analisis penerapan sistem hazard analysis and...
Post on 24-Mar-2020
5 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
ANALISIS PENERAPAN SISTEM HAZARD ANALYSIS AND
CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUK
KECAP MANIS PT. X
Lulu Hana Salsabila
11140920000068
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M / 1441 H
ii
ANALISIS PENERAPAN SISTEM HAZARD ANALYSIS AND
CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUK
KECAP MANIS PT. X
Lulu Hana Salsabila
11140920000068
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada
Program Studi Agribisnis
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M / 1441 H
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Lulu Hana Salsabila
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Tangerang, 09 Oktober 1996
Kewarganegaraan : Indonesia
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jalan Tanah Seratus, Swadaya II RT/RW
005/004 No. 99, Sudimara Jaya, Kota
Tangerang, 15151
No. Hp : +62812-8040-0702
E-mail : salsabilalulu@gmail.com
RIWAYAT PENDIDIKAN
2001 – 2002 : TK Cendrawasih
2002 – 2008 : SDN 005 Samarinda
2008 – 2011 : SMPN 1 Samarinda
2011 – 2014 : SMAN 85 Jakarta
2014 – 2019 : S-1 Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
vi
PENGALAMAN ORGANISASI DAN PRESTASI
2009 – 2011 : Anggota Organisasi Intra Sekolah SMPN 1
Samarinda
2012 - 2014 : Anggota Organisasi Intra Sekolah SMAN 85
Jakarta
2012 - 2013 : Anggota Organisasi Ekstra Fotografi SMAN
85 Jakarta
2015 – 2016 : Anggota Divisi Humas LSO Saman Agribisnis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2015 : Anggota Divisi Humas Saman Festival 2015
Agribisnis UIN Syarif Hidyatullah Jakarta
2016 – 2017 : Ketua Divisi Humas LSO Saman Agribisnis
2016 : Peserta Penari 6600 Ratoeh Jaroe Massal
TMII
2018 : Finalis Quinza Model 2018
2019 : Anggota Gue Anak Radio Season 2
PENGALAMAN KERJA
2017 : Divisi Produksi PT. X
2019 : Divisi Food Safety Quality PT. X
vii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji serta syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, karunia serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi berjudul “Analisis Penerapan Sistem Hazard Analysis And
Critical Control Point (HACCP) Pada Produk Kecap Manis PT. X”.
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi
strata satu (S1) pada Program Studi Agribisnis / Sosial Ekonomi
Pertanian, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa selama proses penyelesaian skripsi
tidak mudah dan tidak terlepas dari dukungan serta bantuan dari berbagai
pihak. Maka pada kesempatan ini, izinkan penulis untuk mengucapkan
banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang memberikan dukungan
dan bantuan baik secara moril maupun materil sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Penulis akan menyampaikan ucapan terima
kasih kepada :
1. Kedua orang tua tercinta Ibu (Iis Helmina) dan Ayah (Edi Sunardi)
yang telah memberikan doa yang tiada henti, kasih sayang yang tidak
terhingga dan berbagai dukungan dalam bentuk moral serta material.
Teteh sayang ibu dan ayah.
viii
2. Kedua adik tercinta yaitu Naura Azzahra Kamila dan Alaric Gibran
Aqila yang selalu memberikan semangat dan menghibur penulis
dikala penulis lelah untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Dekan
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta
jajarannya.
4. Ibu Dr. Ir. Siti Rochaeni, M.Si selaku Ketua Program Studi Agribisnis
dan Ibu Rizki Adi Puspita Sari, MM selaku Sekretaris Program Studi
Agribisnis, terima kasih telah memberikan dukungan kepada penulis
untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Eny Dwiningsih, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Ibu Rizki
Adi Puspita Sari, MM selaku dosen pembimbing II, terima kasih ibu
yang telah memberikan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis
serta memberikan dorongan untuk segera menyelesaikan skripsi.
6. Bapak Dr. Akhmad Riyadi Wastra, MM selaku dosen penguji I dan
Ibu Agustina Senjayani, M.Si selaku dosen penguji II yang telah
memberikan banyak masukan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
7. Ibu Dr. Ir. Siti Rochaeni, M.Si selaku pembimbing akademik yang
telah memberikan ilmu, pengetahuan, wawasan, dukungan serta
motivasi tanpa henti kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini.
ix
8. Bapak Iwan Aminuddin selaku Ketua Prodi Magister Agribisnis,
terimakasih pak selalu memberikan semangat agar penulis segera
menyelesaikan skripsi.
9. Seluruh dosen Program Studi Agribisnis yang telah memberikan ilmu,
pengetahuan, serta wawasan kepada penulis selama masa perkuliahan
sehingga ilmunya dapat bermanfaat untuk menyelesaikan skripsi ini.
10. Teh Nemi, Mas Willy, Pak Anin, Pak Syarief, beserta anggota divisi
Food Safety Quality, Pak Sudi anggota divisi EHS dan seluruh
karyawan produksi PT. X, terimakasih atas ilmu, pengetahuan,
semangat yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi
ini.
11. Sahabat penulis yaitu MILAN (Mutiah Nabilla Ulfah, Iqnestita Dwi
Haqiqi, Andini Fauzia, Maftuhatun Fista Amalia) dan Aulia Badrul
Fat’h yang selalu memberikan semangat, dukungan dan motivasi
untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih telah menjadi tempat
keluh kesah dalam segala cerita kehidupan penulis dan telah menjadi
mesin tertawa bagi penulis. Love you, Milan & Badrul.
12. Sahabat seperjuangan penulis di kampus (Chabe Syariah) yaitu Ninda
Amillia Putri, Oktaria Dwita Permata, Ulfa Fitriana, Humairra
Avicienna, Tia Septiani, Deannisa Indriyani, dan Vivi Ataini yang
telah menjadi teman dari awal kuliah hingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
x
13. Adik-adik Agribisnis yaitu Dita Milih Anggraini, Arin Annisa, Anas
Tasya Ayu Wibowo, dan Dewi Wulandari yang selalu memberikan
semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
14. Keluarga besar Agribisnis 2014 terutama kelas Agribisnis 2014 B
yang telah membantu, memberikan semangat, motivasi dan kenangan
indah kepada penulis selama perkuliahan.
15. Kakak-kakak mentor tersayang yaitu Alif Akbar Al Islami dan Wulan
Cahyaningsih yang telah banyak membantu penulis, memberikan
dukungan, ilmu, informasi dan motivasi selama perkuliahan.
16. Serta semua pihak yang telah banyak membantu penulisan skripsi ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dengan tanpa
mengurangi rasa hormat.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah
kalian berikan kepada penulis.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta, Oktober 2019
Penulis
xi
RINGKASAN
Lulu Hana Salsabila, Analisis Penerapan Sistem Hazard Analysis And
Critical Control Point (HACCP) pada Produk Kecap Manis PT. X. Di bawah
bimbingan Eny Dwiningsih, M.Si dan Rizki Adi Puspita Sari, MM.
PT. X merupakan salah satu perusahaan produsen kecap di
Indonesia yang memiliki berbagai variasi rasa dan selalu mengembangkan
inovasi terhadap rasa kecap yang diproduksi. Perusahaan memiliki
komitmen besar dalam menjaga kualitas dan keamanan produk dengan
cara melakukan pengawasan pada proses produksi. Pengawasan berfungsi
untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya kontaminasi yang dapat
merusak keamanan produk (food safety) dan kualitas produk (food
quality) kecap yang diproduksi perusahaan. Kapasitas produksi kecap
setiap batch sebanyak 4800 liter dengan produksi yang bersifat kontinu
setiap harinya. Dengan melihat banyaknya kapasitas yang diproduksi,
maka penting untuk melakukan suatu tindakan atau upaya mencegah,
mengurangi, dan menghilangkan potensi bahaya yang ditimbulkan agar
menghasilkan produk aman dan berkualitas. PT. X telah menerapkan
Quality System Internal yang disebut QRMP (Quality Risk Management
Process). Dalam sistem QRMP ini terdapat ISO yaitu ISO 9001, ISO
22000 dan ISO 17025 yang sudah diterapkan oleh perusahaan.
Perusahaan telah menerapkan Hazard Analysis and Critical Control Point
(HACCP) yang termasuk ke dalam ISO 22000 mengenai keamanan
pangan dan telah mendapat sertifikasi HACCP dalam produksi kecap.
Penerapan HACCP didukung dengan melaksanakan penerapan
persyaratan dasarnya yaitu Good Manufacturing Practices (GMP) dan
Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP). Namun dengan
adanya audit yang dilaksanakan baik itu internal maupun eksternal, masih
terjadi hal atau temuan yang akan mempengaruhi kualitas dan keamanan
dari produk kecap yang diproduksi. Konsumen yang mengkonsumsi
kecap X sangat peduli terhadap kondisi keamanan kecap yang diproduksi.
Konsumen tidak hanya dalam negeri, bahkan konsumen yang berasal dari
luar negeri sering melakukan audit terencana bahkan audit yang dilakukan
secara tiba-tiba untuk mengetahui kesiapan dan memastikan penerapan
keamanan pangan perusahaan berjalan dengan baik sehingga
menghasilkan produk yang aman untuk dikonsumsi. Temuan yang
terdapat dalam produksi diakibatkan oleh belum maksimalnya penerapan
HACCP yang dilakukan perusahaan, terutama dari segi persyaratan dasar
HACCP. Dari temuan yang masih terdapat dalam proses produksi, maka
diperlukan adanya analisis untuk melihat sejauh mana perusahaan
menerapkan sistem HACCP dan sistem persyaratan HACCP. Penelitian
ini memiliki tujuan, yaitu : (1) Menganalisis penerapan sistem GMP dan
SSOP di PT. X, (2) Menganalisis penerapan HACCP di PT. X, (3)
xii
Merumuskan rekomendasi tindak lanjut untuk perbaikan penerapan
HACCP di PT. X.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara, observasi,
dokumentasi perusahaan, dan instrumen penelitian terhadap aktivitas
produksi kecap manis X. Data sekunder diperoleh dari berbagai studi
pustaka dan sumber literatur yang mendukung penelitian. Metode analisis
yang digunakan yaitu antara lain metode GAP Analysis yaitu untuk
menganalisis kesenjangan yang terjadi terhadap penerapan sistem
HACCP di perusahaan dan formulir checklist yaitu untuk menganalisis
penyimpangan yang terjadi terhadap penerapan sistem persyaratan dasar
HACCP yaitu GMP dan SSOP di perusahaan. Penelitian ini dilakukan
dengan menyusun instrumen penelitian GMP, SSOP, dan HACCP yang
akan digunakan peneliti dengan teknik wawancara, observasi dan
mengumpulkan dokumentasi internal perusahaan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui
bahwa rata-rata keseluruhan penyimpangan sistem persyaratan dasar
HACCP yaitu GMP dan SSOP di perusahaan sebesar 17,64 % untuk
penerapan GMP, dan 19,27 % untuk penerapan SSOP yang artinya bahwa
penerapan GMP dan SSOP cukup memenuhi instrumen penelitian yang
telah disusun. Kemudian rata-rata kesenjangan penerapan sistem HACCP
sebesar 12,09 % yang artinya bahwa penerapan sistem HACCP telah
dijalankan dan didokumentasikan hampir secara keseluruhan memenuhi
instrumen penelitian yang dibuat berdasarkan panduan HACCP, namun
terdapat sedikit kelalaian dalam pelaksanaan sistem tersebut.
Rekomendasi tindak lanjut yang dirumuskan berdasarkan hasil penelitian
sebanyak 12 rekomendasi untuk penerapan GMP yaitu pada variabel
lokasi, bangunan, fasilitas sanitasi, mesin dan peralatan, bahan,
laboratorium, karyawan, pengemas, penyimpanan, pemeliharaan sanitasi,
pengangkutan dan pelatihan. Kemudian untuk SSOP dirumuskan 4
rekomendasi tindak lanjut yaitu pada variabel kebersihan permukaan yang
kontak langsung dengan makanan, fasilitas sanitasi dan cuci tangan dan
toilet, pengendalian kesehatan karyawan, dan pemberantasan hama.
Rekomendasi tindak lanjut untuk penerapan HACCP sebanyak 4 yaitu
pada variabel tim HACCP, analisa bahaya, sistem penyimpanan catatan,
dan prosedur verifikasi sistem HACCP.
Kata Kunci : Produksi Kecap, Sistem HACCP, GMP, SSOP, GAP
Analysis, Formulir Checklist, Rumusan Rekomendasi
Tindak Lanjut.
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xvi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xx
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................... 7
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................................. 8
1.4. Manfaat Penelitian .............................................................................................. 8
1.5. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................................. 9
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Kecap .................................................................................................................. 10
2.2. Keamanan Pangan ............................................................................................. 15
2.3. Sistem Manajemen Keamanan Pangan .......................................................... 18
2.4. Good Manufacturing Practices (GMP) .......................................................... 20
2.5. Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) ...................................... 28
2.6. Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) ............................... 29
2.7. Penelitian Terdahulu ......................................................................................... 41
2.8. Kerangka Pemikiran Penelitian ....................................................................... 44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................................... 46
3.2. Metode Penelitian .............................................................................................. 46
3.3. Jenis dan Sumber Data ..................................................................................... 47
3.4. Metode Pengumpulan Data .............................................................................. 48
Halaman
xiv
1. Studi Lapangan .............................................................................................. 48
2. Studi Kepustakaan......................................................................................... 49
3.5. Informan ............................................................................................................. 50
3.6. Metode Analisis Data ....................................................................................... 50
3.6.1. Model Pendekatan Miles dan Huberman ............................................ 51 3.6.2. Analisis Kesenjangan (GAP Analysis) ................................................. 54
3.6.3. Formulir Checklist Penilaian GMP dan SSOP ................................... 57
3.7. Instrumen Penelitian ......................................................................................... 58
3.8. Definisi Operasional ......................................................................................... 59
BAB IV GAMBARAN UMUM
4.1. Profil PT. X ........................................................................................................ 61
4.2. Sejarah PT. X ..................................................................................................... 61
4.3. Visi, Misi dan Nilai Perusahaan ...................................................................... 62
4.4. Struktur Organisasi PT. X ................................................................................ 64
4.5. Ketenagakerjaan PT. X ..................................................................................... 67
4.6. Produk PT. X ..................................................................................................... 69
4.7. Proses Produksi Kecap PT. X .......................................................................... 71
4.7.1. Bahan Baku dan Bahan Tambahan ...................................................... 71 4.7.2. Bahan Pengemas ..................................................................................... 71 4.7.3. Produk Akhir ........................................................................................... 74 4.7.4. Proses Produksi ....................................................................................... 76 4.7.5. Pengendalian Mutu Produk ................................................................... 76
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Penyimpangan Penerapan Sistem Good Manufacturing
Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedure
(SSOP) PT. X ..................................................................................................... 78
5.1.1. Good Manufacturing Practices (GMP) ............................................... 78
5.1.2. Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) ......................... 111
5.2. Analisis Kesenjangan Penerapan Sistem Hazard Analysis Critical
Control Point (HACCP) PT. X ..................................................................... 125
5.3. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan Sistem HACCP PT. X ............... 143
5.3.1. Rekomendasi Tindak Lanjut Persyaratan Dasar Sistem HACCP .. 143 5.3.2. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan Sistem HACCP................ 149
xv
BAB VI PENUTUP
6.1. Kesimpulan ...................................................................................................... 151
6.2. Saran ................................................................................................................. 153
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 154
LAMPIRAN ........................................................................................................ 156
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Produsen Kecap Utama di Indonesia tahun 2012 ............................................... 2
2. Varian Kecap PT. X ............................................................................................ 3
3. Identifikasi Bahaya Pada Produksi Kecap ........................................................ 14
4. Jenis-Jenis Bahaya Produk Kecap ..................................................................... 35
5. Karakteristik Bahaya Produksi Kecap .............................................................. 35
6. Penetapan Kategori Risiko ................................................................................ 36
7. Varian Produk Kecap dan Minuman RTD PT. X ............................................. 69
8. Standar Kecap Manis SNI dan PT. X................................................................ 74
9. Rekapitulasi Penyimpangan Penerapan GMP PT. X ........................................ 78
10. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Lokasi ........................ 80
11. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Bangunan................... 82
12. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Fasilitas Sanitasi ........ 85
13. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Mesin dan Peralatan .. 89
14. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Bahan......................... 91
15. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Pengawasan Proses .... 93
16. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Produk Akhir ............. 97
17. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Laboratorium ............. 98
18. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Karyawan .................. 99
19. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Pengemas................. 101
20. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Label dan
Keterangan Produk ........................................................................................ 102
Halaman
xvii
21. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Penyimpanan ........... 103
22. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Pemeliharaan dan
Program Sanitasi ........................................................................................... 106
23. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Pengangkutan .......... 108
24. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Dokumentasi dan
Pencatatan ..................................................................................................... 109
25. Penyimpangan Penerapan GMP PT.X pada Variabel Pelatihan ................... 110
26. Rekapitulasi Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X ................................... 111
27. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Keamanan Air ....................... 112
28. Standar Mutu Air PT. X ................................................................................ 113
29. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Kebersihan Permukaan yang
Kontak dengan Makanan............................................................................... 114
30. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Pencegahan Kontaminasi
Silang ............................................................................................................ 116
31. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Fasilitas Sanitasi Cuci
Tangan dan Toilet ......................................................................................... 119
32. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Pelabelan dan Penyimpanan
Bahan Kimia yang Tepat ............................................................................... 120
33. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Pengendalian Kesehatan
Karyawan ...................................................................................................... 122
34. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Pemberantasan Hama ............ 123
35. Rekapitulasi GAP Analysis Penerapan HACCP PT. X ................................ 125
36. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Kebijakan Mutu ..... 127
37. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Tim HACCP .......... 128
38. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Deskripsi Produk ... 130
39. Deskripsi Produk dalam Panduan HACCP PT. X ........................................ 131
40. Penilaian Penyimpangan Penerapan GMP PT. X ......................................... 132
xviii
41. Penilaian Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X ........................................ 133
42. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Penyusunan dan
Verifikasi Bagan Alir .................................................................................... 134
43. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Analisa Bahaya ...... 135
44. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Sistem
Penyimpanan Catatan .................................................................................... 140
45. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Prosedur Verifikasi
Sistem HACCP ............................................................................................. 141
46. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Perubahan atau
Revisi Dokumen ............................................................................................ 142
47. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan GMP dan SSOP PT. X .................. 144
48. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan HACCP PT. X ............................... 149
xix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Grafik Prioritas Temuan dalam Produksi Kecap Manis PT. X ........................... 5
2. Grafik Penyebab Temuan dalam Produksi Kecap Manis PT. X ......................... 6
3. Skema Pembuatan Kecap Manis ........................................................................ 13
4. Piramida Hubungan GMP, SSOP, dan HACCP ................................................ 20
5. Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP .................................. 31
6. Diagram Pohon Keputusan Penentuan CCP ...................................................... 38
7. Kerangka Pemikiran Penelitian .......................................................................... 45
8. Struktur Organisasi PT. X .................................................................................. 65
Halaman
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan GMP.............................................................. 157
2. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan SSOP ............................................................. 175
3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan HACCP ......................................................... 183
Halaman
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perbincangan mengenai keamanan pangan suatu produk selalu
berkembang dimana konsumen sekarang membutuhkan tingginya tingkat
kualitas, kebersihan, dan kesehatan dari produk makanan serta menilai
makanan yang dikonsumsi melalui penelusuran status, kondisi mutu makanan
serta melihat metode yang digunakan dalam pembuatan makanan tersebut.
Permasalahan keamanan pangan umumnya terletak pada kelemahan
perusahaan dalam hal menjamin keamanan produk terhadap bahaya
mikrobiologi, kimia, dan fisik. Bahaya tersebut seringkali ditemukan karena
rendahnya mutu bahan baku, teknologi pengolahan, dan belum diterapkannya
praktik sanitasi dan higienitas yang memadai, serta kurangnya kesadaran
pekerja maupun produsen mengenai keamanan pangan.
Kondisi keamanan pangan yang tidak memenuhi syarat disebabkan
karena kurangnya pengawasan, tanggung jawab serta rendahnya pengetahuan
produsen mengenai pentingnya keamanan pangan suatu produk sehingga
dapat menyebabkan pangan tersebut menjadi tidak aman. Hal ini membuat
suatu perusahaan perlu untuk menerapkan sistem jaminan keamanan pangan
yaitu Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). HACCP merupakan
sistem pengendalian yang dilakukan pada titik-titik kendali kritis bahan baku,
tahapan proses untuk menentukan komponen, kondisi atau tahap proses untuk
menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman dan memenuhi persyaratan
2
yang ditetapkan. Penerapan sistem Hazard Analysis Critical Control Point
(HACCP) dalam perusahaan akan lebih efektif apabila perusahaan telah
menerapkan sistem Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation
Standard Operating Procedures (SSOP) dengan baik dan optimal.
Industri kecap merupakan salah satu industri pangan yang berasal dari
hasil olahan kedelai yang perkembangannya dinilai cukup baik dan produknya
banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari
banyaknya perusahaan yang memproduksi kecap baik industri yang berskala
kecil seperti UMKM, maupun industri dalam skala besar.
Proses produksi kecap harus melalui proses yang benar sehingga dapat
dipastikan bahwa produk kecap tersebut aman untuk dikonsumsi. Pembuatan
kecap berasal dari hasil fermentasi sari kedelai, baik itu kedelai putih atau
kedelai hitam dengan menggunakan beberapa mikroba yang dapat membantu
proses berlangsungnya fermentasi. Namun, perlu diperhatikan faktor-faktor
dalam pembuatan kecap karena proses produksi yang tidak sesuai akan
menimbulkan bahaya tersendiri khususnya bagi kesehatan konsumen.
Beberapa produsen kecap di Indonesia disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Produsen Kecap Utama di Indonesia Tahun 2012
No Merek Perusahaan
1. Kecap X PT. X
2. Kecap Bango PT. Unilever
3. Kecap Sedap PT. Wings Food
4. Kecap Indofood PT. Indofood Sukses Makmur Sumber : www.swa.co.id (2012)
Salah satu perusahaan yang menjadi produsen kecap di Indonesia
adalah PT. X. Kecap merupakan produk pertama yang diproduksi oleh
3
perusahaan ini. Pada saat ini, kecap X terus mengembangkan berbagai variasi
dan inovasi. Berbagai variasi rasa dari kecap X disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Varian Kecap PT. X
No. Varian Rasa
1. Kecap Manis
2. Kecap Asin
3. Kecap Hoki
4. Kecap Inggris
5. Kecap Minyak Wijen Sumber : Data PT. X (2019)
PT. X selalu melakukan upaya untuk menjaga keamanan pangan
dengan cara melakukan pengawasan pada proses produksi. Pengawasan
berfungsi untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya kontaminasi yang
dapat merusak keamanan produk (food safety) dan kualitas produk (food
quality) kecap yang diproduksi perusahaan.
Proses produksi kecap diawali dengan mempersiapkan bahan baku
hingga menghasilkan produk akhir yang aman dan siap untuk dikonsumsi.
Terdapat kemungkinan kontaminasi yang terjadi ketika proses produksi
sehingga dapat mengubah karakteristik produk dan merusak kualitas produk
yang dihasilkan.
PT. X merupakan salah satu produsen kecap yang memiliki komitmen
besar dalam menjaga kualitas dan keamanan produk. Kapasitas produksi
kecap setiap batch sebanyak 4800 liter dengan produksi yang bersifat kontinu
setiap harinya. Melihat banyaknya kapasitas yang diproduksi, maka penting
untuk melakukan suatu tindakan atau upaya mencegah, mengurangi, dan
menghilangkan potensi bahaya yang ditimbulkan agar menghasilkan produk
4
aman dan berkualitas melalui sistem keamanan pangan yang diterapkan oleh
perusahaan.
Perusahaan menerapkan Quality System Internal yang disebut QRMP
(Quality Risk Management Process). Sistem QRMP merupakan sistem
manajemen mutu yang diterapkan perusahaan untuk merencanakan dan
memfasilitasi perbaikan serta mengukur efektivitas mutu dan keamanan
pangan secara keseluruhan. Sistem QRMP dilakukan mulai dari penerimaan
bahan baku hingga produk diterima konsumen. Sistem QRMP mencakup
beberapa ISO diantaranya ISO 9001, ISO 22000 dan ISO 17025 yang telah
diterapkan oleh perusahaan. Perusahaan menerapkan Hazard Analysis and
Critical Control Point (HACCP) dimana sistem ini merupakan bagian dari
ISO 22000 yang membahas mengenai keamanan pangan. Perusahaan telah
mendapat sertifikasi HACCP dalam produksi kecap. Penerapan HACCP
didukung dengan melaksanakan penerapan persyaratan dasar yaitu Good
Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating
Procedures (SSOP). Namun dengan adanya audit yang dilaksanakan baik itu
internal maupun eksternal, masih terjadi hal atau temuan yang akan
mempengaruhi kualitas dan keamanan dari produk kecap yang diproduksi.
Konsumen yang mengkonsumsi kecap dari PT. X sangat peduli terhadap
kondisi keamanan kecap yang diproduksi. Konsumen tidak hanya dalam
negeri, bahkan konsumen yang berasal dari luar negeri sering melakukan audit
terencana bahkan audit yang dilakukan secara tiba-tiba untuk mengetahui
kesiapan dan memastikan penerapan keamanan pangan dalam perusahaan
5
berjalan dengan baik sehingga menghasilkan produk yang aman untuk
dikonsumsi. Perusahaan telah mengeskpor produk kecap hingga ke luar negeri
dengan tujuan agar produk kecap yang dihasilkan oleh perusahaan dapat terus
bersaing dalam pasar Internasional.
Temuan yang terdapat pada saat kegiatan produksi dikelompokan
berdasarkan prioritasnya dan disajikan pada Gambar 1.
0
50
100
150
200
250
300
350
Jan
-18
Feb
-18
Mar
-18
Ap
r-1
8
Mei
-18
Jun
-18
Jul-
18
Ag
t-18
Sep
-18
Ok
t-18
No
v-1
8
Des
-18
Jan
-19
Prioritas Critical
Prioritas Major
Prioritas Minor
Prioritas Opportunity
Gambar 1. Grafik Prioritas Temuan dalam Produksi Kecap Manis PT. X Sumber : Data Perusahaan Diolah (2019)
Gambar 1 menunjukan grafik prioritas temuan yang terjadi dari bulan
Januari 2018 hingga Januari 2019 dimana ketika terjadi temuan, perusahaan
mengelompokkan prioritas temuan tersebut. Terdapat prioritas critical,
prioritas major, prioritas minor, dan prioritas opportunity. Penentuan prioritas
didasarkan pada seberapa fatalnya temuan yang ditemukan pada saat audit dan
penentuan prioritas ini juga menentukan perbedaan waktu terhadap
penanganan temuan di perusahaan. Dapat dilihat untuk satu tahun terakhir
temuan yang sering terjadi di perusahaan yaitu temuan dengan prioritas minor.
Prioritas minor merupakan suatu prioritas yang bersifat ringan dan kecil
6
kemungkinan untuk mempengaruhi produk yang dihasilkan. Penentuan waktu
untuk menyelesaikan temuan prioritas minor tidak lebih cepat dibandingkan
prioritas major dan critical. Namun permasalahan yang terjadi di perusahaan
adalah terletak pada penanganan temuan prioritas minor yang seharusnya
dilakukan perusahaan melebihi batas waktu (due date) yang telah ditetapkan.
Hal ini yang menyebabkan semakin banyak temuan dalam prioritas minor
pada setiap bulannya dan dapat mempengaruhi keamanan dan kualitas produk
apabila tidak segera ditangani. Selain prioritas minor, terdapat temuan dengan
prioritas major yang terjadi di bulan September. Prioritas major merupakan
suatu prioritas yang lebih serius dibandingkan dengan prioritas minor dimana
prioritas ini dapat mempengaruhi produk yang dihasilkan. Terdeteksi adanya
temuan pada saat proses produksi dapat disebabkan oleh beberapa hal yang
disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik Penyebab Temuan dalam Produksi Kecap Manis PT. X Sumber : Data Perusahaan Diolah (2019)
7
Gambar 2 menunjukkan grafik penyebab temuan yang terdapat pada
saat proses produksi. Penyebab temuan disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya people, building, equipment, record, training, Ways Of Working
(WOW), dan methods. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan evaluasi dari
penerapan sistem keamanan pangan khususnya pada penerapan HACCP baik
itu dari sistem persyaratan dasar yaitu GMP dan SSOP untuk mengurangi
temuan yang terdapat saat kegiatan audit berlangsung. Oleh karena itu, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai penerapan sistem keamanan
pangan yaitu HACCP baik dari segi kelengkapan panduan HACCP, menilai
penerapan persyaratan dasar yaitu GMP dan SSOP dengan panduan yang
tersusun, menilai dan melihat penerapan serta konsistensi sistem HACCP pada
produksi kecap serta merumuskan rekomendasi tindak lanjut untuk perbaikan
dan penyempurnaan sistem HACCP dalam perusahaan, sehingga penulis
memberikan judul penelitian ini yaitu “Analisis Penerapan Sistem Hazard
Analysis And Critical Control Point (HACCP) Pada Produk Kecap Manis
PT. X”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan sistem persyaratan dasar HACCP yaitu Good
Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating
Procedure (SSOP) di PT. X?
8
2. Bagaimana penerapan sistem HACCP di PT. X?
3. Apa rekomendasi tindak lanjut yang harus dilakukan untuk perbaikan
sistem HACCP di PT. X?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, penulis
memiliki tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Menganalisis penyimpangan penerapan sistem persyaratan dasar
HACCP yaitu sistem Good Manufacturing Practices (GMP) dan
Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) di PT. X.
2. Menganalisis kesenjangan penerapan sistem HACCP di PT. X.
3. Merumuskan rekomendasi tindak lanjut yang harus dilakukan
perusahaan untuk perbaikan sistem HACCP di PT. X.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi perusahaan, sebagai salah satu masukan untuk pihak manajemen
mengenai bagaimana pelaksanaan penerapan sistem Hazard Analysis
and Critical Control Point (HACCP) produksi kecap yang sesuai
panduan agar dapat berjalan lebih baik.
2. Bagi peneliti, sebagai salah satu syarat kelulusan sarjana strata satu
(S1) program studi Agribisnis serta untuk menambah wawasan ilmu
pengetahuan dan menerapkan dan membandingkan antara teori yang
dipelajari dengan penerapan yang ada.
9
3. Bagi pembaca, sebagai informasi tentang penerapan sistem Hazard
Analysis and Critical Control Point (HACCP) pada produk kecap yang
sesuai dengan prosedur atau panduan serta dapat menjadi masukan
bagi penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian yaitu dilaksanakan di PT. X dengan
melakukan observasi langsung pada kegiatan produksi kecap untuk
mengetahui penerapan yang berjalan sesuai atau tidak dengan panduan yang
ada. Selain melakukan observasi dilakukan juga diskusi dan wawancara
langsung, pengumpulan data terkait, serta melakukan evaluasi dan analisis
data. Penelitian ini juga mempelajari mengenai keadaan umum perusahaan,
ketenagakerjaan, produk yang dihasilkan, dan sejauh mana pelaksanaan
penerapan sistem HACCP yang berlangsung di perusahaan. Setelah
mengetahui penerapan sistem HACCP yang sedang berlangsung dengan
pengamatan langsung dan membandingkan keadaan di lapangan dengan
panduan, akan dilakukan evaluasi dengan memberikan rekomendasi tindak
lanjut untuk tindakan perbaikan serta saran kepada perusahaan agar dapat
melaksanakan penerapan sistem HACCP dengan lebih baik. Informan dalam
penelitian ini adalah pihak-pihak yang terkait dalam manajemen sistem
keamanan pangan khususnya sistem HACCP yang dilakukan dalam produksi
kecap manis PT. X.
10
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Kecap
Kecap adalah salah satu produk olahan kedelai yang sangat familiar
digunakan sebagai penyedap masakan. Terdapat dua jenis kecap berdasarkan
cita rasanya, yaitu kecap manis dan kecap asin. Komposisi kecap manis
berbentuk kental dan terbuat dari kedelai, sementara kecap asin lebih cair dan
terbuat dari kedelai dengan komposisi garam yang lebih banyak. Kecap
umumnya menggunakan bahan dasar kedelai hitam atau kedelai kuning, dapat
pula menggunakan air kelapa atau ampas padat dari pembuatan tahu. Kecap
yang beredar di pasaran memiliki cita rasa yang berbeda-beda karena masing-
masing produsen memiliki komposisi resep yang berbeda (Salim, 2012:79).
Menurut Fukushima (2003) dalam Muchtadi (2010:33), proses
pembuatan kecap dari kacang kedelai dapat dilakukan secara fermentasi atau
kimiawi, pada proses kimiawi komponen protein dan karbohidrat dalam bahan
baku dihidrolisis dengan menggunakan HCL (asam klorida) pada suhu tinggi
yang akan menyebabkan asam amino triptofan akan rusak, maka dari itu
konsumen lebih menyukai kecap hasil fermentasi.
Sekitar 80% shoyu (kecap asin) yang dipasarkan dan dikonsumsi di
Jepang diproduksi dengan proses fermentasi, sedangkan di Indonesia, kecap
hanya diproduksi melalui proses fermentasi baik dari kedelai hitam, kedelai
kuning maupun bungkil kedelai. Selain itu kecap yang dihasilkan di Indonesia
sebagian besar berupa kecap manis, karena dalam proses pembuatannya
11
ditambahkan gula merah (kelapa atau aren) (Kataoka, (2005) dalam Muchtadi,
2010:33).
Pasar kecap di Indonesia cukup besar yang didominasi oleh
perusahaan-perusahaan besar dan memiliki kecenderungan meningkat dari
tahun ke tahun. Produsen kecap bersaing untuk merebut pasar dengan harga
yang kompetitif dan produk yang berkualitas. Hal ini menjadi peluang bagi
para produsen untuk menyajikan kecap yang berkualitas dalam cita rasa dan
higienis (Salim, 2012:80).
Proses fermentasi pada industri kecap menggunakan jamur
Aspergillus sojae atau Aspergillus oryzae. Mula-mula kedelai difermentasi
dengan kapang Aspergillus sp. dan Rhizopus sp. menjadi semacam tempe
kedelai. Kemudian tempe ini dikeringkan dan direndam di dalam larutan
garam. Mikroba yang tumbuh pada rendaman kedelai yaitu bakteri
Zygosaccharomyces dan bakteri Lactobacillus. Mikroba ini merombak protein
menjadi asam-asam amino dan komponen rasa dan aroma, serta menghasilkan
asam. Kedelai akan terfermentasi pada larutan dengan kadar garam 15-20%.
Kedelai yang umumnya digunakan untuk pembuatan kecap adalah
kedelai hitam. Beberapa varietas kedelai unggul cocok sebagai bahan baku
pembuatan kecap antara lain Merapi dan Cikuray dengan kadar protein tinggi
(42%), Malika dengan kadar protein (37%), Detam-1 dan Detam-2 memiliki
kadar protein lebih tinggi (43-44,6%), dan bobot biji lebih besar (14 g / 100
biji). Detam-1 dan Detam-2 memiliki potensi hasil 3-3,5 ton/ha lebih unggul
12
dibanding dengan varietas Merapi, Cikuray, dan Malika serta beberapa
varietas lain berbiji kuning (Salim, 2012:81).
Kecap juga dapat diproduksi dari bungkil kedelai (sisa hasil ekstraksi
minyak kedelai). Pada proses fermentasi dalam pembuatan kecap terdapat dua
tahapan penting, yaitu fermentasi kapang (tahap pembentukan koji atau
“tempe” dan fermentasi dalam larutan garam jenuh (tahapan moromi)
(Muchtadi, 2010:33). Fermentasi kapang merupakan tahap awal fermentasi
dalam pembuatan kecap, tetapi sangat menentukan kualitas kecap yang akan
dihasilkan. Tahapan koji merupakan tahapan fermentasi kapang terhadap
campuran kedelai yang telah dimasak dan gandum yang telah disangrai.
Sedangkan tahapan moromi merupakan proses fermentasi koji dalam larutan
garam. Proses pembuatan kecap manis di Indonesia disajikan pada Gambar 3
(Muchtadi, 2010:34).
13
Gambar 3. Skema Pembuatan Kecap Manis
Sumber : Muchtadi (2010:34)
Mutu produk kecap umumnya dinilai dari kadar protein yang
dikandungnya (total nitrogen). Mutu kecap juga dapat dinilai dari rasio
nitrogen terlarut terhadap nitrogen total, yang dapat menunjukan tingkat
Perebusan
Penirisan
Inkubasi, 3 hari
Perendaman dalam larutan
garam, 2 bulan
Gandum (Terigu
Sangrai)
Inokulum
(Aspergillus sp.)
Pengepresan & Penyaringan
Filtrat 1
(Cairan)
Penyaringan
Pemasakan
Filtrat 2
(Cairan)
KECAP MANIS Pengemasan
Ampas
Bumbu Rempah &
Gula Rempah
Ampas Kecap
(Bungkil)
Larutan Garam
(NaCl) 25%
KEDELAI BERSIH
14
konversi protein yang berhasil dihidrolisis menjadi peptide larut dan asam
amino. Asam amino yang dihasilkan sangat berperan dalam pembentukan
flavour kecap.
Perusahaan perlu memperhatikan bahaya-bahaya yang mungkin
terjadi pada saat produksi sehingga kecap yang dihasilkan dapat aman untuk
dikonsumsi. Bahaya-bahaya yang mungkin terjadi disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Identifikasi Bahaya pada Produksi Kecap
Langkah Proses Input Bahaya
Penanganan bahan
baku
Bahan baku dari pemasok Biologi
Kapang dan khamir serta
bakteri patogen dalam bahan
baku
Kimia
Kontaminasi bahan kimia
Fisik
Kontaminasi benda asing
(logam , plastik, kayu, kaca)
Perebusan bungkil
kacang kedelai
Bungkil kacang kedelai Biologi
Kapang dan khamir serta
bakteri patogen dalam bahan
baku
Fisik
Kontaminasi benda asing
(logam, plastik, kayu, kaca)
Pemasakan dan
penggilingan biji
gandum
Biji gandum Biologi
Kapang dan khamir serta
bakteri patogen dalam bahan
baku
Fisik
Kontaminasi benda asing
(logam, plastik, kayu, kaca)
Fermentasi kapang Bungkil kedelai dan biji
gandum Biologi
Mikroorganisme yang tidak
diinginkan dari udara
Fermentasi garam
Larutan garam dan bibit
kecap / kapang Biologi
Mikroorganisme yang tidak
diinginkan dari udara
Pengepresan Tauco Fisik
Kontaminasi benda asing
(logam, plastik, kayu, kaca)
15
Langkah Proses Input Bahaya
Pemasakan gula Sari kecap dan gula, larutan
garam, air Fisik
Kontaminasi benda asing
(logam, plastik, kayu, kaca)
Penyaringan Campuran sari kecap, gula,
larutan garam, serta air
yang sudah dimasak
Fisik
Kontaminasi benda asing
(logam, plastik, kayu, kaca)
Pencampuran
(blending)
Filtrate hasil penyaringan,
sodium, benzoate, dan
pewarna caramel
Fisik
Kontaminasi benda asing
(logam, plastik, kayu, kaca)
Separator setelah
preheating
Sari kecap Fisik
Kontaminasi benda asing
(logam, plastik, kayu, kaca)
Pencucian botol
kemasan
Botol dan obat pencuci Kimia
Kontaminasi bahan kimia
Fisik
Kontaminasi benda asing
(logam, plastik, kayu, kaca) Sumber : Model Rencana HACCP Industri Kecap dalam eBookPangan (2006:24)
Tabel 3 menunjukkan identifikasi bahaya mulai dari mikrobiologi,
kimia, maupun fisik yang terdapat pada proses pembuatan kecap pada bahan
baku hingga produk jadi. Setelah diidentifikasi, dilakukan kategorisasi bahaya
sesuai dengan panduan keamanan pangan yang dimiliki perusahaan. Bahan
baku atau produk jadi yang memiliki kategori risiko yang lebih tinggi harus
dipertimbangkan dengan lebih seksama untuk penetapan CCP pada langkah
berikutnya.
2.2. Keamanan Pangan
Keamanan pangan merupakan suatu kondisi dan upaya yang
diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan adanya cemaran
biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
Tabel 3. Identifikasi Bahaya pada Produksi Kecap
16
membahayakan kesehatan manusia. Kegiatan keamanan pangan meliputi
berbagai hal seperti (Laelasari, 2015:14) :
1. Sanitasi pangan
2. Bahan Tambahan Makanan (BTM)
3. Pengaturan pangan produk rekayasa genetik
4. Pengaturan iradiasi pangan
5. Standard kemasan pangan
6. Jaminan keamanan pangan
7. Jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan.
Peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 28 Tahun 2004 tentang
keamanan, mutu, dan gizi pangan menjelaskan bahwa pangan yang aman ialah
pangan yang memiliki kualitas dengan mutu yang baik dan bergizi. Sistem
keamanan pangan yang paling efektif ditetapkan, dioperasikan, dan
diperbaharui dalam kerangka sistem manajemen yang terstruktur dan
dimasukkan ke dalam kegiatan pengelolaan keamanan pangan secara
menyeluruh yang akan memberikan manfaat maksimal bagi produsen dan
konsumen serta pihak yang berkepentingan (Laelasari, 2015:19).
1. Bahaya Biologis (Biological Hazard)
Keracunan dan penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne
illness), pada umumnya sangat terkait dengan kebersihan air di lingkungan
produksi makanan. Terdapat 4 kelompok cemaran mikroba pathogen yang
perlu diwaspadai dalam penggunaan air, yaitu bakteri, virus, protozoa, dan
parasit (cacing) (Surono dkk, 2016:10).
17
Mikroba dan beberapa bahan pangan yang paling bertanggung jawab
terhadap penyakit yang ditularkan melalui makanan, diantaranya adalah :
a Campylobacter (pada produk unggas, susu segar)
b E. coli O157 (daging giling, sayuran hijau, susu segar)
c Listeria (daging, keju lunak yang tidak dipasteurisasi)
d Salmonella (telur, unggas, daging)
e Vibrio (kerang, tiram)
f Norovirus pada berbagai produk makanan
2. Bahaya Kimia (Chemical Hazard)
Kejadian keracunan akibat cemaran bahan kimia dalam makanan
umumnya disebabkan oleh cemaran bahan insektisida, pestisida, cemaran
industri, atau karena sengaja bahkan tidak sengaja ditambahkan sebagai bahan
baku formulasi makanan (ingredient). Cemaran lain yang perlu diwaspadai
pada makanan adalah cemaran limbah industri yang dapat mencemari perairan
umum yang kemudian akan mencemari berbagai produk makanan yang
menggunakan air yang tercemar tersebut. Cemaran industri antara lain Arsenik
(As), Kadmium (Cd), Khromium (Cr), Timbal (Pb), Merkuri (Hg), dan Timah
(Sn). Cemaran lainnya yaitu penggunaan bahan kemasan yang mengandung
senyawa berbahaya (Surono dkk, 2016:17).
Bahaya kimia juga sering didapati karena penggunaan bahan
tambahan pangan (additive). Bahan kimia lainnya yaitu senyawa toksin yang
terdapat dalam bahan pangan sebagai akibat tumbuhnya kapang. Bahan
pangan seperti biji-bijian dan serealia yang mengandung minyak mudah
18
ditumbuhi kapang dari jenis Aspergillus sp yang dapat menghasilkan toksin
dan berbahaya bagi manusia (Surono dkk, 2016:18).
3. Bahaya Fisik (Physical Hazard)
Bahaya fisik pada makanan adalah benda yang keberadaannya dalam
makanan dapat mencelakakan konsumen. Tingkat kecelakaan akibat bahaya
fisik relatif rendah dibandingkan dengan bahaya biologis dan kimia (Surono
dkk, 2016:21).
2.3. Sistem Manajemen Keamanan Pangan
Sistem manajemen keamanan pangan dikembangkan oleh beberapa
kawasan didunia dengan rujukan pada prinsip yang dikembangkan oleh Codex
Alimentarius Commission (CAC) - World Health Organization (WHO).
Sistem HACCP yang dikembangkan di Eropa telah diperluas dengan
memasukkan unsur manufaktur secara lengkap sehingga persyaratan dasar
(prerequisite) yang diminta sangat lengkap. Standar ISO 9001 yang
mengakomodasikan HACCP telah dikeluarkan dengan nomor seri ISO 15161
2001. Standar terbaru tentang HACCP yakni ISO 22000 telah direncanakan
bulan September tahun 2005. Indonesia melalui BSN telah mengadopsi
standar Codex tentang HACCP, yakni SNI 01-4852-1998 (Thaheer, 2008:2).
2.3.1. Sistem Manajemen Mutu Keamanan Pangan
Bagi produk makanan, sistem pengendalian mutu diawali dengan
prinsip penerapan dasar yaitu Good Manufacturing Practices (GMP) yang
19
mendefinisikan dan mendokumentasikan semua persyaratan agar mutu pada
produk pangan dapat diterima. GMP ditujukan pada keamanan mikrobiologis
dan persyaratan mutu pangan (Thaheer, 2008:2).
Sistem HACCP bersifat pencegahan yang berupaya untuk
mengendalikan suatu areal atau titik dalam sistem pangan yang berkontribusi
terhadap suatu kondisi bahaya, baik kontaminasi mikroorganisme patogen,
fisik, kimiawi terhadap bahan baku, suatu proses, penggunaan langsung, oleh
pengguna ataupun kondisi penyimpanan. Menurut Mortimore dan Wallace
(1994) dalam Thaheer (2008), terdapat tujuh prinsip yang secara garis besar
dipergunakan untuk menetapkan, menerapkan, dan memelihara rencana
HACCP (Thaheer, 2008:5).
Komponen Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation
Standard Operating Procedures (SSOP) merupakan persyaratan dasar bagi
berlangsungnya HACCP. Penerapan GMP dan HACCP adalah implementasi
jaminan mutu pangan sehingga produk hasil akhir memiliki mutu yang baik
dan menciptakan kepuasan bagi konsumennya. GMP adalah pedoman yang
berisi penjelasan bagaimana cara memproduksi makanan agar aman, bermutu
dan layak untuk dikonsumsi. Persyaratan minimum pada GMP harus dipenuhi
mulai dari awal hingga akhir pada proses produksi. Setiap tahap proses
produksi harus memiliki dan melaksanakan rencana tertulis yaitu SSOP.
Fungsi dari SSOP yakni sebagai pengontrol untuk setiap karyawan atau
pekerja dalam melakukan pekerjaan serta sebagai alat untuk menjaga
konsistensi kualitas produk perusahaan.
20
Gambar 4. Piramida Hubungan GMP, SSOP, dan HACCP Sumber : Hermansyah et al., 2013
Prinsip dasar dari GMP adalah mutu suatu produk yang dibuat selama
proses. Jaminan mutu produk tidak hanya untuk mendapatkan spesifikasi akhir
yang diinginkan. Produk yang dibuat melalui sistem keamanan pangan
diperlukan pengendalian mutu dan sistemnya, bahan baku, keseluruhan tahap
produksi, pengujian produk, pelabelan, pemisahan, penyimpanan dan
sebagainya.
2.4. Good Manufacturing Practices (GMP)
Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Poduksi Makanan
yang Baik merupakan suatu pedoman cara memproduksi makanan dengan
tujuan agar produsen memenuhi persyaratan yang telah ditentukan untuk
menghasilkan produk makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen.
GMP juga merupakan program penunjang keberhasilan atau sebagai
persyaratan dasar dalam implementasi sistem HACCP pada suatu perusahaan
HACCP
SSOP
GMP
21
sehingga produk pangan yang dihasilkan benar-benar bermutu dan sesuai
dengan tuntutan konsumen (Thaheer, 2008:51).
Secara umum, GMP terdiri dari desain dan konstruksi higienis untuk
pengolahan produk makanan, desain dan konstruksi higienis untuk peralatan
yang digunakan dalam proses pengolahan, pembersihan, dan disinfeksi
peralatan, pemilihan bahan baku dan kondisi yang baik, pelatihan dan
higienitas pekerja, serta dokumentasi yang tepat. Komponen dasar GMP
(Thaheer, 2008:59) adalah sebagai berikut :
a. Lokasi Pabrik
Pabrik yang memproduksi pangan sebaiknya berada pada daerah yang
bebas pencemaran, tidak berada di daerah yang mudah banjir, jauh dari sarang
hama hewan pengerat seperti tikus, jauh dari pembuangan sampah dan
sebaiknya pabrik pengolahan pangan jauh dari pemukiman penduduk yang
terlalu padat dan kumuh.
b. Keadaan Lingkungan
Keadaan lingkungan harus selalu dalam kondisi yang baik yaitu
sampah dan limbah pabrik sebaiknya dikumpulkan pada tempat khusus dan
sebaiknya segera dibuang, tempat sampah selalu dalam keadaan tertutup agar
tidak menimbulkan bau dan mencegah pencemaran lingkungan, sistem
pembuangan dan pengolahan limbah harus selalu dipantau, saluran
pembuangan berjalan lancar agar air tidak tergenang dan sarana jalan
hendaknya diaspal atau dicor serta dilengkapi dengan sistem drainase yang
baik.
22
c. Bangunan dan Fasilitas Pabrik
Bangunan dan fasilitas pabrik yang meliputi peralatan dan sarana
pengolahan yang baik dirancang sejak awal pembangunan pabrik agar dapat
menjamin dan menjaga pangan yang diproduksi tidak tercemar. Denah lokasi
dan tata letak pabrik harus diatur sesuai dengan arus proses produksi agar
produk tidak tercemar akibat adanya kontaminasi silang. Gudang (tempat
penyimpanan) sebaiknya mengikuti sistem FIFO (First In First Out), yaitu
bahan yang pertama kali masuk ke dalam gudang hendaknya juga yang keluar
pertama kali dari gudang.
d. Peralatan Pengolahan
Peralatan pengolahan pangan merupakan peralatan pilihan dan
terpelihara dengan baik. Penempatan peralatan disusun sesuai dengan alur
pengolahan agar tidak terjadi kontaminasi silang. Peralatan yang digunakan
untuk pengukuran seperti timbangan, termometer, pengukur kelembaban
udara, pengukur tekanan dan lainnya sebaiknya dikalibrasi setiap periode.
e. Fasilitas Sanitasi
Kegiatan sanitasi dilakukan untuk menjamin bahwa semua peralatan,
ruang pengolahan, ruang penyimpanan, peralatan pengolahan dan peralatan
penyimpanan selalu terjaga dari faktor-faktor pencemaran dan menjaga
kebersihannya.
1. Sumber Air
Air harus dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi semua
kebutuhan pencucian dan pembersihan serta pengolahan dan penanganan
23
limbah. Air yang kontak langsung dengan permukaan bahan pangan harus
memenuhi persyaratan khusus seperti persyaratan bahan baku air untuk
minum.
2. Pembuangan Air Limbah
Sistem pembuangan air dan limbah harus berjalan dengan baik.
Saluran pembuangan dirancang dengan tepat sehingga tidak mencemari air
bersih dan bahan pangan.
3. Fasilitas Pencucian dan pembersihan
Fasilitas pencucian dan pembersihan harus dilengkapi dengan sumber
air panas agar kotoran berlemak atau berminyak dapat dibersihkan dengan
baik serta dapat membunuh mikroorganisme berbahaya. Fasilitas pembersihan
yang digunakan untuk peralatan pangan sebaiknya dipisahkan dengan fasilitas
pembersihan untuk peralatan dan perlengkapan lainnya.
4. Fasilitas Higien Karyawan
Fasilitas higien karyawan meliputi tempat mencuci tangan yang
dilengkapi dengan sabun, mesin pengering tangan, tempat ganti pakaian dan
toilet dengan keadaan selalu bersih dan jumlahnya mencukupi untuk seluruh
karyawan. Satu buah toilet untuk 10 karyawan dan penambahan satu buah
toilet untuk setiap penambahan 25 karyawan.
5. Penerangan
Sistem penerangan yang baik dapat dilakukan dengan penyinaran
matahari ataupun melalui lampu penerangan. Lampu penerangan harus cukup
terang.
24
f. Higienitas Karyawan
Karyawan yang bekerja pada industri pengolahan pangan sangat
mempengaruhi mutu akhir produk yang dihasilkan. Karyawan yang sakit,
kotor, jorok, tidak disiplin dan tidak dapat bekerja dengan baik bisa
menyebabkan terjadinya kontaminasi terhadap produk. Oleh karena itu, perlu
adanya standar sanitasi dan higien pada karyawan.
1. Kesehatan Karyawan
Karyawan yang bekerja harus dalam kondisi sehat dan prima serta
tidak sakit atau membawa penyakit. Karyawan yang sakit sebaiknya tidak
diperkenankan untuk bekerja atau diistirahatkan karena dapat menggangu
jalannya proses produksi dan juga bisa mencemari produk yang akan
dihasilkan.
2. Kebersihan Karyawan
Perlengkapan bekerja karyawan harus lengkap. Perlengkapan ini
terdiri atas baju kerja, penutup kepala, sepatu, sarung tangan, masker dan
perlengkapan bekerja tersebut tidak boleh dibawa keluar dari pabrik.
Karyawan harus selalu menjaga kebersihannya dengan mencuci tangan
menggunakan sabun sebelum dan sesudah bekerja, setelah keluar dari toilet,
setelah menangani bahan kotor, bahan mentah dan hal lainnya yang dapat
menyebabkan pencemaran melalui bagian tubuh karyawan.
3. Kebiasaan Buruk Karyawan
Karyawan yang memiliki kebiasaan buruk sebaiknya diawasi.
Kebiasaan buruk tersebut seperti meludah, merokok, makan atau mengunyah,
25
bersin atau batuk. Selama mengolah pangan karyawan tidak diperkenankan
menggunakan jam tangan, peniti, bros dan aksesori lainnya yang jika terjatuh
ke dalam pangan dapat membahayakan konsumen.
g. Penyimpanan
Penyimpanan harus disesuaikan dengan bahan yang disimpan. Jika
bahan mentah sebaiknya disimpan sesuai dengan standarnya. Bahan sebaiknya
disimpan dengan cara yang baik dan tepat untuk memudahkan produsen dalam
mengambil dan menggunakan bahan, menjaga mutu dan kualitas, menjaga
keamanan pangan, mencegah pencemaran dan mencegah tertukarnya bahan
yang digunakan.
h. Transportasi
Penyaluran produk pangan hingga sampai kepada tangan konsumen
transportasi yang baik sangat diperlukan untuk menjaga kualitas dan
mencegah terjadinya pencemaran. Tempat membawa atau wadah pangan yang
digunakan harus sesuai dengan karakteristik produknya. Wadah tersebut harus
mudah dibersihkan, tidak mencemari produk pangan, melindungi secara fisik,
mudah didesinfeksi, mencegah terjadinya pencemaran, memudahkan
pemeriksaan penyimpanan dan dapat mempertahankan bentuk dan kondisi
produk yang disimpan.
i. Laboratorium
Produk pangan yang akan dikonsumsi harus dalam kondisi aman
untuk dikonsumsi dan tidak menimbulkan masalah kesehatan. Oleh karena itu,
pada proses produksi produk pangan perlu dilakukan pemeriksaan secara
26
tepat. Laboratorium pemeriksaan dibutuhkan dalam proses pemeriksaan
produk pangan. Laboratorium ini berfungsi untuk memudahkan pemeriksaan
secara cepat dan tepat terhadap mutu bahan yang diterima dan produk yang
dihasilkan serta pengecekan silang jika terjadi penyimpangan pada produk
yang berada dipasaran. Setiap pemeriksaan tersebut menyebutkan nama
pangan, tanggal pembuatan, tanggal pengambilan contoh, jumlah contoh yang
diambil, kode produksi, jenis pemeriksaan yang dilakukan, kesimpulan
produk, nama pemeriksa dan hal lainnya yang dibutuhkan. Dianjurkan bagi
perusahaan yang belum memiliki laboratorium pemeriksaan untuk
memeriksakan produknya pada laboratorium lain di luar perusahaan tersebut.
j. Bahan Pengemas
Syarat bahan pengemas yang baik adalah tidak beracun, tidak
menimbulkan penyimpangan yang berbahaya bagi kesehatan, tidak
menimbulkan reaksi dengan bahan pangan, tahan terhadap perlakuan selama
proses pengolahan, pengangkutan dan distribusi. Bahan pengemas juga harus
mampu melindungi produk pangan dari sinar matahari, panas, kotoran,
kelembaban, air, benturan dan lain-lain. Sebelum digunakan bahan pengemas
perlu diperiksa kondisinya, dibersihkan dan dilakukan sanitasi apabila
diperlukan kondisi yang aseptik.
k. Mutu Produk Akhir
Produk akhir perlu dianalisa mutu organoleptik, fisik, kimia atau
mikrobiologinya untuk mengetahui mutu akhir produk sehingga produk siap
untuk dipasarkan. Produk akhir yang bermutu baik dan memenuhi persyaratan
27
akan menjamin mutu dan keamanan produk serta dapat menjaga dan
meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan.
Produk akhir seharusnya memiliki standar mutu atau persyaratan yang
ditetapkan dari segi mutu fisik, mikrobiologis, kimia serta aman dan tidak
membahayakan kesehatan. Perusahaan dapat menentukan sendiri standar mutu
atau persyaratan produk akhir jika belum memiliki standar mutu atau
persyaratan produk akhir.
l. Labelling
Informasi mengenai isi produk, kandungan dan semua informasi
tentang produk harus dicantumkan pada kemasan. Keterangan dapat berupa
label, lot atau batch. Fungsi label adalah untuk menginformasikan tentang
produk agar konsumen dapat menangani, mengkonsumsi, mengolah atau
menyajikan produk dengan cara yang tepat. Lot atau batch harus mudah
diidentifikasikan jika terjadi penarikan produk ataupun pergantian stok
pangan. Setiap wadah seharusnya diberikan tanda nama produsen dan nomor
lot.
m. Manajemen dan Pengawasan
Aplikasi GMP harus melibatkan seluruh Sumber Daya Manusia
(SDM) yang ada di dalam perusahaan termasuk dari manajemen pusat hingga
karyawan. Kegiatan pengawasan harus dilakukan secara rutin dan
berkelanjutan serta dikembangkan dan dikelola agar memperoleh efektivitas
dan efisiensi yang lebih baik.
28
2.5. Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) merupakan
prosedur yang dibuat untuk membantu industri pangan dalam
mengembangkan dan menerapkan prosedur pengawasan sanitasi, melakukan
monitoring sanitasi, serta memelihara kondisi dan praktik sanitasi (Thaheer,
2008:80).
Sanitasi pangan ditujukan untuk mencapai kebersihan yang maksimal
dalam kegiatan produksi, persiapan penyimpanan, penyajian makanan, dan air
sanitasi. Hal-hal tersebut merupakan aspek yang sangat esensial dalam setiap
cara penanganan pangan. Program sanitasi dan hygiene yang efektif
merupakan kunci untuk pengontrolan pertumbuhan mikroba pada produk dan
industri pengolahan makanan. Prinsip dasar sanitasi meliputi dua hal, yaitu
membersihkan dan sanitasi. membersihkan yaitu menghilangkan mikroba dan
sanitasi merupakan langkah menggunakan zat kimia atau metode fisika untuk
menghilangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal pada permukaan alat
dan mesin pada pengolah makanan.
Menurut FDA (1995), SSOP terdiri atas delapan aspek utama yaitu :
1. Keamanan Air
2. Kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan
3. Pencegahan kontaminasi silang
4. Kebersihan karyawan atau pekerja
5. Perlindungan dari adulterasi
6. Pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksin yang tepat
29
7. Pengawasan kondisi kesehatan karyawan / pekerja
8. Pencegahan dan pemberantasan hama.
SSOP merupakan salah satu faktor penunjang dalam keberhasilan,
efektivitas, dan efisiensi HACCP, serta menjabarkan prosedur pabrik dalam
mengolah pangan, mengamankan pangan secara saniter. SSOP harus disusun
secara rinci dan tertulis. SSOP setidaknya mengandung prosedur untuk
mencegah terjadinya pencemaran sebelum proses produksi, selama proses
produksi dan setelah proses produksi.
2.6. Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)
Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) atau analisa
bahaya dan titik kendali kritis merupakan suatu sistem manajemen yang
digunakan untuk melindungi makanan dari bahaya biologi, kimia,dan fisik
yang diterapkan sebagai upaya pencegahan terhadap bahaya yang diperkirakan
dapat terjadi, dan bukan merupakan reaksi dari munculnya bahaya (Rauf,
2013:27). Evaluasi HACCP dalam pengolahan pangan dilakukan dalam 4
tahap yaitu pendiskripsian produk, pendiskripsian tujuan penggunaan produk,
penyusunan diagram alir, dan penerapan prinsip-prinsip HACCP (Rauf,
2013:30) yang terdiri dari :
1. Melakukan analisis potensi bahaya
2. Menentukan titik kendali kritis
3. Menentukan batas kritis
30
4. Menentukan prosedur monitorin
5. Menentukan tindakan koreksi
HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang
dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan
pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam
menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen. Tujuan dari penerapan
HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya
bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi
tututan konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak
bahan baku dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan
didistribusikan. Penerapan HACCP dalam industri pangan memerlukan
komitmen yang tinggi dari pihak manajemen perusahaan yang bersangkutan.
Konsep HACCP menurut CAC terdiri dari 12 langkah, dimana 7 prinsip
HACCP tercakup pula di dalamnya. Langkah-langkah penyusunan dan
penerapan sistem HACCP menurut CAC disajikan pada Gambar 5.
31
Gambar 5. Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP Sumber : Panduan Penyusunan Rencana HACCP dalam eBookPangan (2006:7)
1. Tim HACCP
Langkah awal yang harus dilakukan dalam penyusunan rencana
HACCP adalah membentuk Tim HACCP yang melibatkan semua komponen
dalam industri yang terlibat dalam menghasilkan produk pangan yang aman.
Tim HACCP sebaiknya terdiri dari individu-individu dengan latar belakang
pendidikan atau disiplin ilmu yang beragam, dan memiliki keahlian spesifik
dari bidang ilmu yang bersangkutan, misalnya ahli mikrobiologi, ahli mesin/
32
engineer, ahli kimia, dan lain sebagainya sehingga dapat melakukan
brainstorming dalam mengambil keputusan. Tim HACCP harus membuat
rencana HACCP (HACCP Plan), memverifikasi dan mengimplementasikan
sistem HACCP. Tim harus mempunyai pengetahuan tentang bahaya-bahaya
yang menyangkut keamanan pangan. Jika masalah yang ada tidak dapat
dipecahkan secara internal, maka perlu meminta saran dari ahli atau konsultan
HACCP.
Tim juga harus memutuskan lingkup HACCP yang meliputi dimana
harus memulai dan dimana harus berhenti serta apa saja yang harus
dimasukkan dalam sistem HACCP. Tim HACCP juga harus mensosialisasikan
sebab-sebab atau mengapa perusahaan atau pabrik menerapkan sistem
HACCP. Tim HACCP harus memiliki pengertian tentang produk selengkap
mungkin. Seluruh komposisi produk secara rinci harus diketahui dan
dimengerti. Informasi ini akan sangat penting untuk bahaya mikrobiologi
karena komposisi produk harus diperiksa berkaitan dengan kemampuan
patogen untuk tumbuh.
2. Deskripsi Produk
Tim HACCP yang telah dibentuk kemudian menyusun deskripsi atau
uraian dari produk pangan yang akan disusun rencana HACCP. Deskripsi
produk yang dilakukan berupa keterangan lengkap mengenai produk,
termasuk jenis produk, komposisi, formulasi, proses pengolahan, daya simpan,
cara distribusi, serta keterangan lain yang berkaitan dengan produk. Seluruh
informasi tersebut diperlukan tim HACCP untuk melakukan evaluasi secara
33
luas dan komprehensif. Penetepan deskripsi produk perlu diperhatikan dan
diidentifikasi informasi yang akan berkaitan dengan program HACCP, agar
memberi petunjuk dalam rangka identifikasi bahaya yang mungkin terjadi,
serta untuk membantu pengembangan batas-batas kritis.
3. Identifikasi Rencana Penggunaan Produk
Kegiatan ini dilaksanakan oleh tim HACCP yang menuliskan
kelompok konsumen yang mungkin berpengaruh pada keamanan produk.
Tujuan penggunaan produk harus didasarkan pada pengguna akhir produk
tersebut yang dapat berasal dari orang umum atau kelompok masyarakat
khusus.
4. Penyusunan Diagram Alir Proses
Penyusunan diagram alir proses harus disusun oleh tim HACCP
dimana pembuatan produk dilakukan dengan mencatat seluruh proses sejak
diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk jadi untuk
disimpan. Diagram alir proses disusun dengan tujuan untuk menggambarkan
keseluruhan proses produksi. Diagram alir proses ini selain bermanfaat untuk
membantu tim HACCP dalam melaksanakan kerjanya, dapat juga berfungsi
sebagai pedoman bagi orang atau lembaga lainnya yang ingin mengerti proses
dan verifikasinya.
5. Verifikasi Diagram Alir Proses
Pembuatan diagram alir harus dilakukan peninjauan dalam
pelaksanaannya untuk menguji dan membuktikan ketetapan serta
kesempurnaan diagram alir proses yang telah disusun oleh tim HACCP.
34
Apabila ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat atau kurang
sempurna, maka harus dilakukan modifikasi. Tim HACCP harus
mengkonfirmasikan operasi pengolahan berdasarkan GAP (Good Agricultural
Practices), GHP (Good Handling Practices), GMP (Good Manufacturing
Practices), GDP (Good Distribution Practices) dan atau GCP (Good Catering
Practices) serta prinsip-prinsip sanitasi dengan diagram alir selama semua
tahapan dan jam operasi dan merubah diagram alir dimana yang tepat.
6. Analisa Bahaya (Prinsip 1)
Setelah lima langkah sistem HACCP terpenuhi, tim HACCP
melakukan analisa bahaya dan mengindentifikasi bahaya beserta cara-cara
pencegahan untuk mengendalikannya. Analisa bahaya amat penting untuk
dilakukan terhadap bahan baku, komposisi, setiap tahapan proses produksi,
penyimpanan produk, dan distribusi, hingga tahap penggunaan oleh
konsumen. Tujuan analisis bahaya adalah untuk mengenali bahaya-bahaya apa
saja yang mungkin terjadi dalam suatu proses pengolahan sejak awal hingga
ke tangan konsumen. Analisa bahaya terdiri dari tiga tahap yaitu, identifikasi
bahaya, penetapan tindakan pencegahan (preventive measure), dan penentuan
kategori resiko atau signifikansi suatu bahaya.
Tim HACCP dalam melakukan identifikasi HACCP harus mendaftar
semua bahaya potensial yang terkait dengan setiap tahap dan sedapat mungkin
mengindentifikasi tindakan pencegahannya. Beberapa jenis bahaya yang dapat
mempengaruhi atau membahayakan konsumen disajikan pada Tabel 4.
35
Tabel 4. Jenis-Jenis Bahaya Produk Kecap
Jenis Bahaya Contoh
Biologi - Sel Vegetatif : Salmonella sp,
Escherichia coli
- Kapang : Aspergillus, Penicillium,
Fusarium
- Virus : Hepatitis A
- Parasit : Cryptosporodium sp
- Spora bakteri : Clostridium botulinum,
Bacillus cereus
Kimia Toksin mikroba, bahan tambahan yang tidak
diizinkan, residu pestisida, logam berat, bahan
allergen
Fisik Pecahan kaca, potongan kaleng, ranting kayu,
batu kerikil, rambut, kuku, perhiasan. Sumber : Model Rencana HACCP Industri Kecap dalam eBookPangan (2006:8)
Tabel 4 menunjukan bahwa tim HACCP bertugas untuk melakukan
identifikasi HACCP dan harus mendaftar semua bahaya potensial yang terkait
dengan setiap tahap dan sedapat mungkin mengindentifikasi tindakan
pencegahannya. Terdapat beberapa jenis bahaya dalam bisnis pangan yang
dapat mempengaruhi secara negatif atau membahayakan konsumen, yaitu
bahaya biologis, bahaya kimia dan bahaya fisik. Setelah mengidentifikasi, tim
HACCP mengelompokkan bahaya menjadi enam kategori bahaya yang
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Karakteristik Bahaya Produksi Kecap
Bahaya Karakteristik Bahaya
A
Produk-produk pangan yang tidak steril dan dibuat
untuk konsumsi kelompok beresiko (lansia, bayi,
immunocompromised).
B Produk mengandung ingredient sensitive terhadap
bahaya biologi, kimia, atau fisik.
C
Proses tidak memiliki tahap pengolahan yang
terkendali yang secara efektif membunuh mikroba
berbahaya atau menghilangkan bahaya kimia atau
fisik.
D Produk mungkin mengalami rekontaminasi setelah
pengolahan sebelum pengemasan.
E Potensi terjadinya kesalahan penanganan selama
distribusi/konsumen.
36
Bahaya Karakteristik Bahaya
F
Tidak ada tahap pemanasan akhir setelah pengemasan
atau di tangan konsumen atau tidak ada pemanasan
akhir atau tahap pemusnahan mikroba setelah
pengemasan sebelum memasuki pabrik (untuk bahan
baku) atau tidak ada cara apapun bagi konsumen
untuk mendeteksi, menghilangkan atau
menghancurkan bahaya kimia atau fisik. Sumber : Model Rencana HACCP Industri Kecap dalam eBookPangan (2006:9)
Penentuan resiko atau peluang terjadinya suatu bahaya, dapat
dilakukan penetapan kategori resiko yang disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Penetapan Kategori Risiko
Karakteristik Bahaya Kategori
Risiko
Jenis Bahaya
0 0 Tidak mengandung bahaya
A sampai F
(+) I Mengandung satu bahaya B
sampai F
(++) II Mengandung dua bahaya B
sampai F
(+++) III Mengandung tiga bahaya B
sampai F
(++++) IV Mengandung empat bahaya
B sampai F
(+++++) V Mengandung lima bahaya
B sampai F
A+ (kategori khusus) dengan
atau tanpa bahaya B-F
VI Kategori risiko paling
tinggi (semua produk yang
mempunyai bahaya A)
Sumber : Model Rencana HACCP Industri Kecap dalam eBookPangan (2006:10)
Penetapan kategori risiko dapat diterapkan pada seluruh proses
produksi yang dikategorikan hingga VI kategori risiko. Selain itu, bahaya juga
dikelompokkan berdasarkan signifikansinya yang diputuskan oleh tim dengan
mempertimbangkan peluang terjadinya (reasonably likely to occur) dan
keparahan (severity) suatu bahaya.
Tabel 5. Karakteristik Bahaya Produksi Kecap
37
7. Penetapan Critical Control Point (Prinsip 2)
Critical Control Point atau Titik Kendali Kritis dan biasa dikenal
dengan CCP didefinisikan sebagai suatu titik, langkah atau prosedur dimana
pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah,
dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima. Setiap
bahaya yang telah diidentifikasi, maka akan ditentukan satu atau beberapa
CCP yang dapat dan wajib untuk dikendalikan. CCP dapat diidentifikasi
dengan menggunakan pengetahuan tentang proses produksi dan semua potensi
bahaya dan signifikasi bahaya dari analisa bahaya serta tindakan pencegahan
yang ditetapkan. Namun demikian penetapan lokasi CCP hanya dengan
keputusan dari analisa signifikansi bahaya dapat menghasilkan CCP yang
lebih banyak dari yang seharusnya diperlukan. Sebaliknya juga sering terjadi
negoisasi deviasi yang menyebabkan terlalu sedikitnya CCP yang justru dapat
membahayakan keamanan pangan.
Codex Alimentarius Commission GL/32 1998 telah memberikan
pedoman berupa Diagram Pohon Keputusan CCP (CCP Decision Tree).
Diagram pohon keputusan merupakan seri pertanyaan logis yang menanyakan
setiap bahaya. jawaban dari setiap pertanyaan yang akan memfasilitasi dan
membawa Tim HACCP secara logis memutuskan apakah CCP atau bukan.
Diagram ini dapat membawa pola pikir analisa yang terstrukur dan
memberikan jaminan pendekatan yang konsisten pada setiap tahap dan setiap
bahaya yang teridentifikasi.
38
Gambar 6. Diagram Pohon Keputusan Penentuan CCP Sumber : Panduan Penyusunan Rencana HACCP Bagi Industri Pangan dalam
eBookPangan (2006:29)
Diagram pohon ini berisi urutan pertanyaan mengenai bahaya yang
mungkin muncul dalam suatu langkah proses, dan dapat juga diaplikasikan
pada bahan baku untuk mengidentifikasi bahan baku yang sensitif terhadap
bahaya atau untuk menghindari kontaminasi silang yang dapat digunakan
untuk mengendalikan satu atau beberapa bahaya dan mengurangi bahaya fisik
dan mikrobiologi.
39
8. Penetapan Critical Limit (Prinsip 3)
Critical limit (CL) atau batas kritis adalah suatu kriteria yang harus
dipenuhi untuk setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk
menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas aman. Batas ini akan
memisahkan antara "yang diterima" dan "yang ditolak", berupa kisaran
toleransi pada setiap CCP. Batas kritis ditetapkan untuk menjamin bahwa CCP
dapat dikendalikan dengan baik. Penetapan batas kritis harus dapat
dijustifikasi, artinya memiliki alasan kuat mengapa batas tersebut digunakan
dan harus dapat divalidasi artinya sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
serta dapat diukur. Penentuan batas kritis ini biasanya dilakukan berdasarkan
studi literatur, regulasi pemerintah, para ahli di bidang mikrobiologi maupun
kimia, CODEX dan lain sebagainya.
Penerapan CL memerlukan pertanyaan yang harus dijawab yaitu
apakah komponen kritis berhubungan dengan CCP atau tidak. Suatu CCP
memiliki berbagai komponen yang harus dikendalikan untuk menjamin
keamanan produk. Secara umum batas kritis dapat digolongkan ke dalam batas
fisik (suhu, waktu), batas kimia (pH, kadar garam). Penggunaan batas
mikrobiologi (jumlah mikroba dan sebagainya) sebaiknya dihindari karena
memerlukan waktu untuk mengukurnya, kecuali jika terdapat uji cepat untuk
pengukuran tersebut.
9. Penetapan Prosedur Pemantauan untuk setiap CCP (Prinsip 4)
Kegiatan pemantauan (monitoring) adalah pengujian dan pengamatan
terencana dan terjadwal terhadap efektifitas proses mengendalikan CCP dan
40
CL untuk menjamin bahwa CL tersebut menjamin keamanan produk. CCP dan
CL dipantau oleh personel yang terampil serta dengan frekuensi yang
ditentukan berdasarkan berbagai pertimbangan, misalnya kepraktisan.
Pemantauan dapat berupa pengamatan (observasi) yang direkam dalam suatu
checklist atau pun merupakan suatu pengukuran yang direkam ke dalam suatu
datasheet. Tim HACCP perlu memperhatikan mengenai cara pemantauan,
waktu dan frekuensi, serta hal apa saja yang perlu dipantau dan orang yang
melakukan pemantauan.
10. Penetapan Tindakan Koreksi (Prinsip 5)
Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap
batas kritis suatu CCP. Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi
penyimpangan, sangat tergantung pada tingkat risiko produk pangan. Produk
pangan yang berisiko tinggi mendapat tindakan koreksi berupa penghentian
proses produksi sebelum semua penyimpangan dikoreksi atau diperbaiki, atau
produk ditahan atau tidak dipasarkan dan diuji keamanannya. Tindakan
koreksi yang dapat dilakukan selain menghentikan proses produksi antara lain
mengeliminasi produk dan kerja ulang produk, serta tindakan pencegahan
seperti memverifikasi setiap perubahan yang telah diterapkan dalam proses
dan memastikannya agar tetap efektif.
11. Verifikasi Program HACCP (Prinsip 6)
Verifikasi adalah metode, prosedur dan uji yang digunakan untuk
menentukan bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rencana HACCP yang
ditetapkan. Kesesuaian program HACCP diperiksa melalui kegiatan
41
verifikasi. Verifikasi harus dilakukan secara rutin dan tidak terduga untuk
menjamin bahwa CCP yang ditetapkan masih dapat dikendalikan. Verifikasi
juga dilakukan jika ada informasi baru mengenai keamanan pangan atau jika
terjadi keracunan makanan oleh produk tersebut.
12. Perekaman atau Dokumentasi Data (Prinsip 7)
Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh
program HACCP sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang dan
dipertahankan selama periode waktu tertentu. Dokumentasi mencakup semua
catatan mengenai CCP, CL, rekaman pemantauan CL, tindakan koreksi yang
dilakukan terhadap penyimpangan, catatan tentang verifikasi dan sebagainya.
Oleh karena itu dokumen ini dapat ditunjukkan kepada inspektur pengawas
makanan jika dilakukan audit eksternal dan dapat juga digunakan oleh
operator.
2.7. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan suatu penelitian yang dijadikan
rujukan oleh penulis dalam menyusun penelitian ini. Berikut adalah
penelitian-penelitan yang dijadikan rujukan oleh penulis.
Penelitian pertama, Stephanie Goulding Mansur (2013) melakukan
penelitian yang berjudul “Penerapan Hazard Analysis and Critical Control
Point (HACCP) Produksi Sashimi di Restoran Tomato Surabaya”. Penelitian
tersebut dilakukan dengan mengamati penerapan HACCP pada produk
sashimi kemudian memberikan solusi mengenai hambatan yang ditemukan
42
dalam proses penerapan HACCP. Penulis menggunakan analisa kualitatif
deskriptif untuk mendapatkan data hasil observasi penerapan HACCP dan
wawancara yang mendalam dengan informan. Penelitian ini menggunakan
metode triangulasi sumber untuk membandingkan data yang diperoleh antara
sumber satu dengan lainnya kemudian mencocokkan data agar data tersebut
berkualitas dan dapat dipercaya. Hasil dari penelitian ini yaitu penerapan
HACCP di restoran Tomato Surabaya masih kurang maksimal dimana tingkat
penyimpangan yang paling sering terjadi pada tahap awal yaitu penetapan
bahaya dan resiko. Peneliti merekomendasikan sebaiknya pihak restoran
memiliki checklist yang lebih lengkap mengenai kondisi bahan-bahan yang
diterima dari pihak supplier dan saat kegiatan operasional berlangsung
sebaiknya karyawan khususnya di area dapur memakai pakaian dan
perlengkapan yang sesuai standar untuk menjaga keamanan makanan dan
meminimalisasi kecelakaan kerja.
Penelitian kedua, Citra Nour Aziz Mutiarani (2015) melakukan
penelitian yang berjudul “Implementasi Sistem Keamanan Pangan Berbasis
HACCP dalam Proses Produksi Crackers Sandwich di PT. Mondelez
Indonesia Manufacturing – Cikarang, Bekasi”. Penelitian tersebut meninjau
implementasi sistem HACCP yang telah dilakukan dengan sistem HACCP
yang sesuai. Penelitian tersebut menggunakan gap analysis untuk
membandingkan penerapan HACCP yang telah dilakukan oleh perusahaan
sehingga didapatkan sistem HACCP yang lebih optimal. Hasil dari penelitian
tersebut menunjukkan bahwa terdapat gap pada jumlah anggota tim HACCP,
43
diagram alir, analisis resiko, CCP, dan deskripsi produk. Peneliti
merekomendasikan perusahaan melakukan validasi, verifikasi, dan studi
berkelanjutan dalam menentukan batas kritis CCP dan sPP serta perlunya
sosialisasi akan point penting konsep HACCP kepada pekerja secara
menyeluruh.
Penelitian ketiga, R.A. Anandya Surya Dewi (2016) melakukan
penelitian yang berjudul “Pengkajian Pelaksanaan GMP dan Implementasi
Sistem HACCP di PT. CCBI Cikedokan Plant, Cikarang Jawa Barat”.
Penelitian tersebut mengkaji pelaksanaan GMP dan Implementasi HACCP
dan mengevaluasi kegiatan GMP dan HACCP yang kemudian dapat
digunakan untuk mengajukan sertifikasi HACCP Plan. Metode pengkajian
dilakukan dengan menyesuaikan penerapan GMP dan HACCP dengan
panduan perusahaan yang telah mengacu pada Kepmenkes RI No.
23/MenKes/SK/1/1978 untuk GMP dan SNI 01-4852-1998 untuk HACCP.
Hasil dari penelitian ini yaitu masih ditemukan beberapa temuan terhadap
kegiatan GMP yaitu terdapatnya rumput liar dan semak semak serta masih
adanya karyawan yang melakukan kegiatan makan dan minum di area
produksi. Sedangkan untuk HACCP ditemukan CCP pada jalur produksi pada
proses sterilisasi dan capping. Peneliti telah menyampaikan temuan ini kepada
pihak perusahaan agar segera ditindak lanjuti dan peneliti merekomendasikan
agar perusahaan dapat meningkatkan kegiatan GMP dan mensosialisasikan
mengenai HACCP kepada seluruh departemen yang ada dalam pabrik.
44
2.8. Kerangka Pemikiran Penelitian
PT. X merupakan perusahaan dengan salah satu produknya yaitu
kecap manis. Perusahaan sadar akan pentingnya menerapkan sistem keamanan
pangan agar produk yang dihasilkan aman dikonsumsi untuk konsumen.
Penelitian mengenai analisis penerapan sistem HACCP di PT. X dilakukan
Gap Analysis dengan membandingkan panduan perusahaan yang mengacu
berdasarkan SNI 01-4852-1998 dengan penerapan sistem HACCP yang
sedang dilakukan oleh perusahaan dari segi kelengkapan panduan dan
konsistensi penerapan. Gap Analysis dilakukan untuk dapat mengetahui
kesenjangan yang terjadi dari segi kesesuaian panduan dan penerapan yang
kemudian perlu dilakukan perbaikan dari setiap langkah penerapan HACCP
yang belum sesuai. Kerangka pemikiran penelitian yang menjadi langkah yang
dilakukan peneliti untuk mencapai hasil sesuai dengan rumusan masalah
disajikan pada Gambar 7.
45
Gambar 7. Kerangka Pemikiran Penelitian
Wawancara, Observasi,
Instrumen,
dan dokumen
Rekomendasi
Tindak Lanjut
Produksi Kecap PT. X
Sistem Keamanan Pangan Perusahaan
Hazard Analysis And Critical
Control Point (HACCP)
GAP ANALYSIS
CHECKLIST
Wawancara, Observasi,
dan Literatur.
Kesenjangan
Penerapan
Good
Manufacturing
Practices (GMP)
Sanitation Standard Operating
Procedure (SSOP)
Panduan HACCP yang
mengacu pada SNI 01-4852-
1998 dan Badan Standardisasi
Nasional (BSN) 1004-2002
Pedoman Cara
Produksi Pangan
Olahan yang Baik
(CPPOB) 2010
Teori Kunci SSOP
Food and Drug
Administration USA
Formulir Checklist
Penilaiandengan
Range Nilai 0-4
Penerapan
HACCP
Perusahaan
Wawancara,
Observasi, Instrumen,
dan dokumen
Memenuhi Tidak
Memenuhi
46
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan bulan Februari hingga bulan April
2019 yang dilaksanakan setiap hari kerja dari Senin hingga Jumat pukul 08.00
– 17.00 WIB. Penelitian ini berlokasi di PT. X yang berada di daerah
Cengkareng, Jakarta Barat.
Pemilihan tempat penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive)
dengan pertimbangan bahwa PT. X merupakan perusahaan yang telah
menerapkan sistem HACCP dalam produksi kecap manis. PT. X juga
merupakan produsen kecap yang menempati peringkat pertama dalam TOP
BRAND di Indonesia pada tahun 2012. Penelitian ini dilaksanakan dalam
waktu yang tidak berurutan dan disesuaikan dengan jam kerja perusahaan.
3.2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metodologi
kualitatif merupakan suatu prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata - kata tertulis atau lisan dari orang - orang berperilaku yang dapat diamati
dan pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik
atau utuh (Moleong, 2013: 4). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
untuk mendeskripsikan bagaimana kesenjangan penerapan Sistem HACCP
47
yang diterapkan oleh PT. X dan menetapkan rekomendasi tindak lanjut yang
harus dilakukan perusahaan untuk perbaikan sistem HACCP.
3.3. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan data sekunder
yang bersifat data kualitatif dan kuantitatif serta bersumber dari internal dan
eksternal perusahaan. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian
ini dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Data primer merupakan data yang bersumber langsung dari hasil
pengamatan berupa opini, sikap, dan karakterisktik dari seseorang atau
kelompok orang yang menjadi subjek penelitian (responden). Data primer
diperoleh dari hasil observasi (pengamatan langsung), dan wawancara.
Informan merupakan orang yang akan memberikan informasi lebih detail
terkait penelitian. Dalam penelitian ini yang akan menjadi informan yaitu
kepala pabrik PT. X, Kepala Food Safety Quality (FSQ), kepala produksi
kecap manis dan kepala persediaan barang jadi.
2. Data sekunder merupakan data yang sifatnya mendukung keperluan data
primer melalui literatur ataupun studi pustaka yang berkaitan dengan
penelitian. Data sekunder bersumber dari buku, artikel, penelitian
terdahulu, jurnal, dan dokumen resmi perusahaan terkait dengan sistem
keamanan pangan yang berupa panduan manual sistem HACCP, panduan
sistem persyaratan dasar HACCP yaitu GMP dan SSOP serta dokumentasi
kegiatan keamanan pangan PT. X.
48
3.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian bertujuan untuk mendapatkan
data yang relevan, akurat dan realible sesuai dengan apa yang diperlukan
untuk kebutuhan penelitian. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Studi Lapangan
Peneliti mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini
dengan cara melakukan observasi (pengamatan langsung), dan wawancara
yang akan diuraikan sebagai berikut
a. Observasi adalah teknik atau pendekatan untuk mendapatkan data dengan
cara mengamati langsung objek datanya. Peneliti melakukan observasi
dengan mengamati langsung kegiatan sistem keamanan pangan HACCP
PT. X yang dimulai dari kegiatan proses persiapan bahan baku, proses
fermentasi, proses pengisian dan pengemasan kecap dan proses
penyimpanan kecap yang akan didistribusikan. Proses pengamatan
dilakukan dengan melakukan kesesuaian sistem Hazard Analysis Critical
Control Point (HACCP) dan sistem persyaratan dasar yaitu GMP dan
SSOP dengan panduan perusahaan dalam proses produksi kecap manis.
b. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara mengadakan tanya jawab, baik secara langsung maupun tidak
langsung secara bertatap muka (personal face to face interview) dengan
sumber data (informan). Kegiatan wawancara digunakan untuk
49
memperoleh informasi secara akurat dan mendalam serta untuk
mengklarifikasi hasil observasi lapang. Wawancara dilakukan berdasarkan
daftar pertanyaan yang dibuat, namun dimungkinkan adanya variasi
pertanyaan yang sesuai dengan situasi saat wawancara dilaksanakan.
Wawancara melibatkan informan dalam perusahaan yang berhubungan
dan berkaitan langsung dengan aktivitas yang diteliti.
2. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan digunakan untuk mengumpulkan data sekunder dari
internal perusahaan dan sebagai landasan teori penelitian. Data internal
perusahaan didapat dengan cara sebagai berikut :
a. Menelaah dokumen (on desk research), yaitu mempelajari isi dokumen
untuk menilai penerapan sistem persyaratan dasar HACCP yaitu GMP dan
SSOP perusahaan berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Republik
Indonesia nomor 75/M-IND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara Produksi
Pangan Olahan yang Baik (Good Manufacturing Practices) dan penerapan
SSOP berdasarkan Food and Drug Administration USA yang berisi
beberapa kunci sistem SSOP.
b. Menelaah dokumen (on desk research), yaitu mempelajari isi dokumen
untuk menilai penerapan sistem HACCP perusahaan berdasarkan panduan
menurut SNI 01-4852-1998.
c. Mencari bukti objektif dan informasi terkait implementasi sistem
keamanan pangan perusahaan. Bukti objektif dapat berupa catatan, foto
50
kegiatan, absensi kegiatan, atau dokumen dalam bentuk apapun yang
berkaitan dengan sistem keamanan pangan perusahaan.
3.5. Informan
Menurut Sugiyono (2014:18) informan merupakan orang yang berada
pada lingkup penelitian yang dapat memberikan informasi mengenai situasi
dan kondisi latar penelitian. Informan yang dipilih ialah orang-orang yang
memiliki potensi dan pengetahuan untuk dapat memberikan informasi
mengenai pelaksanaan penerapan sistem HACCP perusahaan. Informan dalam
penelitian ini berjumlah empat orang manajer berdasarkan perwakilan dari
masing-masing divisi yang meliputi Manajer Plant, Manajer Food Safety
Quality, Manajer Produksi, dan Manajer Warehouse yang merupakan anggota
tim HACCP perusahaan. Wawancara dilakukan oleh peneliti kepada informan
terkait dengan bagaimana perusahaan mendapatkan sertifikasi dalam sistem
HACCP dimulai dari proses perencanaan HACCP, penerapan sistem HACCP,
hingga rekomendasi tindak lanjut untuk memperbaiki sistem HACCP
perusahaan.
3.6. Metode Analisis Data
Metode analisis data digunakan untuk meringkas data yang diperoleh
dengan cara tertentu yang dapat berupa memverifikasi, mengelompokkan data,
mencari kembali data, transformasi, menggabungkan, mengurutkan,
51
menghitung, mengekstraksi data untuk membentuk informasi dan
pengetahuan. Metode Analisis Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
metode analisis deskriptif dimana analisis ini digunakan untuk menganalisa
data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan secara umum.
Peneliti merupakan instrumen utama penelitian pada penelitian
kualitatif, dimana peneliti bertindak sebagai perencana yang menetapkan
fokus, memilih informan, pelaksana pengumpulan data, menafsirkan data,
menarik kesimpulan sementara di lapangan dan menganalisis data di lapangan
secara apa-adanya.
3.6.1. Model Pendekatan Miles dan Huberman
Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
pendekatan Miles dan Huberman yang mengemukakan bahwa aktivitas dalam
analisis data kualitatif terdiri dari 3 tahap (Sugiyono, 2014: 91) yaitu :
1. Data Reduction
Data yang diperoleh dari lapangan berjumlah cukup banyak, oleh
karena itu, maka harus dilakukan analisis data dengan cara mereduksi data.
Mereduksi data ini berarti merangkum, memilah hal-hal yang penting dan
pokok, dan menfokuskan data sesuai tema serta tujuan penelitian. Data yang
telah direduksi dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dan fokus agar
dapat mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data penelitian
selanjutnya.
52
2. Data Display
Setelah selesai melakukan reduksi data, maka dilakukan penyajian
data (data display). Data yang telah diperoleh dari hasil wawancara, observasi,
dan studi dokumentasi dianalisis kemudian disajikan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sebagainya. Penelitian
kualitatif lebih banyak menggunakan penyajian data dalam bentuk uraian teks
yang bersifat naratif.
3. Conclution Drawing/Verification
Langkah selanjutnya dalam analisis kualitatif adalah penarikan
kesimpulan atau verifikasi. Berdasarkan data-data yang telah direduksi dan
disajikan, peneliti dapat membuat atau menarik suatu kesimpulan yang
didukung dengan bukti-bukti kuat yang didapat pada saat pengumpulan data.
Kesimpulan yang didapat dalam penelitian kualitatif, mungkin dapat
menjawab rumusan masalah yang telah dirumuskan sejak awal, tetapi
mungkin juga tidak. Hal ini dikarenakan rumusan masalah dalam penelitian
kualitatif ini masih bersifat sementara dan dapat berubah serta berkembang
setelah penelitian di lapangan.
Kriteria utama pada data penelitian kualitatif adalah valid, reliable,
dan objektif. Oleh karena itu, uji keabsahan data merupakan tahap yang sangat
penting. Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif yaitu dengan
Credibility (validitas internal). Cara pengujian kredibilitas data atau
kepercayaan terhadap data hasil penelitian adalah dengan melakukan
perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan pengamatan, triangulasi,
53
diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan membercheck
(Sugiyono, 2014: 92). Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan
dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut :
1. Perpanjangan pengamatan
Kegiatan ini membuat peneliti dapat mengecek kembali apakah data
yang telah diberikan oleh narasumber sudah benar atau tidak. Jika setelah
dilakukan pengecekan kembali terhadap data dan diketahui bahwa data
tersebut tidak benar, maka peneliti dapat melakukan pengamatan lagi.
Perpanjangan pengamatan ini dilakukan peneliti dengan cara melakukan
wawancara kembali kepada para narasumber untuk mendapat informasi yang
lebih mendalam terkait dengan fokus penelitian.
2. Peningkatan ketekunan pengamatan
Peningkatan ketekunan pengamatan berarti melakukan pengamatan
secara lebih cermat dan juga berkesinambungan. Peningkatan ketekunan
pengamatan menggunakan seluruh panca indera peneliti sehingga dapat
meningkatkan derajat keabsahan data dan dapat menghasilkan data yang lebih
sistematis.
3. Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian ini dapat diartikan sebagai proses
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai
waktu. Triangulasi ini dapat dibagi kedalam tiga kategori, yaitu triangulasi
sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi waktu. Penelitian ini menggunakan
triangulasi sumber, artinya yaitu mengajukan pertanyaan yang sama kepada
54
beberapa narasumber untuk menemukan poin kunci terhadap indikator yang
telah ditetapkan peneliti sebagai fokus penelitian ini.
3.6.2. Analisis Kesenjangan (GAP Analysis)
Analisis kesenjangan (GAP Analysis) merupakan suatu metode
pengukuran untuk mengetahui kesenjangan antara kinerja suatu variabel
dengan harapan atau standar tertentu. Langkah dalam melakukan analisis ini
yang pertama adalah dengan mengidentifikasi kesenjangan dalam sistem
dengan menggunakan GAP Analysis Checklist. Checklist tersebut berisi
kriteria atau persyaratan yang membentuk sistem yang akan dianalisis. Setiap
kriteria akan diberi nilai atau poin yang dijelaskan sebagai berikut :
a. Skor 5, jika perusahaan atau organisasi tidak memahami apa yang
diperlukan atau tidak memiliki hal tersebut.
b. Skor 4, jika perusahaan atau organisasi tidak memiliki kriteria namun
memahami pentingnya aktivitas tersebut.
c. Skor 3, jika perusahaan atau organisasi memahami aktivitas tersebut dan
mengerti bahwa itu merupakan suatu hal yang baik namun tidak
melakukannya.
d. Skor 2, jika perusahaan atau organisasi melakukan aktivitas terkadang
saja.
e. Skor 1, jika perusahaan atau organisasi melakukan aktivitas tetapi belum
sempurna.
55
f. Skor 0, jika perusahaan atau organisasi telah melakukan aktivitas dengan
baik (tidak terdapat kesenjangan).
Penentuan nilai tersebut berdasarkan hasil temuan baik dari review
document, observasi, wawancara, maupun kuesioner di setiap parameter.
Penjelasan mengenai pemberian skor dalam analisis kesenjangan adalah
sebagai berikut.
Skor nol (0) akan diberikan apabila tidak terdapat kesenjangan sama
sekali baik secara dokumen maupun penerapan sistem keamanan pangan
perusahaan sehingga dinyatakan perusahaan telah menerapkannya dengan
baik.
Skor satu (1) diberikan apabila perusahaan telah melakukan aktivitas
yang sesuai dengan ketentuan dari panduan sistem HACCP menurut SNI 01-
4852-1998 (baik secara dokumen maupun penerapannya), namun masih
terdapat kekurangan dalam aktivitasnya. Kekurangan tersebut dapat berupa
kurang optimalnya perusahaan dalam melakukan aktivitas dalam sistem
keamanan pangan.
Skor dua (2) diberikan apabila perusahaan masih belum konsisten
dalam melakukan aktivitas dalam sistem keamanan pangan. Aktivitas dalam
sistem keamanan pangan diimplementasikan secara menyeluruh dan kontinu,
sehingga ketidakkonsistenan baik dari segi dokumen maupun penerapannya
merupakan kesenjangan yang harus diperbaiki.
Skor tiga (3) diberikan apabila perusahaan tidak melakukan aktivitas
dalam sistem keamanan pangan, namun prosedur, ketentuan, kebijakan telah
56
terdapat di perusahaan dan mengetahui bahwa hal tersebut seharusnya
dilakukan oleh perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa pengetahuan
perusahaan tentang sistem keamanan pangan sudah baik, hanya dari segi
penerapannya belum dilaksanakan karena alasan tertentu.
Skor empat (4) diberikan apabila perusahaan belum memiliki
prosedur, ketentuan, kebijakan yang berhubungan dengan aktivitas dalam
sistem keamanan pangan, namun mengetahui bahwa hal tersebut sangat
penting untuk dilakukan.
Skor lima (5) diberikan apabila perusahaan tidak memahami aktivitas
sistem keamanan pangan, tidak memiliki prosedur, kebijakan, ketentuan dalam
sistem keamanan pangan sehingga tidak menerapkan aktivitas tersebut.
Tahap yang kedua dilakukan perhitungan persentase kesenjangan
secara keseluruhan (secara dokumen dan penerapan). Nilai persentase yang
didapat kemudian akan diinterpretasikan sebagai berikut :
a. Nilai 81%-100%, artinya tidak ada dokumentasi maupun aktivitas system
keamanan pangan.
b. Nilai 61%-80%, artinya beberapa aktivitas sistem keamanan pangan telah
dijalankan, namun prosedur belum terdokumentasi atau belum
menjalankan secara konsisten.
c. Nilai 41%-60%, artinya aktivitas sistem keamanan pangan dijalankan
namun belum terdapat mekanisme yang jelas dan sistematis. Aktivitas
pencatatan tidak konsisten dan memiliki kendali harian.
57
d. Nilai 21%-40%, artinya aktivitas sistem keamanan pangan dijalankan
secara sistematis namun tidak dilakukan dokumentasi terhadap
mekanisme. Aktivitas pencatatan konsisten namun tidak memiliki kendali
harian.
e. Nilai 6%-20%, artinya aktivitas sistem keamanan pangan dijalankan dan
didokumentasikan serta hampir secara keseluruhan memenuhi persyaratan.
Namun masih terdapat sedikit kelalaian dalam sistem keamanan pangan.
f. Nilai 0%-5%, artinya aktivitas sistem keamanan pangan dijalankan serta
didokumentasikan dengan baik. Seluruh persyaratan dipenuhi, aktivitas
dokumentasi konsisten dan terkendali.
Interpretasi pada setiap kategori telah didiskusikan dengan ahli di
bidang keamanan pangan dalam perusahaan yaitu kepala Food Safety Quality
(FSQ) yang bertujuan untuk mengetahui keabsahan alat analisis yang
digunakan oleh penulis. Langkah selanjutnya yaitu dengan memberikan
rekomendasi tindak lanjut agar dilaksanakan oleh perusahaan dalam
pengembangan dan perbaikan sistem keamanan pangan.
3.6.3. Formulir Checklist Penilaian GMP dan SSOP
Formulir checklist berisi parameter yang akan diberi skor dengan
melakukan observasi langsung terhadap penerapan GMP dan SSOP
perusahaan. Hasil dari penilaian dari formulir checklist ini kemudian dianalisis
untuk melihat penyimpangan terhadap penerapan GMP dan SSOP dan
melakukan perumusan rekomendasi tindak lanjut untuk perbaikan penerapan
58
sistem GMP dan SSOP. Skor dan nilai persentase serta keterangan dari
formulir checklist adalah sebagai berikut :
a. Skor 0 : Nilai Persentase 0% (Memenuhi)
b. Skor 1 : Nilai Persentase 1-25% (Cukup Memenuhi)
c. Skor 2 : Nilai Persentase 26-50% (Kurang Memenuhi)
d. Skor 3 : Nilai Persentase 51-75% (Sangat Kurang Memenuhi)
e. Skor 4 : Nilai Persentase >75% (Tidak Memenuhi)
3.7. Instrumen Penelitian
Instrumen atau alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu pedoman wawancara, pedoman observasi, dan studi kepustakaan dengan
menggunakan teknik wawancara dan observasi. Teknik wawancara dilakukan
dengan membuat pedoman wawancara (point of interview) untuk
memudahkan peneliti dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan terkait
dengan fokus penelitian yang diteliti. Teknik observasi dilakukan dengan
menggunakan pedoman observasi (point of observation) untuk memudahkan
peneliti dalam melakukan pengamatan dan pencatatan data apa saja yang
diperlukan dalam penelitian. Studi kepustakaan meliputi dokumen-dokumen
yang dibutuhkan antara lain panduan HACCP berdasarkan SNI 01-4852-1998,
panduan GMP berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Republik
Indonesia nomor 75/M-IND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara Produksi
Pangan Olahan yang Baik (Good Manufacturing Practices) dan panduan
SSOP berdasarkan Food and Drug Administration USA yang berisi beberapa
59
kunci sistem SSOP. Selain itu form – form lain terkait dengan penerapan
sistem HACCP perusahaan.
3.8. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan uraian yang diungkap dalam definisi
konsep secara operasional, secara praktik, secara nyata dalam lingkup objek
penelitian atau objek yang diteliti. Definisi operasional dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia
dan merupakan salah satu tanaman jenis polong-polongan yang menjadi
bahan dasar banyak makanan salah satunya yaitu kecap.
2. Proses produksi adalah suatu kegiatan untuk menciptakan atau menambah
kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan faktor-faktor yang
ada seperti tenaga kerja, mesin, bahan baku, dan materi agar lebih
bermanfaat bagi kebutuhan manusia.
3. Kecap merupakan jenis makanan fermentasi yang paling banyak
dikonsumsi di seluruh dunia, dimana kecap merupakan produk cair
berwarna cokelat atau hitam gelap yang memiliki rasa manis atau asin.
4. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda
lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan
manusia.
60
5. Sistem Manajemen Keamanan Pangan adalah suatu sistem untuk
menjamin proses produksi dari jenis pangan yang berbahaya bagi
kesehatan dan melindungi produk dari pangan yang tidak memenuhi
standar.
6. Good Manufacturing Practices (GMP) adalah suatu pedoman cara
memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi
persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk
makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen.
7. Sanitation Standard Operating Procedure adalah prosedur yang dibuat
untuk membantu industri pangan dalam mengembangkan dan menerapkan
prosedur pengawasan sanitasi, melakukan pengontrolan sanitasi, serta
memelihara kondisi dan praktik sanitasi.
8. Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) adalah sebuah
sistem manajemen yang ditujukan untuk keamanan pangan melalui
analisis dan kontrol biologi, kimia, dan bahaya fisik dari produksi bahan
baku, pengadaan, dan penanganan, untuk manufaktur, distribusi, dan
konsumsi produk jadi.
9. Penyimpangan penerapan merupakan suatu proses, cara, perbuatan
menyimpang dalam pelaksanaan penerapan sistem keamanan pangan
prosedur atau panduan yang ada.
10. Analisis kesenjangan merupakan suatu metode pengukuran untuk
mengetahui kesenjangan antara kinerja suatu variabel dengan harapan
konsumen terhadap variabel tersebut.
61
BAB IV
GAMBARAN UMUM
4.1. Profil PT. X
PT. X memproduksi kecap serta produk ready to drink (Minuman
Kemasan) yang terletak di Cengkareng, Jakarta Barat. PT. X merupakan anak
perusahaan dari X Company yang berpengalaman lebih dari 140 tahun dan
telah memiliki berbagai merek terkemuka. Pabrik PT. X memiliki luas sebesar
16.579 m2.
PT. X memiliki letak yang berbatasan dengan beberapa pabrik baterai
disebelah timur, sebelah barat berbatasan dengan pemukiman warga, sebelah
selatan berbatasan dengan jalur kereta api, dan sebelah utara berbatasan
dengan sungai Mookevart atau dikenal dengan sebutan sungai Daan Mogot.
4.2. Sejarah PT. X
PT. X merupakan salah satu perusahaan produsen kecap di Indonesia
yang telah memiliki berbagai jenis merek cukup dikenal dikalangan
masyarakat. Perusahaan ini awalnya didirikan pada tahun 1975 dimana
memulai usaha pertamanya sebagai produsen kecap kedelai. Perusahaan
membuat suatu variasi dengan memproduksi squash dan sirup, kemudian
diikuti dengan memproduksi saus sambal pada tahun 1979, saus tomat pada
tahun 1980, teh dan jus buah dalam bentuk kemasan tetra pack pada tahun
1982.
62
Mengingat keadaan perusahaan yang semakin berkembang, maka para
pimpinan perusahaan dan pemegang saham merasa perlu merubah bentuk
perusahaan dari CV menjadi PT. Perusahaan mempunyai tujuan untuk
memasarkan produk-produknya dari konsumen tingkat menengah hingga
konsumen tingkat atas dengan menekankan pada kualitas yang baik.
Perusahaan menyalurkan produknya melalui kantor pemasaran dan
mengekspor produknya ke negara-negara diseluruh dunia seperti Amerika
Serikat, Kanada, Australia, Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Taiwan,
Hongkong, Jepang, Republik Maldives, Saudi Arabia, UAE, Rusia, Holland,
Inggris, Denmark, Norwegia, dan lain-lain.
Pemegang saham dari PT. X memutuskan untuk membentuk suatu
aliansi dengan suatu company dari Amerika Serikat pada tahun 1998 dengan
tujuan untuk memperkuat posisinya dipasaran Asia. Perusahaan memiliki
komitmen untuk memberikan produk yang bergizi dan sehat serta berpotensi
tumbuh secara berkelanjutan berdasarkan standar kualitas tinggi, inovasi yang
berkesinambungan, dan manajemen yang sangat baik.
4.3. Visi, Misi dan Nilai Perusahaan
PT. X memiliki visi yaitu menjadi perusahaan makanan dan minuman
terdepan di dunia yang menghasilkan produk yang unggul dalam cita rasa dan
bergizi bagi konsumen dimana saja. Dengan visi yang dimiliki, lalu
dirumuskan suatu misi dimana perusahaan akan berjuang untuk dapat
menghasilkan produk makanan dan minuman dengan Brand terpercaya,
63
unggul dalam cita rasa, bergizi serta memiliki mutu yang konsisten bagi
seluruh keluarga Indonesia agar dapat hidup lebih sehat dan sejahtera. PT. X
bertanggung jawab untuk menghasilkan produk yang dapat memenuhi
kepuasan konsumen, bermutu, aman untuk dikonsumsi masyarakat.
PT. X memiliki 5 nilai yang wajib untuk dijalankan untuk dapat
mencapai visi yang telah ditetapkan perusahaan. Nilai-nilai dijelaskan sebagai
berikut :
1. Customer First, memiliki arti dimana PT. X selalu peduli dengan
konsumen dan selalu berusaha untuk memenuhi permintaan konsumen
dengan menghasilkan produk yang aman untuk dikonsumsi.
2. Innovation, memiliki arti dimana PT. X berani untuk mengambil segala
jenis resiko, menyelesaikan tantangan, serta menciptakan produk yang
aman dan menjadi kesukaan seluruh masyarakat di Indonesia.
3. Integrity, memiliki arti dimana PT. X selalu melakukan hal yang benar,
dan selalu membentuk kepercayaan konsumen.
4. Ownership, memiliki arti dimana PT. X selalu berfikir serta bertindak
seperti pemilik dari perusahaan tersebut, membuat pilihan yang sulit, serta
memperlakukan setiap uang perusahaan layaknya milik sendiri. PT. X
memiliki kegiatan yang sederhana, fokus, serta memiliki budaya
meritokrasi artinya adanya pemberian jabatan kepada orang berdasarkan
kemampuannya, sehingga para pekerja akan diberikan reward karena
memiliki performa kerja yang bagus pada setiap tingkat jabatan dalam
perusahaan.
64
5. Quality, memiliki arti dimana PT. X memiliki komitmen untuk
menghasilkan produk yang berkualitas dan memenuhi standar mutu yang
telah ditetapkan.
4.4. Struktur Organisasi PT. X
PT. X terdiri dari 8 departemen yaitu departemen produksi,
departemen pemeliharaan atau perawatan, departemen material produksi,
departemen teknisi, departemen safety and environmental, departemen
continuous improvement, departemen food safety and quality, dan departemen
human resources.
Struktur organisasi dalam PT. X disajikan pada Gambar 8.
65
Gambar 8.Struktur Organisasi PT. X Sumber : Data perusahaan (2019)
Factory Manager
Plant
Administration
Production
Manager
Maintainance
Manager
Production
Supervisor
Maintainance
Supervisor
RTD Kecap
Material &
Production
Manager
Engineering
Manager
Safety &
Environmental
Manager
Continuous
Improvement
Manager
FSQ Manager
FSQ Supervisor
HR Manager
Supervisor HR
General
Affair
66
Berdasarkan struktur organisasi di atas, masing-masing departemen
memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut :
1. Factory Manager, bertugas untuk memberikan arahan dan kebijakan yang
akan diterapkan dalam semua departemen, melakukan pemantauan dan
kesesuaian regulasi yang berhubungan dengan pangan, dan
menginformasikan pihak terkait untuk melakukan perubahan apabila
ditemukan ketidaksesuaian.
2. Production Manager, bertugas untuk mengawasi jalannya produksi yang
dilakukan PT. X serta memastikan penerapan peraturan dan kebijakan
dalam produksi.
3. Maintainance Manager, bertugas untuk memastikan semua fasilitas dan
peralatan telah dilakukan perawatan, perbaikan, dan penyesuaian dengan
baik untuk mendukung kegiatan proses produksi agar dapat berjalan
dengan baik.
4. Material and Production Manager, bertugas untuk memberikan
koordinasi, arahan, penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran seluruh
aspek yang berhubungan dengan proses produksi sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan oleh manager perusahaan.
5. Engineering Manager, bertugas untuk mengarahkan proyek perusahaan
mengenai investasi seluruh alat dan mesin yang terdapat di PT. X.
6. Safety and Environmental Manager, bertugas untuk membuat program
kerja dan perencanaan cara pengimplementasiannya untuk memenuhi
67
aspek keselamatan kerja, kesehatan kerja, dan lingkungan yang aman dan
sesuai dengan regulasi.
7. Continous Improvement Manager, bertugas untuk mendukung dan
melakukan peningkatan dalam hal kinerja, baik dalam business process
maupun dalam regulasi yang sedang digunakan.
8. Food Safety and Quality Manager, bertugas untuk menentukan metode
yang akan digunakan untuk menjaga kualitas dalam proses produksi agar
sesuai dengan standar perusahaan, mengawasi dan mengendalikan mutu
agar produk yang dihasilkan sesuai dengan standar mutu yang telah
ditetapkan, melaksanakan pengawasan dan pengendalian mutu yang
dilakukan dari perolehan bahan baku, bahan dalam proses menjadi produk
jadi.
9. HR Manager, bertugas untuk mengelola seluruh sumber daya manusia
yang terdapat dalam PT. X.
4.5. Ketenagakerjaan PT. X
PT. X memiliki karyawan yang bekerja di office dan di area produksi.
Karyawan yang bekerja di office memiliki jam kerja dimulai pada pukul 08.00
hingga pukul 17.00 dengan adanya waktu istirahat pada pukul 12.00 hingga
pukul 13.00 dan khusus pada hari Jum’at, jam istirahat untuk seluruh
karyawan dimulai pada pukul 11.00 hingga pukul 13.00. Karyawan yang
bekerja di area produksi jam kerja dibagi menjadi 3 shift. Jam kerja pada shift
pertama dimulai dari pukul 07.00 hingga pukul 15.00 dengan jam istirahat
68
dimulai pada pukul 12.00 hingga pukul 13.00. Jam kerja pada shift kedua
dimulai dari pukul 15.00 hingga pukul 22.00 dengan jam istirahat dimulai
pada pukul 18.00 hingga pukul 19.00. Jam kerja pada shift ketiga dimulai dari
pukul 22.00 hingga pukul 07.00 dengan jam istirahat dimulai pada pukul
12.00 hingga pukul 03.00. Pergantian shift untuk karyawan yang bekerja di
area produksi dilakukan secara acak setiap minggu dengan jadwal yang
ditentukan oleh manager pada setiap divisi.
Kegiatan perekrutan karyawan dalam PT. X dilakukan secara online
maupun mulut ke mulut dengan sistem yang dimulai dari tahap perencanaan
perekrutan, identifikasi kebutuhan perekrutan, identifikasi sumber kandidat,
penilaian, serta wawancara kandidat secara langsung, eksekusi penawaran,
persiapan administrasi sebelum karyawan bekerja, hingga sampai tahap akhir
dimana calon karyawan dapat bekerja di perusahaan. Calon karyawan yang
telah direkrut di PT. X akan diberikan pelatihan mengenai hal yang berkaitan
dengan ketenagakerjaan.
Seluruh karyawan yang bekerja di PT. X harus memenuhi seluruh
peraturan yang ditetapkan oleh perusahaan. Apabila terdapat pekerja yang
melanggar peraturan tersebut akan diberikan sanksi berupa surat peringatan
pertama, apabila kembali melanggar akan diberikan surat peringatan kedua,
dan apabila masih diulangi kembali, maka akan mendapat surat peringatan
ketiga dimana masa berlaku sebuah surat peringatan adalah selama 6 bulan.
Pekerja yang mendapat surat peringatan ketiga akan dikenakan sanksi berupa
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
69
Kegiatan penetapan upah gaji pekerja di PT. X digolongkan
berdasarkan posisi jabatan dan lama bekerja karyawan dalam perusahaan.
Upah gaji yang akan diberikan mencakup uang transportasi dan uang makan
yang akan ditransfer melalui rekening bank pada setiap karyawan perusahaan.
Tenaga kerja PT. X akan mendapatkan fasilitas kesehatan berupa Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan asuransi jiwa swasta. Para tenaga
kerja juga akan mendapatkan bonus 2 kali dalam setahun berupa uang
Tunjangan Hari Raya (THR) dan uang tunjangan akhir tahun yang diberikan
berdasarkan upah gaji tenaga kerja selama 2 bulan. Setiap tenaga kerja dalam
PT. X akan mendapatkan jatah cuti kerja selama 12 hari dalam satu tahun dan
akan berlaku apabila pekerja telah bekerja selama kurang lebih 2 tahun.
4.6. Produk PT. X
PT. X memiliki produk yang beraneka ragam terutama dibidang
makanan dan minuman. PT. X memproduksi produk kecap dan minuman siap
minum (Ready To Drink). Varian dari kecap dan minuman Ready To Drink di
PT. X disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Varian Produk Kecap dan Minuman RTD PT. X
Kecap
Nama Produk Varian Berat Produk/Netto
Kecap Manis
Botol Kaca 320 ml / 620 ml
PET 135 ml / 275 ml
Pouch 65 ml / 225 ml / 520
ml
Sachet 15 ml / 18 ml
Jerigen 6 kg / 25 kg
70
Kecap
Kecap Asin
Botol Kaca 620 ml
PET 133 ml
Jerigen 6 kg
Kecap Inggris (Spesial
Produk) Botol Kaca 195 ml
Kecap Manis Cap Hoki Botol Kaca 620 ml
Pouch 520 ml
Minyak Wijen Botol Kaca 195 ml
Minuman Ready to Drink
Nama Produk Varian Berat Produk/Netto
Jus ABC Jeruk, Sirsak, Leci, Mangga,
Apel, Jambu 250 ml
Jus Buah Apel, Jeruk, Jambu 1 L
Jus Buah Premium Jambu, Jeruk, Mix Juice 1 L
Sari Kacang Hijau - 200 ml / 250 mL/ 1 L
Sari Asam - 250 ml
Soya Milk (tetrapack) - 200 ml / 1 L
Soya Milk (Kemasan Bantal) - 200 ml
Minuman Teh Kembang - 250 ml
Mr. Jussie Jeruk, Jambu, Coklat 90 ml
Mr. Jussie Milky Mangga, Anggur, Stoberi, Jeruk 90 ml
Mr. Jussie Tea Jasmine, Lemon, Apel 90 ml
Cappucini Coffee Cream, Espresso, Coklat 200 ml
Sumber : Data Produk PT. X (2019)
Tabel 7 merupakan daftar produk yang dihasilkan oleh PT. X dimana
perusahaan ini memproduksi khususnya kecap manis setiap harinya secara
kontinu, sedangkan untuk minuman RTD sesuai dengan jadwal produksi yang
telah ditetapkan oleh manager serta supervisor bagian produksi minuman
RTD. Setiap varian kecap maupun minuman RTD memiliki formulasi dan
spesifikasi yang berbeda. Produk jadi (Finished Good) yang dihasilkan
perusahaan harus memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan oleh
perusahaan sebelum kemudian akan dipasarkan ke konsumen baik itu dalam
maupun luar negeri.
Tabel 7. Varian Produk Kecap dan Minuman RTD PT. X
71
4.7. Proses Produksi Kecap PT. X
Proses produksi dalam PT. X meliputi bahan baku utama, bahan
tambahan, bahan kemasan yang digunakan, produk akhir, proses produksi
serta pengendalian mutu produk.
4.7.1. Bahan Baku dan Bahan Tambahan
Bahan baku dasar yang digunakan untuk memproduksi kecap manis
PT. X yaitu gula, baik itu gula yang berbentuk padat maupun cair. Kemudian
bahan baku lainnya yaitu kedelai, gandum, air, garam, serta bahan tambahan
yaitu asam sitrat, natrium benzoat, pewarna karamel, dan xanthan gum. Bahan
baku yang digunakan oleh perusahaan berasal dari impor maupun lokal yang
akan dikirimkan dengan mengunakan truk angkut dan akan diletakkan di
dalam palet-palet kayu kemudian diletakkan di atas forklift, dan akan
didistribusikan ke dalam masing-masing bagian, baik itu bahan baku untuk
ingredients atau packaging. Bahan baku yang digunakan oleh PT. X telah
diperiksa oleh bagian Quality Control (QC) dan wajib memenuhi standar mutu
yang telah ditetapkan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) maupun
Codex.
4.7.2. Bahan Pengemas
Pengemasan kecap manis di PT. X terdiri dari beberapa jenis yang
dibedakan melalui line atau area sesuai dengan jenis kemasan karena pada
setiap kemasan memiliki mesin dan alat serta perlakuan yang berbeda. Jenis
kemasan pada kecap manis X dibedakan menjadi botol beling, botol PET
72
(plastik), sachet, pouch, dan jerigen. Jenis kemasan ini dikelompokkan ke
dalam masing-masing line atau area yang akan dijelaskan sebagai berikut :
Line A merupakan line atau area pada kemasan kecap manis
berbentuk botol beling dan botol PET (plastik). Botol beling dan botol PET
(plastik) memiliki ukuran yang beraneka ragam. Botol beling memiliki ukuran
620 ml dan 320 ml, sedangkan botol PET (plastik) memiliki ukuran 275 ml
dan 135 ml. Botol beling dan botol PET (plastik) yang akan digunakan telah
diperiksa oleh Quality Control (QC) dan telah lulus COA (Certificate of
Analysist) sehingga dapat dipastikan aman untuk digunakan. Botol beling
yang akan digunakan sebelumnya dicuci terlebih dahulu dengan mesin
pencuci botol beling yang menggunakan air dan botol PET (plastik) akan
diperiksa kebersihannya menggunakan mesin dengan bantuan angin. Bahan
lainnya yang digunakan seperti tutup botol, capseal, label, kardus dan partisi
yang akan digunakan telah diperiksa terlebih dahulu khususnya mengenai
kualitas bahan tersebut oleh Quality Control (QC) dan apabila terdapat bahan
yang tidak sesuai, akan dikembalikan kepada supplier bahan tersebut. Kecap
yang diproduksi di line A yaitu kecap manis dan kecap asin. Kecap manis
dikemas ke dalam botol beling (620 ml dan 320 ml) dan botol PET (plastik)
(275 ml dan 135 ml), sedangkan untuk kecap asin dikemas ke dalam botol
beling yang berukuran 620 ml, dan botol PET (plastik) yang berukuran 135
ml.
Line F merupakan line atau area pada kemasan kecap manis berbentuk
pouch yang memiliki 3 ukuran yaitu 520 ml, 225 ml, dan 65 ml. Kemasan
73
pouch ini kecap yang diproduksi yaitu hanya kecap manis. Kemasan pouch
yang akan digunakan untuk proses pengemasan kecap manis telah diperiksa
oleh Quality Control (QC) dan telah lulus COA (Certificate of Analysist)
sehingga dapat dipastikan aman untuk digunakan.
Line H merupakan line atau area pada kemasan kecap manis
berbentuk sachet yang memiliki 2 ukuran yaitu 18 ml, dan 15 ml. Kemasan
sachet ini kecap yang diproduksi yaitu kecap manis dan kecap manis sedang.
Kemasan sachet yang akan digunakan untuk proses pengemasan kecap manis
telah diperiksa oleh Quality Control (QC) dan telah lulus COA (Certificate of
Analysist) sehingga dapat dipastikan aman untuk digunakan.
Line E merupakan line atau area kemasan kecap inggris berbentuk
botol beling dengan ukuran 195 ml. Proses produksi kecap inggris dilakukan
manual di line E karena proses pembuatan kecap inggris berbeda dengan
proses pembuatan kecap manis, dimana pada kecap inggris menggunakan
rempah-rempah sebagai bahan baku utamanya. Kemasan botol beling yang
akan digunakan untuk proses pengemasan kecap inggris telah diperiksa oleh
Quality Control (QC) dan telah lulus COA (Certificate of Analysist) sehingga
dapat dipastikan aman untuk digunakan. Kegitan pelabelan kecap inggris
dilakukan di line A dengan menggunakan mesin labeling.
Line G merupakan line atau area kemasan kecap manis berbentuk
jerigen memiliki 2 ukuran yaitu 6 kg dan 25 kg. Jenis kecap yang akan
dikemas ke dalam jerigen yaitu kecap manis dan kecap asin. Kemasan jerigen
yang akan digunakan untuk proses pengemasan manis dan asin telah diperiksa
74
oleh Quality Control (QC) dan telah lulus COA (Certificate of Analysist)
sehingga dapat dipastikan aman untuk digunakan.
4.7.3. Produk Akhir
PT. X memproduksi kecap manis setiap harinya dengan berbagai
varian dengan formulasi dan spesifikasi berbeda. Produk kecap harus
memenuhi standar mutu produk kecap sebelum kemudian dipasarkan ke
konsumen. Standar mutu kecap disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Standar Kecap Manis SNI dan PT. X
Kecap Manis
No. Parameter Standar Pabrik SNI 3543.1:2013
1. Organoleptik
Bau Normal, Khas Normal, Khas
Rasa Normal, Khas Normal, Khas
Bentuk Viskous -
Warna Coklat tua -
(18 – 16)
2. Fisika/Kimia
Kadar Garam 6 ± 0.3% -
(NaCl)
Protein 1.875 – 3.125% Min 1%
Viskositas 12.5 – 14.5 poise -
Kadar Gula - Min. 30%
(sakarosa)
pH 4.4 – 5.2 3.5 – 6.0
3. Cemaran logam
Timbal (Pb) - Maks. 1.0 mg/kg
Kadmium (Cd) - Maks. 0.2 mg/kg
Timah (Sn) - Maks. 40.0 mg/kg
Merkuri (Hg) - Maks. 0.05 mg/kg
Cemaran Arsen (As) - Maks. 0.5 mg/kg
4. Cemaran Mikrobia
Total Plate Count Maks. 100 CFU/g -
Yeast & Mold Maks. 50 CFU/g Maks. 50 koloni/g
Coliforms Negatif <3 APM/g
Sumber : Data PT. X dan SNI tahun 2013
Beberapa pengujian produk kecap dilakukan sebelum pengemasan
untuk mengetahui apakah kecap yang dihasilkan telah memenuhi standar yang
75
ditetapkan oleh pabrik. Pengujian dilakukan dengan menggunakan analis baik
secara kimia, biologi maupun sensoris.
Pengujian secara kimiawi dilakukan untuk menguji kadar protein,
kadar garam, pH, dan viskositas. Pengujian kadar protein dilakukan dengan
menggunakan metode Kjeldahl, yang didasarkan pada pengukuran total
nitrogen yang ada pada sampel. Pengujian kadar garam dilakukan dengan
metode titrasi menggunakan AgNO3 atau disebut dengan agentometri, dimana
prinsip dari titrasi ini yaitu pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pengujian
viskositas dilakukan dengan menggunakan alat viskotester bernama
brookfield. Pengujian pH dilakukan dengan menggunakan alat Metrohm pH
meter.
Pengujian secara biologis dilakukan dengan metode pour plate pada
media yang berbeda. Media yang digunakan untuk menguji coliform adalah
Violet Red Bile Agar (VRBA), untuk pengujian yeast-mold adalah Yeast
Extract Glucose Chloramphenical Agar (YGC), dan untuk pengujian Total
Plate Count (TPC) menggunakan Casein – Peptone Glucose Yeast Extract
Agar (PCA).
Produk kecap manis yang telah dikemas kemudian disusun dalam
palet, sebelumnya dilakukan pengecekan oleh bagian quality control (QC),
dimana QC akan memberikan keterangan apabila produk layak untuk
dipasarkan atau tidak. Produk kecap manis yang telah dinyatakan layak untuk
dipasarkan, akan langsung diletakkan pada truk yang akan membawa ke
gudang distributor yang terletak di daerah kalideres. Proses distribusi ke
76
seluruh daerah akan diatur oleh pihak gudang distributor. Apabila truk yang
akan mengangkut produk kecap manis belum datang, maka produk kecap
manis akan diletakkan terlebih dahulu pada gudang finnished good. Tetapi hal
ini biasanya tidak berlangsung lama, sehingga seringnya produk langsung
dibawa menuju gudang distributor. Pengaturan letak produk pada gudang
finnished good dilakukan dengan menggunakan rak dan diberi jarak pada tiap
paletnya.
4.7.4. Proses Produksi
Proses pembuatan kecap manis di PT. X dibagi menjadi dua tahapan,
yaitu proses pembuatan sari kecap dan proses pembuatan kecap manis.
Proses pembuatan sari kecap terdiri atas proses pemasakan bungkil
kedelai, penyangraian gandum, penggilingan gandum, pencampuran bungkil
kedelai dan butiran gandum, inokulasi, inkubasi koji, fermentasi moromi,
pengepresan dan pengolahan sari kecap. Setelah proses pembuatan sari kecap
telah dilaksanakan, selanjutnya dilakukan proses pembuatan kecap manis yang
terdiri dari pemasakan kecap manis, penyaringan, blending, pemanasan awal,
pemisahan padatan, penghilangan buih, pemanasan akhir, pendinginan,
penyimpanan dan pengemasan kecap manis.
4.7.5. Pengendalian Mutu Produk
Pengendalian diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang
ditemukan pada saat pengawasan terjadi, baik di lingkungan produksi maupun
di tempat lain di dalam perusahaan. Pengendalian yang dilakukan di PT. X
yang sangat berperan adalah bagian FSQ (Food Safety Quality) dibantu oleh
77
departemen terkait yang memerlukan pengendalian (produksi, warehouse,
pengolahan air dan limbah). PT. X menerapkan Quality Sistem Internal
disebut QRMP (Quality Risk Management Process) yang memiliki komitmen
dapat menghasilkan produk bermutu tinggi sesuai dengan keinginan pasar
serta menjamin kepuasan pelanggan melalui penerapan QRMP didukung oleh
seluruh sumber daya manusia yang ada di perusahaan tersebut.
Pengendalian mutu yang dilakukan oleh PT. X meliputi pemetaan
wilayah penyebaran pest control, pengecekan rutin yang dilakukan setiap
bulan oleh masing-masing pimpinan area produksi, dokumentasi dan audit
internal maupun eksternal. Proses produksi dapat dihentikan jika dalam data
kontrol tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan. Hal ini dilakukan untuk
meminimalkan kemungkinan terjadinya kontaminasi silang.
78
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Penyimpangan Penerapan Sistem Good Manufacturing
Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedure
(SSOP) PT. X
Analisis penyimpangan dalam penelitian ini dilakukan dengan
membandingkan persyaratan dasar sistem HACCP meliputi GMP dan SSOP
yang diterapkan perusahaan sesuai dengan panduan GMP dan SSOP. Panduan
tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia
nomor 75/M-IND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan
Olahan yang Baik (Good Manufacturing Practices) dan penerapan SSOP
mengacu pada Food and Drug Administration USA berisi beberapa kunci
sistem SSOP yang menjadi instrumen dalam penelitian. Instrumen digunakan
untuk melihat penyimpangan penerapan GMP dan SSOP perusahaan dengan
memberi nilai (skoring) secara subjektif berdasarkan hasil observasi.
5.1.1. Good Manufacturing Practices (GMP)
Good Manufacturing Practices (GMP) merupakan suatu pedoman
cara memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi
persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk
makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen (Thaheer, 2008:51).
Tabel 9. Rekapitulasi Penyimpangan Penerapan GMP PT. X
No
Variabel Good
Manufacturing
Practices (GMP)
Jumlah
Parameter
(a)
Σ Skor Tiap
Parameter
(b)
Σ Skor
Maksimal
(c = a x 4)
Persentase
(%)
(b/c x 100%)
1. Lokasi 7 11 28 39,28
2. Bangunan 11 21 44 47,73
3. Fasilitas Sanitasi 18 16 72 22,22
79
No Variabel Good
Manufacturing
Practices (GMP)
Jumlah
Parameter
(a)
Σ Skor Tiap
Parameter
(b)
Σ Skor
Maksimal
(c = a x 4)
Persentase
(%)
(b/c x 100%)
4. Mesin dan
Peralatan 11 13 44 29,54
5. Bahan 6 2 24 8,33
6. Pengawasan
Proses 16 9 64 14,06
7. Produk Akhir 4 4 16 25
8. Laboratorium 3 2 12 16,67
9. Karyawan 9 7 36 19,44
10
.
Pengemas 4 1 16 6,25
11
.
Label dan
Keterangan Produk 3 0 12 0
12
.
Penyimpanan 11 12 44 27,27
13
.
Pemeliharaan dan
Program Sanitasi 10 11 40 27,5
14
.
Pengangkutan 6 8 24 33,33
15
.
Dokumentasi dan
Pencatatan 4 4 16 25
16
.
Pelatihan 7 14 28 50
Rata-Rata Keseluruhan 17,64
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Berdasarkan Tabel 9 pelaksanaan sistem Good Manufacturing
Practices (GMP) di PT. X memperoleh rata-rata penyimpangan sebesar 17,64
%. Terdapat beberapa variabel yang belum memenuhi persyaratan GMP.
Berikut ini akan dijabarkan penilaian serta penjelasan penyimpangan dari
variabel-variabel dalam penerapan sistem GMP.
1. Lokasi
Lokasi merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan
oleh suatu perusahaan karena sangat berpengaruh terhadap proses produksi
atau kegiatan lainnya yang terdapat dalam perusahaan. Penilaian
penyimpangan pada variabel lokasi disajikan pada Tabel 10.
Tabel 9. Rekapitulasi Penyimpangan Penerapan GMP PT. X
80
Tabel 10. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Lokasi
Parameter Skor
0 1 2 3 4
1. Lokasi pabrik tempat produksi jauh dari daerah
lingkungan yang tercemar atau daerah tempat
kegiatan industri/usaha.
X
2. Lokasi pabrik jauh dari tempat pembuangan
sampah umum atau pemukiman penduduk kumuh
(min. 2km).
X
3. Lingkungan pabrik bersih dan bebas dari
tumpukan sampah. X
4. Lingkungan pabrik bebas dari semak-semak atau
daerah sarang hama. X
5. Pabrik tempat produksi berada di daerah bebas
banjir atau tidak mudah tergenang air X
6. Kondisi jalan menuju pabrik tempat produksi
tidak menimbulkan debu atau genangan air dan
tersedia saluran air yang mudah dibersihkan.
X
7. Lingkungan di luar tempat produksi yang
terbuka tidak digunakan untuk kegiatan produksi. X
Rata-Rata 11/28 x 100 = 39,28 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada
variabel lokasi di PT. X sebesar 39,28 %, artinya penerapan yang berlangsung
kurang memenuhi panduan GMP. Lokasi perusahaan berada dekat dengan
pemukiman warga yang kumuh. Perusahaan juga berada satu kawasan dengan
pabrik non pangan yaitu pabrik baterai dan pabrik pakaian. Hal ini belum
memenuhi persyaratan lokasi untuk industri pangan sesuai dengan panduan
GMP yang memiliki persyaratan bahwa lokasi pabrik tempat produksi pangan
harus jauh dari kawasan pemukiman penduduk kumuh dan tempat kegiatan
industri non pangan. Keberadaan pabrik pakaian dan pabrik baterai sangat
memungkinkan membuat lingkungan sekitar menjadi tercemar. Limbah yang
dihasilkan dapat menyebabkan dampak buruk bagi lingkungan sekitar. Pabrik
pakaian dan baterai tidak banyak menghasilkan limbah padat, melainkan lebih
81
banyak menghasilkan limbah cair yang mengandung sisa bahan kimia jika
dibandingkan dengan pabrik X. Hal ini merupakan salah satu yang menjadi
permasalahan lingkungan karena dapat mengakibatkan pencemaran oleh
limbah yang dihasilkan pabrik tersebut.
Terdapat pemukiman masyarakat sekitar pabrik yang dapat dinilai
kumuh ditandai dengan kondisi pemukiman tersebut cukup padat dan sering
terjadi banjir akibat sungai yang meluap pada saat musim penghujan datang.
Sungai ini berada di depan lokasi pabrik dengan kondisi air yang berwarna
hitam. Lokasi pabrik yang seharusnya menurut persyaratan GMP yaitu harus
jauh dari lingkungan atau kawasan pemukiman masyarakat kumuh.
Kondisi lingkungan di dalam pabrik bebas dari tumpukan sampah,
karena terdapat tempat sampah organik dan non organik pada setiap sudut
jalan sekitar pabrik dan sampah tersebut tidak dibiarkan menumpuk di sekitar
pabrik. Secara keseluruhan, lingkungan yang terdapat di dalam sekitar pabrik
cukup bersih.
2. Bangunan
Konstruksi bangunan pabrik sangat penting untuk menjamin proses
produksi agar menghasilkan produk yang aman dan bermutu. Terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merancang suatu pabrik
khususnya di bidang makanan dan minuman yaitu struktur suara, keamanan,
layout produk yang baik, ruang yang cukup untuk memenuhi tujuan produksi,
dan pemisahan ruang processing dengan ruangan lain, seperti gudang
82
penyimpanan dan fasilitas lain (Thaheer, 2008:60). Penilaian penyimpangan
pada variabel bangunan disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Bangunan
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada
variabel bangunan di PT. X sebesar 47,73 %, artinya penerapan yang
Parameter Skor
0 1 2 3 4
1. Desain dan tata letak (layout) bagian dalam
ruangan (pengolahan) sesuai dengan urutan
proses produksi.
X
2. Desain bangunan dan ruangan sesuai dengan
jenis pangan olahan yang diproduksi. X
3. Penerangan dalam ruang produksi cukup dan
mudah untuk dibersihkan. X
4. Konstruksi dinding tahan lama, terbuat dari
bahan yang tahan lama, mudah dipelihara dan
dibersihkan.
X
5. Konstruksi atap tahan lama, tahan air (tidak
bocor) mudah dipelihara dan dibersihkan. X
6. Konstruksi langit-langit tidak berlubang dan
tidak retak, tidak terkelupas serta terbuat dari
bahan yang tahan lama.
X
7. Konstruksi lantai tahan lama, pengaliran air
lancar dan tidak tergenang, mudah dibersihkan,
permukaan rata dan tidak licin, kedap air, lantai
dan dinding tidak membentuk siku-siku.
X
8. Pintu terbuat dari bahan kuat dan tahan lama,
mudah dipelihara dan mudah dibersihkan dan
mudah ditutup dengan baik.
X
9. Jendela dibuat dari bahan tahan lama, tidak
mudah pecah serta mudah dipelihara dan
dibersihkan. Jumlah dan ukuran jendela sesuai
dengan besarnya bangunan.
X
10. Ventilasi yang cukup dan dapat menjamin
peredaran udara dengan baik dan dapat
menghilangkan uap, gas, asap, bau, debu dan
panas dan dilengkapi dengan kasa pencegah
serangga.
X
11. Permukaan tempat kerja yang kontak
dengan bahan pangan olahan dalam kondisi
baik, tahan lama, mudah dipelihara dan
dibersihkan.
X
Rata-Rata 21/44 x 100 = 47,73 %
83
berlangsung kurang memenuhi panduan GMP. Desain dan tata letak produksi
pengolahan kurang sesuai dengan panduan GMP karena lokasi antar ruang
proses satu dengan yang lainnya terpisah dan belum membentuk pola desain
tata letak yang seharusnya. Hal ini dapat menyebabkan pencemaran produk
pada saat proses produksi. Desain dan tata letak dalam suatu pabrik memiliki
dampak yang cukup significant terhadap aktivitas produksi yang dilakukan.
Tata letak seharusnya membentuk pola berdasarkan bentuk lingkaran
(circular) dimulai pada saat material datang yang menjadi titik awal dari
proses produksi hingga produk akhir disimpan sebelum didistribusikan ke
konsumen. Selain itu desain dan tata letak antar ruangan sebaiknya tidak
terpisah dengan jarak yang jauh agar tidak menyebabkan produk
terkontaminasi.
Konstruksi lantai mudah dibersihkan dan tidak licin dimana dalam
pabrik pangan diperlukan lantai selalu kering dan memiliki kemiringan yang
sesuai untuk menuju ke saluran pembuangan. Pengaliran air dalam kegiatan
produksi lancar dan tidak terdapat genangan air. Kondisi antara lantai dan
dinding membentuk landai dan hal ini memenuhi persyaratan GMP dimana
seharusnya kondisi antara lantai dan dinding tidak membentuk siku-siku agar
memudahkan karyawan dalam kegiatan pembersihan. Konstruksi dinding sulit
dipelihara dan terdapat beberapa dinding retak perlu dilakukan perbaikan.
Konstruksi atap dan langit-langit tahan lama dan tahan air. Atap
terbuat dari genteng yang kuat dan memenuhi persyaratan GMP. Namun
lamanya bangunan membuat atap harus dilakukan pemeliharaan serta
84
pembersihan secara berkala, setidaknya satu tahun sekali untuk perawatan
pada atap proses produksi.
Penerangan dalam area sekitar ruang produksi kurang memenuhi
panduan GMP. Terdapat beberapa lampu di area produksi yang tidak
berfungsi sehingga menyebabkan kurangnya penerangan di area produksi.
Penerangan dalam panduan GMP harus cukup guna memudahkan pekerja
pabrik dapat bekerja secara optimal dan mencegah produk terkontaminasi
dengan bahan lain.
Konstruksi pintu dan jendela terbuat dari bahan kuat dan padat dan
memenuhi persyaratan GMP. Pintu yang dibuat anti rayap dan jendela yang
terbuat dari kaca yang tidak mudah pecah. Namun terdapat pintu pada ruang
pengemasan sulit ditutup dengan baik sehingga perlu dilakukan perbaikan
karena kondisi ruang pengemasan pada pabrik harus selalu steril. Jumlah
ventilasi pada area produksi cukup memenuhi, dan terdapat kasa pencegah
serangga pada ventilasi. Namun terkadang masih terdapat serangga yang dapat
masuk ke area produksi akibat celah pintu yang tidak tertutup rapat sehingga
hal ini dapat menyebabkan kontaminasi produk khususnya pada saat proses
pemasakan dan pengemasan produk.
3. Fasilitas Sanitasi
Sanitasi adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menjaga
kebersihan serta merupakan hal yang penting yang wajib dimiliki industri
pangan dalam menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP).
Perusahaan melakukan kegiatan sanitasi sebagai salah satu usaha untuk
85
mencegah penyakit atau kecelakaan dari konsumsi pangan yang diproduksi
dengan cara menghilangkan atau mengendalikan faktor-faktor di dalam
pengolahan pangan. Penilaian penyimpangan pada variabel fasilitas sanitasi
disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Fasilitas Sanitasi
Parameter Skor
0 1 2 3 4
1. Tersedia pipa-pipa dan penampungan air
untuk mengalirkan air dengan kondisi baik,
terawat dan bersih.
X
2. Sumber air bersih, air produksi, dan air
minum berasal dari PAM. X
3. Kualitas air yang digunakan memenuhi
Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 32 tahun
2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air.
X
4. Air yang tidak digunakan untuk produksi
memiliki sistem yang terpisah dengan air untuk
air minum / kebutuhan produksi.
X
5. Sistem pemipaan dibedakan antara air minum
atau air yang kontak langsung dengan bahan
pangan olahan dengan air yang tidak kontak
langsung dengan pangan olahan.
X
6. Tersedia sumber air bersih yang digunakan
untuk kegiatan pembersihan/pencucian dengan
kondisi yang layak. X
7. Tersedia sumber air mengalir (kran air),
tempat sampah yang tertutup, bak air, sabun,
kloset, serta fasilitas pencuci tangan seluruh area
produksi.
X
8. Tersedia saluran pembuangan air, limbah cair,
semi padat/padat, gas, dan saluran pembuangan
limbah terolah.
X
9. Tersedia wadah untuk limbah bahan
berbahaya dan diberi tanda serta tertutup rapat. X
10. Desain dan konstruksi sistem pembuangan
air dan limbah yang dapat mencegah risiko
pencemaran pangan olahan, air minum, dan air
bersih terpisah dari area produksi.
X
11. Tersedia tempat pembuangan limbah padat
dan cair. X
12. Kondisi toilet bersih dan terawat. X
13.Letak toilet tidak terbuka langsung ke ruang
pengolahan dan selalu tertutup. X
86
Parameter Skor
0 1 2 3 4
14. Tersedia tanda peringatan mencuci tangan
yang baik dan benar setelah menggunakan toilet. X
15. Tersedia penerangan dan ventilasi yang
cukup pada area toilet. X
16. Tersedia fasilitas cuci tangan di depan pintu
masuk seluruh ruang produksi. X
17. Tersedia fasilitas ganti pakaian yang
dilengkapi tempat menyimpan pakaian
kerja/pakaian luar terpisah. X
18. Tersedia fasilitas pembilas sepatu kerja di
depan pintu masuk ruang produksi. X
Rata-Rata 16/72 x 100 = 22,22 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada
variabel fasilitas sanitasi sebesar 22,22 %, artinya penerapan yang berlangsung
cukup memenuhi panduan GMP. Sarana penyediaan air di PT. X bersumber
dari PAM lalu digunakan sebagai air minum, air produk, dan air bersih. Air
yang digunakan perusahaan telah memenuhi standar baku mutu air yang
mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan
Persyaratan Kesehatan Air. Pemeriksaan terhadap air dibedakan menjadi
pemeriksaan harian, pemeriksaan mingguan serta pemeriksaan setiap bulan
yang meliputi pH dan temperatur air, warna air, TPC dan coliform. Hasil
pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak pabrik kemudian dikirimkan ke
Kementerian Kesehatan untuk diperiksa bahwa air yang digunakan pabrik
aman untuk digunakan.
Tabel 12. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Fasilitas Sanitasi
87
Perusahaan memiliki sistem pemipaan yang terpisah antara air minum,
air produk, dan air bersih yang dipisahkan setelah melalui serangkaian proses
yang di lakukan di Pengolahan Air Bersih (PAB). Air minum akan dialirkan
melalui pipa menuju ruang yang nantinya air tersebut dapat diminum langsung
oleh para karyawan pabrik. Air produk akan dialirkan melalui pipa menuju
seluruh ruang produksi. Air produk digunakan khusus untuk proses
pemasakan dan juga untuk kegiatan sanitasi alat pada kegiatan produksi. Air
bersih akan dialirkan melalui pipa menuju seluruh kran dan toilet yang
terdapat dalam PT. X.
Selain memiliki Pengolahan Air Bersih (PAB), PT. X juga memiliki
pengolahan untuk air limbah. Limbah yang dihasilkan yaitu terdiri dari limbah
cair dan limbah padat. Pengolahan limbah cair dilakukan dengan mengolah
limbah hasil dari seluruh kegiatan produksi sehingga limbah dapat diedarkan
langsung keluar pabrik dengan status aman dan tidak mengganggu masyarakat
sekitar. Pengolahan limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan produksi
dikumpulkan oleh perusahaan lalu diserahkan kepada pihak ketiga sebagai
pakan ternak. Limbah cair yang dihasilkan memiliki sistem pemipaan yang
berbeda dan tidak kontak langsung dengan sistem pemipaan kegiatan produksi
sedangkan limbah padat dilakukan dengan mengumpulkan limbah pada satu
area dan meletakkan di atas pallet kayu yang telah disediakan. Limbah yang
berasal bukan dari hasil kegiatan produksi langsung dikumpulkan di tempat
pembuangan umum yang terdapat di samping pengolahan air bersih di dalam
perusahaan. Lokasi tempat pembuangan umum yang dekat dengan pengolahan
88
air bersih kurang memenuhi persyaratan GMP karena hal ini dapat
menyebabkan pencemaran terhadap kegiatan proses air bersih dalam
perusahaan.
PT. X memiliki tempat sampah yang cukup dengan kondisi tertutup
sesuai dengan panduan GMP. Terdapat fasilitas pencuci tangan sebelum
memasuki ruang produksi dan di depan kantin perusahaan. Kondisi toilet di
perusahaan khususnya di bagian kantor, klinik, laboratorium cukup bersih dan
terawat, namun berbeda dengan kondisi toilet area pemasakan kecap yang
kurang bersih dan agak bau serta kurangnya penerangan di toilet tersebut.
Seluruh toilet perusahaan belum ada tanda peringatan mencuci tangan yang
baik dan benar setelah menggunakan fasilitas toilet. Petunjuk mengenai
mencuci tangan yang baik dan benar hanya ada pada fasilitas pencuci tangan
ketika ingin memasuki ruang produksi.
PT. X memiliki ruang ganti pakaian karyawan pabrik terpisah dengan
ruang produksi. Ruang ini digunakan karyawan pabrik untuk menyimpan
pakaian ganti serta untuk istirahat dan sholat. PT. X belum memiliki fasilitas
pembilas sepatu kerja di depan pintu masuk ruang produksi. Hal ini tidak
memenuhi persyaratan GMP. Fasilitas pembilas sepatu sangat diperlukan pada
pabrik pangan agar sepatu yang digunakan oleh karyawan maupun visitor
(pengunjung) bebas dari kontaminasi luar ruang produksi.
4. Mesin dan Peralatan
Mesin dan peralatan yang digunakan untuk kegiatan produksi harus
sesuai dengan pangan yang akan diproduksi, tidak menyerap air, tidak
89
berlubang atau bercelah, tidak mengelupas dan tidak mudah berkarat serta
tidak mencemari hasil produksi. Penilaian penyimpangan pada variabel mesin
dan peralatan disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Mesin dan Peralatan
Parameter Skor
0 1 2 3 4
1. Mesin atau peralatan yang digunakan sesuai
dengan jenis produksi. X
2. Tidak menimbulkan pencemaran terhadap
produk oleh jasad renik, bahan logam yang
terlepas dari mesin/ peralatan. X
3. Setiap mesin/peralatan berfungsi sesuai dengan
kegunaan dalam proses produksi X
4. Mesin/peralatan yang digunakan dalam proses
produksi mudah dipantau dan diawasi. X
5. Mesin/peralatan dilengkapi dengan alat
pengatur dan pengendali kelembapan, aliran
udara, yang mempengaruhi keamanan pangan
produk.
X
6. Mesin/peralatan yang terbuat dari kayu selalu
dibersihkan untuk menjamin sanitasi agar tidak
menimbulkan kontaminasi.
X
7. Kondisi permukaan mesin dan peralatan yang
kontak langsung dengan bahan pangan olahan
halus, tidak berlubang, tidak mengelupas, tidak
menyerap air, dan tidak berkarat.
X
8. Mesin dan peralatan produksi terbuat dari
bahan yang tahan lama, tidak beracun, tidak larut,
mudah dipindahkan/dibongkar pasang, dan mudah
dibersihkan.
X
9. Tata letak mesin/peralatan produksi sesuai
dengan urutan proses produksi. X
10. Tindakan pengawasan, pemeriksaan, dan
pemantauan terhadap penggunaan mesin/peralatan
dilakukan setiap hari oleh karyawan produksi.
X
11. Alat ukur yang terdapat pada mesin/peralatan
selalu diperiksa keakuratannya oleh karyawan
produksi.
X
Rata-Rata 13/44 x 100 = 29,54 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
90
Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada
variabel mesin dan peralatan di PT. X sebesar 29,54 %, artinya penerapan
yang berlangsung kurang memenuhi panduan GMP. Mesin dan peralatan
terdiri dari mesin untuk persiapan bahan, pencampuran bahan, pemasakan,
pengisian produk ke dalam kemasan. Mesin dan peralatan terbuat dari
stainless steel dilengkapi dengan alat pengatur dan pengendali kelembapan
serta aliran udara yang mempengaruhi keamanan produk kecap yang di
produksi. Mesin dan peralatan produksi mudah dibongkar pasang pada saat
melakukan change over dan pembersihan serta sanitasi. Terdapat beberapa
permukaan mesin mengelupas dan berkarat yang kontak langsung dengan
bahan atau produk. Hal ini disebabkan kurang dilakukannya perawatan pada
mesin dan peralatan sehingga dapat menimbulkan kontaminasi terhadap bahan
atau produk yang diproduksi. Beberapa peralatan produksi terbuat dari kayu
seperti pallet yang merupakan alat pengangkut produk jadi maupun
pengangkut bahan baku dari penyimpanan menuju tempat proses kecap. Pallet
ini jarang dilakukan pembersihan dan perawatan sehingga terdapat beberapa
kondisi kayu rapuh. Persyaratan GMP untuk peralatan seharusnya tidak lagi
menggunakan bahan kayu. Hal ini untuk menghindari adanya rayap atau jamur
yang tumbuh sehingga dapat memungkinkan terjadinya kontaminasi terhadap
produk.
Kegiatan pengawasan, pemeriksaan, dan pemantauan terhadap
penggunaan mesin dan peralatan dilakukan setiap hari oleh supervisor untuk
memastikan bahwa mesin dan peralatan berfungsi sesuai dengan kegiatan
91
produksi. Selain itu, untuk mesin dan peralatan juga selalu dilakukan validasi
setiap tahunnya.
5. Bahan
Bahan merupakan material yang dibutuhkan untuk membuat sesuatu
yang biasanya terdiri dari bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong
pada suatu kegiatan produksi. Penilaian penyimpangan pada variabel bahan
disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Bahan
Parameter Skor
0 1 2 3 4
1. Formula dasar bahan sesuai dengan jenis dan
persyaratan mutu bahan. X
2. Bahan yang digunakan selalu diperiksa agar
tidak ada yang rusak, busuk, atau mengandung
bahan berbahaya.
X
3. Penggunaan BTP pada produk sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan dan memiliki izin
untuk digunakan.
X
4. Kualitas air yang digunakan untuk proses
produksi memenuhi standar baku air produksi. X
5. Tindakan penanganan dan pemeliharaan
terhadap penggunaan air sisa produksi dilakukan
setiap hari oleh karyawan produksi.
X
6. Tindakan pemantauan terhadap air, es, dan uap
panas dilakukan oleh karyawan produksi agar
tidak terkontaminasi bahan berbahaya dari luar.
X
Rata-Rata 2/24 x 100 = 8,33 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada
variabel bahan di PT. X sebesar 8,33 %, artinya penerapan yang berlangsung
cukup memenuhi panduan GMP. Tim HACCP menyusun formula untuk
produksi kecap lokal maupun ekspor. Penyusunan formula dilakukan sesuai
dengan persyaratan GMP dimana formula harus memenuhi standar mutu
bahan dalam produksi kecap. Perusahaan menggunakan standar mutu
92
mengacu pada SNI, salah satunya yaitu SNI 3543.1:2013. Formula yang
disusun untuk ekspor harus sesuai dengan permintaan konsumen karena tiap
konsumen dari berbagai negara memiliki permintaan formulasi yang berbeda
terhadap produk kecap yang akan mereka beli.
Bahan yang digunakan terdiri dari bahan baku dan bahan tambahan
pangan yang diperiksa terlebih dahulu oleh pihak Quality Control. Bahan-
bahan yang digunakan memenuhi persyaratan GMP. Bahan yang digunakan
selalu diperiksa agar bahan tidak ada yang rusak, busuk atau mengandung
bahan berbahaya. Pemeriksaan bahan juga dilakukan oleh setiap Line Leader
dengan cara mencium aroma dan melihat bentuk kenampakan dari bahan baku
atau tambahan yang akan digunakan.
Air produk merupakan salah satu bahan yang mendukung dalam
proses produksi dan telah sesuai dengan standar air produk yang dimiliki
perusahaan. Perusahaan melakukan tindakan penanganan terhadap
penggunaan air sisa produksi dengan melakukan serangkaian proses terhadap
air sisa produksi yang langsung dibuang atau dialirkan menuju kali yang
berada di depan pabrik.
Formula Bahan Tambahan Pangan (BTP) telah memenuhi standar
mutu perusahaan yang mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Bahan
Tambahan Pangan yang digunakan yaitu asam sitrat, natrium benzoat,
pewarna karamel, dan xanthan gum. Bahan Tambahan Pangan tersebut
digunakan untuk pengatur keasaman, pengawet produk, pengental, dan
93
pewarna produk. Formula Bahan Tambahan Pangan yang telah disusun
perusahaan tidak melebihi batas maksimum penggunaan sesuai dengan
peraturan Kementerian Kesehatan. Namun terdapat karyawan khususnya
bagian proses pemasakan menggunakan BTP tidak sesuai formula. Karyawan
produksi menganggap bahwa jumlah BTP yang diperlukan setiap produk
sama, sehingga karyawan menambahkan kadar BTP dalam jumlah yang sama
pada setiap produk padahal telah diketahui bahwa formula pada jenis produk
kecap berbeda. Hal ini dapat menyebabkan produk menjadi tidak memenuhi
standar dan tidak dapat diedarkan ke konsumen. Produk yang tidak memenuhi
standar harus dicek kembali hingga memenuhi standar yang telah ditentukan.
6. Pengawasan Proses
Pengawasan proses dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh
kegiatan proses produksi yang sedang berjalan sesuai dengan apa yang telah
direncanakan sebelumnya oleh perusahaan. Penilaian penyimpangan pada
variabel pengawasan proses disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Pengawasan Proses
Parameter Skor
0 1 2 3 4
1. Terdapat perancangan dan pemantauan
yang dilakukan supervisor terkait dengan
proses pengolahan. X
2. Terdapat deskripsi/penjelasan mengenai
jenis dan jumlah bahan yang digunakan, tahap
produksi, langkah yang perlu diperhatikan
selama proses produksi, dan informasi lain
yang diperlukan pada proses pengolahan.
X
3. Terdapat informasi tertulis mengenai nama
produk, tanggal dan kode produksi, jenis dan
jumlah bahan yang digunakan, tahap
pengolahan, jumlah hasil pengolahan pada
saat produksi akan berlangsung.
X
94
Parameter Skor
0 1 2 3 4
4. Pengawasan terhadap waktu dan suhu
dilakukan oleh karyawan pada saat produksi
berlangsung.
X
5. Pengawasan pada pengisian produk yang
dilakukan setiap hari oleh karyawan produksi
untuk mencegah masuknya bahan asing ke
produk.
X
6. Pengawasan terhadap kondisi kebersihan
fasilitas sanitasi area produksi. X
7. Karyawan produksi menggunakan
perlengkapan lengkap selama proses produksi
(seragam, topi, sepatu, masker) dan selalu
mencuci tangan sebelum masuk tempat
produksi.
X
8. Kondisi permukaan peralatan dan lantai
tempat produksi bersih. X
9. Lampu di tempat pengolahan, pengemasan,
penyimpanan dilindungi dengan bahan yang
tidak mudah pecah.
X
10. Pengawasan setiap hari oleh supervisor
terhadap keadaan lingkungan luar area
produksi.
X
11. Pemeriksaan dan pengujian bahan secara
organoleptic, fisik, kimia dan mikrobiologi
oleh bagian QC.
X
12. Bahan yang digunakan sesuai mutu yang
telah ditetapkan perusahaan. X
13. Bahan yang memenuhi standar dicatat
oleh bagian QC. X
14. Bahan yang beracun disimpan jauh atau
terpisah dari tempat penyimpanan pangan dan
diberi label dengan jelas. X
15. Bahan baku, bahan yang telah diolah, dan
produk akhir disimpan terpisah. X
16. Bahan atau barang yang tidak
berhubungan dengan proses produksi
disimpan terpisah.
X
Rata-Rata 9/64 x 100 = 14,06 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada
variabel pengawasan proses di PT. X sebesar 14,06 %, artinya penerapan yang
berlangsung cukup memenuhi panduan GMP. Pengawasan dilakukan terhadap
Tabel 15. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Pengawasan Proses
95
seluruh proses produksi. Kegiatan ini dilakukan setiap hari oleh supervisor
produksi dan dilaporkan ke dalam daily meeting di hari berikutnya.
Perusahaan telah melakukan perencanaan produksi terlebih dahulu
sebelum memulai kegiatan. Perencanaan ini dibuat agar produk yang
diproduksi sesuai dengan formula yang ditetapkan. Perencanaan tertulis dibuat
oleh manager produksi yang berisi penjelasan mengenai jenis dan jumlah
bahan yang digunakan, langkah yang perlu diperhatika selama proses
produksi, kode produksi, tanggal produksi, jumlah hasil pengolahan dan
informasi lain seputar proses produksi. Perencanaan tertulis ini yang akan
digunakan oleh supervisor untuk melakukan pengawasan proses terhadap
proses produksi yang sedang berlangsung.
Pengawasan proses juga dilakukan terhadap bahan yang akan
digunakan dimana bahan tersebut selalu diperiksa terlebih dahulu dengan
melakukan pengujian secara kimia dan mikrobiologi di laboratorium oleh
bagian Food Safety Quality (FSQ) agar bahan sesuai dengan standar mutu
yang ditetapkan perusahaan. Tersedia catatan mengenai bahan yang akan
digunakan.
Pengawasan yang dilakukan terhadap kondisi permukaan peralatan
dan lantai tempat produksi kurang memenuhi persyaratan GMP. Terdapat
kecap yang berceceran dan tidak segera dibersihkan oleh karyawan dimana
seharusnya kondisi lantai harus selalu dalam keadaan kering dan bersih.
Lampu yang terdapat dalam ruang produksi dilindungi oleh penutup lampu
guna melindungi lampu agar tidak langsung jatuh ke bawah. Namun terdapat
96
beberapa lampu dengan kondisi pelindung yang pecah atau retak. Hal ini perlu
dilakukan pergantian pelindung lampu tersebut dengan bahan yang tidak
mudah pecah sesuai dengan persyaratan GMP.
Selain itu pengawasan juga dilakukan terhadap karyawan produksi
agar karyawan selalu mematuhi instruksi kerja yang telah ditetapkan. Instruksi
kerja berisi karyawan wajib menggunakan perlengkapan lengkap selama
proses produksi seperti seragam, topi, sepatu, pelindung telinga, pelindung
rambut dan masker.
Bahan berbahaya atau bahan beracun diberi label Quality Control
(QC) dan disimpan jauh terpisah dari tempat penyimpanan bahan pangan yang
digunakan. Beberapa hal yang sering ditemukan pada saat performance
monitoring atau pengawasan proses yaitu kebersihan di area sekitar produksi
dan ketertiban karyawan dalam menjalankan instruksi kerja. Selain itu, masih
ditemukan penggunaan barang oleh karyawan yang tidak berhubungan dengan
produksi pada saat proses berlangsung.
7. Produk Akhir
Produk akhir merupakan hasil proses dengan cara atau metoda tertentu
dengan atau tanpa bahan tambahan yang telah sesuai dengan standar mutu
yang ditetapkan perusahaan. Penilaian penyimpangan pada variabel produk
akhir disajikan pada Tabel 16.
97
Tabel 16. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Produk Akhir
Parameter Skor
0 1 2 3 4
1. Terdapat spesifikasi produk akhir yang
dihasilkan. X
2. Produk akhir yang dihasilkan memenuhi
persyaratan atau standar mutu produk. X
3. Produk akhir yang belum memenuhi standar
segera dilakukan penanganan oleh bagian QC. X
4. Pemeriksaan mutu dan keamanan produk akhir
di gudang penyimpanan oleh supervisor sebelum
di release.
X
Rata-Rata 4/16 x 100 = 25 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada
variabel produk akhir di PT. X sebesar 25 %, artinya penerapan yang
berlangsung cukup memenuhi panduan GMP. Perusahaan telah menyusun
spesifikasi produk akhir yang dihasilkan sesuai dengan SNI yang berbeda
sesuai dengan permintaan konsumen. Produk akhir yang dihasilkan telah
memenuhi spesifikasi atau standar mutu yang ditetapkan baik untuk produk
ekspor maupun lokal. Produk yang belum memenuhi spesifikasi disimpan di
ruang penyimpanan produk jadi kemudian akan dicek kembali oleh bagian
quality control sebelum diedarkan ke konsumen. Namun penanganan produk
yang belum memenuhi spesifikasi belum dilakukan secara maksimal karena
banyaknya produksi yang berjalan setiap harinya sehingga menyebabkan
produk yang belum memenuhi spesifikasi menumpuk di ruang penyimpanan.
8. Laboratorium
Laboratorium merupakan suatu tempat untuk mengadakan percobaan
(penyelidikan, pengujian dan lainnya) yang berhubungan dengan ilmu fisika,
kimia, dan biologi. Laboratorium digunakan untuk melakukan pemeriksaan
98
dan pengujian mutu bahan dan produk akhir. Penilaian penyimpangan pada
variabel laboratorium disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Laboratorium
Parameter Skor
0 1 2 3 4
1. Tersedia laboratorium untuk melakukan
pemeriksaan dan pengujian mutu terhadap bahan
baku dan produk akhir.
X
2. Proses kalibrasi untuk semua alat ukur yang
dilakukan oleh QC. X
3. Penggunaan laboratorium sesuai dengan Good
Laboratorium Practices (GLP) dan ISO 17025. X
Rata-Rata 2/12 x 100 = 16,67 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada
variabel laboratorium di PT. X sebesar 16,67 %, artinya penerapan yang
berlangsung cukup memenuhi panduan GMP. Terdapat laboratorium yang
dilengkapi alat memadai untuk melakukan kegiatan pengujian mutu bahan dan
produk akhir. Aktivitas laboratorium telah sesuai dengan ISO 17025 mengenai
Standar Akreditasi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi.
Namun kondisi saat ini pada laboratorium kecap terdapat kebocoran pada
ruang laboratorium mikrobiologi sehingga menyebabkan kondisi tidak
memenuhi persyaratan ISO. Hal ini akan menimbulkan adanya kontaminasi
terhadap keakuratan pengujian mutu bahan dan produk akhir. Kondisi
seharusnya ruang laboratorium khususnya pada ruang mikrobiologi harus
steril dan bebas dari faktor lain agar tidak mempengaruhi pengujian mutu
bahan dan produk akhir. PT. X memiliki laboratorium biologi dan
laboratorium kimia yang sudah tersertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Sistem
Manajemen Keamanan Pangan dan laboratorium telah mendapat akreditasi A
99
yang ditetapkan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Seluruh alat ukur
dilakukan kalibrasi setiap sebulan sekali untuk keakuratan alat ukur tersebut.
Secara keseluruhan, perusahaan telah memenuhi mengenai tata cara
menggunakan laboratorium yang baik.
9. Karyawan
Karyawan merupakan seseorang yang bekerja dalam suatu perusahaan
untuk melakukan operasional di perusahaan tersebut yang biasanya dibagi
menjadi karyawan tetap dan karyawan tidak tetap. Panduan GMP membahas
mengenai bagaimana kondisi atau keadaan karyawan area produksi sehingga
tidak mencemari produk. Penilaian penyimpangan pada variabel karyawan
disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Karyawan
Parameter Skor
0 1 2 3 4
1. Karyawan dalam keadaan sehat, bebas dari
luka, atau penyakit kulit atau hal lain yang diduga
mengakibatkan pencemaran terhadap produk. X
2. Karyawan mengenakan pakaian
kerja/pelindung diri sesuai dengan prosedur atau
persyaratan hygiene bagi karyawan. (sarung
tangan, tutup kepala, masker, dan sepatu).
X
3. Karyawan mencuci tangan sebelum melakukan
pekerjaan. X
4. Karyawan tidak makan, minum, merokok,
meludah, atau melakukan tindakan lain di tempat
produksi yang dapat mengakibatkan pencemaran
produk.
X
5. Tindakan pengendalian dilakukan dengan
mengistirahatkan, memberi izin pulang, tidak
diperbolehkan masuk ke ruang produksi jika
ditemukan kondisi kesehatan karyawan yang
dapat mencemari produk.
X
6. Karyawan dalam unit pengolahan tidak
memakai perhiasan, jam tangan, atau benda
lainnya yang dapat mencemari produk. X
7. Tersedia penanggung jawab bidang produksi. X
100
Parameter Skor
0 1 2 3 4
8. Tersedia penanggung jawab bidang
pengawasan mutu/keamanan pangan olahan. X
9. Terdapat prosedur bagi pihak luar yang akan
memasuki area produksi. X
Rata-Rata 7/36 x 100 = 19,44 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada
variabel karyawan di PT. X sebesar 19,44 %, artinya penerapan yang
berlangsung cukup memenuhi panduan GMP. Karyawan area produksi telah
memenuhi persyaratan GMP yaitu dengan tidak memakai perhiasan, jam
tangan atau benda lain yang akan menyebabkan kontaminasi atau tercemarnya
produk. Karyawan telah mengenakan seragam dan peralatan sesuai dengan
instruksi kerja diantaranya seragam, topi, masker, dan earplug dan hairnet.
Namun masih terdapat karyawan kurang disiplin dalam menjalankan instruksi
kerja seperti tidak menggunakan earplug pada saat berada di tempat produksi
yang bising. Hal ini dapat membahayakan kondisi kesehatan karyawan dalam
jangka ke depan. Selain itu Terdapat prosedur untuk visitor (pengunjung) yang
akan memasuki area produksi. Prosedur visitor (pengunjung) sama dengan
prosedur yang harus dilakukan oleh karyawan area produksi dimana harus
menggunakan masker, sepatu safety, dan hairnet (pelindung rambut).
Permasalahan yang sering terjadi adalah kebiasaan karyawan yang
masih menaruh peralatan atau barang yang tidak diperlukan proses produksi
secara sembarangan. Hal ini dapat menjadi sumber kontaminasi produk.
Perusahaan telah membuat kebijakan apabila terdapat karyawan kurang sehat
Tabel 18. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Karyawan
101
maka karyawan diperbolehkan untuk ke klinik atau perusahaan memberi izin
karyawan untuk istirahat di rumah.
10. Pengemas
Bahan pengemas yang digunakan harus memenuhi persyaratan yaitu
dapat melindungi dan mempertahankan mutu produk terhadap pengaruh dari
luar dan tidak mempengaruhi isi produk. Penilaian penyimpangan pada
variabel pengemas disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Pengemas
Parameter Skor
0 1 2 3 4
1. Kemasan dapat melindungi dan
mempertahankan produk dalam jangka waktu
yang lama (minimal hingga waktu kadaluarsa
produk).
X
2. Bahan kemasan tidak mudah larut/melepaskan
senyawa yang dapat membahayakan
kesehatan/mempengaruhi mutu produk.
X
3. Kondisi penyimpanan kemasan yang higienis,
terpisah dari bahan baku dan produk akhir. X
4. Desain kemasan yang dapat memberikan
perlindungan terhadap produk (mencegah
kerusakan, memperkecil kontaminasi).
X
Rata-Rata 1/16 x 100 = 6,25 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada
variabel pengemas di PT. X sebesar 6,25 %, artinya penerapan yang
berlangsung cukup memenuhi panduan GMP. Kemasan yang digunakan
terdiri dari botol plastik, botol beling, pouch, dan sachet dimana kemasan ini
telah memenuhi sertifikasi sesuai panduan GMP. Kemasan produk perusahaan
tahan terhadap perlakuan selama proses produksi dan mampu melindungi serta
mempertahankan mutu produk terhadap pengaruh dari luar. Apabila terdapat
102
kemasan yang belum memenuhi sertifikasi, maka kemasan dikembalikan ke
pemasok dan diganti dengan kemasan baru yang sesuai dengan sertifikasi.
Penyimpanan kemasan khususnya botol beling dilakukan di ruangan terbuka
dimana seharusnya penyimpanan kemasan harus berada dalam ruangan
tertutup yang higienis serta terpisah dengan penyimpanan bahan produksi dan
produk akhir.
11. Label dan Keterangan Produk
Label yang digunakan untuk produk pangan harus memiliki ketentuan
yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan mengenai label dan periklanan.
Keterangan produk dalam produksi pangan harus lengkap dan jelas yang
mencakup cara penggunaan, penyimpanan, dan pengolahan, serta identifikasi
produk pada setiap kemasan. Penilaian penyimpangan pada variabel label dan
keterangan produk disajikan pada Tabel 20.
Tabel 20. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Label dan Keterangan
Produk
Parameter Skor
0 1 2 3 4
1. Adanya informasi mengenai nama, komposisi,
tanggal/kode produksi, tanggal kadaluarsa, cara
penyajian, cara penyimpanan, sasaran konsumen.
X
2. Penggunaan label yang berbeda untuk setiap
jenis produk yang dihasilkan. X
3. Label yang digunakan mengikuti persyaratan
yang dibuat konsumen atau ketentuan pemerintah. X
Rata-Rata 0/12 x 100 = 0%
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada
variabel label dan keterangan produk di PT. X sebesar 0 %, artinya penerapan
yang berlangsung telah memenuhi panduan GMP. Label telah memenuhi
103
persyaratan yang berlaku memuat nama produk, alamat perusahaan, komposisi
produk, kode produksi, tanggal kadaluarsa, kondisi penyimpanan, label halal,
keterangan produk dan lain sebagainya yang terdapat dalam peraturan Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 mengenai label pangan
olahan. Ketika label datang lalu diperiksa oleh bagian Quality Check Label
untuk memastikan bahwa label sesuai dengan permintaan perusahaan. Label
yang sudah memenuhi persyaratan sesuai panduan GMP langsung disimpan di
ruang penyimpanan label.
12. Penyimpanan
Penyimpanan bahan baku, bahan tambahan dan produk akhir harus
tersimpan terpisah dengan kondisi bersih, bebas serangga, atau binatang
lainnya, dan penerangan yang cukup serta terjaminnya peredaran udara ke
dalam ruang tersebut. Penilaian penyimpangan pada variabel penyimpanan
disajikan pada Tabel 21.
Tabel 21. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Penyimpanan
Parameter Skor
0 1 2 3 4
1. Penyimpanan bahan baku dan produk akhir
terpisah. X
2. Penyimpanan bahan baku / produk akhir tidak
menyentuh lantai, tidak menempel dinding dan
jauh dari langit-langit.
X
3. Adanya pemasangan label dan penempatan
secara terpisah antara bahan dan produk yang
belum dan sudah diperiksa.
X
4. Penggunaan catatan dalam penyimpanan
bahan/produk akhir untuk memudahkan
mengidentifikasi dan memeriksa bahan dan
produk.
X
6. Penyimpanan bahan berbahaya terpisah dari
bahan pangan/ produk akhir dan memiliki
ruangan tersendiri.
X
104
Parameter Skor
0 1 2 3 4
7. Tindakan pengawasan terhadap penyimpanan
bahan/produk akhir dilakukan setiap hari oleh
supervisor.
X
8. Kondisi ruang penyimpanan (bahan baku /
produk akhir) bersih, suhu sesuai, penerangan
cukup, bebas hama, dan aliran udara terjamin.
X
9. Kondisi penyimpanan wadah dan pengemas
yang bersih, rapih, dan teratur. X
10. Kondisi penyimpanan label yang bersih,
rapih dan teratur. X
11. Kondisi mesin dan peralatan produksi yang
bersih, rapih dan teratur. X
Rata-Rata 12/44 x 100 = 27,27 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada
variabel penyimpanan di PT. X sebesar 27,27 %, artinya penerapan yang
berlangsung kurang memenuhi panduan GMP. Penyimpanan bahan baku,
bahan kemasan, serta produk akhir terpisah satu sama lain. Kemudian
penyimpanan bahan berbahaya memiliki ruangan sendiri yang terpisah jauh
dari bahan pangan atau produk akhir dan ruangan tersebut selalu terkunci
rapat. Penyimpanan label dalam ruangan rapih dan teratur, tersusun dalam rak
bertingkat dengan bahan besi sehingga tidak mudah adanya kontaminasi pada
label.
Penyimpanan khususnya terhadap bahan masih belum dilakukan
pemasangan label secara kontinyu untuk mengetahui bahan yang belum dan
sudah diperiksa. Pencatatan terhadap penyimpanan belum dilakukan secara
kontinyu sehingga hal ini membuat sulit untuk mengidentifikasi dan
memeriksa bahan yang akan digunakan.
Tabel 21. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Penyimpanan
105
Penyimpanan bahan baku atau produk akhir tidak menyentuh lantai,
selalu berada di atas pallet baik itu kayu maupun allergen, tidak menempel ke
dinding karena bahan-bahan tersebut tersusun di dalam rak tinggi. Hal ini
sesuai dengan panduan GMP. Namun kondisi kebersihan di ruang
penyimpanan kurang memenuhi khususnya pada ruang penyimpanan bahan
baku gula dimana masih terdapat banyak serangga dapat masuk ke ruang
tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan kontaminasi terhadap bahan baku gula.
Selain itu, banyaknya sarang laba-laba dan debu di area ruang penyimpanan
baik itu penyimpanan bahan baku atau produk akhir. Penerangan kurang pada
ruang penyimpanan bahan baku dimana terdapat beberapa lampu yang sudah
tidak berfungsi dan lampu yang tidak ada pelindungnya. Hal ini sangat
berbahaya dan belum memenuhi panduan GMP.
13. Pemeliharaan dan Program Sanitasi
Pemeliharaan dan kegiatan sanitasi meliputi pemeliharaan dan
pembersihan bangunan, pencegahan masuknya binatang baik itu serangga,
unggas, serta binatang lain ke dalam area produksi. Pembasmian jasad renik,
serangga serta binatang pengerat, pembasmian hama, penanganan limbah,
serta pemantauan keefektifan sistem sanitasi. Penilaian penyimpangan pada
variabel pemeliharaan dan program sanitasi disajikan pada Tabel 22.
106
Tabel 22. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Pemeliharaan dan
Program Sanitasi
Parameter Skor
0 1 2 3 4
1. Fasilitas produksi dalam keadaan terawat
dengan baik sesuai SOP perusahaan. X
2. Mesin/peralatan yang berhubungan langsung
dan tidak berhubungan langsung dengan bahan
dan produk dalam keadaan bersih dan diletakkan
sesuai tempatnya.
X
3. Alat angkut atau alat pemindahan barang dalam
keadaan bersih. X
4. Pengawasan/pemeriksaan oleh supervisor
terhadap ketepatan dan keefektifan program
sanitasi yang dilakukan oleh karyawan produksi
setiap hari.
X
5. Pengawasan terhadap bahan-bahan yang masuk
ke dalam pabrik yang dilakukan oleh bagian FSQ. X
6. Kegiatan pembersihan fasilitas produksi
dilakukan sesuai metode dan dilakukan secara
rutin dan berkala.
X
7. Kegiatan pembersihan dan sanitasi dicatat rutin
oleh karyawan produksi. X
8. Limbah yang dihasilkan dari proses produksi
tidak dibiarkan menumpuk, segera ditangani,
diolah, atau dibuang.
X
9. Limbah padat segera dikumpulkan untuk
dikubur, dibakar atau diolah. X
10. Pengolahan limbah cair dilakukan secara rutin
oleh PAL sebelum dialirkan ke luar pabrik
(kondisi air harus bening dan bersih).
X
Rata-Rata 11/40 x 100 = 27,5 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada
variabel pemeliharaan dan program sanitasi di PT. X sebesar 27,5 %, artinya
penerapan yang berlangsung kurang memenuhi panduan GMP. Kegiatan
sanitasi dalam PT. Heinz ABC Indonesia, Daan Mogot Plant meliputi sanitasi
terhadap mesin dan peralatan produksi, sanitasi karyawan dan sanitasi
ruangan. Kegiatan sanitasi ruangan dilakukan setiap hari oleh karyawan.
Kegiatan sanitasi mesin dan peralatan dilakukan apabila akan melakukan
107
change over atau saat produksi selesai. Terdapat dua perlakuan pada mesin
dan peralatan yaitu cleaning dan sanitasi. Pada kegiatan cleaning dilakukan
pembersihan mesin dan alat dengan menggunakan air bersih kemudian
melakukan sanitasi yaitu membersihkan mesin dan alat dengan menggunakan
air panas atau air chemical (klorin). Langkah tersebut dilakukan secara
berurutan, namun kegiatan sanitasi hanya dilakukan saat perpindahan produksi
produk dari lokal ke ekspor khususnya produk ekspor yang mengandung non
preservative. Terdapat pencatatan terhadap kegiatan sanitasi yang dilakukan
oleh penanggung jawab yang melaksanakan kegiatan sanitasi. Namun
pencatatan kegiatan sanitasi pada area produksi terkadang masih belum
dilakukan secara berkala. Hal ini disebabkan karena karyawan yang lupa
untuk mencatat kegiatan sanitasi yang telah dilakukan.
Kegiatan pemeliharaan belum dilaksanakan dengan baik, dimana
terdapat fasilitas produksi seperti mesin dan peralatan dalam kondisi yang
kurang baik ditandai dengan belum maksimal atau tidak berfungsinya mesin
dan peralatan tersebut. Hal ini dapat menyebabkan kontaminasi produk
khususnya pada mesin dan peralatan yang berhubungan langsung dengan
Critical Control Point. Selain itu, alat angkut seperti pallet kayu dan allergen
jarang dilakukan pembersihan oleh perusahaan. Seharusnya dalam panduan
GMP seluruh alat dalam kondisi bersih dan bebas dari adanya kontaminasi.
Perusahaan telah memiliki sistem pengolahan air limbah sebelum
limbah cair dialirkan ke area luar pabrik. Limbah cair dialirkan langsung ke
sungai yang berada di depan pabrik sesuai dengan standar perusahaan yang
108
mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun
2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Selain
limbah cair, proses produksi juga menghasilkan limbah padat. Penanganan
limbah padat langsung diserahkan kepada pihak ketiga yang biasanya limbah
tersebut akan digunakan sebagai pakan ternak.
14. Pengangkutan
Pengangkutan produk merupakan kegiatan transportasi dalam
memindahkan barang atau produk dari satu tempat ke tempat lain.
Penggangkutan produk yang dilakukan perusahaan perlu dipantau agar
menghindari kerusakan dan penurunan mutu produk. Penilaian penyimpangan
pada variabel pengangkutan disajikan pada Tabel 23.
Tabel 23. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Pengangkutan
Parameter Skor
0 1 2 3 4
1. Desain alat pengangkutan mudah dibersihkan. X
2. Alat pengangkutan di desain agar tidak
mencemari produk. X
3. Desain alat pengangkutan mampu
mempertahankan suhu, kelembaban, dan kondisi
penyimpanan produk akhir.
X
4. Keadaan wadah dan alat pengangkut bebas
dari kotoran yang dapat mencemari produk. X
5. Wadah/alat pengangkut dibedakan untuk
setiap jenis produksi dan dibersihkan setiap hari
oleh karyawan produksi.
X
6. Tersedia jadwal pemeliharaan pembersihan
alat pengangkutan untuk menjaga kondisi agar
selalu bersih.
X
Rata-Rata 8/24 x 100 = 33,33 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada
variabel pengangkutan di PT. X sebesar 33,33 %, artinya penerapan yang
berlangsung kurang memenuhi panduan GMP. Pengangkutan produk
109
menggunakan pallet dan forklift untuk yang telah di desain agar tidak mudah
mencemari produk sesuai dengan panduan GMP. Perusahaan telah memiliki
jadwal pemeliharaan alat pengangkutan, namun kegiatan pemeliharaan pallet
dan forklift belum dilakukan secara rutin. Selain itu perusahaan jarang
melakukan pembersihan alat pengangkut sehingga menyebabkan produk dapat
terkontaminasi bakteri dan mikroba lain.
15. Dokumentasi dan Pencatatan
Dokumentasi dan pencatatan merupakan proses pengumpulan,
pemilihan, pengolahan, penyimpanan, dan pengendalian distribusi produk
dalam suatu perusahaan. Penilaian penyimpangan pada variabel dokumentasi
dan pencatatan disajikan pada Tabel 24.
Tabel 24.Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Dokumentasi dan
Pencatatan
Parameter Skor
0 1 2 3 4
1. Kegiatan pencatatan produksi lengkap. X
2. Terdapat prosedur metode pengendalian
distribusi, akses, pengambilan dan
penggunaan dokumen.
X
3. Terdapat prosedur tentang penempatan atau
penyimpanan dokumen dengan rapih dan
teratur.
X
4. Tersedia dokumentasi terkait bahan, proses
produksi, jumlah dan tanggal produksi,
distribusi, inspeksi, dan pengujian,
penyimpanan, pembersihan dan sanitasi,
kontrol hama, kesehatan karyawan, pelatihan.
X
Rata-Rata 4/16 x 100 = 25 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada
variabel dokumentasi dan pencatatan di PT. X sebesar 25 %, artinya
penerapan yang berlangsung cukup memenuhi panduan GMP. Dokumentasi
110
dilakukan dengan konsisten. Sistem pencatatan tersedia dalam bentuk hard
copy dan soft copy disimpan dalam komputer paralel dalam perusahaan.
Dokumentasi yang terdapat ialah seluruh kegiatan terkait dengan proses
produksi dimulai dari bahan baku yang masuk, proses produksi, jumlah dan
tanggal produksi, penarikan produk, penyimpanan produk, pembersihan dan
sanitasi.
16. Pelatihan
Pelatihan merupakan aktivitas dalam meningkatkan keahlian dan
pengetahuan karyawan sehingga memiliki kinerja yang lebih baik. Penilaian
penyimpangan pada variabel pelatihan disajikan pada Tabel 25.
Tabel 25. Penyimpangan Penerapan GMP PT. X pada Variabel Pelatihan
Parameter Skor
0 1 2 3 4
1. Pelatihan penyuluhan yang terkait dengan
dasar-dasar hygiene karyawan. X
2. Pelatihan penyuluhan faktor yang
menyebabkan penurunan mutu produk. X
3. Pelatihan penyuluhan faktor yang
mengakibatkan penyakit dan keracunan
melalui pangan olahan.
X
4. Pelatihan penyuluhan cara produksi pangan
yang baik. X
5. Pelatihan penyuluhan prinsip dasar
pembersihan dan sanitasi. X
6. Pelatihan penyuluhan penanganan bahan
pembersih atau bahan kimia berbahaya. X
7. Adanya bukti absensi kegiatan pelatihan
yang rutin dan efektif. X
Rata-Rata 14/28 x 100 = 50%
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan GMP pada
variabel pelatihan di PT. X sebesar 50 %, artinya penerapan yang berlangsung
kurang memenuhi panduan GMP. Perusahaan memahami pentingnya variabel
111
ini dijalankan namun untuk implementasi dari pelatihan jarang dilakukan
khususnya untuk karyawan area produksi. Pelatihan yang dilakukan biasanya
dari pihak luar, namun yang mengikuti pelatihan hanya manager dan
supervisor bagian produksi.
5.1.2. Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) merupakan suatu
prosedur yang dibuat untuk membantu industri pangan dalam
mengembangkan dan menerapkan prosedur pengawasan, melakukan
monitoring, serta memelihara kondisi dan praktik sanitasi (Thaheer, 2008:80).
Tabel 26. Rekapitulasi Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X
No
Indikator
Sanitation Standard
Operating
Procedure (SSOP)
Jumlah
Parameter
(a)
Σ Skor Tiap
Parameter
(b)
Σ Skor
Maksimal
(c = a x 4)
Persentase
(%)
(b/c x 100%)
1. Keamanan Air 7 0 28 0
2. Kebersihan
Permukaan yang
Kontak dengan
Makanan
6 8 24 33,33
3. Pencegahan
Kontaminasi
Silang
12 10 48 20,83
4. Fasilitas Cuci
Tangan, Sanitasi
Tangan, dan Toilet
5
5 20 25
5. Pelabelan dan
Penyimpanan
Bahan Kimia yang
Tepat
6 0 24 0
6. Pengendalian
Kesehatan
Karyawan
6 6 24 25
7. Pemberantasan
Hama
13 16 52 30,76
Rata-Rata Keseluruhan 19,27
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
112
Berdasarkan Tabel 26, pelaksanaan sistem Sanitation Standard
Operating Procedure (SSOP) di PT. X memperoleh rata-rata penyimpangan
sebesar 19,27 %. Terdapat beberapa variabel cukup memenuhi panduan SSOP
namun ada juga variabel belum memenuhi panduan SSOP. Berikut ini
dijabarkan penilaian serta penjelasan penyimpangan dari variabel-variabel
dalam penerapan sistem SSOP.
1. Keamanan Air
Keamanan air mencakup prosedur standar yang digunakan untuk
menjamin air yang digunakan aman dengan kualitas tertentu sesuai dengan
sertifikasi yang ditetapkan oleh perusahaan. Penilaian penyimpangan disajikan
pada Tabel 27.
Tabel 27. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Keamanan Air
Parameter Skor
0 1 2 3 4
1. Saluran pemipaan air untuk kegiatan
produksi/non produksi terpisah. X
2. Water treatment terhadap air untuk
proses produksi dilakukan oleh karyawan
produksi.
X
3. Inspeksi visual, sampling dan
pengujian terhadap kualitas sumber air
dilakukan oleh karyawan produksi.
X
4. Kualitas air yang digunakan memenuhi
persyaratan air minum/air bersih menurut
Kementerian Kesehatan mengenai
Standar Baku Air.
X
5. Kualitas air yang digunakan untuk
pembersihan/sanitasi bangunan dan
ruangan memenuhi SOP perusahaan. X
6. Tindakan koreksi apabila terdapat
penyimpangan terhadap standar atau
ketentuan lain
X
7. Tersedia rekaman/catatan pengujian
kualitas air. X
Rata-Rata 0/28 x 100 = 0 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
113
Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan SSOP pada
keamanan air di PT. X sebesar 0 %, artinya penerapan yang berlangsung telah
memenuhi panduan SSOP. Saluran air atau sistem pemipaan air, baik itu air
bersih maupun air sisa produksi di desain terpisah sesuai dengan panduan
SSOP. Penggunaan air selain digunakan untuk kegiatan produksi juga
digunakan untuk pembersihan alat-alat setelah produksi selesai.
Air produk yang digunakan dilakukan serangkaian proses terlebih
dahulu sehingga aman untuk proses produksi. Terdapat 3 jenis air, yaitu air
produk, air bersih, dan air minum. Air produk digunakan untuk kegiatan yang
berhubungan dengan produksi. Air bersih akan dialirkan untuk aktifitas di
kantin, WC, dan seluruh area perusahaan. Kemudian air yang berasal dari
PAM juga diolah menjadi air minum dengan dilakukan serangkaian proses
agar aman untuk dikonsumsi sebagai air minum.
Tabel 28. Standar Mutu Air PT. X
No. Parameter Uji Satuan Jumlah
1. Total Hardness Ppm Max. 100
2. Alkality (HCO3-) Ppm Max. 100
3. Cl- (sebagai NaCl) Ppm Max. 60
4. Chlorine (Cl2) Ppm 0
5. pH - 6,5 – 8,5
6. Warna - Tidak berwarna
7. Bau - Tidak Berbau
Sumber : Data dari PT. X
Pemeriksaan air dilakukan setiap hari oleh karyawan dengan
mengambil sampel kemudian diperiksa di laboratorium khusus Pengolahan
114
Air Bersih (PAB) Hasil pemeriksaan dicatat kemudian dilaporkan kepada
supervisor terkait. Hasil pemeriksaan air baik itu air produksi atau air sisa
produksi juga dilaporkan ke Kementerian Kesehatan untuk memastikan air
aman dan sesuai spesifikasi standar baku air.
2. Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Makanan
Kebersihan permukaan merupakan salah satu pra syarat wajib
dipenuhi suatu perusahaan pada setiap proses produksi. Indikator ini berisi
standar prosedur pembersihan dan sanitasi alat, frekuensi pembersihan, serta
petugas atau karyawan yang bertanggung jawab terhadap kegiatan
pembersihan dan sanitasi. Penilaian penyimpangan disajikan pada Tabel 29.
Tabel 29.Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Kebersihan Permukaan yang
Kontak dengan Makanan
Parameter Skor
0 1 2 3 4
1. Permukaan mesin, alat, dan perlengkapan
produksi dalam kondisi baik (halus, rata,
tidak mengelupas, tidak beracun, terpelihara
kebersihan dan kondisi sanitasinya).
X
2. Kondisi sarung tangan dan pakaian luar
pekerja yang bersih dan layak. X
3. Pembersihan dan sanitasi terhadap
permukaan yang kontak langsung dengan
produk dilakukan setiap hari sesuai dengan
SOP.
X
4. Pemantauan dan pemeriksaan terhadap
kondisi kebersihan permukaan yang kontak
langsung dengan produk.
X
5. Tindakan koreksi apabila kondisi
permukaan yang kontak langsung dengan
produk tidak baik, tidak bersih, dan
menimbulkan kontaminasi.
X
6. Pencatatan kegiatan pembersihan dan
sanitasi permukaan yang kontak dengan
makanan.
X
Rata-Rata 8/24 x 100 = 33,33 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
115
Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan SSOP pada
kebersihan permukaan yang kontak langsung dengan makanan di PT. X
sebesar 33,33 %, artinya penerapan yang berlangsung kurang memenuhi
panduan SSOP. Permukaan mesin, alat, dan perlengkapan produksi kurang
memenuhi panduan SSOP. Seharusnya permukaan dalam kondisi baik
ditandai dengan permukaan halus, rata, tidak mengelupas, dan terpelihara
kebersihannya. Namun terdapat beberapa permukaan mesin, alat, dan
perlengkapan produksi mengelupas sehingga mengakibatkan permukaan
menjadi tidak rata atau tidak mulus. Hal ini perlu dilakukan pemeliharaan
untuk permukaan mesin, alat, dan perlengkapan produksi agar kondisi
permukaan memenuhi panduan SSOP. Perusahaan telah melakukan
pembersihan dan sanitasi terhadap permukaan yang kontak langsung dengan
produk secara rutin dan kegiatan ini dipantau oleh supervisor terkait.
Perusahaan telah menggunakan bahan sanitasi sesuai dengan panduan
SSOP dimana bahan sanitasi yang digunakan yaitu dengan air panas dan air
klorin. Hal ini dapat membantu mengurangi kotoran berupa kerak serta
melarutkan kotoran sisa produksi khususnya pada mesin dan peralatan agar
tidak ada mikroba dan menghambat daur hidup mikroorganisme. Terdapat
jadwal untuk pembersihan dan sanitasi yang disusun oleh supervisor produksi.
Jadwal pembersihan dan sanitasi dijalankan oleh karyawan produksi. Namun
pencatatan kegiatan pembersihan dan sanitasi belum dilakukan secara rutin.
Hal ini dikarenakan karyawan lupa untuk mencatat bahwa telah melakukan
kegiatan sanitasi.
116
3. Pencegahan Kontaminasi Silang
Pencegahan kontaminasi silang merupakan tindakan pencegahan
produk dari kontaminasi silang pekerja, bahan baku, bahan pengemas,
permukaan yang kontak langsung dengan makanan. Penilaian penyimpangan
disajikan pada Tabel 30.
Tabel 30.Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Pencegahan Kontaminasi
Silang
Parameter Skor
0 1 2 3 4
1. Karyawan produksi selalu mencuci tangan
sesuai prosedur atau persyaratan hygiene bagi
karyawan. X
2. Penggunaan pakaian kerja karyawan sesuai
dengan SOP perusahaan. X
3. Karyawan tidak diperkenankan keluar
masuk ke area proses lain. X
4. Pemantauan dan pemeriksaan yang
dilakukan oleh supervisor terhadap kegiatan
karyawan ketika produksi berlangsung.
X
5. Pembersihan dan sanitasi permukaan yang
kontak langsung dengan makanan di area
produksi (alat penanganan dan pengolahan
pangan) dilakukan setiap hari oleh karyawan
produksi.
X
6. Bahan baku dan produk akhir
diletakkan/diolah secara terpisah dan
supervisor selalu melakukan pemantauan
selama proses produksi.
X
7. Penyimpanan bahan pangan, bahan
berbahaya, peralatan produksi, peralatan
pembersihan, label, wadah pengemas, produk
akhir secara terpisah.
X
8. Penyimpanan bahan pangan dan produk
akhir tidak menyentuh lantai, tidak menyentuh
dinding, dan jauh dari langit-langit.
X
9. Penyimpanan bahan pangan dan produk
akhir yang bersih, suhu sesuai, penerangan
cukup, bebas hama, aliran udara cukup, dan
pintu tertutup rapat.
X
10. Pemantauan atau pemeriksaan setiap hari
oleh supervisor terhadap penyimpanan bahan
dan produk akhir.
X
117
Parameter Skor
0 1 2 3 4
11. Tindakan koreksi apabila terjadi
penyimpangan atau ketidaksesuaian yang
menyebabkan kontaminasi dalam proses
produksi.
X
12. Pencatatan kegiatan pembersihan dan
sanitasi area, alat penanganan, pengolahan, dan
rekaman monitoring.
X
Rata-Rata 10/48 x 100 = 20,83 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan SSOP pada
pencegahan kontaminasi silang di PT. X sebesar 20,83 %, artinya penerapan
yang berlangsung cukup memenuhi panduan SSOP. Kegiatan pembersihan
dan sanitasi area dilakukan oleh karyawan produksi secara rutin sesuai jadwal
yang telah disusun. Pembersihan dilakukan menggunakan air hangat dan
sanitasi dilakukan menggunakan air klorin agar mesin dan peralatan yang
digunakan higiene. Bahan baku dan produk akhir disimpan dan diolah dalam
ruangan terpisah. Letak penyimpanan bahan baku dekat dengan ruang proses
produksi kecap, sedangkan penyimpanan produk akhir dekat dengan ruang
pengemasan. Selain itu, penyimpanan bahan pangan, bahan berbahaya,
peralatan produksi, peralatan pembersihan, label, wadah pengemas, produk
akhir dilakukan terpisah. Kondisi ruang penyimpanan memenuhi panduan
SSOP artinya ruang penyimpanan bahan pangan dan produk akhir tidak
menyentuh lantai, tidak menyentuh dinding, dan jauh dari langit-langit untuk
mencegah terjadinya kontaminasi silang. Namun, kondisi pintu pada ruang
pengisian produk sulit ditutup sehingga memudahkan serangga atau hewan
dari luar masuk dan mengakibatkan kontaminasi produk.
Tabel 30. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Pencegahan Kontaminasi
Silang
118
Salah satu pencegahan kontaminasi silang dalam panduan SSOP
bahwa dalam perusahaan, karyawan tidak diperkenankan keluar masuk ke area
proses lain. Namun perusahaan ini kurang memenuhi panduan SSOP karena
karyawan di area produksi diperbolehkan untuk keluar masuk ke area proses
lain. Kondisi ruang penyimpanan yang kurang memenuhi panduan SSOP
karena penerangan di ruang penyimpanan bahan kurang dan suhu ruangan
perlu dilakukan pengaturan kembali agar bahan yang akan digunakan tidak
berubah bentuk atau terkontaminasi benda lain. Penerangan dalam area
produksi harus cukup untuk meminimalisir kesalahan yang dilakukan
karyawan.
Aktivitas karyawan cukup memenuhi panduan SSOP dimana
karyawan selalu membersihkan tangan terlebih dahulu sebelum memasuki
area produksi dan karyawan selalu memakai seragam sesuai dengan
persyaratan higien perusahaan. Kegiatan pemantauan dan pengawasan
terhadap aktivitas karyawan dlakukan oleh line leader yang kemudian akan
dilaporkan kepada supervisor terkait. Pemantauan dan pengawasan tidak
hanya dilakukan terhadap aktivitas karyawan, melainkan terhadap
penyimpanan bahan produk akhir yang dilakukan oleh line leader sebagai
penanggung jawab dalam area produksi. Pemantauan dan pengawasan selalu
dicatat agar perusahaan menentukan tindakan apa yang harus dilakukan untuk
mengurangi atau menghilangkan penyebab terjadinya kontaminasi silang.
119
4. Fasilitas Cuci Tangan, Sanitasi Tangan, dan Toilet
Indikator ini berisi prosedur, penjadwalan, dan jenis pembersihan
yang digunakan serta kebijakan perusahaan mengenai fasilitas sanitasi cuci
tangan dan toilet. Penilaian penyimpangan disajikan pada Tabel 31.
Tabel 31. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Fasilitas Sanitasi Cuci Tangan
dan Toilet
Parameter Skor
0 1 2 3 4
1. Pemeliharaan, pengontrolan, dan
pengecekan kelengkapan dan kondisi
fasilitas cuci tangan dan toilet (petunjuk
cara mencuci tangan yang baik dan benar
sebelum memasuki area produksi dan
setelah menggunakan toilet).
X
2. Kegiatan pembersihan fasilitas cuci
tangan, sanitasi tangan, dan toilet setiap
hari. X
3. Pemeriksaan yang dilakukan setiap hari
oleh supervisor terhadap kondisi fasilitas
cuci tangan yang tidak layak (kotor).
X
4. Adanya sosialisasi mengenai pentingnya
program pencucian dan sanitasi tangan
kepada karyawan dan pengunjung.
X
5. Tersedia petunjuk cara mencuci tangan
yang baik dan benar dekat dengan fasilitas
cuci tangan dan sanitasi tangan.
X
Rata-Rata 5/20 x 100 = 25 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan SSOP pada
fasilitas cuci tangan, sanitasi tangan, dan toilet di PT. X sebesar 25 %, artinya
penerapan yang berlangsung cukup memenuhi panduan SSOP. Terdapat
fasilitas cuci tangan sebelum memasuki ruang produksi dan tersedia petunjuk
cara mencuci tangan yang baik dan benar. Kegiatan pembersihan fasilitas cuci
tangan dilakukan rutin setiap harinya. Pembersihan toilet juga dilakukan rutin
setiap hari. Tersedia petunjuk untuk mencuci tangan dengan baik dan benar
120
sebelum memasuki area produksi. Namun belum terdapat petunjuk untuk
mencuci tangan setelah menggunakan toilet. Pengecekan dan pembersihan
kondisi fasilitas cuci tangan dan toilet selalu dicatat. Pencatatan selalu
dikontrol setiap hari oleh supervisor. Apabila ditemukan kondisi cuci tangan
atau toilet kotor langsung menjadi sebuah temuan akan dibahas pada daily
meeting.
Peneliti pernah menemukan karyawan yang tidak mematuhi panduan
SSOP dimana karyawan tersebut masuk ke area produksi tanpa mencuci
tangan terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan kurangnya sosialisasi yang
dilakukan perusahaan terhadap karyawan mengenai pentingnya mencuci
tangan terlebih dahulu sebelum memulai kegiatan produksi atau mencuci
tangan setelah menggunakan toilet sehingga masih ada karyawan yang tidak
memenuhi panduan SSOP.
5. Pelabelan dan Penyimpanan Bahan Kimia yang Tepat
Indikator ini berisi tata cara serta jenis pelabelan yang diterapkan pada
bahan-bahan kimia yang digunakan, baik untuk produksi maupun
pembersihan. Penilaian penyimpangan disajikan pada Tabel 32.
Tabel 32. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Pelabelan dan Penyimpanan
Bahan Kimia yang Tepat
Parameter Skor
0 1 2 3 4
1. Adanya label dan keterangan yang jelas
mengenai nama bahan, nama dan alamat
produsen/distributor dan petunjuk
penggunaan.
X
2. Pemeriksaan label oleh QC pada saat
penerimaan label. X
3. Pemberian label identitas bahan yang jelas
pada wadah yang dilakukan oleh perusahaan X
121
Parameter Skor
0 1 2 3 4
4. Penyimpanan bahan kimia di dalam box
tertutup atau rak dengan mengelompokkan
berdasarkan jenis bahan.
X
5. Ruangan untuk menyimpan bahan kimia
selalu dalam keadaan tertutup dan aksesnya
dibatasi serta jauh dari ruang produksi.
X
6. Pengawasan/pemeriksaan dilakukan oleh
supervisor secara rutin (setiap bulan)
terhadap kondisi pelabelan dan penyimpanan
bahan kimia.
X
Rata-Rata 0/24 x 100 = 0%
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan SSOP pada
pelabelan dan penyimpanan bahan kimia yang tepat di PT. X sebesar 0%,
artinya penerapan yang berlangsung telah memenuhi panduan SSOP. Label
yang digunakan untuk proses produksi diperiksa terlebih dahulu oleh bagian
quality sebelum menuju ruang penyimpanan. Penyimpanan ruang kimia
berada terpisah dari ruang penyimpanan lain dan area produksi. Bahan kimia
disimpan dalam tabung dan diberi identitas dengan jelas (QC Pass).
Penyimpanan bahan kimia selalu dalam keadaan tertutup dan akses menuju
ruang penyimpanan bahan kimia sangat dibatasi oleh perusahaan. Pemeriksaan
kondisi penyimpanan bahan kimia dilakukan saat performance montoring
setiap bulan oleh salah satu tim HACCP.
6. Pengendalian Kesehatan Karyawan
Indikator ini mencakup pengendalian kesehatan bagi karyawan agar
tidak menjadi sumber kontaminasi bagi produk, bahan kemasan, atau
Tabel 32. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Pelabelan dan Penyimpanan
Bahan Kimia yang Tepat
122
permukaan yang kontak langsung dengan makanan. Penilaian penyimpangan
disajikan pada Tabel 33.
Tabel 33. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Pengendalian Kesehatan
Karyawan
Parameter Skor
0 1 2 3 4
1. Kondisi kebersihan pekerja yang baik,
dan bersih (rambut, kuku, kulit dan
sebagainya). X
2. Karyawan menerapkan prosedur cuci
tangan dengan baik sebelum dan sesudah
menangani produk.
X
3. Line leader melaporkan kepada
supervisor apabila ada karyawan lain yang
sakit atau terluka.
X
4. Line leader melakukan pengontrolan
terhadap kesehatan karyawan setiap hari
sebelum melaksanakan produksi.
X
5. Terdapat jadwal medical check up rutin. X
6. Perusahaan memiliki kebijakan seperti
mengistirahatkan, memulangkan, dan
larangan memasuki area produksi bagi
karyawan yang sakit.
X
Rata-Rata 6/24 x 100 = 25 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan SSOP pada
pengendalian kesehatan karyawan di PT. X sebesar 25 %, artinya penerapan yang
berlangsung cukup memenuhi panduan SSOP. Kesehatan karyawan
merupakan salah satu aspek yang mendukung kegiatan produksi mencakup
pada pola hidup dan hygiene perorangan dengan mencuci tangan, pemakaian
sarung tangan, kebersihan kuku, serta kebersihan dan kelengkapan pakaian
kerja. Kondisi kebersihan pribadi pekerja kurang memenuhi panduan SSOP
khususnya pada kebersihan kuku karyawan produksi.
PT. X melakukan medical check up setiap tahun untuk seluruh
karyawan. Selain itu, perusahaan juga segera memberikan izin kepada
123
karyawan yang sakit dalam bentuk cuti hingga karyawan pulih. Perusahaan
selalu memperhatikan dan mencatat segala kebiasaan atau prilaku
menyimpang karyawan yang memungkinkan terjadinya kontaminasi terhadap
produk.
7. Pemberantasan Hama
Hama merupakan binatang atau serangga yang tidak dikehendaki
keberadaannya dalam makanan. Pengendalian hama dilakukan agar tidak
menyebabkan kontaminasi yang membahayakan kesehatan. Penilaian
penyimpangan disajikan pada Tabel 34.
Tabel 34. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Pemberantasan Hama
Parameter Skor
0 1 2 3 4
1. Program sanitasi dilakukan sesuai SOP (area
dalam dan luar pabrik, mesin/peralatan
produksi, fasilitas lain).
X
2. Pengawasan dilakukan oleh QC terhadap
bahan-bahan yang masuk area produksi. X
3. Tindakan pengawasan oleh supervisor
terhadap hewan yang terdapat di area pabrik. X
4. Tersedia rekaman atau catatan kegiatan
pembasmian hama. X
5. Keadaan pabrik atau tempat produksi dalam
kondisi terawat dan baik. X
6. Lubang dan saluran yang ada di sekitar dan
dalam pabrik dalam keadaan tertutup. X
7. Terdapat kasa pencegah hama pada jendela,
pintu, dan ventilasi. X
8. Penyimpanan bahan pangan olahan disusun
dengan baik menggunakan rak dan sesuai
dengan jenis bahan masing-masing.
X
9. Ruangan di dalam dan luar pabrik selalu
dalam keadaan bersih. X
10. Pintu area produksi dan tempat sampah di
luar maupun di dalam ruang produksi selalu
dalam keadaan tertutup dan terbuat dari bahan
yang tahan hama.
X
11. Pemeriksaan terhadap kondisi/keadaan
pabrik secara berkala oleh supervisor produksi. X
124
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Rata-rata penilaian terhadap penyimpangan penerapan SSOP pada
pemberantasan hama di PT. X sebesar 30,76 %, artinya penerapan yang
berlangsung kurang memenuhi panduan SSOP. Dokumentasi dan pencatatan
dilakukan dengan baik namun tidak memiliki kendali harian. Penyimpanan
pangan olahan disusun dengan baik. Perusahaan selalu melakukan
pengawasan terhadap bahan-bahan yang masuk ke dalam pabrik. Pengendalian
hama dalam perusahaan meliputi pemetaan wilayah penyebaran pest control
dan pengecekan rutin kondisi proses produksi. Adanya kasa serangga pada
pintu setiap ruangan untuk mencegah serangga masuk ke area produksi.
Namun masih terdapat serangga lolos masuk ke area produksi sehingga perlu
selalu dilakukan pengawasan terhadap pengendalian hama. Pengendalian
hama memiliki hubungan dalam mengurangi atau mencegah penyebaran
bahaya kontaminasi seperti serangga maupun hewan pengerat yang biasanya
banyak terdapat pada tempat-tempat yang memproduksi makanan. Pemakaian
pestisida dan jebakan sangat efektif jika dilakukan sesuai dengan dosis dan
Parameter Skor
0 1 2 3 4
12. Pemusnahan sarang hama seperti semak-
semak, rumput liar, limbah atau sampah,
barang tidak terpakai, peralatan/wadah yang
kotor, area yang kotor, dan langit-langit yang
kotor dilakukan secara berkala oleh karyawan
produksi.
X
13. Pembasmian hama dilakukan dengan bahan
kimia, biologi, dan fisik sesuai petunjuk
kegiatan pembasmian hama dan instruksi
penggunaan bahan tanpa mempengaruhi mutu
dan keamanan produk.
X
Rata-Rata 16/52 x 100 = 30,76 %
Tabel 34. Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X pada Pemberantasan Hama
125
aturan pemakaian. Perkembangan hama dan hewan yang terdapat di
lingkungan industri harus diperhatikan keberadaannya. Kondisi ruangan di
dalam dan luar pabrik kurang memenuhi panduan SSOP karena belum selalu
dalam keadaan bersih.
5.2. Analisis Kesenjangan Penerapan Sistem Hazard Analysis Critical
Control Point (HACCP) PT. X
Analisis kesenjangan dalam penelitian ini dilakukan dengan
membandingkan penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
dengan panduan perusahaan yang menjadi instrumen dalam penelitian.
Instrumen digunakan untuk melihat kesenjangan penerapan HACCP yang
dijalankan perusahaan dengan memberi nilai gap secara subjektif berdasarkan
hasil observasi. Terdapat 12 langkah dengan 7 prinsip HACCP yang mengacu
pada SNI 01-4852-1998 dan Pedoman Badan Standardisasi Nasional 1004-
2002.
Tabel 35. Rekapitulasi GAP Analysis Penerapan HACCP PT. X
No. Variabel Sistem
HACCP Sub variabel
Jumlah
Parameter
(a)
Σ Skor Tiap
Parameter
(b)
Σ Skor
Maksimal
(c)
(a x 5)
Persentase
(%)
(b/c x 100%)
1. Kebijakan Mutu 2 1 10 10
2. Tim HACCP 8 7 40 17,5
3. Deskripsi Produk 9 0 45 0
4. Persyaratan Dasar
Good
Manufacturing
Practices (GMP)
133 138 665 17,64
Sanitation
Standard
Operating Procedure
(SSOP)
55 52 275 19,27
126
No.
Variabel Sistem
HACCP Sub variabel
Jumlah
Parameter
(a)
Σ Skor Tiap
Parameter
(b)
Σ Skor
Maksimal
(c)
(a x 5)
Persentase
(%)
(b/c x 100%)
5.
Penyusunan dan
Verifikasi Bagan
Alir
5 1 20 5
6. Analisa Bahaya 29 19 145 13,10
7.
Sistem
Penyimpanan
Catatan
5 5 25 20
8. Prosedur Verifikasi
Sistem HACCP 11 1 55 1,81
9. Perubahan / Revisi
Dokumen 6 5 30 16,67
Rata-Rata Keseluruhan 12,09
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Berdasarkan Tabel 35, pelaksanaan sistem Hazard Analysis Critical
Control Point (HACCP) di PT. X memperoleh rata-rata nilai gap sebesar
12,09%, artinya aktivitas sistem HACCP dijalankan dan didokumentasikan
serta hampir secara keseluruhan memenuhi persyaratan. Namun masih
terdapat sedikit kelalaian dalam penerapannya. Berikut ini akan dijabarkan
penilaian kesenjangan serta penjelasan dari penerapan HACCP perusahaan.
1. Kebijakan Mutu
Kebijakan mutu merupakan salah satu yang harus dimiliki perusahaan
apabila menerapkan sistem HACCP sebagai upaya untuk melaksanakan dan
memelihara kualitas serta keamanan suatu produk. Kebijakan mutu berupa
komitmen suatu perusahaan dalam menghasilkan produk yang aman (bebas
dari kontaminasi) dan berkualitas berdasarkan standar mutu yang ditetapkan.
Bentuk fisik dari kebijakan mutu ialah suatu dokumen yang dipegang dan
dimiliki oleh perusahaan dan dipahami setiap karyawan. Penilaian
kesenjangan pada variabel kebijakan mutu disajikan pada Tabel 36.
Tabel 35. Rekapitulasi GAP Analysis Penerapan HACCP PT. X
127
Tabel 36. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Kebijakan Mutu
Parameter Skor
0 1 2 3 4 5
1. Dokumentasi tentang kebijakan mutu. X
2. Sosialisasi tentang pentingnya kebijakan
mutu untuk karyawan produksi. X
Rata-Rata 1/10 x 100 = 10%
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Rata-rata penilaian terhadap kesenjangan penerapan HACCP pada
kebijakan mutu di PT. X sebesar 10 %, artinya penerapan sistem HACCP
dijalankan dan didokumentasikan hampir secara keseluruhan memenuhi
panduan HACCP namun, terdapat sedikit kelalaian dalam penerapannya. PT.
X memiliki dokumen mengenai kebijakan mutu dimana dokumen tersebut
berisi komitmen perusahaan untuk menyediakan produk yang aman, halal,
berkualitas, dan bernutrisi kepada seluruh konsumen melalui penerapan
spesifikasi dan persyaratan yang jelas. Produk yang diproduksi harus
memenuhi persyaratan yang ditentukan. Perusahaan selalu memastikan bahwa
produk yang dihasilkan telah memenuhi standar yang ditentukan serta
memenuhi sistem keamanan pangan yang meliputi seluruh elemen dari X
Global Policy dan X Quality Risk Management Process (QRMP).
Perusahaan belum melakukan sosialisasi secara rutin dan berkala
mengenai pentingnya kebijakan mutu kepada karyawan produksi. Sosialisasi
kebijakan mutu seharusnya dilakukan setiap hari sebelum kegiatan produksi
berlangsung oleh supervisor kepada line leader serta karyawan produksi.
Terdapat absensi pada saat kegiatan sosialisasi dilaksanakan.
128
2. Tim HACCP
Tim HACCP merupakan kelompok orang dalam suatu perusahaan
terdiri dari berbagai disiplin ilmu bertugas untuk mengembangkan,
mengimplementasikan, dan memelihara sistem HACCP. Tim HACCP terdiri
dari karyawan yang memiliki pengetahuan dan keahlian tentang keseluruhan
alur produksi. Setiap perusahaan apabila menerapkan sistem HACCP harus
memiliki tim HACCP untuk melaksanakan aktivitas sertifikasi dan
pemantauan dalam penerapan sistem HACCP karena setiap keputusan dari tim
HACCP merupakan sebuah keputusan manajemen yang mutlak. Penilaian
kesenjangan pada variabel Tim HACCP disajikan pada Tabel 37.
Tabel 37. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Tim HACCP
Parameter Skor
0 1 2 3 4 5
1. Tim HACCP ditentukan oleh pimpinan
tertinggi atau ahli HACCP (dari luar
pabrik).
X
2. Tim HACCP ditentukan berdasarkan
kompetensi/ kualifikasi/ latar belakang
pendidikan serta pengalaman yang dimiliki
setiap karyawan.
X
3. Terdapat struktur organisasi tim HACCP
dalam panduan HACCP perusahaan. X
4. Perusahaan mencantumkan job
description dalam panduan HACCP. X
5. Tim HACCP melaksanakan pelatihan
mengenai HACCP yang dilaksanakan dari
eksternal dan internal.
X
6. Tim HACCP melaksanakan job
description sesuai SOP perusahaan. X
7. Tim HACCP memahami dan
melaksanakan SOP (instruksi kerja)
perusahaan.
X
8. Tim HACCP melaksanakan pelatihan
terhadap sistem keamanan pangan. X
Rata-Rata 7/40 x 100 = 17,5 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
129
Rata-rata penilaian terhadap kesenjangan penerapan HACCP pada tim
HACCP di PT. X sebesar 17,5 %, artinya penerapan sistem HACCP
dijalankan dan didokumentasikan hampir secara keseluruhan memenuhi
panduan HACCP namun, terdapat sedikit kelalaian dalam penerapannya. Tim
HACCP dipilih melalui seleksi perusahaan berdasarkan prestasi dan
kompetensi karyawan. Seleksi dilakukan oleh pimpinan puncak beserta
jajarannya. Struktur organisasi tim HACCP terdapat dalam panduan HACCP
perusahaan. Namun, panduan HACCP perusahaan belum terdapat job
description tertulis pada masing-masing tim. Hal ini dapat membuat bingung
mengenai tugas dan wewenangnya apa sebagai tim HACCP. Job description
seharusnya tercantum dalam panduan HACCP agar tim HACCP dapat
mengetahui dan memahami apa yang harus dilakukan sebagai tim HACCP.
Pelatihan mengenai HACCP jarang dilakukan, baik dari luar maupun dari
dalam perusahaan.
3. Deskripsi Produk
Deskripsi produk merupakan perincian informasi lengkap mengenai
produk berisi tentang komposisi, sifat fisik atau kimia, perlakuan mikrosida
atau mikrostatis, pengemasan, kondisi penyimpanan, daya tahan, cara
distribusi, dan cara penyajian dan persiapan konsumsinya. Selain itu, perlu
dicantumkan juga informasi mengenai produsen, batch produksi, tanggal
produksi, tanggal kadaluwarsa, dan informasi umum lainnya (Thaheer,
2008:37). Penilaian kesenjangan pada variabel deskripsi produk disajikan
pada Tabel 38.
130
Tabel 38. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Deskripsi Produk
Parameter Skor
0 1 2 3 4 5
1. Terdapat komposisi produk pada panduan
HACCP. X
2. Terdapat karakteristik (kimia,
mikrobiologi, fisik) pada panduan HACCP. X
3. Dokumentasi standar mutu produk dalam
panduan HACCP yang digunakan sebagai
acuan dalam menghasilkan produk.
X
4. Cara penyajian atau cara penggunaan
produk yang dijelaskan dalam panduan
HACCP.
X
5. Cara dan kondisi penyimpanan produk
yang dijelaskan dalam panduan HACCP. X
6. Metode pendistribusian produk yang
dijelaskan dalam panduan HACCP. X
7. Tipe pengemas yang digunakan ditentukan
oleh perusahaan yang dicantumkan dalam
panduan HACCP.
X
8. Sasaran konsumen dijelaskan dalam
panduan HACCP. X
9. Daya tahan (umur simpan) atau masa
kadaluarsa produk dijelaskan dalam panduan
HACCP.
X
Rata-Rata 0/45 x 100 = 0%
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Rata-rata penilaian terhadap kesenjangan penerapan HACCP pada
deskripsi produk di PT. X sebesar 0 %, artinya penerapan sistem HACCP
dijalankan serta didokumentasikan dengan baik. Seluruh persyaratan dipenuhi,
aktivitas dokumentasi konsisten dan terkendali. Perusahaan memiliki daftar
deksripsi produk dalam panduan HACCP yang sesuai dengan standar SNI.
Deskripsi produk dalam panduan disajikan pada Tabel 39.
131
Tabel 39. Deskripsi Produk dalam Panduan HACCP PT. X
Deskripsi Produk
Nama Produk
Nomor SKU
Tipe Produk
Karakteristik Produk Akhir
Metode Pengawetan
Bahan
Kemasan
Rework
Spesifikasi dan Regulasi (Food Safety)
Deskripsi Kemasan
Persyaratan dan Informasi Label
Distribusi/Penyimpanan/Deskripsi (Instruksi
Penyimpanan dan Umur Simpan)
Penggunaan Oleh Konsumen
Potensi Salah Penanganan dan Penggunaan Produk Sumber : Panduan HACCP PT. X (2019)
Deskripsi produk dibuat oleh bagian produksi dimana pada setiap
produk memiliki deskripsi yang berbeda. Deskripsi dibuat untuk memberikan
informasi kepada konsumen karena akan tercsntum dalam kemasan produk.
4. Persyaratan Dasar
Penerapan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
akan lebih efektif apabila perusahaan telah menerapkan sistem persyaratan
dasar yaitu sistem Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation
Standard Operating Procedures (SSOP) dengan baik dan optimal.
a Good Manufacturing Practices (GMP)
PT. X telah menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP)
dengan cukup baik namun terdapat beberapa variabel kurang memenuhi
panduan. Penilaian penyimpangan penerapan GMP mengacu pada Peraturan
Menteri Perindustrian Republik Indonesia nomor 75/M-IND/PER/7/2010
tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (Good
132
Manufacturing Practices) mencakup lokasi pabrik, bangunan, fasilitas sanitasi,
mesin dan peralatan, bahan, pengawasan proses, produk akhir, laboratorium,
hygiene karyawan, pengemas, label dan keterangan produk, penyimpanan,
pemeliharaan dan program sanitasi, pengangkutan, dokumentasi dan
pencatatan serta pelatihan.
Hasil penilaian penyimpangan penerapan GMP di PT. X dapat dilihat
pada Tabel 40 yang dilakukan menggunakan formulir checklist.
Tabel 40. Penilaian Penyimpangan Penerapan GMP PT. X
No. Variabel Nilai
1. Lokasi 39,28 %
2. Bangunan 47,73 %
3. Fasilitas Sanitasi 22,22 %
4. Mesin dan Peralatan 29,54 %
5. Bahan 8,33 %
6. Pengawasan Proses 14,06 %
7. Produk Akhir 25 %
8. Laboratorium 16,67 %
9. Hygiene Karyawan 19,44 %
10. Pengemas 6,25 %
11. Label dan Keterangan Produk 0 %
12. Penyimpanan 27,27 %
13. Pemeliharaan dan Program Sanitasi 27,5 %
14. Pengangkutan 33,33 %
15. Dokumentasi dan Pencatatan 25 %
16. Pelatihan 50 % Sumber : Instrumen Penelitian Diolah (2019)
Penjelasan terkait mengenai penerapan GMP yang dilakukan oleh
perusahaan telah dijelaskan terlebih dahulu di hasil analisis penerapan
persyaratan GMP di halaman 78.
b Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
PT. X telah menerapkan sistem Sanitation Standard Operating
Procedure (SSOP) dengan cukup baik, namun terdapat beberapa variabel
kurang memenuhi panduan. Penilaian penerapan SSOP mengacu pada Food
133
and Drug Administration USA berisi beberapa kunci sistem SSOP mencakup
keamanan air, kondisi/kebersihan permukaan yang kontak dengan makanan,
pencegahan kontaminasi silang, fasilitas cuci tangan serta sanitasi tangan dan
toilet, pelabelan dan penyimpanan bahan kimia yang tepat, pengendalian
kesehatan karyawan, dan pengendalian hama. Penilaian penyimpangan
penerapan SSOP di PT. X disajikan pada Tabel 41.
Tabel 41. Penilaian Penyimpangan Penerapan SSOP PT. X
No. Variabel Nilai
1. Keamanan Air 0 %
2. Kondisi / Kebersihan Permukaan yang Kontak
Langsung Dengan Makanan
33,33 %
3. Pencegahan Kontaminasi Silang 20,83 %
4. Fasilitas dan Sanitasi Cuci Tangan dan Toilet 25 %
5. Pelabelan dan Penyimpanan Bahan Kimia yang Tepat 0 %
6. Pengendalian Kesehatan Karyawan 25 %
7. Pemberantasan Hama 30,76 % Sumber : Instrumen Penelitian Diolah (2019)
Penjelasan terkait mengenai penerapan SSOP yang dilakukan oleh
perusahaan telah dijelaskan terlebih dahulu di hasil analisis penerapan
persyaratan SSOP halaman 111.
5. Penyusunan dan Verifikasi Bagan Alir
Bagan atau diagram alir merupakan suatu diagram yang
menggambarkan tahap-tahap operasional dalam suatu produk secara
sistematis. Diagram alir digunakan untuk melakukan analisa bahaya yang
harus dikendalikan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya yang
terdapat pada setiap proses produksi. Penilaian kesenjangan pada variabel
penyusunan dan verifikasi bagan alir disajikan pada Tabel 42.
134
Tabel 42. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Penyusunan dan
Verifikasi Bagan Alir
Parameter Skor
0 1 2 3 4 5
1. Tersedia dokumentasi rincian seluruh
proses produksi. X
2. Bahan yang diolah dalam setiap proses
produksi sesuai dengan formula. X
3. Cara pengoprasian mesin atau peralatan
yang digunakan dalam produksi dilakukan
oleh karyawan produksi.
X
4. Pemantauan terhadap kondisi lingkungan
seperti waktu dan suhu dalam proses
produksi dilakukan oleh line leader.
X
5. Tersedia gambaran jelas mengenai titik
masuk dan bentuk keluaran dari proses
produksi.
X
Rata-Rata 1/20 x 100 = 5 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Rata-rata penilaian terhadap kesenjangan penerapan HACCP pada
penyusunan dan verifikasi bagan alir di PT. X sebesar 5 %, artinya penerapan
sistem HACCP dijalankan serta didokumentasikan dengan baik. Seluruh
persyaratan dipenuhi, aktivitas dokumentasi konsisten dan terkendali. PT. X
melakukan proses penyusunan diagram atau bagan alir oleh tim HACCP
dengan mengamati setiap langkah proses yang terjadi dalam proses produksi
untuk mendapatkan bagan atau diagram alir yang sesuai. Hal ini sangat
penting dimana diagram atau bagan alir nantinya akan menjadi acuan valid
atau tidaknya tim HACCP dalam menganalisa suatu bahaya yang terdapat
dalam proses produksi. Tim HACCP melakukan verifikasi apabila diagram
atau bagan alir telah tersusun. Verifikasi dilakukan untuk mendapatkan
kesesuaian terhadap rencana HACCP perusahaan kemudian melakukan
validasi terhadap diagram atau bagan alir yang sudah lengkap. Verifikasi
dilakukan dengan mendiskusikan diagram atau bagan alir yang telah disusun
135
oleh tim HACCP dengan bagian produksi kemudian disahkan oleh ketua tim
HACCP (Manager Plant perusahaan). Kegiatan validasi dilakukan setiap satu
tahun sekali.
6. Analisa Bahaya
Analisa Bahaya merupakan proses pendataan yang dilakukan oleh tim
HACCP terhadap seluruh jenis bahaya yang terdapat dalam proses produksi.
Analisa bahaya adalah tahap awal dari perancangan sistem HACCP. Bahaya
yang potensial kemudian akan dievaluasi apakah penting (signifikan) atau
tidak dengan menggunakan berbagai instrumen apabila terbukti signifikan
akan direkam dan disiapkan untuk analisis lanjut pada pemastian titik kendali
kritis (Critical Control Points). Penilaian kesenjangan pada variabel analisa
bahaya disajikan pada Tabel 43.
Tabel 43. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Analisa Bahaya
Parameter Skor
0 1 2 3 4 5
1. Pengecekan standar mutu yang ditetapkan
perusahaan mengenai kualitas bahan pangan
yang dilaksanakan oleh bagian FSQ.
X
2. Penggunaan bahan pangan yang akan
digunakan dijelaskan kepada karyawan oleh
Line Leader sebelum memulai produksi.
X
3. Diskusi dan pendataan untuk identifikasi
bahaya terhadap bahan pangan dilakukan
oleh Tim HACCP.
X
4. Penentuan cara pencegahan oleh tim
HACCP untuk mengurangi atau
menghilangkan bahaya terhadap bahan
pangan.
X
5. Pengawasan mutu bahan pangan
dilakukan oleh tim HACCP untuk
mengidentifikasi bahaya yang timbul pada
proses produksi.
X
6. Pengembangan metodologi pengolahan
dilakukan oleh tim HACCP yang dapat
mengurangi kontaminasi.
X
136
Parameter Skor
0 1 2 3 4 5
7. Pemantauan langkah dan kriteria produksi
dengan standar yang telah ditetapkan
dilakukan oleh tim HACCP.
X
8. Pengecekan terhadap kondisi mesin dan
peralatan yang dapat menimbulkan
kontaminasi terhadap produk (permukaan
tidak halus, mudah mengelupas, berkarat,
berlubang, terbuat dari bahan beracun)
dilakukan oleh tim HACCP.
X
9. Tersedia catatan terhadap penyimpangan
pengoprasian, perawatan, pembersihan,
pemeliharaan mesin yang dapat
menimbulkan kontaminasi pada produk.
X
10. Pengecekan terhadap tata letak mesin
dan peralatan pada setiap proses produksi
dilakukan oleh tim HACCP.
X
11. Pemantauan tim HACCP terhadap
karyawan melaksanakan instruksi kerja yang
telah ditetapkan perusahaan.
X
12. Pengendalian yang dilakukan tim
HACCP terhadap karyawan yang kurang
sehat agar tidak menimbulkan kontaminasi
silang.
X
13. Pengecekan tim HACCP terhadap
kondisi lingkungan pabrik, ruangan
produksi, ruang penyimpanan yang bersih
dan bebas dari sumber pencemaran.
X
14. Pengecekan tim HACCP terhadap
kondisi konstruksi struktur ruangan (lantai,
langit-langit, dinding, dan sebagainya) yang
tidak layak, tidak bersih, dan tidak mudah
untuk dilakukan pembersihan.
X
15. Pengecekan oleh tim HACCP terhadap
pengelolaan limbah hasil produksi. X
16. Pengecekan oleh tim HACCP terhadap
kemasan yang akan digunakan (mudah
penyok, sobek, mudah pecah).
X
17. Pemantauan oleh tim HACCP terhadap
cara penyimpanan produk yang dapat
menimbulkan bahaya/kontaminasi.
X
18. Pengendalian masa simpan dilakukan
oleh tim HACCP yang dapat mencegah
munculnya bahaya dan kontaminasi.
X
19. Bahan yang datang dari pemasok dicatat
oleh tim HACCP untuk memastikan bahwa
telah memenuhi persyaratan perusahaan.
X
Tabel 43. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Analisa Bahaya
137
Parameter Skor
0 1 2 3 4 5
20. Pengecekan oleh tim HACCP terhadap
kondisi atau kualitas bahan dan produk akhir
(penyebab bahaya) yang disesuaikan dengan
standar mutu perusahaan.
X
21. Tim HACCP melakukan tindakan
pencegahan terhadap bahaya yang
teridentifikasi pada proses produksi.
X
22. Terdapat pihak yang bertanggung jawab
dalam menentukan dan mendokumentasikan
penentuan CCP.
X
23. Penentuan oleh tim HACCP terhadap
objek yang akan dimonitor atau dipantau. X
24. Penentuan oleh tim HACCP terhadap
tempat atau lokasi pemantauan. X
25. Penentuan oleh tim HACCP mengenai
metode pemantauan (pengukuran fisik, dan
kimia, atau pengamatan sensori dan visual)
pada setiap batas kritis.
X
26. Penentuan oleh tim HACCP mengenai
jadwal dan frekuensi pemantauan pada setiap
batas kritis. X
27. Penentuan personel khusus untuk
melakukan pemantauan pada setiap batas
kritis dan melakukan pencatatan selama
proses pemantauan.
X
28. Penentuan personel yang bertanggung
jawab untuk melaksanakan masing-masing
tindakan koreksi dan melakukan pencatatan.
X
29. Penentuan tindakan/perlakuan khusus
terhadap produk yang dihasilkan dari proses
yang menyimpang.
X
Rata-Rata 19/145 x 100 = 13,10 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Rata-rata penilaian terhadap kesenjangan penerapan HACCP pada
analisa bahaya di PT. X sebesar 13,10 %, artinya penerapan sistem HACCP
dijalankan dan didokumentasikan hampir secara keseluruhan memenuhi
panduan HACCP namun, terdapat sedikit kelalaian dalam penerapannya. Tim
HACCP melakukan pengecekan standar mutu bahan pangan yang digunakan
kemudian menjelaskannya kepada karyawan produksi dengan cukup baik.
Tabel 43. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Analisa Bahaya
138
Kemudian tim HACPP melakukan diskusi dan pendataan untuk identifikasi
bahaya yang mungkin terjadi pada saat proses produksi dengan menggunakan
menggunakan data dari hasil laboratorium, pengawasan mutu perusahaan.
Bahaya yang teridentifikasi langsung dilakukan cara pencegahan untuk
mengurangi atau menghilangkan bahaya tersebut dan segera diterapkan oleh
seluruh karyawan produksi. PT. X mengkategorikan bahaya menjadi SCP
(Secure, Contain, Protect) dan CCP (Critical Control Point) dalam penerapan
sistem HACCP produksi kecap. Analisa bahaya bahan baku yaitu bungkil
kedelai, gandum, kulit gandum, garam, gula, bibit asli, serta bahan tambahan
lain tidak ditemukan SCP ataupun CCP karena seluruh bahan baku telah
dilakukan pengecekan COA (Certificate Of Analysist) saat bahan baku datang
ke pabrik. Analisa bahaya yang ditemukan terdapat pada proses pengolahan
produksi saat penyaringan sari kecap untuk menuju ke ruang pemasakan dan
ruang pencampuran dengan bahan tambahan lain. Penyaringan Perforated
Plate 4 mm dan penyaringan wire mesh dengan kekuatan 100 mesh terdeteksi
SCP dimana dapat terjadi kontaminasi fisik berupa serpihan bambu, plastik,
tali, pasir, serta kerikil yang akan ikut bersama sari kecap yang akan diolah.
Teridentifikasinya SCP ini mengharuskan perusahaan untuk selalu
mengamankan, dan melindungi proses tersebut agar kontaminasi tidak masuk
bersama produk yang diproduksi.
SCP selanjutnya terdapat pada proses penuangan dan penyaringan
kecap setelah melalui proses blending. Hal ini dapat terjadi kontaminasi fisik
berupa kotoran dari luar proses blending (selang penghubung), serpihan
139
kemasan plastik, atau karton. Kemudian pada proses magnetic trap termasuk
ke dalam SCP dimana proses ini bertujuan untuk menangkap besi ataupun
logam yang teridentifikasi berbahaya.
Critical Control Point (CCP) yang teridentifikasi pada proses
produksi kecap manis yaitu pada proses heating dan holding. Terdapat
beberapa mikroba tidak diinginkan atau melebihi batas. Selain itu, pada
penyaringan setelah proses cooling sebelum menuju ke tempat penampungan
kecap di Daily Tank juga termasuk ke dalam CCP. Pada saat penyaringan
dilakukan, memungkinkan terjadinya kontaminasi fisik dari lingkungan luar
masuk ke dalam kecap yang akan disimpan di penampungan kecap (Daily
Tank).
Proses pembilasan botol beling juga termasuk ke dalam CCP, dimana
pada saat botol dibilas masih dapat memungkinkan adanya kontaminasi fisik
seperti serangga, plastik, kardus yang tidak ikut terbilas oleh mesin. Hal ini
dikarenakan karena kinerja mesin yang tidak terlalu maksimal dan perlu
dilakukan perawatan serta pengecekan terhadap mesin pembilas botol beling.
7. Sistem Penyimpanan Catatan
Sistem penyimpanan catatan merupakan sistem atau prosedur yang
dipakai untuk menjamin bahwa semua petunjuk, standar, rujukan, dan
panduan yang telah dibuat selalu benar. Penilaian kesenjangan pada variabel
sistem penyimpanan catatan disajikan pada Tabel 44.
140
Tabel 44. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Sistem
Penyimpanan Catatan
Parameter Skor
0 1 2 3 4 5
1. Pengesahan dokumen HACCP oleh yang
dibuat perusahaan oleh Manager Plant. X
2. Tim HACCP melakukan identifikasi atau
penomoran dokumen HACCP. X
3. Distribusi dokumen oleh tim HACCP
kepada seluruh karyawan. X
4. Perubahan atau perbaikan dokumen
dilakukan oleh tim HACCP. X
5. Pemusnahan dokumen usang (tidak
dibiarkan menumpuk agar tidak terjadi
kesalahan terhadap pemahaman dokumen
HACCP yang baru).
X
Rata-Rata 5/25 x 100 = 20 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Rata-rata penilaian terhadap kesenjangan penerapan HACCP pada
sistem penyimpanan catatan di PT. X sebesar 20 %, artinya penerapan sistem
HACCP dijalankan dan didokumentasikan hampir secara keseluruhan
memenuhi panduan HACCP namun, terdapat sedikit kelalaian dalam
penerapannya. Perubahan atau perbaikan dokumen dilakukan oleh tim
HACCP. Perbaikan dokumen diberi penomoran sesuai dengan ketentuan
dokumen global kemudian disahkan oleh manager plant di PT. X. Perusahaan
tidak langsung melakukan pemusnahan terhadap dokumen usang atau tidak
terpakai. Dokumen tersebut tetap disimpan dan terdapat beberapa dokumen
yang belum dipisahkan antara dokumen usang dan dokumen yang telah
diperbaharui.
8. Prosedur Verifikasi Sistem HACCP
Prosedur verifikasi merupakan uraian mengenai metode yang
digunakan untuk rencana HACCP yang telah dibuat agar dapat berjalan sesuai
141
dan efektif. Penilaian kesenjangan pada variabel prosedur verifikasi sistem
HACCP disajikan pada Tabel 45.
Tabel 45. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Prosedur Verifikasi
Sistem HACCP
Parameter Skor
0 1 2 3 4 5
1. Verifikasi terhadap keseluruhan sistem
HACCP sesuai dengan panduan oleh tim
HACCP.
X
2. Prosedur verifikasi memiliki personel
sendiri (salah satu tim HACCP) yang
bertanggung jawab penuh dalam memeriksa
semua kesesuaian sistem.
X
3. Ketepatan diagram alir dan tata letak
dengan panduan yang telah disusun oleh
tim HACCP.
X
4. Pemantauan oleh tim HACCP mengenai
panduan yang berhubungan dengan
persyaratan dasar dengan faktual yang
terjadi di perusahaan.
X
5. Tersedia dokumentasi keluhan pelanggan
terhadap produk dan proses yang
berhubungan dengan keamanan pangan.
X
6. Validasi batas kritis dan peninjauan
ulang terhadap tindakan koreksi dilakukan
oleh tim HACCP.
X
7. Pengambilan sampel secara acak dan
pengujian produk oleh tim HACCP. X
8. Peninjauan oleh tim HACCP mengenai
hasil rekaman pemantauan CCP yang
terdapat di panduan HACCP.
X
9. Terdapat audit internal dan eksternal
terhadap implementasi sistem HACCP. X
10. Tersedia catatan/dokumentasi hasil
audit internal dan eksternal. X
11. Auditor internal berasal dari seluruh tim
HACCP. X
Rata-Rata 1/55 x 100 = 1,81 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Rata-rata penilaian terhadap kesenjangan penerapan HACCP pada
prosedur verifikasi sistem HACCP di PT. X sebesar 1,81 %, artinya penerapan
sistem HACCP dijalankan serta didokumentasikan dengan baik. Seluruh
142
persyaratan dipenuhi, aktivitas dokumentasi konsisten dan terkendali. PT. X
melakukan verifikasi sistem HACCP oleh tim HACCP untuk memastikan
bahwa diagram alir telah sesuai dengan kondisi di lapangan. Penerapan
HACCP di perusahaan teridentifikasi bahaya kemudian tim HACCP mencari
faktor yang menimbulkan bahaya atau kontaminasi terhadap produk.
9. Perubahan atau Revisi Dokumen
Perubahan atau revisi dokumen merupakan salah satu cara
pengendalian agar dokumen selalu sesuai dan merupakan suatu proses tindak
lanjut atas adanya perkembangan terhadap penerapan sistem HACCP.
Penilaian kesenjangan pada variabel perubahan atau revisi dokumen disajikan
pada Tabel 46.
Tabel 46. Kesenjangan Penerapan HACCP PT. X pada Variabel Perubahan atau
Revisi Dokumen
Parameter Skor
0 1 2 3 4 5
1. Tersedia rekaman hasil audit internal
dan pengaduan/saran dari konsumen. X
2. Terdapat personel yang bertanggung
jawab atas semua kegiatan perubahan
panduan HACCP.
X
3. Penerbitan ulang dan distribusi dokumen
baru untuk seluruh karyawan. X
4. Penarikan/pemusnahan dokumen usang
(tidak dibiarkan menumpuk). X
5. Pengesahan panduan baru oleh manager
plant perusahaan. X
6. Perubahan panduan telah disetujui
manager plant dan sesuai dengan hasil
verifikasi sistem HACCP yang dilakukan
oleh tim HACCP.
X
Rata-Rata 5/30 x 100 = 16,67 %
Sumber : Hasil Olah Data (2019)
143
Rata-rata penilaian terhadap kesenjangan penerapan HACCP pada
perubahan atau revisi dokumen di PT. X sebesar 16,67 %, artinya penerapan
sistem HACCP dijalankan dan didokumentasikan hampir secara keseluruhan
memenuhi panduan HACCP namun, terdapat sedikit kelalaian dalam
penerapannya. Pembaruan dokumen dilakukan oleh bagian Quality
Improvement, kemudian disahkan dan disetujui oleh manager plant dan
dipublikasikan agar seluruh karyawan mengetahui adanya perubahan Dalam
dokumen HACCP. Namun kegiatan publikasi ini jarang dilakukan oleh
perusahaan kepada karyawan produksi. Hal ini menyebabkan adanya miss
communication antara karyawan dengan pembaruan dokumen yang telah
dilakukan perusahaan terhadap sistem keamanan pangan yang berjalan dalam
perusahaan.
5.3. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan Sistem HACCP PT. X
Rekomendasi atau pelaksanaan tindak lanjut merupakan suatu
tindakan yang sangat penting. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan
efektivitas dari suatu sistem yang berjalan dalam suatu perusahaan.
Rekomendasi tindak lanjut dalam penelitian didapatkan dari hasil laporan
observasi lapang sistem HACCP, GMP, dan SSOP yang berjalan di PT. X.
5.3.1. Rekomendasi Tindak Lanjut Persyaratan Dasar Sistem HACCP
Berdasarkan hasil observasi lapang penerapan persyaratan dasar
sistem HACCP, terdapat beberapa variabel belum memenuhi panduan GMP
dan SSOP. Oleh karena itu, penulis merekomendasikan tindak lanjut untuk
perbaikan yang disajikan pada Tabel 47.
144
Tabel 47. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan GMP dan SSOP PT. X
Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
No
GAP
(Temuan
Ketidaksesuaian)
Target yang
Diinginkan
Rekomendasi Tindak
Lanjut
1. Lokasi
Lokasi pabrik tempat
produksi jauh dari
tempat kegiatan
industri/usaha dan
pemukiman kumuh.
- Melakukan
pengendalian
terhadap limbah
pabrik non pangan
yang berada di satu
kawasan agar
lingkungan tidak
tercemar.
- Membuat jadwal dan
melakukan kegiatan
pembersihan
lingkungan sekitar
luar pabrik secara
rutin setiap bulan.
2.
Bangunan
Konstruksi dinding,
atap, langit-langit,
pintu, jendela,
ventilasi yang tahan
lama, tahan air (tidak
bocor) mudah
dipelihara dan
dibersihkan.
Penerangan cukup dan
mudah untuk
dibersihkan.
- Melakukan
perawatan serta
pembersihan
terhadap dinding,
atap, langit-langit,
pintu, jendela serta
ventilasi secara rutin
setiap seminggu
sekali
- Menambah
penerangan
(pemasangan lampu)
dan mengganti
bahan pelindung
lampu dengan bahan
yang tidak mudah
pecah.
145
Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
No
GAP
(Temuan
Ketidaksesuaian)
Target yang
Diinginkan
Rekomendasi Tindak
Lanjut
3. Fasilitas Sanitasi
Kondisi toilet bersih
dan terawat, tersedia
tanda peringatan
mencuci tangan yang
baik dan benar setelah
menggunakan toilet,
tersedia penerangan
dan ventilasi yang
cukup pada area toilet,
tersedia fasilitas
pembilas sepatu kerja
di depan pintu masuk
ruang produksi
- Melakukan
perawatan pada
kondisi toilet
khususnya pada
toilet di area proses
pemasakan kecap,
dan membuat serta
menempelkan pada
setiap toilet yang ada
tentang peringatan
untuk mencuci
tangan yang baik
dan benar setelah
menggunakan toilet.
- Menyediakan
fasilitas pembilas
sepatu kerja pada
setiap area produksi.
4. Mesin dan Peralatan
Kondisi permukaan
mesin dan peralatan
yang kontak langsung
dengan bahan pangan
olahan halus, tidak
berlubang, tidak
mengelupas, tidak
menyerap air, dan
tidak berkarat.
Bahan perlengkapan
mesin/peralatan yang
terbuat dari kayu
selalu bersih.
- Melakukan tindakan
pengawasan,
pemeriksaan, dan
pemantauan
terhadap
penggunaan
mesin/peralatan
secara rutin (setiap
hari).
- Melakukan
perawatan dan
perbaikan mesin dan
peralatan yang
berkarat atau tidak
berfungsi dengan
baik
Tabel 47. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan GMP dan SSOP PT. X
146
Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
No
GAP
(Temuan
Ketidaksesuaian)
Target yang
Diinginkan
Rekomendasi Tindak
Lanjut
5. Bahan
Bahan yang digunakan
sesuai dengan standar
mutu perusahaan
Melakukan pengecekan
setiap hari khususnya
terhadap bahan baku agar
tidak terjadi lolosnya bahan
baku yang tidak sesuai
standar mutu perusahaan.
6. Laboratorium Laboratorium bersih
dan terawat
Melakukan perbaikan dan
perawatan laboratorium
khususnya pada
laboratorium mikrobiologi.
7. Karyawan
Karyawan tidak
makan, minum,
merokok, meludah,
atau melakukan
tindakan lain di tempat
produksi. Karyawan
mengenakan pakaian
kerja/pelindung diri
Melakukan peringatan
kepada karyawan yang
melakukan hal lain di area
produksi (mengambil
handphone yang sedang di
charger di area produksi) dan
menyiapkan selalu earplug,
masker, serta hairnet pada
setiap area produksi.
8. Pengemas
Kondisi penyimpanan
kemasan yang
higienis, terpisah dari
bahan baku dan
produk akhir
Melakukan pembersihan
rutin setiap hari terhadap
area penyimpanan kemasan
dan melakukan pengecekan
kemasan agar tidak
menimbulkan kontaminasi
terhadap produk akhir.
9. Penyimpanan
Kondisi ruang
penyimpanan (bahan
baku / produk akhir)
bersih, suhu sesuai,
penerangan cukup,
bebas hama, dan aliran
udara terjamin
Melakukan pembersihan dan
perawatan secara rutin setiap
hari terhadap penyimpanan
bahan baku, memperbaiki
penerangan di ruang
penyimpanan bahan baku.
10. Pemeliharaan dan
Program Sanitasi
Fasilitas produksi
dalam keadaan terawat
dengan baik
Melakukan pembersihan
setiap seminggu sekali
terhadap sepatu boot dan jas
lab yang digunakan
karyawan atau pengunjung.
Tabel 47. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan GMP dan SSOP PT. X
147
Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
No
GAP
(Temuan
Ketidaksesuaian)
Target yang
Diinginkan
Rekomendasi Tindak
Lanjut
11. Pengangkutan
Desain alat
pengangkutan mampu
mempertahankan suhu,
kelembaban, dan
kondisi penyimpanan
produk akhir dan
kondisi alat
pengangkutan bersih
- Melakukan
perawatan dan
pembersihan rutin
seminggu sekali
terhadap alat
pengangkutan baik
itu forklift maupun
pallet kayu yang
digunakan.
- Mengganti peralatan
seperti pallet yang
masih terbuat dari
kayu, atau
melakukan
pembersihan secara
rutin setiap hari
terhadap pallet yang
terbuat dari kayu.
12. Pelatihan
Seluruh karyawan
produksi mengikuti
pelatihan yang
diadakan oleh
perusahaan maupun
luar perusahaan
Mengadakan pelatihan
internal untuk karyawan
mengenai pentingnya
keamanan pangan dan safety
self secara rutin setiap
seminggu sekali.
Tabel 47. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan GMP dan SSOP PT. X
148
Penerapan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
No
GAP
(Temuan
Ketidaksesuaian)
Target yang
Diinginkan
Rekomendasi Tindak
Lanjut
1.
Kebersihan
Permukaan yang
Kontak dengan
Makanan
Permukaan mesin,
alat, dan perlengkapan
produksi dalam
kondisi baik (halus,
rata, tidak mengelupas,
tidak beracun,
terpelihara kebersihan
dan kondisi
sanitasinya)
- Melakukan
perbaikan atau
pemeliharaan
terhadap mesin
khususnya pada
mesin yang sudah
mengalami
pengelupasan dan
karat dengan
melakukan
pembersihan lebih
intensif pada mesin.
- Melakukan
pengecekan terhadap
tersedianya
perlengkapan
produksi seperti jas
lab, hairnet, masker,
covershoes pada
setiap loker yang
terdapat pada area
pinti masuk setiap
aktivitas produksi.
2.
Fasilitas dan
Sanitasi Cuci
Tangan dan Toilet
Adanya sosialisasi
mengenai pentingnya
program pencucian
dan sanitasi tangan
Mengadakan sosialisasi
setiap hari selama 3 kali
(shift 1, shift 2, dan shift 3)
mengenai pentingnya
aktivitas cuci tangan
sebelum memasuki area
produksi.
3.
Pengendalian
Kesehatan
Karyawan
Kondisi kebersihan
pribadi pekerja yang
baik, rapi, dan bersih
(rambut, kuku, kulit
dan sebagainya)
Melakukan pengecekan
terhadap rambut, kuku,
pakaian karyawan setiap hari
sebelum memulai kerja yang
dilakukan oleh setiap line
leader pada setiap area
produksi.
4. Pemberantasan
Hama
Keadaan pabrik atau
tempat produksi dalam
kondisi terawat dan
baik
Melakukan pembersihan
rutin setiap hari terhadap
area produksi dan
lingkungan sekitar produksi. Sumber : Hasil Observasi (2019)
Tabel 47. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan GMP dan SSOP PT. X
149
5.3.2. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan Sistem HACCP
Berdasarkan hasil observasi lapang penerapan sistem HACCP,
penerapan sistem HACCP dijalankan dan didokumentasikan hampir secara
keseluruhan memenuhi panduan HACCP namun, terdapat sedikit kelalaian
dalam penerapannya. Oleh karena itu, penulis merekomendasikan tindak
lanjut untuk perbaikan yang disajikan pada Tabel 48.
Tabel 48. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan HACCP PT. X
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
No
GAP
(Temuan
Ketidaksesuaian)
Target yang Diinginkan Rekomendasi
Tindak Lanjut
1. Tim HACCP
Adanya job description
yang tercantum dalam
struktur organisasi
panduan HACCP
Menambahkan job
description panduan
HACCP.
2. Analisa Bahaya
Bahan baku selalu
tersedia dan aman dari
kontaminasi yang ada
Melakukan
pemeriksaan bahan
baku setiap hari dan
pencatatan bahan
baku yang telah
diperiksa. agar tidak
terjadi kebusukan
bahan baku akibat
lamanya masa
penyimpanan.
3. Sistem Penyimpanan
Catatan
Pemusnahan dokumen
usang yang tidak terpakai
Melakukan
pemusnahan dengan
membakar dokumen
usang agar tidak
disalahgunakan atau
karyawan tidak keliru
terhadap dokumen
usang perusahaan.
150
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
No
GAP
(Temuan
Ketidaksesuaian)
Target yang Diinginkan Rekomendasi
Tindak Lanjut
4. Prosedur Verifikasi
Sistem HACCP
Validasi berjalan sesuai
dan efektif
Validasi yang
dilaksanakan setiap
setahun sekali
sebaiknya tidak hanya
dilaksanakan oleh
supervisor namun
diikuti oleh manager
plant, manager
produksi, dan
beberapa karyawan
bagian produksi agar
pimpinan atas segera
mengetahui langsung
kondisi yang terjadi
di lapangan dan dapat
langsung mengambil
tindakan perbaikan. Sumber : Hasil Olah Data (2019)
Tabel 48. Rekomendasi Tindak Lanjut Penerapan HACCP PT. X
151
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai penerapan sistem
HACCP dan penerapan sistem GMP dan SSOP di PT. X, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Rata-rata keseluruhan penyimpangan penerapan GMP sebesar 17,64% dan
untuk SSOP sebesar 19,27%. Terdapat 16 variabel dalam penerapan GMP,
dimana nilai penyimpangan tertinggi terdapat pada variabel pelatihan,
bangunan, dan lokasi dengan nilai masing-masing sebesar 50%, 47,73%,
dan 39,28%. Nilai penyimpangan terendah terdapat pada variabel label dan
keterangan produk, pengemas, dan bahan, dengan nilai masing-masing
sebesar 0%, 6,25%, dan 8,33%. Nilai penyimpangan pada variabel GMP
lainnya yaitu fasilitas sanitasi sebesar 22,22%, mesin dan peralatan sebesar
29,54%, pengawasan proses sebesar 14,06%, laboratorium sebesar
16,67%, karyawan sebesar 19,44%, penyimpanan sebesar 27,27%,
pemeliharaan sanitasi sebesar 27,5%, pengangkutan sebesar 33,33%,
produk akhir, dokumentasi dan pencatatan memiliki nilai penyimpangan
sama sebesar 25%. Terdapat 7 indikator dalam penerapan SSOP, dimana
nilai penyimpangan tertinggi terdapat pada kebersihan permukaan yang
kontak langsung dengan makanan sebesar 33,33%. Indikator keamanan
air, pelabelan dan penyimpanan bahan kimia memiliki nilai 0% artinya
tidak terdapat penyimpangan dan memenuhi panduan SSOP. Nilai
152
penyimpangan pada indikator SSOP lainnya yaitu pemberantasan hama
sebesar 30,76%, pencegahan kontaminasi silang sebesar 20,83%, fasilitas
sanitasi cuci tangan dan toilet serta pengendalian kesehatan karyawan
memiliki nilai penyimpangan sama sebesar 25%.
2. Rata-rata keseluruhan kesenjangan penerapan HACCP sebesar 12,09%,
artinya penerapan sistem HACCP dijalankan dan didokumentasikan
hampir secara keseluruhan memenuhi panduan HACCP, namun terdapat
sedikit kelalaian dalam penerapannya. Kesenjangan tertinggi terdapat pada
variabel pelaksanaan persyaratan dasar meliputi GMP dan SSOP dengan
nilai masing-masing rata-rata kesenjangan sebesar 17,64% dan 19,27.
Variabel deskripsi produk memiliki nilai 0% artinya tidak terdapat
kesenjangan dan penerapan sesuai dengan panduan HACCP. Kesenjangan
pada variabel lain yaitu tim HACCP sebesar 17,5%, analisa bahaya
sebesar 13,10%, perubahan dokumen sebesar 16,67%, penyusunan dan
verifikasi bagan alir sebesar 5%, prosedur verifikasi sistem HACCP
sebesar 1,81%, kebijakan mutu sebesar 10% dan penyimpanan catatan
sebesar 20%.
3. Rekomendasi tindak lanjut berdasarkan hasil observasi sebanyak 12
rekomendasi untuk penerapan GMP, 4 rekomendasi untuk penerapan
SSOP, dan 4 rekomendasi untuk penerapan HACCP. Rekomendasi tindak
lanjut untuk penerapan GMP meliputi lokasi, bangunan, fasilitas sanitasi,
mesin dan peralatan, bahan, laboratorium, karyawan, pengemas,
penyimpanan, pemeliharaan sanitasi, pengangkutan, dan pelatihan.
153
Rekomendasi tindak lanjut untuk penerapan SSOP meliputi kebersihan
permukaan yang kontak langsung dengan makanan, fasilitas sanitasi cuci
tangan dan toilet, pengendalian kesehatan karyawan, dan pemberantasan
hama. Rekomendasi tindak lanjut untuk penerapan HACCP meliputi tim
HACCP, analisa bahaya, sistem penyimpanan catatan, dan prosedur
verifikasi sistem HACCP.
6.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian peneliti memberikan beberapa saran
sesuai dengan hasil dari penelitian sebagai berikut :
1. Melakukan pengawasan terkait pelaksanaan dan pendokumentasian
penerapan sistem HACCP khususnya pada penerapan persyaratan dasar
HACCP yaitu GMP dan SSOP. Pengawasan ini sebaiknya dilaksanakan
rutin setiap hari, tidak hanya sebulan sekali saat performance monitoring.
Hal ini membuat tindakan perbaikan menjadi lebih cepat apabila terjadi
penerapan yang tidak sesuai atau belum sempurna.
2. Melakukan pelatihan karyawan produksi mengenai pentingnya penerapan
GMP, SSOP dan HACCP dimana karyawan produksi masih belum sadar
akan pentingnya sistem tersebut.
3. Melakukan perbaikan dan perawatan khususnya bangunan dan mesin
peralatan yang digunakan untuk kegiatan produksi. Hal ini dilakukan agar
penerapan sistem HACCP berjalan lebih optimal.
154
DAFTAR PUSTAKA
Antonius. 2011. Perancangan Program Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu ISO
9001:2008 berdasarkan Analisis Kesenjangan Kesiapan (GAP Analysis).
Depok : Universitas Indonesia. [Skripsi].
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Azwar, Saifuddin. 2012. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 1998. Sistem Analisa Bahaya dan
Pengendalian Titik Kritis (HACCP) Serta Pedoman Penerapannya.
Standar Nasional Indonesia. SNI 01-4852-1998.
Badan Pusat Statistik. 2018. Data Permintaan Kecap Manis di Indonesia.
Dewi, Anandya Surya. 2016. Pengkajian Pelaksanaan GMP dan Implementasi
Sistem HACCP di PT. CCBI Cikedokan Plant, Cikarang, Jawa Barat.
Bogor : Institut Pertanian Bogor. [Skripsi].
E-book Pangan. 2006. Model Rencana HACCP Industri Kecap.
Hermansyah et, al. 2012. Risiko Baru Penyakit Kardiovaskuler. Ethical Digest
2005 : 3 : 20 Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol. 1, No. 2. Februari
2012 : 79-83.
Istijanto. 2005. Riset Sumber Daya Manusia : Cara Praktis Mendeteksi Dimensi-
Dimensi Kerja Karyawan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kasiram, Moh. 2008. Metodologi Penelitian. Malang : UIN Malang Pers.
Kementrian Perindustrian RI. 2010. Peraturan Menteri Perindustrian Republik
Indonesia Tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan Yang Baik
(Good Manufacturing Practices) Nomor 75/M-IND/PER/7/2010.
Laelasari, Ela. 2015. Islam dan Keamanan Pangan. Ciputat : UIN Press.
Lisyanti. 2008. Evaluasi Penerapan Cara Produksi Yang Baik (Good
Manufacturing Practice) dan Penyusunan SSOP Industri Lidah Buaya di
PT. LibeBumi Abadi. Bogor : Sekolah Pascasarjana IPB. [Tesis].
Mansur, Stephanie Goulding. 2013. Penerapan Hazard Analysis And Critical
Control Point (HACCP) Produk Sashimi di Restoran Tomato Surabaya.
Surabaya : Universitas Kristen Petra. [Skripsi].
155
Moleong, Lexi J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT. Remaja
Rosdakarya.
Muchtadi, Deddy. 2010. Kedelai Komponen Untuk Kesehatan. Bandung :
Alfabeta.
Mutiarani, Citra Nour Aziz. 2015. Implementasi Sistem Keamanan Pangan
Berbasis HACCP dalam Proses Produksi Crackers Sandwich PT.
Mondelez Indonesia Manufacturing Cikarang Bekasi. Bogor : Institut
Pertanian Bogor. [Skripsi].
Peraturan Pemerintah Nomor 28. 2004. Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan.
Purwono dan Heni Purnamawati. 2007. Budidaya 8 Jenis Pangan Unggul. Depok
: Penebar Swadaya.
Rauf, Rusdin. 2013. Sanitasi Pangan dan HACCP. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Salim, Emil. 2012. Kiat Cerdas Wirausaha Aneka Olahan Kedelai. Yogyakarta :
Lily Publisher.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta.
Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta.
Surono, Ingrid, Agus Sudibyom Priyo Waspodo. 2016. Pengantar Keamanan
Pangan Untuk Industri Pangan. Jakarta : Deepublis.
Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control
Point). Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Zahra, Inas Tahir Nurfaidah. 2011. Evaluasi Good Halal Manufacturing Practice
(GHMP) di Mill MNO PT. ISM Bogasari Flour Mills. Makasar :
Universitas Hasanuddin. [Skripsi].
156
LAMPIRAN
157
Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Lokasi Lokasi adalah tempat
perusahaan beroperasi
atau tempat melakukan
kegiatan untuk
menghasilkan barang
atau jasa yang memiliki
letak dan kondisi bebas
dari sumber
pencemaran.
Letak pabrik bebas dari
sumber pencemaran.
- Lokasi pabrik tempat produksi jauh
dari daerah lingkungan yang
tercemar atau daerah tempat kegiatan
industri atau usaha. (min. 2km).
√ √
- Lokasi pabrik jauh dari tempat
pembuangan sampah umum atau
pemukiman penduduk kumuh (min.
2km).
√ √
Keadaan lingkungan
tempat produksi bebas
dari sumber pencemaran.
- Lingkungan pabrik bersih dan bebas
dari tumpukan sampah. √
- Lingkungan pabrik bebas dari
semak-semak atau daerah sarang
hama.
√
- Pabrik tempat produksi berada di
daerah bebas banjir atau tidak mudah
tergenang air.
√
- Kondisi jalan menuju pabrik tempat
produksi tidak menimbulkan debu
atau genangan air dan tersedia
saluran air yang mudah dibersihkan.
√
- Lingkungan di luar tempat produksi
yang terbuka tidak digunakan untuk
kegiatan produksi. √
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
158
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Bangunan Bangunan adalah
tempat atau ruangan
yang digunakan untuk
melakukan kegiatan
produksi atau
penyimpanan makanan
yang sesuai dengan
hygiene pangan olahan.
Desain ruangan pabrik
sesuai dengan persyaratan
hygiene pangan olahan.
- Desain dan tata letak (layout) bagian
dalam ruangan (pengolahan) sesuai
dengan urutan proses produksi.
√
- Desain bangunan dan ruangan sesuai
dengan jenis pangan olahan yang
diproduksi.
√
- Penerangan dalam ruang produksi
cukup dan mudah untuk dibersihkan. √
Tata letak ruangan pabrik
memenuhi persyaratan
hygiene pangan olahan.
- Konstruksi dinding yang tahan lama,
terbuat dari bahan yang tahan lama,
mudah dipelihara dan dibersihkan.
√
- Konstruksi atap yang tahan lama,
tahan air (tidak bocor) mudah
dipelihara dan dibersihkan.
√
- Konstruksi langit-langit yang tidak
berlubang dan tidak retak, tidak
terkelupas serta terbuat dari bahan
yang tahan lama.
√
- Konstruksi lantai yang tahan lama,
pengaliran air lancar dan tidak
tergenang, mudah dibersihkan,
permukaan rata dan tidak licin, kedap
air, lantai dan dinding tidak
membentuk siku-siku.
√
- Pintu terbuat dari bahan yang kuat
dan tahan lama, mudah dipelihara
dan mudah dibersihkan dan mudah
ditutup dengan baik.
√
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
159
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Bangunan Bangunan adalah
tempat atau ruangan
yang digunakan untuk
melakukan kegiatan
produksi atau
penyimpanan makanan
yang sesuai dengan
hygiene pangan olahan.
Tata letak ruangan pabrik
memenuhi persyaratan
hygiene pangan olahan.
- Jendela dibuat dari bahan yang tahan
lama, tidak mudah pecah serta
mudah dipelihara dan dibersihkan.
Jumlah dan ukuran jendela sesuai
dengan besarnya bangunan (jarak
dengan lantai minimal 1m).
√
- Ventilasi yang cukup dan dapat
menjamin peredaran udara dengan
baik dan dapat menghilangkan uap,
gas, asap, bau, debu dan panas dan
dilengkapi dengan kasa pencegah
serangga.
√
- Permukaan tempat kerja yang kontak
dengan bahan pangan olahan dalam
kondisi baik, tahan lama, mudah
dipelihara dan dibersihkan.
√
Fasilitas Sanitasi Fasilitas Sanitasi adalah
sarana yang digunakan
dalam usaha
pencegahan penyakit
atau mengatur faktor-
faktor lain yang
berkaitan dengan
perpindahan penyakit.
Sarana penyediaan air
bersih dan air minum
yang digunakan
memenuhi persyaratan
mutu air.
- Tersedia pipa-pipa dan penampungan
air untuk mengalirkan air dengan
kondisi terawat dan bersih.
√
- Sumber air bersih dan air minum dan
air produksi berasal dari PAM. √ √
- Kualitas air yang digunakan
memenuhi Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 2017 tentang
Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan dan Persyaratan
Kesehatan Air.
√ √
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
160
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Fasilitas Sanitasi Fasilitas Sanitasi adalah
sarana yang digunakan
dalam usaha
pencegahan penyakit
atau mengatur faktor-
faktor lain yang
berkaitan dengan
perpindahan penyakit.
Sarana penyediaan air
bersih dan air minum
yang digunakan
memenuhi persyaratan
mutu air.
- Air yang tidak digunakan untuk
produksi memiliki sistem yang
terpisah dengan air untuk konsumsi /
air minum / untuk kebutuhan
produksi.
√
- Sistem pemipaan dibedakan antara
air minum atau air yang kontak
langsung dengan bahan pangan
olahan dengan air yang tidak kontak
langsung dengan pangan olahan.
√
- Tersedia sumber air bersih yang
digunakan untuk kegiatan
pembersihan/pencucian dengan
kondisi yang layak.
√
- Tersedia sumber air mengalir (kran
air), tempat sampah yang tertutup,
bak air, sabun, kloset, serta fasilitas
pencuci tangan seluruh area
produksi.
√
Sarana pembuangan air
dan limbah mencukupi
dan desain sesuai dengan
persyaratan hygiene
pangan olahan.
- Tersedia saluran pembuangan air,
limbah cair, semi padat/padat, gas,
dan saluran pembuangan limbah
terolah.
√
- Tersedia wadah untuk limbah bahan
berbahaya dan diberi tanda serta
tertutup rapat. √
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
161
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Fasilitas Sanitasi Fasilitas Sanitasi adalah
sarana yang digunakan
dalam usaha
pencegahan penyakit
atau mengatur faktor-
faktor lain yang
berkaitan dengan
perpindahan penyakit.
Sarana pembuangan air
dan limbah mencukupi
dan desain sesuai dengan
persyaratan hygiene
pangan olahan.
- Desain dan konstruksi sistem
pembuangan air dan limbah yang
dapat mencegah risiko pencemaran
pangan olahan, air minum, dan air
bersih terpisah dari area produksi.
√ √
- Tersedia tempat pembuangan limbah
padat dan cair. √ √
Sarana toilet, fasilitas cuci
tangan, ganti pakaian
karyawan, dan pembilas
sepatu seluruh area
produksi mencukupi.
- Kondisi toilet bersih dan terawatt. √
- Letak toilet tidak terbuka langsung
ke ruang pengolahan dan selalu
tertutup.
√
- Tersedia tanda peringatan mencuci
tangan yang baik dan benar setelah
menggunakan toilet.
√
- Tersedia penerangan dan ventilasi
yang cukup pada area toilet. √
- Tersedia fasilitas cuci tangan di
depan pintu masuk seluruh ruang
produksi.
√
- Tersedia fasilitas ganti pakaian yang
dilengkapi tempat menyimpan
pakaian kerja/pakaian luar terpisah.
√
- Tersedia Fasilitas pembilas sepatu
kerja di depan pintu masuk ruang
produksi. √
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
162
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Mesin dan
Peralatan
Mesin dan peralatan
adalah suatu fasilitas
untuk membantu dalam
proses produksi yang
memiliki desain dan
tata letak bebas dari
sumber pencemaran
dan menjamin mutu
yang dihasilkan.
Desain mesin dan
peralatan menjamin mutu
dan keamanan produk
yang dihasilkan.
- Mesin/peralatan yang digunakan
sesuai dengan jenis produksi. √ √
- Tidak menimbulkan pencemaran
terhadap produk oleh jasad renik,
bahan logam yang terlepas dari
mesin/peralatan.
√
- Setiap mesin/peralatan berfungsi
sesuai dengan kegunaan dalam
proses produksi.
√
- Mesin/peralatan yang digunakan
dalam proses produksi mudah
dipantau dan diawasi.
√
- Mesin/peralatan dilengkapi dengan
alat pengatur dan pengendali
kelembapan, aliran udara, yang
mempengaruhi keamanan pangan
produk.
√
- Mesin/peralatan yang terbuat dari
kayu selalu dibersihkan untuk
menjamin sanitasi agar tidak
menimbulkan kontaminasi.
√ √
Tata letak mesin dan
peralatan bebas dari
pencemaran yang
memenuhi persyaratan
hygiene pangan olahan.
- Kondisi permukaan mesin dan
peralatan yang kontak langsung
dengan bahan pangan olahan halus,
tidak berlubang, tidak mengelupas,
tidak menyerap air, dan tidak
berkarat.
√
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
163
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Mesin dan
Peralatan
Mesin dan peralatan
adalah suatu fasilitas
untuk membantu dalam
proses produksi yang
memiliki desain dan
tata letak bebas dari
sumber pencemaran
dan menjamin mutu
yang dihasilkan.
Tata letak mesin dan
peralatan bebas dari
pencemaran yang
memenuhi persyaratan
hygiene pangan olahan.
- Mesin dan peralatan produksi terbuat
dari bahan yang tahan lama, tidak
beracun, tidak larut, mudah
dipindahkan/dibongkar pasang, dan
mudah dibersihkan.
√
- Tata letak mesin/peralatan produksi
sesuai dengan urutan proses
produksi.
√
Pemeriksaan seluruh
mesin dan peralatan area
produksi.
- Tindakan pengawasan, pemeriksaan,
dan pemantauan terhadap
penggunaan mesin/peralatan
dilakukan setiap hari oleh karyawan
produksi.
√
- Alat ukur yang terdapat pada
mesin/peralatan selalu diperiksa
keakuratannya oleh karyawan
produksi.
√
Bahan Bahan adalah sebuah
masukan (bahan baku,
bahan tambahan
pangan, bahan
penolong) dalam proses
produksi dari hasil
pertanian (nabati atau
hewani) untuk
menghasilkan produk
akhir.
Tersedianya bahan baku,
bahan tambahan pangan ,
bahan penolong untuk
produksi yang tidak
membahayakan bagi
kesehatan manusia.
- Formula dasar bahan sesuai dengan
jenis dan persyaratan mutu bahan. √ √
- Bahan yang digunakan selalu
diperiksa agar tidak ada yang rusak,
busuk, atau mengandung bahan
berbahaya.
√ √
- Penggunaan BTP pada produk sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan
dan memiliki izin untuk digunakan. √
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
164
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Bahan Bahan adalah sebuah
masukan (bahan baku,
bahan tambahan
pangan, bahan
penolong) dalam proses
produksi dari hasil
pertanian (nabati atau
hewani) untuk
menghasilkan produk
akhir.
Tersedianya bahan baku,
bahan tambahan pangan ,
bahan penolong untuk
produksi yang tidak
membahayakan bagi
kesehatan manusia.
- Kualitas air yang digunakan untuk
proses produksi memenuhi standar
baku air produksi.
√ √
- Tindakan penanganan dan
pemeliharaan terhadap penggunaan
air sisa produksi dilakukan setiap
hari oleh karyawan produksi.
√ √
- Tindakan pemantauan terhadap air,
es, dan uap panas dilakukan oleh
karyawan produksi agar tidak
terkontaminasi bahan berbahaya dari
luar.
√ √
Pengawasan
Proses
Pengawasan proses
adalah tindakan
pencegahan melalui
pengawasan yang ketat
terhadap kemungkinan
timbulnya bahaya pada
proses produksi.
Pengawasan pengolahan
proses produksi agar tidak
terjadi kontaminasi
produk.
- Terdapat perancangan dan
pemantauan yang dilakukan
supervisor terkait dengan proses
pengolahan.
√
- Terdapat deskripsi/penjelasan
mengenai jenis dan jumlah bahan
yang digunakan, tahap produksi,
langkah yang perlu diperhatikan
selama proses produksi, dan
informasi lain yang diperlukan pada
proses pengolahan.
√ √
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
165
Pengawasan
Proses
Pengawasan proses
adalah tindakan
pencegahan melalui
pengawasan yang ketat
terhadap kemungkinan
timbulnya bahaya pada
proses produksi.
Pengawasan pengolahan
proses produksi agar tidak
terjadi kontaminasi
produk.
- Terdapat informasi tertulis mengenai
nama produk, tanggal dan kode
produksi, jenis dan jumlah bahan
yang digunakan, tahap pengolahan,
jumlah hasil pengolahan pada saat
produksi akan berlangsung.
√
- Pengawasan terhadap waktu dan
suhu dilakukan oleh karyawan pada
saat produksi berlangsung.
√ √
- Pengawasan pada pengisian produk
dilakukan setiap hari oleh karyawan
produksi untuk mencegah masuknya
bahan asing ke produk.
√ √
- Pengawasan terhadap kondisi
kebersihan fasilitas sanitasi area
produksi.
√ √
- Karyawan produksi menggunakan
perlengkapan lengkap selama proses
produksi (seragam, topi, sepatu,
masker) dan selalu mencuci tangan
sebelum masuk tempat produksi.
√
- Kondisi permukaan peralatan dan
lantai tempat produksi bersih. √
- Lampu di tempat pengolahan,
pengemasan, penyimpanan
dilindungi dengan bahan yang tidak
mudah pecah.
√
- Pengawasan setiap hari oleh
supervisor terhadap keadaan
lingkungan luar area produksi.
√ √
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
166
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Pengawasan
Proses
Pengawasan proses
adalah tindakan
pencegahan melalui
pengawasan yang ketat
terhadap kemungkinan
timbulnya bahaya pada
proses produksi.
Pengawasan bahan yang
digunakan agar tidak
terjadi kontaminasi
sebelum digunakan.
- Pemeriksaan dan pengujian bahan
secara organoleptik, fisik, kimia dan
mikrobiologi oleh bagian QC.
√ √
- Bahan yang digunakan sesuai mutu
yang telah ditetapkan. √ √
- Bahan yang memenuhi standar
dicatat oleh bagian QC. √
- Bahan yang beracun disimpan jauh
atau terpisah dari tempat
penyimpanan pangan dan diberi label
dengan jelas.
√
- Bahan baku, bahan yang telah diolah,
dan produk akhir disimpan terpisah. √
- Bahan atau barang yang tidak
berhubungan dengan proses produksi
disimpan terpisah.
√
Produk Akhir Produk akhir adalah
produk makanan atau
minuman hasil proses
dengan cara atau
metoda tertentu dengan
atau tanpa bahan
tambahan.
Produk akhir dengan
mutu yang memenuhi
standar dan persyaratan
yang ditetapkan.
- Terdapat spesifikasi produk akhir
yang dihasilkan. √ √
- Produk akhir yang dihasilkan
memenuhi persyaratan atau standar
mutu produk. √ √
- Produk akhir yang belum memenuhi
standar segera dilakukan
penanganan.
√
- Pemeriksaan mutu dan keamanan
produk akhir di gudang penyimpanan
oleh supervisor sebelum di release.
√ √
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
167
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Laboratorium Laboratorium adalah
suatu ruangan atau
bangunan atau tempat
untuk mengadakan
percobaan
(penyelidikan,
pengujian dan lainnya)
yang berhubungan
dengan ilmu fisika,
kimia, dan biologi.
Penggunaan laboratorium
untuk mrngukur
keamanan produk yang
diproduksi.
- Tersedia laboratorium untuk
melakukan pemeriksaan dan
pengujian mutu terhadap bahan baku
dan produk akhir.
√
- Proses kalibrasi untuk semua alat
ukur yang dilakukan oleh QC. √ √
- Penggunaan laboratorium sesuai
dengan Good Laboratorium
Practices (GLP) dan ISO 17025. √
Karyawan
Karyawan adalah setiap
orang dengan kondisi
baik dan mematuhi
SOP yang akan
melakukan pekerjaan
untuk menghasilkan
barang/jasa dalam suatu
peusahaan.
Kondisi atau keadaan
karyawan yang tidak
mencemari produk.
- Karyawan dalam keadaan sehat,
bebas dari luka, atau penyakit kulit
atau hal lain yang diduga
mengakibatkan pencemaran terhadap
produk.
√
Karyawan menggunakan
perlengkapan/atribut
sesuai SOP perusahaan
- Karyawan mengenakan pakaian
kerja/pelindung diri sesuai dengan
prosedur atau persyaratan hygiene
bagi karyawan. (sarung tangan, tutup
kepala, masker, dan sepatu).
√
- Karyawan dalam unit pengolahan
tidak memakai perhiasan, jam
tangan, atau benda lainnya yang
dapat mencemari produk.
√
Aktivitas karyawan
memenuhi SOP agar tidak
mencemari produk.
- Karyawan mencuci tangan sebelum
melakukan pekerjaan. √
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
168
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Karyawan Karyawan adalah setiap
orang dengan kondisi
baik dan mematuhi
SOP yang akan
melakukan pekerjaan
untuk menghasilkan
barang/jasa dalam suatu
peusahaan.
Aktivitas karyawan
memenuhi SOP agar tidak
mencemari produk.
- Karyawan tidak makan, minum,
merokok, meludah, atau melakukan
tindakan lain di tempat produksi
yang dapat mengakibatkan
pencemaran produk.
√
Pengendalian perusahaan
terhadap karyawan agar
tidak mencemari produk.
- Tindakan pengendalian dilakukan
dengan mengistirahatkan, memberi
izin pulang, tidak diperbolehkan
masuk ke ruang produksi jika
ditemukan kondisi kesehatan
karyawan yang dapat mencemari
produk.
√ √
- Tersedianya penanggung jawab
bidang produksi. √
- Tersedianya penanggung jawab
bidang pengawasan mutu/keamanan
pangan olahan.
√
- Terdapat prosedur bagi pihak luar
yang akan memasuki area produksi. √
Pengemas Pengemas adalah
wadah atau
pembungkus dengan
desain untuk
melindungi produk dan
dilengkapi dengan
informasi tentang
produk tersebut.
Bahan kemasan yang
dapat mempertahankan
mutu dan melindungi
produk.
- Bahan kemasan tidak mudah
larut/melepaskan senyawa yang
dapat membahayakan
kesehatan/mempengaruhi mutu
produk. √
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
169
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Pengemas Pengemas adalah
wadah atau
pembungkus untuk
melindungi produk di
dalamnya dan
dilengkapi dengan
informasi tentang
produk tersebut.
Desain dan jenis kemasan
yang dapat
mempertahankan mutu.
- Jenis kemasan dapat melindungi dan
mempertahankan produk dalam
jangka waktu yang lama (minimal
hingga waktu kadaluarsa produk).
√ √
- Desain kemasan yang dapat
memberikan perlindungan terhadap
produk (mencegah kerusakan,
memperkecil kontaminasi).
√
Kondisi penyimpanan
kemasan agar produk
tidak tercemar.
- Kondisi penyimpanan kemasan yang
higienis, terpisah dari bahan baku
dan produk akhir.
√
Label dan
Keterangan
Produk
Label dan keterangan
produk adalah
keterangan mengenai
pangan olahan yang
berbentuk gambar,
tulisan, kombinasi
keduanya atau dalam
bentuk lain yang
terdapat pada pangan
olahan.
Label dan keterangan
produk yang jelas pada
setiap kemasan produk
atau pangan olahan.
- Adanya informasi mengenai nama
produk, komposisi, tanggal dan kode
produksi, tanggal kadaluwarsa, cara
penyajian, cara penyimpanan,
sasaran konsumen.
√
- Penggunaan label yang berbeda
untuk setiap jenis produk yang
dihasilkan.
√
- Label yang digunakan mengikuti
peraturan yang dibuat konsumen atau
ketentuan dari pemerintah.
√ √
Penyimpanan Penyimpanan adalah
upaya mengelola
barang atau produk
untuk menjamin
ketersedian produk bila
dibutuhkan.
Cara penyimpanan bahan
dan produk akhir yang
dapat mencegah
penurunan mutu.
- Penyimpanan bahan baku dan produk
akhir terpisah.
√
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
170
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Penyimpanan Penyimpanan adalah
upaya mengelola
barang atau produk
untuk menjamin
ketersedian produk bila
dibutuhkan.
Cara penyimpanan bahan
dan produk akhir yang
dapat mencegah
penurunan mutu.
- Penyimpanan bahan baku / produk
akhir tidak menyentuh lantai (min.
15 cm), tidak menempel dinding
(min. 5cm) dan jauh dari langit-langit
(min. 60cm).
√
- Adanya pemasangan tanda dan
penempatan secara terpisah antara
bahan dan produk yang belum dan
sudah diperiksa.
√
- Penggunaan catatan dalam
penyimpanan bahan/produk akhir
untuk memudahkan mengidentifikasi
dan memeriksa bahan dan produk.
√ √
- Penyimpanan bahan berbahaya
terpisah dari bahan pangan/ produk
akhir dan memiliki ruangan
tersendiri.
√
- Tindakan pengawasan terhadap
penyimpanan bahan/produk akhir
dilakukan setiap hari oleh supervisor
terkait.
√ √
Kondisi penyimpanan
yang menjaga keamanan
pangan produk olahan.
- Kondisi ruang penyimpanan (bahan
baku / produk akhir) bersih, suhu
sesuai, penerangan cukup, bebas
hama, dan aliran udara terjamin.
√
- Kondisi penyimpanan wadah dan
pengemas yang bersih, rapih dan
teratur.
√
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
171
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Penyimpanan Penyimpanan adalah
upaya mengelola
barang atau produk
untuk menjamin
ketersedian produk bila
dibutuhkan.
Kondisi penyimpanan
yang menjaga keamanan
pangan produk olahan.
- Kondisi penyimpanan label yang
bersih, rapih dan teratur. √
- Kondisi penyimpanan mesin atau
peralatan dalam kondisi bersih, rapih
dan teratur. √
Pemeliharaan dan
Program Sanitasi
Pemeliharaan dan
program sanitasi adalah
proses, cara, tindakan
untuk menjaga kondisi
dan kebersihan fasilitas
produksi (bangunan,
mesin produksi, alat
dan perlengkapan dan
peralatan produksi
lainnya).
Pemeliharaan dan
Pengawasan kegiatan
pembersihan dan sanitasi
dalam menjaga dan
memelihara kondisi dan
kebersihan fasilitas
produksi.
- Fasilitas produksi dalam keadaan
terawat dengan baik sesuai SOP
perusahaan. √
- Mesin/peralatan yang berhubungan
langsung dan tidak berhubungan
langsung dengan bahan dan produk
dalam keadaan bersih dan diletakkan
sesuai tempatnya.
√
- Alat angkut atau alat pemindahan
barang dalam keadaan bersih. √
- Pengawasan / pemeriksaan oleh
supervisor terkait terhadap ketepatan
dan keefektifan program sanitasi
yang dilakukan oleh karyawan
produksi setiap hari.
√
- Pengawasan terhadap bahan-bahan
yang masuk ke dalam pabrik
dilakukan oleh bagian FSQ. √ √
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
172
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Pemeliharaan dan
Program Sanitasi
Pemeliharaan dan
program sanitasi adalah
proses, cara, tindakan
untuk menjaga kondisi
dan kebersihan fasilitas
produksi (bangunan,
mesin produksi, alat
dan perlengkapan dan
peralatan produksi
lainnya).
Pembersihan dan sanitasi
seluruh fasilitas produksi
agar bebas dari
kontaminasi.
- Kegiatan pembersihan fasilitas
produksi dilakukan sesuai metode
dan dilakukan secara rutin dan
berkala
√ √
- Kegiatan pembersihan dan sanitasi
dicatat rutin oleh karyawan produksi. √
Tindakan pengendalian
dalam menjaga
kebersihan fasilitas dan
limbah produksi.
- Limbah yang dihasilkan dari proses
produksi tidak dibiarkan menumpuk,
segera ditangani, diolah, atau
dibuang setelah melakukan kegiatan
produksi.
√ √
- Limbah padat segera dikumpulkan
untuk dikubur, dibakar atau diolah √
- Pengolahan limbah cair dilakukan
secara rutin oleh bagian PAL
sebelum dialirkan ke luar pabrik
(kondisi air harus bening dan bersih).
√
Pengangkutan Pengangkutan adalah
kegiatan transportasi
dalam memindahkan
barang atau produk dari
satu tempat ke tempat
lain.
Desain wadah atau alat
pengangkutan yang dapat
menghindari kerusakan
dan penurunan mutu serta
keamanan pangan olahan.
- Desain wadah/alat pengangkutan
mudah dibersihkan. √
- Wadah/alat pengangkutan di desain
agar tidak mencemari produk. √
- Desain wadah/alat pengangkutan
yang mampu mempertahankan suhu,
kelembaban, dan kondisi
penyimpanan produk akhir.
√
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
173
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Pengangkutan Pengangkutan adalah
kegiatan transportasi
dalam memindahkan
barang atau produk dari
satu tempat ke tempat
lain.
Kondisi wadah atau alat
pengangkutan yang
menjaga keamanan
pangan olahan.
- Keadaan wadah/alat pengangkut
bebas dari kotoran yang dapat
mencemari produk. √
- Wadah atau alat pengangkut
dibedakan untuk setiap jenis
produksi dan dibersihkan setiap hari
oleh karyawan produksi.
√
- Tersedia jadwal pemeliharaan
pembersihan wadah atau alat
pengangkutan untuk menjaga kondisi
agar tetap bersih.
√
Dokumentasi dan
Pencatatan
Dokumentasi dan
pencatatan adalah
proses pengumpulan,
pemilihan, pengolahan,
penyimpanan, serta
pengendalian distribusi
mengenai informasi
tertentu.
Adanya dokumentasi dan
pencatatan untuk
meningkatkan jaminan
mutu dan keamanan
produk, mencegah produk
melampaui batas
kadaluarsa, dan
meningkatkan keefektifan
sistem pengawasan
pangan olahan.
- Kegiatan pencatatan lengkap pada
setiap proses produksi. √
- Terdapat prosedur metode
pengendalian distribusi, akses,
pengambilan/penggunaan dokumen.
√
- Terdapat prosedur tentang
penempatan atau penyimpanan
dokumen dan dilakukan dengan baik,
rapih, dan teratur.
√
- Tersedia dokumentasi terkait bahan
yang masuk, proses produksi, jumlah
dan tanggal produksi, distribusi,
inspeksi, dan pengujian, penarikan
produk, penyimpanan, pembersihan
dan sanitasi, kontrol hama, kesehatan
karyawan, pelatihan.
√
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
174
Variabel Deskripsi Indkator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Pelatihan Pelatihan adalah
aktivitas dalam
meningkatkan keahlian
dan pengetahuan
karyawan secara
sistematis sehingga
mampu memiliki
kinerja yang
professional di
bidangnya.
Terdapat kegiatan
pengembangan keahlian
dan pengetahuan yang
berkaitan dengan mutu
dan keamanan produk.
- Pelatihan penyuluhan yang terkait
dengan dasar-dasar hygiene
karyawan.
√
- Pelatihan penyuluhan faktor yang
menyebabkan penurunan mutu
produk
√
- Pelatihan penyuluhan faktor yang
mengakibatkan penyakit dan
keracunan melalui pangan olahan.
√
- Pelatihan penyuluhan cara produksi
pangan yang baik. √
- Pelatihan penyuluhan prinsip dasar
pembersihan dan sanitasi. √
- Pelatihan penyuluhan penanganan
bahan pembersih atau bahan kimia
berbahaya.
√
- Adanya bukti absensi kegiatan
pelatihan yang rutin dan efektif. √
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 1. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
175
Lampiran 2. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Keamanan Air Keamanan air adalah
kondisi air yang bebas
dari bahaya
(mikrobiologis, fisika,
dan kimia) sehingga
tidak mengganggu dan
membahayakan
kesehatan.
Saluran pemipaan air
yang bebas dari sumber
pencemaran.
- Saluran pemipaan air untuk kegiatan
produksi/non produksi terpisah. √
Aktivitas karyawan yang
menjaga keamanan air
dalam proses produksi.
- Water treatment terhadap air untuk
proses produksi yang dilakukan oleh
karyawan.
√ √
- Inspeksi visual, sampling dan
pengujian kualitas sumber air yang
dilakukan oleh karyawan produksi.
√
Sarana air produksi dan
sanitasi memenuhi
persyaratan mutu air.
.
- Kualitas air yang digunakan
memenuhi persyaratan air minum/air
bersih menurut Kemeterian
Kesehatan mengenai standard baku
air.
√ √
- Kualitas air yang digunakan untuk
pembersihan/sanitasi
bangunan/ruangan memenuhi SOP
perusahaan.
√ √
Tindakan koreksi dan
dokumentasi terhadap
kondisi air yang bebas
dari bahaya.
- Tindakan koreksi apabila terdapat
penyimpangan terhadap standar atau
ketentuan lain.
√
- Tersedia rekaman/catatan pengujian
kualitas air.
√
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
176
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Kebersihan
Permukaan yang
Kontak dengan
Makanan
Keadaan permukaan
yang kontak langsung
dengan makanan
(mesin, alat dan
perlengkapan
produksi)yang bebas
dari kotoran sehingga
tidak memungkinkan
terjadinya kontaminasi.
Kondisi atau keadaan
permukaan yang kontak
langsung dengan makanan
bebas dari pencemaran.
- Permukaan mesin, alat, dan
perlengkapan produksi dalam kondisi
baik (halus, rata, tidak mengelupas,
tidak beracun, terpelihara kebersihan
dan kondisi sanitasinya).
√
- Kondisi sarung tangan dan pakaian
luar pekerja yang bersih dan layak. √
Aktivitas karyawan
produksi dalam menjaga
kebersihan permukaan
yang kontak langsung
dengan makanan.
- Pembersihan dan sanitasi terhadap
permukaan yang kontak langsung
dengan produk dilakukan setiap hari
sesuai dengan SOP.
√ √
- Pemantauan dan pemeriksaan
terhadap kondisi kebersihan
permukaan yang kontak langsung
dengan produk.
√
- Tindakan koreksi apabila kondisi
permukaan yang kontak langsung
dengan produk tidak baik, tidak
bersih, dan menimbulkan
kontaminasi.
√
- Pencatatan kegiatan pembersihan dan
sanitasi permukaan yang kontak
dengan makanan.
√
Pencegahan
Kontaminasi
Silang
Suatu kondisi
pencegahan terhadap
pencemaran yang akan
terjadi pada proses
produksi.
Tindakan/upaya
mencegah agar tidak
terjadi perpindahan
kuman atau bahaya lain
dari pekerja.
- Karyawan produksi selalu mencuci
tangan sesuai prosedur hygiene bagi
karyawan. √
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 2. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
177
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Pencegahan
Kontaminasi
Silang
Suatu kondisi
pencegahan terhadap
pencemaran yang akan
terjadi pada proses
produksi.
Tindakan/upaya
mencegah agar tidak
terjadi perpindahan
kuman atau bahaya lain
dari pekerja.
- Penggunaan pakaian kerja karyawan
sesuai dengan SOP perusahaan. √
- Karyawan tidak diperkenankan
keluar masuk ke area proses lain. √
- Pemantauan dan pemeriksaan yang
dilakukan oleh supervisor terhadap
kegiatan karyawan ketika produksi
berlangsung.
√
Tindakan/upaya
mencegah agar tidak
terjadi perpindahan
kuman atau bahaya lain
dari permukaan yang
kontak dengan makanan.
- Pembersihan dan sanitasi permukaan
yang kontak langsung dengan
makanan di area produksi (alat
penanganan dan pengolahan pangan)
dilakukan setiap hari oleh karyawan.
√ √ √
Tindakan/upaya
mencegah agar tidak
terjadi perpindahan
kuman atau bahaya lain
dari bahan baku dan
produk akhir.
- Bahan baku dan produk akhir
diletakkan dan diolah secara terpisah
serta supervisor selalu melakukan
pemantauan selama proses produksi. √ √
Tindakan/upaya
mencegah agar tidak
terjadi perpindahan
kuman atau bahaya lain
dari penyimpanan seluruh
aspek produksi.
- Penyimpanan bahan pangan, bahan
berbahaya, peralatan produksi,
peralatan pembersihan, label, wadah
pengemas, dan produk akhir secara
terpisah.
√
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 2. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
178
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Pencegahan
Kontaminasi
Silang
Suatu kondisi
pencegahan terhadap
pencemaran yang akan
terjadi pada proses
produksi.
Tindakan/upaya
mencegah agar tidak
terjadi perpindahan
kuman atau bahaya lain
dari penyimpanan seluruh
aspek produksi.
- Penyimpanan bahan pangan dan
produk akhir tidak menyentuh lantai,
tidak menyentuh dinding, dan jauh
dari langit-langit.
√
- Penyimpanan bahan pangan dan
produk akhir yang bersih, suhu
sesuai, penerangan cukup, bebas
hama, aliran udara cukup, dan pintu
tertutup rapat.
√
- Pemantauan atau pemeriksaan setiap
hari oleh supervisor terkait terhadap
penyimpanan bahan dan produk
akhir.
√
Tindakan koreksi dan
pencatatan pada kegiatan
produksi agar bebas dari
bahaya.
- Tindakan koreksi apabila terjadi
penyimpangan atau ketidaksesuaian
yang menyebabkan kontaminasi
dalam proses produksi.
√
- Pencatatan kegiatan pembersihan dan
sanitasi area, alat penanganan,
pengolahan, dan rekaman
monitoring.
√ √
Failitas Cuci
Tangan, Sanitasi
Tangan, dan
Toilet
Fasilitas dalam pabrik
sebagai upaya untuk
mengawasi atau
memelihara kondisi
fasilitas cuci tangan dan
toilet.
Upaya menjaga fasilitas
cuci tangan dan toilet agar
tidak ada kontaminasi
terhadap proses produksi.
- Pemeliharaan, pengontrolan, dan
pengecekan kelengkapan fasilitas
cuci tangan dan toilet (petunjuk cara
mencuci tangan yang baik dan benar
sebelum memasuki area produksi dan
setelah menggunakan toilet).
√ √ √
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 2. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
179
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Failitas Cuci
Tangan, Sanitasi
Tangan, dan
Toilet
Fasilitas dalam pabrik
sebagai upaya untuk
mengawasi atau
memelihara kondisi
fasilitas cuci tangan dan
toilet.
Upaya menjaga fasilitas
cuci tangan dan toilet agar
tidak ada kontaminasi
terhadap proses produksi.
- Kegiatan pembersihan fasilitas cuci
tangan, sanitasi tangan, dan toilet
setiap hari.
√ √
- Pemeriksaan yang dilakukan setiap
hari oleh supervisor terhadap kondisi
fasilitas cuci tangan tidak layak
(kotor).
√
- Adanya sosialisasi dan bukti absensi
mengenai pentingnya program
pencucian dan sanitasi tangan kepada
karyawan dan pengunjung.
√ √
- Tersedia petunjuk cara mencuci
tangan yang baik dan benar dekat
dengan fasilitas cuci tangan dan
sanitasi tangan.
√
Pelabelan dan
Penyimpanan
Bahan Kimia yang
Tepat
Kegiatan atau proses
memberikan label dan
menyimpan bahan
kimia dengan tepat
untuk menjamin produk
pangan aman dan
terlindungi dari
kontaminasi.
Langkah yang dilakukan
dalam memeriksa
kegiatan pelabelan agar
tidak terjadi kesalahan.
- Adanya label dan keterangan yang
jelas dari produsen mengenai nama
bahan, nama dan alamat
produsen/distributor dan petunjuk
penggunaan.
√
- Pemeriksaan label yang dilakukan
oleh QC pada saat penerimaan label. √
- Pemberian label identitas bahan yang
jelas pada wadah yang dilakukan
oleh perusahaan (nama bahan,
petunjuk penggunaan).
√
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 2. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
180
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Pelabelan dan
Penyimpanan
Bahan Kimia yang
Tepat
Kegiatan atau proses
memberikan label dan
menyimpan bahan
kimia dengan tepat
untuk menjamin produk
pangan aman dan
terlindungi dari
kontaminasi.
Upaya penyimpanan
bahan kimia yang tepat
untuk menjamin proses
produksi aman.
- Penyimpanan bahan kimia di dalam
box tertutup atau rak dengan
mengelompokkan berdasarkan jenis
bahan.
√
- Ruangan untuk menyimpan bahan
kimia selalu dalam keadaan tertutup,
akses dibatasi dan jauh dari ruang
produksi.
√
- Pengawasan/pemeriksaan dilakukan
supervisor secara rutin (setiap bulan)
terhadap kondisi penyimpanan bahan
kimia dan penggunaan pelabelan.
√
Pengendalian
Kesehatan
Karyawan
Kegiatan mengontrol
kondisi kesehatan
karyawan atau pekerja
pabrik agar tidak
menjadi sumber
kontaminasi bagi
produk akhir.
Kondisi dan aktivitas
karyawan yang menjaga
kebersihan dan tidak
menyebabkan
kontaminasi pada produk.
- Kondisi kebersihan pribadi pekerja
yang baik, rapih, dan bersih (rambut,
kuku, kulit dan sebagainya). √
- Karyawan melaksanakan prosedur
cuci tangan dengan baik sebelum dan
sesudah menangani produk.
√
- Line leader melaporkan kepada
supervisor apabila ada karyawan lain
yang sakit atau terluka. √
- Line leader melakukan pengontrolan
terhadap kesehatan karyawan setiap
hari sebelum melaksanakan produksi.
√
- Medical check up rutin setiap tahun
untuk seluruh karyawan produksi. √
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 2. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
181
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Pengendalian
Kesehatan
Karyawan
Kegiatan mengontrol
kondisi kesehatan
karyawan atau pekerja
pabrik agar tidak
menjadi sumber
kontaminasi bagi
produk akhir.
Kondisi dan aktivitas
karyawan yang menjaga
kebersihan dan tidak
menyebabkan
kontaminasi pada produk.
- Perusahaan memiliki kebijakan
seperti mengistirahatkan,
memulangkan, dan larangan
memasuki area produksi bagi
karyawan yang sakit.
√
Pemberantasan
Hama
Tindakan penghilangan
organisme pengganggu
di seluruh area
produksi.
Aktivitas dalam
perusahaan yang
dilakukan untuk
meminimalkan hama yang
dapat mengancam mutu
dan keamanan pangan.
- Program sanitasi dilakukan sesuai
SOP perusahaan (area dalam dan luar
pabrik, mesin/peralatan produksi,
toilet, dan fasilitas lain).
√ √ √
- Pengawasan dilakukan oleh QC
terhadap bahan-bahan yang masuk ke
dalam area produksi.
√
- Tindakan pengawasan oleh
supervisor terhadap hewan yang
terdapat di area pabrik.
√
- Tersedia rekaman atau catatan
kegiatan pembasmian hama. √
Kondisi pabrik yang
bebas dari hama yang
dapat menurunkan mutu
produk.
- Keadaan pabrik/tempat produksi
dalam kondisi terawat. √
- Lubang dan saluran yang ada di
sekitar dan dalam pabrik dalam
keadaan tertutup. √
- Terdapat kasa pencegah hama pada
jendela, pintu, dan ventilasi. √
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 2. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
182
Variabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Pemberantasan
Hama
Tindakan penghilangan
organisme pengganggu
di seluruh area
produksi.
Kondisi pabrik yang
bebas dari hama yang
dapat menurunkan mutu
produk.
- Penyimpanan bahan pangan olahan
disusun dengan baik menggunakan
rak dan sesuai dengan jenis bahan
masing-masing.
√
- Ruangan di dalam dan luar pabrik
selalu dalam keadaan bersih. √
- Pintu area produksi dan tempat
sampah di luar maupun di dalam
ruang produksi selalu dalam keadaan
tertutup dan terbuat dari bahan yang
tahan hama.
√
- Pemeriksaan terhadap
kondisi/keadaan pabrik secara
berkala oleh manager dan supervisor
produksi.
√ √
- Pemusnahan sarang hama seperti
semak-semak, rumput liar, limbah
atau sampah, barang tidak terpakai,
peralatan/wadah yang kotor, area
yang kotor, dan langit-langit yang
kotor dilakukan secara berkala oleh
karyawan produksi.
√
- Pembasmian hama dilakukan dengan
bahan kimia, biologi, dan fisik sesuai
petunjuk kegiatan pembasmian hama
dan instruksi penggunaan bahan
tanpa mempengaruhi mutu dan
keamanan produk.
√
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 2. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
183
Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Kebijakan Mutu Persyaratan yang
diungkapkan oleh
pimpinan tertinggi
dari suatu organisasi
berupa komitmen
(janji) untuk
melaksanakan dan
menegakkan serta
memelihara standar
mutu yang tinggi.
Komitmen
perusahaan dalam
menghasilkan
produk yang aman
(bebas dari
kontaminasi) dan
berkualitas
berdasarkan standar
mutu yang
ditetapkan.
- Dokumentasi tentang
kebijakan mutu yang berisi
komitmen perusahaan untuk
memenuhi mutu produk.
√
- Sosialisasi pentingnya
kebijakan mutu dilakukan
untuk karyawan produksi. √
Tim HACCP Kelompok orang
dalam perusahaan
dari berbagai disiplin
ilmu yang bertugas
untuk
mengembangkan,
mengimplementasika
n, dan memelihara
sistem HACCP.
Tim HACCP terdiri
dari karyawan yang
memiliki
pengetahuan dan
keahlian tentang
seluruh alur
produksi.
- Tim HACCP ditentukan oleh
pimpinan tertinggi atau ahli
HACCP (dari luar pabrik).
√
- Tim HACCP ditentukan
berdasarkan kompetensi/
kualifikasi/ latar belakang
pendidikan serta pengalaman
yang dimiliki setiap
karyawan.
√
Penjelasan
mengenai tim
HACCP yang
terdapat dalam
panduan HACCP.
- Terdapat struktur organisasi
tim HACCP dalam panduan
HACCP perusahaan.
√
- Perusahaan mencantumkan
job description dalam
panduan HACCP.
√
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
184
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Tim HACCP Kelompok orang
dalam perusahaan
dari berbagai disiplin
ilmu yang bertugas
untuk
mengembangkan,
mengimplementasika
n, dan memelihara
sistem HACCP.
Aktivitas dan
pengetahuan Tim
HACCP dalam
keamanan pangan
olahan.
- Tim HACCP melaksanakan
pelatihan mengenai HACCP
yang dilaksanakan dari
eksternal dan internal.
√ √
- Tim HACCP melaksanakan
job description sesuai SOP
perusahaan. √
- Tim HACCP memahami dan
melaksanakan SOP
perusahaan. √
- Tim HACCP melaksanakan
pelatihan terhadap sistem
keamanan pangan. √ √
Deskripsi Produk Rincian informasi
lengkap mengenai
suatu produk yang
diproduksi.
Penjelasan lengkap
mengenai
karakteristik,
komposisi, dan tipe
pengemas produk
yang dihasilkan.
- Terdapat komposisi produk
yang disusun oleh tim
HACCP pada panduan
HACCP.
√
- Terdapat karakteristik
(kimia, mikrobiologi, fisik)
produk pada panduan
HACCP.
√
- Tipe pengemas ditentukan
oleh tim HACCP dan
terdapat dalam panduan
HACCP.
√
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
185
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen W*) O*) D*)
Deskripsi Produk Rincian informasi
lengkap mengenai
suatu produk yang
diproduksi.
Penjelasan lengkap
mengenai standar
mutu produk yang
dihasilkan
- Terdapat standar mutu
produk disusun tim dalam
panduan HACCP yang
digunakan sebagai acuan
dalam menghasilkan produk.
√
Penjelasan lengkap
mengenai penyajian
dan penyimpanan
produk yang bebas
dari kontaminasi.
- Cara penyajian atau cara
penggunaan produk
dijelaskan dalam panduan
HACCP.
√
- Cara dan kondisi
penyimpanan produk
dijelaskan dalam panduan
HACCP.
√
Penjelasan lengkap
mengenai metode
distribusi yang
tidak menimbulkan
kerusakan produk.
- Metode pendistribusian
produk dijelaskan lengkap
dalam panduan HACCP.
(distribusi menggunakan alat
angkut perusahaan).
√
Informasi mengenai
sasaran konsumen
yang
mengkonsumsi
produk.
- Sasaran konsumen dijelaskan
dalam panduan HACCP.
(untuk siapa produk
ditujukan, umur
√ √
Informasi mengenai
daya tahan / masa
kadaluarsa produk.
- Daya tahan/masa kadaluarsa
dijelaskan dalam panduan
HACCP. (terdapat kode
produksi, tanggal produksi,
tanggal kadaluarsa, kode line
kemasan produk).
√
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
186
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Persyaratan Dasar Good
Manufacturing
Practices (GMP)
Sebuah prosedur
yang dilakukan untuk
menjamin
keselamatan produk
pangan atau
makanan.
Pelaksanaan cara
pengolahan pangan
atau makanan yang
baik secara
konsisten oleh
perusahaan.
- Penerapan GMP sesuai
dengan Peraturan Menteri
Perindustrian Republik
Indonesia nomor 75/M-
IND/PER/7/2010 tentang
Pedoman Cara Produksi
Pangan Olahan yang Baik
(Good Manufacturing
Practices).
√ √
- Dokumentasi prosedur
standar terkait cara
pengolahan makanan yang
baik.
√
Sanitation Standard
Operating
Procedure (SSOP)
Prosedur untuk
membantu
perusahaan dalam
mengembangkan dan
menerapkan
pengawasan sanitasi,
dan memelihara
kondisi praktik
sanitasi.
Pelaksanaan
kegiatan sanitasi
dalam produksi
secara konsisten
oleh perusahaan.
- Penerapan SSOP sesuai
dengan panduan SSOP
perusahaan yang mengacu
pada Food and Drug
Administration USA.
√ √
- Dokumentasi prosedur
standar terkait penerapan
sanitasi dan hygiene. √
Penyusunan dan
Verifikasi Bagan
Alir
Suatu diagram yang
menggambarkan
tahap-tahap
operational dalam
pengerjaan suatu
produk.
Diagram berupa
tahap-tahap yang
dilalui suatu produk
dalam operasional
produksi.
- Tersedia dokumentasi rincian
seluruh proses produksi.
√
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
187
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen W*) O*) D*)
Penyusunan dan
Verifikasi Bagan
Alir
Suatu diagram yang
menggambarkan
tahap-tahap
operational dalam
pengerjaan suatu
produk.
Diagram berupa
tahap-tahap yang
dilalui suatu produk
dalam operasional
produksi.
- Bahan yang diolah sesuai
dengan formula. √
- Pengoprasian
mesin/peralatan yang
digunakan dalam produksi
dilakukan oleh karyawan
produksi.
√ √
- Pemantauan kondisi
lingkungan (waktu/suhu)
dalam proses produksi
dilakukan oleh line leader.
√ √
- Tersedia gambaran jelas
mengenai titik masuk dan
bentuk keluaran dari proses
produksi.
√
Analisa Bahaya Identifikasi bahaya. Identifikasi bahaya
merupakan proses
pendataan seluruh
jenis dan letak
bahaya potensial
yang terjadi dalam
setiap proses
produksi.
Penentuan potensial
bahaya
(mikrobiologi,
kimia, dan fisik)
berdasarkan bahan
pangan (bahan
baku, bahan
penolong, bahan
tambahan pangan
dan bahan
pengemas).
- Pengecekan oleh FSQ
mengenai kualitas bahan
pangan sesuai standar mutu
perusahaan.
√
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
188
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Analisa Bahaya Identifikasi bahaya. Identifikasi bahaya
merupakan proses
pendataan seluruh
jenis dan letak
bahaya potensial
yang terjadi dalam
setiap proses
produksi.
Penentuan potensial
bahaya
(mikrobiologi,
kimia, dan fisik)
berdasarkan bahan
pangan (bahan
baku, bahan
penolong, bahan
tambahan pangan
dan bahan
pengemas).
- Penggunaan bahan pangan
yang dijelaskan kepada
karyawan oleh Line Leader
sebelum memulai produksi.
√
- Pendataan identifikasi
bahaya terhadap bahan
pangan dilakukan oleh Tim
HACCP.
√
- Penentuan cara pencegahan
oleh tim HACCP untuk
mengurangi atau
menghilangkan bahaya
terhadap bahan pangan.
√
- Pengawasan mutu bahan
pangan oleh tim HACCP
untuk mengidentifikasi
bahaya yang timbul pada
proses produksi.
√
Analisa Bahaya
Identifikasi bahaya. Identifikasi bahaya
merupakan proses
pendataan seluruh
jenis dan letak
bahaya potensial
yang terjadi dalam
setiap proses
produksi.
Penentuan potensial
bahaya
(mikrobiologi,
kimia, dan fisik)
berdasarkan
metode/aktivitas/ko
ndisi setiap tahapan
proses.
- Pengembangan metodologi
pengolahan dilakukan oleh
tim HACCP yang dapat
mengurangi kontaminasi.
√
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
189
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Analisa Bahaya
Identifikasi bahaya. Identifikasi bahaya
merupakan proses
pendataan seluruh
jenis dan letak
bahaya potensial
yang terjadi dalam
setiap proses
produksi.
Penentuan potensial
bahaya
(mikrobiologi,
kimia, dan fisik)
berdasarkan
metode/aktivitas/ko
ndisi setiap tahapan
proses.
- Pemantauan langkah dan
kriteria produksi dengan
standar yang telah ditetapkan
dilakukan oleh tim HACCP. √ √
Penentuan potensial
bahaya
(mikrobiologi,
kimia, dan fisik)
berdasarkan mesin
dan peralatan setiap
tahapan proses.
- Pengecekan terhadap kondisi
mesin dan peralatan yang
dapat menimbulkan
kontaminasi terhadap produk
(permukaan tidak halus,
mudah mengelupas, berkarat,
berlubang, terbuat dari bahan
beracun) dilakukan oleh tim
HACCP.
√
- Tersedia catatan terhadap
penyimpangan pengoprasian,
perawatan, pembersihan,
pemeliharaan mesin yang
dapat menimbulkan
kontaminasi pada produk.
√
- Pengecekan terhadap tata
letak mesin dan peralatan
pada setiap proses produksi
dilakukan oleh tim HACCP.
√
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
190
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Analisa Bahaya
Identifikasi bahaya Identifikasi bahaya
merupakanproses
pendataan seluruh
jenis dan letak
bahaya potensial
yang terjadi dalam
setiap proses
produksi.
Penentuan potensial
bahaya
(mikrobiologi,
kimia, dan fisik)
berdasarkan
karyawan
(manpower) pada
setiap proses
produksi.
- Pemantauan tim HACCP
terhadap karyawan
melaksanakan instruksi kerja
yang telah ditetapkan
perusahaan.
√
- Pengendalian yang dilakukan
tim HACCP terhadap
karyawan yang kurang sehat
agar tidak menimbulkan
kontaminasi silang.
√
Penentuan potensial
bahaya
(mikrobiologi,
kimia, dan fisik)
berdasarkan
infrastruktur
bangunan/lokasi,
dan limbah.
- Pengecekan tim HACCP
terhadap kondisi lingkungan
pabrik, ruangan produksi,
ruang penyimpanan yang
bersih dan bebas dari sumber
pencemaran.
√
- Pengecekan tim HACCP
terhadap kondisi konstruksi
struktur ruangan (lantai,
langit-langit, dinding, dan
sebagainya) yang tidak
layak, tidak bersih, dan tidak
mudah untuk dilakukan
pembersihan.
√
- Pengecekan tim HACCP
terhadap pengelolaan limbah
hasil produksi.
√
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
191
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Analisa Bahaya
Identifikasi bahaya Identifikasi bahaya
merupakanproses
pendataan seluruh
jenis dan letak
bahaya potensial
yang terjadi dalam
setiap proses
produksi.
Penentuan potensial
bahaya
(mikrobiologi,
kimia, dan fisik)
berdasarkan
pengemasan,
penyimpanan, dan
distribusi produk.
- Pengecekan oleh tim
HACCP terhadap kemasan
yang akan digunakan (mudah
penyok, sobek, mudah
pecah).
√
- Pemantauan oleh tim
HACCP terhadap cara
penyimpanan produk yang
dapat menimbulkan
bahaya/kontaminasi.
√
- Pengendalian masa simpan
dilakukan oleh tim HACCP
yang dapat mencegah
munculnya bahaya dan
kontaminasi.
√
Tindakan
pencegahan bahaya
Tindakan
pencegahan adalah
faktor-faktor,
tindakan dan
kegiatan yang dapat
digunakan untuk
mengendalikan suatu
bahaya keamanan
pangan yang telah
diidentifikasi.
Kegiatan dan
aktivitas yang
dibutuhkan untuk
menghilangkan dan
memperkecil
bahaya hingga
tingkat yang dapat
diterima.
- Bahan yang datang dari
pemasok dicatat oleh tim
HACCP untuk memastikan
bahwa telah memenuhi
persyaratan perusahaan.
√ √
- Pengecekan oleh tim
HACCP terhadap kondisi
atau kualitas bahan dan
produk akhir (penyebab
bahaya) yang disesuaikan
dengan standar mutu
perusahaan.
√
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
192
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Lembar Kerja
Control Measure
Critical Control
Point (CCP) / Titik
Kendali Kritis
CCP merupakan
suatu titik, tahap,
prosedur ketika
pengendalian dapat
diterapkan dan
bahaya dapat
dicegah, dihilangkan
atau dikurangi
hingga pada tahap
yang dapat diterima.
Titik atau tahapan
produksi yang
dapat
mengendalikan
bahaya keamanan
pangan dan apabila
tidak dapat
dikendalikan akan
menimbulkan risiko
terhadap kesehatan.
- Tim HACCP melakukan
tindakan pencegahan
terhadap bahaya yang
teridentifikasi pada proses
produksi.
√
- Terdapat pihak yang
bertanggung jawab dalam
menentukan dan
mendokumentasikan
penentuan CCP.
√
Prosedur
Pemantauan Batas
Kritis Setiap CCP
Prosedur pemantauan
batas kritis
merupakan metode
pemeriksaan atau
pengamatan
terjadwal terhadap
efektivitas suatu
proses untuk
mengendalikan CCP
dan batas kritisnya.
Prosedur
pemantauan untuk
menjamin bahwa
suatu prosedur
penanganan/proses
pada titik kendali
kritis (CCP)
terkendali atau
batas kritis tidak
terlampaui.
- Penentuan oleh tim HACCP
terhadap objek yang akan
dimonitor atau dipantau. √
- Penentuan oleh tim HACCP
terhadap tempat atau lokasi
pemantauan.
√
- Penentuan oleh tim HACCP
mengenai metode
pemantauan (pengukuran
fisik, dan kimia, atau
pengamatan sensori dan
visual) pada setiap batas
kritis.
√
- Penentuan oleh tim HACCP
mengenai jadwal dan
frekuensi pemantauan pada
setiap batas kritis.
√
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
193
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Lembar Kerja
Control Measure
Prosedur
Pemantauan Batas
Kritis Setiap CCP
Prosedur pemantauan
batas kritis
merupakan metode
pemeriksaan atau
pengamatan
terjadwal terhadap
efektivitas suatu
proses untuk
mengendalikan CCP
dan batas kritisnya.
Prosedur
pemantauan untuk
menjamin bahwa
suatu prosedur
penanganan/proses
pada titik kendali
kritis (CCP)
terkendali atau
batas kritis tidak
terlampaui.
- Penentuan personel khusus
untuk melakukan
pemantauan pada setiap
batas kritis dan melakukan
pencatatan selama proses
pemantauan. √
Tindakan Koreksi Tindakan koreksi
merupakan tindakan
yang harus diambil
berdasarkan hasil
monitoringterhadap
CCP (batas kritis
setiap CCP). Yang
mengindikasikan
bahwa CCP terjadi
penyimpangan dan
tidak terkendali.
Rencana tindak
lanjut ketika
adanya
penyimpangan pada
CCP
(penyimpangan dari
batas kritis suatu
CCP/Proses
berlangsung
melewati batas
kritis).
- Penentuan personel yang
bertanggung jawab untuk
melaksanakan masing-
masing tindakan koreksi dan
melakukan pencatatan.
√
- Penentuan
tindakan/perlakuan khusus
terhadap produk yang
dihasilkan dari proses yang
menyimpang.
√
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
194
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter
Instrumen
W*) O*) D*)
Penyimpanan
Catatan
Sistem atau prosedur
yang dipakai untuk
menjamin bahwa
semua petunjuk,
standar, rujukan, dan
panduan yang dibuat
selalu mutakhir serta
ditetapkan lokasi
penyimpanannya.
Proses
pengendalian
dokumen yang
terkait dengan
program HACCP.
- Pengesahan dokumen
HACCP oleh yang dibuat
perusahaan oleh Manager
Plant.
√ √
- Tim HACCP melakukan
identifikasi atau penomoran
dokumen HACCP.
√
- Distribusi dokumen oleh tim
HACCP kepada seluruh
karyawan.
√
- Perubahan atau perbaikan
dokumen dilakukan oleh tim
HACCP.
√
- Pemusnahan dokumen usang
(tidak dibiarkan menumpuk
agar tidak terjadi kesalahan
terhadap pemahaman
dokumen HACCP yang
baru).
√
Prosedur
Verifikasi
Uraian metode yang
digunakan untuk
menentukan apakah
rencana HACCP
yang dibuat telah
berjalan efektif.
Metode/kegiatan
pemeriksaan
efektivitas dan
kesesuaian
pelaksanaan
HACCP.
- Verifikasi terhadap
keseluruhan sistem HACCP
sesuai dengan panduan oleh
tim HACCP. √ √
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
195
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Prosedur
Verifikasi
Uraian metode yang
digunakan untuk
menentukan apakah
rencana HACCP
yang dibuat telah
berjalan efektif.
Metode/kegiatan
pemeriksaan
efektivitas dan
kesesuaian
pelaksanaan
HACCP.
- Prosedur verifikasi memiliki
personel sendiri (salah satu
tim HACCP) yang
bertanggung jawab penuh
dalam memeriksa semua
kesesuaian sistem.
√
- Ketepatan diagram alir dan
tata letak dengan panduan
yang telah disusun oleh tim
HACCP.
√ √
- Pemantauan oleh tim
HACCP mengenai panduan
yang berhubungan dengan
persyaratan dasar dengan
faktual yang terjadi di
perusahaan.
√
- Tersedia dokumentasi
keluhan pelanggan terhadap
produk dan proses yang
berhubungan dengan
keamanan pangan.
√
- Validasi batas kritis dan
peninjauan ulang terhadap
tindakan koreksi dilakukan
oleh tim HACCP.
√
- Pengambilan sampel secara
acak dan pengujian produk
oleh tim HACCP.
√
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
196
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Prosedur
Verifikasi
Uraian metode yang
digunakan untuk
menentukan apakah
rencana HACCP
yang dibuat telah
berjalan efektif.
Metode/kegiatan
pemeriksaan
efektivitas dan
kesesuaian
pelaksanaan
HACCP.
- Peninjauan oleh tim HACCP
mengenai hasil rekaman
pemantauan CCP yang
terdapat di panduan HACCP.
√
- Terdapat audit internal dan
eksternal terhadap
implementasi sistem
HACCP.
√
- Tersedia
catatan/dokumentasi hasil
audit internal dan eksternal.
√
- Auditor internal berasal dari
seluruh tim HACCP. √
Perubahan atau
Revisi Dokumen
Cara pengendalian
dan pemutakhiran
dokumen agar selalu
tercatat sehingga
dapat diketahui
perubahannya.
Aktivitas dan
proses tindak lanjut
atas
berlangsungnya
kegiatan perubahan
atau revisi
dokumen panduan
sistem HACCP.
- Tersedia rekaman hasil
audit internal dan
pengaduan/saran dari
konsumen.
√
- Terdapat personel yang
bertanggung jawab atas
semua kegiatan perubahan
panduan HACCP.
√
- Penerbitan ulang dan
distribusi dokumen baru
untuk seluruh karyawan.
√
- Penarikan/pemusnahan
dokumen usang (tidak
dibiarkan menumpuk).
√
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
197
Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter Instrumen
W*) O*) D*)
Perubahan atau
Revisi Dokumen
Cara pengendalian
dan pemutakhiran
dokumen agar selalu
tercatat sehingga
dapat diketahui
perubahannya.
Aktivitas dan
proses tindak lanjut
atas
berlangsungnya
kegiatan perubahan
atau revisi
dokumen panduan
sistem HACCP.
- Pengesahan panduan baru
oleh manager plant
perusahaan.
√ √
- Perubahan panduan telah
disetujui manager plant
dan sesuai dengan hasil
verifikasi sistem HACCP
yang dilakukan oleh tim
HACCP.
√
Keterangan :
W*) : Wawancara
O*) : Observasi
D*) : Dokumen Perusahaan
(Lanjutan) Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
top related