analisis dan pemetaan lokasi tempat pembuangan akhir ......menghindari lokasi tpa baru berada...
Post on 02-Dec-2020
15 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive
Weighting
Artikel Ilmiah
Diajukan kepada Program Studi Sistem Informasi guna memenuhi sebagian dari
persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sistem Informasi
Oleh:
Kardia Ivana Maatuil 682011023
Charitas Fibriani, S.Kom, M.Eng
Program Studi Sistem Informasi
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
Agustus 2016
ii
iii
iv
v
vi
1
1. Pendahuluan
Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara merupakan daerah otonom baru yang
sedang berkembang dengan Pulau Karakelang sebagai pulau utama dan pusat pembangunan.
Seiring perkembangannya, Kabupaten Kepulauan Talaud masih dihadapkan pada kendala
sanitasi yang belum dikelola secara maksimal, salah satunya belum ada fasilitas TPA sampah
sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan, tata kota yang kurang beraturan, serta
kerentanan masyarakat terhadap penyakit.
Menurut data hasil penelitian tim Program Percepatan Pembangunan Sanitasi
Pemukiman (PPSP) Kabupaten Talaud, sebagian besar wilayah Pulau Karakelang tergolong
area berisiko sanitasi dengan persampahan sebagai faktor penyebab terbesar. Menyikapi
masalah ini, pemerintah daerah telah merencanakan pembangunan jaringan persampahan
yang berwawasan lingkungan, sebagai implementasi dari UU No. 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Persampahan. Namun saat ini belum ditemukan lokasi yang memenuhi standar
nasional (BAPPEDA Kabupaten Kepulauan Talaud, 2014).
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian dilakukan dengan memanfaatkan
Sistem Informasi Geografis (SIG) dan metode Simple Additive Weighting (SAW) untuk
mendukung pemilihan lokasi TPA baru sesuai dengan acuan standar SNI No. 03-3241-1994.
Adapun output yang dihasilkan berupa peta informasi lokasi layak dan direkomendasikan
untuk pembangunan TPA baru beserta keterangan fisik wilayah.
2. Tinjauan Pustaka
Penelitian berjudul “Pemetaan Wilayah Risiko Bencana Banjir Kabupaten Kudus
Berdasarkan Aspek Ancaman, Kerentanan, dan Kapasitas Berbasis Sistem Informasi
Geografis” mengolah data-data terkait aspek ancaman, kerentanan, dan kapasitas untuk
menghasilkan tingkat risiko banjir setiap kecamatan, sehingga hasilnya dapat digunakan
sebagai acuan dalam kegiatan penanggulangan bencana untuk melakukan tindakan
pengurangan tingkat risiko bencana oleh berbagai tatanan masyarakat. Aplikasi SIG
digunakan dalam perancangan peta digital tingkat risiko banjir untuk mempermudah
pemetaan tanpa mengurangi keakuratan peta (Chernovita, 2013).
Penelitian lainnya berjudul “Pemanfaatan Sistem Informasi Geografi Guna Pemetaan
Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa” membahas tentang pemanfaatan aplikasi SIG
dalam menganalisa kualitas tanah dan hubungannya dengan penyebab tingkat kerusakan
tanah untuk produksi biomassa serta memetakan potensi dan menetapkan status kerusakan
tanah yang akan dipergunakan sebagai salah satu acuan dalam penyusunan langkah tindak
lanjut untuk meningkatkan, memelihara, melestarikan serta memperbaiki kualitas tanah dan/
atau lahan (Simanjuntak, 2013).
Sementara itu penelitian berjudul “Pemilihan Calon Lokasi TPA Dengan Metode GIS
di Kabupaten Bandung Barat” memanfaatkan teknik overlay SIG untuk mendapatkan lokasi
pembangunan TPA. Tujuan penelitian ini adalah menyusun alternatif lokasi pembangunan
TPA yang potensial tanpa menyebabkan penurunan kualitas lingkungan (Anggraini, 2009).
Sedangkan penelitian ini membahas tentang analisis dan pemetaan lokasi
pembangunan TPA baru, memanfaatkan perpaduan SIG dan metode SAW di wilayah Pulau
Karakelang, dan lebih mengacu pada tata wilayah. Output yang dihasilkan berupa peta
2
rekomendasi lokasi TPA yang memenuhi standar nasional, dan diharapkan dapat membantu
pihak pemerintah dalam pemilihan lokasi dari segi waktu, biaya, serta akurasi.
Metode Simple Additive Weighting
Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja
pada setiap alternatif pada semua atribut (Fishburn, 1967) (MacCrimmon, 1968). Metode
SAW membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (X) ke suatu skala yang dapat
diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada. Metode SAW mengharuskan
pembuat keputusan menentukan bobot bagi setiap atribut. Skor total untuk alternatif
diperoleh dengan menjumlahkan seluruh hasil perkalian antara rating (yang dapat
dibandingkan lintas atribut) dan bobot tiap atribut. Langkah Penyelesaian SAW sebagai
berikut : (1) Menentukan kriteria-kriteria yang akan dijadikan acuan dalam pengambilan
keputusan yaitu Ci. (2) Menentukan rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria. (3)
Membuat matriks keputusan berdasarkan kriteria (Ci), kemudian melakukan normalisasi
matriks berdasarkan persamaan yang disesuaikan dengan jenis atribut (atribut keuntungan
ataupun atribut biaya) sehingga diperoleh matriks ternormalisasi R.
{
( )
( )
(1)
(4) Hasil akhir diperoleh dari proses perankingan yaitu penjumlahan dari perkalian matriks
ternormalisasi R dengan vektor bobot sehingga diperoleh nilai terbesar yang dipilih sebagai
alternatif terbaik (Ai) sebagai solusi. Formula untuk melakukan normalisasi tersebut adalah:
∑
(2)
Nilai Vi yang lebih besar mengindikasikan bahwa alternatif Ai lebih terpilih.
Gambaran Persampahan Kabupaten Kepulauan Talaud
Pengelolaan persampahan di Kabupaten Talaud secara teknis dilaksanakan oleh Dinas
Pasar, Kebersihan dan Pertamanan (DISPARSIHTA) secara konvensional. Dominasi
kebiasaan masyarakat pada perlakuan akhir sampah juga masih tidak tertata, yaitu dibakar,
dibuang ke lahan kosong, ke hutan, atau dibiarkan membusuk. Sementara perlakuan lainnya
yang sangat menimbulkan resiko pencemaran lingkungan adalah membuang sampah ke
sungai dan laut (Buku Putih Sanitasi Kabupaten Talaud, 2013).
3
Gambar 1 Grafik Pengelolaan Sampah Cluster
Pada gambar 1 dijelaskan bahwa pengelolaan yang sangat beresiko sanitasi dikalangan
masyarakat kebanyakan disebabkan oleh perilaku masyarakat, juga minimnya akses terhadap
infastruktur persampahan. Oleh sebab itu, pemerintah berupaya menyusun proses
perencanaan pengelolaan sampah secara terpadu mulai dari penyusunan Strategi Sanitasi
Kabupaten, layanan persampahan (Peta Cakupan Layanan Persampahan), peta lokasi
infrastruktur utama persampahan (TPA, TPST, TPS).
3. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara utama yang digunakan peneliti untuk mencapai
tujuan dan menentukan jawaban atas masalah yang diteliti (Nasir, 1988). Penelitian ini
dilakukan menggunakan lima tahapan yang digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2 Tahapan Penelitian
Identifikasi Masalah dan Studi Pustaka
Perancangan Penelitian dan Pengolahan Data
Analisis Spasial dan SAW
Penulisan Laporan
4
Identifikasi Masalah dan Studi Pustaka
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini ditemukan dengan survey langsung
dan wawancara dengan pihak pemerintah, yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA) Kabupaten Kepualauan Talaud terkait pengelolaan sanitasi daerah, khususnya
persampahan. Studi pustaka dilakukan dengan mempelajari literatur yang berkaitan dengan
penelitian, seperti penelitian terdahulu yang memanfaatkan SIG untuk pemetaan, pengelolaan
persampahan daerah, serta karakteristik wilayah Kabupaten Talaud, khususnya Pulau
Karakelang.
Desain Penelitian dan Pengolahan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peta Administrasi, Peta Landuse, Peta
Bencana (banjir dan Tsunami), dan Peta Curah Hujan Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun
2014-2034 beserta keterangannya dalam bentuk legenda. Masing-masing peta mengandung
kategori informasi mengenai fisik wilayah yang nantinya dipergunakan dalam pengolahan
data serta analisis kelayakan lokasi.
Gambar 3 Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Kepulauan Talaud 2014-2034
Gambar 3 merupakan peta wilayah administrasi yang berisi data pembagian wilayah
kecamatan dan kelurahan secara administratif. Data yang diambil adalah batas kecamatan dan
kelurahan, untuk mengetahui spesifikasi lokasi TPA baru berada di kecamatan dan kelurahan
apa.
5
Gambar 4 Peta Landuse Kabupaten Kepulauan Talaud 2014-2034
Pada gambar 4 dapat dilihat bahwa Peta Landuse berisi informasi tata guna lahan
kabupaten kepulauan Talaud yang terdiri atas 12 pola ruang berbeda. Pola ruang tersebut
merupakan data-data yang akan diolah untuk memastikan lokasi TPA baru tidak berada
dalam kawasan lindung. Kawasan yang direkomendasikan untuk pembangunan TPA baru
adalah kawasan pertanian tahunan yang berlahan cukup kering dan luas.
Gambar 5 Peta Potensi Banjir dan Tsunami Kabupaten Kepulauan Talaud 2014-2034
Gambar 5 adalah Peta potensi bencana yang berisi pembagian area rawan bencana
tsunami dan banjir. Lokasi TPA baru tidak seharusnya berada di daerah-daerah pesisir, oleh
karena itu data dari peta potensi banjir dan tsunami digunakan untuk membatasi lokasi TPA
baru agar tidak berada terlalu dekat dengan sumber maupun badan air.
6
Gambar 6 Peta Curah Hujan Kabupaten Kepulauan Talaud 2014-2034
Gambar 6 merupakan peta curah hujan yang mengandung data intensitas air hujan di
kabupaten kepulauan Talaud. Data-data tersebut diambil sebagai variabel penentu agar TPA
baru tidak terletak di daerah dengan curah hujan tinggi.
Data yang diperoleh dari peta-peta dengan format gambar (.JPEG) dikonversi ke format
digital menggunakan teknik digitasi (digitizing on screen) yang menghasilkan peta yang lebih
terklasifikasi sehingga lebih detil untuk dianalisis. Metode pertama yang digunakan adalah
analisis spasial yang bertujuan untuk mempersempit jumlah alternatif dan mempermudah
untuk analisis selanjutnya.
Analisis Spasial dan Metode SAW
Teknik analisis spasial yang digunakan dalam penelitian ini adalah (a) Buffering, yaitu
teknik GIS yang untuk membuat poligon baru berdasarkan jarak yang telah ditentukan pada
data garis, titik maupun poligon. Contohnya saat dilakukan buffer terhadap sungai dengan
jarak 50 meter per ring, fasilitas buffer mengolah sesuai pengaturan yang telah dibuat. (b)
Overlay adalah proses menampalkan suatu peta digital pada peta digital yang lain beserta
parameternya dan menghasilkan peta gabungan keduanya yang memiliki informasi parameter
dari kedua peta tersebut. Penelitian ini menggunakan tipe Intersect, yaitu memotong sebuah
tema atau layer input atau masukan dengan parameter dari tema atau overlay untuk
menghasilkan output dengan parameter yang memiliki data parameter dari kedua tema. (c)
Skoring adalah pembobotan setiap karakteristik wilayah sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan, yaitu SNI No. 03-3241-1994.
Tabel 1 Kriteria lokasi TPA sesuai SNI No. 03-3241-1994.
Kriteria Penilaian
Tata Guna Lahan
(landuse)
- Semakin berdampak sedikit terhadap pertanian sekitar,
semakin baik.
- Tidak boleh berada pada daerah lindung/cagar alam.
- Tidak boleh berada pada lokasi perencanaan wisata.
Bencana Bukan daerah rawan bencana (banjir dan tsunami)
Jarak DAS Harus lebih dari 100 meter dari DAS.
Jarak Jalan Harus lebih dari 500 meter dari jalan umum.
7
Jarak Pemukiman Harus lebih dari 1 kilometer dari pemukimaan warga.
Curah Hujan Curah hujan semakin rendah dianggap baik.
Pada Tabel 1 dapat dilihat enam kriteria lokasi TPA menurut standar SNI No. 03-
3241-1994 yang disesuaikan dengan data spasial mengenai karakteristik wilayah Pulau
Karakelang, Kabupaten Kepulauan Talaud. Kriteria-kriteria tersebut diklasifikasikan dan
diberi bobot untuk dapat dianalisis secara spasial dan parameter. Pembobotan kriteria
disesuaikan dengan jumlah sub kriteria dan nilai kesesuaian terhadap kelayakan lokasi TPA.
Tabel 2 Pembobotan kriteria Landuse
Kriteria Sub Kriteria Bobot
Landuse
Semak/Belukar 5
Tanah Terbuka 4
Kawasan tanaman tahunan perkebunan/ Hutan lahan
kering
3
Kawasan Agropolitan 2
Kawasan pertambangan, Hutan lindung & suaka alam,
kawasan wisata, & kawasan lindung bakau
1
Tabel 2 merupakan pembobotan kriteria landuse atau tata guna lahan. TPA baru
sebaiknya berada pada kawasan lahan yang tidak produktif agar tidak menimbulkan dampak
buruk bagi produktivitas lahan lainnya. Oleh karena itu, semakin lahan tersebut tidak
produktif, bobotnya semakin tinggi.
Tabel 3 Pembobotan kriteria Bencana
Kriteria Sub Kriteria Bobot
Bencana
Terletak pada daerah dengan potensi
bencana rendah 2
Terletak pada daerah dengan potensi
bencana tinggi 1
Tabel 3 adalah pembobotan kriteria bencana, dalam hal ini banjir dan tsunami. TPA
baru harus terletak jauh dari kawasan dengan potensi bencana tinggi. Oleh karena itu,
semakin rendah potensi bencana, semakin baik.
Tabel 4 Pembobotan kriteria Jarak Terhadap DAS
Kriteria Sub Kriteria Bobot
Jarak terhadap
DAS
>100 Meter 2
<100 Meter 1
Tabel 4 adalah pembobotan kriteria jarak terhadap Daerah Aliran Sungai (DAS). TPA
baru tidak seharusnya berada terlalu dekat dengan sungai, karena akan mencemari aliran
sungai tersebut. Oleh karena itu, semakin jauh jarak terhadap DAS, semakin tinggi pula
bobotnya.
8
Tabel 5 Pembobotan kriteria Jarak Terhadap Jalan Umum
Kriteria Sub Kriteria Bobot
Jarak terhadap Jalan
Umum
>500 Meter 2
<500 Meter 1
Tabel 5 merupakan pembobotan kriteria jarak TPA terhadap jalan umum, untuk
menghindari lokasi TPA baru berada terlalu dekat dengan jalan raya dan akan mengganggu
aktivitas lalu lintas. Oleh karena itu, semakin jauh jarak terhadap jalan umu, semakin baik.
Tabel 6 Pembobotan kriteria Jarak Terhadap Pemukiman
Kriteria Sub Kriteria Bobot
Jarak terhadap Pemukiman >1 Kilometer 2
<1 Kilometer 1
Tabel 6 merupakan pembobotan kriteria jarak TPA terhadap pemukiman. Lokasi TPA
baru seharusnya berada lebih dari satu kilometer dari lokasi pemukiman warga, agar tidak
menyebabkan penyakit dan mengganggu aktivitas warga. Oleh karena itu, semakin jauh jarak
terhadap pemukiman, semakin baik.
Tabel 7 Pembobotan kriteria curah hujan
Kriteria Sub Kriteria Bobot
Curah hujan rata-rata
2962.5 - 2987.5 5
2987.5 - 3037.5 4
3037.5 - 3087.5 3
3087.5 - 3137.5 2
3137.5 - 3187.5 1
Tabel 7 merupakan pembobotan kriteria curah hujan. Lokasi TPA baru seharusnya
berada di kawasan dengan curah hujan rendah. Oleh karena itu, semakin rendah curah hujan,
semakin baik.
Tabel 8 Range skor kelayakan lokasi
Skor Total Kelayakan
14-16 Sangat Layak
12-13 Layak
11 Cukup
9-10 Kurang Layak
6-8 Tidak Layak
Tabel 8 memperlihatkan range skor kelayakan lokasi yang didapatkan dari
penjumlahan bobot alternatif terhadap kriteria yang dilakukan pada tahap analisis spasial,
yaitu overlay, buffer, dan skoring.
9
Gambar 7 Hasil analisis spasial (Overlay, Buffer, Skoring)
Gambar 7 memperlihatkan hasil analisis spasial yang dilakukan terhadap data peta
dan kriteria kelayakan TPA yang sudah ditentukan sebelumnya. Penjumlahan skor
menghasilkan 2632 data baru, dan terdapat 253 alternatif atau lokasi dengan skor 16 yaitu
“Sangat Layak”.
Alternatif-alternatif tersebut kemudian dianalisis kembali menggunakan metode SAW
pada tahap penyisih. Bobot alternatif terhadap kriteria pada tahap analisis SAW memiliki
range yang sama dengan bobot analisis spasial. Tabel 9 merupakan sebagian dari koleksi data
alternatif lokasi dengan skor “Sangat Layak”.
Tabel 9 Data alternatif lokasi hasil analisis spasial dengan skor “Sangat Layak”
Alternatif C1 C2 C3 C4 C5 C6
Lokasi 1 2 5 3 2 2 2
Lokasi 2 2 5 3 2 2 2
Lokasi 3 2 5 3 2 2 2
Lokasi 4 2 5 3 2 2 2
Lokasi 5 2 5 3 2 2 2
Lokasi 6 2 5 3 2 2 2
Lokasi 7 2 5 3 2 2 2
Lokasi 8 2 5 3 2 2 2
Lokasi 9 2 5 3 2 2 2
Lokasi 10 2 5 3 2 2 2
Lokasi 11 2 5 3 2 2 2
Lokasi 12 2 5 3 2 2 2
Lokasi 13 2 5 3 2 2 2
10
Lokasi 14 2 4 4 2 1 2
Lokasi 15 2 4 4 1 2 2
Lokasi 16 2 5 3 2 1 2
Lokasi 17 2 5 3 2 2 1
Lokasi 18 2 5 3 2 1 2
Lokasi 19 2 5 3 2 1 2
Lokasi 20 2 5 3 2 1 2
Kriteria dan alternatif tersebut kemudian dimasukkan ke matriks keputusan
berdasarkan kriteria (Ci), dan dinormalisasi berdasarkan formula yang disesuaikan dengan
jenis atribut. Hasil yang diperoleh adalah berupa matriks ternormalisasi R yang dapat dilihat
pada tabel 10.
Tabel 10 Matriks Ternormalisasi (R)
R =
1 1 0.6 1 1 1
1 1 0.6 1 1 1
1 1 0.6 1 1 1
1 1 0.6 1 1 1
1 1 0.6 1 1 1
1 1 0.6 1 1 1
1 1 0.6 1 1 1
1 1 0.6 1 1 1
1 1 0.6 1 1 1
1 1 0.6 1 1 1
1 1 0.6 1 1 1
1 1 0.6 1 1 1
1 1 0.8 1 1 1
1 0.8 0.8 1 0.5 1
1 0.8 0.6 0.5 1 1
1 1 0.6 1 0.5 1
1 1 0.6 1 1 0.5
1 1 0.6 1 0.5 1
1 1 0.6 1 0.5 1
1 1 0.6 1 0.5 1
Nilai yang dihasilkan dari matriks R selanjutnya di ranking menggunakan persamaan
nilai preferensi sesuai dengan bobot tiap kriteria yang telah ditentukan oleh pengambil
keputusan. Bobot kriteria ditentukan oleh pengambil keputusan untuk mengetahui tingkat
relevansi masing-masing kriteria seperti pada tabel 11.
11
Tabel 11 Pembobotan tiap kriteria oleh pengambil keputusan
Cij Kriteria Bobot
C1 Bencana 25%
C2 Curah Hujan 20%
C3 Landuse 16%
C4 Jarak Terhadap
DAS 14%
Pengambil keputusan menentukan bobot relevansi tertinggi berada pada kriteria
bencana, karena Kabupaten kepulauan Talaud merupakan daerah pesisir dengan banyak titik-
titik berpotensi bencana banjir dan tsunami. Pemukiman warga juga mayoritas terletak di
pesisir. Oleh karena itu penempatan lokasi TPA harus memperhatikan bencana sebagai faktor
penentu terbesar.
Tabel 12 Proses perhitungan nilai preferensi (V)
A C1 C2 C3 C4 C5 C6 V
1 (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(1) 0.936
2 (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(1) 0.936
3 (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(1) 0.936
4 (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(1) 0.936
5 (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(1) 0.936
6 (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(1) 0.936
7 (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(1) 0.936
8 (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(1) 0.936
9 (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(1) 0.936
10 (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(1) 0.936
11 (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(1) 0.936
12 (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(1) 0.936
13 (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.8) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(1) 0.968
14 (0.25)(1) (0.20)(0.8) (0.16)(0.8) (0.14)(1) (0.14)(0.5) (0.11)(1) 0.858
15 (0.25)(1) (0.20)(0.8) (0.16)(0.6) (0.14)(0.5) (0.14)(1) (0.11)(1) 0.826
16 (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(0.5) (0.11)(1) 0.866
17 (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(0.5) 0.881
18 (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(0.5) (0.11)(1) 0.866
19 (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(0.5) (0.11)(1) 0.866
20 (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(0.5) (0.11)(1) 0.866
Tabel 12 memperlihatkan proses perhitungan nilai preferensi (V). Hasil perhitungan
nilai preferensi memperoleh satu lokasi dengan nilai tertinggi, yaitu lokasi 13 (Desa Bulude
dan Lalue) dengan nilai 0.968. Perincian karakteristik lokasi terpilih dijelaskan pada tabel 13.
12
Tabel 13 Karakteristik lokasi TPA baru
Kriteria Sub Kriteria
Landuse Kawasan Tanaman Tahunan
Perkebunan/Hutan Kering
Curah Hujan 2962.5 - 2987.5
Potensi Bencana Daerah rendah potensi bencana
Jarak terhadap Pemukiman > 1 KM
Jarak terhadap DAS > 100 M
Jarak terhadap Jalan Umum > 500 M
Skor Total 16
Nilai Preferensi 0.968
Kelayakan Sangat Layak
4. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah (1) Penerapan SIG dan metode
SAW dalam pemilihan lokasi TPA baru memperoleh menghasilkan lokasi dengan nilai
preferensi tertinggi, yaitu lokasi 13 dengan nilai 0.968; dan (2) Pemilihan Lokasi TPA baru
dapat dilakukan dengan menggabungkan analisis spasial Sistem Informasi Geografis dan
Metode Simple Additive Weighting.
5. Saran
Saran yang dipertimbangkan adalah (1) Penggunaan data yang lebih banyak dan detail
untuk menunjang hasil penelitian yang lebih akurat; dan (2) Pemanfaatan web untuk tampilan
yang lebih dinamis dan akses yang mudah untuk pengguna informasi.
13
Daftar Pustaka
BAPPEDA Kabupaten Kepulauan Talaud. 2013. Talaud Dalam Angka (TDA) 2013.
BAPPEDA Kabupaten Kepulauan Talaud. 2013. Strategi Sanitasi Kabupaten Kepulauan
Talaud (SSK) 2013.
Anonim. 1991. SNI 19-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan
Akhir Sampah. Dinas Pekerjaan Umum
Anonim. 2008. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah.
Prahasta, Eddy. 2009. SIG: Sistem Informasi Geografis Konsep Konsep Dasar (Perspektif
Geodesi dan Geomtaika). Bandung: Informatika.
Prahasta, Eddy. 2004. SIG: Tutorial Arcview. Bandung: Informatika.
Chernovita, H.P. 2013. Pemetaan Wilayah Risiko Bencana Banjir Kabupaten Kudus
Berdasarkan Aspek Ancaman, Kerentanan, dan Kapasitas Berbasis Sistem
Informasi Geografis. Skripsi. Program Studi Sistem Informasi Pariwisata
Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.
Simanjuntak, B.H. 2013. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografi Guna Pemetaan Kerusakan
Tanah Untuk Produksi Biomassa, Sensakom.
Anggraini, O.D. 2009. Pemilihan Calon Lokasi TPA Dengan Metode GIS di Kabupaten
Bandung Barat, Jurnal Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik
Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Indonesia.
Nofriansyah, Dicky. 2014. Konsep Data Mining Vs. Sistem Pendukung Keputusan.
Yogyakarta: Deepublish.
top related