antidiare intestinal
Post on 25-Dec-2015
135 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
PERCOBAAN XII
PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIDIAREDAUN SALAM (Syzygium polyanthum) PADA MENCIT PUTIH
DENGAN METODE TRANSIT INTESTINAL
Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Praktikum Farmakologi Kemoterapi
Oleh
Anita Anggriani 31112060
Kelompok 1
Farmasi 3B
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2014
0
LAPORAN FARMAKOLOGI KEMOTERAPI
Hari/tanggal praktikum : Senin, 8 Desember 2014
Pertemuan ke- : XII
Judul Praktikum :
Pengujian aktivitas antidiare daun salam (Syzygium polyanthum) pada mencit
putih dengan metode transit intestinal.
Tujuan Praktikum :
Mengetahui aktivitas dari daun salam sebagai antidiare serta menentukan pada
dosis uji berapakah aktivitas antidiare tersebut optimal digunakan.
Prinsip Percobaan :
Mencit diberikan obat antidiare terlebih dahulu kemudian diberikan norit. Selang
beberapa menit usus mencit dikeluarkan dan dihitung pajang usus yang dilalui
oleh norit dari pilorus sampai ujung akhir (warna hitam) dan panjang seluruh usus
dari pilorus sampai rektum. Kemudian dibuat rasio.
Rasio =
I. Dasar Teori
Indonesia memiliki keanekaragaman tanaman obat, dimana lebih dari 30.000
spesies tanaman dari sekitar 40.000 spesies di dunia, dan baru 800-1200 spesies di
antaranya diketahui berkhasiat sebagai obat atau digunakan sebagai bahan obat.
Menurut Depkes RI, definisi tanaman obat Indonesia sebagaimana tercantum
dalam SK Menkes No. 149/ SK/ Menkes/ IV/ 1978, yaitu tanaman atau bagian
tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu; tanaman atau
bagian tanaman yang digunakan sebagai formula bahan baku obat; atau tanaman
atau bagian tanaman yang diekstraksikan, dan ekstraksi tersebut digunakan
sebagai obat (Siswanto, 1997; Sutarjadi,1992).
a. Diare dan Antidiare
Diare merupakan buang air besar (defekasi) dengan tinja, berbentuk cairan
atau setengah cairan (setengah padat), dengan kandungan air pada tinja lebih
1
banyak dari biasanya, normalnya 100–200 ml/tinja. Buang air besar encer tersebut
dapat atau tanpa disertai lendir dan darah. Pada diare, tinja mengandung lebih
banyak air dibandingkan yang normal. Tetapi apabila mengeluarkan tinja normal
secara berulang tidak disebut diare (Tjay, et al, 2007).
Diare sebenarnya adalah proses fisiologis tubuh untuk mempertahankan diri
dari serangan mikroorganisme (virus, bakteri, parasit dan sebagainya) atau bahan-
bahan makanan yang dapat merusak usus agar tidak menyebabkan kerusakan
mukosa saluran cerna. Diare dikatakan meningkat ketika frekuensi meningkat
dengan konsentrasi tinja lebih lembek atau cair, bersifat mendadak dan
berlangsung dalam waktu 7-14 hari (Alfan, 2010).
Gejala klinik diare pada umumnya adalah:
1. Fase prodromal (Sindrom Pradiare), antara lain: perut terasa penuh, mual,
muntah, keringat dingin, pusing.
2. Fase diare, antara lain: diare dengan segala akibatnya berlanjut yaitu
dehidrasi, asidosis, syok, mules, kejang, dengan atau tanpa panas, pusing.
3. Fase penyembuhan, antara lain: diare makin jarang, mules berkurang,
Diare dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu :
1) .Peningkatan osmolaritas intraluminer, disebut diare osmotik.
Diare osmotik timbul pada pasien yang saluran ususnya terpapar dan tak
mampu menahan beban hiperosmolar, yang biasanya terdiri dari karbohidrat
atau ion divalen. Contohnya : intoleransi laktosa, malabsorpsi asam empedu.
2). Adanya peningkatan sekresi cairan usus.
Organisme yang menimbulkan diare sekresi melepaskan toksin atau senyawa
lain yang menyebabkan usus halus aktif mensekresikan cairan dalam jumlah
besar. Hal ini menyebabkan terjadinya diare sekretorik.
3) Malabsorpsi asam empedu dan malabsorpsi lemak akibat gangguan
pembentukan micelle empedu
4) Defek sistem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit
menyebabkan gangguan absorpsi Na+ dan air.
5) Motilitas dan waktu transit usus abdonimal.
2
Terjadi motilitas yang lebih cepat dan tidak teratur sehingga isi usus tidak
sempat diabsorpsi. Mekanismenya ditandai dengan disfungsi motilitas yang
berbeda tetapi dengan kapasitas pencernaan yang normal. Diare hasilnya
bersifat multifaktor dan lazim melibatkan unsur salah cerna dengan diikuti
komponen osmotik dan sekresi.
6) Gangguan permeabilitas usus.
Terjadi kelainan morfologi usus pada membran epitel spesifik sehingga
permeabilitas mukosa usus halus dan usus besar terhadap air dan garam atau
elektrolit terganggu.
7) Eksudasi cairan, elektrolit, dan mukus berlebihan.
Sehingga terjadi peradangan dan kerusakan mukosa usus (Guyton, A.C., 1990).
Pengobatan untuk penyakit ini bertujuan untuk pemberian cairan dan makanan,
sedangkan pemberian obat-obatan antidiare hanya untuk kasus-kasus tertentu yang
telah jelas penyebabnya . Salah satu cara pengobatan diare adalah dengan
menggunakan senyawasenyawa antidiare yang terdiri dari obat-obat adsorben, obat-
obat adstringen, obat-obat spasmolitik dan obat-obat penekan peristaltik usus . Obat-
obat antidiare adalah senyawa-senyawa yang dapat menghentikan atau mengurangi
diare. Mekanisme kerja dari jenis obat ini antara lain :
a. Spasmolitika, yaitu obat-obat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang
sering kali mengakibatkan nyeri perut pada diare. Misalnya papaverin dan
oksifenonium
b. Obat-obat yang bekerja intra-lumen, misalnya: dengan menyerap air,
adsorbens, bahan berserat, bahan pembentuk rasa
Secara garis besar pengobatan diare dapat dibagi dalam :
a. Pengobatan Kausal
Pengobatan yang tepat terhadap kausa diare diberikan setelah mengetahui
penyebabnya yang pasti). Kelompok obat yang sering digunakan yaitu
kemoterapeutika. Mekanisme kerja dari kemoterapeutika adalah dengan
memberantas bakteri penyebab diare, seperti : antibiotika, sulfonamida,
kinolon, dan furazolidon
b. Pengobatan Simptomatik
3
Kelompok obat yang sering digunakan adalah obstipansia yang dapat
menghentikan diare dengan beberapa cara, yaitu:
1) Zat-zat penekan peristaltik sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk
resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus. Obat-obat yang digunakan
adalah candu dan alkaloidanya, derivat-derivat petidin (difenoksilat dan
loperamida), dan antikolinergika (atropin, ekstrak belladonna).
2) Adstringensia, menciutkan selaput lendir usus, misalnya : asam samak (tanin)
dan tannalbumin, garam-garam bismuth dan aluminium.
3) Adsorbensia, misalnya : carbo adsorben dan mucilagines.
c. Pengobatan Cairan
Untuk menentukan jumlah cairan yang perlu diberikan kepada penderita
diare, harus mempehatikan hal-hal sebagai berikut:
Jumlah cairan yang harus diberikan = PWL + NWL + CWL
1) PWL (Previous Water Losses) adalah jumlah cairan yang telah hilang
melalui diare dan/atau muntah.
2) NWL (Normal Water Losses) adalah banyaknya cairan yang hilang melalui
keringat, urin dan pernafasan.
3) CWL (Cencamitant Water Losses) adalah banyaknya cairan yang hilang
melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung. Jumlah ini
tergantung pada derajat dehidrasi serta berat badan masingmasing anak atau
golongan umur.
d. Pengobatan Dietetik
Pengobatan diare yang berdasarkan dari penyebabnya, dilakukan secara
bertahap dari obat yang konsentrasinya rendah kemudian dinaikkan secara
perlahan-lahan hingga konsentrasinya penuh. Pemberian obat selanjutnya
tergantung dari keadaan klinik dan pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan secara teratur (Ditjen POM, 1995)
b. Daun salam (Syzygium polyanthum)
4
Kingdom : Plantae Divisi : MgnoliophytaKelas : MagnoliopsidaOrdo : MyrtalesKeluarga : MyrtaceaeGenus : SyzigiumSpecies : Syzygium polyanthum
Gambar 1. Polyanthae folium
Pohon berukuran sedang, mencapai tinggi 30 m dan gemang 60 cm. Pepagan
(kulit batang) berwarna coklat abu-abu, memecah atau bersisik. Daun tunggal
terletak berhadapan, dengan tangkai hingga 12 mm. Helai daun berbentuk jorong-
lonjong, jorong sempit atau lanset, 5-16 x 2,5–7 cm, gundul, dengan 6-11 urat
daun sekunder, dan sejalur urat daun intramarginal nampak jelas dekat tepi
helaian, berbintik kelenjar minyak yang sangat halus. Karangan bunga berupa
malai dengan banyak kuntum bunga, 2–8 cm, muncul di bawah daun atau kadang-
kadang pada ketiak. Bunga kecil-kecil, duduk, berbau harum, berbilangan-4;
kelopak seperti mangkuk, panjangnya sekitar 4 mm; mahkota lepas-lepas, putih,
2,5-3,5 mm; benang sari banyak, lk. 3 mm, terkumpul dalam 4 kelompok, lekas
rontok; piringan tengah agak persegi, jingga kekuningan. Buah buni membulat
atau agak tertekan, 12 mm, bermahkota keping kelopak, berwarna merah sampai
ungu kehitaman apabila masak.
Secara tradisional, daun salam digunakan sebagai obat sakit perut. Daun
salam juga dapat digunakan untuk menghentikan buang air besar yang berlebihan.
Pohon salam bisa juga dimanfaatkan untuk mengatasi asam urat, stroke, kolesterol
tinggi, melancarkan peredaran darah, radang lambung, diare, gatal-gatal, kencing
manis, dan lain-lain. Penggunaan daun salam sebagai obat di atas disebabkan oleh
kandungannya yakni pada daun salam kering terdapat sekitar 0,17% minyak
esensial, dengan komponen penting eugenol dan metil kavikol (methyl chavicol)
di dalamnya. Ekstrak etanol dari daun menunjukkan efek antijamur dan
antibakteri, sedangkan ekstrak metanolnya merupakan anticacing, khususnya pada
nematoda kayu pinus Bursaphelenchus xylophilus. Kandungan kimia yang
dikandung tumbuhan ini adalah minyak atsiri, tannin, dan flavonoida. Bagian
pohon yang bisa dimanfaatkan sebagai obat adalah daun, kulit batang, akar, dan
buah.
Ekstrak daun salam 3x250 mg/hari menunjukkan kecenderungan dapat
menurunkan kadar gula darah puasa dan 2 jam setelah makan terutama pada kadar
5
gula darah di bawah 200 mg/dL walaupun secara statistik perbedaannya tidak
signifikan.
II. Alat bahan
III. Prosedur
IV. Perhitungan
4.1 Berat Mencit Mencit I = 31,72 g Mencit II = 33,26 g Mencit III = 31,03 g
4.2 Dosis uji infusa daun salamDiketahui : Dosis empiris kering = 10 gram
Dosis normal = 10 g x 0,0026 = 0,026 g / 20 g bb
6
2.2 Bahan :a. Hewan uji (mencit putih)b. PGA 1%c. Suspensi loperamide 4 mgd. Daun salam dosis 0,013 g/20 g bb
(dosis I)e. Daun salam dosis 0,026 g/20 g bb
(dosis II)f. Daun salam dosis 0,052 g/20 g bb
(dosis III)g. Norit 5% dalam PGA 50%
2.1 Alat :a. Alat suntik 3 mlb. Sonde oralc. Timbangan digitald. Ram kawate. Toplesf. Gunting bedahg. Steroformh. Jarum i. Mistarj. Pinset
Maka Dosis uji I (1/2xnya dosis normal) : 0,013 g / 20 g bb Dosis uji II (1xnya dosis normal) : 0,026 g / 20 g bb Dosis uji III (2xnya dosis normal) : 0,052 g / 20 g bb
4.3 Dosis uji II yang diberikan pada mencit kelompok 1Stock Infusa =
Dosis uji II pada mencit kelompok 1 : /
Mencit I =
Mencit II =
Mencit III =
4.4 Dosis suspensi norit yang diberikan pada mencitNorit 5% dalam PGA 50%
PGA : /3 ml
Tambahkan norit ke dalam PGA 50% :
4.5 Banyaknya norit yang diberikan pada mencit kelompok 1 :
Mencit I = x 1 ml = 1,58 ml
Mencit II =
Mencit III =
4.6 Persen Inhibisi Peristaltik Usus
1.
7
2.
4.7 Pemberian PGA 1% (kontrol negatif)Pemberian per oral : 0,2 ml / 20 gram BB mencit
4.8 Pemberian Suspensi loperamid Dibuat larutan stok : 1 gram / 100 ml Diketahui : - Konversi dosis loperamide ke mencit : 4 mg x 0,0026 = 0,0104 mg- Bobot rata-rata tablet yang akan dibuat suspensi : 100 mg
Maka yang diambil : /0,2 ml
Dibuat stok suspensi Loperamid dalam PGA = 130 mg/50 ml
V. Hasil Pengamatan
Perlakuan Kelompok Mencit Panjang usus yangdilalui norit (cm)
Panjang ususseluruhnya
(cm)Rasio (%)
K (-) 3 1 30 52 57,69 2 37 55 67,27 8 1 32 40 80 2 44,5 51,5 86,4
K(+) 4 1 28 50 56 2 25,5 60 42,5 9 1 54 70,4 76,7 2 39 65 60
D I 5 1 21,5 50 41 2 18 50 36 10 1 30 53,5 37,38 2 20 53,5 56,07
D II 1 1 16,5 44 35,1 2 13,5 49,5 27,27 6 1 16,7 55 30,36 2 12 42 28,57
D III 2 1 14 52 26,92 2 15,2 55 27,63 7 1 26 53 49,9
8
2 28 55 50,9
VI. Pengolahan data statistik
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Data ,130 20 ,200* ,921 20 ,104
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Kesimpulan : H0 diterima karena 0,104 > 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa
data berdistribusi normal dan dapat dilakukan uji selanjutnya yakni uji Anova
untuk mengetahui perbedaan masing-masing perlakuan.
Test of Homogeneity of Variances
data
Levene Statistic df1 df2 Sig.
2,093 4 15 ,132
Kesimpulan : H0 diterima karena 0,132 > 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa
data berasal dari varian yang sama atau homogen dan dapat dilakukan uji
selanjutnya yakni uji Anova untuk mengetahui perbedaan masing-masing
perlakuan.
ANOVA
data
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 4626,861 4 1156,715 9,053 ,001
Within Groups 1916,608 15 127,774
Total 6543,469 19
Kesimpulan : H0 ditolak karena 0,001 < 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa
terdapat perbedaan perlakuan yang signifikan terhadap tiap kelompok mencit
putih pada pengujian aktivitas antidiare daun salam metode transit intestinal.
9
Multiple Comparisons
Dependent Variable: data
LSD
(I) kelompok (J) kelompok Mean Difference
(I-J)
Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
kontrol negatif
kontrol positif 14,04000 7,99293 ,099 -2,9965 31,0765
dosis 1 30,22750* 7,99293 ,002 13,1910 47,2640
dosis 2 42,51500* 7,99293 ,000 25,4785 59,5515
dosis 3 34,00250* 7,99293 ,001 16,9660 51,0390
kontrol positif
kontrol negatif -14,04000 7,99293 ,099 -31,0765 2,9965
dosis 1 16,18750 7,99293 ,061 -,8490 33,2240
dosis 2 28,47500* 7,99293 ,003 11,4385 45,5115
dosis 3 19,96250* 7,99293 ,025 2,9260 36,9990
dosis 1
kontrol negatif -30,22750* 7,99293 ,002 -47,2640 -13,1910
kontrol positif -16,18750 7,99293 ,061 -33,2240 ,8490
dosis 2 12,28750 7,99293 ,145 -4,7490 29,3240
dosis 3 3,77500 7,99293 ,644 -13,2615 20,8115
dosis 2
kontrol negatif -42,51500* 7,99293 ,000 -59,5515 -25,4785
kontrol positif -28,47500* 7,99293 ,003 -45,5115 -11,4385
dosis 1 -12,28750 7,99293 ,145 -29,3240 4,7490
dosis 3 -8,51250 7,99293 ,304 -25,5490 8,5240
10
dosis 3
kontrol negatif -34,00250* 7,99293 ,001 -51,0390 -16,9660
kontrol positif -19,96250* 7,99293 ,025 -36,9990 -2,9260
dosis 1 -3,77500 7,99293 ,644 -20,8115 13,2615
dosis 2 8,51250 7,99293 ,304 -8,5240 25,5490
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Kesimpulan : Terdapat perbedaan bermakna pada dosis uji I, II, dan III dari
infusa daun salam terhadap kontrol negatif namun perbedaan yang signifikan
terdapat pada mencit kelompok perlakuan dosis uji II terhadap kontrol negatif.
VII. Pembahasan
Praktikum kali ini merupakan praktikum pertemuan ke-12 yang menguji
bahan alam yakni daun salam yang memiliki nama latin Syzygium polyanthum
dengan efek antidiare atau menghentikan buang air besar dengan konsistensi encer
(diare) yang dimiliki dari bahan alam tersebut terhadap mencit putih yang diberi
tinta cina atau norit dengan menghitung rasio normal dari panjang usus yang
dilalui norit terhadap panjang usus mencit putih.
Karena perlakuan yang digunakan cukup banyak maka pengujian dilakukan
secara berkelompok dengan sistem sampling yang random atau acak. Kelompok
perlakuan diantaranya pemberian kontrol negatif, kontrol positif, dosis uji I, dosis
uji II, dosis uji III. Praktikan mendapatkan pengujian untuk dosis uji II di mana
dilakukan pemberian per oral pada mencit putih infusa daun salam dengan dosis
0,026 g/20 g bb mencit dan banyaknya takaran yang telah dikonversi untuk dosis
tiap mencit putih (banyaknya takaran per oral lihat di IV. Perhitungan)
sedangkan yang lainnya melakukan perlakuan sebagai kontrol negatif yakni PGA
1%, Kontrol positif yakni suspensi loperamide 4 mg, dosis uji I (infusa daun
salam sebanyak 0,013 g/20 g bb), dosis uji III (infusa daun salam sebanyak 0,052
g/20 g bb).
Sebelumnya hewan harus dipuasakan selama 18 jam, hal tersebut
bertujuan untuk memperkecil pengaruh makanan terhadap gerak peristaltik usus
sehingga ketika diberi sediaan uji, keadaan sistem pencernaan mencit terutama
usus dalam keadaan normal. Metode selanjutnya dilakukan pemberian sediaan uji
11
terlebih dahulu untuk mengetahui seberapa besar efek antidiare yang dihasilkan
setelah 45 menit. Digunakan acuan waktu selama 45 menit karena pada praktikum
kali ini digunakan kontrol positif (pembanding) loperamide yang mana
loperamide memiliki waktu paruh (waktu yang digunakan obat untuk meluruh
setengahnya dan mulai menghasilkan efek) pada menit ke 45.
Loperamid merupakan derivat difenoksilat dengan khasiat obstipasi yang dua
sampai tiga kali lebih kuat tetapi tanpa khasiat terhadap susunan saraf pusat
sehingga tidak menimbulkan ketergantungan. Zat ini mampu menormalkan
keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang
berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali.
Berdasarkan literatur, kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 4 jam
sesudah minum obat. Masa laten yang lama ini disebabkan oleh penghambatan
motilitas saluran cerna dan karena obat mengalami sirkulasi enterohepatik.
Loperamid memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot
sirkuler dan longitudinalis usus. Obat ini berikatan dengan reseptor opioid
sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan
reseptor tersebut. Cara kerja obat : Loperamid merupakan antispasmodik, secara
in vitro pada hewan percobaan Loperamide menghambat motilitas / perilstaltik
usus dengan mempengaruhi langsung otot sirkular dan longitudinal dinding usus,
serta mempengaruhi pergerakan air dan elektrolit di usus besar. Loperamid
menurunkan volume feses, meningkatkan viskositas dan kepadatan feses dan
menghentikan kehilangan cairan dan elektrolit.
Setelah 45 menit, kemudian mencit diberi sediaan norit 5% yang
dilarutkan dalam PGA 50%. Suspensi norit tersebut digunakan sebagai marker
dalam usus untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pemberiaan sediaan uji
terhadap motilitas usus mencit. 20 menit setelah kemudian dilakukan pembedahan
mencit untuk mengambil usus mencit dengan metode transit intestinal. Metode
transit intestinal digunakan untuk mengevaluasi aktivitas obat antidiare, laksansia,
ataupun antispasmodik berdasarkan pengaruh terhadap kecepatan motilitas usus
yang diukur sebagai rasio jarak usus yang ditempuh oleh norit dalam jangka
waktu tertentu terhadap panjang usus dari pylorus dampai ke rektum. Biasanya,
12
ketika digunakan sebagai antidiare, maka persen rasio yang dihasilkan akan lebih
pendek dibandingkan sebagai laksansia atau spasmodik yang nilainya lebih
panjang terhadap kontrol negatif.
Berdasarkan data hasil penelitian, jika dilihat secara kasat mata mencit
dengan perlakuan dosis uji I, II, III memberikan panjang usus yang dilalui norit
lebih besar dibandingkan kelompok perlakuan kontrol negatif yakni pemberian
mencit dengan PGA 1%. Namun hasil pengamatan hanya dapat disimpulkan
ketika dilakukan analisis data dengan statistika yakni SPSS versi 21.
Karena banyak menggunakan data yang banyak variannya maka praktikkan dapat
mengambil suatu kesimpulan akhir dengan dilakukan analisis secara statistika
dengan syarat awal data harus berdistribusi normal, homogen yang selanjutnya
dapat dilakukan analisis Anova sehingga dapat diketahui LSD atau kebermaknaan
tiap data terhadap kontrol negatif.
Berdasarkan data hasil pengamatan dan analisis data yang telah dilakukan
pada SPSS versi 21, terdapat nilai normalitas dengan signifikansi 0,104 > 0,05
(p>0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa data berdistribusi normal. Nilai
homogenitas dengan signifikansi 0,132 > 0,05 (p>0,132) sehingga dapat dikatakan
bahwa data berasal dari varian yang sama/homogen yang menunjukkan bahwa
kedua syarat untuk melakukan uji selanjutnya yakni uji Anova terpenuhi dan
dapat diketahui pada dosis uji berapa yang memiliki khasiat sama dengan
loperamide dan memberikan efek antidiare ketika dilakukan pembanding dengan
kontrol negatif.
Berdasarkan data hasil Anova, 0,001 < 0,05 (p<0,05) dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan bermakna pada dosis uji I, II, dan III dari infusa daun
salam terhadap kontrol negatif . Untuk mengetahui pada dosis uji berapa efek
antidiare tersebut optimal, selanjutnya dilakukan analisis deskriptif LSD.
Berdasarkan data LSD pada Anova ditunjukkan bahwa pada dosis uji I, II dan
III infusa daun salam telah memiliki perbedaan yang bermakna untuk khasiat
antidiare terhadap kontrol negatif. Namun perbedaan yang signifikan terdapat
pada mencit kelompok perlakuan dosis uji II yang memberikan mean difference
yang lebih besar yakni 42,51500* terhadap kontrol negatif dan pada kontrol
13
pembanding yakni obat loperamide sebesar 28,47500* (lihat VI. Pengolahan Data
Statistika).
Berdasarkan uraian data hasil pengamatan dan pengolahan data melalui
statistika SPSS versi 21, Daun salam pada dosis uji II dapat memberikan efek
optimal sebagai antidiare karena pada daun salam memiliki kandungan zat
berkhasiat berupa tanin yang dapat digunakan sebagai antidiare dengan
mekanisme mengurangi gerak peristaltik usus dan menciutkan selaput lendir pada
usus halus sehingga buang air besar yang konsistensinya encer dapat lebih padat
yang ditandai dengan panjang usus yang dilalui norit.
VIII. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dan pembahasan yang telah
diutarakan dapat diperoleh kesimpulan :
Nilai signifikansi hasil praktikum adalah 0,104 > 0,05 untuk normalitas
yang menyatakan data berdistribusi normal dan 0,132 > 0,05 yang
menyatakan data berasal dari varian yang sama/homogen, sehingga saat
dilakukan uji ANOVA diperoleh nilai signifikansi 0,001 < 0,05 yang
menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan dari dosis uji I, II dan III
terhadap kontrol negatif dan pada dosis uji II memiliki efek antidiare
yang optimal.
Daun salam (Syzygium polyanthum) memiliki efek antidiare karena
kandungan zat berkhasiat tanin yang dapat mengurangi gerak peristaltik
usus dan menciutkan selaput lendir yang ada di usus halus.
14
DAFTAR PUSTAKA
Katzung, B. G. (1986). Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba
Medika
Sunaryo, W. (1995). Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta: Penerbit FK UI.
Ansel, Howard C.2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.Edisi Keempat.
Jakarta : University of Indonesia Press.
Guyton, A.C., 1990, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, terjemahan
P. Andrianto, ed 3. Jakarta: BCG
Muscthler, E., 1991, Dinamika Obat, terjemahan M. B. Widianto dan A. S.
Ranti, Bandung: ITB
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja.2007.Obat-Obat Penting : Khasiat,
Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi Keenam, Cetakan
Pertama. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.
15
LAMPIRAN
16
Penandaan setelah penimbangan bb
mencit 1
Penandaan setelah penimbangan bb
mencit 2
Penandaan setelah penimbangan bb
mencit 3
17
Pemberian per oral dosis uji II pada
mencit 1
Pemberian per oral dosis uji II pada
mencit 2
Pemberian per oral dosis uji II pada
mencit 3
Pembuatan infusa daun salam
Penempatan tikus 1, tikus 2, tikus 3 (dari kiri) dalam kandang metabolisme dan banyaknya urin yang dieksresikan pada jam ke 3
Pembedahan mencit untuk mengambil usus mulai
pylorus-rektum
top related