bab i
Post on 04-Jan-2016
215 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
LAPORAN KASUS
1.1 IDENTIFIKASI
Nama : Tn. Y
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Teluk Majelis, Tanjung Jabung Timur
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : SMP
Tanggal Berobat : 19 Januari 2015
1.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Penglihatan mata kanan kabur.
Riwayat Perjalanan Penyakit
Hal ini dialami sejak ± 1 minggu yang lalu yang dirasakan di mata kanan. Hal
ini dirasakan pasien secara tiba-tiba setelah mata kanan pasien terkena batu
kerikil saat bekerja. Nyeri mata kanan (-), mata merah (-). Pasien tidak
mengeluhkan gatal, rasa mengganjal (-), silau (-). Riwayat diabetes dan
hipertensi disangkal. Sebelunya pasien pernah berobat ke dokter untuk
melakukan pengobatan. Dan pasien tidak tahu apa penyakitnya. Dan pasien
juga lupa apa obat yang diberikan.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
1
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama.
Riwayat Gizi
Baik
Keadaan Sosial Ekonomi
Cukup
Penyakit Sistemik
- Tract. Resp : Tidak ada keluhan
- Tract. Digest : Tidak ada keluhan
- Cardio vasc : Tidak ada keluhan
- Endokrin : Tidak ada keluhan
- Neurologi : Tidak ada keluhan
- Kulit : Tidak ada keluhan
- THT : Tidak ada keluhan
- Gigi mulut : Tidak ada keluhan
- Lain-lain : Tidak ada keluhan
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata
- Keadaan umum : Tampak sakit ringan
- Kesadaran : Composmentis
- TB/BB : 170 cm / 68 kg
- TD : 120/70 mmHg
- Nadi : 74 x/menit
- RR : 16 x/menit
- Suhu : Afebris
2
Status Oftalmologikus
Pemeriksaan OD OS
Visus 1/300 6/6
Kedudukan bola mata Ortoforia Ortoforia
Pergerakan bola mata
Duksi : baik
Versi : baik
Duksi : baik
Versi : baik
Silia Trichiasis (-) Trichiasis (-)
Palpebra Superior Hiperemi (-), edema (+) Hiperemi (-), edema (-)
Palpebra Inferior Hiperemi (-), edema (-) Hiperemi (-), edema (-)
Konj. Tarsus Superior
Konj. Tarsus Inferior
Folikel (-), papil (-), litiasis (-)
Folikel (-), papil (-), litiasis (-)
Folikel (-), papil (-), litiasis (-)
Folikel (-), papil (-), litiasis (-)
Konjungtiva Bulbi Injeksi mixed (-),
jar.fibrovaskular (-)
Injeksi (-), jar.fibrovaskular (-)
Kornea Sikatrik (+), infiltrate (-) Sikatrik (-), infiltrate (-)
Bilik Mata Depan Sedang, hifema(-), hipopion (-) Sedang, hifema(-), hipopion (-)
Iris Coklat, kripta iris normal Coklat, Kripta iris normal
Pupil Bulat Bulat, diameter 3 mm
Lensa Keruh Jernih
Tonometri Schiotz Tidak dilakukan
Visual Field Tidak dilakukan
Funduskopi Tidak dilakukan
Slit Lamp
3
- OD : Konjungtiva hiperemis (+), kornea terdapat sikatrik, BMD
normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat sentral, Refleks cahaya (+) lensa
keruh.
- OS : Konjungtiva hiperemis (-), kornea kesan jernih, BMD
kesan normal, Iris coklat, kripte (+). Pupil bulat sentral, Refleks cahaya (+)
lensa jernih
Diagnosis: Katarak traumatic OD ec trauma okuli
Prognosis:
- Quo ad vitam : bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad malam
Terapi
- Antibiotic sistemik dan topical
- Kortikosteroid topical
- Atropine sulfat 1%
BAB II
4
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Katarak berarti sebuah opasitas lensa dan istilah katarak berasal dari
bahasa yunani “katarraktes” (air terjun) karena pada awalnya terdapat anggapan
bahwa katarak adalah cairan beku yang berasal dari cairan otak yang mengalir
didepan lensa. Katarak adalah penyebab kebutaan yang paling sering dihadapi
oleh ahli bedah mata. Hal ini tidak berarti bahwa setiap orang yang menderita
katarak kemungkinan besar akan menjadi buta. Untungnya, hasil pengobatan
dengan operasi memberikan hasil yang baik, peningkatan kemampuan penglihatan
yang didapatkan cukup memuaskan pada lebih dari 90% kasus. Proses penuaan
adalah penyebab katarak yang paling banyak, tetapi masih banyak faktor lain yang
dapat terlibat, yang mencakup trauma, keracunan, penyakit sistemik (seperti
diabetes), merokok, dan herediter. Pathogenesis katarak tidak sepenuhnya
dimengerti. Akan tetapi lensa yang mengalami katarak ditandai oleh agregat
protein yang menghamburkan cahaya dan menurunkan transparansi lensa.
Perubahan protein yang lain menyebabkan perubahan warna menjadi kuning atau
coklat.1, 2
Katarak traumatic disebabkan oleh trauma okuli perforans atau non
perforans. Cahaya infra merah (glass-bloer’s cataract), sengatan listrik, dan
radiasi ionisasi adalah penyebab lain katarak traumatic yang jarang terjadi.
kataraka yang disebabkan oleh trauma tumpul biasanya membentuk opasitas
aksial posterior yang berbentuk stellate atau rosette yang mungkin stabil atau
progresif, sedangkan trauma okuli perforans dengan gangguan kapsul lensa dapat
menyebabkan perubahan kortikal yang dapat tetap bersifat dokal jika lukanya
kecil atau dapat berkembang dengan cepat menjadi total cortical opacification.3
Pasien yang mengalami gangguan pada lensa mengalami kekaburan
penglihatan tanpa adanya nyeri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan
ketajaman penglihatan dan dengan melihat lensa melalui slitlamp, oftalmoskop,
senter tangan, atau kaca pembesar, sebaiknya dengan pupil yang terdilatasi.4
Anatomi
5
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan
hampir transparan sempurna, lensa juga tidak memiliki inervasi persarafan.
Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di belakang iris, lensa digantung
oleh zonula zinni, yang terdiri dari serabut yang lembut tetapi kuat, yang
menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat
humor aquaeus; di sebelah posteriornya, vitreus. Lensa disusun oleh kapsul, epitel
lensa, korteks, dan nucleus. 4, 5
1. Kapsul
Kapsul lensa adalah membrane yang transparan dan elastic yang terdiri dari
kolagen tipe IV. Kapsul mengandung substansi lensa dan mampu untuk
membentuknya pada saat perubahan akomodatif. Lapisan paling luar dari
kapsul lensa, zonullar lamella, juga berperan sebagai titik perlekatan untuk
serabut zonular. Kapsul lensa yang paling tebal ada pada bagian perrquatorial
anterior dan posterior dan paling tipis pada bagian kutub posterior sentral.
Kapsul lensa bagian anterior lebih tebal daripada kapsul bagian posterior pada
saat lahir dan meningkat ketebalannya seiring dengan berjalannya waktu.5
2. Epitel lensa
Dibelakang kapsul lensa anterior adalah sebuah lapisan tunggal sel epitel. Sel-
sel ini aktif secara metabolis dan melakukan semua aktivitas sel yang normal,
yang mencakup biosintesis DNA, RNA, protein dan lemak; mereka juga
menghasilkan adenoid trifosfat untuk memenuhi kebutuhan energy lensa.5
3. Nucleus dan korteks
Nucleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya
usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-
kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastic. Nukleus dan korteks
terbentuk dari dari lamellae konsentris yang panjang. Garis-garis
persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamella ini ujung-ke-
ujung berbentuk [Y] bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk [Y] ini tegak di
anterior dan terbalik di posterior. Masing-masing serat lamellar mengandung
sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskop, inti ini jelas di bagian
6
perifer lensa didekat ekuator dan bersambung dengan lapisan epitel
subkapsul.4
Gambar 1. Anatomi lensa tampak anterior dan lateral (dikutip dari
kepustakaan no 7)
Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein
(kandungan protein tertinggi di antara jaringan tubuh yang lain), dan sedikit sekali
mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi
di lensa daripada di sebagian besar jaringan yang lain. Asam askorbat dan
glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi.4
7
Gambar 2. Struktur lensa normal (dikutip dari kepustakaan no 4)
Fisiologi
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris berelaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter enteroposterior lensa
sampai ke ukuran yang terkecil; dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil
hingga berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya
dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang.
Kapsul lensa yang elastic kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis
diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologis antara korpus
siliaris, zonula, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal
sebagai akomodasi. Seiring dengan bertambahnya usia, kemampuan refraksi lensa
perlahan-lahan berkurang.4
8
Etiopatogenesis
Katarak traumatic paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di
lensa atau trauma tumpul pada bola mata. Penyebab lain yang lebih jarang adalah
anak panah, abut, kontusio, sinar-x, dan bahan radioaktif. Lensa menjadi putih
segera setelah masuknya benda asing, karena lubang pada kapsul lensa
menyebabkan humor aqueus dan terkadang korpus vitreum masuk kedalam
struktur lensa.4
1. Trauma okuli non perforans
Pukulan langsung ke mata dapat menyebabkan lensa menjadi opak. Terkadang
munculnya katarak akan tertunda bahkan selama beberapa tahun. Trauma
okuli non perforans dapat disebabkan oleh mekanisme coup dan countercoup.
Ketika permukaan anterior mata terkena pukulan, terdapat pemendekan
anterior-posterior yang terjadi dengan cepat yang disertai oleh ekspansi
equatorial. Peregangan equatorial ini dapat mengganggu kapsul lensa, sonulla,
atau keduanya. Kombinasi dari coup, countercoup, dan ekspansi equatorial
bertanggung jawab terhadap terjadinya katarak traumatic setelah trauma okuli
non perforans.1, 3
2. Trauma okuli perforans
Luka perforasi di mata menimbulkan resiko menderita katarak yang lebih
tinggi. Jika objek yang menembus mata melewati kornea tanpa menyentuh
lensa, biasanya lensa dapat bertahan, dan, biasanya tidak terjadi katarak.
Sayangnya, luka tembus juga dapat menimbulkan pecahnya kapsul lensa,
dengan keluarnya serat lensa ke ruang anterior. Jika kapsul lensa orang
dewasa mengalami rupture, cenderung akan menimbulkan jaringan fibrosis,
dan plak putih yang disebabkan oleh fibrosis dapat menyumbat pupil. Trauma
okuli perferans yang mengenai kapsul lensa menyebabkan opasifikasi kortikal
pada bagian yang mengalami trauma. Jika lubangnya cukup besar,
keseluruhan lensa akan berubah menjadi opak dengan cepat, tetapi jika
lukanya kecil, katarak kortikal dapat berhenti dan tetap terlokalisasi.1, 3
9
Insiden
Sekitar 2,5 juta cedera pada mata terjadi setiap tahun di Amerika serikat.
Diperkirakan bahwa sekitar 4-5% dari pasien ahli mata datang ke tempat praktek
karena cedera ocular. Katarak traumatic dapat terjadi sebagai sekuel trauma ocular
yang akut, subakut, atau lambat. Trauma menjadi penyebab terbanyak kebutaan
monocular pada orang yang berusia dibawah 45 tahun. Rasio laki-laki dan
perempuan pada kasus ini adalah 4:1. Cedera mata yang disebabkan oleh
pekerjaan dan olahraga paling sering terjadi pada anak-anak dan pria dewasa
muda.3
Gejala klinis
Banyak pasien katarak yang mengeluhkan pandangan kabur, yang
biasanya bertambah buruk jika melihat objek yang jauh, secara mendadak. Selain
itu pasien katarak seringkali mengeluhkan monocular diplopia. Silau juga menjadi
gejala yang sering muncul. Pasien mengeluhkan bahwa mereka tidak dapat
melihat dengan baik dalam keadaan terang. Mata menjadi merah, lensa opak, dan
mungkin terjadi perdarahan intraocular. Apabila humor aqueus atau korpus
vitreum keluar dari mata, mata menjadi sangat lunak. Pasien juga memiliki
riwayat mengalami trauma.1, 3, 4
Gambar 3. Opasifikasi kortikal komplet yang terjadi setelah trauma okuli
perforans (dikutip dari kepustakaan no 5)
Dari pemeriksaan dengan menggunakan oftalmoskop adalah adanya
opasitas yang seringkali terlihat sebagai black spoke pada refleks fundus. Penting
10
untuk mendilatasikan pupil dan memeriksanya pada ruangan yang gelap.
Seringkali, pada katarak traumatic yang disebabkan oleh kontusio dapat terlihat
opasifikasi berbentuk stellate atau rosette (katarak rosette), biasanya terletak di
aksial. Pada trauma tembus, cedera pada kapsul mata dapat sembuh, yang
menyebabkan katarak kortikal focal yang stasioner. 1, 5
Gambar 4. Gambaran katarak kortikal focal yang disebabkan oleh trauma
tusuk yang kecil di lensa
Gambar 5. Gambaran rosette cataract pada katarak traumatic yang
disebabkan oleh trauma tumpul (dikutip dari kepustakaan no 7)
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk membantu mendiagnosis katarak traumatic
dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan radiologis, antara lain:
B-scan
Pemeriksaan ini dilakukan jika kita tidak dapat melihat kutub posterior
lensa
A-scan
11
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum kita melakukan ekstraksi katarak
CT scan orbita
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat apakah terjadi fraktur orbita dan
apakah terdapat benda asing pada mata.3
Pengobatan
Pengobatan yang terbaik untuk katarak traumatik adalah operasi. Untuk
memperkecil resiko terjadinya infeksi dan uveitis harus diberikan antibiotic
sistemik dan topical serta kortikosteroid topical dalam beberapa hari. Atropine
sulfat 1%, 1 tetes tiga kali sehari, dianjurkan untuk menjaga pupil tetap berdilatasi
dan untuk mencegah pembentukan sinekia posterior.3, 4
Katarak dapat dikeluarkan pada saat pengeluaran benda asing atau setelah
peradangan mereda. Apabila terjadi glukoma selama periode menunggu, bedah
katarak jangan ditunda walaupun masih terdapat peradangan. Untuk
mengeluarkan katarak traumatic, biasanya digunakan teknik yang sama dengan
yang digunakan untuk mengeluarkan katarak congenital terutama pada pasien
yang berusia kurang dari 30 tahun. Indikasi untuk dilakukan operasi pada katarak
traumatic, antara lain:
Penurunan kemampuan penglihatan
Tidak terlihatnya bagian posterior lensa
Terjadi inflamasi atau glukoma
Rupture kapsul dengan lensa yang membengkak 3, 4
Persiapan yang dilakukan sebelum melakukan operasi katarak adalah:6
Biometri: pengukuran panjang mata dengan memakai pemeriksaan
ultrasound dan keratometri untuk mengukur kurvatur kornea sehingga kita
dapat menghitung kekuatan implant yang akan dimasukkan ke mata pada
saat operasi.
Konfirmasikan bahwa tidak terdapat masalah kesehatan yang lain,
terutama hipertensi, penyakit traktus respirasi dan diabetes
Beberapa obat dapat meningkatkan insiden perdarahan. Warfarain tidak
perlu dihentikan hanya dikurangi dosisnya. Aspirin harus dihentikan 1
minggu sebelum operasi
12
Beritahukan pada pasien perkiraan hasil operasi dan komplikasi dari
proses operasi yang mungkin terjadi.
Fakoemulsifikasi dapat dilakukan jika kapsul lensa tetap intak dan masih
terdapat zonula. Fakoemulsifikasi dengan irigasi atau aspirasi (atau keduanya)
adalah teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran-getaran ultrasound untuk
mengangkat nucleus dan korteks melalui insisi limbus yang kecil (2-5 mm),
sehingga mempermudah penyembuhan luka pascxa operasi. Ekstraksi katarak
intrakapsular dibutuhkan pada kasus dislokasi anterior atau instabilitas zonular.
Ekstraksi katarak intrakapsular adalah operasi katarak yang mengangkat lensa in
toto, yakni dalam kapsulnya, melalui insisi limbus superior 140 hingga 160
derajat. Keadaan afakia mungkin menjadi pilihan yang lebih baik pada anak-anak
dan pada pasien yang matanya sangat meradang. 3, 4
Komplikasi
Komplikasi katarak traumatic yang dapat terjadi, antara lain:
Dislokasi lensa dan subluksasio umumnya ditemukan pada penyakit yang
berhubungan dengan katarak traumatic
Komplikasi lainnya yang terkait adalah fakolitik, fakomorfik, blok pupil,
dan glukoma; uveitis facoanafilaktik; lepasnya retina; rupture koroid;
hifema; perdarahan retrobulbar; neuropati optic traumatic; dan rupture
bola mata.3
Pada penelitian yang dilakukan oleh Valentina dan Ivanka Petric, mereka
mendapatkan komplikasi segera setelah pascaoperasi adalah fibrinous uveitis dan
komplikasi pasca operasi yang lambat adalah kekeruhan lensa posterior.8
Prognosis
Prognosis dari penyakit ini tergantung pada luasnya cedera yang terjadi.
13
BAB III
ANALISIS KASUS
Pasien ini didiagnosis dengan katarak traumatic ec trauma okuli berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis pasien datang dengan keluhan
pandangan kabur secara tiba-tiba sejak 1 minggu yang lalu yang terjadi setelah
mata pasien dioperasi akibat terkena batu. Gangguan penglihatan ini dapat terjadi
akibat terjadinya kekeruhan pada lensa yang diakibatkan oleh terjadinya katarak
setelah pasien mengalami trauma okuli. Kekeruhan lensa terjadi akibat dari lubang
pada lensa yang disebabkan oleh trauma yang mengalami proses penyembuhan
sehingga menyebabkan opasitas pada lensa.
Pada pemeriksaan fisis mata kanan di kornea bagian sentral terlihat adanya
sikatrik bekas trauma, dan lensa mengalami kekeruhan. Pemeriksaan fisis pada
mata kiri normal. Pada pemeriksaan slit lamp pada mata kanan ditemukan adanya
sikatrik di kornea dan lensa terlihat keruh. Pada pemeriksaan slit lamp pada mata
kiri kesan normal. Dari pemeriksaan ini dapat diketahui bahwa telah terjadi
katarak pada lensa mata kanan yang pernah mengalami trauma.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisis pada pasien ini dapat diarahkan ke
diagnosis katarak traumatis ec trauma okulus. Untuk memastikan diagnosis bisa
dilakukan pemeriksaan penunjang.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Galloway N. Cataract. In Common Eye Diseases and their Management ed
3th. 2006. Springer-Verlag: London.
2. Riordan P, et al. Lens. In Vaughan & Asbury's General Ophthalmology, 16th
Edition. McGraw-Hill: New York.
3. Graham R, et al. Cataract Traumatic. In http://www.emedicine.medscape.com
4. Shock J, et al. Lensa. Dalam Oftalmologi Umum. Edisi 14. 2000. Widya
Medika:Jakarta.
5. Zorab R, et al. Cataract. In Lens and Cataract, American Academy of
Opthalmology. Section 11. Edition 2008-2009. San Francisco, USA.
6. Oliver J, et al. Cataract Assessment. In Ophthalmology at Glance. 2005.
Blackwell-science: Massachusetts.
7. Lang, G. Cataract. In Ophthalmology A short text book. 2000. Thieme: New
York.
8. Lacmanovic Valentina, et al. Surgical Trratment, Clinical Outcome, and
Complication of Traumatic Cataract: Retrospective Study.
15
top related