aud aud?...aud? di bawah ini diuraikan mengenai ciri-ciri pembelajaran yang sesuai untuk aud dan...
Post on 10-Sep-2020
22 Views
Preview:
TRANSCRIPT
57
Selain orangtua di rumah, guru juga memiliki peran penting dalam
mendukung perkembangan emosi sosial dan moral AUD. Meskipun
hanya dua hingga empat jam bertemu dengan AUD, guru dapat
melakukan peran strategis dalam mendukung perkembangan emosi
sosial dan moral AUD. Peran strategis tersebut terwujud dalam
pembelajaran-pembelajaran yang diimplementasikannya. Melalui
implementasi pembelajaran tersebut, guru dapat melakukan treatment
(perlakuan) yang dikhususkan pada anak yang membutuhkan.
Persoalannya, pembelajaran bagaimana yang tepat bagi AUD dan
khususnya dalam upaya mengembangkan emosi sosial dan moral
AUD?
Di bawah ini diuraikan mengenai ciri-ciri pembelajaran yang sesuai
untuk AUD dan secara khusus dalam upaya mengembangkan emosi
sosial dan moral siswa. Selain itu, juga dijelaskan tentang metode
pembelajaran yang tepat dan bagimana mengimplementasikannya.
A. CIRI PEMBELAJARAN UNTUK AUD
Seperti yang sudah dipahami bahwa tidak semua metode selalu
tepat (sesuai) untuk pengembangan emosi sosial dan moral. Oleh
karena itu, guru PAUD perlu memilih dan menggunakan metode
pembelajaran yang tepat sesuai kebutuhan AUD. Di bawah ini
dijelaskan, ciri-ciri pembelajaran yang sesuai untuk mengem-
bangkan emosi sosial dan moral AUD.
Setiap pembelajaran (topik maupun metodenya) perlu disesuaikan
dengan tahap perkembangan anak. Khusus pembelajaran untuk
Strategi Pengembangan Emosi Sosial dan Moral AUD
58
PAUD, memiliki beberapa ciri yang dipenuhi oleh guru, agar tujuan
pembelajaran tersebut dapat tercapai, seperti yang dijelaskan di
bawah ini.
1. Bermain
Khusus bagi AUD, pembelajaran yang dilakukan dalam PAUD
selalu menekankan adanya bermain karena tahap AUD adalah
memang saatnya untuk bermain. Selama bermain AUD dapat
melakukan belajar. Melalui bermain, AUD dapat merasa
senang dan nyaman sehingga lebih betah untuk „menikmatinya‟.
Sebaliknya, jika dalam pembelajaran untuk AUD tanpa
melibatkan unsur bermain, maka anak merasa tidak betah dan
kurang senang sehingga menjadi tidak terkonsentrasi dalam
pembelajaran. Selain itu, aspek kognitif anak belum mampu
untuk memahami materi yang diajarkan guru karena struktur
kognitif anak belum mengalami masa optimalisasi
(kematangan).
Dengan demikian, kegiatan bermain dalam pembelajaran untuk
AUD merupakan keutamaan yang harus dirancang guru. Perlu
dipahami bahwa ada cukup banyak metode bermain yang
dapat dipilih oleh guru.
2. Penggunaan Alat Peraga
Dalam pembelajaran di PAUD, guru perlu menggunakan alat
peraga yang berfungsi untuk mempermudah pemahaman AUD
terhadap materi yang diajarkan. Alat peraga tidah harus
berupa benda yang mahal produksi pabrik tetapi merupakan
benda yang dapat diperoleh di lingkungan sekitar. Guru dapat
membuatu alat peraga yang menarik sebagai APE (alat
permainan edukatif), sehingga hal ini merangsang untuk
meningkatkan daya kreativitas guru.
Pembelajaran untuk Perkembangan Emosi Sosial dan Moral AUD
59
Melalui alat peraga tersebut, AUD menjadi tertarik, dan
terkonsentrasi untuk mengikuti pembelajaran. AUD juga
dimungkinkan bukan hanya mengamati alat peraga tetapi juga
dapat menggunakan (mencoba) alat peraga tersebut, baik
secara individual maupun secara kelompok. Dengan demikian,
hal tersebut mendukung perkembangan pada berbagai aspek
baik kognitif, motorik kasar maupun motorik halus, emosi sosial
dan moralnya.
3. Melibatkan AUD secara Bersama
Ciri lain dari pembelajaran untuk AUD adalah melibatkan AUD
secara bersama. Keterlibatan AUD dalam pembelajaran secara
bersama akan mendukung kemampuan sosialnya, antara lain
supaya AUD mampu saling kerjasama, saling berinteraksi dan
saling memperhatikan. Selain itu, juga memicu keberanian siswa
untuk tampil mengekspresikan diri.
4. AUD Konsisten dalam Aturan
Setiap pembelajaran untuk AUD (berupa permainan) selalu
dirancang dengan menggunakan aturan-aturan yang harus
diikuti oleh AUD. Aturan-aturan tersebut (misalnya berupa
aturan dalam bermain) dijelaskan saat guru mengawali
pembelajaran. Melalui aturan tersebut diharapkan AUD mampu
mengembangkan kemampuan moralnya, melatih disiplin diri,
dan belajar untuk bertanggung jawab.
5. AUD memiliki Tugas dan Peran
Dalam pembelajaran untuk AUD, perlu memberi kesempatan
AUD untuk dapat berperan. AUD yang diberi peran akan
berusaha mengekspreikan (mengaktualisasi) kemampuan dan
Strategi Pengembangan Emosi Sosial dan Moral AUD
60
ide-idenya. Jika diberi peran, AUD merasa dihargai dan akan
menampilkan karakter yang dimilikinya. Selain itu, AUD
berupaya untuk menunjukkan eksistensi dirinya sehingga dapat
mengembangkan kreativitas.
Perlu dipahami bahwa jika diberi kesempatan memilih, ternyata
AUD banyak memilih peran yang tidak mudah diperankan.
Berdasar hasil penelitian Soesilo (2013) pada AUD anak dari
para pemulung di Salatiga menemukan bahwa ketika
plaksanaan sesi “kesibukan lalu lintas jalan raya”, anak-anak
berebut peran menjadi pengendara motor atau polisi. Namun,
ketika diberi peran yang biasa-biasa saja, anak-anak berusaha
untuk memilih peran yang lain; misalnya pilihan peran untuk
menjadi pejalan kaki, ternyata tidak ada yang memilih.
B. JENIS PEMBELAJARAN BERMAIN UNTUK AUD
Pembelajaran terkait dengan pengembangan emosi sosial dan
moral AUD pada umumnya berupa permainan. Namun, di bawah
ini hanya dijelaskan beberapa permainan yang dapat dilakukan
oleh guru, seperti berikut:
1. Permainan Tradisional
a. Pengertian Permainan Tradisional
Permainan tradisional menurut Danandjaja (dalam Bahtiar,
2013; Soesilo 2017) adalah salah satu bentuk permainan
siswa, dimana permainan ini beredar secara lisan diantara
anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional, diwarisi turun
temurun dan mempunyai banyak variasi. Permainan
tradisional menurut Nurlan Kusmaedi (dalam Bahtiar, 2013;
Soesilo, 2017) adalah jenis kegiatan, dimana kegiatan
tersebut memiliki aturan-aturan khusus dan merupakan
cerminan karakter yang berasal dan berakar dari budaya
asli masyarakat Indonesia. Hal ini berarti bahwa permainan
Pembelajaran untuk Perkembangan Emosi Sosial dan Moral AUD
61
tradisional adalah permainan yang beredar ke kelompok-
kelompok daerah secara lisan menjadi berbagai jenis dan
variasi, namun tetap mencerminkan karakter budaya
Indonesia.
Terdapat banyak jenis permainan tradisional baik bersifat
kolektif maupun bersifat individual. Permainan tradisional
yang dibutuhkan dalam pembelajaran AUD terutama yang
melibatkan banyak anak; misalnya „gobak sodor‟, „jamuran‟,
„engklek‟.
b. Fungsi Permainan Tradisional
Fungsi permainan memiliki peran penting dalam
perkembangan siswa pada hampir semua bidang
perkembangan. Menurut Suyanto (dalam Soesilo, 2017),
bidang perkembangan tersebut antara lain:
1) Kemampuan Kognitif
Permainan sangat penting dalam mengembangkan
kemampuan berpikir logis, imajiantif, dan kreatif. Saat
bermain pikiran siswa terbebas dari situasi kehidupan
nyata yang menghambat siswa berpikir abstrak.
2) Kemampuan Sosial
Permainan sedikit demi sedikit akan mengurangi rasa
egosentris siswa dan mengembangkan kemampuan
sosialnya. Pada saat bermain siswa berinteraksi dengan
siswa yang lain, dan interaksi tersebut mengajarkan siswa
cara merespon, memberi, menerima, menolak atau setuju
dengan ide dan perilaku siswa lain.
3) Kemampuan Motorik
Melalui permainan siswa belajar mengontrol gerakannya
menjadi gerakan terkoordinasi. Pada saat bermain siswa
Strategi Pengembangan Emosi Sosial dan Moral AUD
62
berlatih menyesuaikan antara pikiran dan gerakan
menjadi suatu keseimbangan.
4) Kemampuan Afektif
Permainan akan melatih siswa menyadari adanya aturan
dan pentingnya mematuhi aturan. Hal itu merupakan tahap
awal dari perkembangan moral. Permainan memiliki peran
penting bagai tumbuh kembang siswa. Pengalaman
bermain yang menyenangkan bersama siswa lainnya
dengan bahan, benda, dan dukungan orang dewasa
membantu siswa-siswa untuk berkembang secara optimal,
termasuk berkembangnya kemampuan sosial dan
afeksinya.
2. Role Play (Bermain Peran)
a. Pengertian Bermain Peran
Menurut Supriyati (dalam Gunarti 2012), metode bermain
peran adalah melakukan permainan yang memerankan tokoh-
tokoh atau benda-benda sekitarnya sehingga anak dapat
mengembangkan daya khayal (imajinasi) dan penghayatan
terhadap bahan kegiatan yang dilaksanakan. Bermain peran
berarti menjalankan fungsi sebagai orang yang dimainkannya,
misalnya berperan sebagai dokter, guru, dan ibu.
Sedangkan Gilstrap dan Martin (dalam Gunarti 2012)
menyatakan bahwa bermain peran adalah memerankan
karakter/tingkah laku dalam pengulangan kejadian yang
diulang kembali, kejadian masa depan, kejadian masa kini
yang penting, atau situasi imajinatif.
Dengan kegiatan bermain peran, anak membuat keadaan
yang diciptakannya sendiri sambil memperbaiki kesalahan-
kesalahan dan memperkuat harapan-harapannya. Misalnya
anak yang awalnya takut dokter, melalui bermain peran
Pembelajaran untuk Perkembangan Emosi Sosial dan Moral AUD
63
dokter-dokteran berlahan-lahan dia belajar bahwa ketakutan
tidak perlu menjadi karena dokter bukan orang jahat tapi
justru ingin membantu mengobati penyakit. Oleh karena itu,
dalam bermain peran anak juga melakukan uji coba melalui
kegiatan bermain (Erikson, dalam Asmawati, 2011).
Peran diartikan sebagai suatu rangkaian perasaan, ucapan
dan tindakan individu yang ditunjukkan kepada orang lain.
Peran tersebut dipengaruhi oleh persepsi, pengalaman dan
penilaian oleh diri sendiri dan orang lain. Supaya dapat
berperan dengan baik, diperlukan dengan pemahaman
tentang peran sendiri sesuai karakter yang mencakup apa
yang tampak dan tindakan yang tersembunyi dalam
perasaan, persepsi dan sikap.
Bermain peran disebut juga main pura-pura, main khayalan
atau main fantasi. Ketika anak sedang bermain peran, ia
berpura-pura menjadi seseorang atau berbeda dengan
dirinya sendiri. Misalnya berperan menjadi dokter, ayah, ibu,
atau guru. Dengan bemain peran anak belajar memahami dan
mempraktekan kegiatan yang ada dalam kehidupan yang
sebenarnya. Seperti bagaimana peran ibu dalam keluarga
dalam sehari-hari begitupun dengan peran dokter dll.
Tujuan akhir bermain peran adalah belajar bermain dan
bekerja dengan orang lain, sebagai latihan untuk menghadapi
pengalaman di dunia nyata. Sangat penting karena
memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan
berbagai keterampilan. Menurut Asmawati (2011: 10.4)
pentingnya bermain peran pada anak yaitu sebagai berikut:
Mempelajari diri sendiri, keluarganya dan lingkungan
sekitarnya.
Belajar untuk saling berinteraksi dengan orang lain.
Belajar menjawab dan memberikan pertanyaan.
Strategi Pengembangan Emosi Sosial dan Moral AUD
64
Belajar menjawab dan memberikan pertanyaan
Belajar membangun kerja sama
Membangun kemampuan berkosentrasi
Mempelajari keterapilan hidup
Belajar mengatasi rasa takut
Membantu anak mengembangan berbagai macam
aspek perkembangannya.
b. Jenis Bermain Peran
Menurut Erikson (dalam Asmawati, 2011) terdapat 2 jenis
yaitu bermain peran makro dan bermain peran mikro.
1) Bermain peran makro
Bermain peran makro disebut juga main peran besar yakni
berperan menjadi orang lain. Misalnya anak berperan
menjadi guru, polisi, dan dokter. Saat anak berperan
menjadi seseorang atau sesuatu yang lain, maka konsep
(karakter) tentang tokoh yang akan diperankannya
direkam dalam otaknya dan kemudian dituangkannya
dalam perilaku yang dipikirkannya. Alat-alat main peran
makro pada umumnya berukuran besar; seperti macam-
macam pakaian nyata yang menunjukan profesi. Contohnya
berperan sebagai guru maka alat yang digunakan pulpen
dan buku.
2) Bermain peran mikro
Main peran mikro disebut bermain peran kecil jika peran
yang dipikirkan anak diwakilkan pada benda atau sesuatu
yang lain. Misalnya anak mewakilkan peran harimau pada
boneka harimau. Dalam main peran mikro, anak bertindak
seperti seorang dalang yang mengatur peran boneka
tangan. Alat-alat dan bahan main peran mikro berukuran
Pembelajaran untuk Perkembangan Emosi Sosial dan Moral AUD
65
kecil, misalnya rumah-rumahan, boneka-boneka binatang
dan kandangnya.
c. Tahap-Tahap Metode Bermain Peran
Dalam kegiatan bermain peran terdapat beberapa tahapan
yang dirancang oleh guru. Menurut Shaftel (dalam Tauho,
2011), terdapat 9 tahap dalam bermain peran, sebagai
berikut:
a. Menghangatkan suasana dan memotivasi siswa
Dalam tahap ini guru memberikan berbagai motivasi atau
dorongan yang mengarah pada apa yang akan
diperankan anak-anak.
b. Memilih partisipan/peran
Anak dipersiapkan untuk memilih peran sendiri, apa yang
akan ia perankan. Gurupun juga harus memberi bimbingan
kepada anak bagaimana ia memerankan tokoh yang ia
pilih.
c. Menyusun tahap-tahap peran
Guru menyiapkan tahap-tahap apa saja yang harus
dilakukan oleh seorang anak dalam memerankan suatu
tokoh.
d. Menyiapkan pengamat
Guru menyiapkan alat untuk mengamati anak saat
memainkan peran.
e. Pemeranan
Guru mendeskripsikan berbagai watak atau karakter, apa
yang mereka suka, bagaimana mereka merasakan, dan
apa yang harus mereka kerjakan.
Strategi Pengembangan Emosi Sosial dan Moral AUD
66
f. Diskusi dan evaluasi
Guru memberikan kesempatan kepada anak untuk
memberitahukan apakah anak sudah puas dengan
memerankan peran yang sudah dilakukan.
g. Pemeranan ulang
Jika anak tidak puas atau peran yang anak bawakan
dapat diulangi lagi dengan syarat anak dapat memilih
peran yang akan dilaksanakan.
h. Diskusi dan evaluasi tahap dua
Anak diberi kesempatan lagi secara sukarela untuk menjadi
pemeran. Tetapi jika anak tidak mau menyambut tawaran
tersebut, maka guru dapat menunjuk seorang anak yang
pantas dan mampu memerankan posisi tertentu.
i. Pembagi pengalaman dan mengambil kesimpulan
Setelah anak memerankan peran yang dibawakan guru
harus menanyakan kepada anak tentang perasaannya bila
berperan sebagai orang lain. Dan guru dapat
memberitahukan atau menjelaskan lagi kepada anak
tentang peran yang anak lakukan.
Tahap-tahap di atas ini sangat penting untuk memotivasi anak
saat bermain peran. Dalam bermain peran diharapkan anak
mampu menghayati tokoh yang akan diperankannya.
Keberhasilan anak dalam bermain peran dapat
mengembangkan kemampuan komunikasi, dan kemampuan
sosial. Keberhasilan bermain peran dapat dilihat apabila
anak berminat atau tertarik dengan perannya yang telah
diajukan oleh guru ataupun yang dipilih sendiri oleh anak, jika
anak suka dengan perannya maka dengan sendirinya anak
mau melakukannya.
Pembelajaran untuk Perkembangan Emosi Sosial dan Moral AUD
67
3. Pretend Play
a. Pengertian Pretend Play
Menurut Soesilo (2013) pretend play merupakan permainan
yang berguna untuk mengembangkan theory of mind (TOM).
TOM adalah kemampuan anak dalam memahami status
mental diri dan orang lain. Ketika seorang anak mampu
mengembangkan kecerdasan emosinya, yang terdiri dari
pemahaman terhadap diri, disiplin diri, dorongan,
pemahaman terhadap hubungan dengan orang lain dan
kecakapan sosial, maka dapat dikatakan anak telah
memahami diri sendiri dan orang lain.
Selanjutnya Soesilo (2013) juga menyatakan bahwa
pemahaman terhadap diri adalah kemampuan anak dalam
memahami emosi, keinginan dan keyakinan dirinya sendiri.
Disiplin diri adalah kemampuan anak dalam menekan impuls-
impuls negatif, sehingga anak mampu menekannya agar
tidak muncul. Misalnya ketika anak merasa jengkel terhadap
perilaku temannya ketika bermain, maka anak berusaha
untuk tidak merusaknya karena kesadaran tentang reaksi
temannya juga berakibat pada dirinya. Aspek dorongan
nampak ketika anak bermain dengan semangat dan
berkeinginan untuk bermain. Pemahaman terhadap hubungan
dengan orang lain adalah kemampuan anak dalam
memahami tentang perilaku orang lain. Sedangkan
kecakapan sosial adalah kemampuan anak untuk merasa
nyaman dalam berbagai situasi. Semakin lama anak bermain
anak merasa nyaman dengan situasi yang ada.
Melalui pretend play anak juga memahami mental
representations. Dengan kemampuan ini anak akan memahami
bagaimana reaksi orang lain dan apa yang harus dilakukan
untuk mengimbangi reaksi orang lain. Curran (1999)
menyebutkan bahwa dalam bermain pretend play anak akan
Strategi Pengembangan Emosi Sosial dan Moral AUD
68
melihat sebuah rangkaian perilaku yang akan dilakukan dan
melalui rangkaian perilaku tersebutlah anak mengembangkan
peran yang harus dimainkannya. Dalam hal ini nampak
bahwa dengan adanya pergantian peran tersebut, seorang
anak akan melakukan pergantian peran dari yang berkuasa
menjadi anak yang tidak berkuasa dan perubahan posisi ini
akan membantu anak dalam menghayati emosi yang ada.
Contohnya ketika anak melakukan permainan dokter, saat
tertentu anak menjadi seorang dokter dan saat yang lain ia
akan menjadi yang sakit. Ekspresi yang dikeluarkan anak
ketika memainkan hal tersebut membuktikan bahwa anak
telah belajar emosi dan peran yang harus dimainkannya.
Oleh karena itu dalam memainkan permainan pretend play ini
akan menjadi lebih baik dilakukan dalam bermain bersama,
bukannya sendirian (solitary pretend play).
b. Ciri-ciri Pretend Play
Berdasarkan pelaksanaan pretend play selama 5 sesi,
beberapa ciri khas pretend play perlu menjadi perhatian
peneliti (termasuk guru) agar sesi yang dilaksanakan dalam
pretend play dapat berjalan lancar. Ciri-ciri khas pretend play
(Soesilo, 2013) sebagai berikut:
Topik pretend play perlu disesuaikan dengan kondisi
lingkungan anak
Topik yang dipilih dalam pretend play perlu disesuaikan
dengan kondisi lingkungan anak, berupa peristiwa
(fenomena) yang pernah atau sering dijumpai. Jika anak-
anak memainkan peran yang tidak sesuai dengan kondisi
lingkungannya, maka anak-anak agak kesulitan dalam
melakonkannya.
Setiap anak perlu diberi peran sehingga menjadi aktif dan
dapat merasakan perannya.
Pembelajaran untuk Perkembangan Emosi Sosial dan Moral AUD
69
Anak-anak yang diberi peran akan berusaha
mengekspreikan (mengaktualisasi) kemampuan dan ide-
idenya. Selain itu, jika diberi peran, anak-anak merasa
dihargai dan akan menampilkan karakter yang
dimilikinya.
Setiap anak diberi peran yang bersifat menantang.
Jika diberi kesempatan memilih ternyata anak-anak
banyak yang memilih peran yang tidak mudah
diperankan. Misalnya ketika pelaksanaan sesi “kesibukan
lalu lintas jalan raya”, anak-anak berebut peran menjadi
pengendara motor atau polisi. Namun, ketika diberi peran
yang biasa-biasa saja, anak-anak berusaha untuk memilih
peran yang lain; misalnya pilihan peran untuk menjadi
pejalan kaki, ternyata tidak ada yang memilih.
Memberi fleksibilitas terhadap imajinasi, pemikiran atau
ide anak-anak selama permainan berlangsung
Sebelum pretend play dilaksanakan, peneliti menyusun
skenario sesuai topic yang telah ditentukan. Isi skenario
dijelaskan pada tahap penjelasan sehingga anak-anak
memahami masing-masing perannya yang dipilihnya.
Ketika tahap pelaksanaan berlangsung, anak-anak diberi
fleksibilitas melakonkan perannya sesuai dengan imajinasi
atau keinginannya. Melalui „improvisasi‟ peran tersebut,
manampakkan pula kemampuan kreativitas masing-masing
anak. Kondisi ini membuat anak-anak merasa senang dan
nyaman untuk melakonkan perannya selanjutnya.
Setiap sesi mengikuti 5 tahap berupa tahap penjelasan,
persiapan, pelaksanaan, refleksi dan tahap evaluasi.
Sesuai penjelasan di atas, tahap dalam penerapan model
pretend play perlu mengikuti 5 tahap yakni tahap
Strategi Pengembangan Emosi Sosial dan Moral AUD
70
penjelasan, persiapan, pelaksanaan, refleksi dan tahap
evaluasi.
Anak-anak harus disiapkan secara mental (penjelasan dan
pembagian peran) maupun fisik (penyediaan sarana
prasarana permainan, akomodasi)
Keterlibatan anak-anak akan menjadi optimal jika anak-
anak sejak awal (tahap penjelasan) disiapkan secara
mental, dan dijelaskan pula mengenai perannya selama
pretend play diimplementasikan. Selain itu, sarana dan
prasarana pendukung berjalannya skenario sesuai topik
yang ditentukan harus telah disediakan. Tim pembimbing
atau peneliti juga harus menyediakan akomodasi (ruang
istirahat, makan/snack dan minum) sesuai kebutuhan,
karena selama permainan berlangsung anak-anak juga
mengeluarkan banyak energi.
Perlu pembimbing yang berkarakter
Anak-anak akan menampakkan sikap dan perilaku yang
berkarakter jika para pembimbing juga memiliki sikap dan
perilaku berkarakter yang dapat diteladani oleh anak-
anak itu sendiri. Oleh karena itu, sejak berhubungan
dengan anak-anak, sikap dan perilaku pembimbing harus
menunjukkan berkarakter juga.
Penyediaan Instrumen untuk Pengumpulan Data
Data tentang sikap dan perilaku yang berkarakter selama
menerapkan model pretend play ini dikumpulkan dengan
menggunakan instrument berupa panduan observasi dan
cek list. Selain itu, pengumpulan data tentang pendapat
atau respon anak-anak mengenai sikap dan perilaku diri
maupun teman lainnya dilakukan melalui panduan
wawancara, yang dilaksanakan selama tahap refleksi.
top related