askep cva infark
Post on 21-Jul-2016
285 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak,
progresif cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24
jam terjadi karena trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan
yang bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak.
Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis.
Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta)
(Suzanne, 2002). CVA merupakan penyebab utama kecacatan pada orang dewasa.
Empat juta orang Amerika mengalami defisit neurologi akibat stroke; dua pertiga
dari defisit ini bersifat sedang sampai parah. Kemungkinan meninggal akibat
stroke inisial adalah 30% sampai 35% dan kemungkinan kecacatan mayor pada
orang yang selamat adalah 35% sampai 40%. Sekitar sepertiga dari semua pasien
yang selamat dari stroke akan mengalami stroke ulangan pada tahun pertama.
Secara umum CVA dapat dibagi menjadi 2. Pertama CVA iskemik yaitu
CVA yang disebabkan oleh penyumbatan pada pembuluh darah di otak. Kedua
CVA hemoragik yaitu CVA yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di
otak. Faktor-faktor resiko CVA antara lain umur, hipertensi, diabetes mellitus,
aterosklerosis, penyakit jantung, merokok dan obat anti hamil.
Melihat fenomena di atas, CVA merupakan penyakit yang menjadi
momok bagi manusia. Selain itu, CVA menyerang dengan tiba-tiba. Orang yang
menderita CVA sering tidak menyadari bahwa dia terkena stroke. Tiba-tiba saja,
penderita merasakan dan mengalami kelainan seperti lumpuh pada sebagian sisi
tubuhnya, bicara pelo, pandangan kabur, dan lain sebagainya tergantung bagian
otak mana yang terkena. Oleh karena itu penting bagi kita untuk mempelajari
tentang patofisologi, mekanisme, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan
penatalaksanaan stroke. Karena keterbatasan tempat kali ini penulis hanya akan
membahas patofisiologi dan penatalaksanaan stroke disebabkan penulis
memandang lebih pentingnya membahas masalah tersebut daripada yang lain.
Pertambahan kasus stroke yang tidak diimbangi dengan perbaikan
penatalaksanaan di rumah sakit menyebabkan dalam dekade terakhir stroke
merupakan penyebab kematian nomor 1 di rumah-rumah sakit di Indonesia
(Informasi Rumah Sakit. Depkes RI 1997). Kematian akibat stroke terutama
terjadi pada fase akut dan umumnya terjadi pada saat penderita sudah berada di
rumah sakit.
CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah
otak yang dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabakan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat dan
bentuk-bentuk kecacatan lain hingga menyebabkan kematian (Muttaqin, 2008).
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah
otak yang dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabakan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat dan
bentuk-bentuk kecacatan lain hingga menyebabkan kematian (Muttaqin, 2008).
CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif
cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi
karena trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa
terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke
otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-
arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta) (Suzanne,
2002).
2.2 Penyebab dan Klasifikasi.
Beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008: 235)
2.2.1 Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti
disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah. Trombosis serebri ini disebabkan karena adanya:
1) Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas
dinding pembuluh darah.
2) Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan
viskositas hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran
darah cerebral
3) Arteritis: radang pada arteri
2.2.2 Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan
yang dapat menimbulkan emboli:
1) Penyakit jantung, reumatik
2) Infark miokardium
3) Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan
kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri
4) Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium
Faktor resiko terjadinya CVA infark ada 2 (muttaqin, 2008):
a. Faktor resiko yang dapat diobati / dicegah :
a) Perokok.
b) Penyakit jantung ( Fibrilasi Jantung )
c) Tekanan darah tinggi.
d) Peningkatan jumlah sel darah merah ( Policitemia).
e) Transient Ischemic Attack ( TIAs)
b. Faktor resiko yang tidak dapat diobati:
a) Usia di atas 65.
b) Peningkatan tekanan karotis (indikasi terjadinya artheriosklerosis yang
meningkatkan resiko serangan stroke).
c) DM.
d) Keturunan ( Keluarga ada stroke).
e) Pernah terserang stroke.
f) Race ( Kulit hitam lebih tinggi )
g) Sex ( laki-laki lebih 30 % daripada wanita ).
Secara patologik suatu infark dapat di bagi dalam :
(a) Trombosis pembuluh darah ( trombosis serebri ).
(b) Emboli antara lain dari jantung (emboli serebri ).
(c) Arteritis sebagai akibat lues / arteritis temporalis.
2.3 Tanda dan Gejala.
2.3.1 Jika terjadi peningkatan TIK maka dijumpai tanda dan gejala :
Perubahan tingkat kesadaran: penurunan orientasi dan respons
terhadap stimulus.
Perubahan kemampuan gerak ekstrimitas: kelemahan sampai paralysis.
Perubahan ukuran pupil: bilateral atau unilateral dilatasi.Unilateral
tanda dari perdarahan cerebral.
Perubahan tanda vital: nadi rendah, tekanan nadi melebar, nafas
irreguler, peningkatan suhu tubuh.
Keluhan kepala pusing.
Muntah projectile (tanpa adanya rangsangan).
2.3.2 Kelumpuhan dan kelemahan.
2.3.3 Penurunan penglihatan.
2.3.4 Deficit kognitif dan bahasa (komunikasi).
2.3.5 Pelo / disartria.
2.3.6 Kerusakan Nervus Kranialis.
2.3.7 Inkontinensia alvi dan uri.
2.4 Klasifikasi
Kejadian stroke iskemik sekitar 70-85% dari total kejadian stroke. Macam
atau derajat dari stroke iskemik berdasarkan perjalanan klinisnya.
1. TIA (transient ischemic attack)
Atau serangan stroke sementara, gejala defisit neurologis hanya
berlangsung kurang dari 24 jam. Gejala TIA (Transient Ischemic Attack)
antara lain: wajah pucat, tangan atau kaki kanan atau kiri lumpuh, vertigo,
disfagia (sulit menelan), lemahnya kedua kaki, mual, ataksia (jalan
sempoyongan), kesulitan berbicara atau memahami apa yang dibicarakan
orang lain, kesulitan melihat dengan satu atau kedua mata, serta hilangnya
keseimbangan atau koordinasi.
2. RIND (reversible ischemik neurological deficits)
Kelainan atau gejala neurologis menghilang antara lebih dari 24 jam
sampai 3 minggu.
3. Stroke progresif
Atau stroke in evolution yaitu stroke yang gejala klinisnya secara bertahap
berkembang dari yang ringan sampai semakin berat.
4. Sroke komplit
Atau completed stroke , yaitu stroke dengan defisit neurologis yang
menetap dan sudah tidak berkembang lagi.
2.5 Patofisiologi
CVA infark atau stroke iskemik terjadi karena aliran darah ke otak
berkurang karena sumbatan sehingga oksigen yang sampai ke otak juga
berkurang atau tidak ada tergantung berat ringannya aliran darah yang
tersumbat. Sumbatan oleh kerak (plak) ateroklerosis, trombus (pecahnya
bekuan darah/plak), emboli 9udara, lemak) pada arteri otak yang
bersangkutan, merupakan sumbernya. Iskemik otak terjadi bila aliran darah ke
otak kurang dari 20 ml per 100 gram otak per menit. Plak penyebab sumbatan
terbentuk karena adanya proses ateroklerosis yang diperkuat dengan hadir
sebai faktor resiko.
Menurut WHO ateroklerosis adalah keadaan perubahan fokal pada tunika
intima arteri yang berubah dan yang dipenuhi dengan kombinasi substansi
lemak, karbohidrat kompleks, darah konstituen darah, adanya peningkatan
jaringan ikat, dan adanya deposit kalsium yang berasosiasi dengan perubahan
pada tunika media arteri. Ateroklerosis secara anatomis merupakan suatu
penyakit dari proses proliferatif dalam lapisan intima, sering desertai atrofi
lapisan media. Proses ini melibatkan lipoprotein aterogenik, sel endotel,
monosit proliferasi sel otot polos, platelet, trombosit, kalsium, dan lain-lain.
Sebetulnya ateroklerosis sendiri bukanlah benruk akhir dari suatu
penyakit, tetapi merupakan kumpulan perubahan patologis pada arteri dengan
dasar perubahan adanya indurasi, hilangnya elastisitas arteri, dan penyempitan
lumen pembuluh darah. Ateroklerosis lebih berefek pada arteri dibandingkan
dengan vena, ini kemungkinannya disebabkan arteri lebih tebal karena adanya
otot polos dibandingkan dengan vena. Sel otot polos banyak membentuk
kumpulan plak ateroklerosis.
Terjadinya plak ateroklerosis dipengaruhi oleh banyak faktor seperti:
hipertensi (shear stress), kencing manis, merokok, dislipidemia, kolesterol
tinggi, obesitas atau aktifitas fisik kurang, inflamasi, infeksi (bakteri, virus),
stres, peminum alkohol, dan genetik atau bawaan.
2.6 Patofisiologi.
Faktor penyebab :
Kualitas pembuluh darah tidak baik
Trombosis pembuluh darah ( trombosis serebri ).
Emboli a.l dari jantung (emboli serebri ).
Arteritis sebagai akibat lues / arteritis temporalis.
Penurunan Blood Flow ke otak
Ischemia dan hipoksia jaringan otak
Infark otak
EDEMA JARINGAN OTAK
Kematian sell otak
Kerusakan sistem motorik dan sensorik
( DEFICIT NEUROLOGIS )
Kelumpuhan / hemiplegi
Kelemahan / paralyse
Penurunan kesadaran dan Dysphagia
2.7 Penatalaksanaan Medik.
2.7.1 Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium.
1.Jalan nafas tak efektif.2.Resiko peningkatan TIK.3.Intoleransi aktifitas (ADL )4.Kerusakan mobilitas fisik.5.Defisit perawatan diri.
8. Resiko injury9. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh ).10. Inkoninensia uri.11. Inkontinensia alfi.12.Resiko kerusakan integritas kulit.13.Kerusakan komunikasi verbal.14.Inefektif bersihan jalan nafas.
6.Kecemasan ancaman kematian.7.Kurang pengetahuan prognosis dan
a. Hitung darah lengkap.
b. Kimia klinik.
c. Masa protombin.
d. Urinalisis.
2) Diagnostik.
a. ST Scan Kepala
b. Angiografi serebral.
c. EEG.
d. Pungsi lumbal.
e. MRI.
f. X ray tengkorak
2.7.2 Pengobatan.
1) Konservatif.
(1) Pemenuhan cairan dan elektrolit dengan pemasangan infus.
(2) Mencegah peningkatan TIK.
a. Antihipertensi.
b. Deuritika.
c. Vasodilator perifer.
d. Antikoagulan.
e. Diazepam bila kejang.
f. Anti tukak misal cimetidine.
g. Kortikosteroid : pada kasus ini tidak ada manfaatnya karena klien
akan mudah terkena infeksi, hiperglikemi dan stress
ulcer/perdarahan lambung.
h. Manitol : mengurangi edema otak.
2) Operatif.
Apabila upaya menurunkan TIK tidak berhasil maka perlu
dipertimbangkan evakuasi hematom karena hipertensi intrakranial yang
menetap akan membahayakan kehidupan klien.
3) Pada fase sub akut / pemulihan ( > 10 hari ) perlu :
a. Terapi wicara.
b. Terapi fisik.
c. Stoking anti embolisme.
2.8 Komplikasi dan Pencegahan Stroke.
1) Aspirasi.
2) Paralitic illeus.
3) Atrial fibrilasi.
4) Diabetus insipidus.
5) Peningkatan TIK.
6) Hidrochepalus.
2.9 Pencegahan
a) Kontrol teratur tekanan darah.
b) Menghentikanmerokok.
c) Menurunkan konsumsi kholesterol dan kontrol cholesterol rutin.
d) Mempertahankan kadar gula normal.
e) Mencegah minum alkohol.
f) Latihan fisik teratur.
g) Cegah obesitas.
h) Mencegah penyakit jantung dapat mengurangi resiko stroke.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CVA INFARK
3.1 Pengkajian
3.1.1 Biodata
Pengkajian biodata di fokuskan pada Umur : karena usia di atas 55 tahun
merupakan resiko tinggi terjadinya serangan stroke. Jenis kelamin : laki-laki lebih
tinggi 30% di banding wanita. Ras : kulit hitam lebih tinggi angka kejadiannya.
3.1.2 Keluhan utama.
Pasien datang ke rumah sakit dalam kondisi : penurunan kesadaran atau
koma serta disertai kelumpuhan dan keluhan sakit kepala hebat bila masih sadar.
3.1.3 Upaya yang telah dilakukan.
Jenis CVA infark memberikan gejala yang cepat memburuk. Oleh karena itu
pasien harus segera di bawa ke Rumah Sakit.
3.1.4 Riwayat penyakit dahulu.
Perlu di kaji adanya riwayat DM, Hipertensi, Kelainan Jantung, Policitemia
karena hal ini berhubungan dengan penurunan kualitas pembuluh darah otak
menjadi menurun.
3.1.5 Riwayat penyakit sekarang.
Pasien biasanya datang dengan keluhan pusing yang sangat, parase pada
extrimitas, yang didapat sesudah bangun dari tidur baik sinutra atau dextra.
Gangguan otot, menurunnya sensasi sensori dan tonus otot biasanya tanpa disertai
kejang, menurunnya kesadaran seperti CVA Bleeding.
3.1.6 Riwayat penyakit keluarga.
Perlu di kaji mungkin ada anggota keluarga sedarah yang pernah mengalami
stroke.
3.1.7 Sosial interaksi.
Biasanya di jumpai tanda kecemasan karena ancaman kematian
diekspresikan dengan menangis, klien dan keluarga sering bertanya tentang
pengobatan dan kesembuhannya.
3.1.8 Pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Apabila telah mengalami kelumpuhan sampai terjadinya koma maka pasien
perlu membutuhkan bantuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dari bantuan
sebagaian sampai total.
(1) Pola presepsi dan tata laksana hidup sehat
Apakah pasien adalah perokok, pengguna alakohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.
(2) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah.
(3) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya
terjadi kontipasi akibat penurunan peristaltik usus.
(4) Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
(5) Pola tidur dan istirahat
Pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/ nyeri
otot.
(6) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien mengalami
kesukaran untuk berkmunikasi akibat gangguan bicara.
(7) Pola presepsi dan konsep diri
Pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
(8) Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori pasien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan
pandangan, perabaan/ sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas
yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan
proses pikir.
(9) Pola reproduksi seksual
Pasien terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anyi hipertensi, antagonis
histamin.
(10) Pola penanggulanagna stress
Pasien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi
(11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pasien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku dan
kesadaran yang tidak stabil, kelemahan/ kelumpuhan pda salah satu
sisi tubuh.
3.1.9 Pemeriksaan Fisik dan Observasi.
1) BI ( Bright / pernafasan)
Perlu di kaji adanya :
a. Sumbatan jalan nafas karena penumpukan sputum dan kehilangan
refleks batuk.
b. Adakah tanda-tanda lidah jatuh ke belakang.
c. Auskultasi suara nafas mungkin ada tanda stridor.
d. Catat jumlah dan rama nafas
2) B2 (Blood / sirkulasi)
Deteksi adanya : tanda-tanda peningkatan TIK yaitu peningkatan Tekanan
Darah disertai dengan pelebaran nadi dan penurunan jumlah nadi.
3) B3 ( Brain / Persyarafan, Otak )
Kaji adanya keluhan sakit kepala hebat. Periksa adanya pupil unilateral,
Observasi tingkat kesadaran.
4) B4 ( Bladder / Perkemihan ).
Tanda-tanda inkontinensia uri.
5) B5 ( Bowel : Pencernaan )
Tanda-tanda inkontinensia alfi.
6) B6 ( Bone : Tulang dan Integumen ).
Kaji adanya kelumpuhan atau kelemahan.Tanda-tanda decubitus karena
tirah baring lama.Kekuatan otot.
3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan penambahan isi otak
sekunder terhadap perdarahan otak
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan
kelumpuhan.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan.
d. Resiko injury berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan,
penurunan kesadaran.
e. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan
dengankesulitan menelan (disfagia), hemiparese dan hemiplegi.
f. Inkontinensia uri berhubungan dengan defisit neurologis.
g. Inkontinensia alvi berhubungan dengan kerusakan mobilitas dan kerusakan
neurologis.
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang
diterima pasien tentang penyakit dialami oleh pasien.
i. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan
batuk aktif sekunder gangguan kesadaran.
j. Nyeri berhubungan dengan CVA infark
3.3 Intervensi keperawatan.
a. Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan penambahan isi otak
sekunder terhadap hipoksia, edema otak.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1X24 jam pasien tidak
mengalami peningkatan tekanan intra kranial.
Kriteria hasil :
a) Tidak terdapat tanda peningkatan tekanan intra kranial
b) Peningkatan tekanan darah.
c) Nadi melebar.
d) Pernafasan cheyne stokes
e) Muntah projectile.
f) Sakit kepala hebat.
Intervensi.
NO INTERVENSI RASIONAL1. Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK
tekanan darah nadi GCS Respirasi Keluhan sakit kepala hebat Muntah projectile Pupil unilateral
Deteksi dini peningkatan TIK untuk melakukan tindakan lebih lanjut.
2. Tinggikan kepala tempat tidur 15-30 derajat kecuali ada kontra indikasi.Hindari mengubah posisi dengan cepat.
Meninggikan kepala dapat membantu drainage vena untuk mengurangi kongesti vena.
3. Hindari hal-hal berikut :Masase karotid
Fleksi leher atau rotasi > 45 derajat.
Rangsangan anal dengan jari(boleh tapi dengan hati-hati ) hindari mengedan, fleksi ekstrem panggul dan lutut.
Masase karotid memperlambat frekuensi jantung dan mengurangi sirkulasi sistemik yang diikuti peningkatan sirkulasi secara tiba-tiba.Fleksi atau rotasi ekstrem leher mengganggu cairan cerebrospinal dan drainage vena dari rongga intra kranial.Aktifitas ini menimbulkan manuver valsalva yang merusak aliran balik vena dengan kontriksi vena jugularis dan peningkatan TIK.
4. Konsul dokter untuk mendapatkan pelunak feces jika di perlukan.
Mencegah konstipasi dan mengedan yang menimbulkan manuver valsalva.
5. Pertahankan lingkungan tenang, sunyi dan pencahayaan redup.
Meningkatkan istirahat dan menurunkan rangsangan membantu menurunkan TIK.
6. Berikan obat-obatan sesuai dengan pesanan: Anti hipertensi.
Anti koagulan.
Terapi intra vena pengganti cairan dan elektrolit.
Pelunak feces. Anti tukak. Roborantia.
Analgetika. Vasodilator perifer.
Menurunkan tekanan darah.
Mencegah terjadinya trombus.
Mencegah defisit cairan.
Mencegah obstipasi. Mencegah stres ulcer. Meningkatkan daya
tahan tubuh. Mengurangi nyeri. Memperbaiki
sirkulasi darah otak.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese / hemiplegia
Tujuan : Setelah dilkukan tindakan keperawatan 1X24 jam pasien mampu
melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria hasil
a) Tidak terjadi kontraktur sendi
b) Bertambahnya kekuatan otot
c) Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi.
INTERVENSI RASIONAL1. Ubah posisi pasien tiap 2 jam
2. Ajarkan pasien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit
3. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
4. Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
5. Tinggikan kepala dan tangan 6. Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi untuk latihan fisik pasien
Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan
Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi dan
kehilangan kesadaran.
Tujuan: Setelah dilkukan tindakan keperawatan 1X24 jam kebutuhan
perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil
a) Pasien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan
kemampuan klien
b) Pasien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk
memberikan bantuan sesuai kebutuhan
Intervensi:
INTERVENSI RASIONAL1. Tentukan kemampuan dan tingkat
kekurangan dalam melakukan perawatan diri.
2. Beri motivasi kepada pasien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh
3. Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
4. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya
5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi
1. Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual
2. Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
3. Pasien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi pasien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan
4. Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong pasien untuk berusaha secara kontinyu
5. Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus
d. Resiko injury berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan,
penurunan kesadaran.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1X24 jam diharapakan
pasien tidak terjadi trauma.
Kriteria Hasil:
(a) Bebas dari cidera
(b) Mampu menjelaskan faktor risiko dari lingkungan dan cara untuk
mencegah cedera
(c) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
Intervensi;
1) Risk control injury
2) Sediakan lingkungan yang aman bagi pasien
Rasional: mencegah cidera pada pasien
3) Berikan informasi mengenai cara mencegah cidera
Rasional: menambah penegtahuan pasien dan keluarga
4) Berikan peneranan yang cukup
Rasional: mencegah cidera pada pasien
5) Anjurkan keluarga untuk selalu menemani pasien
Rasional: mencegah cidera pada pasien
e. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan sekunder kehilangan
kesadaran.
Tujuan: Setelah dilkukan tindakan keperawatan 1X24 jam tidak terjadi
gangguan nutrisi.
Kriteria hasil:
a) Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
b) Hb dan albumin dalam batas normal
Intervensi:
INTERVENSI RASIONAL1. Tentukan kemampuan pasien
dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
2. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan
1. Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada pasien
2. Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
sesudah makan
3. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan
4. Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
5. Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
6. Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air
7. Anjurkan pasien menggunakan sedotan meminum cairan
8. Anjurkan pasien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan.
9. Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui IV atau makanan melalui selang
3. Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
4. Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan
5. Pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar
6. Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi
7. Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak
8. Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
9. Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika pasien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut
f. Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) berhubungan dengan lesi
pada neuron motor atas.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1X24 jam pasien mampu
mengontrol urine setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria hasil:
1) Klien melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
2) Tidak ada distensi bladder
Intervensi:
1) Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering
R/ berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi
kandung kemih yang berlebih
2) Ajarkan membatasi masukan cairan selama malam
R/pembatasan cairan pada malam hari mencegah terjadinya enuresis
3) Ajarkan tehnik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan
kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal)
R/ melatih dan membantu penggosongan kandung kemih
4) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada
jadwal yang telah direncanakan
R/ kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung
volume urien sehingga memerlukan untuk lebih sering berkemih
5) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikit 2000cc
perhari bila tidak ada kontraindikasi)
R/ hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran kemih
dan batu ginjal.
g. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan defek stimulasi
saraf, otot dasar pelviks lemah dan imobilitas sekunder akibat stroke
ditandai pasien belum BAB selama 4 hari, teraba distensi abdomen.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1X24 jam pasien mampu
memenuhai eliminasi alvi
Kriteria hasil:
1) pasien dapat defekasi secara spontan dan lancar dengan menggunakan
obat
2) konsistensi feses lembek
3) tidak teraba distensi abdomen
Intervensi:
1) Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang penyebab konstipasi.
R/ konstipasi disebabkan oleh karena penurunan peristaltic usus.
2) Anjurkan pada pasien untuk makan makanan yang mengandung serat.
R/ diet seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi
reguler
3) Bila pasien mampu minum, berikan asupan cairan yang cukup (2 liter/hari)
jika tidak ada kontraindikasi.
R/ masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses
yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler
4) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan pasien.
R/ aktivitas fisik membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus otot
abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltic
5) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laksatif,
supositoria, enema)
R/ pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang
melunakkan massa feses dan membantu eliminasi.
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang
diterima pasien tentang penyakit dialami oleh pasien.
Tujuan: Pasien mengerti tentang penyakit yang diderita dengan kriteria
hasil:
(a) Pasien dan keluarga tahu tentang penyakit yang diderita.
(b) Pasien dan keluarga mau berperan serta dalam tindakan
keperawatan.
Intervensi:
1) Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga.
R/ Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiki pasien dan
keluarga dan kebenaran informasi yang didapat.
2) Beri penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit yang
diderita.
R/ Penjelasan tentang kondisi yang sedang dialami dapat membantu
menambah wawasan pasien dan keluarga.
3) Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang setiap tindakan
keperawatan yang akan dilakukan.
R/ Agar pasien dan keluarga mengetahui tujuan dari setiap tindakan
keperawatan yang akan dilakukan.
i. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan
batuk aktif sekunder gangguan kesadaran.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1X24 jam kebersihan
jalan napas efektif
Kriteria hasil :
a) Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan
pertukaran udara.
b) Mendemontrasikan batuk efektif.
c) Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Rencana Tindakan :
INTERVENSI RASIONAL
1. Jelaskan pasien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di saluran pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana teraupetik.
2. Ajarkan pasien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4. Lakukan pernapasan diafragma. R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek uensinapas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
5. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah pasien batuk.
R/: Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk pasien.
7. Ajarkan pasien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi: mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.Pelaksanaan fisioterapi dada / postural drainasePemberian expectoran.Pemberian antibiotika.Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi pasien atas pengembangan parunya.
j. Nyeri berhubungan dengan CVA infark
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam nyeri berkurang
atau teradaptasi.
Kriteria Hasil:
1) TTV dalam batas normal.
2) Nyeri berkurang di tingkat 0 atau 1 dari skala 0-4.
Intervensi:
1) Kaji kemampuan kontrol nyeri pasien.
Rasional: Banyak faktor fisiologis (motivasi, efektif, kognitif, dan
emosional) yang dapat mempengaruhi persepsi nyeri.
2) Kaji skala nyeri.
Rasional: Skala nyeri pascaoperatif tergantung pada persepsi fisiologis
dan psikologis individu, toleransi yang ditimbulkan untuk nyeri, letak
insisi, sifat prosedur, dan kedalaman trauma bedah.
3) Lakukan manajemen nyeri keperawatan (Distraksi dan Relaksasi)
Rasional: Distraksi dan relaksasi (pengalihan perhatian) dapat
menurunkan stimulus internal.
Manajemen sentuhan (masase) pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan
psikologis dapat membantu menurunkan nyeri. Masase ringan dapat
meningkatkan aliran darah dan membantu suplai darah dan oksigen ke
area nyeri.
4) Ciptakan lingkungan tenang, batasi pengunjung dan istirahatkan pasien).
Rasional: Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal
dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi O2
ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di
ruangan. Istirahatkan akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan perifer.
5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional: Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan
berkurang.
DAFTAR PUSTAKA.
1. Marylin Doengus , TERJEMAHAN RENCANA ASUHAN
KEPERAWATAN , EGC, 1999.
2. Lynda Jual C ,RENCANA ASUHAN DAN DOKUMENTASI
KEPERAWATAN, EGC,1999.
3. Anna Owen ,PEMANTAUAN PERAWATAN KRITIS, , EGC, 1997.
4. Susan C.dewit, ESSENTIALS OF MEDICAL SURGICAL NURSING,
W.B SOUNDERS COMPANY, 1998
5. Harsono,ED, NEUROLOGI KLINIS, GAJAH MADA UNIVERSITY
PRESS, 1996.
6. 2000, Harsono ED, KAPITA SELEKTA NEUROLOGI, Gajah Mada UP.
Halaman Pengesahan
Laporan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Pasien Tn”A” dengan
diagnosa medis SDH (Subdural Hematom) di UGD Rumah Sakit PHC Surabaya
periode tanggal 9-21 Juni 2014. Telah disahkan pada tanggal:................
Mengetahui
Kepala Ruangan Pembimbing Klinik
(.................................) (.................................)
top related