analisis leading dan coincident indicators...
Post on 06-Feb-2018
220 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS LEADING DAN COINCIDENT INDICATORS PERGERAKAN KURS DI INDONESIA:
PENDEKATAN BUSINESS CYCLE ANALYSIS
OLEH ANDRA DEVI BENAZIR
H14104073
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
ANDRA DEVI BENAZIR. Analisis Leading dan Coincident Indicators Pergerakan Kurs di Indonesia: Pendekatan Business Cycles Analysis (dibimbing oleh NOER AZAM ACHSANI).
Krisis ekonomi tahun 1997/1998 yang diawali depresiasi Rupiah yang sangat dalam, hampir saja menghancurkan sendi-sendi perekonomian. Goncangan kurs seperti itu mungkin saja terjadi di masa mendatang. Variabel-variabel ekonomi yang membentuk suatu perekonomian saling terkait satu sama lain. Sehingga jika terjadi shock (goncangan) pada salah satu variabel maka akan berpengaruh pada variabel ekonomi lainnya. Shock tersebut menyebabkan fluktuasi pada perekonomian kita. Kondisi demikian seringkali berulang dan pada jangka panjang membentuk suatu siklus berupa naik turunnya perekonomian. Untuk mengantisipasi goncangan kurs tersebut maka diperlukan suatu sistem deteksi dini yang dikenal dengan early warning system (EWS).
Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah Business Cycle Analysis (BCA). BCA pada prinsipnya dikembangkan untuk membangun leading, coincident, dan lagging indicators bagi pergerakan reference series (dalam hal ini kurs Rupiah), yang sampai saat ini belum banyak dikembangkan di Indonesia. Fokus penelitian ini adalah pada pembentukan leading dan coincident indicators. Leading indicators penting untuk dibangun dibandingkan coincident indicators karena kemampuannya sebagai indikator deteksi dini pada pergerakan kurs. Hasil empiris menunjukkan bahwa beberapa komponen beserta bobotnya seperti Ekspor (24.0 persen), impor (22.0 persen), foreign currency deposit (30.0 persen), dan forex banks demand deposits in foreign currency (24.0 persen) menjadi komponen penyusun leading index. Sedangkan empat komponen yang merupakan penyusun coincident index adalah foreign assets (20.66 persen), interbank call money rate 1 day (27.68 persen), indeks saham Jerman DAX (27.34 persen), dan indeks saham USA Nasdaq (24.32 persen).
Hasil-hasil tersebut mengindikasikan bahwa nilai tukar Rupiah sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti indeks saham Jerman DAX dan indeks saham USA Nasdaq serta adanya simpanan mata uang asing yang ada di dalam negeri. Sehingga implikasi kebijakan yang harus dilakukan adalah bahwa untuk mengantisipasi pergerakan kurs yang tidak normal maka pemerintah harus memberikan perhatian lebih pada komponen-komponen penyusun leading index sebagai indikator deteksi dini pergerakan kurs di Indonesia.
Kata kunci: Kurs, Leading Indicators, Coincident, Business Cycle Analysis
ANALISIS LEADING DAN COINCIDENT INDICATORS PERGERAKAN KURS DI INDONESIA:
PENDEKATAN BUSINESS CYCLE ANALYSIS
Oleh
ANDRA DEVI BENAZIR H14104073
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Andra Devi Benazir
Nomor Registrasi Pokok : H14104073
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Leading dan Coincident Indicators
Pergerakan Kurs di Indonesia: Pendekatan
Business Cycle Analysis
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Noer Azam Achsani, Ph.D.
NIP. 132 014 445
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Rina Oktaviani, Ph.D.
NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2008
Andra Devi Benazir H14104073
RIWAYAT HIDUP
Andra Devi Benazir. Dilahirkan pada tanggal 8 September 1986 di
Bandung, Jawa Barat. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara,
dari pasangan Andi Mulyawan (Almarhum) dan Rani Yanuwati. Jenjang
pendidikan penulis dimulai dari Taman Kanak-Kanak pada tahun 1991 yaitu di
TK Dewi Sartika Kuningan Jawa Barat, dilanjutkan ke sekolah dasar di SDN
Pajeleran Cibinong dan lulus pada tahun 1998, kemudian menamatkan pendidikan
menengah pertama di SMP Negeri 2 Cibinong. Setelah itu penulis melanjutkan
pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 2004.
Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut
Pertanian Bogor (IPB). Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi
Mahasiswa IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu
Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Selama menjadi mahasiswa,
penulis aktif sebagai asisten untuk responsi pada Mata Kuliah Ekonomi Umum
selama dua semester pada tahun ajaran 2006/ 2007 dan 2007/ 2008. Selain itu,
penulis juga aktif dalam organisasi Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi
Studi Pembangunan (HIPOTESA) periode 2005/ 2006 sebagai Bendahara Umum,
Staf Divisi Research and Development HIPOTESA 2007, dan mengikuti berbagai
kepanitiaan baik di lingkungan kampus seperti Masa Perkenalan Fakultas dan
Departemen, Pelatihan Karya Tulis Ilmiah, dan kepanitiaan lainnya.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis memperoleh kemudahan dalam
menyelesaikan proses penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis
Leading dan Coincident Indicators Pergerakan Kurs di Indonesia:
Pendekatan Business Cycle Analysis”. Topik ini penting untuk diteliti karena
masih belum banyak dikembangkan di Indonesia serta kemampuan analisis ini
untuk melakukan peramalan ekonomi sangat diperlukan dalam rangka
mengantisipasi dampak goncangan perekonomian.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan bantuan, perhatian, dan dorongan semangat sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, ucapan terima kasih dan
penghargaan penulis sampaikan kepada:
1. Noer Azam Achsani, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
ilmu, nasehat-nasehat dan pengalaman yang berharga serta bimbingannya
dengan sabar kepada penulis baik secara teknis maupun teoritis dan motivasi
dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
2. Nunung Nuryartono, Ph.D dan Widyastutik, M.Si selaku dosen penguji utama
dan komisi pendidikan yang telah memberikan saran-saran dan ilmu yang
bermanfaat.
3. Orang tua penulis yaitu Bapak Andi Mulyawan (Almarhum) dan Ibunda Rani
Yanuwati serta orang tua ke-2 penulis yaitu Bapak Didit Setiadi dan Ibu Yetti
Rusmiati atas doa dan dukungannya serta semangat yang tidak pernah henti-
hentinya diberikan pada penulis. Untuk adik-adikku Irna, Zia, dan Meiza
yang telah memberikan semangat serta keceriaan dalam kehidupan penulis
terutama selama penyusunan skripsi ini.
4. Kak Ade Holis, Kak Fickry, dan Kak Yogi atas ilmu yang bermanfaat,
bimbingan dalam proses pengolahan data, nasehat, saran serta kritikan, dan
dorongan semangat.
5. Seluruh teman Ilmu Ekonomi angkatan 41. Teman-teman bimbingan skripsi
Titis Partisiwi, Ery Permatasari, dan Duvian Erika Puspaningrum yang telah
bersama penulis mengarungi suka duka dalam proses penyusunan skripsi,
saling menyemangati dan menguatkan. Teman seperjuangan Irma (Boim),
Septi, Hana, Rista, Rima, Rizki, Fikri, Dado, Pri, Irwan, Dita, Ririn G’boy,
Ratih, Agita, Dewi, Fitsol, Meda, Risti (EPS), Yudi (KPM), Sita (ARL), Fitri
(IT), Gyas (DPT), dan Rudie (AGB) terima kasih untuk motivasi serta support
yang diberikan.
6. Untuk sahabat-sahabat penulis yang telah memberikan inspirasi bagi penulis
dalam segala hal, semangat, nasehat, tempat berbagi serta telah memberikan
keceriaan di kampus dari awal sampai akhir penyusunan skripsi Iswanti N.R,
Yuliana, S.E, Marizka L, dan Annisa K.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritikan dari berbagai pihak
merupakan hal yang sangat berharga terutama untuk penyempurnaan skripsi ini.
Apabila terdapat kesalahan dalam penelitian ini, sepenuhnya menjadi tanggung
jawab penulis. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembacanya
serta pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, September 2008
Andra Devi Benazir H14104073
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii
DAFTAR ISTILAH ............................................................................................. viii
I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah .......................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................. 8
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................ 9
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .............. 10
2.1. Nilai Tukar ........................................................................................ 10
2.2. Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar .................................................... 12
2.3. Model Early Warning System (EWS) ............................................... 16
2.4. Perkembangan Metode Penyusunan Leading Economic Indicators . 18
2.5. Leading Indicators dan Peramalan Aktivitas Ekonomi .................... 20
2.5.1. Leading Indicators dalam Analisis Siklus Bisnis ................... 21
2.5.2. Leading Indicators dalam Analisis
Siklus Pertumbuhan (Growth Cycle) ...................................... 23
2.6. Penelitian Terdahulu ......................................................................... 24
2.7. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 29
III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 30
3.1. Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 30
3.2. Analisis Data ..................................................................................... 30
3.2.1. Tahapan Penyusunan Leading Economic Indicators ............... 31
3.2.2. Metode Penyusunan Early Warning Indicators ....................... 34
IV. PENYUSUNAN LEADING INDICATORS .......................................... 46
4.1. Leading Indicators ............................................................................ 46
4.2. Penyusunan Leading Indicators ........................................................ 47
4.2.1. Mengisolir Pengaruh Musim dengan Metode X-12
ARIMA .................................................................................. 47
4.2.2. Pemilihan Kandidat Variabel Leading Indicators .................. 48
4.2.3. Penyusunan Composite Leading Index ................................... 53
4.2.4. Leading Index Growth Cycle .................................................. 55
4.2.5. Perbandingan Leading Index Business Cycle Analysis
dan Leading Index Growth Cycle ......................................... 56
4.3. Peramalan .......................................................................................... 57
4.4. Implikasi Kebijakan .......................................................................... 57
V. PENYUSUNAN COINCIDENT INDICATORS .................................. 62
5.1. Coincident Indicators ....................................................................... 62
5.2. Penyusunan Coincident Indicators ................................................... 62
5.2.1. Mengisolir Pengaruh Musim dengan Metode X-12
ARIMA ................................................................................... 63
5.2.2. Pemilihan Kandidat Variabel Coincident ................... 63
5.2.3. Penyusunan Composite Coincident Index .................. 68
5.2.4. Coincident Index Growth Cycle ................................. 70
5.3. Peramalan .......................................................................................... 71
5.4. Implikasi Kebijakan .......................................................................... 73
VI. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 74
6.1. Kesimpulan ...................................................................................... 74
6.2. Saran 75
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 77
LAMPIRAN ........................................................................................................ 79
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
2.1. Kelebihan Masing-Masing Model Early Warning System ........................... 17
2.2. Kekurangan Masing-Masing Model Early Warning System ........................ 17
4.1. Variabel yang Melalui Proses X-12 ARIMA ................................................ 47
4.2. Hasil Analisis Cross Correlation .................................................................. 50
4.3. Hasil Uji Granger Causality ......................................................................... 52
4.4. Kombinasi Terbaik Penyusun Leading Index Beserta Bobotnya ................. 53
5.1. Variabel yang Melalui Proses X-12 ARIMA ................................................ 63
5.2. Hasil Analisis Cross Correlation .................................................................. 65
5.3. Hasil Uji Granger Causality ......................................................................... 68
5.4. Kombinasi Terbaik Komponen Penyusun Coincident Index ........................ 69
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1.1. Kurs Tengah Rupiah Terhadap USD periode 1986 sampai 2007 ............. 3
2.1. Kerangka Pemikiran ................................................................................. 29
3.1. Tahapan Penelitian .................................................................................... 45
4.1. Pergerakan Variabel Forex Banks Demand Deposits in Foreign
Currency Mendahului Kurs ...................................................................... 48
4.2. Pergerakan Leading Index Mendahului Reference Series
Nilai Tukar ............................................................................................... 54
4.3. Pergerakan Leading Index dan Nilai Tukar Setelah Trend
Dihilangkan .............................................................................................. 56
4.4. Perbandingan Leading Index Business Cycle Analysis
dan Growth Cycle .................................................................................... 57
4.5. Leading Index Pergerakan Nilai Tukar Januari 1993 sampai
Desember 2008 ........................................................................................ 58
4.6. Pergerakan Kurs Desember 2005 sampai Desember 2008 ...................... 58
4.7. Keterkaitan antara Ekspor dan Leading Index ......................................... 59
4.8. Keterkaitan antara Impor dan Leading Index ........................................... 60
4.9. Keterkaitan Foreign Currency Deposits dan Leading Index ................... 60
4.10. Keterkaitan Forex Banks Demand Deposits in Foreign Currency
dan Leading Index .................................................................................... 61
5.1. Pergerakan Foreign Assets Seiring dengan Kurs ...................................... 64
5.2. Pergerakan Coincident Index seiring dengan Reference Series Kurs ....... 69
5.3. Pergerakan Coincident Index dan Kurs Setelah Faktor Trend
Dihilangkan ............................................................................................... 70
5.4. Pergerakan Coincident Index dan Leading Index Growth Cycle .............. 71
5.5. Coincident Index Pergerakan Kurs Periode Januari 1993 sampai
Desember 2008 .......................................................................................... 72
5.6. Pergerakan Leading dan Coincident Index Periode Januari 1993
sampai Desember 2008 .............................................................................. 72
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Variabel yang Digunakan dalam Penelitian ............................................. 9
2 Tahapan Penelitian dan Tampilan Pengolahan Data................................ 82
3 Variabel yang Memiliki Faktor Musiman Bergerak ................................ 90
4 Peramalan dengan Model VAR ............................................................... 92
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam perekonomian global, variabel-variabel ekonomi yang membentuk
suatu perekonomian negara memiliki keterkaitan satu sama lain. Sehingga jika
terjadi shock (goncangan) pada salah satu variabel maka akan berpengaruh pada
variabel ekonomi lainnya. Shock yang terjadi dapat berupa shock internal
(goncangan yang berasal dari dalam negeri) maupun eksternal (pengaruh
goncangan pada perekonomian dunia). Shock tersebut menyebabkan fluktuasi atau
volatilitas dalam perekonomian. Kondisi ini akan berulang secara terus menerus
dan pada jangka panjang membentuk suatu siklus yang berupa naik turunnya
perekonomian. Siklus ini yang dikenal dengan istilah siklus bisnis (business
cycle).
Siklus bisnis sangat mungkin terulang di masa mendatang. Sehingga
menginspirasi para praktisi ekonomi dalam menciptakan suatu sistem deteksi dini
terhadap arah pergerakan agregat pada perekonomian suatu negara. Bagi
pemerintah, deteksi dini atau peramalan siklus perekonomian sangatlah penting
untuk keberlangsungan perekonomian suatu negara, terutama dalam rangka
perencanaan dan pengambilan kebijakan ekonomi. Sedangkan bagi dunia bisnis,
adanya sistem deteksi tersebut sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan
bisnis. Dengan demikian, adanya goncangan pada perekonomian suatu negara
dapat diantisipasi dengan sebaik-baiknya.
Pada penelitian ini, nilai tukar menjadi variabel makroekonomi yang patut
memperoleh perhatian besar serta penting untuk diprediksi pergerakannya. Nilai
tukar merupakan salah satu variabel makroekonomi yang menunjang jalannya
efektivitas kebijakan moneter di Indonesia. Selain itu volatilitasnya yang cukup
tinggi terutama pada masa krisis ekonomi tahun 1997/1998 berpengaruh negatif
terhadap perekonomian Indonesia. Pergerakan fluktuatif dari nilai tukar
ditunjukkan oleh Gambar 1.1.
Volatilitas pergerakan nilai tukar tergantung pada sistem nilai tukar yang
dianut oleh suatu negara. Indonesia mengalami tiga rezim nilai tukar, yaitu: nilai
tukar tetap, nilai tukar mengambang terkendali, dan nilai tukar mengambang
bebas. Sejak November 1978, sistem nilai tukar tetap telah ditinggalkan oleh
pemerintah Indonesia, yang kemudian berganti dengan sistem mengambang
terkendali sampai dengan 13 Agustus 1997 pada tanggal 14 Agustus 1997
berganti menjadi sistem nilai tukar mengambang bebas terkait dengan krisis
ekonomi yang terjadi di Indonesia.
Berdasarkan pengalaman krisis yang terjadi di Asia pada tahun 1997/1998,
terjadinya krisis yang berawal dari krisis nilai tukar berpengaruh negatif terhadap
perekonomian suatu negara. Krisis nilai tukar ini menyebabkan inflasi yang tinggi
dan kontraksi perekonomian yang cukup dalam. Melemahnya nilai tukar
mengakibatkan barang-barang impor, seperti bahan baku, barang modal, dan
barang konsumsi lebih mahal dan menyebabkan terjadinya kenaikan harga-harga
di dalam negeri. Selain itu melemahnya nilai tukar mengakibatkan semakin
besarnya kewajiban hutang luar negeri mengakibatkan semakin besarnya
kewajiban hutang luar negeri perusahaan-perusahaan sehingga neraca perusahaan
dan bank-bank memburuk.
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 1.1. Kurs Tengah Rupiah Terhadap USD Periode 1986 sampai 2007
Krisis nilai tukar yang berdampak buruk terhadap aktivitas ekonomi
sehingga kebijakan untuk menstabilkan nilai tukar merupakan kebijakan ekonomi
yang penting pada beberapa negara, termasuk Indonesia. Oleh karena itu
diperlukan suatu deteksi dini terhadap pergerakan nilai tukar yang sangat volatile
untuk meramalkan arah pergerakan ekonomi ke depan. Sehingga para pembuat
kebijakan diharapkan mampu mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan
dengan menetapkan kebijakan yang tepat sasaran sehingga terwujudlah kestabilan
ekonomi di Indonesia.
1.2. Perumusan Masalah
Krisis yang terjadi pada tahun 1997/1998 di Indonesia dan beberapa
negara Asia yang dipicu oleh depresiasi nilai tukar yang dalam, memberikan
dampak yang sangat besar bagi perekonomian Indonesia. Goncangan nilai tukar
yang terjadi pada saat itu memberikan efek yang buruk bagi kondisi
Oct-1986 Oct-1989 Oct-1992 Oct-1995 Oct-1998 Oct-2001 Oct-2004 Oct-2007
16000
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
Spot FX Rate: Bank Indonesia: Rupiah to USDIDR to USD
perekonomian Indonesia. Depresiasi nilai tukar yang sangat tinggi pada saat
terjadi krisis nilai tukar mengakibatkan harga-harga barang impor mengalami
peningkatan yang tajam. Kenaikan harga barang konsumsi yang berasal dari
impor secara langsung meningkatkan harga barang tersebut. Sedangkan
peningkatan harga barang modal akan meningkatkan secara tidak langsung harga-
harga barang industri yang bahan bakunya sangat bergantung pada impor. Untuk
selanjutnya, kenaikan harga-harga yang tinggi akan mengurangi permintaan
terhadap barang impor maupun barang industri yang menggunakan bahan baku
impor. Sehingga berdampak pada tidak terdapatnya barang substitusi di dalam
negeri, maka kegiatan ekonomi akan mengalami penurunan tajam.
Pengaruh langsung nilai tukar juga terjadi melalui neraca perusahaan
terutama perusahaan yang mempunyai hutang yang berasal dari luar negeri.
Terjadinya depresiasi nilai tukar berakibat pada semakin besarnya kewajiban
hutang luar negeri perusahaan dalam nilai mata uang domestik. Penggunaan
hutang luar negeri untuk membiayai barang-barang yang dipasarkan di dalam
negeri mengakibatkan perusahaan mengalami kesulitan untuk membayar kembali
hutangnya karena nilai penjualan barang dalam konversi valuta asing menjadi
sangat kecil yang dikenal dengan istilah currency missmatch. Currency missmatch
yang terjadi mendorong perusahaan menjadi bangkrut dan pada akhirnya
meningkatkan pengangguran. Peningkatan pengangguran ini disebabkan oleh
banyaknya pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh perusahaan-
perusahaan yang telah mengalami kebangkrutan. Pengaruh nilai tukar melalui
hutang luar negeri tersebut tidak hanya terjadi pada perusahaan yang menerima
hutang secara langsung, tetapi juga dapat terjadi melalui lembaga keuangan yang
membiayai perusahaan, seperti bank. Hutang bank yang berasal dari luar negeri
jika digunakan untuk membiayai perusahaan yang barang-barangnya dipasarkan
di dalam negeri pada akhirnya memicu terjadinya currency missmatch pada bank
yang selanjutnya mengakibatkan bank dan perusahaan yang dibiayai oleh bank
tersebut mengalami kebangkrutan.
Transmisi nilai tukar ke sektor riil secara tidak langsung dapat melalui
permintaan dalam negeri maupun melalui permintaan ekspor dan impor. Kenaikan
harga barang impor relatif terhadap barang di dalam negeri dapat mengakibatkan
permintaan impor menurun dan permintaan terhadap barang di dalam negeri
meningkat. Namun jika negara tidak mempunyai produksi substitusi impor, maka
depresiasi justru akan mengakibatkan kontraksi ekonomi yang semakin dalam.
Semua transmisi diatas menjelaskan adanya dampak yang terjadi akibat
goncangan nilai tukar terhadap perekonomian Indonesia pada masa krisis.
Goncangan ini menunjukkan pelemahan nilai tukar yang tidak terkendali dan
gangguan perekonomian yang cukup hebat. Krisis nilai tukar pada tahun
1997/1998 telah merusak sendi-sendi perekonomian dan kehidupan sosial.
Depresiasi nilai tukar yang sangat tinggi telah mengakibatkan harga barang-
barang impor membumbung tinggi dan inflasi mencapai nilai 77,6 persen pada
tahun 1998 (Bank Indonesia, 1998). Goncangan nilai tukar pada masa krisis ini
juga mengakibatkan banyak industri di dalam negeri mengalami kesulitan
terutama industri yang bahan bakunya bergantung pada impor Kondisi ini
diperparah dengan besarnya kewajiban hutang luar negeri perusahaan dan
perbankan di Indonesia serta munculnya kerusuhan sosial yang terjadi diberbagai
daerah di Indonesia. Keseluruhan faktor tersebut terakumulasi dan menyebabkan
kegiatan ekonomi mengalami kontraksi yang sangat dalam hingga mencapai -13,1
persen pada tahun 1998 (IFS dan Bank Indonesia, 1998) dan pengangguran pun
meningkat pesat.
Pelemahan Rupiah yang terjadi pada Agustus 2007, kembali
mengingatkan kita akan masa krisis yang terjadi di tahun 1997/1998 dan
menyebabkan beberapa kalangan khawatir akan terjadinya krisis ekonomi kedua.
Namun kekhawatiran tersebut tidak terbukti, karena fluktuasi nilai tukar Rupiah
saat ini tidak separah beberapa tahun yang lalu. Menurut Sadewa (2007), pada
periode 2003-2005, nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar bergerak dari Rp 8.285
nilai tukar pada akhir bulan pada Juni 2003 menjadi Rp 10.310 per US Dollar di
bulan September 2005.
Tahun 2006 Rupiah relatif stabil dan tidak pernah melemah ke nilai diatas
sepuluh ribu. Fluktuasi nilai tukar Rupiah tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, hal
ini terbukti di bulan Mei 2007 Rupiah menguat ke Rp 8.828 dan diprediksi oleh
beberapa kalangan akan terus menguat sampai berada di bawah Rp 8.500 per
dollar. Namun, pada kenyataannya Rupiah melemah hingga ke level Rp 9.410 per
dollar (nilai tukar pada akhir bulan) Agustus 2007. Nilai tukar hariannya sampai
menembus di atas Rp 9.500 per dollar (Sadewa, 2007).
Pemicu utama gejolak nilai tukar yang terjadi akhir-akhir ini adalah
pergerakan di bursa saham Amerika Serikat (AS). Berawal dari masalah kredit
perumahan (subprime mortgage) menyebabkan bursa saham AS terkoreksi secara
signifikan. Hal ini menyebabkan bursa saham global juga terkoreksi secara
signifikan.
Untuk Indonesia, dampaknya tidak hanya berhenti di bursa saham. Ketika
investor asing melepas sahamnya di pasar domestik, timbul kekhawatiran akan
terjadinya hot money keluar dari Indonesia secara masif. Akibatnya, timbul
ekspektasi Rupiah akan melemah secara signifikan, yang menyebabkan banyak
kalangan membeli Dollar (untuk spekulasi atau pun untuk menutupi kebutuhan
Dollarnya pada masa yang akan datang) yang membuat Rupiah menjadi benar-
benar melemah.
Nilai tukar Rupiah kita saat ini memang tidak lagi dipatok terhadap Dollar.
Saat ini nilai tukar Rupiah dibiarkan bergerak agak longgar sesuai dengan
kekuatan pasar. Namun, pergerakan nilai tukar yang terlalu liar juga bukan hal
yang dikehendaki di dalam sistem nilai tukar yang kita anut sekarang.
Melihat kasus yang terjadi pada masa krisis akibat goncangan nilai tukar
yang sangat ekstrim, dapat menjadi pelajaran yang berharga bagi Indonesia.
Kondisi tersebut mungkin saja berulang di masa mendatang. Oleh karena itu, agar
goncangan tersebut mampu diantisipasi sebelumnya, maka berbagai sistem untuk
mendeteksi terjadinya goncangan tersebut pun diterapkan di berbagai negara
termasuk Indonesia. Sistem deteksi yang berkembang saat ini menggunakan
metode business cycle analysis. Metode ini sudah dirintis sejak tahun 1920-an,
namun metode ini baru berkembang di beberapa negara maju saja. Sedangkan di
Indonesia sendiri metode ini masih tergolong langka. Dalam metode ini dikenal
leading index sebagai early warning indicators yang dapat memberikan deteksi
dini tentang arah pergerakan perekonomian secara agregat. Sedangkan coincident
index mampu menggambarkan kondisi perekonomian saat ini. Pada penelitian ini
nilai tukar menjadi variabel yang dapat menggambarkan kondisi perekonomian
secara agregat. Oleh karena itu, pembentukan leading dan coincident indicators
pada pergerakan kurs menjadi permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalahnya adalah
bagaimana membangun leading dan coincident indicators pergerakan kurs di
Indonesia?
1.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah membangun leading dan coincident
indicators bagi pergerakan nilai tukar yang dapat memberikan kemampuan untuk
melakukan peramalan arah pergerakan perekonomian Indonesia dan kondisi
perekonomian saat ini (current economic situation).
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan
informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, terutama:
a. Memberikan wawasan dan menambah khazanah pengetahuan mengenai
indikator-indikator yang menjadi leading dan coincident pada pergerakan nilai
tukar.
b. Sebagai bahan referensi bagi para pembuat kebijakan dalam mengantisipasi
gejolak nilai tukar.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencakup penyusunan leading indicator pada pergerakan
nilai tukar dengan menggunakan analisis siklus bisnis. Namun secara garis besar
penelitian ini terbatas pada terbentuknya indikator-indikator leading yang
memiliki kemampuan untuk memprediksi arah pergerakan perekonomian di masa
mendatang dan coincident indicators untuk melihat kondisi perekonomian saat ini
(current economy situation). Oleh karena kondisi kurs saat ini dapat diketahui
dengan mudah, sehingga pada pergerakan kurs ini coincident indicators
sebenarnya tidak terlalu diutamakan. Untuk peramalan arah pergerakan ekonomi
akan dilakukan oleh otoritas tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Oleh
karena itu, penelitian ini diharapkan menjadi bahan referensi bagi para pembuat
kebijakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Nilai Tukar (Exchange Rate)
Menurut Salvatore (1997), nilai tukar mata uang (exchange rate) atau yang
sering disebut dengan kurs adalah harga mata uang luar negeri dalam satuan harga
mata uang domestik. Sedangkan pengertian lainnya, kurs (exchange rate)
didefinisikan sebagai harga sebuah mata uang dari suatu negara yang dinyatakan
dalam mata uang yang lain (Krugman, 2000). Kurs antara dua negara adalah
tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan
perdagangan (Mankiw, 2000). Sedangkan menurut istilah perbankan kurs adalah
harga satu unit mata uang asing dalam mata uang domestik terhadap mata uang
asing. Sebagai contoh kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika (USD) adalah harga
satu Dolar Amerika (USD) dalam Rupiah (Rp), atau dapat juga sebaliknya
diartikan harga satu Rupiah terhadap satu USD (Simorangkir dan Suseno, 2004).
Nilai tukar (kurs) dibedakan menjadi dua, yaitu nilai tukar nominal dan
nilai tukar riil. Definisi dari kedua nilai tukar tersebut adalah sebagai berikut:
1. Nilai Tukar Nominal
Nilai tukar nominal (nominal exchange rate), adalah harga relatif dari mata
uang dua negara. Sebagai contoh, jika kurs antara Dolar AS dan Yen Jepang
adalah 120 Yen per Dolar, maka 1 dolar dapat ditukar dengan 120 Yen di pasar
dunia untuk mata uang asing. Menurut Mishkin (2001), nilai tukar nominal
menyatakan satuan mata uang asing baik yang berbentuk hard cash maupun
dalam bentuk surat berharga.
Mankiw (2000) mendefinisikan nilai tukar sebagai harga relatif dari mata
uang dua negara. Ketika orang mengacu pada kurs di antara kedua negara, maka
yang dimaksud adalah kurs nominal. Sejalan dengan itu, dengan redaksi lain,
Batiz (1994) mengartikan nilai tukar nominal sebagai nilai suatu mata uang
dibandingkan dengan mata uang lainnya.
Nilai tukar uang nominal (e) dapat dirumuskan sebagai berikut.:
f
d
PPe = (2.1)
di mana Pd adalah tingkat harga domestik dan Pf adalah tingkat harga
internasional.
2. Nilai Tukar Riil
Nilai tukar riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang
dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat di mana bisa memperdagangkan barang-
barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Kurs riil di antara
kedua negara dihitung dari kurs nominal dan rasio tingkat harga dari kedua
negara, yang dapat dirumuskan sebagai berikut (Elgar,1998).
d
f
PP
e=ε (2.2)
di mana Pd adalah tingkat harga domestik dan Pf adalah tingkat harga
internasional.
Sejalan dengan pengertian di atas, Mankiw (2000) mendefinisikan kurs riil
sebagai kurs nominal dikalikan dengan harga barang domestik dibagi harga
barang luar negeri. Sedangkan Mishkin (2001) menjelaskan bahwa nilai tukar riil
adalah rasio harga domestik dengan harga internasional.
2.2. Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar
Menurut Simorangkir dan Suseno (2004), kebijakan nilai tukar suatu
negara diarahkan untuk mendukung neraca pembayaran dan membantu efektivitas
kebijakan moneter. Penetapan nilai tukar yang overvalue dapat mengakibatkan
harga-harga barang ekspor menjadi lebih mahal di luar negeri dan barang-barang
impor menjadi lebih murah sehingga menyebabkan neraca pembayaran
memburuk. Depresiasi nilai tukar yang berlebihan dapat mengakibatkan tingginya
laju inflasi sehingga dapat mengganggu tujuan kebijakan moneter dalam
memelihara kestabilan harga.
Setelah runtuhnya sistem nilai tukar Bretton Woods dikenal beberapa
sistem nilai tukar. Corden dalam Simorangkir dan Suseno (2004)
mengklasifikasikan sistem nilai tukar menjadi 3, yaitu sistem nilai tukar tetap
murni (Absolutely fixed rate regime), sistem nilai tukar mengambang murni (Pure
floating regime), dan sistem nilai tukar tetap tetapi dapat disesuaikan (Fixed But
Adjustable Rate/FBAR) yang merupakan kombinasi sistem nilai tukar tetap dan
mengambang.
1. Sistem Nilai Tukar Tetap Murni (Abolutely Fixed Rate Regime)
Pada sistem nilai tukar tetap ini, mata uang suatu negara ditetapkan secara
fixed terhadap mata uang asing tertentu, misalnya mata uang Rupiah ditetapkan
secara tetap terhadap Dolar Amerika Serikat (USD). Dengan penetapan nilai tukar
secara tetap, terdapat kemungkinan nilai tukar ditetapkan terlalu tinggi (over-
valued) atau terlalu rendah (under-valued) dari nilai sebenarnya.
Setelah runtuhnya sistem Bretton Woods, banyak negara meninggalkan
sistem nilai tukar tetap. Hal ini dikarenakan sistem ini dapat mengganggu neraca
perdagangan, dengan menerapkan sistem nilai tukar tetap, maka nilai tukar mata
uang domestik menjadi lebih mahal dibandingkan nilai sebenarnya. Kondisi
tersebut mengakibatkan barang-barang ekspor di suatu negara menjadi lebih
mahal di luar negeri dan akan mengurangi daya kompetisi yang selanjutnya akan
menurunkan volume ekspor. Nilai tukar yang over-valued juga mengakibatkan
harga barang impor menjadi lebih murah dan memberikan indikasi peningkatan
impor. Penyebab lainnya adalah ketidakcukupan cadangan devisa untuk
mempertahankan sistem ini. Negara-negara yang mempunyai cadangan devisa
sedikit akan rentan terhadap serangan nilai tukar karena negara tidak mempunyai
cadangan devisa yang cukup untuk melakukan intervensi ke pasar valas dalam
mempertahankan nilai tukar.
Beberapa negara masih menggunakan sistem nilai tukar tetap karena
sistem nilai tukar ini dapat digunakan sebagai jangkar nominal (nominal anchor).
Jangkar nominal dalam pengertian ini adalah nilai tukar tetap dapat digunakan
sebagai alat pengendali inflasi. Depresiasi nilai tukar akan mendorong terjadinya
inflasi, dengan dipatoknya nilai tukar, maka harga barang impor juga relatif tetap
sehingga inflasi pada barang-barang impor dapat dikendalikan. Untuk menjamin
efektivitas kebijakan nilai tukar tetap, maka perlu diimbangi dengan sistem devisa
terkontrol sehingga serangan spekulan terhadap nilai tukar dapat diatasi.
2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Penuh (Pure Floating Exchange
Regime)
Berdasarkan sistem ini, mekanisme penetapan nilai mata uang domestik
terhadap mata uang asing ditentukan oleh mekanisme pasar. Sehingga pada sistem
ini mata uang akan dapat berubah setiap saat tergantung dari permintaan dan
penawaran mata uang domestik relatif terhadap mata uang asing dan perilaku para
spekulan. Dalam hal ini bank sentral tidak menargetkan besarnya nilai tukar dan
tidak melakukan intervensi langsung ke pasar valuta asing.
Jika permintaan valuta asing relatif terhadap mata uang domestik lebih
besar dari penawarannya, maka nilai mata uang domestik akan menurun.
Sebaliknya nilai tukar akan menguat jika penawaran lebih besar dari permintaan
valuta asing. Besarnya nilai tukar juga dipengaruhi oleh perilaku penjual dan
pembeli khususnya spekulan. Dalam perkembangannya uang diperdagangkan
sebagai barang dan tidak ada batas antar negara sehingga keberadaannya sangat
rentan terhadap serangan para spekulan yang selalu mengambil keuntungan di
setiap kesempatan, seperti halnya pada krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia
dan beberapa negara Asia lainnya pada tahun 1997/1998.
Beberapa negara menganut sistem nilai tukar mengambang ini karena
alasan tertentu. Pertama, sistem ini memungkinkan suatu negara mengisolasi
kebijakan ekonomi makronya dari dampak kebijakan luar sehingga negara dapat
memiliki kebijakan yang independen. Kedua, sistem ini tidak memerlukan
cadangan devisa yang besar karena tidak ada kewajiban untuk mempertahankan
nilai tukar. Beberapa kelemahan dari sistem ini adalah penetapan nilai tukar
berdasarkan mekanisme pasar mengakibatkan nilai tukar berfluktuasi.
3. Sistem Nilai Tukar Tetap yang Disesuaikan (Fixed but Adjustable Rate)
Sistem nilai tukar fixed but adjustable rate (FBAR) merupakan kombinasi
dari sistem nilai tukar tetap dengan sistem nilai tukar mengambang murni. Sistem
nilai tukar FBAR memegang peranan penting pada masa sistem Bretton Woods.
Sistem ini banyak digunakan oleh sebagian besar negara berkembang setelah
runtuhnya sistem Bretton Woods.
Pada sistem ini, besarnya nilai tukar ditetapkan oleh bank sentral dan
dipertahankan melalui intervensi langsung di pasar valuta asing dengan kata lain
bank sentral mengarahkan pasar dengan menjual dan membeli valuta asing
dengan harga tetap. Ciri dari sistem ini adalah adanya komitmen dari bank sentral
untuk mempertahankan nilai tukar dengan nilai tertentu. Nilai tukar dapat
mengalami perubahan namun penyesuaiannya jarang dilakukan untuk menjaga
kredibilitas. Perubahan nilai tukar mencerminkan persepsi pemerintah tentang
perubahan fundamental ekonomi yang memerlukan penyesuaian nilai tukar.
Sistem FBAR dapat mendorong terciptanya kebijakan moneter dan
kebijakan nilai tukar yang independen pada mobilitas arus modal rendah.
Rendahnya arus modal dapat mempermudah otoritas moneter dalam menyusun
dan mengimplementasikan kebijakannya tanpa kekhawatiran adanya arus modal
masuk dan keluar. Pada arus modal yang cukup tinggi, kebijakan moneter tiadak
dapat dilakukan secara independen, sedangkan kebijakan nilai tukar masih dapat
dilakukan secara independen. Semakin tinggi arus modal maka semakin tinggi
pula tekanan terhadap nilai tukar sehingga kebijakan bank sentral diarahkan untuk
menjaga kestabilan nilai tukar.
2.3. Model Early Warning System (EWS)
Model Early Warning System (EWS) merupakan suatu model yang
digunakan untuk mengantisipasi apakah dan kapan suatu negara dipengaruhi oleh
krisis atau ketidakstabilan ekonomi. Model ini dibangun terkait dengan siklus
perekonomian khususnya pada saat krisis keuangan yang terjadi seperti di Eropa
(1992-1993), Turki (1994), Amerika Latin (1994-1995) dan Asia (1997-1998).
EWS pada siklus perekonomian sangat penting bagi pemerintah serta sektor riil
dalam kerangka perencanaan dan formulasi kebijakan serta pengambilan
keputusan.
Menurut Nasution (2007), pendekatan metode untuk model EWS dapat
dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
1. Macroeconometric model dan time series analysis
2. Business cycle analysis
Kedua pendekatan tersebut memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan,
diantaranya dapat dilihat pada Tabel 2.1. dan Tabel 2.2.
Tabel 2.1. Kelebihan Masing-Masing Model Early Warning System
MACROECONOMETRIC & TIME SERIES MODEL
COMPOSITE LEADING & COINCIDENT INDICATORS
Pembentukan model didasarkan pada teori ekonomi dan diestimasi berdasarkan prinsip-prinsip ekonometrika.
Data tersedia lebih cepat (timeliness) dan high frequency (monthly basis).
Berdasarkan model dapat dilakukan simulasi dengan berbagai skenario.
Tidak ada hubungan fungsional antara leading dengan coincident index maupun reference series, sehingga di sini tidak diperlukan proyeksi atau peng-asumsian nilai variabel bebas.
Model dapat menjelaskan hubungan antar variabel secara kuantitatif.
Leading index dapat memberikan deteksi dini (early warning system) tentang arah pergerakan perekonomian secara agregat baik level maupun laju pertumbuhannya. Dengan kata lain metode ini dapat memberikan signal tentang kemungkinan terjadinya turning-point dalam beberapa periode mendatang.
Sumber: InterCAFE (2007)
Tabel 2.2. Kekurangan Masing-Masing Model Early Warning System
MACROECONOMETRIC & TIME SERIES MODEL
COMPOSITE LEADING & COINCIDENT INDICATORS
Pembentukan model dengan frekuensi tingggi seringkali sulit karena keterbatasan data.
Komponen pembentuk indeks dipilih berdasarkan judgement, studi literatur serta statistical test. Sehingga beberapa ahli mengatakan metode ini atheoritical.
Untuk membuat proyeksi nilai-nilai variabel eksogen harus terlebih dahulu diprediksi/diasumsikan. Kesalahan dalam prediksi ini akan terbawa secara kumulatif dalam proyeksi nilai variabel endogen.
Tidak dapat digunakan untuk membuat simulasi dengan berbagai skenario serta tidak dapat menunjukkan hubungan antar variabel ekonomi dalam bentuk persamaan matematika.
Sumber: InterCAFE (2007)
2.4. Perkembangan Metode Penyusunan Leading Economic Indicators
Penyusunan Leading Economic Indicators (LEI) pertama kali dirintis pada
tahun 1920-an oleh Badan Statistik Amerika, yang dikenal dengan National
Bureau of Economic Research (NBER). Pada saat itu ilmu Ekonometrika masih
belum berkembang, sehingga metode penyusunan LEI pun lebih bersifat analisis
deskriptif. Selain itu karena keterbatasan dalam metode penyusunannya, LEI
hanya disajikan dalam bentuk tabel angka-angka statistik. Pada masa itu juga
hanya terdapat LEI saja dan belum memiliki composite index.
Pada tahun 1930-an, dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan,
NBER mengembangkan LEI-nya dengan menyusun composite index untuk United
State of America (USA). Composite index yang disusun pada saat itu merupakan
pembentuk LEI telah mengalami beberapa kali revisi. Saat ini komponen LEI
terdiri dari 10 variabel. Ke-10 variabel tersebut yaitu:
1. Average weekly hours, manufacturing
2. Average weekly initial claims for unemployment insurance
3. Manufactures’ new orders, consumer goods and materials
4. Vendor performance, slower deliveries diffusion index
5. Manufactures’ new orders, non defense capital goods
6. Building permits, new private housing units
7. Stock prices, 500 common stocks
8. Money Supply M2
9. Interest rate spread, 10-year Treasury bonds minus federal funds
10. Index of consumer expectation
Seiring dengan perkembangan ilmu ekonometrika dan statistika, metode
penyusunan LEI juga mengalami banyak perkembangan. Hal ini antara lain
terlihat dari makin bervariasinya metode yang digunakan oleh para ahli dalam
penyusunan LEI di berbagai negara. Berikut beberapa variasi penyusunan LEI di
berbagai negara:
a. Penggunaan Principal Component atau Factor Analysis dan Analisis
Regresi.
Variabel-variabel yang menjadi LEI dipilih berdasarkan signifikansi
koefisien regresi masing-masing variabel terhadap reference series (biasanya
GDP atau IPI). Composite index diperoleh dengan rata-rata tertimbang dari
beberapa variabel. Dalam hal ini factor loading (characteristic vector pertama)
digunakan sebagai penimbang. Pendekatan ini digunakan oleh Artus et. al. (1996)
dalam penyusunan LEI di Prancis.
b. Pendekatan Ekonometrika
Langkah pertama dalam pemilihan komponen LEI adalah uji kointegrasi
setiap calon komponen LEI dengan reference series untuk melihat ada tidaknya
hubungan jangka panjang. Kemudian dilakukan pengujian Granger Causality Test
antara calon komponen LEI (dengan berbagai spesifikasi lag) dengan reference
series. Dengan pengujian ini dapat diperoleh variabel-variabel yang tergolong
sebagai leading indicators. Penyusunan composite index dilakukan dengan
meregresikan variabel-variabel leading indicators terhadap reference series dan
yang menjadi composite index adalah fitted value dari regresi tersebut.
Pendekatan ini digunakan oleh Salazar et. al. (1996) dalam penyusunan LEI
United Kingdom.
c. Perkembangan Terakhir
Berdasarkan pengalaman di berbagai negara, maka muncul pemikiran baru
akan perlunya menambahkan variabel hasil survei sebagai salah satu komponen
LEI untuk meningkatkan kualitas hasil prediksi. Survei tersebut dilakukan untuk
memperoleh gambaran tentang ekspektasi pelaku ekonomi terhadap arah
pergerakan perekonomian, seperti inflasi, nilai tukar, tingkat suku bunga dan lain-
lain. Survei ini dilakukan terhadap top executive beberapa perusahaan besar
(Business Sentiment Survey) dan terhadap masyarakat (Consumer Confidence
Survey). Survey seperti ini di banyak negara maju telah berlangsung sejak lama
seperti yang dilakukan di Jepang dengan nama Tankan Survey. Di USA survey
sejenis dikoordinasikan oleh the Conference Board.
2.5. Leading Indicator dan Peramalan Aktivitas Ekonomi
Shock yang berasal dari faktor internal maupun eksternal menyebabkan
fluktuasi (volatilitas) dalam perekonomian. Dalam jangka panjang fluktuasi
tersebut akan mengakibatkan naik atau turunnya aktivitas perekonomian. Perilaku
naik turunnya perekonomian seringkali terulang pada masa-masa sesudahnya dan
membentuk suatu siklus. Karena sifatnya yang terus berulang, maka adanya
deteksi dini atau peramalan siklus perekonomian sangat penting, baik bagi
pemerintah maupun dunia usaha dalam rangka perencanaan dan formulasi
kebijakan di bidang ekonomi serta pengambilan keputusan bisnis.
2.5.1. Leading Indicators dalam Analisis Siklus Bisnis (Business Cycle)
Leading indicator untuk peramalan ekonomi dan siklus bisnis, dipelopori
oleh National Bureau of Economic Research (NBER) Amerika Serikat lebih dari
setengah abad lalu dan sekarang digunakan secara luas dalam mempredikasi titik
balik dari siklus bisnis di beberapa negara maju dan mulai dikembangkan di
negara berkembang.
Penyusunan Leading Indicators merupakan adopsi dari analisis business
cycles yang dibangun untuk mendeteksi siklus perekonomian. Hal yang mendasari
analisis business cycles ini adalah shock (goncangan) baik yang berasal dari
internal maupun eksternal menyebabkan volatilitas (fluktuasi) aktifitas
perekonomian. Dalam jangka panjang fluktuasi tersebut akan membentuk suatu
siklus (business cycles) yaitu naik turunnya (rebounds dan declines, atau
recoveries dan recessions) perekonomian.
Dalam analisis business cycles dikenal tiga indikator komposit yaitu
leading, coincident, dan lagging indicators serta reference series. Reference series
merupakan variabel yang dapat menggambarkan kondisi perekonomian secara
agregat seperti PDB, inflasi, nilai tukar, saham, indeks produksi industri, dsb.
Coincident indicators merupakan variabel yang menggambarkan kondisi
perekonomian saat ini dan bergerak seiring dengan reference series. Leading
indicator adalah variabel yang menggambarkan keadaan ekonomi dalam beberapa
bulan kedepan dan bergerak mendahului coincident maupun leading indicators.
Lagging indicators adalah variabel yang mengikuti (lag) pergerakan coincident
maupun leading indicators. Dari ketiga indikator tersebut, leading indicators
mendapatkan perhatian khusus karena fungsinya yang mampu memberikan
deteksi dini (early warning system) tentang arah pergerakan perekonomian secara
agregat.
Sejak awal perkembangannya, analisis business cycles ini terutama
penyusunan leading indicators sangat populer dalam mendeteksi siklus
perekonomian. Kepopuleran dari metode ini antara lain karena beberapa kelebihan
yang dimilikinya, seperti yang dikemukakan (Zhang dan Zhuang, 2002) sebagai
berikut:
1. Deteksi secara dini dan diketahuinya periode titik balik suatu siklus bisnis
merupakan hal yang penting bagi: a) pemerintah sebagai pembuat kebijakan
sehingga mampu membuat kebijakan yang bersifat antisipatif, b) bagi sektor
riil untuk dapat menyesuaikan penjualan ataupun strategi investasi, dan c)
bagi investor untuk dapat memutuskan realokasi aset diantara investasi
alternatif untuk mengoptimalkan return-nya.
2. Peramalan yang hanya didasarkan pada model makroekonomi standar
seringkali gagal mendeteksi terjadinya titik balik dalam perekonomian.
3. Pendekatan leading indicators dikenal sebagai teknik peramalan yang reliable,
murah dan memberikan hasil yang dapat diandalkan.
Leading Indicators dari analisis siklus bisnis banyak diaplikasikan di
negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Penyusunan leading indicators ini
memerlukan data dengan frekuensi tinggi, umumnya berupa data bulanan dengan
time series yang panjang. Untuk negara-negara berkembang, penggunaan Leading
Indicators of business cycles masih sangat langka. Keterbatasan di negara
berkembang adalah ketersediaan data yang umumnya belum terdokumentasi
dengan baik tidak seperti di negara-negara maju.
Sejak terjadinya krisis di Asia pada tahun 1997, negara-negara di kawasan
ini mulai menyadari pentingnya sistem statistik yang lebih baik untuk tujuan
monitoring dan sebagai alat untuk pencegahan terulangnya kembali krisis.
Berbagai indikator keuangan dan makroekonomi yang awalnya tidak tersedia
sekarang mulai tersedia. Namun demikian, berbagai indikator yang terbukti
mampu menjadi leading indicators yang baik di negara-negara maju belum
tersedia di negara-negara Asia termasuk Indonesia. Sehingga, penyusunan leading
indicators dalam penelitian ini hanya menggunakan indikator-indikator yang telah
dipublikasi dan datanya tersedia dalam rentang waktu yang cukup panjang.
2.5.2. Leading Indicators dalam Analisis Siklus Pertumbuhan
(Growth Cycle)
Seiring dengan perkembangan ekonomi berbagai negara terutama negara
maju yang telah lebih dahulu menerapkan pendekatan leading indicators dengan
analisis business cycles, mengakibatkan analisis ini semakin berkembang. Hal ini
didasari oleh fakta bahwa sejak tahun 1960 banyak negara maju tidak mengalami
resesi ekonomi dalam jangka waktu yang cukup panjang dan kondisi ini
memberikan gambaran bahwa di negara tersebut masih didominasi oleh faktor
trend yang cenderung bergerak naik. Sehingga timbul pemikiran apakah analisis
business cycles masih relevan dilakukan. Berdasarkan pemikiran tersebut, para
ekonom dan peneliti mulai mengembangkan analisis growth cycles. Perbedaan
mendasar antara analisis business cycles dan growth cycles adalah bahwa growth
cycles menganalisis aktivitas ekonomi dari pergerakan siklikal (cyclical
movements) di sekitar trend-nya. Konsekuensinya, leading indicators yang
dikembangnya saat ini, seperti yang digunakan oleh negara-negara yang
tergabung dalam Uni Eropa (OECD) didasari pada analisis growth cycle.
Menurut Nasution (2007), growth cycle lebih menarik dianalisis
dikarenakan oleh beberapa hal, yaitu:
1. Growth cycle indexes dapat menjadi “early warning system” karena indeks ini
akan mencapai peak lebih awal dibandingkan dengan business cycle index,
dan cenderung bersifat coincident pada saat trough.
2. Growth cycle analysis dapat digunakan sebagai alat untuk mendeteksi adanya
mild setbacks dalam perekonomian yang tidak dapat ditunjukan oleh business
cycle index. Dalam hal ini growth cycle index bisa saja menunjukkan adanya
penurunan, sementara business cycle index-nya masih menunjukkan adanya
kenaikan. Keadaan seperti ini disebut juga growth recessions.
2.6. Penelitian Terdahulu
Kibritcioglu, Kose dan Ugur (1999) menganalisis banyak indikator
sebelum akhirnya mendapatkan indikator terbaik dalam memprediksi krisis nilai
tukar menggunakan pendekatan leading economic indicators dengan studi kasus
negara Turki. Mereka menganalisis pergerakan siklikal 51 indikator untuk
mendapatkan LEI. Unsur musiman dihilangkan dengan menggunakan program X-
11 Census, dan proses estimasi trend yang menggunakan Hodrick Prescott filter.
Hasil yang diperoleh dari 51 indikator tersebut adalah hanya lima indikator yang
dapat diidentifikasi sebagai leading indicators, yaitu terms of trade, opini
kemungkinan ekspor dibanding bulan sebelumnya, jumlah pesanan dari pasar
ekspor tiga bulan terakhir, jumlah pesanan dari pasar ekspor tiga bulan ke depan,
dan nilai tukar. Perbedaan utamanya adalah penelitian tersebut menggunakan
foreign exchange market pressure index sebagai reference series-nya. Hasil yang
diperoleh adalah LEI yang dihasilkan masih mungkin memprediksi tipe krisis
yang disebabkan oleh peranan kebijakan yang rendah, tetapi untuk jenis krisis
yang lain akan sangat sulit untuk diprediksi.
McGuckin, Ozyildirim, dan Zarnowitz (2001) membangun metode baru
dalam pembentukan leading index untuk melakukan peramalan aktivitas ekonomi.
Metode ini mengkombinasikan informasi keuangan dengan peramalan atau
estimasi dari variabel riil yang hanya tersedia dengan suatu lag tertentu. Bukti
empiris menunjukkan harga saham dan atau interest rate spread sebagai leading
indicators yang baik dan predictor dari turning points dalam siklus bisnis (lihat
penelitian Stock and Watson (1989,1999), Estrella and Mishkin (1998) and
Chauvet (1999). Sedangkan pada metode leading index sebelumnya tidak pernah
memasukkan informasi mengenai harga saham dan yields spread dalam
penentuan leading index. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 10 komponen
indeks leading indicators U.S. yang terbentuk yaitu 1) average weekly hours; 2)
average initial claims; 3) new orders, consumer goods; 4) vendor performance;
5) new orders, capital goods; 6) building permits; 7) stock prices; 8) money
supply; 9) interest rate spread; 10) consumer expectations.
Leigh dan Rossi (2002) membangun leading indicators dalam
memprediksi inflasi dan pertumbuhan output riil di Turki. Data yang digunakan
merupakan data series dengan periode 1986-2002. Terdapat 41 indikator dengan
frekuensi data bulanan dan 42 indikator dengan frekuensi data kuartalan. Semua
variabel melalui proses penyesuaian faktor musiman dengan menggunakan
metode tambahan X-11 dari U.S. Bureau of The Census.
Ramakrishnan dan Vamvakidis (2002) membangun model inflasi
sederhana untuk memprediksi inflasi di Indonesia, menggunakan pendekatan
leading indicators dengan metode Granger Causality Test. Penelitian ini
menggunakan data kuartalan dengan periode waktu dari 1980-2000. Variabel
dalam penelitian ini adalah CPI, pertumbuhan base money, rata-rata inflasi luar
negeri menggunakan pembobotan INS, pertumbuhan rata-rata kurs rupiah per US
dollar, pertumbuhan upah minimum dalam industri manufaktur, perubahan tingkat
produktivitas yang didefinisikan sebagai GDP per tenaga kerja, gap output yang
diestimasi dengan Hodrick-Prescott filter, perubahan overnight interest rate,
deviasi sektor moneter dari kondisi steady state-nya, deviasi labor market dari
kondisi steady state-nya, deviasi sektor eksternal dari kondisi steady state-nya,
variabel dummy dengan nilai 1 pada 1997Q3-1998Q4, quarterly seasonal
dummies, WPI, WPI non-oil, dan CPI non-food. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa 1) model yang digunakan mampu mengidentifikasi kurs dan inflasi luar
negeri sebagai variabel utama dalam memprediksi inflasi dengan kekuatan
prediksi yang kuat; 2) pertumbuhan base money secara statistik signifikan tapi
memiliki pengaruh yang kecil terhadap inflasi; 3) tanpa memasukkan kurs dalam
model, pertumbuhan base money menjadi variabel penting dalam memprediksi
inflasi; 4) produktivitas juga memiliki pengaruh yang signifikan; 5) untuk model
inflasi yang memasukkan kurs, beberapa efek dari variabel penting lainnya
memungkinkan perubahaan terhadap kurs tersebut.
Zhang dan Zhuang (2002) membangun leading indicators untuk business
cycles di Malaysia dan Filipina. Dengan menggunakan data Januari 1981 – Maret
2002, hasil penelitian menunjukkan: 1) adanya 9 titik balik di Malaysia, yang
terdiri dari 5 puncak dan 4 lembah; 2) Filipina memiliki 8 titik balik, masing-
masing 4 puncak dan 4 lembah; dan 3) terdapat sinkronisasi business cycles di
antara kedua negara tersebut.
Mongardini dan Saadi-Sedik (2003), menggunakan pendekatan
ekonometrik untuk membangun coincident dan leading indicators dalam
memprediksi aktivitas ekonomi di negara dengan perekonomian terbuka kecil
(studi kasus negara Jordan). Data sampel yang digunakan merupakan data
observasi bulanan, dengan 40 variabel dari semua sektor ekonomi (sektor riil,
fiskal, moneter, dan ekternal). Periode waktu yang digunakan mulai dari Januari
1996 sampai Desember 2002 (84 observasi). Semua variabel akan melalui proses
penyesuaian faktor musiman yang selalu bergerak (kalender Gregorian dan
kalender hari besar Muslim), menggunakan metode X12 dari The U.S. Census
Bureau. Reference series yang digunakan adalah industrial production index
Jordan. Hasil penelitian menunjukkan: 1) ada lima indikator yang teridentifikasi
sebagai coincident index yang secara statistik signifikan pada level 1 persen,
yaitu: terms of trade (TOT), trade balance (TB), impor barang modal, employee
payroll deductions, dan sejumlah izin kontruksi; 2) leading indicators yang
terbentuk ada lima dengan tingkat signifikansi yang berbeda, yaitu pertumbuhan
kredit bersih dari sektor privat, interest rate spread diantara suku bunga Jordan 3
bulan dan U.S. treasury bill rates, pertumbuhan permintaan untuk ekspor
domestik, dan Amman stock exchange. Semua variabel signifikan pada level 5
persen kecuali Amman stock exchange yang secara statistik signifikan pada level
15 persen.
2.7. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini didasari oleh pemikiran bahwa pada suatu perekonomian
global, variabel-variabel ekonomi saling terkait satu sama lain. Sehingga jika
terjadi shock (guncangan) pada salah satu variabel maka akan berpengaruh pada
variabel lain. Shock yang terjadi dapat berupa internal maupun eksternal. Keadaan
tersebut akan menyebabkan fluktuasi ekonomi. Hal ini mungkin saja berulang di
masa mendatang dan dalam jangka panjang membentuk suatu siklus. Siklus
tersebut yang disebut siklus bisnis (Business Cycle).
Adanya siklus yang terus berulang dalam setiap periode tertentu
mempermudah para ekonom untuk memprediksi aktivitas ekonomi suatu negara.
Berdasarkan hal itu maka dibangunlah early warning system (EWS) untuk
memprediksi arah pergerakan perekonomian ke depan. EWS pada siklus
perekonomian sangat penting bagi pemerintah serta sektor riil dalam kerangka
perencanaan dan formulasi kebijakan serta pengambilan keputusan.
Penelitian ini menggunakan pergerakan nilai tukar sebagai reference
series. Hal ini dikarenakan nilai tukar merupakan salah satu tolak ukur efektifitas
kebijakan moneter serta volatilitas pergerakannya yang tinggi sehingga perlu
mendapat perhatian yang cukup besar, terutama setelah adanya krisis yang secara
umum terjadi di beberapa negara Asia pada tahun 1997/1998 termasuk Indonesia.
Oleh karena itu, penelitian ini memfokuskan pada pergerakan kurs. Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Variabel ekonomi memiliki keterkaitan satu sama lain
SHOCK (Goncangan) internal maupun eksternal
FLUKTUASI EKONOMI
Jangka Panjang: BUSINESS CYCLE
EARLY WARNING
SYSTEM (EWS): 1. Nilai Tukar (Kurs) 2. PDB 3. IPX 4. Money Supply 5. Inflasi 6. dll
EWS NILAI TUKAR
Perekonomian secara global
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder,
deret waktu bulanan mulai Januari 1993 hingga September 2007. Data ini
dikumpulkan dari berbagai sumber, diantaranya dari CEIC, International
Financial Statistics (IFS) terbitan IMF, dan FX Sauder. Terdapat 102 variabel
yang dikumpulkan dan mengalami proses seleksi. Variabel-variabel tersebut dapat
dilihat pada Lampiran 1.
3.2. Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis siklus bisnis (Business Cycle
Analysis) dan selanjutnya dikembangkan dengan analisis growth cycle. Dalam
prosesnya, menggunakan software Microsoft Excel 2003, Eviews 4.1, Eviews 5.1
dan Genhol.
Penyusunan Leading Indicators merupakan adopsi dari analisis business
cycles yang dibangun untuk mendeteksi siklus perekonomian. Hal yang mendasari
analisis business cycles adalah bahwa shock (guncangan) baik yang berasal dari
internal maupun eksternal menyebabkan volatilitas (fluktuasi) aktifitas
perekonomian. Dalam jangka panjang fluktuasi tersebut akan membentuk suatu
siklus (business cycles) yaitu turun naiknya (declines dan rebounds, atau
recessions dan recoveries) perekonomian. Dalam analisis business cycles
pergerakan naik dan turunnya aktivitas perekonomian tersebut berada dalam level
absolut.
3.2.1. Tahapan Penyusunan Leading Economic Indicators
Secara umum, tahapan-tahapan untuk membangun Leading Indicators
dengan analisis business cycles adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan data sekunder
Tahap pertama adalah mengumpulkan data sekunder dari berbagai sumber.
Idealnya data yang dikumpulkan mencapai ratusan variabel yang diperkirakan
dapat menjadi kandidat komponen leading, coincident dan lagging index. Untuk
memperoleh hasil yang baik, data yang dikumpulkan sebaiknya memiliki periode
yang panjang dengan frekuensi tinggi (bulanan). Kriteria pemilihan variabel harus
dilihat dari aspek ekonomi dan perilaku data secara statistika.
2. Disagregasi Data
Tahap kedua adalah melakukan disagregasi data dengan menggunakan
metode Qubic Splines atau dapat pula digunakan metode interpolasi lainnya. Hal
ini dilakukan apabila data yang tersedia memiliki frekuensi observasi tahunan atau
kuartalan untuk disesuaikan menjadi data bulanan.
3. Mengisolir Pengaruh Musim
Tahap ketiga adalah membersihkan data dengan mengisolir pengaruh
musim sehingga tidak menyebabkan misleading dan indeks yang diperoleh tidak
volatile. Di banyak negara faktor musim biasanya bersifat fix (tetap) seperti Natal
dan Tahun Baru, musim hujan dan kemarau, musim dingin dan panas. Namun
untuk kasus Indonesia, selain faktor musim yang tetap, juga ada faktor musim
yang bergerak seperti Idul Fitri & Chinese New Year.
4. Pemilihan Kandidat Variabel Coincident dan Leading Indicators
Tahap keempat adalah pemilihan kandidat variabel Coincident dan
Leading Indicators. Ada beberapa metode yang digunakan untuk memilih suatu
variabel menjadi kandidat dari leading indicators yaitu pendekatan grafis, uji
granger causality dan uji cross-correlation. Mengingat leading indicators
bergerak mendahului reference series, maka kandidat leading indicators secara
visual melalui grafis seharusnya bergerak mendahului reference series.
Sedangkan kriteria leading indicators berdasarkan uji cross correlation dapat
dilihat dari adanya korelasi yang cukup tinggi dengan lag yang cukup jauh. Pada
uji granger causality, dapat dilihat dari adanya hubungan causality yang sifatnya
satu arah pada lag yang cukup jauh pula. Pengujian koefisien korelasi antara
reference series dengan variabel-variabel yang diperkirakan akan menjadi
kandidat leading indicators dilakukan secara terpisah-pisah untuk masing-masing
periode leading yang ingin kita bentuk. Untuk mencari kandidat leading
indicators 3 bulan maka kita harus mencari korelasi antara reference series
dengan seluruh variabel pada tiga bulan berikutnya. Begitu pula halnya jika kita
ingin mencari kandidat leading indicators 6 dan 12 bulan. Sebaliknya karena
sifatnya yang bergerak sejalan, kandidat coincident indicators secara grafis
haruslah sejalan dengan reference series dengan korelasi yang tinggi di sekitar lag
nol. Causality antara coincident indicators dan reference series haruslah bersifat
dua arah dengan lag yang pendek.
5. Penyusunan Composite Coincident Index (CI) dan Leading Index (LI)
Tahap kelima adalah penyusunan Composite Coincident Index (CI) dan
Leading Index (LI) dengan basis indicators yang diperoleh dari tahap keempat
dengan cara menggabungkan (compose) variabel-variabel kandidat. Akan tetapi
karena amplitudo dari masing-masing variabel atau series bisa jadi berbeda-beda,
maka penyusunan index tanpa terlebih dahulu dilakukan standardisasi data bisa
mengakibatkan terjadinya distorsi pada index yang terbentuk. Untuk menghindari
distorsi tersebut, perlu dilakukan normalisasi terhadap semua komponen siklikal
yang diturunkan dari variabel-variabel kandidat serta reference series. Pada
prinsipnya, proses standardisasi diarahkan agar semua variabel kandidat memiliki
mean 100 serta varian yang sama.
• Proses penggabungan (compose) variabel-variabel kandidat untuk
mendapatkan Coincident Index (CI) dan Leading Index (LI) “terbaik”
dilakukan dengan cara trial-and-error. Indikator baiknya Coincident Index
didasarkan pada kesamaan pergerakannya dengan Reference Series, sementara
untuk LI didasarkan pada kemampuannya untuk memprediksi CI dan
Reference Series.
• Setiap indikator/variabel pembentuk composite CI dan LI terbaik tersebut
memiliki bobot tertentu yang dapat memberikan indikasi variabel apa saja
yang paling berperan dan perlu mendapat perhatian dalam pengambilan
keputusan terkait dengan fokus industri properti dan stabilitas sistem
keuangan.
3.2.2. Metode Penyusunan Early Warning Indicators
Metode-metode yang digunakan dalam proses penyusunan Early Warning
indicators dapat dijelaskan seperti berikut.
1. Metode Cubic-Spline
Data sekunder yang dipublikasi umumnya memiliki frekuensi release yang
berbeda seperti data mingguan, bulanan, kuartalan, semesteran bahkan tahunan.
Dalam penyusunan Leading Indicators data yang digunakan umumnya berupa
data bulanan. Apabila data yang tersedia memiliki frekuensi kuartalan maka perlu
dilakukan disagregasi menjadi bulanan, sehingga diperlukan metode khusus yang
dapat memberikan hasil optimal, salah satunya adalah Metode Cubic-Spline.
2. X12-ARIMA
Fluktuasi data yang bersifat musiman dan periodik sepanjang waktu
seringkali mengganggu pergerakan siklikal dan oleh karenanya perlu dihilangkan
terlebih dahulu. Metode X-12 ARIMA adalah salah satu metode yang dapat
digunakan untuk de-seasonality data. Penelitian ini menggunakan X-12 ARIMA
karena sifatnya yang lebih sesuai dengan kondisi di Indonesia.
Menurut pandangan Jackson dan Leonard (2001), penyesuaian musiman
(seasonal adjustment) dari sebuah series didasarkan pada asumsi bahwa fluktuasi-
fluktuasi musiman dapat diukur dari series awal (xt, t=1,2, …, n) dan dipisahkan
dari trend cycle component (Ct), trading day component (Dt), dan fluktuasi
irregular (It). Komponen musiman atau seasonal (St) dapat didefinisikan sebagai
variasi dalam setahun yang berulang secara konstan dari tahun ke tahun. Ct
mengukur variasi variabel menuju faktor siklus jangka panjang, siklus bisnis, dan
factor-faktor siklus jangka panjang lainnya. Dt adalah variasi yang ditujukan pada
komposisi dari kalender. Sebagai tambahan, It adalah variasi residual. Banyak
variabel makroekonomi yang time series mempunyai bentuk hubungan
multiplicative (xt=CtDtStIt) dan yang lainnya berbentuk additive (xt=Ct+Dt+St+It).
Sebuah time series yang disesuaikan secara musiman hanya terdiri atas trend
cycle dan komponen irregular.
X-12 ARIMA merupakan sebuah model yang dapat digunakan untuk
mendekomposisi sebuah time series baik dengan asumsi additive ataupun
multiplicative untuk memperoleh komponen-komponen Ct, Dt, St, ataupun It.
Model ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) umumnya
digunakan untuk seasonal time series. Model ARIMA dengan asumsi
multiplicative seasonal time series, xt dapat dituliskan menjadi:
( ) ( )( ) ( ) ( ) ( ) ts
tDsds aBBxBBBB Θ=−−Φ θφ 11
dimana:
B adalah operator lag (Bxt=xt-1),
s adalah periode musiman,
( ) ( )ppBBB φφφ −−−= ...1 1 adalah operator non seasonal autoregressive (AR),
( ) ( )PsP
ss BBB Φ−−Φ−=Φ ...1 1 adalah operator seasonal AR,
( ) ( )qqBBB φφθ −−−= ...1 1 adalah operator non seasonal moving average (MA),
( ) ( )QsQ
ss BBB Φ−−Φ−=Φ ...1 1 adalah operator seasonal moving average
ats ~i.i.d dengan rata-rata nol dan varian σ2. ( ) ( )Dsd BB −− 11 mengimplikasikan
perbedaan non seasonal orde ke-d dan perbedaan seasonal orde ke-D. Jika
d=D=0 (tidak ada perbedaan), maka umumnya dilakukan perhitungan kembali xt
pada persamaan di atas dengan mengurangkannya terhadap rata-ratanya, yaitu:
dengan xt-µ dimana μ = E[xt].
3. Cross Correlation
Metode ini digunakan untuk menganalisis dan menentukan apakah
variabel-variabel ekonomi dan `keuangan lainnya, jika dikorelasi silangkan
dengan reference series akan menjadi Leading Indicators, Coincident Indicators,
atau Lagging Indicators. Jika ternyata ada beberapa variabel yang dapat dijadikan
Leading Indicators, maka bisa dibentuk Composite Leading Indicators (CLI).
Korelasi silang (cross correlation) antara dua variabel, katakan x dan y dapat
dihitung:
( ) ( )( ) ( )0.0 yyxx
xyxy cc
lclr = dimana: l = 0, ± 1, ± 2, ... (3.2)
dan
( )( )( )( )
( )( )( )⎪⎪⎩
⎪⎪⎨
⎧
−−
−−=
∑
∑+
=−
−
=+
1
11
1
11
/
/
T
ttt
T
ttt
xy
Txxyy
Tyyxxlc (3.3)
Periode waktu yang digunakan untuk menguji korelasi silang adalah 12
periode atau selama satu tahun dengan data bulanan. Untuk dapat dijadikan
sebagai indicators maka nilai rxy yang dicari adalah nilai yang paling tinggi
selama periode pengujian.
Kriteria pemilihan kandidat leading pada uji korelasi silang adalah dengan
melihat korelasi yang tinggi pada lag yang cukup jauh. Sedangkan untuk kandidat
coincident, sama halnya dengan kandidat leading harus memiliki korelasi yang
tinggi dengan reference series namun dengan lag yang ada di sekitar nol.
4. Granger Causality Test
dimana: l = 0, 1, 2, ...
dimana: l = 0, -1, -2, ...
Salah satu tahap dalam analisis siklus bisnis adalah penggunaan metode
ekonometrik dalam pemilihan kandidat leading indicators. Langkah pertama
dalam pemilihan komponen LEI adalah uji kointegrasi setiap calon komponen
LEI dengan reference series untuk melihat ada tidaknya hubungan jangka
panjang. Kemudian dilakukan pengujian Granger Causality Test antara calon
komponen LEI (dengan berbagai spesifikasi lag) dengan reference series. Uji
granger yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan 4 spesifikasi lag yaitu
1, 3, 6, dan 12. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penentuan lag tersebut
diasumsikan telah mampu memberikan hasil yang cukup akurat dan cukup
mewakili keseluruhan lag. Penggunaan 4 spesifikasi lag tersebut dilakukan untuk
mengetahui perbandingan tingkat signifikansi pada lag yang semakin jauh.
Dengan pengujian ini dapat diperoleh variabel-variabel yang tergolong sebagai
leading indicators.
Granger Causality test dilakukan untuk melihat adanya hubungan sebab-
akibat (kausalitas) dan arah kausalitas diantara variabel-variabel yang digunakan
dalam analisis. Uji kausalitas dilakukan karena terdapat tiga kemungkinan arah
kausalitas yang terjadi antara dua variabel (misalnya X dan Y) yaitu: 1) X
menyebabkan (Granger cause) Y; 2) Y menyebabkan (Granger cause) X; atau 3)
X dan Y memiliki hubungan timbal balik yang terjadi apabila X menyebabkan Y
dan pada saat yang bersamaan Y juga menyebabkan X. Dengan menggunakan
Granger Causality test dapat diketahui apakah antara X dan Y memiliki hubungan
kausalitas dan bagaimana arah kausalitas diantara kedua variabel tersebut. Nilai
probabilitas (P value) yang dihasilkan menentukan signifikansi arah hubungan
kausalitas antar variabel. Ketentuan yang secara konvensional disepakati adalah
jika probabilitas lebih kecil dari 5 persen maka dikatakan terjadi kausalitas yang
signifikan.
Kriteria kandidat leading pada uji Granger Causality ini adalah adanya
hubungan kausalitas satu arah pada lag yang cukup jauh. Sedangkan untuk
pemilihan kandidat coincident dilihat dari adanya hubungan kausalitas dua arah
dengan lag di sekitar nol.
5. Hodrick-Prescott Filter
Metode Hodrick-Prescott (HP) Filter berfungsi untuk mengestimasi trend
dan kemudian menghilangkan faktor trend tersebut. Metode ini merupakan alat
analisis ekonomi yang sederhana dan sangat fleksibel dan merupakan pilihan inti
trend. Komponen trend bersifat stokastik tapi bergerak mulus sepanjang waktu
dan tidak berhubungan dengan komponen siklikal.
Metode HP filter membutuhkan perhitungan dari komponen trend yaitu
Y* untuk t=1, 2, 3,..... dari data seri yang telah dihilangkan unsur musiman dan
irregular-nya yaitu Y. T dapat diestimasi dengan meminimalisasi fungsi
kerugiannya, yaitu
(3.4) dimana:
: parameter yang merefleksikan varians dari komponen trend relatif terhadap
komponen siklikal.
Selain itu λ dapat juga diartikan sebagai faktor pembobot yang
mengontrol seberapa mulus hasil trend tersebut. Nilai λ yang rendah akan
menghasilkan trend yang mengikuti seri yang telah dihilangkan unsur
musimannya secara dekat, sebaliknya nilai λ yang tinggi tidak akan menghasilkan
fluktuasi jangka pendek dari seri yang dihilangkan unsur musimannya. Untuk data
tahunan nilai λ yang digunakan adalah 100, sedangkan untuk data triwulanan,
Hodrick dan Prescott memberikan nilai sebesar 1600 dan untuk data bulanan nilai
λ yang diberikan adalah 14400.
6. Vector Auto Regressive (VAR)
Metode ini adalah suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap
peubah sebagai fungsi linier dari konstanta dan nilai lag dari peubah itu sendiri
serta nilai lag dari peubah lain yang ada dalam sistem. Dengan dapat memasukkan
unsur waktu, hubungan kausalitas antara dua varibel merupakan hubungan
kausalitas dalam VAR. Jadi dapat disimpulkan hubungan kausalitas ini
berdasarkan pada pemikiran Granger. Menurut Enders (2004), dalam
menggunakan metode VAR, jika data-data yang digunakan tidak stasioner pada
tingkat level tetapi stasioner pada First Difference dimana data tersebut sudah
terkointegrasi, maka metode yang digunakan adalah VECM atau VAR First
Difference, tapi jika data stasioner pada tingkat level maka metode yang
digunakan adalah VAR tradisional.
Metode VAR ini memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan
metode ekonometrik konvensional seperti yang dikemukan oleh Klein dalam
Sitorus (1995) yaitu :
1. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang
kompleks (multivariate), sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan
variabel di dalam persamaan itu. Hubungan yang terdeteksi dapat bersifat
langsung maupun tidak langsung.
2. Uji VAR yang bersifat multivariate dapat menghindari parameter yang bias
akibat tidak dimasukkannya variabel yang relevan.
3. Metode VAR dapat mendeteksi hubungan antarvariabel dalam sistem
persamaan, dengan menjadikan seluruh variabel sebagai endogenous.
4. Karena bekerja berdasarkan data, metode VAR terbebas dari berbagai batasan
teori ekonomi yang sering muncul termasuk gejala perbedaan semu (spurious
variable endogenty dan exogenty) di dalam model ekonometrik konvensional
terutama pada persamaan simultan, sehingga menghindari penafsiran yang
salah.
5. Dengan teknik VAR maka yang akan terpilih hanya variabel yang relevan
untuk disinkronisasi dengan teori yang ada.
Metode VAR tidak berarti tanpa kelemahan. Metode ini juga memiliki
beberapa kelemahan. Salah satunya model VAR merupakan pengukuran yang
tidak dilandasi teori tentang hubungan antar variabel (model non-struktural).
Implikasi kebijakan menjadi kurang tepat karena metode VAR tidak
mempermasalahkan perbedaan variabel eksogen dan endogen.
a. Model Umum VAR
Asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis VAR adalah semua peubah tak
bebas bersifat stasioner, semua sisaan beresifat white noise yang artinya memiliki
rataan nol, ragam konstan, dan diantara peubah tak bebas tidak ada korelasi.
Sistem persamaan multivariat lebih rumit hubungan kausalitas antar
variabelnya dibandingkan sistem persamaan bivariat. VAR membuat seluruh
variabel menjadi endogenous dan menurunkan distributed lag-nya. VAR dengan
ordo p dengan n buah peubah tak bebas pada waktu ke-t dapat dimodelkan
sebagai berikut :
(3.5)
dimana :
: vektor peubah tak bebas (y1, t ......yn, t) berukuran n x 1
: vektor intersep berukuran n x 1
: matrik parameter berukuran n x n untuk setiap i = 1, 2, ...., p
: vektor sisaan ( ε1, t......εn, t) berukuran n x 1
b. Pengujian Model
1. Uji Stasioneritas Data
Hal terpenting dalam menganalisis data yang bersifat time series adalah uji
stasioneritas. Suatu deret waktu disebut stasioner apabila secara stokastik data
menunjukkan pola yang konstan dari waktu ke waktu atau dengan kata lain tidak
terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data. Hal ini berarti data harus
horizontal sepanjang sumbu waktu.
Jika data berfluktuasi dengan varian yang tetap dari waktu ke waktu maka
data tersebut juga bersifat stasioner pada variannya (variance). Kondisi seperti ini
dinotasikan sebagai berikut :
(3.6) dimana :
: ragam
: nilai tengah variabel y
Augmented Dicky Fuller (ADF) test merupakan salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk mengukur kestasioneran data. Jika nilai mutlak ADF statistiknya
lebih besar dari Mackinnon Critical Value untuk nilai yang positif dan lebih kecil
jika angka negatif maka nilai ADF statistiknya harus lebih kecil dan dapat
disimpulkan bahwa series tersebut stasioner. Apabila suatu series tidak stasioner
berdasarkan ADF test maka dapat dilakukan difference non stasionary processes.
ADF test sendiri pada dasarnya melakukan estimasi terhadap persamaan regresi
sebagai berikut :
(3.7) dimana :
:
: white noise
Pada ADF, yang diuji adalah apakah δ = 0 dengan hipotesis alternatif δ <
0. Jika nilai absolut dari nilai t hitung untuk δ lebih besar dari nilai absolut Dicky,
maka hipotesis nol yang mengatakan bahwa data tidak stasioner ditolak terhadap
hipotesis alternatifnya.
2. Penetapan Lag Optimal
Penentuan lag optimal sangat penting dalam model VAR, hal ini
dikarenakan suatu variabel juga dipengaruhi oleh variabel itu sendiri, selain
dipengaruhi oleh variabel lain. Sebelum menentukan lag optimal, perlu dilakukan
pengujian lag maksimal. Lag maksimal didapat jika roots memiliki modulus lebih
kecil dari satu dan semuanya terletak dalam unit circle, sehingga didapat
persamaan VAR yang stabil.
Pengujian lag optimal dapat ditetapkan dengan beberapa kriteria, antara
lain Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SIC),
Hannan-Quinn Information Criterion (HQ), dan Likelihood Ratio (LR). Pengujian
lag yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada uji SIC.
3. Uji Kointegrasi
Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang antara variabel-
variabel yang secara individual tidak stasioner, tapi kombinasi linier antar variabel
tersebut dapat menjadi stasioner. Oleh karena itu, kointegrasi dapat dilakukan
sebagai salah satu cara untuk menghindari masalah spurious regression (regresi
palsu). Beberapa cara yang dilakukan untuk mengujinya yaitu dengan Engle-
Granger cointegration test Johansen cointegration test dan Cointegrating
Regression Durbin-Watson (CRDW) test.
Gambar 3.1. Tahapan
Penelitian
Pengumpulan variabel/ data sekunder
Data hasil seleksi
Data siap digunakan
Kandidat Lagging Kandidat Leading Kandidat Coincident
Lagging Index Coincident Index
Seleksi variabel penyusun reference
series
Generating Data
Seleksi Kandidat Composite Index
Metode: 1. Disagregasi data (Cubic Splines) 2. Menghilangkan faktor musim (X12 ARIMA)
Metode; 1. Grafis 2. Cross-Correlation
3. Granger Causality Test
Penyusunan Composite
Index
Leading Index
1. Berdasarkan ketersediaan data 2. Kriteria ekonomi 3. Kriteria statistik
Metode: Business Cycle Analysis
Growth Leading index
Growth Cycle
Metode: Hodrick-Prescott Filter
EARLY WARNING
INDICATORS: PERAMALAN
(MODEL AR dan VAR)
BAB IV
PENYUSUNAN LEADING INDICATORS
4.1. Leading Indicators
Leading indicators (LI) merupakan indikator business cycle analysis yang
pergerakannya mendahului variabel acuan (reference series). Indikator ini
merupakan indikator komposit yang paling mendapatkan perhatian, karena
kemampuannya sebagai early warning indicators untuk melakukan peramalan
kondisi perekonomian ke depan. Dengan kata lain, leading indicators memiliki
kemampuan dalam melakukan peramalan tentang perubahan yang terjadi pada
periode mendatang serta dapat memprediksi siklus perekonomian. Siklus ekonomi
yang dimaksud yaitu kapan perekonomian mencapai puncak (peak), masih
berlanjut (steady), mulai menurun (contraction), sampai titik terendah (trough),
dan kembali naik (expansion). Early Warning System (EWS) pada siklus
perekonomian sangat penting bagi pemerintah serta sektor riil dalam kerangka
perencanaan dan formulasi kebijakan serta pengambilan keputusan.
Menurut Nasution (2007), kandidat LI diperoleh dengan bantuan peralatan
statistika berupa grafik, analisis korelasi silang (cross correlation), dan uji
granger causality. Secara visual, kandidat LI bergerak mendahului variabel acuan.
Sedangkan berdasarkan analisis korelasi silang, kandidat LI diperoleh dengan
melihat korelasi yang paling tinggi pada lag yang cukup jauh. Kriteria leading
indicators berdasarkan uji granger causality adalah dengan melihat hubungan
kausalitas satu arah yang signifikan dari variabel penyusun dengan variabel acuan
kurs pada lag yang cukup jauh. Tingkat signifikansi yang disepakati adalah nilai
probabilitasnya harus lebih kecil dari 0,05 (α=5 persen)
4.2. Penyusunan Leading Indicators
Setelah data dikumpulkan, diseleksi serta dilakukan proses disagregasi,
maka data selanjutnya akan melalui proses berikut:
4.2.1. Mengisolir Pengaruh Musim dengan Metode X-12 ARIMA
Berdasarkan kandidat yang telah diperoleh, beberapa variabel sangat
dipengaruhi oleh faktor musim yang bergerak yaitu Idul Fitri dan Tahun Baru
Cina. Dalam analisis siklus bisnis, pengaruh musim harus dihilangkan dari data.
Sehingga tidak menyebabkan misleading dan indeks yang diperoleh tidak volatile.
Beberapa kandidat yang mengalami penyesuaian dari pengaruh musim
tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1. Variabel yang Melalui Proses X-12 ARIMA
No Kandidat Leading
1. Ekspor riil
2. Impor riil
3. Foreign Currency Deposits
4. Forex Banks Demand Deposits in Foreign Currency
5. Ekspor Indonesia ke Jepang
Sumber: Lampiran 3
4.2.2. Pemilihan Kandidat Variabel Leading Indicators
Pemilihan kandidat tersebut diperoleh dari beberapa uji yang dilakukan,
diantaranya adalah dengan melihat pergerakannya secara grafis, uji cross
correlation dengan menggunakan lag 12 dan berdasarkan uji granger causality
dengan menggunakan 4 spesifikasi lag yaitu 1, 3, 6, dan 12. Berdasarkan 3 uji
yang dilakukan, indikator yang diperoleh didasarkan pada seberapa sering
kemunculan (modus) variabel yang digunakan pada proses pengujian tersebut.
1. Uji secara Grafis
Kandidat leading seharusnya secara visual bergerak mendahului reference
series nilai tukar. Pada penelitian ini, pergerakan yang dilihat melalui grafis tidak
seluruhnya mampu menggambarkan secara jelas mana variabel yang mendahului
pergerakan kurs. Oleh karena kesulitan tersebut, uji secara grafis kadang
diabaikan. Salah satu hasil olahan secar visual yang dapat menggambarkan
kandidat leading adalah sebagai berikut:
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 4.1. Pergerakan Variabel Forex Banks Demand Deposits in Foreign Currency Mendahului Kurs
2. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation)
Pemilihan kandidat leading melalui uji Cross Correlation dilakukan
dengan kriteria yaitu melihat korelasi yang paling tinggi pada lag yang cukup
jauh. Seperti salah satu tampilan hasil olahan berikut:
Date: 07/23/08 Time: 23:22 Sample: 1993:01 2007:09 Included observations: 177 Correlations are asymptotically consistent approximations
KURS,FBDDFC(-i) KURS,FBDDFC(+i) i lag lead . |***** | . |***** | 0 0.5308 0.5308 . |***** | . |**** | 1 0.5485 0.4332 . |***** | . |**** | 2 0.5333 0.3838 . |****** | . |**** | 3 0.5767 0.3644 . |******* | . |**** | 4 0.6642 0.3554 . |******* | . |*** | 5 0.7363 0.3518 . |******** | . |*** | 6 0.7734 0.3243 . |******** | . |*** | 7 0.7738 0.3057 . |******** | . |*** | 8 0.8134 0.2906 . |******** | . |*** | 9 0.8386 0.2544 . |******** | . |** | 10 0.7871 0.2353 . |******** | . |** | 11 0.7542 0.2178 . |******* | . |** | 12 0.7202 0.1893
Berdasarkan tampilan diatas dapat dilihat bahwa korelasi yang paling
tinggi ada pada (-i) yaitu sebesar 0.8386 pada lag 9. FBDDFC(-i) menunjukkan
bahwa variabel Forex Banks Demand Deposits in Foreign Currency bergerak
lebih dahulu dibandingkan dengan kurs. Berdasarkan uji ini diperoleh kandidat
sebagai berikut:
Tabel 4.2. Hasil Analisis Cross Correlation
No Kandidat Leading Cross Correlation
Lead/Lag rxy
1. Ekspor riil -8 0.4180
2. Impor riil -5 0.4486
3. Foreign Currency Deposits (FCD) -5 0.8032
4. Forex Banks Demand Deposits in Foreign
Currency (FBDDFC)
-9 0.8386
5. Ekspor Indonesia ke Jepang (XJP) -12 0.3271
6. Indeks Saham United Kingdom (FTSE 100) -4 0.5424
Sumber: Lampiran 2
3. Uji Granger Causality
Kriteria kandidat leading berdasarkan uji granger causality adalah adanya
hubungan kausalitas satu arah yang signifikan pada lag yang cukup jauh.
Pengujian ini dapat dilihat pada hasil berikut:
Pairwise Granger Causality Tests Date: 06/14/08 Time: 21:14 Sample: 1993:01 2007:09 Lags: 1 ========================================================== Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability ========================================================== M does not Granger Cause KURS 176 0.22985 0.63224 KURS does not Granger Cause M 0.01370 0.90697 ========================================================= Pairwise Granger Causality Tests Date: 06/14/08 Time: 21:14 Sample: 1993:01 2007:09 Lags: 3 ========================================================== Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability ========================================================== M does not Granger Cause KURS 174 4.02921 0.00847 KURS does not Granger Cause M 1.88446 0.13414 Pairwise Granger Causality Tests Date: 06/14/08 Time: 21:14 Sample: 1993:01 2007:09 Lags: 6 ========================================================== Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability ========================================================== M does not Granger Cause KURS 171 3.63208 0.00210 KURS does not Granger Cause M 1.49925 0.18169 ========================================================== Pairwise Granger Causality Tests Date: 06/14/08 Time: 21:14 Sample: 1993:01 2007:09 Lags: 12 ========================================================== Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability ========================================================== M does not Granger Cause KURS 165 2.25403 0.01225 KURS does not Granger Cause M 0.92624 0.52274
==========================================================
Berdasarkan tampilan Granger Causality diatas, menunjukkan bahwa
adanya hubungan kausalitas satu arah yang signifikan dengan signifikansi yang
disepakati yaitu lebih kecil dari 0.05. Tampak pada contoh di atas terdapat pola
yang menunjukkan penolakan hipotesis nol. Dimana hipotesis nol-nya
menyatakan bahwa impor tidak mempengaruhi kurs. Sehingga penolakan
hipotesis nol tersebut berarti bahwa impor mempunyai pengaruh terhadap kurs.
Kuat atau tidaknya pengaruh tersebut dilihat dari nilai probabilitasnya yang
semakin signifikan (nilai yang paling kecil) yaitu pada nilai 0.00210 di lag 6.
Berdasarkan pengujian, diperoleh hasil sebagai berikut (Tabel 4.4). Pada
Tabel 4.4 dapat dijelaskan bahwa komponen ekspor pada uji granger memiliki
hipotesis nol ekspor tidak mempengaruhi kurs. Hasil yang diperoleh terlihat
bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah dalam hubungan variabel ekspor
dan kurs, dimana ekspor secara signifikan memiliki pengaruh pada pergerakan
kurs dengan nilai probabilitas sebesar 0.00228. Dalam hal ini impor juga secara
signifikan memiliki pengaruh terhadap pergerakan kurs dengan nilai probabilitas
sebesar 0.00210. Hal ini berarti bahwa hipotesis nol impor tidak mempengaruhi
kurs ditolak. Begitu juga komponen foreign currency deposits (FCD), dengan
hipotesis nol FCD tidak mempengaruhi kurs dan ternyata probabilitasnya sebesar
2.2x10-13 menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini berarti tolak H0, dimana
FCD secara signifikan memiliki pengaruh terhadap pergerakan kurs. Pada
komponen forex banks demand deposits in foreign currency (FBDDFC)
menunjukkan probabilitas signifikan sebesar 0, yang berarti bahwa FBDDFC
memiliki pengaruh terhadap pergerakan kurs. Variabel ekspor Indonesia ke
Jepang (XJP) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kurs. Hal ini dapat
ditunjukkan dengan probabilitasnya sebesar 0.00846. Untuk indeks saham Inggris
yaitu FTSE menunjukkan hasil yang signifikan dengan probabilitas sebesar
0.04352.
Tabel 4.3. Hasil Uji Granger Causality No Kandidat Leading Granger Cusality Test
H0 Lag Probabilitas Hasil Artinya
1. Ekspor does not Granger Cause kurs 3 0.00228 Tolak H0 Signifikan
2. Impor does not Granger cause kurs 6 0.00210 Tolak H0 Signifikan
3. FCD does not Granger Cause kurs 6 2.2x10-13 Tolak H0 Signifikan
4. FBDDFC does not Granger Cause
kurs
12 0.00000 Tolak H0 Signifikan
5. XJP does not Granger Cause kurs 12 0.00846 Tolak H0 Signifikan
6. FTSE 100 does not Granger Cause
kurs
1 0.04352 Tolak H0 Signifikan
Sumber; Lampiran 2
4.2.3. Penyusunan Composite Leading Index
Setelah ratusan variabel dikelompokkan ke dalam kandidat CI dan LI,
selanjutnya adalah menyusun composite LI. Beberapa tahapan yang dilakukan
adalah sebagai berikut:
1. Perhitungan Month-on-Month (MoM) Symmetric Percent Change
2. Adjusment MoM
3. Penjumlahan Adjusment MoM (it)
4. Adjustment it
5. Perhitungan Preliminary Leading
(Proses perhitungan dari tahapan tersebut dapat dilihat pada lampiran 3)
Composite LI terbaik diperoleh dengan cara trial-and-error dengan
mengkombinasikan komponen penyusun leading sampai terbentuk gambar akhir
leading terbaik. Setelah melalui proses trial-and- error maka diperoleh kombinasi
LI terbaik dan bobot sebagai berikut (Tabel 4.4) dan secara visual dapat dilihat
pada Gambar 4.2.
Tabel 4.4. Kombinasi Terbaik Penyusun Leading Index Beserta Bobotnya
Komponen LI Bobot (Persen)
Ekspor 24.0
Impor 22.0
Foreign Currency Deposit 30.0
Forex Banks Demand Deposit in Foreign Currency 24.0
Total 100.0
Sumber: Lampiran 2
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 4.2. Pergerakan Leading Index Mendahului Reference Series Nilai Tukar
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa ekspor memberikan
kontribusi sebesar 24 persen pada penyusunan leading index ini, sedangkan impor
memberikan kontribusi sebesar 22 persen, foreign currency deposits sebesar 30
persen dan forex banks demand deposits in foreign currency juga 24 persen.
Kontribusi terbesar diberikan oleh foreign currency deposits dan kontribusi
terkecil oleh komponen impor. Hal ini mengindikasikan bahwa nilai tukar di
Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh simpanan mata uang asing yang ada di
dalam negeri. Dengan kata lain, nilai tukar Rupiah sangat dipengaruhi oleh
banyak atau sedikitnya mata uang asing dalam hal ini USD yang ada di dalam
negeri.
4.2.4. Leading Index Growth Cycle
Berdasarkan hasil leading index pada analisis business cycle yang
diperoleh, menunjukan adanya faktor trend cenderung naik pada periode-periode
akhir. Hal ini diduga karena komponen penyusun leading index yang cenderung
masih memiliki trend naik. Pengaruh trend yang kuat seringkali terjadi pada kasus
negara-negara yang tidak pernah mengalami resesi ekonomi. Oleh karena itu
untuk memperoleh hasil yang lebih baik maka faktor trend harus dihilangkan dari
business cycle, sehingga diperoleh growth cycle index yang merupakan deviasi
business cycle dari long-term trend-nya
Pendugaan pada analisis growth cycle ini dilakukan dengan
mendekomposisikan indeks siklus bisnis (leading dan coincident index) ke dalam
tiga komponen, yaitu faktor trend, cyclical, dan random. Faktor trend diestimasi
dengan menggunakan beberapa metode filtering. Dalam penelitian ini digunakan
metode filter Hodrick Prescott, yang nantinya akan diperoleh faktor trend dan
cyclical-nya. Sedangkan growth cycle index merupakan rasio indeks siklus bisnis
dengan faktor trend-nya. Hasil yang diperoleh setelah melakukan filtering dengan
metode Hodrick Prescott dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Berdasarkan hasil yang diperoleh (lihat Gambar 4.1.) dapat disimpulkan
bahwa leading index yang diperoleh pada analisis business cycle terbukti masih
memiliki faktor trend (semakin naik) yang sangat jelas pada periode akhir. Hal ini
diduga karena komponen penyusun leading index-nya yang masih memiliki faktor
trend yang cenderung naik. Sedangkan nilai tukar memiliki sifat yang stabil (tidak
dipengaruhi faktor trend). Hal ini dapat dibuktikan dari gambar sebelum (Gambar
4.1) dan setelah faktor trend dihilangkan (Gambar 4.2). Tampak bahwa setelah
dihilangkan faktor trend, leading index yang diperoleh lebih baik daripada
sebelumya. Indikatornya baik atau tidaknya leading index yang diperoleh dapat
dilihat berdasarkan kesamaan pergerakan antara leading index dengan reference
series.
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 4.3. Pergerakan Leading Index dan Nilai Tukar Setelah Trend Dihilangkan
4.2.5. Perbandingan Leading Index Business Cycle Analysis dan Leading
Index Growth Cycle
Setelah diperoleh leading index dari hasil analisis siklus bisnis dan leading
index growth cycle dapat dilihat pada Gambar 4.3. Perbandingan dari kedua grafik
dimaksudkan untuk mengetahui apakah leading Index yang dibangun berdasarkan
analisis siklus bisnis mampu memberikan gambaran yang jelas bagi leading index
dengan analisis growth cycle
Pada Gambar 4.3 tampak jelas adanya trend pada leading index dari
analisis siklus bisnis dan faktor trend tersebut sudah tidak tampak lagi pada
leading index dari growth cycle.
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 4.4. Perbandingan Leading Index Business Cycle Analysis dan Growth Cycle
4.3. Peramalan
Berdasarkan data yang digunakan dari Januari 1993 sampai dengan
September 2007 diperoleh peramalan dari Oktober 2007 sampai dengan
Desember 2008. Peramalan tersebut menggunakan model VAR, dimana dapat
dilihat pada Gambar 4.4. Tampak pada gambar bahwa nilai tukar pada periode
peramalan tersebut bergerak naik mengikuti trend, dengan pergerakan yang tidak
terlalu volatile. Sedangkan pertumbuhan kurs sendiri relatif stabil pada kisaran
nilai 1 satuan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.5.
050
100150200250300350400450
Jan-
93
Jan-
94
Jan-
95
Jan-
96
Jan-
97
Jan-
98
Jan-
99
Jan-
00
Jan-
01
Jan-
02
Jan-
03
Jan-
04
Jan-
05
Jan-
06
Jan-
07
Jan-
08
00.20.40.60.811.21.41.61.8
t_li_f li g_li_f
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 4.5. Leading Index Pergerakan Nilai Tukar Januari 1993 sampai Desember 2008
050
100150200250300350400
Dec-05
Mar-06
Jun-0
6
Sep-06
Dec-06
Mar-07
Jun-0
7
Sep-07
Dec-07
Mar-08
Jun-0
8
Sep-08
Dec-08
0.90.920.940.960.9811.021.041.06
t_li_f li g_li_f
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 4.6. Pergerakan Kurs Desmber 2005 sampai Desember 2008
4.4. Implikasi Kebijakan
Terbentuknya leading indicators memberikan kontribusi besar dalam
perekonomian terutama dalam rangka perumusan kebijakan ekonomi. Perumusan
kebijakan tersebut difokuskan pada kebijakan dalam menstabilkan nilai tukar
Rupiah yang menjadi inti dari penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian,
diperoleh beberapa variabel yang merupakan komponen penyusun leading index
sebagai early warning indicators. Komponen-komponen yang terdiri dari ekspor
riil, impor riil, foreign currency deposits dan forex banks demand deposits in
foreign currency dengan bobotnya masing-masing perlu memperoleh perhatian
yang lebih besar dari pemerintah guna mengantisipasi gejolak kurs yang sifatnya
sangat fluktuatif. Namun berdasarkan bobot yang diperoleh, dimana foreign
currency deposits memberikan kontribusi terbesar dalam penyusunan leading
index sehingga untuk mengantisipasi pergerakan kurs yang tidak normal maka
otoritas moneter perlu memberikan perhatian yang besar pada komponen tersebut.
Untuk melihat keterkaitan antara komponen penyusun dengan leading index dapat
ditunjukkan oleh gambar di bawah ini.
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 4.7. Keterkaitan antara Ekspor dan Leading Index
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 4.8. Keterkaitan antara Impor dan Leading Index
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 4.9. Keterkaitan Foreign Currency Deposits dan Leading Index
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 4.10. Keterkaitan Forex Banks Demand Deposits in Foreign Currency dan Leading Index
BAB V
PENYUSUNAN COINCIDENT INDICATORS
5.1. Coincident Indicators
Coincident indicators (CI) adalah indikator siklus bisnis yang
pergerakannya seiring dengan variabel yang menjadi acuan (reference series).
Indikator ini dapat memberikan gambaran tentang situasi ekonomi saat ini
(current economic situation). Sama halnya dengan leading indicators, kandidat CI
diperoleh dengan bantuan peralatan statistik berupa grafik, analisis korelasi silang
(cross correlation), dan uji granger causality. Secara visual, kandidat CI akan
bergerak seiring dengan reference series kurs. Sedangkan berdasarkan analisis
korelasi silang, kandidat CI diperoleh dengan melihat korelasi yang paling tinggi
pada lag di sekitar nol. Kriteria coincident indicators berdasarkan uji granger
causality adalah dengan melihat hubungan kausalitas dua arah yang signifikan
dari variabel-variabel penyusun dengan variabel acuan kurs pada lag di sekitar
nol. Tingkat signifikansi yang disepakati adalah nilai probabilitasnya harus lebih
kecil dari 0,05 (α= 5 persen)
5.2. Penyusunan Coincident Indicators
Setelah data dikumpulkan, diseleksi serta dilakukan proses disagregasi,
maka data selanjutnya akan melalui proses yang sama seperti pada penyusunan
leading indicators, yaitu:
5.2.1. Mengisolir Pengaruh Musim dengan Metode X-12 ARIMA
Berdasarkan kandidat yang telah diperoleh, beberapa variabel sangat
dipengaruhi oleh faktor musim yang bergerak yaitu Idul Fitri dan Tahun Baru
Cina. Dalam analisis siklus bisnis, pengaruh musim harus dihilangkan dari data.
Sehingga tidak menyebabkan misleading dan indeks yang diperoleh tidak volatile.
Beberapa kandidat yang mengalami penyesuaian dari pengaruh musim
dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Variabel yang Melalui Proses X-12 ARIMA
No Kandidat Coincident
1 Foreign Assets
2 Ekspor Indonesia ke Singapura
3 CPI Cina
4 Ekspor Indonesia ke United Kingdom
5 Ekspor Indonesia ke United State
Sumber: Lampiran 3
5.2.2. Pemilihan Kandidat Variabel Coincident
Pemilihan kandidat tersebut diperoleh dari beberapa uji yang dilakukan,
diantaranya adalah dengan melihat pergerakannya secara grafis, uji cross
correlation dengan menggunakan lag 12 dan berdasarkan uji granger causality
dengan menggunakan 4 spesifikasi lag yaitu 1, 3, 6, dan 12. Berdasarkan 3 uji
yang dilakukan, indikator yang diperoleh didasarkan pada seberapa sering
kemunculan (modus) variabel yang digunakan pada proses pengujian tersebut.
1. Uji secara Grafis
Secara visual kandidat coincident seharusnya memiliki pergerakan yang
seiring dengan reference series nilai tukar. Pada penelitian ini, uji secara grafis
juga kurang menggambarkan secara jelas apakah pergerakannya seiring dengan
nilai tukar. Namun ada beberapa variabel yang dapat ditentukan sebagai kandidat
coincident melalui uji grafis seperti berikut:
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 5.1. Pergerakan Foreign Assets Seiring dengan Kurs
2. Uji Korelasi Silang (Cross Correlation)
Selain melalui uji secara grafis, pemilihan kandidat coincident pun
dilakukan melalui uji Cross Correlation. Namun kriteria yang diminta tentu saja
berbeda dengan pemilihan kandidat leading. Kriteria pemilihan kandidat
coincident adalah adanya nilai korelasi yang paling tinggi pada lag di sekitar nol.
Seperti tampilan berikut:
Date: 07/24/08 Time: 06:43 Sample: 1993:01 2007:09 Included observations: 177 Correlations are asymptotically consistent approximations
KURS,FA(-i) KURS,FA(+i) i Lag Lead . |******** | . |******** | 0 0.8073 0.8073 . |******* | . |******* | 1 0.7415 0.7270 . |******* | . |******* | 2 0.6801 0.6717 . |****** | . |******* | 3 0.6402 0.6482 . |****** | . |****** | 4 0.6300 0.6460 . |****** | . |****** | 5 0.6299 0.6441 . |****** | . |****** | 6 0.5886 0.6069 . |***** | . |****** | 7 0.5474 0.5690 . |***** | . |***** | 8 0.5177 0.5410 . |***** | . |***** | 9 0.4695 0.5016 . |**** | . |***** | 10 0.4362 0.4803 . |**** | . |***** | 11 0.4077 0.4654 . |**** | . |***** | 12 0.3801 0.4525
Sehingga berdasarkan uji ini diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 5.2. Hasil Analisis Cross Correlation
No Kandidat Coincident Cross Correlation
Lead/Lag rxy
1 Foreign Assets 0 0.8073
2 Interbank Call Money Rate: 1 Day 1 0.5734
3 Ekspor Indonesia ke Singapura 0 0.8041
4 Indeks Saham Singapura: Strait Times Index (STI) 3 -0.3204
5 CPI Cina 0 0.6065
6 Ekspor Indonesia ke United Kingdom 0 0.8505
7 Indeks Saham Jerman: DAX 1 0.5210
8 Ekspor Indonesia ke United State 0 0.8608
9 Indeks Saham United State (Nasdaq) 0 0,4283
Sumber: Lampiran 2
3. Uji Granger Causality
Berdasarkan uji granger causality, kriteria untuk pemilihan coincident
adalah dengan melihat adanya hubungan signifikan dua arah yang berarti bahwa
variabel penyusun dengan nilai tukar memiliki hubungan kausalitas yang saling
mempengaruhi pada spesifikasi lag yang semakin jauh dan memiliki pola yang
sama di setiap lag. Tingkat signifikansi yang disepakati adalah nilai probabilitas
yang diperoleh lebih kecil dari 0,05 (α=5 persen). Semakin kecil dari 0,05 pada
nilai probabilitasnya maka semakin signifikan dan pengaruhnya semakin kuat.
Pairwise Granger Causality Tests Date: 06/14/08 Time: 21:16 Sample: 1993:01 2007:09 Lags: 1 ========================================================== Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability ========================================================== FA does not Granger Cause KURS 176 0.63111 0.42804 KURS does not Granger Cause FA 6.19769 0.01374 ========================================================== Pairwise Granger Causality Tests Date: 06/14/08 Time: 21:16 Sample: 1993:01 2007:09 Lags: 3 ========================================================== Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability ========================================================== FA does not Granger Cause KURS 174 0.81415 0.48771 KURS does not Granger Cause FA 3.50393 0.01675 ========================================================== Pairwise Granger Causality Tests Date: 06/14/08 Time: 21:16 Sample: 1993:01 2007:09 Lags: 6 ========================================================== Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability ========================================================== FA does not Granger Cause KURS 171 2.63562 0.01833 KURS does not Granger Cause FA 3.10319 0.00670 Pairwise Granger Causality Tests Date: 06/14/08 Time: 21:16 Sample: 1993:01 2007:09 Lags: 12 ========================================================== Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability ========================================================== FA does not Granger Cause KURS 165 1.78475 0.05613
KURS does not Granger Cause FA 1.94819 0.03352 ==========================================================
Pada Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa untuk komponen Foreign Assets (FA)
memiliki hipotesis nol FA tidak mempengaruhi kurs dan kurs tidak
mempengaruhi FA dan probabilitas yang paling signifikan ada di lag 6 sebesar
0.01833 dan 0.00670. Hasil yang diperoleh mengindikasikan adanya hubungan
kausalitas 2 arah di dalam hubungan variabel FA dan kurs. Sama halnya dengan
FA, Interbank Call Money Rate (ICMR) juga mengindikasikan hubungan
kausalitas 2 arah, hal ini dibuktikan dengan nilai probabilitasnya yang lebih kecil
dari 5 persen yaitu sebesar 5.7x10-15 dan 5.3x10-05. Beberapa variabel lain yang
memiliki hubungan kausalitas 2 arah yang signifikan yaitu ekspor Indonesia ke
Singapura, ekspor Indonesia ke Inggris (UK), dan ekspor Indonesia ke Amerika
(USA). Variabel tersebut memiliki nilai probabilitas yang lebih kecil dari alpha 5
persen (lihat Tabel 4.9). Sedangkan variabel lain mengindikasikan hubungan 1
arah bahkan ada beberapa variabel yang tidak signifikan sama sekali diantarnya
indeks saham Jerman DAX dan indeks saham Amerika (Nasdaq). Beberapa
variabel yang tidak memiliki hubungan kausalitas granger sama sekali (tidak
signifikan) tersebut tetap dimasukkan karena memiliki korelasi yang cukup tinggi.
Kondisi ini disesuaikan dengan kondisi empiris pada penelitian dimana penentuan
kandidat baik LI maupun CI diperoleh berdasarkan banyaknya kemunculan
(modus) variabel-variabel tersebut pada tiga pengujian yang dilakukan (grafis, uji
korelasi silang/ cross correlation, dan uji granger causality).
Tabel 5.3. Hasil Uji Granger Causality No Kandidat Coincident Granger Cusality Test
H0 Lag Probabilitas Hasil Artinya
1. FA does not Granger Cause kurs
Kurs does not Granger Cause FA
6 0.01833
0.00670
Tolak H0 Signifikan
dua arah
2. ICMR does not Granger Cause kurs
Kurs does not Granger Cause ICMR
6 5.7x10-15
5.3x10-05
Tolak H0 Signifikan
dua arah
3. XSG does not Granger Cause kurs
Kurs does not Granger Cause XSG
6 0.04081
2.9x10-10
Tolak H0 Signifikan
dua arah
4. SGX does not Granger Cause kurs
Kurs does not Granger Cause SGX
12 0.64322
0.01862
Tolak H0 Signifikan
satu arah
5. CCN does not Granger Cause kurs
Kurs does not Granger Cause CCN
1 0.02047
0.83671
Tolak H0 Signifikan
satu arah
6. XUK does not Granger Cause kurs
Kurs does not Granger Cause XUK
12 0.00050
8.3x10-05
Tolak H0 Signifikan
dua arah
7. DAX does not Granger Cause kurs
Kurs does not Granger Cause DAX
1 0.07663
0.37469
Terima H0 Tidak
signifikan
8. XUS does not Granger Cause kurs
Kurs does not Granger Cause XUS
12 0.00259
0.00010
Tolak H0 Signifikan
dua arah
9. NSDQ does not Granger Cause kurs
Kurs does not Granger Cause NSDQ
1 0.10195
0.97620
Terima H0 Tidak
signifikan
Sumber: Lampiran 2
5.2.3. Penyusunan Composite Coincident Index
Sama halnya dengan penyusunan composite leading index, indeks
coincident ini pun melalui beberapa tahapan seperti berikut:
1. Perhitungan Month-on-Month (MoM) Symmetric Percent Change,
2. Adjusment MoM
3. Penjumlahan Adjusment MoM (it)
4. Adjustment it
5. Perhitungan Preliminary Coincident index
(Rumus perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 2)
Sedangkan untuk indeks akhir diperoleh dari kombinasi terbaik komponen
penyusun nilai tukar, dengan proses yang sama yaitu trial-and-error sampai
akhirnya ditemukan indeks yang menghasilkan gambar terbaik. Composite
coincident terbaik diukur berdasarkan kesamaan pergerakannya dengan nilai tukar
sebagai reference series-nya. Berdasarkan kriteria yang dinyatakan sebelumnya,
maka diperoleh kombinasi terbaik dari komponen penyusun coincident yang dapat
dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4 Kombinasi Terbaik Komponen Penyusun Coincident Index
Komponen CI Bobot (Persen) Foreign Assets 20.66 Interbank Call Money Rate 1 Day 27.68 Indeks Saham DAX Jerman 27.34 Indeks Saham US Nasdaq 24.32 Total 100.00
Sumber: Lampiran 2
Berdasarkan hasil pada Tabel 5.4. dapat dilihat secara visual sebagai berikut:
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 5.2. Pergerakan Coincident Index seiring dengan Reference Series Kurs
5.2.4. Coincident Index Growth Cycle
Pada Gambar 5.1. tampak jelas bahwa di periode akhir grafik coincident
index bergerak naik. Hal ini diduga karena adanya faktor trend pada komponen CI
yang cenderung naik. Oleh karena itu, untuk menghilangkan faktor trend tersebut
indeks coincident pada analisis business cycle dibagi dengan faktor trend-nya
sehingga diperoleh growth cycle index, yang merupakan deviasi business cycle
pada jangka panjang. Hasil yang diperoleh telah membuktikan dugaan sementara
berupa adanya trend yang semakin naik pada gambar coincident index hasil
analisis siklus bisnis tersebut. Sedangkan setelah menggunakan growth cycle
hasilnya menjadi lebih baik dibandingkan dengan analisis sebelumya. Indikator
baik atau tidak didasarkan atas kesamaan gambar leading index dan reference
series-nya. Hasil yang diberikan ditunjukkan oleh Gambar 4.5.
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 5.3. Pergerakan Coincident Index dan Kurs Setelah Faktor Trend Dihilangkan
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 5.4. Pergerakan Coincident Index dan Leading Index Gowth Cycle
5.3. Peramalan
Berdasarkan data yang digunakan dari Januari 1993 sampai dengan
September 2007 diperoleh peramalan terhadap coincident index dari Oktober
2007 sampai dengan Desember 2008. Peramalan tersebut menggunakan model
VAR, dimana dapat dilihat pada Gambar 4.4. Tampak pada gambar bahwa nilai
tukar pada periode peramalan tersebut bergerak naik mengikuti trend, dengan
pergerakan yang tidak terlalu volatile. Sedangkan pertumbuhan kurs sendiri relatif
stabil pada kisaran nilai 1 satuan. Untuk lebih jelasnya lihat Gambar 5.4
0
100
200
300
400
500
600
Jan-
93
Jan-
94
Jan-
95
Jan-
96
Jan-
97
Jan-
98
Jan-
99
Jan-
00
Jan-
01
Jan-
02
Jan-
03
Jan-
04
Jan-
05
Jan-
06
Jan-
07
Jan-
08
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
t_ci_f ci g_ci_f
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 5.5. Coincident Index Pergerakan Kurs Januari 1993 sampai Desember 2008
0
100
200
300
400
500
600
Jan-
93
Jan-
94
Jan-
95
Jan-
96
Jan-
97
Jan-
98
Jan-
99
Jan-
00
Jan-
01
Jan-
02
Jan-
03
Jan-
04
Jan-
05
Jan-
06
Jan-
07
Jan-
08
li ci
Sumber: CEIC (2008), diolah
Gambar 5.6. Pergerakan Leading dan Coincident Index Periode Januari 1993 sampai Desember 2008
5.4. Implikasi Kebijakan
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh komponen penyusun coincident
index yaitu foreign assets, interbank call money rate 1 day, indeks saham Jerman
DAX, dan indeks saham Amerika Nasdaq. Oleh karena itu, dalam merumuskan
kebijakan untuk menstabilkan rupiah pemerintah dalam hal ini otoritas moneter
perlu concern terhadap keempat variabel tersebut. Namun dari keempat
komponen tersebut, berdasarkan bobotnya yang paling besar adalah interbank call
money rate 1 day dalam penyusunan coincident index sehingga untuk mengetahui
kondisi kurs saat ini maka pemerintah perlu memberikan perhatian yang ekstra
dan mempertimbangkan setiap kebijakannya mengacu pada komponen-komponen
penyusun coincident. Untuk kurs sendiri keberadaan indeks coincident bukan
suatu hal yang utama. Hal ini disebabkan karena kondisi kurs saat ini (current
economic situation) dapat diketahui setiap saat.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh enam kandidat
yang menjadi leading indicators dan sembilan kandidat coincident indicators
pada pergerakan nilai tukar. Setelah melalui proses trial and error untuk
memperoleh hasil terbaik berupa kesamaan pergerakan antara indeks yang
diperoleh dengan kurs diperoleh hanya sebanyak empat komponen yang
memberikan hasil terbaik sebagai penyusun leading dan coincident index.
Komponen penyusun leading yang dianggap tebaik adalah ekspor riil (24.0
persen), impor riil (22.0 persen), foreign currency deposits (30.0 persen), dan
forex banks demand deposits in foreign currency (24.0 persen). Sedangkan
komponen penyusun coincident index terbaik adalah foreign assets (20,66
persen), interbank call money rate 1 day (27.68 persen), indeks saham Jerman
DAX (27.34 persen), dan indeks saham Amerika Nasdaq (24.32 persen).
Peramalan yang dilakukan pada leading dan coincident index dari Oktober
2007 sampai Desember 2008 menunjukkan bahwa kedua indeks tersebut bergerak
naik mengikuti trend-nya. Sedangkan growth kedua indeks sendiri bergerak relatif
stabil pada kisaran satu satuan. Hal ini mengindikasikan bahwa kurs sampai
dengan Desember 2008 akan melemah namun fluktuasinya tidak terlalu besar
sehingga pertumbuhannya dapat dikatakan relatif stabil.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pergerakan kurs di Indonesia
masih dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti indeks sahan DAX Jerman dan
Nasdaq Amerika serta sangat dipengaruhi oleh simpanan mata uang asing di
dalam negeri. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara dengan
perekonomian terbuka kecil dimana setiap goncangan yang terjadi pada
perekonomian dunia akan memberikan pengaruh besar terhadap perekonomian
Indonesia.
6.2. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperlukan kebijakan
moneter dalam rangka menjaga kestabilan nilai tukar rupiah:
1. Bank Indonesia selaku otoritas moneter diharapkan menetapkan kebijakan
yang efektif dalam rangka mengantisipasi goncangan kurs baik internal
maupun eksternal, sehingga kestabilan nilai tukar rupiah tetap terjaga. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara memberikan perhatian yang lebih pada
komponen-komponen penyusun leading maupun coincident index.
2. Penggunaan metode X-12 ARIMA yang digunakan pada penelitian EWS
untuk selanjutnya diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih signifikan.
3. Untuk melengkapi penelitian ini, diperlukan penentuan turning point (untuk
menetapkan waktu dimana CI dan LI mengalami pembalikan dari fase
ekspansi ke kontraksi) dan perhitungan diffusion index (menggambarkan
proporsi komponen CI dan LI yang mengalami kenaikan).
4. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan reference series yang
berbeda, menambah variabel penyusun reference series dan
memperpanjang periode series data yang digunakan agar diperoleh indeks
peramalan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, E. S. 2004. “Constructing Early Warning System of Currency Crises for Indonesia: Leading Indicator Approach”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan.
Arsana, I. G. P. 2005. VAR (Vector Auto Regressive): Lab Komputasi,
Universitas Indonesia. Batiz, F. R. and L. R. Batiz. 1985. International Finance and Open Economy
Macroeconomy. Macmilan Publishing co. New York. Brischetto, A. and G. Voss. 2000. “Forecasting Australian Economic Activity
Using Leading Indicators”. Research Discussion Paper. (Economic Research Department Reserve Bank of Australia)
CEIC Data Manager. 2008. Asian Data. Danih, U. 2006. Sistem Deteksi Dini Krisis Nilai Tukar dan Krisis Perbankan di
Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Firdaus, M. 2006. Analisis Deret Waktu Satu Ragam (ARIMA, SARIMA, ARCH-
GARCH). IPB Press, Bogor. Kibritcioglu, B., B. Kose and G. Ugur.1999. A Leading Indicators Approach to
The Predictability of Currency Crisis: The Case of Turkey. (General Directorate of Economic Research, Ankara, Turkey).
Krugman, P. dan M. Obsfelt. 1994. Ekonomi Internasional Teori dan Kebijakan.
Munandar dan Basri [Penerjemah]. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Leigh, D. and M. Rossi. 2002. “Leading Indicators of Growth and Inflation in
Turkey”, IMF Working Paper, No. 02/231. Mankiw, G. 2003. Teori Makroekonomi (Macroeconomics). Edisi kelima.
Erlangga, Jakarta. McGuckin, R. H, A. Ozyildirim, V. Zarnowitz. 2001.”The Composite Index of
Leading Economic Indicators: How To Make It More Timely”. NBER Working Paper Series Vol 8430.
Mishkin, F. 1998. The Economics of Money, Banking, and Financial Market.
Fifth editon. Columbia University, Addison-Wesley.
Mongardini, J. and T. Saadi-Sedik. 2003.”Estimating Indexes of Coincident and Leading Indicators: An Aplication to Jordan”. IMF Working Paper, WP/03/170.
Nasution, D. 2007. Materi Presentasi InterCAFE. Bogor. Ramakrishnan, U. and A. Vamvakidis. 2002.”Forecasting Inflation in Indonesia”.
IMF Working Paper, WP/02/111. Pasaribu, S. H., D. Hartono, dan T. Irawan. 2005. Pedoman Penulisan Skripsi.
Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB. Sadewa, P. Y. 2007. “Mengendalikan Resiko Nilai Tukar”. [Kompas online]
danareksa.com [22 Oktober 2007] Salvatore. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi kelima. Jilid 1. Haris Munandar
[Penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Setiana, M. 2006. Analisis Leading Indicator Untuk Business Cycle Indonesia
[Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Simorangkir, I. dan Suseno. 2004. Seri Kebanksentralan: Sistem Kebijakan dan
Nilai Tukar. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia, Jakarta.
The Conference Board. 2000. Business Cycle Indicators Handbook. Victor,S. 2002. A System of Leading Indicators for Russia. 28th CIRET
Conference. Taipei. Winarno, W. W. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. UPP
STIM YKPN, Yogyakarta. www.imfstatistics.org Zhang, W. and J. Zhuang. 2002. “Leading Indicators of Business Cycle in
Malaysia and the Philippines”. ERD Working Paper No. 32.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Variabel yang digunakan dalam penelitian No Variabel Sumber 1. Kurs IFS 2. Gross Domestic Product (GDP) 2000p CEIC 4. Consumer Price Index (CPI) 2000p CEIC 5. Wholesaler Price Index (WPI) CEIC 6. Industrial Production Index (IPI) CEIC 7. Trade balance CEIC 8. Ekspor CEIC 9. Impor CEIC 10. Indeks Harga Saham Gabungan CEIC 11. Jakarta Stock Exchange (JSX) Market Capitalization CEIC 12. M1 CEIC 13. M2 CEIC 14. Money Supply M2: Net Foreign Assets CEIC 15. Money Supply M2: Claims on Official & State Entities CEIC 16. Money Supply M2: Claims on Private Entities CEIC 17. Quasi money CEIC 18. Monetary Survey: Quasi Money: Foreign Currency Deposits CEIC 19. Monetary Survey: Quasi Money: Time & Saving Deposits CEIC 20. Commercial Banks Deposits CEIC 21. Time Deposit Rate: Commercial Banks: 1 Month CEIC 22. Time Deposit Rate: Commercial Banks: 3 Months CEIC 23. Time Deposit Rate: Commercial Banks: 6 Months CEIC 24. Time Deposit Rate: Commercial Banks: 12 Months CEIC 25. Time Deposit Rate: Commercial Banks: 24 Months CEIC 26. Time Deposit Rate: State Banks: 1 Month CEIC 27. Time Deposit Rate: State Banks: 3 Months CEIC 28. Time Deposit Rate: State Banks: 6 Months CEIC 29. Time Deposit Rate: State Banks: 12 Months CEIC 30. Time Deposit Rate: State Banks: 24 Months CEIC 31. Time Deposit Rate: Regional Govt Banks: 1 Month CEIC 32. Time Deposit Rate: Regional Govt Banks: 3 Months CEIC 33. Time Deposit Rate: Regional Govt Banks: 6 Months CEIC 34. Time Deposit Rate: Regional Govt Banks: 12 Months CEIC 35. Time Deposit Rate: Regional Govt Banks: 24 Months CEIC 36. Time Deposit Rate: Private National Banks: 1 Month CEIC 37. Time Deposit Rate: Private National Banks: 3 Months CEIC 38. Time Deposit Rate: Private National Banks: 6 Months CEIC 39. Time Deposit Rate: Private National Banks: 12 Months CEIC 41 Time Deposit Rate: Foreign & Joint Venture Banks: 1 M CEIC 42 Time Deposit Rate: Foreign & Joint Venture Banks: 3 M CEIC 43 Time Deposit Rate: Foreign & Joint Venture Banks: 6 M CEIC 44 Time Deposit Rate: Foreign & Joint Venture Banks: 12 M CEIC 45 Time Deposit Rate: Foreign & Joint Venture Banks: 24 M CEIC 46 Commercial Banks: Total Assets or Liabilities CEIC 47 Commercial Banks: Reserve: Total CEIC 48 MA: Total Assets or Liabilities CEIC 49 MA: Foreign Assets CEIC 50 MA: Claims on Public Sector: Central Government CEIC 51 MA: Reserve Money: Total CEIC
52 MA: Reserve Money: Currency in Circulation (CC) CEIC 53 MA: Reserve Money: CC: Currency CEIC 54 MA: Reserve Money: CC: Cash in Vault held by DMBs CEIC 55 MA: Reserve Money: DMBs Demand Deposits CEIC 56 MA: Reserve Money: Private Sector Demand Deposits CEIC 57 MA: Forex Banks Demand Deposits in Foreign Currency CEIC 58 MA: Foreign Liabilities CEIC 59 MA: Capital Accounts CEIC 60 Monetary Survey: Net Foreign Assets CEIC 61 Monetary Survey: Net Domestic Assets CEIC 62 Monetary Survey: Money: Currency in Circulation CEIC 63 Monetary Survey: Money: Demand Deposits CEIC 64 SBI 1 bulan CEIC 65 Interbank Call Money Rate: 1 Day CEIC 66 Visitors Arrivals: Seven Main Gates CEIC 67 Visitors Arrivals: Four Main Gates: Total CEIC 68 Investment Application Approved: Domestic CEIC 69 Investment Application Approved: Foreign CEIC 70 GDP Singapura CEIC 71 CPI Singapura CEIC 72 Ekspor Indonesia ke Singapura CEIC 73 Impor dari Singapura ke Indonesia CEIC 74 Suku Bunga Singapura CEIC 75 Indeks Saham Singapura: Strait Times Index (STI) CEIC 76 GDP Cina CEIC 77 CPI Cina CEIC 78 Ekspor Indonesia ke Cina CEIC 79 Impor dari Cina ke Indonesia CEIC 80 Suku Bunga Cina CEIC 81 Indeks Saham Cina (SSE) CEIC 82 GDP Jepang CEIC 83 CPI Jepang CEIC 84 Ekspor Indonesia ke Jepang CEIC 85 Impor dari Jepang ke Indonesia CEIC 86 GDP United Kingdom CEIC 87 CPI United Kingdom CEIC 88 Ekspor Indonesia ke United Kingdom CEIC 89 Impor dari United Kingdom ke Indonesia CEIC 90 Suku Bunga United Kingdom CEIC 91 Indeks Saham United Kingdom (FTSE 100) CEIC 92 GDP Jerman CEIC 93 CPI Jerman CEIC 94 Ekspor Indonesia ke Jerman CEIC 95 Impor dari Jerman ke Indonesia CEIC 96 Indeks Saham Jerman (DAX) CEIC 97 GDP United State CEIC 98 CPI United State CEIC 99 Ekspor Indonesia ke United State CEIC 100 Impor dari United State ke Indonesia CEIC 101 Federal Fund Rate CEIC 102 Indeks Saham US (Nasdaq) CEIC
Lampiran 2. Tahapan Penelitian dan Tampilan Pengolahan Data
1. Menentukan variabel yang menjadi acuan (reference series).
• Reference series adalah variabel yang dapat menggambarkan
perekonomian secara agregat, seperti PDB, indeks produksi industri,
nilai tukar, inflasi, dan lain-lain.
• Penelitian ini menggunakan nilai tukar sebagai reference series.
2. Mengumpulkan data sekunder dari berbagai sumber.
• Biasanya mencapai ratusan variabel yang diperkirakan dapat menjadi
komponen leading, coincident, dan lagging indicators.
• Adapun sumber data sekunder tentang makroekonomi yang umum
antara lain BPS, BI, Asosiasi, BUMN, Departemen, Data provider
seperti CEIC, Bloomberg, Reuters, kantor Pemda dan lain-lain.
• Data yang dikumpulkan harus sepanjang mungkin (jika data tersedia,
gunakan dari tahun 1970-an) dengan frekuensi tinggi (bulanan).
• Sebanyak 102 variabel telah dikumpulkan pada penelitian ini.
3. Disagregasi data
• Data dengan frekuensi observasi tahunan dan kuartalan/ triwulanan
(biasanya data historis yang sudah lama) terlebih dahulu di-
disagregasikan menggunakan metode Chow-Lin, Qubic Splines atau
dapat pula dengan menggunakan metode interpolasi lainnya.
• Hal ini dilakukan apabila data yang tersedia memiliki frekuensi
observasi tahunan atau kuartalan untuk disesuaikan menjadi data
bulanan. Misalnya: PDB triwulanan.
4. Mengisolir pengaruh musim yang bergerak di Indonesia seperti Idul
Fitri dan Tahun Baru Cina
• Menggunakan metode X-12 ARIMA dari US Census Bureau untuk
mengadjust faktor musim dari seluruh series data yang dikumpulkan.
• Penggunaan X-12 juga memungkinkan untuk mengadjust data dari
pengaruh trading-day.
• Metode X-12 ARIMA ini dilakukan dengan proses trial dan error
sampai menemukan hasil yang signifikan.
Sebagian Tampilan X-12 ARIMA Regression Model ------------------------------------------------------------------ Parameter Standard Variable Estimate Error t-value ------------------------------------------------------------------ Trading Day Mon -0.0019 0.00566 -0.34 Tue 0.0037 0.00573 0.65 Wed -0.0025 0.00577 -0.42 Thu 0.0123 0.00541 2.28 Fri -0.0174 0.00565 -3.08 Sat 0.0099 0.00557 1.77 *Sun (derived) -0.0041 0.00537 -0.77 User-defined BeforeCNY -0.0096 0.01821 -2.53 BetweenCNY -0.0077 0.02300 -3.33 AfterCNY 0.0590 0.01952 3.02 BeforeIdulFitri -0.0221 0.02286 -4.97 BetweenIdulFitri 0.0744 0.03098 2.40 AfterIdulFitri -0.0838 0.02101 -3.99 Automatically Identified Outliers AO1995.Dec 0.1481 0.03225 4.59 LS1998.Jan 0.9258 0.04782 19.36 LS1998.Apr -0.2788 0.04396 -6.34 LS1998.Aug -0.2335 0.04380 -5.33 LS1999.Jan -0.5669 0.04645 -12.20 LS1999.Mar 0.1902 0.04389 4.33 AO1999.Jun -0.1555 0.03182 -4.89 LS2001.Sep -0.1892 0.04401 -4.30 LS2002.Jan -0.2048 0.04638 -4.41 ------------------------------------------------------------------ *For full trading-day and stable seasonal effects, the derived parameter estimate is obtained indirectly as minus the sum of the directly estimated parameters that define the effect. Chi-squared Tests for Groups of Regressors ------------------------------------------------------------------ Regression Effect df Chi-Square P-Value ------------------------------------------------------------------ Trading Day 6 12.39 0.03 User-defined 6 33.96 0.00 ------------------------------------------------------------------
ARIMA Model: (0 1 0)(1 1 0)12 Nonseasonal differences: 1 Seasonal differences: 1 Standard Parameter Estimate Errors ----------------------------------------------------- Seasonal AR Lag 12 -0.5052 0.06732 Variance 0.2726 1E-02 ----------------------------------------------------- Likelihood Statistics ------------------------------------------------------------------ Effective number of observations (nefobs) 164 Number of parameters estimated (np) 23 Log likelihood 249.7255 Transformation Adjustment -953.0761 Adjusted Log likelihood (L) -703.3506 AIC 1452.7013 AICC (F-corrected-AIC) 1460.5870 Hannan Quinn 1481.6451 BIC 1523.9982 ------------------------------------------------------------------ DIAGNOSTIC CHECKING Sample Autocorrelations of the Residuals -1.0 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 +----+----+----+----+----+----+----+----+----+----+ 1 .XXX| . -0.109 2 . XX| . -0.065 3 .XXX| . -0.102 4 . | . 0.012 5 . |XX . 0.090 6 . |XXX. 0.114 7 . |XX . 0.075 8 . XX| . -0.065 9 . X| . -0.047 10 .XXX| . -0.104 11 . |XX . 0.080 12 - - - - - - - - - . X| . - - - - - - - - -0.034 13 XXXX| . -0.179 14 . |XX . 0.084 15 . |X . 0.029 16 . | . -0.014 17 .XXX| . -0.103
18 XXXX| . -0.141 19 . | . 0.002 20 . |XX . 0.067 21 . | . 0.006 22 . |X . 0.022 23 .XXX| . -0.101 24 - - - - - - - - - . XX| . - - - - - - - - -0.074 25 . |X . 0.030 26 . |XX . 0.082 27 . |XX . 0.096 28 . XXX| . -0.102 29 . |X . 0.027 30 . |X . 0.055 31 . |XX . 0.073 32 . | . -0.002 33 . |XX . 0.089 34 . |X . 0.051 35 . X| . -0.033 36 - - - - - - - - - . | . - - - - - - - - 0.003 Sample Autocorrelations of the Squared Residuals -1.0 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 +----+----+----+----+----+----+----+----+----+----+ 1 . X| . -0.023 2 . |XX . 0.068 3 . X| . -0.043 4 .XXX| . -0.109 5 . XX| . -0.076 6 . XX| . -0.080 7 . | . -0.017 8 . X| . -0.055 9 . | . 0.004 10 . |XXX. 0.102 11 . X| . -0.037
12 - - - - - - - - - . | . - - - - - - - - 0.014
• Tingkat signifikansi pada proses X-12 ARIMA dapat dilihat dari:
a. Regresion models, mutlak dari nilai user defined lebih besar dari
1,96.
b. Pada Chi-Squared-nya, nilai P-Value trading day dan user defined lebih
kecil dari 5 persen (0,05).
c. Diagnostic checking, dikatakan signifikan jika berada di dalam garis
Bartlet.
5. Pemilihan kandidat variabel coincident dan leading indicator
• Uji secara grafis
Kandidat coincident indicator secara visual bergerak seiring dengan
reference series.
Kandidat leading indicator secara visual bergerak mendahului reference
series.
• Uji korelasi silang (cross correlation)
Kriteria kandidat coincident indicator adalah adanya korelasi yang cukup
tinggi pada lag di sekitar nol.
KRITERIA KANDIDAT COINCIDENT
Cross Correlogram of KURS and FA
Date: 05/28/08 Time: 08:07 Sample: 1993:01 2007:12 Included observations: 177 Correlations are asymptotically consistent approximations ================================================== KURS,FA(-i) KURS,FA(+i) i lag lead ================================================== . |******** | . |******** | 0 0.8073 0.8073 . |******* | . |******* | 1 0.7415 0.7270 . |******* | . |******* | 2 0.6801 0.6717 . |****** | . |******* | 3 0.6402 0.6482 . |****** | . |****** | 4 0.6300 0.6460 . |****** | . |****** | 5 0.6299 0.6441 . |****** | . |****** | 6 0.5886 0.6069 . |***** | . |****** | 7 0.5474 0.5690 . |***** | . |***** | 8 0.5177 0.5410 . |***** | . |***** | 9 0.4695 0.5016 . |**** | . |***** | 10 0.4362 0.4803 . |**** | . |***** | 11 0.4077 0.4654 . |**** | . |***** | 12 0.3801 0.4525
Kriteria kandidat leading indicatora adalah adanya korelasi yang cukup tinggi
pada lag yang cukup jauh KRITERIA KANDIDAT LEADING Cross Correlogram of KURS and FBDDFC Date: 05/28/08 Time: 08:07 Sample: 1993:01 2007:12 Included observations: 177 Correlations are asymptotically consistent approximations ================================================== KURS,FBDDFC(-i) KURS,FBDDFC(+i) i lag lead ================================================== . |***** | . |***** | 0 0.5308 0.5308 . |***** | . |**** | 1 0.5485 0.4332 . |***** | . |**** | 2 0.5333 0.3838 . |****** | . |**** | 3 0.5767 0.3644 . |******* | . |**** | 4 0.6642 0.3554 . |******* | . |*** | 5 0.7363 0.3518 . |******** | . |*** | 6 0.7734 0.3243 . |******** | . |*** | 7 0.7738 0.3057 . |******** | . |*** | 8 0.8134 0.2906 . |******** | . |*** | 9 0.8386 0.2544 . |******** | . |** | 10 0.7871 0.2353 . |******** | . |** | 11 0.7542 0.2178 . |******* | . |** | 12 0.7202 0.1893
• Uji granger causality
Kriteria kandidat coincident adalah adanya hubungan kausalitas dua arah
dengan lag di sekitar nol.
Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/28/08 Time: 05:26 Sample: 1993:01 2007:12 Lags: 1 ================================================== Null Hypothesis: Obs F-StatisticProbability ================================================== ICMR does not Granger Cause KURS 176 1.81031 0.18023 KURS does not Granger Cause ICMR 5.00773 0.02651 ================================================== Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/28/08 Time: 05:26 Sample: 1993:01 2007:12 Lags: 3 ================================================== Null Hypothesis: Obs F-StatisticProbability ================================================== ICMR does not Granger Cause KURS 174 0.99645 0.39600 KURS does not Granger Cause ICMR 3.62139 0.01438
================================================== Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/28/08 Time: 05:26 Sample: 1993:01 2007:12 Lags: 6 ================================================== Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability ================================================== ICMR does not Granger Cause KURS 171 16.8270 5.7E-15 KURS does not Granger Cause ICMR 5.29599 5.3E-05 ================================================== Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/28/08 Time: 05:26 Sample: 1993:01 2007:12 Lags: 12 ================================================== Null Hypothesis: Obs F-StatisticProbability ================================================== ICMR does not Granger Cause KURS 165 10.0223 5.6E-14 KURS does not Granger Cause ICMR 4.27490 9.5E-06 ==================================================
Kriteria kandidat leading adalah terdapat hubungan kausalitas satu arah pada lag
yang cukup jauh.
Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/28/08 Time: 05:20 Sample: 1993:01 2007:12 Lags: 1 ============================================================ Null Hypothesis: Obs F-StatisticProbability ============================================================ M does not Granger Cause KURS 176 0.22985 0.63224 KURS does not Granger Cause M 0.01370 0.90697 ============================================================ Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/28/08 Time: 05:20 Sample: 1993:01 2007:12 Lags: 3 ============================================================ Null Hypothesis: Obs F-StatisticProbability ============================================================ M does not Granger Cause KURS 174 4.02921 0.00847 KURS does not Granger Cause M 1.88446 0.13414 ============================================================ Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/28/08 Time: 05:20 Sample: 1993:01 2007:12 Lags: 6 ============================================================ Null Hypothesis: Obs F-StatisticProbability ============================================================ M does not Granger Cause KURS 171 3.63208 0.00210 KURS does not Granger Cause M 1.49925 0.18169 ============================================================
Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/28/08 Time: 05:20 Sample: 1993:01 2007:12 Lags: 12 ============================================================ Null Hypothesis: Obs F-StatisticProbability ============================================================ M does not Granger Cause KURS 165 2.25403 0.01225 KURS does not Granger Cause M 0.92624 0.52274
6. Penyusunan Composite CI dan LI
Prosedur penyusunan CI dan LI:
a. Hitung month-on-month (MoM) symmetric percent change untuk
setiap variabel atau komponen dengan formula:
xt = 200*(Xt – Xt-1)/( Xt + Xt-1)
dimana:
Xt adalah nilai observasi untuk komponen X pada waktu t.
Jika satuan pengukuran untuk komponen X berupa persentase (seperti
suku bunga), maka month-on-month change dihitung dengan formula:
xt = (Xt – Xt-1)
b. Lakukan adjustment terhadap MoM change dari setiap komponen. Hal
ini dimaksudkan untuk menyamakan volatilitas MoM change dari
semua komponen. Adjustment tersebut dilakukan dengan prosedur
sebagai berikut:
• Hitung standard deviation dari MoM change setiap komponen
(misalkan = σx).
• Hitung inverse dari σx (misalkan = wx = 1/σx).
• Jumlahkan semua wx (misalkan = k).
• Hitung faktor standarisasi (weight) untuk setiap komponen
dengan formula:
rx = (1/k)*wx
Adjustment terhadap MoM change dari setiap komponen
dihitung dengan formula: mt = rx*xt
c. Jumlahkan MoM change yang telah di-adjust (langkah 2); misalkan
= it
d. Lakukan adjustment terhadap it untuk menyamakan volatilitas
dengan reference series;
• untuk CEI, menggunakan reference series GDP
• untuk LEI menggunakan reference series CEI
e. Hitung angka preliminary leading dan coincident index dengan
menetapkan nilai indeks awal sama dengan 100. Nilai indeks
berikutnya dihitung dengan menggunakan formula:
It = It-1*(200 + it)/ (200 – it)
Kombinasi variabel yang menghasilkan composite CI dan LI “terbaik” diperoleh
dengan cara trial-and-error. Ukuran kebaikan CI didasarkan pada kesamaan
pergerakannya dengan PDB (reference series), sementara untuk LI didasarkan
pada kemampuannya memprediksi pergerakan CI.
Lampiran 3. Variabel yang Memiliki Faktor Musiman Bergerak
Lampiran 4. Peramalan dengan Model VAR
1. Uji Stasioneritas
Leading Index Growth Cycle Null Hypothesis: LI_G has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 6 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.834314 0.0032 Test critical values: 1% level -3.468980
5% level -2.878413 10% level -2.575844
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LI_G) Method: Least Squares Date: 07/08/08 Time: 02:53 Sample(adjusted): 1993:08 2007:09 Included observations: 170 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LI_G(-1) -0.231670 0.060420 -3.834314 0.0002
D(LI_G(-1)) -0.132200 0.085341 -1.549078 0.1233 D(LI_G(-2)) -0.121718 0.085514 -1.423372 0.1566 D(LI_G(-3)) -0.064932 0.085074 -0.763242 0.4464 D(LI_G(-4)) 0.070968 0.082107 0.864331 0.3887 D(LI_G(-5)) 0.320631 0.077523 4.135969 0.0001 D(LI_G(-6)) 0.219763 0.076398 2.876563 0.0046
C 0.231031 0.060411 3.824302 0.0002 R-squared 0.287956 Mean dependent var -7.33E-05 Adjusted R-squared 0.257189 S.D. dependent var 0.065651 S.E. of regression 0.056582 Akaike info criterion -2.860332 Sum squared resid 0.518649 Schwarz criterion -2.712765 Log likelihood 251.1282 F-statistic 9.359165 Durbin-Watson stat 2.007174 Prob(F-statistic) 0.000000
Ekspor Null Hypothesis: EKS_G has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.835761 0.0001 Test critical values: 1% level -3.467633
5% level -2.877823 10% level -2.575530
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(EKS_G) Method: Least Squares Date: 07/08/08 Time: 02:49
Sample(adjusted): 1993:02 2007:09 Included observations: 176 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EKS_G(-1) -0.235740 0.048749 -4.835761 0.0000
C 0.234079 0.049255 4.752387 0.0000 R-squared 0.118472 Mean dependent var -0.000971 Adjusted R-squared 0.113406 S.D. dependent var 0.112226 S.E. of regression 0.105671 Akaike info criterion -1.645670 Sum squared resid 1.942954 Schwarz criterion -1.609642 Log likelihood 146.8190 F-statistic 23.38458 Durbin-Watson stat 1.946663 Prob(F-statistic) 0.000003
Impor Null Hypothesis: IM_G has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.902793 0.0001 Test critical values: 1% level -3.467633
5% level -2.877823 10% level -2.575530
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(IM_G) Method: Least Squares Date: 07/08/08 Time: 02:53 Sample(adjusted): 1993:02 2007:09 Included observations: 176 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. IM_G(-1) -0.242441 0.049450 -4.902793 0.0000
C 0.241593 0.050009 4.831009 0.0000 R-squared 0.121378 Mean dependent var -0.000193 Adjusted R-squared 0.116328 S.D. dependent var 0.117068 S.E. of regression 0.110048 Akaike info criterion -1.564500 Sum squared resid 2.107242 Schwarz criterion -1.528471 Log likelihood 139.6760 F-statistic 24.03737 Durbin-Watson stat 2.074613 Prob(F-statistic) 0.000002
Foreign Currency Deposit Null Hypothesis: FCD_G has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 8 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.694632 0.0001 Test critical values: 1% level -3.469451
5% level -2.878618 10% level -2.575954
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(FCD_G) Method: Least Squares Date: 07/08/08 Time: 02:52 Sample(adjusted): 1993:10 2007:09 Included observations: 168 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. FCD_G(-1) -0.338345 0.072071 -4.694632 0.0000
D(FCD_G(-1)) 0.165126 0.089033 1.854649 0.0655 D(FCD_G(-2)) -0.136835 0.089302 -1.532268 0.1275 D(FCD_G(-3)) 0.004729 0.087655 0.053945 0.9570 D(FCD_G(-4)) 0.010496 0.087396 0.120094 0.9046 D(FCD_G(-5)) 0.409840 0.083597 4.902565 0.0000 D(FCD_G(-6)) 0.080050 0.084875 0.943153 0.3470 D(FCD_G(-7)) 0.212491 0.076720 2.769705 0.0063 D(FCD_G(-8)) 0.240733 0.076851 3.132455 0.0021
C 0.337451 0.072060 4.682908 0.0000 R-squared 0.348985 Mean dependent var 0.000148 Adjusted R-squared 0.311902 S.D. dependent var 0.098248 S.E. of regression 0.081498 Akaike info criterion -2.118791 Sum squared resid 1.049431 Schwarz criterion -1.932840 Log likelihood 187.9784 F-statistic 9.410872 Durbin-Watson stat 1.999225 Prob(F-statistic) 0.000000
Forex Banks Demand Deposits in Foreign Currency Null Hypothesis: FBDDFC_G has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.492919 0.0003 Test critical values: 1% level -3.467633
5% level -2.877823 10% level -2.575530
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(FBDDFC_G) Method: Least Squares Date: 07/08/08 Time: 02:51 Sample(adjusted): 1993:02 2007:09 Included observations: 176 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. FBDDFC_G(-1) -0.202227 0.045010 -4.492919 0.0000
C 0.200530 0.045439 4.413160 0.0000 R-squared 0.103953 Mean dependent var -0.001113 Adjusted R-squared 0.098804 S.D. dependent var 0.099296 S.E. of regression 0.094263 Akaike info criterion -1.874159 Sum squared resid 1.546077 Schwarz criterion -1.838131 Log likelihood 166.9260 F-statistic 20.18632 Durbin-Watson stat 1.939684 Prob(F-statistic) 0.000013
Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: LI_G FCD_G IM_G FBDDFC_G EKS_G Exogenous variables: C Lag specification: 1 25 Date: 07/05/08 Time: 12:00 Root Modulus 0.957640 + 0.279612i 0.997626 0.957640 - 0.279612i 0.997626 0.941939 + 0.325268i 0.996518 0.941939 - 0.325268i 0.996518 -0.198097 - 0.975820i 0.995725 -0.198097 + 0.975820i 0.995725 -0.644460 - 0.754078i 0.991949 -0.644460 + 0.754078i 0.991949 0.742422 - 0.656689i 0.991177 0.742422 + 0.656689i 0.991177 0.329248 + 0.934587i 0.990887 0.329248 - 0.934587i 0.990887 -0.974970 - 0.176141i 0.990754 -0.974970 + 0.176141i 0.990754 0.971282 - 0.190350i 0.989758 0.971282 + 0.190350i 0.989758 -0.989665 0.989665 0.020066 - 0.989379i 0.989582 0.020066 + 0.989379i 0.989582 -0.014004 - 0.989478i 0.989577 -0.014004 + 0.989478i 0.989577 0.878004 + 0.453935i 0.988406 0.878004 - 0.453935i 0.988406 0.415044 + 0.896142i 0.987589 0.415044 - 0.896142i 0.987589 0.978156 - 0.133960i 0.987287 0.978156 + 0.133960i 0.987287 0.390590 + 0.905904i 0.986520 0.390590 - 0.905904i 0.986520 0.807765 + 0.565535i 0.986060 0.807765 - 0.565535i 0.986060 -0.983969 - 0.061290i 0.985876 -0.983969 + 0.061290i 0.985876 -0.976879 - 0.128637i 0.985313 -0.976879 + 0.128637i 0.985313 -0.796858 + 0.578465i 0.984685 -0.796858 - 0.578465i 0.984685 -0.830866 + 0.528426i 0.984669 -0.830866 - 0.528426i 0.984669 -0.742185 - 0.645849i 0.983849 -0.742185 + 0.645849i 0.983849 0.689195 + 0.701904i 0.983697 0.689195 - 0.701904i 0.983697 -0.268765 - 0.945849i 0.983293 -0.268765 + 0.945849i 0.983293 -0.945963 + 0.267345i 0.983016 -0.945963 - 0.267345i 0.983016 0.903022 - 0.387255i 0.982555 0.903022 + 0.387255i 0.982555 0.638830 + 0.746401i 0.982455
0.638830 - 0.746401i 0.982455 -0.525624 - 0.828560i 0.981220 -0.525624 + 0.828560i 0.981220 -0.105364 + 0.975080i 0.980756 -0.105364 - 0.975080i 0.980756 0.193852 + 0.960128i 0.979502 0.193852 - 0.960128i 0.979502 -0.915780 + 0.346327i 0.979079 -0.915780 - 0.346327i 0.979079 0.765190 + 0.608427i 0.977599 0.765190 - 0.608427i 0.977599 0.479336 + 0.852003i 0.977585 0.479336 - 0.852003i 0.977585 0.268976 + 0.939707i 0.977444 0.268976 - 0.939707i 0.977444 -0.882266 - 0.418985i 0.976700 -0.882266 + 0.418985i 0.976700 -0.943898 - 0.249850i 0.976406 -0.943898 + 0.249850i 0.976406 0.831665 + 0.511149i 0.976187 0.831665 - 0.511149i 0.976187 0.079732 - 0.971626i 0.974891 0.079732 + 0.971626i 0.974891 -0.683975 + 0.691399i 0.972551 -0.683975 - 0.691399i 0.972551 0.937471 - 0.257573i 0.972211 0.937471 + 0.257573i 0.972211 -0.341425 - 0.909250i 0.971240 -0.341425 + 0.909250i 0.971240 0.542172 - 0.804839i 0.970421 0.542172 + 0.804839i 0.970421 -0.388628 + 0.887496i 0.968855 -0.388628 - 0.887496i 0.968855 0.967453 - 0.051445i 0.968820 0.967453 + 0.051445i 0.968820 0.247387 + 0.936532i 0.968655 0.247387 - 0.936532i 0.968655 -0.826572 - 0.504987i 0.968624 -0.826572 + 0.504987i 0.968624 0.964513 + 0.079807i 0.967809 0.964513 - 0.079807i 0.967809 0.621846 + 0.737881i 0.964966 0.621846 - 0.737881i 0.964966 0.131173 - 0.953896i 0.962872 0.131173 + 0.953896i 0.962872 -0.709048 - 0.642335i 0.956736 -0.709048 + 0.642335i 0.956736 -0.142801 + 0.944780i 0.955511 -0.142801 - 0.944780i 0.955511 -0.843881 + 0.444747i 0.953905 -0.843881 - 0.444747i 0.953905 -0.580194 + 0.751802i 0.949648 -0.580194 - 0.751802i 0.949648 -0.442165 + 0.836806i 0.946442 -0.442165 - 0.836806i 0.946442 -0.530714 - 0.778725i 0.942374 -0.530714 + 0.778725i 0.942374 0.847061 + 0.395415i 0.934808
0.847061 - 0.395415i 0.934808 0.518199 - 0.757168i 0.917515 0.518199 + 0.757168i 0.917515 -0.410026 - 0.778304i 0.879703 -0.410026 + 0.778304i 0.879703 -0.818309 + 0.154273i 0.832725 -0.818309 - 0.154273i 0.832725 0.792425 + 0.227721i 0.824496 0.792425 - 0.227721i 0.824496 0.024433 - 0.758586i 0.758979 0.024433 + 0.758586i 0.758979 0.482279 - 0.444484i 0.655866 0.482279 + 0.444484i 0.655866 -0.473069 + 0.265801i 0.542628 -0.473069 - 0.265801i 0.542628 0.268413 - 0.234441i 0.356382 0.268413 + 0.234441i 0.356382 No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
2, Penetuan Lag Optimum VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: LI_G FCD_G IM_G FBDDFC_G EKS_G Exogenous variables: C Date: 07/05/08 Time: 12:00 Sample: 1993:01 2007:09 Included observations: 152
Lag LogL LR FPE AIC SC 0 983.4253 NA 1.76E-12 -12.87402 -12.77455 1 1292.589 593.9189 4.20E-14 -16.61301 -16.01619* 2 1348.361 103.4719 2.80E-14 -17.01790 -15.92374 3 1387.940 70.82577 2.32E-14 -17.20973 -15.61822 4 1425.179 64.18920 1.98E-14 -17.37078 -15.28192 5 1453.545 47.02764 1.91E-14 -17.41507 -14.82885 6 1482.249 45.69936 1.84E-14 -17.46380 -14.38024 7 1508.444 39.98269 1.85E-14 -17.47953 -13.89862 8 1543.339 50.96470 1.66E-14 -17.60973 -13.53147 9 1584.525 57.44343 1.38E-14 -17.82270 -13.24709 10 1628.224 58.07371 1.12E-14* -18.06874 -12.99578 11 1649.139 26.41891 1.24E-14 -18.01499 -12.44468 12 1670.839 25.98277 1.37E-14 -17.97157 -11.90391 13 1700.499 33.56319 1.38E-14 -18.03289 -11.46788 14 1727.359 28.62690 1.47E-14 -18.05736 -10.99501 15 1758.994 31.63429 1.48E-14 -18.14465 -10.58495 16 1799.435 37.78104* 1.37E-14 -18.34783 -10.29078 17 1834.985 30.87197 1.37E-14 -18.48664 -9.932243 18 1875.218 32.29237 1.33E-14 -18.68708 -9.635330 19 1914.344 28.82994 1.35E-14 -18.87295 -9.323854 20 1942.071 18.60643 1.65E-14 -18.90883 -8.862390 21 1968.864 16.21650 2.14E-14 -18.93242 -8.388626 22 1999.819 16.69957 2.79E-14 -19.01078 -7.969637 23 2074.121 35.19567 2.21E-14 -19.65949 -8.120998 24 2127.105 21.61190 2.55E-14 -20.02770 -7.991860 25 2185.971 20.13813 3.10E-14 -20.47330* -7.940108
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Date: 07/05/08 Time: 12:02 Sample: 1993:01 2007:09 Included observations: 175 Series: LI_G FCD_G IM_G FBDDFC_G EKS_G Lags interval: 1 to 1
Data Trend: None None Linear Linear Quadratic Rank or No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept
No. of CEs No Trend No Trend No Trend Trend Trend Selected (5% level) Number
of Cointegrating Relations by
Model (columns)
Trace 4 5 5 5 5 Max-Eig 4 5 5 2 2
Log Likelihood by Rank (rows)
and Model (columns)
0 1504.252 1504.252 1504.314 1504.314 1504.375 1 1530.602 1533.099 1533.161 1533.178 1533.238 2 1544.586 1559.375 1559.423 1559.447 1559.500 3 1554.909 1570.937 1570.939 1571.025 1571.043 4 1563.653 1580.954 1580.955 1581.042 1581.059 5 1563.685 1587.373 1587.373 1587.468 1587.468
Akaike Information
Criteria by Rank (rows) and
Model (columns)
0 -16.90573 -16.90573 -16.84930 -16.84930 -16.79286 1 -17.09259 -17.10971 -17.06470 -17.05346 -17.00843 2 -17.13812 -17.28429 -17.25055 -17.22797 -17.19429 3 -17.14182 -17.29071* -17.26788 -17.23458 -17.21192 4 -17.12747 -17.27948 -17.26806 -17.22334 -17.21211 5 -17.01355 -17.22711 -17.22711 -17.17107 -17.17107
Schwarz Criteria by Rank
(rows) and Model
(columns)
0 -16.45362 -16.45362 -16.30677 -16.30677 -16.15990 1 -16.45963* -16.45866 -16.34132 -16.31199 -16.19463 2 -16.32432 -16.43432 -16.34633 -16.28758 -16.19964 3 -16.14717 -16.24181 -16.18281 -16.09525 -16.03643 4 -15.95197 -16.03165 -16.00214 -15.88508 -15.85577 5 -15.65721 -15.78036 -15.78036 -15.63388 -15.63388
Date: 07/05/08 Time: 12:06 Sample(adjusted): 1993:03 2007:09 Included observations: 175 after adjusting endpoints Trend assumption: No deterministic trend Series: LI_G FCD_G IM_G FBDDFC_G EKS_G Lags interval (in first differences): 1 to 1
Unrestricted Cointegration Rank Test
Hypothesized Trace 5 Percent 1 Percent No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Critical Value
None ** 0.260028 118.8671 59.46 66.52
At most 1 ** 0.147702 66.16707 39.89 45.58 At most 2 ** 0.111284 38.19882 24.31 29.75 At most 3 ** 0.095104 17.55271 12.53 16.31
At most 4 0.000366 0.064088 3.84 6.51 *(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level Trace test indicates 4 cointegrating equation(s) at both 5% and 1% levels
Hypothesized Max-Eigen 5 Percent 1 Percent No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Critical Value
None ** 0.260028 52.70004 30.04 35.17
At most 1 * 0.147702 27.96825 23.80 28.82 At most 2 * 0.111284 20.64611 17.89 22.99 At most 3 ** 0.095104 17.48862 11.44 15.69 At most 4 0.000366 0.064088 3.84 6.51
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level Max-eigenvalue test indicates 4 cointegrating equation(s) at the 5% level Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating equation(s) at the 1% level
Unrestricted Cointegrating Coefficients (normalized by b'*S11*b=I):
LI_G FCD_G IM_G FBDDFC_G EKS_G 15.14714 -17.58935 -5.184618 -0.010665 7.642543 47.76312 -11.63889 -5.522755 -14.63557 -16.06556 -6.055842 5.581988 3.304488 -4.536162 1.663746 14.63647 -3.812549 -13.97160 -3.122738 6.288193 4.791394 -0.632372 -0.280023 -1.360666 -1.525258
Unrestricted Adjustment Coefficients (alpha):
D(LI_G) -0.001700 0.014858 -0.011264 0.002117 -0D(FCD_G) 0.011312 0.012621 -0.023235 -0.005363 -0D(IM_G) -0.016907 0.018365 -0.018455 0.021444 -0
D(FBDDFC_G) 0.022856 0.026720 0.005991 -0.005280 -0D(EKS_G) -0.031218 0.020265 -0.018207 0.002271 -0
1 Cointegrating Equation(s): Log likelihood 1530.602 Normalized cointegrating coefficients (std.err. in parentheses)
LI_G FCD_G IM_G FBDDFC_G EKS_G 1.000000 -1.161232 -0.342284 -0.000704 0.504553
(0.11818) (0.10410) (0.06533) (0.13316)
Adjustment coefficients (std.err. in parentheses) D(LI_G) -0.025747
(0.06949) D(FCD_G) 0.171343
(0.10247) D(IM_G) -0.256097
(0.12699) D(FBDDFC_G) 0.346202
(0.10069) D(EKS_G) -0.472870
(0.11838)
2 Cointegrating Equation(s): Log likelihood 1544.586 Normalized cointegrating coefficients (std.err. in parentheses)
LI_G FCD_G IM_G FBDDFC_G EKS_G 1.000000 0.000000 -0.055434 -0.387611 -0.559685
(0.06364) (0.02678) (0.05969) 0.000000 1.000000 0.247022 -0.333186 -0.916474
(0.12077) (0.05082) (0.11326)
Adjustment coefficients (std.err. in parentheses) D(LI_G) 0.683910 -0.143030
(0.22264) (0.09372) D(FCD_G) 0.774158 -0.345862
(0.33548) (0.14121) D(IM_G) 0.621088 0.083636
(0.41407) (0.17429) D(FBDDFC_G) 1.622413 -0.713007
(0.31675) (0.13333) D(EKS_G) 0.495068 0.313245
(0.38374) (0.16153)
3 Cointegrating Equation(s): Log likelihood 1554.909 Normalized cointegrating coefficients (std.err. in parentheses)
LI_G FCD_G IM_G FBDDFC_G EKS_G 1.000000 0.000000 0.000000 -0.562764 -0.441485
(0.04262) (0.04258) 0.000000 1.000000 0.000000 0.447324 -1.443190
(0.17265) (0.17247) 0.000000 0.000000 1.000000 -3.159681 2.132267
(0.64426) (0.64358)
Adjustment coefficients (std.err. in parentheses) D(LI_G) 0.752125 -0.205908 -0.110467
(0.21996) (0.09508) (0.03602) D(FCD_G) 0.914866 -0.475560 -0.205130
(0.32565) (0.14077) (0.05332) D(IM_G) 0.732851 -0.019382 -0.074755
(0.41089) (0.17761) (0.06728) D(FBDDFC_G) 1.586132 -0.679565 -0.246268
(0.31821) (0.13755) (0.05210) D(EKS_G) 0.605328 0.211612 -0.010231
(0.38002) (0.16427) (0.06222)
4 Cointegrating Equation(s): Log likelihood 1563.653 Normalized cointegrating coefficients (std.err. in parentheses)
LI_G FCD_G IM_G FBDDFC_G EKS_G 1.000000 0.000000 0.000000 0.000000 -0.999918
(0.01932) 0.000000 1.000000 0.000000 0.000000 -0.999309
(0.01847) 0.000000 0.000000 1.000000 0.000000 -1.003095
(0.02098) 0.000000 0.000000 0.000000 1.000000 -0.992304
(0.04553)
Adjustment coefficients (std.err. in parentheses) D(LI_G) 0.783109 -0.213979 -0.140043 -0.172948
(0.22886) (0.09645) (0.07069) (0.06810) D(FCD_G) 0.836373 -0.455114 -0.130203 -0.062690
(0.33838) (0.14261) (0.10452) (0.10069) D(IM_G) 1.046710 -0.101137 -0.374357 -0.251852
(0.41894) (0.17657) (0.12941) (0.12466) D(FBDDFC_G) 1.508852 -0.659435 -0.172498 -0.401988
(0.33063) (0.13935) (0.10213) (0.09838) D(EKS_G) 0.638567 0.202954 -0.041960 -0.220763
(0.39557) (0.16671) (0.12219) (0.11771)
Vector Error Correction Estimates Date: 07/05/08 Time: 12:32 Sample(adjusted): 1993:03 2007:09 Included observations: 175 after adjusting endpoints Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
Cointegrating Eq: CointEq1 CointEq2 CointEq3 CointEq4 LI_G(-1) 1.000000 0.000000 0.000000 0.000000
FCD_G(-1) 0.000000 1.000000 0.000000 0.000000
IM_G(-1) 0.000000 0.000000 1.000000 0.000000
FBDDFC_G(-1) 0.000000 0.000000 0.000000 1.000000
EKS_G(-1) -0.999918 -0.999309 -1.003095 -0.992304
(0.01949) (0.01863) (0.02116) (0.04594) [-51.3049] [-53.6331] [-47.3964] [-21.6005]
Error Correction: D(LI_G) D(FCD_G) D(IM_G) D(FBDDFC_G) D(ECointEq1 0.783109 0.836373 1.046710 1.508852 0.6
(0.23092) (0.34142) (0.42271) (0.33361) (0.3 [ 3.39130] [ 2.44969] [ 2.47620] [ 4.52285] [ 1.5
CointEq2 -0.213979 -0.455114 -0.101137 -0.659435 0.2 (0.09732) (0.14389) (0.17815) (0.14060) (0.1 [-2.19868] [-3.16284] [-0.56770] [-4.69011] [ 1.2
CointEq3 -0.140043 -0.130203 -0.374357 -0.172498 -0.0 (0.07133) (0.10546) (0.13057) (0.10305) (0.1 [-1.96333] [-1.23458] [-2.86704] [-1.67393] [-0.3
CointEq4 -0.172948 -0.062690 -0.251852 -0.401988 -0.2 (0.06871) (0.10159) (0.12578) (0.09927) (0.1 [-2.51698] [-0.61706] [-2.00228] [-4.04947] [-1.8
D(LI_G(-1)) -1.157722 1.958329 -3.853614 -0.744019 -4.6 (1.04225) (1.54101) (1.90791) (1.50575) (1.8 [-1.11079] [ 1.27081] [-2.01981] [-0.49412] [-2.5
D(FCD_G(-1)) 0.311990 -0.443755 1.041230 0.323266 1.0 (0.28483) (0.42114) (0.52140) (0.41150) (0.4 [ 1.09535] [-1.05371] [ 1.99697] [ 0.78558] [ 2.2
D(IM_G(-1)) 0.155708 -0.409064 0.502991 0.066426 0.9 (0.20657) (0.30542) (0.37813) (0.29843) (0.3 [ 0.75380] [-1.33937] [ 1.33020] [ 0.22259] [ 2.5
D(FBDDFC_G(-1)) 0.338309 -0.231846 0.966733 0.076795 1.1
(0.20910) (0.30916) (0.38277) (0.30209) (0.3 [ 1.61793] [-0.74991] [ 2.52561] [ 0.25421] [ 3.1
D(EKS_G(-1)) 0.136934 -0.478754 0.846336 -0.143509 0.8 (0.20363) (0.30108) (0.37276) (0.29419) (0.3 [ 0.67246] [-1.59012] [ 2.27043] [-0.48781] [ 2.3
R-squared 0.231175 0.246180 0.216293 0.319186 0.2 Adj. R-squared 0.194123 0.209852 0.178525 0.286376 0.2 Sum sq. resids 0.560904 1.226182 1.879573 1.170703 1.6 S.E. equation 0.058129 0.085946 0.106408 0.083979 0.1 F-statistic 6.239222 6.776478 5.726748 9.728234 6.5 Log likelihood 254.1975 185.7628 148.3881 189.8142 158 Akaike AIC -2.802257 -2.020146 -1.593007 -2.066448 -1.7 Schwarz SC -2.639497 -1.857386 -1.430247 -1.903687 -1.5 Mean dependent -0.000324 0.000217 -0.000228 -0.000676 -0.0 S.D. dependent 0.064752 0.096687 0.117403 0.099411 0.1 Determinant Residual Covariance 1.55E-14 Log Likelihood 1563.653 Log Likelihood (d.f. adjusted) 1540.554 Akaike Information Criteria -16.86348 Schwarz Criteria -15.68798
Sample: 1993:01 2007:09 Included observations: 175 Series: LI_G FCD_G IM_G FBDDFC_G EKS_G Lags interval: 1 to 1
Data Trend: None None Linear Linear Quadratic Rank or No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept
No. of CEs No Trend No Trend No Trend Trend Trend Selected (5% level) Number
of Cointegrating Relations by
Model (columns)
Trace 4 5 5 5 5 Max-Eig 4 5 5 2 2
Log Likelihood by Rank (rows)
and Model (columns)
0 1504.252 1504.252 1504.314 1504.314 1504.375 1 1530.602 1533.099 1533.161 1533.178 1533.238 2 1544.586 1559.375 1559.423 1559.447 1559.500 3 1554.909 1570.937 1570.939 1571.025 1571.043 4 1563.653 1580.954 1580.955 1581.042 1581.059 5 1563.685 1587.373 1587.373 1587.468 1587.468
Akaike Information
Criteria by Rank (rows) and
Model
(columns) 0 -16.90573 -16.90573 -16.84930 -16.84930 -16.79286 1 -17.09259 -17.10971 -17.06470 -17.05346 -17.00843 2 -17.13812 -17.28429 -17.25055 -17.22797 -17.19429 3 -17.14182 -17.29071* -17.26788 -17.23458 -17.21192 4 -17.12747 -17.27948 -17.26806 -17.22334 -17.21211 5 -17.01355 -17.22711 -17.22711 -17.17107 -17.17107
Schwarz Criteria by Rank
(rows) and Model
(columns)
0 -16.45362 -16.45362 -16.30677 -16.30677 -16.15990 1 -16.45963* -16.45866 -16.34132 -16.31199 -16.19463 2 -16.32432 -16.43432 -16.34633 -16.28758 -16.19964 3 -16.14717 -16.24181 -16.18281 -16.09525 -16.03643 4 -15.95197 -16.03165 -16.00214 -15.88508 -15.85577 5 -15.65721 -15.78036 -15.78036 -15.63388 -15.63388
top related