analisis kandungan mikroplastik pada pasir dan … · hasil studi yang telah dilakukan menunjukkan...
Post on 10-Mar-2019
228 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS KANDUNGAN MIKROPLASTIK PADA PASIR
DAN IKAN DEMERSAL: KAKAP (Lutjanus sp.) DAN
KERAPU (Epinephelus sp.) DI PANTAI ANCOL,
PALABUHANRATU, DAN LABUAN
DIAN NUR HAPITASARI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis
Kandungan Mikroplastik pada Pasir dan Ikan Demersal: Kakap (Lutjanus
sp.) dan Kerapu (Epinephelus sp.) di Pantai Ancol, Palabuhanratu, dan
Labuan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Dian Nur Hapitasari
NIM G34120078
ABSTRAK
DIAN NUR HAPITASARI. Analisis Kandungan Mikroplastik pada Pasir
dan Ikan Demersal: Kakap (Lutjanus sp.) dan Kerapu (Epinephelus sp.) di
Pantai Ancol, Palabuhanratu, dan Labuan. Dibimbing oleh ACHMAD
FARAJALLAH dan ALI MASHAR.
Mikroplastik adalah plastik berukuran kecil (≤ 5 mm) yang sulit
terurai, sehingga membuat material ini akan tetap ada dalam jangka waktu
yang lama. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis komposisi
mikroplastik di pasir pantai dan ikan demersal: ikan kerapu dan ikan kakap
pada pantai Ancol, Palabuhanratu, dan Labuan. Mikroplastik diperoleh
dengan dua cara, pertama dengan merendam pasir pantai dengan larutan
NaCl jenuh, sebanyak 1 ml larutan diamati di bawah mikroskop cahaya
dengan Sedgewick Rafter Counting Cell. Kedua dengan merendam usus
ikan kakap dan ikan kerapu dengan campuran larutan asam nitrat dan asam
perklorat, disaring, kemudian pelet diamati dengan mikroskop stereo.
Berdasarkan hasil pengamatan visual, terdapat empat jenis komponen
mikroplastik, yaitu fiber, film, fragmen, dan pelet. Rata-rata jumlah
mikroplastik terbanyak terdapat pada pasir di pantai Palabuhanratu dengan
rataan sebesar 525 partikel/mL. Kandungan mikroplastik pada usus ikan
terbanyak dijumpai pada ikan kakap dengan rata-rata jumlah mikroplastik
sebesar 10 partikel/ikan.
Kata kunci: fiber, film, fragmen, mikroplastik, Sedgewick Rafter Counting
Cell
ABSTRACT
DIAN NUR HAPITASARI. Analysis of Microplastic Content in Sand and
Demersal Fish: Snapper (Lutjanus sp.) and Grouper Fish (Epinephelus sp.)
at Ancol, Palabuhanratu, and Labuan Beaches. Supervised by ACHMAD
FARAJALLAH and ALI MASHAR.
Microplastic is a small size plastic material (≤ 5 mm) which is hard
to degrade, thus make these materials will remain for a long time. The aim
of this study is to analyze composition of microplastics in the sand beach
and demersal fish: grouper and snapper fish at Ancol, Palabuhanratu, and
Labuan beaches. Microplastic was obtained in two ways, first by soaking
the sand beach with saturated NaCl solution, 1 ml solution observed under
the light microscope with SRC. Second, by soaking black snapper and
grouper fish in nitric and perchloric acid, filtered, and then the pellet
observed with stereo microscope. Based on visual observations, there are
four types of microplastic component: fibre, film, fragment, and pellet. The
highest of average number of microplastics found in sand beach which
located on Pelabuhanratu beach with number of 525 particles/mL. The
highest of average number microplastic number on fish gut found in grouper
fish with number 10 particles/fish.
Keywords: fiber, film, fragmen, microplastic, Sedgewick Rafter Counting
Cell
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi
ANALISIS KANDUNGAN MIKROPLASTIK PADA PASIR
DAN IKAN DEMERSAL: KAKAP (Lutjanus sp.) DAN
KERAPU (Epinephelus sp.) DI PANTAI ANCOL,
PALABUHANRATU, DAN LABUAN
DIAN NUR HAPITASARI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa
ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak
bulan Februari 2016 ini ialah mikroplastik, dengan judul Analisis
Kandungan Mikroplastik pada Pasir dan Ikan Demersal: Ikan Kakap
(Lutjanus sp.) dan Ikan Kerapu (Epinephelus sp.) di Pantai Ancol,
Palabuhanratu, dan Labuan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr
Ir Achmad Farajallah, MSi dan Bapak Ali Mashar, SPi, MSi selaku
pembimbing, serta Ibu Tini yang telah banyak memberi saran. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Mafrikhul Muttaqin,
Msi selaku penguji yang telah menguji karya ilmiah penulis.
Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Mei
sebagai staf Laboratorium Zoology, Ibu Siti beserta staf Laboratorium
Biologi Mikro Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, kak Rurin, bang Reza
serta bang Gentha, yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak E.Ibrahim, Ibu
Rully rubiaty, teteh serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Firi Agil Mahardika
yang telah memberikan semangat dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rosy Saputri selaku teman dan
partner dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Selain itu, penulis sampaikan
terimakasih kepada Ghazali Salim, Fima Meiza, Riri Fitria, Herlin
Nurmasita, Lia Yulianti, Rahmi Ainun, Restuti Rahayu dan teman-teman
Biologi 49. Serta seluruh pihak yang telah membantu yang tidak dapat
disebut satu-persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016
Dian Nur Hapitasari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
METODE 2
Bahan dan alat 2
Prosedur Analisis Data 2
HASIL DAN PEMBAHASAN 4
SIMPULAN DAN SARAN 8
Simpulan 8
Saran 8
DAFTAR PUSTAKA 9
LAMPIRAN 13
RIWAYAT HIDUP 15
DAFTAR TABEL
1 Jumlah mikroplastik pada pasir berdasarkan jenisnya di setiap
lokasi penelitian
2 Jumlah mikroplastik pada pasir di setiap lokasi penelitian
3 Jumlah mikroplastik pada pasir berdasarkan zona pengamatan di
setiap lokasi penelitian
4 Jumlah mikroplastik berdasarkan jenis ikan di setiap lokasi
penelitian
DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi pengambilan sampel pasir pantai dan ikan di pantai
Ancol, Palabuhanratu, dan Labuan
2 Skema posisi substasiun pengambilan sampel zona basah,
terpapar ombak, dan kering
DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis data menggunakan perangkat lunak Minitab versi 16
2 Mikroplastik berdasarkan jenisnya
3 Gambar ikan berdasarkan jenisnya
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Plastik adalah bahan sintesis dari hasil polimerisasi (polycondensation)
berbagai macam monomer (stirena, vinil klorida butadiene dan akrilonitril)
(Mujiarto 2005). Polimer plastik merupakan material yang sangat stabil sehingga
akan tetap berada dalam kondisi utuh sebagai polimer dalam jangka waktu yang
lama (Honhenblum et al. 2015). Dengan kata lain, material plastik yang masuk ke
lingkungan sebagai limbah plastik tidak akan terurai dalam waktu dekat. Jika
limbah tersebut masuk ke sungai, maka ia akan terbawa arus sampai ke laut.
Sungai dipandang sebagai kontributor utama plastik dan mikroplastik ke laut
(Moore et al. 2004).
Hampir semua jenis plastik akan melayang ataupun mengapung dalam
badan air. Hal ini akan menyebabkan plastik terkoyak-koyak dan terdegradasi
oleh sinar matahari (fotodegradasi), oksidasi, dan abrasi mekanik membentuk
partikel-partikel plastik (Thompson et al. 2009). Partikel plastik yang berukuran
kecil ≤ 5 mm disebut mikroplastik (Thompson et al. 2004). Mikroplastik yang
tersebar di lautan akan mengendap dan terbawa oleh arus ombak sehingga
bercampur dengan pasir pantai. Hasil studi yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa mikroplastik tersebar luas di lautan pada permukaan laut, pantai, maupun
dasar laut (Lusher et al. 2013). Hal ini menyebabkan mikroplastik juga ditemukan
pada sedimen di seluruh dunia (Classens et al. 2013).
Ukurannya yang kecil memungkinkan mikroplastik tidak sengaja tercerna
oleh berbagai organisme laut. Lusher et al. (2013) melaporkan dari 504 ikan
demersal dan ikan pelagis, sekitar 36.5% diantaranya ditemukan mikroplastik
dalam saluran pencernaanya. Ikan demersal adalah jenis ikan yang sebagian besar
masa kehidupannya berada di dasar atau dekat dasar perairan (Ernawati 2007).
Ikan kakap dan ikan kerapu merupakan salah satu jenis ikan demersal dan juga
karnivora. Ikan kakap merupakan ikan yang memiliki habitat luas (Melianawati
dan Aryati 2012). Menurut Indonesian Coral Reef Foundation (2004), kerapu
termasuk jenis crepuscular, yang merupakan ikan yang aktif diantara waktu siang
dan malam hari (twilight) dan umumnya adalah predator (Potts 1990).
Kebiasaan makan (feeding habit) ikan karnivora yang hidup di dasar
perairan cenderung akan memakan mangsanya secara utuh. Mikroplastik dapat
masuk ke dalam tubuh ikan demersal yang bersifat karnivora diduga karena
beberapa kemungkinan yaitu, mangsa ikan karnivor telah memakan mikroplastik
sebelumnya dan yang kedua pada saat memangsa, dasar pasir yang mengandung
mikroplastik ikut teraduk, sehingga mikroplastik turut termakan. Apabila partikel
plastik terakumulasi dalam jumlah yang besar dalam tubuh ikan, maka
mikroplastik itu bisa menyumbat saluran pencernaan ikan (Browne et al. 2013),
menganggu proses-proses pencernaan ataupun menghalangi proses penyerapan
(Wright et al. 2013). Selain itu, kandungan mikroplastik dalam saluran
pencernaan dapat menimbulkan rasa kenyang yang palsu, sehingga ikan
mengalami penurunan nafsu makan (Ryan 1988). Ada juga kekhawatiran bahwa
2
mikroplastik dapat memfasilitasi transportasi kontaminan kimia (Hirai et al. 2011).
Birk et al. (2016) juga melaporkan bahwa benda asing non makanan yang masuk
ke saluran pencernaan bisa melukai dinding saluran pencernaan.
Oleh karena itu, seberapa besar kandungan mikroplastik yang dapat masuk
ke tubuh ikan-ikan demersal penting untuk diteliti. Selain itu, seberapa besar
kandungan mikroplastik yang terdapat pada sedimen atau pasir habitat ikan-ikan
demersal tersebut juga penting untuk diketahui. Karya tulis ini melaporkan hasil
penelitian mengenai mikroplastik yang terdapat pada pasir dan ikan kakap serta
ikan kerapu di Indonesia, khususnya di pantai Ancol, Palabuhanratu dan Labuan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menganalisis kandungan mikroplastik pada pasir
pantai dan saluran pencernaan ikan demersal yaitu ikan kerapu dan ikan kakap di
pantai Ancol, Palabuhanratu, dan Labuan.
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari - Mei 2016 dengan lokasi
pengambilan sampel pasir dan ikan di pantai Ancol Jakarta, pantai Palabuhanratu
Jawa Barat, dan pantai Labuan Banten (Gambar 1).
Gambar 1 Peta lokasi pengambilan sampel (www.d-maps.com 2016)
3
Prosedur Penelitian
Penentuan lokasi pengambilan sampel
Lokasi pengambilan sampel pasir di setiap lokasi penelitian ditentukan
berdasarkan 3 zona secara vertikal terhadap garis pantai, yaitu zona terendam air
atau zona basah, zona terpapar ombak, dan zona tidak terendam air atau zona
kering. Setiap zona berukuran 1 x 1 m yang terdiri atas 3 substasiun. Masing-
masing titik terdiri dari tiga ulangan (Gambar 2). Sementara itu sampel ikan kakap
dan ikan kerapu diambil di tempat pelelangan ikan (TPI) yang berada di lokasi
penelitian.
Gambar 2 Skema posisi substasiun pengambilan sampel zona basah (1,2,3),
terpapar ombak (4,5,6), dan kering (7,8,9)
Pengambilan sampel
Sampel pasir diambil di dua arah, pertama secara horizontal ke arah tidal
dan yang kedua secara vertikal ke arah kedalaman, dengan menggunakan hand
corer (Gippel et al. 1994). Alat tersebut berupa pipa paralon sebagai bor dengan
diameter 20 cm dan panjang 1 m. Pasir yang diperoleh kemudian dimasukkan ke
dalam plastik tahan panas. Sementara sampel ikan kakap dan ikan kerapu diambil
dari TPI di setiap lokasi penelitian. Kemudian sampel ikan dimasukkan ke dalam
termos es ikan yang telah berisi es batu. Selain itu, juga dilakukan wawancara
dengan nelayan lokal untuk mengetahui lokasi penangkapan.
Identifikasi mikroplastik pada pasir pantai Sampel pasir dari setiap stasiun pengamatan kemudian ditimbang
sebanyak masing-masing 100 gram. Selanjutnya sampel pasir dikeringkan dalam
4
oven pada suhu 80ºC sampai kadar airnya hilang (berat pasir tetap). Untuk itu,
penimbangan dilakukan setiap 24 jam. Pasir kering selanjutnya ditimbang
sebanyak 50 gram, disuspensikan dengan NaCl pekat sampai 150 ml, diaduk dan
didiamkan hingga pasir mengendap dan suspensi berwarna jernih (Claessens et al.
2011). Sebanyak 1 ml di lapisan atas suspense diteteskan ke dalam ruang hitung
Sedgewick Rafter Counting Cell. Mikroplastik kemudian dibedakan berdasarkan
jenisnya, yaitu fiber, film, fragmen, dan pellet (Lusher 2013). (Hastuti 2014
dengan modifikasi).
Identifikasi mikroplastik pada usus ikan Seluruh peralatan disterilkan dengan aseton dan air akuades. Sampel ikan
diidentifikasi menggunakan fishbase (www.fishbase.org). Selanjutnya ikan
diambil saluran pencernaannya dari pangkal esophagus hingga anus kemudian
saluran pencernaan direndam dalam alkohol 20%. Saluran pencernaan ikan
dihancurkan dengan campuran larutan asam nitrat (65%) dan asam perklorat
(68%) dengan perbandingan 4:1, sehingga perbandingan saluran pencernaan dan
campuran larutan asam nitrat dan asam perklorat adalah 1:5. Perendaman
dilakukan selama 24 jam di ruang asam. Selanjutnya suspensi dididihkan selama
10 menit dan didiamkan selama 30 menit. Suspensi kemudian diencerkan dengan
akuades sebanyak 4 kali pengenceran dan disaring dengan saringan berukuran 0.5
mm. Pellet yang berada pada saringan kemudian dipindahkan ke cawan petri,
ditusuk dengan jarum panas untuk memastikan bahwa pellet tersebut adalah
mikroplastik, dan diamati berdasarkan jenis (fiber, film, fragmen, pellet) dan
warnanya dengan menggunakan mikroskop stereo. Selanjutnya mikroplastik yang
diperoleh dihitung jumlah masing-masing jenisnya, difoto dengan optilab, dan
kemudian diukur dengan software image raster. Proses dilakukan sebanyak dua
kali perlakuan (duplo) pada sampel saluran pencernaan ikan dan kontrol.
Perlakuan pada kontrol dilakukan dengan mengikuti seluruh prosedur pada ikan
namun hanya menggunakan akuades (Witte et al. 2014 dengan modifikasi).
Pengolahan Analisis Data
Analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif dan t-test untuk
memeriksa adanya beda nyata parametrik, meliputi jumlah mikroplastik antar
wilayah dan jumlah mikroplastik antar zona. Analisis data yang dilakukan
menggunakan software Ms. Excel dan minitab 16.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mikroplastik pada Pasir
Fiber adalah jenis mikroplastik terbanyak yang ditemukan pada pasir di
seluruh lokasi penelitian (Tabel 1). Presentase rata-rata pada pasir pantai untuk
setiap jenis mikroplastik fiber, fragmen, dan film yang terdapat pada ketiga lokasi
penelitian masing-masing sebesar 97.10%, 1.75%, dan 1.14%. Presentase tersebut
memiliki kesamaan dengan Claessens et al. (2011) yang membuktikan bahwa
5
peringkat jenis mikroplastik di sedimen dasar laut tertinggi adalah fiber (59%),
dan terendah adalah film (4%).
Tabel 1 Deskripsi statistik jumlah mikroplastik pada pasir berdasarkan jenisnya di
setiap lokasi penelitian
Fiber merupakan salah satu jenis mikroplastik yang dapat berasal dari
fragmentasi monofilamen jaring ikan, tali dan kain sintetis sehingga menyumbang
debris ke dalam laut (Katsanevakis & Katsarou 2004). Fiber berbentuk seperti
benang dan merupakan tipe mikroplastik yang paling berlimpah di sedimen
(Browne et al. 2013). Film merupakan polimer plastik sekunder yang berasal dari
fragmentasi kantong plastik atau plastik kemasan dan memiliki densitas rendah.
Film dan fragmen memiliki bentuk tiga dimensi, namun fragmen berukuran lebih
kecil dari film. Fragmen merupakan hasil potongan produk plastik dengan polimer
sintesis yang sangat kuat. Pellet merupakan mikroplastik primer yang langsung
diproduksi oleh pabrik sebagai bahan baku pembuatan plastik (Hastuti 2014).
Jumlah mikroplastik antar lokasi disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Deskripsi statistik jumlah mikroplastik pada pasir di setiap lokasi
penelitian
Lokasi Penelitian Jumlah Mikroplastik (partikel/mL)
Rata-rata Maksimum Minimum
Pantai Ancol 406 668 201
Pantai Palabuhanratu 525 892 255
Pantai Labuan 207 742 35
Jumlah rata-rata mikroplastik yang tertinggi terdapat pada pasir pantai
Palabuhanratu sebesar 525 partikel/mL dengan panjang rata-rata 495.92 μm, pasir
pantai Ancol sebesar 406 partikel/mL dengan panjang rata-rata mikroplastik
506.87 μm, dan pasir pantai Labuan Banten memiliki jumlah rata-rata
mikroplastik sebesar 207 partikel/mL dengan panjang rata-rata 369.94 μm.
Claessens et al. (2011) melaporkan bahwa konsentrasi maksimum mikroplastik
terdapat di lokasi pelabuhan dibandingkan dengan lokasi pantai, dermaga ikan,
dan subtidal.
Hasil uji t-test menunjukkan bahwa pantai Palabuhanratu tidak berbeda
nyata dengan pantai Ancol (p = 0.221). Hal ini berarti lokasi pantai Palabuhanratu
dan Ancol memiliki karakteristik yang relatif sama, sehingga mikroplastik yang
terdapat di pantai Palabuhanratu dan Pantai Ancol cenderung sama. Aktivitas
Lokasi Penelitian
Jumlah rata-rata Mikroplastik per Jenis
(partikel/mL)
Film Fragmen Fiber
Pantai Ancol 3 3 403
Pantai Palabuhanratu 8 15 502
Pantai Labuan 2 2 202
Total 13 20 1107
Persentase (%) 1.14 1.75 97.10
6
pasang surut pantai dan pariwisata yang sering meninggalkan sampah diduga
menyebabkan banyaknya sampah dan mikroplastik yang ditemukan di lokasi
tersebut. Pantai Palabuhanratu mengandung mikroplastik yang lebih banyak
dibandingkan pantai Ancol diduga karena pantai Palabuhanratu merupakan pantai
yang menjadi penampungan sampah mikroplastik dari wilayah lain. Arus pantai
Ancol dan Labuan yang melewati pantai Palabuhanratu diduga ikut membawa
mikroplastik yang membuat pantai Palabuhanratu mengandung mikroplastik lebih
banyak dibandingkan dengan dua pantai yang diamati. Sementara pantai Ancol
mengandung sampah yang banyak tetapi belum terdegradasi secara sempurna.
Hasil t-test menunjukkan bahwa jumlah mikroplastik pada pantai Labuan
Banten berbeda nyata dibandingkan dengan pantai Palabuhanratu (p = 0.007). Hal
ini diduga pantai Labuan Banten berada di wilayah Selat Sunda, namun pantai
Palabuhanratu berada di akhir Selat Sunda yang berhubungan langsung dengan
Samudera Hindia (Nugraha & Heron 2009). Aktivitas manusia di pantai Labuan
terutama sektor wisata diduga tidak lebih banyak dibandingkan dengan pantai
Palabuhanratu dan Ancol. Data pengunjung kawasan pantai Palabuhanratu
sebanyak 1.556.947 (www.disparbudporakabsukabumi.co.id) dan pantai Ancol
sebanyak 15.848.956 (www.data.jakarta.go.id). Adapun pengunjung kawasan
Pantai Labuan Banten belum diketahui secara pasti karena pantai Labuan Banten
tidak termasuk ke dalam daftar pantai pariwisata dalam situs resmi Dinas
Pariwisata Provinsi Banten.
Jumlah mikroplastik yang terdapat di wilayah pantai Ancol,
Palabuhanratu, dan Labuan jika dibandingkan dengan Kupang relatif berbeda.
Pantai Kupang memiliki tekstur pasir yang relatif kasar dengan warna pasir lebih
cerah dan bersih apabila dibandingkan dengan pasir yang diambil dari pantai
Ancol, Palabuhanratu, dan Labuan. Namun, jumlah rata-rata mikroplastik yang
diperoleh di pantai Kupang relatif tinggi, yaitu 345 partikel/mL. Hal ini
menunjukkan bahwa lokasi yang secara visual terlihat bersih belum tentu memliki
jumlah mikroplastik yang sedikit.
Berdasarkan zona, zona terpapar ombak mengandung mikroplastik paling
banyak, dengan rata-rata jumlah mikroplastik pada ketiga lokasi penelitian sebesar
495 partikel/mL. Secara lengkap, jumlah rata-rata mikroplastik per zona
pengamatan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Deskripsi statistik jumlah rata-rata mikroplastik pada pasir berdasarkan
zona pengamatan di setiap lokasi penelitian
Zona
Pengamatan
Jumlah Mikroplastik per Lokasi
per Zona (partikel/mL)
Jumlah Mikroplastik per Zona
(partikel/mL)
Ancol Palabuhanratu Labuan Rata-
rata
Maksimum Minimum
Basah 445 298 153 299 445 153
Terpapar
Ombak 443 719 332 495 719 332
Kering 402 556 127 362 556 127
Hasil uji t-test yang menguji beda nyata antar zona di pantai Ancol,
Palabuhanratu, dan Labuan menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. Artinya,
7
pengambilan sampel yang dilakukan antar zona, yaitu zona basah, terpapar
ombak, dan zona kering, tidak mempengaruhi jumlah mikroplastik (p = 0.493).
Hal ini berbeda dengan Thompson et al. (2004) yang melaporkan bahwa
mikroplastik pada zona basah lebih banyak dibandingkan dengan zona terpapar
ombak dan kering. Perbedaan hasil ini terjadi diduga karena jarak antar zona pada
penelitian ini terlalu berdekatan sehingga jumlah mikroplastik pada antar zona
pada penelitian ini tidak berbeda nyata.
Mikroplastik pada Saluran Pencernaan Ikan
Kandungan mikroplastik yang terdapat di saluran pencernaan ikan kakap
(Lutjanus sp.) dan kerapu (Epinephelus sp.) paling banyak terdapat di lokasi
penelitian pantai Palabuhanratu. Mikroplastik yang ditemukan berjumlah rata-rata
16 partikel/ikan. Selanjutnya pantai Labuan Banten dengan rata-rata mikroplastik
yang diperoleh sebesar 15.5 partikel/ikan. Lokasi yang mengandung mikroplastik
paling sedikit pada saluran pencernaan ikan kakap (Lutjanus sp.) dan kerapu
(Epinephelus sp.) paling rendah terdapat pada pantai Ancol dengan rata-rata
mikroplastik yang diperoleh yaitu sebesar 8 partikel/ikan (Tabel 4).
Tabel 4 Deskripsi statistik jumlah mikroplastik berdasarkan jenis ikan di setiap
lokasi penelitian
Lokasi
Penelitian
Data Ikan Jumlah Mikroplastik pada Ikan (partikel/ikan)
Jenis Panjang
(cm) Rata-rata Maksimum Minimum
Ancol Kakap 23.75 10 10 6 Kerapu 25.50 6 6 1
Palabuhanratu Kakap 27.65 18 8 18 Kerapu 24.60 14 14 12
Labuan Kakap 29.82 18 18 4 Kerapu 27.00 13 13 2
Informasi lain yang diperoleh dari tabel 4 yaitu saluran pencernaan ikan
kakap (Lutjanus sp.) mengandung mikroplastik lebih banyak dengan rata-rata
mikroplastik sebesar 10 partikel/ikan, sedangkan kandungan mikroplastik yang
ditemukan di saluran pencernaan ikan kerapu (Epinephelus sp.) sebesar 8
partikel/ikan. Hal ini diduga karena ikan kakap memiliki beberapa karakteristik
lebih menonjol dari ikan kerapu, diantaranya memiliki pertumbuhan yang relatif
lebih cepat dan cenderung mempunyai tingkah laku makan yang lebih rakus.
Selain itu, ikan kakap sangat toleran terhadap kekeruhan dan salinitas. Walau
demikian, ikan kakap juga relatif lebih tahan terhadap penyakit dan juga memiliki
respon baik terhadap pakan buatan (Meilianawati & Aryati 2012). Ikan kakap di
alam lebih aktif bergerak dibanding ikan kerapu, sehingga habitat ikan kakap
cenderung lebih luas dibanding ikan kerapu (Scott 2007). Berdasarkan
karakteristik tersebut, maka potensi atau peluang mikroplastik masuk ke dalam
tubuh ikan kakap melalui aktivitas makan lebih tinggi dibanding ikan kerapu.
8
Panjang rata-rata mikroplastik yang ditemukan pada kedua ikan adalah
792.16 μm. Ukuran mikroplastik yang kecil (≤ 5 mm) memungkinkan
mikroplastik berpotensi tinggi untuk dicerna oleh berbagai organisme laut.
Mikroplastik jenis serat (fiber), filamen, dan film juga ditemukan pada ikan
mesopelagik dengan panjang rata-rata 2.2 mm. Sebuah studi baru pada
mikroplastik membuktikan bahwa pada setiap tahapan ontogenik ikan lele di
perairan muara di bagian barat-selatan Atlantis, semuanya mengandung
mikroplastik (Possato et al. 2011). Mikroplastik yang tertelan oleh ikan atau
organisme laut akan berdampak pada organisme laut tersebut, baik secara fisika
maupun kimia. Apabila tertelan, mikroplastik dapat melewati usus atau dapat
dipertahankan dalam saluran pencernaan (Browne et al. 2008).
Fiber merupakan jenis mikroplastik yang paling banyak ditemukan pada
saluran pencernaan ikan kakap maupun kerapu. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilaksanakan oleh Lusher et al. (2013) yang melaporkan bahwa jenis
mikroplastik tertinggi yang berada di saluran pencernaan ikan adalah fiber
(68.3%). Mikroplastik berupa fiber dapat membentuk simpul atau menggumpal
dan dapat berbahaya karena serat dapat memblokir saluran pencernaan dan
menghalangi jalan masuk makanan. Apabila partikel plastik terakumulasi dalam
jumlah yang besar pada usus hewan kecil, plastik mungkin memiliki efek yang
sama dengan sampah plastik besar dan menyumbat sistem pencernaan (Hoss &
Settle 1990). Akumulasi sampah pada saluran pencernaan dapat menimbulkan
rasa kenyang yang palsu. Hal ini mengakibatkan ikan mengalami penurunan nafsu
makan (Ryan 1988). Ada juga kekhawatiran bahwa jika tertelan oleh organisme,
benda-benda kecil dari sampah plastik mungkin memfasilitasi transportasi
kontaminan kimia (Hirai et al. 2011).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Mikroplastik dapat ditemukan di pasir pantai Ancol, Palabuhanratu, dan
Labuan. Jenis mikroplastik yang paling banyak ditemukan pada pasir pantai dan
saluran pencernaan ikan adalah fiber. Pantai Palabuhanratu merupakan pantai
yang paling banyak mengandung mikroplastik, baik pada pasir maupun pada ikan.
Jumlah mikroplastik antar zona pengamatan (zona basah, terpapar ombak, dan
zona kering) tidak berbeda nyata. Ikan kakap mengandung mikroplastik yang
lebih banyak dibandingkan dengan ikan kerapu.
Saran
Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan pada wilayah yang
mewakili Laut Jawa, Selat Sunda, dan Samudera Indonesia, sehingga diperlukan
penelitian selanjutnya pada berbagai wilayah di Indonesia. Selain itu, dibutuhkan
penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kandungan mikroplastik pada organisme
laut pada berbagai ukuran dan pengaruh kandungan mikroplastik dalam
organisme akuatik terdahap fisiologi dan metabolismenya.
9
DAFTAR PUSTAKA
Birk M, Peter B, Pierre HD, Michel H, Dirk H, Cesare H, Tomas H, Gilles L, Lars
A, Alexander M. 2016. Removal of foreign bodies in the upper
gastrointestinal tract in adults: European Society of Gastrointestinal
Endoscopy (ESGE) Clinical Guideline. 48:1-8.
Browne MA, Niven SJ, Galloway TS, Rowland SJ, Thomson RC. 2013.
Microplastic moves pollutants and additives to worm, reducing functions
linked to healt and biodiversity. J Cub. 23(2013): 2388-2392. doi:
org/10.1016/j.cub.2013.10.012.
Claessens M, De Meester S, Van Landuyt L, De Clerck K, Janssen CR. 2011.
Occurrence and distribution of microplastic in marine sediments along the
Belgian coast. Marine Pollution Bulletin. 61:2199-2204.
Claessens M, Cauwenberghe LV, Vandegehucthe MB, Janssen CR. 2013. New
techniques for the detection of microplastics in sediments and field collected
organisms.J Marpobul. 70(2013): 227-233.doi:org/10.1016/j.marpolbul.
2013.03.009.
Ernawati T. 2007. Distribusi dan komposisi jenis ikan demersal yang tertangkap
trawl pada musim barat di perairan utara jawa tengah. Jurnal Iktiologi, 7(1):
Fitri ADP. 2007. Tingkah laku makan ikan kerapu macan (Epinephelus
fuscoguttatus) terhadap perbedaan umpan (skala laboratorium). Jurnal Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi. 21(1): 1-12.
Gippel CJ, Grayson RB, Pot A, Finlayson BL. 1994. A hand-held core sampler
for plastic benthic sediments catena. ScienceDirect. 22(1): 79-84.
Hastuti AR. 2014. Distribusi spasial sampah laut di ekosistem mangrove Pantai
Indah Kapuk Jakarta [Skripsi]. Bogor (ID): IPB
Hirai et al. 2011. Organic micropollutants in marine plastics debris from the open
ocean and remote and urban beaches. Marine Pollution Bulletin 62 (8):
1683-1682.
Honhenblum P, Bettina L, Marcel L. 2015. Plastic and Microplastic in the
Environment. Vienna (AT): Umweltbundesamt.
Hoss DE, Settle LR. 1990. Ingestion of plastic by teleost fishes. In: Shomura RS,
Godrey ML. (Eds.). Proccedings of the Second International Conference on
Marine Debris 2-7 April 1989, Honolulu, Hawaii, US Department of
Commerce, NOAA Tech. Memo. NMFS, NOAA-TM-NMFS-SWFC-154:
693-709.
Katsanevakis S, Katsarou A. 2004. Influences on the distribution of marine debris
on the seafloor of shallow coastal areas in Greece (Eastern Mediterranean).
Water, Air, and Soil Pollution. 159:325-337.
Lusher AL, McHugh M, Thomson RC. 2013. Occurrence of microplastic in the
gastrointestal tract of pelagic and demersal fish from the English Channel.
Marine Pollution Bulletin. 67: 94-99.
Melianawati R, Aryati W. 2012. Budidaya ikan kakap merah (Lutjanus sebae).
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 4(1):80-88.
10
Moore CJ. Lattin GL, Zeller AF. 2004. Density of Plastic Particles Found in
Zooplankton trawls from Coastal Waters of California to the North Pasific
Central Gyre. Marina Drive, Long Beach CA 90803 (US): Algalita Marine
Research Foundation
Mujiarto I. 2005. Sifat dan karakteristik material plastik dan bahan aditif. Traksi.
3(2):1-9.
Muslim AB, Slamet S. 2003. Manajemen pengelolaan induk kerapu. Makalah
Seminar Pelatihan Teknis Pembenigan Multi Species bagi Pengelola BBIP
di BBAP. Situbondo (ID).
Nugraha RBA, Heron S. 2009. Simulasi pola arus dua dimensi di perairan teluk
Palabuhanratu pada bulan September 2004. Jurnal Kelautan Nasional. 4(1):
48-55.
Possatto PE, Barletta M, Costa MF, Ivar do Sul JA, Dantas DV. 2011. Plastic
debris ingestion by marine catfish: an unexpected fisheries impact. Marine
Pollution Bulletin. 62(5): 1098-1102.
Potts GW. 1990. Crescupular Behaviour of Marine Fishes. Di dalam Herring PJ,
Maddock L, editor. Light and Life in The Sea. London (UK): Cambridge
University Press.
Ryan PG. 1998. Effect of ingested plastic on seabird feeding: evidence from
chickens. Marine Pollution Bulletin. 19(3): 125-128.
Ryan PG, Moore CJ, Van Franeker JA, Moloney CL. 2009. Monitoring the
abundance of plastic debris in the marine environtment. Philosophical
Transactions of the Royal Society B. Biological Science. 364(1526): 1999-
2012.
Scott BM. 2007. Keeping the Emperor Snapper Lutjanus sebae.
www.tfhmagazine.com. Diakses pada tanggal 28 Mei 2016.
Thompson RC, Olsen Y, Mitchell RP, Davis A, Rowland SJ, John AWG,
McGonigle D, Russel AE. 2004. Lost at sea: where is all the plastic?
Science. 304(5627): 838.
Thompson RC, Swan SH. Moore CJ, Vom Saal FS. 2009a. Our plastic age.
Philosophical Transactions of the Royal Society B. Biological Science.364
(1526): 2153-2166.
Witte BD, Devriese L, Bekaert K, Hoffman S, Vandermeersch G, Cooreman K,
Robbens J. 2014. Quality assessment of the blue mussel (Mytilus edulis):
comparison between commercial and wild types. Marine Pollution Bulletin.
85: 146-155.
Wright LC, Thompson RC, Galloway TS. 2013. The Physical impacts of
microplastics on marine organism: Environ Pollut. 178: 483-492.
Lampiran 1 Analisis data menggunakan software minitab 16
A. Data analisis statistik deskriptif mikroplastik pada pasir
1. Berdasarkan Wilayah
Lokasi N Mean SE Mean StDev Minimum Q1 Median Q3 Maximum
Labuan 9 206.7 70.1 210.2 35.0 107.0 143.0 222.0 742.0
Ancol 9 406.3 53.8 161.3 201.0 263.5 411.0 548.0 668.0
Palabuhanratu 9 524.6 75.0 225.1 255.0 320.0 498.0 724.5 892.0
2. Berdasarkan zona
Zona N Mean SE Mean StDev Minimum Q1 Median Q3 Maximum
Basah 3 298.7 84.3 146.0 153.0 153.0 298.0 4445.0 445.0
Terpapar ombak 3 495 116 201 332 332 433 719 719
Kering 3 362 125 217 127 127 402 556 556
B. Analisis data pasir antar wilayah menggunakan uji t-test menggunakan minitab 16
Hipotesis
H0: Jumlah rata-rata mikroplastik antar wilayah tidak berbeda nyata
H1: Sedikitnya terdapat satu stasiun dengan jumlah rata-rata mikroplastik yang berbeda nyata
1. Two-sample T for Ancol vs Labuan
Lokasi N Mean StDev SE Mean
Ancol 9 406 161 54
Labuan 9 207 210 70
2
Difference = mu (Ancol) - mu (Labuan)
Estimate for difference: 199.7
95% CI for difference: (10.2, 389.1)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 2.26 P-Value = 0.040 DF =14
2. Two-sample T for ancol vs Palabuhanratu
Lokasi N Mean StDev SE Mean
Ancol 9 406 161 54
Palabuhanratu 9 525 225 75
Difference = mu (Ancol) - mu (Palabuhanratu)
Estimate for difference: -118.2
95% CI for difference: (-316.2, 79.8)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1.28 P-Value = 0.221 DF=14
3. Two-sample T for Palabuhanratu vs Labuan
Lokasi N Mean StDev SE Mean
Palabuhanratu 9 525 225 75
Labuan 9 207 210 70
Difference = mu (pelabuan ratu) - mu (labuan)
Estimate for difference: 318
95% CI for difference: (99, 537)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 3.10 P-Value = 0.007 DF=15
Simpulan : p < α( 0.05) yang artinya tolak H0
Keputusan: Terdapat sedikitnya satu stasiun dengan jumlah rata-rata mikroplastik yang berbeda nyata.
3
C. Analisis data pasir antar stasiun menggunakan uji t-test menggunakan minitab 16
1. Two-sample T for Basah vs Terpapar ombak
Lokasi N Mean StDev SE Mean
Basah 3 299 146 84
Terpapar ombak 3 495 201 116
Difference = mu (Basah) - mu (Terpapar ombak)
Estimate for difference: -196
95% CI for difference: (-652, 260)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1.37 P-Value = 0.265 DF = 3
2. Two-sample T for Basah vs Kering
Lokasi N Mean StDev SE Mean
Basah 3 299 146 84
Kering 3 362 217 125
Difference = mu (Basah) - mu (Kering)
Estimate for difference: -63
95% CI for difference: (-544, 418)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0.42 P-Value = 0.705 DF = 3
4
3. Two-sample T for Terpapar ombak vs Kering
Lokasi N Mean StDev SE Mean
Kering 3 362 217 125
Terpapar ombak 3 495 201 116
Difference = mu (Terpapar ombak) - mu (Kering)
Estimate for difference: 133
95% CI for difference: (-411, 677)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.78 P-Value = 0.493 DF = 3
D. Analisis data menggunakan statistik deskriptif mikroplastik pada ikan
Jenis ikan N Mean SE Mean StDev Minimum Q1 Median Q3 Maximum
Kakap Palabuhanratu 21 883 165 754 104 143 632 1655 2044
Kerapu Palabuhanratu 24 269.8 96.5 472.6 19.4 48.1 80.3 256.3 1778.7
Kakap Labuan 21 749 169 775 19 78 505 1174 2839
Kerapu Labuan 17 803 128 527 37 407 719 1256 1766
Kakap Ancol 22 1060 375 1760 19 95 419 1354 7978
Kerapu Ancol 3 2116 572 991 973 973 2650 2725 2725
5
Lampiran 2 Gambar mikroplastik berdasarkan jenisnya
Fiber Film Fragmen Pellet
Lampiran 3 Gambar ikan berdasarkan jenisnya
Kelas: Actinopterygii Kelas: Actinopterygii
Ordo: Perciformes Ordo: Perciformis
Famili: Lutjanidae Famili: Serranidae
Genus: Lutjanus Genus: Epinephelus
Spesies: Lutjanus sp. Spesies: Epinephelus sp.
Nama Lokal : Ikan Kakap Nama Lokal : Ikan Kerapu
(Sumber: Fishbase 2016) (Sumber: Fishbase 2016)
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap penulis adalah Dian Nur Hapitasari, lahir di Bogor, 23
April 1994. Penulis merupakan anak ke-4 dari 4 bersaudara dari pasangan E.
Ibrahim dan Rully Rubiaty. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SDN
Polisi I Bogor dan melanjutkan jenjang sekolah menengah pertama di SMPN 9
Bogor. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan ke jenjang sekolah menengah atas di
SMAN 5 Bogor dan lulus pada tahun 2012, kemudian melanjutkan S1 di Institut
Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif menjadi panitia
berbagai event di kampus, seperti menjadi ketua konsumsi Festival Ilmuwan
Muslim Nasional pada tahun 2013, dan menjadi anggota divisi Publikasi dan
Dokumentasi Pada event IPB Art Contest pada tahun 2014, menjadi anggota The
7th
Journalist Fair yang bekerja sama dengan Metro TV pada tahun 2014. Penulis
juga pernah menjadi anggota divisi Penugasan dalam acara Masa Perkenalan
Departemen Biologi “MORFOLOGI” pada tahun 2013-2014. Pada Tahun 2015
penulis menjadi ketua konsumsi acara Biannual Returnee. Selama mengikuti
perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Biologi Dasar, Ilmu
Lingkungan, dan Fisiologi Tumbuhan pada tahun 2016. Penulis juga berhasil
meraih prestasi yaitu pada Pekan Kreatifitas Mahasiswa tahun 2013 Penulis
berhasil lolos sebagai ketua PKM-Kewirausahaan didanai Dikti.
top related