angka kejadian infeksi malaria pada mahasiswa...
Post on 10-Mar-2019
229 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANGKA KEJADIAN INFEKSI MALARIA
PADA MAHASISWA KEDOKTERAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
YANG BERASAL DARI DAERAH ENDEMIS
MALARIA DI INDONESIA
Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Izzatul Hanifa
NIM: 11141030000054
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN
Syarif Hidayatull ah Jakarta.
2. semua sumber yang saya gunakan dalam penuiisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kernudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarla.
Jakarta, 14 November 2077
ANGKA KEJADIAN INTEKSI MALARIA PADA MAHASISWAKEDOKTERAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA YANGBERASAL DARI DAERAH ENDEMIS MALARIA DI INDONESIA
Laporan PenelitianDiajukan kepadaProgram studi Kedokteran dan profesi Dokter, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh GelarSarjana Kedokteran (S.Ked)
OlehIfzatul Hanifa
NIM: 11141030000054
Pembimbing 2
Silvia
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN'
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 r{/2017 M
Pembimbing 1
rI
g,wMl'/
F. Nasution, M.Biomed
111
ahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS19721103 200604 I 001
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Laporan Penelitian berjudul ANGKA KEJADIAN INFEKSI MALARIA PADAMAHASISWA KEDOKTERAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTAYANG BIRASAL DARI DAERAH ENDEMIS MALARIA DI TNDONESIA yangdiajukan oleh Izzatul Hanifa O[IM: 11141030000054), teiah diujikan dalam sidang diFakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 14 November 2017. Laporan penelitian initelah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)pada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.
Jakarta, 14 November 2017
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
Silvia F.
Pembimbing I
sirvia rMriomed
Penguji 1
dr. Rahmatin4 Sp.KKNIP. 19790s26200s0t 2 005
M.Biomed
mbing 2
dr. Nouval , FACSNIP-
dr. Ahmad Azsttar Habibi, M.BiomedNrP. 19800s22 2AA9D 1 00s
FAKULTAS
i PSIfD UIN Jakarta
PIMPINAN
n FKIK LIIN Jakarta
lV
dr. Nouval J, Ph.D, FICS, FACS200604 I 001
, Sp.U, Ph.D,1103 200604 1 001
NIP 9721103
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulilahirabbil’alamin, puji dan syukur kepada Allah SWT,
karena atas segala rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, penulis dapat
menyelesaikan penulisan penelitian dengan judul “Angka Kejadian Infeksi
Malaria Pada Mahasiswa Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
Berasal dari Daerah Endemis Malaria di Indonesia.” Shalawat serta salam tak
lupa untuk selalu penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa umat Muslim dari zaman kegelapan hingga zaman yang penuh
dengan perkembangan ilmu dan teknologi sehingga penulis mampu menjadi
saksi atas segala kebesaran-Nya.
Selama proses penelitian ini dilaksanakan, tentunya penulis tidak
terlepas dari berbagai pihak yang turut membantu menyelesaikan penelitian ini.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS selaku Ketua Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta
seluruh Dosen Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter yang selalu
membimbing serta memberikan arahan yang membangun kepada penulis
selama menjalani masa pendidikan.
3. Ibu Silvia F. Nasution, M.Biomed dan dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D,
FICS, FACS selaku dosen pembimbing penelitian yang telah membimbing
saya dan mencurahkan waktu, tenaga, ilmu pengetahuan, serta motivasi
sehingga penelitian ini selesai dengan penuh manfaat.
4. dr. Rahmatina, Sp.KK dan dr. Ahmad Azwar Habibi, M.Biomed selaku
dosen penguji yang telah meluangkan waktu serta memberikan kritik dan
saran yang membangun untuk menyempurnakan penelitian ini.
5. Bapak Chris Adhiyanto, M.Biomed, Ph.D selaku Penanggung Jawab riset
yang telah membantu angkatan penulis untuk menyelesaikan rangkaian
penelitian.
vl
6. Kedua orang tua penulis, dr. Hj. Ria Banuria dan Ir. H. Elliyun Hilal yang
telah mencurahkan segala kasih sayang, waktu, keiingat, motivasi, nasihat,
ilmu serta doa yang besamya tidak dapat dikonversi oleh alat ukur
manapun.
7. Saudara penulis, Ishlahi Nasiya S.Psi, Fany Rizky Syaiftiawan, S.T, M.
Dzaki lzzudin, dan Ikrimatul Lathifa yang telah menemani dan membuka
mata penulis untuk memahami indahnya warna-warni kehidupan yang
dijalani bersama.
8. Teman seperjuangan penelitian, Laelatul Sofiah yang membuat penulis
bertemu dengan Doraemon setiap hari sehingga penulis memahami bahwa
biru tidak selalu sendu.
9. Sahabat penulis, Ajeng Ristia, Annisa Luthfi, Annisa Tsania M, Auliya
Yasmin, Dewi Mutiara, Desti Asihanti, Iftina Amalia, S.Ked, Irfiani N,
Rahmawati Ayu P, Thalia Audina dan Wafa Sofia F yang menjadi survival
frzr penulis dalam mengendarai roda waktu selama berada di pendidikan
kedokteran ini.
10. Kabinet Harmoni HMPS PD UIN 2016-2017, M. Ade Wijaya, Ade Aurora
Imani, Alya N{asinta Woelandari, Fitria Tahta Alfina, Laelaiul Sofiah,
Maskur Fahmi Adi Baskoro, Moch. Rizki Ramadhan, Neti Kumiawati, Putri
Rahmah Ajizah, Syahriani Syukri, Taqiyya Maryam, Widda Mayyala
Shofie, Widyandini Sekar Pratiwi, serta squad lainnya yang telah setia
menemani penulis untuk berjalan beriringan di garda terdepan organisasi.
11.Teman seperjuangan carotis PSKPD Angkatan 2a14 yang telah rnenjadi
rumah kedua penulis.
Peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun
demi menyempumakan hasil penelitian ini. Semoga penelitian ini rnampu
memberikan inspirasi serta manfaat bagi banyak orang.
Was al amu' alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
ber 2017
vi
Izzatul Hanifa
vii
ABSTRAK
Izzatul Hanifa. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Angka Kejadian Infeksi
Malaria Pada Mahasiswa Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang Berasal Dari
Daerah Endemis Malaria di Indonesia.
Latar belakang: Angka insiden parasit malaria di Indonesia dilaporkan mengalami tren
penurunan sejak tahun 2011 hinga 2015. Pada tahun 2015, dari total penduduk di
Indonesia sebanyak 10.7% hidup di daerah penularan malaria dengan risiko sedang
hingga tinggi. Diagnosis awal dalam menemukan parasit dalam darah mampu membantu
memutus mata rantai infeksi Plasmodium sp. Tujuan: Mengetahui angka kejadian
infeksi malaria pada mahasiswa kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berasal
dari daerah endemis malaria. Metode: Penelitian dilaksanakan dengan studi potong
lintang pada 28 responden yang berasal dari beberapa daerah endemis malaria di
Indonesia dengan pemeriksaan secara mikrsokopis dan diagnosis cepat (rapid diagnostic
test/RDT) dari sampel darah jari (SDJ). Hasil: Hasil pemeriksaan mikroskopis
didapatkan infeksi malaria sebesar 50% (14/28), sedangkan hasil RDT menunjukkan
negatif pada seluruh sampel. Spesies parasit malaria yang ditemukan adalah Plasmodium
vivax dan Plasmodium falciparum. Hasil uji diagnostik perbandingan antara pemeriksaan
mikroskopis dan RDT didapatkan nilai sensitivitas sebesar 0% dan spesifisitas sebesar
100%. Untuk mendukung hasil pemeriksaan tersebut, didapakan data kuesioner berupa
informasi tentang perilaku responden yang berisiko kontak dengan vektor malaria,
riwayat klinis dan pegobatan malaria, serta letak geografis daerah asal yang menjadi
habitat perindukan vektor. Kesimpulan: Angka kejadian malaria pada mahasiswa
kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta didapatkan separuh dari jumlah seluruh
responden yang berasal dari daerah endemis malaria.
Kata kunci: malaria, endemis, insiden
Izzatul Hanifa. Medical Education Study Program. UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Malaria Incidence Rate On Medical Students of UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta from Malaria Endemic Area in Indonesia.
Background: The incidence of malaria in Indonesia is reportedly decreasing trend since
2011 to 2015. In 2015, roughly 10,7% of Indonesian population lives in medium to high
risk of malaria infection area. Early diagnosis by finding parasite in the blood could break
Plasmodium sp. infection chain. Objective: Knowing the incidence of malaria infection
on medical students of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta coming from malaria-endemic
areas. Method: The study uses cross-sectional design on 28 respondents coming from
several malaria-endemic areas in Indonesia, using microscopic tests and rapid diagnostic
tests (RDT) from fingertip blood samples. Result: Microscopic tests shows that the
incidence of malaria infection is 50%, while RDT shows negative results on all samples.
Malaria parasites found in this study are Plasmodium vivax and Plasmodium falciparum.
Diagnostic comparison between microscopic tests and RDT shows sensitivity value of
0% and specificity value of 100%. In support the result in this study, questionnaire data
was obtained in the form of information regarding respondents behavior in which favors
malaria vector contact, clinical history and malaria treatment, and geographical location
of respondents’ origin locations. Conclusion: The incidence of malaria on medical
students of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta is half of the entire respondents coming from
malaria endemic areas.
Keywords: malaria, endemic, incidence
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL.................................................................................. i
LEMBAR PERNYATAAN................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN................................................................... iv
KATA PENGANTAR............................................................................ v
ABSTRAK............................................................................................... vii
DAFTAR ISI........................................................................................... viii
DAFTAR TABEL................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR............................................................................... xi
DAFTAR SINGKATAN......................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................... 2
1.3 Tujuan penelitian .......................................................................... 2
1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................... 2
1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 3
1.4 Manfaat penelitian ........................................................................ 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Malaria dan Epidemiologinya di Indonesia ................ 4
2.2 Etiologi Malaria ............................................................................ 6
2.3 Daur Hidup Plasmodium sp ........................................................ 12
2.3.1 Daur Hidup Plasmodium Pada Manusia ................ ………13
2.3.2 Daur Hidup Plasmodium dalam Nyamuk Anopheles ........ 14
2.4 Nyamuk Anopheles Sebagai Vektor Malaria .............................. 15
2.5 Faktor Manusia dalam Transmisi Malaria .................................. 17
2.6 Faktor Lingkungan Pendukung Transmisi Malaria .................... 18
2.7 Patologi Malaria dan Gejala Klinisnya ....................................... 19
2.8 Cara Deteksi Infeksi Malaria ...................................................... 22
2.9 Program Pemberantasan Malaria di Indonesia ........................... 28
2.9.1 Jenis Kegiatan Deteksi ....................................................... 29
2.9.2 Menghindari atau Mengurangi Kontak Nyamuk ............... 30
2.9.3 Pengendalian Vektor .......................................................... 32
2.9.4 Profilaksis Malaria ............................................................. 32
2.9.5 Pengobatan Malaria ........................................................... 33
2.10 Kerangka Teori ........................................................................... 36
2.11 Kerangka Konsep ....................................................................... 37
ix
2.12 Definisi Operasional ................................................................... 38
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian ........................................................ 39
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian..................................................... 39
3.2.1 Tempat Penelitian .............................................................. 39
3.2.2 Waktu Penelitian................................................................ 39
3.3 Subyek Penelitian ....................................................................... 40
3.4 Perhitungan Besar Sampel .......................................................... 40
3.5 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi ......................................... 40
3.5.1 Kriteria Inklusi ................................................................... 40
3.5.2 Kriteria Eksklusi ................................................................ 40
3.6 Variabel Penelitian ..................................................................... 40
3.6.1 Variabel Bebas ................................................................... 40
3.6.2 Variabel Terikat ................................................................. 41
3.7 Alat dan Bahan ........................................................................... 41
3.8 Cara Kerja ................................................................................... 42
3.8.1 Pemeriksaan Mikroskopis Apusan Darah .......................... 42
3.8.2 Pemeriksaan Rapid Diagnostic Test (RDT) Malaria ......... 43
3.9 Alur Penelitian ............................................................................ 44
3.10 Output yang Diharapkan ............................................................. 45
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1 Karakteristik Responden ............................................................. 46
4.2 Perilaku Responden di Daerah Asal ........................................... 48
4.3 Kejadian Malaria ........................................................................ 51
4.3.1 Kejadian Malaria Berdasarkan Asal Provinsi .................... 56
4.3.2 Kejadian Malaria Berdasarkan Jenis Kelamin ................... 57
4.3.3 Kejadian Malaria Berdasarkan Riwayat Malaria ............... 57
4.3.4 Kejadian Malaria Berdasarkan Gejala Klinis .................... 58
4.3.5 Kejadian Malaria Berdasarkan Karakteristik Geografis .... 59
4.4 Keterbatasan Penelitian .............................................................. 61
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ..................................................................................... 62
5.2 Saran ........................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 64
LAMPIRAN............................................................................................... 68
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbandingan Sifat dan Diagnostik Spesies Plasmodium ....................... 12
Tabel 2.2 Perbedaan Masa Inkubasi Spesies Plasmodium ...................................... 20
Tabel 4.1 Karakteristik Responden .......................................................................... 46
Tabel 4.2 Riwayat Malaria dan Kebiasaan Pulang ke Daerah Asal ........................ 47
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku di Daerah Asal .................. 48
Tabel 4.4 Distribusi Hasil Pemeriksaan Mikroskopik dan RDT Responden .......... 51
Tabel 4.5 Skema Struktur Dasar Uji Diagnostik ..................................................... 52
Tabel 4.6 Hasil Uji Diganostik RDT dengan Pemeriksaan Mikroskopis ................ 53
Tabel 4.7 Hasil Identifikasi Spesies Plasmodium.................................................... 55
Tabel 4.8 Distribusi Kejadian Malaria Berdasarkan Jenis Kelamin ........................ 57
Tabel 4.9 Distribusi Kejadian Malaria Berdasarkan Riwayat Malaria .................... 57
Tabel 4.10 Distribusi Gejala Klinis Pada Responden ................................................ 58
Tabel 4.11 Distribusi Karakteristik Geografis Asal Daerah Responden ................... 59
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tren API di Indonesia Tahun 2005 - 2015 ............................................. 5
Gambar 2.2 API Berdasarkan Provinsi di Indonesia .................................................. 6
Gambar 2.3 Morfologi Stadium Plasmodium falciparum .......................................... 8
Gambar 2.4 Morfologi Stadium Plasmodium vivax ................................................... 9
Gambar 2.5 Morfologi Stadium Plasmodium ovale ................................................. 10
Gambar 2.6 Morfologi Stadium Plasmodium malariae ........................................... 11
Gambar 2.7 Daur Hidup Plasmodium sp .................................................................. 13
Gambar 2.8 Daur Hidup Plasmodium sp Pada Nyamuk Anopheles Betina ............. 15
Gambar 2.9 Target Antigen Pada RDT Malaria ....................................................... 24
Gambar 2.10 Cassette RDT ........................................................................................ 26
Gambar 2.11 Hasil Deteksi DNA Plasmodium pada PCR ......................................... 28
Gambar 2.12 Algoritma Penatalaksanaan Malaria Tanpa Komplikasi ...................... 35
Gambar 4.1 Distribusi Kejadian Malaria Berdasarkan Asal Provinsi ...................... 56
xii
DAFTAR SINGKATAN
ACD : Active Case Detection
ACT : Artemisin-based Combination Therapy
API : Annual Parasite Incidence
DDT : Dichlorodiphenyltrichloroethane
HCI : High Case Incidence
IRS : Insecticide Residual Spray
ITN : Insecticide-treated Nets
LCI : Low Case Incidence
MCI : Middle Case Incidence
MFS : Mass fever Survey
PCR : Polymerase Chain Reaction
PCD : Passive Case Detection
RDT : Rapid Diagnostic Test
SDJ : Survei Darah Jari
WHO : World Health Organization
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Persetujuan Mengikuti Penelitian ........................................... 68
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian ............................................................................. 69
Lampiran 3 Alat dan Bahan Penelitian .................................................................... 73
Lampiran 4 Cara Kerja Penelitian ............................................................................ 74
Lampiran 5 Foto Pemeriksaan Mikroskopik dan RDT Subyek Penelitian .............. 75
Lampiran 6 Pengolahan Data Responden ................................................................ 77
Lampiran 7 Riwayat Penulis .................................................................................... 85
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
Plasmodium sp melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Gigitan nyamuk
tersebut membawa Plasmodium sp ke dalam sel darah merah manusia dan akan
berkembang biak menimbulkan gejala klinis berupa demam, menggigil, dan
berkeringat yang disebut sebagai “Trias Malaria”, terkadang disertai sakit kepala,
mual atau muntah.1 Menurut data WHO 2015, infeksi Plasmodium yang banyak
ditemukan kasusnya di Indonesia adalah Plasmodium falciparum (55%) dan
Plasmodium vivax (44%). Penyakit ini dapat menyerang semua jenis kelamin dan
seluruh kelompok umur.2
Annual Parasite Incidence (API) merupakan jumlah kasus positif malaria
per 1.000 penduduk dalam satu tahun. Menurut data Dirjen Pencegahan dan
Penanggulangan Penyakit Kemenkes RI tahun 2016, tren API Indonesia tahun
2011 mencapai 1,75 dan mulai menurun sejak tahun 2012 menjadi 1,69, diikuti
1,38 pada tahun 2013, 0,99 pada tahun 2014 dan mencapai titik terendah pada
2015 menyentuh angka 0,85.3
Meskipun secara nasional Indonesia telah terjadi penurunan tren API,
namun di wilayah dengan endemis tinggi malaria angka API masih sangat tinggi
dibandingkan angka nasional. Sedangkan pada wilayah dengan endemis rendah
malaria masih sering dilaporkan kejadian luar biasa (KLB).4 Pada tahun 2015,
dari total penduduk di Indonesia sebanyak 255,6 juta tercatat 15,3% penduduk
yang hidup di daerah dengan risiko rendah penularan malaria, dan 10,7% hidup di
daerah dengan risiko sedang hingga tinggi penularan malaria.3 Hal ini
menunjukkan bahwa kurang lebih 66 juta penduduk Indonesia masih memiliki
risiko yang tinggi untuk terjadinya penularan malaria.
2
Mahasiswa kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berasal dari
daerah yang berbeda-beda. Diantaranya merupakan daerah yang tergolong
endemis malaria. Walaupun kini DKI Jakarta, Jawa Barat, Bali, Jawa Timur dan
Banten telah dinyatakan bebas malaria, namun masih terdapat 29 provinsi lainnya
yang belum dinyatakan sebagai provinsi bebas malaria.2 Dalam mendukung
program pemberantasan malaria oleh pemerintah tentunya diagnosis awal dalam
menemukan parasit dalam darah mampu membantu memutus mata rantai infeksi
Plasmodium sp. Diagnosis awal dapat dilakukan melalui pemeriksaan survei
darah jari (SDJ), yaitu pengambilan sampel darah kapiler untuk dilakukan
pemeriksaan deteksi parasit.6 Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data
mengenai status infeksi pada mahasiswa kedokteran UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang berasal dari daerah endemis malaria dengan metode pemeriksaan
mikroskopis dan rapid diagnostic test (RDT) malaria dari SDJ.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam mendukung program pemerintah dalam pemberantasan malaria,
diagnosis awal dalam menemukan parasit dalam darah mampu membantu
memutus mata rantai infeksi Plasmodium sp. Mahasiswa Kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah berasal dari berbagai daerah yang masih digolongkan sebagai daerah
endemis malaria. Bagaimana angka kejadian malaria oleh infeksi Plasmodium sp
dari hasil pemeriksaan survei darah jari (SDJ) mahasiswa kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang berasal dari daerah endemis malaria?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Diketahuinya angka kejadian malaria oleh infeksi Plasmodium sp pada
mahasiswa kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berasal dari daerah
endemis malaria di Indonesia.
3
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya angka kejadian infeksi malaria dengan pemeriksaan mikroskopis
dan rapid diagnostic test (RDT).
2. Diketahuinya jenis Plasmodium sp yang terdapat dalam darah.
3. Diketahuinya gambaran perilaku di daerah asal (keluar rumah pada malam hari,
penggunaan kelambu, pemasangan kasa anti nyamuk, pemakaian anti nyamuk).
4. Diketahuinya gambaran kejadian malaria berdasarkan karakteristik individu (jenis
kelamin, riwayat malaria sebelumnya, gejala klinis demam tinggi, berkeringat dan
menggigil).
5. Diketahuinya gambaran kejadian malaria berdasarkan karakteristik geografis
daerah asal.
1.4 Manfaat penelitian
Mampu mendeteksi secara dini infeksi Plasmodium sp serta menjadi
informasi yang mampu mendukung evaluasi program eliminasi malaria di Indonesia.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Malaria dan Epidemiologinya di Indonesia
Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
Plasmodium sp melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Gigitan nyamuk
tersebut membawa Plasmodium sp ke dalam sel darah merah manusia dan akan
berkembang biak menimbulkan gejala klinis berupa demam, menggigil, dan
berkeringat yang disebut sebagai “Trias Malaria”.1 Penyakit ini dapat menyerang
semua jenis kelamin dan seluruh kelompok umur.2
World Malaria Report 2015 menyatakan bahwa kini malaria telah
menyerang 106 negara di dunia. Tingginya kasus malaria tersebut melahirkan
komitmen global dalam melakukan pemberantasan terhadap malaria yang
dituangkan melalui tujuan ketiga pada Sustainable Development Goals (SDGs).2
Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmennya menuju Indonesia bebas
malaria tahun 2030 yang dituang dalam Keputusan Menkes No.
293/Menkes/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009 tentang Eliminasi malaria di
Indonesia.
Dalam menentukan tren morbiditas malaria serta penentuan status
endemisitas di suatu daerah digunakan angka Annual Parasite Incidence (API).
API merupakan jumlah kasus positif malaria per 1000 penduduk pada kurun
waktu satu tahun. API terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu2:
1. Daerah Endemis Tinggi atau High Case Incidence (HCI) adalah suatu daerah
dengan API >5.
2. Daerah Endemis Sedang atau Middle Case Incidence (MCI) adalah suatu
daerah dengan API 1 - 5.
3. Daerah Endemis Rendah atau Low Case Incidence (LCI) adalah suatu daerah
dengan API <1.
4. Daerah Bebas Malaria adalah suatu daerah dengan kasus malaria nol.
5
Gambar 2.1 Tren API di Indonesia Tahun 2005 - 2015
Sumber: Sitjen P2P, Kemenkes RI, 2016.3
API dalam skala nasional cenderung turun dalam 5 tahun ini. Tahun 2010
API menduduki angka 1,96 hingga kini di tahun 2015 mencapai angka terendah
yaitu 0,85. Berdasarkan status endemisitas per Kabupaten/Kota di Indonesia
sampai tahun 2015, kini terdapat 232 kabupaten/kota yang telah menerima
sertifikat eliminasi malaria.3 Namun, status endemisitas rendah masih menjadi
angka yang paling tinggi yaitu sebanyak 379 kabupaten/kota, diikuti status
endemisitas sedang pada 90 kabupaten/kota, dan status endemisitas tinggi pada 45
kabupaten/kota.2
Apabila dipetakan berdasarkan provinsi sebanyak 29 provinsi di Indonesia
belum dinyatakan bebas malaria, hanya 5 provinsi yang telah mencapai angka
API nol, yaitu Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Bali sehingga
dikategorikan sebagai provinsi bebas malaria. Sebaran kasus malaria di Indonesia
masih berpusat di wilayah Timur dilihat dari angka API pada provinsi Papua,
Papua Barat, NTT, dan Maluku yang masih jauh meninggalkan API skala
nasional.2
6
Gambar 2.2 API Berdasarkan Provinsi di Indonesia
Sumber: Kemenkes RI, 2016.2
Status endemisitas juga menggambarkan jumlah penduduk berisiko tertular
malaria. Pada tahun 2015, dari total penduduk di Indonesia sebanyak 255,6 juta,
74% nya hidup di daerah bebas penularan malaria, 15,3% hidup di daerah dengan
risiko rendah penularan malaria, dan sisanya hidup di daerah dengan risiko
sedang hingga tinggi penularan malaria.3
2.2 Etiologi Malaria
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa obligat
intraseluler yang termasuk genus Plasmodium. Spesies Plasmodium yang dapat
ditemukan pada manusia adalah1: Plasmodium vivax (P. vivax), Plasmodium
falciparum (P. falciparum), Plasmodium malariae (P. malariae), dan
Plasmodium ovale (P.ovale). Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di
7
Indonesia adalah Plasmodium falciparum yang telah ditemukan sebanyak 1.915
(81%) lokasi dan Plasmodium vivax yang telah ditemukan sebanyak 1.786 (75%)
lokasi.5
Identifikasi spesies Plasmodium sp. penting dilakukan untuk melakukan
eliminasi yang spesifik untuk tiap spesies. Identifikasi ini dapat dilakukan dengan
pemeriksaan mikroskopis sampel darah jari. Masing-masing spesies memiliki
morfologi yang beragam pada setiap stadiumnya.
1. Plasmodium falciparum
Sel darah merah yang terinfeksi oleh P. falciparum memiliki ukuran yang
normal namun bentuknya mengikuti bentuk parasit yang menginfeksi
didalamnya. Kadang pula dapat ditemukan celah Maurer (Maurer’s clefts).
Pada bentuk cincin (ringform) terlihat sitoplasma yang halus disertai 1 - 2 titik
kromatin yang kecil. Dibanding spesies lain, multiple infection dalam sebuah
sel darah merah lebih sering ditemukan. Bentuk trofozoit memiliki sitoplasma
yang lebih pekat yang masih memiliki titik kromatin. Bentuk gametosit yang
dijumpai berbentuk seperti pisang atau bulan sabit. Pada makrogametosit
terdapat kromatin yang berkumpul menjadi satu, sedangkan pada
mikrogametosit memiliki kromatin yang tampak difus. Skizon matang pada
P.falciparum memiliki 8 – 24 merozoit yang kecil disertai pigmen hitam
terlihat berkumpul menjadi satu massa.6, 7
8
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2.3 Morfologi Stadium Plasmodium falciparum pada
apusan darah tipis (a) Bentuk cincin (b) Gametosit (c)
Trofozoit (d) Skizon
Sumber: CDC, 2017.7
2. Plasmodium vivax
Sel darah merah yang terinfeksi oleh P.vivax dapat berukuran normal hingga
membesar sampai 2 kali lipatnya. Kadang dapat dijumpai titik Schuffner pada
pewarnaan Giemsa. Bentuk cincinnya terlihat memiliki sitoplasma yang besar
kadang berbentuk ameboid disertai titik kromatin yang besar. Satu sel darah
merah dapat terjadi multiple infection dimana ditemukan bentuk cincin lebih
dari satu. Bentuk trofozoit dapat membuat bentuk sel darah merah terdistorsi
disertai adanya sitoplasma yang luas dan titik kromatin yang besar. Dapat pula
dijumpai adanya pigmen kuning kecokelatan. Bentuk gametosit yang
dijumpai berbentuk oval atau bulat memenuhi sel darah merah dengan pigmen
kecokelatan yang tersebar. Pada makrogametosit memiliki kromatin yang
berkumpul di tepi (eksentris), sedangkan kromatin terlihat difus pada
9
mikrogametosit. Bentuk skizon terlihat memenuhi seluruh sel darah merah
berisikan 12 – 24 merozoit dengan pigmen cokelat kekuningan.6, 8
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2.4 Morfologi Stadium Plasmodium vivax pada
apusan darah tipis (a) Bentuk cincin (b) Gametosit (c)
Trofozoit (d) Skizon
Sumber: CDC, 2017.8
3. Plasmodium ovale
Sel darah merah yang terinfeksi oleh P.ovale memiliki ukuran yang normal
atau membesar hinggan 1,25 kali dari ukuran normalnya. Bentuk sel darah
merah pun dapat tetap bulat atau berubah menjadi rumbai-rumbai
(fimbriated). Kadang pula dapat ditemukan titik Schuffner. Bentuk cincinnya
memiliki titik kromatin serta sitoplasma yang besar. Bentuk trofozoit yang
ditemukan memiliki sitoplasma serta titik kromatin yang besar dan kompak
disertai pigmen berwarna kecokelatan. Bentuk gametosit dari P.ovale
berbentuk bulat atau oval yang mengisi keseluruhan sel darah merah. Kadang
disertai dengan pigmen kecokelatan yang lebih kasar apabila dibandingan
10
dengan P.vivax. Pada makrogametosit memiliki kromatin yang berkumpul di
tepi (eksentris), sedangkan kromatin terlihat difus pada mikrogametosit.
Bentuk skizon yang matang memiliki 6 - 14 merozoit yang memiliki inti besar
berkumpul menjadi satu massa yang diserta pigmen kecokelatan.6, 9
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2.5 Morfologi Stadium Plasmodium ovale pada
apusan darah tipis (a) Bentuk cincin (b) Gametosit (c)
Trofozoit (d) Skizon
Sumber: CDC, 2017.9
4. Plasmodium malariae
Sel darah merah yang terinfeksi oleh P.malariae ukurannya dapat normal
dapat pula lebih kecil hingga 0,75 kali dari ukuran normal. Dapat pula
ditemukan adanya bitnik-bintik Ziemann pada sel darah merah. Bentuk
cincinnya ditandai dengan adanya titik kromatin yang besar serta sitoplasma
yang jelas. Bentuk trofozoitnya memiliki sitoplasma yang kompak dengan
titik kromatin yang besar. Sitoplasma dari trofozoit yang memanjang
11
membentuk seperti pita disebut sebagai bandforms, sedangkan yang lonjong
disertai adanya vakuol disebut sebagai basketforms. Bentuk gametositnya
mengisi penuh bagian sel darah merah dengan bentuk bulat atau oval. Pada
makrogametosit memiliki kromatin yang berkumpul di tepi (eksentris),
sedangkan kromatin terlihat difus pada mikrogametosit. Terdapat pula
persebaran dari pigmen yang berwarna kecokelatan. Bentuk skizon matang
yang dapat dijumpai berisikan 6 - 12 merozoit. Ukuran intinya besar,
berkumpul seperti rangkaian bunga (rosette form) yang disertai pigmen
kecokelatan.6, 10
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2.6 Morfologi Stadium Plasmodium malariae
pada apusan darah tipis (a) Bentuk cincin (b) Gametosit (c)
Trofozoit (d) Skizon
Sumber: CDC, 2017.10
12
Perbandingan sifat dan diagnostik dari keempat Spesies Plasmodium ini
dapat dilihat di tabel sebagai berikut:
Tabel 2.1 Perbandingan Sifat dan Diagnostik Spesies Plasmodium
Karakteristik Plasmodium
falciparum
Plasmodium
vivax
Plasmodium
ovale
Plasmodium
malariae
Daur
praeritrosit 5,5 hari 8 hari 9 hari 10 - 15 hari
Hipnozoit - + + -
Jumlah
merozoit hati 40.000 10.000 15.000 15.000
Skizon hati 60 mikron 45 mikron 70 mikron 55 mikron
Daur eritrosit 48 jam 48 jam 50 jam 72 jam
Eritrosit yang
dihinggapi
Muda dan
normosit
Retikulosit dan
normosit
Retikulosit dan
normosit muda Normosit
Pembesaran
eritrosit - ++ + -
Titik-titik
eritrosit Maurer Schuffner
Schuffner
(James) Ziemann
Pigmen Hitam Kuning
tengguli Tengguli tua Tengguli hitam
Jumlah
merozoit
eritrosit
8 - 24 12 - 18 8 - 10 8
Daur dalam
nyamuk pada
27°C
10 hari 8 - 9 hari 12 - 14 hari 26 - 28 hari
Sumber: Parasitologi FK UI, 2013.1
2.3 Daur Hidup Plasmodium sp
Keempat spesies Plasmodium memiliki daur hidup yang umumnya sama.
Plasmodium memerlukan dua hospes yaitu manusia sebagai hospes perantara
untuk fase aseksual (skizogoni) dan nyamuk Anopheles betina sebagai hospes
definitif untuk fase seksual eksogen (sporogoni).1
13
Gambar 2.7. Daur Hidup Plasmodium sp
Sumber: CDC, 2016.51
2.3.1 Daur Hidup Plasmodium Pada Manusia
Sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk betina akan masuk ke dalam
peredaran darah manusia saat nyamuk Anopheles infektif menghisap darah
manusia. Sporozoit akan mengikuti peredaran darah hingga sampai ke sel hati
sekitar ½ jam sampai 1 jam dan menjadi tropozoit hati. Tropozoit hati akan
berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 – 30.000 merozoit hati.
Proses ini disebut sebagai skizogoni praeritrosit atau eksoeritrositer primer.4, 11
Pada P. vivax dan P. ovale sebagian tropozoit hati akan membentuk
hipnozoit sebagai bentuk dorman.1
Hipnozoit dapat tinggal di dalam sel hati
bertahun - tahun dan akan aktif kembali dengan memulai fase eksoeritrosit
sekunder dan menimbulkan relaps dimana parasit dapat ditemukan lagi di dalam
darah.12
Skizon hati akan pecah dan mengeluarkan merozoit yang masuk ke dalam
peredaran darah dan menginfeksi eritrosit. Merozoit akan melekat pada membran
14
eritrosit kemudian menebal dan bergabung dengan membran plasma eritrosit.
Selanjutnya merozoit akan melakukan invaginasi sehingga terbentuk vakuol yang
berisi parasit di dalamnya. Parasit berkembang menjadi trofozit yang mencerna
hemoglobin dan menghasilkan sisa metabolisme berupa pigmen malaria yaitu
hemozoin dan hematin yang akan terlihat sebagai titik-titik eritrosit. Pada stadium
lanjut akan terlihat butir- butir kuning tengguli hingga kehitaman yang merupakan
pigmen mengandung zat besi.1, 11
Parasit berkembang menjadi skizon yang berisi 8 - 30 merozoit yang
prosesnya disebut sebagai skizogoni. Suatu saat, eritrosit tersebut akan pecah dan
merozoit akan keluar dan menginfeksi eritrosit yang lain. Siklus ini disebut
sebagai eritrositer.4 Setelah 2 - 3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit
membentuk stadium seksual. Proses gametogoni atau disebut juga dengan
gametositogenesis ini melakukan pembelahan namun intinya tidak ikut
membelah. Proses ini menghasilkan mikrogametosit dan makrogametosit yang
dapat terhisap nyamuk Anopheles.1 Pembentukan gametosit pada P.vivax terjadi
di awal infeksi dan dapat terlihat di darah perifer sebelum atau saat munculnya
gejala klinis. Sehingga individu yang membawa gametosit P.vivax di dalam
darahnya asimtomatik namun dapat menjadi reservoir dalam transmisi ke
nyamuk.12
2.3.2 Daur Hidup Plasmodium dalam Nyamuk Anopheles Betina
Nyamuk dapat terinfeksi Plasmodium jika kadar gametosit lebih dari 12
parasit per milliliter darah.13
Nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang
mengandung gametosit maka akan masuk ke dalam lambung nyamuk.
Mikrogametosit akan membelah dan membentuk struktur yang panjang seperti
flagel. Proses ini disebut sebagai eksflagelasi yang hasilnya disebut sebagai
mikrogamet. Mikrogamet ini akan membuahi makrogametosit yang telah
mengalami pematangan (makrogamet). Hasil pembuahannya berupa zigot.1, 14
Zigot akan berkembang menjadi ookinet dalam waktu 24 jam dan mampu
menembus dinding lambung nyamuk. Selama melewati sel epitel, ookista akan
15
berdiferensiasi menjadi ookinet yang berbentuk bulat dan melangsungkan proses
sporogoni yang menghasilkan banyak sporozoit di dalamnya selama 10 - 14 hari.
Ookinet yang matang akan pecah mengeluarkan sporozoit dan menginvasi
pembuluh darah dan mengikuti aliran hemolimf untuk masuk ke kelenjar liur
sehingga kini nyamuk mempunyai sifat infektif. Seluruh proses ini membutuhkan
waktu 8 - 35 hari, namun bergantung pada suhu lingkungan serta spesies dari
parasit.1, 14, 15
Gambar 2.8. Daur Hidup Plasmodium sp Pada Nyamuk Anopheles Betina
Sumber: Smith, Ryan, et al. 2014.14
2.4 Nyamuk Anopheles Sebagai Vektor Malaria
Malaria dapat ditularkan oleh nyamuk Anopheles yang terdiri dari
berbagai macam spesies yang persebarannya bergantung pada daerah
geografis dan lingkungannya. Empat dari 20 spesies nyamuk Anopheles yang
dapat menjadi vektor malaria diantaranya An.aconitus, An.maculatus,
16
An.sundaicus, dan An.barbirostris tersebar paling banyak pada pulau-pulau di
Indonesia. Keempat spesies ini aktif menghisap darah malam hari hingga dini
hari.6
An.aconitus aktif menghisap di dalam rumah dan beristirahat di tempat
lembab. Tempat berkembang biaknya di genangan air tawar seperti sawah dan
sungai. An.maculatus banyak ditemukan di daerah pegunungan dan
kepadatannya meningkat selama musim kemarau. An.sundaicus aktif
menghisap di dalam rumah dan beristirahat di dinding rumah bagian dalam.
Tempat berkembang biaknya di daerah pantai. An.barbirostris mencari darah
tiga hari sekali dan beristirahat di pepohonan sekitar rumah. Tempat
berkembang biaknya di sawah dan kolam.6, 16
Nyamuk betina menggunakan darah manusia sebagai bahan untuk proses
produksi telur, hal ini menjadikan manusia sebagai mata rantai penghubung
siklus hidup parasit yang dapat menyerang manusia. Nyamuk Anopheles
memiliki umur yang cukup panjang dibandingkan dengan nyamuk lain.
Waktu yang dibutuhkan dari telur menjadi pupa 5 - 14 hari dan akan menjadi
nyamuk dewasa saat berumur 2 minggu. Nyamuk dewasa dapat hidup 1 - 2
minggu yang membuat parasit dapat melengkapi siklus hidupnya, dimana
siklus sporogoni dapat menghabiskan waktu hingga 10 - 18 hari lamanya.6
Nyamuk Anopheles dapat dibagi menjadi beberapa kelompok
berdasarkan kebiasaan makan dan istirahatnya, menjadi13
:
1. Endofili, tinggal di dalam bangunan.
2. Eksofili, tinggal di luar bangunan.
3. Endofagi, aktivitas menggigit di dalam bangunan.
4. Eksofagi, aktivitas menggigit di luar bangunan.
5. Antropofili, suka menggigit manusia.
17
6. Zoofili, suka menggigit hewan.
Menurut Harijanto, 2000, terdapat beberapa hal yang mampu menjadi
faktor yang mempengaruhi efektivitas vektor untuk menularkan malaria,
yaitu:
1. Kepadatan vektor dekat dengan pemukiman manusia.
2. Antropofilia (suka menggigit manusia).
3. Frekuensi menghisap darah yang dipengaruhi suhu lingkungan.
4. Lama siklus sporogoni (waktu yang dibutuhkan parasit untuk
berkembang dalam nyamuk menjadi stadium infektif).
5. Lama waktu hidup nyamuk dewasa.
2.5 Faktor Manusia dalam Transmisi Malaria
Pada dasarnya setiap orang dapat terinfeksi Plasmodium sp, terdapat
beberapa faktor yang membuat manusia menjadi rentan (susceptible) atau lebih
kompeten dalam menghadapi infeksi dari malaria17
:
1. Usia
Malaria lebih sering menyerang anak-anak karena imunitas yang dimiliki
belum terbentuk sempurna serta pasien usia lanjut karena seiring
bertambahnya umur imunitas tubuh berkurang.17
2. Jenis Kelamin
Pada umumnya penyakit infeksi seperti malaria ini dapat menyerang semua
jenis kelamin. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, laki-laki berisiko
2,36 kali dibandingkan perempuan. Namun, hal tersebut dapat berkaitan
dengan aktifitas sosio-ekonomi. Selain itu, wanita hamil menjadi salah satu
kategori orang dengan risiko tinggi malaria karena dapat mempunyai dampak
buruk baik bagi ibu yang mengandung maupun janin yang dikandung.17, 30
3. Kebiasaan sosial
Kebiasaan yang dimaksud dapat berupa aktifitas di luar rumah, karena
memungkinkan vektor dengan sifat eksofilik dan eksofagik menggigit lebih
18
tinggi.17
Selain itu, pengetahuan masyarakat atas tindakan pencegahan
malaria dapat mempengaruhi upaya dalam pemberantasan malaria salah
satunya penggunaan kelambu. Pada penelitian Kalangie et al (2015)
menyatakan terdapat risiko 4,727 lebih besar terkena malaria pada responden
yang tidak memakai kelambu.
4. Hereditas
Faktor-faktor genetik dapat mempengaruhi terjadinya malaria melalui
berbagai cara, seperti pencegahan invasi parasit ke dalam sel, mengubah
respons imunologik, dan mengurangi keterpaparan terhadap vektor. Selain
itu, faktor genetik yang dapat bersifat protektif terhadap infeksi Plasmodium,
diantaranya17
:
a. Golongan darah Duffy negative
b. Hemoglobin S penyebab sickle cell anemia
c. Thalassemia
d. Hemoglobinopati lain seperti HbF dan HbE
e. Defisiensi G-6-PD (glucose-6-phosphate dehydrogenase)
2.6 Faktor Lingkungan Pendukung Transmisi Malaria
Siklus hidup nyamuk sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan
terutama nyamuk Anopheles yang menjadi host definitf dari parasit Plasmodium,
sehingga secara epidemiologi lingkungan perlu dikaji agar mampu memotong
mata rantai penyakit infeksi ini.17
1. Suhu
Suhu memiliki peran dalam perkembangan parasit di dalam tubuh
nyamuk. Suhu yang optimum bagi parasit berkisar 20 - 30ºC. Dalam batas
suhu tersebut, semakin tinggi suhu di lingkungan parasit semakin pendek
masa inkubasi sporogoni dan begitu pula sebaliknya.
2. Kelembaban
Kelembaban tidak mempengaruhi parasit, namun mempengaruhi
umur nyamuk. Semakin rendah kelembaban di lingkungan sekitar
19
nyamuk, maka semakin pendek umur yang dapat dicapai oleh nyamuk.
Batas paling rendah yang dapat ditoleransi oleh nyamuk adalah 60%.
Semakin tinggi kelembaban maka semakin aktif nyamuk dalam menggigit
sehingga meningkatkan risiko penularan malaria.
3. Ketinggian
Ketinggian berhubungan dengan suhu rata-rata. Semakin tinggi
daratan maka semakin berkurang transmisi malaria. Namun, hal ini
bergantung pada global warming dan pengaruh El-Nino.
4. Angin
Angin mampu menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan
manusia karna mampu membawa kepadatan vektor nyamuk lebih dekat ke
pemukiman penduduk. Namun, hal ini dipengaruhi oleh kecepatan serta
arah angin.
5. Arus Air
Faktor ini bervariasi, tergantung pada spesies Anopheles seperti An.
barbirostris yang menyukai perindukan berada di air yang mengalir
lambat dibandingkan dengan An.minimus yang menyukai aliran air yang
deras.
6. Kadar Garam
Tiap spesies Anopheles memiliki variasi kadar garam dalam
mencapai pertumbuhan optimalnya, seperti An.sundaicus yang akan
tumbuh optimal pada air payau dengan kadar garamnya 12 - 18% dan
tidak dapat melakukan perkembangan pada kadar garam yang mencapai
40%.
2.7 Patologi Malaria dan Gejala Klinisnya
Malaria dapat diklasifikasikan menjadi malaria asimtomatik, malaria
tanpa komplikasi, malaria berat, dan malaria bentuk khusus. Malaria
asimtomatik merupakan penderita yang ditemukan parasit di dalam pemeriksaan
darah namun tidak menunjukkan adanya gejala klinis.11
Hal ini bisa dikarenakan
20
parasitemia yang belum menyentuh batas pyogenic treshold yang mampu
merangsang respon imun dan menimbulkan demam, infeksi yang intermiten
sehingga gejala yang dirasakan individu belum cukup parah untuk
dikonsultasikan, serta infeksi berkepanjangan yang tidak dapat dikontrol oleh
respon imun secara adekuat.18
Biasanya terjadi pada penderita dengan imunitas
tinggi sehingga adanya parasit dalam darahnya tidak memberi gejala. Bila
dijumpai kasus seperti ini maka harus diberikan obat anti-malaria.11
Pada
penelitian yang dilakukan oleh Zuleima Pava, et al, disebutkan bahwa pada
individu dengan malaria asimtomatik ini memiliki risiko angka anemia yang
cukup tinggi sehingga perlunya tindakan deteksi dan strategi intervensi lebih
lanjut.19
Malaria tanpa komplikasi merupakan individu yang ditemukan parasit
dalam pemeriksaan darahnya disertai adanya gejala klinis malaria tanpa adanya
komplikasi. Malaria berat merupakan malaria yang disertai satu atau lebih
komplikasi. Hal ini umumnya disebabkan oleh P.falciparum. Malaria pada
kehamilan, malaria dengan HIV/AIDS, malaria pada pelancong, serta malaria
karena transfusi darah dimasukkan pada klasifikasi malaria kondisi khusus.11
Rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai
timbulnya gejala klinis berupa demam disebut sebagai masa inkubasi. Masa
inkubasi bervariasi antar spesies Plasmodium seperti pada tabel dibawah ini:
Tabel 2.2 Perbedaan Masa Inkubasi Spesies Plasmodium
Plasmodium sp Masa Inkubasi (Rata-rata)
P.falciparum 9 - 14 hari (12)
P.vivax 12 - 17 hari (15)
P.ovale 16 - 18 hari (28)
Pmalariae 10 - 12 hari (11)
Sumber: PMK, 2013.4
21
Pada malaria, periodisitas demam berdasarkan waktu pecahnya sejumlah
skizon matang mengeluarkan merozoit dan masuk ke dalam peredaran darah
(sporulasi). Serangan demam malaria memiliki beberapa stadium:
1. Stadium menggigil, pasien merasakan badan sangat dingin, nadi cepat, bibir
dan jari tangan cenderung biru dan dapat disertai muntah atau kejang pada
anak. Stadium ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam.
2. Stadium puncak demam, perasaan dingin tadi berubah menjadi rasa panas.
Penderita terlihat mukanya merah, kulit kering dan pusing kepala hebat.
Stadium ini berlangsung 2 - 6 jam.
3. Stadium berkeringat, keringat keluar sangat banyak. Ditandai pula dengan
suhu tubuh yang turun cepat dan biasanya dapat tidur nyenyak namun
lemah. Stadium ini berlangsung 2 - 4 jam.
Walaupun umumnya terdiri dari tiga stadium diatas, namun tiap spesies
memiliki periodisitas yang berbeda-beda. Pada P.vivax dan P.ovale daur
berlangsung selama 48 jam sehingga disebut sebagai malaria tersiana dan
malaria ovale. Pada P.malariae daur berlangsung selama 72 jam sehingga
disebut sebagai malaria kuartana. Sedangkan pada P.falciparum periodisitasnya
khas tersiana namun terdapat kelompok dengan waktu sporulasi yang tidak
sinkron sehingga gejala yang dirasakan tidak teratur.11
Anemia pada malaria disebabkan oleh beberapa faktor yaitu akibat
penghancuran eritrosit yang terinfeksi dan yang tidak terinfeksi di limpa,4
eritrosit yang tidak terinfeksi tidak hidup lama (Reduced Survival Time),1 dan
gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoiesis dalam sumsum
tulang atau disebut sebagai diseritropoiesis.1
Plasmodium dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limfosit di organ
retikuloendotelilal yaitu limpa.1 Tingginya aktivitas sistem kekebalan tubuh ini
mengakibatkan terjadinya kongesti pada aliran darah, hipertrofi disertai
hiperplasia yang membuat limpa membesar atau disebut sebagai splenomegali.20
22
2.8 Cara Deteksi Infeksi Malaria
Penegakkan diagnosis malaria penting untuk menetapkan tindakan dan
pengobatan yang akan diberikan selanjutnya. Diagnosis pasti infeksi malaria
adalah dengan menemukan parasit di dalam darah yang diperiksa.21
Diagnosis
laboratorium dapat dilakukan melalui berbagai cara:
1. Pemeriksaan survei darah jari (SDJ) dengan mikroskop
Pemeriksaan mikroskopis ini bertujuan untuk menemukan parasit di dalam
darah penderita. Metode ini sederhana dan mudah. Sampai sekarang
pemeriksaan ini menjadi standar emas (gold standard) dalam diagnosis
rutin.1 Pada tahun 2015 persentase pemeriksaan sediaan darah sudah
mencapai 99% melebihi target yaitu sebesar 95%. Hal tersebut menunjukkan
konfirmasi melalui pemeriksaan mikroskopis dilaksanakan hampir pada
semua kasus suspek malaria.2 Ambang deteksi parasit pada pewarnaan
Giemsa mencapai 4 - 20 parasit/mcL. Namun, pemeriksaan ini bergantung
oleh banyak faktor seperti pembuatan preparat, kondisi mikroskop hingga
subjektifitas pemeriksa dalam melakukan identifikasi.22
Darah yang diambil dapat berupa darah kapiler melalui penusukan
pada ujung jari karena konsentrasi parasit Plasmodium cukup merata
sebarannya di dalam darah.23
Namun darah juga dapat diambil melalui darah
vena menggunakan spuit. Kemudian dibuat sediaan darah tebal dengan
membuat lingkaran berdiameter 1 - 2 cm dan tidak perlu dilakukan fiksasi
agar sel darah merah dapat dihemolisis dan didehemoglobinisasi.24
Selain itu
dibuat pula sediaan darah tipis yang dilakukan fiksasi dengan menggunakan
methanol absolute agar tidak terjadi lisis pada darah.21
Hal ini
memungkinkan untuk melihat morfologi parasit Plasmodium lebih optimal,
sehingga mampu menentukan jenis spesies, stadium, serta kepadatan parasit
Plasmodium.24
Namun, kelemahan dari perhitungan kepadatan parasit
adalah antar satu pemeriksa dengan yang lain varietas perbedaannya cukup
tinggi.22
23
Sediaan darah jari diberikan pulasan Giemsa yang sebelumnya sudah
diencerkan yang idealnya memakai buffer dengan pH 7.2 dan dilihat dibawah
mikroskop untuk menemukan parasit Plasmodium.23
Pewarnaan Giemsa
mudah dilakukan dan tahan lama untuk dilakukan penyimpanan sehingga
menjadi pewarnaan Romanowsky yang sering dipakai untuk metode ini.
Penghitungan kepadatan parasit secara semikuantitatif menunjukkan
nilai :
(-) : Tidak ditemukan parasit pada 100 LPB
(+) : Ditemukan 1 - 10 parasit perr 100 LPB
(++) : Ditemukan 11 - 100 parasit per 100 LPB
(+++) : Ditemukan 1 - 10 per LP
(++++) : Ditemukan >10 parasit per LPB
Penghitungan kepadatan parasit secara kuantitatif dengan sediaan
darah tebal berdasarkan jumlah leukosit per mikroliter, leukosit diasumsikan
8000 apabila tidak diketahui.23
Sehingga penghitungan jumlah parasit dalam
1 mikroliter darah dihitung dengan cara:
Sedangkan pada sediaan darah tipis penghitungan parasit secara
kuantitatif berdasarkan hitungan per eritrosit. Sedikitnya 500 sel darah
merah yang harus diperiksa.24
Sehingga persentase eritrosit terinfeksi
dihitung dengan cara:
2. Rapid diagnostic test (RDT)
RDT merupakan pemeriksaan untuk mendeteksi antigen dari parasit malaria
yang telah lisis dalam darah dengan menggunakan prinsip
Jumlah parasit x (8000/Jumlah leukosit terhitung)
Jumlah eritrosit terinfeksi / Jumlah eritrosit yang dihitung x 100
24
imunokromatografi.15
Pengikatan antigen oleh antibodi monoklonal di daerah
perifer akan dikonjugasikan dengan zat warna. Kompleks antigen antibodi
yang terbentuk akan bermigrasi pada fase mobile di sepanjang strip
nitroselulosa yang kemudian diikat dengan antibodi monoklonal pada fase
immobile yang menghasilkan visualisasi berupa garis yang berwarna apabila
penderita tersebut mengandung antigen tertentu.25
Terdapat 3 jenis antigen dari parasit Plasmodium yang dijadikan target
pada pemeriksaan ini, yaitu:
1. Pan Aldolase15
Merupakan enzim yang dihasilkan oleh ke empat spesies Plasmodium.
2. pLDH (pan Lactate Dehydrogenase)23
Merupakan enzim dalam glycolytic pathway yang dihasilkan oleh
stadium seksual dan aseksual dari ke empat spesies Plasmodium. Isomer
enzim tersebut pada setiap spesies juga berbeda, apabila dikombinasikan
dengan HRP-2 dapat digunakan untuk melakukan deteksi pada infeksi
campuran.
3. HRP-2 (Histidine Rich Protein-2)24
Merupakan antigen yang disekresikan oleh stadium trofozoit, skizon, dan
gametosit muda dari P. falciparum.
Gambar 2.9 Target Antigen Pada RDT Malaria
Sumber: WHO, 2011.32
25
RDT memiliki 2 jenis pemeriksaan, yaitu single yang hanya mampu
menegakkan diagnosis infeksi oleh spesies P.falciparum serta Combo/Pan
specific yang dapat menegakkan diagnosis malaria yang dibedakan menjadi
infeksi oleh P.falciparum dan non P.falciparum. Sehingga hanya mampu
mendeteksi F.falciparum dengan non-falciparum yang tidak pesifik dalam
menunjuk ke spesies seperti P.vivax, P.malariae, dan P. ovale.24
Sensitivitas RDT dalam mendeteksi infeksi plasmodium falciparum
bergantung pada jumlah parasit dalam darah. Jika 100/µl darah sensitivitas
dapat mencapai 90%, namun sensitivitas akan menurun jika jumlah parasit
dalam darah lebih rendah.23
Spesifitas RDT umumnya >85% dan mendekati
100% apabila digunakan pada pelancong.22
Metode ini lebih mahal, namun lebih cepat (15 - 20 menit) dan mudah
diinterpretasikan sehingga risiko terjadinya variasi interpretasi sangatlah
kecil. RDT mampu mendeteksi P.falciparum yang sedang bersekuestrasi
pada kapiler alat dalam yang tidak dapat dideteksi oleh pemeriksaan
mikroskopis. Walaupun begitu, pemeriksaan ini tidak dapat berdiri sendiri
dan membutuhkan pemeriksaan mikroskopis sebagai komponen
tambahan.23, 31
Reaksi positif palsu dapat ditemukan pada penderita dengan faktor
rematoid karena terjadinya reaksi silang dengan monoklonal IgG dalam kit
RDT sehingga harus dilakukan dengan kit yang mengandung monoklonal
IgM. Reaksi negatif palsu dilaporkan dapat ditemui pada penderita dengan
parasitemia rendah akibat produksi antigen yang rendah sehingga tidak
cukup untuk di deteksi.22
26
Gambar 2.10 Cassette RDT Sumber: WHO, 2011.
32
3. ELISA
Pemeriksaan ELISA (Enzyme Linked Immunoassay) merupakan pemeriksaan
imunoserologis yang bertujuan untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik
ataupun antigen spesifik terhadap parasit Plasmodium. Keunggulan dari
metode ini adalah sensitivitasnya yang dapat mencapai 500 - 50 parasit
permikro liter darah.17
Kelemahannya adalah metode ini tidak dapat
mendeteksi derajat parasitemia karena tidak dapat menghitung jumlah parasit
dalam sirkulasi, sehingga sulit dalam menegakkan diagnosis pada malaria
berat dan evaluasi pengobatan pada pasien.
ELISA menggunakan enzim yang direaksikan dengan substart
kromogen sebagai detektor. Saat ini modifikasi ELISA dengan teknik
imunokromatografi banyak dipakai karena praktis. Beberapa tes yang telah
dipasarkan adalah ParaSight F test (PF test) dan Optima.
PF test dapat mendeteksi antigen Histidine Rich Proteinn II (HRP-II)
yang merupakan protein yang disekresikan oleh eritrosit yang sudah
terinfeksi P. falciparum. Sampel yang dapat diambil untuk melakukan tes ini
dapat berupa darah, serum, maupun urin. Prinsip yang digunakan adalah
sandwich ELISA, dimana HRP-II yang terdapat pada sampel dilekatkan
dengan antbodi spesifik terhadap HRP-II pada fase padat. Metode ini juga
menambahkan rabbit anti HRP—II liposome yang berguna sebagai konjugat
berkromogen. Sampel dikatakan positif apabila terbentuk pita merah pada
27
fase padat disamping pita kontrol. Metode ini memiliki sensitivitas dan
spesifitas mendekati 95%.17
Optima dapat mendeteksi antigen Lactat Dehidrogenase spesifik
untuk mendeteksi P.vivax maupun P.falciparum. Tes ini dikatakan positif
P.vivax apabila terbentuk satu pita biru dan dua pita biru pada positif
P.falciparum.
4. Pemeriksaan PCR
Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan pemeriksaan
secara molekuler terhadap rantai DNA atau RNA spesifik yang dimiliki
parasit malaria. PCR mampu mengonfirmasi penegakkan diagnosis malaria
apabila jumlah parasit berada di bawah ambang mikroskop.26
Dilaporkan
bahwa sensitivitas teknik biologi molekuler ini dapat mencapai 5 parasit/µL
darah.23
Target diagnostik berupa asam nukleat didapatkan dengan melisiskan
membran parasit terlebih dahulu kemudian didenaturasikan agar untai ganda
DNA dipisah menjadi segmen DNA dengan rantai tunggal. Prinsip
selanjutnya adalah annealing yaitu menyatukan DNA rantai tunggal tadi
dengan primer yang merupakan segmen DNA spesifik dari spesies
Plasmodium. Target tersebut kemudian diamplifikasi dan divisualisasikan
melalui gel elektroforesis.23
Kelebihan menggunakan PCR yaitu metode ini tidak dipengaruhi oleh
riwayat klinis dan imunokompetensi dari hospes. Penggunaan small-subunit
18S rRNA sebagai primer juga mampu membedakan keempat spesies
Plasmodium yang memiliki morfologi serupa dan/atau epitop antigen yang
sama.23
Ketepatan metode ini dalam mengidentifikasi spesies organisme
diperlukan dalam memberikan penatalaksanaan yang tepat. Organisme yang
akan di evaluasi juga tidak dibutuhkan hidup-hidup. Namun, apabila terdapat
variasi sekuens DNA tertentu tidak dapat terdeteksi oleh PCR dan tidak
mampu membedakan stadium seksual dan aseksual dari parasit terkait.
28
Dengan teknik real time PCR hasil dapat diperoleh dalam waktu 2
jam. Walaupun demikian, metode ini belum banyak dilakukan di Indonesia
karena biaya yang mahal, peralatan canggih dan diperlukan kemampuan
khusus untuk mampu melakukan diagnosis dengan menggunakan PCR.
Jalur S: Base molecular standar
Jalur 1: Pita diagnosis P.vivax
Jalur 2: Pita diagnosis P. malariae
Jalur 3: Pita diagnosis P. falciparum
Jalur 4: Pita diagnosis P. ovale
Gambar 2.11 Hasil Deteksi DNA
Plasmodium pada PCR Sumber: CDC, 2016
2.9 Program Pemberantasan Malaria di Indonesia
Program pemberantasan malaria merupakan usaha komprehensif yang
terorganisir utntuk melaksanakan berbagai upaya dalam menurunkan angka
kesakitan serta angka kematian yang ditimbulkan oleh penyakit malaria sehingga
dapat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat terutama di bidang kesehatan.
Pemberantasan dilakukan agar dapat memutuskan mata rantai siklus hidup
parasit Plasmodium sp. sehingga nantinya diharapkan penyakit malaria
penularannya dapat dikontrol serta dieradikasi.
Tantangan dalam melaksanakan program pemberantasan malaria ini
tentunya beragam pada tiap negara maupun daerah. Di Indonesia sendiri
maksimalnya program tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor penyulit,
seperti6:
29
a. Perubahan lingkungan yang saat ini semakin sulit dikendalikan dan
diprediksi menyebabkan timbulnya breeding place nyamuk.
b. Spesies Anopheles yang mejadi vektor penyakit malaria ini memliki
sifat bionomik, habitat, serta karakteristik breeding place yang
beragam.
c. Mobilitas penduduk yang tinggi memungkin terjadinya penularan
lebih luas termasuk parasit Plasmodium yang sudah memiliki sifat
resisten terhadap obat-obatan anti malaria.
d. Luas wilayah geografis, tingkat ekonomi masyakarat, serta terbatasnya
sumber daya dalam menjalankan program pemberantasan menjadi
salah satu tantangan yang sulit ditaklukan.
2.9.1 Jenis Kegiatan Deteksi
Deteksi penderita malaria bertujuan untuk mengetahui sesegera mungkin
secara tepat individu yang sudah terinfeksi sehingga dapat dilakukan tindakan
kuratif dan preventif di waktu yang sama. Tindakan kuratif bagi penderita
untuk meningkatkan mutu kesehatannya sekaligus preventif untuk masyarakat
disekitarnya agar tidak terjadi penularan lebih lanjut.
1. Active case detection (ACD)
Merupakan kegiatan deteksi dalam menemukan penderita
secara aktif melalui kunjungan ke rumah - rumah penduduk. Sasaran
pada kegiatan deteksi ini adalah semua penderita malaria klinis.
Target pada daerah HCI dengan 20% penduduk dan untuk MCI pada
10% penduduk. Metode yang dilakukan berupa pengambilan
preparat darah tebal dan tipis yang dilakukan setiap 2 minggu sekali
pada daerah HCI dan 1 bulan sekali pada daerah MCI.13, 27
2. Passice case detection (PCD)
Sasaran pada kegiatan deteksi ini adalah semua penderita
malaria klinis disertai penderita yang gagal obat. Perbedaannya
dengan ACD adalah sasaran merupakan individu yang datang ke
30
pusat pelayanan kesehatan daerah tersebut. Sasaran untuk daerah
HCI pada 10% penduduk sedangkan MCI/LCI pada 5% penduduk.
Metode yang dilakukan berupa pengambilan preparat darah tebal
yang dilakukan pada setiap hari kerja.13, 27
3. Mass fever survey (MFS)
Sasaran pada kegiatan deteksi ini adalah semua penderita
dengan keluhan demam di daerah malaria klinis. Metode yang
dilakukan berupa pengambilan preparat darah tebal diikuti MFT atau
mass fever treatment.13, 27
4. Surveilans Migrasi
Sasaran kegiatan deteksi ini adalah semua penduduk yang
berasal dari daerah endemik. Metode yang dipakai adalah
pengambilan preparat tebal. Apabila dilakukan pemeriksaan dibawah
mikroskop dikatakan positif maka individu tersebut harus diberikan
pengobatan anti-malaria.27
2.9.2 Menghindari atau Mengurangi Kontak Nyamuk
Upaya ini paling efektif karena berbasis pribadi dalam mencegah
transmisi penyakit malaria, dapat dilkukan diantaranya dengan:
a. Menghindari atau sebisa mungkin tidak beraktivitas di luar rumah
sejak senja hingga malam hari, apabila mengharuskan untuk keluar
rumah maka sebaiknya memakai pakaian yang yang panjang dan
berwarna terang.27
Penelitian Prihatin (2012) di wilayah kerja
Puskesmas Mantangai menemukan adanya hubungan antara keluar
rumah dengan kejadian malaria. Bahkan menurut penelitian Yawan
(2006) menunjukkan bahwa orang yang mempunyai kebiasaan
keluar malam hari mempunyai risiko terkena penyakit malaria
sebesar 4,680 kali lebih besar dari pada orang yang tidak memiliki
kebiasaan keluar rumah di malam hari. 42, 43
31
b. Memakai repelan mengandung zat anti nyamuk seperti dimetilftalat,
memakai obat semprot nyamuk pada kamar atau menggunakan obat
nyamuk bakar.27
Penelitian Husin (2007) di wilayah kerja Puskesmas
Sukamerindu Kota Bengkulu yang menemukan bahwa terdapat
hubungan antara penggunaan anti nyamuk dengan kejadian malaria.
Pada penelitian Ahmadi (2008) menemukan bahwa orang yang tidak
menggunakan anti nyamuk saat tidur mempunyai risiko terjadinya
malaria 4,308 kali lebih besar dibandingkan pada orang dengan tidak
menggunakan anti nyamuk.39, 47
c. Membuat konstruksi rumah yang dapat menahan nyamuk seperti
memasang kasa anti nyamuk pada ventilasi rumah yang
memungkinkan nyamuk masuk ke dalam rumah.27
Penelitian Atikoh
(2105) di Purbalingga pada tahun 2014 yang menemukan adanya
hubungan antara pemasangan kasa anti nyamuk pada ventilasi rumah
dengan kejadian malaria. Pada penelitian Husin (2007) ditemukan
bahwa orang yang tinggal di rumah tanpa terpasangnya kasa anti
nyamuk pada ventilasi rumah memliki risiko sebesar 3,71 kali lebih
besar terkena malaria dibandingkan dengan orang yang tinggal di
rumah yang terpasang kasa anti nyamuk pada ventilasinya.36, 39
d. Menggunakan kelambu saat tidur. Kelambu yang paling efektif dan
direkomendasikan WHO adalah insecticide-treated nets (ITN) yang
merupakan kelambu berinsektisida.6, 54
Pada penelitian Yawan
(2006) menemukan terdapat hubungan bermakna antara pemakaian
kelambu di malam hari dengan kejadian malaria. Pada penelitian
Kalangie et al (2015) menyatakan terdapat risiko 4,727 lebih besar
terkena malaria pada responden yang tidak memakai kelambu.43, 45
32
2.9.3 Pengendalian Vektor
1. Mengurangi breeding places nyamuk
Modifikasi lingkungan sangatlah efektif dalam upaya
mengurangi breeding places berupa mengurangi tempat - tempat
berpotensi membentuk genangan air seperti kaleng, bak mandi, ban
bekas, dengan cara menimbun, menghilangkan semak belukar,
mengalirkan air dengan memperlancar tepian sungai.27
2. Pengendalian secara biologik
Upaya yang dapat dilakukan adalah menggunakan makhluk
hidup pemangsa stadium - stadium hidup nyamuk yang secara alami
dapat menurunkan populasi nyamuk tanpa menggangu keseimbangan
ekologi lingkungan.6
3. Pengendalian secara kimiawi
Upaya pengendalian ini menggunakan insektisida yang bertujuan
membunuh nyamuk dewasa. Rekomendasi WHO, insecticide residual
spray atau disingkat sebagai IRS menggunakan DDT untuk menjadi
tindakan utama dalam melakukan pengendalian vektor penyebar
penyakit malaria. DDT merupakan insektisida organoklorin yang
mempunyai efek residu hingga 6 bulan, relatif terjangkau harganya
dan dapat memberantas serangga lain seperti kecoa dan spesies
lainnya. Tercatat pada tahun 2009 sebanyak 71 negara telah
melakasanakan program IRS ini.6
2.9.4 Profilaksis Malaria
Apabila individu akan memasuki daerah endemik maka diberikan
pengobatan profilaksis yang bertujuan untuk menghindari penularan penyakit
malaria. Regimen kemoprofilaksis dapat memberikan perlindungan 75 - 95%
apabila digunakan dengan benar. Regimen kemoprofilaksis yang dapat
diberikan meliputi27
:
33
a. Pada daerah dengan Plasmodium sensitif klorokuin, dapat diberikan
klorokuin dengan 300 mg basa atau 500 mg klorokuin fosfat untuk
orang dewasa, seminggu 1 tablet, yang diberikan mulai dari 1 minggu
sebelum masuk daerah sampai 4 minggu setelah meninggalkan tempat
tersebut.
b. Pada daerah dengan resistensi klorokuin, maka pasien diberikan
pengobatan supresif berupa doksisiklin 100 mg/hari, 1 - 2 hari
sebelum berpergian sampai berada di daerah tersebut sampai 4 minggu
setelah pulang. Dapat juga diberikan meflokuin 5 mg/kgBB/minggu
yang diberikan mulai dari 2 minggu sebelum berangkat sampai 4
minggu setelah pulang atau dengan sulfadoksin 500 mg atau
pirimetamin 25 mg, 3 tablet untuk sekali minum.
Untuk wanita hamil pencegahan dan pengobatannya meliputi27
:
a. Pada daerah yang masih sensitif klorokuin, profilaksis dengan
memberikan klorokuin 5 mg/kgBB/minggu dengan proganil 3
mg/kgBB/hari.
b. Pada daerah yang resisten terhadap klorokuin maka diberikan
meflokuin 5 mg/kgBB/minggu yang diberikan pada bulan keempat
kehamilan.
c. Profilaksis dengan doksisiklin tidak diperbolehkan.
2.9.5 Pengobatan Malaria
Pengobatan malaria yang diberikan merupakan pengobatan radikal yang
bertujuan untuk membunuh seluruh stadium parasit yang ada di dalam tubuh
manusia. Hal ini diharapkan untuk mendapatkan kesembuhan klinis, parasitologik
sehingga nantinya dapat memutus rantai penularan malaria. Obat-obatan
antimalarial dapat dikelompokkan berdasarkan aktivitas anti-malarianya
menjadi13, 20
:
34
a. Gametositosida
Obat - obatan ini mampu membunuh bentuk seksual parasit
berupa gametosit sehingga mencegah terjadinya transmisi dari darah
manusia ke vektor nyamuk. Obat yang mampu membunuh P.vivax dan
P.malariae adalah klorokuindan kuinin. Sedangkan primakuin dapat
membunuh seluruh spesies Plasmodium.
b. Sporontosida
Obat - obatan ini mampu menghambat perkembangan ookista.
Primakuin dan kloroguanid merupakan obat yang termasuk golongan
sporontosida.
c. Skizontisida jaringan untuk pencegahan
Obat - obatan ini bekerja pada skizon yang berada di jaringan.
Obat yang termasuk golongan ini antara lain pirimetamin dan
primakuin.
d. Skizontisida untuk mencegah kekambuhan (relaps).
Obat-obatan ini bekerja terhadap hipnozoit dari P.vivax dan
P.ovale yang berada di sel-sel hati.
e. Skizontisida darah
Obat-obatan ini bekerja pada stadium parasit yang berada di
darah, hal ini menyebabkan hambatan pada serangan klinis malaria.
Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah klorokuin, kuinin,
meflokuin, primetamin, sulfadoksin, dan lainnya.
Penderita yang dinyatakan positif malaria berdasarkan hasil laboratorium
harus mendapatkan pengobatan Artemisin-Based Combination Therapy (ACT).28
ACT merupakan pengobatan dengan melakukan pemberian secara bersamaan dua
atau lebih obat skizontosida darah dengan cara kerja serta target biokimia yang
berbeda. Tujuan terapi kombinasi ini dimaksudkan untuk pengobatan yang lebih
baik serta mencegah terjadinya resistensi Plasmodium terhadap obat anti malaria.4
Penderita malaria tanpa komplikasi juga mendapatkan pengobatan ACT namun
ditambah dengan primakuin yang sesuai dengan jenis plasmodiumnya.1
35
Gambar 2.12 Algoritma Penatalaksanaan Malaria Tanpa Komplikasi
Sumber: PMK, 2013.4
36
2.10 Kerangka Teori
Manifestasi Klinik
Asimtomatik
Malaria tanpa
komplikasi
Malaria berat
Deteksi Parasit
Pemeriksaan Mikroskopik
Rapid diagnostic test
(RDT)
ELISA
Polymerase chain reaction
(PCR)
Status Endemisitas Malaria
Annual Parasite Incidence
(API):
1. Bebas Malaria
2. LCI
3. MCI
4. HCI
Kejadian Malaria
Lingkungan
1. Geografis
2. Kondisi Rumah
3. Karakteristik
Lingkungan
- Kelembaban
- Arus Air
- Sinar Matahari
- Kadar Garam
- Suhu
- Angin
Host (Manusia)
1. Karakteristik Individu
(Usia, Jenis Kelamin,
Imunitas, Hereditas)
2. Kebiasaan Sosio-
ekonomi
(Perpindahan
penduduk, pekerjaan,
pendidikan)
3. Karakteristik Perilaku
(Upaya pencegahan
transmisi penyakit)
Vektor
1. Nyamuk
Anopheles sp.
2. Persebaran
Nyamuk
3. Perilaku Nyamuk
Parasit
1. Spesies parasit
- Plasmodium
falciparum
- Plasmodium vivax
- Plasmodium
malariae
- Plasmodium ovale
2. Virulensi spesies
3. Densitas Parasit
Kegiatan Deteksi
Active case detection
(ACD)
Passive case
detection (PCD)
Mass fever survey
(MFS)
Surveilans Migrasi
37
2.11 Kerangka Konsep
Keterangan
: Variabel Tambahan
: Variabel Terikat
: Variabel Bebas
Mahasiswa berasal dari
wilayah endemis malaria
Pemeriksaan
mikroskopik apusan
darah tebal dan tipis
Pemeriksaan rapid
diagnostic test (RDT)
Kejadian Malaria
Jenis kelamin Asal daerah
Riwayat infeksi,
perilaku kontak dengan
vektor nyamuk
38
2.12 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Hasil Ukur
1. Daerah
endemis
malaria
Wilayah daerah
asal dengan
penyakit malaria
yang menetap di
wilayah tersebut
Kuesioner API 2015
yang
diterbitkan
Kemenkes RI
tahun 2016
Ordinal 1. >5: HCI
2. 1 - 5: MCI
3. <1: LCI
2. Pemeriksaan
mikroskopik
Pemeriksaan
preparat apusan
darah tebal dan
tipis untuk
menemukan
parasit
Plasmodium sp
dan merupakan
gold standard
dalam
mendiagnosa
malaria
Mengidentifi-
kasi adanya
parasit
Plasmodium
sp pada
apusan darah
Mikroskop Nominal (+):Ditemukan
parasit
Plasmodium
sp
(-) : Tidak
ditemukan
parasit
Plasmodium
sp
3. Rapid
diagnostic
test (RDT)
Pemeriksaan
keberadaan
antigen parasit
Plasmodium sp
Sampel darah
diteteskan ke
dalam kit
RDT.
Kemudian
interpretasi
pita yang
tervisualisasi.
RDT
(PALUTOP+
4 OPTIMA:
All. Diag,
Strasbourg,
France)
Nominal (+): Terdeteksi
antigen parasit
(-): Tidak
terdeteksi
antigen parasit
39
BAB III
METODOLOGI
3.1 Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik dengan metode
potong lintang (cross-sectional).
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Pengambilan sampel dan pemeriksaan sediaan darah jari dilakukan di
Laboratorium Parasitologi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei - November 2017 dengan
rincian kegiatan sebagai berikut:
No. Kegiatan Waktu/Bulan/th 2017
Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nov
1. Pembuatan Proposal
2. Uji Coba Pembuatan dan
Identifikasi Preparat di
Laboratorium
3. Pengambilan dan Pemeriksaan
Sampel
4. Pengolahan Data
5. Penyusunan Laporan Penelitian
5. Sidang Skripsi
6. Revisi Skripsi
40
3.3 Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Kedokteran
dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2014 yang berasal dari
daerah endemis malaria. Sampel yang diambil dari subyek penelitian adalah
sampel darah jari untuk pemeriksaan mikroskopis dan rapid diagnostic test
(RDT).
3.4 Perhitungan Besar Sampel
Subyek penelitian merupakan kelompok individu yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara
total sampling seluruh mahasiswa yang berasal dari daerah endemis malaria.
3.5 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi
3.5.1 Kriteria Inklusi
Subyek penelitian merupakan mahasiswa preklinik kedokteran UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2014 yang masih aktif.
Subyek berasal dari daerah endemis malaria.
Subyek yang bersedia diambil darahnya sebagai sampel dan mengisi
kuesioner.
3.5.2 Kriteria Eksklusi
Subyek yang tidak dapat mengikuti penelitian di tengah perjalanan (drop
out).
3.6 Variabel Penelitian
3.6.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dari penelitian ini yaitu usia, jenis kelamin, serta asal
daerah. Variabel tambahan yang tidak dianalisa dalam penelitian ini adalah:
41
gejala demam malaria, riwayat malaria, frekuensi pulang ke daerah asal,
perilaku menghindari kontak nyamuk (aktivitas keluar rumah saat malam
hari, pemakaian kelambu, pemasangan kasa anti nyamuk, penggunaan anti-
nyamuk) selama di daerah asal, serta karakteristik geografis asal daerah.
3.6.2 Variabel Terikat
Variabel terikat dari penelitian ini adalah hasil dari pemeriksaan
mikroskop dan rapid diagnostic test (RDT) malaria sediaan darah jari yang
menunjukkan ada atau tidaknya parasit malaria.
Pemeriksaan Sampel Penelitian
3.7 Alat dan Bahan
1. Sarung tangan steril merk super care
2. Alcohol swab merk one swab
3. Lancet steril merk blood lancet
4. Microscope slides merk sail brand cat no. 1701 ukuran 25,4 x 75,2 mm
5. Alkohol 70%
6. Minyak immersi
7. Larutan Buffer (pH7.2)
8. Giemsa Stock
9. Methanol Absolute EMSURE®
10. Mikroskop Cahaya Shimadzu Rika GLB B1500 MB
11. RDT PALUTOP+4 OPTIMA®: All. Diag, Strasbourg, France
12. Staining Tray
42
3.8 Cara Kerja
3.8.1 Pemeriksaan Mikroskopis Apusan Darah15, 29
Untuk mengidentifikasi adanya parasit malaria pada darah, maka
dilakukan pengambilan darah sebagai sampel yang akan diperiksa dibawah
mikroskop. Proses pengambilan darah sebagai berikut:
1. Tangan kiri pasien dipegang dengan posisi telapak tangan
menghadap ke atas.
2. Pilih ujung jari tengah atau jari manis pasien.
3. Ujung jari dibersihkan dengan kapas alkohol dan biarkan kering.
4. Ujung jari yang telah dibersihkan ditusuk dengan menggunakan
lancet steril.
5. Tetes darah pertama yang keluar dihapus dengan kapas kering.
6. Tetes darah kedua yang keluar diteteskan di object glas.
Teteskan 1 tetes kecil darah di bagian tengah object glass
untuk sediaan darah tipis.
Teteskan 2 - 3 tetes kecil darah di bagian ujung object glass
untuk sediaan darah tebal.
7. Bersihkan sisa darah di ujung jari dengan menggunakan kapas.
8. Untuk membuat sediaan darah tipis, ambil object glass baru dan
ditempelkan ujungnya pada tetes darah kecil. Kemudian dengan
sudut 45°, geser object glass tersebut dengan cepat kearah
berlawanan dengan tetes darah tebal hingga membentuk hapusan
seperti lidah.
9. Untuk membuat sediaan darah tebal, ujung object glass kedua
ditempelkan dan darah dibuat homogen dengan cara memutar ujung
object glass tersebut searah jarum jam, sehingga membentuk
bulatan darah dengan diameter 1 cm.
10. Berikan label dan biarkan sediaan darah kering.
43
Proses pewarnaan sediaan darah sebagai berikut:
1. Sediaan darah tipis yang sudah kering difiksasi dengan methanol
absolute, hindari terkena sediaan darah tebal.
2. Siapkan 3% larutan Giemsa dengan mencampur 3 cc Giemsa stock
dan 97cc larutan buffer.
3. Tuang larutan Giemsa pada staining tray hingga menutupi seluruh
permukaan object glass, dan biarkan selama 30 – 45 menit.
4. Bilas larutan Giemsa dengan menuangkan air perlahan – lahan.
5. Tunggu object glass cukup kering lalu periksa dibawah mikroskop.
3.8.2 Pemeriksaan Rapid Diagnostic Test (RDT) Malaria15
1. Tangan kiri pasien dipegang dengan posisi telapak tangan
menghadap ke atas.
2. Pilih ujung jari tengah atau jari manis pasien.
3. Ujung jari dibersihkan dengan kapas alkohol dan biarkan kering.
4. Ujung jari yang telah dibersihkan ditusuk dengan menggunakan
lancet steril.
5. Tetes darah pertama yang keluar dihapus dengan kapas kering.
6. Ambil 2 - 5 µl darah ujung jari memakai loop/ tabung mikro kapiler
hingga penuh dan teteskan pada kotak sampel yang terdapat pada
dipstick secara tegak lurus.
7. Teteskan larutan buffer pada kotak buffer 4 - 6 tetes.
8. Perhatikan pita yang terbentuk. Apabila terdapat pita pada strip
tertentu, maka kompleks antigen antibodi sudah terbentuk karena
darah mengandung antigen malaria.
9. Interpretasi hasil sesuai petunjuk pada kit.
44
3.9 Alur Penelitian
Identifikasi Plasmodium sp parasit
Analisis data
Pemeriksaan mikroskopis Interpretasi data positif/negatif
Apusan darah tipis Apusan darah tebal RDT
Pengambilan sampel
darah jari
Pengisian kuesioner
Mahasiswa berasal dari
daerah endemis malaria
45
3.10 Output yang Diharapkan
Sampel yang diambil berupa darah jari yang nantinya akan menjadi
bahan pemeriksaan melalui metode pemeriksaan mikroskopis serta rapid
diagnostic test (RDT). Hasil yang didapat diharapkan berupa: ditemukannya
parasit dalam apusan darah jari serta terdeteksinya antigen parasit dalam
pemeriksaan RDT.
46
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Responden
Penelitian ini dilakukan di laboratorium parasitologi FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada bulan Mei sampai November 2017. Hasil Penelitian ini
didapatkan 28 responden mahasiswa kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
angkatan 2014 yang berasal dari daerah endemis malaria dengan menggunakan
metode total sampling. Peneliti mendata mahasiswa kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta angkatan 2014 yang berasal dari daerah endemis malaria
berdasarkan Annual Paracite Incidence (API) provinsi Indonesia yang dikeluarkan
oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2016.
Sebagai gambaran tentang karakteristik responden, maka peneliti
menganalisanya berdasarkan usia, jenis kelamin, daerah asal, serta data lain yang
didapatkan dari hasil kuesioner responden. Gambaran karakteristik subyek penelitian
tersebut tercantum dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.1 Karakteristik Responden
Karakteristik Jumlah Persentase (%)
Usia
19 1 3,6
20 10 35,7
21 15 53,6
22 2 7,1
Jenis Kelamin
Laki-laki 8 28,6
Perempuan 20 71,4
Asal Daerah (Provinsi)
Aceh (LCI) 3 10,7
Sumatera Utara (LCI) 1 3,6
Sumatera Selatan (LCI) 5 17,9
Kep. Bangka Belitung (MCI) 1 3,6
Kep. Riau (LCI) 3 10,7
47
Lampung (LCI) 2 7,1
Jawa Tengah (LCI) 6 21,4
Kalimantan Barat (LCI) 1 3,6
Sulawesi Selatan (LCI) 5 17,9
Sulawesi Tenggara (LCI) 1 3,6
*LCI: Low Case Incidence
*MCI: Middle Case Incidence
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa usia responden yang mengikuti
penelitian ini paling rendah adalah 19 tahun dan paling tinggi adalah 22 tahun. Rata –
rata usia responden adalah 20,6 tahun. Jenis kelamin yang paling banyak mengikuti
penelitian ini adalah perempuan, yaitu sebanyak 71,4% (20/28).
Berdasarkan asal daerahnya, provinsi yang paling banyak mengikuti
penelitian ini adalah Provinsi Jawa Tengah, yaitu sebanyak 21,43% (6/28).
Berdasarkan nilai API Provinsi Indonesia tahun 2015 yang dikeluarkan oleh
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2016, responden berasal dari daerah
asal dengan status endemisitas malaria ringan atau Low Case Incidence (LCI)
sebanyak 96,42% (27/28) dan berasal dari daerah asal dengan status endemisitas
malaria sedang atau Middle Case Incidence (MCI) sebanyak 3,6% (1/28) yaitu
Provinsi Bangka Belitung.
Tabel 4.2 Riwayat Malaria dan Kebiasaan Pulang ke Daerah Asal
Karakteristik Jumlah Persentase (%)
Riwayat Malaria
Tidak 25 89,3
Ya 3 10,7
Terakhir Kali Pulang Ke Daerah
Asal
≤ 1 bulan 5 17,9
>1 bulan 23 82,1
Frekuensi pulang ke daerah asal
dalam 1 tahun
1-2 kali 18 64,3
> 2 kali 10 35,7
48
Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa berdasarkan riwayat malaria terdapat
10,7% (3/28) responden pernah didiagnosis malaria yang sudah dipastikan dengan
pemeriksaan darah oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan). Sebagian besar
responden yaitu, 82% (23/28) terakhir kali pulang ke daerah asal > 1 bulan saat
dilakukan pemeriksaan. Frekuensi pulang ke daerah asal pada responden yang
terbanyak, yaitu 64,3% (18/28) adalah sebanyak 1 – 2 kali dalam setahun.
4.2 Perilaku Responden di Daerah Asal
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku di Daerah Asal
Karakteristik Jumlah Persentase (%)
Aktivitas di luar rumah saat petang,
malam hari, atau dini hari selama
di tempat tinggal asal
Tidak 8 28,6
Ya 20 71,4
Pemakaian Kelambu di tempat
tinggal asal
Tidak 27 96,4
Ya 1 3,6
Pemakaian kasa anti nyamuk pada
ventilasi di tempat tinggal asal
Tidak 19 67,9
Ya 9 32,1
Pemakaian anti-nyamuk saat tidur
di tempat tinggal asal
Tidak 15 53,6
Ya 13 46,4
Gambaran tentang perilaku responden di daerah asal pada penelitian ini
tercantum dalam tabel 4.3. Perilaku responden yang paling banyak dilakukan adalah
kebiasaan pemakaian anti-nyamuk saat tidur yaitu dilakukan oleh 67,9% (19/28) dan
yang paling banyak tidak dilakukan oleh responden adalah penggunaan kelambu saat
tidur malam, yaitu sebanyak (96,4%) (27/28).
49
Responden yang memiliki kebiasaan beraktivitas di luar rumah saat petang
hingga malam hari selama berada di tempat tinggal asal pada penelitian ini sebanyak
71,4% (20/28). Kebiasaan tersebut dapat meningkatkan terjadinya penularan malaria
karena adanya kontak dengan nyamuk vektor. Pada An.sundaicus bersifat antrofilik,
endofagik maupun eksofagik dan aktif pada 20.00 – 03.00. Pada An.aconitus bersifat
zoofilik, namun apabila hewan yang dijumpai sedikit makan akan menggigit manusia
dan kebanyakan aktivitasnya sebelum pertengahan malam. An.barbirostris bersifat
zoofilik dan eksofagik. Sedangkan An.maculatus memiliki sifat eksofilik, eksofagik
dengan aktivitas paling tinggi pada 18.00 – 21.00.6, 16
Responden biasanya
menggunakan waktu keluar rumah di malam hari untuk berkumpul bersama keluarga
dan teman-teman. Pada penelitian Husin (2007) di wilayah kerja Puskesmas
Sukamerindu Kota Bengkulu, Hasyim (2012) di Kabupaten Lahat, dan Anjasmoro
(2013) di wilayah kerja Puskesmas Rembang Kabupaten Purbalingga menemukan
tidak terdapat hubungan antara keluar rumah pada malam hari dengan kejadian
malaria.39, 40, 41
Sedangkan, menurut penelitian Prihatin (2012) di wilayah kerja
Puskesmas Mantangai menemukan adanya hubungan antara keluar rumah pada
malam hari dengan kejadian malaria. Bahkan, penelitian Yawan (2006) menunjukkan
bahwa orang yang mempunyai kebiasaan keluar malam hari mempunyai risiko
terkena penyakit malaria sebesar 4,680 kali lebih besar dari pada orang yang tidak
memiliki kebiasaan keluar rumah di malam hari.42, 43
Responden yang memiliki kebiasaan memakai kelambu pada saat tidur malam
hari di daerah asal hanya 3,6% (1/28). Kebiasaan dalam memakai kelambu pada saat
tidur malam hari bertujuan untuk mencegah adanya kontak dengan nyamuk, karena
kelambu menjadi barrier sehingga mampu meminimalisir kontak dengan nyamuk.
Penelitian yang dilakukan oleh Hasyim (2014) yang dilakukan di Kabupaten Lahat,
Sumatera Selatan tahun 2011 serta penelitian yang dilakukan oleh Prihatin (2012)
pada Puskesmas Mantangai di Kalimantan Selatan tidak menemukan adanya
hubungan antara pemakaian kelambu dengan kejadian malaria.40, 42
Hasil penelitian
ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yawan (2006) dan Santy et al.
50
(2014), bahwa terdapat hubungan bermakna antara pemakaian kelambu di malam hari
dengan kejadian malaria. Pada penelitian Kalangie et al. (2015) menyatakan terdapat
risiko 4,727 lebih besar terkena malaria pada responden yang tidak memakai
kelambu.43, 44, 45
Namun, penggunaan kelambu dalam mencegah kontak dengan nyamuk
penyebab malaria bergantung dengan cara penggunaan serta kondisi kelambu itu
sendiri. Penelitian Handayani (2008) menemukan bahwa pada Kabupaten Bengkulu,
masih banyak masyarakat yang menggunakan kelambu dengan kondisi tidak layak
karena sudah banyak sobekan. Mengibas ruang dalam kelambu sebelum tidur,
menyelipkan ujung kelambu, dan melepas kelambu setelah tidur masih jarang
dilakukan oleh masyarakat.46
Selain itu, WHO merekomendasikan pemakaian
kelambu berinsektisida atau insecticide-treated net (ITN) yang dapat menghindari
sekaligus mematikan nyamuk. Terdapat 2 jenis ITN, yaitu ITN konvensional yang
dicelupkan ke dalam insektisida setiap 3 kali cuci atau long-lasting insecticidal net
yang materialnya sudah mengandung insektisida. Penggunaan ITN ini mampu
mengurangi 50% kasus malaria bila dibandingkan dengan penggunaan kelambu
biasa.6, 54
Responden yang memakai kasa anti nyamuk pada ventilasi tempat tinggal asal
sebanyak 67,9% (19/28). Pemakaian kasa anti nyamuk diharapkan dapat
meminimalisir nyamuk yang dapat masuk ke dalam rumah sehingga mengurangi
adanya kontak antara manusia dengan nyamuk di dalam rumah. Penelitian oleh
Ahmadi (2008) di Desa Lubuk Nipis Kabupaten Muara Enim dan Yawan (2006) di
wilayah kerja Puskesmas Bosnik Kabupaten Biak menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara pemakaian kasa anti nyamuk dengan kejadian malaria.43, 47
Berbeda
dengan penemuan Atikoh (2105) di Purbalingga pada tahun 2014 yang menemukan
adanya hubungan antara pemasangan kasa anti nyamuk pada ventilasi rumah dengan
kejadian malaria. Pada penelitian Husin (2007) ditemukan bahwa orang yang tinggal
di rumah tanpa terpasangnya kasa anti nyamuk pada ventilasi rumah memliki risiko
51
sebesar 3,71 kali lebih besar terkena malaria dibandingkan dengan orang yang tinggal
di rumah yang terpasang kasa anti nyamuk pada ventilasinya.36, 39
Responden yang memiliki kebiasaan menggunakan anti nyamuk sebelum
tidur selama di daerah asal dilakukan oleh 67,9% (19/28). Kebiasaan dalam
menggunakan anti nyamuk bertujuan untuk menghindari kontak dengan vektor
nyamuk. Anti nyamuk dipakai di malam hari saat di luar atau di dalam rumah berupa
obat oles, semprot, bakar, atau elektrik. Responden pada penelitian ini yang tidak
memiliki kebiasaan memakai anti nyamuk mengaku bahwa terkadang lupa
memakainya sebelum tidur. Pada penelitian Hasyim (2014) yang dilakukan di
Kabupaten Lahat tahun 2011, Yawan (2006) di wilayah kerja Puskesmas Bosnik
Kabupaten Biak tidak menemukan adanya hubungan antara pemakaian anti nyamuk
dengan kejadian malaria.40, 43
Hasil penelitian tersebut berbeda dengan penelitian oleh
Husin (2007) di wilayah kerja Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu yang
menemukan bahwa terdapat hubungan antara penggunaan anti nyamuk dengan
kejadian malaria. Pada penelitian Ahmadi (2008) menemukan bahwa orang yang
tidak menggunakan anti nyamuk saat tidur mempunyai risiko terjadinya malaria
4,308 kali lebih besar dibandingkan pada orang dengan tidak menggunakan anti
nyamuk.39, 47
4.3 Kejadian Malaria
Tabel 4.4 Distribusi Hasil Pemeriksaan Mikroskopik dan RDT Responden
Pemeriksaan Mikroskopik Jumlah
Positif Negatif
RDT Positif 0 0 0
Negatif 14 14 28
Jumlah 14 14 28
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa hasil dari pemeriksaan sampel
darah jari secara mikroskopis didapatkan sebanyak 50% (14/28) ditemukan adanya
parasit Plasmodium sp pada darahnya. Pada pemeriksaan RDT, penelitian ini
menggunakan merk PALUTOP+4 OPTIMA® (All. Diag, Strasbourg, France) dengan
52
antibodi spesifik Plasmodium falciparum, protein HRP-2, antibodi spesifik
Plasmodium vivax, enzim Pv LDH dan antibodi pan species, enzim pLDH. Pada
pemeriksaan ini didapatkan hasil negatif pada seluruh sampel darah jari responden.
Hal ini ditemukan pula pada penelitian Daysema, Sharky D, et al (2016) di
Kabupaten Merauke yang menjumpai RDT negatif namun ditemukannya parasit pada
pemeriksaan mikroskopik sebanyak 15 orang dari 100 subyek yang diperiksa. Pada
penelitian ini, penggunaan RDT pada sampel darah pada penderita malaria tidak
dilakukan. Namun, oleh laboratorium Parasitologi FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta RDT ini dipakai pula pada praktikum parasitologi dengan menggunakan
sampel darah penderita malaria.
Untuk menentukan akurasi dari pemeriksaan RDT dilakukan uji diagnostik
dengan gold standard pemeriksaan malaria yaitu pemeriksaan mikroskopik.1
Hal ini
diperlukan karena sensitivitas antar produk RDT yang beredar cukup bervariasi,
sehingga dibutuhkan nilai diagnostik RDT untuk menjadi landasan penggunaan di
lapangan sesuai dengan kondisi populasi.52
Penilaian uji diagnostik guna mengukur
sensitivitas dan spesifisitas alat yang digunakan, maka dilakukan penghitungan
sebagai berikut55, 56
:
Tabel 4.5 Skema Struktur Dasar Uji Diagnostik
Baku Emas Total
Positif Negatif
Hasil Uji Positif A b a+b
Negatif c d c+d
a+c b+d N
Sumber : Dahlan, Sopiyudin. 2009.55
Sensitivitas : a/(a+c)
Spesifisitas : d//(b+d)
Nilai duga positif (PPV) : a/(a+b)
Nilai duga negatif (NPV) : d/(c+d)
Rasio kemungkinan positif : sensitivitas/(1-spesifisitas)
Radio kemungkinan negatif : (1-sensitivitas)/spesifisitas
53
Berdasarkan rumus tersebut maka didapatkan nilai parameter diagnostik pada
pemeriksaan RDT dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopik disajikan dalam
tabel berikut ini:
Tabel 4.6 Hasil Uji Diagnostik RDT dengan Pemeriksaan Mikroskopis
RDT Mikroskopik
Sensitivitas Spesifisitas PPV NPV LR
(+) (-) (+) (-)
(+) 0 0 0% 100% 0% 50% 0% 1%
(-) 14 14
*PPV : Positive Predictive Value
*NPV : Negative Predictive Value
*LR : Likehood-Ratio
Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui nilai uji diagnostik pada penelitian ini.
Nilai sensitivitas merupakan nilai yang menggambarkan kemampuan suatu alat ukur
untuk mendeteksi suatu penyakit. Pada penelitian ini kemampuan RDT untuk
mendeteksi malaria didapatkan nilai sensitivitas 0%. Nilai spesifisitas merupakan
nilai yang menggambarkan kemampuan suatu alat ukur untuk menyingkirkan adanya
suatu penyakit. Pada penelitian ini kemampuan RDT untuk menyingkirkan adanya
malaria didapatkan nilai spesifisitas 100%. Nilai duga positif (PPV) merupakan nilai
yang menggambarkan kemampuan RDT untuk memprediksi dengan benar penderita
malaria, pada penelitian ini didapatkan 0%. Nilai duga negatif (NPV) merupakan nilai
yang menggambarkan kemampuan RDT untuk memprediksi dengan benar bukan
penderita malaria, pada penelitian ini didapatkan 50%. Nilai Rasio kemungkinan
(LR) positif merupakan perbandingan antara penderita malaria hasil uji positif dengan
proposi bukan penderita malaria hasil uji positif, pada penelitian ini didapatkan
positif 0%. Nilai rasio kemungkinan (LR) negatif merupakan perbandingan antara
penderita malaria hasil uji negatif dengan bukan penderita malaria hasil uji negatif.
Berdasarkan hasil uji diagnostik yang diperoleh tersebut, dapat disimpulkan bahwa
RDT yang dipakai tidak akurat untuk mendeteksi malaria pada individu yang berasal
54
dari daerah endemis. Menurut Sudigdo (2011), uji diagnostik untuk keperluan
skrining harus memiliki sensitivitas tinggi.56
Hasil penelitian Sinaga (2016) menemukan bahwa RDT yang tidak akurat
untuk deteksi dini malaria dalam kehamilan. RDT yang dipakai pada penelitian
tersebut adalah Parascreen®, Zephyr Biomedicals, India mendapatkan nilai
sensitivitas 0%, spesifisitas 100%, PPV 0%, PPN 91,1%, LR positif 0, dan LR negatif
1. Namun, pada penelitian ini uji diagnostik bukan merupakan tujuan utama
penelitian, sehingga syarat perhitungan sampel minimal untuk uji diagnostik tidak
terpenuhi. Namun, menurut Sopiyudin (2009) kriteria subjek dalam uji diagnostik ini
terpenuhi karena subjek yang diperiksa diduga mengalami penyakit.55
Menurut WHO, kemampuan RDT dapat dipengaruhi salah satunya oleh
jumlah parasit yang terkandung di dalam darah.52
Dijk et al. (2009) pernah
melakukan uji coba menggunakan RDT PALUTOP+4 OPTIMA® menggunakan
sampel dengan ukuran parasitemia yang bervariasi. Hasil penelitian tersebut
menemukan bahwa semakin rendah nilai parasitemianya semakin rendah pula sampel
yang dapat dideteksi benar oleh RDT. Pada densitas P.falciparum >1000/µl
sensitivitas pada penelitian tersebut mencapai 91% sedangkan pada densitas 0-100/µl
sensitivitasnya mencapai 67,9%. Pada densitas P.vivax >500/µl sensitivitas pada
penelitian tersebut mencapai 83,8% sedangkan pada densitas ≤500/µl sensitivitas
mencapai 24,1%.34
Selain itu, WHO memaparkan bahwa kemampuan RDT dipengaruhi pula oleh
konsentrasi dari antigen parasit.52
Pada penelitian Koita et al. (2012) di Mali,
menemukan pada penelitiannya terdapat 12 preparat apusan darah positif pada
pemeriksaan mikroskopik yang mendapatkan hasil negatif pada RDT. Saat dilakukan
deteksi menggunakan PCR, ditemukan adanya delesi pada histidine-rich repeat
region of the hrp2 gene sehingga tidak terdeteksi oleh RDT dan hal tersebut banyak
terjadi pada penderita malaria asimtomatik.53
55
WHO juga menyebutkan kemampuan RDT dipengaruhi oleh kemampuan
masing-masing produk yang dirancang untuk mendeteksi antigen.52
Pada penelitian
ini menggunakan PALUTOP+4 OPTIMA® (All. Diag, Strasbourg, France) dengan
antibodi protein HRP-2, enzim Pv LDH dan enzim pLDH. Selain itu, kualitas dari
alat RDT pun dapat mempengaruhi hasil. Salah satunya batas expired pada alat RDT,
aturan penyimpanan RDT, yang pada penelitian ini harus pada suhu 4 - 30°C selama
24 bulan, serta teknik pemakaian alat yang quality control nya dapat dilihat pada
warna pita yang terlihat pada kit.35, 52
Tabel 4.7 Hasil Identifikasi Spesies Plasmodium
Spesies Plasmodium Jumlah Persentase (%)
Plasmodium.vivax 7 50
Plasmodium falciparum 2 14.2
Infeksi campur 5 35.8
Total 14 100
Kelebihan dari pemeriksaan mikroskopik salah satunya dapat
mengidentifikasi stadium serta menentukan jenis spesies Plasmodium yang
menginfeksi. Pada penelitian ini ditemukan stadium parasit berupa trofozoit, skizon,
dan gametosit. Masing-masing spesies memiliki perbedaan morfologi pada berbagai
stadium yang dapat diidentifikasi tersebut.24
Berdasarkan Tabel 4.7 dapat disimpulkan
bahwa parasit yang paling banyak ditemukan pada sampel darah jari yang positif
adalah Plasmodium vivax, yaitu sebanyak 50% (7/14). Hasil yang sama juga
dilaporkan oleh penelitian dari Elyara IRF, et al, serta demografi dari WHO bahwa di
Indonesia jenis Plasmodium yang paling banyak ditemukan adalah P.falciparum dan
P.vivax.5
56
4.3.1 Kejadian Malaria Berdasarkan Asal Provinsi
Gambar 4.1 Distribusi Kejadian Malaria Berdasarkan Asal Provinsi
Sumber: http://www.lahistoriaconmapas.com (telah diolah kembali).57
Berdasarkan gambar 4.1 dapat dilihat bahwa penelitian ini diikuti oleh 28
responden yang berasal dari 10 asal provinsi yang berbeda. Responden yang berasal
dari daerah asal dengan status endemisitas malaria ringan atau Low Case Incidence
(LCI) yang ditemukan positif malaria pada penelitian ini sebanyak 92,85% (13/14)
dan responden berasal dari daerah asal dengan status endemisitas malaria sedang atau
Middle Case Incidence (MCI) yang ditemukan positif malaria pada penelitian ini
sebanyak 7,14% (1/14) yaitu responden yang berasal dari Provinsi Bangka Belitung.
Responden yang berasal dari Provinsi Lampung, Kep. Bangka Belitung, Kalimantan
Barat, dan Kep. Riau masing-masing ditemukan hasil positif malaria sebanyak 100%
pada penelitian ini.
57
4.3.2 Kejadian Malaria Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.8 Distribusi Kejadian Malaria Berdasarkan Jenis Kelamin
Hasil Pemeriksaan Mikroskopik
Positif
n(%)
Negatif
n(%)
Jenis Kelamin Laki-laki 2 (14,3) 6 (42,9)
Perempuan 12 (85,7) 8 (57,1)
Total 28 (100) 28 (100)
Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa diantara sampel yang
ditemukan dari hasil pemeriksaan mikroskopis responden yang terdeteksi positif
malaria paling banyak ditemukan pada perempuan, yaitu sebanyak 12/14 orang
(85,71%). Pada subyek penelitian ini, responden terbesar adalah perempuan, oleh
sebab itu hasil yang didapatkan terbanyak pada perempuan. Hasil penelitian Atikoh
(2015) di Purbalingga pada tahun 2014 dan Saikhu (2011) bahwa jenis kelamin tidak
berhubungan dengan kejadian malaria.36, 37
Berbeda dengan penelitian Riskesdas
2013, ditemukan pada laki-laki lebih banyak dijumpai kasus malaria dengan risiko
2,36 kali lebih besar terkena malaria dibandingkan perempuan. Keadaan ini dapat
dikaitkan dengan aktivitas laki-laki yang lebih banyak di luar rumah pada malam hari
atau kegiatan laki-laki yang lebih banyak di daerah dengan adanya tempat perindukan
nyamuk seperti bertani, beternak, dan mengelola tambak.38
4.2.3 Kejadian Malaria Berdasarkan Riwayat Malaria
Tabel 4.9 Distribusi Kejadian Malaria Berdasarkan Riwayat Malaria
Hasil Pemeriksaan Mikroskopik
Positif
n(%)
Negatif
n(%)
Riwayat Malaria
Sebelumnya
Ya 3 (21,4) 0 (0)
Tidak 11 (78,6) 14 (100)
Total 28 (100) 28 (100)
Berdasarkan tabel 4.9 terdapat 3/14 orang (21,4%) yang memiliki riwayat
malaria dan ketiganya masih ditemukan adanya parasit dalam pemeriksan
mikroskopik pada penelitian ini. Hal ini menunjukkan bahwa responden pernah
58
terinfeksi malaria sebelumnya dan ditemukannya parasit pada pemeriksaan
mikroskopik tersebut dapat dikarenakan pengobatan yang tidak adekuat karena
responden mengaku tidak menyelesaikan pengobatan sesuai anjuran dokter, adanya
fase hipnozoit pada P.vivax yang memungkinkan terjadinya relaps pada pasien atau
adanya reinfeksi pada responden.1, 12, 18
Salah satu responden yang memiliki riwayat malaria mengatakan bahwa
pernah menderita malaria 2 kali, yaitu pada tahun 2012 dan 2013. Responden lain
memiliki riwayat malaria saat berpindah tempat tinggal ke Papua pada tahun 2009.
Adapula responden yang pernah menderita malaria 3 kali pada saat masa remaja,
namun responden tidak ingat tahun spesifiknya. Selain itu, pada tahun 2016 salah satu
responden mengatakan pernah melakukan skrining apusan darah dan ditemukan
adanya parasit namun tidak merasakan adanya gejala klinis.
4.3.4 Kejadian Malaria Berdasarkan Gejala Klinis
Tabel 4.10 Distribusi Gejala Klinis Pada Responden
Pemeriksaan Mikroskopik
Gejala Klinis
(Demam, Menggigil, dan
Berkeringat)
Positif
n(%)
Negatif
n(%)
Tidak 14 (100) 14 (100)
Ya 0 (0) 0 (0)
Total 14 (100) 14 (100)
Keluhan gejala klinis pada responden didapatkan melalui pengakuan
responden yang ditulis pada kuisioner, berupa demam tinggi yang disertai menggigil
dan berkeringat. Pada tabel 4.10 diketahui bahwa seluruh responden 100% (14/14)
tidak mengalami adanya gejala klinis tersebut, sementara pada pemeriksaan
mikroskopiknya ditemukan parasit. Dapat disimpulkan bahwa, 14 orang mengalami
malaria asimtomatik.10
Hal ini bisa dikarenakan parasitemia yang belum menyentuh batas pyogenic
treshold yang mampu merangsang respon imun dan menimbulkan demam, atau
59
infeksi yang sifatnya intermiten sehingga gejala yang dirasakan subyek dianggap
biasa atau belum cukup parah untuk dikonsultasikan, atau karena infeksi
berkepanjangan yang tidak dapat dikontrol oleh respon imun secara adekuat.18
Selain
itu adanya fase hipnozoit pada P.vivax mampu membuat penderita asimtomatik,
namun sampai saat ini belum ada alat yang mampu mendeteksi fase hipnozoit
tersebut.31
4.3.5 Kejadian Malaria Berdasarkan Karakteristik Geografis
Tabel 4.11 Distribusi Karakteristik Geografis Asal Daerah Responden
Pemeriksaan
Mikroskopik
Total
n(%)
Negatif
n(%)
Positif
n(%)
Karakteristik
geografik
Pantai 2 (14,3) 2 (14,3) 4 (14,3)
Dataran Rendah Perkotaan 8 (57,1) 5 (35,7) 13 (46,4)
Pegunungan 1 (7,1) 0 (0) 1 (3,6)
Dataran Tinggi Pedesaan 0 (0) 7 (50) 7 (25)
Lainnya 3 (21,4) 0 (0) 3 (10,7)
Total 14 (100) 14 (100) 28 (100)
Dilihat dari letak geografis dari daerah asal responden, maka didapatkan data
dalam tabel 4.11, dapat diketahui bahwa terdapat beberapa karakteristik geografis
yang berbeda pada responden. Responden yang ditemukan positif malaria dalam
darahnya, sebagian besar berasal dari daerah dataran tinggi pedesaan, yaitu 50%
(7/14) dan hanya 14.3% (2/14) saja yang berasal dari daerah pantai. Hal ini
ditemukan serupa dengan penelitian yang dilakukan P2PL bahwa kasus terbanyak
malaria di Indonesia ditemukan pada daerah pedesaan.2
Pada penelitian Saikhu (2011) yang melakukan analisis faktor risiko dari
kejadian malaria di Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan data riskesdas 2007
bahwa penemuan kasus malaria paling banyak di pedesaan dibandingkan perkotaan,
namun tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan diantara kedua
karakteristik geografik tersebut. Data Riskesdas 2013, menurut karaketeristik
60
geografis menemukan bahwa prevalensi malaria tertinggi yaitu pada pedesaan sebesar
7.1%.2, 48
Penelitian oleh Syah (2012) di wilayah kerja puskesmas Girian Weru Kota
Bitung, menemukan adanya hubungan yang signifikan antara kondisi geografis antara
orang yang tinggal di pantai dan non pantai dengan kejadian malaria. Penelitian
tersebut juga medapatkan kesimpulan bahwa penduduk yang tinggal di daerah pantai
memiliki risiko 12,524 kali lebih besar terkena malaria dibandingkan dengan
penduduk yang tidak bertempat tinggal di daerah pantai.49
Karakteristik geografis ini dinilai untuk mengetahui kondisi geografis
disekitar pemukiman penduduk memiliki risiko tinggi sebagai tempat perindukan
vektor nyamuk atau tidak. Pedesaan merupakan wilayah yang mengutamakan
kegiatan pertanian serta peternakan sehingga banyak dijumpai sawah, semak, rawa-
rawa, serta kandang ternak yang berada di dekat rumah penduduk. Karakteristik
wilayah ini memiliki air tawar yang tenang dan tersedia sepanjang tahun,
kelembabannya tinggi dengan suhu yang stabil. Tempat ini cocok untuk perindukan
nyamuk seperti An.aconitus, An.barbisrostris.17, 50
Pada daerah pegunungan memiliki sumber mata air yang jernih juga dengan
kondisi kelembaban tinggi. Pada musim kemarau tempat perindukannya semakin
meningkat dikarenakan debit air yang semakin menurun sehingga membentuk
kobangan air.50
Nyamuk yang dominan di daerah pegunungan adalah An.maculatus.
Pada daerah perkotaan walaupun jarang sekali dilaporkannya kasus malaria, menurut
data riskesdas 2013 prevalensinya 5%.2 Hal yang memungkinkan masih terjadinya
penularan malaria di daerah perkotaan ini karena pemukiman yang padat, adanya
kolam atau kobangan air, serta nyamuk seperti An.barbirostris yang suka beristirahat
di pepohonan sekitar rumah.6, 16
Daerah pantai dengan karakteristik kelembapan yang
tinggi, air payau serta sinar matahari langsung menjadi tempat yang disenangi oleh
vektor nyamuk seperti An.sundaicus.6, 50
61
4.4 Keterbatasan Penelitian
1. Jumlah sampel yang kecil dan terbatas, sehingga mengurangi nilai uji
diagnostiknya.
2. Kemungkinan adanya bias informasi pada faktor perilaku responden, karena
daerah yang bervariasi dan sulit untuk dijangkau pada subyek penelitian
sehingga sulit dalam melakukan pemeriksaan secara observasional.
3. Keterbatasan peneliti dalam mengidentifikasi spesies Plasmodium.
62
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. Angka kejadian malaria pada mahasiswa kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang berasal dari daerah endemis malaria adalah
sejumlah 50% (14/28) asimtomatik.
2. Parasit malaria yang ditemukan adalah Plasmodium vivax dan Plasmodium
falciparum.
3. Perilaku di daerah asal yang paling banyak dilakukan adalah pemakaian anti
nyamuk saat tidur dan yang paling jarang dilakukan adalah pemakaian
kelambu.
4. Gambaran kejadian Malaria berdasarkan karakteristik individu pada
mahasiswa kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berasal dari
daerah endemis malaria adalah:
a. Kejadian Malaria paling banyak ditemukan pada mahasiswa perempuan.
b. Mahasiswa yang memliki riwayat malaria sebanyak 21.4% (3/14).
c. Seluruh mahasiswa yang positif malaria mengalami malaria asimtomatik.
5. Kejadian Malaria paling banyak ditemukan pada subyek penelitian yang
berasal dari daerah dataran tinggi pedesaan.
5.2 Saran
1. Subyek Penelitian
a. Mahasiswa yang sudah terdeteksi mengalami infeksi Malaria disarankan
untuk segera melakukan pemeriksaan lanjutan kepada tenaga kesehatan dan
mendapatlan pengobatan yang sesuai dan adekuat.
63
2. Peneliti Selanjutnya
a. Melanjutkan penelitian dengan sampel yang lebih besar untuk mendapatkan
nilai prevalensi Malaria
b. Melanjutkan penelitian dengan menghitung jumlah kepadatan parasit untuk
mengetahui derajat infeksi.
c. Melanjutkan penelitian epidemiologi terhadap faktor risiko malaria.
d. Melanjutkan uji diagnostik banding secara serologis dan imunologis terutama
untuk mengkonfirmasi nilai negatif pada pemeriksaan mikroskopis dan rapid
diagnostic test (RDT).
64
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Parasitologi FK UI. Parasitologi kedokteran. Jakarta: Badan
Penerbit FK UI; 2013.
2. Kementerian Kesehatan RI. Infodatin malaria. Jakarta: Pusat Data dan
Informasi Kemenkes RI; 2016
3. Kementerian Kesehatan RI. Profil kesehatan indonesia tahun 2015. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI; 2016.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 5 Tahun 2013
Tentang Pedoman Tata Laksana Malaria.
5. Elyazar IRF, Hay SI, Baird JK. malaria distribution, prevalence, drug
resistance and control in indonesia. Advances in parasitology. 201;74:41-175.
6. Soedarto. Malaria: Referensi mutakhir epidemiologi global plasmodium-
anopheles penatalaksaan penderita malaria. Jakarta: Sagung Seto; 2011.
7. CDC. Laboratory diagnosis of malaria: Plasmodium falciparum [Internet].
2017. Tersedia pada:
https://www.cdc.gov/dpdx/resources/pdf/benchAids/malaria/Pfalciparum_ben
chaidV2.pdf
8. CDC. Laboratory diagnosis of malaria: Plasmodium vivax [Internet]. 2017
Terdapat pada:
https://www.cdc.gov/dpdx/resources/pdf/benchAids/malaria/Pvivax_benchaid
V2.pdf
9. CDC. Laboratory diagnosis of malaria: Plasmodium ovale [Internet]. 2017.
Terdapat pada:
https://www.cdc.gov/dpdx/resources/pdf/benchAids/malaria/Povale_benchaid
V2.pdf
10. CDC. Laboratory diagnosis of malaria: Plasmodium malariae [Internet]. 2017
Terdapat pada:
65
https://www.cdc.gov/dpdx/resources/pdf/benchAids/malaria/Pmalariae_bench
aidV2.pdf
11. Setiati S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-6. Jakarta: Interna
Publishing; 2015
12. Mueller Ivo. et al. Key gaps in the knowledge of plasmodium vivax, a
neglected human malaria parasite. The Lancet Infectious Diseases. 2009;9( 9):
555–566.
13. Sorontou Y. Ilmu malaria klinik. Jakarta: EGC; 2013.
14. Smith Ryan C. et al. The Plasmodium bottleneck: malaria parasite losses in
the mosquito vector. Baltimore: Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro.
2014; 109(5): 644-661.
15. P2PL. Pedoman teknis pemeriksaan parasit malaria. Jakarta: Kemenkes RI;
2011.
16. Sinka ME, Bangs MJ, Manguin S, et al. The dominant Anopheles vectors of
human malaria in the Asia-Pacific region: occurrence data, distribution maps
and bionomic précis. Parasites & Vectors. 2011;4:89.
17. Harijanto P.N. Malaria: epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis, dan
penanganan. Jakarta : EGC; 2000.
18. Chen I, Clarke SE, Gosling R, et al. “Asymptomatic” Malaria: A Chronic and
Debilitating Infection That Should Be Treated. PLoS Medicine. 2016;13(1).
19. Pava Z., Burdam F. H., Handayuni I., Trianty L., et. al. Submicroscopic and
Asymptomatic Plasmodium Parasitaemia Associated with Significant Risk of
Anaemia in Papua, Indonesia. PLoS ONE 2016; 11(10).
20. Natadisastra, D. Parasitologi kedokteran: ditinjau dari organ tubuh yang
diserang. Jakarta : EGC; 2009.
21. Sehgal Rakesh. Practicals and viva in medical parasitology. New Delhi:
Elsevier; 2003.
22. Wongsrichanalai, C. et al. A review of malaria diagnostic tools: microscopy
and rapid diagnostic test (RDT). The American Society of Tropical Medicine
and Hygiene. 2007; 77(6): 119–127.
66
23. Harijanto P.N. Malaria: dari molekuler ke klinis. Edisi ke-2. Jakarta: EGC;
2009.
24. Soedarto. Buku ajar parasitologi kedookteran. Jakarta: Sagung Seto; 2011.
25. Margono Sri S., Hadidjaja Pinardi. Dasar parasitologi klinik. Edisi ke-1.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011.
26. Arsin, Andi Arsunan. Malaria di indonesia, tinjauan aspek epidemiologi.
Makassar: Masagena Press; 2012.
27. Widoyono. Penyakit tropis: epidemiologi, penularan, pencegahan &
pemberantasannya. Jakarta: Erlangga; 2008.
28. Kemenkes RI. Pedoman penatalaksanaan kasus malaria. Jakarta: Kemenkes
RI; 2011.
29. World Health Organization. Basic malaria microscopy. 2nd
Ed. Geneva:
World Health Organization; 2010.
30. Van Eijk AM, Hill J, Noor AM, Snow RW, ter Kuile FO. Prevalence of
malaria infection in pregnant women compared with children for tracking
malaria transmission in sub-Saharan Africa: a systematic review and meta-
analysis. The Lancet Global Health. 2015; 3(10).
31. World Health Organization. Disease surveillance for malaria elimination.
Geneva: World Health Organization; 2012.
32. World Health Organization. Universal access to malaria diagnostic testing: an
operational manual. Geneva: World Health Organization; 2011.
33. Kemenkes RI. Panduan pemeliharaan eliminasi malaria. Jakarta: Kemenkes
RI; 2017.
34. Van Dijk DP, Gillet P, Vlieghe E, Cnops L, van Esbroeck M, Jacobs J.
Evaluation of the Palutop+4 malaria rapid diagnostic test in a non-endemic
setting. Malaria Journal. 2009; 8:293.
35. World Health Organization. Universal access to malaria diagnostic testing.
Geneva: World Health Organization; 2011.
67
36. Atikoh Ika N. Faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria di desa
selakambang kecamatan kaligondang kabupaten purbalingga tahun 2014.
Jakarta: UIN; 2015.
37. Saikhu A. Faktor risiko lingkungan dan perilaku yang mempengaruhi kejadian
kesakitan malaria di propinsi sumatera selatan (analisis lanjut data riset
kesehatan dasar 2007). Jurnal Aspirator. 2011(3):1,8-17.
38. Mayasari R. et. al. Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian malaria di
Indonesia (analisis lanjut riskesdas 2013). Buletin Penelitian Kesehatan. 2016;
44:1.
39. Husi n H. Analisis faktor risiko kejadian malaria di puskesmas sukamerindu
kecamatan sungai serut kota Bengkulu propinsi Bengkulu. Semarang:
UNDIP; 2007.
40. Hasyim H. Camelia Anita. et. al. Determinan kejadian malaria di wilayah
endemis. Palembang Jur Kes Mas Nas 2014; 8:7.
41. Anjasmoro R. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria di
wilayah kerja puskesmas rembang kabupaten purbalingga, Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 2013; 2.
42. Prihatin D. Kejadian malaria di wilayah kerja puskesmas mantangai
kabupaten Kapuas provinsi Kalimantan tengah tahun 2012. Depok: UI; 2012.
43. Yawan SF. Analisis faktor risiko kejadian malaria di wiliyaha kerja
puskesmas bosnik kecamatan biak timur kabupaten biak – numfor papua.
Semarang: Universitas Diponegoro; 2006.
44. Santy F. Natalia D. Hubungan faktor individu dan lingkungan dengan
kejadian malaria di desa sungai ayak 3 kecamatan belitang hilir kabupaten
sekadau. eJK, 2014; 2:1,8.
45. Sagay AR, Rattu JAM, Tarumingkeng AA. Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian malaria di kecamatan kema, kabupaten minahasa utara.
Jurnal Media Kesehatan. 2015; 3:7.
46. Handayani L. et. al. Faktor risiko penularan malaria vivak. Berita kedokteran
Masyarakat. 2006; 24:1.
68
47. Ahmadi S. Faktor risiko kejadian malaria di desa lubuk nipis kecamatan
tanjung agung kabupaten muara enim. Semarang: Universitas Diponegoro;
2008.
48. Saikhu A. Faktor lingkungan dan perilaku yang mempengaruhi kejadian
kesakitan malaria di propinsi sumatera selatan (Analisis lanjut data riset
kesehatan dasar 2007). Jurnal Aspirator. 2012; 3:1,10.
49. Syah FI. Hubungan karakteristik individu, perilaku dan lingkungan dengan
kejadian malaria di wilayah puskesmas girian weru kota bitung tahun 2012.
Depok: UI; 2012.
50. Hakim L. Malaria: epidemiologi dan diagnosis. Jurnal Aspirator. 2011; 3(2):
107-116.
51. CDC. Malaria [Internet]. 2016. Tersedia pada:
https://www.cdc.gov/dpdx/malaria/index.html
52. World Health Organization. Good practices for selecting and procuring rapid
diagnostic tests for malaria. Geneva: World Health Organization; 2011.
53. Koita OA, Doumbo OK, Ouattara A, et al. False-Negative Rapid Diagnostic
Tests for Malaria and Deletion of the Histidine-Rich Repeat Region of
the hrp2Gene. The American Journal of Tropical Medicine and Hygiene.
2012; 86(2):194-198.
54. World Health Organization. Insecticide-treated mosquito nets: a WHO
position statement. Geneva: World Health Organization; 2011.
55. Dahlan MS. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba
Medika; 2013.
56. Sastroasmoro S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung
Seto; 2011.
57. La Historia con Mapa. Indonesia Map Black and White [Internet]. 2017.
Terdapat pada: https://www.lahistoriaconmapas.com/atlas/country-
map05/indonesia-map-black-and-white.htm
68
Lampiran 1
Lembar Persetujuan Mengikuti Penelitian
Lembar Persetujuan Mengikuti Penelitian
Bersama ini saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Alamat :
Telepon :
Setelah mendapat keterangan secukupnya dan mengerti manfaat penelitian
tersebut di bawah ini dengan judul :
“Angka Kejadian Infeksi Malaria Pada Mahasiswa Kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang Berasal Dari Daerah Endemis Malaria Di
Indonesia.”
Saya mengerti tujuan penelitian ini dan mengapa diminta untuk berpartisipasi.
Semua pertanyaan yang saya ajukan telah dijawab peneliti.
Saya mengerti bahwa keiikutsertaan dalam penelitian ini bersifat sukarela dan
setiap saat dapat mengundurkan diri dari penelitian.
Jakarta, September 2017
`
Yang memberi penjelasan, Yang menyetujui,
Partisipan
(Izzatul Hanifa) ( )
69
Lampiran 2
Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
ANGKA KEJADIAN INFEKSI MALARIA PADA MAHASISWA KEDOKTERAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA YANG BERASAL DARI DAERAH
ENDEMIS MALARIA DI INDONESIA
*)Lingkari pilihan Anda
No. Pertanyaan Jawaban
KODE
(diisi oleh
petugas)
A. IDENTITAS RESPONDEN
A1 Nama Lengkap
A2 Usia
A3 Tempat Tinggal Asal/Selama…..
A4 Jenis Kelamin 1. Laki-laki
2. Perempuan
A4 [ ]
B. RIWAYAT MALARIA
B1 Apakah Anda pernah didiagnosis
positif menderita malaria yang
0. Tidak
1. Ya
B1 [ ]
70
No. Pertanyaan Jawaban
KODE
(diisi oleh
petugas)
sudah dipastikan dengan
pemeriksaan darah oleh tenaga
kesehatan (dokter/perawat/bidan)?
B2
Apakah dalam 3-6 bulan ini Anda
pernah mengalami demam,
berkeringat dan menggigil?
0. Tidak
1. Ya
B2 [ ]
B3
Apakah dalam 3-6 bulan terakhir
Anda pernah meminum obat anti-
malaria?
0. Tidak
1. Ya
B3 [ ]
C. FAKTOR RISIKO
C1
Kapan terakhir kali Anda pulang
ke daerah asal?
0. ≤ 1 bulan
1. >1 bulan
C1 [ ]
C2
Dalam 1 tahun, berapa kali Anda
pulang ke daerah asal?
0. 1-2 kali
1. >2 kali
C2 [ ]
C3 Saat berada di tempat tinggal asal,
apakah Anda keluar rumah saat
0. Tidak
1. Ya
C3 [ ]
71
No. Pertanyaan Jawaban
KODE
(diisi oleh
petugas)
petang, malam hari atau dini hari
menjelang subuh?
C4
Saat berada di tempat tinggal asal,
apakah Anda memakai kelambu
saat tidur malam hari?
0. Tidak
1. Ya
C4 [ ]
C5
Apakah Anda memakai kasa anti
nyamuk pada ventilasi rumah?
0. Tidak
1. Ya
C5 [ ]
C6
Saat berada di tempat tinggal asal,
apakah Anda menggunakan anti
nyamuk saat tidur?
0. Tidak
1. Ya
C6 [ ]
C7
Apakah terdapat tempat
perindukan nyamuk di dalam dan
di luar rumah Anda?
(luar rumah seperti : kolam,
sungai, sawah, cekungan air ≤50
0. Tidak
1. Ya
C7 [ ]
72
No. Pertanyaan Jawaban
KODE
(diisi oleh
petugas)
meter dari rumah)
C8
Bagaimana kondisi geografis
daerah tempat tinggal asal Anda?
1. Pantai
2. Dataran Rendah
Perkotaan
3.Pegunungan
4.Dataran Tinggi
Pedesaan
5.Lainnya
(Sebutkan)……
……..
C8 [ ]
73
Lampiran 3
Alat dan Bahan Penelitian
Microscope slides merk sail brand cat
no. 1701 ukuran 25,4 x 75,2 mm
Alcohol swab merk one swabs
Methanol Absolute
Larutan Giemsa 3%
Beaker glass
RDT PALUTOP+4 OPTIMA®:
All. Diag, Strasbourg, France
74
Lampiran 4
Cara Kerja Penelitian
Proses pengambilan darah subyek
penelitian pada preparat dan kit RDT
Proses fiksasi preparat apusan tipis
menggunakan methanol absolute
Preparat subyek penelitian pada
staining tray
Proses pewarnaan preparat apusan darah
dengan menggunakan larutan Giemsa 3%
selama 45 menit
(Preparat 4) Preparat sebelum diwarnai dengan pewarnaan Giemsa
(Preparat 5) Preparat sesudah diwarnai dengan pewarnaan Giemsa
75
Lampiran 5
Foto Pemeriksaan Mikroskopik dan RDT Subyek Penelitian
(Subyek 1) Stadium
gametosit Plasmodium
vivax
(Subyek 2) Stadium
gametosit Plasmodium
falciparum
(Subyek 3) Stadium
gametosit Plasmodium
vivax
(Subyek 5) Stadium
gametosit Plasmodium
vivax
(Subyek 8) Stadium skizon
Plasmodium vivax
(Subyek 10) Stadium
skizon Plasmodium vivax
(Subyek 12) Stadium
gametosit Plasmodium
vivax
(Subyek 15) Stadium
gametosit dan trofozoit
Plasmodium vivax
(Subyek 16) Stadium
gametosit dan trofozoit
Plasmodium vivax
76
(Subyek 21) Stadium
gametosit Plasmodium
vivax
(Subyek 24) Stadium
gametosit Plasmodium
vivax
(Subyek 26) Stadium
gametosit Plasmodium
vivax
(Subyek 27) Stadium
gametosit dan trofozoit
Plasmodium vivax
(Subyek 28) Stadium
gametosit dan trofozoit
Plasmodium vivax
Hasil pemeriksaan RDT
menunjukkan hasil negatif
77
Lampiran 6
Pengolahan Data Responden
Usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 19 1 3.6 3.6 3.6
20 10 35.7 35.7 39.3
21 15 53.6 53.6 92.9
22 2 7.1 7.1 100.0
Total 28 100.0 100.0
Jenis_Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki-laki 8 28.6 28.6 28.6
Perempuan 20 71.4 71.4 100.0
Total 28 100.0 100.0
Provinsi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Aceh 3 10.7 10.7 10.7
Jawa Tengah 6 21.4 21.4 32.1
Kalimantan Barat 1 3.6 3.6 35.7
Kep. Bangka Belitung 1 3.6 3.6 39.3
Lampung 2 7.1 7.1 46.4
Riau 3 10.7 10.7 57.1
Sulawesi Selatan 5 17.9 17.9 75.0
Sulawesi Tenggara 1 3.6 3.6 78.6
Sumatera Selatan 5 17.9 17.9 96.4
Sumatera Utara 1 3.6 3.6 100.0
Total 28 100.0 100.0
78
B1
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 25 89.3 89.3 89.3
Ya 3 10.7 10.7 100.0
Total 28 100.0 100.0
B2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 28 100.0 100.0 100.0
B3
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 27 96.4 96.4 96.4
Ya 1 3.6 3.6 100.0
Total 28 100.0 100.0
C1
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ≤1 bulan 5 17.9 17.9 17.9
> 1 bulan 23 82.1 82.1 100.0
Total 28 100.0 100.0
79
C2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1-2 kali 18 64.3 64.3 64.3
> 2 kali 10 35.7 35.7 100.0
Total 28 100.0 100.0
C3
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 8 28.6 28.6 28.6
Ya 20 71.4 71.4 100.0
Total 28 100.0 100.0
C4
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 27 96.4 96.4 96.4
Ya 1 3.6 3.6 100.0
Total 28 100.0 100.0
C5
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 19 67.9 67.9 67.9
Ya 9 32.1 32.1 100.0
Total 28 100.0 100.0
80
C6
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 15 53.6 53.6 53.6
Ya 13 46.4 46.4 100.0
Total 28 100.0 100.0
C7
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 11 39.3 39.3 39.3
Ya 17 60.7 60.7 100.0
Total 28 100.0 100.0
C8
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Pantai 4 14.3 14.3 14.3
Dataran Rendah Perkotaan 13 46.4 46.4 60.7
Pegunungan 1 3.6 3.6 64.3
Dataran Tinggi Pedesaan 7 25.0 25.0 89.3
Lainnya 3 10.7 10.7 100.0
Total 28 100.0 100.0
Spes
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Negatif 14 50.0 50.0 50.0
P.falciparum 2 7.1 7.1 57.1
P.vivax 7 25.0 25.0 82.1
Infeksi campuran 5 17.9 17.9 100.0
Total 28 100.0 100.0
81
RDT * Mik Crosstabulation
Mik
Total Negatif Positif
RDT Negatif Count 14 14 28
% within RDT 50.0% 50.0% 100.0%
% within Mik 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
Total Count 14 14 28
% within RDT 50.0% 50.0% 100.0%
% within Mik 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
Jenis_Kelamin * Mik Crosstabulation
Mik
Total Negatif Positif
Jenis_Kelamin Laki-laki Count 6 2 8
% within Jenis_Kelamin 75.0% 25.0% 100.0%
% within Mik 42.9% 14.3% 28.6%
% of Total 21.4% 7.1% 28.6%
Perempuan Count 8 12 20
% within Jenis_Kelamin 40.0% 60.0% 100.0%
% within Mik 57.1% 85.7% 71.4%
% of Total 28.6% 42.9% 71.4%
Total Count 14 14 28
% within Jenis_Kelamin 50.0% 50.0% 100.0%
% within Mik 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
B1 * Mik Crosstabulation
Mik
Total Negatif Positif
B1 Tidak Count 14 11 25
82
% within B1 56.0% 44.0% 100.0%
% within Mik 100.0% 78.6% 89.3%
% of Total 50.0% 39.3% 89.3%
Ya Count 0 3 3
% within B1 0.0% 100.0% 100.0%
% within Mik 0.0% 21.4% 10.7%
% of Total 0.0% 10.7% 10.7%
Total Count 14 14 28
% within B1 50.0% 50.0% 100.0%
% within Mik 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
B2 * Mik Crosstabulation
Mik
Total Negatif Positif
B2 Tidak Count 14 14 28
% within B2 50.0% 50.0% 100.0%
% within Mik 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
Total Count 14 14 28
% within B2 50.0% 50.0% 100.0%
% within Mik 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
C8 * Mik Crosstabulation
Mik
Total Negatif Positif
C8 Pantai Count 2 2 4
% within C8 50.0% 50.0% 100.0%
% within Mik 14.3% 14.3% 14.3%
% of Total 7.1% 7.1% 14.3%
Dataran Rendah Perkotaan Count 8 5 13
% within C8 61.5% 38.5% 100.0%
83
% within Mik 57.1% 35.7% 46.4%
% of Total 28.6% 17.9% 46.4%
Pegunungan Count 1 0 1
% within C8 100.0% 0.0% 100.0%
% within Mik 7.1% 0.0% 3.6%
% of Total 3.6% 0.0% 3.6%
Dataran Tinggi Pedesaan Count 0 7 7
% within C8 0.0% 100.0% 100.0%
% within Mik 0.0% 50.0% 25.0%
% of Total 0.0% 25.0% 25.0%
Lainnya Count 3 0 3
% within C8 100.0% 0.0% 100.0%
% within Mik 21.4% 0.0% 10.7%
% of Total 10.7% 0.0% 10.7%
Total Count 14 14 28
% within C8 50.0% 50.0% 100.0%
% within Mik 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
Provinsi * Mik Crosstabulation
Mik
Total Negatif Positif
Provinsi Aceh Count 2 1 3
% within Provinsi 66.7% 33.3% 100.0%
% within Mik 14.3% 7.1% 10.7%
% of Total 7.1% 3.6% 10.7%
Jawa Tengah Count 2 4 6
% within Provinsi 33.3% 66.7% 100.0%
% within Mik 14.3% 28.6% 21.4%
% of Total 7.1% 14.3% 21.4%
Kalimantan Barat Count 0 1 1
% within Provinsi 0.0% 100.0% 100.0%
% within Mik 0.0% 7.1% 3.6%
% of Total 0.0% 3.6% 3.6%
Kep. Bangka Belitung Count 0 1 1
84
% within Provinsi 0.0% 100.0% 100.0%
% within Mik 0.0% 7.1% 3.6%
% of Total 0.0% 3.6% 3.6%
Lampung Count 0 2 2
% within Provinsi 0.0% 100.0% 100.0%
% within Mik 0.0% 14.3% 7.1%
% of Total 0.0% 7.1% 7.1%
Riau Count 2 1 3
% within Provinsi 66.7% 33.3% 100.0%
% within Mik 14.3% 7.1% 10.7%
% of Total 7.1% 3.6% 10.7%
Sulawesi Selatan Count 3 2 5
% within Provinsi 60.0% 40.0% 100.0%
% within Mik 21.4% 14.3% 17.9%
% of Total 10.7% 7.1% 17.9%
Sulawesi Tenggara Count 1 0 1
% within Provinsi 100.0% 0.0% 100.0%
% within Mik 7.1% 0.0% 3.6%
% of Total 3.6% 0.0% 3.6%
Sumatera Selatan Count 4 1 5
% within Provinsi 80.0% 20.0% 100.0%
% within Mik 28.6% 7.1% 17.9%
% of Total 14.3% 3.6% 17.9%
Sumatera Utara Count 0 1 1
% within Provinsi 0.0% 100.0% 100.0%
% within Mik 0.0% 7.1% 3.6%
% of Total 0.0% 3.6% 3.6%
Total Count 14 14 28
% within Provinsi 50.0% 50.0% 100.0%
% within Mik 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
85
Lampiran 7
Riwayat Penulis
RIWAYAT PENULIS
Nama : Izzatul Hanifa
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 8 Juni 1996
Alamat : Grand Depok City Sektor Anggrek 1 Blok A no. 9
Depok 16412, Jawa Barat
No. Telpon : 085776620072
Email : izzatul.hanifa@yahoo.com
Riwayat Pendidikan : 1. SDIT Ummul Quro’ Depok
2. SMPIT Nurul Fikri Depok
3. SMAIT Nurul Fikri Depok
4. Program Studi Kedokteran dan Pendidikan Dokter
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
top related