analisis deret waktu

Post on 03-Jan-2016

64 Views

Category:

Documents

3 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

ANALISIS DERET WAKTU. Abdul Kudus, SSi ., MSi ., PhD. Selasa, 15.00 – 17.30 di R313. Model Stokastik Dasar. prediksi berdasarkan model tertentu. Residu. Jika model sudah mampu menangani semua autokorelasi dalam data, maka residunya tidak berkorelasi, sehingga korelogramnya tidak berpola. - PowerPoint PPT Presentation

TRANSCRIPT

ANALISIS DERET WAKTU

Abdul Kudus, SSi., MSi., PhD.Selasa, 15.00 – 17.30 di R313

Model Stokastik Dasar

Residu ˆ t t tx y y prediksi berdasarkan model tertentu

Jika model sudah mampu menangani semua autokorelasi dalam data, maka residunya tidak berkorelasi, sehingga korelogramnya tidak berpola.

Definisi White NoiseDeret waktu {wt: t=1,2,...,n} merupakan white noise, jika w1,w2, ..., wn berdistribusi identik dan saling bebas dgn rata-rata nol.

implikasinya

Semua variable mempunyai varians yang sama yaitu sebesar 2 dan Kor(wi,wj) = 0 utk semua i j. Jika wt ~ N(0,2), maka deret waktu tsb disebut Gaussian White Noise.

SimulasiData deret waktu yang disimulasikan menggunakan model disebut deret waktu sintetik.

Simulasi berguna karena:• utk membangkitkan data di masa yang akan datang, dimana data

tsb merupakan data yg masuk akal• utk membuat konfiden interval bagi parameter model (bootstrap)

Contoh: membangkitkan deret waktu Gaussian white noise.

> set.seed(1)> w <- rnorm(100)> plot(w,type="l")

0 20 40 60 80 100

-2-1

01

2

Index

w

Sifat-sifat Orde Kedua dan Korelogram

Sedangkan autokorelasinya

> set.seed(2)> acf(rnorm(100))

0 5 10 15 20

-0.2

0.2

0.6

1.0

Lag

ACF

Series rnorm(100)

signifikan krn variasi sampling

Random Walk

{xt: t=1,2,...,n} merupakan random walk, jika

dimana {wt: t=1,2,...,n} adalah white noise.

1t t tx x w

dengan menggunakan “back substitution”

1 2 1...t t t tx w w w w Dengan operator “backward shift” atau “lag operator” yg didefinisikan

1B t tx x dengan menerapkan operator lag secara berulang, maka

1 2B B Bt t tx x x 22B t tx x

sehingga Bnt t nx x

Random walk dapat ditulis menggunakan operator lag menjadi

1t t tx x w

Random Walk: Sifat orde kedua

krn kovarians-nya mrp fungsi dari waktu, maka ia tidak stasioner.Sehingga autokorelasinya

buktikan!

-positif-meluruh sangat lambat dari angka 1

Operator Pembedaan (Difference), Pembedaan dapat mengubah deret waktu non-stasioner menjadi stasioner.

Contoh: random walk mrp deret waktu yg non-stasioner. Tetapi pembedaan orde pertamanya merupakan white noise yang stasioner.

1t t tx x w 1t t tx x w

Operator pembedaan didefinisikan sbg

1t t tx x x

Hubungan antara operator pembedaan dan operator lag:

1 Bt tx x

Secara umum 1 Bnn

SimulasiSimulasi berguna utk mempelajari model deret waktu, dimana sifat-sifat dari model dapat dilihat dalam bentuk plot. Sehingga jika data deret waktu mempunyai sifat-sifat yang mirip dgn plot dari model yg dipelajari, maka model tsb bisa terpilih sebagai kandidat utk memodelkan data kita.

Membangkitkan random walk

> set.seed(1)> w <- rnorm(1000)> x <- c(w[1],rep(NA,999))> for (t in 2:1000) x[t] <- x[t - 1] + w[t]> plot(x, type = "l")

0 200 400 600 800 1000

-10

010

20

Index

x

> acf(x)

Korelogramnya dibuat dengan

0 5 10 15 20 25 30

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

Lag

ACF

Series x Meluruh secara lambat

Penaksiran Model dan Plot Diagnostik

Membangkitkan Deret Waktu Random WalkPembedaan orde pertama dari random walk adalah white noise, sehingga korelogram dr hasil pembedaan pertama dapat digunakan utk memeriksa apakah data deret waktu tsb dapat dimodelkan dgn random walk.

> acf(diff(x))

0 5 10 15 20 25 30

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

Lag

ACF

Series diff(x)

Karena korelogramnya tidak berpola, maka data pembedaan adalah white noise (data aslinya random walk).

Contoh: data kurs mata uang

> www <- "http://www.massey.ac.nz/~pscowper/ts/pounds_nz.dat"> Z <- read.table(www, header = T)> Z.ts <- ts(Z, st = 1991, fr = 4)> acf(diff(Z.ts))

0 1 2 3

-0.2

0.2

0.6

1.0

Lag

ACF

xrate

Autokorelasinya signifikan pada lag-1 menunjukkan perlu model yang lebih rumit. Tetapi, tidak adanya lag lain yg signifikan menunjukkan bhw model random walk mrp pendekatan yg cukup bagus.

Coba model random walknya ditambah komponen trend dr Holt-Winters

> Z.hw <- HoltWinters(Z.ts, alpha = 1, gamma = FALSE)> acf(resid(Z.hw))

0 1 2 3

-0.2

0.2

0.6

1.0

Lag

ACF

object$x

> Z.hw$alpha[1] 1> Z.hw$beta[1] 0.167018

1 1t t t tx x b w tanpa musiman

Sehingga model taksirannya

dimana wt mrp white noise dgn rata-rata nol.

Dua buah persamaan ini bisa dijadikan satu persamaan saja, bagaimana caranya?

Random Walk dengan DriftModel

1t t tx x w Contoh: Data harga penutupan saham HP

> www <- "http://www.massey.ac.nz/~pscowper/ts/HP.txt"> HP.dat <- read.table(www, header = T) ; attach(HP.dat)> plot (as.ts(Price))

Time

as.ts(P

rice

)

0 100 200 300 400 500 600

20

25

30

35

40

45

> DP <- diff(Price) ; plot (as.ts(DP))

Time

as.ts(D

P)

0 100 200 300 400 500 600

-2-1

01

23

> acf (DP)

> acf (DP)

0 5 10 15 20 25

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

Lag

ACF

Series DP

> mean(DP)[1] 0.03986587> sd(DP)[1] 0.4596295

Konfiden interval bagi ˆˆ 2s

n = [0.004,0.075]

menunjukkan bhw parameter drift signifikan.

Model Autoregresif

Deret waktu {xt} merupakan proses autoregresif berorde p, disingkat AR(p), jika

1 1 2 2t t t p t p tx x x x w dimana {wt} adalah white noise dan i mrp parameter dgn p0.

Model AR(p) dapat dinyatakan dgn operator lag:

Perhatikan bhw:1. Random walk adalah kasus khusus AR(1) dgn 1= 12. Model pemulusan eksponensial adalah kasus khusus

dengan i = 1,2,... dan p 3. Modelnya adalah regresi dr xt terhadap suku-suku lag-nya, yakni

xt-1, xt-2,... dst, sehingga disebut ‘autoregresif’. 4. Prediksi pada waktu t:5. Parameternya dpt ditaksir dgn meminimumkan JK error.

1i

i

1 1 2 2ˆ ˆ ˆˆt t t p t px x x x

Proses AR yang Stasioner dan yang Non-stasionerPersamaan karakteristik: B 0p

Prosesnya dikatakan stasioner, jika semua nilai mutlak akar persamaannya lebih besar dari 1.

Contoh: proses random walk1t t tx x w

1 B t tx w 1 B B=1, akarnya non-stasioner

Periksa:

1. AR(1)

2. AR(2)

3. AR(2)

4. AR(2)

1

1

2t t tx x w

1 2

1

4t t t tx x x w

1 2

1 1

2 2t t t tx x x w

2

1

4t t tx x w

top related