bab i pendahuluan 1.1. latar belakangrepository.helvetia.ac.id/1063/2/bab i - bab iii.pdfpendahuluan...
Post on 25-Feb-2021
1 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hipertensi merupakan penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab
utama kematian secara global. Hipertensi adalah gangguan pada pembuluh darah
yang mengakibatkan suplai oksigen dan zat gizi yang dibawa oleh darah
terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya. Hipertensi sering
muncul tanpa gejala dan sering disebut sebagai The Silent Killer (1).
Berdasarkan rekapan data dari triwulan 1 hingga triwulan IV tahun 2017
angka kasus hipertensi pada masyarakat di UPTD Puskesmas Perawatan Plus
Teluk Dalam Kabupaten Nias Selatan adalah 236 kasus dengan usia dewasa (usia
produktif) yaitu 20-40 tahun (122 orang atau 51,7%) tidak berbeda jauh daripada
penderita usia >40 tahun (114 orang atau 48,3%). Hasil survei awal yang
dilakukan peneliti di UPTD Puskesmas Perawatan Plus Teluk Dalam Kecamatan
Teluk Dalam Kabupaten Nias Selatan memiliki wilayah kerja 15 desa, ditemukan
data masyarakat yang berkunjung bulan Januari 2018 sebanyak 454 orang dengan
kasus hipertensi 55 orang (12,1%) dan pada bulan Februari 2018 jumlah
kunjungan 579 dengan kasus hipertensi 76 orang (13,1%). Pada umumnya
penderita hipertensi berumur antara 20-40 tahun. Penyebab hipertensi yang paling
banyak disebabkan pola makan, dan kebiasaan minum alkohol (tuak) dan
kebiasaan yang mudah diperoleh dan harganya terjangkau masyarakat (2).
Berdasarkan hasil survei awal melalui wawancara dengan 10 orang
penderita hipertensi mengatakan bahwa 5 orang penderita hipertensi disebabkan
2
kebiasaan minum alkohol dan merokok, 2 orang disebabkan obesitas
(memiliki berat badan lebih) dan 1 orang karena keturunan (genetik) dan 2 orang
mempunyai kebiasaan mengkonsumsi kopi. Kebiasaan masyarakat mengonsumsi
kopi pada pagi dan sore hari atau penderita hipertensi mengonsumsi kopi minimal
2 gelas per hari. Penderita juga mengatakan minum kopi bila ada upacara adat
seperti pesta perkawinan, memperingati hari besar keagamaan, mengikuti kegiatan
kematian yang sampai pagi hari tidak tidur dan acara-acara keluarga. Penderita
hipertensi juga mengatakan bahwa mereka memiliki kebiasan mengonsumsi
alkohol sejenis tuak, bir, wisky dan lainnya. Penderita biasanya mengonsumsi
minuman ini pada hari libur kerja (sabtu dan minggu) atau tidak bekerja di sawah
dan di kantor. Masyarakat tidak berperilaku hidup sehat seperti merokok, tidak
pernah berolahraga, minum tuak hampir tiap sore di kedai-kedai yang ada di
daerah tersebut, dan sering mengonsumsi makanan berlemak yang tinggi
kolesterol seperti daging babi dan daging anjing yang harganya murah dijangkau.
Masyarakat penderita hipertensi cenderung lebih tinggi pada usia dewasa
muda dibandingkan dengan usia lansia, dapat menjadi masalah kesehatan yang
serius karena dapat mengganggu aktivitas dan dapat mengakibatkan komplikasi
yang berbahaya jika tidak terkendali dan tidak diupayakannya pencegahan
dini.Gejala penyakit lanjutan yang dapat terjadi seperti stroke, kerusakan mata,
sakit pembesaran otot jantung, otak (pening), dan ginjal. Selain itu, masyarakat
yang menderita hipertensi cenderung lebih memilih cara pengobatan dengan
membeli obat sakit kepala di warung karena jarak dari rumah ke puskesmas cukup
jauh.
3
Upaya tenaga kesehatan untuk mengurangi penyakit hipertensi dengan
memberikan promosi kesehatan, tetapi tidak langsung turun ke masyarakat atau
dilakukan hanya di puskesmas saja khususnya masyarakat yang mendapatkan
perawatan penyakit hipertensi. Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat
tentang penyakit hipertensi, petugas kesehatan melakukan penyuluhan ke
masyarakat tetapi pelaksanaannya belum tentu di1akukan 1 kali dalam triwulan
disebabkan luasnya daerah yang dikunjungi dan kurangnya dana operasional.
Program promosi kesehatan lebih digalakkan mengenai Kesehatan Ibu dan Anak
seperti kegiatan pelayanan balita dan pemeriksaan kesehatan ibu hamil.
Prevalensi kejadian hipertensi di Kabupaten Nias Selatan cukup tinggi
yaitu sebesar 31.6% (3). Penderita hipertensi di Indonesia tahun 2013 menduduki
peringkat kedua tertinggi sebagai penyebab dari kematian lansia di atas usia 65
tahun dengan presentase sebesar 11,2%. Sedangkan pada lansia laki-laki, penyakit
hipertensi menduduki 2 peringkat ke-4 dengan presentase sebesar 7,7% (4).
Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan hasil pengukuran pada umur ≥18
tahun sebesar 25,8%. Provinsi Aceh (30,9%), Provinsi Riau (30,8%), Jawa Barat
(29,4%) dan Provinsi Sumatra Utara (29,0%) menduduki urutan 5 teratas
prevalensi hipertensi (5).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2008, sebesar
40% penduduk usia dewasa menderita hipertensi. Prevalensi hipertensi dikawasan
Benua Eropa sebesar 41%, dan Australia sebesar 31,8%. Prevalensi hipertensi
pada kawasan Asia Tenggara adalah sebesar 37%, Thailand sebesar 34,2%,
Brunei Darusalam 34,4%, Singapura 34,6% dan Malaysia 38% (6).
4
4
Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu hipertensi primer
atau esensial (90% kasus hipertensi) yang penyebabnya tidak diketahui dan
hipertensi sekunder (10%) yang disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit
endokrin, penyakit jantung, gangguan ginjal. Diagnosis hipertensi ditegakkan
apabila didapatkan tekanan darah sistolik (TDS) ≥140 mmHg dan atau tekanan
darah diastolik (TDD) ≥ 90 mmHg pada dua kali pengukuran dalam waktu yang
berbeda (7).
Penyakit hipertensi merupakan masalah yang sedang dialami oleh seluruh
dunia. Menurut JNC-VII, hampir 1 milyar orang menderita hipertensi di dunia.
Menurut laporan World Health Organization (WHO), hipertensi merupakan
penyebab nomor 1 kematian di dunia. Data tahun 2010 di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa 28,6% orang dewasa berusia 18 tahun ke atas menderita
hipertensi (7).
Meski ancamannya menakutkan, masih banyak anggota masyarakat yang
mengabaikan hipertensi. Pengabaian ini dikarenakan sifat dari hipertensi itu
sendiri. Ketika belum merusak organ tubuh penyakit hipertensi tidak
menunjukkan gejala spesifik. Akibatnya pada tahap ini, orang masih merasa
nyaman dengan kondisi tubuhnya dan tidak merasa perlu untuk memeriksa
dirinya. Penanganan menjadi lebih sulit dan mahal karena penderita darah tinggi
baru mengeluh dan memeriksa dirinya ketika sudah komplikasi dengan sakit
ginjal, jantung, pembuluh darah diotak, buta dan menyebabkan kematian (8).
Gaya hidup kurang sehat merupakan 1 dari 10 penyebab kematian dan
kecacatan di dunia. Lebih dari dua juta kematian setiap tahunnya disebabkan oleh
5
5
kurangnya bergerak atau kurangnya aktifitas fisik, hal ini karena kalori yang
masuk tidak sebanding dengan kalori yang keluar sehingga makin lama makin
banyak kalori yang menumpuk sehingga menjadi beban bagi tubuh dan tubuh
menjadi terganggu yang kemudian menyebabkan kemunduran fisik yang
padaakhirnya dapat menimbulkan berbagai penyakit, misalnya diabetes mellitus,
tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan stroke terjadi pada usia dewasa (9).
Dewasa muda merupakan tahapan dalam perkembangan kehidupan
manusia yang harus dijalani.Masa muda seseorang diawali dengan masa transisi
dari masa remaja menuju dewasa muda yang melibatkan eksperimentasi dan
eksplorasi yang disebut emerging adulthood. Menurut Papalia bahwa
perkembangan dewasa dibagi menjadi 3 yaitu Dewasa Muda (young
adulthood)dengan usia berkisar antara 20 sampai40 tahun, dewasa menengah
(middle adulthood) dengan usia berkisar antara 40 sampai 65 tahun, dan dewasa
akhir(late adulthood) dengan usia mulai 65 tahun ke atas (10). Melalui gaya
hidup yang tidak baik dapat menimbulkan berbagai penyakit. Perubahan gaya
hidup seperti komsumsi makanan cepat saji, pola makan yang tidak baik,
kebiasaan merokok dan kurangnya aktifitas fisik. Aktifitas fisik yang serba praktis
merupakan salah satu pemicu untuk timbulnya penyakit berbahaya seperti
diabetes mellitus, tekanan darah tinggi (hipertensi), penyakit jantung dan stroke.
Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai kelebihan berat
badan lebih dari 20% dan hiperkolesterol mempunyai risiko yang lebih besar
terkena hipertensi (11).
6
6
Penyebab terjadinya hipertensi belum diketahui secara pasti. Faktor
predisposisi yang berkaitan dengan peningkatan tekanan darah adalah merokok,
kelebihan berat badan, konsumsi garam dan lemak, alkohol, tingkat stres,
rendahnya aktivitas fisik. Faktor predisposisi yang sulit terkontrol adalah
keturunan, ras, usia, dan jenis kelamin. Predisposisi genetik, misalnya, kalau
kedua orang tua hipertensi, kemungkinan hipertensi terjadi adalah 45%. Insiden
hipertensi meningkat sesuai dengan usia, pria mempunyai kemungkinan lebih
besar untuk menderita hipertensi dari pada wanita (12).
Banyak faktor fisiko sebagai penyebab penyakit hipertensi. Adapun faktor
risiko terjadinya kejadian hipertensi dapat dibedakan atas faktor risiko yang tidak
dapat diubah (seperti keturunan atau genetik, jenis kelamin, dan umur) dan faktor
risiko yang dapat diubah (seperti kegemukan atau obesitas, kurang olahraga atau
aktivitas fisik, merokok,stres, konsumsi alkohol dan konsumsi garam). Dampak
dari hipertensi terhadap lansia bila tidak segera diatasi dapat mengakibatkan
kelainan yang fatal. Kelainan itu misalnya, kelainan pembuluh darah, jantung
(kardiovaskuler) dan gangguan ginjal, bahkan pecahnya pembuluh darah kapiler
di otak atau lebih biasa disebut dengan stroke dan berakhir dengan kematian (12).
Hipertensi dapat dikendalikan dengan pengobatan farmakologi dan non-
farmakologi. Pengobatan farmakologi merupakan pengobatan menggunakan obat
anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah (13).
Pengobatan anti hipertensi antara lain dengan Angiotensin Converting
Enzim (ACE) inhibitor, diuretik, antagonis kalsium, dan vasodilator. Pengobatan
jangka panjang membutuhkan biaya yang cukup dan menimbulkan efek samping
7
7
bagi tubuh, disamping itu masyarakat sering tidak mematuhi untuk minum obat
anti-hipertensi secara teratur, sehingga masyarakat memilih menggunakan
pengobatan non-farmakologi. Pengobatan non farmakologi merupakan
pengobatan tanpa obat-obatan, dengan merubah gaya hidup menjadi lebih sehat
dan menghindari faktor yang dapat berisiko (14) .
Upaya pencegahan hipertensi kepada masyarakat dapat dilakukan melalui
penyuluhan kesehatan. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang hipertensi
akan memengaruhi pasien hipertensi untuk dapat mengatasi kekambuhan atau
melakukan pencegahan agar tidak terjadi komplikasi, sehingga perilaku tentang
hipertensi merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dimiliki, agar dapat
menanggulangi penyakit hipertensi itu sendiri. Dalam hal ini promosi kesehatan
sangatlah penting bagi masyarakat agar lebih memahami tentang penyakit tersebut
dan dapat merubah pola hidup yang sehat seperti pola makan dan kebiasaan
berolahraga demi tercapainya hidup sehat dan tidak mengalami gangguan
aktivitas sehari-hari (bekerja). Gaya hidup tersebut berpengaruh pada bentuk
perilaku atau kebiasaan seseorang dalam merespon kesehatan fisik dan psikis,
lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi (15).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik meneliti tentang Faktor Risiko
yang Memengaruhi Kejadian Hipertensi pada Usia Dewasa Muda di UPTD
Puskesmas Perawatan Plus Teluk Dalam Kabupaten Nias SelatanTahun 2018.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan fenomena yang terjadi di lokasi penelitian,
maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian adalah:
8
8
1. Apakah keturunan memengaruhi terjadinya hipertensi di usia dewasa muda.
2. Apakah kebiasaan olahraga memengaruhi terjadinya hipertensi di usia dewasa
muda.
3. Apakah mengonsumsi alkohol memengaruhi terjadinya hipertensi di usia
dewasa muda.
4. Apakah pengetahuan memengaruhi terjadinya hipertensi di usia dewasa muda.
5. Apakah sikap memengaruhi terjadinya hipertensi di usia dewasa muda.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Menganalisis faktor genetik memengaruhi terjadinya hipertensi di usia
dewasa muda.
2. Menganalisis faktor kebiasaan olahraga memengaruhi terjadinya
hipertensi di usia dewasa muda.
3. Menganalisis faktor mengonsumsi alkohol memengaruhi terjadinya
hipertensi di usia dewasa muda.
4. Menganalisis faktor pengetahuan memengaruhi terjadinya hipertensi di
usia dewasa muda.
5. Menganalisis faktor sikap memengaruhi terjadinya hipertensi di usia
dewasa muda.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis dan
praktis.
9
9
1) Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan sebagai masukan bagi
UPTD Puskesmas Perawatan Plus Teluk Dalam dalam peningkatan derajat
kesehatan masyarakat khususnya penderita hipertensi pada usia dewasa muda.
2) Secara Praktis
Manfaat praktis yang ingin dicapai dalam penelitian ini bagi beberapa pihak
antara lain:
a. Bagi UPTD Puskesmas Perawatan Plus Teluk Dalam
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan sebagai
dasar pertimbangan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada
umumnya dan diharapkan dapat memberikan masukan untuk mengurangi
kejadian hipertensi.
b. Bagi Akademisi
Penelitian ini merupakan proses pembelajaran untuk dapat menerapkan
ilmu yang telah diperoleh selama ini dan diharapkan dapat menambah
pengetahuan, pengalaman, dan wawasan mengenai faktor risiko kejadian
hipertensi, sehingga hasil penelitian ini dapat menerangkan dan
mempunyai pengetahuan teoritis dalam kasus nyata di lapangan.
c. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi
dan masukan bagi pemerintah daerah dalam kepedulian di bidang
kesehatan khususnya penyakit tidak menular.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian Fitriani (2012) berjudul Faktor Risiko Kejadian Hipertensi pada
Remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inapsidomulyo Kota Pekanbaru
menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara riwayat keturunan
(OR=7,68, 95%C/=3,5-16,82), obesitas (OR=12,32, 95%C7=5,27-28,75) dan
aktivitas fisik (OR=7,86, 95%C7=3,33-18,58) dengan kejadian hipertensi.
Perilaku merokok dan asupan natrium tidak terdapat hubungan yang signifikan.
Faktor risiko yang paling dominan adalah riwayat keturunan, obesitas dan
aktivitas fisik. Petugas puskesmas agar dapat meningkatkan penyuluhan kepada
masyarakat khususnya pada remaja tentang risiko hipertensi, terutama risiko
riwayat keturunan, perilaku merokok, obesitas, aktivitas fisik dan asupan natrium
sebagai penyebab hipertensi serta melakukan pencegahan penyakit hipertensi
sedini mungkin bagi remaja (16).
Penelitian Arifin (2013) berjudul Faktor Risiko Kejadian Hipertensi pada
Orang Dewasa di Banyuwangi: Studi Kasus Kontrol di Puskesmas Sempu
Banyuwangi. dengan hasil penelitian bahwa ada hubungan kejadian hipertensi
dengan beberapa faktor risiko diantaranya: aktivitas fisik ringan (OR=24,89;
95%CI: 4,15-149,31), stres sedang (OR=19,72; 95%CI: 4,43-87,62) dan stres
berat (OR=32,55; 95%CI: 3,92-270,07). Tingkat pendidikan yang lebih tinggi
(≥SMA-PT) dijumpai protektif terhadap kejadian hipertensi (OR=0,16; 95%CI:
11
0,04-0,57). Kebiasaan merokok tidak dijumpai sebagai faktor risiko terjadinya
hipertensi (OR=0,58; 95%CI: 0,18-1,86) (17).
Penelitian Kurnianingtyas (2016) berjudul Faktor Risiko Kejadian
Hipertensi pada Siswa SMAdi Kota Semarang bahwa faktor risiko kejadian
hipertensi adalah asupan natrium berlebih (OR=6,6; 95%CI=1,33-32,84;
p=0,011), aktivitas fisik ringan (OR=10,074; 95% CI=1,19-85,57; p=0,028) dan
obesitas (OR=28,632; 95% CI=3,52-233,07; p=0,000). Asupan karbohidrat
berlebih (OR=1,000; 95%CI=0,13-7,53; p=1,000) dan asupan lemak berlebih
(OR=1,133; 95%CI=0,43-3,01; p=0,803) bukan merupakan faktor risiko kejadian
hipertensi. Hasil analisis regresi logistik, obesitas (OR= 24,449; 95% CI=2,88-
207,83; p=0,003) dan asupan natrium berlebih (OR=14,752; 95%CI=1,58-137,53;
p=0,018) berhubungan dengan hipertensi. Disarankan untuk Unit Kesehatan
Siswa agar mempromosikan konsumsi makanan rendah garam dan melalukan
monitoring tekanan darah secara teratur (18).
Penelitian Sapitri (2016) berjudul Analisis Faktor Risiko Kejadian
Hipertensi pada Masyarakat di Pesisir Sungai Siak Kecamatan Rumbai Kota
Pekanbaru bahwa variabel yang berpegaruh terhadap kejadian hipertensi yaitu
obesitas, aktifitas fisik dan stres. Variabel pola asupan garam, dan
kebiasaan_merokok tidak berpengaruh terhadap kejadian hipertensi. Perlunya
masyarakat melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin agar tekanan darah
bisa dikontrol setiap waktu (19).
Penelitian Aisyah (2011) berjudul Analisis Faktor-faktor yang
Memengaruhi Kejadian Hipertensi Primer di Desa Trunuh Klaten Selatan bahwa
12
faktor utama yang memengaruhi kejadian hipertensi adalah usia ≥45 tahun
sebanyak 66 orang (22,2%) sedangkan faktor yang paling rendah adalah obesitas
yaitu 26 orang (8,1%). Untuk meningkatkan kebersihan penanggulangan
hipertensi primer, bagi masyarakat waspada dengan bertambahnya usia lebih hati-
hati yang memiliki riwayat keluarga hipertensi dengan hipertensi karena faktor ini
tidak dapat dimodifikasi sehingga diperlukan pola hidup yang sehat karena faktor
paling utama adalah usia (20).
Penelitian Wahyuningsih (2013) berjudul Faktor yang Memengaruhi
Hipertensi pada Usia Lanjut. Pengumpulan data menggunakan wawancara tentang
usia, jenis kelamin, genetik, kebiasaan merokok, kebiasaaan olahraga, kebiasaan
minum kopi, dan konsumsi garam. Hipertensi pada lanjut usia berhubungan
dengan usia, kebiasaan olahraga, obesitas dan tipe kepribadian, sedangkan faktor
yang memengaruhi hipertensi adalah usia, obesitas, kebiasaan olahraga, stress,
tipe kepribadian serta stress merupakan faktor yang paling dominan memengaruhi
hipertensi pada usia lanjut (21).
Penelitian Widiansah (2016) berjudul Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Hipertensi pada Laki-Laki Usia Dewasa Muda di Wilayah Kerja
Puskesmas Bulu Kabupaten Sukoharjo. Hasil penelitian menjelaskan bahwa
sebagian responden pada kedua kelompok mempunyai kebiasaan merokok, pada
kelompok kasus sebanyak 18 orang (64,3%) maupun pada kelompok kontrol
sebanyak 36 orang (64,3%). Begitu juga responden yang mengkonsumsi alkohol,
pada kelompok kasus sebanyak 11 orang (39,3%) dan pada kelompok kontrol
sebanyak 18 orang (32,1%). Tidak ada hubungan antara aktivitas fisik (p=0,215),
13
kebiasaan merokok (p=1,0), dan konsumsi alkohol (p=0,516) dengan kejadian
hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bulu Sukoharjo (22).
2.2. Telaah Teori
2.2.1. Hipertensi
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure adalah sebagai tekanan yang
lebih tinggi dari 140 / 90 mmHg (23). Hipertensi salah satunya disebabkan oleh
faktor gaya hidup modern, orang zaman sekarang sibuk mengutamakan pekerjaan
untuk mencapai kesuksesan. Kesibukan dan kerja keras serta tujuan-tujuan yang
berat mengakibatkan timbulnya rasa stres dan timbulnya tekanan yang tinggi.
Perasaan tertekan membuat tekanan darah menjadi naik. Selain itu, orang yang
sibuk juga tidak sempat untuk berolahraga. Akibatnya lemak dalam tubuh
semakin banyak dan tertimbun yang dapat menghambat aliran darah. Pembuluh
darah yang terhimpit oleh tumpukan lemak menjadikan tekanan darah menjadi
tinggi. Inilah salah satu penyebab terjadinya hipertensi (24).
Hipertensi adalah kondisi tekanan darah seseorang yang berada di atas
batas-batas tekanan darah normal. Hipertensi adalah faktor penyebab timbulnya
penyakit berat seperti serangan jantung, gagal ginjal, dan stroke. Hipertensi berarti
tekanan darah di dalam pembuluh-pembuluh darah sangat tinggi (25).
Menurut Komisi Pakar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2011) tentang
Pengendalian Hipertensi menjelaskan bahwa hipertensi merupakan gangguan
pembuluh darah jantung (kardiovaskular) paling umum yang merupakan
tantangan kesehatan utama masyarakat yang sedang mengalami perubahan
14
sosioekonomi dan epidemiologi. Hipertensi merupakan salah satu faktor utama
risiko kematian karena gangguan kardiovaskular yang mengakibatkan kematian
20-50% dari seluruh kematian (26).
2.2.2. Batasan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi
Tekanan darah umumnya diukur dengan alat yang disebut
sphygmomanometer atau biasa dikenal dengan tensimeter, yang terdiri dari sebuah
pompa, sebuah pengukur tekanan, dan sebuah manset dari karet dengan satuan
ukuran milimeter air raksa (mmHg). Klasifikasi tekanan darah pada Dewasa
menurut JNC VII sebagai berikut (23).
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Pre Hipertensi 120-139 atau 80-90
Stadium 1 140-159 atau 90-99
Stadium 2 ≥ 160 atau ≥ 100
Sumber: JNC VII (23)
Pada saat ini, nilai atau batasan hipertensi sudah berubah. Seseorang
dikatakan memiliki tekanan darah normal bila tekanan darahnya kurang dari
120/80 mmHg. Orang yang sudah menjelang hipertensi atau pre-hipertensi adalah
mereka yang memiliki tekanan darah 120–139/80–99 mmHg. Orang yang
mengalami hipertensi juga dapat dibedakan berdasarkan derajat ketinggiannya.
Hipertensi derajat 1 adalah mereka yang memiliki tekanan darah 140–159/90–99
mmHg. Hipertensi derajat 2 adalah orang-orang yang memiliki tekanan darah
lebih dari 160/90 mmHg (27).
Ada faktor yang memengaruhi tekanan darah pada suatu waktu, antara lain
aktivitas kerja, waktu istirahat (tidur), stress, posisi tubuh, kondisi pernapasan,
15
olahraga dan makanan. Keadaan tekanan darah paling rendah ketika tidur dan
tertinggi ketika beraktivitas berat atau adanya stress. Perubahan tekanan darah
yang dipengaruhi oleh banyak faktor mengharuskan pengukuran yang berulang-
ulang agar mendapatkan nilai yang tepat. Pengukuran sekali tidak dapat dijadikan
landasan untuk menentukan kondisi seseorang. Hal yang perlu diperhatikan,
sebelum melakukan pengukuran tekanan darah, jangan beraktivitas yang diluar
kebiasaan, seperti kerja lembur. Sehingga pengukuran terbaik, jika tubuh dalam
kondisi cukup istirahat, aktivitas seperti biasa, dan pola makan seperti kebiasaan
sehari-hari. Hal ini juga menunjukkan kualitas kesehatan dari pola hidup yang
telah kita jalani (27).
2.2.3. Gejala Hipertensi
Sebagian besar penderita hipertensi tidak menimbulkan gejala yang
khusus. Meskipun secara tidak sengaja, beberapa gejala terjadi bersamaan dan
dipercaya berhubungan dengan hipertensi padahal sesungguhnya bukan
hipertensi. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung
(mimisan), migren atau sakit kepala sebelah, wajah kemerahan, mata berkunang-
kunang, sakit tengkuk, dan kelelahan. Kadang-kadang penderita hipertensi berat
mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan
otak (25).
Adapun gejala-gejala hipertensi yang mungkin dialami penderita
diantaranya: (a) sering pusing kepala; (b) gampang marah; (c) sulit tidur dan
sering gelisah; (d) sesak napas; (e) leher belakang sering kaku; (f) gangguan
penglihatan, dan (g) sulit berkonsentrasi (27).
16
2.2.4. Pengelompokan Hipertensi
Menurut Widjaya bahwa hipertensi dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis
yaitu:
a. Hipertensi primer atau esensial;
Hipertensi primer artinya hipertensi yang belum diketahui penyebabnya
dengan jelas. Berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab seperti
bertambahnya usia, stres psikologis, pola konsumsi yang tidak sehat, dan
hereditas (keturunan). Sekitar 90% pasien hipertensi diperkirakan termasuk
dalam kategori ini.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder artinya hipertensi yang telah diketahui penyebabnya
dengan jelas. Pada umumnya berupa penyakit atau kerusakan organ yang
berhubungan dengan cairan tubuh, misalnya ginjal yang tidak berfungsi,
pemakaian kontrasepsi oral, dan terganggunya keseimbangan hormon yang
merupakan faktor pengatur tekanan darah disebabkan oleh penyakit ginjal,
penyakit endokrin, dan penyakit jantung (27).
Menurut Susilo dan Wulandari bahwa hipertensi dapat dikelompokkan
menjadi 2 jenis yaitu:
a. Hipertensi utama (primary hypertension); adalah suatu kondisi yang jauh
lebih sering dan meliputi 95% dari hipertensi. Penyebab dari hipertensi utama
adalah berbagai faktor yang memiliki efek-efek kombinasinya sehingga
menyebabkan hipertensi.
17
b. Hipertensi sekunder (secondary hypertension); yang meliputi 5% dari
hipertensi disebabkan oleh suatu kelainan spesifik pada salah satu organ atau
sistem tubuh (25).
Klasifikasi tekanan darah menurut WHO dapat dibagi sebagaimana tabel
berikut.
Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut WHO Tahun 2011
Klasifikasi Tekanan
Darah
Tekanan Darah Sistolik
(mmHg)
Tekanan Darah
Diastolik
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi derajat I 140 - 159 90 - 99
Hipertensi derajat II 160 – 169 100-109
Hipertensi derajat III ≥180 ≥110
Sumber: WHO (26).
2.2.5. Etiologi
Faktor risiko yang dapat menyebabkan hipertensi adalah stress,
kegemukan, merokok, dan hipernatrium. Pada umumnya hipertensi tidak
mempunyai penyebab yang spesifik, namun ada beberapa faktor yang
memengaruhi terjadinya peningkatan tekanan darah, yaitu:
a. Genetik, respon neurologis terhadap stres atau kelainan ekskresi atau
transport Na.
b. Obesitas, level insulin yang meningkat mengakibatkan tekanan darah
meningkat.
c. Stres karena lingkungan
18
d. Hilangnya elastisitas jaringan, arterisklerosis dan pelebaran pembuluh darah
(26).
2.2.6. Patofisiologi
Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output (curah
jantung) dengan total tahanan perifer. Cardiac output
(Curah jantung) diperoleh dari perkalian antara stroke volume dengan heart rate
(denyut jantung). Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem saraf
otonom dan sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol yang berperan dalam
mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baru reseptor arteri, pengaturan
volume cairan tubuh, sistem renin angio tensin dan auto regulasi vaskuler (28).
Baroreseptor arteri terutama ditemukan di sinus carotid, tapi juga dalam
aorta dan dinding ventrikel kiri. Baroreseptor ini memonitor derajat tekanan
arteri. Sistem baroreseptor meniadakan peningkatan tekanan arteri melalui
mekanisme perlambatan jantung oleh respon vagal (stimulasi para simpatis) dan
vasodilatasi dengan penurunan tonus otot simpatis. Oleh karena itu, refleks
kontrol sirkulasi meningkatkan arteri sistemik bila tekanan baroreseptor turun dan
menurunkan tekanan arteri sistemik bila tekanan baroreseptor meningkat. Alasan
pasti mengapa kontrol ini gagal pada hipertensi belum diketahui. Hal ini ditujukan
untuk menaikkan re-setting sensitivitas baroreseptor sehingga tekanan meningkat
secara tidak adekuat, sekalipun penurunan tekanan tidak ada (28).
Perubahan volume cairan memengaruhi tekanan arteri sistemik. Bila tubuh
mengalami kelebihan garam dan air, tekanan darah meningkat melalui mekanisme
fisiologi kompleks yang mengubah aliran balik venake jantung dan
19
mengakibatkan peningkatan curah jantung. Bila ginjal berfungsi secara adekuat,
peningkatan tekanan arteri mengakibatkan diuresis dan penurunan tekanan darah.
kondisi patologis yang mengubah ambang tekanan pada ginjal dalam
mengekskresikan garam dan air akan meningkatkan tekanan arteri sistemik (28).
Renin dan angiotensin memegang peranan dalam pengaturan tekanan
darah. Ginjal memproduksi renin yaitu suatu enzim yang bertindak sebagai
substrat protein plasma untuk memisahkan angiotensinI, yang kemudian diubah
oleh converting enzym dalam paru menjadi bentuk angiotensin II kemudian
menjadi angiotensin III. Angiotensin II dan III mempunyai aksi
vasokonstriktor yang kuat pada pembuluh darah dan merupakan makanisme
kontrol terhadap pelepasan aldosteron. Aldosteron sangat bermakna dalam
hipertensi terutama pada aldosteronisme primer. Melalui peningkatan aktivitas
sistem saraf simpatis, angiotensin II dan III juga mempunyai efek inhibiting atau
penghambatan ekskresi garam (Natrium) dengan akibat peningkatan tekanan
darah (28).
Sekresi renin tidak tepat diduga sebagai penyebab meningkatnya tahanan
periver vaskular pada hipertensi esensial. Pada tekanan darahtinggi, kadar renin
harus tinggi diturunkan karena peningkatan tekanan arteriolar renal mungkin
menghambat sekresi renin. Namun demikian, sebagian orang dengan hipertensi
esensial mempunyai kadar renin normal (28).
Peningkatan tekanan darah terus-menerus pada klien hipertensi esensial
akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah pada organ-organ vital.
Hipertensi esensial mengakibatkan hyperplasia medial (penebalan) arteriole-
20
arteriole. Karena pembuluh darah menebal, maka perfusi jaringan menurun dan
mengakibatkan kerusakan organ tubuh. Hal ini menyebabkan infark miokard,
stroke, gagal jantung, dan gagal ginjal. Auteregulasi vaskular merupakan
mekanisme lain lain yang terlibat dalam hipertensi (28).
Auteregulasi vaskular adalah suatu proses yang mempertahankan perfusi
jaringan dalam tubuh relatif konstan. Jika aliran berubah, proses-proses
autoregulasi akan menurunkan tahanan vaskular dan mengakibatkan pengurangan
aliran, sebaliknya akan meningkatkan tahanan vaskular sebagai akibat dari
peningkatan aliran. Auteregulasi vaskular nampak menjadi mekanisme penting
dalam menimbulkan hipertensi berkaitan dengan over load garam dan air (28).
Hipertensi maligna adalah tipe hipertensi berat yang berkembang secara
progresif. Seseorang dengan hipertensi maligna biasanya memiliki sebagai gejala-
gejala morning headaches, penglihatan kabur, dan sesak napas dan dispnea, dan/
atau gejala uremia. Tekanan darah diastolik >115mmHg, dengan rentang tekanan
diastolik antara 130-170 mmHg. Hipertensi maligna meningkatkan risiko gagal
ginjal, gagal jantung kiri dan stroke (28).
2.2.7. Manifestasi Klinis
Hipertensi pada setiap orang menimbulkan tanda dan gejala yang berbeda,
namun terkadang ada yang timbul tanpa gejala. Secara umum gejala yang
ditimbulkan oleh penderita hipertensi adalah:
a. Sakit kepala
b. Rasa pegal dan tidak nyaman pasa tengkuk
c. Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh.
21
d. Berdebar atau detak jantung terasa cepat.
e. Telinga berdenging
f. Wajah kemerahan
g. Kelelahan (29).
Jika klien menderita hipertensi berat atau menahun dan tidak diobati, maka
bisa timbul gejala sebagai berikut:
a. Sakit kepala
b. Kelelahan
c. Mual
d. Muntah
e. Sesak napas
f. Gelisah
g. Pendangan menjadi kabur karena kerusakan pada otak, mata, jantung dan
ginjal.
h. Terjadi penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan
otak (29).
2.2.8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Hemoglobin dan Hematokrit untuk menunjukkan anemia dan polycythemia.
b. Urinalysis, untuk mengetahui adanya proteinuria atau tanda lain dari gagal
ginjal.
a. Serum sodium, potassium, dan kreatinin.
b. Gula darah puasa, karena DM adalah faktor risiko jantung yang dipengaruhi
oleh obat antihipertensi.
c. ECG untuk mengkaji fungsi ventrikel kiri dan hipertropi.
22
d. X-Ray (29).
2.2.9. Penatalaksanaan
1) Farmakologis
Satu dari berbagai pertimbangan dalam pemberian terapi obat penderita
hipertensi seharusnya dimulai sedikit-sedikit dengan dosis yang rendah. Obat
antihipertensi diantaranya:
a) Diuretik meliputi
Thiazide: Chlorotiazid, Chlortalidone, Hydrodiuril, Indapamide,
Metolazone.
Loop diuretic : Bumetanide, Ethacrynic acid, Furosemide (lasix).
Potassium-Sparing Diuretics: Amiloride, Spironolactone, Triamterene.
b) B-Bloker meliputi Acebutolol, Atenolol, Betanolol, Metoprolol, Nadolol,
Penbutolol, Pindolol, Propanolol, Timolol.
c) ACEIs meliputi: Captopril, Enalapril, Lisinopril, Fosinopril, Quinapril,
Rampiril.
d) Calcium Channel Blockers meliputi: Diltiazem, Nicardipine, Nifedipine,
sustained release (Procardia, XL), Verapa mil, sustained release (Calan
SR, Isoptin SR).
2) Non Farmakologis
Modifikasi gaya hidup menjadi dasar untuk mengontrol hipertensi,
diantaranya sebagai berikut :
a) Menurunkan berat badan jika diperlukan.
b) Hindari alkohol.
23
c) Olahraga
d) Menganjurkan untuk menambahkan potassium, kalsium, dan magnesium
kedalam dietnya.
e) Mengurangi masukan garam 2,4-6 gram garam.
f) Mengurangi mengonsumsi makanan berlemak, serta meningkatkan
makan buah, sayuran dan produk susu tanpa lemak (29).
2.2.10. Pencegahan dan Pengobatan Hipertensi
Hipertensi ini dapat dicegah dengan pengaturan pola makan yang baik dan
aktivitas fisik yang cukup. Hipertensi sering kali tidak menimbulkan gejala,
sementara tekanan darah yang terus menerus tinggi dalam jangka waktu lama
dapat menimbulkan komplikasi. Hipertensi terus menerus adalah salah satu faktor
penyebab stroke, serangan jantung, gagal jantung dan merupakan penyebab utama
gagal ginjal kronis. Oleh karena itu, hipertensi perlu dideteksi dini, yaitu dengan
pemeriksaan tekanan darah secara berkala, yang dapat dilakukan pada waktu cek
kesehatan atau saat ke dokter. Biasanya dokter akan memeriksa dua kali atau lebih
sebelum menentukan apakah seseorang menderita hipertensi (27).
Hipertensi tidak akan muncul begitu saja. Naiknya tekanan darah,
biasanya merupakan akumulasi dari sikap hidup yang tidak sehat dan sudah
berlangsung dalam kurun waktu yang lama. Semua kebiasaan-kebiasaan yang
buruk dalam kehidupan dan pola makan yang tidak sehat akan menambah daftar
buruk yang memicu terjadinya hipertensi. Sebagai langkah antisipasi yang paling
jitu adalah menjalankan pola makan sehat dan pola hidup sehat. Ada beberapa
24
patokan pola makan sehat dan pola hidup sehat yang dapat dijadikan panduan bagi
penderita hipertensi yaitu:
a. Pola makan sehat yaitu
Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk menjaga pola makan sehat antara
lain : 1) Kurangi konsumsi garam dalam makanan sehari-hari; 2) Konsumsi
makanan yang mengandung kalium, magnesium, dan kalsium, karena mampu
mengurangi hipertensi; 3) Kurangi minuman beralkohol secara berlebihan; 4)
Makan sayur dan buah-buahan yang berserat tinggi seperti sayuran hijau,
pisang, tomat, wortel, melon, dan jeruk; 5) Kendalikan kadar kolesterol,
kurangi makanan yang mengandung lemak jenuh; 6) Kendalikan diabetes.
Bila menderita diabetes, konsumsi makanan yang sehat, jangan menggunakan
obat-obatan pengendali diabetes yang memicu komplikasi penyakit lainnya; 7)
Hindari konsumsi obat yang bisa meningkatkan tekanan darah; 8) Tidur yang
cukup setiap hari antara 6-8 jam; 9) Kurangi makanan yang mengandung
kolesterol tinggi dan perbanyak aktivitas fisik untuk mengurangi berat badan;
10) Konsumsi minyak ikan karena mengandung asam lemak (omega-3) yang
dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan; 11) Puasa secara rutin juga
sangat membantu mengendalikan tekanan darah.
b. Pola hidup sehat
Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk menjaga pola hidup sehat antara
lain : 1) Melakukan olahraga secara teratur; seperti berjalan kaki, bersepeda,
lari santai, dan berenang dan dilakukan 30-45 menit/hari 3 x seminggu; 2)
jalankan terapi antistres, terutama saat menghadapi segala macam persoalan
25
dan tuntutan hidup dengan mengendalikan dan menghadapi stres dengan cara
bijak; 3) berhenti merokok karena rokok mengandung nikotin yang tidak baik
bagi tekanan darah dan bagi kesehatan secara umum; 4) mendekatkan diri
pada Tuhan sehingga tiap ada persoalan besar tidak langsung emosi tinggi dan
stress yang memicu naiknya tekanan darah; 5)mengendalikan pola kesehatan
secara keseluruhan, termasuk mengendalikan kadar kolesterol, diabetes, berat
badan dan pemicu-pemicu penyakit lainnya (25).
2.2.11. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian Hipertensi
Menurut faktor-faktor pemicu kemunculan hipertensi dapat dibedakan
menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah faktor-faktor tak dapat
dikontrol (genetik atau keturunan, jenis kelamin dan umur). Kelompok kedua
adalah faktor-faktor yang dapat dikontrol (seperti kegemukan, kurang beraktivitas
fisik, merokok, pola komsumsi garam). Selain itu berdasarkan faktor fisik dan
faktor lingkungan masing-masing yaitu:
a. Faktor Fisik
1) Obesitas (kegemukan); obesitas merupakan ciri dari populasi penderita
hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi
yang obesitas lebih tinggi daripada penderita hipertensi yang tidak
obesitas.
2) Keturunan (Herediter); peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi
terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak
pada orang kembar. Seorang penderita yang mempunyai sifat geneik
hipertensi primer (esensial), apabila dibiarkan secara alamiah bersama
26
lingkungannya, akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam
waku sekitar 30-50 tahun akan timbul gejala-gejala.
3) Jenis Kelamin: pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita
hipertensi daripada wanita. Hipertensi berdasarkan jenis kelamin ini dapat
pula dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada wanita seringkali dipicu oleh
perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan berat badan), depresi, dan
rendahnya status pekerjaannya. Sedangkan ada pria lebih berhubungan
dengan pekerjaan yang memengaruhi faktor psikis kuat.
b. Faktor Lingkungan
1) Pola konsumsi; pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui
peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan
ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi (pengeluaran) kelebuhan garam
sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang
normal. Natrium cukup berpengaruh, sehingga perlu dibatasi secara
terkontrol.
2) Gaya hidup yang kurang sehat; kebiasaan merokok, konsumsi minuman
beralkohol, dan sedikitnya aktivitas tubuh akibat pola hidup modern
memengaruhi kemunculan hipertensi. Masyarakat di perkotaan cenderung
lebih banyak menderita hipertensi karena adanya gaya hidup yang
berhubungan dengan risiko hipertensi seperti stress, obseitas, kurangnya
olahraga, merokok, alkohol, dan makan makanan yang tinggi kadar
lemaknya.
27
Penyakit ini tidak mengenal usia kelompok masyarakat. Kelas ekonomi
terendah sampai tertinggi, berisiko hipertensi. Faktor keturunan ternyata berperan
pada kemunculan hipertensi. Gen atau materi pembawa sifat keturunan yang
diwariskan membawa nilai risiko yang berbeda-beda. Jika seseorang memiliki
potensi hipertensi dari keturunan, selanjutnya faktor lingkungan akan memicu
kemunculannya. Faktor lingkungan dalam hal ini pola hidup, seperti pola
konsumsi, antara lain asupan garam dan lemak. Selain itu stress akibat faktor
lingkungan sosial yang memengaruhi psikis seseorang turut member peran
kemunculan hipertensi. Hipertensi akibat adanya faktor keturunan (esensial),
umumnya muncul setelah dewasa dan menjelang usia tua (27).
Seseorang dikatakan mengalami hipertensi atau tekanan darah tinggi jika
memiliki nilai systole 140 mmHg dan diastole 90 mmHg. Penderita hipertensi
dicirikan dengan hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140
mmHg atau lebih tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan
diastolik masih dalam kisaran normal. Insiden hipertensi meningkat seiring
bertambahnya usia (30).
Mengukur tekanan darah maka perlu dilakukan pengukuran darah secara
rutin. Tekanan darah harus selalu diperiksa dalam setiap kunjungan. Tekanan
darah harus diperiksa baik saat pasien dalam posisi terlentang, atau duduk.
Kantung udara yang terdapat dalam manset alat pengukur tekanan darah harus
setidaknya menutup dua per tiga lingkar lengan pasien yang bersangkutan. Palpasi
pada tekanan manset pengukur di mana denyut arteri radial menghilang
28
merupakan salah satu cara untuk memeriksa kembali ketepatan dari auskultasi
tekanan darah sistolik (31).
Menurut Elsanti faktor risiko yang memengaruhi kejadian hipertensi
yaitu:(32).
1. Faktor Risiko
Faktor risiko hipertensi dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu faktor risiko
yang dapat dikontrol maupun tidak dapat dikontrol.
a. Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dikontrol
1) Umur
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi
orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang
yang berusia lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani secara
khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun,
karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada
kebanyakan kasus, hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut (33).
Kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari
keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat dari
berkurangnya kelenturan. Mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi semakin
kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri. Bertambahnya umur,
risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi di kalangan usia lanjut
cukup tinggi yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar 50% di atas umur 60
tahun. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah meningkat
seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus hipertensi akan
29
berkembang pada umur lima puluhan dan enam puluhan. Bertambahnya umur,
dapat meningkatkan risiko hipertensi (34).
2) Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi sama antara pria dan wanita. Pada
premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen
yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus
berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan
umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55
tahun. Namun tidak tertutup kemungkinan hipertensi dapat terjadi pada usia muda
karena penyebab hipertensi tidak berbeda jauh antara usia muda dengan usia tua
lebih dominan disebabkan gaya hidup dan pola makan (35).
3) Keturunan (Genetik)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga
itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan
peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium
terhadap sodium. Seseorang mempunyai orang tua dengan hipertensi berisiko dua
kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai
keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi
esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (35).
Penelitian Hafiz (2016) menjelaskan bahwa faktor yang berhubungan
dengan kejadian hipertensi pada kelompok lanjut usia di Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Petang I Kabupaten Badung adalah genetik, olah raga, dan tingkat
30
stress. Faktor jenis kelamin, obesitas, merokok, dan konsumsi alkohol tidak
terdapat hubungan yang bermakna dengan kejadian hipertensi (36).
b. Risiko yang Dapat dikontrol
1) Obesitas
Faktor yang diketahui dapat dikontrol dengan baik adalah obesitas, dimana
berhubungan dengan peningkatan volume intravaskuler dan curah jantung.
Pengurangan berat badan sedikit saja sudah menurunkan tekanan darah. Obesitas
dapat memperburuk kondisi penderita hipertensi. Kelompok risiko dapat memicu
timbulnya berbagai macam penyakit seperti atritis, jantung, dan hipertensi.
Seseorang mengalami obesitas atau tidak, dapat dilakukan dengan mengukur berat
badan dengan tinggi badan, yang kemudian disebut dengan Indeks Massa Tubuh
(IMT) (37).
IMT berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah
sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita
hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih (37).
Obesitas berisiko terhadap munculnya berbagai penyakit jantung dan
pembuluh darah. Disebut obesitas apabila melebihi Body Mass Index (BMI) atau
Indeks Massa Tubuh (IMT). BMI untuk orang Indonesia adalah 25. BMI
memberikan gambaran tentang risiko kesehatan yang berhubungan dengan berat
badan. Marliani juga mengemukakan bahwa penderita hipertensi sebagian besar
mempunyai berat badan berlebih, tetapi tidak menutup kemungkinan orang yang
31
berat badanya normal (tidak obesitas) dapat menderita hipertensi. Curah jantung
dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi
dibandingkan dengan berat badannya normal (38).
WHO (2011) telah mendefenisikan sejumlah klasifikasi/kategori IMT
yang dapat mencerminkan risiko penyakit tertentu.
Tabel 2.3 Klasifikasi IMT Menurut WHO Tahun 2011
Kategori IMT Risiko Penyakit
Kurus (underweight) <18,5 Rendah
BB normal 18,5-24,9 Rata-rata
BB berlebih (overweight) 25-29,9 Meningkat
Obesitas kelas 1 30-34,9 Sedang
Obesitas kelas 2 35-39,9 Berbahaya
Obesitas kelas 3 (obesitas morbid) ≥40 Sangat berbahaya
Sumber: WHO (26)
Penelitian Hafiz (2016) menjelaskan bahwa lansia yang memiliki riwayat
hipertensi pada keluarga merupakan faktor risiko untuk terjadinya hipertensi,
yakni lansia yang memiliki riwayat hipertensi pada keluarga mempunyai risiko
untuk menderita hipertensi 1,417 kali lebih besar dibandingkan dengan lansia
yang idak memiliki riwayat hipertensi pada keluarga di wilayah kerja Puskesmas
Petang I Kabupaten Badung (36).
2) Kurang olahraga
Olahraga merupakan serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana
untuk memelihara kehidupan, meningkatkan kualitas hidup dan mencapai tingkat
kemampuan jasmani yang sesuai dengan tujuan (39). Olahraga yang teratur dapat
menurunkan risiko aterosklerosis yang merupakan salah satu penyebab hipertensi.
Selain itu, dengan melakukan olahraga yang teratur khususnya aerobik seperti
32
jalan cepat, jogging, bersepeda, renang dan senam dapat menurunkan tekanan
darah sebanyak 5-10 mmHg (40).
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak
menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer
yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung
sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih
berat karena adanya kondisi tertentu. Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko
tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk (38).
Seseorang yan kurang aktifitas fisik dapat mengakibatkan berbagai macam
keluhan. Salah satunya pada sistem kardiovaskular yaitu ditandai dengan
menurunnya denyut nadi maksimal serta menurunnya jumlah darah yang dipompa
dalam tiap denyutan. Kurang aktifitas fisik juga dapat meningkatkan tekanan
darah, dengan latihan olahraga yang rutin diharapkan akan menurunkan tekanan
darah dengan sendirinya (37). Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO (2011)
menjelaskan bahwa aktivitas fisik adalah gerakan fisik apapun yang dihasilkan
oleh otot rangka yang memerlukan atau membutuhkan pengeluaran energi di atas
level istirahat (25).
Masyarakat cenderung menjadi obese dan overweight karena sikap
sedentari serta rendahnya aktivitas fisik yang dilakukan. Hal ini salah satunya
disebabkan oleh karena terdapat faktor penghalang untuk memulai aktivitas fisik
tersebut. Faktor penghalang untuk memulai aktivitas fisik tersebut dibagi menjadi
faktor internal dan eksternal. Faktor internal diantaranya; terlalu lelah, terlalu
malas, malu, merasa sudah cukup aktif, tidak tahu cara melakukannya, sedang
33
cidera, terdapat masalah kesehatan yang menghalangi, kondisi fisik tidak baik,
tidak ada motivasi, merasa tidak nyaman, dan merasa olahraga membosankan.
Faktor eksternal meliputi; tidak memiliki cukup waktu, tidak ada teman olahraga,
menyebabkan rasa sakit, kurangnya fasilitas, mengganggu aktivitas sosial/
keluarga, biaya, mengganggu pekerjaan, ketidaksetujuan oranglain, kurangnya
transportasi, kurangnya budaya berolahraga, sedang puasa, dan cuaca kurang
mendukung (41).
Penelitian Ismanto (2013) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa tidak
ada hubungan antara frekuensi olahraga dengan tekanan darah pada penderita
hipertensi (p= 0,250) dan tidak ada hubungan antara durasi olahraga dengan
tekanan darah pada penderita hipertensi (p= 0,177) di ruang rawat inap Rumah
Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta. Perlunya ditingkatkan olahraga bagi
penderita hipertensi dengan teratur dan dengan komponen seperti frekuensi
olahraga 3-5 kali/seminggu dan durasi 30-60 menit (42).
Menurut Muhammadun (2010) meningkatnya tekanan darah tidak hanya
dipengaruhi oleh kebiasaan olahraga, tetapi banyak faktor yang mempengaruhi
meningkatnya tekanan darah antara lain jenis kelamin, umur, riwayat keluarga,
kebiasaan merokok, dan gaya hidup. Kebiasaan buruk seseorang merupakan
ancaman terbesar terhadap kesehatan bagi seseorang seperti gaya hidup yang
modern, kerja keras dalam situasi tertekan, dan stres yang berkepanjangan, kurang
berolahraga, dan mengatasi stress dengan merokok atau minum minuman yang
beralkohol, atau kopi (43).
3) Kebiasaan Merokok
34
Perilaku merokok merupakan perilaku yang berbahaya bagi kesehatan,
tetapi masih banyak orang yang melakukannya, bahkan orang mulai merokok
ketika dia masih remaja. Perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena
adanya stimulus dan respon serta dapat diamati secara langsung maupun tidak
langsung. Aktifitas yang secara langsung dapat diamati pada remaja laki-laki
adalah perilaku merokok. Perilaku merokok adalah perilaku yang dinilai sangat
merugikan dilihat dari berbagai sudut pandang baik bagi diri sendiri maupun
orang lain disekitarnya (44).
Meskipun efek jangka panjang merokok terhadap tekanan darah masih
belum jelas, namun efek sinergis merokok dengan tekanan darah yang tinggi
terhadap risiko kardiovaskuler telah didokumentasikan secara nyata. Merokok
menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan
dengan peningkatan insiden hipertensi maligna (37).
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap
melalui rokok yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel
pembuluh darah arteri, mengakibatkan proses aterosklerosis dan tekanan darah
tinggi. Pada studi autopsi dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan
adanya aterosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok pada penderita
tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh
darah arteri (45). Menurut Widiansah (2016) bahwa cara pengukuran variabel
kebiasaan merokok dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari: jenis rokok,
konsumsi rokok, lama merokok, dan perokok pasif (22).
35
Meskipun semua orang mengetahui tentang bahaya yang ditimbukan
akibat rokok, tetapi hal ini tidak pernah surut dan hampir setiap saat dapat ditemui
banyak orang yang sedang merokok bahkan perilaku merokok sudah sangat wajar
dipandang oleh masyarakat terutama usia dewasa, khususnya remaja laki-laki.
Ada 3 fase klinik penting dalam kecanduan tembakau yaitu: mencoba, kadang-
kadang menggunakan, menggunakan setiap hari. Seperti penggunaan zat-zat
(substances) lainnya, terdapat beberapa faktor sehingga orang dewasa menjadi
perokok, misalnya faktor psikologi, faktor biologi, faktor lingkungan (46).
4) Mengonsumsi garam berlebih
Hubungan antara asupan natrium dan hipertensi masih kontroversial, tetapi
jelas bahwa pada beberapa pasien hipertensi, asupan garam yang banyak
menyebabkan peningkatan tekanan darah secara nyata. Pasien hipertensi
hendaknya mengkonsumsi garam tidak lebih dari 100 mmol/hari (2,4-6 gram
natrium klorida) (32).
Ketika ada terlalu banyak natrium dalam cairan tubuh, ginjal mengambil
peran alaminya mengeluarkan zat yang tidak terpakai atau yang tidak diinginkan
seperti natrium. Namun, jika jumlah natrium yang dieksresikan oleh ginjal di luar
kapasitas normal ginjal, masalahnya sekarang akan muncul. Dekat ginjal adalah
sistem pembuluh darah, dan cairan yang membawa natrium berlebihan akan
masuk ke aliran darah dan melalui pembuluh darah tersebut. Aliran darah akan
menyempit dan menutup dengan sendirinya apabila ginjal lambat dalam
mengambil natrium yang dibawanya. Sistem vaskular akan menutup untuk
meningkatkan tekanan darah di dekat ginjal, peningkatan tekanan darah akan
36
menciptakan dorongan atau kekuatan yang akan mendorong ginjal untuk
membuang kelebihan sodium (47).
5) Minum alkohol
Minuman keras atau disebut juga minuman beralkohol adalah minuman
yang mengandung zat etanol. Etanol sendiri adalah zat atau bahan yang bila
dikonsumsi akan menurunkan tingkat kesadaran bagi konsumennya (mabuk).
Minuman keras juga memiliki zat adiktif, yaitu zat yang apabila dikonsumsi
(walaupun hanya sekali) akan membuat orang tersebut merasa ingin terus
mengonsumsinya (kecanduan) dan akhirnya malah merasa bergantung pada
minuman keras. Minuman keras juga mempengaruhi sistem kerja otak karena
miras menghambat kekurangan oksigen oleh sebab itu pengguna miras merasakan
pusing (15).
Mengonsumsi minuman keras adalah salah satu bentuk penyimpangan
sosial. Penyimpangan sosial yang terjadi di kalangan orang dewasa tidak akan
begitu saja muncul apabila tidak ada faktor penarik atau pendorong. Faktor
penarik berada di luar diri seseorang sedangkan faktor pendorong berasal dari
dalam diri/ keluarga yang memungkinkan seseorang untuk melakukan
penyimpangan tersebut. Faktor tersebut seperti meniru orang lain, media, pelarian
diri dan untuk terapi, kebosanan, informasi yang salah (48).
Kaum muda atau remaja lebih mudah terjerumus pada minuman keras
karena faktor-faktor sebagai berikut 1. Ingin membuktikan keberaniannya dalam
melakukan tindakan berbahaya, 2. Ingin menunjukan tindakan menentang
37
terhadap orang tua yang otoriter, 3. Ingin melepaskan diri dari kesepian dan
memperoleh pengalaman emosional, 4. Ingin mencari dan menemukan arti hidup,
5. Ingin mengisi kekosongan dan kebosanan, 6. Ingin menghilangkan kegalauan/
kegelisahan, 7. Solidaritas di antara kawan, dan 8. Ingin tahu (49).
Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung
dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol
berlebihan termasuk salah satu faktor risiko hipertensi. Penderita hipertensi yang
mengonsumsi alkohol harus membatasi konsumsinya agar tidak lebih dari 20-30 g
etanol per hari bagi laki-laki, dan tidak lebih dari 10-20 g per hari bagi
perempuan. Penelitian Russ (2015) mengatakan bahwa terdapat hubungan antara
konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi (p=0,006). Disarankan bagi tenaga
kesehatan puskesmas Ongkaw untuk meningkatkan penyuluhan kepada
masyarakat mengenai faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya hipertensi serta
bagi masyarakat yang ada agar melakukan pencegahan penyakit hipertensi dengan
membatasi konsumsi minuman yang mengandung alkohol (50) .
6) Pengetahuan
Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan diperoleh dari usaha
seseorang mencari tahu terlebih dahulu terhadap rangsangan berupa objek dari
luar melalui proses sensori dari interaksi antara dirinya dengan lingkungan
sehingga memperoleh pengetahuan baru tentang suatu objek (33).
Menurut Viera, et al (2008), peningkatan pengetahuan tentang hipertensi
secara pararel dapat digunakan untuk pengetahuan dalam upaya pencegahan
38
kekambuhan hipertensi seperti dalam menjaga pola makan serta pola aktivitas
yang baik, sedangkan kurangnya pengetahuan tentang hipertensi kebanyakan
menunnjukan kontrol atau pengendalian tekanan darah yang rendah (51).
7) Sikap
Kesehatan seseorang ditentukan oleh niat atau sikap orang tersebut
terhadap pelayanan kesehatan (behaviour intention) dukungan sosial dari
masyarakat sekitar, ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan dan fasilitas
kesehatan. Lebih lanjut Green menyatakan bahwa perilaku kesehatan atau tingkat
kesehatan seseorang ditentukan oleh sikap seseorang terhadap obyek kesehatan.
Semakin baik sikap seseorang terhadap kesehatan maka tingkat kesehatan
seseorang tersebut juga akan semakin baik (33).
Penelitian Dirham (2012) menjelaskan penelitian bahwa ada hubungan
yang bermakna antara sikap masyarakat dengan derajat sistole tekanan darah
pasien hipertensi di Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu (52).
2.2.12. Bahaya Hipertensi
Hipertensi apabila tidak disembuhkan maka dalam jangka panjang dapat
menimbulkan kerusakan arteri di dalam tubuh sampai organ-organ yang
mendapatkan suplai darah darinya seperti jantung, otak dan ginjal. Penyakit yang
sering timbul akibat hipertensi adalah stroke, gagal ginjal, serangan jantung, dan
lain sebagainya (25).
Hipertensi juga menyebabkan terjadinya payah jantung, gangguan pada
ginjal dan kebutaan. Penelitian juga menunjukkan bahwa hipertensi dapat
mengecilkan volume otak, sehingga mengakibatkan penurunan fungsi kognitif
39
dan intelektual. Bahaya hipertensi yang paling parah adalah efek jangka
panjangnya yang berupa kematian mendadak. Selain itu, adalah:
a. Hipertensi merusak ginjal
Penyakit gagal ginjal kronis merupakan penyakit yang diderita oleh satu dari
sepuluh orang dewasa. Tekanan darah yang tidak terkontrol dapat merusak
ginjal.
b. Hipertensi merusak kinerja otak
Penderita tekanan darah tinggi pada usia tengah baya umumnya akan
mengalami kehilangan kemampuan kognitif-memori, kehilangan pemecahan
masalah, kurang konsentrasi, dan kehilangan daya sehat pertimbangan selama
25 tahun kemudian.
c. Hipertensi merusak kinerja jantung
Tekanan darah tinggi yang terus menerus menyebabkan jantung seseorang
bekerja ekstra keras. Pada akhirnya kondisi ini berakibat terjadinya kerusakan
pada pembuluh darah jantung, ginjal, otak, dan mata.
d. Hipertensi menyebabkan kerusakan mata
Hipertensi juga berpotensi menyebabkan kerusakan pada mata. Adanya
gangguan dalam tekanan darah akan menyebabkan perubahan-perubahan
dalam retina pada belakang mata.
e. Hipertensi menyebabkan resistensi pembuluh darah
Penderita hipertensi akut biasanya mengalami suatu kekakuan yang meningkat
atau resistensi pada pembuluh-pembuluh darah sekeliling di seluruh jaringan-
40
jaringan tubuhnya. Peningkatan resistensi ini menyebabkan otot jantung
bekerja lebih keras sehingga dapat menimbulkan pembesaran otot jantung.
e. Hipertensi menyebabkan stroke
Hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan stroke yang dapat
menjurus pada kerusakan otak atau saraf. Stroke dapat menyebabkan
kelemahan, kesemutan atau rasa geli, kelumpuhan dari tangan-tangan, kaki-
kaki dan kesulitan bicara, serta penglihatan menjadi kabur (25).
Proses perjalanan hipertensi dapat mengakibatkan gangguan pada jantung,
otak, ginjal, dan mata melalui dua mekanisme yang berhubungan yaitu efek dari
peningkatan tekanan arteri (pada struktur dan fungsi jantung dan arteri) dan efek
dalam percepatan perkembangan aterosklerosis. Dalam kurun 20 tahun terakhir,
angka kematian karena serangan jantung dan stroke yang disebabkan oleh
Hipertensi mengalami penurunan. Akan tetapi, dua efek Hipertensi lainnya yaitu
gagal jantung dan penyakit ginjal kronis justru meningkat (35).
2.3. Landasan Teori
Menurut Blum (1986) bahwa faktor yang berpengaruh terhadap derajat
kesehatan seseorang/masyarakat dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu ;
a. Environment (lingkungan). Lingkungan ini meliputi lingkungan fisik (baik
natural atau buatan manusia), dan sosiokultur (umur, ekonomi, pendidikan,
pekerjaan, budaya dll).
b. Perilaku (Life Styles), gaya hidup individu/masyarakat sangat memengaruhi
derajat kesehatan. Dalam masyarakat yang mengalami transisi dari masyarakat
41
tradisional menuju masyarakat modern, akan terjadi perubahan gaya hidup
pada masyarakat tersebut yang akan memengaruhi derajat kesehatan.
Misalnya; pada masyarakat tradisonal dimana sarana transportasi masih sangat
minim maka masyarakat terbiasa berjalan kaki dalam beraktivitas, sehingga
individu/masyarakat senantiasa menggerakkan anggota tubuhnya (berolah
raga). Pada masyarakat modern dimana sarana transportasi sudah semakin
maju, maka individu/masyarakat terbiasa beraktifitas dengan menggunakan
transportasi seperti kendaraan bermotor sehingga individu/masyarakat kurang
menggerakkan anggota tubunya (berolah raga). Kondisi ini dapat berisiko
mengakibatkan obesitas pada masyarakat modern karena kurang berolah raga
ditambah lagi kebiasaan masyarakat modern mengonsumsi makanan cepat saji
yang kurang mengandung serat. Fakta di atas akan mengakibatkan transisi
epidemiologis dari penyakit menular ke penyakit degeneratif.
c. Heredity, faktor genetik ini sangat berpengaruh pada derajat kesehatan. Hal ini
karena ada beberapa penyakit yang diturunkan lewat genetik. Faktor hereditas
sulit untuk diintervensi karena hal ini merupakan bawaan dari lahir dan jika
dapat diintervensi maka harga yang dibayar sangat mahal.
d. Health Care Sevices, pelayanan kesehatan juga memengaruhi derajat
kesehatan. Pelayanan kesehatan di sini adalah pelayanan kesehatan yang
paripurna dan integratif antara promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Semakin mudah akses individu/masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
maka derajat kesehatan masyarakat akan semakin baik (33).
Promosi kesehatan yang dikaitkan dengan perilaku sekaligus untuk
memperkuat teori kejadian suatu penyakit (manajemen penyakit), maka Laurence
42
W. Green (1980) mencetuskan teori perilaku menyatakan perilaku kesehatan
dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu :
1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu: faktor pencetus timbulnya
perilaku seperti: umur, pengetahuan, pengalaman, pendidikan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, paritas, dan lain sebagainya.
2. Faktor pendukung (enabling factors) yaitu: faktor yang mendukung timbulnya
perilaku seperti lingkungan fisik, dana dan sumber-sumber yang ada di
masyarakat.
3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yaitu : faktor-faktor yang memperkuat
atau mendorong seseorang untuk berperilaku yang berasal dari orang lain
misalnya : peraturan dan kebijakan pemerintah, petugas kesehatan, maupun
dari pihak keluarga (53). Kerangka landasan teori diilustrasikan sebagai
berikut:
Landasan teori menurut HL. Blum (1986) dan Green (1980), dari faktor-
faktor yang dapat memengaruhi derajat kesehatan manusia, tidak semuanya akan
diteliti pada penelitian ini, dengan berbagai pertimbangan dan melihat situasi di
lapangan bahwa variabel yang diambil harus dapat diukur dan sesuai dengan
kepustakaan yang ada menurut peneliti. Variabel yang diambil adalah faktor
risiko keturunan, kebiasaan olahraga, kebiasaan minum alkohol, pengetahuan dan
sikap (33).
2.4. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
43
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
2.5. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh faktor risiko (genetik,
kebiasaan olahraga, mengonsumsi alkohol, pengetahuan dan sikap) terhadap
kejadian hipertensi pada usia dewasa muda di UPTD Puskesmas Perawatan Plus
Teluk Dalam Kabupaten Nias Selatan.
1. Keturunan (Genetik)
2. Kebiasaan Olahraga
3. Mengonsumsi Alkohol
4. Pengetahuan
5. Sikap
Kejadian
Hipertensi pada
Usia Dewasa Muda
44
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah mixed method dengan
pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penggunaan ke dua metode ini dipandang
lebih memberikan pemahaman yang lebih lengkap tentang masalah penelitian dari
pada penggunaan salah satu di antaranya. Mixed method dalam penelitian ini
adalah Sequential Explanatory Mixed Method yang bertujuan agar data kualitatif
membantu memberikan gagasan yang lebih mendalam dan lebih banyak untuk
hasil kuantitatif. Pendekatan kualitatif dalam penelitian adalah fenomenologi (52).
Peneliti ingin memahami kejadian hipertensi pada usia dewasa muda dan
kaitannya terhadap faktor-faktor yang memengaruhi serta situasi-situasi terkait
lainnya.
Pendekatan kuantitatif menggunakan desain Case Control dengan memilih
kasus yang menderita hipertensi pada kelompok dewasa muda dan kontrol yang
tidak menderita hipertensi pada kelompok dewasa muda. Penelitian dimulai
dengan mengidentifikasi pasien dengan hipertensi (retrospektif) melalui survei
dan pemeriksaan secara langsung kepada pasien. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis faktor risiko (keturunan, kebiasaan olahraga,mengkonsumsi alkohol,
pengetahuan dan sikap) yang memengaruhi kejadian hipertensi pada usia dewasa
muda di UPTD Puskesmas Perawatan Plus Teluk Dalam Kabupaten Nias Selatan.
45
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Puskesmas Perawatan Plus Teluk
Dalam Kabupaten Nias Selatan.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai bulan Februari-Oktober 2018 dari melakukan
penelusuran kepustakaan, penyusunan proposal, seminar proposal, penelitian,
analisis data dan penyusunan laporan akhir.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
a. Populasi Kasus
Populasi kasus adalah seluruh pasien yang menderita penyakit hipertensi
pada usia dewasa muda 20-40 tahun pada saat pemeriksaan di UPTD Puskesmas
Perawatan Plus Teluk Dalam berjumlah 76 orang yang terdata di rekam medik.
b. Populasi Kontrol
Populasi kontrol adalah pasien yang berkunjung atau berobat untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang tidak menderita hipertensi di UPTD
Puskesmas Perawatan Plus Teluk Dalam berjumlah 503 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut terdiri dari sampel penelitian kuantitatif dan kualitatif.
46
1. Sampel untuk pendekatan kuantitatif terdiri dari:
a. Sampel kasus adalah pasien penderita hipertensi pada kelompok usia dewasa
muda di UPTD Puskesmas Perawatan Plus Teluk Dalam berjumlah 76 orang
(total sampling).
b. Sampel kontrol adalah pasien bukan penderita hipertensi pada kelompok usia
dewasa muda yang datang berkunjung di UPTD Puskesmas Perawatan Plus
Teluk Dalam berjumlah 76 orang.
Pengambilan sampel kasus dengan menunggu pasien yang berkunjung atau
berobat ke puskesmas untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Kemudian
pasien yang mengalami hipertensi dijadikan sampel kasus.
2. Informan untuk pendekatan kualitatif
Informan kunci dalam penelitian ini adalah pasien yang didiagnosa menderita
hipertensi di UPTD Puskesmas Perawatan Plus Teluk Dalam sebanyak 4
orang. Kemudian informan tambahan terdiri dari 1 orang saudara dekat
informan, dan 1 orang Hamba Tuhan (Pdt).
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Jenis Data
Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) jenis
yaitu data primer, data sekunder, dan data tertier.
1) Data Primer
Data primer merupakan data yang dikumpulkan sendiri oleh perorangan/ suatu
organisasi secara langsung dari obyek yang diteliti dan untuk kepentingan
47
studi ini diperoleh melalui interview (wawancara), kuesioner, pemeriksaan
laboratorium.
2) Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan berupa data
dokumentasi dan arsip-arsip resmi yang mendukung data primer serta
peraturan pemerintah yang berkaitan dengan penelitian ini.
3) Data Tertier
Data tertier merupakan data yang diperoleh dari berbagai referensi yang
sangat valid seperti jurnal, text book, hasil penelitian yang sudah
dipublikasikan.
3.4.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder.
1. Kuantitatif, meliputi:
a. Data primer diperoleh dari kuesioner yang diisi responden berupa data
tentang kerakteristik keturunan, kebiasaan olahraga, kebiasaan minum
alkohol, pengetahuan, dan sikap.
b. Data sekunder diperoleh dari penelusuran dokumen/laporan UPTD
Puskesmas Perawatan Plus Teluk Dalam Kabupaten Nias Selatan dan
bahan pustaka terkait.
c. Data tertier diperoleh melalui studi kepustakaan yaitu jurnal yang
terpublikasikan, sumber dari internet seperti, Keputusan Menteri
Kesehatan, dan Peraturan Pemerintah serta Undang-undang.
48
2. Kualitatif, meliputi:
a. Data primer diperoleh dari hasil wawancara kepada informan, observasi
dan dokumentasi hasil penelitian.
3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dan reliabilitas kuesioner sebagai instrument pengumpulan
data dilakukan sebelum penelitian dilaksanakan. Validitas merupakan sejauh
mana alat ukur (pengukuran, tes, instrumen) mengukur apa yang memang
sesungguhnya hendak diukur. Kuesioner yang valid adalah apabila nilai rhitung
lebih besar dari nilai rtabel dengan menggunakan korelasi product moment (54).
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana pengukuran
individu-induvidu pada situasi-situasi yang berbeda memberikan hasil yang sama.
Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur konsistens alat ukur, apakah alat
pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran
tersebut diulang dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha. Apabila nilai
Cronbach’s Alpha yang diperoleh lebih besar dari r Cronbach’s Alpha tabel, maka
dinyatakan reliabel. Nilai rCronbach’s Alpha tabel untuk reliabilitas adalah 0,700 (55). Uji
validitas dan reliabilitas dilakukan di UPTD Puskesmas Hilisataro Kecamatan
Toma Kabupaten Nias Selatan terhadap 30 orang penderita hipertensi.
Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kebiasaan Olahraga
No Variabel Butir
Pertanyaan
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha
Keterangan
Kebiasaan Olahraga 0,801 Reliabel
1 0,412 Valid
2 0,729 Valid
3 0,396 Valid
4 0,504 Valid
49
5 0,708 Valid
6 0,443 Valid
7 0,486 Valid
8 0,508 Valid
Hasil uji validitas dan reliabilitas variabel kebiasaan olahraga sebanyak 8
pertanyaan yang diajukan mempunyai nilai rhitung (corrected item-total
correlation) lebih besar dari rtabel, (0,361) sehingga item pertanyaan tersebut
diasumsikan valid. Nilai rCronbach’s Alpha tabel variabel kebiasaan olahraga 0,801 lebih
besar dari 0,700, maka variabel kebiasaan olahraga dinyatakan reliabel.
Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pengetahuan
No Variabel Butir
Pertanyaan
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha
Keterangan
Pengetahuan 0,958 Reliabel
1 0,767 Valid
2 0,828 Valid
3 0,696 Valid
4 0,660 Valid
5 0,642 Valid
6 0,732 Valid
7 0,714 Valid
8 0,786 Valid
9 0,869 Valid
10 0,791 Valid
11 0,658 Valid
12 0,879 Valid
13 0,825 Valid
14 0,879 Valid
15 0,714 Valid
50
Hasil uji validitas dan reliabilitas variabel pengetahuan sebanyak 15
pertanyaan yang diajukan mempunyai nilai rhitung (corrected item-total
correlation) lebih besar dari rtabel, (0,361) sehingga item pertanyaan tersebut
diasumsikan valid. Nilai rCronbach’s Alpha tabel variabel pengetahuan 0,801 lebih besar
dari 0,700, maka variabel pengetahuan dinyatakan reliabel.
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Sikap
No Variabel Butir
Pertanyaan
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha
Keterangan
Sikap 0,846 Reliabel
1 0,590 Valid
2 0,662 Valid
3 0,534 Valid
4 0,673 Valid
5 0,664 Valid
6 0,706 Valid
Hasil uji validitas dan reliabilitas variabel sikap sebanyak 6 pertanyaan
yang diajukan mempunyai nilai rhitung (corrected item-total correlation) lebih
besar dari rtabel, (0,361) sehingga item pertanyaan tersebut diasumsikan valid.
Nilai rCronbach’s Alpha tabel variabel sikap 0,846 lebih besar dari 0,700, maka variabel
sikap dinyatakan reliabel.
3.5. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.5.1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian terdiri dari vairabel independen (bebas) terdiri dari
faktor risiko genetik, kebiasaan olahraga, mengkonsumsi alkohol, pengetahuan
dan sikap. Sedangkan variabel dependen (terikat) yaitu kejadian hipertensi.
51
3.5.2. Definisi Operasional
1) Genetik adalah penyebab penyakit yang diderita berdasarkan bawaan dari
orang tua atau saudara dekat.
2) Kebiasaan olahraga adalah aktivitas yang sering dilakukan responden secara
rutin minimal 30 menit dengan frekuensi ≥ 3 kali seminggu seperti bersepeda,
jalan kaki, lari, berenang, senam, sepak bola (futsal) dan olahraga lainnya.
3) Mengonsumsi alkohol adalah perilaku responden dalam mengonsumsi
minuman yang mengandung kadar alkohol berdasarkan jenis alkohol, lama
mengonsumsi dan jumlah konsumsi alkohol.
4) Pengetahuan adalah segala sesuatu yang dipahami responden berkaitan dengan
hipertensi meliputi: pengertian, penyebab, pencegahan dan pengobatan.
5) Sikap adalah penilaian responden terhadap hipertensi meliputi faktor yang
dapat menyebabkan penyakit hipertensi.
6) Kejadian hipertensi adalah peningkatan tekanan darah pada usia dewasa muda
di atas normal saat dilakukan pengukuran menggunakan tensimeter yaitu
≥140/90 mmHg.
52
3.6. Metode Pengukuran
Metode pengukuran terhadap variabel penelitian seperti pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Pengukuran Variabel Penelitian
Variabel Jumlah
Pertanyaan/ Alternatif jawaban
Bobot Nilai
Skor Value Jenis Skala
Ukur Variabel Independen
Genetik Kuesioner
1
a. ya
b. tidak
1
2
a. Ada
b. Tidak ada
Ordinal
Kebiasaan
olahraga
Kuesioner
8
a. ya
b. tidak
2
1
13-16
8-12 a. Sering
b. Jarang
Nominal
Mengon
sumsi
alkohol
Kuesioner
1 a. ya
b. tidak
1
2
a. Ada
b. Tidak
ada
Ordinal
Pengeta
huan
Kuesioner
15
a. Benar
b. Salah
2
1
23-30
15-22 a. Baik
b. Kurang baik
Nominal
Sikap Kuesioner
6
a. ya
b. tidak
2
1
10-12
6-9 a. Positif
b. Negatif
Ordinal
Variabel
Dependen
Kejadian
Hipertensi
Hasil
pemeriksaan
tekanan
darah
2
1
a. Hipertensi
b. Tidak
hipertensi
Ordinal
3.7 Metode Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, kemudian diolah dengan cara komputerisasi
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Collecting
Mengumpulkan data yang berasal dari kuesioner. angket maupun obervasi.
53
2. Checking
Dilakukan dengan memeriksa kelengkapan jawaban kuesioner atau lembar
observasi dengan tujuan agar data diolah secara benar sehingga pengolahan
data memberikan hasil yang valid.
3. Coding
Pada langkah ini penulis melakukan pemberian kode pada variabel-variabel
yang diteliti, misalnya nama responden dirubah menjadi nomor 1, 2, 3, …,42.
4. Entering
Data entry, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang
masih dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam aplikasi
SPSS.
5. Data Processing
Semua data yang telah di input ke dalam aplikasi komputer akan diolah sesuai
dengan kebutuhan dari penelitian (56).
3.8 Metode Analisis Data
Analisis pengolahan data pada penelitian ini dibagi menjadi:
1. Analisis data kuantitatif
a. Analisis univariat
Analisis univariat dilakukan dengan mendeskripsikan distribusi frekuensi
dari masing-masing variabel yang diteliti yaitu genetik, kebiasaan
olahraga, mengonsumsi alkohol, pengetahuan dan sikap serta kejadian
hipertensi, dengan ukuran persentase dan proporsi.
b. Analisis bivariat
54
Analisis bivairat adalah untuk menjelaskan atau menganalisis hubungan
variabel independen yaitu genetik, kebiasaan olahraga mengonsumsi
alkohol, pengetahuan dan sikap serta variabel dependen yaitu kejadian
hipertensi menggunakan uji chi square. Jika nilai p<α, maka keputusannya
adalah ada hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen dan jika nilai p>α, maka keputusannya adalah tidak ada
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
c. Analisis multivariat
Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui kekuatan hubungan
variabel independen dengan variabel dependen dan menentukan faktor
mana yang paling dominan berhubungan dengan variabel dependen.
Variabel independen yang dimasukkan ke dalam model multivariat (binary
logistic) bila nilai p>0,25 berdasarkan hasil uji bivariat. Variabel
independen dan variabel dependen dalam penelitian ini bersifat kategorik
yaitu dua kelompok. Persamaan regresi logistik berganda yang diacu yaitu:
f (z) = )( 55443322111
1XXXXX
e
Keterangan:
f (z) = Probabilitas penyakit hipertensi
α = Konstanta
β1-βi = Koefisien regresi
X1 = Genetik
X2 = Kebiasaan olahraga
X3 = Mengkonsumsi alkohol
X4 = Pengetahuan
X5 = Sikap
55
2. Analisis data kualitatif
Menurut Miles dan Hubernas dalam Sugiyono bahwa data kualitatif
diperoleh dari data reduction, data display dan conclusion drawing/verification.
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan
tertulis di lapangan. Proses ini berlangsung terus menerus selama penelitian ini
berlangsung. Setelah menganalisis data, kemudian dilanjutkan dengan keabsahan
data yaitu dengan cara triangulasi. Triangulasi adalah membandingkan informasi
dari informan yang satu dengan informan lainnya sehingga informasi yang
diperoleh kebenarannya. Selanjutnya, melakukan keabsahan data (55).
top related