bab 2 eksplorasi isu bisnis -...
Post on 02-Feb-2018
221 Views
Preview:
TRANSCRIPT
2.1 Conceptual Framework
Berdasarkan isu bisnis yang telah ditulis sebelumnya di Bab 1, Saung Angklung
sedang berusaha membuat rencana jangka panjangnya
Karena selama ini SAU hanya memiliki 1
seluruh produk alat musik SAU. SAU saat ini belum memetakan kapasitas produksi yang
tersedia. Dalam rangka memenuhi permintaan untuk kurun waktu
penambahan kapasitas. Maka dalam
tersedia saat ini dan membuat perencanaan kapasitas produksi jangka panjangnya dalam
rangka ekspansi pasar sampai kurun waktu
penulis adalah sebagai berikut:
2.2 Identifikasi Masalah
Saung Angklung Udjo (SAU) pada mulanya adalah perusahaan keluarga yang berjalan
apa adanya dan tanpa terget, sebab tujuan mereka hanya sekedar melestarikan
kebudayaan Sunda saja. SAU memproduksi alat musiknya sec
kurang memperhatikan kualitas angklung sebagai alat musik, serta mereka tidak mencatat
segala kegiatan jual beli, daftar pesanan dan kegiatan penting lainnya kedalam suatu
Kondisi Kapasitas Sekarang
BAB 2
EKSPLORASI ISU BISNIS
Conceptual Framework
Berdasarkan isu bisnis yang telah ditulis sebelumnya di Bab 1, Saung Angklung
sedang berusaha membuat rencana jangka panjangnya, yang dimulai dari 2010
Karena selama ini SAU hanya memiliki 14 mitra pengrajin yang sanggup membuat
seluruh produk alat musik SAU. SAU saat ini belum memetakan kapasitas produksi yang
edia. Dalam rangka memenuhi permintaan untuk kurun waktu 8
penambahan kapasitas. Maka dalam proyek akhir ini, akan menghitung kapasitas yang
tersedia saat ini dan membuat perencanaan kapasitas produksi jangka panjangnya dalam
rangka ekspansi pasar sampai kurun waktu 8 tahun ke depan. Ada pun kerangka berpikir
penulis adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Conceptual Framework
Saung Angklung Udjo (SAU) pada mulanya adalah perusahaan keluarga yang berjalan
apa adanya dan tanpa terget, sebab tujuan mereka hanya sekedar melestarikan
kebudayaan Sunda saja. SAU memproduksi alat musiknya secara made by order
kurang memperhatikan kualitas angklung sebagai alat musik, serta mereka tidak mencatat
segala kegiatan jual beli, daftar pesanan dan kegiatan penting lainnya kedalam suatu
* Strategi Ekspansi Kapasitas
* Rencana Implementasi
Target Perusahaan
tercapai
Berdasarkan isu bisnis yang telah ditulis sebelumnya di Bab 1, Saung Angklung Udjo ini
, yang dimulai dari 2010 – 2017.
mitra pengrajin yang sanggup membuat
seluruh produk alat musik SAU. SAU saat ini belum memetakan kapasitas produksi yang
8 tahun, diperlukan
ini, akan menghitung kapasitas yang
tersedia saat ini dan membuat perencanaan kapasitas produksi jangka panjangnya dalam
pun kerangka berpikir
Saung Angklung Udjo (SAU) pada mulanya adalah perusahaan keluarga yang berjalan
apa adanya dan tanpa terget, sebab tujuan mereka hanya sekedar melestarikan
made by order dan
kurang memperhatikan kualitas angklung sebagai alat musik, serta mereka tidak mencatat
segala kegiatan jual beli, daftar pesanan dan kegiatan penting lainnya kedalam suatu
Target Perusahaan
tercapai
pembukuan yang jelas. Terlebih untuk mengetahui kemampuan SAU memproduksi
angklung dan alat musik lainnya.
Sejak tahun 2008 SAU mulai membenahi dirinya untuk lebih baik dan mampu bersaing di
industri alat musik. Untuk mampu bersaing di dunia industri musik, SAU mulai mencoba
melebarkan sayapnya keluar negeri, seperti Korea, Jepang dan lain-lain. Tentu saja dalam
memenuhi order – order calon pelanggannya SAU harus mengetahui sampai sejauh mana
kemampuan dirinya dengan hanya memiliki mitra pengrajin berjumlah 14 mitra, masing
dipimpin oleh seorang tukang sora dan puluhan anak buahnya yang bertugas sebagai
tukang rangka.
2.3 Metode yang Digunakan
SAU merupakan industri tradisional daerah sunda yang melibatkan penduduk sekitarnya
untuk turut berpartisipasi dalam perkembangan SAU ke arah yang lebih baik.
Untuk pemilihan metode penelitian, penulis mempertimbangkan keadaan SAU saat ini
yang tidak menggunakan mesin serta tidak mempunyai jam kerja yang pasti, maka
dipilihlah metode yang dirasa paling sesuai dengan sistem kemitraan SAU, yaitu metode
dari Beckman dan Rosenfield, yang diadopsi dari buku Operations Strategy Competing in
the 21st Century.
Kerangka berpikir dalam perencanaan kapasitas menggunakan metodologi dari Seven-
Step Capacity Planning Process.
Tahap – tahapnya adalah sebagai berikut:
Step 1 : Understand the business strategy and competitive environment
(Mengetahui strategi bisnis perusahaan dan bagaimana keadaan persaingan
bisnis)
Step 2 : Develop a demand forecast
(Membuat peramalan permintaan)
Step 3 : Identify capacity expansion (or construction) alternatives
(Membuat alternatif strategi ekspansi kapasitas)
Step 4 : Apply relevant models to develop capacity strategy
(Menerapkan strategi yang telah dipilih)
Step 5 : Assess implications for flexibility and balance
(Menilai bagaimana kesesuaian strategi yang dipilih dengan keadaan perusahaan)
Step 6 : Develop an implementation plan
(Membuat rancangan langkah-langkah implementasi penerapan strategi)
Step 7 : Implement, asses, and measure results
(Menilai sampai sejauh mana keberhasilan strategi tersebut)
(Beckman and Rosenfield,2008:160).
Ada pun penjabaran dan implemetasi metodologi di atas dijelaskan pada poin – poin
selanjutnya.
2.3.1 Analisis Strategi Bisnis
Indonesia memiliki 7,000 jenis bambu yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi
ekonomi milik rakyat dengan mengembangkan kreatifitas masyarakat lokal melalui kreasi
produk yang dapat dikonsumsi oleh pasar dunia. Saat ini, bambu sudah dikembangkan
secara ekonomi oleh Saung Angklung Udjo dengan menggelar pertunjukan musik bambu,
yaitu musik angklung. Selain berdampak ekonomi yang positif, bambu juga
dikembangkan melalui alat musik yang berfungsi ganda, yaitu seni pertunjukan dan
sarana pendidikan musik.
Program wisata budaya yang dikembangkan Saung Angklung Udjo di Bandung sudah
memberikan sumbangan devisa kepada negara yang cukup signifikan. Tidak hanya itu,
seni pertunjukan angklung juga memberikan dampak ekonomi kepada masyarakat sekitar
dengan pembinaan menjadi sentra industri angklung guna memenuhi kebutuhan pasar alat
musik angklung dengan perputaran uang senilai 10 miliar rupiah per tahun.
Konsep community development yang dikembangkan dalam industri kreatif bambu
sekarang sudah bisa menghidupi 200 keluarga dan 121 pengrajin bambu yang aktif se-
Jawa Barat.
Meski demikian pola pembinaan industri kreatif berbasis ekonomi kerakyatan dengan
memanfaatkan komoditas bambu perlu diperbaiki untuk pencitraan internasional bahwa
komoditas bambu adalah kekayaan sekaligus kearifan lokal yang bernilai ekonomis.
Komoditas bambu berpotensi tinggi secara ekonomi dengan kemasan pertunjukan musik
angklung. Untuk meluaskan pasar komoditas yang dikreasi melalui bambu maka Saung
Angklung Udjo akan menggelar Workshop dan Temu Pasar Kerajinan Bambu pada
tanggal 5-29 Agustus 2008 di Saung Angklung Udjo, Bandung.
Kenaikan nilai ekonomi dan investasi pada tahun 2006-2007 tercatat sebuah peningkatan
92% atau 3 miliar rupiah untuk memenuhi sebagian besar pasar komoditas di Korea,
Jepang, dan Malaysia. Sementara itu pada semester pertama tahun 2008 tercatat nilai
perputaran uang sebesar 10 miliar rupiah di kawasan kecamatan Padasuka, Bandung
(bandungnews.com).
Dengan adanya rasa nasionalisme untuk mempertahankan alat musik tradisional,
mengakibatkan kenaikan nilai ekonomi dan investasi pada tahun 2006-2007 tercatat
sebuah peningkatan 92% atau 3 miliar rupiah untuk memenuhi sebagian besar pasar
komoditas di Korea, Jepang, dan Malaysia. Sementara itu pada semester pertama tahun
2008 tercatat nilai perputaran uang sebesar 10 miliar rupiah di kawasan kecamatan
Padasuka, Bandung.
Sampai dengan saat ini, SAU belum menghadapi pesaing yang berarti. SAU telah
menjadi ikon angklung di Indonesia. Konsumen yang akan membeli angklung pasti akan
datang ke SAU
2.3.1.1 Analisis Eksternal Saung Angklung Udjo
2.3.1.1.1 Analisis 5 Forces
Dalam dunia persaingan bisnis, ancaman dari luar perusahaan baik berupa individu,
kelompok maupun organisasi dapat mengganggu kinerja perusahaan (Christensen,
Andrews, Bower, Hamermesh, dan Porter, 1980).
Ancaman dapat meningkatkan atau menambah beban perusahaan yang berakibat
mengurangi keuntungan perusahaan. Untuk itu perusahaan perlu memetakan ancaman
eksternalnya yang terdiri dari ancaman pendatang baru (threats of entry), ancaman
pesaing (threats of rivalry), ancaman dari barang pengganti (threats of substitutes),
ancaman dari supplier bahan baku (threats of supplier) dan ancaman dari
pembeli/pelanggan (threats of buyers) (Porter,1980).
Di bawah ini adalah gambar model
Gambar 2.
Berdasarkan gambar Porter 5 Forces
komponen adalah sebagai berikut:
1. Threats Of Entry
Dalam industri angklung ancaman akan pendatang baru adalah tinggi. Hal ini
disebabkan karena para pengrajin sudah ahli membuat angklung dan mudah mendapat
suntikan dana dari pinjaman bank yang mengembangkan usaha kecil.
Sekarang angklung telah diekspor ke
bagi industri angklung. Negara yang mengimpor angklung bisa mencoba membuat
barang serupa dan dipasarkan di Indonesia. Negara lain mempunyai teknologi yang
jauh lebih maju, mereka bisa saja memproduksi angklu
otomatis. Ukuran angklung akan lebih presisi, kualitas suara jauh lebih baik, proses
produksinya cepat dan murah sebab diproduksi secara masal.
menurunkan biaya produksi per unit. Apalagi modal (
Suppliers:
- Petani Bambu
- Mitra Pengrajin SAU
bawah ini adalah gambar model 5 forces perindustrian Saung Angklung Udjo:
Gambar 2.2 Porter 5 Forces Industri Angklung
Porter 5 Forces di atas, maka analisa untuk masing
komponen adalah sebagai berikut:
Dalam industri angklung ancaman akan pendatang baru adalah tinggi. Hal ini
disebabkan karena para pengrajin sudah ahli membuat angklung dan mudah mendapat
suntikan dana dari pinjaman bank yang mengembangkan usaha kecil.
Sekarang angklung telah diekspor ke luar negeri, keadaaan ini bisa menjadi ancaman
bagi industri angklung. Negara yang mengimpor angklung bisa mencoba membuat
barang serupa dan dipasarkan di Indonesia. Negara lain mempunyai teknologi yang
jauh lebih maju, mereka bisa saja memproduksi angklung dengan menggunakan mesin
otomatis. Ukuran angklung akan lebih presisi, kualitas suara jauh lebih baik, proses
produksinya cepat dan murah sebab diproduksi secara masal. Economics of scale
menurunkan biaya produksi per unit. Apalagi modal (capital requirements
Industry Competitors :
- Pengrajin Angklung
Potential Entrants:
- Pengrajin Angklung Senior
- Industri Angklung Luar Negeri
Buyers:
- Guru/pelatih
- Pemain Angklung
- Profesional
-
Substitutes:
- Alat musik Modern
- Kebudayaan Asing
perindustrian Saung Angklung Udjo:
atas, maka analisa untuk masing-masing
Dalam industri angklung ancaman akan pendatang baru adalah tinggi. Hal ini
disebabkan karena para pengrajin sudah ahli membuat angklung dan mudah mendapat
suntikan dana dari pinjaman bank yang mengembangkan usaha kecil.
luar negeri, keadaaan ini bisa menjadi ancaman
bagi industri angklung. Negara yang mengimpor angklung bisa mencoba membuat
barang serupa dan dipasarkan di Indonesia. Negara lain mempunyai teknologi yang
ng dengan menggunakan mesin
otomatis. Ukuran angklung akan lebih presisi, kualitas suara jauh lebih baik, proses
Economics of scale akan
equirements) untuk
Buyers:
Guru/pelatih
Pemain Angklung
Profesional
Kolektor
membuat angklung tidaklah besar. Terjangkaunya harga bambu, memudahkan
pengrajin untuk menyetok bambu (inventori). Switching cost, juga bisa diatasi oleh
calon pemain baru di industri angklung, seperti biaya tenaga kerja yang murah dan
tidak butuh keahlian tinggi.
2. Intensity of Rivalry among Existing Competitors
Intensitas atau kekuatan persaingan dalam industri angklung ini sangat rendah, bahkan
hamper tidak ada. Pesaing yang dihadapi oleh SAU adalah pengrajin-pengrajin di luar
mitra. Mereka bisa menjual angklung dengan harga lebih murah, tetapi kualitasnya
masih dipertanyakan (tidak sebagus di SAU), serta daerah distribusinya masih terbatas.
Sedangkan SAU dapat membuat angklung dalam jumlah besar dengan kualitas alat
musik yang baik, serta jalur distribusinya luas. SAU memiliki strategi bisnis yang
terbilang unik, sebab SAU menjalin hubungan kerjasama dengan pengrajin kecil. SAU
memberi order pembuatan alat musik dengan harga bersaing. Langkah ini jelas sangat
menguntungkan kedua belah pihak, pengrajin selalu mendapat order yang kontinyu
sedangkan SAU menjadi tidak mempunyai pesaing yang berarti. Untuk pengrajin
angklung senior, dapat menjual hasil karyanya di SAU dengan harga lebih mahal atau
disebut angklung seri maestro.
3. Pressure from Substitute Products
Ancaman alat musik pengganti angklung sangatlah tinggi, sebab sekarang banyak alat
musik modern dan asimilasi kebudayaan barat. Angklung yang sebagian besar
pembelinya adalah sekolahan, saat ini sudah mulai tergeser dengan penggunaan alat
musik lain, seperti pianika, rekorder. Sebab penggunaan alat musik ini dinilai lebih
praktis. Direktur operasional SAU mengatakan, bahwa Yamaha sebagai distributor alat
musik sudah mulai menggeser posisi SAU. Promosi Yamaha jauh lebih gencar
daripada SAU. Maka kebanyakan orang lebih mengenal alat musik modern yang jauh
lebih canggih daripada angklung.
4. Bargaining Power of Buyers
Biasanya pembeli sangat menentukan harga pasar atau sensitif terhadap harga, dan
memilih kualitas produk/servis yang paling baik, tentu saja hal ini menjadi beban bagi
perusahaan (Porter, 1980:24). Hal ini tidak berlaku pada industri angklung. Sebab
berapa pun harga yang ditawarkan SAU konsumen tetap membeli. Konsumen tidak
mempunyai pilihan lain, penjual angklung di Indonesia hanya SAU. Pengetahuan
konsumen terhadap angklung masih rendah, ketidaktahuan kisaran harga angklung
menjadi penyebab konsumen tidak bisa mempengaruhi harga jual angklung.
5. Bargaining Power of Suppliers
Bahan dasar angklung adalah bambu, ada 2 jenis bambu yang digunakan yakni bambu
putih dan bambu hitam. Di Jawa Barat sendiri banyak hutan bambu. Maka petani
bambu yang jumlahnya ribuan tidak berpengaruh terhadap industri angklung. Penentu
harga bambu adalah SAU. Petani bambu mendapatkan untung besar, sebab SAU
membeli bambu dengan harga tinggi dan jumlah besar. Jika petani bambu menjual ke
pengrajin angklung di luar SAU sudah tentu dibeli jauh lebih murah.
2.3.1.1.2 Analisis SWOT
Di bawah ini adalah gambaran SWOT SAU:
Tabel 2.1 Analisis SWOT
Strength Weaknesess
• Sebagai produsen angklung tunggal
• Menguasai suplier (mitra pengrajin)
• Pangsa pasar luas
• Ikon kebudayaan sunda
• Tidak mengetahui kapasitas sumber
daya yang tersedia
• Tidak ada perencanaan kapasitas
sumber daya
• Belum bisa menyelaraskan antara
family business dan commercial
business
Opportunities Threats
• Pangsa pasar yang belum tergarap
• Mendidik pasar mengenai angklung
yang baik
• Menjadikan angklung sebagai alat
musik dalam dunia pendidikan
• Terapi angklung
• Masuknya alat nusik modern
• Kurangnya tenaga pengajar angklung
• Angklung diklaim sebagai alat musik
Malaysia
1. Strengths (kekuatan SAU)
• Sebagai produsen angklung tunggal
Sampai saat ini belum ada pembuat angklung maupun penjual yang mampu
menyaingi keberadaan SAU. Pengrajin di luar mitra tidak sanggup menyamai
langkah yang dilakukan SAU, yang sanggup memproduksi ribuan angklung dalam
waktu 1 tahun. Saung Angklung Udjo ini berperan sebagai gerbang ke pasar luas
bagi para pengrajinnya.
• Menguasai supplier
SAU bekerjasama dengan banyak pengrajin dan musisi angklung senior, mau
tidak mau mereka harus bekerjasama dengan SAU agar mendapat untung yang
kontinyu. Banyak pengrajin yang ingin menjadi mitra agar mendapat penghasilan
tetap.
• Pangsa pasar luas
SAU telah berdiri sejak tahun 1960, kira – kira sudah hamper berumur 50 tahun.
Hal ini menyebabkan SAU telah dikenal dunia akan keberadaannya. Banyak
negara tetangga memesan angklung secara rutin, serta ikut menjalankan program
pemerintah di dunia pendidikan sebagai alat musik yang wajib dimainkan di tiap
sekolah karena dapat memupuk rasa kebersamaan dan semangat gotong-royong.
• Ikon kebudayaan Sunda
Angklung Udjo sudah identik dengan ciri khas tanah Sunda. Sesuai visi misi SAU,
kyaitu visi: menjadi kawasan budaya sunda khususnya budaya bambu yang
mendunia untuk mewujudkan wisata unggulan di Indonesia.
Misinya yaitu: melestarikan dan mengembangkan budaya Sunda dengan basis
filosofi Mang Udjo yaitu gotong royong antar warga pelestarian lingkungan untuk
kesejateraan masyarakat.
Tidak cuma di Jawa Barat, angklung sebenarnya dikenal sejak lama di beberapa
daerah di Indonesia seperti di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Namun saat ini,
Jawa Barat dinilai paling berkembang komunitas pengrajin angklungnya.
2. Weaknesses (kelemahan SAU)
• Tidak mengetahui kapasitas sumber daya yang tersedia
Selama ini SAU tidak memetakan secara rinci berapa sebenarnya kapasitas yang
tersedia dan berapa banyak sebenarnya partner kerjasama dalam hal produksi
angklungnya. Proses pembuatan angklung yang belum benar juga mempengaruhi
perhitungan kapasitas yang sebenarnya.
• Tidak ada perencanaan kapasitas sumber daya
SAU sebenarnya memiliki cita-cita jangka panjangnya, tapi belum memikirkan
berapa sumber daya yang harus disediakan. Sehingga tidak bisa merinci secara
jelas perkembangan atau inovasi apa yang akan dikembangkan di tahun – tahun
berikutnya.
• Belum bisa menyelaraskan antara family business dan commercial business
Terjadi perdebatan atau susahnya mengambil keputusan dalam rangka memajukan
usaha SAU. Sebab ada perbedaan pandangan antara pengelola dan pemilik (anak –
anak Bapak Udjo). Pemilik tidak terlalu mengharapkan profit dan perkembangan
yang berarti, yang mereka inginkan hanyalah eksistensi SAU saja. Hal ini bertolak
belakang dengan pengelola atau yang menjalankan roda usaha, mereka ingin
mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan SAU dapat berkembang
lebih besar lagi.
3. Opportunities (peluang)
• Pangsa pasar yag belum tergarap
Saat ini SAU sedang menargetkan pangsa pasar yang belum tercapai seluruhnya
adalah sekolah di Jabar khusunya, dan di seluruh Indonesia umumnya selain
ekspor ke mancanegara melalui KBRI. Mengingat life cycle angklung sampai 10
tahun, maka konsumen dapat menjual angklung yang sudah tidak terpakai
kepada SAU untuk dijadikan briket bambu.
• Mendidik pasar mengenai angklung yang baik
Saat ini konsumen tidak mempunyai pengetahuan mengenai kualitas angklung
yang baik. SAU ingin mendidik pasar, agar konsumen lebih peduli terhadap
kualitas suara dan fisik angklung yang berkualitas.
• Menjadikan angklung sebagai alat musik dalam dunia pendidikan
Saat ini angklung sebagai alat musik wajib di tiap sekolah telah diberlakukan
kembali oleh pemerintah, melalui SK Depdikbud tertanggal 23 Agustus 1963
No. 082/1968 yang menetapkan bahwa angklung sebagai alat pendidikan musik
di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal
Kebudayaan secara langsung ditugaskan menjadikan angklung sebagai alat
pendidikan musik.
• Terapi angklung
Penelitian membuktikan bahwa ternyata angklung bisa sebagai terapi autis dan
terapi bagi lanjut usia. Penelitian ini membuka peluang SAU untuk mengambil
rumah sakit dan panti jompo sebagai pangsa pasarnya.
4. Threats (ancaman)
• Masuknya alat nusik modern
Tidak dapat dipungkiri masuknya alat musik modern seperti organ, piano, dan
lain-lain bisa menggeser keberadaan angklung sebagai alat musik tradisional.
Lambat laun akan memakan pangsa pasar angklung.
• Kurangnya tenaga pengajar angklung
Apabila angklung telah memasuki sekolah-sekolah, tetapi belum bisa dimainkan
tanpa pengajar angklung. Oleh sebab itu jika minimnya ketersediaan pengajar
angklung, maka usaha SAU memasuki pangsa pasar sekolah menjadi sia – sia.
• Angklung diklaim sebagai alat musik Malaysia
Hal ini sebagai akibat ketidakpedulian warga Indonesia akan alat musik
tradionalnya yang bernilai tinggi. Sampai – sampai Malaysia menganggap
angklung sebagai miliknya. Masalah hak paten harus diperhatikan SAU sebelum
dia memasarkan angklungnya ke mancanegara.
2.3.2 Peramalan Permintaan/Target Produksi
Pada kasus yang terjadi di SAU, perusahaan tidak melakukan peramalan permintaan. Hal
ini disebabkan oleh rencana jangka panjangnya yang akan ekspansi pasar jadi lebih tepat
disebut rencana atau target produksi yang harus dicapai selama 7 tahun ke depan. Ada
pun target yang ingin dicapai SAU:
1. Memenuhi 50% dari potential demand di Jawa Barat
2. Mempunyai pembeli tetap di luar Pulau Jawa
3. Memasuki pasar internasional
2.3.3 Alternatif Ekspansi Kapasitas
Membuat alternatif strategi ekspansi kapasitas, alternatif ini bisa dalam jangka waktu
pendek (penambahan waktu lembur), jangka waktu menengah (mengurangi atau
menambah pegawai), jangka panjang (penambahan fasilitas, seperti membangun pabrik).
Dalam perencanaan jangka panjang, perlu diperhitungkan juga berapa banyak yang harus
diinvestasikan dalam bentuk peralatan, bangunan. Pada tahap ini perlu dipertimbangkan
banyak hal karena dipilih yang paling feasible dan relevan yang bisa dilaksanakan di
perusahaan.
Di bawah ini adalah tabel beberapa jenis model analisis strategi kapasitas:
Tabel 2.2 Capacity Strategy Analysis Models
Model Decision Approach Goal
Lead, leg, stay even Timing Qualitative Maps capacity strategy to
business strategy and
competitive environment
Competitive gaming Timing and
increment size
Qualitative Maps competitive options for
capacity expansion and
relationships among them
Economics of scale &
ROI
Increment size
and timing
Quantitative Balances economies of scale
achievable with costs of carrying
excess capacity
Hedging to cover
demand fluctuations
Increment size Quantitative Determines how much reserve
capacity should be made
available to cover demand
variability
Hedging to cover
demand growth
Increment size Quantitative Determines how much reserve
capacity should be made
available to cover uncertain
demand growth
Dynamic decision
trees
Increment size,
timing and type
Quantitative Allows examination of multiple
capacity expansion alternatives
(Rosenfield,2008:162)
2.3.4 Menentukan Model Ekspansi Kapasitas yang Akan Digunakan
Penerapan model strategi kapasitas pada tabel diatas dapat menjelaskan seperti apa
strategi yang digunakan (seperti waktu, ukuran produksi, jenis ekspansi kapasitas). Pada
kasus tertentu (qualitatif) lead, leg stay even model dan competitive gaming model cukup
memberikan informasi dalam pengambilan keputusan ekspansi kapasitas.
Ketika jumlah permintaan tidak bisa diprediksi, hedging models dapat membantu
perusahaan dalam penentuan berapa jumlah kapasitas yang harus ditambah untuk dapat
memenuhi kebutuhan jumlah permintaannya.
Biasanya ada beberapa perusahaan yang ingin menambahkan jumlah kapasitasnya meski
kebutuhan demand-nya telah terpebuhi untuk mencapai jumlah maksimum economic of
scale-nya. Apabila pengambilan keputusan dihadapkan dengan keadaan dimana
perusahaan harus menambah lahan, gedung yang dibarengi dengan pangsa pasar yang
tidak bisa diprediksi permintaannya maka model yang bisa digunakan adalah dynamic
decision analysis.
2.3.5 Melihat Keefektifan dan Keseimbangan Tiap Alternatif
Menentukan fleksibilitas dari kapasitas yang baru dan kapasitas sekarang. Sebagai contoh
hedging models dapat menunjukkan bagaimana cadangan kapasitas dapat digunakan
untuk memenuhi permintaan yang tidak pasti.
Memutuskan bagaimana cara menyeimbangkan atau menghubungkan antara kapasitas
dengan seluruh proses produksi dan supply chain-nya. Untuk proses produksinya, cari
yang menjadi bottleneck dari tahap proses produksinya, tambahkan berapa kapasitas yang
diperlukan untuk menghilangkan bottleneck, lalu perusahaan baru bisa berinvestasi di
bagian proses produksi lainnya lalu baru dihitung utilisasinya. Untuk hubungan
perusahaan dengan supplier-nya, tentukan jumlah kapasitas di tiap step supply chain.
Sebagai contohnya, supplier SAU adalah petani bambu dan mitra pengrajin. Sumber dari
bottleneck adalah jumlah mitra pengrajin yang kurang cukup untuk berproduksi jika ingin
berekpansi.
2.3.6 Membuat Rencana Implementasi Strategi Kapasitas
Pada umumnya implementasi strategi kapasitas membutuhkan sebuah tim yang mampu
merinci kebutuhan fasilitas dan peralatan yang baru dan melaksanakan strategi secara
baik. Seperti apakah harus mengurangi atau menambah sumber daya manusianya atau
merubah struktur organisasi. Apakah diperlukan perluasan lahan atau menmbangun
infrastruktur baru. Tim pelaksana juga membutuhkan jadwal/target dan anggaran
keuangan yang cukup untuk pelaksanaan strategi.
2.3.7 Menilai Hasil Implementasi Strategi Kapasitas
Melaksanakan strategi seperti yang direncanakan. Mengukur hasil yang dicapai atas
strategi yang baru dan identifikasi apa yang menjadi hambatannya.
2.4 Jenis Produk
Saung Angklung Udjo memproduksi berbagai macam alat musik kesenian Sunda. Tetapi
SAU hanya memfokuskan pada 8 produk saja yakni angklung unit kecil, unit sedang, unit
besar, arumba, angklung TK, angklung TK Korea, angklung sarinande, calung. Sebab
penjualan terbesar ada pada 8 produk ini karena merupakan alat musik yang paling dicari.
2.5 Proses Bisnis Produk
2.5.1 Bill of materials (BOM
Bill of materials (BOM) adalah gambaran deskripsi lengkap mengenai suatu produk, tidak
hanya berisi daftar material, bagian, dan komponen, namun juga dalam rangkaian langkah
produk tersebut dibangun. BOM dapat juga disebut sebagai struktur produk atau pohon
produk. BOM menyediakan informasi untuk mengidentifikasi setiap komponen dan
jumlah komponen tersebut yang akan digunakan untuk tiap unit yang merupakan bagian
dari produk tersebut (Chase, Jacobs, Aquilano, 2006: 637).
Sebagai contoh, satu buah angklung sarinande terdiri dari 2 buah tabung nada (tabung
nada besar dan kecil), 1 buah tabung dasar, 2 buah palang pengantung (palang panjang
dan pendek), 3 buah jeujeur dan 3 buah lilitan rotan. Panjang tabung berbeda untuk tiap
nada, begitu juga dengan ukuran tabung dasar.
Berikut adalah gambar bagian – bagian dari angklung:
Gambar 2.3 Ilustrasi Angklung TK Korea
2.5.2 Bahan Pembuat Angklung
Bahan baku pembuat angklung adalah bambu, tetapi tidak semua bambu dapat dibuat
angklung, ada jenis dan syarat – syarat tertentu dapat diolah sebagai alat musik. Berikut
adalah bahan baku pembuatan angklung yang biasa digunakan:
• Bambu Temen
Untuk pembuatan tabung dasar dan tabung nada dipergunakan bambu temen. Untuk
pembuatan tabung nada diperlukan bambu temen hitam yang struktur dagingnya lebih
empuk, sehingga menghasilkan nada yang merdu. Untuk pembuatan tabung dasar,
diperlukan bambu temen putih. Sebenarnya dipilihnya bambu berwarna hitam maupun
putih hanya ditujukan untuk keperluan estetika saja. Kombinasi warna yang dihasilkan
setelah angklung dirakit lebih menarik.
• Rotan
Rotan digunakan untuk melilit/mengikat antara jeujeur dan palang penggantung.
2.5.3 Proses Pembuatan Produk
Bambu yang berkualitas baik disetor dari petani bambu ke Saung Angklung Udjo. Lalu
SAU mendistribusikan ribuan bambu-bambu yang masih berukuran 4 meter tersebut
kepada para mitranya. Mitra memilih sendiri bambunya, hal ini ditujukan agar semua
mitra mendapat perlakuan adil, tidak ada yang mengeluh karena mendapat pasokan
bambu dengan kualitas buruk. SAU menerima produk jadi, langsung memasuki proses
QC dan diberi merek. Proses pembuatan angklung untuk tiap jenis mengalami proses
pembuatan yang sama, yang membedakan hanya waktu pembuatannya.
Pekerja angklung secara garis besar dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan jenis
pekerjaan yang dilakukan, yaitu:
� Tukang tabung dasar
Tukang tabung dasar bertugas memilih bambu untuk tabung dasar, memotong-motong,
membersihkan dan membuat lubang untuk tempat tabung nada dan jeujur.
� Tukang tabung nada
Tukang tabung dasar bertugas memilih bambu untuk dipakai sebagai tabung nada,
memotong-motong, membuat kaki tabung dan mencoak tabung nada (membuat lubang
resonan).
Contoh bentuk lubang resonan dan kaki tabung nada :
Gambar 2.4 Lubang Resonan dan Kaki Tabung Nada
� Tukang sora
Tukang sora bertugas memberi nada pada tabung nada, pemberian nada dengan cara
memukul-mukul badan tabung dan meniup bumbung resonan. Lalu merakit bagian-
bagian angklung, dan menyetem nada. Alat yang digunakan untuk menyetem adalah
chromatic tuner, penyeteman dilakukan di ruangan tertutup yang bebas dari suara
bising. Proses pemberian nada:
Gambar 2.5 Proses Pembuatan Nada Angklung
� Tukang jeujeur dan palang penggantung
Tukang jeujeur bertugas memilih bambu yang akan digunakan untuk membuat jeujeur
dan palang penggantung, lalu dipotong menjadi bagian – bagian kecil dengan ukuran
panjang tertentu. Setelah dipotong, diraut agar bambu berbentuk silinder.
Contoh bentuk jeujeur:
Gambar 2.6 Jeujeur
Untuk proses bisnis secara lengkap dan detail, dapat dilihat pada lampiran 4.
Dibawah ini adalah contoh proses bisnis dari pembuatan angklung:
Tukang
Jeujeur
Tukang
Tabung Dasar
Tukan Sora
Tukan Tabung
Nada
SAU
Petani Bambu
Gambar 2.7 Bisnis Proses Angklung
2.6 Akar Masalah
Di bawah ini adalah skema faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses perencanaan
ekspansi kapasitas:
Gambar 2.8 Some Factors Influencing The Overall Level of Capacity
(Slack and Lewis,2008:72)
Masalah yang sedang dihadapi oleh SAU adalah bagaimana membuat rencana ekspansi
kapasitas untuk jangka panjang (2010 – 2017). Banyak faktor yang harus dipertimbangkan
secara rinci dan matang, seperti pangsa pasar mana yang akan digarap, kapan akan
menambah kapasitas, dan lokasi pabrik.
Dari analisis yang telah dilakukan maka dapat diuraikan beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap perancangan ekspansi kapasitas jangka panjang selama kurun waktu 8 tahun (2010 –
2017). Dari gambar di bawah ini dapat diidentifikasi faktor penyebab yang bersifat
controllable dan uncontrollable. Penyebab yang bersifat controllable berarti penyebab yang
sekiranya perusahaan dapat secara langsung mengendalikan sesuai dengan sumber daya dan
kapabilitas yang dimiliki perusahaan disesuaikan dengan keinginan pasar. Sedangkan
penyebab yang bersifat uncontrollable adalah penyebab yang muncul umumnya akibat
pengaruh lingkungan makro, perilaku masyarakat, regulasi pemerintah ataupun perilaku
pesaing dimana di luar kendali perusahaan dan efeknya sangat luas.
Controllable
Uncontrollable
Membuat Rancangan Ekspansi Kapasitas Jangka Panjang
Peramalan Permintaan
Berdasarkan pasar potensial
Market share yang ingin dicapai
Kapasitas
Tidak mengetahui jumlah kapasitas saat
ini
Berapa kapasitas yang harus ditambah
Kapan dilakukan penambahan
kapasitas
Gambar 2.9 Akar Masalah SAU
Membuat Rancangan Ekspansi Kapasitas Jangka Panjang
Modal
Berapa jumlah SDM SAU & mitra yang
diperlukan
Lokasi
Dimana akan dilakukan
penambahan fasilitas
Regulasi
Apakah SK tahun 1968 masih diberlakukan
Ekspor impor lancar
Produk Pengganti
Produk Pengganti
Hadirnya alat musik modern
Keadaaan Ekonomi
Penghasilan konsumen yang tidak
tetap
top related