analisis tekstual dan musikal lagu populer … · itu, penulis juga mengharapkan kritik dan saran...
Post on 10-Aug-2019
231 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS TEKSTUAL DAN MUSIKAL LAGU POPULER SIMALUNGUN
YANG DINYANYIKAN PADA UPACARA ADAT PERKAWINAN DI DESA
SARIBUDOLOK KABUPATEN SIMALUNGUN
SKRIPSI SARJANA
DISUSUN
O
L
E
H
ANANTHA ANGRIANY SITIO
140707036
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2018
PENGESAHAN
ANALISIS TEKSTUAL DAN MUSIKAL LAGU POPULER SIMALUNGUN YANG
DINYANYIKAN PADA UPACARA ADAT PERKAWINAN DI DESA
SARIBUDOLOK KABUPATEN SIMALUNGUN
Skripsi Sarjana
Disusun oleh
NAMA : ANANTHA ANGRIANY SITIO
NIM : 140707036
Pembimbing I Pembimbing II
Drs.Setia Dermawan Purba,M.Si Arifninetrirosa,SST,M.A.
NIP: 195608281986012001 NIP: 1965021291994032002
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk
memenuhi salah satu syarat Ujian Sarjana dalam bidang Ilmu Etnomusikologi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2018
PENGESAHAN
DITERIMA OLEH :
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi
salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada Tanggal : 19 Juli 2018
Hari : Kamis
Fakultas Ilmu Budaya USU,
Dekan,
Dr.Drs.Budi Agusono M.S
NIP.196008051987031001
Panitia Ujian :
No Nama
1. Drs.Setia Dermawan Purba,M.si. ( )
2. Arifninetrirosa,SST,M.A. ( )
3. Drs.Kumalo Tarigan,M.A. ( )
4. Dra.Heristina Dewi,M.Pd. ( )
DISETUJUI OLEH:
PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
MEDAN
PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI
KETUA
Arifninetrirosa SST,M.A.
NIP: 196502191994032002
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya nyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh kerja sama disuatu Peruruan Tinggi dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis serta diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis disebutkan dalam
daftar pustaka.
Medan,
Anantha Angriany Sitio
140707036
iii
ABSTRAKSI Tulisan ini berjudul: Analisis Tekstual dan Musikal Lagu Populer Simalungun
Yang Dinyanyikan Pada Upacara Adat Perkawinan Di Desa Saribudolok Kabupaten
Simalungun.
Tujuan penelitian ini lebih diarahkan kepada makna tekstual dan analisis
unsur-unsur musikologinya.
Untuk menjawab pokok permasalahan tersebut penulis menggunakan teori
Bruno Netll dan William P. Malm. Metode yang digunakan adalah metode penelitian
kualitatif dengan melakukan observasi, wawancara dan perekaman.
Hasil penelitian menunjukan bahwa teks lagu populer berkesinambungan
dengan setiap rangkain acara dalam upacara adat perkawinan masyarakat Siamlugun.
Secara struktur melodi lagu populer Simalungun menggunakan birama 4/4.
Kata kunci: Analisis tekstual, analisis musikal, lagu populer, upacara perkawinan.
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan
kemurahan-Nya yang telah memberikan penulis kesempatan dan kesehatan sehingga
dapat menyelesaikan penulisan sripsi ini. Sripsi ini berjudul “Analisis Tekstual dan
Musikal Lagu Populer Simalungun Yang Dinyanyikan Pada Upacara Adat
Perkawinan Di Desa Saribudolok Kabupaten Simalungu” adalah sebuah syarat akhir
untuk menyelesaikan perkuliahan di jurusan Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya
Universita Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini penulis telah berupaya semaksimal mungkin
untuk mencapai hasil yang terbaik. Namun kemudian penulis menyadari bahwa
terdapat berbagai kekurangan disana sini dlampenulisan skripsi ini. Hal ini
disebabkan oleh keterbatasan penulis dan pengalaman penulis masih kurang. Untuk
itu, penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang sangat membangun dari semua
pihak terutama dari dosen pembingbing penulis.
Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak.
Maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga
kepada:
1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Sumatera Utara
iv
2. Ibu Arifninetrirosa, SST., M.A., selaku ketua Program Studi Etnomusikologi
Fakultas Ilmubudaya Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai dosen
pembingbing II penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Drs, Bebas Sembiring, M.Si., selaku sekretaris Program Studi
Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Setia Dermawan Purba, M.Si., selaku pembimbing I yang telah banyak
memberikan arahan kepada penulis dan saran-saran yang sangat bermanfaat
dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Drs. Mauly Purba M.A, Ph.D.,
Bapak Drs, M. Takari, M.Hum, Ph.D., Ibu Dra. Rihtaony, M.A., Bapak Drs.
Torang Naiborhu, M.Hum., Ibu Drs. Frida Deliana, M.Si,. Bapak Fadlin,
M.A., Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.Si,. Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd.,
Bapak Drs. Irwansyah, M.A., Bapak Drs. Yoe Anto Ginting, M.A. Ibu Sapna
Br. Sitopu, S.Pd, M.Sn., Bapak Hubari Gulo, S.Sn., M.Sn., dan Ibu Vanesia A
Sebayang, S.Sn., M.Sn yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan
kepada penulis selama bertahun-tahun mengikuti perkuliahan semoga doa dan
berkat dari Bapak Ibu Dosen yang menyertai penulis sehingga dapat
mengaplikasikan ilmu yang diterima ke tengah-tengah masyarakat nantinya.
6. Oppung Marden Purba, Bapak Fery Wandi Saragih, Bapak Cius Girsang,
Bapak Bastian Sitio selaku informan penulis. Terimakasih buat segala
iv
informasi yang sudah penulis terima sehingga penulisan skripsi ini dapat
diselesaikan.
7. Bapak F. Juslin Sitio dan Ibu Masnauli Purba orangtua penulis yang telah
membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang, membiayai, mendoakan,
dan mendukung serta memberikan semangat yang luar biasa sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Septi Arsila Saragih dan Meta Fonika Girsang selaku teman penulis yang
telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberi balasan yang setimpal
bagi mereka semua. Akhirnya harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat
bagi usaha peningkatan mutu pendidikan dan kebudayaan di era globalisasi ini
dan menjadi suatu bahan penelitian selanjutnya.
Medan, Juli 2018
Penulis
Anantha Angriny Sitio
140707036
v
DAFTAR ISI
LEMBARAN PENGESAHAN ...................................................
PERSETUJUAN PROGRAM STUDI ....................................... i
PERNYATAAN ........................................................................... ii
ABSTRAKSI................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ................................................................. iv
DAFTAR ISI ................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ................................................................... vi
BAB I : PENDAHULUAN .......................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2. Pokok Permasalahan ......................................................................... 6
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 7
1.3.1. Tujuan penelitian ................................................................... 7
1.3.2. Manfaat Penelitian ................................................................ 7
1.4. Konsep dan Teori .............................................................................. 8
1.4.1. Konsep................................................................................... 8
1.4.2. Teori ...................................................................................... 9
1.5. Metode Penelitian.............................................................................. 12
1.5.1. Kerja Lapangan ..................................................................... 13
1.5.2. Wawancara ............................................................................ 13
1.5.3. Observasi ............................................................................... 14
1.5.4. Kerja Laboratorium ............................................................... 14
1.5.5. Studi Kepustakaan ................................................................. 15
1.6. Lokasi Penelitian ............................................................................... 16
BAB II : GAMBARAN UMUM MASYARAKAT SIMALUNGUN DI
v
DESA SARIBUDOLOK DAN GAMBARAN UMUM
UPACARA ADAT PERKAWINAN SIMALUNGUN ................ 17
2.1. Desa Saribudolok .............................................................................. 17
2.2. Masyarakat Simalungun di Desa Saribudolok .................................. 18
2.3. Mata Pencaharian .............................................................................. 19
2.4. Organisasi Sosial ............................................................................... 19
2.5. Sistem Kekerabatan ........................................................................... 20
2.51. Marga-marga di Simalungun.................................................. 23
2.6. Kesenian Simalungun........................................................................ 26
2.6.1. Seni Musik (Gual) ................................................................. 26
2.6.2. Seni Suara (Doding) .............................................................. 27
2.6.3. Seni Tari (Tortor) .................................................................. 28
2.6.4. Seni Ukir (Gorga) .................................................................. 29
2.7. Upacara Adat Simalungun ................................................................ 30
2.8. Gambaran Umum Upacara Adat Simalungun................................... 33
BAB III : KRONOLOGI PELAKSANAAN LAGU POPULER DAN
ANALISIS TEKSTUAL LAGU POPULER ............................ 53
3.1. Kronologi Penggunaan Lagu Populer ............................................... 53
3.1.1. Kronologi Penggunaan Lagu Sitalasari ................................ 53
3.1.2. Kronologi Penggunaan Lagu Eta Mangalop Boru ............... 54
3.1.3. Kronologi Penggunaan Lagu Tolu Sahundulan .................... 55
3.1.4. Kronologi Penggunaan Lagu Appang Na Opat .................... 55
3.1.5. Kronologi Penggunaan Lagu Horas Sayur Matua ................ 56
3.2. Analisis Semiotik Teks Lagu Populer ............................................... 56
3.2.1. Analisis Teks dan Makna Lagu Sitalasari ............................ 57
3.2.2. Analisis Teks dan Makna Lagu Eta Mangalop Boru ............ 63
3.2.3. Analisis Teks dan Makna Lagu Tolu Sahundulan ................ 69
3.2.4. Analisis Teks dan Makna Lagu Appang Na Opat ................. 77
3.2.5. Analisis Teks dan Makna Lagu Horas Sayur Matua ............ 84
v
BAB IV : TRANSKRIPSI DAN ANALISIS LAGU POPULER
SIMALUNGUN ............................................................................... 92
4.1. Transkripsi......................................................................................... 92
4.2. Simbol dan Notasi ............................................................................. 92
4.2.1. Transkrisi Lagu Sitalasari ..................................................... 94
4.2.2. Transkripsi Lagu Eta Mangalop Boru .................................. 96
4.2.3. Transkripsi Lagu Tolu Sahundulan ....................................... 97
4.2.4. Transkripsi Lagu Appang Na Opat ....................................... 98
4.2.5. Transkripsi Lagu Horas Sayur Matua................................... 99
4.3. Analisis Musikal................................................................................ 99
4.3.1. Tangga Nada ......................................................................... 100
4.3.2. Jumlah Interval ...................................................................... 102
4.3.3. Tempo ................................................................................... 106
4.3.4. Bentuk ................................................................................... 107
4.3.5. Ritme ..................................................................................... 108
4.3.6. Perjalanan Akord ................................................................... 113
BAB V : PENUTUP ....................................................................................... 114
5.1. Kesimpulan ....................................................................................... 114
5.2. Saran .................................................................................................. 116
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 118
DAFTAR INFORMAN .................................................................................. 120
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pengentin Simalungun.................................................................. 34
Gambar 2.2 Penyajian lagu Sitalasari .............................................................. 54
Gambar 2.3 Penyajian lagu Eta Mangalop Boru ............................................. 55
Gambar 2.4 Penyajian lagu Tolu Sahundulan .................................................. 56
Gambar 2.5 Penyajian lagu Appang Na Opat .................................................. 57
Gambar 2.6 Penyajian lagu Horas Sayurmatua ............................................... 58
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masyarakat Simalungun adalah masyarakat yang mewarisi adat leluhurnya.
Kendati hidup di zaman modren, mereka tetap melanjutkan tradisi leluhurnya, seperti
yang dapat dilihat dalam berbagai kegiatan upacara adat yang mereka lakukan sehari-
hari. Upacara adat yang paling banyak mereka lakukan dewasa ini adalah horja adat
sayur matua atau horja adat sari matua (upacara adat kematian orang yang uzur
usia) dan horja partongah jabuan anak/boru (perkawinan).
Masyarakat Simalungun adalah masyarakat yang secara berkelanjutan
mengalami perubahan di berbagai aspek kehidupan. Perubaha sosial mendorong
perubahan produk kebudayaannya yang tidak saja dalam lingkungan konsep atau
gagasan tetapi dalam bentuk-bentuk yang lebih konkrit dan visual. Dampak
perubahan sosial ini mengakibatkan adanya nilai-nilai tradisi yang terkikis bahkan
terlupakan. Tidak terkecuali dengan masyarakat Simalungun yang berada di desa
Saribudolok, juga mengalami perubahan di berbagai aspek kehidupan dan
kebudayaannya.
Desa Saribudolok merupakan desa yang multi etnis dimana letaknya sekitar
20 km dari ibu kota Simalungun, yaitu Pematang Raya. Masyarakat lain yang datang
ke desa Saribudolok datang dengan cara berbaur. Bukan hanya etnis Simalungun saja
2
yang sebagai penduduk menetap di desa Saribudolok, suku bangsa lain juga menetap
di desa Saribudolok. Seperti Batak Toba, Karo, Pakpak, Jawa, Sunda dan lain-lain.
Simalungun merupakan etins yang menganut garis keturunan patrialisme
(mengikut garis keturunan ayah), dibuktikan dengan adanya marga (klan) dan
membawa kesenian adat leluhur, musik gonrang dan tarian (tortor) yang digunakan
dalam upacara adat perkawinan dan kematian.
Di dalam kebudayaan Simalungun, khususnya desa Saribudolok sebelum
mengenal musik populer masyarakat menggunakan gonrang bolon untuk mengiringi
acara pesta perkawinan. Instrument ini dimainkan oleh tiga orang pemain yang
disebut Panggual. Ketiga pemain tersebut antara lain Paningting, Panirang dan
Panikkah. Untuk pemain Ogung disebut Parogung dan untuk pemain Mingmongan
disebut Parmingmong. Alat musik ini dimainkan tiga orang penabuh ditambah
dengan pemain Ogung, seorang pemain Mingmongan, seorang pemain Sitalasayak
serta seorang pemain Sarunei.
Musik dalam kehidupan masyarakat Simalungun merupakan suatu yang
penting, terutama dalam konteks upacara ritual, upacara adat sayur matua dan sari
matua khususnya upaca adat perkawinan. Berawal dari masuknya agama Kristen ke
tanah Batak di paruh kedua abad 19 telah memberikan banyak dampak sosial,
terutama terhadap konteks dan pelaksanaan upacara adat.
Hal yang sama juga terjadi dalam konteks pemilihan musik yang di pakai
dalam upacara adat. Dewasa ini, dalam konteks upacara adat perkawinan, masyarakat
3
Simalungun lebih condong menggunaka repertoar musik populer dari pada gondang
bolon di dalam konteks adat perkawinan masyarakat Simalungun.
Musik populer adalah musik yang dikemas untuk hiburan, dimana melodi,
harmoni dan ritmenya cepat akrab dengan kebanyakan dipasarkan serta
penyebarannya melalui media sosial seperti: VCD, radio, internet yang berada di
Mancanegara dan Indonesia. Berbagai jenis repertoar musik populer banyak sekali
misalnya: pop Indonesia, pop daerah, keroncong, campur ari, rock, rap, reagge, gazz
dan lain-lain.
Musik populer dewasa ini, banyak digunakan dalam kegiatan-kegiatan sosial.
Contohnya, dalam acara-acara besar termaksud pernikahan dan kematian, khususnya
bagi masyarakat Simalungun yang sudah menggunakan lagu-lagu dari repertoar
musik populer dalam kegiatan upacara adat yang mereka laksanakan.
Seiring berkembangnya musik populer dalam upacara adat Simalungun,
instrument keyboard juga sering digunakan dalam upacara adat Simalungun, salah
satunya upacara perkawinan masyarakat Simalungun di desa Saribudolok. Pada
upacara perkawinan tersebut, penggunaan instrument keyboard dapat dipadukan
dengan musik tiup dan gonrang bolon, juga digunakan sebagai pengiring tarian
(tortor) dan nyanyian disaat menjalani kegiatan upacara khususnya upacara adat
perkawinan Simalungun.
Instrument musik keyboard sering digunakan karena dapat diamainkan untuk
mengiringi lagu-lagu rohani dan lagu-lagu rakyat yang berasal dari Simalungun
maupun daerah lainnya yang mempunayi tangga nada diatonis.
4
Oleh karena itu, musik populer lebih sering digunakan dalam konteks upacara
adat perkawinan Simalungun dan hampir seluruh kegiatan dari awal memasuki
upacara adat, memberi kain (mangulosi) dari setiap undangan, serta pelaksanaan
upacara adat, hingga akhir upacara adat tersebut, pemakaian repertoar musik populer
sering diminta oleh undangan juga pelaksana pesta.
Masuknya musik populer pada upacara adat perkawinan Simalungun,
dikarenakan saat permintaan gonrang tidak lagi mengetahui gual yang dimainkan
berkesinambungan dengan acara. Maka permintaan pemain musik juga penting disaat
itu dan memilih lagunya sesuai dengan suasana serta keinginan kelompok penortor
(penari). Judul lagu yang diminta kelompok penari atau pemain musik juga
bervariasi, seperti lagu Simalungun dengan judul Serma Dengan Dengan, Deideng,
Sitalasari, Tolu Sahundulan, Ampang Na Opat, Etah Mangalop Boru, Adat Boru
Magodang, Lakkahkon Ma Inang, Bulung Matua, Tobus Nihuning, Saut ma Sura-
sura, Inang Pangguruan, Tias dan lain-lain. Lagu rohani dengan judul KasihNya
Seperti Sungai, Marolob-olob Tonduy kin, Ara, dan lain-lainnya, serta lagu rakyat
yang berjudul Anakhonhin do hamoraon di au, borhat mada inang dan lain
sebagainya.
Perjalannya lagu-lagu populer di Simalungun dibawakan oleh penyanyi-
penyanyi di Simalungun seperti, Trio S. Pansel, Saruddin Saragih, Jhon Elyaman
Saragih, Susi Purba, Lamser Girsang, Damma Silalahi, Dewita Purba, Intan Saragih
dan lain-lain. Munculnya lagu populer di Simalungun di perkirakan sekitar tahun
1975 yang dibawakan pertama sekali oleh Trio S. Pansel (Trio Simalungun Pantai
5
Selatan) di bahu tiga orang personil yaitu: (1) Sarudin Saragih (2) Benyamin Girsang
(3) Kaman Tondang. Konser Trio S. Pansel dilakukan dari kampung ke kampung
yang mengundangnya. Saat itu orang Simalungun berbangga karena lagu Simalungun
dapat menjadi tuan di rumahnya, anak-anak muda bahkan orang tua sangat menyukai
Trio S. Pansel. (Sumber : hhtps://www.neosimalungunjaya.com/sarudin-saragih-
penyanyi-legendaris-simalungun/)
Dengan berujungnya kejayaan dari Trio S. Pansel kemudian menyusul juga
artis-artis lainnya sebagai generasi penerus lagu populer Simalungun. Hingga
sekarang ini lagu populer tersebut semakin membangkit di tengah-tengah masyarakat
Simalungun. Terlihat dari banyaknya masyarakat maupun kaum muda Simalungun
melakukan rekaman ataupun penciptaaan album-album lagu yang di publikasikan
melalui media sosial, hiburan rakyat, dan lain-lain.
Bukan hanya lagu Simalungun namun lagu-lagu dati etnis lain juga
dimainkan. Misalnya lagu Biring manggis (etnis karo), Ulos Pasamot dan Titin
Marangku (etnis Batak Toba). walaupun pelaksanaan upacara adat adalah
Simalungun, tetapi lagu-lagu dari etnis lainnya dapat diterima dengan baik.
Menurut Bapak Bastia Sitio (Narasumber, di desa Saribudolok) sejak tahun
90an perkembangan musik populer dalam penggunaan ensambel musik keyboard dan
repertoar musik populer sudah digunakan dalam pelaksanaan upacara adat
perkawinan Simalungun di Saribudolok dan keberadaan itu masih bertahan hingga
sekarang. Seiring berkembangnya teknologi, aspek kehidupan dan perubahan sosial
yang baik di masyarakat Simalungun di desa Saribudolok. Menelaah dari penjelasan
6
tersebut, penulis menyimpulkan bahwa musik populer menjadi kebutuhan masyarakat
untuk mengiri acara pesta pernikahan.
Melihat kenyataan tersebut, penulis tertarik untuk melihat kesinambungan
antara perjalanan acara dengan lagu populer. Selain itu, penulis juga ingin
mengungkapkan apakah lagu tersebut selalu hadir dalam setiap pesta pernikahan, dan
apakah lagu yang sama selalu digunakan pada acara yang sama. Hal tersebut akan
penulis telusuri lebih jauh lagi untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Oleh karena itu, penelitian ini akan dibuat dalam karya tulis ilmiah dengan
judul: ANALISIS MUSIKAL DAN TEKSTUAL LAGU POPULER
SIMALUNGUN YANG DINYANYIKAN PADA UPACARA ADAT
PERKAWINAN DI DESA SARIBUDOLOK KABUPATEN SIMALUNGUN.
1.2 Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan
sebelumnya, yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini yaitu:
1. Bagaimana struktur melodi lagu populer Simalungun pada pesta adat
perkawinan Simalungun?
2. Apa makna tekstual dari lagu populer Simalungun pada pesta adat perkawinan
Simalungun.
7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis struktur melodi dari lagu populer Simalungun pada pesta
adat perkawinan Simalungun.
2. Untuk menganalisis makna teks populer Simalungun pada pesta adat
perkawinan Simalungun.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Secara akademis, untuk memenuhi salah satu syarat ujian sarjana di Program
Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
2. Menambah dokumentasi mengenai Simalungun di Program Studi
Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
3. Sebagai proses pengaplikasian ataupun pengembangan ilmu yang diperoleh
penulis selama mengikuti perkuliahan di Program Studi Etnomusikologi.
4. Sebagai referensi untuk peneliti lainnya yang mempunyai topik keterkaitan
dengan judul penelitian.
8
1.4 Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep
Koentjaraningrat ( 2009:85) menyatakan “konsep merupakan penggabungan
dan perbandingan bagian-bagian dari suatu penggambaran dengan bagian-bagian dari
penggambaran lain yang sejenis, berdasarkan asas-asas tertentu secara konsisten”.
Musik populer adalah pengelompokan berbagai jenis musik yang
penyebarannya melali media sosial seperti: TV, radio, DVD, Koran, majalah dan
internet yang berada di mancanegara dan Indonesia. Berbagai jenis musik populer
ialah : pop Indonesia, pop daerah, keroncong, campur sari, rock, rap, reggae, jazz dan
lain-lain.
Analisis musikal adalah suatu pekerjaan lanjutan setelah selesai melakukan
transkripsi komposisi musik. Melalui proses analisis tersebut akan diperoleh
gambaran-gambaran tentang gaya atau prinsip-prinsip dasar struktur musikal yang
tersembunyi dibalik komposisi musik itu.
Analisis Teks adalah naskah yang berupa kata-kata dari pengarang, kutipan
dari kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan, bahan tertulis untuk dasar
memberikan palajaran, berpidato dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia
edisi keempat 2008:1474). Dari pengertian teks diatas, maka tekstual adalah sesuatu
yang berkaitan dengan teks. Sesuai dengan judul tulisan ini, penulis akan menganalisa
makna dari teks atau kata dari lagu tersebut.
Upacara perkawinan (partongahjabuan) bagi masyarakat Simalungun adalah
legitimasi dan pengesahan ikatan perkawinan antara seorang jejaka (parana) dan
9
seorang anak gadis (parboru). Perkawinan yang dimaksud untuk melanjutkan
regenerasi atau mendapatkan keturunan. Perkawinan yang bukan saja mengikat dua
individu (laki-laki dan perempuan) tetapi sekaligus mengikat keluarga luas dari pihak
laki-laki dan perempuan itu ( Erlond L. Damanik 2016:57).
Koentjaraningrat (2002:146-147) menjelaskan masyarakat adalah kesatuan
hidup yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat yang bersifat kontiniu dan
yang terkait oleh suatu rasa identitas bersama. Masyarakat sebagai suatu organisme,
pada bagian-bagiannya adalah bagian yang hidup di dalam kesatuan (misalnya:
bahasa, kebudayaan, adat) dengan lainnya (Moh Koesnoe 1979), Masyarakat
Simalungun merupakan salah satu sub-etnik Batak yang ada di Indonesia disamping
dari Batak Toba, Karo, Pakpak, Mandailing.
1.4.2 Teori
“Teori merupakan landasan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu
peristiwa”. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991 : 1041). Sesuai
dengan permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini, maka penulis
menggunakan beberapa landasan teori yang berkaitan (relevan) dengan tulisan ini.
Dalam konteks penelitian, teori digunakan sebagai arahan untuk melakukan
penelitian. Teori hanya acuan sementara, agar penelitian tidak melebar kemana-mana.
“Teori adalah bangunan yang mapan, ada pendapat peneliti, ada simpulan awal. Itu
lah sebabnya reori harus dibangun terstruktur, sejalan dengan apa saja yang mungkin
akan digunakan” (Suwardi, 2006:107).
10
Untuk menganalisa struktur melodi penulis menggunakan teori Bruno Nettl
yaitu : (1) pembendaharaan nada (2) tangga nada (3) tonalitas (4) interval (5) kantur
melodi (6) ritme (7) tempo dan (8) bentuk. Namun sesuai dengan kebutuhannya
penulis hanya menggunakan beberapa untuk menganalisa musikal, yaitu: (1) tangga
nada (2) interval (3) kantur melodi (4) ritme (5) tempo dan (6) bentuk. Bersamaan
dengan teori yang di atas, penulis juga akan menganalisa perjalanan accord lagu-lagu
populer yang telah penulis tentukan.
Untuk mendukung analisis struktur melodi lagu populer Simalungun penulis
menggunakan metode transkripsi. Transkripsi merupakan proses penotasian bunyi
yang didengar dan dilihat. Dalam mengerjakan transkripsi penulis menggunakan
notasi musik yang dinyatakan Seeger yaitu notasi preskriptif dan deskriptif. Notasi
preskriptif adalah notasi yang di maksudkan sebagai alat pembantu untuk penyaji
supaya dapat menyajikan komposisi musik yang belum diketahui oleh pembaca.
Sedangkan notasi deskriptif adalah notasi yang dimaksudkan untuk menyampaikan
kepada pembaca tentang cirri-ciri atau detail-detail komposisi musik yang belum
diketahui oleh pembaca.
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis akan menggunakan notasi deskriptif.
Karena penulis akan menyampaikan atau memberikan informasi tentang lagu
populer yang selalumuncul disetiap upacara adat perkawinan Simalungun khususnya
di desa Saribudolok. “Setiap kebudayaan musik dunia memiliki sintem-sistem musik
yang berbeda, karena kebudayaan musik dikerjakan dengan cara yang tidak sama
oleh setiap pendukung kebudayaan” (Netll 1997:3). Sistem-sistem musik tersebut
11
dapat berupa teori, penciptaan, pertunjukan, pendokumenrasian, penggunaan, fungsi,
pengajaran, estetika, kesejarahan, dan lain-lain.
Dalam proses menganalisa struktur teks-teks lagu populer yang akan
dianalisis nanti maka penulis berpedoman pada teori William P. Malm. Dalam buku
terjemahan musik Music Culture of The Pasific, the Near, Eas, and Asia, ia
menyatakan bahwa dalam musik vocal, hal yang sangat penting di perhatikan adalah
hubungan antara musik dengan teksnya. Apabila setiap nada dipakai untuk setiap
silabel atau suku kata, gaya ini disebut silabis. Sebaliknya, bila satu suku kata
dinyanyikan dengan beberapa nada disebut melismatis.
Studi tentang teks juga memberikan kesempatan untuk menemukan hubungan
antara aksen dalam bahsa dengan aksen pada musik, serta sangat membantu melihat
rekasi musikal bagi sebuah kata yang dianggap penting dan pewarnaan kata-kata
dalam puisi”(Malm dalam terjemahan Takari 1995:17).
Untuk mengetahui dan mendalami dari teks-teks lagu populer yang dianalisis
penulis menggunakan teori semiotik. Istilah kata semiotk ini berasal dari kata Yunani,
semeioni. Panuti Sudjiman dan Van Zoest (bakar 2006:45-52) menyatakan bahwa
“semiotika berarti tanda atau isyarat dalam suatu sistem lambang yang lebih besar.
Teori semiotik adalah teori mengenai lambang yang dikomunikasikan”.
Dalam kaitannya teori semiotik untuk mengkaji teks lagu-lagu populer
Simalungun, maka penulis mengutip pendapat Van Zoest (1996:11). Menurutnya di
dalam teks terdapat ikon, apabila adanya persamaan suatu tanda tekstual dengan
acuannya. Segalanya memiliki kemungkinan untuk dianggap sebagai suatu tanda.
12
Penyusunan kalimat dalam sajak adalah tanda. Adanya kalimat yang panjang adalah
tanda. Banyaknya kata sifat, pergantian vokalisasi dalam sebuah cerita, panjang
pendeknya sebuah teks semua itu bisa dianggap sebagai tanda.
Dalam rangkaian kerja teori semiotik, peneliti hendaklah menafsikan tanda
dalam teks. Suatu gejala struktural, yang muncul dalam teks pada tingkatan dalam
kalimat maupun pada tingkatan teks yang lebih luas, selalu dapat dianggap sebagai
tanda.
1.5 Metode Penelitian
“Metode ilmiah dari suatu pengetahuan merupakan segala cara yang
digunakan dalam ilmu tersebut, untuk mencapai suatu kesatuan” (koentjaraningrat
2009:35). Sedangkan “penelitian diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu
pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip
dengan sabar, hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran” (Mardalis
2006:24).
Penulis menyimpulkan, metode penelitian adalah cara yang dipakai untuk
mendapatkan atau memperoleh informasi serta fakta yang ada didalam objek
penelitian. Penulis juga menggunakan metode kualitatif agar mendapatkan,
mengumpulkan data dan menguraikannya dengan mewawancarai informan yang telah
penulis tentukan.
13
1.5.1 Kerja Lapanga
Dalam kerja lapangan (field work), penulis melakukan kerja lapangan dengan
observasi langsung ke daerah penelitian yaitu desa Saribudolok kabupaten
Simalungun.
1.5.2 Wawancara
Dalam penelitian ini,wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data-data
yang dibutuhkan oleh penulis.
Koentjaraningrat (1993:138-139) menyatakan pada umumnya ada beberpa
macam wawancara yang dikenal oleh para peneliti.
Beberapa macam wawancara dibagi ke dalam dua golongan besar: (1)
wawancara berencana dan (2) wawancara tak berencana. Wawancara
berencana selalu terdiri dari suatu daftar pertanyaan yang telah
direncanakan dan disusun sebelumnya. Sebaliknya, wawancara tak
berencana tak mempunyai suatu persiapan sebelumnya dari suatu daftar
pertanyaan dengan susunan kata dan tata urut tetap harus dipatuhi oleh
peneliti secara kuat. Jenis-jenis metode wawancara tak berencana
secara lebih khusus ialah: (a) metode wawancara berstruktur (structured
interview) dan (b) metode wawancara tak berstruktur (unstructured
interview). Wawancar tak berstruktur juga dapat dubedakan secara
lebih khusu lagi ialah: (1) wawancara berfokus (focused interview) dan
(2) wawancara bebas (free interview).
“Wawancara adalah teknik mengumpulkan data yang digunakan peneliti
untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalu bercakap-cakap dan
berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan pada sipeneliti”.
(Mardalis:2006:64).
14
Dalam wawancara, penulis menetapkan narasumber, yaitu Bapak Juslin Sitio,
beliau adalah seorang moderator (tatang atur) dalam acara adat Simalungun,
khususnya di desa Saribudolok. Bapak Marden Purba, Fery Wandi Saragih dan
Bapak Cius Girsang yang merupakan pemusik dalam acara pesta, yang khususnya di
desa Saribudolok. Selain itu, penulis juga mencari beberapa tokoh masyarakat
lainnya yang berkaitan untuk mengembangkan penulisan skripsi ini.
1.5.3 Observasi
Observasi adalah suatu penyelidikan yang dijalankan secara sitematis dan
sengaja diadakan dengan menggunakan alat indra terutama mata terhadap kejadian-
kejadian yang langsung (Bimo Walgito, 1987:54). Observasi atau pengamatan dapat
berarti pada setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan indra
penglihatan yang juga berarti tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Penulis
melakukan obsevasi karena apa yang tidak didapat diwawancara dapat diamati
dengan observasi.
1.5.4 Kerja Laboratoruim
Pelaksanaan kerja laboratorium, penulis akan mengumpulkan data, mulai dari
wawancara, dokumentasi dan perekaman yang diurai secara rinci, detail sehingga
lakukan dengan pendekatan emik dan etik. Data perekaman audio menjadi objek yang
diteliti oleh penulis dengan cara ditranskripsikan apa yang didengar dan
menuliskannya kedalam notasi balok.
15
Selanjutnya, data tersebut diklasifikasikan dan dibentuk sebagai data. Data
tersebut diperbaiki dan diperbarui agar tidak rancu sesuai objek penelitian dalam
menulis skripsi. Pengelolaan data ini dilakukan bertahap, Karena data-data tersebut
tidak dapat diperoleh sekaligus. Data-data tersebut juga merupakan data yang
diperlukan sesuai denga kriteria Etnomusikologi.
1.5.5 Studi Kepustakaan
Sebelum melakukan penelitian lapangan, penulis terlebih dahulu melakukan
studi kepustakaan yaitu menbaca buku-buku, skripsi, makalah yang berhubungan
dengan apa yang diteliti atau objek permasalahan. Studi kepustakaan ini dilakukan
untuk menjadi kerangka acuan didalam penulisan juga untuk melengkapi data-data.
Koentjaraningrat (2009:35) menyatakan bahwa “studi pustaka bersifat penting
karena membantu penulis untuk menemukan gejala-gejala dalam objek penelitian”.
Melalui studi pustaka, penulis sebagai peneliti diperkaya dengan informasi-informasi
yang terdapat dalam berbagai sumber buku yang berhubungan dengan penulisan
skripsi ini.
Dalam ilmu Etnomusikologi, ada dua sistem kerja dalam penelitian, yaitu desk
work (kerja laboratorium) dan field work (kerja lapangan). Studi kepustakaan
tergolong kedalam kerja laboratorium. Dimana sebelum melakukan penelitian,
peneliti mengumpulkan data-data dan merangkum data-data yang didapatkan. Kerja
ini dimaksudkan untuk mempermudah peneliti saat terjun kelapangan. Selain itu,
penulis disiapkan dan diarahkan untuk penelitian lapangan.
16
Penulis juga mengumpulkan data dengan teknologi internet, melalui
penelusuran di situs www.google.com, web site Simalungun, blog-blog, dokumen
dan lainnya. Semua data informasi yang penulis dapatkan melalui buku, internet,
skripsi dan lainnya membantu penulis untuk menyempurnakan skripsi ini.
1.6 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian penulis tempatkan di desa Saribudolok, karena kasus dan
informan yang penulis tentukan bertempat di desa Saribudolok, kecamatan
Silimakuta kabupaten Simalungun.
17
BAB II
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT SIMALUNGUN DI DESA
SARIBUDOLOK DAN GAMBARAN UMUM UPACARA ADAT
PERKAWINAN
Bab ini merupakan penjelasan tentang gambaran umum wilayah penelitian
dan gambaran umum upacara adat perkawinan Simalungun. Wilayah yang dimaksud
adalah terfokus kepada gambaran masyarakat Simalungun khususnya yang ada di
desa Saribudolok.
2.1 Desa Saribudolok
Lokasi penelitian yang penulis teliti berada di desa Saribudolok, yang
merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Silimakuta Kabupaten
Simalungun.
Desa Saribudolok merupakan desa yang bertempat di Kecamatan Silimakuta,
memiliki jumlah penduduk 8337 jiwa. Luas desa Saribudolok 2400 Hektar yang
berbatasan dengan sebelah Utara Kecamatan Dolok Silau, sebelah Selatan Kecamatan
Pematang Silimahuta, Sebelah Barat Kabupaten Karo, sebelah Timur Kecamatan
Purba. Secara geografis, desa Saribudolok terletak antara 02‟50‟18 LU – 99‟11‟20
BT. Jarak desa Saribudolok dari Pematang Raya sebagai Ibu Kota Simalungun
kurang lebih 20 Km.
18
2.2 Masyarakat Simalungun di Desa Saribudolok
Pada awalnya penduduk asli di desa Saribudolok didominasi oleh suku
Simalungun, namun setelah terjadi urbanisasi kependudukan desa Saribudolok
menjadi bersifat heterogen, karena terdiri dari berbagai ragam etnis yaitu:
Simalungun, Toba, Mandailing, Jawa, Aceh, Pakpak, Minang Kabau, Melayu. Pada
tahun 2017 penduduk desa Saribudolok 8337 jiwa/km2.
Secara etimologi kata “Simalungun” dapat dibagi ke dalam tiga suku kata
yaitu: Si berarti “orang” ma sebagai kata sambung berarti “yang” dan lungun berarti
“sunyi,kesepian‟. Dengan demikian, Simalungun berarti “ia yang bersedih hati, sunyi
dan kesepian”.
Secara umum masyarakat Simalungun yang tinggal di wilayah Simalungun
maupun perantauan merupakan suatu pribadi yang pendiam dan tertutup. Menurut
Hendrik Kraemer ketika berkunjung ke Tanah Batak pada bulan Februari-April tahun
1930 melaporkan, apabila dibandingkan dengan orang Batak Toba, orang
Simalungun jelas lebih berwatak halus, lebih suka menyendiri di hutan dan ecara
alamiah kurang bersemangat dibandingkan dengan orang Batak Toba.
Hal ini dimungkinkan karena suku Simalungun satu-satunya yang pernah
dijajah oleh suatu kerajaan Jawa yang berkependudukan di tanah Jawa. Masyarakat
Simalungun yang bertempat tinggal di desa Saribudolok mengenal satu lembaga adat
yang disebut Partuha Maujana Simalungun. Lembaga adat ini telah mulai dari
tingkat Serikat Tolong Menolong (STM), Desa, Kecamatan, Kabupaten dan Pusat
(Tribudi,2010).
19
2.2.1 Mata Pencaharian
Menurut hasil sensus dari kantor kelurahan Saribudolok, mata pencaharian di
desa Saribudolok mayoritasnya ialah bertani. Struktur tanah yang begitu subur,
masyarakatnya memanfaatkan keadaan alamnya untuk memnuhi kebutuhan hidup.
Masyarakat di desa Saribudolok 49% bermata pencaharian Petani, 15 % sebagai
Pedagang, PNS-Polri-TNI sebanyak 16%, Peternakan 4%, sebagai jasa 12%,
pengsiunan 5% dan bekerja tidak tetap 4%/.
Desa Saribudolok merupakan desa yang hasil taninya terbilang cukup baik.
Dengan suhu desa sekitar 26-28`C, sehingga masyarakatnya mengolah tanaman muda
atau plawija sebagai hasil tani. 1400 meter diatas permukaan laut, merupakan desa
yang dekat dan berada di kaki gunung.
2.3 Sistem Kepercayaan
Hasil dari sensus kantor kelurahan Saribudolok masyarakat Simalungun yang
menganut agama terbanyak yakni Kristen Protestan 93,30%, masyarakat Simalungun
di desa Saribudolok yang menganut agama Katolik 6,56% dan agama Islam 0,13%
lebih sedikit dianut masyrakat Simalungun di desa Saribudolok dari Kristen Protestan
dan Katolik. Walaupun masyarakat Simalungun sebagian besar telah beragama
Kristen, namun masyarakatnya tetap menjalankan kegiatan adat istiadat Simalungun
dalam Palaho boru/Paoppo anak dan horja sayur matua atau sari matua yang sering
di temukan di desa Saribudolok.
20
2.4 Organisasi Sosial
Dalam kehidupan sehari-hari, sistem kekerabatan dan kerja sama sangat
menonjol pada masyarakat Simalungun di desa Saribudolok, walaupun terdapat
perbedaan didalam kepercayaan, budaya dan adat istiadat. Ini mencerminkan
kenyataan sosial bahwa orang-orang Simalungun yang ada di desa Saribudolok
sangat baik dalam menjalani keakraban walaupun berbeda keyakinan.
Organisasi sosial sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, kekerabatan
dan kerja sama sangat menonjol meskipun terpolarisasi dalam paham agama yang
saling berbeda. Masyarakat Simalungun di desa Saribudolok memakai dialek yang
agak berbeda disetiap wilayah namun yang cukup khas dari bahasa Simalungun
adalah nada vokal yang mayoritas dalam setiap kata atau kalimat cenderung sedikit
kasar. Ini juga secara tidak langsung mempengaruhi adaptasi sosial antara sesama
Simalungun dengan daerah yang berbeda.
Selain itu juga masyarakat Simalungun membentuk perkumpulan berdasarkan
mereka tinggal di desa Saribudolok, berupa Serikat Tolong Menolong (STM). Ada
juga organisasi yang bersifat kepemudaan, gerejawi, pendidikan dan pembangunan
yang berdiri di desa saribudolok.
2.5 Sistem Kekerabatan
Menurut M.D Purba dalam bukunya yang berjudul Adat Perkawinan
Simalungun (1985), ada dua cara umum yang dipakai untuk menarik garis keturunan,
yaitu: (1) menarik garis keturunan hanya dari satu pihak laki-laki dan mungkin pula
21
dari pihak perempuan. Masyarakat demikian dinamakannya masyarakat Unilateral.
Jika masyarakat tersebut menarik garis keturunan dari pihak laki-laki atau ayah saja,
maka keturunan tersebut disebut masyarakat Patrineal dan jika menarik gais
keturunan dari perempuan (ibu) maka disebut Matrinial. (2) menarik garis keturunan
dari kedua orang tua, yaitu ayah dan ibu, masyarakat demikian disebut bilateral atau
masyarakat parental.
Dari kedua cara diatas, masyarakat Simalungun termaksut masyarakat yang
menarik garis keturunan dari salah satu pihak saja, yaitu dari pihak laki-laki atau
Ayah. Dengan demikian masyarakat Simalungun adalah masyarakat unilateral
patrineal, yang artinya bahwa setiap anak-anak yang lahir baik laki-laki maupu
perempuan dengan sendirinya akan mengikuti klan atau marga dari ayahnya
(1985:108).
Bukti bahwa garis keturunan diambil dari pihak laki-laki dengan adanya
marga dalam masyarakat Simalungun. Setiap anak yang lahir dalam satu keluarga di
etnis Simalungun, secara otomatis akan memiliki marga yang samadenga marga si
Ayah. Susunan masyarakat Simalungun didukung oleh berbagai marga yang
mempunyai hubungan tertentu, yang disebabkan oleh hubungan perkawinan.
Hubungan perkainan antar marga-marga mengakibatkan adanya pergolongan antar
tiap-tiap marga. Marga yang satu akan mempunyai kedudukan tertentu terhadap
marga lain. Perkerabatan dalam masyarakat Simalungun disebut sebagai Partuturan.
Partuturan ini menentukan dekat atau jauhnya hubungan kekeluargaan
(pardihadihaon) dan dibagi kedalam beberapa kategori sebagai berikut:
22
1. Tutur Manorus/Langsung
Perkerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri. Misalnya, Botou
artinya saudara perempuan lebih tua atau lebih muda. Mangkela
(baca:makkela) artinya suami dari saudara perempuan dari ayah. Sima-sima
artinya anak dari Nono/Nini.
2. Tutur Holmuan/Kelompok
Melalui tutur Holmuan ini bisa terlihat bagaimana jalannya adat Simalungun.
Misalnya: Bapa Tongah artinya saudara lelaki ayah yang lahir dipertengahan
(bukan paling muda, bukan paling tua). Tondong Bolon artinya pambuatan (
orang tua atau saudara dari istri/suami). Panogolan artinya kemenakan, anak
laki-laki/perempuan dari saudara perempuan.
3. Tutur Natipak/Kehormatan
Tutur Natipak digunakan sebagai pengganti nama dari orang yang diajak
berbicara sebagai tanda hormat. Misalnya: Kaha digunakan pada istri dari
saudara laki-laki yang lebih tua. Bagi wanita, kaha digunakan untuk
memanggil suami dari kakak ibu. Ambia, pangilan seorang laki terhadap laki
lain yang seumuran atau bawahan.
Ikatan kekerabatan diklasifikasikan dala suatu sistem yang dalam bahasa
Simalungun dikenal Tolu Sahundulan yaitu:
1. Tondong (Pemberi Istri)
2. Anak Boru/Boru (Penerima Istri)
23
3. Sanina/Sapanganonkon (Sanak saudara, individu semarga pembawa
garis keturunan)
Dalam masyarakat Simalungun seorang pria belum dianggap sebagai orang
dewasa dan belum dapat berperan serta fungsi-fungsi adat bila yang bersangkutan
belum menikah atau sudah menikah tapi belum mempunyai keturunan.
2.5.1 Marga-marga Simalungun
Terdapat empat marga asli suku Simalungun, yang populer dengan akronim
sisadapur, yaitu:
1. Sinaga
2. Saragih
3. Damanik dan
4. Purba
Keempat marga ini merupakan hasil dari “Harungguan Bolon”
(Permusyawarahan Besar) antara Raja besar berjanji untuk tidak saling menyerang
dan tidak saling bermusuhan, Marsiurupan Bani Na Hansusahan Na Legan, rup
mangimbangi musuh, keempat raja tersebut adalah:
1. Raja Nagur bermarga Damanik
Damanik berarti Simada Manik ( pemilik manik), dalam bahasa Simalungun,
Manik berarti Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halaingan ( Bersemangat, berkharisma,
agung/hormat, paling cerdas). Raja ini beraal dari kaum bangsawan India Selatan dari
Kerajaan Nagore. Pada abad ke-12, keturunan Raja Nagur ini mendapat serangan dari
24
Raja Rajendra Chola dari India, yang mengakibatkan terusirnya mereka dari
Pamatang Nagur di daerah pulau Pandan hingga terbagi menjadi tiga bagian sesuai
dengan jumlah puteranya. Marah Silau yang menurunkan Raja Manik Hasian, Raja
Jumorlang, Raja Sipolha, Raja Siantar, Tuan Raja Siantar dan Tuan Raja Damanik
Soro Tilun (yang menurunkan marga Nagur di sekitar gunung Simbolon: Damanik
Nagur, Bayu, Hajangan, Rih, Malayu, Rappogos, Usang, Simaringga, Sarasa, Sola)
Timo Raya (yang menurunkan Raja Bornou, Raja Ula dan keturunannya Damanik
Tomok). Selain itu dating marga keturunan silau Raja yang bersal dari Pulau Samosir
dan mengaku Damanik di Simalungun.
2. Raja Banua Sabou bermarga Saragih
Saragih dalam bahasa Simalungun berarti Simada Ragih, yang mana Ragih berarti
atur, susun, tata, sehingga Simada Ragih berarti pemilik aturan atau pengatur,
penyusun atau pemegang undang-udang. Keturunannya adalah: Saragih Garingging
yang pernah merantau ke Ajinembah dan kembali ke Raya. Saragih Garingging
kemudian pecah menjadi dua, yaitu: Dalasak, menjadi Raja Padang Badagei,
Dajawak merantau ke Rakutbesi dan Tanah Karo dan menjadi Ginting Jawak.
Saragih Sumbayak keturunan Tuan Raya Tongah, Pamajuhi, dan Bona ni
Gonrang. Walaupun jelas terlihat bahwa hanya ada dua keturunan Raja Banua Sabou,
pada zaman Tuan Rondahaim terdapat beberapa marga yang mengaku dirinya
sebagai bagian dari Saragih (berafisiliasi), yaitu: Turnip, Sidauruk, Simarmata,
Sitanggang, Munthe, Sijabat, Sidabalok, Sidabukke,Simanihuruk. Ada satu lagi
marga yang mengaku sebagai bagian dari Saragih yaitu Pardalan Tapian, marga ini
25
berasal dari daerah Samosir. Rumah Bolon Raja Purba di Pematang Purba,
Simalungu.
3. Raja Banua Purba bermarga Purba
Purba menurut bahasa berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Purwa yang berarti
Timur, gelagat masa datang, pengatur, pemegang undang-undang, tenungan
pengetahuan, cendekiawan, atau sarjana. Keturunannya adalah Tambak,
Sigumonrong, Tua, Sidasuha (Sidadolog, Sidagambir). Kemudian ada lagi Purba
Siborom Tanjung, Pakpak, Girsang, Tondang, Sahala, Raya. Pada abad ke-18 ada
beberapa marga Simamora dari Bakkara melalui Samosir untuk kemudian menetap di
Haranggaol dan mengaku dirinya Purba. Purba keturunan Simamora ini kemudian
menjadi Purba Manorsa dan tinggal di Tangga Batu dan Purbasaribu.
4. Raja Saniang bermarga Sinaga
Sinaga berarti Simada Naga, dimana naga dala mitologi dewa dikenal sebagai
penyebab gempa dan tanah longsor. Keturunanya adalah marga Sinaga di Kerajaan
Tanah Jawa, Batangiou di Asahan. Saat kerajaan Majapahit melakukan ekspansi di
Sumatera pada abad ke-14, pasukan dari Jambi yang dipinpin Panglima Bangkuk
melarikan diri ke kerajaan Batangiou dan mengaku bahwa dirinya adalah Sinaga.
Menurut Taralamsyah Saragih nenek moyang mereka kemudian menjadi Raja Tanoh
Jawa dengan marga Sinaga Dadihoyong setekah ia mengalahkan Tuan Raya Si
Tonggang marga Sinaga dari Kerajaan Batangiou dala, suatu ritual adu sumpah
(Sibijaon). (Tideman, 1992).
26
2.6 Kesenian Simalungun
Kesenian adalah ekspresi perasaan manusia terhadap keindahan, dalam
kebudayaan suku-suku bangsa yang pada mulanya bersifat deskriptif
(Koentjaraningrat, 1980:395-397). Kesenian pada masyarakat Simalungun sangat
banyak dan beragam. Taralamsyah Saragih dalam seminar Kebudayaan Simalungun
1964 mengatakan bahwa kesenian yang ada di Simalungun dapat dibagi atas Seni
Musik (Gual), Seni Suara ( Doding), Seni Tari (Tortor).
2.6.1 Seni Musik (Gual)
Seni musik digunakan untuk upacara-upacara hiburan dan upacara-upacara
adat lainnya, misalnya upacara dukacita (pusok ni uhur) dan sukacita (malas ni uhur).
Alat-alat pada masyarakat Simalungun dapat dimainkan secara ensambel dan secara
tunggal. Alat musik yang dimainkan secara ensambel adalah Gonrang Sidua-dua dan
Gonrang Sipitu-pitu sangat penting diantaranya:
1. Manombah, yaitu suatu upacara untuk mendekatkan diri kepada
sembahan.
2. Maranggir, yaitu upacara untuk membersihkan badan dari perbuatan-
perbuatan yang tidak baik, dan juga membersihakn diri dari gangguan
roh-roh jahat.
3. Ondos Hosah, yaitu upacara khusus yang dilakukan sudatu desa atau
keluarga agar terhindar dari mara bahaya.
27
4. Rondang Bintang, yaitu acara tahunan ang diadakan suatu desa karena
mendapatkan panen yang baik. Muda-mudi menggunakan kesempatan
tersebut untuk mencari jodoh.
Adapun alat musik yang dimainkan secara tunggal diantaranya
jatjaulu/Tengtung, Husapi, Hodong-hodong, Tulila, Ole-ole, Saligung, Sordam dan
lain-lain. Alat-alat musik tersebut dimainkan untuk hiburan pribadi ketika lelah
bekerja di ladang, Maupun setelah pulang dari bekerja.
2.6.2 Seni Suara (Doding)
Musik vokal Simalungun dikenal dengan istilah doding dan ilah. Doding
dipakai untuk nyanyian solo sedangkan ilah dipakai segabai nyanyiann kelompok.
(Sihotang 1993:31). Nyanyian dalam masyarakat Simalungun memiliki teknik
bernyanyi yang disebut Inggou. Adapun nyanyian tersebut diantaranya adalah:
1. Taur-taur, yaitu nyanyian yang digunakan oleh sepasang muda-mudi
secara bergantian untuk mengungkapkan perasaan satu sama lain.
2. Ilah, yaitu nyanyian yang dinyanyikan sekelompok pemuda dan
pemusi sambil menepuk tangan sambil mempentuk lingkaran.
3. Doding-doding, yaitu nyanyian yang dinyanyikan oleh sekelompok
pemuda dan pemusi atau orang tua untuk menyampaikan pujian atau
sindiran, nyanyian ini juga dapat dilagukan untuk mengungkapkan
kesedihan dan kesepian.
28
4. Urdo-urdo, yaitu suatu nyanyian yang dinyanyikan oleh seorang ibu
kepada anaknya atau seorang anak perempuan kepada adiknya. Urdo-
rudo untuk menidurkan sementara Tihta untuk bermain.
5. Tangis-tangis, yaitu suatu nyanyian yang dinyanyikan seorang gadis
karena putus asa atau pun kareba berpisah dengan keluarga karena aka
menikah.
6. Manalunda/mangmang, yaitu mantera yang dinyanikan oleh seorang
datu untuk meneyembuhkan suatu penyakit ataupun menobatkan
seorang raja pada waktu dulu (Setia Dermawan Purba, 2009).
2.6.3 Seni Tari (Tor-tor)
Seni tari dalam masyarakat Simalungun banyak mengalami penurunan dari
segi pertunjukan dimana pada saat ini sudah jarang dijumpai Tor-tor yang sering
dilakukan pada zaman dahulu. Tor-tor yang dapat bertahan sampai saat ini adalah
Tor-tor Sombah. Adapun Tor-tor yang sering dipertunjukan pada zaman dahulu
antara lain:
1. Tor-tor Huda-huda atau Toping-toping yaitu tarian yang dilakukan
untuk menghibur orng yang meninggal sayur matua yaitu orang yang
telah berlanjut usia. Tarian ini merupakan tarian yang meniru gerakan
kuda dan sebagian permainanya memakai topeng. Pada waktu dulu
tarian ini digunakan untuk menghibur keluarga raja yang bersedih
karena anaknya meninggal. Tarian ini bertujuan untuk menyambut
29
kelompok adat (tondong, boru dan sanina) serta menghibur para tamu
undangan, namun mereka juga bertugas mengumpulakan oleh-oleh
dari tamu undangan. Zaman dulu kegiatan tersebut biasa dilakukan
dalam pemakaman Raja.
2. Tor-tor Turahan yaitu tor-tor yang dilakukan untuk menarik kayu
membangun istana atau rumah besar. Seorang mandor bergerak
melompati barang kayu yang ditarik sambil mengibaskan daun-daun
yang dipegang ke batang kayu dan ke badan orang yang menarik
untuk member semangat.
2.6.3. Seni Ukir (Gorga)
Pada masyarakat Simalungun juga terdapat kesenian lain yang pada saat
sekarang ini sudah sangat jarang dijumpai diantaranya adalah Seni Gorga yaitu seni
ukir yang terdapat pada dinding-dinding rumah. Seni Pahat, yaitu seni membuat
patung-patung dari batu ataupun dari kayu.
Bentuk-bentuk kesenian tersebut sudah banyak ditinggalkan oleh masyarakat
karena kurang sesuai dengan perkembangan zaman. Namun meskipun begitu masih
ada sebagian orang tetap mempertahankan pengetahuan tersebut, seperti seni tenun,
karena kain yang diahsilkan dari buatan tangan jauh lebih bagus dari pada buatan
pabrik.
30
2.7 Upacara Adat Simalungun
Kehidupan masyarakat Simalungun adalah kehidupan yang sangat
menjungjung tinggi adatnya. Bahkan sebelum lahir ke dunia pun sudah melakukan
adat sampai seseorang meninggal dan menjadi tulang belulang masih ada serangkaian
adat, bukan rumit tetapi masyarakat Simalungun menunjukan bahwa Tolu
Sahundulan Lima Saodoran yang artinya Tiga kedudukan di sandang oleh lima
manusia. Tiga kedudukan itu adalah (1) Tondong (2) Sanina1 (3) Boru
2, sedangkan
lima manusia itu adalah (1) Tondong (2) Sanina (3) Boru (4) Tondong Ni Tondong3
(5) Boru ni Boru4.
Gambar-1: Skema Sosial masyarakat Simalungun
(Sumber: Erond L. Damanik 2016 :38)
2Sanina merupakan Saudara kandung, saudara dari lain nenek, saudara semarga, semarga tapi tidak mempunyai hubungan darah, pariban dari marga lain, teman sepergaulan. 2 Boru adalah pembantu utama dalam melaksanakan suatu pesta. 3 Tondong ni Tondong adalah Pihak pemberi istri kepada Tondong 4 Boru ni Boru adalah anak-anaknya dari pihak boru
Sanina Boru
Tondong
Boru Ni
Boru Tondong Ni
Tondong
31
Dalam pelaksanaan adat kerja besar (horja baggal) atau sering disebut
denggan adat na gok (adat yang menyeluruh pada suatu upacara adat)., maka kelima
unsur struktur sosial masyarakat Simalungun memegang peranan dan fungsi sesuai
dengan posisi adat masing-masing.
Beberapa jenis upacara adat yang kerap dilakukan masyarakat Simalungun,
khususnya di desa Saribudolok:
1. Mamongkot Rumah Bayu, yaitu acara memasuki rumah baru agar
orang yang menempati rumah tersebut mendapat rejeki dan terhindar
dari segala bentuk masalah. Dan acara ini sekaligus menjadi bentuk
partisipasi orang yang menempati rumah tersebut terhadap warga
dilingkungan setempat dan menjadi salah satu bentuk silaturahmi.
2. Mangikili yaitu acara yang diadakan untuk menghormati seseorang
yang meninggal dunia yang usianya sudah tua dan sudah memiliki
cucu. Acara ini dilakukan sebagai tanda penghormatan keluarga
terhadap orang yang meninggal tersebut dan hal ini dijadikan untuk
melihat keberadaan keluarga tersebut ditengah-tengah masyarakat.
3. Manombah yaitu suatu upacara yang dilakukan untuk mendekatkan
diri terhadap sembahannya. Berdasrkan keyakinan masyarakat
Simalungun dulu percaya bahwa kehidupanya di dunia ini diberikan
oleh Tuhannya oleh sebab itu mereka juga yakin akan keselamatan
dengan melakukan upacara ini. Begitu juga denga agama sekarang
32
yang sudah diyakini dengan keberadaan mutlak sehingga dituntut
untuk dekat kepada Tuhannya.
4. Maranggir yaitu upacara yang dilakukan untuk membersihkan badan
dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik atau pun dari bentuk
gangguan roh-roh jahat. Kegiatan ini merupakan semacam ritual yang
digunakan untuk menghindarkan diri dari bentuk-bentuk kejahatan dan
kesialan diri yang dating pada dirinya sendiri. Mengingat masyarakat
Simalungun, dulu menganut paham animisme, bahwa keturunan roh
selalu ada baik itu roh baik maupun roh jahat. Jadi untuk menghindari
kekuatan yang datang dari roh jahat maka dilakukan ritual Maranggir
ini. Adapun properti utama yang umunya dipakai untuk upacara ini
adalah jeruk purut, bunga tujuh rupa dan air. Upacara ini dilakukan
dengancara memandikan diri menggunakan campuran property
tersebut dan bahkan dapat diminum.
5. Marhajabuan yaitu acara yang dilakukan untuk pemberkatan
perkawinan. Acara ini merupakan suatu bentuk persyaratan sakral
yang harus dipenuhi seseorang utuk melangsungkan perkawinan dan
dalam hal ini dinyatakan bahwa resmi apabila acara ini dilakukan.
6. Patuekkon yaitu acara untuk member nama seseorang dengan cara
memandikannya dengan air. Hal ini dilakukan untuk pemberian nama
yang cocok untuk orang tersebut karena masyarakat Simalungun
33
meyakini bahwa nama memberikan makna terhadap orang tersebut
sehingga dibutuhkan acara ini untuk pembuatan namanya.
7. Rondang Bintang yaitu upacara tahunan yang diadakan oleh
masyarakat Simalungun karena mendapatkan hasil panen yang baik.
Dan disini menjadi kesempatan para muda-musi untuk mencari jodoh.
Tetapi sekarang Rondang Bintang digunakan dalam bentuk pesta
tahunan dengan rangka silaturahmi antar desa di Simalungun sekaligus
suatu bentuk pelestarian kebudayaan Simalungun karena dalam acara
ini diadakan juga pentas kesenian tradisional Simalungun.
2.8 Gambaran Umum Upacara Adat Perkawinan Simalungun
Masyarakat Simalungun pada umumnya menganut perkawinan monogami
dan prinsip keturunan adalah Patrilineal, maksudnya garis keturunan dari anak laki-
laki. menurut hokum adat, perkawinan dapat merupakan urusan pribadi, urusan
kerabat, urusan keluarga, persekutuan, martabat tergantung tata susunan masyarakat
yang bersangkutan.
Perkawinan merupakan salah satu upacara ritual adat masyarakat Simalungun.
Dalam adat Simalungun, penyatuan dua orang dari anggota masyarakat melalui
perkainan tiak bisa dilepaskan dari kepentingan kelompok masyarakat yang
bersangkutn. Demikianlah keseluruhan rangkaian ritus perkawinan adat Simalungun
mengiyakan pentingnya peran masyarakat, bahka ia tidak dapat dipisahkan dari peran
masyarakat. Pada masyarakat Simalungun, pesta perkawinan merupakan bentuk
34
kegembiraan (malas uhur) yang diperlihatkan kepada kerabat dan masyarakat. Tata
cara pelaksanaan perkawinan adat mengikuti hokum adat yang berlaku.
Menurut Mansen Purba dalam bukunya Pangarusion Adat Partongahjabuan
Simalungun 1984, perkawinan (Partongahjabuan) pada masyarakat Simalungun
dibedakan menjadi empat. Keempat jenis tersebut adalah: i) Napaingkat
(diberangkatkan dengan baik), ii) Marlua-lua (kawin lari), iii) Naniasokan dan iv:
nanirobut (kawin paksa). Sementara itu, menurut Elisa Doli Saragih Makalah yang
berjudul Horja Adat Partongahjabuan Pakon Adat Sayur Matua 2006, kerja adat
perkawinan Simalungun terbagi menjadi dua, yakni: i) Horja Adat Paoppohon Anak
(kerja adat mengawinkan laki-laki) dan Horja Adat Palahohon Boru (kerja adat
mengawinkan perempuan).
Gambar 2.1 Pengantin Simalungun.
35
Proses adat pada mengawinkan anak laki-laki dan mengawinkan anak
perempuan adalah berbeda, terutama menyangkut penyelenggara adat perkawinan
(hasuhutan bolon). Jika yang menikah adalah laki-laki, maka pesta adat dilakukan
dikediaman laki-laki dan hasuhutan bolon (penyelenggara pesta perkawinan) adalah
pihak laki-laki. Namun, jika yang menikah adalah perempuan, maka orang tua
perempuan bertindak sebagai tondong yang datang kepesta adat dikediaman pihak
laki-laki. Adapun urutan-urutan acara pesta perkawinan secara umum pada
masyarakat Simalungun, baik paompo anak (mengawinkan anak laki-laki) ataupun
palaho boru (mengawinkan anak perempuan) adalah sebagaimana pada table berikut
ini, yaitu :
Tabel 1. Urutan upacara perkawinan pada masyarakat Simalungun.
No Komponen Upacara Keterangan
1 Manririd Menjajagi calon pengantin perempuan dan biasanya
tahapan ini adalah percakapan yang dilakukan oleh
seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
sepakat untuk membentuk rumah tangga (parsahapan
ni paranak pakon parbaru)
2 Marhusip-husip Berbisik yakni utusan keluarga laki-laki mendatangi
rumah kediaman calon mempelai perempuan.
3 Pajabu Parsahapan Musyawarah keluarga di keluarga mempelai
36
perempuan setelah adanya kesepakatan untuk
menikah dari orangtua kedua belah pihak.
4 Mangalop Bona Boli Calon pengantin laki-laki dengan orangtuanya pamit
kerumah paman (keluarga saudara laki-laki ibunya)
untuk pamit sekaligus menerima bona boli (pangkal
mahar).
5 Maralop Adalah prosesi melamar calon mempelai perempuan
yang dilakukan oleh pihak laki-laki serta penyerahan
partadingan (jujuran atau mahar).
6 Parpadanan Adalah akad atau janji nikah yang mengikat kedua
calon mempelai dalam bentuk rumahtangga yang
disampaikan kepada masyarakat luas. Pada awalnya,
akad nikah ini dilakukan oleh pengetua adat namun
saat ini peran menarahut atau membuhul padan (
mengikat janji) telah diambil alih oleh agama
(pendeta, kadi danlain-lain)
7 Pamasu-masuon Adalah peresmian (pemberkatan) nikah yang
biasanya diikuti resepsi perkawinan. Pemberkatan
nikah pada awlnya dilakukan oleh pengetua adat serta
disaksikan oleh masyarakat luas. Namun pada saat
ini, pemberkatan itu telah diambil alih oleh pengetua
37
agama.
8 Patandanghon hu
rumah ni tulang
Adalah membawa pengantin kerumah mertua
(paman) orangtua perempuan yang dilakukan setelah
dua atau tiga minggu pasca pemberkatan
(pamasumasuon) perkawinan.
A. Adat Perkawinan Anak Laki-laki (horja adat paoppo anak)
Perkawinan anak pada Simalungun dibedakan menjadi dua, (1) paopo anak
(mengawinkan anak laki-laki dan (2) palaho boru (mengawinkan anak perempuan).
Tatacara (tording) adat perkawinan pada kedua perkawinan ini adalah berbeda.
Perkawinan akan dilangsungkan apabila telah terdapat kemufakatan antara kedua
calon mempelai dan rencana tersebut telah disetujui oleh kedua belah pihak, baik
orang tua laki-laki (paranak) maupun orangtua pihak perempuan ( parboru). Setelah
kemufakatan (sapanriah) maka acara perkawinan dapat dilangsungkan terutama
setelah kemufakatan calon mempelai.
1. Pamit Kepada Paman (mangalop bona tulang).
Sebelum sampai kepada acara lebih lanjut, yakni marpadan dan
pamasumasuon, maka seorang calon pengantin pria harus terlebih dahulu permisi
atau pamit kepada pamannya. Oleh karena itu, tahapan pertama setelah kemufakatan
kawin antara calon pengantin pria dan perempuan adalah membawa calon pengantin
pria pamit kepada paman (mangalop bona tulang), yaitu permisi kepada paman
38
(saudara laki-laki dari ibu calon pengantin). Calon pengantin pria adalah keponakan
(panagolan) dari pamanny, yakni saudara laki-laki ibu. Sedangkan paman adalah
tondong dari orang tua calon pengantin pria.
Makna perkawinan seperti ini adalah mendambakab perkwinan marboru ni
tulang (menikah dengan putri paman). Hubungan antara anak-anak dari paman dan
anak-anak dari saudara perempuan paman adalah sepupuan. Tapi terkhusus dari
sepupu ini adalah marpariban dan dapat saling menikah. Oleh karena itu, jika
seorang calon pengantin pria akan menikah tetapi bukan dengan putri langsung dari
pamannya, maka pengantin pria tersebut wajib permisi kepada pamannya.
Inti pembicaraan „pamit‟ kepada tulang adalah mengharapkan agar paman
tetap menganggap calon mempelai perempuan sebagai putri kandungnya. Dengan
„pamit‟ tersebut, maka paman tidak akan sakit hati terhadap rencana panagolan
(keponakan) nya untuk penikah. Pada waktu „pamit‟ ini, maka paman akan
memberikan bona boli ( pangkal mahar) kepada keponakan yang akan menikah
sebagai simbol bantuan mahar (jujuran) yang dibayarkan calon pengantin pria kepada
tulang dan antturang calon simatua (calon mertua) yakni orangtua calon istrinya.
Adapun perangkat adat yang wajib dibawa kepada paman sewaktu „adat
pamit‟ ini adalah seperti makanan dan lauk pauknya. Tetapi yang paling wajib adalah
dayok binatur (makan khas Simalungun) yang akan diberikan dengan rendah hati
(sisurdukhonon) kepada paman. Selain itu, juga wajib dibawakan adalah panrapahi
(pelengkap lain), apuran ( sirih dan perangkatnya) terutama apuran tangan-tangan
39
laho mangan (sirih mau makan) serta apuran tulang salosei mangan (sirih paman
selesai makan).
Sebelum makan, maka calon pengantin laki-laki menyuguhkan apuran
tangan-tangan sihol mangan (sirih mau makan) kepada seluruh yang hadir pada saat
itu. Biasanya, yang hadir pada acara adat ini adalah kedua orangtua calon pengantin
laki-laki dan boru (bibi calon pengantin pria) maupun keluarga dari pihak paman
(tulang dan atturang) maupun simbalok jabu (tetangga). Adapun makna appuran
tangan-tangan ini adalah untuk menyampaikan maksud untuk menjajagi (manririd)
anak gadis sebagai pasangan hidupnya. Demikian pula calon pengantin pria
menyuguhkan (manurdukhon) dayok binatur kepada paman dan bibi dengan makna
agar paman memberikan nasehat terhadap rencana perkawinannya. Setelah acara
penyuguhan sirih dan dayok binatur maka dilanjutkan dengan makan bersama
(mangan riap).
Biasanya, calon pengantin pria telah mempersiapkan segala sesuatunya yang
akan diberikan oleh pamannya kepadanya terutama menyangkut „bona boli’ (pangkal
jujuran). Tetapi jika paman telah mempersiapkan, maka calon pengantin pria yang
sedang pamit harus melebihkan batu ni demban (sejumlah uang pada sirih) sewaktu
selesai makan bersama. Setelah makan bersama, maka disuguhkan sirih siap makan
kepada paman kemudian diikuti dengan pembicaraan yang telah diawali sewaktu
penyuguhan apuran sihol mangan (sirih mau makan). Inti pembicaraan selesai makan
ini adalah memberikan nasehat kepada keponakan (calon pengantin pria) agar paman
40
tetap melihat (mangkawah) dan menyapa (manisei) calon istrinya kelak serta harapan
agar calon istrinya itu tetap dianggap sebagai putri kandung paman sendiri.
Setelah paman memberikan nasehat kepada calon pengantin pria yang sedang
pamit itu, maka paman akan menyuguhkan sejumlah uang kepada ibu calon
pengantin. Besaran uang tidak ditentukan tetapi tergantung kepada situasi dan kondisi
ekonomi keluarga paman.
Sejumlah uang yang diberikan oleh paman (bona boli) adalah landasan
tertinggi (tang pardatas) sebagai duit partadingan kepada tondong bayu (paman yang
baru, yaitu mertua pengantin pria). Biasanya rincian bona boli adalah sebagai berikut:
Paman memberikan bona boli (pangkal mahar) sebesar Rp. 600.000.
Partadingan yang diberikan kepada orangtua perempuan (tondong
bayu) adalah Rp. 12.000.000.
Bona boli sebesar Rp. 600.000 adalah „suhi‟ maka, tondong bayu
(orang tua calon mempelai peempuan) akan mengetahui bahwa uang
tersebut berasal dari paman calon hela (menantunya)nya.
Biasanya, acuan seperti ini sangat berlaku di Simalungun. Oleh karena itu,
sewaktu menyuguhkan tintin maragkup (cincin pengikat) adalah yang pertama
mengsi batu ni demban (uang pangkal pada sirih). Jika tulang (paman) kandung
mempelai laki-laki telah memberikan bona boli (uang pangkal) sebesar Rp. 600.000,
maka tondong bayu wajib memberikan lebih besar dari besaran tersebut.
2. Mufakat Dalam Keluarga Pengantin Pria (riah tongah jabu)
41
Setelah acara pamit kepada paman (mangalop bona tulang), maka langkah
selanjutnya adalah mufakat dalam keluarga (riah tongah jabu). Adapun yang
dibicarakan dalam musyawarah ini adalah besar kecilnya adat yang akan dilakukan,
demikian pula seandainya pamasumasuon dan resepsi dilakukan dipihak keluarga
laki-laki. Namun biasanya jika anak laki-laki yang menikah, maka pekerjaan adat
ditempat laki-laki hanyalah menyambut calon menantu perempuan (parumaen),
sedangkan inti pesta ada dikediaman perempuan. Akan tetapi dewasa ini, di
Simalungun lajim terjadi bahwa marpadan dilakukan dikediaman perempuan,
sedangkan pamasumasuon dan resepsi dilakukan di kediaman laki-laki.
Adapun yang dibicarakan pada riah tongah jabu adalah menyoal kedudukan
hiou (kriya khas dan pakaian adat Simalungun) terutama hiou suhi ni appang na opat
(pakaian terhadap kedudukan sosial yang segi empat). Seperti huoi suhi ni
parbapatuaon (hiou kepada unsur Bapatua) yang bermakna „mendekatkan yang jauh‟
(padohorhon natarhundaoh). Dalam hal ini, jikapun ayah pengantin memiliki abang
kandung, maka hiou sebenarnya layak diterimanya. Tetapi, dalam adat Simalungun,
hiou ini akan diberikan kepada bapatua (pakcik) dari saudara kakek (namarsanina
oppung) dari ayah. Konsep ini sebenarnya dimaksudkan agar calon pengantin tetap
menjadi dekat dengan bapatua dari ayahnya sendiri terutama dari saudara ayah satu
kakek.
Adapun suhi ampang na opat (sudut segi empat), terdiri dari: i) parsimatuaon
(pihak mertua ayah dari mempelai laki-laki), ii) parbapatuaon (saudara tertua ayah
dari mempelai laki-laki) iii) parnasikahaon (istri dari bapaktua yakni saudara tertua
42
ayah dari mempelai laki-laki) iv) anak borujabu (pihak boru dari saudara ayah
mempelai laki-laki). Setelah selesai menyampaikan hiou kepada masing-masing suhi
ni ampang na opat di atas, maka dilanjutkan dengan pemberian hiou tanda hela
(pakaian tanda menantu).
3. Menyambut menantu di rumah (pardas ni parumaen I rumah)
Sebagaimana disebut di atas bahwa, jika laki-laki yang menikah, maka
rangkaian pesta kawin dilakukan dikediaman perempuan. Namun demikian, sering
pula dilakukan bahwa marpadan dilakukan di tempat laki-laki. Jika perkawinan anak
laki-laki dipusatkan dikediaman perempuan, maka tugas pihak laki-laki adalah
menyambut pengantin di rumah orangtua laki-laki.
Biasanya, kedua pengantin di tepung tawari (iusei) di halam rumah. Artinya
bahwa, bulang (penutup kepala perempuan sesuai adat Simalungun) dan gotong
(penutup kepala laki-laki, sesuai adat Simalungun) yang dikenakan sebelumnya
dibuka. Kedua penutup kepala itudiganti oleh gotong dan bulang dari mertuanya.
Selain itu, amboru (saudara perempuan ayah) membimbing pengantin hingga pintu
masuk (labah bolon) rumah. Selanjutnya, dipintu rumah itu, menantu wanita
(parumaen) disambut dan diterima oleh ibu dari mempelai laki-laki, sedangkan anak
laki-laki disambut dan diterima oleh bapak dari laki-laki. Kemudian kedua pengantin
ditempatkan berdiri di huluan (bagian rumah yang menjadi hadap depan). Kemudian,
beras dalam bakul diberikan kepada parumaen (menantu perempuan) untuk
menaburkan bersa sebanyak tiga kali kepada seisi rumah. Setelah itu, tangan kiri
43
mempelai laki-laki akan menyentuh kepala mempelai perempuan agar pengantin
perempuan itu duduk ditempat yang telah disediakan.
Dewasa ini, paoppo anak biasanya dilaksanakan sehari saja uang disebut
dengan horja sadari. Adapun maksud dari horja sadari ini, adalah rangkaian adat
terutama pamasumasuon yang dilakukan dalam satu hari saja. Hal ini dilakukan
mengingat penghargaan terhadap waktu sehingga tampak lebih efektif. Namun
demikian, makna-makna yang di kandung dalam seluruh rangkain proses
partongahjabuan (perkawinan) tersebut tertap terlaksanakan. (Sumber: Eron L.
Damanik 2016: 108-114).
B. Adat perkawinan anak perempuan (horja adat palaho boru)
Setelah mufakat untuk menikah dari calon mempelai pria dan perempuan,
maka rencana tersebut disampaikan oleh masing-masing calon mempelai kepada
orangtua masing-masing. Calon mempelai laki-laki akan melangsungkan seluruh
rangkaian adat yang harus dilakukannya, sedangkan perempuanpun melaksanakan
seluruh rangkaian adat yang harus dilakukannya. Jadi, pada saat adanya pemufakatan
pernikahan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dicapai, maka kedua
belah pihak akan melakukan segala sesuatu yang berkenaan dengan rencana anak-
anak meraka.
1. Mufakat dalam rumah (pajabu parsahapan)
Biasanya, adat perkawinan anak gadis (palaho boru), maka pihak mempelai
perempuan (parboru) akan melakukan beberapa hal yang berkenaan dengan rencana
pernikahan putrinya. Orangtua akan mengajari serta menyuruh anak gadisnya untuk
44
memberitahukan rencana pernikahannya kepada orangtua laki-laki agar mereka hadir
kerumah mangkela (suami saudara perempuan ayah) atau ke rumah anak boru jabu
(yakni posisi boru yang senantiasa membantu boru atau saudara perempuan ayah).
Selanjutnya, mangkela dan anak boru jabu akan membantu orangtu mempelai laki-
laki untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berkenaan dengan rencana pernikahan
dirumah laki-laki.
Sementara itu, dipihak parboru (orangtua mempelai perempuan), akan
memanggil anak boru jabunya untuk mempersiapkan rencana pernikahan kepada
pihak paranak (orangtua mempelai laki-laki). kegiatan ini disebut dengan „marhori-
hori dingding‟ (mengetuk-ngetuk dinding) yakni menyampaikan rencana perkawinan
lewat „mengetuk-ngetuk dinding‟. Namun sekarang ini sudah jarang dilakukan,
biasanya pihak paranak langsung datang kerumah parboru yang disebut dengan
„marhusip-husip’ (berbisik). Hal ini dianggap lumrah, karena sebenarnya, rencana
pernikahan telah diberitahu dulu oleh anaknya yang ingin menikah kepada
orangtuanya. Saat ini, untuk memudahkan percakapan (parsahapan) adat, maka
ditetapkanlah model pekerjaan satu hari (horja sadari) yakni bentuk apresiasi kepada
waktu.
Sementara itu, di pihak paranak (orangtua dan kerabat dari mempelai pria)
apalagi jika kerja adat ada di kediaman pihak laki-laki, maka sewaktu maralob
(menjemput) maka dibawalah ayam sembelihan. Hal ini sebagai wujud untuk
menghormati tulang (pasangaphon tulang) dari pihak perempuan, dengan cara
menyuguhkan ayam sembelihan kepada tondong pihak perempuan itu.
45
Sebaliknya jika adat perkawinan dilakukan di kediaman orangtua pihak
perempuan, maka pihak paranak akan datang ke kediaman parboru dengan
membawa makanan sembelihan ayam pada waktu maralop (menjemput). Acara ini
disebut dengan marindahan paralop (nasi untuk menjemput). Selanjutnya, makanan
diberikan kepada orangtua mempelai perempuan (suhut bolon). Selanjutnya, sewaktu
kerja adat (pamasumasuon) dan resepsi, maka maka tulang parboru mendapat giliran
untuk mendapatkan makanan dari pihak paranak. Terakhir, bahwa parboru harus
menyiapkan dayok binatur kepada kerabatnya. Hal ini dipersiapkan oleh bapatua
(pakcik) dari calon mempelai peremuan dimana tulang (paman) mempelai perempuan
menerimatulang-tulang bersama dengan tondong yang lainnya.
2. Penjemputan calon pengantin perempuan (marindahan paralop)
Rangkaian acara setelah pajabu parsahapan sebelum melangkah ke tahap
selanjutnya yakni marpadan dam pamasumasuon, maka dilakukan maralop atau
sering disebut dengan marindahan paralop. Prosesi penjemputan ini dimaksudkan
untuk menjemput mempelai perempuan ke lingkungan kerabat laki-laki sebelum
memasuki acara adat selanjutnya.
Untuk prosesi marindahan paralop, maka pihak paranak mempersiapkan
beberapa hal seperti: i) tombuan marindahan balutan (bakul dengan nasi yang dibalut
engan pandan), ii) dayok na nilopah i bagas rantang marindahan balutan (ayam
sembelihan dan nasi yang dibalut sengan pandan), iii) dayok na nilopah I bagas
piring binatur (ayam sembelihan yang diatur dalam pinggan), iv) partadingan domu
humbani padan (jumlah jujuran tanda adat keberangkatan mempelai sesuai janji
46
terdahulu), v) apuran baggal ni partadingan (sirih tanda keberangkatan mempelai
perempuan) dan vi) tobus huning (kunyit yang disertai dengan sejumlah uang pada
wadah kain).
C. Marpadan, pamasumasuon dan resemsi adat.
Marpadan (berjanji atau akad nikah) adalah bagian dari adat perkawinan bagi
orang Simalungun. Hal ini karena marpadan adalah pengucapan janji (akad) untuk
membentuk rumah tangga yakni sekali untuk seumur hidup. Adapun pelaksanaan
upacara adat marpadan ini adalah pengetua agama dan adat. Pada awalnya, untuk
melaksanakan akad nikah ini, maka kedua pengantin biasanya dirias dengan
menggunaka pakaian Simalungun. akan tetapi, pada saat ini pakaian pengantin
cenderung mengabaikan pakaian tradisional yang diganti dengan pakaian lain (yang
bukan pakaian tradisional Simalungun). Demikian juga setelah masuknya agama
sumawi ke Simalungun seperti Islam dan Kristen,maka bagian akad nikah ini diambil
oleh pengetua agama sebab janji magis yang diucapkan kedua mempelai dianggap
sebagai janji (ikrar atau akad) dengan Tuhan.
Pada masa kini, ikatan janji (akad) nikah tersebut dibarengi dengan tukar
cincin maupun Alkitab (Kristen) maupun seperangkat alat sholat ataupun cincin
(islam). Seperangkat alat solat, cincin dan Alkitab ini adalah penegasan ikatan yang
melingkari serta ,mengikat kedua calon mempelai dalam satu ikatan yang utuh
(seperti cincin). Demikian pula dengan emas adalah gambaran kesejahteraan sehingga
rumah tangga yang dibentuk dapat sejahtera dalam mengarungi kehidupan nyata.
Sementara itu, seperangkat alat sholat ataupun Alkitab adalah gambaran bahwa kedua
47
mempelai dipersatukan Tuhan dalam satu janji suci sehingga kedua mempelai harus
saling menghargai dan menghormati serta berbakti kepada Tuhan.
Pamasumasuon adalah pamungkas dari upacara adat Simalungun.
pemberkatan perkawinan biasanya dilakukan satu atau dua minggu setelah marpadan
(akad nikah). Pamasumasuon dilakukan dihadapan tetua agama, disaksikan oleh tetua
adat. Pada masa sekrang ini, pemberkatan nikah ini diambil alih oleh pendeta (agama
Kristen) dan ulama (kadi) bagi yang beragama Islam. Peneguhan janji suci nikh
dihadapan ulama Kristen maupun ulama Islam ini untuku mempertegas bahwa janji
nikah tersebut tidak dilakukan kepada manusia tetapi adalah Tuhan yang disembah
oleh kedua mempelai itu.
Pasca pamasumasuon (pemberkatan nikah) maka dilanjutkan dengan resepsi
perkawinan (horja partongah jabuan). Biasanya resepsi ini melibatkan seluruh Lima
Saodoran adat Simalungun, seluruh kerabat atau huta na ualuh (kampong tetangga)
dengan cara makan bersama. Makan bersama adalah tanda ucapan syukur kedua
mempelai serta seluruh undangan atas: i) lepasnya masa lajang dari kedua calon
mempelai yanga sepakat untuk menikah, ii) berjalannya prosesi upacara adat dari
awal (marhusi-husip) hingga pamusumasuan, iii) syukuran (selamat) terhadap
dicapainya posisi (status) baru yakni rumah tangga dari pengantin. Oleh karena itu,
pada acara resepsi perkawinan ini, ditempuh beberapa tahapan adat sebagai tanda
syukuran terhadap rumah tangga yang dibentuk itu. Adapun tahapan yang dimaksud
adalah sebagai berikut:
48
a. Mambulangi penganten i horbangan (memakaikan apakaian adat tradisional
Simalungun) di gapura atau di depan halaman rumah. Pengenaan pakaian
tradisional ini dilakukan oleh orangtua mempelai laki-laki yang dibantu oleh
Anak Boru Jabu dan Sanina. Pengantin laki-laki dikenakan Gotong (sejeni topi
penutup kepala laki-laki) dan parangguanni ( aksesoris) serta hiou (kriya tenun
adat Simalungun). Sementara pengantin perempuan dikenakan bulang (sejenis
topi penutup kepala perempuan) dan parangguanni (aksesoris) serta hiou
maupun tempat sirih (bajud). Pakaian adat lebih dulu dikenakan kepada
mempelai laki-laki baru kemudian kepada pengantin perempuan. Kemudian
kedua pengantin itu diikat dengan hiou yang melingkari kedua pengantin.
Setelah selesai pengenaan pakaian adat tradisional, maka kedua pengantin di
arak kedalam rumah, maka pengantin terlebih dahulu melangkahi rudang
saidangan ( semacam mahkota) dan selanjutnya menaiki tangga (andar ni
rumah)5masuk kedalam rumah.
b. Selesai acara di rumah, maka kedua pengantin diarak keluar rumah dan
menempati tempat yang telah disediakan (biasanya tikar pandan, tapi sekarang
diganti dengan pemadani atau pelaminan).
c. Mangalop tuah ni gonrang (menjemput pembukaan gendang), dengan cara
menyuguhkan sirih kepada panggual (pemain musik) untuk memulai gendang
(mamungkah gonrang). Setelah itu, pihak hasuhutan bolon (penyelenggara
5 Dahulu, rumah di Simalungun memiliki tangga rumah karena jenis rumah kebanyakan pada waktu itu adalah betipe panggung (rumah panggung). Namun, bagian acara ini tetap dilakukan walaupun rumah tidak lagi memiliki tangga.
49
pesta pernikahan) menari bersama serta seluruh boru (kerabat boru) yang
menopang perhelatan kerja adat partongahjabuan.
d. Mangalop tondong ni paranak (menjemput tutur paman dari mempelai laki-
laki) yaitu tondong pamupus (paman yang menyentuh kepala mempelai laki-
laki sewaktu kecil, atau pun yang menggunting rambutnya pertama kali),
tondong jabu ( tutur paman dirumah), tondong bona, tondong mataniari atau
tondong marihutkon (pihak paman dari ayah, yakni paman dari orangtua ayah
mempelai laki-laki), beserta denga seluruh tondong.
e. Mangalop tondong bayu )menjempu orangtua (mertua) dari mempelai
perempuan) biasanya, rombongan mertua hadir dengan seperangkat alat-alat
untuk keperluan pengantin seperti lemari, bantal, tilam, periuk dan lain-lain.
Untuk mrnjrmput pengantin, maka penari di barisan pertama adalah saudara
perempuann (sanina) dari hasuhutan bolon (penyelenggara pesta) dengan anak
boru jabu maupun anak boru sanina, kemudian dibariisan kedua adalah
hasuhutan bolon, kedua pengantin serta seluruh saudara serta boru-borunya.
Aransemen gendang untung menjemput tondong bayu adalah Rambing-
rambing, surung dayung, ilah hinalang ilah sibarou dan lain-lain. Namun,
untuk masa sekarang ini repertoar tersebut sudah jarang sekali dipakai.
Sepanjang penelitian dari penulis, untuk mengarak Tondong masuk kerumah
pengantin tidak lagi menggunakan repertoar, melainkan menggunakan lagu
populer yang berjudul Sitalasari.
50
f. Sebelum makan bersama (mangan riap) maka disampaikan terlebi dahulu gori
(potongan daging sembelihan) ataupun panganan (bagian-bagian daging
sembelihan) yang biasanya adalah teranak kerbau, lembu, kambing dan babi
sekaligus makanan surduk-surduk yaitu makanan yang diserahkan dengan cara
menyembah (manurduk), yaitu:
1. Pihak paranak menyerahkan gori/suduk-surduk dayok binatur (ayam
sembelihan) kepada parboru setelah lebih dahulu disampaikan makanan
khusus pengantin (dapot-dapotan). Kedua pengantin saling menyuapi dan
kemudian makanan tersebut disuapkan kepada seluruh tondong, sanina,
boru, anak boru jabu, dan seluruh yang terkait.
2. Pihak parboru menyampaiakn surduk-surduk sipanganon (makanan yang
diberikan dengan cara menyembah) yakni ayam kepada pengantin dan
seluruh tondong
3. Tondong pamupus ni anak (paman dari mempelai laki-laki) yakni pihak
yang menerima kepala emas (ulu ni omas) menyerahkan dayok binatur
kepada pengantin.
4. Setelah menyerahkan itu, maka dilanjutkan dengan makan bersama
(mangan riap) dihalam rumaha pengantin (dewasa ini seyogiyanya rumah
pengantin sebagai tempat pesta dialihkan ke wisma, hotel, jambur, balai
desa dan lain-lain)
5. Sewaktu makan bersama, anak boru jabu dari pihak laki-laki dan
perempuan bekerja sama untuk membagi masakan (lompah) panganan
51
baggal (makanan besar). Dalam adat Simalungun jumlah makanan
kebesaran (panganan baggal) ada delapan orang, demikian pula makanan
yang dihormati (panganan pinatunggung).
6. Setelah selesai makan, biasanya lajim terjadi yaitu kedua pengantin
bernyanyi (patortorhon pengantin) dan biasanya pula seluruh unsur
(paranak dan parboru) menyumbang uang. Sumbangan tersebut dianggap
sebagai modal awal bagi rumah tangga pengantin baru. Sesungguhnya,
patortorhon ini tidak ada pada adat budaya Simalungun. Namun, karena
dianggap sebagai sesuatu yang baik, maka kebiasaan inipun dilegalkan saja
pada adat perkawinan Simalungun.
7. Anak boru sanina pihak parboru menerima sirh selesai makan (demban sae
mangan) dari pihak paranak untk disampaikan kepada unsur kebudayaan
yang patut pada pihak parboru.
8. Pihak parboru menyampaikan ulu ni omas (kepala emas) kepada paman
dari menantu laki-laki (tulang ni hela) dan nilainya tergantung mufakat
sebelumnya.
9. Pihak parboru menyampaikan hiou kepada suhi ni ampang paranak (soko
guru dari pihak menantu laki-laki). Sebelum menyampaikan seperangkat
hiou (berupa gotong dan bulang serta aksesoris adatnya maka terlebih
dahulu disampaikan napuran tangan-tangan (sirih) yang disugihkan oleh ibu
dari pengentin laki-laki. Pada saat inilah disampaikan pula pemberangkatan
52
kedua pengantin yang biasanya adalah emas (kalung, gelang atau cincin)
serta kado lainnya.
10. Seluruh tondong menyampaikan hiou kepada pengantin dan kepada unsur
kerabat borunya.
11. Pihak parboru menyampaikan hiou holong kepada pengantin
12. Pihak paranak menyampaikan harhar parbonangan (perangkat benang dan
jarum) kepada pihak parboru.
13. Pengantin menyerahkan empat hiou kepada keluarga yaitu orang tua dan
kerabatnya.
14. Manaruhkon indahan siopat borngin (jika resepsi ada di pihak parboru) atau
paulak libbas (jika resepsi bera di pihak laki-laki), namun dahulu, adat yang
seperti dilakukan sekarang yakni hoja sadari (adat satu hari) tidak dilakukan
karena harus mengacu tataan adat yang sebenarnya.
15. Penutupan gendang (isakkili ma gonrang)
16. Marsiappuan sahap (menerima saran dan nasehat) dan doa panutup dari
tondong ni paranak.
17. Menyampaikan napuran pamuhuman (sirih kemufakatan) ang disampaikan
oleh pengantin kepada pihak parboru yang akan pulang. Selain itu, juga
dipersiapkan bekal makanan selama diperjalanan menuju rumahnya.
18. Pengantin perempuan menaburkan beras sebanyak tiga kali seraya
menemani kepulangan pihak parboru, hingga keluar halaman tempat
resepsi.
53
BAB III
PENYAJIAN PELAKSANAAN LAGU POPULER & ANALISIS
TEKSTUAL LAGU POPULER
3.1 Penyajian Penggunaan Lagu Populer
Penggunaan lagu populer Sitalasari, Ampang Na Opat, Horas Sayurmatua,
Tolu Sahundulan Lima Saodora dam Eta Mangalop Boru tidaklah sama. Lagu
tersebut digunakan untuk mengiringi acara yang berbeda, serta setiap lagu tidak harus
digunakan pada acara yang sama di setiap upacara perkawinan. Tergantung selera
masyarakatnya serta tergantung komunikasi antara tatangatur dengan pemusik.
3.1.1 Penyajian Penggunaan Lagu Sitalasari
Lagu Sitalasari merupakan lagu yang selalu hadir di setiap upacara
perkawinan Simalungun. Menurut bapak Feri Wandi Saragih beliau merupakan salah
satu informan penulis yang kesehariaannya sebagai pemusik disetiap upacara adat
Simalungun khususnya di desa Saribudolok, Sitalasari merupakan lagu wajib yang
digunakan saat upacara perkawinan Simalungun. Penggunaan lagu ini selalu
digunaakan saat acara Mangaloalo Tondong (menyambut Tondong) yang dilakukan
oleh pihak boru dari mempelai laki-laki maupun mempelai perempuan. Kadang kala
dalam upacara perkwinan lagu ini dinyanyikan dua kali, namun tetap digunakan saat
acara menyambut Tondong. Penggunaan lagu ini ialah saat acara penyambutan
Tondong dari hasuhutan bolon (penyelenggara pesta perkawinan). Apabila yang
menjadi hasuhutan bolon itu paranak (mempelai laki-laki) maka yang di sambut juga
54
tondong dari pihak mempelai laki-laki. Sebaliknya, jika penyelenggara pesta
perkawinan adalah parboru (pihak perempuan) maka yang disambut adalah tondong
pihak mempelai perempuan.
Lagu ini akan dinyanyikan saat tondong sudah berdiri di depan rumah
hasuhutan bolon, serta pihak boru bersiap menyambut dengan pinggan pangaloaloan
(piring yang berisikan beras dan sirih). Sering dengan dinyanyikannya lagu
Sitalasari, boru melakukan penghormatan kepada tondong dengan cara manunduk
sebanyak tiga kali. Sambil maju perlahan dan menjemput tondong kemudian dibawa
perlahan-lahan masuh kerumah/lokasi pesta.
Gambar 3.1 Penyajian lagu Sitalasari
3.1.2 Penyajian Lagu Eta Mangalop Boru
Lagu Mangalop Boru dinyanyikan sesuai dengan lagu, yaitu mangalop boru
(menjemput perempuan). Acara mangalop boru dilakukan ketika pihak pengantin dan
keluarga tiba di lokasi pesta. Sebelum masuk ke dalam rumah pesta, pengantin
55
beserta keluarga akan dijemput oleh pihak boru dari hasuhutan bolon. Sambil menari
dan berjalan perlahan-lahan pengantin di arak ke dalam rumah hasuhutan bolon.
Lagu Eta mangalop Boru akan terus dinyanyikan dan berhenti ketika pengantin
sampai di rumah hasuhutan bolon.
Gambar 3.2 Penyajian lagu Eta Mangalop Boru.
3.1.3 Kronologi Lagu Tolu Sahundulan, Lima Saodoran
Lagu ini dinyanyikan tidak hanya untuk mengiringi satu acara saja. Sesuai
dengan teks lagu tersebut, lagu ini biisa digunakan pada saat acara tondong, sanina
mapun boru. Berkesinamungan dengan isi teks lagu tersebut, lagu ini dinyanyikan
saat pihak tondong, sanina ataupun boru.
Lagu ini merupakan simbol dari struktur sosial masyarakat Simalungun,
sehingga lagu ini merupakan salah satu lagu wajib yang selalu dipakai untuk
mengiringi acara pesta perkawinan di Simalungu khususnya di desa Saribudolok.
56
Lagu tolu sahundulan akan dinyanyikan sesuai dengan kebutuhan dari acara,
jika satu acara belum selesai maka lagu ini akan tetap dinyanyikan dengan cara
berulang. Berjalannya acara pada lagu tolu sahundulan digunakan untuk mengiringi
pihak yang mempunyai acara untuk memberikan ulos kepada pengantin.
Gambar 3.3 Penyajian lagu Tolu Sahundulan Lima Saodoran.
3.1.4 Penyajian Lagu Ampang Na Opat
Lagu Ampang Na Opat dinyanyikan saat mengiri acara Suhini ampang. Acara
suhini ampang ialah orang tua mempelai wanita memberikan ulos hela (kain
menantu) kepada pamannya pengantin laki-laki. Dengan tujuan agar “sisada anak,
sisada boru” artinya satu putri dan satu putra. Diberikannya kain menantu kepada
paman pengantin laki-laki bahwasanya ada kesepakatan, pengantin perempuan akan
57
dianggap putri oleh pamannya pengantin laki-laki, dan pengantin laki-laki akan
dianggap putra oleh orangtua pengantin perempuan.
Acara ini menjalin untuk hubungan yang lebih dekat lagi, antara paman laki-
laki dengan orang tua mempelai wanita. Karena acara perkawinan ini, mereka akan
menjadi satu kerabat apabila ada kerja adat di rumahnya orangtua pengantin laki-laki.
kedudukan sosial mereka akan disebut Tondong. Menyampaikan kain tanda persatuan
mereka, lagu ini akan dinyanyikan serta mereka sambil berjabat tangan.
Gambar 3.4 Penyajian lagu Appang Na Opat.
3.1.5 Penyajian Lagu Horas Sayurmatua
Lagu ini dinyanyikan pada mangulosi6, baik saat tondong yang memberikan
kain atau kerabat mana saja yanga akan memberikan kado atau kain kepada
pengantin. Sesuai dengan isi teks lagu ini, mengharapkan umur yang panjang kepada
6 Mangulosi adalah memberikan kain kepada pengantin
58
semua yang telah datang serta ikut memeriahkan acara perkawinan tersebut. Oleh
karena itu, lagu horas sayurmatua tidak hanya dipakai untuk mengiringi acara tertentu
saja.
Menganalisis teks lagu populer Simalungun pada acara adat perkawinan,
penulis memilih lima lagu yang dianalisis. Adapun judul lagu yang dianalisis ialah:
Sitalasari, Eta Mangalop Boru, Tolu Sahundulan Lima Saodoran, Ampang Na Opat
dan Boras Sabur-saburan.
Gambar 3.5 Penyajian lagu Horas Sayur Matua.
3.2 Analisis Semiotik Tekstual Lagu Populer Simalungun
Menganalisis teks berarti penulis mencari tahu dan menemukan makna-makna
dari teks lagu-lagu populer tersebut. Dengan makna-makna tersebut, Alam P Merriam
mengemukakan bahwa musik juga mempengaruhi bahasa dimana keprluan musikal
meminta perubahan dalam bentuk percakapan yang normal. Ciri-ciri bahasa dalam
59
lagu adalah jenis terjemahan yang istimewa dimana kadang kala memerlukan
pengetahuan bahasa yang istimewapula (1964:188).
Dari beberapa lagu populer Simalungun yang dinyanyikan pada upacara adat
perkawinan, penulis menetapkan lima lagu yang akan di analisis. Lagu yang
ditetapkan penulis merupakan lagu wajib yang selalu dinyanyikan untuk mengiringi
upacara perkawinan di desa Saribudolok. Adapun lagu tersebut adalah Sitalasari, Eta
Mangalop Boru, Tolu Sahundulan, Appang Na Opat dan Horas Sayur Matua.
3.2.1 Isi Teks dan Makna Lagu Sitalasari
Cipt: Taralamsyah Saragih
Voc: Icha Girsang
Sangkot ma rudang, Sitalasari botou bani bulang
Manonah inang botou Jagiah ma, tunggung homa
Sangkutlah mayang, bunga Sitalasari saudara pada penutup kepala wanita
Berpesan ibu saudara cantiklah, serta terhormat
Tarsunggul uhur, Adat na hinan botou
Gendo ulang lupa namin
Tersadar hati, adat yang dahulu saudara
Setidaknya jangan dilupakan
Sitalasari tambar ni sihol botou bani bulang
Manonah inang botou gendo ulang lupa namin
Bunga Sitalasari obatnya rindu pada penutup kepala wanita
Berpesan ibu saudara setidaknya jangan lupakan
Bonani tortor dodinghon hita botou
Riap ma hita manortor da
Mengawali tarian kita bernyanyikan saudara
Bersama-sama kita menari
Sitalasari tambar ni sihol botou bani bulang
Manonah inang botou gendo ulang lupa namin
60
Bunga Sitalasari obatnya rindu saudara pada penutup kepala wanita
Berpesan ibu saudara agar jangan lupakan
Bonani tortor dodingkon hita botou
Riap ma hita manortor da.
Mengawali tarian kita bernyanyi saudara
Bersama-sama kita tarikan
Teks Sitalasari merupakan rasa kerinduan masyarakat Simalungun terhadap
kampung halamannya. Sitalasari adalah bunga rampai, makna lagu Sitalasari adalah
bunga rampai yang dapat dijalan, bungan tersebut dijadikan penutup kepala yaitu topi
kebesaran bagi wanita Simalungun (Bulang). Karena ada datang ibunya (inang),
maka diapun berlaku sopan. Mengingatkan inangnya untuk ikut menjaga dan
melestarikan adat dari Simalungun. Bunga Rampai adalah obat rindu masyarakat
Simalungun akan kampung halamannya. “Patudu ma da baya, mada tuah, goran
homa” adalah nama yang menunjukan amat yang sakral dari daerah Simalungun.
Berikut ini, penulis menguraikan makna teks Sitalasari. Lirik pertama: Sangkot ma
rudang, Sitalasari botou bani bulang. Manonah inang botou Jagiah ma, tunggung
homa.
Makna lagu ini berisi tentang kerinduan terhadap kampung halaman.
Dimanapun berada, berpulang ke kampung halaman merupakan suatu kerinduan
terhadap masyarakat Simalungun. Pulangnya ke kampung halaman tetaplah dengan
kehormatan dan kemuliaan. Hormat terhadap adat istiadat Simalungun, tidak
menyimpang dari kebiasaan adat Simalungun. Bunga Rampai merupakan simbol suka
cita ditengah-tengah masyarakat Simalungun. Bunga rampai pada biasanya dikenakan
61
di kepala, bunga yang melambangkan kebahagiaan itu hanya digunakan oleh kaum
wanita. Ibu selalu berpesa kepada anaknya, bahwasanya dimanapun berada agar tetap
menjaga kemuliaan serta kehormatan. Sama halnya dengan Bulang (penutup kepala
pada wanita Simalungun) selalu pakai saat acara adat Simalungun, agar terpancar
kehormatan seseorang yang memakainya.
Melestarikan adat istiadat merupakan tugas masyarakat Simalungun untuk
menjaga kearifan lokal etnisnya. Dengan menyadarkan hati serta mengingatkan
saudara kita untuk tetap menjaga adat istiadat Simalungun. Dengan menjujung tinggi
nilai adat istiadat merupakan suatu kehormatan terhadap masyarakat Simalungun.
Lagu ini menjelaskan bahwasanya masyarakat Simalungun dimanapun berada
selalu merindukan kampung halamannya. Dimanapun ia berada nilai adat
Simalungun selalu dijunjung tinggi, dengan cara yang hormat dan mulia.
3.2 Isi Tek s dan Makna Lagu Eta Mangalop Boru
Cipt : Taralamsyah Saragih
Voc : Dewita Purba
Etah mangalop boru lawei
Marsitapi onja onja, marboras siporna-orna
Eta mada eta mada lawei
Eta mada eta mada lawei
Mari meminang putri saudara
Marilah, marilah saudara
Marilah, marilah saudara
Andonma boru ia gawei
Marsitapi onja onja, marboras pinorna-orna
62
Eta mada eta mada gawei
Eta mada eta mada gawei
Inilah putri kita saudara
Marilah, marilah saudara
Marilah, marilah saudara
Anggo hordong langgeimu tene botou,
Rigaton bulung borah tene boto
Anggo holong ate mu tene botou,
Iingatan do magira tene botou
Ingatan do magira tene botou
Ingatan do magira tene botou
Jika kasihan hati mu saudara
Ingatlah kedepannya saudara
Ingatlah kedepannya saudara
Andonma boru ia gawei, marsitapi onja onja
Marboras siporna-pona
Eta mada eta mada gawei
Eta mada eta mada gawei
Inilah boru kita saudara,
Marilah, marilah saudara
Marilah, marilah saudara
Pala pala manderes tene botou
Ulang mambur gotah ni tene botou
Pala pala mambere tene botou
Ulang sonai dokah ni tene botou
Ulang sonai dokah ni tene botou
Ulang sonai dokah ni tene botou
Jika sudah menyadap saudara
Jangan tumpah getahnya saudara
Jika sudah memberi saudara
Jangan berlama-lama saudara
Jangan berlama-lama saudara
Jangan berlama lama saudara
Lagu ini menceritakan tentang meminang mempelai wanita dalam upacara
adat perkwinan ditengah-tengah masyarakat Simalungun. Perkawinan dalam
63
masyarakat Simalungun tidak hanya dilakukan untuk mengikat seorang jejaka dan
seorang anak gadis untuk fungsi regenerasi, tetapi sekaligus juga mengikat kedua
keluarga besar dari pihak laki-laki dan pihak perempuan. Oleh karena itu, perkawinan
dalam orang Simalungun dimaknai sebagai perkawinan dari dua keluarga besar pihak
laki-laki dan pihak perempuan.
Perkawinan dalam masyarakat Simalungun adalah “ambil istri” yakni
mengambil istri dari klan orang lain serta membawanya kedalam klan keluarganya.
Dengan demikian, istri yang dibawa kedalam kerabat laki-laki memutuskan otoritas
(wewenang) adatnya dikeluarga sebelumnya maupun keluarga luasnya (Sumber:
Erond L. Damanik, 2016).
Selanjutnya, masyarakat Simalungun mengenal pola umum perkawinan yang
diharapkan (marriage prefences) yakni „marboru ni tulang’ yang asimetris (asimetris
cross couisin marriage). Perkawinan asimetris cross couisin marriage adalah
perkawinan yang dilakukan oleh seorang jejaka (parana) dengan anak gadis (parboru)
dari paman (tulang) yakni saudara laki-laki ibu. Hubungan antara seorang jejaka dan
anak gadis terutama putri paman pada masyarakat Simalungun disebut dengan
„marpariban‟. Namun, ada kalanya seorang jejaka Simalungun menikah dengan gadis
lain yang semrga dengan ibunya. Anak gadis tersebut dianggap „pariban‟ tidak
langsung dan perkawinan seperti ini disebut dengan perkawinan cross cousin
simetriss. Walaupun demikian, orang Simalungun tidak mewajibkan perkawinan
dengan putri paman, tetapi setiap jejaka dapat menikah dengan perempuan lain yang
bukan saudara kandung dan bukan semarga (satu klan).
64
Dalam meminang putri dalam masyarakat Simalungun ada adat yang harus
dilakukan, seperti membawa sejenis keperluan sebagai tanda kehormatan. Meminang
putri juga dilakukan dengan melibatkan kelurga serta kerabat lainnya.
Rangkaian proses tersbur disebut dengan napaingkat (diberangkatkan) diawali
dengan sirih adat sebaga tanda akan menikah, maupun dari kerabat perempuan
(appuran paruntuki) untuk memberangkatkan pengantin perempuan. jenis yang
disebut dalam nyanyian ini adalah level tertinggi dalam perkawinan adat Simalungun
karena seluruh rangkaian adat perkawinan dijalankan baik oleh pihak laki-laki
maupun pihak perempuan serta seluruh kerabat.
Begitu halnya dengan pemberian puti dalam perkawinan Simalungun.
pemberin itu akan selalu diingat sampai selama-lamanya. Pemberian putri kepada
keluarga mempelai laki-laki, sebagai tanda terjadinya hubungan keluarga yang
semakin dekat dari sebelumnya. Hal seperti ini yang akan selalu diingat dalam setiap
berjalannya upacara adat dalam masyarakat Simalungun. Lagu ini memliki arti yang
sama pada lirik di atas yakni tentang persiapan menjemput putri dari klan lain.
3.2.3 Isi Teks dan Makna Lagu Tolu Sahundulan Lima Saodoran
Cipt : Lamser Girsang
Voc : Arghana Trio
Sanina pangalopan riah. Jongjong nasiam ase riap hita manortor
Riap ma hita mangembas manortor. Mangalo-alo haganupan sindohorta
Tondong pangalopan podah Roma nasiam ase roh hanami marsombah
Podahi naiam hanami nalepak Ulang malembang humbai adat Simalungun
65
Saudara tempat bermusyawarah, beridilah agar sama-sama kita menari
Sama-sama kita menari. Menyambut semua kerabat kita
Tondong pemberi nasihat Datalah kemari agar datang kami menyembah
Nasihati kami di setiap kekurangan kami. Jangan menyimpang dari adat
Simalungun
Nasiam panggual nami Gual nasiamma gonrang in
Ase manortor, hanami on, namarsanina, Janah martondong, maranak boru
Ase manortor, hanamion, namarsanina, Janah martondong, maranak boru.
Kalian pemusik kami Bunyikanlah gonrang itu
Agar menari, kami ini, yang bersaudara,
Yang bertondong, begitu juga marboru
Agar menari, kami ini, yang bersaudara,
Yang bertondong, begitu juga marboru
Boru pangalopan gogoh. Roh ma nasiam ase roh hanami mangelek
Hobaskon nasiam ganupan horjata. Ulang tarbador hita on bani pestata
Tondong pangalopan podah. Rohma nasiam ase roh hanami marsombahh
Podahi nasiam hanami na lepak.Ulang manlembang humabi adat Simalungun
Boru sumber kekuatan. Datanglah agar datang kami
Selesaikanlah semua pekerjaan kita. Jangan termalu kita pada pesta ini
Tondong pemberi nasihat. Marilah agar datang kami menyembah
Nasihati kami setiap yang kurang. Jangan menyimpang dari adat Simalungun
Nasiam panggual nami Gual nasiamma gonrang in
Ase manortor, hanamion, namarsanina, Janah martondong, maranak boru
Ase manortor, hanamion, namarsanina, Janah martondong, maranak boru
Saudara pemusik kami. Bunyikanlah gonrang itu
Agar menari, kami ini yang bersaudara Yang bertondong, begitu juga marboru
Agar menari, kami ini yang bersaudara Yang bertondong, begitu juga marboru
Boru pangalopan gogoh. Roh ma nasiam ase roh hanami mangelek
Hobaskon nasiam ganupan horjata. Ulang tarbador hita on bani pestata
Boru pemberi kekuatan. Marilah agar datang kami membujuk
Selesaikanlah semua pekerjaan kita. Jangan termalu kita pada pesta ini
66
Makna lagu ini merupakan gambaran struktur sosial masyarakat Simalungun.
Struktur sosial masyarakat Simalungun berbentuk segilima (pentagon) sehingga
disebut dengan „Struktur Sosial Pentagon’ yaitu Tolu sahundulan Lima Saodoran.
Sistem kekerabatan orang Simalungun didasarkan azas Patrilineal, yakni relasi
kekerabatan yang disusun berdasarkan garis keturunan berdasarkan ayah. Azas
tersebut dalam masyarakat Simalungun menjelma pada konsep kemasyarakatan tolu
sahundulan dan lima saodoran. Konsep ini mengikat langsung lima keluarga
(kerabat) dekat sebagai satu kesatuan yang utuh dan erat untuk menopang kehidupan
sosialnya. Kelima unsur tersebut adalah tondong, sanina, boru, tondong ni tondong
dan boru ni boru (boru mintori). (Sumber : Erond L. Damanik, 2016)
Begitu sentralnya kedudukan unsur pembangunan struktur pentagon ini pada
masyarakat Simalungu, melahirkan etika-etika dan norma-norma pergaulan, sistem
pemanggilan dan tatanan adat sebagai dasar terbentuknya keteraturan sosial. Struktur
sosial itu menjadi pormasi awal terbentuknya sistem sosial masyarakat Simalungun
yang lebih luas.
Unsur perilaku dan tindakan sosial yang dilakukan juga berbeda, misalnya
unsur tondong dan tondong ni tondong karena perannya dalam „proses kesuburan‟
yakni dengan memberikan anak gadis (anakboru) sebagai istri dalam proses
regenarasi (melangsungkan keturunan), maka posisi sosialnya ditempatkan diderajat
yang lebih tinggi. Ia disebut sebagai pangalopan podah (tempat meminta nasihat dan
saran). Dengan demikian, sikap yang harus dilakukan kepada pihak tondong adalah
sombah martondong ( menyembah tondong).
67
Demikian pula sanina yakni saudara satu klan dianggap sebagai klan terdekat
dari tondong, maka posisi sosialnya harus mengambil tempat di sebelah kanan dari
tondong. Unsur sanina pada masyarakat Simalungun disebut sebagai pangalopan
riah atau tempat musyawarah. Oleh karena itu, sikap yang dilontarkan pada unsur ini
adalah pangkei marsanina (hormat pada saudara). Terakhir adalah boru dan boru ni
boru adalah unsur penting dalam menopang keluarga inti. Oleh karena itu, tanggung
jawab keluarga dalam perhelatan adat berada di tangan unsur boru dan boru ni boru.
Unsur ini disebut dengan pangalopan gogoh atau sumber daya fisik. Oleh karena itu,
etika dan sikap terhadap boru dan boru ni boru ini adalah elek marboru (membujuk
boru).
Lagu ini menceritakan tentang struktur sosial masyarakat Simalungun,
ditengah-tengan upacara adat Simalungun. Pihak pembuat pesta (hasuhutan bolon)
dalam mengadakan upacara adat mengajak Sanina ( saudar satu klan) untuk berdiri
dan menari bersama. Dan melakukan tarian sebagai tanda kehormatan kepada pihak
saninanya. Demikian juga kepada Tondong, pihak hasuhutan bolon (pembuat pesta)
menari bersama dengan tondong, sebagai tanda kehormatan terhadap tondong.
Lagu ini menjelaskan bahwasanya dalam upacara adat di Simalungun tidak
pernah lepas dari hagualan Simalungun (Gendang Simalungun. Dalam pelaksanaan
upacara adat Simalungun, panggual (pemusik) sangat tinggi kedudukannya.
Masyarakat Simalungun mempercayai “mangalop tuah ni gondang” artinya
menjemput pembukaan gendang, dengan cara menyuguhkan sirih kepada panggual
(pemusik) untuk memulai gendang. Setelah itu, pihak hasuhutan bolon (
68
penyelenggara pesta) menari bersama beserta seluruh kerabat sanina, tondong
maupun boru.
Setiap kerabat yang datang maupun hadir diupacara tersebut, diajak menari
bersama dengan pihak pembuat pesta. Bahwasanya setiap mereka yang datang juga
ikut merasakan suka cita yang dirasakan oleh pihak pembuat pesta. Dengan menenari
bersama, sebagai tanda ucapan terimaksih pihak pembuat pesta kepada kerabat yang
datang, dimana telah bersedia dan memberikan waktu untuk ikut memeriahkan
upacara adat tersebut.
Lagu ini menjelaskan bahwasanya dalam suatu acara adat Simalungun, boru
itu dianggap sebagai sumberdaya manusia, posisi sentral dalam keberhasilan
penyelenggaraan kerja adat. Untuk mendukung kelancaran kegiatan boru merupakan
unsur penting dalam menopang keluarga inti. Karena posisinya yang sentral itu, maka
boru harus dibujuk, dirayu dan disanjung (elek marboru). Oleh karena unsur itulah
boru disebut sebagai pangalopan gogoh ( sumber daya fisik).
Begitu juga halnya dengan unsur Tondong, karena perannya dalam „proses
kesuburan‟ yakni dengan memberikan anak gadis (parboru) sebagai istri dalam
proses regenerasi (melangsungkan keturunan), maka posisi sosialnya ditempatkan
pada derajad yang lebih tinggi. Ia disebut sebagai pangalopan podah (penjemputan
nasehat). Dengan demikian, sikap yang harus dilakukan pada pihak tondong adalah
sombah martondong (menyembah tondong).
Sebagai tanda kehormatan dan terimaksih pembuat pesta pada boru serta
tondong, maka diarahkanlah pihak boru serta tondong untuk menari bersama.
69
Bergembira bersama telah diadakannya pesta tersebut. Dengan menari bersama,
semua kerabat merasakan sukacita dan kebahagiaan yang pihak pesta rasakaan.
3.2.4 Isi Teks dan Makna Lagu Ampang Na Opat
Cipt : Pak Roy Purba
Voc : Jhon Eliyaman Saragih
Embaskon janah tortor hon
totor ni hita Simalungun, Bani Pesta on
Sombah ma nasiam martondong, elek homa nasiam marboru
Sonai homa hita namarsanina, sonai ge diha-diha
Melenggang serta tarikanlah
Tarian kita Simalungun, pada pesta ini
Hormatlah kepada Tondong, bujuk pula kepada Boru
Begitu juga dengan Sanina, dan kerabat lainnya
Suhi ni ampang na opat
Somalni bani pesta adat Simalungun in
Padalan lobei ulu ni omas, rombang bani tulang ni hela
Ase sisada boru janah sisada hela
Alo alo jalo ma ale, alo alo jalo ma
Sudutnya bakul empat
Kebiasaan pada pesta adat di Simalungun ini
Jalankan dulu kepala emas, kepada pamannya menantu laki-laki
Agar satu putri dan satu putra
Sambut dan terimalah, sambut dan terimalah
Andon ma hiou tanda Sonai homa bai simatua
Jenges hiou ni hatirongga Jaloma hiou ni tondong in
Hiou ni parbapatua on Sonai parnasikahaon
Ulang lupa homa ale Anak boru jabuta, in do siloja loja
Inilah kain tanda menantu Begitu juga pada mertua
Cantiknya kain hatironggaTerimalah kain dari Tondong ini
Kain bapak tua ini Begitu juga besanan
70
Jangan lupa juga Anak boru jabu, itunya yang capek
Diatei tupa bani parhobas Sonai age naposo in
Na domma marloja loja Bani horjata on ale, bani horjata on.
Terimakasih kepada pekerja Begitu juga muda-mudi
Yang telah berpartisiasi Terhadap pesta ini, pada pesta ini
Makna lagu ini menceiritakan tentang Ampang (Bakul) adalah suatu perkakas
rumah tangga yang multiguna dan hampir seluruh rumah tangga memilikinya. Nilai-
nilai yang terkandung dari bakul tersebut adalah, empat sudut bawah yang dimiliki
oleh bakul. Empat sudut yang sama besar dan fungsinya serta harus selalu ada dan
tidak terpisah. Demikian juga pada perkawinan Simalungun, pihak laki-laki akan
datang membawa “Ampang” yang pada hakekatnya harus berisi dan dimaknai: kasih
(Holong), damai (dame), suka cita (malas ni uhur) dan harapan. Kasih yang
dilambangkan oleh nasi putih yang hangat dan enak. Damai dilambangkan oleh
dedaunan yang terangkai. Sukacita dilambangkan pada hiou sebagai hasil karya
manusia. Harapan yang dilambangkan dalam lauk-pauk yang diatur sedemikian rupa.
Akibat adanya hubungan perkawinan adat maka menimbulkan hubungan
pranata-pranata yang baru yaitu: Tondong Sebagai sebuatan bagi pranata yang
menyerahkan siperempuan. Boru sebagai sebuatan bagi penerima siperempuan.
Sanina sebuatan bagi pranata yang semarga. Dari munculnya pranata baru,
pengharapan kekerabatan seperti kaki bakul yang harus selalu sama dan saling
melengkapi.
Lagu ini juga menceritakn gambaran sistem kekerabatan dalam masyarakat
Simalungun. mengarahkan agar bujuk terhadap boru, karena boru merupakan tempat
71
penjemputan kekuatan untuk menyukseskan suata upacara adat. Serta sanina sebagai
tempat bermusyawarah. Semua diajak menari bersama, bahwasanya ikut merasakan
sukacita bersama-sama. Lagu ini menjelaskan nilai pada bakul. Bakul yang
merupakan suatu perkakas rumah tangga yang multi guna. Sama halnya pada
masyarakat Simalungun, nilai-nilai Suhini ampang na opat ( empat sudut dari pada
bakul) diartikan sebagai empat sudut yang sama besar dan sama fungsinya sekaligus
harus ada tak terpisah. Nilai-nilai yang terkandung dalam pengertian empat sudut
bakul dimaksud adalah nilai-nili luhur dalam hati manusia.
Senyatanya setiap adat perkawinan, sudah lebih cenderung membicarakan
tugas dan peran masing-masing. Secara umum masyarakat mengetahui bahwa bakul
adalah suatu alat untuk membawa sesuatu yang pada umumnya berguna dan baik
untuk manusia itu. Karena itulah maka benda itu dipilih sebagai tempat untuk
membawakan kasih, suka cita, damai dan harapan. Lagu ini menjelaskan dalam pesta
perkawinan di Simalungun adanya acara memberikan kain kepada mertua. Kain ini
yang sebagai tanda hormat terhadap mertua, serta karena perkawinan itu sehingga
terjalin suatu hubungan keluarga yang menjadi dekat. Begitu juga kain yang di
berikan kepada parbapatua on ( otang yang dituakan), parnasikahaon (ipar). Karena
terjadinya upacara adat tersebut, sehingga terjalin hubungan keluarga yang lebih
dekat lagi antara mereka.
Organisasi sosial masyarakat Simalungun terdiri dari berbagai organisasi seperti,
organisasi marga, organisasi STM (Serikat Tolong Menolong), Organisasi gereja atau
juga organisasi tempat tinggal. Dalama pelaksanaan upacara adat tersebut, organisasi-
72
organisasi tersebut selalu terlibat dalam persiapan upacara adat maupun saat upacara
adat dilaksanaan. Sebagai tanda terimakasih serta rasa hormat hasuhutan (pembuat
pesta) semua pihak organisasi tersebut diajak menari bersama.
3.2.5 Isi Teks dan Makna Horas Sayur Matua
Cipt : Liz AK Saragih
Voc : Purba Trio
Boras sabur-saburan I babou ni pinggan pasu
Horas hita ganupan da ale sai jumpahan pasu-pasu
Horas hita ganupan da ale sai jumpahan pasu-pasu
Beras habur-hamburan diatas piring berkat
Selamat kepada kita semua, semoga bertemu berkat
Selamat kepada kita semua, semoga bertemu berkat
Horas sayur matua ham bapa
Horas sayur matua ham inang
Horas sayur matua hita on
Sai jorgit ulang mahua
Selamat dan panjang umurlah ayah
Selamat dan panjang umurlah ibu
Selamat dan panjang umurlah kita semua
Tetap sehat jangan kenapa-kenapa
Ijon hita marpesta tanda malas paruhuran
Sanina tondong boru da ale, sirsir bei marsiurupan
Sanina tondong boru da ale, sirsir bei marsiurupan
Disini kita berpesta tanda suka cita
Sanina, tondong, boru, bersedia saling membantu
Sanina tondong boru bersedia saling membantu
Horas sayur matua ham bapa
Horas sayur matua ham inang
Horas sayur matua hita on
Sai jorgit ulang mahua
Selamat dan panjang umurlah ayah
73
Selamat dan panjang umurlah ibu
Selamat dan panjang umurlah kita semua
Tetap sehat jangan kenapa-kenapa
Manurduk ma na patut bani suhut I luluan
Irandu pa umpasa da ale, na lappot tumang tangaron
Irandu pa upasa da ale na lapot tumang tangaron
Menyodorkanlah yang pantas pada tuan rumah di tempat
Sambil berpantut , yang sedap sekali di dengar
Sambil berpantut , yang sedap sekali di dengar
Horas sayur matua ham inang
Horas sayur matua ham bapa
Horas sayur matua hita on
Sai jorgit ulang mahua
Selamat dan panjang umurlah ayah
Selamat dan panjang umurlah ibu
Selamat dan panjang umurlah kita semua
Tetap sehat jangan kenapa-kenapa
Lagu Horas Sayur Matua merupakan lagu yang sering dinyanyikan di dalam
pesta adat Simalungun. Lagu ini bermakna mendoakan agar mendapatkan rezeki dan
kesehatan pada tamu undangan yang datang. Bagaikan beras (boras) yang selalu
dibutuhkan oleh setiap orang. Sebagai ucapan terimakasih maka disampaikan serta
harapan melalui lagu, karena sudah ikut bersuka cita serta ikut terlibat dalam
berjalannya acara.
Makna lagu ini ialah harapan serta doa yang disampaikan kepada orangtua
serta kepada setiap kerabat yang datang. Mengucapkan terimakasih kepasa setiap
kerabat karena sudah bersedia saling membantu demi kesuksesan acara tersebut.
Semua kerabat yang datang, diajak menari, bergembira bersama. Memanjatkab doa
agar semua kerabat yang datang tetap sehat-sehat dan panjang umur. Makna lagu ini
74
berisi tentang doa ataupun harapan, semoga memperoleh berkat serta panjang umur.
Beras yang dibuat di dalam piring, lalu di berikan kepada tondong, sanina, boru
merupakan tanda kehormatan pembuat pesta terhadap mereka. Pinggan pasu yang di
percayai orang Simalungun akan membawa berkat kepada mereka. Sirih yang
digunakan media komunikasi dalam setiap upacara Simalungun. Setiap ingin
menyampaikan sesuatu kepada pihak kerabat, harus ada sirih yang mendahuli
pembicaraan tersebut.
Misalnya napuran tangan-tangan sihol mangan (sirih mau makan) akan
diberikan kepada seluruh yang hadir pada saat itu. Biasanya, yang hadir pada acara
adat ini adalah kedua orangtua calon pengantin pria dan boru (bibi calon pengantin
pria) maupun dari keluarga pihak paman (tulang dan atturang) maupun simbalok
jabu (tetangga). Adapun makna apuran tangan-tangan ialah menyampaikan maksud
untuk menjajagi (manririd) anak gadis sebagai pasangan hidupnya. Begitulah makna
Siring ditengah-tengah upacara adat masyarakat Simalungun, setiap tujuan harus
membawakan sirih sebagai media komunikasi.
Lagu ini juga menggambarkan jiwa masyarakat Simalungun yang saling
bergotong-royong. Sanina melaksanakan tugasnya sebagai tempat bermusyawarah,
tondong melaksanakan tugasnya menasehati, agar berjalan dengan baik semua pesta
yang akan diadakan. Boru melaksanakan tugasnya sebagi membantu dalam segala
persiapan acara. kekuatan fisik sipembuat pesta ada ditangan pihak boru. Begitulah
sistem organisasi sosial masyarakat Simalungun pada upacara adat di Simalungun.
Kedudukan kerabat dalam rumah hasuhutan sangatlah menjungjung tinggi
75
nilai kehormatan hasuhutan. Misalnya pihak tondong selalu duduk di sebeelah kanan
hasuhutan. Sedangkan sanina duduk di kirinya hasuhutan. Pihak boru biasanya
duduk disebelah kirinya sanina. Begitulah sistem kedudukan yang selalu terlaksanan
dalam upacara adat masyarakat Simalungun.
Lagu ini mencerminkan rasa kehormatan serta pengharagaan hasuhutan
terhadap kerabatnya. Kehormatan dari segi komunikasi, kedudukan serta ucapan
terimakasih karena ikut berpasrisipasi menyukseskan acara tersebut. Setiap kerabat
yang datang diberikan doa serta harapan,menari bersama dan bersukacita bersama
tanda serasa sepenanggungan ditengah-tengah kehidupan sosial masyarakat
Simalungun.
76
BAB IV
ANALISIS MUSIKAL LAGU POPULER
4.1 Ananlisi Musikal
Dalam menganalisis kelima nyanyian tersebut, penulis berpedoman kepada
teori yang dikemukakan oleh Bruno Nettl yaitu : (1) pembendaharaan nada (2) tangga
nada (3) tonalitas (4) interval (5) kantur melodi (6) ritme (7) tempo dan (8) bentuk.
Namun sesuai dengan kebutuhannya penulis hanya menggunakan beberapa untuk
menganalisa musikal, yaitu: (1) tangga nada (2) interval (3) ritme (4) tempo dan (5)
bentuk. Bersamaan dengan teori yang diatas, penulis juga akan menganalisa
perjalanan accord lagu-lagu populer yang telah penulis tentukan.
4.1.1 Tangga Nada
Tangga nada adalah urutan nada yang disusun secara berjenjang dari nada-
nada pokok suatu sistem nada, mulai dari salah satu nada dasar sampai dengan nada
oktafnya, misalnya do, re, mi, fa, sol, la, si, do.
4.1.1.1 Tangga Nada Lagu Sitalasari
Tangga nada yang digunakan lagu Sitalasari adalah
B Cis Dis E Fis Gis Ais B
77
4.1.1.2 Tangga Nada Lagu Eta Mangalop Boru
Tangga nada yang digunakan dalam lagu Eta Mangalop Boru adalah
Dis E Fis G A B
4.1.1.3 Tangga Nada Lagu Tolu Sahundulan
Tangga nada yang terdapat pada lagu tolu sahundulan adalah :
B Cis E Fis Gis A
4.1.1.4 Tangga Nada Lagu Appang Na Opat
Tangga Nada yang terdapat pada lagu appang na opat adalah
Bes C D Es F G
4.1.1.5 Tangga Nada Lagu Horas Sayur Matua
Tangga Nada yang terdapat dalam lagu horas sayur matua adalah
78
B D E Fis G A B C
4.1.2. Jumlah Interval
Interval adalah sebuah jarak antara nada satu ke nada yang lainnya. Baik jarak
nada ke atas atau jarak nada ke bawah.
4.1.2.1 Jumlah Interval Lagu Sitalasari
Interval adalah jarak antara suatu nada dengan nada yang lain yang terdiri dari
interval naik maupun turun. Berikut ini adalah interval dari lagu Sitalasari :
Interval Jumlah
laras
Jumlah
nada
1P 0 19
2M 1 50
2m 0,5 3
3M 2 0
3m 1,5 30
4P 2,5 1
5P 3,5 0
6M 4,5 0
7M 5,5 0
8P 6 0
Total 103
Tabel 4.1 Interval Sitalasari
79
Dari tabel diatas dapat diketahui interval yang sering muncul adalah Seconda
Mayor (2M), yang muncul sebanyak 50 kali, diikuti dengan ters minor (3m) sebanyak
30 kali, interval 1P sebanyak 19 kali dan interval 2m sebanyak 3 kali.
Dari analisis interval Sitalasari dapat dilihat bahwa penggunaan interval yang
paling banyak ialah 2M (seconda Mayor).
4.1.2.2 Jumlah Interval Lagu Eta Mangalop boru
Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lain yang terdiri dari
intervalnaik maupun turun. Berikut ini adalah interval dari lagu Eta Mangalop Boru :
Interval Jumlah
laras
Jumlah
nada
1P 0 68
2M 1 33
2m 0,5 11
3M 2 2
3m 1,5 10
4P 2,5 5
5P 3,5 1
6M 4,5 0
7M 5,5 0
8P 6 0
Total 130
Tabel 4.2 Interval Eta Mangalop Boru
Dari tabel di atas dapat diketahui Interval yang paling sering muncul adalah
1P yang muncul sebanyak 68 kali, diikuti dengan interval 2M sebanyak 33 kali,
interval 2m sebanyak 11 kali, 3m sebanyak 10 kali, interval 4P sebanyak 5 kali,
interval 3M sebanyak 2 kali dan interval 5P sebanyak 1 kali.
80
Dari analisis interval Eta Mangalop Boru dapat dilihat bahwa penggunaan
interval berangsur-angsur semakin sedikit pemakaian mulai dari interval yang bejarak
kecil ke interval berjarak besar. Walaupun dalam pemakaiannya interval 1P lebih
banyak dipakai dari 2M.
4.1.2.3 Jumlah Interval Lagu Tolu Sahundulan
Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lain yang terdiri dari
interval naik maupun turun. Berikut ini adalah interval dari lagu Tolu Sahundulan :
Interval Jumlah
laras
Jumlah
nada
1P 0 33
2M 1 53
2m 0,5 2
3M 2 1
3m 1,5 8
4P 2,5 1
5P 3,5 1
6M 4,5 0
7M 5,5 0
8P 6 0
Total 99
Tabel 4.3 Interval Tolu Sahundulan
Dari tabel diatas dapat diketahui interval yang sering muncul adalah interval
2M yang muncul sebanyak 53 kali, diikuti dengan interval 1P sebanyak 33 kali,
diikuti dengan interval 3m sebanyak 8 kali, interval 2m sebanyak 2kali dan 3M, 4P
5P sebanyak 1 kali.
Dari analisa interval Tolu Sahundulan dapat dilihat bahwa penggunaan
interval yang paling banyak adalah 2M. dan yang paling sedikit 3M, 4P dan 5P.
81
4.1.2.4 Jumlah Interval Lagu Appang Na Opat
Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lain yang terdiri dari
interval naik maupun turun. Berikut ini adalah interval dari Appang Na Opat:
Interval Jumlah
laras
Jumlah
nada
1P 0 33
2M 1 55
2m 0,5 13
3M 2 2
3m 1,5 2
4P 2,5 2
5P 3,5 2
6M 4,5 1
7M 5,5 0
8P 6 0
Jumlah 110
Tabel 4.4 interval Appang Na Opat
Dari tabel diatas dapat diketahui jumlah interval yang paling sering muncul
adalah 2M muncul sebanyak 55 kali, diikuti oleh interval 1P sebanyak 33 kali,
interval 2m sebanyak 13 kali, 3M, 3m 4P 5P sebanyak 2 kali dan 6M sebanyak 1 kali.
Dari analisa interval Appang Na Opat bahwa penggunaan interval yang paling
banyak adalah 2M.
4.1.2.5 Jumlah Interval Horas Sayur Matua
Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lain terdiri dari
interval naik maupun turun. Berikut ini adalah jumlah interval lagu Horas Sayur
Matua.
82
Interval Jumlah
laras
Jumlah
nada
1P 0 33
2M 1 51
2m 0,5 5
3M 2 2
3m 1,5 2
4P 2,5 4
5P 3,5 0
6M 4,5 0
7M 5,5 0
8P 6 1
Total 98
Tabel 4.5 interval lagu Horas Sayur Matua
Dari tabel diatas dapat diketahui interval yang paling sering muncul adalah
interval 2M sebanyak 51 kali, diikuti interval 1P sebanyak 33 kali, interval 2m
sebanyak 5 kali, 4p sebanyak 4 kali, 3M dan 3m sebanyak 2 kali dan 8P sebanyak 1
kali. Dari analisis interval di atas, penggunaan interval yang paling banyak digunakan
adalah 2M dan paling sedikit digunakan adalah 8P.
4.1.3 Tempo
Tempo adalah pengulangan bunyi-bunyian menurut sebuah pola tertentu
dalam lagu. Pengulangan bunyi-bunyian tersebut menimbulkan suatu karya seni yang
mempesona dan keindahan sehingga membuat sebuah lagu menjadi enak didengar.
Adapun jumlah tempo yang ada dalam lagu populer Simalungun adalah:
No Judul Lagu Tempo
1 Sitalasari 95
83
2 Eta Mangalop Boru 125
3 Tolu Sahundulan, Lima Saodoran 120
4 Appang Na Opat 100
5 Horas Sayur Matua 100
4.3.1 Tempo Lagu Populer Simalungun
4.1.4 Bentuk
Bentuk adalah keterkaitan antar seksi-seksi dan struktur dari keseluruhan
komposisi, termaksud hubungan elemen-elemen melodi dan ritme, telah
diklasifikasikan dengan sejumlah cara.
No Judul Lagu Bentuk Keterangan
1 Sitalasari A dan B Bagian A dimulai dari bar 1-
25 dan bagian B ada di bar 26
2 Eta Mangalop Boru A dan B Bagian A dimuai pada bar 1-
13 dan bagian B pada bar 14-
30
3 Tolu Sahundulan, Lima Saodoran A dan B Bagian A dimulai pada bar 1-
8 dan bagian B dimulai pada
bar 9-24
4 Appang Na Opat A dan B Bagian A dimulai dari bar 1-
18, dan bagian B dimulai pada
bar 19-28
5 Horas Sayur Matua A dan B Bagian A dimuali dari bar 1-
12 dan bagian B dimulai bar
84
13-21
4.3.4 Tabel bentuk lagu populer Simalungun
4.1.5 Ritme
Ritme adalah pengulangan secara terus menerus dan teratur dari suatu unsur
atau beberapa unsur.
4.3.5.1 Ritme lagu Sitalasari
1. = merupakan garis paranada yang
memilik 5 buah garis dan 4 spasi
dengan tandakunci G.
2. = merupakan birama 4/4 dalam kunci G
3. = merupakan not ½ dengan tambahan
titik yang bernilai 3 ketuk
4. = merupakan 1 buah not ¼ yang
bernilai1 ketuk
5. = merupakan 2 not 1/8 yang berjumlah
1 ketuk
6. = merupakan not 1/8 yang bernilai ½
ketuk
7. = merupakan 4 not 1/8 yang
berjumlah 2 ketuk
85
4.3.5.2 Ritme lagu Eta Mangalop Boru
1. = merupakan tanda mula 4b (As=Do)
2. = merupakan tanda mula 1b (F=Do)
3. = merupakan not penuh yang bernilai 4
ketuk
4. = merupakan not ½ yang bernilai 2
ketuk
5. = merupakan not ¼ yang bernilai 1
ketuk
6. = merupakan not ¼ dengan titik yang
bernilai 1 ½ ketuk
7. = merupakan not 1/8 yang bernilai ½
ketuk
8. = merupakan 2 not 1/8 yang bernilai ½
ketuk
9. = merupakan 4 not 1/8 yang bernilai 2
ketuk
10. = merupakan not 1/8 yang bernilai ½
ketuk dengan tanda kress di
depannya, yang artinya nada naik ½
laras dari nada di depannya
86
11. = merupakan 1 buah not 1/8 dengan titik
bernilai ½ dan 1 buah not 1/16 yang
bernilai 1 ketuk
12. = merupakan not ½ dengan tambahan
titik yang bernilai 3 ketuk
13. = merupakan not penuh yang di
gabungkan dengan not ¼ yang
digabungkan dengan menggunakan
legato yang berjumlah 5 ketuk
14. = merupakan tanda istirahat ¼ yang
benilai 1 ketuk
4.3.5.3 Ritme Lagu Tolu Sahundulan, Lima Saodoran
1. = merupakan tanda istirahat ¼ dengan
tambahan titik, yang bernilai 1 ½
ketuk
2. = merupakan tanda istirahat 1/8 yang
bernilai ½ ketuk
3. = merupakan not ½ dan 1/8 yang
digabungkan dengan tanda legato
yang bernilai 2 ½ ketuk
4. = merupakan not ½ yang bernilai 2
ketuk
87
5. = merupakan 2 not 1/8 yang
berjumlah 1 ketuk
6. = merupakat tanda istirahat ½
yang bernilai 2 ketuk
4.3.5.4 Ritme Lagu Ampang Na Opat
1. = merupakan not penuh yang bernilai 4
ketuk
2. = merupakan not penuh yang di
gabungkan dengan not ½ bertitik
(bernilai 3 ketuk) menggunakan
legato yang berjumlah 7 ketuk
3. = merupakan tanda istirahat ¼ yang
benilai 1 ketuk
4. = merupakan tanda istirahat ¼ dengan
tambahan titik, yang bernilai 1 ½
ketuk
5. = merupakan tanda istirahat 1/8 yang
bernilai ½ ketuk
6. = merupakan not ½ yang bernilai 2
ketuk
7. = merupakan not ½ dengan tambahan
titik yang bernilai 3 ketuk
88
8. = merupakan 2 not 1/8 yang
berjumlah 1 ketuk
9. = merupakan 1 buah not 1/8
dengan titik bernilai ½ dan 1
buah not 1/16 yang bernilai 1
ketuk
10. = merupakan 1 buah not ¼
dengan titik yang bernilai 1 ½
ketuk
11. = merupakan 1 buah not 1/8 yang
bernilai ½ ketuk.
12. = garis paranada yang
memiliki 5 buah garis dan 4
spasi dengan tanda kunci G.
13. = merupakan birama 4/4 dalam
kunci G
4.3.5.5 Ritme Lagu Horas Sayur Matua
1. = merupakan tanda mula 4 kress
(E=Do)
2. = merupakat tanda istirahat ½
yang bernilai 2 ketuk
3. = merupakan tanda istirahat 1/8
yang bernilai ½ ketuk
89
4. = merupakan not 1/8 yang
bernilai ½ ketuk
5. = merupakan 2 not 1/16 yang
bernilai ½ ketuk
6. = merupakan 2 not 1/8 yang
bernilai ½ ketuk
7. = merupakan 1 buah not 1/8
dengan titik bernilai ½ dan 1
buah not 1/16 yang bernilai 1
ketuk
8. = merupakan not ½ yang bernilai
2 ketuk
9. = merupakan not ¼ yang
bernilai 1 ketuk
10. = merupakan not ¼ dengan titik
yang bernilai 1 ½ ketuk
4.3.6 Perjalanan Akord
Perjalanan akord adalah kumpulan tiga nada atau lebih yang dimainkan secara
bersamaan dengan harmonis. Akord bisa dimainkan secara terputus-putus ataupun
secara bersamaan. Adapun yang menjadi fungsi akord adalah untuk mengiringi orang
bernyanyi dan memudahkan mengaransemen sebuah lagu.
Adapun yang menjadi perjalanan akord lagu populer di atas adalah:
90
No Judul Lagu Perjalanan Akord
1. Sitalasari Bes – Es – Bes – Es – Bes- Bes – Es – Bes – Es-
Bes – Es – Bes – F – Bes – Es - Bes
2. Eta Mangalop Boru Fm – C – Fm – C – Fm – C – Fm – C – Fm
F - Bes – F – F – Bes – F – Bes – F – Bes – F
3. Tolu Sahundulan Lima
Saodoran
F – C – Dm – C – F
F – C – Dm – C – F
Bes – F – C – F – C – F – C – F – C – F
4. Ampang Na Opat Bes – Es – Bes – Es – F – Bes
F – Bes – F – Es – F – Bes – F – Bes
Es – Bes – F – Es – F – Bes
Es – Bes – F – Es – F – Bes – F – Bes
5. Horas Sayur Matua E – B – E – B – E
E – B – E – B – E
E – B – E
91
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarka penjelasan yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya maka
kesimpulan yang diperoleh penulis adalah sebagai berikut:
Masyarakat Simalungun yang ada di desa Saribudolok tetap melaksanakan
upacara adat seperti yang ada di tengah-tengah masyarakat Simalungun. Kendatipun
banyak perubahan akibat kemajuan zaman, namun tidak mengurangi makna yang
sebenarnya. Begitu juga dengan salah satu upacara adat, yakni upacara adat
perkawinan yang ada di masyarakat Simalungun desa Saribudolok. Dewasa ini sudah
terjadi perubahan pada tradisi tersebut, yang mana musik populer sudah masuk dan
digunakan dalam upacara adat perkawinan masyarakat Simalungun.
Sebelum munculnya lagu populer, masyarakat menggunakan gonrang untuk
mengiringi upacara adat perkawinan di desa Saribudolok. Gonrang dipakai hanya saat
pembukaan dan penutupan acara saja, sedangkan musik populer digunakan
sepenuhnya untuk mengiri upacara adat perkawinan. Namun, dengan
menggunakannya musik populer dalam mengiri upacara adat perkawinan di desa
Saribudolok tidak lah mengurangi makna yang sebenarnya.
Musik populer sudah sering digunakan dalam upacara adat perkawinan
Simalungun di desa Saribudolok. Hingga saat ini, pemakaian musik populer sudah
digemari semua kalangan masyarakat Simalungun di desa Saribudolok. Musik
92
populer merupakan salah satu kebutuhan wajib yang harus ada dalam pesta adat
perkawinan di desa Saribudolok.
Dari hasil penelitian skripsi ini, penulis menyimpulkan bahwa masyarakat
Simalungun menggunakan instrument musik populer dalam upacara adat perkawinan
karena penyewaan pemusik lebih gampang dicari. Lagu-lagu yang dinyanyikan dalam
mengiringi upacara tersebut berkesinambungan dengan berjalannya acara. Ada
beberapa lagu populer yang merupakan lagu wajib untuk mengiri upacara adat
perkawinan di desa Saribudolok.
Penulis juga menyimpulkan dari segi analisis melodi lagu populer yang
digunakan dalam mengiringi acara perkawinan tersebut mayoritas bertempo vivace
atau tempo yang lumayan cepat. Perkawinan merupakan acara sukacita, sejalan
dengan lagu yang digunakan yakni nyanyian yang bertempo sedang ke cepat. Tangga
nada yang digunakan ialah tangga nada diatonis, yakni tangga nada yang
menggunakan tujuh nada.
Dengan demikian, pemakaian repertoar musik populer menjadi suatu hal yang
penting dan lazim dalam upacara adat perkawinan masyarakat Simalungun, karena
merka merasa dengan menggunakan musik populer merupakan suatu keindahan yang
dapat dituangkan dalam bunyi-bunyian yang dihasilkan dari perpaduan instrument-
instrument musik. Musik keyboard yang tertuang melalui permainan ritem maupun
melodi yang dapat dinikmati oleh pemusik itu sendiri dan pendengarnya. Ketika
musik populer di upacara adat perkawinan dimainkan, maka para undangan dan
kerabat yang akan melakukan tarian serta bernyanyi pada upacara tersebut.
93
Dari kesimpulan-kesimpulan yang diatas, penulis dapat mengatakan walaupun
telah terjadi perubahan nilai tradisi terhadap masyarakat Simalungun di desa
Saribudolok, namun tradisi upacara adat perkawinan tersebut tetap berjalan dengan
semestinya. Penggunaan musik populer tidak mengganggu terhadap keberlangsungan
adat istiadat upacara perkawinan masyarakat Simalungun di desa Saribudolok.
5.2 Saran
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam membuat tulisan analisis
tekstual dan musikal musik populer pada pesta adat perkawinan Simalungun di desa
Saribudolok. Untuk itu, bagi para peneliti selanjutnya diharapkan untuk semakin
menyempurnakan bahasan tentang upacara ini.
Bagi para peneleti selanjutnya, penulis juga mengharapkan agar mengkaji
upacara-upacara lainnya yang dilaksanakan masyarakat Simalungun yang ada di desa
Saribudolok. Penulis mempunyai beberapa saran kepada pembaca lainnya, yaitu
menyarankan agar gonrang sipitu-pitu tetap dipertahankan eksistensinya dan
merasakan bahwa hal ini perupakan salah satu kekayaan budaya yang dijadikan milik
bersama, sehingga setiap etnis yang ada di seluruh Indonesia tetap hidup dan terus
berkembang.
Semoga tulisan ini dapat memberikan kontribusi yang baik terhadap apresiasi
budaya dan pengetahuan terhadap ilmu pengetahuan secara umum dan dibidang
Etnomusikologi secara khusus.
94
DAFTAR PUSTAKA
Asa, Arthur Bager. 2010. “Pengantar Semiotika: Tanda-tanda Kebudayaan
Kontemporer” Yogyakarta: Tiara Wacana Yogyakarta.
Bakar, Abdul Latiff Abu. 2006. Aplikasi Teori Semiotik dalam Seni Pertunjuka.
Etnomusikologi (jurnal Ilmu Pengetahuan dalam Seni Pertunjukan),(53), 45-
51.
Damanik Erond L.2016. Ritus peralihan Upacra Adat Simalungunn Seputar
Kelahiran, Perkawinan dan Penghormatan Kepada Orangtua Serta
Kematian. Medan:Simentri Institute.
Depdikbud, 2005.Kamus Besar bahasa Indonesia.Jakarta balaipustaka.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Pusat Bahasa
James. 1997. “Metode Etnografi” Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya.
Koentjaraningrat. 1983. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Rineka
Cipta.
Koentjaraningrat. 2009. “Pengantar Ilmu Antropologi”. Jakarta: Rineka Cipta.
Manik, Kepler H. 2002. Kajian Tekstual dan Musikal Dodingni Paragat Pada
Masyarakat Simalungun. (Skripsi). Medan: Fakultas Ilmu Budaya USU.
Mardalis. 2006. “Metode Penelitian (Suatu Pendekatan Proposal)”. Jakarta: Bumi
Aksara.
Malm. William P. 1977. Music Culture of the Pasific, the Near East, and Asia
(terjemahan). Medan. Departemen Etnomusikologi Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara (terjemahan takari).
Purba, Anna. 2014 “Analisis Musikal dan Tekstual Dampeng Pada Upacara Adat
Perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga. (Skripsi) Medan: Fakultas Ilmu
Budaya USU.
95
Purba, Kezia. 2014. “Analisis Musikal Dan Tekstual Marsialopari Karya
Taralamsyah Saragih” (Skripsi). Medan: Fakultas Ilmu Budaya USU.
Sihombing, Ricky. 2016. “Fungsi Sosial Musik Populer Dalam Upacara Adat
Perkawinan Masyarakat Toba Di Saribudolok” (Skripsi). Medan: Fakultas
Ilmubudaya USU.
Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Tantawi, Isma. 2014. “Bahasa Indonesia Akademik”. Medan:CIptapustaka Media.
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/4/Chapter%2011.PDF
www.ethnomusicology.org
96
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : Fery Wandi Saragih
Umur : 30 Tahun
Pekerjaan : Pemusik
Alamat : Desa Saribudolok
2. Nama : Farry Juslin Sitio
Umur : 50 Tahun
Pekerjaan : Tatangatur (Pembawa acara pada pernikahan)
Alamat : Desa Saribudolok
3. Nama : Cius Girsang
Umur : 34 Tahun
Pekerjaan : Pemusik
Alamat : Desa Saribudolok
4. Nama : Marden Purba tambak
Umur : 75 Tahun
Pekerjaan : Bertani/Pemain Sulim
Alamat : Desa Saribudolok
5. Nama : Bastian Sitio
Umur : 48 Tahun
Pekerjaan : Bertani/Soundman
Alamat : Desa Saribudolok
97
6. Nama : Rainta Sipayung
Umur : 76 Tahun
Pekerjaan : Bertani/Penyanyi Pesta
Alamat : Desa Saribudolok
7. Nama : Masna Saragih
Umur : 36 tahun
Pekerjaan : Penyanyi pesta
Alamat : Desa Saribudolok
LAMPIRAN A
Arti kosa kata pada lagu Sitalasari :
- Sangkot : Sangkut
- Rudang : Kumpulan bunga/Mayang
- Sitalasari : Bunga Rampai
- Botou : Panggilan perempuan pada Saudara laki-laki dan sebaliknya
- Bani : Pada
- Bulang : Tutup kepala perempuan
- Manonah : Berpesan
- Inang : Ibu
- Jagiah : Cantik
- Tunggung : Mulia/ Terhormat
- Homa : Juga
- Tarsunggul : Teringat
- Uhur : Hati
- Adat : Adat
- Hinan : Dahulu
- Botou : Panggilan perempuan pada saudara laki-lakinya
- Gendo : Setidaknya
- Ulang : Jangan
- Lupa : Lupa
- Sitalasari : Bunga Rampai
- Tambar : Obat
- Sihol : Rindu
- Bani : Kepada
- Bulang : Penutup kepala wanita
- Manonah : Berpesan
- Inang : Ibu
- Botou : Panggilan wanita pada saudara laki-laki
- Gendo : Sekurang-kurangnya
- Lupa : Lupa
- Namin : Sebenarnya
- Ulang : Jangan
- Bonani : Awalnya
- Tortor : Tarian
- Dodinghon : Nyanyian
- Hita : Kita
- Botou : Panggila seorang perempuan kepada saudara laki-laki
- Riap : Bersama-sama
- Manortor : Menari
Arti kosa kata pada lagu Eta Mangalop Boru :
- Etah : Mari
- Mangalop : Meminang
- Boru : Purti
- Marsitapi : Membawakan
- Onja-onja : Beras yang digunakan untuk tepung tawar
- Marhobas : Bekerja
- Siporna-orna : Sungguh-sungguh
- Ale : Saudara
- Anggo : Jika, kalau
- Hordong : Berputar
- Langgei : Pengikat antara pisau dan tangkainya yang terbuat dari rotan
- Rigaton : Koyaka
- Bulung : Daun
- Birah : Sejenih keladi
- Holong : Sayang, kasih sayang
- Atei : Hati
- Ingaton : Ingatan
- Magira : Nanti
- Andonma : Inilah
- Gawei : Sebutan sesama perempuan
- Eta : Ayok
- Boru : Putri
- Ia : Itu
Arti kosa kata Lagu Tolu Sahundulan :
- Sanina : Saudara satu klan
- Pangalopan : Pemberi
- Riah : Musyawarah
- Jongjong : Berdiri
- Nasiam : Saudara
- Ase : Agar
- Riap : Bersama
- Hita : Kita
- Manortor : Menari
- Mangembas : Berlenggok
- Mangalo-alo : Menyambut
- Sindohorta : Kerabat
- Tondong : Pihak pemberi istri
- Pangalopan : Penjemputan
- Podah : Nasehat
- Rohma : Marilah
- Hanami : Kami
- Marsombah : Menyembah
- Podahi : Nasehati
- Nalepak : Yang salah
- Manlembang : Melanggar
- Humbani : Dari
- Adat : Adat
- Panggual : Pemain Gendang
- Gual : Pukul/ Memukul Gendang
- Gonrang : Gendang
- Marsanina : Bersaudara
- Ase : Agar
- Martondonng : Ber-tondong (pemberi istri)
- Boru : Pihak penerima istri
- Janah : Dan
- Boru : Penerima Istri
- Pangalopan : Pemberi
- Gogoh : Kuat/Kekuatan
- Roh : Datang
- Hanami : Kami
- Mangelek : Membujuk/merayu/sanjung
- Hobaskon : Kerjakan
- Ganupan : Semua
- Horjata : Kerja kita
- Ulang : Jangan
- Tarbador : Menjadi Malu
- Pestata : Pesta Kita
Arti kosa kata lagu Appang Na Opat :
- Embaskon : Dendangkan
- Janah : Dan
- Tortorhon : Tarikan
- Tortor : Tari
- Hita : Kita
- Bani : Pada
- Pesta : Pesta
- Sombah : Sembah
- Nasiam : Kalian
- Martondong : Tondong (pemberi Istri)
- Elek : Bujuk
- Homa : Juga
- Marboru : Boru (penerima Istri)
- Sonai : Serta
- Marsanina : Sanina (Saudara/Semarga)
- Diha-diha : Kerabat Lainnya
- Suhi : Sudut
- Ampang : Ampang
- Opat : Empat
- Somalni : Kebiasaan
- Bani : Pada
- Padalan : Jalankan
- Lobei : Dahulu
- Ulu ni :Kepalanya
- Omas : Emas
- Rombang : Kedua belah pihak
- Tulang : Paman
- Hela : Menantu Laki-laki
- Aloalo : Sambut
- Jaloma : Terimalah
- Andon : Ini
- Hiou : Kain
- Tanda : Tanda
- Sonai : Begitu
- Bai : Pada
- Simatua : Mertua
- Jenges : Cantik
- Hatirongga : Sejenis kain yang dipakai perempuan Simalungun
- Jaloma : Terimalah
- Parbapatuaon : Orang yang dituakan
- Parnasikahaon : Ipar, Istri dari abang, istri dari saudara laki-laki
- Anak Boru Jabu: Pihak boru dari saudara ayah mempelai laki-laki
- Siloja-loja : Orang yang lelah karena memberikan tenaga
- Diatetupa : Terimakasih
- Parhobas : Juru masak dalam pesta
- Sonai : Begitu
- Naposo : Muda-mudi
- Domma : Telah
- Marloja-loja : Lelah, karena menyumbangkan tenaga
- Horjata : Kerja kita
Arti kosa kata lagu Horas Sayurmatua :
- Boras : Beras
- Sabur-saburan: Berhambur-hamburan
- Ibabou : Di Atas
- Pinggan Pasu : Piring, dijadikan sebagai tempat sirih atau makan Simalungun
- Horas : Selamat, ucapan yang dipakai oleh orang Batak saat bertemu
- Hita : Kita
- Ganupan : Semuanya
- Sai Jumpahan : Memperoleh
- Pasu-Pasu : Berkat, doa
- Sayur matua : Panjang umur
- Bapa : Ayah
- Inang : Ibu
- Hita : Kita
- Sai jorgit : Sehat
- Ulang : Jangan
- Mahua : Kenapa
- Ijon : Disini
- Marpesta : Berpesta
- Tanda : Tanda
- Malas : Senang/bahagia
- Paruhuran : Hati
- Sisir : Bersedia
- Marsiurupan : Saling membantu
- Manurduk : Menyodorkan
- Na patut : Yang pantas
- Bani : Pada
- Suhut : Tuan Rumah/ pembuat pesta
- Luluan : Bagian rumah yang dijadikan tempat untuk tamu yang
dihormati
- Irandu : Di iringi
- Umpasa : Pantut
- Lappot : Sedap, enak
LAMPIRAN B
Transkripsi lagu populer yang dinyanyikan pada pesta perkawian di desa
Saribudolok Kabupaten Simalungun.
top related