bab 1-lampiran ok.pdf
Post on 24-Jan-2016
36 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu upaya pemerintah dalam mengendalikan jumlah penduduk
adalah dengan melaksanakan program Keluarga Berencana (KB) bagi Pasangan
Usia Subur (PUS). Selain mengendalikan jumlah penduduk, program KB juga
bermanfaat untuk mewujudkan akses kesehatan reproduksi bagi semua pada tahun
2015 seperti tercantum dalam Millenium Development Goals (MDGs) 2015
indikator 5b (BKKBN,2011). Perkembangan program Keluarga Berencana (KB)
di Indonesia berjalan pesat. Sudah banyak manfaat yang dirasakan oleh
masyarakat dengan adanya program KB ini. Meskipun program KB telah berhasil
menekan pertumbuhan penduduk, namun tidak selamanya program tersebut
berjalan dengan lancer. Adakalanya pencapaian peserta KB aktif dan peserta KB
baru mengalami peningkatan dan pada saat yang lain mengalami penurunan. Hal
ini kemungkinan disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya
(BKKBN, 2003).
Strategi dari pelaksanaan program KB sendiri seperti tercantum dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2010-2014, salah
satunya adalah meningkatkan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang
(MKJP) seperti Intra Uterine Device (IUD), implant dan sterilisasi. Target RPJM
2010-2014 dalam peningkatan pencapaian peserta KB aktif MKJP sebesar 25,9%
dan pencapaian peserta KB baru MKJP sebesar 12,9% (BKKBN, 2011).
IUD adalah metode kontrasepsi jangka panjang yang digunakan 150 juta
wanita di dunia untuk membatasi dan mengontrol kehamilan. Namun, IUD tidak
biasa digunakan di Amerika Serikat. Kurang dari 3% wanita Amerika yang
menggunakan IUD. Hal yang sama terjadi pada tahun 2002 di mana hanya 0,1%
wanita di Amerika Serikat yang menggunakan IUD. Beberapa penelitian di
Amerika menunjukkan bahwa hal ini terjadi karena rendahnya pengetahuan
mengenai IUD. Masyarakat kota di Amerika melaporkan kurangnya pembahasan
dan informasi mengenai IUD dari penyedia layanan kesehatan, media dan jaringan
informasi sehingga menyebabkan rendahnya pemakaian IUD (Diaz, 2011).
2
IUD telah digunakan sekitar 23% (162 juta wanita) akseptor dari semua
jenis KB di Vietnam pada tahun 2007, menjadikan IUD sebagai metode
kontrasepsi terbanyak dipilih setelah sterilisasi. Penelitian yang dilakukan di tiga
pusat pelayanan kesehatan Vietnam pada tahun 2006-2009 menunjukkan, dari
1316 peserta KB IUD, 12,1% mengalami pencabutan setelah 12 bulan
pemasangan, 19,4% setelah 24 bulan dan 26,9% setelah 36 bulan. Tingkat
pencabutan IUD tertinggi yaitu pada wanita usia tua dan petani. Tingginya tingkat
pencabutan IUD ini diduga akibat ketidakpuasan akseptor dengan pelayanan IUD
yang diberikan oleh pemberi layanan kesehatan di tempat mereka melakukan
pemasangan IUD (Park, 2011).
Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) selama periode
1991-2007, pola penggunaan kontrasepsi di Indonesia masih didominasi oleh
kontrasepsi hormonal dan bersifat jangka pendek. MKJP seperti IUD cenderung
mengalami penurunan, yakni 13,3% (SDKI 1991), 10,3% (SDKI 1997), turun
menjadi 6,2% (SDKI 2002-2003) dan turun lagi menjadi 4,9% (SDKI 2007).
Menurut hasil Mini Survey 2010, pencapaian peserta KB baru MKJP mencapai
sekitar 11,6%, sementara untuk pencapaian prevalensi IUD sekitar 4,7% (BKKBN
2011).
Pencapaian peserta KB baru di Provinsi Aceh bulan Desember 2011
diketahui sebanyak 15.289 akseptor, di mana peserta KB baru untuk kontrasepsi
IUD sebanyak 366 akseptor atau sekitar 2,39% dari total pemakaian alat
kontrasepsi, sedangkan jumlah peserta KB lama yang telah mengalami
pencabutan IUD sampai dengan bulan Desember 2011 dengan berbagai alasan
meliputi: 1) oleh Klinik Keluarga Berencana (KKB) sebanyak 360 akseptor; 2)
oleh Dokter Praktek Swasta (DPS) sebanyak 4 akseptor; 3) oleh Bidan Praktek
Swasta (BPS) sebanyak 168 akseptor, dengan jumlah seluruhnya adalah 532
akseptor (BKKBN, 2011).
Data dari Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh didapatkan bahwa jumlah
akseptor KB pada tahun 2011 sebanyak 5650 akseptor, di mana akseptor KB
untuk kontrasepsi IUD sebanyak 973 orang atau sekitar 17,22% dari seluruh
akseptor KB. Dengan jumlah ini IUD menjadi alat kontrasepsi pilihan ketiga
terbanyak setelah KB pil dan suntik oleh akseptor di Puskesmas Kuta Alam Banda
3
Aceh, dengan jumlah peminat jenis alat kontrasepsi lainnya, seperti KB suntik
sebanyak 1631 orang (28,87%), KB pil 2082 orang (36,85%), kondom 689 orang
(12,19%), implan sebanyak 140 orang (2,48%), MOW 131 orang (2,31%) dan
MOP 3 orang (0,05%).
Tingkat pemakaian kontrasepsi IUD dipengaruhi oleh beberapa faktor, di
antaranya pengetahuan, sikap, dukungan suami, umur akseptor, konseling dan
penyuluhan, adanya efek samping pemakaian serta fasilitas pelayanan KB
(Hartanto, 2007). Sedangkan menurut Maryatun (2009) beberapa faktor yang
mempengaruhi penggunaan IUD adalah umur, paritas, pendapatan, pendidikan,
pengaruh nilai anak, pengaruh pelayanan (akses, kualitas pelayanan dan image/
penerimaan KB). Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui hubungan
pengetahuan, pendidikan dan akseptabilitas dengan pemakaian IUD di Puskesmas
Kuta Alam Banda Aceh.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk mengetahui
apakah terdapat hubungan pengetahuan, pendidikan dan akseptabilitas dengan
pemakaian IUD di Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan pemakaian IUD di Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
a. Mengetahui distribusi frekuensi akseptor KB yang menggunakan kontrasepsi
IUD.
b. Mengetahui hubungan pengetahuan akseptor dengan pemakaian kontrasepsi
IUD di Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh.
c. Mengetahui hubungan pendidikan akseptor dengan pemakaian kontrasepsi
IUD di Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh.
4
d. Mengetahui hubungan akseptabilitas akseptor dengan pemakaian kontrasepsi
IUD di Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi instansi terkait
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi instansi terkait dalam memberikan
informasi mengenai kontrasepsi kepada masyarakat sehingga dapat menambah
pengetahuan masyarakat.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi instansi terkait dalam memberikan
informasi mengenai kontrasepsi kepada masyarakat sehingga dapat menambah
minat masyarakat untuk menggunakan kontrasepsi, khususnya IUD.
1.4.2 Bagi ilmu pengetahuan
Diharapkan dapat berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan di masa
mendatang dan peneliti-peneliti lain yang ingin meneliti dalam bidang ini lebih
lanjut.
1.5 Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara pengetahuan akseptor dengan pemakaian IUD di
Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh.
2. Ada hubungan antara pendidikan akseptor dengan pemakaian IUD di
Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh.
3. Ada hubungan antara akseptabilitas akseptor dengan pemakaian IUD di
Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh.
5
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keluarga Berencana
Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organization) adalah
tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk: 1)
menghindari kelahiran yang tidak diinginkan; 2) mendapatkan kelahiran yang
diinginkan; 3) mengatur interval di antara kelahiran; 4) mengontrol waktu saat
kelahiran dalam hubungan dengan umur suami dan istri; 5) menentukan jumlah
anak dalam keluarga (Hartanto, 2004). Keluarga berencana adalah upaya
peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia
perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan
kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera
(Juliantoro, 2000).
Sasaran utama dari pelayanan KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS).
Pelayanan KB diberikan di berbagai unit pelayanan, baik oleh pemerintah maupun
swasta, dari tingkat desa hingga tingkat kota dengan kompetensi yang sangat
bervariasi. Pemberi layanan KB antara lain adalah Rumah Sakit, Puskesmas,
dokter praktek swasta, bidan praktek swasta dan bidan desa (Depkes, 2001).
2.2 Kontrasepsi
Kontrasepsi ialah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan.
Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen, yang
bersifat permanen dinamakan pada wanita tubektomi dan pada pria vasektomi
(Wiknjosastro, 2008).
Sampai sekarang cara kontrasepsi yang ideal belum ada. Kontrasepsi ideal
itu harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1) dapat dipercaya; 2) tidak
menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan; 3) daya kerjanya dapat diatur
menurut kebutuhan; 4) tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus;
5) tidak memerlukan motivasi terus-menerus; 6) mudah pelaksanaannya; 7) murah
harganya, sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat; 8) dapat
diterima penggunaannya oleh pasangan yang bersangkutan (Wiknjosastro, 2008).
6
Menurut Wiknjosastro (2008), efektivitas (daya guna) suatu cara
kontrasepsi dapat dinilai pada 2 tingkat yakni:
1. Daya guna teoritis (theoretical effectiveness) yaitu kemampuan suatu cara
kontrasepsi untuk mengurangi terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan,
apabila cara tersebut diberikan secara terus-menerus dan sesuai dengan
petunjuk yang diberikan.
2. Daya guna pemakaian (use effectiveness) yaitu kemampuan suatu cara
kontrasepsi dalam keadaan sehari-hari di mana pemakaiannya dipengaruhi
oleh faktor-faktor seperti pemakai tidak hati-hati, kurang taat pada peraturan
dan sebagainya.
2.3 Intra Uterine Device
2.3.1 Definisi
IUD adalah alat kontrasepsi yang terbuat dari plastik disertai barium sulfat
(agar terlihat melalui alat sinar X atau sonografi) dan mengandung tembaga (Cu T
380A ParaGard produksi Ortho), progesterone (Progesterone T Progestasert
System produksi Alza Corporation) atau levonorgestrel (Mirena produksi Berlex).
Alat ini dimasukkan ke dalam ruang endometrium melalui kanalis servikalis serta
memiliki ujung monofilamen nilon yang membentang dari serviks ke vagina. IUD
bekerja terutama dengan mencegah sperma membuahi ovum. IUD ini bekerja
dengan menciptakan infeksi lokal dan meningkatkan cairan dalam tuba dan uterus
yang dapat mengganggu transportasi sperma maupun ovum. Selain itu, Mirena
dan Progestasert mempertebal mucus serviks serta mengganggu aktivitas
endometrium sehingga menghambat gerakan sperma (Morgan, 2009).
2.3.2 Jenis-Jenis IUD
Sampai sekarang telah terdapat berpuluh-puluh jenis IUD. IUD dapat
dibagi dalam bentuk yang terbuka linear dan bentuk tertutup sebagai cincin. Yang
termasuk dalam golongan bentuk terbuka dan linear antara lain adalah Lippes
Loop, Salf-T-coil, Multiload 250, Cu-7, Cu-T, Cu-T380A, Spring coil, Margulies
spiral, dan lain-lain; sedang yang termasuk dalam golongan bentuk tertutup
dengan bentuk dasar cincin antara lain adalah Ota ring, Antigon F, Ragab ring,
7
cincin gravenberg, cincin Hall-Stone, Birnbeg bow, dan lain-lain (Wiknjosastro,
2008).
Menurut Bari (2003), jenis-jenis dari IUD adalah:
1. IUD CuT-380A: kerangka dari plastik yang fleksibel, berbentuk huruf T
diselubungi oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga (Cu), tersedia di
Indonesia dan terdapat dimana-mana. IUD tipe Cu-T380A efektif paling lama
10 tahun, masa haid dapat menjadi lebih panjang dan banyak terutama pada
bulan-bulan pertama pemakaian dan akseptor mengalami sedikit
ketidaknyamanan setelah IUD dipasang.
2. IUD Nova T (Schering): IUD berbentuk seperti huruf T, ukurannya kecil
antara 3-4 cm, terbuat dari bahan plastik lentur dan dililiti oleh kawat halus
yang terbuat dari bahan tembaga. Terdapat benang halus pada ujung bawahnya
yang berfungsi sebagai alat kontrol atau indikator keberadaan IUD di dalam
rahim. Efektifitas IUD ini tergolong baik, hampir mendekati 99,4% dalam
mencegah kehamilan. IUD dipasang di dalam rahim untuk jangka waktu yang
cukup lama, antara 8-10 tahun.
3. IUD dengan progestin: jenis IUD yang mengandung hormone steroid adalah
Prigestase (mengandung progesteron) dan Mirena (mengandung
levonorgestrel). IUD ini sangat efektif yaitu 0,5-1 kehamilan per 100
perempuan selama satu tahun penggunaan.
2.3.3 Efektifitas
Sebagai kontrasepsi, IUD memiliki efektifitas yang tinggi yaitu berkisar
97-99%. Tipe Paragard dapat dipakai sampai 10 tahun, Mirena dapat dipakai
sampai 5 tahun dan tipe Progestasert dapat dipakai sampai 1 tahun (Morgan,
2009). Menurut Hartanto (2004), efektifitas dari IUD dinyatakan dalam angka
kontinuitas yaitu berapa lama IUD tetap tinggal tanpa ekspulsi spontan, tanpa
terjadinya kehamilan atau tanpa pengeluaran karena alasan medis ataupun pribadi.
Angka kegagalan IUD pada umumnya adalah 1-3 kehamilan per 100 wanita per
tahun.
8
2.3.4 Mekanisme Kerja IUD
Sampai sekarang mekanisme kerja IUD belum diketahui dengan pasti.
Kini pendapat yang terbanyak ialah bahwa IUD dalam kavum uteri menimbulkan
reaksi peradangan endometrium yang disertai dengan sebukan leukosit yang dapat
menghancurkan blastokista atau sperma. Pada pemeriksaan cairan uterus pada
pemakai IUD, sering kali dijumpai pula sel-sel makrofag (fagosit) yang
mengandung spermatozoa. IUD bioaktif, mekanisme kerjanya selain
menimbulkan peradangan seperti pada IUD biasa, juga oleh karena ion logam atau
bahan lain yang terlarut dalam IUD mempunyai pengaruh terhadap sperma.
Menurut penyelidikan, ion logam yang paling efektif adalah ion logam tembaga
(Cu); pengaruh IUD bioaktif dengan berkurangnya konsentrasi logam makin lama
makin berkurang (Wiknjosastro, 2008).
Cara kerja IUD menurut Saifuddin (2006) adalah: (1) menghambat
kemampuan sperma untuk masuk ke tuba fallopi; (2) mempengaruhi fertilisasi
sebelum ovum mencapai kavum uteri; (3) IUD bekerja terutama mencegah
sperma dan ovum bertemu, walaupun IUD membuat sperma sulit masuk ke dalam
alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi;
(4) memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus.
2.3.5 Keuntungan IUD
IUD mempunyai keunggulan terhadap cara kontrasepsi yang lain karena:
1) umumnya hanya memerlukan satu kali pemasangan dan dengan demikian satu
kali motivasi; 2) tidak menimbulkan efek sistemik; 3) ekonomis dan cocok untuk
penggunaan secara massal; 4) efektivitas cukup tinggi; 5) reversibel; 6)
merupakan metode yang relatif bebas perawatan (Wiknjosastro, 2008).
2.3.6 Kerugian IUD
Ada beberapa kerugian/ efek samping dari penggunaan metode kontrasepsi
IUD, di antaranya: 1) perdarahan; 2) rasa nyeri dan kejang perut (menurun seiring
waktu); 3) gangguan pada suami; 4) ekspulsi (pengeluaran sendiri, terutama
selama 6 bulan pertama penggunaan) (Winknjosastro, 2008). Beberapa
komplikasi akibat pemakaian IUD adalah: 1) infeksi (risiko lebih tinggi terinfeksi
9
HIV); 2) perforasi atau perlekatan uterus; 3) peningkatan resiko penyakit radang
panggul (PRP) (Morgan, 2009).
2.3.7 Indikasi Pemakaian IUD
Beberapa indikasi pemakaian kontrasepsi IUD adalah: 1) wanita yang
telah mempunyai anak hidup satu atau lebih; 2) ingin menjarangkan kehamilan; 3)
sudah cukup anak hidup, tidak mau hamil lagi, namun takut atau menolak cara
permanen (kontrasepsi mantap), biasanya dipasang IUD yang efeknya lama; 4)
tidak boleh atau tidak cocok memakai alat kontrasepsi hormonal (mengidap
penyakit jantung, hipertensi, hati); 5) berusia diatas 35 tahun di mana kontrasepsi
hormonal dapat kurang menguntungkan (Meilani, 2010).
2.3.8 Kontraindikasi Pemakaian IUD
Kontraindikasi untuk pemasangan IUD dapat dibagi atas dua golongan
yaitu kontraindikasi yang relatif dan kontraindikasi yang mutlak. Yang termasuk
ke dalam kontraindikasi relatif ialah: 1) nulipara; 2) memiliki banyak pasangan
seksual atau kecenderungan yang kuat bahwa wanita tersebut akan memiliki
banyak pasangan selama memakai IUD; 3) mioma uteri dengan adanya perubahan
bentuk pada uterus; 4) insufisiensi serviks uteri; 5) uterus dengan parut pada
dindingnya, seperti pada bekas seksio sesarea, enukleasi mioma dan sebagainya;
6) kelainan yang jinak pada serviks uteri, seperti erosio porsiones uteri. Termasuk
kontraindikasi mutlak ialah: 1) kehamilan; 2) adanya infeksi yang aktif pada
traktus genitalis; 3) adanya tumor ganas pada traktus genitalis; 4) adanya
metroragia yang belum disembuhkan; 5) pasangan yang tidak lestari/ wanita yang
sering berganti pasangan (Wiknjosastro, 2008).
2.3.9 Pemasangan IUD
Menurut Winkjosastro (2008), IUD dapat dipasang dalam keadaan berikut:
1. Sewaktu haid sedang berlangsung, namun faktor-faktor berikut ini perlu
dipertimbangkan saat pemasangan IUD: 1) infeksi dan laju ekspulsi lebih
tinggi bila IUD dipasang saat menstruasi; 2) serviks berdilatasi pada siklus
pertengahan sama saat menstruasi sehingga IUD dapat dipasang semudah
10
waktu siklus pertengahan, namun dengan laju infeksi dan ekspulsi yang lebih
rendah; 3) pemasangan setelah hari ke-18 siklus dapat berakibat lebih nyeri
dan perdarahan singkat. Bila pasien bersenggama tanpa alat kontrasepsi sejak
hari menstruasi terakhir atau sejak pelahiran, maka harus diperiksa adanya
kehamilan.
2. Sewaktu postpartum, segera setelah melahirkan, dalam 48 jam pertama atau
setelah 4 minggu pasca persalinan. Setelah enam bulan bila menggunakan
metode amenorea laktasi (MAL).
3. Selama 1-5 hari setelah senggama yang tidak dilindungi
4. Sewaktu postabortum, setelah mengalami abortus (segera atau dalam waktu 7
hari) bila tidak ditemukan gejala infeksi.
5. Beberapa hari setelah haid terakhir
Menurut Morgan (2009), prosedur berikut ini perlu dipatuhi saat
memasang IUD:
1. Ingatkan pasien untuk bergerak perlahan dan hati-hati saat pemasangan IUD.
Bacalah selalu aturan pakai untuk IUD khusus yang Anda pasang.
2. Setengah jam sebelum pemasangan, pertimbangkan untuk memberi inhibitor
prostaglandin, seperti ibuprofen untuk mengatasi ketidaknyamanan.
3. Jelaskan prosedur untuk membantu pasien relaks.
4. Perlihatkan dan jelaskan tentang IUD.
5. Lakukan pemeriksaan bimanual untuk memastikan posisi uterus. Perforasi
paling sering terjadi pada uterus yang berada dalam keadaan retrofleksi yang
tidak terdiagnosis sebelum IUD dipasang.
6. Perlihatkan serviks dan bersihkan serviks dengan larutan antiseptik, misalnya
larutan yodium 1:2500. Bila yodium tersedia dalam bentuk larutan, lakukan
uji alergi terhadap yodium.
7. Pertimbangkan pemberian injeksi anestesia lokal interserviks pada proses
pemasangan atau gunakan Hurricaine Spray.
8. Genggam bibir anterior serviks dengan tenakulum, kira-kira 1,5-2 cm dari
tulang jika uterus dalam keadaan anteversi. Bila posisi uterus retroversi,
genggam bagian posterior serviks. Penggunaan tenakulum tidak selalu
diperlukan, namun umumnya direkomendasikan.
11
9. Pasang sonde uterus perlahan dan hati-hati. Letakkan kapas pada serviks saat
sonde dipasang. Angkat sonde dan kapas pada waktu yang sama. Tindakan
dapat memfasilitasi pengukuran tinggi uterus sampai 0,25 cm.
10. Pasang IUD ke dalam barel penginsersi dengan teknik steril.
11. Lakukan traksi lembut pada tenakulum dan masukkan barel penginsersi ke
dalam kanalis serviks sampai ke fundus.
12. Masukkan IUD ke dalam rongga tersebut sesuai instruksi IUD.
13. Pada kelompok wanita yang tidak hamil selama beberapa tahun, perlu
diberikan kewaspadaan mengenai latihan prosedur. Mereka lebih cenderung
mengalami serangan vasovagal dan nyeri pasca pemasangan. Masalah ini juga
umum terjadi pada wanita yang sedang cemas atau mereka yang memiliki
kanalis servikalis yang sempit, ruang uterus yang kecil, lambung dalam
keadaan kosong atau riwayat pingsan.
14. Bila menggunakan IUD yang bertali, jepit tali tersebut. Biarkan menjuntai
sekitar 5 cm. Hal ini memungkinkan untuk memotongnya pada waktu nanti.
Pastikan untuk selalu mencatat panjang tali pada catatan pasien.
15. Biarkan pasien merasakan sendiri tali IUD tersebut sebelum meninggalkan
ruang pemeriksaan. Pasien perlu pula diingatkan untuk merasakan IUD sendiri
setiap masa setelah menstruasi
Prinsip pemasangan adalah menempatkan IUD setinggi mungkin dalam
rongga rahim (cavum uteri). Saat pemasangan yang paling baik ialah pada waktu
serviks masih terbuka dan rahim dalam keadaan lunak. Misalnya 40 hari setelah
bersalin dan pada akhir haid. Pemasangan IUD dapat dilakukan oleh dokter atau
bidan yang telah dilatih secara khusus. Pemeriksaan secara berkala harus
dilakukan setelah pemasangan satu minggu, lalu setiap bulan selama tiga bulan
berikutnya. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan setiap enam bulan sekali
(Saifuddin, 2007).
2.3.10 Teknik pelepasan IUD
Mengeluarkan IUD biasanya dilakukan dengan jalan menarik benang IUD
yang keluar dari ostium uteri eksternum dengan dua jari, dengan pinset atau
dengan cunam. Kadang-kadang benang IUD tidak tampak di ostium uteri
12
eksternum. Tidak terlihatnya benang IUD ini dapat disebabkan oleh 1) akseptor
menjadi hamil; 2) perforasi uterus; 3) ekspulsi yang tidak disadari oleh akseptor;
4) perubahan letak IUD sehingga benang IUD tertarik ke dalam rongga uterus,
seperti pada mioma uterus (Wiknjosastro, 2008).
Menurut Morgan (2009), prosedur pelepasan IUD adalah sebagai berikut:
1. Hindari putusnya tali dengan cara menarik secara mantap dan perlahan serta
lepaskan IUD secara perlahan. Bila IUD tidak mudah dikeluarkan, lakukan
sonde uterus dan secara perlahan putar sonde 90 derajat.
2. Bila dengan penarikan lembut IUD tidak lepas, konsultasikan untuk tindakan
dilatasi dan kuretase.
3. Pelepasan IUD selama menstruasi sedikit lebih mudah.
2.4 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemakaian IUD
2.4.1 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui
pancaindera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman, juga dapat diperoleh
dari informasi yang disampaikan orang lain, didapat dari buku, surat kabar, atau
media massa, elektronik. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan
dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun melalui pengalaman orang
lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan, baik secara individu
maupun kelompok, untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang bertujuan
untuk meningkatkan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal (Notoatmodjo, 2007).
Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang
mengadopsi perilaku baru, dari diri seseorang tersebut terjadi proses berurutan
yaitu :
13
1. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus tersebut, di sini sikap subjek mulai
timbul.
3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya.
4. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa
yang dikehendaki oleh stimulus.
5. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Ada beberapa kemungkinan kurang berhasilnya program KB, di antaranya
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu dan faktor pendukung lainnya. Untuk
mempunyai sikap yang positif tentang KB diperlukan pengetahuan yang baik
maka kepatuhan dalam melaksanakan program KB akan meningkat dan
sebaliknya bila pengetahuan kurang maka kepatuhan menjalani program KB
berkurang (Maryatun, 2009).
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa rendahnya pemakaian
kontrasepsi IUD dikarenakan ketidaktahuan akseptor tentang kelebihan metode
tersebut. Ketidaktahuan akseptor tentang kelebihan metode kontrasepsi IUD
disebabkan informasi yang disampaikan petugas pelayanan KB kurang lengkap
(Bessinger, 2001). Informasi tentang kontrasepsi IUD sangat dibutuhkan bagi
akseptor KB. Informasi merupakan suatu bagian dari pelayanan KB yang sangat
berpengaruh bagi calon akseptor maupun akseptor pengguna untuk mengetahui
apakah kontrasepsi yang dipilih telah sesuai dengan kondisi kesehatan dan sesuai
dengan tujuan akseptor dalam memakai kontrasepsi tersebut. Informasi sangat
menentukan pemilihan alat kontrasepsi yang akan dipakai, sehingga informasi
yang lengkap mengenai kontrasepsi sangat diperlukan guna memutuskan pilihan
metode kontrasepsi yang akan dipakai (Katz, 2001).
2.4.2 Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu proses menolong dan memajukan
pertumbuhan serta perkembangan seseorang individu dengan aspek jasmani, akal,
14
emosional, seni dan moral (Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan Undang-Undang
No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tingkat pendidikan dibagi
menjadi:
1. Dasar (SD/SLTP atau sederajat)
2. Menengah (SLTA atau sederajat)
3. Tinggi (DIII/S1)
Tingkat pendidikan masyarakat di Indonesia terutama di pedesaan sangat
rendah bahkan masih banyak yang buta huruf. Dengan keadaan ini, mereka akan
sulit untuk mengikuti petunjuk-petunjuk dari penyuluhan kesehatan apabila cara
penyampaiannya tidak disesuaikan dengan keadaan tingkat pendidikan. Selain itu,
tidak dimengertinya bahasa yang digunakan oleh petugas dapat menghambat
komunikasi antara mereka dan semua ini dapat mempengaruhi perilaku hidup
sehat. Pendidikan dapat mencakup pendidikan formal, pelatihan dan penyuluhan.
Tingkat pendidikan yang diperoleh seseorang dari bangku sekolah formal dapat
mempengaruhi pengetahuan seseorang. Makin tinggi tingkat pendidikan
seseorang makin tinggi pula pengetahuannya tentang kesehatan (Notoatmodjo,
2007).
Pembangunan yang diselenggarakan setiap negara telah dapat
meningkatkan pendidikan warga negara sehingga lebih mampu menerima arus
informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dalam bidang kesehatan
bahkan terjadi pertukaran kebudayaan antarbangsa. Melalui pendidikan lebih
mudah dapat menjabarkan dan makin mudah diterima berbagai informasi
sehingga terjadilah berbagai perubahan dalam masyarakat, di antaranya: (1)
perubahan perilaku seksual; (2) gerakan keluarga berencana makin diterima; (3)
usia harapan hidup makin panjang; (4) masyarakat berhak ikut serta menentukan
pelayanan perawatan terhadap dirinya (Manuaba, 2001).
Pendidikan mendorong masyarakat untuk menyadari bahwa pengendalian
susunan dan jumlah keturunan dapat meningkatkan kesejahteraan sehingga lebih
mampu menumbuhkan kualitas sumber daya manusia (Manuaba, 2001). Tingkat
pendidikan juga berpengaruh terhadap keinginan individu dan pasangan untuk
menentukan jumlah anak. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa tingkat
pendidikan berpengaruh terhadap peningkatan penggunaan alat kontrasepsi.
15
Penelitian di Kenya menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan tinggi
secara signifikan berpeluang lebih tinggi menggunakan alat kontrasepsi IUD dan
implan dibandingkan dengan responden yang berpendidikan rendah, sedangkan
responden yang tidak sekolah mempunyai peluang yang sangat kecil untuk
menggunakan metode kontrasepsi IUD (Magadi, 2003).
2.4.3 Akseptabilitas
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap bukan merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, akan tetapi sikap merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap
merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai
suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2007).
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni ( Notoatmodjo, 2007):
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek), mengakui (apa yang diterima) dalam hal ini berupa
perlakuan, sikap terhadap objek.
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk
menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Lepas
pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang
lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga, misalnya
seorang mengajak ibu yang lain (tetangga, saudaranya, dsb) untuk menimbang
anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah tif terhadap gizi
anak.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau
menjadi akseptor KB, meskipun mendapatkan tantangan orang tuanya sendiri.
16
Dilihat dari jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar, upaya untuk
lebih meningkatkan penerimaan keluarga berencana masih dapat digalakkan.
Sebagai bukti, masih banyak kehamilan terjadi, yang sebenarnya tidak diinginkan,
tetapi masyarakat belum mempergunakan salah satu metode KB efektif
(Manuaba, 2001). Tidak ada alat kontrasepsi yang sempurna jika kita
mempertimbangkan efek samping maupun keefektifannya. Semua alat kontrasepsi
mempunyai keuntungan dan kerugian yang harus dipadukan secara cermat dengan
keadaan akseptor. Karena itu perlu penentuan yang cermat bagi masing-masing
individu untuk menghindari efek samping yang tidak diinginkan dan untuk
mengoptimalkan penerimaan akseptor (Benson, 2008).
Banyak perempuan mengalami kesulitan di dalam menentukan pilihan
jenis kontrasepsi. Hal ini tidak hanya karena terbatasnya metode yang tersedia,
tetapi juga oleh ketidaktahuan mereka tentang persyaratan dan keamanan metode
kontrasepsi tersebut. Berbagai faktor harus dipertimbangkan, termasuk status
kesehatan, efek samping potensial, konsekuensi kegagalan atau kehamilan yang
tidak diinginkan, besar keluarga yang direncanakan, persetujuan pasangan, bahkan
norma budaya lingkungan dan orang tua. Untuk ini semua, konseling merupakan
bagian integral yang sangat penting dalam pelayanan keluarga berencana.
Selanjutnya dengan informasi yang lengkap dan cukup akan memberikan
keleluasaan kepada klien dalam memutuskan untuk memilih kontrasepsi
(Informed Choice) yang akan digunakannya (Saifuddin, 2006).
Akseptor yang informed choice akan lebih baik dalam menggunakan KB,
karena: (Saifuddin, 2006)
1. Informed choice adalah suatu kondisi akseptor/ calon akseptor KB yang
memilih kontrasepsi didasari oleh pengetahuan yang cukup setelah mendapat
informasi yang lengkap melalui konseling.
2. Memberdayakan para klien untuk melakukan informed choice adalah kunci
yang baik menuju pelayanan KB yang berkualitas.
3. Bagi calon peserta KB baru, informed choice merupakan proses memahami
kontrasepsi yang akan dipakai.
17
4. Bagi peserta KB apabila mengalami gangguan efek samping, komplikasi dan
kegagalan tidak terkejut karena sudah mengerti tentang kontrasepsi yang akan
dipilihnya.
5. Bagi peserta KB tidak akan terpengaruh oleh rumor yang timbul di kalangan
masyarakat.
6. Bagi peserta KB apabila mengalami gangguan efek samping, komplikasi akan
cepat berobat ke tempat pelayanan.
7. Bagi peserta KB yang informed choice berarti akan terjaga kelangsungan
pemakaian kontrasepsinya.
Tidak ada satu pun metode kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua
klien, karena masing-masing mempunyai kesesuaian dan kecocokan individual
bagi setiap klien. Namun, secara umum persyaratan metode kontrasepsi ideal
menurut Saifuddin (2006) adalah sebagai berikut:
1. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat bila digunakan.
2. Berdaya guna, dalam arti bila digunakan sesuai dengan aturan akan dapat
mencegah terjadinya kehamilan.
3. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh lingkungan
budaya di masyarakat.
4. Terjangkau harganya oleh masyarakat.
5. Bila metode tersebut dihentikan penggunaannya, klien akan segera kembali
kesuburannya, kecuali untuk kontrasepsi mantap.
Penelitian Katz tahun 2002 menunjukkan bahwa rendahnya pemakaian
metode kontrasepsi jangka lama terutama IUD di El Salvador karena tiga hal:
adanya rumor dan mitos tentang metode kontrasepsi tersebut, tidak cukupnya
perhatian terhadap metode tesebut selama pelayanan keluarga berencana dan tidak
cukupnya jumlah pemberi pelayanan keluarga berencana terhadap metode tersebut
(Katz et al, 2002).
18
2.5 Kerangka Teori
Berdasarkan teori-teori yang telah dibahas sebelumnya, maka kerangka
teoritis dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Skema Landasan Teori
Notoatmodjo, 2007
- Pengetahuan- Pendidikan- Umur- Sikap
Katz, 2002
- Pengetahuan- Pengaruh pelayanan
KB (aksespelayanan, kualitaspelayanan,image/penerimaanKB)
PemakaianIUD
Maryatun, 2009
- Faktor individu dan sosial: umur,paritas, pendidikan, pengetahuan,pendapatan
- Faktor nilai anak dan keinginanmemiliki anak
- Faktor pelayanan kesehatan: akses,pelayanan, penerimaan KB
19
2.6 Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan kerangka hubungan antara variabel dependen
dengan variabel independen yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian
yang akan dilakukan. Berdasarkan hasil penelusuran tinjauan kepustakaan
dimaksud serta tujuan penelitian maka dapat ditemukan beberapa hal yang
berhubungan dengan pemakaian IUD pada akseptor KB.
Variabel Bebas (Independen) Varibel Terikat (dependen)
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Pengetahuan
Pemakaian IUDPendidikan
Dukungan suami
Akseptabilitas
20
BAB IIIMETODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik observasional
dengan rancangan cross sectional survey di mana tujuan peneliti untuk melihat
hubungan pengetahuan, pendidikan dan akseptabilitas terhadap pemakaian IUD.
Cross sectional survey merupakan salah satu bentuk studi observasional yang
paling sering dilakukan mencakup semua penelitian di mana pengumpulan data
dan pengukuran variabel hanya dilakukan satu kali pada satu waktu (Arikunto,
2006).
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2012 sampai dengan Maret
2013.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh akseptor KB yang berkunjung
ke Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh tahun 2012 dan 2013.
3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah akseptor KB yang berkunjung ke
Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh dari bulan November 2012 sampai dengan
Januari 2013.
3.3.3 Kriteria Sampel
Kriteria sampel terdiri dari kriteria inklusi dan eksklusi, yaitu:
1. Kriteria Inklusi
a. Akseptor yang bersedia diwawancarai.
21
b. Akseptor yang bersedia menandatangani lembar persetujuan menjadi
responden.
2. Kriteria Eksklusi
a. Akseptor yang tidak kooperatif
3.3.4 Cara Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara Non Probability Sampling dengan
metode Accidental Sampling yaitu suatu metode pengambilan sampel yang
dilakukan dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau
tersedia pada saat penelitian (Notoatmodjo, 2007).
Setiap penelitian yang datanya akan dianalisis secara statistik dengan
analisis bivariat membutuhkan minimal 30 subjek penelitian. Ukuran sampel
sebesar 30 subjek tersebut merupakan ukuran sampel minimal setelah peneliti
melakukan restriksi terhadap populasi sumber sampel, ini bertujuan agar data
penelitian nantinya dapat diperbandingkan dan dianalisis secara statistik dengan
uji statistik. Tidak ada rumus untuk mendapatkan n=30, karena ukuran sampel
tersebut merupakan rule of thumb (Thabane, 2005 dalam Murti, 2010).
3.4 Definisi Operasional Variabel Penelitian
Untuk memudahkan memahami pengertian dari variabel-variabel dalam
penelitian ini, maka akan dijelaskan dalam definisi operasional sebagai berikut:
3.4.1 Variabel Terikat (Variabel Dependen)
Variabel terikat pada penelitian ini adalah pemakaian IUD. Pemakaian
IUD berarti menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim sebagai metode
kontrasepsi pilihan akseptor; alat ukur yang digunakan adalah kuesioner; cara
ukur melalui wawancara langsung kepada responden dengan panduan kuesioner;
hasil ukur yang digunakan adalah “Ya” jika akseptor sedang memakai IUD
sebagai alat kontrasepsi dan “Tidak” jika akseptor sedang menggunakan alat
kontrasepsi jenis lain, seperti pil, suntik, implan; skala yang digunakan dalam
variabel terikat ini adalah nominal.
3.4.2 Variabel Bebas (Variabel Independen)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah:
22
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari rasa ingin tahu dan ini terjadi setelah
seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Dalam
penelitian ini pengetahuan dimaksudkan sebagai kemampuan responden dalam hal
pemahaman mengenai program KB dan alat kontrasepsi, khususnya IUD; alat
ukur yang digunakan dalam mengukur pengetahuan adalah kuesioner; cara ukur
melalui wawancara langsung kepada responden; hasil ukurnya adalah “Baik” dan
“Kurang”; skala ukur yang digunakan adalah ordinal.
2. Pendidikan
Pendidikan adalah pendidikan formal yang telah dilalui responden; alat
ukur yang digunakan dalam mengukur pendidikan adalah kuesioner; cara ukur
melalui wawancara langsung kepada responden; hasil ukurnya adalah “Tinggi dan
Menengah” dan “Dasar dan Tidak Sekolah”; skala ukur yang digunakan adalah
ordinal.
3. Akseptabilitas
Akseptabilitas adalah penerimaan. Dalam penelitian ini akseptabilitas
dimaksudkan sebagai penerimaan IUD sebagai alat kontrasepsi dari sudut
pandang akseptor sendiri, pasangan, agama dan lingkungan budaya di masyarakat;
alat ukur yang digunakan dalam pengukuran akseptabilitas adalah kuesioner; cara
ukur melalui wawancara langsung kepada responden; hasil ukurnya adalah “Ya”
dan “Tidak”; skala ukur yang digunakan adalah ordinal.
3.5 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan pembagian
kuesioner serta melihat buku register pengguna kontrasepsi untuk melihat
cakupan pemakaian IUD dan alat kontrasepsi jenis lain. Kuesioner adalah
sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari
responden (Chandra, 2008), yang terdiri dari:
1. Alat pengumpulan data bagian A yang merupakan identitas dari akseptor KB,
terdiri dari pertanyaan yang meliputi: nomor responden, alamat dan
pendidikan terakhir responden.
23
2. Alat pengumpulan data bagian B yang berisi pertanyaan yang bertujuan untuk
mengetahui jenis kontrasepsi yang sedang digunakan oleh responden.
3. Alat pengumpulan data bagian C yang berisi daftar pernyataan yang bertujuan
untuk melihat gambaran pengetahuan responden mengenai IUD.
4. Alat pengumpulan data bagian D yang berisi daftar pertanyaan yang bertujuan
untuk melihat gambaran akseptabilitas responden terhadap IUD.
3.5.1 Sumber Data
Data primer diperoleh melalui wawancara langsung terhadap responden
dengan menggunakan kuesioner yang dipandu oleh peneliti dan mengacu kepada
variabel yang diteliti, sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil buku register
untuk melihat cakupan pemakaian IUD.
3.5.2 Instrumen Penelitian
Alat yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah
kuesioner yang dirancang sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang ada, yang
telah diuji validitas dan reliabilitasnya, yang akan diberikan kepada responden
yaitu akseptor KB yang datang ke Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh yang berisi
pertanyaan tentang pemakaian IUD, pengetahuan, pendidikan dan akseptabilitas.
3.5.3 Uji Coba Instrumen Penelitian
Uji coba telah dilakukan dengan wawancara kepada 10 responden yaitu
akseptor KB di Puskesmas Kuta Baro Aceh Besar. Uji coba instrumen yang
dilakukan berupa uji validitas dan uji reliabilitas. Hasil uji instrumen untuk
menilai validitas dan reliabilitas kuesioner yang telah disusun, kemudian
dianalisis dengan menggunakan rumus Cronbach's Alpha.
1. Uji Validitas
Uji validitas adalah uji yang dilakukan pada suatu alat ukur agar alat ukur
tersebut benar-benar dapat mengukur apa yang ingin diukur. Untuk mengetahui
bahwa kuesioner yang telah disusun mampu mengukur yang hendak diukur, maka
perlu diuji dengan uji korelasi antara nilai tiap item pertanyaan dengan skor total
pertanyaan tersebut. Bila semua pertanyaan itu memiliki korelasi yang bermakna,
berarti pertanyaan tersebut valid atau sesuai dengan yang hendak diukur
(Notoatmodjo, 2005). Untuk mengetahui validitas kuesioner dilakukan dengan
membandingkan nilai r tabel dengan nilai r hitung. Nilai kritis terhadap 10
24
responden dengan menggunakan df= n-2 atau 10-2= 8 dengan taraf signifikan 5%
diperoleh nilai kritis tabel (r tabel= 0,632). Nilai korelasi dari pertanyaan pada
kuesioner dinyatakan valid bila nilai r hasil >0,632. Dari hasil pengujian validitas
didapatkan nilai r hitung untuk 35 pertanyaan >0,632 terlihat pada kolom
Corrected Item-Total Correlation (Lampiran 5), maka seluruh pertanyaan pada
kuesioner dinyatakan valid dan signifikan.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengukur sejauh mana suatu alat ukur
dapat dipercaya atau diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil
pengumpulan itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih
terhadap masalah yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama
(Notoatmodjo, 2007). Uji reliabilitas tersebut dilakukan dengan rumus Cronbach
Alpha yaitu membandingkan nilai r hasil (nilai alpha) dengan r tabel. Bila nilai r
alpha > r tabel, maka pertanyaan tersebut dinyatakan reliabel. Berdasarkan hasil
pengujian reliabilitas kuesioner didapatkan nilai r alpha untuk pertanyaan
mengenai pengetahuan adalah 0,967 dan akseptabilitas 0,978 yang berarti bahwa
dari semua item pertanyaan yang diujicobakan nilai r alpha > r tabel (>0,632) dan
dinyatakan reliabel (Lampiran 5).
3.6 Metode Pengukuran Variabel
Untuk mempermudah dalam mengukur variabel yang akan diteliti, maka
dibuat pengukuran variabel menurut kuesioner sebagai berikut:
1. Pemakaian IUD
Pengukuran variabel pemakaian IUD didasarkan pada skala nominal
dengan kategori:
a. Ya, jika akseptor KB menggunakan kontrasepsi IUD
b. Tidak, jika akseptor KB menggunakan kontrasepsi jenis lain (pil, suntik,
implan)
2. Pengetahuan
Pengukuran variabel pengetahuan akseptor didasarkan pada skala ordinal
dari beberapa pernyataan kemudian dikelompokkan ke dalam 2 kategori yaitu:
a. Baik : Apabila jumlah skor ≥ Mean
25
b. Kurang : Apabila jumlah skor < Mean
3. Pendidikan
Pengukuran variabel pendidikan akseptor didasarkan pada skala ordinal
dengan kategori:
a. Tinggi dan menengah
b. Dasar dan tidak sekolah
4. Akseptabilitas
Pengukuran variabel akseptabilitas didasarkan pada skala ordinal dari
beberapa pertanyaan kemudian dikelompokkan ke dalam 2 kategori yaitu:
a. Ya : Apabila jumlah skor ≥ Mean
b. Tidak : Apabila jumlah skor < Mean
3.7 Prosedur Penelitian
Peneliti mencari data awal yaitu jumlah akseptor KB yang menggunakan
IUD di Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh dengan menyerahkan surat izin
pengambilan data yang dikeluarkan oleh Pembantu Dekan I kepada Kepala
Puskesmas. Setelah mendapat izin pengambilan data dari pihak Puskesmas Kuta
Alam Banda Aceh, peneliti mengumpulkan data akseptor KB di Puskesmas
tersebut. Selanjutnya peneliti mulai menetapkan populasi dan menentukan sampel
penelitian. Peneliti melakukan uji kuesioner yang berisi 35 pertanyaan terhadap
10 orang responden yaitu akseptor KB di Puskesmas Kuta Baro Aceh Besar
dengan menyerahkan surat izin uji kuesioner yang dikeluarkan oleh Pembantu
Dekan I kepada Kepala Puskesmas. Peneliti melakukan uji kuesioner, kemudian
peneliti mencari data primer dengan membagikan kuesioner kepada responden.
Peneliti juga memberikan lembar permohonan menjadi responden dan lembar
persetujuan menjadi responden.
3.8 Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan proses yang sangat penting dalam penelitian.
Oleh karena itu, harus dilakukan dengan baik dan benar. Kegiatan dalam proses
pengolahan data adalah:
1. Editing (memeriksa data)
26
Memeriksa data yang telah dikumpulkan. Yang dilakukan pada kegiatan
memeriksa data ialah:
a. Menjumlah, ialah menghitung banyaknya lembaran daftar pertanyaan yang
telah diisi untuk mengetahui apakah sesuai dengan jumlah yang telah
ditentukan.
b. Melakukan koreksi, ialah proses membenarkan atau menyelesaikan hal-hal
yang salah atau kurang jelas.
2. Coding (memberi kode)
Memberi kode pada semua variabel, terutama data klasifikasi, untuk
mempermudah proses pengolahan data.
3. Transfering
Memindahkan data yang diperoleh dan disusun ke dalam tabel.
4. Tabulating (menyusun data)
Pengorganisasian data yang telah di-coding sedemikian rupa agar dengan
mudah dapat dijumlah, disusun dan ditata untuk disajikan dan dianalisis
(Budiarto, 2001).
3.9 Analisis Data Penelitian
Analisis data dilakukan dengan uji statistik, berupa analisis univariat dan
bivariat:
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan pada tiap variabel penelitian. Variabel yang
dianalisis adalah pemakaian IUD, pengetahuan, pendidikan, dan akseptabilitas.
Kemudian data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi.
2. Analisis Bivariat
Analisis data ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara
pengetahuan, pendidikan dan akseptabilitas dengan pemakaian IUD di Puskesmas
Kuta Alam Banda Aceh. Analisis data dilakukan dengan uji Chi-Square, dengan
kriteria hubungan ditetapkan berdasarkan p value (Probabilitas) yang dihasilkan
dengan Confidence Interval (CI) 95%, dengan kriteria sebagai berikut:
1. Jika p value >0,05 maka tidak terdapat hubungan antara kedua variabel.
2. Jika p value ≤0,05 maka hubungan kedua variabel adalah signifikan.
27
Jika uji Chi-Square tidak memenuhi syarat, maka akan digunakan uji
alternatifnya yaitu uji Fisher (Sopiyudin, 2009).
28
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Pemakaian IUD
Setelah dilakukan pengumpulan data penelitian dari tanggal 5 November
2012 sampai dengan 5 Januari 2013 di ruang KB Puskesmas Kuta Alam Banda
Aceh didapatkan jumlah 33 responden, diperoleh hasil seperti terlihat pada tabel
4.1.
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pemakaian IUD di Puskesmas Kuta Alam BandaAceh
Pemakaian IUD Frekuensi (n) Persentase (%)Ya 7 21.21Tidak 26 78.79Total 33 100
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 33 akseptor yang
berkunjung ke ruang KB Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh, sebanyak 21,21%
memakai kontrasepsi IUD.
4.1.2 Pengetahuan
Hasil penilaian pengetahuan akseptor KB dapat disajikan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi berikut.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Akseptor KB terhadap IUD di RuangKB Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh
Pengetahuan Frekuensi (n) Persentase (%)Baik 19 57.58Kurang 14 42.42Total 33 100
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa dari 33 akseptor yang
berkunjung ke ruang KB Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh sebanyak 57,58%
memiliki pengetahuan baik mengenai IUD.
29
Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara
dengan menggunakan kuesioner maka didapatkan skor masing-masing
pertanyaan. Gambaran secara lengkap dan jelas diperlihatkan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Akseptor
PengetahuanBaik Kurang
n % n %Alat dalam program KB 33 100 0 0Kandungan hormon dalam kontrasepsi IUD 28 84.8 5 15.2Jenis IUD 22 66.7 11 33.3Cara Kerja IUD 33 100 0 0IUD dalam mencegah kehamilan 32 97.0 1 3.0Indikasi IUD pada nulipara 13 39.4 20 60.6Kontraindikasi IUD pada wanita yang terpapar PMS 29 87.9 4 12.1Indikasi pelepasan IUD 31 93.9 2 6.1Efek IUD saat berhubungan suami istri 26 78.8 7 21.2Pemasangan dan pencabutan IUD 30 90.9 3 9.1Efektifitas IUD 30 90.9 3 9.1Efek samping perdarahan pada IUD 31 93.9 2 6.1Pemasangan IUD pada ibu postpartum 20 60.6 13 39.4Pemasangan IUD pada ibu postabortus 22 66.7 11 33.3Gangguan yang ditimbulkan IUD 22 66.7 11 33.3Pengaruh IUD terhadap ASI 24 72.7 9 27.3Angka kegagalan pemakaian IUD 19 57.6 14 42.4Kontrol ulang pada akseptor IUD 31 93.9 2 6.1Keputihan akibat pemakaian IUD 27 81.8 6 18.2Masa percobaan pemakaian IUD 30 90.9 3 9.1
Hasil wawancara dengan responden, dari pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan sebanyak 60,6% responden masih kurang mengetahui tentang indikasi
pemakaian IUD pada nulipara, 42,4% kurang mengetahui tentang kemungkinan
kegagalan pada pemakaian IUD dan 39,4% responden masih kurang mengetahui
tentang indikasi pemasangan IUD pada ibu postpartum.
4.1.3 Pendidikan
Hasil pengumpulan data yang dilakukan untuk pendidikan akseptor KB
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi berikut.
30
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pendidikan Akseptor KB di Puskesmas Kuta AlamBanda Aceh
Pendidikan Frekuensi (n) Persentase (%)Tinggi dan Menengah 22 66.67Dasar dan Tidak Sekolah 11 33.33Total 33 100
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa akseptor yang berkunjung ke
ruang KB Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh pada umumnya dengan pendidikan
tinggi dan menengah (Perguruan Tinggi dan SMA) sebanyak 66,67%.
4.1.4 Akseptabilitas
Hasil penilaian akseptabilitas akseptor dapat disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi berikut.
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Akseptabilitas Akseptor KB di Puskesmas KutaAlam Banda Aceh
Akseptabilitas Frekuensi (n) Persentase (%)Ya 16 48.48Tidak 17 51.52Total 33 100
Berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa akseptor yang berkunjung ke
ruang KB Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh pada umumnya tidak menunjukkan
akseptabilitas terhadap IUD sebanyak 51,52%.
Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner maka
didapatkan skor masing-masing pertanyaan. Gambaran secara lengkap
diperlihatkan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Akseptabilitas Akseptor
AkseptabilitasYa Tidak
n % n %Konseling IUD 32 97.0 1 3.0Minat memakai IUD dengan informasi yang lengkap 16 48.5 17 51.5Dukungan suami untuk pemakaian IUD 24 72.7 9 27.3Sikap terhadap efek samping IUD 0 0 33 100Sikap terhadap pendapat tidak baik mengenai IUD 32 97.0 1 3.0Kepercayaan akan efektifitas IUD 19 57.6 14 42.4Sikap terhadap angka kegagalan IUD 8 24.2 25 75.8
31
Lanjutan Tabel 4.6
AkseptabilitasYa Tidak
n % n %Keyakinan bahwa IUD aman 25 75.8 8 24.2Minat memakai IUD terkait keamanannya 16 48.5 17 51.5Minat memakai IUD terkait masa percobaan 12 36.4 21 63.6Minat memakai IUD terkait pengaruh terhadap ASI 18 54.5 15 45.5Minat memakai IUD terkait kemungkinanperdarahan 0 0 33 100Minat memakai IUD terkait rasa kurang nyamansaat berhubungan suami istri 1 3 32 97Minat menggunakan IUD sebagai kontrasepsi halal 12 36.4 21 63.6Dukungan suami untuk pemakaian IUD sebagaikontrasepsi halal 17 51.5 16 48.5
Hasil wawancara dengan responden, dari pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan terdapat 100% responden masih memiliki sikap negatif terhadap efek
samping IUD dan tidak berminat menggunakan IUD terkait perdarahan yang
ditimbulkan. Sebanyak 97,0% responden juga tidak berminat memakai IUD
terkait kemungkinan rasa kurang nyaman saat berhubungan suami istri, 75,8%
responden menunjukkan sikap negatif terhadap kemungkinan kegagalan pada
pemakaian IUD, 63,6% tidak berminat memakai IUD terkait adanya masa
percobaan pemakaian walaupun dengan alasan IUD sebagai alat kontrasepsi yang
halal. Sebanyak 51,5% responden juga tidak berminat memakai IUD walaupun
sudah dibekali informasi yang lengkap tentang IUD.
4.1.5 Hubungan Pengetahuan Akseptor KB dengan Pemakaian IUD
Hubungan pengetahuan akseptor KB dengan pemakaian IUD dapat
disajikan dalam bentuk tabel silang berikut.
Tabel 4.7 Hubungan Pengetahuan Akseptor KB dengan Pemakaian IUD diPuskesmas Kuta Alam Banda Aceh
PengetahuanPemakaian IUD
Totalp value RPTidak Ya
n % n % n %Kurang 12 85.71 2 14.29 14 100
0.670 1.16Baik 14 73.68 5 26.32 19 100Total 26 78.79 7 21.21 33 100
32
Berdasarkan Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa akseptor KB yang
berpengetahuan kurang maupun yang berpengetahuan baik sama-sama tidak
memakai IUD sebagai alat kontrasepsi dengan persentase yang berpengetahuan
kurang 85,71% dan yang berpengetahuan baik 73,68%.
Hasil uji statistik dengan Fisher’s Exact Test untuk variabel pengetahuan
pada interval kepercayaan 95% dengan α=0,05 menunjukkan p value 0,670
sehingga H0 diterima yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara
pengetahuan akseptor dengan pemakaian IUD di Puskesmas Kuta Alam Banda
Aceh dengan RP 1,16 artinya akseptor yang memiliki pengetahuan kurang baik
mempunyai peluang 1,16 kali untuk tidak memakai IUD dibandingkan dengan
akseptor yang memiliki pengetahuan baik.
4.1.6 Hubungan Pendidikan Akseptor KB dengan Pemakaian IUD
Hubungan pendidikan akseptor KB dengan pemakaian IUD disajikan
dalam bentuk tabel silang berikut.
Tabel 4.8 Hubungan Pendidikan Akseptor KB dengan Pemakaian IUD diPuskesmas Kuta Alam Banda Aceh
PendidikanPemakaian IUD
Total pvalue
RPYa Tidakn % n % n %
Tinggi dan Menengah 5 22.73 17 77.27 22 100 1.000 1.25Dasar dan TidakSekolah 2 18.18 9 81.82 11 100Total 7 21.21 26 78.79 33 100
Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa akseptor KB yang
berpendidikan dasar dan tidak sekolah maupun yang berpendidikan tinggi dan
menengah sama-sama tidak memakai IUD sebagai alat kontrasepsi dengan
persentase masing-masing untuk akseptor yang berpendidikan dasar dan tidak
sekolah sebesar 81,82% dan yang berpendidikan tinggi dan menengah sebesar
77,27%.
Hasil uji statistik dengan Fisher’s Exact Test untuk variabel pendidikan
pada interval kepercayaan 95% dengan α=0,05 menunjukkan p value 1,000
sehingga H0 diterima yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara
pendidikan akseptor dengan pemakaian IUD di Puskesmas Kuta Alam Banda
33
Aceh dengan RP 1,25 artinya akseptor yang berpendidikan dasar dan tidak
sekolah mempunyai peluang 1,25 kali untuk tidak memakai IUD dibandingkan
dengan akseptor yang berpendidikan tinggi dan menengah.
4.1.7 Hubungan Akseptabilitas dengan Pemakaian IUD
Hubungan akseptabilitas akseptor KB dengan pemakaian IUD disajikan
dalam bentuk tabel silang berikut.
Tabel 4.9 Hubungan Akseptabilitas Akseptor KB dengan Pemakaian IUD diPuskesmas Kuta Alam Banda Aceh
AkseptabilitasPemakaian IUD
Totalp value RPTidak Ya
n % n % n %Tidak 17 100 0 0 17 100
0.003 1.78Ya 9 56.25 7 43.75 16 100Total 26 78.79 7 21.21 33 100
Berdasarkan Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa akseptor KB yang tidak
memiliki akseptabilitas terhadap IUD sebanyak 100% tidak memakai IUD sebagai
alat kontrasepsi.
Hasil uji statistik dengan Fisher’s Exact Test untuk variabel akseptabilitas
pada interval kepercayaan 95% dengan α=0,05 menunjukkan p value 0,003
sehingga H0 ditolak yang berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
akseptabilitas akseptor dengan pemakaian IUD di Puskesmas Kuta Alam Banda
Aceh dengan RP 1,78 artinya akseptor yang tidak memiliki akseptabilitas
mempunyai peluang 1,78 kali untuk tidak memakai IUD dibandingkan dengan
akseptor yang memiliki akseptabilitas.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Hubungan Pengetahuan dengan Pemakaian IUD di Puskesmas Kuta
Alam Banda Aceh
Hasil analisis data diketahui bahwa sebagian besar akseptor yang
berkunjung ke Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh, baik yang berpengetahuan
kurang sebanyak 85,71% maupun berpengetahuan baik sebanyak 73,68% sama-
sama tidak memakai IUD sebagai alat kontrasepsi. Data tersebut menunjukkan
34
bahwa akseptor dengan pengetahuan kurang dan akseptor dengan pengetahuan
baik cenderung tidak memakai IUD sebagai alat kontrasepsi. Hasil wawancara
dengan responden, dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terdapat 100%
responden mengetahui tentang cara kerja IUD sebagai alat kontrasepsi, namun
60,6% responden masih kurang mengetahui tentang indikasi pemakaian IUD pada
ibu nulipara, 42,4% kurang mengetahui tentang kemungkinan kegagalan pada
pemakaian IUD dan 39,4% responden masih kurang mengetahui tentang indikasi
pemasangan IUD pada ibu postpartum. Asumsi peneliti bahwa masih ada akseptor
yang pengetahuannya masih kurang kemungkinan karena beberapa hal, pertama,
masih kurang lengkapnya informasi yang diperoleh dari petugas pelayanan KB
atau masih belum optimalnya penyuluhan yang dilakukan oleh petugas pelayanan
KB sehingga belum mampu mempengaruhi motivasi akseptor untuk memakai
IUD. Kedua, mungkin saja pengetahuan para akseptor memang baik, namun
sosial budaya dalam masyarakat, lingkungan setempat dan dukungan suami
mempengaruhi akseptor untuk tidak memilih IUD. Kemungkinan lainnya adalah
hasil ini berkaitan dengan keterbatasan penelitian di mana dipengaruhi oleh
jumlah sampel yang minimal dengan desain Cross Sectional Survey sehingga
belum mampu menggambarkan secara pasti korelasi antara pengetahuan dan
pemakaian IUD.
Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan Fisher’s Exact Test pada
interval kepercayaan 95% dengan α=0,05 menunjukkan tidak terdapat hubungan
antara pengetahuan dengan pemakaian IUD di Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh
dengan p value 0,670. Artinya, dalam penelitian ini, pengetahuan tidak
mempengaruhi akseptor untuk memakai kontrasepsi IUD. Hasil penelitian ini
bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Maryatun (2009) yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan pemakaian
IUD pada akseptor KB di Kabupaten Sukoharjo.
Menurut Maryatun (2009), ada beberapa kemungkinan kurang berhasilnya
program KB, di antaranya dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu dan faktor
pendukung lainnya. Sedangkan menurut Bertrand (1994) dalam Maryatun (2009),
pemakaian alat kontrasepsi dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor langsung
maupun tidak langsung. Faktor yang secara langsung berpengaruh dengan
35
pemakaian alat kontrasepsi adalah permintaan KB, persepsi akseptor dan
pemanfaatan peayanan kesehatan, sedangkan faktor yang secara tidak langsung
berpengaruh dengan pemakaian alat kontrasepsi antara lain pengembangan
program, penyediaan pelayanan KB, akses, kualitas pelayanan, image/penerimaan
KB, faktor sosial dan individu, nilai dan demand terhadap anak. Faktor yang
berhubungan langsung dengan pemakaian kontrasepsi lainnya adalah persepsi ibu.
Persepsi ibu dan berbagai dukungan terhadap pemakaian alat kontrasepsi terutama
suami ataupun masyarakat akan berpengaruh terhadap akseptor. Suami
dihubungan dengan orang terdekat dengan akseptor dan masyarakat dihubungkan
dengan norma yang dianut akseptor dalam hidup di masyarakat.
4.2.2 Hubungan Pendidikan dengan Pemakaian IUD di Puskesmas Kuta
Alam Banda Aceh
Hasil analisis data berdasarkan pendidikan akseptor KB yang berkunjung
ke Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh menunjukkan bahwa baik akseptor yang
berpendidikan dasar sebanyak 81,82% maupun yang berpendidikan tinggi dan
menengah sebanyak 77,27% sama-sama tidak memakai kontrasepsi IUD. Data
tersebut menunjukkan bahwa akseptor yang berpendidikan dasar serta
berpendidikan tinggi dan menengah cenderung tidak memakai IUD.
Hasil uji statistik menggunakan Fisher’s Exact Test pada interval
kepercayaan 95% dengan α=0,05, menunjukkan tidak terdapat hubungan antara
pendidikan akseptor dengan pemakaian IUD di Puskesmas Kuta Alam Banda
Aceh dengan p value 1,000. Artinya, dalam penelitian ini, pendidikan akseptor
tidak mempengaruhi mereka untuk memakai kontrasepsi IUD. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maryatun (2009) yang menyatakan
bahwa tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan pemakaian IUD pada
akseptor KB di Kabupaten Sukoharjo, namun bertentangan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Magadi (2003) di Kenya yang menunjukkan bahwa
responden yang berpendidikan tinggi berpeluang lebih tinggi menggunakan alat
kontrasepsi IUD dan implan dibandingkan dengan responden yang berpendidikan
rendah.
Menurut Maryatun (2009), tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan
dengan pemakaian metode kontrasepsi IUD. Berarti tidak terdapat kecenderungan
36
bahwa pendidikan tinggi seseorang akan berpengaruh terhadap pemakaian metode
kontrasepsi IUD. Namun menurut Magadi (2003) tingkat pendidikan juga
berpengaruh terhadap keinginan individu dan pasangan untuk menentukan jumlah
anak. Peningkatan pendidikan berpengaruh terhadap peningkatan penggunaan alat
kontrasepsi.
Menurut Notoatmodjo (2007) pendidikan merupakan suatu proses
menolong dan memajukan pertumbuhan serta perkembangan seseorang individu
dengan aspek jasmani, akal, emosional, seni dan moral. Tingkat pendidikan dan
pengetahuan yang tinggi dapat mempengaruhi keinginan individu dan pasangan
untuk menentukan jumlah anak. Peningkatan pendidikan dan pengetahuan juga
berpengaruh terhadap pemilihan alat kontrasepsi yang cermat sesuai dengan
kondisi akseptor. Asumsi peneliti bahwa pendidikan tidak berhubungan dengan
pemakaian IUD pada penelitian ini kemungkinan oleh karena selama proses
pendidikan formal tidak diperoleh informasi mengenai pelayanan KB, apalagi
pada pendidikan dasar sampai menengah tidak memiliki kurikulum yang
membahas tentang hal ini. Kemungkinan lainnya adalah adanya pengaruh sosial
budaya dalam masyarakat yang membuat akseptor tidak memilih IUD sebagai alat
kontrasepsi walaupun tingkat pendidikan akseptor KB tersebut tinggi.
4.2.3 Hubungan Akseptabilitas dengan Pemakaian IUD di Puskesmas Kuta
Alam Banda Aceh
Hasil analisis data berdasarkan akseptabilitas akseptor KB yang
berkunjung ke Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh menunjukkan bahwa akseptor
yang tidak memiliki akseptabilitas sebanyak 100% tidak memakai kontrasepsi
IUD. Data tersebut menunjukkan bahwa akseptor yang tidak memiliki
akseptabilitas terhadap IUD cenderung untuk memakai alat kontrasepsi selain
IUD. Hasil wawancara dengan responden, dari pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan terdapat 97,0% responden yang sudah pernah mendapatkan konseling
mengenai IUD, namun 100% responden masih memiliki sikap negatif terhadap
efek samping IUD dan tidak berminat memakai IUD terkait kemungkinan
perdarahan yang ditimbulkan. Sebanyak 97,0% responden juga tidak berminat
memakai IUD terkait kemungkinan rasa kurang nyaman yang ditimbulkan saat
berhubungan suami istri, 75,8% responden menunjukkan sikap negatif terhadap
37
kemungkinan kegagalan pada pemakaian IUD dan 63,6% tidak berminat memakai
kontrasepsi IUD terkait adanya masa percobaan pemakaian.
Hasil uji statistik menggunakan Fisher’s Exact Test pada interval
kepercayaan 95% dengan α=0,05 menunjukkan terdapat hubungan yang
signifikan antara akseptabilitas akseptor dengan pemakaian IUD di Puskesmas
Kuta Alam Banda Aceh dengan p value 0,003. Artinya, dalam penelitian ini,
akseptabilitas mempengaruhi para akseptor untuk memakai kontrasepsi IUD.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Maryatun (2009)
yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara akseptabilitas
dengan pemakaian IUD pada akseptor KB di Kabupaten Sukoharjo dengan nilai p
value 0,001.
Menurut Notoatmodjo (2007), akseptabilitas atau penerimaan diartikan
bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek),
mengakui (apa yang diterima) dalam hal ini berupa perlakuan, sikap terhadap
objek. Akseptabilitas merupakan salah satu tingkatan dari sebuah sikap, yakni
menerima, merespon, menghargai dan bertanggung jawab. Sedangkan sikap itu
sendiri adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek. Sikap bukan merupakan suatu tindakan atau aktivitas,
akan tetapi sikap merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.
Akseptor yang memiliki sikap yang positif dan mendapat dukungan akan
memiliki rasa akseptabilitas yang baik dalam menggunakan IUD sebagai alat
kontrasepsi, sebaliknya akseptor yang tidak memiliki sifat yang positif perlu
ditumbuhkan akseptabilitas dalam diri akseptor sehingga tertarik untuk
menggunakan IUD. Pengetahuan akseptor tentang IUD dapat membantu dalam
membentuk akseptabilitas yang baik, namun kenyataannya informasi mengenai
IUD masih belum disampaikan dengan baik dan lengkap. Asumsi peneliti bahwa
akseptabilitas berhubungan dengan pemakaian IUD pada penelitian ini
kemungkinan oleh karena untuk memunculkan sikap positif terhadap IUD maka
harus dimulai dengan penerimaan terhadap segala aspek mengenai IUD,
mencakup sudut pandang akseptor, pasangan, agama dan lingkungan budaya di
masyarakat.
38
4.3 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini mencakup desain penelitian deskriptif
analitik observasional dengan desain Cross Sectional Survey dengan pendekatan
kuantitatif. Peneliti tidak melakukan observasi lebih lanjut mengenai pemakaian
IUD terhadap akseptor sehingga belum sepenuhnya menjelaskan secara
keseluruhan mengenai IUD, mengingat waktu dan prasarana serta variabel yang
diteliti hanya didasarkan pada pengetahuan, pendidikan dan akseptabilitas. Namun
peneliti membandingkan hasil penelitian ini dengan teori dan hasil penelitian yang
relevan guna menambah khazanah pembahasan pemakaian IUD. Peneliti
menyadari bahwa penguasaan maupun pengetahuan peneliti yang masih belum
memadai terhadap teknik-teknik penelitian ilmiah maupun dalam teori-teori yang
mendukung suatu penelitian.
39
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka diperoleh kesimpulan,
sebagai berikut:
1. Pemakaian IUD pada akseptor yang berkunjung ke Puskesmas Kuta Alam
Banda Aceh sebesar 21,21%.
2. Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan pemakaian IUD pada
akseptor KB di Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh.
3. Tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan pemakaian IUD pada
akseptor KB di Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh.
4. Terdapat hubungan yang signifikan antara akseptabilitas dengan pemakaian
IUD pada akseptor KB di Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh.
5.2 Saran
Sesuai dengan kesimpulan maka peneliti akan memeberikan saran-saran
sebagai berikut:
1. Kepada Instansi terkait hendaknya dapat meningkatkan penyampaian
informasi tentang pemakaian IUD sebagai alat kontrasepsi pilihan kepada para
akseptor KB melalui penyuluhan maupun melalui media seperti poster, brosur
dan lainnya, guna menambah pengetahuan, akseptabilitas dan motivasi
akseptor KB dalam memilih IUD.
2. Kepada akseptor KB diharapkan dapat menggali informasi lebih banyak lagi
mengenai kontrasepsi, khususnya IUD, dari sumber yang terpercaya seperti
dokter, bidan, perawat dan sebagainya yang memiliki kompetensi mengenai
kontrasepsi agar tidak salah informasi, tidak salah pilih alat kontrasepsi serta
mendapat informasi secara lengkap dan jelas untuk setiap jenis kontrasepsi,
sehingga dengan informasi yang lengkap tersebut akseptor dapat
meningkatkan motivasi serta akseptabilitas terhadap kontrasepsi IUD.
40
3. Kepada peneliti lain diharapkan dapat melakukan penelitian lanjutan dengan
jumlah sampel yang lebih memadai dan dengan variabel yang lebih luas
sehingga didapatkan faktor-faktor yang berhubungan langsung dengan
pemakaian kontrasepsi IUD.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT RinekaCipta. Jakarta.
Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional. 2003. Buku PanduanPraktis Pelayanan Kontrasepsi. BKKBN Pusat. Jakarta.
Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional. 2004. Pelayanan KBNasional. BKKBN Pusat. Jakarta.
Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional. 2011. Hasil PelaksanaanPelayanan Kontrasepsi dan Pengendalian Lapangan. BKKBN ProvinsiAceh. Banda Aceh.
Bari A.S. 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. EGC. Jakarta.
Benson, R.C. 2008. Obstetri dan Ginekologi. Edisi 2. EGC. Jakarta.
Bessinger, R.E., Bertrand, J.T. 2001. Monitoring Quality of Care in FamilyPlanning Program: A Comparison of Observations and Client ExitInterviews. International Family Planning Perspective. 27(2): 63-70.
Budiarto, E. 2001. Biostatistika untuk Kedokteran dan KesehatanMasyarakat. EGC. Jakarta.
Chandra. 2008. Metode Penelitian Kesehatan. EGC. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2001. Standar PelayananKebidanan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Diaz, V.A., Nikki H., Lori M.D., Andrea M.W., Petet J.C. 2011. ClinicianKnowledge about Use of Intrauterine Devices in Adolescents in SouthCarolina AHEC. Family Medicine 2011. 43(6): 407-411.
Ekarini. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap PartisipasiPria dalam Keluarga Berencana di Kecamatan Selo KabupatenBoyolali. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.
Hartarto, H. 2004. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Pustaka SinarHarapan. Jakarta.
Juliantoro, D. 2000. 30 Tahun Cukup, Keluarga Berencana dan HakKonsumen. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Katz, K.R., Jhonson, L.M., Janowitz, B., Carranza, J.M. 2002. Reason for theLow of IUD Use in El Salvador. International Family PlanningPerspective. 28(1): 26-31.
Magadi, M.A. and Curtis, L.S. 2003. Trends and Determinants of ContraceptiveMethod Choice in Kenya. Family Planning. 34(3): 149-159.
Manuaba, I.B.G. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin ObstetriGinekologi dan KB. EGC. Jakarta.
Maryatun. 2009. Analisis Faktor-Faktor pada Ibu yang Berpengaruhterhadap Pemakaian Metode Kontrasepsi IUD di KabupatenSukoharjo. Eksplanasi. Oktober(4): 155-169.
Meilani, N. 2010. Pelayanan Keluarga Berancana (Dilengkapi denganPenuntun Belajar). Fitramaya. Yogyakarta.
Morgan, G. and Carole H. 2009. Obstetri dan Ginekologi Panduan Praktik.Edisi 2. EGC. Jakarta.
Murti, B. 2010. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif danKualitatif di Bidang Kesehatan. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Notoatmodjo, S. 2007. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. PT Rineka Cipta.Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2007. Metodelogi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta.Jakarta.
Park, M.H. 2011. Dynamics of IUD Use in Vietnam: Implications for FamilyPlanning Services at Primary Care Level. International Journal ofWomen’s Health 201. 1(3): 429-434.
Saifuddin, A.B. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. YayasanBina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Sopiyudin M. D. 2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif,Bivariat dan Multivariat. Salemba Medika. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional.
Wiknjosastro, H. 2008. Ilmu Kandungan. Edisi 2. PT Bina Pustaka SarwonoPrawirohardjo. Jakarta.
Lampiran 1
Jadwal Pelaksanaan Penelitian
No
Kegiatan2012 2013
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
1 Studi kepustakaan2 Survey awal
3Pembuatanproposal
4 Uji Validitas5 Seminar proposal6 Pengambilan data7 Pengolahan data8 Pembuatan skripsi9 Sidang Skripsi
Lampiran 2
LEMBAR PERMOHONAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN
Kepada Yth.
Saudara Calon Responden Penelitian
di-
Tempat
Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Lia Anggraini
Nim : 0907101010024
Alamat : Jalan Cendana No 56B Desa Limpok
Adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas KedokteranUniversitas Syiah Kuala yang akan mengadakan penelitian untuk menyusunskripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran.Adapun penelitian ini berjudul: “Hubungan Pengetahuan, Pendidikan danAkseptabilitas dengan Pemakaian Intra Uterine Device di Puskesmas Kuta AlamBanda Aceh.
Untuk itu saya memerlukan kesediaan Saudara berpartisipasi dalampenelitian ini tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Penelitian ini tidakmenimbulkan kerugian pada Saudara, kerahasiaan informasi yang diberikan akandijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
Bila Saudara bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, diharapkan dapatmenandatangani Lembar Persetujuan Responden yang juga saya sertakan padasurat ini.
Atas kesediaan Saudara dan kerjasama yang baik, terlebih dahulu sayaucapkan terimakasih.
Banda Aceh, 2012
Hormat Saya,
(LiaAnggraini)Peneliti
Lampiran 3
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia menjadi
responden untuk ikut serta berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan oleh
mahasiswa prodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran UNSYIAH:
Nama : Lia Anggraini
Umur : 0907101010024
Judul : Hubungan Pengetahuan, Pendidikan dan Akseptabilitas dengan
Pemakaian Intra Uterine Device di Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh
Saya mengetahui bahwa informasi yang saya berikan akan dirahasiakan
dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Saya juga menyadari bahwa
informasi ini dapat mendukung perkembangan kemajuan program Keluarga
Berencana di Provinsi Aceh, khususnya di Kota Banda Aceh dalam pemakaian
kontrasepsi IUD.
Demikian surat pernyataan persetujuan menjadi responden dari saya,
semoga dapat dipergunakan sebaik-baiknya.
Banda Aceh, 2012
Responden
Lampiran 4
LEMBAR KUESIONER
HUBUNGAN PENGETAHUAN, PENDIDIKAN DAN AKSEPTABILITAS
DENGAN PEMAKAIAN INTRA UTERINE DEVICE DI PUSKESMAS
KUTA ALAM BANDA ACEH
A. IDENTITAS PASIENPetunjuk:Isilah identitas Ibu sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.
No. Responden (diisi peneliti) :Alamat :Pendidikan terakhir : (1) Tidak sekolah
(2) SD (Sekolah Dasar)(3) SMP (Sekolah Menengah Pertama)(4) SMA (Sekolah Menengah Atas)(5) Diploma(6) Sarjana: (S1), (S2), (S3)
B. PENGGUNAAN KONTRASEPSI IUD1. Apakah ibu sekarang sedang menggunakan kontrasepsi spiral/ IUD?
a. Ya b. Tidak
C. PENGETAHUAN TENTANG KONTRASEPSI IUDPetunjuk:Isilah dengan cara memberi tanda centang (V) pada kolom Benar (B) ataukolom Salah (S) sesuai dengan jawaban yang menurut Ibu paling benar.
No Pengetahuan tentang KB IUD B S1 Alat yang digunakan dalam program Keluarga Berencana
(KB) adalah kontrasepsi1 0
2 Spiral/Alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) adalah salahsatu jenis kontrasepsi yang tidak mengandung hormon
1 0
3 IUD ada 2 jenis, yaitu IUD yang mengandung hormondan IUD yang tidak mengandung hormon
1 0
4 IUD mencegah kehamilan terutama dengan caramencegah sperma/sel mani dan ovum/sel telur bertemu
1 0
5 IUD mempermudah terjadinya kehamilan 0 1
6 IUD boleh digunakan oleh orang yang belum memilikianak
1 0
7 IUD tidak boleh digunakan oleh wanita yang terpaparpenyakit menular seksual
1 0
8 IUD dapat dilepas jika pasien ingin hamil lagi walaupunjangka waktu belum habis
1 0
9 IUD dapat menimbulkan rasa kurang nyaman saatberhubungan suami istri
1 0
10 Pemasangan dan pencabutan IUD tidak harus dilakukanoleh tenaga medis (dokter dan bidan) terlatih
0 1
11 Salah satu gejala yang harus diperhatikan akseptor IUDadalah keputihan
1 0
12 Jika dalam jangka waktu 3 bulan setelah pemakaian IUDterjadi perdarahan maka IUD boleh dilepas
1 0
13 IUD tidak boleh dipasang segera setelah melahirkan 0 114 IUD dapat dipasang segera setelah abortus/ keguguran 1 015 Haid lebih lama dan banyak adalah salah satu
kemungkinan gangguan yang dapat ditimbulkan IUD1 0
16 IUD dapat mempengaruhi kualitas dan produksi ASI 0 1
17 IUD atau alat kontrasepsi lainnya memiliki angkakegagalan
1 0
18 Setelah memakai IUD maka akseptor tidak perlu kontrolulang kepada paramedis
0 1
19 Jika akseptor IUD mendapatkan gejala keputihan, makadidiamkan saja karena keputihan adalah hal yang biasa
0 1
20 Waktu yang diberikan untuk menyatakan akseptor KBIUD cocok atau tidak menggunakan kontrasepsi IUDadalah 3 bulan
1 0
D. AKSEPTABILITAS TERHADAP KONTRASEPSI IUDPetunjuk:Isilah dengan cara memberi tanda silang (X) pada salah satu pilihan jawabansesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.
1. Apakah Ibu pernah mendapatkan konseling mengenai IUD/ spiral?a. Ya (1)b. Tidak (0)
2. Jika Ibu mengetahui informasi yang lengkap mengenai IUD, apakah Ibuberminat untuk menggunakan IUD?a. Ya (1)b. Tidak (0)
3. Jika Ibu berminat, apakah suami Ibu mendukung penggunaan IUD?a. Ya (1)b. Tidak (0)c. Tidak tahu (0)
4. Jika Ibu sudah mengetahui informasi mengenai IUD dan sudah menggunakanIUD sebagai alat kontrasepsi, kemudian timbul efek samping atau komplikasi,apakah Ibu akan beralih ke alat kontrasepsi yang lain?a. Ya (0)b. Tidak (1)
5. Jika Ibu mendengar pendapat yang tidak baik mengenai IUD di kalanganmasyarakat, apakah yang akan Ibu lakukan?a. Tidak percaya begitu saja dan berusaha mencari tahu kebenarannya (1)b. Tidak mau lagi menggunakan IUD (0)
6. Apakah Ibu percaya dengan keefektifan dari IUD?a. Ya (1)b. Tidak (0)
7. Jika Ibu sudah mengetahui bahwa IUD seperti alat kontrasepsi lainnya jugamemiliki angka kegagalan, apakah Ibu mau menggunakan IUD?a. Ya (1)b. Tidak (0)
8. Apakah Ibu yakin IUD adalah metode kontrasepsi yang aman?a. Ya (1)b. Tidak (0)
9. Jika Ibu tahu bahwa IUD itu aman, apakah Ibu mau menggunakan IUD?a. Ya (1)b. Tidak (0)
10. Jika Ibu mengetahui bahwa masa percobaan penggunaan IUD untukmenyatakan akseptor cocok atau tidak adalah 3 bulan, apakah Ibu maumenggunakan IUD?a. Ya (1)b. Tidak (0)
11. Jika Ibu tahu bahwa IUD itu tidak mempengaruhi produksi ASI, apakah Ibumau menggunakan IUD?a. Ya (1)b. Tidak (0)
12. Jika Ibu mengetahui bahwa salah satu kemungkinan efek samping daripenggunaan IUD adalah perdarahan, apakah Ibu mau menggunakan IUD?a. Ya (1)b. Tidak (0)
13. Jika Ibu mengetahui bahwa IUD dapat menimbulkan rasa kurang nyaman saatberhubungan suami istri, apakah Ibu mau menggunakan IUD?a. Ya (1)
b. Tidak (0)14. Jika Ibu sudah mengetahui bahwa IUD itu halal setelah mendiskusikannya
dengan pihak terkait seperti ustadz atau ahli agama, apakah Ibu maumenggunakan IUD?a. Ya (1)b. Tidak (0)
15. Jika Ibu dan suami mengetahui bahwa IUD halal, apakah suami Ibumendukung Ibu memakai IUD?a. Ya (1)b. Tidak (0)c. Tidak tahu (0)
Lampiran 5Hasil Uji Kuesioner
1. Pengetahuan
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 10 90.9
Excludeda 1 9.1
Total 11 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in theprocedure.
Reliability Statistics
Cronbach'sAlpha N of Items
.967 20
Item-Total Statistics
Scale Mean ifItem Deleted
Scale Variance ifItem Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach'sAlpha if Item
Deleted
c1 13.00 47.111 .905 .963
c2 12.80 50.400 .634 .967
c3 13.00 47.111 .905 .963
c4 13.10 47.656 .761 .965
c5 13.10 47.656 .761 .965
c6 12.90 48.989 .708 .966
c7 12.90 48.544 .787 .965
c8 12.90 48.544 .787 .965
c9 12.80 50.400 .634 .967
c10 12.80 50.400 .634 .967
c11 12.80 50.400 .634 .967
c12 13.10 47.656 .761 .965
c13 13.00 48.222 .729 .966
c14 13.20 47.289 .797 .965
c15 13.20 47.956 .700 .966
c16 13.10 46.767 .894 .964
c17 13.20 47.956 .700 .966
c18 13.10 46.767 .894 .964
c19 13.20 47.956 .700 .966
c20 13.10 46.767 .894 .964
2. Akseptabilitas
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 10 100.0
Excludeda 0 .0
Total 10 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in theprocedure.
Reliability Statistics
Cronbach'sAlpha N of Items
.978 15
Item-Total Statistics
Scale Mean ifItem Deleted
Scale Variance ifItem Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach'sAlpha if Item
Deleted
d1 5.70 40.456 .746 .978
d2 5.80 39.289 .954 .975
d3 5.80 40.622 .736 .979
d4 5.90 40.100 .883 .976
d5 5.80 39.289 .954 .975
d6 5.80 41.067 .665 .980
d7 5.70 39.789 .852 .977
d8 5.70 39.789 .852 .977
d9 5.70 40.233 .781 .978
d10 5.80 39.289 .954 .975
d11 5.80 39.289 .954 .975
d12 5.80 40.622 .736 .979
d13 5.90 40.100 .883 .976
d14 5.80 39.289 .954 .975
d15 5.80 39.289 .954 .975
Lampiran 6Data Distribusi Frekuensi
Frequency Table
Pendidikan
11 33,3 33,3 33,322 66,7 66,7 100,033 100,0 100,0
DasarMenengah/TinggiTotal
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Pemakaian IUD
26 78,8 78,8 78,87 21,2 21,2 100,0
33 100,0 100,0
TidakYaTotal
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Pengetahuan
14 42,4 42,4 42,419 57,6 57,6 100,033 100,0 100,0
KurangBaikTotal
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Akseptabilitas
17 51,5 51,5 51,516 48,5 48,5 100,033 100,0 100,0
TidakYaTotal
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Pendidikan * Pemakaian IUD
Crosstab
9 2 118,7 2,3 11,0
81,8% 18,2% 100,0%34,6% 28,6% 33,3%
17 5 2217,3 4,7 22,0
77,3% 22,7% 100,0%65,4% 71,4% 66,7%
26 7 3326,0 7,0 33,0
78,8% 21,2% 100,0%100,0% 100,0% 100,0%
CountExpected Count% within Pendidikan% within Pemakaian IUDCountExpected Count% within Pendidikan% within Pemakaian IUDCountExpected Count% within Pendidikan% within Pemakaian IUD
Dasar
Menengah/Tinggi
Pendidikan
Total
Tidak YaPemakaian IUD
Total
Chi-Square Tests
,091b 1 ,763,000 1 1,000,092 1 ,761
1,000 ,571
,088 1 ,767
33
Pearson Chi-SquareContinuity CorrectionaLikelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is2,33.
b.
Lampiran 7Data Hasil Tabulasi Silang
Pengetahuan * Pemakaian IUD
Crosstab
12 2 1411,0 3,0 14,0
85,7% 14,3% 100,0%46,2% 28,6% 42,4%
14 5 1915,0 4,0 19,0
73,7% 26,3% 100,0%53,8% 71,4% 57,6%
26 7 3326,0 7,0 33,0
78,8% 21,2% 100,0%100,0% 100,0% 100,0%
CountExpected Count% within Pengetahuan% within Pemakaian IUDCountExpected Count% within Pengetahuan% within Pemakaian IUDCountExpected Count% within Pengetahuan% within Pemakaian IUD
Kurang
Baik
Pengetahuan
Total
Tidak YaPemakaian IUD
Total
Chi-Square Tests
,698b 1 ,403,164 1 ,686,722 1 ,396
,670 ,348
,677 1 ,411
33
Pearson Chi-SquareContinuity CorrectionaLikelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is2,97.
b.
Akseptabilitas * Pemakaian IUD
Crosstab
17 0 1713,4 3,6 17,0
100,0% ,0% 100,0%65,4% ,0% 51,5%
9 7 1612,6 3,4 16,0
56,3% 43,8% 100,0%34,6% 100,0% 48,5%
26 7 3326,0 7,0 33,0
78,8% 21,2% 100,0%100,0% 100,0% 100,0%
CountExpected Count% within Akseptabilitas% within Pemakaian IUDCountExpected Count% within Akseptabilitas% within Pemakaian IUDCountExpected Count% within Akseptabilitas% within Pemakaian IUD
Tidak
Ya
Akseptabilitas
Total
Tidak YaPemakaian IUD
Total
Chi-Square Tests
9,440b 1 ,0027,004 1 ,008
12,176 1 ,000,003 ,003
9,154 1 ,002
33
Pearson Chi-SquareContinuity Correctiona
Likelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is3,39.
b.
top related