asuhan keperawatan pada anak yang mengalami …
Post on 20-Nov-2021
9 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK YANG
MENGALAMI DEMAM TIFOID DENGAN HIPERTERMIA DI
RUANG MENUR RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO
KLATEN
DISUSUN OLEH:
RENI AYUSTIKA
P. 14040
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2017
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK YANG
MENGALAMI DEMAM TIFOID DENGAN HIPERTERMIA
DI RUANG MENUR RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO
KLATEN
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma Tiga Keperawatan
DISUSUN OLEH:
RENI AYUSTIKA
P. 14040
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2017
i
ii
MOTTO
Sesuatu akan menjadi kebanggaan jika sesuatu itu dikerjakan,
Dan bukan hanya dipikirkan.
Sebuah cita – cita akan menjadi kesuksesan, jika kita awali dengan
bekerja untuk mencapainya.
Bukan hanya impian.
iii
iv
v
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Anak yang Mengalami
Demam Tifoid Dengan Hipertermia Di Ruang Menur RSUP Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, selakuketuaSTIKesKusumaHusada
Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di
STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Meri Oktariani, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program Studi D3
Keperawatan sekaligus sebagai dosen pembimbing dan penguji yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaannya mandalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi
kasus ini.
3. Erlina Windyastuti, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi
D3Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
4. Nurul Devi A, S.Kep., Ns, M.Kep selaku dosen penguji yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
vii
5. perasaaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
6. Semuadosen Program Studi D3Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
7. Kedua orangtuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat,
kepercayaan, kasih sayang, nasihat dan dukungan dalam segala bentuk serta
atas do’anya selama ini yang tidak terbalas oleh apapun untuk menyelesaikan
pendidikan.
8. Kakakk udan orang yang kusayangi yang selalu memberikan semangat, do’a
dan dukungan dalam setiap proses yang di lalui penulis.
9. Teman-teman Mahasiswa Program Studi D3 Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Semoga
laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan
kesehatan. Amin.
10. Rumah Sakit RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten yang telah memberikan
ijin sebagai lahan penelitian studi kasus dan memberikan banyak pengalaman
selama waktu penelitian.
Surakarta, 26 Juli 2017
Penulis
viii
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................
MOTTO ........................................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................
LEMBAR DEWAN PENGUJI ...................................................................
LEMBAR PENGESAHAN .........................................................................
KATA PENGANTAR ..................................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .....................................................................
1.2 Batasan Masalah...................................................................
1.3 Rumusan Masalah ................................................................
1.4 Tujuan ..................................................................................
1.4.1 Tujuan Umum ..........................................................
1.4.2 Tujuan Khusus..........................................................
1.5 Manfaat ................................................................................
1.5.1 Teoritis .....................................................................
1.5.2 Praktis .......................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit Demam Tifoid ..........................................
2.1.1 Definisi Demam Tifoid ............................................
2.1.2 Etiologi Demam Tifoid ............................................
2.1.3 Manifestasi Klinis Demam Tifoid ............................
2.1.4 Patofisiologi Demam Tifoid .....................................
2.1.5 Pathway Demam Tifoid ...........................................
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang Demam Tifoid ...................
2.1.7 Penatalaksanaan Medis Demam Tifoid ....................
ix
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
ix
xii
xiii
1
6
6
6
6
7
7
7
8
9
9
9
10
11
12
13
13
2.1.8 Komplikasi Demam Tifoid....................................... 15
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Demam Tifoid......................
2.2.1 Pengkajian Asuhan Keperawatan ..........................
2.2.2 Diagnosa Keperawatan ..........................................
2.2.3 Rencana Keperawatan ............................................
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ..................................................................
3.2 Batasan Istilah ......................................................................
3.3 Partisipan ..............................................................................
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ...............................................
3.5 Pengumpulan Data ...............................................................
3.6 UjiKeabsahan Data...............................................................
3.7 Analisa Data .........................................................................
BAB IV HASIL
4.1 Hasil ..............................................................................................
4.1.1 Gambaran Lokasi Pengambilan Data ............................
4.1.2 Pengkajian ..............................................................
4.1.3 Analisa Data ...........................................................
4.1.4 Prioritas Diagnosa Kperawatan..............................
4.1.5 Rencana Keperawatan ............................................
4.1.6 Implementasi Keperawatan ....................................
4.1.7 Evaluasi Keperawatan ............................................
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Pengkajian ............................................................................
5.2 Diagnosa Keperawatan.........................................................
5.3 Intervensi Keperawatan ........................................................
5.4 Implementasi Keperawatan .................................................
5.5 Evaluasi .............................................................................
BAB VI Kesimpulan Dan Saran
6.1 Kesimpulan ..........................................................................
6.1.1 Pengkajian Keperawatan ..........................................
x
15
15
17
18
27
27
28
28
29
34
35
38
38
38
51
53
53
55
57
62
66
67
68
72
76
76
6.1.2 Diagnosa Keperawatan .............................................
6.1.3 Intervensi Keperawatan ............................................
6.1.4 Implementasi Keperawatan ......................................
6.1.5 Evaluasi Keperawatan ..............................................
6.2 Saran .............................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
76
77
77
77
78
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 2.1.4 Pathway Demam Tifoid ........................................................
xii
12
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2. Lembar Konsultasi KTI
Lampiran 3. Lembar Konsultasi Asuhan Keperawatan
Lampiran 4. Ashuan Keperawatan
Lampiran 5. Lembar Audience
Lampiran 6. Jurnal
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Demam Tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran cerna, dengan gejala demam kurang lebih dari satu
minggu, ganguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Sodikin
2011). Penyakit ini menyerang pada usus halus dan terkadang pada aliran
darah. Dalam masyarakat penyakit ini sering dikenal dengan nama Tipes
atau Thypus (Zulkoni, 2010). Demam Tifoid merupakan demam enterik.
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi. Basil tifoid yanggejala
utama pada demam tifoid adalah panas tinggi terus menerus selama 2
minggu. Demam lebih dari tujuh hari adalah gejala yang paling menonjol
(Widoyono 2008)
Terjadinya Demam Tifoid ditandai dengan gejala demam dan diare
mual, nyeri perut, dan sakit kepala. Hal ini terutama bila demam telah
berlangsung selama 7 hari atau lebih dan penyakit lain sudah disisihkan
(Sodikin 2011). Penularan penyakit ini biasanya terjadi karena
kontaminasi makanan dan minuman dengan rute fekal-oral. Penyakit ini
banyak terjadi di masyarakat yang kumuh, lingkungan padat, peyediaan air
bersih yang tidak adekuat, dan sanitasi yang buruk, serta higine masing-
masing penduduknya kurang memadai dan tidak memenuhi syarat
kesehatan (Marni,2016). Mekanisme masuknya kuman diawali dengan
infeksi yang terjadi pada saluran pencernaan, basil diserap oleh usus
1
2
melalui pembuluh limfe lalu masuk ke dalam peredaran darah sampai di
organ-organ lain, terutama hati dan limpa. Basil yang tidak dihancurkan
berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga organ-organ tersebut akan
membesar disertai dengan rasa nyeri pada perabaan, kemudian basil masuk
kembali ke dalam darah (bakterimia) dan menyebar keseluruh tubuh
terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus, sehingga menimbulkan
tukak berbentuk lonjong pada mukosa atas plak peyeri tukak tersebut dapat
menimbulkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan
oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan
oleh kelainan usus (Sodikin 2011).
Berdasarkan WHO penyakit menular ini masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat dengan jumlah kasus sebanyak 22 juta pertahun di
dunia dan menyebabkan 3l6.000-600.000 kematian. Studi yang dilakukan
di daerah urban di beberapa asia pada anak usia 5-l5 tahun bahwa insiden
biakan darah positif mencapai l80-l94 per l00.000 anak, di Asia selatan
pada usia 5-l5 tahun sebesar 400-500 per l00.000 penduduk, di Asia
tenggara l00-duarratus per l00.000 penduduk, dan di Asia timur laut
kurang dari l00 kasus per l00.000 penduduk. Komplikasi serius dapat
terjadi hingga l0% khususnya pada individu yang menderita tifoid lebih
dari dua minggu dan tidak dapat pengobatan yang adekuat. Case Fatality
Rate (CFR) diperkirakan 1–4% dengan rasio 10 kali lebih tinggi pada anak
usia lebih tua (4%) dibandingkan anak usia ≤4 tahun (0,4%). Pada
kasus yang tidak mendapatkan pengobatan, CFR dapat meningkat hingga
20% (Purba et al, 2015).
3
Demam Tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia
dengan angka kejadian yang masih tinggi serta merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan dan
sanitasi yang buruk. Demam Tifoid juga merupakan salah satu penyakit
menular penyebab kematian di Indonesia (6% dengan n = l.080, khusus
pada kelompok usia 5-l4 tahun tipoid merupakan l3% penyebab kematian
pada kelompok tersebut. Penegakkan diagnosis pada anak juga menjdai
tantangan bagi dokter. Demam Tifoid merupakan penyebab demam yang
umum pada anak dengan tanda dan gejala yang bervariasi di bandingkan
dengan penderita Demam Tifoid dewasa (Ahmad el al, 2016).
Berdasarkan data yang diperoleh Dinas kesehatan Provinsi Jawa
tengah berdasarkan sistem surveilans terpadu beberapa penyakit terpilih
pada tahun 2015 penderita Demam Tifoid ada 44.422 penderita, termasuk
urutan ketiga dibawah diare dan TBC selaput otak, sedangkan pada tahun
2016 jumlah penderita Demam Tifoid meningkat menjadi 46.142
penderita. Hal ini menunjukan bahwa kejadian demam tifoid di Jawa
tengah termasuk timggi (Dinkes Prov Jateng, 2015)
Dalam pengkajian awal pada kasus Demam Tifoid, keluhan utama
yang ditemukan pada anak yaitu panas. Penulis juga memaparkan Demam
pada anak dibutuhkan perlakuan dan penanganan tersendiri yang berbeda
bila dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini dikarenakan, apabila
tindakan dalam mengatasi demam tidak tepat dan lambat maka akan
mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan anak terganggu. Demam
dapat membahayakan keselamatan anak jika tidak ditangani dengan cepat
4
dan tepat akan menimbulkan komplikasi lain seperti, hipertermi, kejang
dan penurunan kesadaran (Maharani, 2011). Demam yang mencapai suhu
41°C angka kematiannya mencapai 17%, dan pada suhu 43°C akan koma
dengan kematian 70%, dan pada suhu 45°C akan meninggal dalam
beberapa jam (Said, 2014).
Berdasarkan penjelasan data diatas maka diagnosa keperawatan
yangakan muncul pada kasus Demam Tifoid yaitu, hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi. Kemudian untuk tindakan
keperawatan pada diagnosa hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
dengan pendapat Hamid (2016) yaitu kompres air hangat basah. Atau
dengan tindakan lain yang digunakan untuk menurunkan panas adalah
tepid sponge. Tepid sponge merupakan suatu prosedur untuk
meningkatkan kontrol kehilangan panas melalui evaporasi dan konduksi,
yang biasanya dilakukan pada anak yang mengalami demam tinggi.
Tujuan dilakukan tindakan tepid sponge yaitu untuk menurunkan suhu
tubuh pada pasien yang mengalami hipertermia (Hidayati , 2014)
Penanganan terhadap demam dapat dilakukan dengan tindakan
farmakologis dan non farmakologis maupun kombinasi keduanya.
Tindakan farmakologis yaitu memberikan obat antipiretik. Sedangkan
tindakan non farmakologi yaitu tindakan penurunan panas seperti
memberikan minuman yang banyak, ditempatkan dalam ruangan bersuhu
normal, menggunakan pakaian yang tebal, dan memberikan kompres
(Kania, 2007)
5
Menurut penelitian (Hamid dkk 2011) salah satu perawatan hipertermi
dapat diberikan tindakan kompres hangat pada daerah axilla.Pemberian
kompres hangat pada axilla (ketiak) sebagai daerah dengan letak
pembuluh darah besar merupakan upaya memberikan rangsangan pada
area preoptik hipotalamus agar menurunkan suhu tubuh (Hamid dkk,
2011). Berdasarkan hasil penelitiannya teknik pemberian kompres hangat
pada axilla lebih efektif terhadap penurunan suhu tubuh dibandingkan
dengan teknik pemberian kompres hangat pada dahi.
Menurut penelitian (Reiga, 2010) perawatan hipertermi dengan
caratepid sponge menggunakan kompres blokterhadap penurunan suhu
tubuh. Hasil penelitian dari (Reiga, 2010) tepid sponge menggunakan
kompres blok ini lebih efektif menurunkan suhu tubuh anak dengan
demam dibandingkan dengan kompres air hangat, disebabkan tepid sponge
menggunakan proses kompres blok langsung yang di beberapa tempat
yang memiliki pembuluh darah besar, selain itu masih ada perlakuan
tambahan yaitu dengan memberikan seka di beberapa area tubuh namun
dengan kompres blok langsung di berbagai tempat akan memfasilitasi
penyampaian sinyal ke hipotalamus dengan lebih gencar. Selain itu
pemberian seka akan mempercepat pelebaran pembuluh darah perifer yang
akan memfasilitasi perpindahan panas dari tubuh ke lingkungan sekitar
dan dapat mempercepat penurunan suhu tubuh
Berdasarkan masalah diatas Hipertermi adalah suatu masalah yang
harus segera dipenuhi, maka apabila terjadi demam harus segera diatasi.
Demam yang tidak diatasi atau berkepanjangan akan menyebabkan kejang
6
demam pada anak, dehidrasi bahkan terjadi syok dan gangguan tumbuh
kembang pada anak. Anak adalah suatu individu yang menarik dan unik,
anak dilahirkan untuk melakukan regenerasi baik di dalam keluarga
maupun untuk bangsa sehingga tumbuh kembang anak harus diperhatikan.
Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik melakukan
pengelolaan kasus keperawatan dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah dengan
judul “Asuhan Keperawatan pada Anak yang mengalami Demam Tifoid
dengan hipertermia Di Ruang Menur RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro
Klaten”.
1.2
1.3
1.4
Batasan Masalah
Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada Asuhan Keperawatan pada klien
dengan diagnosa medis Demam Tifoid Di Ruang MenurRSUP Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten.
Rumusan Masalah
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada Anak dengan diagnosa medis
Demam Tifoid Di Ruang Menur RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
Tujuan
Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini, antara lain sebagai berikut :
1.4.1 Tujuan Umum
Melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Anak dengan diagnosa
medis Demam Tifoid Di Ruang Menur RSUP Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten
7
1.4.2
1.5 Manfaat
1.5.1
Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada anak dengan
Demam Tifoid Di Ruang Menur RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro
Klaten.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada anak
dengan Demam Tifoid Di Ruang Menur RSUP Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten.
c. Penulis mampu menyusun intervensi pada anak dengan Demam
Tifoid Di Ruang Menur RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada anak dengan
Demam Tifoid Di Ruang Menur RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro
Klaten.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada anak dengan Demam
Tifoid Di Ruang Menur RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
kepustakaan yang memberikan sumbangan pemikiran bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan ilmu kesehatan serta teori-
teori kesehatan khususnya dalam upaya penerapan asuhan
keperawatan pada anak dengan Demam Tifoid
8
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan informasi dan bahan kepustakaan dalam
pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan Demam
Tifoid.
2. Bagi Tenaga Kesehatan Rumah Sakit
Karya tulis ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
masukan dan bahan referensi untuk lebih meningkatkan mutu
pelayanan yang diberikan pada klien dengan Demam Tifoid
3. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan peneliti tentang masalah keperawatan
dengan Demam Tifoid dan merupakan suatu pengalaman baru
bagi penulis atas informasi yang diperoleh selama penelitian.
4. Bagi Klien Dan Keluarga
Memberi pengetahuan kepada keluarga supaya keluarga dapar
mengetahui gambaran umun pada anak dengan Demam Tifoid
serta perawatan yang benar bagi klien supaya mendapatkan
perawatan yang tepat dalam keluarganya.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
2.1.1
2.1.2
Konsep Penyakit
Definisi
Demam Tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran cerna, dengan gejala demam kurang lebih satu minggu,
gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Sodikin 2011 ).
Penyakit Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus
yang disebabkan oleh salmonella typhosa dan hanya terdapat pada
manusia (Marni, 2016).
Menurut pendapat Rampengen (2007), kuman Salmonella Typhosa
mempunyai 3 macam antigen. Salmonella typhosa yang juga dikenal
dengan nama salmonella typhi merupakan mikrorganisme patogen yang
berada di jaringan limfatik usus halus, hati, limpa, dan aliran darah
terinfeksi. Kuman ini berupa Gram negatif yang akan nyaman
hidupndalam suhu tubuh manusia. Kuman ini akan mati pada suhu 70
derajat celcius dan dengan pemberian antiseptik. Masa inkubasi penyakit
ini antara 7-20 hari. Namun ada juga yang memiliki masa inkubasi paling
pendek yaitu 3 hari, dan paling panjang yaitu 60 hari (Marni, 2016).
Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah jenis Salmonella Typhosa, kuman ini
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1) Basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora
9
10
2) Memiliki paling sedikit 3 macam antigen, yaitu antigen O (somatik
yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella,
dan antigen Vi. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium pasien,
biasanya terdapat zat anti terhadap ketiga macam antigen tersebut
(Sodikin, 2011).
2.1.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis Demam Tifoid adalah sebagai berikut:
1. Demam tinggi kurang lebih satu minggu disertai nyeri kepala hebat
dan gangguan saluran pencernaan, bahkan ada yang sampai
mengalami gangguan kesadaran. Pada anak yang mengalami demam
tinggi dapat terjadi kejang demam.
2. Gangguan pencernaan yang terjadi pada pasien demam tifoid yaitu
mual, muntah, nyeri ulu hati, perut kembung, anoreksia, lidah tifoid
(kotor, bagian belakang tampak putih pucat dan tebal, serta bagian
ujung dan tepi kemerahan)..
3. Dapat terjadi diare dan konstipasi.
4. Gangguan kesadaran juga dapat terjadi pada pasien demam tifoid
yaitu apatis dan somnolen
5. Pada minggu kedua dapat terjadi roseola. Roseola merupakan bintik
kecil kemerahan yang hilang dengan penekanan. Roseola ini terdapat
pada daerah perut, dada, dan kadang bokong.
6. Pembesaran limpa terjadi pada akhir minggu pertama, tidak progresif
dengan konsistensi yang lebih lunak
11
7. Pada anak berusia di bawah 2 tahun, tanda dan gejala yaitu demam
tinggi mendadak, disertai muntah, kejang, dan tanda rangsangan
meningeal (Marni, 20l6).
2.1.4 Patofisiologi
Kuman Salmonella Typhosa masuk ke saluran pencernaan,
khususnya usus halus bersama makanan, melalui pembuluh limfe. Kuman
ini masuk atau menginvasi jaringan limfoid mesenterika. Disini akan
terjadi nekrosis dan peradangan. Kuman yang berada pada jaringan limfoid
tersebut masuk ke peredaran darah menuju hati dan limpa.Kemudian,
kembali ke usus halus dan kuman mengeluarkan endotoksin yang dapat
menyebabkan reinfeksi di usus halus. Kuman akan berkembang biak di
sini. Kuman Salmonella Typhosa dan endotoksin merangsang sisntesis dan
pelepasan pirogen yang akhirnya beredar di darah dan mempengaruhi
pusat termoregulator di hipotalamus yang menimbulkan gejala demam.
Kuman menyebar ke seluruh tubuh melalui sistem peredaran darah serta
dapat menyebabkan terjadinya tukak mukosa yang mengakibatkan
perdarahan dan perforasi. Komplikasi biasanya terjadi pada usus halus,
namun hal tersebut jarang terjadi.Apabila komplikasi ini terjadi pada
seorang anak, maka dapat berakibat fatal. Gangguan pada usus halus
berupa perdarahan usus, apabila perdarahan terjadi dalam jumlah sedikit
perdarahan tersebut hanya dapat ditemukan jika dilakukan pemeriksaan
feses, jika perdarahn banyak maka dapat terjadi melena, yang kedua yaitu
perforasi yang tidak disertai peritomitis hanya dapat ditemukan apabila
terdapat udara di rongga peritonium, yang ketiga peritonitis biasanya
menyertai perforasi, yang keempat komplikasi di luiar usus yaitu
meningitis, kolesistis, ensefelopati (Marni, 2016).
12
2.1.4 Pathway
Salmonella typhosa
Anoreksia, Mual
Masuk ke dalam saluran
muntah
pencernaan (usus halus)
Nekrosis
Menginvasi jaringan limfoid
Peradangan
Masuk peredaran darah
Nyeri akut Hati Limpa
Keluar
Kembali ke usus
Ketidakseimbang
an Nutrisi kurang
dari kebutuhan
Gangguan pola
defekasi
Pelepasan endotoksin
halus (berkembang
biak)
Reinfeksi usus
Kuman dan endotoksin halus
Merangsang sintesis Pelepasan pirogen
Mempengaruhi pusat Hipertermi
Beredar dalam darah
termoregulator
Menyebar ke seluruh Perdarahan
Tukak mukosa
tubuh
Perforasi
Gambar 2.1.6 Pathway
(Marni 2016; Ngastiyah 2007; Sodikin 2011)
Resiko
kekuran
gan
volume
cairan
13
2.1.5
2.1.6
Pemeriksaan Penunjang
Sarana laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis Demam
Tifoid secara garis besar di golongkan dalam tiga kelompok yaitu :
1. Isolasi kumam penyebab Demam Tifoid, Salmonella Typhi melalui
biakan kuman dari spesimen seperti darah, sumsum tulang, urine, tinja,
dan cairan duodenum.
2. Pemeriksaan pelacak DNA kuman S.Typhi.
3. Tes serologis untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen Samonella
Typhi dan menentukan terdapatnya antigen spesifik Salmonella Typhi
(Herry Garna, 2012).
Penatalaksanaan Medis
Menurut pendapat (Marni, 2016), penatalaksanaan yang dpat diberikan
pada anak dengan Demam Tifoid:
1) Terapi suportif,simptomatis, dan pemberian antibiotik jika sudah
ditegakkan diagnosis.pasien harus istirahat selama 5-7 hari. Selain
itu pengawaan ketat perlu dilakukan agar tidak terjadi komplikasi
yang berbahaya. Pasien boleh bergerak sewajarnya, misalnya ke
kamar mandi, duduk di teras, mandi sendiri, dan makan sendiri,
yang prinsipnya adalah tidak melakukan aktivitas berat yang
membutuhkan banyak energi.
2) Pengaturan pola makan sangat penting pada penyakit ini mengingat
organ yang terganggu yaitu sistem pencernaan, khususnya usus
halus. Jika pasien tidak sadar maka dpat diberikan makanan cair
dengan menggunakan sonde lambung, jika pasien sadar, maka
14
pemberian makanan bisa dimulai dari bubur saring. Jika kondisi
pasien sudah membaik, maka ditingkatkan makanannya menjadi
bubur kasar, dan jika sudah normal, maka dapat diberikan nasi
biasa. Susu diberikan 2 gelas sehari.
3) Obat diberikan secara simptomatis, misalnya pada pasien yang mual
dapat diberikan antiemetik, pada pasien yang demam dapat
diberikan antipiretik, dan boleh ditambahkan vitamin. Obat yang
paling efektif mengatasi infeksi ini yaitu kloramfenikol yang
diberikan dengan dosis 50-00 mg/kg/BB/hari. Selain itu juga dapat
dilakukan kompres air dingin biasa tanpa es di daerah ketiak, leher,
maupun selakangan.
4) Pemberian antibiotik jika diagnosis sudah ditegakkan. Antibiotik
yang dapat mengatasi penyakit demam tifoid yang sering kali
digunakan yaitu kloramfenikol, kotrimoksazol, ampisilin,
amoksilin, dan seftriaxon.
5) Untuk mencegah terjadinya demam tipoid, perlu diberikan
kombinasi vaksin. Vaksin yang sering diberikan yaitu vaksin
Salmonella typhosa yang dimatikan dan vaksin dari strain
Salmonella yang dilemahkan. Pemberian vaksin ini diulang setiap 3
tahun.
6) Penyediaan air bersih yang adekuat, sanitasi lingkungan, da
personal higine yang memadai, Pemberian penyuluhan tentang
perilaku hidup bersih dan sehat dapat meningkatkan kesadaran
masyarkat untuk berperilaku bersih dan sehat.
15
2.1.7
2.2
Komplikasi
Penanganan yang tidak adekuat stsu terlambat akan menyebabkan
komplikasi di usus halus, diantaranya perdarahan, perforasi, dan
peritonitis. Pasien yang mengalami nyeri hebat juga dapat mengalami syok
neurogenik. Komplikasi dapat menyebar di luar usus halus, misalnya
bronkitis, kolelitiasis, peradangan pada meningen, dan miokarditis
( Marni, 2016).
Konsep Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan pada Demam Tifoid meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, evaluasi.
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan suatu tahap yang sistemastis dalam
mengumpulkan data agar dapat mengindentifikasi, mengenali masalah-
masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental,
sosial, dan lingkungan (Carpenit Dan Moyet 2007).
Fokus pengkajian pada anak dengan Demam tifoid menurut
(Marni, 2016) meliputi:
1. Pengkajian
1) Idenditas pasien/biodata
Meliputi nama lengkap, jenis kelamin, tempat tinggal, tanggal
lahir, umur, asal.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan demam
tifoid untuk meminta pertolongan kesehatan adalah lemas, tidak
16
nafsu makan. Tidak bergairah untuk beraktifitas dan peningkatan
suhu tubuh/demam.
3) Riwayat penyakit sekarang
Sejak kapan mulai demam, mulai merasakan tidak berselera
makan, mual, muntah, lemas, apakah terdapat pembesaran hati dan
limpa, apakah gangguan kesadaran, apakah terdapat komplikasi
misalnya perdarahan, perforasi, peritonitis, dan sebgainya.
4) Riwayat kesehatan masa lalu
Pengkajian diarahkan pada waktu sebelumnya apakah sebelumnya
pernah menderita penyakit yang sama, apakah anggota keluarga
juga pernah sakit yang sama, apakah sebelumnya anak pernah
sakit, apakah sampai dirawat dan sakit apa.
5) Riwayat nutrisi
Anak dengan demam tifoid sering lemas,mual dan muntah, tidak
nafsu makan
6) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
a) Baik, sadar (apatis, somnolen)
b) Penyakit berat (stupor, koma, gelisah)
b. Berat badan
Anak yang mengalami demam dengan dehidrasi biasanya
mengalami penurunan berat badan.
c. Kulit
a. Warna: pucat sampai sianosis.
17
b. Suhu: pada hipertermi kulit terbakar panas akan tetapi
setelah hipertermi teratasi kulit anak teraba dingin.
c. Turgor: menurun pada dehidrasi
d. Mata
Anak yang demam tanpa dehidrasi bentuk kepala normal. Bila
dehidrasi ringan/sedang kelopak mata cekung. Sedangkan
dehidrasi berat kelopak mata sangat cekung.
e. Mulut dan lidah
terdapat nafas yang berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah
pecah, lidah tertutup selaput putih kotor, sementara ujung dan
tepinya berwarna kemerahan.
f. Abdomen : dapat ditemukan keadaan perut kembung, bisa
terjadi konstipasi, diare atau normal
g. Hati dan limfe : membesar disertai dengan nyeri pada perabaan
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan yang aktual
atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya,
perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah
dan merubah status kesehatan pasien (Herdman, 2012).
Menurut Marni (2016), diagnosa keperawatan pada pasien degan
Demam Tifoid yaitu sebagai berikut:
1. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
18
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan asupan yang kurang.
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurangnya
asupan cairan dan peningkatan suhu tubuh.
4. Gangguan pola defekasi : diare berhubungan dengan proses
peradangan pada dinding usus halus
5. Nyeri akut berhubungan dengan injuri biologis kerusakan jaringan
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah suatu proses didalam pemecahan
masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan
dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan
dari semua tindakan keperawatan (Dermawan, 2012).
Menurut Marni (2016), perencanaan keperawatan pada pasien
dengan Demam Tifoid yaitu:
1. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
Kriteria hasil:
a) Suhu tubuh anak dalam rentang norrmal 36-37,5 o C
b) Tekanan darah, nadi, dalam batas normal
c) Tidak adatanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik,
membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
Intervensi:
Fever treatment:
a) Monitor suhu sesering mungkin
b) Monitor IWL
19
c) Monitor warna dan suhu kulit
d) Monitor vital sign
e) Monitor tingkat kesadaran
f) Monitor input dan output
g) Kolaborasi pemberian antipiretik
h) Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
i) Selimuti pasien
j) Lakukan tepid sponge
k) Kolaborasi dengan dokter mengenai pemberian cairan intravena
sesuai program
l) Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
m) Tingkatkan sirkulasi udara
n) Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya mengigil
o) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
p) Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi
adequate, tekanan darah ortostatik)
q) Monitor vital sign
r) Monitor masukan makanan atau cairan dan hitung intake kalori
harian
Temperature Regulation:
a) Monitor suhu minimal tiap 2 jam
b) Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
c) Monitor TD, Nadi, RR
d) Monitor warna dan suhu kulit
20
e) Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
f) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
g) Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
h) Ajarkan pada pasien untuk mencegah keletihan akibat panas
i) Diskusikan pentingnya tentang pengaturan suhu dan kemungkinan
efek negatif dari kedinginan
j) Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan
k) Berikan antipiretiknjika perlu
Vital Sign Monitoring:
a) Monitor TD, Suhu, Nadi, RR
b) Catat adanya fluktuasi tekanan darah
c) Monitor VS saat pasien duduk, berbaring dan berdiri
d) Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
e) Monitor TD, Nadi, RR sebelum, selama dan sesudah aktivitas
f) Monitor kualitas dari nadi
g) Monitor frekuensi dan irama pernafasan
h) Monitor suara paru
i) Monitor pola pernapasan abnormal
j) Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit
k) Monitor sianosis perifer
l) Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik).
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan asupan yang kurang.
21
Kriteria hasil:
a) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
b) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
c) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
e) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi:
Nutrition management:
a) Kaji adanya alergi makanan
b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
c) Anjurkan pasien untuk meningkatkan tingkat Fe
d) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
e) Berikan substansi gula
f) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
g) Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
h) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian
i) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
j) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
k) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
22
Nutrition monitoring:
a) BB pasien dalam batas normal
b) Monitor adanya penurunan berat badan
c) Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
d) Monitor interaksi anak atau orang tua selama makan
e) Monitor lingkungan selama makan
f) Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
g) Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
h) Monitor turgor kulit
i) Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah patah
j) Monitor mual dan muntah
k) Monitor kadar albumin, total protein, Hb dan kadar Ht
l) Monitor makanan kesukaan
m) Monitor pertumbuhan dan perkembangan
n) Monitor pucat, kemerahan dan kekeringan jaringan konjungtiva
o) Monitor kalori dan intake nutrisi
p) Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas
oral
q) Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurangnya
asupan cairan dan peningkatan suhu tubuh.
Kriteria hasil :
a) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia, BB, BJ urine
normal dan HT normal.
23
b) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
c) Tidak adatanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik,
membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
Intervensi:
Fluid management:
a) Timbang popok/pembalut jika diperlukan
b) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
c) Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi
adequate, tekanan darah ortostatik)
d) Monitor vital sign
e) Monitor masukan makanan atau cairan dan hitung intake kalori
harian
f) Kolaborasikan pemberian cairan intravena
g) Monitor status nutrisi
h) Dorong masukan oral
i) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk
j) Atur kemungkinan tranfusi
k) Persiapan untuk tranfusi
Hypovolemia management :
a) Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan
b) Pelihara IV line
c) Monitor tingkat Hb dan hematrokit
d) Monitor tanda vital
e) Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan
24
f) Monitor berat badan
g) Dorong pasien untuk menambah intake oral
h) Pemberian cairan intravena, monitor adanya tanda dan gejala
kelebihan volume cairan
i) Monitor adanya tanda gagal ginjal
4. Gangguan pola defekasi : diare berhubungan dengan proses
peradangan pada dinding usus halus
Kriteria hasil:
a) Feses berbentuk, BAB sekali sehari-3 hari
b) Menjaga daerah sekitar rectal dari iritasi
c) Tidak mengalami diare
d) Menjelaskan penyebab diare dan rasional tindakan
e) Memepertahankan turgor kulit
Intervensi:
Diarhea Management:
a) Evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal
b) Ajarkan pasien untuk menggunakan obat anti diare
c) Instruksikan pasien dan keluarga untuk mencatat warna, jumlah,
frekuensi, dan konsistensi dari feses
d) Evaluasi intake makanan yang masuk
e) Identifikasi faktor penyebab dari diare
f) Observasi turgor kulit secara rutin
g) Ukur diare/keluaran BAB
h) Hubungi dokter jika ada kenaikan bising usus
25
i) Instruksikan pasien untuk makan rendah serat, tinggi protein, tinggi
kalori jika memungkinkan
j) Ajarkan untuk menghindari laksative
k) Ajarkan teknik menurunkan stress
l) Monitor persiapan makanan yang aman
5. Nyeri akut berhubungan dengan injuri biologis kerusakan jaringan
Kriteria hasil:
a) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri dan mampu
mengghunakan teknik non farmakologi untuk mngatasi nyeri
b) Melaporkan bahwa nyeri berkurang menggunakan managemen
nyeri
c) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda
nyeri)
d) Menyatakan nyaman setelah nyeri berkurang
e) Tanda vital dalam rentang normal
f) Tidak mengalami gangguan tidur
Intervensi:
Pain control:
a) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif, termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, frekuensi kualitas
b) Observasi reaksi non verbal dan ketidaknyamanan
c) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
26
d) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
e) Kurangi faktor presipitasi nyeri
f) Kaji tipe dan sumber untuk menentuykan intervensi
g) Tingkatkan istirahat
h) Berikan informasi tentang penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan prosedur
i) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian anlgesik
pertama kali.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
3.2
Desain Penelitian
Desain penelitian adalah model atau metode penelitian yang
digunakan peneliti untuk melalukan suatu penelitian yang memberikan
arah terhadap jalannya penelitian. Desain penelitian ditetapkan
berdasarkan tujuan dan hipotesis penelitian (Dharma, 2013). Sedangkan
desain penelitian yang digunakan pada karya tulis ilmiah ini adalah studi
kasus, yaitu studi yang mengeksplorasi suatau maslah atau fenomena
dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam dan
menyertakan berbagai sumber informasi.Studi kasus dibatasi oleh waktu
dan tempat, serta kasus yang dipelajari berupa peristiwa, aktifitas atau
individu. Pengumpulan datanya diperoleh dari wawancara, observasi, dan
dokumentasi (Sujarweni, 2014). Studi kasus karya tulis ilmiah ini adalah
studi untuk mengeskplorasi masalah asuhan keperawatan pada anak
dengan Demam Tifoid Di Ruang Menur RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro
Klaten.
Batasan Istilah
Batasan istilah atau disebut dengan definisi operasional adalah
pernyataan yang menjelaskan istilah-istilah kunci yang menjadikan fokus
dalam penelitan. Fokus penelitian yaitu melakukan penelitian terhadap
keseluruhan yang ada pada obyek atau situasi sosial tertentu, tetapi perlu
menentukan fokus atau inti yang perlu diteliti. Fokus penelitian perlu
27
28
dilakukan kerena mengingat adanya keterbatasan, baik tenaga, dana, dan
waktu serta supaya hasil penelitian terfokus (Sukmadinata, 2010). Maka
dari itu studi kasus ini berfokus pada asuhan keperawatan anak yang
mengalami Demam Tifoid di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten,
sehingga penulis hanya menjabarkan tentang konsep penyakit Demam
Tifoid beserta asuhan keperawatan mulai dari pengkajian samapi dengan
evaluasi. Batasan istilah disusun secara naratif dan apabila diperlukan
ditambahkan informasi kualitatif sebagai penciri dari batasan yang dibuat
oleh penulis.
3.3
3.4
Partisipan
Partisipan merupakan objek yang ditentukan melalui suatu kriteria
tertentu yang akan dikategorikan ke dalam objek tersebut bisa termasuk
orang, dokumen atau catatan yang dipandang sebagi objek penelitian
(Sugiyono, 2012). Dalam studi kasus ini menggunakan partisipan yaitu
pasien dan keluarganya. Subyek yang digunakan adalah dua pasien anak
atau dua keluarga (dua kasus) dengan masalah keperawatan dan diagnosa
medis yang sama yaitu hipertermia berhubungan dengan penyakit.
Lokasi dan Waktu Penelitian
3.4.1 lokasi Penelitian
Lokasi atau tempat penelitian merupakan istilah atau
batasan yang berkaitan dengan subjek atau objek yang hendak
diteliti juga merupakan salah satu jenis sumber data yang bisa
dimanfaatkan oleh peneliti. Menurut Sukardi (2009) lokasi atau
tempat penelitian lain adalah tempat dimana proses studi yang
29
digunakan untuk memperoleh pemecahan masalah penelitian
berlangsung. Dalam penelitian kasus ini dilaksanakan di Ruang
Menur RSUP Dr. Soeradji tirtonegoro Klaten.
.3.4.2 Waktu Penelitian
Suatu penelitian sering kali memerlukan waktu yang lebih
lama dari yang telah ditentukan, sehingga menjadi kendala bagi
semua peneliti terutama peneliti pemula untuk memperkirakan
waktu yang diperlukan (Nursalam, 2008). Dalam penelitian ini
Waktu pengambilan kasus asuhan keperawatan ini selama 2
minggu di mulai dari tanggal 22 Mei 2017 sampai dengan 3 Juni
2017.
3.5 Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2013) Dalam setiap penelitian, peneliti dituntut
untuk menguasai teknik pengumpulan data sehingga menghasilkan data
yang relevan dengan penelitian. Pengumpulan data merupakan langkah
yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian
adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahuin teknik pengumpulan data,
maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar yang
ditetapkan. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan cara
sebagai berikut :
a. Wawancara
Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
berinteraksi, bertanya dan mendengarkan apa yang disampaikan secara
lisan oleh responden atau partisipan. Metode wawancara merupakan
30
pilihan yang tepat jika ingin mendapatkan data yang mendalam atau
ingin memperjelas terhadap sesuatu yang diamati dari responden.
Metode ini sering digunakan untuk mengetahui pendapat, pandangan,
pengalaman atau persepsi responden tentang suatu permasalahan
(Dharma, 2013). Dalam karya tulis ilmiah ini penulis melakukan
wawancara terhadap pasien ataupun keluarga, ataupun perawat lainnya,
dan hasil wawancara berisi tentang identitas pasien, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
keluarga, riwayat imunisasi pasien, riwayat alergi, riwayat gizi, kondisi
lingkungan pasien dan pola kebiasaan pasien.
b. Observasi dan Pemeriksaan Fisik
Observasi adalah kegiatan pengumpulan data melalui
pengamatan langsung terhadap aktivitas responden atau partisipan
yang terencana, dilakukan secara aktif dan sistematis (Dharma,
2013). Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan
mengadakan pengamatan secara langsung kepada responden
penelitian untuk mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti.
Dalam metode observasi ini, instrumen yang dapat digunakan antara
lain, lembar observasi, panduan pengamatan, atau lembar checlist.
Observasi ada tiga macam yaitu, obervasi partisipan, observasi tidak
terstruktur, dan observasi kelompok. Observasi partisipan
merupakan pengamatan melalui pengindraan dengan peneliti
terlibat secara langsung. Observasi tidak terstruktur merupakan
observasi yang dilakukan tanpa pedoman observasi. Observasi
31
kelompok merupakan observasi yang dilakukan oleh sekelompok
tim peneliti. Hasil dari observasi ke pasien di dapatkan data keadaan
umum composmentis.
Dalam karya tulis ilmiah ini penulis melakukan observasi
serta dengan melakukan pemeriksaan fisik pada sistem tubuh
pasien, yaitu dengan cara pendekatan IPPA: inspeksi, palpasi,
perkusi, auskultasi. Adapun penjelasan mengenai tehnik
pemerikasaan fisik tersebut adalah sebagai berikut:
a) Inspeksi
Inspeksi merupakan proses observasi yang dilaksanakan secara
sistematik. Inspeksi dilakukan dengan menggunakan indra
penglihatan, pendengaran, dan penciuman sebagai alat untuk
mengumpulkan data. Inspeksi dimulai pada awal saat
berinteraksi dengan klien dan diteruskan pada pemeriksaan
selanjutnya. Penerangan yang cukup sangat diperlukan agar
perawat dapat membedakan warna, bentuk dan kebersihan
tubuh. Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi
ukuran tubuh, warna kulit, bentuk tubuh, serta posisi dan
kesimetrisan tubuh. Pada proses inspeksi perawat harus
membandingkan bagian tubuh yang norma dengan bagian
tubuh yang abnormal (Hidayat, 2014). Di dapatkan data pada
An. A dan An. M pada pemeriksaan fisik inspeksi sama yaitu
di paru paru simetris kanan dan kiri, inspeksi di jantung ictus
32
cordis tidak tampak, inspeksi di abdomen simetris tidak ada
jejas.
b) Palpasi
Palpasi merupakan tehnik pemeriksaan yang menggunakan
indra peraba. Tangan dan jari-jari adalah instrumen yang
sensitif dan dapat digunakan untuk pengumpulan data suhu,
turgor, bentuk, kelembapan, vibrasi, dan ukuran (Hidayat,
2014).
Langkah yang perlu diperhatikan selama melakukan tehnik
palpasi:
(1) Ciptakan lingkungan yang kondusif, nyaman, dan santai.
(2) Tangan perawat harus dalam keadaan kering dan hangat
serta kuku-kuku jari harus dipotong rapi dan pendek.
(3) Bagian yang nyeri dipalpasi paling terakhir.
Pada pemeriksaan fisik palpasi pada An. A dan An. M di
dapatkan data yang sama yaitu palpasi di paru-paru vokal
premitus kanan dan kiri sama, di jantung ictus cordis teraba
di SIC V mid klavikula sinistra, dan di abdomen ada nyeri
tekan di bagian kuadran 3 kanan bawah.
c) Perkusi
Perkusi merupakan tehnik pemeriksaan dengan mengetuk-
ngetukkan jari perawat (sebagai alat untuk menghasilkan
suara) ke bagian tubuh klien yang akan dikaji untuk
membandingkan bagian yang kiri dengan yang kanan. Perkusi
33
bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk, dan
konsistensi jaringan (Hidayat, 2014). Suara-suara yang akan
muncul yaitu:
(1) Sonor : suara perkusi jaringan normal
(2) Pekak : suara perkusi jaringan padat yang terdapat jika ada
cairan di rongga pleura, perkusi daerah jantung, dan
perkusi daerah hepar.
(3) Redup : suara perkusi jaringan yang lebih padat atau
konsolidasi paru-paru, seperti pneumonia.
(4) Hipersonor atau timpani : suara perkusi padat daerah yang
mempunyai rongga kosong seperti pada daerah caverna-
caverna paru dan klien dengan asma kronik.
Pada pemeriksaan fisik perkusi pada An. A dan An. M di
dapatkan data yang sama yaitu perkusi di paru-paru sonor,
di jantung pekak, dan di abdomen tympani.
d) Auskultasi
Auskultasi merupakan tehnik pemeriksaan dengan
menggunakan stetoskop untuk mendengarkan bunyi yang
dihasilkan tubuh (Hidayat, 2014). Ada empat ciri-ciri bunyi
yang perlu dikaji dengan auskultasi yaitu:
(1) pitch (bunyi yang tinggi ke rendah)
(2) keras (bunyi yang halus ke keras)
(3) kualitas (menguat sampai melemah)
(4) lama (pendek, menengah, panjang)
34
Pada pemeriksaan fisik perkusi pada An. A dan An. M di
dapatkan data yang sama yaitu auskultasi di paru-paru
vesikuler tidak ada suara tambahan, di jantung tidak ada
suaa tambahan, di abdomen bising usus 10x/menit.
3. Studi Dokumentasi
Menurut Hidayat (2014) Studi Dokumentasi merupakan
pengumpulan data dengan cara mengambil data yang berasal
dari dokumen asli. Dokumen asli tersebut dapat berupa gambar,
tabel, atau daftar periksa, dan film dokumenter.
4. Angket
Angket merupakan cara pengumpulan data berupa
kuesioner dengan beberapa pertanyaan. Alat ukur ini digunakan
bila responden jumlahnya besar dan dapat membaca dengan
baik yang dapat mengungkapkan hal-hal yang bersifat rahasia.
Pembuatan kuesioner ini dengan mengacu pada parameter yang
sudah dibuat oleh peneliti terhadap penelitian yang akan
dilakukan (Dharma, 2013).Dalam penelitian ini penulis tidak
menggunakan teknik angket untuk pengumpulan data.
3.6 Uji Keabsahan Data
Setelah semua data terkumpul maka langkah selanjutnya yang
dilakukan adalah melakukan uji keabsahan data. Kegiatan ini dilakukan
untuk melihat kebenaran data yang telah dikumpulkan dan agar hasil-hasil
data dapat dipertanggungjawabkan dari segala segi (Sugiyono, 2013).
35
3.7 Analisis Data
Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori,
menjabarkan kedalam unit-unit, menyusun kedalam pola, memilih mana
yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga
mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2013).
Dalam karya tulis ilmiah ini analisis data dilakukan sejak penulis di
lapangan, sewaktu pengumpulan data sampai dengan semua data
terkumpul. Analisa data dilakukan dengan cara mengemukakan fakta,
selanjutnya membandingkan dengan teori yang ada dan selanjutnya
dituangkan dalam opini pembahasan.
Teknik analisis yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban-
jawaban yang diperoleh dari hasil interpretasi wawancara mendalam yang
dilakukan untuk menjawab rumusan masalah. Teknik analisis digunakan
dengan cara observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi yang
menghasilkan data untuk selanjutnya diinterpretasikan dan dibandingkan
teori yang ada sebagai bahan urutan untuk memberikan rekomendasi
dalam intervensi tersebut. Langkah-langkah dalam analisis data adalah
sebagi berikut :
1) Pengumpulan Data
Pengumpulan data yaitu mengumpulkan data di lokasi
penelitian dengan melakukan observasi wawancara dan dokumentasi
dengan menentukan stategi pengumpulan data yang dipandang tepat
36
dan untuk menentukan fokus serta pendalaman data pada proses
pengumpulan data berikutnya (Sugiyono, 2013). Dalam penelitian ini
data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi,dokumen).
Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam
bentuk transkrip (askep).
2) Mereduksi Data
Mereduksi data merupakan cara dimana peneliti merangkum,
memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting,
mencari tema polanya, sehingga data lebih mudah dikendalikan
(Sugiyono, 2013). Dalam peneltian ini mereduksi data yang dimaksud
adalah data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan
lapangan dijadikan satu dalam bentuk transkrip dan dikelompokkan
menjadi data subjektif dan objektif, dan dianalisis berdasarkan hasil
pemeriksaan diagnostik kemudian dibandingkan nilai normal. Data
yang diperoleh dari perawat, keluarga dan rekam medik dikumpulkan
jadi satu lalu disusun asuhan keperawatan sesuai dengan umur anak.
3) Penyajian Data
Setelah data direduksi, maka langkah penyajian data. Dalam
penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk
singkat, bagan, hubungan antar kategoti dan dengan teks yang bersifat
narati (Sugiyono 2013). Dalam penelitian ini penyajian data dapat
dilakukan dengan table, gambar, bagan maupun teks naratif.
Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan identitas
dari klien.
37
4) Kesimpulan
Menurut Sugiyono (2013) kesimpulan dalam penelitian
kulitatif yang diharapkan adalah temuan baru yang sebelumnya belum
pernah ada atau berupa gambaran suatu obyek yang sebelumnya
masih belum jelas sehingga setelah diteliti menjadi jelas. Kesimpulan
ini masih sebagai hipotesis, dan data menjadi teori jika didukung oleh
data-data yang lain. Dalam penelitian ini penarikan kesimpulan
dilakukan dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan
dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara
teoritis dengan perilaku kesehatan. Dan penarikan kesimpulan ini
dilakukan dengan metode induksi sesuai dengan tujuan khusus.Data
yang dikumpulkan terkait dengan data-data pengkajian, diagnosis,
perencanaan, tindakan, dan evaluasi.
IDENTITAS
KLIEN
An.M An. A
Nama
Tempat tanggal lahir
Nama ayah / ibu
Alamat
Suku bangsa
Pendidikan ayah
Pendidikan ibu
No RM
Dx Medis An. M
6 tahun
Tn E
BAB IV
HASIL
4.1 Hasil 4.1.1 Gambaran Lokasi Pengambilan Data
Pengambilan data untuk studi kasus ini dilakukan di Rumah Sakit Umum
Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten di Ruang Menur selama 2 minggu
terhitung tanggal 22 Mei – 03 Juni 2017. RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro
Klaten yang termuat dalam rumah sakit tipe B. Setelah menjalani prosedur
akreditasi rumah sakit seluruh indonesia dengan proses pentahapan 3 (16)
pelayanan akhirnya diberikan status Tingkat Paripurna Akreditasi Rumah
Sakit. RSU ini beralamat di Jl. KRT . Dr. Soeradji Tirtonegoro No. 1,
Klaten Indonesia.
4.1.2 Pengkajian Fokus pengkajian adalah : Identitas klien, hasil pemeriksaan fisik,
pengkajian nutrisi sebelum dan selama sakit, pengkajian suhu, keluhan
utama dan riwayat penyakit sekarang, dahulu, keluarga dan genogram.
Presentasi hasil dalam KTI dengan teknik uraian atau tabel.
I. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
38
RIWAYAT PENYAKIT An. M An. A
Keluhan utama Ibu pasien mengatakan badan
anak An. M terasa panas
Ibu pasien mengatakan An. A
badannya panas
Riwayat penyakit sekarang Ibu klien mengatakan
anaknya panas sudah 10hari
yang lalu, tapi panasnya
membaik, kemudian demam
lagi lalu di periksakan ke RSI
Klaten, sempat membaik
tetapi demam lagi, lalu
dibawa ke RSUP Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten pada
tanggal 22 Mei 2017 lalu
masuk IGD hasil pemeriksaan
suhu 38,9 o C, N: 110x/menit,
RR:26x/menit, di IGD
mendapatkan terapi infus RL
20tpm dan injeksi
paracetamol 250mg/8 jam,
injeksi ampicilin 600mg/6
jam setelah itu klien dirawat
inap di ruang Menur Ibu klien mengatakan 1
minggu yang lalu hari minggu
tanggal 14 mei 2017 klien
badannya panas disertai
batuk, pilek, muntah pada
saat di rumah. Kemudian
klien dibawa ke puskesmas
daerah tetapi tdak sembuh
dan akhrnya dibawa ke RSUP
Klaten pada tanggal 21 mei
2017 jam 18.00 WIB lalu
masuk IGD hasil pemeriksaan
suhu : 38,6 o C, N: 104x/menit,
RR: 24x/menit dan
mendapatkan terapi cairan
infus d51/2 Ns 12 tpm, injeksi
obat paracetamol 160mg,
injeksi ondancentron
2mg/8jam dan klien
disarankan rawat inap di
ruang Menur.
Riwayat Kehamilan dan
kelahiran :
Prenatal
1. Jumlah gravida G0P2A0,
tanggal lahir 11
November 2010.
2. Usia gestasi saat lahir 36
minggu. Hpl awal
November 2010
3. Kesehatan saat ibu hamil
: ibu pasien mengatakan
selama masa kehamilan
tidak ada keluhan bayi
dan ibu sehat.
39
2. Riwayat Penyakit
Intra natal Ibu pasien mengatakan
kelahiran nya normal dan
lahir di tempat bidan. Ibu pasien mengatakan
kelahirannya normal, dan
lahir ditempat bidan.
Paska natal 1. Berat badan : 3500 gram
2. Panjang badan : -
3. Kondisi kesehatan : bayi
sehat dan normal
4. Kelainan bawaan : ibu
pasien mengatakan tidak
ada kelainan bawaan. 1. Berat badan bayi : 3000
gram
2. Panjang badan : -
3. Kondisi kesehatan : bayi
sehat dan normal
4. Kelainan bawaan : ibu
pasien mengatakan tidak
ada kelainan bawaan.
Riwayat penyakit sebelumnya Ibu pasien mengatakan An.M
waktu kecil umur 4 tahun
sakit muntaber Ibu pasien mengatakan An.A
waktu kecil umur 2 tahun
sakit muntaber
Pernah dirawat di rumah sakit Ibu pasien mengatakan An .
M sebelumnya pernah dirawat
di rumah sakit dengan
penyakit muntaber Ibu pasien mengatakan An.
A sebelumya pernah opname
atau dirawat di rumah sakit
karena muntaber
Obat-obatan yang digunakan Ibu pasien mengatakan An. M
tidak konsumsi obat-obat
terlarang Ibu pasien mengatakan An.
A tidak mengkonsumsi obat-
obat terlarang.
Tindakan operasi Ibu pasien mengatakan An.M
belum pernah dilakukan
tindakan operasi. Ibu pasien mengatakan An.A
belum pernah dilakukan
tindakan operasi
Alergi Ibu mengatakan An. M tidak
mempunyai alergi obat atau
makanan. Ibu pasien mengatakan An.
Atidak mempunyai alergi
obat tetapi alergi telur puyuh
dan akan gatal di seluruh
tubuh.
Kecelakaan Ibu pasien mengatakan An. M
belum pernah mengalami
kecelakaan. Ibu pasien mengatakan An.A
belum pernah mengalami
kecelakaan.
Imunisasi Ibu pasien mengatakan An. M
waktu kecil sudah diberikan
imunisasi lengkap.
40
top related