artikel ilmiah perengkahan termal …repository.unja.ac.id/1420/1/a1c112031-artikel.pdf ·...
Post on 05-Sep-2018
236 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ARTIKEL ILMIAH
PERENGKAHAN TERMAL (THERMAL CRACKING) CAMPURAN OLI
BEKAS DAN MINYAK JELANTAH UNTUK MENGHASILKAN
BAHAN BAKAR MINYAK
Oleh
SHINTIA PUTRI AMALIA
A1C112031
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
JULI 2017
PERENGKAHAN TERMAL (THERMAL CRACKING) CAMPURAN OLI
BEKAS DAN MINYAK JELANTAH UNTUK MENGHASILKAN
BAHAN BAKAR MINYAK
Shintia Putri Amalia1, Nazarudin2, Afrida2
1Alumni Prodi Pendidikan Kimia, Jurusan PMIPA, FKIP Universitas Jambi
2Staf Pengajar Prodi Pendidikan Kimia, Jurusan PMIPA, FKIP Universitas Jambi E-mail: shintiaputri.amalia@gmail.com
ABSTRAK
Oli bekas pada umumnya hanya digunakan untuk melumasi rantai motor
dan tentu saja hal ini tidak efektif untuk memanfaatkan oli bekas. Adapun cara yang
dilakukan dalam pemanfaatan oli bekas menjadi bahan bakar adalah dengan cara
proses perengkahan (cracking). Akan tetapi, proses untuk perengkahan oli bekas
sangat sulit, hal ini karena ikatan karbon dalam oli bekas yang panjang sehingga
sulit dalam pemecahannya (cracking). Namun, bisa dilakukan dengan bahan bakar
lain yang lebih encer seperti minyak tanah. Harga untuk membeli minyak tanah
sendiri cukup mahal sehingga kurang efisien dalam pemanfaatannya. Untuk
mengatasi hal ini diperlukan bahan bakar lain yang membantu dalam perengkahan
oli bekas. Salah satu bahan bakar yang bisa dimanfaatkan adalah minyak jelantah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah perengkahan termal (thermal
cracking) campuran oli bekas dan minyak jelantah dapat menghasilkan bahan bakar
minyak (BBM). Penelitian ini dilakukan menggunakan reaktor semibatch dengan
laju alir nitrogen yang dijaga konstan yaitu 5 mL/menit. Ada tiga rasio yang
diterapkan dalam penelitian ini yaitu 0,5:1, 1:1, dan 1,5:1, dan tiga variasi suhu
yaitu, 4000C, 4500C, dan 5000C. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa pada
perengkahan termal pada rasio sampel 0,5:1 dengan suhu perengkahan 500oC
dihasilkan cairan hasil perengkahan (CHP) lebih banyak yaitu sebesar 58,90%
dibandingkan dengan rasio sampel yang lainnya. Sedangkan pada perengkahan
katalitik didapat sebesar 34,2%. Berdasarkan analisa GC-MS produk perengkahan
termal campuran oli bekas dan minyak jelantah yang dapat digolongkan kedalam
fraksi bensin (C5-C10) sebanyak 5,84%. Untuk fraksi (C13-C17) yang merupakan
minyak gas (diesel) sebanyak 0,23%. Sedangkan untuk fraksi minyak gas berat
(C18-C25) sebanyak 1,72%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
perengkahan termal campuran oli bekas dan minyak jelantah dapat berpotensi
menghasilkan bahan bakar minyak (BBM).
Kata kunci: Perengkahan Termal, Oli Bekas Dan Minyak Jelantah, Bahan Bakar
Minyak.
PENDAHULUAN
Perengkahan hidrokarbon
(cracking) adalah salah satu solusi
dalam mendaur ulang limbah oli
bekas dan minyak jelantah menjadi
bahan bakar. Reaksi ini dapat
dilakukan dengan menggunakan
suhu tinggi (perengkahan termal).
Proses perengkahan panas (thermal
cracking process) adalah suatu
proses pemecahan rantai
hidrokarbon dari senyawa rantai
panjang menjadi hidrokarbon
dengan rantai yang lebih pendek
dengan bantuan panas.
Seluruh kendaraan baik itu
mobil maupun motor menggunakan
oli untuk pelumas mesin alat
transportasi. Setelah oli dipakai, oli
akan diganti secara berkala untuk
mengurangi kerusakan komponen
mesin. Oli bekas pada umumnya
hanya digunakan untuk melumasi
rantai motor dan tentu saja hal ini
tidak efektif untuk memanfaatkan oli
bekas yang memiliki kandungan
hidrokarbon yang cukup tinggi
(Raharjo, 2009). Namun sayangnya
bila oli bekas dibuang sembarangan
akan menimbulkan masalah
lingkungan yang serius seperti
pencemaran air, tanah, bahkan bisa
menyebabkan penyakit ginjal, syaraf
dan kanker bagi manusia. Oleh karena
itu, solusi yang tepat untuk
pemanfaatan limbah oli bekas adalah
sebagai bahan bakar yang bernilai
ekonomi tinggi.
Adapun cara yang dilakukan
dalam pemanfaatan oli bekas menjadi
bahan bakar adalah dengan cara
proses perengkahan (cracking). Akan
tetapi, proses untuk perengkahan oli
bekas sangat sulit, hal ini karena
ikatan karbon dalam oli bekas yang
panjang sehingga sulit dalam
pemecahannya (cracking). Selain itu,
dalam oli bekas terdapat kontaminan
baik secara fisik (logam dan abu)
maupun secara kimiawi (pelarut dan
air) (Prayitno, 1999). Untuk
menggunakan oli bekas sebagai
bahan bakar diperlukan perlakuan
terlebih dahulu sehingga dapat
diperoleh karakteristik bahan bakar
yang baik terutama dalam kemudahan
penyalaan dan temperatur
pembakaran. Prayitno (1999)
meneliti kemungkinan minyak
pelumas bekas dapat digunakan
sebagai minyak bakar dengan
penambahan asam sulfat, tanah liat
serta fuel oil, serta dengan
mendestilasikannya hingga
temperatur 200oC. Penambahan
H2SO4 bertujuan untuk mengurangi
kandungan senyawa olefin, aromatik
maupun senyawa nonhidrokarbon
yang terdapat dalam minyak pelumas
bekas. Penambahan tanah liat
bertujuan untuk mengendapkan
kotoran, mengabsorb senyawa sulfur
dan memperbaiki warna. Walaupun
biayanya relatif murah namun proses
pengolahan pelumas bekas dengan
metode ini memiliki beberapa resiko.
H2SO4 yang sudah tidak terpakai akan
menimbulkan pencemaran baru
apabila dibuang sembarangan,
demikian pula tanah liat yang telah
tercampur dengan kotoran dan
senyawa sulfur. Raharjo (2009)
menyebutkan bahwa ada cara lain
yang dapat dilakukan untuk
perengkahan oli bekas adalah
mencampurkannya dengan bahan
bakar lain yang lebih encer, seperti
minyak tanah.
Berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan Raharjo (2009)
menunjukkan bahwa proses untuk
perengkahan oli bekas sangat sulit,
namun bisa dilakukan dengan bahan
bakar lain yang lebih encer seperti
minyak tanah. Akan tetapi, harga
untuk membeli minyak tanah sendiri
cukup mahal sehingga kurang efisien
dalam pemanfaatannya.
Untuk mengatasi hal ini
diperlukan bahan bakar lain yang
membantu dalam perengkahan oli
bekas. Salah satu bahan bakar yang
bisa dimanfaatkan adalah minyak
jelantah. Minyak jelantah merupakan
minyak limbah proses penggorengan,
diyakini sangat berbahaya bila terus
digunakan atau dibuang tanpa
pengolahan. Disisi lain, minyak
jelantah memiliki potensi energi
bakar yang cukup tinggi.
Minyak jelantah sangat
berbahaya jika digunakan dan
dikonsumsi kembali. Sebab, minyak
jelantah merupakan minyak goreng
yang telah dipergunakan berulang
kali dengan menggunakan suhu yang
tinggi. Akibat penggunaaan suhu
tinggi ini, secara kimia terjadi
pemutusan ikatan rangkap pada asam
lemak tak jenuh, sehingga asam
lemak jenuh ini mudah teroksidasi.
Asam lemak jenuh sangat beresiko
menimbulkan penyakit kanker,
penyumbatan pembuluh darah, dan
kolestrol tinggi (Kadarwati, dkk,
2010). Walaupun minyak jelantah
berbahaya bagi kesehatan, tetapi
dapat dimanfaatkan menjadi bahan
bakar alternatif, karena minyak
jelantah memiliki rantai hidrokarbon
panjang yang memungkinkan dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bakar
sehingga minyak jelantah tidak hanya
menjadi limbah dan dibuang.
Gunawan (2010) meneliti
pembuatan bio-oil dari minyak
jelantah dengan merancang bangun
unit pirolisis skala laboratorium, yang
terdiri atas tangki umpan, reaktor,
umpan N2, separator dan tangki
penampung secara operasional
mampu untuk membuat bio-oil dari
minyak jelantah. Reaktor dirancang
dan dibuat dengan diameter 3 in, dan
panjang 40 cm, bagian dalamnya diisi
dengan bahan isian kuarsa, dilengkapi
dengan pemanas, tanpa adanya
oksigen (karena N2 sebagai
blanketing) bisa menjalankan proses
perengkahan termal terhadap minyak
jelantah. Kondisi terbaik yang dicapai
untuk memperoleh bio-oil yaitu pada
suhu pirolisis 4000C, ketebalan bahan
isian kuarsa 15 cm, dan ukuran
partikel kuarsa -6+8 mesh. Bio-oil
adalah bahan bakar cair yang
dihasilkan melalui teknologi pirolisis
atau pirolisis cepat. Pengembangan
bio-oil dapat menggantikan posisi
bahan bakar hidrokarbon dalam
industri, seperti untuk mesin
pembakaran, boiler, mesin diesel
statis, dan heavy fuel oil, light fuel oil.
Berdasarkan latar belakang
tersebut, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul
Perengkahan Termal (Thermal
Cracking) Campuran Oli Bekas Dan
Minyak Jelantah Untuk
Menghasilkan Bahan Bakar Minyak.
METODOLOGI PENELITIAN
Sampel yang digunakan
adalah limbah oli bekas dari mobil
Toyota Avanza dengan jarak tempuh
9.000 km dan limbah minyak jelantah
dari hasil penggorengan ibu rumah
tangga dengan pemakaian minyak 3x
penggorengan. Alat yang digunakan
dalam penelitian ini merupakan
reaktor semi batch, sebagai wadah
atau tempat berlangsungnya reaksi.
Gambar rangkaian alat reaktor
semibatch dapat dilihat pada gambar
1.
Gambar 1. Rangkaian alat reaktor semibatch
Keterangan:
a.Termocouple
b.Gas nitrogen
c.Thermocontrol
d.Flowmeter
e.Reaktor semibatch
f.Furnace
g.Wadah cairan hasil perengkahan
h.Kondensor
Prosedur penelitian ini
dimulai dari memasukkan sampel
kedalam reactor rengkah kemudian
setelah suhu perengkahan tercapai
dialiri gas nitrogen. Sampel oli bekas
yang telah disiapkan dicampurkan
dengan sampel minyak jelantah yang
telah disiapkan. Variasi perbandingan
minyak jelantah dengan oli bekas
adalah (0,5:1), (1:1), (1,5:1).
Kemudian kedua sampel bersama
direngkah dengan reaktor rengkah.
Setelah itu diberi panas hingga
diperoleh suhu perengkahan. Suhu
perengkahan yang digunakan adalah
400oC, 450 oC, 500oC. Setelah suhu
perengkahan tercapai kemudian
dialiri dengan gas nitrogen yang laju
alirannya dijaga tetap pada 5
mL/menit. Cairan hasil perengkahan
(CHP) yang dihasilkan ditampung
pada penampung CHP. Cairan hasil
perengkahan diamati dan ditimbang
tiap 5 menit hingga selesai sampai 30
menit.
Desain penelitian adalah
sebagai berikut:
Tabel 1. Desain Penelitian perengkahan
termal campuran minyak jelantah dan oli
bekas (Gasperz, 1995)
Kondisi reaksi
ke
X1 X2
1 -1 -1
2 -1 1
3 1 -1
4 1 1
5 0 0
6 0 0
7 0 0
Keterangan :
X1 : Rasio sampel
X2 : Temperatur
Berdasarkan tabel diatas
untuk lebih jelas variasi temperatur
dan rasio perengkahan termal
campuran minyak jelantah dan oli
bekas dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Variasi rasio massa sampel dan
temperatur perengkahan termal campuran
minyak jelantah dan oli bekas
Kondisi
reaksi ke-
Rasio Temperatur
(oC)
1 0,5:1 400
2 0,5:1 500
3 1,5:1 400
4 1,5:1 500
5 1:1 450
6 1:1 450
7 1:1 450
keterangan : 1 = 10 gram
0,5 = 5 gram
1,5 = 15 gram
Analisa yang digunakan
dalam penelitian ini adalah
menggunakan analisa gravimetri dan
GC-MS.
Analisa Gravimetri Nazarudin (2007) menyatakan
bahwa analisa gravimetri digunakan
untuk menentukan persen cairan hasil
perengkahan (CHP), dan padatan dari
perengkahan termal terhadap sampel.
Perhitungan untuk mencari
presentase-presentase tersebut
adalah: a. % CHP = (
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝐻𝑃
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑚𝑢𝑙𝑎−𝑚𝑢𝑙𝑎 ) 𝑥 100 %
b. % Padatan = (𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑚𝑢𝑙𝑎−𝑚𝑢𝑙𝑎 ) 𝑥 100 %
Untuk berat gas yang tidak
terkondensasi tidak bisa ditimbang
secara langsung karena gas yang
dihasilkan tidak ditampung. Jadi,
berat gas dihitung dengan rumus: Berat Gas = (berat sampel mula-mula) - (berat CHP
total + berat padatan)
Sedangkan untuk mencari persentase
gas yang tidak terkondensasi sebagai
berikut: % Gas = (
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑎𝑠
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑚𝑢𝑙𝑎−𝑚𝑢𝑙𝑎 ) 𝑥 100 %
(Nazarudin, 2000).
Analisa GC-MS
Cairan hasil perengkahan
dianalisis menggunakan GC-MS.
Untuk menganalisa cairan hasil
perengkahan (CHP) digunakan alat
kromatografi gas-spektrometer massa
(Gas Chromatography-Mass
Spectrometry). Analisa kromatografi
gas ditujukan untuk mengetahui
komponen yang paling besar
persentasenya, serta dapat
mengetahui range jumlah atom
karbon dari cairan hasil perengkahan.
Untuk analisa GC-MS dilakukan di
Laboratorium Kimia Organik
Fakultas MIPA Universitas Gadjah
Mada.
Analisa Metode Permukaan
Respon
Analisa metode permukaan
respon dengan aplikasi komputer
matlab digunakan untuk melihat
pengaruh variabel bebas X (rasio
sampel dan temperatur) terhadap
variabel tak bebas (variabel terikat) Y
(hasil perengkahan).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil perengkahan termal
campuran oli bekas dan minyak
jelantah berupa produk cair (cairan
hasil perengkahan), kokas (padatan),
dan uap yang tak dapat terkondensasi
(gas). Hasil perengkahan termal
campuran oli bekas dan minyak
jelantah dapat dilihat dalam tabel 3.
Tabel 3. Data perengkahan termal campuran oli bekas dan minyak jelantah.
Minyak
jelantah
(g)
Oli
bekas
(g)
Temperatur
(0C)
CHP
(g)
CHP
%
Padatan Gas
(g)
Gas
(%) Kokas
(g)
Kokas
(%)
Sisa
reaksi
(g)
Sisa
reaksi
%
5,02 10,14 400 1,2 7,9 - - 9,82 64,8 4,14 27,3
5,003 10,492 500 9,127 58,9 0,165 1,1 - - 6,203 40
15,097 10 400 4,747 18,9 - - 9,744 38,8 10,606 42,3
15,093 10,383 500 6,878 27 0,043 0,2 - - 18,555 72,8
10,089 9,933 450 6,769 33,8 0,894 4,5 - - 12,359 61,7
10,058 10,255 450 7,917 39 0,185 0,9 - - 12,211 60,1
10,09 9,915 450 8,144 40,7 0,24 1,2 - - 11,621 58,1
Cairan Hasil Perengkahan atau yang
disingkat dengan CHP merupakan
produk utama hasil penelitian ini.
Cairan hasil perengkahan termal
campuran oli bekas dan minyak
jelantah pada kondisi reaksi ke-2
secara umum menghasilkan konversi
CHP yang lebih besar daripada
konversi CHP hasil perengkahan
lainnya. Fakta ini ditunjukkan oleh
konversi tertinggi CHP hasil
perengkahan termal campuran oli
bekas dan minyak jelantah sebesar
58,9 %. Jika dilihat dari konversi
CHP dengan perbandingan massa
yang sama yaitu pada kondisi reaksi 1
dan 2 dengan suhu perengkahan
4000C dan 5000C selain itu juga
kondisi reaksi 3 dan 4 dengan suhu
perengkahan 4000C dan 5000C.
Kedua perbandingan massa yang
sama itu menunjukkan bahwa pada
suhu 5000C dihasilkan konversi CHP
lebih besar dari pada konversi CHP
pada suhu 4000C. Sedangkan untuk
kondisi reaksi 5, 6, dan 7 dengan
perbandingan massa yang sama
konversi CHP yang dihasilkan hampir
mendekati persentase yang sama.
Berdasarkan konversi di atas suhu
sangat mempengaruhi reaksi
perengkahan semakin tinggi suhu
(batas optimum) maka konversi
perengkahan akan semakin besar.
Proses perengkahan termal
campuran oli bekas dan minyak
jelantah juga menghasilkan produk
berupa padatan atau yang disebut
sebagai kokas. Kokas hasil
perengkahan termal campuran oli
bekas dan minyak jelantah diperoleh
pada kondisi reaksi kedua, keempat,
kelima, keenam dan ketujuh.
Sehingga, berdasarkan hasil
penelitian ini dapat dikatakan bahwa
perengkahan termal pada temperatur
yang lebih tinggi dapat menghasilkan
kokas. Kokas yang dihasilkan dari
proses perengkahan termal campuran
oli bekas dan minyak jelantah seperti
serbuk arang berwarna hitam dan
aspaltena berwarna hitam dan
lengket. Aspaltena merupakan
senyawa kompleks yang paling sering
ditemukan dan selalu ada dalam
proses pengolahan minyak bumi
(Iqbal, 2012). Sedangkan sisa reaksi
merupakan reaktan yang tidak
berubah, sehingga sisa reaksi yang
tersisa didalam reaktor tidak
semuanya terengkah dengan baik
sehingga tidak semua sampel ikut
bereaksi, oleh sebab itu sisa reaksi
yang tersisa didalam reaktor berwarna
hitam dan kental seperti bentuk oli.
Berdasarkan hasil penelitian ini, sisa
reaksi terjadi pada kondisi reaksi
kesatu dan ketiga. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa pada temperatur
yang lebih tinggi konversi padatan
yang diperoleh akan lebih sedikit.
Sedangkan pada temperatur yang
lebih rendah jumlah padatan yang
terbentuk lebih banyak. Hasil
konversi padatan sedikit menandakan
terjadinya reaksi perengkahan yang
baik. Banyaknya hasil konversi
padatan hasil perengkahan
menyatakan bahwa perengkahan
kurang optimal.
Perengkahan termal campuran
oli bekas dan minyak jelantah juga
menghasilkan produk berupa gas (uap
yang tidak dapat terkondensasi).
Namun gas tersebut tidak ditampung
karena gas yang keluar cukup banyak.
Sehingga untuk menghitung gas yang
dihasilkan selama perengkahan dapat
dilakukan dengan cara berat sampel
mula-mula dikurang dengan jumlah
berat chp total dan berat padatan yang
dihasilkan. Secara umum konversi
gas hasil perengkahan termal
campuran oli bekas dan minyak
jelantah cukup tinggi. Namun, pada
kondisi reaksi ke-1 sangat rendah dari
pada konversi gas hasil perengkahan
pada kondisi reaksi yang lainnya.
Fakta ini ditunjukkan oleh konversi
terendah gas hasil perengkahan
termal campuran oli bekas dan
minyak jelantah sebesar 27,3%.
Selain perengkahan termal
dilakukan juga perengkahan katalitik,
Perengkahan katalitik di lakukan
sebagai pembanding, perengkahan
campuran minyak jelantah dan oli
bekas juga dilakukan dengan
menggunakan katalis atau biasa
disebut dengan perengkahan katalitik.
Perbandingan rasio sampel yang
direngkah menggunakan katalitik
yaitu dari hasil analisis gravimetri
terbanyak yaitu pada perbandingan
rasio sampel 0,5:1 dengan suhu
perengkahan 5000C, CHP yang
diperoleh sebanyak 58,9% . Katalis
yang digunakan adalah katalis H-
USY sebanyak 1 gram. Berat CHP
yang didapat sebesar 5,555 gram
dengan persentase 34,2%. CHP yang
dihasilkan berwarna coklat
kekuningan dan didasarnya seperti
ada lapisan berwarna putih. Kokas
yang dihasilkan menempel di bagian
bawah reaktor bercampur dengan
katalis dan berwarna coklat. Setelah
reaksi perengkahan selesai, katalis
yang semula berwarna putih berubah
menjadi coklat. Berat kokas yang
didapat yaitu sebesar 1,0892 gram
dengan persentase sebesar 6,7%. Gas
yang tidak dapat terkondensasi
sebanyak 9,6 gram dengan persentase
59,1%.
Persentase CHP pada
perengkahan katalitik mengalami
penurunan dibandingkan dengan
perengkahan termal. Hal ini
disebabkan karena fraksi ringan yang
dihasilkan lebih banyak dari pada
yang dihasilkan pada perengkahan
termal. Fraksi ringan ini mempunyai
rentang rantai karbon C1-C4. Pada
rentang rantai karbon ini, hidrokarbon
berwujud fasa gas dan bersifat tidak
dapat terkondensasi pada temperatur
ruangan. Karena temperatur
perengkahan katalitik yang digunakan
sangat tinggi yaitu pada suhu 5000C
akan memicu pemutusan ikatan atom
karbon-karbon lanjut lebih banyak
sehingga akan diperoleh komponen
hidrokarbon ringan yang lebih tinggi
sehingga produk cair yang dihasilkan
diperkirakan akan semakin sedikit
(Askaditya, 2010). Khowatimy,dkk
(2014) menyatakan bahwa cairan
hasil perengkahan pada perengkahan
termal yang didapat lebih tinggi
dibandingkan dengan perengkahan
katalitik disebabkan karena oli bekas
dan minyak jelantah terdiri dari
molekul poliaromatik, sehingga jika
mnggunakan suhu tinggi dalam
perengkahan termal tidak cukup
untuk memecahkan cincin aromatic
pada oli bekas dan minyak jelantah.
Namun, pada perengkahan katalitik
cincin aromatic dapat diprotonasi
oleh katalis. Fenomena ini
menyebabkan terbentuknya fraksi
yang lebih ringan dalam fase gas pada
perengkahan katalitik dibandingkan
pada perengkahan termal.
Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh
Lestary (2015) tentang perengkahan
katalitik sampah plastik jenis
polipropilen (PP) menggunakan
katalis H-USY dan Cr-USY hasil
regenerasi untuk menghasilkan
bensin. Pada penelitian ini dilakukan
perengkahan sampah plastik secara
termal maupun katalitik. Adapun
katalis yang digunakan adalah H-
USY, Cr-USY 0,1%, dan Cr-USY
0,3% hasil regenerasi setelah dipakai
sebelumnya untuk proses
perengkahan dengan sampel yang
sama. Perolehan konversi CHP
terkecil adalah pada perengkahan
menggunakan katalis H-USY yaitu
sebanyak 73,3% sedangkan konversi
CHP pada perengkahan termal dan
katalitik menggunakan Cr-USY 0,3%
berturut-turut adalah 78,6% dan
77,8%.
Hasil analisa GC perengkahan
termal campuran oli bekas dan
minyak jelantah menunjukkan adanya
19 puncak.
Gambar 2. Kromotogram GC perengkahan
termal campuran oli bekas dan minyak
jelantah
Dari hasil analisa MS terdapat
24 senyawa yang terkandung pada
perengkahan termal campuran oli
bekas dan minyak jelantah. Senyawa
tersebut antara lain (tabel 4):
Tabel 4.Senyawa yang terkandung pada
perengkahan termal campuran oli bekas dan
minyak jelantah.
No Nama
Senyawa
Rumus
Molekul
Berat
Molekul
1. Oxalid acid C2H2O4 90
2. Carbamic acid CH3NO2 61
3. Furan,2-
methyl
C5H6O 82
4. Acetic Acid C2H4O2 60
5. 2-Propanone,
1-hydroxy
C3H6O2 74
6. Acetaldehyde C2H4O 44
7. 2-Propenoic
Acid
C3H4O2 72
8. 1,2-
butadiene,3-
methoxy
C5H8O 84
9. 2,5-
Hexanedione
C6H10O2 114
10. 2-Pentanone,
3-methyl
C6H12O 100
11. Heneicosane C21H44 296
12. Pentacosane C25H52 352
13. Docosane C22H46 310
14. Tricosane C23H48 324
15. Eicosane C20H42 282
16. Octadecane, 2-
methyl
C19H40 268
17. triacontane C30H62 422
18. Germacrane C15H30 210
19. Tridecanol C13H28O 200
20. Cyclopentane -
heneicosyl
C26H52 364
21. Docosanoic
Acid
C22H44O2 340
22. 1-Hexacosanol C26H54O 382
23. 9-octadecenal C18H34O 266
24. Di –n-octyl
phthalate
C24H38O4 390
Berdasarkan produk
perengkahan termal campuran oli
bekas dan minyak jelantah yang
termasuk bahan bakar minyak adalah
senyawa Furan,2-methyl (C5H6O),
1,2-butadiene,3-methoxy (C5H8O),
dan 2-Pentanone, 3-methyl (C6H12O)
yang dapat digolongkan kedalam
fraksi bensin (C5-C10) sebanyak
5,84%. Untuk fraksi (C13-C17) yang
merupakan minyak gas (diesel)
sebanyak 0,23% dan senyawa yang
termasuk fraksi minyak gas (diesel)
adalah senyawa Germacrane
(C15H30). Sedangkan untuk fraksi
minyak gas berat (C18-C25) sebanyak
1,72% dan senyawa yang tergolong
kedalam senyawa tersebut adalah
senyawa Heneicosane (C21H44),
Pentacosane (C25H52), Docosane
(C22H46), Tricosane (C23H48),
Eicosane (C20H42), dan Octadecane,
2-methyl (C19H40).
Hasil GC perengkahan
katalitik campuran oli bekas dan
minyak jelantah menunjukkan adanya
9 puncak.
Gambar 3. Kromotogram GC perengkahan
katalitik campuran oli bekas dan minyak
jelantah
Sedangkan berdasarkan hasil
MS terdapat 10 senyawa yang
terkandung pada perengkahan
katalitik campuran oli bekas dan
minyak jelantah. Senyawa tersebut
antara lain carbamic acid (CH3NO2),
Aceton (C3H6O), Formic acid
(C4H6O2), Acetic Acid (C2H4O2), 2-
Propanone, 1-hydroxy (C3H6O2), 2-
Propenoic Acid (C3H4O2), 2-methyl-
2,3-epoxy-1-propanol (C4H8O2), 1-
propene,1-propoxy-,(Z) (C6H12O),
Cyclopentanone (C5H8O) dan 2-
Cyclopentenone (C5H6O).
Analisa Permukaan Respon
Terhadap Data Perengkahan
Termal Campuran Oli Bekas Dan
Minyak Jelantah.
Analisa Terhadap Konversi Cairan
Hasil Perengkahan
Analisis statistika
menggunakan metode permukaan
respon. Konversi cairan hasil
perengkahan dijadikan sebagai
variabel terikat sedangkan temperatur
dan rasio massa sampel dijadikan
sebagai variabel bebas. Analisis
menggunakan permukaan respon
menghasilkan suatu model
matematika sebagai berikut:
Y= 32,57 - 5,5X1 + 15X2 (1.1)
Dari persamaan (1.1)
menunjukkan bahwa nilai koefisien
determinasi (R2) adalah (0,6057),
nilai R2 ini dapat menunjukkan bahwa
secara umum antara variabel Y
(konversi, hasil (yield)) dengan
variabel X (temperatur dan rasio
sampel) mempunyai korelasi yang
rendah. Selain itu, dengan analisa
permukaan respon dapat diketahui
bahwa F hitung untuk regresi (3,072)
ternyata lebih kecil daripada nilai F
tabel baik untuk selang kepercayaan
5% (6,94) maupun untuk selang
kepercayaan 1% (18) maka korelasi
masing-masing variabel bebas
terhadap variabel terikat juga kurang.
Dari persamaan (1.1) terlihat bahwa
koefisien regresi variabel bebas X2
lebih tinggi dari koefisien regresi
variabel bebas X1, sehingga dapat
disimpulkan bahwa variabel
temperatur (X2) lebih berpengaruh
terhadap variabel terikat Y (konversi,
hasil (yield)) daripada variabel rasio
massa oli bekas dengan minyak
jelantah.
Analisa regresi linear
menunjukkan bahwa grafik yang
diperoleh berbentuk garis lurus yang
mendaki. Hal ini menunjukkan bahwa
pada penelitian ini belum berhasil
ditemukannya kondisi optimum untuk
perengkahan campuran oli bekas
dengan minyak jelantah. Namun hasil
ini sangat bermanfaat sebagai data
awal atau landasan untuk penelitian
lanjutan dalam rangka mencari titik
optimum. Gambar grafik tiga dimensi
untuk satu variabel Y dan dua
variabel X dapat dilihat pada gambar
4.
Gambar 4. Grafik konversi CHP terhadap
rasio massa sampel dan temperatur
Analisa Terhadap Konversi Gas
Apabila konversi gas
dijadikan sebagai variabel terikat
sedangkan temperatur dan rasio
massa sampel dijadikan variabel
bebas. Maka dari hasil analisa
permukaan respon akan
X1: Rasio massa sampel oli bekas dan minyak jelantah
X2: Temperatur
Temperatur
-1-0.5
00.5
1
-1
0
1-20
-10
0
10
20
30
40
50
X1,Minyak Jelantah:Oli)X2,Temperatur (Celcius)
Konvers
i kokas (
%)
-10
0
10
20
30
40
menghasilkan suatu model
matematika sebagai berikut:
Y = 51,8 + 12X1 + 10,8X2 (1.2)
Dari persamaan (1.2)
menunjukkan bahwa nilai koefisien
determinasi (R2) adalah (0,7018),
nilai R2 ini dapat menunjukkan bahwa
secara umum antara variabel Y
(konversi, hasil (yield)) dengan
variabel X (temperatur dan rasio
sampel) mempunyai korelasi yang
rendah.
Selain itu, dengan analisa
permukaan respon dapat diketahui
bahwa F hitung untuk regresi
(4,7061) ternyata lebih kecil daripada
nilai F tabel baik untuk selang
kepercayaan 5% (6,94) maupun untuk
selang kepercayaan 1% (18) maka
korelasi masing-masing variabel
bebas terhadap variabel terikat juga
kurang. Dari persamaan (1.2) terlihat
bahwa koefisien regresi variabel
bebas X1 lebih tinggi dari koefisien
regresi variabel bebas X2, sehingga
dapat disimpulkan bahwa variabel
rasio massa oli bekas dan minyak
jelantah lebih berpengaruh terhadap
variabel terikat Y (konversi, hasil
(yield)) daripada variabel temperatur.
Gambar grafik tiga dimensi untuk
satu variabel Y dan dua variabel X
dapat dilihat pada gambar 5.
Analisa Terhadap Konversi
Padatan (Kokas dan Sisa Reaksi)
Analisa permukaan respon
untuk konversi padatan menghasilkan
suatu model matematika sebagai
berikut:
Y = 15 - 6,7X1 – 25,57X2 (1.3) Dari persamaan (1.3) menunjukkan
bahwa nilai koefisien determinasi
(R2) adalah (0,7078), nilai R2 ini
menunjukkan bahwa secara umum
antara variabel Y (konversi, hasil
(yield)) dengan variabel X (
temperatur dan variasi rasio sampel)
mempunyai korelasi yang rendah.
Selain itu, dengan analisa permukaan
respon dapat diketahui bahwa F
hitung untuk regresi (4,8438) ternyata
lebih kecil daripada nilai F tabel baik
untuk selang kepercayaan 5% (6,94)
maupun untuk selang kepercayaan
1% (18) maka korelasi masing-
masing variabel bebas terhadap
variabel terikat juga kurang. Dari
persamaan (1.3) terlihat bahwa
koefisien regresi variabel bebas X2
lebih tinggi dari koefisien regresi
variabel bebas X1, sehingga dapat
disimpulkan bahwa variabel
temperatur (X2) lebih berpengaruh
terhadap variabel terikat Y (konversi,
hasil (yield)) daripada variabel rasio
massa oli bekas dengan minyak
jelantah.
Gambar grafik tiga dimensi untuk
satu variabel Y dan dua variabel X
dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 5. Grafik konversi gas terhadap
rasio massa sampel dan temperatur
Gambar 6. Grafik konversi padatan terhadap
rasio massa sampel dan temperatur
X2: Temperatur
Temperatur
X1: Rasio massa sampel oli bekas
dan minyak jelantah
X1: Rasio massa sampel oli bekas dan minyak jelantah
X2: Temperatur
Temperatur
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Perengkahan termal campuran oli
bekas dan minyak jelantah dapat
berpotensi menghasilkan bahan
bakar minyak (BBM). Berdasarkan
analisa GC-MS produk
perengkahan termal campuran oli
bekas dan minyak jelantah yang
dapat digolongkan kedalam fraksi
bensin (C5-C10) sebanyak 5,84%.
Untuk fraksi (C13-C17) yang
merupakan minyak gas (diesel)
sebanyak 0,23%. Sedangkan untuk
fraksi minyak gas berat (C18-C25)
sebanyak 1,72%
2. Variasi kadar campuran minyak
jelantah pada oli bekas dan
temperatur tidak mempunyai
korelasi yang signifikan terhadap
cairan hasil perengkahan (CHP),
ditunjukkan dengan rendahnya
nilai koefisien determinasi (R2)
yakni 0,6057
3. Dari analisa gravimetri untuk
perbandingan rasio sampel dan
temperatur yang optimal untuk
perengkahan pencampuran oli
bekas dan minyak jelantah
terhadap cairan hasil perengkahan
(CHP) yaitu pada kondisi reaksi ke
2, dengan rasio sampel
perbandingan 0,5: 1 atau 5 gram
minyak jelantah dan 10 gram oli
bekas dengan suhu perengkahan
5000C
Berdasarkan hasil penelitian
dan kesimpulan yang diperoleh,
penulis menyarankan bagi penelitian
selanjutnya, dari data yang didapat
bisa dijadikan data awal atau landasan
untuk penelitian lanjutan pada
perengkahan campuran oli bekas dan
minyak jelantah untuk menghasilkan
bahan bakar minyak.
DAFTAR RUJUKAN
Askaditya, G, 2010, Studi
Eksperimental Pirolisis Minyak
Pelumas Bekas Menggunakan
Katalis Zeolit, Skripsi,
Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.
Gaspersz, V., 1995. Teknik Analisis
Dalam Penelitian Percobaan.
Bandung:Tarsito.
Gunawan, Edi, 2010. Rancang
Bangun Unit Pirolisis untuk
Pembuatan Bio-Oil Dari
Minyak Jelantah Skala
Laboratorium, Lembaran
Publikasi LEMIGAS, 44 (1):
78-86.
Iqbal, Ahmad. Diakses tanggal 3
agustus 2016. Minyak Bumi.
http://ahmadiqbal32.blogspot.c
o.id/2012/02/minyak-
bumi.html
Kadarwati, Sri., Susatyo, Eko Budi.,
dan Ekowati, Dhian., 2010.
Aktivitas Katalis Cr/Zeolit
Alam Pada Reaksi Konversi
Minyak Jelantah Menjadi
Bahan Bakar Cair, 8 (1).
Khowatimy, Fathonatu Anisa.,
Priastomo, Yoga., Febriyati,
Erna., Riyantoko, Harkam., dan
Trisunaryanti, Wega, 2014,
Study of waste lubricant
hydrocracking inti fuel fraction
over the combination of Y-
Zeolite and ZnO catalyst dalam
Sustain, Science Direct, hal.
225-234, Elsevier B.V, Jepang.
Lestary, E.W., 2015. Perengkahan
Katalitik Sampah Plastik
Jenis Polipropilen (PP)
Menggunakan Katalis H-Usy
Dan Cr-Usy Hasil Regenerasi
Untuk Menghasilkan Bensin,
Skripsi, Universitas Jambi,
Jambi.
Nazarudin, 2000. Optimasi Kondisi
Reaksi Perengkahan Katalitik
Fraksi Berat Minyak Bumi
dengan Katalis Cr-Zeolit Alam
dan Ni-Zeolit Alam, Tesis,
Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Nazarudin, 2007. Optimasi Dengan
Response Surface Methodology
pada Kondisi Reaksi
Perengkahan Crude Palm Oil
(CPO) Menggunakan Katalis
Cr-Carbon. J.Sains MIPA, 13
(2): 127-133.
Prayitno, 1999. Studi Pemanfaatan
Minyak Pelumas Bekas sebagai
Minyak Bakar. Prosiding
Seminar Nasional Dasar-dasar
dan Aplikasi Perpindahan
Panas dan Massa, ISBN 979-
95620-0-7: 159-162
Raharjo, Wahyu Purwo, 2009.
Pemanfaatan Oli Bekas
Dengan Pencampuran
Minyak Tanah Sebagai
Bahan Bakar Pada
Atomizing Burner. Jurnal
Penelitian Sains Dan
Teknologi, 10 (2): 156-168.
top related