bab i pendahuluan 1.1 latar belakang -...
Post on 01-May-2019
214 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia adalah negara maritim dengan puluhan ribu pulau
besar dan kecil. Pulau Jawa adalah pulau berukuran sedang yang berada di
sebelah selatan pulau Kalimantan. Luas Pulau Jawa sebesar 736.935 km2
dengan populasi penduduk mencapai 45.730.435 jiwa. Dengan keadaan
tersebut, maka pendapatan per capita penduduk menjadi tidak terlalu tinggi.
Dalam percepatan pembangunan perekonomian Indonesia, Pulau Jawa masuk
dalam Koridor Ekonomi 2 dengan fokus “Pendorong Industri dan Jasa
Nasional”. Menurut Menteri Kehutanan pada Sarasehan Nasional 'Masa Depan
Hutan Produksi Indonesia', bahwa hutan produktif di Indonesia mencakup area
seluas 77,83 juta Ha (59,29% dari luas kawasan Indonesia)[1]. Dengan luasan
yang sangat besar, tentu saja limbah hasil hutan dan perkebunan akan sangat
berlimpah. Selanjutnya adalah bagaimana kita dapat mengolah kekayaan hutan
dan perkebunan itu menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat.
Beberapa penelitian tentang perumahan berkelanjutan menyumbangkan
wacana bahwa prototipe perumahan di Indonesia adalah perumahan dengan
kelas ekonomi masyarakat menengah ke bawah. Jumlah rumah di Indonesia dari
tahun ke tahun selalu bertambah, namun seringkali sektor perumahan tersebut
tidak mempertimbangkan faktor ekologis. Faktor-faktor ekologis lingkungan
yang harus diperhatikan adalah: material ramah lingkungan, faktor pencahayaan
alami, penghawaan alami, kenyamanan thermal, kenyamanan audial bahkan
sampai dengan kemungkinan energi terbarukan yang dapat dihasilkan dari
sumber daya alam setempat.
Menurut E. Setyowati, 2013[2] sebuah model tentang rumah yang dapat
mengantisipasi dampak kebisingan ditunjukkan dengan melakukan serangkaian
percobaan yang memiliki luaran tentang disain Master Plan perumahan dan
rumus korelasi antara orientasi bangunan, pengaruhnya terhadap sumber bunyi
(α) dan tingkat bunyi yang dihasilkan akibat orientasi bangunan dengan sudut
tertentu (dB). Problema bandara kota, kawasan industri, kawasan pusat kota dan
perumahan yang berkelanjutan di daerah perkotaan yang sangat bising harus
segera dikristalkan solusi dan pemecahan permasalahannya.
2
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rekayasa material ini akan
difokuskan pada antisipasi disain perumahan yang sustainable atau
berkelanjutan dengan melakukan inovasi teknologi baru tentang material
bangunan baru berbahan dasar limbah yang berfungsi sebagai elemen pelapis
dinding perumahan di daerah rawan bising perkotaan. Selain itu inovasi material
baru ini diharapkan dapat memanfaatkan kekayaan alam perkebunan dan hutan
Indonesia. Limbah serbuk kayu adalah hasil sampingan industri penggergajian
kayu yang sangat mudah dijumpai di seluruh kawasan pulau Jawa terutama
Jawa Tengah. Sektor industri kayu banyak terdapat di daerah Jepara, Pati, Blora,
Cepu dan sekitarnya. Sedangkan sektor perkebunan kelapa banyak dijumpai di
daerah kota-kota pesisir bagian selatan pulau Jawa, seperti Cilacap, Kebumen,
Gombong, Purwokerto, Kutoarjo dan sekitarnya.
Menurut G. Hardiman. et.al (2015), kebaharuan dan inovasi dari riset
ini adalah pola wafel pada panel akustik. Permukaan bertekstur akan sangat
efektif mereduksi bunyi pada bangunan [3,4]. Menurut L. Doelle (1998) bahwa
material panel akustik datar memiliki tingkat STL (Sound Transmission Loss)
yang berkisar antara 0,2 – 0,3, dengan nilai reduksi berkisar antara 35–38
dB[5]. Material baru ini sangat potensial untuk dapat diaplikasikan secara
komersial pada industri material bangunan.
Untuk membuat desain dan uji kelayakan teknologi hasil temuan
sangat diperlukan pemahaman fundamental secara komprehensif.
Keberhasilan proses penelitian sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor: 1)
rekatan material limbah dengan bahan adhesive, 2) proses tempa panas dan
mesin tempa (hot press machine) yang didisain untuk menciptakan material
baru, 3) uji material: STL (Sound Transmission Loss), koefisien absorbsi, 4)
Kelayakan elemen plat bertekstur waffle yang diciptakan serta teknologi anti
lengket 5) Jenis perekat yang digunakan sebagai adhesive pada material
komposite yang dihasilkan yang akan berpengaruh pada spesifikasi teknis
material.
1.3 Road Map Rekayasa Material
Perumahan disekitar bandara akan selalu terimbas oleh kebisingan
bandara jika tidak ada tindakan antisipatif untuk meredam kebisingan tersebut.
Sementara, pada konsep sustainable housing kita mengenal penerapan konsep
ekologis lingkungan perumahan, dimana kondisi iklim setempat menjadi bagian
dari pertimbangan disain bangunan. Solusi tata letak bangunan yang dapat
3
mereduksi bising lingkungan menjadi salah satu upaya yang tepat dalam rangka
mencapai kenyamanan audial lingkungan perumahan yang berlokasi di sekitar
bandara [6,7,8].
Solusi lain dalam mengurangi kebisingan yaitu pemakaian bahan bangunan
pelapis dinding yang memiliki tingkat Sound Transmission Criterion (STC) dan
koefisien absorbsi yang optimal sehungga bunyi dapat dihambat sesuai dengan
Baku Tingkat Kebisingan Kawasan yang diijinkan sesuai dengan Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No. 48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat
Kebisingan Lingkungan[9]. Papan akustik sudah banyak diproduksi oleh
industri dan dipasarkan pada dunia konstruksi bangunan. Sebagian besar panel
akustik memiliki permukaan datar tanpa profil permukaan tertentu. Sementara
itu, suara dapat direduksi secara optimal jika permukaan pelapis dinding tidak
rata atau bertekstur.
Rekayasa material ini akan memfokuskan produk panel akustik dengan
tekstur wafel yang memiliki tingkat reduksi bunyi jauh melebihi panel datar.
Sementara itu, spesifikasi sifat-sifat fisis dan mekanis menurut standar JIS A
5908 (2003) [10] untuk panel serat alam disajikan pada Tabel I.01.
Tabel I.01. Sifat fisis mekanis papan partikel menurut standar JIS A 5908
No JIS A 5908 (2003) Type 13
1 Kerapatan (g/cm3) 0,4 - 0,9
2 Kadar air (%) 5 – 13
3 Daya serap air (%) -
4 Pengembangan tebal (%) maks 12
5 Modulus of Rupture/ MOR (kg/cm2) min 130
6 Modulus of Elasticity/MOE (kg/cm2) min 25.000
7 Internal Bond (kg/cm2) min 2
8 Screw Withdrawal (kg) min 40
Beberapa penelitian tentang panel akustik sudah dilakukan. Namun
sebagian besar dari penelitian tersebut memproduksi panel akustik datar.
Kebaharuan dalam penelitian ini ada pada permukaan panel bertekstur waffle
yang memiliki kemampuan reduksi bunyi melebihi panel datar. Penelitian ini
bertujuan untuk menciptakan jenis material bangunan baru yang berbahan dasar
limbah kayu atau penggergajian kayu dan limbah serabut kelapa. Menurut Dj.
Sanusi,1993, limbah kayu terdiri dari dua yaitu limbah eksploitasi dan limbah
pengolahan kayu. Industri pengolahan kayu terbesar berasal dari industri
penggergajian kayu dan kayu lapis [11]. Definisi limbah industri pengolahan
kayu yaitu hasil sampingan industri pengolahan yang karena bentuk, ukuran
4
dan cacatnya menyebabkan hasil sampingan ini tidak dapat dimanfaatkan lagi
sebagai sortimen kayu atau produk lain. Hasil sampingan industri pengolahan
kayu dapat berupa serbuk gergaji (sawdust), sebetan (slabs), potongan-
potongan (trims) atau serutan (scarings) [11].
Gambar 1. 01: Road Map Rekayasa Material Akustik
Untuk dapat menghasilkan material berbahan limbah hasil hutan dan
perkebunan, maka diperlukan rekayasa mesin hot press yang memiliki
kemampuan mencetak panel berprofil wafel dengan daya serap akustik yang
cukup baik. Teknologi Mesin hot press akan dibahas pada bab IV.
MODEL KORELASI DAN
DISAIN MASTER PLAN
PERUMAHAN BISING
L = L0 + A sin *π (-)/ω
REVIEW PERMENPU
TENTANG RTBL
NO.06/PRT/M/2007
SELAIN PENATAAN LAY OUT BANGUNAN,
MAKA PERLU ADANYA APLIKASI MATERIAL
ABSORBER PADA BANGUNAN DI DAERAH
BISING PERKOTAAN.
KEKAYAAN
HUTAN DAN PERKEBUNAN
INDONESIA
GREEN MATERIAL
BERKEMAMPUAN AKUSTIK
PANEL AKUSTIK DARI SERBUK GERGAJI
PANEL AKUSTIK DARI SERABUT KELAPA
REKAYASA MESIN HOT PRESS
BERMATRAS WAFFLE
5
BAB II
KAJIAN TEORI
Kajian teori mendeskripsikan tentang papan akustik dalam mendukung
perumahan dan bangunan berkelanjutan, teknologi mesin hot press dengan
tekstur wafel dan State of the art dari rekayasa material ini.
2.1. Papan Akustik dalam Pembangunan Perumahan yang berkelanjutan
Perumahan di sekitar bandara akan selalu terimbas oleh kebisingan bandara
jika tidak ada tindakan antisipatif untuk meredam kebisingan tersebut.
Sementara, pada konsep sustainable housing kita mengenal penerapan konsep
ekologis lingkungan perumahan, dimana kondisi iklim setempat menjadi bagian
dari pertimbangan disain bangunan. Solusi tata letak bangunan yang dapat
mereduksi bising lingkungan menjadi salah satu upaya yang tepat dalam rangka
mencapai kenyamanan audial lingkungan perumahan yang berlokasi di sekitar
bandara.
Solusi lain dalam mengurangi kebisingan yaitu pemakaian bahan bangunan
pelapis dinding yang memiliki tingkat Sound Transmission Criterion (STC) dan
koefisien absorbsi yang optimal sehungga bunyi dapat dihambat sesuai dengan
Baku Tingkat Kebisingan Kawasan yang diijinkan sesuai dengan Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No. 48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat
Kebisingan Lingkungan [9]. Papan akustik sudah banyak diproduksi oleh
industri dan dipasarkan pada dunia konstruksi bangunan. Sebagian besar panel
akustik memiliki permukaan datar tanpa profil permukaan tertentu. Sementara
itu, suara dapat direduksi secara optimal jika permukaan pelapis dinding tidak
rata atau bertekstur.
2.2. Teknologi Mesin Hot Press dengan Matras Wafel
Pasokan kayu hasil hutan menurun akibat regulasi sektor perdagangan kayu
dan kehutanan untuk tujuan menjaga ekosistem dan kelestarian alam. Di sisi
lain, kebutuhan kayu untuk industri bangunan dan konstruksi, meubelair serta
papan olahan kayu semankin meningkat.
Saat ini limbah kayu industri penggergajian berupa tatal (flakes) dan serbuk
6
kayu baru dimanfaatkan sebagai bahan bakar, media pembiakan jamur atau
hanya dibuang saja. Oleh karena itu limbah kayu harus dapat didaur ulang agar
bernilai ekonomis.
Penerapan teknologi untuk menambah nilai ekonomi dari limbah kayu ini
adalah salah satunya dengan menciptakan mesin hot press untuk particle board,
dimana mesin ini akan menghasilkan produk dari limbah kayu tersebut yaitu
papan partikel. Mesin ini dirancang dengan kapasitas ukuran panjang, lebar dan
tebal papan partikel sesuai dengan yang dibutuhkan yang bekerja menggunakan
sistem hidrolik. Komponen hidrolik sendiri berfungsi sebagai komponen penge-
press atau pemberi tekanan guna menyatukan partikel-partikel limbah kayu yang
tentunya menggunakan media perekat untuk merekatkan partikel-partikel
tersebut sehingga mempunyai sifat fisik dan mekanik yang maksimal.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tim peneliti membuat mesin hot press
yang dilengkapi dengan sistem pemanas (heater), plat berprofil wafel dan sistem
otomatisasi yang memudahkan proses produksi.
2.3. State of the Art
Beberapa penelitian tentang panel akustik sudah dilakukan. Namun
sebagian besar dari penelitian tersebut memproduksi panel akustik yang tidak
bertekstur wafel. Kebaharuan dalam penelitian ini permukaan panel bertekstur
wafel yang memiliki kemampuan reduksi bunyi melebihi panel datar.
Penelitian ini bertujuan untuk menciptakan jenis material bangunan baru yang
berbahan dasar limbah kayu atau penggergajian kayu. Limbah kayu terdiri dari
dua yaitu limbah eksploitasi dan limbah pengolahan kayu. Menurut Bakri,
et.al,(2006),serbuk gergaji dapat dibuat sebagai komposit papan semen.
Dengan rasio semen: serbuk gergaji sebanyak 1:3, maka didapatkan
kemampuan fisik dan mekanik papan yang cukup baik [12].
Kandungan kimia kayu adalah selulosa ± 60 %, lignin ± 28 % dan zat
lain (termasuk zat gula) ± 12 %. Dinding sel tersusun sebagian besar oleh
selulosa. Lignin adalah suatu campuran zat – zat organik yang terdiri dari zat
karbon (C), zat air , dan oksigen. Serbuk gergaji kayu mengandung komponen
utama selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat ekstraktif kayu. Lignin mempunyai
ikatan kimia dengan hemiselulosa. Ikatan – ikatan tersebut dapat berupa tipe –
tipe ester atau eter yang merupakan penyatu lignin dan polisakarida.
7
Tabel II.01. Komposisi serbuk gergaji [3,4]
Gambar 2.01. Serbuk gergaji [3,4]
Dengan mengetahui komponen kimia di dalam kayu, maka kita dapat
membedakan jenis, kegunaan dan kualitas kayu. Komponen kimia kayu tersusun
dari undur-unsur: karbon (yang terdiri dari selulosa dan hemi selulosa), lignin,
karbon (50%), hidrogen (6%), nitrogen (0,04%-0,10%, serta abu (0,20%-0,50%)
[13].
Sebagian besar serabut kelapa (Cocos nucifera L) yang ada di Indonesia
biasanya langsung dieksport tanpa diolah. Hanya sebagian kecil daerah yang
sudah mengembangkan variasi produk material dari serabut kelapa ini. Saat ini
serabut kelapa hanya dibuat sebagai keset ataupun kasur, namun sebenarnya
material ini dapat diolah dan dikembangkan menjadi panel akustik, accessories,
ataupun elemen interior lain, seperti kap lampu, tempat pensil dan lain
sebagainya.Menurut S. Harini, et.al, (2013) Indonesia sendiri mempunyai
persebaran tanaman kelapa yang cukup besar jika dibandingkan dengan negara
lainnya seperti Philipina, India, Sri Lanka [14].
Gambar 2.02. Serabut kelapa
[3,4]
Tabel II.02. Komposisi Serabut Kelapa [14]
No Coco Fiber
Kadar %
1 Air 4,3 (w/w)
2 Protein 1,28 (w/v)
3 Karbohidrat 18,95 (w/v)
4 Lemak 3,43 (w/w)
5 Serat Kasar 65,38 (w/w)
6 Abu 2,37 (w/w)
7 Gula Reduksi 0,28 (w/w)
Komposisi Kayu keras kayu lunak Selulosa 15 58
Pentosan 18 7
Lignin 23 26 Resin, gum, minyak 2 8
Abu 1 1
8
Aplikasi pembuatan panel akustik sudah banyak dilakukan namun belum ada
diantaranya yang menggunakan tekstur wafel. Dalam teori akustik diketahui
bahwa semakin bertekstur suatu permukaan maka koefisien absorpsi bahan
akan semakin besar. Sebaliknya, semakin bertekstur bahan, maka nilai Sound
Transmission Loss (STL) akan makin tinggi. Dalam rekayasa material ini
akan diobservasi sifat akustik dari panel serbuk gergaji (sawdust waffle panel)
dan panel serabut kelapa (cocofibre waffle panel).
9
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian akan berkaitan dengan hal-hal yang mencakup: waktu,
alat, tempat, dan bagaimana cara melaksanakan uji/ test yang direncanakan.
3.1. Waktu Pelaksanaan
Penelitian MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia) 2011-2015 dilaksanakan dalam kurun waktu 2 tahun
(2014-2015) dengan waktu efektif selama 7 (tujuh) bulan untuk masing-masing
tahun berjalan mulai bulan Mei sampai November. Persiapan bahan baku
partikel dan pembuatan papan partikel dilaksanakan di Laboratorium Teknologi
Bangunan Jurusan Arsitektur UNDIP. Sedangkan untuk pemotongan dan
pengujian sifat fisis dan mekanis contoh uji dilakukan di Laboratorium Material
dan Struktur Teknik Sipil UNDIP. Pengujian koefisien absorbsi suara dan Sound
Transmission Loss (STL) dilakukan di Laboratorium Akustik Fakultas MIPA
Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.
3.2. Alat yang digunakan
Selama mesin hot press belum jadi, maka yang dapat dikerjakan oleh peneliti
adalah membuat sampel. Sampel dibuat dengan menggunakan alat yang
fungsinya setara dengan mesin hot press. Prinsip pemanasan, pengempaan dan
profil waffle sangat diperhatikan dalam tahap ini. Berikut adalah alat yang
digunakan dalam fase pertama penelitian seperti: penyaring (pengayak serbuk),
tempat jemur, pembersih serabut kelapa, waffle maker.
Gambar 3.01. Waffle maker untuk mencetak sampel [3]
10
Pembentukan lembaran dilakukan setelah partikel dan perekat tercampur
secara merata kemudian adonan tersebut dimasukkan kedalam cetakan lembaran
yang berukuran 35 cm x 35 cm x 1-2 cm dengan alas dan penutup seng yang
berlapis teflon sheet. Selama proses pembentukan lembaran distribusi partikel
pada alat pencetak diusahakan tersebar merata sehingga produk papan komposit
yang dihasilkan memiliki kerapatan yang seragam. Setelah lembaran dibentuk
dimasukkan kedalam mesin hot press. Sebelum dilakukan proses pengempaan,
bagian tepi alat pembentuk lembaran dibatasi dengan batang besi yang tebalnya
1 cm. Suhu pada saat pengempaan sekitar 120ºC dengan tekanan 25 kg/cm²
selama 10-15 menit. Setelah pengempaan selesai, papan dikeluarkan dari mesin
kempa dan dibiarkan selama 30 menit agar lembaran papan partikel mengeras.
Pengkondisian dilakukan dengan tujuan untuk menyeragamkan kadar air papan
partikel dan membebaskan tegangan sisa yang terbentuk pada permukaan
lembaran selama proses pengempanan panas.
Papan partikel yang telah mengalami conditioning kemudian disesuaikan
ukurannya berdasarkan tujuan pengujian yang dilakukan. Parameter yang diuji
berupa sifat akustik (transmission loss dan koefisien absorpsi), sifat fisis (kadar
air, kerapatan, pengembangan tebal, dan daya serap air).
Ukuran contoh uji untuk sifat fisis dan mekanis kayu mengacu pada standar
JIS A 5908-2003 [10] sedangkan untuk contoh uji koefisien absorbsi mengacu
pada standar JIS A 1405 1963 [15]. Pola pemotongan untuk pengujian seperti
terlihat pada Gambar 3.02.
Gambar 3.02: Pola Pemotongan Contoh Uji [3]
Keterangan :
a. Sampel berukuran 10 cm x 10 cm untuk uji
kerapatan dan kadar air.
b. Sampel silindris berukuran diameter 10 cm
dan 3 cm untuk uji Akustik yang terdiri
dari Koefisien Absorpsi dan Sound
Transmission Loss (STL)
c. Sampel persegi berukuran 5 cm x 5 cm
untuk uji daya serap air dan pengembangan
tebal
e
b
b c
a
11
Sedangkan bagan proses penelitian adalah sebagai berikut [3]:
Gambar 3.03. Proses Penelitian [3]
SERABUT KELAPA DAN SERBUK GERGAJI
PEMBUATAN PARTIKEL
DIKERINGKAN DENGAN OVEN 70-80°C SELAMA 2 HARI HINGGA
KA<10%, KEMUDIAN TIMBANG PARTIKEL DAN PEREKAT SESUAI DENGAN KEBUTUHAN PAPAN PARTIKEL
PEMBUATAN PAPAN
35 X 35 X 1 CM
PAPAN PARTIKEL SERBUK GERGAJI
PAPAN PARTIKEL SERABUT KELAPA
PENGKONDISIAN PAPAN DILAKUKAN SELAMA 2 MINGGU UNTUK MELEPASKAN TEGANGAN SISA
PEMBUATAN CONTOH UJI
FISIS
PEMBUATAN CONTOH UJI
AKUSTIK
UJI STL/ STC
UJI KOEFISIEN
ABSORPSI
UJI KERAPATAN
ANALISA
REKOMENDASI DAN
KESIMPULAN
12
3.3. Proses Pembuatan sampel
Tahap pertama pembuatan sampel material adalah pengeringan serbuk gergaji
dan serabut kelapa. Setelah kering maka serabut kelapa dipotong-potong dengan
ukuran 0,25 cm agar mudah pembuatan panelnya. Pembuatan sampel material
dikerjakan di workshop dengan dibantu asisten. Sample yang dikerjakan terdiri
dari 6 unit sample material, yaitu [3]:
1) Panel Serbuk gergaji polos tebal 10 mm
2) Panel Serabut kelapa polos: a. Tebal 5 mm dan b. Tebal 10 mm
3) Panel serbuk gergaji wafel 2 sisi : tebal 12 mm
4) Panel serabut kelapa wafel 2 sisi : tebal 10 mm
5) Panel serbuk gergaji wafel 1 sisi : tebal 10 mm
6) Panel serabut kelapa wafel 1 sisi : tebal 15 mm
Berikut adalah kegiatan-kegiatan pembuatan sampel material [3]:
Gambar 3.04.
Persiapan pembuatan sampel [3]
Gambar 3.05.
Pengayakan limbah serbuk [3]
Gambar 3.06. Serbuk gergaji dan
serabut kelapa sebelum dibentuk
sampel [3]
Gambar 3.07. Proses pengayakan
bahan dasar berupa serbuk gergaji [3]
13
Adapun pencetakan benda uji material dapat dilihat pada laporan data visual di
bawah ini [3]:
Gambar 3.08.
Pembentukan benda uji [3]
Gambar 3.09.
Benda uji yang telah dibentuk [3]
Gambar 3.10.
Benda Uji yang telah dibentuk [3]
Gambar 3.11.Pembuatan
benda uji dengan waffle maker [3]
Gambar 3.12. Penimbangan
material limbah serbuk gergaji
dan serabut kelapa [3]
Gambar 3.13.Limbah yang belum
kering benar dikeringkan
kembali dengan mesin oven [3]
14
Gambar 3.14. Hasil sampel material
diameter 10 cm [3]
Gambar 3.15. Hasil sampel
material diameter 3 cm [3]
Gambar 3.16.
Hasil sampel material [3]
Gambar 3.17. Sample material yang
belum kering benar, dikeringkan
dengan mesin oven [3]
3.4. Uji Kerapatan (Density)
Contoh uji berukuran 10 x 10 cm cm ditimbang dengan timbangan elektrik dan
dicatat sebagai berat awal (m). Panjang (p), lebar (l) dan tebal (t) contoh uji
kemudian diukur dengan menggunakan kaliper. Kemudian volume dihitung
dengan menggunakan rumus :
........................................................................(3-01) tlpV
15
Dimana V adalah volume (cm
3), p adalah panjang dalam cm, l adalah lebar yang
juga dalam cm, serta t adalah tebal (cm). Setelah diperoleh nilai volume, maka besarnya kerapatan dapat diperoleh
dengan rumus : .........................................................................................(3-02)
Dengan ρ adalah kerapatan bahan (g/cm3), m adalah berat awal contoh uji (g), V
adalah volume benda uji (cm3).
3.5. Uji Koefisien Absorpsi
Uji koefisien absorbsi membutuhkan beberapa alat diantaranya adalah tabung
impedansi. Beberapa laboratorium yang memiliki alat tersebut adalah:
Laboratorium Akustik Jurusan Fisika Fakultas Teknik Industri ITB,
Laboratorium Komposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB dan
Laboratorium Akustik Jurusan Fisika Fakultas MIPA – UNS Sebelas Maret
Surakarta.
Dari pertimbangan kemudahan dan kontrol proses uji Akustik, maka tim
menentukan pilihan uji material Akustik pada Laboratorium Akustik Fakultas
MIPA-UNS Sebelas Maret Surakarta. Koefisien absorpsi suara normal (α0) pada
tabung impedansi dihitung dengan cara membandingkan antara tekanan suara
yang datang dan yang direfleksikan pada permukaan bahan yang diobservasi.
Koefisien tersebut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut :
21
40
nn
....................................................................(3-03)
Keterangan :
α0 = Koefisien absorpsi suara (dB)
n = rasio gelombang berdiri
Dimana rasio gelombang berdiri (n) diukur dengan mensubtitusikannya dengan
resistansi atenuasi, menentukan rasio gelombang berdiri dari perbedaan tekanan
suara (L) db dengan menggunakan persamaan berikut:
V
m
16
..................................................................................(3-04)
Keterangan :
n = rasio gelombang berdiri
L = perbedaan tekanan suara
3.6. Uji Sound Transmission Loss (STL)
Sound transmission Loss (STL) adalah kemampuan rata-rata suatu bahan dalam
mereduksi suara mulai dari frekuensi rendah sampai tinggi. Nilai STL ditetapkan
berdasarkan baku mutu ASTM E 413,2004 [16]. Dalam perhitungan, nilai STL
adalah rasio logaritmis antara daya suara (Wτ) yang ditransmisikan oleh suatu
bahan partisi terhadap daya suara yang datang (Wi). STL (dB) dipergunakan
sebagai parameter performa bahan dalam mereduksi suara dan dirumuskan
sebagai berikut:
i
t
W
WTL log10
.......................................................................................(4-05)[16]
rTL
1log10
.........................................................................................(4-06)[16]
dengan τ adalah koefisien transmisi suara dari bahan tersebut, yaitu rasio antara
daya suara yang ditransmisikan bahan partisi terhadap daya suara yang datang.
Besarnya rugi transmisi dari bahan partisi tidaklah sama dengan selisih tingkat
tekanan suara antara ruang sumber dengan ruang penerima, tetapi masih
dipengaruhi oleh absorpsi suara di ruang penerima, sehingga persamaan yang
umum digunakan dalam pengukuran di laboratorium adalah:
atau.................................................(4-07)[16]
dan...........................................................(4-08)[16]
.............................................................(4-09)[16]
2010
L
n
recA
SLLTL log1021
recA
SNRTL log10
21 LLNR
60
161,0T
VArec
17
dengan NR adalah noise reduction, L1 adalah tingkat tekanan suara dalam ruang
sumber, L2 adalah tingkat tekanan suara dalam ruang penerima, S adalah luas
sampel bahan partisi [m2], Arec = Sαsab = total penyerapan suara pada ruang
penerima [m2 Sabine], V volume ruang penerima [m
3], serta T60 waktu dengung
ruang penerima. Pengukuran Sound Transmision Loss berdasarkan ASTM E
413-2004 [16].
Gambar 3.18. Jenis absorber dan
diffuser pada laboratorium Akustik F-
MIPA UNS
Gambar 3.19. Staf Laboratorium
melakukan pemasangan sampel ke
dalam tabung impedansi [3]
Gambar 3.20. Kegiatan workshop
tentang diffuser oleh laboratorium
Akustik UNS
Gambar 3.21. Uji Koefisien Absorpsi
dengan tabung Impedansi.
18
BAB IV
SIMULASI DAN PERENCANAAN MESIN HOT PRESS
BERMATRAS WAFFLE
Mesin hot press yang dipergunakan untuk mencetak material memiliki
beberapa pertimbangan, urutan perencanaan dan simulasi.
4.1 Deskripsi Mesin
Mesin hot press diperlukan untuk membuat panel akustik yang memiliki
profil wafel. Pertimbangan-pertimbangan yang ditempuh dalam memilih
komponen mesin adalah [3]:
1. Biaya yang ekonomis
2. Proses pembuatan efektif
3. Menghasilkan mesin yang efisien dan efektif penggunaannya.
4. Tingkat keprofesionalan dan tingkat kehandalan mesin.
Gambar 4.01: Matras profil wafel pada Mesin Hot Press [3]
19
4.2 Disain Perencanaan Dan Simulasi Mesin
Menurut Don Novelle, mesin press hidrolik bekerja berdasarkan teori
pascal, yang menyatakan bahwa ketika tekanan diterapkan pada cairan dalam
sistem tertutup, tekanan dalam seluruh sistem akan selalu konstan [17]. Mesin
press hidrolik memanfaatkan tekanan yang diberikan oleh cairan untuk menekan
dan membentuk sesuatu [18]. Mesin press biasanya memiliki pelat logam yang
berfungsi untuk menekan dan membentuk sesuatu material [19]. Menurut E,
Setyowati, et.al [4], Perencanaan mesin press hidrolik dilakukan dengan
didukung perangkat lunak simulasi Fenite Element Methods (FEM) . Simulasi
ini berfungsi sebagai perbandingan dengan rencana manual untuk memfasilitasi
dan memahami fenomena yang terjadi pada mesin press hidrolik, sehingga
mesin press hidrolik dapat dirancang dengan aman dan sesuai dengan
kebutuhan.
Metode perencanaan mesin terdiri dari tahap simulasi dan tahap
perencanaan. Pada tahap ini urutan simulasi kegiatan adalah identifikasi
komponen tegangan pada mesin, kemudian penentuan faktor keamanan (safety
factor) pada perangkat lunak. Dalam proses perencanaan, analisis tegangan
tegangan pada identifikasi persentase beban dan tegangan yang diijinkan pada
bahan, yaitu baja 40 dan 55.
4.2.1. Proses Simulasi Mesin
Metode simulasi dilakukan sebagai perbandingan untuk desain mesin
manual. simulasi desain mesin menggunakan Fenite elemen metode
Software pada simulasi solidwork. Simulasi Solidwork digunakan
untuk mengidentifikasi distribusi tegangan pada mesin dan
membandingkannya dengan tegangan ijin.
Menurut A. Satyapratama dan S.T. Atmadja, 2015, komponen mesin
press hidrolik yang dalam proses simulasinya dibagi menjadi 2
komponen yaitu batang penggerak hidrolik dan rangka mesin akan
mengalami perlakuan dan pembebanan yang berbeda-beda [4,20].
Seperti Misalnya pada kasus batang penggerak hidrolik gaya yang di
terima diasumsikan sebagai tekanan yang diterima di bagian atas
permukaan torak dan batang penggerak hidrolik, serta pada pelat
penekan pada bagian bawah sebagai tumpuannya. Pada kasus rangka
mesin gaya yang diterima diasumsikan dinding bertumpu pada pelat
penekan bawah sebagai akibat dari penekanan yang dilakukan oleh
20
batang penggerak hidrolik karena cara kerja mesin press hidrolik adalah
mempertemukan pelat penekan atas dan pelat tumpuan bawah menekan
benda uji yang dipanaskan supaya lekas kering, sementara tumpuan
berada pada kaki-kaki rangka mesin press hidrolik yang berfungsi untuk
menumpu berat dan gaya yang dihasilkan selama proses permesinan
berlangsung. Gerak naik turun batang penggerak dilakukan secara
hidrolis pada tabung gerak ganda dengan katup pengatur [4,20].
4.2.2. Disain Mesin
Perencanaan desain mesin press hidrolik digunakan untuk membuat
bahan akustik bertekstur wafel. Kekuatan bahan dalam tegangan dan
Tekuk menjadi pertimbangan sehingga bahan yang diproduksi dapat
dihasilkan dengan kualitas yang baik. Pemodelan statis dan Tekuk beban
dilakukan pada tabung penggerak hidrolik ketika beban diberikan. Gaya
yang diberikan pada mesin press diasumsikan berpusat di bagian atas
batang silinder hidrolik, gaya dikonversi menjadi tekanan. Tekanan
adalah besarnya gaya dalam satuan luas. Sementara objek dianggap
merata di setiap bagian plat pengepress sebagai akibat dari gaya yang
diberikan pada mesin press hidrolik.
Gambar. 4.02. Beban pada tabung penggerak [4,20]
Pemodelan beban statis dan Tekuk dilakukan untuk menerima beban
pada tabung penggerak hidrolik. Pada model pembebanan, tekanan yang
disebabkan oleh masa muatan diasumsikan merata di setiap area. Dalam
rangka untuk mengantisipasi beban tidak merata yang terjadi pada
permukaan plat, maka gaya dikonversi menjadi tekanan.
21
Gambar. 4.03. Simulasi beban pada rangka dan plat mesin [4,20]
Pada pembebanan yang dilakukan diketahui tegangan von Mises terbesar
terletak di bagian atas silinder pada batang penggerak hidrolik dan
didapatkan buckling load factor yaitu sebesar 2706,3 terhadap gaya tekan
sebesar 2500 N. Hal ini berarti komponen tidak akan mengalami
kegagalan bila diberikan perlakuan beban terpusat dengan F = 2500 N.
Berikut adalah perencanaan tabung gerak dan batang penggerak:
Gambar 4.04. Simulasi pada batang penggerak hidrolis dengan
tegangan Von Mises terbesar yaitu 8.4 N/mm2 [4,20]
Perlakuan terbaik dari tegangan von Mises yang dilakukan terletak pada
silinder batang penggerak hidrolik dan faktor tegangan tekuk yang
diperoleh adalah i.e. of 2706,3 terhadap gaya tekan sebesar 2,500 N. Ini
22
berarti bahwa komponen tidak akan gagal ketika diberikan pembebanan
terpusat dengan gaya F = 2.500 N.
Gambar. 4.05. Simulasi Tekuk pada batang hidrolik [4,20]
Simulasi pada batang hidrolik Tekuk
Diameter tabung penggerak : D= 20 cm
R = 10 cm
Ketebalan batang penggerak : R = 0,8 cm
Dimensi batang penggerak : D = 6.7 cm
R = 3,35 cm
Gaya penekan cetakan : 250 kg = 2450 N
1. Perencanaan Tabung Gerak:
Tegangan tarikmaksimum baja 40 : 5500 kg/cm2
: Safety factor = 5 Tegangan ijin = Tegangan tarik maksimum Safety factor = 5500 kg/cm2 5 = 1100 kg/ cm2 Tegangan dalam tabung Diketahui D = 20 cm r = 10 cm Tensile longitudinal stress [4,20]: Luas penampang tabung:
2
2
2
314
1014,3
.
cm
rA
23
Tensile transverse stress [4,20]:
Tensile longitudinal stress [16]:
Tegangan tarik transversal dan longitudinal beban dikatakan aman
karena lebih kecil dibandingkan tegangan ijin sebesar 1100 kg/cm2.
2. Perencanaan batang penggerak [4,20]:
Tegangan tarik maks. : 6600 kg/cm2
: Safety factor = 5
Tegangan ijin = Tegangan tarik maksimum
Safety factor
= 5500 kg/cm2
5
= 1320 kg/ cm2
Tegangan pada batang penggerak : Diketahui D = 6,7 cm
2
2
/79,0
314
2500
cmkg
cm
kg
A
FP
2
2
/87,9
)8,0.(2
20./79,0
2
cmkg
cm
cmcmkg
t
pDQt
2
2
/93,4
)8,0.(4
20./79,0
4
cmkg
cm
cmcmkg
t
pDQt
24
r = 3,35 cm
Luas penampang:
Tensile longitudinal stress [4,20]:
Momen inersia:
Beban kritis [4,20]:
Beban kritis (Pcr) sebesar 87 kg 608.606 dikatakan aman lebih besar
daripada beban material sebesar 250 kg. Tegangan tekuk kritis pada batang penggerak [4,20]:
2
2
/09,7
23,35
250
cmkg
cm
kg
A
FP
86,98
64
)7,6.(14,34
4
2
cm
cm
K
AI
kg
cm
cmkg
l
EICPcr
87,606.608
)80(
)86,98).(/102.(14,3.22
262
2
2
2
2
2
23,35
35,314,3
.
cm
rA
25
Tegangan tekuk kritis sebesar 17.275,2 kg/cm2 dikatakan aman karena
lebih besar dari tegangan ijin bahan sebesar 1320 kg/cm2.
4.3 Cara Kerja Mesin
Mesin Hot Press Particle Board merupakan mesin yang dapat mengolah
produk dari limbah kayu menjadi papan partikel. Mesin ini dirancang dengan
kapasitas ukuran panjang, lebar dan tebal papan partikel sesuai dengan yang
dibutuhkan yang bekerja menggunakan sistem hidrolik. Menurut Don Novelle,
Komponen hidrolik sendiri berfungsi sebagai pres atau pemberi tekanan guna
menyatukan partikel-partikel limbah kayu yang tentunya menggunakan media
perekat untuk merekatkan partikel-partikel tersebut sehingga mempunyai sifat
fisik dan mekanik yang maksimal. Berikut adalah sistem hidrolik [17].
Gambar 4.06. Sistem hidraulik [17]
2
2
2
/2,275.17
)35,3.(14,3
87,606.608
cmkg
cm
kg
r
P
A
P
cr
cr
26
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pembuatan mesin hot press ini
dilengkapi dengan heater, plat berprofil wafel dan sistem otomatisasi yang
memudahkan proses produksi.
Gambar 4.07. Mesin Hot Press dengan matras waffle [3]
27
Berikut adalah deskripsi visual proses perakitan mesin hot press hydraulic
bermatras wafel yang dikerjakan di workshop rekayasa material.
Gambar 4.08.
Pembuatan rangka mesin [4]
Gambar 4.09.
Pengelasan rangka mesin [4]
Gambar 4.10. Finishing cat mesin
hot press [4]
Gambar 4.11.
Pemasangan mesin
compressor [4]
28
Gambar 4.12.
Pemasangan mesin compressor
Gambar 4.13.
Pembuatan matras profil wafel [4]
Gambar 4.14.
Pembuatan plat hidrolis [4]
Gambar 4.15.
Matras profil wafel [4]
29
Gambar 4.16. Pemasangan
Thermo control [4
Gambar 4.17. Kondisi mesin
sebelum dipasang matras [4]
Gambar 4.18.
Matras profil wafel [4]
30
BAB V
MATERIAL AKUSTIK DARI LIMBAH SERBUK GERGAJI
5.1 Serbuk Gergaji
Rekayasa material akustik yang dilakukan oleh E. Setyowati (2015)
menggunakan serbuk gergaji sebagai bahan dasar pembuatan Acoustical Waffle
Panel [4]. Berikut adalah gambar serbuk gergaji yang didapatkan dalam
pengambilan limbah di pabrik penggergajian di Jepara pada kurun waktu
persiapan rekayasa material. Bahan baku serbuk gergaji yang sudah berukuran
relatif sama dikeringkan dengan dijemur kemudian disimpan dalam kantong
plastik yang kemudian dipersiapkan sebagai bahan baku pembuatan panel
akustik [3,4].
Gambar 5.01: Serbuk gergaji yang diambil dari limbah penggergajian kayu [3,4]
Tabel V.01: Hasil Uji SEM (Scanning Electron Microscope) Serbuk gergaji [3,4]
Gambar 5.02. Hasil SEM (Scanning Electron Microscope) Serbuk gergaji [3,4]
ZAF Method Standardless Quantitative Analysis(Oxide)
Fitting Coefficient : 0.0379
Total Oxide : 24.0
Element (keV) Mass% Sigma Mol% Compound Mass% Cation K
C K 0.277 100.00 0.24 100.00 C 100.00 0.00 100.0000
O 0.00
Total 100.00 100.00 100.00 0.00
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00
keV
0
1500
3000
4500
6000
7500
9000
10500
12000
13500
Co
unts
CK
aO
Ka
31
5.2 Sampel Material Dan Uji Sampel
Bahan limbah serbuk gergaji yang sudah kering karena dijemur akan
ditimbang/beratnya sehingga menghasilkan komposisi campuran material.
Material limbah tersebut akan dicampur dengan perekat. Perekat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah methylene diphenil diisocyanate (MDI)
dengan kadar perekat 12% dari berat limbah serbuk gergaji (tanur kering
partikel) dengan target kerapatan papan berkisar antara 0,4 g/cm3 – 0,6 g/cm3.
Berikut adalah dokumentasi visual kegiatan rekayasa material yang berkaitan
dengan persiapan dan pembuatan sampel material:
(a) (b)
Gambar 5.03. (a) Hasil sampel material diameter 10 cm (b) sample material
berukuran 35 x 35 cm2 [3,4]
5.2.1 Berat, Volume dan Kerapatan (Density)
Setelah sampel material terbentuk, kemudian dilakukan uji kerapatan
(density). Uji kerapatan dimulai dengan melakukan pengukuran terhadap
volume (V) dan berat (B) Sample material [3,4].
Gambar 5.04. Penimbangan Sampel Material Panel Serbuk Gergaji[3,4]
32
Pada uji material yang mendata berat, volume dan kerapatan (density)
didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut :
Tabel V.02. Density (Kerapatan) Material Serbuk Gergaji [3,4]
NO SAMPLE MATERIAL Volume
(cm3)
Berat
(gram)
DENSITY
(gram/cm3)
1 Panel Serbuk Gergaji polos tebal 10 mm 7,065 2,480 0,351
2 Panel Serbuk Gergaji waffle 2 sisi t= 12 mm 8,370 2,680 0,320
3 Panel Serbuk Gergaji waffle 1 sisi t= 10 mm 7,065 2,320 0,328
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa kerapatan tertinggi adalah
material terbuat dari serbuk gergaji dengan nilai kerapatan 0,320 – 0,351
gram/cm3. Nilai kerapatan material dipengaruhi oleh dimensi komponen
pembentuk material. Menurut T.M. Maloney (1998), bahwa berdasarkan
kerapatannya, papan partikel dapat dibagi kedalam tiga golongan yaitu [21]:
a) Low density particleboard, yaitu papan partikel yang mempunyai
kerapatan kurang dari 0,59 g/cm3.
b) Medium density particleboard, yaitu papan partikel yang mempunyai
kerapatan antara 0,59 – 0,8 g/cm3.
c) High density particleboard, yaitu papan partikel yang mempunyai
kerapatan lebih dari 0,8 g/cm3.
Maka berdasarkan klasifikasi tersebut spesimen material termasuk ke dalam
golongan Low density particleboard [21].
5.2.2 Koefisien Absorpsi (α)
Pada proses Uji Koefisien Absorpsi (α) laboratorium ini menggunakan
perangkat tabung Impedansi yang dilengkapi dengan 1 unit mikrofon untuk
menyalurkan frekuensi suara dalam rentang rendah sampai dengan tinggi.
Berikut adalah aktivitas uji koefisien absorpsi sampel material yang dilakukan
pada laboratorium akustik [3].
Gambar 5.05: Hasil sampel material diameter 3 cm [3]
33
Berdasarkan pengukuran koefisien absorpsi pada sample material yang
dilakukan pada Laboratorium Akustik Fakultas MIPA UNS Sebelas Maret
Surakarta, maka didapatkan hasil koefisien absorpsi sebagai berikut:
Tabel V.03: Koefisien Absorpsi Material Serbuk Gergaji [3,4]
NO SAMPEL MATERIAL density
(GRAM/CM3) koef. Absorpsi
1 Panel Serbuk Gergaji polos tebal 10 mm 0,351 0,468988301
2 Panel Serbuk Gergaji waffle 2 sisi t= 12 mm 0,320 0,529156553
3 Panel Serbuk Gergaji waffle 1 sisi t= 10 mm 0,328 0,508037417
Tabel koefisien absorpsi dapat disimpulkan bahwa material dari serbuk
gergaji memiliki kerapatan yang tinggi (0,328-0,351gram/cm3), dan koefisien
absorpsinya tinggi (0,469-0,529). Grafik Hasil Uji Koefisien Absorpsi terlihat
pada gambar-gambar berikut ini:
1) Serbuk Gergaji Polos
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
-0,2
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
Ko
efisie
nA
bso
rps
FrekuensiHz0
Serbuk Gergaji Polos 10 mm(1)
Gambar 5.06. Grafik Koefisian Absorpsi Serbuk Gergaji Polos [3,4]
Dari grafik terlihat bahwa spesimen material terbuat dari serbuk gergaji
tanpa tekstur dengan ketebalan 10 cm memiliki nilai koefisien absorpsi
antara 0,60 – 0,98 pada rentang frekuensi suara 1,5k – 3k (1500 – 3000 Hz).
34
1) Serbuk Gergaji pola Wafel 2 Sisi (A)
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
-0,2
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
Koe
fisie
nAbs
orps
FrekuensiHz
Koefisien Absorpsi Serbuk Gergaji wafel 2 sisi(1)
Gambar 5.07. Grafik Serbuk Gergaji Wafel 2 Sisi (A) [3,4]
Tabel ini menunjukkan bahwa spesimen material yang terbuat dari
serbuk gergaji dengan tekstur wafel 2 sisi efektif menyerap bunyi pada
frekuensi 1000 – 3000 Hz. Nilai koefisien absorpsi pada rentang frekuensi
tersebut adalah sebesar 0,55 – 0,95 [3,4].
2) Serbuk Gergaji pola Wafel 1 Sisi (B)
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
-0,2
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
Koe
fisie
nAbs
orps
FrekuensiHz
Serbuk Gergaji wafel 1 sisi(1)
Gambar 5.08. Grafik Serbuk Gergaji Wafel 1 Sisi (B)[3,4]
35
Grafik menunjukkan kurva dengan nilai koefisien absorpsi antara 0,60 –
0,95 pada rentang frekuensi 2000 – 3500 Hz. Spesimen yang terbuat dari
serbuk gergaji bertekstur wafel 1 sisi tebal 10 mm memiliki koefisien
absorpsi yang efektif menyerap bunyi pada rentang frekuensi tengah [3,4].
5.2.3 Sound Transmission Loss (STL)
Pengukuran dilakukan dalam rentang frekuensi 125 Hz s.d. 4000 Hz dengan
filter 1/3 oktaf.
Deskripsi dari nilai STC adalah sebagai berikut (Properti.biz,2008)[22]:
a) 50-60 Sangat bagus sekali, suara keras terdengar lemah atau tidak sama
sekali 40-50 Sangat bagus, suara terdengar lemah
b) 35-40 Bagus, suara keras terdengar tapi harus lebih didengar
c) 30-35 Cukup, suara keras cukup terdengar
d) 25-30 Jelek, suara normal mudah atau jelas didengar 20-25 Sangat jelek,
suara pelan dapat terdengar
Berbeda dengan metode yang dilakukan pada Uji koefisien absorpsi, maka
uji Sound Transmission Loss (STL) menggunakan tabung impedansi yang
dilengkapi dengan 4 unit mikrofon yang memiliki sensitivitas suara yang tinggi.
Namun input suara yang dimasukkan pada tabung impedansi memiliki rentang
frekuensi yang sama dengan metode yang dilakukan pada uji koefisien absorpsi,
yaitu frekuensi rendah sampai dengan frekuensi tinggi. Berikut adalah
dokumentasi aktivitas pada saat dilakukan Uji STL pada Laboratorium
akustik[3,4]:
(a) (b)
Gambar 5.09. (a) Tabung Impedansi (b) hasil pengukuran tabung impedansi
yang terhubung dengan komputer (PC) [3,4]
36
Untuk melakukan pengukuran Sound Transmission Loss (STL) maka
sampel dimasukkan ke dalam tabung impedansi yang dilengkapi dengan 4
mikrofon. Hasil STL didapat setelah dengan memberikan rentang suara
frekuensi rendah sampai dengan tinggi. Berikut adalah hasil nilai STL pada
sampel material:
Tabel V.04: Sound Transmission Loss (STL) material serbuk Gergaji [3,4]
Dari tabel nilai Sound Transmission Loss dapat disimpulkan bahwa material
serbuk gergaji memiliki nilai STL berkisar 47,301 – 62,688 dB [3,4], sementara
itu material dari serabut kelapa memiliki nilai STL berkisar antara 46,134 –
51,312 dB. Berikut adalah grafik nilai STL sebagai output uji material:
1) Serbuk Gergaji Polos
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
10
20
30
40
50
60
ST
L (
dB
)
FrekuensiHz
Serbuk Gergaji polos(1)
Gambar 5.10. Grafik STL Serbuk Gergaji Polos [3,4]
NO MATERIAL density
(gram/cm3) STL (dB)
1 Panel Serbuk Gergaji polos tebal 10 mm 0,351 62,688
3 Panel Serbuk Gergaji waffle 2 sisi t= 12 mm 0,320 47,301
5 Panel Serbuk Gergaji waffle 1 sisi t= 10 mm 0,328 48,538
37
Menurut E. Setyowati,et.al. (2015), dari grafik di atas terlihat bahwa
kurva mulai naik pada frekuensi 1250 Hz dengan nilai STL 40 dB, kemudian
mencapai puncak pada frekuensi 4000 Hz dengan nilai STL 54 dB[3,4]. Ini
berarti bahwa spesimen material dari serbuk gergaji polos tebal 10 mm
sangat bagus (40 – 50 dB) mulai frekuensi 1250 Hz. Semakin frekuensi
bertambah, maka material ini akan semakin baik mereduksi bunyi. Oleh
karena itu, material inipun dikatakan cukup baik sebagai material peredam
bunyi.
2) Serbuk Gergaji pola wafel 2 Sisi (A)
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
0
10
20
30
40
50
60
ST
L (
dB
)
FrekuensiHz
Serbuk Gergaji wafel 2 sisi(1)
Gambar 5.11. Grafik STL Serbuk Gergaji pola wafel 2 Sisi (A)[3,4]
Dari kurva di atas dapat disimpulkan bahwa spesimen material dari
serbuk gergaji tekstur waffle 2 sisi tebal 12 mm akan mengalami penurunan
STL pada frekuensi 1400 Hz dan 4000 Hz [3]. Sedangkan pada frekuensi
lain , nilai STL cukup baik diantara 40 – 52 dB.
Hal ini membuktikan bahwa material dari serbuk gergaji dengan tekstur
wafel di kedua sisi akan mereduksi bunyi jika diterapkan sebagai material
pelapis pada bangunan [3,4].
38
3) Serbuk Gergaji pola wafel 1 Sisi (B)
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
10
20
30
40
50
60
ST
L (
dB
)
FrekuensiHz
STL Serbuk gergaji wafel 1 sisi(1)
Gambar 5.12. Grafik STL Serbuk Gergaji Wafel 1 Sisi (B) [3,4]
Dari kurva di atas dapat disimpulkan bahwa spesimen material dari
serbuk gergaji tekstur wafel 1 sisi tebal 10 mm akan memiliki STL mulai
naik pada frekuensi 1250 Hz (E, Setyowati, et.al, 2015)[3,4]. Sedangkan
pada frekuensi lain, nilai STL cukup baik diantara 40 – 52 dB. Nilai STL
paling baik > 52 dB di atas frekuensi 6000 Hz.
39
BAB VI
MATERIAL AKUSTIK DARI LIMBAH SERABUT KELAPA
6.1 Serabut Kelapa
Produksi buah kelapa Indonesia rata-rata 15,5 milyar butir/tahun atau
setara dengan 3,02 juta ton kopra, 3,75 juta ton air kelapa, 0,75 juta ton arang
tempurung, 1,8 juta ton serat sabut; dan 3,3 juta ton serbuk sabut kelapa
(cocopeat/ coco fibre). Menurut Mahmud dan Ferry (2005), Industri pengolahan
buah kelapa umumnya masih terfokus kepada pengolahan hasil daging buah
sebagai hasil utama, sedangkan industri yang mengolah hasil samping (by-
product) seperti air kelapa, sabut, dan tempurung kelapa masih sangat kecil
pemanfaatannya, padahal potensi ketersediaan bahan baku untuk membangun
industri pengolahannya masih sangat besar [23].
Salah satu produk sampingan dari komoditi kelapa yang belum termanfaatkan
adalah sabut kelapa (cocopeat/ cocofibre). Coco fibre ini memiliki potensi
pemanfaatan sebagai bahan material panel akustik dalam industri bahan
bangunan. Selama ini industri papan partikel menggunakan kayu sebagai bahan
baku. Namun seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan manusia akan
kayu menyebabkan semakin berkurangnya jumlah hutan sebagai penghasil
utama kayu. Hal ini mendorong pemikiran-pemikiran untuk mencari bahan
substitusi pengganti kayu. R.M. Rowell,et.al (1997) mengatakan, bahan baku
papan komposit dimasa mendatang sangat bervariasi. Negara-negara yang
memiliki sumber daya kayu yang cukup tinggi dapat mengandalkan kayu sebagai
bahan baku pembuatan papan komposit, tetapi negara-negara yang tidak atau
kurang memiliki potensial kayu dapat menggunakan berbagai sumber bahan
baku selain kayu [24]. Dengan jumlah sekitar 3,3 juta ton per tahun cocopeat
sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai papan partikel yang bersifat
akustik. Berikut adalah limbah cocopeat yang berhasil dikumpulkan dalam
rekayasa material ini:
Gambar 6.01. Limbah Serabut kelapa [3,4]
40
Tabel VI.01: Hasil Uji SEM (Scanning Electron Microscope) serabut kelapa [3,4]
Gambar 6.02: Hasil SEM (Scanning Electron Microscope) serabut kelapa [3,4]
6.2 Sampel Material Dan Uji Sampel
Bahan limbah serabut kelapa yang sudah kering karena dijemur akan
ditimbang/beratnya sehingga mengahsilkan komposisi campuran material [3,4].
(a) (b)
Gambar 6.03. (a) Pengeringan material menggunakan oven (b) Sampel
material berbahan dasar Serabut Kelapa [3,4]
Material limbah tersebut akan dicampur dengan perekat. Perekat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah methylene diphenil diisocyanate (MDI)
ZAF Method Standardless Quantitative Analysis(Oxide)
Fitting Coefficient : 0.0444
Total Oxide : 24.0
Element (keV) Mass% Sigma Mol% Compound Mass% Cation K
C K 0.277 93.56 0.29 98.86 C 93.56 0.00 92.3207
O 0.90
Na K 1.041 0.31 0.03 0.09 Na2O 0.42 5.74 0.3604
Mg K 1.253 0.13 0.03 0.07 MgO 0.21 2.23 0.1271
Cl K 2.621 1.40 0.03 0.50 Cl 1.40 0.00 2.2266
K K 3.312 2.54 0.06 0.41 K2O 3.06 27.72 3.5238
Pt M 2.048 1.15 0.07 0.08 PtO2 1.34 2.52 1.4414
Total 100.00 100.00 100.00 38.21
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00
keV
0
800
1600
2400
3200
4000
4800
5600
6400
7200
8000
8800
Counts
CK
aO
Ka
NaK
aM
gK
a
ClK
aC
lKb
KK
aK
Kb
PtM
z
PtM
aP
tMb
PtM
r
PtM
1
PtL
l
PtL
a
41
dengan kadar perekat 12% dari berat limbah serabut kelapa (tanur kering
partikel) dengan target kerapatan papan berkisar antara 0,4 g/cm3 – 0,6
g/cm3[3,4].
6.2.1 Berat, Volume dan kerapatan (Density)
Setelah sample material terbentuk, maka peneliti kemudian melakukan
uji kerapatan (density). Uji kerapatan dimulai dengan melakukan pengukuran
terhadap volume (V) dan berat (B) sampel material.
Gambar 6.04. Penimbangan Sampel Material Panel Serabut Kelapa [3,4]
Pada uji material yang mendata berat, volume dan kerapatan (density)
didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut :
Tabel VI.02. Kerapatan (density) material serabut kelapa [3,4]
NO SAMPLE MATERIAL Volume
(cm3)
Berat
(gram)
density
(gram/cm3)
1 Panel Serabut Kelapa polos
a. Tebal 5 mm 3,533 0,680 0,192
b. Tebal 10 mm 7,065 1,420 0,201
2 Panel Serabut kelapa waffle 2 sisi t= 10 mm 7,065 1,960 0,277
3 Panel Serabut kelapa waffle 1 sisi t= 15 mm 10,598 2,440 0,230
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa material berbahan serabut kelapa
memiliki kerapatan berkisar antara 0,192 – 0,277 gram/cm3. Nilai kerapatan
material dipengaruhi oleh dimensi komponen pembentuk material. Menurut
T.M. Maloney (1998) bahwa berdasarkan kerapatannya, papan partikel dapat
dibagi kedalam tiga golongan yaitu [21]:
a) Low density particleboard, yaitu papan partikel yang mempunyai
kerapatan kurang dari 0,59 g/cm3.
42
b) Medium density particleboard, yaitu papan partikel yang mempunyai
kerapatan antara 0,59 – 0,8 g/cm3.
c) High density particleboard, yaitu papan partikel yang mempunyai
kerapatan lebih dari 0,8 g/cm3.
Maka berdasarkan klasifikasi tersebut spesimen material serabut kelapa ini
termasuk ke dalam golongan Low density particleboard.
6.2.2 Koefisien Absorpsi (α)
Pada proses uji koefisien absorpsi (α) laboratorium ini menggunakan
perangkat tabung impedansi yang dilengkapi dengan 1 unit mikrofon untuk
menyalurkan frekuensi suara dalam rentang rendah sampai dengan tinggi.
Berikut adalah aktivitas uji koefisien absorpsi sampel material yang dilakukan
pada laboratorium akustik tersebut [3,4].
Gambar 6.05. Uji koefisien absorpsi dengan tabung impedansi [3,4].
Berdasarkan pengukuran koefisien absorpsi pada sampel material yang
dilakukan pada Laboratorium Akustik Fakultas MIPA UNS Sebelas Maret
Surakarta, maka didapatkan hasil koefisien absorpsi sebagai berikut:
Tabel VI. 03. Koefisien absorpsi material serabut kelapa [3,4]
NO SAMPLE MATERIAL density
(gram/cm3) koef. Absorpsi
1 Panel Serabut Kelapa polos
a. Tebal 5 mm 0,192 0,511262339
b. Tebal 10 mm 0,201 0,482668368
2 Panel Serabut kelapa waffle 2 sisi t= 10 mm 0,277 0,493355881
3 Panel Serabut kelapa waffle 1 sisi t= 15 mm 0,230 0,432215068
43
Dari tabel koefisien absorpsi dapat disimpulkan bahwa material terbuat dari
serabut kelapa memiliki kerapatan yang rendah (0,192-0,277 gram/cm3), tetapi
memiliki koefisien absorpsi yang tinggi (0,432-0,511). Sementara pada rentang
frekuensi yang lain memiliki nilai koefisien absorpsi sebesar 0,2 – 0,6.
Grafik hasil uji koefisien absorpsi terlihat pada gambar-gambar berikut
ini:
1) Serabut Kelapa Polos, 2a:tebal 5mm, 2b:tebal 10mm
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
-0,2
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
Koe
fisie
nA
bso
rps
FrekuensiHz
Serabut Kelapa 5 mm(1)
Serabut Kelapa 10 mm(2)
Gambar 6.06. Grafik Uji Koefisian Absorpsi Serabut
Kelapa Polos, a:tebal 5mm, b:tebal 10mm [3,4]
Grafik di atas memiliki 2 kurva yaitu: a. Serabut kelapa polos tebal 5
mm dan b. Serabut kelapa polos tebal 10 mm (E. Setyowati, et.al, 2015)
[3,4]. Spesimen dengan tebal 5 mm sangat baik untuk penyerap suara pada
frekuensi tinggi 3500 – 6000 Hz, sementara itu spesimen dengan ketebalan
10 mm sangat efektif menyerap suara pada frekuensi rendah 1000 – 3000
Hz.
44
2) Serabut Kelapa pola Wafel 2 Sisi (A)
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
-0,2
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
Koe
fisie
nA
bso
rps
FrekuensiHz
Koefisien Absorpsi Serabut Kelapa wafel 2 sisi(1)
Gambar 6.07. Grafik Koefisian Absorpsi Serabut Kelapa
Wafel 2 Sisi (A)[3,4]
Grafik menunjukkan kurva dengan 2 titik puncak pada rentang frekuensi
2500 – 4500 Hz. Spesimen yang terbuat dari serabuk kelapa bertekstur wafel
2 sisi tebal 12 mm memiliki koefisien absorpsi yang efektif menyerap bunyi
pada rentang frekuensi rendah sampai dengan frekuensi tinggi.
45
3) Serabut Kelapa pola wafel 1 sisi (B)
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
-0,2
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
Ko
efisie
nA
bso
rps
FrekuensiHz
Serabut Kelapa wafel 1 sisi(1)
Gambar 6.08. Grafik Koefisian Absorpsi Serabut Kelapa
pola wafel 1 Sisi (B)[3,4]
Grafik di atas menunjukkan kurva dengan puncak nilai koefisien
absorpsi pada frekuensi 1500 Hz. Nilai koefisien absorpsi 0,50 – 0,95
tercatat pada frekuensi 1000 – 2000 Hz (E. Setyowati, et.al,2015)[3,4].
Spesimen material yang terbuat dari serabut kelapa bertekstur wafel 2 sisi
dengan tebal 15 mm akan sangat efektif meredam bunyi pada frekuensi
rendah.
6.2.3 Sound Transmission Loss (STL)
Pengukuran dilakukan dalam rentang frekuensi 125 Hz s.d. 4000 Hz dengan
filter 1/3 oktaf.
Deskripsi dari nilai STC adalah sebagai berikut (Properti.biz, 2008)[22]:
a) 50-60 Sangat bagus sekali, suara keras terdengar lemah atau tidak sama
sekali 40-50 Sangat bagus, suara terdengar lemah
b) 35-40 Bagus, suara keras terdengar tapi harus lebih didengar
c) 30-35 Cukup, suara keras cukup terdegar
d) 25-30 Jelek, suara normal mudah atau jelas didengar 20-25 Sangat jelek,
suara pelan dapat terdengar
46
Berbeda dengan metode yang dilakukan pada uji koefisien absorpsi,
maka uji Sound Transmission Loss (STL) menggunakan tabung impedansi
yang dilengkapi dengan 4 unit mikrofon yang memiliki sensitivitas suara
yang tinggi (E. Setyowati,et.al, 2015) [3,4]. Namun input suara yang
dimasukkan pada tabung impedansi memiliki rentang frekuensi yang sama
dengan metode yang dilakukan pada uji koefisien absorpsi, yaitu frekuensi
rendah sampai dengan frekuensi tinggi. Berikut adalah dokumentasi aktivitas
pada saat dilakukan Uji STL pada Laboratorium akustik [3,4]:
Gambar 6.09. Uji STL pada Laboratorium Akustik [3,4,25]
Untuk melakukan pengukuran Sound Transmission Loss (STL) maka
sample dimasukkan ke dalam tabung impedansi yang dilengkapi dengan 4
mikrofon (E. Setyowati, et.al,2015)[3,4]. Hasil STL didapat setelah dengan
memberikan rentang suara frekuensi rendah sampai dengan tinggi. Berikut
adalah hasil nilai STL pada sample material:
Tabel VI.04. Sound Transmission Loss (STL) material serabut kelapa[3,4]
NO MATERIAL density
(gram/cm3) STL (dB)
1 Panel Serabut Kelapa polos
a. Tebal 5 mm 0,192 47,493
b. Tebal 10 mm 0,201 46,134
2 Panel Serabut kelapa waffle 2 sisi t= 10 mm 0,277 47,098
3 Panel Serabut kelapa waffle 1 sisi t= 15 mm 0,230 52,312
47
ari tabel nilai Sound Transmission Loss dapat disimpulkan bahwa
material dari serabut kelapa memiliki nilai STL berkisar antara 46,134 –
51,312 dB. Berikut adalah grafik nilai STL sebagai output uji material [3,4]:
1) A.Serabut Kelapa Polos
2) B. Serabut Kelapa Polos
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
0
10
20
30
40
50
60
ST
L (
dB
)
FrekuensiHz
Serabut Kelapa polos 5 mm(1)
Serabut Kelapa polos 10 mm(2)
Gambar 6.10. Grafik STL Serabut kelapa polos (a)5 mm dan (b)10 mm[3,4]
Grafik pada gambar 6.10 di atas memperlihatkan bahwa kurva turun
pada frekuensi 1600 Hz dan pada rentang frekuensi 2600 -2900 Hz [3,4].
Nilai STL mencapai puncak pada frekuensi 6000 Hz sebesar 52 dB.
Spesimen material dari serabut kelapa polos tebal 5 mm akan memiliki nilai
STL semakin baik pada rentang frekuensi tinggi, namun daya transmisi
suara akan melemah pada rentang frekuensi 2500 – 3000 Hz[3]
Berbeda dengan spesimen yang sama pada tebal 5 mm, spesimen dengan
tebal 10 mm akan sangat efektif transmisi bunyinya pada rentang frekuensi
2000 – 5500 Hz. Sebaliknya kemampuan transmisi bunyi akan melemah
pada frekuensi 1500 Hz dan 5800 Hz
48
3) Serabut Kelapa pola wafel 2 Sisi (A)
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
10
20
30
40
50
60
ST
LS
era
bu
tKe
lap
FrekuensiHz
Serabut Kelapa wafel 2 sisi(1)
Gambar 6.11. Grafik STL Serabut Kelapa Wafel 2 Sisi (A)[3,4]
Dari kurva di atas dapat disimpulkan bahwa spesimen material dari
serabut kelapa tekstur wafel 2 sisi tebal 10 mm akan mengalami penurunan
STL pada frekuensi 4000 Hz dan 5200 Hz. Sedangkan pada frekuensi lain,
nilai STL cukup baik diantara 40 – 52 dB (E. Setyowati,et.al,2015)[3,4].
Hal ini menunjukkan bahwa material serabut kelapa 2 sisi memiliki
performa akustik yang baik, jika digunakan sebagai elemen pelapis pada
bangunan ataupun peralatan yang membutuhkan peredaman bunyi.
49
4) Serabut Kelapa pola Wafel 1 Sisi (B)[3,4]
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
25
30
35
40
45
50
55
60
ST
LS
era
bu
tKe
lap
FrekuensiHz
STL Serabut kelapa wafel 1 sisi(1)
Gambar 6.12. Grafik STL Serabut Kelapa pola Wafel 1 Sisi (B)[3,4]
Dari kurva di atas dapat disimpulkan bahwa spesimen material dari
serabut kelapa tekstur /pola wafel 1 sisi tebal 15 mm akan memiliki STL
antara 48 – 58 Hz. Sedangkan pada frekuensi 3200 Hz nilai STL akan
sedikit turun < 48 dB (E. Setyowati,et.al,2015)[3,4].
50
BAB VII
PERBANDINGAN HASIL UJI MATERIAL
PANEL SERBUK GERGAJI DAN SERABUT KELAPA
Secara umum riset ini bertujuan untuk mendapatkan teknologi yang
komprehensif dalam menciptakan material akustik baru berupa panel absorber
bertekstur waffle. Seperti diketahui bahwa permukaan panel yang bertekstur
akan lebih menyerap bunyi dibandingkan dengan material panel tidak
bertekstur. Melakukan perbandingan antara material akustik berbahan dasar
serabut kelapa dalam hal kemampuan akustiknya. Kebaharuan dan inovasi dari
riset ini adalah penciptaan panel akustik berbahan dasar limbah sektor
kehutanan dan perkebunan yang bertekstur wafel. Tekstur wafel pada panel
akustik akan sangat bernilai estetis baik untuk perumahan maupun bangunan.
Perbandingan kedua material didasarkan pada uji fisis dan akustik yang telah
dilakukan pada tahap observasi melalui pengujian bahan. Dalam bahasan ini
akan dikemukakan analisis perbandingan dengan menggunakan metode statistik
kuantitatif dengan SPSS (Statistical Product for Service Solution). Menurut G.
Santoso (2013), bahwa salah satu metode membandingkan dalam SPSS dapat
dilakukan dengan metode Compare Means [26].
7.1 Berat, Volume dan Kerapatan (density)
Setelah sample material terbentuk, maka peneliti kemudian melakukan
uji kerapatan (density). Uji kerapatan dimulai dengan melakukan pengukuran
terhadap volume (V) dan berat (B) Sample material.
Gambar 7.01.
Penimbangan sampel material
panel serbuk gergaji [3,4]
Gambar 7.02.
Penimbangan sampel material
panel serabut kelapa [3,4]
51
Pada uji material yang mendata berat, volume dan kerapatan (density)
didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut :
Tabel VII.01: Perbandingan Kerapatan (density) Material Serbuk Gergaji
dan Serabut Kelapa [3,4]
NO SAMPLE MATERIAL Volume
(cm3)
Berat
(gram)
density
(gram/cm3)
1 Panel Serbuk Gergaji polos tebal 10 mm 7,065 2,480 0,351
2 Panel Serabut Kelapa polos
a. Tebal 5 mm 3,533 0,680 0,192
b. Tebal 10 mm 7,065 1,420 0,201
3 Panel Serbuk Gergaji wafel 2 sisi t= 12 mm 8,370 2,680 0,320
4 Panel Serabut kelapa wafel 2 sisi t= 10 mm 7,065 1,960 0,277
5 Panel Serbuk Gergaji wafe1 sisi t= 10 mm 7,065 2,320 0,328
6 Panel Serabut kelapa wafel 1 sisi t= 15 mm 10,598 2,440 0,230
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa density tertinggi adalah material
terbuat dari serbuk gergaji dengan nilai kerapatan 0,320 – 0,351 gram/cm3.
Sementara itu, material berbahan serabut kelapa memiliki kerapatan berkisar
antara 0,192 – 0,277 gram/cm3. Nilai kerapatan material dipengaruhi oleh
dimensi komponen pembentuk material (E. setyowati,et.al,2015)[3,4].
Butiran serbuk gergaji lebih halus dibandingkan dengan butiran coconut fibre.
Menurut teori bahwa berdasarkan kerapatannya, papan partikel dapat dibagi
kedalam tiga golongan yaitu [21]:
a. Low density particleboard, yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan
kurang dari 0,59 g/cm3.
b. Medium density particleboard, yaitu papan partikel yang mempunyai
kerapatan antara 0,59 – 0,8 g/cm3.
c. High density particleboard, yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan
lebih dari 0,8 g/cm3.
Maka berdasarkan klasifikasi tersebut spesimen material termasuk ke dalam
golongan Low density particleboard.
52
7.2 Koefisien Absorpsi
Perbandingan performa koefisien absorpsi material dilakukan dengan
melakukan uji komparasi antara data yang didapat pada uji koefisien absorpsi
material serbuk gergaji dan serabut kelapa. Berikut adalah grafik komparasi
antara 3 jenis material tersebut
Serbuk gergaji polos dan serabut kelapa polos (5mm; 10mm)
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
-0,2
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
Ko
efisie
nA
bso
rps
FrequencyHz
Serbuk Gergaji 10 mm(1)
Serabut Kelapa 5 mm 2)
Serabut Kelapa 10 mm3)
Gambar 7.03. Perbandingan Koefisien Absorpsi material
serbuk gergaji dan serabut kelapa [3,4]
Grafik di atas membandingkan 3 kurva. Terlihat perbedaan antara: a. Serabut
kelapa polos tebal 5 mm dan b. Serabut kelapa polos tebal 10 mm. Spesimen
dengan tebal 5 mm sangat baik untuk penyerap suara frekuensi tinggi 3500 –
6000 Hz, sementara itu spesimen dengan ketebalan 10 mm sangat efektif
menyerap suara frekuensi rendah 1000 – 3000 Hz (lihat gambar 7.03).
Sementara material terbuat dari serbuk gergaji memiliki kurva koefisien absorpsi
yang mendekati performa akustik material serabut kelapa polos dengan
ketebalan 10 m. Material ini memiliki nilai koefisien maksimum pada frekuensi
2k (2000 Hz). Pada frekuensi 1000 Hz, nilai koefisien absorpsinya menunjukkan
nilai 0,37 dan mencapai 0,58 pada frekuensi 5k (5000 Hz).
53
Berikut adalah hasil output statistik deskriptif dari komparasi ketiga material:
Tabel VII.02. Statistik deskriptif koefisien absorpsi panel polos [3,4]
Sementara, beda rata-rata dari ketiga material dapat ditunjukkan dengan ranking
material dengan grafik „means plot‟ berikut ini:
Gambar 7.04. Grafik Means Plot panel absorber polos [3,4]
Dari grafik terlihat bahwa koefisien absorpsi tertinggi diidentifikasikan oleh
material panel polos serabut kelapa tebal 5 mm dengan nilai koefisien sebesar
0,511. Serabut kelapa polos 10 mm memiliki nilai koefisien sebesar 0,483 dan
serbuk gergaji polos 10 mm memiliki koefisien sebesar 0,469.
SERBUK GERGAJI POLOS
SERABUT KELAPA T=5MM
SERABUT KELAPA T=5MM
54
Perbandingan Material wafel 2 sisi:
Serbuk Gergaji Wafel 2 Sisi (A)
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
-0,2
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
Koe
fisie
nAbs
orps
FrekuensiHz
Koefisien Absorpsi Serbuk Gergaji wafel 2 sisi(1)
Gambar 7.05. Koefisien Absorpsi Serbuk Gergaji Wafel 2 sisi [3,4]
Grafik ini menunjukkan bahwa panel serbuk gergaji dengan tekstur wafel 2 sisi
efektif menyerap bunyi pada frekuensi 1000 – 3000 Hz. Nilai koefisien absorbsi
pada rentang frekuensi tersebut adalah sebesar 0,55 – 0,95.
Serabut Kelapa Wafel 2 Sisi (A)
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
-0,2
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
Koe
fisie
nA
bso
rps
FrekuensiHz
Koefisien Absorpsi Serabut Kelapa wafel 2 sisi(1)
Gambar 7.06. Koefisien Absorpsi Serabut Kelapa Wafel 2 sisi [3,4]
Grafik menunjukkan kurva dengan 2 titik puncak pada rentang frekuensi 2500 –
4500 Hz. Spesimen yang terbuat dari serabuk kelapa bertekstur wafel 2 sisi tebal
55
12 mm memiliki koefisien absorpsi yang efektif menyerap bunyi pada rentang
frekuensi rendah sampai dengan frekuensi tinggi.
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
-0,2
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0K
oe
fisie
nA
bso
rps
FrekuensiHz
Serbuk Gergaji wafel 2 sisi(1)
Serabut Kelapa wafel 2 sisi(2)
Gambar 7.07. Perbandingan Koefisien Absorpsi Material Wafel 2 Sisi [3,4]
Untuk memperjelas perbandingan nilai koefisien absorpsi, maka diperlihatkan
output tabel statistik deskriptif berikut ini:
Tabel VII.03. Statistik Deskriptif Koefisien Absorpsi Material Wafel 2 Sisi
Dari tabel diketahui bahwa material serbuk gergaji 2 sisi memiliki nilai
koefisien absorpsi lebih tinggi daripada material serabut kelapa 2 sisi. Nilai rata-
rata yang ditunjukkan oleh material serbuk gergaji 2 sisi adalah 0,529 sedangkan
material serabut kelapa wafel 2 sisi memiliki nilai koefisien sebesar 0,493.
Perbandingan material wafel 1 (satu) sisi:
SERBUK GERGAJI 2 SISI
SERABUT KLP 2 SISI
56
Serbuk Gergaji Wafel 1 Sisi (B)
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
-0,2
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
Ser
bukG
erga
jiwa
FrekuensiHz
Serbuk Gergaji wafel 1 sisi(1)
Gambar 7.08. Koefisien Absorpsi Serbuk Gergaji Wafel 1 sisi [3,4]
Grafik menunjukkan kurva dengan nilai koefisien absorpsi antara 0,60 – 0,95
pada rentang frekuensi 2000 – 3500 Hz. Spesimen yang terbuat dari serbuk
gergaji bertekstur wafel 1 sisi tebal 10 mm memiliki koefisien absorpsi yang
efektif menyerap bunyi pada rentang frekuensi tengah.
Serabut Kelapa Wafel 1 sisi (B)
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
-0,2
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
Koe
fisie
nA
bso
rps
FrekuensiHz
Serabut Kelapa wafel 1 sisi(1)
Gambar 7.09. Koefisien Absorpsi Serbuk Kelapa wafel 1 sisi [3,4]
57
Grafik di atas menunjukkan kurva dengan puncak nilai koefisien absorpsi pada
frekuensi 1500 Hz. Nilai koefisien absorpsi 0,50 – 0,95 tercatat pada frekuensi
1000 – 2000 Hz. Sementara itu, grafik di bawah ini menunjukan perbandingan
antara material wafel 1 sisi dari serabut kelapa dan serbuk gergaji:
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
-0,2
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
Koe
fAbs
orps
iSer
FrekuensiHz
Serbuk Gergaji wafel 1 sisi(1)
Serabut Kelapa wafel 1 sisi(2)
Gambar 7.10. Perbandingan Koefisien Absorpsi Material Wafel 1 Sisi [3,4]
Untuk memperjelas nilai koefisien absorpsi rata-rata dari kedua material, maka
dipaparkan tabel statistik deskriptif perbandingan sebagai berikut:
Tabel VII.04. Statistik deskriptif Koefisien Absorpsi Material Wafel 1 Sisi
Dari tabel di atas, tercatat bahwa material wafel 1 sisi terbuat dari serbuk gergaji
memiliki nilai koefisien absorpsi lebih tinggi daripada material wafel 1 sisi dari
serabut kelapa. Nilai koefisien absorpsi material wafel 1 sisi serbuk gergaji
adalah sebesar 0,508, sedangkan material dari serabut kelapa memiliki nilai
koefisien sebesar 0,470.
SERBUK GERGAJI 1 SISI
SERABUT KELAPA 1 SISI
58
Kedua material ini dapat berkinerja sebagai absorber, jika dilihat dari nilai
output koefisien absorpsi yang didapatkan dari hasil laboratorium akustik
tersebut di atas. Sedangkan grafik kumulatif material uji seperti tergambar di
bawah ini:
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
-0,2
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
Ko
efisie
n A
bso
rpsi
Frekuensi (Hz)
SGPOLOS10mm
SKPOLOS5mm
SKPOLOS10mm
SGWAFEL2sisi1
SKWAFEL2sisi1
SGWAFEL1sisi1
SKWAFEL1sisi1
Keterangan :
SG: Serbuk Gergaji ; SK: Serabut Kelapa
Gambar 7.11 Perbandingan Koefisien Absorpsi Material [3,4]
Berdasarkan grafik tersebut di atas, melalui software SPSS versi 18 kemudian
delakukan urutan ranking tentang kemampuan aborpsi suara dari material yang
diuji:
59
Tabel VII.05. Deskripsi Koefisien Absorpsi Material Wafel [3,4]
Menurut E. Setyowati,et.al (2015), tabel descriptive menunjukkan nilai rata-rata,
standar deviasi dan standar error [3,4]. Nilai rata-rata koefisien absorpsi tertinggi
sebesar 0,289 ditunjukkan oleh material wafel serabut kelapa satu sisi tebal 15
mm, sedangkan panel akustik wafel 2 sisi memiliki nilai rata-rata terendah
sebesar 0,211. Nilai standar error total sebesar 0,024 masih berada dalam
tingkat kewajaran [3,4].
Tabel VII.06. Anova – Absorption Coefficient [3,4]
Tabel ANOVA pada prinsipnya menunjukkan angka signifikansi > 0,05, yaitu
0,974 yang artinya bahwa H0 diterima dan H1 ditolak, atau nilai koefisien
absorpsi dari spesimen yang diuji tidak memiliki perbedaan nilai yang siknifikan
[3,4].
Panel serbuk gergaji polos t=10 mm
Panel serabut kelapa polos t=10 mm Panel serbuk gergaji wafel 2 sisi t=12 mm
Panel serabut kelapa wafel 2 sisi t=10 mm
Panel serbuk gergaji wafel 1 sisi t=10 mm
Panel serabut kelapa wafel 1 sisi t=15 mm
Panel serabut kelapa polos t=5 mm
60
Tabel VII.07: Ranks of Absorption Coefficient
Gambar 7.12. Ranks of Absorption Coefficient Waffle Panel [3,4]
Panel serabut kelapa wafel 2 sisi tebal 10 mm
Panel serbuk gergaji polos tebal 10 mm
Panel serbuk gergaji wafel 1 sisi tebal 10 mm Panel serabut kelapa polos tebal 10 mm Panel serabut kelapa polos tebal 5 mm Panel serbuk gergaji wafel 2 sisi tebal 12 mm
Panel serabut kelapa wafel 1 sisi tebal 15 mm
61
Dari grafik dan tabel dapat terlihat ranking koefisien absorpsi dari material uji,
bahwa koefisien absorpsi tertinggi sebesar 0,289 adalah panel serabut kelapa
wafel 1 sisi dengan tebal 15 mm, sedangkan terendah sebesar 0,211 adalah panel
serabut kelapa wafel 1 sisi dengan tebal 10 mm (E. Setyowati, et.al,2015)[3,4].
7.3 Sound Transmission Loss (STL)
Berbeda dengan metode yang dilakukan pada Uji koefisien absorpsi,
maka uji Sound Transmission Loss (STL) menggunakan tabung impedansi yang
dilengkapi dengan 4 unit microphone yang memiliki sensitivitas suara yang
tinggi. Namun input suara yang dimasukkan pada tabung impedansi memiliki
rentang frekuensi yang sama dengan metode yang dilakukan pada uji koefisien
absorbsi, yaitu frekuensi rendah sampai dengan frekuensi tinggi.
Tabel VII.08. Perbandingan STL Material serbuk gergaji dan serabut kelapa
[3,4]
NO MATERIAL kerapatan
(gram/cm3) STL (dB)
1 Panel Serbuk Gergaji polos tebal 10 mm 0,351 62,688
2 Panel Serabut Kelapa polos
a. Tebal 5 mm 0,192 47,493
b. Tebal 10 mm 0,201 46,134
3 Panel Serbuk Gergaji waffle 2 sisi t= 12 mm 0,320 47,301
4 Panel Serabut kelapa waffle 2 sisi t= 10 mm 0,277 47,098
5 Panel Serbuk Gergaji waffle 1 sisi t= 10 mm 0,328 48,538
6 Panel Serabut kelapa waffle 1 sisi t= 15 mm 0,230 52,312
Untuk melakukan pengukuran Sound Transmission Loss (STL) maka sampel
dimasukkan ke dalam tabung impedansi yang dilengkapi dengan 4 mikrofon.
Hasil STL didapat setelah dengan memberikan rentang suara frekuensi rendah
sampai dengan tinggi. Berikut adalah hasil nilai STL pada sampel material:
Dari tabel VII.08, nilai Sound Transmission Loss dapat disimpulkan bahwa
material serbuk gergaji memiliki nilai STL berkisar 47,301 – 62,688 dB,
sementara itu material dari serabut kelapa memiliki nilai STL berkisar antara
46,134 – 51,312 dB. Kecenderungan ini memperlihatkan bahwa materal dari
62
serbuk gergaji memiliki nilai STL yang lebih tinggi daripada material dari
serabut kelapa. Berikut adalah grafik nilai STL sebagai output uji material:
Serbuk gergaji polos
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
10
20
30
40
50
60
ST
LS
erb
ukg
erg
aj
FrekuensiHz
Serbuk Gergaji polos(1)
Gambar 7.13. STL material wafel serbuk gergaji polos [3,4]
Dari grafik di atas terlihat bahwa kurva mulai naik pada frekuensi 1250 Hz
dengan nilai STL 40 dB, kemudian mencapai puncak pada frekuensi 4000 Hz
dengan nilai STL 54 dB. Ini berarti bahwa spesimen material dari serbuk
gergaji polos tebal 10 mm sangat bagus (40 – 50 dB) mulai frekuensi 1250 Hz.
Semakin frekuensi bertambah material ini akan semakin baik mereduksi bunyi.
a. Serabut kelapa polos 5 mm
b. Serabut kelapa polos 10 mm
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
0
10
20
30
40
50
60
ST
LSer
abut
Kel
apa
FrekuensiHz
Serabut Kelapa polos 5 mm(1)
Serabut Kelapa polos 10 mm(2)
Gambar 7.14. STL material wafel serabut kelapa polos [3,4]
Grafik di atas memperlihatkan bahwa kurva turun pada frekuensi 1600 Hz dan
pada rentang frekuensi 2600 -2900 Hz. Nilai STL mencapai puncak pada
63
frekuensi 6000 Hz sebesar 52 dB. Spesimen material dari serabut kelapa polos
tebal 5 mm akan memiliki nilai STL semakin baik pada rentang frekuensi tinggi,
namun daya transmisi suara akan melemah pada rentang frekuensi 2500 – 3000
Hz. Berbeda dengan spesimen yang sma pada tebal 5 mm, spesimen dengan
tebal 10 mm akan sangat efektif transmisi bunyinya pada rentang frekuensi 2000
– 5500 Hz. Sebaliknya kemampuan transmisi bunyi akan melemah pada
frekuensi 1500 Hz dan 5800 Hz.
Grafik perbandingan antara kedua material tersebut diatas diperlihatkan oleh
gambar berikut ini:
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
0
10
20
30
40
50
60
ST
LS
era
bu
tKela
pa
FrekuensiHz
STL Serabut Kelapa polos 5 mm(1)
STL Serabut Kelapa polos 10 mm(2)
STL Serbuk Gergaji polos 10 mm(3)
Gambar 7.15. Perbandingan STL material wafel polos
Sedangkan ranking nilai STL ketiga material dapat dilihat dari tabel statistik
deskriptif berikut ini:
64
Tabel VII.09. Statistik deskriptif nilai STL Material Wafel Polos
Dari tabel tersebut di atas, diketahui bahwa nilai STL tertinggi diidentifikasikan
oleh material wafel polos serbuk gergaji dengan nilai STL sebesar 49,613 dB.
Sementara itu material wafel polos serabut kelapa berturut-turut memiliki nilai
STL sebesar: 47,508 dB untuk ketebalan 5 mm; dan 46,148 dB untuk ketebalan
10 mm.
Perbandingan STL material wafel 2 sisi
Serbuk gergaji wafel 2 sisi (A)
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
0
10
20
30
40
50
60
ST
LS
erb
ukG
erg
aj
FrekuensiHz
Serbuk Gergaji wafel 2 sisi(1)
Gambar 7.16. STL Serbuk gergaji wafel 2 sisi
Dari kurva di atas dapat disimpulkan bahwa spesimen material dari serbuk
gergaji tekstur wafel 2 sisi tebal 12 mm akan mengalami penurunan STL pada
frekuensi 1400 Hz dan 4000 Hz. Sedangkan pada frekuensi lain, nilai STL
cukup baik diantara 40 – 52 dB.
SERBUK GERGAJI POLOS
SERABUT KELAPA POLOS T 5 MM
SERABUT KELAPA POLOS T 10 MM
65
serabut kelapa wafel 2 sisi (A)
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
10
20
30
40
50
60
ST
LS
era
bu
tKe
lap
FrekuensiHz
Serabut Kelapa wafel 2 sisi(1)
Gambar 7.17. STL Serabut kelapa wafel 2 sisi
Dari kurva di atas dapat disimpulkan bahwa spesimen material dari serabut
kelapa tekstur wafel 2 sisi tebal 10 mm akan mengalami penurunan STL pada
frekuensi 4000 Hz dan 5200 Hz. Sedangkan pada frekuensi lain , nilai STL
cukup baik diantara 40 – 52 dB. Berikut adalah grafik perbandingan nilai STL
kedua material tersebut:
Gambar 7.18. Perbandingan STL Material wafel 2 sisi
Frekuensi (Hz) Panel serbuk gergaji wafel 2 sisi tebal 12 mm
Panel serabut kelapa wafel 2 sisi tebal 10 mm
ST
L (
dB
)
66
Untuk menyimpulkan performa akustik khususnya STL dari kedua material
tersebut di atas, dipaparkan tabel statistik deskriptif sebagai berikut:
Tabel VII.10. Statistik deskriptif nilai STL Material Wafel Dua Sisi
Tabel tersebut memperlihatkan bahwa nilai STL kedua material adalah
sebanding, atau dengankata lain tidak memiliki perbadaan yang siknifikan,
karena berkisar antara 47,113 – 47,315 dB.
Perbandingan STL Material Wafel Satu Sisi
serbuk gergaji wafel 1 sisi (B)
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
10
20
30
40
50
60
ST
Lse
rbu
kg
erg
aj
FrekuensiHz
STL Serbuk gergaji wafel 1 sisi(1)
Gambar 7.19. STL Serbuk gergaji wafel 1 sisi
Dari kurva di atas dapat disimpulkan bahwa spesimen material dari serbuk
gergaji tekstur wafel 1 sisi tebal 10 mm akan memiliki STL mulai naik pada
SERBUK GERGAJI WAFEL 2 SISI SERABUT KELAPA WAFEL 2 SISI
67
frekuensi 1250 Hz. Sedangkan pada frekuensi lain , nilai STL cukup baik
diantara 40 – 52 dB. Nilai STL paling baik > 52 dB di atas frekuensi 6000 Hz.
serabut kelapa wafel 1 sisi (B)
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
25
30
35
40
45
50
55
60
ST
LS
era
bu
tKela
p
FrekuensiHz
STL Serabut kelapa wafel 1 sisi(1)
Gambar 7.20. STL Serabut kelapa wafel 1 sisi
Dari kurva di atas dapat disimpulkan bahwa spesimen material dari serabut
kelapa tekstur wafel 1 sisi tebal 15 mm akan memiliki STL antara 48 – 58 Hz.
Sedangkan pada frekuensi 3200 Hz nilai STL akan sedikit turun < 48 dB.
Berikut grafik perbandingan material wafel satu sisi:
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
10
20
30
40
50
60
SG
WA
FEL1
sisi
FrekuensiHz
SGWAFEL1sisi
SKWAFEL1sisi
Gambar 7.21. Perbandingan STL Material wafel 1 sisi
Keterangan: SG: serbuk Gergaji; SK: Serabut Kelapa
68
Untuk memperjelas perbandingan antaranilai Sound Transmission Loss (STL)
kedua material wafel satu sisi, maka berikut ini diperlihatkan tabel statistik
deskriptif material wafel satu sisi:
Tabel VII.11. Statistik Deskriptif Nilai STL Material Wafel Dua Sisi
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa material wafel satu sisi dari serabut
kelapa memiliki nilai STL lebih tinggi daripada material yang terbuat dari
serbuk gergaji. Nilai rata-rata STL material wafel dari serabut kelapa adalah
52,328 dB, sementara nilai STL material dari serbuk gergaji adalah sebesar
48,553 dB.
Sedangkan grafik kumulatif dari semua material yang diuji adalah sebagai
berikut:
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
0
10
20
30
40
50
60
ST
L (
dB
)
FrekuensiHz
SGPOLOS10mm
SKPOLOS5mm
SKPOLOS10mm
SGWAFEL2sisi
SKWAFEL2sisi
SGWAFEL1sisi
SKWAFEL1sisi
Gambar 7.22. Ranking STL panel wafel
SERBUK GERGAJI WAFEL 1 SISI SERABUT KELAPA WAFEL 1 SISI
Keterangan: SG: Serbuk Gergaji; SK: Serabut Kelapa
69
Sedangkan untuk melakukan ranking Sound Transmission Loss (STL) terhadap
semua material yang diuji, maka dilakukan uji ANOVA melalui software SPSS
versi 18.
Hasilnya ditunjukkan oleh gambar dan tabel berikut ini:
Tabel VII. 12. Anova Sound Transmission Loss (STL) [3,4]
Tabel descriptive menunjukkan nilai rata-rata, standar deviasi dan standar error.
Nilai rata-rata STL tertinggi sebesar 49,059 ditunjukkan oleh Panel serabut
kelapa wafel 1 sisi dengan tebal 15 mm, sedangkan panel serbuk gergaji wafel 1
sisi dengn tebal 10 mm memiliki nilai rata-rata STL terendah sebesar 46,068.
Nilai standar error total sebesar 0,520 masih berada dalam tingkat kewajaran.
Serbuk Gergaji polos t 10 mm
Serabut Kelapa polos t 5 mm
Serabut Kelapa polos t 10 mm
Serbuk gergaji wafel 2 sisi t 12 mm
Serabut kelapa wafel 2 sisi t 10 mm
Serbuk gergaji wafel 1 sisi t 10 mm
Serabut kelapa wafel 1 sisi t 15 mm
70
Tabel VII. 13. Anova Sound Transmission Loss (2)[3,4]
Tabel ANOVA pada prinsipnya menunjukkan angka signifikansi > 0,05, yaitu
0,899 yang artinya bahwa H0 diterima dan H1 ditolak, atau nilai STL dari
spesimen yang diuji tidak memiliki perbedaan nilai yang siknifikan.
Tabel VII. 14. Anova Sound Transmission Loss [3,4]
Panel serbuk gergaji wafel 1 sisi tebal 10 mm
Panel serabut kelapa polos tebal 10 mm Panel serabut kelapa wafel 2 sisi tebal 5 mm
Panel serabut kelapa wafel 2 sisi tebal 10 mm
Panel serbuk gergaji wafel 2 sisi tebal 12 mm
Panel serbuk gergaji polos tebal 10 mm
Panel serabut kelapa wafel 1 sisi tebal 15 mm
71
Gambar 7.23. Ranking STL Material Serbuk Gergaji dan Serabut kelapa [3,4]
Dari output SPSS dapat disimpulkan bahwa Sound Transmission Loss (STL)
tertinggi adalah sebesar 49,059 dB pada material panel serabut kelapa wafel 1
sisi tebal 15 mm. Sedangkan nilai STL terendah sebesar 46,644 dB pada panel
serbuk gergaji wafel 1 sisi tebal 10 mm.
Tabel VII. 15. Ringkasan Perbandingan STL Material Serbuk Gergaji dan
Serabut kelapa [3,4]
MATERIAL Volume
(cm3)
Berat
(gram)
density
(gram/cm3)
STL
(dB)
koef.
Absorbsi
Panel Serbuk Gergaji polos tebal 10 mm 7,065 2,480 0,351 62,688 0,469
Panel Serabut Kelapa polos
a. Tebal 5 mm 3,533 0,680 0,192 47,493 0,511
b. Tebal 10 mm 7,065 1,420 0,201 46,134 0,483
Panel Serbuk Gergaji waffle 2 sisi t= 12 mm 8,370 2,680 0,320 47,301 0,529
Panel Serabut kelapa waffle 2 sisi t= 10 mm 7,065 1,960 0,277 47,098 0,493
Panel Serbuk Gergaji waffle 1 sisi t= 10 mm 7,065 2,320 0,328 48,538 0,508
Panel Serabut kelapa waffle 1 sisi t= 15 mm 10,598 2,440 0,230 52,312 0,432
72
Rekayasa material arsitektur oleh E. Setyowati,et.al (2015) menunjukkan nilai
rata-rata kerapatan panel akustik berkisar antara 0,192 – 0,511 g/cm3. Seluruh
panel akustik papan partikel yang memiliki perbedaan ukuran partikel tersebut
memiliki kemampuan baik dalam menyerap suara yang terletak pada rentang
frekuensi tinggi 1000 Hz – 4000 Hz dengan nilai absorpsi berkisar antara 0,432
– 0,529 [3,4]. Nilai Sound Transmission Loss (STL) rata-rata panel akustik
papan partikel berkisar antara 47,301 – 62,688 dB [3,4].
73
BAB VIII
IMPLEMENTASI DISAIN
PADA PERUMAHAN BISING PERKOTAAN
Jika kita kembali pada latar belakang penelitian, dimana inovasi
penemuan material ini muncul dari fenomena kebisingan lingkungan pada
perumahan di sekitar bandara, maka tidaklah berlebihan kiranya jika deskripsi
pada bab ini dimulai dari penelitian tentang strategi master plan pada
perumahan tersebut.
8.1. Strategi Kontrol Kebisingan Perumahan Bandara
E. Setyowati, 2011 [27], menyebutkan bahwa terdapat korelasi antara tingkat
bunyi diterima dengan orientasi arah hadap rumah terhadap sumber bising.
Penelitian menggunakan lokasi perumahan bising di kawasan bandara
internasional Achmad Yani, Semarang. Model korelasi diformulasikan sebagai
berikut:
cALL sin0 ..................................(8-01)[27,28]
dimana:
A : Amplitudo
: Konstanta
: sudut orientasi ()
c
: fase
Housing master design dapat dilakukan dengan mnerapkan rumus korelasi
tersebut di atas [27,28].
Kasus perumahan Graha Padma Residence di sebelah barat laut bandara
Ahmad Yani menjadi obyek observasi. Pada perumahan ini ada beberapa lahan
yang belum terdisain lay out perumahannya. Dua cluster ini adalah hasil disain
peneliti berdasarkan rumus korelasi tersebut di atas:
74
12.5 25 50
SKALA :
U
Gambar 8.01: Cluster 01 pada Perumahan Graha Padma Residence [27,28]
25 50 100
SKALA : U
Gambar 8.02: Cluster 02 pada Perumahan Graha Padma Residence [27,28]
Ssusunan deret cermin memiliki kendala sebagai berikut [27,28] :
1. Disain façade yang letak jendelanya menghadap orientasi aman (=135
dan =225),susunan deret cermin yang berlawanan akan membentuk
sudut orientasi yang rawan terhadap kebisingan bandara, yaitu : =45 dan
=315 [27,28].
PETA KUNCI
UNSCALE
PETA KUNCI
UNSCALE
75
2. Menurut E. Setyowati, susunan deret cermin yang biasa digunakan
pengembang perumahan sangat rentan terhadap bising jika perumahan
berada di daerah bising perkotaan [27,28].
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam penyusunan master plan
perumahan kawasan bising :
1. Memiliki pengulangan deret denah berulang seperti pada gambar 8.04
[27,28].
2. Tidak memiliki façade yang berhadapan dengan sumber bising (gambar
8.04) [27,28].
3. Tidak ada kavling yang menghadap ke as landas pacu bandara (gambar
8.05) [27,28].
Untuk itu, diusulkan pula tata letak atau lay-out bangunan unit rumah berupa
susunan unit berulang, agar sudut orientasi teraman dari kebisingan bandara
dapat terjaga dengan baik dalam tatanan keseluruhan klaster yang utuh. Selain
itu dengan menciptakan deret berulang ini, maka peran arsitek dalam
menciptakan disain yang menarik lebih terbuka dan mendapatkan tantangan
yang menyegarkan, karena harus menciptakan disain yang memiliki sudut
variatif, sehingga disain tidak terlihat biasa saja. Contoh susunan deret cermin
dan susunan deret berulang beserta alternatif disain tampak, dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :
Gambar: 8.03:
Contoh susunan deret cermin [27,28]
Gambar 8.04:
Contoh susunan deret berulang [27,28]
76
Gambar 8.0. Contoh susunan deret berulang dalam 2 blok [27,28]
Gambar 8.06. Susunan Deret Berulang Dalam Blok Perumahan [27,28]
77
8.2. Kontrol Kebisingan Dengan Material Absorber
Strategi kontrol kebisingan pada perumahan bising seputar bandara
menggunakan pengembangan rumus korelasi, sehingga akan didapat suatu
master plan yang dapat mereduksi bunyi. Namun demikian, upaya kontrol
kebisingan pada perumahan akan lebih efektif dan siknifikan apabila dilakukan
strategi pada aspek disain, yaitu aplikasi pemanfaatan material absorber pada
bangunan perumahan. Berikut adalah implementasi material absorber pada
tipikal rumah di daerah bising.
kusen alumunium 3" anodized
detail 01
36
penutup atap GRC board dengan
absorber
glass wool/ absorber
dinding GRC board
rangka besi hollow
49
8 23 4
pintu dobel plywood
dg absorber
detail 02
detail 03
9
5
15
10
49
pintu dobel plywood dg absorber
dinding GRC board
rangka besi hollow
lantai plywood 9 mm
rangka besi hollow
karpet tebal 0,5 cm
alumunium metal stud
roda/ rotatable
10 22
MODEL DENGAN
STEROFOAM
rangka besi hollow
dinding GRC board
glass wool/ absorber
alumunium metal stud
lantai plywood 9 mm
rangka besi hollow
karpet tebal 0,5 cm
alumunium metal stud
roda/ rotatable
STEOROFOAM
STEOROFOAM
STEOROFOAM
PENUTUP ATAP GRC PLAT
JENDELA KACA
ALUMUNIUM 3"
RANGKA ALUMUNIUM
HOLLOW
GRC PLAT
LANTAI
MULTIPLEKS 1.8 MM
RANGKA ALUMUNIUM
HOLLOW
RANGKA ALUMUNIUM
HOLLOW
30
9
62
33
133
25
120
detail 01
detail 02 detail 03
unscale keyplan
1022
9
5
15
Gambar 8.07. Analogi Kontrol Kebisingan Perumahan
dengan Material Absorber [27,28,29]
MODEL BANGUNAN DENGAN ACOUSTIC WAFFLE PANEL
ACOUSTIC WAFFLE PANEL
ACOUSTIC WAFFLE PANEL
ACOUSTIC WAFFLE PANEL
78
BAB IX
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Untuk dapat menggambarkan kesimpulan, maka diakumulasikan output
hasil uji dari semua metode penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti
[3,4]:
Tabel IX.01 :Ringkasan Perbandingan Spesifikasi Material [3,4]
MATERIAL Volume
(cm3)
Berat
(gram)
density
(gram/cm3)
STL
(dB)
koef.
Absorbsi
Panel Serbuk Gergaji polos
tebal 10 mm 7,065 2,480 0,351 62,688 0,469
Panel Serabut Kelapa polos
a. Tebal 5 mm 3,533 0,680 0,192 47,493 0,511
b. Tebal 10 mm 7,065 1,420 0,201 46,134 0,483
Panel Serbuk Gergaji waffle 2
sisi t= 12 mm 8,370 2,680 0,320 47,301 0,529
Panel Serabut kelapa waffle 2
sisi t= 10 mm 7,065 1,960 0,277 47,098 0,493
Panel Serbuk Gergaji waffle 1
sisi t= 10 mm 7,065 2,320 0,328 48,538 0,508
Panel Serabut kelapa waffle 1
sisi t= 15 mm 10,598 2,440 0,230 52,312 0,432
Sumber : Hasil Analisis Penulis, 2015
Menurut E. Setyowati (2015), hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata
kerapatan panel akustik berkisar antara 0,192 – 0,511 g/cm3. Nilai rata-rata
kadar air panel akustik hasil penelitian berkisar antara 7,8 – 10,2 % [3,4]. Nilai
rata-rata pengembangan tebal 24 jam berkisar antara 3,93 – 17,14%. Nilai rata-
rata daya serap air 2 jam panel akustik berkisar antara 27,35 – 79,84%
sedangkan untuk nilai rata-rata daya serap air 24 jam berkisar antara 43,88 –
101,09 % [3,4].
Seluruh panel akustik papan partikel yang memiliki perbedaan ukuran
partikel tersebut memiliki kemampuan baik dalam menyerap suara yang terletak
pada rentang frekuensi tinggi 1000 Hz – 4000 Hz dengan nilai absorbsi berkisar
antara 0,432 – 0,529. Nilai Sound Transmission Loss (STL) rata-rata panel
akustik papan partikel berkisar antara 47,301 – 62,688 dB [3,4].
79
Berikutnya, setelah masing-masing panel berbahan serbuk gergaji dan
serabut kelapa diobservasi kemampuan mekanis dan akustiknya, maka dengan
membandingkan performa spesifikasi kedua material, kemudian dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
9.1. Uji koefisien absorpsi
Dari penelitian terdahulu diketahui bahwa material panel wafel dengan satu sisi
memiliki performa akustik yang lebih baik daripada material wafel panel 2 sisi.
Gambar 9.01. Perbandingan koefisien absorpsi
material wafel serbuk gergaji 2 sisi dan 1 sisi [3,4]
Gambar 9.02. Perbandingan koefisien absorpsi
material wafel serabut kelapa 2 sisi dan 1 sisi[3,4]
Panel serbuk gergaji wafel 2 sisi tebal 12 mm Frekuensi (Hz)
Ko
efis
ien
Ab
sorb
si
Frekuensi (Hz)
Ko
efis
ien
Ab
sorb
si
Panel serbuk gergaji wafel 1 sisi tebal 10 mm
Panel serabut kelapa wafel 2 sisi tebal 10 mm
Panel serabut kelapa wafel 1sisi tebal 15 mm
80
Oleh karena itu akan diperbandingkan performa akustik dan fisis dari kedua
material, yaitu : material panel wafel 1 sisi antara serabut kelapa dan serbuk
gergaji. Berikut adalah hasil perbandingan karakteristik dari kedua material:
Tabel IX.02: Perbandingan berat dan kerapatan dari Material[25]
NO SAMPEL MATERIAL Volume
(cm3)
Berat
(gram)
Kerapatan
(gram/cm3)
1 Panel serbuk gergaji
wafel 1 sisi t = 10 mm 7,065 2,320 0,328
2 Panel serabut kelapa
wafel 1 side t = 10 mm 10,598 2,440 0,230
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
-0,2
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
Ko
efA
bso
rpsi
Se
r
FrekuensiHz
Serbuk Gergaji wafel 1 sisi(1)
Serabut Kelapa wafel 1 sisi(2)
Gambar 9.03. Perbandingan dari Koefisien Absorpsi Material[3,4]
Berdasarkan pada data tabel IX.02, tercatat bahwa kedua material termasuk
dalam kategori low-density particle material. Grafik memperlihatkan bahwa
panel wafel serbuk gergaji 1 sisi memiliki koefisien absorpsi pada rentang 2 k –
3.5 k. Namun demikian material panel wafel 1 sisi dari serbuk gergaji efektif
mereduksi bunyi pada rentang frekuensi menengah. Sementara Sementara
material serabut kelapa 1 sisi memiliki koefisien absorpsi yang baik pada
frekuensi 1,500 Hz. Koefisien Absorption sebesar 0.50 – 0.95 tercatat pada
frekuensi 1,000 – 2,000 Hz. Material serabut kelapa akan sangat efektif
mereduksi bunyi pada frekuensi rendah.
Keterangan: SG: Serbuk Gergaji; SK: Serabut Kelapa
81
9.2. Sound Transmission Loss (STL)
Hal yang sama dilakukan pada aspek Sound Transmission Loss (STL) material
dimana telah diperbandingkan performa akustik material wafel dua sisi dan satu
sisi sebagai berikut:
Gambar 9.04. Perbandingan STL material waffle serbuk gergaji
2 sisi dan 1 sisi[3,4]
Gambar 9.05. Perbandingan STL material wafel serabut kelapa
2 sisi dan 1 sisi[3,4]
Panel serbuk gergaji wafel 2 sisi tebal 12 mm
Panel serbuk gergaji wafel 1 sisi tebal 10 mm
Frekuensi (Hz)
ST
L (
dB
)
Panel serabut kelapa wafel 2 sisi tebal 10 mm
Panel serabut kelapa wafel 1 sisi tebal 15 mm
Frekuensi (Hz)
ST
L (
dB
)
82
Pada rekayasa material terdahulu, material wafel 1 sisi memiliki performa
akustik yang lebih baik daripada material wafel 2 sisi. Berikut adalah deskripsi
STL material serbu gergaji dan serabut kelapa 1 sisi.
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
10
20
30
40
50
60S
GW
AF
EL1
sis
i
FrekuensiHz
SGWAFEL1sisi
SKWAFEL1sisi
Gambar. 9.06: perbandingan STL Material wafel 1 sisi[3,4]
Pada grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa material serabut kelapa 1 sisi
dengan ketebalan 10 mm akan memiliki antara 48 – 58 Hz. Sementara pada
frekuensi 3200 Hz, STL akan menurun sampai < 48 dB. Sementara itu,
material serbuk gergaji akan memiliki STL yang mulai bertambah pada
frekuensi 1250 Hz. Dibandingkan dengan frekuensi lain, nilai STL akan sangat
baik pada 40 – 52 dB. Nilai STL terbaik adalah > 52 dB pada frekuensi 6000
Hz.
Dari kedua grafik terakhir, maka dapat dikemukakan hal penting sebagai berikut
sekaligus sebagai kesimpulan akhir dari penelitian ini, yaitu:
1. Pada grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa material serabut kelapa 1
sisi memiliki STL antara 48–58 Hz. Sementara pada frekuensi 3,200 Hz,
nilai STL akan menurun < 48 dB. Sementara material serbuk gergaji
akan memiliki STL yang beranjak naik pada frekuensi 1,250 Hz.
Dibandingkan dengan frekuensi lain, nilai STL dari material serbuk
gergaji adalah 40 – 52 dB. Nilai STL terbaik adalah > 52 dB pada
frekuensi 6,000 Hz.
Keterangan: SG: Serbuk Gergaji; SK: Serabut Kelapa
83
2. Panel wafel dari serbuk gergaji memiliki koefisien absorpsi yang efektif
pada frekuensi tengah, sementara material serabut kelapa memiliki
koefisien absorpsi yang efektif pada frekuensi rendah.
3. Panel wafel dari serabut kelapa dan serbuk gergaji memiliki kemampuan
STL yang baik pada semua frekuensi.
Berikut gambar material akustik panel wafel dari serbuk gergaji dan serabut
kelapa hasil penelitian:
Gambar 9.07. Panel wafel serabut kelapa [3,4]
Gambar 9.08. Proses pengempaan Panel wafel
serbuk gergaji [3,4]
Gambar 9.09. Panel wafel serbuk gergaji [3,4]
Gambar 9.10. Panel wafel serbuk gergaji dan
serabut kelapa [3,4]
Gambar 9.11. Panel wafel serat alam [3,4]
Gambar 9.12. Panel wafel serat alam [3,4]
84
Sementara pada penelitian selanjutnya dikembangkan material dari serat alam
dengan penguatan matriks polimer baik polimer alam maupun polimer buatan.
Komposit serat alam (serabut kelapa dan enceng gondok) dengan polimer epoxy
resin telah dibuat pada laboratorium teknologi bangunan departemen Arsitektur
FT UNDIP dengan hasil uji akustik sebagai berikut:
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
-0,2
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
Koe
fisie
nabs
orps
FrekuensiHz
Koefisien Absorpsi Serabut Kelapa(1)
Koefisien Absorpsi Enceng Gondok(2)
Gambar 9.13. Perbandingan Koefisien Absorpsi Komposit Serabut Kelapa (CH)
dan Enceng gondok (WH)
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
20
30
40
50
60
ST
LC
H
FrekuensiHz
STLCH
STLWH
Gambar 9.14. Perbandingan STL Komposit Serabut Kelapa (CH)
dan Enceng gondok (WH)
85
Dari grafik terlihat bahwa komposit serabut kelapa memiliki performa yang
cukup baik dibandingkan dengan komposit serat enceng gondok. Koefisien
absorpsi komposit serabut kelapa mencapai 0,90 dB dengan rentang frekuensi
rendah sampai dengan tinggi dibandingkan komposit enceng gondok yang hanya
mencapai 0,20 dB pada frekuensi tengah. Dalam hal Sound Transmission Loss,
baik serabut kelapa maupun enceng gondok memiliki nilai yang relatif sama,
yaitu antara 53 – 58 dB (lihat gambar 9.13 dan 9.14)[30].
86
DAFTAR PUSTAKA
[1] N. Zuraya (2013), 48 Juta Hektare Hutan Produksi di Indonesia Terlantar,
Republika, Rabu, 04 September 2013.
[2] E. Setyowati (2013), Sustainable Master Plan Design in Residential Area Near
Airport, The 1st Annual International Conference Proceedings on Architecture
and Civil Engineering, pp. 405-411, 18-19 March 2013, Singapore.
[3] E. Setyowati, G. Hardiman, S.T. Atmadja (2015), Green Materials Comparation
of Sawdust and Coconut Fibre Acoustical Waffle Panel, J. Applied Mechanics
and Materials, Vol. 747, pp. 221-225, terindeks SCOPUS.
[4] E. Setyowati, A. Satyapratama, S.T. Atmadja, G. Hardiman (2015), Manufacture
of Acoustical One Side Waffle Panel Made of Natural Resources with Hydraulic
Hot Press Machine, J. Teknologi, Vol. 78 (5), p. 289-293.
[5] L. Doelle, (1972), Environmental Acoustics, McGraw Hill Publishing Company,
ISBN-10:0701734272.
[6] E. Setyowati dan A.F. Sadwikasari, (2013), The Orientation Angles Rating of The
Simple Model Construction in Residential Region Closed to the Airport,
International Conference Proceeding on Quality in Research 2013, 25-28 June
2013.
[7] E. Setyowati dan A.F. Sadwikasari, (2013), Building Material Composition
Influence to Sound Transmission Loss Reduction, J. Advanced Materials
Research, Vol. 789, pp. 242-247, terindeks SCOPUS.
[8] E. Setyowati and H. Trilistyo (2013), Climate Assessment of Orientation Design
in the Housing Master Plan Close to The Airport, GSTF Journal of Engineering
Technology, Vol.2 (1), p. 158-164.
[9] Keputusan Menteri Lingkungan Hidup, Kep.Men. No. 48/MENLH/11/1996
tentang: Baku Tingkat Kebisingan Lingkungan.
[10] [JSA] Japanese Standard Association. 2003. JIS A 5908: Particleboards. Jepang:
Japanese Standard Association.
[11] Dj. Sanusi (1993), Komposisi Limbah Industri Penggergajian dan Upaya
Pemanfaatannya, Bulletin Penelitian UNHAS, Lembaga Penelitian Universitas
Hasanuddin, Vol. VII, No. 23.
[12] Bakri, E. Gunawan, Dj. Sanusi (2006), Sifat Fisik dan Mekanik Komposit Kayu
Semen-Serbuk Gergaji, J. Perennial, Vol.2, No.1, p. 38-41.
[13] A. Setiawan, O. Andrio, P. Conwanti (2012), Pengaruh Komposisi Pembuatan
Biobriket dari Campuran Kulit Kerang dan Serbuk Gergaji terhadap Nilai
Pembakaran, J. Teknik Kimia, Vol. 18, No.2, p. 9-16.
[14] S. Harini, A. B. Wijaya, N. Widjojo, M. Susilowati, G. Petriana, 2013,
Pemanfaatan Serabut Kelapa Termodifikasi sebagai Bahan Pengisi Bantal dan
Matras, Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas
Sains dan Matematika, UKSW Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087-
092.
87
[15] Japanese Standard Association (JSA), 1963, JIS A 1405, Methods of Test for
Sound Absorption of Acoustical Material by the Tube Method.
[16] American Society for Testing and Materials: Classification for Rating Sound
Insulation, ASTM E 413.
[17] F. Don Norvelle, 1994, Fluid Power Technology, 1st Edition, Oklahoma State
University, ISBN-10: 0314012184, Oklahoma.
[18] Budynas, Richard. G. dan J. Keith Nisbeth. 2011. Shigley‟s Mechanical
Engineering Design Ninth Ed. Mc. Graw Hill. New York
[19] Brownell, E. Llyod. dan Edwin, H. Young. 1959. Process Equipment Design.
John Willey & Sons. New York.
[20] A. Satyapratama and S. Tirta Atmadja (2015), Planning Machine Hydraulic Pres
With Voltage Distribution In Trunk Mover, Final Report of bachelor of
mechanical engineering, Diponegoro University.
[21] T.M. Maloney, (1998), Modern Particleboard and Dry Process Fibreboard
Manufacturing, Miller Freeman Inc, San Fransisco.
[22] Properti.biz, 2008, Dasar-dasar Perhitungan Insulasi Termal dan Akustik pada
Bangunan, e-brosur b-panel.com.
[23] Z. Mahmud. , Y. Ferry, 2005, Prospek Pengolahan Hasil Samping Buah Kelapa,
Perspektif 4 (2): 55-63.
[24] R.M. Rowell, R.A.Young, J.K. Rowell, 1997, Paper and Composites From Agro-
Based Resources, CRC Press, Boca Raton.
[25] E. Setyowati, G. Hardiman dan Purwanto (2016), Material Beton Rendah Emisi
yang Berkelanjutan, penerbit UNDIP Press Semarang, ISBN: 978-979-097-403-
6.
[26] G. Santoso, Fundamental Metodologi Penelitian – Kuantitatif dan Kualitatif,
Prestasi Pustaka Publisher , ISBN 979-3727-79-9 , Jakarta (2005).
[27] E. Setyowati, Sustainable Master Plan Design in Residential Area Near Airport,
International Conference Proceeding on ACE 2013, April 2013, Ford Channing
Hotel, Singapore (2013).
[28] E. Setyowati (2013), Algorythm Evolution of New Environmental Acoustic
Theory on Housing Masterplan Design, International Journal of Engineering and
Technology, Vol. 13. No. 4, p. 10-20.
[29] E. Setyowati, G. Hardiman, Purwanto (2015), Green Concept Mapping
Researches of Natural Waste Based Materials, International Conference
Proceeding on Quality in Research (QIR) 2015, Lombok, August, 2015.
[30] E. Setyowati, E. Pandelaki, E. Supriyo (2016), The Transmission Loss and
Absorption Capabilities of Agriculture Based Composites of Coconut Fibre and
Water Hyacinth Fibre as Acoustics Material, The International Conference on
Science, Engineering, Built Environment and Social Science 2016 Proceeding,
Bandung, November 2016.
88
LAMPIRAN UJI AKUSTK
MATERIAL AKUSTIK PANEL
89
DATA LABORATORIUM AKUSTIK
KOEFISIEN ABSORBSI 1 2 3 4 5 6 7
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
0.0052 -0.0015 -0.0026 0.0008 0.0049 0.0055 0.0141
0.0043 -0.0044 0.0018 -0.0015 0.0036 -0.0028 -0.0010
-0.0024 -0.0137 0.0005 -0.0116 -0.0089 0.0012 -0.0089
-0.0187 -0.0196 -0.0159 -0.0165 -0.0210 -0.0197 -0.0136
-0.0209 -0.0185 -0.0154 -0.0186 -0.0193 -0.0211 -0.0121
-0.0095 -0.0123 -0.0033 -0.0039 -0.0101 -0.0154 0.0067
0.0177 0.0093 0.0314 0.0403 0.0156 0.0095 0.0584
0.0675 0.0425 0.0857 0.1174 0.0564 0.0476 0.1456
0.1177 0.0718 0.1407 0.1899 0.0907 0.0871 0.2364
0.2203 0.1219 0.2460 0.3414 0.1526 0.1674 0.4400
0.3120 0.1436 0.3362 0.4722 0.1918 0.2350 0.6421
0.4395 0.1568 0.4620 0.6390 0.2450 0.3258 0.8616
0.6150 0.1678 0.6310 0.8181 0.3234 0.4477 0.9306
0.6170 0.5076 0.6489 0.5743 0.7398 0.7587 0.3150
0.4949 0.8083 0.5019 0.5167 0.5324 0.6245 0.3678
0.4445 0.7668 0.4583 0.5077 0.5092 0.5920 0.4554
0.5466 0.9844 0.4424 0.4703 0.5418 0.4990 0.3958
0.2850 0.7123 0.3793 0.5537 0.4555 0.4426 0.3695
1 Panel Serbuk Gergaji polos tebal 10 mm
2 a. Serabut kelapa polosTebal 5 mm
3 b. Serabut kelapa polos Tebal 10
mm 4 Panel Serbuk Gergaji waffle 2 sisi t= 12 mm
5 Panel Serabut kelapa waffle 2 sisi t= 10 mm
6 Panel Serbuk Gergaji waffle 1 sisi t= 10 mm
7 Panel Serabut kelapa waffle 1 sisi t= 15 mm
90
DATA LABORATORIUM AKUSTIK
STL (SOUND TRANSMISSION LOSS) 1 2 3 4 5 6 7
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
44.4124 48.5724 48.9130 49.1886 47.8790 46.6172 44.2603
53.5408 54.3376 54.0904 53.7066 53.9465 54.1334 53.1554
45.4804 48.2526 47.7320 46.4665 45.7687 47.3291 30.3677
48.7135 37.5279 50.1980 53.4012 55.0576 47.2190 50.9048
49.4779 50.2035 49.7456 51.6512 49.4164 50.1685 39.2371
37.0570 40.9575 40.2952 36.9311 40.2613 38.8369 42.1107
38.2574 42.2548 41.4865 42.4410 40.5993 40.6516 47.7879
39.7809 42.7697 39.7374 42.2833 40.9831 21.9998 49.0104
38.7666 43.3353 39.9414 40.2141 42.5839 36.6219 50.0701
45.1405 36.2003 43.7012 44.7076 47.0465 47.1957 51.5157
48.3256 46.0141 48.7419 48.8975 49.6929 50.1416 52.1533
49.5657 49.2926 49.9538 49.9330 50.5091 51.0398 50.9970
51.2313 47.6779 50.2479 50.1151 50.6159 50.7439 47.4286
52.4873 49.8502 50.2035 46.7674 48.7817 49.5919 50.6440
53.2412 50.2348 49.9245 41.4803 34.1003 49.2582 53.9627
53.8818 50.8540 47.7822 50.4242 46.3327 51.1190 56.1568
54.7181 51.9662 40.6455 53.4838 51.9784 53.1297 56.9928
55.6019 51.9821 48.7890 52.4992 52.1873 53.8031 56.3137
1 Panel Serbuk Gergaji polos tebal 10 mm
2 a. Serabut kelapa polosTebal 5 mm
3 b. Serabut kelapa polos Tebal 10
mm 4 Panel Serbuk Gergaji waffle 2 sisi t= 12 mm
5 Panel Serabut kelapa waffle 2 sisi t= 10 mm
6 Panel Serbuk Gergaji waffle 1 sisi t= 10 mm
7 Panel Serabut kelapa waffle 1 sisi t= 15 mm
91
92
BIODATA RINGKAS PENULIS
Lahir di Yogyakarta, 04 April 1967. Dr. Erni Setyowati bekerja di Jurusan
Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Indonesia. Melakukan
penelitian tentang Nano-material dan material berbahan limbah. Tahun 2015,
merupakan tahun lepas landas dalam penelitian material, dimana pada tahun
tersebut penulis berkesempatan melakukan „public lecture‟ tentang material
untuk Universal Design di Akashi National College of Technology (ANCT),
Jepang. Saat ini menjabat sebagai Ketua Program S1. Output penelitian yang
sudah dihasilkan adalah: terdaftar Paten Material Akustik dan material batu
bata dari polymer dan cangkang kerang, jurnal inetrnasional terindeks
SCOPUS, buku teks dan buku ajar.
Gagoek Hardiman dianugerahi gelar Profesor oleh Universitas Diponegoro
pada tahun 2013. Dilahirkan di Madiun, kota kecil di Jawa Timur, Indonesia
pada tanggal 19 Agustus 1953. Mulai belajar di Program S1 Sarjana
Arsitektur, Universitas Diponegoro pada tahun 1973. Kemudian, mendapat
gelar Dr.-Ing dalam Arsitektur dan Perencanaan kota dari Universitas
Stuttgart, Jerman pada tahun 1992. Karir dimulai di tahun 1983 sebagai
dosen di jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Menjabat Ketua Program Doktor Arsitektur dan Perkotaan (PDTAP)
Universitas Diponegoro mulai tahun 2013 sampai dengan tahun 2016. Topik
penelitian yang ditekuni adalah Arsitektur Tropis dengan beberapa publikasi
pada Journal of Applied Mechanics and Material serta the Journal of
Engineering and Science
A
Ir. Sugeng Tirta Atmadja, MT
Lahir di Cilacap, 02 Maret 1952, lulus dari S1 Teknik Mesin UGM pada tahun
1985, dan lulus S2 Teknik Mesin UGM pada tahun 2001. Karir dimulai
sebagai Dosen di Jurusan Teknik Mesin UNDIP pada Maret 1986, pernah
menjabat sebagai Pimpinan Jurusan Teknik Mesin UNDIP. Aktif
berkecimpung di dunia Konsultan sejak tahun 1986 hingga sekarang sebagai
Tenaga Ahli Mekanikal Elektrikal dengan karya bereputasi Nasional dan
Internasional.
Adamsyah Satya Pratama, ST
Lahir pada tanggal 26 September 1992, Adamsyah Satyapratama, adalah
peneliti mahasiswa UNDIP yang membantu dalam mendesain mesin Hot
Press bernatras waffle. Sarjana Teknik Mesin dengan lama studi 5 tahun pada
Jurusan Teknik Mesin UNDIP. Dengan kemampuannya mengoperasikan
simulasi SEM dan Fenite Elemen, maka perhitungan beban, kekuatan dan
kelayakan mesin dapat teruji dengan baik. Bekerja sebagai Trainee pada
Perusahaan Well Harvest Alumina, Ketapang, Kalimantan Barat selama enam
bulan. Saat ini bekerja sebagai staf HRD pada PT. Indofood Sukses Makmur –
Indonesia.
93
top related