analisis kendala dalam meningkatkan retribusi ijin mendirikan bangunan
Post on 09-Feb-2016
185 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS KENDALA DALAM MENINGKATKAN
RETRIBUSI IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN
( STUDI KASUS DI KABUPATEN GUNUNG MAS – KALIMANTAN TENGAH )
SINTIKA
Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Gunung Mas Propinsi Kalimantan Tengah
Prof. MUNAWAR ISMAIL, SE., DEA., Ph.D
Dr. KHUSNUL ASHAR, SE., MA
Program Pascasarjanan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya
ABSTRACT
Building Permit Retribution is one of local income received translates to more
independence in managing its area which means otonomy can be truly executed.
Building Permit Retribution, is not only perceived as source of local income, but for the
community it serves as geographical health protection for the locality. There is adequacy,
convenience, security and certainly of law for the community if they have Building
Permit. It needs to be understood by community thus socialization of local regulation
regarding Building Permit is needed to mold community’s perception to ties good
cooperation between local government and community in better developing Gunung
Mas District in the future.
Research was done in District Gunung Mas, with the purpose of knowing what
issues were faced by the local government in order to increase local government income
from Building Permit Retribution as well as community’s perception regarding Building
Permit Retribution. From the research, it was concluded that factors of human,
government staffs and community give contribution towards up and down of original
local government income from Building Permit Retribution. What contributes the most is
local government’s reluctance to account or the potential of original local government
income from Building Permit Retribution due to its low contribution.
Research in District Gunung Mas concluded that issues faced by government in
increasing Building Permit Retribution is that socialization to community has never been
executed, no sub department to handle issues on building permit in Dinas Kimpraswil
and no coordination inter department/respective institutions. Where as issues faced by
the community in increasing Building Permit Retribution in Gunung Mas District,
Central Kalimantan Provence, is there is no fix regulation from the government regarding
standard Building Permit Retribution as well as the timeframe, numerous conditions to
be fulfilled some can not be fulfilled by the community.
Key words: Retribution, Building Permit, Optimalization Issues.
ABSTRAK
Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan merupakan salah satu komponen dalam
pendapatan asli daerah. Semakin besar pendapatan asli daerah yang didapat maka
semakin besar pula tingkat kemandirian daerah dalam mengelola daerahnya sendiri
sehingga otonomi daerah pun dapat benar-benar terlaksana. Retribusi ijin mendirikan
bangunan juga tidak hanya dilihat sebagai sebuah sumber pendapatan daerah saja,
namun bagi masyarakat sendiri juga berfungsi sebagai alat proteksi kesehatan geografis
bagi daerahnya sendiri. Ada kelayakan, kenyamanan, keamanan serta kepastian hukum
bagi masyarakat bila memiliki ijin mendirikan bangunan. Hal ini harus dipahami bagi
masyarakat sehingga peran sosialisasi peraturan daerah tentang ijin mendirikan
bangunan sangat diperlukan agar pandangan masyarakat terbentuk sehingga terciptalah
kerjasama yang baik antara pemerintah daerah dan masyarakat dalam membangun
Kabupaten Gunung Mas lebih baik ke depan.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Gunung Mas dengan tujuan mengetahui
kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam meningkatkan
pendapatan asli daerah dari retribusi ijin mendirikan bangunan serta pandangan
masyarakat sendiri tentang retribusi ijin mendirikan bangunan. Dari hasil penelitian
diketahui bahwa faktor sosialisasi, faktor perundang-undangan daerah, faktor sumber
daya manusia, faktor aparat, dan faktor masyarakat semua memberikan kontribusi
terhadap naik atau turunnya pendapatan asli daerah dari retribusi ijin mendirikan
bangunan. Tetapi yang lebih dominan berpengaruh besar adalah faktor keengganan
pemerintah daerah untuk melihat potensi pendapatan asli daerah dari retribusi ijin
mendirikan bangunan karena rendahnya kontribusi yang diberikan oleh retribusi ijin
mendirikan bangunan itu sendiri.
Dari hasil penelitian di Kabupaten Gunung Mas dapat ditarik kesimpulan
kendala yang dihadapi pemerintah dalam meningkatkan retribusi ijin mendirikan
bangunan adalah bahwa sosialisasi kepada masyarakat belum pernah diberikan oleh
pemerintah daerah setempat, peraturan perundang-undangan yang ada tidak dijalankan
sebagaimana mestinya, belum ada sub bidang khusus yang menangani masalah
bangunan dan ijin mendirikan bangunan di dinas Kimpraswil dan tidak ada koordinsi
anata dinas/instansi terkait. Sedangkan kendala yang dihadapi masyarakat dalam
meningkatkan retribusi ijin mendirikan bangunan di kabupaten Gunung Mas, propinsi
Kalimantan Tengah adalah tidak adanya penetapan yang pasti dari pemerintah tentang
standar biaya retribusi ijin mendirikan bangunan, tidak ada kejelasan kapan ijin akan
selesai, persyaratan yang diminta banyak dan ada persyaratan yang diminta tetapi tidak
bisa dipenuhi oleh masyarakat.
Kata kunci : Retribusi, Ijin Mendirikan Bangunan , Kendala Optimalisasi.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebelum memulai mendirikan
bangunan, sebuah rumah atau
bangunan sebaiknya memiliki kepastian
hukum atas kelayakan, kenyamanan,
keamanan sesuai dengan fungsinya. Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB) tidak
hanya diperlukan untuk mendirikan
bangunan baru saja, tetapi juga
dibutuhkan untuk membongkar,
merenovasi, menambah, mengubah,
atau memperbaiki yang mengubah
bentuk atau struktur bangunan. Tujuan
diperlukannya ijin mendirikan
bangunan adalah untuk menjaga
ketertiban, keselarasan, kenyamanan,
dan keamanan dari bangunan itu
sendiri terhadap penghuninya maupun
lingkungan sekitarnya. Selain itu ijin
mendirikan bangunan juga diperlukan
dalam pengajuan kredit bank. Ijin
mendirikan bangunan sendiri
dikeluarkan oleh pemerintah daerah
setempat (kelurahan hingga kabupaten).
Dalam pengurusan ijin mendirikan
bangunan diperlukan pengetahuan
akan peraturan-peraturannya sehingga
dalam mengajukan ijin mendirikan
bangunan, informasi mengenai
peraturan tersebut sudah didapatkan
sebelum pembuatan gambar kerja
arsitektur.
Retribusi daerah, komponen lain
yang juga termasuk komponen
pendapatan asli daerah, merupakan
penerimaan yang diterima oleh
pemerintah daerah setelah memberikan
pelayanan tertentu kepada penduduk
mendiami wilayah yuridiksinya.
Perbedaan yang tegas antara pajak
daerah dan retribusi daerah terletak
pada kontraprestasi yang diberikan
oleh pemerintah daerah. Jika pada pajak
daerah kontraprestasi tidak diberikan
secara langsung, maka pada retribusi
daerah kontribusi diberikan secara
langsung oleh pemerintah daerah
kepada penduduk yang membayar
retribusi tersebut.
Sebagaimana telah diungkapkan
sebelumnya diketahui bahwa beberapa
atau sebagian besar pemerintah daerah
belum mengoptimalkan penerimaan
retribusi karena masih mendapat dana
dari pemerintah pusat. Upaya untuk
meningkatkan pendapatan asli daerah
perlu dikaji pengelolaan untuk
mengetahui berapa besar potensi yang
riil atau wajar, tingkat keefektifan dan
efisiensi. Peningkatan retibusi yang
memiliki potensi yang baik akan
meningkatkan pula pendapatan asli
daerah. Devas, dkk (1989 : 46)
mengungkapkan bahwa pemerintah
daerah sangat tergantung dari
pemerintah pusat.
Selama lebih kurang puluhan
tahun menjadi bagian dari Kabupaten
Kapuas, wilayah Gunung Mas relatif
tertinggal dibandingkan dengan daerah
lain. Luas wilayah dan terbatasnya
prasarana perhubungan serta kondisi
geografis yang terpencar dengan jumlah
penduduk relatif kecil, menjadikan
masih banyak wilayah Gunung Mas
yang belum tersentuh oleh kegiatan
pembangunan.
Beberapa tahun terakhir ini
Kabupaten Gunung mas mulai giat
melaksanakan pembangunan di segala
bidang. Bahkan geliat pertumbuhan
ekonomi mulai terasa di beberapa
ibukota kecamatan di daerah Kabupaten
Gunung Mas. Laju pertumbuhan
penduduk dipengaruhi selain oleh
terbukanya isolasi daerah, juga karena
banyaknya kelahiran dan migrasi
masuk juga dengan terbukanya
lapangan kerja pada berbagai sektor.
Kabupaten Gunung Mas adalah
daerah pemekaran dan sedang
membangun dalam banyak hal.
Ironisnya pertumbuhan pembangunan
yang ada tidak disertai dengan
meningkatnya pendapatan terutama
dari retribusi ijin mendirikan bangunan.
Adanya birokrasi yang bertele-tele
kadang membuat masyarakat menjadi
malas untuk mengajukan ijin
mendirikan bangunannya. Selain itu
pengawasan dari pihak pemerintah
daerah pun kurang terasa. Bila kita lihat
di berbagai daerah lain di Indonesia,
retribusi Ijin Mendirikan Bangunan
termasuk pendapatan asli daerah yang
cukup menjanjikan kalau dikelola
dengan baik. Inilah alasannya mengapa
saya ingin menggali lebih dalam lagi
tentang potensi pendapatan asli daerah
yang satu ini. Kenapa pendapatan yang
diterima tidak pernah mencapai target
serta kendala-kendala apa yang ada di
dalamnya.
Rumusan Masalah
Sesuai dengan UU No. 28 Tahun
2009, pelaksananan pemungutan pajak
dan retribusi harus diatur dengan
Perda. Dalam UU tersebut juga dimuat
ketentuan atau materi yang harus diatur
dalam Peraturan Daerah Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah (PDRD). Namun
dalam pelaksanaannya beberapa Perda
PDRD yang ditetapkan daerah tidak
memenuhi ketentuan yang diatur dalam
UU tersebut. Antara lain, banyak daerah
yang mengatur tarif retribusi dengan
keputusan Kepala Daerah. Pengaturan
tersebut bertentangan dengan UU No.
34 Tahun 2000 yang mengamanatkan
tarif retribusi diatur dalam Perda.
Berdasarkan uraian yang telah
dikemukan di atas, dapat disimpulkan
beberapa hal :
a. Kurangnya kesadaran masyarakat
terutama di Kabupaten Gunung
Mas untuk memiliki ijin mendirikan
bangunan.
b. Terjadi kecenderungan
menurunnya penerimaan
pendapatan pemerintah daerah dari
retribusi ijin mendirikan bangunan
walaupun pagu realisasi ijin
mendirikan bangunan tiap tahun
telah diturunkan tapi realisasi
pendapatan dari retribusi ijin
mendirikan bangunan pun ikut
turun dan tidak pernah bisa
mencapai target yang telah
ditetapkan.
c. Meningkatnya pertumbuhan
penduduk dan jumlah bangunan
yang ada tapi tidak diikuti dengan
peningkatan pendapatan asli daerah
dari retribusi ijin mendirikan
bangunan.
Untuk memperjelas permasalahan
yang disebut di atas maka fokus dari
penelitian ini disusun sebagai berikut :
1. Bagaimana kendala yang dihadapi
masyarakat dalam mengurus Ijin
Mendirikan Bangunan?
2. Bagaimana kendala yang dihadapi
oleh pemerintah untuk
meningkatkan retribusi ijin
mendirikan bangunan dan upaya
yang dilakukan oleh pemerintah
daerah untuk meningkatkan
retribusi ijin mendirikan?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan
rumusan masalah maka tujuan yang
akan dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kendala yang
masyarakat hadapi dalam
mengurus ijin mendirikan
bangunan.
2. Mengetahui kendala apa saja yang
dapat menghambat
pengoptimalisasian pendapatan asli
daerah dari retribusi ijin mendirikan
bangunan di kabupaten Gunung
Mas dari sisi pemerintah.
TINJAUAN PUSTAKA
Retribusi Daerah Bagian Dari
Pendapatan Asli Daerah
Menurut Halim dan Nasir
(2006:44), Pendapatan Asli Daerah
(PAD) adalah ”pendapatan yang
diperoleh daerah yang dipungut
berdasarkan peraturan daerah sesuai
dengan peraturan perundang-
undangan”. Menurut Kadjatmiko
(2002:77), Pendapatan Asli Daerah
(PAD) adalah ”penerimaan yang
diperolah daerah dari sumber-sumber
dalam wilayahnya sendiri yang
dipungut berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku”.
Dalam rangka menggali sumber-
sumber keuangan daerah terutama
dalam meningkatkan pendapatan asli
daerah, pemerintah daerah harus
berusaha mencari sumber-sumber
keuangan yang potensial yaitu pajak
daerah dan retribusi daerah.
Kewenangan daerah untuk memungut
pajak daerah dan retribusi daerah diatur
dengan UU No. 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang
merupakan penyempurnaan dari UU
No. 34 Tahun 2000 dan ditindaklanjuti
peraturan pelaksananya dengan PP No.
65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
dan PP No. 66 Tahun 2001 tentang
Retribusi Daerah. Pajak daerah dan
retribusi daerah merupkan salah satu
bentuk peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan otonomi daerah.
Berdasarkan UU No. 28 Tahun
2009, sumber-sumber penerimaan
daerah dalam rangka desentralisasi
adalah pendapatan daerah dan
pembiayaan. Pendapatan Daerah
bersumber kepada :
a. Pendapatan Asli Daerah
b. Dana Perimbangan
c. Lain-lain pendapatan
Pendapatan asli daerah ini
merupakan bagian terpenting dari
penerimaan Daerah. Semakin tinggi
sumber pendapatan asli daerah akan
semakin tinggi kemampuan daerah
dalam menyelenggarakan otonomi
daerah. Pendapatan asli daerah adalah
penerimaan yang diperoleh dari
sumber-sumber dalam wilayahnya
sendiri yang dipungut berdasarkan
Peraturan Daerah sesuai dengan
peraturan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Sumber
pendapatan asli daerah adalah :
a. Pajak Daerah
b. Retribusi Daerah
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan
d. Lain-lain PAD yang sah
Menurut Munawir (1997),
Retribusi merupakan iuran kepada
pemerintah yang dapat dipaksakan dan
jasa balik secara langsung dapat
ditunjuk. Paksaan di sini bersifat
ekonomis karena siapa saja yang tidak
merasakan jasa balik dari pemerintah
dia tidak akan dikenakan iuran itu.
Lebih lanjut diuraikan pula definisi dan
pengertian yang berkaitan dengan
retribusi yaitu dikutip dari Sproule-
Jones and White yang mengatakan
bahwa retribusi adalah semua bayaran
yang dilakukan bagi perorangan dalam
menggunakan layanan yang
mendatangkan keuntungan langsung
dari layanan itu lebih lanjut dikatakan
bahwa distribusi lebih tepat dianggap
pajak konsumsi dari pada biaya
layanan; bahwa retribusi hanya
menutupi biaya operasional saja.
Berdasarkan uraian tersebut di atas
maka dapat dilihat sifat-sifat retribusi
menurut Haritz (1995 : 84) adalah
sebagai berikut:
1. Pelaksanaannya bersifat ekonomis;
2. Ada imbalan langsung kepada yang
membayar;
3. Iurannya memenuhi persyaratan,
persyaratan formal dan material
tetapi tetap ada alternatif untuk
membayar;
4. Retribusi merupakan pungutan
yang umumnya budgeternya tidak
menonjol;
5. Dalam hal-hal tertentu retribusi
daerah digunakan untuk suatu
tujuan tertentu, tetapi dalam banyak
hal tidak lebih dari pengembalian
biaya yang telah dibukukan oleh
pemerintah daerah untuk
memenuhi permintaan masyarakat.
Retribusi daerah berdasarkan
pasal 1 ayat 28 UU.No.34 tahun 2000
adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau izin tertentu
yang khusus disediakan dan atau
diberikan oleh Pemda untuk
kepentingan orang pribadi atau badan.
Memperhatikan ketentuan tersebut
menurut Fauzan (206:239), maka
retribusi tidak lain merupakan
pemasukan yang berasal dari usaha-
usaha Pemda untuk menyediakan
sarana dan prasarana yang ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat, baik individu maupun
badan atau korporasi dengan kewajiban
memberikan pengganti berupa uang
sebagai pemasukan kas daerah.
Retribusi Daerah terdiri atas 3
(tiga) golongan, yaitu :
1. Retribusi Jasa Umum, yaitu retribusi
atas jasa yang disediakan atau
diberikan oleh pemerintah daerah
(Pemda) untuk tujuan kepentingan
dan kemanfaatan umum serta dapat
dinikmati oleh orang pribadi atau
badan.
2. Retribusi Jasa Usaha, yaitu retribusi
atas jasa yang disediakan oleh
Pemda dengan menganut prinsip
komersial karena pada dasarnya
dapat pula disediakan oleh sektor
swasta.
3. Retribusi Perizinan Tertentu, yaitu
retribusi atas kegiatan tertentu
Pemda dalam rangka pemberian
izin kepada orang pribadi atau
badan yang dimaksudkan untuk
pembinaan, pengaturan,
pengendalian dan pengawasan atas
kegiatan pemanfaatan ruang,
penggunaan sumber daya alam,
barang, prasarana, sarana, atau
fasilitas tertentu guna melindungi
kepentingan umum dan menjaga
kelestarian lingkungan.
Ijin Mendirikan Bangunan
Retribusi Ijin Mendirikan
Bangunan adalah pembayaran atas
pemberian ijin mendirikan bangunan
oleh Pemerintah Daerah kepada orang
pribadi atau badan, termasuk merubah
bentuk bangunan, biaya penelitian atau
pemeriksaan konstruksi dan biaya
sempadan. Wajib retribusi adalah orang
pribadi atau badan yang menurut
peraturan perundang-undangan
retribusi diwajibkan untuk melakukan
pembayaran retribusi. Masa retribusi
adalah suatu jangka waktu tertentu
yang merupakan batas waktu bagi wajib
retribusi untuk memanfaatkan Ijin
Mendirikan Bangunan atau untuk
memulai pelaksanan pembangunan.
Sebagaimana telah diungkapkan
sebelumnya diketahui bahwa beberapa
atau sebagian besar pemerintah daerah
belum mengoptimalkan penerimaan
retribusi karena masih mendapat dana
dari pemerintah pusat. Upaya untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
perlu dikaji pengelolaan untuk
mengetahui berapa besar potensi yang
riil atau wajar, tingkat keefektifan dan
efisiensi. Peningkatan retibusi yang
memiliki potensi yang baik akan
meningkatkan pula pendapatan asli
daerah. Devas, dkk (1989 : 46)
mengungkapkan bahwa pemerintah
daerah sangat tergantung dari
pemerintah pusat.
Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan adalah pembayaran atas
pemberian ijin mendirikan bangunan
termasuk mengubah/membongkar
bangunan oleh Pemerintah kepada
orang pribadi atau badan. Sebagai ganti
atas jasa pemerintah yang sudah
menerbitkan ijin mendirikan bangunan,
orang pribadi atau badan yang
mengajukannya perlu membayar
retribusi. Retribusi ini secara umum
berbeda-beda di tiap daerah dan
biasanya dihitung berdasarkan luas
bangunan yang akan didirikan.
Retribusi ini juga dimaksudkan sebagai
pemasukan daerah.
Syarat-syarat untuk dapat
diberikannya ijin mendirikan bangunan
kepada pemohon adalah :
1. Bangunan yang didirikan harus
sesuai peruntukan dengan Rencana
Tata Ruang.
2. Luas bangunan harus sesuai dengan
ketentuan BCR (Building Coverage
Ratio), yaitu perbandingan antara
luas bangunan (tutupan yang tidak
resap air) dengan total luas resapan
lahan. Untuk wilayah perkotaan
besarnya BCR antara 30%-60%.
3. Garis Sempadan Bangunan (GSB)
yaitu jarak ruas jalan dengan
bangunan terluar
a. Jalan Primer (propinsi): 25 m;
b. Jalan Sekunder (kabupaten):
13m;
c. Jalan Tersier (penghubung):
13m;
d. Jalan Lokal: 8m.
4. Ketinggian bangunan tidak melebihi
aturan yang telah ditentukan
berdasarkan ketentuan tata ruang
kecuali telah dilakukan pengkajian
teknik terlebih dahulu atau izin
khusus.
Persepsi/pandangan Masyarakat
Tentang ijin Mendirikan Bangunan
Persepsi adalah suatu proses
pengenalan atau identifikasi sesuatu
dengan menggunakan panca indera
(Dreverdalam Sasanti, 2003). Kesan
yang diterima individu sangat
tergantung pada seluruh pengalaman
yang telah diperoleh melalui proses
berpikir dan belajar, serta dipengaruhi
oleh faktor yang berasal dari dalam diri
individu. Sabri (1993) mendefinisikan
persepsi sebagai aktivitas yang
memungkinkan manusia
mengendalikan rangsangan-rangsangan
yang sampai kepadanya melalui alat
inderanya, menjadikannya kemampuan
itulah dimungkinkan individu
mengenali lingkungan pergaulan dalam
hidupnya.
Mar’at (1981) mengatakan bahwa
persepsi adalah suatu proses
pengamatan seseorang yang berasal dari
suatu kognisi secara terus menerus dan
dipengaruhi oleh informasi baru dari
lingkungannya. Riggio (1990) juga
mendefinisikan persepsi sebagai proses
kognitif baik lewat penginderaan,
pandangan, penciuman dan perasaan
yang kemudian ditafsirkan.
Mar'at (Aryanti, 1995)
mengemukakan bahwa persepsi di
pengaruhi oleh faktor pengalaman,
proses belajar, cakrawala, dan
pengetahuan terhadap objek psikologis.
Rahmat (dalam Aryanti, 1995)
mengemukakan bahwa persepsi juga
ditentukan juga oleh faktor fungsional
dan struktural. Beberapa faktor
fungsional atau faktor yang bersifat
personal antara kebutuhan individu,
pengalaman, usia, masa lalu,
kepribadian, jenis kelamin, dan lain-lain
yang bersifat subyektif. Faktor
struktural atau faktor dari luar individu
antara lain: lingkungan keluarga,
hukum-hukum yang berlaku, dan nilai-
nilai dalam masyarakat.
Menurut Ridwan (2009:163) ada
beberapa kendala yang dikeluhkan oleh
masyarakat yang ingin mengurus
perizinan yaitu :
a. Biaya perizinan
1. Biaya pengurusan izin sangat
memberatkan bagi pelaku usaha
kecil. Besarnya biaya perizinan
seringkali tidak transparan.
2. Penyebab besarnya biaya
disebabkan karena pemohon
tidak mengetahui besar biaya
resmi untuk pengurusan izin,
dan karena adanya pungutan
liar.
b. Waktu
1. Waktu diperlukan mengurus
izin relatif lama karena
prosesnya yang berbelit.
2. Tidak adanya kejelasan kapan
izin diselesaikan.
3. Proses perizinan tergantung
pada pola birokrasi setempat.
c. Persyaratan
1. Persyaratan yang sama dan
diminta secara berulang-ulang
untuk berbagai jenis izin.
2. Persayaratan yang ditetapkan
seringkali sulit untuk diperoleh.
3. Informasi yang dibutuhkan
tidak tersedia dan terdapat
beberapa persyaratan yang
tidak dapat dipenuhi
khususnya oleh para pengusaha
kecil.
Ijin mendirikan bangunan
disusun sebagai standar penyesuaian
bangunan dengan lingkungan
sekitarnya. Mendirikan bangunan
rumah/toko dengan terencana akan
menjamin kondisi lingkungan yang
menjamin segala aktivitas. Rumah
merupakan kebutuhan yang sangat
krusial bagi manusia, sedangkan toko
merupakan bangunan untuk melakukan
kegiatan berbagai jenis barang yang
dibutuhkan masyarakat. Pada dasarnya,
setiap pengakuan hak oleh seseorang
terhadap suatu bangunan harus
didasarkan bukti yang kuat dan sah
menurut hukum. Tanpa bukti tertulis,
suatu pengakuan di hadapan hukum
mengenai objek hukum tersebut
menjadi tidak sah. Sehingga dengan
adanya sertifikat ijin mendirikan
bangunan akan memberikan kepastian
dan jaminan hukum kepada
masyarakat.
Dari sisi masyarakat, murah
berarti biaya yang wajar dan dapat
diverifikasi. Kepastian waktu
merupakan elemen penting lainnya
yang diharapkan masyarakat dari
pemerintah. Kepastian tersebut
mencakup lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk proses pengurusan
serta kapan izin dapat dikeluarkan.
Lamanya pengurusan izin seharusnya
diketahui oleh para pemohon sehingga
bermanfaat bagi proses perencanaan
dan penjadwalan mereka, dan
pemerintah sebagai penyedia pelayanan
harus dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat ini. Masyarakat tentu saja
berharap bahwa lamanya proses
pengurusan izin tidak berlarut-larut.
KERANGKA PENELITIAN
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan salah
satu upaya untuk mengetahui kendala
yang dihadapi pemerintah daerah
Kabupaten Gunung Mas dalam
meningkatkan pendapatan asli daerah
dari retribusi ijin mendirikan bangunan.
Pendekatan yang digunakan dalam
penulisan tesis ini adalah dengan
pendekatan kualitatif deskriptif yang
diperoleh dari berbagai sumber data.
Menurut Nawawi (2001:630),
penelitian deskriptif merupakan
prosedur pemecahan masalah yang
diselidiki dengan menggambarkan atau
melukiskan keadaan subjek atau objek
penelitian berdasarkan fakta yang
tampak sebagaimana adanya. Dalam
rangka mendapatkan data lapangan
peneliti harus terjun langsung ke
lapangan agar dapat mengamati secara
langsung keadaan masyarakat yang
diteliti kemudian mendeskripsikan dan
memberikan penjelasan tentang
retribusi ijin mendirikan bangunan di
kabupaten Gunung Mas sehingga dapat
menunjang pendapatan asli daerah.
Metode kualitatif menurut
Moleong (2002:4) adalah sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif baik merupakan lisan,
tulisan maupun dari sikap dan perilaku
orang yang diamati. Pendekatan
kualitatif yang memfokuskan pada
sebuah peristiwa berangkat dari
kesadaran dan pengalaman manusia.
Pendekatan kualitatif mengungkap
makna dan konteks perilaku individu,
dan proses yang terjadi dalam pola
amatan dari faktor yang berhubungan.
Menurut Strauss dan Corbin
(2003) penelitian kualitatif dimaksud
sebagai jenis penelitian yang temuan-
temuannya tidak diperoleh melalui
prosedur statistik atau bentuk hitungan
lainnya. Selanjutnya, dipilihnya
penelitian kualitatif karena metode
kualitatif dapat memberikan rincian
yang lebih kompleks tentang fenomena
yang sulit diungkapkan oleh metode
kuantitatif.
Lokasi Penelitian
Bungin (2003) mengatakan bahwa
dalam penelitian perlu pula
menegaskan setting/lokasi penelitian
yakni tentang latar belakang alamiah
(tempat, lokasi atau dimana) penelitian
itu dilakukan, dengan tidak
dimaksudkan untuk mewakili atau
sebagai representasi dari latar (tempat,
lokasi dan daerah) tertentu lainnya.
Lokasi sebagai objek penelitian adalah
Dari Sisi
Pemerintah
Waktu
Kendala Dalam Meningkatkan
Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan
Dari Sisi
Masyarakat
Persyaratan
Biaya
Perizinan
Sosialisasi
Peraturan
Perundang-
undangan
yang ada
SDM
Perilaku
Aparat
Retribusi IMB
di Kecamatan Kurun, Kabupaten
Gunung Mas yang merupakan
pemekaran dari Kabupaten Kapuas
dengan pertimbangan bahwa :
1. Kabupaten Gunung Mas berada di
posisi strategis karena berbatasan
dengan 4 (empat) kabupaten yaitu
Kabupaten Katingan, Kabupaten
Pulang Pisau, Kabupaten Murung
Raya, Kabupaten Kapuas, 1 (satu)
kota yaitu Kota Palangkaraya dan 1
(satu) propinsi yaitu Propinsi
Kalimantan Barat.
2. Bertambahnya jumlah penduduk
tiap tahun baik melalui kelahiran
maupun migrasi dan Kecamatan
Kurun merupakan kecamatan
dengan tingkat kepadatan
penduduk paling tinggi disbanding
kecamatan-kecamatan lain yang ada
di Kabupaten Gunung Mas.
3. Meningkatnya pembangunan fisik
di Kecamatan Kurun, Kabupaten
Gunung Mas terutama untuk rumah
tempat tinggal dan tempat usaha.
Populasi Sampel Penelitian
Sesuai dengan fokus kajian,
tujuan dan lokasi penelitian, sumber
data penelitian ini yang perlu
dipersiapkan adalah :
a. Informan
Informan dipilih dengan harapan
dapat memperoleh informasi dari
sumber yang tepat dan sesuai
dengan apa yang informan tersebut
ketahui tentang suatu hal terkait
dengan pokok permasalahan.
Burhan Bungin (2003) mengatakan
bahwa :
Penelitian kualitatif tidak
bermaksud untuk menggambarkan
karakteristik populasi atau menarik
generalisasi kesimpulan yang
berlaku bagi suatu populasi,
melainkan lebih fokus pada
representasi terhadap fenomena
sosial. Berkenaan dengan tujuan
penelitian kualitatif, maka dengan
prosedur sampling yang terpenting
adalah bagaimana menentukan
informan kunci (key informan) atau
situasi social tertentu yang syarat
dengan informasi yang sesuai
dengan fokus penelitian.
Menurut Kanto,1998, data atau
informasi adalam penelitian
kualitatif harus ditelusuri seluas
luasnya dan sedalam mungkin
sesuai dengan variasi (keragaman)
yang ada. Hanya dengan demikian,
peneliti akan mampu
mendiskusikan fenomena yang
diteliti secara utuh.
Informan yang terpilih diharapkan
dapat mewakili bidang-bidang,
aspek dari organisasi atau lembaga
yang terkait yaitu Kepala Dinas
Pendapatan, Keuangan dan Aset
Daerah serta pejabat dari Dinas
Pemukiman, Sarana dan Prasarana
Wilayah Kabupaten Gunung Mas
serta perwakilan dari masyarakat
sendiri.
b. Dokumen
Dokumen yang relevan dengan
fokus kajian, tujuan dan ruang
lingkup penelitian dikumpulkan
guna mendukung interprestasi
peneliti dalam mempertimbangkan
suasana waktu dan ruang
munculnya data sampling. Dara
dokumen ini meliputi Peraturan
Perundangan yang berlaku dan
Laporan Realisasi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten Gunung Mas.
Penentuan Informan
Ketika kita mencoba
mengumpulkan data menggunakan
wawancara kita harus membuat suatu
rencana dengan mempertimbangkan
informasi dan data yang kita inginkan
dan pribadi dari setiap individu yang
akan kita wawancarai. Bahwa tujuan
memperoleh informasi yang dapat
dipercaya atau sekuarng kurangnya
memperoleh pendapat yang didasarkan
pada informasi yang objektif, dimana
kecermatan dalam memilih orang-orang
(informan) yang akan diwawancarai itu
sangat penting. Menentukan orang-
orang yang memiliki informasi yang
diinginkan, apakah orang-orang
tersebut mempunyai wewenang untuk
memberikan informasi tersebut, dan
apakah mereka mau memberikannya
juga harus diperhatikan. Jangan sampai
salah dalam membedakan informan
yang kadang-kadang tidak mampu
membekali dengan informasi yang
dibutuhkan.
Oleh karena itu adalah
tanggungjawab kita untuk mengetahui
sejauhmana kelayakan informan tentang
pendapat, pengalaman, dan
hubungannya, dan sebagainya tentang
informasi yang akan diperoleh melalui
wawancara. Di anatar hal yang perlu
dilakukan adalah menentukan jumlah
informan yang akan diwawancarai
untuk memperoleh informasi yang
cukup untuk memperoleh kesimpulan,
dan apakah individu-individu tersebut
merupakan sampel yang representatif.
Informan yang dipilih dalam penelitian
ini adalah orang-orang yang
berkompeten di bidangnya sesuai
dengan tugas, pokok dan fungsinya
pada bagiannya masing-masing.
Teknik Pengumpulan Data
Ada tiga macam teknik
pengumpulan data yang dipergunakan
dalam penulisan tesis ini yaitu :
1. Wawancara
Dalam bentuknya yang paling
sederhana wawancara terdiri atas
sejumlah pertanyaan yang
dipersiapkan dan kemudian
diajukan kepada seseorang
mengenai topik penelitian secara
tatap muka, dan peneliti merekam
jawaban-jawabannya sendiri.
Wawancara dapat didefifnisikan
sebagai ”interaksi bahasa yang
berlangsung antara dua orang
dalam situasi saling berhadapan
salah seorang, yaitu yang
melakukan wawancara meminta
informasi atau ungkapan kepada
orang yang diteliti yang berputar di
sekitar pendapat dan
keyakinannya” ( Hasan (1963)
dalam Garabiyah, 1981:43).
Dengan melakukan penelitian
lapangan guna mengumpulkan
data-data mengenai perolehan
pendapatan asli daerah selama
beberapa tahun di Kabupaten
Gunung Mas dan juga beberapa
daerah lain sebagai perbandingan.
Serta melakukan wawancara
dengan beberapa informan terkait
dengan permasalahan yang
diangkat dalam penelitian ini.
Dalam melakukan wawancara
dengan seorang informan, penulis
berusaha menyelami kerangka pikir
informan tersebut, dengan cara
melakukan pendekatan-pendekatan.
Hubungan yang terjalin secara
wajar, tanpa kesenjangan yang
berarti, dapat mengantar penulis
untuk mendapatkan informasi yang
sedalam-dalamnya.
2. Pengamatan
Dalam melakukan pengumpulan
data disamping melakukan proses
wawancara, penulis juga
mengadakan pengamatan.
Pengamatan lapangan ini
dimaksudkan untuk
mendeskripsikan secara sistematis
tentang kejadian dan tingkah laku
yang terjadi pada masyarakat
Kabupaten Gunung Mas. Hal ini
untuk mendukung data yang
diperoleh melalui wawancara di
lapangan. Pendekatan yang
dilakukan dalam usaha memahami
suatu gejala lapangan pada
penelitian ini adalah dengan
dialogical interpretations, yang
merupakan bentuk dialog antara
informan dan peneliti, untuk
menangkap makna, baik makna
subjektif maupun makna
objektifnya. Dalam proses
penelirian tersebut, peneliti
mengartikan sendiri informasi yang
diterima, namun interprestasi ini
kembali ditawarkan kepada
informan untuk menilai dan
memberi tanggapan apakah
demikian yang dimaksud oleh
informan (Sofian Effendi, et.al.,
1993).
Interprestasi subjektif dimaksudkan
di sini adalah bagaimana peneliti
mampu memahami jalan pikiran
dan kemauan informan, bukan
sebaliknya pemikiran peneliti yang
mempengaruhi benak informan.
Oleh karena itu perlu pemahaman
terhadap local knowledged, yaitu
memahami makna kata yang
termaksud dalam informasi melalui
pengungkapan yang berdasarkan
empati. Dalam melakukan
wawancara, ada kalanya informasi
yang diberikan tidak akurat atau
bahkan berusaha menutupi
informasi yang sebenarnya, namun
disini peneliti tidak mengganggap
informan menipu atau sengaja
berdusta. Hal ini oleh penulis
dipahami bahwa memang manusia
ada kalanya tidak konsisten dengan
apa yang dikatakan sendiri. Dean
dan Whyte ( dalam Bogdan dan
Taylor, 1992 ) mencatat bahwa
perspektif, perasaan, dan keyakinan
para informan (manusia) berubah
pada waktu mereka beralih dari
situasi yang satu ke situasi yang
lain. Bahkan kejadian-kejadian
objektif pun dilihat secara selektif.
Dikatakan bahwa pernyataan
informan menunjukkan persepsi
informan tersebut, yang telah
disaring dan disesuaikan oleh reaksi
kognitif dan emosionalnya serta
disampaikan lewat cara pemakaian
kata-kata verbal pribadinya.
Pertimbangan teknik ini digunakan
dengan pertimbangan bahwa apa
yang dikatakan orang, sering kali
berbeda dengan yang dilakukan.
Oleh karena itu dalam
melaksanakan pengamatan peneliti
akan terjun langsung dalam realita
sehari-hari agar dapat memahami
permasalahan yang muncul.
3. Studi Pustaka
Melakukan studi pustaka untuk
memperoleh gambaran yang lebih
jelas tentang undang-undang yang
berlaku serta peraturan
pelaksanaannya serta referensi-
referensi lain yang berkaitan dengan
masalah penelitian yang diangkat
dalam penulisan tesis ini. Hal ini
berguna untuk mendukung proses
penggalian informasi dengan
memperkaya informasi yang masuk
dengan membaca serta menganalisis
dokumen-dokumen yang terkait
dengan penelitian.
Teknik Analisis Data
Dalam analisis data, data-data
yang diperoleh dipaparkan serta
diintrepretasikan secara mendalam,
dianalisis secara kritis dan logis sesuai
dengan kontek sosial setempat.
Intrepretasi disajikan secara sistematis
sesuai dengan penelitian kualitatif,
dimana data-data yang diperoleh
berupa argument-argumen kualitatif,
apabila tidak dirinci dengan baik akan
menyulitkan dalam menarik
kesimpulan.
Proses analisis data dalam
penelitian ini menggunakan model
Miles and Huberman (1994) dengan
pertimbangan bahwa model ini lebih
cocok untuk mendekati permasalahan-
permasalahan sosial dan penelitian yang
datanya tidak berupa angka-angka.
Proses analisis data, baik ketika
mengumpulkan data maupun setelah
selesai pengumpulan data, melalui
tahap-tahap sebagai berikut :
1. Data yang telah terkumpul dari
berbagai sumber data yang
diperoleh lewat observasi,
wawancara, kepustakaan, dan
dokumentasi, dibaca, dipelajari dan
ditelaah dengan seksama;
2. Data direduksi sedemikian rupa,
sehingga tersusun secara sistematis,
lebih nampak pokok-pokok
terpenting yang menjadi fokus
penelitian guna memberikan
gambaran yang lebih tajam
terhadap fenomena kesenjangan
informasi dan kinerja perusahaan;
3. Data yang telah direduksi disusun
dalam satuan yang berfungsi untuk
menentukan dan mendefinisikan
kategorinya. Satuan-satuan tersebut
diberi kode-kode tertentu untuk
memudahkan pengendalian dan
penggunaannya setiap saat;
4. Pemeriksaan keabsahan data
dengan cara memperpanjang
keterlibatan dengan latar belakang
penelitian (setting), serta melakukan
pengamatan yang lebih teliti, rinci
dan mendalam. Sebagai jaminan
atas keabsahan maupun validitas
data akan dilakukan trianggulasi
maupun elaborasi dengan sumber
data lain;
5. Data yang sudah jadi dianalisis
dengan berdasarkan pada rumusan
masalah dan tujuan penelitian.
Analisis tersebut berupa teori dan
dicross-check-kan dengan data
empiris di lapangan;
6. Penarikan kesimpulan dilaksanakan
pada saat analisis data dirasakan
cukup dan dinyatakan selesai.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Profil Kabupaten Gunung Mas
Kabupaten Gunung Mas
merupakan salah satu kabupaten
pemekaran dari Kabupaten Kapuas
Propinsi Kalimantan Tengah menurut
UU Nomor 5 Tahun 2002. Kabupaten ini
terletak pada ± 0° 18” 00 lintang selatan
sampai dengan 1° 40” 30” lintang
selatan dan ± 113° 01“00 bujur timur
sampai dengan 114° “01“00 bujur timur.
Kabupaten ini berbatasan dengan
Kabupaten Katingan dan Propinsi
Kalimantan Barat di sebelah barat.
Kabupaten Murung Raya di sebelah
utara, Kabupaten Kapuas di sebelah
timur, Kabupaten Pulang Pisau dan
Kota Palangka Raya di sebelah selatan.
Luas wilayah Kabupaten Gunung
Mas adalah 10.804 Km² dan merupakan
kabupaten terluas keenam dari empat
belas kabupaten yang ada di
Kalimantan Tengah atau 7,04% dari luas
Propinsi Kalimantan Tengah. Luas
wilayah tersebut terdiri dari :
a. Kawasan hutan belantara
b. Kawasan pemukiman
c. Sungai, danau, dan rawa
d. Daerah pertanian ( sawah, ladang,
kebun)
Wilayah Gunung Mas termasuk
dataran tinggi yang memiliki potensi
untuk dijadikan daerah perkebunan.
Daerah utara merupakan daerah
perbukitan, dengan ketinggian antara ±
100-500 meter dari permukaan air laut
dan mempunyai tingkat kemiringan ± 8-
15°, serta mempunyai daerah
pegunungan dengan tingkat kemiringan
± 15-25°. Pada daerah tersebut terdapat
pegunungan Muller dan Schwanner
dengan puncak tertinggi (Bukit Raya)
mencapai 2.278 meter dari permukaan
laut.
Dalam pengetahuan tentang
kependudukan dikenal istilah
karakteristik penduduk yang
berpengaruh penting terhadap proses
demografi dan tingkah laku sosial
ekonomi penduduk, dimana yang
sangat penting diketahui adalah
struktur umur dan jenis kelamin. Maka
dengan adanya pengelompokan
struktur umur dan mengetahui jenis
kelamin akan mempermudah informasi
untuk mengarahkan kebijakan
pembangunan sesuai dengan kebutuhan
penduduk sebagai pelaku
pembangunan, yang menjadi kebijakan
pembangunan di bidang
kependudukan, terutama berkaitan
dengan pengembangan sumber daya
manusia.
Data kependudukan umumnya
diperoleh melalui Sensus Penduduk,
Survei Kependudukan dan Registrasi
Penduduk Kepadatan Penduduk adalah
banyaknya penduduk per Km per segi.
Penduduk Kabupaten Gunung
Mas pada tahun 2009 berjumlah 114.971
jiwa, yang terdiri dari 60.786 laki-laki
dan 54.185 perempuan dengan jumlah
kepala rumah tangga sebanyak 28.557
rumah tangga. Kepadatan penduduk
hanya sekitar 10 jiwa per km², yang
masih terpusat di ibu kota kecamatan
sekitar 23,69 persen. Bila kita lihat
penyebaran penduduk pada masing-
masing wilayah, kecamatan yang paling
jarang penduduknya adalah Kecamatan
Miri Manasa dengan jumlah penduduk
3.755 jiwa dan yang paling padat
penduduknya adalah Kecamatan Kurun
dengan jumlah penduduk 27.237 jiwa.
Kendala – kendala optimalisasi PAD
dari retribusi IMB :
1. Sosialisasi
Sosialisasi adalah sebuah proses
penanaman atau transfer kebiasaan atau
nilai dan aturan dari satu generasi ke
generasi lainnya dalam sebuah
kelompok atau masyarakat. Dari hasil
wawancara dengan Kasubbag Dokumen
Hukum dan HAM Sekretariat Daerah
Kabupaten Gunung Mas, Trinanda
Aditya Darma, SH dan Kabid Cipta
Karya Dinas Kimpraswil Kabupaten
Gunung Mas, Richard F.L, ST didapati
bahwa sosialisasi kepada masyarakat
yang dilakukan oleh pemerintah daerah
terutama instansi yang terkait dengan
penerbitan surat ijin mendirikan
bangunan tidak pernah diberikan.
Saat sebuah peraturan akan
diterapkan di masyarakat, peranan
sosialisasi sangatlah penting sebagai
landasan pemahaman akan adanya
sebuah kebijakan publik. Sosialisasi
tentang ijin mendirikan bangunan
sangat diperlukan karena dari sosialisasi
yang diberikan oleh pemerintah maka
masyarakat dapat mengerti akan
pentingnya manfaat dari memiliki ijin
mendirikan bangunan serta bagaimana
prosedur untuk memiliki surat ijin
mendirikan bangunan. Bila dilihat dari
hasil penelitian di lapangan, diketahui
bahwa dari Dinas Kimpraswil maupun
dari Kantor Pelayanan Satu Atap tidak
pernah memberikan sosialisasi. Yang
dilakukan hanyalah memungut retribusi
tanpa memberikan pelayanan informasi
tentang pentingnya memiliki ijin
mendirikan bangunan. Masyarakat
tidak akan dapat mengetahui akan
manfaat pentingnya memiliki surat ijin
mendirikan bangunan bila pemerintah
tidak pernah memberi informasi tentang
hal ini. Ini tidak sesuai dengan teori
tentang retribusi dari Sproule-Jones and
White tentang arti retribusi, dimana
retribusi adalah semua bayaran yang
dilakukan bagi perorangan dalam
menggunakan layanan yang
mendatangkan keuntungan langsung
dari layanan itu. Masyarakat tidak akan
mengetahui apa keuntungan memiliki
ijin mendirikan bangunan bila tidak
diberi layanan akan informasi. Hal ini
tentu akan menimbulkan keengganan
dari masyarakat untuk mengurus surat
ijin mendirikan bangunan apalagi untuk
membayar retribusinya karena
masyarakat tidak tahu apa keuntungan
yang akan mereka peroleh bila memiliki
surat ijin mendirikan bangunan bagi
bangunan yang mereka miliki. Saat
masyarakat enggan mengurus surat ijin
mendirikan bangunan maka secara
tidak langsung akan mengurangi
penerimaan pemerintah dari retribusi
ini.
Dinas Kimpraswil tidak pernah
memberikan sosialisasi ijin mendirikan
bangunan karena peraturan daerah
yang ada dianggap sudah tidak lagi up
to date sehinga tidak mampu
mengakomodir kebutuhan akan
pelaksanaan pemberian ijin mendirikan
bangunan. Saat ini Dinas Kimpraswil
sedang merancang sebuah rancangan
peraturan daerah terbaru yang
menyangkut ijin mendirikan bangunan
dan akan diajukan ke Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah ( DPRD) di
tahun 2011 nanti.
2. Peraturan Perundang-undangan
Pemerintah Daerah Kabupaten
Gunung Mas telah mengeluarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Gunung
Mas Nomor 10 Tahun 2008 tentang
Bangunan dan Izin Mendirikan
Bangunan, dimana dalam peraturan
daerah tersebut telah tertuang jelas
aturan-aturan serta sanksi yang
diberikan apabila ada yang melanggar.
Tetapi pada kenyataannya peraturan
daerah ini hanya diterbitkan tapi tidak
ditindaklanjuti dengan pengawasan
oleh instansi yang terkait dengan
penerbitan ijin mendirikan bangunan.
Hal ini dibuktikan dengan menurunnya
jumlah orang yang mengurus surat ijin
mendirikan bangunan.
Dari dua peraturan daerah yang ada
tapi tidak menghasilkan output yang
memuaskan untuk peningkatan
pengurusan surat ijin mendirikan
bangunan juga ke peningkatan
pendapatan asli daerah dari sektor
retribusi. Hal ini dapat dilihat pada data
di Kantor Pelayanan Satu Atap
Kabupaten Gunung Mas, dimana
jumlah surat IMB yang diterbitkan di
tahun 2009 sejumlah 26 surat dan di
tahun 2010 sampai bulan September
2010 baru delapan surat yang
diterbitkan. Hal ini otomatis akan
berdampak pada penurunan
pendapatan asli daerah dari retribusi
ijin mendirikan bangunan.
Bila kita kembalikan ke teori,
menurut Halim dan Nasir (2006:44),
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah
”pendapatan yang diperoleh daerah
yang dipungut berdasarkan peraturan
daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan”. Jadi apabila
peraturan sudah dikeluarkan maka
pemerintah berhak untuk menarik
pungutan pada retribusi ini dan juga
melakukan pengawasan dalam
pelaksanaannya.
Dari hasil penelitian ditemukan
bahwa adanya peraturan daerah pun
tidak menjamin akan meningkatnya
pendapatan asli daerah melalui retribusi
ijin mendirikan bangunan. Dengan
bukti telah terbitnya dua peraturan
daerah tapi tidak didukung dengan
meningkatnya jumlah masyarakat yang
mengurus ijin mendirikan bangunan.
Dari temuan ini, peneliti mendapatkan
bahwa peraturan perundang-undangan
yang telah ada tidak diberlakukan
sepenuhnya oleh Dinas/instansi terkait
3. Sumber Daya Manusia
Kualitas Sumber Daya Manusia
yang dimiliki oleh pemerintah sudah
memenuhi syarat tetapi jumlah SDM
yang tersedia masih belum mencukupi,
sehingga tidak semua pekerjaan bisa
ditanggulangi. Untuk teknis pelaksaan
ijin mendirikan bangunan ada di bawah
koordinasi Dinas Pekerjaan Umum, di
bidang Cipta Karya. Dari tabel dibawah
ini dapat kita lihat bahwa jumlah
pegawai negeri sipil yang ada di bidang
Cipta Karya sangat minim dan tenaga
yang khusus mengurus bidang tata kota
tidak ada, jadi bisa dilihat bahwa untuk
masalah tata ruang kota atau bangunan
hampr tidak tersentuh. Apalagi di
bidang Cipta Karya sendiri begitu
banyak kegiatan fisik lain yang juga
perlu mendapat perhatian, sehingga
sumber daya manusia yang memadai
hampir tidak ada.
Dari pegawai-pegawai yang ada di
atas, tidak ada satupun pegawai yang
membidangi masalah penataan kota.
Padahal secara struktural, sub bidang
tata kota ada di bawah bidang cipta
karya. Aturan yang berlaku dalam
sistem pemerintahan kita saat ini serta
rendahnya kemampuan birokrasi dalam
merespon kebutuhan masyarakat serta
tuntutan global menyebabkan terjadinya
krisis kepercayaan terhadap Birokrasi
Publik.
Dari permasalahan-permasalahan
yang ada di atas dapat kita tarik
kesimpulan bahwa jumlah sumber daya
manusia yang ada untuk berperan aktif
dalam hal pelayanan teknis ijin
mendirikan bangunan sangat kurang
bahkan boleh dibilang tidak ada. Tidak
ada pegawai di Dinas Kimpraswil
khususnya bagian teknis yang
membidangi masalah ijin mendirikan
bangunan sehingga tidak ada
pembinaan, pengaturan, pengendalian,
dan pengawasan oleh Dinas Kimpraswil
dalam hal mendirikan bangunan dan
hal ini sangat bertolak belakang dengan
maksud dan tujuan diberikannya ijin
mendirikan bangunan ( lihat Bab II
tentang maksud dan tujuan
diberikannya ijin mendirikan
bangunan).
4. Perilaku Aparat
Dalam hal ini yang bertugas untuk
mengawasi penertiban IMB adalah
Dinas Kimpraswil dan Satpol PP, tapi
dalam pelaksanaannya di lapangan
tidak ada penindakan tegas dari aparat
mengenai bangunan yang belum
memiliki IMB.
Masyarakat di Kabupaten Gunung
Mas masih memiiliki adat dan budaya
kekeluargaan yang kental jadi antara
aparat dengan masyarakat sebenarnya
bisa terjadi interaksi yang baik apabila
bisa saling memahami apa yang mereka
inginkan buat daerah mereka. Tapi
karena kurangnya pemahaman aparat
akan pentingnya Ijin Mendirikan
Bangunan itu sendiri akhirnya membuat
masyarakat semakin tidak perduli juga
tidak tahu. Tidak adanya koordinasi
antara dinas/instansi terkait juga tidak
adanya sanksi tegas dari pemerintah
daerah bagi masyarakat yang tidak
memiliki surat ijin mendirikan
bangunan membuat tidak tercapainya
optimalisasi penerimaan pendapatan
asli daerah dari sektor retribusi ijin
mendirikan bangunan.
5. Perilaku Masyarakat Dalam
Mengurus IMB
Menurut Kasi Penerbitan Perijinan
Pelayanan Satu Atap Kabupaten
Gunung Mas, Agustina Yulistin, ST,
selama ini sistem yang berlaku di
masyarakat adalah sistem kesadaran
masyarakat sendiri. Pemerintah daerah
tidak mewajibkan masyarakat untuk
memiliki surat ijin mendirikan
bangunan dengan memberikan sanksi
ataupun sosialisasi.
Dari penelitian di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa dalam mengurus
perijinan-perijinan yang ada, tidak ada
keharusan bagi masyarakat yang
diberlakukan oleh pemerintah untuk
memiliki surat ijin mendirikan
bangunan. Misalnya dengan
membongkar bangunan-bangunan
tanpa ijin ataupun mensosialisasikan
peraturan daerah yang ada. Sehingga
saat sebuah peraturan daerah
dikeluarkan maka tanggapan yang
diberikan oleh masyarakat beragam.
Ada yang pasif dan adapula yang aktif.
Bila kita lihat dari hasil wawancara di
atas ditemukan fakta kalau masyarakat
tidak keberatan mengeluarkan biaya
untuk mengurus surat ijin mendirikan
bangunan. Masyarakat terkesan tidak
perduli atau asal-asalan karena mereka
tidak merasa membutuhkan IMB untuk
kepentingan pribadi mereka.
Bila kita kembali pada hasil
penelitian terdahulu, faktor biaya juga
menjadi salah satu penyebab rendahnya
minta masyarakat untuk mengurus
surat ijin mendirikan bangunan. Tetapi
berbeda halnya di Kabupaten Gunung
Mas, di sini masyarakat tidak begitu
mempermasalahkan masalah biaya
yang harus mereka keluarkan selama
biaya ini masih dalam batas kewajaran
dan hasil yang mereka peroleh pun
sepadan dengan biaya yang harus
mereka keluarkan.
Dari hasil penelitian di
Kabupaten Gunung Mas dapat ditarik
kesimpulan kendala yang dihadapi
pemerintah dalam meningkatkan
retribusi ijin mendirikan bangunan
adalah bahwa sosialisasi kepada
masyarakat belum pernah diberikan
oleh pemerintah daerah setempat,
peraturan perundang-undangan yang
ada tidak dijalankan sebagaimana
mestinya, belum ada sub bidang khusus
yang menangani masalah bangunan dan
ijin mendirikan bangunan di dinas
Kimpraswil dan tidak ada koordinsi
anata dinas/instansi terkait.
Pandangan Masyarakat Tentang
Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan :
1. Kesadaran Masyarakat Terhadap
Pentingnya Memiliki IMB
Belum adanya kesadaran dari
masyarakat pentingnya memiliki IMB
bagi bangunan rumahnya. Kegunaan
Ijin Mendirikan Bangunan bagi
masyarakat sendiri secara langsung
tidak begitu dirasakan oleh masyarakat
kecuali bila ada yang mau mengajukan
kredit dengan agunan rumah, maka
barulah masyarakat mulai
mengurusnya. Padahal selain sebagai
jaminan kredit di bank, Ijin Mendirikan
Bangunan juga memiliki fungsi sebagai
kepastian hukum akan bangunan yang
dimiliki, juga untuk penataan sebuah
kota agar terciptalah kota yang indah,
rapi dan cantik.
Bila kita kembalikan ke teori, Mar'at
(Aryanti, 1995) mengemukakan bahwa
persepsi di pengaruhi oleh faktor
pengalaman, proses belajar, cakrawala,
dan pengetahuan terhadap objek
psikologis. Dari hasil wawancara di atas
dapat kita simpulkan bahwa pada
umumnya masyarakat tidak merasa
keberatan untuk mengeluarkan biaya
agar memiliki surat Ijin Mendirikan
Bangunan asal mereka tahu apa
kegunaan dan manfaatnya bagi mereka.
Prosedur pengurusan pun harus jelas
agar masyarakat di Kabupaten Gunung
Mas tahu kemana mereka harus
mengurus Ijin Mendirikan Bangunan
mereka. Dari hasil penelitian ditemukan
bahwa pengetahuan terhadap objek
psikologis dalam hal ini ijin mendirikan
bangunan sangatlah minim bahkan
hampir tidak ada.
2. IMB Di Mata Masyarakat
Bila kita lihat hasil wawancara di
atas, peran faktor sosialisasi pun
kembali diungkapkan. Peran sosialisasi
dari pemerintah sangat penting, dimana
ada penjelasan tentang pentingnya
memiliki ijin mendirikan bangunan bagi
masyarakat sehingga timbul kesadaran
dari masyarakat untuk memiliki ijin
mendirikan bangunan. Rasa kesadaran
ini akan menimbulkan kebutuhan akan
pentingnya memiliki ijin mendirikan
bangunan. Saat masyarakat butuh maka
mereka akan mengurus ijin mendirkan
bangunannya.
Dari kuisioner yang dilemparkan
pada masyarakat ditemukan
kesimpulan bahwa kendala yang ada
yang membuat masyarakat enggan
mengurus IMB adalah antara lain:
1. Terkait dengan sosialisasi, dimana
ketidaktahuan masyarakat
mengenai prosedur mengurus IMB
serta syarat-syarat yang harus
mereka penuhi.
2. Persyaratan yang harus dipenuhi
banyak sementara ada juga
persyaratan yang diminta tapi tidak
bisa dipenuhi.
3. Keenganan mengurusnya karena
tidak ada tindakan atau sanksi tegas
dari pemerintah daerah terkait
dengan penertiban bangunan tanpa
ijin.
4. Waktu pengurusan belum jelas
sehingga masyarakat merasa agak
kesulitan.
Dari hasil penelitian diketahui
bahwa kendala yang dihadapi
masyarakat dalam meningkatkan
retribusi ijin mendirikan bangunan di
kabupaten Gunung Mas, propinsi
Kalimantan Tengah adalah tidak adanya
penetapan yang pasti dari pemerintah
tentang standar biaya retribusi ijin
mendirikan bangunan, tidak ada
kejelasan kapan ijin akan selesai,
persyaratan yang diminta banyak dan
ada persyaratan yang diminta tetapi
tidak bisa dipenuhi oleh masyarakat.
3. IMB Di Mata Pemerintah
Dari hasil wawancara dengan
beberapa pejabat publik di lingkungan
pemerintah Kabupaten Gunung Mas
tentang Ijin Mendirikan Bangunan
dapat diambil kesimpulan bahwa
kendala yang pemerintah hadapi adalah
:
a. Tidak adanya aturan yang
mengatur secara teknis di lapangan
yang bisa dipakai sebagai pedoman
untuk menerapkan penerbitan ijin
mendirikan bangunan. Selama ini
retribusi yang didapat dari ijin
mendirikan bangunan hanya
sekedar untuk pelengkap atau asal
ada pendapatan dari retribusi ijin
mendirikan bangunan tanpa
menelusuri lebih lanjut tentang
proses atau petunjuk teknis di
lapangan.
b. Kurangnya kesadaran masyarakat
untuk mengurus IMB dikarenakan
masyarakat merasa tidak
diwajibkan oleh pemerintah untuk
memiliki surat ijin mendirikan
bangunan sehingga masyarakat
merasa tidak perlu untuk
memilikinya.
c. Kurang memadainya SDM yang
pemerintah daerah miliki, jumlah
tenaga teknis yang ada juga tidak
memadai.
Dari hasil penelitian di atas dapat
ditarik kesimpulan tentang kendala-
kendala optimalisasi penerimaan
pendapatan asli daerah dari retribusi
Ijin Mendirikan Bangunan. Dari segi
sosialisasi yang tidak pernah
dilaksanakan membuat masyarakat
kurang memahami akan pentingnya
memiliki Ijin Mendirikan Bangunan dan
peraturan yang ada tidak pernah
dilaksanakan karena dianggap tidak
sesuai dengan aturan pemerintah pusat.
Walaupun peraturan telah dikeluarkan
tetapi dari hasil penelitian ini, peraturan
tersebut hanya dipublikasikan tetapi
tidak direalisasikan kelanjutannya.
Peraturan yang telah ada tidak akan
menjamin sempurnanya sebuah
peratutan daerah walaupun direvisi
selalu tetap akan ada kekurangannya.
Jumlah sumber daya pun kurang
memadai, bahkan bidang yang khusus
menangani masalah ijin bangunan tidak
secara khusus ada. Kurangnya
koordinasi antar dinas/instansi terkait
juga menambah semakin ruwetnya
masalah ijin mendirikan bangunan itu
sendiri di antara aparat pemerintah.
Hal-hal tersebut membuat terbentuklah
perilaku masyarakat yang terkesan
membangun tanpa memperdulikan
aturan-aturan yang berlaku.
Satu sama lain merupakan sebuah
mata rantai yang tidak terputus.
Perilaku dari aparat, jumlah sumber
daya, penegakan peraturan dan
sosialisasi akhirnya membentuk
perilaku masyarakat untuk lebih tidak
perduli akan pentingnya memiliki ijin
mendirikan bangunan. Masyarakat
bebas membangun tapi tidak melihat
penataan sebuah kota yang baik itu
seperti apa. Hal ini tentu sangat
berpengaruh terhadap peningkatan
pendapatan asli daerah melalui retribusi
ijin mendirikan bangunan.
Pandangan masyarakat Kabupaten
Gunung Mas sendiri tentang retribusi
ijin mendirikan bangunan adalah pada
umumnya masyarakat Kabupaten
Gunung Mas tidak merasa keberatan
untuk mengeluarkan biaya agar
memiliki surat Ijin Mendirikan
Bangunan asal mereka tahu apa
kegunaan dan manfaatnya bagi mereka.
Prosedur pengurusan pun harus jelas
agar masyarakat di Kabupaten Gunung
Mas tahu kemana mereka harus
mengurus Ijin Mendirikan Bangunan
mereka. Kembali lagi masalanya pada
sosialisasi yang tidak pernah
dilaksanakan.
Masyarakat Kabupaten Gunung
Mas sendiri apabila diberi penjelasan
yang jelas dan tepat maka mereka tidak
menolak untuk membayar retribusi ijin
mendirikan bangunan asal sesuai
dengan kemampuan masyarakat
setempat. Selain itu prosedur
pengurusan pun harus jelas dan syarat-
syarat yang diminta bisa mereka
penuhi.
Tidak adanya aturan secara teknis
yang mengatur tata cara pelaksanaan
retribusi ijin mendirikan bangunan
sebagai pedoman bagi aparat daerah
membuat masyarakat merasa tidak
diwajibkan untuk mengurus surat ijin
mendirikan bangunan. Akhirnya
membuat rendahnya penerimaan asli
daerah dari retribusi ijin mendirikan
bangunan.
Sementara itu strategi pemerintah
daerah Kabupaten Gunung Mas dengan
rendahnya penerimaan pendapatan asli
daerah dari retribusi ijin mendirikan
bangunan adalah dengan melakukan
pendataan terhadap rumah-rumah
mana yang belum memiliki ijin
mendirikan bangunan, kemudian
dilakukan pemutihan sehingga
masyarakat diberi kesempatan untuk
mengurus ijin mendirikan bangunan
sampai batas waktu yang ditetapkan.
Apabila telah habis masa pemutihan,
tapi masyarakat belum juga mengurus
apalagi memiliki ijin mendirikan
bangunan, maka dengan sangat
terpaksa bangunan-bangunan mereka
akan dianggap liar dan dibongkar.
Tetapi untuk pemutihan pun tetap perlu
dikaji lebih jauh lagi bagaimana
prosedurnya di lapangan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat peneliti
tarik dari analisis terhadap kendala
yang dihadapi dalam meningkatkan
retribusi ijin mendirikan bangunan di
kabupaten Gunung Mas, Kalimantan
Tengah adalah :
1. Kendala optimalisasi pendapatan
asli daerah dari retribusi ijin
mendirikan bangunan adalah :
a. Kurangnya sosialisasi dari
pemerintah daerah membuat
masyarakat tidak memahami
akan pentingnya memiliki surat
ijin mendirikan bangunan serta
tidak tahu bagaimana dan cara
mengurus surat ijin mendirikan
bangunan ini.
b. Peraturan daerah sudah ada
tetapi tidak diikuti atau
ditindaklanjuti dengan
diterbitkannya peraturan
pelaksanaan yang mengatur
secara teknis berupa peraturan
bupati, hal ini terkait dengan
kepentingan pemerintah daerah
sendiri terhadap retribusi ijin
mendirikan bangunan.
c. Kurangnya jumlah sumber daya
manusia yang ada di dinas
Kimpraswil membuat tidak
terdatanya bangunan-bangunan
tanpa ijin mendirikan.
d. Tidak ada sanksi yang tegas
dari pemerintah daerah untuk
masyarakat yang tidak memiliki
ijin mendirikan bangunan.
2. Pandangan masyarakat Kabupaten
Gunung Mas, Kalimantan Tengah
terhadap retribusi ijin mendirikan
bangunan adalah :
a. Masyarakat kurang mengetahui
manfaat apa yang bisa mereka
peroleh dengan memiliki surat
ijin mendirikan bangunan.
b. Masyarakat kurang mengetahui
bagaimana cara atau prosedur
untuk megurus surat ijin
mendirikan bangunan.
Saran
Saran yang dapat diberikan agar
penerimaan pendapatan asli daerah dari
retribusi ijin mendirikan bangunan
dapat meningkat adalah :
1. Peraturan-peraturan daerah yang
telah dibuat sebaiknya
ditindaklanjuti kemudian
disosialisasikan agar masyarakat
dapat mengerti akan manfaat dari
sebuah peraturan dan tidak ada
keterpaksaan bagi mereka untuk
melaksanakan peraturan yang telah
ada walaupun harus mengeluarkan
biaya ataupun waktu.
2. Perlu sanksi yang tegas dari
pemerintah daerah Kabupaten
Gunung Mas mengenai ijin
mendirikan bangunan.
3. Perlu ditingkatkan lagi koordinasi
menyeluruh dari pelaksanaan ijin
mendirikan bangunan hingga teknis
pemungutan retribusinya.
4. Menambah jumlah tenaga teknis
untuk pendataan bangunan.
DAFTAR PUSTAKA
Riduansyah, Mohammad, 2003.
Kontribusi Pajak Daerah Dan
Retribusi Daerah Terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Dan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBD) Guna
Mendukung Pelaksanaan
Otonomi Daerah (Studi Kasus
Pemerintahan Daerah Kota
Bogor), Universitas Indonesia,
Jakarta.
Suryani, Ade Irma, 2008. Implementasi
Penerbitan Ijin Mendirikan
Bangunan (IMB) Dalam
Perspektif Azas-Azas Umum
Pemerintahan Yang Baik Di
Kabuapaten Sukamara. Tesis
Program Pasca Sarjana,
Universitas Diponegoro,
Semarang.
Siburian, Kasman, 2008. Implementasi
Pengawasan Pemerintah Kota
Medan Terhadap Izin
Mendirikan Bangunan. Tesis
Program Pasca Sarjana,
Universitas Sumatra Utara,
Medan.
Muhammadreza, 14 September 2008.
Kenali IMB Hindari Masalah.
Press released Multiply.co
Wahyuningsih, Nur Farida Tias, 2006.
Retribusi Ijin Mendirikan
Bangunan (IMB) Sebagai Salah
Satu Sumber Penerimaan
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Dalam Menunjang Pelaksanan
Pembangunan Ekonomi Di Kota
Surabaya Tahun 1997/1998-2003.
Tesis Program Pasca Sarjana,
Universitas Airlangga.
Surabaya.
Frenadin Adegustara, Syofiarti, Titin
Fatimah. Kontribusi Pajak
Daerah Dan Retribusi Daerah
Terhadap Peningkatan
Pendapatan Asli Daerah Dalam
Rangka Pelaksanaan Otonomi
Daerah (Studi di Tiga Daerah Di
Propinsi Sumatera Barat)
Sukmana, Julianto, 2004. Kualitas
Pelayanan Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) Pada Dinas
Tata Kota Di Kota Palembang.
Tesis Program Pasca Sarjana,
Universitas Gajah Mada.
Jogyakarta.
Priadi, 2007. Analisa Penyebab
Rendahnya Kinerja BUMD
Kabupaten Jombang Perspektif
Teori Ketidaksetaraan
Informasi. Disertasi Program
Pasca Sarjana, Universitas
Brawijaya. Malang.
Realisasi Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Kabupaten
Gunung Mas Tahun Anggaran
2006/2009.
BPS Kabupaten Gunung Mas, 2008.
Kabupaten Gunung Mas.
Gunung Mas Dalam Angka, 2007.
Kabupaten Gunung Mas.
Gunung Mas Dalam Angka, 2008.
Kabupaten Gunung Mas.
Selayang Pandang Kabupaten Gunung
Mas, 2008. Kabupaten Gunung
Mas.
Undang-Undang RI, Nomor 28, 2009.
Tentang Pajak Daerah Dan
Retribusi Daerah.
Peraturan Pemerintah RI, Nomor 65,
2001. Tentang Pajak Daerah.
Peraturan Pemerintah RI, Nomor 66,
2001. Tentang Retribusi Daerah.
Peraturan Daerah Kabupaten Gunung
Mas, Nomor 10, 2008. Tentang
Bangunan Dan Izin Mendirikan
Bangunan.
Devas, Nick et. al. 1989. (Peny.).
Keuangan Pemerintah Daerah di
Indonesia. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia.
Smith, B. C. 1985. Decentralization: The
Territorial Dimension of The State.
London: George Allen &
Unwin.
Bird, Richard M. 2000a.
Intergovernmental Relations:
Universal Principles, Local
Applications. International
Studies Program Working Paper.
Bird, Richard M. 2000b. Subnational
revenues: realities and prospect.
Paper yang disampaikan pada
Intergovernmental Fiscal Relations
and Local Financial Management
yang diselenggarakan oleh The
World Bank Institute.
Ahmad Yani, 2002, Hubungan
Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Daerah di Indonesia,
PT.Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan
dan Kerjasama Internasional,
Pusat Pengkajian Ekonomi dan
Keuangan Departemen
Keuangan RI, 2005, Evaluasi
Pelaksanaan UU No.34 Tahun
2000 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, Jakarta.
Muhammad Zaenuddin, dalam Batam
Pos, Strategi Peningkatan PAD,
Selasa 20 November 2007
Muhammad Fauzan, 2006, Hukum
Pemerintahan Daerah; Kajian
Tentang Hubungan Keuangan
Antara Pusat dan Daerah, UII
Press, Yogyakarta.
Halim, Abdul (2004), Bunga Rampai
Manajemen Keuangan Daerah,
Edisi Revisi, UPP AMP YKPN,
Yogyakarta.
top related