analisis faktor perilaku perawat dalam …repository.ub.ac.id/2164/1/ardhiles wahyu k.pdf ·...
Post on 26-Jun-2020
11 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
ANALISIS FAKTOR PERILAKU PERAWAT DALAM
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI IGD
MENGGUNAKAN THEORY OF PLANED BEHAVIOR
TESIS
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister
Oleh :
ARDHILES WAHYU K
156070300111001
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
PEMINATAN GAWAT DARURAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
TESIS
ANALISIS FAKTOR PERILAKU PERAWAT DALAM
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI IGD
MENGGUNAKAN THEORY OF PLANED BEHAVIOR
Oleh :
Ardhiles Wahyu K
156070300111001
Dipertahankan didepan penguji
Pada tanggal 01 Agustus 2017
Dan dinyatakan Memenuhi Syarat
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Dr. Ahsan, S.Kp, M.Kes Ns.Setyoadi, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.Kom
NIP.196408141984011001 NIP. 197809122005021001
Komisi Penguji
Ketua Anggota
Dr. Titin Andri W, S.Kp, M.Kes Dr. dr. Yuyun Yueniwati, M.Kes, Sp.Rad (K)
NIP.197702262003122001 NIP. 196810311996012001
Mengetahui
Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya
Dr. dr. Sri Andarini, M.Kes
NIP. 195804141987012001
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang
pengetahuan saya, di dalam Naskah TESIS ini tidak terdapat karya ilmiah yang
pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu
Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis
atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah
ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternyata di dalam naskah tesis ini dapat dibuktikan terdapat
unsur-unsur PLAGIASI, saya bersedia tesis ini digugurkan dan gelar akademik
yang telah saya peroleh (MAGISTER) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(UU No.20 Tahun 2003, Pasal 25 Ayat 2 dan pasal 70)
Malang, Juli 2017
Mahasiswa,
Nama : Ardhiles Wahyu K
NIM : 156070300111001
PS : Magister Keperawatan
Prog : Pascasarjana
Fak : Kedokteran UB
iv
JUDUL TESIS :
ANALISIS FAKTOR PERILAKU PERAWAT DALAM
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI IGD
MENGGUNAKAN THEORY OF PLANED BEHAVIOR
Nama Mahasiswa : Ardhiles WK
NIM : 1560703001110001
Program Studi : Magister Keperawatan
Minat : Gawat Darurat
KOMISI PEMBIMBING
Ketua : Dr. Ahsan, S.Kp, M.Kes
Anggota : Ns.Setyoadi, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.Kom
TIM DOSEN PENGUJI
Dosen Penguji 1 : Dr. Titin Andri Wihastuti, S.Kp, M.Kes
Dosen Penguji 2 : Dr. dr. Yuyun Yueniwati P, M.Kes, Sp.Rad (K)
v
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis yang
berjudul “Analisis Faktor Perilaku Perawat Dalam Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan di Instalasi Gawat Darurat Menggunakan Theory Of Planed
Behavior”.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terimakasih dan
rasa hormat setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. dr. Sri Andarini, M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya Malang.
2. Kepala Rumkit TK II dr Soepraoen Kesdam V/Brawijaya yang telah
memberikan kami kesempatan untuk penelitian di RS TK II dr Soepraoen.
3. Direktur RS Panti Waluya Sawahan yang telah memberikan kami ijin
untuk penelitian di RS Panti Waluya Sawahan.
4. Direktur RS Islam Malang yang telah memberikan kami tempat untuk
penelitian di RS Islam Malang.
5. Kolonel Ckm Purn dr. I Putu Gde Santika, M.Si selaku Direktur Poltekkes
RS TK II dr Soepraoen yang telah memberikan ijin studi lanjut di Magister
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
6. Dr. Titin Andri Wihastuti, S.Kp, M.Kes selaku Ketua Program Studi
Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Malang dan Penguji I yang telah memberikan masukan dan perbaikan
dalam penyusunan tesis.
7. Dr. Ahsan, S.Kp, M.Kes selaku Pembimbing I yang dengan telaten
memfasilitasi, sabar membimbing, dan memberikan masukan kepada
penulis.
8. Ns.Setyoadi, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.Kom selaku Pembimbing II yang
telah banyak membantu penulis dalam mematangkan ide dan konsep
terkait tema penelitian yang diambil.
9. Dr. dr. Yuyun Yueniwati P, M.Kes, Sp.Rad (K) selaku Penguji II yang
telah memberikan masukan dan perbaikan dalam penyusunan tesis.
10. Kepala Instaldik Rumkit TK II dr Soepraoen Malang yang telah membantu
proses perijinan tempat penelitian.
vi
11. Kepala Diklat RS Panti Waluya Sawahan yang telah membantu proses
perijinan tempat penelitian.
12. Kepala Diklat RS Islam Malang yang telah membantu proses perijinan
tempat penelitian.
13. Kepala Ruang IGD dan Kasi Yanmed Rumkit TK II dr Soepraoen Malang
yang telah menyediakan waktu dan saran saat penelitian.
14. Kepala Ruang IGD dan Kepala Rekam Medik RS Panti Waluya Sawahan
yang telah menyediakan waktu dan saran saat penelitian.
15. Kepala Ruang IGD dan Kepala Rekam Medik RS Islam Malang yang
telah menyediakan waktu dan saran saat penelitian.
16. Para perawat pelaksana IGD Rumkit TK II dr Soepraoen, RS Panti
Waluya Sawahan, RS Islam Malang yang telah bersedia menjadi
responden penelitian.
17. Semua pihak yang telah membantu penyusunan tesis ini
Penulis menyadari akan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki
sehingga tesis ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan, untuk itu penulis
mengharapkan adanya saran, dan masukan yang bersifat membangun agar
tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Malang, Juli 2017
Penulis
Ardhiles WK
vii
RINGKASAN
Ardhiles Wahyu K, NIM. 156070300111001. Program Studi Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Analisis Faktor Perilaku Perawat Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Instalasi Gawat Darurat Menggunakan Theory Of Planed Behavior.
Komisi Pembimbing Ketua : Dr. Ahsan, S.Kp, M.Kes, Anggota : Ns.Setyoadi, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.Kom.
Latar Belakang. Lingkungan kerja IGD yang kompleks akan mempengaruhi kualitas perawatan, pelayanan kesehatan, keselamatan pasien, termasuk dokumentasi yang dilakukan tidak tepat atau tidak lengkap. Dokumentasi keperawatan yang tidak lengkap menunjukkan proses asuhan keperawatan tidak berjalan dengan baik dan berkesinambungan. Theory of Planed Behavior (TPB) sebagai salah satu teori yang terbaik pada ilmu perilaku yang telah digunakan dalam beberapa penelitian untuk menjelaskan perilaku dan mengidentifikasi faktor-faktor penting yang mempengaruhi. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor yang berhubungan dengan perilaku perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi Gawat Darurat menggunakan Theory of Planed Behavior.
Metode. Penelitian ini adalah penelitian analysis observational dengan pendekatan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di IGD Rumkit TK II dr Soepraoen, IGD RS Panti Waluya Sawahan dan IGD RS Islam Malang. Sejumlah 45 sampel perawat IGD dan 341 dokumen dipilih sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi.
Hasil. Hasil analisis uji statistik partial least square menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara sikap dan intensi dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di IGD dengan nilai T-Statistik sebesar 2,335 (>1,68) dengan koefisien jalur sebesar 0,024. Tidak terdapat hubungan signifikan antara norma subyektif dan intensi dalam pendokumentasian asuhan keperawatan dibuktikan dengan nilai T-Statistik sebesar 1,414 (<1,68) dengan koefisiensi jalur sebesar 0,164. Terdapat hubungan signifikan antara perceived behavioral control dengan intensi dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di IGD dibuktikan dengan nilai T-Statistik sebesar 1,830 (>1,68) dengan koefisien jalur sebesar 0,074. Terdapat hubungan signifikan antara intensi dengan perilaku pendokumentasian asuhan keperawatan di IGD dibuktikan dengan nilai T-Statistik sebesar 1,933 (>1,68) dengan koefisien jalur sebesar 0,409.
Kesimpulan. Berdasarkan Theory of Planed Behavior.yang digunakan peneliti diketahui sikap, perceived behavioral control dan intensi perawat IGD saling berhubungan membentuk perilaku pendokumentasian asuhan keperawatan. Sikap yang baik serta perceived behavioral control yang baik akan menyebabkan intensi yang baik sehingga terbentuk perilaku pendokumentasian yang baik pula.
Kata kunci : Perawat IGD, Dokumentasi Keperawatan, Theory of Planed Behavior
viii
SUMMARY
Ardhiles Wahyu K, NIM. 156070300111001. Master of Nursing, Faculty of
Medicine Universitas of Brawijaya. Analysis of Nursing Behavior Factors in
Documentation of Nursing Care in Emergency Installation Using Theory Of
Planed Behavior.
Supervising Commission: Dr. Ahsan, S.Kp, M.Kes, Member: Ns.Setyoadi, S.Kep,
M.Kep, Sp.Kep.Kom.
Background. The complex IGD work environment will affect the quality of care,
health care, patient safety, including inaccurate or incomplete documentation.
Incomplete nursing documentation indicates that the nursing care process is not
working properly and continuously. Theory of Planed Behavior (TPB) as one of
the best theories on behavioral science that has been used in several studies to
explain behavior and identify important factors that influence. The purpose of this
study is to analyze factors related to the behavior of nurses in documenting
nursing care in Emergency Installation using Theory of Planed Behavior.
Method. This research is an observational analysis research with cross sectional
design approach. Population in this research is all implementing nurses at IGD
Rumkit TK II dr Soepraoen, IGD RS Panti Waluya Sawahan and IGD RS Islam
Malang. A total of 45 samples of IGD nurses and 341 documents were selected
according to inclusion and exclusion criteria.
Results. The result of statistical analysis of partial least square shows that there
is a significant correlation between attitude and intention in documenting nursing
care in IGD with T-Statistic value 2,335 (> 1,68) with path coefficient equal to
0,024. There is no significant correlation between subjective norm and intention
in documenting nursing care as evidenced by the value of T-Statistics of 1.414
(<1.68) with path coefficient of 0.164. There is a significant correlation between
perceived behavioral control and intention in documenting nursing care in IGD as
evidenced by the T-Statistic value of 1.830 (> 1.68) with the path coefficient of
0.074. There is a significant correlation between intention with documentation
behavior of nursing care in IGD proved with value of T-Statistic equal to 1,933 (>
1,68) with path coefficient 0,409.
Conclusion. Based on Theory of Planed Behavior. The researcher used to know
attitude, perceived behavioral control and intention of nurses of IGD are related to
form the documenting behavior of nursing care. Good attitude and good
perceived behavioral control will cause good intention to form good
documentation behavior as well.
Keywords: Nurse IGD, Nursing Documentation, Theory of Planed Behavior
ix
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................................. i Halaman Pengesahan ...................................................................................... ii Halaman Pernyataan Orisinalitas ................................................................... iii Halaman Identitas Tim Penguji ....................................................................... iv Kata Pengantar ................................................................................................ v Ringkasan ........................................................................................................ vii Summary ......................................................................................................... viii Daftar Isi ........................................................................................................... ix Daftar Gambar .................................................................................................. xi Daftar Tabel ...................................................................................................... xii Daftar Lampiran .............................................................................................. xiii Daftar Singkatan ............................................................................................. xiv Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 5 1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6
1.3.1 Tujuan Umum ....................................................................................... 6 1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 6 BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Instalasi Gawat Darurat ............................................................................... 8 2.2 Dokumentasi Keperawatan di IGD ............................................................... 9
2.2.1 Manfaat dan Tujuan Dokumentasi Keperawatan di IGD ...................... 9 2.2.2 Karakteristik Dokumentasi Keperawatan Gawat Darurat ..................... 10 2.2.3 Proses Dokumentasi Keperawatan Gawat Darurat ............................. 12
2.2.3.1 Pengkajian Keperawatan ........................................................... 14 2.2.3.2 Diagnosis Keperawatan ............................................................. 19 2.2.3.3 Rencana Keperawatan .............................................................. 23 2.2.3.4 Implementasi Keperawatan ....................................................... 23 2.2.3.5 Evaluasi Keperawatan ............................................................... 24
2.2.4 Bentuk Dokumentasi Keperawatan di IGD .......................................... 24 2.2.5 Aspek Legal Dokumentasi Keperawatan ............................................. 28
2.3 Theory Of Planed Behavior .......................................................................... 30 2.3.1 Sejarah Theory Of Planed Behavior .................................................... 30 2.3.2 Bagan Theory Of Planed Behavior ...................................................... 32
2.3.2.1 Intensi ......................................................................................... 35 2.3.2.2 Sikap .......................................................................................... 38 2.3.2.3 Norma Subyektif ......................................................................... 40 2.3.2.3 Perceived Behavior Control (PBC) .............................................. 42 2.3.2.4 Background factor ...................................................................... 43
BAB 3 Kerangka Konsep dan Hipotesis 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................................ 46 3.2 Penjelasan Kerangka Konsep ...................................................................... 47 3.3 Hipotesis ...................................................................................................... 48
x
BAB 4 Metode Penelitian 4.1 Desain Penelitian ......................................................................................... 49 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................................... 49
4.2.1 Tempat ................................................................................................ 49 4.2.2 Waktu … .............................................................................................. 49
4.3 Populasi dan Sampel ................................................................................... 50 4.3.1 Populasi .............................................................................................. 50 4.3.2 Sampel ............................................................................................... 50 4.3.3 Teknik Penentuan Sampel ................................................................. 51
4.4 Variabel Penelitian ...................................................................................... 51 4.4.1 Variabel Independen ........................................................................... 52 4.4.2 Variabel Dependen .............................................................................. 52
4.5 Definisi Operasional .................................................................................... 53 4.6 Instrumen Penelitian ................................................................................... 63
4.6.1 Sikap Terhadap Perilaku Pendokumentasian ...................................... 63 4.6.2 Norma Subyektif .................................................................................. 63 4.6.3 Perceived Behavior Control (PBC) ....................................................... 64 4.6.4 Intensi.. ............................................................................................... 65 4.6.5 Perilaku Pendokumentasian Asuhan Keperawatan.. ........................... 65
4.7 Prosedur Pengumpulan Data ...................................................................... 66 4.7.1 Proses Perijinan Penelitian .................................................................. 66 4.7.2 Pengumpulan data .............................................................................. 66
4.8 Pengolahan dan Analisa Data .................................................................... 67 4.8.1 Pengolahan Data ................................................................................. 67 4.8.2 Analisis Data ....................................................................................... 67
4.9 Etik Penelitian .... ......................................................................................... 69 BAB 5 Hasil dan Analisis Penelitian 5.1 Analisis Univariat ........................................................................................ 71
5.1.1 Data jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan responden ........................ 71 5.1.2 Sikap terhadap perilaku pendokumentasian ........................................ 72 5.1.3 Norma subyektif terhadap perilaku pendokumentasian ........................ 74 5.1.4 Perceived Behavioral Control terhadap perilaku pendokumentasian ... 75 5.1.5 Intensi terhadap Perilaku Pendokumentasian Asuhan Keperawatan .... 77 5.1.6 Perilaku Pendokumentasian Asuhan Keperawatan .............................. 78
5.2 Analisis Multivariat ...................................................................................... 80 BAB 6 Pembahasan 6.1 Hubungan sikap dengan intensi dalam pendokumentasian ......................... 83 6.2 Hubungan norma subyektif dengan intensi dalam pendokumentasian ........ 88 6.3 Hubungan Perceived Behavioral Control dengan intensi ............................ 91 6.4 Hubungan intensi dengan perilaku pendokumentasian ................................ 95 BAB 7 Simpulan dan saran 7.1 Simpulan …………………………………………………………………………...100 7.1 Saran………………………………………………………………………………...100 Daftar Pustaka ..................................................................................................102 Lampiran............................................................................................................109
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Theory Of Reasoned Action ........................................................... 31 Gambar 2.2 Theory Of Planed Behavior ............................................................ 32 Gambar 2.3 Theory Of Planed Behavior and background Factors ..................... 35 Gambar 3.1 Kerangka Konseptual ..................................................................... 46 Gambar 5.1 Struktur Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku
Perawat Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan ............ 80
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Definisi Operasional ........................................................................... 53 Tabel 5.1 Data Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan Responden ............................. 71 Tabel 5.2 Sikap Perawat Terhadap Perilaku Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan Di IGD .......................................................................... 72 Tabel 5.3 Keyakinan Kuat Perawat (Belief Strenght) Terhadap Perilaku
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Di IGD .............................. 72 Tabel 5.4 Perasaan Perawat Tentang Konsekuensi (Outcome Evaluation) Terhadap Perilaku Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Di IGD 73 Tabel 5.5 Norma Subjektif Terhadap Perilaku Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan Di IGD .......................................................................... 74 Tabel 5.6 Persepsi Perawat Tentang Dukungan Sosial Terhadap Perilaku
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan ......................................... 74 Tabel 5.7 Motivasi Perawat Mematuhi Anjuran Terhadap Perilaku
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan ......................................... 75 Tabel 5.8 PBC Perawat Terhadap Perilaku Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan...................................................................................... 76 Tabel 5.9 Keyakinan Perawat Tentang Mudah Atau Tidak Perilaku
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan ......................................... 76 Tabel 5.10 Persepsi Perawat Tentang Pendorong Dan Penghambat Perilaku
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan ......................................... 77 Tabel 5.11 Intensi Perawat Terhadap Perilaku Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan...................................................................................... 77 Tabel 5.12 Komponen Intensi Perawat Terhadap Perilaku Pendokumentasian
Asuhan Keperawatan ......................................................................... 78 Tabel 5.13 Perilaku Pendokumentasian Asuhan Keperawatan .......................... 78 Tabel 5.14 Uraian Perilaku Pendokumentasian Asuhan Keperawatan ............... 79 Tabel 5.15 Rekapitulasi Hasil Uji Hipotesis Analisis Faktor Yang Berhubungan
Dengan Perilaku Pendokumentasian Asuhan Keperawatan ............. 81
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuisioner Data Demografi ................................................................... 109
Lampiran 2. Petunjuk Pengisian & Kuisioner Sikap ................................................. 110
Lampiran 3. Petunjuk Pengisian & Kuisioner Norma Subyektif ............................... 114
Lampiran.4 Petunjuk Pengisian & Kuisioner Perceived Behavioral Control ............ 116
Lampiran 5 Petunjuk Pengisian & Kuisioner Intensi ............................................... 121
Lampiran 6 Lembar Observasi Pendokumentasian Keperawatan di IGD ............... 122
Lampiran 7 Kisi-Kisi Intrumentasi Penelitian .......................................................... 125
Lampiran 8 Maping Artikel Penelitian ..................................................................... 128
Lampiran 9 Penjelasan & Pernyataan Mengikuti Penelitian ................................... 131
Lampiran 10 Surat Pengantar Uji Etik .................................................................... 133
Lampiran 11 Surat Keterangan Kelaikan Etik .......................................................... 134
Lampiran 12 Surat Pengantar Ijin Penelitian ........................................................... 135
Lampiran 13 Surat Balasan Ijin Penelitian .............................................................. 138
Lampiran 14 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ...................................................... 143
Lampiran 15 Rekapitulasi Data Penelitian .............................................................. 149
Lampiran 16 Hasil Analisa Data .............................................................................. 161
Lampiran 17 Surat Keterangan Bebas Plagiasi ....................................................... 166
Lampiran 18 Surat Keterangan Publikasi Artikel Jurnal .......................................... 167
Lampiran 19 Manuskrip .......................................................................................... 168
xiv
DAFTAR SINGKATAN
% = Persen
AB = Attitudes
B = Behavior
b = Belief
Bi = Normatif belief
CBE = Charting by Exception
Ci = Control belief
ENA = Emergency Nurse Association
e = Evaluasi
F = Frekuensi
I = Intention
IGD = Instalasi Gawat Darurat
KARS = Komisi Akreditasi Rumah Sakit
Mi = Motivation to comply
PBC = Perceived Behavior Control
PIE = Problem, Intervensi dan Evaluasi
Pi = Power belief
PLS = Partial Least Square
PP-PPNI = Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
RS = Rumah Sakit
SN = Subjective Norms
SOAPIE = Subyektif, Obyektif, Assesment, Planning, Intervensi dan Evaluasi
TPB = Theory of Planed Behavior
TRA = Theory of Reasoned Action
W = Weight
1
ANALISIS FAKTOR PERILAKU PERAWAT DALAM
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI IGD
MENGGUNAKAN THEORY OF PLANED BEHAVIOR
ARTIKEL ILMIAH
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister
Oleh :
ARDHILES WAHYU K
156070300111001
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
PEMINATAN GAWAT DARURAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
2
ANALISIS FAKTOR PERILAKU PERAWAT DALAM PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI IGD MENGGUNAKAN THEORY OF PLANED BEHAVIOR
Ardhiles Wahyu K1, Ahsan
2, Setyoadi
3
Program Studi Magister Keperawatan Peminatan Gawat Darurat Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang
ABSTRAK
Lingkungan kerja IGD yang kompleks akan mempengaruhi kualitas perawatan, pelayanan kesehatan, termasuk dokumentasi yang dilakukan tidak tepat atau tidak lengkap. Dokumentasi keperawatan yang tidak lengkap menunjukkan proses asuhan keperawatan tidak berjalan dengan baik dan berkesinambungan. Theory of Planed Behavior (TPB) telah digunakan untuk menjelaskan perilaku seseorang dan mengidentifikasi faktor-faktor penting yang mempengaruhi. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis faktor yang berhubungan dengan perilaku perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi Gawat Darurat menggunakan Theory of Planed Behavior. Desain penelitian menggunakan analysis observational dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian perawat pelaksana di IGD Rumkit TK II dr Soepraoen, IGD RS Panti Waluya Sawahan Malang dan IGD RS Islam Malang. Sampel berjumlah 45 perawat IGD dan 341 dokumen dipilih sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Hasil analisis uji statistik partial least square menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara sikap dengan intensi, antara perceived behavioral control dengan intensi, antara intensi dengan perilaku pendokumentasian keperawatan dibuktikan dengan masing-masing nilai T-Statistik sebesar >1,68. Sebaliknya tidak terdapat hubungan antara norma subyektif dengan intensi dalam pendokumentasian asuhan keperawatan dibuktikan dengan nilai T-Statistik <1,68. Rumah Sakit dan perawat IGD diharapkan mengembangkan sikap positif serta PBC yang baik sehingga menyebabkan intensi yang baik selanjutnya terbentuk perilaku pendokumentasian keperawatan yang baik pula.
Kata Kunci : Perawat IGD, Dokumentasi Keperawatan, Theory of Planed Behavior
ABSTRACT
The complex IGD work environment will affect the quality of care, health care, including inaccurate or incomplete documentation. Incomplete nursing documentation indicates that the nursing care process is not working properly and continuously. Theory of Planed Behavior (TPB) has been used to describe a person's behavior and identify important factors that influence. The purpose of this study was to analyze factors related to nurse behavior in documenting nursing care in Emergency Installation using Theory of Planed Behavior. The research design used observational analysis with cross sectional approach. The sample in this research is part of nurse of executing at IGD Rumkit TK II dr Soepraoen, IGD RS Panti Waluya Sawahan and IGD RS Islam Malang. The sample of 45 nurses IGD and 341 documents were selected according to inclusion and exclusion criteria. The result of statistical analysis of partial least square shows that there is a significant correlation between attitude with intention, between perceived behavioral control with intention, between intention and nursing documentation behavior evidenced by each value of T-Statistic equal to> 1.68. Conversely there is no relationship between subjective norms with the intention in documenting nursing care is evidenced by the value of T-Statistics <1.68. Hospital and nurse IGD is expected to develop a positive attitude and good PBC so that cause good intention then formed good nursing documenting behavior as well.
Keywords : Nurse IGD, Nursing Documentation, Theory of Planed Behavior
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan keperawatan gawat darurat menjadi salah satu area yang
paling sensitif diantara pelayanan keperawatan yang lain karena adanya faktor
urgency (keadaan mendesak) dan crowding (keadaan yang penuh sesak dan
ramai) (Aacharya, Gastman & Denier, 2011). Beban kerja, keramaian, bencana,
kematian dan kondisi pasien yang kritis mengakibatkan lingkungan kerja IGD
lebih kompleks dan penuh stress (Healy & Tyrell, 2011). Lingkungan kerja IGD
yang kompleks akan mempengaruhi kualitas perawatan, pelayanan kesehatan,
keselamatan pasien, termasuk dokumentasi yang dilakukan tidak tepat atau tidak
lengkap (Hoot & Aronsky, 2008; Powell et al., 2012)
Beberapa kemampuan yang harus dimiliki perawat IGD yaitu kemampuan
melakukan pengkajian dengan cepat tetapi akurat, kemampuan melakukan
dokumentasi secara menyeluruh dan akurat (Wolf, 2007). Dokumentasi
keperawatan gawat darurat harus menyediakan catatan faktual tentang kondisi
klien, lokasi, dan gelang untuk identifikasi pada awal klien masuk, dan
selanjutnya data tentang pengkajian awal, waktu intervensi dilakukan, masalah
dan prosedur yang dilakukan, respon klien terhadap intervensi berikut solusinya,
observasi perawat, komunikasi dengan tim kesehatan dan keluarga klien,
edukasi pada klien, instruksi pulang dan penolakan perawatan oleh klien
(Newberry & Criddle, 2007). Dokumentasi keperawatan yang tidak efektif akan
menghambat evaluasi kualitas perawatan pada pasien (Christensen et al., 2011).
Kualitas dokumentasi keperawatan di Indonesia masih rendah. Terlihat
dari penelitian yang dilakukan Sabila (2009) dari 300 sampel rekam medik
2
dokumentasi keperawatan 69,3% berada dalam kategori tidak lengkap. Purwanti
(2012), kelengkapan dokumentasi keperawatan hanya 63% yang terdiri dari
kelengkapan pengkajian hanya 53%, diagnosa dan perencanaan keperawatan
61%, dan implementasi dan evaluasi 75%. Fuchtbauer, Norgaard dan
Mogensen, (2013) melakukan riset untuk mengetahui proporsi waktu yang
dihabiskan oleh perawat dalam melakukan perawatan pada pasien di Instalasi
Gawat Darurat. Penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa perawat
menghabiskan 25% waktu mereka untuk melakukan kontak atau tindakan pada
pasien secara langsung, 5,8% waktu dihabiskan untuk melakukan perawatan
pada pasien secara tidak langsung, 24% waktu dihabiskan untuk melakukan
komunikasi pada staf lainnya, 31% untuk melakukan dokumentasi terhadap
segala tindakan yang dilakukan kepada pasien, dan 6% dilakukan untuk
melakukan transportasi pasien.
Dokumentasi IGD yang baik menunjang penilaian Akreditasi RS selain
menjadi aspek legal diranah hukum. Septanty (2016), keberhasilan dalam
akreditasi Rumah Sakit. Salah satunya yang harus dipenuhi dalam keberhasilan
akreditasi versi KARS 2012 adalah analisis kuantitatif kelengkapan dokumentasi/
rekam medis yang sesuai dengan elemen penilaian dari standar akreditasi versi
KARS 2012. Laporan yang ditulis Rahman (2014), perawat dan dokter IGD RS E
Jakarta mendapat tuntutan hukum karena pasien balita meninggal setelah diberi
suntikan obat melalui infus di IGD. Dokumentasi dokter dan perawat di IGD
menjadi bukti dari pihak kuasa hukum RS bahwa petugas bekerja sesuai
prosedur. Keluarga pasien tetap tidak menerima dan meminta kasus kematian
anaknya dilanjutkan ke proses hukum.
Gambaran kelengkapan dokumentasi pada analisa rekam medik dalam
studi aplikasi di Instalasi Gawat Darurat 12-30 Desember 2016 didapatkan hasil
di Rumkit TK II dr Soepraoen 10-60 % data pengkajian berupa (waktu masuk,
3
identitas pasien, primary survey, secondary survey dan keadaan umum) di isi
kurang lengkap, keterkaitan diagnosa dan rencana keperawatan didapatkan 64%
tidak sesuai. Di RS Islam Malang 20-40 % data pengkajian keperawatan tidak
diisi, ada 80% diagnosa keperawatan tidak diisi, serta 47-71% rencana tindakan
keperawatan tidak diisi (Laporan Aplikasi Mahasiswa Magister Gadar UB, 2016).
Menurut hasil wawancara beberapa perawat pelaksana IGD Rumkit TK II
dr Soepraoen bahwa mereka tidak kesulitan dalam mengisi lembar dokumentasi
dan menurut mereka lembar dokumentasi di IGD sudah praktis dan lengkap.
Menurut perawat IGD RS Islam Malang format pengkajian di IGD antara medis
dan perawat perlu dijadikan 1 format pengkajian terintegrasi sehingga lebih
praktis. Perawat juga merasa perlu mendapatkan sosialisasi dan superfisi secara
kontinyu terkait kelengkapan dokumen di IGD (Laporan Aplikasi Mahasiswa
Magister Gawat Darurat Universitas Brawijaya, 2016).
Dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan
perawat yang berguna untuk kepentingan klien, perawat dan tim kesehatan
dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat
dan lengkap secara tertulis (Setiadi, 2014). Pribadi (2009), dokumentasi
keperawatan yang tidak lengkap menunjukkan proses asuhan keperawatan tidak
berjalan dengan baik dan berkesinambungan, tidak terjalin komunikasi yang baik
antar perawat dan dengan petugas kesehatan lain karena tidak ada komunikasi
tertulis secara jelas. Berdasarkan hasil penelitian Diyanto (2007), faktor
penghambat pada pendokumentasian keperawatan diantaranya beban kerja
yang tinggi, lembar isian dokumen terlalu panjang dan mendampingi visite
dokter. Bijani et al (2016), faktor yang mempengaruhi ketidaklengkapan
dokumentasi terdiri dari faktor perawat (jumlah perawat kurang, tidak cukup
waktu, kelelahan), faktor lingkungan kerja (jumlah pasien banyak, bekerja di area
yang padat), faktor manajemen (tidak ada monitoring, kurang disiplin, dan
4
kurangnya dorongan). Mangole, Rompas dan Ismanto (2015), ada keterkaitan
yang erat antara perilaku perawat dengan dokumentasi keperawatan.
Eccles et al., (2007) menyimpulkan bahwa intensi/ niat adalah ukuran
baku terbentuknya perilaku pada petugas kesehatan (yaitu, dokter, perawat,
apoteker, tenaga kesehatan lainnya). Mereka tidak mengukur kekuatan
hubungan antara niat dan perilaku di kalangan profesional kesehatan, tetapi
berdasarkan penelaahan atas sepuluh studi prospektif, mereka menyimpulkan
bahwa hubungan ini sama besarnya dengan yang dilaporkan untuk populasi non
tenaga kesehatan. Dalam ringkasan kuantitatif meta-analisis, diperkirakan bahwa
rata-rata 28% dari varians dalam perilaku ditentukan oleh niat atau intensi.
Theory of Planed Behavior (TPB) sebagai salah satu teori yang terbaik
pada ilmu perilaku yang telah digunakan dalam beberapa penelitian untuk
menjelaskan perilaku dan mengidentifikasi faktor-faktor penting yang
mempengaruhi. Teori ini digunakan sebagai kerangka karena dari berbagai
penelitian telah menunjukkan ketepatan dalam memprediksi niat dan perilaku
kelompok yang berbeda dari petugas kesehatan (Eccles et al, 2006; Perkins et
al, 2007). TPB didasarkan pada prinsip logis bahwa orang akan mengevaluasi
konsekuensi sebelum melakukan tindakan tertentu (Sharifirad et al., 2015).
Menurut TPB, tindakan manusia dipandu oleh tiga macam pertimbangan:
keyakinan tentang kemungkinan hasil dari perilaku dan evaluasi dari hasil
(attitude toward behavior), keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan
motivasi untuk mematuhi harapan-harapan ini (subjective norm ), dan keyakinan
tentang adanya faktor-faktor yang dapat memfasilitasi atau menghambat kinerja
perilaku dan kekuatan yang dirasakan dari faktor-faktor ini (perceived behavioral
control) (Ajzen, 1991; Javadi M et al., 2013).
Sesuai penerapan Theory of Planed Behavior dari Ajzen, intensi
merupakan faktor terdekat yang dapat memprediksi munculnya perilaku perawat
5
dalam pendokumentasian keperawatan (Fishbein & Ajzen, 2010). Penelitian
Martini (2007), sikap memiliki korelasi terhadap dokumentasi keperawatan.
Rahim A (2009) dan Nelfiyanti (2009), motivasi intrinsik dan persepsi terhadap
pekerjaan memiliki peran terhadap kelengkapan pengisian dokumentasi
keperawatan. Penelitian Sharifirad et al, (2015), menemukan perceived
behavioral control (PBC) sebagai prediktor terkuat pada perawat dalam
melakukan edukasi.
Berdasarkan latar belakang diatas perilaku perawat berperan penting bagi
baik atau tidaknya dokumentasi keperawatan khususnya di Instalasi Gawat
Darurat. Peneliti tertarik melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi
Gawat Darurat dengan pendekatan Theory of Planed Behavior.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah ada hubungan sikap dengan intensi dalam pendokumentasian
asuhan keperawatan di Instalasi Gawat Darurat ?
2. Apakah ada hubungan norma subyektif dengan intensi dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi Gawat Darurat ?
3. Apakah ada hubungan perceived behavioral control dengan intensi
dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi Gawat
Darurat ?
4. Apakah ada hubungan intensi dengan perilaku perawat dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi Gawat Darurat ?
6
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor yang berhubungan
dengan perilaku perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di
Instalasi Gawat Darurat menggunakan Theory of Planed Behavior.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menganalisis hubungan sikap dengan intensi dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi Gawat Darurat.
2. Menganalisis hubungan norma subyektif dengan intensi dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi Gawat Darurat.
3. Menganalisis hubungan perceived behavioral control dengan intensi
dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi Gawat
Darurat.
4. Menganalisis hubungan intensi dengan perilaku perawat dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi Gawat Darurat.
1.4 Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi rumah sakit
dan perawat sebagai berikut:
1.4.1 Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini menjadi pertimbangan dan masukan bagi pengelola
rumah sakit untuk pelaksanaan perilaku pendokumentasian sehingga menjadi
standar penilaian kinerja perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
7
1.4.1 Bagi Perawat
Menjadi dasar dalam membudayakan perilaku perawat dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan dalam upaya meningkatkan mutu
pelayanan di Instalasi Gawat Darurat.
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Instalasi Gawat Darurat
Instalasi Gawat Darurat dikenal sebagai lokasi pelayanan kesehatan yang
komplek dan sibuk sehingga mengakibatkan terjadi gangguan, kekacauan dan
interupsi sehingga berisiko terjadi kesalahan (Brixey et al, 2005; Laxmisan et al,
2007; Yu & Green, 2009) kondisi lingkungan yang kompleks dan sibuk akan
mempengaruhi pengambilan keputusan yang dibuat dibawah tekanan waktu dan
keterbatasan atau ketidaklengkapan informasi yang didapat sehingga
mengakibatkan suatu kesalahan dan tuntutan malapraktik (Yu & Green, 2009).
Lingkungan IGD berbeda dengan lingkungan di ruang rawat inap rumah
sakit karena tenaga kesehatan dari multidisiplin membutuhkan informasi yang
dikumpulkan dengan waktu cepat dan akurat (Reddy & Spence, 2006). Kerja
keras, beban kerja tinggi, keramaian, kejadian bencana, kematian dan perawatan
pasien dengan kondisi kritis merupakan faktor yang mengakibatkan lingkungan
kerja IGD komplek dan penuh stres (Ross Adjie et al 2007; Healy & Tyrrell,
2011). Instalasi gawat darurat (IGD) merupakan suatu unit pelayanan kesehatan
yang memiliki lingkungan kerja yang unik, kompleks, penuh stres dan dinamis
serta tidak berdiri sendiri tetapi menjadi bagian penting serta saling berhubungan
di sebuah rumah sakit yang besar (Eeden, 2009;Yu & Green, 2009).
Jumlah pasien yang banyak dengan kondisi kritis memerlukan
penangaanan cepat dan tepat sehingga mengakibatkan stres atau beban yang
tinggi pada perawat IGD. Jumlah pasien yang banyak dan berlebihan disebut
overcrowding merupakan masalah paling umum di IGD yang memberikan beban
tinggi perawat dan mempengaruhi kualitas perawatnya, akses pelayanan
kesehatan, keselamatan pasien dan kepuasan pasien terhadap pelayanan yang
9
diberikan (Baer, Pasternack, & Zwemer, 2001; Hoot & Aronsky, 2008; Kolb,
Peck, Schoening, & Lee, 2008; Powell et al, 2012). Situasi yang begitu sibuk,
ramai, jumlah pasien berlebihan dan banyaknya aktifitas perawat menyebabkan
stres tinggi yang mempengaruhi pelaksanaan proses dan dokumentasi
keperawatan serta kualitas pelayanan perawat yang diberikan (Gilboy, 2002;
Bruce & Suserud, 2005; Eeden, 2009; Powell et al., 2012).
Pelayanan keperawatan gawat darurat menjadi salah satu area yang
paling sensitif di area pelayanan keperawatan yang lainnya oleh karena adanya
faktor urgency ( keadaan yang mendesak ) dan crowding (keadaan yang penuh
sesak dan ramai) (Moskop et al., 2009; Aacharya, Gastmans & Denier, 2011).
Keperawatan urgency merupakan hasil dari kombinasi distress (tekanan) fisik
dan psikologis yang muncul secara tidak terduga, mendadak, menyebabkan
menyebabkan penderitaan dan mengancam nyawa dalam semua situasi
kegawatdaruratan sehingga mendorong pasien untuk masuk IGD (Aacharya,
Gastmans & Denier, 2011).
2.2 Dokumentasi Keperawatan di IGD
2.2.1 Manfaat & Tujuan Dokumentasi Keperawatan di IGD
Dokumentasi keperawatan di IGD memiliki manfaat antara lain yaitu
aspek hukum dokumentasi dapat dipergunakan sebagai barang bukti di
pengadilan bila terjadi suatu masalah yang berhubungan dengan profesi
keperawatan, dimana perawat sebagai pemberi jasa dan klien sebagai pengguna
jasa, aspek jaminan mutu (kualitas pelayanan). Mengetahui sejauh mana
masalah klien dapat teratasi dan seberapa masalah baru dapat diidentifikasi dan
dimonitor melalui catatan yang akurat. Dokumentasi membantu meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan, aspek komunikasi merupakan alat perekam
terhadap masalah yang berkaitan dengan klien. Perawat atau tenaga kesehatan
10
lain akan bisa melihat catatan yang ada dan sebagai alat komunikasi yang
dijadikan pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan (Setiadi, 2012).
Dokumentasi keperawatan diluar IGD untuk penilaian pasien mencakup
penilaian lengkap riwayat pasien secara komprehensif dan pemeriksaan fisik
dari semua sistem tubuh. Pendekatan ini, meskipun ideal, sulit dilakukan di IGD
oleh petugas kesehatan karena pasien berada dengan masalah yang
mengancam nyawa pada saat kedatangan sambil mengumpulkan data sekaligus
memprioritaskan dan memberikan perawatan. Pendekatan pasien kondisi biasa
dan teknik untuk penilaian umum harus diubah dalam kondisi gawat darurat
untuk menyeimbangkan kebutuhan informasi, sementara mempertimbangkan
sifat kritis dari pasien dan situasi kecemasan keluarga (Tracy MF, 2014).
Cheevakasemsook et al., (2006) menyatakan tujuan dari dokumentasi
keperawatan di IGD adalah menjamin kualitas dan kontinuitas perawatan yang
diberikan melalui komunikasi dan memberikan bukti hukum dari proses dan hasil
akhir perawatan. Tujuan tersebut menjadi tantangan besar bagi perawat dalam
pembuatan dokumentasi yang yang akurat dan berkualitas dari proses
keperawatan yang dilakukan.
2.2.2 Karakteristik Dokumentasi Keperawatan Gawat Darurat
Potter dan Perry (2011), dokumentasi asuhan keperawatan yang
berkualitas mengandung beberapa karakteristik penting antara lain: lengkap yaitu
seluruh data yang diperlukan untuk mengidentifikasi masalah keperawatan klien
dicatat dengan terperinci. Data yang terkumpul harus lengkap, guna membantu
mengatasi masalah klien yang adekuat, akurat dan nyata yaitu dalam
pengumpulan data ada kemungkinan terjadi salah paham. Mencegah hal
tersebut, maka perawat harus berpikir akurasi dan nyata untuk membuktikan
benar tidaknya apa yang telah didengar, dilihat dan diamati, serta diukur melalui
11
pemeriksaan ada tidaknya validasi terhadap semua data yang mungkin
meragukan, relevan yaitu pencatatan data yang komprehensif biasanya banyak
data yang harus dikumpulkan, sehingga menyita waktu perawat untuk
mengidentifikasi. Kondisi seperti ini bisa diantisipasi dengan membuat data
komprehensif tetapi singkat dan jelas. Mencatat data yang relevan sesuai
dengan masalah klien yang merupakan data fokus terhadap klien sesuai dengan
perkembangan pasien.
Dokumentasi keperawatan dilakukan sejak penilaian pra kedatangan
(prearrival) yaitu saat menerima informasi pasien IGD akan datang. Informasi ini
berasal dari kontak tim perawatan kesehatan awal. Kontak berasal dari dokter
atau perawat di lapangan yang melaporkan ke instalasi gawat darurat (IGD),
transfer dari fasilitas kesehatan lain, atau transfer dari rumah sakit daerah lain.
Penilaian pra kedatangan yang tentang gambaran awal pasien memungkinkan
perawat IGD untuk mulai mengantisipasi kondisi pasien dan kebutuhan fisiologis
serta psikologis. Penilaian pra kedatangan ini juga memungkinkan perawat untuk
menentukan sumber daya yang tepat yang dibutuhkan untuk merawat pasien.
Informasi yang diterima di fase pra kedatangan sangat penting karena
memungkinkan perawat IGD mempersiapkan lingkungan untuk memenuhi
kebutuhan khusus pasien dan keluarga (Tracy MF, 2014).
Penilaian cepat (quick check) segera diperoleh setibanya pasien di IGD
dan didasarkan pada penilaian parameter diwakili oleh akronim ABCDE.
Penilaian cek cepat adalah gambaran singkat dari kecukupan ventilasi dan
perfusi untuk memastikan intervensi dini untuk setiap situasi yang mengancam
jiwa. Penilaian juga difokuskan pada eksplorasi keluhan utama dan memperoleh
informasi dari tes diagnostik penting untuk melengkapi penilaian fisik. Penilaian
cepat adalah tampilan gawat darurat pasien, sangat penting karena memvalidasi
fungsi jantung dasar dan fungsi pernafasan (Tracy MF, 2014).
12
Wang, Haley, dan Yu (2011), memberikan gambaran dokumentasi
keperawatan yang berkualitas termasuk di IGD dilihat dari tiga kriteria, yaitu
struktur dan format dokumentasi, proses dokumentasi dan konten dokumentasi.
Dokumentasi keperawatan yang memenuhi kriteria kualitas akan memberikan
bukti tertulis yang kuat sebagai pertanggungjawaban perawat terhadap
pelayanan yang diberikan sehingga dapat digunakan sebagai bukti hukum jika
terjadi tuntutan (Baath, Balai-Lord, Johanson & Larson, 2007). Kuehl (2005),
menambahkan bahwa dokumentasi yang tepat, mudah dibaca dan lengkap akan
menjamin kualitas perawatan dari potensial gugatan malpraktik. Dokumentasi
keperawatan yang sesuai dengan standart keperawatan yang berlaku juga akan
menunjukkan kualitas dokumentasi yang baik dan kompetensi sebagai perawat
professional (Sadler & Meadows, 2004; Urquhart et al, 2009; Wang, Haley & Yu,
2011).
2.2.3 Proses Dokumentasi Keperawatan di Instansi Gawat Darurat
Proses dokumentasi keperawatan digunakan sebagai panduan prosedur
dan syarat dalam pemberian praktik keperawatan yang berkualitas (Hagos et al.,
2014). Menggunakan dokumentasi keperawatan dalam praktik keperawatan akan
membantu memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan perawatan
kesehatan pasien. Harapan pasien untuk perawat yang teregristrasi adalah
cukup berkompeten melakukan semua aspek proses keperawatan dengan
terampil diseluruh lingkup praktik keperawatan termasuk dibawah tekanan yang
tinggi seperti dalam lingkungan IGD. Proses keperawatan di IGD memiliki
keuntungan sebagai struktur logika yang memberikan pedoman pada perawat
ketika mendokumentasikan tindakannya secara sistematis sehingga menciptakan
dasar sebagai keperawatan profesional (Karkkaine & Erikson, 2004; Eeden,
2009).
13
Proses keperawatan sudah lama digunakan dalam pelaksanaan praktik
keperawatan pada pasien atau klien. Pertama kali digunakan oleh Lydia Hall di
awal tahun 1950-an melalui tiga tahapan, yaitu; pengkajian, perencanaan, dan
evaluasi (Tarwoto & Wartonah, 2006; Nursalam, 2008). Tahun 1960-an di
Amerika Serikat, proses keperawatan mulai dikembangkan yang memiliki tujuan
utama untuk menggambarkan aktivitas yang telah dilakukan oleh perawat
(Karkkaine & Eriksson, 2004). Proses dokumentasi keperawatan kemudian
dikembangkan oleh American Nurse Association (ANA) menjadi 5 tahapan, yaitu
pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Tarwato dan
Wartonah, 2006; Adeyemo & Olaogun, 2013; Ofi & Sowunmi, 2013). Proses
dokumenatsi keperawatan digunakan untuk membantu melaksanakan praktik
keperawatan secara sistematis dan memecahkan masalah keperawatan
(Tarwato & Wartonah, 2006).
Keperawatan profesional akan memberikan kualitas keperawatan
pelayanan keperawatan yang baik jika dapat mengaplikasikan proses
keperawatan (Alves, Lopes & Jorge, 2008; Hagos et al., 2014). Aplikasi proses
keperawatan memiliki karakteristik sistematis, fleksibel, dinamis dan siklus,
berpusat pada pasien, memiliki tujuan, orientasi pada masalah dan proses
kognitif (Hagos et al., 2014). Berikut uraian karakeristik dari proses dokumentasi
keperawatan.
Proses dokumentasi keperawatan terdiri dari lima tahapan yang saling
berhubungan dapat diaplikasikan di berbagai bidang keperawatan termasuk
gawat darurat. Proses dokumentasi keperawatan dalam bidang gawat darurat
memiliki fokus berbeda pada tahap pengkajian karena terkait kondisi akut pasien
atau kegawatdaruratan yang mengancam nyawa. Penerapan proses
keperawatan di IGD juga berbeda sesuai karakteristiknya, seperti tahap
pengkajian selesai dilakukan lalu akan langsung ditindaklanjuti ke tahap
14
implementasi untuk menyelamatkan kondisi yang mengancam nyawa (Iyer, 2004;
Asmadi, 2008).
Tahap pertama dari proses keperawatan adalah tahap pengkajian. Tahap
ini akan dibedakan menjadi 2 yaitu primer dan sekunder (Emergency Nurses
Association, 2007). Tahapan berikutnya akan dirumuskan keperawatan yang
mengancam jiwa, merencanakan tindakan yang tepat dan cepat, intervensi dan
evaluasi. Berikut tahapan proses keperawatan:
2.2.3.1 Pengkajian Keperawatan
Eeden (2009), menyatakan bahwa selama pengkajian, data dikumpulkan
secara sistematis untuk menentukan status kesehatan pasien. Lingkup
kegawatdaruratan, pengkajian keperawatan bersifat siklus, membutuhkan
perencanaan berkelanjutan, evaluasi dan pengkajian ulang (Curtis et al., 2009).
Tahapan pertama ini akan mendapatkan data-data pengkajian dari hasil
wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik. Data dalam pengkajian dapat
berupa data subyektif dan data obyektif. Data subyektif didapatkan dari
peryataan pasien atau yang berkaitan seperti dari keluarga atau staf prehospital
sedangkan data obyektif yang dapat dilihat dan diukur seperti pemeriksaan fisik
dan tanda vital (Kuckyt, 2006; Eeden, 2009).
Emergency Nurse Association (ENA) (2007), membagi tahapan pengkajian
dalam proses keperawatan menjadi 2, yaitu; pengkajian primer dan pengkajian
sekunder. Pengkajian primer merupakan data dasar dari seluruh intervensi
kegawatdaruratan yang diberikan dalam perawatan pasien sedangkan
pengkajian sekunder merupakan data kelanjutan dari pengkajian primer yang
bertujuan untuk menemukan seluruh abnormalitas atau cedera (Iyer, 2004; ENA,
2007). Berikut uraian pengkajian primer dan sekunder di IGD (Newberry &
Criddle, 2005; ENA, 2007) :
1. Pengkajian primer
15
Semua faktor yang dikaji dalam pengkajian primer adalah semua kondisi
yang kritis atau mengancam nyawa dan menyimpang jauh dari norma yang
membutuhkan tindakan segera. Proses pengkajian tidak akan dilanjutkan
ketahapan berikutnya sampai semua penyimpangan yang mengancam
hidup ditentukan dalam pengkajian primer dan mendapatkan intervensi
segera dan tepat. Pengkajian primer termasuk pengkajian jalan nafas,
pernafasan, sirkulasi dan disability (status neurologis). Data yang
dikumpulkan dalam pengkajian primer sebagai berikut;
a. Data Subjektif
Data subjekti terdiri dari peryataan singkat tentang keluhan utama,
pemicu peristiwa atau gejala awal sampai mendapatkan perawatan saat
ini, dan sumber data (pasien, keluarga yang lainnya, petugas
emergency medical services dan penolong pertama (by stander)
b. Data objektif
1) Airway (jalan nafas) dan Cervical Spine (tulang servikal)
Pertama kali dilakukan pengkajian jalan nafas dan ada tidaknya
resiko cidera tulang servikal di pengkajian primer. Pengkajian risiko
cedera tulang serikal dilakukan pada pasien yang mengalami
mekanisme cedera, gejala atau hasil pemeriksaan fisik yang
menunjukkan adanya cidera spinal sehingga perlu dilakukan
pemasangan stabilisasi atau immobilisasi tulang servikal. Pengkajian
jalan nafas di bagi menjadi 2 bagian, yaitu;
a) Jalan nafas terbuka dan bersih
Data subyektif yang dikaji yaitu; tidak ada riwayat yang
berhubungan dengan masalah jalan nafas dan sesak nafas atau
disfagia. Data obyektif yang perlu ditemukan, yaitu; pasien mampu
berbicara atau membuat suara sesuai usianya, tidak ada benda
16
asing yang terlihat dijalan nafas atas (darah, muntahan,
kehilangan gigi) dan kemudahan pengembangan dada turun naik
dengan ventilasi tekanan positif.
b) Jalan nafas tertutup sebagian atau tertutup total yang
membutuhkan intervensi segera
Data subyektif yang dikaji yaitu; trauma pada wajah, mulut, faring,
leher atau dada, pasien mengeluh sulit menelan saat makan, sisa
muntahan, kontak dengan alergen, dan riwayat pasien menaruh
benda di mulut. Data obyektif yang perlu ditemukan yaitu; retraksi
substernal dan interkostal, kelemahan atau paralisis wajah, batuk
yag keras, penurunan kesadaran, sianosis, stridor, panik dan
tangan memegang leher, pasien tidak bisa berbicara, dan tidak
ada nafas. Kemungkinan penyebab terjadinya obstruksi jalan
nafas,yaitu; lidah jatuh kebelakang termasuk jalan nafas atas,
saliva atau sputum, muntahan, darah, gigi, makanan, benda kecil
yang masuk ke mulut, edema jalan nafas akibat alergi dan
kerusakan jalan nafas akibat trauma pada wajah atau leher.
Pengkajian tulang servikal pada pemeriksaan jalan nafas
dibedakan menjadi 2, yaitu ;
a) Stabil
Data subyektif yang dikaji yaitu; tidak ada riwayat trauma,
penyakit degeneratif tulang, dan tidak ada keluhan nyeri pada
pergerakan atau palpasi leher. Data obyektif yang perlu
ditemukan yaitu: sensasi dan pergerakan seluruh ekstremitas
tanpa batasan atau kelemahan, dan tidak ada kerusakan
bernafas
b) Tidak stabil atau membutuhkan intervensi segera
17
Data subyektif yang dikaji, yaitu; trauma langsung kewajah
dan leher, trauma mengakibatkan deselerasi mendadak pada
kecelakaan sepeda motor atau terjatuh, mati rasa atau
kesemutan kepada ekstremitas, nyeri leher atau tidak ada,
syok elektrik. Data obyektif yang perlu ditemukan, yaitu;
paralisis atau parestesia, nafas abdominal, kelemahan,
inkontinesia blader/ bowel, kehilangan sensasi simpatis,
hipotensi, bradikardi, kehilangan sensasi sfigter, hipotermi,
kulit dingin dan kering.
2) Breathing (pernafasan)
Kemungkinan penyebab terjadinya gangguan dalam pernafasan,
yaitu akibat proses penyakit, trauma (tumpul atau tajam) dan
terpapar obat atau bahan kimia. Pengkajian pernafasan dibagi
menjadi 2 yaitu;
a) Dapat diterima
Data subyektif yang dikaji yaitu; tidak ada distres, tidak ada
riwayat trauma pada dada atau abdomen, dan tidak ada
penyimpangan pola nafas pasien. Data obyektif yang perlu
sekunder dan berfokus (ENA, 2007). Hasil dari pemeriksaan
diagnostik atau laboratorium harus didokumentasikan dengan
baik setiap harinya (ENA, 2007).
Perawat yang mampu melakukan pengkajian secara tepat,
cermat dan teliti akan dapat mengetahui abnormalitas pada
sistem tubuh yang mengalami gangguan. Sadler dan
Meadows (2004), menyatakan bahwa perawat IGD harus
mampu mengenali adanya abnormalitas pada sistim tubuh dan
18
berpartisipasi dalam penatalaksanaan medis yang tepat, baik
untuk pengobatan dan pembedahan umum, maupun pediatrik,
remaja dan geriatrik ataupun kondisi khusus, seperti; gagal
ginjal, trauma, dermatologi (luka bakar), neurologis, psikiatrik,
kardiak, obstetri, neonatus, onkologi, dental dan jenis kasus
lainnya. Kasus yang datang ke IGD tidak ada batasannya
terhadap jenis pasien oleh karena itu, tidak ada alasan
perawat tidak dapat mengkaji pasiennya dengn tepat.
Pengkajian di IGD memiliki standarisasi sendiri yang
membedakannya dengan pengkajian dibidang keperawatan
lainnya. Pengkajian data obyektif dan subyektif di IGD harus
dilakukan dengan waktu 2-5 menit. Pengkajian keperawatan
merupakan proses berkelanjutan yang perlu dilakukan oleh
perawat gawat darurat di IGD yang memiliki kriteria standar
pengkajian pasien akut dan kritis sebagai berikut:
1. Data dikumpulkan dari pasien, keluarga, tenaga kesehatan
lainnya dan komunitas dengan tepat untuk
mengembangkan gambaran kebutuhan pasien secara
holistik.
2. Prioritas pengumpulan data tergantung dari karakteristik
pasien.
3. Data yang dikumpulkan menggunakan pengkajian berdasarkan
studi ilmiah menggunakan alat dan teknik yang tepat
4. Keputusan dibuat dengan membandingkan atau mencocokan
pengetahuan
5. Data yang relevan harus didokumentasikan
19
6. Data yang relevan dikomunikasikan dengan tim kesehatan yang
lain
Pengkajian yang akurat dan tepat akan menjadi dasar dalam
merumuskan diagnosis keperawatan dan merencanakan tindakan keperawatan
yang efektif sampai mengevaluasi rencana (Subekti, Hadi & Utami, 2012;
Dermawan, 2012)
2.2.3.2 Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah tahapan kedua dari proses keperawatan.
Kuckyt (2006) mengatakan bahwa diagnosa merupakan keputusan klinis tentang
respon individu pada masalah kesehatan yang dihadapi baik aktual atau
potensial. Perumusan diagnosis perlu pemikiran kritis perawat dan pemahaman
dalam anatomi fisiologi, patofisiologi, pertumbuhan dan perkembangan manusia.
Perumusan diagnosis harus dikuasai perawat untuk dapat mempertimbangkan
diagnosis yang tepat dari data pengkajian yang dikumpulkan sehingga dapat
digunakan sebagai pedoman untuk tahapan berikutnya perencanaan, intervensi
dan evaluasi (Dermawan, 2012).
Data pengkajian telah terkumpul akan digunakan sebagai pertimbangan
merumuskan diagnosis keperawatan. Data yang terkumpul akan dianalisa,
interpretasi data berdasar patofisiologinya dan merumuskan masalah
keperawatan (Kuckyt, 2006; Subekti, Hadi & Utami, 2012; Dermawan, 2012).
Pernyataan tersebut didukung oleh Nettina dan Mills (2006) bahwa diagnosis
keperawatan diformulasikan setelah data pengkajian diorganisir, dianalisa,
disintesis dan disimpulkan. Perumusan diagnosis keperawatan perlu peninjauan
kriteria atau batasan karakteristik yang telah ditetapkan NANDA (Iyer, 2004;
Subekti, Hadi & Utami, 2012; Dermawan, 2012). Diagnosis akan memberikan
20
dasar dalam menyusun rencana keperawatan untuk mencapai akhir yang
diinginkan untuk pasien (Eeden, 2009 ; Paans et al., 2010).
Salah satu kriteria standar dalam penyusunan diagnosis keperawatan
pada pasien akut dan kritis di IGD adalah diagnosis dan masalah keperawatan
disusun berdasar data pengkajian. Data yang sudah terkumpul akan dilakukan
analisis data, interpretasi data berdasar patofisiologinya sehingga dapat
dirumuskan masalah keperawatan yang menjadi bagian dari diagnosis
keperawatan (Kuckyt, 2006; Subekti, Hadi & Utami, 2012; Dermawan, 2012).
Nettina dan Mills (2006), juga sependapat dengan hal tersebut yang menyatakan
bahwa diagnosis keperawatan diformulasikan setelah data pengkajian
diorganisir, dianalisis, disintesis dan disimpulkan.
Sumber data yang tepat dan pemiliran kritis yan dilakukan perawat akan
menghasilkan diagnosis yang tepat. Pemahaman perawat untuk mengetahui
sumber data sangat penting sehingga perlu mempelajari batasan karakteristik
dalam NANDA (North American Nursing Diagnosis Association). Diagnosis yang
dirumuskan akan memiliki jenis sesuai batasan karakteristik yang ditentukan.
a. Tipe Diagnosis Keperawatan
Batasan karakteristik yang ditetapkan akan membantu perawat dalam
menegakan diagnosis keperawatan yang tepat. Hasil penelitian bahwa perawat
lebih banyak menegakan diagnosis keperawatan tipe aktual. Diagnosis aktual
yang ditegakan oleh perawat IGD dari data nyata masalah kegawatdaruratan
yang dilihat pada pasien yang msuk ke IGD. Kondisi gawat tersebut sudah
menjadi data yang nyata mengancam nyawa atau kehidupan dari pasien yang
akan masuk IGD.
Menurut Aacharya, Gastmans, dan Danier (2011), bahwa keperawatan
gawat darurat adalah kombinasi distress (tekanan) fisik dan psikologis yang
muncul mendadak yang menyebabkan pederitaan dan ancaman nyawa sehingga
21
pasien dalam situasi kegawatdaruratan yang mendorongnya masuk IGD.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa distress fisik dan psikologis yang
dialami pasien benar-benar nyata gawat darurat dan mengancam nyawa
sehingga data tersebut dapat merumuskan data aktual. Dermawan (2012),
bahwa diagnosis aktual dirumuskan berdasar kondisi klinis yang telah divalidasi
melui batasan karakteristik yang diidentifikasi. Penentuan diagnosis aktual
ditegakkan jika memiliki data yang cukup dan valid sesuai batasan
karakteristiknya. Batasan karakteristik dapat ditinjau dari kriteria NANDA (Iyer,
2004; Subekti, Hadi, Utami 2012; Dermawan, 2012).
Penyusunan diagnosis keperawatan terdiri dari beberapa komponen yang
tergantung dari tipe diagnosis. Paans et al., (2010) menyatakan komponen
diagnosis yang tepat meliputi faktor yang berhubungan dengan tanda dan gejala.
Tarwoto dan Wartonah (2006) bahwa diagnosis terdiri dari PES (Problem Etiologi
dan Symptom). Penulisan formulasi diagnosis relatif jarang dilakukan dan tidak
didokumentasikan dengan baik (Paans et al., 2010). Berikut tipe diagnosis
keperawatan
1. Diagnosis aktual.
Diagnosis yang menyatakan keadaan klinis yang telah divalidasai melalui
batasan karakteristik yangdiidentifikasi. Diagnosis ini ditegakan jika sudah
cukup data yang valid ditemukan sesuai batasan karakteristik. Komponennya
adalah PES.
2. Diagnosis resiko/resiko tinggi
Yaitu diagnosis yang ditegakkan berdasar keputusan klinis bahwa individu,
keluarga atau komunitas memiliki kerentanan mengalami masalah,
dibandingkan dengan lainya dalam situasi yang sama atau hampir sama.
Diagnosis resiko tinggi ditegakan pada klien yang lebih menentukan
perkembangan pasien kearah hasil dan tujuan serta harus
22
mendokumentasikan respon pasien terhadap intervensi pengobatan dan
perkembanganya.
Berdasar hal tersebut, diagnosis aktual menjadi diagnosis utama yang
ditegakan perawat untuk segera diberikan tindakan kegawatdaruratan. Tipe
diagnosis keperawatan yang lain mungkin ditegakkan, tapi tidak banyak dan tidak
menjadi prioritas utama perawat untuk memberikan tindakan pertolongan segera.
b. Keterbatasan Perumusan Diagnosis Keperawatan
Keterbatasan dalam merumuskan diagnosis keperawatan dapat terjadi
jika tidak mengalami batasan karakteristik dan komponen dari diagnosis
keperawatan. Hasil penelitian menggambarkan bahwa pengetahuan perawat
dalam merumuskan diagnosis belum cukup terutama ketidaktahuan dalam
menyusun komponen diagnosis. Ketidaktahuan dalam menyusun komponen
diagnosis keperawatan dapat terjadi akibat kurang pemahaman dalam menyusun
diagnosis.
Hasil penelitian Paans et al. (2010), bahwa penulisan formulasi diagnosis
keperawatan relatif jarang dilakukan dan tidak terdokumentasi dengan baik.
Tarwoto dan Wartonah (2006), bahwa diagnosis keperawatan aktual yang tepat
terdiri dari 3 komponen yaitu Problem, Etiologi, Symptom (PES). Formulasi atau
komponen tidak dilakukan karena faktor pengetahuan yang dimiliki perawat.
Penelitian Adeyemi dan Olagon (2013), bahwa faktor pengetahuan perawat
memilik pengaruh lebih besar dari faktor lainya dalam aplikasi proses
keperawatan sehingga perawat tidak dapat merumuskan sesuai formulasi
diagnosis keperawatan.
Pemahaman tentang komponen diagnosis keperawatan perlu dipelajari
kembali oleh perawat. Diagnosis keperawatan dapat dipelajari dengan
pendidikan atau pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan pengetahuan dan
menjalankan evaluasi keperawatan. Penelitian Powell et al. (2012) bahwa jumlah
23
pasien yang berlebihan akan menyebabkan situasi IGD ramai dan sibuk dan
berdampak beban kerja perawat tinggi yang mempengaruhi kualitas
perawatanya.
Situasi yang ramai dengan banyaknya pasien dan kesibukan petugas
kesehatan memberikan tindakan kegawatdaruratan pasien akan membuat
lingkungan kerja yang tidak kondusif di IGD dan menjadi keterbatasan evaluasi
keperawatan. Hasil penelitian bahwa situasi yang ramai akibat pasien datang ke
IGD berlebihan membuat evaluasi keperawatan sulit dilaksanakan secara
lengkap atau bahkan tidak terlaksana. Situasi yang banyak pasien dan ramai
disebut crowding sehingga area IGD yang paling sensitif (Moskop et al., 2009;
Aacharya, Gastmans & Denier, 2011). Jika pasien melebihi kapasitas disebut
overcrowding yang menjadi masalah umum yang dihadapi perawat di IGD
sehingga beban kerja menjadi tinggi dan berpengaruh pada kualitas pelayanan
keperawatan yang diberikan termasuk melaksanakan evaluasi keperawatan
(Baer, Pasternack & Zwemer, 2001; Hoot & Aronsky, 2008; Kolb, peck,
Schoening & Lee, 2008; Powell et al., 2012).
2.2.3.3 Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan merupakan tahapan dimana perawat menetapkan
tujuan keperawatan, penetapan hasil, penetapan rencana tindakan yang akan
diberikan kepada klien untuk memecahkan masalah yang dialami klien serta
rasional dari masing-masing rencana tindakan yang akan diberikan kepeda klien
(Hutahean, 2010).
2.2.3.4 Implementasi Keperawatan
Tahap implementasi merupakan tahap pelaksanaan dari rencana
keperawatan yang bertujuan membantu klien mencapai tujuan yang telah
24
ditetapkan yang meliputi peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping
2.2.3.5 Evaluasi Keperawatan
Yaitu tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan analisa
seberapa jauh diagnosis keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya
sudah berhasil dicapai. Evaluasi ini dilakukan dengan melihat repon klien
sehingga perawat dapat mengambil keputusan sebagai berikut :
a. Mengakhiri rencana asuhan keperawatan (jika klien telah mencapai
tujuan yang ditetapkan)
b. Memodifikasi rencana asuhan keperawatan (jika klien mengalami
kesulitan untuk mencapai tujuan)
c. Meneruskan rencana asuhan keperawatan (jika klien memerlukan waktu
yang lebih lama untuk mencapai tujuan) (Nursalam , 2008)
2.2.4 Bentuk Dokumentasi Keperawatan di IGD
Buku tertulis atau catatan dari tindakan yang telah dilakukan dapat
menggunakan berbagai bentuk dan tipe pencatatan. Hector (2009) menyatakan
bukti tertulis atau dokumentasi keperawatan dapat berbentuk kertas atau
dokumen elektronik, seperti catatan medis elektronik, faks, email, audio, video
tape atau gambar. Iyer (2004), menyampaikan bahwa banyak tren atau tipe
pencatatan yang digunakan perawat dalam mencatat pelayanan yang diberikan,
diantaranya pencatatan naratif, berorientasi maslah, pencatatn PIE, pencatatan
focus, charting by exception, pencatatan dengan alur klinis dan pencatatan
dengan komputerisasi atau elektronik.
Berikut beberapa bentuk dan tipe pencatatan yang digunakan di IGD
25
1. Pencatatan narasi
Pencatatan narasi atau free text paper chart adalah pencatatan yang sudah
lama digunakan dan paling sederhana dengan cara mengisi ruang kosong di
kertas terkait keluhan utama sampai akhir perawatan (Yu & green, 2009).
Pencatatan narasi merupakan catatan harian atau format cerita dalam bentuk
paragraf sederhana yang menggambarkan status pasien, intervensi,
pengobatan serta respon pasien terhadap intervensi. (Iyer, 2004; Yu &
Green, 2009).
Format SOAP (data subyektif dan obyektif, assessment/pengkajian,
diagnosis keperawatan, perencanaan) atau SOAPIE (Subyektif & Obyektif,
assessment atau diagnosis keperawatan, perencanaan, intervensi dan
evaluasi). Keuntungan dan kerugian yaitu (Iyer, 2004; Subekti, Hadi & Utami,
2012)
a. Keuntungan dari pencatatan berorientasi masalah, terstruktur, SOAPIE
mencerminkan proses keperawatan, berorientasi pada maslah dan
sebagai rekam medis yang terintegrasi
b. Kerugian dari pencatatan ini: kesulitan menentukan tempat yang tepat
untuk dokumentasi dan pengulangan data pengkajian
2. Pencatatan PIE
PIE (problem atau masalah, intervensi dan evaluasi) merupakan format
dokumentasi berorientasi pada masalah seperti SOAP. Pencatatan SOAP
berakar dari model medis sedangkan PIE berdasarkan proses keperawatan.
Tujuan pencatatan PIE adalah menyederhanakan proses dokumentasi,
menyatukan rencana perawatan dan catatan perkembangan serta menulis
catatan ringkas mengenai asuhan keperawatan yang direncanakan dan
diberikan. Karakteristik PIE yaitu: mengkaji data pasien sejak masuk RS,
intervensi di catat dalam lembar alur (flowsheet) dan evaluasi dilakukan minimal
26
delapan jam atau pergantian dinas (Subekti, Hadi & Utami, 2012). Keuntungan
dan kerugian dari pencatatan PIE:
a. Keuntungan: menggunakan proses keperawatan, identifikasi masalah dan
intervensi berkelanjutan, memberikan gambaran klien sejak masuk sampai
pulang
b. Kerugian: tidak dapat digunakan oleh disiplin lainya, pencapaian hasil yang
dicapai pasien tidak ditentukan secara jelas dan dokumentasi menjadi
panjang jika mencatat maslah setiap 8-24 jam terutama pasien dengan
banyak masalah
3. Pencatatan fokus
Menggunakan proses keperawatan untuk mengorganisai dokumentasi dan
klien sebagai sentralnya (Subekti, Hadi & Utami, 2012). Perawat mengalami
frustasi akibat keterbatasan format SOAP sehingga dibentuk sistem pencatatan
fokus. Pencatatan fokus akan mengatur dokumentasi naratif dengan memasukan
data, tindakan dan respon atau DAR (Data, Action, Response) untuk setiap
masalah yang diidentifikasi (Iyer, 2004; Subekti et al., 2012). DAR telah
dimodifikasi menjadi AIE (Asessment, Implementation, Evaluation) untuk
memudahkan perawat mendokumentasikan masalah yang multipel secara akurat
(Blair & Smih, 2012). Beberapa keuntungan dan kerugian pencatatan fokus (Iyer,
2004; Subekti et al., 2012)
a. Keuntungan: fleksibel, waktu lebih singkat, mudah digunakan dan dimengerti
oleh tim lain
b. Kerugian: kerancuan pada tindakan yang akan dan atau telah dilakuka,
kesulitan mengkonstruksi catatan fokus yang akurat dan logis
4. Pencatatan Charting by Execption (CBE)
CBE merupakan sistem pencatatan yang mencatat secara naratif
hasil/penemuan yang menyimpang dari normal atau standart (Subekti et al.,
27
2012). Motivasi dikembangkan sistem CBE meliputi: mengatasi masalah
dokumentasi, menghemat waktu, membuat laporan dinas serta informasi terbaru
status pasien. Komponen inti dari CBE, yaitu (Iyer, 2004; Subekti et al., 2012)
a. Flowsheet yang berisi penjabaran dan penemuan termasuk insruksi
dokter/perawat, grafik, caatan edukasi dan pemulangan
b. Pencatatan dilakukan sesuai standart dengan standart praktik keperawatan
untuk mengurangi pencatatan secara rutin
c. Data dasar keperawatan dan perencanaan sesuai diagnosis
d. Catatan perkembangan SOAP
Beberapa keuntungan dan kerugian CBE (Iyer, 2004; Subekti et al., 2012)
a. Keuntungan: data baru tersedia disamping tempat tidur, data yang tidak
normal sangat jelas dan mudah dipahami, data normal tidak menganggu
informasi lainya, menghemat waktu karena catatan rutin dan observasi tidak
tertulis, dan rencana tindakan ditulis secara permanen.
b. Kerugian: duplikasi catatan, butuh perawat terintegrasi, catatan narasi terlalu
singkat, catatan rutin diabaikan, tidak mengakomodasi catatan dari tim lainya.
5. Pencatatan komputerisasi
Perkembangan saat ini telah banyak menggunakan dokumentasi dengan
sistem komputerisasi untuk menghemat waktu perawat dalam mengerjakan
dokumentasi. Kelley, Brandon, dan Docherty (2011) memiliki pendapat berbeda
dalam peninjauan literaturnya tentang dokumentasi keperawatan elektronik
menemukan bahwa tidak ada asumsi yang mendasari konversi dari dokumentasi
kertas ke elektronik dapat meningkatkan kualitas perawatan pasien sehingga
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
a. Keuntungan: catatan mudah dibaca, siap tersedia, produktivitas perawat
membaik, mengurangi kerusakan catatan dan dokumentasi yang berlebihan
serta menunjang proses keperawatan dan sesuai standart keperawatan
28
b. Kerugian: catatan tidak dapat dbawa kemana-mana, kurang fleksibel karena
sudah terprogram, kerahasiaan dan kemanan kurang terjamin, gangguan
kerusakan komputer (downtime), resistensi perubahan, keterbatasan format
catatan dan komputer serta biaya pembelian software dan hardware tinggi.
2.2.5 Aspek Legal Dokumentasi Keperawatan
Keuntungan dan kerugian dari variasi bentuk dokumentasi perlu menjadi
pertimbangan untuk memudahkan dalam aplikasi dan dapat digunakan sebagai
bukti hukum. Dokumentasi digunakan sebagai landasan berbagai kasus gugatan,
tuntutan malpraktik atau sebagai alat pembela diri perawat, dokter atau fasilitas
(Iyer, 2004). Situasi IGD yang banyak pasien dan situasi kritis akan
meningkatkan tuntutan hukum terhadap perawat (Giordano, 2003).
Aspek legal bagi perawat adalah dokumentasi keperawatan sebagi bukti
hukum dalam memberikan asuhan keperawatan (Dermawan, 2012). Legal
adalah sesuai dengan hukum (Subekti, et al, 2012). Menurut hukum jika sesuatu
tidak didokumentasikan berarti pihak yang bertanggungjawanb tidak melakukan
apa yang seharusnya dilakukan (Dermawan, 2012). Perawat yang tidak
melakukan dokumentasi secara akurat dapat dituntut malpraktik. Kelalaian atau
negligence yang dilakukan perawat salah satunya adalah kegagalan dalam
pengkajian, melaporkan atau mencatat perubahan tindakan medis dan kurang
akuratnya dokumentasi (Giordano, 2003; Dermawan, 2012).
Perawat harus memiliki kemampuan untuk melakukan dokumentasi
keperawatan yang akurat dan dipercaya tentang perawatan yang diberikan
(Dermawan, 2012). Perawat gawat darurat memiliki tanggung jawab sebagai
pembela pasien dalam lingkungan sibuk dan kritis sehingga perawat harus
mengikuti standart keperawatan yang ada termsuk melakukan dokumentasi
29
keperawatan yang akurat sesuai standart (Giordano, 2003; Iyer, 2004). Syarat
dokumentasi yang dapat dipercaya (Dermawan, 2012):
1. Dokumentasi dikerjakan pada periode sama artinya dokumentasi
perawatan dilakukan sewaktu perawatan diberikan
2. Dokumentasi ditulis akurat tentang apa yang dilakukan dan bagaimana
respon pasien
3. Dokumentasi mencakup kejujuran tentang apa yang sebenarnya
dilakukan atau yang diamati
4. Dokumentasi harus tepat sesuai apa yang dianggap nyaman untuk
dibahas di lingkungan umum.
Dokumentasi yang dikerjakan sesuai pedoman atau standar keperawatan
akan mencegah terjadinya kelalaian atau tuntutan malpraktik. Salah satu elemen
kelalaian adalah kegagalan untuk melakukan tugas sesuai standart yang berlaku
(Giordano, 2003; Subekti et al., 2012). Subekti et al., (2012) menyatakan bahwa
perawat menghabiskan 35-40 menit untuk pencatatan per dinas. Keparahan
kondisi seperti IGD akan menentukan waktu pencatatan dan kenyataanya
perawat banyak melakukan pencatatan duplikasi atau pengulangan sehingga
banyak yang tidak terdokumentasi akurat karena terbatasnya waktu.
Dokumentasi yang buruk merupakan indikasi membutuhkan investigasi
lebih lanjut untuk dinilai apakah perawatan yang diberikan kurang optimal atau
tidak diberikan (Blair & Smith, 2012; Dermawan, 2012). Berbagai upaya telah
dikembangkan untuk memperbaiki dokumentasi keperawatan. Wang, Hailey, dan
Yu (2011) menyatakan pendekatan yang digunakan dalam perbaikan
dokumentasi meliputi pencatatan menggunakan sistem elektronik, standardisasi
sistem dokumentasi, aplikasi teori khusus keperawatan, pendidikan dan
perubahan organisasi. Lay, Long dan Lau (2006) dalam penelitian retrospektif di
unit trauma bahwa perubahan bentuk format dokumentasi menggunakan
30
pencatatan pre formatted akan membantu memperbaiki dokumentasi trauma.
Implementasi model dan teori keperawatan yang terstruktur disertai pelatihan
simultan seluruh staf keperawatan dan dukungan manajemen akan membantu
meningkatkan kualitas dokumentasi (Karkkainen & Eriksson, 2005; Darmer et al.,
2006).
Beberapa penelitian mendukung bahwa edukasi dan dukungan organisasi
berperan penting dalam memperbaiki dokumentasi keperawatan. Wang, Halley,
dan Yu (2011) bahwa edukasi dan dukungan otoritas organisasi disertai
penggunaan standarisasi bahasa keperawatan dapat meningkatkan kualitas
dokumentasi. Edukasi dan dukungan organisasi juga akan membantu perawat
memahami teori proses keperawatan dan memperbaiki ketrampilan klinis yang
layak dalam melakukan pengkajian keperawatan sistematis, formulasi diagnosis
keperawatan yang akurat, perencanaan yang konkrit dan intervensi keperawatan
yang efektif serta pendokumentasian hasil observasi keperawatan (Nilson dan
Willman, 2000; Bjorvell et al., 2002; Florin et al., 2005; Muller Staub et al., 2007).
2.3 Theory Of Planed Behavior
2.3.1 Sejarah Theory of Planed Behavior
Theory of Planed Behavior (TPB) sebagai salah satu teori yang terbaik
pada ilmu perilaku yang telah digunakan dalam beberapa penelitian untuk
menjelaskan perilaku dan mengidentifikasi faktor-faktor penting yang
mempengaruhi. Teori ini digunakan sebagai kerangka karena dari berbagai
penelitian telah menunjukkan ketepatan dalam memprediksi niat dan perilaku
kelompok yang berbeda dari petugas kesehatan (Eccles et al., 2006; Perkins et
al., 2007). TPB didasarkan pada prinsip logis bahwa orang akan mengevaluasi
konsekuensi sebelum melakukan tindakan tertentu (Sharifirad et al., 2015).
Menurut TPB, tindakan manusia dipandu oleh tiga macam pertimbangan:
31
keyakinan tentang kemungkinan hasil dari perilaku dan evaluasi dari hasil
(attitude toward behavior), keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan
motivasi untuk mematuhi harapan-harapan ini (subjective norm ), dan keyakinan
tentang adanya faktor-faktor yang dapat memfasilitasi atau menghambat kinerja
perilaku dan kekuatan yang dirasakan dari faktor-faktor ini (perceived behavioral
control) (Ajzen, 1991; Javadi M et al, 2013).
Intensi berperilaku adalah kemauan seseorang atau kecenderungan
seseorang untuk melakukan sesuatu. Salah satu teori yang terkenal dalam
menjelaskan intensi berperilaku adalah Theory of Reasoned Action. Teori ini
pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada tahun 1980 (Jogiyanto, 2007). Teori ini
disusun menggunakan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku dengan cara
yang sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia. Dalam TRA
ini Ajzen menyatakan bahwa niat seseorang melakukan perilaku akan
menentukan dilakukan atau tidak dilakukan perilaku tersebut (Ajzen, Albarracin,
& Hornik, 2010).
Lebih lanjut Ajzen mengemukakan bahwa niat melakukan atau tidak
melakukan perilaku dipengaruhi oleh dua penentu dasar, yang pertama
berhubungan dengan sikap (attitude toward behavior) dan yang lain
berhubungan dengan pengaruh social yaitu norma subjektif terhadap niat untuk
dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku, Ajzen melengkapi TRA ini dengan
keyakinan (belief) (Fishbein & Ajzen, 2010).
Gambar 2.1 Theory of Reasoned Action (Ajzen, 1991)
Keyakinan pada
perilaku
Sikap terhadap
perilaku
Keyakinan pada
norma
Norma
subjektif
Intensi/ Niat
Perilaku
32
Pada tahun 1985-1988 Ajzen menyempurnakan faktor yang
mempengaruhi intensi selain sikap dan norma subjektif adalah PBC (Perceived
Behavior Control) teori yang disempurnakan ini dikenal dengan theory of planed
behavior (TPB). PBC merupakan persepsi individu mengenai mudah atau
tidaknya individu melakukan perilaku dan diasumsikan merupakan refleksi dari
pengalaman yang telah terjadi sebelumnya juga hambatan yang diantisipasi.
TPB dikembangkan untuk memprediksi perilaku yang sepenuhnya tidak didasari
oleh kemampuan diri sendiri. TPB percaya bahwa semakin kuat intensi
seseorang melakukan sesuatu maka semakin kuat seseorang melakukannnya
(Fishbein & Ajzen, 2010).
2.3.2 Bagan Theory of Planed Behavior
Gambar 2.2 Theory of Planed Behavior (Fishbein & Ajzen, 2010).
Theory of Planned Behavior (TPB) menyampaikan bahwa perilaku yang
ditampilkan oleh individu timbul karena adanya intensi/ niat untuk berperilaku.
Sedangkan munculnya niat berperilaku ditentukan oleh 3 faktor penentu yaitu :
Persepsi tentang
kemampuan
Keyakinan pada hasil perilaku Sikap
terhadap perilaku
Keyakinan tentang harapan orang lain Norma
subjektif
Intensi/
Niat
Perilaku
Persepsi
terhadap kontrol
Keyakinan tentang dukungan & hambatan
Evaluasi pada
hasil perilaku
Motivasi memenuhi harapan orang lain
33
1) Attitude toward behavior, yaitu keyakinan individu akan hasil dari suatu
perilaku (beliefs strenght/ behavioral beliefs) dan evaluasi atas hasil
tersebut (outcome evaluation),
2) Subjective norm, yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang lain
(normative beliefs) dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut
(motivation to comply), dan
3) Perceived behavioral control, yaitu keyakinan tentang keberadaan hal-hal
yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan
(control beliefs) dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang
mendukung dan menghambat perilakunya tersebut (power beliefs).
Hambatan yang mungkin timbul pada saat perilaku yang ditampilkan
dapat berasal dari dalam diri sendiri maupun lingkungan.
Secara berurutan behavioral beliefs menghasilkan sikap terhadap
perilaku positif atau negatif, normative beliefs menghasilkan tekanan sosial yang
dipersepsikan (perceived social pressure) atau norma subyektif (subjective norm)
dan control beliefs menimbulkan perceived behavioral control atau kontrol
perilaku yang dipersepsikan (Fishbein & Ajzen, 2010).
Menurut Reams et al (2013) petugas kesehatan dengan kontrol perilaku
(PBC) yang lebih tinggi memiliki perilaku yang lebih baik pada orang dewasa
pada pelatihan di bidang penyakit menular seksual. Nai-Ying et al menemukan
kontrol perilaku (PBC) menjadi faktor terkuat dari niat perawat untuk merawat
pasien SARS (Tersptra & Lindell, 2012). Dalam Bunce dan Birdi menyampaikan
kontrol perilaku dapat memprediksi perilaku dokter mengenai niat dokter untuk
meminta otopsi rumah sakit sebagai fungsi kontrol pekerjaan (Semenza,
Ploubidis & George, 2011).
Bagan diatas dapat menjelaskan empat hal yang berkaitan dengan
perilaku manusia, yaitu :
34
1) Hubungan yang langsung antara tingkah laku dan intensi. Hal ini dapat
berarti bahwa intensi merupakan faktor terdekat yang dapat memprediksi
munculnya tingkah laku yang akan ditampilkan individu.
2) Intensi dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu sikap individu terhadap tingkah
laku yang dimaksud (attitude toward behavior), norma subyektif
(subjective norm), dan persepsi terhadap kontrol yang dimiliki (perceived
behavioral control).
3) Masing-masing faktor yang mempengaruhi intensi diatas (sikap, norma,
subyektif dan PBC) dipengaruhi oleh anteseden lainnya, yaitu beliefs.
Sikap dipengaruhi oleh behavioral beliefs, norma subyektif dipengaruhi
oleh normatif beliefs, dan PBC dipengaruhi oleh beliefs tentang kontrol
yang dimiliki disebut control beliefs. Baik sikap, norma subyektif dan PBC
merupakan fungsi perkalian dari masing-masing beliefs dengan faktor
lainnya yang mendukung.
4) PBC merupakan ciri khas teori ini dibandingkan dengan TRA. Pada bagan
diatas dapat dilihat ada dua cara yang menghubungkan tingkah laku
dengan PBC. Cara pertama diwakili oleh garis penuh yang
menghubungkan PBC dengan tingkah laku secara tidak langsung melalui
perantara intensi. Cara kedua adalah hubungan secara langsung antara
PBC dengan tingkah laku yang digambarkan dengan garis putus-putus,
tanpa melalui intensi (Fishbein & Ajzen, 2010).
35
Gambar 2.3 Theory of Planed Behavior and Bacground Factors (Ajzen, Albarracin, & Hornik, 2010).
Penjelasan mengenai background factors memang masih menjadi
pertanyaan empiris mengenai seberapa jauh pengaruhnya terhadap belief,
intensi dan tingkah laku. Namun, faktor ini pada dasarnya tidak menjadi bagian
dari TPB yang dikemukakan oleh Ajzen, melainkan hanya sebagai pelengkap
untuk menjelaskan lebih dalam determinan tingkah laku manusia.
2.3.2.1 Intensi
Ajzen mengungkapkan bahwa intensi merupakan indikasi seberapa kuat
keyakinan seseorang akan mencoba suatu perilaku, dan seberapa besar usaha
yang akan digunakan untuk melakukan sebuah perilaku (Fishbein & Ajzen,
2010).. Hastono (2007) mendefinisikan intensi (niat) sebagai keinginan untuk
melakukan perilaku. Dapat dikatakan bahwa seseorang berperilaku karena faktor
keinginan, kesengajaan atau karena memang sudah direncanakan. Niat
berperilaku (behavioral intention) masih merupakan suatu keinginan atau
rencana. Dalam hal ini, niat belum merupakan perilaku, sedangkan perilaku
(behavior) adalah tindakan nyata yang dilakukan
Intensi merupakan faktor motivasional yang memiliki pengaruh pada
perilaku, sehingga orang dapat mengharapkan orang lain berbuat sesuatu
berdasarkan intensinya. Pada umumnya, intensi memiliki kolerasi yang tinggi
36
dengan perilaku, oleh karena itu dapat digunakan untuk meramalkan perilaku.
Intensi diukur dengan sebuah prosedur yang menempatkan subyek di dimensi
probabilitas subyektif yang melibatkan suatu hubungan antara dirinya dengan
tindakkan. Menurut Theory of Planned Behavior, intensi memiliki 3 determinan,
yaitu: sikap, norma subyektif, dan kendala-perilaku-yang-dipersepsikan (Fishbein
& Ajzen, 2010). Untuk melihat besar/bobot pengaruh masing-masing determinan
digunakan perhitungan analisis multiple regresi, dengan persamaan sebagai
berikut:
B ~ I = (AB) W1 + (SN) W2 + (PBC) W3
Keterangan: B = behavior = perilaku
I = intention = intensi melakukan perilaku B
AB = attitudes = sikap erhadap perilaku B
SN = subjective norms = norma subyektif
PBC = perceived behavior control = kendala perilaku yang
dipresepsikan
W1,2,3 = weight = bobot pengaruh
Keakuratan intensi dalam memprediksi tingkah laku tentu bukan tanpa
syarat, karena ternyata ditemukan pada beberapa studi bahwa intensi tidak
selalu menghasilkan tingkah laku yang dimaksud. Menurutnya Ajzen walaupun
banyak ahli yang sudah membuktikan hubungan yang kuat antara intensi dan
tingkah laku, namun pada beberapa kali hasil studi ditemukan pula hubungan
yang lemah antara keduanya (Fishbein & Ajzen, 2010). Diungkapkan oleh King
(1975 dalam Amaliah, 2008) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kemampuan intensi dalam memprediksi tingkah laku yaitu:
1. Kesesuaian antara intensi dan tingkah laku.
Pengukuran intensi harus disesuaikan dengan perilakunya dengan hal
konteks dan waktunya.
37
2. Stabilitas intensi
Faktor kedua adalah ketidakstabilan intensi seseorang. Hal ini bisa
terjadi jika terdapat jarak/jangka waktu yang cukup panjang antara
pengukuran intensi dan dengan pengamatan tingkah laku. Setelah
dilakukan pengukuran intensi, sangat mungkin ditemui hal-hal/ kejadian
yang dapat mencampuri atau mengubah intensi seseorang untuk
berubah, sehingga pada tingkah laku awal yang ditampilkannya tidak
sesuai dengan intensi awal. Semakin panjang interval waktunya, maka
semakin besar kemungkinan intensi akan berubah.
3. Literal inconsistency
Pengukuran tingkah laku sudah sesuai (compatible) dan jarak waktu
antara pengukuran intensi dan tingkah laku singkat, namun kemungkinan
terjadi ketidaksesuaian antara intensi dengan tingkah laku yang
ditampilkannya masih ada. Penjelasan literal inconsistency ini adalah
indvidu terkadang tidak konsisten dalam mengaplikasikan tingkah lakunya
sesuai dengan intensi yang sudah dilakukan sebelumnya. Hal ini bisa
disebabkan oleh beberapa alasan, diantaranya individu tersebut merasa
lupa akan apa yang pernah mereka ucapkan. Maka untuk mengantisipasi
hal ini strategi implementation intention, yaitu dengan meminta individu
untuk merinci bagaimana intensi tersebut akan diimplementasikan dalam
tingkah laku. Rincian mencakup kapan, di mana dan bagaimana tingkah
laku akan dilakukan.
4. Base rate
Base rate adalah tingkat kemungkinan sebuah tingkah laku akan
dilakukan oleh orang. Tingkah laku dengan base rate yang tinggi adalah
tingkah laku yang dilakukan oleh hampir semua orang, misalnya mandi,
makan. Sedangkan tingkah laku dengan base rate rendah adalah tingkah
38
laku yang hampir tidak dilakukan oleh kebanyakan orang, misal bunuh
diri. Intensi dapat memprediksi perilaku aktualnya dengan baik jika
perilaku tersebut memiliki tingkat base rate yang sedang, misal
pendokumentasian keperawatan.
Pengukuran intensi dapat digolongkan kedalam pengukuran belief.
Sebagaimana pengukuran belief, pengukuran intensi terdiri dari 2 hal, yaitu
pengukuran isi (content) dan kekuatan (strenght). Isi dari intensi diwakili oleh
jenis tingkah laku yang akan diukur, sedangkan kekuatan responnya dilihat dari
rating jawaban yang diberikan responden pada pilihan skala yang tersedia.
Contoh pilihan skalanya adalah mungkin-tidak mungkin dan setuju-tidak setuju.
Fishbein dan Ajzen (1975) menyatakan pengukuran intensi harus mengundang 4
elemen, yaitu tingkah laku, obyek target, situasi dan waktu (Amaliah, 2008).
2.3.2.2 Sikap
Menurut Ajzen sikap merupakan besarnya perasaan positif atau negatif
terhadap suatu obyek. (favorable) atau negatif (unfavorable) terhadap suatu
obyek, orang, institusi, atau kegiatan. Sikap sebagai kecenderungan psikologis
yang diekspresikan dengan mengevaluasi suatu entitas dalam derajat suka dan
tidak suka. Sikap dipandang sebagai sesuatu yang efektif atau evaluative
(Fishbein & Ajzen, 2010).
Konsep sentral yang menentukan sikap adalah belief. Menurut Fishbein
dan Ajzen (2010), belief merepresikan pengetahuan yang dimiliki seseorang
terhadap suatu objek, dimana belief menghubungkan suatu objek dengan
beberapa atribut. Kekuatan hubungan ini diukur dengan prosedur yang
menempatkan seseorang dalam dimensi probabilitas subyektif yang melibatkan
objek dengan atribut terkait.
39
Menurut Fishbein dan Ajzen (2010), sikap seseorang terhadap suatu
objek sikap dapat diestimasikan dengan menjumlahkan hasil kali antara evaluasi
dengan atribut yang diasosiasikan dengan objek sikap (belief evaluation) dengan
probabilitas subyektifnya bahwa suatu objek memiliki atau tidak memiliki suatu
atribut tersebut (behavioral belief). Atau dengan kata lain, dalam theory of
planned behavior sikap yang dimiliki sesorang terhadap suatu tingkah laku
dilandasi oleh belief seseorang terhadap konsekuensi (outcome) yang akan
dihasilkan jika tingkah laku tersebut dilakukan (outcome evaluation) dan
kekuatan terhadap belief tersebut (belief strenght). Belief adalah peryataan
subyektif sesorang yang menyangkut aspek-aspek yang dapat dibedakan
tentang dunianya, yang sesuai dengan pemahaman tentang diri dan
lingkungannya.
Dikaitkan dengan sikap, belief mempunyai tingkatan atau kekuatan yang
berbeda-beda, yang disebut dengan (belief strenght). Kekuatan ini berbeda-beda
pada orang dan kuat lemahnya belief ditentukan berdasarkan persepsi sesorang
terhadap tingkat keseringan suatu objek memiliki atribut tertentu (Fishbein &
Ajzen, 1975 dalam Ismail & Zain, 2008). Sebagai salah satu komponen dan
rumusan intensi, sikap terdiri dari belief dan evaluasi belief (Fishbein & Ajzen,
2010), seperti rumus berikut ini :
AB = ∑ b i e i
Keterangan:
AB = sikap terhadap perilaku tertentu
b = Belief terhadap perilaku tersebut yang mengarah pada konsekuensi i
e = Evaluasi seseorang terhadap outcome i (outcome evaluation)
Berdasarkan rumus di atas, sikap terhadap perilaku tertentu (AB)
didapatkan dari penjumlahan hasil kali antara kekuatan belief terhadap outcome
yang dihasilkan (bi) dengan evaluasi terhadap outcome (ei). Dengan kata lain,
40
seseorang yang percaya bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan
sebuah outcome yang positif, maka ia akan memiliki sikap yang positif. Begitu
juga sebaliknya, jika seseorang memiliki keyakinan bahwa dengan melakukan
suatu tingkah laku akan menghasilkan outcome yang negatif, maka seseorang
tersebut juga akan memiliki sikap yang negatif terhadap perilaku tersebut.
Pengukuran sikap tidak bisa didapatkan melalui pengamatan langsung,
melainkan harus melalui pengukuran respon. Pengukuran sikap ini didapatkan
dari interaksi antara belief content-outcome evaluation dan belief strenght. Belief
seseorang mengenai suatu obyek atau tindakan dapat dimunculkan dalam format
respon bebas dengan cara meminta subyek untuk menuliskan karakteristik,
kualitas dan objek atau konsekuensi tingkah laku tertentu. Fishbein dan Ajzen
menyebutnya dengan proses elisitas. Elisitasi digunakan untuk menentukan
belief utama yang akan digunakan dalam penyusunan alat ukur atau instrumen.
2.3.2.3 Norma Subyektif
Norma subyektif merupakan kepercayaan seseorang mengenai
persetujuan orang lain terhadap suatu tindakan (Ajzen, 1991), atau persepsi
individu tentang apakah orang lain akan mendukung atau tidak terwujudnya
tindakan tersebut. Norma subyektif adalah pihak-pihak yang berperan dalam
perilaku seseorang dan memiliki harapan pada orang tersebut, dan sejauh mana
keinginan untuk memenuhi harapan tersebut (Ismail dan Zain, 2008). Dengan
kata lain bahwa norma subyektif adalah produk dari persepsi individu tentang
belief yang dimiliki orang lain. Orang lain tersebut disebut referent, dan dapat
merupakan orang tua, sahabat, atau orang yang dianggap ahli atau penting.
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi norma subyektif : normatif belief, yaitu
keyakinan individu bahwa referent berpikir ia harus atau harus tidak melakukan
41
sesuatu perilaku dan motivation to comply, yaitu motivasi individu untuk
memenuhi norma dari referent tersebut.
Rumusan norma subjektif pada intensi perilaku tertentu, dirumuskan
sebagai berikut (Fishbein & Ajzen, 2010):
SN = ∑ b i m i
Keterangan :
SN = Norma subyektif
Bi = Normatif belief
Mi = Motivasi untuk mengikuti anjuran (motivation to comply)
Berdasarkan rumusan tersebut, dapat dikatakan bahwa norma subyektif
adalah persepsi seseorang terhadap orang-orang yang dianggap penting bagi
dirinya untuk berperilaku atau tidak berperilaku tertentu, dan sejauh mana
seseorang ingin mematuhi anjuran orang-orang tersebut. Norma subyektif secara
umum dapat ditentukan oleh harapan spesifik yang dipersepsikan seseorang,
yang merupakan referensi (anjuran) dari orang orang-orang yang disekitarnya
dan oleh motivasi untuk mengikuti referensi atau anjuran tersebut.
Berdasarkan rumus diatas, norma subyektif (SN) didapatkan dari hasil
penjumlahan hasil kali normative belief tentang tingkah laku (bi) dan dengan
motivation to comply/ motivasi untuk mengikutinya (mi). Dengan kata lain bahwa,
seseorang yang memiliki keyakinan bahwa individu atau kelompok yang cukup
berpengaaruh terhadap (referent) akan mendukung ia untuk melakukan tingkah
laku tersebut, maka hal ini akan menjadi tekanan sosial untuk seseorang tersebut
melakukannya. Sebaliknya, jika seseorang percaya bahwa orang lain yang
berpengaruh padanya tidak mendukung tingkah laku tersebut, maka hal ini
menyebabkan ia memiliki norma subyektif untuk tidak melakukannya.
Pengukuran norma subyektif sesuai dengan antesedennya, yaitu
berdasarkan 2 skala: normative belief dan motivation to comply. Maka
42
pengukurannya juga diperoleh dari penjumlahan hasil perkalian keduanya.
Norma subyektif sama halnya dengan sikap, belief dengan pihak-pihak yang
mendukung atau tidak mendukung didapatkan dari hasil elisitasi untuk
menentukan belief utamanya
2.3.2.4 Perceived Behavior Control (PBC)
Kendali perilaku yang dipersepsikan (perceived behavior control)
merupakan persepsi terhadap mudah atau sulitnya sebuah perilaku dapat
dilaksanakan. Variabel ini dapat diasumsikan merefleksikan pengalaman masa
lalu, dan mengantisipasi halangan yang mungkin terjadi (Fishbein & Ajzen,
2010). Atau perceived behavioral control adalah persepsi seseorang tentang
kemudahan atau kesulitan untuk berperilaku tertentu.
Terdapat dua asumsi mengenai kendali-perilaku-yang-dipersepsikan.
Pertama, kendali perilaku yang dipersepsikan diasumsikan memiliki pengaruh
motivasional terhadap intensi. Individu yang meyakini bahwa ia tidak memiliki
kesempatan untuk berperilaku, tidak akan memiliki intensi yang kuat, meskipun ia
bersikap positif, dan didukung oleh referent (orang-orang disekitarnya). Kedua,
kendali-perilaku-yang-dipersepsikan memiliki kemungkinan untuk mempengaruhi
perilaku secara langsung, tanpa melalui intensi, karena ia merupakan subtitusi
parsial dari pengukuran terhadap kendali aktual (Fishbein & Ajzen, 2010).
Perceived behavioral control sama kedua faktor sebelumnya yaitu
dipengaruhi juga oleh beliefs. Beliefs yang dimaksud adalah tentang ada/hadir
dan tidaknya faktor yang menghambat atau mendukung performa tingkah laku
(control belief) (Fishbein & Ajzen, 2010). Berikut adalah rumus yang
menghubungkan antara perceived behavioral control dan control belief :
PBC = ∑ c i p i
Keterangan :
43
PBC =Perceived behavioral control
Ci = Control belief
Pi = Power belief
Kendali perilaku yang dipersepsikan/PBC didapat dengan menjumlahkan
hasil kali antara keyakinan mengenai mudah atau sulitnya suatu perilaku
dilakukan (control belief) dan kekuatan faktor dalam memfasilitasi atau
menghambat tingkah laku (power belief/ perceived power). Dengan kata lain,
semakin besar persepsi seseorang mengenai kesempatan dan sumber daya
yang dimiliki (faktor pendukung), serta semakin kecil persepsi tentang hambatan
yang dimiliki, maka semakin besar perceived behavioral control yang dimiliki
seseorang.
Pengukuran perceived behavioral control yang dapat dilakukan hanyalah
mengukur persepsi individu yang bersangkutan terhadap kontrol yang ia miliki
terhadap beberapa faktor penghambat atau pendukung tersebut. Beberapa
faktor yang dipersepsikan sebagai penghambat atau pendorong tersebut
didapatkan dari proses elisitasi untuk mendapatkan belief yang utama.
2.3.2.5 Background Factor
Background factor pada dasarnya tidak menjadi bagian dari TPB yang
dikemukakan oleh Ajzen, melainkan hanya sebagai pelengkap untuk
menjelaskan lebih dalam determinan tingkah laku manusia. Beberapa
background factor yang mempengaruhi perilaku adalah sebagai berikut :
1) Usia
Menurut Martini (2007) bahwa usia yang lebih tua umumnya lebih
bertanggung jawab dan teliti dibanding usia yang lebih muda. Hal ini
terjadi kemungkinan karena yang lebih muda kurang berpengalaman.
44
Rahim (2009), menyampaikan bahwa pekerja usia 20-30 tahun
mempunyai motivasi kerja relatif lebih rendah dibandingkan pekerja yang
lebih tua, karena pekerja yang lebih tua belum berdasar pada landasan
realitas, sehingga pekerja muda lebih sering mengalami kekecewaan
dalam bekerja.hal ini dapat menyebabkan rendahnya kinerja dan
kepuasan kerja.
2) Jenis kelamin
Menurut Ilyas (2009), mengutip pendapat Shiye, bahwa tidak ada
perbedaan produktifitas kerja antara karyawan perempuan dan karyawan
laki-laki. Namun demikin jenis kelamin perlu mendapatkan perhatian
karena sebagian besar tenaga kesehatan berjenis kelamin perempuan.
Pada laki-laki dengan beban keluarga tinggiakan meningkatkan jam kerja
perminggu, sedangkan pada perempuan yang memiliki beban keluarga
yang tinggi akan menurunkan beban kerja perminggu. Diasumsikan juga
bahwa bukan perbedaan jenis kelamin itu sendiri yang menyebabkan
perbedaan kinerja, tetapi berbagai faktor yang berkaitan dengan jenis
kelamin, seperti perbedaan besarnya gaji, mendapatkan formasi dan lain-
lain.
3) Pendidikan
Menurut Faizin dan Winarsih (2008), pendidikan merupakan salah
satu kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk pengembangan
diri. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin mudah mereka
menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi, sehingga
akan meningkatkan produktivitas yang pada akhirnya akan
meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Pendidikan keperawatan di Indonesia mengacu kepada Undang-
Undang no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
45
Dengan demikian jenis pendidikan keperawatan di Indonesia mencakup
pendidikan vokasi, akademik dan profesi (PP PPNI,2010) :
a. Pendidikan vokasi adalah jenis pendidikan diploma sesuai
jenjangnya untuk memiliki keahlian ilmu terapan keperawatan yang
diakui oleh pemerintah Republik Indonesia.
b. Pendidikan akademik adalah jenis pendidikan tinggi program sarjan
dan pasca sarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan
disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
c. Pendidikan profesi merupakan pendidikan tertinggi setelah program
sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki
pekerjaan dengan persyaratan khusus.
d. Sedangkan jenjang pendidikan keperawatan mencakup program
pendidikan : diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor (PP
PPNI, 2010).
4. Faktor informasi
Faktor informasi adalah pengalaman, pengetahuan dan ekspose
pada media. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini
terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu: indra
penglihatan, pendengaran, penciuman,rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman orang
lain, media massa maupun lingkungan (Notoatmodjo, 2010).
46
BAB III
KERANGKA KONSEP
3. 1 Kerangka Konsep
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Perawat Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Di Instalasi Gawat Darurat Dengan Pendekatan Theory of Planed Behavior
Keterangan : : diteliti
: berhubungan
Kualitas
Asuhan
Keperawatan
Sikap
pada
kegiatan
Intensi
1. Belief
strenght
2. Outcome
evaluation
Norma
Subyektif
1. Normative
belief
2. Motivation
to comply
Persepsi
terhadap
kontrol
1. Control
belief
2. Power
belief
Perilaku
Perawat dalam
Dokumentasi
Keperawatan
di IGD meliputi
1. Pengkajian
2. Diagnosa
3. Perencanaan
4. Implementasi
5. Evaluasi
47
Penjelasan Kerangka Konseptual
Menurut Theory of Planed Behavior (TPB), tindakan perawat dalam
pendokumentasian di Instalasi Gawat Darurat dipandu oleh tiga macam
pertimbangan: keyakinan tentang kemungkinan hasil dari perilaku dan evaluasi
dari hasil (attitude toward behavior), keyakinan tentang harapan normatif orang
lain dan motivasi untuk mematuhi harapan-harapan ini (subjective norm), dan
keyakinan tentang adanya faktor-faktor yang dapat memfasilitasi atau
menghambat kinerja perilaku dan kemampuan yang dirasakan dari faktor-faktor
ini (perceived behavioral control).
Attitude toward behavior, subjective norm, dan perceived behavioral
control selanjutnya akan mempengaruhi niat atau intensi perawat dalam
pendokumentasian kegawatdaruratan. Niat merupakan kekuatan dari dalam yang
mendorong perawat berperilaku dan menjadi penentu kegiatan
pendokumentasian dilakukan atau tidak. Menurut berbagai penelitian niat
menjadi prediktor terbaik seseorang melakukan sebuah kegiatan.
Selanjutnya perilaku pendokumentasian akan diukur untuk menilai
perawat dalam kegiatan pengkajian, diagnosa, perencanaan dan implementasi
keperawatan. Dengan menggunakan Theory of Planed Behavior (TPB) peneliti
akan mengetahui keterkaitan perilaku pendokumentasian di IGD dengan faktor-
faktor yang mempengaruhi perilaku tersebut khususnya dari dalam. Perilaku
pendokumentasian keperawatan yang baik, diharapkan kualitas asuhan
keperawatan di IGD juga akan semakin baik. Akhirnya kepuasan, keselamatan
dan kualitas pelayanan pasien semakin meningkat.
48
3.2 Hipotesis Penelitian
H1: Ada hubungan sikap perawat tentang pendokumentasian asuhan
keperawatan dengan intensi dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan di Instalasi Gawat Darurat
H1: Ada hubungan norma subjektif tentang pendokumentasian asuhan
keperawatan dengan intensi dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan di Instalasi Gawat Darurat
H1: Ada hubungan perceived behavioral control tentang pendokumentasian
asuhan keperawatan dengan intensi dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan di Instalasi Gawat Darurat
H1: Ada hubungan intensi tentang pendokumentasian asuhan keperawatan
dengan perilaku perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di
Instalasi Gawat Darurat
49
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analysis
observational dengan pendekatan desain cross sectional karena penelitian ini
dilakukan untuk menemukan penjelasan tentang suatu kejadian atau gejala
terjadi, dengan hasil akhir adalah gambaran mengenai hubungan sebab akibat
variabel bebas dan variabel terikat. Penelitian ini variabel bebas dan variabel
terikat diamati pada saat yang bersamaan (variabel sebab dan akibat yang
terjadi pada subyek penelitian diukur atau dikumpulkan dalam waktu bersamaan
(Sugiono,2006).
Pendekatan yang digunakan oleh peneliti bertujuan untuk menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku perawat dalam pendokumentasian
asuhan keperawatan di Instalasi Gawat Darurat dengan pendekatan Theory of
Planed Behavior.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
4.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di IGD Rumkit TK II dr Soepraoen, IGD RS
Panti Waluya Sawahan dan IGD RS Islam Malang. Pemilihan tempat penelitian
atas kesamaan status akreditasi KARS versi 2012 yaitu tingkat paripurna.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Pebruari sampai dengan Juli 2017.
Waktu penelitian dihitung mulai dari pembuatan proposal sampai penyusunan
laporan dan publikasi penelitian.
50
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di IGD
Rumkit TK II dr Soepraoen sebanyak 21 orang, IGD RS Panti Waluya Sawahan
sebanyak 15 orang, dan IGD RS Islam Malang sebanyak 15 orang.
4.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian perawat pelaksana di IGD
yang menjadi responden penelitian sesuai kriteria sampel yang telah ditetapkan.
Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus (Sugiono,2006)
n = N
1 + N (d2 )
n = 51
1 + 51 ( 0,05 )2
n = 51
1 + 0,13
= 45,2 dibulatkan menjadi 45 orang
Keterangan
n=besar sampel
N=besar populasi
d=tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan
Dengan besar sampel sebanyak 45 perawat terdiri atas perawat pelaksana
di IGD Rumkit TK II dr Soepraoen sebanyak 19 orang, IGD RS Panti Waluya
Sawahan sebanyak 13 orang, dan IGD RS Islam Malang sebanyak 13 orang..
Perawat pelaksana dimaksudkan adalah perawat yang memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien secara langsung di IGD. Besar sampel dokumentasi
51
asuhan keperawatan di IGD yang di observasi dengan dasar waktu kunjungan
pasien selama 1 minggu yaitu sebanyak 341 dokumen, terdiri dari 125 dokumen
dari Rumkit TK II dr Soepraoen, 120 dokumen dari RS Panti Waluya Sawahan,
dan 96 dokumen dari RS Islam Malang
4.3.3 Teknik Penentuan Sampel
Prosedur sampel diambil dari sebagian populasi yaitu sebagian dari
perawat di IGD Rumkit TK II dr Soepraoen, IGD RS Panti Waluya Sawahan dan
IGD RS Islam Malang.
Teknik penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
non probability sampling. Non probability sampling adalah teknik yang tidak
memberi kesempatan yang sama bagi anggota populasi untuk dapat dipilih
menjadi sampel. Pendekatan teknik non probability sampling yang digunakan
yaitu secara purposive sampling. Purposive sampling merupakan teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.
Adapun kriteria pengambilan sampel sebagai berikut :
1. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah
Responden merupakan perawat pelaksana yang aktif bekerja di IGD
2. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah
a. Responden merupakan kepala perawat ruang IGD
b. Responden sedang cuti selama jangka waktu observasi yang dilakukan
oleh peneliti.
c. Responden tidak bersedia menandatangani informed cosent penelitian.
52
4.4 Variabel Penelitian
4.4.1 Variabel independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah sikap, norma subyektif,
perceived behavioral control dan intensi.
4.4.2 Variabel dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku
pendokumentasian asuhan keperawatan, yang terdiri dari 5 sub variabel, yaitu:
pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi
53
4.5 Definisi Operasional
Tabel 4.1 Definisi Operasional Penelitian
Variabel Sub variabel Definisi operasional Indikator Alat ukur skala Hasil Ukur
Independen
Sikap
terhadap
pendokument
asian asuhan
keperawatan
Belief strenght Perasaan perawat IGD
tentang seberapa kuat
keyakinan yang dimiliki
terhadap suatu kegiatan
(pendokumentasian
asuhan keperawatan)
Keyakinan perawat IGD
tentang :
1. Penulisan asuhan
keperawatan di IGD
2. Tanggung jawab
perawat IGD
3. Waktu untuk mencapai
tujuan
4. Perlindungan hukum
5. Monitoring
perkembangan pasien
6. Fokus perawatan
sesuai kondisi pasien
7. Beban kerja IGD
8. Bukti tertulis tindakan
perawat
9. Komunikasi antar
Kuisioner
(Modifikasi
dari Ajzen,
2006;
Wahyuni,
2012 dalam
Nursalam,
2013)
Interval 20 - 80
54
perawat dan tim
10.Menghabiskan banyak
form
Outcome
evaluation
Perasaan perawat IGD
tentang konsekuensi yang
akan dihasilkan jika
pendokumentasian asuhan
keperawatan dilakukan.
Penilaian perawat IGD
tentang konsekuensi yang
dihasilkan dari :
1. Penulisan asuhan
keperawatan di IGD
2. Tanggung jawab
perawat IGD
3. Waktu untuk mencapai
tujuan
4. Perlindungan hukum
5. Monitoring
perkembangan pasien
6. Fokus perawatan
sesuai kondisi pasien
7. Beban kerja IGD
8. Bukti tertulis tindakan
perawat
9. Komunikasi antar
perawat dan tim
Kuisioner
(Modifikasi
dari Ajzen,
2006;
Wahyuni,
2012 dalam
Nursalam,
2013)
Interval
55
10.Menghabiskan banyak
form
Norma
subyektif
pendokument
asian asuhan
keperawatan
Normatif belief Keyakinan perawat IGD
tentang harapan normatif
sejumlah orang yang
dianggap penting dalam
menganjurkan untuk
melakukan/tidak
melakukan dokumentasi
asuhan keperawatan.
Keyakinan tentang harapan
normatif yang dirasakan
perawat dari :
1. Komite keperawatan
2. Kepala bidang
keperawatan
3. Kepala instalasi rawat
jalan
4. Kepala ruangan IGD
5. Teman sejawat
6. Tim kesehatan lain
Kuisioner
(Modifikasi
dari Ajzen,
2006;
Wahyuni,
2012 dalam
Nursalam,
2013)
Interval 12 - 96
Motivation to
comply
Motivasi perawat IGD
memenuhi harapan orang
lain untuk melakukan/tidak
melakukan dokumentasi
asuhan keperawatan
Motivasi perawat IGD
memenuhi harapan orang
lain melakukan
dokumentasi, yaitu:
1. Komite keperawatan
2. Kepala bidang
keperawatan
3. Kepala instalasi rawat
jalan
Kuisioner
(Modifikasi
dari Ajzen,
2006;
Wahyuni,
2012 dalam
Nursalam,
2013)
Interval
56
4. Kepala ruangan IGD
5. Teman sejawat
6. Tim kesehatan lain
Perceived
behavioral
control
pendokument
asian asuhan
keperawatan
Control belief Keyakinan perawat IGD
tentang mudah atau
sulitnya pendokumentasian
asuhan keperawatan
dilakukan.
Keyakinan mudah atau sulit
tentang :
1. Peraturan RS
2. Kebutuhan bukti legal
etik
3. Keinginan melakukan
kewajiban dan
tanggung jawab
4. Ruangan IGD yang
sibuk
5. Supervisi atasan
6. Akreditasi RS dan Mutu
7. Kebutuhan komunikasi
tertulis
8. Pengetahuan perawat
tentang askep
9. Tersedianya sarana
prasarana
Kuisioner
(Modifikasi
dari Ajzen,
2006;
Wahyuni,
2012 dalam
Nursalam,
2013)
Interval 26 - 104
57
10.Kondisi kegawatan
pasien
11.Beban kerja
12.Keterbatasan waktu
13. Rendahnya reward
Power belief Persepsi perawat IGD
tentang pendorong dan
penghambat
pendokumentasian asuhan
keperawatan
Persepsi tentang
pendorong dan
penghambat dari :
1. Peraturan RS
2. Kebutuhan bukti legal
etik
3. Melakukan kewajiban
dan tanggung jawab
4. Ruangan IGD yang
sibuk
5. Supervisi atasan
6. Akreditasi RS dan Mutu
7. Kebutuhan komunikasi
tertulis
8. Pengetahuan perawat
9. Tersedianya sarana
prasarana
Kuisioner
(Modifikasi
dari Ajzen,
2006;
Wahyuni,
2012 dalam
Nursalam,
2013)
Interval
58
10.Kondisi kegawatan
pasien
11.Beban kerja
12.Keterbatasan waktu
13.Rendahnya reward
Intensi
pendokument
asian asuhan
keperawatan
Keinginan/ niat perawat
melakukan
pendokumentasian askep
dengan menggunakan
proses keperawatan
secara suka rela (berasal
dari dalam diri individu
tersebut)
Keinginan/ niat perawat
tentang :
1. Dokumentasi yang
lengkap, akurat sesuai
format
2. Dokumentasi sesuai
masalah keperawatan
3. Dokumentasi sesuai
diagnosis, prioritas,
terinci dan jelas
4. Dokumentasi
menggambarkan
tindakan mandiri,
kolaborasi
5. Dokumentasi secara
jelas dan ringkas
Kuisioner
(Modifikasi
dari Ajzen,
2006;
Wahyuni,
2012 dalam
Nursalam,
2013)
Interval 5 - 20
59
Dependen
Perilaku
Pendokument
asian Asuhan
Keperawatan
Perilaku
Pendokumentasi
an Pengkajian
Keperawatan
Perilaku mencatat asuhan
keperawatan berupa
informasi atau data tentang
respon klien agar dapat
mengidentifikasi
masalah/kebutuhan
kesehatan dan
keperawatan pasien
Instrumen pengkajian
keperawatan :
1. Menggunakan format
baku
2. Sistematis
3. Diisi sesuai item yang
tersedia
4. Aktual dan baru
Lembar
observasi
skala likert
(Rahmania,
2016)
Interval 25 - 100
Perilaku
Pendokumentasi
an Diagnosis
Keperawatan
Perilaku mencatat asuhan
keperawatan berupa
pernyataan perawat yang
menjelaskan respon
manusia (status kesehatan
atau resiko perubahan
pola) dari klien
Instrumen diagnosa
keperawatan :
1. Diagnosa keperawatan
dihubungkan dengan
penyebab kesenjangan
dan pemenuhan
kebutuhan pasien
2. Dibuat sesuai dengan
masalah keperawatan
baku dalam bentuk
aktual dan resiko
3. Komponen terdiri dari
masalah dan penyebab
Lembar
observasi
skala likert
(Rahmania,
2016)
Interval
60
(PE) atau juga dengan
gejala (PES)
Perilaku
Pendokumentasi
an Perencanaan
Keperawatan
Perilaku mencatat asuhan
keperawatan berupa
desain spesifik intervensi
untuk membantu klien
dalam mencapai tujuan
keperawatan
Instrumen perencanaan
keperawatan :
1. Terdapat tujuan
rencana keperawatan
yang spesifik, bisa
diukur, dicapai, ada
batas waktu, realistik
2. Rencana keperawatan
menggambarkan
kerjasama dengan tim
kesehatan lain
3. Rencana tindakan
berupa kalimat instruksi,
ringkas, tegas dengan
bahasanya mudah
dimengerti
Lembar
observasi
skala likert
(Rahmania,
2016)
Interval
Perilaku
Pendokumentasi
an Implementasi
Keperawatan
Perilaku mencatat asuhan
keperawatan berupa
pengelolaan dan
perwujudan dari rencana
1. Menggambarkan
tindakan mandiri,
kolaborasi dan
ketergantungan sesuai
Lembar
observasi
skala likert
(Rahmania,
Interval
61
tindakan keperawatan dengan rencana
keperawatan
2. Bertujuan untuk
promotif, preventif,
kuratif, rehabilitatif dan
mekanisme koping
3. Bersifat holistik, dan
menghargai hak-hak
klien
4. Melibatkan partisipasi
aktif klien
5. Observasi terhadap
setiap respon setelah
tindakan dilakukan
2016)
Perilaku
Pendokuemntasi
an Evaluasi
Keperawatan
Perilaku mencatat asuhan
keperawatan berupa tahap
akhir dari proses
keperawatan yang
merupakan analisa
seberapa jauh tujuan
berhasil dicapai
1. Evaluasi mengenai
status kesehatan
berupa perubahan
fungsi tubuh, tanda dan
gejala
2. Evaluasi dilakukan
dengan menggunakan
pendekatan SOAP
Lembar
observasi
skala likert
(Rahmania,
2016)
Interval
62
3. Mengacu kepada tujuan
dan kriteria hasil
4. Evaluasi terhadap
tindakan keperawatan
yang diberikan
5. Evaluasi terhadap
pengetahuan setelah
diberikan promosi
kesehatan
6. Evaluasi terhadap
perubahan fungsi tubuh
dan kesehatan klien
setelah dilakukan
tindakan
63
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian berupa kuisioner menggunakan gabungan panduan
TPB measurement Ajzen (2006) dan Constructing Questionnaires Based On The
Theory Of Planned Behaviour dari Francis et al (2004) serta modifikasi dari
Wahyuni (2012) dalam Nursalam (2013). Modifikasi yang dimaksud secara
umum yaitu :
1. Peneliti memberikan kuisioner menggunakan theory of planed behavior
untuk perawat pelaksana IGD dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan bukan pada unsur manajemen RS.
2. Peneliti menyesuaikan permasalahan yang dihadapi di IGD sesuai diskusi
dengan perawat IGD sehingga pada sub-variabel belief strength dan
outcome evaluation penghitungan tarif, sumber data penelitian dan angka
kredit tidak menjadi permasalahan di IGD. Peneliti juga tidak
menyertakan Bed Occupation Rate (BOR), format yang tidak sesuai
dengan akreditasi, dan sifat malas yang tidak relevan dengan kondisi
lahan IGD.
3. Peneliti menggunakan pertanyaan tertutup bukan pertanyaan terbuka
pada variabel sikap yaitu sub-variabel strength belief dan power belief
untuk memperjelas responden memahami dan memilih jawaban.
4. Peneliti tidak menggunakan kuesioner pengetahuan karena bukan bagian
dari TPB
4.6.1 Sikap Terhadap Perilaku Pendokumentasian
Instrumen ini menggunakan kuesioner dengan skala likert dengan pilihan
jawaban sebanyak 4 pilihan jawaban. Sikap diukur melalui 2 skala, yaitu skala
belief subyek tentang perilaku pendokumentasian (belief strength) dan skala
64
evaluasi terhadap belief (outcome evaluation). Skala yang mengukur sikap terdiri
dari 20 item , dengan pembagian 10 item mengukur belief strength dan 10 item
mengukur evaluasinya. Skala yang pertama yaitu skala belief strength tentang
perilaku pendokumentasian (nilai 1 diberikan untuk jawaban sangat setuju (ST)
dan nilai 4 untuk jawaban sangat tidak setuju (STS). Untuk skala yang kedua
mengukur tentang outcome evaluation nilai 1 untuk jawaban sangat buruk (SBU)
dan skor 4 untuk pilihan sangat baik (SB) pada item yang favorable, dan berlaku
sebaliknya untuk item yang unfavorable.
Bagian pertama semua item bersifat favorable sedangkan bagian kedua
item favorable ditunjukkan oleh nomor 1,2,4,6,8 dan 9. Item unfavorable
ditunjukkan oleh nomor 3, 7 dan 10. Tahap selanjutnya adalah mengalikan setiap
pasangan item belief strength dan outcome evaluation. Setiap hasil perkalian
seluruh item dijumlahkan kemudian dihitung rata-ratanya dan didapatkan skor
sikap. Dengan kriteria sikap positif ≥ mean dan sikap negatif < mean.
4.6.2 Norma Subyektif
Norma subyektif diukur dengan melalui 2 skala,yaitu skala motivation to
comply dan skala normative belief. Skala yang diukur norma subyektif ini terdiri
dari 12 item, dengan pembagian 6 item untuk mengukur motivation to comply
dan 6 item untuk mengukur normative belief. Skala yang digunakan adalah skala
likert dengan 4 pilihan jawaban. Pada kedua bagian ini nilai 1 diberikan untuk
jawaban sangat tidak setuju (STS) dan nilai 4 untuk sangat setuju (ST), untuk
item item unfavorable nilai 1 diberikan untuk jawaban sangat setuju (ST) dan nilai
4 untuk jawaban sangat tidak setuju (STS).
Bagian pertama dari kuesioner semua item adalah favorable sedangkan
pada bagian kedua, item favorable ditunjukkan oleh item 1,2,3,4 dan item
unfavorable ditunjukkan oleh item pertanyaan nomor 5 dan 6.
65
Tahapan berikutnya adalah mengalikan pasangan item motivation to
comply dan nomative belief. Setiap hasil perkalian seluruh item dijumlahkan dan
didapatkan normative belief dan motivation to comply hasil skor maksimal
adalah 48 dengan skor minimal 6. Dengan kriteria baik skor ≥ mean, cukup skor
< mean.
4.6.3 Perceived Behavioral Control (PBC)
Perceived behavioral control (PBC) diukur melalui 2 skala yaitu skala
yang mengukur control belief dan skala yang mengukur power belief. Skala yang
mengukur PBC ini terdiri dari 26 item, dengan pembagian 13 item, untuk
mengontrol belief dan 13 item mengukur kekuatan atau power belief (setelah uji
validitas dan releabilitas kuesioner untuk PBC terdiri dari 26 item dengan
pembagian 13 item untuk control belief dan 13 item mengukur power belief.
Skala yang digunakan adalah skala likert dengan 4 pilihan jawaban. Pada
bagian skala mengukur control belief nilai 1 berarti sangat tidak setuju (STS) dan
nilai 4 untuk pilihan sangat setuju (ST). Sedangkan untuk skala yang mengukur
kekuatan atau power belief, nilai 1 berarti sangat kecil (SK) dan nilai 4 sangat
besar (SB).
Bagian pertama dan kedua dari kuesioner ini terdapat item favorable
yang ditunjukkan oleh item nomor 1,2,3,5,6,7,8,9 dan item unfavorable
ditunjukkan oleh item pertanyaan nomor 4,10,11,12,13
Tahapan berikutnya adalah mengalikan setiap pasangan item control
belief dengan kekuatan atau power belief. Setiap hasil perkalian seluruh item
dijumlahkan dan didapatkan skor PBC. Hasil skor maksimal untuk PBC 26 item
adalah 104 dan skor minimal 26. Kriteria baik ≥ mean, cukup < mean.
66
4.6.4 Intensi
Instrumen ini menggunakan kuesioner dengan skala likert dengan pilihan
jawaban sebanyak 4 ,yaitu: sangat tidak setuju , tidak setuju , setuju dan sangat
setuju. Hal ini dilakukan untuk menghindari error of central tendency atau
kecenderungan subyek untuk menghindari posisi ekstrim dan menempatkan
dirinya diposisi tengah. Kuesioner dengan skor jawaban 1,2,3 dan 4. Hasil skor
maksimal untuk intense 5 item adalah 20 dan skor minimal 5. Dan riteria baik ≥
mean, cukup < mean. Sesuai dengan pernyataan Fishbein dan Ajzen (2010),
skala yang mengukur intensi pendokumentasian asuhan keperawatan di IGD
harus mengandung 4 elemen, yaitu: tingkah laku, obyek target, situasi dan
waktu. Tingkah laku yang dimaksud adalah pendokumentasian asuhan
keperawatan obyek targetnya adalah dokumentasi asuhan keperawatan , situasi
dan waktu selama menjadi perawat diruang Instalasi Gawat Darurat.
4.6.4 Perilaku pendokumentasian asuhan keperawatan
Instrumen perilaku pendokumentasian menggunakan lembar observasi.
Instrumen ini terdiri dari 24 item penilaian yang terbagi menjadi 5 sub variabel
yaitu pengkajian ,diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Dengan
kriteria baik ≥ mean, cukup < mean.
4.7 Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan
proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian
(Nursalam,2008).
4.7.1 Proses Perijinan Penelitian
Proses perijinan penelitian dilaksanakan melalui proses sebagai berikut :
1. Peneliti mengajukan surat kelayakan etik dari komisi etik FK
Universitas Brawijaya
67
2. Dilanjutkan dengan peneliti mengajukan penelitian kepada Kepala
Rumkit TK II dr Soepraoen Malang, Direktur RS Islam Malang dan
Direktur RS Panti Waluya Sawahan
3. Setelah mendapatkan ijin penelitian dari RS yang dituju peneliti
melakukan penelitian di IGD Rumkit TK II dr Soepraoen, IGD RS
Islam Malang, dan IGD RS Panti Waluya Sawahan
4.7.2 Pengumpulan Data
Melakukan pengumpulan data berupa pengukuran faktor sikap, faktor
norma subyektif, faktor perceived behavioral control, faktor intensi serta perilaku
pendokumentasian asuhan keperawatan di ruang IGD Rumkit TK II dr
Soepraoen, IGD RS Islam Malang, dan IGD RS Panti Waluya Sawahan.
Pengukuran faktor – faktor tersebut dengan menggunakan kuesioner yang diisi
oleh responden. Responden adalah perawat pelaksana di IGD yang berdinas
pada saat penelitian dilakukan. Sedangkan untuk pengukuran perilaku
pendokumentasian asuhan keperawatan diruang IGD dilakukan observasi oleh
peneliti terhadap dokumen asuhan keperawatan dengan menggunakan lembar
observasi. Dokumentasi keperawatan di IGD menjadi satu bagian dengan
dokumen rekam medis IGD. Dokumentasi IGD yang di observasi merupakan
dokumentasi dalam kurun waktu terdekat dengan penelitian dimana komposisi
perawat IGD tidak berubah, sehingga representatif terhadap perilaku perawat
dalam pendokumentassian di IGD.
4.8 Pengolahan dan Analisa Data
4.8.1 Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data mentah yang harus diorganisasi
sedemikian rupa agar dapat disajikan dalam bentuk tabel atau diagram/ grafik
68
sehingga mudah dianalisis dan ditarik kesimpulan. Proses pengolahan data
dilakukan melalui tahap :
1. Editing
Editing merupakan pemeriksaan lembar observasi yang telah diisi
oleh peneliti. Pemeriksaan ini dapat berupa kelengkapan jawaban dan
kebenaran penghitungan skor.
2. Coding
Coding merupakan pemberian tanda atau mengklasifikasikan
jawaban-jawaban dari para responden ke dalam kategori tertentu.
3. Entry
Jawaban-jawaban yang sudah diberi kode katagori kemudian
dimasukkan dalam tabel dengan cara menghitung frekuensi data. Data
diolah dengan cara manual atau melalui pengolahan komputer dengan
SPSS. Entry dilakukan dengan bantuan SPSS 16.
4. Cleaning
Cleaning merupakan teknik pembersihan data, dengan melihat
variabel apakah data sudah benar atau belum. Data yang sudah
dimasukkan diperiksa kembali sejumlah sampel dari kemungkinan data
yang belum di entry. Hasil dari Cleaning didapatkan bahwa tidak ada
kesalahan sehingga seluruh data dapat digunakan.
4.8.2 Analisis Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah uji univariat,
dan dilanjutkan dengan uji multivariat
1. Uji Univariat
Analisis univariat tergantung jenis data yang ada. Data yang terdiri
dari jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan data numerik yaitu sikap, norma
69
subjektif, PBC, intensi serta perilaku perawat dilakukan analisa dengan
menghitung distribusi frekuensi masing-masing kelompok. Nilai rata-rata
dihitung untuk melihat sebaran data interval yang digunakan, kriteria baik ≥
mean, cukup < mean
2. Uji Multivariat
Pada penelitian ini analisis yang digunakan adalah analisis Partial
Least Square (PLS). PLS mempunyai keunggulan , yaitu analisis yang
powerfull,oleh karena tidak mengasumsikan data harus dengan
pengukuran skala tertentu sampel kecil,dan juga dapat digunakan untuk
konfirmasi teori (Ghozali,2008).
PLS merupakan metode analisis yang dapat diterapkan pada semua
skala data, tidak membutuhkan banyak asumsi dan ukuran sampelnya
tidak harus besar, direkomendasikan berkisar dari 30-100 kasus (Ghozali,
2008). Dalam penelitian ini unit yang dianalisis adalah faktor yang
berhubungan dengan perilaku perawat dalam pendokumentasian di
Instalasi Gawat Darurat dengan sampel sebanyak 45 perawat. Dalam
penelitian ini dengan n=45 sudah memenuhi untuk penggunaan PLS. Uji
PLS menggunakan program SMART PLS 2.0.
4.9 Etik Penelitian
Penelitian memiliki beberapa prinsip etika yaitu: (1) menghormati harkat
martabat manusia, (2) berbuat baik, (3) tidak merugikan, dan (4) keadilan.
Penelitian dilaksanakan dengan berpedoman pada masalah etik yang meliputi:
1. Menghormati Harkat Martabat Manusia (Respect for Persons)
Prinsip ini menekankan pada penghormatan terhadap martabat
manusia sebagai pribadi yang bebas berkehendak, memiliki, dan sekaligus
bertanggung jawab secara pribadi terhadap keputusannya sendiri. Bila
70
informan bersedia, maka informan harus menandatangani lembar
persetujuan dan jika informan menolak, maka peneliti tidak akan memaksa
dan menghormati haknya. Peneliti harus menjaga prinsip anonymity dengan
berusaha menjaga kerahasiaan responden.
2. Berbuat Baik (Beneficence)
Penelitian ini menganalisis faktor yang berhubungan dengan perilaku
perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi Gawat
Darurat menggunakan Theory of Planed Behavior sehingga diharapkan
penelitian ini menjadi pertimbangan dan masukan bagi pengelola rumah sakit
untuk pelaksanaan perilaku pendokumentasian.
3. Tidak Merugikan (Non-Maleficence)
Prinsip etik penelitian menekankan pada peningkatan kesejahteraan
manusia & tidak mencelakan responden yang terlibat dalam penelitian yang
dilakukan. Pada penelitian ini, responden berupa perawat IGD digali melalui
kuisioner tentang penilaian mereka mengenai dokumentasi keperawatan,
juga dilakukan observasi dokumentasi keperawatan yang tertulis pada rekam
medik.
4. Keadilan (Justice)
Penelitian yang dilakukan akan memperlakukan setiap responden
sama berdasar moral, martabat, dan hak asasi manusia. Hak dan kewajiban
peneliti maupun subyek juga harus seimbang. Prinsip justice ditunjukkan
melalui perlakuan yang sama kepada responden. Peneliti bersifat
professional kepada semua responden. Peneliti akan memberikan informasi
yang sama kepada semua responden mengenai tujuan, manfaat, prosedur,
dan resiko ketidaknyamanan selama penelitian. Selain itu, peneliti
memperlakukan responden dengan cara yang sama tanpa membedakan
suku, agama, ras, dan status sosialnya.
71
BAB 5
HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN
Pengambilan data dalam penelitian ini dilaksanakan pada 18 Mei 2017
sampai dengan 12 Juni 2017 dengan menggunakan lembar kuisioner kepada
perawat IGD dan lembar observasi untuk dokumentasi keperawatan IGD pada
dokumen rekam medik. Penelitian ini dilakukan di 3 RS yaitu Rumkit TK II dr
Soepraoen, RS Panti Waluya Sawahandan RS Islam Malang. Responden yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 45 perawat pelaksana IGD dan lembar
dokumentasi keperawatan IGD yang dilakukan observasi sejumlah 341
dokumen. Penyajian hasil penelitian dianalisis berdasarkan analisis univariat,
dan analisis multivariat.
5.1 Analisis Univariat
5.1.1 Gambaran Data Jenis Kelamin, Usia dan Tingkat Pendidikan
Responden.
Tabel 5.1 Data Jenis Kelamin, Usia dan Tingkat Pendidikan Responden.
n %
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Pendidikan D3/ D4 Keperawatan S1 Keperawatan
Usia 21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun
17 28
41 4
25 18 2
37,8 62,2
91,1 8,9
55,6 40 4,4
Tabel 5.1 menginformasikan bahwa sebagian besar jenis kelamin
responden adalah perempuan yaitu 28 orang (62,2%), hampir semua tingkat
72
pendidikan responden adalah D3/D4 keperawatan yaitu 41 orang (91,1%),
sebagian besar usia responden 21-30 tahun yaitu 25 orang (55,6%).
5.1.2 Sikap Terhadap Perilaku Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Sikap perawat terhadap perilaku pendokumentasian asuhan keperawatan
di IGD Rumkit TK II dr Soepraoen, IGD RS Panti Waluya Sawahan, IGD RS
Islam Malang sebagai berikut.
Tabel 5.2 Sikap Perawat Terhadap Perilaku Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di IGD
Variabel Kategori Jumlah Dokumentasi Rekam Medik IGD
F % Sikap Positif 24 53.3
Negatif 21 46.7 Total 45 100.0
Tabel 5.2 menunjukan bahwa sebagian besar sikap perawat positif
terhadap perilaku pendokumentasian asuhan keperawatan di IGD yaitu 24
perawat (53,3%).
Tabel 5.3 Keyakinan Kuat Perawat (Belief Strength) Terhadap Perilaku Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di IGD
No Keyakinan Kuat Perawat Terhadap
Pendokumentasian Keperawatan di IGD Skor Kategori
1 Penulisan asuhan keperawatan di IGD 151 baik 2 Tanggung jawab perawat IGD 167 baik 3 Menghabiskan waktu untuk mencapai
tujuan 113 cukup
4 Perlindungan hukum 171 baik 5 Monitoring perkembangan pasien 141 baik 6 Fokus perawatan sesuai kondisi pasien 114 cukup 7 Menambah beban kerja IGD 100 cukup 8 Bukti tertulis tindakan perawat 168 baik 9 Komunikasi antar perawat dan tim 161 baik
10 Menghabiskan banyak form 101 cukup Mean 139
Tabel 5.3 menunjukan bahwa sebagian besar keyakinan kuat perawat
terhadap perilaku pendokumentasian dengan kategori baik dengan skor tertinggi
73
yaitu untuk perlindungan hukum, selanjutnya untuk bukti tertulis tindakan
perawat, lalu sebagai tanggung jawab perawat IGD. Keyakinan kuat perawat
terhadap perilaku pendokumentasian dengan kategori cukup dengan skor
terendah yaitu untuk menambah beban kerja IGD, selanjutnya untuk
menghabiskan banyak form.
Tabel 5.4 Perasaan Perawat Tentang Konsekuensi Yang Akan Dihasilkan (Outcome Evaluation) Terhadap Perilaku Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di IGD
No Konsekuensi Yang Akan Dihasilkan
Terhadap Pendokumentasian
Keperawatan di IGD
Skor Kategori
1 Penulisan asuhan keperawatan di IGD 142 baik
2 Tanggung jawab perawat IGD 143 baik
3 Menghabiskan waktu untuk mencapai tujuan
112 cukup
4 Perlindungan hukum 161 baik
5 Monitoring perkembangan pasien 145 baik
6 Fokus perawatan sesuai kondisi pasien 141 baik
7 Menambah beban kerja IGD 101 cukup
8 Bukti tertulis tindakan perawat 158 baik
9 Komunikasi antar perawat dan tim 142 baik
10 Menghabiskan banyak form 111 cukup
Mean 136
Tabel 5.4 menunjukan bahwa sebagian besar perasaan perawat tentang
konsekuensi yang akan dihasilkan dari dokumentasi keperawatan di IGD dengan
kategori baik dengan skor tertinggi yaitu untuk perlindungan hukum, selanjutnya
untuk bukti tertulis tindakan perawat, lalu untuk monitoring perkembangan
pasien. Perasaan perawat tentang konsekuensi yang akan dihasilkan dengan
kategori cukup dengan skor terendah yaitu untuk menambah beban kerja IGD,
selanjutnya untuk menghabiskan banyak form.
Sikap diartikan sebagai perasaan yang mendukung atau memihak
(favorableness) atau perasaan tidak mendukung atau tidak memihak
(unfavorableness) terhadap suatu objek dalam hal ini pendokumentasian asuhan
keperawatan.
74
5.1.3 Norma Subyektif Terhadap Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Norma subyektif perawat terhadap perilaku pendokumentasian asuhan
keperawatan di IGD Rumkit TK II dr Soepraoen, IGD RS Panti Waluya Sawahan,
IGD RS Islam Malang sebagai berikut.
Tabel 5.5 Norma Subjektif Perawat Terhadap Perilaku Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di IGD
Variabel Kategori Jumlah Dokumentasi Rekam Medik IGD
F %
Norma Subjektif Baik 21 46.7
Cukup 24 53.3
Total 45 100.0
Tabel 5.5 menunjukan bahwa sebagian besar norma subjektif perawat
terhadap perilaku pendokumentasian asuhan keperawatan di IGD dengan
kategori cukup yaitu 24 perawat (53,3%).
Tabel 5.6 Persepsi Perawat Tentang Dukungan Sosial Terhadap Perilaku Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di IGD
No Persepsi Perawat Tentang Dukungan Sosial
Skor Kategori
1 Komite keperawatan 141 cukup 2 Kepala bidang keperawatan 153 baik 3 Kepala instalasi rawat jalan 133 cukup 4 Kepala ruangan IGD 154 baik 5 Teman sejawat 152 baik 6 Tim kesehatan lain 127 cukup
Mean 143
Tabel 5.6 menunjukan separuh persepsi perawat tentang dukungan sosial
dengan kategori baik dengan skor tertinggi yaitu dukungan sosial oleh kepala
ruang IGD, selanjutnya kepala bidang keperawatan, lalu teman sejawat. Separuh
persepsi perawat tentang dukungan sosial dengan kategori cukup yaitu tim
kesehatan lain dan kepala instalasi rawat jalan.
75
Tabel 5.7 Motivasi Perawat Mematuhi Anjuran Terhadap Perilaku Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di IGD
No Motivasi Perawat Mematuhi Anjuran
Skor Kategori
1 Komite keperawatan 121 baik 2 Kepala bidang keperawatan 139 baik 3 Kepala instalasi rawat jalan 139 baik 4 Kepala ruangan IGD 141 baik 5 Teman sejawat 94 cukup 6 Tim kesehatan lain 91 cukup Mean 121
Tabel 5.7 menunjukan sebagian besar motivasi perawat mematuhi
anjuran dengan kategori baik dengan skor tertinggi yaitu oleh kepala ruang IGD,
selanjutnya kepala bidang keperawatan dan kepala instalasi rawat jalan.
Sebagian kecil motivasi perawat mematuhi anjuran dengan kategori cukup
dengan skor terendah yaitu oleh tim kesehatan lain, selanjutnya oleh teman
sejawat.
Norma subyektif diartikan persepsi dari individu terhadap tekanan sosial
atau sejumlah orang yang dianggap penting dalam menganjurkan untuk
melakukan atau tidak melakukan perilaku pendokumentasian asuhan
keperawatan dan berkeinginan untuk mematuhi anjuran atau larangan tersebut.
5.1.4 Perceived Behavioral Control Terhadap Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan
Perceived Behavioral Control perawat terhadap perilaku
pendokumentasian asuhan keperawatan di IGD Rumkit TK II dr Soepraoen, IGD
RS Panti Waluya Sawahan, IGD RS Islam Malang sebagai berikut.
76
Tabel 5.8 Perceived Behavioral Control Perawat Terhadap Perilaku Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di IGD.
Variabel Kategori Jumlah Dokumentasi Rekam Medik IGD
F %
PBC Baik 27 60.0
Cukup 18 40.0
Total 45 100.0
Tabel 5.8 menunjukan bahwa sebagian besar Perceived Behavioral
Control perawat terhadap perilaku pendokumentasian asuhan keperawatan di
IGD dengan kategori baik yaitu 27 perawat (60%).
Tabel 5.9 Keyakinan Perawat Tentang Mudahnya Perilaku Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di IGD.
No Keyakinan Perawat Tentang Mudah atau Tidak Perilaku
Skor Kategori
1 Peraturan RS 146 baik 2 Kebutuhan bukti legal etik 139 baik 3 Kewajiban dan tanggung jawab
perawat 139 baik
4 Ruangan IGD yang sibuk 108 cukup 5 Supervisi atasan 138 baik 6 Akreditasi RS dan Mutu 145 baik 7 Kebutuhan komunikasi tertulis 137 baik 8 Pengetahuan perawat tentang
askep 141 baik
9 Tersedianya sarana prasarana 140 baik 10 Kondisi kegawatan pasien 99 cukup 11 Beban kerja 96 cukup 12 Keterbatasan waktu 112 cukup 13 Rendahnya reward 109 cukup
Mean 127
Tabel 5.9 menunjukan sebagian besar keyakinan perawat tentang
penyebab mudahnya perilaku pendokumentasian asuhan keperawatan dengan
kategori baik dengan skor tertinggi yaitu peraturan RS, selanjutnya akreditasi RS
dan mutu, lalu pengetahuan perawat dan tersedianya sarana. Sebagian kecil
keyakinan perawat tentang penyebab mudahnya perilaku pendokumentasian
asuhan keperawatan dengan kategori cukup dengan skor terendah yaitu beban
kerja, selanjutnya kondisi kegawatan pasien.
77
Tabel 5.10 Persepsi Perawat IGD Tentang Pendorong Perilaku Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di IGD.
No Persepsi Perawat IGD Tentang Pendorong Perilaku
Skor Kategori
1 Peraturan RS 137 baik 2 Kebutuhan bukti legal etik 140 baik 3 Kewajiban dan tanggung jawab
perawat 142 baik
4 Ruangan IGD yang sibuk 102 cukup 5 Supervisi atasan 137 baik 6 Akreditasi RS dan Mutu 136 baik 7 Kebutuhan komunikasi tertulis 141 baik 8 Pengetahuan perawat tentang
askep 136 baik
9 Tersedianya sarana prasarana 143 baik 10 Kondisi kegawatan pasien 95 cukup 11 Beban kerja 100 cukup 12 Keterbatasan waktu 104 cukup 13 Rendahnya reward 106 cukup
Mean 125
Tabel 5.10 menunjukan sebagian besar persepsi perawat tentang
pendorong perilaku pendokumentasian asuhan keperawatan dengan kategori
baik dengan skor tertinggi yaitu tersedia sarana, selanjutnya kewajiban dan
tanggung jawab, lalu kebutuhan komunikasi tertulis. Sebagian kecil persepsi
perawat tentang pendorong perilaku pendokumentasian asuhan keperawatan
dengan kategori cukup dengan skor terendah yaitu kondisi kegawatan pasien
dan beban kerja.
5.1.5 Intensi Terhadap Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Intensi perawat terhadap perilaku pendokumentasian asuhan
keperawatan di IGD Rumkit TK II dr Soepraoen, IGD RS Panti Waluya Sawahan,
IGD RS Islam Malang sebagai berikut.
Tabel 5.11 Intensi Perawat Terhadap Perilaku Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di IGD.
Variabel Kategori Jumlah Dokumentasi Rekam Medik IGD
F % Intensi Baik 27 60.0
Cukup 18 40.0 Total 45 100.0
78
Tabel 5.11 menunjukan bahwa sebagian besar intensi perawat terhadap
perilaku pendokumentasian asuhan keperawatan di IGD dengan kategori baik
yaitu 27 perawat (60.0%).
Tabel 5.12 Komponen Intensi Perawat Terhadap Perilaku Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di IGD.
Tabel 5.12 menunjukan sebagian besar komponen intensi perawat
terhadap perilaku pendokumentasian asuhan keperawatan di IGD dengan
kategori baik dengan skor tertinggi yaitu dokumentasi secara jelas dan ringkas,
selanjutnya dokumentasi sesuai masalah keperawatan, lalu dokumentasi
menggambarkan tindakan mandiri, kolaborasi.
5.1.6 Perilaku Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Perilaku pendokumentasian asuhan keperawatan di IGD Rumkit TK II dr
Soepraoen, IGD RS Panti Waluya Sawahan, IGD RS Islam Malang pada tabel
5.13 sebagai berikut.
Tabel 5.13 Perilaku Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di IGD.
No Perilaku Pendokumentasian asuhan keperawatan di IGD
Jumlah Dokumentasi Rekam Medik
F %
1 Baik 141 41.3
2 Cukup 200 58.7
Total 341 100.0
No Intensi Perawat Terhadap Perilaku Pendokumentasian Skor Kategori
1 Dokumentasi yang lengkap, akurat sesuai format 130 cukup 2 Dokumentasi sesuai masalah keperawatan 148 baik 3 Dokumentasi sesuai diagnosis, prioritas, terinci dan jelas 136 cukup 4 Dokumentasi menggambarkan tindakan mandiri, kolaborasi 147 baik 5 Dokumentasi secara jelas dan ringkas 152 baik
Mean 143
79
Tabel 5.13 memberikan informasi bahwa perilaku perawat dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan sebagian besar dalam kategori cukup
yaitu 200 dokumen RM (58,7%).
Tabel 5.14 Uraian Perilaku Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di IGD.
No Uraian perilaku pendokumentasian keperawatan di IGD
Kategori Jumlah Dokumentasi Rekam Medik IGD
F %
1 Pengkajian Baik 235 68.9
Cukup 106 31.1
2 Diagnosis Baik 139 40.8
Cukup 202 59.2
3 Rencana Baik 136 39.9
Cukup 205 60.1
4 Implementasi Baik 261 76.5
Cukup 80 23.5
5 Evaluasi Baik 219 64.2
Cukup 122 35.8
Tabel 5.14 menginformasikan bahwa uraian perilaku pendokumentasian
asuhan keperawatan yang baik didominasi oleh implementasi keperawatan yaitu
261 dokumen (76,5%), disusul pengkajian keperawatan yaitu 235 dokumen
(68,9%), dan evaluasi keperawatan yaitu 219 dokumen (64,2). Sebaliknya
perilaku pendokumentasian asuhan keperawatan yang cukup didominasi oleh
rencana keperawatan yaitu 205 dokumen (60,1%), disusul diagnosa
keperawatan yaitu 202 dokumen (59,2%).
80
5.2 Analisis Multivariat
Penelitian ini menggunakan teknik analisa data PLS (partial least square).
Berdasarkan hasil pengolahan data terdapat bentuk struktural untuk mengetahui
hubungan antar faktor dapat dilihat pada gambar 5.1 sebagai berikut.
Keterangan Gambar 5.1 : Struktur analisis faktor yang berhubungan dengan
perilaku perawat dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan.
Latent variable 1 : Sikap terhadap pendokumentasian asuhan keperawatan
Latent variable 2 : Norma subyektif pendokumentasian asuhan keperawatan
Latent variable 3 : Perceived behavioral control pendokumentasian asuhan
keperawatan
Latent variable 4 : Intensi pendokumentasian asuhan keperawatan
Latent variable 5 : Perilaku pendokumentasian asuhan keperawatan
X1.1 : Belief strength (keyakinan yang dimiliki terhadap suatu
kegiatan)
X1.2 : Outcome evaluation (Perasaan perawat IGD tentang
konsekuensi yang akan dihasilkan)
81
X2.1 : Normatif belief (Persepsi perawat IGD terhadap dukungan
sosial)
X2.2 : Motivation to comply (keyakinan mematuhi anjuran)
X3.1 : Control belief (keyakinan perawat IGD tentang mudah atau
sulitnya dilakukan)
X3.2 : Power belief (Persepsi perawat IGD tentang pendorong dan
penghambat)
X4 : Intensi (niat perawat untuk melakukan)
Y1 : Perilaku pengkajian keperawatan
Y2 : Perilaku diagnosis keperawatan
Y3 : Perilaku perencanaan keperawatan
Y4 : Perilaku implementasi keperawatan
Y5 : Perilaku evaluasi keperawatan
Tabel 5.15 Rekapitulasi Hasil Uji Hipotesis Analisis Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Perawat Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di IGD.
Hubungan antar variabel T-Statistik Koefisien Jalur
Keterangan
Sikap Intensi 2,335 0,024 Signifikan
Norma subjektif
Intensi 1,414 0,164 Tidak signifikan
PBC Intensi 1,830 0,074 Signifikan
Intensi Perilaku Pendokumentasian
1,933 0,409 Signifikan
Berdasarkan Tabel 5.15 rekapitulasi hasil uji hipotesis dijelaskan sebagai berikut.
1. Terdapat hubungan signifikan antara sikap dengan intensi dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan
2. Tidak terdapat hubungan signifikan antara norma subjektif dengan intensi
dalam pendokumentasian asuhan keperawatan
82
3. Terdapat hubungan signifikan antara perceived behavioral control dengan
intensi dalam pendokumentasian asuhan keperawatan
4. Terdapat hubungan signifikan antara intensi dengan perilaku
pendokumentasian asuhan keperawatan
5. Hasil penelitian menunjukkan sumbangan terbesar untuk intensi diberikan
oleh variabel sikap dan disusul oleh perceived behavioral control.
83
BAB 6
PEMBAHASAN
6.1 Hubungan Antara Sikap Dengan Intensi Dalam Pendokumentasian
Asuhan Keperawatan di Instalasi Gawat Darurat
Pada tabel 5.2 diketahui bahwa sebagian besar sikap perawat positif
terhadap perilaku pendokumentasian asuhan keperawatan di IGD yaitu 24
perawat (53,3%). Sikap merupakan perasaan yang mendukung atau memihak
(favorableness) atau perasaan tidak mendukung atau tidak memihak
(unfavorableness) terhadap suatu objek dalam hal ini pendokumentasian asuhan
keperawatan. Sikap positif perawat IGD terhadap pendokumentasian dapat
disebabkan keyakinan yang baik dari perawat dan perasaan perawat yang baik
tentang konsekuensi yang dihasilkan dari pendokumentasian keperawatan.
Pada tabel 5.3 diketahui bahwa sebagian besar keyakinan kuat perawat
terhadap perilaku pendokumentasian dengan kategori baik dengan skor tertinggi
yaitu untuk perlindungan hukum, selanjutnya untuk bukti tertulis tindakan
perawat, lalu sebagai tanggung jawab perawat IGD. Pada tabel 5.4 diketahui
bahwa sebagian besar perasaan perawat tentang konsekuensi yang akan
dihasilkan dari dokumentasi keperawatan di IGD memiliki kategori baik dengan
skor tertinggi yaitu untuk perlindungan hukum, selanjutnya untuk bukti tertulis
tindakan perawat, lalu untuk monitoring perkembangan pasien.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan perawat IGD memiliki keyakinan
dan perasaan tentang konsekuensi yang dihasilkan dari dokumentasi
keperawatan yaitu untuk kepentingan hukum bagi pasien, perawat dan tenaga
kesehatan yang terlibat maupun bagi Rumah Sakit. Dokumentasi keperawatan
juga menjadi bukti tertulis atas segala tindakan keperawatan, perkembangan
84
penyakit dan penanganan selama pasien dirawat di Rumah sakit. Perawat juga
meyakini dokumentasi keperawatan merupakan bagian dari tanggung jawab
yang harus dilaksanakan. Keyakinan tersebut menjadi sikap perawat IGD untuk
melakukan dokumentasi keperawatan.
Setiadi (2012), menyatakan bahwa dokumentasi keperawatan di IGD
dapat dipergunakan sebagai barang bukti di pengadilan bila terjadi suatu
masalah yang berhubungan dengan profesi keperawatan, dimana perawat
sebagai pemberi jasa dan klien sebagai pengguna jasa. Dokumentasi untuk
mengetahui sejauh mana masalah klien dapat teratasi dan seberapa masalah
baru dapat diidentifikasi dan dimonitor melalui catatan yang akurat.
Cheevakasemsook et al, (2006) menyatakan dokumentasi keperawatan di IGD
bertujuan menjamin kualitas dan kontinuitas perawatan yang diberikan melalui
komunikasi dan memberikan bukti hukum dari proses dan hasil akhir perawatan.
Dokumentasi keperawatan yang sesuai dengan standart keperawatan yang
berlaku juga akan menunjukkan kualitas dokumentasi yang baik dan kompetensi
sebagai perawat professional (Urquhart et al, 2009; Wang, Haley & Yu, 2011).
Hasil penelitian tentang keyakinan kuat perawat terhadap perilaku
pendokumentasian dengan kategori cukup dengan skor terendah yaitu untuk
menambah beban kerja IGD, selanjutnya untuk menghabiskan banyak form.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan perawat IGD memiliki keyakinan bahwa
dokumentasi keperawatan tidak menjadi beban, tidak menghabiskan banyak
form, namun justru membantu praktik keperawatan serta memecahkan masalah
keperawatan.
Hasil penelitian tersebut berbeda dengan pernyataan Hoot dan Aronsky
(2008); Kolb, Peck, Schoening dan Lee (2008); Powell et al (2012) bahwa jumlah
pasien yang banyak dan berlebihan disebut overcrowding merupakan masalah
paling umum di IGD yang memberikan beban tinggi perawat dan mempengaruhi
85
kualitas perawatnya. Menurut Eeden (2009); Powell et al (2012) situasi IGD yang
begitu sibuk, ramai, jumlah pasien berlebihan dan banyaknya aktifitas perawat
menyebabkan stres tinggi yang mempengaruhi pelaksanaan proses dan
dokumentasi keperawatan serta kualitas pelayanan perawat yang diberikan.
Perbedaan hasil tersebut dapat disebabkan perawat sudah terbiasa
membagi waktu antara merawat pasien dengan melaksanakan dokumentasi,
ruang IGD juga memiliki format dokumentasi keperawatan yang ringkas dan
praktis sehingga mampu mengurangi beban kerja dan lembar format
dokumentasi. Menurut Tracy MF (2014) pendekatan pasien kondisi biasa dan
teknik untuk penilaian umum harus diubah dalam kondisi gawat darurat untuk
menyeimbangkan kebutuhan informasi, sementara mempertimbangkan sifat kritis
dari pasien dan situasi kecemasan keluarga.
Kepmenkes nomor 856 tahun 2009 menyatakan pasien yang masuk ke
IGD Rumah Sakit tentunya butuh pertolongan yang cepat dan tepat untuk itu
perlu adanya standar dalam memberikan pelayanan gawat darurat sesuai
dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu
penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat dan penanganan
yang tepat. Tracy MF (2014) menyatakan penilaian cepat (quick check) segera
diperoleh setibanya pasien di IGD dan didasarkan pada penilaian parameter
diwakili oleh akronim ABCDE. Penilaian cek cepat adalah gambaran singkat dari
kecukupan ventilasi dan perfusi untuk memastikan intervensi dini untuk setiap
situasi yang mengancam jiwa. Penilaian juga difokuskan pada eksplorasi keluhan
utama dan memperoleh informasi dari tes diagnostik penting untuk melengkapi
penilaian fisik.
Komunikasi antar perawat IGD dan tim serta monitoring perkembangan
pasien juga menjadi alasan yang baik melakukan dokumentasi keperawatan.
Hasil penelitian sesuai dengan pernyataan Setiadi (2012), dokumentasi
86
keperawatan merupakan alat perekam terhadap masalah yang berkaitan dengan
pasien. Perawat atau tenaga kesehatan lain akan bisa melihat catatan yang ada
dan sebagai alat komunikasi yang dijadikan pedoman dalam memberikan
asuhan keperawatan. Potter dan Perry (2011), dokumentasi asuhan
keperawatan yang berkualitas mengandung beberapa karakteristik penting
antara lain akurat dan nyata yaitu perawat harus berpikir akurasi dan nyata untuk
membuktikan benar tidaknya apa yang telah didengar, dilihat dan diamati, serta
diukur melalui pemeriksaan. Relevan yaitu mencatat data yang sesuai dengan
masalah pasien yang merupakan data fokus terhadap kondisi perkembangan
pasien.
Keyakinan kuat perawat (belief strength) dan perasaan perawat tentang
konsekuensi yang dihasilkan (outcome evaluation) saling mendukung terbentuk
sikap positif perawat IGD dalam pendokumentasian keperawatan. Pada gambar
5.1 didapatkan nilai outer loading keyakinan perawat 1,420 (> 0,7) dan perasaan
tentang konsekuensi dengan nilai 2,207 (>0,7). Dengan demikian kedua sub
variabel tersebut valid membentuk sikap positif perawat IGD. Berdasarkan hasil
analisis Partial Least Square pada tabel 5.15 didapatkan nilai T-statistik 2,335 >
T-tabel (1,68) dengan koefisien jalur sebesar 0,024 sehingga dapat disimpulkan
sikap perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan memiliki
hubungan signifikan dengan intensi dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan. Koefisien jalur positif mengindikasikan bahwa semakin positif sikap
perawat maka secara langsung menjadikan semakin baik intensi perawat dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan di IGD. Intensi yang baik cenderung
dipengaruhi oleh sikap positif perawat.
Theory of Planned Behavior menyampaikan bahwa sikap yang dimiliki
seseorang terhadap suatu tingkah laku dilandasi oleh belief seseorang terhadap
konsekuensi (outcome) yang akan dihasilkan jika tingkah laku tersebut dilakukan
87
(outcome evaluation) dan kekuatan terhadap belief tersebut (belief strong)
(Fishbein & Ajzen, 2010). Intensi yang baik cenderung dipengaruhi oleh sikap
positif perawat. Menurut Theory of Planed Behavior perilaku individu dipengaruhi
oleh niat individu itu (behavioral intention) terhadap perilaku tertentu. TPB
didasarkan pada prinsip logis bahwa orang akan mengevaluasi konsekuensi
sebelum melakukan tindakan tertentu (Sharifirad et al, 2015). Menurut TPB,
tindakan manusia dipandu salah satunya oleh sikap yaitu keyakinan tentang
kemungkinan hasil dari perilaku dan evaluasi dari hasil (Javadi M et al, 2013).
Sikap dianggap sebagai penyebab pertama dari intensi perilaku tertentu,
dalam hal ini perilaku pendokumentasian asuhan keperawatan. Seorang individu
akan berniat untuk menampilkan suatu perilaku tertentu ketika ia menilainya
secara positif. Perawat IGD akan berniat (memiliki intensi yang baik) untuk
menampilkan perilaku pendokumentasian asuhan keperawatan ketika perawat
menilai pendokumentasian asuhan keperawatan secara positif (bersikap positif).
Sikap ditentukan oleh kepercayaan individu mengenai konsekuensi dari suatu
perilaku dan berdasarkan hasil evaluasi terhadap konsekuensinya. Sikap
tersebut dipercaya memiliki pengaruh langsung terhadap intensi berperilaku.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin positif sikap perawat maka
secara langsung menjadikan semakin baik intensi perawat dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan di IGD. Sikap yang negatif dapat
menghasilkan intensi yang negatif untuk selanjutnya menghasilkan perilaku
pendokumentasian yang negatif pula, sehingga disini perlu dilakukan perbaikan
untuk meningkatkan sikap positif para perawat IGD dalam pendokumentasian
keperawatan yang pada akhirnya juga akan meningkatkan tingkat intensi ke arah
yang baik.
88
6.2 Hubungan Antara Norma Subyektif Dengan Intensi Dalam
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Instalasi Gawat Darurat
Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar norma subjektif perawat
terhadap perilaku pendokumentasian asuhan keperawatan di IGD dengan
kategori cukup yaitu 24 perawat (53,3%). Norma subjektif yang cukup tersebut
disebabkan persepsi perawat yang cukup tentang dukungan sosial dan motivasi
perawat yang cukup untuk mematuhi anjuran pendokumentasian keperawatan.
Dukungan sosial dengan kategori baik memiliki skor tertinggi yaitu
dukungan sosial oleh kepala ruang IGD, selanjutnya kepala bidang keperawatan,
lalu teman sejawat. Persepsi perawat tentang dukungan sosial dengan kategori
cukup yaitu tim kesehatan lain, kepala instalasi rawat jalan dan komite
keperawatan. Motivasi perawat mematuhi anjuran dengan kategori baik dengan
skor tertinggi yaitu kepada kepala ruang IGD, selanjutnya kepala bidang
keperawatan dan kepala instalasi rawat jalan. Motivasi perawat mematuhi
anjuran dengan kategori cukup dengan skor terendah yaitu oleh tim kesehatan
lain, selanjutnya oleh teman sejawat.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan dukungan sosial pada perilaku
dokumentasi asuhan keperawatan menurut perawat IGD diperlukan dari
beberapa pihak. Kepala ruangan IGD sebagai pimpinan terdekat yang bekerja
dengan perawat pelaksana menjadi dukungan utama terlaksananya dokumentasi
keperawatan. Kepala bidang keperawatan sebagai atasan perawat dinilai
memiliki peran terselengaranya dokumentasi keperawatan yang baik. Teman
sejawat yaitu antar perawat IGD dan perawat ruangan juga memiliki peran
dukungan yang besar berperan mengingatkan antar teman sejawat dan saling
membantu pelaksanaan dokumentasi keperawatan.
Motivasi mematuhi anjuran terkait dokumentasi keperawatan lebih
kepada kepatuhan perawat IGD kepada atasan yaitu kepala ruang IGD, kepala
89
bidang keperawatan dan kepala instalasi rawat jalan. Tim kesehatan lain dan
teman sejawat terkait dokumentasi keperawatan bukan dipandang sebagai
atasan tetapi sebagai mitra kerja sehingga bukan penyebab kepatuhan perawat
IGD melakukan dokumentasi keperawatan.
Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Wang, Halley dan Yu (2011)
bahwa dukungan organisasi disertai penggunaan standarisasi bahasa
keperawatan dapat meningkatkan kualitas dokumentasi. Menurut Muller Staub et
al (2007) dukungan otoritas organisasi juga akan membantu perawat memahami
teori proses keperawatan dan memperbaiki ketrampilan klinis yang layak dalam
melakukan pengkajian keperawatan sistematis, formulasi diagnosis keperawatan
yang akurat, perencanaan yang konkrit dan intervensi keperawatan yang efektif
serta pendokumentasian hasil observasi keperawatan.
Faktor lain yang mempengaruhi norma subyektif perawat dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan yaitu dukungan rekan kerja (peer
review) dalam lingkungan sosial. Orang cenderung bersama sesuai kelompok
sosialnya misal umur, jenis kelamin, hobi dan pekerjaan yang sama. Seseorang
cenderung bertindak dan berperilaku seperti anggota dari kelompok tersebut.
Pada penelitian Kusumadewi (2012) didapatkan hubungan positif antara
dukungan sosial peer group dengan ketaatan pada peraturan. Rekan kerja yang
melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan dengan baik akan membuat
rekan kerja lain menjadi baik. Demikian sebaliknya, rekan kerja yang cenderung
melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan sekedarnya akan
mempengaruhi rekan kerja yang lain. Seseorang cenderung berperilaku sama
dengan rekan yang sama dalam lingkungan sosialnya (peer group).
Berdasar hasil analisis Partial Least Square pada tabel 5.15 didapatkan
nilai T-statistik 1,414 > T-tabel (1,68) menginformasikan bahwa norma subyektif
90
perawat IGD dalam pendokumentasian asuhan keperawatan tidak memiliki
hubungan signifikan terhadap intensi pendokumentasian asuhan keperawatan.
Norma subyektif adalah pihak-pihak yang dianggap berperan dalam
perilaku seseorang dan memiliki harapan pada orang tersebut, dan sejauh mana
keinginan untuk memenuhi harapan tersebut (Ismail dan Zain, 2008). Norma
subyektif yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang lain (normative beliefs)
dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (motivation to comply) (Fishbein
& Ajzen, 2010). Azwar (2010) menyampaikan bahwa orang lain disekitar kita
merupakan salah satu komponen sosial yang ikut mempengaruhi keyakinan.
Seseorang yang dianggap penting, seseorang yang diharapkan persertujuannya
bagi setiap tingkah laku dan pendapat kita, seseorang tidak ingin kita
kecewakan, atau seseorang mempengaruhi pembentukan sikap dan keyakinan
tethadap sesuatu. Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap atau
keyakinan yang konformis atau searah dengan orang yang dianggapnya penting.
Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk mengindari konflik
dengan orang yang dianggap penting.
Penelitian ini menunjukkan orang atau kelompok yang dianggap memberi
dukungan terhadap perawat IGD dalam melakukan pendokumentasian asuhan
keperawatan adalah kepala ruangan, kepala bidang keperawatan dan teman
sejawat. Jika perawat IGD percaya bahwa referent akan mendukung perawat
untuk melakukan tingkah laku pendokumentasian asuhan keperawatan maka hal
ini akan menjadi dukungan sosial untuk perawat tersebut melakukannya. Jika
perawat IGD percaya bahwa orang lain yang berpengaruh padanya tidak
mendukung tingkah laku tersebut, maka hal ini akan menyebabkan perawat
memiliki kecenderungan untuk tidak melakukannya.
Berdasarkan hasil analisis uji statistik didapatkan norma subyektif
perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan tidak memiliki hubungan
91
signifikan dengan intensi dalam pendokumentasian asuhan keperawatan. Hasil
tersebut dapat disebabkan oleh faktor kedekatan figur otoritas, yaitu dalam
pelaksanaan pendokumentasian diperlukan kehadiran atau pengawasan
langsung dari figur otoritas. Dalam hal ini, figur otoritas adalah kepala ruangan
IGD dan kepala bidang keperawatan. Bila figur otoritas meninggalkan ruangan
atau memberikan instruksi secara tidak langsung maka kepatuhan akan menurun
(Atkitson, 1983 dalam Ulum 2013). Lebih mudah untuk tidak melakukan sebuah
anjuran dari figur otoritas jika mereka tidak dekat (Dewey, 2007). Sebaliknya, jika
figur otoritas dekat maka ketaatan terhadap anjuran lebih tinggi. Kehadiran figur
otoritas maka dapat mengawasi langsung dan memberikan instruksi langsung
atau anjuran dalam pendokumentasian. Sesuai dengan penelitian Ulum (2013),
didapatkan ada pengaruh kedekatan figur otoritas terhadap kepatuhan
pendokumentasian asuhan keperawatan. Terdapat peningkatan angka
kepatuhan saat kedekatan figur otoritas baik. Dimungkinkan karena kemudahan
dalam berkomunikasi langsung sehingga instruksi yang diberikan lebih jelas.
6.3 Hubungan Antara Perceived Behavioral Control Dengan Intensi Dalam
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar Perceived
Behavioral Control perawat terhadap perilaku pendokumentasian asuhan
keperawatan di IGD dengan kategori baik yaitu 27 perawat (60%). PBC dibentuk
oleh keyakinan tentang mudah atau tidak dilakukan dan persepsi pendorong dan
penghambat perilaku. Pada penelitian ini keyakinan perawat tentang penyebab
mudahnya perilaku pendokumentasian asuhan keperawatan sebagian besar
memiliki kategori baik dengan skor tertinggi yaitu peraturan RS, selanjutnya
akreditasi RS dan mutu, lalu pengetahuan perawat dan tersedianya sarana
prasarana. Sebagian kecil keyakinan perawat tentang penyebab mudahnya
92
perilaku pendokumentasian asuhan keperawatan dengan kategori cukup yang
memiliki skor terendah yaitu beban kerja, selanjutnya kondisi kegawatan pasien.
Dengan kata lain, beban kerja dan kondisi kegawatan pasien tidak dianggap
menyebabkan kesulitan dalam pendokumentasian keperawatan di IGD.
Peraturan RS terkait dokumentasi menjadi kepanjangan dari peraturan
yang telah diatur oleh pemerintah bahwa dokumentasi harus tertulis lengkap dan
jelas, salah satunya dokumentasi yang dilakukan perawat saat di IGD. RS yang
telah menetapkan standar dokumentasi dengan fungsi kontrol yang ketat akan
dipahami sebagai keharusan yang harus dilakukan oleh petugas kesehatan
salah satunya perawat. Kebijakan RS yang jelas dan tegas terkait dokumentasi
menjadi penentu utama kelengkapan dokumentasi medis dan keperawatan.
Akreditasi RS menjadi keharusan dan memiliki kekuatan memaksa bagi
petugas kesehatan dan RS tersebut untuk memenuhi standar akreditasi yang
telah ditetapkan. Dokumentasi yang dilakukan perawat IGD sebagai bagian dari
rekam medik dituntut kelengkapannya. Perawat menganggap bahwa akreditasi
menjadi alasan perilaku pendokumentasian keperawatan harus dilakukan. Status
akreditasi Rumah Sakit yang menjadi tempat penelitian ini adalah tingkat
paripurna.
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan Permenkes nomor 269 tahun
2008 pada pasal 2 bahwa rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan
jelas atau secara elektronik. Dokumentasi IGD yang baik menunjang penilaian
Akreditasi RS selain menjadi aspek legal diranah hukum. Septanty (2016),
keberhasilan dalam akreditasi Rumah Sakit, salah satu yang harus dipenuhi
dalam keberhasilan akreditasi versi KARS 2012 adalah analisis kuantitatif
kelengkapan dokumentasi/ rekam medis yang sesuai dengan elemen penilaian
dari standar akreditasi versi KARS 2012.
93
Penilaian akreditasi yang baik akan berkaitan dengan prestige atau rasa
bangga dari anggota organisasi tersebut, salah satunya adalah perawat sebagai
pemberi asuhan keperawatan di rumah sakit. Prestige yang tinggi maka akan
mempengaruhi kepatuhan dalam melakukan pendokumentasian asuhan
keperawatan. Smith (2012), bahwa prestige organisasi berhubungan positif
dengan keterikatan pegawai terhadap organisasi. Semakin tinggi keterikatan
pegawai maka semakin baik kinerjanya, salah satunya adalah kinerja
pendokumentasian asuhan keperawatan.
Pengetahuan memiliki fungsi sebagai dasar dalam menganalisis sesuatu
hal, mempersepsikan dan menginterpretasikan, yang kemudian dilanjutkan
dengan keputusan yang dianggap perlu (Achterberg & Vriens, 2002 dalam
Pribadi, 2009). Pengetahuan dalam hal ini adalah definisi, tujuan, manfaat, dan
pendokumentasian asuhan keperawatan. Pengetahuan perawat tentang asuhan
keperawatan berpengaruh terhadap penerapan asuhan keperawatan, sehingga
perawat perlu pengembangan ilmu agar pelayanan keperawatan dapat
terlaksana dengan baik. Pengetahuan yang baik dapat menjadi tolak ukur dari
suatu pelaksanaan tindakan, sehingga pelaksanaan pendokumentasian asuhan
keperawatan yang baik dan benar harus didasari oleh pengetahuan dan
pengalaman (Yusuf, 2013). Sesuai dengan penelitian Ardika (2012), bahwa ada
hubungan pengetahuan perawat tentang asuhan keperawatan dengan
kelengkapan pengisian pendokumentasian keperawatan.
Pendidikan yang dicapai seseorang diharapkan menjadi faktor
determinan produktifitas antara lain pengetahuan, ketrampilan, kemampuan dan
perilaku yang cukup dalam menjalankan aktifitas pekerjaanya (Newland, 1994
dalam Martini, 2009). Hasil penelitian seluruh responden berlatar belakang
tingkat pendidikan perguruan tinggi yaitu 41 orang (91,1%) berpendidikan D3/D4
keperawatan dan 4 orang (8,9%) berpendidikan S1. Perawat memahami bahwa
94
pengetahuan dengan latar belakang pendidikan menjadi penentu mudah
melaksanakan dokumentasi keperawatan.
Pada tabel 5.10 diketahui pendorong perilaku pendokumentasian asuhan
keperawatan sebagian besar memiliki kategori baik dengan skor tertinggi yaitu
tersedia sarana prasarana, selanjutnya kewajiban dan tanggung jawab, lalu
kebutuhan komunikasi tertulis. Ketersediaan sarana prasarana dapat berupa
tersedia format dokumentasi IGD yang praktis dan ringkas menjadi alasan
pendorong pelaksanaan dokumentasi keperawatan. Sarana prasarana adalah
segala jenis peralatan, perlengkapan kerja atau fasilitas lain yang berfungsi
sebagai alat dalam pelaksanaan tugas. Fasilitas yang sesuai standart diharapkan
dapat meningkatkan kualitas mutu pelayanan, dalam hal ini adalah
pendokumentasian asuhan keperawatan (Simamora, 2004). Penelitian Parulian
(2011) bahwa fasilitas berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam melakukan
pendokumentasian.
Berdasar hasil analisis Partial Least Square pada tabel 5.15 didapatkan
nilai T-statistik 1,830 > T-tabel (1,68) dengan koefisien jalur sebesar 0,074,
sehingga dapat disimpulkan bahwa Perceived Behavional Control perawat dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan memiliki hubungan signifikan terhadap
intensi dalam pendokumentasian asuhan keperawatan. Hasil pengujian
menunjukkan koefisiensi hubungan bertanda positif, yang mengidindikasi bahwa
semakin positif perceived behavioral control responden maka secara langsung
menjadikan semakin baik intensi perawat dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan. Pada gambar 5.1 didapatkan nilai outer loading control belief 3,670
(> 0,7) dan power belief dengan nilai 2,406 (>0,7). Dengan demikian kedua sub
variabel tersebut valid membentuk PBC perawat IGD.
Variabel Perceived Behavional Control diasumsikan merefleksi
pengalaman masa lalu, dan mengantisipasi halangan yang mungkin terjadi atau
95
Perceived Behavional Control adalah persepsi seseorang tentang kemudahan
atau kesulitan untuk berperilaku tertentu. Perceived Behavional Control
diasumsikan memiliki pengaruh motivasional terhadap intensi. Individu yang
menyakini bahwa ia tidak memiliki kesempatan untuk berperilaku, tidak akan
memiliki intensi yang kuat, meskipun ia bersikap positif dan didukung oleh
referents (orang-orang disekitarnya) (Fishbein & Ajzen, 2010). Menurut Reams et
al (2013) petugas kesehatan dengan kontrol perilaku (PBC) yang lebih tinggi
memiliki perilaku yang lebih baik pada orang dewasa pada pelatihan di bidang
penyakit menular seksual. Kontrol perilaku dapat memprediksi perilaku dokter
mengenai niat dokter untuk meminta otopsi rumah sakit sebagai fungsi kontrol
pekerjaan (Semenza, Ploubidis & George, 2011).
Perceived Behavional Control ini dihasilkan oleh pengalaman masa lalu dan
perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan
perilaku pendokumentasian. Perceived Behavional Control ini sangat penting
ketika rasa percaya diri seseorang cukup dalam berada dalam kondisi yang
lemah, karena Perceived Behavional Control meningkatkan motivasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa intensi yang baik dihasilkan oleh Perceived
Behavional Control yang baik.
6.4 Hubungan Antara Intensi Dengan Perilaku Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan
Hasil penelitian menunjukkan intensi perawat pada perilaku
pendokumentasian asuhan keperawatan di IGD didapatkan sebagian besar
dengan kategori baik yaitu 27 perawat (60.0%). Intensi yang baik disebabkan
hampir semua komponen intensi perawat terhadap perilaku pendokumentasian
asuhan keperawatan di IGD dengan kategori baik dengan skor tertinggi yaitu
96
dokumentasi secara jelas dan ringkas, selanjutnya dokumentasi sesuai masalah
keperawatan.
Dokumentasi keperawatan IGD yang berkualitas dibuat berdasarkan
prioritas, terinci dan jelas serta ringkas. Prioritas artinya mendahulukan pada
masalah pasien yang mengancam nyawa atau tingkat kegawatan berat,
selanjutnya turun ke masalah yang tidak mengancam nyawa. Pendokumentasian
secara terinci dan jelas menggambarkan akurasi data sesuai masalah pasien.
Ringkas menunjukkan efisiensi dan efektifitas dokumentasi IGD tanpa
mengurangi kualitas dokumentasi itu sendiri.
Proses dokumentasi keperawatan dalam bidang gawat darurat memiliki
fokus berbeda pada tahap pengkajian karena terkait kondisi akut pasien atau
kegawatdaruratan yang mengancam nyawa (Iyer, 2004; Asmadi, 2008). Seluruh
data yang diperlukan untuk mengidentifikasi masalah keperawatan klien dicatat
dengan terperinci. Data yang terkumpul harus lengkap, guna membantu
mengatasi masalah klien yang adekuat, akurat dan nyata (Potter & Perry, 2011).
Kuehl (2005), menambahkan bahwa dokumentasi yang tepat, mudah dibaca dan
lengkap akan menjamin kualitas perawatan dari potensial gugatan malpraktik.
Perawat IGD menyadari dokumentasi keperawatan yang dibuat harus
menggambarkan masalah yang dialami pasien, karena asuhan keperawatan
yang diberikan bertujuan mengatasi masalah pasien. Oleh karena itu akurasi
atau ketepatan data pada saat pengkajian sangat diperlukan agar sesuai dengan
masalah pasien yang sebenarnya. Hasil penelitian sesuai dengan pernyataan
Eeden (2009) bahwa dokumentasi keperawatan dalam praktik keperawatan akan
membantu memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan perawatan
kesehatan pasien. Tarwato & Wartonah (2006), proses dokumentasi
keperawatan digunakan untuk membantu melaksanakan praktik keperawatan
secara sistematis dan memecahkan masalah keperawatan.
97
Hasil penelitian menunjukkan data perilaku perawat dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan di IGD sebagian besar dalam kategori
cukup yaitu 200 dokumen (58,7%). Pada data uraian perilaku perawat dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan di IGD didapatkan bahwa perilaku baik
didominasi implementasi keperawatan yaitu 261 dokumen (76,5%), disusul
pengkajian keperawatan yaitu 235 dokumen (68,9%). Perilaku cukup didominasi
rencana keperawatan yaitu 205 dokumen (60,1%) dan diagnosa keperawatan
yaitu 202 dokumen (59,2%).
Data diatas menunjukkan perilaku pendokumentasian keperawatan di
IGD sebagian besar kategori cukup disebabkan kekurangan pada bagian
rencana keperawatan dan diagnose keperawatan. Perilaku pendokumentasian di
IGD lebih banyak berfokus di pengkajian, implementasi dan evaluasi
keperawatan. Situasi pasien IGD yang mengancam dan kritis menyebabkan data
yang diperoleh dari pengkajian langsung diimplementasikan ke pasien sambil
diamati hasil dari tindakan tersebut dalam bentuk evaluasi. Sesuai dengan
pernyataan Iyer (2004); dan Asmadi (2008), penerapan proses keperawatan di
IGD juga berbeda sesuai karakteristiknya, seperti tahap pengkajian selesai
dilakukan lalu akan langsung ditindaklanjuti ke tahap implementasi untuk
menyelamatkan kondisi yang mengancam nyawa.
Pada kegiatan penelitian didapatkan dua IGD RS tidak menggunakan
format cek list tapi menggunakan isian pada bagian diagnosa dan rencana
keperawatannya. Hasil observasi peneliti bentuk isian pada diagnosa dan
rencana keperawatan ini menyebabkan sering tidak diisi daripada bentuk cek list.
Bentuk isian diagnosa dan rencana keperawatan di IGD memerlukan waktu
menulis lebih lama dan membutuhkan pengetahuan perawat yang lebih baik.
Keterkaitan diagnosa dan rencana keperawatan sangat erat, biasanya bila
diagnosa keperawatan tidak dibuat maka rencana keperawatan juga tidak dibuat.
98
Hasil penelitian Paans et al (2010) bahwa penulisan formulasi diagnosis
keperawatan relatif jarang dilakukan dan tidak terdokumentasi dengan baik.
Penelitian Adeyemi dan Olagon (2013) bahwa faktor pengetahuan perawat
memilik pengaruh lebih besar dari faktor lainya dalam aplikasi proses
keperawatan sehingga perawat tidak dapat merumuskan sesuai formulasi
diagnosis keperawatan. Eeden (2009); Paans et al (2010) menyatakan bahwa
diagnosis akan memberikan dasar dalam menyusun rencana keperawatan untuk
mencapai akhir yang diinginkan untuk pasien.
Hasil yang ditunjukkan oleh tabel 5.15 menunjukkan bahwa intensi
perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan memiliki hubungan
signifikan dengan perilaku perawat dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan. Perilaku pendokumentasian asuhan keperawatan yang baik
dipengaruhi oleh intensi yang baik.
Faktor intensi perilaku merupakan inti dari perilaku terencana, namun
penyebab intensi tidak hanya dua (sikap terhadap perilaku pendokumentasian
asuhan keperawatan dan norma subyektif) melainkan tiga dengan diikutsertakan
aspek kontrol perilaku (Perceived Behavional Control). Ketiga komponen ini
berinteraksi dan menjadi determinan bagi intensi yang pada gilirannya akan
menentukan apakah perilaku yang bersangkutan dalam hal ini perilaku
pendokumentasin asuhan keperawatan akan dilakukan atau tidak (Azwar,2010)
Ajzen menyatakan bahwa niat seseorang melakukan perilaku akan
menentukan dilakukan atau tidak dilakukan perilaku tersebut (Ajzen, Albarracin,
& Hornik, 2010). Intensi merupakan faktor motivasional yang memiliki pengaruh
pada perilaku, sehingga orang dapat mengharapkan orang lain berbuat sesuatu
berdasarkan intensinya. Pada umumnya, intensi memiliki kolerasi yang tinggi
dengan perilaku, oleh karena itu dapat digunakan untuk meramalkan perilaku.
Intensi diukur dengan sebuah prosedur yang menempatkan subyek di dimensi
99
probabilitas subyektif yang melibatkan suatu hubungan antara dirinya dengan
tindakkan (Fishbein & Ajzen, 2010). Intensi juga merupakan faktor penentu
apakah perilaku yang bersangkutan dalam hal ini perilaku pendokumentasian
asuhan keperawatan akan dilakukan atau tidak (Azwar, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa intensi perawat dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan memiliki hubungan signifikan terhadap
perilaku perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan. Hubungan ini
dapat diprediksi bahwa intensi sebagai faktor motivasional yang menentukan
seorang melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan dan
mengindifikasikan seberapa kuat keyakinan seseorang akan menerapkan suatu
perilaku dan seberapa besar usaha yang akan digunakan untuk melakukan
perilaku tersebut.
Intensi yang kurang menghasilkan perilaku pendokumentasian yang
kurang, sehingga pendokumentasian yang tidak lengkap atau kosong mulai dari
pengkajian, diagnosis keperawatan, rencana, implementasi dan evaluasi. Intensi
yang baik menghasilkan perilaku pendokumentasian yang baik, karena intensi
yang baik dapat menjadi faktor motivasional yang memiliki pengaruh pada
perilaku.
6.5. Keterbatasan Penelitian
Peneliti memiliki keterbatasan dalam kemampuan melakukan modifikasi
instrument penelitian dari beberapa sumber referensi, sehingga ketepatan
instrumen perlu dikembangkan lebih lanjut.
100
BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan intensi dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi Gawat Darurat.
2. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara norma subyektif dengan
intensi dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi Gawat
Darurat.
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara perceived behavioral control
dengan intensi dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di
Instalasi Gawat Darurat.
4. Terdapat hubungan yang signifikan antara intensi dengan perilaku
perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di Instalasi
Gawat Darurat.
7.2 Saran
1. Rumah Sakit
1) Membudayakan perilaku pendokumentasian asuhan keperawatan di
IGD dengan memperbaiki intensi melalui peraturan RS dan SOP yang
jelas tentang pendokumentasian asuhan keperawatan.
2) Melakukan sosialisasi berkala kepada perawat pelaksana tentang
pendokumentasian asuhan keperawatan khususnya menyusun
diagnosa dan rencana keperawatan, sebagai upgrade pengetahuan
dan terjadi persamaan persepsi perawat dalam pendokumentasian
keperawatan.
101
3) Menyusun format dokumentasi keperawatan IGD yang praktis dan
efisien.
2. Perawat
1) Peningkatan pengetahuan dalam penulisan asuhan keperawatan, hal
ini dapat dipenuhi dengan mengikuti refreshing dan pendidikan
ataupun pelatihan tentang pendokumentasian asuhan keperawatan
secara berjenjang
2) Meningkatkan sikap positif dan niat yang baik dalam
pendokumentasikan asuhan keperawatan, sehingga akan terbentuk
perilaku yang baik pada pendokumentasian asuhan keperawatan.
3. Penelitian Lanjut
1) Observasi dalam perilaku pendokumentasian dapat dilakukan secara
langsung pada saat perawat melakukan pendokumentasian asuhan
keperawatan dalam rentang waktu penelitian yang lebih lama.
2) Penelitian lebih lanjut dapat meneliti pengaruh komponen background
factor seperti faktor personal, sosial dan informasi yang bukan bagian
dari Theory of Planed Behavior namun dianggap melengkapi teori
tersebut.
102
DAFTAR PUSTAKA
Aacharya, Gastman & Denier. 2011. Emergency Department Triage: An Ethical
Analysis. BMC Emergency Medicine, 11(16): 1-13 Adeyemo, F.O., dan Olaogun, A.A.A.E. 2013. Factors Affecting The Use of
Nursing Process In Health Institutions In Ogbomoso Town, Oyo State. International. Journal of Medicine and Pharmaceutical Sciences , 3(1): 91-98
Ajzen. I. 1991. The Theory of Planed Behavior. Organizational Behavior And
Human Decision Processes. Academic Press. University of Massachusetts.
Ajzen, I., Albarracin, D., dan Hornik, R. 2010. Prediction and Change of Health
Behavior. Applying the Reasoned Action Research. LEA Publisher. New Jersey.
Amaliah, K. 2008. Peranan Sikap, Norma Subyektif, Perceived Behavioral
Control dalam Memprediksi Intensi Mahasiswa untuk Bersepeda di Kampus, Tesis, Universitas Indonesia, Depok
Alves, A.R., Lopes, C.H & Jorge, M.S. 2008. The meaning of the nursing process
for nurses of intensive theraphy units: an Interactionist Approach. Rev Esc Enferm USP, 42 (4): 649-655
American Nurses Association. 2007. Nursing: Scope and standards of practice.
Washington DC. Ardika, R. 2012. Hubungan Pengetahuan Perawat Asuhan Keperawatan dengan
kelengkapan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di RSUP dr. Kariadi semarang . Universitas Diponegoro. Semarang
Asmadi, 2008. Konsep Dasar Keperawatan. EGC. Jakarta Baath, C., Balai-Lord, M., Johansson, I., & Larson, BW. 2007. Nursing
Assessment Documentation and Care of Hip Fracture Patient Skin . Journal of Orthopedics Nursing, 11(1): 4-14
Baer, R.B., Pasternack, J.S & Zwemer, F.L. 2001. Recently Discharge Inpatients
as A Sorce of Emergency Department Overcrowding. Academic Emergency Medicine, 8(11): 1091-1094
Bijani, M., Sadeghzadeh, M., Khani, J.A., dan Kashfi, S.H. 2016. Factors
Influencing Poor Nursing Documentation from The Perspective of Nursing Staff. International Journal of Medical Research & Health Sciences, 5(11): 717-718
Blair, W., dan Smith, B. 2012. Nursing Documentation: Framework And Barriers.
Contempory Nurse, 41(2): 160-168
103
Brixey, J., Robinson, D.J., Tang, Z., Johnson, T.R., Turley, J.P., dan Zhang, J.
2005. Interruption in Workflow for RNs in A Level One Trauma Centre. AMIA Annual Symposium Proceeding, American Medical Informatics Association, Bethesda, MD. P. 86-90
Bruce, K., dan Suserud, B.O. 2005. The Handover Process and Triage of Ambulance Borne Patients: The Experience of Emergency Nurses. British Association of Critical Care Nurses, Nursing in Critical Care, 10(4): 201-209
Cheevakasemsook, A., Chapman, Y., Francis, K., dan Davies, C. 2006. The
Study of Nursing Documentation Complexies. International Journal of Nursing Practice, 12: 366-374
Curtis, K., Murphy, M., Hoy, S., dan Lewis, M.J. 2009. The Emergency Nursing
Assessment Process: A Structured Framework for A Systematic Approach. Australasian Emergency Nursing Journal, 12: 130-136.
Darmer, M.R., Ankersen, L., Nielsen, B.G., Landberger, G., Lippert, E., Egerod, I.
2006. Nursing Documentation Audit-The Effect of A VIPS Implementation Programme in Denmark, J Clin Nurs, 15:525-534
Dermawan, D. 2012. Proses Keperawatan: Penerapan Konsep dan Kerangka
Kerja. Gosyen Publishing. Yogyakarta. Dewey, Russel A. 2007. Obedience: Milgram. Retrieved from
http://www.intropsych.com/ch 15_social/milgram_1963_obedience.html. Diyanto, Y 2007, Analisis Faktor-Faktor Pelaksanaan Dokumentasi Asuhan
Keperawatan di RSUD Tugurejo Semarang, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang
Eccles, M.P., Hrisos, S., Francis, J., Kaner, E.F., Dickinson, H.O., Beyer, F dan
Johnston, M. 2007. Do self-reported intentions predict clinicians' behaviour: a systematic review. Implement Sci.1:28
Eeden, I.E. 2009. Development of A Nursing Record Tool for Critically III or
Injuried Patients in An Accident and Emergency (A&E) Units. Dissertation. University of Pretoria.
Emergency Nurses Association, 2007. Emergency Nursing Core Curriculum.
Sixth Edition. WB. Saunders Company. Philadelphia Faizin dan Winarsih (2008), Hubungan Tingkat Pendidikan dan Lama Kerja
Perawat dengan Kinerja Perawat di RSU Pandan Arang Kabupaten Boyolali, Berita Ilmu Keperawatan. ISSN 1979-2697, Vol 1, No.3, hal. 137-142
Fernald, Dodge. 2007, Psychology. Retrieved from
http://www.prenhall.com/fernald/chapter/fern 4.html Fishbein, M & Ajzen, I, 2010, Predicting and Changing Behavior: The Reasoned
Action Approach, Psychology Press, New York.
104
Florin, J., Ehrenberg, A., dan Ehnfors, M. 2005. Quality of Nursing Diagnosis : Evaluation of an educational intervention. International Journal of Nursing Terminologies and Classifications, 16(2): 33-43
Fuchtbauer, Norgaard, & Mogensen. (2013). Emergency Department Physicians
Spend Only 25% of Their Working Time on Direct Patient Care. Dan Med J; 60 (1): A4558.
Gilboy, N. 2002. A Newly Revised Nursing ED Documentation Form for A Level I
Trauma Center. Journal of Emergency Nursing, 28(1): 36-39 Giordano, K. 2003. Examining Nursing Malpractice: A Defense Attorney’s
Prespective. Thesis. Victoria University of Wellington. Hagos, F., Alemseged, F. Balcha, F., Berhe, S., dan Aregay, A. 2014. Application
of Nursing Process and It’s Affecting Factors Among Nurses Working in Mekelle Zone Hospital, Northem Ethiopia. Nursing Research and Practice. Hindawi Publising Corporation.
Hastono, S.P. 2007. Basic Date Analysis for Health Research. Depok: FKM - UI Healy, S., dan Tyrrell, M. 2011. Stress in Emergency Departments: Experiences
of Nurses and Doctors. Emergency Nurse, 19(4): 31-36 Hector, D.S. 2009. Retrospective Analysis of Nursing Documentation in The
Intensive Care Units of An Academic Hospital In Western Cape. Thesis.
Hutahaean. 2010. Konsep dan Dokumentasi Keperawatan, Jakarta : Trans Info Media.
Hoot, N.R., dan Aronsky, D. 2008. Sistematic Review of Emergency Department
Crowding: Causes, Effects and Solutions. Annals of Emergency Medicine, 52(2): 126-136.
Ilyas, Y. 2009. Teori, Penilaian dan Penelitian. Jakarta, Badan penerbit FKM-UI Ismail, V.Y., & Zain, E, 2008, Peranan Sikap, Norma Subyektif dan Perceived
Behavioral Control terhadap Intensi Pelajar SLTA untuk Memilih Fakultas Ekonomi, Jurnal Ekonomi, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol 5, No.3, hal. 237-257.
Iyer, P.W., dan Camp, N.H. 2004. Dokumentasi Keperawatan: Suatu Pendekatan
Proses Keperawatan. EGC. Jakarta. Javadi, M., Kadkhodaee,M., Yaghoubi, M., Maroufi, M., dan Shams, A. 2013.
Applying Theory of Planned Behavior in Predicting of Patient Safety Behaviors of Nurses. Mater Sociomed. 25(1): 52–55.
Jogiyanto, 2007. Sistem Informasi Keperilakuan, Yogyakarta: Penerbit Andi
Yogyakarta. Karkkaine, O., dan Eriksson, K. 2005. Recording The Content of The Caring
Process. J Nurs Manage, 13(3): 202-208.
105
Kelley, T.F., Brandon, D.H., dan Docherty, S.L, 2011. Electronic Nursing Documentation as A Strategy to Improve Quality of Patient Care. J Nurs Scholarsh, 43(2): 154-162
Kolb, E.M.W., Peck, J., Schoening, S., dan Lee T, 2008. Reducing Emergency
Department Overcrowding Five Patient Buffer Concept in Comparasion Proceeding. Winter Simulation Conference.
Kuehl, A. 2005. Documentation Crisis in The Emergency Department. Dateline, 3(1): 1-5
Kuckyt, C. 2006. Nursing Process and Critical Thinking. http:home.cogeco.ca/-
nursingprocess.htm. Diakses pada 5 Maret 2017.
Kusumadewi. 2012. Hubungan Dukungan Sosial Peer Group dan Kontrol Diri
dengan Kepatuhan terhadap Peraturan pada remaja Putri. Retrieved from
http;//candrajiwa.psikologi.fk.uns.ac.id/index.php/candrawijaya/article/view
/25/15
Laxmisan, A., Hakimzada, F., Sayan, O.R., et al. 2007. The Multiasking Clinician: Decission Making and Cognitive Demand During and After Team Handoffs in Emergency Care. Int J Med Inform, 76(11-12): 801-811.
Lay, C.W., Long, T.W., dan Lau, C.C., 2006. A Studi on Trauma Documentation
in Accident and Emergency. Journal of Emergency Medicine, 13(1): 31-37 Hongkong.
Martini 2007, Hubungan Karakteristik Perawat, Sikap, Beban Kerja, Ketersediaan
Fasilitas Dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Rawat Inap RSUD Kota Salatiga, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang
Moskop, J.C., Sklar, D.P., Geiderman, J.M., Schears, R.M., dan Bookman, K.J.
2009. Emergency Department Crowding, Part1- Concept, Causes, and Moral Consequences. Ann Emerg Med, 53(5): 605-11
Muller, S.M,. Needam, I., Odenbreit, M., Lavin, M.A., dan Van Actherberg, T.
2007. Improved Quality of Nursing Documentation: Result of Nursing Diagnosis, Intervention and outcome implementation Study. International Journal of Nursing Terminologies and Classification, 18(1).
Nelfiyanti, 2009, Pengaruh Pengetahuan dan Motivasi Perawat Terhadap
Kelengkapan Pengisian Dokumentasi Asuhan Keperawatan pada Rekam Medis di Ruang Rawat Inap RSH Medan, Tesis, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Nettina, S.M., dan Mills, E.J. 2006. The Nursing Process. 8th Edition. Lippincott
Williams and Wilkins. Philadelphia. Newberry, L., dan Criddle,L.M. 2007. Sheehy’s Manual of Emergency Care.
Elsevier Mosby. Missouri. Notoatmodjo, S 2010, Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT Rineka Cipta, Jakarta
106
Nursalam, 2008, Proses & Dokumentasi Keperawatan: Konsep & Praktik, Salemba Medika, Jakarta
Nursalam, 2013, Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Salemba Medika,
Jakarta Ofi, B., dan Sowunmi, O. 2013. Nursing Documentation: Experience of The Use
of The Nursing Process Model In Selected Hospital In Ibadan, Oyo State, Nigeria. International Journal of Nursing Practice, 18: 354-362
Paans, W., Sermeus, W., Nieweg, R.M.B dan Van Der Schans, G.P. 2010.
Prevalence of accurate nursing documentation in patient records. Journal of Advance Nursing, 66(11):2481-2489
Paans, W., Sermeus, W., Nieweg, R.M.B dan Van Der Schans, G.P. 2010.
Prevalence of accurate nursing documentation in patient records. Journal of Advance Nursing, 66(11):2481-2489
Parulian, D. 2011. Pengaruh Lingkungan Kerja Organisasi Terhadap Kinerja
Perawat dalam Pelaksanaan Asuhan Keperawatan di RSJ Sumatera Utara. USU. Medan
PP-PPNI, 2010, Standar Profesi & Kode Etik Perawat Indonesia, PP-PPNI,
Jakarta. Potter, P, & Perry , 2011, Basic nursing, Ed. 7th. Mosby Elsevier, Canada Powell, E.S., Khare, R.K., Venkatesh, A.K., Adam, J.G., dan Reinhardt, G.
(2012). The relationship between inpatient discharge timing and emergency department boarding. The journal of emergency medicine. 42(2): 186-196
Pribadi, A. 2009. Analisis Pengaruh Faktor Pengetahuan, Motivasi, Dan Persepsi
Perawat Tentang Supervisi Kepala Ruang Terhadap Pelaksanaan Dokumentasi Keperawatan Di Ruang Rawat Inap RSUD Kelet, Jepara. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang
Purwanti. (2012). Kelengkapan Dokumentasi Asuhan Keperawatan dan Karakteristiknya Pada Pasien Rawat Inap Dewasa Nn Kebidanan di Rumah Sakit Haji Jakarta. Tesis FKM UI.
Rahim, A ,2009, Pengaruh Karakteristik Individu, Faktor Psikologis dan
Organisasi Terhadap Pendokumentasian Asuhan Keperawatan pada Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Zainoel Abidin Nanggroe Aceh Darussalam, Tesis, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Rahman, T. 2014. Seorang Bocah Tewas di IGD RS Elizabeth, Korban Malpraktik?. News Republika. Dari Rebuplika.co.id (Diakses pada 21-3-2017, jam 09.00 Wib)
Ross-Adjie, G., Leslie, G., Gillman, L. 2007. Occupational Stress In The ED:
What Matter to Nurses? Australasian Emergency Nursing Journal. 10(3): 117-123
107
Sabila. (2009). Evaluasi Kelengkapan Pengisian Format Pengkajian Keperawatan Narasi Dan Format Pengkajian Keperawatan Checklist Terintegrasi Di RSUD Sleman Yogyakarta. Skripsi .UGM.
Sadler, M.K dan Meadows, P. 2004. Dokumentasi Perawatan Kritis. Dokumentasi Unit Gawat Darurat. Chapter 11. Ed. 3. EGC. Jakarta.
Semenza JC, Ploubidis GB, George LA. 2011. Climate Change and Climate Variability: Personal Motivation for Adaptation and Mitigation.
Environmental Health, 10:46
Septanty, D. 2016. Tinjauan Analisis Kuantitatif Resume Medis Pasien Rawat Inap Dalam Mempersiapkan Akreditasi Versi Kars 2012 Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang Periode Juli 2016. Tesis. Universitas Eka Unggul. Jakarta
Setiadi, 2012. Konsep dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan: Teori
dan Praktik. Graha Ilmu. Jakarta. Sharifirad, G., Mostafavi, F., Reisi, M., Mahaki, B., HJavadzade, Heydarabadi,
A., dan Esfahani, M.N. 2015. Predictors of Nurses’ Intention and Behavior in Using Health Literacy Strategies in Patient Education Based on the Theory of Planned Behavior. Mater Sociomed. 27(1): 22–26
Simamora, H. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi 3. STIE YKPN.
Yogyakarta Smith. 2012. The Perception Of Organizational Prestige and Employee
Engagement.Retrievedhttp://digitool.library.colostate.edu/webclient/delivery manager?pid=164924
Subekti, I., Hadi, S., dan Utami, N.G. 2012. Dokumentasi Proses Keperawatan.
UMM Press. Malang Tarwoto dan Wartonah, 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Ed.3. Salemba Medika. Jakarta.
Tersptra, T & Lindell, M.K. 2012. Citizens’ Perceptions of Flood Hazard Adjustments: An Application of the Protective Action Decision Model. Environment and Behavior. 45(8) 993–1018
Ulum, M & Wulandari, R. 2013. Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori Kepatuhan Milgram. Universitas Airlangga Surabaya.
Urquhart, C., Currel, R., Grant, M dan Hardiker, N.R. 2009. Nursing Record
Systems: Effect on Nursing Practice and Healthcare Outcomes. Cochrane Database of Systematic Reviews. 1: 1-66
Wang, N., Hailey, D., dan Yu, P. 2011. Quality of Nursing Documentation and
Approaches to Its Evaluation: A Mixed Method Systematic Review. Journal of Advance Nursing, (0): 1-17.
108
Wolf, L. 2007. Teaching critical thinking. Lesson from an emergency department educator. Paper presented at conference the 39th Bienial Convention, Masssachusetts, USA. Diakses pada tanggal 20 Pebruari 2017.
Yu, K.T., dan Green, R.A. 2009. Critical aspects of emergency department
documentation and communication. Emerg Med Clin N Am, 27:641-654. Yusuf, Rahmad. 2013. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Asuhan
Keperawatan Di Ruang Interna RSUD Prof Dr Aloe Saboe Gorontalo: Universitas Neger Gorontalo
top related