bab 2 tinjauan pustaka · 2016. 2. 11. · 7 bab 2 tinjauan pustaka. 2.1visual merchandising....
Post on 17-Nov-2020
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
7
Bab 2
Tinjauan Pustaka
2.1Visual Merchandising
2.1.1Pengertian
Buku yang dijadikan referensi utama berjudul RETAIL
DESIRE: Design, Display and Visual Merchandising, ditulis oleh
Johnny Tucker. Beliau adalah seorang jurnalis dan ahli sejarah
yang mempelajari tentang desain. Selain itu juga seorang editor
majalah RED (Retail, Equipment, and Design) yang sudah
banyak bekerja sama dengan para brand-brand papan atas dalam
hal marketing dan visual merchandising. Buku ini berisi tentang
segala sesuatu yang berhubungan dengan visual merchandising.
Mulai dari window display, desain interior, manekin, lighting,
grafis, dan lainnya. Penjelasan dalam buku dipaparkan lewat studi
kasus yang sudah ada, seperti window display Louis Vuitton,
lighting toko dari brand ‘undressme’, manekin H&M dan lain
sebagainya.
Menurut Garvei (2010) visual merchandising merupakan
bagaimana membuat konsumen merasa apa yang diinginkan oleh
pemasar atau penjual, jadi pesan yang ingin mereka sampaikan
tersampaikan ke konsumen. Tidak hanya dari bagian luarnya saja
namun window display juga memperhatikan detail interiornya.
Moss mengatakan “We work to the three threshold. The first is
8
the window, where you have to have ‘wow’ factor, the second is
just inside the door and then you have the back wall which is very
important to help draw people all the way through the
store.”.Seperti yang dikatakan Moss diatas bahwa visual
merchandising merupakan keseluruhan yang ada dalam suatu
toko.
Visual merchandising merupakan salah satu media
promosi yang menggunakan display atau etalase yang
menggunakan konsep penataan secara tepat dan sesuai dengan
image yang diusung oleh brand yang menaunginya. Turner
(2004) mengatakan bahwa apa yang dilakukan toko pada saat ini
adalah menguatkan pesan yang ingin disampaikan oleh brand
kepada lebih dari dua juta orang yang melewati toko setiap
tahunnya.
2.1.2 Sejarah
Sejarah tentang visual merchandising dimulai pada masa
kebesaran abad ke lima belas ketika pendirian perusahaan barang-
barang seperti Marshall & Co. mengalihkan bisnis mereka dari
grosir ke eceran. Pada saat itu pemajangan barang (visual display)
menjadi sangat penting untuk menarik para konsumen.Etalase
toko (store window) menjadi sangat sering digunakan sebagai
media untuk meletakkan barang dagangan para penjual untuk
menarik pembeli. Lama kelamaan, desain menjadi hal yang juga
sama pentingnya dalam perancangan window display. Dari
9
window display lalu beralih ke bagian dalam toko dan pada
akhirnya menjadi bagian dari semua desain interior toko.
2.1.3 Konten Visual Merchandising
Konten-konten dari visual merchandisingberdasarkan
buku RETAIL DESIRE adalah sebagai berikut:
1. Window Display
Window display itu menggambarkan brand dan bisnis,
selain itu penarik konsumen dan mempromosikan produk.
Window display adalah alat penjualan yang tidak bisa diacuhkan
begitu saja (Dawes, 2008). Letaknya yang berada di bagian depan
toko membuatnya menjadi perhatian orang yang melewati toko.
Window display merupakan hal yang sangat penting dalam visual
merchandising karena fungsinya sebagai attraction, kesan dan
pesan yang ingin disampaikan oleh toko harus dapat terlihat dan
dapat dipahami konsumen sehingga konsumen dapat menilai
sebuah toko dan tertarik masuk kedalamnya.
Gambar 2.1 Oasis Window Display London
10
1. Manekin
Manekin adalah boneka replika tubuh manusia yang
biasanya digunakan untuk memajang koleksi terbaru di sebuah
toko.Menggunakan manekin adalah tentang menciptakan suasana
yang menyenangkan, mengekspresikan sikap dari pusat
perbelanjaan atau toko (Pucci, 2004).Manekin dipilih karena
dapat merepresentasikan sebuah baju ketika digunakan, hal itu
jauh lebih meyakinkan kosumen daripada melihat sebuah baju
digantung di sebuah rak. Iqbal (2011) dalam jurnalnya yang
berjudul Visual Mechandising and Customer Appeal mengatakan
bahwa dengan menggunakan manekin dengan bentuk yang pas
dan bagus maka dapat menampilkan dan menyampaikan karakter,
sebagai contoh manekin berbentuk anak kecil dengan ekspresi
muka yang ceria dapat membawa suasana yang ceria pula pada
baju yang dipakainya.
Gambar 2.2 Manekin
11
2. Desain Interior
Desain interior menjadi hal yang sama pentingnya dengan
window display. Bila fungsi dari window display adalah untuk
menarik pengunjung maka fungsi dari desain interior berfungsi
untuk membuat pengunjung terus tertarik untuk melihat satu rak
baju ke rak lainnya dan nyaman untuk berlama-lama untuk
berbelanja. Desain interior meliputi warna, tata peletakan barang-
barang seperti manekin, rak, meja kasir dan sebagainya.
Desain tersebut terdiri dari lima zona dan setiap zonanya
memiliki fungsi masing-masing. Yang pertama attraction
(penarik) yang merupakan penarik konsumen yang sedang lalu
lalang didepan toko agar tertari untuk masuk. Yang kedua
decompression (pengurangan) yaitu ketika klien atau konsumen
masuk kedalam toko maka secara psikologis akan berkurang rasa
tertekannya atau bebannya. Zona yang ketiga yaitu reception
(penyambutan) yang berfungsi untuk mengenalkan servis dan
produk kepada klien atau konsumen sehingga mereka tertarik.
Zona yang keempat discovery (penemuan) yang berarti klien
atau konsumen mempelajari sendiri tentang rencana finansialnya
dan akan meminta informasi lebih jauh. Dan yang terakhir adalah
engagements (perjanjian) yang merupakan tempat dimana
hubungan antara toko (store) dan konsumen (klien) dibangun.
12
Gambar 2.3 Desain Interior
3. Tema
Tema yang dimaksud disini bisa berarti hari besar seperti
natal, tahun baru, pergantian musim seperti autumn/winter,
spring/summer ataupun tema secara teatrikal (sandiwara) seperti
display tersebut menceritakan dan menyampaikan sesuatu.
Warna, tekstur, bentuk, penjajaran, manekin, irama, dan tentu
saja pencahayaan yang tentu saja dan yang pasti digunakan
sebagai senjata para visual merchandiser.Penggunaan lighting
atau pencahayaan juga membantu memberikan pengertian pada
tema khususnya yang bertemakan sandiwara (theater) (Turner,
2004).
13
Gambar 2.4Theatrical Manekin
4. Pencahayaan (Lighting)
Menurut Harry Barnitt yang merupakan lighting
manufacturer Zumtobel Staff, etalase harus berperan seperti
magnet: menarik, memikat, membangkitkan minat dan menyeret
orang untuk masuk. Pencahayaan adalah satu solusi, dimana akan
terlihat menyenangkan apabila melihat etalase yang terisolasi
dengan pencahayaan yang indah. Hal itu tidak sebanyak solusi
yang ada apabila anda berada di deretan pertokoan akibatnya
‘kompetisi pencahayaan’ bisa menjadi pengelihatan yang
mengejutkan.
14
Gambar 2.5 Lighting
5. Grafis
Saat ini grafis telah memperindah dan menyerap setiap
aspek dari penjualan. Dimulai dari bagian eksterior toko,
tumpukan, lembaran, visual merchandising yang terdapat di
etalase, sampai ke interior toko, lebih banyak lagi visual
merchandising, grafis informasi/signage, lantai, tembok dan
semuanya mengarah ke pengemasan.
Grafis dapat menjadi sangat efektif. Dalam dunia
penjualan yang haus akan perubahan dan secara berkelanjutan
mencari tahu tentang pengalaman dan tingkah laku konsumen,
grafis merupakan media yang murah, cepat dimengerti dan
efisien (Turner, 2004). Grafis sangat membantu dan sangat efektif
untuk media penyampaian pesan yang dilakukan oleh toko ke
konsumen, dengan adanya grafis dapat membantu dan
memperkuat visual merchandising yang ada. Misalnya saja
15
sebuah toko sedang mengadakan diskon, dengan adanya tulisan
‘SALE’ atau ‘DISKON’ di bagian depan toko yang pasti dapat
dilihat konsumen yang sedang melintas didepan toko maka hal
tersebut dapat menarik minat konsumen untuk masuk. Turner
dalam bukunya RETAIL DESIRE mengatakan bahwa dalam segi
kreatif, terdapat beberapa contoh dimana tidak ada tren yang
spesifik kecuali penggunaan kata ‘diskon’. Membuat statement
(pernyataan) yang kreatif tentang sebuah promosi diskon
mungkin akan lebih efektif daripada poster. Sejak para penjual
mendapat pengertian yang lebih baik tentang perbedaan di pasar
dan lebih banyak berbicara tentang brand.
Grafis juga dapat diterapkan pada signage, hal itu
mempermudah konsumen untuk mengetahui lokasi-lokasi yang
terdapat pada toko, misalnya saja pada kasir, fitting room, letak
barang-barang tertentu seperti new arrivals atau barang yang
sedang di diskon.Hal itu sangat efektif untuk membantu
konsumen dalam mencari barang ataupun menentukan kemana
arah mereka berjalan.
Gambar yang besar ataupun kecil atau wallpaper juga
dapat memberi efek pada penjualan. Gambar besar memiliki
pengaruh kuat yang tidak bisa dihindari, dan ketika konsumen
mulai lelah dengan melihat gambar-gambar di setiap toko atau di
jalan, gambar tetap merupakan hal yang baru. Grafis memiliki
hirarki yang terdiri dari tiga hal, yang pertama adalah
‘megagraphics’ yaitu gambar vertikal dan horizontal yang
16
digunakan di area selamat datang (welcome area).Kedua adalah
‘supergraphics’ yaitu perpaduan gambar dan tipografi untuk
menceritakan sesuatu dan menimbulkan perasaan yang
dikehendaki kepada konsumen. Ketiga adalah ‘offer
graphics’yaitu in-store grafis yang digunakaan saat point-of-sale
dan mengontrol harga pada target tertentu.
Gambar 2.6Supergraphics
2.2 Company Profile De Shalma
2.2.1 Sejarah
Butik De Shalma mulai dibuka pada tanggal 14 Februari
tahun 2005 oleh Bapak David Kurniawan atau yang lebih dikenal
dengan nama David Yan. Beliau adalah lulusan Fashion Design
dari Institut Kesenian Jakarta. Nama De Shalma berasal dari kata
Salome yang merupakan nama dari ibu pendiri sekaligus pemilik
17
butik ini yaitu Maria Salome. De Shalma adalah tribute untuk ibu
dari pendiri butik ini.
De Shalma memiki warna corporate yaitu jingga.Warna
ini dipilih karena ingin merepresentasikan keberanian, percaya
diri dan semangat. Pengerjaan sebuah gaun mulai dari desain,
pemilihan materi, pembuatan pola (patternizing), cutting, making
hingga finishing dilakukan di workshop yang terletak persis di
belakang butik.
De Shalma awalnya dibuka dengan nama De Shalma
galeri pengantin, dengan tujuan menjadi one stop shopping untuk
busana pengantin, namun hal itu tidak berjalan sesuai harapan
sehingga De Shalma beralih fungsi menjadi menyewakan baju
pengantin, menerima pesanan gaun dan baju pengantin.
Pada tahun 2012 De Shalma bergabung dengan Asosiasi
Perancang Pengusaha Mode Indonesia, sejak saat itu De Shalma
menjadi lebih produktif dengan banyak merancang gaun dengan
tema yang sudah ditentukan untuk setiap tahunnya dipamerkan
dalam pagelaran busana.
2.2.2 Perkembangan De Shalma
Berdiri pada tanggal 14 Februari 2005 dengan nama De
Shalma Wedding Galery, namun karena larangan penggunaan
ejaan bahasa Inggris dari pemerintah kota Salatiga maka dirubah
dengan nama De Shalma Galeri Pengantin. Berikut adalah logo
De Shalma pada saat awal dibuka.
18
Gambar 2.7 Logo De Shalma
Tujuan De Shalma menjadi one stop shopping busana
pengantin tidak berjalan sesuai dengan harapan namun logo yang
sudah ada tetap dipakai De Shalma.Pada tahun 2012 lalu De
Shalma bergabung dengan Asosiasi Perancang Pengusaha Mode
Indonesia (APMMI).Sejak saat itu De Shalma dan desainernya
menjadi terikat dengan APPMI.Banyak perubahan yang terjadi
mulai darihal produksi, pagelaran busana, hingga logo.Logo yang
sekarang digunakan De Shalma adalah sebagai berikut.
Gambar 2.8 Logo De Shalma Baru
2.2.3 Karakteristik Produk
Salome yang merupakan nama yang memiliki arti lembut,
ringan dan melayang, tiga hal ini yang merupakan ciri dari desain
baju yang selama ini dirancang. Busana yang lembut, yang
menggunakan material yang lembut dan melayang.Gaun
pengantin atau gaun pesta tidak harus ‘berat’ atau heboh.Sesuatu
19
yang ringan atau melayang mampu menjadi wujud gaun yang
mewah dan glamor.
Gambar 2.6 merupakan salah satu rancangan gaun seri
tenun dari desainer David Kurniawan atau David Yan yang
memiliki karakterisitik produk menggunakan material yang
ringan dan melayang .
Gambar 2.7 Gaun Seri Tenun Karya Desainer David Yan
2.2.4 Target Konsumen
Target konsumen dari butik ini merupakan masyarakat
dengan tingkat ekonomi dari kalangan menengah sampai dengan
kalangan atas, dengan rentang usia 25 tahun sampai 40 tahun
dengan karakteristik dewasa, tidak kekanak-kanakan tetapi tetap
percaya diri. Dari target konsumen yang ditentukan pula harga
dari gaun rancangan desaigner ini yang kurang lebih sekitar
20
sepuluh juta untuk gaun atau kebaya pengantin dan mulai dari
tiga juta untuk gaun pesta.
Pengamatan yang dilakukan oleh pemilik butik ini
mengenai konsumennya dapat disimpulkan bahwa konsumen
kebanyakan datang dari luar kota bahkan luar pulau. Konsumen
yang paling banyak menggunakan jasanya adalah konsumen yang
datang dari kota Semarang. Hal ini disebabkan karena perilaku
konsumen Salatiga yang cenderung berpikir bahwa lebih baik
mencari atau membuat gaun di kota besar seperti Semarang
ataupun Jakarta karena mereka berpikir akan lebih banyak
pilihan, lebih bagus dan lebih prestisius. Perilaku konsumen dari
kota besar justru sebaliknya, misalnya konsumen yang berasal
dari Semarang, mereka lebih memilih untuk membuat atau
membeli gaun di butik ini karena mempunyai kualitas yang sama
dengan butik di Semarang namun harganya bisa sedikit lebih
miring.
top related