.50 32.20
29 26
39.00 - 65.00 32.20
30 25
37.50 - 62.50 32.20
31 24
36.00 - 57.60 32.20
32 23
34.50 - 55.20 29.90
33 22
33.00 - 52.80 29.90
34 21
31.50 - 50.40 29.90
35 20
30.00 - 48.00 28.75
36 19
23.75 38.00 43.70 28.75
37 18
22.50 36.00 41.40 28.75
38 17
21.25 34.00 39.10 27.60
39 16
20.00 32.00 36.80 27.60
40 15
18.75 30.00 34.50 27.60
41 14
17.50 32.20 30.80 26.45
42 13
16.25 29.90 28.60 26.45
43 12
15.00 27.60 26.40 26.45
44 11
13.75 25.30 24.20 25.30
45 10
12.50 23.00 22.00 25.30 *Diasumsikan karyawan terus bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun)
Berdasarkan tabel di atas, peserta yang mulai bekerja di usia muda akan diuntungkan
jika faktor penghargaan yang digunakan mengikuti pola-1 atau pola-3. Dari sisi
perusahaan, penggunaan faktor penghargaan yang mengikuti pola-2 akan memberikan
biaya pendanaan yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan kedua pola lainnya.
90
Faktor penghargaan yang dikaitkan dengan usia akan memberikan dampak berbeda
seperti jika dikaitkan dengan masa kerja, yaitu seperti pada penjelasan berikut.
4.2.1.2. Simulasi Faktor Penghargaan dikaitkan dengan Usia
Misalkan pola pola faktor penghargaan yang sama seperti pada Tabel 4.3. dikaitkan
dengan usia seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.5. Ilustrasi Pola Faktor Penghargaan PPMP yang
dikaitkan dengan Usia Faktor Penghargaan Usia
(x) Pola-4 Pola-5 Pola-6 x < 30 1.00 2.50 -
30 = x < 35 1.00 2.50 2.00 35 = x < 40 1.00 2.30 2.10 40 = x < 45 1.25 2.30 2.20 45 = x < 50 1.25 2.00 2.30 50 = x < 55 1.50 - 2.40
x = 55 1.50 - 2.50
Pertumbuhan besar manfaat pensiun dengan faktor penghargaan yang dikaitkan
dengan usia akan berbeda-beda bergantung pada usia peserta saat mulai bekerja.
Pertumbuhan besar manfaat pensiun untuk setiap pertambahan setahun usia berdasarkan
ketiga pola di atas bagi peserta yang mulai bekerja di usia 25 (dua puluh lima) tahun
hingga mencapai usia pensiun 55 (lima puluh lima) tahun adalah seperti pada gambar
berikut:
91
Gambar 4-3 Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun
PPMP Menggunakan Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia (usia 25 tahun s.d. 55 tahun)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55
Usia (tahun)
Bes
ar M
anfa
at (
x U
pah
)
UUK 13 Pola-4 Pola-5 Pola-6
Grafik di atas sama dengan grafik pertumbuhan besar manfaat pensiun Program Pensiun
Manfaat Pasti dan imbalan pasca kerja di usia pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor
13 tentang Ketenagakerjaan dengan menggunakan faktor penghargaan yang dikaitkan
dengan masa kerja. Dengan faktor penghargaan mengikuti pola-4, perusahaan harus
menambahkan dana yang relatif tidak terlalu besar dari yang diwajibkan berdasarkan
Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan. Jika karyawan berhenti bekerja secara
sukarela sebelum mencapai usia pensiun, rata-rata besar manfaat yang diterima tidak
sebesar rata-rata besar manfaat berdasakan dua pola faktor penghargaan lainnya.
Jika karyawan berhak atas manfaat pensiun ditunda, maka pola-5 dan pola-6 dapat
memotivasi peserta untuk berhenti bekerja sebelum mencapai usia pensiun. Jika
perusahaan yang memiliki karyawan dengan rata-rata usia di atas 38 (tiga puluh delapan)
92
tahun menggunakan faktor penghargaan mengikuti pola-6, maka biaya pendanaan yang
diperlukan jauh lebih besar dibandingkan dengan kedua pola yang lain.
Ketiga pola di atas memberikan dampak yang tidak jauh berbeda bagi peserta yang
mulai bekerja di pertengahan karir mereka. Pertumbuhan besar manfaat pensiun bagi
peserta yang mulai bekerja di usia 35 (tiga puluh lima) tahun adalah seperti pada gambar
berikut:
Gambar 4-4 Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun
PPMP Menggunakan Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia (usia 35 tahun s.d. 55 tahun)
0
10
20
30
40
50
60
35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55
Usia (tahun)
Bes
ar M
anfa
at (
x U
pah
)
UUK 13 Pola-4 Pola-5 Pola-6
Berdasarkan grafik di atas, faktor penghargaan yang mengikuti pola-4 paling sesuai
untuk mendanai ketentuan pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang
nomor 13 tentang Ketenagakerjaan bagi perusahaan yang memiliki populasi karyawan
dengan rata-rata usia 35 (tiga puluh lima) tahun. Hal ini dikarenakan besar manfaat pensiun
yang diterima peserta hampir sama dengan yang diwajibkan berdasarkan Undang-Undang
nomor 13 tentang Ketenagakerjaan. Selain itu, biaya pendanaan yang diperlukan
93
perusahaan untuk mendanai manfaat sebelum usia pensiun relatif tidak terlalu besar
dibandingkan dengan dua pola faktor penghargaan lainnya. Pertumbuhan besar manfaat
pensiun untuk peserta yang baru mulai bekerja di usia 45 (empat puluh lima) tahun adalah
seperti pada gambar berikut:
Gambar 4-5 Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun
PPMP Menggunakan Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia (usia 45 tahun s.d. 55 tahun)
0
5
10
15
20
25
30
45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55
Usia (tahun)
Bes
ar M
anfa
at (
x U
pah
)
UUK 13 Pola-4 Pola-5 Pola-6
Berdasarkan grafik di atas, pola faktor penghargaan yang paling sesuai untuk peserta yang
baru mulai bekerja di akhir karir mereka adalah pola-6. Namun demikian, karena Undang-
Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan tidak mengatur pemberian manfaat pensiun
dipercepat, maka perusahaan yang menggunakan pola-6 akan memiliki biaya pendanaan
program pensiun yang relatif lebih besar dibandingkan dengan dua pola lainnya. Kecuali
jika terdapat perjanjian tertulis bahwa peserta program yang berhenti bekerja sebelum
mencapai usia pensiun tidak berhak atas manfaat pensiun dipercepat dari Program Pensiun
Manfaat Pasti. Jika perusahaan tidak memiliki perjanjian tertulis tersebut, penggunaan
faktor penghargaan mengikuti pola-5 akan memotivasi peserta program untuk bekerja
94
hingga mencapai usia pensiun normal agar dapat memperoleh imbalan pasca kerja sesuai
ketentuan pada Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.
Karyawan yang mulai bekerja pada usia lanjut umumnya adalah golongan direksi
yang memiliki upah yang sangat tinggi dibandingkan dengan karyawan lainnya. Untuk
menghindari biaya pendanaan yang berlebihan perusahaan disarankan untuk tidak
mengikutsertakan karyawan tersebut dalam program pensiun. Namun jika sebagian besar
karyawan berusia lanjut, pendanaan perlu dilakukan bagi semua karyawan agar terdapat
kecukupan dana untuk memenuhi kewajiban berdasarkan Undang-Undang.
Perbandingan besar manfaat pensiun yang akan diterima oleh peserta saat pensiun
berdasarkan ketiga pola faktor penghargaan seperti pada Tabel 4.5. adalah seperti pada
tabel berikut.
Tabel 4.6. Perbandingan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP
Menggunakan Pola Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia (usia mulai bekerja 25 tahun s.d 45 tahun)
Manfaat Pensiun di Usia Pensiun (x upah terakhir)
Usia saat mulai bekerja
Total Masa Kerja*
Pola-4 Pola-5 Pola-6
Imbalan Pasca Kerja UUK 13 di
Usia Pensiun
25 30 45.00 - 75.00 32.20
26 29 43.50 - 72.50 32.20
27 28 42.00 - 70.00 32.20
28 27
40.50 - 67.50 32.20
29 26 39.00 - 65.00 32.20
30 25 37.50 - 62.50 32.20
31 24 36.00 - 60.00 32.20
32 23 34.50 - 57.50 29.90
33 22 33.00 - 55.00 29.90
34 21 31.50 - 52.50 29.90
35 20 30.00 - 50.00 28.75
36 19 28.50 - 47.50 28.75
37 18 27.00 - 45.00 28.75
38 17 25.50 - 42.50 27.60
39 16 24.00 - 40.00 27.60
40 15 22.50 - 37.50 27.60
41 14 21.00 - 35.00 26.45
42 13 19.50 - 32.50 26.45
43 12 18.00 - 30.00 26.45
44 11 16.50 - 27.50 25.30
45 10 15.00 - 25.00 25.30
*Diasumsikan karyawan terus bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun)
95
4.2.1.3. Simulasi Faktor Penghargaan dikaitkan dengan Usia dan Masa Kerja
Misalkan perusahaan membentuk Program Pensiun Manfaat Pasti dengan rumus
manfaat pensiun menggunakan pola faktor penghargaan yang dikaitkan dengan usia dan
masa kerja seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.7. Ilustrasi Faktor Penghargaan PPMP yang dikaitkan
dengan Usia dan Masa Kerja (Pola-7)
Masa Kerja (n) Usia (x) n < 3 3 = n < 5 5 = n < 10
10 = n < 15
15 = n < 20
20 = n < 25
25 = n < 30
n = 30 x < 30 - 0.80 0.90 1.00 1.10 1.20 1.30 1.40
30 = x < 35
- 0.90 1.00 1.10 1.20 1.30 1.40 1.50 35 = x < 40
- 1.00 1.10 1.20 1.30 1.40 1.50 1.60 40 = x < 45
- 1.10 1.20 1.30 1.40 1.50 1.60 1.70 45 = x < 50
- 1.20 1.30 1.40 1.50 1.60 1.70 1.80 50 = x < 55
- 1.30 1.40 1.50 1.60 1.70 1.80 1.90 x = 55 - 1.40 1.50 1.60 1.70 1.80 1.90 2.00
Berdasarkan tabel di atas, manfaat pensiun akan semakin besar dengan semakin
lanjutnya usia dan semakin panjangnya masa kerja peserta. Peserta yang mulai bekerja di
usia muda dapat termotivasi untuk terus bekerja hingga mencapai usia pensiun. Besar
manfaat pensiun di usia pensiun 55 (lima puluh lima) tahun yang akan diterima oleh
peserta yang mulai bekerja di usia 25 (dua puluh lima) tahun adalah 60 (enam puluh) kali
upah terakhir atau hampir 2 (dua) kali lebih besar dari imbalan pasca kerja berdasarkan
Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.
Jika rumus manfaat pensiun yang digunakan sama untuk setiap usia, yaitu 2 (dua) x
masa kerja x upah terakhir, maka biaya yang diperlukan perusahaan untuk pendanaan
program pensiun lebih besar dibandingkan dengan menggunakan faktor penghargaan yang
dikaitkan dengan usia dan masa kerja seperti pada pola-7.
Perbandingan antara pertumbuhan besar manfaat pensiun berdasarkan pola-7,
pertumbuhan imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang
Ketenagakerjaan dan pertumbuhan besar manfaat pensiun dengan rumus manfaat pensiun 2
96
(dua) x masa kerja x upah terakhir untuk peserta yang mulai bekerja di usia 25 (dua puluh
lima) tahun adalah seperti pada grafik berikut:
Gambar 4-6 Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP dengan Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia dan Masa Kerja
(usia 25 tahun s.d. 55 tahun)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Masa Kerja (tahun)
Bes
ar M
anfa
at (
x U
pah
)
UUK 13 Pola-7 2 x Masa Kerja
Berdasarkan grafik di atas, biaya pendanaan yang diperlukan perusahaan untuk
mendanai ketentuan pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor
13 tentang Ketenagakerjaan relatif lebih kecil jika menggunakan pola faktor penghargaan
yang dikaitkan dengan usia dan masa kerja.
Jika peserta mulai bekerja di usia 35 (tiga puluh lima) tahun, maka perbandingan
antara pertumbuhan besar manfaat pensiun berdasarkan pola-7, pertumbuhan manfaat
pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan dan pertumbuhan
besar manfaat pensiun dengan rumus manfaat pensiun 1,8 x masa kerja x upah terakhir
adalah seperti pada grafik berikut
97
Gambar 4-7 Perbandingan Pertumbuhan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP dengan Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia dan Masa Kerja
(usia 35 tahun s.d. 55 tahun)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Masa Kerja (tahun)
Bes
ar M
anfa
at (
x U
pah
)
UUK 13 Pola-4 2.0 x Masa Kerja 1.8 x Masa Kerja
Total masa kerja maksimum hingga usia pensiun 55 (lima puluh lima) tahun yang
dapat dimiliki oleh peserta yang mulai bekerja di usia 35 (tiga puluh lima) tahun adalah 20
(dua puluh) tahun. Berdasarkan pola-7, besar manfaat pensiun bagi peserta yang mulai
bekerja di usia 35 (tiga puluh lima) tahun tidak sebesar yang akan diterima karyawan yang
mulai bekerja di usia 25 (dua puluh lima) tahun. Faktor penghargaan maksimum bagi
peserta yang mulai bekerja di usia 35 (tiga puluh lima) tahun adalah sebesar 1,8 (satu koma
delapan) atau 12% (dua belas per seratus) lebih besar dari haknya berdasarkan Undang-
Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.
Dari sisi Peserta, pola faktor penghargaan yang dikaitkan dengan usia dan masa kerja
ini akan bersifat adil untuk setiap kelompok usia karyawan. Dan sisi perusahaan, biaya
98
yang diperlukan untuk mendanai Program Pensiun Manfaat Pasti tidak sebesar jika
menggunakan faktor penghargaan yang tidak dikaitkan dengan usia dan/atau masa kerja.
Perbandingan besar manfaat pensiun yang akan diterima oleh peserta saat pensiun
berdasarkan pola-7 adalah seperti pada tabel berikut.
Tabel 4.8. Perbandingan Imbalan Pasca Kerja UUK 13 dan Manfaat Pensiun PPMP
Dengan Pola Faktor Penghargaan yang dikaitkan dengan Usia dan Masa Kerja (usia mulai bekerja 25 tahun s.d 45 tahun)
Usia mulai bekerja
Total Masa Kerja*
Manfaat Pensiun di Usia Pensiun
(x upah terakhir)
Imbalan Pasca Kerja UUK 13 di Usia Pensiun
(x upah terakhir)
25 30 60.00 32.20
26 29 55.10 32.20
27 28 53.20 32.20
28 27 51.30 32.20
29 26 49.40 32.20
30 25 47.50 32.20
31 24 43.20 32.20
32 23 41.40 29.90
33 22 39.60 29.90
34 21 37.80 29.90
35 20 36.00 28.75
36 19 32.30 28.75
37 18 30.60 28.75
38 17 28.90 27.60
39 16 27.20 27.60
40 15 25.50 27.60
41 14 22.40 26.45
42 13 20.80 26.45
43 12 19.20 26.45
44 11 17.60 25.30
45 10 16.00 25.30
*Diasumsikan karyawan terus bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun)
Berdasarkan tabel di atas, besar manfaat pensiun yang akan dibayarkan kepada peserta
yang mulai bekerja di usia kurang dari 38 (tiga puluh delapan) tahun lebih besar daripada
ketentuan imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang
Ketenagakerjaan. Namun demikian, dengan adanya faktor nilai sekarang, alokasi
pendanaan untuk kelompok peserta tersebut menjadi relatif tidak terlalu besar. Berikut ini
99
adalah penjelasan mengenai faktor nilai sekarang dalam menghitung besar manfaat
pensiun.
4.2.2. Faktor Nilai Sekarang pada Manfaat Pensiun
Pada umumnya program pensiun memberikan manfaat kepada peserta yang berhenti
bekerja sebelum mencapai usia pensiun dipercepat. Besar manfaat yang akan diterima oleh
Peserta Program Pensiun Manfaat Pasti sebelum mencapai usia pensiun normal umumnya
adalah sebesar nilai sekarang dari besar manfaat pensiun yang dihitung berdasarkan rumus
manfaat pensiun. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan nomor 343 tahun 1998, nilai
sekarang adalah nilai pada suatu tanggal tertentu dari pembayaran yang akan dilakukan
setelah tanggal tersebut, yang dihitung dengan cara mendiskonto pembayaran tersebut
secara aktuaria berdasarkan asumsi tingkat bunga dan tingkat probabilitas tertentu hingga
pembayaran tersebut dilakukan28.
Misalkan rumus manfaat pensiun suatu Program Pensiun Manfaat Pasti adalah 2 (dua)
x masa kerja x upah terakhir. Maka pertumbuhan besar nilai sekarang dari manfaat pensiun
Program Pensiun Manfaat Pasti untuk setiap pertambahan setahun masa kerja bagi peserta
yang mulai bekerja di usia 25 (dua puluh lima) tahun hingga pensiun di usia 55 (lima puluh
lima) tahun dengan tingkat bunga yang berbeda-beda dan tanpa tingkat penyusutan
aktuaria adalah seperti pada grafik berikut:
28 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343 tahun 1998 Pasal 1 ayat 3
100
Gambar 4-8 Perbandingan Pertumbuhan Nilai Sekarang dari Manfaat Pensiun PPMP
dengan Beberapa Tingkat Bunga (usia 25 tahun s.d. 55 tahun)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Masa Kerja (tahun)
Nila
i Sek
aran
g M
anfa
at P
ensi
un
(x
Up
ah)
i = 8% i = 10% i = 12% i = 15% i = 20%
Berdasarkan grafik di atas, nilai sekarang dari manfaat pensiun yang menjadi hak
peserta untuk setiap masa kerja yang dimilikinya akan semakin kecil dengan semakin
besarnya asumsi tingkat bunga yang digunakan. Misalkan asumsi aktuaria yang digunakan
dalam menghitung faktor nilai sekarang untuk menghitung nilai sekarang dari manfaat
pensiun adalah seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.9. Asumsi Aktuaria untuk Menentukan Faktor Nilai Sekarang
Jenis Asumsi Asumsi Tingkat bunga (i) 12% per tahun Tingkat penyusutan aktuaria karena mortalita ( ' ( )m
xq ) CSO 1980
Tingkat penyusutan aktuaria karena cacat ( ' ( )d
xq ) 10% dari CSO 1980
Tingkat penyusutan aktuaria karena berhenti bekerja ( ' ( )w
xq ) 25% pada usia kurang dari 30 tahun dan menurun secara proporsional ke 1% pada usia 45 tahun sampai dengan usia 54 tahun
Tingkat penyusutan aktuaria karena pensiun ( ' ( )r
xq ) Semua peserta akan pensiun di usia pensiun normal 55 tahun
101
Maka tingkat penyusutan aktuaria untuk setiap usia berdasarkan pada tabel asumsi aktuaria
di atas adalah seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.10. Tabel Tingkat Penyusutan Aktuaria
(Usia 25 tahun s.d. 55 tahun) Usia (x) 25 0.001900
0.000190
0.250000
0.000000
26 0.001900
0.000190
0.250000
0.000000
27 0.001900
0.000190
0.250000
0.000000
28 0.001900
0.000190
0.250000
0.000000
29 0.001900
0.000190
0.250000
0.000000
30 0.001900
0.000190
0.235000
0.000000
31 0.001900
0.000190
0.220000
0.000000
32 0.001900
0.000190
0.205000
0.000000
33 0.001900
0.000190
0.190000
0.000000
34 0.001900
0.000190
0.175000
0.000000
35 0.001900
0.000190
0.160000
0.000000
36 0.001900
0.000190
0.145000
0.000000
37 0.001900
0.000190
0.130000
0.000000
38 0.001900
0.000190
0.115000
0.000000
39 0.001900
0.000190
0.100000
0.000000
40 0.001900
0.000190
0.085000
0.000000
41 0.001900
0.000190
0.070000
0.000000
42 0.001900
0.000190
0.055000
0.000000
43 0.001900
0.000190
0.040000
0.000000
44 0.001900
0.000190
0.025000
0.000000
45 0.001900
0.000190
0.010000
0.000000
46 0.001910
0.000191
0.010000
0.000000
47 0.001890
0.000189
0.010000
0.000000
48 0.001860
0.000186
0.010000
0.000000
49 0.001820
0.000182
0.010000
0.000000
50 0.001770
0.000177
0.010000
0.000000
51 0.001730
0.000173
0.010000
0.000000
52 0.001710
0.000171
0.010000
0.000000
53 0.001700
0.000170
0.010000
0.000000
54 0.001710
0.000171
0.010000
0.000000
55 0.001730
0.000173
0.000000
1.000000
Misalkan ( )xp adalah probabilitas seorang peserta berusia x dapat tetap menjadi
peserta program pensiun dalam setahun dengan adanya 4 (empat) tingkat penyusutan
aktuaria seperti pada Tabel 4.10. Maka besar ( )xp
di setiap usia dengan menggunakan
aproksimasi berdasarkan asumsi kematian seragam atas 4 (empat) penyebab tingkat
penyusutan aktuaria (four-decrement rate), yaitu terdiri atas ( )mxq , ( )d
xq , ( )wxq dan ( )r
xq
seperti
yang telah dijelaskan pada Bab II adalah seperti pada tabel berikut:
'( )mq '( )dq '( )wq '( )rq
102
Tabel 4.11. Tabel Four-Decrement Rate (Usia 25 tahun s.d. 55 tahun)
Usia (x) 25 0.001662 0.000166 0.249739 0.000000 0.748433 26 0.001662 0.000166 0.249739 0.000000 0.748433 27 0.001662 0.000166 0.249739 0.000000 0.748433 28 0.001662 0.000166 0.249739 0.000000 0.748433 29 0.001662 0.000166 0.249739 0.000000 0.748433 30 0.001677 0.000168 0.234754 0.000000 0.763401 31 0.001691 0.000169 0.219770 0.000000 0.778370 32 0.001705 0.000170 0.204786 0.000000 0.793339 33 0.001719 0.000172 0.189801 0.000000 0.808307 34 0.001734 0.000173 0.174817 0.000000 0.823276 35 0.001748 0.000175 0.159833 0.000000 0.838245 36 0.001762 0.000176 0.144848 0.000000 0.853213 37 0.001776 0.000177 0.129864 0.000000 0.868182 38 0.001791 0.000179 0.114880 0.000000 0.883151 39 0.001805 0.000180 0.099896 0.000000 0.898119 40 0.001819 0.000182 0.084911 0.000000 0.913088 41 0.001833 0.000183 0.069927 0.000000 0.928057 42 0.001848 0.000185 0.054943 0.000000 0.943025 43 0.001862 0.000186 0.039958 0.000000 0.957994 44 0.001876 0.000187 0.024974 0.000000 0.972963 45 0.001890 0.000189 0.009990 0.000000 0.987931 46 0.001900 0.000190 0.009989 0.000000 0.987920 47 0.001880 0.000188 0.009990 0.000000 0.987942 48 0.001851 0.000185 0.009990 0.000000 0.987975 49 0.001811 0.000181 0.009990 0.000000 0.988018 50 0.001761 0.000176 0.009990 0.000000 0.988073 51 0.001721 0.000172 0.009990 0.000000 0.988116 52 0.001701 0.000170 0.009991 0.000000 0.988138 53 0.001691 0.000169 0.009991 0.000000 0.988149 54 0.001701 0.000170 0.009991 0.000000 0.988138 55 0.000865 0.000086 0.000000 0.999049 0.000000
Misalkan seorang peserta yang saat tanggal perhitungan berusia 40 (empat puluh)
tahun berhenti bekerja secara sukarela setelah bekerja selama 15 (lima belas) tahun dengan
upah saat berhenti bekerja adalah sebesar Rp. 4.000.000 (empat juta rupiah). Besar manfaat
pensiun ditunda yang akan diterima adalah sebesar faktor nilai sekarang di usia 40 (empat
puluh) tahun ( 40FNS ) dikalikan dengan rumus manfaat pensiun (RMP) adalah seperti pada
persamaan berikut:
Manfaat pensiun = 40FNS x RMP
= 40FNS x 2,0 x 15 x Rp. 4.000.000
( )mxq ( )d
xq ( )wxq ( )r
xq ( )xp
103
= 40FNS x Rp. 120.000.000
40FNS = 15v ( )15 40p
= 15v
14( )40
0t
t
p
= 15(1 )i ( ) ( ) ( ) ( )40 41 42 54..........p p p p
Dengan asumsi tingkat bunga (i) sebesar 10% per tahun dan besar
( )xp , 40,41, 42,....,54x , seperti pada Tabel 4.6., maka besar faktor nilai sekarang untuk
karyawan tersebut adalah sebesar 0.158097. Besar manfaat pensiun ditunda yang menjadi
hak peserta tersebut berdasarkan Program Pensiun Manfaat Pasti adalah sebesar
Rp. 18.972.0000 atau 4,74 (empat koma tujuh empat) kali dari upah terakhir saat berhenti
bekerja. Berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan, perusahaan
hanya membayarkan uang penggantian hak kepada karyawan yang berhenti bekerja secara
sukarela sebelum mencapai usia pensiun. Kecuali diatur berbeda, peserta akan menerima
manfaat pensiun ditunda yang baru dapat dibayarkan paling cepat saat peserta telah
mencapai usia pensiun dipercepat 45 (empat puluh lima) tahun.
4.2.3. Pengelolaan dan Pendanaan Program Pensiun Manfaat Pasti
Pengelolaan dan pendanaan Program Pensiun Manfaat Pasti yang dibentuk untuk
mendanai ketentuan pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor
13 tentang Ketenagakerjaan dapat dilakukan perusahaan dengan cara mendirikan Dana
Pensiun Pemberi Kerja dengan memperoleh pengesahan dari pemerintah.
Perusahaan juga dapat melakukan pengelolaan dan pendanan secara mandiri atau
menyerahkannya kepada pihak ketiga. Tetapi tidak adanya peraturan perundangan yang
mengikat dapat menyebabkan pendanaan dan pengelolaan program dengan cara tersebut
tidak berjalan dengan semestinya.
104
Jika perusahaan memilih untuk mendirikan Dana Pensiun Pemberi Kerja, maka
pengelolaan dan pendanaan Dana Pensiun harus sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11
tahun 1992 tentang Dana Pensiun dan peraturan-peraturan lain yang melengkapinya.
Besar iuran perusahaan untuk pendanaan adalah sesuai dengan hasil perhitungan
aktuaris dengan mempertimbangkan keberadaan ketentuan pemberian imbalan pasca kerja
berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan dan kesepakatan kerja
antara perusahaan dan karyawan atas program pensiun yang dibentuk oleh perusahaan
secara sukarela. Jika peserta ikut mengiur, maka maksimum iurannya adalah 3% (tiga per
seratus) dari faktor penghargaan per tahun masa kerja dikalikan dengan penghasilan dasar
pensiun tiap bulan29.
Faktor penghargaan per tahun masa kerja dapat ditetapkan berbeda dalam peraturan
dana pensiun dengan sesuai dengan masa kerja atau usia Peserta30. Pola faktor penghargaan
yang dikaitkan dengan usia atau masa kerja tidak boleh menurun31. Dengan demikian pola
faktor penghargaan yang menurun seperti pada pola-2 dan pola-5 tidak dapat digunakan
oleh perusahaan yang mendirikan Dana Pensiun Pemberi Kerja. Berdasarkan penjelasan
sebelumnya, pola faktor penghargaan yang dikaitkan dengan masa kerja dan usia akan
memberikan manfaat pensiun yang adil untuk setiap kelompok peserta program pensiun
dan memerlukan biaya pendanaan yang tidak sebesar jika menggunakan faktor
penghargaan yang tidak dikaitkan dengan usia atau masa kerja.
4.3. Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP)
Misalkan seorang karyawan mulai bekerja di usia 25 (dua puluh lima) tahun. Jika
usiap pensiun adalah 55 (lima puluh lima) tahun, maka dengan asu msi tingkat bunga 9%
(sembilan per seratus) per tahun dan tingkat kenaikan upah 7% (tujuh per seratus) per
29 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343 tahun 1998 Pasal 15 ayat 2 30
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343 tahun 1998 Pasal 4 ayat 1 (a) 31 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343 tahun 1998 Pasal 4 ayat 1 (b)
105
tahun, perusahaan perlu menyiapkan dana kurang lebih sebesar 6.5% (enam koma lima per
seratus) dari upah setiap bulan untuk membiayai ketentuan pemberian imbalan pasca kerja
berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan. Biaya yang sebenarnya
akan berbeda bergantung pada tingkat hasil hasil investasi dan tingkat kenaikan upah
seperti yang akan dijelaskan berikut ini.
4.3.1. Simulasi Tingkat Hasil Investasi
Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya mengenai Program Pensiun Iuran
Pasti, besar manfaat pensiun sangat bergantung pada tingkat hasi investasi atas akumulasi
iuran. Misalkan seorang karyawan mulai menjadi peserta Program Pensiun Iuran Pasti di
usia 25 (dua puluh lima) tahun dengan besar iuran adalah 8% (delapan per seratus) dari
upah tiap bulan dan tingkat kenaikan upah sebesar 10% (sepuluh per seratus) tiap tahun.
Jika karyawan tersebut terus bekerja hingga mencapai usia pensiun 55 (lima puluh lima)
tahun, maka manfaat pensiun dengan tingkat hasil investasi (i) berbeda-beda adalah seperti
pada grafik berikut:
Gambar 4-9 Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP
dengan Beberapa Tingkat Hasil Investasi (usia 25 tahun s.d. 55 tahun)
Asumsi: Iuran = 8% dari upah per bulan, tingkat kenaikan upah = 10% per tahun
02 4 6 8
10 12 14 1618 20 22 24 26
28
i = 8
%i =
10%
i = 1
2%i =
15%
i = 2
0%
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
Sal
do
Akh
ir (x
Upah
)
Masa Kerja (tahun)
106
Berdasarkan grafik di atas, manfaat pensiun akan semakin besar dengan semakin besarnya
tingkat hasil investasi per tahun. Namun demikian, pada kenyataannya tingkat hasil
investasi berfluktuasi sesuai dengan kondisi perekonomian. Misalkan tingkat hasil investasi
berfluktuasi mengikuti tiga pola pada tabel berikut ini:
Tabel 4.12. Pola Fluktuasi Tingkat Hasil Investasi
Tingkat Hasil Investasi per Tahun Periode Kepesertaan (t)
Pola-1 Pola-2 Pola-3
t < 5 8.0%
14.0%
15.0%
5 = t < 10 9.0%
12.0%
13.0%
10 = t < 15 10.0%
10.0%
18.0%
15 = t < 20 11.0%
8.0%
12.0%
20 = t < 25 12.0%
6.0%
8.0%
25 = t < 30 13.0%
4.0%
9.0%
t = 30 14.0%
2.0%
7.0%
Berdasarkan tabel di atas, pertumbuhan besar manfaat pensiun adalah seperti pada grafik
berikut:
Gambar 4-10 Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP
dengan Beberapa Pola Tingkat Hasil Investasi (usia 25 tahun s.d. 55 tahun)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Masa Kerja (tahun)
Man
faat
Pen
siun
(x
Up
ah)
UUK 13 Pola-1 Pola-2 Pola-3
Asumsi: - Iuran = 8% dari upah per bulan - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun
107
Berdasarkan grafik di atas, pola fluktuasi tingkat hasil investasi yang naik sebesar 1% (satu
per seratus) untuk setiap 5 (lima) tahun periode kepesertaan seperti pada pola-1 akan
menyebabkan menfaat pensiun meningkat dengan tingkat kenaikan yang menurun setiap
tahunnya. Pola-2 dengan tingkat hasil investasi yang menurun sebesar 1% (satu per
seratus) untuk setiap 5 (lima) tahun periode kepesertaan menyebabkan manfaat pensiun
meningkat dengan tingkat kenaikan yang menurun secara signifikan. Berdasarkan pola-2,
manfaat pensiun sejak periode kepesertaan tahun ke-25 (dua puluh lima) dan seterusnya
lebih kecil dari manfaat pensiun di tahun-tahun sebelumnya. Dengan pola-3, fluktuasi
tingkat hasil investasi yang tidak menentu setiap 5 (lima) tahun periode kepesertaan
menyebabkan tingkat kenaikan manfaat pensiun meningkat saat tingkat hasil investasi naik
dan menurun saat tingkat hasil investasi turun. Pola-1 dan pola-3 menyebabkan peserta
akan menerima manfaat pensiun yang lebih besar dibandingkan dengan yang perusahaan
wajib bayarkan berdasarkan Undang-Undang Ketenagkerjaan nomor 13.
Berdasarkan simulasi di atas dapat disimpulkan bahwa dengan Program Iuran Pasti
besar manfaat pensiun yang menjadi hak peserta tidak menentu karena bergantung pada
tingkat hasil investasi yang fluktuatif.
Selain tingkat hasil investasi, besar manfaat pensiun Program Pensiun Iuran Pasti juga
bergantung pada tingkat kenaikan upah seperti yang akan dijelaskan berikut ini.
4.3.2. Simulasi Tingkat Kenaikan Upah
Besar iuran yang akan dibayarkan untuk mendanai Program Pensiun Iuran Pasti
bergantung pada tingkat kenaikan upah. Makin besar tingkat kenaikan upah, makin besar
pula iuran yang dibayarkan ke Dana Pensiun dan akan menyebabkan makin besarnya
manfaat pensiun yang menjadi hak peserta saat pensiun.
108
Berikut ini adalah grafik perbandingan manfaat pensiun peserta Program Pensiun
Iuran Pasti yang mulai mengiur sejak berusia 25 (dua puluh lima) tahun dengan beberapa
tingkat kenaikan upah dan fluktuasi tingkat hasil investasi mengikuti pola-3.
Gambar 4-11 Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP
dengan Beberapa Tingkat Kenaikan Upah (usia 25 tahun s.d. 55 tahun)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Masa Kerja (tahun)
Man
faat
Pen
siu
n (
x U
pah
)
UUK 13 s = 7% s = 10% s = 12% s = 15% s = 20%
Asumsi: Iuran = 8% dari upah per bulan
Berdasarkan grafik di atas, perbandingan manfaat pensiun dengan upah akan semakin
kecil dengan semakin tingginya tingkat kenaikan upah. Dengan tingkat kenaikan upah
sebesar 10% (sepuluh per seratus) per tahun dan fluktuasi tingkat hasil investasi mengikuti
pola-3, peserta akan memperoleh saldo akhir saat pensiun yang besarnya paling mendekati
besar imbalan pasca kerja di usia pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang
Ketenagakerjaan. Dari sisi perusahaan, tingkat kenaikan upah yang dipertahankan sebesar
10% (sepuluh per seratus) untuk setiap tahun akan menghasilkan biaya pendanaan program
pensiun yang tidak telalu besar. Sementara dari sisi peserta Program Pensiun Iuran Pasti,
109
tingkat kenaikan upah yang tinggi akan menguntungkan peserta karena akan memberikan
manfaat pensiun yang besar saat pensiun nanti.
Berdasarkan penjelasan pada sub-bab 4.3.1. dan 4.3.2, yang perlu diperhatikan oleh
perusahaan yang melaksanakan Program Pensiun Iuran Pasti adalah tingkat bunga riil,
yaitu selisih antara tingkat hasil investasi dan tingkat kenaikan upah yang pada umumnya
mengikuti tingkat inflasi.
4.3.3. Simulasi Tingkat Iuran
Besar manfaat pensiun juga bergantung pada tingkat iuran. Semakin besar tingkat
iuran per tahun akan menyebabkan semakin besarnya manfaat pensiun Program Pensiun
Iuran Pasti. Berikut ini adalah grafik perbandingan manfaat pensiun bagi peserta yang
mulai mengiur di usia 25 (dua puluh lima) tahun dengan beberapa tingkat iuran dan
fluktuasi tingkat hasil investasi mengikuti pola-3.
Gambar 4-12 Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP
dengan Beberapa Tingkat Iuran (usia 25 tahun s.d. 55 tahun)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Masa Kerja (tahun)
Man
faat
Pen
siu
n (
x U
pah
)
UUK 13 t = 7% t = 10% t = 15% t = 20%
Asumsi: tingkat kenaikan upah = 10% per tahun, tingkat hasil investasi mengikuti Pola-3
110
Berdasarkan grafik di atas, manfaat pensiun akan semakin besar dengan semakin
besarnya tingkat iuran. Dengan tingkat iuran sebesar 7% (tujuh per seratus) per bulan,
besar Manfaat Pensiun Program Pensiun Iuran Pasti hampir sama dengan besar Manfaat
Pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan. Sehingga bagi
Perusahaan, tingkat iuran tersebut akan memberikan biaya pendanaan yang paling kecil
dibandingkan dengan tingkat iuran lainnya. Sedangkan dari sisi Peserta, semakin besarnya
tingkat Iuran akan semakin menguntungkan terutama bagi mereka yang mulai bekerja di
usia lanjut sehingga tidak memiliki jangka waktu yang cukup panjang untuk mengiur.
Berikut ini adalah grafik pertumbuhan saldo Peserta yang mulai mengiur di usia 40
(empat puluh) tahun dengan beberapa tingkat iuran dan fluktuasi tingkat hasil investasi
mengikuti Pola-3.
Gambar 4-13 Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP
dengan Beberapa Tingkat Iuran (usia 40 tahun s.d. 55 tahun)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Masa Kerja (tahun)
Man
faat
Pen
siu
n (
x U
pah
)
UUK 13 t = 7% t = 10% t = 15% t = 20%
Asumsi: tingkat kenaikan upah = 10% per tahun, tingkat hasil investasi mengikuti Pola-3
111
Berdasarkan grafik di atas, manfaat pensiun bagi peserta yang mulai mengiur di usia
40 (empat puluh) tahun tidak sebesar manfaat pensiun bagi peserta yang mulai mengiur di
usia 25 (dua puluh lima) tahun. Dengan tingkat iuran 7% (tujuh per seratus) per bulan,
perusahaan harus membayarkan kekurangan manfaat pensiun agar memenuhi hak
karyawan atas imbalan pasca kerja di usia pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 13
tentang Ketenagakerjaan.
Jenis Program Pensiun Iuran Pasti relatif tidak disukai oleh peserta yang baru menjadi
Peserta Program Pensiun pada usia lanjut karena pendeknya jangka waktu untuk mengiur.
Hal ini dapat diatasi dengan cara membuat pola tingkat iuran yang dikaitkan dengan usia
atau masa kerja. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343 tahun 1998 pasal
17, tingkat iuran dapat ditetapkan berbeda dalam peraturan dana pensiun yang dikaitkan
dengan masa kerja atau usia peserta. Kenaikan tingkat iuran dari tingkat iuran sebelumnya
tidak boleh lebih dari 25% (dua puluh lima per seratus) dan perbandingan antara iuran
tertinggi dan terendah sebanyak-banyaknya 250% (dua ratus lima puluh per seratus).
4.3.3.1.Simulasi Tingkat Iuran dikaitkan dengan Usia
Misalkan terdapat dua pola tingkat iuran yang dikaitkan dengan usia seperti pada
tabel berikut:
Tabel 4.13. Tingkat Iuran PPIP Dikaitkan dengan Usia
Tingkat Iuran Usia (x) Pola-4 Pola-5
x < 30 7.0%
17.0%
30 = x < 35 9.0%
15.0%
35 = x < 40 11.0%
13.0%
40 = x < 45 13.0%
11.0%
45 = x < 50 15.0%
9.0%
x = 50 17.0%
7.0%
112
Berdasarkan pola-4, tingkat iuran menaik sebesar 2% (dua per seratus) untuk setiap
pertambahan 5 (lima) tahun usia peserta. Dengan pola-5, tingkat iuran menurun sebesar 2%
(dua per seratus) untuk setiap pertambahan 5 (lima) tahun usia peserta.
Pertumbuhan besar manfaat pensiun bergantung pada usia karyawan saat mulai
menjadi peserta program pensiun. Berikut ini adalah gafik pertumbuhan manfaat pensiun
bagi seorang karyawan yang mulai menjadi peserta program pensiun di usia 25 (dua puluh
lima tahun).
Gambar 4-14 Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP dengan Tingkat Iuran yang Dikaitkan dengan Usia
(usia 25 tahun s.d. 55 tahun)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
Masa Kerja (tahun)
Man
faat
Pen
siu
n (
x U
pah
)
UUK 13 Pola-4 Pola-5
Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Tingkat hasil investasi = 12% per tahun
Berdasarkan grafik di atas, pertumbuhan manfaat pensiun dengan tingkat iuran
menurun seperti pada pola-5 lebih agresif dibandingkan dengan pola tingkat iuran menaik
seperti pada pola-4. Berdasarkan pola-5, besar manfaat pensiun di usia pensiun 55 (lima
113
puluh lima) tahun lebih besar dibandingkan dengan tingkat iuran mengikuti pola-4. Kedua
pola akan memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan imbalan pasca kerja
yang wajib dibayar oleh perusahaan di usia pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor
13 tentang Ketenagakerjaan. Berdasarkan pola-4, manfaat yang menjadi hak peserta
sebelum pensiun lebih kecil dibandingkan dengan jika menggunakan pola-5. Dengan
demikian, perusahaan yang memiliki populasi karyawan berusia muda akan memerlukan
biaya pendanaan yang relatif lebih lebih kecil dibandingkan jika menggunakan tingkat
iuran menaik seperti pada pola-4.
Berikut ini adalah grafik pertumbuhan manfaat pensiun bagi karyawan yang mulai
menjadi peserta pada usia 35 (tiga puluh lima) tahun dengan tingkat iuran mengikuti pola-4
dan pola-5.
Gambar 4-15 Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP dengan Pola Perubahan Tingkat Iuran yang Berbeda
(usia 35 tahun s.d. 55 tahun)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
Masa Kerja (tahun)
Man
faat
Pen
siu
n (
x U
pah
)
UUK 13 Pola-4 Pola-5
Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Tingkat hasil investasi = 12% per tahun
114
Berbeda dengan grafik sebelumnya, manfaat pensiun bagi peserta yang mulai mengiur
di usia 35 (dua puluh lima tahun) lebih besar dibandingkan jika menggunakan tingkat iuran
menaik seperti pada pola-4. Berdasarkan grafik di atas, pertumbuhan manfaat pensiun
dengan pola tingkat iuran menurun seperti pada pola-6 lebih lambat dibandingkan dengan
pola-5. Manfaat pensiun dengan tingkat iuran mengikuti pola-6 lebih kecil daripada
imbalan pasca kerja di usia pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang
Ketenagakerjaan, sehingga perusahaan wajib membayarkan kekurangannya. Tetapi dengan
pola-6, manfaat pensiun bagi peserta yang berhenti bekerja sebelum mencapai usia 44
(empat puluh empat) tahun lebih besar dibandingkan jika menggunakan pola-5.
Sebaliknya, manfaat pensiun bagi peserta yang berhenti bekerja setelah usia 44 (empat
puluh empat) tahun lebih besar dengan tingkat iuran mengikuti pola-5.
Berikut ini adalah grafik pertumbuhan manfaat pensiun bagi karyawan yang mulai
menjadi peserta program pensiun di usia 45 (empat puluh lima) tahun.
Gambar 4-16 Perbandingan Pertumbuhan Manfaat Pensiun PPIP dengan Pola Perubahan Tingkat Iuran yang Berbeda
(usia 45 tahun s.d. 55 tahun)
0
5
10
15
20
25
30
45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
Masa Kerja (tahun)
Man
faat
Pen
siu
n (
x U
pah
)
UUK 13 Pola-4 Pola-5
Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Tingkat hasil investasi = 12% per tahun
115
Berdasarkan grafik di atas, pertumbuhan manfaat pensiun dengan tingkat iuran
menaik seperti pada pola-4 lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan pola-5. Namun
demikian, kedua pola tingkat iuran tersebut akan selalu menghasilkan manfaat pensiun
yang lebih kecil daripada imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13
tentang Ketenagakerjaan, sehingga perusahaan harus membayarkan kekurangannya.
Jika peserta berhenti bekerja sebelum mencapai usia pensiun, maka manfaat pensiun
akan lebih kecil dibandingkan dengan karyawan yang mulai menjadi peserta di usia 25
(dua puluh lima) tahun atau 35 (tiga puluh lima) tahun. Dengan demikian, karyawan yang
telah cukup lama bekerja namun baru menjadi peserta program pensiun di usia lebih dari
45 (empat puluh lima) tahun akan merasa dirugikan.
Untuk menjaga kesinambungan penghasilan karyawan di hari tua, karyawan yang
baru menjadi peserta program pensiun di akhir karirnya dapat diikutkan pada Program
Pensiun Manfaat Pasti atau mengiur dengan tingkat iuran yang dikaitkan dengan masa
kerja seperti pada penjelasan berikut ini.
4.3.3.2.Simulasi Tingkat Iuran dikaitkan dengan Masa Kerja
Misalkan tingkat iuran dikaitkan dengan masa kerja seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.14. Tingkat Iuran PPIP Dikaitkan dengan Masa Kerja
Tingkat Iuran Masa Kerja
(n) Pola-6 Pola-7 n < 5 7.0%
17.0%
5 = n < 10 9.0%
15.0%
10 = n < 15 11.0%
13.0%
15 = n < 20 13.0%
11.0%
20 = n < 25 15.0%
9.0%
x = 25 17.0%
7.0%
Berdasarkan pola-6, tingkat iuran menaik sebesar 2% (dua per seratus) untuk setiap
penambahan 5 (lima) tahun dari masa kerja peserta program pensiun. Sebaliknya dengan
116
pola-7, tingkat iuran menurun sebesar 2% (dua per seratus) untuk setiap penambahan 5
(lima) tahun dari masa kerja peserta.
Berikut ini adalah hasil simulasi penggunaan pola tingkat iuran seperti pada Tabel
4.14. untuk karyawan yang mulai menjadi peserta program pensiun di usia 25 (dua puluh
lima) tahun, 35 (tiga puluh lima) tahun dan 45 (empat puluh lima) tahun dengan masa kerja
lalu yang berbeda-beda.
Tabel 4.15. Perbandingan Manfaat Pensiun PPIP
Dengan Tingkat Iuran dikaitkan dengan Masa Kerja (usia mulai menjadi peserta 25, 35 dan 45 tahun)
Manfaat Pensiun (x upah terakhir)
Usia mulai menjadi Peserta
Masa kerja lalu
Masa Kerja yang akan datang*
Total Masa Kerja
Pola-6 Pola-7
Imbalan Pasca Kerja UUK 13 di Usia
Pensiun (x upah terakhir)
25
0
30
30
57.57
62.81
32.20
35
0
20
20
29.67
43.18
28.75
35
5
20
25
35.74
37.11
32.20
35
10
20
30
41.81
31.03
32.20
45
0
10
10
10.99
22.16
25.30
45
5
10
15
13.75
19.40
27.60
45
10
10
20
16.51
16.64
28.75
45
15
10
25
19.28
13.88
32.20
45
20
10
30
22.04
11.11
32.20
Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Tingkat hasil investasi = 12% per tahun - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun)
Berdasarkan tabel di atas, pola-6 dan pola-7 akan memberikan manfaat pensiun yang
berbeda bagi karyawan yang berusia sama saat menjadi peserta Program Pensiun Iuran
Pasti namun memiliki masa kerja lalu yang berbeda.
Dengan tingkat iuran mengikuti pola-6, besar manfaat pensiun yang diterima peserta
yang mulai bekerja di usia yang sama akan semakin besar dengan semakin lamanya peserta
tersebut bekerja. Sebaliknya, tingkat iuran sesuai dengan pola-7 akan menghasilkan
manfaat pensiun yang semakin kecil dengan semakin panjangnya masa kerja yang dimiliki
peserta.
117
Bagi perusahaan yang memiliki populasi karyawan dengan rata-rata usia di atas 35
(tiga puluh lima) tahun dan tidak memiliki masa kerja lalu saat Program Pensiun Iuran
Pasti dibentuk akan memerlukan biaya pendanaan yang relatif lebih kecil jika
menggunakan pola-6. Sebaliknya, jika sebagian besar karyawan memiliki masa kerja lalu
yang cukup panjang saat Program Pensiun Iuran Pasti dibentuk, perusahaan akan
memerlukan biaya pendanaan yang relatif lebih kecil jika menggunakan pola-7.
Perusahaan perlu mempersiapkan biaya tambahan untuk karyawan yang menjadi peserta
program pensiun di usia yang mendekati usia pensiun. Hal ini dikarenakan manfaat
pensiun yang akan diterima oleh karyawan tersebut lebih kecil dibandingkan imbalan pasca
kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.
Dari sisi karyawan, pola-7 akan memberikan manfaat pensiun yang lebih besar
dibandingkan dengan manfaat pensiun berdasarkan pola-6. Hal ini dialami terutama oleh
mereka yang tidak memiliki masa kerja lalu saat menjadi peserta program Pensiun Iuran
Pasti. Namun demikian, pola-7 bersifat kurang adil bagi kelompok karyawan yang berusia
sama saat menjadi peserta program pensiun tetapi memiliki masa kerja lalu yang berbeda.
Sebagai contoh adalah karyawan yang mulai menjadi peserta di usia 45 (empat puluh lima)
tahun tanpa masa kerja lalu akan menerima manfaat pensiun 33% (tigapuluh tiga per
seratus) lebih besar dibandingkan dengan besar manfaat pensiun bagi karyawan yang mulai
menjadi peserta di usia yang sama namun telah memiliki masa kerja lalu 10 (sepuluh)
tahun.
Permasalahan di atas dapat diatasi dengan cara menentukan tingkat iuran yang
dikaitkan dengan usia dan masa kerja seperti pada penjalasan berikut ini.
118
4.3.3.3. Simulasi Tingkat Iuran dikaitkan dengan Usia dan Masa Kerja
Misalkan tingkat iuran meningkat sebesar 2% (dua per seratus) untuk setiap
pertambahan 5 (lima) tahun usia dan masa kerja dari peserta Program Pensiun Iuran Pasti
seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.16. Tingkat Iuran PPIP Dikaitkan dengan Usia dan Masa Kerja (Pola-8)
Usia Masa Kerja (n) (x) n < 5 5 = n < 10 10 = n < 15 15 = n < 20 20 = n < 25 n = 25
x < 30 7% 8% 9% 10% 11% 12% 30 = x < 35 8% 9% 10% 11% 12% 13% 35 = x < 40 9% 10% 11% 12% 13% 14% 40 = x < 45 10% 11% 12% 13% 14% 15% 45 = x < 50 11% 12% 13% 14% 15% 16%
x = 50 12% 13% 14% 15% 16% 17%
Berikut ini adalah perbandingan hasil simulasi penggunaan pola tingkat iuran yang
dikaitkan dengan usia dan masa kerja seperti pada tabel di atas dengan pola-pola tingkat
iuran yang telah dijelaskan sebelumnya untuk karyawan yang mulai menjadi peserta
Program Pensiun Iuran Pasti di usia 25 (dua puluh lima) tahun, 35 (tiga puluh lima) tahun
dan 45 (empat puluh lima) tahun dengan masa kerja lalu yang berbeda-beda.
Tabel 4.17. Perbandingan Manfaat Pensiun PPIP
Dengan Tingkat Iuran dikaitkan dengan Masa Kerja (usia mulai menjadi peserta 25, 35 dan 45 tahun)
Manfaat Pensiun (x upah terakhir)
Usia menjadi peserta
Masa kerja lalu
Total Masa Kerja
Pola-4 Pola-5 Pola-6 Pola-7 Pola-8
Imbalan Pasca Kerja UUK 13 di Usia Pensiun
(x upah terakhir)
25
0
30
57.57
62.81
57.57
62.81
57.57
32.20
35
0
20
41.81
31.03
29.67
43.18
35.74
28.75
35
5
25
41.81
31.03
35.74
37.11
38.78
32.20
35
10
30
41.81
31.03
41.81
31.03
41.02
32.20
45
0
10
22.04
11.11
10.99
22.16
16.51
25.30
45
5
15
22.04
11.11
13.75
19.40
17.23
27.60
45
10
20
22.04
11.11
16.51
16.64
19.28
28.75
45
15
25
22.04
11.11
19.28
13.88
20.66
32.20
45
20
30
22.04
11.11
22.04
11.11
22.04
32.20
Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Tingkat hasil investasi = 12% per tahun - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun)
119
Berdasarkan tabel di atas, dengan tingkat iuran mengikuti pola-8, masa kerja yang semakin
panjang akan menghasilkan manfaat pensiun yang semakin besar. Dari sisi peserta, pola-8
bersifat lebih adil dibandingkan pola tingkat iuran yang hanya dikaitkan dengan usia atau
masa kerja. Hal ini dikarenakan masa kerja lalu peserta yang telah dimiliki sebelum
menjadi peserta program pensiun dihargai. Bagi karyawan yang mulai menjadi peserta di
usia mendekati masa pensiun dapat memperoleh manfaat yang relatif lebih besar sesuai
dengan total masa kerja yang dimilikinya.
Bagi perusahaan yang memiliki populasi karyawan dengan rata-rata usia relatif
muda dan memiliki masa kerja lalu, biaya yang diperlukan untuk pendanaan relatif lebih
besar dibandingkan dengan pola tingkat iuran lainnya. Sementara bagi perusahaan dengan
populasi karyawannya berusia lanjut, tingkat iuran seperti pada pola-8 akan membantu
perusahaan dalam melakukan pendanaan atas berdasarkan Undang-Undang nomor 13
tentang Ketenagakerjaan. Hal ini dikarenakan jika dibandingkan dengan pola yang lain,
besar dana yang terkumpul berdasarkan pola-8 relatif lebih mendekati imbalan pasca kerja
di usia pensiun yang wajib dibayarkan oleh perusahaan berdasarkan Undang-Undang
nomor 13 tentang Ketenagakerjaan sehingga perusahaan tidak perlu menyiapkan dana
tambahan untuk menutupi kekurangannya.
Pengelolaan dan sistem pendanaan Program Pensiun Iuran Pasti dapat dilakukan
dengan beberapa cara seperti yang akan dijelaskan berikut ini.
4.3.4. Pengelolaan dan Pendanaan Program Pensiun Iuran Pasti
Program Pensiun Iuran Pasti seperti yang telah dijelaskan bab ini dapat digolongkan
ke dalam jenis Program Pensiun Money-Purchase. Pengelolaan dan pendanaan Program
Pensiun Money-Purchase dapat dilakukan dengan cara mendirikan Dana Pensiun Pemberi
Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan.
120
Jumlah iuran per tahun yang dibukukan atas nama masing-masing peserta maksimum
sebesar 20% (dua puluh per seratus) dari penghasilan dasar pensiun per tahun32. Jika
peserta ikut mengiur, maka iuran peserta maksimum sebesar 60% (enam puluh per seratus)
dari iuran perusahaan33. Jumlah iuran peserta per tahun bagi peserta Dana Pensiun
Lembaga Keuangan yang tidak menjadi peserta pada Dana Pensiun Pemberi Kerja,
maksimum sebesar 20% (dua puluh per seratus) dari penghasilan peserta per tahun34.
Jumlah iuran peserta per tahun bagi peserta Dana Pensiun Lembaga Keuangan yang juga
menjadi peserta pada Dana Pensiun Pemberi Kerja maksimum sebesar 10% (sepuluh per
seratus) dari penghasilan peserta per tahun35. Tingkat iuran dapat dikaitkan dengan usia
dan/ atau masa kerja peserta seperti contoh simulasi yang telah dijelaskan pada sub-bab
4.4.31. dan sub-bab 4.4.3.2.
Selain mendirikan dna pnsiun, prusahaan juga dapat membentuk Porgram Pensiun
Iuran Pasti berupa tabungan (Savings Plan) dengan menyerahkan pengelolaannya kepada
pihak ketiga. Karena berupa tabungan, maka karyawan yang menjadi peserta harus ikut
mengiur. Dana yang merupakan akumulasi iuran perusahaan dapat diperhitungkan untuk
membayar imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang
Ketenagakerjaan.
Perusahaan juga dapat mendirikan Dana Pensiun Berdasarkan Keuntungan untuk
mengelola dan mendanai Program Pensiun berdasarkan keuntungan (Profit Sharing Plan).
Iuran untuk mendanai program pensiun hanya berasal dari perusahaan yang didasarkan
pada rumus yang dikaitkan dengan keuntungan Perusahaan36.
32 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343 tahun 1998 pasal 16 ayat 1 33 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343 tahun 1998 pasal 16 ayat 2 34 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343 tahun 1998 pasal 23 ayat 1 35 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343 tahun 1998 pasal 23 ayat 2 36 Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 pasal 1 ayat 3
121
Jika perusahaan tidak memperoleh keuntungan, maka perusahaan wajib membayar
iuran minimum sebesar 1% (satu per seratus) dari penghasilan dasar pensiun peserta dalam
1 (satu) tahun37.
4.4. Program Pensiun Kombinasi
4.4.1. Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi
Seperti telah dijelaskan sebelumnya pada Bab II, Program Pensiun Manfaat Pasti
Kombinasi memiliki karakteristik umum yang sama dengan Program Pensiun Manfaat
Pasti. Perbedaannya adalah pada iuran perusahaan. Iuran perusahaan berdasarkan Program
Pensiun Manfaat Pasti dihitung berdasarkan valuasi aktuaria, yaitu berupa iuran normal
untuk mendanai bagian dari nilai sekarang manfaat pensiun yang dialokasikan pada tahun
yang bersangkutan. Sedangkan iuran perusahaan berdasarkan Program Pensiun Manfaat
Pasti Kombinasi setiap tahunnya dihitung dengan cara menetapkan suatu tingkat bunga
yang tetap untuk menjamin tercapainya manfaat pensiun yang besarnya dihitung
berdasarkan rumus manfaat pensiun yang telah ditentukan sebelumnya. Perusahaan juga
diwajibkan untuk membayarkan kekurangan manfaat sehingga peserta dapat memperoleh
manfaat sesuai dengan rumus manfaat pensiun.
4.4.1.1.Simulasi Tingkat Bunga untuk Menghitung Iuran Perusahaan
Misalkan perusahaan membentuk Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi untuk
mendanai ketentuan pemberian imbalan pasca kerja di usia pensiun berdasarkan Undang-
Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan. Besar imbalan pasca kerja di usia pensiun
merupakan jumlah dari uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan 15% dari jumlah
uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja. Uang pesangon dan uang penghargaan
masa kerja dihitung berdasarkan faktor pesangon dan faktor penghargaan masa kerja sesuai
37 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343 tahun 1998 pasal 18 ayat 3
122
dengan masa kerja peserta program pensiun seperti yang diatur dalam Undang-Undang
nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.
Berdasarkan Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi, iuran perusahaan setiap
tahunnya dihitung dengan cara menetapkan tingkat bunga tertentu sehingga akumulasi
dana yang dihitung dengan tingkat bunga tersebut dapat memenuhi imbalan pasca kerja
berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan yang akan menjadi hak
peserta saat pensiun. Misalkan usia pensiun berdasarkan peraturan perusahaan adalah 55
(lima puluh lima) tahun, maka besar iuran perusahaan dengan beberapa asumsi tingkat
bunga untuk setiap usia dan masa kerja lalu peserta per tanggal perhitungan adalah seperti
pada tabel-tabel berikut ini.
Tabel 4.18. Iuran Perusahaan berdasarkan
Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi (tingkat bunga 10% per tahun)
Usia Masa Kerja Lalu
20
25
30
35
40
45
50
0
8.0%
9.4%
11.2%
12.5%
16.1%
22.1%
28.1%
5
- 9.4%
11.2%
14.1%
16.7%
24.1%
44.2%
10
- -
11.2%
14.1%
18.7%
25.1%
48.2%
15
- -
- 14.1%
18.7%
28.1%
50.2%
20
- -
- -
18.7%
28.1%
56.2%
25
- -
- -
- 28.1%
56.2%
30
- -
- -
- - 56.2%
Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Tidak ada iuran karyawan - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun)
123
Tabel 4.19. Iuran Perusahaan berdasarkan
Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi (tingkat bunga 11% per tahun)
Usia Masa Kerja Lalu 20
25
30
35
40
45
50
0
6.8%
8.2%
10.0%
11.4%
15.0%
21.1%
27.5%
5
- 8.2%
10.0%
12.8%
15.6%
23.0%
43.2%
10
- - 10.0%
12.8%
17.5%
24.0%
47.1%
15
- - - 12.8%
17.5%
26.9%
49.1%
20
- - - - 17.5%
26.9%
54.9%
25
- - - - - 26.9%
54.9%
30
- - - - - - 54.9%
Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Tidak ada iuran karyawan - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun)
Tabel 4.20. Iuran Perusahaan berdasarkan
Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi (tingkat bunga 12% per tahun)
Usia Masa Kerja Lalu 20
25
30
35
40
45
50
0
5.8%
7.1%
8.9%
10.4%
14.0%
20.1%
26.9%
5
- 7.1%
8.9%
11.7%
14.6%
22.0%
44.2%
10
- - 8.9%
11.7%
16.3%
22.9%
42.2%
15
- - - 11.7%
16.3%
25.6%
47.9%
20
- - - - 16.3%
25.6%
53.7%
25
- - - - - 25.6%
53.7%
30
- - - - - - 53.7%
Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Tidak ada iuran karyawan - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun)
Tabel 4.21. Iuran Perusahaan berdasarkan
Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi (tingkat bunga 13% per tahun)
Usia Masa Kerja Lalu 20
25
30
35
40
45
50
0
4.8%
6.1%
7.9%
9.5%
13.0%
19.2%
26.2%
5
-
6.1%
7.9%
10.6%
13.6%
21.0%
43.2%
10
-
-
7.9%
10.6%
15.2%
21.9%
41.2%
15
-
-
-
10.6%
15.2%
24.5%
46.9%
20
-
-
-
-
15.2%
24.5%
52.5%
25
-
-
-
-
-
24.5%
52.5%
30
-
-
-
-
-
-
52.5%
Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Tidak ada iuran karyawan - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun)
124
Berdasarkan keempat tabel di atas, iuran perusahaan yang harus dibayarkan setiap
tahunnya sepanjang masa kerja yang akan datang dari tiap peserta akan semakin kecil
dengan semakin besarnya tingkat bunga.
Misalkan perusahaan memilih iuran perusahaan yang dihitung dengan tingkat bunga
13% (tiga belas per seratus) per tahun, maka untuk menjamin terpenuhinya kewajiban
perusahaan atas ketentuan pemberian imbalan pasca kerja di usia pensiun berdasarkan
Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan, perusahaan harus dapat
menginvestasikan dana pada instumen investasi yang dapat menghasilkan tingkat
pengembalian (return rate) sebesar 13% (tiga belas per seratus) per tahun. Jika hasil
investasi tidak sesuai dengan ekspektasi, perusahaan harus menambahkan dana agar setiap
peserta program pensiun dapat menerima haknya sesuai dengan ketentuan imbalan pasca
kerja di usia pensiun berdasakan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.
Berdasarkan keempat tabel di atas, terdapat kurang lebih 75% (tujuh puluh lima per
seratus) dari keseluruhan iuran perusahaan yang harus dibayarkan atas kelompok peserta
berusia 45 (empat puluh lima) dan 50 (lima puluh) tahun. Agar dapat mengurangi biaya
pendanaan perusahaan, kelompok karyawan yang berusia di atas 45 (empat puluh lima)
tahun dapat dikeluarkan dari kepesertaan Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi.
Perusahaan dapat mengikutsertakan kelompok karyawan tersebut pada jenis program
pensiun lain yang dapat memberikan biaya pendanaan yang tidak memberatkan
perusahaan. Jika perusahaan memilih untuk tidak mengikutsertakan kelompok karyawan
tersebut dalam suatu program pensiun, maka pembayaran imbalan pasca kerja yang wajib
dibayarkan berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan dapat
dibayarkan secara langsung saat mereka pensiun (metode pay-as-you-go). Jika populasi
karyawan yang dimiliki perusahaan memiliki rata-rata usia di atas 45 (empat puluh lima)
tahun, maka perusahaan disarankan untuk melakukan pendanaan sehingga kewajibannya
125
atas ketentuan pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13
tentang Ketenagakerjaan dapat terpenuhi.
4.4.1.2.Simulasi Tingkat Kenaikan Upah untuk Menghitung Iuran Perusahaan
Besar iuran perusahaan juga bergantung pada tingkat kenaikan upah peserta.
Pemilihan tingkat bunga harus disesuaikan dengan kemampuan perusahaan dalam
memberikan kenaikan upah kepada karyawannya. Biaya pendanaan akan semakin besar
dengan semakin besarnya tingkat kenaikan upah.
Berikut ini adalah hasil simulasi tingkat kenaikan upah dalam menghitung iuran
perusahaan bagi karyawan yang berusia 25 (dua puluh lima) tahun saat perhitungan dan
tidak memiliki masa kerja lalu.
Gambar 4-17 Perbandingan Tingkat Iuran Perusahaan
dengan Beberapa Tingkat Kenaikan Upah dan Hasil Investasi (usia 25 tahun s.d. 55 tahun)
9.3%
10.7%
12.2%
13.8%
15.5%
17.4%
8.0%
9.0%
10.0%
11.0%
12.0%
13.0%
8.0%
9.0%
10.0%
11.0%
12.0%
13.0%
8.0%
9.0%
10.0%
11.0%
12.0%
13.0%
8.0%
9.0%
10.0%
11.0%
12.0%
13.0%
8.0%
9.0%
10.0%
11.0%
12.0%
13.0%
0.0%
2.0%
4.0%
6.0%
8.0%
10.0%
12.0%
14.0%
16.0%
18.0%
20.0%
8.0% 9.0% 10.0% 11.0% 12.0% 13.0%
Tingkat Kenaikan Upah
Tin
gka
t Iu
ran
i = 8% i = 9% i = 10% i = 11% i = 12% i = 13%
Asumsi: - Tidak ada iuran karyawan - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun)
126
Berdasarkan gambar di atas, tingkat iuran yang dibutuhkan untuk mendanai ketentuan
pemberian imbalan pasca kerja di usia pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 13
tentang Ketenagakerjaan akan semakin besar dengan semakin besarnya tingkat kenaikan
upah. Sebaliknya, tingkat iuran yang diperlukan akan semakin kecil dengan semakin
besarnya tingkat hasil investasi. Dengan demikian, perusahaan perlu memperhatikan
tingkat bunga riil, yaitu tingkat hasil investasi dikurangi dengan tingkat kenaikan upah.
4.4.1.3.Pengelolaan dan Pendanaan Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992 pasal 4, setiap pihak yang
mengelola dan menjalankan program pensiun yang menjanjikan manfaat yang
pembayarannya dikaitkan dengan pencapaian usia tertentu, wajib memperoleh pengesahan
menteri berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun, kecuali
apabila program pensiun tersebut berdasarkan pada Undang-Undang tersendiri. Dengan
demikian Program Pensiun Kombinasi tidak dapat melakukan pendanaan dengan cara
mendirikan Dana Pensiun berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992.
Pengelolaan dan pendanaan program pensiun dapat dilakukan oleh perusahaan secara
mandiri atau dengan menyerahkannya kepada pihak ketiga. Perusahaan dapat pula
membeli produk asuransi atau produk keuangan yang dapat mengakomodasi Program
Pensiun Manfaat Kombinasi tersebut.
4.4.2. Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi
Seperti telah dijelaskan di Bab II, Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi adalah
Program Pensiun Iuran Pasti yang dikombinasikan dengan beberapa ketentuan pada
Program Pensiun Manfaat Pasti. Jenis Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi yang tepat
untuk mendanai ketentuan pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang
127
nomor 13 tentang Ketenagakerjaan adalah Program Pensiun Target Manfaat (Target
Benefit Pension Plans).
Dengan Program Pensiun Target Manfaat, iuran perusahaan dihitung dengan
menggunakan metode aktuaria dengan target manfaat berupa manfaat pensiun yang
dihitung berdasarkan suatu rumus tertentu. Perusahaan tidak wajib untuk menjamin
tercapainya target manfaat tersebut, sehingga besar iuran perusahaan tidak dipengaruhi
oleh adanya perubahan hasil investasi atau keuntungan dan kerugian aktuaria.
4.4.2.1. Kewajiban Masa Kerja Lalu
Misalkan perusahaan membentuk Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi dengan
target manfaat adalah imbalan pasca kerja di usia pensiun berdasarkan Undang-Undang
nomor 13 tentang Ketenagakerjaan. Untuk menghitung besar iuran perusahaan, terlebih
dulu harus dihitung kewajiban perusahaan atas masa kerja lalu peserta untuk memenuhi
target manfaat tersebut. Tabel-tabel berikut ini adalah kewajiban masa kerja lalu berupa
kelipatan dari upah per tanggal perhitungan dengan menggunakan metode perhitungan
aktuaria Projected Unit Credit dan beberapa asumsi tingkat bunga.
Tabel 4.22. Kewajiban Masa Kerja Lalu
(tingkat bunga 10% per tahun)
Usia Masa Kerja Lalu
20
25
30
35
40
45
50
0
- - - - - - - 5
- 4.60 5.37 6.44 7.19 9.20 12.65 10
- - 9.20 10.73 12.88 14.38 18.40 15
- - - 13.80 16.10 19.32 21.56 20
- - - - 18.40 21.47 25.76 25
- - - - - 23.00 26.83 30
- - - - - - 27.60 Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun) - Perhitungan tidak menggunakan asumsi tingkat penyusutan aktuaria
128
Tabel 4.23. Kewajiban Masa Kerja Lalu
(tingkat bunga 11% per tahun)
Usia Masa Kerja Lalu
20
25
30
35
40
45
50
0
- - - - - - -
5
- 3.51 4.28 5.37 6.28 8.40 12.09
10
- - 7.34 8.96 11.25 13.13 17.59 15
- - - 11.52 14.06 17.65 20.61 20
- - - - 16.06 19.61 24.62 25
- - - - - 21.01 25.65 30
- - - - - - 26.38 Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun) - Perhitungan tidak menggunakan asumsi tingkat penyusutan aktuaria
Tabel 4.24. Kewajiban Masa Kerja Lalu
(tingkat bunga 12% per tahun)
Usia Masa Kerja Lalu
20
25
30
35
40
45
50
0
- - - - - - - 5
- 2.68 3.42 4.49 5.49 7.68 11.56 10
- - 5.86 7.49 9.83 12.00 16.81 15
- - - 9.62 12.29 16.13 19.70 20
- - - - 14.04 17.93 23.54 25
- - - - - 19.21 24.52 30
- - - - - - 25.22 Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun) - Perhitungan tidak menggunakan asumsi tingkat penyusutan aktuaria
Tabel 4.25. Kewajiban Masa Kerja Lalu
(tingkat bunga 13% per tahun)
Usia Masa Kerja Lalu
20
25
30
35
40
45
50
0
- - - - - - - 5
- 2.05 2.74 3.76 4.80 7.03 11.06 10
- - 4.70 6.27 8.60 10.98 16.08 15
- - - 8.06 10.75 14.76 18.85 20
- - - - 12.29 16.40 22.52 25
- - - - - 17.57 23.46 30
- - - - - - 24.13 Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun) - Perhitungan tidak menggunakan asumsi tingkat penyusutan aktuaria
129
Berdasarkan keempat tabel di atas, kewajiban masa kerja lalu semakin besar seiring
dengan pertambahan usia dan masa kerja lalu dari peserta. Sebaliknya, semakin besar
selisih antara tingkat bunga dan tingkat kenaikan upah, semakin kecil kewajiban masa
kerja lalu yang dimiliki prusahaan atas imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang
nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.
Pemilihan asumsi tingkat bunga harus disesuaikan dengan estimasi tingkat bunga
jangka panjang. Sementara asumsi tingkat kenaikan upah disesuaikan dengan proyeksi
tingkat kenaikan upah berdasarkan kebijaksanaan perusahaan untuk jangka panjang.
4.4.2.2. Iuran Normal
Berdasarkan kewajiban masa kerja lalu di atas dapat dihitung iuran normal yaitu iuran
yang diperlukan dalam satu tahun untuk mendanai bagian dari nilai sekarang manfaat
pensiun yang dialokasikan pada tahun yang bersangkutan. Tabel-tabel berikut ini adalah
iuran normal berupa kelipatan dari upah per tanggal perhitungan dengan menggunakan
metode perhitungan aktuaria Projected Unit Credit dan beberapa asumsi tingkat bunga.
Tabel 4.26. Iuran Normal
(tingkat bunga 10% per tahun)
Usia Masa Kerja Lalu
20
25
30
35
40
45
50
0
- - - - - - - 5
- 0.92 1.07 1.29 1.44 1.84 2.53 10
- - 0.92 1.07 1.29 1.44 1.84 15
- - - 0.92 1.07 1.29 1.44 20
- - - - 0.92 1.07 1.29 25
- - - - - 0.92 1.07 30
- - - - - - 0.92 Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun) - Perhitungan tidak menggunakan asumsi tingkat penyusutan aktuaria
130
Tabel 4.27. Iuran Normal
(tingkat bunga 11% per tahun)
Usia Masa Kerja Lalu
20
25
30
35
40
45
50
0
- - - - - - -
5
- 0.70 0.86 1.07 1.26 1.68 2.42
10
- - 0.73 0.90 1.12 1.31 1.76 15
- - - 0.77 0.94 1.18 1.37 20
- - - - 0.80 0.98 1.23 25
- - - - - 0.84 1.03 30
- - - - - - 0.88 Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun) - Perhitungan tidak menggunakan asumsi tingkat penyusutan aktuaria
Tabel 4.28. Iuran Normal
(tingkat bunga 12% per tahun)
Usia Masa Kerja Lalu
20
25
30
35
40
45
50
0
- - - - - - - 5
- 0.54 0.68 0.90 1.10 1.54 2.31 10
- - 0.59 0.75 0.98 1.20 1.68 15
- - - 0.64 0.82 1.08 1.31 20
- - - - 0.70 0.90 1.18 25
- - - - - 0.77 0.98 30
- - - - - - 0.84 Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun) - Perhitungan tidak menggunakan asumsi tingkat penyusutan aktuaria
Tabel 4.29. Iuran Normal
(tingkat bunga 13% per tahun)
Usia Masa Kerja Lalu
20
25
30
35
40
45
50
0
- - - - - - - 5
- 0.41 0.55 0.75 0.96 1.41 2.21 10
- - 0.47 0.63 0.86 1.10 1.61 15
- - - 0.54 0.72 0.98 1.26 20
- - - - 0.61 0.82 1.13 25
- - - - - 0.70
0.94 30
- - - - - - 0.80 Asumsi: - Tingkat kenaikan upah = 10% per tahun - Karyawan bekerja hingga mencapai usia pensiun (55 tahun) - Perhitungan tidak menggunakan asumsi tingkat penyusutan aktuaria
131
Sama halnya dengan kewajiban masa kerja lalu, iuran normal semakin besar dengan
semakin besarnya selisih antara tingkat bunga dan tingkat kenaikan upah. Tetapi karena
iuran normal merupakan alokasi kewajiban masa kerja lalu ke setiap tahun masa kerja lalu
dari peserta, maka untuk setiap usia yang sama iuran normal akan semakin kecil dengan
semakin panjangnya masa kerja lalu.
Iuran normal seperti telah dijelaskan di atas harus dibayarkan perusahaan sebagai
iuran atas Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi per tahun. Iuran nornal harus dihitung
setiap tahun sesuai dengan asumsi aktuaria yang sesuai.
Walaupun tidak ada iuran tambahan yang wajib dibayarkan perusahaan untuk
menjamin tercapainya target manfaat, perusahaan wajib membayarkan imbalan pasca kerja
berdasarkan ketentuan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.
Berdasarkan keempat tabel di atas, terdapat kurang lebih 58% (lima puluh delapan per
seratus) dari keseluruhan iuran normal yang harus dibayarkan atas kelompok peserta
berusia 45 (empat puluh lima) dan 50 (lima puluh) tahun. Agar dapat mengurangi biaya
pendanaan perusahaan, kelompok karyawan yang berusia di atas 45 (empat puluh lima)
tahun dapat dikeluarkan dari kepesertaan Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi dan
mengikutsertakan kelompok karyawan tersebut pada jenis program pensiun lain.
Jika perusahaan memilih untuk tidak mengikutsertakan kelompok karyawan tersebut
dalam suatu program pensiun apapun, maka pembayaran imbalan pasca kerja yang wajib
dibayarkan berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan dapat
dibayarkan secara langsung saat mereka pensiun (metode pay-as-you-go). Jika populasi
karyawan yang dimiliki perusahaan memiliki rata-rata usia di atas 45 (empat puluh lima)
tahun, maka perusahaan disarankan untuk melakukan pendanaan atas kelompok karyawan
tersebut sehingga kewajiban perusahaan atas ketentuan pemberian imbalan pasca kerja
berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan dapat terpenuhi.
132
4.4.2.3. Pengelolaan dan Pendanaan Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi
Seperti halnya Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi, pengelolaan dan
pendanaan Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi tidak dapat dilakukan dengan cara
mendirikan Dana Pensiun berdasarkan Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 tentang
Dana Pensiun dan peraturan-peraturan yang melengkapinya.
Perusahaan dapat melakukan sendiri pengelolaan dan pendanaan program pensiun
tersebut atau menyerahkan pengelolaan dana kepada pihak ketiga. Karena tingkat iuran
dihitung secara aktuaria, maka perusahaan perlu menggunakan jasa aktuaris dalam
melakukan valuasi aktuaria untuk menentukan besar iuran perusahan setiap tahunnya.
Perusahaan juga dapat membeli produk asuransi atau produk keuangan yang dapat
mengakomodasi ketentuan Program Pensiun Iuran Kombinasi tersebut.
4.4.3. Alternatif Pendanaan Lainnya
Beberapa alternatif lainnya yang dapat dilakukan perusahaan untuk membiayai
pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang
Ketenagakerjaan antara lain adalah dengan cara membentuk Program Pensiun Manfaat
Pasti dan Program Pensiun Iuran Pasti secara bersamaan. Manfaat yang diberikan adalah
manfaat terbesar yang dapat diperoleh karyawan dari kedua jenis program pensiun
tersebut. Perusahaan juga dapat memberikan jenis program pensiun yang berbeda
berdasarkan usia dan masa kerja peserta. Dengan demikian pendanaan tidak akan
memberatkan perusahaan tetapi bersifat adil bagi setiap karyawan.
Sejak Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan ditetapkan, beberapa
perusahaan asuransi jiwa di Indonesia mulai menawarkan produk yang termasuk dalam
jenis Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi, yang dikenal dengan nama Produk Asuransi
Pesangon. Karena berupa produk asuransi jiwa, produk ini pada umumnya juga
memberikan proteksi tambahan berupa asuransi jiwa kepada setiap peserta.
133
Produk asuransi jiwa lain yang dapat dibeli perusahaan sebagai alternatif pendanaan
adalah Program Asuransi Kehidupan (Endowment Insurance). Program asuransi ini akan
memberikan manfaat saat peserta meninggal dunia atau tetap hidup sampai dalam suatu
jangka waktu tertentu.
134
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan nomor 13 tahun
2003 memiliki beberapa ketentuan yang berbeda dengan program pensiun berdasarkan
Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Bagi perusahaan yang
memiliki program pensiun, pembiayaan imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang
nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dapat dilakukan dengan mengintegrasikan
program imbalan pasca kerja tersebut dengan program pensiun melalui kesepakatan atau
perjanjian tertulis yang dibuat antara karyawan dan perusahaan.
Bagi perusahaan yang belum memiliki program pensiun, dapat dilakukan pendanaan
untuk program imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan dengan cara membentuk program pensiun dan melakukan
pendanaan secara teratur dan sistematis atas program tersebut. Jenis program pensiun yang
dapat dibentuk perusahaan antara lain adalah Program Pensiun Manfaat Pasti, Program
Pensiun Iuran Pasti atau kombinasi dari kedua jenis program pensiun tersebut.
Program pensiun yang dibentuk perusahaan harus mempertimbangkan rasio
penggantian penghasilan yang dapat diterima oleh setiap peserta saat pensiun. Pengganti
penghasilan saat pensiun bagi seorang karyawan di Indonesia dapat diperoleh dari Jaminan
Hari Tua Program Jamsostek, imbalan pasca kerja di usia pensiun yang wajib dibayarkan
perusahaan berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan dan manfaat
pensiun dari program pensiun yang dimiliki oleh perusahaan tempat karyawan tersebut
bekerja.
Jika perusahaan tidak memiliki program pensiun, maka rasio penggantian penghasilan
yang dapat diperoleh karyawan dari Program Jaminan Hari Tua Jamsostek dan imbalan
pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
135
akan lebih kecil dari rasio yang wajar yang dimiliki seseorang yang telah pensiun. Melalui
program pensiun yang dibentuk oleh perusahaan secara sukarela, rasio penggantian
penghasilan tersebut dapat ditingkatkan.
Program pensiun yang dibentuk perusahaan juga perlu memperhatikan kemampuan
finansial dari perusahaan dan faktor keadilan dalam pemberian manfaat kepada seluruh
karyawan. Jenis program pensiun yang dapat dibentuk perusahaan untuk membiayai
program imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang
Ketenagakerjaan adalah Program Pensiun Manfaat Pasti, Program Pensiun Iuran Pasti,
Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi atau Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi.
Jika perusahaan membentuk Program Pensiun Manfaat Pasti, rumus manfaat yang
sesuai dengan karakter imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang
Ketenagakerjaan adalah berupa perkalian dari faktor penghargaan per tahun masa kerja,
masa kerja dan upah terakhir. Perusahaan dapat menentukan faktor penghargaan per tahun
masa kerja yang dikaitkan dengan usia dan/ atau masa kerja. Dengan faktor penghargaan
yang dikaitkan dengan usia dan masa kerja, besar manfaat pensiun yang diterima peserta
program pensiun bersifat adil untuk setiap kelompok karyawan. Di sisi perusahaan, biaya
yang diperlukan untuk mendanai program pensiun relatif lebih kecil dibandingkan jika
faktor penghargaan tidak dikaitkan dengan usia dan/ atau masa kerja.
Jika perusahaan memilih untuk membentuk Program Pensiun Iuran Pasti, besar
manfaat berdasarkan program pensiun tersebut akan berfluktuasi sesuai dengan selisih
antara tingkat hasil investasi dengan tingkat kenaikan upah setiap tahunnya. Besar manfaat
juga bergantung pada tingkat iuran dan periode untuk mengiur. Perusahaan dapat
menentukan tingkat iuran yang berbeda dikaitkan dengan usia dan/ atau masa kerja.
Tingkat iuran yang dikaitkan dengan usia dan masa kerja akan memberikan manfaat
pensiun yang adil bagi setiap kelompok karyawan.
136
Perusahaan juga dapat membentuk Program Pensiun Kombinasi atau memberikan
program pensiun dengan jenis berbeda berdasarkan usia dan masa kerja karyawan. Jika
perusahaan membentuk Program Pensiun Manfaat Pasti Kombinasi, maka iuran
perusahaan setiap tahunnya dihitung dengan cara menetapkan tingkat bunga tertentu
sehingga akumulasi dana yang dihitung dengan tingkat bunga tersebut dapat memenuhi
imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan yang
akan menjadi hak peserta saat pensiun. Jika hasil investasi tidak sesuai dengan ekspektasi,
perusahaan harus menambahkan dana agar setiap peserta program pensiun dapat menerima
haknya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang nomor 13 tentang
Ketenagakerjaan.
Jika perusahaan membentuk Program Pensiun Iuran Pasti Kombinasi, iuran
perusahaan dihitung dengan menggunakan metode aktuaria dengan target manfaat berupa
imbalan pasca kerja di usia pensiun yang dihitung berdasarkan Undang-Undang nomor 13
tentang Ketenagakerjaan. Perusahaan tidak wajib untuk menjamin tercapainya target
manfaat tersebut, sehingga besar iuran perusahaan tidak dipengaruhi oleh adanya
perubahan hasil investasi atau keuntungan dan kerugian aktuaria.
Sebagian besar iuran yang diperlukan untuk membiayai program imbalan pasca kerja
berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan melalui Program Pensiun
Kombinasi dibayarkan kepada karyawan yang berusia mendekati usia pensiun. Agar dapat
mengurangi biaya pendanaan perusahaan, kelompok karyawan yang berusia mendekati
usia pensiun dapat dikeluarkan dari kepesertaan dan mengikutsertakan kelompok karyawan
tersebut pada jenis program pensiun lain. Jika perusahaan memilih untuk tidak
mengikutsertakan kelompok karyawan tersebut dalam suatu program pensiun, maka
pembayaran imbalan pasca kerja yang wajib dibayarkan berdasarkan Undang-Undang
Ketenagakerjaan nomor 13 dapat dibayarkan secara langsung saat karyawan pensiun (pay-
137
as-you-go). Jika populasi karyawan yang dimiliki perusahaan memiliki rata-rata usia yang
mendekati usia pensiun, disarankan untuk melakukan pendanaan atas kelompok karyawan
tersebut sehingga kewajiban perusahaan atas imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-
Undang Ketenagakerjaan nomor 13 dapat terpenuhi.
Pendanaan dan pengelolaan program pensiun dapat dilakukan dengan cara
membentuk dana pensiun atau menyerahkan pendanaan dan pengelolaan tersebut kepada
pihak ketiga. Bagi perusahaan yang membentuk Program Pensiun Kombinasi tidak dapat
melaksanakan program dengan cara membentuk dana pensiun berdasarkan Undang-
Undang nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Perusahaan dapat menyelenggarakan
program secara mandiri atau membeli produk asuransi jiwa yang dapat mengakomodasi
kebutuhan perusahaan dalam menyelanggarakan program pensiun untuk membiayai
pemberian imbalan pasca kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagkerjaan.
138
DAFTAR PUSTAKA
Aitken, William, H., (1996), A Problem-Solving Approach to Pension Funding and Valuation, Second Edition, Winsted: ACTEX Publication.
Bodie, Zvi, (1989), Pension Funds and Financial Innovation, USA: Cambridge.
Bodie, Zvi dan Crane, Dwight B., (1998), The Design and Production of New Retirement Savings Products, Boston.
Bowers Jr., Newton L, et.al., (1997), Actuarial Mathematics. Illinois: The Society of Actuaries.
McGill, Dan M., (1996), Fundamental of Private Pensions, 7th edition, Philadelphia: University of Pennsylvania Press
Milevsky, Moshe. A., (2006), The Calculus of Retirement Income: Financial Models for Pension Annuities and Life Insurance, New York: Cambridge University Press.
Melone, Joseph J, et.al., (2005), Pension Planning: Pension, Profit Sharing, and Other Deferred Compensation Plans. 9th edition, USA.
Parmenter, Michael. M., (1999), Theory of Interest and Life Contingencies, with Pension Applications: A Problem-Solving Approach, Third Edition, Winsted: ACTEX Publication.
Steiner, Kenneth A., (2004), Defined Cost: New Hope for Defined Benefit Plans. USA: Contigencies.
Siamat, Dahlan, (2004), Manjemen Lembaga Keuangan. Edisi ketiga, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Tanner, Steven, (2001), Yang Terlupakan dari Pembahasan Kepmenaker(trans) (?): Masalah Pendanaan dan Double Dipping, Jakarta: Sinar Harapan.
Tanner, Steven, (2003a), Undang-undang Ketenagakerjaan Tahun 2003: Kaitan Antara Pasal 167 dengan Program Pensiun, Jakarta: Kompas.
Tanner, Steven, (2003b), Sinkronisasi antara Undang-Undang Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 dengan Undang-Undang Dana Pensiun, Jakarta.
Trowbridge, C.L., et.al., (1976), The Theory and Practice of Pension Funding. USA: Irwin,inc.
Winklevoss, Howard. E., (1993), Pension Mathematics with Numerical Illustration. Second Edition. Philadelphia: Pension Research Council Publications and University of Pennsylvania Press.
139
__________, (2005), Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 91 tahun 2005. Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343/KMK.017/1998 Tentang Iuran dan Manfaat Pensiun, Jakarta.
__________, (2004), Peryataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 24 (Revisi 2004). Imbalan Kerja, Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia.
__________, (2004), Undang-Undang Republik Indonesia nomor 40 tahun 2004. Sistem Jaminan Sosial Nasional, Jakarta.
________, (2004) Maket Development and Issues, Global Financial Stability. International Monetary Fund.
_________, (2004), Asuransi Alternatif Kelola Program Pesangon. Jakarta: Bisnis Indonesia
_________, (2003), Undang-Undang Republik Indonesia nomor 13 tahun 2003. Ketenagakerjaan, Jakarta.
_________, (2002), Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 510 tahun 2002. Pendanaan dan Solvabilitas Dana Pensiun Pemberi Kerja. Jakarta
__________, (2002), Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 511 tahun 2002. Investasi Dana Pensiun Pemberi Kerja. Jakarta
_________, (2001), Implikasi Kepmenaker 150/2000 Atas Laporan Keuangan: Latar Belakang Munculnya Kepmenaker 150/2000, Jakarta: Majalah Akuntan.
__________, (1998), Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 343 tahun 1998. Iuran dan Manfaat Pensiun, Jakarta.
_________, (1992), Undang-Undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 1992. Dana Pensiun, Jakarta.
_________, (1992) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 77 tahun 1992. Dana Pensiun Lembaga Keuangan, Jakarta.
_________, (1992) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 76 tahun 1992. Dana Pensiun Pemberi Kerja, Jakarta.
__________, (1992), Undang-Undang Republik Indonesia nomor 3 tahun 1992. Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Jakarta.
top related