analisis resep
Post on 31-Jan-2016
672 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS RESEP (1/3)
TUGAS PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
ANALISIS RESEP
Oleh :
HADI KURNIAWAN, S.Farm.
NIM. 12811090
PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)
APOTEK BABARSARI
PERIODE 1 OKTOBER-30 NOVEMBER 2012
YOGYAKARTA
2012
LEMBAR KERJA TUGAS RESEP
RESEP 1:drg. A
SIP. No. 446/2502/419/3439/1-17Jl. Nogopuro No. 1B Catur Tunggal Depok Sleman
Telp. (0274) 692xxxxYogyakarta, 19 Oktober 2012
R/ Amoxycillin tab 500 No. XV S 3 dd tab I
R/ Asam Mefenamat tab mg 500 No.X S 3 dd tab I
R/ Kalium Diclofenac tab mg 500 No.VI S prn tab I
Pro : YAUmur : 35 tahunAlamat: 08773964xxxx ttdSkenario:
- Ny. Yulia (pasien, 35 thn) datang kedokter dan memeriksakan giginya kemudian dicabut,
terdapat luka namun tidak terlalu banyak- Beberapa hari kemudian setelah menggunakan obat, Ny. Yulia mengalami gangguan lambung.
Karena pasien menganggap antibiotic harus diminum rutin sampai habis maka Ny. Yulia melanjutkan pemakaian obat, dan lambung Ny.Yulia semakin sakit. Sehingga Ny.Yulia konsultasi kepada apoteker.
1. ASSESMENTa. Menggali Riwayat Pasien
No.
Kriteria Keterangan
1 Data Pasien Nama : Ny. YAUmur : 35 tahunJenis Kelamin : L / PAlamat : -No. HP : 087739640169BB/TB : - kg / - cmPekerjaaan : -
Sakit gigi, setelah cabut gigi sedikit berdarah, setelah minum obat dari dokter muncul rasa tidak enak di lambung.
2 Riwayat Penyakit -Keluhan sekarang : Sakit gigi dan nyeri di lambung.Data Laboratorium : -
: Sakit gigi setelah gigi dicabut dan alergi obat.3 Riwayat
PengobatanAmoxycillinAsam MefenamatKalium Diclofenac
4 Keadaan Khusus Pasien
Nyeri lambung.
b. Skrining Resep1) Administratif (Kelengkapan Resep)
No. URAIANPADA RESEP
ADA TIDAKInscription
123
Identitas dokter:Nama dokterSIP dokterAlamat dokter
4 Nomor telepon 5 Tempat dan tanggal penulisan
resep
Invocatio6 Tanda resep diawal penulisan resep
(R/)
Prescriptio/Ordonatio7 Nama Obat 8 Kekuatan obat 9 Jumlah obat
Signatura10 Nama pasien 11 Jenis kelamin 12 Umur pasien
13 Barat badan 14 Alamat pasien 15 Aturan pakai obat 16 Iter/tanda lain
Subscriptio17 Tanda tangan/paraf dokter
Kesimpulan:Resep tersebut lengkap / tidak lengkap.Resep tidak lengkap karena tidak mencantumkan informasi mengenai alamat pasien, dan berat badan pasien.Cara pengatasan Alamat dan berat badan pasien dapat ditanyakan langsung kepada pasien/keluarga pasien.
2) Kesesuaian FarmasetisNo Kriteria Permasalahan Pengatasan1 Bentuk sediaan - Sesuai2 Stabilitas obat - Sesuai3 Inkompatibiltas - Sesuai4 Cara pemberian - Sesuai5 Jumlah dan aturan pakai - Sesuai
3) DosisNo. Nama Obat Dosis Resep Dosis Literatur Kesimpulan Rekomendasi1 Amoxycillin 3 x sehari 1 tablet
(sediaan 500 mg)250-500 mg setiap 8 jam atau 500-875 mg 2 kali sehari.
(DIH, 2010: 99).Sesuai -
2 Asam Mefenamat 3 x sehari 1 tablet(sediaan 500 mg)
500 mg untuk dosis permulaan, kemudian 250 mg setiap 4 jam jika diperlukan, maksimum terapi 1 minggu.
(DIH, 2010: 932).Dosis pertama (500 mg) dikenal dengan loading dose, tujuan pemberiannya adalah agar kadar obat dalam darah meningkat secara cepat, sehingga obat mencapai efek terapinya. Lalu, selanjutnya diberikan dosis sebesar 250 mg, dimana dosis ini dikenal sebagai maintenance dose, yang dimaksudkan agar dapat mempertahankan tingkat keefektifan obat dalam cairan tubuh setelah loading dose tercapai.
Sesuai -
3 Kalium Diclofenac Jika perlu 1 tablet Dosis permulaan 50 mg 3 kali sehari, dosis maksimum 150 mg/hari.
(DIH, 2010: 439).
Sesuai -
4) Pertimbangan KlinisNo. Kriteria Permasalahan Pengatasan1 Indikasi - -2 Kontraindikasi Pasien mengalami nyeri lambung setelah
menggunakan obat, kemungkinan akibat alergi obat atau rekasi obat tidak diinginkan atau efek samping obat.
Ganti terapi atau tambahkan obat yang dapat mengatasi keluhan nyeri lambung atau obat yang dapat mengatasi efek samping obat.
3 Interaksi - -4 Dupikasi/
polifarmasi- -
5 Alergi Kemungkinan pasien alergi amoxicillin atau obat golongan NSAID.
Tambahkan obat yang dapat mengatasi gangguan lambung atau ganti dengan terapi yang lain.Antibiotik amoksisilin dihentikan.
6 Efek samping Kalium Diklofenak:Efek samping yang umum terjadi seperti nyeri/keram perut, sakit kepala, diare, nausea, tukak lambung, pusing, ruam, pruritus (Gangguan lambung) dan mengantuk.Asam Mefenamat:
Pemberian (asam mefenamat) dapat memperburuk
tukak lambung yang diderita oleh pasien (MIMS : 109).
Diminum bersama makan atau setelah makan, jangan berkendaraan / menjalankan mesin selama minum obat.Mengganti NSAID dengan paracetamol.Menambahkan terapi untuk mengatasi keluhan lambung yaitu Polysilene dan Spasmolitik Buscopan.
Reaksi obat yang merugikan (ADR/Adverse Drug Reaction)
- Kalium DiklofenakHati-hati penggunaan pada penderita dekomposisi jantung atau hipertensi, karena diklofenak dapat menyebabkan retensi cairan dan edema; hati-hati penggunaan pada penderita gangguan fungsi ginjal, jantung, hati, penderita usia lanjut dan penderita dengan luka atau perdarahan pada saluran pencernaan; hindarkan penggunaan pada penderita porfiria hati; hati-hati penggunaan selama kehamilan karena diklofenak dapat menembus plasenta; diklofenak tidak dianjurkan untuk ibu menyusui karena diklofenak diekskresikan melalui ASI.
c. Karakteristik Obat
1) AmoxycillinKomposisi:Amoxycillin 500 mg.
Indikasi:Infeksi saluran nafas, saluran genitor-urinaria, kulit dan jaringan lunak yang disebabkan organism gram positif dan negative yang peka terhadap obat ini.
Dosis:Dewasa 250-500 mg tiap 8 jam.
Pemberian Obat:Dapat diberikan bersama makan agar diabsorbsi lebih baik dan untuk mengurangi rasa tidak nyaman pada Gastro Intestinal.
Kontra Indikasi:Hipersensitif pada penicillin. Infeksi mononucleosis.
Peringatan:Hipersensitif terhadap sefalosporin, kerusakan ginjal, leukemia limfatik, superinfeksi.
Efek Samping:Reaksi hipersensitif, Gangguan Gastro Intestinal.
Interaksi Obat:Probenesid meningkatkan waktu paro amoxicillin dalam plasma. Dengan Alopurinol timbul ruam kulit. Kontrasepsi oral efektivitasnya diturunkan oleh amoxycllin.
Kategori kehamilan: B
2) Asam MefenamatKomposisi:Asam mefenamat 500 mg
Indikasi:Dapat menghilangkan nyeri akut dan kronik, ringan sampai sedang sehubungan dengan sakit kepala, sakit gigi, dismenore primer, termasuk nyeri karena trauma, nyeri sendi, nyeri otot trauma dan tulang punggung,, nyeri sehabis operasi, nyeri pada persalinan, reumatik, nyeri paha, demam.
Dosis:
Digunakan melalui mulut (per oral), sebaiknya sewaktu makan. Dewasa dan anak di atas 14 tahun:Dosis awal yang dianjurkan 500 mg kemudian dilanjutkan 250 mg tiap 6 jam atau 500 mg 2 – 3 kali sehari. Anak < 6 bulan : 6,5 mg/kg BB/6 – 8 jam.
Pemberian Obat:Berikan segera sesudah makan.
Kontra Indikasi:Pada penderita tukak lambung, radang usus, gangguan ginjal, asma dan hipersensitif terhadap asam mefenamat. Pemakaian secara hati-hati pada penderita penyakit ginjal atau hati dan peradangan saluran cerna.
Peringatan:Gagal ginjal, penderita asma yang sensitif terhadap AINS, renitis alergi, urtikaria, hamil, laktasi, anak < 14 tahun.
Efek samping:Dapat terjadi gangguan saluran cerna, antara lain iritasi lambung, kolik usus, mual, muntah dan diare, rasa mengantuk, pusing, sakit kepala, penglihatan kabur, vertigo, dispepsia. Pada penggunaan terus-menerus dengan dosis 2000 mg atau lebih sehari dapat mengakibatkan agranulositosis dan anemia hemolitik.
Interaksi Obat:Obat-obat antikoagulan oral seperti warfarin; mempertinggi efek kumarin;asetosal (aspirin) dan insulin.
Kategori Kehamilan:C, D pada trimester 3 atau menjelang persalinan.
Cara Penyimpanan:Simpan di tempat sejuk dan kering.
(MIMS, 2012: 130).Mekanisme Kerja:
Menghambat sintesis Prostaglandin melalui penurunan aktivitas enzim, siklooksigenase, yang menghasilkan penurunan prekursor pembentuk prostaglandin (Lacy, 2003, hal 868).
3) Kalium Diclofenac
Komposisi:Diclofenac K 50 mg.
Indikasi:
Nyeri peradangan pasca trauma, inflamasi dan nyeri pasca operasi, sebagai terapi tambahan pada nyeri berat pada infeksi THT. Gejala nyeri pada kolumna vertebra, reumatik non artikuler.
Dosis:Dewasa awal 100-150 mg terbagi dalam 2-3 dosis,Kasus ringan dan anak > 14 tahun 75-100 mg/hari.
Pemberian Obat:Berikan segera sesudah makan.
Kontra Indikasi:Ulkus peptic.
Peringatan:Riwayat penyakit Gastro Intestinal, ganggun fungsi hati, jantung, atau ginjal.
Efek samping:Kadang-kadang gangguan Gastro Intestinal, sakit kepala, pusing, vertigo dan ruam.
Interaksi Obat:Meningkatkan kadar litium, metotreksat dan digoksin dalam plasma. Dapat mengurangi efek deuretik.
Kategori Kehamilan:B, D pada trimester 3 atau menjelang persalinan.
(MIMS, 2012: 137).
4) PolysilaneKomposisi:Per tablet polysilane Al(OH)3 200 mg, dimethicone 80 mg, Mg(OH)2 200 mg.
Indikasi:Rasa terbakar khususnya pada hernia hiatal, pirosis, gastritis, kembung.
Dosis:Dewasa 1-2 tablet/hari atau 1-2 sendok teh 3-4 kali/hari.
Pemberian Obat:Dapat diberikan bersama makan.
Peringatan:Kerusakan fungsi ginjal, penggunaan lama, dosis tinggi.
Efek Samping:Deplesi fosfat.
Interaksi Obat:Absorbsi dihambat dengan furosemid, indometasin, tetrasiklin, digoksin, INH, antikolinergik.
Kategori kehamilan: -
(MIMS, 2012: 18).
5) BuscopanKomposisi:Hyoscine-N-butylbromide.
Indikasi:Gangguan spastic pada Gastro Intestinal, kandungan empedu, saluran kemih, dan saluran kelamin wanita.
Dosis:Drag 1-2 drag 4 kali/hari. Maksimum 100 mg/hari.
Pemberian Obat:Bersama makan atau tanpa makan.
Kontra Indikasi:Miastenia gravis, megakolon.
Peringatan:Glaukoma sudut sempit, penderita obstruksi saluran kemih dan usus kecil, takiaritmia.
Efek Samping:Xerostomia, dishidrolis, takikardi, retensi urin, reaksi alergi, reaksi pada kulit, dispneu (pada pasien dengan riwayat asma bronchial atau alergi).
Interaksi Obat:Meningkatkan efek antikolinergik dari antidepresan trisiklik, antihistamin, kuinidin, amantadin, dan disopiramid. Meningkatkan efek takikardi dari B-adrenergik. Antagonis dopamine menurunkan efek dalam saluran Gastro Intestinal.
Kategori kehamilan: C.
(MIMS, 2012: 21).
Kesimpulan skrining resep dan hasil analisis DRP (Drug Related Problem)serta Care Plan:
Resep tidak lengkap secara administrasi, adanya efek samping terapi sehinggaperlu ditambahkan terapi untuk mengatasi keluhan lambung yaitu Polysilene dan Buscopan.Kemudian antibiotic amoksisilin dihentikan karena kemungkinan pasien alergi antibiotic tersebut. Lagipula perdarahan gigi sangat sedikit jadi antibiotic dapat dihentikan.
2. PENYERAHAN DAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT/PIO, KOMUNIKASI INFORMASI EDUKASI/KIE, DAN KONSELING
a. Informasikan mengenai nama obat, aturan pakai, kegunaan masing-masing obat, dan cara penyimpanan yang benar.
b. Obat yang diberikan harus diminum secara teratur, agar terapi pengobatan yang diinginkan tercapai.
c. Jika gejala sudah tidak dirasakan lagi, maka pengobatan dapat dihentikan.
No. Kriteria Informasi Isi Informasi1 Nama Obat Asam Mefenamat
Kalium DiclofenacPolysilaneBuscopan
2 Kegunaan obat/outcome terapi
yang diharapkan
Asam Mefenamat: Untuk Nyeri dan inflamasi.Kalium Diclofenac: Inflamasi.Polysilane: Antasida untuk nyeri lambung dan kembung.Buscopan: Antispasmodik/kejang perut.
3 Aturan pakai Asam mefenamat: 3 x sehari 1 tablet bersama makan.Kalium diclofenac: 1 tablet jika perlu, maksimum 3 tablet sehari bersama makanPolisilane: 3 x sehari 1 tablet bersama makanBuscopan: 3 x sehari bersama makan atau tanpa makan
4 Waktu minum obat Bersama makan atau segera setelah makan untuk meningkatkan absorpsi dan menghindari efek nyeri dilambung akibat efek samping obat.
5 Cara pakai Diminum melalui mulut dengan segelas air putih. 3 x sehari artinya tiap 8 jam.
6 Durasi penggunaan obat
3 hari
7 Efek samping Nyeri lambung, mengantuk.8 Penyimpanan Simpan tablet ditempat yang kering pada suhu kamar
(25oC), terlindung dari cahaya matahari langsung.9 Aktivitas yang
disarankan/dihindariAktivitas yang disarankan:Dianjurkan untuk makan makanan yang lunak.Menjaga kesehatan gigi dan mulut yakni menyikat gigi dengan benar minimal 2 kali sehari, dapat disempurnakan dengan moutwashsetelah menyikat gigi.Aktivitas yang dihindari:Tidak berkendaraan/menjalankan mesin selama meminum obat, hindari makan makanan yang terlalu asam, pedas, panas, dingin.
3. MONITORING
Hal-hal yang perlu monitoring:a. Kondisi pasien, gejala yang dirasakan pasien, semakin membaik atau tidak.b. Memeriksa kemungkinan terjadinya alergi dan efek samping.c. Kepatuhan pasien minum obat.
4. EVALUASIa. Keberhasilan terapi: pasien sembuh atau tidak, gejala atau keluhan hilang/tidak, pasien dapat
beraktivitas seperti biasa.b. Ada/tidaknya gejala/keluhan dan penyakit lain yang timbul setelah/selama pengobatan.
ANALISIS RESEP DOKTERCopy resep: PT. ASURANSI KESEHATAN INDONESIA
RSUD : A Dokter : dr. B Tanggal : 03/06/10
R/ Amoxycillin mg 500 tab No X S 3 dd 1 R/ Paracetamol mg 500 tab No X S 3 dd 1R/ Dexamethason tab No X S 3 dd 1R/ OBH syr No I S 3 dd C1R/ Vit C tab No X S 3 dd 1 Nama : Ny. SumiyatiUmur : 30 tahunAlamat : TegalarumAnalisis Resep:
1. Identitas dokter:Dari resep yang telah diberikan, sudah benar. Di sana terdapat identitas nama
dokter praktek yaitu dr.B. dan sudah terdapat alamat unit pelayanan kesehatan yaitu diRSUD A
2. Nama kota:Pada resep yang diberikan sudah terdapat nama kota yang dicetak dalam
blanko resep dan juga sudah ditulis tanggal, 03/06/10. Ini diperlukan dalam pelayanan resep berkaitan dengan persyaratan dalam perundang – undangan. Namun dalam penulisan tanggal disini belum lengkap, sebaiknya tahun dicantumkan dalam tanggal penulisan resep agar tidak tercampur dengan resepan tahun yang lain.
3. Superscriptio:Dalam resep yang diberikan, tampak penulisan sudah tepat, berada di sisi kiri
atas.Karena obat yang diberikan lebih dari satu sehingga dituliskan R/ lagi. Dalam resep tersebut obat-obat yang diberikan adalah obat-obat generik. Jadi resep tersebut merupakan bentuk formula officinalis.
4. Inscriptio:a. Penulisan Nama Obat
Pada resep yang diberikan penulisan nama obat pada resep tersebut sudah benar dan penulisan jelas.
b. Spesifikasi Sediaan Jadi Pada resep yang diberikan dapat diketahui bentuk sediaan kelima jenis obat tersebut, yaitu ”tab” yang berarti tablet dan ”syr” yaitu sirup. Penulisan singkatan sediaan obat tersebut sudah sesuai dengan singkatan resmi Farmakope Indonesia atau Nomenklatur Internasional.
c. Penulisan Satuan Berat, Volume dan Unit
Dalam formula resep di atas, sudah dituliskan satuan volume, berat dan unit.d. Jumlah Jenis Obat/Sediaan
Penulisan jumlah R/ sudah benar yaitu dengan mencantumkan R/ lagi apabila resep yang diberikan lebih dari 1 obat. Di sini cara pemakaian obat belum disertakan, misal a.c. (ante coenum= sebelum makan) atau p.c. (post cibum=sesudah makan).
e. Satuan Biji (tablet, kapsul, botol) Penulisan jumlah obat yang diberikan sudah tepat dengan menggunakan angka romawi (X).
f. Penggunaan Tulisan Singkatan Penulisan dosis pada resep yang diberikan tidak ada tanda titik untuk pemisah antara d (de) dengan d (die), seharusnya 3.d.d.1
g. Tanda Pemisah antara R/ Antara satu tanda R/ untuk satu jenis obat sudah dipisah dengan garis penutup dan paraf dokter. Di sini tanda tangan dokter tidak tertulis karena obat yang diresepkan bukan dari golongan narkotika maupun obat keras tertentu.
5. Subscriptio Penulisan jumlah obat yang diberikan sudah tepat karena menuliskan No. (nomero), dimana N ditulis dengan huruf besar dan tetapi setelah huruf o kurang tanda titik. Penulisan jumlah obat yang diberikan sudah tepat dengan menggunakan angka romawi X. Jadi penulisan yang benar adalah No.X.
6. Signatura Dalam resep yang diberikan sudah tertulis simbol S (signatura = tandailah), tetapi penulisan tanda S kurang jelas seperti tanda garis lengkung sedangkan untuk letak tanda S sudah tepat.
7. R/ pertama. Tertulis “Amoxycillin mg 500 tab No X”,artinya obat Amoxycillin 500 mg sebanyak 10 tablet. Di bawahnya tertulis aturan pakainya “S 3 dd 1”, signa ter de die unoartinya Pakailah obat Amoxycillin 500 mg, 3 kali sehari 1 tablet sekali minumnya. Amoxycillin adalah antibiotik yang stabil dalam suasana asam lambung, aktif terhadap organism Gram positif dan negatif. Dosis yang diberikan sudah tepat untuk dewasa, yaitu dosis sekali minum 1 tablet (500 mg) sedangkan dosis per hari adalah 3 tablet (1500 mg). Di sini perlu ditandai atau dijelaskan kepada pasien bahwa untuk pemakaian Amoxycillin harus habis 10 tablet.
8. R/ kedua. Tertulis “Paracetamol mg 500 tab No X”, artinya obat Paracetamol 500 mg diminta sejumlah 10 tablet. Di bawahnya tertulis aturan pakainya “S 3 dd 1”, Signa ter de die uno artinya Pakailah obat Paracetamol 500 mg itu 3 kali sehari masing-masing 1 tablet sekali minumnya. Paracetamol adalah obat analgesik antipiretik yang diindikasikan untuk meringankan rasa sakit pada keadaan sakit kepala, sakit gigi, dan menurunkan demam. Dosis terukur tiap 1 tablet Paracetamol adalah 500 mg. Pemberian dosis untuk dewasa sudah tepat yaitu 3 kali 1 tablet sekali minum, sedangkan dosis per hari adalah 3 tablet atau setara dengan 1500 mg.
9. R/ ketiga. Tertulis “Dexamethason tab No X”, artinya obat Dexamethason diminta sejumlah 10 tablet. Di bawahnya tertulis aturan pakainya “S 3 dd 1”, Signa ter de die uno artinya Pakailah obat Dexamethason tablet 3 kali sehari 1 tablet sekali minumnya.
Dexamethason merupakan glukokortikoid sintetik dengan aktivitas imunosupresan (antialergi) dan antiinflamasi, bekerja dengan menurunkan respon imun tubuh terhadap stimulasi rangsang dan menekan atau mencegah respon jaringan terhadap proses inflamasi serta menghambat akumulasi sel. Dosis terukur untuk tiap tablet adalah 0,5 mg. Dosis sekali minum 1 tablet (0,5 mg) dan dosis per hari adalah 3 tablet (1,5 mg).
10. R/ keempat. Tertulis “OBH syr No I”, artinya obat OBH sirup sejumlah 1 botol. Di bawahnya tertulis aturan pakainya “S 3 dd C1”, Signa ter di die cochlear uno artinya Minum OBH sirup 3 kali sehari 1 sendok makan. OBH sirup merupakan obat batuk yang mampu mengatasi batuk produktif yang disertai hidung tersumbat, alergi, demam dan sakit kepala yang menyertai flu. Dosis sekali minum adalah 1 sendok makan (15 cc) dan dosis per hari adalah 3 sendok makan (45 cc).
11. R/ kelima Tertulis “Vit C tab No X”, artinya vitamin C sejumlah X tablet. Di bawahnya tertulis aturan pakainya “S 3 dd 1”, Signa ter di die uno artinya minumlah vitamin C tablet 3 kali sehari 1 tablet. Vitamin C atau asam askorbat merupakan vitamin antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas sehingga berperan penting dalam menangkal berbagai penyakit. Dosis sekali minum adalah 1 tablet dan dosis per hari adalah 3 tablet.
12. Identitas pasien Meliputi nama, umur dan alamat yang umumnya tercetak dalam blanko resep (tulisan pro, umur dan alamat). Dalam penulisan identitas pasien sudah benar dengan ditulis nama pasien yaitu Ny. Sumiyati. Namun dalam resep ini tidak dituliskan umur dan alamat pasien. Dimana seharusnya umur dan alamat juga dicantumkan dalam identitas pasien, karena alamat pasien berguna dalam memudahkan pihak apotek dalam penelusuran apabila terdapat kesalahan dalam pelayanan obat. Sedangkan umur berguna dalam membantu dalam perhitungan dosis pemberian obat yang tepat, terutama pada pasien anak dan lansia.
I. Resep
DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH 03. 04. 01.RUMAH SAKIT TINGKAT 03. 07. 02. SALAK - BOGORJL. JENDRAL SUDIRMAN NO. 8 TELP. 8344609-8345222
Dokter : Dr. Risman Rais, Sp. THT.KL LETKOL. CKM NRP 11960005980568Tanggal :Bogor, 11 Januari 2013
R/ Cefat 500 mg No. XII
S.2.dd.I
R/ Asam Mefenamat 500 mg 1 tab
Loratadine ½ tab
Ambroxol ½ tab
mf. pulv da in cap No. XV S.3.d.d.I
Pro : Nn. DewiUmur : 22 tahunAlamat: Cisarua - Bogor
W RS. SALAK (12)
II. Skrining Resep
1. Nama dokter : Dr. Risman Rais, Sp. THT.KL
2. Alamat : Jalan Jendral Sudirman No. 8 Bogor
3. Izin praktek dokter : LETKOM. CKM NRP 11960005980568
4. Tanggal penulisan resep (incriptio) : 11 Januari 2013
5. Invacatio
a. Tanda R/ pada bagian setiap penulisan resep : ada
b. Nama setiap obat dan komposisi resep : ada
6. Aturan pemakaian obat (Signature) : ada
a. Cefat : Sehari dua kali satu kapsul
b. Asam Mefenamat : Sehari tiga kali satu kaplet
c. Loratadin : Sehari tiga kali ½ tablet
d. Ambroxol : Sehari tiga kali ½ tablet
7. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai perundang-undangan yang berlaku
(Subscriptio) : ada
III. Perhitungan Dosis
Obat KandunganDosis Resep (DR)
Dosis Lazim(DL)
Keterangan
Cefat(ISO vol
47 hal 136)
Sefadroksil2x1
500 mg
1-2 x sehari 0,5-1 gram(Drug Information 2010,
hal 106)DR = DL
Asam Mefenamat (ISO vol 47 hal 4)
Asam Mefenamat
3x1500 mg
Pemula 500 mg; kemudian 250 mg, setiap
6 jam(Drug Information 2010,
hal 2135)
DR > DL
Loratadine (ISO vol
47 hal 73)Loratadine
3x15 mg
1x 1 sehari 10 mg (Drug Information, hal 41)
DR>DL
Ambroxol (ISO vol
47 hal 490)
Ambroxol Hidroklorida
15 mg2-3 x sehari 1 tablet
(OOP hal 664)DR < DL
Sumber:American society of Health-System Pharmacist . 2010. Drug Information. Bethesda: MarylandTjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat Penting. Jakarta: Gramedia
Tim Redaksi ISO. 2012. ISO Indonesia Volume 47. Jakarta: PT ISFI Penerbitan
IV. Perhitungan BahanCefat : 12 tabletAsam Mefenamat : 15 x 1 tablet = 15 tabletLoratadin : 15 x ½ tablet = 7 ½ tabletAmbroxol : 15 x ½ tablet = 7 ½ tablet
V. Perhitungan Harga
Asumsi harga pada ISO adalah HNA
PPN = 10 %, Mark Up = 25 %
Biaya non racik = Rp 1.000,00, Biaya Racik = Rp 5.000,00
Cefat
Harga Obat (ISO) : 10 x 10 kapsul Rp. 872.500,00
HNA :
HJA :Rp. x 1,1 x 1,25 = Rp. 11.996,88/tablet
Asam Mefenamat
Harga Obat (ISO) : 10 x 10 kaplet Rp. 20.000,00
HNA :
HJA :Rp200,00 x 1,1 x 1,25 = Rp. 275,00/kaplet
Loratadine
Harga Obat (ISO) : 50 tablet Rp. 15.500,00
HNA :
HJA :Rp. x 1,1 x 1,25 = Rp. 426,25/tablet
Ambroxol
Harga Obat (ISO) : 10 x 10 tablet Rp. 15.000,00
HNA :
HJA :Rp. x 1,1 x 1,25 = Rp. 206,25/tablet
ObatJumlah
ObatHarga obat
Jumlah yang harus dibayar
Total harga per R/
Cefat 12 tab Rp.11.996,88/tab Rp. 143.962,56
Rp.144.962,56Uang R/ non
racik1 R/
Rp. 1.000,00/R/ Rp. 1.000,00Asam
Mefenamat15 kapl
Rp. 275,00/kaplRp.
4.125,00 Rp. 14.185,00
Loratadine 8 tab Rp. 426,25/tab Rp 3.410,00Ambroxol 8 tab Rp. 206,25/tab Rp. 1.650,00Uang R/ 1 R/ Rp. 5.000,00/R/ Rp. 5.000,00
racikTotal Pembayaran Rp.159.147,56
VI. DRP (Drug Related Problem)
Cefat
Indikasi : Infeksi saluran pernafasan
Kontra Indikasi : Hipersenditivitas
Asam Mefenamat
Indikasi : Meredakan nyeri ringan sampai sedang karena sakit kepala,
sakit gigi, dismenore primer, trauma, nyeri otot dan pasca
operasi.
Kontra Indikasi : Tukak peptic, kerusakan ginjal, asma yang sensitive
terhadap AINS
Efek Samping : Reaksi hematologi dan kulit, gangguan ginjal
Perhatian : Hamil, menyusui, gangguan ginjal dan hati
Loratadine
Indikasi : Meredakan gejala ringitis alergi, Urtikaria kronik idiopatik
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap komponen obat ini
Efek Samping : Sedasi, efek antikolinergik, rasa lelah, mual, sakit kepala,
takikardi, sinkop, alopesia, anafilaksis, fungsi hati abnormal,
takiaritmia supraventrikuler
Interaksi Obat : Simetidin, Eritromisin, ketokonazol, kuinidin, flukonazol,
fluoksetin
Ambroxol
Indikasi : Gangguan saluran nafas akut dan kronik disertai sekresi
bronki sub normal
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap ambroxol
1. Berdasarkan Dosis
a) Cefat
Dosis obat yang digunakan pada resep sudah sesuai dosis lazim. Jadi tidak terjadi efek dosis
lebih tinggi dan kurangnya efek terapi akibat dosis yang rendah.
b) Asam mefenamat
Dosis obat yang digunakan pada resep lebih besar daripada dosis lazim, sehingga akan
meningkatkan efek samping obat.
c) Loratadin
Dosis obat yang digunakan pada resep lebih besar daripada dosis lazim, sehingga akan
meningkatkan efek samping obat.
d) Ambroksol
Dosis obat yang digunakan pada resep sudah sesuai dosis lazim. Jadi tidak terjadi efek dosis
lebih tinggi dan kurangnya efek terapi akibat dosis yang rendah.
2. Berdasarkan Harga
Harga yang harus dikeluarkan oleh pasien sebesar Rp. 159.147,56 adalah harga yang tidak
rasional, karena apabila obat cefat diganti dengan obat generik, harga obat akan jauh lebih
murah.
VII. Pembuatan dan Penyerahan
1. Terima resep dan analisis resep
2. Cek persediaan obat
3. Hitung harga obat
4. Informasikan harga kepada pasien
5. Jika pasien setuju, beri nomor resep dan siapkan obat :
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Diambil 12 kapsul Cefat, dimasukkan kemasan, dberi etiket
c. Diambil 15 kaplet Asam mefenamat, gerus hingga halus.
7 tablet Loratadin digerus hingga halus, ditambahkan ½ tablet loratadin (digerus 1 tablet
loratadine, ditimbang beratnya kemudian dibagi menjadi 2 bagian sama rata).
7 tablet ambroxol digerus hingga halus, ditambahkan ½ tablet ambroxol (digerus 1 tablet
ambroxol, ditimbang beratnya kemudian dibagi menjadi 2 bagian sama rata).
Campurkan semua obat yang telah digeus halus, aduk hingga rata. Timbang seluruh serbuk,
berat dibagi 15 kemudian ditimbang untuk 1 kapsul. Sisa dibagi menjadi 2 bagian sama rata,
dan masing-masing dibagi menjadi 7 bagian sama rata masukan kedalam cangkang kapsul.
Kemas dan diberi etiket
6. Dilakukan pengecekan ulang oleh orang lain ( kesesuaian obat dengan resep, jenis dan jumlah
obat)
7. Diserahkan obat kepada pasien
Minta no.resep pasien, dicocokkan dengan no. pada resep, nama pasien dan nama dokter
Beri informasi kepada pasien
VIII. EtiketAPOTEK DD FARMA
Jl. Raya Puncak No. 634 Cisarua BogorTelp. (0251) 8255611
APA :Dewi Permatasari, S.Farm., Apt.
SIK : 2012/SIK/2012-001232
No. R/ : I/1 Tgl. 11 Januari 2013
Nn. DewiSehari 2 X 1 kapsul
Habiskan
Cefat
Kapsul Racikan (Asam mefenamat, Loratadine, Ambroxol)APOTEK DD FARMA
Jl. Raya Puncak No. 634 Cisarua BogorTelp. (0251) 8255611
APA :Dewi Permatasari, S.Farm., Apt.SIK : 2012/SIK/2012-001232
No. R/ : I/2 Tgl. 11 Januari 2013
Nn. DewiSehari 3X 1 kapsul
IX. Informasi Obat
Pada saat penyerahan obat, pasien diberikan informasi sebagai berikut :
1. Cefat merupakan antibiotika, sehingga penggunaannya harus dihabiskan agar tidak
menimbulkan resistensi
2. Sebaiknya obat diminum setelah makan, untuk mengurangi efek samping iritasi lambung
oleh asam mefenamat
X. INFLUENZA (FLU)
Flu / pilek (selesma) disebakan karena virus, contohnya rhinovirus. Biasanya infeksi ini
ditularkan melalui batuk atau bersin dan kontak langsung dengan penderita. Virus memasuki
tubuh melalui mulut atau hidung, atau bahkan melalui sentuhan langsung (hand to hand
contact) dengan individu yang mengidap flu, atau melalui penggunaan bersama seperti
handuk, alat-alat atau telepon. Kondisi ini umunya tidak membahayakan tapi dapat
menimbulkan rasa tidak nyaman. Namun bila dibiarkan tanpa diobati dapat berkembang,
selesma dapat mengalami komplikasi seperti otitis media (infeksi telinga akut), sinusitis,
bronkitis kronis dan pneumonia.
Gejala – gejala flu
- Bersin - bersin
- Hidung tersumbat
- Kesulitan bernafas melalui hidung
- Demam
- Radang tenggorokan
- Pusing dan badan tidak enak
- Mudah lelah
- Batuk
- Muntah
- Sekret hidung kental
Pengobatan non farmakologi
- Jaga asupan cairan yang banyak dan cukup istirahat atau cukup tidur selama 1-3 hari
berturut-turut untuk memulihkan tubuh.
- Hindari kunjungan ke tempat-tempat yang banyak orang, untuk mencegah penularan
penyakit yang sangat menular ini.
- Banyak beristirahat. Dengan tinggal atau beristirahat dirumah ini akan memberi kesempatan
tubuh untuk memulihkan diri dan sekaligus menghindari penularan ke orang lain. Kenakan
masker terutama bila sedang berinteraksi dengan orang yang mengalami penyakit kronis atau
penurunan system imun.
- Minum banyak air, terutama yang hangat.
- Hirup uap panas untuk menghilankan gejala hidung tersumbat dan untuk mengencerkan
lender yang terdapat didalam saluran pernafasan. Gunakan obat seperti obat tetes atau
semprot hidung, tetapi jangan digunakan lebih dari 1 minggu.
- Sering mencuci tangan termasuk membiasakan anak-anak untuk mencuci tangan dengan
sabun dan air.
- Untuk mencegah penularan infeksi, jangan minum dari gelas atau cangkir yang sama dengan
penderita selesma. Upaya ini juga berlaku untuk barang-barang atau alat lainnya.
Terapi farmakologi (Obat)
Preparat kombinasi untuk batuk dan pilek biasanya mengandung beberapa zat aktif berikut ini
untuk mengatasi berbagai gejala yang berbeda pada selesma :
- Dekongestan, untuk membantu meredekan gejala hidung tersumbat contoh : phenylephrine
dan pseudoefedrin.
- Antihistamin, contohnya brompheniramin, karbinoksamin, chlorphenamine maleat,
diphenhidramin, loratadin dan tripolidine, yang juga berkhasiat meredakan gejala hidung
tersumbat.
- Obat penekan batuk tetapi obat ini tidak boleh digunakan secara rutin.
- Analgesik atau antipireutik, parasetamol, yang bermanfaat membantu meredakan nyeri dan
pegal linu atau demam. Jika digunakan obat yang tidak mengandung analgesic maka
analgesik akan diberikan secara terpisah untuk meredakan pegal linu, nyeri dan demam yang
menyertai selesma.
Contoh Kajian Resep
CONTOH ANALISA BEBERAPA RESEP
Analisa resep dalam tugas khusus ini bertujuan untuk menilai apakah suatu resep obat yang
diberikan oleh dokter kepada pasien telah rasional, serta apakah berpotensi menimbulkan Drugs
Related Problems (DRP) serta kemungkinan terjadinya medication error (ME).
Penggunaan obat yang rasional dapat dijabarkan sebagai penggunaan obat yang tepat
dengan memperhitungkan aspek manfaat dan kerugiannya. Penggunaan obat yang rasional akan
memberikan manfaat yang lebih besar dibanding kerugian yang diakibatkannya.
DRP umumnya berhubungan dengan dosis, seperti kurang/ lebih dosis atau mungkin salah
dosis, adanya indikasi yag tak terobati, atau bahkan obat diberikan tanpa indikasi. DRP yang lain
mungkin disebabkan oleh adanya interaksi obat, dengan obat lain, maupun dengan makanan yang
dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan terapi. Resiko efek samping dan kemungkinan
terjadinya reaksi obat merugikan (ROM) juga merupakan faktor penyumbang terjadinya DRP.
Sedangkan medication error (ME) lebih berupa suatu kejadian yang merugikan pasien,
selama pasien tersebut berada dalam penanganan tenaga kesehatan.
Instalasi farmasi Rumah Sakit sebagai satu-satunya bagian dalam Rumah Sakit yang
berwenang menyelenggarkan pelayanan kefarmasian, harus dapat menjamin bahwa pelayanan yang
dilakukannya rasional dan sesuai dengan ketentuan standar pelayanan kefarmasian yang telah
ditetapkan. Pelayanan kefarmasian ini harus dapat mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan
masalah-masalah kesehatan terutama yang berkaitan dengan obat.
Dalam tugas khusus ini saya akan mencoba menganalisa beberapa resep pasien rawat jalan
sebagai berikut :
1. Resep 1
25/7/2011
R/ Furosemid XXV
S 1-1/2-0
R/ KSR XV
S 1 dd 1
R/ Metformin 500 XLV
S 3 dd 1
R/ Glibenklamide 5 XV
S 1-0-0
R/ Diazepam 2 XXX
S 2 dd 1
R/ Aspilet XV
S 1 dd 1
R/ ISDN 5 XV
S 1 dd 1 SL bila nyeri dada
R/ Antasida Fl. I
S 4 dd IC
R/ Simvastatin XV
S 0-0-1
R/ Gemfibrozil 300 XV
S 0-0-1
Pro : Tn. A (40 Th)
a. Anamnesa
Pasein menyatakan telah lama menderita penyakit kolesterol, sakit jantung, diabetes mellitus dan
tekanan darah tinggi (140 mmHg).
b. Analisa Kasus
Dalam kasus ini Tn. A yang berusia 40 tahun, mendapat 10 item obat dalam satu kurun waktu
pengobatan. Pasien mengalami diabetes mellitus dengan diagnosa penyerta tekanan darah tinggi,
hiperlipidemia, dan gangguan jantung. Obat-obat yang diresepkan dokter adalah sebagai berikut:
- Furosemid, sebagai antihipertensi golongan diuretik loops diuretik
- KSR/ Kalium klorida 600 mg, sebagai suplemen kalium untuk mencegah hipokalemia akibat
penggunaan diuretik
- Metformin dan glibenklamid sebagai antidiabetes oral
- Diazepam, sedative golongan benzodiazepin
- Aspilet sebagai antiplatelet
- ISDN, sebagai antiangina
- Antasida, untuk menetralkan asam lambung
- Simvastatin dan gemfibrozil sebagai antihiperlipidemia
Furosemid digunakan sebagai agen antihipertensi tunggal, karena hipertensi yang dialami
pasien masih berada pada stage 1 (tekanan diastolik antara 140-159 mmHg). Sehingga penggunaan
agen tunggal umumnya cukup efektif. Penggunaan furosemid (loop diuretik) pada pasien yang
memiliki diagnose penyerta berupa diabetes mellitus dan gagal jantung seperti pada kasus ini,
diperbolehkan. Sehingga pemilihan furosemid dapat dianggap rasional.
Dari segi dosis, umumnya furosemid diberikan sekali sehari (40 mg/hari), yaitu pada pagi hari.
Namun dalam kasus ini, pasien menerima furosemid 40 mg pada pagi hari dan 20 mg pada siang hari
(60 mg/hari). Dosis tersebut masih berada pada dosis yang dianjurkan, terlebih pasien juga menderita
gagal jantung, sehingga dosis yang lebih tinggi diperbolehkan. Waktu pemberian furosemid juga
masih aman, yaitu pada pagi dan siang hari, sehingga resiko terjadinya diuresis nokturnal masih
dapat dihindarkan. (Dipiro; 233-236)
Pemberian KSR/ kalium klorida, sebagai suplemen kalium, dapat dibenarkan, mengingat
furosemid merupakan diuretik yang boros kalium, sehingga dapat memicu terjadinya hipokalemia.
(Dipiro; 197).
Disamping kemungkinan terjadinya hipokalemia, pengguna furosemid juga berpeluang
mengalami kekurangan kadar ion-ion lainnya, akibat peningkatan urinasi, seperti natrium
(hiponatremia), magnesium (hipomagnesemia), serta kemungkinan terjadinya gout. (BNF 57; 76)
Pasien dapat dipastikan menderita diabetes mellitus tipe 2, karena dokter hanya meresepkan
andiabetik oral, tanpa insulin. Pasien diberi kombinasi metformin 500 mg tiga kali sehari, dan
glibenklamide 5 mg satu kali sehari.
Metformin merupakan antidiabetik golongan biguanide, yang bekerja dengan cara meningkatkan
sensitivitas insulin dan menurunkan resistensinya. Dan metformin merupakan agen antidiabetik
utama untuk terapi diabetes tipe 2, selama penggunaannya tidak dikontraindikasikan pada pasien
tersebut. Metformin yang dikombinasi dengan glibenklamide, sangat diperbolehkan. Dosis kombinasi
kedua obat tersebut juga masih dalam batas aman. Dimana dosis maksimum keduanya adalah 20
mg/hari untuk glibenkalmid, dan 2000 mg/hari untuk metformin. (Dipiro; 1369, 1384, 1385).
Baik metformin maupun glibenklamide dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada saluran
cerna berupa mual, muntah, dan diare. (BNF; 376).
Penggunaan ISDN, Aspilet dan diazepam kemungkinan digunakan untuk terapi gangguan
jantungnya.
Diazepam kemungkinan diberikan untuk memberi efek antiansiolitik dan sedasi yang
menenangkan sehingga, mengurangi beban kerja jantung. Kemungkinan juga untuk mengatasi
insomnia yang dapat disebabkan oleh gemfibrozil. (BNF 57; 693, 146)
Aspilet diberikan sebagai antiplatelet yang dapat mengencerkan dan memperlancar peredaran
darah. ISDN digunakan sewaktu-waktu saat terjadi serangan sesak nafas, atau nyeri dada, atau
serangan angina. ISDN diberikan secara sublingual, untuk mempercepat onset kerja ISDN, dan
mencegah terjadinya metabolism lintas pertama dihati.
Kombinasi simvastatin 10 mg/hari dan gemfibrozil 300 mg/hari dalam dosis tunggal pada malam
hari ditujukan sebagai terapi antihiperlipidemia. Suatu studi menunjukkan bahwa pemberian
simvastatin mampu mengurangi 42% resiko kejadian panyakit jantung koroner pada penderita
diabetes mellitus yang memiliki konsentrasi kolesterol LDL dalam darahnya tinggi. Diabetes mellitus
merupakan salah satu faktor resiko terjadinya penyakit jantung koroner. Dalam studi ini simvastatin
digunakan sebagai agen tunggal. (Dipiro; 476-479, 1398)
Penggunaan bersamaan simvastatin (golongan statin) dengan gemfibrozil (golongan fibrat)
meningkatkan resiko rhabdomyolisis, sehingga kombinasi tersebut tidak boleh digunakan. (BNF 57;
140)
Penggunaan simvastatin lebih dari 10 mg/hari harus disertai dengan pemantauan klirens
kreatininnya (harus >30 ml/menit). (BNF 57; 813)
Penggunaan antasida kemungkinan sebagai penanganan efek samping obat yang dapat
mengiritasi lambung, sehingga meningkatkan sekresi asam lambung. Aspilet dapat mengiritasi
lambung, akibat adanya penghambatan pada pembentukan prostaglandin. Diazepam dapat
menyebabkan ketidaknyamanan lambung, begitu pun dengan furosemid.
Interaksi obat yang mungkin terjadi pada kasus ini antara lain:
- Jus anggur dapat meningkatkan konsentrasi plasma dari simvastatin
- Gemfibrozil dapat meningkatkan efek antidiabetik dari sulfonylurea (BNF 57; 746)
c. Saran
Berdasarkan ulasan pustaka diatas dapat disarankan :
- Sebaiknya antihiperlipidemia yang digunakan merupakan agen tunggal, yaitu simvastatin atau
gemfibrozil saja, bukan sebagai kombinasi keduanya. Dan tampaknya penggunaan simvastatin lebih
aman, dibandingkan dengan gemfibrozil. Karena gemfibrozil berinteraksi dengan sulfonylurea, dan
mengakibatkan peningkatan efek hipoglikemia sulfonylurea.
- Ingatkan pada pasien untuk tidak mengkomsumsi jus anggur selama pasien masih mengkonsumsi
simvastatin
- Sarankan pada pasien untuk melakukan diet karbohidrat dan lemak yang ketat, untuk menjaga
suapaya kadar glukosa dan lipid dalam darah tetap berada pada rentang yang aman
- Sarankan juga pada pasien untuk selalu menyediakan asuapan glukosa cepat (permen, atau
minuman manis) jika sewaktu-waktu terjadi hipoglikemia.
- Pasien juga harus cukup istirahat, dan menghindari kelelahan, untuk menjaga kerja jantung tetap
normal. Pasien juga harus menghindari rokok dan alkohol. Olah raga ringan yang teratur masih
diperbolehkan, sebatas tidak menimbulkan kelelahan.
2. Resep 2
22/7/2011
R/ Captopril 25 XLV
S 3 dd 1
R/ HCT XV
S 1-0-0
R/ Bisoprolol 5 XV
S 1 dd 1
R/ ISDN 5 XV
S 1 dd 1 SL bila nyeri dada
R/ B1 XLV
S 3 dd 1
R/ Meloxicam 15 XV
S 2 dd 1
R/ Antasida Fl. I
S 4 dd C
Pro : Ny. N (61 Th)
a. Ananmnesa
Pasien mengeluh nyeri dada, tekanan darah tinggi, sering tremor, dan pegal-pegal pada sekujur
badan.
b. Analisa
Dalam kasus ini pasien menerima 7 item obat dalam sekali waktu konsumsi. 7 item obat tersebut
yaitu :
- captopril yang merupakan antihipertensi golongan inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (ACEI),
- hidroklorotiazid (HCT) yang merupakan diuretik golongan tiazid,
- bisoprolol, suatu agen antihipertensi golongan pemblok β yang kardioselektif
- isosorbid dinitrat (ISDN), antiangina golongan nitrat
- tiamin (vitamin B1), untuk terapi defisiensi vitamin B1
- meloksikam, obat antiinflamasi nonsteroid, yang memiliki sifat antinyeri
- antasida, untuk menetralkan asam lambung
Dengan memperhatikan keluhan yang disampaikan oleh pasien dan obat-obat yang diresepkan
oleh dokter dapat diduga pemberian captopril, HCT, bisoprolol, dan ISDN berhubungan dengan
hipertensi dan keluhan nyeri dada. Nyeri dada, sering menjadi indikasi adanya gangguan jantung.
Meski tidak semua nyeri dada diakibatkan oleh kelainan jantung. Meloksikam dan vitamin B1
ditujukan untuk mengatasi keluhan nyeri badan. Pasien tidak secara langsung mengeluhkan kondisi
yang berhubungan dengan kelebihan asam lambung, namun dokter meresepkan antasida, hal ini
mungkin ditujukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya iritasi lambung yang dapat memicu
peningkatan asam lambung.
Jika benar, keluhan nyeri dada pada kasus ini berhubungan dengan gangguan system jantung
seperti halnya angina, maka pemilihan kombinasi antihipertensi berupa captopril (ACE inhibitor), HCT
(diuretik tiazid), dan bisoprolol (β-bloker kardioselektif) relative merupakan pilihan yang tepat.
Kombinasi tersebut sebagaimana disarankan oleh JNC7. Kecuali pasien tersebut memiliki riwayat
infark myokardiak, penggunaan diuretik tidak disarankan.
Disamping diagnose penyerta dalam kasus hipertensi ini yang harus menjadi dasar pemilihan
terapi, faktor usia juga harus dipertimbangkan. Dalam hal ini, pasien telah cukup lanjut usia, yaitu 61
tahun. Faktor usia lanjut sangat memungkinkan terjadinya pengaruh hipertensi terhadap kerusakan
berbagai organ seperti jantung, hati, ginjal, dan otak. Sehingga pemilihan terapinya harus benar-
benar diperhatikan.
Dosis captopril, pasien menerima captopril 75 mg/hr dalam dosis terbagi tiga, maka dosis
tersebut masih dapat diterima sebagai dosis aman. Begitu pun dengan HCT satu kali sehari pada
pagi hari, merupakan dosis yang lazim. Dalam hal ini perlu diingatkan pada pasien, agar jangan
sampai mengkonsumsi HCT ini pada waktu sore atau malam hari, karena dapat menimbulkan efek
diuresis nokturnal, yang akan sangat mengganggu waktu istirahat pasien pada malam hari. Bisoprolol
5 mg satu kali sehari juga merupakan dosis aman. Namun pasien harus diingatkan untuk tidak
menghentikan penggunaan obat ini secara mendadak, karena dapat menyebabkan kambuhan
hipertensi. (Dipiro; 221).
Pemberian ISDN yang bersifat insidental, yaitu saat terjadi gejala sesak nafas secara sublingual
cukup tepat. Pemberian secara sublingual dapat memberikan efek yang lebih cepat daripada secara
oral. ISDN akan dengan cepat mengakhiri serangan angina akut yang ditandai gejala sesak nafas
dan nyeri dada. Terapi captopril akan membantu mencegah serangan angina yang berulang. Pasien
yang menjalani terapi ISDN juga harus diapantau konsentrasi kreatinin serumnya, terutama pada
pasien-pasien yang terindikasi mengalami kerusakan ginjal.
Peresepan vitamin B1, kemungkinan berhubungan dengan penanganan keluhan tremor dan
salah satu efek obat (bisoprolol).
Meloksikam diberikan untuk mengobati rasa nyeri. Meloksikam merupakan salah satu anti
inflamasi nonsteroid yang relative selektif pada COX-2. Sehingga obat ini relative aman terhadap
lambung. Namun harus diwaspadai efeknya terhadap ginjal. (Dipiro; 688, 916)
Dosis meloksikam yang diresepkan tampaknya berlebih. Pada kasus nyeri
osteoarthritis meloksikam hanya digunakan untuk terapi jangka pendek, kecuali pada penanganan
rheumatoid arthritis dapat digunakan sebagai terapi jangka panjang. Dosis yang dianjurkan hanya 7,5
mg/hari, maksimum 15 mg/hari. Apalagi dalam kasus ini pasien telah lanjut usia, dosis yang
disarankan hanya 7,5 mg/hari. Sedangkan pada resep tersebut dokter menuliskan 2 kali sehari
masing-masing 15 mg, atau 30 mg/hari. BNF maupun Pharmacotherapy-Dipiro menyebutkan bahwa
pemberian meloksikam hanya sekali sehari. (BNF 57; 552, 559)
Pemberian antasida tampaknya kurang signifikan. Pasien tidak mengeluhkan gejala yang
menunjukan adanya kelebihan asam lambung sehingga perlu mengkonsumsi antasida. Meskipun
antasida ini hanya bekerja secara local pada lambung, namun tetap perlu diwaspadai interaksinya.
Interaksi mungkin terjadi dengan captopril, dimana absorpsi captopril dapat terhambat, yang
mengakibatkan bioavailabilitasnya rendah, dan konsentrasi efektif minimumnya dalam darah tak
tercapai, sehingga terapi yang optimum juga tidak tercapai. Disamping itu, akumulasi kation Mg2+
dan Al3+ sangat mungkin berikatan dengan senyawa-senyawa phosphate, sehingga absorpsi
phophat menurun dan mengakibatkan hipophosphatemia. Terlebih pasien juga mengkonsumsi
diuretik, yang akan meningkatkan aktivitas urinari, yang dapat semakin meningkatkan resiko
hipophosphatemia. (Dipiro; 996).
Penggunaan beberapa item obat secara bersamaan, sangat memungkinkan terjadinya interaksi.
Interaksi yang mungkin terjadi :
- Captopril dapat berinteraksi dengan antasida. Antasida dapat menurunkan absorpsi captopril, sehingga
antasida dan captopril tidak boleh dikonsumsi bersamaan. Harus ada jarak waktu yang cukup antara
saat konsumsi antasida dan captopril, sehingga interaksi keduanya dapat dihindarkan.
- ISDN, meningkatkan efek hipotensif dari captopril, dan bisoprolol
- Efek hipotensif ISDN diantagonis oleh AINS (meloksikam) (BN7 57; Appendix).
c. Saran
Berdasarkan hasil penelusuran pustaka diatas, maka:
- Dosis meloksikam sebaiknya dikurangi, yaitu hanya 7,5 mg/hari, mengingat pasien telah lanjut usia,
kemungkinan resiko reaksi obat merugikannya akan meningkat yang berupa kerusakan atau
penurunan fungsi ginjal. Begitu pun dengan lama terapinya sebaiknya dibatasi. Sampaikan pada
pasien untuk segera menghentikan konsumsi meloksikam ini bila gejala nyeri pada badan telah
mereda.
- Saat pasien merasa nyeri dada, dan menggunakan ISDN, hindari mengkonsumsi meloksikam juga,
karena meloksikam dapat mengantagonis kerja ISDN
- Antasida sebaiknya tidak digunakan
3. Resep 3
20-7-2011
R/ Metformin 500 XLV
S 3 dd 1
R/ Glibenklamide 5 XV
S 1 dd 1
R/ Captopril 50 XLV
S 3 dd 1
R/ furosemid X
S ½-0-0
R/ BC XLV
S 3 dd 1
R/ Amlodipin 5 XV
S 1 dd 1
R/ Na-diklofenak 50 XXX
S 0-0-1
R/ Simvastatin 10 XV
S 0-0-1
Pro : Tn. SS (66 tahun)
a. Anamnesa/ diagnose
Pasien dinyatakan mengalami diabetes mellitus, hipertensi, hiperkolesterolemia, ostheoartritis, dan
sindrom dispepsia.
b. Analisa resep
Dalam kasus ini pasien menerima 8 item obat, sebagai berikut :
- Metformin, antidiabetes golongan biguanid
- Glibenklamide, antidiabetes golongan sulfonilurea
- Captopril, antihipertensi golongan inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (ACEI)
- Furosemid, antihipertensi golongan loop diuretik
- BC/ vitamin B kompleks, suplemen kekurangan vitamin B
- Amlodipin, antihipertensi golongan pemblok kanal kalsium (CCB)
- Na-diklofenak, antiinflamasi nonsteroid
- Simvastatin, antihiperlipidemia golongan statin
Kombinsai metformin dan glibenklamid pada kasus pasien diagnose lain berupa hipertensi
diperbolehkan. Seperti halnya pada kasus resep nomor 2. Dosis kombinasi kedua obat tersebut juga
masih dalam batas aman. Dimana dosis maksimum keduanya adalah 20 mg/hari untuk glibenkalmid,
dan 2000 mg/hari untuk metformin. (Dipiro; 1369, 1384, 1385).
Penanganan hipertensi dalam kasus ini digunakan kombinasi 3 antihipertensi,
yaitu captopril (ACE inhibitor), furosemid (loop diuretik), dan amlodipin (Pemblok kanal kalsium).
Kombinasi tersebut diperbolehkan. Dosis furosemid merupakan dosis terendah yaitu 20 mg, dengan
waktu pemberian yang tepat yaitu pada pagi hari. Sedangkan dosis captopril merupakan dosis
maksimum yaitu 150 mg/hari, dalam dosis terbagi 3. Sedangkan amlodipin yang diberikan adalah
dosis menengah, yaitu 5 mg/hari, lazimnya 2,5-10 mg/hari. Perlu diperhatikan pasien telah cukup
lanjut usianya (66 tahun), captopril diberikan pada dosis maksimum dikombinasi dengan furosemid,
dan amlodipin, akan berpotensi menimbulkan efek hipotensi. Dengan pemberian furosemid, pasien
akan mengalami diuresis, yang berarti volume darah menurun dan menurun pula tekanan darahnya,
sedangkan pemberian ACE inhibitor dapat menyebabkan penurunan tekanan darah melalui berbagai
mekanisme yang terlibat dalam pengaturan sistem rennin-angiotensin-aldosteron (RAAS), sehingga
resiko hipotensinya semakin meningkat, terlebih pada pasien yang telah lanjut usia, ditambah dengan
kombinasi dengan amlodipin. Tekanan darah harus senantiasa dipantau. (Dipiro: 233-234)
Meski ada kemungkinan lain, bahwa maksud penggunaan furosemid dalam dosis rendah
adalah untuk mengatasi resiko efek samping amlodipin, berupa udema perifer. Amlodipin dapat
menyebabkan terjadinya udema perifer, dengan pemberian furosemid, maka aktivitas urinary
meningkat, sehingga tidak terjadi udema perifer.
Natrium diklofenak digunakan untuk mengobati gejala nyeri akibat osteoarthritis. Diklofenak
merupakan antiinflamasi nonsteroid (AINS) nonselektif. Dosis yang diberikan adalah dosis tunggal
pada malam hari sebesar 50 mg.
Sebagaimana AINS nonselektif lainnya, diklofenak dapat menginduksi terjadinya ulkus
peptikum, sedangkan dalam diagnosanya dokter telah menyatakan bahwa pasien mengalami sindrom
dispepsia. Meskipun efek buruk yang disebabkan diklofenak pada saluran cerna tidak sekuat aspirin,
namun pemilihan obat lain yang lebih aman, perlu dipertimbangkan, mengingat pasien telah
dinyatakan mengalami sindrom dispepsia. (Dipiro; 1131)
Dalam kasus ini, pasien telah didiagnose sindrome dispepsia, dan mendapat terapi AINS
yang dapat memperparah sindrom tersebut, namun pasien tidak mendapat obat untuk indikasi ini.
Tak ada obat yang diberikan untuk mengobati sindrom dispepsianya.
Simvastatin dosis tunggal pada malam hari 10 mg, untuk terapi hiperlipidemia. Penggunaan
simvastatin pada penderita diabetes diperbolehkan. Pemberian vitamin B kompleks, yang
mengandung asam nikotinat, akan membentu menghambat pembentukan kolesterol dan trigliserida,
sehingga akan membantu menekan kadar lipid dalam darah. (BNF 57; 539)
Interaksi yang mungkin terjadi :
- Amlodipin (pemblok kanal kalsium) dan captopril (ACE inhibitor) yang digunakan bersama-sama,
cenderung berinteraksi menyebabkan efek hipotensif, ACE inhibitor juga akan bekerja pada sistem
kanal kalsium, meski tidak secara langsung, begitu pun dengan furosemid.
- Captopril berinteraksi dengan makanan, dan menyebabkan absorpsi captopril menurun. (DIF)
c. Saran
Dari uraian diatas dapat disarankan :
- Kombinasi captopril, furosemid, dan amlodipin, perlu dipantau efeknya, ada baiknya dosis captopril
dikurangi
- Konsumsi captopril 1 jam sebelum makan, untuk menghindari interaksinya dengan makanan
- Pasien perlu diberi obat untuk mengatasi sindrome dispepsianya, terlebih dalam resep tersebut
terdapat obat-obat yang menimbulkan efek-efek yang tidak menyenangkan pada saluran cerna,
berupa iritasi lambung (natrium-diklofenak), mual, muntah, diare (metformin dan
glibenklamid).Ranitidine dan antiemetic seperti domperidon atau metoklopramid mungkin perlu
diberikan.
- Pasien juga harus diingatkan untuk senantiasa melakukan terapi non farmakologis, berupa diet
makanan rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
- Pasien juga harus menghindari konsumsi rokok dan atau alcohol
- Olah raga ringan secara teratur sangat dianjurkan
4. Resep 4
27/7/2011
R/ Furosemid XV
S 1-0-0
R/ Aspilet XV
S 1 dd 1
R/ ISDN 5 XV
S 1 dd 1
R/ Diazepam 2 XV
S 0-0-1
R/ Ranitidin XXX
S 2 dd 1
R/ Antasida Fl. I
S 4 dd C1 ac
R/ Bicnat XLV
S 3 dd 1
R/ Ketocid XLV
S 3 dd 1
R/ FA XLV
S 3 dd 1
Pro : Tn. T (54 Th)
a. Anamnesa
Pasien mengeluh sering merasakan sesak nafas, nyeri dada, dan nyeri lambung.
b. Analisa Resep
Efek farmakologi masing-masing obat dalam resep :
1) Furosemide adalah salah satu loop diuretik.
2) Aspilet adalah sediaan branded dari asam asetil salisilat 80 mg/ tablet. Asam asetil salisilat pada
dasarnya adalah jenis dari antiinflamasi nonsteroid yang juga sering digunakan sebagai antiplatelet.
3) ISDN 5 atau isosorbid dinitrat 5 mg/tablet, merupakan senyawa nitrat kerja panjang yang sering
digunakan pada penanganan kasus angina.
4) Diazepam 2 mg/tablet. Diazepam merupakan hipnotikum golongan benzodiazepine.
5) Ranitidine, antihistamin H-2
6) Antasida, antasida merupakan sediaan obat basa yang bekerja menetralkan asam lambung.
Umumnya natasida adalah sediaan tablet atau suspense yang mengandung Al(OH)3 atau Mg(OH)2.
7) Bicnat atau natrium bikarbonat merupakan garam, yang membawa sifat basa, dapat digunakan pula
sebagai antasida, alkalinisasi urin, dan untuk mengatasi ketidaknyamanan saluran urin pada
penderita infeksi saluran urin.
8) Ketocid/ ketoprofen 200 mg/kapsul merupakan obat antiinflamasi nonsteroid.
9) FA/ folic acide atau asam folat merupakan suplemen makanan yang berperan penting dalam
pembentukan sel darah merah.
Furosemid merupakan merupakan golongan obat diuretik yang sering digunakan dalam
penanganan kasus hipertensi, namun dalam kasus ini pasien menyatakan tidak menderita hipertensi.
Dan pada dosis yang lebih tinggi furosemide digunakan pada pasien dengan penurunan laju
glomerular atau pun pasien gagal hati.
Dalam kasus ini pasien Tn. T yang telah berusia 54 tahun menerima 9 item obat dalam rentang
waktu satu kali pengobatan, hal ini sangat memungkinkan terjadinya masalah penggunaan obat
(DRP) dan interaksi serta terjadinya reaksi obat merugikan (ROM), antar obat-obat tersebut, maupun
dengan makanan yang dapat menyebabkan tujuan terapi tidak tercapai secara optimum.
Berdasarkan keluhan yang disampaikan oleh pasien menyatakan sering sesak nafas, nyeri dada
dan nyeri ulu hati. Keluhan sesak nafas dan nyeri dada sering menjadi indikator adanya gangguan
jantung. Adanya dugaan gangguan jantung ini didukung oleh adanya obat ISDN dan furosemid dalam
resep dokter tersebut. Disamping adanya gangguan lambung.
Aspilet merupakan AINS, yang memiliki efek lain sebagai antiplatelet, dan sebagai antiinflamasi
nonselektif, aspilet dapat menginduksi terjadinya ulkus peptikum, karena adanya penghambatan
pembentukan prostaglandin yang berperan dalam melindungi dinding lambung. Begitu pun dengan
ketoprofen. Dalam kasus ini pasien telah mengeluh nyeri lambung. Maka pemberian aspilet dalam
kasus ini kurang tepat, karena aspilet dapat memperparah kondisi lambungnya, terlebih dengan
adanya efek antiplatelet obat tersebut, dapat memungkinkan terjadinya pendarahan lambung, apalagi
penggunaannya bersamaan dengan ketoprofen, yang semakin meningkatkan resiko nyeri dan
pendarahan lambung. Walaupun dokter telah memberikan kombinasi ranitidine dan antacid untuk
mengatasi nyeri lambungnya, namun mengganti obat yang dapat mengiritasi lambung dengan obat
lain yang lebih aman bagi lambung tetap lebih baik.
Diazepam diberikan untuk menghasilkan efek penenang, sehingga dapat membantu mengurangi
beban kerja jantung.
Interaksi obat dengan obat yang mungkin terjadi :
1) Furosemide dapat berinteraksi dengan diazepam (ansiolitik dan hipnotik), interaksi ini memungkinkan
terjadinya efek hipotensif. Namun dalam kasus ini kemungkinan tersebut telah dapat dianulir, karena
furosemid dikonsumsi pagi hari, sedangkan diazepam malam hari menjelang tidur.
2) Aspilet, berpeluang interaksi dengan alkali urin dan antasida, dalam kasus ini pasien juga menerima
terapi antasida dan natrium bikarbonat yang meruapakan salah satu alkali. Antasida dan alkali lainnya
akan mempercepat ekskresi aspilet
3) Aspilet dan ketoprofen akan meningkatkan resiko pendarahan (meningkatkan efek antikoagulan)
(BNF)
c. Saran
Dari urain diatas dapat saya sarankan :
- Penggunaan ketoprofen, sebaiknya dihindari, dari keluhan pasien, tidak ada keluhan yang
mengindikasikan perlunya penggunaan obat tersebut, disamping kemungkinan interaksinya dengan
aspilet, dapat meningkatkan resiko perdarahan.
- Pasien juga tidak mengungkapkan keluhan yang mengindikasikan perlunya
penggunaanranitidine dan antasida, sehingga kedua obat tersebut tidak perlu digunakan
top related