analisis pragmatik bentuk bahasa penolakan
Post on 05-Jul-2015
1.886 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
ANALISIS PRAGMATIK BENTUK BAHASA PENOLAKAN
DI KOS MAHASISWI
(Penelitian di Kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah
Disusun Oleh :
KARINA TRI UTAMI
A 310 060 246
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2010
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
ANALISIS PRAGMATIK BENTUK BAHASA PENOLAKAN
DI KOS MAHASISWI
(Penelitian Di Kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo)
Diajukan
KARINA TRI UTAMI
A 310 060 246
Telah Disetujui dan Disahkan di Depan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Mengetahui
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. Abdul Ngalim, MM.,M.Hum Drs. Andi Haris Prabawa, M. Hum.
iii
PENGESAHAN
ANALISIS PRAGMATIK BENTUK BAHASA PENOLAKAN
DI KOS MAHASISWI
(Penelitian di Kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo)
Oleh :
KARINA TRI UTAMI
A 310 060 246
Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji
Pada tanggal : 26 Juli 2010
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Dewan Penguji
1. Prof. Dr. Abdul Ngalim, MM.,M.Hum ( )
2. Drs. Andi Haris Prabawa, M.Hum ( )
3. Dra. Atiqa Sabardila, M.Hum. ( )
Surakarta, Juli 2010
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Dekan,
Drs. H. Sofyan Anif, M. Si
NIK. 547
iv
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi
dimana pun dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara
tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka
Apabila ternyata di kemudian hari terbukti ada ketidak benaran dalam
pernyataan saya di atas, maka saya akan bertanggung jawab sepenuhnya.
Surakarta, Juli 2010
KARINA TRI UTAMI
A 310 060 246
v
HALAMAN MOTTO
Hei orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu
(QS. Al Imron: 200)
Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu dan sesungguhnya yang
demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu
(QS. Al. Baqoroh : 45)
Jalani hidup dengan hati yang ikhlas
(Penulis)
vi
PERSEMBAHAN
Dengan segala doa dan puji syukur kehadirat Allah SWT, karya ini
kupersembahkan teruntuk :
1. Bapak dan ibu tercinta, tiada kata lain yang bisa diucapkan selain terima kasih
yang tak terkira atas kasih sayang, motivasi, pengorbanan dan doa yang selalu
mengiringi langkahku.
2. Eyang Hj. Sulastri (Alm), terima kasih atas semua doa dan dorongannya.
Maafkan cucumu ini yang baru bisa mewujudkan pesan terakhirmu.
3. Kakakku tersayang (Mbak Yuyun, Mas Agung, Mas Arif, Mbak Resti) yang
selalu memberikan dorongan, doa, dan keceriaan.
4. Keponakanku tersayang dik Ziddan Inta Aniz yang selalu meramaikan suasana
di rumah.
5. Adha tercinta, setiap curahan kasih sayang, doa dan kesabaran dalam
penyelesaian skripsi ini merupakan motivasi untukku.
6. D’bebys (Dyah, Yula, Triana, Ana, Carmen) terima kasih atas segala
dukungan dan segala tawa
7. Penghuni Flamboyan yang suka bikin onar (Melia, Nia, Lilis, Niken, dan
Dian) terima kasih untuk semuanya.
8. Teman-teman angkatan 2006 khususnya kelas E terima kasih atas
dukungannya.
9. Almamaterku
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’ alaikum Wr.Wb
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini digunakan untuk memenuhi syarat dalam rangka
mencapai gelar sarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Dalam melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi ini banyak
bantuan bimbingan dan dorongan yang kami terima sehingga membantu
penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini dengan
kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada berbagai pihak.
1. Drs. H. Sofyan Anif, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
pendidikan UMS yang telah memberikan motivasi dan bimbingan kepada
penulis untuk melakukan penelitian.
2. Drs. Agus Budi Wahyudi, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa
Sastra Indonesia dan Daerah yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
menyusun skripsi.
3. Prof. Dr. Abdul Ngalim, MM.,M.Hum, selaku pembimbing 1 dengan disiplin
memberikan motivasi dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini
viii
4. Drs. Andi Haris Prabawa, M.Hum., selaku pembimbing II yang telah
mendorong penulis untuk segera menyelesaikan pendidikan sekaligus
merampungkan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna kesempurnaan
skripsi ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi
pembaca, khususnya mahasiswa keguruan ilmu pendidikan UMS.
Wasalamu’alaikum Wr.Wb
Surakarta, Juli 2010
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ..................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
ABSTRAKSI ................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Pembatasan Masalah ................................................................ 3
C. Perumusan Masalah ................................................................. 3
D. Tujuan Penelitian ..................................................................... 4
E. Manfaat Penelitian ................................................................... 4
F. Sistematika Penulisan ............................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 6
A. Penelitian Terdahulu yang Relevan ........................................ 6
B. Landasan Teori .......................................................................... 7
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 23
A. Jenis Penelitian ........................................................................ 23
x
B. Deskripsi Objek Penelitian ...................................................... 24
C. Data dan Sumber Data ............................................................ 24
D. Alat Penelitian .......................................................................... 24
E. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 25
BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 26
A. Hasil Penelitian ........................................................................ 26
B. Pembahasan .............................................................................. 51
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 54
A. Simpulan ................................................................................... 54
B. Saran .......................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
ABSTRAKSI
ANALISIS PRAGMATIK BENTUK BAHASA PENOLAKAN
DI KOS MAHASISWI
(Penelitian di Kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo)
Karina Tri Utami. A 310 060 246. Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
dan Daerah. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. UMS. 2010.
Tujuan penelitian ini adalah 1) Untuk mendeskripsikan bentuk bahasa
penolakan yang terdapat di kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo. 2)
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk bahasa penolakan di
kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo, 3) Untuk mendeskripsikan
pelaksanaan prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan dalam bahasa penolakan di
kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo.
Penelitian ini menggunakan teknik simak dan catat. Yang dimaksud teknik
simak dan catat adalah mengadakan penyimakan terhadap pemakaian bahasa lisan
yang bersifat spontan dan mengadakan pencatatan terhadap data yang
mengandung makna metaforis. Analisis data yang dipakai dalam pengolahan data
ini adalah model analisis jalinan mengalir (flow model of analysis) yaitu saling
menjalinnya ketiga komponen analisis yang berlaku, baik sebelum, pada waktu,
dan sesudah pelaksanaan pengumpulan data secara paralel.
Hasil akhir yang penulis peroleh berdasarkan penelitian ini adalah, 1)
bentuk bahasa penolakan yang terdapat dalam Kos Flamboyan ada 7 kategori,
yaitu : a) penolakan dengan menggunakan isyarat non verbal, b) penolakan
dengan menggunakan komentar, c) penolakan dengan menggunakan ucapan
terima kasih, d) penolakan dengan menggunakan usul, komentar atau pilihan, e)
penolakan dengan menggunakan syarat, f) penolakan dengan menggunakan
alasan, g) penolakan dengan menggunakan kata tidak atau padanannya, nggak,
ndak, dan jangan. 2) faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk ungkapan
penolakan di Kos Flamboyan, yaitu : a) situasi pada saat tuturan berlangsung,
yaitu pada saat tuturan berlangsung penutur (orang yang menuturkan penolakan)
dapat melakukan apa yang ajakan atau tawaran tuturnya atau tidak mungkin untuk
melakukan ajakan atau permintaan lawan tuturnya, b) kondisi penutur (orang yang
menuturkan penolakan) pada saat menuturkan sedang bergurau atau serius, c)
keakraban antara penutur (orang yang menuturkan penolakan) dan lawan tutur
(orang yang menawarkan, mengajak, atau meminta)
Kata kunci : Analisis Pragmatik, Maksim
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pragmatik adalah telaah mengenai segala aspek makna yang tidak
tercakup dalam teori semantik, atau dengan perkataan lain, membahas segala
aspek makna ucapan yang tidak dapat dijelaskan secara tuntas oleh referensi
langsung pada kondisi-kondisi kebenaran kalimat yang diucapkan (Tarigan,
2009:31).
Yule (2006:4) berpendapat bahwa pragmatik adalah studi tentang
bagaimana agar banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan.
Pragmatik itu menarik karena melibatkan bagaimana orang saling memahami
satu sama lain secara linguistik, tetapi pragmatik dapat juga merupakan ruang
lingkup studi yang mematahkan semangat karena studi ini mengharuskan kita
untuk memahami orang lain dan apa yang ada dalam pikiran mereka.
Menurut Levinson (dalam Rahardi, 2007: 48) pragmatik adalah studi
bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Konteks yang
dimaksud tergramatisasi dan terkondifikasi sehingga tidak dapat dilepaskan
dari struktur bahasanya. Menurut Parker (dalam Rahardi, 2007: 48)
mengemukakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang
mempelajari struktur bahasa secara eksternal. Adapun yang dimaksud dengan
1
2
itu adalah bagaimana satuan lingual tertentu digunakan dalam komunikasi
yang sebenarnya.
Dalam kehidupan sehari-hari pengguna bahasa pada umumnya lebih
mengutamakan keberhasilan dalam berkomunikasi dan menggunakan bahasa
daripada mementingkan kebarhasilan kegramatikalan ujaran-ujaran mereka
memang tata bahasa pada umumnya diajarkan secara formal di sekolah,
sedang masyarakat umum belajar berbahasa lewat ujaran-ujaran yang
komunikatif yang disampaikan terus-menerus oleh keluarga dan lingkungan
dengan memperhatikan situasi dan kondisi interaksi yang sedang berlangsung.
Sebagai contoh berikut ini penulis paparkan dua buah ujaran yang maknanya
lebih banyak dipengaruhi oleh jauh dekatnya hubungan antara partisipan di
dalam pergaulan mereka. Kebiasaan mengemukakan pendapat sesuai dengan
tata cara pergaulan dalam masyarakat, norma, dan nilai-nilai yang dianut
dalam budaya, pergaulan, pengetahuan yang sama-sama dimaklumi oleh para
partisipan dipertimbangkan semua untuk menghasilkan ujaran-ujaran yang
tepat, bukannya diatur oleh makna harfiah setiap kata yang dipergunakan.
(1) Berani bayar berapa?
(2) Aku mau pulang sekarang.
Ujaran (1) yang berupa kalimat tanya dimaksudkan oleh penghuni kos
ketika diminta untuk mengepel kamar temannya. Sedangkan kalimat (2) dalam
konteks yang merupakan penolakan atau ajakan teman untuk diajak ikut
seminar.
3
Sesuai dengan contoh tersebut, penolakan yang merupakan reaksi negatif
terhadap suatu ajakan, permintaan atau tawaran memiliki bentuk bahasa
tertentu sesuai dengan berbagai faktor sosial yang berpengaruh.
Sehubungan dengan berbagai bentuk penolakan yang ada di masyarakat
maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang berbagai bentuk
penolakan di kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo. Penulis tertarik
untuk meneliti masalah tersebut karena beberapa pertimbangan: pertama,
berdasarkan penggunaan bahasa sebagai sarana penyampaian informasi dan
pemakaian bahasa untuk maksud-maksud tertentu misalnya untuk penolakan.
Untuk mengetahui maksud ujaran tersebut maka diperlukan pendekatan yaitu
pendekatan pragmatik. Kedua, kajian pragmatik khususnya tentang bentuk
penolakan dilingkungan kos mahasiswi sampai saat ini belum pernah
dilakukan. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka penulis mencoba untuk
melakukan penelitian secara mendalam dan menyeluruh tentang berbagai
bentuk bahasa penolakan di kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo
dengan pendekatan pragmatik.
B. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah pada bentuk bahasa
penolakan yang dituturkan oleh penghuni kos Flamboyan. Ungkapan
penolakan di kos Flamboyan yang tidak dituturkan oleh penghuni kos tidak
diteliti dalam penelitian ini.
4
C. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini ada tiga masalah yang perlu dibahas atau dicari
jawabannya.
1. Bagaimana bentuk bahasa penolakan yang terdapat di kos Flamboyan,
Gonilan, Kartasura, Sukoharjo?
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi bentuk bahasa penolakan di kos
Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo?
3. Bagaimana pelaksanaan prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan dalam
bahasa penolakan di kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo?
D. Tujuan Penelitian
Ada tiga tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini.
1. Untuk mendeskripsikan bentuk bahasa penolakan yang terdapat di kos
Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk bahasa
penolakan di kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo.
3. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan prinsip kerjasama dan prinsip
kesopanan dalam bahasa penolakan di kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura,
Sukoharjo.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoretis
a. Memperluas wawasan kebahasaan, khususnya pragmatik menuju pada
kenyataan-kenyataan kebahasaan.
5
b. Dapat memperkaya kajian tentang pemakaian bahasa khususnya pada
bentuk bahasa penolakan.
2. Manfaat Praktis
a. Dapat memberikan informasi tentang pentingnya memperhatikan
konteks dan situasi bahasa bagi para pemakai bahasa khususnya untuk
melakukan ungkapan penolakan.
b. Dapat memberikan informasi tentang kekayaan tindak berbahasa
khususnya dalam bentuk bahasa penolakan.
F. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Bab I Pendahuluan, yang terdiri atas latar belakang, pembatasan
masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab II Landasan Teori, berisi sejumlah teori yang menjadi landasan
dalam penelitian ini.
Bab III Metodologi Penelitian, berisi serangkaian proses penelitian
yang saling berhubungan. Bab ini terdiri atas metode penelitian, deskripsi
objek penelitian, data, saumber data, alat penelitian, metode pengumpulan
data, dan metode analisis data, penyajian kaidah hasil penelitian.
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, merupakan inti dari
penelitian ini, yaitu berisi analisis data dan kesimpulan pembahasan.
Bab V Penutup, berisi simpulan dari penelitian dan juga saran.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Dalam penelitian Sulistyawati (2004) yang berjudul “Pemakaian Kalimat
Imperatif Bahasa oleh Guru TK dalam Proses Belajar Mengajar”, ditemukan
adanya bentuk imperatif yang digunakan oleh guru dalam proses belajar
mengajar. Penelitian ini memiliki persamaan pada objek penelitiannya, yaitu
sama-sama menggunakan analisis pragmatik. Namun, Sulistyawati memilih
pemakaian kalimat imperatif, sedangkan yang diteliti oleh peneliti adalah
bahasa penolakan yang dilakukan di kos mahasiswi.
Rahardi (2005) dalam penelitiannya yang kemudian dibukukan dengan
judul “Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia” menjelaskan
perihal pragmatik bahasa Indonesia. Persamaan pada objek penelitiannya
menggunakan analisis pragmatik. Akan tetapi, Rahardi melakukan penelitian
untuk mengetahui hakikat tuturan imperatif dalam bahasa indonesia.
Sedangkan yang diteliti oleh peneliti adalah bahasa penolakan yang dilakukan
di kos mahasiswi.
Anggraeni (2006), meneliti “Kesantunan Bahasa Jawa Dialek Surabaya:
Analisis Pragmatik”. Hasil ini menunjukkan bahwa wujud bahasa Jawa dialek
Surabaya memiliki dua macam bentuk. Kedua jenis perwujudan itu: (1) wujud
formal imperatif, dan (2) pragmatik imperatif, sedangkan pada penelitian ini
adalah bahasa penolakan yang dilakukan di kos mahasiswi.
6
7
B. Landasan Teori
1. Bahasa dan Fungsi Bahasa
Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang
digunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama,
berinteraksi dan mengidentifikasikan diri serta dalam fungsinya sebagai
alat kominukasi verbal (Kridalaksana, 2001:21). Bahasa dalam dua fungsi
tersebut mampu mengubah konsep abstrak menjadi lambang bunyi yang
bersistem. Selanjutnya, bahasa tersebut digunakan sebagai alat komunikasi
verbal.
Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling efektif untuk
kepentingan komunikasi antara sesama manusia. Hal tersebut tidak
terlepas dari kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang pada dasarnya
selalu menginginkan kontak dengan manusia lain. Oleh sebab itu, bahasa
tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Sehubungan dengan fungsi bahasa
sebagai alat komunikasi dalam hubungannya dengan masyarakat, maka
para ahli bahasa mulai melakukan berbagai kajian mengenai hal tersebut.
Salah satu diantaranya adalah bidang kajian pragmatik.
Ada tiga metafungsi bahasa yang disampaikan oleh Halliday (dalam
Sumarlam, 2003:3-4)
a. Fungsi ideasional berkaitan dengan peran bahasa untuk
mengungkapkan ide, gagasan, dan isi pikiran, serta untuk mereflesikan
realitas pengalaman partisipannya.
b. Fungsi interpersonal berkaitan dengan peranan bahasa untuk
membangun dan memelihara hubungan sosial, untuk mengungkapkan
peranan-peranan sosial dan peranan-peranan komunikasi yang
diciptakan oleh bahasa itu sendiri.
8
c. Fungsi tekstual berkaitan dengan peranan bahasa untuk membentuk
berbagai mata rantai kebahasaan dan mata rantai unsur situasi yang
memungkinkan digunakannya bahasa oleh para pemakainya baik secara
lisan maupun tertulis.
Bahasa memiliki tujuh fungsi bahasa yang dikemukakan oleh
Halliday (dalam Sumarlam, 2003:1-3).
a. Fungsi instrumental (the instrumental function) berfungsi menghasilkan
kondisi-kondisi tertentu dan menyebabkan terjadinya peristiwa-
peristiwa tertentu.
b. Fungsi regulasi (the regulation function) berfungsi sebagai pengawas,
pengendali, atau pengatur peristiwa, atau berfungsi untuk
mengendalikan serta mengatur orang lain.
c. Fungsi pemerian atau fungsi representasi (the representasional
function) berfungsi untuk membentuk pernyataan-pernyataan,
penyampaian fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan, atau
melaporkan realita dan sebenarnya sebagaimana yang dilihat atau
dialami orang
d. Fungsi interaksi (the interecsional function) berfungsi menjamin dan
memantapkan ketahanan dan keberlangsungan komunikasi serta
menjalin interaksi sosial.
e. Fungsi perorangan (the personal function) fungsi ini memberi
kesempatan kepada pembicara untuk mengekspresikan peranan, emosi
pribadi, serta reaksi-reaksi yang mendalam.
f. Fungsi heuristik (the heuristic function) fungsi ini melibatkan
penggunaan bahasa untuk memperoleh ilmu pengetahuan sebanyak-
banyaknya dan mempelajari seluk-beluk lingkungannya.
9
g. Fungsi imajinatif (the imaginatife function) berfungsi sebagai pencipta
sistem, gagasan, atau kisah yang imajinatif.
2. Pragmatik
Kridalaksana (2001:176) mengidefinisikan pragmatik sebagai syarat-
syarat yang mengakibatkan serasi tidaknya pemakaian bahasa dalam
komunikasi dan aspek-aspek pemakaian bahasa atau konteks luar bahasa
yang memberikan sumbangan kepada makna ujaran. Pragmatik adalah
studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Konteks
yang dimaksud tergramatisasi dan terkondifikasi sehingga tidak dapat
dilepaskan dari struktur bahasanya Levinson (dalam Rahardi, 2007:48).
Parker (dalam Rahardi, 2007: 48) mengemukakan bahwa pragmatik
adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara
eksternal. Adapun yang dimaksud dengan itu adalah bagaimana satuan
lingual tertentu digunakan dalam komunikasi yang sebenarnya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa
pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa
secara eksternal, yaitu berkaitan dengan bagaimana satuan bahasa itu
digunakan dalam komunikasi. Pragmatik pada dasarnya menyelidiki
bagaimana makna di balik tuturan yang terikat pada konteks yang
melingkupi di luar bahasa, sehingga dasar dari pemahaman terhadap
pragmatik adalah hubungan antara bahasa dengan konteks.
3. Situasi Tutur
Dalam hubungannya dengan banyaknya maksud yang disampaikan
oleh penutur dalam sebuah tuturan, Leech (dalam Wijana,2009:14-16)
10
harus selalu dipertimbangkan dalam studi pragmatik. Aspek-aspek tersebut
adalah sebagai berikut.
a. Penutur dan lawan tutur
Mencakup penulis dan pembaca bila tuturan bersangkutan
dikomunikasikan dengan media tulisan. Aspek-aspek yang berkaitan
dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar belakang sosial
ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dan sebagainya.
b. Konteks tuturan
Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua
aspek fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan yang
bersangkutan.
c. Tujuan tuturan
Bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatar belakangi oleh
maksud dan tujuan. Dalam hal itu bentuk-bentuk tuturan yang
bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang
sama atau sebaliknya, berbagai macam maksud dapat diutarakan
dengan tuturan yang sama.
d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas
Pragmatik berhubungan dengan tindak verbal (verbal act) yang terjadi
dalam situasi tertentu. Dalam hubungan ini pragmatik menangani
bahasa dalam tingkatannya yang lebih konkret dibanding dengan tata
bahasa. Tuturan sebagai entitas yang konkret jelas penutur dan lawan
tuturnya, serta waktu dan tempat pengutaraannnya.
11
e. Tuturan sebagai produk tindak verbal
Tuturan sebagaimana dalam kriteria empat merupakan wujud dari
tindak verbal dalam pragmatik.
Kelima aspek tersebut Leech harus selalu diperhatikan dalam
mengkaji setiap tuturan karena dalam setia tuturan akan selalu terikat pada
konteks yang melingkupinya. Jadi, aspek-apek di atas tidak dapat lepas
dari bagian suatu tuturan.
4. Peristiwa Tuturan
Peristiwa tutur (speech event) merupakan kegiatan sosial, yang di
dalamnya terdapat interaksi antarpenutur dalam situasi tertentu. Suwito
(1996:36) menyatakan bahwa peristiwa tuturan adalah serangkaian tindak
tutur yang terorganisasi untuk mencapai suatu. Peristiwa tuturan
merupakan rentetan tindak tutur dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang
melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur dengan satu tema atau
topik tuturan pada waktu, tempat, dan situasi tertentu serta tidak dapat
dilepaskan dari aspek-aspek yang melingkupi tuturan dalam suatu
komunikasi antara penutur dan lawan tutur atau antara komunikan dengan
komunikator.
Sehubungan dengan konsep peristiwa tutur dan situasi pemakaian
bahasa, maka unsur-unsur situasi tutur yang dikemukakan oleh Dell
Hymes (dalam Suwito,1996:39) dalam bentuk akronim bahasa Inggris
Speaking yang pemeriaanya sebagai berikut:
Setting dan scene, yaitu tempat dan suasana bicara
Participant, yaitu pembicara, lawan bicara, dan pendengar
End, yaitu tujuan
12
Act sequance, yaitu suatu peristiwa dimana seseorang
menggunakan kesempatan bicara
Key, yaitu nada suara dan ragam bahasa yang digunakan
Instrumen, yaitu alat untuk menyampaikan pendapatnya
Norm of interaction, yaitu aturan permainan yang mesti
ditaati
Genre, yaitu jenis kegiatan yang mempunyai sifat lain dari
yang lain.
5. Tindak tutur
Tindak tutur adalah produk atau hasil dari kalimat dalam kondisi
tertentu dan merupakan satuan terkecil dari komunikasi linguistik.
Searle mengemukakan bahwa secara pragmatis setidak-tidaknya
ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni
tindak lokusi (Locutionary Act), tindak ilokusi (Ilocutionary Act), dan
tindak perlokusi (Perlocutionary Act) (Wijana, 2009: 20).
a. Tindak lokusi
Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu.
Tindak tutur itu disebut sebagai The Act of Saying Something. Contoh
tindak lokusi adalah sebagai berikut.
(3) Rumah Dian besar.
(4) Ibu sedang memasak di dapur.
Kedua kalimat di atas diutarakan oleh penuturnya semata-mata
hanya untuk menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk
melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya.
Tindak lokusi adalah tindakan yang paling mudah diidentifikasi,
karena dalam pengidentifikasian tindak lokusi tanpa memperhitungkan
konteks tuturannya.
13
b. Tindak ilokusi
Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang tidak hanya digunakan
untuk menginformasikan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu sejauh
situasi tuturnya dipertimbangkan secara seksama. Contoh tindak
Ilokusi adalah:
(5) Saya haus.
(6) Gulanya habis.
Tuturan tersebut bukan sekedar menginformasikan rasa haus
dan gula habis tetapi dimaksudkan untuk minta minum dan menyuruh
membeli gula, hal inilah contoh tindak ilokusioner atau ilokusi.
c. Tindak perlokusi
Tindak perlokusi menurut Searle (dalam Wijana, 2009:23)
adalah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk
mempengaruhi lawan tuturnya. Contoh tindak tutur perlokusi:
(7) Rumahnya jauh
(8) Televisinya 20 inchi
Tuturan ke (7) bila diutarakan oleh seseorang kepada ketua
perkumpulan, maka ilokusinya adalah secara tidak langsung
menginformasikan bahwa orang yang dibicarakan tidak dapat terlalu
aktif di dalam organisasinya. Kalimat (8) bila diutarakan oleh
seseorang kepada temannya pada saat akan diselenggarakan siaran
langsung kejuaraan piala dunia, kalimat ini tidak hanya mengandung
lokusi, tetapi juga ilokusi yang berupa ajakan untuk menonton
ditempat temannya, dengan perlokusi lawan tutur menyetujui
ajakannya.
14
6. Jenis-jenis Tindak Tutur
Jenis-jenis tindak tutur dibagi menjadi tiga:
a. Tidak tutur langsung dan tak langsung
1) Tindak Tutur Langsung
Tindak tutur dilihat dari penggunaan kalimat secara
konvensional, maksudnya jika kalimat berita difungsikan untuk
mengatakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya, kalimat
perintah untuk menyuruh, mengajak, memohon, dan sebagainya
(Wijana, 2009:28).
(9) X: Din, perutku kok lapar, ya
Y:Ada makanan di almari
X: Baik, kuambil semua, ya?
Tuturan di atas menjelaskan bahwa ia mengetahui tuturan
yang diutarakan oleh lawan tuturnya bukanlah sekedar
menginformasikan sesuatu, tetapi menyuruh orang yang diajak
berbicara.
2) Tindak Tutur Tak Langsung
Tindak tutur tak langsung adalah tindak tutur yang
diutarakan secara tidak langsung, tetapi harus segera dilaksanakan
maksud yang terimplikasi di dalamnya. Tindak tutur tidak
langsung ini digunakan agar pembicaraan lebih dan jika hal itu
merupakan perintah maka dapat diutarakan dengan kalimat berita
atau kalimat tanya, agar orang yang diperintah tidak merasa dirinya
diperintah. Misal:
15
(10) X: Saya kemarin tidak dapat hadir
Y: Sudah tahu. Kemarin kamu tidak kelihatan
Tuturan yang diutarakan secara tidak langsung biasanya
tidak dapat dijawab secara langsung tetapi harus segera
dilaksanakan maksud yang terimplikasi di dalamnya.
b. Tindak tutur literal dan tindak tutur tak literal
1) Tindak Tutur langsung Literal
Yaitu tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan
makna yang sama dengan maksud pengarangnya, maksudnya
adalah penggunaan kalimat sesuai dengan fungsinya misalnya
bertanya dengan kalimat tanya, memberi tahu dengan kalimat
berita, dan sebagainya. Contoh tindak tutur langsung literal:
(11) Jam berapa sekarang?
Tuturan di atas menanyakan pukul berapa ketika itu dan
maksud bertanya dengan kalimat tanya.
2) Tindak Tutur Langsung Tidak Literal
Yaitu tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang
sesuai dengan maksud tuturan, tetapi kata-kata yang dipakai tidak
memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya.
Contohnya adalah:
(12) Lantainya kotor
Tuturan di atas tidak hanya memberikan informasi tetapi
terkandung maksud memerintah yang diungkapkan secara tidak
langsung dengan kalimat berita.
3) Tindak Tutur Langsung Tidak Literal
16
Yaitu tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang
sesuai dengan maksud tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya
tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya.
Contoh tindak tutur langsung tidak literal:
(13) Kalau makan biar kelihatan sopan, buka saja mulutmu!
Tuturan di atas menjelaskan bahwa penutur menyuruh
lawan tuturnya untuk menutup mulut sewaktu makan agar terlihat
sopan.
4) Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal
Yaitu tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat
dan makna kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang hendak
diutarakan. Contohnya:
(14) Lantainya bersih sekali
Tuturan di atas untuk menyuruh seseorang untuk mengepel
lantai yang kotor.
7. Prinsip Kerjasama
Grice (dalam Wijana,2009:42) mengemukakan bahwa di dalam
rangka melaksanakan prinsip kerjasama itu, setiap penutur harus
mematuhi empat maksim sebagai berikut:
a. Maksim kuantitas (maxsim of quantity)
Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan
memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyaknya yang
dibutuhkan oleh lawan bicaranya. Misalnya:
(15) X : Siapa namamu?
Y: Melia
17
X: Di mana rumahmu?
Y: Pacitan
Jawaban (Y) atas pertanyaan (X) pada percakapan di atas
memenuhi maksim kuantitas, karena memberikan kontribusi yang
memadai, dan mencukupi pada setiap tahapan komunikasi.
Kuantitas jawaban (Y) adalah Melia dan Pacitan.
b. Maksim kualitas (maxsim of quality)
Maksim percakapan ini mewajibkan setiap peserta percakapan
hendaknya didasarkan pada bukti-bukti yang memadai. Misalnya :
(16) Guru : Coba kamu Andi, apa ibu kota Jawa Tengah?
Andi : Surabaya, Pak Guru.
Guru: Pintar, kalau begitu ibukota Jawa Timur Semarang,
ya?
Contoh tersebut menunjukkan bahwa seorang guru bertanya
kepada salah satu muridnya yang bernama Andi tentang ibukota
Jawa Tengah namun jawaban Andi salah, karena yang benar adalah
Semarang bukan Surabaya. Jadi jawaban tersebut tidak memenuhi
maksim kualitas karena tidak memenuhi jawaban yang diharapkan.
c. Maksim relevansi (maxim of relevance)
Maksim relevansi ialah aturan pertuturan yang menuntut adanya
relevansi dalam tuturan antara pembicaraan dengan masalah yang
sedang dibicarakan. Misalnya:
(17) X : pak ada tabrakan bus lawan kereta api di Rangkas
Bitung.
Y: yang menang dihadiahi apa?
18
Dialog di atas adalah percakapan antara seorang ayah dengan
anaknya. Bila sang ayah sebagai peserta percakapan yang
kooperatif, maka tidak selayaknya ia mempersamakan peristiwa
kecelakaan yang diceritakan anaknya itu dengan sebuah
pertandingan atau kejuaraan. Di dalam kecelakaan tidak ada
pemenang, dan tidak ada pula pihak yang akan menerima hadiah.
Semua pihak akan menderita kerugian, bahkan mungkin akan
memakan korban jiwa. Jadi kontribusi yang dibeikan oleh (Y)
melanggar maksim relevansi, yaitu penyimpangan jawaban yang
diberikan oleh seorang ayah terhadap pernyataan sang anak.
d. Maksim pelaksanaan (maxim of manner)
Maksim pelaksanaan ialah aturan pertuturan yang mengharuskan
peserta tutur untuk memberikan kontribusi tuturan yang runtuh,
tidak ambigu, tidak taksa, dan tidak berlebihan. Misalnya:
(18) X : Sepeda saya ringsek tertabrak mobil. Dapatkah anda
memperbaiki sehingga kembali seperti semula?
Y : bisa tapi waktunya setengah abad.
Jawaban (Y) yang menyatakan bisa tapi waktunya setengah abad
bersifat melebih-lebihkan. Hal itu memang disengaja karena untuk
menciptakan sausana humor.
8. Prinsip Kesopanan
Berkaitan dengan pembagian maksim, Leech (dalam Wijana,
2004:51) berpendapat bahwa selain keempat maksim di atas, dalam
prinsip kerja sama masih diperlukan prinsip kesopanan yang dibagi
dalam enam maksim.
19
a. Maksim kebijaksanaan
Adalah aturan dalam pertuturan dengan cara meminimalkan
kerugian terhadap lawan tutur dan memaksimalkan keuntungan
bagi lawan bicara. Contoh:
(19) Silahkan (anda) datang kerumah saya.
(20) Silahkan kiranya (anda) datang ke rumah saya.
(21) kalau tidak keberatan, sudilah (anda) datang ke rumah saya.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa semakin panjang tuturan
seorang semakin besar pula keinginan orang itu untuk bersikap
sopan kepada lawan bicaranya. Demikian pula tuturan yang
diutamakan secara tidak langsung lazimnya lebih sopan
dibandingkan dengan tuturan yang diutarakan secara langsung.
b. Maksim penerimaan
Maksim penerimaan adalah aturan pertuturan yang meminimalkan
ketidakhormatan terhadap orang lain dan memaksimalkan pujian
terhadap orang lain. Perhatikan contoh kalimat berikut.
(22) Anda harus meminjami saya mobil.
(23) Saya akan meminjami anda mobil.
(24) Saya akan datang ke rumahmu untuk makan siang.
(25) Saya akan mengundangmu ke rumah untuk makan malam.
Tuturan (22) dan (23) dirasa kurang sopan karena penutur berusaha
memaksimalkan keuntungan dirinya dengan menyusahkan orang
lain. Sebaliknya (24) dan (25) penutur berusaha memaksimalkan
kerugian mengenai dengan memaksimalkan kerugian diri sendiri.
c. Maksim kemurahan
Adalah pertuturan dengan meminimalkan keuntungan bagi diri
sendiri dan memaksimalkan kerugian diri sendiri. Maksim ini
20
dinyatakan dengan kalimat ekspresif dan asertif. Dengan
penggunaan kalimat ekspresif dan asertif ini jelaslah tidak hanya
dalam menyuruh dan menawarkan sesuatu seseorang harus berlaku
sopan, tetapi di dalam mengungkapkan perasaan, dan menyatakan
pendapat ia tetap diwajibkan berlaku sopan. Contohnya:
(26) + Permainanmu sangat bagus.
- Tidak saya kira biasa-biasa saja.
Tokoh (+) bersikap sopan karena berusaha memaksimalkan
keuntungan (-) lawan tuturnya. Lawan tuturnya atau (-)
menerapkan paradox pragmatik dengan berusaha meminimalkan
penghargaaan diri sendiri.
d. Maksim kerendahan hati
Maksim kerendahan hati adalah aturan dalam pertuturan dengan
memaksimalkan ketidak hormatan terhadap diri sendiri, dan
meminimalkan rasa hormat terhadap diri sendiri. Perhatikan contoh
kalimat berikut:
(27) + Betapa pandainya orang itu.
- Betul di memang pandai.
(28) + Kau sangat pandai.
- Ya, saya memang pandai.
Agar jawaban yang (-) dalam (27) terasa sopan, (-) dapat menjawab
seperti (28) di bawah ini sehingga ia terkesan meminimalkan rasa
hormat bagi dirinya sendiri.
21
e. Maksim kecocokan
Maksim kecocokan tuturan dalam pertuturan dengan
memaksimalkan kecocokan di antara mereka dan meminimalkan
ketidak cocokan di antara mereka. Perhatikan contoh berikut:
(29) + Bahasa Inggris sukar, ya?
- Ya.
(30) + Bahasa Inggris sukar, ya?
- ( siapa bilang), mudah sekali.
Kontribusi (-) dalam (29) lebih sopan dibandingkan dengan dalam
(30) karena dalam (30) (-) memaksimalkan ketidak cocokannya
dengan pernyataan (+). Dalam hal ini tidak berarti orang harus
senantiasa setuju dengan pendapat atau peryataan lawan tuturnya.
Dalam hal ia tidak menyetujui apa yang dinyatakan oleh lawan
tuturnya ia dapat membuat pernyataan yang mengandung ketik
setujuan atau ketidak cocokan partial atau (partial agreement).
f. Maksim kesimpatian
Adalah aturan dalam pertuturan dengan memaksimalkan rasa
simpati kepada orang lain, dan meminimalkan rasa antipati kepada
orang lain. Maksim ini dinyatakan dalam kalimat ekspresif dan
asertif. Sebagai contoh adalah:
(31) + Bibiku meninggal dunia minggu kemarin.
- Oh, aku turut berduka cita.
Wacan (31) memenuhi maksim kesimpatian karena
memaksimalkan rasa simpati kepada lawan tuturnya yang
mendapatkan kedukaan.
22
Brown dan Levinson (dalam Wijana, 2007:60-61) menunjukkan
secara meyakinkan bahwa penutur mempergunakan strategi linguistik
yang berbeda-beda di dalam memperlakukan secara wajar lawan
tuturnya. Dalam hal ini Brown dan Levinson mengidentifikasikan tiga
strategi dasar.
a. Tingkat jarak sosial (distance rating)
Antara penutur dan lawan tutur yang ditentukan berdasarkan
parameter perbedaan umur, jenis kelamin, dan latar belakang
sosiokultural.
b. Tingkat status sosial ( power rating)
Yang didasarkan atas kedudukan yang asimetrik antara penutur dan
lawan tutur di dalam konteks pertuturan.
c. Tingkat peringkat tindak tutur (rank rating)
Yang didasarkan atas kedudukan relatif tindak tutur yang satu
dengan tindak tutur yang lain.
9. Komponen Tindak Tutur
Pada waktu seorang hendak berbicara, terlebih dahulu
terbentuklah suatu pesan di dalam kepala orang itu yang merupakan
kehendaknya atau ungkapan perasaannya. Jika saatnya telah tiba, maka
pesan (message) itu akan dilontarkan menjadi ujaran (utterance) yang
kemudian dapat didengar oleh orang yang diajak bicara atau orang
yang kebetulan dekat dengannya. Terjadinya lontaran ujaran
dipengaruhi oleh banyak hal, tergantung pada macam dan kualitas
butir-butir yang telah mempengaruhinya. Butir-butir penentu ini
disebut komponen tutur, karena butir-butir ini menjadi variabel
penentu ujud bentuk ujaran yang terlontarkan oleh seorang penutur.
23
Adapun komponen tersebut adalah pribadi penutur, warna emosi
penutur, maksud penutur, asal penutur, anggapan penutur terhadap
kedudukan sosial dan relasinya dengan mitra tutur, hadirnya orang
ketiga, mitra tutur, peristiwa tutur, suasana bicara, ekologi percakapan,
bentuk wacana, dan norma kebahasaan lain (Paina Partana, 2005:51-
53).
24
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan metode deskriptif kualitatif.
Deskriptif kualitatif merupakan suatu pendekatan yang juga disebut
pendekatan investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan
cara bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang ditempat
penelitian (MC Millan & Schumaker, 2003). Dengan pendekatan kualitatif ini
penelitian akan menggambarkan dan menganalisis setiap individu dalam
kehidupan dan pemikiran.
Penelitian ini berkaitan dengan fenomena kebahasaan yang berkaitan
dengan penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari dalam hubungannya
dengan situasi dan konteks pembicaraan. Ancangan yang digunakan adalah
dengan pendekatan pragmatik.
Pendekatan pragmatik disini maksudnya mengkaji maksud penyapa baik
yang tersurat maupun yang tersirat dibalik tuturan yang dianalisis. Maksud-
maksud tuturan, terutama maksud yang diimplikasikan hanya dapat
diidentifikasikan lewat penggunaan bahasa itu secara konkret dengan
mempertimbangkan konkret dan situasi tuturannya. Pada prinsipnya yang
dimaksudkan adalah mengkaji ujaran penutur yang terikat pada konteks.
24
25
B. Deskripsi Objek Penelitian
Wisma Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo di sebelah barat
kampus 1 Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tepatnya di jalan Perum
Barito RT.02 RW.X Gonilan, Kartasura. Seluruh penghuni kos berjumlah 19
orang, yang semuanya berstatus mahasiswi dari UMS, terdiri dari mahasiswi
FKIP, Ekonomi, Komunikasi dan informatika, Ilmu kesehatan. Angkatan
2003, 2006,2008, dan 2009 yang ada dalam kos Flamboyan. Mayoritas
mahasiswi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Asal daerah
penghuni kos Flamboyan yaitu berasal dari Wonogiri, Boyolali, Klaten,
Pekalongan, Batang, Pacitan, Magetan, Karanganyar dan Sragen. Dalam
komunikasi sehari-hari bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa.
C. Data dan Sumber Data
Dalam penelitian tuturan lisan yaitu bentuk bahasa penolakan yang
terdapat di kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo.
Sumber data adalah asal dimana penelitian itu diperoleh. Sumber data
dalam penelitian ini adalah penghuni kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura,
Sukoharjo.
D. Alat Penelitian
Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti yang
bertindak sebagai pencari dan pengumpul data. Selain itu juga diperlukan
sarana pendukung seperti kartu data, alat tulis untuk mencatat data, kaset/tape
recorder untuk merekam dan mengabadikan data.
26
E. Teknik Pengumpulan Data
Pada tahap pengumpulan data ini metode yang digunakan adalah metode
simak. Teknik simak adalah suatu metode pemerolehan data yang dilakukan
dengan cara menyimak suatu penggunaan bahasa (Sudaryanto dalam Mahsun,
2005:90).
Sebagai teknik dasar yang digunakan yaitu tekni sadap, yaitu dalam
mendapatkan data, peneliti mengadakan penyimakan penggunaan bentuk
bahasa penolakan yang terjadi di kos Flamboyan. Teknik lanjutan yang
dipakai adalah teknik simak libat cakap (SLC), teknik simak bebas libat cakap
(SBLC), dan teknik catat. Cara kerja keempat teknik tersebut adalah: (1)
teknik simak libat cakap (SLC), yaitu kegiatan penyadapan dilakukan dengan
ikut berpartisipasi dalam pembicaraan sambil menyimak pembicaraan
tersebut, dengan peneliti sebagai alat yang dilibatkan langsung dalam
membentuk dan memunculkan data, (2) teknik SBLC, ditempuh dengan
melakukan penyimakan suatu pembicaraan dan menyadap penggunaan bentuk
bahasa penolakan tanpa melibatkan diri peneliti dalam pembicaraan tersebut,
(3) teknik catat, dilakukan untuk mencatat faktor-faktor penting yang melatar
belakangi penggunaan bahasa penolakan terutama faktor-faktor nonlingual
yang menyangkut komponen tutur dan konteks.
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Data-data yang dikumpulkan dan diklasifikasikan kemudian
dianalisis lebih lanjut berdasarkan dua kategori, yaitu berdasarkan bentuk-
bentuk bahasa penolakan dan berdasarkan asumsi-asumsi pragmatik yang
telah disebutkan di atas.
Adapun kategori bentuk bahasa penolakan tersebut meliputi;
Penggunaan isyarat atau penolakan non-verbal, penggunaan komentar sebagai
penolakan, komentar itu biasanya berhubungan dengan ajakan, tawaran, atau
permintaan, penggunaan ucapan terimakasih sebagai penolakan. biasanya
diikuti dengan komentar atau alasan, penggunaan usul atau pilihan lain agar
penjawab bebas dari tugas memenuhi ajakan, tawaran atau permintaan
pembicara, penggunaan syarat atau kondisi sebagai pengganti penolakan,
memberitahukan alasan penolakan, menggunakan kata tidak atau padanannya
dengan atau tanpa didahului dengan permintaan maaf. Analisis berdasarkan
asumsi-asumsi pragmatik yang meliputi tindak tutur langsung dan tindak tutur
tak langsung tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal, tindak tutur
lokusi, ilokusi, dan perlokusi serta pelaksanaan terhadap prinsip kerjasama dan
kesopanan.
27
28
Mengingat banyaknya data pada penelitian ini, penulis hanya
menganalisis beberapa data. Data yang dianalisis adalah data-data yang dapat
mewakili data-data lain yang sejenis.
1. Analisis Berdasarkan Bentuk Bahasa Penolakan
a. Penggunaan isyarat atau penolakan non-verbal
Penggunaan isyarat atau penolakan non-verbal ini biasanya
dilakukan ketika penjawab ragu untuk menolak atau menerima tawaran
yang diberikan.
(1) Karin : Nek gelem ngetik go laptopku saiki wae.
(kalau mau ngetik pakai laptopku sekarang saja)
Diah : (diam dan mengerutkan dahi) (data no. 18).
(2) Melia : Gelem iki Lis (roti bakar)
(Mau ini, Lis)
Lilis : eemm.....(lalu menggelengkan kepala) (data no.
14)
Peristiwa tutur tersebut dilakukan oleh Karin dan Diah. Ketika
Karin menyuruh untuk mengetik memakai laptopnya kepada Diah,
kelihatan bahwa Diah ragu-ragu untuk menerima atau menolak tawaran
Karin. Hal ini disebabkan Diah memang ingin memakai laptop untuk
mengetik, tetapi dia belum selesai mengumpulkan data. Demikian pula
dengan data no. (2), dimana dalam data ini dijelaskan bahwa Lilis
kelihatan ragu-ragu untuk menjawab ya atau tidak. Hal ini disebabkan
karena Lilis tidak menyukai roti bakar, tetapi dia juga tidak ingin
membuat temannya kecewa. Pada akhirnya Lilis menggelengkan kepala
untuk menolak roti bakar yang ditawarkan Melia kepadanya.
29
Dari penelitian yang penulis lakukan ternyata para responden lebih
suka menggunakan jawaban terselubung dalam menolak suatu tawaran
atau ajakan. Dalam hal ini para penghuni kos flamboyan pada umumnya
merasa enggan untuk menolak atau menyampaikan sesuatu yang tidak
menyenangkan pemohon / pengajar dengan terus terang.
b. Penggunaan komentar sebagai penolakan
Komentar biasanya berhubungan dengan ajakan, tawaran atau
permintaan. Dalam hal ini nampaknya penjawab meragukan tentang
kebenaran sesuatu yang diutarakan oleh pembicara. Berikut akan penulis
deskripsikan beberapa data yang dapat mewakili bentuk penolakan
tersebut.
Berikut bentuk penolakan dengan menggunakan komentar yang
disampaikan kepada orang yang menawarkan dengan komentar yang
lugas namun terlihat kurang menghargai orang yang menawarkan.
(3) Lilis : Meh pesen baju di Gemini?
(Mau pesan baju di Gemini?)
Melia : Modele ki lho
(Modelnya itu lho) (data no. 44)
Peristiwa tutur tersebut dilakukan oleh Lilis dan Melia pada saat
Lilis sudah membuka gambar kaos di facebook yaitu model longdress.
Melia saat itu kelihatan kurang tertarik karena tidak menyukai model baju
tersebut. Kemudian ia berkomentar tentang warna jaket tersebut, yang
secara tidak langsung merupakan suatu bentuk penolakan atas tawaran
Lilis. Bentuk penolakan tersebut terlihat kurang sopan karena ia langsung
mengomentari model baju tersebut tanpa didahului permintaan maaf.
30
(4) Diah : Ijah,...nggonku sisan di pelne!
(Ijah....punyaku sekalian di pelkan)
Nia : Wani bayar piro?
(Berani bayar berapa?) (data no. 13)
c. Penggunaan ucapan terima kasih sebagai penolakan
Penolakan bentuk ini biasanya diikuti dengan komentar atau
alasan. Penjawab berterima kasih karena diperhatikan, ditawari suatu jasa
dan lain sebagainya sambil memberitahukan bahwa dirinya telah dapat
mengatasi masalahnya sendiri. Berikut akan penulis deskripsikan
beberapa data tentang bentuk penolakan ini.
Berikut penolakan yang menggunakan ucapan terima kasih dan
disertai dengan alasan penolakan.
(5) Melia : Gelem milk tea?
(mau milk tea)
Dian : matur nuwun, aku gak doyan susu
(terima kasih, aku gak suka susu)
(Data no. 45)
Peristiwa tutur tersebut dilakukan oleh Melia dan Dian. Bentuk
penolakan tersebut terdengar sopan dan menghargai Melia. Selain
mengucapkan terima kasih Dian juga memberikan alasan mengapa ia
menolak tawaran tersebut yakni karena ia tidak doyan dengan susu.
Berikut bentuk penolakan yang menggunakan ucapan terima kasih
tanpa disertai dengan alasan.
(6) Dian : Gelem? (menyodorkan nasi goreng)
(Mau?)
Melia : tursuwun
(Terima kasih) (data no. 22)
31
Peristiwa tutur tersebut dilakukan oleh Dian dan Melia. Pada saat
itu Dian sedang makan nasi goreng di kamar dan tinggal separo,
kemudian Melia datang maka terjadilah percakapan tersebut. Bentuk
penolakan Melia terdengar tegas dan tanpa disertai dengan alasan
penolakan. Setelah ditelusuri ternyata Melia tidak bisa makan bersama
dengan orang lain dalam satu piring nasi goreng yang ditawarkan tersebut
tinggal separo maka ia langsung menolak dengan tegas meski dengan
ucapan teriam kasih.
Berikut bentuk penolakan dengan menggunakan ucapan terima
kasih tanpa disertai dengan alasan dengan maksud untuk bergurau.
(7) Karin : Kamarku sisan yo!
(Kamarku sekalian ya!)
Niken : Matur suwun wae
(terima kasih saja) (Data no. 33)
Peristiwa tutur tersebut dilakukan oleh Karin dan Niken. Bentuk
penolakan ini meski diucapkan dengan matur suwun (terima kasih)
namun di situ terlihat bahwa Niken mengucapkan dengan menyepelekan
Karin. Hal itu karena ia memang tidak akan mau mengepelkan kamar
Karin. Karinpun tidak benar-benar menyuruh Niken atau ia hanya
bergurau.
d. Penggunaan usul atau pilihan lain agar penjawab bebas dari tugas
memenuhi ajakan, tawaran, atau permintaan pembicara
Penggunaan usul atau alternatif ini merupakan penolakan halus
yang konstruktif. Pembicara dalam hal ini merasa diperhatikan, tidak
sekedar ditolak tetapi diberi kemungkinan lain untuk membantu
32
memecahkan persoalannya. Berikut akan penulis deskripsikan beberapa
data yang dapat mewakili bentuk penolakan ini.
(8) Diah : Ayo kancani aku ning warnet.
(Ayo temani aku ke warnet)
Karin : mbok karo Niken wae, aku meh sinau go maju
sesok
(Sama Niken aja, aku mau belajar untuk ujian
besok)
(Data no. 7)
Peristiwa tutur tersebut dilakukan oleh Diah dan Karin. Penolakan
yang dilakukan Karin terhadap Diah tersebut dilakukan karena Karin saat
itu lebih mengutamakan belajar untuk maju ujian besok daripada
menemani Diah ke warnet. Karin tidak terlalu merasa bersalah
membiarkan Diah untuk menemani. Bentuk penolakan seperti membuat
Diah tidak merasa diacuhkan dan diabaikan karena Karin memberikan
pilihan lain pada Diah.
e. Penggunaan syarat atau kondisi sebagai pengganti penolakan
Penolakan bersyarat ini masih memberikan peluang pengajak
untuk memenuhi persyaratan. Bila syarat itu terpenuhi penjawab akan
memenuhi pula ajakan, tawaran, atau permintaan itu. Oleh penjawab
penolakan bersyarat ini memang bisa dipergunakan untuk menguji
keseriusan pengajak. Sebab bila pengajak memang bersungguh-sungguh
pastilah dia rela memenuhi persyaratan yang diajukan asalkan persyaratan
itu wajar-wajar saja. Untuk lebih jelasnya berikut akan penulis
deskripsikan beberapa data yang dapat mewakili bentuk penolakan
dengan menggunakan syarat atau kondisi.
33
(9) Diah : Make up ku wis podo entek ki pengen ning relasi
(make up ku sudah pada habis, mau ke relasi)
Melia : Nek aku wis jupuk duit wae
(Kalau aku sudah ambil uang saja) (data no. 4)
Peristiwa tutur tersebut dilakukan oleh Diah dan Melia.
Persyaratan yang diajukan Melia sebenarnya tidak sukar dipenuhi oleh
Diah dan Melia juga beralasan baik, sebab Melia tidak mungkin belanja
karena uangnya sudah mepet. Dan hal itu dapat juga ia lakukan besok jika
uang kiriman dari orang tua sudah datang dan Melia juga dapat
memenuhi persyaratan yang diajukan Diah, karena barang-barang Melia
hampir habis tetapi ia masih bisa menunda sampai keesokan harinya.
Penggunaan syarat atau kondisi sebagai pengganti penolakan juga
dapat memberi peluang kepada pengajak atau pemohon untuk
mendapatkan apa yang ia inginkan dari lawan tuturnya. Bila kondisi
memungkinkan dan dapat dipenuhi oleh penjawab maka penjawab akan
menjawab.
(10) Diah : Nek ning Grand Mall nitip hotpant koyo iki ya,
ukurane L
(Kalau ke Grand Mall nitip hot pant seperti ini ya,
ukuranya L)
Karin : Nek duitku cukup, yo soale aku meh belanja
(kalau duitku cukup yo, soalnya aku mau belanja)
Peristiwa tutur tersebut dilakukan oleh Diah dan Karin. Persyaratan
yang diajukan oleh Karin dapat terpenuhi kalau kondisinya nanti
memungkinkan. Dan Karin dapat memenuhi permintaan Diah jika
uangnya setelah ia dapat membeli semua baju yang ingin dibeli dan
uangnya masih tersisa. Namun demikian, ia juga bisa tidak memenuhi
permintaan Diah jika uangnya tidak cukup.
34
f. Memberikan alasan penolakan seperti dalam contoh berikut dengan atau
tidak didahului permintaan maaf
Bentuk penolakan dengan mengemukakan alasan yang berbagai
macam kedengarannya lebih halus dan lebih sopan daripada penolakan
tegas. Penjawab menunjukkan adanya kepedulian atau concern terhadap
pengajak walaupun sedikit.
Berikut akan penulis berikan data yang dapat mewakili bentuk
ungkapan penolakan yang menggunakan alasan di Kos Flamboyan.
(11) Melia : Pengen ora?
(Mau nggak?)
Diah : Pengen sih cuma wis sikat gigi
(mau sih, cuma sudah sikat gigi) (data No. 35)
Peristiwa tutur tersebut dilakukan oleh Melia dan Diah. Malam
itu Melia sedang makan mie goreng ia lalu menawarkan pada Diah.
Karena Diah sudah sikat gigi, maka ia pun menolak tawaran Melia.
Bentuk penolakan yang diutarakan terlihat cukup sopan yaitu “Pengen
sih cuma wis sikat gigi” di situ terlihat bahwa Diah menghargai
tawaran itu dan sebenarnya dia juga ingin tetapi ia menolak dengan
alasan bahwa dia malas untuk sikat gigi lagi sehingga tidak
menyinggung perasaan Melia.
g. Menggunakan kata tidak atau pandanannya, dengan atau tanpa
didahului dengan permintaan maaf
Bentuk penolakan ini masih terbagi menjadi 4 macam
berdasarkan tingkat kesopanan. Berikut akan penulis deskripsikan.
Bentuk bahasa penolakan sering diikuti oleh alasan agar penolakan
35
yang disampaikan tidak kedengaran terlalu keras, tegas, atau kasar.
Perhatikan data yang akan penulis deskripsikan.
(12) Nia : Ayo tumbas maem!
(ayo beli makan)
Niken : Gak ah, aku jik wareg.
(Nggak ah, aku masih kenyang) (data no. 01)
Peristiwa tutur tersebut dilakukan oleh Nia dan Niken. Tuturan
tersebut di waktu sore hari, pada saat itu Nia mengajak Niken beli
makan ke warung, Nia dan Niken sama-sama angkatan 2009 sehingga
percakapan antara keduanya terlihat santai dan bahasa penolakan
yang diucapkan oleh Nikenpun lebih lugas dan tanpa didahului dengan
permintaan maaf meski dia mengungkapkan alasan tetapi bahasa
penolakan yang disampaikan kurang begitu halus. Hal tersebut
dikarenakan usia, angkatan, dan keakraban antara Nia dan Niken.
Berikut adalah contoh bentuk ungkapan penolakan dengan
mengungkapkan kata tidak didahului permintaan maaf.
(13) Diah : Engko sore ono acara gak? Kancani tumbas baju
yuk?
(Nanti sore ada acara gak? Temeni beli baju yuk!
Melia : Sorry aku gak iso, engko sore meh garap tugas
(Sorry aku nggak bisa, nanti sore mau
mengerjakan
tugas) (Data no. 02)
Peristiwa tutur tersebut dilakukan oleh Diah dan Melia. Tuturan
tersebut terjadi di kamar Melia, pada saat itu Diah sedang
membutuhkan teman untuk menemaninya membeli baju untuk suatu
acara. Namun demikian, saat itu Melia juga tidak bisa dan harus
36
menolak permintaan Diah. Maka Melia menolak dengan bahasa yang
halus dan tidak membuat Diah tersinggung. Bahasa penolakan yang
dikemukakan Melia terlihat sopan karena didahului permintaan maaf
dan menyampaikan alasan yang kuat mengapa ia menolak permintaan
Diah.
2. Analisis Berdasarkan Asumsi-asumsi Pragmatik
Tindak tutur adalah produk hasil dari suatu kalimat dalam kondisi
tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi linguistik
yang dapat berwujud pernyataan, perintah, tanya, atau yang lainnya
(Searle, 1969, dalam Suwito, 1983, h.33).
Tindak tutur memiliki berbagai kategori dan fenomena yang aktual
menurut ahli bahasa. Analisis tindak tutur ini meliputi dua kategori
tindak tutur. Tindak tutur yang pertama menurut Wijana, yaitu tindak
tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung, tindak tutur literal dan
tindak tutur tidak literal. Kedua adalah tindak tutur Austin yaitu tindak
tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi.
a. Tindak Tutur Langsung –Tindak Tutur Tidak Langsung
1) Tindak Tutur Langsung
Tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang dibentuk
oleh pemfungsian secara konvensional modus-modus kalimat
tertentu, seperti modus kalimat berita untuk memberitahu,
kalimat tanya untuk bertanya, dan kalimat perintah untuk
37
memerintah secara langsung. Berikut ini akan penulis
deskripsikan beberapa data sebagai contoh tindak tutur langsung
dalam ungkapan penolakan di kos Flamboyan berdasarkan
modus kalimat yang digunakan.
a) Kalimat Berita
Kalimat berita adalah kalimat yang berfungsi untuk
memberitahu sesuatu atau hal seperti yang dinyatakan dalam
kalimat tersebut.
(14) Diah : Jane aku sesuk meh njuk tulung di terne ke
perpus
(Sebenarnya aku besok mau minta tolong
di antar ke perpus
Melia : Jo karo aku, aku sesok kuliah
(Jangan sama aku, aku besok kuliah)
(Data No. 46)
Tuturan Diah pada kalimat diatas merupakan tuturan
kalimat langsung yang menggunakan modus kalimat berita.
Kalimat yang diucapkan Melia bermaksud memberitahukan
kepada Diah bahwa Melia tidak bisa memenuhi ajakan karena
besok harus kuliah. Melia berharap Diah dapat memahami
apa yang ia beritahukan.
b) Kalimat Tanya
Kalimat tanya adalah kalimat yang berfungsi untuk
menanyakan sesuatu atau hal yang sesuai dengan apa yang
terkandung dalam suatu kalimat. Berikut ini akan
38
dikemukakan contoh data yang merupakan kalimat langsung
bermodus kalimat tanya.
(15) Karin : Engko melu ning Klaten?
(Nanti ikut ke Klaten?)
Melia : Pacarku meh mulih ki mbak.
(Pacarku mau pulang mbak)
(Data no. 43)
Ungkapan penolakan Melia adalah tindak tutur
langsung yang menggunakan modus kalimat tanya.
Ungkapan diatas mengandung maksud untuk menanyakan
sesuatu seperti yang terkandung pada kalimat tersebut.
Kalimat yang diucapkan Melia merupakan bentuk penolakan
terhadap ajakan Karin untuk pergi ke Klaten.
Berdasarkan contoh kalimat tanya pada tindak tutur
langsung dengan menggunakan modus kalimat tanya dapat
disimpulkan bahwa kalimat tanya dalam tindak tutur
langsung berfungsi untuk menanyakan sesuatu atau hal untuk
mendapatkan informasi atau pendapat dari lawan tuturnya.
c) Kalimat Perintah
Kalimat perintah adalah kalimat yang berfungsi untuk
memerintah atau menyuruh lawan bicara tentang sesuatu atau
hal seperti yang terkandung dalam kalimat tersebut. Sebagai
contoh akan penulis deskripsikan data yang merupakan
kalimat langsung yang menggunakan modus kalimat
perintah.
39
(16) Diah : Tolong pintune di tutup
(Tolong pintunya di tutup)
Dian : ben lho, sumuk barang kok
(Biar lho, gerah juga kok)
(Data no. 10)
Tuturan Dian pada peristiwa tutur tersebut merupakan
bentuk penolakan yang diungkapkan dengan tindak tutur
langsung menggunakan modus kalimat perintah. Perintah
yang dinyatakan Dian dalam tuturan tersebut yaitu
memerintah agar Diah yang saat itu sudah rapi membukakan
pintu. Meskipun kamar Dian dekat dengan ruang tamu dan
Diah saat itu berada dibelakang tapi karena Dian baru saja
dari kamar mandi maka ia menyuruh Dian yang membukakan
pintu.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kalimat
perintah dalam ungkapan penolakan dengan menyuruh lawan
tutur (O2) atau orang ketiga untuk melakukan apa yang
diperintahkan kepadanya. Dengan demikian, (O1) tidak perlu
melakukan perintah atau ajakan dari lawan tuturnya karena
sudah digantikan orang lain ataupun lawan tuturnya sendiri.
2) Tindak Tutur Tak Langsung
Tindak tutur tidak langsung adalah tindak tutur untuk
memerintah seseorang melakukan sesuatu secara tidak langsung
dengan menggunakan modus kalimat berita, kalimat tanya, dan
kalimat perintah. Tindak tutur ini mempunyai maksud agar orang
40
yang diperintah (O2) tidak merasa kalau dirinya diperintah atau
disuruh. Untuk memperjelas pernyataan di atas akan penulis
deskripsikan data yang merupakan tindak tutur tidak langsung
bermodus kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat perintah.
1) Kalimat Berita
Fungsi kalimat berita dalam tindak tutur tak langsung
adalah memberitahukan sesuatu dan memerintahkan sesuatu
secara tidak langsung. Contoh deskripsinya adalah sebagai
berikut :
(17) Melia : Ayo terne pipis
(Ayo anterin buang air kecil)
Niken : Jik rame wae kok, aku wae mau
dewe
(masih rame kok, aku aja tadi
sendiri)
(Data no. 8)
Ungkapan Niken tersebut merupakan bentuk penolakan
yang bermodus kalimat berita. Niken yang saat itu dimintai
tolong oleh Melia untuk mengantarkan ke kamar mandi
berusaha menolak dengan kalimat berita tersebut yaitu ”Masih
ramai kok, Aku aja tadi sendiri”. Niken menolak ajakan Melia
dengan cara memberitahukan bahwa yang mengantri kamar
mandi masih banyak dan Niken juga baru dari kamar mandi
sendiri. Kalimat tersebut diberitakan kepada Melia agar Niken
bebas dari ajakan Melia.
41
2) Kalimat Tanya
Kalimat tanya dalam tindak tutur tak langsung selain
berfungsi untuk menanyakan sesuatu, sekaligus dapat
berfungsi untuk menolak secara tak langsung kepada O1. Hal
tersebut bertujuan agar O1 paham dengan apa yang dituturkan
oleh O2 bahwa ia menolak ajakan atau permintaan O1.
Kalimat tanya O1 biasanya berupa gurauan atau ketidaksukaan
terhadap apa yang diinginkan oleh O1. Berikut akan penulis
deskripsikan beberapa contoh kalimat tidak langsung
bermodus kalimat tanya.
(18) Diah : Ijah...gonku sisan di pelne!
(Ijah....punyaku sekalian di pel!)
Nia : Wani bayar piro?
(Berani bayar berapa?)
(Data no. 13)
Kedua tuturan di atas adalah tuturan yang bermaksud
menolak dengan modus kalimat tanya. Tuturan Nia tersebut
memang bermodus kalimat tanya, namun secara tidak langsung
menyiratkan penolakan atas permintaan Diah.
Jawaban Nia adalah ungkapan yang menggunakan
kalimat tanya. Ungkapan tersebut tidak semata-mata untuk
bertanya ”Berani bayar berapa?” akan tetapi ungkapan tersebut
mengandung makna menolak permintaan atau perintah Diah.
Jawaban Nia di atas jika diperhatikan bukanlah suatu
pertanyaan yang benar-benar harus dijawab karena jawaban
42
tersebut hanyalah gurauan terhadap permintaan Diah yang
tentu tidak benar-benar memerintah atau hanya bermaksud
bergurau.
3) Kalimat perintah
Kalimat perintah dalam ungkapan penolakan ini selain
berfungsi untuk memerintah secara tidak langsung juga
bermaksud untuk menolak suatu ajakan atau permintaan.
Sebagai contoh akan penulis deskripsikan beberapa data yang
merupakan kalimat tidak langsung yang bermodus kalimat
perintah.
(19) Diah : Ning Centro Yuk!
(Ke Centro yuk!)
Melia : Tulung bukakne FBku wae mbak!
(Tolong bukakan FBku saja mbak!)
(Data no. 19)
Tuturan yang dikemukakan oleh Melia merupakan salah
satu bentuk penolakan yang menggunakan modus kalimat
perintah. Tuturan tersebut selain merupakan kalimat perintah
juga secara tidak langsung merupakan bentuk ungkapan
penolakan dari ajakan Diah dengan tuturan ” Tolong bukakan
FBku saja mbak!” merupakan suatu bentuk penolakan dan
perintah kepada Diah yang mengajaknya pergi ke Centro.
43
b. Tindak Tutur Literal – Tindak Tutur Tidak Literal
1) Tindak Tutur Literal
Tindak tutur literal (literal speech act) adalah tindak tutur
yang maksudnya sama dengan makna kata-kata yang
digunakannya. Sebagai contoh tindak tutur literal. Perhatikan
beberapa data berikut:
(20) Diah : Engko sore ono acara gak? Kancani
tumbas
baju yuk?
(Nanti sore ada acara gak? Temeni beli
baju
yuk!)
Melia : Sorry aku gak iso, engko sore meh garap
tugas
(Sorry aku nggak bisa, nanti sore mau
mengerjakan tugas)
(Data no. 02)
Ungkapan penolakan Melia di atas termasuk tindak tutur
literal. Karena kalimat tersebut merupakan ungkapan penolakan
yang dilakukan secara literal yaitu Melia saat dimintai tolong
oleh Diah untuk mengantarkannya membeli baju langsung
menolak dan mengemukakan alasan yang jelas. Kalimat tersebut
diutarakan memang untuk menolak dan memberitahukan alasan
penolakan tersebut.
Ungkapan penolakan secara literal maksud yang ingin
disampaikan Melia kepada Diah karena menggunakan kalimat
yang runtut sesuai dengan maksudnya yaitu sebagai ungkapan
penolakan.
44
2) Tindak Tutur Tidak Literal
Tindak tuutr tidak literal adalah tindak tutur yang
mempunyai maksud tidak sama dengan kata-kata yang
digunakannya. Tindak tutur ini ada yang mempunyai maksud
menyindir, memerintah, mengkritik, atau memohon kepada
lawan tuturnya melalui maksud yang tersirat dalam tuturan.
Berikut akan penulis deskripsikan contoh tindak tutur tidak
literal pada ungkapan penolakan di Kos Flamboyan.
(21) Karin : Meh piket neh po?
(Mau piket lagi apa?)
Niken : Aku wis kesel
(Aku sudah capek)
(Data no. 6)
Ungkapan Niken sepintas tidak terlihat sebagai ungkapan
penolakan. Namun, jika dilihat lebih jeli ungkapan tersebut
mengandung makna yang mendalam bagi yang mendengar
apalagi yang merasa. Saat Niken mengutarakan penolakan ia
secara tidak langsung menolak apa yang diperintahkan Karin
yang memerintah dengan modus kalimat tanya ”Mau piket
lagi?”. Kalimat tersebut mengandung perintah karena saat itu
ruang tengah belum bersih dan Karin yang hari itu juga piket
sedang membersihkan dapur.
c. Tindak Tutur Lokusi, Ilokusi, dan Perlokusi
1) Tindak Tutur Lokusi
Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang mempunyai
maksud untuk menyampaikan sesuatu informasi yang
45
disampaikan oleh penutur kepada lawan tutur. Dalam hal ini
yang menyampaikan adalah O2. Tindak tutur lokusi ini dilakukan
tanpa tendensi atau maksud melakukan sesuatu, apalagi
mempengaruhi lawan tuturnya. Contoh tindak lokusi dalam
ungkapan penolakan di Kos Flamboyan adalah sebagai berikut.
(22) Karin : Mbok salah siji enek sing ngresiki
(Mbok salah satu ada yang membersihkan)
Niken : Sing sijine kui sing wegah
(yang salah satunya itu yang nggak mau)
(Data no. 21)
Ungkapan Niken tersebut merupakan bentuk penolakan
atas perintah Karin. Ungkapan penolakan tersebut hanya untuk
memberikan informasi kepada Niken bahwa tidak ada
seorangpun yang mau membersihkan tanpa ada maksud lain yang
terselubung, misalnya menyuruh dan mempengaruhi Karin untuk
membersihkan.
2) Tindak Tutur Ilokusi
Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang selain
berfungsi untuk menyatakan sesuatu juga berfungsi untuk
melakukan sesuatu. Dalam tindak tutur ini berarti satu tuturan
mengandung dua maksud yaitu menginformasikan dan menyuruh
melakukan sesuatu. Untuk mengidentifikasi tindak tutur ilokusi,
peranan konteks sangat diperlukan. Sebagai contoh akan penulis
deskripsikan contoh ungkapan penolakan yang juga merupakan
tindak tutur ilokusi.
46
(23) Diah : Make up ku wis podo entek ki pengen ning
relasi
(make up ku sudah pada habis, mau ke
relasi)
Melia : Nek aku wis jupuk duit wae
(Kalau aku sudah ambil uang saja)
(data no. 4)
Ungkapan Melia di atas merupakan suatu ungkapan
penolakan terhadap ajakan Diah. Dalam ungkapan penolakan
tersebut terkandung beberapa maksud selain menolak. Maksud
tersebut yaitu berupa penyampaian informasi bahwa Melia belum
mengambil uang di ATM dan maksud lain yaitu menyuruh Diah
untuk belanja make up besok saja, agar mereka berdua bisa
belanja bersama-sama jika ia sudah mengambil uang di ATM.
3) Perlokusi
Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang
pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan
tuturnya. Dalam tindak perlokusi ini yang terpenting adalah daya
pengaruh atau efek tindak ujaran yang ditimbulkan terhadap
lawan tuturnya.
(24) Melia : Ayo terne pipis
(Ayo anterin buang air kecil)
Niken : Jik rame wae kok, aku wae mau
dewe
(masih rame kok, aku aja tadi
sendiri)
(Data no. 8)
47
Ungkapan Niken tersebut mengandung makna lokusi,
ilokusi dan perlokusi. Makna lokusinya yaitu untuk memberikan
informasi kepada Melia bahwa di kamar mandi masih banyak
yang mengantri, sedang makna ilokusinya yang terkandung pada
ungkapan Niken yaitu mengharap agar Melia pergi sendiri tanpa
harus ditemani Niken. Makna perlokusi yang terkandung pada
ungkapan Niken yaitu Melia berani ke kamar mandi sendiri. Hal
itu dikarenakan pengaruh Niken yang memberikan informasi
kepada Melia bahwa di kamar mandi ramai karena masih banyak
yang mengantri.
Berdasarkan analisis tersebut dapat diketahui bahwa suatu
kalimat dapat mengandung tiga makna sekaligus yaitu makna
lokusi yang memberikan informasi, ilokusi yang mengandung
harapan atau permohonan, dan perlokusi yang dapat memberikan
efek atau daya pengaruh terhadap lawan tutur sehingga lawan
tutur melakukan apa yang dituturkan oleh pembicara.
3. Analisis Berdasarkan Pelaksanaan terhadap Maksim
a. Pelaksanaan Prinsip Kerjasama
Prinsip kerjasama sangat diperlukan antara penutur dan mitra tutur
agar dapat mewujudkan suatu tindak komunikasi yang berhasil. Prinsip
kerjasama ini dibagi menjadi empat maksim oleh Grice (dalam
Soemarno, 1988, Wijana, 1996).
48
1) Pelaksanaan Maksim Kualitas (maxim of quality)
Maksim kualitas yaitu aturan pertuturan yang menuntut setiap
peserta tutur untuk berkata benar. Berikut akan penulis deskripsikan
data yang mematuhi maksim kualitas.
(25) Melia : Gelem milk tea?
(mau milk tea)
Dian : matur nuwun, aku gak doyan susu
(terima kasih, aku gak suka susu)
(Data no. 45)
Ungkapan tersebut merupakan jawaban yang memenuhi
maksim kualitas karena Dian berkata benar dalam memberikan
jawaban kepada Melia. Dari ungkapan tersebut maka Melia merasa
tidak tersinggung dan dapat memahami alasan penolakan Dian.
Ungkapan penolakan Dian tersebut juga diutarakan dengan jelas
yaitu didahului ucapan terima kasih kemudian mengatakan alasan
mengapa ia menolak.
2) Pelaksanaan Maksim Kuantitas (maxim of quantity)
Maksim kuantitas adalah tuturna pertuturan yang menuntut
setiap penutur untuk memberikan kontribusi secukupnya sesuai
dengan yang diminta oleh lawan tuturnya. Perhatikan contoh berikut
yang merupakan ungkapan penolakan yang memenuhi maksim
kuantitas.
(26) Diah : Aku njaluk tulung nek ra keberatan terke aku nek Perpus yo Saya minta tolong kalau nggak keberatan antar
saya ke perpus ya Karin : Sori yo, aku ngantuk banget, tak ampili motor wae (Sorri yo, aku ngantuk sekali, aku pinjemi motor
saja) (Data no. 47)
49
Jawaban Karin di atas memenuhi maksim kuantitas. Karena
jawaban tersebut telah cukup dan memenuhi kontribusi atas
permintaan Diah. Jawaban sorri ya, aku ngantuk sekali, aku pinjemi
motor saja. Merupakan kalimat yang lengkap sebagai suatu jawaban.
Dalam ungkapan penolakan tersebut Karin menyatakan minta maaf
kemudian mengungkapkan rasa ngantuknya yang tak tertahankan
sehingga ia menolak untuk mengantar Diah pergi ke perpustakaan.
Jawaban Karin merasa dihargai meskipun Diah tidak dapat
memenuhi permintaannya untuk diantar ke perpustakaan
3) Maksim Relevansi (maxim of relevance)
Maksim relevansi ialah aturan pertuturan yang menuntut
adanya relevansi dalam tuturan antara pembicaraan dengan masalah
yang sedang dibicarakan. Berikut akan penulis deskripsikan contoh
ungkapan penolakan yang mematuhi maksim relevansi.
(27) Nia : Jam 9 aku ngampil motor dinggo gak?
(Jam 9 aku minjem motor dipake nggak?)
Niken : Aku ono kuliah jam 08.40 ki, maaf ya
(Aku ada kuliah jam 08.40, maaf ya)
(Data no. 5)
Ungkapan penolakan tersebut mematuhi maksim relevansi
karena apa yang di ungkapkan Niken atas permintaan Nia yang akan
meminjam motor yang sudah relevan atau sesuai dengan apa yang
ditanyakan oleh Niken akan meminjam motor. Ungkapan penolakan
tersebut meskipun tidak dituturkan secara langsung tetapi dengan
jawaban “aku ono kuliah jam 08.40, maaf ya” langsung dapat
50
dipahami Nia yang saat itu akan meminjam motor jam 9. Ungkapan
Niken yang berupa informasi tersebut muncul untuk menjawab
pertanyaan Nia. Jawaban tersebut relevan karena sebelum jam 9
Niken akan pergi sedangkan Nia akan meminjam jam 9 sehingga
tidak dapat meminjamkan motornya.
4) Maksim Pelaksanaan (maxim of manner)
Maksim pelaksanaan ialah tuturan pertuturan yang
mengharuskan peserta tutur untuk memberikan kontribusi tuturan
yang runtut, tidak ambigu, tidak taksa dan tidak berlebihan. Berikut
adalah contoh ungkapan penolakan yang mematuhi maksim
pelaksanaan.
(28) Melia : Ayo saiki, jipuk TVne
(Ayo sekarang ambil TVnya)
Karin : Gak iso aku nek saiki
(Nggak bisa aku kalau sekarang)
(Data no. 27)
Ungkapan penolakan yang dikemukakan oleh Karin tersebut
sudah mematuhi maksim pelaksanaan. Melia yang saat itu mengajak
Karin untuk pergi mengambil TV langsung dijawab dengan kalimat
lugas dan runtut bahwa saat itu ia tidak bisa. Ungkapan penolakan
Karin tersebut terasa tidak berlebihan dan langsung dapat dipahami
Melia bahwa Karin tidak dapat memenuhi ajakannya saat itu.
b. Pelaksanaan Prinsip Kesopanan
Selain keempat maksim dalam prinsip kerjasama masih diperlukan
prinsip kesopanan yang terbagi menjadi enam maksim yaitu maksim
kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim kemurahan, maksim
51
kerendahan hati, maksim kecocokan, dan maksim kesimpatisan. Pada
penelitian terhadap bentuk ungkapan penolakan di kos Flamboyan ini
yang maksim yang dilaksanakan yaitu maksim kebijaksanaan, maksim
penerimaan dan maksim kemurahan.
1) Pelaksanaan terhadap maksim kebijaksanaan
Maksim kebijaksanaan adalah aturan dalam pertuturan dengan
cara meminimalkan kerugian terhadap lawan tutur dan
memaksimalkan keuntungan bagi lawan-lawan bicara. Berikut akan
penulis deskripsikan ungkapan penolakan yang mematuhi maksim
kebijaksanaan.
(29) Diah : Ayo kancani aku ning warnet!
(Ayo temani aku ke warnet)
Karin : Mbok karo Niken wae, aku meh sinau go maju
sesok
(Sama Niken aja, aku mau belajar untuk maju
besok)
(Data no. 7)
Ungkapan penolakan Karin mematuhi maksim kebijaksanaan.
Meskipun Karin pada saat itu menolak permintaan Diah namun
Karin yang saat itu sedang konsentrasi untuk ujian besok tidak begitu
saja menolak ajakan Diah. Diah yang membutuhkan teman untuk
diajak ke warnet sebenarnya tidak harus dengan Karin. Maka Karin
memberikan alternatif agar Diah pergi dengan Niken, penolakan
tersebut bijaksana karena Karin mencarikan pemecahan bagi
permasalahan Diah.
52
2) Pelaksanaan terhadap maksim penerimaan
Maksim penerimaan adalah aturan pertuturan yang
meminimalkan ketidakhormatan terhadap orang lain dan
memaksimalkan pujian kepada orang lain. Maksim ini diutarakan
dengan kalimat komisif dan imposif. Berikut akan penulis
deskripsikan ungkapan penolakan yang mematuhi maksim
penerimaan.
(30) Diah : Piye nak Karin wae sing neng ngarep?
(Bagaimana kalau Karin yang di depan)
Karin : Aku ki wonge lalen
(Aku tuh orangnya pelupa)
(data no. 48)
Ungkapan penolakan yang disampaikan Karin tersebut
mematuhi maksim penerimaan. Ungkapan ”Aku tuh orangnya
pelupa” tersebut diungkapkan untuk merendahkan karena semua
orang di kos tahu kalau Karin sudah terbiasa untuk menjadi imam
sholat dan hafalan suratnya juga bagus. Maka ketika ia menolak
untuk menjadi imam ia berusaha meminimalkan pujian bagi dirinya
dan sebaliknya ia malah memberikan kesempatan pada orang lain
untuk menjadi imam meskipun orang yang dimaksud mungkin
hafalan suratnya masih belum sefasih dan sebanyak Karin.
3) Maksim kemurahan
Maksim kemurahan adalah pertuturan dengan meminimalkan
keuntungan bagi diri sendiri dan memaksimalkan kerugian bagi diri
sendiri. Maksim ini dinyatakan dengan kalimat ekspresif dan asertif.
53
Dengan penggunaan kalimat ekspresif dan asertif ini jelaslah hanya
dalam menyuruh dan menawarkan sesuatu seseorang harus berlaku
sopan, tetapi di dalam mengungkapkan perasaan, dan menyatakan
pendapat ia tetap diwajibkan berlaku sopan. Berikut akan penulis
deskripsikan ungkapan penolakan yang mematuhi maksim
kemurahan.
(31) Niken : Sholat nek duwur wae yo?
(Sholat di atas saja ya?)
Karin : Ngisor enek le durung sholat
(di bawah ada yang belum sholat)
(Data no. 49)
Ungkapan Karin penolakan di atas mematuhi maksim
kemurahan. Karena Karin lebih mengutamakan orang lain dari pada
dirinya. Hal tersebut terlihat dari kerelaannya untuk sholat di bawah
daripada di atas meskipun ia bisa jadi sholat berjamaah di atas
dengan Niken namun ia memilih turun ke bawah agar orang yang di
bawah bisa sholat bersama, meskipun Karin harus turun ke bawah.
B. Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang didapat dalam penelitian ini berdasarkan
bentuk bahasa penolakan dan berdasarkan asumsi-asumsi pragmatik yang
meliputi tindak tutur, maksud-maksud tuturan, fenomena-fenomena pragmatik
dan penyimpangan-penyimpangan maksim.
Hasil penelitian diklasifikasikan berdasarkan kategori di atas akan
lebih jelas apabila kita lihat pada diagram pengklasifikasikan data yang akan
dianalisis lebih lanjut. Dalam klasifikasi data ini tidak tertutup kemungkinan
54
suatu data berada dalam beberapa klasifikasi. Akan tetapi, dalam analisis data
tidak akan dianalisis secara keseluruhan mengingat banyaknya data dan
keefektifan dalam analisis data. Diagram klasifikasi data tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Klasifikasi data berdasarkan bentuk bahasa penolakan
Bentuk bahasa penolakan yang terdapat di kos Flamboyan,
Gonilan, Kartasura. Sukoharjo yakni sebagai berikut:
a. Penggunaan isyarat atau penolakan non-verbal.
Data no: 14,18,23,29,31,38,39
b. Penggunaan komentar sebagai penolakan, komentar itu biasanya
berhubungan dengan ajakan, tawaran, atau permintaan.
Data no: 6,13,16,17,26,28,38,35,41, 42, 44, 47
c. Penggunaan ucapan terimakasih sebagai penolakan. Biasanya diikuti
dengan komentar atau alasan.
Data no: 12,22,33,46
d. Penggunaan usul atau pilihan lain agar penjawab bebas dari tugas
memenuhi ajakan, tawaran atau permintaan pembicara.
Data no: 7,8,9,11,19,32,39
e. Penggunaan syarat atau kondisi sebagai pengganti penolakan.
Data no: 4,15,32,37
f. Memberitahukan alasan penolakan.
Data no: 1,3,5,21,25,28,35,42
55
g. Menggunakan kata tidak atau padanannya dengan atau tanpa didahului
dengan permintaan maaf.
Data no: 2,11,20,24,32,34
2. Klasifikasi data berdasarkan asumsi-asumsi pragmatik
a. Klasifikasi Berdasarkan Tindak Tutur
1. Tindak Tutur Langsung-Tak Langsung
a) Tindak Tutur Langsung
1) Kalimat Perintah : 24
2) Kalimat Tanya : 43
3) Kalimat Berita : 2,11,20,31,27,35,34,45
b) Tindak Tutur Tidak Langsung
1) Kalimat Perintah : 9,10,19
2) Kalimat Tanya : 13,41,43,40
3) Kalimat Berita : 3,5,8,15,16,17,25,28,38
2. Tindak Tutur Literal-Tidak Literal
a) Tindak Tutur Literal :2,4,21,25,29,42
b) Tindak Tutur Tidak Literal : 3,6,9,12,13,22,33,43,44
3. Tindak Tutur Lokusi, Ilokusi dan Perlokusi
a) Tindak Tutur Lokusi : 1.2.5.11.15.17.20.26.25.31.34.36.38
b) Tindak Tutur Ilokusi : 4,8,10,19,21,24,32
c) Tindak Tutur Perlokusi : 6,8,9,16,21,27,28,30,37
56
3. Klasifikasi Berdasarkan Pelaksnaan Maksim
a. Pelaksanaan Prinsip Kerjasama
1) Pelaksanaan Maksim Kualitas : 1,21,31,30,27,45
2) Pelaksanaan Maksim Kuantitas : 2,5,8,11,16,20,28
3) Pelaksanaan Maksim Relevansi : 1,3,4,5,10,12,22,38
4) Pelaksanaan Maksim Pelaksanaan : 11,13,24,28,34,35,38
b. Pelaksanaan Prinsip Kesopanan
1) Pelaksanaan Maksim Kebijaksanaan : 2,7,12,16,22,45
2) Pelaksanaan Maksim Penerimaan : 52
3) Pelaksanaan Maksim Kemurahan : 15 dan 32
57
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis Mengenai bentuk bahasa
penolakan di Kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo Penulis dapat
menarik beberapa simpulan sebagai berikut:
1. Bentuk bahasa penolakan di Kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura,
Sukoharjo ada tujuh macam bentuk bahasa penolakan yaitu sebagai
berikut:
a. Penolakan dengan menggunakan isyarat non verbal termasuk
gelengan kepala, diam, dan dengan menggunakan isyarat tangan bila
penjawab ragu untuk menolak atau menerima tawaran yang diberikan.
b. Penolakan dengan menggunakan komentar bila penjawab meragukan
tentang kebenaran sesuatu yang diutarakan oleh pembicara.
c. Penolakan dengan menggunakan usul atau pilihan. Penolakan ini
bersifat konsruktif karena memberikan alternatif bagi pengajak bila
pembicara dalam hal ini merasa diperhatikan tidak sekedar ditolak
tetapi diberi kemungkinan lain untuk membantu memecahkan
masalahnya
d. Penolakan dengan menggunakan ucapan terima kasih bila penjawab
merasa diperhatikan, ditawari suatu jasa dan lain sebagainya sambil
57
58
memberitahukan bahwa dirinya telah di dapat mengatasi masalahnya
sendiri.
e. Penolakan dengan menggunakan syarat atau kondisi bila penjawab
memenuhi pula ajakan, tawaran atau permintaan itu.
f. Penolakan dengan menggunakan alasan bila penjawab menunjukkan
adanya kepedulian atau concern terhadap pengajak walaupun sedikit.
g. Penolakan dengan menggunakan kata tidak atau padanannya, nggak,
ndak, dan jangan bila pengungkapan kata tidak didahului permintaan
maaf.
2. Faktor – faktor yang mempengaruhi bentuk penolakan di kos Flamboyan,
yaitu:
a. Kondisi penutur (orang yang menuturkan penolakan) pada saat
menuturkan sedang bergurau atau serius.
b. Keakraban antara penutur (orang yang menolak) dan lawan tutur
(orang yang menawarkan, mengajak atau meminta).
c. Situasi pada saat tuturan berlangsung si penutur (orang yang
menuturkan penolakan) dapat melakukan ajakan atau tawaran lawan
tuturnya atau tidak mungkin untuk melakukan ajakan atau permintaan
lawan tuturnya.
B. Saran
Berdasarkan penemuan-penemuan dalam penelitian ini, maka Penulis
menyarankan beberapa hal antara lain:
1. Kepada para linguis dan peneliti bidang kebahasaan agar lebih
meningkatkan penelitian di bidang pragmatik, karena penelitian dalam
59
bidang ini masih sangat luas sehingga penulis menyadari bahwa penelitian
tentang bentuk bahasa penolakan ini hanyalah bagian yang sangat kecil
dalam pragmatik.
2. Bagi Peneliti selanjutnya masih banyak fenomena-fenomena pragmatik
yang sangat menarik untuk diteliti lebih dalam.
3. Kepada pengguna bahasa khususnya di Kos Flamboyan, Gonilan,
Kartasura, Sukoharjo diharapkan lebih memperhatikan situasi dan konteks
ketika menuturkan suatu kalimat dalam hal ini adalah bahasa penolakan
dan agar lebih memperhatikan prinsip kerjasama dan prinsip sopan
santun.
4. Penelitian yang dilakukan penulis mengenai bentuk penolakan di Kos
Flamboyan ini masih dalam lingkup yang sempit yaitu hanya di satu
objek. Untuk itu penulis berharap penelitian ini agar dapat dilakukan
dalam lingkup yang lebih luas.
5. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan
demi kesempurnaan penelitian selanjutnya.
60
DAFTAR PUSTAKA
Dea, Anggraeni. 2006. Kesantunan Bahasa Jawa Dialek Surabaya: Tinjauan
Pragmatik. Skripsi. Malang: Universitas Airlangga Surabaya.
Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Mansoer, Pateda. 2001. Sosiolinguistik Gorontalo. Viladan
Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Imperatif
Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Rani, Abdul, dkk. 2006. Analisis Wacana: Sebuah Kajian Dalam Pemakaian.
Malang: Bayu Media Publishing.
Rohmadi, Muhammad. 2007. Pragmatik, Teori dan Analisis. Yogyakarta: Lingkar
Media Yogyakarta.
Sudaryanto. 2005. Metode Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sulistyawati. 2004. Pemakaian Kalimat Imperatif Bahasa oleh Guru TK dalam
Proses Belajar Mengajar. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Sumarlam, dkk. 2003. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka
Cakra
Syamsuddin. 2005. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa.
Tarigan, Henry Guntur.2009.Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Wijana, I Dewa Putu. 2004. Kartun. Yogyakarta: Ombak.
_________________.2009. Analisis Wacana Pragmatik. Surakarta: Yuma
Pustaka.
Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
61
Lampiran 1
DATA PENGHUNI KOS FLAMBOYAN
No Nama Jurusan Fakultas Universitas Thn.
Masuk
Bahasa
Ibu Umur
Kota
Asal
1 Lilis
Murniyati
Komunikasi Komunikasi UMS 2009 Jawa 19 Wng
2 Dina Akn Ekonomi UMS 2009 Jawa 19 Byl
3 Diah Noviati PBSID FKIP UMS 2006 Jawa 22 Klt
4 Melia
Windiana
Informatika Komunikasi UMS 2009 Jawa 19 Pct
5 Karunia C Akt Ekonomi UMS 2009 Jawa 19 Pct
6 Niken Dina P Komunikasi Komunikasi UMS 2009 Jawa 19 Kra
7 Dian/Ismi Keperawatan FIK UMS 2009 Jawa 19 Srg
8 Karina Tri
Utami
PBSID FKIP UMS 2006 Jawa 21 Pklg
9 Devi A Akt FKIP UMS 2004 Jawa 24 Btg
10 Mega Gizi FIK UMS 2009 Jawa 19 Byl
11 Novita B. Inggris FKIP UMS 2008 Jawa 21 Kra
12 Nur Imanah PKn FKIP UMS 2009 Jawa 20 Srg
13 Nanik Fisioterapi FIK UMS 2008 Jawa 20 Byl
14 Heti Fisioterapi FIK UMS 2008 Jawa 21 Mgt
15 Fitrianti Fisioterapi FIK UMS 2008 Jawa 24 Byl
16 Elly
Fatrmawati
B. Inggris FKIP UMS 2008 Jawa 20 Byl
17 Susi Susanti B. Inggris FKIP UMS 2008 Jawa 20 Srg
18 Maya Ekonomi
Manajemen
Ekonomi UMS 2008 Jawa 20 Byl
19 Rutha Tyana B. Inggris FKIP UMS 2008 Jawa 20 Kds
62
Lampiran 2
(32) Nia : Ayo tumbas maem!
(ayo beli makan)
Niken : Gak ah, aku jik wareg.
(Nggak ah, aku masih kenyang)
(33) Diah : Engko sore ono acara gak? Kancani tumbas baju yuk?
(Nanti sore ada acara gak? Temeni beli baju yuk!
Melia : Sorry aku gak iso, engko sore meh garap tugas
(Sorry aku nggak bisa, nanti sore mau mengerjakan tugas)
(34) Melia :Kowe gak melu renang?
(Kamu tidak ikut berenang?)
Dian : Aku gak gowo salin kok
(Aku tidak membawa baju ganti kok)
(35) Diah : Make up ku wis podo entek ki pengen ning relasi
(make up ku sudah pada habis, mau ke relai)
Melia : Nek aku wis jupuk duit wae
(Kalau aku sudah ambil uang saja)
(36) Nia : Jam 9 aku ngampil motor dinggo gak?
(Jam 9 aku minjem motor dipake nggak?)
Niken : Aku ono kuliah jam 08.40 ki, maaf ya
(Aku ada kuliah jam 08.40, maaf ya)
(37) Karin : Meh piket neh po?
(Mau piket lagi apa?)
Niken : Aku sudah capek
(Aku sudah capek)
63
(38) Diah : Ayo kancani aku ning warnet.
(Ayo temani aku ke warnet)
Karin : Mbok karo Niken wae, aku meh sinau go maju sesok
(Sama Niken aja, aku mau belajar untuk maju besok)
(39) Melia : Ayo terne pipis
(Ayo anterin buang air kecil)
Niken : Jik rame wae kok, aku wae mau dewe
(masih rame kok, aku aja tadi sendiri)
(40) Dian : Mbok aku nitip maem ya
(Mbok aku nitip makan, ya)
Karin : Melu wae yo
(Ikut aja yuk)
(41) Diah : Tolong pintune di tutup
(Tolong pintunya di tutup)
Dian : Ben lho, sumuk barang kok
(Biar lho, gerak juga kok)
(42) Nia : Kok gak ketok sedino, GM po?
(Kok, tidak kelihatan
(43) Karin : Maem, Ken!
(Makan, Ken!)
Niken : Huum mbak, tur nuwun
(Huum mbak, teruam kasih)
(44) Diah : Ijah,...nggonku sisan di pelne!
(Ijah....punyaku sekalian di pelkan)
64
Nia : Wani bayar piro?
(Berani bayar berapa?)
(45) Melia : Gelem iki Lis (roti bakar)
(Mau ini, Lis)
Lilis : Eemm.....(lalu menggelengkan kepala)
(46) Diah : Nek ning Grand Mall nitip hotpant koyo iki ya, ukurane L
(Kalau ke Grand Mall nitip hot pant seperti ini ya, ukuranya L)
Karin : Nek duitku cukup ya, soale aku meh belanja
(Nak uangku cukup ya, soalnya aku mau belanja)
(47) Nia : Nek sido ning PGS melu ya
(Kalau jadi ke PGS, ikut ya)
Melia : Niken ketoke yo meh rono soale aku mung meh beli jaket terus
mulih
(Niken sepertinya juga mau ke sana soalnya aku cuma mau beli
jaket terus pulang)
(48) Diah : Sampahe wis kebak kui!
(sampahnya udah penuh tuh!)
Melia : Aku kesel bar kuliah sedino
(Aku capek habis seharian kuliah)
(49) Karin : Nek gelem ngetik go laptopku saiki wae.
(kalau mau ngetik pakai laptopku sekarang saja)
Diah : (diam dan mengerutkan dahi)
(50) Diah : Ning Centro Yuk!
(Ke Centro yuk!)
Melia : Tulung bukakne FBku wae mbak
(Tolong bukakan FBku saja mbak!)
65
(51) Dian : Embermu tak ampil sik
(Embermu tak pinjem dulu)
Nia : Ojo, meh tak nggo ngrendem
(Jangan, mau tak pake buat merendam)
(52) Karin : Mbok salah siji ono sik ngresiki
(Mbok salah satu ada yang membersihkan)
Niken : Salah sijine kui sik wegah
(salah satunya itu yang tidak mau )
(53) Dian : Gelem? (menyodorkan nasi goreng)
(Mau?)
Melia : Makasih
(Terima kasih)
(54) Niken : Klambi ning kono sekalian dicucikne ya!
(Baju di situ sekalian di cucikan ya!)
Melia : Hmmm....
(55) Novi : Mbok melu yo!
(Mbok ikut yo!)
Mi’i : Emoh yo!
(Jangan yo!)
(56) Diah : Nek kowe metu jane aku meh nitip jipukne laundry
(Kalau keluar sebenarnya aku mau titip ambilkan laundry)
Melia : Aku mung ning mbak Sita Kok
(Aku cuma ke mbak Sita kok)
(57) Niken : Ayo melu aku jalan-jalan ning Jogja yukl!
(Ayo ikut aku jalan-jalan ke Yogyakarta, yuk)
66
Melia : Kesel ko Pacitan wae rung ilang
(Capek dari Pacitan aja belum ilang)
(58) Melia : Ayo saiki, jipuk TVne
(Ayo sekarang ambil TVnya)
Karin : Gak iso aku nek saiki
(Nggak bisa aku kalau sekarang)
(59) Nia : Mulih numpak bis wae!
(pulang naik bis saja)
Niken : Aku bingung numpak bis, gak mudheng ganti-ganti bis ping telu
(aku bingung naik bis, tidak paham ganti-ganti bis tiga kali)
(60) Karin : Meh bayari somay ki critane?
(Mau bayari somay ni ceritanya?)
Diah : Hu.....
(61) Niken : Aku meh mulih saiki nek meh bareng Yan
(Aku mau pulang sekarag, kalau mau bareng Yan)
Dian : mbok sesuk wae Ken!
(Mbok besok saja, Ken!)
(62) Karin : Kowe meh tumbas kado go nikahane Menir sisan
(kowe mau beli kado buat nikahan Menir sekalian)
Dian : Gak, aku wis tumbas dewe
(tidak, aku sudah beli sendiri)
(63) Melia : ono sms, meh dibuka ga?
(Ada sms, mau dibuka tidak?)
Diah : Bukaen wae
(buka saja)
67
(64) Karin : Kamarku sisan yo!
(Kamarku sekalian yo!)
Niken : Matur suwun
(terima kasih)
(65) Niken : Kancamu ono sing iso gawe poter?
(kancamu ada yang bisa buat poster?)
Karin : Wah aku ra penak nek meh ngongkon soale meh ngadain seminar
(Wah, aku nggak enak kalau mau nyuruh soale mau ngadain
seminar)
(66) Melia : Pengen ora?
(Mau nggak?)
Diah : Pengen sih cuma wis sikat gigi
(mau sih, cuma sudah sikat gigi)
(67) Nia : Mbak, aku meh ning kamarmu
(Mbak, aku mau ke kamarmu)
Diah : Engko sik aku sik salin
(Nanti dulu, aku baru ganti baju)
(68) Dian : Entuk telpon ko pacare yo?
(Dapat tlepon dari pacarnya ya?)
Diah : Ssttt..... (lalu menggelengkan kepala)
(69) Diah : Ngarepan reget banget
(depan kotor sekali)
Niken : Wingi wis tok sapu kok, emang cah dhuwur lewat terus motore
gowo lemah jadi percuma di sapu
(Kemarin udah tak sapu kok, emang anak atas lewat terus
68
(70) Melia : Mengko mangkat mentoring bareng yo!
(Nanti berangkat mentoring ya)
Lilis : Aku meh mulih saiki
(Aku mau pulang sekarang)
(71) Diah : Melu ning pasca po?
(Ikut pasca apa?)
Lilis : Meh ngopo?
(Mau apa?)
(72) Nia : Tumbas mie ayam yuk!
(beli mie ayam yo!)
Niken : Aku jik wareg
(Aku masih kenyang)
(73) Dian : Mbuang sampah yo
(buang sampah yo)
Niken : Aku lagi wae
(Aku baru saja)
(74) Karin : Engko melu ning Klaten ?
(Nanti ikut ke Klaten?)
Melia : Pacarku meh mulih Mbak
(Pacarku mau pulang Mbak)
(75) Lilis : Meh pesen baju di Gemini?
(Mau pesan baju di Gemini?)
Melia : Modele ki lho
(Modelnya itu lho) (data no. 44)
(76) Melia : Gelem milk tea?
(mau milk tea)
69
Dian : matur nuwun, aku gak doyan susu)
(terima kasih, aku gak suka susu)
(77) Diah : Jane aku sesuk meh njuk tulung di terne ke perpus
(Sebenarnya aku besok mau minta tolong di antar ke perpus
Melia : Jo karo aku, aku sesok kuliah
(Jangan sama aku, aku besok kuliah)
(78) Diah : Aku njaluk tulung nek ra keberatan terke aku nek Perpus yo
Saya minta tolong kalau nggak keberatan antar saya ke perpus yo
Karin : Sorri yo, aku ngantuk banget, tak ampili motor wae
(Sorri yo, aku ngantuk sekali, aku pinjemi motor saja)
(79) Diah : Piye nak Karin wae sing neng ngarep?
(Bagaimana kalau Karin yang di depan)
Karin : Aku ki wonge lalen
(Aku tuh orangnya pelupa)
(80) Niken : Sholat nek duwur wae yo?
(Sholat di atas saja ya?)
Karin : Ngisor enek le durung sholat
(di bawah ada yang belum sholat)
top related