analisis manfaat ekonomi pengolahan limbah … · manfaat ekonomi pengolahan limbah serbuk...
Post on 11-Mar-2019
237 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS MANFAAT EKONOMI PENGOLAHAN LIMBAH SERBUK GERGAJI
DEWI ASRINI FAZARIA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2013
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis
Manfaat Ekonomi Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji” adalah benar-benar hasil
karya sendiri dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan
tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi.
Bogor, Januari 2013
Dewi Asrini Fazaria H44080032
ANALISIS MANFAAT EKONOMI PENGOLAHAN LIMBAH SERBUK GERGAJI
DEWI ASRINI FAZARIA H44080032
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk
Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2013
RINGKASAN
DEWI ASRINI FAZARIA. Analisis Manfaat Ekonomi Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji. Dibimbing oleh AHYAR ISMAIL dan HASTUTI.
Kecamatan Leuwisadeng dan Leuwiliang merupakan kecamatan yang memiliki jumlah usaha penggergajian terbanyak di Kabupaten Bogor. Banyaknya jumlah produksi kayu dan industri penggergajian di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng menghasilkan limbah serbuk gergaji yang banyak. Limbah serbuk gergaji yang dihasilkan oleh proses eksploitasi/pembalakan maupun pengolahan kayu menimbulkan masalah dalam hal penanganannya yang selama ini dibiarkan membusuk, ditumpuk dan dibakar. Salah satu bentuk pemanfaatan limbah serbuk gergaji adalah sebagai bahan baku utama pembuatan media tanam (bag log) jamur tiram sehingga limbah serbuk gergaji dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi.
Masyarakat Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng memanfaatkan limbah serbuk gergaji menjadi bag log atau media tanam jamur tiram. Usaha pemanfaatan limbah serbuk gergaji menjadi bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng dibagi menjadi unit usaha non plasma A dan unit usaha non plasma B. Penelitian mengenai pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log diperlukan untuk dapat menjadi bahan pertimbangan pengusaha maupun petani dalam pengambilan keputusan dalam menjalankan usaha pembuatan bag log. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah: (1). Menganalisis karakteristik usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma A dan unit usaha non plasma B, (2). Menghitung pendapatan dan nilai tambah dari pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma A dan unit usaha non plasma B, (3). Menghitung penyerapan tenaga kerja yang dapat dihasilakan oleh usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma A dan unit usaha non plasma B. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengambilan data dilaksanakan dari bulan April-November 2012. Perhitungan pendapatan usaha pembuatan bag log dilakukan dengan analisis pendapatan usaha. Nilai tambah serbuk gergaji dihitung dengan Metode Hayami. Penyerapan tenaga kerja dihitung dengan rumus perubahan kesempatan kerja sebelum dan sesudah adanya usaha pembuatan bag log. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng termasuk ke dalam usaha mikro. Pemasaran produk bag log yang dihasilkan adalah langsung kepada konsumen. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan bag log di dapatkan dari Kecamatan Leuwiliang, Leuwisadeng dan sekitarnya. Unit usaha non plasma B dapat memberikan lebih banyak keuntungan jika dibandingkan dengan unit usaha non plasma B hal ini dilihat dari hasil R/C unit usaha non plasma B yang lebih besar jika dibandingkan dengan unit usaha non plasma A. Pendapatan yang dapat dihasilkan oleh unit usaha non plasma B adalah sebesar Rp 16 094 541.57 per bulan. Nilai R/C atas biaya tunai sebesar 2.11 dan nilai R/C atas biaya total adalah sebesar 1.97.
v
Nilai tambah limbah serbuk gergaji pada unit usaha non plasma A lebih besar dibandingkan dengan nilai tambah pada unit usaha non plasma B yaitu Rp 1 716.19 per kg serbuk gergaji. Unit usaha non plasma B memberikan manfaat tidak langsung berupa penyerapan tenaga kerja lebih besar jika dibandingkan dengan unit usaha non plasma B. Unit usaha non plasma B mampu menyerap tenaga kerja sebesar 234 HOK/bulan atau setara dengan Rp 6 060 559 per bulan. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, hal-hal yang dapat disarankan oleh penulis adalah: (1) Untuk menghemat biaya pembuatan bag log, memberikan tambahan pendapatan serta menyerap tenaga kerja lebih banyak, maka pelaku usaha sebaiknya mulai membuat bibit sendiri seperti yang dilakukan oleh unit usaha non plasma B, (2) Pemerintah Kabupaten Bogor sebaiknya dapat memberikan pembinaan usaha dalam bentuk pendampingan untuk meningkatkan pengetahuan dan informasi pelaku usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng, (3) Penelitian lebih lanjut dapat membahas mengenai besarnya manfaat dari pengolahan limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng menjadi output yang lain, seperti limbah serbuk gergaji untuk bahan bakar pada perusahaan pembuat semen dan limbah serbuk gergaji sebagai bahan penyaring pada perkebunan kelapa sawit. Kata kunci: limbah, serbuk gergaji, bag log, pendapatan, nilai tambah
Judul Skripsi : Analisis Manfaat Ekonomi Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji
Nama : Dewi Asrini Fazaria
NRP : H44080032
Disetujui
Pembimbing I, Pembimbing II,
(Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr) (Hastuti, SP, MP, M.Si) Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui
(Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT) Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan karya ini tentunya tidak terlepas dari
dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Ayahanda Yusman, Ibunda Kasriyati Yusman, kakak-kakak dan abang-abang
tercinta yang telah memberikan kasih sayang, perhatian dan ketulusan serta
dukungan kepada penulis.
2. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr selaku dosen pembimbing I penulisan skripsi
yang telah memberikan masukan dan arahan dalam proses penyusunan
skripsi.
3. Hastuti, SP, MP, M.Si selaku dosen pembimbing II penulisan skripsi yang
telah memberikan masukan dan arahan dalam proses penyusunan skripsi.
4. Ir. Sutara Hendrakusumaatmadja M.Sc selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan masukan dan arahan dalam bidang akademik dan
perkuliahan.
5. Adi Hadianto, SP, M.Si selaku dosen penguji utama yang telah meluangkan
waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
6. Rizal Bahtiar, S.Pi, M,Si selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah
meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan
skripsi ini.
7. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor atas kerjasamanya dalam
penyediaan data yang dibutuhkan oleh penulis.
viii
8. Shinta Margaretta yang telah menjadi teman yang selalu menemani dan
memberikan saran dan motivasi dalam penulisan skripsi.
9. Sahabat-sahabat tersayang; Gladys Citra Pratiwi, Dea Amanda Arbani, Nanda
Yunisa, Mirza Maulana, Stevan Gneissanda Hage, Ai Surya Buana, Yasmin
Ramadhini, Didit Darmawan, Trikorian Ade Sanjaya, As ad Ali Mitaqin dan
Kiki Wira atas kebersamaan, keceriaan, perhatian, saran dan motivasi yang
diberikan.
10. Teman-teman bimbingan skripsi (Indi Chusnul Anshori, Fatia Ajeng Lestari,
Fauziah Azzahro, Setyawati, Sandy Kurniawan, Widya Ningrum) atas
perhatian, motivasi dan saran yang diberikan.
11. Teman-teman ESL 45 dan IPB atas kebersamaan yang diberikan selama
bertahun-tahun
12. Seluruh dosen dan staff departemen yang telah membantu selama penulis
menyelesaikan studi di ESL.
13. Seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam penyusunan skripsi ini.
Bogor, Januari 2013
Penulis
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “Analisis Manfaat Ekonomi Pengolahan Limbah Serbuk
Gergaji”. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
manfaat dari pengolahan limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan di dalam
skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih atas kritik, saran dan masukan dari
berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan khususnya kalangan
akademik.
Bogor, Januari 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xvi
I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ....................................................................... 8
1.3 Tujuan ............................................................................................ 10
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 11
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ......................................... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 13
2.1 Limbah Kayu ................................................................................. 13
2.2 Karakteristik Usaha Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji
Menjadi Bag Log ........................................................................... 14
2.2.1 Serbuk Gergaji dan Bahan Baku Lainnya ............................ 15
2.2.2 Pembuatan Bag Log .............................................................. 16
2.2.3 Skala Usaha .......................................................................... 19
2.2.4 Sumberdaya Manusia ........................................................... 20
2.2.5 Saluran Pemasaran ................................................................ 20
2.3 Analisis Pendapatan Usaha ............................................................ 22
2.4 Nilai Tambah ................................................................................. 23
2.5 Penyerapan Tenaga Kerja .............................................................. 25
2.6 Penelitian Terdahulu ...................................................................... 25
III. KERANGKA PEMIKIRAN .............................................................. 29
IV. METODE PENELITIAN ................................................................... 32
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 32
4.2 Jenis dan Sumber Data .................................................................. 32
4.3 Metode Pengambilan Data............................................................. 32
4.4 Metode Analisis Data .................................................................... 33
4.4.1 Analisis Deskriptif ............................................................... 34
4.4.2 Analisis Pendapatan Usaha .................................................. 35
xi
4.4.3 Analisis Nilai Tambah.......................................................... 38
4.4.4 Analisis Penyerapan Tenaga Kerja ...................................... 41
V. KEADAAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH ........................... 43
5.1 Kecamatan Leuwiliang .................................................................. 43
5.1.1 Keadaan Geografis dan Demografis Kecamatan Leuwiliang............................................................................ 43
5.1.2 Keadaan Sosial dan Ekonomi Penduduk Kecamatan Leuwiliang............................................................................ 45
5.2 Kecamatan Leuwisadeng ............................................................... 46
5.2.1 Keadaan Geografis dan Demografis Kecamatan Leuwisadeng ........................................................................ 46
5.2.2 Keadaan Sosial dan Ekonomi Penduduk Kecamatan Leuwisadeng ........................................................................ 48
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 50
6.1 Karakteristik Umum Pelaku Usaha yang Memanfaatkan Limbah Serbuk Gergaji Menjadi Bag Log .................................... 50
6.2 Karakteristik Usaha Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji Menjadi Bag Log ........................................................................... 54
6.2.1 Sumber Bahan Baku ............................................................. 54
6.2.2 Proses Produksi .................................................................... 56
6.2.3 Skala Usaha .......................................................................... 59
6.2.4 Sumberdaya Manusia ........................................................... 60
6.2.5 Rantai Pemasaran ................................................................. 62
6.3 Analisis Pendapatan Usaha Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji Menjadi Bag Log .............................................................. 65
6.4 Nilai Tambah Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji Menjadi Bag Log ......................................................................................... 70
6.4.1 Rata-Rata Variabel Input Output Bahan Baku dan Faktor Konversi ............................................................................... 70
6.4.2 Rata-Rata Variabel Faktor Koefisien Tenaga Kerja ............. 72
6.4.3 Rata-Rata Variabel Nilai Output .......................................... 73
6.4.4 Rata-Rata Variabel Nilai Tambah ........................................ 73
6.4.5 Tenaga Kerja ........................................................................ 75
6.4.6 Keuntungan Usaha Pembuatan Bag Log .............................. 76
6.4.7 Marjin Usaha ........................................................................ 76
xii
6.5 Penyerapan Tenaga Kerja .............................................................. 77
VII. SIMPULAN DAN SARAN................................................................. 81
7.1 Simpulan ........................................................................................ 81
7.2 Saran .............................................................................................. 82
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 83
LAMPIRAN ........................................................................................ 86
RIWAYAT HIDUP ............................................................................. 99
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Produksi Kayu Hutan Menurut Jenisnya di Indonesia Tahun 2007-2011 (Ribu m3) ..................................................................... 1
2. Jumlah Produksi dan Media Tanam Jamur Tiram Putih di Kabupaten Bogor pada Tahun 2007-2010 ..................................... 3
3. Jumlah Luas Hutan dan Produksi Kayu Hutan Rakyat di Kabupaten Bogor pada Tahun 2010 .............................................. 4
4. Jumlah Usaha Penggergajian Kayu di Kabupaten Bogor Bagian Barat Tahun 2010 .......................................................................... 6
5. Komposisi Bentuk Limbah Penggergajian .................................... 14
6. Perhitungan Nilai Tambah Hayami ............................................... 23
7. Penelitian Terdahulu ...................................................................... 26
8. Jumlah Produsen Bag Log di Kecamatan Leuwiliang dan Kecamatan Leuwisadeng Tahun 2012 ........................................... 33
9. Matriks Analisis Data .................................................................... 34
10. Perhitungan Nilai Tambah Limbah Serbuk Gergaji dengan Metode Hayami ............................................................................. 39
11. Produksi Hutan Rakyat Kecamatan Leuwiliang Menurut Komoditas Tahun 2010 ................................................................. 44
12. Pekerjaan Masyarakat Kecamaan Leuwiliang pada Tahun 2010 .. 45
13. Tingkat Pendidikan Masyarakat Kecamatan Leuwiliang pada Tahun 2010 .................................................................................... 46
14. Produksi Hutan Rakyat Kecamatan Leuwiliang Menurut Komoditas Tahun 2010 ................................................................. 47
15. Karakteristik Penduduk Kecamatan Leuwisadeng Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2010 ................................................... 48
16. Pekerjaan Masyarakat Kecamaan Leuwisadeng pada Tahun 2010 ............................................................................................... 49
17. Karakteristik Responden di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng Tahun 2012 .............................................................. 51
18. Analisis Pendapatan dan R/C Unit Usaha Pembuatan Bag Log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada Juli 2012 ........ 66
19. Perhitungan Nilai Tambah Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada Juli 2012 ........ 71
20. Penyerapan Tenaga Kerja Unit Usaha Non Plasma A di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada Juli 2012 ........ 79
xiv
21. Penyerapan Tenaga Kerja Unit Usaha Non Plasma B di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada Juli 2012............. 80
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Bagan Saluran Pemasaran ............................................................. 21
2. Kerangka Berpikir Penelitian ........................................................ 31
3. Aliran Pemasaran Bag Log ............................................................ 65
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Kuesioner Penelitian ...................................................................... 87
2. Biaya Total Unit Usaha Non Plasma A di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada Juli 2012 ................................................... 90
3. Biaya Total Unit Usaha Non Plasma B di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada Juli 2012 ................................................... 92
4. Analisis Pendapatan Unit Usaha Non Plasma A di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada Juli 2012 ................................ 94
5. Analisis Pendapatan Unit Usaha Non Plasma B di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada Juli 2012 ................................ 95
6. Rincian Analisis Pendapatan Unit Usaha Non Plasma A di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada Juli 2012 ............. 96
7. Rincian Analisis Pendapatan Unit Usaha Non Plasma B di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada Juli 2012 ............. 97
8. Dokumentasi Penelitian ................................................................. 98
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris dengan sumberdaya hutan yang
melimpah. Sumberdaya hutan Indonesia sangat bermanfaat bagi kehidupan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, kawasan
hutan dibagi kedalam kelompok Hutan Konservasi, Hutan Lindung dan Hutan
Produksi. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang
memiliki fungsi pokok mempertahankan biodiversitas tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki fungsi utama
sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur air, mencegah
banjir, mencegah erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan
tanah sedangkan hutan produksi adalah kawasan hutan yang memiliki fungsi
pokok memproduksi hasil hutan (Kementerian Kehutanan RI, 2007).
Salah satu manfaat dari hutan bagi manusia adalah kayu yang dihasilkan
hutan. Pemanfaatan hasil hutan berupa kayu mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Produksi kayu hutan mengalami peningkatan setiap tahun seperti
diperlihatkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Produksi Kayu Hutan Menurut Jenisnya di Indonesia Tahun 2007-2011 (Ribu m3)
Tahun Kayu Bulat
(Timber)
Kayu Gergajian
(Sawn Timber)
Kayu Lapis (Ply
Wood)
Papan Blok
(Block Board)
Finir (Veneer)
Kayu Chip (Chip Wood)
Jumlah
2007 32 197 587 3 453 204 299 1 103 37 843 2008 32 001 532 3 354 - 427 278 36 592 2009 34 321 710 3 005 - 687 1 013 39 736 2010 42 115 885 3 325 122 737 1 271 48 455 2011 47 429 935 3 303 - 816 1 788 54 271
Sumber: Kementrian Kehutanan (2012)
2
Hasil hutan kayu merupakan salah satu produk andalan hutan yang
mendukung pertumbuhan ekonomi nasional (Kementerian Lingkungan Hidup,
2009). Produksi hasil hutan utama yang dihasilkan hutan adalah kayu bulat, kayu
bulat ini kemudian dapat diolah menjadi berbagai macam kayu olahan. Menurut
data dari Kementrian Kehutanan RI (2012), produksi kayu bulat pada tahun 2007
adalah sebanyak 32 197 ribu m3 dan meningkat sebanyak 47.31 persen menjadi 47
429 ribu m3 pada tahun 2011, sedangkan kayu olahan dari industri penggergajian,
produksi kayu gergajian pada tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar 59.28
persen pada tahun 2011. Finir dan kayu chip yang juga merupakan produk hasil
industri penggergajian mengalami peningkatan produksi dari tahun 2007 hingga
2011 dengan peningkatan produksi sebesar 63.56 persen dan 38.31 persen.
Sedangkan untuk produk kayu olahan lain seperti kayu lapis dan papan blok
mengalami penurunan produksi sebesar masing-masing sebesar 4.34 persen dan
100 persen pada tahun 2011.
Menurut Rachman dan Malik (2011), jika dilihat dari mata rantai industri
pengolahan kayu maka dalam industri penggergajian terjadi proses perubahan
kayu pertama kali kayu dalam bentuk dolok menjadi kayu gergajian (sawn timber)
atau disebut juga kayu konversi berupa papan, balok, tiang dan sortimen lainnya.
Proses pembalakan maupun pengolahan kayu untuk pemenuhan kebutuhan selain
menghasilkan kayu bulat dan kayu olahan juga menghasilkan limbah. Sebagian
limbah kayu masih belum dimanfaatkan dengan baik sehingga diperlukan suatu
upaya pemanfaatan limbah kayu yang dapat meminimalisir terbuangnya manfaat
dari kayu serta mengurangi potensi terbentuknya timbunan sampah yang bisa
mencemari lingkungan dan berpengaruh buruk bagi kesehatan. Menurut Wibowo
3
(1990), tanah yang berada di bawah tumpukan serbuk gergaji dapat menjadi
sangat asam karena tidak tercuci dan berbahaya bagi tanaman karena daerah ini
tidak dapat menerima oksigen yang cukup selama proses fermentasi, sehingga
asam-asam organik yang volatil terbentuk dan terperangkap.
Limbah kayu adalah bahan organik yang terbentuk dari senyawa-senyawa
karbon seperti holo sellulose (sellulose dan hemi sellulose), lignin dan sedikit
senyawa karbohidrat sehingga sangat berpotensi dijadikan sumber energi
(Setiyono, 2004). Selain itu kandungan sellulose dalam serbuk gergaji membuat
serbuk gergaji bisa dimanfaatkan menjadi tempat tumbuh bagi jamur. Menurut
Gunawan (2001), jamur dapat tumbuh di substrat yang mengandung lignin dan
selulosa contohnya serbuk gergaji karena selulosa dan lignin terdapat dalam
semua bagian dalam kayu.
Sentra produksi jamur khususnya jamur tiram putih di Jawa Barat tersebar
di beberapa kecamatan seperti Megamendung, Cisarua, Cipanas, Dramaga,
Leuwiliang, Ciapus dan lain-lain. Produksi jamur tiram putih dan banyaknya
media yang digunakan di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Produksi dan Media Tanam Jamur Tiram Putih di Kabupaten Bogor pada Tahun 2007-2010
No. Tahun Produksi (kg)
Laju Produksi (persen)
Jumlah Bag Log ( unit)
1. 2007 286 000 631 102
2. 2008 274 000 -4.19 650 000
3. 2009 240 000 -12.41 565 000
4. 2010 789 500 228.96 1 621 500
Jumlah 1 589 500 212.35 1 846 102 000
Rata-rata 397 973 70.78 615367.30
Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2010
Peningkatan produksi jamur tiram putih di Kabupaten Bogor
menyebabkan kebutuhan akan bag log sebagai media tanam juga meningkat. Pada
4
tahun 2007 produksi jamur tiram putih sebesar 286 000 kg dengan penggunaan
bag log sebanyak 631 102 unit bag log. Pada tahun 2010 produksi jamur tiram
putih meningkat menjadi 789 500 kg dengan penggunaan media tanam sebanyak
1 621 500 unit bag log. Laju rata-rata peningkatan produksi jamur tiram di
Kabupaten Bogor adalah 70.78 persen. Hal ini menunjukkan potensi
meningkatkan penggunaan media tanam (bag log) yang digunakan dalam
budidaya jamur tiram.
Jamur tiram putih sering dikonsumsi masyarakat dan dibudidayakan
karena memiliki tekstur daging yang lembut dan rasanya hampir menyerupai
daging ayam serta memiliki kandungan gizi yang tinggi dan berbagai macam
asam amino essensial, protein, lemak, mineral, dan vitamin (Nurjayadi dan
Martawijaya, 2011). Selain itu, serat yang terkandung pada jamur tiram cukup
tinggi, yaitu berkisar 7.4 – 27.6 persen (Dienazzola et al., 2010). Menurut
Nurjayadi dan Martawijaya (2010), ditinjau dari aspek biologinya, jamur tiram
relatif lebih mudah dibudididayakan jika dibandingkan jenis jamur lainnya.
Wilayah Bogor Bagian Barat merupakan daerah yang memproduksi kayu
dari hutan rakyat yang paling banyak di Kabupaten Bogor (Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Bogor, 2010). Data luas hutan dan produksi kayu hutan
rakyat di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Luas Hutan dan Produksi Kayu Hutan Rakyat di Kabupaten Bogor pada Tahun 2010
No. Wilayah Luas Hutan (Ha)
Produksi (m3) (Persentase)
1. Bogor Bagian Barat 7 518.60 19 625.16 65.19 2. Bogor Bagian Tengah 3 128.64 5 038.58 16.74 3. Bogor Bagian Timur 2 761.42 5 439.01 18.07 Jumlah 13 408.66 30 102.75 100
Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2010)
5
Tabel 3 menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor Bagian Barat memiliki
luas hutan rakyat terbesar di Kabupaten Bogor yaitu sebesar 7 518.60 ha sehingga
memiliki potensi untuk menghasilkan produksi kayu yang banyak. Kabupaten
Bogor Bagian Barat memproduksi kayu paling banyak yaitu sebanyak 65.19
persen dari total produksi kayu dari hutan rakyat di Kabupaten Bogor. Produksi
kayu dari hutan rakyat paling rendah di Kabupaten Bogor adalah di Kabupaten
Bogor Bagian Tengah yaitu sebesar 16.74 persen dari total produksi kayu hutan
rakyat dengan luas hutan sebesar 3 128.64 ha. Luas hutan terkecil di Kabupaten
Bogor terdapat di Kabupaten Bogor Bagian Timur dengan luas hutan sebanyak
2 761.42 ha dan produksi sebesar 5 439.01 m3 atau 18.07 persen dari total
produksi hutan rakyat di Kabupaten Bogor.
Tingginya produksi kayu di Kabupaten Bogor khususnya Kabupaten
Bogor Bagian Barat mendorong terbentuknya usaha-usaha pengolahan kayu.
Usaha pengolahan kayu seperti usaha penggergajian yang mengolah kayu bulat
menjadi bentuk yang lebih mudah dimanfaatkan dan memiliki harga jual yang
lebih tinggi (Rachman dan Malik, 2011).
Kecamatan Leuwisadeng merupakan kecamatan yang paling banyak
memiliki usaha penggergajian kayu di wilayah Kabupaten Bogor Bagian Barat.
Terdapat 22 unit usaha penggergajian di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng
dengan dua unit usaha memiliki izin usaha dan 20 unit lainnya tidak memiliki izin
usaha. Kecamatan Leuwiliang merupakan kecamatan yang memiliki jumlah usaha
penggergajian terbanyak kedua setelah Kecamatan Leuwisadeng yaitu sebanyak
19 unit usaha penggergajian. Jumlah industri penggergajian kayu di wilayah
Bogor Bagian Barat dapat dilihat pada Tabel 4.
6
Tabel 4. Jumlah Usaha Penggergajian Kayu di Kabupaten Bogor Bagian Barat Tahun 2010
No. Kecamatan Luas (ha)
Produksi Jumlah Pengger-gajian (Unit)
Keterangan (m3) (batang) Ada
izin (Unit)
Tidak ada izin
(unit) 1. Tenjo 73.25 322.30 11 324 6 0 6 2. Parung
Panjang 85.30 268.09 8 711 2 0 2
3. Jasinga 469.43 1 630.97 56 271 17 0 17 4. Cigudeg 834.54 3 068.32 64 227 17 1 16 5. Sukajaya 259.61 875.32 19 396 3 0 3 6. Nanggung 919.49 4 102.76 126 886 15 0 15 7. Rumpin 2 038.30 4 593.22 146 805 5 0 5 8. Leuwiliang 1 333.31 1 747.41 39 024 19 3 16 9. Cibungbulang 187.62 271.77 6 678 3 2 1 10. Pamijahan 899.78 2 019.23 22 009 15 1 14 11. Ciampea 202.01 319.62 10 743 2 1 1 12. Leuwisadeng 123.90 163.64 2 962 22 2 20 13. Tenjolaya 92.06 242.51 6 388 2 0 2 Jumlah 7 518.60 19 625.16 521 424 128 10 118
Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2010)
Produksi kayu dari hutan baik dalam bentuk kayu bulat, maupun kayu
lainnya seperti kayu gergaji dan kayu lapis pasti menghasilkan limbah. Pada
proses eksploitasi/pemanenan, dihasilkan limbah berupa kayu bulat yang
merupakan bagian dari batang komersial, tunggak, potongan pendek, cabang,
ranting dan serbuk gergaji (Rachman dan Malik, 2011).
Menurut Setiyono (2004), limbah yang dihasilkan dari aktivitas industri
perkayuan berbentuk limbah padat seperti serpihan kulit kayu, potongan kayu
berukuran kecil (chips wood) dan serbuk gergaji. Industri perkayuan yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah industri yang menggunakan kayu setengah
jadi sebagai bahan bakunya, seperti industri mebel, karoseri, pengolahan kayu
gelondongan dan lain-lain.
Sebelum menggunakan bag log sebagai media tanam jamur, media tanam
jamur hanya menggunakan kayu gelondongan. Namun sekarang media kayu
7
gelondongan banyak ditinggalkan karena dianggap tidak praktis, harganya relatif
mahal, sulit diperoleh dan masa tumbuh yang dibutuhkan oleh jamur lebih lama
(Suharyanto, 2010). Berdasarkan hal tersebut, petani jamur banyak memanfaatkan
sampah dan limbah serbuk gergaji yang ada menjadi media tanam (bag log) dalam
usaha budidaya jamur sehingga selain mengurangi jumlah limbah serbuk gergaji,
pengolahan limbah menjadi bag log atau media tanam juga memberikan manfaat
ekonomi bagi masyarakat.
Usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log di Kecamatan
Leuwiliang dan Leuwisadeng dikelompokkan kedalam dua kelompok, yaitu unit
usaha non plasma A dan unit usaha non plasma B. Hal ini berdasarkan atas asal
dari bibit jamur yang digunakan sebagai input tambahan dalam pembuatan bag
log. Unit usaha non plasma A merupakan unit usaha yang membeli bibit jamur
dari usaha lain untuk digunakan dalam pembuatan bag log, sedangkan unit usaha
non plasma B merupakan unit usaha yang membuat sendiri bibit jamur yang
digunakan dalam pembuatan bag log. Selain memiliki potensi limbah serbuk
gergaji yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku utama pembuatan bag log,
Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng memiliki potensi penduduk untuk
dimanfaatkan sebagai tenaga kerja.
Usaha pengolahan limbah serbuk gergaji untuk dijadikan bag log atau
media tanam jamur selain memberikan pendapatan, meningkatkan nilai tambah,
juga membuka lapangan pekerjaan. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian
mengenai pemanfaatan limbah serbuk gergaji khususnya di Kecamatan
Leuwisadeng dan Kecamatan Lewiliang perlu dilakukan.
8
1.2 Perumusan Masalah
Limbah serbuk gergaji yang dihasilkan oleh proses pemanenan maupun
pengolahan kayu menimbulkan masalah dalam hal penanganannya yang selama
ini dibiarkan membusuk, ditumpuk dan dibakar. Tumpukan limbah serbuk gergaji
atau asap yang dihasilkan sebagai akibat pembakaran limbah serbuk gergaji dapat
memberikan dampak negatif bagi lingkungan dan mengganggu kesehatan. Seperti
asap yang ditimbulkan dari pembakaran serbuk gergaji dapat menyebabkan
gangguan pernafasan atau tumpukan serbuk gergaji yang dibiarkan membusuk
dapat menyebabkan tanah menjadi asam.
Salah satu solusi dari permasalahan limbah serbuk gergaji tersebut adalah
dengan memanfaatkannya menjadi produk yang bernilai tambah yaitu dengan
pemanfaatan limbah serbuk gergaji menjadi media tanam (bag log) untuk jamur
tiram. Bag log menggunakan bahan baku utama berupa limbah serbuk gergaji
sehingga produksi bag log dapat mengurangi timbunan limbah serbuk gergaji.
Menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2010),
Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng merupakan Kecamatan yang memiliki
industri penggergajian kayu terbanyak di Kabupaten Bogor. Kecamatan
Leuwisadeng memiliki 22 industri penggergajian kayu dan di Kecamatan
Leuwiliang terdapat 19 industri penggergajian kayu. Banyaknya jumlah produksi
kayu dan industri penggergajian di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng
berpotensi menghasilkan limbah serbuk gergaji. Balai Penelitian Hasil Hutan
(BPHH) menunjukkan bahwa rendemen rata-rata penggergajian adalah 45 persen,
sisanya 55 persen berupa limbah. Sebanyak 10 persen dari limbah yang dihasilkan
oleh industri penggergajian adalah serbuk gergaji (Wibowo, 1990). Salah satu
9
bentuk pemanfaatan limbah serbuk gergaji adalah sebagai bahan baku utama
pembuatan media tanam (bag log) jamur tiram sehingga limbah serbuk gergaji
dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi.
Masyarakat Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng memanfaatkan
limbah serbuk gergaji yang dihasilkan dari proses pemanenan dan penggergajian
untuk dijadikan bag log atau media tanam jamur. Pemanfaatan limbah serbuk
gergaji menjadi bag log ini didorong oleh keberadaan usahatani budidaya jamur
tiram di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng serta daerah disekitarnya.
Pemanfaatan limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng memberikan manfaat ekonomi langsung berupa pendapatan dan
nilai tambah bagi limbah serbuk gergaji tersebut serta manfaat ekonomi tidak
langsung berupa penyerapan tenaga kerja. Limbah serbuk gergaji juga dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku utama pembuatan bag log, Kecamatan
Leuwiliang dan Leuwisadeng memiliki potensi penduduk untuk dimanfaatkan
sebagai tenaga kerja.
Produksi jamur tiram per bag log di Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng pada unit plasma A dan unit usaha B bervariasi yaitu berkisar antara
0.3 – 0.4 kg. Perbedaan kemampuan bag log untuk menghasilkan jamur tiram
disebabkan oleh adanya perbedaan yaitu dalam ; (1) komposisi bahan baku dan
(2) teknik pembuatan bag log seperti perbedaan lama waktu sterilisasi. Kedua
perbedaan tersebut terjadi karena perbedaan pengalaman oleh para pelaku usaha
pembuatan bag log. Perbedaan yang ada diantara pelaku usaha menyebabkan
perbedaan pendapatan yang diperoleh.
10
Tingginya potensi limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng serta potensi permintaan bag log untuk budidaya jamur tiram
menyebabkan diperlukannya sebuah penelitian tentang analisis manfaat ekonomi
dari pengolahan serbuk gergaji menjadi bag log sebagai media tanam jamur tiram
untuk mendukung perekonomian masyarakat dan produksi jamur tiram. Penelitian
mengenai pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log dapat menjadi bahan
pertimbangan pengusaha maupun petani dalam pengambilan keputusan dalam
menjalankan usaha pembuatan bag log. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka
dapat dirumuskan berbagai permasalahan dari pengolahan limbah serbuk gergaji
di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi
bag log pada unit usaha non plasma A dan unit usaha non plasma B?
2. Berapa pendapatan dan nilai tambah yang didapat dari pengolahan limbah
serbuk gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma A dan unit
usaha non plasma B?
3. Berapa penyerapan tenaga kerja yang dihasilkan oleh usaha pemanfaatan
limbah serbuk gergaji dalam pembuatan bag log pada unit usaha non
plasma A dan unit usaha non plasma B?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Menganalisis karakteristik dari usaha pengolahan limbah serbuk gergaji
menjadi bag log pada unit usaha non plasma A dan pada unit usaha non
plasma B.
11
2. Menghitung pendapatan dan nilai tambah dari pengolahan limbah serbuk
gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma A dan unit usaha non
plasma B.
3. Menghitung penyerapan tenaga kerja yang dapat dihasilkan oleh usaha
pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log pada unit usaha non
plasma A dan unit usaha non plasma B.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan dari penelitian di atas, maka diharapkan penelitian ini
dapat memberikan manfaat bagi:
1. Pelaku usaha, sebagai tambahan informasi dan rekomendasi pengambilan
keputusan dalam produksi bag log.
2. Masyarakat, sebagai informasi bahwa limbah serbuk gergaji memiliki
manfaat ekonomi jika diolah dan dimanfaatkan.
3. Akademisi, sebagai tambahan informasi untuk pelaksanaan penelitian
selanjutnya yang relevan di masa datang.
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Limbah serbuk gergaji yang diteliti hanya
merupakan limbah serbuk gergaji yang digunakan sebagai bahan baku utama dari
pembuatan bag log. Limbah serbuk gergaji yang digunakan adalah limbah serbuk
gergaji dari semua jenis kayu kecuali kayu Pinus. Kayu Pinus tidak digunakan
dalam pembuatan bag log karena serbuk gergaji dari kayu Pinus mengandung
getah yang dapat menghambat pertumbuhan miselia jamur. Karakteristik usaha
dianalisis secara deskriptif. Analisis nilai tambah pengolahan limbah serbuk
12
gergaji dihitung menggunakan Metode Hayami dan penyerapan tenaga kerja
dihitung menggunakan rumus perubahan kesempatan kerja.
Penelitian ini memiliki batasan yaitu tidak membahas mengenai manfaat
lingkungan dan nilai perbaikan kualitas tanah yang dihasilkan dari pengolahan
limbah serbuk gergaji. Serbuk gergaji yang digunakan dalam pembuatan bag log
digunakan sekitar 90 persen merupakan serbuk gergaji yang merupakan limbah
dari industri penggergajian dan hanya sekitar 10 persen serbuk gergaji yang
didapatkan dari proses pemanenan kayu.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah Kayu
Setiap kegiatan pembalakan maupun penggergajian menghasilkan limbah.
Limbah penggergajian adalah potongan kayu dalam bentuk dan ukuran tertentu
yang seharusnya masih bisa dimanfaatkan tetapi ditinggalkan karena keterbatasan
tingkat teknologi pengolahan kayu yang ada pada waktu itu (Rachman dan Malik,
2011). Dengan kata lain limbah penggergajian merupakan produk sampingan dari
suatu proses penggergajian yang dapat dimanfaatkan bila teknologinya telah
tersedia.
Menurut Darsani (1985), berdasarkan penggergajian (processing)
kayunya, limbah kayu dapat dibedakan menjadi logging waste, yaitu limbah
akibat kegiatan logging dan processing wood waste, yaitu limbah yang
diakibatkan kegiatan industri kayu seperti pada pabrik penggergajian, plywood
dan lain-lain. Limbah penggergajian secara garis besar terdiri dari lima bentuk:
yaitu serbuk gergaji (sawdust), sabetan (slabs), potongan ujung kayu gergajian
(off cut), potongan dolok cacat dan kulit kayu (Rachman dan Malik, 2011).
Bentuk limbah gergajian yang dihasilkan oleh suatu pabrik gergajian
berbeda antara satu dengan yang lainnya, hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Sebagai contoh, pabrik yang memproduksi sortimen kayu gergajian yang lebih
kecil menghasilkan limbah serbuk gergaji yang lebih banyak dibandingkan
dengan yang memproduksi sortimen kayu yang lebih besar. Besar kecilnya jumlah
limbah tergantung dari tinggi rendahnya angka rendemen. Istilah rendemen dalam
industri adalah perbandingan banyak barang yang dihasilkan (output) dan bahan
baku (input) yang digunakan, biasanya dinyatakan dalam persen (%). Pada
14
industri penggergajian, rendemen berarti perbandingan volume kayu gergajian
yang dihasilkan dengan log kayu yang digunakan. Hal ini berarti dengan
mengukur angka rendemen, secara tidak langsung kita akan mengetahui jumlah
limbah yang dihasilkan. Semakin rendah kuantitas limbah, maka akan semakin
tinggi angka rendemen, begitu juga sebaliknya. Berikut ini adalah komposisi
bentuk limbah yang dihasilkan dari industri pengolahan kayu yang dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi Bentuk Limbah Penggergajian Bentuk Limbah Persentase (%)
Serbuk gergaji 12 – 15
Sabetan dan potongan ujung berukuran kecil 25 – 35
Potongan dolok dan kayu cacat 5 - 10
Sumber: Rachman dan Malik (2011)
Tabel 5 menunjukkan bahwa limbah serbuk gergaji yang dihasilkan dari
suatu proses pengolahan kayu sebesar 12-15% dari total besaran log yang
digunakan. Hal ini menunjukkan besarnya potensi limbah serbuk gergaji yang ada
pada industri penggergajian.
2.2 Karakteristik Usaha Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji Menjadi Bag Log
Menurut Pramithasari (2011), karakteristik usaha pengolahan limbah
tunggak Pohon Jati sebagai limbah dari pemanfaatan kayu Pohon Jati dibagi
menjadi sumber bahan baku, sumber daya manusia dan skala usaha. Usaha
pembuatan bag log merupakan salah bentuk usaha pemanfaatan limbah serbuk
gergaji yang dihasilkan dari penggunaan berbagai jenis kayu. Melalui
penggunakan pendekatan ini karakteristik usaha pengolahan limbah serbuk gergaji
menjadi bag log dibagi menjadi sumber bahan baku, sumberdaya manusia, skala
usaha dan rantai pemasaran.
15
2.2.1 Serbuk Gergaji dan Bahan Baku Lainnya
Serbuk gergaji berbentuk butiran-butiran halus yang terbuang saat kayu
dipotong dengan gergaji (Setiyono, 2004). Jumlah serbuk gergaji yang dihasilkan
dari eksploitasi/pemanenan dan pengolahan kayu bulat sangat banyak. Balai
Penelitian Hasil Hutan (BPHH) pada kilang penggergajian di Sumatera dan
Kalimantan serta Perum Perhutani di Jawa menunjukkan bahwa rendemen rata-
rata penggergajian adalah 45 persen, sisanya 55 persen berupa limbah. Sebanyak
10 persen dari limbah penggergajian tersebut merupakan serbuk gergaji (Wibowo,
1990). Pengertian rendemen dalam industri penggergajian adalah perbandingan
volume kayu gergajian yang dihasilkan dengan volume dolok yang digunakan dan
angka rendemen ini dinyatakan dalam persen (Rachman dan Malik, 2011).
Limbah serbuk gergaji yang dihasilkan dari industri penggergajian masih dapat
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, diantaranya sebagai media tanam, bahan
baku furnitur dan bahan baku briket arang.
Menurut Wibowo (1990), sebagai media tanam serbuk gergaji selain
mempunyai beberapa keuntungan juga memerlukan penanganan khusus sebelum
bisa dipakai sebagai media tanam. Kendala utama pemanfaatan serbuk gergaji
sebagai media adalah reaksi asam dan adanya kemungkinan untuk memadat.
Masalah tersebut diatas dapat diatasi dengan pengomposan. Fitotoksin hasil
ekskresi tanaman dan sisa penghancuran segera dimetabolisme oleh jasad mikro
ke dalam bentuk yang tidak beracun pada proses pengomposan, demikian pula
unsur hara yang masih terikat oleh jaringan tertentu dapat dilepas dan digunakan
untuk pertumbuhan tanaman dengan pengomposan. Serbuk gergaji sebagai media
tanam memiliki berbagai keuntungan yaitu ringan, ketersediaannya banyak,
16
mampu menyimpan air serta cukup kaya nutrisi yang diperlukan bagi
pertumbuhan tanaman dengan persentase sebagai berikut: 0,24% Nitrogen, 0,20 %
P2O5 dan 0.45% K2O (Wibowo, 1990). Penggunaan bahan baku utama yaitu
serbuk gergaji dalam bag log bisa lebih dari 70% dari total berat bag log
(Suriawiria, 2001).
Dedak merupakan bahan yang kaya akan karbohidrat, nitrogern dan
vitamin B kompleks. Bekatul berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan
miselium dan menunjang perkembangan tubuh buah jamur. Dedak atau bekatul
yang dapat digunakan berasal dari berbagai jenis padi yang masih baru, tidak
berbau apek dan memiliki struktur yang masih baik (Suharyanto, 2011).
Kapur dan gips juga ditambahkan ke dalam campuran bahan baku
pembuatan bag log. Kapur berfungsi sebagai pengontrol pH media tanam yang
sesuai dengan syarat tumbuh jamur dan sebagai sumber kalsium. Gips berguna
untuk memperkokoh struktur bahan campuran sehingga tidak mudah pecah
(Suharyanto, 2011).
2.2.2 Pembuatan Bag Log
Serbuk gergaji sebagai bahan baku utama yang digunakan dalam
pembuatan bag log dapat menggunakan serbuk gergaji dari seluruh jenis kayu,
terutama kayu keras selain kayu pinus. Menurut Suriawiria (2001), pinus
mengandung zat terpenoid atau belerang yang dapat menghalangi pertumbuhan
jamur. Jenis kayu yang baik untuk dijadikan media tumbuh atau bag log adalah
kayu atau serbuk gergaji dari pohon berdaun lebar karena banyak mengandung
lignin. Contohnya kayu pasang bungkus (Quercus argentea), namun karena kayu
jenis ini sulit ditemukan, penggunaan jati dan mahoni disarankan sebagai
17
penggantinya. Kualitas jamur yang ditanam pada serbuk gergaji kayu tersebut
akan lebih bagus, lebih kenyal, serta aromanya lebih wangi.
Bahan baku pengkaya hara berupa dedak atau bekatul padi, tepung jagung,
gula pasir, kapur, gips dan air ditambahkan pada bahan baku utama berupa serbuk
gergaji. Menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2012)
formula yang digunakan dalam pembuatan bag log untuk setiap 100 kg serbuk
penggergajian dibutuhkan dedak sebanyak 15-25 kg, tepung jagung sebanyak 7.5
kg, kapur pertanian sebayak 1.5 kg, Gipsum dan gula pasir merupakan bahan
tambahan jika diperlukan, masing-masing dibutuhkan sebanyak 1 kg dan 2 kg.
Langkah-langkah pembuatan bag log menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan
Kabupaten Bogor (2012) adalah sebagai berikut:
1. Pengadukan dan pengomposan
Serbuk gergaji yang sudah diayak dan bahan baku pengkaya hara
dicampurkan hingga merata. Dedak yang digunakan berfungsi sebagai
nutrisi yang baik bagi pertumbuhan miselium jamur. Kapur berfungsi
untuk menetralkan keasaman dengan mengontrol pH agar tetap stabil
selama proses pemeraman. Pemeraman dilakukan untuk memfermentasi
campuran media sehingga kandungan yang terdapat di dalam media terurai
menjadi senyawa sederhana sehingga mudah untuk dicerna oleh jamur.
2. Pengisian media ke dalam kantong
Campuran serbuk gergaji dan bahan pengkaya hara dimasukkan ke dalam
kantong plastik polypropilane yang memiliki ketebalan 0.3 mm atau lebih
yang tahan panas saat proses pengukusan. Kantong plastik diisi adonan
18
dengan sedikit dipadatkan sampai isinya mencapai 70 persen dari
kapasitasnya.
3. Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses yang dilakukan untuk mematikan mikroba, baik
bakteri, kapang maupun khamir yang dapat mengganggu pertumbuhan
jamur yang ditanam. Proses sterilisasi dilakukan dengan menggunakan
drum atau steamer dengan masa perebusan berlangsung selama 6.5 – 8
jam.
4. Pendinginan
Proses pendinginan merupakan upaya penurunan suhu media tanam
setelah proses sterilisasi agar bibit jamur yang dimasukkan nanti tidak
mati. Pendinginan dilakukan selama satu malam sebelum dilakukan
inokulasi.
5. Inokulasi atau penanaman bibit
Inokulasi merupakan kegiatan memindahkan sejumlah kecil miselium
jamur dari biakan induk ke dalam media tanam yang telah disediakan.
Inokulasi harus dilakukan di ruangan yang steril agar tidak terjadi
kontaminasi yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur. Setelah
dimasukkan bibit, bag log ditutup menggunakan koran, ring bambu dan
karet.
6. Inkubasi
Inkubasi merupakan proses penempatan bag log yang telah diisi bibit
jamur ke dalam ruangan dengan kondisi tertentu agar miselium dapat
memutih dan penuh dengan sempurna. Suhu ruangan sebaiknya dijaga
19
tidak melebihi 25°C dan kelembabannya tidak melebihi 90 persen. Selain
itu terdapat aerasi dan cahaya yang cukup tapi tidak langsung terpapar
sinar matahari.
2.2.3 Skala Usaha
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 mengenai usaha mikro,
kecil dan menengah, usaha mikro merupakan usaha produktif milik orang
perorangan dan/atau bahan usaha yang memenuhi kriteria usaha mikro
sebagaimana yang diatur dalam undang-undang. Pada Pasal 6 Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2008 disebutkan bahwa usaha mikro merupakan usaha yang
memiliki kekayaan bersih paling banyak sebesar Rp 50 000 000, hal ini tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Penjualan paling banyak dari usaha
mikro adalah sebesar Rp 300 000 000/ tahun.
Menurut Partomo dan Soejoedono (2004), profil usaha mikro di Indonesia
dapat dilihat dari segi manajemen dan keuangan. Profil usaha kecil Indonesia
dilihat dari segi manajemen, yaitu sebagai berikut: (1) Pemilik sebagai pengelola,
(2) Berkembang dari usaha usaha kecil-kecilan, (3) tidak membuat perencanaan
tertulis, (4) kurang membuat catatan/pembukuan, (5) pendelegasian wewenang
secara lisan, (6) kurang mampu mempertahankan mutu, (7) sangat tergantung
pada pelanggan dan pemasok disekitar usahanya, (8) kurang membina saluran
informasi, (9) kurang mampu membina hubungan perbankan. Profil usaha kecil
Indonesia dari segi keuangan, yaitu sebagai berikut: (1) memulai usaha kecil-
kecilan dengan modal sedikit dana dan keterampilan pemiliknya, (2) terbatasnya
sumber dana dari perbankan, (3) kemampuan memperoleh pinjaman bank relatif
rendah, (4) kurang akurat perencanaan anggaran kas, (5) kurang memiliki catatan
20
harga pokok produksi, (6) kurang memahami tentang pentingnya pencatatan
keuangan/akuntansi, (7) kurang paham tentang prinsip-prinsip penyajian laporan
keuangan dan kemampuan analisisnya, (8) kurang mampu memilih informasi
yang berguna bagi usahanya.
2.2.4 Sumber Daya Manusia
Menurut Daniel (2004), sumber daya manusia (SDM) sebagai tenaga kerja
di Indonesia dan juga sebagian negara-negara berkembang termasuk negara maju
pada mulanya merupakan tenaga yang dicurahkan untuk usaha tani sendiri atau
usaha keluarga. Keadaan ini berkembang dengan semakin meningkatnya
kebutuhan manusia dan semakin majunya usaha pertanian sehingga dibutuhkan
tenaga kerja dari luar keluarga yang khusus dibayarkan sebagai tenaga kerja
upahan.
2.2.5 Saluran Pemasaran
Produsen pada saat ini tidak lagi menjual produk yang dihasilkan langsung
kepada pengguna akhir (Kotler dan Dary, 2008). Antara produsen dan konsumen
terdapat sekelompok pemasar yang membentuk rantai distribusi yang
memerankan berbagai fungsi dan memiliki berbagai macam nama. Saluran
distribusi atau aliran pemasaran adalah perantara-perantara para pembeli dan
penjual yang dilalui oleh perpindahan barang baik fisik maupun perpindahan
milik sejak dari produsen hingga ke tangan konsumen ( Sigit dalam Sunyoto,
2012).
Saluran pemasaran yang dipilih produsen sangat mempengaruhi semua
keputusan pemasaran yang lainnya. Oleh karena itu, saluran pemasaran
merupakan salah satu keputusan paling rumit yang dihadapi produsen. Panjang
21
pendeknya saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu produk tergantung pada
beberapa faktor, diantaranya jarak antara produsen ke konsumen, daya tahan
produk, skala produksi dan posisi keuangan perusahaan. Saluran pemasaran dapat
dicirikan dari panjangnya tingkat saluran. Panjangnya suatu saluran pemasaran
akan ditentukan oleh banyaknya tingkat perantara yang dilalui oleh barang dan
jasa. Bagan saluran pemasaran dapat dilihat pada Gambar 1.
(5) (6) (7) (4) (3) (5) (4) (8)
(4) (5) (2)
(6) (1)
(7)
Sumber: Sunyoto (2012)
Gambar 1. Bagan Saluran Pemasaran
Keterangan:
1. Penjualan dilakukan oleh produsen langsung kepada konsumen
2. Dari produsen dijual kepada pengecer (retailer) dan dari pengecer dijual
ke konsumen
3. Dari produsen dijual ke wholesaler (distributor) dan kemudian oleh
wholesaler dijual ke konsumen
4. Dari produsen ke wholesaler, lalu ke pengecer kemudian dijual ke
konsumen
Produsen
Agen
Wholesaler
Pemakai Industrial
Pengecer, Toko, Retailer
Konsumen
22
5. Dari produsen dijual ke agen, lalu ke wholesaler, ke pengecer dan dijual ke
konsumen
6. Dari produsen ke agen, dari agen ke pengecer, kemudian dijual ke
konsumen
7. Dari produsen ke agen kemudian dijual ke konsumen
8. Dari produsen dijual ke pemakai industrial.
2.3 Analisis Pendapatan Usaha
Biaya adalah korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi yang
semula fisik kemudian diberi nilai rupiah (Hernanto, 1996). Biaya usaha
dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu biaya tunai atau biaya yang dibayarkan
dan biaya non tunai atau biaya yang tidak dibayarkan. Biaya tunai adalah biaya
yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja non keluarga, pembelian
input produksi serta biaya untuk irigasi dan pengairan. Biaya tidak tunai meliputi
biaya tetap dan biaya untuk tenaga kerja keluarga.
Menurut Hernanto (1996) pendapatan juga dibedakan menjadi pendapatan
tunai dan pendapatan tidak tunai. Pendapatan tunai merupakan pendapatan yang
diperoleh dari penerimaan dan biaya tunai, sedangkan pendapatan tidak tunai
merupakan pendapatan yang diperoleh dari penerimaan dan biaya total. Bentuk
pendapatan tunai dapat menggambarkan tingkat kemajuan ekonomi usaha dalam
spesifikasi dan pembagian kerja. Besarnya pendapatan tunai atau proporsi
penerimaan tunai dari total penerimaan yang masuk dapat digunakan untuk
perbandingan keberhasilan petani satu dengan yang lainnya.
Analisis R/C digunakan untuk menghitung efisiensi usaha (Hapsari et al.,
2008), yaitu berupa nisbah antara penerimaan dengan biaya total. Berdasarkan
23
pertimbangan tersebut, jika R/C >1 maka usaha tersebut menguntungkan,
sedangkan jika R/C =1 maka impas dan jika R/C <1 berart usaha tersebut tidak
menguntungkan.
2.4 Nilai Tambah
Nilai tambah adalah jumlah balas jasa terhadap faktor-faktor produksi
dalam bentuk sewa tanah, upah, bunga dan keuntungan (Halwani, 2005). Nilai
tambah merupakan balas jasa atas faktor produksi yang digunakan, seperti modal,
tenaga kerja dan manajemen perusahaan yang dinikmati oleh produsen. Nilai
tambah dari suatu produk juga bisa berarti peningkatan nilai guna atas produk
tersebut oleh konsumen. Perhitungan nilai tambah dengan Metode Hayami dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Perhitungan Nilai Tambah Hayami No. Variabel Nilai Output, Input dan Harga 1. Output yang dihasilkan (kg/hari) A 2. Bahan baku yang digunakan(kg/hari) B 3. Tenaga kerja (HOK) C 4. Faktor konversi (1/2) D = A/B 5. Koefisien tenaga kerja (3/2) E = C/B 6. Harga output (Rp/kg) F 7. Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/jam) G Pendapatan dan keuntungan 8. Harga bahan baku (Rp/kg bahan baku) H 9. Sumbangan input lain (Rp/kg output) I 10. Nilai output (4 x 6) (Rp) J = D x F 11. a. Nilai tambah (10 – 9 – 8) (Rp) K = J – H – I b. Rasio nilai tambah ((11a/10) x 100%) 1 (%) = (K/J) x 100% 12. a. Imbalan tenaga kerja (5 x 7) (Rp) M = E x G b. Bagian tenaga kerja ((12a/11a) x 100%) N (%) = (M/K) x 100% 13. a. Keuntungan (11a – 12a) (Rp) O = K – M b. Tingkat keuntungan ((13a/11a) x 100%) P (%) = (O/K) x 100% 14. Marjin (10 – 8) (Rp) Q = J – H Pendapatan tenaga kerja ((12a/14) x 100%) R (%) = (M/Q) x 100% Sumbangan input lain ((9/14) x 100%) S (%) = (I/Q) x 100% Keuntungan perusahaan ((13a/14) x 100%) T (%) = (O/Q) x 100%
Sumber: Hayami et al., (1987)
24
Menurut Hayami et al (1987), nilai tambah adalah selisih antara nilai
komoditas yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dikurangi dengan nilai
korbanan yang digunakan selama proses produksi berlangsung. Sumber-sumber
dari nilai tambah adalah pemanfaatan faktor-faktor seperti tenaga kerja, modal,
bahan baku dan manajemen. Terdapat tiga komponen pendukung dalam Metode
Hayami, yaitu faktor konversi yang menunjukkan besaran output yang dihasilkan
dari satu-satuan input, faktor koefisien tenaga kerja yang menunjukkan banyaknya
tenaga kerja langsung yang diperlukan dalam mengolah satu-satuan input, dan
nilai produk yang menunjukkan nilai ouput yang dihasilkan dari satu-satuan input.
Penggunaan Metode Hayami sebagai alat analisis mengasilkan beberapa
informasi. Metode Hayami dapat menghasilkan informasi berupa:
a. Perkiraan besarnya nilai tambah (Rp)
b. Rasio nilai tambah yang dihasilkan terhadap nilai produk yang dihasilkan (%)
menunjukkan presentase nilai tambah dari nilai produk
c. Imbalan bagi tenaga kerja (Rp), menunjukkan besar upah yang diterima oleh
tenaga kerja.
d. Bagian tenaga kerja dari nilai tambah yang dihasilkan (%), menunjukkan
persentase imbalan tenaga kerja dari nilai tambah
e. Keuntungan pengolahan (Rp), menunjukkan bagian yang diterima pengusaha
(pengolah), karena menanggung resiko usaha
f. Tingkat keuntungan pengolah terhadap nilai output (%), menunjukkan
persentase keuntungan terhadap nilai tambah
g. Marjin pengolah (Rp), menunjukkan kontribusi pemilik faktor produksi selain
bahan baku yang digunakan dalam proses produksi
25
h. Persentase pendapatan tenaga kerja langsung terhadap marjin (%)
i. Persentase sumbangan input lain terhadap marjin (%)
2.5 Penyerapan Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi dalam melakukan
suatu proses produksi pada suatu unit usaha. Penyerapan tenaga kerja berarti
kemampuan suatu unit usaha menyerap sejumlah orang untuk bekerja dalam suatu
proses produksi.
Konversi tenaga kerja yang membandingkan tenaga kerja pria sebagai
ukuran baku dengan tenaga kerja lain yang dikonversikan atau disetarakan dengan
pria pada jenis pekerjaan yang sama, yaitu satu orang laki-laki sama dengan satu
hari kerja pria, satu orang wanita sama dengan 0.7 hari kerja pria, satu ekor ternak
sama dengan dua hari kerja pria dan satu orang anak-anak sama dengan 0.5 hari
kerja pria. Ada ahli usahatani yang mengkonversikan tenaga kerja pada tenaga
kerja pria berdasarkan upah yang diterima (Hernanto, 1996).
2.6 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai analisis manfaat ekonomi pengolahan limbah maupun
analisis nilai tambah sudah banyak dilakukan sebelumnya. Penelitian-penelitian
terdahulu yang menjadi referensi penelitian memiliki berbagai perbedaan.
Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian terletak pada lokasi,
input serta output yang dihasilkan dan metode analisis data. Beberapa penelitian
terdahulu yang menjadi referensi penulis dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Penelitian Terdahulu No Nama, Tahun Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Hasil Penelitian 1. Citra Anggun
Pramithasari, 2011
Analisis Manfaat Ekonomi Pengolahan Limbah Pohon Jati
1. Mengidentifikasi karakterisitik dan rantai pemasaran dari pengolahan limbah pohon jati yang dihasilkan oleh Masyarakat Jiken
Analisis desktiptif Usaha pengolahan limbah pohon jati termasuk kedalam skala usaha mikro, dengan SDM tradisional. Rantai pemasaran dari kegiatan pengolahan limbah pohon jadti dimulai dari pemasok bahan baku, pengerajin limbah tunggak, reseller atau pedagang perantara
2. Menghitung nilai tambah dan pendapatan usaha dari pemanfaatan limbah pohon jati oleh Masyarakat Jiken
Metode Hayami dan analisis pendapatan usaha
Nilai tambah yang dihasilkan pada produk meja akar sebesar 56.48% dari nilai produknya. Nilai tambah produk meja ukir 75.97% dari nilai produknya, lemari display sebesar 67.99% dan produk patung ukir sebesar 73.05% dari nilai produknya.
3. Menghitung penyerapan tenaga kerja dari pemanfaatan limbah Pohon Jati oleh masyarakat Kecamatan Jiken
Metode tabulasi data
Total jumlah tenaga kerja yang dapat diserap dari pemanfaatan limbah Pohon Jati oleh masyarakat Kecamatan Jiken adalah sebanyak 416 orang.
2. Helda, 2004
Analisis Nilai Tambah Pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran, Provinsi Lampung
1. Mengetahui keadaan umum industri pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran, Provinsi Lampng
Analisis Deskriptif
Industri pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran, Provinsi Lampung masih dilakukan dengan sederhana atau tradisional. Keterampilan yang diperoleh para pengolah tersebut sebagian berasal dari warisan keluarga dan ada pula yang berasal dari pengalaman sendiri dalam menekuni usaha.
2. Menganalisis besarnya kentungan industri pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran, Provinsi Lampung
Analisis pendapatan usaha
Biaya total rata-rata yang dikeluarkan oleh pengolah adalah Rp 1 646 330 566.70 per tahun dengan 330 566.70 per tahun dengan penerimaan rata-rata sebesar Rp 1 977 576 000 per tahun, sehingga pendapatan rata-rata yang diperoleh para pengolah tersebut adalah Rp 331 245 433.30 per tahun. Usaha yang dilakukan pengolah ini dapat dikatakan menguntungkan.
3. Menganalisis besarnya nilai tambah pengolahan Ikan
Metode Hayami Rata-rata nilai tambah dari pengolahan Ikan Teri di Pula Pasaran Provinsi Lampung sebesar Rp 1 002.76
26
14
Tabel 7. Lanjutan Nama, Tahun Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Hasil Penelitian Teri di Pulau Pasaran,
Provinsi Lampung per kg.
3. Maimun, 2009
Analisis Pendapatan Usahatani dan Nilai Tambah Saluran Pemasaran Kopi Arabika Organik dan Non Organik (Studi Kasus Pengolahan Bubuk Kopi Ulee Kareng di Banda Aceh)
1. Menganalisis pendapatan usahatani kopi arabika organik dan non organik berdasarkan penerimaan dan total biaya yang dikeluarlkan dalam usaha tani
Analisis pendapatan
Pendapatan usahatani kopi arabika organik lebih besar dibandingkan dengan usuahatani kopi arabika non organik sehingga kopi arabika organik lebih menguntungkan
2. Menganalisis lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran kopi arabika organik dan non organik dan peran dari setiap lembaga yang terlibat
Analisis deskriptif Terdapat satu saluran pemasaran kopi arabika organik dan non organik. Berdasarkan saluran pemasaran,kopi arabika organik lebih efisien.
3. Menganalisis efisiensi pemasaran kopi arabika organik dan non organik dengan menghitung marjin dan farmer’s share
Analisis marjin Marjin pemasaran kopi arabika organik lebih besar dibandngkan kopi arabika non organik sedangkan farmer’s share kopi arabika non organik lebih besar dibandingkan kopi arabika organi organik.
4. Menganalisis nilai tambah bubuk kopi organik dan non organik industri pengolahan bubuk kopi Ulee Kareng.
Metode Hayami Nilai tambah kopi arabika organik lebih besar dibandingkan kopi arabika non organik. Industryibubuk kopi Ulee Kareng adalah industri yang padat modal yang maksudnya adalah industri yang dilengkapi dengan mesin-mesin prpoduksi mekanis sehingga tidak membutuhkan tenaga kerja yang terlalu banyak.
27
28
Pramithasari (2011) melakukan penelitian mengenai nilai tambah dari
pengolahan limbah tunggak kayu jati di Kecamatan Jiken. Dihasilkan produk
berupa meja akar, meja ukir, lemari display dan patung ukir dari pengolahan
limbah tunggak kayu jati di Kecamatan Jiken. Digunakan analisis deskriptif,
Metode Hayami dan metode tabulasi data dalam pengolahan data. Helda (2004)
melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan dan
nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran, Provinsi
Lampung. Pembagian tenaga kerja dibagi menjadi tiga unit pekerjaan yaitu tenaga
perebusan, tenaga penjemur dan tenaga sortir.
Maimun (2009) melakukan penelitian mengenai pendapatan usaha, nilai
tambah serta saluran pemasaran kopi arabika organik dan non organik di Ulee
Kareng Banda Aceh. Penelitian Maimun (2009) bertujuan untuk mengetahui
lembaga pemasaran, efisiensi pemasaran serta besaraan nilai tambah dari kopi
arabaika organik dan non organik di Ulee Kareng Banda Aceh.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu yaitu pada
lokasi penelitian, spesifikasi komoditas dan metode pengolahan data. Penelitian
dilakukan di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor dengan
input berupa serbuk gergaji dan output berupa bag log yang digunakan sebagai
media tanam jamur tiram. Metode pengolahan data menggunakan Metode Hayami
dan rumus perubahan kesempatan kerja sebelum dan setelah adanya usaha
pengolahan limbah serbuk gergaji.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
Kayu diproduksi sebagai usaha pemenuhan kebutuhan manusia. Proses
eksploitasi/pemanenan dan pengolahan kayu bulat menjadi berbagai macam
barang menghasilkan limbah. Proses eksploitasi/pemanenan menghasilkan limbah
berupa limbah pemanenan yang secara garis besar berupa daun, tunggak dan
serbuk gergaji sedangkan kegiatan pengolahan kayu bulat atau industri perkayuan
menghasilkan limbah kayu gergajian yang secara garis besar berupa potongan
ujung, potongan dolok dan serbuk gergaji.
Limbah kayu hanya di tumpuk dan dibiarkan membusuk dapat
mengganggu kesehatan dan merusak lingkungan. Penumpukan serbuk gergaji
dapat menyebabkan tanah tidak dapat menerima oksigen yang cukup selama
proses fermentasi sehingga menjadi sangat asam dan berbahaya bagi tanaman.
Jumlah serbuk gergaji yang dihasilkan dari eksploitasi/pemanenan dan
pengolahan kayu bulat sangat banyak. Balai Penelitian Hasil Hutan (BPHH)
kilang penggergajian di Sumatera dan Kalimantan serta Perum Perhutani di Jawa
menunjukkan bahwa rendemen rata-rata penggergajian adalah 45 persen, sisanya
55 persen berupa limbah. Sebanyak 10 persen dari limbah penggergajian tersebut
adalah serbuk gergaji (Wibowo, 1990).
Limbah serbuk gergaji yang dihasilkan dari kegiatan
eksploitasi/pemanenan maupun penggergajian kayu dapat dimanfaatkan oleh
usaha pembuatan bag log. Usaha pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang
dan Leuwisadeng dibagi menjadi dua kelompok, yaitu unit usaha non plasma A
dan non plasma B. Pemanfaatan limbah serbuk gergaji untuk diolah menjadi bag
log media tanam jamur tiram sehingga memberikan manfaat ekonomi baik secara
30
langsung berupa pendapatan dan peningkatan nilai tambah maupun manfaat
ekonomi tidak langsung yaitu berupa penyerapan tenaga kerja. Selain manfaat
ekonomi, pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log di Kecamatan
Leuwiliang dan Leuwisadeng juga memberikan manfaat lingkungan.
Penelitian ini membahas mengenai karakteristik usaha pengolahan limbah
serbuk gergaji. Karakteristik usaha yang diidentifikasi berupa sumber bahan baku,
proses produksi, skala usaha, sumberdaya manusia dan rantai pemasaran. Selain
itu juga perhitungan besarnya nilai tambah yang dihasilkan dan besarnya
pendapatan yang diterima oleh pelaku usaha dihitung untuk mengetahui besarnya
manfaat langsung dari pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log.
Manfaat ekonomi tidak langsung berupa penyerapan tenaga kerja dihitung
untuk mengetahui besarnya kemampuan penyerapan tenaga kerja pada usaha
pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log sehingga dapat menyerap
sejumlah tenaga kerja yang ada di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng. Hasil
dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi pengambilan
kebijakan bagi pengusaha dan masyarakat untuk dapat lebih memanfaatkan
limbah serbuk gergaji. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 2.
31
Keterangan: Ruang lingkup penelitian
Gambar 2. Kerangka Berpikir Penelitian
Limbah pemanenan
Manfaat ekonomi
Produksi kayu di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng
Limbah pemanenan dan gergajian kayu
Limbah gergajian
Daun Tunggak
Serbuk gergaji
Potongan ujung Potongan dolok cacat
Usaha pembuatan bag log (Non Plasma A dan Non Plasma B)
Karakteristik usaha
Pendapatan dan Nilai tambah
Penyerapan tenaga kerja
Rekomendasi pengambilan kebijakan
Manfaat lingkungan
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan
tujuan penelitian dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Leuwiliang dan
Kecamatan Leuwisadeng merupakan kecamatan yang memiliki banyak usaha
penggergajian sehingga memiliki limbah penggergajian yang relatif banyak.
Penelitian dilakukan pada bulan April 2012 hingga Januari 2013. Pengambilan
data primer dilakukan pada bulan Juli 2012.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer didapat dari hasil wawancara dengan pemilik usaha
budidaya jamur tiram putih yang memproduksi bag log untuk dijual ke pemilik
usaha budidaya jamur lainnya atau untuk digunakan sendiri. Data sekunder
didapat dari berbagai literatur, instansi yang terkait seperti Perum Perhutani,
Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik dan juga
referensi penelitian-penelitian terdahulu yang dapat dijadikan rujukan yang
berhubungan dengan pengolahan limbah serbuk gergaji.
4.3 Metode Pengambilan Data
Metode pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan dengan sensus
dimana responden dipilih dari seluruh populasi yang ada. Jumlah populasi dalam
penelitian ini adalah 11 responden. Responden dalam penelitian ini adalah unit
usaha pembuat bag log untuk jamur tiram putih yang tersebar di tiga desa yaitu
Desa Barengkoh dan Desa Cibeber II di Kecamatan Lewiliang serta Desa Sadeng
33
di Kecamatan Leuwisadeng. Pengambilan data dari responden bertujuan untuk
menjawab masalah mengenai karakteristik usaha pengolahan limbah serbuk
gergaji, rantai pemasarannya, nilai tambah yang dihasilkan, pendapatan yang
dihasilkan dan jumlah tenaga kerja yang dapat diserap dari pengolahan limbah
serbuk gergaji menjadi media tanam jamur tiram putih. Tabel 8 menunjukkan
jumlah responden untuk penelitian yang akan dilakukan.
Tabel 8. Jumlah Produsen Bag Log di Kecamatan Leuwiliang dan Kecamatan Leuwisadeng Tahun 2012
Kecamatan Desa Pengusaha Bag log Leuwiliang 1.Barengkoh 4
2. Cibeber II 3 Leuwisadeng 1.Sadeng 4 Jumlah 11
Sumber: Penulis (2012)
4.4 Metode Analisis Data
Unit usaha pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu unit usaha non plasma A dan unit usaha non
plasma B. Unit usaha non plasma A adalah unit usaha yang membeli bibit jamur
tiram untuk kemudian dijadikan input tambahan dalam pembuatan bag log. Unit
usaha non plasma B adalah unit usaha yang membuat bibit jamur tiram jamur
tiram sendiri untuk kemudian dijadikan input tambahan dalam pembuatan bag
log.
Data yang diperoleh diolah menggunakan Windows Excel 2007. Analisis
data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis
kualitatif digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi
karakteristik usaha pengolahan limbah serbuk gergaji. Analisis kualitatif dalam
penelitian ini yaitu deskripsi mengenai karakteristik usaha. Analisis kuantitatif
yang menggunakan metode Hayami dan analisis pendapatan digunakan untuk
34
menjawab tujuan manfaat ekonomi yang diperoleh dari usaha pengolahan limbah
serbuk gergaji, yaitu meliputi nilai tambah, pendapatan serta penyerapan tenaga
kerja. Untuk lebih jelas, matriks analisis data dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Matriks Analisis Data No. Tujuan Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Data
1. Mengidentifikasi karakteristik usaha pengolahan limbah serbuk gergaji
Data primer dengan wawancara kepada pelaku usaha yang menjadi responden
Analisis Deskriptif
2. Menghitung pendapatan usaha nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan limbah serbuk gergaji
Data Primer dengan wawancara kepada pelaku usaha yang menjadi responden
Analisis pendapatan usaha dan nilai tambah dengan metode Hayami
3. Mengidentifikasi jumlah tenaga kerja yang dapat diserap dari kegiatan pengolahan limbah serbuk gergaji
Data sekunder jumlah tenaga kerja dengan adanya usaha pembuatan bag log dan tanpa adanya usaha pembuatan bag log
Rumus pertumbuhan dari perubahan kesempatan kerja (HOK)
Sumber: Penulis (2012)
4.4.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan dan menganalisis data-
data yang berbentuk kualitatif yaitu untuk menggambarkan berbagai kondisi dan
situasi yang terdapat di lokasi penelitian. Analisis deskriptif digunakan untuk
menjawab tujuan identifikasi karakteristik usaha pengolahan limbah serbuk
gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng. Variabel karakterstik usaha
yang diidentifikasi pada unit usaha non plasma A maupun non plasma B adalah
(1) karakteristik umum pelaku usaha, (2) karakteristik usaha berupa skala usaha,
(3) sumber bahan baku, (4) proses pembuatan bag log dan sumberdaya manusia
dan, (5) rantai pemasaran bag log.
35
Penentuan karakteristik responden diperoleh dari hasil wawancara.
Responden dalam penelitian ini adalah para pelaku usaha yang memanfaatkan
limbah serbuk gergaji untuk pembuatan bag log. Karakteristik umum dari
responden pelaku usaha terdiri dari jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir dan
lama menjalankan usaha.
4.4.2 Analisis Pendapatan Usaha
Pendapatan usaha pembuatan bag log merupakan manfaat langsung dari
kegiatan pengolahan limbah serbuk gergaji. Semua jenis biaya yang dikeluarkan
dalam kegiatan produksi bag log akan dihitung untuk mengetahui besarnya
pendapatan atas biaya tunai dan juga besarnya pendapatan atas biaya total yang
dikeluarkan. Selain itu juga akan dihitung besarnya biaya total (total cost) dan
cost ratio (R/C) pada unit usaha non plasma A dan non plasma B.
Pendapatan merupakan salah satu indikator keberhasilan pengelolaan suatu
usaha. Pendapatan tersebut dapat dilakukan melalui suatu analisis pendapatan
(Hoddi et al., 2011). Dari hasil yang diperoleh akan dapat diketahui apakah usaha
pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log yang dilakukan di Kecamatan
Leuwiliang dan Leuwisadeng menguntungkan atau tidak untuk dijalankan.
Total penerimaan adalah nilai total produk dalam jangka waktu tertentu.
Penerimaan yang didapatkan pada penelitian ini merupakan penerimaan dari
penjualan bag log dan bibit jamur tiram yang dihasilkan. Penerimaan usaha
pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log di Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng adalah hasil kali rata-rata jumlah bag log yang diproduksi per bulan
dikalikan dengan harga rata-rata bag log per kilogram dengan asumsi satu bulan
adalah 26 hari kerja.
36
Biaya total adalah semua nilai input yang dikeluarkan dalam proses
produksi. Perhitungan biaya dalam penelitian ini dibagi menjadi biaya tunai dan
non tunai. Biaya tunai adalah besarnya nilai uang yang dikeluarkan pelaku usaha
untuk membeli serbuk gergaji dan bahan baku lainnya serta upah tenaga kerja.
Secara umum analisis pendapatan kegiatan pengolahan limbah serbuk
gergaji menjadi bag log diperoleh dari selisih antara penerimaan yang didapatkan
dan biaya yang dikeluarkan. Suatu usaha dikatakan menguntungkan jika selisih
antara penerimaan dengan pengeluaran bernilai positif. Semakin besar selisih
antara penerimaan dan pengeluaran, maka semakin menguntungkan suatu usah
tersebut. Pendapatan merupakan balas jasa dari kerjasama faktor-faktor produksi,
tenaga kerja, modal dan pengelolaan. Perhitungan untuk mengukur pendapatan
yang dihasilkan dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 2002) :
I = TR – TC .......................................................................................... (1)
TR = Py . y ............................................................................................... (2)
TC = Px . x ................................................................................................ (3)
TC = TVC + TFC ...................................................................................... (4)
Dimana:
I = Pendapatan yang dihasilkan (Rp/bulan)
TR = Penerimaan Total yang dihasilkan (Rp/bulan)
TC = Biaya Total yang dikeluarkan (Rp/bulan)
Py = Harga output (Rp/bulan)
Px = Harga input (Rp/bulan)
y = Jumlah output (Unit/bulan)
x = Jumlah input (Unit/bulan)
37
TVC = Biaya total variabel (Rp/bulan)
TFC = Biaya total tetap (Rp/bulan)
Nilai R/C atas biaya tunai dan biaya total yang lebih dari satu menyatakan
bahwa unit usaha pembuatan bag log menguntungkan jika dijalankan. Penerimaan
dari usaha pembuatan bag log diperoleh dari perkalian antara jumlah produksi bag
log yang dihasilkan dengan harga jual bag log dan perkalian antara jumlah bibit
jamur yang diproduksi dengan harga bibit jamur. Bibit jamur yang digunakan
merupakan bibit jamur dalam kemasan botol dengan berat rata-rata 1.2 kg bibit
jamur per botol. Satu botol bibit jamur dapat digunakan untuk 30 bag log
sehingga kebutuhan bibit dalam tiap bag log yaitu rata-rata sebesar 40 gram.
Konsep ini juga digunakan pada perhitungan nilai tambah menggunakan Metode
Hayami. Adapun rumus penerimaan usaha pembuatan bag log adalah sebagai
berikut:
1. Unit usaha non plasma A
TRA = (QA1.PA1) ....................................................................................... (5)
2. Unit usaha non plasma B
TRB = (QB1.PB1) + (QB2.PB2) ................................................................... (6)
Keterangan:
1 = Bag log
2 = Bibit jamur
A = Unit usaha non plasma A
B = Unit usaha non plasma B
TR = Total penerimaan (Rp)
Q1 = Jumlah bag log yang diproduksi (Kg)
38
P1 = Harga bag log per Kg (Rp/Kg)
Q2 = Jumlah bibit jamur yang diproduksi (Botol)
P2 = Harga bibit jamur per botol (Rp/Botol)
Penyusutan alat-alat produksi termasuk ke dalam biaya non tunai. Metode
yang digunakan dalam perhitungan penyusutan adalah metode garis lurus
(straight line method). Metode ini menggunakan dasar asumsi bahwa benda yang
dipergunakan dalam usaha menyusut dalam besaran yang sama setiap tahunnya
(Hernanto, 1980).
Penyusutan alat pada unit usaha non plasma A terdiri dari peralatan
produksi, peralatan perawatan dan sterilisasi, peralatan inokulasi dan inkubasi.
Pada unit usaha non plasma B, penyusutan alat adalah peralatan pembuatan bibit
jamur tiram, peralatan produksi, peralatan perawatan dan sterilisasi, peralatan
inokulasi dan inkubasi. Asumsi yang digunakan adalah peralatan-peralatan yang
digunakan tidak memiliki nilai sisa atau habis digunakan. Perhitungan penyusutan
dengan metode garis lurus dapat dirumuskan sebagai berikut (Hernanto, 1980):
𝑁𝑝 = 𝑁𝑏𝑇
................................................................................................... (7)
Np = Nilai penyusutan tiap bulan (Rp)
Nb = Nilai jual/beli benda pertama kali (Rp)
T = Daya pakai alat (Bulan)
4.4.3 Analisis Nilai Tambah
Analisis nilai tambah dalam penelitian ini dihitung menggunakan Metode
Hayami. Penggunaan Metode Hayami akan menghasilkan besaran nilai tambah
yang didapat dari pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi media tanam atau
bag log serta melihat distribusi terhadap faktor produksi yang digunakan. Nilai
39
tambah yang dihasilkan dari pengolahan limbah serbuk gergaji merupakan
manfaat langsung yang dihasilkan dari usaha pembuatan bag log. Perhitungan
nilai tambah menggunakan satuan berat yang telah dikonversi menjadi kilogram.
Data yang digunakan dalam perhitungan nilai tambah adalah data dalam satu kali
produksi atau satu bulan.
Metode Hayami memiliki beberapa kelebihan yaitu dapat diketahui
besarnya nilai tambah, nilai output dan produktivitas. Kelebihan lainnya dari
Metode Nilai Tambah adalah dapat diketahuinya besarnya balas jasa terhadap
pemilik faktor-faktor produksi. Prinsip nilai tambah menurut Hayami dapat
diterapkan pula untuk subsistem lain diluar pengolahan, misalnya untuk kegiatan
pemasaran. Perhitungan nilai tambah limbah serbuk gergaji menggunakan Metode
Hayami disajikan dalam Tabel 10.
Tabel 10. Perhitungan Nilai Tambah Limbah Serbuk Gergaji dengan Metode Hayami
No. Variabel Nilai Bag log, serbuk gergaji dan Harga
1. Bag log yang dihasilkan (kg/hari) A 2. Serbuk gergai yang digunakan(kg/hari) B 3. Tenaga kerja (HOK) C 4. Faktor konversi (1/2) D = A/B 5. Koefisien tenaga kerja (3/2) E = C/B 6. Harga bag log (Rp/kg) F 7. Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/jam) G
Pendapatan dan keuntungan 8. Harga serbuk gergai (Rp/kg bahan baku) H 9. Sumbangan input lain (Rp/kg output) I 10. Nilai bag log (4 x 6) (Rp) J = D x F 11. a. Nilai tambah (10 – 9 – 8) (Rp) K = J – H – I
b. Rasio nilai tambah ((11a/10) x 100%) 1 (%) = (K/J) x 100% 12. a. Imbalan tenaga kerja (5 x 7) (Rp) M = E x G
b. Bagian tenaga kerja ((12a/11a) x 100%) N (%) = (M/K) x 100% 13. a. Keuntungan (11a – 12a) (Rp) O = K – M
b. Tingkat keuntungan ((13a/11a) x 100%) P (%) = (O/K) x 100% 14. Marjin (10 – 8) (Rp) Q = J – H
Pendapatan tenaga kerja ((12a/14) x 100%) R (%) = (M/Q) x 100% Sumbangan input lain ((9/14) x 100%) S (%) = (I/Q) x 100% Keuntungan perusahaan ((13a/14) x 100%) T (%) = (O/Q) x 100%
Sumber : Hayami et al., (1987).
40
Selain memiliki beberapa kelebihan, Metode Hayami juga memiliki
kekurangan. Beberapa kekurangan Metode Hayami yaitu pendekatan rata-rata
tidak tepat jika diterapkan pada unit usaha yang menghasilkan banyak produk dari
satu jenis bahan baku. Metode hayami juga tidak dapat menjelasnya produk
sampingan yang dihasilkan. Salah satu kekurangan Metode Hayami yang lainnya
adalah sulit menentukan pembanding yang dapat digunakan untuk menyimpulkan
apakah balas jasa terhadap pemilik faktor produksi tersebut sudah layak atau
belum. Beberapa variabel yang terkait dalam analisis nilai tambah, yaitu:
a. Faktor konversi, menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu
satuan input,
b. Koefisien tenaga kerja langsung, menunjukkan tenaga kerja langsung yang
diperlukan untuk mengolah satu satuan input, dan
c. Nilai output, menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan
input.
Nilai faktor konversi diperlukan untuk mengetahui berapa banyak output
yang dapat dihasilkan dari setiap pengolahan satu kilogram serbuk gergaji. Nilai
faktor konversi yang besar disebabkan karena banyak terdapat input tambahan
yang digunakan dalam pembuatan bag log seperti dedak, kapur, bibit jamur dan
air.
Pada unit usaha non plasma B, output yang dihasilkan adalah bag log dan
bibit jamur. Perhitungan nilai tambah menggunakan Metode Hayami hanya dapat
menghitung nilai tambah dari aktivitas produksi yang menghasilkan satu output,
sehingga output berupa bibit jamur (yang semula merupakan output kedua) dalam
unit usaha non plasma B tidak diperhitungkan. Penggunaan bibit jamur dalam
41
pembuatan bag log pada unit usaha non plasma B merupakan penggunaan bibit
jamur yang habis digunakan untuk dijadikan sebagai input tambahan dalam
pembuatan bag log. Perhitungan biaya-biaya pembuatan baglog pada usaha ini
juga telah disesuaikan yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan hanya untuk
menghasilkan bag lag saja.
Penggunaan serbuk gergaji dan bahan baku tambahan dalam pembuatan
bag log yang digunakan dalam perhitungan nilai tambah menggunakan metode
Hayami merupakan jumlah serbuk gergaji dan bahan baku tambahan yang telah
disesuaikan. Penyesuaian yang dilakukan merupakan penyesuaian terhadap
jumlah serbuk gergaji yang digunakan untuk pembuatan bag log dengan asumsi
tidak terdapat output tambahan berupa bibit jamur. Jumlah serbuk gergaji dan
input tambahan merupakan jumlah yang hanya digunakan dalam pembuatan bag
log.
Koefisien tenaga kerja adalah nilai pembagian dari jumlah hari orang kerja
dalam satu bulan (HOK/bulan) dengan jumlah bahan baku (kg/bulan) yang
digunakan dalam kegiatan produksi pada masing-masing unit usaha. Koefisien
tenaga kerja menunjukkan banyaknya tenaga kerja yang diperlukan untuk
mengolah satu-satuan input (Hayami, et al., 1987).
4.4.4 Analisis Penyerapan Tenaga Kerja
Usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log di Kecamatan
Leuwiliang dan Leuwisadeng menghasilkan lapangan pekerjaan sehingga dapat
menyerap tenaga kerja. Analisis penyerapan tenaga kerja dapat digunakan untuk
mengetahui jumlah tenaga kerja yang dapat diserap. Analisis penyerapan tenaga
kerja dengan adanya pengolahan limbah serbuk gergaji dan tidak ada usaha
42
pengolahan limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng
dapat dirumuskan sebagai berikut (Mardiyatuljanah, 2009) :
Δ KK = TKdp – TKtp .............................................................................. (8)
Keterangan:
Δ KK = Perubahan kesempatan kerja (HOK)
TKdp = Tenaga kerja dengan adanya usaha pembuatan bag log (HOK)
TKtp = Tenaga kerja tanpa adanya usaha pembuatan bag log (HOK)
Pada usaha pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng, satu Hari Orang Kerja (HOK) adalah 8 jam. Lamanya satu HOK
untuk berbagai usaha bisa berbeda. Hal ini disesuaikan dengan jam kerja dalam
satu hari. Koefisien tenaga kerja yang digunakan dalam perhitungan penggunaan
tenaga kerja pada usaha pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng adalah satu. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan jenis
pekerjaan dan tidak adanya perbedaan upah yang diberikan antara tenaga kerja
perempuan maupun laki-laki dalam satu jenis pekerjaan.
V. KEADAAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH
5.1 Kecamatan Leuwiliang
Kecamatan Leuwiliang memiliki empat unit usaha pengolahan limbah
serbuk gergaji. Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng memiliki empat unit
usaha pengolahan limbah serbuk gergaji yaitu di Desa Barengkoh dan tiga unit
usaha di Desa Cibeber II.
5.1.1 Keadaan Geografis dan Demografis Kecamatan Leuwiliang
Wilayah Kecamatan Leuwiliang terletak di wilayah Bogor Barat dengan
luas wilayah ±6 159.70 Ha pada ketinggian 101-700 mdpl. Curah hujan rata-rata
pertahun di Kecamatan Leuwiliang yaitu sebesar 519.29 mm dan jumlah hari
hujan terbanyak 91 hari dengan kelembaban 20-25° C. Kecamatan Leuwiliang
merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan 5-20°. Bagian Utara Kecamatan
Leuwiliang berbatasan dengan Kecamatan Rumpin, bagian selatan berbatasan
dengan Kabupaten Sukabumi, bagian barat berbatasan dengan Kecamatan
Leuwisadeng dan bagian timur berbatasan dengan Kecamatan Cibungbulang.
Jarak Kabupaten Leuwilliang dari Ibu Kota Negara (Jakarta) yaitu 80 km,
Ibu Kota Provinsi (Bandung) yaitu 147 km dan Ibu Kota Kabupaten (Cibinong)
yaitu 29 km. Secara administratif Kecamatan Leuwiliang terdiri dari 48 dusun,
126 RW, 418 RT yang tercakup dalam 11 desa.
Menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan (2010), luas hutan rakyat di
Kecamatan Leuwiliang merupakan luas hutan terluas kedua di Kabupaten Bogor
setelah Kecamatan Nanggung yaitu sebanyak 1 333.31 ha. Jenis kayu yang sering
ditanam di Kecamatan Leuwiliang adalah kayu Sengon (Albizia falcataria L.
fosberg), Mahoni (Swietenia macrophylla King), Afrika (Maesopsis eminii Engl.),
44
Jati (Tectona grandis Linn. fred) dan lain-lain. Banyaknya jumlah hutan di
Kecamatan Leuwiliang mendorong terbentuknya industri penggergajian di daerah
ini. Adanya industri penggergajian ini sangat membantu bagi usaha budidaya
jamur tiram yang menggunakan serbuk gergaji sebagai bahan baku utama
pembuatan bag log atau media tanam jamur. Luas hutan di Kecamatan Leuwiliang
berdasarkan komoditas dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Produksi Hutan Rakyat Kecamatan Leuwiliang Menurut Komoditas Tahun 2010
No. Jenis Kayu Luas (Ha) Produksi (m3) (Batang)
1. Sengon 101.98 837.56 - 2. Mahoni 55.84 132.57 - 3. Afrika 533.11 554.72 - 4. Jati 17.49 0.00 - 5. Campuran 546.85 222.56 - 6. Bambu 78.05 - 39.02
Jumlah 1 333.31 1 747.41 39.02 Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2010)
Kecamatan Leuwiliang memproduksi kayu dalam jumlah yang besar
karena luas hutan rakyat di Kecamatan Leuwiliang merupakan hutan terbesar di
Kabupaten Bogor. Kayu Sengon merupakan kayu yang paling banyak diproduksi
di Kecamatan Leuwiliang. Kayu Sengon adalah salah satu jenis kayu yang
memiliki batang berwarna putih yang serbuk gergajinya digunakan sebagai bahan
baku pembuatan bag log. Besarnya produksi kayu sengon dan jenis kayu yang
memiliki batang berwarna putih lainnya seperti Kayu Afrika di Kecamatan
Leuwiliang mendorong munculnya industri pengolahan kayu di daerah tersebut.
Banyaknya jumlah kayu yang diolah di Kecamatan Leuwiliang menyebabkan
banyaknya limbah serbuk gergaji yang dihasilkan sehingga bisa dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan bag log.
45
5.1.2 Keadaan Sosial dan Ekonomi Penduduk Kecamatan Leuwiliang
Penduduk Kecamaan Leuwiliang memiliki mata pencarian sebagai petani,
pedagang, pegawai perkebunan, buruh industri dan lain-lain. Sebanyak 36.81
persen masyarakat Kecamatan Leuwiliang bekerja sebagai. Banyaknya jumlah
masyarakat Kecamatan Leuwiliang yang menjadi pedagang merupakan salah satu
implikasi dari berkembangnya pasar yang besar di Kecamatan ini yaitu Pasar
Leuwiliang. Data pekerjaan masyarakat Kecamatan Leuwiliang dapat dilihat pada
Tabel 12.
Tabel 12. Pekerjaan Masyarakat Kecamaan Leuwiliang Pada Tahun 2010 Pekerjaan Jumlah (%)
Petani 3159.00 12.62 Pengusaha 168.00 0.67 Buruh Industri 2690.00 10.75 Buruh Bangunan 2695.00 10.77 Buruh Pertambangan 2589.00 10.34 Perkebunan 2699.00 10.78 Pedagang 9213.00 36.81 Pegawai Negeri Sipil 1044.00 4.17 TNI/Polri 118.00 0.47 Lain-lain 653.00 2.61
Jumlah 25028.00 100.00 Sumber: Laporan Data Monografi Kecamatan Leuwiliang (2010)
Sebanyak 186 orang atau sebanyak 0.67 persen memiliki pekerjaan
sebagai pengusaha. Rendahnya jumlah masyarakat Kecamatan Leuwiliang yang
memiliki pekerjaan sebagai pengusaha karena pada umumnya masyarakat tidak
memiliki modal untuk menjalankan suatu usaha.
Tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Leuwiliang relatif tidak
terlalu tinggi. Paling banyak masyarakat hanya berpendidikan terakhir sampai
dengan tingkat SLTP yaitu sebanyak 42.86 persen. Masih sedikit masyarakat
46
Kecamatan Leuwiliang yang memiliki pendidikan akhir sampai perguruan tinggi
yaitu sebesar 1.23 persen. Data tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan
Leuwiliang tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Tingkat Pendidikan Masyarakat Kecamatan Leuwiliang pada Tahun 2010
Tingkat Jumlah (%) Tidak tamat SD 9775.00 7.71 SD 41198.00 32.50 SLTP 54335.00 42.86 SLTA 19898.00 15.70 Perguruan tinggi 1553.00 1.23
Total 126759.00 100.00 Sumber: Laporan Data Monografi Kecamatan Leuwiliang (2010)
5.2 Kecamatan Leuwisadeng
Kecamatan Leuwisadeng memiliki empat unit usaha pengolahan limbah
serbuk gergaji. Letak usaha pengolahan limbah serbuk gergaji tersebut adalah di
Desa Sadeng.
5.2.1 Keadaan Geografis dan Demografis Kecamatan Leuwisadeng
Kecamatan Leuwisadeng merupakan salah satu kecamatan yang terletak di
Kabupaten Bogor yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Leuwiliang pada
tahun 2005. Kecamatan Leuwisadeng terdiri dari 8 desa, 25 kampung, 57 Rukun
Warga (RW), 268 Rukun Tetangga (RT). Secara geografis, Kecamatan
Leuwisadeng berada pada ketinggian 500 sampai 1000 meter diatas permukaan
laut (mdpl). Bentuk wilayahnya terdiri dari 70 persen berbukit sampai bergunung.
Jarak Kecamatan Leuwisadeng kurang lebih 42 km dari Ibukota
Kabupaten Bogor dan 55 km dari Ibukota DKI Jakarta. Secara administratif batas
Kecamatan Leuwisadeng adalah: sebelah utara Kecamatan Serpong (Tangerang),
sebelah selatan Kabupaten Sukabumi, sebelah barat Kecamatan Cigudeg dan
sebelah timur Kecamatan Cibungbulang
47
Kecamatan Leuwisadeng berada pada ketinggian 200-550 mdpl dengan
temperatur berkisar antara 25-32°C. Luas Kecamatan Leuwisadeng yaitu 1 868 ha
yang terdiri dari tanah sawah (sawah irigasi teknis, sawah irigasi, dan sawah
rendengan/tadah hujan), tanah kering (pekarangan, bangunan, emplacement, dan
tegakan/kebun), tanah hutan (hutan homogen, hutan heterogen, dan hutan
belukar), tanah perkebunan (perkebunan negara, perkebunan swasta, dan
perkebunan rakyat) dan tanah untuk fasilitas umum (lapangan olah raga dan
kuburan). Curah hujan rata-rata pertahun di Kecamatan Leuwisadeng sebanyak
432 mm/tahun dengan rata-rata hari hujan pertahun sebanyak 18 hari hujan.
Menurut Dinas Pertanian dan Kehuan Kabupaten Bogor (2010), luas hutan
di Kecamatan Leuwisadeng adalah 123.90 ha yang terdiri dari hutan homogen,
hutan heterogen, dan hutan belukar. Jenis tanaman kayuan unggulan yang ditanam
yaitu mahoni, sengon, duren. Rincian luas hutan di Kecamatan Leuwisadeng dapat
dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Produksi Hutan Rakyat Kecamatan Leuwisadeng Menurut Komoditas Tahun 2010
No. Jenis Kayu Luas (Ha) Produksi (m3) (Batang)
1. Sengon 5.28 59.17 - 2. Mahoni 17.31 26.49 - 3. Afrika 2.50 41.85 - 4. Jati 12.05 0.00 - 5. Campuran 80.84 39.65 - 6. Bambu 5.92 - 2 962
Jumlah 123.90 163.64 2 962 Sumber: Departemen Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2010)
Produksi kayu sengon atau kayu jenjeng merupakan jenis kayu yang
paling banyak di produksi di Kecamatan Leuwisadeng. Kayu jenis ini banyak
ditanam karena memiliki masa panen yang relatif singkat yaitu ± 5 tahun. Selain
itu kayu Albizia atau kayu sengon banyak diminati karena murah, ringan dan
48
lunak sehingga mudah diolah. Serbuk gergaji dari kayu sengon merupakan serbuk
gergaji dari salah satu jenis kayu yang digunakan dalam pembuatan bag log.
Banyaknya produksi kayu sengon mendorong pemanfaatan limbah yang ada,
salah satu bentuk usaha pemanfaatan limbah serbuk gergaji dari kayu sengon dan
jenis kayu yang lainnya adalah usaha pembuatan bag log.
5.2.2 Keadaan Sosial dan Ekonomi Kecamatan Leuwisadeng
Masyarakat di Kecamatan Leuwisadeng paling banyak berpendidikan
akhir sampai tingkat SD yaitu sebanyak 27 094 orang atau sebanyak 38.97 persen
dari total penduduk. Masyarakat yang berpendidikan sampai perguruan tinggi
paling sedikit di Kecamatan Leuwisadeng yaitu hanya sebanyak 123 atau
sebanyak 0.18 persen dari total penduduk. Karakteristik penduduk Kecamatan
Leuwisadeng berdasarkan tingkat pendidikan pada tahun 2010 dapat dilihat pada
Tabel 15.
Tabel 15. Karakteristik Penduduk Kecamatan Leuwisadeng Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2010
No. Tngkat Pendidikan Jumlah (orang) Presentase (%) 1. Belum sekolah 6 414.00 9.22 2. Tidak tamat SD 26 846.00 38.61 3. SD 27 094.00 38.97 4. SLTP 5 584.00 8.03 5. SLTA 3 273.00 4.71 6. Akademi 199.00 0.29 7. Perguruan tinggi 123.00 0.18
Jumlah 69 533.00 100.00 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (2011)
Sebagian besar masyarakat Kecamatan Leuwisadeng belum atau tidak
bekerja. Persentase masyarakat yang belum atau tidak bekerja mencapai 70.89
persen atau sebanyak 49 289 orang. Pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh
masyarakat Kecamatan Leuwisadeng adalah wiraswasta dan pedagang yaitu 9.47
persen atau sebanyak 6 584 orang. Hal ini disebabkan oleh tingginya minat
49
masyarakat Leuwisadeng dalam berdagang dan berwirausaha. Pekerjaan sebagai
petani dan peternak juga banyak ditekuni oleh petani dan peternak karena
Kecamatan Leuwisadeng cocok untuk dijadikan sawah dan peternakan. Data
pekerjaan masyarakat Kecamatan Leuwisadeng dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Pekerjaan Masyarakat Kecamaan Leuwisadeng Pada Tahun 2010 No. Jumlah (orang) Presentase (%) Presentase (%) 1. Belum/tidak bekerja 49 289.00 70. 89 2. Petani dan peternak 6 448.00 9.27 3. Pegawai/karyawan 1 757.00 2.53 4. PNS/POLRI 368.00 0.53 5. Dagang/wiraswasta 6 584.00 9.47 6. Buruh tani 2 466.00 3.55 7. Lainnya 2 621.00 3.77 Jumlah 69 533.00 100.00
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (2010)
Salah satu bentuk wirausaha yang dilakukan masyarakat Kecamatan
Leuwisadeng adalah dengan membuka industri penggergajian. Berdasarkan data
dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2010), jumlah industri
penggergajian di Kabupaten Bogor paling banyak terdapat di Kecamatan
Leuwisadeng yaitu sebanyak 22 industri penggergajian. Para pembuat bag log
memanfaatkan limbah seruk gergaji yang dihasilkan oleh industri tersebut sebagai
bahan baku utama pembuatan bag log sebagai media tanam jamur tiram
mengingat adanya usaha jamur tiram yang terdapat di Kecamatan Leuwisadeng
dan sekitarnya yang membutuhkan bag log.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Karakterisik Umum Pelaku Usaha yang Memanfaatkan Limbah Serbuk Gergaji Menjadi Bag Log
Pengolahan limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng menjadi bag log dilakukan oleh 11 orang pelaku usaha yang
semuanya menjadi responden dalam penelitian ini. Pelaku usaha tersebar di tiga
desa di dua kecamatan. Usaha pembuatan bag log terdapat di Desa Barengkoh dan
Desa Cibeber II Kecamatan Leuwiliang dan Desa Sadeng Kecamatan
Leuwisadeng. Unit usaha dalam pembuatan bag log terbagi menjadi enam usaha
non plasma A dan lima usaha non plasma B.
Bag log sebagai produk yang dihasilkan dari proses pengolahan limbah
serbuk gergaji terbuat dari serbuk gergaji sendiri sebagai bahan baku utama dan
menggunakan bahan baku tambahan dedak, kapur, bibit jamur dan air.
Ketersediaan bahan baku yang melimpah di Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng mendorong pelaku usaha untuk memanfaatkannya menjadi produk
yang dapat memiliki nilai jual lebih tinggi. Bag log yang diproduksi di Kecamatan
Leuwiliang dan Leuwisadeng digunakan sebagai media tanam untuk jamur
khususnya jamur tiram putih.
Jumlah responden pelaku usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi
bag log berjumlah 11 orang, 10 orang diantaranya berjenis kelamin laki-laki dan
hanya satu orang responden yang berjenis kelamin perempuan. Karakteristik
responden untuk pelaku usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log
dapat dilihat pada Tabel 17.
51
Tabel 17. Karakteristik Responden di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng Tahun 2012
Karakteristik Non plasma A Non plasma B Total Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah (%)
1. Jenis Kelamin Perempuan 1 9.09 0 0 1 9.09 Laki-laki 5 45.45 5 45.45 10 90.91
2. Umur (Tahun) 27-32 2 18.18 2 18.18 4 36.36 33-38 2 18.18 0 0 2 18.18 39-44 0 0 2 18.18 2 18.18 45-50 0 0 1 9.09 1 9.09 51-56 2 18.18 0 0 2 18.18
3. Pendidikan Terakhir SD 1 9.09 0 0 1 9.09 SMP 3 27.27 0 0 3 27.27 SMA 1 9.09 3 27.27 4 36.36 Perguruan tinggi 1 9.09 2 18.18 3 27.27
4. Lama Usaha (Tahun) 3-5 2 18.18 3 27.27 5 45.45 6-8 2 18.18 1 9.09 3 27.27 9-11 1 9.09 0 0 1 9.09 12-14 0 0 1 9.09 1 9.09 15-17 1 9.09 0 0 1 9.09
Sumber: Data primer diolah (2012)
Berdasarkan Tabel 17 diketahui bahwa responden pelaku usaha
pengolahan limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng
paling banyak ditekuni oleh laki-laki yaitu sebanyak 90.91 persen atau sebanyak
10 orang. Sebanyak 9.09 persen atau 1 orang dari responden adalah perempuan.
Responden yang menjalankan usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi
bag log paling banyak ditekuni oleh laki-laki karena usaha ini membutuhkan
perhatian dan pengawasan penuh setiap hari. Hal ini sulit dilakukan karena
perempuan harus mengurus rumah tangga sehingga usaha pengolahan limbah
serbuk gergaji menjadi bag log cukup berat jika dijalankan oleh perempuan.
Pelaku usaha paling banyak laki-laki juga dikarenakan pemilik usaha dapat juga
bertindak sebagai tenaga kerja sehingga dapat menghemat penggunaan tenaga
52
kerja dalam proses produksi setiap hari sehingga sulit dilakukan oleh perempuan
karena keterbatasan kekuatan fisik.
Berdasarkan hasil wawancara, responden pelaku usaha paling muda adalah
27 tahun dan yang tertua adalah 55 tahun. Tabel 17 menunjukkan bahwa
responden pelaku usaha pengolahan limbah serbuk gergaji di Kecamatan
Leuwiliang dan Leuwisadeng yang usianya berkisar antara 27-32 tahun sebanyak
36.36 persen atau sebanyak empat orang. Responden pelaku usaha pengolahan
limbah yang berusia 45-50 tahun ada satu orang atau sebanyak 9.09 persen dari
total responden. Responden pelaku usaha paling banyak berusia 27-32 tahun
menunjukkan pelaku usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log
banyak ditekuni oleh pelaku usaha yang berada pada rentang usia produktif
sehingga masih memiliki fisik yang kuat untuk dapat ikut membantu dalam
melakukan proses produksi.
Tingkat pendidikan pelaku usaha menggambarkan tingkat Sumberdaya
Manusia (SDM) dalam manajemen kegiatan usaha. Semakin tinggi tingkat
pendidikan, diharapkan dapat menghasilkan manajemen usaha yang baik.
Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian responden berpendidikan terakhir
sampai SMA yaitu sebanyak empat orang atau sebanyak 3.36 persen dari total
responden. Tingkat pendidikan responden pelaku usaha pengolahan limbah serbuk
gergaji di Kecamaan Leuwisadeng dan Leuwiliang paling sedikit adalah SD
sebanyak satu orang atau sebesar 9.09 persen dari total responden.
Responden paling banyak berpendidikan terakhir SMA sehingga dikatakan
dikatakan responden memiliki latar belakang pendidikan yang cukup baik
sehingga manajemen pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi cukup baik.
53
Selain hal tersebut, tingkat pendidikan yang cukup baik diperlukan dalam
menjalankan usaha karena usaha pembuatan bag log sebagai media tanam
merupakan usaha yang memerlukan pengetahuan dalam bidang budidaya dan
pemeliharaan. Usaha pembuatan bag log dikatakan sebagai usaha yang
membutuhkan pengetahuan karena kualitas bag log yang dihasilkan sangat
menentukan banyaknya produksi jamur yang dapat diproduksi.
Berdasarkan lama usaha, sebagian besar responden pelaku usaha pengolah
limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng telah
menjalankan usaha selama 3-5 tahun yaitu sebanyak lima orang atau sebanyak
45.45 persen dari total responden. Responden yang telah menjalankan usaha
selama 6-8 tahun sebanyak tiga orang atau 27.27 persen dari total responden dan
responden yang menjalankan usahanya selama 9-11, 12-14 dan 15-17 tahun
masing-masing sebanyak 9.09 persen atau masing-masing sebanyak sebanyak satu
orang.
Usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log sudah ada sejak
lebih dari 10 tahun atau mulai tahun 2002, pada tahun 2007 banyak usaha
pembuatan bag log baru bermunculan di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng
serta daerah disekitarnya. Hal ini disebabkan oleh budidaya jamur tiram
sebelumnya menggunakan batang pohon sebagai media tanam dan penggunaan
bag log sebagai media tanam belum terlalu banyak digunakan. Baru pada tahun
2007 penggunaan serbuk gergaji sebagai media tanam jamur khususnya jamur
tiram semakin digalakkan oleh Departemen Pertanian dan Kehutanan Kabupaten
Bogor di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng.
54
6.2 Karakteristik Usaha Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji Menjadi Bag Log
Usaha pengolahan limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng dilihat dari beberapa aspek. Aspek yang dilihat dalam karakteristik
usaha dalam pembuatan bag log adalah sumber dari bahan baku, proses produksi,
skala usaha, sumberdaya manusia dan rantai pemasaran bag log.
6.2.1 Sumber Bahan Baku
Bahan baku merupakan suatu komponen penting dalam proses produksi.
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang
dan Leuwisadeng adalah serbuk gergaji, dedak dan kapur, bibit jamur dan air.
Serbuk gergaji yang merupakan limbah penggergajian dimanfaatkan
sebagai bahan baku utama dalam pembuatan bag log. Serbuk gergaji yang
digunakan dalam pembuatan bag log didapatkan dari industri penggergajian yang
terdapat di daerah Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng. Pelaku usaha dapat
mendapatkan bahan baku dengan cara memesan kepada pemilik dari industri
penggergajian dan tenaga kerja penggergajian akan segera mengantarkan pesanan
tersebut. Sejauh ini tidak ada kendala yang dihadapi oleh pengolah limbah serbuk
gergaji menjadi bag log dalam memperoleh bahan baku utama karena
ketersediaannya yang melimpah di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng.
Harga serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng berkisar
antara Rp 1 500/karung – Rp 3 500/karung dengan berat 20 kg/karung. Tinggi dan
rendahnya harga serbuk gergaji tergantung dari kualitas serbuk gergaji tersebut.
Serbuk gergaji yang baik sebagai bahan baku pembuatan bag log adalah serbuk
gergaji dari jenis kayu yang memiliki batang berwarna putih contohnya Sengon,
Afrika dan Karet, serta tidak mengandung minyak, bahan kimia dan pasir. Serbuk
55
gergaji dari kayu campuran menyebabkan sering terjadinya kontaminasi pada bag
log yang dihasilkan sehingga dapat menyebabkan kerugian bagi pelaku usaha.
Dedak yang digunakan dalam pembuatan serbuk gergaji adalah dedak
yang sama dengan dedak yang digunakan untuk pakan ternak. Dedak didapat dari
penggilingan padi di sekitar wilayah Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng,
namun terkadang pembuat bag log harus sampai mencari keluar daerah saat
sedang musim paceklik karena sulitnya mendapatkan dedak. Saat musim paceklik,
harga dedak dapat mencapai Rp 2 100 – Rp 2 500/kg. Harga dedak saat sedang
musim panen atau saat persediaan dedak sedang stabil berkisar antara Rp 1 500 –
Rp 2 000/kg.
Kapur ditambahkan pada pembuatan bag log dengan tujuan agar bag log
yang dihasilkan dapat merekat dan keras sehingga tidak pecah. Selain itu
pemberian kapur juga berfungsi untuk menstabilkan pH. Kapur yang digunakan
didapat dari toko-toko pertanian di sekitar Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng. Sebagian besar petani menggunakan kapur dolomit (CaMg(CO3)2)
sebagai bahan baku pembuatan bag log namun ada juga petani yang menggunakan
kapur pertanian (CaO3). Harga kapur dolomit yang digunakan berkisar antara
Rp 600 – Rp 1 600/kg sedangkan harga kapur pertanian adalah Rp 5 000/kg.
Air sebagai bahan baku lainnya dalam pembatan bag log dicampurkan
secukupnya sampai campuran serbuk gergaji sampai campuran menjadi basah
tetapi tidak meneteskan air saat digenggam. Air pada pengolahan limbah serbuk
gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng tidak dimasukkan dalam
komponen biaya pengeluaran karena air yang digunakan merupakan air sungai
maupun air tanah yang dialirkan menggunakan pompa air sehingga biaya yang
56
dikeluarkan dalam pengadaan air hanya biaya listrik. Pembuat bag log
membangun usahanya dipinggir sungai sehingga mudah dalam memperoleh air
serta bagunan kumbung sebagai tempat inkubasi bag log menjadi lembab dan
miselia jamur dapat tumbuh dengan baik.
Bibit jamur yang digunakan dalam pembuatan bag log di Kecamatan
Leuwiliang dan Leuwisadeng merupakan bibit jamur turunan kedua (F2) yang
berbentuk miselia dalam kemasan botol. Bibit jamur dibeli dari pembuat bibit
jamur atau membuat sendiri. Diperlukan keahlian khusus dan peralatan serta
ruangan yang steril untuk dapat membuat bibit jamur. Bahan baku dalam
pembuatan bibit jamur jamur relatif murah dan banyak tersedia, namun pelaku
usaha di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng belum seluruhnya mampu
membuat bibit jamur sendiri karena keterbatasan pengetahuan dan peralatan. Bibit
jamur jamur yang digunakan dalam pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang
dan Leuwisadeng dibeli dengan harga Rp 7 500 - Rp 12 500 perbotol tergantung
dari volume dan kualitas bibit jamur yang dibeli.
Biaya yang dikerlukan untuk membuat bibit jamur jamur tiram hanya
berkisar Rp 3 604.26 per botol untuk ukuran bibit jamur yang dapat digunakan
untuk 30 bag log. Selain dapat menghemat biaya produksi, bibit jamur jamur juga
dapat dijual dan menghasilkan tambahan pendapatan bagi pengusaha.
6.2.2 Proses Produksi
Rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi bag log di
Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng adalah sebagai berikut:
1. Pengadukan dan Pengomposan
57
Serbuk kayu yag telah diayak dicampurkan dengan dedak dan kapur serta
air. Sebagian besar pembuat bag log di Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng menggunakan komposisi dedak dan kapur sebanyak 15
persen dan 25 persen. Persentase tersebut mengacu pada penggunaan
serbuk gergaji sebagai bahan baku utama dalam pembuatan bag log. Air
ditambahkan hingga campuran tidak hancur saat digenggam dan tidak
mengeluarkan air. Campuran bahan tersebut kemudian ditimbun dan
ditutupi dengan terpal selama satu malam. Komposisi bahan baku yang
digunakan dalam pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng berbeda dengan standart bahan baku dari Dinas Pertanian
dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2012) karena komposisi yang
digunakan oleh pembuat bag log di Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng sudah dianggap memberikan produktivitas paling besar
berdasarkan pengalaman dari pembuat bag log.
2. Pengisisan media ke kantong plastik (bag log)
Media produksi dimasukkan ke dalam plastik polipropilen ukuran ukuran
17x25 cm, 17x30 cm atau 18x30 cm dengan kepadatan tertentu. Berat
media yang sudah dipadatkan berkisar antara 0.9 kg – 1.2 kg/bag log.
3. Sterilisasi
Proses sterilisasi di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng dilakukan
dengan cara memasukkan bag log ke dalam drum untuk kemudian dikukus
dalam suhu 90 - 100° C selama 8 – 12 jam. Setelah melalui proses
sterilisasi, bag log kemudian didinginkan. Proses sterilisasi di Kecamatan
Leuwiliang dan Leuwisadeng lebih lama jika dibandingkan dengan
58
standart dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2012)
yang menyebutkan bahwa proses sterilisasi dilakukan selama 6.5 – 8 jam.
Hal ini disebabkan karena menurut pembuat bag log di Kecamatan
Leuwiliang dan Leuwisadeng, proses sterilisasi yang lebih lama yaitu
selama 8 – 12 jam dapat mengurangi angka kegagalan produksi bag log
karena kontaminasi.
4. Inokulasi atau Penanaman Bibit Jamur
Inokulasi merupakan kegiatan memindahkan sejumah kecil miselium
jamur dari biakan induk ke dalam media tanam yang telah disediakan.
Inokulasi dilakukan oleh tenaga kerja wanita di dalam ruangan yang steril
kemudian bag log ditutup menggunakan koran, ring bambu dan karet.
5. Inkubasi
Inkubasi merupakan proses menempatkan bag log yang telah diisi bibit
jamur jamur ke dalam ruangan dengan kondisi tertentu agar miselium
dapat memutih dan penuh dengan sempurna. Suhu yang diperlukan untuk
pertumbuhan miselium jamur sekitar 22 - 28°C dengan kelembaban 60 –
70 persen. Inkubasi dilakukan sampai seluruh permukaan dalam bag log
berwarna putih merata. Lamanya inkubasi berlangsung selama 30 hari.
Apabila sampai waktu satu minggu proses inkubasi tidak terlihat
pertumbuhan miselium jamur, maka besar kemungkinan jamur tidak dapat
tumbuh. Standart suhu dan kelembaban ruangan yang digunakan oleh
pembuat bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng tidak
mengikuti saran suhu ruanganyang dibuat oleh Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Bogor yaitu suhu ruangan tidak melebihi 25°C. Hal
59
ini disebabkan oleh kondisi wilayah di Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng.
6.2.3 Skala Usaha
Berdasarkan skala usahanya, usaha pembuatan bag log di Kecamatan
Leuwiliang dan Kecamatan Leuwisadeng termasuk ke dalamusaha mikro. Hal ini
dapat dilihat aspek manajemen dan keuangan menurut Partomo dan Soejoedono
(2004) yaitu, dari segi manajemen, pemilik usaha yang juga bertindak sebagai
pengelola, tidak adanya perencanaan tertulis dalam menjalankan usaha, kurang
adanya pencatatan atau pembukuan dan sangat tergantung dari pelanggan dan
pemasok di sekitar usaha. Berdasarkan aspek keuangan, usaha-usaha pembuatan
bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng merupakan usaha yang
dimulai dari usaha kecil-kecilan dengan modal sedikit dana dan tergantung dari
kemampuan pemilik usahanya. Kurangnya pemahaman tentang pentingnya
pencatatan keuangan, akuntasi dan harga pokok produksi membuat usaha
pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng kurang memiliki
catatan atau pembukuan mengenai hal tersebut. Diliihat dari kekayaan dan
penjualan per tahun seperti dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008
mengenai usaha mikro, kecil dan menengah, usaha pembuatan bag log di
Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng termasuk ke dalam usaha mikro.
Kekayaan bersih yang dimiliki oleh usaha pembuatan bag log di Kecamatan
Leuwiliang dan Leuwisadeng kurang dari Rp 50 000 000, hal tersebut tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Penjualan bag log di Kecamatan
Leuwiliang dan Leuwisadeng per tahun kurang dari Rp 300 000 000 per unit
usaha.
60
Modal yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha pembuatan bag log
terbilang cukup besar. Hal ini disebabkan oleh penggunaan peralatan dan bahan
baku yang banyak. Pengadaan serbuk gergaji dan bahan baku lainnya dalam
jumlah besar serta bangunan kumbung dan penggunaan alat-alat produksi seperti
drum menyebabkan dibutuhkanya modal dalam jumlah besar untuk melakukan
usaha ini. Sumber modal yang digunakan dalam melakukan usaha pengolahan
limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng adalah modal
sendiri. Para pelaku usaha awalnya melakukan usaha dengan modal yang kecil
untuk melakukan produksi dengan jumlah output yang sedikit. Usaha yang
dilakukan para pelaku usaha kemudian berkembang dan dapat memproduksi bag
log yang lebih banyak.
6.2.4 Sumberdaya Manusia
Jumlah pekerja yang bekerja di usaha pengolahan limbah serbuk gergaji
menjadi bag log bervariasi pada tiap unit usaha. Sebanyak 11 unit usaha
pengolahan limbah serbuk gergaji yang terdapat di Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng rata-rata memiliki sebanyak 8 orang pekerja per unit usaha. Tenaga
kerja yang digunakan merupakan masyarakat yang tinggal disekitar lokasi usaha.
Tidak ada persyaratan khusus seperti pendidikan terakhir atau pengalaman bekerja
sebelumnya dalam pemilihan tenaga kerja. Namun pada penggunaan tenaga kerja
pembuatan bibit jamur, tenaga kerja yang digunakan merupakan tenaga kerja ahli
yang dapat membuat bibit jamur.
Tenaga kerja terdiri dari perempuan dan laki-laki. Tenaga perempuan
bertugas untuk pengemasan log dan inokulasi. Sistem pembayaran tenaga kerja
perempuan adalah harian. Upah yang diterima sesuai dengan kemampuan per
61
orang dan dibayarkan setiap harinya. Upah tenaga kerja perempuan bervariasi
antara satu unit usaha dan unit usaha lainnya. Upah tenaga kerja pengemasan bag
log dan inokulasi berkisar antara Rp 55 sampai dengan Rp 100 per log. Kedua
jenis pekerjaan ini hanya dilakukan oleh perempuan karena tidak membutuhkan
tenaga yang besar dalam pengerjaannya.
Tenaga kerja laki-laki bertugas untuk pekerjaan yang membutuhkan
tenaga yang besar seperti pengadukan, distribusi serta inkubasi, perawatan dan
pembuatan bibit jamur bagi unit usaha plasma B. Upah tenaga kerja laki-laki
dibayarkan setiap bulannya dan tidak tergantung dari kemampuan produksi per
orang. Tenaga kerja laki-laki disebut tenaga kerja bulanan berdasarkan sistem
pembayaran upah. Upah tenaga kerja bulan sangat bervariasi antara satu unit
usaha dengan unit usaha lainnya. Upah rata-rata tenaga kerja pengadukan,
distribusi dan perawatan pada unit usaha non plasma A adalah Rp 581 363.60 per
bulan. Upah rata-rata tenaga kerja pengadukan, distribusi dan perawatan pada unit
usaha non plasma B adalah Rp 596 250 per bulan.
Tenaga kerja pembuat bibit jamur pada unit usaha plasma B merupakan
orang yang memiliki keahlian khusus dalam pembuatan bibit jamur. Bibit jamur
yang baik dapat membantu mengurangi kontaminasi pada bag log dan merupakan
salah satu faktor penentu produktivitas dari jamur yang dihasilkan. Tenaga kerja
pembuat bibit jamur di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng adalah laki-laki.
Sistem pembayaran upah pada tenaga kerja pembuatan bibit jamur adalah
bulanan. Upah rata-rata tenaga kerja pembuatan bibit jamur adalah Rp 1 660 000
per orang. Jenis pekerjaan ini membutuhkan keahlian khusus sehingga upah yang
62
diberikan lebih besar jika dibandingkan dengan jenis pekerjaan lain dalam proses
pembuatan bag log.
Terdapat tenaga kerja keluarga dan non keluarga yang digunakan dalam
usaha pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng. Namun
tidak semua unit usaha pembuatan bag log memiliki tenaga kerja keluarga. Hanya
sebanyak dua unit usaha yang memiliki tenaga kerja dalam keluarga. Penggunaan
tenaga kerja keluarga dapat menghemat biaya upah tenaga kerja karena tenaga
kerja keluarga tidak diberikan upah, namun demikian dalam perhitungan analisis
pendapatan upah tenaga kerja dalam keluarga dimasukkan dalam perhitungan dan
dimasukkan kedalam biaya non tunai. Upah tenaga kerja dalam keluarga yang
digunakan merupakan harga bayangan, yaitu upah yang didapatkan jika anggota
keluarga tersebut bekerja disektor lain.
6.2.5 Rantai Pemasaran
Serbuk gergaji sebagai bahan baku utama pembuatan bag log diperoleh
dari industri penggergajian di Kecamatan Leuwisadeng dan Leuwiliang. Kayu
bulat yang diolah di industri penggergajian didapatkan dari hutan rakyat di
berbagai macam daerah di Kabupaten Bogor seperti, Leuwiliang, Parung, Jonggol
dan lain-lain melalui seorang pedagang pengumpul kayu. Pedagang pengumpul
kayu merupakan orang yang dipinjami modal dari penggergajian dan bertugas
untuk menyediakan kayu untuk suatu industri penggergajian. Terdapat suatu
bentuk kemitraan tidak terikat antara pedagang pengumpul kayu dan industri
penggergajian.
Jenis kayu yang diolah di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng adalah
Kayu Sengon (Albizia falcataria L. fosberg), Kayu Afrika (Maesopsis eminii
63
Engl.), Kayu Petai (Parkia speciosa Hassk), Kayu Akasia (Acasia mangiu), Kayu
Duren (Durio zibethinus Murr), Kayu Karet (Hevea brasiliensis), Kayu Tisuk
(Hibiscus macrophyllus Roxb. ex. Hornem), Kayu Kecapi (Sandorilum koetjape
Merr), Kayu Lame (Alstonia scholaris) dan lain-lain. Harga kayu yang dibeli dari
hutan rakyat memiliki harga yang berbeda-beda. Untuk jenis kayu yang memiliki
batang berwarna putih (Sengon, Afrika, Karet) yang serbuknya dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bag log, harga perkubiknya
mencapai Rp. 1 juta.
Jumlah limbah serbuk gergaji yang dihasilkan dari suatu industri
penggergajian yang memiliki 1 mesin yang dapat mengerjakan 12 kubik kayu
perharinya yaitu kira-kira dapat mencapai rata-rata 900 kg per hari untuk kayu
dengan batang berwarna putih. Penggergajian dari kayu dengan batang berwarna
merah perharinya untuk 12 kubik kayu merahan dari 1 mesin, rata-rata jumlah
serbuk gergaji yang dihasilkan adalah 600 kg. Serbuk gergaji limbah pengolahan
kayu yang terdapat di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng dapat dijual untuk
dimanfaatkan sebagai bahan baku bag log, bahan bakar dan lain lain.
Limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng
diambil dan dimanfaatkan oleh produsen bag log sebagai bahan baku utama,
perusahaan pembuat semen sebagai bahan bakar, perkebunan kelapa sawit sebagai
bahan bakar dan bahan penyaring. Pelaku usaha pembuatan bag log yang
memanfaatkan limbah serbuk gergaji dari Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng tidak hanya berasal dari Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng
tapi juga berasal dari kecamatan lain seperti Kecamatan Cisarua dan
Megamendung. Limbah yang dimanfaatkan oleh pelaku usaha pembuatan bag log
64
adalah serbuk gergaji dari kayu yang memiliki batang berwarna putih. Serbuk
gergaji dari jenis kayu ini lebih dipilih karena memiliki sifat kayu lunak yang baik
untuk dijadikan media tanam jamur tiram.
Limbah serbuk gergaji dijual dengan harga berviariasi antara satu
penggergajian dengan penggergajian lagi. Harga serbuk gergaji berkisar antara Rp
1500 – Rp 3000 perkarungnya untuk berat 20 kg perkarung. Harga serbuk gergaji
dari satu industri penggergajian dapat berbeda jauh dari penggergajian lain
dikarenakan oleh kualitas serbuk gergaji yang dijual. Serbuk gergaji yang baik
digunakan untuk pembuatan bag log adalah serbuk yang tidak bercampur dengan
kayu jenis kayu dari pohon dengan batang berwarna merah, tidak mengandung
minyak, bahan kimia dan pasir.
Serbuk gergaji kemudian diolah menjadi bag log dengan menambahkan
beberapa input tambahan seperti dedak, kapur, air, bibit jamur dan lainnya.
Jumlah bag log yang dihasilkan setiap harinya adalah tetap dan tidak dapat lebih
banyak karena ada batasan kapasitas kumbung. Jumlah bag log yang dijual setiap
harinya tergantung dari jumlah pesanan dari konsumen jadi produsen tidak
mengatur besaran penjualan. Konsumen memesan langsung kepada pembuat bag
log untuk kemudian dibuatkan dan diantarkan langsung ke alamat pemesan.
Pemasaran bag log yang diproduksi dari Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng saat ini masih terbatas hanya di Kabupaten dan Kota Bogor seperti
Baranangsiang, Ciampea, Cibatok, Citereup, Cibinong, Cileungsi, Nanggung dan
Parung Panjang. Pemasaran bag log masih terbatas di Kabupaten dan Kota Bogor
karena terbatasnya kemampuan pelaku usaha dalam membuat bag log dalam
jumlah besar. Keterbatasan modal dan kemampuan produksi membuat pembuat
65
bag log menolak pesanan dari luar daerah seperti Lampung yang memesan dalam
jumlah besar.
Pada pemasaran bag log tidak terdapat suatu agen atau reseller. Bag log
langsung disalurkan ke konsumen akhir sehingga tidak terdapat rantai pemasaran
yang panjang pada pemasaran bag log. Rantai pemasaran serbuk gergaji dan bag
log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng dapat dilihat pada Gambar 3.
Sumber: Data primer diolah (2012)
Gambar 3. Aliran Pemasaran Bag Log
6.3 Analisis Pendapatan Usaha Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji Menjadi Bag Log
Pendapatan pada unit usaha pembuatan bag log merupakan manfaat
langsung dari adanya usaha pengolahan limbah serbuk gergaji di Kecamatan
Leuwiliang dan Leuwisadeng. Berdasarkan analisis pendapatan ini dapat diketahui
gambaran umum usaha pengolahan limbah serbuk gergaji di Kecamatan
Leuwiliang dan Leuwisadeng.
Analisis perbandingan antara pendapatan unit usaha non plasma A dan non
plasma B akan dilakukan untuk mengetahui perbedaan biaya produksi dan
perbedaan penerimaan masing-masing unit usaha tersebut. Biaya yang
dikeluarkan dalam usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log di
Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng dibagi menjadi biaya tunai dan biaya
non tunai. Biaya tunai terdiri dari biaya pembuatan bag log dan biaya tenaga kerja
non keluarga. Biaya non tunai terdiri dari penyusutan dan biaya tenaga kerja
keluarga. Pada unit usaha non plasma A dan non plasma B, biaya yang paling
Industri Penggergajian
Pembuat bag log Konsumen akhir
66
besar dikeluarkan adalah biaya bahan baku dalam pembuatan bag log. Hasil
perhitungan pendapatan usaha pembuatan bag log pada tahun 2012 dalam satu
periode produksi atau satu bulan disajikan dalam Tabel 18.
Tabel 18. Analisis Pendapatan dan R/C Unit Usaha Pembuatan Bag Log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada Juli 2012
No. Uraian Non Plasma A Non Plasma B 1. Penerimaan (Rp)
Penjualan bag log (Rp) 22 066 828.80 29 680 537.87
Penjualan bibit jamur putih (Rp) 0 3 038 440
Total penerimaan (Rp) 22 066 828.80 32 718 977.87
2. Biaya (Rp)
Total biaya tunai (Rp) 10 798 162 15 478 450.20
Total biaya non tunai (Rp) 941 092.59 1 145 986.10
Total biaya (Rp) 11 739 254.56 16 624 436.30
3. Pendapatan
Pendapatan atas biaya tunai (Rp) 11 268 666.80 17 240 527.67
Pendapatan atas biaya total (Rp) 10 327 574.23 16 094 541.57
R/C rasio atas biaya tunai 2.04 2.11
R/C rasio atas biaya total 1.88 1.97
Sumber: Data primer, diolah (2012)
Pada unit usaha non plasma A, rata-rata biaya untuk pembelian bibit jamur
adalah biaya yang paling banyak dikeluarkan yaitu sebesar Rp 2 639 000. Pada
unit usaha non plasma B, rata-rata biaya pembelian dedak merupakan biaya yang
paling besar dikeluarkan yaitu sebesar Rp 2 385 600.
Jenis biaya yang dikeluarkan pada unit usaha non plasma A dan non
plasma B adalah sama. Perbedaannya hanya terletak pada tambahan biaya untuk
bahan baku dan tenaga kerja pembuatan bibit jamur pada unit usaha non plasma
B. Penerimaan rata-rata usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log
di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada unit usaha non plasma A adalah
sebesar Rp 22 066 828.80 per bulan. Unit usaha non plasma A memberikan
penerimaan yang besar sehingga unit usaha non plasma A memiliki potensi untuk
memberikan pendapatan yang besar.
67
Total biaya rata-rata usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag
log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada unit usaha non plasma A
adalah Rp 11 739 254.56 per bulan dengan total biaya tunai adalah Rp 10 798
162 per bulan. Total biaya yang dikeluarkan responden pelaku usaha pengolahan
limbah serbuk gergaji menjadi bag log di Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng pada unit usaha non plasma A dapat dilihat pada Lampiran 2.
Pendapatan yang dihasilkan dari unit usaha non plasma A bernilai positif.
Pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 11 268 666.80 dan pendapatan atas biaya
total sebesar Rp 10 327 574.23. Hal ini mengindikasikan bahwa usaha pembuatan
bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng menguntungakan untuk
dijalankan.
Berdasarkan Tabel 20, diketahui bahwa hasil analisis R/C atas biaya tunai
dari perhitungan analisis pendapatan usaha pengolahan limbah serbuk gergaji
menjadi bag log pada unit usaha non plasma A diketahui sebesar 2.04 yang
artinya untuk setiap biaya yang dikeluarkan pengusaha sebesar satu rupiah maka
pengusaha tersebut akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 2.04. R/C atas biaya
total adalah sebesar 1.88 artinya setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan
pengusaha akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.88. Pendapatan yang
dihasilkan responden unit usaha plasma A pengolahan limbah serbuk gergaji di
Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng dalam penelitian bernilai positif dan
nilai R/C menunjukkan angka lebih besar dari satu. Hal ini berarti bahwa unit
usaha plasma A menguntungkan untuk dijalankan.
Selain unit usaha non plasma A, terdapat unit usaha non plasma B
pengolahan limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng.
68
Pada unit usaha non plasma B, terdapat tambahan penerimaan dari penjualan bibit
jamur. Unit usaha non plasma B membuat bibit jamur sendiri untuk digunakan
sebagai input tambahan dalam pembuatan bag log dan juga dapat menjual bibit
jamur yang dihasilkan.
Penerimaan unit usaha non plasma B pengolahan limbah serbuk gergaji di
Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng adalah sebesar Rp 32 718 977.87 per
bulan. Jumlah ini didapatkan dari penerimaan penjualan bag log dan penjualan
bibit jamur yang diproduksi. Penerimaan yang didapatkan dari penjualan bag log
sebesar Rp 29 718 977.87 per bulan sedangkan penerimaan yang didapatkan dari
penjualan bibit jamur adalah sebesar Rp 3 038 440 per bulan. Bibit jamur yang
diproduksi sebagian digunakan untuk memproduksi bag log dan kemudian
sisanya dijual kepada unit usaha pembuatan bag log dan budidaya jamur tiram
yang tidak memproduksi bibit jamur. Unit usaha non plasma B memproduksi bibit
jamur sendiri sehingga dapat mengurangi biaya produksi karena biaya pembuatan
bibit jamur lebih murah jika dibandingkan dengan harga bibit jamur yang dijual di
pasaran. Harga jual bibit jamur yang ada dipasaran berkisar antara Rp 7 500 – 12
500 per botol sedangkan rata-rata biaya pembuatan bibit jamur hanya hanya Rp 3
604.26 per botol.
Total biaya rata-rata usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag
log pada unit usaha non plasma B di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng
adalah Rp 16 624 436.30 per bulan dengan total biaya tunai sebesar Rp 15 478
450.20 per bulan. Total biaya yang dikeluarkan responden pelaku usaha non
plasma B pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log di Kecamatan
Leuwiliang dan Leuwisadeng dapat dilihat pada Lampiran 3.
69
Pendapatan yang dihasilkan pada unit usaha non plasma B pada
pengolahan limbah serbuk gergaji bernilai positif. Pendapatan atas biaya tunai
yang dihasilkan adalah sebesar Rp 17 240 527.67. Pendapatan atas biaya total
adalah Rp 16 094 541.57. Hal ini mengindikasikan bahwa pembuatan bag log
pada unit usaha non plasma A dan non plasma B dapat memberikan pendapatan
bagi pelaku usaha. Rincian analisis pendapatan yang dihasilkan dari pengolahan
limbah serbuk gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma A dan unit
usaha non plasma B terdapat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.
Hasil perhitungan R/C atas biaya tunai unit usaha non plasma B pada
pengolahan limbah serbuk gergaji adalah 2.11 yang artinya untuk setiap biaya
sebesar satu rupiah yang dikeluarkan pengusaha maka pengusaha tersebut akan
memperoleh penerimaan sebesar Rp 2.11. R/C atas biaya total adalah 1.97 yang
artinya penerimaan sebesar Rp 1.97 akan diperoleh untuk setiap satu rupiah biaya
yang dikeluarkan. Pendapatan yang dihasilkan serta nilai R/C yang lebih besar
dari satu pada unit usaha non plasma B mengindikasikan bahwa usaha tersebut
menguntungkan untuk dijalankan.
Nilai R/C unit usaha non plasma B baik R/C atas biaya tunai maupun R/C
atas biaya total lebih besar dari satu. Hal ini mengindikasikan bahwa kedua unit
usaha tersebut menguntungkan untuk dijalankan. Nilai R/C unit usaha non plasma
B lebih besar jika dibandingkan dengan R/C unit usaha non plasma A. Hal ini
disebabkan adanya pengurangan biaya produksi dan adanya output tambahan yang
dihasilkan oleh unit usaha non plasma B berupa bibit jamur sehingga memberikan
tambahan pendapatan bagi unit usaha tersebut dan menjadikannya usaha yang
memberikan pendapatan lebih besar dibandingkan unit usaha non plasma A.
70
6.4 Nilai Tambah Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji Menjadi Bag Log
Perhitungan nilai tambah dalam penelitian ini menggunakan metode
Hayami. Analisis ini berguna untuk mengetahui nilai tambah yang terdapat pada
satu kilogram serbuk gergaji yang diolah. Analisis nilai tambah terdiri dari
beberapa komponen utama pembentuk biaya produksi meliputi bahan baku,
sumbangan input lain, tenaga kerja dan keuntungan untuk masing-masing
komponen utama yang digunakan.
Proses analisis nilai tambah usaha pengolahan limbah serbuk gergaji
menjadi bag log dilakukan mulai dari proses pengadukan bahan baku serbuk
gergaji sampai menjadi bag log yang siap dipasarkan. Analisis nilai tambah tidak
hanya melihat besarnya nilai tambah yang dihasilkan dari proses pengolahan,
tetapi juga distribusi dari pemanfaatan faktor produksi seperti tenaga kerja, modal,
sumberdaya alam dan manajemen. Dasar perhitungan analisis nilai tambah pada
penelitian ini menggunakan perhitungan per kilogram bahan baku serbuk gergaji.
Harga bag log yang digunakan dalam perhitungan nilai tambah ini adalah harga
jual rata-rata di tingkat produsen di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada
bulan Juli 2012 yaitu 1 701.98 per kilogram bag log untuk unit usaha non plasma
A dan Rp 1 662.63 per kilogram bag log pada unit usaha non plasma B. Rincian
rata-rata nilai tambah pada unit usaha non plasma A dapat dilihat pada Lampiran 6
dan rincian rata-rata nilai tambah pada unit usaha non plasma B dapat dilihat pada
Lampiran 7.
6.4.1 Rata-Rata Variabel Input Output Bahan Baku dan Faktor Konversi
Bag log yang dihasilkan perhari pada unit usaha non plasma A setelah
dikonversi adalah sebanyak 12 965.33 kg. Bag log tersebut dihasilkan dari
71
pengolahan sebanyak 8 406.67 kg serbuk gergaji. Pada non Plasma B bag log
yang dihasilkan sebanyak 17 851.60 kg dengan menggunakan input serbuk gergaji
sebanyak 11 996.07 kg. Perhitungan nilai tambah pada unit usaha non plasma A
dan non plasma B dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Perhitungan Nilai Tambah Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada Juli 2012.
No. Variabel Non Plasma A Non Plasma B
Output, input dan harga
1. Output yang dihasilkan (kg/bulan) 12 965.33 17 851.60 2. Bahan baku yang digunakan (kg/bulan) 8 406.67 11 996.07 3. Tenaga kerja (HOK/bulan) 169 234 4. Faktor konversi (1/2) 1.54 1.49 5. Koefisien tenaga kerja (3/2) 0.022 0.02 6. Harga output (Rp/kg) 1 701.99 1 662.63 7. Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK) 15 189.22 28 921.03
Pendapatan dan Keuntungan (Rp/kg input)
8. Harga bahan baku (Rp/kg input) 102.78 123.53 9. Sumbangan input lain (Rp/kg output) 805.95 660.62 10. Nilai output (4 x 6) (Rp/kg input) 2 624.92 2 474.19 11. a. Nilai tambah (10 - 9 - 8) (Rp/kg input) 1 716.19 1 690.04
b. Rasio nilai tambah ((11a/10x100%) 65.38 68.31
12. a. Imbalan tenaga kerja (5 x 7) (Rp/kg input) 336.66 564.145
b. Bagian tenaga kerja ((12a/11a)x100% 19.62 33.38
13. a. Keuntungan (11a-12a)(Rp/kg input) 1 379.53 1 125.89
b. Tingkat keuntungan ((13a/11a)x100%) 80.38 66.62
Balas Jasa Terhadap Faktor Produksi
14. Marjin (10-8) (Rp/kg) 2 522.14 2 350.66
a. Pendapatan tenaga kerja ((12a/14)x100%) 13.35 23.99
b. Sumbangan input lain ((9/14)x100%) 31.95 28.10
c. Keuntungan pemilik usaha ((13a/14)x100%) 54.70 47.89
Sumber: Data primer diolah (2012)
Faktor konversi pada pengolahan limbah serbuk gergaji non plasma A
adalah 1.54 dan non plasma B adalah 1.49. Nilai konversi ini dihitung
berdasarkan pembagian antara nilai output yang dihasilkan dengan input yang
digunakan. Hal tersebut berarti untuk setiap pengolahan satu kilogram serbuk
gergaji di non plasma A akan dihasilkan bag log sebanyak 1.54 kilogram dan
72
untuk non plasma B akan dihasilkan bag log sebanyak 1.49 kg. Penggunaan input
lain seperti dedak, kapur dan air yang besar dalam ukuran berat menyebabkan
faktor konversi pada analisis nilai tambah menjadi besar. Faktor konversi atau
hasil yang didapatkan pada unit usaha non plasma B lebih kecil dibandingkan unit
usaha non plasma A karena pada unit usaha non plasma B menggunakan input
serbuk gergaji yang lebih banyak karena unit usaha ini membuat bibit jamurnya
sendiri.
6.4.2 Rata-Rata Variabel Faktor Koefisien Tenaga Kerja
Nilai koefisien tenaga kerja langsung untuk pembuatan bag log di unit
usaha non plasma A adalah 0.022 yang ini berarti dalam mengolah 100 kilogram
serbuk gergaji menjadi 154 kilogram bag log dibutuhkan tenaga kerja langsung
sebanyak 2.2 HOK. Koefisien tenaga kerja sebesar 0.022 juga mengindikasikan
bahwa dalam pengolahan satu kilogram serbuk gergaji menjadi bag log
membutuhkan waktu sebanyak 0.022 HOK atau 10 menit 33 detik.
Pada unit usaha non plasma B koefisien tenaga kerja adalah 0.02. Hal ini
mengindikasikan bahwa dalam pengolahan 100 kg serbuk gergaji menjadi 149 kg
bag log dibutuhkan tenaga kerja langsung sebanyak 2 HOK. Pengolahan satu
kilogram serbuk gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma B
membutuhkan waktu sebanyak 9 menit 36 detik.
Kecilnya koefisien tenaga kerja langsung pada pembuatan bag log baik
pada unit usaha non plasma A maupun non plasma B disebabkan oleh proses
produksi yang lebih banyak menggunakan mesin atau mengkonsumsi jam kerja
mesin lebih banyak dibandingkan dengan jam kerja tenaga kerja contohnya saja
pada proses sterilisasi, dibutuhkan perebusan bag log menggunakan drum atau
73
steamer selama 8 – 12 jam. Unit usaha non plasma B dibantu oleh banyak
pegawai (tenaga kerja) sehingga waktu yang dibutuhkan dalam mengolah limbah
serbuk gergaji menjadi bag log lebih cepat jika dibandingkan dengan unit usaha
non plasma A yang menggunakan tenaga kerja lebih sedikit.
Upah rata-rata per HOK untuk pembuatan bag log pada unit usaha non
plasma A adalah Rp 15 189.22. Jika dibandingkan dengan upah tenaga kerja unit
usaha non plasma B yaitu sebesar Rp 28 921.30, upah rata-rata per HOK pada unit
usaha non plasma A lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh penggunaan tenaga kerja
ahli untuk pembuatan bibit jamur pada unit usaha non plasma B.
6.4.3 Rata-Rata Variabel Nilai Output
Nilai output rata-rata dari hasil penjualan bag log yang didapat oleh unit
usaha non plasma A adalah sebesar Rp 2 624.92 per kilogram serbuk gergaji,
sedangkan pada unit usaha non plasma B sebesar Rp 2 474.19. Nilai output
didapatkan dari perkalian harga output (harga jual) dengan faktor konversi. Nilai
output pada unit usaha non plasma B lebih kecil jika dibandingkan dengan unit
usaha non plasma A. Hal ini disebabkan pada unit usaha non plasma B jumlah
serbuk gergaji yang digunakan sebagai input utama pembuatan bag log lebih
banyak karena digunakan juga sebagai bahan baku pembuatan bibit jamur.
6.4.4 Rata-Rata Variabel Nilai Tambah
Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produk dengan biaya bahan
baku serta biaya input lain. Bahan baku yang digunakan dalam unit usaha non
plasma A dan unit usaha non plasma B pada dasarnya sama, perbedaannya hanya
terletak pada bibit jamur di unit usaha non plasma A yang diganti dengan bahan
baku pembuatan bibit jamur pada unit usaha non plasma B. Bahan baku
74
pembuatan bag log yaitu serbuk gergaji, kapur, dedak, bahan bakar, plastik,
spirtus, alkohol, koran, ring bambu dan listrik. Pada unit usaha non plasma B,
bahan baku bibit jamur diganti dengan kentang, agar-agar, gula putih, biji jagung,
gips dan botol.
Nilai tambah yang diperolah dari hasil kegiatan pengolahan limbah serbuk
gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma A adalah sebesar Rp 1 716.19
dengan rasio 65.38 persen. Nilai tersebut menyatakan bahwa setiap satu kilogram
serbuk gergaji yang diolah akan menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 1 716.19.
Pada unit usaha non plasma B, nilai tambah yang dihasilkan adalah sebesar
Rp 1 690.04 dengan rasio nilai tambah 68.31 persen. Rasio nilai tambah
menjelaskan bahwa dalam pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log
memberikan nilai tambah sebesar 65.38 persen dari nilai produk pada unit usaha
non plasma A dan sebesar 68.31 persen dari nilai produk pada unit usaha non
plasma B. Nilai tambah yang mencapai lebih dari setengah harga produk tersebut
disebabkan oleh produk ini menggunakan bahan baku berupa limbah, yaitu serbuk
gergaji sehingga harga bahan bakunya tidak mahal namun harga jualnya setelah
diolah menjadi tinggi. Nilai tambah limbah serbuk gergaji pada unit usaha non
plasma A lebih tinggi dibandingkan dengan unit usaha non plasma B dikarenakan
pada unit usaha non plasma B menggunakan serbuk gergaji yang lebih banyak
jika dibandingkan dengan unit usaha non plasma A sehinga konversi per kilogram
serbuk gergaji yang dimiliki oleh unit usaha non plasma B lebih kecil dan nilai
tambahnya menjadi lebih lebih kecil jika dibandingkan dengan unit usaha non
plasma A.
75
6.4.5 Tenaga Kerja
Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam unit usaha non plasma A
pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log rata-rata 7 orang dengan 169
hari orang kerja (HOK) perbulan. Pada non plasma B rata-rata jumlah tenaga kerja
yang digunakan adalah 9 orang dengan 234 HOK per bulan. Penggunaan tenaga
kerja pada non plasma B lebih banyak jika dibandingkan dengan plasma A karena
unit usaha plasma B menghasilkan bag log lebih banyak setiap bulannya
dibandingkan unit usaha plasma A sehingga kebutuhan akan tenaga kerja juga
lebih banyak. Selain itu unit usaha non plasma B juga membutuhkan tenaga kerja
tambahan sebagai tenaga kerja pembuatan bibit jamur. Setiap hari orang kerja
yang digunakan dalam penelitian ini setara dengan delapan jam kerja.
Tenaga kerja yang dipekerjakan oleh seluruh usaha pengolahan limbah
serbuk gergaji menjadi bag log adalah 84 orang. Sebanyak 39 orang bekerja pada
unit usaha non plasma A dan 45 orang bekerja pada unit usaha non plasma B.
Tenaga kerja yang dipekerjakan mencakup semua aktivitas, yaitu tenaga
pengemasan, inokulasi, pengadukan dan sterilisasi, inkubasi dan perawatan serta
pembuatan bibit jamur. Imbalan bagi tenaga kerja langsung pada produksi bag log
unit usaha non plasma A adalah Rp 336.66 atau hanya sebesar 19.62 persen dari
nilai tambah produk.
Pada unit usaha non plasma B, imbalan tenaga kerja langsungnya adalah
sebesar Rp 564.14 atau sebesar 33.38 persen dari nilai tambah produk. Kecilnya
imbalan yang diterima tenaga kerja langsung pada kegiatan pengolahan limbah
serbuk gergaji baik unit usaha non plasma A maupun non plasma B
mengindikasikan bahwa proses produksi tersebut didominasi oleh penggunaan
76
mesin atau peralatan seperti saat sterilisasi bag log digunakan drum baja untuk
proses perebusan yang dapat memakan waktu 8-12 jam. Imbalan bagi tenaga kerja
langsung adalah pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja sebagai hasil
perkalian antara koefisien tenaga kerja dengan upah tenaga kerja. Imbalan tenaga
kerja langsung tidak termasuk ke dalam nilai tambah yang diperoleh perusahaan.
6.4.6 Keuntungan Usaha Pembuatan Bag Log
Keuntungan yang didapatkan oleh unit usaha non plasma A per kilogram
input serbuk gergaji rata-rata sebesar Rp 1 379.53, sedangkan untuk unit usaha
non plasma B adalah sebesar Rp 1 125.89. Keuntungan dihitung dari nilai tambah
dikurangi pendapatan tenaga kerja. Keuntungan yang didapat oleh unit usaha non
plasma B lebih kecil jika dibandingkan dengan unit usaha non plasma A. Hal ini
disebabkan oleh adanya kegagalan bibit jamur yang digunakan sehingga ada
penerimaan yang hilang yang hanya ditanggung oleh unit usaha non plasma B.
Keuntungan unit usaha non plasma B secara keseluruhan lebih besar dari pada
unit usaha non plasma A. Hal ini disebabkan oleh total volume penjualan bag log
pada unit usaha non plasma B setiap bulannya lebih banyak jika dibandingkan
dengan total volume penjualan bag log pada unit usaha non plasma A.
6.4.7 Marjin Usaha
Marjin menunjukkan kontribusi fakor-fakor produksi selain bahan baku.
Berdasarkan besaran marjin dapat dilihat balas jasa terhadap fakor produksi yang
terdiri dari balas jasa tenaga kerja, sumbangan input lain dan keuntungan
perusahaan.
Pada pembuatan bag log, sebagian besar marjin yang diterima unit usaha
didistribusikan pada keuntungan unit usaha. Hal ini dapat dilihat dari tingginya
77
persentase balas jasa terhadap keuntungan usaha sebesar 54.70 persen pada unit
usaha non plasma A dan sebesar 47.89 persen pada unit usaha non plasma B.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi
bag log dapat memberikan keuntungan yang besar bagi unit usaha. Balas jasa
terhadap faktor produksi sumbangan input lain pada kegiatan pembuatan bag log
sebesar 31.95 persen untuk unit usaha non plasma A dan sebesar 28.10 persen
untuk unit usaha non plasma B sedangkan untuk pendapatan tenaga kerja di unit
usaha non plasma A mendapat 13.35 persen dari marjin yang diperoleh dan untuk
unit usaha non plasma B hanya sebesar 23.99 persen. Persentase rata-rata tenaga
kerja terhadap marjin usaha merupakan yang terkecil, hal ini menandakan
kecilnya alokasi pada pendapatan tenaga kerja dari marjin usaha.
6.5 Penyerapan Tenaga Kerja
Kegiatan pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log
membutuhkan tenaga kerja langsung yang bertugas sebagai tenaga pengaduk,
pengemasan, inokulasi dan inkubasi. Sistem pengupahan dibagi menjadi tenaga
kerja harian dan tenaga kerja bulanan. Sistem pengupahan dalam usaha
pengolahan serbuk gergaji tidak membedakan antara tenaga kerja perempuan
maupun tenaga kerja laki-laki. Jenis pekerjaan yang dikerjakan memberikan
perbedaan upah pada tenaga kerja perempuan dan tenaga kerja laki-laki.
Pekerjaan dengan upah harian yaitu tenaga kerja pengemasan bag log dan
inokulasi dikerjakan oleh tenaga kerja wanita dan jenis pekerjaan dengan sistem
pembayaran bulanan dikerjakan oleh laki-laki karena membutuhkan tenaga yang
besar yaitu seperti pengadukan dan sterilisasi, pengangkutan dan perawatan serta
pembuatan bibit jamur pada unit usaha non plasma B. Jumlah tenaga kerja rata-
78
rata yang digunakan dalam pembuatan bag log pada unit usaha non plasma A
maupun unit usaha non plasma B adalah 8 orang.
Aktivitas kerja masing-masing unit usaha pengolahan limbah serbuk
gergaji menjadi bag log dalam satu bulan yaitu 26 hari kerja. Perhitungan hari
orang kerja (HOK) yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 8 jam dengan faktor
konversi tenaga kerja perempuan dan laki-laki adalah sama, yaitu bernilai satu.
Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan jenis pekerjaan tugas dan pembagian
tugas oleh perempuan dan laki-laki. Perempuan bertugas dalam pengemasan log
dan inokulasi, laki-laki bertugas dalam proses inkubasi, perawatan serta distribusi
log serta pembuatan bibit jamur pada unit usaha non plasma B. Tingkat upah yang
diberikan pada tenaga kerja pengemasan bag log dan inokulasi adalah Rp 55 – Rp
100 per bag log dan dibayarkan setiap harinya.
Pada unit usaha non plasma A, setiap tenaga kerja pengemasan bag log
dan inokulasi mendapatkan rata-rata pendapatan sebesar Rp 353 816.67 per bulan.
Pada unit usaha non plasma B, upah rata-rata per bulan yang didapatkan setiap
orang tenaga kerja pengemasan bag log dan inokulasi adalah Rp 572 871. Upah
tenaga kerja laki-laki yang bertugas dalam pengadukan dan sterilisasi serta
perawatan dan inkubasi dibayarkan setiap bulan dan besarnya tidak tergantung
kepada jumlah output yang dapat diproduksi oleh setiap orang. Upah per bulan
bagi tenaga kerja laki-laki berkisar antara Rp 450 000 – Rp 600 000 per bulannya.
Pada unit usaha non plasma A, rata-rata upah tenaga kerja pengadukan dan
sterilisasi serta perawatan dan inkubasi adalah Rp 581 363.6 per bulan dan pada
unit usaha non plasma B adalah Rp 596 250 per bulan. Upah tenaga kerja pembuat
bibit jamur yaitu berkisar antara Rp 1 500 000 – Rp 1 800 000 per bulan. Rata-
79
rata upah tenaga kerja pembuat bibit jamur pada unit usaha non plasma B adalah
Rp Rp 1 660 000 per bulan.
Keberadaan usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log baik
pada unit usaha non plasma A maupun unit usaha non plasam B di Kecamatan
Leuwiliang dan Leuwisadeng memberikan dampak ekonomi tidak langsung yaitu
berupa penyerapan sejumlah tenaga kerja. Tenaga kerja yang digunakan dalam
usaha pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng merupakan
tenaga kerja yang berasal dari Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng sehingga
dengan adanya usaha pembuatan bag log dapat menyerap tenaga kerja lokal. Rata-
rata penyerapan tenaga kerja pada unit usaha non plasma A dapat dilihat pada
Tabel 20.
Tabel 20. Penyerapan Tenaga Kerja Unit Usaha Non Plasma A di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng Juli 2012
No. Aktivitas Tenaga Kerja (HOK) Upah (Rp)
1. Pengadukan dan seterilisasi/ perebusan 26 581 363.60
2. Pengemasan media (bag log) 65 884 541.60 3. Inokulasi 65 884 541.60 4. Inkubasi, distribusi dan perawatan 13 290 681.80 5. Pembuatan bibit jamur 0 0 Jumlah 169 2 641 128.60 Rata-rata 42.25 660 282.15
Sumber: Data primer diolah (2012)
Pada unit usaha non plasma A, tenaga kerja yang dapat diserap adalah 169
HOK/bulan . Hal ini berarti setara dengan Rp 2 641 128.60 per usaha pada unit
usaha non plasma B atau setara dengan Rp 660 282.15 per jenis pekerjaan. Jika
dibandingkan dengan unit usaha non plasma A, penyerapan tenaga kerja pada unit
usaha non plasma B jauh lebih besar. Hal ini terjadi karena pada unit usaha non
plasma B tenaga kerja yang digunakan lebih banyak serta terdapat tenaga kerja
tambahan yang merupakan tenaga kerja ahli untuk pembuatan bibit jamur.
80
Pada usaha pengolahan limbah serbuk gergaji unit usaha plasma B, tenaga
kerja yang dapat diserap dari masyarakat adalah sebesar 234 HOK/bulan. Hal ini
setara dengan Rp 6 060 559 per usaha pada unit usaha non plasma B atau Rp 1
212 112 per jenis pekerjaan. Rata-rata penyerapan tenaga kerja unit usaha non
plasma B dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Penyerapan Tenaga Kerja Unit Usaha Non Plasma B di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng Juli 2012
No. Aktivitas Tenaga Kerja (HOK) Upah (Rp)
1. Pengadukan dan seterilisasi/ perebusan 36.40 834 749.90
2. Pengemasan media (bag log) 72.80 1 604 027 3. Inokulasi 72.80 1 604 027 4. Inkubasi, distribusi dan perawatan 26 357 756.10 5. Pembuatan bibit jamur 26 1 660 000 Jumlah 234 6 060 559 Rata-rata 46.80 1 212 112
Sumber: Data primer diolah (2012)
Berdasarkan alokasi tenaga kerja laki-laki dan perempuan, baik pada unit
usaha non plasma A maupun non plasma B, peningkatan penyerapan tenaga kerja
terbesar dirasakan pada tenaga kerja perempuan. Hal ini disebabkan karena
penyerapan tenaga kerja terbesar terdapat pada tenaga kerja untuk jenis pekerjaan
pengemasan bag log dan inokulasi. Tenaga kerja pengemasan bag log dan
inokulasi dilakukan oleh perempuan karena tidak membutuhkan tenaga terlalu
besar dan waktu kerja yang tidak terikat dan berdasarkan kemampuan per orang.
VII. SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Karakteristik usaha dari pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag
log ini termasuk ke dalam usaha mikro dengan modal dan penjualan per
tahun yang kecil. Rantai pemasaran dari produk bag log yang dihasilkan
adalah langsung kepada konsumen. Tidak terdapat agen perantara atau
reseller dalam pemasaran produk bag log yang dihasilkan. Jumlah bag log
yang dihasilkan tergantung dari jumlah pesanan sehigga pemilik tidak
dapat menentukan jumlah produk yang dijual.
2. Unit usaha non plasma A dan non plasma B menghasilkan pendapatan
yang bernilai positif dengan R/C lebih dari satu. Hal ini mengindikasikan
bahwa usaha pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng menguntungkan untuk dijalankan. Unit usaha non plasma B
menghasilkan pendapatan dan R/C lebih tinggi jika dibandingkan dengan
unit usaha non plasma A yaitu Rp 16 094 541.57 per bulan dengan R/C
atas biaya tunai sebesar 2.11 dan R/C atas biaya total sebesar 1.97. Nilai
tambah limbah serbuk gergaji paling besar dihasilkan oleh unit usaha non
plasma A yaitu Rp 1 716.19 per kilogram limbah serbuk gergaji.
3. Manfaat ekonomi tidak langsung dari pengolahan limbah serbuk gergaji
menjadi bag log adalah penyerapan tenaga kerja. Jumlah HOK yang
dibutuhkan dan dapat diserap oleh pengolahan limbah serbuk gergaji pada
unit usaha non plasma B lebih besar jika dibandingkan dengan unit usaha
non plasma A, yaitu sebesar 234 HOK/bulan dan hal ini sebanding dengan
Rp 6 060 559 per bulan.
82
7.2 Saran
1. Untuk menghemat biaya pembuatan bag log, memberikan tambahan
pendapatan serta menyerap tenaga kerja lebih banyak, maka pelaku usaha
sebaiknya mulai membuat bibit sendiri seperti yang dilakukan oleh unit
usaha non plasma B.
2. Pemerintah Kabupaten Bogor sebaiknya dapat memberikan pembinaan
usaha dalam bentuk pendampingan untuk meningkatkan pengetahuan dan
informasi pelaku usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log
di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng.
3. Penelitian lebih lanjut dapat membahas mengenai besarnya manfaat dari
pengolahan limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng menjadi output yang lain, seperti limbah serbuk gergaji
untuk bahan bakar pada perusahaan pembuat semen dan limbah serbuk
gergaji sebagai bahan penyaring pada perkebunan kelapa sawit.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2011. Kecamatan Leuiwisadeng dalam Angka Tahun 2011. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Bogor.
Daniel M. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara, Jakarta.
Darsani. 1985. Laporan Penelitian Mengenai Limbah Eksploitasi Secara Mekanis di PT. Tanjung Raya Timber Company Limited. Fakultas Kehutanan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.
Dienazzola R, Rahmat P, Targo E, Iswa, H, Widyanto T. 2010. Bertanam Jamur Konsumsi. Redaksi Agromedia, Jakarta.
Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. 2010. Monografi Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Tahun 2010. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Bogor.
________________________________________. 2012. Budidaya jamur Kayu (Tiram, Shiitake, Kuping). Dinas Pertanian dan Kehutanan Labupaten Bogor, Bogor.
Firdaus M. 2008. Manajemen Agribisnis. PT Bumi Aksara, Jakarta.
Gunawan A W. 2001. Usaha Pembibitan Jamur, Cetakan ketujuh. Penebar Swadaya, Jakarta.
Halwani H. 2005. Ekonomi Internasional & Globalisasi Ekonomi. Ghalia Indonesia, Bogor.
Hapsari H, Djuwendah E, Karyani T. 2008. Peningkatan Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Usaha Pengolahan Salak Manonjaya. Jurnal Agrikultura. 19(3) 208-215.
Hatta G M, Sudariyono, Taqim N, Azizah. 2009. Statistik Lingkungan Hidup 2009. Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Jakarta.
Hayami Y, Kawage T, Maarooka Y, Siregar M. 1987. Agricultural Marketing and Processing in Upland Java a Perspective Form a Sunda Village. CPGRT Centre, Bogor.
Helda. 2004. Analisis Nilai Tambah Pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran Provinsi Lampung. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hernanto F. 1980. Usahatani. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
_________. 1996. Ilmu Usahatani. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
84
Hoddi AH, Rombe MB, Fahrul. 2011. Analisis Pendapatan Peternakan Sapi Potong di Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru. Jurnal Agribisnis. X(3) 98-109.
Kecamatan Leuwiliang. 2010. Laporan Data Monografi Kecamatan Leuwiliang. Kecamatan Leuwiliang, Bogor.
Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2009. Status Lingkungan Hidup Indonesia 2009. Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Jakarta.
Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. 2007. Statistik Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan Republik Indonesia, Jakarta.
___________________________________. 2012. Statistik Kehutanan Indonesia. Kementrian Kehutanan Republik Indonesia, Jakarta.
Kotler P dan Amstrong G. 2001. Dasar-Dasar Pemasaran Jilid I. Indeks, Jakarta
Kotler P dan Dary A. 2008. Prinsip-Prinsip Pemasaran Jilid I. Erlangga, Jakarta.
Maimun. 2009. Analisis Pendapatan Usahatani, Nilai Tambah dan Saluran Pemasaran Kopi Arabika Organik & Anorganik Aceh Tengah-Kasus Pengolahan Bubuk Kopi Ulee Kareng di Banda Aceh Nangroe Aceh Darussalam. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Mardiyatuljanah M. 2009. Studi Kelayakan Ekonomi Proyek Pompanisasi Desa Keboncau Kecamatan Ujungjaya Kabupaten Sumedang. Skripsi. Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nurjayadi M Y dan Martawijaya E I. 2010. Sukses Bisnis Jamur Tiram Di Rumah Sendiri. IPB Press, Bogor.
_________________________________. 2011. Sukses Bisnis Jamur Tiram Di Rumah Sendiri. IPB Press, Bogor.
Rachman O dan Malik J. 2011. Penggergajian dan Pemesinan Kayu untuk Industri Perkayuan Indonesia. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Jakarta.
Partomo T S dan Soejoedono A R. 2004. Ekonomi Skala Kecil/Menengah & Koperasi. Ghalia Indonesia, Bogor.
Pramithasari C A. 2011. Analisis Manfaat Ekonomi Pengolahan Limbah Pohon Jati (Studi Kasus Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, Jawa Tengah). Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Setiyono. 2004. Pedoman Teknis Pengelolaaan Limbah Industri Kecil. Kementrian Lingkungan Hidup, Jakarta.
85
Sigit S. 1992. Marketing Praktis. Penerbit Armurrita, Yogyakarta.
Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian: Teori dan Aplikasi. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Suharyanto E. 2010. Bertanam Jamur Tiram Di Lahan Sempit. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Sunyoto D. 2012. Dasar-Dasar Manajemen Pemasaran. PT Buku Seru, Jakarta.
Suriawiria U. 2001. Sukses Beragrobisnis Jamur Kayu: Shitake, Kuping, Tiram. Penebar Swadaya, Jakarta.
Guza A. 2008. Undang-Undang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah UU RI Nomor 20 Tahun 2008. Penerbit Asa Mandiri, Jakarta.
Wibowo C. 1990. Pengaruh Media Semai Serbuk Gergaji dan Pemupukan terhadap Pertumbuhan Sengon (Paraserianthes falcataria) di Rumah Kaca dan di Hutan Pendidikan IPB, Gunung Walat, Sukabumi. Skripsi. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
LAMPIRAN
87
Hari/Tanggal: ………….. MANFAAT EKONOMI PENGOLAHAN LIMBAH SERBUK GERGAJI DI KECAMATAN LEUWISADENG DAN KECAMATAN LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR
Oleh Dewi Asrini Fazaria (H44080032), Mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor sedang melakukan penyusunan skripsi dengan judul “Analisis Manfaat Ekonomi Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng”. Dimohon kesediaan Bapak/Ibu untuk meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini secara lengkap. Data yang didapat akan kami jamin tidak untuk disebarluaskan kecuali hanya untuk kebutuhan penelitian sebagai data primer. Atas bantuan dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih. Petunjuk umum: Isilah/Berilah tanda (X) I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : ..................................................................... 2. Jenis kelamin : (1) Laki-laki : (2) Perempuan 3. Usia : ..................................................................... tahun 4. Pendidikan terakhir : (1) SD/Sederajat : (4) Diploma : (2) SMP/Sederajat : (5) Sarjana : (3) SMA/Sederajat : (6) ………... 5. Desa : ..................................................................... 6. Kecamatan : ..................................................................... 7. Lama usaha pembuatan bag log: ……………………....tahun 8. Alasan usaha pembuatan bag log : ..…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………… 9. Secara singkat gambaran usaha pembuatan bag log pada Responden
Bersangkutan: ………………………………………………………………………………………………...…………………………………………………………………………… II. INVESTASI A. Modal 1. Modal awal : Rp..................................................................... 2. Sumber kepemilikan modal : (1) Pribadi : (3) Kerjasama : (2) Pinjaman : (4) Lainnya.................... 3. Sumber pinjaman : (1) Bank : (3) Lainnya.................... : (2) Koperasi 4. Bunga pinjaman/lainnya : ....................%/tahun B. Lahan 1. Luas lahan yang digunakan : ..............m x..............m
88
2. Status kepemilikan lahan : (1) Milik sendiri : (2) Sewa (3)Lainnya....................
3. Besar biaya sewa lahan : Rp............................................................/ bulan C. Bibit dan Bag Log 1. Bibit F1 / F2 :……botol; ……kg
Harga :Rp………../(kg) 2. Jumlah bag log yang dibuat :…………………log 3. Biaya pembuatan baglog No Uraian Jumlah Harga
Satuan (Rp) Total (Rp) Umur
Ekonomis (tahun)
1. Serbuk gergaji ……..kg 2. Plastik baglog ……..kg 3. Dedak/Bekatul ……..kg 4. Gips+Kapur ……..kg 5. Penambahan
Tepung Jagung ……..kg
6. Kapas ……..kg 7. Karet ……..kg 8. Cincin paralon ……..kg 9. 10. 11. D. Peralatan No Uraian Jumlah Harga
Satuan (Rp) Total (Rp) Umur
Ekonomis (tahun)
1. Mesin stimmer ..........buah 2. Drum ..........buah 3. Tabung gas ..........buah 4. Kompor ..........buah 5. Sekup/cangkul ..........buah 6. Mesin pompa air ..........buah 7. Timbangan ..........buah 8 9. 10 E. Biaya Operasional No Uraian Nilai (RP)/Bulan 1. Upah tenaga kerja a. Teknisi b. Pengaduk c. Pengisi log
89
d. Tukang angkut e. f. 2. Listrik 3. Air 4. Telpon 5 Biaya trasportasi 6. Biaya pemeliharaan kumbung 7. Plastik bag log 8. Isi tabung gas 9. 10. 11.
III. PENERIMAAN No Uraian Jumlah output
Per Hari Harga (RP)/bag log
Nilai (Rp)
1. Penjualan bag log 2. IV. PEMASARAN OUTPUT
1. Darimana anda mendapatkan bahan baku yang anda gunakan untuk memproduksi produk anda? ................................................................................................................................. .................................................................................................................................
2. Apakah ada kesulitan yang anda alami untuk mendapatkan bahan baku? ................................................................................................................................. .................................................................................................................................
3. Bagaimana cara anda memasarkan produk anda kepada pembeli? ................................................................................................................................. .................................................................................................................................
4. Apakah ada pengecer yang menjual barang produksi Anda? .................................................................................................................................
5. Seberapa jauh produk Anda sudah dipasarkan? A. Dalam kota B. Luar kota C. Mancanegara
6. Apakah ada kendala dalam memasarkan produk usaha Anda? ................................................................................................................................. .................................................................................................................................
7. Gambarkan rantai pemasaran produk yang Anda hasilkan .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. ..................................................................................................................................
90
Lampiran 2. Biaya Total Unit Usaha Non Plasma A di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada Juli 2012 No. Uraian 1 2 3 4 5 6 Rata-rata Biaya Tunai A. Pembuatan bag log (Rp) a.1 Serbuk gergaji 832 000 780 000 1 560 000 234 000 487 500 1 365 000 876 416.67 a.2 Isi ulang LPG 1 170 000 1 248 000 832 000 832 000 442 000 884 000 901 333.33 a.3 Kapur 520 000 97 500 374 400 65 000 97 500 117 000 211 900 a.4 Dedak 1 664 000 3 120 000 3 900 000 312 000 731 250 1 560 000 1 881 208.33 a.5 Plastik 728 000 780 000 1 560 000 312 000 406 250 936 000 787 041.67 a.6 Bibit 3 900 000 2 600 000 4 368 000 325 000 936 000 3 705 000 2 639 000 a.7 Spirtus 10 000 5 500 11 000 6 000 7 000 12 000 8 583.33 a.8 Alkohol 56 000 52 000 104 000 28 000 26 000 50 000 52 666.67 s.9 Koran 4 000 3 000 8 000 1 000 1 000 4 000 3 500
a.10 Ring bambu 520 000 650 000 1 040 000 156 000 195 000 975 000 589 333.33 a.11 Listrik 20 000 25 000 70 000 50 000 90 000 70 000 54 166.67 a.12 Kentang 0 0 0 0 0 0 0 a.13 Agar-agar 0 0 0 0 0 0 0 a.14 Gula putih 0 0 0 0 0 0 0 a.15 Biji jagung 0 0 0 0 0 0 0 a.16 Gips 0 0 0 0 0 0 0 a.17 Botol 0 0 0 0 0 0 0 Total Biaya Pembuatan Bag Log (Rp) 9 424 000 9 361 000 13 827 400 2 321 000 3 419 500 9 678 000 8 005 150 B. Tenaga Kerja Non Keluarga (Rp) b.1 Tenaga kerja harian 2 080 000 2 600 000 3 640 000 436 800 429 000 2 340 000 1 920 966.67 b.2 Tenaga kerja bulanan 581 363.60 1 162 727 581 363.60 581 363.60 1 162 727 1 162 727 872 045.30 b.3 Tenaga kerja pembuat bibit 0 0 0 0 0 0 0 Total Tenaga Kerja Non Keluarga (Rp) 2 661 364 3 762 727 4 221 363.60 1 018 164 1 591 727 3 502 727 2 793 011.97 Total Biaya Tunai (Rp) 12 085 364 13 123 727 18 048 763.60 3 339 164 5 011 227 13 180 727 10 798 162 Biaya Non Tunai (Rp) A. Penyusutan a.1 Bangunan kumbung 100 000 250 000 437 500 100 000 80 000 237 500 200 833.33
90
91
Lampiran 2. Lanjutan No. Uraian 1 2 3 4 5 6 Rata-rata
a.2 Peralatan pembuatan bag log (Rp) 29 125 29 125 30 236.11 30 236.11 33 430.56 40 652.78 32 134.26 a.3 Peralatan sterilisasi 33 083.33 33 583.33 36 083.33 55 972.22 33 583.33 344 500 89 467.59 a.4 Peralatan inokulas 10 000 10 833.33 16 666.67 10 000 9 583.33 17 083.33 12 361.11 a.5 Peralatan inkubasi 4 722.22 7 083.33 7 083.33 4 722.22 4 722.22 9 444.44 6 296.29 Total Biaya Penyusutan (Rp) 176 930.56 330 625 527 569.44 200 930.56 161 319.44 649 180.56 341 092.59 B. Tenaga Kerja Keluarga (Rp) b.1 Tenaga kerja harian 0 0 600 000 0 0 0 600 000 b.2 Tenaga kerja bulanan 0 0 0 0 0 0 0 b.3 Tenaga kerja pembuat bibit 0 0 0 0 0 0 0 Total Upah Tenaga Kerja Keluarga (Rp) 0 0 600 000 0 0 0 600 000 Total Biaya Non Tunai (Rp) 176 930.56 330 625 527 569.44 200 930.60 161 319.40 649 180.60 941 092.59 Total Biaya (Rp) 12 262 294 13 454 352 18 576 333.04 3 540 094 5 172 546 13 829 908 11 739 254.56 91
92
Lampiran 3. Biaya Total Unit Usaha Non Plasma B di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada Juli 2012 No. Uraian 7 8 9 10 11 Rata-rata Biaya Tunai A. Pembuatan Bag Log (Rp) a.1 Serbuk gergaji 455 000 1 833 000 1 833 000 1 894 001 1 300 000 1 463 000.20 a.2 Isi ulang LPG 442 000 2 496 000 2 340 000 1 170 000 728 000 1 435 200 a.3 Kapur 141 000 441 000 441 000 300 000 148 000 294 200 a.4 Dedak 1 040 000 3 510 000 3 510 000 2 880 000 988 000 2 385 600 a.5 Plastik 468 000 1 248 000 1 248 000 2 184 000 756 000 1 180 800 a.6 Spirtus 7 000 19 500 18 000 21 000 12 000 15 500 a.7 Alkohol 27 000 125 000 117 000 48 000 36 000 70 600 a.8 Kapas 20 000 30 000 30 000 30 000 10 000 24 000 a.9 Koran 1 000 8 000 8 000 8 000 4 000 5 800 a.10 Ring bambu 351 000 1 144 000 1 040 000 1 040 000 715 000 858 000 a.11 Listrik 40 000 50 000 50 000 15 000 30 000 37 000 a.12 Kentang 4 000 8 000 8 000 8 000 4 000 6 400 a.13 Agar-agar 3 000 6 000 6 000 6 000 3 000 4 800 a.14 Gula putih 5 000 10 000 10 000 10 000 50 000 17 000 a.15 Biji jagung 250 000 1 000 000 1 000 000 1 000 000 250 000 700 000 a.16 Gips 70 000 140 000 140 000 140 000 70 000 112 000 a.17 Botol 180 000 360 000 360 000 360 000 180 000 288 000 Total Biaya Pembuatan Bag Log (Rp) 3 931 000 13 456 500 13 190 500 14 435 250 9 108 000 8 897 900.20 B. Tenaga Kerja Non Keluarga (Rp) b.1 Tenaga kerja harian 1 404 000 4 160 000 4 160 000 4 160 000 4 160 000 3 608 800 b.2 Tenaga kerja bulanan 0 2 385 000 2 385 000 1 192 500 596 250 1 311 750 b.3 Tenaga kerja pembuat bibit 1 600 000 1 800 000 1 800 000 1 600 000 1 500 000 1 660 000 Total Tenaga Kerja Non Keluarga (Rp) 3 004 000 8 345 000 8 345 000 6 952 500 6 256 250 6 580 550 Total Biaya Tunai (Rp) 6 935 000 21 801 500 21 535 500 21 387 750 15 364 250 15 478 450.20 Biaya Non Tunai A. Penyusutan (Rp) a.1 Bangunan kumbung 122 500 237 500 300 000 412 500 1 725 000 559 500
92
93
Lampiran 3. Lanjutan No. Uraian 7 8 9 10 11 Rata-rata a.2 Peralatan pembuatan bag log 9 111.11 9 388.89 9 388.89 9 250 9 388.90 9 305.56 a.3 Peralatan sterilisasi 23 125 25 208.33 25 347.22 25 208.30 24 902.78 24 758.33 a.4 Peralatan inokulas 10 194.44 43 666.67 43 666.67 48 833.33 23 388.89 33 950 a.5 Peralatan inkubasi 8 958.33 17 083.33 16 666.67 17 083.33 8 958.33 13 750 Total Biaya Penyusutan (Rp) 176 250 337 569.44 399 791.67 519 958.30 1 796 361.10 645 986.10 B. Tenaga Kerja Keluarga (Rp) 0 0 0 0 0 0 b.1 Tenaga kerja harian 500 000 0 0 0 0 500 000 b.2 Tenaga kerja bulanan 0 0 0 0 0 0 b.3 Tenaga kerja pembuat bibit 500 000 0 0 0 0 500 000 Total Upah Tenaga Kerja Keluarga (Rp) 500 000 0 0 0 0 500 000 Total Biaya Non Tunai (Rp) 852 500 675 138.90 799 583.30 1 039 916.60 3 592 722 1 145 986.10 Total Biaya (Rp) 7 787 500 22 476 639 22 335 083 22 427 666.60 18 956 972 16 624 436.30
93
94
Lampiran 4. Analisis Pendapatan Unit Usaha Non Plasma A di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada Juli 2012 No. Uraian 1 2 3 4 5 6 Rata-rata 1. Penerimaan Harga rata-rata bag log (Rp) 2 000 1 818.18 1 666.67 1 363.64 1 818.18 1 545.25 1 701.99 Jumlah rata-rata bag log (kg) 9 360 14 300 24 960 3 432 4 290 21 450 12 965.33 1.a TR bag log (Rp) 18 720 000 26 000 003 41 600 008.32 4 679 998.80 7 800 000.80 33 145 720 22 066 828.80 Harga rata-rata bibit (Rp) 0 0 0 0 0 0 0 Jumlah rata-rata bibit (botol) 0 0 0 0 0 0 0 1.b TR bibit (Rp) 0 0 0 0 0 0 0 Total Penerimaan (Rp) 18 720 000 26 000 003 41 600 008.32 4 679 998.80 7 800 000.80 33 145 720 22 066 828.80 2. Biaya (Rp) 2.a Biaya Tunai (Rp) Pembuatan bag log 9 424 000 9 361 000 13 827 400 2 321 000 3 419 500 9 678 000 8 005 150 Upah TK Non Keluarga 2 661 364 3 762 727 4 221 363.60 1 018 164 1 591 727 3 502 727 2 793 011.97 Total Biaya Tunai (Rp) 12 085 364 13 123 727 18 048 763.60 3 339 164 5 011 227 13 180 727 10 798 162 2.b Biaya Non Tunai (Rp) Penyusutan 176 930.56 330 625 527 569.44 200 930.56 161 319.44 649 180.56 341 092.59 Upah TK Keluarga 0 0 600 000 0 0 0 600 000 Total Biaya Non Tunai (Rp) 176 930.56 330 625 527 569.44 200 930.60 161 319.40 649 180.60 941 092.59 Total Biaya (Rp) 12 262 294 13 454 352 18 576 333.04 3 540 094 5 172 546 13 829 908 11 739 254.56 3. Pendapatan atas Biaya Tunai (Rp) 6 634 636 12 876 276 23 551 244.72 1 340 835 2 788 774 19 964 993 11 268 666.80 4. Pendapatan atas Biaya Total (Rp) 6 457 706 12 545 651 23 023 675.28 1 139 905 2 627 454 19 315 812 10 327 574.23 5. R/C atas Biaya Tunai 1.55 1.98 2.30 1.40 1.56 2.5 2.04 6. R/C atas Biaya Total 1.53 1.93 2.24 1.32 1.51 2.40 1.88 94
95
Lampiran 5. Analisis Pendapatan Unit Usaha Non Plasma B di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada Juli 2012 No. Uraian 7 8 9 10 11 Rata-rata 1. Penerimaan Harga rata-rata bag log (Rp) 2 222.22 1 454.54 1 454.54 1 545.45 1 636.36 1 662.63 Jumlah rata-rata bag log (kg) 6 318 22 880 22 880 22 880 14 300 17 851.60 1.a TR bag log (Rp) 14 039 999 33 279 990 33 279 990 35 360 010.40 23 400 005 29 680 537.87 Harga rata-rata bibit (Rp) 7 000 7 500 7 000 8 000 7 500 7 400 Jumlah rata-rata bibit (botol) 366 507 507 507 166 410.60 1.b TR bibit (Rp) 2 562 000 3 802 500 3 549 000 4 056 000 1 245 000 3 038 440 Total Penerimaan (Rp) 16 601 999 37 082 490 36 828 990 39 416 010.40 24 645 005 32 718 977.87 2. Biaya (Rp) 2.a Biaya Tunai (Rp) Pembuatan bag log 3 931 000 13 456 500 13 190 500 14 435 250 9 108 000 8 897 900.20 Upah TK Non Keluarga 3 004 000 8 345 000 8 345 000 6 952 500 6 256 250 6 580 550 Total Biaya Tunai (Rp) 6 935 000 21 801 500 21 535 500 21 387 750 15 364 250 15 478 450.20 2.b Biaya Non Tunai (Rp) Penyusutan 176 250 337 569.44 399 791.67 519 958.30 1 796 361.10 645 986.10 Upah TK Keluarga 500 000 0 0 0 0 500 000 Total Biaya Non Tunai (Rp) 852 500 675 138.90 799 583.30 1 039 916.60 3 592 722 1 145 986.10 Total Biaya (Rp) 7 787 500 22 476 639 22 335 083 22 427 666.60 18 956 972 16 624 436.30 3. Pendapatan atas Biaya Tunai (Rp) 13 597 999 15 280 990 15 293 490 18 028 260.40 9 280 755 17 240 527.67 4. Pendapatan atas Biaya Total (Rp) 8 814 499 14 605 851 14 493 906 16 988 343.80 5 688 033 16 094 541.57 5. R/C atas Biaya Tunai 2.39 1.70 1.71 1.84 1.60 2.11 6. R/C atas Biaya Total 2.13 1.65 1.65 1.76 1.30 1.97
95
96
Lampiran 6. Rincian Analisis Nilai Tambah Unit Usaha Non Plasma A di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada Juli 2012 No. Uraian 1 2 3 4 5 6 Rata-rata
Output, input dan harga 1. Bag log yang dihasilkan (Kg/bulan) 9 360 14 300 24 960 3 432 4 290 21 450 12 965.33 2. Serbuk gergaji yang digunakan (kg/bulan) 8 320 7 800 15 600 3 120 3 900 11 700 8 406.67 3. Tenaga kerja (HOK/bulan) 182 208 234 78 104 208 169 4. Faktor konversi (1/2) 1.12 1.83 1.60 1.10 1.10 1.83 1.54 5. Koefisien tenaga kerja (3/2) 0.0219 0.0267 0.015 0.025 0.0267 0.01778 0.022 6. Harga output (Rp/kg) 2 000 1 818.18 1 666.67 1 363.64 1 818.18 1 545.25 1 701.99 7. Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK) 12 256.70 19 513.41 15 590.04 9 790.03 15 305.07 18 680.07 15 189.22
Pendapatan dan Keuntungan (Rp/kg serbuk gergaji)
8. Harga bahan baku (Rp/kg serbuk gergaji) 100 100 100 75 125 116.67 102.78 9. Sumbangan input lain (Rp/kg bag log) 991.33 1 058.65 818.86 518.63 705.82 742.49 805.95
10. Nilai bag log (4 x 6) (Rp/bag log) 2 250 3 333.34 2 666.67 1 500 2 000 2 832.97 2 624.92 11. a. Nilai tambah (10 - 9 - 8) (Rp/kg) 1 158.67 2 174.68 1 747.81 906.37 1 169.18 1 973.87 1 716.19
b. Rasio nilai tambah ((11a/10x100%) 51.50 65.24 65.54 60.42 58.46 69.67 65.38 12. a. Imbalan tenaga kerja (5 x 7) (Rp/kg) 268.11 520.36 233.85 244.75 408.13 332.09 336.66
b. Bagian tenaga kerja ((12a/11a)x100%) 23.14 23.93 13.38 27.00 34.91 16.82 19.62 13. a. Keuntungan (11a-12a)(Rp/kg) 890.56 1 654.32 1 513.96 661.61 761.04 1 641.78 1 379.53
b. Tingkat keuntungan ((13a/11a)x100%) 76.86 76.07 86.62 72.99 65.09 83.17 80.38 Balas Jasa Terhadap Faktor Produksi
14. Marjin (10-8) (Rp/kg) 2 150 3 233.33 2 566.67 1 425 1 875 2 716.30 2 522.14 a. Pendapatan tenaga kerja ((12a/14)x100%) 12.47 16.09 9.11 17.17 21.77 12.23 13.35 b. Sumbangan input lain ((9/14)x100%) 46.11 32.74 31.90 36.39 37.64 27.33 31.95 c. Keuntungan pemilik usaha ((13a/14)x100%) 41.42 51.35 58.98 46.43 40.59 60.44 54.69
96
97
Lampiran 7. Rincian Analisis Nilai Tambah Unit Usaha Non Plasma B di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada Juli 2012 No. Uraian 7 8 9 10 11 Rata-rata
Output, input dan harga 1. Bag log yang dihasilkan (Kg/bulan) 6 318 22 880 22 880 22 880 14 300 17 851.60 2. Serbuk gergaji yang digunakan (kg/bulan) 3 206 15 262 15 262 15 761 10 489.33 11 996.07 3. Tenaga kerja (HOK/bulan) 156 286 286 234 208 234 4. Faktor konversi (1/2) 1.97 1.50 1.50 1.45 1.36 1.49 5. Koefisien tenaga kerja (3/2) 0.049 0.019 0.019 0.015 0.0198 0.02 6. Harga output (Rp/kg) 2 222.22 1 454.54 1 454.54 1 545.45 1 636.36 1 662.63 7. Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK) 22 294.23 33 685.90 33 685.90 32 147.44 22 791.67 28 921.03
Pendapatan dan Keuntungan (Rp/kg serbuk gergaji) 8. Harga bahan baku (Rp/kg serbuk gergaji) 140 117.50 117.50 117.65 125 123.53 9. Sumbangan input lain (Rp/kg bag log) 890.80 657.59 656.69 565.11 532.92 660.62
10. Nilai bag log (4 x 6) (Rp/bag log) 4 379.29 2 180.58 2 180.58 2 243.51 2 230.84 2 474.19 11. a. Nilai tambah (10 - 9 - 8) (Rp/kg) 3 348.48 1 405.49 1 406.38 1 560.75 1 572.92 1 690.04
b. Rasio nilai tambah ((11a/10x100%) 76.46 64.45 64.49 69.57 70.51 68.31 12. a. Imbalan tenaga kerja (5 x 7) (Rp/kg) 1 084.81 631.252 631.252 477.29 451.95 564.14
b. Bagian tenaga kerja ((12a/11a)x100%) 32.40 44.91 44.88 30.58 28.73 33.38 13. a. Keuntungan (11a-12a)(Rp/kg) 2 263.67 774.23 775.13 1 083.47 1 120.97 11 125.89
b. Tingkat keuntungan ((13a/11a)x100%) 67.60 55.08 55.11 69.42 71.27 66.62 Balas Jasa Terhadap Faktor Produksi
14. Marjin (10-8) (Rp/kg) 4 239.29 2 063.08 2 063.08 2 125.86 2 105.84 2 350.66 a. Pendapatan tenaga kerja ((12a/14)x100%) 25.59 30.59 30.59 22.45 21.46 23.99 b. Sumbangan input lain ((9/14)x100%) 21.01 31.87 31.83 26.58 25.31 28.10 c. Keuntungan pemilik usaha ((13a/14)x100%) 53.39 37.53 37.57 50.96 53.23 47.89
97
98
Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada 28 Oktober 1990.
Penulis adalah anak terakhir dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Alm.
Yusman dan Ibu Kasriyati Yusman.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di MIN 2 Medan pada tahun 2002
dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2005 di SMP Negeri 9
Medan. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 15 Medan dan
lulus pada tahun 2008.
Pada tahun 2008, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor dan diterima
pada Departemen Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Program mayor
yang diambil penulis adalah Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan dan program
minor yang diambil adalah Konservasi Hutan dan Ekowisata dibawah naungan
Fakultas Kehutanan yang mampu mendukung studi penulis. Selama mengikuti
perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan yaitu sebagai staff
Campus Social Responsibility (CSR) pada RESSA 2010/2011.
top related