bab 2 - bank indonesia · bab 2 - perkembangan ekonomi beberapa negara dan kawasan 17 –yang...
Post on 29-May-2020
0 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
17
–yang menjadi target the Fed (2%)– pada
September 2019 masing-masing mencapai
1,3% yoy dan 1,7%.
Ketegangan perdagangan diliputi
ketidakpastian. Realisasi tambahan tarif impor,
retaliasi Tiongkok, serta penundaan tarif
mewarnai perjalanan negosiasi perdagangan.
AS mengenakan tambahan tarif impor 15%
terhadap produk Tiongkok senilai USD112
miliar efektif 1 September 2019. Tiongkok
segera meretaliasi dengan menaikkan tarif
produk impor AS. Namun sebagai itikad baik
upaya negosiasi phase one deal yang masih
bergulir, AS menunda kenaikan tarif dari 25%
menjadi 30% terhadap impor Tiongkok senilai
USD250 miliar. Sebagai kompensasi, Tiongkok
berkomitmen meningkatkan pembelian
produk agrikultur dari AS.
Ekonomi yang melemah serta inflasi yang
masih di bawah target telah direspons dengan
kebijakan moneter dan fiskal akomodatif.
Selama 2019, the Fed telah memangkas Fed
Fund Rate sebesar 75 bps dalam tiga kali rapat
FOMC hingga berada pada level 1,5%-1,75%.
Langkah pelonggaran moneter juga ditempuh
2.1. Amerika Serikat
Kinerja perekonomian Amerika Serikat
melanjutkan tren perlambatan akibat eskalasi
ketegangan perdagangan yang menyebabkan
pelemahan permintaan global. Pertumbuhan
ekonomi TW3-19 melambat lebih dalam
menjadi 2,1% yoy (dari 2,3% pada TW2-
19). Pelemahan investasi yang cukup tajam
disertai moderasi konsumsi dan pengeluaran
pemerintah menurunkan kinerja ekonomi AS.
Pertumbuhan ekspor yang sedikit membaik
tidak dapat mengompensasi penurunan
komponen PDB lainnya.
Aktivitas manufaktur tertahan dan
tekanan inflasi masih di bawah target.
Aktivitas manufaktur tertekan oleh penurunan
permintaan ekspor dan pelemahan ekonomi
domestik. Selain terdampak kenaikan harga
bahan baku akibat kenaikan tarif, pelaku
bisnis cenderung menunggu perkembangan
negosiasi perdagangan AS-Tiongkok dan
meredanya ketegangan politik dalam negeri.
Meski terjadi kenaikan harga, tekanan inflasi
masih di bawah target. Inflasi personal
consumption expenditure (PCE) dan PCE core
Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
BAB
2
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
18
PDB AS pada TW3-19 kembali melambat
menjadi hanya 2,1% yoy1, dari TW2-19 sebesar
2,3%. Pelemahan investasi menjadi faktor
utama penyebab penurunan pertumbuhan
ekonomi AS. Eskalasi perdagangan dengan
Tiongkok telah menahan bisnis investasi dan
menurunkan upaya memupuk persediaan.
Investasi TW3-19 menurun drastis (0,6%)
dibandingkan TW2-19 (3,9%), terutama
pada investasi non-residensial yang turun
tajam ke 1,3% (dari 2,6% pada TW2-19).2
Aktivitas konsumsi –pangsa terbesar PDB AS-
termoderasi tipis menjadi 2,5% (dari 2,6%
pada TW2-19).3 Perlambatan pertumbuhan
juga dipengaruhi oleh perlambatan
pengeluaran pemerintah (2,2% dari 2,3%
pada TW2-19). Perbaikan pertumbuhan
ekspor tidak dapat mengompensasi
pelemahan pada komponen lainnya.
Sumber: Bureau of Economic Analysis
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q32013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
% yoy% yoy
GDP Konsumsi Swasta, lhsPengeluaran Pemerintah, rhs Investasi, rhsEkspor, rhs Impor, rhs
2,3 2,1
Grafik 2.1 Pertumbuhan PDB
1 Second estimates. Pertumbuhan PDB TW3-19 sebesar 2,1% merupakan yang terendah sejak TW2-17.
2 Pelemahan tajam non-residensial terutama pada structures khususnya pelemahan kegiatan pertambangan.
3 Pangsa konsumsi dalam PDB mencapai 70% dari PDB. Meskipun sedikit melambat, konsumsi masih relatif solid dan berkontribusi terbesar pada pertumbuhan PDB (sekitar 1,7%).
dengan melakukan pembelian aset (US Treasury
Bill) dan injeksi cash pada over night lending
market untuk menjamin ketersediaan likuiditas
pada sektor perbankan, setelah sempat
mengalami keketatan.
Ketidakpastian yang masih tinggi
mendorong prakiraan ekonomi AS cenderung
pesimis. IMF dalam World Economic Outlook
Oktober 2019 memprediksi pertumbuhan
ekonomi AS pada 2019 akan melambat ke
2,4% yoy, cukup tajam dibandingkan 2,9%
(2018). Pelemahan berlanjut menjadi 2,1%
(2020). The Fed juga memprakirakan ekonomi
AS tumbuh melambat menjadi 2,2% (2019)
dan 2,0% (2020).
Perjalanan ekonomi AS ke depan akan
dipengaruhi sejumlah peristiwa. Faktor yang
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
antara lain keberhasilan negosiasi perdagangan
dengan Tiongkok, kesepakatan perdagangan
dengan Jepang, kebijakan moneter dan
fiskal akomodatif, serta sektor tenaga kerja
yang masih solid. Namun terdapat risiko
yang dapat menghambat laju pertumbuhan
diantaranya produktivitas yang masih rendah,
aging population, ketidakpastian politik dalam
negeri, penyelenggaraan Pemilu 2020, retaliasi
oleh negara mitra yang dikenakan kenaikan
tarif impor, dan risiko geopolitik.
Kinerja perekonomian Amerika
Serikat (AS) melanjutkan tren melambat,
terdampak eskalasi ketegangan
perdagangan dengan Tiongkok dan
pelemahan ekonomi dunia. Pertumbuhan
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
19
Tiongkok.4
Konsumsi AS juga didukung oleh
sektor tenaga kerja yang masih solid. Level
pengangguran September 2019 merupakan
yang terendah (3,5%) sejak Desember
1969. Tingkat partisipasi tenaga kerja juga
terakselerasi ke 63,2% (September 2019),
dari 62,9% (Juni 2019). Selain itu, tambahan
penyerapan tenaga kerja (change in non farm
payroll) selama TW3-19 (rerata) mencapai
188,3 ribu per-bulan, meningkat dari 152
ribu orang (TW2-19). Penyerapan tenaga
kerja terbesar terjadi pada Agustus 2019
mencapai 219 ribu, antara lain dipengaruhi
peningkatan kebutuhan tenaga kerja honorer
oleh pemerintah untuk pelaksanaan sensus
pada 2020. Sejalan dengan peningkatan
penyerapan tenaga kerja, klaim asuransi dan
tingkat pengangguran juga menurun.
Sumber: US Census Bureau
0
1
2
3
4
5
6
7
-10
-5
0
5
10
15
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
% yoy % yoyPenjualan Kendaraan, lhs Penjualan Ritel, rhs
Grafik 2.3 Aktivitas Konsumsi
4 Rerata indeks keyakinan konsumen menurut US consumer confidence board TW3-19 naik 132,1 (dari 128,3), baik terhadap current situation (172,5 dari 168,0) maupun ekspektasi ke depan (105,2 dari 101,8).
Sumber: Bureau of Economic Analys is
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q32015 2016 2017 2018 2019
% yoy Non-Residential Residential
Grafik 2.2 Fixed Investment
Aktivitas konsumsi AS masih
relatif baik, terindikasi dari peningkatan
pertumbuhan penjualan ritel dan
kendaraan. Penjualan ritel TW3-19
tumbuh 4% yoy (naik dari 3,4% pada
TW2-19), ditunjang oleh penurunan tingkat
pengangguran, pertumbuhan upah yang
moderat, disposable income yang stabil, dan
penurunan harga minyak. Konsumsi terbantu
oleh inflasi yang rendah dan perbaikan
kesejahteraan masyarakat dari kenaikan
indeks saham dan akselerasi harga rumah.
Penjualan kendaraan TW3-19 meningkat
0,6% yoy (dari -0,5% pada TW2-19) –setelah
terkontraksi sejak TW3-18. Kenaikan terutama
pada Agustus 2019 seiring pemberian diskon
harga dari produsen, kenaikan permintaan
pada tahun ajaran baru, pemesanan
kendaraan model baru, serta labor day week
end sales. Kepercayaan konsumen yang
membaik menunjukkan optimisme konsumen
terhadap prospek ekonomi ke depan setelah
terdapat indikasi kesepakatan interim dengan
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
20
Sumber: Federal Reserves
65
67
69
71
73
75
77
79
81
83
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
% % yoy Produksi Industri, lhs Utilisasi Kapasitas, rhs
Grafik 2.5 Aktivitas Produksi
Sumber: Institute of Supply Management
45
47
49
51
53
55
57
59
61
63
1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
Indeks ISM Manufacturing ISM Non-Manufacturing
Grafik 2.6 Keyakinan Bisnis
Penurunan permintaan dunia
telah menurunkan aktivitas manufaktur,
sementara ISM Nonmanufaktur masih
ekspansif. Survei ISM Manufaktur telah berada
pada zona kontraktif sejak Agustus 2019 (di
bawah 50) sehingga rerata TW3-19 turun ke
49,4 (dari 52,2 pada TW2-19). Sektor jasa
masih ekspansif meski juga telah mengalami
perlambatan. Rerata ISM Nonmanufaktur
TW3-19 sebesar 54,2, melambat dari 55,8.
New order jasa yang tertahan serta kenaikan
harga melatarbelakangi perlambatan sektor
jasa. Pelaku usaha yang menjadi responden
mengkhawatirkan beberapa aspek seperti
Sumber: US Census Bureau
0
1
2
3
4
5
6
0
50
100
150
200
250
300
350
400
1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9102016 2017 2018 2019
%
Ribu Orang
Change Nonfarm Payrolls, lhsUnemployment Rate (%), rhsAverage Hourly Earnings (% yoy), rhs
Grafik 2.4 Indikator Tenaga Kerja
Aktivitas produksi AS kian
tertekan, terdampak pelemahan
permintaan dan pesimisme pelaku
bisnis. Ketidakpastian yang tinggi mengenai
penyelesaian masalah trade war dan isu
politik dalam negeri (tuntutan impeachment
terhadap Presiden Trump) menahan minat
berbisnis. Rerata produksi industri TW3-19
tumbuh melambat 0,2% yoy (dari 1,2%
pada TW2-19), bahkan terkontraksi -0,1%
pada September 2019. Pelemahan terutama
pada sektor manufaktur dan pertambangan.
Produksi pertambangan menurun tajam
(4,7% dari 9,9%) terimbas pelemahan
harga minyak global. Produksi manufaktur
juga menurun akibat uncertainty trade war
AS-Tiongkok yang menahan permintaan,
serta hambatan produksi kendaraan akibat
pemogokan pegawai General Motor selama
satu bulan.5
5 Pemogokan General Motor berlangsung pada 16 September 2019 hingga 16 Oktober 2019 untuk menuntut perbaikan kesejahteraan. General Motor mengalami kerugian sekitar USD1,75 miliar. Pihak manajemen akhirnya mengabulkan tuntutan kenaikan gaji dan mengangkat pegawai honorer menjadi pegawai tetap.
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
21
Tiongkok ke AS yang masih berjalan.
Ancaman kenaikan tambahan tarif
impor tidak direalisasikan sepenuhnya.
Pada 1 September 2019, AS merealisasikan
kenaikan tarif sebesar 15% terhadap produk
impor Tiongkok senilai USD112 miliar
diantaranya alas kaki, pakaian dan tekstil.
Namun AS menunda kenaikan tarif 15% atas
produk impor Tiongkok senilai USD160 miliar
menjadi 15 Desember 2019 karena tekanan
dari pelaku bisnis dan konsumen. Mayoritas
jenis barang yang ditunda kenaikan tarif
impornya adalah consumer goods (seperti
telepon genggam, laptop, mainan dan
pakaian) yang kerap dibeli saat libur Natal dan
tahun ajaran baru.
Tiongkok melakukan retaliasi atas
keputusan AS menaikkan tarif impor.
Merespons kenaikan tarif impor dari AS,
pada tanggal yang sama (1 September 2019),
Tiongkok juga mengenakan tambahan tarif
kisaran 5%-10% atas produk impor dari AS
senilai USD75 miliar.6 Salah satu produk AS
yang terkena kenaikan tarif impor 5% adalah
crude oil. Atas retaliasi Tiongkok tersebut,
Presiden AS kembali mengancam menaikkan
tarif impor (dari 25% menjadi 30%) terhadap
produk impor Tiongkok senilai 250 miliar
yang akan berlaku efektif pada 15 Oktober
2019.
6 Tiongkok mengenakan tarif terhadap produk impor AS senilai USD75 miliar secara bertahap yaitu 1 September 2019 dan 15 Desember 2019. Kenaikan tarif impor 1 September 2019 akan menyasar 1,717 produk seperti kedelai, crude oil, steel plate, dan kimia. Selanjutnya sekitar 3.361 produk termasuk lumber, automobiles dan textiles akan dikenakan tarif pada 15 Desember 2019.
perang tarif, keterbatasan tenaga kerja, dan
pergerakan ekonomi yang melemah.
Kinerja eskternal AS masih
menghadapi tantangan defisit
perdagangan yang masih cukup besar
meski telah menaikkan tarif impor. Total
defisit perdagangan TW3-19 mencapai
-USD161,5 miliar, hanya sedikit menyempit
dari TW2-19 (-USD163,3 miliar). Penyempitan
defisit dipengaruhi oleh ekspor yang membaik
tipis sehingga kontraksi menyempit (-0,8%
yoy dari -1,7% pada TW2-19), di tengah
terjadinya penurunan impor (-0,9% dari
1,6%). Kendati telah menaikkan tarif impor,
defisit perdagangan dengan Tiongkok masih
melebar ke -USD96,2 miliar pada TW3-19,
dari –USD87,1 miliar (TW2-19). Kondisi ini
menunjukkan bahwa kenaikan tarif impor
tidak efektif untuk memperbaiki defisit
perdagangan AS. Ketergantungan sektor
industri dan masyarakat AS atas produk
impor dari Tiongkok yang cukup tinggi
menyebabkan impor dari Tiongkok masih
cukup tinggi.
Konflik perdagangan antara
AS dan Tiongkok pada TW3-19 makin
tereskalasi. Setelah mengenakan tambahan
tarif sebesar 25% terhadap produk impor dari
Tiongkok senilai USD250 miliar, AS berencana
menaikkan tambahan tarif impor sebesar
15% terhadap produk impor Tiongkok
senilai USD300 miliar pada 1 September
2019. Langkah tersebut merupakan reaksi
dari realisasi impor agrikultur AS oleh
Tiongkok yang dinilai lambat dan tidak sesuai
kesepakatan, serta ekspor fentanyl dari
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
22
ditetapkan oleh anggota Comprehensive
and Progressive Agreement for Trans-
Pacific Partnership (CPTPP). Meski tidak
disebutkan dengan jelas, kesepakatan
tersebut mengindikasikan AS belum akan
mengenakan tarif terhadap produk otomotif
Jepang. Namun pada 18 Oktober 2019, atas
ijin WTO, AS mengenakan tambahan tarif
impor pada produk Eropa senilai USD7,5
miliar. Pengenaan tarif terdiri dari 10%
untuk impor pesawat (USD3,5 miliar), dan
Perundingan AS-Tiongkok di-
harap kan menurunkan ketegangan
perdagangan global. AS dan Tiongkok
kembali melakukan perundingan untuk
mencapai kesepakatan Phase One Deal.
Beberapa sumber informasi menyebutkan
bahwa sebagai bagian dari kesepakatan,
Tiongkok akan meningkatkan impor
agrikultur AS, menurunkan trade barrier
terhadap impor unggas AS, dan menerapkan
standar US’ Public Health Information System
untuk produk daging. Sebagai itikad baik,
AS telah menunda kenaikan tarif impor (dari
25% menjadi 30%) terhadap USD250 miliar
produk impor Tiongkok hingga waktu yang
belum ditentukan.7 Sebagai kompensasi,
Tiongkok akan membeli produk agrikultur
dari AS senilai USD40 miliar –USD50 miliar
pertahun. Namun demikian, kesepakatan
diperkirakan belum menyentuh aspek
struktural seperti isu intellectual property
theft, subsidi Tiongkok kepada sektor
industri, dan pencabutan hambatan terhadap
perusahaan teknologi Tiongkok.
Ketegangan perdagangan dengan
Jepang mereda, namun AS menaikkan
tarif produk impor dari Eropa. AS dan
Jepang pada 25 September 2019 telah
bersepakat bahwa Jepang akan memangkas
tarif impor produk makanan dan pertanian
dari AS, hingga setara dengan tarif yang
7 Kenaikan tarif 15% atas USD112 miliar produk impor Tiongkok yang berlaku sejak 1 September 2019 masih tetap berlaku. Selain itu, belum terdapat update mengenai rencana kenaikan tarif 15% pada sisa impor produk Tiongkok (USD160 miliar) yang akan dikenakan pada 15 Desember 2019 (pasar memprediksi diundur hingga 2020).
Sumber: US Census Bureau
% yoy Miliar USD
Trade Balance, lhs Exports, rhs Imports, rhs-15
-10
-5
0
5
10
15
-70
-60
-50
-40
-30
-20
-10
0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
Grafik 2.7 Neraca Perdagangan AS
Sumber: US Census Bureau
-50,0
-45,0
-40,0
-35,0
-30,0
-25,0
-20,0
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
-40,0
-30,0
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92014 2015 2016 2017 2018 2019
% yoy USD Bio
Trade Balance, rhs Exports to China, lhs Imports from China, lhs
Grafik 2.8 Neraca Perdagangan
AS-Tiongkok
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
23
terjadi penurunan suku bunga sebanyak
tiga kali berturut-turut dengan total 75 bps.
Selain itu the Fed juga menurunkan Interest
Rate on Excess Reserves (IOER) sebesar 25
bps menjadi 1,55% dari sebelumnya 1,8%,
dan menurunkan primary credit rate sebesar
25 bps menjadi 2,25%. Guna melonggarkan
keketatan likuiditas yang sempat terjadi
pada September 2019, the Fed melakukan
pembelian aset terutama Treasury Bills
senilai USD60 miliar/bulan hingga TW2-
20, serta melanjutkan inject cash pada
25% untuk produk makanan (USD4 miliar).8
Pengenaan tarif tersebut merupakan langkah
retaliasi AS atas pemberian subsidi Eropa
terhadap pesawat Airbus, yang dianggap
merugikan Boeing.
Tekanan inflasi AS meningkat
tipis tetapi masih di bawah target.
Penambahan jenis produk yang dikenakan
tarif, serta kenaikan nilai tarif meningkatkan
inflasi AS. Indeks harga konsumen September
2019 meningkat tipis ke 1,7% yoy (dari
1,6% pada Juni 2019). Pergerakan tersebut
dipengaruhi kenaikan biaya healthcare dan
apparel, di tengah terjadinya penurunan
biaya pendidikan serta harga energi dan
transportasi (sejalan pelemahan harga
minyak). Inflasi inti –mengeluarkan harga
minyak dan makanan– meningkat lebih tajam
(2,4% dari 2,1%). Sementara inflasi PCE core
yang menjadi acuan juga naik tipis ke 1,7%
(dari 1,6%) namun masih di bawah target
2%. Kenaikan tarif impor terhadap produk
Tiongkok yang mulai menyasar pada produk
konsumsi diperkirakan meningkatkan laju
inflasi ke depan.
Pertumbuhan ekonomi yang
melambat dan inflasi yang masih di
bawah target direspons the Fed dengan
melonggarkan kebijakan moneter. The
Fed telah menurunkan FFR pada FOMC Juli
dan Oktober 2019 masing-masing sebesar 25
bps hingga menjadi 1,5%-1,75%. Dengan
penurunan FFR ini maka selama 2019 telah
8 Pengenaan tarif produk food antara lain French wine, Scottish whiskies, wine, olives, cheeses seperti English cheddar dan Swiss cheese, serta Irish butter.
Sumber: Bureau of Labor Statisticcs
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
% yoy% yoy CPI Core CPI CPI Food CPI Energy, rhs
Grafik 2.9 Inflasi
Sumber: Bureau of Labor Statistics
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
% yoy PCE Deflator PCE Core Target PCE core
Grafik 2.10 Inflasi Personal
Consumption Expenditure (PCE)
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
24
melebar dibandingkan FY2018 (-USD779
miliar atau -3,9% GDP). Peningkatan
penerimaan pemerintah, tidak mampu
menutup kenaikan pengeluaran yang lebih
besar. Belanja pemerintah terutama ditujukan
untuk pembayaran bunga utang pemerintah
sebagai konsekuensi dari kebijakan fiskal
ekspansif. Anggaran pemerintah pada
tahun mendatang akan lebih longgar seiring
keputusan peningkatan federal spending
sebesar USD320 miliar pada 2020-2021, lebih
tinggi dari spending cap yang ditetapkan
pada 2011.
Tabel 2.1 Anggaran Pemerintah AS
FY = Fiscal Year
Sumber: Congressional Budget Office; Department of the Treasury, Based on the Monthly Treasury Statement for August 2019 and the Daily Treasury Statements for September 2019.
Actual, FY 2018 Preliminary, FY 2019 Estimated ChangeReceipts 3.329 3.462 133Outlays 4.108 4.447 339Deficit (-) -779 -984 -205
Kinerja ekonomi AS diperkirakan
masih dalam tren melambat, terpengaruh
perlambatan global dan eskalasi
ketegangan perdagangan terutama
dengan Tiongkok. IMF (WEO Oktober
2019) memprakirakan ekonomi AS akan
kembali tumbuh melambat menjadi 2,4%
yoy (2019), setelah tumbuh 2,9% pada tahun
sebelumnya (2018). Perlambatan tersebut
masih akan berlanjut menjadi 2,1% (2020),
dan 1,7% (2021). Perlambatan ekonomi AS
juga terlihat dari outlook yang dirilis oleh the
Fed pada FOMC September 2019. The Fed
memperkirakan ekonomi AS akan melambat
menjadi 2,2% (2019), 2% (2020), dan 1,9%
(2021). Ketidakpastian penyelesaian konflik
perdagangan telah berdampak negatif
over night lending market hingga Januari
2020.9
Sumber: Federal Reserves
0,25
2,50
2,25
1,75
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9102015 2016 2017 2018 2019
%
Grafik 2.11 Fed Fund Rate
Sumber: Congressional Budget Office
-5
-4,5
-4
-3,5
-3
-2,5
-2
-1,5
-1
-0,5
0
-400
-200
0
200
400
600
800
1000
1200
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
% PDB Miliar USD RevenueExpenditure
Govt Budget BalanceGovt Budget Balance to GDP (rhs)
Grafik 2.12 Anggaran Pemerintah
Pemerintah menerapkan kebijak-
an fiskal akomodatif. Defisit fiskal TW3-
19 mencapai -USD237,3 miliar, melebar
dibandingkan TW3-18 (-USD171,9 miliar).
Dengan defisit tersebut, defisit fiskal FY2019
(berakhir September) mencapai -USD984
miliar (diperkirakan sekitar -4,7% GDP),
9 Langkah ini untuk merespons kelangkaan likuiditas pada 16 September 2019, disaat terjadi pembayaran pajak perusahaan dan setelmen transaksi treasury auction sehingga terjadi transfer dalam jumlah besar kepada rekening pemerintah.
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
25
(angka pengangguran rendah) berpeluang
meningkatkan konsumsi. Sementara faktor
downside risks yang dapat menghambat
pertumbuhan diantaranya produktivitas yang
masih rendah, problem aging population,
ketidakpastian politik dalam negeri terkait
proses impeachment Presiden Trump,
penyelenggaraan Pemilu 2020, potensi
retaliasi oleh Eropa atas kenaikan tarif impor
produk pesawat terbang dan makanan oleh
AS, serta risiko geopolitik global (Timur
Tengah, Amerika Latin, dll).
terhadap aktivitas bisnis dan menurunkan
permintaan ekspor.
Perjalanan ekonomi AS ke depan
akan dipengaruhi upside dan downside
risks. Secara umum, faktor upside risks antara
lain meredanya ketegangan perdagangan
seiring rencana kesepakatan phase one deal
dengan Tiongkok dan telah tercapainya
kesepakatan dengan Jepang, kebijakan
moneter dan fiskal longgar yang dapat
memberi daya dorong bagi perekonomian,
dan sektor tenaga kerja yang masih solid
Tabel 2.2 Outlook Ekonomi AS
Realisasi
2018 2019 2020 2021 Longer Run 2019 2020 2021 2019 2020PDB Riil (% yoy) 2,9 2,2 2,0 1,9 1,9 2,4 2,1 1,7 2,3 1,8Estimasi Sebelumnya 2,1 2,0 1,8 1,9 2,6 1,9 N/A 2,3 1,8Inflasi PCE (% yoy) 2,1 1,5 1,9 2,0 2,0 N/A N/A N/A N/A N/AEstimasi Sebelumnya 1,5 1,9 2,0 2,0 N/A N/A N/A N/A N/AInflasi PCE Core (% yoy) 1,9 1,8 1,9 2,0 N/A N/A N/A N/A 1,7 2,1Estimasi Sebelumnya 1,8 1,9 2,0 N/A N/A N/A N/A 1,7 2,1Inflasi CPI (% yoy) 2,4 N/A N/A N/A N/A 1,8 2,3 2,4 1,8 2,1Estimasi Sebelumnya N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A 1,8 2,1Tingkat Pengangguran (%) 3,9 3,7 3,7 3,8 4,2 3,7 3,5 3,5 3,7 3,7Estimasi Sebelumnya 3,6 3,7 3,8 4,2 N/A N/A N/A 3,7 3,7Fed Fund Rate 2,5 1,9 1,9 2,1 2,5 N/A N/A N/A N/A N/AEstimasi Sebelumnya 2,4 2,1 2,4 2,5 N/A N/A N/A N/A N/ASumber: Federal Reserves, IMF1. Data the Fed: estimasi sebelumnya adalah Juni 20192. Data WEO: estimasi sebelumnya adalah Juli 20193. Consensus Forecast: estimasi sebelumnya adalah Sept 2019
IndikatorThe Fed-FOMC Sep 2019
(Median)Consensus Forecast
Oktober 2019IMF
WEO Okt 2019
2.2. Kawasan Euro
Pertumbuhan ekonomi Kawasan
Euro masih lemah, terbebani pemburukan
sentimen dan ketidakpastian perdagangan
global. PDB TW3-19 tumbuh tetap 1,2% yoy
dibandingkan TW2-19, masih rendah secara
historis. Pelemahan pada sentimen ekonomi,
bisnis, dan kinerja perdagangan, diimbangi
oleh perbaikan konsumsi –seiring pasar
tenaga kerja yang masih solid–, stimulus fiskal
di sejumlah negara anggota, dan kebijakan
moneter European Central Bank (ECB) yang
makin akomodatif. Pertumbuhan ekonomi
yang stabil dikontribusi oleh akselerasi
ekonomi Jerman ke 0,5% yoy (dari 0,3%
pada TW2-19) dan Italia (0,3% dari 0,1%), di
tengah pertumbuhan ekonomi Spanyol yang
stabil pada 2,0%, dan perlambatan Prancis
menjadi 1,3% (dari 1,4%).
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
26
bias ke bawah. Downside risks masih
mendominasi terutama dari eksternal, antara
lain eskalasi trade tensions, peningkatan
tensi geopolitik, dan perlambatan ekonomi
Tiongkok. Sedangkan risiko domestik berasal
dari ketidakpastian Brexit dan potensi
hambatan temporer –seperti perlambatan
manufaktur dan otomotif– yang berlangsung
lebih lama dari perkiraan, serta risiko suku
bunga rendah yang berkepanjangan terhadap
kesehatan sektor perbankan.
Ekonomi Kawasan Euro TW3-19
tumbuh stabil pada level yang rendah.
Perekonomian TW3-19 tumbuh sebesar
1,2% yoy, tidak berubah dibandingkan
capaian TW2-19.10 Konsumsi masih solid,
ditopang oleh perbaikan daya beli konsumen
seiring kenaikan upah minimum dan
tingkat pengangguran yang tetap rendah.
Ekspansi kebijakan moneter dan fiskal turut
menunjang aktivitas konsumsi. Namun
demikian, ketidakpastian global yang masih
tinggi memperburuk sentimen dan ekspor,
sehingga menahan laju pertumbuhan
ekonomi. Confidence pelaku ekonomi yang
makin pesimis terhadap prospek ekonomi
domestik, menyebabkan perlambatan
ekspansi bisnis dan investasi. Ekspor juga
tumbuh di level yang rendah, dipengaruhi
penurunan permintaan eksternal akibat
sentimen perlambatan global dan eskalasi
konflik perdagangan AS-Tiongkok.
10 Ekonomi TW2-19 juga mencatatkan pertumbuhan 1,2% yoy, revisi ke atas dari rilis sebelumnya 1,1%.
Laju inflasi September 2019 masih
rendah sebesar 0,8% yoy, seiring aktivitas
ekonomi yang masih lemah serta harga
minyak dunia yang rendah. Kenaikan upah
juga belum menunjukkan dampak positif
terhadap tingkat inflasi. Korporasi masih
mengorbankan profit untuk menjaga harga
produk tetap terjangkau bagi konsumen, guna
mengatasi pelemahan permintaan. Untuk
menstimulasi pemulihan ekonomi dan inflasi,
ECB melonggarkan kebijakan moneter lebih
lanjut dengan meluncurkan paket kebijakan
akomodatif. ECB menurunkan deposit facility
rate menjadi -0,5% dan reaktivasi program
pembelian aset. Pelonggaran kebijakan fiskal
juga dipertahankan oleh sebagian besar
negara, seperti penurunan pajak, yang akan
berlanjut pada 2020 guna menopang aktivitas
konsumsi dan ekonomi.
Pelemahan aktivitas ekonomi
diprediksi berlanjut hingga akhir 2019 seiring
masih tingginya ketidakpastian domestik dan
global, lalu membaik tipis pada 2020. ECB dan
European Commission (EC) memperkirakan
pertumbuhan ekonomi 2019 hanya sebesar
1,1% yoy, jauh menurun dari realisasi 2018
sebesar 1,9%. Selanjutnya kedua lembaga
tersebut memprediksi ekonomi Kawasan
Euro membaik tipis menjadi 1,2% pada 2020,
meski lebih pesimis dari prediksi sebelumnya
(1,4%). Sementara itu, IMF memprediksi
pertumbuhan ekonomi 2019 sebesar 1,2%
dan berlanjut ke 1,4% pada 2020 (revisi ke
bawah dari 1,6%).
Pesimisme prospek pertumbuhan
dipengaruhi imbangan risiko yang berlanjut
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
27
pada TW3-19.11 Positive growth surprise
Jerman ditopang perbaikan konsumsi dan
kenaikan belanja pemerintah. Meski tumbuh
meningkat, ekonomi Jerman masih tetap
dalam tren melemah sejak akhir 2017,
yang mengubah posisi Jerman dari mesin
pertumbuhan menjadi sumber pelemahan
Kawasan Euro.12 Materialisasi dari berbagai
downside risks –trade tensions, pelemahan
permintaan global, gejolak sektor otomotif–
telah menyebabkan kinerja sektor manufaktur
Jerman memburuk tajam ke level terendah
dalam satu dekade.13
Ekonomi Italia TW3-19 juga
terakselerasi pada tingkat pertumbuhan
yang rendah sebesar 0,3% yoy (dari
TW2-19 sebesar 0,1%) ditopang oleh
resiliensi konsumsi. Ketenagakerjaan
tetap solid disertai inflasi yang menurun,
sehingga menunjang disposable income dan
private consumption. Sentimen konsumen
11 Technical recession didefinisikan sebagai kontraksi pertumbuhan PDB kuartalan (qtq) selama 2 periode berturut-turut. PDB Jerman TW2-19 terkontraksi -0,2% qtq, dan market memprediksi akan kembali terkontrasi sebesar -0,1% qtq pada TW3-19. Namun rilis data PDB menunjukkan bahwa Jerman terhindar dari risiko resesi dan tumbuh positif 0,1% qtq pada TW3-19.
12 Pangsa ekonomi Jerman tetap yang terbesar (28%) diantara negara anggota lainnya. Namun kontribusi Jerman terhadap PDB Kawasan Euro turun signifikan, dari 1,0% pada TW4-17 (puncak pertumbuhan Kawasan Euro) menjadi hanya 0,1% terhadap keseluruhan PDB Kawasan (TW3-19). Kontribusi Jerman yang turun -0,9pp tersebut di tengah penurunan growth Kawasan Euro -1,8pp (dari 3,0% yoy pada TW4-17 ke 1,2% pada TW3-19), menandakan bahwa hampir 50% pelemahan Kawasan Euro disebabkan oleh Jerman.
13 Pertumbuhan sektor manufaktur Jerman memburuk selama 7 kuartal berturut-turut, dan terkontraksi hingga -3,9% yoy pada TW3-19, terendah sejak TW4-09.
Sumber: Bloomberg
2,6
2,2
1,6
1,21,4
1,21,2
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
-0,4
0
0,4
0,8
1,2
1,6
2
2,4
2,8
3,2
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q32014 2015 2016 2017 2018 2019
% yoy% yoy GDP, lhs HH Cons., rhs Govt., rhsGFCF, rhs Exports, rhs Imports, rhs
Grafik 2.13 Pertumbuhan PDB
Sumber: Bloomberg
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q32014 2015 2016 2017 2018 2019
% yoy Kawasan Euro Jerman Perancis Italia Spanyol
Grafik 2.14 Pertumbuhan PDB
Negara Inti Kawasan Euro
Pertumbuhan ekonomi Jerman
dan Italia tetap rendah, disertai stagnasi
ekonomi di Spanyol dan perlambatan di
Prancis. Jerman sebagai ekonomi terbesar di
kawasan, tumbuh rendah sebesar 0,5% yoy
pada TW3-19, meski lebih baik dari TW2-
19 sebesar 0,3%. Perbaikan pertumbuhan
tersebut di luar ekspektasi sebagian besar
pelaku pasar yang sebelumnya memprediksi
Jerman akan mengalami technical recession
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
28
oleh rendahnya permintaan eksternal. Di sisi
lain, impor tumbuh terakselerasi (3,4% yoy;
dari 1,9%) sehingga secara keseluruhan
menyebabkan net ekspor berkontribusi
negatif terhadap pertumbuhan (-0,4%;
dari 0,2%). Namun demikian, komponen
pengeluaran PDB Prancis lainnya tetap solid.
Ekonomi TW3-19 ditopang oleh konsumsi
yang resilien terutama di sektor jasa16,
didorong oleh stimulus fiskal pemerintah
sebagai respons atas aksi protes pada akhir
2018.17 Oleh karena itu, pertumbuhan
TW3-19 turut ditunjang oleh akselerasi
pertumbuhan belanja pemerintah, disertai
investasi yang tetap tumbuh stabil.
Ekonomi Kawasan Euro ditunjang
oleh konsumsi, meskipun terindikasi
belum solid. Rerata penjualan ritel –leading
indicator konsumsi– tumbuh membaik
menjadi 2,7% yoy (TW3-19), dari 2,1% (TW2-
19). Penjualan tekstil dan pakaian meningkat
tertinggi diantara komponen lainnya –setelah
sempat terkontraksi berturut-turut pada TW2-
19–, diikuti oleh penjualan barang online
yang tetap tumbuh solid di atas 10% yoy
sepanjang TW3-19. Kinerja positif tersebut
diantaranya ditopang oleh ketenagakerjaan
yang masih robust –unemployment rendah
dan upah meningkat– yang mendorong daya
beli dan perbaikan sentimen konsumen.
16 Konsumsi merupakan komponen pengeluaran dengan pangsa terbesar (51,8%) terhadap PDB Prancis. Berdasarkan sektor, jasa memiliki pangsa terbesar 72,5%.
17 Pengeluaran pemerintah TW3-19 tumbuh 1,3% yoy (dari 1,0% pd TW2-19), dengan peningkatan kontribusi menjadi 0,3% terhadap PDB (dari 0,2%). Investasi tumbuh stabil 3,6% yoy, dan tetap berkontribusi terbesar (0,8%) terhadap PDB.
cenderung membaik seiring meredanya
gejolak politik pasca pembentukan koalisi
pemerintahan baru. Sementara kinerja ekspor
masih melemah dan menahan pertumbuhan
lebih lanjut. Sektor manufaktur Italia
memburuk lebih dalam, imbas pesimisme
outlook ekonomi global, serta terdampak
pelemahan Jerman.14
PDB Spanyol TW3-19 tumbuh
stabil 2,0% yoy, tidak berubah
dibandingkan TW2-19. Pertumbuhan
ditopang oleh perbaikan konsumsi domestik
(1,5% yoy pada TW3-19; dari 0,6% pada
TW2-19), sebagai dampak positif dari
stimulus kenaikan minimum upah sejak awal
2019. Sejalan dengan itu, belanja pemerintah
tumbuh terakselerasi 2,5% yoy (dari 2,2%).
Investasi tumbuh meningkat (2,0% yoy;
dari 1,0%), namun masih rendah secara
historis dipengaruhi sentimen negatif dari
gejolak politik.15 Ekonomi juga terbebani oleh
pelemahan ekspor (2,3% yoy; dari 2,2%) –
sejalan dengan perlambatan permintaan
global– yang tidak dapat mengimbangi laju
kenaikan impor (2,0% yoy; dari -0,7%).
Pertumbuhan Prancis tertahan
oleh pelemahan kinerja ekspor. PDB
Prancis TW3-19 tumbuh 1,3% yoy, lebih
rendah dari TW2-19 (1,4%). Ekspor Prancis
melambat (2,3% yoy; dari 2,5%) terbebani
14 Italia memiliki keterkaitan produksi dan perdagangan yang erat dengan Jerman, sehingga pelemahan manufaktur Jerman yang signifikan berpengaruh negatif terhadap kinerja domestik Italia.
15 Dukungan kepada pemerintah rendah, sehingga memicu rencana pemerintah untuk melaksanakan pemilu ulang (snap election) pada 10 November 2019.
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
29
di level terendah sejak 2008, yaitu 7,5% pada
TW3-19. Upah juga terakselerasi menjadi
2,7% yoy pada TW2-19, dari 2,5% (TW1-19),
seiring kenaikan minimum upah pada sejumlah
negara anggota. Namun demikian, terdapat
indikasi bahwa pelemahan aktivitas ekonomi
domestik dan sektor manufaktur yang
persisten mulai berdampak negatif terhadap
penyerapan tenaga kerja. Pertumbuhan
employment TW3-19 melambat menjadi
1,0%, dari 1,2% (TW2-19). Unemployment
rate TW3-19 –meski tercatat rendah pada
7,5%– tidak berubah dibandingkan TW2-
Penjualan kendaraan membaik
akibat pengaruh base-effect penurunan
tajam 2018. Rerata penjualan kendaraan
TW3-19 tumbuh 3,6% yoy, dari kontraksi
-2,5% (TW2-19). Kendati demikian,
keseluruhan penjualan kendaraan terpantau
masih lemah. Perbaikan angka rerata lebih
disebabkan oleh lonjakan penjualan pada
September 2019 (19,4% yoy) akibat faktor
base-effect anjloknya penjualan September
2018 seiring implementasi Worldwide
Harmonised Light Vehicle Test Procedure
(WLTP). Sementara itu, penjualan kendaraan
pada bulan lainnya selama TW3-19 masih
tumbuh rendah.18
Sentimen konsumen relatif
membaik seiring perbaikan upah dan
ketidakpastian perdagangan dunia
yang mereda. Kontraksi indeks consumer
confidence TW3-19 menyempit ke rerata -6,7,
dari -7,0 (TW2-19), seiring asesmen positif
konsumen terhadap kondisi finansial. Prospek
keuangan rumah tangga membaik ditunjang
kebijakan kenaikan upah 2019 pada sejumlah
negara anggota, seperti Jerman, Perancis,
dan Spanyol. Selain itu, konflik hubungan
perdagangan AS-Tiongkok yang cenderung
mereda pada Juli dan September 2019
turut mendorong optimisme kepercayaan
konsumen.
Kinerja konsumsi ditopang oleh
ketenagakerjaan Kawasan Euro yang
masih solid. Tingkat pengangguran berada
18 Penjualan kendaraan tumbuh rendah sebesar 1,1% yoy pada Juli 2019 dan terkontraksi -9,6% pada Agustus 2019.
Sumber: Bloomberg
-25,0
-15,0
-5,0
5,0
15,0
25,0
35,0
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92016 2017 2018 2019
% yoy % yoy Penjualan Ritel, lhs New Passenger Vehicle Sales, rhsCons. Confidence, rhs Retail trade confidence, rhs
Grafik 2.15 Indikator Konsumsi
Sumber: Bloomberg
8,5 8,2 8 7,8 7,7 7,5 7,5
2
2,2 2,4
2,2
2,5 2,7
1,6 1,6 1,5 1,4 1,4
1,2 1
0,1
0,6
1,1
1,6
2,1
2,6
7
8
9
10
11
12
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q32014 2015 2016 2017 2018 2019
% Unemployment Rate, lhs Labour Costs, rhs
Employment, rhs
% yoy
Grafik 2.16 Tingkat Pengangguran,
Penyerapan Tenaga Kerja, dan Upah
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
30
19, pertama kalinya unemployment rate
triwulanan tidak mengalami penurunan sejak
2014.
Pertumbuhan produksi makin
terkontraksi akibat permintaan eksternal
yang rendah. Pelaku usaha cenderung
menahan aktivitas produksi karena demand
yang rendah, imbas kekhawatiran prospek
perdagangan dan perlambatan ekonomi
global. Rerata produksi industri TW3-19
terkontraksi -2,2% yoy, lebih dalam dari
TW2-19 (-1,3%). Penurunan produksi
terjadi pada sebagian besar jenis barang
yaitu intermediate goods, energy, dan non-
durable goods. Pertumbuhan capital goods
dan durable goods lebih baik dibandingkan
TW2-19, namun masih di level yang cukup
rendah.19 Produksi capital goods yang tetap
terkontraksi juga mencerminkan minat
investasi pelaku usaha yang masih tertahan.
Pelemahan produksi industri
Kawasan Euro turut dikontribusi oleh
disrupsi otomotif Jerman. Kinerja industri
otomotif Jerman telah melemah signifikan
selama setahun terakhir, dipicu oleh
penyesuaian regulasi uji emisi kendaraan
(WLTP) pada September 2018 yang
berdampak pada penurunan tajam produksi
otomotif.20 Rerata produksi otomotif Jerman
TW3-19 masih terkontraksi (-0,6% yoy),
19 Produksi capital goods TW3-19 terkontraksi -2,6% yoy (dari -2,7% pada TW2-19), sedangkan durable goods tumbuh 0,3% (dari -0,9%)
20 Worldwide Harmonised Light Vehicle Test Procedure (WLTP) merupakan standar baru pada uji coba emisi kendaraan yang di-klaim merefleksikan konsumsi bahan bakar dan emisi kendaraan secara lebih akurat.
Sumber: Bloomberg
-2
-1
0
1
2
3
-10
-5
0
5
10
15
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92016 2017 2018 2019
Indeks
Produksi Industri (% yoy), lhsIndustrial Confidence (Indeks), lhsBusiness Clim. Indicator, rhs
Grafik 2.17 Indikator Produksi dan
Sentimen Industri Kawasan Euro
Sumber: Bloomberg, German Association of the Automotive Industry (VDA)
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92016 2017 2018 2019
% yoy% yoy Car New Registrations Car Production, rhs
Grafik 2.18 Produksi dan Penjualan
Kendaraan Jerman
Sumber: Bloomberg
40
45
50
55
60
65
-6
-3
0
3
6
9
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92016 2017 2018 2019
Indeks% yoy
IP, lhsPMI Composite, rhsPMI Manuf., rhsPMI Services, rhs
Grafik 2.19 Produksi Industri dan PMI
Jerman
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
31
dari 47,7). PMI Jasa TW3-19 juga memburuk
menjadi rerata 52,8 (dari 53,1).
Pelemahan PMI disebabkan
pemburukan new orders for goods and
services dan penurunan new export orders
akibat lesunya aktivitas perdagangan
global.23 Backlogs of work menurun seiring
pelemahan new orders, sehingga mendorong
produksi menggunakan stok lama.
Permintaan yang rendah menyebabkan input
dan output inflation melemah. Kepercayaan
pelaku usaha terhadap prospek 12 bulan ke
depan tetap di level terendah sejak 2012,
dipengaruhi kekhawatiran terhadap trade
tensions global, ketidakpastian geopolitik
dan perkembangan Brexit. Pemburukan
permintaan dan sentimen menyebabkan
pelaku usaha menahan pembukaan lapangan
kerja dan job creation.
Penurunan PMI Kawasan Euro
sebagian besar dikontribusi oleh
pelemahan Jerman. Rerata PMI Komposit
Jerman TW3-19 turun paling signifikan
diantara negara inti lainnya, menjadi 50,4
dari 52,5 (TW2-19). Pelemahan manufaktur
Jerman secara tajam sejak akhir 2017, mulai
berdampak negatif terhadap sektor jasa,
tercermin dari turunnya PMI Jasa dari 55,8
(Juni 2019) hingga 51,4 (September 2019).
Kondisi tersebut menyebabkan PMI Komposit
September 2019 jatuh di bawah threshold
23 Berdasarkan publikasi Markit PMI September 2019, new orders for goods and services memburuk pertama kali sejak Januari 2019, dengan penurunan tertajam sejak Juni 2013.
meski lebih baik dari TW2-19 (-13,1%).
Namun, perbaikan lebih dipengaruhi base-
effect anjloknya produksi pada Agustus dan
September 2018. Ekspor otomotif Jerman
juga tertekan oleh pelemahan ekonomi
Tiongkok yang merupakan salah satu mitra
dagang otomotif terbesar Jerman. Ke depan,
prospek otomotif Jerman masih menghadapi
ketidakpastian, khususnya menjelang
pengetatan regulasi penurunan target emisi
CO2 kendaraan yang dimulai pada Januari
2020.21
Ekspansi bisnis terus tertahan
akibat perlambatan ekonomi domestik
dan global. Sejak mencapai puncak pada
akhir 2017, Purchasing Managers Index (PMI)
Komposit turun bertahap hingga 51,2 (rerata)
pada TW3-19, lebih rendah dari TW2-19
(51,8), sekaligus rerata triwulanan terendah
sejak 2013. Secara bulanan, PMI Komposit
turun hampir menyentuh threshold level 50
pada September 2019 (50,1).22 Pergerakan
PMI menimbulkan kekhawatiran stagnasi
ekonomi Kawasan Euro, serta pelemahan
aktivitas manufaktur yang mulai merambat
ke sektor jasa. PMI Manufaktur TW3-19 jatuh
makin dalam di bawah threshold (rerata 46,4;
21 Pada April 2019, EU memutuskan akan memperketat standar emisi CO2 bagi passenger car (dari regulasi saat ini 130 gram CO2/km menjadi 95 gram CO2/km), dan vans/komersial (175 gram CO2/km menjadi 147 gram CO2/km). Kebijakan tersebut mulai diterapkan pada 1 Januari 2020. Khusus untuk passenger car, penerapan akan dilakukan secara bertahap. Target emisi akan berlaku untuk 95% kendaraan baru penghasil emisi terendah pada 2020, dan akan berlaku bagi seluruh kendaraan baru pada 2021. Sementara target emisi seluruh vans akan berlaku pada 2020.
22 Indeks di atas 50 mencerminkan bisnis mengalami ekspansi, dan sebaliknya.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
32
Kinerja perdagangan masih lemah
terdampak oleh penurunan permintaan
global. Rerata pertumbuhan ekspor TW3-
19 masih tertekan dan melambat lebih
lanjut menjadi 1,7% yoy (dari 2,7%).
Kinerja ekspor terimbas dampak negatif
ketidakpastian ekonomi dan perdagangan
global (sentimen trade tensions AS-Tiongkok
dan ancaman tarif impor otomotif oleh AS)
yang menyebabkan permintaan ekspor turun
signifikan. Berdasarkan produk, ekspor barang
manufaktur khususnya permesinan dan
transportasi masih rendah, sehingga menahan
kinerja keseluruhan ekspor. Berdasarkan negara
tujuan, pelemahan ekspor terjadi pada tujuan
AS, Tiongkok, Korea Selatan, dan Turki. Di sisi
lain, impor TW3-19 melambat lebih dalam dari
ekspor (terkontraksi -0,6% yoy; dari 2,7%),
sehingga mendorong surplus perdagangan
TW3-19 meningkat moderat menjadi EUR55,2
miliar (seasonally-adjusted), dari EUR51,8
miliar (TW2-19). Leading indicators PMI
(export orders) Oktober 2019 mengonfirmasi
kinerja ekspor yang masih lemah, sekaligus
mensinyalir bahwa ekspor masih tertahan di
awal TW4-19.
Sumber: Bloomberg
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92016 2017 2018 2019
EUR Bn% yoy Trade Balance, rhs Exports, lhs Imports, lhs
Grafik 2.22 Neraca Perdagangan
menjadi 48,5.24 Spanyol juga mengalami
penurunan rerata PMI Manufaktur dan
Jasa karena ketidakpastian politik.25 PMI
Manufaktur Prancis dan Italia turun lebih
lanjut, namun diimbangi sektor jasa yang
masih solid sehingga menopang perbaikan
PMI Komposit.26
Sumber: Bloomberg
45
47,5
50
52,5
55
57,5
60
62,5
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92016 2017 2018 2019
PMI Composite PMI Manufaktur PMI ServicesIndeks
Grafik 2.20 Indikator PMI
Sumber: Bloomberg
100
102
104
106
108
110
112
114
116
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92016 2017 2018 2019
Indeks Indeks
Industrial Confidence, lhsServices Confidence, lhsConsumer Confidence, lhsConstruction Confidence, lhsRetail Trade Confidence, lhsEconomic Sentiment Indicator, rhs
Grafik 2.21 Indikator Keyakinan Ekonomi
24 Level PMI Komposit Jerman pada September 2019 tersebut merupakan yang terendah sejak Juni 2012 (87 bulan).
25 Spanyol TW3-19: PMI Komposit (52,0 dari dari 52,4), Manufaktur (48,7 dari 49,9), Jasa (53,1 dari 53,2).
26 Prancis TW3-19: PMI Komposit (51,9 dari 51,3), Manufaktur (50,3 dari 50,8), Jasa (52,4 dari 51,6). Italia TW3-19: PMI Komposit (50,3 dari 49,8), Manufaktur (48,9 dari 49,1), Jasa (50,7 dari 50,3).
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
33
Juni 2019), sejalan dengan penurunan harga
minyak dunia.27 Harga makanan tumbuh
stabil 1,6% yoy, sedangkan harga jasa turun
tipis ke 1,5% yoy (dari 1,6%) dan menekan
core inflation menjadi 1,0% yoy (dari 1,1%).
Pergerakan harga makanan dan jasa tersebut
mengindikasikan bahwa korporasi cenderung
menyerap kenaikan biaya (upah) dengan
mengorbankan profit margins dibandingkan
menaikkan harga jual, di tengah lesunya
permintaan dan tingginya ketidakpastian.
Sumber: Bloomberg
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92016 2017 2018 2019
% yoy % yoy
Inflasi, lhs Inflasi Inti, lhs Food, lhsServices, lhs Energy, rhs
Grafik 2.24 Inflasi Kawasan Euro
Sumber: Bloomberg
% yoy % yoy
PPIDurable Cons. GoodsNondurable Consumer GoodsCapital GoodsIntermediate Goods, rhsEnergy, rhs
-15
-12
-9
-6
-3
0
3
6
9
12
15
18
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92016 2017 2018 2019
Grafik 2.25 Producer Price Index
27 Harga minyak TW3-19 secara rerata terkontraksi -9,7% qtq (Brent) dan -5,9% qtq (WTI), dengan harga penutupan lebih rendah -7,1% ptp (Brent) dan -7,5% (WTI).
Sumber: Bloomberg
Current Account
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
80
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92016 2017 2018 2019
Miliar EUR
Barang JasaPrimary Income Secondary Income
Grafik 2.23 Neraca Transaksi Berjalan
Surplus neraca transaksi berjalan
(current account) meningkat pada level
yang masih rendah. Current account
surplus TW3-19 mencapai EUR77,7 miliar,
lebih tinggi dibandingkan TW2-19 (EUR70,7
miliar). Pelebaran surplus disebabkan oleh
peningkatan surplus neraca barang (sejalan
dengan pelebaran trade surplus akibat
impor yang melambat melebihi ekspor) dan
surplus neraca jasa. Sementara itu, surplus
neraca pendapatan primer dan defisit neraca
pendapatan sekunder memburuk, sehingga
menahan perbaikan keseluruhan current
account.
Laju inflasi kembali termoderasi
karena aktivitas ekonomi yang masih
lemah dan tekanan harga minyak yang
rendah. Inflasi headline melambat lebih
dalam menjadi 0,8% yoy pada September
2019, dari 1,3% pada Juni 2019, makin
menjauhi target inflasi ECB below but close to
2%. Kondisi tersebut dikontribusi oleh harga
energi yang jauh menurun (terkontraksi -1,8%
yoy pada September 2019; dari 1,7% pada
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
34
melemah. Pada pertemuan Governing
Council 27 Juli 2019, ECB kembali
mempertahankan suku bunga rendah yakni
main refinancing operations (MRO) pada
0,0%; marginal lending facility (LF) rate pada
0,25%; dan deposit facility (DF) rate pada
-0,4%. Namun, ECB melakukan penyesuaian
pada forward guidance suku bunga.28 ECB
makin melonggarkan stance moneter pada
pertemuan Governing Council 12 September
28 Rincian hasil Governing Council 27 Juli 2019 selengkapnya dapat dibaca pada PEKKI Edisi III 2019.
Perlambatan inflasi headline terjadi
pada seluruh negara inti. Inflasi Jerman dan
Italia menurun paling besar, masing-masing ke
0,9% yoy (dari 1,5%) dan 0,2% (dari 0,8%).
Inflasi Spanyol dan Prancis juga melambat
ke 0,2% (dari 0,6%) dan 1,1% (dari 1,4%).
Sejalan dengan indeks harga konsumen,
Producer Price Index (PPI) terkontraksi -1,2%
yoy (September 2019), dari 0,7% (Juni 2019),
dan merupakan yang terendah dalam tiga
tahun terakhir. Pelemahan PPI juga disebabkan
oleh kontraksi harga energi yang lebih dalam
menjadi -6,1% yoy, dari sebelumnya -0,2%.
Penyaluran kredit ke sektor
swasta relatif solid, ditopang oleh suku
bunga rendah. Pertumbuhan kredit oleh
lembaga keuangan (Monetary Financial
Institution/MFI) rerata tumbuh 3,2% yoy
pada TW3-19, lebih tinggi dari 2,9% pada
TW2-19. Kinerja tersebut ditunjang oleh
akselerasi pinjaman kepada non-financial
counterparties (NFC), rerata tumbuh 3,2%
(dari 2,9%). Sedangkan kredit kepada rumah
tangga (RT) tetap tumbuh stabil sebesar
3,2% yoy. Secara keseluruhan, kinerja positif
pertumbuhan kredit TW3-19 ditopang oleh
suku bunga rendah dan kecukupan suplai
pinjaman perbankan. Namun demikian,
terdapat indikasi risiko pemburukan standar
kredit perbankan untuk meningkatkan kredit
dalam mengatasi pelemahan ekonomi,
sehingga perlu mewaspadai risiko kenaikan
Non-Performing Loan (NPL).
ECB mengadopsi kebijakan
moneter yang lebih akomodatif di
tengah aktivitas ekonomi yang terus
Sumber: Bloomberg
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92016 2017 2018 2019
% yoy
Loans Made by MFI, lhs
Loans to Non-Financial Corporation, lhs
Loans to Household, rhs
Grafik 2.26 Pertumbuhan Kredit Perbankan
Sumber: Bloomberg
0
20
40
60
80
100
-0,6
-0,35
-0,1
0,15
0,4
0,65
0,9
1,15
1,4
Oct-1
4De
c-14
Feb-
15Ap
r-15
Jun-
15Au
g-15
Oct-1
5De
c-15
Feb-
16Ap
r-16
Jun-
16Au
g-16
Oct-1
6De
c-16
Feb-
17Ap
r-17
Jun-
17Au
g-17
Oct-1
7De
c-17
Feb-
18Ap
r-18
Jun-
18Au
g-18
Oct-1
8De
c-18
Feb-
19Ap
r-19
Jun-
19Au
g-19
EUR Bil. %
Refinancing Rate (0,0%) Deposit Facility (-0,5%)Marginal Lending Facility (0,25%) Asset Purchase Target, rhs
Grafik 2.27 Suku Bunga ECB
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
35
kini menjadi tiga tahun.29
5. Menerapkan two-tier system for reserve
remuneration–yaitu kepemilikan bank
atas excess liquidity akan dikecualikan
dari suku bunga DF negatif–guna
mendukung transmisi kebijakan moneter
perbankan.
6. Melanjutkan kebijakan nonkonvensional
reinvestasi obligasi jatuh tempo (yang
diperoleh dari APP sebelumnya) hingga
setelah ECB memutuskan untuk mulai
menaikkan suku bunga, dan sepanjang
dibutuhkan untuk menjaga kondisi
likuiditas dan mendukung kebijakan
moneter akomodatif ECB.30
Pada pertemuan Governing Council
terkini (24 Oktober 2019), ECB tetap konsisten
dengan keputusan paket kebijakan tersebut,
dan akan mempertahankan stance sepanjang
rilis data ke depan dapat mengonfirmasi
outlook inflasi jangka menengah sesuai
dengan target ECB.
Kebijakan fiskal secara agregat
lebih ekspansif untuk menopang
ekonomi. Belanja pemerintah terakselerasi
3,5% yoy pada TW2-19, lebih tinggi
dibandingkan 3,1% pada TW1-19,
diantaranya didorong oleh peningkatan upah
buruh di Jerman yang merupakan rangkaian
29 Penjelasan kebijakan TLTRO-III secara lebih rinci dapat dibaca pada PEKKI Edisi III 2019.
30 Reinvesting maturing debt merupakan instrumen kebijakan ECB yang me-reinvestasikan aset yang diperoleh dari program pembelian aset (APP) yang akan jatuh tempo dalam 12 bulan, dengan mengalirkannya kembali ke pasar obligasi. Langkah tersebut ditujukan untuk menjaga tingkat borrowing cost dan likuiditas.
2019, melalui peluncuran paket stimulus
kebijakan sebagai berikut:
1. Suku bunga MRO dan LF dipertahankan
pada level yang sama, namun DF
diturunkan 10 bps menjadi -0,5% (dari
sebelumnya -0,4%).
2. Menyesuaikan kembali forward guidance,
bahwa suku bunga akan dipertahankan
pada level yang sama atau lebih rendah
hingga outlook konvergen ke level
below but close to 2%, dan konvergensi
tersebut telah konsisten tercermin dalam
dinamika underlying inflation.
3. Mereaktivasi stimulus non-konvensional
Asset Purchase Program (APP), dengan
net purchase sebesar EUR20 miliar per
bulan mulai 1 November 2019. APP
akan diterapkan sepanjang dibutuhkan
untuk memperkuat dampak akomodatif
dari policy rate ECB, dan akan diakhiri
sebelum ECB memutuskan mulai
menaikkan suku bunga.
4. Mengubah modalitas kebijakan Targeted
Long-Term Refinancing Operations
(TLTRO-III). Suku bunga pinjaman kini
ditetapkan setara dengan rerata MRO
(dari sebelumnya 10 bps di atas rerata
MRO). Bagi counterparties dengan
eligible net lending melebihi benchmark,
akan memperoleh insentif keringanan
suku bunga yang lebih rendah dan dapat
setara dengan suku bunga DF (diubah
dari sebelumnya setara DF plus 10 bps).
Maturity TLTRO-III juga diperpanjang,
dari sebelumnya ditetapkan dua tahun,
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
36
Sumber: Bloomberg
-0,2 -0,3 -0,6 -0,8
-0,6 -0,7
45,5
46
46,5
47
47,5
48
48,5
49
49,5
50
-3,0
-2,0
-1,0
0,0
1,0
2,0
3,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q22014 2015 2016 2017 2018 2019
% GDP
Fiscal Balance, lhsGovt. Revenue, rhsGovt. Expenditure, rhs
% GDP
Grafik 2.28 Rasio Defisit Fiskal Terhadap PDB
Sumber: Bloomberg
87,8 87,3
87,1
85,9
86,5 86,4
8,8
9
9,2
9,4
9,6
9,8
10
10,2
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q22014 2015 2016 2017 2018 2019
EUR Tn % GDP
Govt Debt, rhs Debt to GDP, lhs
Grafik 2.29 Rasio Utang Publik Terhadap PDB
Perekonomian Kawasan Euro
diprakirakan melambat lebih lanjut sejalan
dengan masih tingginya ketidakpastian
domestik dan perdagangan global. Pada
rilis outlook ekonomi September 2019, ECB
memproyeksikan pertumbuhan Kawasan
Euro 2019 akan melambat signifikan
menjadi 1,1% yoy pada 2019 (dari capaian
2018 sebesar 1,9%). Proyeksi tersebut lebih
rendah dari estimasi sebelumnya (Juni 2019)
yakni 1,2%, dengan mempertimbangkan
pergerakan leading indicators makroekonomi
yang berlanjut melemah secara persisten, yang
melebihi ekspektasi pada estimasi Juni 2019.
dari kebijakan fiskal 2018.31 Penerimaan
pemerintah juga tumbuh meningkat 2,5%
yoy, dari 2,1% pada TW1-19. Dengan
dinamika tersebut, rasio defisit fiskal TW2-
19 mencatat pelebaran tipis menjadi -0,7%
terhadap PDB (seasonally adjusted), dari
-0,6% PDB pada TW1-19. Di sisi utang, rasio
utang agregat terhadap PDB sedikit menurun,
menjadi 86,4% terhadap PDB pada TW2-
19, lebih rendah dari TW1-19 (86,5% PDB).
Yunani, Italia, dan Portugal tetap menjadi
tiga negara pengutang terbesar dengan
rasio masing-masing 180,2%, 138,0%, dan
121,2% terhadap PDB. Sedangkan negara
dengan penurunan rasio utang terbesar
selama TW2-19 adalah Portugal (-2,5 pp),
Yunani (-1,9 pp), dan Irlandia (-1,6 pp).
Defisit fiskal diprakirakan melebar
seiring arah pelonggaran kebijakan fiskal.
Berdasarkan proyeksi ECB (September 2019),
defisit fiskal Kawasan Euro diproyeksi melebar
dari -0,5% PDB (2018), menjadi -0,8% PDB
(2019 dan 2020), kemudian menjadi -1,0%
PDB pada 2021.32 Meski defisit fiskal melebar,
rasio utang pemerintah diperkirakan turun
dari 85,4% PDB (2018), menjadi 83,8%
PDB (2019), 82,5% (2020), dan 81,2% PDB
(2021).
31 Pasca aksi mogok pekerja publik Jerman pada April 2018, pemerintah mencapai kesepakatan dengan serikat buruh dan pekerja publik, bahwa upah sekitar 2,3 juta pekerja publik akan dinaikkan secara bertahap selama 2,5 tahun ke depan, yaitu: 3,19% pada 1 Maret 2018 (dirapel), 3,09% pada 1 April 2019, dan 1,06% pada 1 Maret 2020.
32 ECB juga memperkirakan pertumbuhan belanja pemerintah dalam PDB terakselerasi dari 1,1% yoy pada 2018 menjadi 1,5% yoy pada 2019 dan 2020, kemudian turun menjadi 1,4% pada 2021.
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
37
dan EC– menjadi 1,2% yoy pada 2019 (revisi
dari 1,3%), kemudian tumbuh 1,4% pada
2020 dan 2021.
Tekanan inflasi jangka pendek juga
diprakirakan lebih rendah dari estimasi
sebelumnya. ECB merevisi ke bawah
outlook inflasi 2019 menjadi 1,1% yoy, dari
proyeksi Juni 2019 (1,2%). Outlook inflasi
2020 juga menjadi lebih rendah ke 1,2% yoy,
dari sebelumnya 1,4%. Perubahan tersebut
mempertimbangkan perkembangan harga
minyak yang lebih lemah dari ekspektasi
sebelumnya, yang diperkirakan berlanjut
hingga 2020. Laju inflasi diprakirakan
meningkat pada 2021 menjadi 1,5% yoy –
meskipun tetap lebih rendah dari estimasi
sebelumnya 1,6%– ditopang oleh asumsi
pemulihan aktivitas ekonomi.
Ekonomi Kawasan Euro
menghadapi risiko ketidakpastian
yang lebih tinggi, khususnya dari
perdagangan global. Imbangan risiko
outlook Kawasan Euro masih didominasi
oleh downside risks, yang menyebabkan
pesimisme proyeksi pertumbuhan ekonomi
jangka pendek. Downside risks terutama
berasal dari eksternal, antara lain: (i) eskalasi
trade tensions AS-Tiongkok dan ancaman
ECB menyatakan bahwa indikasi pemulihan
yang diproyeksikan pada Juni 2019 akan
tertunda akibat eskalasi global uncertainty,
trade tensions, dan pelemahan permintaan
eksternal. Ketidakpastian tersebut khususnya
akan membebani ekspektasi bisnis sektor
manufaktur dan diperkirakan menghambat
aktivitas di Kawasan Euro dalam jangka
pendek.
Momentum pertumbuhan 2019
yang lebih lemah diprediksi akan carry-
over ke 2020 dan 2021. ECB merevisi ke
bawah outlook 2020 menjadi 1,2% yoy,
dari estimasi sebelumnya 1,4%. Selanjutnya,
pertumbuhan 2021 diproyeksi meningkat di
level yang masih rendah pada 1,4% yoy –tidak
berubah dari prakiraan Juni 2019–, dengan
asumsi bahwa dampak negatif dari shocks
temporer (seperti hambatan permintaan dan
perdagangan global, serta permasalahan
otomotif Jerman) akan mereda. Sejalan
dengan ECB, European Commission juga
menjadi lebih pesimis, dengan memprediksi
outlook 2019 menjadi 1,1% yoy (revisi dari
1,2%), 2020 menjadi 1,2% (dari 1,4%), dan
stabil 1,2% pada 2021. IMF pada rilis WEO
Oktober 2019 turut memprediksi perlambatan
ekonomi –meski sedikit lebih tinggi dari ECB
Tabel 2.3 Estimasi Pertumbuhan PDB dan Inflasi% yoy
Realisasi2018 2019 2020 2021 2019 2020 2021 2019 2020 2021
GDP (% yoy) 1,9 1,1 1,2 1,4 1,1 1,2 1,2 1,2 1,4 1,4Estimasi Sebelumnya 1,2 1,4 1,4 1,2 1,4 - 1,3 1,6 -HICP (% yoy) 1,8 1,2 1,0 1,5 1,2 1,2 1,3 1,2 1,4 1,5Estimasi Sebelumnya 1,3 1,4 1,6 1,3 1,3 - 1,3* 1,6* 1,7*Ket. estimasi sebelumnya: ECB (Juni 2019), EC (Juli 2019), IMF (WEO Juli 2019)*merujuk ke estimasi WEO April 2019
EstimasiEC (November 2019) IMF (WEO Oktober 2019)ECB (September 2019)
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
38
(iv) suku bunga rendah yang berkepanjangan
menurunkan profitabilitas dan meningkatkan
aksi risk-taking perbankan, sehingga lebih
terekspos terhadap sudden market shocks.
Sementara itu, terdapat beberapa upside
risks yang dapat menopang pertumbuhan,
diantaranya penyelesaian konflik
perdagangan dunia (seperti trade truce
AS-Tiongkok, penghapusan ancaman tarif
otomotif oleh AS), positive growth surprise
pada ekonomi Tiongkok yang memulihkan
permintaan ekspor, dan ekspansi kebijakan
fiskal di negara inti yang melebihi ekspektasi.
2.3. Inggris
Kinerja ekonomi Inggris kembali
melambat akibat ketidakpastian penyelesaian
Brexit dan pelemahan pertumbuhan ekonomi
dunia. Pertumbuhan PDB Inggris TW3-19
termoderasi menjadi 1,0% yoy (preliminary
data), menurun tipis dari TW2-19 (1,2%)—
namun masih lebih baik dari ekspektasi pasar
(0,8%). Perlambatan ekonomi dipengaruhi
oleh penurunan investasi dan pengeluaran
pemerintah. Perbaikan pada konsumsi dan
net ekspor tidak dapat mengompensasi
penerapan tarif oleh AS terhadap produk
impor Uni Eropa (tarif otomotif; dan tarif
akibat kasus subsidi Airbus dan pajak digital
Prancis), yang akan berdampak signfikan
terhadap aktivitas bisnis dan investasi; (ii)
perubahan signifikan pada sentimen risiko
global dan pengetatan pasar keuangan
akibat kekhawatiran atas trade tensions; (iii)
peningkatan tensi geopolitik yang berpotensi
menyebabkan ketidakpastian pergerakan
harga minyak dunia; (iv) perlambatan
ekonomi Tiongkok secara persisten yang
menurunkan permintaan ekspor lebih dalam
dari perkiraan; dan (v) risiko climate change
yang dapat berdampak negatif pada output
agrikultural dan komoditas, serta mendisrupsi
rantai produksi.
Kawasan Euro perlu mencermati
beberapa faktor downside risks dari
domestik, yaitu (i) pelemahan kinerja
sektor manufaktur spillover ke sektor lainnya
khususnya sektor jasa; (ii) ketidakpastian
perkembangan negosiasi Brexit antara
Inggris-Uni Eropa; (iii) hambatan temporer
-pelemahan sektor otomotif- yang
berlangsung lebih lama dari ekspektasi dan
menahan pemulihan ekonomi domestik; dan
Tabel 2.4 Realisasi dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
% yoy
2018 2019 2020 2021 2019 2020 2021 2019 2020 T W1 T W2 T W3 T W4 T W1 T W2 T W3 T W4
Kawasan Euro 1,9 1,1 1,2 1,2 1,2 1,4 1,4 1,1 0,9 1,3 1,2 1,2 1,0 0,9 1,0 1,0 1,2
Jer man 1,6 0,4 1,0 1,0 0,5 1,2 1,4 0,5 0,8 1,0 0,3 0,5 0,4 0,3 0,6 1,0 1,2
Prancis 1,7 1,3 1,3 1,2 1,2 1,3 1,3 1,3 1,2 1,3 1,4 1,3 1,2 1,2 1,2 1,2 1,3
Italia 0,7 0,1 0,4 0,7 0,0 0,5 0,8 0,1 0,4 0,0 0,1 0,3 0,3 0,2 0,3 0,4 0,5
Spanyol 2,4 1,9 1,5 1,4 2,2 1,8 1,7 2,1 1,7 2,2 2,0 2,0 2,0 1,8 1,7 1,7 1,7Keterangan: cetak miring dan b iru merupakan angka proy ek si Consensus Forecast Oktober 2019
NegaraIMF WE OOkt-2019
CFOkt-2019 2019 2020
R ealisasi
E U C ommis s ionNov-2019
R ealis as i/P royeks i
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
39
memprediksi pertumbuhan 2019 melambat
ke 1,2% dan membaik ke 1,5% pada 2020.
Perbaikan outlook 2020 didasari asumsi
bahwa ketidakpastian Brexit memudar, proses
transisi berjalan lancar, pemerintah konsisten
meningkatkan pengeluaran pemerintah, dan
ekonomi global yang akan membaik.
Sejumlah risiko domestik dan
eksternal membayangi ekonomi Inggris ke
depan. Dari sisi domestik, Inggris menghadapi
risiko ketidakpastian negosiasi Brexit yang
berkepanjangan, dan berlarutnya polemik
politik dalam memutuskan kesepakatan Brexit.
Sedangkan risiko dari eksternal yang perlu
dicermati adalah perlambatan perekonomian
global, ketegangan perdagangan AS-
Tiongkok, dan faktor geopolitik.
Perekonomian Inggris kembali
tumbuh melambat pada TW3-19 akibat
ketidakpastian penyelesaian Brexit
dan eskalasi konflik perdagangan.33
Pertumbuhan PDB TW3-19 kembali
termoderasi menjadi hanya 1,0% yoy
(preliminary data), melambat dari TW2-19
(1,2%).34 Kinerja ekonomi yang tertahan
disebabkan oleh pelemahan investasi
dan penurunan pengeluaran pemerintah.
Konsumsi dan net ekspor yang membaik tipis
belum dapat mendorong ekonomi untuk
tumbuh lebih tinggi.
33 Brexit (British Exit) adalah keluarnya Inggris dari Uni Eropa (UE) yang didasarkan pada hasil referendum 23 Juni 2016.
34 Pertumbuhan PDB tersebut di atas ekspektasi Concensus Forecast November 2019 sebesar 0,8% yoy.
pelemahan investasi dan pengeluaran
pemerintah, se hingga ekonomi tetap
melambat.
Tekanan inflasi menurun terutama
dipengaruhi pelemahan harga bahan bakar.
Inflasi headline September 2019 sebesar
1,7% yoy, turun dibandingkan Juni 2019
(2,0%). Inflasi inti September 2019 juga turun
menjadi 1,7% yoy, dari 1,8% pada Juni 2019.
Inflasi yang di bawah target menjadi salah
satu pertimbangan menerapkan kebijakan
easing.
Otoritas moneter menempuh
kebijakan akomodatif untuk mengatasi
ekonomi yang masih lemah. Bank of England
(BoE) mempertahankan tingkat suku bunga
pada level 0,75%. BoE juga mempertahankan
jumlah kepemilikan surat berharga
pemerintah dan obligasi korporasi dalam
program pembelian aset masing-masing
sebesar GBP435 miliar dan GBP10 miliar.
Pemerintah juga mencanangkan kebijakan
fiskal akomodatif. Di sisi fiskal, pemerintah
menahan pengeluaran seiring pemangkasan
belanja rutin pada sejumlah kementerian.
Penerimaan pajak yang meningkat
menjadikan defisit anggaran menyempit.
Prospek ekonomi Inggris diprediksi
masih lemah seiring ketidakpastian Brexit
yang masih tinggi. BOE pada Monetary
Policy Report November 2019 memprediksi
ekonomi Inggris 2019 akan tumbuh sebesar
1,0% yoy, melemah dari 2018 yang mencapai
1,4%. Ekonomi kemudian diprediksi
membaik menjadi 1,6% pada 2020. IMF juga
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
40
permintaan mesin dan peralatan—di
tengah impor yang terkontraksi. Perusahaan
menahan impor karena stock (persediaan)
barang yang sudah tinggi pasca pemupukan
persediaan (stockpilling) pada TW1-19 untuk
mengantisipasi dampak Brexit.36
Sumber: Bloomberg
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
-4,0
-3,0
-2,0
-1,0
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q32013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
% yoy% yoy GDP, lhs Industry, rhs Services, rhsAgriculture, rhs Construction, rhs
Grafik 2.31 Pertumbuhan PDB sektoral
Sumber: ONS
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
35,0
-20,0
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
% yoy%yoy Retail SalesFood StoresDepartment StoreOnline Stores, rhsAutomotive fuel, rhs
Grafik 2.32 Penjualan Ritel
Secara umum, seluruh sektor
ekonomi Inggris tumbuh melambat.37
Pada TW3-19 sektor jasa tumbuh melemah
36 Upaya stockpiling merupakan langkah contingency plan pelaku usaha dalam menghadapi Brexit dengan meningkatkan impor barang dari UE.
37 Sektor jasa memiliki pangsa 80% PDB, sementara sektor industri 13% PDB dan konstruksi 6% PDB.
Perekonomian Inggris tertahan
oleh perlambatan investasi dan
pengeluaran pemerintah.35 Gross Fixed
Capital Formation (GFCF) TW3-19 terkontraksi
menjadi -0,4% yoy (dari 0,3% pada TW2-
19) disebabkan ketidakpastian Brexit
dan penurunan permintaan dunia akibat
ketegangan perdagangan AS-Tiongkok.
Pengeluaran pemerintah juga termoderasi
menjadi 3,9% yoy (dari 4,0% pada TW2-19).
Pemerintah menahan pengeluaran karena
tingkat utang yang sudah tinggi (di atas 80%
GDP).
Sumber: Bloomberg
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
-1,0
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q32013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
% yoy % yoy
GDP, lhs Household, rhsGovernment, rhs Gross Fixed Capital Form, rhsExports, rhs Imports, rhs
Grafik 2.30 Pertumbuhan PDB
Perbaikan konsumsi dan ekspor
tidak dapat mengompensasi pelemahan
investasi dan pengeluaran pemerintah.
Konsumsi rumah tangga TW3-19 tumbuh
tipis menjadi 1,2% yoy (dari 1,1% pada TW2-
19), terdorong oleh perbaikan sektor tenaga
kerja (tingkat pengangguran menurun dan
upah membaik). Net ekspor juga membaik
seiring perbaikan ekspor—terutama
35 Konsumsi rumah tangga memberikan sumbangan terbesar yaitu 1,2%, sementara aktivitas perdagangan berkontribusi 0,8%.
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
41
(1,4% yoy dari 1,7 pada TW2-19) karena
kondisi ekonomi domestik yang lesu dan
perilaku masyarakat yang menghindari risiko
akibat ketidakpastian Brexit.38 Permintaan
jasa profesional seperti layanan keuangan
juga melemah seiring ketidakpastian politik
di Inggris. Sektor industri terkontraksi kian
dalam (-1,4% dari -0,9% pada TW2-19)
akibat pelemahan demand. Sektor konstruksi
juga melambat menjadi 1,2% yoy (dari
1,8% pada TW2-19), karena penurunan
permintaan, kekhawatiran prospek penjualan
properti, dan penundaan dimulainya proyek
baru. Sektor agrikultur masih terkontraksi
(-1,3%), sedikit menyempit dari -1,4 (TW2-
19).
Aktivitas konsumsi secara umum
masih lemah. Penjualan ritel menurun
dan registrasi mobil baru masih di zona
kontraksi. Rerata penjualan ritel TW3-19
turun ke 3,1% yoy, dari 4,2% pada TW2-
19. Penurunan penjualan ritel terutama
terjadi pada kategori nonmakanan, karena
konsumen mengurangi pembelian barang
bukan pokok akibat ketidakpastian negosiasi
Brexit. Registrasi mobil baru TW3-19 masih
berada di zona kontraksi (-1,5% yoy), meski
membaik dari -4,5% (TW2-19). Perbaikan
terutama ditopang penjualan mobil listrik dan
faktor base effect 2018 rendahnya penjualan
kendaraan pada 2018 setelah implementasi
penerapan standar emisi baru Worldwide
Harmonised Light Vehicle Test Procedure
38 Dengan pangsa yang relatif besar (80% PDB), sektor jasa memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi Inggris.
Sumber: Bloomberg
-20
-15
-10
-5
0
5
10
-30,0
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
INDEKS % yoy New Car Registration (% yoy), rhsGfk Consumer Confidence Index, rhs
Grafik 2.33 Registrasi Mobil Baru dan
Tingkat Kepercayaan Konsumen
Sumber: Bloomberg
-7
-2
3
8
13
-3,0
-2,0
-1,0
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
3 6 9 121 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
% yoy
Industrial ProductionManufacturing ProductionConstruction Output
Grafik 2.34 Produksi Industri
Sumber: Bloomberg
-6,0
-3,0
0,0
3,0
6,0
77,0
78,0
79,0
80,0
81,0
82,0
83,0
84,0
85,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q42015 2016 2017 2018 2019
% yoy % Capacity Utilization (%), lhs Capacity Utilization (% yoy), rhs
Grafik 2.35 Utilisasi Kapasitas
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
42
menjadi 0,6% yoy (dari -0,2% pada TW2-
19). Peningkatan impor terutama untuk
bahan kimia, medis, farmasi, serta mesin dan
peralatan transportasi untuk impor mobil dan
pesawat. Seiring laju pertumbuhan ekspor yang
lebih tinggi dibandingkan impor, defisit neraca
perdagangan TW3-19 menyempit menjadi
-GBP6,4 miliar, dari defisit -GBP11,4 miliar
pada TW2-19. Perbaikan kinerja eksternal juga
tercermin dari defisit transaksi berjalan TW2-
19 (-GBP25,2 miliar), yang menyempit dari
-GBP33,1 miliar (TW1-19). Sejauh ini defisit
transaksi berjalan Inggris dibiayai arus modal
asing yang besar. Kondisi ini membuat Inggris
(WLTP). Indeks kepercayaan konsumen
juga masih negatif yang menunjukkan
kekhawatiran ketidakpastian negosiasi
Brexit (rerata indeks TW3-19 sebesar -12,3,
memburuk dari -12,0 pada TW2-19).
Aktivitas produksi dan investasi
terkontraksi, terdampak perlambatan
ekonomi global dan ketidakpastian
Brexit. Rerata produksi industri TW3-19
terkontraksi mendalam ke level -1,4% yoy
(dari -0,9% pada TW2-19). Output produk
pertambangan bahkan terkontraksi tajam
-5,2% (dari -0,3%) sebagai imbas proses
pemeliharaan di sejumlah ladang minyak dan
gas. Output manufaktur juga terkontraksi
tipis (-1,4% dari -1,3%).
Sentimen bisnis ke depan
diperkirakan masih gloomy, tercermin
dari pelemahan PMI Manufaktur
dan Konstruksi yang memasuki zona
kontraktif. PMI Manufaktur melemah
ke 47,9% dari 53,2% (TW2-19) dan PMI
Konstruksi turun ke 44,5% dari 47,4% (TW2-
19). Pelaku usaha mengkhawatirkan terjadinya
penurunan pesanan, pelemahan ekspor dan
terbatasnya lapangan kerja. Sebaliknya, PMI
jasa stabil (50,5% seperti pada TW2-19) dan
masih di zona ekspansif, sehingga diharapkan
dapat menjadi pendorong ekonomi Inggris.
Aktivitas perdagangan mengalami
perbaikan, dengan defisit yang
menyempit. Rerata ekspor TW3-19 tumbuh
2,1% yoy (naik dari 0,2% pada TW2-
19), terutama ekspor mesin dan peralatan
transportasi. Rerata impor TW3-19 naik
Sumber: Bloomberg
40
45
50
55
60
65
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92017 2018 2019
Indeks
PMI Composite PMI ManufacturingPMI Services PMI Construction
Grafik 2.36 Purchasing Manager Index
Sumber: Bloomberg
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
-9
-8
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
% yoyMiliar GBP Trade Balance, lhs Exports, rhs Imports, rhs
Grafik 2.37 Neraca Perdagangan
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
43
1,7% yoy September 2019 (sama seperti
pada Juni 2019) karena penurunan harga
bahan bakar diimbangi oleh kenaikan harga
pakaian, tekstil dan produk kulit.
Pasar tenaga kerja cukup solid
seiring penurunan tingkat pengangguran
dan perbaikan upah. Tingkat pengangguran
September 2019 turun menjadi 3,8% yoy, dari
3,9% pada Juni 2019. Perusahaan cenderung
merekrut pekerja untuk memenuhi permintaan
pelanggan, dibandingkan dengan investasi
pada teknologi baru ataupun bangunan dan
peralatan pabrik, karena ketidakpastian Brexit.
Pasar tenaga kerja Inggris sangat fleksibel,
artinya pekerja lebih mudah dipekerjakan
dan diberhentikan dengan cepat jika situasi
ekonomi berubah. Rerata upah mingguan
TW3-19 tumbuh stabil 3,7% yoy (dari 3,5%
pada TW2-19).39 Kenaikan upah didorong oleh
peningkatan bonus pada sektor konstruksi dan
pemerintah, serta terdapat base effect dari
tahun sebelumnya (diakibatkan kenaikan gaji
tahunan bagi petugas kesehatan masyarakat
pada 2018 yang tertunda).
Sumber: Bloomberg
-2,0
-1,0
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0
5,5
6,0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
% yoy % Unemployment Rate, lhs Average Weekly Earnings, rhsReal Wage, rhs
Grafik 2.40 Tingkat Pengangguran dan Upah
39 Sebaliknya, upah riil menurun ke 1,7% yoy dari 2,0%.
rentan terhadap perubahan apetite investor
untuk asset keuangan. Minat investor untuk
aset Inggris sangat terpengaruh dengan isu
Brexit sejak referendum.
Sumber: Bloomberg
-2
-1
0
1
2
3
4
-10
-5
0
5
10
15
20
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
% yoy
% yoy
Food & Non-Alcoholic Beverage, lhsHousing & Household Services, lhsTransport, lhsRestaurants and Hotels, lhsRecreation & Culture, lhsCPI, rhsCore CPI, rhs
Grafik 2.38 Inflasi IHK
Sumber: Bloomberg
-18,0
-12,0
-6,0
0,0
6,0
12,0
18,0
24,0
-3,0
-2,0
-1,0
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
% yoy % yoy
PPI Output Prices, lhsPPI Output Core, lhsPPI Input Prices, rhs
Grafik 2.39 Indeks Harga Produsen
Tekanan inflasi menurun, sedikit
di bawah target 2,0%. Inflasi headline
(indeks harga konsumen/IHK) September
2019 sebesar 1,7% yoy, turun dibandingkan
Juni 2019 (2,0%) dipengaruhi penurunan
harga bahan bakar motor, mobil bekas,
listrik, gas dan bahan bakar lainnya. Inflasi
inti September 2019 juga turun sebesar 1,7%
yoy, dari 1,8% pada Juni 2019. Sementara
itu, inflasi di tingkat produsen stagnan pada
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
44
tambahan belanja. Pengeluaran pemerintah
tumbuh melambat 4,5% yoy (GBP211,1 miliar),
dari 5,2% yoy (GBP211,4 miliar). Ministry of
Justice dan Department for Environment,
Food and Rural Affairs memangkas belanja
rutin sekitar 40%. Pemangkasan anggaran
terjadi di tengah upaya pemerintahan PM
Boris Johnson meningkatkan tambahan
belanja publik terutama untuk National
Health Services (NHS). Berbeda dengan
pengeluaran, pendapatan pemerintah TW3-
19 tumbuh 4,0% yoy (GBP197,2 miliar) dari
2,8% (GBP184,7 miliar) pada TW2-19, seiring
kenaikan penerimaan pajak. Peningkatan
penerimaan pajak di tengah pelemahan
spending menyebabkan defisit anggaran
pemerintah TW3-19 menyempit menjadi
-GBP12,3 miliar, dari –GBP24,2 miliar pada
TW2-19. Di tengah perkembangan tersebut,
tingkat utang pemerintah relatif stabil
sebesar USD1,79 miliar atau 80,3% PDB pada
September 2019.
Prospek ekonomi Inggris diprediksi
masih lemah seiring masih tingginya
ketidakpastian Brexit. Bank of England
(BOE) pada Monetary Policy Report November
2019 memprediksi ekonomi Inggris 2019
akan tumbuh sebesar 1,0% yoy, lebih rendah
dari capaian 2018 sebesar 1,4%.42 Ekonomi
kemudian diprediksi membaik pada 2020
dengan tumbuh 1,6%.43 Sejalan dengan
BoE, IMF juga memprediksi pertumbuhan
42 Outlook PDB 2019 oleh BOE telah direvisi ke bawah dari 1,3% pada estimasi Agustus 2019.
43 Proyeksi 2020 lebih optimis dari prediksi Agustus 2019 sebesar 1,3%.
Sumber: Bloomberg
330
360
390
420
450
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
Miliar GBP % BoE Asset Purchase Target, rhsBoE Corp Bond Purchase Target Bank Rate, lhs
Grafik 2.41 Kebijakan Moneter
BOE mempertahankan suku bunga
kebijakan sejalan dengan tekanan inflasi
yang di bawah target dan ketidakpastian
prospek ekonomi. Pada pertemuan
Monetary Policy Committee (MPC) tanggal
1 Agustus 2019, 19 September 2019 dan 7
November 2019, BoE mempertahankan Bank
Rate sebesar 0,75% dan melanjutkan program
pembelian aset (Asset Purchase Program).40,41
BoE kembali menekankan bahwa arah
kebijakan ke depan akan sangat dipengaruhi
oleh perkembangan penyelesaian Brexit.
Apabila ekonomi berkembang sejalan dengan
proyeksi MPC, pengetatan kebijakan moneter
secara bertahap hingga batas tertentu dinilai
tepat untuk mengembalikan inflasi menuju
target 2,0%.
Pemerintah Inggris menahan
pengeluaran meski PM Boris menjanjikan
40 Suku bunga kembali dipertahankan pada MPC tanggal 7 November 2019.
41 Program APP BoE terdiri dari: (i) mempertahankan stok pembelian obligasi korporasi nonkeuangan berperingkat kredit layak investasi (investment-grade) pada level GBP10 miliar, dan (ii) mempertahankan stok pembelian obligasi pemerintah sebesar GBP435 miliar.
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
45
tekanan inflasi dalam jangka pendek. BoE
(pada November 2019) memperkirakan inflasi
2019 sebesar 1,4% yoy, lebih rendah dari 1,6%
pada proyeksi Agustus 2019. Inflasi kemudian
diperkirakan meningkat ke 1,5% yoy pada
2020, revisi ke bawah dari proyeksi Agustus
2019 sebesar 2,1%. Peningkatan demand
domestik yang sejalan dengan kenaikan
upah, dan meredanya ketidakpastian Brexit,
melatarbelakangi prakiraan inflasi tersebut.
Sejumlah risiko domestik dan
eksternal membayangi ekonomi Inggris.
Dari sisi domestik, Inggris menghadapi
risiko ketidakpastian negosiasi Brexit yang
berkepanjangan, dan berlarutnya polemik
politik dalam memutuskan kesepakatan Brexit.
Terdapat potensi Inggris dan Uni Eropa tidak
memperoleh kesepakatan terkait perdagangan
sehingga Inggris dapat keluar dari Uni Eropa
dengan tanpa kesepakatan perdagangan.
Sedangkan risiko dari eksternal yang perlu
dicermati adalah perlambatan perekonomian
global, ketegangan perdagangan Tiongkok-
AS, dan faktor geopolitik.
Ketidakpastian penyelesaian
Brexit masih menggelayuti
perkembangan ekonomi Inggris. Batas
waktu Brexit yang semula ditetapkan pada
31 Oktober 2019, kembali ditunda karena
usulan Brexit Deal baru yang diajukan
PM Boris Johnson belum diratifikasi oleh
Parlemen Inggris. Dalam Brexit Deal baru
tersebut, backstop dihilangkan dan Irlandia
Utara tetap berada dalam single market Uni
2019 lebih rendah menjadi 1,2% yoy, dan
kemudian membaik menjadi 1,5% pada
2020.44 Perbaikan kinerja ekonomi 2020
didasarkan pada asumsi ketidakpastian Brexit
mulai memudar dan transisi berjalan mulus,
kebijakan fiskal yang lebih longgar, dan
pemulihan pertumbuhan global.
Sumber: ONS
76,0
77,0
78,0
79,0
80,0
81,0
82,0
83,0
84,0
85,0
0,6
0,8
1,0
1,2
1,4
1,6
1,8
2,0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
% GDP Miliar GBP Utang Pemerintah Net Debt (% GDP), rhs
Grafik 2.42 Utang Pemerintah
Sumber: ONS
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
-15,0
-12,0
-9,0
-6,0
-3,0
0,0
3,0
6,0
9,0
12,0
15,0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
% yoyMiliar GBP
Budget BalanceTotal Revenue, rhsTotal Expenditure, rhs
Grafik 2.43 Keseimbangan Fiskal
Inflasi diperkirakan masih berada di
bawah target 2,0% yoy. Harga minyak dunia,
gas, listrik dan air yang menurun memberikan
44 IMF (WEO Oktober 2019) merevisi ke bawah PDB 2019 Inggris menjadi 1,2% (dari 1,3% pada WEO Juli 2019), dan merevisi ke atas PDB 2020 menjadi 1,5% dari 1,4%).
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
46
Boks
Dinamika Brexit Tetap Perlu Dicermati
Eropa (UE) untuk kategori barang, tetapi
keluar dari custom union UE.45 Irlandia
Utara akan mengikuti regulasi UE untuk
kategori barang selama periode empat
tahun. Selanjutnya setiap akhir periode
Assembly, Irlandia Utara akan diberikan
kewenangan untuk menentukan apakah
akan melanjutkan atau keluar dari single
market UE. UE menyetujui penundaan
tanggal Brexit hingga 31 Januari 2020
dengan skema “Flextension”, yaitu Inggris
dapat meninggalkan UE sewaktu-waktu
sebelum tanggal Brexit apabila Brexit Deal
telah diratifikasi oleh Parlemen Inggris.
45 Barang yang diproduksi Irlandia Utara harus mengikuti aturan standar keamanan produk UE, yang meliputi standar kesehatan dan lingkungan, standar khusus sektor, serta standar dalam perdagangan internasional. Dengan demikian, barang dari Irlandia Utara tidak perlu diperiksa untuk standar produk ketika dikirim ke wilayah UE.
Pemilihan umum awal akan
diselenggarakan pada 12 Desember
2019 untuk memecahkan Brexit
deadlock. PM Johnson berharap Partai
Konservatif dapat memperoleh kursi
mayoritas dalam parlemen sehingga
usulan Brexit Deal baru yang diusungnya
dapat segera diratifikasi. Pada 6 November
2019, parlemen dibubarkan dan masa
kampanye dimulai. PM Boris Johnson
dari Partai Konservatif mengampanyekan
janji untuk “get Brexit done” dengan
mengajukan kembali Brexit Deal baru
melalui Parlemen, dan menghindari
pelaksanaan referendum. Sebaliknya,
oposisi terbesar Jeremy Corbyn dari Partai
Buruh berkampanye akan bernegosiasi
dengan UE untuk Brexit Deal yang
berbeda, kemudian menyerahkan Brexit
Tabel 2.5 Estimasi Pertumbuhan dan Inflasi
Realisasi
2018 2019 2020 2021 2019 2020 2021 2019 2020 2021 2019 2020GDP (%yoy) 1,4 1,2 1,4 1,5 1,0 1,6 1,8 1,3 1,4 1,4 1,3 1,1Estimasi Sebelumnya - 1,2 1,4 - 1,3 1,3 2,3 1,3 1,3 - 1,2 1,0
CPI (%yoy) 2,1 1,8 1,9 2,0 1,4 1,4 2,0 1,8 2,0 2,2 1,9 1,9
Estimasi Sebelumnya - 1,8 2,0 - 1,6 1,6 2,2 1,8 2,0 - 1,9 2,1
Keterangan Referensi:Estimasi terkini: IMF-WEO Oktober 2019, BoE Monetary Policy Report November 2019, European Commision Autumn Forecast 2019, Concensus Forecast November 2019.Estimasi sebelumnya: IMF-WEO Juli 2019, BoE Inflation Report Agustus 2019, European Commision Summer Forecast 2019, CF Oktober 2019.
EstimasiConsensus Forecast BoE European Commission (EC)IMF
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
47
Deal tersebut kepada publik melalui
referendum.
Survei voting intention dari
YouGov memprediksi Partai Konservatif
memenangkan pemilih an umum,
namun belum tentu memperoleh
mayoritas kursi di Parlemen. Survei voting
intention YouGov pada 2-3 November 2019
menunjukkan bahwa Partai Konservatif
unggul pada 42% diikuti oleh Partai Buruh
pada 33%. Sementara, untuk menjadi
partai mayoritas di Parlemen diperlukan
minimal 326 dari total 650 kursi atau 51%.
Apabila Partai Konservatif tidak menjadi
partai mayoritas, PM Johnson kemungkinan
akan menghadapi situasi yang sama dengan
sebelum pemilihan umum dan sulit untuk
meratifikasi Brexit Deal baru.
Seiring dengan ketidakpastian
hasil pemilihan umum, proses
penyelesaian Brexit semakin berlarut.
Apapun hasil dari pemilihan umum
tersebut, masih terdapat kemungkinan
no-deal Brexit pada 31 Januari 2019 atau
penundaan tanggal Brexit lebih lanjut.
Seiring berlarutnya proses penyelesaian
Brexit yang menimbulkan ketidakpastian
global, maka dinamika antara pemerintah
dan parlemen Inggris serta perkembangan
negosiasi Brexit antara Inggris dengan UE
perlu tetap dicermati.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
48
pada level 0,3%. Inflasi di level konsumen
yang masih rendah juga dipengaruhi oleh
tingkat harga di level produsen yang tumbuh
negatif. Indeks harga produsen September
2019 terdeflasi makin dalam (-1,1% yoy), dan
terendah sejak Desember 2016, dari -0,1%
yoy (Juni 2019)—akibat pelemahan harga
minyak dunia dan batubara, serta daya beli
masyarakat yang terbatas.
Ekonomi Jepang ke depan
diprakirakan masih lemah. BOJ memprediksi
pertumbuhan ekonomi Fiscal Year 2019
(FY 2019) melambat menjadi 0,6% yoy,
dibandingkan capaian 0,7% pada FY 2018.
Selanjutnya pada FY 2020 dan FY 2021
diprediksi membaik secara gradual meski
pada level yang masih rendah masing-masing
menjadi 0,7% dan 1%. Berbeda dengan
BOJ, IMF masih mempertahankan outlook
ekonomi Jepang 2019 dengan level yang lebih
rendah dibandingkan proyeksi BOJ. IMF (WEO
Oktober 2019) memprakirakan ekonomi
Jepang 2019 tumbuh 0,9% yoy (sama dengan
prakiraan WEO Juli 2019), sedikit meningkat
dari 2018 (0,8%). Selanjutnya pada 2020,
ekonomi Jepang diprakirakan kembali
melambat menjadi 0,5%—akibat koreksi
konsumsi karena kenaikan pajak konsumsi.
Faktor risiko yang dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi (upside risk) antara
lain sentimen positif dari dunia usaha dan
masyarakat terhadap keberhasilan upaya
pemerintah dalam memitigasi dampak
kenaikan pajak konsumsi, reformasi di bidang
ketenagakerjaan, kependudukan dan inovasi
industri, serta menjaga kesinambungan
2.4. Jepang
Kinerja ekonomi Jepang menghadapi
tantangan perlambatan permintaan global
akibat eskalasi konflik perdagangan.
Peningkatan pertumbuhan PDB TW3-19 lebih
dipengaruhi oleh front-loading konsumsi
menjelang kenaikan pajak konsumsi pada
Oktober 2019 dan low-base effect. Pada
TW3-19, ekonomi Jepang tumbuh 1,3% yoy
(first estimate), membaik dari 0,9% (TW2-
19), namun masih di bawah perkiraan pasar
(1,6%).
Kinerja konsumsi, investasi, dan belanja
pemerintah memperbaiki pertumbuhan,
di tengah pelemahan sektor eksternal.
Konsumsi rumah tangga TW3-19 tumbuh
meningkat ditopang front-loading belanja
mengantisipasi kenaikan pajak konsumsi.
Investasi tumbuh signifikan menjadi 4,1%
(dari 0,8%), terutama sektor nonmanufaktur,
dengan sektor konstruksi yang tetap terjaga.
Belanja pemerintah juga meningkat, seiring
kegiatan rekonstruksi pasca bencana dan
pembangunan infrastruktur pendukung
Olimpiade 2020. Sementara, pertumbuhan
ekspor masih terkontraksi di tengah terjadinya
kenaikan impor.
Tekanan inflasi kembali menjauh dari
target 2%, seiring penurunan harga minyak
dunia dan biaya telekomunikasi. Inflasi
headline (IHK) September 2019 turun menjadi
0,2% yoy, dari 0,7% (Juni 2019). Core inflation
(di luar fresh food) juga turun menjadi 0,3%,
dari 0,6% (Juni 2019). Sementara, core core
inflation (diluar fresh food dan energi) stabil
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
49
pasca bencana dan pembangunan
infrastruktur pendukung Olimpiade yang
masih berlangsung. Sementara pertumbuhan
ekspor masih terkontraksi di tengah terjadinya
kenaikan impor.
Sumber: Bloomberg
-8,0
-4,0
0,0
4,0
8,0
12,0
16,0
20,0
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q32015 2016 2017 2018 2019
% yoy % yoy
GDP, lhs Government Consumption, rhsExports, rhs Imports, rhsGFCF, rhs Household Consumption, rhs
0,9
1,3
Grafik 2.44 Pertumbuhan PDB Jepang
Konsumsi rumah tangga
meningkat, sejalan dengan aktivitas
front-loading belanja menjelang
kenaikan pajak konsumsi. Pemerintah
Jepang memutuskan untuk meningkatkan
pajak konsumsi dari 8% menjadi 10% pada 1
Oktober 2019. Mengantisipasi kenaikan pajak
tersebut, konsumen meningkatkan belanja
sehingga tingkat belanja rumah tangga
TW3-19 tumbuh (3,9% yoy, dari 2,7% pada
TW2-19). Penjualan ritel juga tumbuh 3%
(dari 0,7%), didominasi oleh belanja durable
goods, seperti televisi, pendingin ruangan,
dan pakaian mewah. Penjualan kendaraan
juga tumbuh meningkat menjadi 7,9%, dari
3,1% (TW2-19).
Upah yang tertahan dan
kepercayaan konsumen yang rendah
mengonfirmasi kinerja konsumsi yang
belum solid. Upah riil TW3-19 masih
fiskal. Sementara downside risks yang
harus dihadapi diantaranya ketidakpastian
kebijakan makroekonomi AS, ketegangan
perdagangan, pelemahan ekonomi global,
dan risiko geopolitik.
Kinerja ekonomi Jepang
menghadapi tantangan perlambatan
permintaan global akibat eskalasi konflik
perdagangan. Peningkatan pertumbuhan
PDB yang terjadi pada TW3-19 lebih
dipengaruhi oleh front-loading konsumsi
menjelang kenaikan pajak konsumsi pada 1
Oktober 2019 dan low-base effect.46 Pada
TW3-19, ekonomi Jepang tumbuh 1,3% yoy
(first estimate), membaik dari 0,9% (TW2-
19), namun masih di bawah perkiraan pasar.47
Dibandingkan triwulan sebelumnya, selain
faktor base effect, pertumbuhan PDB Jepang
ditopang oleh akselerasi konsumsi, investasi,
belanja pemerintah.
Kinerja konsumsi, investasi, dan
belanja pemerintah mengompensasi
pelemahan sektor eksternal. Konsumsi
rumah tangga TW3-19 tumbuh 1,2% yoy,
meningkat dari 0,8% (TW2-19). Investasi
tumbuh signifikan menjadi 4,1% (dari
0,8%)—ditopang pertumbuhan sektor
nonmanufaktur yang tetap terjaga. Belanja
pemerintah juga meningkat menjadi 2,5%
(dari 2,1%), seiring kegiatan rekonstruksi
46 Pertumbuhan PDB yang lebih tinggi dipengaruhi faktor low base effect rendahnya pertumbuhan pada TW3-18 yang hanya 0,1% yoy –terendah sejak TW1-15.
47 Perkiraan Consensus Forecast Oktober 2019 PDB Jepang akan tumbuh 1,6% yoy.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
50
pengangguran terjadi pada saat partisipasi
tenaga kerja (Labor Force Participation
Ratio atau LFPR) meningkat, ditopang
peningkatan jumlah tenaga kerja wanita
(program ‘Womenomics’).51,52,53 Kondisi ini
51 LFPR naik menjadi 62,5% pada September 2019 (dari 62,3% pada Juni 2019) –tertinggi sepanjang sejarah.
52 Partisipasi tenaga kerja wanita naik menjadi 30,96 juta (dari 30,7 juta pada Juni 2019), tertinggi dalam sejarah.
53 Womenomics adalah salah satu program dalam third arrow Abenomics yang diluncurkan sejak 2013. Dalam program tersebut, Jepang menargetkan peningkatan jumlah tenaga kerja perempuan untuk mengatasi keketatan tenaga kerja dan partisipasi perempuan dalam posisi top level minimal 30% pada 2020, melalui pembenahan dan penambahan fasilitas day care, serta peningkatan fasilitasi di lingkungan kerja yang mengakomodasi kebutuhan pekerja perempuan.
terkontraksi -0,5% yoy (meski sedikit membaik
dibanding -1,1% pada TW2-19), diikuti dengan
upah nominal yang terkontraksi -0,1% pada
TW2-19 dan TW3-19. Penyaluran bonus musim
panas tidak signifikan memperbaiki tingkat
upah—terhambat oleh perlambatan kinerja
industri manufaktur. Sejalan dengan upah
yang tertahan, aktivitas konsumsi diperkirakan
kembali melambat pasca kenaikan pajak
konsumsi.48 Argumentasi tersebut juga sejalan
dengan penurunan kepercayaan konsumen
ke 36,8 dari 39,5 (TW2-19), terendah sejak
2003. Konsumen akan menahan pembelian
durable goods seiring kekhawatiran eskalasi
ketegangan perdagangan dan risiko geopolitik.
Kenaikan tingkat pengangguran
juga akan menahan konsumsi. Tingkat
pengangguran September 2019 naik
menjadi 2,4% (dari 2,3% pada Juni 2019).
Pengangguran bertambah seiring penundaan
job hiring akibat pelemahan kinerja sektor
manufaktur, serta kenaikan jumlah pegawai
yang mengundurkan diri secara sukarela
untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.49
Peningkatan pengangguran juga dipengaruhi
oleh ketersediaan lapangan kerja yang
menurun. Indikator “jobs-to-applicant ratio”
September 2019 turun ke 1,57 (dari 1,61
pada Juni 2019), terendah dalam lebih dari
satu tahun terakhir.50 Kenaikan tingkat
48 Survei BOJ menunjukkan sekitar 70% rumah tangga Jepang akan mengurangi pengeluaran pasca kenaikan pajak.
49 Jumlah pegawai yang mengundurkan diri secara sukarela naik menjadi 730.000 orang pada September 2019 (dari 660.000 orang pada Juni 2019).
50 Rasio jobs-to-applicants mengindikasikan terdapat 157 lowongan pekerjaan untuk setiap 100 pelamar.
Sumber: Bloomberg
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
20
25
30
35
40
45
50
% yoy IndexConsumer Confidence, rhs Penjualan KendaraanPenj. Ritel Belanja RT
Grafik 2.45 Indikator Konsumsi
Sumber: Bloomberg
-3,75
-3,00
-2,25
-1,50
-0,75
0,00
0,75
1,50
2,25
3,00
3,75
0
100
200
300
400
500
600
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
% yoyRibu JPY Base Pay Overtime Pay BonusNominal Wage, rhs Real Wage, rhs
Grafik 2.46 Perkembangan Upah
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
51
2,6%, dari -1,3% (TW2-19). Sentimen
bisnis sektor jasa ke depan diprediksi masih
membaik, terindikasi dari peningkatan PMI
Jasa menjadi 52,6 (dari 51,8 pada TW2-19).
Sumber: Bloomberg
44
46
48
50
52
54
56
45,0
46,0
47,0
48,0
49,0
50,0
51,0
52,0
53,0
54,0
55,0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
Indeks% yoy PMI Jasa PMI Manufaktur, rhs
Grafik 2.49 PMI Jasa dan Manufaktur
Sumber: Sumber: Bank of Japan, CEIC
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q32015 2016 2017 2018 2019
%
Bussiness Condition: All IndustriesBusiness Condition: ManufacturingBusiness Condition: Non-Manufacturing
Grafik 2.50 Survei Kondisi Bisnis (Tankan BOJ)
Berbeda dengan jasa, sektor
manufaktur melemah terdampak trade
tensions. Pelemahan permintaan global akibat
ketegangan perdagangan berdampak negatif
terhadap kinerja produksi Jepang. Produksi
industri manufaktur terkontraksi -0,9% (TW3-
19) dari -2,3% (TW2-19), dengan capacity
utilization yang menurun ke 100,6%, dari
102,4% (TW2-19). Kinerja sektor manufaktur
diperkirakan belum akan membaik, terindikasi
menunjukkan peningkatan LFPR belum dapat
terserap ke dalam dunia kerja secara optimal.
Sumber: Bloomberg
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
57
58
59
60
61
62
63% yoy % yoy Unemployment Rate LFPR, rhs Jobs-to-Applicants Ratio
Grafik 2.47 Kondisi Ketenagakerjaan
Sumber: Bloomberg
-25,0
-20,0
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
Indeks % yoy Sektor Jasa, rhsIP Manufaktur Pembangunan Residensial
-3,0
-2,0
-1,0
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
Grafik 2.48 Sektor Manufaktur dan Jasa
Aktivitas ekonomi sektor
nonmanufaktur menopang pertumbuhan
ekonomi TW3-19. Rerata sektor jasa
meningkat signifikan pada TW3-19 (1,9%
yoy) dari 0,8% pada TW2-19, terutama
ditopang pertumbuhan jasa transportasi,
telekomunikasi, dan perdagangan. Selain itu,
perkembangan sektor pariwisata yang pesat,
turut mendorong pembangunan penginapan
dan sarana lainnya, sehingga berdampak
positif pada sektor konstruksi. Pembangunan
residensial swasta pada TW3-19 tumbuh
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
52
permintaan yang tinggi atas aset Jepang yang
dianggap sebagai safe haven.
Sumber: BloombergGrafik Neraca Perdagangan
-30
-20
-10
0
10
20
30
-2.000
-1.500
-1.000
-500
0
500
1.000
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
% yoy Miliar JPY Trade Balance Ekspor, rhs Impor, rhs
Grafik 2.51 Neraca Perdagangan
Sumber: Bloomberg
-2,0
-1,0
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
JPY Triliun Goods & Services Primary IncomeSecondary Income Current Account
Grafik 2.52 Neraca Transaksi Berjalan
Outbound investment Jepang
diperkirakan masih tinggi. Japan’s
Government Pension Investment Fund (GPIF)
berencana mengalokasikan sejumlah besar
dana untuk green bonds pada FY 2020.54
Selain itu, pemerintah juga berencana
menginvestasikan USD10 miliar untuk
54 GPIF merupakan investor publik terbesar Jepang dengan aset dana kelolaan mencapai JPY159 triliun (USD1,5 triliun). Mulai Oktober 2019, GPIF akan mengevaluasi index green bonds dari perusahaan swasta. Langkah GPIF akan memengaruhi perilaku investor institusi lainnya di Jepang.
dari pelemahan PMI Manufaktur menjadi 49,2
dari 49,8 (TW2-19). Hasil survei Tankan BOJ
juga menunjukkan pemburukan sentimen
kondisi bisnis. Kondisi bisnis perusahaan
manufaktur besar bahkan turun ke angka
terendah dalam enam tahun (diffusion index
turun menjadi 5 dari 7).
Kinerja perdagangan masih
lemah, terdampak ketidakpastian konflik
perdagangan. Pertumbuhan ekspor TW3-19
masih terkontraksi, meski sedikit menyempit
menjadi -5,0% yoy (dari -5,6% pada TW2-
19) —ditopang kenaikan ekspor ke Eropa
dan Timur Tengah. Perdagangan dengan
AS, Tiongkok, dan Korsel diperkirakan
terkontraksi makin dalam, sejalan dengan
prospek ekonomi negara-negara tersebut
yang melemah. Rerata pertumbuhan impor
TW3-19 kembali terkontraksi -4,8% (dari
-0,03% pada TW2-19), imbas dari penurunan
harga minyak dan permintaan barang input.
Seiring pelemahan kinerja ekspor, defisit
neraca perdagangan melebar menjadi
-JPY552,8 miliar dari –JPY329,2 miliar (TW2-
19).
Surplus current account (CA)
meningkat, ditopang perbaikan
pendapatan primer. Surplus CA TW3-
19 naik menjadi JPY5,8 miliar, dari JPY4,6
miliar (TW2-19), ditopang oleh pendapatan
primer—terutama pendapatan investasi
perusahaan Jepang di luar negeri. Surplus
Capital dan Financial Account (CFA) juga
naik menjadi JPY6,8 miliar, dari JPY6,4 miliar
(TW2-19). Surplus CFA tersebut dihasilkan
dari kenaikan portofolio investasi seiring
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
53
harga bahan baku dan intermediate goods.
Selain itu, daya beli masyarakat yang masih
lemah menyebabkan produsen enggan
menaikkan harga.
Sumber: Bloomberg
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
% yoy CPI CPI excl. Fresh Food CPI excl. Food & Energy
target 2%
Grafik 2.53 Inflasi
Sumber: Bloomberg
-12,0
-10,0
-8,0
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
% yoy PPI Input Price PPI Output Price PPI
Grafik 2.54 Indeks Harga Produsen
Bank of Japan (BOJ) melanjutkan
kebijakan moneter longgar untuk
memperbaiki kinerja perekonomian
domestik. BOJ mempertahankan stance
akomodatif dan mengubah artikulasi
forward guidance terkait suku bunga pada
Monetary Policy Meeting (MPM) 30-31
Oktober 2019. Pernyataan BOJ diubah
menjadi “mempertahankan suku bunga
mendorong penggunaan Liquid Natural
Gas (LNG) yang lebih besar di seluruh dunia
dengan membiayai processing plant, receiving
terminal, dan power generation berbasis
LNG.55 Kegiatan sejenis sebelumnya mampu
merealisasikan pendapatan investasi lebih dari
USD10 miliar melalui kerja sama perusahaan
Jepang dengan LNG Canada, Petronas, Petro
China, dan Korea Gas.
Tekanan inflasi kembali menjauh
dari target 2%, seiring penurunan harga
minyak dunia dan biaya telekomunikasi.
Inflasi headline (IHK) September 2019
turun menjadi 0,2% yoy, dari 0,7% (Juni
2019), terutama akibat penurunan harga
bahan bakar dan tarif telekomunikasi.
Biaya telekomunikasi diturunkan seiring
menguatnya tekanan pemerintah yang
menilai tarif di Jepang terlalu mahal
dibandingkan negara lain. Core inflation (di
luar fresh food) juga turun menjadi 0,3%,
dari 0,6% (Juni 2019). Sementara, core core
inflation (diluar fresh food dan energi) stabil
pada level 0,3%. Inflasi di level konsumen
yang masih rendah dipengaruhi oleh tingkat
harga di level produsen yang tumbuh
negatif. Indeks harga produsen September
2019 terdeflasi makin dalam (-1,1% yoy)—
terendah sejak Desember 2016—dari -0,1%
yoy (Juni 2019).56 Pelemahan harga minyak
dunia dan batubara, menyebabkan deflasi
55 Investasi senilai USD10 miliar tersebut juga didukung oleh perusahaan pemerintah seperti JBIC, Japan Oil, Gas and Metal National Corp, serta Nippon Export and Investment Insurance.
56 Indeks harga produsen mencerminkan harga barang yang ditransaksikan antarkorporasi.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
54
meningkat masing-masing JPY6 triliun
dan JPY90 miliar per-tahun;
vi. mempertahankan outstanding com-
mercial paper dan corporate bonds pada
level JPY2,2 triliun dan JPY3,2 triliun.
Sumber: Bloomberg
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
35,0
40,0
0
100
200
300
400
500
600
700
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
% yoyJPY triliun JGB T-Bills CPCorporate Bonds Pecuniary Stocks ETFsREITs BoJ Balance Sheet Pertumbuhan B/S, rhs
Grafik 2.55 Balance Sheet BOJ
Sejalan dengan bank sentral,
pemerintah masih menempuh kebijakan
yang akomodatif pada Fiscal Year (FY)
2019.60 Belanja pemerintah terus ditingkatkan
untuk menjaga ketahanan ekonomi terhadap
beberapa risiko, seperti tekanan eksternal
dan domestik, aging population, bencana
alam, serta mengantisipasi dampak negatif
kenaikan pajak konsumsi. Belanja fiskal TW3-
19 tumbuh 5,9% yoy dari 1% (TW2-19),
terutama untuk ketahanan nasional, social
security, dan public works untuk revitalisasi
infrastruktur di wilayah terdampak bencana.
Dalam jangka menengah-panjang,
pemerintah tetap berupaya melakukan
konsolidasi fiskal. Pemerintah menargetkan
pencapaian primary surplus di level nasional
dan daerah pada FY 2025, serta secara
60 Fiscal Year (FY) berlangsung dari April tahun berjalan hingga Maret tahun selanjutnya.
jangka pendek dan jangka panjang pada level
rendah sepanjang diperlukan guna menjaga
momentum pencapaian target inflasi.”
Kalimat tersebut menggantikan pernyataan
“setidaknya sampai sekitar musim semi
2020” yang telah dicantumkan sejak MPM
April 2019. BOJ juga menegaskan peluang
pelonggaran kebijakan moneter lebih lanjut
jika terdapat potensi gangguan terhadap
momentum pencapaian target stabilisasi
harga.57 Selain itu, BOJ juga mereiterasi
guideline market operations dan asset
purchase, yaitu:
i. melanjutkan kebijakan qualitative and
quantitative easing (QQE) with yield curve
control;
ii. mempertahankan suku bunga jangka
pendek sebesar -0,1%;
iii. melanjutkan pembelian JGB dalam jumlah
yang fleksibel sehingga yield JGB tenor 10
tahun berada di kisaran 0%;58
iv. mempertahankan target kenaikan
outstanding JGB sebesar JPY80 triliun per
tahun;59
v. melanjutkan pembelian ETF dan J-REITS
sehingga outstanding pada neraca
57 “...the Bank will not hesitate to take additional easing measures if there is a greater possibility that the momentum toward achieving the price stability target will be lost.” (Monetary Policy Release BOJ, 30-31 Oktober 2019).
58 Yield JGB tenor 10 tahun merepresentasikan suku bunga jangka panjang.
59 Share JGB dalam neraca BOJ pada September 2019 sebesar 82,4%, sedikit menurun dibanding posisi Juni 2019 (82,5%). Posisi total kepemilikan obligasi pemerintah oleh BOJ merupakan yang tertinggi dibanding bank sentral lain. Total pembelian JGB oleh BOJ selama TW3-19 sebesar JPY13,3 triliun, naik dari TW2-19 (JPY9,8 triliun).
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
55
sosial, dan menambah pasokan tenaga
kerja; (ii) meningkatkan pembangunan SDM
melalui work-style reform; (iii) revitalisasi
daerah melalui program desentralisasi serta
dukungan kepada UMKM dan sektor industri
(termasuk pariwisata); dan (iv) meningkatkan
interkoneksi ekonomi dan masyarakat global.
Ekonomi Jepang ke depan
diprakirakan masih lemah. BOJ
memprediksi pertumbuhan ekonomi FY 2019
melambat menjadi 0,6% yoy, dibandingkan
capaian 0,7% pada FY 2018. Selanjutnya
pertumbuhan ekonomi FY 2020 dan FY 2021
diprediksi membaik gradual pada level yang
masih rendah masing-masing menjadi 0,7%
dan 1%. Estimasi tersebut didasari asumsi
bahwa stimulus fiskal yang lebih tinggi akan
menopang permintaan domestik sehingga
dapat mengompensasi dampak negatif dari
kenaikan pajak konsumsi. Selain itu, ekspor
diproyeksikan meningkat seiring pemulihan
perdagangan global. Namun jika diperhatikan,
prakiraan PDB tersebut mengalami revisi ke
bawah, yang menunjukkan masih adanya
pesimisme terhadap efektivitas kebijakan
yang ditempuh pemerintah.63
Berbeda dengan BOJ, IMF masih
mempertahankan outlook ekonomi
Jepang 2019 dengan level yang lebih
rendah dibandingkan proyeksi BOJ. IMF
(WEO Oktober 2019) memprakirakan ekonomi
Jepang 2019 tumbuh 0,9% yoy (sama dengan
prakiraan WEO Juli 2019), sedikit meningkat
63 Prediksi output BOJ untuk FY 2020 dan FY 2021 masing-masing direvisi ke bawah dari 0,9% dan 1,1% yoy.
bertahap mengurangi rasio utang publik
terhadap PDB. Pemerintah akan me-review
kemajuan target tersebut pada FY 2021,
dengan acuan: (i) mencapai rasio defisit
primer terhadap PDB sekitar 1%-5%; (ii)
rasio defisit fiskal terhadap PDB sekitar 3%
atau lebih rendah; dan (iii) rasio utang publik
terhadap PDB maksimal 180%. Selanjutnya,
seiring dengan pergantian kekaisaran,
Cabinet Office merilis kerangka kebijakan
ekonomi dan reformasi fiskal yang berfokus
pada pewujudan“Society 5.0”, antara lain:61
Dalam jangka pendek, prioritas
kebijakan diarahkan untuk menjaga
momentum pertumbuhan ekonomi a.l.
melalui (i) insentif untuk meredam koreksi
permintaan pasca kenaikan pajak melalui
program reward point untuk transaksi non-
cash; (ii) insentif pajak dan stimulus untuk
pembelian barang tahan lama, seperti
kendaraan dan perumahan; 62 dan (iii) alokasi
anggaran untuk revitalisasi dan rekonstruksi
wilayah terdampak bencana.
Dalam jangka panjang, pemerintah
fokus membangun sistem untuk era “Society
5.0”, a.l. (i) menyusun “Action Plan of
The Growth Strategy” untuk mendorong
pertumbuhan potensial melalui pemanfaatan
teknologi, reformasi sistem keamanan
61 Era Reiwa akan secara resmi dimulai dengan pengangkatan Kaisar Naruhito pada 1 Mei 2019, sekaligus menandai berakhirnya Era Heisei yang dipimpin oleh Kaisar Akihito.
62 Pemerintah menyiapkan insentif khusus bagi warganya yang memiliki rumah pintar (innovative housing) –yakni rumah yang dibangun dengan mempertimbangkan penghematan energi dan tahan gempa.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
56
downside risks. Faktor risiko yang dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi (upside
risk) antara lain, sentimen positif dari dunia
usaha dan masyarakat terhadap keberhasilan
upaya pemerintah dalam (i) memitigasi risiko
terkait dampak kenaikan pajak konsumsi;
(ii) melaksanakan reformasi di bidang
ketenagakerjaan, kependudukan, dan inovasi
industri (otomasi proses produksi); serta (iii)
menjaga kesinambungan fiskal. Sementara
downside risk yang dihadapi antara lain: (i)
ketidakpastian arah kebijakan makroekonomi
AS dan dampaknya terhadap pasar keuangan
global; (ii) kebijakan proteksionisme
perdagangan; (iii) pelemahan kinerja ekonomi
global; (iv) ketidakpastian negosiasi Brexit; (v)
pelemahan permintaan produk elektronik dan
komponen elektronik yang diakibatkan oleh
global adjustment pada industri teknologi
informasi yang berlangsung lebih lama dari
ekspektasi; serta (vi) ketegangan geopolitik.67
67 Dikutip dari Bank of Japan’s “Outlook for Economic Activity and Prices October 2019”.
dari 2018 (0,8%).64 Selanjutnya pada 2020,
ekonomi Jepang diprakirakan kembali
melambat menjadi 0,5%. Pertumbuhan
ekonomi akan termoderasi akibat kenaikan
pajak konsumsi.
Tekanan inflasi diproyeksikan
meningkat gradual meski tetap di
bawah target. BOJ memperkirakan tingkat
inflasi FY 2019 naik menjadi 0,7% yoy,
meningkat dibandingkan 0,5% pada FY
201865. Selanjutnya inflasi akan meningkat
bertahap pada FY 2020 dan FY 2021 masing-
masing menjadi 1,1% dan 1,5%, antara lain
terdampak kenaikan pajak konsumsi.66 Path
outlook inflasi tersebut memperkuat indikasi
bahwa target inflasi 2% belum akan tercapai
dalam dua tahun mendatang.
Kinerja ekonomi Jepang akan
dipengaruhi oleh faktor upside dan
64 Outlook PDB 2020 sebesar 0,5% yoy adalah revisi ke atas dari WEO Juli 2019 sebesar 0,4%.
65 Proyeksi inflasi FY2019 sebesar 0,7% merupakan revisi ke bawah dari 1% pada outlook Juli 2019.
66 Proyeksi inflasi FY2020 juga direvisi ke bawah menjadi 1,1% (dari 1,3%), dan FY 2021 menjadi 1,5% (dari 1,6%).
Tabel 2.6 Realisasi dan Proyeksi Pertumbuhan PDB dan Inflasi
InstitusiPDB (% yoy) Inflasi (% yoy)
2018 2019 2020 2021 2018 2019 2020 2021
BOJ (Oktober 2019)0,7
(FY18)
0,6 0,7 1.0
0,5 (FY18)
0,7 1,1 1,5
(FY19) (FY20) (FY21) (FY19) (FY20) (FY21)
BOJ (Juli 2019)0,7 0,9 1,1 1,0 1,3 1,6
(FY19) (FY20) (FY21) (FY19) (FY20) (FY21)
CF (Oktober 2019)
0,8 (CY18)
1,0 0,2 -
0,3 (CY18)
0,6 0,7 -
CF (September 2019) 1,0 0,2 - 0,6 0,8 -
IMF WEO (Oktober 2019) 0,9 0,5 0,5 1,0 1,3 0,7
PDB: IMF WEO (Juli 2019)
Inflasi: IMF WEO (April 2019)
0,9 0,4 0,5
1,1 1,5 1,1Sumber: BOJ Outlook for Economic Activity and Prices Juli dan Oktober 2019, IMF WEO April, Juli, Agustus 2019, Consensus Forecast September dan Oktober 2019.
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
57
Tabel 2.7 Rencana Aksi Reformasi Struktural Jepang
Kebijakan Dasar 2019 “A New Era of Reiwa” Action Plan of the Growth Strategy
Pengembangan Sumber Daya Manusia, Reformasi Work-style, Kebijakan untuk Meningkatkan Pendapatan Rumah Tangga
Realization of “Society 5.0”
Fokus:
• Pengembangan SDM, contoh: Peningkatan anggaran pendidikan;
• Reformasi work-style, contoh: reformasi kebiasaan long-working hours, pewujudan work-style yang inklusif dan fleksibel.
• Kebijakan peningkatan pendapatan rumah tangga, melalui penciptaan 300.000 lapangan kerja, peningkatan upah minimum (target national weighted average sebesar JPY1.000/jam).
• Pengaturan Digital Market;
• Fintech-Finance;
• Pengaturan penerapan teknologi untuk mobilitas, contoh: ride sharing, use of drones;
• Pembenahan corporate governance;
• Penciptaan sistem smart public services;
• Next-generation infrastructure;
• Carbon-free society.
Peningkatan Kerja Sama Ekonomi dan Kemasyarakatan Global
Reformasi Social Security System untuk Seluruh Generasi
Fokus:
• Kerja sama ekonomi, contoh: CPTPP• SDG, contoh: G20 Quality Infrastructure Investment
• Menjamin kesempatan kerja hingga usia 70 tahun (manfaat pensiun baru dapat dicairkan ketika usia melebihi 70 tahun)
• Mid career hiring dan experienced personnel training
• Pencegahan penyakit dan peningkatan layanan lansia/balita
Reformasi Fiskal dan Penciptaan Proses Administrasi yang Efisien dan Berkualitas melalui Layanan Administratif Next-Generation.
Mengatasi Penurunan Jumlah Populasi
Fokus:
Digitalisasi, contoh: penyiapan sistem informasi, digitalisasi data pemerintah daerah, dan layanan publik berbasis teknologi informasi.
• Pemeliharaan infrastruktur publik
• Pemerataan SDM ke daerah
• Revitalisasi sarana dan prasarana publik
• Pengembangan pariwisata
• Penyiapan national strategic special zones
• Peningkatan produktivitas UMKM
Mengatasi Dampak Kenaikan Pajak Konsumen
Fokus:
• Diferensiasi skema pajak
• Implementasi “temporary and special measures” termasuk anggaran pencegahan bencana alam, mitigasi bencana alam, dan membangun ketahanan nasional pada FY 2019
Mendorong Implementasi Rencana Memajukan Ekonomi dan Revitalisasi Fiskal
Fokus:
• Mencapai target konsolidasi fiskal pada FY 2025
• Formulasi anggaran yang sejalan dengan benchmark selama FY 2019 hingga FY 2021
Sumber: Ministry of Finance Japan
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
58
2.5. Tiongkok
Eskalasi ketegangan perdagangan
dengan AS makin memperlambat
laju pertumbuhan ekonomi Tiongkok.
Perekonomian Tiongkok kembali melambat
menjadi 6,0% yoy pada TW3-19 (dari
6,2% pada TW2-19) dan di bawah prediksi
(6,1%). Pelemahan ekonomi dipengaruhi
oleh penurunan kinerja konsumsi dan net
ekspor. Sementara, kontribusi investasi stabil,
didukung investasi BUMN. Ditinjau dari
sektoral, kinerja sektor sekunder dan primer
melemah, sedangkan sektor tersier membaik.
Konsumsi masyarakat tertekan oleh
kenaikan tingkat pengangguran, karena eskalasi
konflik perdagangan yang berlarut-larut dengan
AS menyebabkan perusahaan mengurangi
tingkat produksi dan meningkatkan efisiensi.
Dampak negatif konflik perdagangan makin
dirasakan oleh perusahaan swasta, tercermin
dari tingkat investasi yang terus menurun,
produksi yang melambat, sentimen yang
tetap buruk, dan margin keuntungan yang
terkontraksi. Kinerja perdagangan juga kembali
tertekan akibat kenaikan tarif ekspor ke AS per
1 September 2019 dan kelesuan ekonomi di
negara mitra dagang.
Tingkat inflasi headline kembali
meningkat dan mencapai target pemerintah
(3,0%), akibat kendala suplai makanan
terutama akibat kelangkaan daging babi
yang disebabkan oleh wabah flu. People’s
Bank of China menempuh kebijakan moneter
akomodatif secara terbatas untuk mencegah
pelemahan ekonomi lebih dalam, melalui
penurunan suku bunga loan prime rate
dan reserve requirement ratio. Kebijakan
tersebut diiringi dengan kebijakan fiskal yang
ekspansif melalui penerbitan obligasi spesial
oleh pemerintah daerah.
Aktivitas ekonomi Tiongkok berpotensi
melambat lebih dalam, seiring ketidakpastian
penyelesaian konflik perdagangan dengan
AS. IMF memprakirakan ekonomi Tiongkok
tumbuh sebesar 6,0% yoy (2019) dan 6,8%
(2020), melambat dari 6,6% pada 2018.
Sedangkan pemerintah menetapkan target
PDB sebesar 6,0%-6,5%. Sejumlah risiko
membayangi perekonomian Tiongkok baik
dari sisi internal maupun eksternal. Dari dalam
negeri, terdapat risiko kenaikan inflasi, risiko
default perusahaan, demografi penduduk
yang menua, dan stimulus kebijakan yang
kurang memadai. Sementara risiko utama
dari eksternal adalah ketegangan hubungan
perdagangan dengan AS dan serta risiko
geopolitik dengan Hong Kong.
Pada triwulan ketiga 2019, ekonomi
Tiongkok tumbuh melambat menjadi 6%
yoy (dari 6,2% pada TW2-19), terendah
sejak 1991. Meski masih dalam rentang
target pemerintah untuk 2019 (6%-6,5%),
pertumbuhan PDB sedikit di bawah ekspektasi
(6,1%)68 dan berada dalam tren perlambatan
selama tujuh triwulan beruntun. Pelemahan
ekonomi disebabkan penurunan kinerja
konsumsi dan net ekspor—akibat permintaan
domestik yang kian lemah dan eskalasi konflik
68 Consensus Forecast Oktober 2019.
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
59
terdampak oleh perlambatan global dan
efek negatif akibat ketidakpastian konflik
perdagangan dengan AS.
Sumber: Bloomberg
-2
0
2
3
5
6
8
9
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q32015 2016 2017 2018 2019
% Konsumsi Investasi Net Ekspor PDB (% yoy)
Grafik 2.56 Kontribusi PDB
Menurut Pengeluaran
Sumber: Bloomberg
%yoy PDB TersierPrimer Sekunder
2
3
4
5
6
7
8
9
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q32015
Q1 Q2 Q3 Q42014 2016 2017 2018 2019
Grafik 2.57 Pertumbuhan PDB
Menurut Sektoral
Kinerja konsumsi menurun
terdampak demand domestik yang
lemah. Rerata penjualan ritel TW3-19
tumbuh melambat 7,6% yoy (dari 8,5% pada
TW2-19), di bawah rerata historis double
digit. Konsumen mengetatkan alokasi belanja
barang tersier/mahal (big tickets), akibat
kenaikan angka pengangguran di kawasan
urban menjadi 5,2% (September), dari 5,1%
perdagangan dengan AS. Kontribusi konsumsi
(pemerintah dan rumah tangga) TW3-19 turun
menjadi 3,6% (dari 3,7% pada TW2-19).
Demand domestik yang lemah dan sentimen
ekonomi yang buruk menyebabkan konsumen
mengetatkan alokasi belanja barang tersier/
mahal (terutama otomotif). Kontribusi net
ekspor juga turun menjadi 1,2% (dari 1,3%),
karena eskalasi konflik perdagangan dengan
AS yang berujung pada kenaikan tarif pada
September 2019. Adapun kontribusi investasi
(gross capital formation/GCF) tumbuh stabil di
level 1,2%, karena penurunan investasi swasta
dikompensasi akselerasi investasi sektor publik
(didukung kebijakan fiskal akomodatif).
Secara sektoral, perlambatan
pertumbuhan ekonomi TW3-19
disebabkan penurunan kinerja sektor
sekunder dan primer, sementara sektor
tersier membaik.69 Aktivitas sektor primer
melambat 2,7% yoy (TW3-19) dari 2,9%
(TW2-19). Sektor sekunder (manufaktur
dan konstruksi) melambat menjadi 5,2%
yoy (dari 5,6%)—terutama industri
manufaktur yang tertekan faktor internal
(deflasi harga produsen) dan eksternal
(perlambatan ekonomi negara mitra dagang
utama dan disrupsi supply chains akibat
konflik perdagangan). Sektor tersier (jasa)
kembali menjadi penopang ekonomi dan
naik 7,2% yoy (dari 7%), seiring reformasi
pemerintah menjadi ekonomi berbasis jasa.
Hal ini menandakan sektor jasa relatif belum
69 Share sektor primer, sekunder, dan tersier terhadap PDB TW3-19 masing-masing sebesar 8%, 39,7%, dan 52,3% terhadap PDB.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
60
(Juni 2019). Rerata penjualan otomotif masih
kontraktif -5,5% (TW3-19), dari -13,5%
(TW2-19). Meski membaik, hal ini lebih
didorong oleh low base effect, peluncuran
produk baru, dan pelonggaran ijin kendaraan
di sebagian provinsi. Tren perlambatan
penjualan otomotif beberapa tahun terakhir
disebabkan oleh restriksi pemerintah terhadap
praktik shadow banking, yang menjadi
sumber pembiayaan mayoritas pembelian
kendaraan. Sementara itu, konsumsi jasa
(pendidikan, transportasi, dan medis) masih
resilien, tercermin dari PDB jasa yang stabil.
Konsumsi barang ditengarai terus
menurun akibat beberapa isu struktural
jangka panjang. Tingkat utang rumah
tangga (household debt to disposable
income) meningkat tajam dari 91% (2013)
menjadi 139% (2018). Maraknya investasi
properti menyebabkan masyarakat terlilit
kredit perumahan. Real growth in disposable
income menurun sejak pertengahan 2017.
Kolapsnya peer-to-peer lending platforms
sejak 2016 menyebabkan kreditur kehilangan
investasinya dan debitur kehilangan sumber
kredit konsumsi.70 Dalam horizon waktu
yang lebih panjang, konsumsi Tiongkok juga
tertekan seiring struktur demografi penduduk
yang menua.
Di tengah perlambatan konsumsi,
kinerja investasi TW3-19 stabil ditopang
oleh stimulus pemerintah bagi sektor
70 P2P sempat tumbuh sangat pesat di Tiongkok pada 2011-15, dengan outstanding loans mencapai USD218 miliar (lebih besar dari total P2P semua negara lainnya dikombinasikan).
Sumber: Bloomberg
-20
-10
0
10
20
30
6
7
8
9
10
11
12
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92016 2017 2018 2019
% yoy % yoy Penjualan Ritel Penjualan Kendaraan, rhs
Grafik 2.58 Penjualan Ritel
dan Kendaraan
Sumber: National Bureau of Statistics (NBS)
4,7
4,8
4,9
5
5,1
5,2
5,3
5,4
5,5
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92017 2018 2019
% Surveyed Unemployment Rate in Urban Areas
Grafik 2.59 Tingkat Pengangguran
Sumber: Bloomberg
Grafik FAI
-4
0
4
8
12
16
20
24
28
32
36
40
-3
0
3
5
8
10
13
15
18
20
23
25
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92016 2017 2018 2019
% yoy ytd % yoy ytd
FAI Pemerintah SwastaPrimary, rhs Secondary, rhs Tertiary, rhs
Grafik 2.60 Fixed-Asset Investment (FAI)
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
61
disebabkan oleh likuiditas pembiayaan yang
mengetat, pelemahan demand global (akibat
konflik perdagangan), dan penurunan profit.
Perbankan cenderung enggan menyalurkan
kredit bagi sektor swasta, karena sejumlah
perusahaan mengalami gagal bayar.74
Sumber: Bloomberg
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
80
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92016 2017 2018 2019
Indeks % yoy ytd Profit Industri Profit BUMN, rhsProfit Swasta PMI Manufaktur, rhs
Grafik 2.62 Profit Industri dan
PMI Manufaktur
Sisi produksi kembali melambat
dan sentimen bisnis manufaktur melemah.
Rerata produksi industri TW3-19 melambat
ke 5% yoy (dari 5,6%), terutama sektor
manufaktur (tumbuh 4,8% dari 5,5%).75
Kenaikan tarif ekspor ke AS dan ancaman
eskalasi lebih lanjut, serta demand domestik
yang masih lesu menyebabkan perusahaan
menahan produksi dan enggan menaikkan
harga. Hal ini terkonfirmasi dari rerata PMI
manufaktur TW3-19 yang masih kontraksi
(49,7; dari 49,6). Indikator demand dan supply
74 Sebanyak 120 onshore company bonds telah mengalami default hingga TW3-19 (sama dengan jumlah default sepanjang 2018). Stance pemerintah kini cenderung membiarkan perusahaan dengan tingkat utang tinggi untuk gagal, sejalan dengan upaya deleveraging.
75 Rerata IP pertambangan meningkat 6,1% yoy (dari 4,7%), sementara IP kelistrikan naik 6,2% (dari 7,3%).
publik. Investasi aset tetap (Fixed Asset
Investment/FAI) pemerintah naik 7,3% yoy
ytd pada September 2019 (dari 6,9% pada
Juni 2019). Peningkatan dipengaruhi stimulus
pemerintah berupa pembangunan proyek
infrastruktur skala besar (terutama jalur rel
kereta dan infrastruktur urban lainnya).71
Akselerasi infrastruktur didukung oleh
pemulihan bisnis konstruksi, pencairan dana
pemerintah yang lebih cepat, dan penerbitan
bond Pemda yang dipercepat (frontloaded)
dengan skala lebih besar. Pemerintah juga
merelaksasi regulasi penggunaan dana hasil
penerbitan bonds tersebut.72 Stimulus fiskal
mulai tertransmisikan pada peningkatan
gradual investasi BUMN. Berbeda dengan
investasi pemerintah, investasi swasta
menjadi 4,7% yoy ytd pada September
2019 (dari 5,7% pada Juni 2019).73 Hal ini
71 Secara historis, stimulus pemerintah kerap menyasar sektor infrastruktur di kala ekonomi melambat.
72 Jika sebelumnya dana tersebut hanya dapat digunakan sebagai pinjaman dalam proyek infrastruktur, kini dapat dinilai sebagai penyertaan saham (maksimal 25%).
73 Sektor swasta memiliki share sekitar 60% dari total investasi tetap, sisanya oleh sektor publik (pemerintah dan BUMN). Sumber: BIMB Securities Research.
Sumber: Bloomberg
-8
-4
0
4
8
12
16
4
5
6
7
8
9
10
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92016 2017 2018 2019
% yoy % yoy
Produksi Industri ManufacturingMining & Quarrying, rhs Prod & Dist of Electiricity, rhs
Grafik 2.61 Industrial Production (IP)
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
62
miliar).77 AS merencanakan kenaikan tarif
selanjutnya (15%) atas sekitar USD160 miliar
impor dari Tiongkok pada 15 Desember
2019. Kenaikan tarif pada September 2019
melanjutkan eskalasi tarif pada Mei 2019,
saat AS menaikkan tarif impor dari Tiongkok
menjadi 25% (dari 10%) senilai USD250
miliar (lihat PEKKI Edisi III-2019).78
Eskalasi tarif memengaruhi ekspor
Tiongkok ke AS. Menjelang kenaikan tarif,
eksportir melakukan frontloading terutama
produk yang akan terkena kenaikan tarif
pada 15 Desember 2019 (mayoritas barang
konsumsi dengan demand tinggi pada Natal
dan Tahun Baru). Namun kinerja ekspor ke
depan diprediksi terkontraksi lebih dalam,
terdampak kenaikan tarif AS sejak April
2018 dan rencana kenaikan tarif atas seluruh
produk impor dari Tiongkok.79 Selain dampak
langsung dari tarif AS, ekspor Tiongkok juga
tertahan oleh perlambatan ekonomi mitra
dagang utama (EU dan Jepang) dan restriksi
AS terhadap perusahaan IT Tiongkok (Huawei
dan afiliasinya).
77 Rencana retaliasi Tiongkok sebesar USD75 miliar akan terbagi menjadi dua tahap (1 September 2019 dan 15 Desember 2019). Retaliasi ini jauh lebih rendah dari segi nominal dan dari level additional tariff. Tiongkok hanya menambahkan 5%-10% tarif atas produk agrikultur yang telah dikenakan tarif sebelumnya, serta crude oil sebesar 5%.
78 Kenaikan tarif berlaku bagi produk ekspor Tiongkok yang memasuki teritorial AS setelah 15 Juni 2019. Tiongkok me-retaliasi dengan menaikkan tarif sebesar 5%-25% atas USD60 miliar impor dari AS, a.l. kosmetik, reptil, berlian, dan video games.
79 Ekspor Tiongkok ke AS turun 6% yoy pada Januari-September dan impor dari AS turun tajam 22,5% yoy (dalam RMB). Total perdagangan bilateral dengan AS hingga September (TW3-19) hanya RMB2,75 triliun, turun 10,3% yoy.
masih lemah, tercermin dari komponen new
orders yang masih kontraksi (meski sedikit
meningkat karena stimulus pemerintah di
sektor konstruksi) dan indikator produksi
yang masih buruk (terutama untuk produk
berorientasi ekspor).76 Tingkat inventory yang
masih tinggi turut menandakan produksi ke
depan masih akan melemah. Perusahaan
manufaktur menghadapi stagnasi harga
pada tingkat produsen yang mengurangi
margin keuntungan. Rerata profit industri
terkontraksi -1,6% yoy pada TW3-19 (dari
-1,9%), terimbas oleh harga produsen (PPI)
yang mengalami deflasi -0,8% yoy pada TW3-
19 (dari 0,5%). Penurunan profit terutama
pada perusahaan BUMN yang anjlok -9,6%
yoy ytd pada September (dari -8,7% pada
Juni). Sementara profit perusahaan swasta
naik 5,4% yoy ytd (dari 6%).
Konflik perdagangan dengan
AS dan perlambatan ekonomi global
menurunkan kinerja perdagangan.
Rerata pertumbuhan ekspor TW3-19 kembali
terkontraksi -0,3% yoy, dari -1,0% (TW2-19).
Konflik perdagangan AS-Tiongkok TW3-19
diwarnai keputusan mengejutkan Presiden
Trump yang berencana mengenakan tarif
atas seluruh impor AS dari Tiongkok (senilai
hampir USD300 miliar). Tahap pertama
kenaikan ini adalah penerapan tarif 15%
atas USD125 miliar per 1 September 2019.
Tiongkok me-retaliasi dengan menaikkan
level existing tariff pada impor dari AS senilai
USD25 miliar (dari rencana total USD75
76 Komponen export orders pada PMI Manufaktur telah berada dalam area kontraksi sejak Juni 2018.
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
63
turut melambat akibat kelesuan ekonomi
global. Kontraksi impor yang lebih dalam
dibandingkan ekspor mendorong pelebaran
surplus neraca perdagangan menjadi
USD119,1 miliar (TW3-19) dari USD106,5
miliar (TW2-19). Salah satu penyebab
kontraksi impor yang lebih dalam dari
ekspor adalah kenaikan tarif yang asimetris
sepanjang eskalasi konflik perdagangan AS-
Tiongkok.81
Konflik perdagangan dengan AS
sejak 2018 mendisrupsi global supply
chain. Hingga TW3-19, AS telah menaikkan
tarif bagi sekitar USD360 miliar impor dari
Tiongkok, setara dengan 68,5% total ekspor
Tiongkok ke AS.82 Sebelum dimulainya konflik
perdagangan pada 2018, hanya 8,1% ekspor
Tiongkok yang terkena tarif (mayoritas berupa
tarif standar, most favorable nations/MFN).
Eskalasi tarif sejak April 2018 mendorong
weighted average tariff rate untuk impor
dari Tiongkok naik menjadi 21% (dari 3,1%
sebelum konflik perdagangan) mulai 1
September 2019.83 Jika AS jadi menaikkan
81 Hingga 1 September 2019, AS menaikkan tarif bagi USD250 miliar ekspor Tiongkok (setara 46% total ekspor Tiongkok ke AS). Sedangkan Tiongkok menaikkan tarif bagi USD110 miliar ekspor AS (mencapai 70% total ekspor AS ke Tiongkok). Kenaikan tarif yang asimetris (dalam persentase ekspor masing-masing negara) menyebabkan penurunan impor dari AS lebih tajam.
82 Hampir seluruh kenaikan tarif tersebut menggunakan latar belakang US Section 301 (presiden AS berhak mengenakan tarif kepada negara lain.
83 Trump memulai konflik perdagangan global dengan menaikkan tarif impor baja dan aluminium sebesar 25% dan 10% bagi mayoritas negara (termasuk Tiongkok) pada April 2018. Langkah ini di-retaliasi Tiongkok dengan menaikkan tarif 15-25% atas USD3 miliar impor AS, a.l. produk wine, babi, pipa baja dan
Sumber: Bloomberg
-35
-18
0
18
35
53
70
-30
-15
0
15
30
45
60
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92016 2017 2018 2019
Miliar USD% yoy Trade Balance, rhs Impor Ekspor
Grafik 2.63 Neraca Perdagangan
Sumber: Bloomberg
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
0
1
2
3
4
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92016 2017 2018 2019
% yoy % yoy CPICore CPIClothing
Edu., Culture & EntertainmentFood, rhsTransportation & Com., rhs
Grafik 2.64 Inflasi Consumer Price Index (CPI)
Aktivitas impor kembali ter-
kontraksi akibat kenaikan tarif impor
produk AS dan kelesuan demand
domestik. Rerata pertumbuhan impor
terkontraksi -6,6% yoy (TW3-19), dari -3,9%
(TW2-19), akibat permintaan domestik yang
lemah di tengah perlambatan ekspor.80 Impor
barang mentah dan setengah-jadi menurun
drastis (terutama untuk input manufaktur).
Kenaikan tarif AS mengakibatkan ekspor
Tiongkok kurang kompetitif dibandingkan
negara lain dan demand dari negara lain
80 Impor Tiongkok sebagian untuk memproduksi barang ekspor.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
64
akibat kendala suplai makanan, dan
mencapai target 3%. Inflasi headline
September 2019 naik menjadi 3,0% yoy
(tertinggi sejak Oktober 2013), dari 2,7%
pada Juni 2019. Inflasi kelompok makanan
kembali melesat hingga 11,2% yoy (dari
8,3% pada Juni),84 terutama sub-kelompok
daging babi yang naik 69,3% (dari 21,1%)
akibat wabah swine fever sejak Agustus
2018.85 Lonjakan harga daging babi domestik
mendorong peningkatan impor agrikultur
dari AS, termasuk melalui negosiasi phase
one trade deal. Tiongkok akan menurunkan
tarif impor babi dari AS yang selama ini
dikenakan tarif hingga 62%. Impor daging
untuk substitusi babi (ayam, sapi, kambing)
juga akan ditingkatkan dari negara selain
AS, sehingga berpotensi mendorong harga
pangan global.
Peran impor dalam memenuhi
defisit suplai daging babi di Tiongkok
sangat terbatas. Impor hanya dapat
memenuhi kurang dari 4% kebutuhan
konsumsi daging babi, yang mencapai 30,4
kg/kapita pada 2018 (tertinggi kedua di
dunia).86 Pemerintah berupaya mengatasi
kelangkaan ternak babi melalui peternakan
babi domestik. Namun upaya tersebut lebih
bersifat jangka panjang karena membutuhkan
84 Bloomberg mengestimasikan kelompok makanan memiliki share 19,9% pada keranjang inflasi Tiongkok dalam kurun waktu 2018-19. Share ini menurun jauh dibandingkan 30% pada 2015 (Tiongkok memodifikasi komposisi keranjang inflasi setiap lima tahun, terakhir pada 2016).
85 Sub-komponen daging babi memiliki share 2,5% pada keranjang inflasi headline Tiongkok. Sumber: NAB (estimasi).
86 Sumber: CMB International Securities
tarif impor 15% atas terhadap USD160 miliar
impor Tiongkok pada 15 Desember 2019,
rerata tarif berpotensi naik menjadi 23,8%.
Sebaliknya, retaliasi Tiongkok menyebabkan
weighted average tariff rate untuk impor dari
AS naik menjadi 21,1% (dari 8% sebelum
konflik perdagangan) dan berpotensi naik
menjadi 25,1% jika Tiongkok me-retaliasi
kenaikan tarif AS pada 15 Desember 2019.
Tekanan inflasi consumer price
index (CPI) headline terus meningkat
recycled aluminium.
Sumber: Bank of China
8
18,316,5
20,7
17,6
21,1 21
25,123,8
12 12
3,1
30
25
20
15
10
5
0
% Tarif atas impor dari AS Tarif atas impor dari Tiongkok
01/18 09/18 01/19 05/19 09/19 12/19
Grafik 2.65 Rerata Tarif Perdagangan
Bilateral AS -Tiongkok
Sumber: PIIE.com
39,1%
8,1%
50,6%
68,5%
96,8%100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
1980
1986
2017
September 23,2018to current
September 1,2019
December 15,2019
1985 1990 1995 2000 2005 2010 20150
Grafik 2.66 Persentase Impor AS dari
Tiongkok yang Terkena Tarif Proteksi
Khusus (US Section 301)
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
65
dinilai mempersempit ruang PBOC dalam
menempuh kebijakan moneter akomodatif
dalam jangka pendek. Inflasi headline
diprediksi makin tinggi dan melewati target
inflasi pemerintah (3%) dalam 2-3 triwulan
mendatang, akibat kenaikan harga daging
babi dan substitusinya (ayam, sapi, kambing).
Berbeda dengan peningkatan
tekanan harga konsumen, harga
produsen justru menurun. Indeks harga
produsen September 2019 terdeflasi -1,2%
yoy, dari 0% pada Juni 2019. Harga bahan
baku mentah terdeflasi, akibat demand
domestik yang makin lemah (yang menekan
daya tawar produsen) dan rendahnya
investasi swasta. Deflasi harga produsen
(PPI) yang berkepanjangan makin menekan
profit perusahaan (di tengah demand yang
lesu), sehingga upaya develeraging korporasi
akan tertunda dan investasi berkurang.
PPI diperkirakan masih berada pada level
deflasi (sejak Juli 2019), seiring penurunan
harga komoditas dan pemburukan outlook
manufaktur.
Pemerintah dan bank sentral
cenderung berhati-hati dalam mem-
berikan stimulus, meski ekonomi makin
kehilangan momentum. Tiongkok memilih
melakukan penyesuaian akomodatif dengan
skala yang terbatas, targeted, dan berhati-
hati untuk menahan perlambatan ekonomi.
Otoritas berusaha mendorong pertumbuhan
ekonomi tanpa meningkatkan level utang.
People’s Bank of China (PBC) telah melakukan
berbagai langkah pelonggaran kebijakan
dalam skala kecil untuk meningkatkan
waktu relatif lama untuk mencapai hasil yang
memadai. Akibatnya, kekurangan suplai
daging babi akan tetap menjadi penyebab
kenaikan inflasi hingga H1-20.
Sumber: Bloomberg
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92016 2017 2018 2019
% yoy % yoy PPI Producer Goods Consumer Goods, rhs
Grafik 2.67 Inflasi PPI
Sumber: Bloomberg
12
13
14
15
16
17
18
4,0
4,1
4,2
4,3
4,4
4,5
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92016 2017 2018 2019
% %
Loan Prime Rate (1-yr) PBOC 1-yr Lending RateRRR (Big Banks), rhs
Grafik 2.68 Kebijakan Moneter
Inflasi inti melandai ditopang
harga nonpangan yang relatif stabil.
Inflasi inti (nonmakanan dan energi) TW3-
19 justru melandai ke level 1,5% yoy (dari
1,6%), menandakan domestic demand
yang belum pulih.87 Tren kenaikan inflasi
headline yang disebabkan oleh supply-side
shock dan berlawanan dengan inflasi inti,
87 Core CPI memiliki share 77%-78% dari inflasi headline (Sumber: Bloomberg Intelligence).
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
66
efektivitas pemangkasan LPR sebelumnya.
PBC juga menempuh kebijakan
moneter akomodatif melalui broad
dan targeted reserve requirement ratio
(RRR) cut untuk meningkatkan likuiditas
dan kredit. Pada 6 September 2019, PBC
melakukan RRR cut bagi seluruh bank sebesar
50 bps, menjadi 13,0% untuk bank besar.
Kebijakan tersebut merupakan penurunan
ketiga yang ditempuh oleh PBC pada 2019,
setelah broad cut 100 bps (Januari 2019) dan
targeted cut 100 bps (Mei 2019). PBC juga
melakukan targeted easing dengan additional
RRR cut khusus bagi city commercial banks
(yang hanya beroperasi di level provinsi) dan
kreditur rural sebesar 100 bps. Penurunan ini
akan dilakukan dalam dua tahap, yakni 15
Oktober dan 15 November 2019 (masing-
masing 50 bps). PBC berharap relaksasi
RRR sebanyak 7 kali sejak April 2018 dapat
meningkatkan kredit UMKM di tengah
keketatan likuiditas.
Pertumbuhan kredit dan likuiditas
terus memburuk. Likuiditas perekonomian
riil mengetat meskipun PBC terus menurunkan
RRR, terindikasi dari rerata jumlah uang
beredar (M2) yang melambat menjadi 8,2%
(TW3-19) dari 8,5% (TW2-19). Kontraksi
ekspor diduga turut menyebabkan suplai
uang turut menurun. Rerata pertumbuhan
total kredit turut melambat menjadi
12,5% yoy pada TW3-19 (dari 13,3%).
Share pinjaman korporasi jangka panjang
dari total pinjaman baru terus melambat
signifikan—menandakan iklim investasi tetap
lesu dan perbankan enggan menyalurkan
ketersediaan kredit dan permintaan.
Kebijakan dilakukan dengan berhati-hati
agar likuiditas tidak berlebihan, yang dapat
berisiko meningkatkan utang dan mendorong
housing bubble berikutnya (seperti pada
periode mini-krisis 2015-16).
PBC menggunakan suku bunga
acuan kebijakan baru. Pada TW3-19,
PBC menetapkan 1-year loan prime rate
(selanjutnya disebut LPR) sebagai suku bunga
kebijakan de facto yang baru – menggantikan
benchmark rate. Perubahan ini adalah
langkah lanjutan structural reform suku
bunga untuk menyederhanakan framework
kebijakan moneter dan menurunkan suku
bunga pinjaman tanpa memicu capital
outflow dan meningkatkan pertumbuhan
hipotek. Mulai Agustus 2019, PBC akan
mengumumkan tingkat LPR pada tanggal
20 setiap bulan, sebagai reference rate bagi
commercial lender dalam menetapkan new
loan rates bertenor 0-5 tahun.88 LPR 1 tahun
akan menjadi benchmark suku bunga kredit
korporasi yang umumnya berdurasi hingga
tiga tahun, sedangkan LPR 5 tahun sebagai
benchmark untuk mortgage rate. PBC telah
dua kali menurunkan LPR masing-masing
5 bps pada Agustus dan September 2019
menjadi 4,2%. Namun PBC menahan LPR
pada Oktober 2019 (berlawanan dengan
ekspektasi penurunan 5 bps). Hal ini
mengindikasikan PBOC menghindari easing
agresif, mempertahankan ruang kebijakan,
serta masih memantau transmisi dan
88 Dengan perhitungan berdasarkan spread sekian bps di atas LPR.
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
67
sentral lain. Hal ini menjelaskan mengapa
PBC cenderung konservatif dalam easing,
berbeda dengan langkah akomodatif yang
cukup signifikan di bank sentral negara maju
(the Fed terus menurunkan FFR dan ECB
memulai QE). Dalam Monetary Policy Report
18 November 2019, PBC menegaskan akan
berupaya mengurangi tekanan terhadap
ekonomi dengan incremental easing.
Pernyataan ini sejalan dengan tema kebijakan
moneter 2019 “measured easing stance”,
melalui pemangkasan suku bunga yang
sering (frequent) namun dalam jumlah kecil.
Dengan demikian, outlook kebijakan moneter
Tiongkok lebih hawkish dari ekspektasi pasar,
yakni RRR dan LPR cut dalam jumlah kecil pada
TW4-19 hingga H1-20 (dengan mewaspadai
tren kenaikan inflasi headline). Selain itu,
PBC dinilai tidak akan mengucurkan stimulus
kredit yang agresif, agar kerentanan eksternal
(debt-to-GDP ratio) tetap terjaga.
Dari sisi fiskal, pemerintah
menempuh kebijakan fiskal ekspansif
untuk menahan perlambatan ekonomi.
Defisit fiskal melebar menjadi -RMB1,2
triliun (TW3-19) dari -RMB1,07 triliun (TW2-
19) karena pertumbuhan belanja melebihi
pertumbuhan pendapatan.89 Selama Januari-
September 2019, general government budget
revenue tumbuh 3,3% yoy (dari proyeksi
5,1% untuk keseluruhan 2019). Sementara
general government budget expenditure naik
89 Secara triwulanan, rerata belanja pemerintah TW3-19 melambat ke 5,4% yoy, dari 7,9% pada TW2-19. Rerata pendapatan pemerintah TW3-19 meningkat 3,4% yoy, dari 0,7%.
kredit kepada perusahaan kecil-menengah.
Kesulitan akses pembiayaan korporasi
melalui perbankan mendorong korporasi
mencari pembiayaan melalui shadow banking
(sehingga kontraksinya menyempit).
Sumber: Bloomberg
70
75
80
85
90
95
100
105
110
-12
-8
-4
0
4
8
12
16
20
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92016 2017 2018 2019
Indeks % yoy M2 Shadow BankingKredit Perbankan Monetary Cond. Index, rhs
Grafik 2.69 Likuiditas dan Kredit
Sumber: Bloomberg
-2
-1
0
1
2
3
4
5
-20
-10
0
10
20
30
40
50
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92016 2017 2018 2019
Triliun RMB % yoy Keseimbangan Primer, rhs Penerimaan Fiskal
Grafik 2.70 Keseimbangan Fiskal
PBC cenderung hawkish dan
hanya akan melakukan easing secara
bertahap dan dalam skala yang kecil.
Pada meeting 24 September 2019, PBC
menekankan bahwa kebijakan ekonomi
didasari oleh kondisi ekonomi domestik (yang
dinilai masih tumbuh dalam rentang yang
wajar) dan inflasi, bukan arah kebijakan bank
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
68
Commission juga telah menyetujui sejumlah
besar proyek pada H1-20, sehingga banyak
proyek infrastruktur yang akan dimulai pada
TW4-19 hingga 2020. Persetujuan tersebut
diharapkan dapat memberikan trickle-down
effect pada sektor riil.
Kinerja ekonomi Tiongkok
diperkirakan makin melambat. IMF (WEO
Oktober 2019) kembali merevisi ke bawah
proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok
menjadi 6,1% pada 2019 (dari 6,2% pada
WEO Juli 2019) dan 5,8% pada 2020 (dari
6,0%), keduanya jauh di bawah pencapaian
6,6% (2018) dan 6,9% (2017). Pemerintah
menetapkan target pertumbuhan ekonomi
2019 pada kisaran 6,0%–6,5% (dari target
6,5% pada 2018). Otoritas akan bergantung
pada stimulus fiskal untuk menahan
perlambatan ekonomi, mengingat ruang
kebijakan moneter cukup terbatas akibat
tingkat utang tinggi dan tren kenaikan inflasi.
Stimulus fiskal melalui Pemda diharapkan
dapat mengompensasi perlambatan drastis
pada investasi swasta. Pemotongan pajak
pada H1-19 diharapkan dapat menahan
perlambatan konsumsi.
Ekonomi Tiongkok ke depan
dibayangi sejumlah risiko, baik dari
domestik maupun eksternal. Risiko
eksternal terbesar bersumber dari eskalasi
konflik perdagangan dengan AS, berupa
pembatalan/penundaan phase one deal
karena belum terdapat kesepakatan terkait
isu krusial (rollback tarif eksisting dan
rencana impor agrikultur senilai USD40-50
miliar). Perkembangan negosiasi hingga awal
tajam 9,4%, melebihi target 6,5%. Sementara
pendapatan di bawah target karena kelesuan
ekonomi domestik, pengurangan pajak
sejumlah barang konsumsi, dan pengurangan
pajak pendapatan.
Stimulus fiskal Pemda bertumpu
pada penerbitan Local Government
Special Bond. Hingga TW3-19, pemerintah
telah menerbitkan local special bonds senilai
RMB2,12 triliun, setara 99% dari total kuota
RMB2,15 triliun pada 2019. Pemda melakukan
penerbitan bond sejak awal 2019, indikasi
terjadi frontloading.90 Dana hasil penerbitan
local bonds hingga TW3-19 digunakan
untuk renovasi area kumuh/tertinggal (39%),
pembangunan infrastruktur jalan/rel (9,9%)
dan konstruksi municipal (7,5%). Pemerintah
juga melonggarkan kebijakan fiskal dengan
mengizinkan Pemda memakai kuota bonds
yang dialokasikan untuk 2020. Pemda dapat
menerbitkan special bonds senilai maksimal
RMB1 triliun pada November-Desember
2019, menggunakan kuota 2020.91 Kebijakan
frontloading akan berlaku hingga 2022. Selain
itu, pemerintah mengurangi minimum capital
money requirement terhadap beberapa
proyek infrastruktur, sejalan dengan prioritas
belanja fiskal pada 2020 yang berfokus
pada pembangunan infrastruktur. Sejalan
dengan penambahan kuota penerbitan local
bonds, National Development and Reform
90 Pada 2018, penerbitan bond dimulai pada Juni 2019 dan mencapai puncak pada September 2019. Pada 2019, penerbitan dimulai sejak Januari 2019 dan mencapai puncaknya pada Juni 2019.
91 RMB1 triliun setara dengan 47% kuota special bonds pada 2019.
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
69
pengetatan real estate financing (awalnya
ditujukan untuk mencegah property bubble
seperti periode 2015-2016) menyebabkan
investasi konstruksi melambat dan harga
properti sebagai aset middle class menurun—
sehingga menahan belanja konsumen; 3)
jumlah bond default perusahaan meningkat
dan pemerintah cenderung berhati-hati
dalam mem-bailout sehingga memberikan
tekanan pada stabilitas keuangan dan
meningkatkan pengangguran; 4) aging
population dan perpindahan supply chain
global akan menekan daya beli masyarakat;
dan 5) stimulus sepanjang 2019 tidak cukup
menahan perlambatan ekonomi, sehingga
dapat mendorong Tiongkok kembali
melonggarkan kebijakan moneter pada 2020.
2.6 India
Ekonomi India mengalami tekanan
akibat eskalasi konflik perdagangan dan
sejumlah permasalahan domestik. Kinerja
perekonomian India di luar prediksi turun
lebih dalam menjadi 4,5% yoy pada TW3-
19, dari 5,0% pada TW2-19. Pelemahan
Desember 2019 sangat dinamis, diwarnai
oleh berbagai isu politik yang berpotensi
menganulir kemajuan positif yang telah
berhasil diperoleh.92 Tidak hanya berdampak
pada aktivitas produksi dan investasi, fluktuasi
pasar keuangan global juga akan membebani
perusahaan Tiongkok yang tengah mengalami
kesulitan finansial dan akses pembiayaan.
Peningkatan konflik geopolitik (terutama
demonstrasi di Hong Kong) dapat menjadi
distraksi bagi otoritas Tiongkok, yang tengah
fokus menyelesaikan konflik perdagangan
dengan AS dan menahan perlambatan
ekonomi domestik.
Tiongkok juga menghadapi risiko
dari dalam negeri yang tidak ringan.
Risiko dari domestik yang mengemuka,
antara lain: 1) inflasi CPI headline terus
meningkat (disebabkan kelangkaan suplai
makanan), sementara deflasi harga produsen
makin dalam, sehingga ruang pelonggaran
kebijakan moneter makin sempit; 2)
92 Isu politik yang berpotensi menghambat negosiasi phase one adalah demonstrasi Hong Kong yang makin memanas sejak 15 Maret 2019 dan isu pelanggaran HAM oleh official Tiongkok terhadap minoritas Muslim di Xinjiang.
Tabel 2.8 Outlook PDB dan Inflasi
RealisasiTarget
Otoritas2018 2019 2019 2020 2021 2019 2020
PDB (% yoy) 6,6 6,0-6,5 6,1 5,8 5,9 6,1 5,8Estimasi sebelumnya 6,2 6,0 - 6,2 5,9Inflasi (% yoy) 2,1 3,0 - - - 2,6 2,7Estimasi sebelumnya - - - 2,5 2,5Keterangan:
CFIMF
Sumber estimasi terkini: IMF-WEO Oktober dan Consensus Forecast November 2019.Sumber estimasi sebelumnya: IMF-WEO Juli 2019 dan Consensus Forecast Oktober 2019.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
70
mengeluarkan kebijakan akomodatif dengan
memberikan pemotongan pajak bagi
korporasi. Pemangkasan pajak ditempuh
untuk meningkatkan aliran masuk investasi
asing dan memperbaiki konsumsi India yang
masih tertekan.
Ekonomi India yang berjalan lambat
mendorong RBI dan IMF kembali merevisi
ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi.
IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi
India tahun fiskal 2019/20 (WEO Oktober
2019) sebesar 6,1% yoy (direvisi dari
estimasi sebelumnya 7,0%). Sementara, RBI
lebih pesimis-karena mempertimbangkan
pertumbuhan TW3-19 yang turun signifikan-
dan kembali merevisi ke bawah prospek
ekonomi tahun fiskal 2019/20 menjadi
hanya 5,0% yoy (MPC Desember 2019), dari
perkiraan sebelumnya 6,1% (MPC Oktober).
India perlu mencermati sejumlah
faktor yang memengaruhi kinerja
perekonomian. Faktor yang dapat
memperkuat pertumbuhan ekonomi (upside
risks) adalah pelonggaran kebijakan moneter
dan stimulus fiskal yang dapat memperbaiki
konsumsi dan investasi. Namun, otoritas
juga perlu mewaspadai faktor yang dapat
menekan ekonomi (downside risks), antara
lain keketatan likuiditas, keterbatasan ruang
fiskal, mismatch pada perusahaan keuangan
nonperbankan, kenaikan inflasi, ketegangan
perdagangan, dan risiko geopolitik.
Kinerja ekonomi India pada
TW3-19 turun tajam dibandingkan
ini menandai perlambatan ekonomi selama
tujuh triwulan berturut-turut sejak TW2-18.
Investasi yang melemah tajam menjadi faktor
utama penurunan PDB. Ekspor tertekan
akibat penurunan permintaan eksternal dan
terdampak pencabutan fasilitas Generalized
System of Preferences (GSP) oleh AS. Impor
turun makin kontraktif sejalan dengan
pelemahan permintaan dalam negeri dan
kebijakan retaliasi. Pemerintah meningkatkan
pengeluaran untuk menahan pelemahan
ekonomi yang lebih dalam.
Di tengah pertumbuhan ekonomi
yang masih lemah, inflasi justru meningkat-
akibat gangguan sisi supply. Pada Oktober
2019, inflasi consumer price index (CPI)
naik menjadi 4,62% yoy meski masih dalam
kisaran medium target (4%±2% yoy).
Peningkatan CPI dipicu oleh inflasi makanan
dan minuman, khususnya harga tomat dan
bawang yang melonjak karena suplai yang
terganggu hujan. Namun inflasi wholesale
price index/WPI) bergerak ke arah sebaliknya,
yaitu turun lebih dalam, dipicu permintaan
bahan bakar, listrik dan barang manufaktur
yang melemah.
Dalam rangka mendorong
pertumbuhan, Reserve Bank of India (RBI)
dan Pemerintah menerapkan kebijakan
akomodatif. RBI menurunkan suku bunga
acuan sebesar 25 bps menjadi 5,15% pada
Oktober 2019, yang kemudian dipertahankan
pada Desember 2019. RBI juga mengeluarkan
peraturan acuan suku bunga pada penyaluran
kredit untuk memperbaiki transmisi
kebijakan. Dari sisi fiskal, pemerintah
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
71
triwulan sebelumnya, melanjutkan tren
pelemahan sejak TW2-18. Pertumbuhan
PDB TW3-19 makin melemah menjadi 4,5%
yoy, dibandingkan TW2-19 (5,0%), jauh di
bawah prediksi market (5,8%). Moderasi
pertumbuhan ekonomi pada TW3-19
terutama disebabkan penurunan investasi
atau pembentukan modal tetap domestik
bruto (PMDB) menjadi hanya 1% yoy (dari
4,0% pada TW2-19), terimbas pengetatan
likuditas yang menahan pembiayaan. Kinerja
perdagangan tertekan oleh pelemahan
permintaan eksternal yang menurunkan
ekspor makin dalam (-0,4% dari 5,7%).
Impor melemah tajam (-6,9% yoy, dari 4,2%
pada TW2-19), dipicu deselerasi permintaan
domestik dan retaliasi India terhadap produk
impor dari AS.93 Konsumsi (share 69,5%
terhadap PDB India) secara umum masih
rendah meski sedikit membaik didorong oleh
akselerasi belanja pemerintah dan faktor
musiman. Konsumsi swasta tumbuh 5,1%
yoy (dari 3,1% pada TW2-19) didorong oleh
belanja untuk perayaan Diwali. Konsumsi
pemerintah alami perbaikan ke 15,6% (dari
8,8%), didorong oleh belanja barang.
Konsumsi swasta masih lemah
seiring perlambatan pemulihan daya beli
konsumen di pedesaan dan tertahannya
93 Sebagai balasan atas pengenaan tarif oleh AS atas komoditas ekspor India, pada 16 Juni 2019 India mengenakan tarif terhadap 28 produk AS yang masuk ke India dengan besaran tarif yang bervariasi (contoh: tarif walnuts naik menjadi 120% (dari 30%), dan chickpea (70% dari 30%)). Retaliasi mengakibatkan kenaikan tarif pada sekitar 5,5% komoditas ekspor AS ke India. Langkah retaliasi ditempuh India sebagai respons atas pengenaan tarif impor aluminium (10%) dan baja (25%) oleh AS.
konsumsi di perkotaan. Konsumsi di
pedesaan terkontraksi makin tajam, tercermin
dari indikator penjualan motor yang turun
menjadi -22,4% (TW3-19) dari -12,3% (TW2-
19). Pelemahan juga terjadi pada konsumsi
di perkotaan, bahkan kontraksi penjualan
passenger vehicles berlanjut menjadi -23,7%
(TW3-19) dari -17,5% (TW2-19). Pelemahan
konsumsi merupakan yang terburuk selama
lima tahun terakhir, akibat berlanjutnya
keketatan likuiditas dan masalah pada Non-
Bank Financial Corporation (NBFC) atau
shadow banking yang meningkatkan kredit
macet bank. Kebijakan RBI yang melakukan
Sumber: Bloomberg
-15
-5
-10
5
15
25
35
45
0
10
20
30
40
12
10
8
6
4
2
0
-2
-4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3
2014 2015 2016 2017 2018 2019
% yoy % yoy
PDB Konsumsi Rumah Tangga, rhsBelanja Pemerintah, rhs PMDB, rhs
Ekspor, rhsImpor, rhs Investasi
Grafik 2.71 PDB Berdasarkan Pengeluaran
Sumber: Bloomberg
0
2
- 2
4
6
8
910
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q32014 2015 2016 2017 2018 2019
% yoy % yoy Pertanian Mining ManufacturingElectricity Construction HotelsReal Estate Public Administration PDB, rhs
Grafik 2.72 Kontribusi PDB
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
72
pada September 2019.94 Siklus musim tanam
padi yang bergeser menjadi September
2019 akibat mundurnya permulaan musim
hujan serta curah hujan yang abnormal,
meningkatkan kebutuhan tenaga kerja. Hal
ini terkonfirmasi dari tingkat pengangguran
dan partisipasi kerja yang kembali menurun
masing-masing 8,5% dan 42,7% yoy pada
Oktober 2019. Selain itu, penyerapan tenaga
kerja pada sektor manufaktur masih tertahan
oleh penurunan kinerja sektor tersebut yang
94 Sektor pertanian menyerap lebih dari 40% tenaga kerja di India, diikuti oleh sektor jasa dan manufaktur.
easing sebanyak 5 kali dengan penurunan
suku bunga hingga 135 bps sejak awal
2019 belum efektif meningkatkan konsumsi
karena masalah non-performing loan (NPL)
yang tinggi—terutama berasal dari shadow
banking. Tingkat kepercayaan konsumen
atas kondisi ekonomi India saat ini yang turun
menjadi 89,4%, dari 95,7% (TW2-19) turut
menahan konsumsi.
Penyaluran kredit perbankan
secara umum masih lemah dengan
pertumbuhan kredit relatif stabil. Kredit
konsumsi (total personal loan) TW3-19
stabil di level 16,6% yoy, didorong oleh
pertumbuhan housing loans yang sedikit
meningkat menjadi 19,3% (TW3-19) dari
18,9% (TW2-19). Namun peningkatan
housing loans tersebut lebih dipengaruhi
faktor seasonal perayaan Diwali. Sementara,
kredit pembelian kendaraan (vehicle loan)
tumbuh melambat menjadi 3,1% (TW3-19)
dari 5,1% (TW2-19). Pelemahan kredit juga
tercermin pada realisasi personal loan lainnya
yang juga turun menjadi 20,9% (TW3-19),
dari 23,2% (TW2-19).
Pelemahan konsumsi yang
persisten dipengaruhi oleh tingkat
pengangguran yang masih tinggi. Tingkat
pengangguran India masih relatif tinggi meski
sempat menurun pada September 2019
menjadi 7,6%, dari 7,9% (Juni 2019). Tingkat
partisipasi kerja juga membaik menjadi
43,2% dari 42,8% (Juni 2019). Namun
kinerja sektor tenaga kerja tersebut bersifat
temporer, seiring datangnya musim tanam
yang membutuhkan tenaga kerja outsourcing
Sumber: Bloomberg
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92017 2018 2019
% yoy % yoy
Motor Vehicle Sales
Passenger Vehicle
Two Wheelers
Commercial Veh., rhs
Three Wheelers, rhs
Grafik 2.73 Penjualan Kendaraan
Sumber: Bloomberg
12
18
24
30
36
42
48
0
3
6
9
12
15
18
21
24
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
% yoy % yoy Total Personal Loans Vehicle LoansHousing Loans Other Personal Loans, rhs
Grafik 2.74 Kredit Personal
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
73
batubara96,97. Kinerja batubara yang melemah
signifikan dipengaruhi musim hujan yang
panjang dan aksi mogok buruh tambang
batubara terbesar di India (Coal India Ltd).
Sektor manufaktur juga terkendala oleh
pelemahan permintaan global dan domestik
akibat keterbatasan kredit. Aktivitas bisnis ke
depan diperkirakan makin melemah seiring
96 h t t p s : / / w w w . l i v e m i n t . c o m / n e w s / i n d i a /ou tpu t -o f -8 - in f r a - i ndus t r i e s - sh r ink -5 -2 - in -september-11572526252301.html
97 Core Infrastructure memiliki pangsa 40% dari total produksi industri, terdiri dari electricity, steel, refinery products, crude oil, coal, cement, natural gas dan fertilizers.
terkontraksi pada September 2019.95
Sumber: Centre for Monitoring of Indian Economy
49
48
47
46
45
44
43
42
41
10
9
8
7
6
5
4
33 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9
20173 6 9 12
2016 2018 2019
% % Unemployment Rate Labour Participation Rate, rhs
Grafik 2.75 Tingkat Pengangguran
Sumber: Reserve Bank of India
8580
90
95
100
105
110
115
120
125
130
135
140
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q32015 2016 2017 2018 2019
Indeks Future Expectation Index Current Situation Index
PESIMIS
OPTIMIS
Grafik 2.76 Kepercayaan Konsumen
Pelemahan permintaan global dan
domestik menurunkan aktivitas produksi.
Rerata produksi industri TW3-19 terkontraksi
-4,3% yoy, turun dari 1,3% (TW2-19).
Pemburukan terjadi merata pada delapan
core production yang turun tajam -5,2% yoy,
dari 3,2% yoy (TW2-19), terburuk selama 14
tahun, terutama pada sektor pertambangan
95 IP Manufacturing turun dalam menjadi -3,9% pada September 2019, dari 0,3% pada Juni 2019.
Sumber: Bloomberg
9876543210-1-2-3-4-5-6
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
% yoy% yoy 8-Core Ind., rhs CoalCement Electricity
Natural Gas
24
20
16
12
8
4
20
-4
-8
-12
-16
Grafik 2.77 Output Industri
Sumber: Bloomberg
-9
-6
-3
0
3
6
9
12
15
18
21
24
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
% yoy
% yoy IP Index IP Mining, rhsIP Manufacturing, rhs IP Electricity, rhs
-2
-3
-4
-5
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Grafik 2.78 Produksi Industri
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
74
penurunan impor yang tajam, defisit neraca
perdagangan TW3-19 menyempit menjadi
USD10,86 miliar (-0,3% PDB) dari USD15,28
miliar (-0,4% PDB) pada TW2-19.
Inflasi meningkat dipicu kenaikan
harga makanan, namun masih pada kisaran
target. Pada September 2019, inflasi CPI
melonjak 3,99% yoy dari 3,28% yoy (Agustus
2019). Kenaikan tersebut berlanjut pada
Oktober 2019 hingga mencapai 4,62% yoy.
Angka inflasi ini merupakan yang tertinggi sejak
Juli 2018. Meskipun meningkat, tingkat inflasi
masih berada dalam kisaran target pemerintah
(4%+2%). Peningkatan CPI tersebut didorong
sentimen bisnis yang turun pada level terendah
selama lima tahun terakhir.98 Hal tersebut
tercermin dari pelemahan kinerja produksi
sektor listrik, tambang, dan manufaktur yang
secara bersama-sama menyebabkan indeks
produksi industri mengalami penurunan
paling tajam sejak Februari 2013.99
Kinerja perdagangan secara umum
masih lemah. Ekspor India terkontraksi dalam
sejak TW2-19 akibat tensi perdagangan,
penghapusan status beneficial trade India dari
AS, serta kenaikan pajak diamond, aluminium
dan baja.100 Memasuki TW3-19, ekspor sedikit
mengalami penyempitan kontraksi menjadi
-6,6% yoy, dari -9,7% (TW2-19). Perbaikan
ekspor bersumber dari kenaikan permintaan
ekspor emas oleh AS dan Eropa, sehingga
dapat mengompensasi penurunan tajam
ekspor diamond yang terjadi sejak TW2-19.
Impor menurun sejalan dengan
pelemahan permintaan domestik. Impor
terkontraksi makin dalam dari -9,1% (TW2-
19) menjadi -13,9 (TW3-19), didorong oleh
pelemahan ekonomi India dan pengenaan
tarif impor tambahan sebesar 30% terhadap
29 produk dari AS—sebagai retaliasi
atas kebijakan AS menaikkan tarif impor
aluminium dan baja dari India masing-masing
sebesar 25% dan 10%. Dengan kinerja
98 Business Expectation Index September 2019 sebesar 102,2, turun dibandingkan Juni 2019 sebesar 116,2.
99 https://www.bloombergquint.com/global-economics/india-s-sluggish-animal-spirits-signal-no-economic-recovery-yet
100 India sebelumnya memperoleh beneficial trade melalui pemberian fasilitas GSP oleh AS yang mengijinkan sekitar USD5,6 miliar produk India memasuki AS tanpa bea (duty free).
Sumber: Bloomberg
-20
-18
-16
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92015 2016 2017 2018 2019
Miliar USD % yoy Trade Balance, lhs Exports, rhs Imports, rhs
Grafik 2.79 Neraca Perdagangan
Sumber: Bloomberg
-25
-20
-15
-10
-5
0
-3,5
-3
-2,5
-2
-1,5
-1
-0,5
0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q22014 2015 2016 2017 2018 2019
Miliar USD % GDP CA/GDP Current Account Deficit
Grafik 2.80 Current Account (% PDB)
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
75
WPI makin mengonfirmasi pelemahan
permintaan domestik.
Sumber: Bloomberg
-2000
-1500
-1000
-500
0
500
1000
1500
2000
2500
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 3 6 92016 2017 2018 2019
Miliar INR Keseimbangan FiskalReceipt Growth, rhsExpenditure Growth, rhs
Grafik 2.83 Keseimbangan Fiskal
RBI melanjutkan stance kebijakan
akomodatif dan mengeluarkan ketentuan
memperbaiki transmisi suku bunga. Inflasi
yang masih rendah (hingga Agusutus 2019)
memberikan ruang bagi RBI untuk kembali
melakukan easing 25bps menjadi 5,15% pada
Monetary Policy Committee (MPC) Oktober
2019, dari sebelumnya 5,40% (MPC Agustus
2019). Dengan demikian, RBI telah melakukan
penurunan suku bunga kebijakan sebanyak
lima kali dengan total 135 bps selama 2019.
RBI juga merilis ketentuan yang mengatur
acuan suku bunga bank untuk memperbaiki
transmisi kebijakan moneter yang selama
ini tidak berjalan baik. Mulai 1 Oktober
2019, penetapan suku bunga pinjaman baru
yang berbasis floating rate harus mengacu
pada external benchmark, dari sebelumnya
menggunakan suku bunga internal. Kredit
dengan floating rate diwajibkan mengacu pada
external benchmark yaitu RBI policy rate, yield
Treasury Bill pemerintah (tenor 3 dan 6 bulan),
serta benchmark dari Financial Benchmarks
oleh kenaikan harga bawang merah dan tomat
akibat panen yang terganggu oleh curah
hujan tinggi.101 Namun berbeda dengan CPI,
nilai indeks WPI (yang mencerminkan indeks
harga grosir produsen) pada September 2019
turun menjadi 0,33% dari 2,02% (Juni 2019),
terendah dalam tiga tahun terakhir. Penurunan
WPI disebabkan pelemahan harga bahan bakar,
listrik, dan barang manufaktur pada September
2019 akibat lesunya permintaan102. Penurunan
101 Makanan dan minuman memiliki pangsa 45% terhadap CPI dan 15% terhadap WPI.
102 https: / /economict imes. indiat imes.com/news/et-expla ins/et-expla ins-the-cpi-wpi-gap-and-how-cpi-movements- impact-your-grocery-bi l l /articleshow/71628518.cms?from=mdr
Sumber: Bloomberg
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92014 2015 2016 2017 2018 2019
% yoy CPI Food & Beverages Tobacco & AlcoholFuel & Light Housing Clothing
Misc.
Grafik 2.81 Inflasi
Sumber: Reserve Bank of India
5
5,5
4,5
6
6,5
7
Reverse Repo RateMarginal Standing Facility
Repurche Rate-rhs
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 122017 2018 2019
%
Grafik 2.82 Suku Bunga Kebijakan
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
76
2019 yang lebih rendah dari prediksi
menjadikan outlook pertumbuhan
ekonomi India FY2019/20 direvisi ke
bawah. Pada MPC Desember 2019, RBI
menilai perbaikan domestic demand masih
tertahan dan aktivitas perdagangan menurun
lebih dalam. Atas pertimbangan tersebut,
RBI menurunkan outlook pertumbuhan
PDB FY2019/20 menjadi 5,0% yoy, dari
proyeksi sebelumnya sebesar 6,1% yoy (MPC
Oktober 2019). Penurunan outlook India
untuk FY2019/20 telah dilakukan beberapa
lembaga rating sebelum rilis PDB TW3-2019,
diantaranya OECD menjadi 5,8% (estimasi
November 2019), dari 5,9% (estimasi
September 2019). Terkait tekanan harga,
RBI masih mempertahankan estimasi inflasi
FY2019/20 pada MPC Desember 2019. Inflasi
diprakirakan masih berada dalam target
jangka menengah RBI sebesar 4%±2% yoy,
yaitu 3,5% (FY2019/20) dan 4% (FY2020/21).
India perlu mencermati sejumlah
faktor yang memengaruhi kinerja
India Private Ltd (FBIL). Bagi akad kredit yang
telah berjalan, RBI mengijinkan penggunaan
referensi tingkat bunga internal bank.
Sejalan dengan kebijakan moneter,
pemerintah menempuh kebijakan fiskal
yang akomodatif sebagai stimulus bagi
perekonomian. Pemerintah meningkatkan
pengeluaran sehingga defisit anggaran
September 2019 mencapai INR650 miliar atau
93% dari budget, mendekati target defisit
tahun fiskal/fiscal year (FY) 2019/20. Defisit
tersebut sedikit lebih rendah dari periode yang
sama pada 2018 (September) sebesar INR595
miliar (95,3% dari budget). Fiskal pemerintah
tertolong oleh transfer net interim dividen
RBI kepada pemerintah untuk meningkatkan
fleksibilitas fiskal. Realisasi transfer tersebut
pada Juli 2019 mencapai INR1,5 triliun (0,7%
PDB), lebih besar dari rencana semula (INR829
miliar atau 0,4% PDB).
Realisasi pertumbuhan ekonomi
India selama tiga triwulan pertama
Tabel 2.9 Proyeksi Pertumbuhan PDB (%)
Periode Realisasi
Proyeksi PDB
RBI OECD IMF-WEO Consensus Forecast
Des-19 Okt-19 Nov-19 Sep-19 Okt-19 Jul-19 Okt-19 Agt-19
FY 2018-19 6,8
FY 2019-20 5,0 6,1 5,8 5,9 6,1 7,0 6,0 6,8
FY 2020-21 - 7,2 6,2 6,3 7,0 7,2 6,8 7,0
Tabel 2.10 Proyeksi Pertumbuhan Inflasi (%)
Periode Realisasi
Proyeksi Inflasi CPI
RBI OECD IMF-WEO Consensus Forecast
Des-19 Okt-19 Nov-19 Sep-19 Okt-19 Jul-19 Okt-19 Agt-19
FY 2018-19 3,4
FY 2019-20 3,5 3,5 3,2 3,2 3,4 3,9 3,7 3,9
FY 2020-21 4,0 4,0 4,2 4,2 4,1 4,2 4,3 -
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
77
2.7. ASEAN-5103
Pertumbuhan ekonomi ASEAN-5 pada
TW3-19 secara umum membaik. Empat dari
lima negara ASEAN-5, mengalami perbaikan
pertumbuhan ekonomi yaitu Vietnam,
Filipina, Thailand, dan Singapura. Hal tersebut
menunjukkan resiliensi sebagian negara
ASEAN di tengah tren pelemahan ekonomi
dunia. Vietnam kembali mencatatkan
pertumbuhan ekonomi tertinggi sebesar
7,3% yoy pada TW3-19, dari 6,7% (TW2-19),
diikuti oleh Filipina (6,2% dari 5,5%), dan
Thailand (2,4% dari 2,3%). PDB Singapura
terindikasi ada perbaikan meski masih sangat
rendah (0,5% dari 0,2%). Namun sebaliknya
ekonomi Malaysia mengalami perlambatan
menjadi 4,4%, dari 4,9% pada TW2-19. 104
Konsumsi rumah tangga ASEAN-5
bergerak variatif. Perbaikan konsumsi terjadi
di Vietnam dan Singapura ditopang sektor
tenaga kerja yang sehat dan upah yang
memadai. Sementara konsumsi di Thailand,
Filipina dan Malaysia menurun antara lain
dipengaruhi oleh faktor kekeringan dan
pelemahan kinerja pariwisata khususnya di
Thailand.
Di tengah tren pelemahan manufaktur
global, aktivitas produksi di Vietnam,
Singapura dan Filipina terpantau menguat.
Aktivitas produksi Vietnam terakselerasi
sejalan dengan relokasi beberapa pabrik dari
Tiongkok ke Vietnam, serta pengalihan impor
103 Negara ASEAN-5 pada publikasi PEKKI terdiri dari Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina dan Vietnam.
104
perekonomian. Faktor yang dapat
memperkuat pertumbuhan ekonomi
(upside risks) adalah pelonggaran kebijakan
moneter dan fiskal yang diharapkan dapat
meningkatkan konsumsi dan memperbaiki
pertumbuhan ekonomi. Kebijakan corporate
tax rate cut akan dapat memperbaiki investasi
dan ekspor. Namun demikian, otoritas
juga perlu mewaspadai faktor yang dapat
menekan ekonomi (downside risks).
Risiko downside dapat berasal dari
domestik maupun eksternal. Risiko dari
domestik antara lain (a) pengetatan likuiditas
perbankan meski RBI telah melakukan policy
easing dan pengaturan acuan suku bunga
bank; (b) keterbatasan ruang fiskal akibat
kebijakan corporate tax rate cut (dapat
memperlebar defisit fiskal dan meningkatkan
utang); (c) kerentanan sektor keuangan
yang dibayangi risiko mismatch dari NBFC;
(d) monsoon lebih buruk dari perkiraan;
dan (e) eskalasi geopolitik dengan Kashmir.
Sementara risiko dari eksternal yang perlu
dicermati adalah (a) pelemahan permintaan
global; (b) berlanjutnya tensi dagang
dengan AS; (c) eskalasi konflik dagang AS-
Tiongkok; dan (d) risiko geopolitik. Reformasi
struktural yang dijalankan dengan disiplin dan
memperbaiki efektivitas transmisi kebijakan
moneter memegang peranan penting dalam
mengatasi berbagai downside risks tersebut.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
78
AS dari Tiongkok ke Vietnam. Sejalan dengan
Vietnam, aktivitas produksi Singapura juga
meningkat didorong oleh produksi sektor
farmasi. Namun sebaliknya, produksi Malaysia
dan Thailand terindikasi melambat antara lain
terdampak penurunan permintaan produk
manufaktur.
Tekanan inflasi di seluruh negara
ASEAN-5 melemah bahkan sudah berada di
bawah rentang target otoritas. Inflasi Filipina
turun signifikan menjadi hanya 0,9% yoy
pada September 2019, dari 2,7% yoy (Juni
2019). Penurunan inflasi tersebut dipicu
pelemahan harga beras, sebagai imbas dari
penerapan kebijakan liberalisasi perdagangan
oleh pemerintah. Sementara penurunan
inflasi di empat negara lainnya terpantau
lebih moderat.
Bank sentral negara-negara ASEAN-5
menerapkan kebijakan akomodatif. Otoritas
moneter di Filipina, Thailand dan Vietnam
menurunkan suku bunga kebijakan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi. Bank
Sentral Singapura melakukan pelonggaran
kebijakan moneter dengan menurunkan slope
apresiasi SGD NEER policy band. Sementara,
pada periode yang sama, otoritas moneter
Malaysia mempertahankan suku bunga pada
level yang rendah sebesar 3%.
Kinerja ekonomi ASEAN-5
dihadapkan pada sejumlah risiko. ASEAN-5
menghadapi risiko dari perlambatan ekonomi
Tiongkok, konflik perdagangan AS-Tiongkok
yang memperlemah sektor manufaktur,
perdagangan, dan investasi, serta risiko
fluktuasi pasar keuangan global. Disamping
risiko tersebut, ASEAN-5 juga menghadapi
risiko domestik yang berbeda di masing-
masing negara.
Pertumbuhan ekonomi ASEAN-5
pada TW3-19 secara umum mengalami
perbaikan. Hal ini menunjukkan resiliensi
beberapa negara ASEAN di tengah tren
pelemahan ekonomi dunia. Perbaikan
pertumbuhan ekonomi dialami oleh Vietnam,
Filipina, Thailand, dan Singapura, sementara
Malaysia tumbuh melambat. Vietnam
kembali mencatatkan level pertumbuhan
tertinggi seiring benefit yang diterima
dari eskalasi ketegangan perdagangan
AS-Tiongkok. Ketegangan perdagangan
menimbulkan fenomena trade diversion yang
menguntungkan Vietnam.
PDB Vietnam TW3-19 tumbuh
impresif mencapai 7,3% yoy, dari 6,7%
pada TW2-19—tertinggi diantara negara
ASEAN-5. Peningkatan didorong oleh sektor
industri dan konstruksi yang tumbuh 9,4%
(dari 8,9% pada TW2-19). Kinerja positif
ditunjukkan oleh subsektor manufaktur,
didorong relokasi beberapa pabrik dari
Tiongkok ke Vietnam untuk menghindari
kenaikan tarif impor yang dikenakan AS
terhadap produk Tiongkok.105 Sementara
itu, sektor jasa tumbuh stagnan (6,7%), dan
sektor agrikultur tumbuh melambat menjadi
2,1% (dari 2,2%). Sektor agrikultur Vietnam
105 Vietnam tidak merilis data PDB berdasarkan pengeluaran.
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
79
memberi daya dorong pada perekonomian
melalui kenaikan upah pegawai publik.
Namun sebaliknya, konsumsi rumah tangga
melambat (4,2% yoy dari 4,6%) imbas dari
utang rumah tangga yang sudah tinggi.
Ekonomi Singapura juga
mengalami perbaikan meski tingkat
pertumbuhannya masih sangat rendah.
Akselerasi ekonomi didorong oleh investasi,
konsumsi rumah tangga dan net ekspor.
Pertumbuhan ekonomi Singapura TW3-19
sebesar 0,5% yoy, membaik dari 0,2% (TW2-
19), ditopang oleh investasi, konsumsi dan
net ekspor. Investasi menguat (2,7% yoy dari
-0,5%) seiring pemulihan sektor konstruksi.
Konsumsi swasta juga meningkat (4,8% yoy
dari 3,2% pada TW2-19) terbantu oleh sektor
tenaga kerja yang sehat. Net ekspor membaik
meskipun masih negatif -1,9% dari -3,3%,
ditopang ekspor barang elektronik yang
terakselerasi. Meskipun demikian, ekspor
masih sangat lemah, mengindikasikan bahwa
Singapura terdampak cukup parah akibat
ketegangan perdagangan AS-Tiongkok.
Pertumbuhan ekonomi Malaysia
TW3-19 tumbuh melambat, berbeda
dengan keempat negara ASEAN lainnya.
PDB Malaysia tumbuh 4,4% yoy, dari 4,9%
pada TW2-19, akibat penurunan investasi,
konsumsi swasta dan net ekspor. Investasi
terkontraksi (-3,7% dari -0,6%) terutama
pada infrastruktur, serta mesin dan peralatan
akibat tensi perdagangan. Konsumsi swasta
juga menurun (7,0% dari 7,8%) karena base
effect dari perubahan ketentuan relaksasi
pajak dari Goods and Services Tax (GST)
terdampak gelombang panas berkepanjangan
dan penyebaran wabah African swine fever
pada ternak babi.
Pertumbuhan ekonomi Filipina
TW3-19 juga menguat menjadi 6,2% yoy
(dari 5,5% pada TW2-19). Pertumbuhan
didorong oleh investasi, belanja pemerintah
dan konsumsi rumah tangga. Gross Fixed
Capital Formation (GFCF) membaik meski
masih terkontraksi -2,1% (dari -8,5%).
Konsumsi swasta terakselerasi (5,9%
dari 5,5%) terbantu oleh penurunan
tingkat inflasi dan biaya pinjaman. Belanja
pemerintah juga meningkat (9,6% dari 7,3%)
seiring pembangunan proyek infrastruktur
pasca persetujuan anggaran nasional yang
sebelumnya tertunda. Sebaliknya, sektor
eksternal melambat 0,2% (dari 4,9%) pada
TW2-19 akibat ekspor yang turun tajam
terutama pada tujuh dari sepuluh komoditas
ekspor utama akibat konflik perdagangan AS-
Tiongkok yang berlarut-larut.106
Ekonomi Thailand membaik tipis
dipicu perbaikan net ekspor, investasi,
dan belanja pemerintah. PDB Thailand
TW3-19 tumbuh sebesar 2,4% yoy (naik dari
2,3% pada TW2-19). Net ekspor membaik
(5,8% dari -5,3%) akibat penurunan impor
yang sejalan dengan penurunan kegiatan
ekonomi. Investasi juga membaik dengan
tumbuh 2,8% yoy (dari 1,9%) terutama
pada konstruksi dan infrastruktur. Belanja
pemerintah yang naik (1,8% yoy dari 1,1%)
106 Tujuh komoditas tersebut adalah besi, pakaian, mesin dan peralatan transportasi, kabel, kendaraan, barang manufaktur, dan emas.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
80
tor pariwisata. Guna menjaga tingkat kon-
sumsi masyarakat, pemerintah Thailand men-
gajukan usulan stimulus senilai USD10 miliar
pada Agustus 2019. Perlambatan konsumsi
juga terjadi di Filipina (0,7% dari 1,8% pada
TW2-19) dan Malaysia (7% dari 7,5%).
Sumber: Bloomberg, Tradingeconomics
0
2
4
6
8
10
12
14
16
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92017 2018 2019
% yoy % yoy Filipina, lhs Singapura, lhs Thailand, rhsVietnam, lhs Malaysia, rhs
Grafik 2.85 Penjualan Ritel
Sektor tenaga kerja di ASEAN-5
variatif. Pengangguran di Filipina, Thailand,
dan Singapura meningkat, sementara di
Malaysia dan Vietnam stabil. Unemployment
rate Filipina pada September 2019 naik
menjadi 5,4% (dari 5,1% pada Juni 2019)—
yang tertinggi dibanding negara ASEAN-5
lain. Kenaikan tingkat pengangguran tersebut
dipengaruhi oleh pelemahan penyerapan
tenaga kerja di sektor manufaktur yang
terdampak trade tensions. Tingkat
pengangguran di Singapura dan Thailand
pada TW3-19 juga naik masing-masing
menjadi 2,3% (dari 2,2%) dan 1% (dari
0,9%). Sedangkan, tingkat pengangguran di
Malaysia dan Vietnam masing-masing stabil
pada level 3,3% dan 2,2%, sama dengan
kondisi pada TW2-19.
Aktivitas produksi pada TW3-
19 menguat di Vietnam, Singapura
dan Filipina. Aktivitas produksi Vietnam
terakselerasi (10,1% yoy dari 9,6%) didukung
oleh momentum kuat di sektor manufaktur,
listrik, dan pasokan air. Pertumbuhan produksi
industri Vietnam dipelopori oleh sektor
manufaktur yang sedang berkembang sebagai
menjadi Sales and Service Tax (SST) pada
2018, dan upah yang lebih rendah di sektor
manufaktur. Net ekspor turut melambat
(1,9% dari 2,2%) karena permintaan eksternal
atas barang elektronik dan komoditas yang
melemah. Sebaliknya, belanja pemerintah
meningkat (1,0% dari 0,3%) terutama untuk
pembangunan sarana transportasi, agrikultur
dan komunikasi.
Sumber: Bloomberg, Tradingeconomics
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q32016 2017 2018 2019
% yoy Malaysia Filipina Singapura Thailand Vietnam
Grafik 2.84 Pertumbuhan PDB
Pertumbuhan konsumsi rumah
tangga negara ASEAN-5 membaik teruta-
ma di Singapura dan Vietnam. Pertumbu-
han penjualan ritel Singapura membaik, meski
masih di zona kontraktif (menjadi -1,1% dari
-4,2%). Perbaikan penjualan ritel juga terja-
di di Vietnam menjadi 12,5% (dari 11,6%),
ditopang oleh kenaikan upah minimum dan
tingkat inflasi yang terjaga. Sebaliknya rera-
ta penjualan ritel Thailand, Filipina, dan Ma-
laysia pada TW3-19 melambat dibandingkan
TW2-19. Penjualan ritel Thailand menurun
paling signifikan, terkontraksi menjadi -0,4%
(TW3-19) dari 10,1% (TW2-19). Perlambatan
konsumsi terutama dipengaruhi oleh keker-
ingan panjang yang melanda sebagian besar
wilayah Thailand dan pelemahan kinerja sek-
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
81
untuk produk-produk listrik dan elektronik.
Produksi Thailand juga terkontraksi menjadi
(-4,1% dari -2,4%). Pelemahan dipicu
oleh penurunan output produk makanan,
kendaraan bermotor, serta produk karet
dan plastik. Selain itu, penurunan output
juga terjadi pada produk minyak dan olahan
karena harga minyak yang rendah, serta
produk komputer dan elektronik di tengah
kemerosotan pasar teknologi global.
Sumber: CEIC
-30,0
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92016 2017 2018 2019
% yoy Malaysia Filipina Singapura Thailand Vietnam
Grafik 2.88 Ekspor
Sumber: CEIC
-30,0
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92016 2017 2018 2019
% yoy Malaysia Filipina Singapura Thailand Vietnam
Grafik 2.89 Impor
Kinerja perdagangan Vietnam
membaik, sementara Malaysia, Filipina,
dan Singapura melemah. Perdagangan
Vietnam meningkat seiring benefit yang
imbas positif dari realokasi beberapa pabrik
dari Tiongkok ke Vietnam, serta pengalihan
impor AS dari Tiongkok ke Vietnam. Aktivitas
produksi Singapura juga tumbuh (1,2% dari
0,1%) didorong oleh produksi sektor farmasi.
Aktivitas produksi Filipina turut membaik
meskipun masih negatif (-5,6% yoy dari
-8,8%) karena peningkatan new orders.
Sumber: Bloomberg, Tradingeconomics
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92016 2017 2018 2019
%% Malaysia Thailand Singapura Vietnam Filipina, rhs
Grafik 2.86 Tingkat Pengangguran
Sumber: Bloomberg, Tradingeconomics
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92016 2017 2018 2019
% yoy % yoy Filipina, lhs Singapura, lhs Vietnam, lhsMalaysia, rhs Thailand, rhs
Grafik 2.87 Produksi Industri
Aktivitas produksi Malaysia
dan Thailand mengalami perlambatan.
Produksi di Malaysia menurun (1,5% yoy
dari 4,0%) dipicu oleh perlambatan output
manufaktur karena permintaan yang lemah
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
82
Sumber: Bloomberg
-2,0
-1,0
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92017 2018 2019
% yoy Malaysia Filipina Singapura Thailand Vietnam
Grafik 2.90 Inflasi Headline
Sumber: Bloomberg
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
-1,0
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92017 2018 2019
% yoy % yoy Malaysia Filipina Singapura Vietnam Thailand, rhs
Grafik 2.91 Inflasi Inti
Perkembangan inflasi di seluruh
negara ASEAN-5 melemah dan berada
di bawah rentang target otoritas.
Tekanan inflasi headline Filipina September
2019 melanjutkan tren penurunan menjadi
0,9% yoy dari 2,7% (Juni 2019)—di bawah
rentang target otoritas dan terendah sejak
Mei 2016.108 Tekanan inflasi melemah akibat
penurunan harga beras.109 Harga beras di
Filipina terus menurun setelah liberalisasi
108 Target inflasi Filipina 2019 adalah sebesar 2%-5%.109 Beras merupakan salah satu komponen terbesar pada
inflasi Filipina.
diterima dari trade diversion dan relokasi
sebagian pabrik dari Tiongkok ke Vietnam.
Vietnam diprediksi menerima benefit hingga
7,9% PDB.107 Rerata ekspor Vietnam pada
TW2-19 tumbuh sebesar 10,7% yoy, dari
9,0% pada TW1-19. Kemiripan produk
ekspor dengan Tiongkok menjadi pendorong
AS mengalihkan impor dari Tiongkok ke
Vietnam, khususnya produk elektronik.
Hal tersebut tercermin pada peningkatan
ekspor Vietnam ke negeri Paman Sam pada
September 2019 yang tumbuh pesat 14,6%
yoy, dibandingkan 9,1% pada Juni 2019.
Malaysia merupakan negara yang
terdampak negatif tensi perdagangan
AS dengan Tiongkok. Pertumbuhan ekspor
TW3-19 Malaysia terkontraksi makin dalam
mencapai -1,94% yoy, dari -0,42% (TW2-
19). Malaysia mencatatkan penurunan ekspor
terbesar selama hampir tiga tahun akibat
pelemahan permintaan dari mitra dagang
utama. Ekspor ke Tiongkok turun 3% yoy
karena penurunan permintaan atas produk
listrik dan elektronik, kimia dan minyak bumi,
serta gas alam cair. Selain itu, ekspor minyak
sawit yang merupakan komoditas ekspor
utama turun signifikan pada akhir TW3-
19 menjadi -17,3% yoy, akibat penurunan
produksi CPO. Rerata pertumbuhan impor
pada TW3-19 berlanjut terkontraksi -5,4%
yoy dari -1,4% pada TW2-19 terutama
disebabkan penurunan permintaan bahan
bakar dan pelumas dari pasar domestik.
107 Sumber: Nomura
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
83
119
121
123
125
127
129
Jan-
15M
ar-1
5M
ay-1
5Ju
l-15
Sep-
15N
ov-1
5Ja
n-16
Mar
-16
May
-16
Jul-1
6Se
p-16
Nov
-16
Jan-
17M
ar-1
7M
ay-1
7Ju
l-17
Sep-
17N
ov-1
7Ja
n-18
Mar
-18
May
-18
Jul-1
8Se
p-18
Nov
-18
Jan-
19M
ar-1
9M
ay-1
9Ju
l-19
Sep-
19
Indeks
Pelonggaran Apr-2016: slopeS$NEER diubah menjadi netral (0%)
Pengetatan Apr-2018: slopeS$NEER ditingkatkan
Pelonggaran Okt -2015: slope S$NEER diubah menjadi 0,5% dari 1%
Pengetatan Okt-2018: slopeS$NEER kembali
ditingkatkan
Pelonggaran Jan- 2015:slopeS$NEER diubah menjadi 1% dari 2%
Grafik 2.93 Kebijakan Moneter Singapura
Bank Sentral ASEAN-5 menerapkan
kebijakan moneter akomodatif. Otoritas
moneter Filipina, Thailand, dan Vietnam
menurunkan suku bunga kebijakan. Tekanan
inflasi yang tetap dalam kisaran target
mendasari keputusan Bangko Sentral ng
Pilipinas (BSP) menurunkan suku bunga
acuan sebesar 25 bps menjadi 4,0% pada 26
September 2019. Bank of Thailand (BoT) juga
menurunkan suku bunga kebijakan 25 bps
menjadi 1,5%. BoT memandang kebijakan
moneter akomodatif akan mendukung
pencapaian target inflasi dan dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah
meningkatnya risiko eksternal. Namun,
BoT juga mengkhawatirkan apresiasi baht
yang dapat menahan ekspor. Sementaera,
kondisi ekonomi global yang melambat
melatarbelakangi keputusan The State Bank
of Vietnam untuk menurunkan suku bunga
kebijakan sebesar 25 bps menjadi 6,0%.
Monetary Authority of Singapore
(MAS) melakukan easing kebijakan
moneter pada 14 Oktober 2019, dan
Malaysia mempertahankan suku
perdagangan beras termasuk penghapusan
quantitative import restrictions disetujui oleh
Pemerintah.110 Tekanan inflasi inti juga turun
menjadi 2,7% pada September 2019, dari
3,3% pada Juni 2019.
Inflasi di negara ASEAN-5 lain
juga menurun dengan level yang lebih
moderat dari Filipina. Inflasi Malaysia pada
September 2019 turun menjadi 1,1%, dari
1,5% (Juni 2019), disebabkan penurunan
harga bahan bakar dan biaya transportasi.
Inflasi Thailand dan Vietnam September 2019
juga turun hingga berada di bawah target
otoritas, masing-masing menjadi 0,3% (dari
0,9% pada Juni 2019) dan 2% (dari 2,2%).111
Sedangkan inflasi Singapura menurun
menjadi 0,5% dari 0,6%--masih sejalan
dengan perkiraan bank sentral (0,5%–1,5%),
terpengaruh penurunan biaya akomodasi dan
harga energi.
Sumber: CEIC
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 92016 2017 2018 2019
%Malaysia Filipina Thailand Vietnam
Grafik 2.92 Suku Bunga Kebijakan
110 Pada 14 Februari 2019, Presiden Duterte menyetujui the Rice Tariffication Law untuk mengamendemen the Agricultural Tariffication Act yang telah berlaku sejak tahun 1996.
111 Inflasi Thailand dan Vietnam berada di bawah rentang target 2019 masing-masing sebesar 2,5%±1,5 dan 4%.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
84
Kinerja ekonomi Singapura
diprediksi melambat pada 2019 dan
menguat pada 2020. Pemerintah Singapura
memproyeksi pertumbuhan PDB 2019
sangat rendah menjadi 0%-1% yoy, jauh
lebih rendah dari 3,3% pada 2018. IMF
juga memproyeksi pertumbuhan PDB 2019
menjadi 0,5%. Sektor manufaktur menjadi
hambatan utama pertumbuhan ekonomi
Singapura, dengan penurunan output pada
barang elektronik. Selanjutnya, Pemerintah
Singapura memprediksi ekonomi akan
membaik pada 2020 menjadi 0,5-2,5%, dan
IMF memprediksi sebesar 1,0%.
Kinerja ekonomi Thailand
diprediksi melambat pada 2019 dan
menguat pada 2020. Bank of Thailand
memproyeksi PDB 2019 menjadi 2,8%,
lebih rendah dari 4,2% pada 2018. IMF juga
memproyeksi PDB 2019 menjadi 2,9%. Ekspor
barang diperkirakan tumbuh melambat
akibat pelemahan ekonomi negara mitra
dagang, yang dipengaruhi oleh meningkatnya
ketegangan perdagangan antara Amerika
Serikat dan Tiongkok. Selanjutnya Pemerintah
Thailand memprediksi ekonomi akan
membaik pada 2020 menjadi 3,3%, sedikit
lebih rendah dari prediksi IMF (3,0%).
Kinerja ekonomi Vietnam
diprediksi melambat pada 2019.
Pemerintah Vietnam dan IMF memproyeksi
PDB 2019 masing-masing menjadi 6,6%-
6,8% yoy dan 6,5%, lebih rendah dari
pertumbuhan 2018 sebesar 7,1%.
Perlambatan ekonomi Vietnam didorong oleh
pelemahan permintaan eksternal, heatwave
bunga.112 MAS menurunkan secara
slightly atas the rate of appreciation dari
SGD NEER policy band –pertama kali sejak
2016. Kebijakan tersebut ditempuh untuk
merespons perlambatan pertumbuhan PDB
Singapura. MAS menyatakan siap melakukan
kalibrasi kebijakan moneter apabila prospek
ekonomi dan inflasi melemah signifikan. Bank
Negara Malaysia (BNM) mempertahankan
suku bunga kebijakan sebesar 3% yang
ditetapkan sejak April 2019. Keputusan
tersebut mempertimbangkan peningkatan
ketidakpastian global akibat ketegangan
perdagangan dan geopolitik.
Kinerja ekonomi ASEAN-5
diprakirakan melambat pada 2019 dan
bergerak variatif pada 2020. Perlambatan
tersebut dipengaruhi oleh penurunan
permintaan global akibat peningkatan
tensi perdagangan. Pemerintah Malaysia
memproyeksikan pertumbuhan PDB 2019
menjadi 4,7%, lebih rendah dibandingkan
4,8% pada 2018. IMF juga memproyeksi
pertumbuhan PDB 2019 menjadi 4,5%.
Selanjutnya, Pemerintah Malaysia
memprediksi ekonomi akan membaik pada
2020 menjadi 4,8%, berbeda dengan IMF
yang memprediksi ekonomi akan melemah
pada 2020 menjadi 4,4%. Sektor eksternal
Malaysia diperkirakan lebih moderat seiring
pelemahan permintaan eskternal dan
perlambatan ekonomi global.
112 MAS menggunakan target NEER (Nominal Effective Exchange Rate) sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. Penurunan slope SGD NEER mencerminkan pelonggaran kebijakan.
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
85
kebijakan domestik masing-masing
negara dan pergerakan harga minyak.
Selain harga energi, inflasi Malaysia akan
dipengaruhi oleh kebijakan targeted fuel
subsidy. Otoritas Malaysia memperkirakan
inflasi 2019 masih akan berada pada kisaran
0,7%-1,7% yoy, dari capaian 2018 (1,0%).
Inflasi 2020 diperkirakan meningkat moderat
dipengaruhi fluktuasi harga komoditas energi
global dan kebijakan targeted fuel subsidy.113
Di Singapura, kecukupan pasokan bahan
makanan dan minyak menjadikan risiko
imported inflation relatif minim. Sedangkan
113 Per 1 Januari 2020, Malaysia akan memberlakukan kebijakan targeted fuel subsidy. Warga negara yang memiliki kendaraan (mobil/motor) tidak lebih dari 2 buah, berhak mendapat subsidi untuk salah satu kendaraannya. Pemilik mobil berhak mendapat subsidi sebesar RM30/bulan, dengan kualifikasi mesin kendaraan ≤1.600 cc atau ≥1.600 cc apabila usia kendaraan >10 tahun. Sementara, pemilik motor mendapat subsidi sebesar RM12/bulan, dengan kualifikasi mesin kendaraan ≤150 cc atau ≥150 cc apabila usia kendaraan >7 tahun.
yang berkepanjangan, dan penyebaran
wabah African swine fever. Selanjutnya,
Pemerintah Vietnam memprediksi ekonomi
akan membaik pada 2020 menjadi 6,8%, di
atas prediksi IMF (6,5%).
Kinerja ekonomi Filipina diprediksi
melambat pada 2019. Pemerintah Filipina
dan IMF memproyeksi PDB 2019 akan
melambat masing-masing menjadi 6% yoy dan
5,7%, lebih rendah dibandingkan 6,2% pada
2018. Perlambatan ekonomi Filipina 2019
dikarenakan penundaan persetujuan anggaran
nasional 2019 yang menahan implementasi
program dan proyek utama, serta pelemahan
permintaan eksternal. Kemudian pada 2020,
Pemerintah Filipina dan IMF memprediksi
ekonomi akan membaik masing-masing
menjadi 6,5%-7,5% dan 6,2%.
Inflasi ASEAN-5 bergerak
variatif pada 2019–2020, sesuai dengan
Realisasi Target
2018 2019 2019 2020 2019 2020 2021 2019 2020
Malaysia 1,0 - 0,7-1,7 - 1,0 2,1 2,2 0,7 1,9
Filipina 5,2 3,0 ± 1,0 2,5 3,2 2,5 2,3 3,1 2,6 3,0
Singapura 0,4 - 0,5-1,5 - 0,7 1,0 1,3 0,6 1,0
Thailand 1,1 2,5 ± 1,5 0,8 1,0 0,9 0,9 1,2 0,8 1,0
Vietnam 3,5 4,0 2,7 3,7 3,6 3,7 3,8 2,7 3,4
Sumber: Otoritas, IMF World Economic Outlook Oktober 2019, Consensus Forecast November 2019
NegaraBank Sentral IMF-WEO (Okt-19) CF (Nov-19)
Tabel 2.12 Proyeksi Inflasi ASEAN-5 (% yoy)
Tabel 2.11 Proyeksi PDB ASEAN-5 (% yoy)
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi IV 2019
86
negara juga menghadapi risiko idiosinkratik.
Malaysia menghadapi risiko penurunan upah
di sektor manufaktur. Filipina menghadapi
risiko ketidakpastian kebijakan dan bencana
alam. Risiko Singapura berasal dari penurunan
demand elektronik global. Di Thailand terdapat
risiko peningkatan utang rumah tangga.
Sementara, ekonomi Vietnam dibayangi oleh
heatwave yang berkepanjangan, penyebaran
wabah flu babi “African Swine Fever”, serta
reformasi perbankan dan BUMN yang belum
selesai.
inflasi Vietnam dibayangi kenaikan harga
makanan akibat El Nino, flu babi “African
Swine Fever”, dan kenaikan tarif listrik.
Kinerja ekonomi ASEAN-5
dihadapkan pada sejumlah risiko.
ASEAN-5 menghadapi risiko dari perlambatan
ekonomi Tiongkok, konflik perdagangan
AS-Tiongkok yang memperlemah sektor
manufaktur, perdagangan, dan investasi,
serta risiko fluktuasi pasar keuangan global.
Disamping risiko tersebut, masing-masing
top related