analisis usahatani nanas pada kelompok tani … · astomulyo sedang melakukan program pengembangan...
Post on 11-Mar-2019
268 Views
Preview:
TRANSCRIPT
iii
ANALISIS USAHATANI NANAS PADA KELOMPOK TANI
MAKMUR DESA ASTOMULYO, KECAMATAN
PUNGGUR, LAMPUNG TENGAH
SKRIPSI
ANNISA KUSUMA WARDANI
H34080097
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
iv
RINGKASAN
ANNISA KUSUMA WARDANI. Analisis Usahatani Nanas pada Kelompok
Tani Makmur, Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Lampung Tengah.
Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan HARIANTO).
Indonesia memiliki kondisi agroklimat yang cocok untuk pengembangan
berbagai jenis buah-buahan. Keanekaragaman buah dan keunggulan agro-klimat
Indonesia tersebut merupakan potensi dalam menghadapi perdagangan
internasional, mengingat saat ini buah sudah menjadi komoditas perdagangan
internasional. Beberapa jenis buah unggulan Indonesia yang dapat bersaing di
pasar internasional adalah jeruk, mangga, pepaya, nanas, manggis, duku,
semangka, durian, dan pisang. Nanas merupakan salah satu komoditi holtikultura
yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Hal ini terlihat dari jumlah
permintaan nanas yang cukup tinggi.
Lampung merupakan daerah yang menghasilkan nanas paling banyak di
Indonesia. Salah satu daerah di Lampung yang menghasilkan nanas adalah
Kabupaten Lampung Tengah khususnya Desa Astomulyo. Pemerintah Desa
Astomulyo sedang melakukan program pengembangan lahan nanas, hal ini
dilakukan karena pemerintah melihat masih terdapat potensi untuk pengembangan
komoditas nanas. Namun terdapat satu kelompok tani di Desa Astomulyo yang
mengalami penurunan jumlah luas lahan. Luas lahan diduga dapat mempengaruhi
tingkat pendapatan petani. Selain luas lahan tingkat pendapapatan petani juga
dapat dipengaruhi oleh produktivitas tanaman. Produktivitas ini dipengaruhi oleh
penggunaan faktor-faktor produksi dalam usahatani.
Hal tersebut yang mendasari peneliti untuk melakukan penelitian
mengenai analisis usahatani nanas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis perbedaan penggunaan faktor produksi yang digunakan petani pada
lahan sempit dan lahan sedang serta menganalisis pendapatan dan efisiensi pada
usahatani nanas berdasarkan luas lahan garapan yang dimiliki oleh petani
Kelompok Tani Makmur Desa Astomulyo Kecamatan Punggur Kabupaten
Lampung Tengah.
Penelitian ini dilakukan pada Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo,
Kecamatan Punggur, Lampung Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan secara
sengaja dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu sentra
penghasil nanas terbesar di Lampung. Waktu penelitian dilakukan pada bulan
Februari sampai dengan bulan Maret 2012. Di dalam penelitian ini survey
dilakukan dengan cara sensus, yaitu dengan menggunakan keseluruhan anggota
dari Kelompok Tani Makmur. Responden pada penelitian ini adalah semua
anggota Kelompok Tani Makmur yang sudah mengalami satu musim tanam yaitu
sebanyak 42 petani dari total keseluruhan anggota yaitu 45 petani. kemudian
responden dibagi menjadi dua kelompok, yaitu petani lahan sedang (0,5-2 hektar)
dan petani lahan sempit (< 0,5 hektar).
Data yang digunakan adalah data primer berupa wawancara langsung
dengan petani dan data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi yang terkait
yaitu Dirjen Hortikultura, Departemen Pertanian, Badan Pusat Statistika, BP3K
serta kantor Kelurahan/Desa. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
v
analisis data kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif untuk mengetahui
keragaan dari usahatani nanas. Sedangkan analisis kuantitatif terdiri dari uji-T,
analisis usahatani, dan analisis efisiensi. Uji-T dilakukan untuk mengetahui
perbedaan penggunaan faktor produksi yang digunakan oleh petani pada lahan
sempit dan lahan sedang.
Analisis usahatani yang dilakukan adalah analisis biaya dan analisis
pendapatan berdasarkan luas lahan garapan yang dimiliki oleh petani. Analisis
efisiensi terdiri dari efisiensi penerimaan terhadap biaya, efisiensi penerimaan
terhadap jumlah tenaga kerja, serta efisiensi penerimaan terhadap jumlah investasi
awal. Analisis tersebut digunakan untuk mengetahui pendapatan petani serta
mengukur efisiensi usahatani dan keberhasilan dari suatu usahatani. Berdasarkan
hasil analisis pendapatan diperoleh bahwa pada usahatani nanas pada lahan
sedang lebih menguntungkan dibandingkan usahatani nanas pada lahan sempit.
Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai pendapatan total dalam setahun yang
diperoleh pada usahatani lahan sedang adalah Rp 38.045.674,34 per hektar dan
pada usahatani lahan sempit Rp 27.605.472,34 per hektar dalam satu tahun.
Hasil analisis efisiensi menunjukkan bahwa usahatani nanas pada
Kelompok Tani Makmur menguntungkan untuk dijalankan baik pada lahan sempit
maupun lahan sedang. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai penerimaan terhadap
biaya tunai maupun biaya total yang diperoleh lebih dari satu, yang berarti
penerimaannya lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan oleh petani. Nilai R/C
rasio berarti setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan
sebesar nilai R/C rasio yang diperoleh. Pada lahan sempit diperoleh nilai R/C
rasio atas biaya total 1,81 dan atas biaya tunai 4,31. Sedangkan pada lahan sedang
nilai R/C rasio atas biaya total 2,26 dan atas biaya tunai 5,55.
Efisiensi penerimaan terhadap jumlah tenaga kerja pada lahan sempit
sebesar 26.451,29 dan pada lahan sedang sebesar 28.408,08. Hal ini berarti dalam
satu hektar setiap satu HOK tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani nanas
lahan sempit, petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 26.451,29 dan pada
lahan sedang Rp 28.408,08. Untuk analisis efisiensi penerimaan terhadap jumlah
investasi awal pada usahatani lahan sempit adalah 7,63 dan pada lahan sedang
adalah 9,15. Hal ini berarti dalam setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan petani untuk
investasi, petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 7,63 pada lahan sempit
dan Rp 9,15 pada lahan sedang. Efisiensi penerimaan terhadap biaya, efisiensi
penerimaan terhadap jumlah tenaga kerja, maupun efisiensi penerimaan terhadap
jumlah investasi awal menunjukkan bahwa usahatani nanas pada lahan sedang
lebih efisien dibandingkan pada lahan sempit.
Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat diberikan penulis
adalah petani perlu memperhatikan bibit nanas yang digunakan, baik jumlah
maupun kualitas. Selain itu, perlu adanya peningkatan intensitas pemberian materi
dan informasi mengenai penggunaan faktor-faktor produksi nanas agar para petani
mau mengikuti SOP dari para petugas penyuluh pertanian. Hal tersebut
diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tanaman, sehingga pendapatan
petani juga dapat meningkat.
vi
ANALISIS USAHATANI NANAS PADA KELOMPOK TANI
MAKMUR DESA ASTOMULYO, KECAMATAN
PUNGGUR, LAMPUNG TENGAH
ANNISA KUSUMA WARDANI
H34080097
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
vii
Judul Skripsi : Analisis Usahatani Nanas pada Kelompok Tani Makmur, Desa
Astomulyo, Kecamatan Punggur, Lampung Tengah
Nama : Annisa Kusuma Wardani
NIM : H34080097
Disetujui,
Pembimbing
Dr. Ir. Harianto, MS
NIP. 19581021 1985 1 1001
Diketahui,
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
viii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis
Usahatani Nanas Pada Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo, Kecamatan
Punggur, Lampung Tengah” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2012
Annisa Kusuma Wardani
H34080097
ix
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Metro pada tanggal 24 Oktober 1990 sebagai
anak ketiga dari pasangan Bapak Yanto Sukamso dan Ibu Maryatun. Penulis
mengawali pendidikan formal di TK Aisyah Metro pada tahun 1995. Kemudian
pada tahun 1996 penulis melanjutkan pendidikan di SD Pertiwi Teladan Metro.
Pendidikan berikutnya ditempuh di SMP Negeri 1 Metro sampai tahun 2005. Pada
tahun 2005 sampai 2008 penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Metro.
Penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi
dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
IPB (USMI) pada tahun 2008.
Selama kuliah di IPB penulis pernah aktif dalam kegiatan organisasi
mahasiswa diantaranya Koperasi Mahasiswa pada tahun 2008-2011, Gentra
Kaheman pada tahun 2008-2009, dan Organisasi Mahasiswa Daerah Lampung
pada tahun 2008-2011.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Analisis Usahatani Nanas pada Kelompok Tani Makmur, Desa
Astomulyo, Kecamatan Punggur, Lampung Tengah”. Skripsi ini merupakan syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih
terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan
pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juli 2012
Annisa Kusuma Wardani
xi
UCAPAN TERIMAKASIH
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk
rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan
penghargaan kepada:
1. Dr. Ir. Harianto, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan,
waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama
penyusunan skripsi ini.
2. Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen penguji utama dalam sidang skripsi
yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi
ini.
3. Etriya, SP, MM selaku dosen penguji komite akademik dalam sidang
skripsi yang telah memberikan saran dan masukan untuk penyempurnaan
skripsi ini.
4. Seluruh dosen serta staf Departemen Agribisnis atas bantuan dan
kerjasamanya.
5. Kedua orangtua, Yanto Sukamso dan Maryatun, serta kakak penulis Dian
dan Adit untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan.
Semoga ini dapat menjadi persembahan yang terbaik.
6. Bapak lurah dan staf di Desa Astomulyo, Pihak Kelompok Tani Makmur,
PPL serta BP3K Desa Astomulyo atas waktu, kesempatan, informasi dan
dukungan yang diberikan.
7. Teman-teman satu bimbingan Gebry Ayu Diwandani dan Gebyar Surya
Anik atas kerjasamanya selama penelitian hingga penulisan skripsi.
8. Agung Pratomo dan sahabat-sahabat tersayang Sartika Hana, Melisa,
Rizky Tri, Sylvia Karina, Nia Kurniati, Dwi Rahmalia, Ayuningtyas, dan
Diana Asmayanti yang selalu menyemangati dan membantu selama proses
penelitian hingga penulisan skripsi.
9. Sahabat shambala Cherish Nurul, Evie Fitri, Dewi Regina, Hasti Purnasari,
Ory Chyntia, Rissa Rahmadwiati atas semangat dan Sharing selama proses
penulisan skripsi.
xii
10. Sahabat A2 (217-218) Sagita Nindyasari, Ismi Fatmawati, Rima Khaerani,
Mutiara Ashri, Nurul Hikmawati, dan Ayu Wandarise atas semangat dan
dukungan yang diberikan.
11. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman agribisnis angkatan 45 Arini
Prihatin, Listia Nurisma, Sistiana Kurnia, Jayanti Mandasari, Syifa Maulia,
Dwi Endah atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan
skripsi serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu,
terima kasih atas bantuannya.
Bogor, Juli 2012
Annisa Kusuma Wardani
iii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... viii
I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang........................................................................................ 1 1.2. Perumusan Masalah ................................................................................ 5
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................... 6 1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................. 7
1.5. Ruang Lingkup ....................................................................................... 7
II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 8
2.1. Karakteristik Umum Nanas ..................................................................... 8
2.2. Tinjauan Analisis Usahatani Nanas ......................................................... 9 2.3. Tinjauan Analisis Usahatani Berdasarkan Luasan Lahan ....................... 12
2.4. Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu .............................................. 14
III KERANGKA PEMIKIRAN ....................................................................... 16
3.1. Konsep Ekonomi .................................................................................. 16
3.1.1. Fungsi Produksi ................................................................................. 16 3.1.2. Skala Produksi ................................................................................... 18
3.2. Konsep dan Definisi Usahatani ............................................................. 19 3.3. Konsep Biaya Usahatani ....................................................................... 22
3.4. Konsep Penerimaan Usahatani .............................................................. 24 3.5. Analisis Efisiensi .................................................................................. 25
3.6. Kerangka Operasional ........................................................................... 26
IV METODOLOGI PENELITIAN.................................................................. 29
4.1. Lokasi dan waktu Penelitian ................................................................. 29
4.2. Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 29 4.3. Metode Pengumpulan Data ................................................................... 29
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 30 4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani .......................................................... 32
4.4.2. Analisis Efisiensi ............................................................................... 33 4.5. Definisi Operasional ............................................................................. 34
V GAMBARAN UMUM ................................................................................... 36
5.1. Gambaran Umum Desa ......................................................................... 36 5.2. Gambaran Umum Kelompok Tani ........................................................ 37
5.3. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian ............................................ 38 5.4. Kondisi Pertanian ................................................................................. 39
iv
5.5. Karakteristik Petani Responden ............................................................ 40
5.5.1. Umur Petani Responden .................................................................... 40 5.5.2. Tingkat Pendidikan Petani Responden ............................................... 41
5.5.3. Pengalaman Usahatani Nanas Petani Responden ................................ 42 5.5.4. Luas dan Status Kepemilikan Lahan .................................................. 42
5.5.5. Sifat Usahatani Nanas ........................................................................ 43
VI HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 45
6.1. Standart Operating Procedure (SOP) Usahatani Nanas
di Desa Astomulyo .................................................................................. 45 6.2. Keragaan Usahatani Nanas.................................................................... 52
6.2.1. Persiapan Sarana Produksi ................................................................. 52 6.2.2. Budidaya Nanas ................................................................................. 59
6.2.3. Pasca Panen Nanas ............................................................................ 66 6.3. Analisis Pendapatan Usahatani.............................................................. 67
6.3.1. Biaya Usahatani Nanas ...................................................................... 67 6.3.2. Penerimaan Usahatani Nanas ............................................................. 72
6.3.3. Pendapatan Usahatani Nanas ............................................................. 73 6.3.4. Analisis Efisiensi ............................................................................... 76
VII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 78
7.1. Kesimpulan........................................................................................... 78 7.2. Saran .................................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 80
LAMPIRAN ...................................................................................................... 83
v
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun 2008-2011 ................................. 1
2. Perkembangan Produksi Nanas dan Buah-Buahan
Lainnya di Indonesia Tahun 2006-2010 ................................................... 2
3. Produksi Nanas di Beberapa Provinsi di Indonesia Tahun 2010 ................ 3
4. Produksi Buah Nanas Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Lampung Tahun 2006-2010 .................................................... 4
5. Lima Besar Kecamatan Yang Memiliki Produksi Nanas
di Kabupaten Lampung Tengah pada Tahun 2009 .................................... 5
6. Jenis Penggunaan Lahan di Desa Astomulyo tahun 2011 ........................ 37
7. Sebaran Usia Penduduk Desa Astomulyo Tahun 2011 ............................ 38
8. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Astomulyo Tahun 2011 .................. 38
9. Jumlah Penduduk Desa Astomulyo Menurut
Mata Pencaharian Tahun 2011 ................................................................ 39
10. Karateristik Petani Responden Berdasarkan Umur
di Desa Astomulyo pada Tahun 2012 ..................................................... 41
11. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidikan di Desa Astomulyo Tahun 2012 ........................................... 41
12. Karakteristik Petani Responden Menurut Pengalaman
Bertani Nanas di Desa Astomulyo Tahun 2012 ....................................... 42
13. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan di Desa
Astomulyo Tahun 2012 .......................................................................... 43
14. Rata-rata Penggunaan Pupuk dan Obat-Obatan pada
Usahatani Nanas Per Hektar Berdasarkan Luas Lahan ............................ 55
15. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja dalam Usahatani
Nanas Per Hektar Per Musim Tanam Berdasarkan Luas
Lahan Garapan di Kelompok Tani Makmur ............................................ 58
16. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja dalam Usahatani
Nanas Per Hektar Per Musim Tanam di Kelompok Tani Makmur ........... 60
17. Rata-rata Penggunaan dan Biaya Pupuk pada Usahatani
Nanas Per Hektar dalam Setahun Menurut Luas Lahan ........................... 69
vi
18. Rata-rata Penggunaan dan Biaya Obat-Obatan Kimia
pada Usahatani Nanas Per Hektar Selama Satu Tahun
Menurut Luas Lahan .............................................................................. 70
19. Rata-rata Penerimaan Per Hektar Usahatani Nanas
pada Kelompok Tani Makmur Berdasarkan Luas
Lahan Selama Satu Musim Tanam.......................................................... 73
20. Analisis Pendapatan Usahatani Nanas Per Tahun pada
Kelompok Tani Makmur ........................................................................ 75
vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Hubungan antara faktor produksi x dengan jumlah produksi y ............... 17
2. Kerangka Pemikiran Operasional .......................................................... 28
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Karakteristik Petani Anggota Kelompok Tani Makmur .......................... 84
2. Data Penggunaan Input Usahatani Nanas pada
Kelompok Tani Makmur ........................................................................ 85
3. Data Penggunaan Tenaga Kerja dalam Usahatani Nanas
pada Kelompok Tani Makmur ................................................................ 86
4. Biaya Usahatani Nanas pada Kelompok Tani Makmur ........................... 88
5. Penerimaan Tunai Petani Nanas pada Kelompok Tani Makmur .............. 90
6. Penerimaan Diperhitungkan Petani Nanas pada
Kelompok Tani Makmur ........................................................................ 93
7. Data Pendapatan Usahatani Nanas pada
Kelompok Tani Makmur ........................................................................ 94
8. Independent Samples Test ...................................................................... 95
9. Kuisioner Usahatani Nanas pada Kelompok Tani Makmur ..................... 96
1
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian di
Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dari peranannya sebagai penghasil devisa
negara, sumber ketahanan pangan, pendapatan masyarakat petani di pedesaan
serta penyedia lapangan pekerjaan. Dalam penyediaan lapangan pekerjaan sektor
pertanian menyerap tenaga kerja lebih banyak dibandingkan sektor lainnya.
Penyerapan tenaga kerja disektor pertanian mencapai 39,32 juta orang pada
Agustus tahun 2011 (BPS 2011).
Pertanian di Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk
dikembangkan, hal ini dilihat dari kekayaan alam Indonesia yang berlimpah.
Salah satu subsektor dari sektor pertanian yang memberikan kontribusi cukup
tinggi adalah subsektor hortikultura. Subsektor hortikultura meliputi buah-buahan,
sayur-sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat-obatan. Dari keempat jenis
komoditi hortikultura tersebut, buah-buahan memiliki kontribusi yang paling
besar. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1, dimana nilai PDB dari subsektor
hortikultura pada tahun 2011 mencapai Rp 88.851,00 milyar dan kontribusi dari
produk buah-buahan sebesar Rp 46.735,62 milyar atau sekitar 52,60 persen dari
total PDB subsektor hortikultura.
Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun 2008-2011
Komoditi
Nilai PDB (Milyar Rp) Rataan
Pertumbuhan
(%) 2008 2009 2010 2011
Buah 47.059,78 48.436,70 45.481,89 46.735,62 (0,14)
Sayuran 28.205,27 30.505,71 31.244,16 33.136,76 5,54
Tan. Hias 5.084,78 5.494,24 6.173,97 5.983,89 5,78
Biofarmaka 3.852,67 3.896,90 3.665,44 2.994,73 (7,69)
Total 84.202,50 88.333,56 86.565,49 88.851,00 1,85
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2012)
Indonesia memiliki kondisi agroklimat yang cocok untuk pengembangan
berbagai jenis buah-buahan. Keanekaragaman buah dan keunggulan agroklimat
2
Indonesia tersebut merupakan potensi dalam menghadapi perdagangan
internasional, mengingat saat ini buah sudah menjadi komoditas perdagangan
internasional. Beberapa jenis buah nusantara yang menjadi unggulan Indonesia
dan dapat bersaing di pasar internasional diantaranya mangga, manggis, pisang,
nanas, salak, stroberi, jambu air, sawo, dan jambu biji1.
Pada Tabel 2 dapat dilihat tingkat perkembangan produksi beberapa buah-
buahan yang bersaing di pasar internasional. Buah-buahan tersebut mengalami
pertumbuhan yang berfluktuasi begitu pula dengan nanas. Pada tahun 2010
produksi nanas Indonesia mencapai 1.406.445 ton atau sekitar 9,36 persen dari
total produksi buah di Indonesia dan menempati urutan kedua dalam kontribusi
terhadap produksi buah nasional.
Tabel 2. Perkembangan Produksi Nanas dan Buah-Buahan Lainnya di Indonesia
Tahun 2006-2010
Tahun Jambu biji
(ton)
Mangga
(ton)
Salak
(ton)
Nanas
(ton)
Pisang
(ton)
2006 196.180 1.621.997 861.950 1.427.781 5.037.472
2007 179.474 1.818.619 805.879 1.395.566 5.454.226
2008 212.260 2.105.085 862.465 1.433.133 6.004.615
2009 220.202 2.243.440 829.014 1.558.196 6.373.533
2010 204.551 1.287.287 749.876 1.406.445 5.755.073
Sumber : Badan Pusat Statistika (2010)2
Nanas merupakan salah satu komoditi holtikultura yang memiliki potensi
untuk dikembangkan. Hal ini terlihat dari jumlah permintaan nanas segar dari luar
negeri yang cukup tinggi. Nilai ekspor nanas Indonesia mencapai US$ 139 juta
per tahun dengan negara tujuan diantaranya Amerika Serikat, kawasan Eropa,
Timur Tengah, Peru, Uruguay, Panama, dan India3. Namun saat ini produksi
nanas Indonesia masih berada di bawah produksi pisang. Untuk dapat
meningkatkan produksi nanas dan memenuhi permintaan tersebut diperlukan
1 Sinar Tani. Promosi Hortikultura Unggulan yang Berdaya Saing I Pasar Internasional.
Diperta.jabarprov.go.id [15 Januari 2012] 2 BPS. Produksi Buah-buahan di Indonesia. www.bps.go.id [15 Januari 2012] 3 Jusuf, Widodo. Eksportir Nanas Terbesar. http://medanbisnisdaily.com/news/read/2012/01/05 [4
Juni 2012]
3
upaya yang serius, seperti dengan melakukan pengembangan lahan atau
peningkatan produktivitas nanas.
Penyebaran tanaman nanas di Indonesia hampir merata terdapat di seluruh
daerah, dikarenakan wilayah Indonesia memiliki keragaman agroklimat yang
memungkinkan pengembangan berbagai jenis tanaman, baik tanaman hortikultura
tropis maupun hortikultura subtropis4. Terdapat beberapa daerah yang menjadi
sentra produksi nanas, diantaranya Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat,
Sumatera Utara, dan Jawa Timur. Daerah tersebut merupakan daerah yang cocok
dengan agroklimat pembudidayaan nanas. Lampung merupakan daerah yang
menghasilkan nanas paling banyak yaitu sekitar 469.034 ton pada tahun 2010
(Tabel 3).
Tabel 3. Produksi Nanas di Beberapa Provinsi di Indonesia Tahun 2010
Provinsi Produksi nanas
Ton Persen (%)
Sumatera Selatan 114.305 8,13
Lampung 469.034 33,35
Sumatera Utara 102.438 7,28
Jawa Timur 72.404 5,15
Jawa Barat 385.640 27,42
Indonesia 1.406.445 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistika (2010)5
Diantara berbagai komoditas buah-buahan, nanas merupakan salah satu
komoditas buah-buahan yang bernilai ekonomi dan potensial untuk dikembangkan
di daerah Lampung (Kalsum 2009). Lampung terdiri atas 2 kota dan 12
kabupaten, dimana di dalam setiap kota dan kabupaten tersebut terdapat
pembudidayaan nanas. Nanas yang diproduksi di daerah tersebut cukup tinggi.
Lampung sebagai salah satu sentra penghasil nanas harus bisa mengembangkan
potensi yang ada untuk meraih pangsa pasar lokal maupun pasar internasional.
4 BPTP. Kawasan Horti. Sumsel.litbang.deptan.go.id [15 Januari 2012] 5 BPS. Produksi Buah-buahan Menurut Provinsi (ton). www.bps.go.id [15 januari 2012]
4
Lampung Tengah merupakan kabupaten yang paling banyak menghasilkan
nanas, seperti terlihat pada Tabel 4, produksinya mencapai 4.409.522 kw pada
tahun 2009. Jumlah produksi nanas di Lampung Tengah mengalami fluktuasi dari
tahun ke tahun. Meskipun mengalami penurunan produksi, yaitu pada tahun 2007
berproduksi 12.375.712 kw dan pada tahun 2008 menurun menjadi 4.847.611 kw,
Lampung Tengah tetap unggul dalam kemampuannya berproduksi nanas
dibandingkan kabupaten atau kota lainnya.
Tabel 4. Produksi Buah Nanas Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung
Tahun 2006-2010
Kabupaten/
Kota
2006
(kw)
2007
(kw)
2008
(kw)
2009
(kw)
2010
(kw)
Lam-Bar 107 846 3.378 2.455 3.403
Tanggamus 53 88 90 119 230
Lam-Sel 2.936 4.703 1.630 1.417 1.769
Lam-Tim 1.240 1.367 1.286 840 1.162
Lam-Teng 3.010.789 12.375.712 4.847.611 4.409.522 4.677.690
Lam-Ut 5.856 3.074 2.268 3.584 1.988
Way Kanan 2.781 1.462 1.068 881 2.952
Tlg. Bawang 13.813 3.744 4.131 3.326 416
Pesawaran - - 4.369 2.058 174
Pringsewu - - - - 19
Mesuji - - - - 368
Tuba - - - - 50
B.Lampung 62 45 99 59 47
Metro 23 22 42 47 75
Total 3.037.660 12.391.063 4.865.972 4.424.308 4.690.343
Keterangan : Tahun 2006-2007 Kabupaten Pesawaran masih bergabung dengan Kabupaten Lampung Selatan
Tahun 2010 Terjadi Penambahan Kabupaten yaitu Pringsewu, Mesuji, dan
Tuba
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung
Terdapat dua macam budidaya nanas di Lampung Tengah yaitu budidaya
oleh perusahaan pengolahan nanas (PT Great Giant Pineapple) dan budidaya oleh
rakyat. Sentra nanas yang dibudidayakan oleh rakyat terletak di Kecamatan
5
Punggur, Lampung Tengah. Pada tahun 2009 produksi nanas di Kecamatan
Punggur menempati urutan pertama yaitu mencapai 12.010 kw (Tabel 5).
Tabel 5. Lima Besar Kecamatan Memproduksi Nanas di Kabupaten Lampung
Tengah Tahun 2009
No. Kecamatan Produksi (kw)
1. Punggur 12.010
2. Rumbia 5.000
3. Bandar Mataram 703
4. Gunung Sugih 540
5. Kalirejo 386
Sumber : Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Kabupaten Lampung Tengah (2009)
Desa Astomulyo merupakan salah satu desa yang dijadikan sebagai sentra
nanas di Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah. Saat ini Desa
Astomulyo masih memiliki lahan yang berpotensi untuk dilakukan pengembangan
sebagai lahan nanas. Pemerintah setempat memperkirakan terdapat 500 hektar
lahan yang berpotensi untuk budidaya nanas di Desa Astomulyo.
1.2. Perumusan Masalah
Desa Astomulyo memiliki delapan kelompok tani yang khusus
membudidayakan nanas. Dari delapan kelompok tani tersebut terdapat satu
kelompok tani yang mengalami penurunan luas lahan nanas, yaitu Kelompok Tani
Makmur. Pada tahun 2011 terdapat 36,25 hektar, namun saat ini hanya tinggal
25,875 hektar lahan nanas. Banyak petani yang sudah menkonversikan lahan
nanasnya.
Lahan merupakan faktor produksi yang sangat penting di dalam usahatani.
Luas lahan dapat mempengaruhi tingkat pendapatan petani, karena luas lahan
akan mempengaruhi jumlah produksi. Lahan petani yang sempit akan
menyebabkan jumlah produksi yang sedikit, sehingga tingkat pendapatan petani
pun rendah. Hernanto (1989) membagi golongan petani berdasarkan luas lahan
menjadi empat, yaitu petani lahan luas (> 2 hektar), lahan sedang (0,5-2 hektar),
lahan sempit (< 0,5 hektar), dan petani penggarap (tidak memiliki lahan). Petani
6
di lokasi penelitian termasuk ke dalam golongan petani lahan sedang dan sempit
karena lahan yang dimiliki antara 0,25-1,5 hektar.
Tingkat pendapatan petani selain dipengaruhi oleh luasan lahan juga dapat
dipengaruhi oleh produktivitas dari tanaman yang diusahakan. Produktivitas yang
rendah akan menyebabkan penerimaan yang diperoleh petani rendah sehingga
tingkat pendapatan petani juga akan rendah. Rendahnya produktivitas tanaman
dapat disebabkan oleh penggunaan bibit yang tidak berkualitas atau penggunaan
pupuk yang tidak optimal. Sampai saat ini, petani responden belum mau
mengikuti Standart Operational Procedure (SOP) dalam penggunaan faktor
produksi yang dianjurkan oleh penyuluh lapang di desa tersebut. Petani masih
enggan mengubah sistem budidaya yang dilakukannya.
Sehubungan dengan hal yang telah diungkapkan sebelumnya, maka
masalah yang dapat dirumuskan adalah:
1. Apakah ada perbedaan penggunaan faktor produksi pada petani lahan
sempit dan lahan sedang di Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo?
2. Apakah ada perbedaan mengenai biaya-biaya yang dikeluarkan petani
nanas pada petani lahan sempit dan petani lahan sedang di Kelompok Tani
Makmur, Desa Astomulyo?
3. Bagaimana pendapatan dan efisiensi usahatani nanas yang diterima petani
nanas, berdasarkan luas lahan garapan yang dimiliki petani pada
Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan
sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasi keragaan usahatani nanas pada Kelompok Tani Makmur,
Desa Astomulyo.
2. Menganalisis perbedaan penggunaan faktor produksi yang digunakan
petani pada lahan sempit dan lahan sedang di Kelompok Tani Makmur,
Desa Astomulyo.
3. Menganalisis perbedaan biaya-biaya yang dikeluarkan petani pada lahan
sempit dan lahan sedang di Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo.
7
4. Menganalisis pendapatan petani dan tingkat efisiensi dari usahatani nanas
berdasarkan luas lahan garapan usahatani pada Kelompok Tani Makmur,
Desa Astomulyo.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, yaitu:
1. Membantu petani untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi
dalam pengembangan usahatani nanas. Dengan begitu diharapkan petani
dapat mengoptimalkan sumberdaya yang dimilikinya sehingga usahatani
tersebut benar-benar memberikan hasil yang maksimal.
2. Menjadi sarana pembelajaran bagi penulis dalam mengidentifikasi masalah
yang dihadapi oleh para petani. Selain itu juga dapat meningkatkan
kemampuan penulis sebagai perwujudan dari aplikasi ilmu yang telah
diperoleh.
3. Menjadi media informasi bagi pembaca mengenai kondisi usahatani nanas
di salah satu sentra penghasil nanas di Kabupaten Lampung Tengah.
1.5. Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan pada petani nanas yang telah melakukan minimal
satu kali musim tanam yang tergabung dalam Kelompok Tani Makmur, Desa
Astomulyo, Kecamatan Punggur, Lampung Tengah. Analisis usahatani yang
dilakukan adalah analisis pendapatan usahatani dan analisis efisiensi berupa
efisiensi penerimaan terhadap biaya, efisiensi penerimaan terhadap jumlah tenaga
kerja, dan efisiensi penerimaan terhadap jumlah investasi. Perhitungan tersebut
didasarkan pada kendala mendasar yang dihadapi petani yaitu dilihat dari luas
lahan yang dimiliki petani. Di dalam analisis pendapatan hanya dilakukan analisis
berdasarkan biaya tunai dan biaya diperhitungkan.
8
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Umum Nanas
Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah
Ananas comosus. Nanas berasal dari Brazilia (Amerika Selatan) yang telah
didomestikasi di sana sebelum masa Columbus. Pada abad ke-16 orang Spanyol
membawa nanas ini ke Filipina dan Semenanjung Malaysia, dan masuk ke
Indonesia pada abad ke -15 (tahun 1599).
Di Indonesia pada mulanya nanas hanya sebagai tanaman pekarangan dan
meluas hingga menjadi tanaman yang di kebunkan di lahan kering (tegalan) di
seluruh nusantara. Tanaman nanas kini dipelihara di daerah tropik dan subtropik.
Varietas kultivar nanas yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan
Cayenne dan Queen. Klasifikasi tanaman nanas adalah sebagai berikut: tanaman
ini berasal dari kingdom Plantae; divisi Spermatophyta; kelas Angiospermae; ordo
Farinosae; Famili Bromiliaceae; genus Ananas; dan spesies Ananas comosus (L)
Merr.
Dalam skripsinya, Maulana (1998) menyatakan bahwa ciri-ciri nanas
Cayenne adalah (1) daun halus, tidak berduri, dan kalau berduri hanya pada ujung
daun saja, (2) ukuran buah besar, berbentuk silindri, mata buah datar berwarna
hijau kekuningan, rasanya agak asam, cocok untuk bahan baku buah kalengan.
Sedangkan ciri-ciri nanas Queen adalah (1) daun berbentuk pendek dan berduri
tajam yang membengkok kebelakang, (2) buah berbentuk lonjong seperti kerucut,
mata buah menonjol, warna kuning kemerahan, rasanya manis sehingga cocok
untuk dikonsumsi sebagai buah. Nanas dapat tumbuh baik pada daerah dengan
curah hujan yang merata sepanjang tahun. Di daerah tropis nanas cocok ditanam
dan dibudidayakan di dataran rendah sampai ketinggian 800 meter di atas
permukaan laut. Curah hujan yang ideal untuk tanaman nanas berkisar antara
1.000-3.000 mm per tahun, dengan suhu optimum 32°C.
Menurut Siregar (2010), biasanya nanas berwarna hijau sebelum masak
dan menjadi hijau kekuningan apabila masak. Nanas memiliki 30 atau lebih daun
yang panjang, berserat, dan berduri tajam yang mengelilingi batangnya yang tebal.
Kulit buahnya bersisik dan ”bermata” banyak. Biasanya nanas dibudidayakan di
lahan kering. Penyebaran tanaman nanas terbilang cukup cepat, hal ini
9
dikarenakan tanaman nanas memiliki daya tahan yang tinggi selama perjalanan.
Selain itu untuk mendapatkan bibit nanas tidak terlalu sulit, hanya dengan
memperbanyaknya dengan cara vegetatif menggunakan tunas-tunasnya.
Buah nanas rasanya enak, asam sampai manis. Bijinya kecil dan sering
tidak jadi. Buah nanas termasuk buah nonklimakterik dimana buah tidak
mengalami proses pematangan selama penyimpanan jika dipetik dalam kondisi
muda. Buah nanas yang dipanen terlalu muda rasanya akan kurang enak, rasa
buah asam kurang manis dan hambar, sebaliknya buah yang dipanen pada tingkat
kemasakan yang optimal akan mempunyai rasa yang enak, rasa manis sangat
menonjol dan rasa asam yang berkurang.
Menurut Kurniawan (2008), buah nanas mengandung vitamin (A dan C),
Kalsium, Fosfor, Magnesium, Besi, Natrium, Kalium, Dekstrosa, Sukrosa (gula
tebu) dan Enzim Bromelain. Bromelain berkhasiat sebagai antiradang, membantu
melunakkan makanan di lambung, mengganggu pertumbuhan sel kanker,
menghambat agregasi platetet, dan mempunyai aktivitas fibrinotik. Kandungan
seratnya dapat mempermudah buang air besar pada penderita sembelit. Selain itu
buah nanas juga berkhasiat sebagai antioksidan alami, mengatasi penuaan dini,
wasir, serangan jantung, penghalau stres, memperlancar buang air, mencegah
katarak, mempercepat penyembuhan luka operasi serta pembengkakan dan nyeri
sendi6.
2.2. Tinjauan Analisis Usahatani Nanas
Usahatani merupakan suatu jenis kegiatan pertanian rakyat yang
diusahakan oleh petani dengan mengkombinasikan faktor alam, tenaga kerja,
modal, dan pengelolaan yang ditujukan pada peningkatan produksi. Peningkatan
produksi pertanian akan berpengaruh pada pendapatan petani. Pendapatan yang
diperoleh petani berbeda-beda tergantung dari komoditas yang dibudidayakannya.
Tingkat pendapatan petani dapat diukur dengan melakukan analisis pendapatan
usahatani dan analisis efisiensi. Terdapat beberapa penelitian yang sudah
melakukan analisis pendapatan usahatani terhadap komoditas nanas yaitu yang
6 Kurniawan, F. Sari Buah Nanas Kaya Manfaat. www.pustaka.litbang.deptan.go.id/new/ [4 Juni
2012]
10
dilakukan oleh Siregar (2010), Maulana (1998), dan Dalimunthe (2008) dengan
alat analisis yang sama yaitu analisis pendapatan dan analisis R/C rasio, untuk
mengetahui apakah usahatani tersebut menguntungkan atau tidak.
Siregar (2010) menggunakan analisis pendapatan usahatani dan analisis
R/C rasio untuk menganalisis usahatani nanas di Desa Sukaluyu, Kecamatan
Taman Sari, Kabupaten Bogor. Dari penelitian yang dilakukan tersebut, didapat
tingkat keuntungan petani yang sangat rendah, yaitu Rp 9.364.214,00 per hektar
untuk masa produksi satu tahun, dengan nilai R/C Rasio adalah sebesar 1,59.
Keuntungan dipengaruhi oleh penerimaan yang diperoleh petani dan biaya
yang dikeluarkan petani. Keuntungan petani rendah dikarenakan tingkat
penerimaan yang diperoleh petani juga rendah dan biaya yang dikeluarkan cukup
tinggi. Usahatani nanas di Desa Sukaluyu membutuhkan tenaga kerja yang cukup
banyak dikarenakan karakteristik lahan yang tidak datar dan mudah ditumbuhi
alang-alang, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja cukup tinggi.
Hal tersebut akan mengakibatkan biaya total yang dikeluarkan petani semakin
tinggi.
Penerimaan petani dipengaruhi oleh penggunaan input dalam usahatani.
Bibit yang digunakan dalam usahatani ini masih rendah baik dari sisi kuantitas
maupun kualitasnya. Petani hanya menggunakan 10.000 bibit dalam satu hektar.
Penggunaan bibit yang semakin sedikit dapat mengakibatkan semakin rendahnya
produktivitas. Selain itu, rendahnya produktivitas ini juga dipengaruhi oleh sistem
budidaya yang dilakukan petani di Desa Sukaluyu yang masih rendah.
Produktivitas tanaman yang rendah akan berdampak pada rendahnya penerimaan
petani.
Maulana (1998) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan
usahatani nanas di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang.
Hasil yang didapat untuk tingkat keuntungan petani nanas adalah Rp
11.724.500,00 per hektar per tahun dengan R/C rasio 5,24.
Penerimaan yang diperoleh petani di Desa Bunihayu lebih sedikit
dibandingkan penerimaan petani di Desa Sukaluyu. Namun tingkat pendapatan
petani di Desa Bunihayu lebih besar, hal tersebut dikarenakan biaya yang
dikeluarkan oleh petani Desa Bunihayu lebih rendah. Dalam satu tahun biaya
11
yang dikeluarkan petani di Desa Sukaluyu sebesar Rp 15.828.094,00 sedangkan di
Desa Bunihayu hanya sebesar Rp 2.765.500,00. Namun biaya yang dikeluarkan
oleh petani di Desa Bunihayu belum termasuk biaya diperhitungkan karena
Maulana (1998) hanya menghitung biaya tetap dan biaya variabel, sedangkan
pada usahatani di Desa Sukaluyu, Siregar (2010) menghitung biaya tunai dan
biaya diperhitungkan. Selain itu, perbedaan harga pada tahun 1998 dan 2010 juga
menyebabkan perbedaan penerimaan dan biaya yang harus dikeluarkan oleh
petani.
Selain karena usahatani di Desa Bunihayu menggunakan biaya yang lebih
rendah, produktivitas tanaman nanas di Desa Bunihayu juga lebih tinggi. Hal itu
terlihat dari jumlah nanas yang dihasilkan setiap tahunnya. Di Desa Bunihayu
dalam setahun petani dapat menghasilkan nanas sebanyak 28.980 buah sedangkan
di Desa Sukaluyu hanya mencapai 25.192 buah.
Analisis usahatani yang dilakukan Siregar (2010) dan Maulana (1998)
sebenarnya dapat dikembangkan lebih lanjut. Analisis usahatani dapat dilakukan
dengan membandingkan usahatani berdasarkan cara pemeliharaannya
(Dalimunthe 2008). Pengembangan yang dilakukan Dalimunthe (2008) pada
penelitiannya adalah analisis usahatani nanas menggunakan standar prosedur
operasional (SPO) di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.
Penelitian tersebut membedakan antara usahatani nanas yang menggunakan SPO
dengan usahatani nanas non SPO. Hasil yang didapat adalah keuntungan usahatani
nanas dengan SPO lebih tinggi dibandingkan dengan non SPO, yaitu keuntungan
usahatani nanas non SPO sebesar Rp 8.445.000,00 dengan R/C rasio 1,57 dan
keuntungan dari usahatani nanas dengan SPO sebesar Rp 10.430.500,00 dengan
R/C rasio 1,67.
Penerimaan yang diperoleh pada usahatani nanas SPO lebih tinggi
dibandingkan nanas non SPO, dikarenakan jumlah produksi nanas SPO lebih
tinggi dibandingkan nanas non SPO. Selain itu terjadi perbedaan didalam
penentuan harga nanas, dimana dalam usahatani nanas non SPO buah yang akan
dijual tidak dibedakan berdasarkan mutu, sedangkan untuk usahatani nanas SPO
nanas yang akan dijual sudah dikelompokkan berdasarkan mutunya. Hal tersebut
dikarenakan dalam pemeliharaan pada usahatani nanas SPO dilakukan secara
12
intensif dengan melakukan perencanaan dana yang jelas, sedangkan pada
usahatani nanas non SPO masih dilakukan secara sederhana dan belum
menganggarkan dana yang jelas, sehingga akan berpengaruh terhadap jumlah
produksi yang dihasilkan dan kualitas buahnya. Kualitas buah akan berpengaruh
terhadap harga buah nanas, semakin baik kualitasnya maka semakin tinggi harga
yang diperoleh petani sehingga penerimaan petani pun semakin tinggi.
Dalam menggunakan input, pada usahatani nanas non SPO lebih sedikit
dibandingkan usahatani nanas SPO. Hal ini akan berakibat pada total biaya yang
dikeluarkan petani, sehingga petani nanas SPO mengeluarkan biaya lebih banyak
dibandingkan petani non SPO. Perbedaan penggunaan input tersebut dikarenakan
pola pikir petani non SPO yang masih menggunakan teknik bercocok tanam
secara tradisional sedangkan petani SPO sudah melakukan teknik bercocok tanam
dengan pemeliharaan yang optimal.
Penerimaan dan biaya akan mempengaruhi tingkat pendapatan yang
diperoleh petani. Pendapatan yang diperoleh petani di Desa Cipelang yang
menggunakan SPO lebih tinggi dibandingkan petani non SPO walaupun biaya
yang dikeluarkan petani SPO lebih besar. Hal tesebut dikarenakan produk yang
dihasilkan berbeda dalam jumlah maupun kualitas.
2.3. Tinjauan Analisis Usahatani Berdasarkan Luasan Lahan
Penelitian mengenai analisis usahatani yang membandingkan berdasarkan
luasan lahan dilakukan oleh Handayani (2006) dan Warsana (2007). Handayani
(2006) melakukan analisis usahatani padi sawah berdasarkan luas dan
kepemilikan lahan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.
Analisis usahatani dalam penelitian tersebut dibedakan menjadi empat kelompok
yaitu petani pemilik lahan sempit, petani pemilik lahan luas, petani sakap lahan
sempit, dan petani sakap lahan luas. Pengelompokkan petani lahan luas dan lahan
sempit berdasarkan luasan lahan yang dimiliki. Petani lahan luas adalah petani
yang memiliki lahan lebih dari sama dengan satu hektar (≥ 1 hektar), sedangkan
petani lahan sempit adalah petani yang memiliki lahan kurang dari satu hektar (<
1 hektar).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani milik jauh lebih
menguntungkan dibandingkan usahatani sakap. Hal ini dapat dilihat dari nilai R/C
13
rasio dan tingkat keuntungannya. Keuntungan yang diperoleh oleh petani milik
dengan lahan sempit adalah Rp 2.468.795,83,00 dengan R/C rasio 1,97 dan
keuntungan untuk petani milik dengan lahan luas sebesar Rp 2.503.573,51,00
dengan R/C rasio 2,12. Sedangkan untuk keuntungan yang diperoleh oleh petani
sakap dengan lahan sempit adalah Rp 1.293.314,84 dengan R/C rasio 1,36 dan
keuntungan untuk petani sakap dengan lahan luas sebesar Rp 1.051.217,18
dengan R/C rasio 1,32. Keuntungan tersebut adalah keuntungan yang didapat
untuk satu kali musim tanam.
Penerimaan yang diperoleh petani lahan sempit lebih banyak dibandingkan
dengan petani lahan luas. Hal tersebut dikarenakan produktivitas tanaman padi
pada petani lahan sempit lebih tinggi. Petani pada lahan sempit menggunakan
input usahatani yang lebih banyak, seperti dalam penggunaan bibit dan pupuk. Hal
ini akan berakibat pada biaya yang dikeluarkan petani. Sehingga biaya yang
dikeluarkan petani pada lahan sempit lebih besar dibandingkan petani lahan luas.
Pendapatan dipengaruhi oleh penerimaan dan biaya dalam usahatani. Pendapatan
yang diperoleh petani lahan luas lebih besar dibandingkan lahan sempit, walaupun
penerimaan yang diperoleh lebih sedikit pada lahan luas. Hal ini dikarenakan
biaya yang dikeluarkan petani lahan sempit lebih besar dibandingkan petani lahan
luas.
Berdasarkan nilai R/C yang diperoleh pada seluruh usahatani tersebut baik
dengan status kepemilikan lahan milik maupun sakap dan dengan garapan luas
atau sempit menunjukkan bahwa nilai R/C lebih dari 1. Hal ini menunjukkan
bahwa usahatani padi sawah masih menguntungkan dan memberikan keuntungan
bagi petani.
Warsana (2007) melakukan penelitian yang berjudul analisis efisiensi dan
keuntungan usahatani jagung (studi di kecamatan Randublatung, Kabupaten
Blora). Analisis ini dilakukan dengan membandingkan usahatani jagung
berdasarkan luasan lahan yang dimiliki petani, yaitu petani kecil (≤ 1,0 hektar)
dan petani besar (> 1,0 hektar). Penggolongan ini berdasarkan buku inventarisasi
pajak bumi dan bangunan yang ada di lokasi penelitian. Analisis dilakukan
dengan menggunakan model fungsi keuntungan Cobb-Douglas yang berguna
14
untuk mengetahui hubungan input dan output serta mengukur pengaruh dari
berbagai perubahan harga input terhadap produksi.
Penerimaan yang diperoleh petani kecil lebih besar dibandingkan petani
besar karena jumlah jagung yang diproduksi pada petani kecil lebih banyak.
Rendahnya produksi jagung pada petani besar disebabkan teknik penanaman yang
digunakan petani lahan besar terlalu jarang sehingga produksi yang diperoleh
lebih sedikit. Selain itu juga petani pada lahan besar kurang efisien dalam
menggunakan faktor produksi yang ada, seperti luas lahan, jumlah benih serta
pupuk. Hal ini berakibat pada biaya yang dikeluarkan petani, pada petani besar
biaya yang dikeluarkan lebih banyak karena penggunaan faktor produksi yang
tidak efisien.
2.4. Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu
Persamaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian Siregar (2010),
Maulana (1998), Dalimunthe (2008), dan Handayani (2006) yaitu dalam
penggunaan alat analisis untuk mengetahui tingkat pendapatan petani. Untuk
mengukur tingkat pendapatan petani digunakan analisis pendapatan usahatani dan
efisiensi output input (R/C rasio). Selain itu pada penelitian Siregar (2010),
Maulana (1998), dan Dalimunthe (2008) menggunakan komoditas yang sama
dengan penelitian yang dilakukan yaitu tanaman nanas. Penelitian ini sama
dengan penelitian Handayani (2006) dan Warsana (2007) karena lebih
memperdalam analisis pendapatan usahatani yaitu berdasarkan luas lahan.
Perbedaan penelitian dengan kelima penelitian sebelumnya adalah lokasi
tempat dilakukannya penelitian. Penelitian ini dilakukan pada Kelompok Tani
Makmur, Kecamatan Punggur, Lampung Tengah. Selain itu penelitian yang
dilakukan Handayani (2006) dan Warsana (2007) menggunakan komoditas yang
berbeda yaitu komoditas padi sawah dan jagung. Perbedaan lainnya adalah pada
penelitian Siregar (2010) dan Maulana (1998), selain menganalisis pendapatan
usahatani juga dilakukan analisis pemasaran seperti saluran pemasaran, marjin
pemasaran, dan farmer’s share.
Analisis efisiensi yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari tiga,
yaitu efisiensi penerimaan terhadap biaya, efisiensi penerimaan terhadap jumlah
tenaga kerja, dan efisiensi penerimaan terhadap jumlah investasi. Selain itu, dalam
15
penelitian ini dilakukan uji-T untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan dalam
penggunaan input yaitu bibit, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk
phonska, Gramaxone, Protephon, dan tenaga kerja berdasarkan kelompok luasan
lahan yang berbeda, yaitu pada lahan sempit (< 0,5 hektar) dan lahan sedang (0,5-
2 hektar). Dengan begitu dapat diketahui usahatani mana yang lebih efisien dan
memberikan keuntungan bagi petani.
16
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Konsep Ekonomi
3.1.1. Fungsi Produksi
Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan
faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh. Hal ini
disebut dengan hubungan antara input dengan output (Suratiyah 2009). Nicholson
(2001) dalam Chaerningrum (2010) menyatakan bahwa dalam suatu kegiatan
usahatani keberadaan fungsi produksi memperlihatkan jumlah output yang
maksimal yang bisa diperoleh dengan menggunakan berbagai alternatif kombinasi
kapital dan tenaga kerja.
Soekartawi (2006) mendefinisikan fungsi produksi sebagai suatu fungsi
yang menggambarkan hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan
variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output
dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Secara matematis fungsi
produksi dapat ditulis sebagai berikut:
Y = f (X1, X2, ....., Xn)
Keterangan:
Y = output (hasil fisik)
X1, ..., Xn = input (faktor-faktor produksi).
Setiap input mempunyai kontribusi yang berbeda terhadap output
dibandingkan input lainnya dan setiap penggunaan input mempunyai konsekuensi
biaya. Untuk studi mengenai hubungan input-output dengan pendugaan fungsi
produksi, diperlukan spesifikasi mengenai faktor-faktor produksi yang digunakan
(Hotimah 2000).
Suratiyah (2009) menjelaskan bahwa hubungan faktor produksi
menerangkan hubungan antara produksi dan satu faktor produksi variabel yang
disebut sebagai fungsi produksi. Gambar 1 menggambarkan fungsi produksi
hubungan antara satu output dan satu input. Dari fungsi ini dapat digambarkan
pula produk marginal (PM) dan produk rata-rata (PR). PM adalah tambahan
produk per kesatuan tambahan input, sedangkan PR adalah produksi per kesatuan
input.
17
Gambar 1. Hubungan antara faktor produksi x dengan jumlah produksi y
Fungsi produksi ini biasanya dibagi menjadi tiga daerah yaitu daerah I, II
dan III. Daerah I di sebelah kiri titik PR maksimum dengan elastisitas lebih besar
dari satu (Increasing Return to Scale), yang berarti bahwa setiap kenaikan faktor
produksi sebesar satu persen akan menyebabkan kenaikan produksi lebih besar
dari satu persen. Keuntungan maksimum masih belum tercapai karena produksi
masih bisa diperbesar dengan cara pemakaian faktor produksi yang lebih banyak.
Pada daerah I disebut daerah tidak rasional.
Daerah II antara titik PR maksimum dan PM = 0 dengan elastisitas
diantara nol dan satu (Decreasing Return to Scale), yang berarti setiap kenaikan
satu persen faktor produksi akan menyebabkan kenaikan produksi paling tinggi
satu persen dan paling rendah nol persen. Pada keadaan ini perusahaan bisa
untung dan rugi sehingga perusahaan harus memilih atau menetapkan tingkat
produksi yang tepat agar mencapai keuntungan maksimum. Nilai elastisitas
produksi sama dengan satu terjadi pada saat PM = PR, hal ini berarti setiap
18
kenaikan satu persen faktor produksi akan menyebabkan kenaikan produksi
sebesar satu persen. Kondisi ini disebut sebagai Constant Return of Scale.
Elastisitas produksi sama dengan nol dicapai saat produksi total mencapai
maksimum atau PM = 0.
Daerah III di sebelah kanan PM = 0 dengan elastisitas kurang dari nol
(Increasing Return to Scale). Kondisi ini dicapai saat produksi total menurun atau
saat PM negatif. Pada daerah ini, kenaikan satu persen faktor produksi akan
menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah ini disebut
juga daerah tidak rasional.
Pada umumnya dalam proses produksi pertanian, hubungan antara faktor
produksi (input) dengan produksi (output) mempunyai bentuk kombinasi antara
kenaikan hasil bertambah dan kenaikan hasil berkurang. Mula-mula mengikuti
bentuk kenaikan hasil bertambah kemudian mengikuti bentuk kenaikan hasil
berkurang atau mengikuti ”The Law of Deminishing Return”. Oleh karena itu,
pada umumnya kalau kita menambah satu macam faktor produksi terus menerus
hasilnya akan naik tapi kenaikannya makin lama main kecil dan berkurang.
3.1.2. Skala Produksi
Menurut Theory of Scale, semakin besar skala usaha pertanian maka akan
semakin efisien usahatani tersebut. Pengukuran skala usahatani salah satunya
adalah penguasaan lahan pertanian sebagai salah satu faktor produksi. Sehingga
dalam teori ini, semakin sempit lahan usaha maka akan semakin kurang efisien
usahatani tersebut (Daniel 2002).
Soekartawi (1993) dalam Harahap (2007), luas kepemilikan atau
penguasaan lahan yang ditanami sangat berhubungan dengan efisiensi usahatani
dan juga usaha pertanian, penggunaan input seperti pupuk, obat-obatan, bibit akan
semakin efisien bila luas lahan yang dikuasai dan ditanami semakin besar,
disamping itu penggunaan tenaga kerja juga lebih efisien karena sudah ada
takaran dan perhitungan menurut teknologi yang dipakai, namun sering juga
ketidakefisienan dalam penggunaan teknologi karena kurangnya manajemen yang
terarah.
Penentuan skala usaha menjadi penting karena bertujuan agar perusahaan
dapat mengetahui sejauh mana usaha tersebut harus berproduksi berdasarkan
19
keadaan skala usaha yang dimilikinya. Skala usaha menunjukkan hubungan antara
biaya produksi rata-rata dengan perubahan dalam ukuran usaha. Suatu usaha
dikatakan mencapai skala ekonomis (economies of scale) apabila pertambahan
produksi menyebabkan biaya produksi rata-rata menjadi lebih rendah dan
dikatakan tidak mencapai skala ekonomis (diseconomies of scale) apabila
pertambahan produksi menyebabkan biaya produksi rata-rata menjadi lebih tinggi.
3.2. Konsep dan Definisi Usahatani
Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang
mengusahakan dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi berupa lahan dan
alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-
baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang
mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan
mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien
mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin
(Suratiyah 2009). Selain itu Soekartawi (2006) mengatakan bahwa ilmu usahatani
adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya
yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi
pada waktu tertentu.
Soekartawi (1988) di dalam Siregar (2010) menyatakan bahwa tujuan
usahatani dapat dikategorikan menjadi dua yaitu memaksimumkan keuntungan
dan meminumkan pengeluaran. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah
bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien
mungkin, untuk memperoleh keuntungan maksimum. Sedangkan konsep
meminimumkan pengeluaran berarti bagaimana menekan pengeluaran produksi
sekecil-kecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu.
Menurut Hernanto (1989) terdapat empat unsur pokok di dalam usahatani,
unsur tersebut juga dikenal dengan istilah faktor-faktor produksi, yaitu:
1. Tanah
Tanah merupakan tempat dimana hasil produksi pertanian
diperoleh. Tanah merupakan faktor produksi yang khusus, oleh sebab itu
tanah kemudian dianggap sebagai salah satu faktor produksi pertanian.
Sifat khusus tanah, antara lain:
20
a. Relatif langka dibandingkan dengan faktor produksi lainnya,
b. Distribusi penguasaan di masyarakat tidak merata.
Tanah yang biasa digunakan untuk usahatani adalah tanah
pekarangan, tegalan, ataupun sawah. Tanah yang dapat dikelola tersebut
dapat diperoleh dengan cara membeli, menyewa, menyakap, pemberian
Negara, warisan, wakaf, atau dengan membuka lahan sendiri.
Berdasarkan luas kepemilikan lahan, petani dapat digolongkan
menjadi empat golongan, yaitu :
a. Golongan petani luas (> 2 hektar),
b. Golongan petani sedang (0,5-2 hektar),
c. Golongan petani sempit (< 0,5 hektar),
d. Golongan buruh tani (tidak memiliki lahan).
2. Tenaga Kerja
Jenis tenaga kerja dibedakan menjadi tenaga kerja manusia, tenaga
kerja ternak, dan tenaga kerja mekanik. Untuk tenaga kerja manusia
dibedakan lagi menjadi tenaga kerja pria, tenaga kerja wanita, dan tenaga
kerja anak-anak. Tenaga kerja ini dapat berasal dari dalam maupun luar
keluarga. Tenaga kerja dihitung dalam satuan Hari Orang Kerja (HOK),
yakni 8 jam kerja per hari. Satuan HOK sama dengan satuan hari kerja
pria. Terdapat perbedaan perhitungan satuan kerja bagi tenaga kerja pria,
tenaga kerja wanita, tenaga kerja ternak dan tenaga kerja anak. Yang
(1955) dalam Hernanto (1989), menyatakan bahwa perbedaan dalam
perhitungan tenaga kerja tersebut adalah:
1 pria = 1 hari kerja pria
1 wanita = 0,7 hari kerja pria
1 ternak = 2 hari kerja pria
1 anak = 0,5 hari kerja pria
3. Modal
Modal merupakan unsur usahatani yang penting. Pada usahatani
yang dimaksud dengan modal adalah tanah, bangunan-bangunan, alat-alat
pertanian, tanaman, ternak, bahan-bahan pertanian, piutang di bank,
ataupun uang tunai. Modal berupa uang tunai dapat disebut juga sebagai
21
modal operasional, yaitu modal yang dapat ditukarkan dengan barang
modal lain seperti sarana produksi dan tenaga kerja, bahkan untuk
membiayai pengolahan. Modal dapat diperoleh dari milik sendiri,
pinjaman atau kredit (bank/tetangga/keluarga), hadiah warisan, dari usaha
lain, dan kontrak sewa.
4. Pengelolaan (Manajemen)
Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani menentukan,
mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang
dikuasai sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian
sebagaimana yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu
adalah produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari
usahanya. Untuk dapat menjadi pengelola yang berhasil, maka
pemahaman mengenai prinsip teknis dan prinsip ekonomi menjadi syarat
bagi seorang pengelola. Pengenalan dan pemahaman prinsip teknis
meliputi: perilaku cabang usaha yang diputuskan, perkembangan
teknologi, tingkat teknologi yang dikuasai, daya dukung faktor yang
dikuasai, serta cara budidaya dan alternatif cara lain berdasarkan
pengalaman orang lain. Sedangkan pengenalan dan pemahaman prinsip
ekonomis antara lain: penentuan perkembangan harga, kombinasi cabang
usaha, pemasaran hasil, pembiayaan usahatani, penggolongan modal dan
pendapatan, serta ukuran-ukuran keberhasilan yang lazim.
Suratiyah (2009) mengklasifikasi usahatani menurut corak dan
sifat, organisasi, pola serta tipe usahatani.
1. Corak dan Sifat
Menurut corak dan sifat dibedakan menjadi dua, yaitu komersial
dan subsisten. Usahatani komersial memperhatikan kualitas serta kuantitas
produk sedangkan usahatani subsisten hanya untuk memenuhi kebutuhan
sendiri.
2. Organisasi
Menurut organisasinya, usahatani dibagi menjadi tiga, yaitu
individual, kolektif, dan kooperatif. Usahatani individual adalah usahatani
yang seluruh proses dikerjakan petani sendiri beserta keluarga. Usahatani
22
kolektif adalah usahatani yang seluruh proses produksinya dikerjakan
bersama oleh suatu kelompok, kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk
natura maupun keuntungan. Sedangkan usahatani kooperatif adalah
usahatani yang tiap prosesnya dikerjakan secara individual, hanya pada
beberapa kegiatan yang dianggap penting dikerjakan oleh kelompok,
misalnya pembelian saprodi, pemberantasan hama, pemasaran hasil, dan
pembuatan saluran.
3. Pola
Menurut polanya, usahatani dibagi menjadi tiga yaitu khusus, tidak
khusus, dan campuran. Usahatani khusus adalah usahatani yang hanya
mengusahakan satu cabang usahatani saja, misalnya usahatani perikanan.
Usahatani tidak khusus adalah usahatani yang mengusahakan beberapa
cabang usaha bersama-sama, tetapi dengan batas tegas. Dan usahatani
campuran adalah usahatani yang mengusahakan beberapa cabang secara
bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas tegas, contohnya tumpang
sari dan mina padi.
4. Tipe
Menurut tipenya, usahatani dibagi menjadi beberapa macam
berdasarkan komoditas yang diusahakan, misalnya usahatani ayam,
usahatani kambing, dan usahatani nanas.
3.3. Konsep Biaya Usahatani
Menurut Suratiyah (2009) terdapat tiga pendekatan yang dapat digunakan
untuk menghitung biaya dan pendapatan didalam usahatani yaitu pendekatan
nominal, pendekatan nilai yang akan datang, dan pendekatan nilai sekarang.
1. Pendekatan nominal
Pendekatan nominal tidak memperhitungkan nilai uang menurut
waktu tetapi yang dipakai adalah harga yang berlaku, sehingga dapat
langsung dihitung jumlah pengeluaran dan jumlah penerimaan dalam suatu
periode proses produksi.
2. Pendekatan nilai yang akan datang
Pendekatan ini memperhitungkan semua pengeluaran dalam proses
produksi dibawa ke nanti pada saat panen atau saat akhir proses produksi.
23
3. Pendekatan nilai sekarang
Pendekatan yang memperhitungkan semua pengeluaran dan
penerimaan dalam proses produksi dibawa ke saat awal atau sekarang saat
dimulainya proses produksi.
Menurut Hernanto (1989), Klasifikasi biaya penting dalam
membandingkan pendapatan untuk mengetahui kebenaran jumlah biaya yang
tertera pada pernyataan pendapatan (income statement). Ada empat kategori
mengenai biaya, yaitu:
1. Biaya tetap adalah biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa
produksi. Besar kecilnya biaya tetap tidak tergantung kepada besar
kecilnya produksi. Yang termasuk biaya tetap adalah pajak tanah, pajak
air, penyusutan alat, dan bangunan pertanian.
2. Biaya variabel adalah biaya-biaya berubah. Besar kecilnya tergantung
kepada biaya skala produksi, misalnya biaya untuk pupuk, bibit, herbisida,
biaya panen, biaya pengolahan tanah, dan biaya tenaga kerja.
3. Biaya tunai adalah biaya tetap dan biaya variabel yang langsung dibayar
tunai. Biaya tunai dari biaya tetap dapat berupa air dan pajak tanah,
sedangkan untuk biaya variabel antara lain biaya untuk pemakaian bibit,
pupuk, obat-obatan, dan tenaga luar keluarga.
4. Biaya tidak tunai meliputi biaya tetap dan biaya untuk tenaga kerja
keluarga. Sedangkan yang termasuk biaya variabel antara lain biaya panen
dan pengolahan tanah dari keluarga dan jumlah pupuk kandang yang
dipakai.
Soekartawi (2006) menyatakan bahwa biaya usahatani biasanya
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap (variabel).
Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan
walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Besarnya biaya tetap tidak
tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Sedangkan biaya tidak
tetap didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi
yang diperoleh.
Menurut Soekartawi dkk. (1986) pengeluaran usahatani mencakup
pengeluaran tunai dan tidak tunai. Pengeluaran tunai atau biaya tunai usahatani
24
(farm payment) adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan
jasa bagi usahatani, tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok.
Sedangkan pengeluaran total atau biaya total usahatani (total farm expenses)
adalah nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam
produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Nilai barang dan jasa
untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit
harus dimasukkan sebagai biaya. Apabila di dalam usahatani menggunakan alat-
alat pertanian, maka harus dihitung penyusutannya dan dianggap sebagai
pengeluaran atau biaya. Penyusutan merupakan penurunan nilai inventaris yang
disebabkan oleh pemakaian selama tahun pembukuan.
3.4. Konsep Penerimaan Usahatani
Soekartawi dkk. (1986) menyatakan bahwa penerimaan usahatani adalah
perkalian antara produksi dengan harga jual. Penerimaan tunai usahatani (farm
receipt) adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani, tidak
mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Produk usahatani yang
dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani dan nilai kerja yang
dibayar dengan benda tidak dihitung sebagai pengeluaran tunai usahatani.
Penerimaan tunai dan pengeluaran tunai usahatani tidak mencakup yang
berbentuk benda.
Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani
dengan pengeluaran usahatani. Terdapat dua macam pendapatan usahatani, yaitu
pendapatan kotor usahatani dan pendapatan bersih usahatani. Pendapatan kotor
usahatani (gross farm income) adalah nilai produk total usahatani dalam jangka
waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu
pembukuan umumnya setahun dan mencakup semua produk yang dijual,
dikonsumsi, digunakan dalam usahatani untuk bibit atau makanan ternak,
digunakan untuk pembayaran, ataupun disimpan di gudang. Dalam bukunya
Suratiyah (2009) menyatakan bahwa pendapatan kotor usahatani atau penerimaan
adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari usahatani selama satu periode
diperhitungkan dari hasil penjualan atau penaksiran kembali.
Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan biaya total usahatani
disebut pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan bersih
25
usahatani mengukur imbalan yang diperoleh petani dari penggunaan faktor-faktor
produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang
diinvestasikan ke dalam usahatani. Selain itu juga terdapat pengukuran
pendapatan lainnya, yaitu pendapatan tunai usahatani (farm net cash flow) yang
merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan biaya tunai
usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan ukuran kemampuan usahatani
untuk menghasilkan uang tunai (Soekartawi dkk. 1986).
Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa analisis pendapatan
usahatani mempunyai kegunaan bagi petani maupun bagi pemilik faktor produksi.
Ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu menggambarkan keadaan
sekarang suatu keadaan usahatani dan menggambarkan keadaan yang akan datang
dari perencanaan atau tindakan. Bagi seorang petani analisis pendapatan
membantu untuk mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau
tidak.
Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak juga dapat diukur dengan
nilai efisiensinya. Alat untuk mengukur efisiensi pendapatan adalah analisis R/C
rasio yaitu penerimaan untuk setiap biaya yang dikeluarkan petani dalam
berproduksi. Selain itu juga dapat diukur efisiensi penerimaan terhadap jumlah
tenaga kerja dan efisiensi penerimaan terhadap jumlah investasi awal.
3.5. Analisis Efisiensi
Di dalam bukunya, Hernanto (1989) mengatakan bahwa terdapat beberapa
nilai bandingan (rasio) untuk mengukur kedudukan ekonomi suatu usahatani.
Salah satunya adalah tingkat keuntungan relatif dari kegiatan usahatani
berdasarkan perhitungan finansial yaitu dengan melakukan analisis imbangan
penerimaan dan biaya (R/C rasio). Analisis (R/C rasio) dapat mengukur efisiensi
output input, dimana dihitung berapa banyak perbedaan antara produksi dan angka
total. R/C rasio akan menguji sejauh mana setiap nilai rupiah yang dikeluarkan
untuk keperluan usahatani dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai
manfaatnya.
Nilai R/C rasio total menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk
setiap satu rupiah yang dikeluarkan petani untuk berproduksi. Nilai R/C rasio
yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa penambahan satu rupiah akan
26
menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar dari satu rupiah. Semakin
tinggi nilai R/C rasio menunjukkan semakin besar penerimaan yang diperoleh dari
setiap rupiah yang dikeluarkan, sehingga perolehan nilai R/C rasio yang semakin
tinggi maka tingkat efisiensi pendapatan semakin baik.
Dalam bukunya Soeharjo dan Patong (1973) membagi ukuran efisiensi
menjadi tiga, yaitu :
1. Penerimaan untuk setiap rupiah yang dikeluarkan.
2. Penerimaan untuk setiap pekerja.
3. Penerimaan untuk setiap rupiah yang diinvestasikan.
3.6. Kerangka Operasional
Kelompok Tani Makmur merupakan salah satu kelompok tani penghasil
nanas yang terdapat di Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Kabupaten
Lampung Tengah. Pada kelompok tani ini terjadi penurunan luasan lahan nanas
dari tahun 2011 ke tahun 2012 sebesar 10,375 hektar. Hal tersebut bertentangan
dengan program pemerintah setempat yang melakukan pengembangan luasan
lahan nanas. Lahan yang sempit diduga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan
petani. Selain luas lahan, produktivitas tanaman juga diduga dapat mempengaruhi
tingkat pendapatan petani.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan uji-T untuk mengetahui
perbedaan penggunaan faktor produksi, analisis usahatani untuk mengetahui
tingkat pendapatan, dan analisis efisiensi berdasarkan luasan lahan pada usahatani
nanas. Analisis tersebut dilakukan dengan membandingkan luas lahan yang
digunakan dalam usahatani nanas. Luas lahan dibagi menjadi dua yaitu lahan
sedang (0,5-2 hektar) dan lahan sempit (< 0,5 hektar). Sebelum melakukan
analisis pendapatan, peneliti melakukan analisis deskriptif mengenai keragaan
usahatani nanas pada Kelompok Tani Makmur.
Uji-T dilakukan untuk melihat apakah terdapat perbedaan dalam
penggunaan input (bibit, pupuk, pestisida, karbit, dan tenaga kerja) terhadap dua
kelompok luasan lahan yang berbeda. Pendapatan usahatani dapat diukur dengan
mengurangi penerimaan usahatani nanas yang merupakan hasil kali jumlah fisik
output dengan harga yang terjadi, dengan biaya usahatani yang dikeluarkan yaitu
biaya saprotan, sewa lahan, pajak lahan, biaya alat-alat produksi, dan biaya tenaga
27
kerja. Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor
usahatani dan pengeluaran total usahatani. R/C rasio merupakan rasio penerimaan
atas biaya yang digunakan untuk mengukur efisiensi output input, dimana
dihitung dengan membandingkan total penerimaan yang diperoleh dengan total
biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Selain analisis efisiensi R/C rasio,
juga dilakukan analisis efisiensi penerimaan terhadap jumlah tenaga kerja, dan
analisis efisiensi penerimaan terhadap jumlah investasi awal.
Dari beberapa analisis tersebut akan terlihat apakah usahatani nanas masih
memberikan keuntungan terhadap petani atau tidak. Selain itu juga dapat
diketahui usahatani mana yang lebih efisien untuk dilakukan. Alur kerangka
pemikiran operasional ini dapat dilihat pada gambar berikut:
28
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
1. Apakah ada perbedaan penggunaan faktor produksi pada petani lahan
sempit dan lahan sedang di Kelompok Tani Makmur?
2. Apakah ada perbedaan mengenai biaya-biaya yang dikeluarkan petani
nanas pada petani lahan sempit dan petani lahan sedang di Kelompok
Tani Makmur?
3. Bagaimana pendapatan dan efisiensi usahatani nanas yang diterima
petani nanas, berdasarkan luas lahan garapan yang dimiliki petani pada
Kelompok Tani Makmur?
Keragaan Usahatani
1. Uji T
2. Analisis Pendapatan Usahatani :
Analisis Pendapatan
a. Pendapatan atas biaya tunai
b. Pendapatan atas biaya total
Analisis Efisiensi Rasio
a. R/C atas biaya tunai dan total
b. Penerimaan terhadap jumlah tenaga kerja
c. Penerimaan terhadap jumlah investasi awal
Rekomendasi
Lahan sempit (< 0,5 Ha) Lahan Sedang (0,5-2 Ha)
Perbedaan luas lahan usahatani nanas yang dilakukan petani
Biaya Total Penerimaan Total
Biaya Tidak Tunai Biaya Tunai
29
IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Lokasi dan waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo,
Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah, Lampung. Pemilihan lokasi
dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut
merupakan salah satu sentra nanas di Lampung. Waktu pengambilan data
dilaksanakan mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Maret 2012.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung melalui pengamatan dan
wawancara dengan para petani nanas di Desa Astomulyo yang merupakan
anggota dari Kelompok Tani Makmur. Wawancara dilakukan dengan
menggunakan alat bantu kuisioner yang telah disiapkan sebelumnya.
Data sekunder digunakan untuk melengkapi data primer. Data ini
diperoleh dari catatan-catatan serta dokumentasi dari para petani dan juga dari
instansi-instansi yang terkait seperti Kantor Desa, BP3K, Departemen Pertanian,
Dirjen Hortikultura, serta BPS. Selain itu dilakukan juga penelusuran melalui
buku, skripsi, jurnal ataupun artikel yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan
yang berkaitan dengan teori maupun materi penelitian.
4.3. Metode Pengumpulan Data
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mendata kelompok tani yang
terdapat di Desa Astomulyo. Berdasarkan data yang diperoleh dari ketua
Gapoktan di desa tersebut terdapat delapan kelompok tani yang menghasilkan
nanas. Dari delapan kelompok tani tersebut hanya dipilih satu kelompok tani yang
dijadikan tempat penelitian yaitu Kelompok Tani Makmur. Pemilihan kelompok
tani dilakukan secara sengaja dengan alasan karena kelompok tani tersebut
mengalami penurunan jumlah luasan lahan nanas. Kemudian dilakukan pendataan
mengenai petani nanas anggota Kelompok Tani Makmur. Informasi mengenai
populasi petani diperoleh dari ketua kelompok tani.
Di dalam penelitian ini survey dilakukan dengan cara sensus. Sensus
adalah proses investigasi dengan mengamati semua anggota individu yang
30
menyusun populasi penelitian (Juanda 2009). Berdasarkan data populasi petani
nanas yang merupakan anggota kelompok tani berjumlah 45 petani, yang akan
menjadi responden pada penelitian ini. Data diperoleh dengan cara melakukan
pertemuan langsung yaitu dengan melakukan wawancara dengan petani di lokasi
penelitian. Namun setelah dilakukan proses wawancara hanya 42 petani yang
dapat dijadikan responden, karena penelitian ini berfokus pada petani yang sudah
mengalami satu musim tanam. Kemudian dari populasi tersebut dikelompokkan
berdasarkan luasan lahan yang dimiliki. Dalam penelitian ini, peneliti membagi
populasi menjadi dua sub populasi, yaitu petani dengan lahan sedang (0,5-2
hektar) dan petani dengan lahan sempit (< 0,5 hektar). Pembagian populasi
tersebut berdasarkan aturan yang dikemukakan Hernanto (1989) dalam bukunya.
Jumlah responden untuk setiap sub populasi tidak sama, hal ini dikarenakan pada
penelitian ini responden yang digunakan adalah semua anggota dari Kelompok
Tani Makmur. Untuk sub populasi petani dengan lahan sedang terdiri dari 27
responden dan 15 responden untuk petani lahan sempit.
Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung
terhadap responden dengan menggunakan kuisioner. Data primer yang
dikumpulkan berupa data biaya yang meliputi biaya tunai dan biaya
diperhitungkan, produksi, dan penerimaan dalam usahatani nanas, serta data
penggunaan input usahatani seperti bibit, pupuk, herbisida, obat-obatan, dan
tenaga kerja. Data sekunder digunakan untuk mendukung data primer. Data
sekunder diperoleh melalui pengajuan permintaan data kepada pihak Kelompok
Tani Makmur, kantor desa, BP3K, Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian,
Dirjen Hortikultura serta informasi dan hasil penelitian yang berkaitan dengan
usahatani nanas.
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis data kulitatif
dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui keragaan
usahatani nanas pada Kelompok Tani Makmur, mulai dari penyiapan sarana
produksi pertanian hingga proses setelah pemanenan yang diuraikan secara
deskriptif. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan pengujian secara
statistik. Analisis yang dilakukan adalah uji-T, analisis pendapatan, dan analisis
31
efisiensi. Dalam menghitung pendapatan petani nanas dilakukan tabulasi
sederhana dengan menghitung pendapatan nanas atas biaya tunai dan atas biaya
total.
Pada penelitian ini dilakukan uji perbandingan keadaan usahatani nanas
menurut luas lahan garapan yang dimiliki petani. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui apakah keadaan rata-rata antara kedua jenis responden berbeda nyata
secara statistik atau tidak, maka dilakukan uji T dengan dua sampel bebas pada
taraf nyata 0,05. Uji T sampel bebas digunakan untuk membandingkan rata-rata
dua kelompok kasus (Sarwono 2009).
Dalam skripsinya Handayani (2006) menyatakan bahwa penguasaan lahan
yang relatif sempit akan berdampak pada efisiensi hasil panen. Petani yang hanya
memiliki dan menggarap lahan sempit tidak akan berproduksi secara optimal,
bahkan seringkali penerimaan petani saat panen akan lebih kecil dibandingkan
total biaya usahatani yang harus dikeluarkan.
Berdasarkan hal tersebut di dalam melakukan uji T digunakan hipotesis
statistik, yaitu:
H0 : Tidak ada perbedaan dalam penggunaan faktor produksi pada
usahatani lahan sempit maupun lahan sedang.
H1 : Ada perbedaan dalam penggunaan faktor produksi pada usahatani
lahan sempit maupun lahan sedang.
Kriteria keputusan, jika :
Probabilitas atau signifikansi > 0,05 maka H0 diterima
Probabilitas atau signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak
T tabel < T hitung maka H0 diterima
T tabel > T hitung maka H0 ditolak
Uji T dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan pada usahatani
nanas dalam menggunakan faktor produksi. Hal tersebut dibandingkan pada dua
kelompok usahatani, yaitu lahan sedang dan lahan sempit. Sehingga dapat
diketahui usahatani mana yang lebih efisien dalam penggunaan faktor produksi.
Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif.
Data kuantitatif yang diperoleh akan diolah secara manual menggunakan
32
kalkulator dan program komputer yaitu microsoft excel dan SPSS 17. Data
kualitatif akan diolah dan disajikan secara deskriptif. Pengolahan dan analisis data
disesuaikan dengan data yang tersedia dan tujuan yang hendak dicapai.
4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani
Menurut Soekartawi dkk. (1986), penerimaan usahatani adalah perkalian
antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Penerimaan total usahatani
(Total Farm Revenue) merupakan nilai produk total dalam jangka waktu satu
musim tanam baik yang dijual maupun dikonsumsi sendiri. Biaya usahatani
adalah semua nilai faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan suatu
produk dalam periode tertentu. Pendapatan total usahatani adalah selisih antara
penerimaan total dan pengeluaran total. Tujuan dilakukannya analisis pendapatan
usahatani adalah untuk membantu perbaikan pengolahan usahatani. Total biaya
yang dikeluarkan petani dianalisis berdasarkan biaya tunai dan biaya tidak tunai
(diperhitungkan). Pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan
atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total.
Perhitungan penerimaan, total biaya, dan pendapatan usahatani dapat
dituliskan secara matematis sebagai berikut:
)( TFCTVCPQ
TCTR
TFCTVCTC
QPTR
Keterangan :
TR = penerimaan total petani nanas (Rp)
P = harga nanas (Rp)
Q = total produksi (Kg)
TC = biaya total usahatani nanas (Rp)
TFC = total fixed cost / total biaya tetap (Rp)
TVC = total variable cost / total biaya variabel (Rp)
= pendapatan petani nanas (Rp)
Penyusutan alat-alat pertanian termasuk ke dalam biaya yang
diperhitungkan atau biaya tidak tunai. Penyusutan dapat dihitung dengan
33
menggunakan metode garis lurus, yaitu biaya penyusutan yang dikeluarkan setiap
tahunnya relatif sama. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya penyusutan alat
yang digunakan pada kegiatan usahatani nanas seperti cangkul, sabit, sprayer,
sarung tangan, ceret, dan ember. Rumus penyusutan yang digunakan adalah :
Keterangan :
= penyusutan per tahun
= nilai beli
= nilai sisa
= umur pemakaian barang
Umur pemakaian barang dapat diketahui dari hasil wawancara langsung
dengan petani dan juga dari penelitian terdahulu.
4.4.2. Analisis Efisiensi
Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak juga dapat diukur analisis
efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk tiap rupiah yang
dikeluarkan yaitu revenue cost rasio (R/C rasio). R/C rasio digunakan untuk
mengukur efisiensi usahatani dan keberhasilan dari suatu usahatani. Menurut
Soekartawi (2002), analisis R/C rasio merupakan selisih perbandingan (nisbah)
antara penerimaan dan biaya. R/C rasio yang dihitung dalam analisis ini terdiri
dari R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. R/C atas biaya tunai dihitung
dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya tunai dalam satu
periode tertentu. R/C atas biaya total dihitung dengan membandingkan antara
penerimaan total dengan biaya total dalam satu periode tertentu. Rumus analisis
R/C rasio menurut Soekartawi (2006) adalah:
R/C atas biaya tunai = TR / Biaya Tunai
R/C atas biaya total = TR / TC
Keterangan :
TR = total penerimaan usahatani nanas (Rp)
TC = total biaya usahatani nanas (Rp)
34
Nilai R/C rasio menunjukkan bahwa setiap satu rupiah yang dikeluarkan
akan memperoleh penerimaan sebesar nilai R/C rasionya. Suatu usahatani
dikatakan efisien dan menguntungkan apabila nilai R/C rasionya lebih dari satu
(R/C rasio > 1), semakin tinggi nilai R/C rasio berarti penerimaan yang diperoleh
semakin besar. Dan apabila nilai R/C rasio lebih kecil dari satu (R/C rasio < 1)
maka usahatani tersebut dikatakan tidak menguntungkan sehingga tidak efisien
jika dilakukan sedangkan apabila nilai R/C rasio sama dengan satu (R/C rasio = 1)
artinya usahatani tersebut tidak untung dan tidak rugi.
Menurut Soeharjo dan Patong (1973) ukuran efisiensi dibagi menjadi tiga,
yaitu :
1. Penerimaan untuk setiap rupiah yang dikeluarkan
2. Penerimaan untuk setiap pekerja
3. Penerimaan untuk setiap rupiah yang diinvestasikan
4.5. Definisi Operasional
Untuk melakukan analisis usahatani dalam penelitian ini, maka masing-
masing definisi diberi batasan sehingga dapat diketahui dengan jelas indikator
pengukurnya.
1. Responden adalah petani yang merupakan seluruh anggota Kelompok
Tani Makmur yang sudah mengalami satu musim panen.
2. Lahan garapan sedang adalah luas lahan garapan 0,5-2 hektar.
3. Lahan garapan sempit adalah luas lahan garapan < 0,5 hektar.
4. Tenaga kerja adalah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi
baik persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pengarbitan, pemanenan,
dan pembongkaran. Tenaga kerja dibedakan menjadi dua yaitu tenaga
kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Hari Orang Kerja
(HOK) dihitung dengan lama kerja 4 jam kerja per hari.
35
5. Sewa lahan yang digunakan dalam penelitian sebesar Rp 3.000.000,00 per
hektar per tahun.
6. Harga input dan output yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan
dengan harga yang berlaku saat penelitian berlangsung yaitu pada bulan
Februari hingga Maret tahun 2012.
7. Perhitungan yang dilakukan adalah perhitungan dalam satu musim tanam
yang terakhir dilakukan oleh responden.
8. Penerimaan usahatani adalah nilai produksi pada panen raya, yaitu produk
total dikalikan dengan harga jual di tingkat petani.
9. Pengeluaran atau biaya total usahatani adalah penjumlahan biaya tunai
dengan biaya diperhitungkan.
10. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan dalam bentuk nilai uang yaitu
biaya pupuk, herbisida, obat-obatan, tenaga kerja luar keluarga, dan pajak
lahan. Di dalam biaya tunai terdapat biaya tetap (pajak lahan) dan biaya
variabel (pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja luar keluarga).
11. Biaya diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan tidak dalam bentuk
uang seperti biaya bibit, tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan, dan
sewa lahan. Di dalam biaya diperhitungkan terdapat biaya tetap (sewa
lahan) dan biaya variabel (bibit, tenaga kerja dalam keluarga, dan
penyusutan).
12. Pendapatan usahatani terdiri atas pendapatan atas biaya tunai dan
pendapatan atas biaya total.
13. Pendapatan atas biaya tunai adalah selisih antara penerimaan total
usahatani dikurangi biaya tunai. Sedangkan pendapatan atas biaya total
adalah selisih antara penerimaan total usahatani dikurangi biaya total.
36
V GAMBARAN UMUM
5.1. Gambaran Umum Desa
Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang
terletak di Provinsi Lampung. Lampung Tengah terletak pada 104°35’-105°50’
BT dan 4°30’-4°15’ LS yang memiliki luas 478.983,34 km2. Lampung tengah
terbagi menjadi 28 kecamatan. Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah
Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi
Lampung. Desa Astomulyo merupakan salah satu dari sembilan desa yang terletak
di Kecamatan Punggur. Desa ini terletak kurang lebih 2 km dari Ibukota
Kecamatan, 8 Km dari Ibukota Kabupaten, dan 48 Km dari Ibukota Provinsi.
Berdasarkan batas wilayahnya Desa Astomulyo berbatasan dengan beberapa desa.
Sebelah utara berbatasan dengan desa Buyut Ilir, sebelah selatan berbatasan
dengan desa Ngestirahayu, sebelah barat berbatasan dengan desa Mojopahit, dan
sebelah timur berbatasan dengan desa Tanggul Angin. Posisi desa Astomulyo
mendukung aksesibilitas petani yang cukup mudah untuk memperoleh bahan-
bahan pertanian dan dalam melakukan pemasaran nanas.
Wilayah ini terletak diketinggian 55 meter di atas permukaan laut, dengan
suhu udara rata-rata adalah 30°C-35°C. Iklim di desa Astomulyo terbagi menjadi
dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Desa ini memiliki curah hujan
rata-rata per tahun 1.200 mm dengan 6 bulan basah dan 6 bulan kering. Jenis
tanah di desa Astomulyo termasuk jenis tanah podzolik merah kuning dengan
drainase sedang sampai cukup baik. Derajat keasaman tanah (pH) di desa
Astomulyo adalah 5,5-7,5. Kondisi tersebut membuat Desa Astomulyo cocok
dijadikan sebagai daerah pertanian.
Desa Astomulyo memiliki luas wilayah 3.050 hektar yang sebagian besar
digunakan untuk kegiatan pertanian oleh masyarakat setempat. Luasan lahan yang
digunakan sebagai persawahan sekitar 640 hektar atau sebesar 20,98 persen dari
luas total sedangkan luasan lahan bagi perladangan atau lahan kering adalah
sekitar 360 hektar atau sebesar 11,80 persen dari luas total (Tabel 6).
37
Tabel 6. Jenis Penggunaan Lahan di Desa Astomulyo tahun 2011
No. Lahan Luas (ha) Persentase (%)
1. Sawah 640 20,98
2. Lahan Kering 360 11,80
3. Luas Kampung 2.050 67,22
Jumlah 3.050 100,00
Sumber : Laporan Tahunan Desa Astomulyo (2011)
5.2. Gambaran Umum Kelompok Tani
Desa astomulyo memiliki satu gapoktan yaitu Gapoktan Pada Makmur,
dengan anggota 31 kelompok tani dan satu kelompok tani wanita. Dari 31
kelompok tani tersebut terdapat delapan kelompok tani hortikultura khususnya
tanaman nanas. Kelompok Tani Makmur merupakan salah satu kelompok tani
yang melakukan budidaya nanas. Kelompok Tani Makmur didirikan pada tahun
2007 dan saat ini diketuai oleh Bapak Musiran. Kelompok tani ini beranggotakan
45 petani. Jumlah lahan yang dimiliki oleh anggotanya adalah 25,875 hektar.
Kelompok Tani Makmur cukup aktif dalam melakukan pertemuan rutin yang
diadakan sebulan sekali. Pertemuan tersebut sering dihadiri oleh petugas penyuluh
lapang (PPL). Pertemuan yang dilakukan biasanya membahas mengenai budidaya
tanaman nanas, penggunaan pupuk, cara pengendalian hama dan penyakit, serta
cara bercocok tanam yang baik.
Kelompok Tani Makmur belum memiliki anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga. Hak dan kewajiban anggota pun belum begitu jelas, hanya saja
petani yang merupakan anggota berkewajiban untuk membayar iuran setiap kali
diadakan pertemuan. Uang yang dikumpulkan tersebut dapat dipinjam oleh para
anggota untuk membantu mereka dalam proses usahatani. Namun hal tersebut
juga belum berjalan dengan efektif. Selain itu jika kelompok tani mendapat
bantuan dari pemerintah, anggota mempunyai hak untuk mendapatkan bantuan
tersebut. Bantuan yang sudah pernah diterima kelompok tani adalah bantuan
dalam hal penyediaan pupuk. Hal ini memudahkan anggota dalam memenuhi
kebutuhan pupuk untuk usahatani mereka. Anggota kelompok tani juga memiliki
hak untuk mendapatkan informasi dan pembelajaran mengenai budidaya nanas
yang benar.
38
5.3. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian
Desa Astomulyo terdiri atas 10 Dusun, 35 Rukun Tetangga, dan 31
Kelompok Tani. Jumlah penduduk desa ini adalah 6.577 orang yang terdiri dari
penduduk laki-laki 3.616 orang dan penduduk perempuan 2.961 orang. Untuk
jumlah penduduk menurut sebaran usia dapat dilihat pada Tabel 7. Sebaran usia
penduduk paling banyak terdapat pada usia 20-54 tahun yaitu sebanyak 3.608
orang atau sebesar 54,86 persen. Mayoritas penduduk Desa Astomulyo memeluk
agama islam.
Tabel 7. Sebaran Usia Penduduk Desa Astomulyo Tahun 2011
No. Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
1. 0-19 2.122 32,26
2. 20-54 3.608 54,86
3. > 55 847 12,88
Sumber : Laporan Tahunan Desa Astomulyo 2011
Tingkat pendidikan penduduk desa Astomulyo secara umum masih
tergolong rendah, rata-rata lulusan Sekolah Dasar dan masih banyak penduduk
yang tidak mengenyam pendidikan. Jumlah penduduk yang hanya lulusan SD
sebanyak 2.441 orang atau sebesar 37,11 persen. Sebaran tingkat pendidikan
penduduk Desa Astomulyo dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Astomulyo Tahun 2011
No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)
1. Tidak Sekolah 343 5,20
2. Belum Sekolah 686 10,43
3. SD 2.441 37,11
4. SMP 1.750 26,61
5. SMA 1.158 17,61
6. Perguruan Tinggi 199 3,03
Total 6.577 100,00
Sumber : Laporan Tahunan Desa Astomulyo
Sebagian besar mata pencaharian penduduk di desa ini adalah petani yaitu
sebanyak 1.980 orang atau sebesar 35,40 persen. Selain sebagai petani,
39
masyarakat juga bekerja sebagai buruh dan wiraswasta masing-masing sebanyak
123 orang atau sebesar 2,20 persen dan 1.438 orang atau sebesar 25,70 persen.
Sisanya adalah sebagai PNS sebanyak 67 orang atau sebesar 1,20 persen,
TNI/Polri sebanyak 6 orang atau sebesar 0,10 persen, dan lain lain sebanyak 1.979
orang atau sebesar 35,30 persen (Tabel 9).
Tabel 9. Jumlah Penduduk Desa Astomulyo Menurut Mata Pencaharian Tahun
2011
No. Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%)
1. Petani 1.980 35,40
2. PNS 67 1,20
3. Wiraswasta 1.438 25,70
4. TNI/Polri 6 0,10
5. Buruh 123 2,20
6. Dll 1.979 35,30
Total 5.593 100,00
Sumber : Laporan Tahunan Desa Astomulyo 2011
5.4. Kondisi Pertanian
Petani di Desa Astomulyo sebagian besar melakukan budidaya tanaman
pangan dan tanaman hortikultura. Tanaman pangan yang sering dibudidayakan
oleh petani adalah padi dan jagung, sedangkan untuk tanaman hortikultura adalah
sayur-sayuran dan buah-buahan khususnya nanas. Keadaan agroklimat desa
Astomulyo sangat mendukung dalam pembudidayaan nanas.
Tanaman nanas dahulu merupakan tanaman pekarangan yang luasnya ± 5
hektar dan kurang dibudidayakan. Akan tetapi setelah ada pembinaan dari Dinas
Pertanian setempat terjadi pengembangan areal lahan nanas dan nanas memiliki
nilai ekonomis yang tinggi. Saat ini lahan nanas di desa Astomulyo mencapai ±
309,27 hektar. Lahan pertanian di desa Astomulyo yang memiliki potensi untuk
dikembangkan masih tersedia cukup luas, sehingga pemerintah setempat
melakukan program pengembangan areal lahan nanas sampai 500 hektar.
Luas areal penanaman nanas di Desa Astomulyo menempati urutan ketiga
setelah padi dan jagung. Namun saat ini banyak petani yang sudah mengonversi
lahan jagung menjadi lahan nanas. Hal ini dikarenakan, berdasarkan pengalaman
40
petani yang sudah melakukan budidaya nanas, pendapatan yang diperoleh dari
budidaya nanas jauh lebih besar dibandingkan budidaya jagung. Ini sangat
mendukung rencana pemerintah dalam pengembangan areal lahan nanas.
5.5. Karakteristik Petani Responden
Responden dalam penelitian ini adalah petani nanas yang merupakan
anggota Kelompok Tani Makmur di Desa Astomulyo yang sudah melakukan
minimal satu kali musim tanam yaitu berjumlah 42 orang. Beberapa karakteristik
petani yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap usahatani mencakup
umur, tingkat pendidikan, pengalaman dalam bertani nanas, luas lahan, status
kepemilikan lahan, dan sifat usahatani.
5.5.1. Umur Petani Responden
Umur petani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
kemampuan petani dalam mengelola usahataninya. Seperti yang terlihat pada
Tabel 10, umur petani responden berkisar antara 31-75 tahun dengan rata-rata
umur 49,70 tahun. Petani tersebut dikelompokkan menjadi petani responden
berumur 31-40 tahun, 41-50 tahun, 51-60 tahun, dan lebih dari 60 tahun. Jika
dilihat dari sebaran umur petani responden, sebagian besar adalah petani usia 51-
60 tahun yang berjumlah 18 orang atau sebesar 42,86 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa usahatani nanas yang dilakukan di Desa Astomulyo banyak
dikembangkan oleh petani yang masih berusia produktif yang tergolong potensial
serta memiliki kemampuan dalam mengelola usahataninya. Namun ada beberapa
petani yang sudah memiliki usia tidak produktif yaitu petani yang usianya lebih
dari 60 tahun berjumlah 4 orang (9,52 persen). Mereka menganggap bahwa
bertani merupakan mata pencaharian yang telah turun temurun.
41
Tabel 10. Karateristik Petani Responden Berdasarkan Umur di Desa Astomulyo
pada Tahun 2012
Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)
31-40 9 21,43
41-50 11 26,19
51-60 18 42,86
≥ 60 4 9,52
Total 42 100,00
5.5.2. Tingkat Pendidikan Petani Responden
Tingkat pendidikan seorang petani sedikit banyak memberikan pengaruh
terhadap kemampuan petani dalam mengelola usahataninya. Semakin tinggi
tingkat pendidikan petani diharapkan petani semakin mudah dalam menerima dan
mengadopsi inovasi-inovasi baru mengenai teknik budidaya maupun pengelolaan
pasca panen.
Petani responden memiliki tingkat pendidikan formal yang beragam,
antara lain Tidak Sekolah (TS), Sekolah dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama
(SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Tingkat pendidikan petani
responden paling tinggi hanya sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada
Tabel 11 dapat dilihat bahwa petani responden memiliki tingkat pendidikan yang
masih rendah. Jumlah petani yang hanya mengenyam pendidikan Sekolah Dasar
(SD) melebihi setengah dari jumlah keseluruhan responden yaitu 54,76 persen.
Sedangkan petani yang memiliki pendidikan formal sampai Sekolah Menengah
Atas (SMA) hanya 7,14 persen.
Tabel 11. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di
Desa Astomulyo Tahun 2012
Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)
Tidak Sekolah (TS) 5 11,90
Sekolah dasar (SD) 23 54,76
Sekolah Menengah Pertama (SMP) 11 26,19
Sekolah Menengah Atas (SMA) 3 7,14
Total 42 100,00
42
Rendahnya tingkat pendidikan petani dapat diatasi dengan adanya para
penyuluh pertanian setempat yang memberikan informasi-informasi terbaru
mengenai usahatani nanas. Oleh karena itu petani responden yang memiliki
tingkat pendidikan rendah tetap memiliki pengetahuan usahatani yang baik.
5.5.3. Pengalaman Usahatani Nanas Petani Responden
Rendahnya tingkat pendidikan para petani responden belum tentu
mencerminkan rendahnya pengetahuan mereka terhadap budidaya nanas.
Pengetahuan tersebut dapat diperoleh secara turun temurun dari orang tua,
informasi dari penyuluh pertanian, ataupun berdasarkan pengalaman petani nanas
lainnya. Pengalaman dalam budidaya nanas merupakan salah satu faktor dalam
keberhasilan suatu usahatani. Petani yang lebih berpengalaman seharusnya dapat
meningkatkan produktivitas dibandingkan petani yang kurang berpengalaman.
Rata-rata petani responden telah melakukan usahatani nanas selama 10,8 tahun.
Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa persentase pengalaman usahatani nanas
terbesar berada pada pengalaman usahatani antara 0 sampai 9 tahun yaitu sekitar
57,14 persen.
Tabel 12. Karakteristik Petani Responden Menurut Pengalaman Bertani Nanas di
Desa Astomulyo Tahun 2012
Pengalaman (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)
0-9 24 57,14
10-19 12 28,57
20-29 6 14,28
Total 42 100,00
5.5.4. Luas dan Status Kepemilikan Lahan
Luas lahan merupakan faktor penting dalam usahatani, karena luas lahan
akan mempengaruhi besar kecilnya jumlah produksi dan pendapatan yang akan
diterima petani. Luas lahan garapan petani responden bervariasi, mulai dari petani
luas lahan garapan kurang dari 0,5 hektar hingga petani yang memiliki luas lahan
garapan 1,5 hektar dengan status kepemilikan lahan milik sendiri. Rata-rata luas
lahan yang digunakan oleh petani responden sebesar 0,62 hektar. Persentase luas
lahan yang digunakan untuk usahatani nanas tertinggi berada pada luas lahan 0,5-
43
1,0 hektar yaitu sebesar 38,10 persen. Petani nanas yang memiliki lahan lebih dari
sama dengan 1,0 hektar berjumlah paling sedikit yaitu sebanyak 11 orang atau
26,20 persen. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani nanas di daerah penelitian
masih tergolong dalam skala usahatani kecil. Sebaran luas lahan yang digunakan
oleh petani responden untuk usahatani nanas dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan di Desa
Astomulyo Tahun 2012
Luas Lahan (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (%)
< 0,5 15 35,71
0,5-1,0 16 38,10
≥ 1,0 11 26,20
Total 42 100,00
5.5.5. Sifat Usahatani Nanas
Seluruh petani responden menyatakan bahwa usahatani nanas merupakan
usaha pokok, artinya bahwa penghidupan mereka sangat tergantung dari usahatani
nanas. Alasan petani menjadikan usahatani nanas sebagai usaha pokok adalah
karena menurut mereka pendapatan yang diperoleh lebih besar daripada mereka
melakukan usahatani padi, singkong, ataupun jagung. Namun sebagian besar
petani juga memiliki lahan untuk usahatani padi, singkong, atau jagung.
Usahatani padi yang dilakukan oleh petani responden termasuk ke dalam
usahatani subsisten, karena tujuan utama petani adalah hanya untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya bersama keluarga. Hasil pertanian tidak ada yang dijual
melainkan hanya untuk konsumsi pribadi. Namun untuk usahatani jagung dan
singkong termasuk ke dalam usahatani komersial, karena seluruh hasilnya dijual.
Dalam satu tahun terdapat petani responden yang melakukan dua macam
usahatani secara bergantian pada lahan yang sama yaitu usahatani padi dan
jagung, namun ada juga yang hanya melakukan satu macam usahatani yaitu
usahatani singkong. Rata-rata lahan yang dimiliki petani adalah 0,45 hektar.
Dalam satu hektar, tanaman padi dapat menghasilkan 6,5 ton gabah kering
sedangkan tanaman jagung menghasilkan 8 ton jagung dan tanaman singkong
menghasilkan 25 ton singkong. Harga yang berlaku untuk gabah kering adalah Rp
3.000,00 per kg, jagung Rp 1.500,00 per kg, dan singkong Rp 750,00 per kg.
44
Karena hasil yang diperoleh tidak sebanding dengan pendapatan yang diperoleh
apabila petani mengusahakan nanas, maka petani menjadikan usaha tersebut
sebagai usaha sampingan.
45
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Standart Operating Procedure (SOP) Usahatani Nanas Desa Astomulyo
Dalam rangka pengembangan usaha agribisnis nanas dan tantangaan
menghadapi persaingan dalam era perdaganagan bebas maka pasar menuntut
produk yang bermutu tinggi, keseragaman hasil, berkesinambungan, aman
terhadap kesehatan, dan ramah lingkungan. Untuk mengantisipasi hal tersebut
maka perlu adanya suatu pedoman atau standar yang dijadikan acuan dalam
pengembangan agribisnis komoditas nanas. Terdapat Standart Operating
Procedure (SOP) pada usahatani nanas yang mencakup proses budidaya hingga
pasca panen.
6.1.1. Pemilihan Lokasi
Lokasi yang cocok untuk budidaya nanas adalah daerah yang memiliki
suhu rata-rata 25°C-31°C dengan curah hujan 200-300 mm per tahun. Kondisi
tanah yang baik adalah tanah yang memiliki pH berkisar antara 5,5-7 dengan jenis
tanah podzolik merah kuning. Lahan yang baik adalah lahan yang bebas hama dan
penyakit endemis, subur dengan lapisan top soil tanah yang cukup tebal, dan
banyak mengandung unsur hara.
6.1.2. Pemilihan Varietas
Nanas yang dibudidayakan adalah varietas nanas yang dapat memberikan
keuntungan bagi petani. Varietas tersebut juga harus memiliki produktivitas tinggi
dan mutu yang prima sehingga mempunyai prospek untuk dikembangkan. Saat ini
varietas yang dibudidayakan di Desa Astomulyo adalah nanas dengan varietas
Queen.
Bibit yang digunakan dalam budidaya harus berkualitas dan mempunyai
daya tumbuh tinggi, ukuran seragam, bebas dari hama dan penyakit, serta dapat
berproduksi tinggi. Bibit dikelompokkan berdasarkan kelas bibit, yaitu :
a. Bibit yang berasal dari tanaman induk, ciri-ciri:
Pertumbuhan normal dan sehat.
Daun berduri dan berwarna hijau kebiruan.
Buah bermahkota tunggal.
46
Bentuk buah normal sesuai varietas.
Jumlah anakan 2-4 buah.
Mata buah seragam.
b. Bibit yang berasal dari pangkal buah (siwilan), ciri-ciri:
Ukuran benih untuk Kelas A : panjang 25-30 cm.
Kelas B : panjang 20-24 cm.
c. Bibit yang berasal dari batang (sogolan), ciri-ciri:
Ukuran benih untuk Kelas A : panjang 45-60 cm.
Kelas B : panjang 35-44 cm.
6.1.3. Pembuatan Persemaian
Pembuatan persemaian dilakukan untuk benih nanas yang seragam dan
berkualitas dengan pertumbuhan yang cepat, ukuran seragam, tidak mengandung
penyakit, dan memiliki potensi berproduksi tinggi. Prosedur pelaksanaan
persemaian adalah:
a. Bibit yang dipergunakan berasal dari tunas pangkal buah atau tunas batang
dengan varietas Queen : ukuran bibit sesuai yang diinginkan, titik tumbuh
tidak dihilangkan, dan kelopak daun paling bawah daun kering dibuang 1-
2 helai (0,5 cm).
b. Bibit diukur dari pangkal batang bibit sampai titik tumbuh.
c. Bibit disortasi, dikumpulkan berdasarkan kelompok ukuran dan varietas
(jenis).
d. Sebelum ditanam sebaiknya bibit terpilih dipotong bagian ujung akar 1-2
cm agar cepat terbentuk untuk merangsang pertumbuhan bibit.
6.1.4. Persiapan lahan
Pembersihan
Persiapan lahan dilakukan agar lahan siap untuk ditanami dan tanaman
tumbuh optimal yaitu dengan membersihkan lahan dari bahan-bahan yang dapat
menganggu pertumbuhan tanaman. Alat-alat yang digunakan seperti parang/golok
untuk memotong dan membersihkan semak serta cangkul untuk membersihkan
tanah dari rumput dan sisa-sisa semak yang tertinggal dan juga untuk mengolah
tanah secara manual. Prosedur pelaksanaan dalam kegiatan persiapan lahan
adalah:
47
a. Buang dan bersihkan gulma, semak, tunggul, dan sisa-sisa akar dari lahan
yang akan mengganggu sistem perakaran tanaman maupun menghambat
penyerapan unsur hara.
b. Buang kotoran-kotoran, daun-daun, dan ranting bekas pangkasan yang
dapat menjadi sumber penularan yang dapat menjadi sumber penularan
hama dan penyakit.
c. Setelah dibersihkan dibiarkan selama dua minggu untuk perlakuan manual
atau satu bulan untuk perlakuan kimiawi.
Dengan dilakukannya kegiatan persiapan lahan, diharapkan lahan bebas
dari gulma, tunggul, semak belukar, sisa-sisa akar, dan dahan-dahan yang dapat
menganggu pertumbuhan tanaman.
Pembuatan Bedengan
Pada tahapan ini dilakukan pembentukan gundukan pada areal lahan sesuai
dengan jarak tanam sehingga memudahkan penanaman, pemeliharaan, dan panen.
Alat yang digunakan adalah cangkul untuk menaikkan atau mengangkat tanah
agar terbentuk sebuah gundukan dan handtraktor atau bajak sapi untuk membajak
tanah dan membuat parit. Prosedur pelaksanaan:
a. Membuat bedengan dengan membentuk gundukan tanah yang berpola dan
sesuai dengan ukuran yang diperlukan.
b. Ukuran bedengan dibuat dengan lebar sesuai dengan jumlah baris dalam
kelompok.
Pengajiran
Pengajiran adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh posisi
tanam sehingga diperoleh populasi tanam sesuai dengan varietas dan standar yang
ditetapkan. Dengan adanya jarak tanam dapat menjamin tanaman tumbuh dengan
optimal. Prosedur pelaksanaan yaitu dengan membuat tanda dengan menggunakan
patok dengan mengacu pada jarak tanam.
a. Pola tanam satu alur dengan ukuran:
Jarak dalam baris : 20-25 cm
Jarak antar baris : 80-100 cm
b. Pola tanam ganda (2-1 atau jejer legowo), dengan ukuran:
Jarak dalam barisan : 20-25 cm
48
Jarak antar baris terdekat : 50 cm
Jarak antar baris terjauh : 100 cm
6.1.5. Penanaman
Penanaman dilakukan dengan meletakkan bibit pada lubang tanam atau
alur yang telah dipersiapkan sesuai dengan jarak tanam sehingga dapat
memberikan lingkungan tumbuh yang optimal terhadap pertumbuhan tanaman.
Prosedur pelaksanaan:
a. Bibit ditanam dengan cara ditugal dengan kedalaman 5-10 cm.
b. Bibit yang berasal dari satu kelas dan satu sumber ditanam dalam satu blok
agar ukuran buah seragam.
c. Maksimal bibit yang dapat ditanam dengan pola satu alur adalah 40.000
bibit.
d. Lakukanlah penyulaman maksimum satu bulan setelah tanam.
6.1.6. Sanitasi Lahan
Lingkungan tanaman nanas perlu dijaga kebersihannya agar tanaman dapat
tumbuh dengan optimal dan bebas dari hama dan penyakit. Alat yang digunakan
dalam kegiatan ini seperti cangkul untuk membantu penyiangan gulma sekaligus
penggemburan lahan, pisau/parang untuk memotong batang/daun yang tua,
herbisida untuk membunuh gulma, handsprayer untuk menyemprotkan herbisida,
dan ember untuk menuangkan air ke dalam handsprayer. Prosedur pelaksanaan:
a. Penyiangan dilakukan agar pertanaman bebas dari gulma sampai
menjelang panen (2-3 kali selama pertanaman).
b. Pembuangan daun batang tua pada pertanaman setelah panen untuk
memicu tumbuhnya tunas baru.
c. Disisakan 1-2 tunas baru yang baik.
6.1.7. Pemupukan
Pemupukan perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara
tanaman dan perakaran agar tanaman dapat berkembang lebih baik, pertumbuhan
optimal, produksi tinggi, dan kualitas yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Prosedur pelaksanaan:
49
a. Pemupukan untuk siwilan
Pemberian pupuk kandang dilakukan kurang dari satu bulan setelah
tanam.
Pemberian pupuk susulan pertama diberikan dua bulan setelah
tanam dengan dosis: Urea = 200 kg/ha
SP 36 = 200 kg/ha
Phonska = 200 kg/ha
Pemberian pupuk kedua diberikan enam bulan setelah tanam,
dengan dosis: Urea = 200 kg/ha
SP 36 = 200 kg/ha
Phonska = 200 kg/ha
Pemberian pupuk susulan ketiga diberikan 10 bulan setelah tanam,
dengan dosis: Urea = 200 kg/ha
SP 36 = 200 kg/ha
Phonska = 200 kg/ha
Penambahan PPC dengan dosis empat liter/ha yang diberikan pada
umur tanaman tiga dan delapan bulan setelah tanam.
b. Pemupukan untuk sogolan
Pemberian pupuk kandang dilakukan kurang dari satu bulan setelah
tanam.
Pemberian pupuk susulan pertama diberikan dua bulan setelah
tanam dengan dosis: Urea = 200 kg/ha
SP 36 = 200 kg/ha
Phonska = 200 kg/ha
Pemberian pupuk kedua diberikan empat bulan setelah tanam,
dengan dosis: Urea = 200 kg/ha
SP 36 = 200 kg/ha
Phonska = 200 kg/ha
Pemberian pupuk susulan ketiga diberikan enam bulan setelah
tanam (sebelum forcing), dengan dosis: Urea = 200 kg/ha
SP 36 = 200 kg/ha
Phonska = 200 kg/ha
50
Penambahan PPC dengan dosis empat liter/ha yang diberikan pada
umur tanaman tiga dan delapan bulan setelah tanam.
6.1.8. Pengendalian OPT
Upaya yang dilakukan dengan mengamati dan melakukan pengendalian
terhadap hama dan penyakit pada tanaman sehingga diketahui jenis hama dan
penyakit yang mempunyai potensi akan merusak tanaman, dapat melindungi
tanaman dari serangan OPT, dan dapat meningkatkan kualitas produk. Prosedur
pelaksanaan:
a. Lakukan pengamatan OPT secara dini dan berkala, dengan melakukan
identifikasi potensi timbulnya hama dan penyakit.
b. Identifikasi jenis OPT yang membahayakan produksi dan mutu.
c. Identifikasi jenis dan cara pengendalian.
d. Lakukan pengendalian hama dan penyakit secara terpadu, yaitu:
Teknik bercocok tanam yang baik dan benar.
Pengendalian secara mekanis.
6.1.9. Forcing
Kegiatan pengarbitan atau forcing dilakukan untuk mengatur pembungaan
dan waktu panen dengan menggunakan zat pengatur tumbuh sehingga
pembungaan dan pembuahan terjadi pada waktu yang dikehendaki serta dapat
meningkatkan ukuran dan bobot buah. Dengan begitu buah dapat dipanen pada
waktu yang diharapkan dan serentak. Prosedur pelaksanaan:
a. Pengarbitan dilakukan pada waktu tanaman berumur 10 bulan atau
memiliki daun sebanyak 40 helai.
b. Ethrel diberikan bersama dengan urea.
c. Satu kilogram urea dilarutkan ke dalam 600-800 liter air dengan karbit
delapan kg per ha untuk menyiram 40.000 tanaman.
d. Setiap tanaman mendapat 15-20 ml larutan dengan cara disiramkan pda
titik tumbuh.
e. Perlakuan ini akan menyebabkan tanaman berbunga 40 hari setelah
pengaplikasian.
f. Pemberian dilakukan pada waktu pagi hari (jam 05.00-08.00) dan sore hari
(16.00-selesai).
51
g. Perlakuan tidak dapat dilakukan pada waktu hujan.
6.1.10. Panen
Panen merupakan proses pengambilan buah yang sudah menunjukkan ciri
matang panen. Prosedur pelaksanaan:
a. Panen dilakukan 4-5 bulan setelah pengarbitan.
b. Masak fisiologis atau tingkat kematangan pada buah adalah 10-25 persen,
warna kuning pada dasar buah, dan pangkal batang buah telah keriput.
c. Pangkal mata buah telah menguning.
d. Tangkai dipotong atau dipangkas, tidak dipotes.
e. Waktu panen sebaiknya pagi setelah embun mengering dan sore hari untuk
menghindari kelembapan atau panas.
f. Buah jangan dilempar atau dibanting.
g. Pengumpulan hasil panen dilakukan di tempat teduh atau diberi lindungan
(atap/terpal) dan diberi alas.
h. Untuk nanas segar, sebelum dilakukan perlakuan lebih lanjut diupayakan
untuk menghilangkan panas lapang dengan diangin-anginkan lalu ditutup
dengan terpal.
6.1.11. Sortasi dan Pengkelasan Buah
Proses ini dilakukan untuk memilih dan memisahkan buah berdasarkan
tingkat kematangan buah dan ukuran buah sehingga buah sesuai dengan
ukuran/kelas untuk mendapatkan buah yang seragam. Selain itu juga agar didapat
pengelompokkan buah yang baik dan yang rusak. Prosedur pelaksanaan:
a. Pisahkan buah yang bentuknya abnormal, cacat, luka, atau busuk dari buah
yang bentuknya normal dan baik.
b. Buah yang muda, terlalu matang, atau terlalu kecil, serta buah yang memar
dan cacat dikategorikan sebagai ”out of grade” atau di luar kelas.
c. Pengkelasan buah dilakukan dengan memilah-milah buah sesuai ukuran
berat yang ditentukan, yaitu:
Grade A : 1,5-2,0 kg
Grade B : 1,0-1,49 kg
Grade C : 0,6-1,0 kg
52
6.1.12. Pengangkutan Buah
Pengangkutan buah dilakukan setelah buah disortir di lapang berdasarkan
ukuran dan kelas buah sehingga buah dapat diterima oleh konsumen. Prosedur
pelaksanaan:
a. Setelah dikelaskan, buah disusun dalam alat angkut.
b. Buah dengan mahkota utuh disusun pada posisi tidur.
c. Tumpukkan buah dalam alat angkut ditutup terpal.
Hal tersebut dilakukan agar buah dapat sampai ke tangan konsumen dalam
keadaan yang baik.
6.2. Keragaan Usahatani Nanas
Sistem agribisnis terdiri dari beberapa subsistem, yaitu pengadaan sarana
produksi, usahatani, pengolahan hasil pertanian, pemasaran hasil, dan lembaga
penunjang. Usahatani merupakan bagian inti dari sistem agribisnis karena
menyangkut sekumpulan kegiatan dalam proses produksi yang akan menghasilkan
produk pertanian primer.
Usahatani nanas dikaji untuk mengetahui gambaran mengenai keragaan
budidaya nanas di lokasi penelitian. Para petani responden melakukan beberapa
tahapan kegiatan di dalam usahatani nanas, dimulai dari tahap penyiapan input
atau faktor produksi, proses budidaya, dan pasca panen. Petani di lokasi penelitian
tidak melakukan pengolahan pasca panen, dikarenakan buah nanas dijual dalam
keadaan segar.
6.2.1. Persiapan Sarana Produksi
Sarana produksi merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan
produksi usahatani. Sarana produksi yang digunakan dalam usahatani nanas di
Kelompok Tani Makmur terdiri dari bibit, pupuk, obat-obatan, lahan, tenaga kerja,
dan alat-alat pertanian yang berupa cangkul, sabit, ember, sprayer, sarung tangan,
dan ceret.
6.2.1.1. Bibit
Bibit merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi suatu
tanaman. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, maka petani harus
menggunakan bibit yang berkualitas. Bibit nanas yang digunakan petani di
53
Kelompok Tani Makmur berasal dari desa itu sendiri yaitu Desa Astomulyo.
Petani mendapatkan bibit tersebut dari hasil produksi tanaman nanas sebelumnya
yang mereka tanam sendiri atau hasil produksi dari petani lain tanpa harus
membayar. Di sekitar daerah penelitian belum terdapat pasar untuk bibit nanas.
Hal ini dapat menjadi kendala bagi petani, karena ketersediaan bibit tidak pasti.
Petani harus menunggu sampai panen untuk dapat memperoleh bibit nanas.
Terdapat dua macam bibit nanas yang biasa digunakan oleh petani yaitu
sogolan dan siwilan. Sogolan merupakan bibit yang diperoleh dari tunas batang
yang hanya dapat diperoleh satu kali dalam satu musim tanam yaitu pada saat
petani melakukan pembongkaran. Sedangkan siwilan merupakan bibit yang
diperoleh dari tunas pada buah nanas dan dapat diperoleh setiap petani melakukan
panen yaitu sekitar 2-3 kali dalam satu kali musim tanam. Tunas yang dipilih
petani untuk dijadikan bibit adalah tunas yang masih muda. Jika tunas yang
dipilih sudah terlalu tua, maka tanaman nanas akan cepat berbuah namun ukuran
buahnya kecil.
Perbedaan sogolan dan siwilan adalah pada ukuran bibit dan jarak waktu
panen. Sogolan memiliki ukuran 45-60 cm untuk kelas A dan 35-44 cm untuk
kelas B. Siwilan memiliki ukuran yang lebih kecil yaitu 25-30 cm untuk kelas A
dan 20-24 cm untuk kelas B. Jarak waktu panen untuk sogolan hanya memerlukan
waktu 12 bulan sedangkan siwilan memerlukan waktu 24 bulan. Namun sebagian
besar petani lebih banyak menggunakan bibit siwilan, hal ini dikarenakan bibit
siwilan lebih mudah untuk diperoleh dan juga buah yang dihasilkan biasanya
lebih baik.
Bibit nanas yang digunakan oleh Kelompok Tani Makmur adalah nanas
golongan Queen dengan jenis varietas nanas batu. Ciri-ciri nanas ini adalah daun
pendek berduri tajam, buah lonjong mirip kerucut, dan berukuran kecil sekitar
0,5-1,3 kilogram. Daging buahnya berwarna sangat menarik yaitu berwarna
kuning keemasan tua, sehingga cocok untuk dikonsumsi segar. Penggunaan bibit
yang dianjurkan oleh petugas penyuluh lapang berdasarkan Standart Operasional
Procedur (SOP) adalah 40.000 per hektar namun pada lokasi penelitian rata-rata
bibit yang digunakan belum mengikuti standar tersebut. Pada usahatani lahan
sempit bibit yang digunakan sebanyak 37.867 per hektar dan pada lahan sedang
54
sebanyak 38.371 per hektar. Menurut uji statistik perbedaan sebesar 565,19 bibit
adalah tidak nyata pada taraf α = 0,05. Dilihat dari t hitung yang lebih kecil dari t-
tabel (-0,333 < 2,021) dan P value lebih kecil dari α (0,741 > 0,05) (Lampiran 8).
6.2.1.2. Pupuk dan Obat-obatan Kimia
Pupuk merupakan sarana produksi pertanian yang sangat penting. Di
dalam usahatani keberadaan pupuk sangat dibutuhkan oleh petani, hal ini karena
pupuk dapat meningkatkan produktivitas dan jumlah produksi pertanian. Pupuk
terdiri dari dua macam, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik
adalah pupuk yang berasal dari alam seperti kompos, pupuk kandang, humus, dan
pupuk hijau sedangkan pupuk anorganik adalah pupuk yang berasal dari bahan
kimia seperti urea, phonska, TSP, KCL, dan ZA. Petani responden menggunakan
kedua jenis pupuk tersebut dalam budidaya nanas. Pupuk yang sering digunakan
adalah pupuk kandang, urea, phonska, dan TSP.
Pupuk kandang yang digunakan petani berasal dari kotoran sapi. Di sekitar
daerah penelitian belum terdapat pasar pupuk organik dan seluruh petani
responden tidak memiliki ternak berupa sapi, sehingga petani harus mencari
langsung ke peternak-peternak atau ke petani yang memiliki hewan ternak.
Kotoran sapi yang digunakan biasanya dijemur terlebih dahulu, karena
penggunaan pupuk kandang dalam keadaan mentah dapat menyebabkan tanaman
menjadi layu bahkan mati. Ciri-ciri pupuk kandang yang sudah siap pakai adalah
tidak berbau, warnanya lebih gelap, mudah hancur, dan terasa dingin jika
dipegang7. Proses penjemuran dilakukan oleh petani, karena biasanya petani
membeli kotoran sapi dalam keadaan mentah. Petani hanya melakukan satu kali
pemupukan organik yaitu beberapa saat setelah penanaman.
Jumlah pupuk kandang yang digunakan berbeda-beda tergantung dari
kemampuan petani dalam membeli pupuk. Rata-rata penggunaan pupuk kandang
per hektar pada usahatani lahan sempit lebih banyak dibandingkan dengan
usahatani lahan sedang, yaitu 7.405,33 kilogram pada lahan sempit dan 4.771,2
kilogram pada lahan sedang. Perbedaan penggunaan pupuk kandang sebesar
2.634,13 terbukti nyata pada taraf α = 0,05 (Tabel 13).
7 Abrianto, PWW. Pupuk Kandang Sapi. http://duniasapi.com/id/limbah/ [4 Juni 2012]
55
Selain pupuk kandang petani juga menggunakan pupuk kimia, yaitu pupuk
urea, TSP, dan phonska. Pupuk kimia dapat diperoleh dari kelompok tani atau dari
toko pertanian di sekitar desa. Tidak semua petani menggunakan ketiga jenis
pupuk tersebut, biasanya petani hanya menggunakan dua saja, misalnya urea
dengan phonska atau urea dengan TSP. Sebagian besar petani melakukan
pemupukan kimia sebanyak tiga kali setiap tahunnya. Rata-rata penggunaan
pupuk kimia yaitu urea, TSP, dan phonska pada usahatani lahan sempit juga lebih
banyak dibandingkan pada lahan sedang dapat dilihat pada Tabel 14. Pupuk kimia
yang digunakan pada usahatani lahan sempit dalam setiap hektarnya adalah
1.513,33 kilogram untuk urea, 650 kilogram untuk TSP, dan 650 kilogram untuk
phonska. Sedangkan pada lahan sedang adalah 1.396,30 untuk urea, 636,36 untuk
TSP, dan 591,30 untuk phonska. Perbedaan penggunaan pupuk urea sebesar
117,03 kilogram, pupuk TSP sebesar 13,64 kilogram dan pupuk phonska sebesar
58,70 kilogram. Hasil uji statistik menyatakan bahwa perbedaan pada penggunaan
pupuk urea, TSP dan phonska tidak terbukti nyata pada taraf α = 0,05 (Tabel 14).
Penggunaan pupuk kandang, urea, phonska, dan TSP yang lebih banyak
pada usahatani lahan sempit disebabkan karena petani menganggap semakin
banyak pupuk yang digunakan dalam usahatani maka produksi yang dihasilkan
juga semakin banyak. Sehingga petani lahan sempit dapat menghasilkan produk
yang banyak dari lahannya yang terbatas. Hal ini juga disebabkan oleh
ketidaktahuan petani mengenai penggunaan pupuk yang benar (sesuai SOP).
Tabel 14. Rata-rata Penggunaan Pupuk dan Obat-Obatan pada Usahatani Nanas
Per Hektar Berdasarkan Luas Lahan
Keterangan
Lahan Sempit
(< 0,5 Ha)
Lahan Sedang
( 0,5 - 2 Ha) t hitung P value
Jumlah Jumlah
Pupuk Kandang (Kg) 7.405,33 4.771,20 3,453 0,003
Urea (Kg) 1.513,33 1.396,30 0,188 0,851
TSP (Kg) 650,00 636,36 (1,450) 0,155
Phonska (Kg) 650,00 591,30 0,182 0,857
Gramaxone (L) 7,71 7,55 0,255 0,800
Protephone (Kg) 11,13 9,04 1,237 0,223
56
Petani responden menggunakan obat-obatan kimia berupa herbisida dan
zat pengatur tumbuh. Herbisida digunakan untuk memberantas rumput (gulma).
Namun tidak semua petani responden menggunakan herbisida dalam
memberantas rumput. Ada beberapa petani yang memberantas rumput secara
manual yaitu menggunakan cangkul atau sabit. Herbisida yang digunakan oleh
petani seragam dan hanya satu macam yaitu Gramaxone. Dalam satu tahun petani
responden rata-rata menggunakan Gramaxone pada usahatani lahan sempit
sebanyak 7,71 liter dan pada lahan sedang 7,55 liter per hektar. Perbedaan sebesar
0,16 tidak nyata pada taraf α = 0,05 (Tabel 14).
Penggunaan Gramaxone tidak berbanding lurus dengan jumlah luasan
lahan. Semakin luas lahan usahatani belum tentu menggunakan Gramaxone
dengan jumlah yang semakin banyak. Hal ini dikarenakan Gramaxone hanya
digunakan pada saat lahan ditumbuhi rumput-rumput liar (gulma) sehingga
penggunaannya tidak pasti. Seperti yang terjadi pada Kelompok Tani Makmur,
penggunaan Gramaxone pada usahatani lahan sempit lebih banyak dibandingkan
dengan usahatani lahan sedang.
Petani pada Kelompok Tani Makmur juga menggunakan zat pengatur
tumbuh pada tanaman nanasnya, hal ini dikarenakan pertumbuhan bunga pada
nanas tidak dapat serentak. Zat pengatur tumbuh yang digunakan petani adalah
Protephon. Protephon merupakan zat pengatur tumbuh yang diberikan pada
tanaman agar memacu pembentukan hormon tumbuhan yang sudah ada di dalam
tumbuhan atau menggantikan fungsi dan peran hormon bila tanaman kurang dapat
memproduksi hormon dengan baik8. Pada tanaman nanas Protephon berfungsi
untuk merangsang pembungaan nanas, sehingga nanas dapat berbunga lebih cepat
dan serentak. Seluruh petani responden menggunakan Protephon sebagai karbit
pada tanaman nanas mereka. Nanas dapat dipanen enam bulan setelah petani
memberikan Protephon. Rata-rata zat Protephon yang digunakan petani dapat
dilihat pada Tabel 14, pada usahatani lahan sempit adalah 11,13 kilogram dan
pada lahan sedang adalah 9,04 kilogram untuk setiap hektarnya. Perbedaan jumlah
8 Ependi, Irfan. Zat Pengatur Tumbuh. http://asgarsel.blogspot.com/2009/11 [2 Mei 2012]
57
Protephon yang digunakan petani pada lahan sempit dan lahan sedang adalah 2,09
kilogram yang terbukti tidak nyata pada taraf α = 0,05 (Tabel 13).
Selain untuk merangsang pembungaan pada tanaman nanas, Protephon
juga dapat meningkatkan ukuran buah, sehingga petani pada lahan sempit
menggunakannya dalam jumlah yang lebih banyak. Petani menganggap dengan
begitu mereka akan memperoleh penerimaan yang lebih banyak pada lahan yang
terbatas karena buah yang dihasilkan berukuran besar. Namun, sebenarnya
penggunaan Protephon yang lebih banyak 2-3 kali dari takarannya akan
menyebabkan pertumbuhan bunga tertahan.
Berdasarkan uji statistik yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa perbedaan
penggunaan pupuk kandang, urea, TSP, phonska, Gramaxone, dan Protephon
tidak semuanya terbukti nyata pada taraf α = 0,05. Hanya perbedaan penggunaan
pupuk kandang yang berbeda secara nyata pada taraf 0,05. Dilihat dari nilai t
hitung pada pupuk kandang yang lebih besar dari t tabel dan P value lebih kecil
dari α = 0,05 (Tabel 14).
6.2.1.3. Lahan
Lahan yang terdapat di Desa Astomulyo memiliki potensi dalam
pengembangan usahatani nanas. Lahan yang digunakan oleh seluruh petani
responden dalam usahatani nanas adalah lahan milik sendiri. Di lokasi penelitian
luasan lahan yang dimiliki petani beragam, mulai dari 0,25 hektar sampai 1,5
hektar. Rata-rata luas lahan yang dimiliki petani adalah 0,62 hektar. Sebagian
besar petani di lokasi penelitian merupakan petani dengan luas lahan sempit.
Dalam mengolah lahan yang digunakan petani untuk kegiatan usahatani
nanas dikenakan biaya pajak namun tidak dikenakan biaya sewa. Hal ini
dikarenakan lahan yang digunakan para petani responden merupakan lahan
pribadi.
6.2.1.4. Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani terdiri dari tenaga kerja
dalam keluarga yaitu tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarga dan tenaga
kerja luar keluarga yaitu tenaga kerja upahan. Sebagian besar petani responden
menggunakan tenaga kerja dari dalam keluarga dan tenaga kerja dari luar
58
keluarga. Jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam usahatani biasanya
sebanyak 1-3 orang. Untuk penggunaan tenaga kerja dari luar keluarga
menyesuaikan proses tahapan di dalam usahatani.
Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani nanas adalah tenaga kerja
wanita, tenaga kerja pria, dan tenaga kerja hewan. Tenaga kerja pria diukur setara
dengan hari orang kerja (HOK), sedangkan tenaga kerja wanita adalah 0,7 dari
tenaga kerja pria. Namun biaya yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja tidak
dibedakan antara tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita yaitu Rp 20.000,00 per
hari dengan waktu kerja dari pukul 07.00 sampai pukul 11.00 (empat jam kerja).
Tenaga kerja hewan digunakan pada saat proses pengolahan lahan. Di
lokasi penelitian upah yang diberikan pada proses pengolahan lahan berbeda
dengan upah pada kegiatan lainnya. Pembayaran dilakukan secara borongan, yaitu
Rp 600.000,00 per hektar. Kegiatan pengolahan lahan dilakukan oleh satu tenaga
kerja pria dan dua tenaga kerja hewan. Upah tersebut diperhitungkan untuk
sepasang ternak dan tenaga kerja operatornya.
Tabel 15. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja dalam Usahatani Nanas Per Hektar
Per Musim Tanam Berdasarkan Luas Lahan Garapan di Kelompok
Tani Makmur
No. Kegiatan Usahatani Lahan Sempit
(<0,5 Ha)
Lahan Sedang
(0,5 - 2 Ha)
1. Persiapan Lahan (HOK) 50,95 41,39
2. Penanaman (HOK) 42,32 48,09
3. Pemeliharaan (HOK) 2.078,65 2.151,28
4. Pemanenan (HOK) 47,44 52,03
5. Pembongkaran (HOK) 112 106,32
Total (HOK) 2.331,36 2.399,11
T hitung (0,338)
P value 0,737
Pada Tabel 15 dapat dilihat rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam
usahatani nanas pada Kelompok Tani Makmur berdasarkan luas lahan garapan.
Rata-rata total tenaga kerja yang digunakan dalam seluruh proses budidaya pada
usahatani lahan sempit lebih sedikit dibandingkan pada usahatani lahan sedang.
Pada lahan sempit tenaga kerja yang digunakan adalah 2.331,36 HOK dan pada
lahan sedang adalah 2.399,11 HOK selama satu musim tanam. Perbedaan sebesar
59
67,75 HOK tidak terbukti nyata pada taraf α = 0,05. Hal tersebut terlihat pada
Tabel 15 bahwa t hitung lebih kecil dari t tabel (-0,338 < 2,021) dan P value lebih
besar dari α (0,737 > 0,05).
6.2.1.5. Alat-alat Pertanian
Alat-alat pertanian digunakan untuk membantu petani dalam budidaya
nanas. Alat-alat yang digunakan diantaranya adalah cangkul, sabit, ember,
sprayer, ceret, dan sarung tangan. Cangkul digunakan petani untuk
menggemburkan tanah pada saat pengolahan lahan ataupun digunakan untuk
menyiangi rumput-rumput. Sabit digunakan untuk memanen buah nanas dan
memotong bibit nanas. Ember digunakan sebagai tempat membawa pupuk. Ceret
digunakan untuk menyiramkan Protephon ke tanaman nanas. Sprayer digunakan
untuk menyemprotkan herbisida ke rumput (gulma). Sedangkan sarung tangan
digunakan pada saat panen, agar tangan terlindungi dari duri-duri yang terdapat
pada buah nanas.
Seluruh petani responden memiliki masing-masing alat pertanian tersebut.
Jumlah peralatan tidak berbanding lurus dengan luas lahan yang dimiliki oleh
petani. Hal ini dikarenakan pada saat pengerjaan biasanya tenaga kerja dari luar
keluarga membawa alat masing-masing. Petani di lokasi penelitian tidak selalu
membeli alat pertanian setiap musim tanamnya karena beberapa alat ada yang bisa
digunakan untuk beberapa kali musim tanam. Namun setiap tahunnya terdapat
biaya diperhitungkan untuk alat pertanian yaitu biaya penyusutan. Nilai
penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus dengan asumsi
bahwa peralatan tersebut tidak dapat digunakan lagi setelah melewati batas umur
teknis sehingga tidak terdapat nilai sisa.
6.2.2. Budidaya Nanas
Budidaya merupakan kegiatan yang paling penting di dalam usahatani,
karena sangat menentukan jumlah output yang akan dihasilkan. Proses budidaya
akan menghasilkan produk pertanian primer. Budidaya tanaman nanas tidak
memerlukan proses yang sulit. Proses budidaya yang dilakukan oleh petani
responden adalah persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan
pembongkaran. Terdapat beberapa tahapan pada SOP yang belum dijalankan oleh
60
petani responden, yaitu pembuatan persemaian dan pengangkutan buah. Jumlah
tenaga kerja (HOK) yang digunakan selama proses budidaya nanas dapat dilihat
pada Tabel 16.
Tabel 16. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja dalam Usahatani Nanas Per
Hektar Per Musim Tanam di Kelompok Tani Makmur
No. Kegiatan
Usahatani
Penggunaan Tenaga Kerja (HOK) Total
(HOK)
(%)
Dalam Keluarga Luar Keluarga
1. Persiapan Lahan 13,63 32,53 46,17 1,95
2. Penanaman 33,67 11,53 4,21 1,91
3. Pemeliharaan 1.850,15 264,81 2.114,96 89,42
4. Pemanenan 6,78 42,95 49,73 2,10
5. Pembongkaran 21,43 87,73 109,16 4,61
Total 1.925,67 439,56 2.365,23 100,00
Kontribusi tenaga kerja dalam keluarga lebih besar dibandingkan dengan
tenaga kerja dari luar keluarga yakni sekitar 1.925,67 HOK atau sekitar 81,41
persen dari total pemakaian tenaga kerja. Hal ini disebabkan karena sebagian
petani responden tidak memiliki modal untuk membayar tenaga kerja dari luar
keluarga. Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani nanas di Kelompok Tani
Makmur paling banyak terletak pada kegiatan pemeliharaan yaitu sekitar 89,42
persen dari total penggunaan tenaga kerja secara keseluruhan. Sedangkan tenaga
kerja paling sedikit digunakan pada proses penanaman yaitu hanya sebesar 1,91
persen (Tabel 16).
6.2.2.2. Persiapan Lahan
Persiapan lahan adalah proses yang dilakukan sebelum petani melakukan
penanaman. Petani melakukan proses ini pada saat musim kemarau. Kegiatan
yang dilakukan dalam persiapan lahan adalah pembukaan lahan, penggemburan
tanah, dan pembuatan bedengan. Pembukaan lahan diperlukan untuk
membersihkan lahan dari tanaman-tanaman liar atau sisa-sisa akar tanaman
sebelumnya dengan cara membabat atau membakarnya. Kegiatan ini dilakukan
agar tidak terjadi persaingan antara tanaman nanas dengan tanaman liar dalam
penyerapan pupuk maupun unsur hara tanah. Sebagian besar petani responden
61
lebih memilih untuk melakukan pembabatan dengan menggunakan cangkul,
karena rumput yang dibabat dapat dijadikan pupuk kompos. Kegiatan ini
dilakukan secara manual menggunakan tenaga kerja manusia yang biasanya
dilakukan bersamaan dengan proses pembongkaran. Hampir semua petani
responden menggunakan tenaga kerja pria yang berasal dari luar keluarga dalam
kegiatan tersebut.
Setelah melakukan pembukaan lahan, petani melakukan kegiatan
penggemburan tanah. Penggemburan tanah dapat dilakukan dengan cara
dicangkul atau dibajak. Pada umumnya petani lebih memilih membajak lahannya
karena membutuhkan waktu yang lebih sedikit, namun untuk petani yang kurang
memiliki modal lebih memilih untuk melakukan pencangkulan. Pembajakan
dilakukan secara tradisional menggunakan tenaga kerja manusia dan hewan.
Tenaga kerja yang digunakan dalam proses pembajakan merupakan tenaga kerja
yang berasal dari luar keluarga yaitu tenaga kerja pria dan tenaga kerja hewan,
sedangkan proses pencangkulan biasanya menggunakan tenaga kerja dalam
keluarga. Penggemburan tanah dilakukan agar aerasi dan drainase tanah menjadi
lebih baik.
Setelah tanah selesai dibajak, maka proses selanjutnya adalah pembuatan
bedengan. Bedengan dibuat dengan cara meratakan tanah yang kemudian di
sekelilingnya dibuat saluran air. Bedengan dibuat sesuai pola dan ukuran yang
diperlukan. Proses pembuatan bedengan dilakukan oleh tenaga kerja dalam
keluarga ataupun dari luar keluarga, tergantung dari modal yang dimiliki oleh
petani. Pembuatan bedengan ini dilakukan secara manual dengan menggunakan
cangkul. Proses ini berfungsi untuk memudahkan petani dalam proses penanaman
dan menghindari terjadinya penggenangan air di sekitar tanaman. Selanjutnya
adalah pembuatan lubang pada bedengan dengan jarak 20-25 cm.
Pengolahan lahan dilakukan secara bersama-sama oleh tenaga kerja dalam
keluarga dan luar keluarga. Rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam keluarga
adalah 13,63 HOK dan tenaga kerja luar keluarga 32,53 HOK. Jumlah tenaga
kerja yang digunakan dalam kegiatan ini rata-rata adalah 46,17 HOK atau sekitar
1,95 persen dari seluruh tenaga kerja untuk kegiatan usahatani (Tabel 16).
62
6.2.2.3. Penanaman
Terdapat dua macam pola tanam pada tanaman nanas, yaitu pola tanam
satu alur dan pola tanam ganda (jejer legowo). Pola tanam satu alur berbentuk
persegi panjang dengan jarak dalam baris 20-25 cm dan jarak antar baris 80-100
cm. Sedangkan pola tanam ganda memiliki jarak dalam baris 20-25 cm dan jarak
antar baris terdekat 50 cm dan antar baris terjauh 100 cm. Pola tanam yang banyak
digunakan oleh petani responden adalah pola tanam satu alur. Pola ini dipilih
petani karena akan mengurangi kompetisi antar tanaman dalam menyerap cahaya,
unsur hara, dan air. Dengan menggunakan pola tanam tersebut bibit yang dapat
ditampung sebanyak 40.000 per hektar.
Bibit yang digunakan petani responden adalah golongan Queen dengan
varietas nanas batu. Penanaman bibit nanas tidak boleh terlalu dalam ataupun
terlalu dangkal. Jika bibit ditanam terlalu dalam akan menyebabkan pertumbuhan
yang lambat, sedangkan jika bibit ditanam terlalu dangkal dapat menyebabkan
tanaman nanas kurang kuat. Setelah bibit ditanam, bagian tanah disekitar bibit
dipadatkan agar bibit tidak roboh. Bibit dapat ditanam pada musim kemarau
ataupun musim hujan. Namun penanaman yang baik dilakukan pada saat awal
musim hujan.
Tanaman nanas yang ditanam oleh petani responden dilakukan secara
monokultur di lahan sawah atau tegalan. Dalam satu kali musim tanam waktu
yang diperlukan sekitar 3-4 tahun. Hal ini berarti, petani dapat melakukan panen
2-3 kali dalam satu kali musim tanam. Panen dapat dilakukan setiap tahunnya
dalam musim tanam. Rata-rata tenaga kerja yang dibutuhkan dalam kegiatan
penanaman adalah 45,21 HOK atau sebesar 1,91 persen (Tabel 16).
6.2.2.4. Pemeliharaan
Proses pemeliharaan merupakan proses yang membutuhkan tenaga kerja
paling banyak. Rata-rata jumlah tenaga kerja yang digunakan pada proses
pemeliharaan adalah 2.114,96 HOK yaitu sekitar 89,42 persen dari total
penggunaan tenaga kerja dalam usahatani nanas (Tabel 16). Pemeliharaan
tanaman nanas terdiri dari pemupukan dan penyiangan. Petani melakukan
pemupukan organik dan pemupukan kimia. Pemupukan organik menggunakan
kotoran ternak, hanya dilakukan satu kali dalam satu musim tanam, yaitu setelah
63
tanaman berumur kurang dari satu bulan. Jumlah pupuk organik yang diberikan
oleh petani responden tidak sama, tergantung dari kemampuan setiap petani.
Pemupukan organik dilakukan dengan cara diratakan dengan tanah atau
dimasukkan di setiap lubang tanaman.
Selain pemupukan organik mereka juga melakukan pemupukan kimia
dengan menggunakan pupuk urea, phonska, atau TSP. Rata-rata petani melakukan
pemupukan kimia sebanyak tiga kali setiap tahunnya. Pemupukan ini dilakukan
untuk menambah ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Rata-rata penggunaan
pupuk kimia setiap tahunnya oleh petani responden relatif banyak yaitu urea 1.414
kilogram per hektar, TSP 638 kilogram per hektar, dan phoska 591,9 kilogram per
hektar. Hal tersebut melebihi batas Standar Operasional Procedure (SOP) yang
diberikan oleh Dinas Pertanian setempat. Dinas pertanian memberikan standar
penggunaan pupuk kimia baik urea, TSP, maupun phonska dalam satu tahun
adalah sama yaitu 600 kilogram per hektar. Tingginya penggunaan pupuk kimia
dipengaruhi oleh karakteristik petani. Petani beranggapan bahwa dengan
menggunakan dosis pupuk yang lebih banyak akan menghasilkan produksi yang
tinggi pula. Pemupukan kimia dilakukan dengan cara membenamkan pupuk ke
dalam tanah atau dapat juga dilakukan dengan menyemprotkannya.
Penyiangan merupakan kegiatan yang membutuhkan waktu cukup lama.
Dalam proses penyiangan terdiri dari beberapa kegiatan yaitu penyemprotan
herbisida Gramaxone, pembersihan tanaman liar, dan pembubunan. Penyiangan
dilakukan untuk menghilangkan rumput liar dan gulma pesaing yang tumbuh pada
lahan pertanian. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi persaingan dalam hal
kebutuhan air, unsur hara, dan sinar matahari. Selain itu juga rumput liar sering
menjadi sarang penyakit. Kegiatan penyiangan biasanya dilakukan lima kali
dalam satu tahun, namun tidak ada jadwal yang pasti karena penyiangan
dilakukan tergantung dari pertumbuhan tumbuhan liar pada lahan.
Penyemprotan herbisida dilakukan petani karena dapat menghemat waktu,
tenaga kerja, dan biaya. Namun tidak semua petani di lokasi penelitian melakukan
penyemprotan herbisida. Rata-rata penggunaan herbisida oleh petani adalah 7,62
liter per hektar. Pembersihan tanaman liar dilakukan dengan secara manual, yaitu
menggunakan cangkul dan sabit. Setelah lahan bersih dari rumput liar, maka
64
dilakukan pembubunan. Pembubunan perlu dilakukan karena biasanya tepi tanah
pada bedengan longsor. Kegiatan ini berfungsi untuk memperbaiki struktur tanah
dan akar yang keluar di permukaan tanah sehingga tertutup kembali dan tanaman
nanas dapat berdiri kuat.
Petani responden melakukan kegiatan pengarbitan dengan menggunakan
Protephon. Protephon merupakan zat pengatur tumbuh yang dapat merangsang
pembungaan, agar tanaman nanas dapat berbuah secara serempak sesuai
keinginan. Selain itu Protephon juga dapat meningkatkan ukuran dan bobot buah
nanas. Rata-rata penggunaan Protephon oleh petani responden adalah 9,5
kilogram per hektar. Sedangkan SOP yang dianjurkan oleh penyuluh adalah 8 kg
protephon ditambah 1 kg urea dicampur dengan 600-800 ml air.
Kegiatan pengarbitan tidak boleh dilakukan pada siang hari atau pada saat
hujan. Waktu yang tepat adalah pada pagi hari yaitu pukul 05.00 sampai 08.00.
Hal ini dikarenakan, pengarbitan memerlukan bantuan air atau embun yang
terdapat pada tanaman sehingga dapat bereaksi mengeluarkan gas etilen yang
dapat merangsang pembungaan. Di lokasi penelitian para petani melakukan
kegiatan pengarbitan pada waktu pagi hari yaitu pukul 06.00 hingga pukul 10.00.
Pengarbitan dapat dilakukan setelah tanaman berumur enam bulan untuk
bibit sogolan dan berumur 18 bulan untuk bibit siwilan. Dari proses pengarbitan
hingga proses pemanenan diperlukan waktu 5-6 bulan. Dalam waktu enam bulan
tersebut diperlukan satu kali pemupukan kimia. Hal ini dilakukan untuk
memenuhi ketersediaan unsur hara tanah yang mulai berkurang sehingga tanaman
dapat meningkatkan produktivitas buah.
6.2.2.5. Pemanenan
Tanaman nanas dapat dipanen pada saat berumur 12 bulan jika
menggunakan bibit sogolan dan 24 bulan jika menggunakan bibit siwilan. Buah
nanas yang siap dipanen memiliki ciri-ciri antara lain mahkota buah terbuka,
tangkai buah mengkerut, mata buah mendatar dan bentuknya bulat, warna dasar
kuning, serta timbul aroma harum yang khas. Pemanenan dilakukan secara
manual yaitu dengan memotong tangkai buah secara mendatar atau miring
menggunakan pisau yang tajam. Buah yang sudah dipanen dikumpulkan di suatu
lokasi kemudian dilakukan kegiatan grading. Grading, adalah mengelompokkan
65
buah berdasarkan ukuran buah. Buah nanas dikelompokkan menjadi tiga
kelompok, yaitu grade A, grade B dan grade C. Buah nanas yang sudah dipanen
langsung dijual kepada pedagang pengumpul yang ada disekitar desa. Petani tidak
perlu mengangkut buah dari kebun ke tempat pengumpul karena pedagang
pengumpul langsung membeli di tempat panen.
Sebagian besar petani responden menggunakan tenaga kerja luar keluarga
dalam proses pemanenan. Terdapat dua macam tenaga kerja yang digunakan
dalam kegiatan pemanenan, yaitu tenaga kerja yang dibayar oleh pemilik lahan
dan tenaga kerja yang dibayar oleh pihak pedagang pengumpul. Dalam satu
musim tanam tenaga kerja yang dibutuhkan dalam kegiatan pemanenan sekitar
49,73 HOK yaitu sekitar 2,10 persen dari total tenaga kerja keseluruhan (Tabel
16).
Tanaman nanas dapat dipanen 2-3 kali dalam satu kali musim tanam.
Budidaya nanas untuk tahun selanjutnya sama saja dengan budidaya pada tahun
pertama yang membedakan adalah proses pengolahan lahan, penanaman, dan
pemupukan organik yang hanya dilakukan pada tahun pertama.
Pada proses pemanenan sekaligus dilakukan proses pembibitan. Bibit yang
sudah diambil dari tanaman nanas kemudian dikumpulkan berdasarkan kelompok
ukuran di suatu tempat yang terkena sinar matahari yang cukup. Bibit dibiarkan
selama kurang lebih satu minggu, hal ini bertujuan untuk mengurangi jumlah
tanaman yang mati setelah ditanam. Dengan melakukan penjemuran bibit nanas
sampai kering petani dapat melihat bibit mana yang bagus dan bibit mana yang
berpotensial mengalami kebusukan setelah ditanam.
6.2.2.6. Pembongkaran
Tanaman nanas yang sudah berumur 4-5 tahun atau sudah dilakukan
pemanenan 2-3 kali perlu diremajakan karena pertumbuhannya sudah lambat dan
buahnya kecil. Peremajaan dilakukan dengan cara membongkar seluruh tanaman
nanas untuk diganti dengan bibit yang baru. Kegiatan pembongkaran merupakan
kegiatan pencabutan tanaman sebelumnya, dimana kegiatan ini dapat juga
dikatakan sebagai kegiatan pembukaan lahan. Rata-rata tenaga kerja yang
dibutuhkan sekitar 109,16 HOK atau 4,61 persen dari total penggunaan tenaga
kerja (Tabel 16).
66
6.2.3. Pasca Panen Nanas
Buah nanas yang telah dipanen langsung dijual kepada pedagang
pengumpul yang berada di sekitar desa. Proses jual beli ini dilakukan di kebun
nanas, sehingga petani tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pengangkutan. Jalur
pemasaran yang biasa digunakan oleh petani responden adalah petani – pedagang
pengumpul – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen. Harga nanas
yang diberlakukan berfluktuatif karena disesuaikan dengan harga dipasaran.
Biasanya harga nanas akan tinggi pada saat menjelang lebaran, karena permintaan
nanas sangat tinggi. Pada saat penelitian berlangsung harga nanas ditingkat petani
untuk grade A Rp 2.000,00, grade B Rp 1.000,00, dan grade C Rp 500,00.
Hampir semua petani responden menjual hasil panennya kepada pedagang
pengumpul. Hal ini dikarenakan adanya keterikatan antara petani dengan
pedagang pengumpul. Keterikatan itu terjadi karena biasanya pada saat proses
budidaya petani meminjam modal ke pedagang pengumpul, sehingga petani harus
menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul tersebut.
Sampai saat ini di Lampung belum terdapat industri yang mengolah nanas
segar menjadi keripik nanas. Namun terdapat perusahaan yang sudah mengolah
nanas menjadi produk jadi yaitu PT Great Giant Pineapple (GGP). PT GGP
merupakan perusahaan terbesar ketiga di dunia yang memproduksi dan mengolah
nanas menjadi nanas kalengan, jus buah, clarified pineapple juice, dan tropical
fruit cocktail yang di ekspor ke 47 negara9. Perusahaan ini didukung dengan
bahan baku nanas dari perkebunan sendiri. Pasar dari PT GGP bukan di dalam
negeri, semua produk yang dihasilkan di ekspor ke luar negeri.
Varietas nanas yang dibudidayakan oleh PT GGP berbeda dengan nanas
yang dibudidayakan oleh petani. Saat ini PT GGP sudah memiliki perkebunan
nanas sendiri seluas 33.000 hektar10
. Hal tersebut mengakibatkan petani tidak
dapat menjual hasil panennya ke PT GGP.
9 Alessandra, Sari. Mereka Sang Penakluk Pasar Global. http://sherlanova.blogspot.com/2009/10
[4 Juni 2012] 10 Kurniawan, Ibnu. Perusahaan Agribisnis. http://www.scribd.com/doc/62225071/ [4 Juni 2012]
67
6.3. Analisis Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani
dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Usahatani dikatakan menguntungkan
apabila pendapatan usahatani tersebut bernilai positif dan merugikan apabila
pendapatan usahatani bernilai negatif. Pendapatan usahatani dapat dibagi menjadi
dua, yaitu pendapatan usahatani atas biaya tunai dan pendapatan usahatani atas
biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari pengurangan penerimaan
usahatani dengan semua komponen biaya yang dikeluarkan secara tunai oleh
petani seperti pupuk, herbisida, biaya tenaga kerja luar keluarga, dan pajak lahan.
Sedangkan pendapatan usahatani berdasarkan biaya total diperoleh dari
pengurangan penerimaan usahatani dengan seluruh biaya yang dikeluarkan petani,
termasuk biaya yang diperhitungkan seperti biaya bibit, tenaga kerja dalam
keluarga, penyusutan peralatan, dan sewa lahan.
Di dalam melakukan analisis pendapatan usahatani nanas diperlukan data
mengenai biaya yang dikeluarkan oleh petani dan total penerimaan yang diperoleh
petani. Setelah menghitung pendapatan usahatani dapat dilakukan analisis
efisiensi yaitu efisiensi penerimaan terhadap biaya, efisiensi penerimaan terhadap
jumlah tenaga kerja, dan efisiensi penerimaan terhadap jumlah investasi.
6.3.1. Biaya Usahatani Nanas
Analisis biaya usahatani perlu dilakukan untuk mengetahui biaya-biaya
yang dikeluarkan petani dalam usahataninya. Biaya usahatani meliputi biaya bibit,
pupuk, herbisida, tenaga kerja baik tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga
kerja luar keluarga, penyusutan peralatan pertanian, sewa lahan, dan pajak lahan.
Biaya usahatani dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya
diperhitungkan.
6.3.1.2. Biaya Tunai
Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan secara tunai oleh petani.
Biaya yang dikeluarkan petani dalam usahatani nanas adalah biaya sarana
produksi (pupuk, herbisida, karbit), biaya tenaga kerja luar keluarga, dan biaya
pajak lahan usahatani.
68
a. Biaya Pupuk
Pupuk yang digunakan oleh petani responden dalam usahatani nanas
adalah pupuk organik dan pupuk kimia. Tingkat rata-rata penggunaan pupuk
organik dan pupuk kimia serta biaya yang dikeluarkan petani dapat dilihat pada
Tabel 17.
Terdapat dua petani yang tidak menggunakan pupuk organik. Alasan
petani tidak menggunakan pupuk organik adalah karena penggunaan pupuk
organik dianggap kurang praktis. Pupuk organik yang digunakan berupa kotoran
sapi. Petani memperoleh pupuk organik dari para peternak di sekitar Desa
Astomulyo.
Rata-rata kotoran sapi yang digunakan pada usahatani lahan sedang adalah
4771,2 kilogram per hektar, sedangkan pada usahatani lahan sempit 7.405,33
kilogram per hektar. Kotoran sapi ini dibeli dengan harga Rp 500,00 per kilogram,
sehingga rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam satu tahun untuk
lahan sedang adalah Rp 2.385.600,00 per hektar dan untuk lahan sempit adalah Rp
3.702.666,67 per hektar. Harga tersebut sudah termasuk harga pengiriman dan
pengangkutan.
Pupuk kimia yang digunakan antara lain pupuk urea, TSP, dan phonska.
Seluruh petani responden menggunakan pupuk urea, namun tidak semua petani
menggunakan pupuk TSP dan phonska. Petani yang menggunakan pupuk urea,
TSP, dan phonska sekitar 19 persen, yang menggunakan urea dan TSP sekitar
11,9 persen dan petani yang menggunakan pupuk urea dan phonska sekitar 69,04
persen. Alasan petani yang tidak menggunakan ketiga pupuk tersebut adalah
karena harga pupuk TSP dan phonska relatif lebih mahal dibandingkan pupuk
urea. Harga pupuk urea hanya Rp 1.900,00 per kilogram sedangkan harga pupuk
phonska Rp 2.600,00 per kilogram dan untuk pupuk TSP Rp 2.200,00.
Biaya rata-rata untuk pupuk kimia yang harus dikeluarkan petani dalam
usahatani nanas lahan sempit adalah Rp 5.995.333,33 per hektar dalam satu tahun,
dengan rata-rata penggunaan pupuk urea sebesar 1.513,33 kilogram, pupuk TSP
sebesar 650 kilogram, dan pupuk phonska sebesar 650 kilogram. Pada usahatani
nanas lahan sedang rata-rata biaya untuk pupuk kimia sebesar Rp 5.590.354,26
per hektar dalam satu tahun, dengan rata-rata penggunaan pupuk urea sebesar
69
1.396,30 kilogram, pupuk TSP sebesar 636,36 kilogram, dan pupuk phonska
sebesar 591,30 kilogram.
Tabel 17. Rata-rata Penggunaan dan Biaya Pupuk pada Usahatani Nanas Per
Hektar dalam Setahun Menurut Luas Lahan
Jenis Pupuk Lahan Sempit (< 0,5 ha) Lahan Sedang (0,5-2 ha)
Jumlah (Kg) Biaya (Rp) Jumlah (Kg) Biaya (Rp)
Pupuk kandang 7.405,33 3.702.666,67 4.771,20 2.385.600, 00
Urea 1.513,33 2.875.333,33 1.396,30 2.652.962,96
TSP 650 1.430.000,00 636,36 1.400.000,00
Phonska 650 1.690.000,00 591,30 1.537.391,30
b. Biaya Herbisida dan Karbit
Herbisida yang digunakan oleh petani responden adalah Gramaxone.
Herbisida ini berfungsi untuk memberantas rumput (gulma). Namun tidak semua
petani responden menggunakan Gramaxone dalam memberantas rumput.
Sebagian dari mereka melakukannya secara manual yaitu dengan mencabut
rumput menggunakan cangkul atau sabit. Rata-rata penggunaan Gramaxone dan
biaya yang dikeluarkan petani selama setahun dapat dilihat pada Tabel 18. Dalam
satu tahun rata-rata penggunaan Gramaxone oleh petani lahan sedang adalah 7,55
liter per hektar dan petani lahan sempit adalah 7,71 liter per hektar. Harga
Gramaxone per liter adalah Rp 35.000,00, sehingga biaya yang harus dikeluarkan
dalam satu hektar dalam satu tahun oleh petani lahan sedang adalah Rp
264.275,36 dan petani lahan sempit Rp 270.000,00.
Selain herbisida petani responden juga menggunakan zat pengatur tumbuh
pada tanaman nanas, hal ini dilakukan agar tanaman nanas dapat berbuah secara
serentak. Zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah protephon. Rata-rata
protephon yang digunakan petani dalam satu tahun untuk lahan sedang adalah
9,04 kg per hektar dan untuk lahan sempit adalah 11,13 kg per hektar. Harga per
liter Protephon adalah Rp 15.000,00 sehingga biaya selama satu tahun yang harus
dikeluarkan petani lahan sedang adalah Rp 135.555,56 per hektar dan petani lahan
sempit Rp 167.000,00 per hektar (Tabel 18).
70
Tabel 18. Rata-rata Penggunaan dan Biaya Obat-Obatan Kimia pada Usahatani
Nanas Per Hektar Selama Satu Tahun Menurut Luas Lahan
Keterangan Lahan Sempit (< 0,5 ha) Lahan Sedang (0,5-2 ha)
Jumlah Biaya (Rp) Jumlah Biaya (Rp)
Gramaxone (L) 7,71 270.000,00 7,55 264.275,36
Protephon (Kg) 11,13 167.000,00 9,04 135.555,56
c. Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga
Upah rata-rata buruh tani di lokasi penelitian adalah Rp 20.000,00 per
HOK dengan lama kerja rata-rata empat jam setiap harinya. Di lokasi penelitian
tidak terdapat perbedaan upah antara tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja
perempuan. Namun terdapat perbedaan pada upah yang diberikan saat proses
pengolahan lahan yang menggunakan bajak. Pembajakan dilakukan oleh tenaga
kerja ternak dan tenaga kerja pria yang dibayar secara borongan, yaitu sebesar Rp
600.000,00 per hektar. Pada usahatani nanas lahan sedang rata-rata biaya yang
dikeluarkan oleh petani untuk tenaga kerja di luar keluarga selama satu tahun
adalah sebesar Rp 3.856.130,70 per hektar dan pada usahatani lahan sempit
sebesar Rp 4.136.666,67 per hektar.
d. Biaya Pajak Lahan
Biaya pajak lahan yang harus dikeluarkan petani di tempat penelitian
adalah Rp 50.240,00 per hektar dalam satu tahun. Biaya pajak lahan dalam
setahun untuk lahan sedang sama dengan biaya pajak pada lahan sempit.
Pembayaran pajak dilakukan secara koordinir melalui aparat desa.
6.3.1.3. Biaya yang Diperhitungkan
Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang diperhitungkan dalam
usahatani namun tidak langsung dibayarkan secara tunai. Yang termasuk biaya
diperhitungkan pada usahatani nanas di lokasi penelitian adalah bibit, tenaga kerja
dalam keluarga, sewa lahan, dan penyusutan peralatan pertanian.
a. Biaya Bibit
Bibit yang digunakan oleh petani responden dalam usahatani nanas
diperoleh dari hasil panen sebelumnya baik yang dihasilkan oleh petani itu sendiri
ataupun petani lainnya. Di lokasi penelitian tidak terdapat petani yang membeli
71
bibit nanas. Rata-rata penggunaan bibit oleh petani responden adalah 39.117 bibit
per hektar. Dalam analisis biaya ini, harga per bibit disamakan dengan harga bibit
apabila petani membeli dari desa lain yaitu Rp 100,00 untuk siwilan dan Rp
200,00 untuk sogolan. Rata-rata biaya yang diperhitungkan dalam setiap
hektarnya untuk penyediaan bibit pada usahatani lahan sedang adalah Rp
3.940.740,74 dan Rp 4.533.333,33 untuk usahatani lahan sempit.
b. Biaya Tenaga Kerja dalam Keluarga
Kegiatan usahatani nanas di lokasi penelitian lebih banyak menggunakan
tenaga kerja dalam keluarga. Hal ini dikarenakan keterbatasan modal yang
dimiliki oleh para petani. Tenaga kerja dalam keluarga umumnya terlibat dalam
keseluruhan tahapan dalam usahatani nanas kecuali pada tahap pemanenan. Rata-
rata biaya yang diperhitungkan dalam satu tahun untuk tenaga kerja dalam
keluarga pada usahatani lahan sedang adalah Rp 10.771.690,82 per hektar dan
pada usahatani lahan sempit adalah Rp 11.929.555,56 per hektar.
c. Biaya Penyusutan
Petani responden tidak melakukan pembelian alat pertanian pada setiap
musim tanam, karena alat-alat tersebut masih dapat digunakan kembali. Hal ini
menyebabkan dalam analisis pendapatan hanya digunakan nilai penyusutan dari
penggunaan peralatan tersebut. Penyusutan alat-alat pertanian diukur berdasarkan
harga beli dan umur ekonomis masing-masing alat. Pada penelitian ini hanya
menetapkan penggunaan alat-alat pertanian yang paling banyak digunakan oleh
para petani responden, yaitu cangkul, sabit, sarung tangan, ceret, ember, dan
sprayer. Rata-rata biaya penyusutan yang dikeluarkan petani adalah Rp 81.939,00
setiap tahunnya. Biaya penyusutan yang dikeluarkan petani berbeda-beda
tergantung dari jumlah peralatan yang dimiliki oleh petani tersebut. Pada
usahatani nanas rata-rata biaya penyusutan yang harus dikeluarkan dalam satu
tahun pada lahan sedang adalah Rp 113.855,50 dan pada lahan sempit adalah Rp
277.323,10.
d. Sewa Lahan
Sewa lahan termasuk ke dalam biaya diperhitungkan karena di lokasi
penelitian semua petani responden berstatus sebagai pemilik lahan. Pada
umumnya biaya sewa lahan di daerah tersebut adalah Rp 3.000.000,00 per hektar
72
dalam satu tahun, sehingga dalam satu musim tanam biaya sewa lahan yang harus
dikeluarkan sekitar Rp 9.000.000,00 sampai Rp 12.000.000,00 setiap hektarnya
tergantung musim tanam yang dianut oleh para petani.
6.3.2. Penerimaan Usahatani Nanas
Penerimaan usahatani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan
produk usahatani yang merupakan penerimaan tunai. Penerimaan tunai usahatani
tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani (Soekartawi 1986).
Penerimaan usahatani nanas diperoleh dari hasil rata-rata panen dikalikan dengan
harga jual nanas yang diterima petani. Harga nanas di lokasi penelitian dibagi
menjadi tiga tingkatan berdasarkan kualitas nanas. Harga yang diterima petani
untuk grade A adalah Rp 2.000,00, grade B Rp 1.000,00 dan grade C Rp 500,00.
Terdapat kesamaan harga yang diterima petani karena pedagang pengumpul yang
membeli hasil usahatani merupakan warga setempat.
Penerimaan yang diterima petani tergantung dengan luas lahan dan jumlah
output nanas yang dihasilkan. Rata-rata penerimaan yang diperoleh petani untuk
satu musim tanam berdasarkan luas lahan dapat dilihat pada Tabel 19. Pada
usahatani lahan sedang rata-rata penerimaan yang diperoleh petani adalah Rp
180.666.500,00 per hektar dan pada usahatani lahan sempit adalah Rp
158.890.000,00 per hektar. Hal tersebut membuktikan bahwa semakin luas lahan
yang digunakan untuk usahatani maka semakin banyak produksi yang dihasilkan
sehingga penerimaan yang diperoleh petani semakin tinggi.
Tingkat penerimaan yang diperoleh petani pada lahan sempit lebih sedikit
dibandingkan pada lahan luas. Hal tersebut dapat terjadi karena penggunaan input
pada lahan sempit sangat berlebihan jika dibandingkan dengan SOP yang
dianjurkan oleh penyuluh lapang di desa tersebut. Penggunaan input pada
usahatani lahan sedang juga berlebihan jika dibandingkan dengan SOP, namun
masih berada di bawah penggunaan input pada lahan sempit. Padahal penggunaan
input yang berlebihan akan berdampak pada produktivitas tanaman yang semakin
menurun. Penerimaan petani masih bisa ditingkatkan, salah satunya dengan cara
menggunakan input sesuai dengan SOP yang ada.
Selain penerimaan yang diperoleh dari buah nanas, petani juga
memperoleh penerimaan dari bibit yang diperoleh dari tanaman nanas. Terdapat
73
dua macam bibit yang dapat dihasilkan oleh tanaman nanas, yaitu siwilan yang
berasal dari tunas buah dan sogolan yang berasal dari tunas batang. Penerimaan
ini termasuk ke dalam penerimaan diperhitungkan, karena bibit yang dihasilkan
tidak dijual oleh petani, melainkan digunakan untuk usahatani selanjutnya atau
digunakan oleh petani lainnya. Rata-rata penerimaan diperhitungkan yang
diperoleh petani untuk lahan sedang adalah Rp 5.750.617,28 dan pada lahan
sempit Rp 5.760.000,00 per hektar dalam satu musim tanam.
Tabel 19. Rata-rata Penerimaan Per Hektar Usahatani Nanas pada Kelompok Tani
Makmur Berdasarkan Luas Lahan Selama Satu Musim Tanam
Ket. Lahan Sempit (< 1 ha) Lahan Sedang (0,5-2 ha)
Grade A B C A B C
Produksi (buah) 61.467 27.556 16.800 76.023 22.119 13.003
Harga (Rp) 2.000 1.000 500 2.000 1.000 500
Penerimaan
(Rp 000)
122.934 27.556 8.400 152.046 22.119 6.501,5
6.3.3. Pendapatan Usahatani Nanas
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan usahatani dan biaya
usahatani. Pendapatan usahatani dikatakan menguntungkan apabila bernilai
positif. Terdapat dua macam pendapatan, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan
pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari
pengurangan penerimaan total dengan pengeluaran tunai sedangkan pendapatan
atas biaya total diperoleh dari pengurangan penerimaan total dengan pengeluaran
total. Analisis pendapatan dapat mengukur sejauh mana keberhasilan suatu
usahatani dan dapat diketahui gambaran usahatani saat ini sehingga dapat
digunakan untuk evaluasi dalam perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang
akan datang.
Hasil perhitungan pendapatan usahatani nanas dapat dilihat pada Tabel 20.
Terlihat bahwa pendapatan bersih terbesar diperoleh pada usahatani lahan sedang.
Rata-rata pendapatan bersih yang diperoleh pada usahatani lahan sedang sekitar
Rp 38.045.674,34 per tahun per hektar, sedangkan pada usahatani lahan sempit
hanya sekitar Rp 27.605.472,34 per tahun per hektar. Pendapatan yang diperoleh
74
petani pada dasarnya masih dapat ditingkatkan lagi dengan cara menekan biaya
produksi, khususnya dalam penggunaan pupuk dan tenaga kerja luar keluarga.
Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya usahatani.
Pendapatan petani pada lahan sempit lebih sedikit dibandingkan pada lahan
sedang. Hal ini disebabkan karena penerimaan pada usahatani lahan sempit yang
lebih sedikit dibandingkan usahatani lahan sedang. Selain itu juga karena biaya
pada usahatani lahan sempit lebih banyak dibandingkan usahatani lahan sedang.
Tingginya biaya usahatani pada lahan sempit adalah akibat dari penggunaan input
yang berlebihan.
75
Tabel 20. Analisis Pendapatan Usahatani Nanas Per Tahun pada Kelompok Tani Makmur
Uraian Usahatani Lahan Sempit (< 1 hektar) Usahatani Lahan Sedang (0.5-2 hektar)
Nilai % Satuan %
A. Penerimaan Penerimaan Tunai 1. Jumlah Produksi (buah) Grade A 21.689
26.187
Grade B 9.600
7.737 Grade C 5.859
4.585
2. Harga Jual (Rp) Grade A 2.000,00
2.000,00
Grade B 1.000,00
1.000,00 Grade C 500,00
500,00
3. Penerimaan Grade A 43.378.000,00
52.374.000,00 Grade B 9.600.000,00
7.737.000,00
Grade C 2.929.500,00
2.292.500,00
Total Penerimaan Tunai 55.907.500,00
62.403.500,00 Penerimaan Diperhitungkan 5.760.000,00
5.750.617,28
4. Total Penerimaan 61.667.500,00
68.154.117,28 B. Biaya Usahatani
1. Biaya Tunai
a. Pupuk Kandang (Rp) 3.702.666,67 10,87 2.385.600,00 7,92
b. Pupuk Kimia (Rp) 5.995.333,33 17,60 5.590.354,26 18,57
c. Gramaxone (Rp) 270.000,00 0,79 264.275,36 0,88
d. Protephon (Rp) 167.000,00 0,49 135.555,56 0,45
e. TKLK (Rp) 4.136.666,67 12,14 3.856.130,70 12,81
f. Pajak Lahan (Rp) 50.240,00 0,15 50.240,00 0,17
Total Biaya Tunai (Rp) 14.321.906,67 42,05 12.317.848,32 40,79
2. Biaya Tidak Tunai a. Bibit (Rp) 4.533.333,33 13,31 3.940.740,74 13,09
b. TKDK (Rp) 11.929.555,56 35,02 10.771.690,82 35,78
c. Sewa Lahan (Rp) 3.000.000,00 8,81 3.000.000,00 9,96
d. Penyusutan (Rp) 287.318,69 0,81 115.502,04 0,38
Total Biaya Tidak Tunai (Rp) 20.105.540,92 57,95 17.943.489,16 59,21
C. Biaya Total Usahatani 34.062.027,66
30.108.442,94
D. Pendapatan Atas Biaya Tunai (A-B1) 47.345.593,33
55.871.961,40 E. Pendapatan Atas Biaya Total (A-C) 27.605.472,34
38.045.674,34
F. R/C rasio Atas Biaya Tunai 4,31
5,55 G. R/C rasio Atas Biaya Total 1,81
2,26
76
6.3.4. Analisis Efisiensi
Dari analisis R/C rasio yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
usahatani nanas yang dilakukan petani pada Kelompok Tani Makmur memiliki
penerimaan yang lebih besar daripada biaya usahatani yang dikeluarkan. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai R/C rasio yang lebih dari satu.
Hasil analisis R/C rasio atas biaya tunai pada usahatani nanas lahan sedang
sebesar 5,55 dan lahan sempit 4,31. Nilai R/C rasio tersebut berarti bahwa setiap
Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan maka petani akan memperoleh penerimaan atas
biaya tunai sebesar nilai R/C rasio yaitu Rp 5,55 untuk usahatani lahan sedang dan
Rp 4,31 untuk usahatani lahan sempit. Sedangkan nilai R/C rasio atas biaya total
pada usahatani lahan sedang adalah 2,26 dan lahan sempit 1,81. Nilai R/C rasio
total berarti bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan oleh petani maka akan
memberikan penerimaan total sebesar Rp 2,26 untuk lahan sedang dan Rp 1,81
untuk lahan sempit (Tabel 20).
Penerimaan yang diperoleh petani pada lahan sedang lebih besar
dibandingkan pada lahan sempit. Hal tersebut dikarenakan pada usahatani lahan
sedang petani sudah hampir mengikuti SOP yang ada, sehingga produksi yang
dihasilkan semakin baik. Sedangkan pada usahatani lahan sempit, petani lebih
banyak menggunakan input seperti pupuk dan obat-obatan kimia. Padahal
penggunaan pupuk yang berlebihan tanpa mempertimbangkan keadaan tanah
dapat menyebabkan unsur hara yang diserap tanaman tidak optimal sehingga
produksi dan kualitas buah menurun. Hal ini akan mengakibatkan penerimaan
yang diperoleh petani semakin sedikit.
Selain analisis R/C rasio (penerimaan terhadap biaya), dilakukan juga
analisis efisiensi penerimaan terhadap jumlah tenaga kerja dan efisiensi
penerimaan terhadap jumlah investasi. Efisiensi penerimaan terhadap jumlah
tenaga kerja dalam usahatani nanas di Kelompok Tani Makmur adalah pada lahan
sempit sebesar 26.451,29 dan pada lahan sedang sebesar 28.408,08. Hal ini berarti
dalam satu hektar setiap satu HOK tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani
nanas lahan sempit petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 26.451,29
dan pada lahan sedang Rp 28.408,08.
77
Untuk analisis efisiensi penerimaan terhadap jumlah investasi dihitung
dengan membagi penerimaan dengan jumlah investasi awal yang dilakukan oleh
petani. Investasi yang dilakukan petani pada lahan sempit adalah Rp 8.075.888,89
dan pada lahan sedang Rp 7.444.474,07. Efisiensi penerimaan terhadap jumlah
investasi awal pada usahatani lahan sempit adalah 7,63 dan pada lahan sedang
adalah 9,15. Hal ini berarti dalam setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan petani untuk
investasi, petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 7,63 pada lahan sempit
dan Rp 9,15 pada lahan sedang.
Dari ketiga analisis efisiensi tersebut dapat disimpulkan bahwa usahatani
nanas dalam lahan sedang ataupun lahan sempit yang dijalankan petani
memberikan keuntungan dan efisien, karena penerimaannya lebih besar
dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan, baik biaya untuk penggunaan
tenaga kerja maupun biaya untuk investasi awal. Usahatani pada lahan sedang
lebih efisien dibandingkan pada lahan sempit. Hal tersebut terlihat dari hasil
analisis efisiensi pada usahatani lahan sedang lebih tinggi dibandingkan usahatani
lahan sempit. Semakin luas lahan dalam usahatani maka semakin efisien usahatani
tersebut, khususnya dalam hal biaya. Hal ini sesuai dengan teori economics of
scale, dimana semakin luas lahan yang digunakan dalam usahatani akan
menyebabkan biaya yang dikeluarkan semakin sedikit.
78
VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis pendapatan dan profitabilitas usahatani nanas
pada Kelompok Tani Makmur, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Keragaan usahatani nanas pada Kelompok Tani Makmur, Kecamatan
Punggur, Kabupaten Lampung Tengah belum sepenuhnya mengikuti
teknik budidaya yang sesuai dengan Standar Operasional Procedure
(SOP) yang dianjurkan oleh penyuluh. Keragaan usahatani nanas yang
dilakukan oleh petani responden menggunakan sistem tanam monokultur
yang terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: pengolahan lahan, penanaman,
pemupukan, penyiangan, pengarbitan, pemanenan, dan pembongkaran.
2. Faktor produksi yang digunakan pada usahatani lahan sedang lebih efisien
dibandingkan pada usahatani lahan sempit. Pada usahatani lahan sedang
petani sudah hampir mengikuti SOP yang ada.
3. Biaya yang digunakan dalam usahatani nanas terdiri dari biaya tunai
(pupuk, obat-obatan, TKLK, pajak lahan) dan biaya tidak tunai (bibit,
TKDK, sewa lahan, penyusutan). Biaya yang dikeluarkan pada usahatani
lahan sempit lebih banyak dibandingkan pada usahatani lahan sedang. Hal
ini terjadi karena penggunaan faktor produksi pada usahatani lahan sempit
yang kurang efisien (lebih banyak).
4. Usahatani nanas dibedakan menjadi dua, yaitu usahatani lahan sedang dan
usahatani lahan sempit. Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa
pada lahan sedang ataupun lahan sempit pendapatan yang diperoleh atas
biaya tunai dan atas biaya total lebih besar dari nol. Hal ini menunjukkan
bahwa usahatani nanas mampu memberikan keuntungan bagi petani.
Keuntungan yang dihasilkan pada usahatani lahan sedang lebih besar
dibandingkan dengan usahatani lahan sempit.
5. Analisis efisiensi juga menunjukkan bahwa usahatani nanas pada
Kelompok Tani Makmur menguntungkan untuk diusahakan karena nilai
efisiensi penerimaan terhadap biaya, jumlah tenaga kerja, maupun jumlah
investasi lebih besar dari satu. Usahatani nanas lahan sedang lebih efisien
79
dibandingkan usahatani lahan sempit. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai
efisiensi yang diperoleh pada lahan sedang lebih besar dibandingkan
dengan lahan sempit.
7.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian analisis usahatani nanas pada Kelompok Tani
Makmur, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan diperbaiki dalam upaya
meningkatkan produktivitas nanas, antara lain :
1. Petani perlu memperhatikan sarana produksi pertanian nanas yang
digunakan baik kualitas maupun kuantitas, agar produktivitas dapat
ditingkatkan.
2. Petugas penyuluh lapang (PPL) perlu meningkatkan intensitas pemberian
materi dan informasi mengenai penggunaan faktor-faktor produksi
usahatani nanas agar para petani mau mengikuti SOP yang ada.
80
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Pedoman bertanam buah nanas. Bandung: CV Nuansa Aulia.
Abrianto, PWW. 2011. Pupuk Kandang Sapi. www.duniasapi.com. [4 Juni 2012]
Alessandra, Sari. 2009. Mereka Sang Penakluk Pasar Global.
http://sherlanova.blogspot.com [4 Juni 2012].
[BPS] Badan Pusat Statistika. 2010. Produksi Buah-buahan Menurut Provinsi
(Ton), 2010. www.bps.go.id [15 Januari 2012].
[BPS] Badan Pusat Statistika. 2010. Produksi Buah-buahan di Indonesia.
www.bps.go.id [15 Januari 2012].
[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2011. Lampung dalam Angka
2010. Lampung: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan
Lapangan Pekerjaan Tahun 2009-2011. www.bps.go.id [15 Januari 2012].
Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. 2011. Program
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kampung/Kelurahan
Astomulyo. Lampung Tengah: BP3K.
BPTP. 2011. Kawasan Horti. Sumsel.litbang.deptan.go.id [15 Januari 2012].
Chaerningrum, Rina. 2010. Analisis Usahatani Papaya California [Skripsi].
Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Dalimunthe, SF. 2008. Analisis Usahatani Nanas dengan Standar Prosedur
Operational (SOP) di Desa Cipelang Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor
[skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Daniel, M. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara: Jakarta.
Dinas Pertanian TPH Kabupaten Lampung Tengah. 2010. Standart Operating
Procedure (SOP) Nanas Punggur Lampung Tengah. Lampung Tengah:
Dinas Pertanian Lampung Tengah.
Dinas Pertanian TPH Kabupaten Lampung Tengah. 2010. Profil Sentra Nanas
Kampung Astomulyo, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah.
Lampung Tengah: Dinas Pertanian Lampung Tengah.
Ependi, Irfan. 2009. Zat Pengatur Tumbuh.
http://asgarsel.blogspot.com/2009/11/zat-pengatur-tumbuh.html [2 Mei
2012].
Handayani, DM. 2006. Analisis Profitabilitas dan pendapatan usahatani padi
sawah menurut luas dan status kepemilikan lahan di Desa Karacak
81
Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Harahap, PYN. 2007. Analisis Optimasi Penggunaan Tenaga Kerja pada
Usahatani Nanas di Kabupaten Simalungun [Skripsi]. Medan: Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Hernanto, F. 1989. Ilmu usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya.
Hotimah. 2000. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani
Kubis [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Juanda, Bambang. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Bogor: IPB
press.
Jusuf, Widodo. 2012. Eksportir Nanas Terbesar. www.medanbisnisdaily.com [4
Juni 2012].
Kalsum, U. 2009. Analisis usahatani nanas dan prospektif petani terhadap
usahatani nanas di Kecamatan Kotabumi Lampung Utara. Jurnal Ilmiah
Esai 3: 355-361.
[KEMENTAN] Kementerian Pertanian. 2011. Perkembangan PDB Hortikultura
Tahun 2006-2010. Jakarta: Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal
Hortikultura.
Kurniawan, F. 2008. Sari Buah Nanas Kaya Manfaat.
www.pustaka.litbang.deptan.go.id/new/ [4 Juni 2012].
Kurniawan, Ibnu. 2010. Perusahaan Agribisnis. www.scribd.com. [4 Juni 2012].
Maulana, A. 1998. Analisis Pendapatan dan Pemasaran Usahatani Nanas di Desa
Bunihayu Kabupaten Subang Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor.
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sarwono, Jonathan. 2009. Statistik Itu Mudah. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Sinar tani. 2012. Promosi Hortikultura Unggulan yang Berdaya Saing I Pasar
Internasional. Diperta.jabarprov.go.id [15 Januari 2012].
Siregar, EL. 2010. Analisis pendapatan usahatani dan pemasaran nanas bogor di
Desa Sukaluyu Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor.
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Siregar, FBS. 2010. Analisis Pendapatan Usahatani Jambu Biji Desa Cimanggis
Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor. Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Suratiyah, Ken. 2009. Ilmu Usahatani. Depok: Penebar Swadaya.
82
Soeharjo, A. dan D. Patong. 1973. Sendi-sendi Pokok Ilmu Usahatani. Bogor:
Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor.
Soekartawi, Soeharjo A, Dillon JL, Hardaker JB. 1986. Ilmu usahatani dan
penelitian untuk pengembangan petani kecil. Jakarta: UI Press.
Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. Jakarta: UI Press.
Warsana. 2007. Analisis Efisiensi dan Keuntungan Usahatani Jagung (Studi
Kecamatan Randiblatung Kabupaten Blora) [Tesis] Semarang: Magister
Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Universitas Diponegoro.
83
LAMPIRAN
84
Lampiran 1. Karakteristik Petani Anggota Kelompok Tani Makmur
No.
Nama
Responden
Jenis
Kelamin
Umur
(Tahun)
Luas
Lahan
(Hektar)
Tingkat
Pendidikan
Pengalaman
Bertani
Nanas
Jumlah
Tanggungan
1. Sutaji L 48 0,5 SD 8 5
2. Soimin L 55 1,5 SD 7 3
3. Suparmo L 59 0,75 TS 14 3
4. Romlan L 59 0,5 TS 4 4
5. Mashluh B L 42 0,5 SMA 5 3
6. Yamroni L 52 1,5 SD 12 3
7. Musiran L 58 0,75 SD 29 2
8. Jumingin L 54 0,75 SD 16 3
9. Supangat L 37 0,75 SMP 3 4
10. Ponimin L 48 0,75 SD 8 4
11. Nardi L 39 0,25 SMP 7 3
12. Ngatijo L 63 1 SD 11 2
13. Mujiono L 57 0,25 SD 21 3
14. Suroso L 59 0,75 SD 18 5
15. Arifin L 58 0,375 SD 17 2
16. Slamet L L 52 1 SD 16 4
17. Rohadi L 57 1 SD 23 1
18. Tukiyat L 56 0,5 SD 8 2
19. Dalijo L 35 0,25 SD 4 2
20. Ngatimin L 55 0,25 SD 22 1
21. Wito L 48 1 SMP 15 3
22. Sutris L 48 1 SD 7 4
23. Mardiyanto L 45 0,375 SMP 3 4
24. Seno L 60 0,25 TS 19 4
25. Slamet R L 53 1 SD 6 2
26. Ngadimi L 50 0,375 SD 6 3
27. Sukaji L 64 0,25 TS 3 2
28. Sutomo L 37 0,25 SMP 3 4
29. Mukari L 55 0,25 SD 13 2
30. Puji L 61 0,25 SD 3 3
31. Sukiman L 45 0,5 SMP 22 3
32. Toyiman L 42 0,25 SD 7 2
33. Sutar L 75 1 TS 7 1
34. Woko L 38 0,5 SMP 5 3
35. Wahyudi L 31 0,5 SMP 9 2
36. Widarso L 37 0,5 SMA 9 3
37. Edi L 34 0,25 SMA 5 3
38. Sumardi L 35 0,25 SD 8 2
39. Hasim L 47 0,5 SMP 15 3
40. Suryadi L 42 0,5 SMP 10 3
41. Jaenal L 44 1 SMP 8 3
42. Sawal L 56 1,25 SD 21 2
85
Lampiran 2. Data Penggunaan Input Usahatani Nanas pada Kelompok Tani
Makmur
No.
Luas
Lahan
(Ha)
Bibit
(Batang)
Pupuk
Kandang
(Kg)
Urea
(Kg)
TSP
(Kg)
Phonska
(Kg)
Gramaxone
(L)
Protephon
(L)
1. 0,5 20.000 2.000 2.400 1.200 1.200 24 12
2. 1,5 42.000 0 10.800 5.400 0 54 18
3. 0,75 30.000 0 3.600 900 0 0 24
4. 0,5 20.000 2.400 2.400 2.400 0 8 24
5. 0,5 20.000 2.800 1.800 600 600 8 12
6. 1,5 60.000 8.000 10.800 5.400 5.400 12 54
7. 0,75 30.000 3.000 2.700 0 900 24 18
8. 0,75 30.000 3.600 2.700 0 1.350 6 15
9. 0,75 30.000 3.000 2.700 900 900 36 24
10. 0,75 30.000 4.000 4.800 0 2.400 0 24
11. 0,25 10.000 1.350 1.600 0 800 0 9
12. 1 40.000 4.000 4.800 4.800 4.800 0 24
13. 0,25 10.000 1.400 900 0 300 4 9
14. 0,75 30.000 4.000 2.700 900 900 12 24
15. 0,375 12.000 1.200 1.350 0 675 13,5 20
16. 1 40.000 5.200 3.600 1.200 1.200 16 24
17. 1 40.000 4.000 3.600 0 1.200 16 24
18. 0,5 20.000 2.400 1.800 0 600 8 12
19. 0,25 10.000 1.200 900 300 300 4 6
20. 0,25 10.000 1.350 1.600 0 800 4 6
21. 1 36.000 2.880 6.400 0 3.200 48 36
22. 1 40.000 4.200 4.800 0 1.600 16 24
23. 0,375 17.000 3.200 1.800 0 900 6 6,5
24. 0,25 8.000 2.400 2.000 1.000 0 4 9
25. 1 20.000 3.200 4.800 0 1.600 36 36
26. 0,375 10.000 3.200 3.000 0 1.200 16 12
27. 0,25 10.000 1.600 1.350 0 450 6 6
28. 0,25 8.000 3.600 1.600 0 800 8 3
29. 0,25 10.000 2.400 1.200 0 600 12 9
30. 0,25 10.000 1.520 1.500 0 750 6 9
31. 0,5 20.000 2.400 1.600 800 0 16 8
32. 0,25 10.000 1.600 675 0 225 6 6
33. 1 40.000 4.000 7.200 0 3.600 36 16
34. 0,5 20.000 3.200 1.800 0 1.200 0 12
35. 0,5 16.000 2.400 3.600 0 1.200 24 6
36. 0,5 20.000 3.200 1.800 0 600 24 12
37. 0,25 10.000 1.600 900 0 300 12 6
38. 0,25 10.000 1.350 900 0 300 8 6
39. 0,5 20.000 2.700 1.800 0 600 24 12
40. 0,5 20.000 3.200 2.400 0 800 16 12
41. 1 40.000 4.000 9.600 0 4.800 16 24
42. 1,25 50.000 6.750 10.000 0 5.000 40 30
86
Lampiran 3. Data Penggunaan Tenaga Kerja dalam Usahatani Nanas pada Kelompok Tani Makmur
No.
Dalam Keluarga (HOK) Luar Keluarga (HOK)
a b c d e Total a b c d e Total TOTAL
1. 20 20 516 0 56 612 30 30 12 36 0 108 720
2. 0 0 1.638 0 0 1.638 45 151,2 684 72 168 1.120,2 2.758,2
3. 0 28 1.093,6 0 0 1.121,6 22,5 0 0 22,5 42 87 1.208,6
4. 0 6 1.308 0 0 1.314 15 24 24 24 56 143 1.457
5. 0 18,2 1.055,8 0 0 1.074 15 0 12 24 56 107 1.181
6. 0 50,4 3.280,8 18 0 3.349,2 45 72 324 54 168 663 4.012,2
7. 0 6 1.441,4 0 0 1.447,4 22,5 13,8 462 45 84 627,3 2.074,7
8. 45 27 1.711,2 22,8 75,6 1.881,6 0 0 0 0 0 0 1.881,6
9. 0 0 530 0 0 530 22,5 18 1.176 54 84 1.354,5 1.884,5
10. 0 45 1.850,4 0 0 1.895,4 22,5 0 0 45 84 151,5 2.046,9
11. 0 15 618,6 0 0 633,6 7,5 0 0 15 28 50,5 684,1
12. 0 21,6 2.307,6 0 0 2.329,2 30 0 0 72 112 214 2.543,2
13. 0 5,2 598,4 0 0 603,6 7,5 0 0 15 28 50,5 654,1
14. 0 0 1.487,4 0 28 1.515,4 22,5 16,8 27 45 0 111,3 1.626,7
15. 0 0 0 0 0 0 11,25 10,8 529 18 42 611,1 611,05
16. 0 32 2.208,8 0 0 2.240,8 30 0 0 48 112 190 2.430,8
17. 0 45 2.338,4 0 0 2.383,4 30 0 24 48 112 214 2.597,4
18. 97,2 7,2 1.231,2 12 0 1.347,6 0 8 0 12 56 76 1.423,6
19. 0 8 544,8 0 0 552,8 7,5 0 0 12 28 47,5 600,3
20. 0 8 454,2 0 0 462,2 7,5 0 0 15 28 50,5 512,7
21. 0 14,4 2.360,4 0 0 2.374,8 30 0 0 45 112 187 2.561,8
22. 0 57,6 2.563,2 0 0 2.620,8 30 0 0 72 112 214 2.834,8
23. 0 11,2 606 5,6 42 664,8 15 0 0 6 0 21 685,8
24. 0 6,4 113,8 0 0 120,2 7,5 0 585 9 28 629,5 749,7
25. 0 22,4 2.514,6 0 0 2.537 30 0 36 36 112 214 2.751
87
No.
Dalam Keluarga (HOK) Luar Keluarga (HOK)
a b c d e Total a b c d e Total TOTAL
26. 0 13,8 888,2 0 0 902 11,25 0 12 9 42 74,3 976,25
27. 54 14,4 563,6 0 0 632 0 0 0 8 28 36 668
28. 12,6 5,4 567 10,8 28 623,8 0 0 0 0 0 0 623,8
29. 0 19,6 558,2 0 0 577,8 7,5 0 0 12 28 47,5 625,3
30. 0 12,6 395,4 12 28 448 37,8 0 0 0 0 37,8 485,8
31. 0 22,8 902 22,8 53,2 1.000,8 15 0 0 0 0 15 1.015,8
32. 0 11,2 618,8 84 28 742 7,5 0 0 6 0 13,5 755,5
33. 0 0 1.600 0 0 1.600 30 60 608 60 112 870 2.470
34. 0 0 650 0 0 650 42 42 56 16 56 212 862
35. 0 7,2 1.258,2 6 0 1.271,4 15 8 0 12 56 91 1.362,4
36. 0 36,8 1.157,4 0 0 1.194,2 15 0 12 30 56 113 1.307,2
37. 0 7,8 481,4 0 0 489,2 7,5 0 15 15 28 65,5 554,7
38. 0 28 590,4 0 0 618,4 7,5 0 6 15 28 56,5 674,9
39. 0 36,8 1.101 0 0 1.137,8 15 0 0 24 56 95 1.232,8
40. 0 3 663,8 0 0 666,8 15 12 518,4 30 56 631,4 1.298,2
41. 0 0 312,8 0 0 312,8 30 64,8 2.208 60 112 2.474,8 2.787,6
42. 0 88 3.001 0 0 3.089 37,5 0 42 75 140 294,5 3.383,5
Keterangan :
a : Pengolahan Lahan
b : Penanaman
c : Pemeliharaan
d : Pengarbitan
e : Pemanenan
88
Lampiran 4. Biaya Usahatani Nanas pada Kelompok Tani Makmur
No.
Luas Lahan
(Ha)
Saprotan
(Rp) TKLK (Rp)
Pajak
(Rp) Bibit (Rp) TKDK (Rp) Sewa (Rp)
Penyusutan
(Rp)
1. 0,5 12.340.000 4.920.000 100.480 2.000.000 12.240.000 6.000.000 184.607
2. 1,5 34.560.000 31.560.000 226.080 8.400.000 32.760.000 13.500.000 241.794
3. 0,75 9.180.000 7.110.000 150.720 3.000.000 24.060.000 9.000.000 313.443
4. 0,5 11.680.000 5.800.000 100.480 2.000.000 26.280.000 6.000.000 289.976
5. 0,5 8.115.000 5.200.000 100.480 2.000.000 23.780.000 6.000.000 354.900
6. 1,5 51.670.000 22.560.000 301.440 6.000.000 69.400.000 18.000.000 431.469
7. 0,75 10.080.000 17.940.000 150.720 3.000.000 28.540.000 9.000.000 300.643
8. 0,75 10.920.000 3.540.000 113.040 3.000.000 40.260.000 6.750.000 156.931
9. 0,75 12.570.000 26.390.000 150.720 3.000.000 10.600.000 9.000.000 384.005
10. 0,75 17.720.000 8.270.000 150.720 3.000.000 37.980.000 9.000.000 304.767
11. 0,25 5.930.000 2.510.000 50.240 1.000.000 13.600.000 3.000.000 324.323
12. 1 34.520.000 9.800.000 200.960 4.000.000 51.760.000 12.000.000 289.976
13. 0,25 3.465.000 2.480.000 50.240 1.000.000 12.100.000 3.000.000 319.727
14. 0,75 12.230.000 6.630.000 150.720 3.000.000 32.420.000 9.000.000 504.483
15. 0,375 5.722.500 12.545.000 56.520 2.400.000 0 3.375.000 136.931
16. 1 16.120.000 5.430.000 200.960 4.000.000 47.120.000 12.000.000 440.358
17. 1 12.880.000 10.120.000 200.960 4.000.000 50.840.000 12.000.000 384.323
18. 0,5 6.640.000 7.280.000 100.480 2.000.000 29.080.000 6.000.000 358.865
19. 0,25 3.980.000 4.990.000 50.240 1.000.000 11.580.000 3.000.000 298.865
20. 0,25 6.025.000 2.330.000 50.240 1.000.000 9.640.000 3.000.000 307.754
21. 1 24.140.000 6.220.000 200.960 3.600.000 52.720.000 12.000.000 309.531
22. 1 16.300.000 9.860.000 200.960 4.000.000 55.600.000 12.000.000 397.123
23. 0,375 7.630.000 2.340.000 56.520 1.700.000 13.860.000 3.375.000 143.611
24. 0,25 7.475.000 14.390.000 50.240 800.000 1.140.000 3.000.000 313.656
25. 1 16.680.000 10.520.000 200.960 2.000.000 53.160.000 12.000.000 349.976
26. 0,375 11.160.000 2.685.000 75.360 1.000.000 19.340.000 4.500.000 289.976
89
No.
Luas Lahan
(Ha)
Saprotan
(Rp) TKLK (Rp)
Pajak
(Rp) Bibit (Rp) TKDK (Rp) Sewa (Rp)
Penyusutan
(Rp)
27. 0,25 4.835.000 1.810.000 37.680 1.000.000 14.040.000 2.250.000 188.131
28. 0,25 7.245.000 1.740.000 50.240 800.000 13.540.000 3.000.000 423.434
29. 0,25 5.595.000 2.330.000 50.240 1.000.000 12.780.000 3.000.000 287.843
30. 0,25 5.905.000 2.580.000 37.680 2.000.000 9.420.000 2.250.000 194.251
31. 0,5 6.650.000 3.180.000 100.480 2.000.000 13.760.000 6.000.000 289.976
32. 0,25 2.967.500 1.770.000 37.680 2.000.000 14.180.000 2.250.000 167.611
33. 1 26.540.000 21.000.000 150.720 4.000.000 32.000.000 9.000.000 214.251
34. 0,5 8.380.000 6.260.000 75.360 2.000.000 13.000.000 4.500.000 163.571
35. 0,5 12.090.000 4.580.000 100.480 1.600.000 27.140.000 6.000.000 289.976
36. 0,5 7.600.000 5.230.000 100.480 2.000.000 26.520.000 6.000.000 291.754
37. 0,25 3.800.000 2.870.000 50.240 1.000.000 16.880.000 3.000.000 333.211
38. 0,25 3.535.000 2.510.000 50.240 1.000.000 13.720.000 3.000.000 373.656
39. 0,5 7.350.000 4.780.000 100.480 2.000.000 24.460.000 6.000.000 371.523
40. 0,5 8.980.000 16.450.000 100.480 2.000.000 13.300.000 6.000.000 281.087
41. 1 33.640.000 55.640.000 200.960 4.000.000 6.880.000 12.000.000 324.323
42. 1,25 33.850.000 13.690.000 251.200 5.000.000 65.700.000 15.000.000 577.818
90
Lampiran 5. Penerimaan Tunai Petani Nanas pada Kelompok Tani Makmur
No. Grade Total Produksi (Buah) Harga (Rp) Penerimaan (Rp)
1. A 26.000 2.000,00 52.000.000,00
B 23.000 1.000,00 23.000.000,00
C 9.000 500,00 4.500.000,00
2. A 136.000 2.000,00 272.000.000,00
B 27.500 1.000,00 27.500.000,00
C 9.500 500,00 4.750.000,00
3. A 62.000 2.000,00 124.000.000,00
B 29.000 1.000,00 29.000.000,00
C 6.000 500,00 3.000.000,00
4. A 48.000 2.000,00 96.000.000,00
B 5.000 1.000,00 5.000.000,00
C 4.000 500,00 2.000.000,00
5. A 25.000 2.000,00 50.000.000,00
B 24.000 1.000,00 24.000.000,00
C 10.000 500,00 5.000.000,00
6. A 122.000 2.000,00 244.000.000,00
B 31.000 1.000,00 31.000.000,00
C 20.000 500,00 10.000.000,00
7. A 69.000 2.000,00 138.000.000,00
B 9.500 1.000,00 9.500.000,00
C 10.000 500,00 5.000.000,00
8. A 33.000 2.000,00 66.000.000,00
B 18.000 1.000,00 18.000.000,00
C 8.000 500,00 4.000.000,00
9. A 71.000 2.000,00 142.000.000,00
B 13.000 1.000,00 13.000.000,00
C 7.000 500,00 3.500.000,00
10. A 70.000 2.000,00 140.000.000,00
B 10.000 1.000,00 10.000.000,00
C 6.500 500,00 3.250.000,00
11. A 15.000 2.000,00 30.000.000,00
B 8.500 1.000,00 8.500.000,00
C 6.500 500,00 3.250.000,00
12. A 67.000 2.000,00 134.000.000,00
B 31.000 1.000,00 31.000.000,00
C 18.000 500,00 9.000.000,00
13. A 16.000 2.000,00 32.000.000,00
B 7.000 1.000,00 7.000.000,00
C 6.500 500,00 3.250.000,00
14. A 70.000 2.000,00 140.000.000,00
B 9.000 1.000,00 9.000.000,00
C 9.000 500,00 4.500.000,00
15. A 15.000 2.000,00 30.000.000,00
B 7.500 1.000,00 7.500.000,00
91
No. Grade Total Produksi (Buah) Harga (Rp) Penerimaan (Rp)
C 6.500 500,00 3.250.000,00
16. A 104.000 2.000,00 208.000.000,00
B 9.000 1.000,00 9.000.000,00
C 6.500 500,00 3.250.000,00
17. A 104.000 2.000,00 208.000.000,00
B 6.000 1.000,00 6.000.000,00
C 5.500 500,00 2.750.000,00
18. A 44.000 2.000,00 88.000.000,00
B 4.000 1.000,00 4.000.000,00
C 5.500 500,00 2.750.000,00
19. A 20.000 2.000,00 40.000.000,00
B 4.000 1.000,00 4.000.000,00
C 3.500 500,00 1.750.000,00
20. A 18.000 2.000,00 36.000.000,00
B 6.000 1.000,00 6.000.000,00
C 5.000 500,00 2.500.000,00
21. A 72.000 2.000,00 144.000.000,00
B 27.000 1.000,00 27.000.000,00
C 15.000 500,00 7.500.000,00
22. A 95.000 2.000,00 190.000.000,00
B 14.000 1.000,00 14.000.000,00
C 8.000 500,00 4.000.000,00
23. A 21.000 2.000,00 42.000.000,00
B 8.000 1.000,00 8.000.000,00
C 5.000 500,00 2.500.000,00
24. A 11.500 2.000,00 23.000.000,00
B 14.500 1.000,00 14.500.000,00
C 7.000 500,00 3.500.000,00
25. A 56.000 2.000,00 112.000.000,00
B 32.000 1.000,00 32.000.000,00
C 28.000 500,00 14.000.000,00
26. A 12.000 2.000,00 24.000.000,00
B 6.000 1.000,00 6.000.000,00
C 5.000 500,00 2.500.000,00
27. A 13.000 2.000,00 26.000.000,00
B 4.000 1.000,00 4.000.000,00
C 2.500 500,00 1.250.000,00
28. A 17.000 2.000,00 34.000.000,00
B 9.000 1.000,00 9.000.000,00
C 3.000 500,00 1.500.000,00
29. A 18.000 2.000,00 36.000.000,00
B 6.000 1.000,00 6.000.000,00
C 3.000 500,00 1.500.000,00
30. A 14.000 2.000,00 28.000.000,00
B 10.000 1.000,00 10.000.000,00
92
No. Grade Total Produksi (Buah) Harga (Rp) Penerimaan (Rp)
C 5.000 500,00 2.500.000,00
31. A 28.000 2.000,00 56.000.000,00
B 12.500 1.000,00 12.500.000,00
C 7.500 500,00 3.750.000,00
32. A 17.000 2.000,00 34.000.000,00
B 6.500 1.000,00 6.500.000,00
C 3.500 500,00 1.750.000,00
33. A 55.000 2.000,00 110.000.000,00
B 13.000 1.000,00 13.000.000,00
C 12.000 500,00 6.000.000,00
34. A 19.000 2.000,00 38.000.000,00
B 11.000 1.000,00 11.000.000,00
C 9.000 500,00 4.500.000,00
35. A 24.000 2.000,00 48.000.000,00
B 17.000 1.000,00 17.000.000,00
C 9.000 500,00 4.500.000,00
36. A 46.000 2.000,00 92.000.000,00
B 8.000 1.000,00 8.000.000,00
C 5.500 500,00 2.750.000,00
37. A 22.000 2.000,00 44.000.000,00
B 5.500 1.000,00 5.500.000,00
C 3.500 500,00 1.750.000,00
38. A 17.000 2.000,00 34.000.000,00
B 8.000 1.000,00 8.000.000,00
C 3.000 500,00 1.500.000,00
39. A 25.000 2.000,00 50.000.000,00
B 22.000 1.000,00 22.000.000,00
C 9.000 500,00 4.500.000,00
40. A 31.000 2.000,00 62.000.000,00
B 15.000 1.000,00 15.000.000,00
C 8.500 500,00 4.250.000,00
41. A 102.000 2.000,00 204.000.000,00
B 10.000 1.000,00 10.000.000,00
C 8.000 500,00 4.000.000,00
42. A 117.000 2.000,00 234.000.000,00
B 19.000 1.000,00 19.000.000,00
C 18.000 500,00 9.000.000,00
93
Lampiran 6. Penerimaan Diperhitungkan Petani Nanas pada Kelompok Tani
Makmur
No Bibit yang digunakan Bibit yang Dihasilkan Penerimaan (Rp)
1 20.000 40.000 6.000.000,00
2 42.000 28.000 4.066.666,67
3 30.000 40.000 6.000.000,00
4 20.000 40.000 6.000.000,00
5 20.000 40.000 6.000.000,00
6 60.000 40.000 6.000.000,00
7 30.000 40.000 6.000.000,00
8 30.000 40.000 6.000.000,00
9 30.000 40.000 6.000.000,00
10 30.000 40.000 6.000.000,00
11 10.000 40.000 6.000.000,00
12 40.000 40.000 6.000.000,00
13 10.000 40.000 6.000.000,00
14 30.000 40.000 6.000.000,00
15 12.000 32.000 4.800.000,00
16 40.000 40.000 6.000.000,00
17 40.000 40.000 6.000.000,00
18 20.000 40.000 6.000.000,00
19 10.000 40.000 6.000.000,00
20 10.000 40.000 6.000.000,00
21 36.000 36.000 5.400.000,00
22 40.000 40.000 6.000.000,00
23 17.000 45.333 6.800.000,00
24 8.000 32.000 4.800.000,00
25 20.000 20.000 3.000.000,00
26 10.000 26.667 4.000.000,00
27 10.000 40.000 6.000.000,00
28 8.000 32.000 4.800.000,00
29 10.000 40.000 6.000.000,00
30 10.000 40.000 6.000.000,00
31 20.000 40.000 6.000.000,00
32 10.000 40.000 6.000.000,00
33 40.000 40.000 6.000.000,00
34 20.000 40.000 6.000.000,00
35 16.000 32.000 4.800.000,00
36 20.000 40.000 6.000.000,00
37 10.000 40.000 6.000.000,00
38 10.000 40.000 6.000.000,00
39 20.000 40.000 6.000.000,00
40 20.000 40.000 6.000.000,00
41 40.000 40.000 6.000.000,00
42 50.000 40.000 6.000.000,00
94
Lampiran 7. Data Pendapatan Usahatani Nanas pada Kelompok Tani Makmur
No. Luas Lahan (Ha) Pendapatan Tunai (Rp) Pendapatan Total (Rp)
1. 0,5 61.954.913,00 41.714.913,00
2. 1,5 237.662.125,73 183.002.125,73
3. 0,75 139.245.837,48 103.185.837,48
4. 0,5 85.129.544,12 50.849.544,12
5. 0,5 65.229.619,72 33.449.619,72
6. 1,5 210.037.090,80 116.637.090,80
7. 0,75 124.028.637,48 83.488.637,48
8. 0,75 73.270.028,59 23.260.028,59
9. 0,75 119.005.274,92 96.405.274,92
10. 0,75 126.804.513,04 76.824.513,04
11. 0,25 32.935.437,48 15.335.437,48
12. 1 129.189.064,12 61.429.064,12
13. 0,25 35.935.033,00 19.835.033,00
14. 0,75 133.984.797,48 89.564.797,48
15. 0,375 17.289.048,57 10.014.048,57
16. 1 198.058.681,92 134.938.681,92
17. 1 193.704.717,48 126.324.717,48
18. 0,5 80.370.655,24 43.290.655,24
19. 0,25 36.430.895,24 20.850.895 ,24
20. 0,25 35.787.006,36 22.147.006,36
21. 1 147.629.508,56 79.309.508,56
22. 1 181.241.917,48 109.641.917,48
23. 0,375 42.329.868,59 21.894.868,59
24. 0,25 18.771.104,12 13.831.104,12
25. 1 130.249.064,12 63.089.064,12
26. 0,375 18.289.664,12 (8.800.335,88)
27. 0,25 24.379.188,56 7.089.188,56
28. 0,25 35.041.326,36 17.701.326,36
29. 0,25 35.236.917,48 18.456.917,48
30. 0,25 31.783.068,59 18.113.068,59
31. 0,5 62.029.544,12 40.269.544,12
32. 0,25 37.307.208,56 18.877.208,56
33. 1 81.095.028,58 36.095.028,58
34. 0,5 38.621.068,57 19.121.068,57
35. 0,5 52.439.544,12 17.699.544,12
36. 0,5 89.527.766,36 55.007.766,36
37. 0,25 44.196.548,56 23.316.548,56
38. 0,25 37.031.104,16 19.311.104,16
39. 0,5 63.897.997,48 31.437.997,48
40. 0,5 55.438.433,00 34.138.433,00
41. 1 128.194.717,48 105.314.717,48
42. 1,25 213.630.981,60 127.930.981,60
95
Lampiran 8. Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval
of the Difference
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed) Mean Difference
Std. Error
Difference Lower Upper
bibit Equal variances assumed .963 .332 -.333 8940 .741 -503.704 1512.389 -3560.355 2552.948
Equal variances not
assumed
-.328 27.780 .745 -503.704 1535.566 -3650.291 2642.884
kandang Equal variances assumed 5.068 .030 4.012 40 .000 2639.407 657.826 1309.891 3968.924
Equal variances not
assumed
3.453 19.215 .003 2639.407 764.304 1040.910 4237.905
urea Equal variances assumed .004 .948 .188 40 .851 104.444 554.220 -1015.676 1224.565
Equal variances not
assumed
.190 29.754 .851 104.444 549.694 -1018.569 1227.458
tsp Equal variances assumed 3.783 .059 -1.450 40 .155 -645.926 445.509 -1546.333 254.481
Equal variances not
assumed
-1.609 37.916 .116 -645.926 401.550 -1458.879 167.027
phonska Equal variances assumed 1.170 .286 .182 40 .857 74.815 411.110 -756.069 905.699
Equal variances not
assumed
.198 36.477 .844 74.815 377.741 -690.933 840.562
gramaxone Equal variances assumed 2.830 .100 .255 40 .800 1.304 5.108 -9.019 11.627
Equal variances not
assumed
.272 34.583 .788 1.304 4.799 -8.443 11.051
protephone Equal variances assumed 1.800 .187 1.237 40 .223 3.467 2.803 -2.199 9.132
Equal variances not assumed
1.152 23.645 .261 3.467 3.010 -2.750 9.683
TK Equal variances assumed .502 .483 -.338 40 .737 -48.447 143.345 -338.158 241.264
Equal variances not
assumed
-.333 27.712 .742 -48.447 145.662 -346.962 250.069
96
Lampiran 9. Kuisioner Usahatani Nanas pada Kelompok Tani Makmur
KUISIONER USAHATANI NANAS
Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah
2012
Kuisioner ini digunakan sebagai bahan penyusunan skripsi “Analisis Pendapatan
Usahatani Nanas Kelompok Tani Makmur Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur,
Lampung Tengah” oleh Annisa Kusuma Wardani (H34080097), mahasiswa
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Hari/Tanggal :
Waktu :
A. Identitas Diri
Nama responden :
Alamat responden :
Umur : tahun
Jenis Kelamin : L / P
Pendidikan : ( ) Tidak Sekolah ( ) SMA/sederajat
( ) SD ( ) Diploma
( ) SMP/sederajat ( ) Sarjana
Jumlah tanggungan :
Jenis usaha yang dilakukan :
Lama usahatani nanas : tahun
Alasan berusahatani nanas :
Keterlibatan anggota keluarga
dalam usahatani nanas :
Luas lahan yang dimiliki : hektar
Jumlah tanaman : pohon
Sifat usahatani nanas : utama / sampingan
Pekerjaan di luar usahatani nanas :
Pendapatan di luar usahatani nanas :
Permasalahan yang sering dihadapi (budidaya, teknologi, modal, hama, dsb) :
97
B. Investasi
Modal awal : Rp ................................
Sumber kepemilikan modal : ( ) Pribadi ( ) Pengumpul
( ) Pinjaman ( ) Lainnya ......................
Sumber Pinjaman : ( ) Bank ( ) Pengumpul
( ) Koperasi ( ) Kelompok tani
( ) Lainya ...................................
Bunga pinjaman : Rp .................../ bulan
Luas lahan untuk
usahatani nanas : ...................................................................hektar
Status kepemilikan lahan : ( ) pribadi ( ) Sewa
( ) Lainnya ......................................
Besarnya biaya sewa : Rp .................../ tahun
C. Sarana Produksi Usahatani Nanas
No. Uraian Satuan Jumlah
fisik
Harga per
satuan
Nilai
total
Total
D. Pengeluaran Usahatani Lainnya
No. Jenis Pengeluaran Jumlah (Rp)
Total
98
E. Peralatan Yang Digunakan Dalam Usahatani Nanas
Jenis Peralatan Jumlah (buah) Harga Beli (Rp) Masa Pakai (Tahun)
F. Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Usahatani Nanas
Periode
Jumlah Tenaga Kerja (JK)
Upah
(Rp/JK) Dalam Keluarga Luar Keluarga
L P A T M L P A T M
G. Penanganan Pasca Panen
Periode
Jumlah Tenaga Kerja (TK)
Upah
(Rp/JK) Dalam Keluarga Luar Keluarga
L P A T M L P A T M
99
H. Penerimaan Usahatani Nanas
1. Hasil penjualan nanas ( jumlah produksi x harga jual nanas) =
.....................................buah x Rp ...................../buah
= Rp...................................
2. Hasil Penjualan Bibit (jumlah bibit x harga jual bibit) =
....................................buah x Rp ...................../buah
= Rp ..................................
I. Pemasaran
Cara Pemasaran Nanas Persentase
(%)
Harga
Jual (Rp)
Sistem
Pembayaran
top related