asuhan keperawatan bunuh diri
Post on 29-Jun-2015
1.285 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Asuhan Keperawatan
Klien Yang Mengalami Tingkah Laku Bunuh Diri/Merusak Diri
A. Latar belakang
Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kegawat daruratan psikiatri. Meskipun
suicide adalah perilaku yang membutuhkan pengkajian yang komprehensif pada depresi,
penyalahgunaan NAPZA , skizofrenia, gangguan kepribadian( paranoid, borderline,
antisocial), suicide tidak bisa disamakan dengan penyakit mental. Ada 4 hal yang krusial
yang perlu diperhatikan oleh perawat selaku tim kesehatan diantaranya adalah : pertama,
suicide merupakan perilaku yang bisa mematikan dalam seting rawat inap di rumah sakit
jiwa, Kedua, factor – factor yang berhubungan dengan staf antara lain : kurang adekuatnya
pengkajian pasien yang dilakukan oleh perawat, komunikasi staf yang lemah, kurangnya
orientasi dan training dan tidak adekuatnya informasi tentang pasien. Ketiga, pengkajian
suicide seharusnya dilakukan secara kontinyu selama di rawat di rumah sakit baik saat
masuk
B. Demografi
Pada laki-laki tiga kali lebih sering melakukan bunuh diri daripada wanita, karena
laki-laki lebih sering menggunakan alat yang lebih efektif untuk bunuh diri, antara lain
dengan pistol, menggantung diri, atau lompat dari gedung yang tinggi, sedangkan wanita
lebih sering menggunakan zat psikoaktif overdosis atau racun, namun sekarang mereka lebih
sering menggunakan pistol. Selain itu wanita lebih sering memilih cara menyelamatkan
dirinya sendiri atau diselamatkan orang lain.
Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 mengungkapkan bahwa
satu juta orang bunuh diri dalam setiap tahunnya atau setiap 40 detik, bunuh diri juga satu
dari tiga penyebab utama kematian pada usia 15-34 tahun, selain karena factor kecelakaan.
1
C. Pengertian tingkah laku bunuh diri/ merusak diri
Beberapa istilah :
− Perilaku Destruktif diri
− Pencederaan diri
− Aniaya diri
− Agresi terhadap diri sendiri
− Membahayakan diri
− Mutilasi diri
Setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Gail
w.Stuart,Keperawatan Jiwa,2007)
Pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri (Ann Isaacs, Keperawatan Jiwa & Psikiatri,
2004)
Ide, isyarat dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai gangguan depresif à sering terjadi
pada remaja ( Harold Kaplan, Sinopsis Psikiatri,1997)
D. Etiologi
Secara universal : karena ketidakmampuan individu untuk menyelesaikan masalah
Terbagi menjadi :
1. Faktor Genetik
− 1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu yang menjadi
kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami gangguan mood/depresi/yg
pernah melakukan upaya bunuh diri
− Lebih sering terjadi pada kembar Monozigot dari pada kembar dizigot
2. Faktor Biologis lain
Biasanya karena penyakit kronis / kondisi medis tertentu :
− Stroke
− Gangg. Kerusakan kognitif (demensia )
− Diabetes
− Peny. Arteri koronaria
− Kanker
− HIV / AIDS
2
− dll
3. Faktor Psikososial & Lingkungan
− Teori Psikoanalitik / Psikodinamika :
Teori Freud : bhw kehilangan objek berkaitan dgn agresi & kemarahan à perasaan
negatif thd diri à depresi. Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa
bunuh diri merupakan hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri.
− Teori Perilaku Kognitif :
Teori Beck : Pola kognitif negatif yang berkembang à memandang rendah diri
sendiri
− Stressor Lingkungan : Kehilangan anggota keluarga, penipuan, kurangnya sistem
pendukung social
− Teori sosiologi
Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu : Egoistik (orang yang
tidak terintegrasi pada kelompok social) , atruistik (Melakukan suicide untuk
kebaikan masyarakat) dan anomic ( suicide karena kesulitan dalam berhubungan
dengan orang lain dan beradaptasi dengan stressor).
4. Faktor lain
− Adanya harapan untuk reuni dan fantasy.
− Merupakan jalan untuk mengakhiri keputusasaan dan ketidakberdayaan
− Tangisan untuk minta bantuan
− Sebuah tindakan untuk menyelamatkan muka dan mencari kehidupan yang lebih baik
E. Predisposisi
Penyakit jiwa merupakan faktor predisposisi terpenting terjadinya bunuh diri. WHO
memperkirakan sebanyak 90% orang yang melakukan tindakan bunuh diri terjadi akibat
penyakit jiwa yang tidak didiagnosa dan diobati, di samping penggunaan obat-obatan
terlarang dan konsumsi alkohol. yang mempresentasikan 1,4% dari beban masalah
kesehatan dunia. Di samping itu, masyarakat dalam hal ini tokoh agama dan pemerintah juga
mempunyai peran penting dalam mencegah dan meminimalkan kasus bunuh diri dengan
menanamkan nilai-nilai kesehatan jiwa sejak dini.
3
Preveler dkk dalam jurnal yang berjudul ‘ABC of Psychological Medicine:
Depression in Medical Patients’ (2002) mengatakan, risiko bunuh diri seumur hidup akan
dialami orang yang mengalami mood disorder, terutama depresi yaitu sebesar 6-15%,
sedangkan schizophrenia sebesar 4-10%. Data tahun 2005 menyebutkan, di negara-negara
maju seperti Amerika Serikat, kejadian bunuh diri akibat depresi menempati ranking ke-11
penyebab kematian penduduk.
Depresi merupakan kondisi medis yang disebabkan karena adanya disregulasi
neurotransmitter (zat penghantar dalam sistem syaraf) terutama serotonin (neurotransmitter
yang mengatur perasaan) dan norepinefrin (neurotransmitter yang mengatur energi dan
minat). Spektrum depresi sangat luas dengan keluhan penyakit dan manifestasi klinik yang
bermacam-macam sehingga pengelolaannya harus dilakukan secara holistik.
F. Patofisiologi
Luka yang terjadi karena disengaja sering terjadi dan pemeriksaannya biasanya
menjadi tugas ahli patologi dan dokter ahli forensik klinik. Kejadian-kejadian ini terdiri dari:
bunuh diri, percobaan bunuh diri, dan bunuh diri berencana, pada akhirnya tidak adanya
makud untuk untuk membunuh, meskipun kematian mungkin terjadi karena kurang hati-hati.
Salah satu keputusan yang sulit di hadapi oleh ahli patologi dan pemeriksa medis, dan untuk
bertindak yang legal, seperti juga pemeriksa sebab dari kematian, terdapat perbedaan antara
bunuh diri, pembunuhan, dan perlukaan oleh diri sendiri lainnya. Meskipun ini bukan
merupakan juga fungsi yang legal ahli patologi dalam ,menghubung-hubungkan motif,
pengalaman mereka dan latihan juga factor-faktor yang sering sehingga mereka dapat
membuat keputusan dalam pengklasifikasian kebiasaan-kebiasaan atau cara kematian serta
perlukaan.
Cidera akibat bunuh diri, Diskusi ini dibatasi dengan trauma fisik, meracuni diri
sendiri, yang akan dibicarakan lebih lanjut. Bunuh diri akibat melukai diri sendiri dengan
berbagai macam cara, yaitu dengan cara yang ganjil atau aneh. Ahli patologi harus selalu
waspada dengan kemungkinan-kemungkinan lain selain karena bunuh diri. Pada beberapa
kejadian biasanya disebabkan karena ketidaksengajaan dilakukan oleh korban. Contoh
primer yaitu “Masochistic Asfiksia”, dimana kadang sering keliru dengan bunuh diri.
4
G. Perilaku destruktif diri
Dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Perlaku destruktif diri langsung
− Mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri
− Niat à kematian
− Individu menyadarinya
− Lama perilaku : berjangka pendek
2. Perilaku destruktif diri tidak langsung
− Meliputi setiap aktivitas yang merusak kesejahteraan fisik individu dan dapat
mengarah pada kematian
− Individu tsb tidak menyadari ttg potensial kematian akibat perilakunya
− Menyangkal apabila dikonfirmasi
− Durasi lebih lama dari perilaku bunuh diri yang secara langsung
Contohnya perilaku destruktif diri tidak langsung :
− Merokok, mengebut, berjudi, tindakan kriminal
− Terlibat dalam aktivitas rekreasi yang beresiko tinggi
− Penyalahgunaan zat
− Perilaku yang menyimpang secara sosial
− Perilaku yang menimbulkan stress
− Gangguan makan
− Ketidakpatuhan pada pengobatan medis
H. Perilaku Bunuh diri
Dibagi menjadi tiga kategori :
1. Ancaman bunuh diri
− Ada peringatan verbal & non verbal
− Ancaman ini menunjukkan ambivalensi seseorang thd kematian
− Jika tdk mendapat respon à maka akan ditafsirkan sbg dukungan untuk melakukan
tindakan bunuh diri
2. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang dilakukan individu terhadap diri sendiri yang dapat menyebabkan
kematian à jika tidak dicegah
5
3. Bunuh diri
− Terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan.
− Orang yang melakuakn upaya bunuh diri, walaupun tidak benar-benar ingin mati
mungkin akan mati
− Perilaku bunuh diri menunjukkan terjadinya kegagalan mekanisme koping
− Ancaman bunuh diri merupakan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan
untuk mengatasi masalahnya
I. Pemeriksaan dan penatalaksanaan
1. Pemeriksaan
a. klinik harus menilai resiko bunuh diri pada pasien individual berdasarkan
pemeriksaan klinis. Hal yang paling prediktif yang berhubungan dengan resiko
bunuh diri
b. memeriksa pasien yang berusaha bunuh diri, jangan meninggalkan mereka sendirian
dan keluarkan benda yang berbahaya dari ruangan
c. pasien yang baru saja melakukan usaha bunuh diri.
d. penatalaksaannya adalah sangat tergantung pada diagnosis. Pada pasien dengan
gangguan depresi berat mungkin diobati sebaga pasien rawat jalan jika keluarganya
dapat mengawasi mereka secara ketat dan pengobatannya dapat dimulai secar cepat.
e. ide bunuh diri pada pasien alkoholik biasanya menghilang dengan abstinensia dalam
beberapa hari. Jika depresi menetap setelah tanda psikologis dari putusnya alkohol
yang menghilang dengan adanya kecurigaan yang tinggi pada ganguan depresi berat
f. ide bunuh diri pada pasien skizofrenia harus ditanggapi secara serius, karena mereka
cendrung menggunakan kekerasan atau metode yang kacau dengan letalitas yang
tinggi
g. pasien dengan gangguan keperibadian mendapat manfaat dari konfrontasi empatik
dan bantuan dengan mendapatkan pendekatan yang rasional dan bertanggung jawab.
h. hospitalisasi jangka panjang, diindikasi pada keadaan yang menyebabkan mutilasi
diri.
i. Psikoterapi dengan pedoman wawancara.
6
− Mulailah dengan bertanya apakah pasien pernah merasa menyerah atau merasa
mereka lebih baik meninggal.
− Pendekatan tersebut menyebabkan stigma yang kecil dan dapat dilakukan sebagian
besar orang
− Berbicaralah mengenai apa yang sebenarnya yang difikirkan pasien dan catatlah
fikirannya
− Lontarkan pertanyaan pada pasien
− Pertimbangkan usia dan kecanggihan pasien dan apakah maksud pertanyaan pasien
sesuai dengan caranya.
− Apakah cara yang dipilih untuk bunuh diri tersedia pada pasien.
− Pertanyaan yang terakhir menentukan penilaian dan pengobatan karena pasien dapat
menunjukkan cara untuk keluar dari dilemanya
J. Asuhan keperawatan perilaku bunuh diri
1. Pengkajian
− Jenis kelamin à resiko meningkat pada pria
− Usia à lebih tua, masalah semakin banyak
− Status perkawinan à menikah dpt menurunkan resiko, hidup sendiri mrpk masalah
− Riwayat keluarga à meningkat apabila ada keluarga dengan percobaan bunuh diri /
penyalahgunaan zat
− Pencetus ( peristiwa hidup yang baru terjadi) à Kehilangan orang yang dicintai,
pengangguran, mendapat malu di lingkungan sosial, dll
− Faktor kepribadian à >>> sering pd kepribadian introvert/menutup diri
− Lain – lain à Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih beresiko mengalami
perilaku bunuh diri
− Lingkungan dan upaya bunuh diri
Perawat perlu mengkjai pristiwa yang menghina atau menyakitkan , upaya persiapan ,
ungkapan verbal, catatan, lukisan, memberikan benda yang berharga, obat,
penggunaan kekerasan, racun.
7
− Gejala
Perawat mencatat adaya keputusasaan, celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan
tidak berharga, alam perasaan depresi, agitasi, gelisah, insomnia menetap, bewrat
badan menurun, bicara lamban, keletihan, withdrawl.
− Penyakit psikiatrik:
Upaya bunuh diri sebelumnya, kelainan afektif, zat adiktif, depresi remaja, gangguan
mental lansia.
− Riwayat psikososial
Bercerai, putus hubungan , kehilangan pekerjaan, stress multiple (pindah, kehilangan,
putus hubungan, masalah sekolah, krisis disiplin, penyakit kronik.
− Faktor kepribadian
Impulsive, agresif, bermusuhan, kognisi negative dan kakuk, putus asa, jharga diri
rendah, antisocial
− Riwayat keluarga
Riwayat bunuh diri, gangguan afektif, alkoholisme
2. Diagnose
− Kecemasan / Ansietas
− Gangguan penyesuaian
− Gangguan harga diri
− Koping individu in-efektif
− Koping keluarga in-efektif
− Gangguan pola tidur
− Isolasi sosial
− Perubahan proses pikir
− Resiko kekerasan
3. Intervensi
1) Fokus : melindungi klien dari bahaya
2) Menghindari faktor penunjang terjadinya perilaku bunuh diri
3) Menurunkan faktor resiko à bantu penyelesaian masalah & meningkatkan harga diri
4) Penyuluhan à meningkatkan support system
8
5) Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif yang diarahkan pada diri
sendiri, dengan cara :
− Kaji tingkatan resiko yang di alami pasien : tinggi, sedang, rendah.
− Kaji level Long-Term Risk yang meliputi : Lifestyle/ gaya hidup, dukungan social
yang tersedia, rencana tindakan yang bisa mengancam kehidupannya, koping
mekanisme yang biasa digunakan.
6) Berikan lingkungan yang aman ( safety) berdasarkan tingkatan resiko , managemen
untuk klien yang memiliki resiko tinggi
− Orang yang ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan didekat
ruang perawatan yang mudah di monitor oleh perawat.
− Mengidentifikasi dan mengamankan benda – benda yang dapat membahayakan
klien misalnya : pisau, gunting, tas plastic, kabel listrik, sabuk, hanger dan barang
berbahaya lainnya.
7) Membantu meningkatkan harga diri klien
− Tidak menghakimi dan empati
− Mengidentifikasi aspek positif yang dimilikinya
− Mendorong berpikir positip dan berinteraksi dengan orang lain
− Berikan jadual aktivitas harian yang terencana untuk klien dengan control impuls
yang rendah
− Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif dan perilaku bila diindikasikan.
− Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan social
− Informasikan kepada keluarga dan saudara klien bahwa klien membutuhkan
dukungan social yang adekuat
− Bersama pasien menulis daftar dukungan sosial yang di punyai termasuk jejaring
sosial yang bisa di akses.
− Dorong klien untuk melakukan aktivitas social
8) Membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang positip.
− Mendorong ekspresi marah dan bermusuhan secara asertif
− Lakukan pembatasan pada ruminations tentang percobaan bunuh diri.
− Bantu klien untuk mengetahui faktor predisposisi ‘ apa yang terjadi sebelum anda
memiliki pikiran bunuh diri’
9
− Memfasilitasi uji stress kehidupan dan mekanisme koping
− Explorasi perilaku alternative
− Gunakan modifikasi perilaku yang sesuai
4. Implementasi dan evaluasi
Sesuai dengan intervensi yang telah disusun dan tujuan serta kriteria hasil yang di
harapkan
5. Pedoman yang perlu diperhatikan :
− Semua ancaman bunuh diri adalah SERIUS , laporkan sesegera mungkin dan lakukan
tindakan pengamanan
− Jauhkan benda yg membahayakan dr pasien
− Observasi ketat, baik di tempat tidur maupun di kamar mandi
− Komunikasikan dengan keluarga & tunjukkan kepedulian perawat
− Waspada jika pasien tiba-tiba tenang dan tampak tentram à menunjukkan rencana
lain sedang disusun
6. Nanda nic noc
a. DIAGNOSA
Resiko menciderai diri sendiri/orang lain
Fase Penanganan : Krisis
Tujuan Penanganan : Stabilisasi
Fokus Penanganan : Perilaku Resiko Tinggi
Hasil Yg Diharapkan : Tidak Menyakiti Diri/Orang Lain
NOC :
Aggression control
KRITERIA HASIL/INDIKATOR:
− Mampu menahan diri dari ledakan emosi secara verbal.
− Mampu menahan diri dari kekerasan pada diri sendiri/orang lain.
− Mampu menahan diri dari membahayakan diri/orang lain.
− Mampu menahan diri dari merusak barang-barang
− Mampu mengidentifikasi kapan saat marah dan frustasi.
10
NIC :
1) Risk identification
2) Complex relationship building
3) Anger control assistance
4) Enviroment management : violence prevention
5) Medication administration
6) Seclusion/Physical restrain
7) Vital signs monitoring
8) Self care assistance (makan, hygiene, berhias, toileting
b. INTERVENSI
1) Risk identification
Lakukan pengkajian resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan:
− Mengkaji riwayat kekerasan yang pernah dilakukan (bentuk, waktu,
frekwensi, penyebab, akibat).
− Mengkaji resiko kekerasan (dgn instrument assault and violence assessment
tool dari Stuart and Laraia,2001).
− Mengkaji resiko bunuh diri (dgn instrument inpatient suicide/self harm
assessment dari Stuart and Laraia,2001).
− Mengkaji resiko melarikan diri (instrument Risk Of Absence without
Permission, Nurjanah,2007)
2) Complex relationship building
− Lakukan pendekatan dengan tenang dan meyakinkan
− Memperkenalkan diri dg sopan
− Tanyakan nama lengkap
− Ciptakan iklim yang hangat
− Mengatur perasaan pribadi yang ditimbulkan oleh pasien yang mempunyai
efek negative pada interakasi
− Pelihara postur tubuh terbuka.
− Jelaskan tujuan setiap tindakan.
11
3) Anger control assistance
− Bina hubungan saling percaya
− Lakukan pendekatan dengan tenang dan meyakinkan.
− Bantu pasien untuk mengidentifikasi perasaan seperti marah, cemas, bermusuhan atau
kesedihan yang menghalangi dalam berinteraksi dg orang lain.
− Dengarkan ungkapan kemarahan klien, hindari melakukan perlawanan.
− Batasi situasi yang meningkatkan frustasi/kemarahan sampai pasien dapat
mengekpresikan dengan adaptif.
− Sediakan jaminan untuk pasien bahwa staf perawat akan melakukan intervensi untuk
mencegah pasien kehilangan control.
− Bantu pasien mengidentifikasi sumber kemarahan.
− Bantu klien mengidentifikasi konskwensi dari ekspresi marah yang tidak tepat.
4) Enviroment management : violence prevention
− Cek pasien bahwa tidak memiliki senjata atau barang yang potensial sebagai senjata (ikat
pinggang, korek, gunting,dsb).
− Atur ruangan tunggal untuk pasien yang yang bersiko menyakiti orang lain.
− Tempatkan pasien dengan masalah resiko menyakiti diri sendiri dengan teman sekamar
lain untuk menurunkan isolasi.
− Tempatkan pasien di ruang tidur yang dekat dengan perawat.
− Jauhkan barang yang bisa digunakan sebagai senjata dari lingkungan.
− Monitor keamanan barang yang dibawa oleh pengunjung.
− Batasi pasien menggunakan barang yang potensial menjadi senjata.
− Monitor penggunaan barang yang potensial menjadi senjata seperti alat cukur.
− Gunakan alat makan dari plastic atau kertas.
5) Seclusion (Isolasi)
− Dapatkan order dari dokter (atau sesuai kebijakan RS).
− Identifikasi bersama klien dan keluarga tentang tingkah laku yang memerlukan tindakan
seklusi.
12
− Jelaskan prosedur, tujuan dan lama intervensi ini kepada klien dan keluarga dengan
bahasa yang dimengerti dan jelaskan tindakan ini bukan sebagai hukuman.
− Jelaskan pada klien dan keluarga mengenai batasan tingkah laku yang disyaratkan untuk
menghentikan tindakan ini.
− Buat kontrak dengan klien bahwa klien akan mengontrol perilaku dan tidak akan
melakukan kekerasan (jika mungkin).
− Ajarkan cara mengontrol diri dengan cara yang tepat.
− Singkirkan barang-barang yang memungkinkan untuk dijadikan senjata dari area seklusi.
− Bantu kebutuhan nutrisi, eliminasi, hidrasi dan perawatan diri.
− Sediakan makanan dan minuman dengan alat dari plastic/kertas.
− Temui / bersama klien secara periodic.
− Atur kebersihan area seklusi.
6) Physical restrain (pengikatan)
− Dapatkan order dari dokter (atau sesuai kebijakan RS).
− Sediakan bagi pasien privasi dan pengawasan yang adekuat.
− Sediakan staf yang cukup dalam mengaplikasikan tindakan restrain fisik.
− Jelaskan prosedur, tujuan dan waktu intervensi kepada pasien dan keluarga dan jelaskan
bahwa tindakan ini bukan sebagai hukuman.
− Jelaskan pada klien dan keluarga mengenai batasan tingkah laku yang disyaratkan untuk
menghentikan tindakan ini.
− Monitor respon pasien terhadap prosedur.
− Amankan restrain dari jangkauan pasien.
− Monitor kondisi kulit pada daerah yang dilakukan restrain.
− Monitor warna, suhu dan sensasi pada daerah yang dilakukan restrain.
− Sediakan pergerakan dan latihan sesuai tingkat control diri pasien, kondisi dan
kemampuan.
− Posisikan pasien untuk mendapatkan kenyamanan dan pencegahan aspirasi dan luka.
− Bantu perubahan posisi secara periodic.
− Bantu memenuhi kebutuhan nutrisi, eliminasi, hidrasi dan kebersihan diri.
− Evaluasi secara interval, kebutuhan pasien untuk melanjutkan intervensi restrain.
13
− Libatkan pasien, dengan cara yang tepat, dalam membuat keputusan untuk menghentikan
atau mengurangi batasan dari bentuk intervensi.
− Lepaskan restrain secara berangsur sesuai dengan peningkatan control diri.
− Monitor respon pasien terhadap dilepasnya restrain.
7) Medication administration
− Melaksanakan pengobatan dengan mengikuti prinsip “lima benar” dalam pemberian obat-
obatan (dalam kondisi amuk biasanya klien diberi anti manik injeksi Haloperidol 5mg).
− Monitor efektifitas obat
− Observasi efek samping pengobatan (Ekstra Piramidal Sindrom, Hipotensi).
− Dokumentasikan pengobatan dan respon pasien.
8) Self care assistance
− Monitor kemampuan dan kebutuhan pasien perlengkapan adaftif dalam kebersihan diri,
berpakain, toileting dan makan.
− Sediakan bantuan sampai pasien mampu secara penuh melakukan perawatan diri.
9) Vital signs monitoring
− Monitor tekanan darah, nadi, suhu, status pernafasan sebelum, selama dan setelah
tindakan secara teratur.
K. Daftar pustaka
− http://langgocity.blogspot.com/
− http://nersjiwa.blogspot.com/
− http://pojokperawatanjiwa.blogspot.com/
− Asuhan Keperawatan Klien Yang Mengalami Tingkah Laku Bunuh Diri/Merusak Diri
oleh desty emilyani
14
top related